birook.setjen.pertanian.go.idbirook.setjen.pertanian.go.id/public/upload/file/...laporan kinerja...

164
Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 i Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Pembangunan pertanian tahun 2014 merupakan tahun terakhir dalam pelaksanaan Renstra Kementerian Pertanian periode 2010-2014. Kementerian Pertanian pada periode 2010-2014 telah menetapkan 4 (empat) sasaran utama/target sukses pembangunan pertanian, yaitu: (1) Tercapainya swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) Peningkatan diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Keempat sasaran tersebut diupayakan pencapaiannya melalui 12 (dua belas) program pembangunan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani, (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya. Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, maka pelaksanaan pembangunan pertanian, tata kelola manajemen, dan sistem akuntabilitas kinerja pemerintah yang berbasis kinerja harus dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian. Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka hasil capaian kinerja pembangunan pertanian sepatutnya dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada publik melalui Laporan Kinerja. Buku Laporan Kinerja Kementerian Pertanian tahun 2014 ini merupakan cerminan akuntabilitas kinerja Kementerian Pertanian selama tahun 2014 dalam rangka pencapaian sasaran, yang dilaksanakan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Pertanian. Kami menyadari bahwa selain berbagai keberhasilan yang telah dicapai hingga tahun 2014, masih terdapat kendala, permasalahan, dan hambatan yang perlu mendapat perhatian serius dan segera ditindaklanjuti untuk perbaikan dan penyempurnaan pembangunan pertanian ke depan. Tentu saja kita semua berharap kinerja yang akan datang dapat lebih ditingkatkan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia, serta mengatasi semaksimal mungkin permasalahan yang terjadi dalam upaya mencapai kinerja Kementerian Pertanian yang lebih baik, benar, transparan, dan akuntabel.

Upload: phamdien

Post on 18-Jul-2019

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 i

Kementerian Pertanian

KATA PENGANTAR

Pembangunan pertanian tahun 2014 merupakan tahun terakhir dalam pelaksanaan Renstra Kementerian Pertanian periode 2010-2014. Kementerian Pertanian pada periode 2010-2014 telah menetapkan 4 (empat) sasaran utama/target sukses pembangunan pertanian, yaitu: (1) Tercapainya swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) Peningkatan diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani.

Keempat sasaran tersebut diupayakan pencapaiannya melalui 12 (dua belas) program pembangunan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani, (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya.

Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, maka pelaksanaan pembangunan pertanian, tata kelola manajemen, dan sistem akuntabilitas kinerja pemerintah yang berbasis kinerja harus dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian.

Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka hasil capaian kinerja pembangunan pertanian sepatutnya dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada publik melalui Laporan Kinerja.

Buku Laporan Kinerja Kementerian Pertanian tahun 2014 ini merupakan cerminan akuntabilitas kinerja Kementerian Pertanian selama tahun 2014 dalam rangka pencapaian sasaran, yang dilaksanakan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Pertanian. Kami menyadari bahwa selain berbagai keberhasilan yang telah dicapai hingga tahun 2014, masih terdapat kendala, permasalahan, dan hambatan yang perlu mendapat perhatian serius dan segera ditindaklanjuti untuk perbaikan dan penyempurnaan pembangunan pertanian ke depan. Tentu saja kita semua berharap kinerja yang akan datang dapat lebih ditingkatkan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia, serta mengatasi semaksimal mungkin permasalahan yang terjadi dalam upaya mencapai kinerja Kementerian Pertanian yang lebih baik, benar, transparan, dan akuntabel.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014ii

Kementerian Pertanian

Keberhasilan dan pencapaian kinerja Kementerian Pertanian selama tahun 2014 adalah hasil kerjasama seluruh jajaran Kementerian Pertanian serta dukungan pemangku kepentingan di pusat dan daerah, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani. Besar harapan kami Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ini dapat memberikan gambaran kinerja Kementerian Pertanian dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Sebagai akhir dari pengantar ini kami mengajak semua pihak untuk bekerja keras, cerdas, jujur, dan ikhlas dengan semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing guna mendukung keberhasilan pembangunan pertanian ke depan.

A

IKHTISAR EKSEKUTIF

Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mengacu pada ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme; Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; Keputusan Kepala LAN RI Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tahun 2014 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Pertanian periode 2010-2014. Dalam implementasinya Renstra 2010-2014 tersebut ditindaklanjuti dengan merumuskan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2014, Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Penetapan Kinerja (PK) tahun 2014.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, yang ditindaklajuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, telah ditetapkan tugas dan fungsi unit-unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Menteri Pertanian selaku pimpinan Kementerian Pertanian dibantu oleh Wakil Menteri Pertanian dan didukung oleh beberapa unit Eselon I, yaitu: (1) Sekretariat Jenderal; (2) Inspektorat Jenderal; (3) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; (4) Direktorat Jenderal Hortikultura; (5) Direktorat Jenderal Perkebunan; (6) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; (7) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian; (8) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian; (9) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian; (10) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian; (11) Badan Ketahanan Pangan; (12) Badan Karantina Pertanian; (13) Staf Ahli Bidang Lingkungan; (14) Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian; (15) Staf Ahli Bidang Kerja Sama Internasional; (16) Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi; dan (17) Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian. Selain itu juga ada beberapa Eselon II yang langsung berada di bawah Menteri Pertanian, yaitu: (1) Pusat Kerjasama Luar Negeri; (2) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian; serta (3) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian.

Dalam tatalaksana organisasi Kementerian Pertanian, koordinasi dan pembinaan Pusat Kerjasama Luar Negeri, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, serta Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian berada dibawah Sekretariat Jenderal. Sementara itu koordinasi dan pembinaan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian serta

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 iii

Kementerian Pertanian

Keberhasilan dan pencapaian kinerja Kementerian Pertanian selama tahun 2014 adalah hasil kerjasama seluruh jajaran Kementerian Pertanian serta dukungan pemangku kepentingan di pusat dan daerah, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani. Besar harapan kami Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ini dapat memberikan gambaran kinerja Kementerian Pertanian dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Sebagai akhir dari pengantar ini kami mengajak semua pihak untuk bekerja keras, cerdas, jujur, dan ikhlas dengan semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing guna mendukung keberhasilan pembangunan pertanian ke depan.

A

IKHTISAR EKSEKUTIF

Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mengacu pada ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme; Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; Keputusan Kepala LAN RI Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tahun 2014 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Pertanian periode 2010-2014. Dalam implementasinya Renstra 2010-2014 tersebut ditindaklanjuti dengan merumuskan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2014, Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Penetapan Kinerja (PK) tahun 2014.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, yang ditindaklajuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, telah ditetapkan tugas dan fungsi unit-unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Menteri Pertanian selaku pimpinan Kementerian Pertanian dibantu oleh Wakil Menteri Pertanian dan didukung oleh beberapa unit Eselon I, yaitu: (1) Sekretariat Jenderal; (2) Inspektorat Jenderal; (3) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; (4) Direktorat Jenderal Hortikultura; (5) Direktorat Jenderal Perkebunan; (6) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; (7) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian; (8) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian; (9) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian; (10) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian; (11) Badan Ketahanan Pangan; (12) Badan Karantina Pertanian; (13) Staf Ahli Bidang Lingkungan; (14) Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian; (15) Staf Ahli Bidang Kerja Sama Internasional; (16) Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi; dan (17) Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian. Selain itu juga ada beberapa Eselon II yang langsung berada di bawah Menteri Pertanian, yaitu: (1) Pusat Kerjasama Luar Negeri; (2) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian; serta (3) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian.

Dalam tatalaksana organisasi Kementerian Pertanian, koordinasi dan pembinaan Pusat Kerjasama Luar Negeri, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, serta Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian berada dibawah Sekretariat Jenderal. Sementara itu koordinasi dan pembinaan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian serta

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014iv

Kementerian Pertanian

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Dalam melaksanakan pembangunan Jangka Menengah (2010-2014), Kementerian Pertanian menetapkan Visi “Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor, dan Kesejahteraan Petani”.

Untuk mewujudkan Visi tersebut Kementerian Pertanian menetapkan sepuluh Misi, yaitu: (1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis; (2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan; (3) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan; (4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan IPTEK dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi; (5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dikonsumsi; (6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri; (7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan; (8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional; (9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan; dan (10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.

Tujuan yang akan dicapai oleh Kementerian Pertanian dalam kurun waktu 2010-2014 adalah: (1) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal; (2) Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan; (3) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan; (4) Meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian; dan (5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Dalam Renstra Kementerian Pertanian (edisi Revisi), empat sasaran utama telah ditetapkan untuk dicapai oleh Kementerian Pertanian dalam periode 5 (lima) tahun (2010-2014). Sasaran Pertama Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Pencapaian swasembada difokuskan pada komoditas kedelai, gula, dan daging sapi dengan indikator kinerja produksi tahun 2014 masing-masing untuk kedelai 2,70 juta ton, gula 3,45 juta ton, dan daging sapi 660 ribu ton karkas. Sementara itu, pencapaian swasembada berkelanjutan difokuskan pada mempertahankan dan meningkatkan kualitas swasembada padi dan jagung yang sudah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya, di mana sasaran produksi padi di tahun 2014 sebesar 76,57 juta ton dan jagung 29,0 juta ton pipilan kering. Dalam perkembangannya sasaran produksi tahun 2014 berubah seiring dengan perubahan Road Map pencapaian produksi dan tidak terpenuhinya asumsi seperti ketersediaan lahan. Perubahan sasaran produksi tersebut antara lain jagung menjadi 20,82 juta ton, kedelai 1,5 juta ton, gula menjadi 3,1 juta ton, dan daging sapi menjadi 530 ribu ton. Sasaran kedua adalah Peningkatan

Diversifikasi Pangan, meliputi penurunan konsumsi beras per kapita sekurang-kurangnya 1,50 persen per tahun dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi 93,30 di tahun 2014. Sasaran ketiga adalah Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor, meliputi tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib); meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan menjadi 50%; pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor; memenuhi sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri; dan meningkatkan surplus neraca perdagangan menjadi US$54,5 miliar pada tahun 2014. Selanjutnya, untuk sasaran keempat

Dalam rangka pencapaian Visi, Misi, dan Sasaran tersebut, Kementerian Pertanian menyusun arah dan kebijakan pembangunan pertanian 2010-2014 yaitu: (1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, bantuan/fasilitasi alsintan, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pola sekolah lapang lainnya; (2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekruitmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan; (3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan; (4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri; (5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor; (6) Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; (7) Jaminan penguasaan lahan produktif; (8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani; (9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional; (10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan; (11) Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan berbunga rendah; (12) Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif; (13) Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional; (14) Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM; (15) Pengembangan investasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi; (16) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu; (17) Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional; (18) Penguatan sistem perkarantinaan pertanian; (19) Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani; (20) Pengembangan industri

adalah Peningkatan Kesejahteraan Petani, meliputi pendapatan per kapita pertanian Rp7,93 juta di tahun 2014, rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10 persen per tahun, dan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 115-120.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 v

Kementerian Pertanian

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Dalam melaksanakan pembangunan Jangka Menengah (2010-2014), Kementerian Pertanian menetapkan Visi “Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor, dan Kesejahteraan Petani”.

Untuk mewujudkan Visi tersebut Kementerian Pertanian menetapkan sepuluh Misi, yaitu: (1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis; (2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan; (3) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan; (4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan IPTEK dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi; (5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dikonsumsi; (6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri; (7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan; (8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional; (9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan; dan (10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.

