knee
DESCRIPTION
fisioterapiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Lutut berfungsi untuk membawa beban tubuh, berperan pada gerakan, membantu dalam
menyimpan momentum (daya gerak) dan memberikan gaya untuk aktivitas yang melibatkan
kaki. Lutut manusia merupakan sendi terbesar dan paling kompleks pada tubuh, tersusun oleh
dua jenis sendi yaitu sendi tibiofemoral dan patellofemoral (Gambar 1). Kenyataan bahwa lutut
menopang beban berat dan terletak diantara dua tulang panjang yang berfungsi sebagai lengan
pengungkit menjadikannya rentan terhadap trauma. Referat ini akan membicarakan tentang
pengenalan istilah dasar, menjelaskan metode dan menunjukkan perhitungan yang diperlukan
untuk menganalisis gerak sendi, gaya dan moment yang bekerja pada sendi lutut.
Gerakan sendi lutut terjadi serempak pada tiga bidang, gerakan di satu bidang akan
mempengaruhi gerakan pada bidang lainnya. Dan juga walaupun banyak otot yang menghasilkan
gaya pada lutut, ada sekelompok otot tertentu yang dominan, menghasilkan gaya yang besar
sehingga dihitung sebagai gaya otot yang bekerja pada lutut untuk gerakan tertentu. Analisis
biomekanik dasar dapat dibatasi pada gerakan di satu bidang dan gaya yang dihasilkan oleh
sekelompok otot yang masih dapat memberikan pemahaman tentang gerakan lutut dan perkiraan
nilai/besar gaya utama dan moment pada lutut.
Gambar 1: Sendi Lutut terdiri dari dua sendi, Tibiofemoral dan Patellofemoral
1
Analisis gerakan pada sendi memerlukan penggunaan data kinematika. Kinematika
merupakan cabang ilmu mekanika yang membicarakan tentang gerakan tubuh manusia tanpa
memperhatikan asal gaya atau massa. Analisis tentang gaya dan moment yang bekerja pada
sebuah sendi memerlukan penggunaan data kinetika dan kinematika. Kinetika merupakan cabang
ilmu mekanik yang membicarakan tentang gerakan tubuh manusia yang dipengaruhi oleh aksi
gaya dan moment. Beberapa istilah yang akan sering kita pakai dalam pembahasan selanjutnya
antara lain :
Gaya. Suatu tarikan atau dorongan pada suatu benda akan menyebabkan efek eksternal
(akselerasi) dan efek internal (strain). Dengan demikian gaya dapat disebut sebagai besaran fisik
yang dapat menyebabkan suatu benda mangalami akselerasi dan perubahan lainnya. Gaya dapat
diuraikan menjadi komponen yang searah sumbu X dan searah sumbu Y. gaya resultan
merupakan gaya tunggal yang ekuivalen dengan seluruh gaya yang bekerja pada suatu benda.
F = m x a.
Moment. Merupakan efek rotasi atau gaya benda di suatu titik (Nm). Suatu gaya yang
bekerja pada jarak tertentu dari suatu titik akan menghasilkan sebuah moment. Jumlah moment
(torsi) merupakan gaya dikalikan dengan jarak ( jarak suatu titik tegak lurus terhadap arah gaya).
M = F x d
Equilibrium (Keseimbangan). Merupakan keadaan dimana jumlah gaya-gaya dan
jumlah moment-moment adalah seimbang.
Free Body Analysis. Merupakan metode untuk mempelajari keseimbangan sehingga kita
dapat menganalisis seluruh gaya dan moment yang beraksi pada suatu obyek atau bagian tertentu
dari obyek itu. Untuk melakukan free body analysis biasanya dibuat terlebih dahulu free body
diagram yaitu suatu sketsa suatu benda atau bagian tertentu dari benda tersebut serta
menunjukkan seluruh gaya yang beraksi pada suatu benda tersebut.
Joint Reaction Force (J). Merupakan gaya yang timbul di dalam suatu sendi sebagai
respon terhadap gaya-gaya eksternal (baik intrinsic maupun ekstrinsik). Untuk selanjutnya joint
reaction force diterjemahkan sebagai gaya sendi.
2
BAB II
ANATOMI SENDI LUTUT
Sendi lutut merupakan salah satu sendi yang sering terkena trauma karena struktur
anatominya, terpapar langsung bila terjadi benturan dari luar. Dasar untuk memahami trauma
lutut adalah mengetahui anatomi sendi lutut. Walaupun terdapat banyak ligament pada sendi
lutut tapi bila tidak didukung oleh otot dan tendo yang berkaitan, maka ligament tidak cukup
kuat untuk mempertahankan stabilitas sendi. Struktur sekitar lutut dikelompokkan menjadi 3
kategori besar : struktur tulang, ekstraartikuler dan intra artikuler.
A. STRUKTUR TULANG
Struktur tulang pada lutut terdiri dari tiga bagian: patella, kondilus dari femur distal, dan
plateau pada proksimal tibia. Sendi lutut disebut sebagai hinge joint (sendi engsel), tetapi
sebenarnya lebih rumit dari itu, karena selain gerakan fleksi dan ekstensi sendi tersebut bisa
melakukan gerakan rotasi. Kondilus femur merupakan dua tonjolan bulat yang membentuk
lengkung eksentrik. Bagian anterior, merupakan bangunan rata, yang membentuk permukaan
lebar untuk kontak dan meneruskan beban. Kondilus ini nampak pipih dan sejajar batang femur
di bagian depan tetapi nampak menonjol sekali dibagian belakang. Cekungan pada bagian
anterior antara kondilus disebut trochlea. Pada bagian posterior, kondilus dipisahkan oleh fossa
interkondylaris. Permukaan artikuler pada kondilus medial lebih panjang dibanding kondilus
lateral, tetapi kondilus lateral lebih lebar. Sumbu panjang kondilus lateral sesuai dengan bidang
sagital, sedangkan kondilus medial biasanya membentuk sudut 22 ⁰ terhadap bidang sagital.
Artikular surface pada sendi lutut tidak kongruen. Pada sisi medial, tulang femur bertemu
dengan tibia seperti sebuah roda pada permukaan datar, sedangkan pada sisi lateral seperti
sebuah roda pada sebuah kubah. Hanya dengan peran dari ligamentum dan jaringan ikat lain
yang membuat lutut menjadi stabil.
Patella merupakan tulang sesamoid triangular yang lebih lebar pada ujung proksimal
dibanding ujung distal. Artikular surface pada patella dipisahkan oleh sebuah peninggian ke arah
vertical, menjadikan lebih kecil pada permukaan medial dan lebih lebar pada permukaan lateral.
Jika lutut dalam keadaan ekstensi, patella berada pada batas permukaan superior dari troklea.
3
Bagian distal dari permukaan lateral patella berartikulasi dengan kondilus lateral femur, tetapi
permukaan medial patella hampir tidak berartikulasi dengan kondilus medial sampai dilakukan
gerakan fleksi penuh. Pada saat fleksi 45 ⁰ hubungan kontak patella bergerak ke proksimal
bersinggungan dengan bagian tengah artikular surface. Pada fleksi maksimal, bagian proksimal
kedua permukaan patella bertemu dengan femur. Selama melakukan gerakan dari ekstensi ke
fleksi penuh, petella bergerak (translasi) 7-8 cm terhadap kondilus femur. Dengan fleksi
maksimal, tekanan lebih besar berada pada permukaan medial.
B. STRUKTUR EKSTRA ARTIKULER
1. Tendo Ekstraartikuler
Struktur ekstraartikuler penting yang menyokong dan mempengaruhi fungsi sendi yaitu
kapsul, ligamentum kollateral dan tendo otot yang melingkupi sendi tersebut. Tendo otot yang
utama antara lain tendo muskulus quadriceps femoris, gastrocnemius, popliteus, otot-otot
hamstring dan iliotibial band.
Keempat musculus quadriceps membentuk 3 lapis tendo quadriceps yang berinsertio pada
os. Patella. Tendo muskulus rectus femoris tepat diatas patella membentuk lapisan anterior yang
masuk di tepi anterior ujung proksimal os patella. Tendo muskulus vastus intermedius berlanjut
menjadi lapisan terdalam dari tendo quadriceps dan masuk ke tepi posterior ujung proksimal os.
Patella. Lapisan tengah terbentuk oleh pertemuan antara vastus lateralis dan medialis. Serabut
retinakulum medialis terbentuk oleh aponeurosis muskulus vastus medial yang masuk secara
langsung ke sisi medial patella dan membantu mencegah lateral displacement dari patella selama
fleksi. Tendo patella berorigo dari ujung distal os patella dan berinsertio di tuberositas tibia.
