kumpulan artikel islami.docx

94
QUNUT di Shalat Subuh (fiqih cabang) Masalah Qunut pada sholat shubuh termasuk persoalan-persoalan fiqih cabang yang tidak sepatutnya menjadikan kaum muslim terpecah belah dan saling bermusuhan karenanya. Dalam menjelaskan masalah ini, para ahli fiqih berbeda pendapat tentangnya. Para ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Maliki Sunnah. Sementara, para ulama madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh. Imam Nawawi berkata, “Kketahuilah bahwa qunut pada shalat subuh itu disyariatkan menurut madzhab kami. Hukumnya sunnah muakkad, karena hadis yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik Ra, اَ مَ الَ زُ لْ وُ سَ زِ له ال ىَ لَ صُ له الِ هْ يَ لَ عِ هِ ل اَ وَ مَ لَ سَ وُ تُ نْ قَ يْ ىِ فِ ةَ لاَ صِ اةَ دَ غْ ل ا ىَ تَ حَ قَ ازَ ف اَ يْ 2 نُ الد“Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia” (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hal 162; Abdurrazaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daruquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsani di dalam Majma’ Al-Zawaid, vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-arba’in, dan dia berkata, “Hadits shahih; para periwatnya seluruhnya adalah orang-orang yang tsiqah.”) Mereka berkata seandainya meninggalkannya, shalatnya tidak batal. Akan tetapi, ia harus melakukan sujud sahwi, baik ia meninggalkannya dengan sengaja atau karena lupa.” Berkenaan dengan hukum qunut shalat subuh, banyak perkataan- perkataan dan bentuk-bentuk qunut yang dikutip dari sebagian sahabat dan kalangan tabi’in. Di antaranya adalah pendapat Ali bin Ziyad uang menyatakan wajib melakukan qunut pada shalat subuh. Jadi apabila dia meninggalkannya, shalatnya batal. Dan boleh dilakukan sebelum ruku’ atau sesudahnya pada roka’at kedua. Akan tetapi, yang disunnahkan dan lebih utama adalah melakukannya sebelum ruku’ setelah selesai membaca ayat, tanpa bertakbir sebelumnya. Hal itu, karena padanya terkandung unsur toleransi kepada orang yang masbuq. Tidak dibedakan antaranya dengan dua rukun shalat (yang ditandai dengan takbir). Dan qunut telah menjadi ketetapan yang diamalkan pada zaman Umar Ra dengan kehadiran para sahabat. Qadhi Abdul Wahhab al-Baghdadi berkata, “Diriwayatkan dari Abu Raja Al-Atharidi bahwa dia berkata, “Pada awalnya qunut itu dilakukan setelah ruku’. Lalu Umar menjadikannya sebelum ruku’ agar orang yang mengejar shalat (jama’ah) bisa mendapatnkannya. Dan diriwayatkan bahwa golongan Muhajirin dan Anshar meminta hal itu kepada Utsman. Dia pun menjadikannya sebelum ruku’ karena didalam hal itu terdapat faidah yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu yang tidak didapatkan apabila

Upload: ijimuizi

Post on 24-Oct-2015

209 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

QUNUT di Shalat Subuh (fiqih cabang)

Masalah Qunut pada sholat shubuh termasuk persoalan-persoalan fiqih cabang yang tidak sepatutnya menjadikan kaum muslim terpecah belah dan saling bermusuhan karenanya. Dalam menjelaskan masalah ini, para ahli fiqih berbeda pendapat tentangnya.

Para ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Maliki Sunnah. Sementara, para ulama madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh.

Imam Nawawi berkata, “Kketahuilah bahwa qunut pada shalat subuh itu disyariatkan menurut madzhab kami. Hukumnya sunnah muakkad, karena hadis yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik Ra,

ال� م�ا و�ل� ز� س� �ه� الله� ص�ل�ى الله� ر� �ي �ه� ع�ل �م� و�آل ل �ت� و�س� �ق�ن �ة� ف�ي� ي �غ�د�اة� ص�ال ق� ح�ت�ى ال �ا ف�ار� �ي الد&ن

“Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hal 162; Abdurrazaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daruquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsani di dalam Majma’ Al-Zawaid, vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-arba’in, dan dia berkata, “Hadits shahih; para periwatnya seluruhnya adalah orang-orang yang tsiqah.”)

Mereka berkata seandainya meninggalkannya, shalatnya tidak batal. Akan tetapi, ia harus melakukan sujud sahwi, baik ia meninggalkannya dengan sengaja atau karena lupa.”

Berkenaan dengan hukum qunut shalat subuh, banyak perkataan-perkataan dan bentuk-bentuk qunut yang dikutip dari sebagian sahabat dan kalangan tabi’in. Di antaranya adalah pendapat Ali bin Ziyad uang menyatakan wajib melakukan qunut pada shalat subuh. Jadi apabila dia meninggalkannya, shalatnya batal.Dan boleh dilakukan sebelum ruku’ atau sesudahnya pada roka’at kedua. Akan tetapi, yang disunnahkan dan lebih utama adalah melakukannya sebelum ruku’ setelah selesai membaca ayat, tanpa bertakbir sebelumnya. Hal itu, karena padanya terkandung unsur toleransi kepada orang yang masbuq. Tidak dibedakan antaranya dengan dua rukun shalat (yang ditandai dengan takbir). Dan qunut telah menjadi ketetapan yang diamalkan pada zaman Umar Ra dengan kehadiran para sahabat.

Qadhi Abdul Wahhab al-Baghdadi berkata, “Diriwayatkan dari Abu Raja Al-Atharidi bahwa dia berkata, “Pada awalnya qunut itu dilakukan setelah ruku’. Lalu Umar menjadikannya sebelum ruku’ agar orang yang mengejar shalat (jama’ah) bisa mendapatnkannya. Dan diriwayatkan bahwa golongan Muhajirin dan Anshar meminta hal itu kepada Utsman. Dia pun menjadikannya sebelum ruku’ karena didalam hal itu terdapat faidah yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu posisi berdiri yang lama sehingga orang yang terlambat datang bisa mendapatkan raka’at. Maka sebelum ruku’ lebih utama dengan alasan itu, terlebih lagi pada shalat subuh.

Menjadi rajih dan kuat pendapat Madzhab Syafi’i mengenai qunut karena kuatnya dalil-dalil mereka sebagai berikut:

• Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ pada saat shalat subuh di raka’at yang kedua, beliau pun berdo’a dengan do’a ini: “Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk....(hingga akhir).” Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan ungkapan, “Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan.” Dan, Thabrani menambahkan, “Dan tidak mulia orang yang menentang-Mu.”HR. Hakim, Al-Mustadrak, vol. IV, hlm. 298; Baihaqi, Al-Sunan Ash-Shugra vol. I, hlm. 276; Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, vol. VII, hlm. 232; dan disebutkan oleh Ash-Sha’ani, Subul Al-Salam, vol. I, hlm. 186-187

• Hadits Anas bin Kalik Ra bahwa, “Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada sahalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia.” ¹ Dan Annas ditanya, “Apakah Rasulullah Saw melakukan qunut pada shalat subuh?” Dia menjawab, “Benar.” Ditanyakan lagi kepadanya, “Apakah sebelum ruku’ atau setelah ruku’?” Dia menjawab, “Setelah ruku’.” ²... Lihat

Selengkapnya¹ HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hlm. 162; Abdurrazzaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daraquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam Majma’ Az-Zawaid vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-Arba’in, dan dia berkata, “Hadits Shahih; para periwayatnya seluruhnya adalah orang-orang yang Tsiqah.”² HR. Muslim, Shahih Muslim, vol. !, hlm. 486; dan Abu Daud, Sunan Abu Daud, vol. II, hlm. 68

• Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra; dia berkata: “Demi Allah, aku adalah orang yang paling dekat diantara kalian dalam shalat dengan Rasulullah Saw”. Dan Abu Hurairah melakukan qunut pada raka’at terakhir shalat subuh setelah dia mengucapkan sami‘allahu liman hamidah, berdoa bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan melaknat orang-orang kafir.HR. Baihaqi, As-Sunan Ash-Shugra, vol. I, hlm. 277, cet. Maktabah Al-Dar

• Dari Abdullah bin Abbas Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepada kami doa yang kami panjatkan didalam qunut pada shalat subuh:“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”HR. Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, vol. II, hlm. 210, cet. Maktabah Al-Baz

• Dan pada hadits, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari raka’at yang kedua, Beliau pun mengangkat kedua tangan dan berdoa dengan do’a ini: Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk.” Didalam riwayat lain, “Bahwa apabila Beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh di raka’at yang terakhir, Beliau melakukan qunut.”Imam Syuyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, vol. I, hlm. 157, cet. Thair al-Ilmi. Syaikh al-Albani berkata, “Hadits shahih.” Lihat, Al-Albani, Shahih al-Jami’, 4730.

Adapun lafaz doa qunut, maka yang dipilih adalah apa yang diriwayatkan dari Hasan bin Ali Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan pada shalat witir,

“Allahummah dina fiman hadait, Wa afina fiman afait, Wa tawal lana fiman tawal lait, Wawaba riklana fi ma a’tait, Waqina syar rama qadait, innaka taqdi wala yukda alaik, inna hu laa yazillu man walait, Taba rakta rabbana wata alait.”

“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”...Para ulama menambahkan padanya,“Wala yaizzu man adait”,“Dan tidak mulai orang-orang yang menentang-Mu,”Serta:“Falakal hamdu ala maa qadait astaghfirka wa atuubu ilaik”“Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan; aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu”.Sebelum :“Taba rakta rabbana wata alait.”“Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”

Dalam Raudlah Ath-Thalibin, Imam Nawawi berkata, ”Para sahabat kami (ulama madzhab) berkata, “Tidak mengapa dengan tambahan ini.” Abu Hamid, al-Bandaniji, dan lain-lain berkata dalam Nihayat Al-Muhtaj, vol. I, hlm. 503 mengatakan, “Sunnah.”. Dan disunnahkan agar dia mengucapkan setelah doa tersebut, “ Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Muhammad dan

keluarga Muhammad, serta salam sejahtera”. Dan itu menurut pendapat yang shahih dan Masyhur.

Berdasarkan keterangan yang telah dikemukakan, bahwa pendapat Madzhab Syafi’i kuat dan rajih, yaitu qunut di dalam shalat subuh itu sunnah; disunnahkan bagi orang yang meninggalkannya agar melakukan sujud sahwi untuk menggantikannya. Akan tetapi, tidak batal shalat dengan meninggalkannya. Dan Allah Swt Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui.

(dikutip dari: Al-Bayan Al-Qawim li Tashih Ba’dhi Al-Mufahim, Syekh Ali Jumu’ah, Mufti Mesir)

Bukti Imam Syafi'i - BerAqidah Aswaja

Tak henti-hentinya kelompok minoritas ini (wahhaby salafy) memanipulasi ucapan-ucapan para imam Ahlus sunnah wal jama’ah, demi menguatkan ajaran menyimpang yang mereka bawa, mereka berani memutar balikkan fakta dari yang sebenarnya, membuat ucapan palsu da...n dusta atas nama para imam Ahlus sunnah waljama'ah.

Tak luput dari perbuatan kotor mereka, imam Syafi’i pun menjadi sasaran TALBIS mereka. Mereka (wahhaby salafy) mengatakan bahwa Imam Syafi’I saja berkeyakinan bahwa Allah itu berada di atas Arsy di dalam langitnya, berikut dalil palsu mereka :

Di dalam kitab Mukhtashor Al-‘ulwi halaman : 176, juga terdapat dalam ucapan Ibnu Al-Qoyyim dalam bab Ijtima’ul juyusy, disebutkan berikut ini :

وأبي " ثور أبي إلى بإسنادهم المقدسي محمد أبو والحافظ ، الهكاري الحسن أبو اإلسالم شيخ روى : السنة في القول قال الله رحمه الحديث ناصر إدريسالشافعي بن محمد اإلمام عن كالهما شعيبومالك سفيان مثل عنهم وأخذت رأيتهم الذين الحديث أهل عليها أصحابنا ورأيت عليها أنا التيفي عرشه على تعالى الله وأن ، الله رسول محمدا وأن الله إال إله ال أن بالشهادة االقرار وغيرهما

شاء كيف الدنيا السماء إلى ينزل الله وأن شاء كيف خلقه من يقرب " سمائه

“ Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary meriwayatkan dan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi dengan isnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, Nashirul hadits Rh, beliau berkata “ Pendapat di dalam sunnah yang aku pegang dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan dan aku ambil dari mereka seperti Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah pengakuan dengan syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia kapan saja DIA kehendaki “.

JAWABAN :

Benarkah ini ucapan dan pendapat imam Syafi’i ??? di sini kita akan membongkar kebusukan dan penipuan mereka atas nama imam Syafi’i.

Dari sisi sanad :

1. Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam kitabnya MIZAN AL-I’TIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :

الوضاعين : الكذابين أحد الهكاري الحسن أبي

“ Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah salah satu orang yang suka berdusta dan sering memalsukan ucapan “

2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga berkata :

به : V موثوقا يكن لم عساكر بن القاسم أبو قال

“ Dia (Abu Al-Hasan) orang yang tidak dapat dipercaya “

3. Ibnu Najjar berkata :

األسانيد : وتركيب الحديث بوضع متهم النجار ابن وقال

“ Dia dicurigai memalsukan hadits dan menyusun-nysun sanad “

Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab LISAN AL-MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :

موضوعة أشياء حديثه وفي ، والمنكرات الغرائب حديثه على الغالب وكان

“ Kebanyakan hadits yg diriwayatkannya adalah ghorib dan mungkar dan juga terdapat hadits-hadits palsunya “.

4. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth bin Al-Ajami di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1 halaman : 184 :

وضاع كذاب وهو

“ Dia adalah seorag yang suaka berdusta dan suka memalsukan hadits “

Dari sisi tarikh / sejarah :

Mereka (wahhaby salafy) mengaku atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu Syu’aib dari imam Syafi’i. Benarkah ??

Ini sebuah kedustaan yang nyata karena di dalam kitab-kitab tarikh / sejarah bahwasanya Abu Syu’aib ini dilahirkan dua tahun setelah wafatnya imam Syafi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab TARIKH AL-BAGHDADI juz : 9 halaman : 436.

Sekarang bagaimanakah aqidah imam syafi’i yang sebenarnya tentang Istiwa Allah Swt ?

Berikut ini ucapan-ucapan imam Syafi’i yang kami nukil dari kitab-kitab yang mu’tabar dan dari riwayat-riwayat yang tsiqoh :

1 Ketika imam Syafi’I ditanya tentang makna ISTIWA dalam al-Quran beliau menjawab :

كل “ فيه الخوض عن وأمسكت اإلدراك في نفسي واتهمت تمثيل بال وصدقت تشبيه بال ءامنت”اإلمساك

) ( ص ( المؤيد البرهان في الرفاعي أحمد اإلمام شبه) ( 24ذكره دفع في الحصني الدين تقي واإلمامص ) ( وتمرد شبه كثير) 18من وغيرهما .

“ Aku mengimani istiwa Allah tanpa memberi perumpamaan dan aku membenarkannya tanpa member permisalan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku di dalam memahaminya dan aku mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan “

Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifa’i di dalam kitab “ Al-Burhan Al-Muayyad “ (Bukti yang kuat) halaman ; 24.

Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam kitab Daf’u syibhi man syabbaha wa tamarroda halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 56 disebutkan bahwa imam Syafi’I berkata :

الله رسول مراد على الله رسول عن جاء وبما الله مراد على الله عن جاء بما ءامنت

“ Aku beriman dengan apa yang dating dari Allah Swt atas menurut maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang dating dari Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw “.

Syaikh Salamah Al-Azaami dan selainnya mengomentari ucapan imam syafi’I tsb :

في تجوز ال التي والجسمية الحسية المعاني من والظنون األوهام إليه تذهب قد ما على ال ومعناهتعالى الله .حق

“ Maknanya adalah bukan seperti yang terlitas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik dan jisim yang tidak boleh bagi haq Allah Swt “

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

2. Ketika imam Syafi’i ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :

النفوس وعلى تقطع أن الظنون وعلى تحد أن األوهام وعلى تعالى الله تمثل أن العقول على حرامعلى – – الله أي نفسه به وصف ما إال تحيط أن الخواطر وعلى تعمق أن الضمائر وعلى تفكر أن

وسلم عليه الله صلى نبيه لسان

ج الكبرى الشافعية طبقات انظر رسالته في جهبل ابن الشيخ الله 9/40ذكره عن الجهة نفي فيتيمية ابن على فيها رد .التي

“ Haram bagi akal untuk menyerupakan Allah Swt, haram bagi pemikiran untuk membatasi Allah Swt, haram bagi persangkaan untuk memutusi Allah Swt, haram bagi jiwa untuk bertafakkur, haram bagi hati untuk memperdalam sifat Allah, haram bagi lintasan hati untuk membatasi Allah, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Saw “.

(Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra juz : 9 halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah)

3. Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam Syafi’I berkata :

عليه يجوز ال المكان� خلقه قبل كان كما األزلية صفة على وهو المكان فخلق مكان وال كان تعالى إنهصفاته في التبديل وال ذاته في "التغيير�

“ Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat sedangkan Allah masih atas sifat azaliyah-Nya sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat.

Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga pergantian di dalam sifat-sifat-Nya “.

4. Di dalam kitab Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar halaman : 52, imam Syafi’I berkata yang merupakan keseluruhan pendapat beliau tentang Tauhid :

العدم إلى اطمأن وإن مشبه فهو فكره إليه ينتهي موجود إلى فانتهى مدبره لمعرفة انتهض منموحد فهو إدراكه عن بالعجز واعترف لموجود اطمأن وإن معطل فهو الصرف

“ Barangsiapa yang bergerak untuk mengetahui Allah Sang Maha Pengatur-Nya hingga pikirannya sampai pada hal yang wujud, maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dgn makhluq). Dan jika ia merasa tenang dengan suatu hal yang tiada, maka ia adalah mu’aththil (meniadakan sifat Allah Swt). Dan jika ia merasa tenang pada kwujudan Allah Swt dan mengakui ketidak mampuan untuk memahaminya, maka ia adalah muwahhid (orang yang mengesakan Allah Swt) “.

Sungguh imam Syafi’I begitu jeli dan luas pemahamannya akan hal ini, beliau sungguh telah mengambil dari ayat-ayat Allah Swt dalam Al-Quran :

- { pىء ش� �ه� �ل �م�ث ك �س� �ي ] { ل الشورى [سورة

“ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah “

- [ النحل } [ سورة �ال� �م�ث األ qه� �ل ل � �وا �ض�ر�ب ت � ف�ال

“ Janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpoamaan bagi Allah Swt “

- :{ rا م�ي س� �ه� ل �م� �ع�ل ت ] { ه�ل� مريم [سورة

“ Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ? “

Semua ini membuktikan bahwa imam Syafi’I Ra mensucikan Allah Swt dan sifat-sifat-Nya dari apa yang terlintas dalam pikiran berupa makna-makna jisim / fisik seperti duduk, dibatasi dengan arah, tempat, gerakan dan diam serta yang semisalnya dan inilah aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah.

Ibnu Abdillah Al-Katibiy

ULAMA BESAR MADZHAB SYAFI'I DARI ABAD KE ABAD * (Bag. 5)

ABAD Ke-XIII H.

75. As Syarqawi.(wafat 1227 H).

Nama lengkap beliau Syeikh Abdullah bin Hijaz bin Ibrahim,lahir tahun 1150.dan wafat pada tahun 1227 H.,bermaqam di Mesir. Beliau adalah mahasiswa universitas Al Azhar Mesir,dan kemudian sampai menjadi salah seorang dosen(Syeikh dari Universitas Al Azhar itu).

Beliau adalah seorang Ulama Besar Syafi'yah di Mesir pada zaman itu dan banyak mengarang kitab fiqih Syafi'i dan lain-lain kitab yang sampai sekarang masih dicetak dan disiarkan di

seluruh dunia IslamDiantara karya beliau dalam fiqih Syafi'i adalah yang berjudul ''As Syarqawi al at Tahrir'' yaitu kitab fiqih Syafi'i untuk mensyarah kitab Tahrir karangan Imam Zakariya al Anshari. Kitab Syarqawi itu terdiri atas dua jilid besar dengan 525 hal. Setiap jilidnya,dimulai dengan ''Alhamdulillah hilladzi faqqaha'' dan disudahi dengan ''Walhamdulillahi Rabbil'alaimiin''. Kitab Syarqawi selesai dikarang tahun 1192 H.,jadi beliau adalah seorang Ulama Syafi'i pada akhir abad ke XII,tetapi karena beliau wafat pada tahun 1227 maka beliau dimasukkan dalam barisan Ulama Syafi'i abad ke XIII.

Karya beliau yang lain,diantaranya:

1. At Tuhfatul Bahiyah fi Thabaqatis Syafi'iyah,yaitu kitab untuk menerangkan ulama-ulama besar Syafi'iyah dari abad ke IX sampai abad ke XII.

2. Tuhfatul Nazhirin,dicetak di Mesir tahun 1281.

3. Kitab Usuluddin ''Syarqawi Syarah Sanusi''(144 halaman),selesai dikarang beliau 13 Ramadhan 1194 H.

Keistimewaan beliau ini adalah mempunyai ''Sorban besar'' sehingga pada zaman itu diambil menjadi tamsil,yaitu untuk menyatakan sesuatu yang besar,dikatakan orang: ''Sebesar sorban Syarqawi''.**

76. Syeikh Muhammad Arsyad Banjar(wafat 1227 H).

Nama lengkap beliau Syeikh Haji Muhammad Arsyad bin Abdullah al Banjari,lahir di kampung Luk Gabang-Martapura(Kalimantan Selatan) pada tanggal 13 Safar 1122 H(lk. 1710 M),wafat tanggal 6 Syawal 1227 H.(lk.1812 M) dalam usia 105 tahun.

Pada tahun 1152 H.(lk.1739 M),dalam usia lk.30 tahun,beliau naik haji ke Mekkah dengan sengaja juga untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam. Beliau bermukim di Mekkah selama 30 tahun dan di Madinah selama 5 tahun,bertekun mempelajari seluk beluk agama Islam,khususnya ilmu Usuluddin,Ahlussunnah wal Jama'ah dan fiqih Madzhab Syafi'i Rhl.

Guru-guru beliau adalah:1. Allamah Syeikh Athaillah di Mekkah.

2. Allamah Syeikh Muhammad al Kurdi di Madinah.

3. Allamah Abdul Karim Samman di Madinah.Dan lain-lain.Kawan-kawan beliau yang belajar bersama ketika di Mekkah diantaranya adalah:1. Syeikh Abdussamad Palembang,pengarang kitab ''Hidayatussalikiin'', ''Sairussalikin'' dan lain-lain.

2. Syeikh H. Abdurrahman Mashri di Jakarta.

3. Syeikh Abdulwahab Bugis,Sulawesi Selatan.

Syeikh Muhammad al Arsyad al Banjari adalah seorang Ulama Besar dalam Madzhab Syafi'i yang jarang tandingannya,begitu juga kawan-kawan beliau yang tersebut adalah ulama-ulama besar dalam Madzhab Syafi'i.

Pada bulan Ramadhan tahun 1186 H.beliau kembali ke kampung halaman dan ketika itu diangkat menjadi Mufti Kerajaan Banjar,berkedudukan di Martapura,dalam usia 65 tahun.Tidak salah kalau dikatakan bahwa Syeikh Arsyad Banjar inilah ulama besar yang menyiarkan agama Islam ber-Madzhab Syafi'i di seluruh Kalimantan,sehingga penduduk Kalimantan pada waktu itu seluruhnya menganut Madzhab Imam Syafi'i Rahimahullah.

Beliau banyak mengarang kitab,diantaranya:1. Sabilah Muhtadin,ditulis tahun 1193-1195 H.

2. Tuhfatur Raghibiin,ditulis tahun 1180 H.

3. Al Qaulul Mukhtashar,ditulis tahun 1196 H.

4. Kitab Ushuluddin.

5. Kitab Tasauf.

6. Kitab Nikah.

7. Kitab Faraidh.

8. Kitab Hasyiyah Fathul Jawad.

Di samping itu beliau menulis satu naskah al Qur'anul Karim Tulisan tentang beliau sedikit,yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.

Zurriyaat(anak dan cucu piut) beliau banyak sekali yang menjadi ulama besar,pemimpin-pemimpin,yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi'i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar.Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah:1. H. Jamaluddin,Mufti,anak kandung,penulis kitab ''Perukunan Jamaluddin''.

2. H. Yusein,anak kandung,penulis kitab ''Hidayatul Mutafak kiriin''.

3. H. Fathimah binti Arsyad,anak kandung,penulis kitab ''Perukunan Besar'',tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu.

4. H. Abu Sa'ud,Qadhi.

5. H. Abu Nairn,Qadhi.

6. H. Ahmad,Mufti.

7. H. Syahabuddin,Mufti.

8. H.M. Thaib,Qadhi.

9. H. As'ad,Mufti.

10. H. Jamaluddin II,Mufti.11. H. Abdurrahman Sidiq,Mufti Kerajaan Indragiri Sapat(Riau) pengarang kitab ''Risalah amal Ma'rifat'', ''Asranus Salah'', ''Syair Qiyamat'', ''Sejarah Arsyadiyah'' dan lain-lain.

12. H.M. Thaib bin Mas'ud bin H. Abu Saud,ulama Kedah,Malaysia,pengarang kitab ''Miftahul Jannah''.

13. H. Thobah Qadhi-Qudhat,pembina Madrasah ''Sulamul 'Ulum'' Dalam Pagar Martapura.

14. H.M. Ali Junaedi,Qadhi.15. Guru H. Zainal Ilmi.

16. H. Ahmad Zainal Aqli,Imam Tentara.

17. H.M. Nawawi,Mufti.Dan lain-lain banyak lagi.

Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat-zurriyat Syeikh Arsyad yang menjadi ulama-ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah.

Sebagai kami katakan di atas,Syeikh Muhammad Arsyad bin Al Banjari dan sesudah beliau,zurriyat-zurriyat beliau adalah penegak-penegak Madzhab Syafi'i dan faham Ahlussunnah

wal Jama'ah,khususnya di Kalimantan.Adapun zurriyat-zurriyat beliau yang masih hidup sekarang(1389 H)yang dapat kita catat diantaranya,adalah:1. H. Abdullah Siddiq,keluaran Kairo,pensiunan Qadhi.

2. H.M. Arfan,pensiunan Qadhi.

3. H. Salman Jalil,kepala Pengawas Peradilan Agama se Kalimantan.

4. H.M. Idrus Ma'ruf,kepala peradilan Dep. Agama Kab. Banjar,Martapura.

5. H. Ghazali,kepala Kantor Urusan Agama Rantau.

6. H. Sirajuddin,ketua Majlis Ulama Martapura.Dan lain-lain.

Sedemikian yang sampai kepada kami catatannya sambil kami minta maaf kepada zurriyat-zurriyat Syeikh Arsyad Banjar yang tidak tercatat disini,karena tidak ada catatannya pada kami. Pada waktu sekarang,boleh dikatakan,lebih 90% ulama dan rakyat Kalimantan penganut Madzhab Syafi'i sejak masuknya Islam sampai sekarang ini.

Mudah-mudahan Allah menurunkan rahmat kepada mereka dan kita semuanya,amin-amin.**

77. As Syanwani(wafat 1233 H).

Muhammad bin 'Ali as Syafi'i as Syanwani,lahir di Mesir di sebuah desa Syanwani.

Beliau ini belajar fiqih Syafi'i kepada Syeikh Isa al Barawi pengarang Hasyiyah Minhaj,kemudian beliau di Azhar dan Jami'ah Fakihani di Mesir juga.

Setelah Imam Syarqawi Syeikhul Azhar wafat pada tahun 1227,maka Imam Syanwani lari dari kota Mesir karena beliau enggan untuk diangkat menggantikan gurunya Imam Syarqawi menjadi Syeikhul Azhar,yaitu menjabat Guru Besar pada Al Azhar itu. Tetapi beliau dijemput bersama oleh Ulama-ulama dan diangkat menjadi Guru Besar Jami'i Azhar itu.

Beliau wafat tahun 1233 H.dan disembahyangkan di Azhar oleh ummat Islam yang banyak,kemudian bermakam dekat Azhar itu. Imam Syanwani adalah seorang Ulama Syafi'i yang besar dalam abad ke XIII,beliau mengarang kitab-kitab Hasyiah al Mukhtasar Abi Jamrah (Kitab Syanwani),Hasyiah Syarah Abdissalam.

Hasyiah sebahagian yang kedua dari kitab Minhaj dan lain-lain. Dengan adanya Syeikh Syanwani ini,Madzhab Syafi'i di Mesir bertambah lama bertambah kukuh,apalagi dapat mempengaruhi begitu rupa Jami'ah Al Azhar.**

78. Al Bajuri (wafat 1276 H).

Nama lengkap beliau adalah Syeikh Ibrahim bin Syeikh Muhammad Al Bajuri. Lahir di Bajur Mesir.

Beliau adalah seorang Ulama Syafi'i yang besar,belajar agama di Universitas Al Azhar yang terkenal,tetapi kemudian sampai menjadi Guru Besar dari Jami' Al Azhar itu.

Guru beliau dalam ilmu fiqih adalah Syeikh Abdullah As Syarqawi,Sayil Daud al Qal'awi dan lain-lain.

Beliau banyak sekali mengarang kitab,diantaranya:1. Al Bajuri,kitab fiqih dalam Madzhab Syafi'i dua jilid sebagai Syarah dari Kitab Fathul Qarib.

2. Kifayatul 'Awam,kitab Tauhid menurut dasar Ahlussunnah wal Jama'ah.

3. Hasyiah Sanusi,dalam soal ilmu Tauhid.

4. Syarah 'Imrithi,ilmu nahwu.

5. Hasyiah Matan Jaharatut Tauhid,ilmu Tauhid.

6. Hasyiah Matan Sulam,karangan Akhdhari.Dan lain-lain.

Beliau ini sangat berjasa bagi ummat Islam Indonesia,karena kitab-kitab beliau,baik dalam ilmu fiqih atau dalam ilmu tauhid dibaca dan dipelajari di Pesantren dan Madrasah-madrasah agama di seluruh pelosok Indonesia.*

ULAMA BESAR MADZHAB SYAFI'I DARI ABAD KE ABAD * (Bag. 6)

ABAD Ke-XIV H.

