kopi luwak

76
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan dapat mencapai tinggi 12 m. Tanaman kopi terdiri dari jenis Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia, di samping merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di Indonesia. Sudah hampir tiga abad kopi diusahakan penanamannya di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri dan luar negeri. Kopi merupakan salah satu minuman yang paling digemari banyak orang. Dari setiap tiga orang di dunia, salah satunya adalah peminum kopi. Kopi memang sungguh nikmat jika diminum baik pagi hari, atau saat malam hari ketika pekerjaan menumpuk. 1

Upload: etha-comical

Post on 10-Aug-2015

117 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kopi Luwak

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon

dan termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman

ini tumbuh tegak, bercabang dan dapat mencapai tinggi 12 m.

Tanaman kopi terdiri dari jenis Coffea arabica, Coffea robusta dan

Coffea liberica. Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang

mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia, di

samping merupakan salah satu komoditas unggulan yang

dikembangkan di Indonesia. Sudah hampir tiga abad kopi

diusahakan penanamannya di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi di dalam negeri dan luar negeri.

Kopi merupakan salah satu minuman yang paling digemari

banyak orang. Dari setiap tiga orang di dunia, salah satunya adalah

peminum kopi. Kopi memang sungguh nikmat jika diminum baik pagi

hari, atau saat malam hari ketika pekerjaan menumpuk. Bisnis kopi

pun telah menjadi bisnis milyaran dolar, yang hanya mampu disaingi

oleh bisnis minyak bumi. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai

tambah komoditas kopi yakni dengan membuat kopi luwak.

Kopi luwak merupakan istilah generik jenis kopi seduh dari biji

kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan satwa

sejenis musang, yang oleh masyarakat di Jawa biasa disebut

sebagai Luwak (Paradoxurus hermaphrodirus). Kemasyhuran kopi itu

1

Page 2: Kopi Luwak

diyakini karena mitos pada masa lalu, ketika perkebunan kopi di buka

besar-besaran di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia

Belanda, sampai dekade 1950-an. Pada masa itu masih banyak

terdapat binatang luwak, sejenis musang. Luwak senang sekali

mencari buah-buahan yang cukup baik, termasuk buah kopi, sebagai

makanannya. Bukan sembarang kopi, tapi buah kopi terbaik dan

paling masak yang dipilihnya. Biji dari buah kopi terbaik itu

difermentasi di dalam perut luwak, dan akan dibuang bersama

kotoran binatang itu. Biji kopi luwak seperti itu, pada masa lalu sering

diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik

dan diproses secara alami. Menurut keyakinan, rasa kopi luwak

memang benar-benar berbeda dan spesial di kalangan para

penggemar dan penikmat kopi.

B. Rumusan Masalah

Kopi luwak merupakan kopi termahal di dunia. Kini, kopi luwak

yang dinilai paling berharga sekitar dua juta rupiah per kilogram.

Penyebabnya adalah cita rasa dan aroma kopi luwak yang khas

karena terjadi perubahan kimia seperti kandungan protein, kafein

serta lemak. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diteliti seberapa

besar perbandingan karakteristik kimia antara kopi luwak dan kopi

biasa dari jenis arabika dan robusta secara kuantitatif.

2

Page 3: Kopi Luwak

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui perbandingan jumlah kafein antara kopi luwak dan kopi

biasa dari jenis arabika dan robusta.

2. Mengetahui perbandingan karakteristik proksimat (protein dan

lemak) pada kopi luwak dan kopi biasa dari jenis arabika dan

robusta.

3. Mengetahui perbandingan aroma dan rasa antara kopi luwak dan

kopi biasa dari jenis arabika dan robusta.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi

kepada masyarakat luas, penyebab mahalnya kopi luwak di tingkat

pasaran lokal bahkan di tingkat pasaran internasional yang merupakan

salah satu komoditi ekspor perkebunan.

3

Page 4: Kopi Luwak

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kopi (Coffea arabica L.)

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas

banyak jenis antara Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica.

Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran

tinggi. Sistematik tanaman kopi robusta menurut Armansyah (2010),

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea robusta Lindl.

Kopi merupakan sumber utama kafein. Begitu terkenalnya kopi

sampai timbul istilah coffee break atau "rehat kopi" di setiap acara

resmi seperti seminar, lokakarya dan rapat. Saat itu para tamu atau

peserta beristirahat sebentar untuk menikmati kue-kue sambil minum

secangkir kopi atau teh. Sementara dalam kehidupan sehari-hari, kopi

seringkali dijadikan pendamping sarapan pagi (Suriani, 1997).

4

Page 5: Kopi Luwak

Minum kopi ternyata dapat meningkatkan resiko terkena stroke.

Sebuah penelitian yang dimuat dalam journal of neurology,

neurosurgry and psychiatry tahun 2002 menyimpulkan bahwa minum

lebih dari 5 gelas kopi per hari akan meningkatkan resiko terjadinya

kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kafein juga dapat

menyebabkan insomnia, mudah gugup, sakit kepala, merasa tegang

dan cepat marah. Pada wanita hamil juga disarankan tidak

mengkonsumsi kopi dan makanan yang mengandung kafein. Hal ini

karena kafein dapat meningkatkan denyut jantung. Pada janin dapat

menyerang plasenta dan masuk dalam sirkulasi darah janin. Dampak

terburuknya, bisa menyebabkan keguguran (Anonim, 2009).

Standar mutu diperlukan sebagai petunjuk dalam pengawasan

mutu dan merupakan perangkat pemasaran dalam menghadapi

klaim/ketidakpuasan dari konsumen dan dalam memberikan saran-

saran ke bagian pabrik dan bagian kebun. Standardisasi meliputi

definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,

syarat penandaan, cara pengemasan. Standar Nasional Indonesia Biji

kopi menurut SNI No.01-2907-1999 seperti pada Tabel 1. Pada

prinsipnya penanganan pasca panen kopi harus memperhatikan

keamanan pangan. Oleh karena itu harus dihindari terjadinya

kontaminasi dari beberapa hal yaitu :

a. Fisik (tercampur dengan benda asing selain kopi, misalnya: rambut,

kotoran, dll);

5

Page 6: Kopi Luwak

b. Kimia (tercampur bahan-bahan kimia);

c. Biologi (tercampur jasad renik yang bisa berasal dari pekerja yang

sakit, kotoran/sampah di sekitar yang membusuk)

Syarat mutu umum biji kopi pengolahan kering seperti tertera

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Syarat Mutu Umum Biji Kopi Pengolahan KeringNo Jenis Kopi Satuan Persyaratan1 Biji berbau busuk dan berbau

kapang- Tidak ada

2 Serangga hidup - Tidak ada3 Kadar air ( bobot/bobot) % Maksimal 134 Kadar kotoran % Maksimal 0,55 Biji lolos ayakan ukuran 3 mm x 3

mm (bobot/bobot)% Maksimal 5

6 Biji ukuran besar, lolos ayakan ukuran 5,6 mm x 5,6 mm (bobot/bobot)

% Maksimal 5

Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi,

tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang

terpenting terdapat di dalam kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein

yang menstimuli kerja saraf, caffeol memberikan flavor dan aroma

yang baik. Kopi robusta mengandung lebih banyak asam amino bebas.