Muskulus gastrocnemius merupakan otot terkuat pada betis, melingkupi bagian posterior
lutut dan berhubungan erat dengan kapsul posterior, otot ini berorigo pada bagian posterior
kondilus medial dan lateral femur.
Pes anserinus merupakan istilah untuk menyebut gabungan tendo muskulus Sartorius,
gracilis dan semitendinosus yang melekat pada bagian medial dari proksimal tibia. Merupakan
otot fleksor utama dari lutut dan otot sekunder untuk gerakan internal rotasi os. tibia dan
membantu melindungi lutut melawan trauma memutar dan valgus stress. Pada sisi berlawanan
4
yaitu bagian lateral lutut berinsertio muskulus biceps femoris pada caput fibula, lateral tibia dan
sisi posterolateral kapsul. Otot ini merupakan otot fleksor yang kuat untuk sendi lutut dan juga
menjadi otot yang berperan untuk gerakan eksternal rotasi pada os tibia. Musculus biceps
femoris memberikan stabilitas terhadap gerakan memutar dan mencegah dislokasi ke anterior os
tibia terhadap femur selama gerakan fleksi.
Ligamentum arcuatum kompleks berperan pada sisi posterolateral sendi lutut dan
menjaga stabilitas varus dan gerakan rotasi. Tendo Fascia Lata melekat pada epikondilus lateral
femur dan tuberkel lateral tibia (Gerdys Tubercle). Membentuk ligament tambahan yang
berdekatan dengan vastus lateral pada sisi anterior dan biceps pada sisi posterior. Fascia lata ini
akan bergerak kedepan apabila terjadi ekstensi dan kebelakang bila terjadi gerakan fleksi tetapi
akan tetap tegang pada kedua posisi. Selama fleksi fascia lata, tendo popliteus dan ligamentum
collateral lateral menyilang satu sama lain, namun fascia lata dengan tendo biceps masih sejajar
seperti saat ekstensi, semuanya memperkuat stabilitas pada sisi lateral.
Muskulus popliteus memiliki 3 origo, yang paling kuat adalah yang berasal dari condylus
lateral femur. Origo penting yang lain adalah yang berasal dari fibula (ligamentum
popliteofibular) dan berasal dari sisi posterior meniscus lateral. Origo dari femur dan fibula
membentuk cabang dari ligament berbentuk Y- obliq, yaitu ligamentum arcuatum. Kemudian
cabang tersebut bergabung bersama ke dalam kapsul dan meniscus. Penelitian menggunakan
elektromyografi, Basmajian dan Lovejoy menemukan bahwa muskulus popliteus merupakan otot
rotator ke medial utama untuk tibia selama awal fleksi dan juga berperan sebagai peredam
meniscus selama fleksi. Sebagai tambahan, dia juga berperan pada menstabilkan rotasi femur
terhadap tibia dan membantu Posterior Cruciatum Ligament mencegah dislokasi ke anterior os
femur terhadap tibia.
5
Gambar 2 : Otot poplitea memiliki tiga origo
Muskulus semimembranosus merupakan otot yang penting dalam mempertahankan
stabilitas struktur posterior dan posteromedial sendi lutut. Memiliki 5 buah cabang bangunan
pada tendo distalnya. Pertama yaitu ligamentum popliteum obliqum yang berasal dari insertio
tendo musculus semimembranosus pada bagian posteromedial tibia berjalan menyilang dan
kelateral atas masuk ke dalam caput gastrocnemius lateral. Berperan penting dalam stabilitas
lutut bagian posterior. Musculus semimembranosus membantu mengencangkan ligamentum ini
dengan kontraksi. Ketika ligamentum poplituem tertarik ke sebelah medial dan kedepan, akan
menyebabkan kapsul posterior knee menjadi rapat. Manuver ini bisa digunakan untuk
mengencangkan kapsul posterior pada sudut posteromedial saat operasi repair. Tendo kedua
melekat pada kapsul posterior dan sisi posterior meniscus medial.
6
Gambar 3: Otot Semimembranosus memilki Lima cabang insertio
Tendo ini membantu mengencangkan kapsul posterior dan menarik meniscus medial ke
posterior pada saat fleksi lutut. Caput anterior atau dalamnya berlanjut melebar sepanjang
condylus medial tibia dan masuk terbenam ke ligamentum collateral tibia superficial sebelah
distal dari garis sendi. Caput utama dari tendo musculus semimembranosus melekat pada
tuberkel bagian posterior condylus medial tibia dibawah persis garis sendi. Adanya perlekatan
tendo ini memberikan tempat untuk membenamkan jahitan pada repair kapsul posterolateral.
Bagian distal tendomusculus semimembranosus berlanjut ke arah distal membentuk sebuah
jaringan fibrous yang menutupi musculus popliteus dan bergabung dengan periosteum pada tibia
sebelah medial. Kontraksi musculus semimembranosus membuat tegang bangunan disekitar
kapsul posterior dan posteromedial, memberikan stabilitas yang signifikan. Fungsinya sendiri
berperan sebagai otot fleksor knee joint dan endorotasi tibia.
7
Gambar 4 : Ligamentum yang memperkuat kapsul posterior
Retinaculum medialis merupakan perluasan aponeurosis muskulus vastus medialis.
Melekat sepanjang perbatasan medial patella dan tendo patella dan bagian distal melekat pada
tibia. Fungsinya yaitu membuat patella tetap berada pada fosa patellofemoral dan menutupi atau
menjadi satu dengan ligamentum kapsuler anteromedial. Kontraksi vastus medialis membantu
mengencangkan bagian anterior dari ligamentum kapsuler medial.
Retinakulum lateralis merupakan perluasan vastus lateral yang melekat pada fascia lata
yang berfungsi membantu mengencangkan fascia pada saat lutut ekstensi dan fascia lata maju
kedepan. Ketidakseimbangan antara retinaculum lateral dan medial kadang-kadang nampak pada
subluksasi atau dislokasi patella.
8
2. Ligament Ekstraartikuler
Kapsul sendi dan ligamentum kolateral merupakan bangunan ekstraartikuler utama yang
memberikan stabilitas statis. Kapsul ini dibungkus oleh jaringan ikat yang meluas dari patella
dan tendo patella pada bagian anterior sampai ke lateral, medial dan posterior meluas ke sendi.
Meniskus melekat kuat pada kapsul ini, khususnya pada sebelah medial dan kurang melekat pada
sebelah lateral. Pada bagian lateral, tendo poplitea melewati hiatus popliteus untuk berorigo pada
kondilus lateral femur sehingga membuat perlekatan meniscus lateral kurang kuat dibanding
sebelah medial. Kapsul medial lebih berbeda dan berbatas tegas dibanding bagian lateral.
Struktur kapsul, Perluasan muskulus quadriceps femoris ke sebelah lateral dan medial
merupakan penstabil utama struktur anterior terhadap axis transversal sendi. Kapsul secara
khusus diperkuat oleh ligamentum collateral dan otot-otot hamstring bagian medial dan lateral,
musculus popliteus dan tensor fascia lata pada axis transversal.
Nicholas dan Minkof menyebut “quadruple komplek” medial dan lateral sebagai
stabilizer utama lutut (Gambar). Quadruple complex medial terbentuk oleh Medial Cruciatum
Ligament (MCL), semimembranosus, dan tendo pes anserinus, dan juga bagian ligamentum
poplitea obliqum dari kapsul posterior. Lateral quadruple complex terbentuk oleh tensor fascia
lata, lateral collateral ligament (LCL), tendo poplitea dan biceps femoris. Kapsul sendi bagian
posterior diperkuat ligamentum popliteum obliqum dan pada sisi posteromedial diperkuat oleh
percabangan semimembranosus, bagian posterolateral oleh struktur yang menyusun ligamentum
arcuatum kompleks.
Sisi anteromedial dan anterolateral kapsul relative tipis tetapi diperkuat oleh adanya
perluasan retinakulum patella lateral dan medial dan juga pada sisi lateral oleh tensor fascia lata
dan sisi medial diperkuat oleh fascia yang meluas dari patella sebagai patelloepicondylar
ligament dan patellotibial ligament. Bagian sisi anteromedial dan anterolateral kapsul terlindungi
struktur-struktur tersebut dari subluksasi dan gerakan rotasi.
9
C. STRUKTUR INTRAARTIKULER
Ligamentum cruciatum adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat, saling
menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan
anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan
pengikat utama antara femur dan tibiae.
1. Ligamentum Cruciatum Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan supero-
postero-lateral menuju bagian posterior permukaan medial dari condilus lateral Femur.
Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan
sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah hiperekstensi dan
menahan gerakan ke depan tibia pada femur.