Ulama-ulama yang wafat dalam abad ke XIV yang banyak jasanya dalam menyiar dan mempertahankan Madzhab Imam Syafi'i Rhl.diantaranya adalah sebagai berikut:

79. Zaini Dahlan (wafat 1304 H).

Nama lengkap beliau Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan,dan beliau adalah Imam dan Mufti Syafi'i di Mekkah al Mukkaramah pada tahun terakhir abad ke XIII. Tetapi beliau meninggal pada permulaan abad ke XIV H.

Beliau adalah seorang Ulama Besar Syafi'yah yang terkenal gigih dalam menyiarkan dan mempertahankan fatwa-fatwa dalam Madzhab Syafi'i.

Diantara karangan Ahmad bin Zaini Dahlan,terdapat kitab-kitab:1. Al Futuhatul Islamiyah,dicetak di Mekkah tahun 1303H.

2. Tarikh Duwalul Islamiyah,cetakan tahun 1306 H.

3. Khulasatul Kalam fi Umarai Baladiharam,cetakan Mesir 1305.

4. Al Fathul Mubin Fadhail Khulafa ur Rasyidin,dicetak di Mesir tahun 1302.

5. Ad Durarus Saniyah Firradi 'alal Wahabiyah.**

80. Sayid Utsman,(wafat 1333 H)

Nama lengkapnya adalah Sayid Utsman bin Abdillah bin 'Aqil bin Yahya al 'Alawi,yang dimasyhurkan dengan nama julukan ''Mufti Batawi''.

Beliau adalah seorang Ulama Besar Syafi'iyah yang jarang tandingan di zamannya.

Beliau selain mengajar juga mengarang kitab-kitab agama yang sangat banyak tersiar luas di sekitar Jawa Barat dan Jawa Timur.80. Sayid Utsman,(wafat 1333 H)

Nama lengkapnya adalah Sayid Utsman bin Abdillah bin 'Aqil bin Yahya al 'Alawi,yang dimasyhurkan dengan nama julukan ''Mufti Batawi''.

Beliau adalah seorang Ulama Besar Syafi'iyah yang jarang tandingan di zamannya.

Beliau selain mengajar juga mengarang kitab-kitab agama yang sangat banyak tersiar luas di sekitar Jawa Barat dan Jawa Timur.Diantara karangan beliau adalah:1. Al Qawaninus Syar'iyah lil Mahkamah wal Iftaiyah(Sebuah kitab yang lengkap menerangkan soal-soal Nikah,thalak dan ruju' yang sangat berguna dipakai dalam Mahkamah-mahkamah Syar'iyah dalam lingkungan madzhab Syafi'i.

2. Iqazhuniyam fimaa yat 'alqu bilahillah was Shiyam(sebuah kitab khusus menerangkan persoalan masuk puasa,Hilal dan puasa).

3. Zharul Basim fi Athwar Abil Qasim(sebuah kitab menerangkan kisah Maulud dan Mi'raj Nabi Muhammad Saw.).

4. I'antut Mustarsyidin,berbahasa Arab,yaitu kitab untuk penolak fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah dan Muhammad Abduh.

5. Kitab Sifat Duapuluh,sebuah kitab Usuluddin yang lengkap.6. Thariqussalamah minal Khurasan wan Nadamah,berbentuk sya'ir dalam bahasa Arab menolak Muhammad Abduh dan Jamaluddin al Afgani.

7. Terjemahan Rukun Islam.

8. Maslakul Akhyar (Kumpulan Do'a).dan banyak lagi,yaitu kitab-kitab dari bebagai vak dan ilmu-ilmu.

Sampai waktu ini (1972 M) kita dapati banyak karangan beliau dalam bahasa Melayu Jakarta yang dijual di toko-toko kitab di Jakarta. Di tangan kami tersimpan daftar nama-nama kitab karangan beliau sebanyak 80 buah kitab.

Beliau sangat berjasa dalam mengembangkan faham Syafi'iyah di Jakarta dan sekitarnya.Diantara murid-murid beliau yang menjadi ulama besar di sekitar Jakarta adalah:1. Almarhum Mohd. Thabrani Hoofd Penghulu,Pekojan Jakarta.

2. Alm. Muhd Mahbud bin Abd. Hamid Kamp. Jawa,Kota.

3. Alm. H. Muhammad 'Izzi Qurra Kamp. Jawa Kota.

4. Alm. Sayid Muhammad bin Abdurrahman Pekojan Jakarta.

5. Alm. Sayid Abu Bakar Habsyi Kebun Jeruk Jakarta.

6. Alm. Sayid Muhammad bin Alwi al Idrus Krukut Jakarta.7. Alm. Ama Saidi Qurra Kebun Jeruk Jakarta.

8. Alm. H. Muhd Saleh Kampung Jawa Kota.

9. Alm. Sayid Ali Habsy Al Habsy Kwitang Jakarta.

10. Alm. Tuanku Raja Kemala Aceh.

11. Alm. K.H. Mansyur,Jembatan Lima Jakarta.

12. Kiyahi Ma'ruf Kampung Petunduan Senayan.(yang terakhir ini adalah satu-satunya Ulama murid Syeikh Sayid Utsman yang masih hidup sekarang,dalam usia lk. 75 tahun,bermukim di Tebet Jakarta).Boleh dikatakan bahwa pada umumnya Ulama-ulama Jakarta yang sekarang adalah berasal dari murid beliau.

Penulis buku ini berjumpa dengan seorang anak beliau yang sekarang sudah berusia lk. 65 tahun,bernama Sayid Hasan bin Utsman,dimana dari tangan beliau penulis melihat risalah surat menyurat antara Syeikh Yusuf bin Ismail Nabhani di Beirut dengan Syeikh Sayid Utsman ini. Beliau yang berdua ini satu masa.

Makam beliau ini sekarang diziarahi di perkuburan Karet Tanah Abang Jakarta,yang meninggal tahun 1333 H.

81. Abu Bakar Syatha.(wafat 1310 H)

Sayid Abu Bakar yang dimasyhurkan dengan nama Sayid Bakri Ibnul 'Arifbillah as Sayid Muhammad Syatha. Beliau adalah Ulama Syafi'i,mengajar pada Masjidil Haram Mekkah al Mukarramah di permulaan abad ke XIV. Beliau mengarang sebuah kitab dalam fiqih Syafi'i yang

terkenal dalam pesantren-pesantren di Indonesia,yaitu kitab ''I'anatut Thalibin'' syarah Fathul Muin yang selesai dikarang tahun 1300 H.

Sayid Abu Bakar Syatha banyak berjasa memberi pelajaran kepada mukimin-mukimin dari Indonesia,sehingga pada permulaan abad ke 14 banyaklah ulama murid dari Abu Bakar Syatha yang mengembangkan Madzhab Syafi'i di Indonesia sehingga ajaran itu merata di seluruh kepulauan di Indonesia.**

82. Syeikh Ahmad Khatib (wafat 1334 H).

Nama lengkap beliau,Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latief al Minangkabawi,as Syafi'i lahir di Kota Gendang Bukittinggi Sumatera Barat,pada hari Senin tanggal 6 Dzulhijah 1276 H.dan wafat di Mekkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H.

Beliau adalah seorang Ulama Besar yang pertama menduduki kursi dan jabatan IMAM KHATIB dan Guru Besar di Mesjid Mekkah(Mesjid Haram) dan juga Mufti Besar dalam Madzhab Syafi'i.

Beliau adalah satu-satunya Ulama Indonesia yang mencapai derajat setinggi jabatang yang dipangkunya di Mekkah Mukarramah. Banyak sekali murid beliau bangsa Indonesia pada permulaan abad ke 14 H. yang belajar kepada beliau tentang ilmu fiqih Syafi'i yang kemudian menjadi ulama-ulama besar pada pertengahan abad ini di Indonesia.

Di antara murid-murid beliau bangsa Indonesia itu dapat dicatat,yaitu Syeikh Sulaiman Ar Rasuli Candung Bukittinggi yang sampai sekarang(waktu menulis naskah ini) masih hidup sehat wal 'afiat. Kemudian terdapat alm. Syeikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang,alm. Syeikh Abbas Qadhi Ladang Lawas Bukittinggi(bapak pengarang buku ini). Alm. Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki,alm. Syeikh Khatib 'Ali Padang,alm. Syeikh Ibrahim Musa Parabek,alm. Syeikh Mustafa Husein Purba Baru Mandhailing,alm. Syeikh Hasan Maksum Medan Deli dan banyak lagi ulama di Jawa,Madura,Sulawesi,Kalimantan,yang berasal dari murid Syeikh Ahmad Khatib ini.

Syeikh Ahmad Khatib al Minangkabawi ini boleh dikatakan menjadi tiang tengah dari Madzhab Syafi'i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke XIV.

Beliau banyak sekali mengarang kitab dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu(Indonesia),diantaranya yang banyak tersiar di Indonesia,adalah:1. Riyadathul Wardhiyah dalam ilmu fiqih.

2. Al Khutathul Mardhiah,soal membaca ''Ushalli''.

3. Al minhajul Masyru',soal hukum faraidh(harta pusaka)

4. Ad Dalilul Masmu',soal hukum pembagian harta pusaka.

5. An Nafahaat,Syarah waraqaat.(usul Fiqih).

6. Irsyadul Hajara fi Raddhi al Nashara.

7. Tanbihul Awam,masalah Syarikat Islam.

8. Iqnaun Nufus,tentang zakat uang kertas.

9. Itsbatus Zain.Dan banyak lagi yang lain.

Perlu dijadikan catatan bahwa telah terjadi perdebatan yang hebat antara Syeikh Ahmad Khatib ini dengan Syeikh Sa'ad Mungka Payakumbuh Sumatera Barat,yaitu seorang Ulama Besar Syafi'yah juga seumur dengan Syeikh Ahmad Khatib dalam persoalan Rabithah dalam amalan Thariqat Naqsyabandi.

Diantara kedua beliau ini terjadi polemik dengan buku. Enak juga membaca perdebatan dua orang Ulama Besar ini tentang masalah Rabithah itu,tetapi harus dibaca buku-buku dari kedua

belah fihak dan perhatikan dalil-dalilnya. Sekali-sekali jangan membaca sefihak.**

83. Syeikh Mhd. Sa'ad(wafat 1339 H).

Syeikh Mohd. Sa'ad lahir di Mungka,Payakumbuh Sumatera Barat pada tahun 1277 H.bertepatan dengan 1857 H.

Pada waktu muda,beliau belajar ilmu-ilmu agama kepada Syeikh Abu Bakar Tabing Pulai Payakumbuh dan kepada Syeikh Mhd. Saleh Mungka,Tanah Datar Batusangkar.

Pada tahun 1894 M.beliau naik haji ke Mekkah dan bermukim di situ menuntut ilmu sampai th 1900 M. Sesudah mempelajari segala macam ilmu agama,beliau pulang ke kampungnya. Pada tahun 1912 beliau datang lagi ke Mekkah dan mukim disitu sampai tahun 1915.M

Pada tahun 1915 M. Kembali ke Indonesia,membuka pesantren di Surau Baru Mungka Payakumbuh sampai wafat,yaitu sampai tahun 1924 M(1339 H).

Beliau seorang Ulama Syafi'iyah yang terkenal,bisa membaca kitab-kitab Syafi'i yang besar-besar dengan lancar,seumpama Tuhfah dan Nihayah dan juga bisa mengajarkan tafsir-tafsir Al-Qur'an secara lancar sekali.

Pada satu ketika timbul perselisihan faham dengan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau yang ketika itu menjadi Mufti di Mekkah dalam soal-soal amalan Thariqat Naqsyabandi,sehingga timbul polemik di mana masing-masing membuat buku untuk menolak lawannya.

Untuk menolak Syeikh Mhd. Sa'ad, Syeikh Ahmad Khatib,mengarang satu buku yang bernama ''Izhar Ziglil Kadzibin fi tasyabbuhim bis Shiddiqiin'' dan Syeikh Mhd. Sa'ad mengarang buku untuk menolak itu dengan nama ''Irgamil unufil muta'an nitiin'',dimana kedua ulama besar yang setaraf ini ''berdebat secara sengit''untuk menegakkan kebenaran faham masing-masing.

Beliau berselisih faham tentang amal Thariqat Naqsyabandi,tetapi dalam menganut faham Madzhab Syafi'i dalam syari'at dan ibadat kedua beliau ini bersatu dan menjadi bintang-bintangnya.Syeikh Mhd. Sa'ad juga ahli falak,pandai menghitung perjalanan bulan dan matahari,tetapi dalam masuk puasa bulan Ramadhan beliau tetap memakai ru'yah.

Pada tahun 1918 terjadi musyawarah Ulama Syafi'iyah di Mesjid Ladang Lawas,Bukittinggi,dengan pimpinan Syeikh Abbas Qadhi,di mana Syeikh Mhd. Sa'ad juga ikut hadir.

Dalam permusyawaratan itu ternyata bahwa Syeikh Mhd. Sa'ad adalah seorang Ulama Syafi'iyah yang pintar,melebihi dari ulama-ulama Minangkabau ketika itu.Penulis buku ini pernah melihat dengan mata kepala,bahwa sekali sebulan diadakan wirid dengan mengaji fiqih,tafsir dan tasauf di Suraubaru-Mungka, yang dihadiri oleh murid-murid beliau yang terdiri dari ulama-ulama besar pula. Jadi beliau adalah guru dari guru-guru Syeikhul Masyaikh. Diantara murid beliau yang kelihatan oleh penulis buku ini terdapat Maulana-maulana: Syeikh Sulaiman ar Rasuli, Syeikh Abbas Ladanglawas, Syeikh Abd. Wahid Tabek Gadang, Syeikh Rasyid Thaher Rambatan Payakumbuh,Syeikh Mohd. Jamil Jaho, Syeikh Makhudum Solok, Syeikh Sulaiman Gani Magek, Syeikh Abdul Majid Payakumbuh,dan lain-lain.

Kabarnya Syeikh Abdullah Halaban,seorang Ulama tua yang sebaya dengan beliau juga mengakui kealiman Syeikh Mhd. Sa'ad Mungka ini.

Salah seorang anak beliau,Syeikh Mhd. Jamil Sa'adi Mungka adalah pengganti beliau sesudah beliau berpulang kerahmatullah. Syeikh Mhd. Sa'ad tiang tengah Madzhab Syafi'i pada zamannya!**

84. Syeikh Nawawi Bantan. (wafat 1315 H).

Nama lengkap beliau adalah Abu Abdul Mu'thi,Muhammad bin Umar bin 'Ali Nawawi al Jawi al Bantani.

Kami tidak mempunyai catatan tentang tanggal lahir dan wafat beliau,tetapi dalam kitabnya

''Nihayatuz Zein'' disebutkan bahwa beliau adalah Ulama terkemuka dalam abad ke 14 H.

Beliau banyak sekali mengarang kitab dalam bahasa Arab,khususnya kitab fiqih Syafi'i,yang membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang berasal dari Indonesia yang bermukim di Mekkah,penyebar dan pengembang Madzhab Syafi'i yang sangat kuat.Diantara kitab-kitab beliau yang tersiar luas di tengah-tengah masyarakat ummat Islam yaitu:1. Nihayatuz Zein fi Iryadil Mubtadin, syarah Fathul Muin karangan Malibari,Fiqih Syafi'i, dicetak oleh percetakan Darul Qalam di Kairo tahun 1966 M.

2. Tanqihul Qaulal Hadits fi Syarhi Lubabil Hadits,cetakan Maktabah Masriyah Cirebon.

3. Syarah Ajrumiyah,dikarang tahun 1881 M.

4. Fathul Majid, dikarang tahun 1881 M.

5. Syarah Barjanzi,dikarang,tahun 1883 M.

6. Lababul Bayan,dikarang tahun 1884 M.

7. Syarah Salamul Munajat,dikarang tahun 1884.

8. Marahun Labid,kitab Tafsir 2 jilid.Dan lain-lain.**

85. An Nabhani (wafat 1350 H).

Nama lengkap beliau adalah Yusuf bin Ismail bin Muhammad Nashiruddin an Nabhani. Nabhani adalah nama suku bagi Bani Nabban. Lahir di desa ''Ijzam'',sebuah desa kecil dalam wilayah Hefa di Palestina yang dulu masuk lingkungan wilayah Beirut,tetapi sekarang diduduki oleh Israel.

Mula-mula beliau belajar pada bapak beliau Syeikh Ismail bin Yusuf,seorang ulama Syafi'iyah juga,tetapi kemudian beliau dikirim ke Mesir untuk belajar pada Universitas Al Azhar. Beliau masuk Al Azhar tahun 1289 H.dalam usia 18 tahun. Banyak guru-guru beliau Ulama Madzhab Syafi'iyah dalam Al Azhar itu,diantaranya beliau berguru kepada.1. Syeikh Ibrahim as Saqa as Syafi'i (wafat 1298 H).

2. Syeikh Ibrahim al Khalil as Syafi'i (wafat 1287 H.)

3. Syeikh Sayid Muhammad Damanhuri as Syafi'i (wafat 1286 H.)

4. Syeikh Ahmad al Ajhuri as Syafi'i (wafat 1293 H).

Dengan Syeikh Ibrahim Saqa beliau mempelajari kitab-kitab fiqih Syafi'i yaitu Kitab-kitab ''Tahrir'' dan ''Minhaj'',karngan Syeikhul Islam Zakari Anshari yang telah diajarkan oleh Syeikh-syeikh Syarqawi dan Bujairimi.

Syeikh Yusuf bin Ismail an Nabhani kemudian terkenal di seluruh dunia Islam,karena beliau banyak meninggalkan karangan kitab-kitab yang besar,yaitu 46 buah: Di antara kitab-kitab karya beliau:1. Al Fathul Kabir,3 jilid besar,cetakan Mustafa al Babil Halabi,Kairo,yang berisi lebih dan 14.450 hadits.

2. Muntakhab,dari dua kitab Sahih yang berisi 3010 hadits sahih.

3. Syawahidul Haq tentang istigatsah dengan Nabi,di mana di dalamnya ditolak habis-habisan faham Ibnu Taimiyah dan sekalian faham yang tidak menyukai tawassul dan wasilah(574 halaman,cetakan Babil Halaby Kairo).

4. Irsyadul Hayara yaitu kitab yang menerangkan keburukannya kalau anak-anak Islam masuk sekolah Nashara.

5. Al Majmu'atun Nabhaniyah,Shalawat-shalawat kepada Nabi(4jilid).

6. Tafsir Qurratul 'Ain yang dikutip dari Tafsir Baidhawi dan Jalalein.Dan lain-lain banyak lagi.

Semua karya beliau itu sudah tercetak,kebanyakannya pada percetakan Kairo dan Beirut.

Syeikh Ismail bin Yusuf an Nabhani pernah menjabat Hakim Tinggi dalam Mahkamah Tinggi di Beirut. Beliau wafat tahun 1350 H.setelah meninggalkan jasa bagi Ummat Islam,khususnya yang menganut Madzhab Syafi'i.**

86. Hasan Ma'sum (wafat 1355 H).

Nama lengkap beliau adalah Syeikh Hasanuddin bin Syeikh Ma'sum, lahir di Labuhan Deli Sumatera,dalam tahun 1884 M. Dan wafat di Medan 7 Januari 1937 M. (24 Syawal 1335 H) dalam usia 53 tahun menurut hitungan tahun Masehi.

Orang tuanya Syeikh Ma'sum adalah seorang ulama terkenal pula,sebagai ulama tasauf. Nenek moyang beliau berasal dari Pasai(Aceh) dan sudah jalan 7 turunan sampai kepada almarhum Syeikh Hasan Ma'sum ini yang berada di Deli Sumatera Timur. Guru beliau yang pertama adalah bapak beliau sendiri,tetapi setelah berusia 10 tahun beliau dikirim ke Mekkah al Mukarramah untuk belajar ilmu agama,sampai 9 tahun beliau di Mekkah.

Guru-guru beliau di Mekkah adalah diantaranya Syeikh Abdussalam Kampar, Syeikh Ahmad Hayat(Arab), Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau seorang ulama yang temasyhur dan menjadi Imam dan Khatib pada Madzhab Syafi'i di Mekkah,dan kepada Syeikh Amin Ridwan di Madinah.

Hal ini terjadi sekitar tahun 1900 M.sampai 1903 M. (lk.1320 H).

Setelah nn tahun di Mekkah beliau kembali ke Kampungnya,yaitu di Labuhan Deli,tetapi 6 bulan sesudah itu kembali ke Mekkah,karena belum merasa puas dalam ilmu yang ada pada beliau.

Pada kali yang kedua ini beliau tinggal 3 tahun di Mekkah,dalam usia 23 tahun beliau kembali ke Indonesia,dan langsung kawin dengan seorang wanita yang baik. Tidak lama sesudah kawin beliau kembali ke Mekkah,meneruskan mencari ilmu-ilmu agama yang tinggi-tinggi,khususnya ilmu fiqih dalam Madzhab Imam Syafi'i.

Pada kali yang ketiga kembali di Indonesia lantas diangkat menjadi Mufti dalam Madzhab Syafi'i oleh Sulthan Ma'mun ar Rasyid,yaitu Sulthan Deli yang masyhur ketika itu. Beliau banyak mengarang kitab Agama Islam,khususnya yang bertalian dengan fiqih-fiqih Imam Syafi'i Rahimahullah.

Boleh dikatakan hampir segenap anggota Pimpinan gerakan Al Jam'iyatul Wasliyah di Medan,suatu organisasi massa ummat Islam yang menjadi benteng Madzhab Syafi'i adalah berasal dari murid beliau Syeikh Hasan Ma'shum ini. Di antara murid beliau adalah Alm. Syeikh Abdurrahman Syihab. Ketua umum Jamiatul Wasliyah. Beliau adalah tiang tengah Madzhab Syafi'i di Sumatera Utara pada ketika itu.**

87. Syeikh Muhammad Jamil Jaho (wafat 1360 H).

Syeikh Mohd. Jamil Jaho, demikianlah nama lengkap beliau dan terkenal dengan gelar ''Angku Jaho''.

Beliau berasal dari sebuah kampung JAHO di padang Panjang Sumatera Barat. Sewaktu beliau mukim di Mekkah telah belajar fiqih Syafi'i, diantarnya kepada Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau,Mufti Syafi'i ketika itu di Mekkah. Sepulangnya dari Mekkah,beliau membuka pesantren di kampung Jaho Padang Panjang,yang sampai sekarang masih ada.

Beliau adalah seorang Ulama Besar yang membangun Pesantre Tarbiyah Islamiyah(PERTI) bersama-sama dengan kawan-kawan beliau. Syeikh Sulaiman Ar Rasuli,Syeikh Abbas Qadhi, Syeikh Abd. Wahid Tabek Gadang dan lain-lain

Pada Madrasah beliau Madrasah Tarbiyah Islam Jaho diajarkan kitab-kitab fiqih Syafi'i dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi antara lain kitab-kitab.1. Matan Taqrih,karangan Abu Suja'.

2. Fathul Qarib,Syarah Alfazh at Taqrib.

3. Fathul Muin,Syarah Fathul Qarib.

4. Al Mahalli,karangan Syeikh Jalaluddin al Mahalli.

5. I'anatut Thalibin,karangan Sayid Abi Bakar Syatha.

Semuanya adalah kitab Fiqih Syafi'iyah yang dikarang oleh Ulama-ulama Syafi'i yang terkemuka.

Di Madrasah Tarbiyah Islamiyah beliau tidak pernah mengajarkan kitab-kitab fiqih madzhab yang lain selain dari Syafi'i. Tiap-tiap tahun Madrasah Tarbiyah Islamiyah Jaho Padang Panjang,mengeluarkan ulama-ulama Syafi'iyah tidak kurang dari 50 orang dan sekarang mengajarkan fiqih Syafi'yah di pelosok-pelosok tanah air di Indonesia

Cerita Hikmah "Merujuklah Ulama"

Inilah kisah kiai kampung, kebetulan kiai kampung ini menjadi imam musholladan sekaligus pengurus ranting NU di desanya. Suatu ketika didatangi seorangtamu, mengaku santri liberal, karena lulusan pesantren modern danpernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah.

Tamu itu begitu PD (Percaya Diri),karena merasa mendapat legitimasi akademik,plus telah belajar Islam di tempatasalnya. Sedang yang dihadapi hanya kiai kampung, yang lulusan pesantren salaf.

Tentu saja, tujuan utama tamu itu mendatangi kiai untuk mengajak debat dan berdiskusi seputar persoalankeagamaan kiai.

Santri liberal ini langsung menyerang sang kiai: "Sudahlah Kiai tinggalkan kitab-kitabkuning (turats) itu, karena ituhanya karangan ulama kok.Kembali saja kepada al-Qur'an danhadits," ujar santri itu dengan nada menantang.

Belum sempat menjawab, kiai kampung itu dicecar dengan pertanyaan berikutnya."Mengapa kiai kalau dzikir kokdengan suara keras dan pakai menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan segala. Kan itu semua tidak pernah terjadipada zaman nabi dan berarti itu perbuatan bid'ah," kilahnya dengan nada yakin dan semangat.

Mendapat ceceran pertanyaan, kiai kampung tak langsung reaksioner.Malah sang kiai mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak langsung menanggapi. Malah kiai itu menyuruh anaknya mengambil termos dan gelas.Kiai tersebut kemudian mempersilahkan minum, tamu tersebut kemudian menuangkan air ke dalam gelas.

Lalu kiai bertanya: "Kok tidak langsung diminum dari termos saja, mengapa dituang ke gelas dulu?," tanya kiai santai.Kemudian tamu itu menjawab: Ya ini agar lebih mudah minumnya kiai," jawab santri liberal ini. Kiai pun memberipenjelasan: "Itulah jawabannya mengapa kami tidak langsung mengambil dari al-Qur'an dan hadits.

Kami menggunakan kitab-kitab kuning yang mu'tabar, karena kami mengetahui bahwakitab-kitab mu'tabaroh adalah diambil dari al-Qur'an dan hadits, sehingga kami yang awam ini lebih gampang mengamalkan wahyu, sebagaimana apa yang engkau lakukan menggunakan gelas agar lebih mudah minumnya, bukankah begitu?". Tamu tersebut terdiam tak berkutik.

Kemudian kiai balik bertanya:"Apakah adik hafal al-Qur'an dan sejauh mana pemahaman adik

tentang al-Qur'an? Berapa ribu adik hafal hadits? Kalau dibandingkan dengan 'Imam Syafi'i siapa yang lebih alim?"

Santri liberal ini menjawab: Ya tentu 'Imam Syafi'i kiai sebab beliau sejak kecil telah hafal al-Qur'an, beliau juga banyak mengerti dan hafal ribuan hadits, bahkan umur 17 tahun beliau telah menjadi guru besar dan mufti," jawab santri liberal.

Kiai menimpali: "Itulah sebabnya mengapa saya harus bermadzhab pada 'Imam Syafi'i, karena saya percaya pemahaman Imam Syafi'i tentang al-Qur'an dan hadits jauh lebih mendalam dibanding kita,bukankah begitu?," tanya kiai."Ya kiai," jawab santri liberal.

Kiai kemudian bertanya kepada tamunya tersebut: "Terus selama ini orang-orang awam. Tata cara ibadahnya mengikuti siapa jika menolak madzhab, sedangkan mereka banyak yang tidak bisa membaca al-Qur'an apalagi memahami?," tanya kiai.

Sang santri liberal menjawab: "Kan ada lembaga majelis yang memberi fatwa yang mengeluarkanhukum-hukum dan masyarakat awam mengikuti keputusan tersebut,"jelas santri liberal.

Kemudian kiai bertanya balik:"Kira-kira menurut adik lebih alim mana anggota majelisfatwa tersebut dengan Imam Syafi'i ya?.".Jawab santri: "Ya tentu alim Imam Syafi'i kiai," jawabnya singkat.

Kiai kembali menjawab: "Itulah sebabnya kami bermadzhab 'Imam Syafi'i dan tidak langsung mengambil dari al-Qur'an dan hadits,".