Kadar kafein dalam robusta jauh lebih besar daripada arabika, dalam

jumlah sedikit saja memberikan rasa sepat (Anonim, 2011a).

Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah

disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

6

Page 7: Kopi Luwak

Tabel 2. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta Sebelum dan Sesudah Disangrai

Komponen Arabika Green

Arabika Roasted

Robusta Green

Robusta Roasted

Mineral 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5 4,6-5,0

Kaffein 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4 2,0

Trigonelline 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75 0,3-0,6

Lemak12,0-

18,0

14,5-

20,09,0-13,0 11,0-16,0

Total

Chlorogenic

Acid

5,5-8,0 1,2-2,3 7,0-10,0 3,9-,.6

Asam Alifatis 1,5-2,0 1,0-1,5 1,5-1,2 1,0-1,5

Oligosakarida 6,0-8,0 0-3,5 5,0-7,0 0-3,5

Total

Polisakarida

50,0-

55,0

24,0-

39,0

37,0-

47,0-

Asam amino 2,0 0 - 0

Protein11,0-

13,0

13,0-

15,013,0-15,0

Humic acids -16,0-

17,016.0-17,0

Sumber : Clarke dan Macrae, (1987).

Kopi arabika maupun robusta memiliki rasa agak pahit

dikarenakan kandungan kafeinnya sehingga untuk mengurangi rasa

pahit pada kopi perlu diturunkan kadar kafeinnya. Kadar kafein tinggi

dapat mengganggu kesehatan, misalnya jatung berdebar. Minuman

penyegar/penguat yang mengandung kafein lebih dari 50 mg tidak

diperkenankan beredar oleh Pemerintah.

7

Page 8: Kopi Luwak

B. Kopi arabika (Cafeea arabica. L)

Kopi arabika berasal dari Etiopia & Abessinia. Kopi arabika

dapat tumbuh dengan ketinggian 700-1700 mdpl dan temperatur

16-200 C. Kopi arabika berbuah setahun sekali. Kopi arabika

menguasai pasar kopi di dunia hingga 70%. Kopi arabika memiliki

aroma yang khas. Kopi arabika memiliki rasa yang asam yang tidak

dimiliki oleh kopi jenis robusta. Kopi arabika memiliki perbedaan antara

kopi lainnya karena rasa kopi tergantung dari cuaca dan tanah tempat

kopi di tanam (Anonim, 2011a).

Meski di seluruh dunia ada sekitar 70 spesies pohon kopi, dari

yang berukuran seperti semak belukar hingga pohon dengan tinggi 12

meter. Kopi arabika juga memiliki jenis lainnya yang masih satu jenis

antara lain Abesinia, Pasumah, Margo Type dan Congensis. Kedua

spesies ini digunakan untuk produksi sekitar 98% produksi kopi dunia.

Kopi yang pertama kali dikembangkan di dunia adalah Kopi Arabika

yang berasal dari spesies pohon kopi Coffea arabica. Kopi jenis ini

yang paling banyak diproduksi, yaitu sekitar lebih dari 60% produksi

kopi dunia. Kopi arabika dari spesies Coffea arabica menghasilkan

jenis kopi yang terbaik. Pohon spesies ini biasanya tumbuh di daerah

dataran tinggi. Tinggi pohon kopi ini antara 4 hingga 6 meter. Kopi

arabika memiliki kandungan kafein tidak lebih dari 1,5% serta memiliki

jumlah kromosom sebanyak 44 kromosom (Anonim, 2011a).

8

Page 9: Kopi Luwak

C. Kopi robusta (Cafeea canephora. L)

Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh pada ketinggian

400-700 mdpl. Produksi kopi robusta lebih sedikit daripada kopi

arabika. Kopi robusta hanya mencapai 30% di pasaran komoditi dunia.

Kopi robusta juga sudah banyak tersebar di wilayah Indonesia dan

Filipina. Kopi robusta memiliki rasa seperti cokelat, memiliki aroma

yang khas dan rasa yang manis, memiliki warna bervariasi sesuai

dengan cara pengolahan. Kopi robusta memiliki tekstur lebih kasar dari

kopi arabika. Jenis lainnya dari kopi robusta seperti Qillou, Uganda dan

Chanepora. Dalam pertumbuhannya kopi robusta hampir sama

dengan kopi arabika yakni tergantung pada kondisi tanah, cuaca dan

proses pengolahan dan pengemasan kopi ini akan berbeda untuk

setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga

berbeda (Anonim, 2011a).

Kopi robusta biasanya digunakan sebagai kopi instant atau

cepat saji. Kopi robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi,

rasanya lebih netral, serta aroma kopi yang lebih kuat. Kandungan

kafein pada kopi robusta mencapai 2,8% serta memiliki jumlah

kromosom sebanyak 22 kromosom. Produksi kopi robusta saat ini

mencapai sepertiga produksi kopi seluruh dunia (Anonim, 2011a).

9

Page 10: Kopi Luwak

D. Kopi Luwak

Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang

diambil dari sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini

memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran

pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara

telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di kalangan

peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun

1980-an (Anonim, 2011b).

Asal mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah

pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18,

Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di

Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya

adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era

"Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870). Belanda melarang

pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi

pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang

terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan

bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi

hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih

utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian

dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air

panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi

aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan,

10

Page 11: Kopi Luwak

maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda.

Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim,

kopi luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman

kolonial. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai

USD100 per 450 gram (Anonim, 2011b).

Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari

buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai

makanannya. Luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul masak

sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang dilindungi kulit

keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak. Biji kopi

seperti ini, pada masa lalu sering diburu para petani kopi, karena

diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara

alami dalam perut luwak. Dan konon, rasa kopi luwak ini memang

benar-benar berbeda dan spesial di kalangan para penggemar dan

penikmat kopi (Anonim, 2011b).

Luwak hanya mau memakan buah dari biji kopi yang beraroma

wangi seperti buah leci, kemudian di perut luwak tersebut ini terjadi

fermentasi yang sangat tinggi oleh enzim-enzim yang tentunya

menjadikan cita rasa yang sangat kuat dan memiliki kenikmatan

tersendiri, suhu ketika fermentasi di dalam perut luwak dapat mencapai

antara 200-2650 C. Di dalam perut luwak, sebelum menjadi kopi luwak,

terjadi fermentasi selama kurang lebih 48 jam. Dalam sehari seekor

11

Page 12: Kopi Luwak

luwak hanya bisa memproduksi 0,2-0,4 kg biji kopi luwak. Itulah

mengapa kopi luwak asli bisa menjadi sangat mahal,karena

produksinya sangat sedikit (Anonim, 2010c).