Gambar 5. Penampang anterior, tampak ligamentum sendi lutut. (Diambil dari Thompson et al. 2002. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy, 1st ed. Saunders, Elsevier )
2. Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan
kearah atas , depan dan medial, dan melekat pada bagian anterior permukaan lateral condylus
10
medialis femoris. Ligamentum cruciatum posterior menjadi tegang saat hiperfleksi dan
mempunyai fungsi menahan pergeseran posterior tibia pada femur.
Gambar 6. Penampang posterior, tampak ligamentum sendi lutut. (Diambil dari Thompson et al. 2002. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy, 1st ed. Saunders, Elsevier )
3. MENISCUS (CARTILAGO SEMILUNARIS)
Meniscus adalah plat fibrocartilago yang terdapat pada permukaan sendi Os. Tibia.
Ujung-ujungnya melekat pada area intercondiler tibia. Ligamentum coronarium adalah bagian
dari kapsula sendi yang melekat diantara margin dari meniscus, sedang Ligamentum transversum
genu adalah ligamen yang melekat diantara tepi depan meniscus. Tepi luar meniscus ini lebih
tebal dan cembung dibandingkan bagian dalamnya. Permukaan atasnya cekung dan berhubungan
langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah sebagai shock absorber dan
memperdalam permukaan fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus femoris
yang cekung.
11
a. Meniscus Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular membentuk C dan bagian belakang jauh lebih lebar
daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berhubungan dengan meniscus lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum
transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian
perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah
meniscus medialis relatif kurang mobile.
Gambar 7. Penampang superior, tampak meniscus lateralis dan medialis. (Diambil dari Thompson et al. 2002. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy, 1st ed. Saunders, Elsevier )
b. Meniscus Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area
intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior melekat pada
area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan
fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke
condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale
oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada meniscus ini. Akibat susunan
yang demikian ini meniscus lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan
meniscus medialis.
12
BAB III
KINEMATIKA DAN KINETIKA
A. KINEMATIKA
Kinematika menggambarkan rentang gerak sendi (Range of Motion) dan gerak
permukaan sendi (Surface Joint Motion) pada tiga bidang, yaitu frontal (coronal atau
longitudinal), sagital dan transversal (horizontal) (Gambar 8). Dari dua sendi penyusun lutut,
sendi tibiofemoral lebih mudah untuk dianalisis range of motionnya. Sedangkan untuk analisis
surface joint motion dapat dengan mudah dilakukan pada kedua sendi, baik tibiofemoral maupun
patellofemoral.
Gambar 8: Bidang frontal (coronal/longitudinal), sagital dan transversal (horizontal) pada
tubuh manusia.
1. RANGE OF MOTION
Range of motion pada suatu sendi dapat diukur pada berbagai bidang. Pengukuran secara
kasar bisa dilakukan dengan Goniometer, tetapi untuk pengukuran yang lebih teliti memerlukan
alat yang lebih tepat seperti electrogoniometri, roentgenografi, stereophotogrammetri atau teknik
video dan fotografi menggunakan skeletal pins.
13
Sendi tibiofemoral memilki gerakan pada semua bidang, tetapi range of motion paling
besar terjadi pada bidang sagital. Gerakan pada bidang ini dari ekstensi penuh ke fleksi penuh
sekitar 0° sampai kurang lebih 140°. Gerakan pada bidang transversal yaitu internal dan
eksternal rotasi dipengaruhi oleh posisi sendi dibidang sagital. Dengan posisi lutut ekstensi
penuh, rotasi hampir benar-benar terbatas oleh interlocking kondilus tibia dan femur, yang terjadi
terutama karena kondilus medial femur lebih panjang dibanding kondilus lateral. Rentang gerak
rotasi meningkat dengan fleksi lutut, mencapai maksimal saat fleksi 90°, saat lutut berada dalam
posisi ini, dapat melakukan eksternal rotasi dari 0° sampai kurang lebih 45° dan internal rotasi
dari 0° sampai kurang lebih 30°. Fleksi diatas 90° rentang gerakan internal dan eksternal rotasi
menurun, terutama karena gerak rotasi dibatasi oleh soft tissue.
Gerakan pada bidang frontal yaitu abduksi dan adduksi dipengaruhi juga oleh gerakan
fleksi sendi. Ekstensi penuh pada lutut menghalangi hampir semua gerakan pada bidang frontal.
Abduksi dan adduksi pasif meningkat saat lutut fleksi mencapai 30°, tetapi kedua gerakan
tersebut dapat mencapai maksimum hanya beberapa derajat. Dengan lutut fleksi diatas 30°,
gerakan dibidang frontal akan turun karena dibatasi oleh soft tissue.
Range of motion sendi tibiofemoral yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas
fisik bisa ditentukan dari analisis kinematika. Gerakan pada sendi selama berjalan telah diukur
pada semua bidang. ROM pada bidang sagital selama berjalan telah diteliti oleh Murray dan
Coworker (1964) menggunakan elektrogoniometer. Selama berjalan sebenarnya lutut tidak
pernah ekstensi penuh. Ekstensi yang hampir penuh (5 derajat fleksi) dicatat di awal stance fase
saat heel strike dan saat akhir stance fase sesaat sebelum toe off (Gambar 9). fleksi maksimal
(75°) terlihat selama pertengahan swing fase.
Gerakan pada bidang transversal selama berjalan dapat diukur dengan beberapa
pemeriksaan. Penggunaan teknik fotografi dengan meletakkan pin skeletal pada femur dan tibia,
Levens (1948) menemukan bahwa rotasi total tibia terhadap femur kurang lebih antara 4-13°
pada 12 subjek (mean 8,6 °). Rotasi lebih besar (mean 13,3°) dilaporkan oleh Kettelkamp dan
coworkers (1970), yang menggunakan electrogoniometer pada 22 subjek. Pada kedua penelitian
eksternal rotasi dimulai selama lutut ekstensi pada stance fase dan mencapai nilai tertinggi pada
akhir swing fase sesaat sebelum heel strike. Internal rotasi terjadi pada saat fleksi selama swing
fase.
14
Gambar 9 : Range of motion sendi tibiofemoral pada bidang sagital saat berjalan. Daerah
bayangan menunjukkan variasi pada 60 subjek penelitian (umur antara 20-65 tahun).
( Adapted from Murray et al.1994)
Gerakan pada bidang frontal selama berjalan juga diukur dengan electrogoniometer oleh
kettelkamp’s (1970). Dari ke 22 subjek yang diteliti, abduksi maksimal tibia terjadi selama
ekstensi saat heel strike dan saat dimulai stance fase, sedangkan adduksi maksimal terjadi pada
saat fleksi selama swing fase. Jumlah keseluruhan abduksi dan adduksi rata-rata 11 °.
Nilai ROM sendi tibiofemoral pada bidang sagital dalam berbagai aktivitas dapat dilihat
pada tabel 1. Fleksi lutut maksimal terjadi pada saat lifting (mengangkat). ROM dari ekstensi
penuh sampai fleksi paling sedikit sebesar 117° diperlukan seseorang dalam melakukan aktivitas
keseharian dalam kondisi normal. Beberapa hambatan gerakan lutut dapat diimbangi oleh
peningkatan gerakan sendi yang lain. Pada penelitian ROM sendi tibiofemoral selama melakukan
berbagai aktivitas, kettelkamp’s dan coworkers (1970) mencatat bahwa ada hubungan yang
berarti antara panjang tungkai bawah dan ROM pada bidang sagital. Semakin panjang tungkai
bawah semakin besar ROM nya. Peningkatan kecepatan gerakan memerlukan ROM lebih besar
pada sendi tibiofemoral (Perry et.al 1977). Percepatan melangkah dari berjalan lambat hingga
berlari, secara berangsur-angsur memerlukan fleksi lutut yang semakin besar saat stance fase
(tabel 2).
15
2. SURFACE JOINT MOTION
Surface joint motion, gerakan antara permukaan artikulasi sendi, bisa digambarkan untuk
beberpa sendi pada berbagai bidang menggunakan metode stereofotogrammetri
(selvik,1978,1983). Karena metode ini merupakan teknik tingkat tinggi dan rumit, metode yang
lebih sederhana dikembangkan pada abad-19. Metode ini disebut teknik “instant center”,
memungkinkan surface joint motion dapat dianalisis pada bidang sagital dan frontal tetapi tidak
pada bidang transversal. Teknik “instant center “ memberi sebuah gambaran dari gerakan relatif
pada uniplanar dari dua segmen tubuh berdekatan dan arah perpindahan dari titik kontak antar
segmen tersebut.