" Oh begitu masuk akal juga ya kiai!!," jawab santri liberal ini.Tamu yang lulusan Timur Tengah itus etelah tidak berkutik dengan kiai kampung,akhirnya minta izin untuk pulangdan kiai itu mengantarkan sampai pintu pagar

Topik Bahasan: Artikel Islam, Aswaja

Teks dan Arti Aqidatul Awam

AQIDATUL AWWAM

المالكي المرزوقي أحمد الشيخAsy-Syeikh Ahmad Al Marzuqi Al Maliki

ان� �ح�ـس� �إل ا � م ـ� د�ائ � ح�ـيـم الـر� ـ� و�ب ح�ـم�ن� و�الـر� الله� � م اس� ـ� ب� �بــد�أ أ

Saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya

ح�ـو&ل� ـ� ت � �ال ب ي� اقـ� ـ� ب ـ� ال �آلخ�ـر� ا و�ل�� �أل ا � �م ق�د�ي ـ� ال ح�ـم�ـد� لله� ـ� ف�ال

Maka segala puji bagi Alloh Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan

و�ح�د�ا ق�د� م�ن� �ر� ي خ� xي� ب ـ� الـن ى لـ� عـ� ا م�ـد� ر� س� �م� ال و�الس� �ة� الـص�ال م� ـ� ثKemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Alloh

�د�ع� ت ـ� م�ـب �ر� غ�ي xح�ق� ال �ن� د�ي �ل� ي ـ� ـب س� ع� ـ� ب ـ� ت و�م�ـن� �ه� ـب و�ص�ـح� �ه� و�آلDan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah

ه� ص�فـ� �ن� ر�ي ع�ـش� و�اج�ـب لله� م�ن� ه� �م�ع�ر�فـ� ال �و�ج�و�ب� ب �م� ف�اع�ل د� عـ� ـ� و�بDan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Alloh itu mempunyai 20 sifat wajib

�ق� ال �طـ� �إل �ا ب خ�ـل�ق� ـ� �ل ل pف ـالـ� م�خ� ي �اقـ� ب pم� د�ي قـ� pم�ـو�ج�ـو�د ف�ـالله�Alloh itu Ada, Qodim, Baqi dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak

ي� ش� xل� �ك ب pم� ال عـ� pم�ـر�يـد pاد�ر قـ� qو�ح�ي pو�و�اح�ـد ي� ـ� ن غـ� pم� ائ و�قـ�Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu

�ظ�م� ت ـ� ن ـ� ت pة عـ� ـ� ـب س� pات ص�فـ� �ه� ل م� ـ� �ل �ك �م�ت وال ر� ـ� ص�ي ـ� �ب ال pع� ـم�ـي س�

Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Alloh mempunyai 7 sifat yang tersusun�م�ر� ـت اس� pم� �ال ك م� ـ� ع�ل ـ� ال pاة ـ� ـي ح� �ص�ـر� ب pـم�ـع س� pاد�ة �ر� إ pة د�ر� قـ� فـ�

yaitu Berkuasa, Menghendaki, Mendengar, Melihat, Hidup, Mempunyai Ilmu, Berbicara secara terus berlangsung

�ه� �ف�ع�ل ك ن م�م�ـكـ� xل ـ� ك ـ� ل pك ر� ـ� ت �ه� ع�د�ل و� �ه� ض�ـل فـ� ـ� ب pج�ـائـز و�Dengan karunia dan keadilanNya, Alloh memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya

�ه� �م�ان �أل و�ا �غ� ي ـ� �ل ب ـ� و�الـت �الصxـد�ق� ب ه� ـ� ان طـ� فـ� ذ�و�ي �ا �ي ب ـ� ن� أ ـل� س� ر�

� أAlloh telah mengutus para nabi yang memiliki 4 sifat yang wajib yaitu cerdas, jujur, menyampaikan (risalah) dan dipercaya

ض� �م�ـر� ال �ف� ف�ي �خ� ك �ق�ص ن ر� ـ� ي �غـ� ب ر�ض� عـ� م�ن� ه�م� xح�قـ ف�ي pز� و�ج�ـائDan boleh didalam hak Rosul dari sifat manusia tanpa mengurangi derajatnya,misalnya sakit yang ringan

�ه� �ك �ئ م�ـال ـ� ال �وا اض�ل و�فـ� pة ـ� ـب و�اج� �ه� ك ـ� �ئ �م�ال ال �ر� ـائ �س� ك �ه�م� ع�ص�ـم�ـتMereka mendapat penjagaan Alloh (dari perbuatan dosa) seperti para malaikat seluruhnya. (Penjagaan itu) wajib bahkan para Nabi lebih utama dari para malaikat

و�اج�ب� �م �ح�ك ب �ن� ي �خ�م�س� ل اح�ـف�ظ� فـ� و�اج�ب� xل ـ� ك ض�د& �ل� ي �ح� ـت م�س� ـ� و�الDan sifat mustahil adalah lawan dari sifat yang wajib maka hafalkanlah 50 sifat itu sebagai ketentuan yang wajib

�م� �ن ت و�اغـ� ف�ح�قxق� ف ـ� ل ـ� م�ـك ل� ـ� ك �ز�م� ل ن� ـ� ر�ي و�ع�ش� ة خ�م�س� ل� ـ� ف�ص�ي ـ� تAdapun rincian nama para Rosul ada 25 itu wajib diketahui bagi setiap mukallaf, maka yakinilah dan ambilah keuntungannya

�ع� �ب م�ـت ل| ـ� ك م� ـ� ي اهـ� �ر� �ب و�إ ح� ـ� ص�ال م�ـع� pو�د هـ� pو�ح� ن �س� �د�ر�ي ا آد�م� ه�م�Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud serta Sholeh, Ibrahim ( yang masing-masing diikuti berikutnya)

�ذ�ى ت اح� &و�ب� يـ� و�أ pو�س�ف� ي ق�و�ب� �عـ� ي ذ�ا ـ� ك pح�اق �س� ا �ل� ـم�اع�ي �س� و�ا pو�ط� ل

Luth, Ismail dan Ishaq demikian pula Ya'qub, Yusuf dan Ayyub dan selanjutnyaع� ـ� ب ـ� ات �مان� �ي ل س� د�او�د� ف�ل� �كـ� ال ذ�و ع� �س� ي ـ� و�ال و�م�و�س�ى و�ن� ه�ار� �ب� ع�ي ش�

Syuaib, Harun, Musa dan Alyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman yang diikuti�ا ي غـ� د�ع� pم� ات خ� ه� و�طـ� ـى �س� ع�ـي �ى �ح�ي ي �ا �ر�يـ ك ز� �س� �و�ن ي اس� ـ� ي ـ� إل

Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Thaha (Muhammad) sebagai penutup, maka tinggalkanlah jalan yang menyimpang dari kebenaran

ام� ـ� �يـ �أل ا د�ام�ـت� مــا م� �هـ� وآل ـالم� والس� الص�ـالة� م� هـ� ـ� ي ـ� ع�لSemoga sholawat dan salam terkumpulkan pada mereka dan keluarga mereka sepanjang masa

�ه�م� ل �و�م� ن � و�ال ب� �شـر� ال ل� ـ� �ك أ � ال �م� و�أ ب� أ � �ال ب ذ�ي ـ� ال م�ـل�ك� ـ� و�ال

Adapun para malaikat itu tetap tanpa bapak dan ibu, tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur

�ل� ي ـ� ائ ر� ع�ز� �ل� اف�ي ـر� �س� ا ال� ـ� ك ـ� م�ـي ل� ـ� �ر�ي ب ج� �ه�م� م�ن ر ع�ش� �ل� ص�ـي �فـ� تSecara terperinci mereka ada 10, yaitu Jibril, Mikail, Isrofil, dan Izroil

اح�تـذ�ى و�ر�ض�و�ان� pم�ال�ك �د� ي ـ� ت عـ� �ذ�ا و�ك pب� ق�ي و�ر� pر� ي كـ� ـ� ن �ر� ك ـ� م�ـنMunkar, Nakiir, dan Roqiib, demikian pula ‘Atiid, Maalik, dan Ridwan dan selanjutnya

�ه�ا �ل ز�ي ـ� ن ـ� ت �ه�د�ى �ال ب م�ـو�س�ى ة� و�ار� ـ� ت �ه�ا ل ـ� ف�ص�ي ـ� ت �ب �ت ك م�ن� pة عـ� ـ� ب ر�� أ

Empat dari Kitab-Kitab Suci Allah secara terperinci adalah Taurat bagi Nabi Musa diturunkan dengan membawa petunjuk

� �م�ـال ال �ر� ي خ� ع�ل�ى pق�ان ر� و�فـ� س�ى ـ� ع�ي ع�ل�ى pل ـ� ـي ج� ـ� �ن و�ا د�او�د� و�ر� ـ� ب ز�Zabur bagi Nabi Dawud dan Injil bagi Nabi Isa dan AlQur’an bagi sebaik-baik kaum (Nabi Muhammad SAW)

� م ـ� �ي �ع�ل ال � �م ح�ـك ـ� ال �م� �ال ك ا هـ� ـ� ف�ي � م ـ� �ي �ل �ك و�ال �ل� �ي ـل خ� ـ� ال و�ص�ح�ـف�Dan lembaran-lembaran (Shuhuf) suci yang diturunkan untuk AlKholil (Nabi Ibrohim) dan AlKaliim (Nabi Musa) mengandung Perkataan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui

�و�ل� �ق�ب و�ال �م� ي ـ� ـل س� ـ� الـت ه� ف�ح�ـقـ& ـو�ل� س� الـر� �ه� ب �ى ت� أ م�ـا ل& ـ� و�ك

Dan segala apa-apa yang disampaikan oleh Rosulullah, maka kita wajib pasrah dan menerima�ع�ج�ب� ال م�ن� ه� ـ� ب ان� ـ� ك م�ـا xل ـ� و�ك و�ج�ب� آخ�ر � و�م ـ� ي ـ� ب �ا ن ـ� �يـم�ـان إ

Keimanan kita kepada Hari Akhir hukumnya wajib, dan segala perkara yang dahsyat pada Hari Akhir

و�اج�ـب� م�ن� ل�ف ـ� م�ك ل�ى عـ� م�م�ـا �و�اج�ـب� ال �اق�ي ب �ر� ذ�ك ف�ي pم�ة� خ�ـاتSebagai penutup untuk menerangkan ketetapan yang wajib, dari hal yang menjadi kewajiban bagi mukallaf

� و�ف�ضxال Vح�ـم�ـة ر� ن� ـ� �م�ـي ع�ال ـ� �ل ل � ال س� ر�� أ د� قـ� pم�ح�م�د ا ـ� ن ـ& ي ـ� ب ـ� ن

Nabi kita Muhammad telah diutus untuk seluruh alam sebagai Rahmat dan keutamaan diberikan kepada beliau SAW melebihi semua

�س�ب� ت ـ� ن ـ� ي �اف م�ن د� ـ� ع�ب pم اش� و�هـ� ب� �م�ط�لـ� ال �د� ع�ب الله� �د� ب عـ� بـو�ه�� أ

Ayahnya bernama Abdullah putera Abdul Mutthalib, dan nasabnya bersambung kepada Hasyim putera Abdu Manaf

�ه� ع�د�يـ الس� �م�ـة� �ي ـل ح� ه� ض�ـعـ� ر�� أ ه� ـ� ر�يـ هـ� الـز& ة� ـ� آم�ـن م&ـه�

� و�أDan ibunya bernama Aminah Az-Zuhriyyah, yang menyusui beliau adalah Halimah As-Sa’diyyah

�ه� �ن م�د�ي ـ� ال �ة� ب ـ� ي طـ� ـ� ب ه� ـ� ات و�فـ� ه� ـ� ن ـ� م�ي� �أل ا ة� ـ� م�ـك ـ� ب �د�ه� مـو�ل

Lahirnya di Makkah yang aman, dan wafatnya di Toiybah (Madinah)�ا �ن xي ـت xالـس ـاو�ز� ج� د� قـ� ه� و�ع�م�ـر� �ا �ن �ع�ي ب أر� و�ح�ي� ـ� ال ل� ـ� ب قـ� م� ـ� �ت أ

Sebelum turun wahyu, nabi Muhammad telah sempurna berumur 40 tahun, dan usia beliau 60 tahun lebih

ف�ه�م� ـ� ت و�ر� ـ� الـذ&ك م�ـن� pة ـ� �ث �ال ث م� هـ� ـ� م�ـن فـ� �د�ه� و�ال� أ pع�ة ـ� وسـب

Ada 7 orang putera-puteri nabi Muhammad, diantara mereka 3 orang laki-laki, maka pahamilah itu

�ق�ب� ل ـ� ي ذ�ا ن� ـ� ذ�ي ـ� ب pر اهـ� و�طـ� xب� الط�يـ و�ه�و� الله� �د� ب و�عـ� ـم� قـاس�Qasim dan Abdullah yang bergelar At-Thoyyib dan At-Thohir, dengan 2 sebutan inilah (At-Thoyyib dan At-Thohir) Abdullah diberi gelar

ه� ـ� ي طـ� ـ� ب قـ� ـ� ال م�ار�يـة� م&ه�� ف�أ �ه� ـر�يـ س� م�ن� م� ـ� ي اهـ� �بـر� إ اه� ـ� ت

� أAnak yang ketiga bernama Ibrohim dari Sariyyah (Amat perempuan), ibunya (Ibrohim) bernama Mariyah Al-Qibtiyyah

ه� �ج� ي ـ� و�ل ه�م� ـ� ب ـذ� خ� فـ� pة ـ� ت س� ه�م� �ج�ه� خ�ـد�ي م�ن� �م� اه�ي �بـر� إ ر� ـ� ي و�غـ�Selain Ibrohim, ibu putera-puteri Nabi Muhammad berasal dari Khodijah, mereka ada 6 orang (selain Ibrohim), maka kenalilah dengan penuh cinta

�ر� �ذ�ك ي �ع� ج�ـم�ـي ـ� �ل ل ي xـ ب ر� ر�ض�ـو�ان� ر� ـ� ذ�ك ـ� ت �نـاث� �إل ا م�ـن� pع� ب ر�� و�أ

Dan 4 orang anak perempuan Nabi akan disebutkan, semoga keridhoan Allah untuk mereka semua

�ي� ل ج� �ه�م� ف�ض�ل �ط�ان� ب xالس و�ابـنـاه�م�ا ع�ل�ي� �ه�ا �ع�ل ب اء� ه�ر� الز� م�ـة� اطـ� فـ�Fatimah Az-Zahro yang bersuamikan Ali bin Abi Tholib, dan kedua putera mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi yang sudah jelas keutamaanya

�ه� ض�ي ر� ت� ـ� ك ز� و�م ـ� ث ـ� ل ـ� ك �م& و�أ ه� ـ� ي قـ� ر� ا د�هـ� عـ� ـ� وب pب ـ� ن ـ� ي ز� فـ�Kemudian Zaenab dan selanjutnya Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang suci lagi diridhoi

�ف�ى �م�ق�ت ال �ي� ب ـ� الن ن� �ر� ـت ف�اخ� ن� ر� xـ ـي خ� �م�ص�ط�ف�ى ال و�ف�اة� و�ة �س� ن ـع� �س� ت ن� عـ�Dari 9 istri Nabi ditinggalkan setelah wafatnya, mereka semua telah diminta memilih syurga atu dunia, maka mereka memilih nabi sebagai panutan

�ة� م�ل ر� و� pة� م�ـو�ن ـ� م�ـي pة ـ� ي ص�ـفـ� ـو�د�ة� و�س� pو�ح�ـف�ص�ة pـة ش� ـ� ائ عـ�Aisyah, Hafshah, dan Saudah, Shofiyyah, Maimunah, dan Romlah

�ه� ض�ي م�ر� pم�ـه�ات� أ �ن� �ي م�ـؤ�م�ن ـ� �ل ل �ه� ج�و�يـر�ي ذ�ا ـ� ك pب� ن ـ� ي ز� و� pد ـ� ه�ن

Hindun dan Zaenab, begitu pula Juwairiyyah, Bagi kaum Mu’minin mereka menjadi ibu-ibu yang diridhoi

�ذ�ا ت اح� ذ�ات� pة ـ� ص�ـف�ي ه� ـ� ع�م�ـت �ذ�ا ك pاس ـ� ب وعـ� م&ـه� عـ� ة� ح�ـم�ـز�Hamzah adalah Paman Nabi demikian pula ‘Abbas, Bibi Nabi adalah Shofiyyah yang mengikuti Nabi

�د�ر�ى ي �ق�د�س ل V �ال �ي ل ة ـ� م�ـك م�ـن� ا ر� �س� �إل ا xي� ب ـ� الن ة� ج�ـر� هـ� ل� ـ� ب و�قـ�Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isro’. Dari Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat

�م�ا ل ـ� ك rا بـ ر� ي& ـ� ب ـ� الـن ى� أ ر� ح�تى� م�ا �لـس� ل pو�ج ر� عـ� اء ـر� �س� إ د� عـ� ـ� ب

Setelah Isro’ lalu Mi’roj (naik) keatas sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kataض� ف�ر� �ن� ي خ�م�س� �ع�د� ب V خ�م�سا �ه� ي ـ� ل عـ� �ر�ض� ت و�افـ� �ح�ص�ار و�ان �ف �ي ك �ر� غ�ي م�ن�

Berkata-kata tanpa bentuk dan ruang. Disinilah diwajibkan kepadanya (sholat) 5 waktu yang sebelumnya 50 waktu

اء� �ر� ام�ت � �ال ب ة خ�ـم�ـس� ر�ض� و�فـ� اء� �سـر� �إل ا ـ� ب م�ــة�� �أل ا غ� ـ� ـل ـ� و�ب

Dan Nabi telah menyampaikan kepada umat peristiwa Isro’ tersebut. Dan kewajiban sholat 5 waktu tanpa keraguan

�ه� ه�ل� أ و�اف�ى الصxد�ق� و�ج� ع�ر� ـ� ال ـ� و�ب ه� ـ� ل �ق ص�د�ي ـ� �ت ب pق� ص�ـدxي از� فـ� د� قـ�

Sungguh beruntung sahabat Abubakar As-Shiddiq dengan membenarkan peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’roj

ه� ر� �س� م�ي pة� ل ـهـ� س� � و�ام عـ� ـ� ل ـ� و�ل ه� �ص�ر� ـت م�ـخ� pد�ة ـ� ي قـ� عـ� ـذ�ه� و�هـ�Inilah keterangan Aqidah secara ringkas bagi orang-orang awam yang mudah dan gampang

�م�ص�د�و�ق� ال �لص�اد�ق� ل �م�ي ت ـ� �ن ي م�ـن� وق�ي� ز� �م�ر� ال ح�ـم�د�� أ ك� �لـ� ت م� نـاظـ�

Yang di nadhomkan oleh Ahmad Al Marzuqi, seorang yang bernisbat kepada Nabi Muhammad (As-Shodiqul Mashduq)

�م�ا ع�ل ق�د� م�ن� �ر� ي خ� xي� �ب الن ى ع�لـ� �م�ا ـل س� و�ص�ـل�ى �ح�ـم�ـد� لله� ال و�

Dan segala puji bagi Allah serta Sholawat dan Salam tercurahkan kepada Nabi sebaik-baik orang yang telah mengajar

�د�ي �ق�ت ي ه�د�ي �ر� ي �خ� ب م�ـن� xل ـ� و�ك د� ش� م�ر� xل ـ� و�ك و�الـص�ـح�ـب� �آلل� و�اJuga kepada keluarga dan sahabat serta orang yang memberi petunjuk dan orang yang mengikuti petunjuk

�غ�ل� ت اش� ق�د� �ه�ا ب م�ن� xل ـ� ك ع� فـ� ـ� ون �ع�م�ل� ال �ص� �خ�ـال إ �م� ر�ي ـ� �ك ال ل�� ـأ س�

� و�أDan saya mohon kepada Allah yang Maha Pemurah keikhlasan dalam beramal dan manfaat bagi setiap orang yang berpegang teguh pada aqidah ini

ج�م�ل� ( ) ( ) غ�ر� ح�ي& ل�ي� �خ�ها �ار�ي ت �ج�م�ل� ال xع�د ـ� ب pز ـ� م�ـي �ه�ا �ات �ي أبNadhom ini ada 57 bait dengan hitungan abjad, tahun penulisannya 1258 Hijriah

� �م�ام �الت ب �ن� الدxي ف�ي و�اج�ب م�ـن� � ع�و�ام ـ� ال �د�ة� ي قـ� عـ� ه�ا ـ� ت ـ� ـم�ـي س�Aku namakan aqidah ini Aqidatul Awwam, keterangan yang wajib diketahui dalam urusan agama dengan sempurna

Mustahil Allah tertempat di Arsy'

Sesuai sunnah Rasulullah agar tidak terjerumus dalam kesesatan maka seharusnyalah kita mengikuti pendapat jumhur ulama. Jika mengingkari pendapat jumhur ulama dikatakan oleh Rasulullah sebagai “orang-orang muda” seperti anak panah melesat lepas dari busurnya. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/06/2011/10/15/orang-orang-muda/ Pemahaman mereka yang keluar dari pemahaman jumhur ulama disebut juga sebagai khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/keluar-beberapa-kaum/ dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/keluar-dari-keumuman/

Rasulullah bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (kesepakatan jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih).

Jumhur ulama telah bersepakat sejak dahulu kala sampai sekarang bahwa ulama sebagai pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) adalah para Imam Mazhab yang empat karena mereka adalah ulama-ulama dengan pemahaman Al Qur’an dan As Sunnah yang terbaik dan terbaik pula dalam memahami perkataan/pendapat Salafush Sholeh bahkan mereka bertemu langsung dengan Salafush Sholeh (minimal Tabi’ut Tabi’in) untuk mengkonfirmasi pemahaman mereka sebenarnya. Hal ini akan sulit dicapai oleh ulama yang memahami hanya melalui upaya pemahaman lafaz/tulisan perkataan Salafush Sholeh dan kemungkinan salahnya akan lebih besar karena memahami dengan akal pikiran sendiri , dimana di dalamnya ada unsur hawa nafsu dan kepentingan seperti pembenaran apa yang telah dipahami selama ini.

Untuk itulah kami mengingatkan gigitlah As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) / Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/31/gigitlah-as-sunnah/

Juga telah kami uraikan perbedaan memahami Al Qur’an dan As Sunnah antara belajar sendiri (secara otodidak) bersandarkan hanya pada muthola’ah (mengkaji/menelaah) kitab semata dengan akal pikiran sendiri dengan bertalaqqi (mengaji) kepada ulama yang bermazhab atau bersanad ilmu tersambung kepada Rasulullah dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/02/dari-mulut-ulama/

Sedangkan akibat dari tidak bermazhab telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/07/akibat-tidak-bermazhab/ Jumhur ulama telah menyampaikan bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri, kemungkinan besar akan berakibat negative seperti,

1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin2. Tasybihillah Bikholqihi , penyerupaan Allah dengan makhluq Nya

Penyerupaan Allah Azza wa Jalla dengan mahlukNya adalah kesesatan.

Untuk itulah kita harus menghindari kitab-kitab karya ulama yang tidak bermazhab sebagaimana diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/03/kitab-tidak-bermazhab/

Kami menghindari kitab-kitab yang dihasilkan oleh para ulama yang tidak bermazhab, seperti Ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim Al Jauziah, ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, termasuk ulama Al Albani yang telah diajak berdialog oleh pakar fiqih, ulama besar Syria, DR. Said Ramadhan Al-Buthy. Hingga Dr. Said Ramadhan menuliskan buku berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam. Sedikit penjelasan tetang buku tersebut dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/

Mereka bertanya dari mana kami mengetahui pemahaman ulama mereka seperti ulama Ibnu Taimiyyah kalau tidak membaca kitab-kitab mereka.Kami mengetahui pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah dari kitab-kitab para ulama yang bermazhab yang menjelaskan letak kesalahpahaman ulama Ibnu Taimiyyah ditambah (kalau perlu) melihat pembelaan ulama mereka terhadap ulama Ibnu Taimiyyah. Dari situlah kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga.

Himbauan untuk menghindari kitab-kitab ulama yang tidak bermazhab bersumber dari himbauan ulama-ulama terdahulu seperti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Menurut Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, ulama-ulama seperti ulama Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim al Jauziah dan Muhammad bin Abdul Wahhab telah keluar daripada pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah dan dan menyalahi pemahaman para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab. Antara lain tulisannya ialah ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ dan lain-lain.

Begitupula contoh himbauan untuk menghindari kitab-kitab ulama yang tidak bermazhab diuraikan dalam tulisan pada http://ashhabur-royi.blogspot.com/2011/02/upaya-menetralkan-suntikan-racun.html

Berikut kutipan dari link tersebut, pendapat ulama yang bermazhab tentang kesalahpahaman mereka yang semula adalah pengikut Imam Hambali.

*****awal kutipan****

وأرضاه عنه الله رضي أحمد اإلمام عقيدة في مطلب

عقيدة : هل ، علمكم شريف على يخفى ال ما الحنابلة عقائد في به ونفعنا عنه الله رضي وسئل؟ كعقائدهم عنه الله رضي حنبل بن أحمد اإلمام

Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al Haitami pernah ditanya tentang akidah mereka yang semula para pengikut Mazhab Hambali, apakah akidah Imam Ahmad bin Hambal seperti akidah mereka ?

Beliau menjawab:

متقلبه : المعارف جنان وجعل وأرضاه عنه الله رضي حنل بن أحمد السنة إمام عقيدة بقوله فأجابأهل لعقيدة موافقة جنانه من األعلى الفردوس وبوأه امتنانه سوابغ من وعليه وأقاضعلينا ومأواهكبيرا علوا والجاحدون الظالمون يقول عما تعالى الله تنزيه في التامة المبالغة من والجماعة السنة ، مطلق كمال ليسفيه وصف كل وعن بل ، النقص سمات سائر من وغيرهما والجسمية الجهة منأو الجهة من بشيء قائل أنه من المجتهد األعظم اإلمام هذا إلى المنسوبين جهلة به اشتهر وماالمثالب هذه من بشيء رماه أو إليه ذلك نسب من الله فلعن ، عليه وافتراء وبهتان فكذب نحوها

منها الله برأه التي

Akidah imam ahli sunnah, Imam Ahmad bin Hambal –semoga Allah meridhoinya dan

menjadikannya meridhoi-Nya serta menjadikan taman surga sebagai tempat tinggalnya, adalah sesuai dengan akidah Ahlussunnah wal Jamaah dalam hal menyucikan Allah dari segala macam ucapan yang diucapkan oleh orang-orang zhalim dan menentang itu, baik itu berupa penetapan tempat (bagi Allah), mengatakan bahwa Allah itu jism (materi) dan sifat-sifat buruk lainnya, bahkan dari segala macam sifat yang menunjukkan ketidaksempurnaan Allah.

Adapun ungkapan-ungkapan yang terdengar dari orang-orang jahil yang mengaku-ngaku sebagai pengikut imam mujtahid agung ini, yaitu bahwa beliau pernah mengatakan bahwa Allah itu bertempat dan semisalnya, maka perkataan itu adalah kedustaan yang nyata dan tuduhan keji terhadap beliau. Semoga Allah melaknat orang yang melekatkan perkataan itu kepada beliau atau yang menuduh beliau

***** akhir kutipan *****

Syaikh Ibnu Hajar Al Haitami menjelaskan tentang i’tiqod Imam Ahmad bin Hambal ra bahwa Allah Azza wa Jalla tidak bertempat.Begitupula pendapat pemimpin ijtihad kaum muslim lainnya seperti Imam Sayfi’i ra mengatakan

يجوز وال المكان خلقه قبل كان كما األزلية صفة على وهو المكان فخلق مكان وال كان تعالى إنه , ج ( الدين علوم إحياء بشرح المتقين السادة إتحاف صفاته في التبديل وال ذاته في التغير ص 2عليه ،

24(

“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptakan tempat, dan Dia tetap dengan sifat-sifat-Nya yang Azali sebelum Dia menciptakan tempat tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifat-Nya” (LIhat az-Zabidi, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn…, j. 2, h. 24).

Allah Azza wa Jalla ada sebagaimana sebelum diciptakan Arsy, sebagaimana sebelum diciptakan langit, sebagaimana sebelum diciptakan ciptaanNya. Sebagaimana awalnya dan sebagaimana akhirnya. Tidak berubah dan tidak pula berpindah. Yang berubah dan berpindah adalah ciptaanNya.

Ulama Ibnu Taimiyyah berkeyakinan bahwa Allah ta’ala bertempat di atas ‘Arsy seperti contoh yang terurai dalam tulisan pada http://almanhaj.or.id/content/3048/slash/0 atau bahkan ada ulama yang lain menyampaikan keyakinan ulama Ibnu Taimiyyah bahwa Allah ta’ala duduk di atas Arsy atau bahkan duduk di atas kursi.

Para pengikut Ibnu Taimiyyah seperti pada http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/10/beberapa-catatan-tentang-ijmaa.html atau pada http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/76-mengungkap-tipu-muslihat-abu-salafy-cs

Mereka melakukan pembelaan menyampaikan hujjah/dalil dari pemahaman mereka terhadap lafaz/tulisan perkataan Salafush Sholeh. Padahal para Salafush Sholeh, mereka tidak mengucapkannya kecuali ‘ala sabilil hikayah atau menetapkan lafazhnya (itsbatul lafzhi) saja; yaitu hanya mengucapkan kembali apa yang diucapkan oleh al Qur’an, “Ar-Rahmanu alal arsy istawa” atau “A’amintum man fis sama’“. Tidak lebih lebih dari itu. Namun mereka para pengikut Ibnu Taimiyyah sebagaimana IbnuTaimiyyah memaknainya dengan menterjemahkan secara harfiah bahwa Allah ta’ala bertempat di atas Arsy atau bertempat di (atas) langit.

Pada haikatnya mereka yang beri’tiqod bahwa Allah ta’ala bertempat di atas Arsy atau bertempat di (atas) langit telah melakukan pengingkaran terhadap ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla karena mustahil Allah Azza wa Jalla dibatasi atau berbatas dengan Arsy atau dengan langit. Pengingkaran akan ke Maha Kuasa an Allah ta’ala sama saja pengingkaran terhadap Tuhan sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Imam Sayyidina Ali ra dalam riwayat berikut,

Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir.“

Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?”

Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkaran.

Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan.” (Imam Ibn Al-Mu’allim Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu’tadi).

Pada hakikatnya Arsy diciptakan untuk menunjukkan kekuasaanNya

Imam Sayyidina Ali kw mengatakan “Sesungguhnya Allah menciptakan ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi DzatNya”

Hakikat Arsy (Singgasana) diciptakan agar tidak menjadikan tuhan selain Tuhan (yang memelihara dan menguasai) Manusia, Raja Manusia karena tidak ada lagi yang mampu mempunyai / menguasai singgasana seperti Arsy

Firman Allah ta'ala yang artinya“Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia“,

“Raja Manusia”,

“Sembahan manusia”. (QS An Naas [114]: 1-3 )

Rasulullah bersabda "... warobbal 'arsyl 'azhimi", "Tuhan yang menguasai Arsy yang agung" (HR Muslim 4888) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=49&ayatno=57&action=display&option=com_muslim

Begitupula hakikat “di langit” “di atas” bukanlah dipahami sebagai tempat bagi Allah Azza wa Jalla namun sebagai padanan bagi Yang Maha Tinggi (Al ‘Aliy) dan Yang Maha Mulia (Al Jaliil)

Allah ta’ala berfirman dalam hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu ’Umar r.a.: “Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan/mampu menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.

Kajian Ilmu - Dalil Shohih berdzikir jahr ba'da sholat

Dzikir menurut al-Qur’an dan as-Sunnah

�ه�م� ع�ن �اك� �ن ع�ي تـــع�د� � و�ال و�ج�ه�ه� �ر�يد�ون� ي xع�ش�ي� و�ال �غ�د�اة� �ال ب �ه�م� ب ر� �د�ع�ون� ي �ذ�ين� ال م�ع� �ف�س�ك� ن �ر� و�اص�ب

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [QS. Al-Kahfi: 28]

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan sbb ditafsirnya :

" الذين " اجلسمع أي وجهه يريدون والعشي بالغداة ربهم يدعون الذين مع نفسك واصبر وقولهكانوا سواء الله عباد من Vا وعشي بكرة ويسألونه ويكبرونه ويسبحونه ويحمدونه ويهللونه الله يذكرون

الله صلى النبي من طلبوا قريشحين أشراف في نزلت إنها يقال ضعفاء أو أقوياء أو أغنياء أو فقراءوابن وخباب وصهيب وعمار كبالل أصحابه بضعفاء يجالسهم وال وحده يجلسمعهم أن وسلم عليه

ذلك عن الله فنهاه حدة بمجلسعلى أولئك وليفرد مسعود

Firman Alloh: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya” yakni duduk bersama org yg berdzikir, bertahlil, bertahmid bertasbih, bertakbir dan bermohon kpd Alloh di waktu pagi dan sore dari hamba Alloh baik yg fakir atau kaya, yg kuat atau yg lemah. Dikatakan sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dgn pembesar2 Quraisy yg menghendaki agar Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam duduk bersama mereka saja dan tdk duduk bersama mereka org2 yg lemah dari para

sahabat seperti Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir, Suhaib, Khabbab dan Ibnu Mas’ud. Dan agar supaya mereka dibuatkan majlis khusus [tdk bercampur dgn mereka pembesar Quraisy-pent], maka Alloh melarang perbuatan itu.

