kronologi kerajaan hindu

31
Kronologi Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia Kerajaan Kutai Kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman, kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga. Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hamper seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Tarumanegara Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti- prasasti yang berhasil ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi

Upload: nhana-sukainah

Post on 01-Feb-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kerajaan hindu

TRANSCRIPT

Page 1: Kronologi Kerajaan Hindu

Kronologi Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Kerajaan Kutai

Kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak di

Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat

ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah yupa merupakan

sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah

satu yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah

Mulawarman.

Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan

Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga,

Aswawarman, kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga

diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang

artinya pembentuk Keluarga.

Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa

pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah

kekuasaannya meliputi hamper seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup

sejahtera dan makmur.

Kerajaan Tarumanegara

Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil

ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten dan

Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh

dari tulisan pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti

terpanjang, Tujuh prasasti dari kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti

Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan

Prasasti Munjul.

Sumber sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara

adalah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang menyebutkan

keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada

tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Dari salah satu prasasti,

yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa

Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat

pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun

Page 2: Kronologi Kerajaan Hindu

pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati

tersebut, dapat disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.

Kerajaan Melayu

Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah

mencatat ada dua kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan

Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hamper seluruh informasi

tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke -7 hingga ke-11. Kerajaan Melayu merupakan

salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bias ditemukan,

Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di daerah Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai

Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa

candi dan arca.

Sumber sejarah lain yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan Melayu

adalah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing (671-695). Ia

menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Melayu

yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita

I-Tsing, diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan

jalur perdagangan terdekat antara India dan Cina. Menurut Kitab Negarakertagama, pada

tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke

Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut ekspedisi Pamalayu.

Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai

pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad 17, adityawarman, putra Adwayawarman memerintah

Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh

anaknya Anangwarman.

Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya yang muncul pada abad ke-6, pada mulanya berpusat di sekitar Sungai

Batanghari, pantai timur Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah kerajaan Sriwijaya

meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini

wilayah Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang

pendeta Buddha bernama I-Tsing yang pernah tinggal di Sriwijaya antara tahun 685-689 M.

Pada tahun 692, ketika I-Tsing, bias disimpilkan bahwa Sriwijaya telah menaklukan dan

menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.

Page 3: Kronologi Kerajaan Hindu

Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil

memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi.

Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah

taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan

Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan

berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju

ke arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda.

Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada

masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-

wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara

dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut

Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti

Nalanda dan Prasasti Ligor.

Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada

masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya dan

kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu disebabkan oleh

seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan Rajendracoladewa atas

wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya. Serangan-serangan tersebut menyebabkan

kemunduran kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Kuno

Di wilayah Jawa Tengah, pada sekitar abad ke-8, perkembangan sebuah Kerajaan Mataram

Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram yang terletak di

pedalaman Jawa Tengah. Daerah tersebut memiliki banyak pegunungan dan sungai seperti

Sungai Bogowonto, Sungai Progo, dan Bengawan Solo. Pusat pemerintahan Kerajaan

Mataram Kuno juga sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno

dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.

Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan

Mataram Kuno. Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan Kerajaan Mataram

Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.

Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran

dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tengah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.

Page 4: Kronologi Kerajaan Hindu

Dinasti Sanjaya

Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir memberikan

gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti

ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan huruf Palawa yang

menggunakan bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna.

Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya Sanjaya. Masa pemerintahan

Sanna dan Sanjaya dapat kita ketahui dari deskripsi kitab Carita Parahyangan. Dalam

prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya dianggap sebagai pendiri Dinasti

Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.

Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada tahun 717 dengan gelar Rakai Mataram Sang

Ratu Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat

Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal ini

ditempuh dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di Kerajaan

Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan berbentuk

candi. Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh

putranya yang bernama Rakai Panangkaran.

Raja Rakai Panangkaran banyak mendirikan candi, seperti Candi Sewu, Candi Plaosan

dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa Raja Rakai Panangkaran

beragama Buddha. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran berturut-turut

adalah Rakai Warak dan Rakai Garung. Raja Mataram Kuno selanjutnya adalah Rakai

Pikatan. Persaingan dengan Dinasti Syilendra yang waktu itu diperintahkan oleh Raja

Samaratungga dianggap menghalangi cita-citanya untuk menjadi Penguasa tunggal di

Pulau Jawa.

Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui pernikahan politik

antara Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya dengan Pramodawardhani (Putri Raja

Samaratungga), dari keluarga Syailendra. Namun, perkawinan antara Rakai Pikatan

dengan Pramodawardhani tidak berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat,

Kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari

Pramodawardhani. Menurut beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856),

menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan

Balaputradewa.

Balaputradewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra). Ia

kemudian berkuasa sebagai raja, mengantikan kakeknya di kerajaan Sriwijaya. Hal ini

dapat dapat diketahu dari Prasasti Nalanda (India), yang menyatakan bahwa Raja

Page 5: Kronologi Kerajaan Hindu

Deewapaladewa dari Bengala menghadiahkan sebidang tanah kepada Raja

Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk membagun sebuah biara.

Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah Kerajaan Mataram Kuno menjadi semakin

luas kearah selatan (sekarang yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah wilayah Dinasti

Syailendra. Rakai Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya dan Syailndra

dapat hidup rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk candi, Seperti

Candi Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai Pikatan dan raja-raja Mataram

Kuno berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.

Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno

diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jd

pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh

seorang mahapatih ini sangat penting perananya. Raja Mataram selanjutnya adalah

Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian adalah Dyah

Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya

Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja Balitung berhasil

menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan.

Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan

dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat

penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua

pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur tiga pejabat itu menjadi

warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti

Kerajaan Singasari dan Majapahit.

Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung.

Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di

Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di

Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan

Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat

kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan

Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram

Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa.

Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa. Kerajaan Mataram Kuno dilanda

kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibu kota. Sementara itu, kekuatan ekonomi

dan politik Kerajaan Sriwijaya makin mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada

masa itu, wilayah kerajaan mataram kuno juga dilanda oleh bencana letusan Gunung

Page 6: Kronologi Kerajaan Hindu

Merapi yang sangat membahayakan ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat

diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian

digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan i Hino.

Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan Yogyakarta pada pertengahan abad

ke-8. Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti Syailendra yang berhasil ditemukan,

antara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan (778),

menyebutkan nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja Wisnu, penguasa

Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah

vihara bagi para pendeta. Rakai Panangkaran kemudian memberikan Desa Kalasan

kepada Sanggha Buddha. Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja Balaputradewa

kalah dalam perang saudara melawan kakaknya, yaitu Pramodhawardani. Kemudian, ia

melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Nalanda (860), menyebutkan asal usul

Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja Balaputradewa adalah putra dari Raja

Samaratungga dan cucu dari Raja Indra.

Pada abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah KerajaanMataram Kuno mulai

terdesak oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita ketahui dari prasasti Kalasan yang

menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja

Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan, sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra

muncul dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad. Pengaruh

Dinasti Syailendra terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin kuat karena Raja Indra

menjalankan strategi perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang

bernama Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya.

Pengganti Raja Indra adalah Raja Samaratungga. Pada masa kekuasaannya, dibangun

Candi Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja

Samaratungga meninggal dunia, dalam sebuah perang saudara. Balaputradewa

kemudian melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.

Kerajaan Medang Kemulan

Kerajaan Medang kemulan diperkirakan terletak di Jawa Timur, tepatnya di muara Sungai

Brantas. Ibu kota Medang Kemulan adalah Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu

Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa

Page 7: Kronologi Kerajaan Hindu

Tengah ke Jawa Timur. Pada awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kemulan

mencakup daerah Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.

Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Medang Kemulan, antara lain adalah

Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok ditemukan di Tangeran,

Bangil, dan Nganjuk. Prasasti bertahun 933 yang ditemukan di Tangeran, Jombang,

menyebutkan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan bersama

permaisurinya Sri Wardhani Mpu Kebi. Selain Prasasti Mpu Sindok, sumber sejarah yang

lain adalah Prasasti Kalkuta.

Prasasti bertahun 951 M ini berasal dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan

raja-raja dari Raja Mpu Sindok. Dari beberapa sumber yang ditemukan, diketahui bahwa

sebelum menjadi raja, Mpu Sindok pernah memangku jabatan sebagai Rakai Halu dan Rakai

Mapatih i Hino pada kerajaan Mataram. Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan

dari tahun 929 hingga 948. Mpu Sindok memerintah bersama permaisuri yang bernama Mpu

Kebi, yang bergelar Sri Prameswari Wardhani Mpu Kebi. Nama permaisuri Mpu Kebi atau

Dyah kebi ini dapat ditemukan dalam Prasasti Cunggrang dan Prasasti Geweg.

Dari Prasasti Pucangan, kita memperoleh keterangan tentang para pengganti Mpu Sindok.

Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Sri Dharmawangsa dengan gelar Teguh

Anantawikramattanggadewa. Dari prasasti ini di ketahui bahwa pada tahun 1016 Kerajaan

Medang Kemulan diserang oleh Kerajaan Wurawari dan Waram. Pulau Jawa digambarkan

mengalami sebuah pralaya (tragedy) yang menyebabkan banyak orang yang meninggal,

termasuk Sri Maharaja Dharmawangsa. Dalam peristiwa itu, Airlangga (menantu

Dharmawangsa) berhasil melarikan diri ke hutan Wonogiri bersama pengawalnya,

Narottama. Mereka hidup bersama dengan para pertapa selama hamper dua tahun sampai

akhirnya Airlangga berhasil menguasasi Kerajaan Medang Kemulan kembali pada tahun

1019.

Pada tahun 1029, Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wishnupraba dari Waratan. Setahun

Kemudian, Raja Wengker berhasil ditaklukannya. Akhirnya, pada tahun 1032, Raja

Wurawari yang dulu menghancurkan Dharmawangsa berhasil dikalahkan. Setelah musuh-

musuhnys dikalahkan, Airlangga mulai menata negaranya. Ia dibantu oleh Narottama yang

diberi gelar Rakryan Kanuruhan. Airlangga kemudian mengangkat putrinya yang bernama

Sanggraman Wijayatunggadewi menjadi Rakryan Mahamantri i Hino untuk menjadi raja.

Namun, rupanya sang putrid tidak berambisi menjadi raja dan memilih menjadi pertapa.

Dengan mundurnya putri mahkota, pada tahun 1044, Airlangga memutuskan untuk membagi

kerajaan menjadi dua. Kedua kerajaan ini masing-masing dipimpin oleh dua putranya. Hal itu

Page 8: Kronologi Kerajaan Hindu

dilakukan Raja Airlangga untuk mencegah terjadinya perang saudara. Dengan bantuan

seorang Brahmana bernama Mpu Bharada, Kerajaan Medang Kemulan dibagi dua. Kerajan

Jenggala (yang berarti hutan) dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Jenggala beribu kota di

Kahuripan dan Panjalu beribukota di Daha.

Kerajaan Kediri

Raja Sri Jayawarsha merupakan raja pertama Kerajaan Kediri. Raja yang bergelar Sri

Jayawarsha Digjaya Shastra Prabhu ini mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu seperti

Airlangga. Raja kerajaan kediri selanjutnya adalah Bameswara. Bameswara bergelar Sri

Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana

Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatunggadewa. Dalam kitab Kakawin

Smaradahana, karangan Mpu Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah

keturunan pendiri Dinasti Isyana yang menikah dengan Chandra Kirana, putrid Jayabhaya.

Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha

Parkrama Digjayotunggadewa Jayabhayalanchana. Pada masa pemerintahan Jayabhaya,

terjadi perang saudara ini diabadikan dalam bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh

Mpu Sedah dan Mpu Punuluh. Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut

sehingga wilayah Kediri berhasil disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa

kemenangan ini diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Pengganti Jayabhaya yaitu Sarweswara

dari Aryyeswara, tidak banyak diketahui. Raja berikutnya adalah Gandra. Pada masa

pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan yang diwariskan Kerajaan

Medang Kamulan.

Para pejabat diberi gelar tertentu dengan nama-nama hewan, seperti Gajah atau Kebo.

Penggunaan nama-nama tersebut menjadi tanda pengenal kepangkatan tertentu di Kerajaan

Kediri. Setelah Gandra, pemerintahan Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Kameshwara.

Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil karya sastra Jawa. Pada masa

pemerintahannya, cerita-cerita panji atau kepehlawanan banyak dihasilkan seperti juga bentu

cerita kakawin.

Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya,

Kediri mulai mengalami masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha

membatasi dan mengurangi hak istimewa para kaum Brahmana saat itu, di daerah Tumapel

(sekarang Malang) muncul kekuatan baru di bawah pimpinan Ken Arok. Perlahan-lahan,

terjadi arus pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju Tumampel. Kertajaya

Page 9: Kronologi Kerajaan Hindu

menyikapi arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara Kerajaan Kediri untuk menyerbu

Tumapel.

Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken Arok terjadi di Ganter (1222). Pasukan Ken Arok

berhasil menghancurkan kekuasaan pasukan Kertajaya dan dengan sendirinya mengakhiri

kekuasaan Kerajaan Kediri.