Kopi luwak merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai

tambah komoditas kopi, di samping komoditas kopi biasa seperti kopi

reguler Arabika (Java coffee) dan kopi reguler Robusta. yang

membedakan kopi luwak dengan biji kopi biasa adalah dimakan oleh

Luwak (sejenis musang) dan di keluarkan dalam bentuk biji kopi,

Sehingga aromanya lebih harum serta ada rasa pahit dan getir asam

yang lebih khas dan special (Anonim, 2010b).

Keistimewaan kopi luwak berdasarkan Anonim (2010c):

Kopi luwak berasal dari biji kopi terbaik. Naluri hewan luwak akan

memilih biji kopi paling matang yang biasanya berwarna merah.

Bisa dipastikan, 90 % biji kopi yang dihasilkan oleh hewan luwak

adalah yang benar-benar matang, bukan yang mentah. Ini memberi

keuntungan, karena pada kopi biasa kemungkinan ada

pencampuran antara biji kopi yang mentah dan matang, yang

tentunya bisa mengurangi kualitas kopi.

Kopi luwak sudah mengalami proses fermentasi secara alami di

dalam pencernaan hewan luwak. Proses fermentasi alami dalam

perut luwak memberikan perubahan komposisi kimia pada biji kopi

dan dapat meningkatkan kualitas rasa kopi, karena selain berada

pada suhu fermentasi optimal, juga dibantu dengan enzim dan

12

Page 13: Kopi Luwak

bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Karena itulah, rasanya

kopi luwak beda dengan kopi biasa. Kopi luwak mempunyai aroma

yang khas tiada duanya, rasanya nikmat, dan mengandung khasiat

menambah energi kaum Adam.

Kopi luwak mengandung kafein yang sangat rendah hanya sekitar

0,5 s/d 1%.

Kopi luwak bisa meningkatkan stamina tubuh dan mencegah

penyakit diabetes. Sebab, kopi yang dikeluarkan oleh hewan luwak

telah mengalami proses fermentasi alami kemudian diolah oleh

orang-orang yang berpengalaman serta menjadikannya kopi

berkhasiat.

Kopi luwak mengandung protein yang lebih rendah dan lemak lebih

tinggi.

Kopi luwak bebas dari pestisida. Bebas dari pestisida,

karena pestisida yang terdapat pada kopi telah dibersihkan secara

alami di dalam perut luwak, sehingga kopi yang keluar bersamaan

dengan feses luwak telah bebas dari kandungan pestisida yang

berbahaya.

Pada saat biji berada dalam sistem pencernaan luwak, terjadi

proses fermentasi secara alami selama kurang lebih 10 jam. Prof.

Massiomo Marcone dari Guelpg University, Kanada, menyebutkan

fermentasi pada pencernaan luwak ini meningkatkan kualitas kopi

karena selain berada pada suhu fermentasi optimal 240 - 2600 C, juga

13

Page 14: Kopi Luwak

dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak.

Kandungan protein kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa

karena perombakan protein melalui fermentasi lebih optimal. Protein ini

berperan sebagai pembentuk rasa pahit pada kopi saat disangrai

sehingga kopi luwak tidak sepahit kopi biasa karena kandungan

proteinnya rendah. Komponen yang menguap pun berbeda antara kopi

luwak dan kopi biasa. Terbukti aroma dan citarasa kopi luwak sangat

khas. Proses fermentasi tak lazim oleh luwak ini membuat sebagian

orang enggan mengkonsumsinya karena jijik atau takut. Padahal

menurut Massimo, kandungan bakteri pada kopi luwak yang telah

dioven lebih rendah daripada kopi dengan proses

biasa (Anonim, 2010c).

E. Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)

Musang luwak adalah hewan menyusui (mamalia) yang

termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya

adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai

musang pulut. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar

90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Adapun klasifikasi

ilmianya menurut (Corbet and Hill, 1992 ) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Carnivora

14

Page 15: Kopi Luwak

Famili : Viverridae

Upafamili : Paradoxurinae

Genus : Paradoxurus

Spesies : P. hermaphroditus

Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna

tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih

gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu

jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar.

Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik

samar di sebelah menyebelah tubuhnya. Wajah, kaki dan ekor coklat

gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah

telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam

samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.

Hewan betina memiliki tiga pasang puting susu (Payne, et al., 2000).

Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap

ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat

pandai memanjat, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan,

meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah.Musang juga bersifat

nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan (Tweedie, 1988).

Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah

yang keras, seringkali didapati tumpukan kotoran musang dengan

aneka biji-bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan

musang ini begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar

15

Page 16: Kopi Luwak

lagi dengan utuh. Karena itu pulalah, konon musang luwak memilih

buah yang betul-betul masak untuk menjadi santapannya. Maka

terkenal istilah kopi luwak dari Jawa, yang menurut ceritera dari mulut

ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan musang luwak, dan telah

mengalami ‘proses’ melalui pencernaannya (Cranbrook, 1987).

F. Kafein

Kafein ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan

berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan

diuretik ringan. Kafein dijumpai secara alami pada bahan pangan

seperti biji kopi, daun teh, dan mate. Pada tumbuhan, ia berperan

sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-

serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut. Ia umumnya

dikonsumsi oleh manusia dengan mengekstraksinya dari biji kopi dan

daun teh (Suriani, 1997).

Kadungan kafein dalam kopi masih bisa ditolerir apabila kopi

mengandung kafein sebesar 0,13 - 1,5% (Davia, et al., 1982). Kafein

merupakan zat antagonis non spesifik bagi reseptor adenosin, yang

disebarkan secara luas di korteks (Ryan dkk., 2001). Kafein bekerja

sebagai stimulan dengan cara mengurung reseptor adenosin untuk

menghambat kerja neurotransmiter tersebut (Ramachandran, 2002).

Kafein menghalangi adesonin untuk berfungsi dan bekerja

sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan performa kognitif

seorang individu meningkat. Selain itu, kafein juga akan menaikkan

16

Page 17: Kopi Luwak

permukaan dopamin di otak. Dopamin merupakan neurotransmitter

yang berperan mengatur gerakan dan membentuk ingatan sehingga

dengan meningkatnya dopamin maka performa ingatan pun akan

meningkat (Nelson and Gilbert, 2005).

Kafein dalam kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein

klorogenat dan asam klorogenat. Ikatan ini akan terlepas dengan

adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat terserap oleh

tubuh. Asam klorogenat terdapat secara luas pada tanaman namun

dibandingkan dengan kafein, kurang mempunyai efek fisiologi. Melalui

penyangraian, trigonellin pada biji kopi sebagian akan berubah menjadi

asam nikotinat (niasin), yaitu jenis vitamin dalam kelompok vitamin B

(Mahendradatta, 2007).