: على نزلت قال حنيف بن سهل بن الرحمن عبد عن مردويه، وابن والطبراني جرير ابن وأخرجبالغداة { ربهم يدعون الذين مع نفسك واصبر أبياته بعض في وهو وسلم عليه الله صلى الله رسول

الواحد،} الثوب وذو الجلد الرأسوجاف ثائر فيهم الله، يذكرون قوما فوجد يلتمسهم فخرج والعشي " : معهم نفسي أصبر أن أمري من أمتي في جعل الذي لله الحمد وقال جلسمعهم رآهم ."فلما

: سورة يقرأ رجل وسلم عليه الله صلى الله رسول جاء قاال سعيد وأبي هريرة بي عن البزار وأخرج " : أمرت الذي المجلس هذا وسلم عليه الله صلى الله رسول فقال فسكت الكهف، وسورة الحجر

معهم نفسي أصبر ."أن

Dari ‘Abd al-Rahman bin Sahl bin Hanif, ia berkata: Pada suatu saat, ketika Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam berada di salah satu rumahnya, turunlah ayat kepada beliau, yang ertinya: “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keredhaan-Nya.” (Surah al-Kahfi: 28), Maka setelah menerima wahyu itu, Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam keluar untuk mencari orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat tersebut. Kemudian beliau menjumpai sekelompok orang yang sedang sibuk berzikir. Di anatara mereka ada yang rambutnya tidak teratur dan kulitnya kering, dan ada yang hanya memakai sehelai kain. Ketika Rasulullah s.a.w. melihat mereka, beliau pun duduk bersama mereka dan bersabda, yang artinya: “Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan di antara umatku orang-orang yang mernyebabkan aku diperintahkan duduk bersama mereka.” (HR. Thabrani, Ibn Jarir dan Ibn Mardawaih)Dari Abu Hurairah ra. dan Abi Sa’id ra. berkata, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam datang disaat seorang laki-laki membaca surat Al-Hijr dan Al-Kahfi. Maka Rosululloh terdiam lalu bersabda, “Inilah majelis yg aku diperintahkan agar bersabar berkumpul bersama mereka [majelis dzikir-pent].” [HR. Al-Bazzar]

- (2675) : ع�ن� - - �ع�م�ش�، األ� ع�ن� ، pج�ر�ير �ا �ن ح�د�ث ق�اال� �ة� �ب �ي �ق�ت ل �ف�ظ� و�الل ب ح�ر� �ن� ب �ر� ه�ي و�ز� ع�يد، س� �ن� ب �ة� �ب �ي ق�ت �ا �ن ح�د�ث « : : : �د� ن ع� �ا �ن أ و�ج�ل� ع�ز� الله� �ق�ول� ي �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى الله� س�ول� ر� ق�ال� ق�ال� ة�، �ر� ي ه�ر� �ي ب

� أ ع�ن� �ح، ص�ال �ي ب� أ

، م�إل� ف�ي �ي ن �ر� ذ�ك �ن� و�إ �ف�س�ي، ن ف�ي �ه� ت �ر� ذ�ك ه�، �ف�س� ن ف�ي �ي ن �ر� ذ�ك �ن� إ �ي، ن �ر� �ذ�ك ي ح�ين� م�ع�ه� �ا �ن و�أ �ي، ب �د�ي ع�ب xظ�ن�ت� ب �ق�ر� ت اعVا، ذ�ر� �ي� �ل إ ب� �ق�ر� ت �ن� و�إ اعVا، ذ�ر� �ه� �ي �ل إ �ت� ب �ق�ر� ت ا، Vر� ب ش� xي م�ن ب� �ق�ر� ت �ن� و�إ ، �ه�م� م�ن pر� ي خ� ه�م� م�إل� ف�ي �ه� ت �ر� ذ�ك[ ] » مسلم روه Vة� و�ل ه�ر� �ه� �ت �ي ت

� أ �م�ش�ي ي �ي �ان ت� أ �ن� و�إ �اعVا، ب �ه� م�ن

.........Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Allah Taala berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jema’ah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (HR. Muslim (2675/4832)

Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata

�ن� ف�ع� أ �ر� الص�و�ت� ر� �الذxك �ص�ر�ف� ح�ين� ب �ن �اس� ي �ة� م�ن� الن �وب �ت �م�ك �ان� ال �يx ع�ه�د� ع�ل�ى ك �ب �ه� ص�ل�ى الن �ه� الل �ي �م� ع�ل ل و�س��ن� و�ق�ال� �اس اب �ت� ع�ب �ن �م� ك ع�ل

� �ذ�ا أ ف�وا إ �ص�ر� �ك� ان �ذ�ل �ذ�ا ب �ه� إ م�ع�ت س�

“Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Ibnu Abbas menambahkan, ‘Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan itu, apabila aku mendengarnya.”

س�و�ل ق�ال� قال هريرة أبي وعن �rى الله� ر� �ه� الله� ص�ل �ي �م�� و� ع�ل ل الطرق في يطوفون مالئكة لله إن: س� فيحفونهم قال حاجتكم إلى هلموا تنادوا وجل عز الله يذكرون قوما وجدوا فإذا الذكر أهل يلتمسون

يقولون قال عبادي يقول ما منهم أعلم وهو ربهم فيسألهم قال الدنيا السماء إلى بأجنحتهم ما والله ال فيقولون قال رأوني هل وجل عز فيقول قال ويمجدونك ويحمدونك ويكبرونك يسبحونك

لك وأكثر تمجيدا لك وأشد عبادة لك أشد كانوا رأوك لو يقولون قال رأوني لو كيف فيقول قال رأوك يا والله ال فيقولون قال رأوها وهل يقول قال الجنة يسألونك قال يسألوني فما فيقول قال تسبيحا وأعظم طلبا لها وأشد حرصا عليها أشد كانوا يقولون قال رأوها لو فكيف يقول قال رأوها ما رب رب يا والله ال فيقولون قال رأوها وهل يقول قال النار من يقولون قال يتعوذون فمم قال رغبة فيها فيقول قال مخافة لها وأشد فرارا منها أشد كانوا يقولون قال رأوها لو فكيف يقول قال رأوها ما

قال لحاجة جاء إنما منهم ليس فالن فيهم المالئكة من ملك يقول قال لهم غفرت قد أني فأشهدكم]والترمذي ومسلم البخاري رواه. [جليسهم زبهم يشقى ال الجلساء هم تعالى الله فيقول

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah mempunyai malaikat yang berterbangan di seluruh pelusuk bumi untuk mencari dan menulis amal baik manusia. Apabila mereka menjumpai sekumpulan manusia berzikir kepada Allah lalu mereka menyeru sesama mereka: “Marilah ke sini, kita telah menemui apa yang kita cari.” Lantas mereka datang berduyun-duyun sambil menghamparkan sayap menaungi orang-orang yang sedang berdzikir itu.Selepas itu lalu Allah bertanya kepada para malaikat, “Apakah yang sedang dilakukan hamba-hamba-Ku itu ketika kamu meninggalkan mereka?” Malaikat menjawab, “Mereka di dalam keadaan memuji, mengagungkan dan bertasbih kepada-Mu wahai Allah.” Allah bertanya lagi, “Adakah mereka itu pernah melihat-Ku?” Jawab malaikat, “Tidak pernah!” Allah terus bertanya, “Bagaimana sekiranya mereka melihatKu?” Jawab malaikat, “Jika mereka melihat-Mu, nescaya akan bersangatanlah mereka mengagungkan, bertasbih dan bertahmid kepada-Mu ya Allah.”Allah bertanya lagi, “Mereka memohon perlindungan-Ku daripada apa?” Malaikat menjawab, “Daripada neraka.” Allah bertanya, “Adakah mereka pernah melihat neraka?” Jawab malaikat, “Tidak pernah!” Allah bertanya, “Bagaimana sekiranya mereka dapat melihat neraka?” Malaikat menjawab, “Mereka akan lari sejauh-jauhnya dari neraka kerana ketakutan.” Allah bertanya, “Apakah permintaan mereka?” Malaikat menjawab, “Mereka meminta daripadaMu syurga.” Allah bertanya, “Adakah mereka pernah melihat syurga?” Jawab malaikat, “Tidak pernah.” Allah bertanya, “Bagaimana sekiranya mereka dapat melihat syurga?” Malaikat menjawab, “Mereka sangat haloba untuk memperolehinya,” Lalu Allah berkata, “Sesungguhnya aku bersaksi, bahawa aku telah mengampunkan mereka.”Para malaikat bertanya pula, “Wahai Allah! Seseorang telah datang ke dalam kumpulan ini dan dia tidak bercita-cita untuk menjadi sebahagian daripada mereka.” Allah menjawab, “Mereka ini adalah segolongan manusia yang tidak menyakiti orang yang menyertai mereka.” (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

�ا - - (3375) - �ن �و ح�د�ث �ب �ب أ ي �ر� �ا: ق�ال� ك �ن �د� ح�د�ث ي �ن� ز� �اب، ب ب �ة� ع�ن� ح� �ن� م�ع�او�ي �ح، ب �ن� ع�م�ر�و ع�ن� ص�ال �س، ب ع�ن� ق�ي�د� �ه� ع�ب �ن� الل ر، ب �س� �ن� ب الV أ ج� �ا: ق�ال� ر� س�ول� ي �ه� ر� �ن� الل �ع� إ ائ ر� � ش� م ال� �س� ت� ق�د� اإل �ر� �ث ن�ي ع�ل�ي�، ك �ر� ب خ�

� ء ف�أ ي� �ش� ب�ث� ب �ش� �ت �ه�، أ ال� ال�: »ق�ال� ب �ز� �ك� ي ان Vا ل�س� ط�ب �ر� م�ن� ر� �ه� ذ�ك نp ح�د�يثp ه�ذ�ا« : »الل روه« [الو�ج�ه� ه�ذ�ا م�ن� غ�ر�يبp ح�س�

صحيح] : األلباني حكم] [الترمذى

......Dari Abdulloh bin Yasar ra. Sesungguhnya seorang lelaki berkata: Ya Rosulalloh, sesungguhnya syaria’at islam sungguh sangatlah banyak menurutku, maka kabarkanlah kepadaku sesuatu yg simpel. Rosul bersabda, “Basahilah selalu lisanmu dgn berdzikir kpd Alloh.” [HR. Tirmidzhi hadits hasan ghorib yg dishohihkan Al-Bani]

�ا -) 3378- ( �ن �ن� م�ح�م�د� ح�د�ث ار ب �ش� �ا: ق�ال� ب �ن �د� ح�د�ث ح�م�ن� ع�ب �ن� الر� �ا: ق�ال� م�ه�د�ي� ب �ن ، ح�د�ث �ان� ف�ي ب�ي ع�ن� س�� أ

�س�ح�اق�، غ�رx ع�ن� إ� ب�ي األ

� �م، أ ل �ه� م�س� ن� ه�د� أ ب�ي ع�ل�ى ش�

� ة�، أ �ر� ي ب�ي ه�ر�� ع�يد و�أ �ه�م�ا الخ�د�ر�يx، س� ن

� ه�د�ا أ ع�ل�ى ش�س�ول� �ه� ر� �ه� ص�ل�ى الل �ه� الل �ي �م� ع�ل ل �ه� و�س� ن

� م�ن� م�ا: »ق�ال� أ ون� ق�و�م �ر� �ذ�ك �ه� ي �ال� الل �ه�م� ح�ف�ت� إ �ة�، ب �ك ئ �ه�م� الم�ال� �ت ي و�غ�ش� ح�م�ة�، �ت� الر� ل �ز� �ه�م� و�ن �ي �ة�، ع�ل ك�ين ه�م� الس� �ر� �ه� و�ذ�ك �د�ه� ف�يم�ن� الل ن �ا« . ع� �ن �وس�ف� ح�د�ث �ن� ي �ع�ق�وب� ب �ا: ق�ال� ي �ن ح�د�ث

�ن� ح�ف�ص� �ا: ق�ال� ع�م�ر� ب �ن �ة�، ح�د�ث ع�ب ب�ي ع�ن� ش�� �س�ح�اق�، أ م�ع�ت�: ق�ال� إ غ�ر� س�

� �ا األ �ب �م، أ ل ه�د�: ق�ال� م�س� ش�� ب�ي ع�ل�ى أ

� أ ع�يد، ب�ي س�

� ة�، و�أ �ر� ي �ه�م�ا ه�ر� ن� ه�د�ا أ س�ول� ع�ل�ى ش� �ه� ر� �ه� ص�ل�ى الل �ه� الل �ي �م� ع�ل ل �ر� و�س� �ه� ف�ذ�ك �ل نp ح�د�يثp ه�ذ�ا. م�ث ح�س�

pصحيح] : األلباني حكم] [الترمذى روه [ص�ح�يح

.......Dari Abu Hurairah ra dan Abu Sa’id Al-Khudzri ra. Sesungguhnya keduanya bersaksi atas sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda, “Tidaklah duduk sekelompok org yg berdzikir kpd Alloh kecuali mereka dikelilingi oleh para malaikat, dianegerahi rohmat. Diberikan ketenteraman serta senantiasa diingat [diperhatikan dan dibanggakan-pent] oleh Alloh dihadapan para malaikat-Nya.”............. [HR. Muslim dan Tirmidzi hadits hasan shohih dan dishohihkan Al-Bani]

Dzikir dgn suara jahr [keras] menurut al-Qur’an, Hadits dan para ulama

�ر� �ك� و�اذ�ك ب ك� ف�ي ر� �ف�س� عVا ن �ض�ر& �ج�ه�ر� و�د�ون� و�خ�يف�ةV ت �ق�و�ل� م�ن� ال �غ�د�وx ال �ال �ن� و�ال و�اآلص�ال� ب �ك �ين� م�ن� ت �غ�اف�ل ال

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” [QS. Al.A’raaf: 205]

�ه� اد�ع�وا ق�ل� و� الل� ح�م�ن� اد�ع�وا أ rا الر� �ي �د�ع�وا م�ا أ �ه� ت م�اء� ف�ل ن�ى األس� �ح�س� �ج�ه�ر� و�ال ال �ك� ت �ص�الت اف�ت� و�ال ب �خ� �ه�ا ت ب

�غ� �ت �ن� و�اب �ي �ك� ب �يال ذ�ل ب س�

“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" [QS. Al-Israa’: 110]

Tafsir Jalalain menjelaskan [QS. Al.A’raaf: 205] sbb:

( نفسك في ربك واذكر V أي ( V (سرا V) تضرعا V) وخيفةV (تذلال من الجهر دون (السر فوق) و (منه خوفاV أي) القول الله ذكر عن) الغافلين من تكن وال (وأواخره النهار أوائل) واآلصال بالغدو (بينهما قصدا

(Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu) yakni sirr (dengan merendahkan diri) merendah (dan rasa takut) takut dari siksa-Nya (dan) diatas sirr [suara lirih] (tidak mengeraskan suara) yakni antara pelan dan keras [sedang] (di waktu pagi dan petang) pagi dan sore hari (dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu) dari mengingat Alloh [berdzikir].

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan [QS. Al-Israa’: 110] sbb:

عن جبير بن سعيد عن بشر أبو حدثنا هشيم حدثنا أحمد اإلمام قال. اآلية" بصالتك تجهر وال "وقوله وال بصالتك تجهر وال "بمكة متوار وسلم عليه الله صلى الله ورسول اآلية هذه نزلت قال عباس ابن

القرآن سبوا المشركون ذلك سمع فلما بالقرآن صوته رفع بأصحابه صلى إذا كان قال" بها تخافت أي" بصالتك تجهر وال "وسلم عليه الله صلى لنبيه تعالى الله فقال: قال به جاء ومن أنزله من وسبوا

حتى القرآن تسمعهم فال أصحابك عن" بها تخافت وال "القرآن فيسبون المشركون فيسمع بقراءتكالصحيحين في أخرجاه" سبيال ذلك بين وابتغ "عنك يأخذوه

Dan firman Alloh, “dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu” Imam Ahmad berkata, Hasyim dan Abu Basyar berkata kepadaku dari Sa’id bin Jabir dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Turun ini ayat sewaktu Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam berada di Makkah. “dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya,” Ibnu Abbas berkata, “ Adalah ketika Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam sholat bersama sahabatnya mengeraskan suaranya dalam membaca ayat al-Qur’an. Maka ketika hal itu didengar org2 musyrik mereka mencaci al-Qur’an, mencaci org yg diturunkan al-Qur’an [Nabi], dan yg menurunkannya [Alloh]. Ibnu Abbas berkata, “ Maka Alloh berfirman kpd Nabi-Nya Shollallohu ‘alaihi wa sallam “dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu” yakni bacaan al-Quranmu didengar org2 musyrik dan mereka mencacinya. “dan janganlah pula merendahkannya” dari sahabat2mu sehingga mereka tdk mendengar bacaan al-Quran sehingga mereka bisa mengambil pelajaran darimu. “dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" [ suara sedang-pent] [HR. Bukhari Muslim]

كره من ومنهم ، سنة أنه إلى ذهب من فمنهم ، الصالة بعد بالذكر الصوت رفع في الفقهاء اختلفتركه : ثم للتعليم فعله وإنما عليه يداوم لم وسلم عليه الله صلى النبي إن وقال . ذلك

حين بالذكر الصوت رفع أن أخبره عنهما الله عباسرضي ابن أن عباس ابن مولى معبد أبي عنأعلم : كنت عباس ابن وقال ، وسلم عليه الله صلى النبي عهد على كان المكتوبة الناسمن ينصرف

البخاري . ( رواه سمعته إذا بذلك انصرفوا )583ومسلم ) ( 805إذا

Ulama fikih berbeda pendapat tentang mengeraskan suara berdzikir selapas sholat. Sebagian mereka ada yg menganggap itu sunnah, dan sebagian memakruhkan hal itu dgn perkataan, “Sesungguhnya Nabi Shollallohu ‘alaihi wa salllam tdk melakukannya terus menerus, sesungguhnya Rosul melakukannya hanya unt mengajari dan kemudian meninggalkannya.Dari Ma’bad majikan Ibnu Abbas sesungguhnya Ibnu Abbas ra.. mengabarkan keduanya tentang mengeraskan suara dgn dzikir selepas org2 selesai sholat maktubah [sholat lima waktu] sudah ada semasa Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dan Ibnu Abbas ra berkata, “Aku lebih mengetahui ketika mereka selesai sholat sehingga aku mendengarnya.” [HR. Bukhari (805) Muslim (583)]

وممن : . وغيرهم اإلسالم وشيخ حزم وابن الطبري الصالة بعد بالذكر الصوت رفع إلى ذهب فممنوالجمهور : الشافعي للتعليم كان ذلك أن إلى . ذهب

" : ، الصالة من االنصراف بعد الله يذكر أن والمأموم لإلمام وأختار الله رحمه الشافعي قالفإن ؛ يسر ثم ، منه �علم ت قد أنه يرى حتى فيجهر منه �تعلم ي أن يجب V إماما يكون أن إال الذكر ويخفيان

وال ( ) – - : ( ، الدعاء أعلم تعالى والله يعنى بها تخافت وال بصالتك تجهر وال يقول وجل عز اللهنفسك ) ( ) �سمع ت ال حتى تخافت وال ، ترفع . تجهر

" األم " " من انتهى جهر غير V ذكرا ليذكر إال يمكث لم وأحسبه ، V جهرا تذكر ولم مكثه سلمة أم وذكرت�)1/ 127( .

) " المحلى : " " " من انتهى حسن صالة كل إثر بالتكبير الصوت ورفع الله رحمه حزم ابن /3وقال180( .

Diantara ulama yg sepakat dgn mengeraskan suara dlm berdzikir selesai sholat adalah Ath-Thobari, Ibnu Hazm, Syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan yg lainnya. Dan ulama yg sepakat bhw suara keras itu hanya unt mengajarkan adalah Imam Syafi’i dan jumhur ulama.Imam Syafi’i berkata rohimahulloh: Dan yg terpilih untuk imam dan makmum adalah agar berdzikir kpd Alloh setelah selesai sholat, dan merendahkan suara dlm berdzikir kecuali imam ingin agar diketahui [diikuti makmum] maka mengeraskannya sehingga diketahui apa yg telah diajarkan, kemudian tdk memperdengarkannya. Karena sesungguhnya Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman (dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya) yakni Alloh Ta’ala lbh mengetahui do’a (dan janganlah kamu mengeraskan) meninggikan suara (dan janganlah pula merendahkannya) sehingga dirimu sendiri tdk mendengar.

Ummu Salamah menyebutkan bhw Rosul berdiam dan tdk berdzikir dgn suara keras, dan menyangkanya Rosul tdk diam [bersuara] kecuali unt memperingatkan bahwa dzikir itu tdk dgn suara keras. [Al-Uum 1/127]

Ibnu Hazm rohimahulloh berkata, “Mengeraskan suara kalimat takbir selesai sholat adalah perbuatan baik [Al-Mahalli 3/180]

) " القناع " كشاف في البهوتي قال) : " ( 1/366ونقل الجهر استحباب تيمية ابن اإلسالم شيخ عن : [ صالة [ كل عقب والتكبير والتحميد بالتسبيح الجهر ويستحب تيمية ابن أي . " الشيخ

فأجاب المسألة حكم عن الله رحمه العثيمين صالح بن محمد الشيخ : وسئل

وفي . " داود وأبو أحمد اإلمام رواه ما عليها دل ، سنة المكتوبة الصلوات بعد بالذكر الجهروسلم : عليه الله صلى النبي سمعت قال عنه الله رضي شعبة بن المغيرة حديث من الصحيحينبه : ( ..) . جهر إذا إال القول �سمع ي وال الحديث له شريك ال وحده الله إال إله ال الصالة قضى إذا يقول. القائلابن لحديثي ، والخلف السلف من وجماعة الله رحمه تيمية ابن اإلسالم شيخ بذلك الجهر اختار وقدأو . ، تهليال كان سواء الصالة بعد مشروع ذكر كل في عام والجهر عنهم الله رضي والمغيرة ، عباسوسلم عليه الله صلى النبي عن يرد ولم ، عباس ابن حديث لعموم تحميدا أو ، تكبيرا أو ، تسبيحاالله صلى النبي صالة انقضاء يعرفون أنهم عباس ابن حديث في جاء بل وغيره التهليل بين التفريق

والتكبير والتحميد التسبيح في جهر ال قال من على الرد �عرف ي وبهذا ، بالتكبير وسلم . عليه

Al-Bahuti mengatakan dlm “Kasyaf Al-Qana’” (1/366) dari Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyukai dzikir jahr...” Syeikh Ibnu Taimiyah berkata, “Dan disukai bersuara kera dlm bertasbih, bertahmid dan bertakbir selesai sholat.”Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin ditanya tentang hukum suatu pertanyaan [tentang dzikir] maka menjawabnya: “Dzikir dgn suara keras selepas sholat maktubah hukumnya sunnah, petunjuk akan kesunnahannya adalah hadits yg diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Daud dalam hadits shohihnya dari hadits Al-Mughiroh bin Syu’bah ra. berkata: Aku mendengar dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika selesai sholat (Laa ilaaha illalloh wahdahu laa syarika lah) Al-Hadits. Dan tdk bisa didengar itu ucapan kecuali ketika dikeraskan suara org yg mengucapkannya.”Dan sungguh telah memilih dgn suara keras Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh dan jama’ah ulama’ salaf dan kholaf, karena hadits Ibnu Abbas ra. dari Al-Mughiroh bin Syu’bah ra. Dan suara keras dlm berdzikir yg disyari’atkan itu bersifat umum sesudah sholat [wajib atau sunnat] sama saja itu tahlil, tasbih, takbiratau tahmid unt keumuman hadits dari Ibnu Abbas ra. yg tdk tertolak dari hadits Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam dgn membedakan antara tahlil dan yg lainnya, tetapi telah datang hadits dari Ibnu Abbas ra. sesungguhnya mereka [sahabat] mengetahui selesainya sholat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam dgn kalimat takbir, dan dgn ini diketahui penolakan terhadap org yg mengatakan bhw tasbih, tahmid dan takbir tdk dgn suara keras.

: " : ، المشروع الوجه على الصلوات أدبار الذكر يسن أنه الراجح القول أن فالمهم الله رحمه وقالرفع - - لما ولهذا ، ينبغي ال هذا فإن مزعجا رفعا يكون وال الصوت رفع أعني أيضا به الجهر يسن وأنه

أيها : ( قال خيبر من قفولهم في والسالم الصالة عليه الرسول عهد في بالذكر الناسأصواتهمانتهى ) " وإزعاج مشقة فيه يكون ال الذي الرفع ، بالرفع فالمقصود ، أنفسكم على أربعوا ، الناس

) " عثيمين " ابن الشيخ فتاوى مجموع )261، 13/247من

Maka Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh berkata: “Maka sesungguhnya qaul [hujjah] yg rojih [kuat dan terpilih] adalah disunnahkan berdzikir selepas sholat lima waktu sesuai yg disyari’atkan, dan jg disunnahkan mengeraskannya, -aku maksudkan mengangkat suara [sedang]- dan tdk dgn suara yg terlalu keras itu tdk baik, karena hal ini ketika org2 mengeraskan suara dlm berdzikir dimasa Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam waktu perjumpaan mereka di bukit khoibar Nabi bersabda, “Wahai manusia, pelankanlah [tahanlah] diri kalian.” Maka yg dimaksud [tidak] dgn suara keras, mengeraskan suara yg tdk diperlukan krn tdk ada halangan. [Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 13/247-261]. Wallohu a’lam bish-Showab

Berikut saya kemukan Fatwa-ulamma WAHABI juaga sebagai perbandingannyya

Adapun orang yang berkata bahwa menjaharkan bacaan dzikir sesudah shalat adalah bid’ah, sungguh dia telah salah. Bagaimana sesuatu yang biasa dilaksanakan pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam disebut bid’ah?! (Syaikh Utsaimin)

Yang sunnah adalah menjaharkan dzikir sesudah shalat lima waktu dan sesudah shalat Jum’at ba’da salam. (Syaikh Ibnu Bazz)

Sedangkan dzikir sesudah shalat, maka yang sunnah adalah menjaharkannya sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menyebutkan bahwa para sahabat menjaharkan dzikir sesudah shalat. (Syaikh Shalih Fauzan)

Fatwa Lajnah DaimahDisyariatkan untuk mengeraskan dzikir setelah shalat wajib, karena adanya keterangan yang shahih dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, (ia mengatakan): “Sesungguhnya mengeraskan dzikir saat selesai dari shalat wajib, itu telah ada di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam “. Ibnu Abbas juga mengatakan: “Aku tahu selesainya shalat mereka itu, saat ku dengar (suara dzikir) itu”.(Mengeraskan dzikir setelah shalat wajib tetap disunnahkan), meski ada orang-orang yang masih menyelesaikan shalatnya, baik mereka itu (menyelesaikan shalatnya secara) sendiri-sendiri atau dengan berjama’ah. Dan hal itu (yakni mengeraskan dzikir) disyariatkan pada semua shalat wajib yang lima waktu.

Adam as adalah Manusia tercerdas, tergenius dan terdaya otak memorinya

MANUSIA PALING CERDAS, PALING GENIUS, PALING TINGGI DAYA OTAK MEMORY NYA.AdalahNABI ADAM ALAIHIS SALAM.

Tentu saja, jawaban Bahwa Nabi Adam AS, itu bukan skedar prasangka, dan tentu tidak mengurangi akan tinggi nya derajat nabi muhammad.

Seperti hal nya saat ada pertanyaan, siapakah manusia paling TAMPAN, maka jawab nya adalah nabi yusuf alaihis salam.

Namun tetap, tidak mengurangi ketinggian derajat nabi muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Allah SWT telah memperkenalkan budaya pemberian anugerah di atas kemuliaan dan kecemerlangan serta ilmu yang dimiliki kepada Adam AS.Ini disebut di dalam al-Quran bahwa Allah SWT memerintahkan para malaikat sujud kepada Nabi Adam as di atas kelebihan ilmunya mengatasi para malaikat.

Firman Allah SWT yang bermaksud :

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang

benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu. Allah berfirman:"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yangkafir.(Al-Baqarah: 31-34)

Di dalam ayat ini, Allah SWT telah menceritakan bagaimana Nabi Adam AS telah diajar dengan pelbagai jenis ilmu oleh Allah SWT sebagai nikmat pertama yang diterima oleh manusia.Kemampuan untuk belajar dan mengajar ini merupakan keistimewaan yang hanya ada pada manusia dan tidak ada pada makhluk yang lain tak terkecuali para malaikat.Selain hal itu, ada keistimewaan yang ada pada diri nabi adam, manusia pertama yang tercipta di bumi.

Adam memiliki BENTUK TUBUH RAKSASA, YANG TINGGI NYA 60 HASTA / 30 METER.

Hadist bukhori :(tanda – dipanjangkan membacanya):‘an abi-hurairata ‘aninnabiyyi shallaLla-hu ‘alaihiwa sallama qa-lakhalaqalla-hu a-dama wathu-luhu sittu-na dzira-’antsumma qa-ladz habufasallim ‘ala- ula-ika minalmala-ikati fastami’ ma-yuhayyu-naka tahiyyatuka watahiyyahu dzurriyatika faqa-la assala-mu ‘alaikum faqa-lu- assala-mu ‘alaika warahmatulla-hi faza-du-hu warahmatulla-hifakullu man yadkhulul jannata ‘ala- su-rati a-dama falam yazalil khalqa yanqushu hatta- ala-na,

artinya:Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda:Allah menjadikan Adam tingginya 60 hasta, kemudian (Allah) berfirman: Pergilah dan memberi salamlah kepada para malaikat itu, dan dengarkanlah mereka memberi hormat kepada engkau. Itulah kehormatan engkau dan keturunan engkau, lalu (Adam) mengucapkan:Assalamu ‘alaikum, maka (para malaikat) mengucapkan assalamu alaika warahmatullah, (para malaikat) menambahkan:warahmatullah, maka setiap orang yang masuk surga serupa dengan Adam (dalam hal perawakan / postur dan gambaran), dan manusia itu senantiasa bertambah kecil sampai sekarang.