Kerajaan Singasari

Sumber sejarah tentang Kerajaan Singasari di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno, seperti

Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kedua kitab itu berisis sejarah raja-raja.

Kerajaan Singasari dan majapahit yang saling berhubungan erat. Ketika Ken Arok berkuasa

di Tumapel, di Kerajaan Kediri berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para

Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel. Namun, dalam pertempuran

di Ganter, ia mengalami kekalahan dan meninggal. Kemudian, Ken Arok menyatukan

Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta mendirikan Kerajaan Singasari. Ia bergelar Sri Rangga

Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur.

Dari istri yang pertamanya yang bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang

anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Dari

perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Mahisa

Wong ateleng, Panji Sabrang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki

seorang anak tiri, yaitu Anusapati yang merupakan anak Tunggal Tunggul ametung dan Ken

Dedes. Tunggul Ametung adalah Bupati Tumapel yang dibunuh Ken Arok.

Pada tahun1227, masa pemerintahan Ken Arok berakhir ketika ia dibunuh oleh anak tirinya

Anusapati, sebagai balas dendam terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan bahwa Ken Arok

dibunuh dengan menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai untuk membunuh Tunggul

Ametung. Kemudian Ken Arok dimakamkan di Kagenengan (sebelah selatan Singasari).

Setelah Ken Arok wafat, Anusapati yang bergelar Amusanatha, naik tahta sebagai raja kedua

Kerajaan Singasari. Anusapati memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang mengetahui

bahwa ayahnya dibunuh oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam. Tohjaya

membunuh Anusapati juga dengan mengunakan keris Mpu Gandring.

Setelah Wafat, jenazahanusapati diperabukan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian

mengantikan Anusapati menjadi Raja di Kerajaan singasari pada tahun 1248. Ia tidak lama

memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Sinelir dan

Rajasa yang digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati. Ranggawuni dibantu oleh Mahisa

Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng, saudara tiri Anusapati dari ibu yang sama.

Page 10: Kronologi Kerajaan Hindu

Pemberontakan Ranggawuni berhasil menyerbu masuk ke istana dan melukai Tohjaya

dengan tombak. Tohjaya berhasil dilarikan oleh para pengawalnya ke luar Istana, tetapi

akhirnya meninggal di Katalang Lumbang. Dengan wafatnya Tohjoyo. Tahta kerajaan

Singasari kembali kosong.

Setelah tohjaya wafat, Ranggawuni naik tahta pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya

Wishnuwardhana. Mahisa Cempaka yang telah membantunya merebut tahta, memperoleh

anugrah kedudukan sebagai Ratu Angabhaya, pejabat terpenting kedua di Kerajaan

Singgasari dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254. Wishnuwardhana menobatkan

anaknya yang bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Kumararaja (Raja Muda).

Kertanegara mendampingi ayahnya memerintah sampai tahun 1268. Ketika Wishnuwardhana

meninggal di Mandaragiri, ia dimuliakan di dua tempat yang berbeda. Di Candi Jago

(Jajaghu) sebagai Buddha Amoghapasha dan di Candi Weleri sebagai Siwa.

Setelah ayahnya wafat, Kertanegara sebagai raja muda langsung dinobatkan sebagai Raja

Singasari. Dalam menjalankan pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga orang pejabat

bawahan, yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu. Dibawah ketiga

Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat bawahan, yaitu Rakryan Apatih, Rakryan

Demung, dan Rakryan Kanuruhan. Untuk mengatur soal keagamaan, diangkat pejabat yang

disebut Dharmadhyaksa ri Kasogatan.

Raja Kertanegara adalah raja yang terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia

mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari

hingga keluar Pulau Jawa yang disebut dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275,

ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai

ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan

tahun1260. Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai

Langsat) yang berangka tahun 1286.

Raja Melayu saat itu, Tribhuwana atau Raja Mulawarmandewa, beserta rayatnya menyambut

hadiah itu dengan suka cita. Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Melayu secara resmi

berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Kertanegara juga membawa putrid Melayu

kembali ke Singasari untuk dinikahkan dengan salah seorang bangsawan Singasari. Tujuh

pengiriman arca dan penaklukan Kejaan Melayu adalah untuk menghadang rencana perluasan

kekuasaan Kaisar Kubilai Khan dari Cina.

Diceritakan bahwa sudah beberapa kali utusan dari Cina dating ke Kerajaan Melayu menurut

pengakuan untuk tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan

Page 11: Kronologi Kerajaan Hindu

sebagai pernyataan tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau

utusan sebagai pernyataan tunduk.

