kontrol pid

46
BAB VI PERCOBAAN 5 KONTROL PROPOSIONAL INTEGRAL DERIVATIF 6.1 Tujuan Percobaan 1. Memahami sistem kontrol open loop. 2. Memahami sistem kontrol closed loop. 3. Mengamati sistem terkontrol PID. 6.2 Dasar Teori 6.2.1 Sistem Kontrol Lup Terbuka (Open Loop) Open loop control merupakan suatu sistem yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol dengan kata lain, sistem kontrol loop terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai perbandingan umpan balik dalam masukan. Gambar 6.1 Diagram blok open loop system Dari gambar diatas dapat diketahui persamaan untuk sistem loop terbuka: () () () () () () () () Dalam suatu sistem kontrol loop terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan dengan masukan acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan berhubungan dengan kondisi operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari sistem tergantung pada kalibrasi. Dengan adanya gangguan, sistem kontrol loop terbuka tidak dapat melaksanakan tugas sesuai harapan. Sistem kontrol loop terbuka dapat digunakan hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal. Gc (s) G (s) C (s) E (s) R (s) Controller Plant

Upload: panji-tawakal

Post on 08-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pid kontrol

TRANSCRIPT

Page 1: kontrol PID

BAB VI

PERCOBAAN 5

KONTROL PROPOSIONAL INTEGRAL DERIVATIF

6.1 Tujuan Percobaan

1. Memahami sistem kontrol open loop.

2. Memahami sistem kontrol closed loop.

3. Mengamati sistem terkontrol PID.

6.2 Dasar Teori

6.2.1 Sistem Kontrol Lup Terbuka (Open Loop)

Open loop control merupakan suatu sistem yang keluarannya tidak

mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol dengan kata lain, sistem kontrol

loop terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai perbandingan

umpan balik dalam masukan.

Gambar 6.1 Diagram blok open loop system

Dari gambar diatas dapat diketahui persamaan untuk sistem loop

terbuka:

( ) ( ) ( ) ( )

( )

( ) ( ) ( )

Dalam suatu sistem kontrol loop terbuka, keluaran tidak dapat

dibandingkan dengan masukan acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan

berhubungan dengan kondisi operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari

sistem tergantung pada kalibrasi. Dengan adanya gangguan, sistem kontrol

loop terbuka tidak dapat melaksanakan tugas sesuai harapan. Sistem kontrol

loop terbuka dapat digunakan hanya jika hubungan antara masukan dan

keluaran diketahui dan tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal.

Gc (s) G (s)

C (s)

E (s)

R (s) Plant Controller Plant

Page 2: kontrol PID

6.2.2 Sistem Kontrol Lup Tertutup (Close Loop)

Sistem kontrol lup tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal

keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem

kontrol lup tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal

kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan

sinyal umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi

sinyal keluaran atau turunannya, diumpankan ke kontroler untuk

memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran sistem mendekati harga

yang diiinginkan. Dengan kata lain, istilah “lup tertutup” berarti

menggunakan aksi umpan – balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Gambar 6.2 Sistem kontrol lup tertutup

Dari gambar di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam

close loop system:

( )* ( ) ( ) ( )+ ( ) ( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

( ) ( ) ( )

Gambar 6.2 menunjukkan hubungan masukan dan keluaran dari

sistem kontrol lup tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai

operator, maka manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan

yang diinginkan, ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan

melakukan langkah – langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali

bekerja pada keadaan yang diinginkan.

Sistem kontrol lup tertutup mempunyai kelebihan dari sistem kontrol

lup terbuka yaitu penggunaan umpan – balik yang membuat respon sistem

relatif kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal

pada parameter sistem dan mudah untuk mendapatkan pengontrolan “plant”

C (s)

- +

H (s)

Gc (s) G (s) E (s)

R (s) Plant Controller Plant

Sensor

Page 3: kontrol PID

dengan teliti, meskipun sistem lup terbuka mempunyai kelebihan yaitu

kestabilan yang tak dimiliki pada sistem lup tertutup, kombinasi keduanya

dapat memberikan performansi yang sempurna pada sistem.

Dengan demikian jelaslah bahwa PID kontroler adalah sistem kontrol

lup tertutup (close loop) karena PID kontroler adalah kontroler yang

mampu menggantikan fungsi operator yang mana ketika terjadi perubahan

keadaan sistem, yang kirimkan oleh sinyal kesalahan penggerak maka PID

kontroler akan melakukan suatu proses pengaturan kembali sehingga sistem

bekerja kembali sesuai kehendak, dalam hal ini kombinasi sinergis antara

ketiga aksi pengontrolan pada PID kontroler.