********

Adam tingginya 60 hasta / 90 kaki / 30 meter.

Dr. Lesser menunjukkan fakta bahwa apabila manusia yang ada sekarang ini dianggap berasal dari hanya sepasang manusia pada awalnya, maka tinggi manusia yang terawal itu harusnya sekitar 90 kaki. Ini berdasarkan penelitian, manusia mengalami penyusutan tinggi badan secara terus-menurus yang disebut “genetic bottelneck”.

Seandainya tidak ada terobosan di bidang gizi pada abad ke 17 dan 18, niscaya manusia yang ada sekarang lebih pendek lagi dari tinggi rata-rata sekarang ini.Informasi di atas dikutip dari “the English section of the September 2001 issueof the Hebrew-EnglishIsraeli popular sciencejournal “Ha-Mada Ha-Yisraeli B’Angleet V’Ivreet.”

Yang menarik, jika tinggi Adam adalah 30 meter, sedangkan tinggi manusia sekarang 1,60 meter, maka kira-kira tinggi adam adalah 18 kali lipat dari manusia sekarang, dan otomatis, tidak hanya tinggi nya saja, tapi lebar, diameter tubuh, tangan, kaki, kepala, dan lain-lain juga 18 kali lipat lebih besar.

Yang menarik adalah tentang VOLUME OTAK NABI ADAM AS,

Kita tahu, manusia jaman sekarang, volume otak rata-rata adalah 1200 cc atau 1200 cm³, dg hitungan perkiraan jari-jari otak 6,5 cm, diameter 13 cm.Maka diameter otak nabi Adam adalah 13 cm di kali 18 sama dengan 234 cm, sehingga jari-jari nya adalah 117 cm

Mari kita hitung volume otak nabi adam di banding manusia biasa.Volume otak Manusia biasa adalah sekitar 1200 cc / 1200 cm³Rumus volume bola = 4/3 phi r³Jari-jari : 1174/3 . phi . 117³1,33 x 3,14 x 117 x 117 x 117 = 6.711.521,12 cm³Perhatikan, volume otak nabi adam adalah sebesar..6.711.521,12 cm³Atau6.711.521,12 cc

Atau di bulatkan6.711.521, cm³

ENAM JUTA TUJUH RATUS SEBELAS RIBU LIMA RATUS DUA PULUH SATU centi meter kubik,

SUPER BIGEST

Sedangkan dalam penelitian, otak manusia itu di dalam nya ada milyaran Neuron / sel syaraf otak, yang spektakuler, jika otak manusia yang hanya berukuran volume 1200 cc saja ada milyaran neuron, APALAGI OTAK NABI ADAM??

6.711.521,12 cm³ itu jika di bagi 1.200 cc sama dengan 5.592

Sehingga, perbandingannya 5.592 jumlah otak manusia di gabungkan jadi satu.Kwantitas otak nabi adam itu setara dengan 5.592 manusia yang di gabung.Subhanallahu wal hamdulillahi wa laailaahaillallahu Allahu Akbar

Haram Melihat Aurat

Haram Melihat Auratoleh Yusuf Qardhawi

Di antara yang harus ditundukkannya pandangan, ialah kepada aurat. Karena Rasulullah s.a.w. telah melarangnya sekalipun antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan perempuan baik dengan syahwat ataupun tidak.

Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian."1 (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)

Aurat laki-laki yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh dilihat oleh perempuan lain, yaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang diterangkan dalam Hadis Nabi. Tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan sebagian ulama Maliki berpendapat, bahwa paha itu bukan aurat.

Sedang aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan. Adapun yang dalam hubungannya dengan mahramnya seperti ayah dan saudara, maka seperti apa yang akan diterangkan dalam Hadis yang membicarakan masalah menampakkan perhiasan.

Ada yang tidak boleh dilihat, tidak juga boleh disentuh, baik dengan anggota-anggota badan

yang lain.

Semua aurat yang haram dilihat seperti yang kami sebutkan di atas, baik dilihat ataupun disentuh, adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak memerlukan). Tetapi jika dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka haram tersebut bisa hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. Kalau ada fitnah atau syahwat, maka kebolehan tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya.3.1.4.1 Batas dibolehkannya Melihat Aurat Laki-Laki atau Perempuan

Dan keterangan yang kami sebutkan di atas, jelas bahwa perempuan melihat laki-laki tidak pada auratnya, yaitu di bagian atas pusar dan di bawah lutut, hukumnya mubah, selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sebab Rasulullah sendiri pernah memberikan izin kepada Aisyah untuk menyaksikan orang-orang Habasyi yang sedang mengadakan permainan di masjid Madinah sampai lama sekali sehingga dia bosan dan pergi.2

Yang seperti ini ialah seorang laki-laki melihat perempuan tidak kepada auratnya, yaitu di bagian muka dan dua tapak tangan, hukumnya mubah selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan menimbulkan fitnah.

Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma' binti Abubakar pernah masuk di rumah Nabi dengan berpakaian jarang sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan mengatakan:

"Hai Asma'! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya." (Riwayat Abu Daud)

Dalam hadis ini ada kelemahan, tetapi diperkuat dengan hadis-hadis lain yang membolehkan melihat muka dan dua tapak tangan ketika diyakinkan tidak akan membawa fitnah.

Ringkasnya, bahwa melihat biasa bukan kepada aurat baik terhadap laki-laki atau perempuan, selama tidak berulang dan menjurus yang pada umumnya untuk kemesraan dan tidak membawa fitnah, hukumnya tetap halal.

Salah satu kelapangan Islam, yaitu: Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada bagian yang seharusnya tidak boleh, seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini:

"Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah s.a. w. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!" (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi) -- yakni: Jangan kamu ulangi melihat untuk kedua kalinya.

3.1.4.2 Perhiasan Perempuan yang Boleh Tampak dan yang Tidak Boleh

Ini ada hubungannya dengan masalah menundukkan pandangan yang oleh dua ayat di surah an-Nur 30-31, Allah perintahkan kepada laki-laki dan perempuan.

Adapun yang khusus buat orang perempuan dalam ayat kedua (ayat 31) yaitu:

a) Firman Allah:

"Janganlah orang-orang perempuan menampakkan perhiasannya, melainkan apa yang biasa tampak daripadanya."

Yang dimaksud perhiasan perempuan, yaitu apa saja yang dipakai berhias dan untuk mempercantik tubuh, baik berbentuk ciptaan asli seperti wajah, rambut dan potongan tubuh, ataupun buatan seperti pakaian, perhiasan, make-up dan sebagainya.

Dalam ayat di atas Allah memerintahkan kepada orang-orang perempuan supaya menyembunyikan perhiasan tersebut dan melarang untuk dinampak-nampakkan. Allah tidak memberikan pengecualian, melainkan apa yang bisa tampak. Oleh karena itu para ulama kemudian berbeda pendapat tentang arti apa yang biasa tampak itu dan ukurannya. Apakah

artinya: apa yang tampak karena terpaksa tanpa disengaja, misalnya terbuka karena ditiup angin; ataukah apa yang biasa tampak dan memang dia itu asalnya tampak?

Kebanyakan ulama salaf berpendapat menurut arti kedua, Misalnya Ibnu Abbas, ia berkata dalam menafsirkan apa yang tampak itu ialah: celak dan cincin.

Yang berpendapat seperti ini ialah sahabat Anas. Sedang bolehnya dilihat celak dan cincin, berarti boleh dilihatnya kedua tempatnya, yaitu muka dan kedua tapak tangan. Demikianlah apa yang ditegaskan oleh Said bin Jubair, 'Atha', Auza'i dan lain-lain.

Sedang Aisyah, Qatadah dan lain-lain menisbatkan dua gelang termasuk perhiasan yang boleh dilihat. Dengan demikian, maka sebagian lengan ada yang dikecualikan. Tetapi tentang batasnya dari pergelangan sampai siku, masih diperselisihkan.

Di samping satu kelonggaran ini, ada juga yang mempersempit, misalnya: Abdullah bin Mas'ud dan Nakha'i. Kedua beliau ini menafsirkan perhiasan yang boleh tampak, yaitu selendang dan pakaian yang biasa tampak, yang tidak mungkin disembunyikan.

Tetapi pendapat yang kami anggap lebih kuat (rajih), yaitu dibatasinya pengertian apa yang tampak itu pada wajah dan dua tapak tangan serta perhiasan yang biasa tampak dengan tidak ada maksud kesombongan dan berlebih-lebihan, seperti celak di mata dan cincin pada tangan. Begitulah seperti apa yang ditegaskan oleh sekelompok sahabat dan tabi'in.3

Ini tidak sama dengan make-up dan cat-cat yang biasa dipakai oleh perempuan-perempuan zaman sekarang untuk mengecat pipi dan bibir serta kuku. Make-up ini semua termasuk berlebih-lebihan yang sangat tidak baik, yang tidak boleh dipakai kecuali di dalam rumah. Sebab perempuan-perempuan sekarang memakai itu semua di luar rumah, adalah untuk menarik perhatian laki-laki. Jadi jelas hukumnya adalah haram.

Sedang penafsiran apa yang tampak dengan pakaian dan selendang yang biasa di luar, tidak dapat diterima. Sebab itu termasuk hal yang lumrah (tabi'i) yang tidak bisa dibayangkan untuk dilarangnya sehingga perlu dikecualikan. Termasuk juga terbukanya perhiasan karena angin dan sebagainya yang boleh dianggap darurat. Sebab dalam keadaan darurat, bukan suatu yang dibuat-buat. Jadi baik dikecualikan ataupun tidak, sama saja. Sedang yang cepat diterima akal apa yang dimaksud istimewa (pengecualian) adalah suatu rukhsah (keringanan) dan justru untuk mengentengkan kepada perempuan dalam menampakkan sesuatu yang mungkin disembunyikan; dan ma'qul sekali (bisa diterima akal) kalau dia itu adalah muka dan dua tapak tangan.

Adanya kelonggaran pada muka dan dua taak tangan, adalah justru menutupi kedua anggota badan tersebut termasuk suatu hal yang cukup memberatkan perempuan, lebih-lebih kalau mereka perlu bepergian atau keluar yang sangat menghajatkan, misalnya dia orang yang tidak mampu. Dia perlu usaha untuk mencari nafkah buat anak anaknya, atau dia harus membantu suaminya. Mengharuskan perempuan supaya memakai cadar dan menutup kedua tangannya adalah termasuk menyakitkan dan menyusahkan perempuan.

Imam Qurthubi berkata: "Kalau menurut ghalibnya muka dan dua tapak tangan itu dinampakkan, baik menurut adat ataupun dalam ibadat, seperti waktu sembahyang dan haji, maka layak kiranya kalau pengecualian itu kembalinya kepada kedua anggota tersebut. Dalil yang kuat untuk pentafsiran ini ialah hadis riwayat Abu Daud dari jalan Aisyah r.a., bahwa Asma' binti Abubakar pernah masuk ke rumah Nabi s.a.w. dengan berpakaian tipis, kemudian Nabi memalingkan mukanya sambil ia berkata: "Hai Asma'! Sesungguhnya perempuan apabila sudah datang waktu haidhnya (sudah baligh) tidak patut dinampakkan badannya, kecuali ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya."

Sedang firman Allah yang mengatakan: "Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki supaya menundukkan pandangan" itu memberikan suatu isyarat, bahwa muka perempuan itu tidak tertutup. Seandainya seluruh tubuh perempuan itu tertutup termasuk mukanya, niscaya tidak ada perintah menundukkan sebagian pandangan, sebab di situ tidak ada yang perlu dilihat sehingga memerlukan menundukkan pandangan.

Namun, kiranya sesempurna mungkin seorang muslimah harus bersungguh-sungguh untuk menyembunyikan perhiasannya, termasuk wajahnya itu sendiri kalau mungkin, demi menjaga

meluasnya kerusakan dan banyaknya kefasikan di zaman kita sekarang ini. Lebih-lebih kalau perempuan tersebut mempunyai paras yang cantik yang sangat dikawatirkan akan menimbulkan fitnah.

b) Firman Allah:

"Hendaknya mereka itu melabuhkan kudungnya sampai ke dadanya." (an-Nur: 31)

Pengertian khumur (kudung), yaitu semua alat yang dapat dipakai untuk menutup kepala. Sedang apa yang disebut juyub kata jama' (bentuk plural) dari kata jaibun, yaitu belahan dada yang terbuka, tidak tertutup oleh pakaian/baju.

Setiap perempuan muslimah harus menutup kepalanya dengan kudung dan menutup belahan dadanya itu dengan apapun yang memungkinkan, termasuk juga lehernya, sehingga sedikitpun tempat-tempat yang membawa fitnah ini tidak terbuka yang memungkinkan dilihat oleh orang-orang yang suka beraksi dan iseng.

c) Firman Allah:

"Dan hendaknya mereka itu tidak menampak-nampakkan perhiasannya terhadap suami atau ayahnya." (an-Nur: 31)

Pengarahan ini tertuju kepada perempuan-perempuan mu'minah, dimana mereka dilarang keras membuka atau menampakkan perhiasannya yang seharusnya disembunyikan, misalnya: perhiasan telinga (anting-anting), perhiasan rambut (tusuk); perhiasan leher (kalung), perhiasan dada (belahan dadanya) dan perhiasan kaki (betis dan gelang kaki). Semuanya ini tidak boleh dinampakkan kepada laki-laki lain. Mereka hanya boleh melihat muka dan kedua tapak tangan yang memang ada rukhsah untuk dinampakkan.Larangan ini dikecualikan untuk 12 orang:

1. Suami. Yakni si suami boleh melihat isterinya apapun ia suka. Ini ditegaskan juga oleh hadis Nabi yang mengatakan:

"Peliharalah auratmu, kecuali terhadap isterimu."

2. Ayah. Termasuk juga datuk, baik dari pihak ayah ataupun ibu.

3. Ayah mertua. Karena mereka ini sudah dianggap sebagai ayah sendiri dalam hubungannya dengan isteri.

4. Anak-anak laki-lakinya. Termasuk juga cucu, baik dari anak laki-laki ataupun dari anak perempuan.

5. Anak-anaknya suami. Karena ada suatu keharusan untuk bergaul dengan mereka itu, ditambah lagi, bahwa si isteri waktu itu sudah menduduki sebagai ibu bagi anak-anak tersebut.4

6. Saudara laki-laki, baik sekandung, sebapa atau seibu.

7. Keponakan. Karena mereka ini selamanya tidak boleh dikawin.

8. Sesama perempuan, baik yang ada kaitannya dengan nasab ataupun orang lain yang seagama. Sebab perempuan kafir tidak boleh melihat perhiasan perempuan muslimah, kecuali perhiasan yang boleh dilihat oleh laki-laki. Demikianlah menurut pendapat yang rajih.

9. Hamba sahaya. Sebab mereka ini oleh Islam dianggap sebagai anggota keluarga. Tetapi sebagian ulama ada yang berpendapat: Khusus buat hamba perempuan (amah), bukan hamba laki-laki.

10. Keponakan dari saudara perempuan. Karena mereka ini haram dikawin untuk selamanya.

11. Bujang/orang-orang yang ikut serumah yang tidak ada rasa bersyahwat. Mereka ini ialah buruh atau orang-orang yang ikut perempuan tersebut yang sudah tidak bersyahwat lagi karena

masalah kondisi badan ataupun rasio. Jadi yang terpenting di sini ialah: adanya dua sifat, yaitu mengikut dan tidak bersyahwat.

12. Anak-anak kecil yang tidak mungkin bersyahwat ketika melihat aurat perempuan. Mereka ini ialah anak-anak yang masih belum merasa bersyahwat. Kalau kita perhatikan dari kalimat ini, anak-anak yang sudah bergelora syahwatnya, maka orang perempuan tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada mereka, sekalipun anak-anak tersebut masih belum baligh.

Dalam ayat ini tidak disebut-sebut masalah paman, baik dari pihak ayah ('aam) atau dari pihak ibu (khal), karena mereka ini sekedudukan dengan ayah, seperti yang diterangkan dalam hadis Nabi:

"Pamannya seseorang adalah seperti ayahnya sendiri." (Riwayat Muslim

Membaca Shalawat untuk Nabi

Membaca shalawat adalah salah satu amalan yang disenangi orang-orang NU, disamping amalan-amalan lain semacam itu. Ada shalawat “Nariyah”, ada “Thibbi Qulub”. Ada shalawat “Tunjina”, dan masih banyak lagi. Belum lagi bacaan “hizib” dan “rawatib” yang tak terhitung banyaknya. Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cita-cita kepada Rasulullah sekaligus ibadah.

Salah satu hadits yang membuat kita rajin membaca shalawat ialah: Rasulullah bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.

Salah satu shalawat yang sangat popular ialah “Shalawat Badar”. Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara dimana dan kapan saja “Shalawat Badar” selalu dilantunkan bersama-sama.

Shalawat yang satu ini, “shalawat Nariyah”, tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.

Salah satu shalawat lain yang mustajab ialah shalawat Tafrijiyah Qurtubiyah, yang disebut orang Maroko shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak apa yang tidak disuka, mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah. Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam.

Imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (fardlu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rejekinya tidak akan putus, disamping mendapatkan pangkat/kedudukan dan tingkatan orang kaya. (Khaziyat al-Asrar, hlm 179)

Simak sabda Rasulullah SAW berikut ini:

: ص�لqى م�ن� qم� ل و�س� �ه� �ي ع�ل الله ص�لqى الله� و�ل� قال رس� قال qه� أن ع�نه� الله ض�ي� ر� �ر اب ج� ع�ن� �ذ�ة م�ن �ن� اب ج� و�أخ�ر�ة – – – ح�ج� �ة م�ئ �ه� ل الله� ق�ض�ى ة qم�ر �ة م�ئ � �و�م الي ف�ي ع�ل�ي� ص�ل�ى م�ن� �ة ر�و�اي و�ف�ي� ة qم�ر �ة م�ئ �و�م ي qل� ك ع�ل�ي�قال – – : وسلم عليه الله� ص�لqى �ي� �ب الن أن و�ي� و�ر� قال أن� إلى �ا �ي الد&ن ف�ي �ن� �ي �الث و�ث ة� األخ�ر� في �ه�ا م�ن �ن� �ع�ي ب س�

النزه�ة� – ف�ي� �ذ�ا ك ب� �ر� الك �ف�رج� و�ت �لع�ق�د� ا �ح�ل& ت qه�ا ف�إن ع�ل�ي� الص�الة� م�ن� وا �ر� �ث اك

Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.

Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits.

Rasulullah SAW bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. (Hadits riwayat Al-hafizh Ismail Al-Qadhi, dalam bab shalawat ‘ala an-Nabi).

Imam Haitami dalam kitab Majma’ az-Zawaid meyakini bahwa hadits di atas adalah shahih. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya (istighfar) di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa Rasul untuk umatnya pasti bermanfaat.

Ada lagi hadits lain. Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih)

KH Munawwir Abdul FattahPengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta

Ucapkan Sayidina

Orang- Orang NU Sudah Terbiasa Ucapkan Sayyidina Muhammad SAW. Apasih Dasar nya?

Kata-kata “sayyidina” atau ”tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:

ب� �د� �أل ا �و�ك� ل س� �ف�ض�ل� �أل ا ن� أل� xاد�ة� ي الس� �ر� ذ�ك األو�ل�ى

“Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau).” (Hasyisyah al-Bajuri, juz I, hal 156).

Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:

م�ن� , و�أو�ل� �ام�ة� الق�ي �و�م� ي آد�م� �د� و�ل xد� ي س� �ا أن وسلم عليه الله صلي الله ل سو ر ل قا ل هريرةقا أبي عناف�ع م�ش� وأول افع ش� و�أو�ل� �ر� �ق�ب ال �ه� ع�ن �س�ق& �ن ي

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.” (Shahih Muslim, 4223).

Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:

“Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits 'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”. (dalam kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169)

Ini sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.

Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?

ة� الص�ال� ف�ي �ي xد�ون ي �س� ت ال�

“Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat”

Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.

Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan -د�� ي �س� ي اد� , س�akan tetapi - و�د� �س� ي اد� xد�و�ن�ي Sehingga tidak bisa dikatakan , س� ي �س� ت ال�

Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat

Adzan Jum’at Dua Kali

Adzan Jum’at Dua Kali

Adzan shalat pertama kali disyari’atkan oleh Islam adalah pada tahun pertama Hijriyah. Di zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khathab mengumandangkan adzan untuk shalat Jum’at hanya dilakukan sekali saja. Tetapi di zaman Khalifah Utsman bin Affan RA menambah adzan satu kali lagi sebelum khatib naik ke atas mimbar, sehingga adzan Jum’at menjadi dua kali.

Ijtihad ini beliau lakukan karena melihat manusia sudah mulai banyak dan tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga dibutuhkan satu adzan lagi untuk memberi tahu bahwa shalat Jum'at hendak dilaksanakan. Dalam kitab Shahih al-Bukhari dijelaskan :

, �م�ام� اإل �ج�ل�س� ي �ن� ي ح� �ه� و�ل� أ �ان� ك الج�م�ع�ة� �و�م� ي ذ�ان�

� األ �ن� إ �ق�و�ل� ي �د �ز�ي ي بن� �ب� ائ الس� م�ع�ت� س� ق�ال� �ب ائ س� ع�ن��ه�م�ا ع�ن الله� ض�ي� ر� و�ع�م�ر� �ر �ك ب �ي� ب

� و�أ �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى الله� و�ل� س� ر� ع�ه�د� ف�ي� �ر� �ب الم�ن ع�ل�ى الج�م�ع�ة� �و�م� ي�ه� ب ذ�ان�

� ف�أ �ال�ث� الث ذ�ان�� �األ ب الج�م�ع�ة� �و�م� ي �م�ان� ع�ث م�ر�

� أ و�ا �ر� �ث و�ك �ه� ع�ن الله� ض�ي� ر� �م�ان� ع�ث �ف�ة� خ�ال ف�ي� �ان� ك �م�ا ف�ل�ك� ذ�ال ع�ل�ى م�ر�

� األ �ت� �ب ف�ث اء� و�ر� الز� ع�ل�ى

Dari Sa'ib ia berkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata, “Sesungguhnya adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan Umar RA dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)". ( Shahih al-Bukhari: 865)

Yang dimaksud dengan adzan yang ketiga adalah adzan yang dilakukan sebelum khatib naik ke mimbar. Sementara adzan pertama adalah adzan setelah khathib naik ke mimbar dan adzan kedua adalah iqamah. Dari sinilah, Syaikh Zainuddin al-Malibari, pengarang kitab Fath al-Mu'in, mengatakan bahwa sunnah mengumandangkan adzan dua kali. Pertama sebelum khatib naik ke mimbar dan yang kedua dilakukan setelah khatib naik di atas mimbar :

ن& �س� �ان� و�ي ذ�ان� �ح أ �ص�ب د ل �ل� و�اح� ر� ق�ب �ع�د�ه� و�آخر� الف�ج� �ن ب �ص�ر� ف�إ و�ل�ى اق�ت

� �ع�د�ه� ف�األ �ان�, ب ذ�ان� �ج�م�ع�ة� و�أ �ل ح�د�ه�م�ا ل

� �ع�د� أ ب �ب� ص�ع�و�د� �ر� الخ�ط�ي �ب ر� الم�ن خ�

� �ذ�ي� و�األ �ه� ال �ل ق�ب

"Disunnahkan adzan dua kali untuk shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath al-Mu'in: 15)

Meskipun adzan tersebut tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, ternyata ijtihad Sayyidina Utsman RA. tersebut tidak diingkari (dibantah) oleh para sahabat Nabi SAW yang lain. Itulah yang disebut dengan “ijma sukuti”, yakni satu kesepakatan para sahabat Nabi SAW terhadap hukum suatu kasus dengan cara tidak mengingkarinya. Diam berarti setuju pada

keputusan hukumnya. Dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah disebutkan :

�م� �ن� ث �م�ان� ف�ع�ل� إ ض�ي� ع�ث �ه� الله� ر� �ان� ع�ن V ك �ج�م�اعا V إ �يا �و�ت ك �ه�م� س� �ن� � أل �ه� ال و�ن �ك�ر� �ن �ه� ي �ي ع�ل

"Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Sayyidina Ustman ra. itu merupakan ijma' sukuti (kesepakatan tidak langsung) karena para sahabat yang lain tidak menentang kebijakan tersebut” (al-Mawahib al Laduniyah, juz II,: 249)

Apakah itu tidak mengubah sunah Rasul? Tentu Adzan dua kali tidak mengubah sunnah Rasulullah SAW karena kita mengikuti Utsman bin Affan ra. itu juga berarti ikut Rasulullah SAW. Beliau telah bersabda:

�م� �ك �ي �ي� ف�ع�ل �qت ن �س� �ة� ب ن �ف�آء� و�س� ل �ن� الخ� د�ي اش� �ع�د�ي� م�ن� الر� ب

"Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ". (Musnad Ahmad bin Hanbal)

Apalagi adzan kedua yang dilakukan sejak zaman Utsman bin Affan RA itu, sama sekali tidak ditentang oleh sahabat atau sebagian dari para sahabat di kala itu. Jadi menurut istilah ushul fiqh, adzan Jum’at dua kali sudah menjadi “ijma’ sukuti”. Sehingga perbuatan itu memiliki landasan yang kuat dari salah satu sumber hukum Islam, yakni ijma' para sahabat. Perbedaan ini adalah perbedaan dalam masalah furu’iyyah yang mungkin akan terus menjadi perbedaan hukum di kalangan umat, tetapi yang terpenting bahwa adzan Jum’at satu kali atau dua kali demi melaksanakan syari’at Islam untuk mendapat ridla Allah SWT. Wallahu a’lam bis-shawab

HUKUM MLM

Batasan Hukum dalam Bisnis MLM25/08/2008 (www.nu.or.id)Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai down line, dimana pihak produsen dapat mengurangi biaya marketing sehingga sebagian biaya marketing dipakai untuk bonus bagi orang yang memperoleh jaringan yang besar. Memang banyak alasan orang yang bergabung dalam bisnis MLM ini, di antaranya karena iming-iming bonus tetapi ada juga yang memang karena motivasi ingin memiliki produknya.

Bagaimana menurut hukum Islam tentang bisnis MLM ini?

Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).

Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan.

MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.

Kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM.

Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh (mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.

Allah SWT berfirman

�ح�ل� qه� و�أ �ع� الل �ي �ب م� ال �ا و�ح�ر� ب xالر

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)

� �وا �ع�او�ن �برx ع�ل�ى و�ت �ق�و�ى ال � و�الت � و�ال �وا �ع�او�ن � ع�ل�ى ت �م �ث �ع�د�و�ان� اإل و�ال

Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan. (QS Al Maidah: 2)

Rasulullah SAW bersabda:

�م�ا �ع� إن �ي �ب اض ع�ن� ال �ر� ت

Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)

�م�و�ن� ل و�ط�ه�م� ع�لي الم�س� ر� ش�

Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)

Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut:

1.Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' yang prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: - Riba' - Ghoror (penipuan) - Dhoror (merugikan atau mendhalimi fihak lain) - Jahalah (tidak transparan).

2.Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut: - Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam hukumnya haram.

- Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.

- Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.

3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi dan hukumnya haram.

4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.

Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat, khususnya dan bagi kaum muslimin Indonesia agar dapat menjadi salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi. Wallahua’lam bishshawab.

HM Cholil Nafis Lc MAWakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

Hukum Lafadz Sayyidina

Kata-kata “sayyidina” atau ”tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena

merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:

ب� �د� �أل ا �و�ك� ل س� �ف�ض�ل� �أل ا ن� أل� xاد�ة� ي الس� �ر� ذ�ك األو�ل�ى

“Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau).” (Hasyisyah al-Bajuri, juz I, hal 156).

Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:

م�ن� , و�أو�ل� �ام�ة� الق�ي �و�م� ي آد�م� �د� و�ل xد� ي س� �ا أن وسلم عليه الله صلي الله ل سو ر ل قا ل هريرةقا أبي عناف�ع م�ش� وأول افع ش� و�أو�ل� �ر� �ق�ب ال �ه� ع�ن �س�ق& �ن ي

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.” (Shahih Muslim, 4223).

Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:

“Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits 'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”. (dalam kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169)

Ini sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.

Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?

ة� الص�ال� ف�ي �ي xد�ون ي �س� ت ال�

“Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat”

Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.

Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan -د�� ي �س� ي اد� , س�akan tetapi - و�د� �س� ي اد� xد�و�ن�ي Sehingga tidak bisa dikatakan , س� ي �س� ت ال�

Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat

anya Jawab Gus Mus

1. Pengantar2. Betulkah pintu ijtihad sudah tertutup?3. Mengapa kitab madzhab Syafi’i menyebut ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum?4. Mengaku taqlid kepada Imam Syafi’i, padahal hanya tahu Sulam Safinah, Fathul Qorib dan Fathul Mu’in5. Adzan Jum’at dua kali tidak mengubah sunah Rasul?6. Apakah beduk termasuk sunah?7. Sunahkah tambahan Sayyidina dalam solawat?8. Tarawih di zaman Umar bin Khattab menjadi dua puluh rakaat, bagaimanakah itu?9. Bagaimana hukumnya tahlil?10. Semua bid’ah sesat, mengapa ada bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah?11. Islam tidak mengenal selamatan, mengapa tidak diberantas?12. Mengapa orang yang memegang atau membawa Al-Qur’an harus berwudlu dahulu?13. Bagaimana hukumnya talqin mayit, setelah mayit selesai dikubur?14. Sebaiknya sholat hari raya dilaksanakan di masjid atau lapangan?15. Apakah sah dan tidak bid’ah untuk mengucapkan niat shalat padahal mestinya niat dengan hati?16. Bagaimana hukumnya baca manaqib?

Pengantar

Tanya jawab yang ada dalam artikel ini dicuplik dari buku “Apa, Bagaimana dan Siapa Itu Ahlussunnah Wal Jamaah”, buku ini pada awalnya tertulis dalam huruf arab pego, kemudian diterjemahkan dan ditulis kembali oleh PC NU Pekalongan. Buku ini sendiri merupakan materi upgrading tentang ahlussunnah wal jamaah yang disampaikan KH. Bisri Mustofa di Pondok Pesantren Rembang pada tanggal 3-14 Romadlon 1386/15-26 Desember 1966. Tanya jawab ini merupakan arsip pertanyaan dan jawaban yang disampaikan dalam acara tersebut. Materi Tanya jawab ini sendiri sangat penting dikaji kembali oleh generasi muda Islam karena pada era masa kini banyak sekali pengaburan makna ahlussunnah.

