knee

64
BAB I PENDAHULUAN Lutut berfungsi untuk membawa beban tubuh, berperan pada gerakan, membantu dalam menyimpan momentum (daya gerak) dan memberikan gaya untuk aktivitas yang melibatkan kaki. Lutut manusia merupakan sendi terbesar dan paling kompleks pada tubuh, tersusun oleh dua jenis sendi yaitu sendi tibiofemoral dan patellofemoral (Gambar 1). Kenyataan bahwa lutut menopang beban berat dan terletak diantara dua tulang panjang yang berfungsi sebagai lengan pengungkit menjadikannya rentan terhadap trauma. Referat ini akan membicarakan tentang pengenalan istilah dasar, menjelaskan metode dan menunjukkan perhitungan yang diperlukan untuk menganalisis gerak sendi, gaya dan moment yang bekerja pada sendi lutut. Gerakan sendi lutut terjadi serempak pada tiga bidang, gerakan di satu bidang akan mempengaruhi gerakan pada bidang lainnya. Dan juga walaupun banyak otot yang menghasilkan gaya pada lutut, ada sekelompok otot tertentu yang dominan, menghasilkan gaya yang besar sehingga dihitung sebagai gaya otot yang bekerja pada lutut untuk gerakan tertentu. Analisis biomekanik dasar dapat dibatasi pada gerakan di satu bidang dan gaya yang dihasilkan oleh sekelompok otot yang masih dapat memberikan pemahaman tentang gerakan lutut dan perkiraan nilai/besar gaya utama dan moment pada lutut. 1

Upload: adi

Post on 22-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

fisioterapi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Lutut berfungsi untuk membawa beban tubuh, berperan pada gerakan, membantu dalam

menyimpan momentum (daya gerak) dan memberikan gaya untuk aktivitas yang melibatkan

kaki. Lutut manusia merupakan sendi terbesar dan paling kompleks pada tubuh, tersusun oleh

dua jenis sendi yaitu sendi tibiofemoral dan patellofemoral (Gambar 1). Kenyataan bahwa lutut

menopang beban berat dan terletak diantara dua tulang panjang yang berfungsi sebagai lengan

pengungkit menjadikannya rentan terhadap trauma. Referat ini akan membicarakan tentang

pengenalan istilah dasar, menjelaskan metode dan menunjukkan perhitungan yang diperlukan

untuk menganalisis gerak sendi, gaya dan moment yang bekerja pada sendi lutut.

Gerakan sendi lutut terjadi serempak pada tiga bidang, gerakan di satu bidang akan

mempengaruhi gerakan pada bidang lainnya. Dan juga walaupun banyak otot yang menghasilkan

gaya pada lutut, ada sekelompok otot tertentu yang dominan, menghasilkan gaya yang besar

sehingga dihitung sebagai gaya otot yang bekerja pada lutut untuk gerakan tertentu. Analisis

biomekanik dasar dapat dibatasi pada gerakan di satu bidang dan gaya yang dihasilkan oleh

sekelompok otot yang masih dapat memberikan pemahaman tentang gerakan lutut dan perkiraan

nilai/besar gaya utama dan moment pada lutut.

Gambar 1: Sendi Lutut terdiri dari dua sendi, Tibiofemoral dan Patellofemoral

1

Analisis gerakan pada sendi memerlukan penggunaan data kinematika. Kinematika

merupakan cabang ilmu mekanika yang membicarakan tentang gerakan tubuh manusia tanpa

memperhatikan asal gaya atau massa. Analisis tentang gaya dan moment yang bekerja pada

sebuah sendi memerlukan penggunaan data kinetika dan kinematika. Kinetika merupakan cabang

ilmu mekanik yang membicarakan tentang gerakan tubuh manusia yang dipengaruhi oleh aksi

gaya dan moment. Beberapa istilah yang akan sering kita pakai dalam pembahasan selanjutnya

antara lain :

Gaya. Suatu tarikan atau dorongan pada suatu benda akan menyebabkan efek eksternal

(akselerasi) dan efek internal (strain). Dengan demikian gaya dapat disebut sebagai besaran fisik

yang dapat menyebabkan suatu benda mangalami akselerasi dan perubahan lainnya. Gaya dapat

diuraikan menjadi komponen yang searah sumbu X dan searah sumbu Y. gaya resultan

merupakan gaya tunggal yang ekuivalen dengan seluruh gaya yang bekerja pada suatu benda.

F = m x a.

Moment. Merupakan efek rotasi atau gaya benda di suatu titik (Nm). Suatu gaya yang

bekerja pada jarak tertentu dari suatu titik akan menghasilkan sebuah moment. Jumlah moment

(torsi) merupakan gaya dikalikan dengan jarak ( jarak suatu titik tegak lurus terhadap arah gaya).

M = F x d

Equilibrium (Keseimbangan). Merupakan keadaan dimana jumlah gaya-gaya dan

jumlah moment-moment adalah seimbang.

Free Body Analysis. Merupakan metode untuk mempelajari keseimbangan sehingga kita

dapat menganalisis seluruh gaya dan moment yang beraksi pada suatu obyek atau bagian tertentu

dari obyek itu. Untuk melakukan free body analysis biasanya dibuat terlebih dahulu free body

diagram yaitu suatu sketsa suatu benda atau bagian tertentu dari benda tersebut serta

menunjukkan seluruh gaya yang beraksi pada suatu benda tersebut.

Joint Reaction Force (J). Merupakan gaya yang timbul di dalam suatu sendi sebagai

respon terhadap gaya-gaya eksternal (baik intrinsic maupun ekstrinsik). Untuk selanjutnya joint

reaction force diterjemahkan sebagai gaya sendi.

2

BAB II

ANATOMI SENDI LUTUT

Sendi lutut merupakan salah satu sendi yang sering terkena trauma karena struktur

anatominya, terpapar langsung bila terjadi benturan dari luar. Dasar untuk memahami trauma

lutut adalah mengetahui anatomi sendi lutut. Walaupun terdapat banyak ligament pada sendi

lutut tapi bila tidak didukung oleh otot dan tendo yang berkaitan, maka ligament tidak cukup

kuat untuk mempertahankan stabilitas sendi. Struktur sekitar lutut dikelompokkan menjadi 3

kategori besar : struktur tulang, ekstraartikuler dan intra artikuler.

A. STRUKTUR TULANG

Struktur tulang pada lutut terdiri dari tiga bagian: patella, kondilus dari femur distal, dan

plateau pada proksimal tibia. Sendi lutut disebut sebagai hinge joint (sendi engsel), tetapi

sebenarnya lebih rumit dari itu, karena selain gerakan fleksi dan ekstensi sendi tersebut bisa

melakukan gerakan rotasi. Kondilus femur merupakan dua tonjolan bulat yang membentuk

lengkung eksentrik. Bagian anterior, merupakan bangunan rata, yang membentuk permukaan

lebar untuk kontak dan meneruskan beban. Kondilus ini nampak pipih dan sejajar batang femur

di bagian depan tetapi nampak menonjol sekali dibagian belakang. Cekungan pada bagian

anterior antara kondilus disebut trochlea. Pada bagian posterior, kondilus dipisahkan oleh fossa

interkondylaris. Permukaan artikuler pada kondilus medial lebih panjang dibanding kondilus

lateral, tetapi kondilus lateral lebih lebar. Sumbu panjang kondilus lateral sesuai dengan bidang

sagital, sedangkan kondilus medial biasanya membentuk sudut 22 ⁰ terhadap bidang sagital.

Artikular surface pada sendi lutut tidak kongruen. Pada sisi medial, tulang femur bertemu

dengan tibia seperti sebuah roda pada permukaan datar, sedangkan pada sisi lateral seperti

sebuah roda pada sebuah kubah. Hanya dengan peran dari ligamentum dan jaringan ikat lain

yang membuat lutut menjadi stabil.

Patella merupakan tulang sesamoid triangular yang lebih lebar pada ujung proksimal

dibanding ujung distal. Artikular surface pada patella dipisahkan oleh sebuah peninggian ke arah

vertical, menjadikan lebih kecil pada permukaan medial dan lebih lebar pada permukaan lateral.

Jika lutut dalam keadaan ekstensi, patella berada pada batas permukaan superior dari troklea.

3

Bagian distal dari permukaan lateral patella berartikulasi dengan kondilus lateral femur, tetapi

permukaan medial patella hampir tidak berartikulasi dengan kondilus medial sampai dilakukan

gerakan fleksi penuh. Pada saat fleksi 45 ⁰ hubungan kontak patella bergerak ke proksimal

bersinggungan dengan bagian tengah artikular surface. Pada fleksi maksimal, bagian proksimal

kedua permukaan patella bertemu dengan femur. Selama melakukan gerakan dari ekstensi ke

fleksi penuh, petella bergerak (translasi) 7-8 cm terhadap kondilus femur. Dengan fleksi

maksimal, tekanan lebih besar berada pada permukaan medial.

