konsep pendidikan akhlaq anak terhadap -24 …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1324/1/konsep...
TRANSCRIPT
i
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP
ORANG TUA KAJIAN SURAT AL ISRA’ AYAT 23-24
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Muhammad Najib
11112201
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
vi
MOTTO
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak”.
(QS.An Nisa’:36)
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini untuk. . .
Bapak dan Ibu ; “Jerih payahya tidak akan pernah bisa aku balas”
“Senantisa mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk anak-anaknya, Terimakasih untuk segalanya”
Buat kakak dan adik ;
“Yang membuatku termotivasi dan semangat untuk melangkah menuju kesuksesan”
Teman-teman PAI angakatan 2012;
“Teruntuk teman-teman PAI angkatan 2012 khususnya sahabat-sahabatku yang selalu
membantu,berbagi keceriaan dan melewati setiap suka dan duka selama kuliah,terimakasih banyak.”
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Aktivitas Lembaga Dakwah Kampus
Terhadap Perilaku Sosial Mahasiswa di IAIN Salatiga dapat terselesaikan.
Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun
spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut penulis hanya bisa mengucapkan
banyak terima kasih, dan dengan diiringi doa semoga amal baik yang telah di
berikan, mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.
Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan FTIK.
3. Ibu Siti Rukhayati selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan fikiranya dengan penuh kesabaran dan
kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini.
5. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
ix
6. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini.
Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan
penelitian ini masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan
masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu
pengetahuan.
Salatiga, 22 September 2016
Penulis
x
ABSTRAK
Muhammad Najib. 2016. Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Terhadap
Orang Tua Kajian Surat Al-Isra‟ Ayat 23-24
Pembimbing: Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag
Kata Kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlaq, Q.S Al-Isra’ 23-24, al-Qur’an
Pendidikan akhlaq merupakan proses membimbing serta terdapat arahan
yang benar bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan membentuk hati
nurani yang baik melalui suatu ajaran maupun keteladanan seseorang. Namun
dalam proses pendidikan akhlaq untuk membentuk manusia dipengaruhi oleh hal
hal yang tidak hanya oleh komponen komponen yang ikut terlibat langsung dalam
kegiatan pendidikan akhlaq, seperti kurikulum, metode pengajaran, akan tetapi
faktor - faktor yang terdapat dalam diri anak, seperti keminatan, karakter dan
sifat-sifat bawaan termasuk di dalamnya.
Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah
pendidikan akhlaq anak terhadap orang tua?. Bagaimanakah konsep pendidikan
akhlaq anak terhadap orang tua berdasarkan surat Al-Isra’ ayat 23-24?.
Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Data-data yang terkait
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka atau telaah, karena kajian
berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur’an.
Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengaitkan antara perintah
untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik
kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan
perlakuan yang baik dan sempurna. Konsep pendidikan akhlak anak kepada orang
tua berdasarkan Q.S Al- Isra’ ayat 23-24 mengindikasikan bahwa ketaatan kepada
orang tua harus dilakukan secara menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh
hidup seorang anak, baik kedua orang tua masih hidup atau pun sudah meninggal.
Menyeluruh juga bisa diartikan berbakti kepada orang tua secara total baik dengan
hati, lisan, maupun anggota tubuh.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN LOGO ......................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
D. Penegasan Istilah ..................................................................... 8
E. Kajian Pustaka .......................................................................... 9
F. Kerangka Teoritik ..................................................................... 10
G. Metode Penelitian...................................................................... 13
H. Sistematika Pembahasan............................................................ 14
xii
BAB II KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP ORANG
TUA
A. Kajian Pustaka............. ............................................................. 16
B. Kajian Teori................. ............................................................. 18
1. Pendidikan Akhlaq .......................................................... 18
a. Pengertian dan dasar pendidikan akhlaq ......................... 18
b.Fungsi dan tujuan pendidikan akhlaq ............................. 22
c. Metode pendidikan akhlaq .............................................. 25
2. Akhlaq anak kepada orang tua ........................................ 33
a. Akhlaq anak ketika orang tua masih hidup ..................... 37
b.Aklaq anak ketika orang tua sudah meninggal ............... 40
BAB III METODE PENELITIAN
A . Jenis penelitian......................................................................... 42
B . Teknik pengumpulan data........................................................ 42
C . Sumber data.............................................................................. 43
D . Teknik analisis data................................................................. . 44
BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Gambaran umum surat Al-Isra’
1. Deskripsi Q.S Al-Isra’..................................................... 47
2. Pokok-pokok isi kandungan Q.S Al-Isra’ ....................... 48
B. Tafsir Q.S Al Isra’ .................................................................... 51
1 . Ayat dan terjemahan....................................................... 51
2 . Munasabatul ayat............................................................ 51
xiii
3 . Pendapat para ahli tafsir............................................... ... 54
C. Analisis konsep pendidikan akhlaq anak kepada orang tua ..... 62
D. Iterpretasi data .......................................................................... 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 82
B. Saran ........................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi
manusia.Karena hal ini potensi dapat dididik dan mendidik ( Daradjat,
1996: 16 ) . Pendidikan dalam Islam berdasarkan pada al-Qur’an dan
hadist. Al-Qur’an sendiri sebagai sumber utama dalam pendidikan Islam
karena mengandung konsep yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha
pendidikan. Secara garis besar, ajaran dalam al-Qur’an terdiri dari dua
prinsip, yaitu yang berhubungan dengan amal yang disebut syari’ah.
Keimanan merupakan keyakinan yang ada dalam hati manusia. Sedangkan
amal merupakan perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah,
diri sendiri, sesama dan lingkungan, serta dapat dikatakan bahwa amal
merupakan aktualisasi dari iman.
Manusia adalah makhluk yang sangat menarik, oleh karena itu
manusia menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari.
Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan
dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan
hidupnya. Pendidikan untuk memelihara dan membina hubungan baik
sesama manusia dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang
selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama sesuai dengan
nilai dan norma agama ( Ali Daud, 2004: 10 ).
2
Dalam diri manusia terdapat sesuatu yang tidak ternilai harganya,
sebagai anugerah Allah yang diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu
"akal". Sekiranya manusia tidak diberi akal niscaya keadaan dan perbuatan
akan samadengan hewan. Dengan adanya akal, segala anggota manusia,
gerak dan diamnya, semua berarti dan berharga. Islam merupakan agama
ilmu dan akal, sehingga sebelum Islam membebankan umatnya
memperoleh kepentingan dunia, Islam lebih dahulu mewajibkan untuk
mencerdaskan akal, sehinggahidup sejalan dengan semangat al-„adalah
(keadilan), al-haq (kebenaran), dan al mashalih al-
ammahataukemaslahatan umum (Husein, 2004: 36 ).
Melihat betapa pendidikan memegang peranan yang penting dalam
menentukan moral bangsa, maka tidak dapat disalahkan apabila
pendidikan yang gagal merupakan penyebab terjadinya dekadensi moral.
Pendidikan akhlak Islam diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang
menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas
kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah.
Pendidikan akhlak Islam berarti juga menumbuhkan personalitas atau
kepribadian dan menanamkan tanggung jawab. Oleh karena itu, jika
berpredikat muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik
seharusnya menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap
tercurahkan (Abdullah, 2007: 19).
Pendidikan akhlaq merupakan proses membimbing serta terdapat
arahan yang benar bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan
3
membentuk hati nurani yang baik melalui suatu ajaran maupun
keteladanan seseorang. Namun dalam proses pendidikan akhlaq untuk
membentuk manusia dipengaruhioleh hal hal yang tidak hanya oleh
komponen-komponen yang ikut terlibat langsung dalam kegiatan
pendidikan akhlaq, seperti kurikulum, metode pengajaran, akan tetapi
faktor-faktor yang terdapat dalam diri anak, seperti keminatan, karakter
dan sifat-sifat bawaan termasuk di dalamnya tentang hereditas.
Anak merupakan dambaan bagi setiap orang tua,kehadirannya
sangat dinantikan setiap keluarga, sebagai penerus keturunan orang tua.
Disisi lainanak adalah amanah dan anugerah Allah SWT, sebagai orang
tua bertanggungjawab untuk merawat, mengasuh dan mendidiknya agar
menjadi insan kamil, insan yang bertaqwa kepada Allah SWT, sehat
jasmani, rohani dan bergunabagi keluarga dan masyarakat.Dalam
memperhatikan anak seharusnya dilihatsecara keseluruhannya, dari
pendidikannya, pergaulan, serta masa depannya. Dengan harapan sebagai
orang tua, anak mampu menjadi manusia yang bias bertanggung jawab apa
yang dilakukannya.
Ajaran pendidikan ini membahas tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan. Oleh karena itu, dalam memberikan latihan mental maupun
fisik dalam melaksanakan suatu tugas sebagai manusia yang mempunyai
potensi untuk menumbuhkan kepribadian yang lebih baik, dengan cara
mendidik, kecerdasan berpikir baik dan memberikan latihan mengenai
suatu aklaq harus bersifat formal maupun informal. Dalam hal ini akal
4
berperan penting dalam daya pikirannya untuk memecahkan dan
menemukan suatu kehidupan menjadi lebih baik dan mengikuti norma-
norma yang ada.
Pendidikan akhlaq erat hubungannya dengan tanggapan hidup,
maka dari itu suatu latihan untuk membentuk suatu kebiasaan serta
memberikan teladan baik merupakan suatu keharusan cara pendidikan
akhlaq dalam praktik. Hal ini disebabkan pengaruh pembawaan dan
lingkungan dalam menentukan kepribadian yang baik saling terkait yang
tidak dapat dipisahkan. Pembawaan tidak dapat begitu saja diubah oleh
kondisi lingkungan dan tidak dapat diciptakan, lingkungan juga tidak
dapat lepas dari pengembangan pembawaan.Kurang adanya dukungan
kondisi pembawaan dan lingkungan akan berakibat kurang maksimalnya
suatu kepribadian yang baik dalam pendidikan etika.
Orang tua dan anak adalah satu ikatan dalam jiwa.Dalam
keterpisahan raga, jiwa mereka bersatu dalam ikatan keabadian.Tak
seorang pun dapat menceraiberaikannya.Ikatan itu dalam bentuk hubungan
emosional antara anak dan orang tua yang tercermin dalam perilaku
(Djamarah,2004:27) Meskipun suatu saat misalnya, ayah dan ibu mereka
sudah bercerai karena suatu sebab, tetapi hubungan emosional antara
orang tua dan anak tidak terputus. Sejahat-jahatnya ayah adalah tetap
orang tua yang harus dihormati.Lebih terhadap ibu yang telah melahirkan
dan membesarkan.Bahkan dalam perbedaan keyakinan agama sekalipun
5
antara orang tua dan anak, maka seorang anak tetap diwajibkan
menghormati orang tua sampai kapanpun.
Setiap orang tua yang memiliki anak selalu ingin memelihara,
membesarkan, dan mendidiknya.Seorang ibu yang telah melahirkan tanpa
ayahpun memiliki naluri untuk memelihara, membesarkan, dan
mendidiknya, meski terkadang harus menanggung beban malu yang
berkepanjangan. Sebab kehormatan keluarga salah satunya ditentukan oleh
bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menjaga nama baik keluarga.
Lewat sikap dan perilaku anak nama baik keluarga dipertahankan. Seorang
anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan
ayahnya, dalam kejadian bagaimanapun.Karena hal itu merupakan bentuk
akhlaq seorang anak terhadap orang tua yang telah berjasa besar
kepadanya. (Djatmika, 1996: 204).
Dalam kajian ini adalah al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23-24 yang berbunyi :
Artinya :“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sakali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkatan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkan;ah dirimu terhadap mereka berdua
6
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil." (Q.S. Al Isra' : 23-24)
Ayat di atas mengandung perintah kewajiban untuk mengEsakan
AllahSWT, serta berbuat baik terhadap orang tua baik dari segi
perkataan,perbuatan dan perintahperkataan yang mulia kepada mereka. Ini
berbedadengan perkataan yang benar, meskipun apa yang disampaikan
benar namunperkataan mulia lebih utama dandiharapkan dalam
berkomunikasi kepadakedua orang tua. Hal ini menunjukkan suatu akhlak
kepada AllahSWT dan orang tua.Tentunya sangat disadari semua itu
ajakan bagi kaum muslimin dalam ibadah, mengikhlaskan diri,tidak
mempersekutukan-Nya danmemperlakukan sebaik mungkin sesuai anjuran
al-Qur’an terhadap orang tua (Quraish Shihab, 2005: 443).
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama dan utama. Dinamakan pertama karena dalam keluargalah seorang
anak pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan. Begitu juga
dikatakan utama, karena sebagian besar kehidupan anak dilalui dalam
keluarga(Hasbullah, 2005: 38). Di dalam keluarga inilah tempat
meletakkan dasar-dasar kepribadian anak pada usia dini, karena pada usia-
usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (Zuhairini,
1995: 177).
Kepribadian dapat terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai -
nilai yang diserap dalam pertumbuhan dan perkembangannya,terutama
padatahun-tahun pertama dari umurnya.Apabila nilai-nilai agama banyak
masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku
7
orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai
agama.
Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan pada masa -
masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Betapapun
sederhananya pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga tetaplah
sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Karena dari
keluargalah pertumbuhan fisik dan mental anak dimulai. Bahkan dalam
Islam, sistem pendidikan keluarga ini dipandang sebagai penentumasa
depan anak (Halim,2003:86).
Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW
diyakini dapat menjamin dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia
yang sejahtera lahir dan batin. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis
dan progesif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi
kebutuhan material dan spiritual.
Al-Qur’an itulah yang menjadi landasan penegakan moral tersebut.
Keberadaan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai
sumber ajaran Islam yang pertama, banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang
mengandung pelajaran yang bersifat pendidikan (Abdullah, 2006: 19).
Agama Islam adalah agama yang berpegang pada nilai akal. Dengan
diberlakukannya hujah-hujah atau dalil-dalil yang didasarkan pada akal
dalam menentukan hukum syari’at sehingga suatu ilmu yang didasari
dengan nalar atau kognitif.
8
Dari paparan di atas penulis merasa tertarik membahas masalah
tersebut. Maka, dalam hal ini penulis ingin membuat penelitian dengan
judul KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK TERHADAP
ORANG TUA ( Surat Al-Isro’ ayat 23-24 ).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanapendidikan akhlaq anak terhadap orang tua?
2. Bagaimana implementasi konsep pendidikan akhlaq anak terhadap
orang tua dalam surat al-isra’ ayat 23-24 dengan realita kehidupan
sekarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendidikan akhlaq anak kepada orang tua.
2. Untuk mengetahui implementasi konsep pendidikan akhlaq anak
terhadap orang tua dalam surat al-isra’ ayat 23-24 dengan realita
kehidupan sekarang.
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami judul
skripsi ini, maka penulismerasa perlu memberikan penjelasan beberapa
istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini. Adapun judul skripsi ini
adalah “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK
TERHADAPORANG TUA( Q. S al-Isra’ Ayat 23-24)
1. Konsep
Konsep adalah rancangan, ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret. Pengertian di sini ruang lingkup
9
tentang suatu nilai terhadap pendidikan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2008:748).
2. Pendidikan Akhlaq
يخلق –خلق Dalam kamus Al Munawwir berarti menciptakan,
membuat, memulai, menghasilkan, menimbulkan.
Akhlak adalah bagian yang membicarakan masalah baik dan
buruk dengan ukuran wahyu atau al-Qur’an dan hadits
Etika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang persoalan baik
dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia.
Moral adalah suatu hal yang berkenaan dengan baik dan
buruk dengan ukuran tradisi dan budaya yang dimiliki seseorang
atau sekelompok orang.
Jadi dalam hal ini moral dan etika itu termasuk dalam bagian
akhlak yang sangat berhubungan erat (Daud Ali, 2008).
3. Orang Tua
Orang tua adalah “setiap orang yang bertanggung jawab
dalam suatu keluarga atau rumah tangga yang dalam kehidupan
sehari-hari lazim disebut ibu –bapak” ( Nasution, 1985: 1).
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau
literature kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini yaitu
memaparkan dan mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep,
10
atau ketentuan-ketentuan yang pernah diungkapkan dan diketemukan oleh
peneliti sebelumnya yang terkait dengan objek masalah yang hendak
dibahas. Adapun karya-karya yang mendukung dan dijadikan kajian
pustaka sebagai berikut:
Pertama, Penelitian yang ditulis oleh saudara Mustaghfirin tentang
pandangan Franz Magnis Suseno tentang Etika dan Relevansi dengan
Pendidikan Islam . Skripsi ini memaparkan tentang mengatur sikap
tingkah laku manusia terhadap dirinya, orang lain, sesama makhluk dan
Tuhan sebagai Maha Pencipta (Mustaghfirin, 2009).
Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh saudari Umi Munadzirah
tentang prinsip-prinsip pendidikan akhlak dan aktualisasinya dalam
pembinaan kepribadian muslim : kajian terhadap surat al-Hujurat 11-13
yang membahas tentang prinsip-prinsip pendidikan akhlak menurut surat
al-Hujurat ayat 11-13 dalam pembentukan kepribadian muslim
(Munadziroh, 2007).
Penelitian yang dikaji oleh penulis menfokuskan tentang
pendidikan etika yang berhubungan dengan adab sopan santun kepada
kedua orang tua yaitu dalam surat al-Isra’ ayat 23-24. Hal ini terkait
dengan hak dan kewajiban anak terhadap orang tua atau sebaliknya.
11
F. Kerangka Teoritik
1. Pendidikan Akhlaq Bagi Anak dan Orang Tua dalam Keluarga
Pendidikan akhlaq dapat direalisasikan dengan berbagai cara, baik
positif maupun negatif. Adapun cara positif dengan memberi teladan
yang baik, latihan untuk membentuk kebiasaan, memberi perintah,
memberi pujian,dan hadiah. Sedang cara negatif dengan memberikan
berbagai bentuk larangan, memberikan suatu teguran dan celaan serta
memberikan hukuman.Penilaian manusia tentang buruk dan baiknya
dapat dilihat dari perilakunya sehari-hari (Abdullah, 2006: 56).
Keluarga merupakan persekutuan terkecil dari masyarakat yang
luas,pangkal kedamaian dan ketentraman hidup terletak pada keluarga
yang dikepalai oleh kedua orang tua. Begitu pentingnya peranan yang
dimainkan oleh keluarga dalam mendidik anak-anaknya. Maka dalam
berbagai sumber bacaan mengenai kependidikan, keluarga selalu
disinggung dan diberi peran yang penting. Karena pada hakekatnya,
pembentukan kepribadian anak terjadi di lingkungan keluarga.
Sebagaimana dalam al-Qur’an dalam surat at-Tahrim ayat 6:
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
12
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus
bermula dari rumah. Hal ini ayah dan ibu mempunyai peran penting
dalam keluarga. Kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-
anak dan juga pasangan masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya. Ayah dan ibu tidak cukup untuk menciptakan satu rumah
tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh
hubungan yang harmonis (Quraish Shihab, 2002: 327).
2. Gambaran al-Qur’an Pendidikan Akhlaq bagi Anak terhadap
Orang Tua
Al-Qur’an telah menjelaskan pendidikan akhlaq bagi anak dan
orang tua dalam kehidupan. Hal ini dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat
23-24:
Artinya :” Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
13
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”.
3. Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Terhadap Orang Tua
Di dalam kehidupan keluarga orang tua merupakan cermin masa
depan anak-anaknya. Anak dan orang tua mempunyai kewajiban
masing-masing dalam keluarga. Anak berkewajiban untuk berbuat baik
serta menghormati dan menghargai orang tua dalam hidupnya. Sedang
orang tua mempunyai kewajiban dalam merawat, mendidik sehingga
terbentuknya kepribadian yang baik.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Data-data yang
terkait dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka atau
telaah,karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur’an.
Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan
metode mengkaji beberapa sumber buku pendidikan Islam sebagai
library research yaitu: penelitian kepustakaan (Hadi, 2001: 9).
Maksudnya dalam penelitian ini mencari nilai yang terkandung
dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23-24 dari berbagai tafsir yang
merupakan interpretasi dari para mufassir dalam memahami isi,
14
maksud maupun kandungan yang ada dalam ayat tersebut sehingga
akan mempermudah dalam kajian ini.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan
menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer: sumber data yang diperoleh langsung dari
sumbernya (Surackhmat,1998:134). Dalam hal ini al-Qur’an dan tafsir-
tafsirnya surat al-Isra’ ayat 23-24,seperti tafsir al-Maraghi, tafsir Ibnu
Kastir, tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur, dan tafsir al-Misbah.
3. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis berusaha menjelaskan polauraian
yang signifikan terhadap analisis. Adapun metode yang digunakan
adalah Metode Mawdhu’i yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud
yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan
menyusunnya berdasar kronologi, walaupun ayat-ayat tersebut cara
turunnya berbeda waktu, dan tempat turunnya (Budihardjo, 2012:
150).
15
H. Sistematika Pembahasan
Penulisan karya ilmiah harus bersifat sistematis, di dalam
penulisan skripsi ini pun harus dibangun secara berkesinambungan. Dalam
penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya adalah sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan ini berisi latar belakang, penegasan istilah,
rumusan masalah,tujuan penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritik,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II Memaparkan tentang Landasan Teori yang meliputi kajian
pustaka dan tinjauan pustaka yang di dalamnya membahas tentang
pendidikan akhlak anak yang di dalamnya membahas pengertian dan dasar
pendidikan akhlak, fungsi dan tujuan pendidikan akhlak, metode
pendidikan akhlak yang meliputi metode teladan, kisah- kisah, nasihat,
pembiasaan, hukum dan ganjaran.
BAB III Bab ini meliputi: Metodologi penelitian yang meliputi
jenis penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, dan teknik analisis
data yang menggunakan metode maudhu’i.
BAB IV Bab empat merupakan bab analisis yang meliputi
pendidikan akhlaq bagi anak terhadap orang tua, pendidikan etika bagi
orang tua terhadap anak dan pendidikan etika bagi keduanya.
BAB V Bab lima merupakan rangkaian terakhir dari penulisan
skripsi yang memuat simpulan, saran-saran dan penutup.
16
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ ANAK KEPADA ORANG TUA
A. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka merupakan bagian penting dari suatu laporan
penelitian karna pada bagian ini diungkapkan teori-teori serta hasil- hasil
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada topik yang sama atau
serupa (Wardani G.A.K, 2008 :5,8).
Berikut penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang
diambil oleh penulis:
1. Skripsi yang berjudul “ Pendidikan Akhlaq Dalam al-Qur‟an (Kajian
Surat Ad-Duha Ayat 9,10,11) “ karya Deden Indiarto Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Tahun 2007.
Dalam skripsi tersebut membahas tentang pendidikan ahklaq
yang terkandung dalam surat Ad-Duha ayat 9,10,11. Hasil
penelitiannya yaitu konsep pendidikan akhlaq dalam al-Qur’an adalah
bahwa tingkah laku atau perbuatan, dinilai baik dan buruk, terpuji dan
tercela, semata-mata karena syara’ (al-Qur’an dan as-Sunnah). Jadi
ukuran yang pasti dalam menilai baik dan buruk hanyalah al-Qur’an
dan as-Sunnah, karena al-Qur’an dan as-Sunnah tidak akan
bertentangan dengan hati nurani dan pikiran manusia.
17
2. Skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Dalam Tafsir
Ibnu Katsir Analisis Surat Al-Luqman” karya Ahmad Dumiati
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga Tahun 2013.
Dalam skripsi tersebut membahas tentang berbagai akhlaq anak
yang terkandung dalam tafsir ibnu katsir analisis surat Al-Luqman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akhlaq anak kepada orang tua
dalam surat Al-Luqman yaitu menghormati dan taat terhadap kedua
orang tua itu wajib dengan ketentuan tidak melanggar isyarat bahwa
kedua orang tua wajib dimulyakan kerena jasa-jasanya kepada anak
yang tak terhingga.
3. Skripsi yang berjudul “Pendidikan Akhlaq Dalam Kitab Al-Hikam
Karangan Syaikh Ibnu Athaillah Al-Syukandari” karya Mucharor
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga Tahun 2014.
Dalam skripsi tersebut membahas tentang metode pendidikan
akhlak yang telah dikemukakan Syekh Ibnu Athaillahdapat dilakukan
dengan beberapa metode berikut, yaitu: metode teladan, metode
pemberian nasihat, metode cerita, metode perintah dan larangan. Dari
beberapa metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan, guru
atau pengajar memiliki fungsi sentral bagi tercapainya tujuan
pendidikan akhlak, karena pendidikan akhlak bukan merupakan
18
pendidikan yang menekankan pada konsep rasional-intelegensi, tetapi
lebih kepada pembentukan perilaku siswa.
4. Skripsi yang berjudul “ Nilai-Nilai Pendidikan Akhlaq Dalam al-
Qur‟an (Kajian Tafsir Surat AL-Hujurat Ayat 11,12,dan 13)” karya
Jumico Randi Wirana Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut
Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2015.
Dalam skripsi tersebut membahas tentang pentingnya akhlaq dalam
kehidupan manusia yaang menjadi acuan dalam menentukan langkah
hidup manusia, yang menjadikan manusia bisa masuk kedalam surga
atau neraka, yang menjadikan manusia dihargai orang lain.
Dari beberapa skripsi yang sudah disebutkan diatas sudah banyak
sekali perbedaan dengan skripsi yang sedang penulis buat,
persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang akhlaq akan tetapi
pengambilan ayat berbeda, penulis mengambil surat Al-Isra’ ayat 23-
24.
B. Kajian Teori
1. Pendidikan Akhlaq
a. Pengertian dan Dasar Pendidikan Akhlaq
Istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar
ia menjadi dewasa ( Hasbullah, 2009: 1).
19
Pengertian pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (Hasbullah, 2009: 3).
Pengertian pendidikan menurut UU Nomor 2 Tahun 1989
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya
di masa yang akan datang (Hasbullah, 2009: 4).
Pendidikan merupakan “usaha secara sengaja dari orang
dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke
kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung
jawab moral dalam segala perbuatannya”.Orang dewasa yang
dimaksud adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas
dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik,
misalnya guru sekolah, pemuka agama dan sebagainya (Haryu
Islamuddin, 2012: 4).
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk.Secara
etimologi akhlak artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Sedangkan secara terminologi akhlak adalah ilmu yang
menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin (
Ramli, 2003: 141).