Bagian tulang sebagai segment disebut sebagai link (penghubung). Sebuah link akan
berputar terhadap link lainnya, pada suatu tempat ada titik yang tidak bergerak yang merupakan
titik yang memiliki kecepatan nol. Titik tersebut merupakan sebuah titik tetap dari sebuah
gerakan atau disebut sebagai “instant center”. Instan center ditemukan dengan mengetahui
perpindahan dari dua titik pada sebuah link yang bergerak dari satu posisi ke posisi lain terhadap
link yang berdekatan, yang dianggap dalam keadaan tidak bergerak/tetap. Titik pada link yang
bergerak terhadap posisi asalnya dan posisi perpindahannya digambar pada grafik, dan sebuah
garis digambar menghubungkan kedua titik. Garis potong digambar tegak lurus terhadap kedua
garis keturunan, titik potong dari garis tegak lurus disebut instan center.
Secara klinis, garis instant center untuk sendi dapat ditentukan dengan mengambil
rontgen sendi berturut-turut dengan berbagai posisi yang berbeda (biasanya berbeda 10°)
sepanjang ROM pada satu bidang dan digunakan metode Reuleaux untuk menempatkan instant
center pada tiap-tiap interval gerakan.
Ketika instant center sudah ditentukan untuk gerakan sendi pada sebuah bidang, surface
joint motion bisa dijelaskan. Pada masing-masing interval gerakan, titik pada permukaan sendi
yang bersinggungan ditetapkan pada roentgen digunakan untuk analisis instant center, dan
sebuah garis digambar dari instant center ke contact points. Garis kedua digambar tegak lurus
pada garis ini menunjukkan arah dari perpindahan contact points. Arah perpindahan titik tersebut
sepanjang ROM menggambarkan surface motion pada sendi tersebut. Pada banyak sendi instant
center terletak agak berjauhan dengan permukaan sendi dan garis yang menunjukkan arah
17
perpindahan contact point bersinggungan dengan permukaan load-bearing, menunjukkan bahwa
sebuah permukaan sendi melakukan gerakan gliding pada permukaan sendi lainnya. Contoh yang
jarang dimana instant center ditemui pada permukaan sendi, sendi tersebut hanya dapat
melakukan gerakan rolling dan tidak memiliki fungsi gliding. (ada tiga jenis surface joint
motion, yaitu rotasi, rolling dan gliding/translation).
Pada sendi lutut, surface joint motion terjadi antara kondilus tibia dan femur dan antara
kondilus femur dan patella. Pada sendi tibiofemoral, permukaan gerakan terjadi pada ketiga
bidang secara bersamaan tetapi pada bidang transversal dan frontal hanya minimal. Permukaan
gerakan pada sendi patellofemoral terjadi pada dua bidang secara bersamaan, namun jauh lebih
besar terjadi pada bidang frontal.
a. Sendi Tibiofemoral
Sebagai contoh akan dijelaskan tentang penggunaan teknik instant center dalam
menggambarkan gerakan permukaan sendi tibiofemoral pada bidang sagital. Untuk menentukan
jalur instant center pada sendi ini selama fleksi, rontgen lateral diambil pada saat sendi lutut
dalam keadaan ekstensi maksimal, dan tiap interval 10° fleksi diambil film secara berturut-turut.
Hati-hati dalam mengambil rontgen sehingga tibia sejajar dengan meja x-ray dan mencegah
rotasi terhadap femur. Ketika pasien memiliki gerakan lutut terbatas, fleksi atau ekstensi lutut
diambil hanya sebatas yang pasien bisa lakukan.
Dua titik pada femur yang dapat dengan mudah dikenali pada semua gambar roentgen
dipilih dan ditandai pada tiap-tiap roentgen. (Gambar 10-A). Film kemudian dibandingkan satu
dengan yang lain, dengan gambar tibia disuperimposisikan satu sama lain. Gambar rontgen yang
menunjukkan perbedaan pada alignment tibia tidak digunakan. Garis digambar diantara titik-titik
pada femur pada dua posisi, dan garis potong tegak lurus garis sebelumnya kemudian digambar.
Titik yang menjadi tempat persinggungan diantara garis potong merupakan instant center dari
sendi tibiofemoral pada tiap-tiap gerakan dengan interval 10° (Gambar 10-B). Jalur instant center
yang melewati seluruh jarak dari fleksi lutut sampai ke ekstensi dapat digambar. Pada sendi lutut
normal jalur instant center untuk sendi tibiofemoral berbentuk semisirkuler (Gambar 11).
18
Gambar 10
Letak instant center
A. Dua titik yang mudah dikenali pada femur digambar pada roentgen lutut fleksi 80⁰
B. Roentgen tersebut dibandingkan dengan roentgen lutut fleksi 90⁰, sama dengan
sebelumnya dua titik juga digambar. Gambar dari tibia di superimposisikan, dan
digambar garis yang menghubungkan masing-masing set titik. Garis potong tegak
lurus dari kedua garis kemudian digambar. Titik perpotongan dari kedua garis potong
merupakan instant center dari sendi tibiofemoral untuk gerakan fleksi antara 80⁰
sampai 90⁰
Gambar 11
Jalur Instant Center Semisirkuler pada sendi tibiofemoral pada laki-laki 19 tahun dengan
lutut normal
19
Setelah jalur instant center dapat ditentukan untuk sendi tibiofemoral, surface joint
motion dapat diterangkan. Pada tiap-tiap rontgen yang superimposisi, titik kontak pada
permukaan sendi tibiofemoral (titik terdekat pada ruang sendi) ditentukan dan sebuah garis
digambar menghubungkan titik tersebut dengan instant center. Garis kedua digambar tegak lurus
pada garis pertama yang menunjukkan arah perpindahan titik kontak. Pada lutut normal garis
akan sejajar dengan permukaan tibia untuk tiap-tiap interval gerakan mulai dari ekstensi penuh
sampai ke fleksi penuh, gambaran femur melakukan gerakan gliding pada kondilus tibia dapat
dilihat pada (Gambar 12).
20
Gambar 12
A. Pada lutut normal, sebuah garis digambar dari instant
center sendi tibiofemoral ke titik kontak tibiofemoral (garis
A) membentuk sudut 90⁰ dengan garis yang bersinggungan
dengan permukaan tibia (garis B). arah panah
menunjukkan arah perpindahan dari titik kontak. Garis B
bersinggungan dengan permukaan tibia, menunjukkan
femur meluncur pada kondilus tibia.
B. Gerakan sliding murni femur pada tibia ketika lutut
ekstensi. Perlu dicatat bahwa titik kontak pada tibia tidak
berubah ketika femur meluncur diatasnya. Akhirnya
tubrukan dapat terjadi jika semua permukaan gerak
tertahan untuk meluncur. Titik bulat menunjukkan titik
kontak femur dan segitiga menunjukkan titik kontak tibia
C. Gerakan rolling murni femur pada tibia saat fleksi lutut.
Sebagai catatan bahwa kedua titik kontak baik pada tibia
maupun berubah pada saat femur menggelinding pada
tibia.
D. Gerakan lutut sebenarnya mengandung gerakan sliding
dan rolling
Frankel (1971) menentukan jalur instant center dan menganalisis surface joint motion
pada sendi tibiofemoral dari 90° fleksi sampai ekstensi penuh pada 22 lutut normal. Garis
singgung untuk gerakan gliding dicatat pada semua kasus. Dia juga menentukan jalur instant
center sendi tibiofemoral pada 30 lutut tidak normal dan menemukan bahwa pada semua kasus
instant center berubah dari normal posisi selama pemeriksaan gerakan. Jalur instant center
abnormal pada seorang subject, laki-laki 35 tahun dengan kelainan bucket-handle dapat dilihat
pada gambar 13.
Gambar 13
Jalur instant center abnormal pada laki-laki 35 tahun dengan kelainan bucket-handle
Jika lutut melakukan gerakan ekstensi dan fleksi berpindah dari instant center, permukaan
sendi tibiofemoral tidak bergeser (gliding) sejajar ROM tetapi akan terjadi distraksi atau
kompresi (gambar 14). Sehingga apabila dianalogkan lutut adalah sebuah pintu dengan engsel
yang bengkok, maka tidak dapat masuk kedalam kusennya. Jika lutut yang bergeser dari instan
center tersebut dipaksakan untuk untuk tetap bergerak, maka akan secara berangsur-angsur
menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut dengan cara meregangkan ligament dan soft tissue
penyokong lain atau dengan memberikan tekanan tinggi yang abnormal ke articular surface.