B. STRUKTUR EKSTRA ARTIKULER

1. Tendo Ekstraartikuler

Struktur ekstraartikuler penting yang menyokong dan mempengaruhi fungsi sendi yaitu

kapsul, ligamentum kollateral dan tendo otot yang melingkupi sendi tersebut. Tendo otot yang

utama antara lain tendo muskulus quadriceps femoris, gastrocnemius, popliteus, otot-otot

hamstring dan iliotibial band.

Keempat musculus quadriceps membentuk 3 lapis tendo quadriceps yang berinsertio pada

os. Patella. Tendo muskulus rectus femoris tepat diatas patella membentuk lapisan anterior yang

masuk di tepi anterior ujung proksimal os patella. Tendo muskulus vastus intermedius berlanjut

menjadi lapisan terdalam dari tendo quadriceps dan masuk ke tepi posterior ujung proksimal os.

Patella. Lapisan tengah terbentuk oleh pertemuan antara vastus lateralis dan medialis. Serabut

retinakulum medialis terbentuk oleh aponeurosis muskulus vastus medial yang masuk secara

langsung ke sisi medial patella dan membantu mencegah lateral displacement dari patella selama

fleksi. Tendo patella berorigo dari ujung distal os patella dan berinsertio di tuberositas tibia.

Muskulus gastrocnemius merupakan otot terkuat pada betis, melingkupi bagian posterior

lutut dan berhubungan erat dengan kapsul posterior, otot ini berorigo pada bagian posterior

kondilus medial dan lateral femur.

Pes anserinus merupakan istilah untuk menyebut gabungan tendo muskulus Sartorius,

gracilis dan semitendinosus yang melekat pada bagian medial dari proksimal tibia. Merupakan

otot fleksor utama dari lutut dan otot sekunder untuk gerakan internal rotasi os. tibia dan

membantu melindungi lutut melawan trauma memutar dan valgus stress. Pada sisi berlawanan

4

yaitu bagian lateral lutut berinsertio muskulus biceps femoris pada caput fibula, lateral tibia dan

sisi posterolateral kapsul. Otot ini merupakan otot fleksor yang kuat untuk sendi lutut dan juga

menjadi otot yang berperan untuk gerakan eksternal rotasi pada os tibia. Musculus biceps

femoris memberikan stabilitas terhadap gerakan memutar dan mencegah dislokasi ke anterior os

tibia terhadap femur selama gerakan fleksi.

Ligamentum arcuatum kompleks berperan pada sisi posterolateral sendi lutut dan

menjaga stabilitas varus dan gerakan rotasi. Tendo Fascia Lata melekat pada epikondilus lateral

femur dan tuberkel lateral tibia (Gerdys Tubercle). Membentuk ligament tambahan yang

berdekatan dengan vastus lateral pada sisi anterior dan biceps pada sisi posterior. Fascia lata ini

akan bergerak kedepan apabila terjadi ekstensi dan kebelakang bila terjadi gerakan fleksi tetapi

akan tetap tegang pada kedua posisi. Selama fleksi fascia lata, tendo popliteus dan ligamentum

collateral lateral menyilang satu sama lain, namun fascia lata dengan tendo biceps masih sejajar

seperti saat ekstensi, semuanya memperkuat stabilitas pada sisi lateral.

Muskulus popliteus memiliki 3 origo, yang paling kuat adalah yang berasal dari condylus

lateral femur. Origo penting yang lain adalah yang berasal dari fibula (ligamentum

popliteofibular) dan berasal dari sisi posterior meniscus lateral. Origo dari femur dan fibula

membentuk cabang dari ligament berbentuk Y- obliq, yaitu ligamentum arcuatum. Kemudian

cabang tersebut bergabung bersama ke dalam kapsul dan meniscus. Penelitian menggunakan

elektromyografi, Basmajian dan Lovejoy menemukan bahwa muskulus popliteus merupakan otot

rotator ke medial utama untuk tibia selama awal fleksi dan juga berperan sebagai peredam

meniscus selama fleksi. Sebagai tambahan, dia juga berperan pada menstabilkan rotasi femur

terhadap tibia dan membantu Posterior Cruciatum Ligament mencegah dislokasi ke anterior os

femur terhadap tibia.

5

Gambar 2 : Otot poplitea memiliki tiga origo

Muskulus semimembranosus merupakan otot yang penting dalam mempertahankan

stabilitas struktur posterior dan posteromedial sendi lutut. Memiliki 5 buah cabang bangunan

pada tendo distalnya. Pertama yaitu ligamentum popliteum obliqum yang berasal dari insertio

tendo musculus semimembranosus pada bagian posteromedial tibia berjalan menyilang dan

kelateral atas masuk ke dalam caput gastrocnemius lateral. Berperan penting dalam stabilitas

lutut bagian posterior. Musculus semimembranosus membantu mengencangkan ligamentum ini

dengan kontraksi. Ketika ligamentum poplituem tertarik ke sebelah medial dan kedepan, akan

menyebabkan kapsul posterior knee menjadi rapat. Manuver ini bisa digunakan untuk

mengencangkan kapsul posterior pada sudut posteromedial saat operasi repair. Tendo kedua

melekat pada kapsul posterior dan sisi posterior meniscus medial.

6

Gambar 3: Otot Semimembranosus memilki Lima cabang insertio

Tendo ini membantu mengencangkan kapsul posterior dan menarik meniscus medial ke

posterior pada saat fleksi lutut. Caput anterior atau dalamnya berlanjut melebar sepanjang

condylus medial tibia dan masuk terbenam ke ligamentum collateral tibia superficial sebelah

distal dari garis sendi. Caput utama dari tendo musculus semimembranosus melekat pada

tuberkel bagian posterior condylus medial tibia dibawah persis garis sendi. Adanya perlekatan

tendo ini memberikan tempat untuk membenamkan jahitan pada repair kapsul posterolateral.

Bagian distal tendomusculus semimembranosus berlanjut ke arah distal membentuk sebuah

jaringan fibrous yang menutupi musculus popliteus dan bergabung dengan periosteum pada tibia

sebelah medial. Kontraksi musculus semimembranosus membuat tegang bangunan disekitar

kapsul posterior dan posteromedial, memberikan stabilitas yang signifikan. Fungsinya sendiri

berperan sebagai otot fleksor knee joint dan endorotasi tibia.

7

Gambar 4 : Ligamentum yang memperkuat kapsul posterior

Retinaculum medialis merupakan perluasan aponeurosis muskulus vastus medialis.

Melekat sepanjang perbatasan medial patella dan tendo patella dan bagian distal melekat pada

tibia. Fungsinya yaitu membuat patella tetap berada pada fosa patellofemoral dan menutupi atau

menjadi satu dengan ligamentum kapsuler anteromedial. Kontraksi vastus medialis membantu

mengencangkan bagian anterior dari ligamentum kapsuler medial.

Retinakulum lateralis merupakan perluasan vastus lateral yang melekat pada fascia lata

yang berfungsi membantu mengencangkan fascia pada saat lutut ekstensi dan fascia lata maju

kedepan. Ketidakseimbangan antara retinaculum lateral dan medial kadang-kadang nampak pada

subluksasi atau dislokasi patella.

8

2. Ligament Ekstraartikuler

Kapsul sendi dan ligamentum kolateral merupakan bangunan ekstraartikuler utama yang

memberikan stabilitas statis. Kapsul ini dibungkus oleh jaringan ikat yang meluas dari patella

dan tendo patella pada bagian anterior sampai ke lateral, medial dan posterior meluas ke sendi.

Meniskus melekat kuat pada kapsul ini, khususnya pada sebelah medial dan kurang melekat pada

sebelah lateral. Pada bagian lateral, tendo poplitea melewati hiatus popliteus untuk berorigo pada

kondilus lateral femur sehingga membuat perlekatan meniscus lateral kurang kuat dibanding

sebelah medial. Kapsul medial lebih berbeda dan berbatas tegas dibanding bagian lateral.

Struktur kapsul, Perluasan muskulus quadriceps femoris ke sebelah lateral dan medial

merupakan penstabil utama struktur anterior terhadap axis transversal sendi. Kapsul secara

khusus diperkuat oleh ligamentum collateral dan otot-otot hamstring bagian medial dan lateral,

musculus popliteus dan tensor fascia lata pada axis transversal.

Nicholas dan Minkof menyebut “quadruple komplek” medial dan lateral sebagai

stabilizer utama lutut (Gambar). Quadruple complex medial terbentuk oleh Medial Cruciatum

Ligament (MCL), semimembranosus, dan tendo pes anserinus, dan juga bagian ligamentum

poplitea obliqum dari kapsul posterior. Lateral quadruple complex terbentuk oleh tensor fascia

lata, lateral collateral ligament (LCL), tendo poplitea dan biceps femoris. Kapsul sendi bagian

posterior diperkuat ligamentum popliteum obliqum dan pada sisi posteromedial diperkuat oleh

percabangan semimembranosus, bagian posterolateral oleh struktur yang menyusun ligamentum

arcuatum kompleks.