Tujuan yang akan dicapai oleh Kementerian Pertanian dalam kurun waktu 2010-2014 adalah: (1) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal; (2) Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan; (3) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan; (4) Meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian; dan (5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Dalam Renstra Kementerian Pertanian (edisi Revisi), empat sasaran utama telah ditetapkan untuk dicapai oleh Kementerian Pertanian dalam periode 5 (lima) tahun (2010-2014). Sasaran Pertama Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Pencapaian swasembada difokuskan pada komoditas kedelai, gula, dan daging sapi dengan indikator kinerja produksi tahun 2014 masing-masing untuk kedelai 2,70 juta ton, gula 3,45 juta ton, dan daging sapi 660 ribu ton karkas. Sementara itu, pencapaian swasembada berkelanjutan difokuskan pada mempertahankan dan meningkatkan kualitas swasembada padi dan jagung yang sudah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya, di mana sasaran produksi padi di tahun 2014 sebesar 76,57 juta ton dan jagung 29,0 juta ton pipilan kering. Dalam perkembangannya sasaran produksi tahun 2014 berubah seiring dengan perubahan Road Map pencapaian produksi dan tidak terpenuhinya asumsi seperti ketersediaan lahan. Perubahan sasaran produksi tersebut antara lain jagung menjadi 20,82 juta ton, kedelai 1,5 juta ton, gula menjadi 3,1 juta ton, dan daging sapi menjadi 530 ribu ton. Sasaran kedua adalah Peningkatan

Diversifikasi Pangan, meliputi penurunan konsumsi beras per kapita sekurang-kurangnya 1,50 persen per tahun dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi 93,30 di tahun 2014. Sasaran ketiga adalah Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor, meliputi tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib); meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan menjadi 50%; pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor; memenuhi sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri; dan meningkatkan surplus neraca perdagangan menjadi US$54,5 miliar pada tahun 2014. Selanjutnya, untuk sasaran keempat

Dalam rangka pencapaian Visi, Misi, dan Sasaran tersebut, Kementerian Pertanian menyusun arah dan kebijakan pembangunan pertanian 2010-2014 yaitu: (1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, bantuan/fasilitasi alsintan, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pola sekolah lapang lainnya; (2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekruitmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan; (3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan; (4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri; (5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor; (6) Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; (7) Jaminan penguasaan lahan produktif; (8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani; (9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional; (10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan; (11) Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan berbunga rendah; (12) Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif; (13) Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional; (14) Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM; (15) Pengembangan investasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi; (16) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu; (17) Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional; (18) Penguatan sistem perkarantinaan pertanian; (19) Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani; (20) Pengembangan industri

adalah Peningkatan Kesejahteraan Petani, meliputi pendapatan per kapita pertanian Rp7,93 juta di tahun 2014, rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10 persen per tahun, dan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 115-120.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014vi

Kementerian Pertanian

hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota; (21) Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi; (22) Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis; dan (23) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.

Untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan pertanian tahun 2010-2014 telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang bernaung di bawah 12 (dua belas) program pembangunan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani; (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya.

Pada tahun 2014, empat sasaran utama (target sukses) rencana strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 tersebut dijabarkan dalam bentuk 14 indikator kinerja yang kemudian secara rinci (dengan mempertimbangkan kondisi pagu anggaran tahun 2014) dituangkan dalam bentuk Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian.

Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengelola APBN sektoral (BA.018) sebesar Rp14.238.721.451.000,00 yang dialokasikan di pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia dengan jumlah DIPA Satker sebanyak 1.619 DIPA Satker. Realisasi penyerapan sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp13.251.063.952.569,00 atau 93,06%.

Dalam dokumen Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 ditetapkan Indikator Kinerja dan target sebagai berikut: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan (swasembada kedelai, gula, dan daging sapi serta swasembada berkelanjutan padi dan jagung) dengan target produksi: kedelai sebesar 1,00 juta ton, gula sebesar 2,79 juta ton, daging sapi sebesar 460 ribu ton, padi sebesar 72,30 juta ton, serta jagung sebesar 19,00 juta ton; (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan (persentase penurunan konsumsi beras per kapita tahun sebesar 1,50% dan membaiknya Skor Pola Pangan Harapan/PPH menjadi sebesar 82,5); (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor (tersertifikasinya produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet sebesar 50%; meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan sebesar 35%; meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu sebesar 11%; meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri sebesar 10%; dan surplus neraca

perdagangan sebesar USD23 Miliar); serta (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani (persentase pertumbuhan pendapatan petani per kapita sebesar 11,10% dan Nilai Tukar Petani/NTP sebesar 110-115).

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, dari 14 sasaran indikator kinerja utama sebagian besar sasaran kinerja cukup berhasil hingga sangat berhasil (Sangat berhasil 5 indikator, berhasil 5 indikator, 1 indikator cukup berhasil, dan kurang berhasil 3 indikator).

Indikator kinerja yang sangat berhasil yaitu: (1) Produksi Jagung mencapai 19,13 juta ton dari target 19,00 juta ton (100,68%); (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 83,4 dari target 82,5 (101,09%); (3) Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet mencapai 71,87% dari target 50% (143,74%); (4) Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri mencapai 33,33% dari target 10% (334,10%); dan (5) Pertumbuhan pendapatan per kapita petani mencapai 11,41% dari target 11,10% (102,79%).

Indikator kinerja yang berhasil yaitu: (1) Peningkatan produksi gula mencapai 2,63 juta ton dari target 2,79 juta ton (94,34%); (2) Produksi daging sapi mencapai 370 ribu ton dari target 460 ribu ton (80,43%); (3) Produksi padi mencapai 70,61 juta ton GKG dari target 72,30 juta ton GKG (97,60%); (4) Produksi kedelai mencapai 920 ribu ton dari target 1,00 juta ton (92,10%); dan (5) Nilai Tukar Petani mencapai 107,37 dari target 110-115 (97,61%). Indikator kinerja yang cukup berhasil yaitu Surplus neraca perdagangan sebesar US$15,19 miliar dari target US$23 miliar (66,04%).

Indikator kinerja yang kurang berhasil yaitu: (1) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun mencapai 0,10% dari target 1,5% (6,67%); (2) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan mencapai 8,86% dari target sebesar 35% (25,31%); dan (3) Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu mencapai 3,10% dari target 11% (28,18%).

Secara umum, pembangunan pertanian pada tahun 2014 mengalami kemajuan, namun masih ditemui kendala/hambatan, meliputi aspek: (1) Administrasi dan Manajemen; (2) Sumber Daya Manusia; dan (3) Teknis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ditempuh berbagai upaya, antara lain: (1) Perbaikan sistem perencanaan kinerja; (2) Pembinaan dan pelatihan kepada petugas dan petani; (3) Peningkatan penggunaan sumberdaya lokal; (4) Penurunan porsi penggunaan komoditas atau bahan baku impor; (5) Promosi pemasaran hasil, baik domestik maupun internasional; (6) Merubah perilaku usaha dari paradigma yang berorientasi produk pada paradigma berorientasi pasar; dan (7) Peningkatan koordinasi dan penggalangan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 vii

Kementerian Pertanian

hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota; (21) Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi; (22) Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis; dan (23) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.

Untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan pertanian tahun 2010-2014 telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang bernaung di bawah 12 (dua belas) program pembangunan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani; (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya.

Pada tahun 2014, empat sasaran utama (target sukses) rencana strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 tersebut dijabarkan dalam bentuk 14 indikator kinerja yang kemudian secara rinci (dengan mempertimbangkan kondisi pagu anggaran tahun 2014) dituangkan dalam bentuk Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian.

Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengelola APBN sektoral (BA.018) sebesar Rp14.238.721.451.000,00 yang dialokasikan di pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia dengan jumlah DIPA Satker sebanyak 1.619 DIPA Satker. Realisasi penyerapan sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp13.251.063.952.569,00 atau 93,06%.

Dalam dokumen Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 ditetapkan Indikator Kinerja dan target sebagai berikut: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan (swasembada kedelai, gula, dan daging sapi serta swasembada berkelanjutan padi dan jagung) dengan target produksi: kedelai sebesar 1,00 juta ton, gula sebesar 2,79 juta ton, daging sapi sebesar 460 ribu ton, padi sebesar 72,30 juta ton, serta jagung sebesar 19,00 juta ton; (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan (persentase penurunan konsumsi beras per kapita tahun sebesar 1,50% dan membaiknya Skor Pola Pangan Harapan/PPH menjadi sebesar 82,5); (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor (tersertifikasinya produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet sebesar 50%; meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan sebesar 35%; meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu sebesar 11%; meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri sebesar 10%; dan surplus neraca

perdagangan sebesar USD23 Miliar); serta (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani (persentase pertumbuhan pendapatan petani per kapita sebesar 11,10% dan Nilai Tukar Petani/NTP sebesar 110-115).

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, dari 14 sasaran indikator kinerja utama sebagian besar sasaran kinerja cukup berhasil hingga sangat berhasil (Sangat berhasil 5 indikator, berhasil 5 indikator, 1 indikator cukup berhasil, dan kurang berhasil 3 indikator).

Indikator kinerja yang sangat berhasil yaitu: (1) Produksi Jagung mencapai 19,13 juta ton dari target 19,00 juta ton (100,68%); (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 83,4 dari target 82,5 (101,09%); (3) Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet mencapai 71,87% dari target 50% (143,74%); (4) Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri mencapai 33,33% dari target 10% (334,10%); dan (5) Pertumbuhan pendapatan per kapita petani mencapai 11,41% dari target 11,10% (102,79%).

Indikator kinerja yang berhasil yaitu: (1) Peningkatan produksi gula mencapai 2,63 juta ton dari target 2,79 juta ton (94,34%); (2) Produksi daging sapi mencapai 370 ribu ton dari target 460 ribu ton (80,43%); (3) Produksi padi mencapai 70,61 juta ton GKG dari target 72,30 juta ton GKG (97,60%); (4) Produksi kedelai mencapai 920 ribu ton dari target 1,00 juta ton (92,10%); dan (5) Nilai Tukar Petani mencapai 107,37 dari target 110-115 (97,61%). Indikator kinerja yang cukup berhasil yaitu Surplus neraca perdagangan sebesar US$15,19 miliar dari target US$23 miliar (66,04%).

Indikator kinerja yang kurang berhasil yaitu: (1) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun mencapai 0,10% dari target 1,5% (6,67%); (2) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan mencapai 8,86% dari target sebesar 35% (25,31%); dan (3) Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu mencapai 3,10% dari target 11% (28,18%).

Secara umum, pembangunan pertanian pada tahun 2014 mengalami kemajuan, namun masih ditemui kendala/hambatan, meliputi aspek: (1) Administrasi dan Manajemen; (2) Sumber Daya Manusia; dan (3) Teknis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ditempuh berbagai upaya, antara lain: (1) Perbaikan sistem perencanaan kinerja; (2) Pembinaan dan pelatihan kepada petugas dan petani; (3) Peningkatan penggunaan sumberdaya lokal; (4) Penurunan porsi penggunaan komoditas atau bahan baku impor; (5) Promosi pemasaran hasil, baik domestik maupun internasional; (6) Merubah perilaku usaha dari paradigma yang berorientasi produk pada paradigma berorientasi pasar; dan (7) Peningkatan koordinasi dan penggalangan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014viii

Kementerian Pertanian

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................................... i IKHTISAR EKSEKUTIF .................................................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................................... x DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................................................ x BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................................... 1 1.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan .......................................................................................... 2 1.3 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian ..................................................................... 3 1.4 Sumberdaya Manusia Kementerian Pertanian ......................................................................................... 11 1.5 Dukungan Anggaran ................................................................................................................................ 11

BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ..................................................................................................... 12 2.1 Rencana Strategik 2010-2014 .................................................................................................................... 12

2.1.1 Visi ..................................................................................................................................................... 13 2.1.2 Misi ................................................................................................................................................... 13 2.1.3 Tujuan dan Sasaran ........................................................................................................................... 13 2.1.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian ............................................................................................ 15 2.1.5 Program dan Kegiatan ...................................................................................................................... 18

2.2 Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 ............................................................................................ 18 2.3 Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2014 ......................................................................................................... 19

2.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ................................................................................. 21 2.3.1.1 Swasembada Kedelai ............................................................................................................. 21 2.3.1.2 Swasembada Gula.................................................................................................................. 22 2.3.1.3 Swasembada Daging Sapi ...................................................................................................... 23 2.3.1.4 Swasembada Beras Berkelanjutan ......................................................................................... 24 2.3.1.5 Swasembada Jagung Berkelanjutan ...................................................................................... 25

2.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan................................................................................................... 26 2.3.3 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor ...................................................................... 27 2.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani .................................................................................................. 28

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN .................................................................................... 29 3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran .................................................................................... 29 3.2. Pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2014 ........................................................... 29 3.3 Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ................................................. 30

3.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ................................................................................. 30 3.3.1.1 Produksi Kedelai .................................................................................................................... 30 3.3.1.2 Produksi Gula ......................................................................................................................... 33 3.3.1.3 Produksi Daging Sapi ............................................................................................................. 37 3.3.1.4 Produksi Padi ......................................................................................................................... 43 3.3.1.5 Produksi Jagung .................................................................................................................... 47 3.3.1.6 Dukungan dalam Upaya Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ............ 50

3.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan .................................................................................................. 60 3.3.2.1 Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun .............................................. 60 3.3.2.2 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) .......................................................................................... 64

3.3.3 Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor ........................................................................... 67 3.3.3.1 Tersertifikasinya Semua Produk Organik, Kakao Fermentasi, dan Bahan Olahan Karet ........ 67 3.3.3.2 Meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan........................................................... 73 3.3.3.3 Meningkatnya Produksi Tepung-tepungan untuk Mensubsitusi Gandum/Terigu Impor ....... 75 3.3.3.4 Meningkatnya Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu untuk Industri Coklat