21
Gerakan internal pada sendi tibiofemoral disebut screw home mechanisme, yang
merupakan campuran gerakan ekstensi lutut dan eksternal rotasi tibia (Gambar 15). Sendi
tibiofemoral bukan sendi engsel sederhana tetapi memiliki gerakan spiral dan helik. Gerakan
spiral tibia terhadap femur selama fleksi dan ekstensi dihasilkan karena bentuk anatomi dari
kondilus medial, pada lutut normal kondilus tersebut 1,7 cm lebih panjang dibanding kondilus
lateral. Pada saat tibia melakukan gerakan translasi terhadap femur dari fleksi penuh ke posisi
ekstensi penuh, tibia akan membentuk kurva turun dan naik dari kondilus medial femur dan
secara bersamaan melakukan gerakan eksternal rotasi. Gerakan ini berlawanan dengan saat tibia
bergerak kembali ke posisi fleksi penuh. Screw home mechanisme menjadikan lutut lebih stabil
pada berbagai posisi dibanding bentuk sendi engsel biasa.
Gambar 15
22
Gambar 14
Gerakan permukaan pada dua sendi tibiofemoral
yang berpindah dari instant center. Pada kedua
sendi garis dengan panah tegak lurus dengan
instant center dan titik kontak tibiofemoral
menunjukkan arah perpindahan kontak point.
A. Panah kecil menunjukkan apabila
dilakukan fleksi lebih jauh maka sendi
tibiofemoral akan terjadi distraksi
B. Dengan peningkatan fleksi sendi tersebut
akan terjadi kompresi
Tes klinis, Helfet Tes, kadang digunakanan untuk menentukan apakah terjadi gerakan
eksternal rotasi pada sendi tibiofemoral selama ekstensi lutut, yang menunjukkan jika screw
home mechanisme dalam keaadaan baik. Tes klinis ini dilakukan dengan pasien duduk, lutut dan
pingggul fleksi 90° dan tungkai bawah tergantung bebas. Batas medial dan lateral patella
digambar di kulit. Tuberositas tibia dan garis tengah patella juga digambar dalam satu garis
lurus. Pada lutut normal dalam keadaan fleksi 90° tuberositas tibia akan sejajar dengan bagian
pertengahan medial patella ( Gambar 16-A). Lutut kemudian diekstensikan penuh dan gerakan
tuberositas tibia diamati. Pada lutut normal, tuberositas tibia akan bergerak kelateral selama
ekstensi dan sejajar dengan pertengahan lateral patella saat ekstensi penuh ( Gambar 16-B). Pada
kondisi lutut tidak normal, tibia mungkin tidak melakukan gerakan eksternal rotasi saat ekstensi.
Gerakan permukaan sendi akan berubah, sendi tibiofemoral akan tertekan secara abnormal saat
ekstensi dan menggakibatkan kerusakan permukaan sendi.
Gambar 16 A-B
23
b. Sendi Patellofemoral
Gerakan permukaan sendi patellofemoral pada bidang frontal bisa juga dijelaskan dengan
teknik instan center. Sendi ini memperlihatkan gerakan translasi ( Gambar 17). Dari ekstensi
penuh ke fleksi penuh patella melukan gerakan translasi ke caudal + 7 cm terhadap condylus
femur. Dan kedua permukaan medial dan lateral condylus femur berartikulasi dengan patella
(gambar 18). Setelah gerakan fleksi 90° patella melakukan gerakan eksternal rotasi, dan hanya
permukaan medial femur yang berartikulasi dengan patella. (Gambar 18). Pada saat fleksi penuh
patella masuk kedalam fafies intercondylaris (Goodfellow et al,1976)
Gambar 17
24
B. KINETIKA
Kinetik membahas tentang gaya dan moment pada sendi baik secara statis maupun
dinamis. Statis mempelajari tentang gaya dan moment yang bekerja pada tubuh dalam keadaan
equilibrium/Keseimbangan ( tubuh terdiam atau bergerak dengan kecepatan tetap). Untuk
menghasilkan tubuh dalam keadaan equilibrium, 2 kondisi keseimbangan harus dicapai:
keseimbangan gaya (Translasi), dimana jumlah dari gaya harus nol dan keseimbangan moment
(rotasi) dimana jumlah moment harus nol. Dinamik mempelajari tentang gaya dan moment yang
bekerja pada tubuh yang bergerak ( percepatan dan perlambatan tubuh). Pada kasus ini gaya dan
moment yang bekerja tidak nol dan tubuh bergerak rotasi tegak lurus sumbu pada bidang gaya
yang menghasilkan moment. Analysis kinetik mempelajari tentang besarnya gaya dan moment
pada sebuah sendi yang dihasilkan oleh berat badan, aksi otot dan tahanan soft tissue dan beban
dari luar pada berbagai situasi, baik statis dan dinamis dan mengenali situasi yang menghasilkan
gaya dan moment yang besar.
Pada bab ini akan dibahas tentang statis dan dinamis sendi sistem skeletal mengenai gaya
dan moment yang bekerja untuk menggerakkan sendi pada sumbunya atau mempertahankan
posisinya. Dalam bab ini tidak dibahas mengenai efek kerusakan yang ditimbulkan gaya dan
moment yang bekerja pada sendi.
1. Statis pada Sendi Tibiofemoral
Analisis statis mungkin digunakan untuk menentukan gaya dan moment yang bekerja
pada sebuah sendi ketika tubuh tidak bergerak atau tubuh dalam keadaan melakukan aktivitas
dinamis yang menetap dalam suatu saat seperti berjalan, berlari dan mengangkat benda. Hal ini
bisa diterapkan pada berbagai sendi dengan segala posisi dan dalam mengangkat berbagai beban.
Dalam analisis ini metode gambar dan matematika akan digunakan untuk memecahkan gaya dan
moment yang belum kita ketahui.
Analisi statis lengkap yang melibatkan semua gaya dan moment yang bekerja pada sendi
pada bidang tiga dimensi sangatlah rumit. Untuk alasan ini teknik sederhana kadang kita
gunakan. Teknik ini menggunakan gambar benda bebas (free bodies) dan membatasi analisis
gaya dan moment pada satu bidang, dari gaya yang bekerja pada benda bebas pada 3 bidang
26
utama dan moment yang bekerja pada sebuah sendi. Sehingga gaya dan moment minimal yang
bekerja bisa kita ketahui.
Jika teknik benda bebas (free bodies) sederhana digunakan untuk manganalisis gaya pada
sebuah bidang, salah satu bagian tubuh dibedakan dengan keseluruhan tubuh tersebut dan semua
gaya yang bekerja pada benda bebas (free bodies) harus dikenali. Kemudian digambar letak gaya
yang bekerja pada benda bebas pada sebuah diagram lalu dianalisis. Tiga gaya utama yang
bekerja pada masing-masing bidang yang bekerja pada benda bebas dikenali dan kemudian
digambar pada diagram benda bebas.
Gaya ditulis dalam bentuk vector yang terdiri dari: besaran (nilai), arah (sense), garis dan
titik aplikasi (istilah “direction/arah” menunjukkan sense dan garis aplikasi). Jika titik aplikasi
dari ketiga gaya dan arah dari dua gaya diketahui maka semua gaya dapat kita ketahui untuk
mendapatkan keadaan seimbang (Equilibrium). Jika benda bebas dalam keadaan keseimbangan,
ketiga gaya utama bekerja bersamaan, mereka akan berpotongan pada sebuah titik. Dengan kata
lain jumlah gaya dalam keadaan nol. Dengan alasan ini garis aplikasi pada salah satu gaya bisa
ditentukan jika garis aplikasi lain dari dua gaya sudah diketahui. Jika garis aplikasi dari ketiga
gaya sudah diketahui, segitiga gaya bisa digambar dan besar/nilai semua gaya dapat dihitung
pada segitiga tersebut.
Sebagai contoh akan digambarkan penerapan teknik benda bebas sederhana ini pada gaya
yang bekerja pada lutut. Pada kasus ini, teknik digunakan untuk memperkirakan nilai minimal
gaya reaksi sendi yang bekerja pada sendi tibiofemoral terhadap berat tubuh yang bekerja pada
tungkai bawah jika tungkai lain diangkat selama naik tangga. Tungkai bawah ditetapkan sebagai
benda bebas, dibedakan dengan tubuh secara keseluruhan dan diagram benda bebas saat naik
tangga digambar. Dari semua gaya yang bekerja pada benda bebas, ketiga gaya yang bekerja
pada bidang utama adalah gaya reaksi gravitasi (sama dengan berat badan), gaya tegang yang
melewati tendo patella yang ditimbulkan oleh musculus quadriceps femoris dan gaya reaksi
sendi pada tibial plateau. Ground reaction force (W) telah diketahui nilainya (sama dengan berat
tubuh), arah garis aplikasi dan titik aplikasi ( titik kontak antara kaki dengan tanah). Gaya tendo
patella (P) diketahui arahnya (dari sendi lutut), garis aplikasi (sepanjang tendo patella) dan titik
aplikasinya (titik insertio tendo patella pada tuberositas tibia), tetapi tidak diketahui
nilai/besarnya. Gaya reaksi sendi (J) telah diketahui titik aplikasinya pada permukaan tibia (titik
27
sentuh permukaan sendi antara kondilus tibia dan femur, diperkirakan dari roentgen sendi
dengan pembebanan yang tepat), tetapi tidak diketahui nilai/besar, arah, dan garis aplikasinya.