20
Imam al-Ghazali berkata “Akhlak ialah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran”
(Razak Nasirudin, 1973: 49)
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang
tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah, tanpa diawali berpikir panjang,
merenung dan memaksakan diri.Sedangkan sifat-sifat yang tak
tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya
pemaaf, maka itu bukan akhlak.Demikian juga, sifat kuat yang
justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan sulit dan
berfikir panjang, seperti orang bakhil.Ia berusaha menjadi
dermawan ketika ingin dipandang orang. Jika demikian maka
tidaklah dapat dinamakan akhlak (Mahmud Halim, 2004: 34).
Pendidikan akhlak merupakan sub atau bagian pokok dari
materi pendidikan agama, karena sesungguhnya agama adalah
akhlak, sehingga kehadiran Rosulullah ke muka bumi pun dalam
rangka menyempurnakan akhlak manusia yang ketika itu mencapai
titik nadir (Juwariyah, 2010: 96).
Jadi, pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh seorang pendidik untuk mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan seseorang dengan segala potensinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, serta membentuk tabiat
21
yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia
yang taat kepada Allah.
Dalam melaksanakan pendidikan akhlak tersebut, kita harus
mempunyai dasar yang dijadikan pijakan dalam pengaplikasian
pendidikan akhlak itu sendiri.
Antara Islam dan akhlak adalah sesuatu yang tidak
terpisahkan. Seseorang yang baik keislamannya pasti dia akan baik
pula akhlaknya. Namun, seseorang yang buruk keislamannya pasti
akan buruk pula akhlaknya. Oleh karena itu antara Islam dan
akhlak adalah suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Hal itu
karena gambaran Islam yang sebenarnya adalah pribadi Rosulullah
yang Allah telah memuji beliau dengan firmanNya:
Artinya : “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung”(Q.S Al-Qalam:4).
Demikian besar kedudukan akhlak di dalam Islam sehingga
selayaknya setiap muslim bersemangat untuk mempelajari dan
berhias dengannya.
Terlebih lagi itu merupakan sikap meneladani Rosulullah
sebagaimana dengan firman Allah:
22
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”.(Q.S Al-Ahzab:21).
Adapun hadits merupakan sumber dan pedoman umat Islam
setelah al-Qur’an, dalam hadits juga diterangkan tentang
pendidikan akhlak.
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Akhlaq
Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak,
tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam
pengertian Islam adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
pendidikan agama.Sebab yang baik adalah yang dianggap baik
oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh
agama, sehingga nilai- nilai akhlak, keutamaan- keutamaan akhlak
dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang
diajarkan oleh agama, sehingga seorang muslim tidak sempurna
agamanya kecuali akhlakna menjadi baik. Hampir-hampir sepakat
fiilsuf filsuf pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah
jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam
adalah mendidik jiwa dan akhlak ( Ahid Nur, 2012: 142).
Para ahli berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah pembentukan akhlak.Sedangkan tujuan dari akhlak adalah
23
agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di
jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah. Inilah
yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam
pendidikan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap
mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung
dalam al-Qur’an (Mahmud Hakim, 2004: 159).
Pendidikan akhlak Islam mempunyai pengaruh efektif
dalam setiap amal perbuatan manusia yang dilakukan oleh orang
muslim. Ia dapat berpengaruh pada keimanan, keislaman dan
kebaikan yang dilakukan setiap muslim. Disampung itu,
pendidikan akhlak akan dapat mempengaruhi seseorang dalam
melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar serta dalam jihadnya
di jalan Allah. Hal itu dikarenakan semua amal kebaikan tidak
akan mencapai kesempurnaan dan tidak akan diterima di sisi Allah,
kecuali diiringi dengan keikhlasan dan kebenaran, serta
berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad. Jadi, nilai- nilai akhlak
yang diajarkan Islam dimaksudkan agar manusia melakukan amal
perbuatannya secara benar (Mahmud Hakim, 2004: 168).
Orang yang berakhlak akan mencapai ketentraman dan
kebahagiaan dalam hidupnya. Ketentraman dan kebahagiaan hidup
seseorang tidak ditentukan oleh harta, kepandaian atau jabatannya.
Jika seseorang mempunyai akhlak karimah maka walaupun ia
24
hidup miskin dan tidak berpendidikan, InsyaAllah dia pun akan
memperoleh kebahagiaan.
Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak
mulia. Akhlak yang mulia ini sangat ditekankan karena disamping
akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus
membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan
kata lain, bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang,
tujuannya adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Orang yang selalu menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia
maka ia akan memperoleh kehidupan yang baik serta mendapatkan
pahala yang berlipat ganda dan akan dimasukan kedalam surga.
Dalam al-Qur’an Alloh berfirman :
Artinya :”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-
laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka
Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. [839] Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan
perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa
amal saleh harus disertai iman (Q.S An-Nahl :97).
c. Metode Pendidikan Akhlaq
Metode berasal dari bahasa Latin meta yang berarti melalui,
dan hodos yang berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab
25
metode disebut Thoriqoh artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban
dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu
sistem atau cara yang mengatur suatu cita- cita (Uhbiyati Nur, 2002:
163).
Menurut Muhammad Fuad Abd al- Baqy di dalam Al-
Qur’an kata at-thoriqoh diulang sebanyak sembilan kali. Kata ini
terkadang dihubungkan dengan obyeknya yang dituju oleh at-
thoriqoh, seperti neraka, sehingga menjadi jalan menuju neraka.
Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang
mengatakan bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan,
menguji, dan menyusun, data yang diperlukan bagi pengembangan
disiplin ilmu tersebut. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa
metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan (Nata
Abudin, 2005: 143).
Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan
pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk
menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga
terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi islami. Selain
itu, metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk
memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam untuk
terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Inilah
26
pengertian- pengertian metode yang dapat dipahami dari berbagai
pendapat yang dibuat para ahli (Nata Abudin, 2005: 144).
al-Qur’an sebagai landasan utama menawarkan berbagai
pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam
menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain:
1) Metode Teladan
Maksudnya adalah suatu metode pendidikan dan
pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan
yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan.
Di dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 menegaskan
pentingnya contoh teladan dan pergaulan yang baik dalam
usaha membentuk kepribadian anak, yaitu dengan mempelajari
tindak- tanduk Rosulullah, dan menjadikannya sebagai contoh
utama (Ilyas Asnelly, 1998: 38).
Muhammad Qutbh, misalnya mengisyaratkan bahwa di
dalam diri Nabi Muhammad, Allah menyusun bentuk yang
sempurna metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan
abadi sepanjang sejarah masih berlangsung. Metode ini
dianggap penting karena aspek agama yang terpenting adalah
akhlak yang termasuk dalam kawasan efektif yang terwujud
dalam bentuk tingkah laku (Nata Abudin, 2005: 147).
Dalam kehidupan keluarga yang menjadi suri tauladan bagi
anak adalah orang tuanya. Mereka menganggap orang tuanya
27
sebagai tokoh yang perlu mereka tiru dalam kehidupannya,
sehingga orang tua harus menata perilakunya karena anak akan
cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya.
2) Metode Kisah
Kisah memiliki peranan besar dalam memperkokoh ingatan
anak dan kesadaran berfikir, menempati pusat cara berfikir
yang mempengaruhi akal seorang anak. al-Qur’an sudah
menyediakan kisah- kisah terbaik yang dapat menanamkan
akhlak dan budi pekerti yang luhur pada anak, dan berfaedah
untuk bisa menjadi ibrah dan nasehat.
Allah berfirman:
Artinya:”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu
terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al- Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman” (Q.S Yusuf : 111).
Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi
kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi
kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah
tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan
memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh
28
berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-
tokoh berakhlak buruk.
3) Metode Nasihat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh
kata- kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap
oleh karena itu kata- kata harus diulang- ulangi. Nasihat yang
berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung
melalui perasaan. Nasihat yang disampaikannya ini selalu
disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau
penyapai nasihat itu. Ini menunjukan bahwa antara satu metode
yakni nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini
keteladanan bersifat saling melengkapi (Nata Abudin, 2005:
150).
Al-Qur’an sendiri penuh berisi nasehat- nasehat dan tuntunan-
tuntunan, Allah berfirman:
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (An-Nisa‟ :58).
29
4) Metode Pembiasaan
Cara lain yang digunakan oleh al-Qur’an dalam
memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang
dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah
kebiasaan-kebiasaan yang negatif. al-Qur’an menjadikan
kebiasaan itu menjadi salah satu teknik atau metode
pendidikan.
Al-Ghazali dalam kitab monumentalnya Ihya‟ Ulumuddin
mengatakan:
“anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hatinya
bersih bagaikan mutiara yang kemilau sunyi dari lukisan dan
gambar. Ia akan menerima setiap lukisan yang digoreskan
kepadanya dan cenderung kearah mana saja ia diarahkan. Jika
dibiasakan kepada yang baik dan diajarkannya kebaikan itu maka
ia akan tumbuh dalam kebaikan dan menjadi bahagia dunia
akhirat dan kedua orang tuanya serata guru dan pembimbingnya
akan turut menikmati pahalanya. Dan jika dibiasakan kepada
yang jelek- jelek dan diabaikannya sebagaimana mengabaikan
hewan peliharaan, maka dia akan celaka dan binasa, dan
dosanya akan meliputi kedua orang tua dan para pengasuhnya
pola”.
Maksud dari perkataan Al-Ghazali memperjelas kedudukan
metode pembiasaan bagi perbaikan dan pembentuakan akhlak
melalui pembiasaan, dengan demikian pembiasaan yang
dilakukan sejak diniakan berdampak besar terhadap akhlak
anak ketika mereka telah dewasa. Sebab pembiasan yang telah
dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi
30
kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan
demikian metode pembiasaan sangat baik dalam rangka
mendidik akhlak anak (Juwariyah, 2010: 71).
Pembiasaaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi
kebiasaan.Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang
dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan
menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang
dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan
yang melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat
dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan,
dan aktivitas lainnya. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya
dimulai sedini mungkin.Rosulullah memerintahkan kepada
orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh
anak-anak mengerjakan shalat, taakala mereka berumur tujuh
tahun (Mulyasa E, 2012: 166).
Akan halnya dengan persoalan mendidik anak tersebut
maka suatu kaidah ushuliyah mengatakan bahwa manusia itu
adalah anak kebiasaannya, sehingga sebagai anak dia akan
selalu mengikuti induknya yaitu kebiasaan,karena itu seperti
kebisaan-kebiasaan yang ditanamkan kedua orang tua dan para
pembimbingnya waktu kecil itulah anak akan menjadi,
sehingga ketika kedua orang tua dan orang- orang dekat yang
31
membimbingnya membiasakan dengan pendidikan atau hal-hal
yang baik, maka akan seperti itulah dia anak menjadi, dan
demikian sebaliknya (Juwariyah, 2010: 72).
5) Metode Hukuman dan Ganjaran
Hadiah dan hukuman merupakan salah satu metode yang
sangat diperlukan dalam proses pendidikan.
Muhammad Qutbh mangatakan: Bila teladan dan nasehat
tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan
tegas yang dapat meletakan persoalan di tempat yang benar.
Tindakan tegas itu adalah hukuman (Nata Abudin, 2005: 155).
Berkaitan denagn metode hukuman ini, sebagaimana
firman Allah :
Artinya :”Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang
kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah
32
terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu
adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.Mereka
(orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama)
Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang
menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan
Perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam
dan mengingini apa yang mereka tidak dapat
mencapainya[650], dan mereka tidak mencela (Allah dan
Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah
melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika
mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan
jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab
mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan
mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak
(pula) penolong di muka bumi.[650] Maksudnya: mereka
ingin membunuh Nabi Muhammad s.a.w (Q.S At-Taubah
:73-74)
Sedangkan dengan metode hadiah atau ganjaran, Allah
berfirman dalam Q.S. Hud ayat 10-11 :
Artinya:”dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan
sesudah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan
berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku";
Sesungguhnya Dia sangat gembira lagi bangga, Kecuali
orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan
mengerjakan amal-amal saleh, mereka itu beroleh
ampunan dan pahala yang besar (Q.S Hud :10-11).
Dari ayat-ayat tersebut, bahwa masalah pahala diakui
keberadaannya dalam rangka pembinaan umat. Sedangkan
hukuman diberikan kepada orang-orang yang durhaka dan
33
pahala diberikan kepada orang yang beriman disertai dengan
amal dan akhlak yang mulia.
Dengan demikian, keberadaan hukuman dan ganjaran
diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka pembinaan
umat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan
ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang
lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar
dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh
dan menunjukan perbuatan baik (Nata Abudin, 2005: 157-
158).
2. Akhlaq Anak Kepada Orang Tua
Dalam ajaran Islam kita sering sekali mendengar tentang berbakti
kepada orang tua yang disebut bir-al-walidain.Islam menjadikan
berbakti kepada kedua orang tua sebagai sebuah kewajiban yang
sangat besar.Salah satu ajaran paling penting setelah ajaran Tauhid
adalah berbakti kepada kedua orang tua.Bahkan, menurut pendapat
banyak ulama, ajaran berbakti kepada kedua orang tua ini menempati
urutan kedua setelah ajaran menyembah kepada Allah.Setiap anak
punya kewajiban untuk memperlakukan orang tuanya dengan mulia
dan menghormatinya.
Orang tua adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu
tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan
34
itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga
banyaknya dan berbagi rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang
kita raih.Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka
untuk menghindarkan bahaya dari diri kita.Mereka bersedia kurang
tidur agar kita bisa beristirahat.Mereka memberikan kesenangan-
kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri.Mereka
memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang
sulit kita bayangkan.
Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk
kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang kotor.
Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah
mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula
bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya
diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah
membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan
kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah
melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di
balas. Orang tua adalah orang yang bersedia berkorban demi anaknya,
tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengaitkan antara
perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbakti
dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan
mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna. Hal itu
35
karena kedudukan mereka berdua di bawah kedudukan Allah, yang
merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari keberadaan
manusia (di muka bumi). Adapun mereka berdua (kedua orang tua)
hanyalah merupakan sebab zhahiri ( yang nampak dari keberadaan
anak- anak), di mana mereka berdua akan mendidik mereka dalam
suasana yang penuh dengan cinta, kelembutan, kasih sayang, dan sikap
mengutamakan anak dari pada diri mereka berdua. Oleh karena itu,
diantara sikap yang menunjukan kesetiaan dan muru’ah seorang anak
adalah membalas kebaikan mereka berdua itu, dengan cara yang baik
dan akhlak yang disenangi maupun dengan memberikan bantuan
berupa materi yang jika mereka berdua memang membutuhkannya dan
jika sang anak memang mampu melakukan hal tersebut (Al-Faham
Muhammad, 2006: 134-135).
Demikianlah, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya tentang
faktor yang menyebabkan kita harus berbakti kepada orang tua.Faktor
tersebut merupakan faktor penyebab yang paling penting dan paling
agung.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman :
Artinya :”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya
dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
36
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.[1180]
Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak
berumur dua tahun (Q.S Luqman :14).
Dari ayat tersebut dijelaskan tentang pengorbanan besar orang tua
kepada anak terutama ibu.Dari semenjak awal bulan kehamilan dan
menjelang kelahiranya anak dijaga keselamatannya dengan taruhan
nyawa.Belaian kasih sayangnya memanjakan kita dan do’a nya selalu
menyertai anaknya.Dan karena itulah Allah mewasiatkan kepada seluruh
manusia agar berbuat baik kepada ibunya.
Seorang ibu merawat jasmani dan rohani anaknya sejak kecil
secara langsung, begitu pula ayahnya.Seorang bapak mencari nafkah untuk
anaknya, membesarkan, mendidik dan menyekolahkan anaknya.
Sedangkan ibu, juga sangat berperan mulai dari mengandung sampai masa
muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang
ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah
lebih tampak kewajibannya, mendidik dan mempertumbuhkan anaknya
menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu
dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana
perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan,
tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas
ayah.
Banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah
terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya
tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang
37
ibu.Inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti
ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu
daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua.
a. Akhlaq Anak Ketika Orang Tua Masih Hidup
Orang tua (ibu dan bapak) adalah orang secara jasmani menjadi
asal keturunan anak.Jadi anak adalah keturunan dari orang tuanya dan
darahnya adalah juga mengalir darah orang tuanya. Seorang anak
kandung merupakan bagian dari darah dan daging orang tuanya,
sehingga apa yang dirasakaan oleh anaknya juga dirasakan oleh orang
tuanya dan demikian sebaliknya.
Itu pula sebabnya secara kudrati, setiap orang tua menyayangi dan
mencintai anaknya sebagai mana ia menyayangi dan mencintai dirinya
sendiri. Kasih dan sayang ini mulai dicurahkan sepenuhnya terutama
oleh ibu, semenjak anak masih dalam kandungan sampai ia lahir dan
menyusui bahkan sampai tua (M.Ramli, 2003: 144-145)
Kita sebagai Muslim yang baik tentunya memiliki kewajiban untuk
berbakti kepada orang tua kita, baik ibu maupun ayah.Agama Islam
mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan
taat kepada ibu bapak.Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah
sikap dan perbuatan yang terpuji. Ada banyak cara untuk berbakti dan
bersikap sopan santun kepada orang tua, diantaranya adalah:
38
1) Patuh : mematuhi perintah orang tua kecuali dalam maksiat tidak
wajib dipatuhi. Orang tua pun harus menyadari keinginan anak,
dan jangan memaksakan kehendak kepada anak
2) Berbuat baik
3) Berkata lemah lembut, jangan menghardik
4) Mendoakan orang tua agar selamat dunia akhiratMengutamakan
kepentingan orang tua dari kepentingan masyarakat ( Ahmad
Sudirman, 2009: 104)
5) Memuliakan keduanya dan memberikan apa yang diminta oleh
keduanya
6) Memelihara kehormatan, kemuliaan, dan hak- hak keduanya
7) Melakukan hal- hal yang dapat membahagiakan keduanya tanpa
harus diperintah terlebih dahulu
8) Memenuhi panggilan keduanya dengan segera
Berbakti kepada kedua orang tua, besar pengaruhnya terhadap
kehidupan manusia di dunia dan diakhirat. Oleh karena itu, Rosulullah
menetapkan rambu- rambu dan menjelaskan pengaruhnya terhadap
kehidupan seorang muslim. Jika ditunaikan dengan baik tidak hanya
bermanfaat untuk dirinya, bahkan untuk seluruh masyarakat (Ibnu
Abdul Hafidz, 2012: 106-107).
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa segala sesuatu
yang diperintahkan oleh Allah itu pasti mempunyai hikmah.Begitu
pula perintah Allah kepada semua hamba-Nya untuk memperlakukan
39
orang tuanya dengan penuh kebaktian. Allah memerintahkan kepada
setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya karena Allah akan
memberikan berbagai balasan atas kebaktian yang dilakukan anak
kepada orang tuanya dengan berbagai kenikmatan yang tiada tara.
Allah telah menjanjikan orang-orang yang berbakti kepada kedua
orang tuanya dengan kebaikan yang banyak di dunia dan akhirat dan
dia akan mendapatkan pahala yang besar di akhirat, dan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Pahala Dunia :
(a) Dipanjangkan umurnya
(b) Diperbanyak rizkinya
(c) Dikabulkan do’anya
(d) Anak dan cucunya akan berbakti kepadanya
(e) Dicintai keluarga dan tetangganya
(f) Dijauhkan dari mati dalam keburukan
(g) Dipuji oleh manusia dan mereka akan berterimakasih
kepadanya
(h) Allah akan meridhainya
2. Pahala Akhirat
(a) Berbakti adalah penyebab utama masuk surga
(b) Dimasukkan surga dengan orang-orang yang pertama kali
dimasukan surga
(c) Penebus dosa ( Muhammad Ibnu, 2012: 106-107)
40
b. Akhlaq Anak Ketika Orang Tua Sudah Meninggal
Sebesar apapun kebaikan yang dilakukan oleh anak tak akan
pernah mampu untuk membalas semua jasa- jasa dan pengorbanan
yang diberikan dari orang tua. Atas dasar itu, antara lain yang
menyebabkan seorang anak harus berbakti kepada orang tua, bukan
saja saat keduanya masih hidup, tetapi kebaktian anak itu harus lanjut
sampai kedua orang tuanya meninggal.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk berbakti kepada orang
tua yang telah meninggal adalah sebagai berikut:
1) Mengerjakan shalat jenazah dan segala rangkaiannya seperti
memandikan, mengkafani dan sebagainya.
2) Berdoa untuk almarhum, memohonkan ampun kepada Allah atas
segala dosa- dosanya, terutama setelah menjalankan shalat fardhu.
Seorang ayah atau ibu yang sudah meninggal dunia masih
memiliki hak mendapatkan limpahan pahala dari do’a yang
disampaikan anaknya.Hal ini juga mengandung arti bahwa anak
memiliki kewajiban mendo’akan orang tuanya yang sudah
meninggal.Dalam ajaran tasawuf, dikatakan, do’a yang paling
besar kemungkinan diterima Allah adalah do’a seorang anak untuk
orang tuanya dan do’a orang fakir untuk orang kaya.Doa anak
41
kepada orang tuanya merupakan salah satu amal perbuatan yang
pahalanya tidak akan terputus.
3) Melaksanakan janji, nadzar, dan sebagainya yang dibuat oleh al-
marhum.
4) Menjalin hubungan dan menghormati orang- orang yang dulunya
menjadi sahabat karib al-marhum.
5) Memberi pertolongan kepada keluarga yang dulunya hidup
bergantung kepada al- marhum.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
kualitatif, artinya jenis penelitian yang temuan-temuannnya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Selanjutnya, penelitian kualitatif dipilih karena kemantapan peneliti
berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat
memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan oleh metode kuantitatif( Afifudin, 2012: 56-57).
B. Teknik Pengumpulan Data
Kajian ini merupakan penelitian pustaka( library research) yaitu
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Data-data yang
terkait dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka atau telaah,
karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur’an. Pengumpulan
data dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode mengkaji
beberapa sumber buku pendidikan Islam sebagai library research yaitu:
penelitian kepustakaan. Maksudnya dalam penelitian ini mencari nilai
yang terkandung dalam al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23-24 dari berbagai
tafsir yang merupakan interpretasi dari para mufassir dalam memahami isi,
maksud maupun kandungan yang ada dalam ayat tersebut sehingga akan
mempermudah dalam kajian ini( Sutrisno Hadi, 2001: 9).
43
C. Sumber Data
Adapun sumber data pada penelitian ini, penulis menggunakan 2
jenis sumber data, yaitu:
1. Sumber Data Primer.
Sumber data primer atau data tangan pertama adalah data yang
diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat
pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai
sumber informasi yang dicari (Azwar, 2010: 91).
Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah al-Qur’an
dan tafsir-tafsirnya surat Al-Isra’ ayat 23-24,seperti tafsir Al-
Maraghi,tafsir Al-Misbah dan kitab-kitab yang lain.
2. Sumber Data Sekunder.
Sumber data sekunder yaitu data yang tidak langsung berkaitan
dengan tema pokok bahasan penelitian atau data yang diusahakan
sendiri pengumpulannya oleh peneliti.Sumber sekunder ini biasa
sering disebut dengan data penunjang yang dapat diperoleh dari skipsi,
catatan buku, dokumen, agenda, dan lain-lain.Adapun sumber
sekundernya adalah buku- buku pendidikan yang relevan dengan
masalah pendidikan akhlak anak kepada orang tua.
44
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode di bawah
ini:
1. MetodeMaudhu‟i
Metode maudhu‟iatau metode tematik yaitu menghimpun ayat-
ayat al-Qur’an dari berbagai surah yang berbicara tentang topik
tersebut, untuk kemudian dikaitkan satu dengan lainnya, sehingga pada
akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut
menurut pandangan al- Qur’an (Quraish Shihab, 2013: 175).
Dalam metode ini, langkah- langkah yang ditempuh sebagaimana
diungkap oleh M. Quraish Shihab, adalah:
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas( topik);
b. Menghimpun ayat- ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai
pengetahuan tentang sebab turun ayat(asbabul nuzul) jika memang
ada.
d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-
masing.
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna(out-line).
f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan
pokok bahasan;
45
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama, atau
mengompromikan antara yang umum dengan yang khusus, mutlak
dan terkait atau yang pada lahirnnya bertentangan sehingga
kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau
pemaksaan (Quraish Shihab, 2013: 176).
2. Metode Deduktif
Metode deduktif adalah metode pembahasan yang berangkat dari
pengetahuan yang sifatnya umum kemudian ditarik ke peristiwa khusus
(Lexy J Moleong, 2010: 176)
Teks al-Qur’an yang akan dianalisis adalah al-Qur’an surat Al-Isra’
ayat 23 dan 24. Adapun langkah- langkah yang akan penulis lakukan
untuk mengumpulkan data yang relevan adalah:
a. Menafsirkan Q.S Al-Isra’ ayat 23-24 dengan menggunakan
tafsir al-Qur’an
b. Menganalisis dan mengonsentrasikan pokok-pokok pendidikan
akhlak yang terdapat dalam Q.S Al-Isra’ ayat 23 dan 24 ke
dalam suatu kajian yang terfokus pada anak sebagai sasaran
utama
c. Menyimpulkan hasil penelitian yang dapat dipertanggung
jawabkan.
46
3 . Metode Induktif
Metode induktif atau pola induksi merupakan suatu pola berfikir
yang menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual. Pola penalaran induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri
dengan penyimpulan yang bersifat umum (Sukandarrumidi, 2006: 38)
adalah cara berfikir yang berlandaskan pada pengetahuan atau
fakta yang khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasi yang
bersifat umum.Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori
tetapi dimulai dari fakta empiris (S. Margono, 2010: 38)
47
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Gambaran Umum Surat Al-Isra’
1. Deskripsi Q.S Al-Isra’
Surat ini terdiri dari 111 ayat, termasuk golongan surat-surat
Makkiyah.Dinamakan dengan Al-Isra’ yang berarti memperjalankan di
malam hari yaitu perjalanan dari Masjidil Haram sampai Masjidil
Aqsha. Dinamai demikian, karena pada ayat pertama dari surat ini
yang memberikan pujian dan tasbih kepada Allah, yang
memperjalankan hamba-Nya di malam hari yang bersejarah itu
(Hamka, 1999: 2).
Surat ini pun dinamai surat Bani Israil karena pada ayat kedua
surat ini menyebut bahwa Musa diutus kepada Bani Israil, dan
dibayangkan selanjutnya kerusakan-kerusakan berat yang akan
diperbuat oleh Bani Israil itu dan kecelakaan yang akan menimpa
mereka karena memungkiri janji yang telah diikat dengan Allah.