Sisi anteromedial dan anterolateral kapsul relative tipis tetapi diperkuat oleh adanya

perluasan retinakulum patella lateral dan medial dan juga pada sisi lateral oleh tensor fascia lata

dan sisi medial diperkuat oleh fascia yang meluas dari patella sebagai patelloepicondylar

ligament dan patellotibial ligament. Bagian sisi anteromedial dan anterolateral kapsul terlindungi

struktur-struktur tersebut dari subluksasi dan gerakan rotasi.

9

C. STRUKTUR INTRAARTIKULER

Ligamentum cruciatum adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat, saling

menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan

anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan

pengikat utama antara femur dan tibiae.

1. Ligamentum Cruciatum Anterior

Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan supero-

postero-lateral menuju bagian posterior permukaan medial dari condilus lateral Femur.

Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan

sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah hiperekstensi dan

menahan gerakan ke depan tibia pada femur.

Gambar 5. Penampang anterior, tampak ligamentum sendi lutut. (Diambil dari Thompson et al. 2002. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy, 1st ed. Saunders, Elsevier )

2. Ligamentum Cruciatum Posterior

Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan

kearah atas , depan dan medial, dan melekat pada bagian anterior permukaan lateral condylus

10

medialis femoris. Ligamentum cruciatum posterior menjadi tegang saat hiperfleksi dan

mempunyai fungsi menahan pergeseran posterior tibia pada femur.

Gambar 6. Penampang posterior, tampak ligamentum sendi lutut. (Diambil dari Thompson et al. 2002. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy, 1st ed. Saunders, Elsevier )

3. MENISCUS (CARTILAGO SEMILUNARIS)

Meniscus adalah plat fibrocartilago yang terdapat pada permukaan sendi Os. Tibia.

Ujung-ujungnya melekat pada area intercondiler tibia. Ligamentum coronarium adalah bagian

dari kapsula sendi yang melekat diantara margin dari meniscus, sedang Ligamentum transversum

genu adalah ligamen yang melekat diantara tepi depan meniscus. Tepi luar meniscus ini lebih

tebal dan cembung dibandingkan bagian dalamnya. Permukaan atasnya cekung dan berhubungan

langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah sebagai shock absorber dan

memperdalam permukaan fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus femoris

yang cekung.

11

a. Meniscus Medialis

Bentuknya hampir semi sirkular membentuk C dan bagian belakang jauh lebih lebar

daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan

berhubungan dengan meniscus lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum

transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian

perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah

meniscus medialis relatif kurang mobile.

Gambar 7. Penampang superior, tampak meniscus lateralis dan medialis. (Diambil dari Thompson et al. 2002. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy, 1st ed. Saunders, Elsevier )

b. Meniscus Lateralis

Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area

intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior melekat pada

area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan

fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke

condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale

oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada meniscus ini. Akibat susunan

yang demikian ini meniscus lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan

meniscus medialis.

12

BAB III

KINEMATIKA DAN KINETIKA

A. KINEMATIKA

Kinematika menggambarkan rentang gerak sendi (Range of Motion) dan gerak

permukaan sendi (Surface Joint Motion) pada tiga bidang, yaitu frontal (coronal atau

longitudinal), sagital dan transversal (horizontal) (Gambar 8). Dari dua sendi penyusun lutut,

sendi tibiofemoral lebih mudah untuk dianalisis range of motionnya. Sedangkan untuk analisis

surface joint motion dapat dengan mudah dilakukan pada kedua sendi, baik tibiofemoral maupun

patellofemoral.

Gambar 8: Bidang frontal (coronal/longitudinal), sagital dan transversal (horizontal) pada

tubuh manusia.

1. RANGE OF MOTION

Range of motion pada suatu sendi dapat diukur pada berbagai bidang. Pengukuran secara

kasar bisa dilakukan dengan Goniometer, tetapi untuk pengukuran yang lebih teliti memerlukan

alat yang lebih tepat seperti electrogoniometri, roentgenografi, stereophotogrammetri atau teknik

video dan fotografi menggunakan skeletal pins.

13

Sendi tibiofemoral memilki gerakan pada semua bidang, tetapi range of motion paling

besar terjadi pada bidang sagital. Gerakan pada bidang ini dari ekstensi penuh ke fleksi penuh

sekitar 0° sampai kurang lebih 140°. Gerakan pada bidang transversal yaitu internal dan

eksternal rotasi dipengaruhi oleh posisi sendi dibidang sagital. Dengan posisi lutut ekstensi

penuh, rotasi hampir benar-benar terbatas oleh interlocking kondilus tibia dan femur, yang terjadi

terutama karena kondilus medial femur lebih panjang dibanding kondilus lateral. Rentang gerak

rotasi meningkat dengan fleksi lutut, mencapai maksimal saat fleksi 90°, saat lutut berada dalam

posisi ini, dapat melakukan eksternal rotasi dari 0° sampai kurang lebih 45° dan internal rotasi

dari 0° sampai kurang lebih 30°. Fleksi diatas 90° rentang gerakan internal dan eksternal rotasi

menurun, terutama karena gerak rotasi dibatasi oleh soft tissue.

Gerakan pada bidang frontal yaitu abduksi dan adduksi dipengaruhi juga oleh gerakan

fleksi sendi. Ekstensi penuh pada lutut menghalangi hampir semua gerakan pada bidang frontal.

Abduksi dan adduksi pasif meningkat saat lutut fleksi mencapai 30°, tetapi kedua gerakan

tersebut dapat mencapai maksimum hanya beberapa derajat. Dengan lutut fleksi diatas 30°,

gerakan dibidang frontal akan turun karena dibatasi oleh soft tissue.

Range of motion sendi tibiofemoral yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas

fisik bisa ditentukan dari analisis kinematika. Gerakan pada sendi selama berjalan telah diukur

pada semua bidang. ROM pada bidang sagital selama berjalan telah diteliti oleh Murray dan

Coworker (1964) menggunakan elektrogoniometer. Selama berjalan sebenarnya lutut tidak

pernah ekstensi penuh. Ekstensi yang hampir penuh (5 derajat fleksi) dicatat di awal stance fase

saat heel strike dan saat akhir stance fase sesaat sebelum toe off (Gambar 9). fleksi maksimal

(75°) terlihat selama pertengahan swing fase.

Gerakan pada bidang transversal selama berjalan dapat diukur dengan beberapa

pemeriksaan. Penggunaan teknik fotografi dengan meletakkan pin skeletal pada femur dan tibia,

Levens (1948) menemukan bahwa rotasi total tibia terhadap femur kurang lebih antara 4-13°

pada 12 subjek (mean 8,6 °). Rotasi lebih besar (mean 13,3°) dilaporkan oleh Kettelkamp dan

coworkers (1970), yang menggunakan electrogoniometer pada 22 subjek. Pada kedua penelitian

eksternal rotasi dimulai selama lutut ekstensi pada stance fase dan mencapai nilai tertinggi pada

akhir swing fase sesaat sebelum heel strike. Internal rotasi terjadi pada saat fleksi selama swing

fase.

14

Gambar 9 : Range of motion sendi tibiofemoral pada bidang sagital saat berjalan. Daerah

bayangan menunjukkan variasi pada 60 subjek penelitian (umur antara 20-65 tahun).

( Adapted from Murray et al.1994)

Gerakan pada bidang frontal selama berjalan juga diukur dengan electrogoniometer oleh

kettelkamp’s (1970). Dari ke 22 subjek yang diteliti, abduksi maksimal tibia terjadi selama

ekstensi saat heel strike dan saat dimulai stance fase, sedangkan adduksi maksimal terjadi pada

saat fleksi selama swing fase. Jumlah keseluruhan abduksi dan adduksi rata-rata 11 °.

Nilai ROM sendi tibiofemoral pada bidang sagital dalam berbagai aktivitas dapat dilihat

pada tabel 1. Fleksi lutut maksimal terjadi pada saat lifting (mengangkat). ROM dari ekstensi

penuh sampai fleksi paling sedikit sebesar 117° diperlukan seseorang dalam melakukan aktivitas

keseharian dalam kondisi normal. Beberapa hambatan gerakan lutut dapat diimbangi oleh

peningkatan gerakan sendi yang lain. Pada penelitian ROM sendi tibiofemoral selama melakukan

berbagai aktivitas, kettelkamp’s dan coworkers (1970) mencatat bahwa ada hubungan yang

berarti antara panjang tungkai bawah dan ROM pada bidang sagital. Semakin panjang tungkai

bawah semakin besar ROM nya. Peningkatan kecepatan gerakan memerlukan ROM lebih besar

pada sendi tibiofemoral (Perry et.al 1977). Percepatan melangkah dari berjalan lambat hingga

berlari, secara berangsur-angsur memerlukan fleksi lutut yang semakin besar saat stance fase

(tabel 2).