6.2.3 Kontroler Proporsional (Proportional Controller)

Kontroler proporsional merupakan aplikasi dari rangkaian kontroler

yang memiliki keluaran (output) yang bersifat proporsional artinya nilai

tersebut dibandingkan dengan nilai yang lain. Dalam hal ini nilai keluaran

pada kontroler proporsional bergantung dibandingkan dengan titik tertentu

yaitu tititk setel (set point). Bila terjadi perubahan terhadap titik setel maka

kontrol proporsional akan segera mengatur kembali sistem agar sesuai

dengan keadaan yang diinginkan.

Dapat disimpulkan bahwa kontroler proposional memiliki keluaran

yang sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih

antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih

sederhana lagi dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroler proporsional

merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya,

perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara

langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya.

Besarnya nilai penguatan pada sisi keluaran telah ditentukan

sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sisi keluaran bergantung pada

nilai keluaran. Jadi kontroler proporsional adalah penguat dengan penguatan

yang dapat diatur, apapun wujud mekanisme yang sebenarnya dan apapun

bentuk daya penggeraknya.

Page 4: kontrol PID

Nilai yang dihasilkan pada sisi keluaran berbanding lurus dengan sisi

masukan dengan besar penguatan yaitu sebesar Kp. Sehingga jika suatu

sistem ingin memperoleh nilai yang lebih besar pada bagian keluarannya

kontroler jenis ini dapat digunakan terutama pada sistem yang ingin

memperoleh hasil yang cukup besar.

Gambar 6.3 Diagram blok kontroler proporsional

Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan saat kontroler

diterapkan pada sistem adalah:

1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan

koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem

yang lambat.

2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat

mencapai keadaan mantapnya.

3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang

berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon

sistem akan berosilasi.

-

+

R1

R2

ei

eo

Gambar 6.4 Rangkaian penguat operasional kontroler proporsional

( )

dimana G(s) adalah fungsi alih yang merupakan perbandingan antara

keluaran (Eo) dan masukan (Ei) dalam hal ini adalah resistor.

Page 5: kontrol PID

6.2.4 Kontroler Integral (Integration Controller)

Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang

memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki

unsur integrator (1/s). kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin

keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol. Dengan

kontroler integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai

kesalahan keadaan mantapnya nol.

Keluaran kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding

dengan nilai sinyal kesalahan. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami

perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya

perubahan masukan.

Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang

dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak - lihat konsep numerik. Sinyal

keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal

kesalahan berharga nol.

Gambar 6.5 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada

pembangkit kesalahan nol

Gambar 6.5 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan

ke dalam kontroler integral dan keluaran kontroler integral terhadap

perubahan sinyal kesalahan tersebut.

Gambar 6.6 Diagram Blok Kontroler Integral

Page 6: kontrol PID

Gambar 6.6 menunjukkan blok diagram antara besaran sinyal

kesalahan pengerak dengan keluaran suatu kontroler integral.

Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga

kontroler integral cenderung memperlambat respon.

1. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan

pada nilai sebelumnya. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran

akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh

besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .

2. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya

offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan

peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler.

-

+

R1

C2

ei

-

+

R4

eo

R3

Gambar 6.7 Rangkaian penguat Kontroler Integral

6.2.5 Kontroler Differensial (Differential Controller)

Kontroler differensial mempunyai sifat menderivatif atau menurunkan

sinyal masukan. Karakteristik dari aksi kontrol ini adalah mempunyai sifat

mendahului sinyal kesalahan penggerak, sehingga bisa melakukan koreksi

atau antisipasi terhadap sinyal keluaran lebih cepat.

Kemampuan untuk mendahului ini aksi kontrol differensial ini juga

mempunyai kelemahan yaitu, memperkuat sinyal derau (noise) sehingga

dapat menimbulkan saturasi pada aktuator. Fungsi tambahan dari kontroler

differensial ini adalah menaikkan sensitivitas sistem terhadap error

kemudian memberi koreksi dengan cepat sebelum error bertambah serta

meredam terjadinya osilasi saat sistem menggunakan kontroler integrasi.

Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi

derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan

mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.

Page 7: kontrol PID

Td.s

Kesalahan

pengerak

M(s)E(s)

Gambar 6.8 Diagram blok kontroler differensial

Karakteristik kontroler differensial adalah sebagai berikut:

1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan

pada masukannya (berupa sinyal kesalahan penggerak).

2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang

dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal

kesalahan.