Ketiga gaya disusun pada diagram benda bebas ( Gambar 19). Karena tungkai bawah
dalam keadaan equilibrium , garis aplikasi dari ketiga gaya berpotongan pada satu titik. Garis
aplikasi dari dua gaya (W dan P) telah diketahui, garis aplikasi dari gaya ketiga (J) dapat
ditentukan. Garis aplikasi untuk gaya W dan P diperpanjang sehingga keduanya berpotongan.
Garis aplikasi gaya J bisa digambar kemudian dari permukaan tibia melewati titik perpotongan
(Gambar 20).
Gambar 19
Sekarang setelah garis aplikasi gaya J telah ditentukan, maka kemudian dapat dibuat
segitiga ketiga gaya. Pertama, vektor yang menunjukkan gaya W digambar. Kemudian P
digambar darip puncak vektor W. Garis aplikasi dan arah gaya P sekarang dapat ditentukan,
tetapi panjangnya tidak dapat ditentukan karena besar/nilainya tidak diketahui. Keadaan tungkai
bawah dianggap dalam keseimbangan sehingga gaya J digambar (origo J digambar menyentuh
kepala P) garis aplikasi J digambar sampai origo/pangkal vektor W. Titik perpotongan gaya J
dan P merupakan ujung dari vektor P dan pangkal dari vektor J. Besarnya gaya P dan J bisa
diketahui dari gambar ( Gambar 21). Pada kasus ini gaya tendo patella (P) 3,2 kali berat tubuh
dan gaya reaksi sendi (J) 4,1 kali berat tubuh.
28
Gambar 20
Gambar 21
Hal ini bisa dilihat bahwa kekuatan otot memiliki pengaruh terbesar terhadap besarnya
gaya reaksi sendi dibandingkan gaya reaksi gravitasi yang dihasilkan oleh berat badan. Hal yang
perlu dicatat adalah pada kasus ini hanya gaya reaksi sendi minimal yang dihitung. Jika gaya otot
lain diproduksi seperti misalnya kontraksi otot hamstring untuk menstabilkan sendi lutut juga
dihitung, maka gaya reaksi sendi akan meningkat.
Langkah berikut untuk menganalisis statis adalah menganalisis moment yang bekerja
disekitar pusat gerak dari sendi tibiofemoral dengan sendi lutut dengan posisi dan bentuk yang
sama seperti gambar 19 (Gambar 22). Analisis moment digunakan untuk memperkirakan nilai
29
moment minimal yang dihasilkan oleh tendo patella yang berimbang dengan moment pada
tungkai bawah yang dihasilkan oleh berat tubuh pada saat naik tangga. Moment tungkai bawah
pada saat fleksi dihasilkan oleh berat tubuh (W, gaya reaksi gravitasi) dan lengan pengungkitnya
(a) atau juga disebut lengan moment, yang arahnya tegak lurus dengan pusat gerak pada sendi
tibiofemoral. Sebagai pengimbang dari moment tersebut adalah moment yang dihasilkan
musculus quadriceps melewati tendo patella (P) dan lengan pengungkitnya (b). Karena tungkai
bawah dalam keseimbangan, jumlah dari kedua moment haruslah nol.
∑ M = 0
Pada contoh ini, moment yang berlawanan dengan arah jarum jam bernilai positive:
W x a – P x b = 0
W x a = P x b
Nilai dari lengan pengungkit a dan b bisa diukur dari anatomi atau rontgen soft tissue dan
besarnya W dapat ditentukan dari berat tubuh individu. Besarnya P kemudian bisa ditentukan
dengan persamaan keseimbangan moment :
P = W x ab
Gambar 22
30
2. Dinamis Sendi Tibiofemoral
Walaupun perkiraan besarnya gaya dan moment yang mengenai sendi pada keadaan statis
sangat berguna, tetapi aktivitas keseharian kita lebih banyak yang dinamis daripada statis.
Analisis tentang gaya dan moment yang bekerja pada suatu sendi selama bergerak memerlukan
suatu teknik untuk memecahkan masalah dinamis.
Seperti pada analisis statis, gaya utama yang dipertimbangkan dalam analisis dinamis
adalah barat tubuh, otot, soft tissue lain dan beban dari luar tubuh. Gaya gesekan, yang tidak
berarti dalam sendi normal, tidak dipertimbangkan. Pada analisis dinamis, dua faktor tambahan
yang harus diperhitungkan adalah: percepatan bagian tubuh dan inertia moment massa bagian
tubuh. (inertia moment massa adalah unit yang digunakan untuk menunjukkan gaya yang
diperlukan untuk melakukan percepatan tubuh dan bergantung dari bentuk tubuh).
Langkah untuk menghitung nilai/ besar gaya minimal yang bekerja pada sendi yang sebagiannya
tetap selama aktivitas dinamis dipengaruhi oleh :
1. Mengenali struktur anatomi yang terlibat dalam menghasilkan gaya.
2. Menentukan sudut percepatan bagian tubuh yang bergerak
3. Menentukan inertia moment massadari bagian tubuh yang bergerak
4. Menghitung putaran (moment) yang bekerja pada sendi
5. Menghitung nilai/besar percepatan gaya otot utama dari bagian tubuh
6. Menghitung dengan analisis statis nilai/besar gaya reaksi sendi pada particular instant in
time
Langkah pertama, struktur tubuh yang terlibat dalam menghasilkan gaya pada sendi harus
dikenali. Struktur ini merupakan bagian tubuh bergerak dan otot utama pada bagian tubuh yang
terlibat dalam menghasilkan gerakan.
Sendi pada ekstremitas, percepatan bagian tubuh melibatkan perubahan pada sudut sendi.
Untuk menentukan percepatan angular dari bagian tubuh ini , keseluruhan gerak tubuh direkam
31
secara radiologi. Rekaman bisa dilakukan dengan stroboscopy dan kamera film, dengan video
fotogrammetri, menggunakan selspot system atau metode lain. Percepatan angular maksimal dari
gerakan kemudian dihitung (Frankel dan Burstein,1970).
Langkah berikutnya, menentukan moment massa inertia bagian tubuh bergerak. Data
anthropometri bagian tubuh bisa digunakan, karena perhitungan datanya rumit, table biasanya
digunakan (Drillis et.al 1964).
Gaya putaran sendi kemudian dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Newton II
tentang gerakan, yang menyatakan bahwa jika gerakan angular, gaya putaran didapatkan dari
moment massa inertia dan percepatan angular :
T = I . α
Dimana :
T merupakan gaya putaran dengan satuan Newton meter (Nm)
I merupakan moment inertia massa dengan satuan newtonmeter detik kuadrat (Nm.sec2)
Α merupakan percepatan angular dengan satuan radian per detik kuadrat (r/ sec2)
Gaya putaran ini selain dihasilkan oleh moment inertia massa dan percepatan angular,
juga bisa didapatkan dari gaya otot utama dan garis tegak lurus gaya dari pusat gerak sendi
( lengan pengungkit), jadi :
T = F d
Dimana :
F merupakan gaya dengan satuan Newton (N)
D merupakan garis tegak lurus gaya dengan satuan meter (m).
Karena nilai T sudah diketahui dan d bisa diukur dari garis aplikasi gaya ke pusat gerakan
sendi, persamaan akan mendapatkan nilai F. ketika F sudah dapat dihitung, masalah lain dapat
diselesaikan seperti masalah statis yang menggunakan teknik benda bebas sederhana untuk
menentukan nilai minimal dari gaya yang bekerja pada sendi pada satu saat tertentu.
Sebagai contoh akan menggambarkan penggunaan analisis dinamis untuk menghitung
gaya reaksi sendi pada sendi tibiofemoral selama aktivitas dinamis, yaitu menendang bola
32
(Frankel and Burstein,1970). Film stroboscopy pada lutut dan tungkai bawah diambil, dan
percepatan angular maksimal dicatat pada saat kaki menendang bola. Tungkai bawah hampir
dalam keadaan vertikal pada saat itu. Dari film didapatkan percepatan angular maksimal yang
dicatat komputer adalah sebesar 453 r/ sec2. Dari table data antopometri (Drillis et al., 1964)
moment massa inertia untuk tungkai bawah adalah sebesar 0,35 Nm sec2. Gaya putaran pada
sendi tibiofemoral bisa dihitung dari persamaan gaya putaran sama dengan moment inertia massa
dikalikan percepatan angular (T = I . α)
0,35 Nm sec2 x 453r/ sec2 = 158,5 Nm
Setelah gaya putaran ditemukan sebesar 158,5Nm dan garis tegak lurus dari tenso patella ke titik
tetap/instant center sendi tibiofemoral ditentukan sebesar 0,05 m, gaya otot yang bekerja pada
sendi yang melewati tendo patella dapat dihitung menggunakan persamaan gaya putaran
samadengan gaya dikalikan jarak ( T= F.d)
158,5 Nm = F x 0,05
F = 158,5 Nm
0,05 m
F = 3170 N
Nilai 3170 N merupakan gaya maksimal yang digunakan musculus quadriceps untuk melakukan
gerakan menendang.