KH. Bisri Mustofa adalah menantu dari KH. Cholil Harun Kasingan Rembang. KH. Cholil Harun sendiri adalah termasuk salah satu guru dari KH. Mahrus Ali Lirboyo dan KH. Aqiel Cirebon (orang tua dari KH. Said Aqiel Siroj, PBNU). KH. Bisri Mustofa sendiri adalah paman dan orang tua angkat dari Ibu Nyai Chasinah binti KH. Chamzawi Umar isteri dari pengasuh Pesantren Nurul Huda Mergosono Malang, KHA. Masduqi Machfudz. Semoga risalah ini bermanfaat.

Betulkah pintu ijtihad sudah tertutup?

Permasalahannya bukan sudah tertutup atau belum tertutup akan tetapi memandang telah lama (beratus-ratus tahun) pintu tidak pernah dimasuki orang.

Mengapa kitab madzhab Syafi’i menyebut ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum?

Berdasarkan hadits:

�ت� ك �ر� �م� ت �ك �ن� ف�ي �ي �ئ ي �ن� ش� q&و�ا ل �ض�ل �ع�د�ه�م�ا ت �اب� ب �ت �ت�ى الله� ك ن و�س�

Maka landasan hukum di dalam Islam itu hanya dua, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Mengapa di dalam kitab-kitab madzhab Syafi’i ada dua masukan sebagai landasan hukum, ijma’ dan qiyas?

Kalau menurut prinsip dari pendirian golongan syi’ah, memang ijma’ dan qiyas itu tidak dapat digunakan sebagai landasan Hukum. Akan tetapi bagi madzhab Syafi’i dan juga madzhab mu’tabar yang lain, menggunakan ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum itu, tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadits, sebab Al-Qur’an dan Hadits sendiri juga memerintahkan supaya kita menggunakan Ijma’ dan Qiyas. Kami persilahkan baca Al-Qur’an ayat 115 di dalam surat An-Nisa’:

اق�ق� و�م�ن� �ش� ول� ي س� �ع�د� م�ن� الر� �ن� م�ا ب �ي �ب �ه� ت �له�د�ى ل �ع� ا �ب �ت �ر� و�ي �ل� غ�ي �ي ب �ن� س� �ي �لم�ؤ�م�ن xه� ا �و�ل �و�ل�ى م�ا ن �ه� ت �ص�ل �م� و�ن ج�ه�نآء�ت� ا و�س� Vر� م�ص�ي .

Barang siapa menentang Rasul sesudah terang petunjuk baginya dan menuruti selain jalannya ornag-orang mu’min, maka Allah membiarkan akan dia bersama apa yang dia sukai, dan Allah akan memasukkan dia di dalam neraka jahannam, sejelek-jelek tempat kembali.

Hadits Shohihain:

ال� �ز� �ت �ف�ةp ال م�ت�ى م�ن� ط�ائ� �ن� أ �لح�قx ع�لى� ظ�اه�ر�ي � ا ه�م� ال �ض�ر& �ف� ي �ف�ه�م� م�ن� خ�ال ال خ� .

Tidak henti-hentinya segolongan dari umatku, selalu terang-terangan bersama-sama membela hak (kebenaran), tidak mempengaruhi mereka tentangan orang-orang yang menentang kepadanya.

Kami persilahkan baca ayat surat Al-Hasyr:

و�ا �ر� �ب �ا ف�اع�ت �ول�ى ي �ص�ار� ا ب� �أل ا

Maka ambil contohlah engkau, hai orang-orang yang mempunyai pengertian.

Surat Amirul Mu’minin Umar bin Khottob yang ditujukan kepada Abi Musa Al-Asy’ari:

� �ف�ه�م� �ف�ه�م� ال �ل �م�ا ا �د�ى ف�ي �ك� ا �ي �ل �س� م�م�ا إ �ي آن ف�ى ل � ق�ر� �ة، ف�ى و�ال ن �م� س� م�و�ر� ق�س� ث� �أل �د� ا ن �ك� ع� ذ�ل

Pahamilah! Pahamilah! Di dalam apa yang datang kepadamu, daripada yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan sunah Rasul, kemudian kiaskanlah perkara-perkara itu ketika perkara-perkara itu tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Mengaku taqlid kepada Imam Syafi’i, padahal hanya tahu Sulam Safinah, Fathul Qorib dan Fathul Mu’in

Orang-orang ahli taqlid mengaku taqlid kepada Imam Syafi’i, padahal mereka hanya tahu Sulam Safinah, Fathul Qorib dan Fathul Mu’in. Apakah itu dapat dibenarkan?

Kitab-kitab Sulam Safinah, Fathul Qorib, dan lain sebagainya itu adalah kitab-kitab bermadzhab Syafi’i. mengapa tidak dapat dibenarkan?

Tetapi kadang-kadang Fathul Mu’in itu, di dalamnya terdapat keterangan-keterangan yang tidak cocok dengan apa yang terdapat dalam kitab Al-Um (Imam Syafi’i)?

Saudara jangan mengira bahwa kitab Imam Syafi’i itu hanya al-Um saja, tetapi ada lagi yang lain. Yaitu Al-Imla’ dan Al-Buwaity. Lain daripada itu, Imam Syafi’i juga mempunyai qoidah-qoidah yang qoidah-qoidah itu adalah poros daripada Al-Qur’an dan Hadits sehingga kalau ada sesuatu masalah yang tidak terdapat nashnya di dalam kitab-kitab Imam Syafi’i, masalah itu dapat diselesaikan dengan qoidah-qoidah Imam Syafi’i oleh para mujtahid madzhab, dan atau mujtahid fatwanya.

Adzan Jum’at dua kali tidak mengubah sunah Rasul?

Di zaman Rasulullah Abu Bakar dan Umar, adzan Jum’at itu terdapat hanya sekali. Tetapi di zaman Utsman bin Affan, menjadi dua kali. Apakah itu tidak mengubah sunah Rasul?

Dua kali itu artinya sekali ditambah sekali, bukan? Apakah saudara dapat menunjukkan dalil yang melarang menambah adzan satu kali?

Betul. Akan tetapi ayat:

�م� و�م�ا �اك و�ل� آت س� �م� و�م�ا ف�خ�ذ�و�ه� الر� �ه�اك �ه� ن �ه�و�ا ع�ن �ت ف�ان

(Al-Asyr ayat 8 )

Memerintahkan supaya kita mengambil apa yang diberikan oleh Rasul kepada kita.

Kita sudah menjalankan satu kali. Itu adalah yang diberikan Rasulullah kepada kita, dengan

tambahan satu kali. Tambahan satu kali ini meskipun tidak diperintahkan, apakah dilarang? Bukankah perbuatan itu ada yang dilarang, ada yang diperintahkan dan ada pula yang tidak dilarang, dan juga tidak diperintahkan. Sehingga di dalam istilah mantiq disebut “Maani’ul jam’i jaizul kholwi” saudara harus dapat membedakan antara ibarat

1. ambilah yang hijau, dan tinggalkan yang merah,2. ambilah yang hijau, dan tinggalkan yang lainnya.

Ibarat ke-1 adalah ibarat maani’ul jam’i jaizul kholwi (hijau dan merah tidak mungkin kumpul, tetapi mungkin benda itu tidak hijau dan tidak merah).Sedang ibarat yang ke-2 adalah maani’ul jam’i jaizul kholwi (hijau dan yang lainnnya tidak mungkin kumpul, dan juga tidak mungkin benda itu tidak hijau dan tidak yang lain dari pada hijau).

Lalu sebaiknya bagi kita ini ikut Rasulullah ataukah ikut Utsman bin Affan?

Kita ikut Utsman bin Affan itu juga berarti ikut Rasulullah SAW.sebab Rasulullah telah bersabda:

�م� �ك �ي �ت�ى ع�ل ن �س� �ة� ب ن �ف�اء� و�س� ل �لخ� �ن� ا د�ي اش� الر� .

Apalagi adzan kedua yang dilakukan sejak zaman Utsman bin Affan itu, sama sekali tidak ditentang oleh sahabat atau sebagian daripada sahabat di kala itu. Jadi menurut istilah ushul fiqh sudah menjadi ijma’ sukuti.

Apakah beduk termasuk sunah?

Kalau sunah itu tidak. Akan tetapi Rasulullah tidak melarang memukul beduk, kalau saudara melarang itu namanya keterlaluan.

Sunahkah tambahan Sayyidina dalam solawat?

Pada waktu Rasululah ditanya, bagaimana kami membaca sholawat atas paduka? Rasulullah menjawab, bacalah “Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Aali Muhammad” tetapi di dalam keterangan ahli taqlid selalu digunakan tambahan Sayyidina, sunahkah tambahan itu?

Fathul Mu’in hanya menerangkan:

س�� �أ �ب �اد�ة� ال �ز�ي �ا ب xد�ن ي �ل� س� م�ح�م�د ق�ب

Tidak ada bahayanya dengan tambahan kalimat sayyidina sebelum kalimat Muhammad.

Adakah pada saudara dalil yang melarang tambahan sayyidina?

� وxد�ن�ى ال ��س� �ة� ف�ى ت الص�ال

Bukankah hadits itu melarang membaca sayyidina di dalam sholat?

Di manakah saudara dapat hadits itu? Saya tanyakan ini sebab sayyada yusayyidu

�د� ي xد� - س� ي �س� ي

di dalam lughoh tidak atau belum pernah saya menjumpainya, yang ada di dalam lughoh itu sawwada-yusawwidu.

و�د� وxد� - س� �س� ي

Jadi termasuk fi’il yang wawiyyul ‘ain, bukan yaiyyul ‘ain sedang kalimat Sayyid itu aslinya saiwid ‘ala wazni Fa’yil dari Sa’da-Yasudu. Wawu (و) diganti dengan Ya’ (ي) kemudian ya’ awal di-idghomkan pada ya’ tatsniyah, berdasar:

�ن� �ن� إ ك �س� �ق� ي اب �ا و�او م�ن� الس� و�ي *

� �ص�ال و�ض و�م�ن� و�ات �ا ع�ر� ع�ر�ي *�اءVا �ن� الو�او� ف�ي �ب م�د�غ�م�ا اق�ل .

Adapun masdarnya siyadatan itu asalnya juga siwadatan, kemudian wawu diganti dengan ya’, seperti qiyam asalnya Qiwam, dan Inqiyad asalnya Inqiwad, berdasarkan:

�ضVا ذ�ا �ي و�و�ا أ �لx م�ص�د�ر� ف�ي ر� �لم�ع�ت Vا ا �ن ع�ي

Lihat al-Khulashoh bab Ibdal. Apakah saudara juga akan berkata bahwa Tusayyidu itu asalnya Tusawwidu? Kemudian sekaligus wawu dua diganti dengan ya’ dua? Jika demikian apakah dasarnya? Baiklah! Andaikata hadits itu shohih, dan benar Tusayyidu itu asalnya Tusawwidu, itu juga tidak melarang orang membaca Sayyidina. Sebab arti harfiahnya (letterlijk) adalah ”Jangan engkau mempertuan aku di dalam sholat”. Kami membaca “sayyidina” itu, tidak kami maksudkan mempertuan, akan tetapi sekedar menyesuaikan dengan kedudukan Nabi sebagai Sayyidu Waladi Adam.

Bukankah kalimat sayyidu itu artinya tuan, itu dalam bahasa Arab (Jawa) bendoro?

Tidak selamanya kalimat sayyidina itu mempunyai arti tuan itu bendoro, tapi juga yang artinya: yang mulia, yang terhormat, pemimpin bahkan ada yang artinya suami. Bacalah ayat 55 surat Yusuf.

�ا �ف�ي �ل xد�ه�ا و�أ ي �د�ى س� �اب� ل �لب ا .

Tarawih di zaman Umar bin Khattab menjadi dua puluh rakaat, bagaimanakah itu?

Sholat tarawih di zaman Rasullah dan Abu bakar As-Shiddiq terdapat hanya delapan rakaat, tetapi di zaman Umar bin Khottob menjadi dua puluh rakaat, bagaimana itu?

Dua puluh rakaat itu adalah delapan rakaat ditambah dua belas rakaat, adakah pada saudara itu dalil yang melarang tambahan dua belas rakaat.

Lalu bagimanakah yang lebih baik ikut Rasulullah atau Umar bin Khottob?

Kami telah mengikuti sunah Nabi di dalam yang menjalankan delapan, dan mengikuti sunah Umar bin Khottob di dalam tambahan dua belas rakaat. Dan kami mengikuti sunah Umar bin Khottab itu juga dengan dasar perintah Rasulullah SAW. Sebab Rasulullah bersabda:

�د�و�ا �ق�ت �ن� ا �ذ�ي �ال �ع�د�ى م�ن� ب �ب�ى ب �ر ا �ك و�ع�م�ر� ب .

Ikutilah dua orang sesudah aku, Abu bakar dan Umar (HR. Ahmad).

Bagaimana hukumnya tahlil?

Bagaimana hukumnya tahlil?

Mengapa saudara tanyakan hukumnya tahlil? Bukankah tahlil itu sighat masdar dari madzi hallala yang artinya baca Laa Ilaaha Illa Allah.

Bukan. Yang saya maksud adalah tahlil menurut istilah yang berlaku di kampung-kampung itu.

Tahlil menurut istilah yang berlaku di kampung-kampung, kota-kota bahkan seluruh penjuru adalah berisi bacaan Laa Ilaaha Illa Allah, Subhaana Allah wa bi Hamdihi, Astaghfirullah al Adzim, sholawat, ayat-ayat al Quran, fatihah, Muawwidzatain dan sebagainya apakah saudara juga masih tanya hukumnya?

Apakah pahala tahlil itu pasti sampai kepada orang yang ditahlilkannya?

Pasti sampai itu tidak, kami dan saudara sama-sama tidak tahu. Akan tetapi si pembaca tahlil itu, memohon kepada Allah hendaknya pahala tahlil yang disampaikan kepada yang ditahlilkannya.

Apakah yang demikian itu tidak bertentangan dengan ayat:

ع�ى س� م�ا � �ال إ ان� �س� �ن ��إل ل �س� �ي ل �ن� و�أBahwa manusia itu tidak mendapat pahala kecuali pahala hasil amalnya sendiri. Sehingga seseorang tidak dapat menerima manfaat dari orang lain.

Itu memang wajar. Juru tulis tidak mendapat gaji kecuali gaji sebagai juru tulis, dan tidak mendapat gajinya gubernur. Juga yang bukan juru tulis dia tidak akan bisa mendapatkan gajinya juru tulis. Demikian pula orang yang membaca kalimat Thoyyibah, dia tidak bisa mendapat pahala, kecuali pahalanya sebagai pembaca kalimat Thoyibah, dan tidak bisa mendapatkan pahalanya membaca Al-Qur’an 30 Juz. Juga yang tidak dapat membaca kalimat Thoyyibah, dia tidak dapat mendapat pahalanya membaca kalimat Thoyyibah. Akan tetapi soalnya kita memohon kepada Allah yang Maha Murah, agar pahala tahlil kita disampaikan kepada orang-orang yang dimaksud. Apa salahnya memohon? Sebagaimana halnya orang-orang yang berdosa besar selain syirik, untuk dihapus dosanya, dia harus bertaubat, tetapi kita memohon kepada Allah Ta’ala:

�ه� ع�ن و�اع�ف� و�ع�اف�ه� ح�م�ه� و�ار� �ه� ل اغ�ف�ر� �ه�م� �لل ا

Kalau memang orang itu diberi ampunan oleh Allah Ta’ala itu yang kita harapkan. Kalau tidak, itu adalah semata-mata kekuasaaan Allah sendiri. Saya kira saudara ada lebih baik, tidak mempersempit rahmat Allah yang sangat besar, lagi maha luhur itu. Lain dari pada ayat:

ع�ى س� م�ا � �ال إ ان� �س� �ن ��إل ل �س� �ي ل �ن� و�أ

Itu adalah ayat ‘Amah Makhshushoh. Saudara saya persilahkan baca tafsir-tafsir yang Mu’tabar. Masalah-masalah yang dikeluarkan dari ayat ini banyak sekali. Yaitu masalah-masalah dimana orang dapat menerima manfaat dari amalnya orang lain. Sebagai contoh:

* Mayit dapat manfaat sesuatu, karena do’anya orang lain ( و�اع�ف� و�ع�اف�ه� ح�م�ه� و�ار� �ه� ل اغ�ف�ر� �ه�م� �لل ا�ه� (ع�ن* Rasulullah dapat memberi syafaat kepada Ahlil Mauquf Fi Al Hisab.* Rasululah dapat memberi syafaat kepada orang yang berdosa besar sehingga mereka dapat dikeluarkan dari neraka. Bukankah yang demikian itu berarti bahwa seseorang menerima manfaat dari amalnya orang lain?* Malaikat memohonkan ampun kepada penghuni Bumi.* Allah Ta’ala dapat mengeluarkan dari neraka, orang-orang yang sama sekali tidak pernah beramal baik, dan dimasukkan di dalam surga dengan rahmat Allah. Bukankah yang demikian itu berarti bahwa seseorang telah menerima manfaat tidak dari hasilnya sendiri?* Anak-anaknya orang mu’min yang belum sampai umur, mereka dapat masuk surga tidak karena amalnya sendiri, akan tetapi sebab amalnya orang-orang tua mereka.* Dua anak yatim yang diceritakan di dalam kisah Nabi Allah Khidir, Allah Ta’ala bersabda:

�ان� �و�ه�م�ا و�ك �ب ا ا Vح� ص�ال Kisah ini memberikan kesimpulan bahwa dua anak yatim ini, mendapat manfaat, sebab kebaikan ayahnya, bukankah ini keluar daripada jiwa: ن�� �س� و�أ �ي ان� ل �س� �ن ��إل � ل �ال م�ا إس�ع�ى* Mayit, dapat menerima manfaat Bis Shodaqoh Anhu Wa Bil ‘Atiq, dengan nash sunah dan Ijma’* Haji dapat gugur dari mayit, dengan amal hajinya salah satu dari walinya bi Nash assunah.* Haji Nadzar atau puasa nadzar dapat gugur dengan amalnya orang lain, bi Nash assunnah.* Ada orang mati di zaman Rasulullah, orang itu banyak mempunyai hutang, pada waktu itu Rasulullah tidak mau mensholatkan. Sehingga Abu Qotadah membayar hutangnya mayit itu. Baru Rasulullah mau mensholatkan. Bukankah ini terang-terangan bahwa si mayit mendapat manfaat berupa sholatnya Rasulullah atasnya, sebab amal orang lain, yaitu qotadah yang telah membayar hutang si mayit.* Rasulullah melihat ada orang sholat munfarid. Beliau berkata:”Tidakkah ada seseorang yang mau shodaqoh kepada orang itu, yaitu mau sholat bersama dia, agar banyak hasil fadlilah jama’ah.”* Seorang yang banyak hutang, dia dapat bebas dari tanggungannya apabila hutangnya dibayar lunas oleh orang lain.* Orang yang ikut duduk di dalam majlis ahli dzikir, dia turut mendapat rahmat, meskipun dia tidak turut dzikir.* Jama’ah sholat yang lebih besar jumlahnya, pahalanya ada lebih besar daripada jama’ah yang kecil jumlahnya. (bukankah kebesaran pahala itu disebabkan amal orang lain?). Allah Ta’ala

berfirman: ان�� �ه�م� الله� و�م�اك �ع�ذxب �ي �ت� ل �ن �ه�م� و�أ ف�ي Tidaklah Allah itu menyiksa mereka sedang engkau berada di tengah-tengah mereka.* Bukankah manfaat tidak diturunkannya siksa kepada mereka itu sebab orang lain? Rasulullah bersabda: � �و�ال �ادp ل ب �عp �لله� ع� ك �ةp ر� �ي ض�عp و�ص�ب �مp ر� �ه�ائ �عp و�ب ت �م� ل�ص�ب� ر� �ك �ي �لع�ذ�اب� ع�ل rا ا ص�ب Andaikata tidak ada orang-orang yang ibadah kepada Allah yang sama ruku’ dan anak-anak yang masih menyusui dan binatang-binatang yang sama mencari makanan, maka dituangkan atas kamu sekalian siksaan, benar-benar dituangkan. (HR. At-Thobroni dan Al-Baihaqi). Bukankah manfaat tidak diturunkannya siksa Allah ini, sebab orang lain? Dan masih banyak lagi.

Semua bid’ah sesat, mengapa ada bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah?

Saya pernah dengar hadits:

�ل& �د�ع�ة ك �ةp ب �ل ض�ال

Semua bid’ah itu sesat

Tetapi saya juga dengar dari kyai-kyai katanya bid’ah itu ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah sayyiah, mana itu yang benar?

Kalau bid’ah Dholalah itu lafadnya umum, tiap-tiap lafad umum yaitu biasanya kemasukan takhsis, contohnya:

Hadits:

�ل& �ئ ك ي �ق� ش� ل �لم�اء� م�ن� خ� ا

Segala sesuatu itu dibikin dari air

Apakah malaikat juga dibikin dari air? Iblis apakah dari air?

Hadits:

�ل& ك�ر ك �ل& خ�م�رp م�س� امp خ�م�ر و�ك ح�ر�

Segala yang memabukan itu khomer, dan semua khomer itu haram

Kecubung itu memabukan, apakah itu juga namanya khomer? Khomer bagi orang yang |م�ض�ط�ر apakah juga haram hukumnya?

Hadits:

�م� &ك �ل اع ك �م� ر� &ك �ل ؤ�و�لp و�ك �ه� ع�ن� م�س� �ت ي ع� ر�

Semua kamu itu penggembala, dan semua kamu itu ditanya dari hal ro’iyahnya

Apakah orang gila dan orang makruh, juga masuk dalam hadits ini? Kesemuanya itu dijawab tidak? Demikian pula kalau bid’ah dholalah. Apakah karena hadits ini maka saudara sampai hati mengatakan bahwa perbuatan Utsman bin Affan yang memerintahkan adzan jum’at dua kali itu dholalah? Dan Umar bin Khottob yang menjalankan tarawih dua puluh rakaat itu juga dholalah? Baca Barzanji yang isinya sejarah Maulid Nabi itu juga dholalah? Mendirikan pondok pesantren dan madarasah itu juga dholalah? Dan saudara sendiri yang tidak dholalah. Apalagi kalau menurut riwayat yang diriwayatakan oleh Ad Dailamy Fi Musnadil Firdausi, hadits itu berbunyi:

�ل& �د�ع�ة ك �ةp ب �ل � ض�ال �ال �اد�ة ف�ي إ ب ع�

Kami persilahkan melihat Kunuzul Haqoiq fi Hadits Khoirul Kholaiq juz Tsani Shohifah 39.

Bagaimana kebenaran hadits berikut?

�ح�د�ث� م�ن� �ا ف�ى أ م�ر�ن� �س� م�ا هذ�ا أ �ه� �لي د| ف�ه�و� م�ن ر�

Hadits itu memang benar diceritakan oleh Bukhori wa Muslim wa Abi Dawud wa Ibnu Majah dari Aisyah, akan tetapi perhatikanlah benar-benar terjemahannya! “Barang siapa mengada-ada (menimbulkan) di dalam agama kita ini, sesuatu yang tidak bersumber darinya, maka ia ditolak”. Lalu apalagi yang saudara maksud? Kalau kita mengerjakan sholat shubuh empat rakaat, atau sholat mayit pakai ruku’, sujud, itu memang ditolak, sebab yang demikian itu tidak ada sumbernya dari agama. Adapun yang ada sumbernya dari agama, sebagaimana masalah-masalah yang disebut dimuka (adzan jum’at dua kali, tarawih dua puluh rakaat dan lain sebagainya) ia tidak termasuk yang ditolak.

Sesungguhnya apakah yang disebut bid’ah itu?

Memang arti Bid’ah ini sesungguhnya harus ditanyakan terlebih dahulu, sebelum disodorkannya hadits:

�ل& �د�ع�ة ك �ةp ب �ل ض�ال

Bid’ah itu ada dua macam:

1. Bid’ah syar’iyah2. bid’ah lughowiyah.

Tiap-tiap ucapan, perbuatan atau i’tikad yang tidak bisa disaksikan kebenarannya oleh ushulis syar’iyah (Al Kitab, Sunah, Al Ijma’, Qiyas) maka itu Bid’ah Mardudah. Inilah yang dimaksud oleh haditsnya Aisyah tersebut di atas. Ini pula yang disebut Bid’ah Syar’iyah.

Adapun Bid’ah lughowiyah, yaitu segala yang belum pernah terjadi pada zaman Rasululah SAW. Bid’ah lughowiyah terbagi menjadi lima:

1. Bid’ah Wajibu Ala Kifayah, misal mempelajari Al Ulumul Arabiyah sebagai alat masuk memahami Al-Qur’an Dan Hadits.2. Bid’ah Muharromah, misanya seperti I’tiqod dan hal ihwal ahli bid’i yang bertentangan dengan thoriqoh Ahli Sunnah Wal Jama’ah.3. Bid’ah Mandubah, yaitu perbuatan-perbuatan yang baik tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW.seperti mendirikan madrasah-madrasah untuk memudahkan cara-cara memberi pelajaran agama kepada murid-murid.4. Bid’ah Makruhah, misalnya seperti menghias masjid dengan hiasan yang berlebih-lebihan.5. Bid’ah Mubahah, sepeti bermewah-mewah dalam makan minum.

Islam tidak mengenal selamatan, mengapa tidak diberantas?

Selamatan-selamatan model Budha seperti ambengan, kupat lepet, bubur (jenang) mirah, dan lain sebagainya itu apakah tidak seharusnya diberantas? Sebab sudah terang di dalam Islam tidak ada?

Shodaqoh itu pada prinsipnya adalah anjuran Islam.

�ث� و�فى� �لح�د�ي �لص�د�ق�ة�: ا �ف�ض�ل� ا �، م�ن� أ �ام �ام� الصxي �ةp و�الصxي ن �ار� م�ن� ج� الن .

Shodaqoh lebih utama dari pada puasa, dan puasa itu sebagai tameng dari pada neraka. (HR. Addailamy Fi Musnadihi Al Firadus)

�ط�ف�ئ� ال�ص�د�ق�ة� �ة� ت �ئ �خ�ط�ي �م�ا ال �ط�ف�ئ� ك �م�اء� ت �ار� ال الن

Shodaqoh itu dapat memadamkan kesalahan, laksana air memadamkan api. (HR. Addailamy Fi Musnadihi Al Firadus).

Dan masih banyak lagi. Kemudian macam apa, dan berupa apa shodaqoh itu, Islam tidak menentukan, bahwa Rasulullah pernah berkata,

ة �م�ر� �ت ب �و� و�ل �ص�د�ق�و�ا ت

Shodaqohlah kamu, meskipun hanya berupa sebutir kurma. (HR. Al Bukhori). Hadits ini

menunujukkan bahwa shodaqoh itu, berupa apa saja dan berapa saja jumlahnya, Rasulullah tidak menentukan. Berupa bubur (jenang), berupa panggang ayam, berupa kupat lepet, berupa ambeng, pendek kata berupa apa sajalah, meskipun hanya dengan sebutir kurma, cukuplah buat shodaqoh.

Adapun shodaqoh di Jawa dilaksanakan berupa ambeng, jenang, kupat lepet, dan lain sebagainya itu adalah halnya adat yang tidak bertentangan dengan Islam. Memang wali sembilan di zaman dahulu ( ± lima ratus tahun yang lalu) di dalam menyiarkan agama Islam di Jawa, caranya amat bijaksana. Yaitu tiap-tiap adat yang tidak bertentangan dengan Islam sama sekali tidak diberantas. Baik adat itu cara berpakaian, cara berumah tangga, cara bersosial dan lain sebagainya. Apalagi adat di dalam pelaksanaan selamatan di Jawa ini memang mengandung hikmah-hikmah yang dalam. Sebagai misal umpamanya:

* Ambengan. Akhir-akhir ini telah banyak terjadi diganti dengan takiran (nasi kotak). Coba bandingkan. Jika yang diundang selamatan sebanyak 20 orang, persediaan takiran juga 20 buah, kemudian karena suatu hal yang hadir 30 orang. Bagaimana caranya mengatasi nasibnya kelebihan undangan yang sepuluh orang? Tetapi kalau dengan cara ambeng mudah sekali. Yang dipanggil selamatan 20 orang, pesediaan ada 30 ambeng. Kemudian yang datang ada 30? Baiklah, sekarang tiga buah ambeng untuk tiga puluh orang.* Saudara mungkin akan berkata, “Dengan takiran juga mudah, yaitu yang tidak membawa surat undangan ditolak.” Menurut kami cara demikian itu tidak cocok dengan kepribadian orang-orang Timur, terutama orang Jawa. Perasaan orang timur itu sangat halus. Kalau dia mengundang tetangganya untuk hadir dalam upacara khitanan umpamanya, kemudian turut datang juga beberapa orang yang tidak diundang, maka dia tidak sampai hati untuk menolak mereka. Di sini, inilah letak faedah daripada ambengan.* Bubur (jenang). Sudah menjadi watak bagi manusia, terutama orang-orang Indonesia bahwa disamping mereka itu senang menerima pemberian, juga senang memberi kepada orang lain, meskipun kiranya kalau mereka itu hanya selalu diberi, tetapi tidak pernah memberi. Malu agaknya mereka itu kalau mereka itu hanya selalu dundang selamatan, tetapi tidak pernah mengundang selamatan. Agar supaya orang-orang yang tidak memberi itu juga dapat turut menikmati amal perbuatan memberi, aka dianjurkanlah pemberian itu berupa bubur (jenang), sebab bubur itu kecuali kelihatan pantas, juga modalnya sederhana sekali. Kalau beras sekilo itu apabila dijadikan nasi hanya cukup buat enam orang, tetapi kalau dibagikan bubur bisa cukup buat lima belas orang sampai dua puluh ornag. Belum lagi dihintung pengantarnya. Kalau nasi sekurang-kuranngnya harus diantar oleh lauk pauk, tetapi bubur cukup dihantar dengan kelapa tua dan gula jawa.* Kupat atau ketupat. Ketupat itu bahannya sederhana sekali. Ketupat yang agak lumayan besarnya itu bisa cukup dua sendok beras. Lain daripada itu, kalau tiap setahun sekali kita selamatan ketupat itu berarti kita memberikan peringatan kepada tetangga kita supaya tetap bersatu. Kalau dua sendok beras yang dapat bercerai berai itu dapat dipersatukan, sehingga kumpul menjadi satu merupakan benda berat yang sedang ia tidak berakal, mengapa manusia yang berakal tidak dapat disatukan dalam satu rangka ketupat? Saya rasa tiga contoh ini cukup.