Dalam Negeri ....................................................................................................................... 77 3.3.3.5 Surplus Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian ............................................................. 79

3.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani ................................................................................................... 83 3.3.4.1 Nilai Tukar Petani (NTP) ....................................................................................................... 84

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ix

Kementerian Pertanian

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................................... i IKHTISAR EKSEKUTIF .................................................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................................... x DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................................................ x BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................................... 1 1.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan .......................................................................................... 2 1.3 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian ..................................................................... 3 1.4 Sumberdaya Manusia Kementerian Pertanian ......................................................................................... 11 1.5 Dukungan Anggaran ................................................................................................................................ 11

BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ..................................................................................................... 12 2.1 Rencana Strategik 2010-2014 .................................................................................................................... 12

2.1.1 Visi ..................................................................................................................................................... 13 2.1.2 Misi ................................................................................................................................................... 13 2.1.3 Tujuan dan Sasaran ........................................................................................................................... 13 2.1.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian ............................................................................................ 15 2.1.5 Program dan Kegiatan ...................................................................................................................... 18

2.2 Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 ............................................................................................ 18 2.3 Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2014 ......................................................................................................... 19

2.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ................................................................................. 21 2.3.1.1 Swasembada Kedelai ............................................................................................................. 21 2.3.1.2 Swasembada Gula.................................................................................................................. 22 2.3.1.3 Swasembada Daging Sapi ...................................................................................................... 23 2.3.1.4 Swasembada Beras Berkelanjutan ......................................................................................... 24 2.3.1.5 Swasembada Jagung Berkelanjutan ...................................................................................... 25

2.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan................................................................................................... 26 2.3.3 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor ...................................................................... 27 2.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani .................................................................................................. 28

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN .................................................................................... 29 3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran .................................................................................... 29 3.2. Pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2014 ........................................................... 29 3.3 Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ................................................. 30

3.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ................................................................................. 30 3.3.1.1 Produksi Kedelai .................................................................................................................... 30 3.3.1.2 Produksi Gula ......................................................................................................................... 33 3.3.1.3 Produksi Daging Sapi ............................................................................................................. 37 3.3.1.4 Produksi Padi ......................................................................................................................... 43 3.3.1.5 Produksi Jagung .................................................................................................................... 47 3.3.1.6 Dukungan dalam Upaya Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ............ 50

3.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan .................................................................................................. 60 3.3.2.1 Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun .............................................. 60 3.3.2.2 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) .......................................................................................... 64

3.3.3 Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor ........................................................................... 67 3.3.3.1 Tersertifikasinya Semua Produk Organik, Kakao Fermentasi, dan Bahan Olahan Karet ........ 67 3.3.3.2 Meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan........................................................... 73 3.3.3.3 Meningkatnya Produksi Tepung-tepungan untuk Mensubsitusi Gandum/Terigu Impor ....... 75 3.3.3.4 Meningkatnya Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu untuk Industri Coklat

Dalam Negeri ....................................................................................................................... 77 3.3.3.5 Surplus Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian ............................................................. 79

3.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani ................................................................................................... 83 3.3.4.1 Nilai Tukar Petani (NTP) ....................................................................................................... 84

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014x

Kementerian Pertanian

3.3.4.2 Pertumbuhan Pendapatan per Kapita .................................................................................. 88 3.4 Capaian Kinerja Lainnya ............................................................................................................................ 97 3.5 Akuntabilitas Keuangan ............................................................................................................................ 97 3.6 Hambatan dan Kendala ............................................................................................................................ 99 3.7 Upaya dan Tindak Lanjut .......................................................................................................................... 100

BAB IV. PENUTUP ......................................................................................................................................................... 102 LAMPIRAN ................................................................................................................................................................. 105

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan Target Perjanjian Kinerja Kementerian Pertanian 2014 Karena Adanya Penyesuaian Anggaran pada APBN-P TA 2014............................................................................................................................................ 21

Tabel 2. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2014 ...... 22 Tabel 3. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Gula Tahun 2014 ........... 23 Tabel 4. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Daging Sapi Tahun

2014 ...................................................................................................................................................... 24 Tabel 5. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Padi Tahun 2014 ........... 25 Tabel 6. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Jagung Tahun 2014 ...... 26 Tabel 7. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan Tahun

2014 ...................................................................................................................................................... 26 Tabel 8. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing

dan Ekspor Tahun 2014 ......................................................................................................................................... 27 Tabel 9. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Peningkatan Kesejahteraan Petani Tahun

2014 ...................................................................................................................................................... 28 Tabel 10. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ............................................................................. 29 Tabel 11. Capaian Sasaran Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014 ........................................................ 30 Tabel 12. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2014 ................................................................... 30 Tabel 13. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kedelai Tahun 2010-2014 ..................................................... 31 Tabel 14. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2014 ........................................................................................... 32 Tabel 15. Kegiatan Mendukung Pencapaian Target Swasembada Kedelai Tahun 2014 ........................................................ 33 Tabel 16. Pencapaian Sasaran Swasembada Gula Tahun 2013-2014 ...................................................................................... 34 Tabel 17. Laju Pertumbuhan Komoditi Tebu dari tahun 2010-2014 ...................................................................................... 35 Tabel 18. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ............................................................................................. 35 Tabel 19. Kegiatan-Kegiatan Tahun 2013 yang turut Mendukung Pencapaian Produksi Gula Tahun 2014 ............................. 36 Tabel 20. Kegiatan-Kegiatan Pencapaian Produksi Gula yang dilakukan Tahun 2014 ............................................................ 37 Tabel 21. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Daging Sapi Periode 2010-2014 ............................................................... 39 Tabel 22. Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun 2010-2014 ........................................................................... 40 Tabel 23. Kegiatan-kegiatan Tahun 2010-2014 dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 ......... 42 Tabel 24. Capaian Produksi Padi Tahun 2013-2014 ................................................................................................................ 44 Tabel 25. Neraca dan Kebutuhan Beras Tahun 2014 ............................................................................................................. 45 Tabel 26. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Padi Tahun 2014 .................................................................. 45 Tabel 27. Pelaksanaan Kegiatan APBN Pendukung Produksi Padi Tahun 2014 ..................................................................... 46 Tabel 28. Capaian Produksi Jagung Tahun 2013-2014 ........................................................................................................... 47 Tabel 29. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2014 ............................................................................................ 48 Tabel 30. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Jagung Tahun 2014 ............................................................. 48 Tabel 31. Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Jagung Berkelanjutan ............................................................... 49 Tabel 32. Kegiatan pada Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian pada Tahun 2014

yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ..................................................... 51 Tabel 33. Indikator Sasaran Kegiatan-kegiatan pada Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan

Kelembagaan Petani Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ...................................................................................................................................................... 53

Tabel 34. Kegiatan pada Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian dalam mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014 ................. 58

Tabel 35. Frekuensi Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Pada Tahun 2009-2014 .................................... 58

Tabel 36. Temuan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) Asal Luar Negeri Hasil Pemeriksaan Karantina Tumbuhan yang Terdeteksi Positif dan Tertangkal Tahun 2014............................................................................. 59

Tabel 37. Capaian Sasaran Peningkatan Diversifikasi Pangan Tahun 2014 ........................................................................... 60 Tabel 38. Perkembangan Konsumsi Beras Tahun 2009 – 2014 ............................................................................................. 61 Tabel 39. Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan Kelompok Pangan Periode Tahun 2009-2014 ............... 62 Tabel 40. Perkembangan Konsumsi Pangan Energi dan Protein serta Nilai PPH Tahun 2009- 2014 ...................................... 64 Tabel 41. Konsumsi Energi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pangan Tahun 2009-2014 ............................................. 65 Tabel 42. Capaian Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Tahun 2014 ................................................. 67 Tabel 43. Capaian Indikator Kinerja Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi, dan Bahan

Olahan Karet (Pemberlakukan Sertifikasi Wajib) Tahun 2014 ................................................................................ 68 Tabel 44. Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun 2010-2014 ......................................................... 69 Tabel 45. Perbandingan Kakao Fermentasi Dalam Negeri Yang diserap Industri Kakao Terhadap Produksi Kakao

Fermentasi 2010-2014............................................................................................................................................ 71 Tabel 46. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode 2010-2014 ............................................................................... 72 Tabel 47. Volume Ekspor Olahan, Segar, dan Total Olahan dan Segar Tahun 2014 ............................................................... 74 Tabel 48. Jumlah Ekspor dan Impor Tepung Terigu Periode 2010-2014 ................................................................................ 75 Tabel 49. Jumlah Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu Untuk Industri Cokelat Dalam Negeri Selama Kurun

Waktu 2010-2014 ................................................................................................................................................... 79 Tabel 50. Target dan Capaian Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Periode Tahun 2010-2014 ................................... 80 Tabel 51. Perbandingan Produksi Hortikultura Tahun 2013 dan Tahun 2014 ........................................................................ 83 Tabel 52. Persentase Capaian Kinerja Peningkatan Kesejahteraan Petani Kementerian Pertanian Tahun 2014 .................... 84 Tabel 53. Perkembangan Nilai Tukar Petani (2007=100), 2010-2014 ...................................................................................... 86 Tabel 54. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor (2007=100), 2010 – 2014 ........................................................... 87 Tabel 55. Perkembangan Pendapatan Petani per Kapita, 2010-2014 3) ................................................................................ 89 Tabel 56. Deskripsi Capaian Indikator Inefektifitas dan Inefisiensi Periode 2010 – 2014........................................................ 93 Tabel 57. Deskripsi Nilai Kerugian Negara Kementan Tahun 2009 – 2014 ............................................................................. 93 Tabel 58. Deskripsi Unit Kerja Eselon II/UPT Berpredikat WBK Tahun 2010 - 2014 ................................................................ 94 Tabel 59. Perkembangan Anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 ...................................................................... 98

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Produksi Kedelai di Indonesia selama Tahun 2010-2014......................................................................................... 32 Gambar 2. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ............................................................................................. 35 Gambar 3. Pertanaman Tebu dan Panen Tebu oleh Menteri Pertanian Suswono .................................................................. 36 Gambar 4. Produksi Padi di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ............................................................................................. 45 Gambar 5. Produksi Jagung di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ......................................................................................... 48 Gambar 6. Combine Harvester Besar, Bantuan Kementerian Pertanian pada Kegiatan Penanganan Pascapanen

TanamanPangan Tahun 2014 ................................................................................................................................ 50 Gambar 7. Tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi (kiri) dan produk rerotian berbasis tepung premix

(tengah dan kanan) .......................................................................................................................................... 77 Gambar 8. Panen Jeruk dan Padi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ........................................................................ 82 Gambar 9. Pelaksanaan Cetak Sawah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo ............................................................................ 82 Gambar 10. Perkembangan Nilai Tukar Petani, 2010-2014 (2007 = 100) .................................................................................... 85 Gambar 11. Pengembangan Sapi .......................................................................................................................................... 85 Gambar 12. Presiden RI Meletakkan Batu Pertama Perbaikan Jaringan Irigasi (Teknologi Ferosemen) ................................... 100

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun 2002-2013 ........................................................ 41 Grafik 2. Perkembangan NTP Tahun 2010- 2014 (Januari s.d Desember) ............................................................................. 86 Grafik 3. Rincian Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kewenangan TA. 2014 .......................................................................... 98

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 xi

Kementerian Pertanian

3.3.4.2 Pertumbuhan Pendapatan per Kapita .................................................................................. 88 3.4 Capaian Kinerja Lainnya ............................................................................................................................ 97 3.5 Akuntabilitas Keuangan ............................................................................................................................ 97 3.6 Hambatan dan Kendala ............................................................................................................................ 99 3.7 Upaya dan Tindak Lanjut .......................................................................................................................... 100

BAB IV. PENUTUP ......................................................................................................................................................... 102 LAMPIRAN ................................................................................................................................................................. 105

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan Target Perjanjian Kinerja Kementerian Pertanian 2014 Karena Adanya Penyesuaian Anggaran pada APBN-P TA 2014............................................................................................................................................ 21

Tabel 2. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2014 ...... 22 Tabel 3. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Gula Tahun 2014 ........... 23 Tabel 4. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Daging Sapi Tahun

2014 ...................................................................................................................................................... 24 Tabel 5. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Padi Tahun 2014 ........... 25 Tabel 6. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Jagung Tahun 2014 ...... 26 Tabel 7. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan Tahun

2014 ...................................................................................................................................................... 26 Tabel 8. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing

dan Ekspor Tahun 2014 ......................................................................................................................................... 27 Tabel 9. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Peningkatan Kesejahteraan Petani Tahun