Analisis statis sekarang bisa dilakukan untuk menentukan nilai minimal gaya reaksi sendi
pada sendi tibiofemoral. Gaya utama pada sendi antara lain adalah gaya dari tendo patella (P) ,
gaya gravitasi dari tungkai bawah (T) dan gaya reaksi sendi (J). vector gaya T dan P sudah
diketahui. J tidak diketahui nilai/besar, arah dan garis aplikasinya. Teknik benda bebas dari
ketiga gaya bisa digunakan untuk mencari nilai J, yang ditemukan hanya sedikit lebih rendah
nilainya daripada nilai P.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui dari perhitungan, dua faktor utama yang
mempengaruhi gaya pada sendi pada keadaan dinamis adalah percepatan bagian tubuh dan
moment massa inertia. Suatu peningkatan pada percepatan angular bagian tubuh tertentu akan
menghasilkan peningkatan gaya putaran sendi yang sebanding. Walaupun pada tubuh moment
massa inertia sudah terbentuk secara anatomi, tetapi dapat dimanipulasi dari luar. Sebagai
33
contoh, dapat meningkat dengan memakai sepatu yang berat saat melakukan latihan rehabilitasi
otot ekstensor lutut. Normalnya gaya reaksi sendi kurang lebih 50% berat tubuh dihasilkan ketika
lutut diekstensikan 90⁰ dari fleksi ke ekstensi penuh. Pada seseorang dengan berat badan 70 kg
gaya ini kurang lebih 350 N. Jika 10 kg berat sepatu dipakaikan di kaki, akan menghasilkan gaya
gravitasi sebesar 100N. dan akan meningkatan gaya reaksi sendi menjadi 1000N, gaya yang
terjadi hampir empat kali lebih besar dibandingkan bila tidak memakai sepatu.
Analisis dinamik telah digunakan untuk menyelidiki nilai maksimum dari gaya reaksi
sendi, gaya otot dan gaya ligament pada sendi tibiofemoral selam berjalan. Marrison (1970)
menghitung besarnya gaya reaksi sendi yang disalurkan ke tibial plateau pada laki-laki dan
wanita sewaktu berjalan. Dia secara serentak merekam aktivitas otot dengan elektromyografi
untuk menentukan otot yang menghasilkan gaya terbesar pada tibial plateau selama melakukan
berbagai stase dalam siklus berjalan.
Sesaat setelah Heel strike gaya reaksi sendi besarnya sekitar dua sampai tiga kali berat
tubuh dan berhubungan dengan kontraksi otot hamstring, yang memiliki efek deselerasi dan
menstabilkan sendi. Selama fleksi lutut pada awal stance fase gaya reaksi sendi diperkirakan
kurang lebih dua kali berat tubuh dan berhubungan dengan kontraksi otot quadriceps, yang
mencegah lutut menekuk. Gaya reaksi sendi paling tinggi terjadi saat akhir stance fase sesaat
sebelum Toe-off. Gaya ini besarnya antara dua sampai empat kali berat tubuh, bervariasi
tergantung jenis orangnya, dan berkaitan dengan kontraksi musculus gastocnemius. Pada akhir
swing fase kontraksi otot hamstring dihasilkan sebagai gaya reaksi sendi kurang lebih sama
dengan berat tubuh. Tidak ada perbedaan berarti antara besarnya gaya reaksi sendi pada laki-laki
dan wanita, nilainya tergantung dari berat badannya.
Selama siklus berjalan gaya reaksi sendi bergantian dari tibial plateau medial ke lateral.
Pada saat stance fase, ketika gaya mencapai nilai puncak, sebagai penopang utama adalah medial
plateau, pada saat swing fase ketika gaya minimal yang menjadi penopang utama adalah lateral
plateau. Daerah kontak dari tibial plateau medial kurang lebih 50 % lebih besar dibandingkan
tibial plateau lateral ( ketlekamp dan Jacobs,1972). Juga , kartilago pada medial plateau kurang
lebih tiga kali lebih tebal dibandingkan lateral plateau. Area permukaan yang lebih luas dan
kartilago yang lebih tebal pada medial plateau menjadikan lebih mudah menopang gaya lebih
besar yang mengenainya.
34
Pada lutut normal, gaya reaksi sendi ditopang oleh meniscus sebagai permukaan
cartilage. Fungsi dari meniscus ini diselidiki oleh Seedhom dan coworkers (1974), yang
memeriksa distribusi tekanan pada lutut manusia lewat otopsi baik dengan meniscus maupun
tanpa meniscus. Hasil kesimpulannya menyatakan bahwa saat menahan beban tubuh (load-
bearing) besarnya tekanan pada sendi tibiofemoral menjadi tiga kali lebih besar ketika meniscus
diambil dibanding jika struktur tersebut utuh.
Pada lutut normal tekanan didistribusikan ke seluruh area tibial plateau. Jika meniscus
diambil, tekanan tidak didistribusikan ke area yang luas tetapi hanya terbatas pada kontak area di
pusat plateau ( Gambar 23). Sehingga apabila meniscus terambil akan meningkatkan tekanan
pada kartilago pada pusat tibial plateau dan juga mengurangi ukuran dan lokasikontak area.
Untuk jangka waktu lama tekanan tinggi pada kontak area yang kecil akan merusak kartilago.
Gaya yang ditopang oleh ligament di sendi tibiofemoral lebih rendah dibandingkan yang
bekerja pada tibial plateau dan lebih tegang. Morrison (1970) menghitung gaya pada ligament
lutut saat berjalan. PCL menopang gaya paling tinggi , kurang lebih setengah berat tubuh terjadi
pada saat sesaat setelah Heel Strike dan akhir stance fase.
Gambar 23
35
Nicholas dan Minkof menyebut “quadruple komplek” medial dan lateral sebagai
stabilizer utama lutut (Gambar 24). Quadruple complex medial terbentuk oleh Medial Cruciatum
Ligament (MCL), semimembranosus, dan tendo pes anserinus, dan juga bagian ligamentum
poplitea obliqum dari kapsul posterior. Lateral quadruple complex terbentuk oleh tensor fascia
lata, lateral collateral ligament (LCL), tendo poplitea dan biceps femoris. Kapsul sendi bagian
posterior diperkuat ligamentum popliteum obliqum dan pada sisi posteromedial diperkuat oleh
percabangan semimembranosus, bagian posterolateral oleh struktur yang menyusun ligamentum
arcuatum kompleks.
Sisi anteromedial dan anterolateral kapsul relative tipis tetapi diperkuat oleh adanya
perluasan retinakulum patella lateral dan medial dan juga pada sisi lateral oleh tensor fascia lata
dan sisi medial diperkuat oleh fascia yang meluas dari patella sebagai patelloepicondylar
ligament dan patellotibial ligament. Bagian sisi anteromedial dan anterolateral kapsul terlindungi
struktur-struktur tersebut dari subluksasi dan gerakan rotasi.
Gambar 24: Quadruplo Kompleks, stabilizer utama pada lutut
36
Medial Collateral Ligament (MCL) terdiri dari serabut superfisial dan profunda. MCL
superfisial (ligamen collateral tibial) terletak di bawah tendo gracilis dan semitendinosus,
berorigo pada epicondylus medial femur dan berinsersi ke dalam periosteum proximal tibia
ke pes anserinus. Serabut anterior MCL superfisial tegang saat flexi 0-90º, sedangkan serabut
posterior tegang saat extensi. MCL mempunyai kekuatan regangan dan ketahanan dua kali
lipat ACL. Fungsi utamanya adalah untuk menahan angulasi valgus dari lutut, juga untuk
mengontrol external rotasi.
Lateral Collateral Ligament (LCL) berorigo pada epicondylus lateral femur dan
berinsersi pada aspek lateral dari caput fibula. Karena terletak dibelakang axis rotasi lutut,
LCL tegang saat extensi dan relaxasi saat flexi. Kekuatan regangan LCL kurang lebih 75o N.
Fungsinya untuk menahan angulasi varus lutut serta menahan unternal rotasi.