Kemudian di dalam surat ini dijelaskan betapa perjuangan Nabi
Muhammad sendiri, bagaimana mestinya beliau memperkuat rohnya
menghadapi tugas yang berat, bagaimana caranya beliau mendisiplin
diri sendiri agar yang dicita berhasil.
48
Surat Al-Isra’ ini menegaskan bahwa Allah memang telah
memperjalankan di waktu malam, akan hamba-Nya Muhammad dari
Masjidil-Haram, yakni Makkah Al-Mukarramah, ke Masjid al-Aqsha
di Palestina. Al-aqsha artinya yang jauh.Perjalanan yang biasa dengan
kaki atau unta dari Makkah ke Palestina adalah 40 hari.Hal ini sudah
dibenarkan dalam al-Qur’an. Pertama dimulai dengan mengemukakan
kemahasucian Allah, bahwasanya apa yang diperbuatnya Maha tinggi
dari kekuatan alam. Maha Suci Dia, yang membelah laut untuk Musa,
membuat hamil maryam dan melahirkan Isa tidak karena persetubuhan
dengan laki-laki. Sekarang Maha Suci Dia, yang memperjalankan
Muhammad ke Masjidil aqshadi malam hari (Hamka, 1999: 7).
2. Pokok-Pokok Isi Kandungan Q.S Al-Isra’
Pokok-pokok isinya yaitu:
a. Keimanan
إيمانا -يؤمن –أمن
Allah tidak mempunyai anak baik berupa manusia ataupun
malaikat, Allah pasti memberi rezki kepada manusia, Allah
mempunyai nama-nama yang paling baik, al-Qur’an adalah wahyu
dan Allah yang memberikan petunjuk serta penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman, adanya padang Mahsyar dan hari
berbangkit.
49
b. Hukum-hukum
وحكو مة –حكما –حكم
Larangan-larangan Allah tentang menghilangkan jiwa
manusia, berzina, mempergunakan harta anak yatim kecuali
dengan cara yang dibenarkan agama, ikut-ikutan baik dengan kata-
kata maupun dengan perbuatan dan durhaka kepada ibu bapak.
Perintah Allah tentang, memenuhi janji dan m`enyempurnakan
timbangan dan takaran, melakukan shalat lima waktu dalam
waktunya.
c. Kisah-kisah
قصة -يقص –قص
Seperti contoh dalam kisah Bani Israel dibawah ini :
Bani Israel adalah suatu bangsa yang paling banyak
memperoleh rahmat, nikmat, dan tuntunan dari Allah.Mereka
memilik hasil bumi dan bintang ternak yang melimpah.Selain itu,
mereka juga dianugerahi kekuasaan dan kepandaian. Pada Abad
ke 11, bani Israel mendirikan kerajaan di Kanaan dengan raja
pertamanya Thalut. Setelah itu Thalut digantikan oleh Nabi Daud.
Setelah Nabi Daud wafat, digantikan Nabi Sulaiman menjadi raja
bagi kaum Bani Israel. Pada masa kepemimpinan Nabi Daud dan
Nabi Sulaiman, kaum Bani Israel mengalami masa kejayaan.Allah
memberikan rahmat-Nya kepada kaum Bani Israel dari kekejaman
50
Firaun. Allah juga menurunkan makanan dan minuman pada saat
mereka berada di tengah padang pasir. Allah juga membelah lautan
untuk menyelematkan mereka dari kejaran tentara Firaun.
Sekalipun berulang kali berada dalam kesesatan, Allah masih
mengampuni mereka. Hal itu terjadi karena doa Rasul dan Nabi
mereka.
“Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku
anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku,
niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu dan hanya kepada-Ku lah
kamu harus takut (tunduk).” (Q.S Al-Baqarah: 40).
Janji Bani Israel kepada Tuhan ialah bahwa mereka akan
menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apa pun. Mereka juga berjanji untuk beriman kepada
Rasul-rasul-Nya diantaranya Nabi Muhammad SAW, sebagaimana
yang tersebut di dalam kitab Taurat.
d. Pembalasan
Pertanggung jawaban manusia masing-masing terhadap
`amal perbuatannya, beberapa faktor yang menyebabkan
kebangunan dan kehancuran suatu umat, petunjuk-petunjuk tentang
pergaulan dengan orang tua, tetangga dan masyarakat, manusia
makhluk Allah SWT yang mulia, dalam pada itu manusia
mempunyai pula sifat-sifat yang tidak baik seperti suka ingkar,
putus asa dan terburu-buru dan persoalan roh.
51
Banyak ayat-ayat dalam surat ini mengemukakan bahwa al-
Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad SAW benar-benar wahyu
Allah, dan bahwa manusia itu pasti mengalami hari berbangkit.
Dalam surat ini dikemukakan pula dalil-dalil kekuasaan dan ke-
esaan Allah SWT serta hukum-hukum yang diturunkan-Nya yang
wajib diperhatikan dan dikerjakan oleh manusia.
B. Tafsir Q.S Al-Isra’ Ayat 23-24
1. Ayat dan Terjemahan
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sakali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkatan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkan;ah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil." (Q.S. Al Isra' : 23-24)
52
2. Munasabatul Ayat
Munasabah menempati porsi yang sangat penting dalam tafsir, hal
ini juga tentunya sangat menentukan dalam pemaknaan ayat lebih
lanjut. Dimana fungsi munasabah sendiri adalah meninjau korelasi
antara suatu ayat terhadap ayat sebelum dan sesudahnya atau antara
suatu surat terhadap surat sebelum dan sesudahnya. Mengingat al-
Qur’an adalah kitab yang tersusun dan teratur serta terjaga
kelestariannya sepanjang masa, maka dalam penafsiran makna
kandungannya tidak terlepas dari ketersesuaiannya antar ayat atau
surat di dalamnya.
Sedangkan pengertian munasabah sendiri adalah “secara etimologi
bermakna “berdekatan” (muqorobah).Bila kita mendengar kata
yunaasib fulan bi fulan, maksudnya adalah kemiripan antara kedua
fulan itu, sehinnga sulit untuk dibedakan antara keduanya. Akan tetapi
istilah munasabah yang dimaksud oleh pakar tafsir adalah format
hubungan antara beberapa kalimat dalam satu ayat yang sama atau
antara ayat dan ayat dalam ayat yang berbeda beda”.(Rosidin Anwar,
2009: 144).
Dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 23-24 mempunyai munasabah dengan
ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 22 dan 25 yang berbunyi:
Q.S Al- Isra’ ayat 22:
53
Artinya: “janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah,
agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)”.(Q.S
Al-Isra‟:22).
Q.S Al-Isra’ ayat 25:
Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu;
jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”. (Al-Isra‟:25).
Munasabah ini berbentuk persambungan dengan cara
diathafkannya antara ayat 22 dan 23 dengan menggunakan huruf athaf,
yaitu wawu (و ) Kemudian ayat 24 dan 25 disambungkan dengan
lafadz rabbukum ( ربكم ) yang merupakan bentuk jawaban dari ayat
sebelumnya (22-24). Kesesuaian isi dan kandungan dari keempat ayat
tersebut adalah ayat 22 menjelaskan tentang dilarang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.Ayat 23-24
menerangkan mengenai keputusan dan perintah untuk tidak
menyembah Tuhan selain Allah dan berbuat baik dari segi perkataan
maupun perbuatan terhadap orang tua. Ayat 25 menjelaskan tentang
keikhlasan dan niat baik manusia untuk menghambakan diri kepada
Allah dan berusaha patuh dan hormat secara tulus kepada orang tua,
karena Allah mengetahui apa yang terbetik di hati manusia.
54
3. Pendapat Para Ahli Tafsir
Telaah para mufassir sangat menentukan sebagai acuan dalam
memahami isi dan kandungan ayat. Berikut ini telaah para Mufassir
tentang isi dan kandungan surat Al-Isra ayat 23-24:
a. M. Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)
Q.S Al-Isra’ ayat 23:
Ayat diatas menyatakan Dan Tuhanmu yang selalu
membimbing dan berbuat baik kepadamu.Telah menetapkan dan
memerintahkan supaya kamu, yakni Engkau Wahai Nabi
Muhammad SAW dan seluruh manusia jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbaktikepada kedua orang tua, yakni
ibu dan bapak kamu dengan kebaktian sempurna. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai ketuaan,
yakni berumur lanjut atau dalam keadaan lemah sehingga mereka
terpaksa berada di sisimu, yakni dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” atau suara dan kata yang mengandung makna
kemarahan atau pelecehan atau kejemuan. Walau sebanyak dan
55
sebesar apapun pegabdian dan pemeliharaanmu kepadanya dan
janganlah engkau membentak keduanya menyangkut apa pun yang
mereka lakukan, apalagi melakukan yang lebih buruk dari
membentak dan ucapkanlah kepada keduanya sebagai ganti
membentak, bahkan dalam setiap percakapan dengannya perkataan
yang mulia, yakni perkataan yang baik, lembut, dan penuh
kebaikan serta penghormatan (Quraish Shihab, 2002: 428)
Kewajiban pertama dan utama setelah kewajiban
mengesakan Allah dan beribadah kepada-Nya adalah berbakti
kepada kedua orang tua. Kata احسانا mengandung dua hal, pertama
memberi nikmat kepada orang lain dan kedua perbuatan baik, oleh
karena itu kata “ ihsan” lebih luas maknanya tidak hanya memberi
nikmat atau nafkah. Dalam surat al-Isra’ احساناوبالوالدين,
menggunaka kata penghubung huruf ( ب ) ba ketika menjelaskan
tentang berbakti kepada kedua orang tua. Akan tetapi dalam bahasa
membenarkan penggunaan li yang berarti untuk dan ilayang berarti
kepada.Penggunaan kata penghubung ilamenurut ahli pakar bahasa
mengandung makna jarak, sedangkan Allah tidak menghendaki
adanya jarak, meskipun sedikit hubungan antara anak dan orang
tua.Anak selalu harus mendekat dan merasa dekat kepada kedua
orang tua, bahkan diperintahkan untuk melekat kepada mereka. Hal
ini mengandung arti (انصاق )inshaq, yang berarti kelekatan.
56
Dengan kelekatan ini, maka bakti diperintahkan kepada anak
kepada orang tuanya dan pada hakikatnya untuk kebaikan sang
anak sendiri.
Bentuk ihsan (bakti) kepada orang tua yang diperintahkan
agama Islam adalah bersikap sopan dalam ucapan dan perbuatan
sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga terciptanya
keharmonisan dan terpenuhi segala kebutuhan kedua orang tua.
اما يبلغن عندك الكبز احدهما اوكالهما menekankan bahwa
keadaan apapun orang tua, masih lengkap dengan ibu bapak atau
tinggal satu harus mendapatkan perhatian dari anak. Kebiasaan
orang tua yang sudah mencapai usia lanjut meniru seperti anak
kecil, dengan ini anak lebih memperhatikannya dengan baik tidak
menghina atau mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan tetapi
bersikap lemah lembut kepada orang tua.
kariman diartikan sebagai mulia. Maksudnya adalah كزيما
apa yang disampaikan kepada orang tua tidak hanya benar dan
tepat atau yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam
suatu masyarakat, tetapi harus yang terbaik dan termulia dan
kalaupun seandainya orang tua melakukan sesuatu “ kesalahan”
terhadap anak, maka kesalahan itu harus dianggap tidak ada atau
dimaafkan( dalam arti dianggap tidak perna ada dan terhapus
57
dengan sendirinya) karena tidak ada orang tua yang bermaksud
buruk terhadap anaknya
Q.S Al-Isra’ ayat 24:
Ayat-ayat ini masih lanjutan tuntunana berbakti kepada ibu
bapak.Tuntunan kali ini mlebihi dalam peringkatnya dengan
tuntunan yang lalu. Ayat ini memerintahkan anak bahwa, dan
rendahkan dirimu terhadap mereka berdua didorong oleh karena
rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau
malu dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah,
yakni berdoalah secara tulus: “ Wahai Tuhanku, Yang memelihara
dan mendidik aku antara lain dengan menanamkan kasih pada ibu
bapakku, kasihilah mereka keduanya, disebabkan karena atau
bagaimana mereka berdua telah melimpahkna kasih kepadaku
antara lain mendidik aku waktu kecil”.
Kata(جنا ح), pada mulanya berarti sayap, Seekor burung
merendahkan sayapnya pada saat ia hendak mendekat dan
bercumbu kepada betinanya, demikian juga bila ia melindungi
anak- anaknya. Sayapnya terus dikembangkan dengan merendah
58
dan merangkul, serta tidak beranjak meninggalkan tempat dalam
keadaan demikian sampai berlalunya bahaya. Dari sisni ungkapan
itu dipahami dalam arti kerendahan hati, hubungan harmonis serta
perlindungan dan ketabahan.
Kata ( الذل), yang berarti kerendahan. Dalam konteks
keadaan burung, binatang ini juga mengembangkan sayapnya pada
saat ia takut untuk menunjukan ketundukannya kepada ancaman.
Dalam lingkungan anak diperintahkan untuk merendah diri kepada
orang tua dengan didorong penghormatan dan rasa takut
melakukan hal yang tidak sesuai dengan kedudukan ibu bapaknya.