2014 ...................................................................................................................................................... 28 Tabel 10. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 ............................................................................. 29 Tabel 11. Capaian Sasaran Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014 ........................................................ 30 Tabel 12. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2014 ................................................................... 30 Tabel 13. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kedelai Tahun 2010-2014 ..................................................... 31 Tabel 14. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2014 ........................................................................................... 32 Tabel 15. Kegiatan Mendukung Pencapaian Target Swasembada Kedelai Tahun 2014 ........................................................ 33 Tabel 16. Pencapaian Sasaran Swasembada Gula Tahun 2013-2014 ...................................................................................... 34 Tabel 17. Laju Pertumbuhan Komoditi Tebu dari tahun 2010-2014 ...................................................................................... 35 Tabel 18. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ............................................................................................. 35 Tabel 19. Kegiatan-Kegiatan Tahun 2013 yang turut Mendukung Pencapaian Produksi Gula Tahun 2014 ............................. 36 Tabel 20. Kegiatan-Kegiatan Pencapaian Produksi Gula yang dilakukan Tahun 2014 ............................................................ 37 Tabel 21. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Daging Sapi Periode 2010-2014 ............................................................... 39 Tabel 22. Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun 2010-2014 ........................................................................... 40 Tabel 23. Kegiatan-kegiatan Tahun 2010-2014 dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 ......... 42 Tabel 24. Capaian Produksi Padi Tahun 2013-2014 ................................................................................................................ 44 Tabel 25. Neraca dan Kebutuhan Beras Tahun 2014 ............................................................................................................. 45 Tabel 26. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Padi Tahun 2014 .................................................................. 45 Tabel 27. Pelaksanaan Kegiatan APBN Pendukung Produksi Padi Tahun 2014 ..................................................................... 46 Tabel 28. Capaian Produksi Jagung Tahun 2013-2014 ........................................................................................................... 47 Tabel 29. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2014 ............................................................................................ 48 Tabel 30. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Jagung Tahun 2014 ............................................................. 48 Tabel 31. Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Jagung Berkelanjutan ............................................................... 49 Tabel 32. Kegiatan pada Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian pada Tahun 2014

yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ..................................................... 51 Tabel 33. Indikator Sasaran Kegiatan-kegiatan pada Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan

Kelembagaan Petani Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan ...................................................................................................................................................... 53

Tabel 34. Kegiatan pada Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian dalam mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014 ................. 58

Tabel 35. Frekuensi Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Pada Tahun 2009-2014 .................................... 58

Tabel 36. Temuan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) Asal Luar Negeri Hasil Pemeriksaan Karantina Tumbuhan yang Terdeteksi Positif dan Tertangkal Tahun 2014............................................................................. 59

Tabel 37. Capaian Sasaran Peningkatan Diversifikasi Pangan Tahun 2014 ........................................................................... 60 Tabel 38. Perkembangan Konsumsi Beras Tahun 2009 – 2014 ............................................................................................. 61 Tabel 39. Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan Kelompok Pangan Periode Tahun 2009-2014 ............... 62 Tabel 40. Perkembangan Konsumsi Pangan Energi dan Protein serta Nilai PPH Tahun 2009- 2014 ...................................... 64 Tabel 41. Konsumsi Energi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pangan Tahun 2009-2014 ............................................. 65 Tabel 42. Capaian Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Tahun 2014 ................................................. 67 Tabel 43. Capaian Indikator Kinerja Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi, dan Bahan

Olahan Karet (Pemberlakukan Sertifikasi Wajib) Tahun 2014 ................................................................................ 68 Tabel 44. Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun 2010-2014 ......................................................... 69 Tabel 45. Perbandingan Kakao Fermentasi Dalam Negeri Yang diserap Industri Kakao Terhadap Produksi Kakao

Fermentasi 2010-2014............................................................................................................................................ 71 Tabel 46. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode 2010-2014 ............................................................................... 72 Tabel 47. Volume Ekspor Olahan, Segar, dan Total Olahan dan Segar Tahun 2014 ............................................................... 74 Tabel 48. Jumlah Ekspor dan Impor Tepung Terigu Periode 2010-2014 ................................................................................ 75 Tabel 49. Jumlah Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu Untuk Industri Cokelat Dalam Negeri Selama Kurun

Waktu 2010-2014 ................................................................................................................................................... 79 Tabel 50. Target dan Capaian Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Periode Tahun 2010-2014 ................................... 80 Tabel 51. Perbandingan Produksi Hortikultura Tahun 2013 dan Tahun 2014 ........................................................................ 83 Tabel 52. Persentase Capaian Kinerja Peningkatan Kesejahteraan Petani Kementerian Pertanian Tahun 2014 .................... 84 Tabel 53. Perkembangan Nilai Tukar Petani (2007=100), 2010-2014 ...................................................................................... 86 Tabel 54. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor (2007=100), 2010 – 2014 ........................................................... 87 Tabel 55. Perkembangan Pendapatan Petani per Kapita, 2010-2014 3) ................................................................................ 89 Tabel 56. Deskripsi Capaian Indikator Inefektifitas dan Inefisiensi Periode 2010 – 2014........................................................ 93 Tabel 57. Deskripsi Nilai Kerugian Negara Kementan Tahun 2009 – 2014 ............................................................................. 93 Tabel 58. Deskripsi Unit Kerja Eselon II/UPT Berpredikat WBK Tahun 2010 - 2014 ................................................................ 94 Tabel 59. Perkembangan Anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 ...................................................................... 98

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Produksi Kedelai di Indonesia selama Tahun 2010-2014......................................................................................... 32 Gambar 2. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ............................................................................................. 35 Gambar 3. Pertanaman Tebu dan Panen Tebu oleh Menteri Pertanian Suswono .................................................................. 36 Gambar 4. Produksi Padi di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ............................................................................................. 45 Gambar 5. Produksi Jagung di Indonesia selama Tahun 2010-2014 ......................................................................................... 48 Gambar 6. Combine Harvester Besar, Bantuan Kementerian Pertanian pada Kegiatan Penanganan Pascapanen

TanamanPangan Tahun 2014 ................................................................................................................................ 50 Gambar 7. Tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi (kiri) dan produk rerotian berbasis tepung premix

(tengah dan kanan) .......................................................................................................................................... 77 Gambar 8. Panen Jeruk dan Padi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ........................................................................ 82 Gambar 9. Pelaksanaan Cetak Sawah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo ............................................................................ 82 Gambar 10. Perkembangan Nilai Tukar Petani, 2010-2014 (2007 = 100) .................................................................................... 85 Gambar 11. Pengembangan Sapi .......................................................................................................................................... 85 Gambar 12. Presiden RI Meletakkan Batu Pertama Perbaikan Jaringan Irigasi (Teknologi Ferosemen) ................................... 100

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun 2002-2013 ........................................................ 41 Grafik 2. Perkembangan NTP Tahun 2010- 2014 (Januari s.d Desember) ............................................................................. 86 Grafik 3. Rincian Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kewenangan TA. 2014 .......................................................................... 98

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014xii

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 xiii

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 1

Kementerian Pertanian

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pertanian tahun 2014 merupakan pelaksanaan tahun terakhir Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Pada periode RPJMN tahun

kelima ini, pembangunan pertanian tetap memegang peran strategis dalam perekonomian

nasional. Hal tersebut digambarkan dalam kontribusinya melalui penyediaan bahan pangan,

bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara,

sumber pendapatan, dan pelestarian lingkungan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pangan, kebutuhan akan

pangan merupakan hak mendasar bagi setiap penduduk, sehingga ketersediaan dan

keterjangkauan terhadap pangan yang bermutu dan bergizi seimbang menjadi sangat

fundamental. Ketersediaan pangan sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan suatu

bangsa. Suatu negara dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik, apabila mampu

menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduknya

dan masing-masing rumah tangga mampu memperoleh pangan sesuai kebutuhannya.

Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi suatu bangsa (tidak terkecuali Indonesia) untuk

dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling mendasar

(azasi) ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadi kerawanan sosial. Selain itu akan

menjadikan negara mudah tertekan oleh kekuatan luar karena ketergantungannya terhadap

pangan.

Menyadari arti penting pertanian, Presiden Republik Indonesia periode 2010-2014 bersama

jajaran Kabinet Indonesia Bersatu-II (KIB-II) telah meletakkan pertanian sebagai salah satu

Prioritas Pembangunan Jangka Menengah selaras dengan strategi nasional yang disebut

sebagai Triple + One Track Strategy yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Job, dan Pro Environment.

Dalam upaya meningkatkan peran strategis pertanian tersebut, Rencana Strategis

Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014 telah menetapkan EMPAT TARGET SUKSES sebagai

sasaran yang ingin dicapai Kementerian Pertanian yaitu: (1) pencapaian swasembada untuk

kedelai, gula, dan daging sapi serta swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung;

(2) peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor;

serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Strategi pembangunan pertanian yang ditempuh

BAB I PENDAHULUAN

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 20142

Kementerian Pertanian

difokuskan pada penanganan tujuh aspek dasar yang disebut TUJUH GEMA REVITALISASI,

yaitu: (1) revitalisasi lahan; (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan; (3) revitalisasi

infrastruktur dan sarana; (4) revitalisasi sumberdaya manusia; (5) revitalisasi pembiayaan

petani; (6) revitalisasi kelembagaan petani; dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir.

Pencapaian Empat Target Sukses tersebut tentunya tidak mudah, karena kebijakan, program,

dan kegiatan yang disusun harus mampu menjawab permasalahan mendasar dan isu strategis

pembangunan pertanian saat ini, antara lain: (1) Harga komoditas pertanian yang fluktuatif

dan terus meningkat; (2) Defisit kedelai, gula, dan daging sapi (impor relatif masih cukup

tinggi); (3) Peningkatan produksi pangan yang semakin sulit sebagai akibat dari konversi

lahan pertanian ke non pertanian, dan terjadinya perubahan iklim; (4) Pembiayaan pertanian

kurang efektif (akses petani terhadap permodalan masih terbatas dan masih tingginya suku

bunga kredit usahatani); (5) belum optimalnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional;

(6) Pergeseran konsumsi pangan rumah tangga masih belum sesuai harapan (konsumsi masih

terfokus pada padi-padian dan konsumsi non padi-padian masih rendah); (7) Kesejahteraan

petani belum optimal (masih rendahnya nilai tambah dan margin keuntungan yang diterima

oleh petani); (8) masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh; dan (9) belum

optimalnya koordinasi antar pusat-daerah maupun antar sektor terkait.

Membangun sektor pertanian merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan berbagai

sub sistem agribisnis yang meliputi sub sistem hulu, usahatani, sub sistem hilir, dan sub sistem

pendukung. Selain proses pembangunan yang kompleks, tantangan yang dihadapi sektor

pertanian pun begitu kompleks. Salah satu tantangan yang dihadapi dan berdampak luas

pada pembangunan pertanian adalah kondisi cuaca yang ekstrim.

Disadari pula bahwa kinerja pembangunan sektor pertanian tidak hanya merupakan

pelaksanaan program/kegiatan yang ada di lingkup Kementerian Pertanian, akan tetapi ada

peran sektor lain yang ikut berkontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

pembangunan pertanian, seperti Kementerian/Lembaga Pemerintah lainnya, Pemerintah

Daerah (provinsi/kabupaten/kota), dunia usaha, perbankan, dan lembaga pembiayaan bukan

bank, serta peran aktif dari semua petani, pekebun, dan peternak di seluruh tanah air sebagai

pelaku utama pembangunan pertanian.

1.2 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian

Negara, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, telah

ditetapkan Tugas dan Fungsi unit-unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang

merupakan unsur pelaksana pemerintahan, dipimpin oleh Menteri Pertanian yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Pertanian mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan untuk membantu

Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Kementerian Pertanian

menyelenggarakan fungsi:

(1) Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanian;

(2) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian;

(3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pertanian;

(4) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pertanian di daerah; dan

(5) Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

1.3 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, ditetapkan Susunan Unit Organisasi

Kementerian Pertanian yang terkait secara langsung atau berada di bawah Menteri Pertanian,

terdiri atas:

(1) Wakil Menteri Pertanian;

(2) Sekretariat Jenderal;

(3) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian;

(4) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan;

(5) Direktorat Jenderal Hortikultura;

(6) Direktorat Jenderal Perkebunan;

(7) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan;

(8) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian;

(9) Inspektorat Jenderal;

(10) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian;

(11) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian;

(12) Badan Ketahanan Pangan;

(13) Badan Karantina Pertanian;

(14) Staf Ahli Menteri:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 3

Kementerian Pertanian

difokuskan pada penanganan tujuh aspek dasar yang disebut TUJUH GEMA REVITALISASI,

yaitu: (1) revitalisasi lahan; (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan; (3) revitalisasi

infrastruktur dan sarana; (4) revitalisasi sumberdaya manusia; (5) revitalisasi pembiayaan

petani; (6) revitalisasi kelembagaan petani; dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir.