Pada tahun 1289, utusan Cina bernama Meng K’i dikirim pulang ke Cina sehingga Kaisar

Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan Singasari. Sebagian

besar pasukan Kerajaan Singasari sedang dikirim ke Sumatra untuk menghadapi serangan

pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang di Kerajaan Kediri yang menjadi bawahan

Kerajaan Singasari melihat kesempatan yang baik untuk merebut kekuasaan. Pada tahun

1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota Kerajaan

Singasari.

Menurut cerita, pada saat serangan musuh dating, Raja Kertanegara beserta para pejabat dan

pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana sehingga dapat dengan mudah mereka semua

dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut oleh Jayakatwang, Raja

Kediri.

Kerajaan Bali

Informasi tentang raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Bali diperileh terutama dari

prasasti Sanur yang berasal dari 835 Saka atau 913. Prasasti Sanur dibuat oleh Raja Sri

Kesariwarmadewa. Sri Kesariwarmadewa adalah raja pertama di Bali dari Dinasti

Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman Bali, ia memerintah

Kerajaan Bali yang berpusat di Singhamandawa. Pengganti Sri Keariwarmadewa adalah

Ugrasena. Selama masa pemerintahannya, Ugrasena membuat beberapa kebijakan, yaitu

pembebasan beberapa desa dari pajak sekitar tahun 837 Saka atau 915. Desa-desa tersebut

kemudian dijadikan sumber penghasilan kayu kerajaan dibawah pengawasan hulu kayu

(kepala kehutanan). Pada sekitar tahun 855 Saka atau 933, dibangun juga tempat-tempat suci

dan pesanggrahan bagi peziarah dan perantau yang kemalaman.

Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama

permaisurinya, ia berhasil membagun pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau

Manukaya, dekat Tampak Siring. Pengganti Tabanendra Warmadewa adalah raja Jayasingha

Warmadewa. Kemudian Jayasadhu Earmadewa. Masa pemerintahan kedua raja ini tidak

diketahu secara pasti. Pemerintahan kerajaan Bali selanjutnya dipimpin oleh seorang ratu.

Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Ia memerintah pada tahun 905 Saka

atau 938. Beberapa ahli memperkirakan ratu ini adalah putrid Mpu Sindok dari kerajaan

Mataram Kuno.

Page 12: Kronologi Kerajaan Hindu

Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana Warmadewa. Pada masa pemerintahan Udayana,

hubungan Kerajaan Bali dan Mataram Kuno berjalan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh

adanya pernikahan antara Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok yang

kemudian dikenal sebagai Mahendradata. Pada masa itu banyak dihasilkan prasasti-prasasti

yang menggunakan huruf Nagari dan Kawi serta bahasa Bali Kuno dan Sangsekerta.

Setelah Udayana wafat, Marakatapangkaja naik tahta sebagai raja Kerajaan Bali. Putra kedua

Udayana ini menjadi raja Bali berikutnya karena putra mahkota Airlangga menjadi raja

Medang Kemulan. Airlangga menikah dengan putrid Darmawngasa dari kerajaan Medang

Kemulan. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan terlihat bahwa Marakatapangkaja sangat

menaruh perhatian pada kesejahteraan rakyatnya. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah

yang luas termasak Gianjar, Buleleng. Tampaksiring dan Bwahan (Danau Batur). Ia juga

mengusahakn pembangunan candi di Gunung Kawi.

Pengganti raja Marakatapangkaja adalah adiknya sendiri yang bernama Anak Wungsu. Ia

mengeluarkan 28 buah prasasti yang menunjukkan kegiatan pemerintahannya. Anak Wungsu

adalah raja dari Wangsa Warmadewa terakhir yang berkuasa di kerajaan Bali karena ia tidak

mempunyai keturunan. Ia meninggal pada tahun 1080 dan dimakamkan di Gunung Kawi

(Tampak Siring).

Setelah anak Wungsu, kerajaan Bali dipimpin oleh Sri Sakalendukirana. Raja ini digantikan

Sri Suradhipa yang memerintah dari tahun1037 Saka hingga 1041 Saka. Raja Suradhipa

kemudian digantikanJayasakti. Setelah Raja Jayasakti, yang memerintah adalah Ragajaya

selitar tahun 1155. Ia digantikan oleh Raja Jayapangus (1177-1181). Raja terakhir Bali adalah

Paduka Batara Sri Artasura yang bergelar Ratna Bumi banten (Manikan Pulau Bali). Raja ini

berusaha mempertahahankan kemerdekaan Bali dari seranggan Majapahit yang di pimpin

oleh Gajah Mada. Sayangnya upaya ini mengalami kegagalan. Pada tahun 1265 Saka tau

1343, Bali dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan mula-mula di Samprang, kemudian dipindah

ke Gelgel dan Klungkung.