Menurut Gilbert & Rice (1991), kafein merupakan zat kimia yang

berpotensi menyebabkan gangguan perkembangan janin, tetapi masih

dikonsumsi oleh sebagian besar ibu hamil di Amerika Serikat.

Kenyataan serupa mungkin juga terjadi di Indonesia. Selain itu, kafein

memiliki sifat sebagai agensia teratogenik yang tidak spesifik sehingga

dimungkinkan menyebabkan timbulnya jenis cacat lain yang dijumpai

pada berbagai sistem organ.

Kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan

meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah kafein dapat

berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa

sakit. Mekanisme kerja kafein dalam tubuh adalah menyaingi fungsi

17

Page 18: Kopi Luwak

adenosin (salah satu senyawa yang dalam sel otak bisa membuat

orang cepat tertidur). Dimana kafein itu tidak memperlambat gerak sel-

sel tubuh, melainkan kafein akan membalikkan semua kerja adenosin

sehingga tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul perasaan segar,

sedikit gembira, mata terbuka lebar, jantung berdetak lebih kencang,

tekanan darah naik, otot-otot berkontraksi dan hati akan melepas

gula ke aliran darah yang akan membentuk energi ekstra. Itulah

sebabnya berbagai jenis minuman pembangkit stamina umumnya

mengandung kafein sebagai bahan utamanya (Suriani, 1997).

G. Pengolahan Kopi Luwak

Proses pengolahan kopi luwak sama dengan pengolahan kopi

biasa hanya saja proses fermentasi oleh musang/luwak yang membuat

berbeda, proses fermentasi yang digunakan adalah benar-benar buah

biji kopi segar yang dimakan musang/luwak tercampur dengan enzim-

enzim yang ada didalam saluran pencernaan musang/luwak tersebut

berada di dalam perut musang/luwak selama + 2 jam sampai dengan

+12 jam, hal ini membuat proses fermentasi di dalam saluran

pencernaan musang/luwak menjadi sempurna sehingga tercipta cita

rasa kopi yang eksotik juga aroma kopi seduh yang sangat

nikmat (Anonim, 2010a).

H. Proses Pengolahan Bubuk Kopi

18

Page 19: Kopi Luwak

Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan

proses yaitu sebagai berikut:

1. Penyangraian

Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian.

Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa

khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi

secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon

pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai

ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut

derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai

mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002).

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang

tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan

kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama

gas dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk

pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat

kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu

penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3

golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 1930 sampai 199°C,

medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu

yang digunakan 2130 sampai 221°C. Ligh roast menghilangkan 3-

5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%

(Varnam and Sutherland, 1994).

19

Page 20: Kopi Luwak

Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch

atau kontinous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir

dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan

dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan

yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini

merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum

yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch

maupun kontinous merupakan drum horizontal yang dapat

berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara

panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana

dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang

digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan

bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang

yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya

operasional (Ciptadi dan Nasution ,1985).

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk

kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan

dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi

termasuk kehilangan densitas ketika pecah

(Varnam and Sutherland, 1994).

Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan

(light), medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat

kecerahan warna biji kopi sangrai diukur dengan pembeda warna

20

Page 21: Kopi Luwak

lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai mempunyai warna

permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga

nilai Lovibond nya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian

ringan (light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah

kecoklatan dan nilai L turun menjadi 44-45. Jika proses

penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji

kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada

penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam

karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon.

Sedangkan senyawa gula mengalami proses karamelisasi dan

akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai

untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190-195o C, sedangkan

untuk tingkat sangrai medium adalah sedikit di atas 200o C. Untuk

tingkat sangrai gelap adalah di atas 205o C (Mulato, 2002).

Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu

penyangraian 100° C dan berikutnya tahap pirolisis pada suhu

180° C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan

komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10 %. Proses

roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel segera diambil setelah

roasting dan digiling dengan metoda standar, sedikit air

ditambahkan ke biji kopi pada tahap pendinginan untuk

mempercepat pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran

partikel untuk penggilingan berikutnya. Pada beberapa roaster, air

21

Page 22: Kopi Luwak

ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi

kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin berlobang

dimana udara dihembuskan (Ciptadi dan Nasution ,1985).

Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses

penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan

Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air,

tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat,

pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas

sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik

pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena

terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari

kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.

Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk

dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam

kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin.

2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon,

alkohol, vanilin aldehid.

3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto

asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat,

merkaptopiruvat.

4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline,

hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.

22

Page 23: Kopi Luwak

5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat,

butirat dan volerat.

Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein

akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu

aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam

asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas

maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai

senyawa kalium kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat

langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas,

ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan langsung

oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta

kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif

jika kopi tidak melewati oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan

vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk

atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan tapi

menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).

2. Pendinginan Biji Sangrai

Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera

didinginkan di dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang

cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji

kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi

diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan

merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa

23

Page 24: Kopi Luwak

kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses

sangrai (Mulato, 2002).

3. Penghalusan/ Pengilingan Biji Kopi Sangrai

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai

diperoleh butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi

bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan

jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk

citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air

penyeduh (Mulato, 2002).

Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda

beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2 - 4 pasang

merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi

dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Derajat

penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan.

Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah

mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda

roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan sistem tertutup

berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi

saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling

ulang. Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama

robusta, ikut tergiling. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya

dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa peningkatan

24

Page 25: Kopi Luwak

sifat aliran dengan penyerapan minyak yang

menetes (Ciptadi dan Nasution ,1985).

Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian

dapat dimonitor dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami

mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida,

furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang

mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi

suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin

berkurang secara signifikan. Biji kopi secara alami mengandung

cukup banyak senyawa calon pembentuk citarasa dan aroma khas

kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian

beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma

khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam

seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya

akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa

melancidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).

25

Page 26: Kopi Luwak

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai

Februari 2012. Pengambilan sampel kopi luwak di Perumahan Taman

Sudiang Indah Blok K 5 No 25, Makassar. Pembuatan kopi biasa dan

analisis di Laboratorium Kimia Analisis dan Pengawasan Mutu

Pangan, dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu

dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan di antaranya adalah wadah baskom,

tungku tanah, wajan tanah, gelas, sendok, oven vakum, timbangan

digital, kertas Whatman no.41, pengaduk, penggiling kopi, blower,

oven, desikator, mikro pipet, tabung reaksi, labu khjedall, labu ukur,

labu takar, labu semprot, erlenmeyer, cawan porselin, gegep, corong,

dan pipet pengisap .

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi dari

jenis arabika dan robusta. Aluminium foil, kertas label, plastik. Bahan

kimia untuk analisis yaitu: chloroform, MgO, KOH, H2SO4, H3SO3 2%,

NaOH 30%, HCL 0,01 N, aquades, air.