37
C. FUNGSI PATELLA
Patella memiliki dua fungsi biomekanik penting pada lutut. Pertama, membantu ekstensi
lutut dengan menghasilkan perpindahan anterior tendo quadriceps pada keseluruhan ROM yaitu
dengan cara memperpanjang lengan pengungkit gaya musculus quadriceps. Kedua, membuat
lebar distribusi dari tekanan kompresi femur dengan cara memperluas area kontak antara tendo
patella dengan femur. Peran patella dalam memperpanjang lengan pengungkit gaya otot
musculus quadriceps berbeda selama fleksi penuh dengan ekstensi penuh (Smidt, 1973; Lindahl
and Movin, 1967). Saat fleksi penuh, ketika patella berada di facies intercondylaris, patella
hanya menghasilkan sedikit pergeseran anterior dari tendo quadriceps dan berperan paling
sedikit dalam memperpanjang lengan pengungkit gaya otot quadriceps ( sekitar 10 % dari
keseluruhan panjang). Saat lutut ekstensi, patella naik dari facies intercondylaris, menghasilkan
pergeseran anterior tendo yang signifikan. Panjang lengan pengungkit gaya quadriceps
meningkat secara cepat saat ekstensi melewati 45 ⁰, dimana pada keadaan tersebut patella
memperpanjang lengan pengungkit hingga 30%.
Dengan lutut ekstensi diatas 45⁰, panjang lengan pengungkit berkurang tipis. Dengan
penurunan lengan pengungkit, gaya otot quadriceps harus ditingkatkan untuk mendapatkan gaya
putaran yang sama. Pada sebuah penelitian in vitro pada lutut normal Lieb dan Perry (1968)
menunjukkan bahwa gaya otot quadriceps yang diperlukan saat ekstensi akan meningkat kurang
lebih sampai 60% saat 15⁰ terakhir (Gambar 25).
Gambar 25
38
Jika patella diambil dari lutut, tendo patella akan terletak lebih dekat dengan pusat gerak
sendi tibiofemoral dibandingkan dengan lutut yang utuh ( Gambar 26). Bekerja dengan lengan
pengungkit lebih pendek, otot quadriceps harus menghasilkan gaya lebih besar dibanding normal
terutama pada 45⁰ terakhir untuk ekstensi. Ekstensi aktif penuh pada lutut tersebut membutuhkan
30% lebih banyak gaya quadriceps dibanding lutut normal ( Kaufer,1971). Peningkatan gaya ini
mungkin diluar kemampuan otot quadriceps pada beberapa pasien terutama pada mereka yang
memiliki penyakit intra aricular atau pada usia tua.
Gambar 26
39
D. STATIS DAN DINAMIS PADA SENDI PATELLOFEMORAL
Selama aktivitas dinamik, besar gaya otot yang bekerja pada suatu sendi berefek secara
langsung pada besar gaya reaksi sendi. Secara umum semakin besar gaya otot, semakin besar
gaya reaksi sendinya.
Pada sendi patellofemoral, gaya otot quadriceps meningkat pada saat fleksi. Selama
ekstensi dengan posisi kaki berdiri tegak, gaya otot quadriceps sedikit diperlukan untuk
menyeimbangkan moment sedikit fleksi sendi patellofemoral karena pusat gravitasi tubuh diatas
lutut berada hampir diatas pusat rotasi sendi patellofemoral. Saat fleksi lutut meningkat,
bagaimanapun pusat gravitasi berpindah lebih jauh dari pusat rotasi, sehingga moment fleksi
meningkat yang diseimbangkan oleh gaya otot quadriceps. Saat gaya otot quadriceps meningkat
begitu juga gaya reaksi sendi patellofemoral.
Fleksi lutut juga mempengaruhi gaya reaksi sendi patellofemoral dengan mempengaruhi
sudut antara gaya tendo patella dengan gaya tendo quadriceps. Sudut antara dua gaya menjadi
lebi tajam saat lutut fleksi, meningkatkan besar gaya reaksi sendi patellofemoral, yang menjadi
resultannya (Gambar 27). Gaya reaksi sendi patellofemoral menunjukkan peningkatan dengan
lutut fleksi walaupun gaya otot quadriceps masih tetap.
Gambar 27
40
Rielly dan Martens (1972) menentukan besar gaya reaksi sendi patellofemoral selama
melakukan beberapa aktivitas dinamik dengan beberapa variasi fleksi lutut. Selama berjalan,
yang memerlukan sedikit fleksi lutut, gaya reaksi yang dihasilkan rendah. Nilai puncak terjadi
saat pertengahan stance fase ketika fleksi paling besar, yang nilainya setengah berat tubuh.
Gaya reaksi sendi akan meningkat selama melakukan aktivitas yang memerlukan gerak
fleksi lebih besar. Selama lutut menekuk 90⁰, gaya meningkat mencapai2,5 samapi 3 kali berat
tubuh. Selama lutut menekuk gaya reaksi sendi patella femoral masih lebih tinggi daripada gaya
otot quadriceps. Selama naik dan turun tangga, lutut fleksi maksimum pada 60⁰, nilai tertinggi
sama dengan 3,3 kali berat tubuh.
Ketika lutut ekstensi, bagian bawah patella kembali lagi ke femur. Pada saat lutut fleksi
90⁰, permukaan kontak antara patella dan femur bergeser ke cranial dan ukurannya meningkat
(Goodfellow et al, 1976). Pada beberapa keadan akan meningkatkan permukaan kontak dengan
fleksi lutut untuk kompensasi gaya reaksi sendi patellofemoral.
Gaya otot quadriceps dan gaya putaran sekeliling sendi patellofemoral dapat meningkat
sekali dalam keadaan tertentu, khususnya ketika lutut fleksi. Suatu penelitian dilakukan untuk
melihat gaya putaran eksternal pada lutut saat angkat beban, seseorang mengalami rupture tendo
patella ketika mengangkat sebuah barbell 175 kg (Zernicke et al.,1977). Pada saat tendo rupture,
lutut dalam keadaan fleksi 90⁰, gaya putaran pada sendi lutut 550 Nm, dan gaya otot quadriceps
kurang lebih 10,330 N.
Karena gaya otot quadriceps dan gaya reaksi sendi yang besar selama aktivitas
memerlukan fleksi lutut, pasien dengan gangguan lutut akan merasa nyeri bila fleksi. Dan cara
efektif untuk menurunkan gaya tersebut adalah dengan cara membatasi lutut dalam keadaan
fleksi.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Nordin, Margareta. Frankel, Victor H. Basic Biomechanic of the Musculoskeletal System
2nd edition, Lea & Febiger, 1989
2. Hamill, Joseph. Knutzen, Kathleen M. Biomechanical Basis of Human Movement 3rd
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2009
3. Knudson, Duane. Fundamentals of Biomechanics 2nd edition, Springer Science +
Business Media, 2007
42
REFERAT
BIOMECHANIC OF KNEE JOINT( Femur Distal, Patella, LCL & MCL )
Oleh :
Helmi Baedlowi
Pembimbing:
Dr. Bintang Soetjahjo, SpOT
PPDS I ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FK UNS RSUD
dr. MOEWARDI/RSO PROF Dr. R. SOEHARSO
SURAKARTA
2010
43
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun pamjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas referat berjudul Biomechanic of Knee Joint
(Femur distal, patella, LCL & MCL) guna memenuhi salah satu syarat dalam pendidikan
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi dan Traumatologi FK UNS /RS dr.
Moewardi /RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
Rasa terima kasih penyusun haturkan kepada dr. Bintang Soetjahjo, SpOT selaku
pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tugas referat ini. Tak lupa pula
penyusun ucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Orthopaedi dan Traumatologi FK UNS /RS dr. Moewardi /RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta yang berkenan memberikan masukan terhadap penyusunan referat ini.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penyusun sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sehingga dapat menjadi masukan dalam penulisan referat berikutnya.
Surakarta, September 2010
Penyusun
Helmi Baedlowi
44
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………...…. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN ……… ………..…………………………….…………… 1
BAB II ANATOMI SENDI LUTUT….……………………………………………….. 3
A. Struktur Tulang…………………………………………………………………. 3
B. Struktur Ekstra Artikuler……………………………………………………….. 4
C. Struktur Intra Artikuler…………………………………………………………. 10
BAB III KINEMATIKA DAN KINETIKA………………………….………………. 13
F. KINEMATIKA…..……………………………………………………………. 13
1. Range Of Motion…………………………………………………………… 13
2. Surface Joint Motion……………………………………………………….. 17
G. KINETIKA…………………………………………………………………….. 25
1. Statis………………………………………………………………………… 25
2. Dinamis……………………………………………………………………… 31
H. FUNGSI PATELLA……………………………………………………………. 38
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 44
45