Sedangkan كما ربياني صغيزا, dipahami oleh sementara
ulama dalam arti disebabakna karena mereka telah mendidikku
waktu kecil, bukan sebagaimana mereka telah mendidikku waktu
kecil.Karena jika kita berkata sebagaimana, maka rahmat yang kita
mohonkan itu adalah yang kualitas dan kuantitasnya sama dengan
apa yang kita peroleh dari keduanya. Dapun bila kita berkata
disebabkan karena, maka limpahan rahmat yang kita mohonkan itu
kita serahkan kepada kemurahan Allah dan ini dapat melimpah
jauh lebih banyak dan lebih besar daripada apa yang mereka
limpahkan kepada kita. Ayat tersebut menuntun anak agar supaya
mendo’akan kepada kedua orang tua.Dalam hal ini keadaan orang
tua masih hidup atau telah meninggal dunia.Dan orang tua
59
menganut agama Islam dan tidak mempersekutukan
Allah.Meskipun dari pihak anak terkadang masih sulit untuk
menerima larangan tersebut, tetapi al-Qur’an tidak membolehkan
dari orang tua yang meninggal dalam keadaan musyrik
mendapatkan do’a dari anak.
Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 116:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni
dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(Q.S An-
Nisa:116).
b. Tafsir Al-Maraghi
Bahwasanya tidak ada karunia yang sampai kepada
manusia yang lebih banyak dibanding karunia Allah yang
diberikan kepadanya, kemudian karunia dua orang tua. Oleh karena
itu, Allah memulai dengan memerintah supaya bersyukur atas
nikmat-Nya terlebih dahulu dengan firman-Nya:
60
Kemudian,dilanjutkan dengan suruhan agar bersyukur atas
karunia dua orang tua dengan firman-Nya:
Kemudian, Allah menerangkan lebih jelas perbuatan baik,
apa yang wajib dilakukan terhadap kedua orang tua, dengan
firman-Nya:
Apabila dua orang tua atau salah seorang di antaranya
berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya
dan tetap berada di sisimu pada akhir umurnya, sebagaimana kamu
berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka kamu wajib
belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus
memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang
bersyukur terhadap orang yang telah memberi karunia kepadanya.
Perlakuan itu akan menjadi nyata bila kamu lakukan kepada
keduanya empat hal sebagai berikut:
61
1) Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat
dilakukan oleh salah satu dari orang tua mu atau kedua- duanya
yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain, tetapi
bersabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua orang
tua pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil.
2) Janganlah kamu menyusahkan keduanya dengan suatu
perkataan yang membuat mereka berdua merasa tersinggung.
Gal ini merupakan larangan menampakkan rasa tak senang
terhadap mereka berdua dengan perkataan yang disampaikan
bernada menolak atau mendustakan mereka berdua, di samping
ada larangan untuk menampakkan kejemuan, baik sedikit
maupun banyak.
3) Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada orang tua dan
perkataan yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan
mengagungkan, sesuai dengan kesopanan yang baik, dan sesuai
dengan tuntunan kepribadian yang luhur. Seperti ucapan:
Wahai ayahanda, wahai ibunda. Dan janganlah kamu
memanggil orang tua dengan nama mereka, jangan pula kamu
meninggikan suaramu di hadapan orang tua, apalagi kamu
memelototkan atau membelalakkan matamu terhadap mereka
berdua.
4) Bersikaplah kepada kedua orang tua dengan sikap tawadu’ dan
merendahkan diri, dan taatlah kamu kepada mereka berdua
62
dalam segala yang diperintahkan terhadapmu, selama tidak
berupa kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang
ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang dari mereka berdua,
karena mereka benar- benar memerlikan orang yang bersifat
patuh pada mereka berdua. Dan sikap seperti itulah, puncak
ketawadu’an yang harus dilakukan.
Firman Allah Ta’ala Minar-rahmah, yang dimaksud pada
Q.S Al- Isra’ ayat 24 adalah: Hendaklah sifat merendahkan diri
itu, dilakukan atas dorongan sayang kepada kedua orang tua,
bukan karena sekedar mematuhi perintah atau khawatir tercela
saja. Oleh karena itu, ingatkanlah dirimu, bukanlah berbuat
kebaikan itu hanya karena pernah dilakukan oleh kedua orang
tua padamu, jiga bukan tentang belas kasih serta sikap tunduk
kepada orang tua yang diperintahkan kepadamu.
C. Analisis Konsep Pendidikan Akhlaq Anak Terhadap Orang Tua
1. Tata Etika Berbahasa Terhadap Orang Tua
Artinya: “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”.(Q.S Al-
Isra‟:23).
Kata uffin biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ah,
hus atau kata-kata lain yang senada dengan itu. dimana kata-kata
63
tersebut mengandung ungkapan penghinaan, bentakan karena
kejengkelan hati yang mendalam, kata-kata ini tentunya tidak pantas
diungkapkan terlebih terhadap kedua orang tua yang budi jasanya
tiada terbalas.
Kata uffin merupakan serendah-rendahnya perkataan yang
tercermin dari sikap tidak patuh dan tidak hormat kepada orang tua.
Dengan kata lain tidak ada sekecil apapun sikap tidak terpuji anak
terhadap kedua orang tua yang dapat ditolelir dalam Islam, baik dari
segi perkataan maupun perbuatan, sama sekali tidak ada. Berbuat baik
kepada keduanya berarti surga dan durhaka terhadap keduanya berarti
neraka.
Dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk berhati- hati dalam
berbicara kepada orang tua, menghindari kata- kata sinis atau bernada
marah kepada mereka.Kita harus memilih waktu untuk berkata baik
kepada mereka, kata- kata yang membuat mereka merasa dicintai dan
disukai (Ahmad Mustofa, 1993: 62-64).
Di dalam ayat tersebut pula terdapat alasan untuk berbuat halus dan
lembut sehingga semua perasaan sakit dan sedih dari setiap sesuatu(
yang telah dikorbankan) dalam jiwa- jiwa mereka berdua dapat
terhapus.
64
Orang tua ( ibu) lebih- lebih ketika di usia tua memiliki perasaan
hati yang sangat peka. Apalagi ketika mereka sudah tidak bisa
mencari nafkah untuk menghidupi dirinya sendiri.
Tentang ayat tersebut di atas, Al Hasan menafsirkan, “...
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia...,” maksudnya
bahwa jangan sekali- kali kita memanggil ibu maupun bapak dengan
namanya, tetapi panggilah dengan panggilan, “ Wahai umi, wahai
ummah, wahai Bapak, ayah, ibu,” dan seterusnya. Yakni panggilan
yang mengandung unsur penghormatan kepada ibu.Memanggil orang
tua haruslah sopan. Jangan sekali- kali memanggil namanya saja atau
dengan kata- kata “ kamu”. Atau “ engkau.” Cara memanggil seperti
ini benar- benar mencerminkan betapa anak tidak menghormati orang
tua (Abu Fajar, 2010: 236-237).
Dapatlah dipahami bahwa hendaknya kita berbicara dengan sikap
yang sopan santun di hadapan orang tua.Bagaimana pun keadaan
orang tua, tetapi harus tetap dihormati.Kebanyakan di antara kita
seringkali berbicara dengan mengangkat jari telunjuk seolah- olah
berbicara dengan anak kecil saja.
Jangan pula kita sekali-kali menghardik orang tua terutama ibu.
Berkata “ ah” saja dilarang dalam agama, apalagi menghardiknya.
Yang termasuk perbuatan menghardik misalnya membentak, menegur
dengan nada keras, dan menghina.
65
Ajaran Islam yang digambarkan al-Qur’an menetapkan bahwa
seorang anak berkewajiban berlaku baik dan bertutur kata santun
terhadap kedua orang tua.Seorang anak dilarang mengeraskan suara di
hadapan kedua orang tua, apalagi mengeluarkan kata kasar dengan
suara keras. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan
suara, bertutur kata sopan terhadap keduanya (Munir,Sudarsono,
1993: 393).
Dalam Q.S Al- Lukman ayat 13 dan 14 telah dijelaskan:
Artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya
dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Maksudnya:
Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua
tahun (Q.S Al-Lukman:13-14).
Ayat diatas bermaksud untuk menunjukan betapa penghormatan
dan bakti kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah
pengagungan kepada Allah. Selain berakhlak kepada orang tua, al-Qur’an
juga mengajarkan untuk supaya anak berkata baik dan menjauhi perkataan
yang buruk, sebab kata- kata yang baik diumpamakan sebagai pohon yang
66
subur, tegak dan cabangnya menjulang menggapai langit, menghasilkan
buah setiap waktu, sedang kata-kata yang buruk, uratnya terbongkar dari
tanah sehingga tidak dapat berdiri tegak (Mansur, 2011: 260).
Betapa pentingnya untuk senantiasa tidak menyakiti kedua orang
tua baik melalui ucapan maupun perbuatan, hingga Allah menggariskan
dengan tegas bagi seseorang yang berani kepada kedua orang tua
jaminannya adalah tidak akan masuk surga, sekalipun seumur hidupnya
digunakan untuk amal kebaikan. Begitu pula sebaliknya, bagi seorang
yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya sekalipun ia dzolim, maka
baginya adalah bebas dari neraka.
Dapat dipahami bahwa di dalam memelihara hubungan horisontal
kemanusiaan atau kemasyarakatan, ayah dan ibu sepatutnya mendapatkan
prioritas pertama dan dalam posisi yang utama.Dalam pemahaman dan
kesadaran etika atau akhlakul karimah, sangat keliru apabila seorang anak
hanya memelihara hubungan baik dengan person-person lain, sedang
hubungan etis keislaman dengan ayah dan ibunya diabaikan, apabila
mendurhakai keduanya. Secara imperatif kategoris dengan rasa ikhlas
yang sungguh-sungguh birul walidaini patut dilaksanakan oleh seorang
anak kepada ayah dan ibunya (Munir,Sudarsono, 1993: 393).
67
2 . Tata Etika Bersikap terhadap Orang Tua
Sesuai dengan firman Allah swt:
Artinya: “Dan berbuat baik kepada kedua orang tua”.(Q.S. Al-Isro:23).
Ayat tersebut menjelaskan tentang bagaimana seharusnya sikap
anak kepada kedua orang tuanya bahkan dalam keadaan apapun seorang
anak harus tetap memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik dan
lemah lembut.
Tentang “bersikap lemah lembut” Urwah membuat perbandingan.
Bahwa sikap lemah lembut anak terhadap orang tua itu hendaknya seperti
pelayan yang melakukan kesalahan, kemudian berkata “ maaf” kepada
majikannya. Termasuk akhlak yang baik kepada orang tua adalah tidak
berjalan di depannya dan duduk mendahuluinya (Abu Fajar, 2010: 238).
Berbuat baik kepada orang tua dikenal dengan sebutan birrul
walidain. Istilah “al-barr” meliputi aspek kemanusiaan dan pertanggung
jawaban ibadah kepada Allah. Dalam jalur hubungan kemanusiaan dan
tata hubungan hidup keluarga serta lingkungan masyarakat wajib dipahami
bahwa kedua orang tua yaitu ayah dan ibu menduduki posisi yang paling
utama. Namun demikian kewajiban ibadah kepada Allah dan taat kepada
Rasul tetap berada di atas hubungan horizontal kemanusiaan. Berarti
bahwa, dalam tertib kewajiban berbakti, mengabdi dan menghormati
kedua orang tua menjadi giliran berikutnya setelah beribadah kepada Allah
dan taat kepada Rosul-Nya (Munir,sudarsono, 1993: 392).
68
Hal ini membatasi sikap bakti anak terhadap orang tua selama tidak
bertentangan dengan perintah Allah dan anjuran Rosul-Nya, Seperti ketika
orang tua memerintah kepada kesyirikan dan maksiat, maka anak wajib
menolaknya dengan halus. Hal ini merupakan bentuk dari sikap anak
dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Seperti yang terungkap dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 8,
yaitu:
Artinya: Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua
orang ibu bapaknya dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-
Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu
kerjakan”.(Q.S Al- Ankabut: 8).
Dan disebutkan pula dalam firman Allah:
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak”.
(QS. An- Nisa : 36).
Orang tua adalah kerabat yang paling dekat dan paling dicintai.
Namun, ikatan itu, meski demikian tingginya, berada setelah akidah. Jika
69
orang tua musyrik dan meminta si anak untuk mengikuti kemusyrikan
mereka, dia tidak boleh mengikuti mereka, sebab seorang muslim tidak
boleh mengikuti sesama makhluk membangkang kepada sang Khalik.
Iman berada di atas segala hubungan kemanusiaan. Namun, si anak tetap
wajib memperlakukan orang tuanya dengan baik dan hormat serta
memelihara mereka. Seorang anak harus tetap berlaku adil dan
menghormati keduanya, tidak boleh memutus hubungan silaturrahim dan
kekeluargaan.Ini menggambarkan pentingnya ajaran Islam dalam menjaga
keharmonisan keluarga. Karena dalam suka duka orang tua tetap berusaha
dengan segala kemampuan memelihara, mendidik dan menyayanginya
sejak kecil hingga dewasa (Muhammad Ali, 2001: 86-87).
Islam mengangkat derajat orang tua pada tingkat yang tidak
dikenal dalam agama lain. Islam menempatkan kebaikan dan sikap hormat
kepada orang tua berada hanya satu tingkat di bawah keimanan kepada
Allah dan ibadah yang benar kepada-Nya.
Allah mewahyuhkan banyak ayat yang memperkuat pesan tentang
penegasan bahwa ridha orang tua akan menentukan ridha-Nya dan
menghomati mereka dinilai sebagai keuntungan manusia yang berada satu
tingkat di bawah keimanan kepada-Nya.