26

Page 27: Kopi Luwak

C. Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan pada penelitian ini yaitu proses

pengolahan kopi luwak dan kopi biasa kemudian dilakukan pengujian

kafein dan uji proksimat (protein dan lemak) serta uji organoleptik (rasa

dan aroma) pada kopi luwak dan kopi biasa.

1. Proses Pengolahan kopi

a). Kopi luwak

a. Dari buah kopi merah/masak batang.

b. Biji kopi tersebut dimakan musang/luwak. Proses fermentasi

dalam saluran pencernaan musang/luwak selama + 12 jam.

c. Pencucian biji kopi yang bercampur dengan kotoran hewan

luwak.

d. Biji kopi yang terapung saat dicuci tidak diambil.

e. Pengeringan biji beras kopi pada blower selama 9 jam pada

suhu 500 C, hingga kulit tanduk nya mudah terkelupas.

f. Pemisahan kulit tanduk biji kopi dengan cara tumbuk

manual/tradisional dengan lesung atau menggunakan mesin

tumbuk (untuk menjadi green bean/beras/pasir kopi luwak

siap goreng).

g. Pemilihan biji beras kopi luwak kering yang terbaik yaitu biji

kopi yang masih utuh dan bersih.

h. Pengeringan kembali biji beras kopi pada oven vakum

selama 7 jam hingga kulit arinya mudah terkelupas.

27

Page 28: Kopi Luwak

i. Penyangraian dengan cara manual/ tradisional dengan

arang juga dengan penggorengan tradisional wajan tanah.

j. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder dengan

ukuran 80 mesh.

b). Kopi biasa

a. Buah kopi merah/masak batang.

b. Dilakukan pencucian buah kopi.

c. Pengeringan buah kopi pada blower selama 15 jam suhu

500 C.

d. Dilakukan pengapakan/pemukulan buah kopi yang

dibungkus dengan kain agar kulit luar/pulp terpisah dengan

biji kopi.

e. Dilakukan pengeringan kembali biji kopi selama 9 jam pada

blower pada suhu 500C hingga kulit tanduknya mudah

terkelupas.

f. Pemisahan kulit tanduk biji kopi dengan cara tumbuk

manual/tradisional.

g. Sortir beras biji kopi kering yang terbaik yaitu biji kopi yang

masih utuh dan bersih.

h. Pengeringan kembali beras/biji kopi pada oven vakum

selama 7 jam suhu 400C hingga kulit arinya mudah

terkelupas.

28

Page 29: Kopi Luwak

i. Penggorengan/penyangraian dengan cara manual/

tradisional.

j. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder dengan

ukuran 80 mesh.

2. Perlakuan Penelitian

Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

A1 : Kopi luwak robusta

A2 : Kopi luwak arabika

B1 : Kopi robusta biasa

B2 : Kopi arabika biasa

3. Parameter Penelitian :

Parameter pengamatan yang digunakan pada penelitian ini

adalah uji organoleptik terhadap aroma dan rasa serta uji

karakteristik kimia terhadap kadar kafein dan proksimat (protein

dan lemak).

a. Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat

kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh

panelis (konsumen). Metode pengujian yang dilakukan adalah

metode hedonik (uji kesukaan) untuk parameter rasa dan

metode rangking untuk parameter aroma. Dalam metode

hedonik ini penelis diminta memberikan penilaian berdasarkan

29

Page 30: Kopi Luwak

tingkat kesukaan terhadap rasa. Skor yang digunakan adalah 5

(sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat

tidak suka). sedangkan metode rangking penelis diminta

mengurutkan sampel-sampel berdasarkan tingkat kesukaannya

terhadap aroma kopi yang disajikan. Uji organoleptik ini

menggunakan 15 panelis tetap.

b. Pengujian kafein

Analisis Kafein (Cara Bailey-Andrew)

1. Ditimbang 5 gr sampel halus ke dalam erlenmeyer

kemudian ditambahkan 5 gr MgO dan 200 ml aquades.

2. Pendingin balik dipasang kemudian didihkan perlahan-lahan

selama 2 jam, didinginkan kemudian diencerkan sehinnga

volumenya tepat 500 ml, selanjutnya disaring.

3. Dipindahkan filtrat 300 ml ke labu godok, ditambahkan 10 ml

Asam sulfat (1:9), kemudian didihkan sampai volume cairan

tinggal 100 ml.

4. Cairan dimasukkan ke dalam corong pemisah, kemudian

labu godok dibilas asam sulfat (1:9) dan digojok berkali-kali

dengan khloroform berturutan menggunakan 25 ml, 20 ml, 15

ml, 10 ml dan 10 ml . Semua cairan dimasukkan ke corong

pemisah, kemudian ditambah 5 ml KOH 1% kemudian

dikocok dan dibiarkan sampai cairan terpisah jelas,

selanjutnya cairan bagian bawah merupakan larutan kafein

30

Page 31: Kopi Luwak

dalam kloroform, dikeluarkan dan ditampung ke dalam

erlenmeyer.

5. Corong pemisah ditambahkan lagi 10 ml kloroform, dikocok

dan dibiarkan sampai terpisah jelas, selanjutnya cairan

bagian bawah dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer

sama seperti di atas. Perlakuan ini diulangi sekali lagi.

6. Larutan kafein dalam kloroform ini kemudian dipanaskan

dalam penangas air sehingga tinggal residunya, selanjutnya

dikeringkan dalam oven 1000 C sampai diperoleh berat

konstan yang merupakan berat kafein kasar.

7. Kadar kafein murni dapat ditentukan dengan analisis kadar N

secara mikro kjeldahl atau cara lain.

Perhitungan :

Kafein dalam bahan = gr N x 3.464 x 500/300 (g)

c. Uji proksimat

1) Protein (Sudarmadji dkk., 1997)

1. Ditimbang ± 0,5 gram sampel, kemudian dimasukkan ke

dalam labu kjeldahl 100 ml.

2. Ditambahkan ± 1 gr campuran selenium dan 10 ml H2SO4.

3. Labu kjeldahl bersama isinya digoyangkan sampai semua

sampel terbasahi dengan H2SO4 kemudian didekstruksi

dalam lemari asam sampai jernih.

31

Page 32: Kopi Luwak

4. Setelah dingin, dituang ke dalam labu ukur 100 ml dan

dibilas dengan air suling dan kemudian ditambahkan air

suling sampai pada tanda garis.

5. Disiapkan labu penampung yang terdiri dari 10 ml H3SO3

2% ditambahkan dengan 4 tetes larutan indikator

campuran dalam Erlenmeyer 100 ml.

6. Dipipet 5 ml larutan NaOH 30% dan air suling.

7. Disuling hingga volume penampung menjadi lebih kurang

50 ml.

8. Dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian

penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl

atau H2SO4 0,0222 N.