3. Kontroler differensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului,

sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan

sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler

differensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan

aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas

sistem.

Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler differensial

umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak

memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontroler differensial

hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan.

Oleh sebab itu kontroler differensial tidak pernah digunakan tanpa ada

kontroler lain sebuah sistem.

Page 8: kontrol PID

6.2.6 Kontroler Proporsional – Integral – Differensial

Dalam bentuk fungsi alihnya adalah sebagai berikut :

( )

( ) [

]

dimana : Kp adalah penguatan proporsional

Ti adalah waktu integral

Td adalah waktu turunan

+-

sT

s)TTsT(1K

i

diip U(s)E(s)

Gambar 6.9 Diagram blok kontroler jenis proporsional – integral – differensial

Gambar 6.9 adalah gambar diagram blok dari kontroler jenis

proporsional – integral – differensial yang mana bagian kontrolnya telah

diisi dengan fungsi alih dari gabungan ketiga jenis kontroler ini.Dalam

kontroler jenis ini Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing

kontroler P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan

ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus

diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D masing-

masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah

sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.

Gambar 6.10 Diagram blok kontroler PID analog

Page 9: kontrol PID

Gambar 6.10 adalah diagram blok kontroler jenis PID, yang keluaran

akan bergantung dari harga konstanta masing-masing kontroler tersebut.

Gambar 6.11 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran

Gambar 6.11 menunjukkan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran

dengan masukan untuk kontroler PID. Karakteristik kontroler PID sangat

dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D.

Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat

dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut

dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol

itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara

keseluruhan.

-

+

R1

C2

ei

-

+

R4

eo

R3

R2

Gambar 6.12 Rangkaian penguat operasional dengan kontroler PID

Gambar 6.12 menunjukkan rangkaian penguat operasional yang

merupakan gabungan dari ketiga jenis kontroler tersebut.

Hasil keluaran dapat ditampilkan dalam persamaan sebagai berikut :

( ) ( )( )

dimana G(s) adalah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukannya.

Page 10: kontrol PID

Unit fungsi landai

0

E(t)

t

Gambar 6.13 Sinyal kesalahan pengerak fungsi Ramp

Aksi kontrol PID

0

U(t)

t

Td

Hanya proporsional

Aksi kontrol PD

Gambar 6.14 Keluaran sistem jika masukan fungsi ramp dengan PID

Dari gambar 6.13 yang merupakan masukan pada sistem akan

menghasilkan gambar 6.14 yang mana terlihat bahwa hasil keluarannya

merupakan fungsi parabolik hal ini menunjukkan dalam kontroler jenis ini,

kontroler integral sangat menonjol dan menentukan adanya perubahan pada

sistem, artinya kontrol integral ini mempercepat proses pengontrolan serta

mengurangi nilai kesalahan pada saat keadan tunak, dimana pada keadaan

tunak tersebut saat sinyal pengerak kesalahan saat bernilai nol nilai pada

keluaran tidak nol, hal itu menyalahi aturan dimana pada saat sinyal

penggerak kesalahan nol maka respon keluaran bernilai nol juga.

Page 11: kontrol PID

6.2.7 Parameter Respon Sistem

Untuk menganalisis dan mendesain sistem kontrol harus diketahui

terlebih dahulu karakteristik dan unjuk kerja sistem kontrol terhadap

masukan. Kinerja dari sistem kontrol dapat diketahui dengan memberikan

sinyal-sinyal uji pada sistem kontrol yang dapat mewakili masukan pada

sistem yang sesungguhnya lalu membandingkan hasil respon berbagai

sistem kontrol terhadap sinyal uji.

Mp

tr

tp

ts

0

0.5

1

C(t)

t

Toleransi yang diperbolehkan

0.05

0.02or

Gambar 6.15 Kurva respon tangga satuan.

Waktu tunda, td : waktu yang diperlukan oleh tangapan untuk mencapai

setengah nilai akhir untuk waktu yang pertama.

Waktu naik, tr : waktu yang diperlukan oleh tanggapan untuk naik dari

10% menjadi 90% , 5% menjadi 95%, atau 0% menjadi 100% dari nilai

akhir yang biasa digunakan.untuk sistem atas redaman waktu naik yang

biasa digunakan 10% menjadi 90%. Besarnya waktu naik ini dapat dicari

dengan menggunakan rumus :

d

d1

d ω

βπ

σ

ωtan

ω

1tr

Waktu puncak, tp : waktu yang diperlukan tanggapan untuk mencapai

puncak pertama overshoot. Biasanya dirumuskan dengan :

d

πt

Waktu puncak berhubungan dengan ½ putaran frekuensi osilasi teredam.