15

Tabel 1

Tabel 2

16

2. SURFACE JOINT MOTION

Surface joint motion, gerakan antara permukaan artikulasi sendi, bisa digambarkan untuk

beberpa sendi pada berbagai bidang menggunakan metode stereofotogrammetri

(selvik,1978,1983). Karena metode ini merupakan teknik tingkat tinggi dan rumit, metode yang

lebih sederhana dikembangkan pada abad-19. Metode ini disebut teknik “instant center”,

memungkinkan surface joint motion dapat dianalisis pada bidang sagital dan frontal tetapi tidak

pada bidang transversal. Teknik “instant center “ memberi sebuah gambaran dari gerakan relatif

pada uniplanar dari dua segmen tubuh berdekatan dan arah perpindahan dari titik kontak antar

segmen tersebut.

Bagian tulang sebagai segment disebut sebagai link (penghubung). Sebuah link akan

berputar terhadap link lainnya, pada suatu tempat ada titik yang tidak bergerak yang merupakan

titik yang memiliki kecepatan nol. Titik tersebut merupakan sebuah titik tetap dari sebuah

gerakan atau disebut sebagai “instant center”. Instan center ditemukan dengan mengetahui

perpindahan dari dua titik pada sebuah link yang bergerak dari satu posisi ke posisi lain terhadap

link yang berdekatan, yang dianggap dalam keadaan tidak bergerak/tetap. Titik pada link yang

bergerak terhadap posisi asalnya dan posisi perpindahannya digambar pada grafik, dan sebuah

garis digambar menghubungkan kedua titik. Garis potong digambar tegak lurus terhadap kedua

garis keturunan, titik potong dari garis tegak lurus disebut instan center.

Secara klinis, garis instant center untuk sendi dapat ditentukan dengan mengambil

rontgen sendi berturut-turut dengan berbagai posisi yang berbeda (biasanya berbeda 10°)

sepanjang ROM pada satu bidang dan digunakan metode Reuleaux untuk menempatkan instant

center pada tiap-tiap interval gerakan.

Ketika instant center sudah ditentukan untuk gerakan sendi pada sebuah bidang, surface

joint motion bisa dijelaskan. Pada masing-masing interval gerakan, titik pada permukaan sendi

yang bersinggungan ditetapkan pada roentgen digunakan untuk analisis instant center, dan

sebuah garis digambar dari instant center ke contact points. Garis kedua digambar tegak lurus

pada garis ini menunjukkan arah dari perpindahan contact points. Arah perpindahan titik tersebut

sepanjang ROM menggambarkan surface motion pada sendi tersebut. Pada banyak sendi instant

center terletak agak berjauhan dengan permukaan sendi dan garis yang menunjukkan arah

17

perpindahan contact point bersinggungan dengan permukaan load-bearing, menunjukkan bahwa

sebuah permukaan sendi melakukan gerakan gliding pada permukaan sendi lainnya. Contoh yang

jarang dimana instant center ditemui pada permukaan sendi, sendi tersebut hanya dapat

melakukan gerakan rolling dan tidak memiliki fungsi gliding. (ada tiga jenis surface joint

motion, yaitu rotasi, rolling dan gliding/translation).

Pada sendi lutut, surface joint motion terjadi antara kondilus tibia dan femur dan antara

kondilus femur dan patella. Pada sendi tibiofemoral, permukaan gerakan terjadi pada ketiga

bidang secara bersamaan tetapi pada bidang transversal dan frontal hanya minimal. Permukaan

gerakan pada sendi patellofemoral terjadi pada dua bidang secara bersamaan, namun jauh lebih

besar terjadi pada bidang frontal.

a. Sendi Tibiofemoral

Sebagai contoh akan dijelaskan tentang penggunaan teknik instant center dalam

menggambarkan gerakan permukaan sendi tibiofemoral pada bidang sagital. Untuk menentukan

jalur instant center pada sendi ini selama fleksi, rontgen lateral diambil pada saat sendi lutut

dalam keadaan ekstensi maksimal, dan tiap interval 10° fleksi diambil film secara berturut-turut.

Hati-hati dalam mengambil rontgen sehingga tibia sejajar dengan meja x-ray dan mencegah

rotasi terhadap femur. Ketika pasien memiliki gerakan lutut terbatas, fleksi atau ekstensi lutut

diambil hanya sebatas yang pasien bisa lakukan.

Dua titik pada femur yang dapat dengan mudah dikenali pada semua gambar roentgen

dipilih dan ditandai pada tiap-tiap roentgen. (Gambar 10-A). Film kemudian dibandingkan satu

dengan yang lain, dengan gambar tibia disuperimposisikan satu sama lain. Gambar rontgen yang

menunjukkan perbedaan pada alignment tibia tidak digunakan. Garis digambar diantara titik-titik

pada femur pada dua posisi, dan garis potong tegak lurus garis sebelumnya kemudian digambar.

Titik yang menjadi tempat persinggungan diantara garis potong merupakan instant center dari

sendi tibiofemoral pada tiap-tiap gerakan dengan interval 10° (Gambar 10-B). Jalur instant center

yang melewati seluruh jarak dari fleksi lutut sampai ke ekstensi dapat digambar. Pada sendi lutut

normal jalur instant center untuk sendi tibiofemoral berbentuk semisirkuler (Gambar 11).

18

Gambar 10

Letak instant center

A. Dua titik yang mudah dikenali pada femur digambar pada roentgen lutut fleksi 80⁰

B. Roentgen tersebut dibandingkan dengan roentgen lutut fleksi 90⁰, sama dengan

sebelumnya dua titik juga digambar. Gambar dari tibia di superimposisikan, dan

digambar garis yang menghubungkan masing-masing set titik. Garis potong tegak

lurus dari kedua garis kemudian digambar. Titik perpotongan dari kedua garis potong

merupakan instant center dari sendi tibiofemoral untuk gerakan fleksi antara 80⁰

sampai 90⁰

Gambar 11

Jalur Instant Center Semisirkuler pada sendi tibiofemoral pada laki-laki 19 tahun dengan

lutut normal

19

Setelah jalur instant center dapat ditentukan untuk sendi tibiofemoral, surface joint

motion dapat diterangkan. Pada tiap-tiap rontgen yang superimposisi, titik kontak pada

permukaan sendi tibiofemoral (titik terdekat pada ruang sendi) ditentukan dan sebuah garis

digambar menghubungkan titik tersebut dengan instant center. Garis kedua digambar tegak lurus

pada garis pertama yang menunjukkan arah perpindahan titik kontak. Pada lutut normal garis

akan sejajar dengan permukaan tibia untuk tiap-tiap interval gerakan mulai dari ekstensi penuh

sampai ke fleksi penuh, gambaran femur melakukan gerakan gliding pada kondilus tibia dapat

dilihat pada (Gambar 12).

20

Gambar 12

A. Pada lutut normal, sebuah garis digambar dari instant

center sendi tibiofemoral ke titik kontak tibiofemoral (garis

A) membentuk sudut 90⁰ dengan garis yang bersinggungan

dengan permukaan tibia (garis B). arah panah

menunjukkan arah perpindahan dari titik kontak. Garis B

bersinggungan dengan permukaan tibia, menunjukkan

femur meluncur pada kondilus tibia.

B. Gerakan sliding murni femur pada tibia ketika lutut

ekstensi. Perlu dicatat bahwa titik kontak pada tibia tidak

berubah ketika femur meluncur diatasnya. Akhirnya

tubrukan dapat terjadi jika semua permukaan gerak

tertahan untuk meluncur. Titik bulat menunjukkan titik

kontak femur dan segitiga menunjukkan titik kontak tibia

C. Gerakan rolling murni femur pada tibia saat fleksi lutut.

Sebagai catatan bahwa kedua titik kontak baik pada tibia

maupun berubah pada saat femur menggelinding pada

tibia.

D. Gerakan lutut sebenarnya mengandung gerakan sliding

dan rolling

Frankel (1971) menentukan jalur instant center dan menganalisis surface joint motion

pada sendi tibiofemoral dari 90° fleksi sampai ekstensi penuh pada 22 lutut normal. Garis

singgung untuk gerakan gliding dicatat pada semua kasus. Dia juga menentukan jalur instant

center sendi tibiofemoral pada 30 lutut tidak normal dan menemukan bahwa pada semua kasus

instant center berubah dari normal posisi selama pemeriksaan gerakan. Jalur instant center

abnormal pada seorang subject, laki-laki 35 tahun dengan kelainan bucket-handle dapat dilihat

pada gambar 13.

Gambar 13

Jalur instant center abnormal pada laki-laki 35 tahun dengan kelainan bucket-handle

Jika lutut melakukan gerakan ekstensi dan fleksi berpindah dari instant center, permukaan

sendi tibiofemoral tidak bergeser (gliding) sejajar ROM tetapi akan terjadi distraksi atau

kompresi (gambar 14). Sehingga apabila dianalogkan lutut adalah sebuah pintu dengan engsel

yang bengkok, maka tidak dapat masuk kedalam kusennya. Jika lutut yang bergeser dari instan

center tersebut dipaksakan untuk untuk tetap bergerak, maka akan secara berangsur-angsur

menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut dengan cara meregangkan ligament dan soft tissue

penyokong lain atau dengan memberikan tekanan tinggi yang abnormal ke articular surface.