Ket :

V = volume titrasi

N = Normalitas larutan HCl atau H2SO4

Fp = faktor pengenceran

2) Lemak (AOAC, 1984)

1. Bahan ditimbang sebanyak 1 gram dalam bentuk tepung

dan dibungkus dengan menggunakan kertas saring,

selanjutnya diletakkan dalam ekstraksi soxhlet.

32

Page 33: Kopi Luwak

2. Tuangkan labu lemak dengan pelarut dietil eter ke dalam

labu lemak secukupnya.

3. Dilakukan repluk selama minimal 5 jam sampai pelarut

yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.

Destilasi pelarut yang ada dalam labu lemak, tampung

pelarutnya selanjutnya lemak yang diekstraksi dipanaskan

dalam oven bersuhu 1050C.

4. Setelah dikeringkan sampai berat konstan dan didinginkan

dalam desikator kemudian berat lemak ditimbang kembali.

5. Dilakukan perhitungan kadar lemak dengan rumus :

4. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode

T- Test dengan 3 kali ulangan.

33

Page 34: Kopi Luwak

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kopi Luwak

34

Buah kopi arabika Buah kopi robusta

Buah kopi masakdibatang

Proses fermentasi dalam pencernaan musang luwak

Sortasi beras biji kopi luwak

Pencucian kotoran sampai bersih lalu ditiriskan

Pengeringan biji kopi luwak pada blower

Pemisahan kulit tanduk

Pengeringan pada oven vakum

Penyangraian

Penghalusan dengan mesin giling atau grinder

Analisis

+ 12 jam

9 jam suhu 500 C

7 jam Suhu 400 C

Ukuran 80 mesh

Kafein

Proksimat (protein & lemak)

Organoleptik (rasa & aroma)

Page 35: Kopi Luwak

35

Buah Kopi Arabika Buah Kopi Robusta

Pengeringan kembali pada blower

Pengeringan buah kopi pada blower

Pencucian buah kopi

Pengapakan/pemukulan yang dibungkus dengan kain

Pemisahan kulit luar/pulp kopi

Pemisahan kulit tanduk

Sortasi biji beras kopi

Penyangraian

Penghalusan dengan menggunakan mesin penggiling atau grinder

Analisis

Pengeringan kembali pada oven vakum

15 jam suhu 500 C

9 jam suhu 500 C

7 jam suhu 400 C

Ukuran 80 mesh

Kafein

Proksimat (protein & lemak)

Organoleptik (rasa & aroma)

Page 36: Kopi Luwak

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kopi BiasaIV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Kimia

1. Kadar Kafein

Gambar 3. Hasil Analisa Kadar Kafein Pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan T-Test,

diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang berpengaruh nyata

terhadap kadar kafein adalah perbandingan perlakuan A2 dan B1

(lampiran 1e), sedangkan untuk perbandingan perlakuan yang lain

hasil yang diperoleh tidak berpengaruh nyata terhadap kadar

kafein.

Hasil analisa kadar kafein pada penelitian ini menunjukkan

bahwa presentase kadar kafein tertinggi adalah pada perlakuan B1

36

Page 37: Kopi Luwak

(robusta biasa) dengan presentasi 1,91% sedangkan kadar kafein

terendah pada perlakuan A2 (luwak arabika) dengan presentase

1,74%. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar kafein kopi

robusta (B1) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kafein kopi

arabika (B2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Clarke dan Macrae

(1987), bahwa kadar kafein pada kopi arabika lebih rendah dari

pada kopi robusta.

Hasil analisa kafein pada Gambar 3 juga memperlihatkan

adanya penurunan kadar kafein pada kopi luwak baik pada

perlakuan A1 (luwak robusta) maupun pada perlakuan A2 (luwak

arabika). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Anonim (2010c), bahwa kopi luwak mengandung kafein yang

rendah. Rendahnya kadar kafein kopi luwak ini disebabkan oleh

proses fermentasi dalam sistem pencernaan luwak yang mampu

mengurangi kadar kafein kopi sehingga dapat menciptakan

kenikmatan pada kopi luwak dan aroma yang sangat harum atau

dengan kata lain kopi tersebut menjadi murni.

37

Page 38: Kopi Luwak

2. Analisa Protein

Gambar 4. Hasil Analisa Kadar Protein pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan T-Test,

diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang berpengaruh nyata

terhadap kadar protein kopi adalah perbandingan perlakuan A1 dan

B1(lampiran 2c), A2 dan B1 (lampiran 2e), dan A2 dan B2

(lampiran 2f) sedangkan untuk perbandingan perlakuan yang lain

hasil yang diperoleh tidak berpengaruh terhadap kadar protein.

Hasil analisa kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein

tertinggi pada perlakuan B1 (robusta biasa) dengan presentase

18,34%, sedangkan kadar protein terendah pada perlakuan A2

(luwak arabika) yakni 14,84%. Gambar 4 menunjukkan bahwa

kadar protein perlakuan B1 (robusta biasa) lebih tinggi

38

Page 39: Kopi Luwak

dibandingkan dengan kadar kafein pada perlakuan B2 (arabika

biasa). Hal ini dikarenakan kopi robusta memiliki rasa yang lebih

pahit dibandingkan dengan kopi arabika, di mana protein pada kopi

sangat berkaitan erat dengan tingkat kepahitannya. Hal ini sesuai

dengan Anonim (2010c), bahwa protein terkait dengan rasa pahit

pada kopi, kian rendah protein, maka rasa kopi jadi semakin tidak

pahit.

Hasil analisa protein pada Gambar 4 juga menunjukkan

adanya penurunan kadar protein pada kopi luwak baik pada

perlakuan A1 (luwak robusta) maupun pada perlakuan A2 (luwak

arabika). Menurut Massimo Marcone, peneliti kopi dari Universitas

Guelph Kanada menyatakan bahwa fermentasi pada pencernaan

luwak ini meningkatkan kualitas kopi karena selain berada pada

suhu fermentasi optimal 240 - 2600 C juga dibantu dengan enzim

dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Sekresi endogen

pencernaan hewan sejenis musang itu meresap ke dalam biji kopi.

Sekresi enzim proteolitik memecah kandungan protein yang

terdapat pada biji kopi. Hasilnya, peptida dan asam amino bebas

menjadi berkurang. Perubahan jumlah protein dan asam amino

bebas tersebut menghasilkan rasa yang unik, Kandungan protein

kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa karena perombakan

protein melalui fermentasi lebih optimal (Anonim, 2010c).

39

Page 40: Kopi Luwak

3. Analisa Lemak

Gambar 5. Hasil Analisa Kadar lemak pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan T-Test,

diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang berpengaruh nyata

terhadap kadar lemak kopi adalah perbandingan perlakuan A2 dan

B1 (lampiran 3e), dan A2 dan B2 (lampiran 3f) sedangkan untuk

perbandingan perlakuan yang lain hasil yang diperoleh tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar lemak.