Page 12: kontrol PID

Maximum overshoot, mp : nilai puncak kurva tanggapan diukur dari

satuan. Apabila nilai akhir keadaan tunak tanggapannya jauh dari satu,

maka biasa digunakan persen lewatan maksimum, dan didefinisikan oleh:

x100%)c(

)c()c(tM

p

p

Besarnya persen lewatan maksimum menunjukkan kestabilan relatif dari

sistem.

Waktu turun, ts : waktu yang diperlukan untuk menanggapi kurva agar

dapat mencapai dan tetap berada dalam gugus nilai akhir ukuran yang

disederhanakan dengan persentasi mutlak harga akhirnya (biasanya 2%

atau 5%). Waktu turun tadi dihubungkan dengan tetapan waktu terbesar

sistem kontrol. Apabila kita menemukan kriteria kesalahan persentase

untuk sistem, kita boleh menetapkannya dari tujuan desain sistem dalam

pertanyaan. Besarnya waktu turun ini dapat dirumuskan sbb :

n

sζω

4

σ

44Tt

kriteria 2%

n

sζω

3

σ

33Tt

kriteria 5%

Page 13: kontrol PID

6.3 Data Percobaan

6.3.1 Percobaan Open Loop

Tabel 6.1 Data Percobaan Open Loop

Blok Vin (V) Vout (V)

A (Adder) 5,01 -2,54

B (Multiplier) 2,55 12,02

C (Integrator) 12,02 -12,11

Total 5 -12,11

6.3.2 Percobaan Close Loop

Tabel 6.2 Data Percobaan Close Loop

Variasi Kp Vin (V) Vout (V) Error

1,0 5 2,5 2,5

1,2 5 3 2

1,5 5 3,75 1,25

6.3.3 Percobaan PID

6.3.3.1 Percobaan dengan Variasi Kp

Tabel 6.3 Data Percobaan Variasi Kp

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 200 100 5 0,23 2,46 4,81

2 250 100 5 0,19 1,83 3,31

3 350 100 5 0,13 0,41 2,79

6.3.3.2 Percobaan dengan Variasi Ki

Tabel 6.4 Data Percobaan Variasi Ki

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 150 50 5 0,33 3,21 4,02

2 150 150 5 0,28 2,29 10,7

3 150 200 5 0,26 1,93 13,4

Page 14: kontrol PID

6.3.3.3 Percobaan dengan Variasi Kd

Tabel 6.5 Data Percobaan Variasi Kd

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 150 100 8 0,32 2,83 7,33

2 150 100 10 0,34 2,86 7,17

3 150 100 15 0,37 2,93 6,82

6.3.3.4 Percobaan PID

Tabel 6.6 Data Percobaan PID

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 200 75 5 0,23 2,39 3,63

2 250 150 10 0,204 2,04 4,58

3 350 200 15 0,155 1,44 3,26

Page 15: kontrol PID

6.4 Analisa dan Pembahasan

6.4.1 Percobaan Open Loop

Tabel 6.7 Data Percobaan Open Loop

Blok Vin (V) Vout (V)

A (Adder) 5,01 -2,54

B (Multiplier) 2,55 12,02

C (Integrator) 12,02 -12,11

Total 5 -12,11

+IN A -OUT +IN C -OUT+IN B -OUTD1

INPUT REF

A1

INPUT ADDER

A4 B B2 C1

MULTIPLIER INTEGRATOR

C6

OUPUT

VARIABEL

U

+V

-V

Gambar 6.16 Diagram blok percobaan open loop

Blok A yang merupakan blok Adder disuplai dengan sinyal berupa

tegangan sebesar 4,89 volt. Tegangan yang masuk ke blok A merupakan

suatu inputan pada sistem open loop dimana blok A tersebut akan mengolah

sinyal masukan sebagai berikut.:

Input Ai = 5,01 V

Output Ao = -2,54 V

Jadi, pada blok A sinyal diolah dengan penguatan sebesar -0,506 dan

kemudian sinyal tersebut dikirimkan ke blok B.

Page 16: kontrol PID

Blok B merupakan multiplier yang akan mengolah sinyal input yang

berasal dari blok A dengan penguatan sebagai berikut :

Input Bi = 2,55 V

Output Bo = 12,02 V

Jadi, blok B yang merupakan sebuah multiplier akan memberikan

penguatan kepada setiap sinyal yang berasal dari blok A yang diinputkan

sebesar -4,713. Kemudian sinyal output pada blok B dikirim ke blok C

(Integrator).