Kerajaan Pajajaran

Pusat Kerajaan Pajajaran awalnya terletak di daerah Galuh, jawa Barat. Raja pertama

Kerajaan Pajajaran bernama Sena. Namun, tahta Kerajaan Pajajaran kemudian direbut oleh

saudara Raja Sena yang bernama Purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa

meninggalkan keratin. Tidak lama kemudian, Raja Sena berhasil merebut kembali tahta

Kerajaan Pajajaran.

Page 13: Kronologi Kerajaan Hindu

Raja Pajajaran selanjutnya adalah Jayabhupati. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan

Pajajaran mengembangkan ajaran Hindu Waisnawa. Setelah Jayabhupati, Kerajaan diperintah

oleh Rahyang Niskala Wastu Kencana. Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan

dipindahkan ke Kawali. Raha Wastu kemudian digantikan oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini

terjadi pada tahun 1357 dan disebut dalam kitab Pararaton sebagai Perang Bubat.

Ketika perang Bubat terjadi, Sri Baduga Maharaja bersama seluruh pengiringnya tewas.

Kerajaan Pajajaran diambil alih oleh Hyang Bunisora (1357-1371), pengasuh putra mahkota

Wastu Kencana yang masih kecil. Hyang Bunisora berkuasa selama 14 tahun. Pada Prasasti

Batu Tulis, raja ini disebut juga Prabu Guru Dewataprani.

Kerajaan Pajajaran selanjutnya diperintah secara berurutan oleh Wastu Kencana. Tohaan, lalu

Sang Ratu Jayadewata. Pada masa pemerintahan Sang Ratu Jayadewata, diperkirakan bahwa

di Kerajaan Pajajaran telah terdapat penduduk yang beragama islam. Hal ini tergambar dari

tulisan seorang ahli sejarah Portugis yang bernama Tome Pires (1513) yang mengatakan

bahwa di wilayah timur kerajaan ini terdapat banyak penganut Islam. Tampaknya pengaruh

Islam belum masuk ke pusat kerajaan. Namun, pengaruh Islam dari Kerajaan Demak di Jawa

Tegah mulai mengancam Kerajaan Pajajaran.

Oleh karena itu Jayadewata bermaksud meminta bantuan Portugis di Malaka untuk

menghadapi kerajaan Demak. Usaha itu terlambat karena pada tahun1527, pasukan yang

dipimpin oleh Falatehan dari Demak berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan

terbesar Kerajaan Pajajaran. Ketika itu, yang berkuasa di Pajajaran adalah Ratu Samiam,

putra Jayadewata.

Setelah pelabuhan Sunda Kelapa direbut oleh Kerajaan Demak, Kerajaan Pajajaran harus

menghadapi serangan Kerajaan Banten dari arah barat. Pengganti Samiam, yaitu Prabu Ratu

Dewata, berusaha mempertahankan ibu kota Pajajaran dari pasukan Maulana Hasanuddin dan

putranya, Maulana Yusuf. Pada tahun1579, Kerajaan Pajajaran akhirnya runtuh setelah

Kerajaan Banten yang bercorak Islam berhasil menguasai Ibu kota kerajaan. Orang-orang

Hindu Pajajaran yang tidak mau tunduk pada penguasa Islam akhirnya melarikan diri

kedaerah pedalaman dan kemudian hidup sebagai suku Badui.

kerajaan Majapahit

Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama

kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang Madura bernama

Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah pohon maja yang

berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu mereka menamakna

Page 14: Kronologi Kerajaan Hindu

permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini merupakan daerah yang diberikan

Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu

Raja Kertanegara dari kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan

dikalahkan oleh Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan

kepada Bupati Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang Madura,

ia membangun pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama Majapahit tersebut.

Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang

prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja Kertanegara

yang menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari Cina. Mereka tidak

mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah meninggal dikalahkan oleh Raja

Jayakatwang dari Kediri.

Melihat peluang ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan

Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di

Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu. Raja Jayakatwang berhasil

dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka

tidak menyaka kalau kesempatan itu dipakai oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang

mereka. Pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir armada Cina kembali ketanah airnya.