21

Gerakan internal pada sendi tibiofemoral disebut screw home mechanisme, yang

merupakan campuran gerakan ekstensi lutut dan eksternal rotasi tibia (Gambar 15). Sendi

tibiofemoral bukan sendi engsel sederhana tetapi memiliki gerakan spiral dan helik. Gerakan

spiral tibia terhadap femur selama fleksi dan ekstensi dihasilkan karena bentuk anatomi dari

kondilus medial, pada lutut normal kondilus tersebut 1,7 cm lebih panjang dibanding kondilus

lateral. Pada saat tibia melakukan gerakan translasi terhadap femur dari fleksi penuh ke posisi

ekstensi penuh, tibia akan membentuk kurva turun dan naik dari kondilus medial femur dan

secara bersamaan melakukan gerakan eksternal rotasi. Gerakan ini berlawanan dengan saat tibia

bergerak kembali ke posisi fleksi penuh. Screw home mechanisme menjadikan lutut lebih stabil

pada berbagai posisi dibanding bentuk sendi engsel biasa.

Gambar 15

22

Gambar 14

Gerakan permukaan pada dua sendi tibiofemoral

yang berpindah dari instant center. Pada kedua

sendi garis dengan panah tegak lurus dengan

instant center dan titik kontak tibiofemoral

menunjukkan arah perpindahan kontak point.

A. Panah kecil menunjukkan apabila

dilakukan fleksi lebih jauh maka sendi

tibiofemoral akan terjadi distraksi

B. Dengan peningkatan fleksi sendi tersebut

akan terjadi kompresi

Tes klinis, Helfet Tes, kadang digunakanan untuk menentukan apakah terjadi gerakan

eksternal rotasi pada sendi tibiofemoral selama ekstensi lutut, yang menunjukkan jika screw

home mechanisme dalam keaadaan baik. Tes klinis ini dilakukan dengan pasien duduk, lutut dan

pingggul fleksi 90° dan tungkai bawah tergantung bebas. Batas medial dan lateral patella

digambar di kulit. Tuberositas tibia dan garis tengah patella juga digambar dalam satu garis

lurus. Pada lutut normal dalam keadaan fleksi 90° tuberositas tibia akan sejajar dengan bagian

pertengahan medial patella ( Gambar 16-A). Lutut kemudian diekstensikan penuh dan gerakan

tuberositas tibia diamati. Pada lutut normal, tuberositas tibia akan bergerak kelateral selama

ekstensi dan sejajar dengan pertengahan lateral patella saat ekstensi penuh ( Gambar 16-B). Pada

kondisi lutut tidak normal, tibia mungkin tidak melakukan gerakan eksternal rotasi saat ekstensi.

Gerakan permukaan sendi akan berubah, sendi tibiofemoral akan tertekan secara abnormal saat

ekstensi dan menggakibatkan kerusakan permukaan sendi.

Gambar 16 A-B

23

b. Sendi Patellofemoral

Gerakan permukaan sendi patellofemoral pada bidang frontal bisa juga dijelaskan dengan

teknik instan center. Sendi ini memperlihatkan gerakan translasi ( Gambar 17). Dari ekstensi

penuh ke fleksi penuh patella melukan gerakan translasi ke caudal + 7 cm terhadap condylus

femur. Dan kedua permukaan medial dan lateral condylus femur berartikulasi dengan patella

(gambar 18). Setelah gerakan fleksi 90° patella melakukan gerakan eksternal rotasi, dan hanya

permukaan medial femur yang berartikulasi dengan patella. (Gambar 18). Pada saat fleksi penuh

patella masuk kedalam fafies intercondylaris (Goodfellow et al,1976)

Gambar 17

24

Gambar 18

25

B. KINETIKA

Kinetik membahas tentang gaya dan moment pada sendi baik secara statis maupun

dinamis. Statis mempelajari tentang gaya dan moment yang bekerja pada tubuh dalam keadaan

equilibrium/Keseimbangan ( tubuh terdiam atau bergerak dengan kecepatan tetap). Untuk

menghasilkan tubuh dalam keadaan equilibrium, 2 kondisi keseimbangan harus dicapai:

keseimbangan gaya (Translasi), dimana jumlah dari gaya harus nol dan keseimbangan moment

(rotasi) dimana jumlah moment harus nol. Dinamik mempelajari tentang gaya dan moment yang

bekerja pada tubuh yang bergerak ( percepatan dan perlambatan tubuh). Pada kasus ini gaya dan

moment yang bekerja tidak nol dan tubuh bergerak rotasi tegak lurus sumbu pada bidang gaya

yang menghasilkan moment. Analysis kinetik mempelajari tentang besarnya gaya dan moment

pada sebuah sendi yang dihasilkan oleh berat badan, aksi otot dan tahanan soft tissue dan beban

dari luar pada berbagai situasi, baik statis dan dinamis dan mengenali situasi yang menghasilkan

gaya dan moment yang besar.

Pada bab ini akan dibahas tentang statis dan dinamis sendi sistem skeletal mengenai gaya

dan moment yang bekerja untuk menggerakkan sendi pada sumbunya atau mempertahankan

posisinya. Dalam bab ini tidak dibahas mengenai efek kerusakan yang ditimbulkan gaya dan

moment yang bekerja pada sendi.

1. Statis pada Sendi Tibiofemoral

Analisis statis mungkin digunakan untuk menentukan gaya dan moment yang bekerja

pada sebuah sendi ketika tubuh tidak bergerak atau tubuh dalam keadaan melakukan aktivitas

dinamis yang menetap dalam suatu saat seperti berjalan, berlari dan mengangkat benda. Hal ini

bisa diterapkan pada berbagai sendi dengan segala posisi dan dalam mengangkat berbagai beban.

Dalam analisis ini metode gambar dan matematika akan digunakan untuk memecahkan gaya dan

moment yang belum kita ketahui.

Analisi statis lengkap yang melibatkan semua gaya dan moment yang bekerja pada sendi

pada bidang tiga dimensi sangatlah rumit. Untuk alasan ini teknik sederhana kadang kita

gunakan. Teknik ini menggunakan gambar benda bebas (free bodies) dan membatasi analisis

gaya dan moment pada satu bidang, dari gaya yang bekerja pada benda bebas pada 3 bidang

26

utama dan moment yang bekerja pada sebuah sendi. Sehingga gaya dan moment minimal yang

bekerja bisa kita ketahui.

Jika teknik benda bebas (free bodies) sederhana digunakan untuk manganalisis gaya pada

sebuah bidang, salah satu bagian tubuh dibedakan dengan keseluruhan tubuh tersebut dan semua

gaya yang bekerja pada benda bebas (free bodies) harus dikenali. Kemudian digambar letak gaya

yang bekerja pada benda bebas pada sebuah diagram lalu dianalisis. Tiga gaya utama yang

bekerja pada masing-masing bidang yang bekerja pada benda bebas dikenali dan kemudian

digambar pada diagram benda bebas.

Gaya ditulis dalam bentuk vector yang terdiri dari: besaran (nilai), arah (sense), garis dan

titik aplikasi (istilah “direction/arah” menunjukkan sense dan garis aplikasi). Jika titik aplikasi

dari ketiga gaya dan arah dari dua gaya diketahui maka semua gaya dapat kita ketahui untuk

mendapatkan keadaan seimbang (Equilibrium). Jika benda bebas dalam keadaan keseimbangan,

ketiga gaya utama bekerja bersamaan, mereka akan berpotongan pada sebuah titik. Dengan kata

lain jumlah gaya dalam keadaan nol. Dengan alasan ini garis aplikasi pada salah satu gaya bisa

ditentukan jika garis aplikasi lain dari dua gaya sudah diketahui. Jika garis aplikasi dari ketiga

gaya sudah diketahui, segitiga gaya bisa digambar dan besar/nilai semua gaya dapat dihitung

pada segitiga tersebut.