Blok C merupakan Output Adder yang akan mengolah sinyal yang

berasal dari blok B (Multiplier) sebagai sinyal inputan dan penguatan

terhadap sinyal masukan tersebut adalah sebagai berikut:

Input Ci = 12,02 V

Output Co = -12,11 V

Jadi, blok C yang merupakan sebuah integrator yang memberikan

penguatan kepada sinyal yang diinputkan sebesar -1,0074.

Sinyal yang keluar dari blok C (Vout) merupakan sinyal output dari

sistem keseluruhan pada rangkaian open loop tersebut. Pada percobaan

sistem tersebut dapat disederhanakan menjadi :

Gambar 6.17 Diagram blok penyederhanaan sistem

G(s) C(s) Y(s)

Page 17: kontrol PID

Pada sistem tersebut masukan awalnya adalah C(S) sebesar 5,01 V.

Kemudian sinyal masukan tersebut diolah sistem yang kemudian akan

menjadi output pada Co sebagai Y(S) sebesar -12,11 Volt. Jadi berdasarkan

hasil percobaan di atas penguatan dari keseluruhan sistem adalah sebesar :

( ) ( )

( )

( )

( )

Jadi sistem tersebut memiliki penguatan sebesar -2,41 terhadap setiap

sinyal yang diinputkan kepada sistem tersebut.

Penguatan tersebut berasal dari penguatan yang diberikan oleh setiap

bagian dari sistem tersebut yaitu penguatan dari blok A dengan konstanta

penguatan KA = -0,506, blok B dengan konstanta penguatan KB = 4,714 dan

blok C dengan konstanta penguatan KC = -1,007, sehingga :

( )

( ) ( )( )( )

( )

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan

penguatan sinyal untuk sistem G(s) sedikit berbeda dengan perkalian antara

perhitungan penguatan pada setiap blok yaitu blok Adder, Multiplier, dan

Integrator pada sistem G(s) tersebut. Perbedaannya adalah 0,01 yang

disebabkan oleh alat ukur yang kurang presisi, sehingga dapat disimpulkan

bahwa data percobaan telah sesuai dengan teori.

Page 18: kontrol PID

6.4.2 Percobaan Closed Loop

Tabel 6.8 Data Percobaan Close Loop

Variasi Kp Vin (V) Vout (V) Error

1,0 5 2,5 2,5

1,2 5 3 2

1,5 5 3,75 1,25

+IN A -OUT +IN C -OUT+IN B -OUTD1

INPUT REF

A1

INPUT ADDER

A4 B B2 C1

MULTIPLIER INTEGRATOR

C6

OUPUT

VARIABEL

U

+V

-V

Gambar 6.18 Diagram blok percobaan closed loop

Pada percobaan ini digunakan tegangan input sebesar 5 V, dimana

pada percobaan ini nilai Kp divariasikan. Variasi dari nilai Kp itu sendiri

berpengaruh terhadap besarnya nilai Vout dan error yang diperoleh.

Sedangkan nilai Vin dibuat tetap. Nilai error pada percobaan ini berasal dari

selisih antara nilai Vin dengan nilai Vout nya. Dari percobaan dapat dilihat

bahwa semakin besar nilai Kp nya maka nilai Vout nya juga semakin besar

atau dapat dikatakan bahwa nilai Kp berbanding lurus dengan nilai Vout.

Sedangkan antara nilai Kp dengan error berbanding terbalik dimana nilai Kp

yang semakin besar error semakin kecil.Data percobaan yang diperoleh

sudah sesuai dengan teori.

Perhitungan dari nilai error pada percobaan ini dapat dilihat sebagai

berikut ini:

Variasi 1

Vin = 5 V

Vout = 2,5 V

Error = Vin – Vout = 5 V – 2,5 V = 2,5 V

Page 19: kontrol PID

Variasi 2

Vin = 5 V

Vout = 3 V

Error = Vin – Vout = 5 V – 3 V = 2 V

Variasi 3

Vin = 5 V

Vout = 3,75 V

Error = Vin – Vout = 5 V – 3,75 V = 1,25 V

Pada percobaan close loop dengan variasi Kp = 1,0, blok A disuplai

oleh tegangan masukan (Vin) sebesar 5 volt. Sehingga akan diperoleh

perhitungan penguatan K sebesar:

Nilai penguatan juga dapat dicari dengan menggunakan cara berikut.

( )

( )

dimana Kp = 1 dan G(s) = 1.

Dari perbandingan antara nilai penguatan dari pengukuran dan

perhitungan diperoleh hasil yang sama, yaitu nilai penguatan pada

pengukuran dan perhitungan sebesar 0,5. Hal ini sudah sesuai dengan teori.