Pencapaian Empat Target Sukses tersebut tentunya tidak mudah, karena kebijakan, program,

dan kegiatan yang disusun harus mampu menjawab permasalahan mendasar dan isu strategis

pembangunan pertanian saat ini, antara lain: (1) Harga komoditas pertanian yang fluktuatif

dan terus meningkat; (2) Defisit kedelai, gula, dan daging sapi (impor relatif masih cukup

tinggi); (3) Peningkatan produksi pangan yang semakin sulit sebagai akibat dari konversi

lahan pertanian ke non pertanian, dan terjadinya perubahan iklim; (4) Pembiayaan pertanian

kurang efektif (akses petani terhadap permodalan masih terbatas dan masih tingginya suku

bunga kredit usahatani); (5) belum optimalnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional;

(6) Pergeseran konsumsi pangan rumah tangga masih belum sesuai harapan (konsumsi masih

terfokus pada padi-padian dan konsumsi non padi-padian masih rendah); (7) Kesejahteraan

petani belum optimal (masih rendahnya nilai tambah dan margin keuntungan yang diterima

oleh petani); (8) masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh; dan (9) belum

optimalnya koordinasi antar pusat-daerah maupun antar sektor terkait.

Membangun sektor pertanian merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan berbagai

sub sistem agribisnis yang meliputi sub sistem hulu, usahatani, sub sistem hilir, dan sub sistem

pendukung. Selain proses pembangunan yang kompleks, tantangan yang dihadapi sektor

pertanian pun begitu kompleks. Salah satu tantangan yang dihadapi dan berdampak luas

pada pembangunan pertanian adalah kondisi cuaca yang ekstrim.

Disadari pula bahwa kinerja pembangunan sektor pertanian tidak hanya merupakan

pelaksanaan program/kegiatan yang ada di lingkup Kementerian Pertanian, akan tetapi ada

peran sektor lain yang ikut berkontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

pembangunan pertanian, seperti Kementerian/Lembaga Pemerintah lainnya, Pemerintah

Daerah (provinsi/kabupaten/kota), dunia usaha, perbankan, dan lembaga pembiayaan bukan

bank, serta peran aktif dari semua petani, pekebun, dan peternak di seluruh tanah air sebagai

pelaku utama pembangunan pertanian.

1.2 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian

Negara, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, telah

ditetapkan Tugas dan Fungsi unit-unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang

merupakan unsur pelaksana pemerintahan, dipimpin oleh Menteri Pertanian yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Pertanian mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan untuk membantu

Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Kementerian Pertanian

menyelenggarakan fungsi:

(1) Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanian;

(2) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian;

(3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pertanian;

(4) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pertanian di daerah; dan

(5) Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

1.3 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, ditetapkan Susunan Unit Organisasi

Kementerian Pertanian yang terkait secara langsung atau berada di bawah Menteri Pertanian,

terdiri atas:

(1) Wakil Menteri Pertanian;

(2) Sekretariat Jenderal;

(3) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian;

(4) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan;

(5) Direktorat Jenderal Hortikultura;

(6) Direktorat Jenderal Perkebunan;

(7) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan;

(8) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian;

(9) Inspektorat Jenderal;

(10) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian;

(11) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian;

(12) Badan Ketahanan Pangan;

(13) Badan Karantina Pertanian;

(14) Staf Ahli Menteri:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 20144

Kementerian Pertanian

a. Staf Ahli Bidang Lingkungan;

b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian;

c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional;

d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi;

e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian;

(15) Pusat Kerjasama Luar Negeri;

(16) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian;

(17) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian;

Masing-masing unit organisasi tersebut di atas mempunyai tugas dan fungsi:

(1) Wakil Menteri Pertanian:

Wakil Menteri Pertanian mempunyai tugas membantu Menteri Pertanian dalam

memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Pertanian. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud, Wakil Menteri Pertanian mempunyai rincian tugas sebagai

berikut:

a. Melaksanakan tugas khusus dari Menteri Pertanian yang tidak menjadi tugas Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, Staf Ahli atau Staf Khusus;

b. Membantu Menteri Pertanian dalam mengupayakan perbaikan iklim investasi pertanian dan peningkatan nilai investasi publik, swasta, dan masyarakat di bidang pertanian;

c. Membantu Menteri Pertanian dalam upaya menghilangkan dan/atau mengurai hambatan-hambatan (debottlenecking) yang dihadapi dalam pembangunan pertanian yang bersifat lintas kementerian; dan

d. Melaksanakan tugas lainnya yang bersifat ad hoc.

(2) Sekretariat Jenderal:

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dan

pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan

Kementerian Pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat Jenderal

menyelenggarakan fungsi:

a. Koordinasi kegiatan Kementerian Pertanian;

b. Koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian Pertanian;

c. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi Kementerian Pertanian;

d. Pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerjasama, dan hubungan masyarakat;

e. Koordinasi dan penyusunan peraturan Perundang-undangan dan bantuan hukum;

f. Penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan

g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Pertanian.

(3) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian:

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang prasarana dan sarana

pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian; dan

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.

(4) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan:

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang tanaman pangan. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan

fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; dan

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 5

Kementerian Pertanian

a. Staf Ahli Bidang Lingkungan;

b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian;

c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional;

d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi;

e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian;

(15) Pusat Kerjasama Luar Negeri;

(16) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian;

(17) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian;

Masing-masing unit organisasi tersebut di atas mempunyai tugas dan fungsi:

(1) Wakil Menteri Pertanian:

Wakil Menteri Pertanian mempunyai tugas membantu Menteri Pertanian dalam

memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Pertanian. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud, Wakil Menteri Pertanian mempunyai rincian tugas sebagai

berikut:

a. Melaksanakan tugas khusus dari Menteri Pertanian yang tidak menjadi tugas Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, Staf Ahli atau Staf Khusus;

b. Membantu Menteri Pertanian dalam mengupayakan perbaikan iklim investasi pertanian dan peningkatan nilai investasi publik, swasta, dan masyarakat di bidang pertanian;

c. Membantu Menteri Pertanian dalam upaya menghilangkan dan/atau mengurai hambatan-hambatan (debottlenecking) yang dihadapi dalam pembangunan pertanian yang bersifat lintas kementerian; dan

d. Melaksanakan tugas lainnya yang bersifat ad hoc.

(2) Sekretariat Jenderal:

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dan

pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan

Kementerian Pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat Jenderal

menyelenggarakan fungsi:

a. Koordinasi kegiatan Kementerian Pertanian;

b. Koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian Pertanian;

c. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi Kementerian Pertanian;

d. Pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerjasama, dan hubungan masyarakat;

e. Koordinasi dan penyusunan peraturan Perundang-undangan dan bantuan hukum;

f. Penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan

g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Pertanian.

(3) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian:

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang prasarana dan sarana

pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian; dan

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.

(4) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan:

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang tanaman pangan. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan

fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; dan

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 20146

Kementerian Pertanian

(5) Direktorat Jenderal Hortikultura:

Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang hortikultura. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hortikultura.

(6) Direktorat Jenderal Perkebunan:

Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perkebunan. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan dibidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan.

(7) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai tugas merumuskan

serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peternakan dan

kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; dan

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

(8) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian:

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyelenggarakan

fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

(9) Inspektorat Jenderal:

Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan

Kementerian Pertanian. Dalam tugas tersebut, Inspektorat Jenderal mempunyai fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian;

b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;

c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Pertanian;

d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Pertanian; dan

e. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.

(10) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian:

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mempunyai tugas melaksanakan

penelitian dan pengembangan pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyelenggarakan fungsi:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 7

Kementerian Pertanian

(5) Direktorat Jenderal Hortikultura:

Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang hortikultura. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hortikultura.

(6) Direktorat Jenderal Perkebunan:

Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perkebunan. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan dibidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan.

(7) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai tugas merumuskan

serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peternakan dan

kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; dan

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

(8) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian:

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyelenggarakan

fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

(9) Inspektorat Jenderal:

Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan

Kementerian Pertanian. Dalam tugas tersebut, Inspektorat Jenderal mempunyai fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian;

b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;

c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Pertanian;

d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Pertanian; dan

e. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.

(10) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian:

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mempunyai tugas melaksanakan

penelitian dan pengembangan pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyelenggarakan fungsi:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 20148

Kementerian Pertanian

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian dan pengembangan pertanian;

b. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian;

c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian; dan

d. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(11) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian:

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian mempunyai

tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia pertanian

sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi, dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

b. Pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi, dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standardisasi dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; dan

d. Pelaksanaan administrasi Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian.

(12) Badan Ketahanan Pangan:

Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian,

pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi:

a. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;

b. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan, serta cadangan pangan;

c. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan pola konsumsi, dan penganekaragaman pangan;

d. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pengawasan keamanan pangan segar; dan

e. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan.

(13) Badan Karantina Pertanian:

Badan Karantina Pertanian mempunyai tugas melaksanakan perkarantinaan pertanian.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Karantina Pertanian menyelenggarakan

fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati;

b. Pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati;

c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; dan

d. Pelaksanaan administrasi Badan Karantina Pertanian.

(14) Staf Ahli Menteri Pertanian:

Staf Ahli Menteri Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah

tertentu sesuai dengan bidang tugasnya. Staf Ahli Menteri Pertanian terdiri atas:

a. Staf Ahli Bidang Lingkungan;

b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian;

c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional;

d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi;

e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian;

Tugas dari masing-masing Staf Ahli Menteri Pertanian tersebut adalah:

a. Staf Ahli Bidang Lingkungan mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah lingkungan;

b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah kebijakan pembangunan pertanian;

c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah kerjasama internasional;

d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah inovasi dan teknologi; dan

e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah investasi pertanian.

(15) Pusat Kerjasama Luar Negeri:

Pusat Kerjasama Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan

kerjasama luar negeri di bidang pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat

Kerjasama Luar Negeri menyelenggarakan fungsi:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 9

Kementerian Pertanian

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian dan pengembangan pertanian;

b. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian;

c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian; dan

d. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(11) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian:

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian mempunyai

tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia pertanian

sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi, dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

b. Pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi, dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan;

c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standardisasi dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; dan

d. Pelaksanaan administrasi Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian.

(12) Badan Ketahanan Pangan:

Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian,

pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi:

a. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;

b. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan, serta cadangan pangan;

c. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan pola konsumsi, dan penganekaragaman pangan;

d. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pengawasan keamanan pangan segar; dan

e. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan.

(13) Badan Karantina Pertanian:

Badan Karantina Pertanian mempunyai tugas melaksanakan perkarantinaan pertanian.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Karantina Pertanian menyelenggarakan

fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati;

b. Pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati;

c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; dan

d. Pelaksanaan administrasi Badan Karantina Pertanian.

(14) Staf Ahli Menteri Pertanian:

Staf Ahli Menteri Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah

tertentu sesuai dengan bidang tugasnya. Staf Ahli Menteri Pertanian terdiri atas:

a. Staf Ahli Bidang Lingkungan;

b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian;

c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional;

d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi;

e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian;

Tugas dari masing-masing Staf Ahli Menteri Pertanian tersebut adalah:

a. Staf Ahli Bidang Lingkungan mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah lingkungan;

b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah kebijakan pembangunan pertanian;

c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah kerjasama internasional;

d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah inovasi dan teknologi; dan

e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah investasi pertanian.

(15) Pusat Kerjasama Luar Negeri:

Pusat Kerjasama Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan

kerjasama luar negeri di bidang pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat

Kerjasama Luar Negeri menyelenggarakan fungsi:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201410

Kementerian Pertanian

a. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama bilateral di bidang pertanian;

b. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama regional di bidang pertanian;

c. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama multilateral di bidang pertanian;

d. Pelaksanaan urusan atase pertanian; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Pusat Kerjasama Luar Negeri.

(16) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian:

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempunyai tugas melaksanakan

pembinaan, pengembangan sistem informasi pertanian, dan pelayanan data dan

informasi pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan rencana, program, anggaran;

b. Penyediaan dan pelayanan data dan informasi komoditas pertanian;

c. Penyediaan dan pelayanan data dan informasi non komoditas pertanian;

d. Pengelolaan dan pelaksanaan pengembangan sistem informasi Kementerian Pertanian; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

(17) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian:

Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian mempunyai tugas

melaksanakan pengelolaan perlindungan varietas tanaman serta pelayanan perizinan

dan rekomendasi teknis pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat

Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan rencana, program dan anggaran, serta kerjasama;

b. Pemberian pelayanan permohonan hak dan pengujian perlindungan varietas tanaman, serta pendaftaran varietas dan sumberdaya genetik tanaman;

c. Penerimaan, analisis, fasilitasi proses teknis penolakan atau pemberian izin, rekomendasi teknis, dan pendaftaran di bidang pertanian;

d. Pelayanan penamaan, pemberian, penolakan permohonan, pembatalan hak, serta pelayanan permohonan banding, konsultasi, pertimbangan, dan perlindungan hukum perlindungan varietas tanaman; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian.