Sebagai contoh akan digambarkan penerapan teknik benda bebas sederhana ini pada gaya

yang bekerja pada lutut. Pada kasus ini, teknik digunakan untuk memperkirakan nilai minimal

gaya reaksi sendi yang bekerja pada sendi tibiofemoral terhadap berat tubuh yang bekerja pada

tungkai bawah jika tungkai lain diangkat selama naik tangga. Tungkai bawah ditetapkan sebagai

benda bebas, dibedakan dengan tubuh secara keseluruhan dan diagram benda bebas saat naik

tangga digambar. Dari semua gaya yang bekerja pada benda bebas, ketiga gaya yang bekerja

pada bidang utama adalah gaya reaksi gravitasi (sama dengan berat badan), gaya tegang yang

melewati tendo patella yang ditimbulkan oleh musculus quadriceps femoris dan gaya reaksi

sendi pada tibial plateau. Ground reaction force (W) telah diketahui nilainya (sama dengan berat

tubuh), arah garis aplikasi dan titik aplikasi ( titik kontak antara kaki dengan tanah). Gaya tendo

patella (P) diketahui arahnya (dari sendi lutut), garis aplikasi (sepanjang tendo patella) dan titik

aplikasinya (titik insertio tendo patella pada tuberositas tibia), tetapi tidak diketahui

nilai/besarnya. Gaya reaksi sendi (J) telah diketahui titik aplikasinya pada permukaan tibia (titik

27

sentuh permukaan sendi antara kondilus tibia dan femur, diperkirakan dari roentgen sendi

dengan pembebanan yang tepat), tetapi tidak diketahui nilai/besar, arah, dan garis aplikasinya.

Ketiga gaya disusun pada diagram benda bebas ( Gambar 19). Karena tungkai bawah

dalam keadaan equilibrium , garis aplikasi dari ketiga gaya berpotongan pada satu titik. Garis

aplikasi dari dua gaya (W dan P) telah diketahui, garis aplikasi dari gaya ketiga (J) dapat

ditentukan. Garis aplikasi untuk gaya W dan P diperpanjang sehingga keduanya berpotongan.

Garis aplikasi gaya J bisa digambar kemudian dari permukaan tibia melewati titik perpotongan

(Gambar 20).

Gambar 19

Sekarang setelah garis aplikasi gaya J telah ditentukan, maka kemudian dapat dibuat

segitiga ketiga gaya. Pertama, vektor yang menunjukkan gaya W digambar. Kemudian P

digambar darip puncak vektor W. Garis aplikasi dan arah gaya P sekarang dapat ditentukan,

tetapi panjangnya tidak dapat ditentukan karena besar/nilainya tidak diketahui. Keadaan tungkai

bawah dianggap dalam keseimbangan sehingga gaya J digambar (origo J digambar menyentuh

kepala P) garis aplikasi J digambar sampai origo/pangkal vektor W. Titik perpotongan gaya J

dan P merupakan ujung dari vektor P dan pangkal dari vektor J. Besarnya gaya P dan J bisa

diketahui dari gambar ( Gambar 21). Pada kasus ini gaya tendo patella (P) 3,2 kali berat tubuh

dan gaya reaksi sendi (J) 4,1 kali berat tubuh.

28

Gambar 20

Gambar 21

Hal ini bisa dilihat bahwa kekuatan otot memiliki pengaruh terbesar terhadap besarnya

gaya reaksi sendi dibandingkan gaya reaksi gravitasi yang dihasilkan oleh berat badan. Hal yang

perlu dicatat adalah pada kasus ini hanya gaya reaksi sendi minimal yang dihitung. Jika gaya otot

lain diproduksi seperti misalnya kontraksi otot hamstring untuk menstabilkan sendi lutut juga

dihitung, maka gaya reaksi sendi akan meningkat.

Langkah berikut untuk menganalisis statis adalah menganalisis moment yang bekerja

disekitar pusat gerak dari sendi tibiofemoral dengan sendi lutut dengan posisi dan bentuk yang

sama seperti gambar 19 (Gambar 22). Analisis moment digunakan untuk memperkirakan nilai

29

moment minimal yang dihasilkan oleh tendo patella yang berimbang dengan moment pada

tungkai bawah yang dihasilkan oleh berat tubuh pada saat naik tangga. Moment tungkai bawah

pada saat fleksi dihasilkan oleh berat tubuh (W, gaya reaksi gravitasi) dan lengan pengungkitnya

(a) atau juga disebut lengan moment, yang arahnya tegak lurus dengan pusat gerak pada sendi

tibiofemoral. Sebagai pengimbang dari moment tersebut adalah moment yang dihasilkan

musculus quadriceps melewati tendo patella (P) dan lengan pengungkitnya (b). Karena tungkai

bawah dalam keseimbangan, jumlah dari kedua moment haruslah nol.

∑ M = 0

Pada contoh ini, moment yang berlawanan dengan arah jarum jam bernilai positive:

W x a – P x b = 0

W x a = P x b

Nilai dari lengan pengungkit a dan b bisa diukur dari anatomi atau rontgen soft tissue dan

besarnya W dapat ditentukan dari berat tubuh individu. Besarnya P kemudian bisa ditentukan

dengan persamaan keseimbangan moment :

P = W x ab

Gambar 22

30

2. Dinamis Sendi Tibiofemoral

Walaupun perkiraan besarnya gaya dan moment yang mengenai sendi pada keadaan statis

sangat berguna, tetapi aktivitas keseharian kita lebih banyak yang dinamis daripada statis.

Analisis tentang gaya dan moment yang bekerja pada suatu sendi selama bergerak memerlukan

suatu teknik untuk memecahkan masalah dinamis.

Seperti pada analisis statis, gaya utama yang dipertimbangkan dalam analisis dinamis

adalah barat tubuh, otot, soft tissue lain dan beban dari luar tubuh. Gaya gesekan, yang tidak

berarti dalam sendi normal, tidak dipertimbangkan. Pada analisis dinamis, dua faktor tambahan

yang harus diperhitungkan adalah: percepatan bagian tubuh dan inertia moment massa bagian

tubuh. (inertia moment massa adalah unit yang digunakan untuk menunjukkan gaya yang

diperlukan untuk melakukan percepatan tubuh dan bergantung dari bentuk tubuh).

Langkah untuk menghitung nilai/ besar gaya minimal yang bekerja pada sendi yang sebagiannya

tetap selama aktivitas dinamis dipengaruhi oleh :

1. Mengenali struktur anatomi yang terlibat dalam menghasilkan gaya.

2. Menentukan sudut percepatan bagian tubuh yang bergerak

3. Menentukan inertia moment massadari bagian tubuh yang bergerak

4. Menghitung putaran (moment) yang bekerja pada sendi

5. Menghitung nilai/besar percepatan gaya otot utama dari bagian tubuh

6. Menghitung dengan analisis statis nilai/besar gaya reaksi sendi pada particular instant in

time

Langkah pertama, struktur tubuh yang terlibat dalam menghasilkan gaya pada sendi harus

dikenali. Struktur ini merupakan bagian tubuh bergerak dan otot utama pada bagian tubuh yang

terlibat dalam menghasilkan gerakan.

Sendi pada ekstremitas, percepatan bagian tubuh melibatkan perubahan pada sudut sendi.

Untuk menentukan percepatan angular dari bagian tubuh ini , keseluruhan gerak tubuh direkam

31

secara radiologi. Rekaman bisa dilakukan dengan stroboscopy dan kamera film, dengan video

fotogrammetri, menggunakan selspot system atau metode lain. Percepatan angular maksimal dari

gerakan kemudian dihitung (Frankel dan Burstein,1970).

Langkah berikutnya, menentukan moment massa inertia bagian tubuh bergerak. Data

anthropometri bagian tubuh bisa digunakan, karena perhitungan datanya rumit, table biasanya

digunakan (Drillis et.al 1964).

Gaya putaran sendi kemudian dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Newton II

tentang gerakan, yang menyatakan bahwa jika gerakan angular, gaya putaran didapatkan dari

moment massa inertia dan percepatan angular :

T = I . α

Dimana :

T merupakan gaya putaran dengan satuan Newton meter (Nm)

I merupakan moment inertia massa dengan satuan newtonmeter detik kuadrat (Nm.sec2)

Α merupakan percepatan angular dengan satuan radian per detik kuadrat (r/ sec2)

Gaya putaran ini selain dihasilkan oleh moment inertia massa dan percepatan angular,

juga bisa didapatkan dari gaya otot utama dan garis tegak lurus gaya dari pusat gerak sendi

( lengan pengungkit), jadi :

T = F d

Dimana :

F merupakan gaya dengan satuan Newton (N)

D merupakan garis tegak lurus gaya dengan satuan meter (m).

Karena nilai T sudah diketahui dan d bisa diukur dari garis aplikasi gaya ke pusat gerakan

sendi, persamaan akan mendapatkan nilai F. ketika F sudah dapat dihitung, masalah lain dapat

diselesaikan seperti masalah statis yang menggunakan teknik benda bebas sederhana untuk

menentukan nilai minimal dari gaya yang bekerja pada sendi pada satu saat tertentu.