Pada percobaan close loop dengan variasi Kp = 1,2, blok A disuplai

oleh tegangan masukan (Vin) sebesar 5 volt. Sehingga akan diperoleh

perhitungan penguatan K sebesar:

Nilai penguatan juga dapat dicari dengan menggunakan cara berikut.

( )

( )

dimana Kp = 1,2 dan G(s) = 1.

Dari perbandingan antara nilai penguatan dari pengukuran dan

perhitungan diperoleh hasil yang sedikit berbeda dengan perbedaan sebesar

Page 20: kontrol PID

0,05. Adanya sedikit perbedaan disebabkan karena ketelitian alat yang

berbeda-beda.

Pada percobaan close loop dengan variasi Kp = 1,5, blok A disuplai

oleh tegangan masukan (Vin) sebesar 5 volt. Sehingga akan diperoleh

perhitungan penguatan K sebesar:

Nilai penguatan juga dapat dicari dengan menggunakan cara berikut.

( )

( )

dimana Kp = 1,5 dan G(s) = 1.

Dari perbandingan antara nilai penguatan dari pengukuran dan

perhitungan diperoleh hasil yang sedikit berbeda dengan perbedaan sebesar

0,15. Adanya sedikit perbedaan disebabkan karena ketelitian alat yang

berbeda-beda.

Page 21: kontrol PID

6.4.3 Percobaan PID

6.4.3.1 Percobaan dengan Variasi Kp

Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;

( )

a. Menggunakan M-File

Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang

diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka

persamaan fungsi alih sistem akan menjadi

( )

( )

( ) ( )

( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler

differensial, yaitu sebagai berikut.

Gambar 6.19 Program m-file untuk Kp=200, Ki=100 dan Kd=5

Page 22: kontrol PID

Dan berikut adalah hasil grafiknya.

Gambar 6.20 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=200, Ki=100, Kd=5

Gambar 6.21 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=250, Ki=100, Kd=5

Page 23: kontrol PID

Gambar 6.22 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=350, Ki=100, Kd=5

Tabel 6.9 Variasi nilai Kp serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 200 100 5 0,23 2,46 4,81

2 250 100 5 0,19 1,83 3,31

3 350 100 5 0,13 0,41 2,79

Pada percobaan ini nilai Kp dibuat bervariasi sedangkan nilai Ki

dan Kd tetap. Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap

variasi memiliki karakteristik yang berbeda-berbeda. Didapatkan bahwa

semakin besar nilai Kp, maka akan semakin kecil nilai tr, ts, dan Mp.

Ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Hal tersebut

sudah sesuai dengan teori dimana bertambahnya nilai Kp akan

menyebabkan respon transien sistem menjadi lebih cepat sehingga tr, ts,

dan Mp akan semakin kecil.

Page 24: kontrol PID

b. Menggunakan Simulink

Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler

proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.

Berikut adalah diagram blok yang digunakan.

Gambar 6.23 Diagram blok simulink untuk kontroler PID variasi Kp

Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan

didapatkan grafik sebagai berikut.

Gambar 6.24 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=200, Ki=100, Kd=5

Page 25: kontrol PID

Gambar 6.25 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=250, Ki=100, Kd=50

Gambar 6.26 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=350, Ki=100, Kd=5

Page 26: kontrol PID

c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink

Gambar 6.27 Grafik M-File dengan Kp=350, Ki=100, dan Kd=5

Gambar 6.28 Grafik Simulink dengan Kp=350, Ki=100, dan Kd=5

Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik

respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.

Page 27: kontrol PID

6.4.3.2 Percobaan dengan Variasi Ki

Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;

( )

a. Menggunakan M-File

Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang

diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka

persamaan fungsi alih sistem akan menjadi

( )

( )

( ) ( )

( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler

differensial, yaitu sebagai berikut.

Gambar 6.29 Program m-file untuk Kp=150, Ki=50 dan Kd=5

Page 28: kontrol PID

Dan berikut adalah hasil grafiknya.

Gambar 6.30 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=50, Kd=5

Gambar 6.31 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=150, Kd=5

Page 29: kontrol PID

Gambar 6.32 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=200, Kd=5

Tabel 6.10 Variasi nilai Ki serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 150 50 5 0,33 3,21 4,02

2 150 150 5 0,28 2,29 10,7

3 150 200 5 0,26 1,93 13,4

Pada percobaan ini nilai Ki dibuat bervariasi dan nilai Kp dan Kd

tetap. Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap variasi

memiliki karakteristik yang berbeda-berbeda. Didapatkan bahwa

semakin besar nilai Ki, maka akan semakin kecil nilai tr dan ts. Ini

menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Sedangkan semakin

besar nilai Ki, maka akan semakin besar pula nilai mp. Hal ini

menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Hal ini sudah sesuai

dengan teori dimana bertambahnya nilai Ki akan mengurangi error

steady state sistem dan sedikit mempercepat respon transien sistem

sehingga tr dan ts semakin kecilserta Mp semakin besar.