1.4 Sumberdaya Manusia Kementerian Pertanian

Jumlah pegawai Kementerian Pertanian pada tahun 2014 pada 12 Unit Kerja Eselon I termasuk

160 Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebanyak 20.341 orang, terdiri dari Golongan I sebanyak 743

orang, golongan II sebanyak 5.378 orang, golongan III sebanyak 11.825 orang, dan golongan IV

sebanyak 2.395 orang. Jika dilihat dari jenjang pendidikannya terdiri dari: S3 sebanyak 621

orang, S2 sebanyak 3.626 orang, S1/D4 sebanyak 6.395 orang, Sarjana Muda/D3/D2/D1

sebanyak 1.553 orang, SLTA sebanyak 6.782 orang, SLTP sebanyak 591 orang, dan SD

sebanyak 773 orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 dengan jumlah pegawai 20.147

orang, maka jumlah pegawai tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 194 orang atau

0,96%. Peningkatan jumlah pegawai pada tahun 2014 disebabkan karena adanya

penambahan/penerimaan pegawai baru. Secara rinci jumlah pegawai Kementerian Pertanian

tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran 2.

1.5. Dukungan Anggaran

Pagu awal APBN Kementerian Pertanian TA 2014 adalah senilai Rp15.470.610.980.000,00.

Dalam perjalanan tahun anggaran 2014, terjadi pengurangan dan penambahan anggaran,

yaitu: (1) penghematan anggaran Pemerintah untuk subsidi BBM senilai

Rp1.902.984.562.000,00, (2) penambahan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri senilai

Rp66.523.715.000,00, dan (3) penambahan dana kontingensi untuk program Upaya Khusus

Peningkatan Produksi Padi senilai Rp578.145.076.000,00, sehingga total APBN Kementerian

Pertanian TA 2014 senilai Rp14.238.721.451.000,00.

Sebagian besar APBN Kementerian Pertanian dialokasikan di daerah dalam bentuk Dana

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Untuk TA 2014, jumlah DIPA Satker lingkup

Kementerian Pertanian sebanyak 1.619 DIPA Satker.

Rincian pagu dan realisasi APBN Kementerian Pertanian tahun anggaran 2014 dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 11

Kementerian Pertanian

a. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama bilateral di bidang pertanian;

b. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama regional di bidang pertanian;

c. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama multilateral di bidang pertanian;

d. Pelaksanaan urusan atase pertanian; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Pusat Kerjasama Luar Negeri.

(16) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian:

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempunyai tugas melaksanakan

pembinaan, pengembangan sistem informasi pertanian, dan pelayanan data dan

informasi pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan rencana, program, anggaran;

b. Penyediaan dan pelayanan data dan informasi komoditas pertanian;

c. Penyediaan dan pelayanan data dan informasi non komoditas pertanian;

d. Pengelolaan dan pelaksanaan pengembangan sistem informasi Kementerian Pertanian; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

(17) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian:

Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian mempunyai tugas

melaksanakan pengelolaan perlindungan varietas tanaman serta pelayanan perizinan

dan rekomendasi teknis pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat

Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan rencana, program dan anggaran, serta kerjasama;

b. Pemberian pelayanan permohonan hak dan pengujian perlindungan varietas tanaman, serta pendaftaran varietas dan sumberdaya genetik tanaman;

c. Penerimaan, analisis, fasilitasi proses teknis penolakan atau pemberian izin, rekomendasi teknis, dan pendaftaran di bidang pertanian;

d. Pelayanan penamaan, pemberian, penolakan permohonan, pembatalan hak, serta pelayanan permohonan banding, konsultasi, pertimbangan, dan perlindungan hukum perlindungan varietas tanaman; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian.

1.4 Sumberdaya Manusia Kementerian Pertanian

Jumlah pegawai Kementerian Pertanian pada tahun 2014 pada 12 Unit Kerja Eselon I termasuk

160 Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebanyak 20.341 orang, terdiri dari Golongan I sebanyak 743

orang, golongan II sebanyak 5.378 orang, golongan III sebanyak 11.825 orang, dan golongan IV

sebanyak 2.395 orang. Jika dilihat dari jenjang pendidikannya terdiri dari: S3 sebanyak 621

orang, S2 sebanyak 3.626 orang, S1/D4 sebanyak 6.395 orang, Sarjana Muda/D3/D2/D1

sebanyak 1.553 orang, SLTA sebanyak 6.782 orang, SLTP sebanyak 591 orang, dan SD

sebanyak 773 orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 dengan jumlah pegawai 20.147

orang, maka jumlah pegawai tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 194 orang atau

0,96%. Peningkatan jumlah pegawai pada tahun 2014 disebabkan karena adanya

penambahan/penerimaan pegawai baru. Secara rinci jumlah pegawai Kementerian Pertanian

tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran 2.

1.5. Dukungan Anggaran

Pagu awal APBN Kementerian Pertanian TA 2014 adalah senilai Rp15.470.610.980.000,00.

Dalam perjalanan tahun anggaran 2014, terjadi pengurangan dan penambahan anggaran,

yaitu: (1) penghematan anggaran Pemerintah untuk subsidi BBM senilai

Rp1.902.984.562.000,00, (2) penambahan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri senilai

Rp66.523.715.000,00, dan (3) penambahan dana kontingensi untuk program Upaya Khusus

Peningkatan Produksi Padi senilai Rp578.145.076.000,00, sehingga total APBN Kementerian

Pertanian TA 2014 senilai Rp14.238.721.451.000,00.

Sebagian besar APBN Kementerian Pertanian dialokasikan di daerah dalam bentuk Dana

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Untuk TA 2014, jumlah DIPA Satker lingkup

Kementerian Pertanian sebanyak 1.619 DIPA Satker.

Rincian pagu dan realisasi APBN Kementerian Pertanian tahun anggaran 2014 dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201412

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 13

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201414 15

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201414

Kementerian Pertanian

2.1. Rencana Strategis 2010-2014

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertanian 2010-2014 dilaksanakan dengan mengacu

kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025, dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.

Pada tahun 2011, Kementerian Pertanian melakukan revisi terhadap Renstra 2010-2014

sehubungan dengan adanya: (1) Perubahan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian

Pertanian yang tertuang dalam Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010;

(2) Perubahan lingkungan strategis global dan domestik; (3) Refocusing program/kegiatan

untuk pencapaian empat target sukses; (4) Penyempurnaan output/outcome dengan

indikator yang lebih SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Timely); dan

(5) Adanya Direktif Presiden dan data terbaru hasil Sensus Sapi 2011. Berkaitan dengan hal

tersebut, rencana pelaksanaan dan pembangunan pertanian tahun 2010-2014 telah banyak

mengalami penyesuaian, sehingga perlu dilakukan revisi terhadap Renstra Kementerian

Pertanian 2010-2014, melalui Permentan No. 83.1/Permentan/RC.110/12/2011.

Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014 merupakan dokumen perencanaan yang berisi visi,

misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan pembangunan

pertanian yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian selama lima tahun (2010-2014).

Dokumen ini disusun berdasarkan analisis strategis atas potensi, peluang, tantangan, dan

permasalahan termasuk isu strategis yang dihadapi dalam pembangunan pertanian. Renstra

Kementerian Pertanian 2010-2014 merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di sektor pertanian. Dokumen Renstra ini

selanjutnya digunakan sebagai acuan dan arahan bagi Unit Kerja Jajaran Birokrasi di lingkup

Kementerian Pertanian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian

periode 2010-2014 secara menyeluruh, terintegrasi, dan sinergis baik di dalam maupun antar

sektor/sub sektor terkait.

Reformasi perencanaan dan penganggaran 2010-2014 mengharuskan Kementerian Pertanian

merestrukturisasi program dan kegiatan dalam rangka Penganggaran Berbasis Kinerja

(Performance-based Budgeting). Untuk itu, Dokumen Renstra Kementerian Pertanian

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201414 15

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

2.1. Rencana Strategis 2010-2014

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertanian 2010-2014 dilaksanakan dengan mengacu

kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025, dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.

Pada tahun 2011, Kementerian Pertanian melakukan revisi terhadap Renstra 2010-2014

sehubungan dengan adanya: (1) Perubahan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian

Pertanian yang tertuang dalam Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010;

(2) Perubahan lingkungan strategis global dan domestik; (3) Refocusing program/kegiatan

untuk pencapaian empat target sukses; (4) Penyempurnaan output/outcome dengan

indikator yang lebih SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Timely); dan

(5) Adanya Direktif Presiden dan data terbaru hasil Sensus Sapi 2011. Berkaitan dengan hal

tersebut, rencana pelaksanaan dan pembangunan pertanian tahun 2010-2014 telah banyak

mengalami penyesuaian, sehingga perlu dilakukan revisi terhadap Renstra Kementerian

Pertanian 2010-2014, melalui Permentan No. 83.1/Permentan/RC.110/12/2011.

Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014 merupakan dokumen perencanaan yang berisi visi,

misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan pembangunan

pertanian yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian selama lima tahun (2010-2014).

Dokumen ini disusun berdasarkan analisis strategis atas potensi, peluang, tantangan, dan

permasalahan termasuk isu strategis yang dihadapi dalam pembangunan pertanian. Renstra

Kementerian Pertanian 2010-2014 merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di sektor pertanian. Dokumen Renstra ini

selanjutnya digunakan sebagai acuan dan arahan bagi Unit Kerja Jajaran Birokrasi di lingkup

Kementerian Pertanian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian

periode 2010-2014 secara menyeluruh, terintegrasi, dan sinergis baik di dalam maupun antar

sektor/sub sektor terkait.

Reformasi perencanaan dan penganggaran 2010-2014 mengharuskan Kementerian Pertanian

merestrukturisasi program dan kegiatan dalam rangka Penganggaran Berbasis Kinerja

(Performance-based Budgeting). Untuk itu, Dokumen Renstra Kementerian Pertanian

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201416 17

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

dilengkapi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) sesuai Permentan Nomor

49/Permentan/OT.140/8/2012, sehingga akuntabilitas pelaksanaan kegiatan berserta

organisasinya dapat dievaluasi selama periode tahun 2010-2014.

2.1.1 Visi

Visi Kementerian Pertanian adalah Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan

yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah,

Daya Saing, Ekspor, dan Kesejahteraan Petani.

2.1.2 Misi

Untuk mewujudkan Visi tersebut, Misi yang harus dilaksanakan, yaitu:

(1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.

(2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan.

(3) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.

(4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan IPTEK dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi.

(5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dikonsumsi.

(6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri.

(7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan.

(8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional.

(9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan.

(10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.

2.1.3 Tujuan dan Sasaran

Sesuai dengan visi, misi, tugas, dan fungsi Kementerian Pertanian, maka tujuan yang akan

dicapai adalah:

(1) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal.

(2) Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan.

(3) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan.

(4) Meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian.

(5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan sasaran yang ingin dicapai Kementerian

Pertanian selama tahun 2010-2014, sesuai Renstra Revisi Permentan Nomor

83.1/Permentan/RC.110/12/2011, tanggal 2 Desember 2011 sebagai berikut:

(1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

a. Swasembada meliputi: produksi kedelai naik dari 1,30 juta ton biji kering (2010) menjadi 2,7 juta ton biji kering di tahun 2014 (rata-rata pertumbuhan 20,05% per tahun); produksi gula naik dari 2,29 juta ton (2010) menjadi 3,45 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,80% per tahun); produksi daging sapi naik dari 500 ribu ton karkas (2010) menjadi 660 ribu ton karkas di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 7,13% per tahun).

b. Swasembada Berkelanjutan meliputi: produksi padi naik dari 66,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2010 menjadi 76,57 juta ton GKG di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 3,56% per tahun) dan produksi jagung naik dari 19,80 juta ton (2010) menjadi 29,00 juta ton pipilan kering di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02% per tahun).

(2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, meliputi:

a. Konsumsi beras per kapita menurun sekurang-kurangnya 1,50% per tahun, dibarengi peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan, dan sayuran.

b. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) naik dari 86,40 (2010) menjadi 93,30 (2014).