Hasil analisa kadar lemak pada Gambar 5 menunjukkan

bahwa kadar lemak tertinggi pada perlakuan A2 (luwak arabika)

dengan presentase 19,76% dan kadar lemak terendah pada

40

Page 41: Kopi Luwak

perlakuan B1 (robusta biasa) dengan presentase 16,41%. Dengan

melihat hasil analisa kadar lemak pada Gambar 5, kopi arabika

memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar

lemak pada kopi robusta. Menurut Clarke dan Macrae (1987), kopi

arabika memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan kopi

robusta, yakni kadar lemak kopi arabika sekitar

14,5-20,0% sedangkan kadar lemak kopi robusta 11,0-16,0%.

Hasil analisa kadar lemak pada Gambar 5 juga menunjukkan

adanya kenaikan presentase kadar lemak pada kopi luwak, baik

pada perlakuan A1 (luwak robusta) maupun pada perlakuan A2

(luwak arabika). Hal ini sesuai dengan Anonim (2010c), bahwa

fermentasi pada pencernaan luwak ini meningkatkan kadar lemak

kopi. Kandungan lemak yang tinggi membuat rasa kopi semakin

nikmat.

B. Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian

panelis terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang

dilakukan dalam uji organoleptik ini adalah metode tingkat kesukaan

panelis terhadap rasa dan aroma yang dihasilkan dari masing-masing

perlakuan.

1. Rasa

Rasa melibatkan panca indera lidah. Rasa sangat sulit

dimengerti secara tuntas oleh karena selera manusia sangat

41

Page 42: Kopi Luwak

beragam. Umumnya makanan tidak hanya terdiri dari satu

kelompok rasa saja, tetapi merupakan gabungan dari berbagai rasa

yang terpadu sehingga menimbulkan rasa makanan yang enak.

Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Rasa secara

umum dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan asam

(Winarno, 2004).

Uji organoleptik dengan metode hedonik ini merupakan suatu

metode pengujian yang didasarkan atas tingkat kesukaan panelis

terhadap sampel yang disajikan. Uji dengan metode ini biasanya

digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan konsumen akan

produk yang ditawarkan. Namun, pengujian dengan metode

hedonik ini bersifat sangat subjektif karena didasarkan atas

penilaian pribadi masing-masing individu yang menjadi panelis.

Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk

mengetahui respon panelis mengenai kesukaannya terhadap kopi

yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Hasil uji

organoleptik terhadap rasa kopi yang dihasilkan dapat dilihat pada

gambar berikut ini :

42

Page 43: Kopi Luwak

Gambar 6. Uji Organoleptik Terhadap Rasa pada kopi Luwak dan Kopi Biasa

Hasil analisa sidik ragam (lampiran 4b) terhadap uji

organoleptik parameter rasa pada masing-masing perlakuan yang

diberikan berpengaruh sangat berbeda nyata pada taraf 5% dan

1%. Hal ini disebabkan nilai F tabel yang diperoleh lebih besar dari

F hitung baik untuk skala 5% maupun 1%. Rasa kopi pada

perlakuan B1 (robusta biasa) agak disukai oleh semua panelis.

Berdasarkan hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rasa

kopi yang paling disukai oleh panelis adalah pada perlakuan A2

(luwak arabika). Kopi dari jenis arabika memang memiliki citarasa

yang lebih enak dibandingkan dengan kopi dari jenis robusta. Hal

ini sesuai dengan Anonim (2011a) yang menyatakan bahwa kopi

arabika memiliki rasa yang asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis

robusta. Selain itu kopi arabika juga memiliki rasa mild atau halus.

Perlakuan yang paling disukai oleh panelis adalah jenis kopi luwak

yang berasal dari jenis arabika, hal ini semakin menjelaskan bahwa

43

Page 44: Kopi Luwak

kopi luwak memang memiliki rasa yang lebih nikmat dibandingkan

dengan kopi biasa. Kopi luwak adalah kopi dengan kualitas biji

terbaik yang dipilih oleh hewan luwak serta berasal dari hasil

fermentasi pada pencernaan hewan luwak. Menurut Massimo

Marcone, peneliti kopi dari Universitas Guelph Kanada, pencernaan

hewan luwak secara otomatis menurunkan kadar protein sehingga

menghasilkan rasa kopi yang unik dan kaya. Bahkan kopi ini

memiliki karakteristik tersendiri yaitu lembut, kadang rasanya

seperti coklat atau caramel. Sehingga jika kita meminum 10 gelas

kopi luwakpun tak ada masalah dan tidak merusak tubuh kita

(Anonim, 2010c).

Selain itu kopi luwak memiliki rasa yang nikmat dikarenakan

kandungan proteinnya rendah dan kandungan lemaknya yang

tinggi. Anonim (2010c) menyatakan bahwa kopi luwak mengandung

protein yang lebih rendah dan lemak lebih tinggi. Protein terkait

dengan rasa pahit pada kopi, kian rendah protein, maka rasa kopi

jadi semakin tidak pahit. Sedangkan kandungan lemak yang tinggi

membuat rasa kopi semakin nikmat.

Rasa kopi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh proses

penyangraian dan penggilingan biji kopi. Semakin halus bubuk kopi

yang dihasilkan, maka bubuk kopi akan mudah larut dalam air

panas sehingga akan meningkatkan citarasa dari kopi tersebut. Hal

ini sesuai dengan pendapat Mulato (2002) bahwa butiran kopi

44

Page 45: Kopi Luwak

bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan

jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk

citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air

penyeduh.

Hasil uji organoleptik menunjukkan perlakuan yang paling

disukai adalah perlakuan A2 (luwak arabika), hal ini sesuai dengan

hasil analisa kimia sebelumnya, kopi luwak arabika memiliki kadar

kafein dan protein yang rendah dan memiliki kadar lemak yang

tinggi. Hal inilah yang menyebabkan rasa dari kopi luwak arabika

paling disukai oleh panelis.

2. Aroma

Aroma yang dihasilkan dari makanan banyak menentukan

kelezatan bahan makanan tersebut. Aroma merupakan salah satu

faktor penting dalam menunjukkan tingkat penerimaan konsumen

terhadap suatu bahan pangan. Cita rasa dari bahan pangan

sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu aroma, rasa dan

rangsangan mulut. Dalam hal aroma lebih banyak sangkut pautnya

dengan alat panca indera penciuman (Rampengan dkk.,1985).