Ditinjau dari segi kejiwaan, nilai-nilai etika Islam ingin
memperkokoh dasar- dasar kehidupan keluarga. Tata cara berbakti kepada
ayah dan ibu yang dituntunkan al-Qur’an memiliki arti yang paling asasi
70
bagi kehidupan rumah tangga. Dapat diperhatikan, kedua orang tua akan
merasa tenang, bahagia, dan damai jika anak-anaknya mau berbakti
kepada keduanya.
Dalam keluarga harmonis akan terpancar kedamaiaan, ketenangan
hidup seluruh anggota keluarga. Suasana kehidupan keluarga dapat
menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anak yang besifat kejiwaan.
Arah dan tujuan hidup keluarga akan selaras, cita-cita anak akan sejalan
dengan kehendak kedua orang tua. Keluarga harmonis pada dasarnya
disukai oleh Allah, sebab disini anak selalu menghormati kedua orang tua,
juga kedua orang tua penuh kerelaan dan rasa kasih sayang kepada anak-
anaknya. Sedangkan di dalam keluarga yang penuh ketegangan tidak akan
diberkahi oleh Allah, sebab di sini anak selalu berbuat yang melanggar
sopan santun keluarga, berbuat nakal yang mengakibatkan kedua orang tua
marah.
Keharmonisan keluarga menjadi dasar utama ketentraman hidup
masyarakat, dan sebaliknya. Anak-anak baik, sholeh, berbakti dan patuh
kepada kedua orang tua merupakan sendi yang paling mendasar keluarga
harmonis.Anak-anak durhaka, gemar melakukan kejahatan, pelanggaran,
fakhsya dan munkar sebagai petunjuk nyata ketidakharmonisan keluarga.
Sikap anak terhadap orang tua dan kerabatnya serta tingkah laku anak di
tengah- tengah masyarakat ikut menjadi faktor penentu terpeliharanya atau
dilanggarnya nilai-nilai akhlakul karimah sebagai ciri khusus masyarakat
71
ideal menurut Islam Theosentris dan etiko-Religius(Munir Sudarsono,
1993: 394-395).
Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua dengan sebab-sebab di bawah ini:
a) Karena orang tua itulah yang belas kasih kepada anaknya, dan telah
bersusah payah dalam memberikan kebaikan kepada-Nya dan
menghindarkan bahaya. Oleh karena itu, wajibah hal itu diberi imbalan
dengan berbuat baik dan syukur pada keduanya.
b) Bahwa anak adalah belahan jiwa dari orang tua.
c) Orang tua telah memberi kenikmatan kepada anak, baik anak sedang
dalam keadaan lemah atau tidak berdaya sedikitpun. Oleh karena itu
wajib bersyukur telah memiliki orang tua yang telah memberikan
apapun demi kebaikan sang anak, di mana orang tua dalam keadaan
sudah berusia lanjut ( Ahmad Mustofa, 1993: 59-60).
Secara khusus Allah SWT juga mengingatkan betapa besar jasa dan
perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan
mendidik serta memelihara anaknya. Allah SWT berfirman :
72
Artinya: ”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah,
dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku,
tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat
kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang
berserah diri".”( Q.S Al-Ahqaaf : 15).
Hak- hak orang tua atas anak- anaknya cukup banyak.Manusia
tidak dapat menentukan atau menghitungnya.Bapak telah bekerja,
berusaha, bersungguh- sungguh, lelah dalam memenuhi keluarga,
kebutuhannya darimakanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan
sebagainya dari berbagai kebutuhan pokok kehidupan daan ketetapannya.
Sesungguhnya ibu telah mengandung, melahirkan, menyusui, bekerja pada
siang hari, bangun pada malam hari sebagai tanggung jawab bagi anaknya,
perlindungan baginya dari setiap sesuatu yang berbahaya baik berupa
panas, dingin dan sakit.Berbahagia dengan kebahagiaannya dan bersedih
dengan kesedihannya. Meneteskan air mata ketika ia sakit atau terkena
penyakit. Meninggalkan makanan (susunya) jikalau puasa atau lemah
nafsu makannya, dan tidak bebas kegembiraannya jika seseorang bermain
bersama yang lain. Memenuhi hatinya dengan kebahagiaan setiap kali
mengucapkan kesuksesan.
Karena itu, Islam telah memerintahkan anak-anak untuk berbakti
kepada kedua orang tua mereka, sebagaimana telah diperintahkan kepada
73
orang tua agar berbuat baik kepada anak- anaknya sehingga terpancarlah
kecintaan dalam keluarga.Setiap komponen keluarga harus melaksanakan
kewajiban nya dan memperoleh hak-haknya. Ketika anak- anak keluar dari
suasana kekeluargaan, mereka telah dibekali dengan pendiddiikan dan
akhlak berharga yang akan dibawanya kepada keluarga mereka yang baru
dan kepada lingkungan ynag lebih luas, yakni masyarakat. Dengan
demikian, keluarga memiliki peranan pendidikan yang sangat penting
dalam pembaruan masyarakat (Muhammad Syarif, 2003: 43-44).
3 . Tata Etika Berperilaku terhadap Orang Tua
Motivasi atau dorongan dan kehendak berbuat baik kepada orang
tua (birulwaalidain) telah menjadi salah satu akhlak yang
mulia(mahmudah). Dorongan dan kehendak tersebut harus tertanam
sedemikian rupa, sebab pada hakikatnya hanya ayah dan ibulah yang
paling besar dan terbanyak berjasa kepada setiap anak- anaknya.
Tawadhu’ memiliki dua makna.Pertama, pasrah terhadap
kebenaran serta memiliki kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya. Di
antara manusia yang tidak mau menerima kebenaran, kecuali kebenaran
tersebut berasal dari orang yang lebih tinggi kedudukan darinya.Jika
kebenaran tersebut berasal dari orang yang lebih rendah kedudukannya,
maka dia tidak mau menerimanya. Tawadhu’ tidaklah demikian.Tawadhu’
adalah kepasrahan menerima kebenaran dari siapa pun datangnya, baik
miskin atau kaya, mulia atau hina, kuat atau lemah, lawan atau teman.
74
Makna kedua dari tawadhu’ adalah menundukan pundak kita terhadap
orang lain, terutama kepada orang tua serta memperlakukan mereka
dengan lemah lembut (Amru Khalid, 2007: 65-66).
Sesuai dengan firman Allah swt :
Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan”.(Q.S. Al-Isro: 24).
Hal demikian itu jika keduanya masih hidup.Tetapi jika keduanya
telah wafat, maka mohonlah ampun untuk keduanya, lakukanlah amal
shaleh untuk keduanya, dan berbuat baiklah kepada para sahabat keduanya
(Amru Khalid, 2007: 90).
Kita semua tahu bahwa orang tua kita mempunyai peranan yang
sangat besar dan tidak ternilai pada kita sejak kita masih dalam kandungan
bahkan sampai kita dewasa dan berkeluarga, doa-doa orang tua tetap
mengalir untuk kita. Betapa susah payahnya kedua orang tua mendidik
putra putrinya, merawat, menyekolahkan kita.
Apalagi seorang ibu sungguh sangat mengagumkan pengaruh
seorang ibu terhadap anak-anaknya, termasuk pengaruh dari harapan-
harapannya. Dengan harapan-harapan kebaikan untuk sang anak, maka
secara otomatis merupakan doa bagi anak, karena seorang ibu adalah doa
yang mustajab yang akan dikabulkan oleh Allah. Doa ibu memiliki
75
karomah (keistimewaan) karena kemustajabannya setingkat dengan doa
Nabi kepada umatnya.
Sungguh sangat mulia menjadi seorang ibu, maka tidaklah
berlebihan jika dikatakan, “ Surga berada di bawah telapak kaki ibu.”
Menjadi seorang ibu dan mempunyai naluri keibuan berarti harus siap
berkorban.Terkadang korban waktu, tenaga, masa belajar, pekerjaan, dan
lain sebagainya.Semua itu dilakukan seorang ibu demi mencetak generasi
yang terbaik, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, berkarakter kuat,
mandiri, bermanfaat dunia akhirat.Bagi ibu tidak ada alasan yang paling
baik selain pahala dari Allah dan keberhasilan anak- anaknya (Imas
Kurniasih, 2010: 81).
Walaupun peran ibu sangat besar, tapi sosok seorang bapak pun
tidak luput dari ingatan. Anak membutuhkan sosok seorang bapak
sebagaimana ia membutuhkan seorang ibu. Tentu saja dalam kapasitas
yang tidak sama. Menjadi bapak tidak hanya berfungsi sebagai pencari
nafkah bagi keluarga, tetapi lebih besar dari itu. Karena anak tidak hanya
membutuhkan orang yang memberinya kasih sayang, perasaan tenang dan
cinta, yang biasa diberikan oleh ibu. Tetapi anak juga membutuhkan orang
yang memberinya kekuatan, keamanan, dan kekuasaan, yang biasa
didapatkan dari sosok seorang bapak.
Kehadiran bapak di tengah anak-anaknya melambangkan adanya
wewenang, tanggung jawab, keamanan, dan ketenanngan keluarga.
76
Seorang anak yang melihat bapaknya kuat, tekun dan ulet, maka hal ini
akan memberi pengaruh kepada anak dalam menghadapi tantangan
kehidupan dan masa depannya. Anak akan menaati dan patuh serta hormat
pada bapak yang memiliki kemampuan, bertanggung jawa, penyayang,
tegas, dan adil. Jika dari seorang ibu anak mendapatkan kelemah-lembutan
dan kasih sayang, maka dari bapak anak akan mendapatkan pemenuhan
moril dan kejiwaan (Imas Kurniasih, 2010: 81-82).
Tidak diragukan lagi, cinta dan kasih orang tua terhadap anaknya
tiada berbanding, bahkan melebihi cinta mereka terhadap diri mereka
sendiri. Jerih payah mereka dalam bekerja semata untuk kebahagiaan dan
masa depan anaknya. Mereka begitu bangga ketika anaknya mendapat
prestasi dan begitu sedih ketika anaknya sakit. Kasih sayang yang seperti
itu hanyalah mampu diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Maka,
sudah menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk membalas jasa-jasa
mereka dengan bakti dan tawadhu’ yang penuh kasih sayang serta iringan
do’a untuk mereka, karena tidak cukup jika hanya berbuat baik tanpa
adanya iringan doa dari anak untuk orang tuanya, terlebih setelah
keduanya meninggal dunia.
Sesuai dengan firman Allah swt.:
77
Artinya: “dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(Q.S. Al-
Isro:24).
Ada beberapa contoh dalam al-Qur’an tentang doa Nabi mengenai
orang tuanya, di antaranya:
a) Doa Nabi Ibrahim yang terdapat dalam surat Ibrahim ayat 40-41:
Artinya: Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang
yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan
sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat)".(Q.S. Ibrahim: 40- 41).
b) Doa Nabi Sulaiman yang terdapat surat an-Naml ayat 19:
Artinya: “Maka dia tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar)
perkataan semut itu. dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah Aku ilham
untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan
rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS.
an-Naml: 19).
78
c) Doa Nabi Nuh yang terdapat dalam surat Nuh ayat 28:
Artinya: “Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang
masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman
laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". (QS. Nuh : 28).
Jelaslah sudah, bahwa kewajiban anak untuk berbakti kepada orang
tua tidak hanya sebatas ketika mereka masih hidup saja, akan tetapi do’a,
amal sholeh, dan sedekah yang dikhususkan untuk orang tua yang sudah
meninggal akan sampai kepada keduanya, yang juga akan mengalirkan
kerihoan keduanya untuk sang anak, tentu saja juga ridlo Allah.
D. Interpretasi Data
Sebagai seorang muslim yang baik kita tentu tahu bahwa akhlak
terhadap orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena,
orang tua adalah orang yang mengenalkan kita pada dunia dari kecil
hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan
terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada
orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh.
Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik
hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang
79
telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk membangkang
kepada orang tua.
Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap
kewajiban kita terhadap orang tua sebagai muslim yang baik, yaitu adalah
kita harus memiliki akhlak yang sempurna terhadap orang tua kita.
Era modernisasi saat ini telah merubah banyak hal dari tatanan
hidup manusia.orang lebih cenderung mengikuti pergaulan bebas tanpa
banyak berfikir panjang entah itu tata krama, etika, maupun moral. Banyak
sekali yang memang sudah melupakan arti dari menghormati orang tua,
saat ini mulai banyak anak yang tidak tahu sopan santun saat berbicara
pada orang tuanya.Padahal orang tualah yang telah membesarkan seorang
anak dengan penuh kasih sayang dan tidak peduli berapa besar
pengorbanan demi menyelamatkan kebahagiaan anaknya.seorang anak
padahal dituntut berbuat baik kepada orang tua dengan berkata secara
mulia, bertingkah laku sopan dan santun, serta memperlakukan orang tua
dengan sebaik-baiknya.
Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini, adalah kaburnya
nilai-nilai di mata generasi muda.Mereka dihadapkan kepada berbagi
kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan
mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Hal ini
nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama
pada mereka yang hidup di kota- kota besar Indonesia, yang mencoba
80
mengembangkan diri ke arah kehidupan yang disangka maju dan modern,
di mana berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seolah-
olah tanpa saringan (Zakiyah Darajad, 2008: 153).
Sikap orang dewasa yang mengejar kemajuan lahiriah tanpa
mengundahkan nilai-nilai moral yang bersumber kepada agama yang
dianutnya, menyebabkan generasi muda kebingungan bergaul karena apa
yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan apa yang dialaminya
dalam masyarakat, bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang
dilakukan oleh orang tuanya sendiri di rumah.