Mengapa orang yang memegang atau membawa Al-Qur’an harus berwudlu dahulu?

Di dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi:

�م� و�ج�و�ه�ك �و�ا ل ف�اغ�س� �ة� الص�ال �ل�ى إ �م� ق�م�ت �ذ�ا إ

Yang maksudnya bila kamu sekalian akan berdiri sholat, maka basuhlah mukamu (dan seterusnya).

Jadi jelas bahwa ada perintah wudlu itu digantungkan pada apabila orang akan sholat.

Tetapi mengapa kyai-kyai selau mengatakan orang yang akan memegang Al-Qur’an atau membawa Al-Qur’an dia harus ambil air wudlu dahulu. Dan kalau tidak berwudlu maka haram menyentuh, memegang/membaca Al-Qur’an?

Kalau demkian caranya saudara memahami ayat Al-Qur’an maka bisa terjadi hukum itu menjadi kacau, sebab ayat-ayat yang bentuknya semisal ayat yang saudara sebutkan itu banyak sekali. Sebagai contoh umpamanya

ه� �غ�ف�ر� ت و�اس� xك� ب ر� �ح�م�د� ب xح� ب ف�س� �ف�و�اجVا ا الله� �ن� د�ي ف�ى �و�ن� ل �د�خ� ي �س� النا �ت� �ي أ و�ر� �ح� �لف�ت و�ا الله� �ص�ر� ن اء� ج� �ذ�ا إ

Apabila datang pertolongan Allah, dan kemenangan, dan engkau melihat manusia masuk di dalam agama Allah, maka bacalah tasbih dengan memuji Tuhanmu Dan mohon ampunlah.

Apakah saudara juga akan berkata, “Mengapa kyai-kyai membaca Subhanallah Wabihamdihi?” Astaghfirullah! Toh pertolongan Allah belum datang, kemenangan juga belum datang?

�م�ا �غ�ن� إ �ل �ب �د�ك� ي ن �ر� ع� �ب �ك �ح�د�ه�م�ا ال و� ا� �ه�م�ا أ � ك�ال �ق�ل� ف�ال � ت ا �ف� له�م� ا

Kalau salau satu daripada bapak ibu, atau kedua duanya telah sampai umur tua, berada pada sisimu, maka jangan kamu bentak-bentak.(Surat Al Isro’ ayat 23)

Jelas bahwa orang yang membentak kepada bapak ibu itu, digantungkan pada: kalau bapak ibu sudah berumur tua dan terkumul dengan anaknya.

Apakah saudara juga akan berkata, “Mengapa kyai-kyai itu selalu melarang saya membentak bapak ibuku, sedang bapak ibu tuh masih muda-muda dan tidak berkumpul bersamaku?” Masih banyak contoh-contoh lain.

Adapun para ulama’ berfatwa, bahwa orang yang tidak berwudlu, maka dilarang menyentuh atau membawa Al-Qur’an, itu dasarnya adalah Ijma’ Al Aimatul Arba’ah, disamping memang ada haditsnya yaitu: hadits yang diriwayatkan oleh Hakim ibnu Hazm:

�ن� �ب�ي إ �ه� الله� ص�لي� الن �ي �م� ع�ل ل �: ق�ال� و�س� �م�س� ال آن� ت �لق�ر� � ا �ال �ت� إ �ن ط�اه�رp و�أ

Jangan engkau membentuk al-Qur’an kecuali engkau suci(HR. At Thobroni Dan ad Darruquthni dan Al Hakim).

Juga ayat

� ه� ال �م�س& � ي �ال و�ن� إ �لم�ط�ه�ر� ا

Kalau ayat

� ه� ال �م�س& � ي �ال و�ن� إ �لم�ط�ه�ر� ا

Ini saya kira tidak dapat digunakan sebagai dasar, sebab yang dimaksud adalah Al-Qur’an pada waktu masih di Lauhil Mahfudl, dan Muthohharun adalah malaikat. Jadi artinya kalam Allah di Lauhil Mahfud itu tidak dapat disentuh kecuali oleh malaikat yang suci.

Saudara saya persilahkan membaca ayat sesudahnya, yaitu:

pل� �ز�ي �ن بx م�ن� ت �ن� ر� �لع�الم��ي ا

Jadi jelas bukan Al-qur’an (Lauhil Mahfud). Tetapi Al-Qur’an yang diturunkan. Kalau yang dimaksud dengan Muthoharun itu malaikat yang suci-suci berarti ada malaikat yang tidak suci, padahal semua malaikat adalah suci. Lain dari pada itu kalam Allah (Lauhil Mahfudl) itu tidak ada huruf dan suaranya, bagaimana itu bisa disentuh? Baiklah, kalau saudara tidak mau menerima ayat tadi sebagai dasar hukum, apakah haditsnya Hakim Ibnu Hazm juga tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum?

Bagaimana hukumnya talqin mayit, setelah mayit selesai dikubur?

Bagaimana hukumnya talqin mayit, setelah mayit selesai dikubur?

Talqin mayit, kalau mayitnya muslim mukallaf, para ulama’ Ahlu Sunah wal Jama’ah menetapkan hukumnya sunah. Dengan dasar ayat:

xر� �ن� و�ذ�ك �رى ف�إ �ف�ع� الذxك �ن �ن� �ت �ي �لم�ؤ�م�ن ا

Berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu, manfaat bagi orang-orang mu’min (Adz-

Dzariyat ayat 55)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman ra.berkata:

�ن� �ي& كا �ب �ه� الله� ص�لى� الن �ي �م� ع�ل ل �ذ�ا: و�س� غ� إ xت� د�ف�ن� م�ن� ف�ر� �لم�ي �ه� و�ق�ف� ا �ي و�ا ف�ق�ال� ع�ل �غ�ف�ر� ت �س� �م� ا �ك ي �خ� �و�ا ��ال �ل ئ و�اس��ه� الله� �ت� ل �ي �ب �ث �ه� الت �ن �آلن� ف�إ �ل� ا ئ �س� ي

Adalah Rasulullah itu manakala selesai dari menanam mayit, maka berhentilah beliau di atas kubur mayit itu (sejenak) Dan berkata,”Mohon ampunlah kamu untuk saudaramu dan mohonlah kepada Allah ketabahan bagi saudaramu, karena dia sekarang ini sedang ditanya. (Hadits hasan HR. Abu Dawud)

Apa gunanya orang sudah mati dan telah berada di dalam qubur mesti diperingatkan?

Sebab pada waktu itu, dia sangat membutuhkan peringatan dan doa dari teman-teman yang masih hidup, sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat dan Hadits tersebut.

Adakah Hadits yang menerangkan bahwa pelaksanaan talqin itu sebagaimana yang berlaku di kampung-kampung sekarang ini?

Rasulullah bersabda dalam hadits yang amat panjang. Oleh sebab itu saudara saya persilahkan melihat sendiri di dalam haditsnya Thobroni ini atau I’anatut Tholibin juz Tsani shohifah 14 (HR. At Thobroni)

Apakah Hadits yang diriwayatkan Thobroni itu tadi bukan Hadits dho’if?

Hal itu terserah pada penilaian saudara. Akan tetapi meskipun dho’if tidak ada halangannya hadits itu dipergunakan sebagai landasan, sebab masalah talqin itu termasuk Fadhoil.

Imam Ahmad Hambali wa Ghoirihi minal aimmati pernah berkata, “Manakala kami meriwayatkan di dalam soal-soal halal dan haram, maka kami perkeras penelitian kami, dan manakala kami meriwayatkan di dalam Fadhoil maka kami peringan penelitian kami.”

Tadi dibawa-bawa ayat di dalam surat Dzariyat. Bukankah yang dimaksud mukmin ini, orang-orang mukmin yang masih hidup?

Apakah yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan mu’min itu orang-orang mu’min yang masih hidup? Apakah bapak-bapak kita yang telah wafat itu tidak dapat disebut orang-orang mu’min?

Bukan begitu maksud saya. Maksud saya kalau orang-orang yang sudah mati itukan tidak ada gunanya diperingatkan, sebab mereka sudah tidak dapat mendengar.

Saudara saya persilahkan baca tarikh, pada waktu selesai perang badar, dan beberapa gembong musyrikin telah dimasukkan ke dalam sumur, pada waktu itu Rasulullah mendekati sumur kemudian memanggil nama-nama gembong-gembong tadi satu persatu dan kemudian berkata:

( ق�ال� ( م�ا خ�ر�� أ �ل�ى إ �ه� ول س� و�ر� الله� �م� ط�ع�ت

� أ �م� �ت �ن ك �م� �ك ن� أ �م� ك ر& �س� �ي أ

Mendengar Rasulullah memanggil bangkai orang-orang musyrik itu, shahabat Umar bin Khottob berkata, “Apa artinya berbicara dengan bangkai-bangkai yang telah tidak bernyawa itu?” Rasulullah menjawab

. Vا ج�و�اب �ع�ون� �ط�ي ت �س� �ي ال �م� �ك �ك�ن ل �ه�م� م�ن �ق�ول� أ �م�ا ل م�ع� س�� �أ ب �م� �ت ن

� أ م�ا �د�ه� �ي ب م�ح�م�د �ف�س� ن �ذ�ي� و�ال

Demi Allah, tidaklah kamu itu lebih dapat menedengar apa yang kamu katakan daripada mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab.

Kalau tarikh itu betul, apakah tidak bertentang dengan ayat:

�ور� الق�ب ف�ى م�ن� م�ع �م�س� ب �ت� �ن أ و�م�ا

Tidaklah engkau Muhammad, dapat memberikan pendengaran orang-orang yang berada di dalam kubur

الم�و�ت�ى م�ع� �س� �ت ال �ك� �ن إ

Sesungguhnya engkau tidak dapat memberikan pendengaran kepada orang-orang yang mati

Ayat ini, tersebut dalam surat Fathir ayat 22. Sebaiknya di dalam memahami sesuatu ayat, hendaknya ayat sebelum dan sesudahnya, saudara datangkan pula, agar tidak menyalahkan paham. Lain daripada itu, juga harus menggunakan tafsir yang mu’tabar. Baiklah ini saya datangkan ayat-ayat itu berikut dengan tafsirnya:

( �ر� �ص�ي و�الب �ع�م�ى األ �و�ى ت �س� ي (و�م�ا

al kafir wa Mu’min

( �م�ات� �الظ&ل (و�ال

al kafir

( �ور� �الن (و�ال

al Iman

( ور� الح�ر� � و�ال �الظxل& (و�ال

al Jannah wa an Nar

( م�و�ات� � األ � و�ال �اء� ي ح�

� األ �و�ى ت �س� ي (و�م�ا

al Mu’min wal Kuffar.

( اء� �ش� ي م�ن� م�ع� �س� ي الله� ) (إن� �ه�ه�م� ( ب ش� �ف�ار� الك اي �ور� الق�ب ف�ى م�ن� م�ع �م�س� ب �ت� �ن أ و�م�ا �م�ان� �ي �اإل ب �ه� يب �ج� ف�ي �ه� �ت ه�د�اي( ) pر� �ذ�ي ن � �ال إ �ت� �ن أ إن� �ة� اب �ج� اإل � ع�د�م ف�ى �ى �الم�وت ب

Dengan tafsir ini jelas bahwa (Man fil Qubur):Orang-orang yang di dalam qubur itu artinya orang-orang kafir yang disamakan dengan orang-oang yang ada di dalam qubur, sama di dalam tidak menjawab panggilan Rasululah SAW. Orang-orang kafir mendengar ajakan Rasulullah tetapi tidak menyambut baik. Abu Jahal dan kawan-kawannya yang dimasukkan ke dalam sumur di Badar, juga mendengar panggilan Rasulullah SAW. Tetapi mereka tidak dapat menjawab.

Ayat (An Nahl ayat 80):

الم�وت�ى م�ع� �س� ت � ال �ك� �ن إ

Saya tuliskan ayat itu berikut kelanjutan serta tafsirnya.

) ( ) : � و�ال �ى الم�وت م�ع� �س� �ت ال �ك� �ن إ ف�ق�ال� �الع�م�ي� و�ب xالص�م� و�ب �ى �الم�وت ب �ف�ار� �ك �ل ل اي �ه�م� �ال م�ث� أ ب� ض�ر� �م� ث �ل� الج�ال ق�ال�

( ) ( )( �ف�ه�ام إ م�اع� س� م�ع� �س� ت م�ا �ن� إ �ه�م� �ت �ل ض�ال ع�ن� الع�م�ي� �ه�اد�ى ب �ت� �ن أ و�م�ا �ن� �ر�ي م�د�ب �وا و�ل �ذ�ا إ الد&ع�اء� الص&م� م�ع� �س� ت ( ) ( الله� ( �وح�يد� �ت ب ل�ص�ون� م�خ� �م�ون� ل م�س� ف�ه�م� آن� الق�ر� �ا �ن �ات ي

� �أ ب �ؤ�م�ن� ي م�ن� � �ال إ �ول .و�ق�ب

Jelas bahwa yang dimaksud dengan maut adalah orang-orang kafir. Mereka sesungguhnya mendengar ajakan Rasulullah SAW tetapi tetap tidak iman. Disamping itu coba perhatikan hadits Rasulullah tentang ziarah qubur berikut ini:

د�ة� و�ع�ن� �ر� ض�ي� ب �ه� الله� ر� �ان� ق�ال� ع�ن �ه� الله� ص�ل�ى ك �ي �م� ع�ل ل xم�ه�م� و�س� �ع�ل �ذ�ا ي ج�وا إ �ل�ى خ�ر� �ر� إ �ن� الم�ق�اب �ق�ول� أ ي�ه�م� �ل �م� ق�ائ ال �م� الس� �ك �ي �ه�ل� ع�ل �ار� أ �ن� م�ن� الدxي ��ي �ن� الم�ؤ�م�ن �م�ي ل �ن� و�الم�س� �ن� و�إ اء� إ �م� الله� ش� �ك �ح�ق�ون� ب �ل� ال أ س�

� الله� أ�ا �ن �م� ل �ك �ة� و�ل و�اه�. الع�اف�ي ل�م ر� م�س�

Dari Buraidah RA, dia berkata, “Adalah Rasulullah SAW itu memberikan pelajaran kepada orang-orang manakala mereka keluar ke qubur, hendaknya salah satu dari mereka mengucapkan:

“Assalamualaikum hai keluarga desa dari orang-orang mukmin dan muslim. Sesungguhnya kami, Insya Allah, akan menyusulmu. Kami memohon kepada Allah ta’ala keselamatan untuk kami dan untuk kamu”.

Tolong pikirkan sejenak kawan! Kalau sekiranya orang-orang mati itu tidak mendengar, apa gunanya diberi salam. Doanya menggunakan kalimah Walakum (dlomir khitob), tidak walahum (dlomir ghoibah). Apa itu artinya?

Sebaiknya sholat hari raya dilaksanakan di masjid atau lapangan?

Sholat hari raya itu sebaiknya dilaksanakan di masjid kah atau di lapangan?

Sholat hari raya itu dilaksanakan di masjid boleh, di musholla atau di lapanganpun boleh. Tentang mana yang lebih afdlol itu ada tafsil/perinciannya. Kalau masjid setempat sempit, tetapi diantara umat Islam setempat terdapat orang-orang dloif/lemah, sebab sudah tua agak sakit-sakitan sehingga berat untuk hadir di lapangan, maka disamping sholat hari raya di lapangan juga diadakan di Masjid, untuk menampung teman-teman yang dloif. Yang tersebut tadi kalau tidak kebetulan hujan. Kalau terjadi hujan, maka sholat hari raya dilaksanakan di Masjid.

ب�ى و�ع�ن�� ة� أ �ر� ض�ي� هpر�ي �ه� الله� ر� �ا ق�ال� ع�ن �ن � ف�ى م�ط�رp أص�اب �وم �د ي ي �ا ف�ص�ل�ى ع� �ن س�ول� ب �ه� الله� ص�ل�ى الله� ر� �ي ع�ل

�م� ل د ف�ى و�س� ج� مس� .

Dari Abu Hurairah, dia berkata: datang hujan pada kami sewakti hari raya, maka Rasulullah sembahyang dengan kami di dalam Masjid.

Kalau Masjid setempat luas, sehingga dapat menampung pengunjung sholat ied, maka dilaksanakan di Masjid adalah lebih afdlol. Itulah sebabnya sejak dahulu hingga sekarang sholat ied di Makkah dan Madinah selalu dilaksanakan di Masjid, karena Masjid adalah lebih mulia dan lebih bersih daripada lapangan.

Apakah sah dan tidak bid’ah untuk mengucapkan niat shalat padahal mestinya niat dengan hati?

Niat itu tempatnya di hati, dan memang seharusnya niat itu dengan hati, akan tetapi saya dengar orang-orang bersembahyang di Masjid, niatnya dengan ucapan Usholli fardlo dzuhri dst. Sahkah itu?

Niat itu memang tempatnya di hati. Kalau hanya ucapan Usholli fardlo dzuhri dan seterusnya saja itu namanya bukan niat.

Kalau demikian, lalu apa gunanya baca Usholli?

Gunanya untuk menolong agar hati kita itu ingat mensahajakan, sebab manusia itu tempatnya lupa. Apalagi di dalam niat itu, kita harus Ta’ridh dan Ta’yin. Untuk ingat mensahajakan sholat berikut ta’ridh dan Ta’yin adalah tidak mudah.

Bagaimana hukumnya kalau orang sholat tidak baca usholli, tetapi sudah niat hati? dan bagaimana hukumnya baca usholli padahal juga juga niat dengan hati?

Sholat dengan niat yang mencakup syarat, tanpa baca usholli ila akhirihi hukumnya sah. Melengkapi dengan bacaan usholli ila akhirihi hukumnya mandub. Menurut keterangan kitab-kitab fiqih yang menjadi pegangan para ulama’seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in dan lain sebagainya.

Tetapi saya pernah membaca majalah berbahasa Indonesia. Di sana diterangkan bahwa bacaan Usholli ila akhirihi itu tidak baik, bahkan termasuk bid’ah yang sesat.

Hal itu terserah kepada saudara. Kami dan saudara sama-sama mempunyai pegangan. Kami mempunyai pegangan kitab-kitab Fathul Mu’in dan sebagainya. Dan saudara sama-sama mempunyai pegangan. Saudara juga mempunyai pegangan majalah. Sayangnya ada sedikit perbedaan yaitu Fathul Mu’in mengatakan bahwa tidak membaca Usholli juga boleh, dan tidak sesat, tetapai majalah yang saudara sebutkan mengatakan bacaan Usholli tidak baik dan sesat. Jadi Fathul Mu’in tidak menganggap salah kepada orang yang tidak membaca Usholli dan

majalah tersebut mengangggap salah kepada orang yang membaca Usholli.

Sebabnya dikatakan sesat dan dikatakan salah, karena menambah aturan-aturan di dalam sholat.

Keterangan saudara itu tidak benar, karena sholat itu dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Jadi sebelum waktu takbir itu namanya belum sholat, sedang bacaan Usholli itu dilakukan sebelum Takbirotul Ihrom. Itu dengan kata-kata lain diucapkan di luar sholat, dan sama sekali tidak mengganggu tata tertibnya sholat.

Bagaimana hukumnya baca manaqib?

Bagaimana hukumnya baca manaqib?

Mengertikah saudara arti kata-kata manaqib? Kata-kata manaqib itu adalah bentuk jamak dari mufrod manqobah, yang di antara artinya adalah cerita kebaikan amal dan akhlak perangai terpuji seseorang.

Jadi membaca manaqib, artinya membaca cerita kebaikan amal dan akhlak terpujinya seseorang. Oleh sebab itu kata-kata manaqib hanya khusus bagi orang-orang baik mulia: manaqib Umar bin Khottob, manaqib Ali bin Abi Tholib, manaqib Syeikh Abdul Qodir al-Jilani, manaqib Sunan Bonang dan lain sebagainya. Tidak boleh dan tidak benar kalau ada orang berkata manaqib Abu Jahal, manaqib DN. Aidit dan lain sebagainya. Kalau demikian artinya pada manaqib, apakah saudara masih tetap menanyakan hukumnya manaqib?

Betul tetapi cerita di dalam manaqib Syeikh Abdul Qodir al-Jilani itu terlalu berlebih-lebihan, sehingga tidak masuk akal. Misalkan umpamanya kantong berisi dinar diperas lalu keluar menjadi darah, tulang-tulang ayam yang berserakan, diperintah berdiri lalu bisa berdiri menjadi ayam jantan.

Kalau saudara melanjutkan cerita-cerita yang tidak masuk akal, sebaiknya jangan hanya berhenti sampai ceritanya Syeikh Abdul Qodir al-Jilani saja, tetapi teruskanlah. Misanya cerita tentang sahabat Umar bn Khottob berkirim surat kepada sungai Nil, Sahabat umar bin Khottob memberi komando dari Madinah kepada prajurut-prajurit yang sedang bertempur di tempat yang jauh dari Madinah. Cerita tentang Isra’ Mi’raj, cerita tentang tongkat menjadi ular, cerita gunung yang pecah, kemudian keluar dari unta yang besar dan sedang bunting tua, cerita tentang nabi Allah Isa menghidupkan orang yang sudah mati. Dan masih banyak lagi yang semuanya itu sama sekali tidak masuk akal.

Kalau keluar dari Nabi Allah itu sudah memang mukjizat, padahal Abdul Qodir al-Jilani itu bukan Nabi, apa bisa menimbulkan hal-hal yang tidak masuk akal?

Baik Nabi Allah maupun Syeikh Abdul Qodir al-Jilani atau sahabat Umar bin Khottob, kesemuanya itu masing-masing tidak bisa menimbulkan hal-hal yang tidak masuk akal. Tetapi kalau Allah Ta’ala membisakan itu, apakah saudara tidak dapat menghalang-halangi?

Apakah selain Nabi Allah juga mempunyai mukjizat?

Hal-hal yang menyimpang dari adat itu kalau keluar dari Nabi Allah maka namanya mukjizat, dan kalau timbul dari wali Allah namanya karomah.

Adakah dalil yang menunjukkan bahwa selain nabi Allah dapat dibisakan menimbulkan hal-hal yang menyimpang dari adat atau tidak masuk akal?

Silahkan saudara membaca cerita dalam Al-Quran tentang sahabat Nabi Allah Sulaiman yang dapat dibisakan memindah Arsy Balqis (QS An-Naml: 40)

. آه� : ر� �م�ا ف�ل ف�ك� ط�ر� �ك� �ي �ل إ �د� ت �ر� ي ن�� أ �ل� ق�ب �ه� ب �ك� �ي آت �ا ن

� أ �اب� الك�ت م�ن� pم� ع�ل �د�ه� ن ع� �ذ�ى ال ق�ال� �ع�ال�ى ت الله� ق�ال� . ; و�م�ن� ه� �ف�س� �ن ل �ر� ك �ش� ي �م�ا �ن ف�إ �ر� ك ش� و�م�ن� �ف�ر� ك

� أ �م� ا �ر� ك ش�� �أ أ �ى �و�ن �ل �ب �ي ل xى ب ر� ف�ض�ل� م�ن� ه�ذ�ا ق�ال� �د�ه� ن ع� ا rق�ر� ت م�س�

pم� �ر�ي ك �ي| غ�ن xى ب ر� �ن� ف�إ �ف�ر� .ك

Tetapi di dalam manaqib Abdul Qodir al-Jilani ada juga kata-kata memanggil kepada para roh yang suci atau kepada wali-wali yang sudah mati untuk dimintai pertolongan, apakah itu tidak

menjadikan musyrik?

Memanggil-manggil untuk dimintai pertolongan baik kepada wali yang sudah mati atau kepada bapak ibu saudara yang masih hidup dengan penuh i’tikad bahwa pribadi wali atau pribadi bapak ibu saudara itu mempunyai kekuasaan untuk dapat memberikan pertolongan yang terlepas dari kekuasaan Allah Ta’ala itu hukumnya syirik.

Akan tetapi kalau dengan i’tikad bahwa segala sesuatu adalah dari Allah Ta’ala, maka itu tidak ada halangannya, apalagi sudah jelas bahwa kita meminta pertolongan (ghouts) kepada para wali itu maksudnya adalah minta dimohonkan kepada Allah Ta’ala.

Manakah yang lebih baik, berdoa kepada Allah Ta’ala dengan langsung atau dengan perantaraan (tawassul)?

Langsung boleh, dengan perantaraan pun boleh. Sebab Allah Ta’ala itu Maha Mengetahui dan Maha Mendengar. Saudara jangan mengira bahwa tawassul kepada Allah Ta’ala melalui Nabi-Nabi atau wali itu, sama dengan saudara memohon kenaikan pangkat kepada atasan dengan perantaraan Kepala Kantor saudara. Pengertian tawassul yang demikian itu tidak benar. Sebab berarti mengalihkan pandangan terhadap yang ditujukan (pihak atasan), beralih kepada pihak perantara, sehingga disamping mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan pihak atasan, saudara juga percaya kepada kekuasaan pihak perantara. Tawassul kepada Allah Ta’ala tidak seperti itu.

Kalau saudara ingin contoh tawassul kepada Allah Ta’ala melalui Nabi-Nabi atau Wali-Wali itu, seperti orang yang sedang membaca al Quran dengan memakai kacamata. Orang itu tetap memandang al Quran dan tidak dapat dikatakan melihat kaca.

Bukankah Allah ta’ala berfirman dalam al Quran al Karim

�م� و�ق�ال� &ك ب �د�ع�ون�ى ر� �ج�ب� أ ت س�� �م� أ �ك ل

Panggillah aku maka akan Aku sambut kepadamu. (Al Mukmin: 60)

�ن� الله� ف�اد�ع�و ل�ص�ي �ه� م�خ� �ن� ل الدxي

Maka sambutlah olehmu akan Allah ta’ala dengan memurnikan kepadanya akan agama. (Al Mukmin: 24)

�ن� �ذ�ي �د�ع�ون� و�ال �ي �هVا الله� م�ع� ال �ل خ�ر� إ� أ

Dan orang-orang yang tidak menyambut bersama Allah akan tuhan yang lain. (Al Furqon: 68)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat serupa itu.

Betul akan tetapi kesemuanya itu sama sekali tidak melarang tawassul dengan pengertian sebagaimana yang telah saya terangkan tadi. Coba saja perhatikan contoh di bawah ini:

Saudara mempunyai majikan yang kaya raya mempunyai perusahaan besar, saudara sudah kenal baik dengan beliau, bahkan termasuk buruh yang dekat dengannya. Saya ingin diterima bekerja di perusahaannya. Untuk melamar pekerjaan itu, saudara saya ajak menghadap kepadanya bersama-sama, dan saya berkata, “Bapak pimpinan perusahaan yang mulia. Kedatangan saya bersama guru saya ini, ada maksud yang ingin saya sampaikan, yaitu saya mohon diterima menjadi pekerja di perusahaan bapak. Saya ajak guru saya menghadap bapak karena saya pandang guru saya ini adalah orang yang baik hati dan jujur serta juga kenal baik dengan bapak”. Coba perhatikan! kepada siapa saya memohon? Kemudian adakah gunanya saya mengajak saudara menghadap majikan besar itu?

Ada dua orang pengemis. Yang satu sendirian, sedang yang satu lagi dengan membawa kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Anak yang satu masih menyusu dan yang satu lagi baru bisa berjalan. Di antara dua orang yang pengemis itu, mana yang lebih mendapat perhatian saudara? Saudara tentu akan menjawab yang membawa anak yang kecil-kecil itulah yang lebih saya perhatikan. Kalau begitu adakah gunanya pengemis itu membawa kedua orang anaknya yang

masih kecil? Kepada siapakah pengemis itu meminta? Kepada anak yang masih kecil-kecil jugakah pengemis itu meminta?

Semoga kiranya risalah yang kecil ini, dapat memenuhi harapan ihwanul muslimin, terutama jamaah Nahdlatul Ulama. Semoga risalah ini bermanfaat.Penyusun: KH. Bisri Mustofa

Website Pesantren Nurul Huda Malang, KH Drs. A. Masduqi Machfudh

Sungguh Sunah.... Jama'ah Dzikir

Berkumpul di suatu tempat untuk berdzikir bersama hukumnya adalah sunnah dan merupakan jalan untuk mendapatkan pahala dari Allah, jika memang tidak dibarengi dengan perkara-perkara yang diharamkan. Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan tentang ini sangat banyak, di antaranya: (Lihat an-Nawawi, Riyadl ash-Shalihin, hal. 470-473)

1. Rasulullah bersabda:

ه�م� �ر� و�ذ�ك �ة� �ن �ي ك الس� �ه�م� �ي ع�ل ل�ت� �ز� و�ن ح�م�ة� الر� �ه�م� �ت ي و�غ�ش� �ة� �ك �ئ �م�ال ال �ه�م� ف�ت ح� � �ال إ �ع�ال�ى ت الله� و�ن� �ر� �ذ�ك ي pق�و�م �ق�ع�د� ي � ال( مسلم ( رواه �د�ه� ن ع� �م�ن� ف�ي الله�“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan bardzikir menyebut Nama-nama Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. Muslim)

2. al-Imam Muslim dan al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan:

: : �ر� �ذ�ك ن �ا ن ل�س� ج� �و�ا ق�ال ؟ �م� ك ل�س� �ج� ي م�ا ف�ق�ال� �ه�، اب ص�ح�� أ م�ن� �ق�ة ل ح� ع�ل�ى ج� خ�ر� qم� ل و�س� ع�ليه� الله� ص�لqى �ي� �ب الن ن�

� أ( ) : qوالترمذي مسلم أخرجه �ة� �ك �ئ �م�ال ال �م� �ك ب �اه�ي� �ب ي الله� ن�

� أ �ي� ن �ر� ب خ�� ف�أ �ل� �ر�ي ب ج� �ي� �ان ت

� أ �ه� �ن إ ف�ق�ال� �ح�م�د�ه�، و�ن الله�

“Suatu ketika Rasulullah keluar melihat sekelompok sahabat yang sedang duduk bersama, lalu Rasulullah bertanya: Apa yang membuat kalian duduk bersama di sini? Mereka menjawab: Kami duduk berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh Aku didatangi oleh Jibril dan ia memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian di kalangan para Malaikat”. (HR. Muslim dan at-Tirmidzi)

3. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

ق�و�م�و�ا �ن� أ م�اء� الس� م�ن� �اد م�ن �اد�اه�م� ن � �ال إ �ع�ال�ى ت و�ج�ه�ه� � �ال إ �ك� �ذ�ل ب �د�و�ن� �ر�ي ي � ال الله� و�ن� �ر� �ذ�ك ي �م�ع�و�ا ت اج� ق�و�م م�ن� م�ا( ) qي� �ران الطqب أخرجه �م� �ك ل ا Vم�غ�ف�و�ر

“Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir, dan mereka tidak berharap dengan itu kecuali untuk mendapat ridla Allah maka Malaikat menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan sudah terampuni dosa-dosa kalian”. (HR. ath-Thabarani)

Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum, di antaranya adalah hadits Qudsi: Rasulullah bersabda:

: �ف�س�ي�، ن ف�ي� �ه� ت �ر� ذ�ك ه� �ف�س� ن ف�ي� �ي� ن �ر� ذ�ك �ن� ف�إ �ي�، ن �ر� ذ�ك �ذ�ا إ م�ع�ه� �ا �ن و�أ �ي�، ب �د�ي� ع�ب xظ�ن �د� ع�ن �ا �ن أ �ع�ال�ى ت الله� �ق�و�ل� ي( عليه ( qفق مت �ه�م� م�ن �ر ي خ� م�إل� ف�ي� �ه� ت �ر� ذ�ك م�إل� ف�ي� �ي� ن �ر� ذ�ك �ن� و�إ

“Allah berfirman: “Aku Maha kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku”, dan Aku senantiasa menjaganya dan memberikan taufiq serta pertolongan terhadapnya jika ia menyebut nama-Ku. Jika ia menyebutku dengan lirih maka Aku akan memberinya pahala dan rahmat secara sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebut-Ku secara berjama’ah atau dengan suara keras maka Aku akan menyebutnya di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Makna “Aku Maha kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku” artinya; Jika hamba tersebut berharap untuk diampuni maka akan Aku (Allah) ampuni dosanya. Jika ia mengira taubatnya akan Aku terima maka Aku akan menerima taubatnya. Jika ia berharap akan

Aku kabulkan doanya maka akan Aku kabulkan. Dan jika ia mengira Aku mencukupi kebutuhannya maka akan Aku cukupi kebutuhan yang dimintanya. Penjelasan ini seperti tuturkan oleh al-Qadli ‘Iyadl al-Maliki.