(3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor, meliputi:

a. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib).

b. Meningkatkan produk olahan yang diperdagangkan dari 20% (2010) menjadi 50% (2014).

c. Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor pada 2014.

d. Memenuhi semua sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (2014).

e. Meningkatkan surplus neraca perdagangan US$24,30 miliar (2010) menjadi US$54,50 miliar (2014).

(4) Peningkatan Kesejahteraan Petani, meliputi:

a. Nilai Tukar Petani/NTP sebesar 115-120.

b. Rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10% per tahun.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201416 17

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

dilengkapi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) sesuai Permentan Nomor

49/Permentan/OT.140/8/2012, sehingga akuntabilitas pelaksanaan kegiatan berserta

organisasinya dapat dievaluasi selama periode tahun 2010-2014.

2.1.1 Visi

Visi Kementerian Pertanian adalah Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan

yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah,

Daya Saing, Ekspor, dan Kesejahteraan Petani.

2.1.2 Misi

Untuk mewujudkan Visi tersebut, Misi yang harus dilaksanakan, yaitu:

(1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.

(2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan.

(3) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.

(4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan IPTEK dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi.

(5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dikonsumsi.

(6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri.

(7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan.

(8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional.

(9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan.

(10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.

2.1.3 Tujuan dan Sasaran

Sesuai dengan visi, misi, tugas, dan fungsi Kementerian Pertanian, maka tujuan yang akan

dicapai adalah:

(1) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal.

(2) Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan.

(3) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan.

(4) Meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian.

(5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan sasaran yang ingin dicapai Kementerian

Pertanian selama tahun 2010-2014, sesuai Renstra Revisi Permentan Nomor

83.1/Permentan/RC.110/12/2011, tanggal 2 Desember 2011 sebagai berikut:

(1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

a. Swasembada meliputi: produksi kedelai naik dari 1,30 juta ton biji kering (2010) menjadi 2,7 juta ton biji kering di tahun 2014 (rata-rata pertumbuhan 20,05% per tahun); produksi gula naik dari 2,29 juta ton (2010) menjadi 3,45 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,80% per tahun); produksi daging sapi naik dari 500 ribu ton karkas (2010) menjadi 660 ribu ton karkas di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 7,13% per tahun).

b. Swasembada Berkelanjutan meliputi: produksi padi naik dari 66,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2010 menjadi 76,57 juta ton GKG di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 3,56% per tahun) dan produksi jagung naik dari 19,80 juta ton (2010) menjadi 29,00 juta ton pipilan kering di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02% per tahun).

(2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, meliputi:

a. Konsumsi beras per kapita menurun sekurang-kurangnya 1,50% per tahun, dibarengi peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan, dan sayuran.

b. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) naik dari 86,40 (2010) menjadi 93,30 (2014).

(3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor, meliputi:

a. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib).

b. Meningkatkan produk olahan yang diperdagangkan dari 20% (2010) menjadi 50% (2014).

c. Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor pada 2014.

d. Memenuhi semua sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (2014).

e. Meningkatkan surplus neraca perdagangan US$24,30 miliar (2010) menjadi US$54,50 miliar (2014).

(4) Peningkatan Kesejahteraan Petani, meliputi:

a. Nilai Tukar Petani/NTP sebesar 115-120.

b. Rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10% per tahun.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201418 19

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

2.1.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 ditujukan untuk lebih

memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang termasuk pertanian. Untuk itu

arah kebijakan Kementerian Pertanian guna mencapai sasaran sesuai Visi dan Misi adalah:

(1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pola Sekolah Lapangan lainnya;

(2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), Penggerak Membangun Desa (PMD), Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat dan rekruitmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan;

(3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;

(4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;

(5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;

(6) Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani;

(7) Jaminan penguasaan lahan produktif;

(8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;

(9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;

(10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan;

(11) Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan bunga rendah;

(12) Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;

(13) Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional;

(14) Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;

(15) Pengembangan investasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi;

(16) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu;

(17) Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional;

(18) Penguatan sistem perkarantinaan pertanian;

(19) Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;

(20) Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota;

(21) Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;

(22) Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis; dan

(23) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.

Mulai tahun 2013 pembangunan pertanian diarahkan untuk fokus komoditas dan lokasi

dengan pendekatan kawasan pertanian. Pendekatan kawasan ini disebut dengan cluster.

Pendekatan cluster dibangun dengan mengembangkan kawasan yang sudah ada (existing)

atau dapat pula mengembangkan kawasan baru.

(1) Pola Pengembangan Kawasan yang Sudah Ada (existing). Pola ini ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat bertambah sesuai dengan daya dukung wilayah. Kawasan yang telah mandiri diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickle-down effect).

(2) Pola Pengembangan Kawasan Baru. Pola ini ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan kawasan, yaitu: (a) memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum terlaksana, dan (b) membangun kawasan baru di kawasan potensial secara bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan.

Pengembangan cluster ini difokuskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan

dengan mengembangkan 40 komoditas strategis dan unggulan nasional, meliputi 30

komoditas pangan dan sepuluh komoditas non pangan secara terpadu dan multi-years. Jenis

komoditas yang akan dikembangkan antara lain:

(1) Tanaman pangan (7 komoditas), yaitu: padi, kedelai, jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar.

(2) Hortikultura (10 komoditas), yaitu: cabai, bawang merah, kentang, mangga, pisang, jeruk, durian, manggis, rimpang (temulawak dan non temulawak), dan tanaman florikultura (krisan dan anggrek).

(3) Perkebunan (15 komoditas), yaitu: kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, teh, tebu, karet, kapas, tembakau, cengkeh, jarak pagar, nilam, dan kemiri sunan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201418 19

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

2.1.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 ditujukan untuk lebih

memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang termasuk pertanian. Untuk itu

arah kebijakan Kementerian Pertanian guna mencapai sasaran sesuai Visi dan Misi adalah:

(1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pola Sekolah Lapangan lainnya;

(2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), Penggerak Membangun Desa (PMD), Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat dan rekruitmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan;

(3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;

(4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;

(5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;

(6) Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani;

(7) Jaminan penguasaan lahan produktif;

(8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;

(9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;

(10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan;

(11) Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan bunga rendah;

(12) Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;

(13) Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional;

(14) Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;

(15) Pengembangan investasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi;

(16) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu;

(17) Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional;

(18) Penguatan sistem perkarantinaan pertanian;

(19) Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;

(20) Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota;

(21) Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;

(22) Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis; dan

(23) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.

Mulai tahun 2013 pembangunan pertanian diarahkan untuk fokus komoditas dan lokasi

dengan pendekatan kawasan pertanian. Pendekatan kawasan ini disebut dengan cluster.

Pendekatan cluster dibangun dengan mengembangkan kawasan yang sudah ada (existing)

atau dapat pula mengembangkan kawasan baru.

(1) Pola Pengembangan Kawasan yang Sudah Ada (existing). Pola ini ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat bertambah sesuai dengan daya dukung wilayah. Kawasan yang telah mandiri diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickle-down effect).

(2) Pola Pengembangan Kawasan Baru. Pola ini ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan kawasan, yaitu: (a) memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum terlaksana, dan (b) membangun kawasan baru di kawasan potensial secara bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan.

Pengembangan cluster ini difokuskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan

dengan mengembangkan 40 komoditas strategis dan unggulan nasional, meliputi 30

komoditas pangan dan sepuluh komoditas non pangan secara terpadu dan multi-years. Jenis

komoditas yang akan dikembangkan antara lain:

(1) Tanaman pangan (7 komoditas), yaitu: padi, kedelai, jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar.

(2) Hortikultura (10 komoditas), yaitu: cabai, bawang merah, kentang, mangga, pisang, jeruk, durian, manggis, rimpang (temulawak dan non temulawak), dan tanaman florikultura (krisan dan anggrek).

(3) Perkebunan (15 komoditas), yaitu: kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, teh, tebu, karet, kapas, tembakau, cengkeh, jarak pagar, nilam, dan kemiri sunan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201420 21

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

(4) Peternakan (7 komoditas), yaitu: sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing/domba, babi, ayam buras, dan itik.

Dari 40 jenis komoditas tersebut, terdapat lima jenis komoditas strategis nasional yaitu padi,

jagung, kedelai, tebu, dan daging sapi yang diharapkan dapat mencapai swasembada

berkelanjutan untuk padi dan jagung, serta mencapai swasembada pada 2014 untuk kedelai,

tebu, dan daging sapi. Komoditas cabai dan bawang merah juga mendapat perhatian guna

menjamin kontinuitas pasokan bagi konsumen dan stabilisasi harga pasar.

Fokus lokasi mencakup wilayah sentra produksi pangan dan komoditas unggulan lainnya.

Kegiatan di dalam lokasi cluster bersifat pengutuhan kegiatan pada kondisi yang sudah ada

(existing) dengan rancangan program/kegiatan disusun secara terpadu dan multi-years. Dalam

hal ini, perlu dilakukan identifikasi potensi dan kebutuhan kegiatan, serta peluang bagi

investor untuk berpartisipasi. Kegiatan swasta yang dapat dibangun antara lain mencakup

usaha di bidang perbenihan yang teknologinya belum dikuasai petani, industri alat-mesin,

industri pasca panen dan pengolahan, pemasaran, maupun usaha kemitraan dengan petani.

Pengembangan cluster tersebut diantaranya guna mendukung Koridor Pengembangan

Ekonomi Indonesia (KPEI).

Sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki ciri tertentu di mana di

dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk pertanian unggulan. Disamping itu,

sentra merupakan area yang lebih khusus untuk satu komoditas dalam kegiatan ekonomi

yang telah membudaya yang ditunjang oleh prasarana dan sarana produksi untuk

berkembangnya produk tersebut. Pada area sentra terdapat suatu kesatuan fungsional

secara fisik lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur, kelembagaan, serta SDM, yang

berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan. Kawasan pertanian adalah

gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor

sumber daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi

batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah.

Kementerian Pertanian memfasilitasi pengembangan lima komoditas strategis nasional di

kabupaten/kota di lokasi cluster melalui penyediaan sarana dan prasarana, kemudahan

perijinan, pemanfaatan lahan, penyediaan data dan informasi, promosi, penganggaran dan

lainnya. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mensinergikan kegiatannya

untuk mendukung pengembangan “cluster” tersebut melalui dana APBD maupun sumber

pembiayaan lainnya.

Berdasarkan tingkat perkembangannya, proses pengembangan kawasan setidaknya dapat

dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) tahap inisiasi pada kawasan yang belum

berkembang; (2) tahap penumbuhan pada kawasan yang belum berkembang; (3) tahap

pengembangan kawasan; (4) tahap pemantapan kawasan; dan (5) tahap integrasi antar

kawasan. Jenis kegiatan pada masing-masing tahap berbeda-beda tergantung pada tingkat

keterkaitan antar pertanian, kekuatan sub sistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan

penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan.

2.1.5 Program dan Kegiatan

Sesuai pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (RPP) yang ditetapkan melalui

Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor 0142/M.PPN/06/2009-SE 1848/MK/2009 tanggal 19

Juni 2009, setiap Eselon I mulai tahun 2011 mempunyai program, dengan nama program

sesuai dengan basis kinerja Eselon I yang bersangkutan. Untuk itu Kementerian Pertanian

telah menetapkan pelaksanaan 12 program untuk periode 2010-2014 sebagai berikut:

(1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai

Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan

Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu

Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan

Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan

dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya

Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan

Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing;

(9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani; (10) Peningkatan Kualitas

Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan

Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajeman

dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian. Program-program tersebut

diimplementasikan ke dalam kegiatan–kegiatan yang berada pada seluruh Eselon I lingkup

Kementerian Pertanian.

2.2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014

Kebijakan pembangunan pertanian tahun 2014 dirancang sebagai bagian dan keberlanjutan

dan tahun terakhir dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2010-2014. Selain itu tentu saja kebijakan tersebut merupakan komponen dari

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014, khususnya dalam menunjang salah satu prioritas

pembangunan nasional, yaitu prioritas nomor lima berupa Peningkatan Ketahanan Pangan.

Kebijakan tahun 2014 mempertimbangkan kinerja capaian tahun 2010-2012, kondisi yang

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201420 21

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

(4) Peternakan (7 komoditas), yaitu: sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing/domba, babi, ayam buras, dan itik.

Dari 40 jenis komoditas tersebut, terdapat lima jenis komoditas strategis nasional yaitu padi,

jagung, kedelai, tebu, dan daging sapi yang diharapkan dapat mencapai swasembada

berkelanjutan untuk padi dan jagung, serta mencapai swasembada pada 2014 untuk kedelai,

tebu, dan daging sapi. Komoditas cabai dan bawang merah juga mendapat perhatian guna

menjamin kontinuitas pasokan bagi konsumen dan stabilisasi harga pasar.