Page 30: kontrol PID

b. Menggunakan Simulink

Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler

proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.

Berikut adalah diagram blok yang digunakan.

Gambar 6.33 Diagram blok simulink untuk kontroler PID variasi Ki

Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan

didapatkan grafik sebagai berikut.

Gambar 6.34 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=50, Kd=5

Page 31: kontrol PID

Gambar 6.35 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=150, Kd=5

Gambar 6.36 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=200, Kd=5

Page 32: kontrol PID

c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink

Gambar 6.37 Grafik M-File dengan Kp=150, Ki=200, dan Kd=5

Gambar 6.38 Grafik Simulink dengan Kp=150, Ki=200, dan Kd=5

Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik

respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.

Page 33: kontrol PID

6.4.3.3 Percobaan dengan Variasi Kd

Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;

( )

a. Menggunakan M-File

Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang

diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka

persamaan fungsi alih sistem akan menjadi

( )

( )

( ) ( )

( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler

differensial, yaitu sebagai berikut.

Gambar 6.39 Program m-file untuk Kp=150, Ki=100 dan Kd=8

Page 34: kontrol PID

Dan berikut adalah hasil grafiknya.

Gambar 6.40 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=100, Kd=8

Gambar 6.41 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=100, Kd=10

Page 35: kontrol PID

Gambar 6.42 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=100, Kd=15

Tabel 6.11 Variasi nilai Kd serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 150 100 8 0,32 2,83 7,33

2 150 100 10 0,34 2,86 7,17

3 150 100 15 0,37 2,93 6,82

Pada percobaan ini nilai Kd dibuat bervariasi dan nilai Kp dan Ki

tetap. Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap variasi

memiliki karakteristik yang berbeda-berbeda. Didapatkan bahwa

semakin besar nilai Kd, maka akan semakin kecil nilai Mp. Ini

menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Sedangkan semakin

besar nilai Kd, maka akan semakin besar pula nilai tr dan ts. Hal ini

menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Hal ini sudah sesuai

dengan teori dimana bertambahnya nilai Kd akan menambah redaman

pada sistem sehingga nilai Mp akan semakin kecil, tetapi tr dan ts

semakin besar.

Page 36: kontrol PID

b. Menggunakan Simulink

Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler

proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.

Berikut adalah diagram blok yang digunakan.

Gambar 6.43 Diagram blok simulink untuk kontroler PID variasi Kd

Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan

didapatkan grafik sebagai berikut.

Gambar 6.44 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=100, Kd=8

Page 37: kontrol PID

Gambar 6.45 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=100, Kd=10

Gambar 6.46 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=100, Kd=15

Page 38: kontrol PID

c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink

Gambar 6.47 Grafik M-File dengan Kp=150, Ki=100, dan Kd=15

Gambar 6.48 Grafik Simulink dengan Kp=150, Ki=100, dan Kd=15

Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik

respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.

Page 39: kontrol PID

6.4.3.4 Percobaan PID

Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;

( )

a. Menggunakan M-File

Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang

diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka

persamaan fungsi alih sistem akan menjadi

( )

( )

( ) ( )

( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler

differensial, yaitu sebagai berikut.

Gambar 6.49 Program m-file untuk Kp=200, Ki=75 dan Kd=5

Page 40: kontrol PID

Dan berikut adalah hasil grafiknya.

Gambar 6.50 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=200, Ki=75, Kd=5

Gambar 6.51 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=250, Ki=150, Kd=10

Page 41: kontrol PID

Gambar 6.52 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=350, Ki=200, Kd=15

Tabel 6.12 Variasi nilai Kp, Ki, dan Kd serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP

No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)

1 200 75 5 0,23 2,39 3,63

2 250 150 10 0,204 2,04 4,58

3 350 200 15 0,155 1,44 3,26

Pada percobaan ini nilai Kp, Ki, dan Kd dibuat bervariasi. Dari

data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap variasi memiliki

karakteristik yang berbeda-berbeda. Dari ketiga variasi tersebut, variasi

yang pertama merupakan variasi yang paling buruk karena memiliki

nilai tr, ts, dan Mp yang paling lama. Yang paling efisien adalah variasi

ketiga, dimana memiliki nilai tr, ts, dan Mp yang kecil sehingga sistem

cepat stabil dan memiliki overshoot yang sedang. Sehingga didapatkan

bahwa semakin besar nilai Kp, Ki, dan Kd, maka akan semakin kecil

nilai tr, ts, dan Mp. Ini menunjukkan hubungan yang berbanding

terbalik. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.