Hasil uji organoleptik terhadap aroma bertujuan untuk

mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya

terhadap kopi pada masing-masing perlakuan. Hasil uji

organoleptik terhadap aroma kopi yang dihasilkan dapat dilihat

pada gambar 7 berikut ini :

45

Page 46: Kopi Luwak

Gambar 7: Uji Organoleptik Terhadap Aroma pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa

Hasil analisa sidik ragam (lampiran 5d) terhadap uji

organoleptik parameter aroma pada masing-masing perlakuan

yang diberikan berpengaruh sangat berbeda nyata pada taraf 5%

dan 1%. Hal ini disebabkan nilai F tabel yang diperoleh lebih besar

dari F hitung untuk skala 5% dan 1%. Gambar 7 menunjukkan

aroma yang paling disukai oleh panelis dengan memberikan tingkat

urutan pertama adalah pada perlakuan A2 (luwak arabika). Kopi

arabika memiliki aroma yang lebih khas dibandingkan dengan kopi

dari jenis robusta. Anonim (2011a) menyatakan bahwa kopi

arabika memiliki aroma yang khas.

Kopi yang paling disukai oleh panelis adalah kopi luwak dari

jenis arabika. Kopi luwak terkenal dengan aromanya yang sangat

khas karena berasal dari proses fermentasi di dalam pencernaan

oleh hewan luwak. Anonim (2010c), kopi luwak sudah mengalami

proses fermentasi secara alami di dalam pencernaan hewan luwak.

46

Page 47: Kopi Luwak

Proses fermentasi alami dalam perut luwak memberikan perubahan

komposisi kimia pada biji kopi dan dapat meningkatkan kualitas

rasa kopi, karena selain berada pada suhu fermentasi optimal, juga

dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan

luwak. Karena itulah, aroma kopi luwak beda dengan kopi biasa.

Kopi luwak mempunyai aroma yang khas. Selain itu rendahnya

kadar kafein kopi luwak, dapat menciptakan kenikmatan dan aroma

yang sangat harum atau dengan kata lain kopi tersebut menjadi

murni.

Aroma dari kopi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh

proses penyangraian biji kopi. Proses ini merupakan tahapan

pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi

dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup

banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma

khas kopi. Pada penyangraian menurut Ukers dan Prescott dalam

Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air,

tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat,

pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas

sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik

pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena

47

Page 48: Kopi Luwak

terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari

kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.

Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut

Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985)

adalah golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam

kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin, golongan

senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin

aldehid, golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat,

aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat,

mekoksalat, merkaptopiruvat, golongan asam amino yaitu leusin,

iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam

aspartat, golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat,

propionat, butirat dan volerat.

48

Page 49: Kopi Luwak

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah:

1. Kadar kafein pada kopi luwak lebih rendah dibandingkan dengan

kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 1,77% dan

kopi luwak arabika (A2) 1,74%, sedangkan pada kopi robusta biasa

(B1) 1,91% dan kopi arabika biasa (B2) 1,85%.

2. Kadar protein pada kopi luwak lebih rendah dibandingkan dengan

kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 16,23% dan

kopi luwak arabika (A2) 14,84%, sedangkan pada kopi robusta

biasa (B1) 18,34% dan kopi arabika biasa (B2) 16,72%.

3. Kadar lemak pada kopi luwak lebih tinggi dibandingkan dengan

kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 18,45% dan

kopi luwak arabika (A2) 19,76%, sedangkan pada kopi robusta

biasa (B1) 16,41% dan kopi arabika biasa (B2) 17,37%.

4. Rasa kopi luwak lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan

rasa kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 3,69%

dan kopi luwak arabika (A2) 3,76%, sedangkan pada kopi robusta

biasa (B1) 2,87% dan kopi arabika biasa (B2) 3,55%.

49

Page 50: Kopi Luwak

5. Aroma kopi luwak lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan

aroma kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1)

3,13% dan kopi luwak arabika (A2) 3,51%, sedangkan pada kopi

robusta biasa (B1) 1,36% dan kopi arabika biasa (B2) 2,00%.

B. Saran

Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penyimpanan

bubuk kopi luwak dan kopi biasa untuk mengamati perubahan sifat

fisika dan kimia selama penyimpanan.

50

Page 51: Kopi Luwak

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Manfaat dan Bahaya Kandungan Kaffein dalam Kopi. http://www.azk4.com/2009/02/manfaat-dan-bahaya-kopi.htm. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar.

Anonim, 2010a. Proses Pembuatan Kopi Luwak. http:// proses-pembuatan-kopi-luwak.html. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar

Anonim, 2010b. Manfaat Kopi Luwak. http:// 5-manfaat-kopi-luwak.html. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar

Anonim, 2010c. Kopi Luwak Murni. http://kopiluwakmurni.com/2010/09/kopi-luwak-hati-hati-dengan-kopi-luwakmengenal-kopi-luwak-lebih-dekat-bag2/. Akses tanggal 20 Oktober 2011. Makassar.

Anonim, 2011a. Jenis-jenis Kopi. http://kopiblackborneo.com/jenis-jenis-kopi/s. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar

Anonim, 2011b. Kopi Luwak. http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi_luwak. Akses tanggal 20 Oktober 2011. Makassar.

Armansyah M., 2010. Mempelajari Minuman Formulasi Dari Kombinasi Bubuk Kakao Dengan Jahe Instan. Teknologi pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar

Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor.

Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). Elsevier Applied Science, London and New York.

51

Page 52: Kopi Luwak

Corbet, G.B. and J.E. Hill, 1992, The Mammals of the Indomalayan Region: a systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press.

Cranbrook, Earl of., 1987, Riches of the Wild: land mammals of South-east Asia. Oxford Univ. Press, Singapore. ISBN 0-19-582697-3.

Davia,D, Gary,L.M, Kris G,Z., 1982. “organic Labortory Techiques, A Contemporary Approach”. Second Edition. Sounder college publishing. Washington 55-50.

Gilbert, S.G. & D.C. Rice., 1991. The effects of in utero exposure to caffeine on infant monkeys. Teratology 43:498.

Mahendradatta, Meta., 2007. Pangan Aman Dan Sehat. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin Makassar.

Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Nelson, Aaron P., Ph.D., M.D., Gilbert, Susan., 2005. The Harvard Medical School Guide to Achieving Optimal Memory. New York: McGraw Hill.

Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari., 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society, Wildlife Conservation Society-Indonesia Programme dan WWF Malaysia. ISBN 979-95964-0-8

Ramachandran, V.S., 2002. Encyclopedia of The Human Brain Vol. 4. New York: Academic Press, Inc.

Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan.Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

Ryan, Lee., 2001. Caffeine Reduces Time-of-Day Effect on Memory Performance in Older Adult. Psychological Science: A Journal of the American Psychological Society, No.1, Januari 2002, 13:8-71.

52

Page 53: Kopi Luwak

Sudarmadji, S., Haryono,B., Suhardi., 1996. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty,Yogyakarta, 150-158

Suriani., 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang Beredar di Ujung Pandang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tweedie, M.W.F. and J.L. Harrison., 1988. Malayan Animal Life, Longman, Petaling Jaya, Selangor Darul Ehsan. ISBN 0-582-69449-3

Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Varnam, H.A. and Sutherland, J.P., 1994. Beverages (Technology, Chemestry and Microbiology). Chapman and Hall, London.

53