Dzikir Berjama’ah Setelah Shalat Dengan Suara Keras

Para ulama telah sepakat akan kesunnahan berdzikir setelah shalat (Lihat an-Nawawi dalam al-Adzkar, h. 70). Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya: “Ayyuddu’a Asma’u?”. (Apakah doa yang paling mungkin dikabulkan?). Rasulullah menjawab:

، ج�و�ف� �ل� �ي �ر� الل �و�ات� و�د�ب ، الص�ل �ات� �و�ب �ت �م�ك �ثp: الترمذيq قال ال نp ح�د�ي ح�س�“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu”. (at-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini Hasan)

Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjama’ah setelah shalat secara khusus. Di antaranya hadits dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Abbas, bahwa ia berkata:

�ت� �ن ع�ر�ف� ك� �ق�ض�اء� أ �ة� ان و�ل� ص�ال س� �ر� الله� ر� �ي �ب �ك �الت )ومسلم البخاريq رواه (ب

“Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits riwayat al-Imam Muslim disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:

�ا �ن �ع�ر�ف� ك �ق�ض�اء� ن �ة� ان و�ل� ص�ال س� �ر� الله� ر� �ي �ب �ك �الت )مسلم رواه (ب“Kami mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)” (HR. Muslim)

Kemudian ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:

�ن� ف�ع� أ �ر� الص�و�ت� ر� �الذxك �ن� ب ي �ص�ر�ف� ح� �ن �اس� ي �ة� م�ن� الن �و�ب �ت �م�ك �ان� ال و�ل� ع�ه�د� ع�ل�ى ك س� البخاريq رواه (الله� ر�)ومسلم

“Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika orang-orang telah selesai shalat fardlu sudah terjadi pada zaman Rasulullah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat lain, juga diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim, bahwa Ibn ‘Abbas berkata:

�ت� �ن �م� ك ع�ل� �ذ�ا أ ف�و�ا إ �ص�ر� �ك� ان �ذل �ذ�ا ب �ه� إ م�ع�ت )ومسلم البخاريq رواه (س�

“Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat dengan mendengar suara berdzikir yang keras itu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits ini adalah dalil akan kebolehan berdzikir dengan suara keras, tentunya tanpa berlebih-lebihan dalam mengeraskannya. Karena mengangkat suara dengan keras yang berlebih-lebihan dilarang oleh Rasulullah dalam hadits yang lain. Dalam hadits riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Musa al-Asy’ari bahwa ketika para sahabat sampai dari perjalanan mereka di lembah Khaibar, mereka membaca tahlil dan takbir dengan suara yang sangat keras. Lalu Rasulullah berkata kepada mereka:

�ع�و�ا ب �ر� �م� ع�ل�ى ا ك �ف�س� �ن �م� أ �ك �ن � ف�إ �د�ع�و�ن� ال ص�م� ت� � أ Vا و�ال �ب �م�ا ، غ�ائ �ن �د�ع�و�ن� إ �عVا ت م�ي Vا س� �ب ق�ر�ي ...

“Ringankanlah atas diri kalian (jangan memaksakan diri mengeraskan suara secara berlebihan), sesungguhnya kalian tidak meminta kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, kalian meminta kepada yang maha mendengar dan maha “dekat” …”. (HR. al-Bukhari)

Hadits ini bukan melarang berdzikir dengan suara yang keras. Tetapi yang dilarang adalah dengan suara yang sangat keras dan berlebih-lebihan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa boleh berdzikir dengan berjama’ah, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat tersebut. Yang dilaraang oleh Rasulullah dalam hadits ini bukan berdzikir secara berjama’ah, melainkan mengeraskan suara secara berlebih-lebihan.

Doa Berjama’ah

Rasulullah bersabda:

�م�ع� م�ا ت �ع�ضp ف�د�ع�ا ق�و�مp اج� م�ن� ب� و�ن� و�أ � اآلخ�ر� �ال �ب� إ ي �ج� ت �ه�م� اس� حديث من المستدرك في الحاكم رواه (ل

)الفهري حبيب بن مسلمة“Tidaklah suatu kaum berkumpul, lalu sebagian berdoa dan yang lain mengamini, kecuali doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah”. (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Maslamah ibn Habib al-Fihri).

Hadits ini menunjukkan kebolehan berdoa dengan berjama’ah. Artinya, salah seorang berdoa, dan yang lainnya mengamini. Termasuk dalam praktek ini yang sering dilakukan oleh banyak orang setelah shalat lima waktu, imam shalat berdoa dan jama’ah mengamini.

Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim Syarh al-Muqaddimah al-Hadlramiyyah, menuliskan sebagai berikut:

[ ر& �س� �ه� و�ي ب �ف�ر�د� [ �م�ن م�و�م� ال� �م�أ �فVا و�ال �م�ا خ�ال �و�ه�م�ه� ل �م� ي �ال و�ض�ة� ك � (الر� �ال �م�ام� إ �د� اإل �م�ر�ي �م� ال �ي �ع�ل �ن� ت �ح�اض�ر�ي �ج�ه�ر� ال ف�ي

�ل�ى �ن� إ �م�و�ا أ �ع�ل �ت �ه�) ي �ي �ث� ح�م�ل�ت� و�ع�ل اد�ي �ح� �ج�ه�ر� أ ، ال �ك� �ذ�ل �ك�ن� ب �ع�د�ه� ل �ب ت ع�ي& اس� ذ�ر�� �ار� األ ت �د�ب� و�اخ� ف�ع� ن �ج�م�اع�ة� ر� ال

�ه�م� ص�و�ات� �ر� أ �الذxك �مVا ب د�ائ

“Orang yang shalat sendirian dan seorang makmum agar memelankan bacaan dzikir dan doa seusai shalatnya, -ini berbeda dengan yang dipahami dari tulisan ar-Raudlah-, kecuali seorang Imam yang bermaksud mengajari para jama’ah tentang lafazh-lafazh dzikir dan doa tersebut, maka ia boleh mengeraskannya hingga jama’ah mengetahui dan hafal dzikir dan doa tersebut. Dengan makna inilah dipahami hadits-hadits mengeraskan bacaan dzikir dan doa setelah shalat. Namun al-Imam al-Adzra’i tidak menerima pemahaman seperti ini dan beliau memilih pendapat bahwa sunnah bagi para jama’ah hendaknya selalu mengeraskan suara mereka dalam membaca dzikir (Sesuai zhahir hadits-hadits di atas)” (al-Minhaj al-Qawim, h. 163).

Jari Telunjuk saat Sholat

Kapan Waktu yang tepat mengangkat Jari Telunjuk saat Sholat?Pernah suatu ketika saya jumpai orang sholat ketika dalam tasyahhud, dia mengangkat Jari Telunjuknya persis bersamaan pada awal bacaan tahiyat (Attahiyyatul.... dst) , persis ketika baru saja duduk tasyahhud, atau mungkin dia sudah mengangkat Jari Telunjuk sebelum membaca tahiyyat.

Sebenarnya Kapan waktu yang tepat untuk mengangkat Jari Telunjuk ketika Sholat? berikut ini akan dijelaskan:

Dalam shohih Muslim II:890 meriwayatkan hadits dari Jabir ra. menyebutkan bahwa “Rasulallah saw., bersabda seraya (berisyarat) dengan jari telunjuknya. Beliau mengangkatnya ke langit dan melemparkan (mengisyaratkan kebawah) ke manusia, ‘Allahumma isyhad, Allahumma isyhad (ya Allah saksikanlah)’. Beliau mengucapkannya tiga kali”.

Telunjuk disebut juga syahid (saksi), sebab jika manusia mengucapkan syahadat, dia berisyarat dengan telunjuk tersebut. Nabi saw. sendiri jika mengatakan “Asyhadu” atau “Allahumma isyhad” (suka) berisyarat dengan telunjuknya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Darimi I:314-315 dan Imam Baihaqi dalam kitab Ma’rifat As-Sunnah wal Al-Atsar III:51, hadits shohih.

Dalam sunan Baihaqi II:133 disebutkan: “Rasulallah saw. melakukan itu ketika men-tauhid-kan Tuhannya yang Mahamulia dan Mahaluhur”, yakni ketika menetapkan tauhid dengan kata-kata illallah (hanya Allah) dalam syahadat. Dalam riwayat lain, Imam Baihaqi II:133 dengan sanad yang sama dari Khilaf bin Ima’ bin Ruhdhah Al-Ghiffari dengan redaksi, “Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. hanya menghendaki dengan (isyarat) itu adalah (ke) tauhidan (Meng-Esa-kan Allah swt.)”, sedangkan ungkapan ketauhidan terdapat dalam kalimat syahadat itu. Al-Hafidh Al-Haitsami mengatakan dalam Mujma’ Al-Zawaid II:140, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara panjang lebar…”.

Hal ini juga didasarkan kepada hadits Abdullah bin Umar ra.; “Dan (beliau saw.) mengangkat jari tangan kanannya yang dekat ke ibu jari lalu berdo’a”. (HR.Imam Muslim dan Imam Baihaqi

II:130, serta perawi lainnya). Do’a yang dimaksud hadits tersebut ialah membaca sholawat kepada Nabi saw. dan do’a-do’a lainnya sebelum mengucapkan salam.

Imam Al-Baihaqi dalam Syarh As-Sunnah III:177 mengatakan “Yang dipilih oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat dan tabi’in serta orang-orang setelah mereka adalah berisyarat dengan jari telunjuk (tangan) kanan ketika mengucapkan tahlil (la ilaaha illallah) dan (mulai) mengisyarat- kannya pada kata illallah….”.

Berdasarkan hadits-hadits shohih tersebut, disimpulkan bahwa waktu untuk mengangkat dan mengisyaratkan (jari) telunjuk, yaitu ketika mengucapkan kalimat syahadat yakni Asyhadu an laa ilaaha illallah dan tidak menurunkannya sampai mengucapkan salam. Para ulama telah melakukan ijtihad dimana tempat yang tepat untuk mengangkat telunjuk pada kalimat syahadat itu. Apakah sejak dimulainya tasyahhud atau ditengah-tengahnya karena di dalam hadits-hadits tersebut tidak ditentukan tempatnya yang tepat.

Menurut madzhab Syafi’i, bahwa tempat mengangkat telunjuk itu sebaiknya apabila telah sampai pada hamzah illallah, sebagaimana yang tersebut dalam kitab Zubad karangan Ibnu Ruslan: “Ketika sampai pada illallah, maka angkatlah jari telunjukmu untuk mentauhidkan zat yang engkau sembah”.

Menurut madzhab Hanafi, bahwa mengangkat telunjuk itu adalah diketika Laa ilaaha dan meletak kan telunjuk diketika illallah. Menurut pendapat ini, mengangkat telunjuk adalah sebagai isyarat kepada penafian uluhiyyah (ketuhanan) dari yang selain Allah, sedangkan ketika meletakkan telunjuk adalah sebagai isyarat kepada penetapan uluhiyyah hanya untuk Allah semata.

Menurut madzhab Hanbali, bahwa mengangkat telunjuk itu adalah disetiap menyebut lafdhul jalalah pada tasyahhud dan do’a sesudah tasyahhud.

wallahua'lam bisshowab

QUNUT di Shalat Subuh (fiqih cabang)

Masalah Qunut pada sholat shubuh termasuk persoalan-persoalan fiqih cabang yang tidak sepatutnya menjadikan kaum muslim terpecah belah dan saling bermusuhan karenanya. Dalam menjelaskan masalah ini, para ahli fiqih berbeda pendapat tentangnya.

Para ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Maliki Sunnah. Sementara, para ulama madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh.

Imam Nawawi berkata, “Kketahuilah bahwa qunut pada shalat subuh itu disyariatkan menurut madzhab kami. Hukumnya sunnah muakkad, karena hadis yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik Ra,

ال� م�ا و�ل� ز� س� �ه� الله� ص�ل�ى الله� ر� �ي �ه� ع�ل �م� و�آل ل �ت� و�س� �ق�ن �ة� ف�ي� ي �غ�د�اة� ص�ال ق� ح�ت�ى ال �ا ف�ار� �ي الد&ن

“Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hal 162; Abdurrazaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daruquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsani di dalam Majma’ Al-Zawaid, vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-arba’in, dan dia berkata, “Hadits shahih; para periwatnya seluruhnya adalah orang-orang yang tsiqah.”)

Mereka berkata seandainya meninggalkannya, shalatnya tidak batal. Akan tetapi, ia harus melakukan sujud sahwi, baik ia meninggalkannya dengan sengaja atau karena lupa.”

Berkenaan dengan hukum qunut shalat subuh, banyak perkataan-perkataan dan bentuk-bentuk qunut yang dikutip dari sebagian sahabat dan kalangan tabi’in. Di antaranya adalah pendapat Ali bin Ziyad uang menyatakan wajib melakukan qunut pada shalat subuh. Jadi apabila dia meninggalkannya, shalatnya batal.Dan boleh dilakukan sebelum ruku’ atau sesudahnya pada roka’at kedua. Akan tetapi, yang disunnahkan dan lebih utama adalah melakukannya sebelum ruku’ setelah selesai membaca ayat,

tanpa bertakbir sebelumnya. Hal itu, karena padanya terkandung unsur toleransi kepada orang yang masbuq. Tidak dibedakan antaranya dengan dua rukun shalat (yang ditandai dengan takbir). Dan qunut telah menjadi ketetapan yang diamalkan pada zaman Umar Ra dengan kehadiran para sahabat.

Qadhi Abdul Wahhab al-Baghdadi berkata, “Diriwayatkan dari Abu Raja Al-Atharidi bahwa dia berkata, “Pada awalnya qunut itu dilakukan setelah ruku’. Lalu Umar menjadikannya sebelum ruku’ agar orang yang mengejar shalat (jama’ah) bisa mendapatnkannya. Dan diriwayatkan bahwa golongan Muhajirin dan Anshar meminta hal itu kepada Utsman. Dia pun menjadikannya sebelum ruku’ karena didalam hal itu terdapat faidah yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu posisi berdiri yang lama sehingga orang yang terlambat datang bisa mendapatkan raka’at. Maka sebelum ruku’ lebih utama dengan alasan itu, terlebih lagi pada shalat subuh.

Menjadi rajih dan kuat pendapat Madzhab Syafi’i mengenai qunut karena kuatnya dalil-dalil mereka sebagai berikut:

• Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ pada saat shalat subuh di raka’at yang kedua, beliau pun berdo’a dengan do’a ini: “Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk....(hingga akhir).” Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan ungkapan, “Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan.” Dan, Thabrani menambahkan, “Dan tidak mulia orang yang menentang-Mu.”HR. Hakim, Al-Mustadrak, vol. IV, hlm. 298; Baihaqi, Al-Sunan Ash-Shugra vol. I, hlm. 276; Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, vol. VII, hlm. 232; dan disebutkan oleh Ash-Sha’ani, Subul Al-Salam, vol. I, hlm. 186-187

• Hadits Anas bin Kalik Ra bahwa, “Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada sahalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia.” ¹ Dan Annas ditanya, “Apakah Rasulullah Saw melakukan qunut pada shalat subuh?” Dia menjawab, “Benar.” Ditanyakan lagi kepadanya, “Apakah sebelum ruku’ atau setelah ruku’?” Dia menjawab, “Setelah ruku’.” ²... Lihat Selengkapnya¹ HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hlm. 162; Abdurrazzaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daraquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam Majma’ Az-Zawaid vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-Arba’in, dan dia berkata, “Hadits Shahih; para periwayatnya seluruhnya adalah orang-orang yang Tsiqah.”² HR. Muslim, Shahih Muslim, vol. !, hlm. 486; dan Abu Daud, Sunan Abu Daud, vol. II, hlm. 68

• Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra; dia berkata: “Demi Allah, aku adalah orang yang paling dekat diantara kalian dalam shalat dengan Rasulullah Saw”. Dan Abu Hurairah melakukan qunut pada raka’at terakhir shalat subuh setelah dia mengucapkan sami‘allahu liman hamidah, berdoa bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan melaknat orang-orang kafir.HR. Baihaqi, As-Sunan Ash-Shugra, vol. I, hlm. 277, cet. Maktabah Al-Dar

• Dari Abdullah bin Abbas Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepada kami doa yang kami panjatkan didalam qunut pada shalat subuh:“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”HR. Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, vol. II, hlm. 210, cet. Maktabah Al-Baz

• Dan pada hadits, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari raka’at yang kedua, Beliau pun mengangkat kedua tangan dan berdoa dengan do’a ini: Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk.” Didalam riwayat lain, “Bahwa apabila Beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh di raka’at yang terakhir, Beliau melakukan qunut.”Imam Syuyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, vol. I, hlm. 157, cet. Thair al-Ilmi. Syaikh al-Albani

berkata, “Hadits shahih.” Lihat, Al-Albani, Shahih al-Jami’, 4730.

Adapun lafaz doa qunut, maka yang dipilih adalah apa yang diriwayatkan dari Hasan bin Ali Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan pada shalat witir,

“Allahummah dina fiman hadait, Wa afina fiman afait, Wa tawal lana fiman tawal lait, Wawaba riklana fi ma a’tait, Waqina syar rama qadait, innaka taqdi wala yukda alaik, inna hu laa yazillu man walait, Taba rakta rabbana wata alait.”

“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”...Para ulama menambahkan padanya,“Wala yaizzu man adait”,“Dan tidak mulai orang-orang yang menentang-Mu,”Serta:“Falakal hamdu ala maa qadait astaghfirka wa atuubu ilaik”“Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan; aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu”.Sebelum :“Taba rakta rabbana wata alait.”“Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”

Dalam Raudlah Ath-Thalibin, Imam Nawawi berkata, ”Para sahabat kami (ulama madzhab) berkata, “Tidak mengapa dengan tambahan ini.” Abu Hamid, al-Bandaniji, dan lain-lain berkata dalam Nihayat Al-Muhtaj, vol. I, hlm. 503 mengatakan, “Sunnah.”. Dan disunnahkan agar dia mengucapkan setelah doa tersebut, “ Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, serta salam sejahtera”. Dan itu menurut pendapat yang shahih dan Masyhur.

Berdasarkan keterangan yang telah dikemukakan, bahwa pendapat Madzhab Syafi’i kuat dan rajih, yaitu qunut di dalam shalat subuh itu sunnah; disunnahkan bagi orang yang meninggalkannya agar melakukan sujud sahwi untuk menggantikannya. Akan tetapi, tidak batal shalat dengan meninggalkannya. Dan Allah Swt Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui.

(dikutip dari: Al-Bayan Al-Qawim li Tashih Ba’dhi Al-Mufahim, Syekh Ali Jumu’ah, Mufti Mesir)

Bacaan "Basmalah" diKalangan Ulama v.1

SCAN-1.Scan saya kali ini adalah footnote dari kitab “AL WASITH FIL MADZHAB” juz I, hlm.220, karya Hujjatul Islam Al Imam Ghazali (w.505).

Cetakan Darul Kutub Ilmiyah.

FootNote (tahqiq) ini ditulis oleh Abi Amr Al Husaini Bin Umar Bin Abdurrahim.-------------------------------------------------INI TERJEMAHAN TEKS YANG BERLATAR BELAKANG WARNA KUNING.

Adapun membaca keras “Basmalah” ini sebuah masalah yang panjang dan bercabang cabang.

Kelompok yang berpendapat bahwa “Basmalah” bukan bagian dari surat “Al Fatihah”, maka mereka tidak membaca dengan keras, begitu juga kelompok yang berpendapat bahwa “Basmalah” adalah bagian dari awal surat “Al Fatihah” (saja).

Adapun kelompok yang berpendapat bahwa “Basmalah” adalah bagian dari awal semua surat Al Qur’an, maka mereka berbeda pendapat.

IMAM SYAFI’I Rahimahullah berpendapat bahwa ia mengeraskan “Basmalah” bersama surat “Al Fatihah dan surat suratan yang lain. Dan ini adalah madzhabnya golongan dari sahabat nabi saw , tabi’in dan para imam muslimin salaf dan kholaf.

✔ Yang mengeraskan bacaan “Basmalah” dari kalangan Sahabat adalah:

Abu Hurairah ra.Ibnu Umar ra.Ibnu Abbas ra.Mu’awiyah ra.

✔ Dan telah menceritakan pula imam AbdilBar dan imam Baihaqi dari Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali.

✔ Imam Khatib juga telah menukilnya dari para Khulafa’ul Arba’ah namun itu langka (gharib).

✔ Sedangkan dari kalangan Tabi’in adalah:

Sa’id bin Jubair.‘Ikrimah.

Abi Qolabah.Azzuhri.Ali bin Hasan.Muhammad bin Ali bin Hasan.Sa’id bin Musayyib.Atho’.Thowus.Mujahid.Salim.Muhammad bin Ka’b al qurdhi.Ubaid.Abi baker bin Muhammad bin Amr bin Hazm.Abi Wail.Ibnu Sirin.Muhammad bin almunkadar.Ali bin Abdullah bin Abbas.Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas.Nafi’ mantan sahaya nya Ibnu Umar.Zaid bin Aslam.Umar bin Abdul aziz.Azrouq bin Quais.Hubaib bin Abi Tsabit.Abi Sya’tsa’.Makhul.Abdullah bin Mughoffal bin Muqorron.

✔ Imam Baihaqi menambahi:Abdullah bin Shofwan.Muhammad ibnu alhanafiyah.

✔ Imam Ibnu AbdilBar menambahi pula:Amr bin Dinar.

Argumentasi dalam ini semua adalah bahwa “Basmalah” itu termasuk sebagian dari surat “Al Fatihah”, sehingga “Basmalah” ini dibaca keras seperti halnya ayat Alfatihah yang lainnya,.

Imam Nasa’i meriwayatkan dalam kitab sunan nya, Ibnu Huzaimah dalam kitab Shohih nya dan Ibnu Hibban dalam kitab Shohihnya pula. Dan imam Hakim dalam kitab Al Mustadraknya, dari Abi Hurairoh….. Bersambung ke SCAN-2.-------------------------------------Bagi sahabatku yang mengikuti kelompok yang tidak mengeraskan bacaan “Basmalah” nya, tidak usah berkoar koar disini yang sifatnya profokatif ya… Sabar.. nanti di SCAN-2 juga akan saya lampirkan juga..

Semoga bermanfaat.Salam Aswaja !!

Bacaan 'Basmallah" Dikalangan Ulama v.2

Lanjutan dari 1SCAN-2 (lanjutan dari SCAN-1) Footnote kitab “AL WASITH FIL MADZHAB” juz I, hlm.221, karya Hujjatul Islam Al Imam Al Ghazali (w.505).

►INI TERJEMAHAN TEKS YANG BERLATAR BELAKANG WARNA KUNING.

….Dari Abi Hurairah bahwa beliau melakukan shalat (berjama’ah), beliau mengeraskan bacaan “Basmalah”nya. Kemudian setelah shalat tersebut, beliau berkata (kepada para makmum) “Sesungguhnya saya telah menampilkan kepada kalian sebuah shalat yang menyerupai shalat Rasulullah saw.Dan hadits ini di shohihkan oleh imam Daruquthni, Al khatib, Al Baihaqi dan yang lain. Demikian selesai sudah nukilan ini yang di ambil dari tafsir Ibnu Katsir, namun sebenarnya dalam tafsir tersebut masih ada katerangan lain mengenai ini, maka cobalah anda merujuk kesana (Juz I, hlm 16-17).

✓ Dan lihatlah pula dalam bab “JAHR” (mengeraskan basamalah) dalam hadits Ibnu Abbas, namun lemah yang dikeluarkan oleh:

Al Bazzar (1/255) nomor 526.Tirmidzi (2/14).Daruquthni (1/304).Imam Uqaily dalam kitab “Addu’afaa’” (1/80-81) dan dalam kitab “Al mu’jam Kabir (11442).

✓ Dan Haditsnya Abi Hurairah ra yang membaca keras “basmalah”, yang di shohihkan oleh:

Ibnu Khuzaimah.Ibnu Hibban.Daruquthni dan Hakim.

✓ Dan coba lihatlah pula di:Sunan Annasa’I (2/134).Daruquthni (1/305).Al Hakim (1/232).Ibnu Khuzaimah (1/251).

✓ Dan haditsnya Umi Salamah tentang membaca keras “Basmalah”, yang diriwayatkan oleh:

✓ Daruquthni dan di shohihkan olehnya (1/307).Al Hakim dan di shohehkan olehnya (1/232).

Ibnu Khuzaimah dan di shohihkan olehnya (493).Baihaqi (1/44).Dan lainnya…

✓ Dan dalam shohih bukhari (9/90-91) hadis nomor (5946) yang berbunyi:”Anas ra di tanyai; “Bagaimana bacaannya Nabi Saw?”Anas ra menjawab:”Bacaanya beliau secara mad (panjang-pent). Lalu Anas ra membaca (mempraktekkan-pent):”Bismilahirrahmannirrahim” beliau membaca mad (memanjangkan) kalimat:BismillAAAhir.RohmAAAnir.Rohiiim…

►INI TERJEMAHAN TEKS YANG BERLATAR BELAKANG WARNA HIJAU.

Adapun dalilnya kelompok yang tidak membaca keras “Basmalah” ini hadits yang juga dari Anas ra dengan statuss hadits MAUQUF.Anas ra bercerita:”Saya pernah shalat bermakmum kepada Rasulullah saw, Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra dan Ali ra, mereka semua mengawali bacaannya (langsung-pent) “ALHAMDULILLAHIROBBIL ‘ALAMIN….” Mereka tidak menyebutkan “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM” di awal bacaan dan di akhir bacaan.Hadits serupa juga diriwayatkan oleh;imam Ahmad dengan redaksi yang bermacam macam (3/179-223-224-273.Imam Muslim (1/299).Imam Baihaqi (2/50-51).Imam Daruquthni (1/315).Imam Thahawi dalam syarahnya kitab Ma’ani Al Atsar (1/203).Thabrani (1/228 no.739).Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilyah (6/179).

Masalah “Basmalah” ini sebenarnya adalah masalah yang cukup panjang dan catatan kaki ini masih membutuhkan penyusun khusus. Dicukupkan hingga disini dimana sudah saya sajikan dan saya lampirkan kepada kita tentang penyebutan dalil dalil yang menetapkan membaca keras “Basmalah dan juga dalil dalil yang menafikan itu.

Semoga Allah senantiasa memberi perlindungan dan pertolongan. Amin.

►INI TERJEMAHAN TEKS YANG BERLATAR BELAKANG WARNA BIRU.

Imam Syaukani berkata:“Ketahuilah bahwa umat ini telah sepakat tidak mengKafirkan orang yang menetapkan membaca keras “Basmalah” dan juga tidak mengKafirkan orang yang menafikan itu karena adanya perbedaan sudut pandang ulama. Namun berbeda jika seandainya ada orang yang meniadakan huruf secara global atau menetapkan huruf/ayat yang tidak di ucapkan oleh ulama satupun. Yang seperti inilah yang dihukumi kafir secara ijma’.

Tidak ada silang pendapat bahwa “Basmalah” yang berada dipertengahan surat Annaml itu adalah termasuk ayat. Dan juga tidak ada khilaf menetapkan “Basmalah” sebagai bagian dari semua permulaan surat suratan dalam mushaf alqur’an. Kecuali didalam permulaan surat Attaubah..

Adapun masalah bacaan “Basmalah” dalam permulaan surat Alfatihah tidak ada perbedaan dalam tubuh “QIRO’AH SAB’AH”. Dan juga didalam permulaan setiap surat, sehingga seorang qori’ mengawali nya dengan “Basmalah”, kecuali dalam surat Attaubah (tidak perlu membaca basmalah-pent).

Adapun dalam permulaan semua surat suratan itu “basmalah” menyambung dengan “basmalah” surat sebelumnya. Ini telah ditetapkan oleh:

Ibnu Katsir.Qoluun.‘Ashim.Kasa’i.

Dari para ahli quraa’ yang menetapkan “Basmalah” berada dalam permulaan disetiap surat, kecuali permulaannya surat Attaubah, basmalah nya dibuang, ialah:

Abu Amr.Hamzah.Warasy.Ibnu ‘Amir.

Lihat lebih lengkapnya dalam kitab Nailul Author (2/198-214).

Wallahu a’lam wa ahkam.Semoga bemanfaat.Salam Aswaja !!