Page 42: kontrol PID

b. Menggunakan Simulink

Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler

proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.

Berikut adalah diagram blok yang digunakan.

Gambar 6.53 Diagram blok simulink untuk kontroler PID

Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan

didapatkan grafik sebagai berikut.

Gambar 6.54 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=200, Ki=75, Kd=5

Page 43: kontrol PID

Gambar 6.55 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=250, Ki=150, Kd=10

Gambar 6.56 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=350, Ki=200, Kd=15

Page 44: kontrol PID

c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink

Gambar 6.57 Grafik M-File dengan Kp=350, Ki=200, dan Kd=15

Gambar 6.58 Grafik Simulink dengan Kp=350, Ki=200, dan Kd=15

Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik

respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.

Page 45: kontrol PID

6.5 Penutup

6.5.1 Kesimpulan

1. Pada rangkaian Open Loop hasil perhitungan penguatan sinyal untuk

sistem G(s) adalah -2,39 sedangkan hasil dari perkalian antara

perhitungan penguatan pada setiap blok yaitu blok Adder, Multiplier,

dan Integrator pada system adalah -2,38. Terdapat perbedaan sebesar

0,01 yang disebabkan alat ukur yang kurang presisi.

2. Pada sistem closed loop orde 1, hanya terdapat 1 karakteristik sistem,

yaitu nilai T yang merupakan time constant pada sistem.

3. Pada sistem closed loop orde 2, terdapat 5 karakteristik sistem, yaitu td

(delay time), tr (rise time), tp (peak time), ts (settling time), dan Mp

(overshoot).

4. Kontrol PID akan mempengaruhi perubahan karakteristik dari sistem.

5. Dari Percobaan sistem closed loop didapatkan bahwa untuk Kp=1

didapat nilai penguatan K = 0,5. Dari perhitungan didapat nilai K = 0,5.

Nilai tersebut telah sama sehingga hal ini sudah sesuai dengan teori.

6. Dari Percobaan sistem closed loop didapatkan bahwa untuk Kp=1,2

didapat nilai penguatan K = 0,6. Dari perhitungan didapat nilai K =

0,55. Nilai tersebut memiliki selisih yang tidak terlalu jauh dengan hasil

perhitungan yang disebabkan karena adanya rugi-rugi.

7. Dari Percobaan sistem closed loop didapatkan bahwa untuk Kp=1,5

didapat nilai penguatan K = 0,75. Dari perhitungan didapat nilai K =

0,6. Nilai tersebut memiliki selisih yang tidak terlalu jauh dengan hasil

perhitungan yang disebabkan karena adanya rugi-rugi.

8. Pengaruh perubahan nilai Kp kontrol PID adalah mempercepat tr (rise

time) dan ts (settling time) serta menurunkan nilai overshoot.

9. Pengaruh perubahan nilai Ki kontrol PID adalah mempercepat tr (rise

time) dan ts (settling time) serta menaikkan nilai overshoot.

10. Pengaruh perubahan nilai Kd kontrol PID adalah memperlambat tr (rise

time) dan ts (settling time) serta menurunkan nilai overshoot.

11. Pada kontrol PID, sistem dapat diberikan kontrol berupa P, PI, PD,

ataupun PID agar sistem menjadi lebih stabil.

Page 46: kontrol PID

6.5.2 Saran

1. Dalam implementasinya kontrol PID bisa digunakan secara bersama atau

terpisah, sesuai dengan kebutuhan.

2. Dalam penentuan konstanta masing-masing kontroler, baik Kp, Ki dan

Kd sebaiknya disertai dengan pertimbangan pengaruh besar konstanta

tersebut pada sistem.

3. Pemberian nilai Kp, Ki, dan Kd sebaiknya menggunakan tabel Ziegler-

Nichols agar sistem dapat dengan mudah mencapai kestabilan.

4. Dalam memilih transfer function sebaiknya menggunakan transfer

function yang lebih mudah mencapai kestabilan dan tidak rumit.

5. Pembenahan modul-modul praktikum karena penerimaan materi dengan

metode praktikum menggunakan modul lebih mudah dimengerti

dibanding simulasi komputer berbantuan Matlab.