Sebagai contoh akan menggambarkan penggunaan analisis dinamis untuk menghitung

gaya reaksi sendi pada sendi tibiofemoral selama aktivitas dinamis, yaitu menendang bola

32

(Frankel and Burstein,1970). Film stroboscopy pada lutut dan tungkai bawah diambil, dan

percepatan angular maksimal dicatat pada saat kaki menendang bola. Tungkai bawah hampir

dalam keadaan vertikal pada saat itu. Dari film didapatkan percepatan angular maksimal yang

dicatat komputer adalah sebesar 453 r/ sec2. Dari table data antopometri (Drillis et al., 1964)

moment massa inertia untuk tungkai bawah adalah sebesar 0,35 Nm sec2. Gaya putaran pada

sendi tibiofemoral bisa dihitung dari persamaan gaya putaran sama dengan moment inertia massa

dikalikan percepatan angular (T = I . α)

0,35 Nm sec2 x 453r/ sec2 = 158,5 Nm

Setelah gaya putaran ditemukan sebesar 158,5Nm dan garis tegak lurus dari tenso patella ke titik

tetap/instant center sendi tibiofemoral ditentukan sebesar 0,05 m, gaya otot yang bekerja pada

sendi yang melewati tendo patella dapat dihitung menggunakan persamaan gaya putaran

samadengan gaya dikalikan jarak ( T= F.d)

158,5 Nm = F x 0,05

F = 158,5 Nm

0,05 m

F = 3170 N

Nilai 3170 N merupakan gaya maksimal yang digunakan musculus quadriceps untuk melakukan

gerakan menendang.

Analisis statis sekarang bisa dilakukan untuk menentukan nilai minimal gaya reaksi sendi

pada sendi tibiofemoral. Gaya utama pada sendi antara lain adalah gaya dari tendo patella (P) ,

gaya gravitasi dari tungkai bawah (T) dan gaya reaksi sendi (J). vector gaya T dan P sudah

diketahui. J tidak diketahui nilai/besar, arah dan garis aplikasinya. Teknik benda bebas dari

ketiga gaya bisa digunakan untuk mencari nilai J, yang ditemukan hanya sedikit lebih rendah

nilainya daripada nilai P.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui dari perhitungan, dua faktor utama yang

mempengaruhi gaya pada sendi pada keadaan dinamis adalah percepatan bagian tubuh dan

moment massa inertia. Suatu peningkatan pada percepatan angular bagian tubuh tertentu akan

menghasilkan peningkatan gaya putaran sendi yang sebanding. Walaupun pada tubuh moment

massa inertia sudah terbentuk secara anatomi, tetapi dapat dimanipulasi dari luar. Sebagai

33

contoh, dapat meningkat dengan memakai sepatu yang berat saat melakukan latihan rehabilitasi

otot ekstensor lutut. Normalnya gaya reaksi sendi kurang lebih 50% berat tubuh dihasilkan ketika

lutut diekstensikan 90⁰ dari fleksi ke ekstensi penuh. Pada seseorang dengan berat badan 70 kg

gaya ini kurang lebih 350 N. Jika 10 kg berat sepatu dipakaikan di kaki, akan menghasilkan gaya

gravitasi sebesar 100N. dan akan meningkatan gaya reaksi sendi menjadi 1000N, gaya yang

terjadi hampir empat kali lebih besar dibandingkan bila tidak memakai sepatu.

Analisis dinamik telah digunakan untuk menyelidiki nilai maksimum dari gaya reaksi

sendi, gaya otot dan gaya ligament pada sendi tibiofemoral selam berjalan. Marrison (1970)

menghitung besarnya gaya reaksi sendi yang disalurkan ke tibial plateau pada laki-laki dan

wanita sewaktu berjalan. Dia secara serentak merekam aktivitas otot dengan elektromyografi

untuk menentukan otot yang menghasilkan gaya terbesar pada tibial plateau selama melakukan

berbagai stase dalam siklus berjalan.

Sesaat setelah Heel strike gaya reaksi sendi besarnya sekitar dua sampai tiga kali berat

tubuh dan berhubungan dengan kontraksi otot hamstring, yang memiliki efek deselerasi dan

menstabilkan sendi. Selama fleksi lutut pada awal stance fase gaya reaksi sendi diperkirakan

kurang lebih dua kali berat tubuh dan berhubungan dengan kontraksi otot quadriceps, yang

mencegah lutut menekuk. Gaya reaksi sendi paling tinggi terjadi saat akhir stance fase sesaat

sebelum Toe-off. Gaya ini besarnya antara dua sampai empat kali berat tubuh, bervariasi

tergantung jenis orangnya, dan berkaitan dengan kontraksi musculus gastocnemius. Pada akhir

swing fase kontraksi otot hamstring dihasilkan sebagai gaya reaksi sendi kurang lebih sama

dengan berat tubuh. Tidak ada perbedaan berarti antara besarnya gaya reaksi sendi pada laki-laki

dan wanita, nilainya tergantung dari berat badannya.

Selama siklus berjalan gaya reaksi sendi bergantian dari tibial plateau medial ke lateral.

Pada saat stance fase, ketika gaya mencapai nilai puncak, sebagai penopang utama adalah medial

plateau, pada saat swing fase ketika gaya minimal yang menjadi penopang utama adalah lateral

plateau. Daerah kontak dari tibial plateau medial kurang lebih 50 % lebih besar dibandingkan

tibial plateau lateral ( ketlekamp dan Jacobs,1972). Juga , kartilago pada medial plateau kurang

lebih tiga kali lebih tebal dibandingkan lateral plateau. Area permukaan yang lebih luas dan

kartilago yang lebih tebal pada medial plateau menjadikan lebih mudah menopang gaya lebih

besar yang mengenainya.

34

Pada lutut normal, gaya reaksi sendi ditopang oleh meniscus sebagai permukaan

cartilage. Fungsi dari meniscus ini diselidiki oleh Seedhom dan coworkers (1974), yang

memeriksa distribusi tekanan pada lutut manusia lewat otopsi baik dengan meniscus maupun

tanpa meniscus. Hasil kesimpulannya menyatakan bahwa saat menahan beban tubuh (load-

bearing) besarnya tekanan pada sendi tibiofemoral menjadi tiga kali lebih besar ketika meniscus

diambil dibanding jika struktur tersebut utuh.

Pada lutut normal tekanan didistribusikan ke seluruh area tibial plateau. Jika meniscus

diambil, tekanan tidak didistribusikan ke area yang luas tetapi hanya terbatas pada kontak area di

pusat plateau ( Gambar 23). Sehingga apabila meniscus terambil akan meningkatkan tekanan

pada kartilago pada pusat tibial plateau dan juga mengurangi ukuran dan lokasikontak area.

Untuk jangka waktu lama tekanan tinggi pada kontak area yang kecil akan merusak kartilago.

Gaya yang ditopang oleh ligament di sendi tibiofemoral lebih rendah dibandingkan yang

bekerja pada tibial plateau dan lebih tegang. Morrison (1970) menghitung gaya pada ligament

lutut saat berjalan. PCL menopang gaya paling tinggi , kurang lebih setengah berat tubuh terjadi

pada saat sesaat setelah Heel Strike dan akhir stance fase.

Gambar 23

35

Nicholas dan Minkof menyebut “quadruple komplek” medial dan lateral sebagai

stabilizer utama lutut (Gambar 24). Quadruple complex medial terbentuk oleh Medial Cruciatum

Ligament (MCL), semimembranosus, dan tendo pes anserinus, dan juga bagian ligamentum

poplitea obliqum dari kapsul posterior. Lateral quadruple complex terbentuk oleh tensor fascia

lata, lateral collateral ligament (LCL), tendo poplitea dan biceps femoris. Kapsul sendi bagian

posterior diperkuat ligamentum popliteum obliqum dan pada sisi posteromedial diperkuat oleh

percabangan semimembranosus, bagian posterolateral oleh struktur yang menyusun ligamentum

arcuatum kompleks.

Sisi anteromedial dan anterolateral kapsul relative tipis tetapi diperkuat oleh adanya

perluasan retinakulum patella lateral dan medial dan juga pada sisi lateral oleh tensor fascia lata

dan sisi medial diperkuat oleh fascia yang meluas dari patella sebagai patelloepicondylar

ligament dan patellotibial ligament. Bagian sisi anteromedial dan anterolateral kapsul terlindungi

struktur-struktur tersebut dari subluksasi dan gerakan rotasi.

Gambar 24: Quadruplo Kompleks, stabilizer utama pada lutut

36

Medial Collateral Ligament (MCL) terdiri dari serabut superfisial dan profunda. MCL

superfisial (ligamen collateral tibial) terletak di bawah tendo gracilis dan semitendinosus,

berorigo pada epicondylus medial femur dan berinsersi ke dalam periosteum proximal tibia

ke pes anserinus. Serabut anterior MCL superfisial tegang saat flexi 0-90º, sedangkan serabut

posterior tegang saat extensi. MCL mempunyai kekuatan regangan dan ketahanan dua kali

lipat ACL. Fungsi utamanya adalah untuk menahan angulasi valgus dari lutut, juga untuk

mengontrol external rotasi.

Lateral Collateral Ligament (LCL) berorigo pada epicondylus lateral femur dan

berinsersi pada aspek lateral dari caput fibula. Karena terletak dibelakang axis rotasi lutut,

LCL tegang saat extensi dan relaxasi saat flexi. Kekuatan regangan LCL kurang lebih 75o N.