Sejak saat itu Kerajaan Majapahit dianggap sudah berdiri.

Raden Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri

Kertarajasa Jayawardhana. Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan yang

dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan

itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di

dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura.

Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara

menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus

menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain

pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal

(Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager.

Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra

yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh

adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi

Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan

gelar Kertawerdhana.

Page 15: Kronologi Kerajaan Hindu

Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa

pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah

pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu

pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah

di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan

buah palapa), sebelum ia dapat menundukan Nusantara.

Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam

Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22

tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan sebagai raja

Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat sebagai Patih

Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan

Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang

sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit.

Gajah Mada meninggal tahun 1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak

kemunduran Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan bijaksana.

Keadaan semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada tahun 1389. Hayam

Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit diberikan pada menantunya

yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri mahkota Kusumawardhani). Hayam

Wuruk sebenarnya memiliki putra yang bernama Bhre Wirabhumi. Namun, dia bukan anak

dari permaisuri sehingga tidak berhak mewarisi tahta Kerajaan Majapahit.

Meskipun demikian, Wirabhumi tetap diberi kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah

Kerajaan sebelah Timur, yaitu Blambangan. Dengan cara tersebut, kemungkinan perpecahan

antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah kembali timbul

ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah Kusumawardhani meninggal dunia

pada tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk menjadi pendeta dan menunjuk putrinya,

Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1401, pecah perang antara keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi yang

dikenal sebagai Perang Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun 1406 dengan

terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan Kerajaan Majapahit.

Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri. Tidak ada lagi raja yang kuat dan

mampu memerintah kerajaan yang demikian luas. Menurut catatan. Kerajaan Majapahit

runtuh sekitar tahun 1500-an yang didasarkan pada tahun bersimbol Sirna Ilang Kertaning

Bhumi.

Page 16: Kronologi Kerajaan Hindu

Percandian Batujaya

Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian

Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten

Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan

candi yang tersebar di beberapa titik.

Lokasi

Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran,

Kecamatan Batujaya dan Desa Talagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang,

Jawa Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitar lima km2. Situs ini terletak di

tengah-tengah daerah persawahan dan sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak

berada jauh dari garis pantai utara Jawa Barat (Ujung Karawang). Batujaya kurang lebih

terletak enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar 500 meter di utara Ci Tarum.

Keberadaan sungai ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keadaan situs sekarang

karen tanah di daerah ini tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau atau

pun pada musim hujan.

Lokasi percandian ini jika ditempuh menggunakan kendaraan sendiri dan datang dari

Jakarta, dapat dicapai dengan mengambil Jalan tol Cikampek. Keluar di gerbang tol

Karawang Barat dan mengambil jurusan Rengasdengklok. Selanjutnya mengambil jalan ke

arah Batujaya di suatu persimpangan. Walaupun jika ditarik garis lurus hanya berjarak sekitar

50 km dari Jakarta, waktu tempuh dapat mencapai tiga jam karena kondisi jalan yang ada.

Situs Batujaya terletak di lokasi yang relatif berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15km

di arah timur laut) yang merupakan peninggalan bangunan Hindu dan situs temuan pra-Hindu

"kebudayaan Buni" yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama Masehi. Kenyataan ini

seakan-akan mendukung tulisan Fa Hsien yang menyatakan: "Di Ye-po-ti (Taruma,

maksudnya Kerajaan Taruma) jarang ditemukan penganut Buddhisme, tetapi banyak

dijumpai brahmana dan orang-orang beragama kotor".

Lokasi candi ini dahulu merupakan danau dan candi dibangun di tepi danau. Danau

ini terbentuk akibat beralihnya sungai Citaruum dari arah Utara ke Barat Laut (lihat gambar).

Hal ini juga di tandakan dengan nama desa yang ada yaitu Segaran yang berarti Laut atau

badan air seperi danau dalam bahasa Sangsekerta dan Telaga Jaya.

Page 17: Kronologi Kerajaan Hindu

Penelitian

Situs Batujaya pertama kali diteliti oleh tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas

Indonesia (sekarang disebut Fakultas Ilmu Budaya UI) pada tahun 1984 berdasarkan laporan

adanya penemuan benda-benda purbakala di sekitar gundukan-gundukan tanah di tengah-

tengah sawah. Gundukan-gundukan ini oleh penduduk setempat disebut sebagai onur atau

unur dan dikeramatkan oleh warga sekitar. Semenjak awal penelitian dari tahun 1992 sampai

dengan tahun 2006 telah ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan. Penamaan tapak-tapak

itu mengikuti nama desa tempat suatu tapak berlokasi, seperti Segaran 1, Segaran 2,

Telagajaya 1, dan seterusnya.

Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11 buah candi yang diteliti (ekskavasi) dan

sampai saat ini masih banyak pertanyaan yang belum terungkap secara pasti mengenai

kronologi, sifat keagamaan, bentuk, dan pola percandiannya. Meskipun begitu, dua candi di

Situs Batujaya (Batujaya 1 atau Candi Jiwa, dan Batujaya 5 atau Candi Blandongan) telah

dipugar dan sedang dipugar.

Ekskavasi dan penelitian dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan dibantu oleh EFEO (École Français d’Extrême-

Orient) dan dukungan dana dari Ford Motor Company digunakan untuk kegiatan kajian situs

ini.

Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana

layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan

hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.

Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit

(juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini

tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.

Candi Jiwa

Candi yang ditemukan di situs ini seperti candi Jiwa, struktur bagian atasnya

menunjukkan bentuk seperti bunga padma (bunga teratai). Pada bagian tengahnya terdapat

denah struktur melingkar yang sepertinya adalah bekas stupa atau lapik patung Buddha. Pada

candi ini tidak ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha di

atas bunga teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas air. Bentuk seperti ini

adalah unik dan belum pernah ditemukan di Indonesia.

Bangunan candi Jiwa tidak terbuat dari batu, namun dari lempengan-lempengan batu bata.

Page 18: Kronologi Kerajaan Hindu

Menurut keterangan penduduk setempat kata jiwa berasal dari sifat unur (gundukan

tanah yang mengandung candi) yang dianggap mempunyai "jiwa". Karena beberapa kali

kambing diikat diatasnya mati. Sehingga tidak ada hubungan dengan Dewa Syiwa.

Kata "jiwa" sangat dekat dengan nama salahsatu nama dewa dalam agama Hindu

yaitu Dewa Syiwa. Perubahan dari "syiwa" menjadi "jiwa" bisa terjadi karena perjalanan

waktu, atau karena aksen Sunda. Barangkali kedekatan kata syiwa dan jiwa bisa dijadikan

salah satu objek penelitian meskipun agak aneh jika data yang telah didapat bahwa candi Jiwa

lebih kepada Budha daripada Hindu. Di Budha tidak ada dewa Syiwa.

Penanggalan

Berdasarkan analisis radiometri karbon 14 pada artefak-artefak peninggalan di candi

Blandongan, salah satu situs percandian Batujaya, diketahui bahwa kronologi paling tua

berasal dari abad ke-2 Masehi dan yang paling muda berasal dari abad ke-12.

Di samping pertanggalan absolut di atas ini, pertanggalan relatif berdasarkan bentuk

paleografi tulisan beberapa prasasti yang ditemukan di situs ini dan cara analogi dan tipologi

temuan-temuan arkeologi lainnya seperti keramik Cina, gerabah, votive tablet, lepa (pleister),

hiasan dan arca-arca stucco dan bangunan bata banyak membantu.

Page 19: Kronologi Kerajaan Hindu

Protosejarah

Protosejarah mengacu pada periode dalam sejarah, khususnya wilayah atau bangsa,

yang telah memiliki sumber-sumber tertulis (sejarah) namun tidak berasal dari dari wilayah

atau bangsa itu sendiri, atau telah ada sumber tertulis dari wilayah atau bangsa itu sendiri

namun sumber itu belum bisa dibaca/ditafsirkan.

Dalam rentang sejarah Indonesia, periode protosejarah terjadi pada masa permulaan

tahun Masehi, dengan adanya sumber-sumber Yunani dan Tionghoa yang menyebutkan

adanya wilayah di ujung timur yang menghasilkan rempah-rempah serta emas. Berita

Tionghoa menyebutkan adanya pemukim di pantai utara Jawa. Periode ini dianggap berakhir

sejak temuan prasasti di Kutai yang diduga berasal dari abad ke-5 Masehi.

Periode ini juga umum dijumpai pada sejarah bangsa lain. Dalam sejarah Jerman,

umpamanya, periode protosejarah terjadi ketika berita-berita Yunani Kuno dan Romawi

menyebutkan adanya bangsa "biadab" yang menghuni utara Pegunungan Alpen. Sejarahwan

Romawi juga menulis beberapa kronik mengenai hubungan antara orang-orang Romawi dan

taklukannya dengan orang-orang Jermanik.