Dalam lingkungan keluarga, seringkali antar anak dan orang tua
terjadi pertentangan pendapat. Kadang-kadang hubungan yang kurang baik
itu timbul, karena anak mengikuti arus dan mode: seperti rambut
gondrong, pakaian kurang sopan, lagak lagu dan terhadap orang tua
kurang hormat.
Kontradiksi yang terdapat dalam kehidupan generasi muda itu,
menghambat pembinaan moralnya.Karena pembinaan moral itu terjalin
dalam pembinaan pribadinya. Apabila faktor-faktor dan unsur- unsur yang
membina itu bertentangan antara satu sama lain, maka akan goncanglah
jiwa yang dibina terutama mereka yang sedang mengalami pertumbuhan
dan perubahan cepat.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, jika melihat
dengan keadaan kondisi akhlak anak di zaman sekarang jika dikaitkan
81
dengan Q.S Al-Isra’ ayat 23-24 masih banyak penyimpangan dalam hal
akhlak anak, khususnya akhlak mereka kepada orang tua mereka, itu
menunjukan bahwa anak zaman sekarang tidak memahami dan tidak
menerapkan isi kandungan yang ada pada ayat al-Qur’an
tersebut.Contohnya saja bisa kita lihat masih banyak di televisi maupun
koran yg memberitakan anak yang membunuh orang tuanya hanya gara-
gara persoalan uang, hal ini jelas bertentangan dengan Q.S Al- Isra’ ayat
23-24 yang mengajarkan agar berbuat baik kepada orang tua, banyak anak-
anak yang membantah bahkan membentak saat diperintah atau dinasehati
orang tuanya.
Banyak anak yang kurang memahami bagaimana seharusnya
berakhlak kepada kedua orang tuanya, banyak anak yang seakan- akan
merasa sudah memberikan apa yang orang tua butuhkan misalnya,
memberikan nafkah berupa uang, sandang serta pangan untuk mereka, tapi
ternyata hal itu kadang membuat orang tua merasa sakit atau bahkan
membuat orang tua merasa dihina karena cara si anak tersebut dalam
memberikan uang, sandang dan pangan kepada orang tuanya dengan cara
yang kurang tepat misalnya, dalam memenuhi kebutuuhan orang tuanya
anak sering kali bersikap sinis, dengan nada membentak dan muka yang
masam, yang membuat orang tua merasa tidak enak dan bersalah kepada
anaknya ketika orang tua meminta bantuan kepada si anak tersebut untuk
sedikit meringankan kebutuhannya, apalagi jika kedua orang tua sudah
tidak mampu bekerja sendiri karena sudah lanjut usia. Hal ini
82
menggambarkan bahwa kebanyakan anak zaman sekarang belum bisa
menerapkan perintah Allah untuk berbakti kepada orang tuanya yang
terkandung dalam Q.S Al- Isra’ ayat tersebut.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan memperhatikan berbagai keterangan dan uraian di atas
tentang “ Konsep Pendidikan Akhlak Anak kepada Orang Tua ( Kajian
Q.S Al- Isra’ ayat 23- 24)”, maka penulis dapat memberikan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pendidikan akhlak anak kepada orang tua meliputi saat kedua orang
tua masih hidup dan sudah meninggal. Setiap anak harus berbuat ihsan
kepada kedua orang tuanya, karena orang tua adalah penyebab adanya
kita. Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengaitkan antara
perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbakti
dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan
mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna.
2. Konsep pendidikan akhlak anak kepada orang tua berdasarkan Q.S Al-
Isra’ ayat 23- 24 mengindikasikan bahwa ketaatan kepada orang tua
harus dilakukan secara menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh
hidup seorang anak, baik kedua orang tua masih hidup atau pun sudah
meninggal. Menyeluruh juga bisa diartikan berbakti kepada orang tua
secara total baik dengan hati, lisan, maupun anggota tubuh.
84
B. Saran-Saran
Berdasarkan penelitian penulis tentang “Konsep Pendidikan
Akhlak Anak kepada Orang Tua(Kajian Q.S Al- Isra’ ayat 23-24)”, maka
ada beberapa saran yang perlu dikemukakan:
1. Kepada orang tua hendaknya dapat menjadi teladan dan panutan bagi
anak- anaknya, karena anak adalah titipan Allah dan melalui
lingkungan keluarga anak akan mendapatkan pendidikan yang
pertama, sehingga peran orang tua sangat penting dalam pendidikan
akhlak kepada anak tersebut.
2. Kepada pendidik, hendaklah memperhatikan kembali tentang
bagaimana metode-metode yang strategis yang harus disampaikan
dalam pendidikan akhlak kepada anak, sehingga anak bisa memahami
apa yang seharusnya mereka lakukan dalam kehidupan ini, dalam
melaksanakan hablumminannas terutama kepada orang tua mereka.
Pendidik juga diharapkan memperhatikan pendidikan akhlak anak,
tidak hanya mentransfer ilmunya saja tetapi sekaligus membimbing
akhlak anak.
85
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlaq Dalam Perspektif al-
Qur‟an.Jakarta: Amzah.
AfifudindanBeni Ahmad Saebani. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Cet. 2; Bandung: CV PustakaSetia.
Ahid, Nur. , 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Cet. 1;
Yogyakarta: Pustakapelajar.
Ali, Muhammad Dud. 2004. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Ali al-Hasyimi, Muhammad.2001. Menjadi Muslim Ideal.Cet. 2;
Yogyakarta: MitraPustaka.
Al-Fahham, Muhammad.2006. Berbakti kepada Orang Tua; kunci
kesuksesan dan kebahagiaan anak. Bandung: IssyadBaitus
Salam.
Azwar, Saifudin. 2010. MetodePeneitian. Cet. XI; Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Yogyakarta: Locus.
Daradjad, Zakiah, dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak
Dalam Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djatmika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Fajar al- Qalami, Abu. 2010. Keramat Doa Ibu Mengubah Takdir. Cet.1;
M itrapress.
Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Hamka. 1999. Tafsir Al Azharjuz xv. Jakarta: PT. PustakaPanjimas.
Halim, Nipan Abdul. 2003. Anak Saleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
86
Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Husein, Ibnu. 2004. Pribadi Muslim Ideal, Semarang: Pustaka Nuun.
Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Muhammad. 2012. Cara Nabi mendidik
anak.Cet.5; Jakarta Timur: Al- I’ tishomCahayaUmat.
Ilyas, Asnelly , 1998. Mendambakan Anak Saleh. Cet. 6; Bandung: Al-
Bayan.
Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Cet. 1; Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Juwariyah. 2010. Dasar- dasar Pendidikan Anak dalm Al-Qur‟an.
Yogyakarta: Teras.
Khalid, Amru. 2007. Berakhlak Seindah Rosulullah. Cet 1; Semarang:
Pustaka nuun.
Kurniasih, Imas. 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW
. Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Mahmud, Ali Abdul Hakim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Cet. 8; Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Mulyasa, E. 2012.Manajemen Pendidikan Karakter. Cet. 2; Jakarta: PT.
BumiAksara.
Munir, A danSudarsono. 1992. Dasar-dasar Agama Islam. Cet. 1; Jakarta:
PT RinekaCipta.
Mustafa Al- Maraghi, Ahmad. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Cet. 2; Semarang:
PT. KaryaToha Putra.
Nasution, Thamrin. 1989. Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Anak, Jakarta: Gunung Mulia.
87
Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Ramli, Hs, M., et.al, 2003.Memahami Konsep Dasar Islam. Semarang:
UPT MKU UNNES.
Razak, Nasruddin. 1973. Dienul Islam. Bandung: PT ALMAARIF.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati.
Sholihin, M dan M. Rosyid Anwar. 2005. Akhlak Tasawuf: manusia,etika
dan makna hidup. Bandung: Nuansa.
Sudarto. 1997. Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Rajawali Pers.
Sukandarrumidi.2006. Metode Penelitian; Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. Cet. 3; Yogyakarta: UGM Press.
Surackhmat, Winarno. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung:
Tarsito.
Syarif ash-shawwaf, Muhammad. 2003. ABG Islami; kiat- kiat efektif
mendidik anak dan remaja. Cet.1; Bandung: PustakaHidayah.
Uhbiyati, Nur. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Semarang: PT
PustakaRizki Putra.
Wardani, I. G.A.K. dkk. 2008. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Cet. 5;
Jakarta: Universitas Terbuka.
Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
88
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Muhammad Najib
Tempat/tanggal lahir : Semarang, 22 November 1989
NIM : 11112201
Jurusan : Tarbiyah PAI
Alamat Asal : Kemitir,Kec.Sumowono,Kab.Semarang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Jenjang Pendidikan :
1. SDN Kemitir 02 lulus tahun 2001
2. SMP N 02 Sumowono lulus tahun 2004
3. SMA N 1 Bandongan lulus tahun 2011
4. S1 Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga
tahun 2016
Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 22 September 2016
Penulis
Muhammad Najib
89
DAFTAR SKK
Nama : Muhammad Najib Fakultas/Jurusan: Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan / PAI
Nim : 11112201 Dosen PA : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
No Kegiatan Pelaksanaan Partisipasi Nilai
1. OPAK STAIN Salatiga2012 5-7 September
2012
Peserta 3
2. OPAK JurusanTarbiyah STAIN
Salatiga 2012.
8-9 September
2012
Peserta
3
3. OrientasiDasarKeislaman (ODK).
10September
2012
Peserta 2
4. Seminar Entrepreneurship Dan
Perkoperasian 2012: Explore Your
Entrepreneurship Talent
11September
2012
Peserta 2
5. Achivment Motivation Training 12September
2012
Peserta 2
6. Library User Education
(PendidikanPemakaiPerpustakaan).
13September
2012
Peserta
2
7. GEMA ITTAQO: Aktualisasi Bahasa
Arab Dalam Menjaga Khasanah
Keilmuan Islam Mutakhir
27 Oktober 2012 Peserta 2
8. Workshop Nasional: Bisa Ngomong
Inggris,Kuasai 500 Kosakata ,Kuasai
Grammar
11Desember
2012
Peserta 8
9. Seminar PencegahanBahayaNAPZA, 29 April 2013 Peserta 2
90
HIV/AIDS& Launching PIK
SAHAJASA STAIN Salatiga.
10. Seminar Nasional: Norma Hukum
Serta Kebijakan Pemerintah Dalam
Mengendalikan Harga BBM
Bersubsidi
27 Mei 2013
Peserta 8
11. Seminar Nasional: Penerepan Nilai
Nilai Syariah Dalam Praktik
Perekonomian
2 Juni 2013
Peserta 8
12. Kajian Intensif Mahasiswa: Agar
Sholat Bukan Sekedar Kewajiban
,Namun Kebutuhan
10 Oktober 2013 Peserta 2
13. MTQ Mahasiswa V: MTQ Sahana
Apresiasi Untuk Mencetak Insan
Qur’ani
23 Oktober 2013 Peserta 2
14.
Seminar Nasional: Peran Lembaga
Perbankan Syariah Dengan Adanya
Otoritas Jasa Keuangan (UUD No.21
Tahun 2011 Tentang OJK)
29 November
2013
Peserta 8
15. Seminar Nasional: Perlindungan
Hukum Terhadap Usaha Mikro
Menghadapi Pasar Bebas Asean
2014
Peserta 8
16. Kegiatan Public Hearning: STAIN
Menuju IAIN Dari Mahasiswa Oleh
Mahasiswa Untuk Mahasiswa
10 Juni 2014 Peserta 2
17. Seminar Nasional: Berkontribusi 5 November Peserta 8
91
Untuk Negeri Melalui Televisi/TV
2014
18. HMI Salatiga: Mempertegas Peran
Pendidikan Dalam Mencerahkan
Masa Depan Anak Bangsa
19 November
2014
Peserta 2
19. Kegiatan :PERBASIS (Perbandingan
Bahasa Arab Bahasa Inggris)/ CEA
(Comparison English Arabic)
27 November
2014
Peserta 2
20. Kajian Intensif Mahasiswa:
Fenomena Islam Di Salatiga
21 November
2014
Peserta 2
21. Pelatihan Seni Baca Al-qur’an Dalam
Rangka Peringatan Isro’ Mi’roj Nabi
Muhammad SAW
10 Mei 2015
Peserta 2
22. Workshop Terapi Hati Session 2 25 Juni 2015 Peserta 2
23. Seminar Nasional :Wacana Islam
Nusantara Dalam Menjaga
Kebhinekaan Dan Keutuhan NKRI
31 Oktober 2015
Peserta 8
24. IAIN Salatiga Bersholawat Dan Orasi
Kebangsaan: Menyemai Nilai Nilai
Islam Indonesia Untuk
Memperkokoh NKRI Dalam
Mewujudakan Baldatun Toyyibatun
Warobbun Ghofur
6 November
2015
Peserta
2
25. Penyuluhan Dan Pembinaan Remaja:
Menyiapakan Generasi Muda Yang
Mampu Menjawab Tantangan Zaman
6 Februari 2016 Panitia 3
26. Kegiatan Jalan Sehat: Pengakraban 14 Februari 2016 Panitia 3
92
Mahasiswa KKN IAIN Salatiga
Bersama Warga Dusun Brigasan
27. Penyuluhan Dan Pembinaan
Keluaraga Sejahtera: Bersama KB
Kita Raih Masa Depan Yang
Gemilang
18 Februari 2016 Panitia 3
Jumlah 101
Salatiga, 14Juni 2016
Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun ,M.Ag
NIP. 197005101998031003