Fungsinya untuk menahan angulasi varus lutut serta menahan unternal rotasi.

37

C. FUNGSI PATELLA

Patella memiliki dua fungsi biomekanik penting pada lutut. Pertama, membantu ekstensi

lutut dengan menghasilkan perpindahan anterior tendo quadriceps pada keseluruhan ROM yaitu

dengan cara memperpanjang lengan pengungkit gaya musculus quadriceps. Kedua, membuat

lebar distribusi dari tekanan kompresi femur dengan cara memperluas area kontak antara tendo

patella dengan femur. Peran patella dalam memperpanjang lengan pengungkit gaya otot

musculus quadriceps berbeda selama fleksi penuh dengan ekstensi penuh (Smidt, 1973; Lindahl

and Movin, 1967). Saat fleksi penuh, ketika patella berada di facies intercondylaris, patella

hanya menghasilkan sedikit pergeseran anterior dari tendo quadriceps dan berperan paling

sedikit dalam memperpanjang lengan pengungkit gaya otot quadriceps ( sekitar 10 % dari

keseluruhan panjang). Saat lutut ekstensi, patella naik dari facies intercondylaris, menghasilkan

pergeseran anterior tendo yang signifikan. Panjang lengan pengungkit gaya quadriceps

meningkat secara cepat saat ekstensi melewati 45 ⁰, dimana pada keadaan tersebut patella

memperpanjang lengan pengungkit hingga 30%.

Dengan lutut ekstensi diatas 45⁰, panjang lengan pengungkit berkurang tipis. Dengan

penurunan lengan pengungkit, gaya otot quadriceps harus ditingkatkan untuk mendapatkan gaya

putaran yang sama. Pada sebuah penelitian in vitro pada lutut normal Lieb dan Perry (1968)

menunjukkan bahwa gaya otot quadriceps yang diperlukan saat ekstensi akan meningkat kurang

lebih sampai 60% saat 15⁰ terakhir (Gambar 25).

Gambar 25

38

Jika patella diambil dari lutut, tendo patella akan terletak lebih dekat dengan pusat gerak

sendi tibiofemoral dibandingkan dengan lutut yang utuh ( Gambar 26). Bekerja dengan lengan

pengungkit lebih pendek, otot quadriceps harus menghasilkan gaya lebih besar dibanding normal

terutama pada 45⁰ terakhir untuk ekstensi. Ekstensi aktif penuh pada lutut tersebut membutuhkan

30% lebih banyak gaya quadriceps dibanding lutut normal ( Kaufer,1971). Peningkatan gaya ini

mungkin diluar kemampuan otot quadriceps pada beberapa pasien terutama pada mereka yang

memiliki penyakit intra aricular atau pada usia tua.

Gambar 26

39

D. STATIS DAN DINAMIS PADA SENDI PATELLOFEMORAL

Selama aktivitas dinamik, besar gaya otot yang bekerja pada suatu sendi berefek secara

langsung pada besar gaya reaksi sendi. Secara umum semakin besar gaya otot, semakin besar

gaya reaksi sendinya.

Pada sendi patellofemoral, gaya otot quadriceps meningkat pada saat fleksi. Selama

ekstensi dengan posisi kaki berdiri tegak, gaya otot quadriceps sedikit diperlukan untuk

menyeimbangkan moment sedikit fleksi sendi patellofemoral karena pusat gravitasi tubuh diatas

lutut berada hampir diatas pusat rotasi sendi patellofemoral. Saat fleksi lutut meningkat,

bagaimanapun pusat gravitasi berpindah lebih jauh dari pusat rotasi, sehingga moment fleksi

meningkat yang diseimbangkan oleh gaya otot quadriceps. Saat gaya otot quadriceps meningkat

begitu juga gaya reaksi sendi patellofemoral.

Fleksi lutut juga mempengaruhi gaya reaksi sendi patellofemoral dengan mempengaruhi

sudut antara gaya tendo patella dengan gaya tendo quadriceps. Sudut antara dua gaya menjadi

lebi tajam saat lutut fleksi, meningkatkan besar gaya reaksi sendi patellofemoral, yang menjadi

resultannya (Gambar 27). Gaya reaksi sendi patellofemoral menunjukkan peningkatan dengan

lutut fleksi walaupun gaya otot quadriceps masih tetap.

Gambar 27

40

Rielly dan Martens (1972) menentukan besar gaya reaksi sendi patellofemoral selama

melakukan beberapa aktivitas dinamik dengan beberapa variasi fleksi lutut. Selama berjalan,

yang memerlukan sedikit fleksi lutut, gaya reaksi yang dihasilkan rendah. Nilai puncak terjadi

saat pertengahan stance fase ketika fleksi paling besar, yang nilainya setengah berat tubuh.

Gaya reaksi sendi akan meningkat selama melakukan aktivitas yang memerlukan gerak

fleksi lebih besar. Selama lutut menekuk 90⁰, gaya meningkat mencapai2,5 samapi 3 kali berat

tubuh. Selama lutut menekuk gaya reaksi sendi patella femoral masih lebih tinggi daripada gaya

otot quadriceps. Selama naik dan turun tangga, lutut fleksi maksimum pada 60⁰, nilai tertinggi

sama dengan 3,3 kali berat tubuh.

Ketika lutut ekstensi, bagian bawah patella kembali lagi ke femur. Pada saat lutut fleksi

90⁰, permukaan kontak antara patella dan femur bergeser ke cranial dan ukurannya meningkat

(Goodfellow et al, 1976). Pada beberapa keadan akan meningkatkan permukaan kontak dengan

fleksi lutut untuk kompensasi gaya reaksi sendi patellofemoral.

Gaya otot quadriceps dan gaya putaran sekeliling sendi patellofemoral dapat meningkat

sekali dalam keadaan tertentu, khususnya ketika lutut fleksi. Suatu penelitian dilakukan untuk

melihat gaya putaran eksternal pada lutut saat angkat beban, seseorang mengalami rupture tendo

patella ketika mengangkat sebuah barbell 175 kg (Zernicke et al.,1977). Pada saat tendo rupture,

lutut dalam keadaan fleksi 90⁰, gaya putaran pada sendi lutut 550 Nm, dan gaya otot quadriceps

kurang lebih 10,330 N.

Karena gaya otot quadriceps dan gaya reaksi sendi yang besar selama aktivitas

memerlukan fleksi lutut, pasien dengan gangguan lutut akan merasa nyeri bila fleksi. Dan cara

efektif untuk menurunkan gaya tersebut adalah dengan cara membatasi lutut dalam keadaan

fleksi.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Nordin, Margareta. Frankel, Victor H. Basic Biomechanic of the Musculoskeletal System

2nd edition, Lea & Febiger, 1989

2. Hamill, Joseph. Knutzen, Kathleen M. Biomechanical Basis of Human Movement 3rd

Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2009

3. Knudson, Duane. Fundamentals of Biomechanics 2nd edition, Springer Science +

Business Media, 2007

42

REFERAT

BIOMECHANIC OF KNEE JOINT( Femur Distal, Patella, LCL & MCL )

Oleh :

Helmi Baedlowi

Pembimbing:

Dr. Bintang Soetjahjo, SpOT

PPDS I ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FK UNS RSUD

dr. MOEWARDI/RSO PROF Dr. R. SOEHARSO

SURAKARTA

2010

43

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun pamjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas referat berjudul Biomechanic of Knee Joint

(Femur distal, patella, LCL & MCL) guna memenuhi salah satu syarat dalam pendidikan

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi dan Traumatologi FK UNS /RS dr.

Moewardi /RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

Rasa terima kasih penyusun haturkan kepada dr. Bintang Soetjahjo, SpOT selaku

pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tugas referat ini. Tak lupa pula

penyusun ucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Program Pendidikan Dokter

Spesialis I Orthopaedi dan Traumatologi FK UNS /RS dr. Moewardi /RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Surakarta yang berkenan memberikan masukan terhadap penyusunan referat ini.

Akhirnya penyusun menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penyusun sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak sehingga dapat menjadi masukan dalam penulisan referat berikutnya.

Surakarta, September 2010

Penyusun

Helmi Baedlowi

44

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………...…. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN ……… ………..…………………………….…………… 1

BAB II ANATOMI SENDI LUTUT….……………………………………………….. 3

A. Struktur Tulang…………………………………………………………………. 3

B. Struktur Ekstra Artikuler……………………………………………………….. 4

C. Struktur Intra Artikuler…………………………………………………………. 10

BAB III KINEMATIKA DAN KINETIKA………………………….………………. 13

F. KINEMATIKA…..……………………………………………………………. 13

1. Range Of Motion…………………………………………………………… 13

2. Surface Joint Motion……………………………………………………….. 17

G. KINETIKA…………………………………………………………………….. 25

1. Statis………………………………………………………………………… 25

2. Dinamis……………………………………………………………………… 31

H. FUNGSI PATELLA……………………………………………………………. 38

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 44

45