Fokus lokasi mencakup wilayah sentra produksi pangan dan komoditas unggulan lainnya.

Kegiatan di dalam lokasi cluster bersifat pengutuhan kegiatan pada kondisi yang sudah ada

(existing) dengan rancangan program/kegiatan disusun secara terpadu dan multi-years. Dalam

hal ini, perlu dilakukan identifikasi potensi dan kebutuhan kegiatan, serta peluang bagi

investor untuk berpartisipasi. Kegiatan swasta yang dapat dibangun antara lain mencakup

usaha di bidang perbenihan yang teknologinya belum dikuasai petani, industri alat-mesin,

industri pasca panen dan pengolahan, pemasaran, maupun usaha kemitraan dengan petani.

Pengembangan cluster tersebut diantaranya guna mendukung Koridor Pengembangan

Ekonomi Indonesia (KPEI).

Sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki ciri tertentu di mana di

dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk pertanian unggulan. Disamping itu,

sentra merupakan area yang lebih khusus untuk satu komoditas dalam kegiatan ekonomi

yang telah membudaya yang ditunjang oleh prasarana dan sarana produksi untuk

berkembangnya produk tersebut. Pada area sentra terdapat suatu kesatuan fungsional

secara fisik lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur, kelembagaan, serta SDM, yang

berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan. Kawasan pertanian adalah

gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor

sumber daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi

batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah.

Kementerian Pertanian memfasilitasi pengembangan lima komoditas strategis nasional di

kabupaten/kota di lokasi cluster melalui penyediaan sarana dan prasarana, kemudahan

perijinan, pemanfaatan lahan, penyediaan data dan informasi, promosi, penganggaran dan

lainnya. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mensinergikan kegiatannya

untuk mendukung pengembangan “cluster” tersebut melalui dana APBD maupun sumber

pembiayaan lainnya.

Berdasarkan tingkat perkembangannya, proses pengembangan kawasan setidaknya dapat

dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) tahap inisiasi pada kawasan yang belum

berkembang; (2) tahap penumbuhan pada kawasan yang belum berkembang; (3) tahap

pengembangan kawasan; (4) tahap pemantapan kawasan; dan (5) tahap integrasi antar

kawasan. Jenis kegiatan pada masing-masing tahap berbeda-beda tergantung pada tingkat

keterkaitan antar pertanian, kekuatan sub sistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan

penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan.

2.1.5 Program dan Kegiatan

Sesuai pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (RPP) yang ditetapkan melalui

Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor 0142/M.PPN/06/2009-SE 1848/MK/2009 tanggal 19

Juni 2009, setiap Eselon I mulai tahun 2011 mempunyai program, dengan nama program

sesuai dengan basis kinerja Eselon I yang bersangkutan. Untuk itu Kementerian Pertanian

telah menetapkan pelaksanaan 12 program untuk periode 2010-2014 sebagai berikut:

(1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai

Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan

Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu

Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan

Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan

dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya

Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan

Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing;

(9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani; (10) Peningkatan Kualitas

Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan

Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajeman

dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian. Program-program tersebut

diimplementasikan ke dalam kegiatan–kegiatan yang berada pada seluruh Eselon I lingkup

Kementerian Pertanian.

2.2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014

Kebijakan pembangunan pertanian tahun 2014 dirancang sebagai bagian dan keberlanjutan

dan tahun terakhir dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2010-2014. Selain itu tentu saja kebijakan tersebut merupakan komponen dari

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014, khususnya dalam menunjang salah satu prioritas

pembangunan nasional, yaitu prioritas nomor lima berupa Peningkatan Ketahanan Pangan.

Kebijakan tahun 2014 mempertimbangkan kinerja capaian tahun 2010-2012, kondisi yang

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201422 23

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

berkembang pada tahun 2013, dan antisipasi tantangan serta kebutuhan tahun 2014 dalam

kerangka pembangunan jangka menengah.

Kegiatan pembangunan pertanian 2014 diprioritaskan untuk mendanai kegiatan prioritas

nasional, prioritas bidang, dan prioritas Kementerian sesuai yang tertuang dalam RKP 2014

dan Renstra Kementerian Pertanian tahun 2010-2014.

Sasaran empat target sukses sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Tahunan

Kementerian Pertanian tahun 2014, adalah sebagai berikut:

(1) Tercapaianya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

a. Swasembada Berkelanjutan: (1) Produksi Padi: 76,57 juta ton GKG dan (2) Produksi Jagung: 20,82 juta ton.

b. Swasembada: (1) Produksi Kedelai: 1,50 juta ton, (2) Produksi Gula 3,10 juta ton, dan (3) Produksi Daging Sapi: 0,53 juta ton.

(2) Meningkatnya Diversifikasi Pangan:

a. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun: 1,5%

b. Skor Pola Pangan Harapan (PPH): 93,3

(3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

a. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet sebesar 90%;

b. Meningkatnya produk olahan yang diekspor sebesar 63%; c. Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor

sebesar 11%; d. Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat

dalam negeri sebesar 60%;

e. Meningkatnya Surplus neraca perdagangan sebesar 23%.

(4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani

a. Pertumbuhan pendapatan per kapita petani: 11,10%

b. Nilai Tukar Petani (NTP): 105-110

2.3 Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2014

Perjanjian Kinerja Tahun 2014 merupakan bagian dari dokumen yang ditetapkan oleh Menteri

Pertanian guna mewujudkan capaian strategis khususnya empat target sukses Kementerian

Pertanian, yaitu: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan (swasembada

kedelai, gula, dan daging sapi dan swasembada berkelanjutan padi dan jagung);

(2) Peningkatan Diversifikasi Pangan (persentase penurunan konsumsi beras per kapita tahun

dan membaiknya Skor Pola Pangan Harapan/PPH); (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya

Saing, dan Ekspor, meliputi: tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao

fermentasi dan bahan olahan karet; meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan;

meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu; meningkatnya

sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri;

meningkatnya surplus neraca perdagangan; serta (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani

(Nilai Tukar Petani/NTP dan pertumbuhan pendapatan per kapita).

Pencapaian empat target sukses Kementerian Pertanian ini didukung melalui pelaksanaan 12

(dua belas) program pembangunan pertanian sesuai tugas fungsi Eselon I lingkup

Kementerian Pertanian. Selanjutnya Perjanjian Kinerja Tahun 2014 ini dijabarkan lebih lanjut ke

dalam Indikator Kinerja sebagai acuan penilaian kinerja masing-masing program berdasarkan

kegiatan yang telah ditetapkan. Adapun Perjanjian Kinerja Tahun 2014 yang diulas secara lebih

rinci dan mendalam adalah kegiatan-kegiatan yang menjadi sasaran Indikator Kinerja Utama

(IKU) Kementerian Pertanian dalam menunjang capaian empat target sukses tersebut.

Adapun dalam pelaksanaannya, Kementerian Pertanian pada pelaksanaan kegiatannya

melaksanakan revisi Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 pada bulan

Agustus 2014, dikarenakan: (1) adanya penghematan anggaran yang digunakan untuk subsidi

BBM sehingga dalam pelaksanaan kegiatan di Kementerian Pertanian terjadi penyesuaian

target. Adapun tabel perubahan/revisi Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun

2014 seperti pada Tabel 1.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201422 23

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

berkembang pada tahun 2013, dan antisipasi tantangan serta kebutuhan tahun 2014 dalam

kerangka pembangunan jangka menengah.

Kegiatan pembangunan pertanian 2014 diprioritaskan untuk mendanai kegiatan prioritas

nasional, prioritas bidang, dan prioritas Kementerian sesuai yang tertuang dalam RKP 2014

dan Renstra Kementerian Pertanian tahun 2010-2014.

Sasaran empat target sukses sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Tahunan

Kementerian Pertanian tahun 2014, adalah sebagai berikut:

(1) Tercapaianya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

a. Swasembada Berkelanjutan: (1) Produksi Padi: 76,57 juta ton GKG dan (2) Produksi Jagung: 20,82 juta ton.

b. Swasembada: (1) Produksi Kedelai: 1,50 juta ton, (2) Produksi Gula 3,10 juta ton, dan (3) Produksi Daging Sapi: 0,53 juta ton.

(2) Meningkatnya Diversifikasi Pangan:

a. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun: 1,5%

b. Skor Pola Pangan Harapan (PPH): 93,3

(3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

a. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet sebesar 90%;

b. Meningkatnya produk olahan yang diekspor sebesar 63%; c. Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor

sebesar 11%; d. Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat

dalam negeri sebesar 60%;

e. Meningkatnya Surplus neraca perdagangan sebesar 23%.

(4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani

a. Pertumbuhan pendapatan per kapita petani: 11,10%

b. Nilai Tukar Petani (NTP): 105-110

2.3 Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2014

Perjanjian Kinerja Tahun 2014 merupakan bagian dari dokumen yang ditetapkan oleh Menteri

Pertanian guna mewujudkan capaian strategis khususnya empat target sukses Kementerian

Pertanian, yaitu: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan (swasembada

kedelai, gula, dan daging sapi dan swasembada berkelanjutan padi dan jagung);

(2) Peningkatan Diversifikasi Pangan (persentase penurunan konsumsi beras per kapita tahun

dan membaiknya Skor Pola Pangan Harapan/PPH); (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya

Saing, dan Ekspor, meliputi: tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao

fermentasi dan bahan olahan karet; meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan;

meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu; meningkatnya

sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri;

meningkatnya surplus neraca perdagangan; serta (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani

(Nilai Tukar Petani/NTP dan pertumbuhan pendapatan per kapita).

Pencapaian empat target sukses Kementerian Pertanian ini didukung melalui pelaksanaan 12

(dua belas) program pembangunan pertanian sesuai tugas fungsi Eselon I lingkup

Kementerian Pertanian. Selanjutnya Perjanjian Kinerja Tahun 2014 ini dijabarkan lebih lanjut ke

dalam Indikator Kinerja sebagai acuan penilaian kinerja masing-masing program berdasarkan

kegiatan yang telah ditetapkan. Adapun Perjanjian Kinerja Tahun 2014 yang diulas secara lebih

rinci dan mendalam adalah kegiatan-kegiatan yang menjadi sasaran Indikator Kinerja Utama

(IKU) Kementerian Pertanian dalam menunjang capaian empat target sukses tersebut.

Adapun dalam pelaksanaannya, Kementerian Pertanian pada pelaksanaan kegiatannya

melaksanakan revisi Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 pada bulan

Agustus 2014, dikarenakan: (1) adanya penghematan anggaran yang digunakan untuk subsidi

BBM sehingga dalam pelaksanaan kegiatan di Kementerian Pertanian terjadi penyesuaian

target. Adapun tabel perubahan/revisi Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun

2014 seperti pada Tabel 1.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201424 25

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Tabel 1. Perubahan Target Perjanjian Kinerja Kementerian Pertanian 2014 Karena Adanya Penyesuaian Anggaran pada APBN-P TA 2014

TARGET TARGET(AWAL)* (REVISI)**

1. Produksi Padi 72,49 Jt Ton GKG 72,30 Jt Ton GKG2. Produksi Jagung 19,11 Juta Ton 19,00 Juta Ton

1. Produksi Kedelai 1,50 Juta Ton 1,00 Juta Ton2. Produksi Gula 3,10 Juta Ton 2,79 Juta Ton3. Produksi Daging Sapi 0,46 Juta Ton 0,46 Juta Ton1. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun 1,50% 1,50%2. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 93,3 82,51.

Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet

90% 50%

2. Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan

63% 35%

3. Meningkatnya Produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor

11% 11%

4. Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri

60% 10%

5.Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian 23 US $ Miliar 23 Milyar USD

1. Pertumbuhan pendapatan per kapita petani 11,10% 11,10%2. Nilai Tukar Petani (NTP) 110 - 115 110 - 115

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR

1.Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Swasembada Berkelanjutan

Swasembada

NO

Meningkatnya Diversifikasi Pangan

3.Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

4. Meningkatnya Kesejahteraan Petani

2.

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Dokumen Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 disini adalah Dokumen Penetapan Kinerja

yang ditandatangani oleh Menteri Pertanian sesuai dengan PermenPAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010. * Ditetapkan Bulan Maret 2014 ** Ditetapkan Bulan Agustus 2014

Untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan (PPH), hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

X tahun 2012 merekomendasikan pencapaian target skor PPH sebesar 95 menjadi target

capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai Perpres 22 tahun 2009), dijadikan sebagai target

capaian tahun 2015. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan ulang terhadap proyeksi

konsumsi pangan dengan baseline data tahun 2013 (skor PPH sebesar 81,4). Dari hasil

penghitungan ulang tersebut, didapatkan sasaran skor PPH tahun 2014 adalah 82,5.

Untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan tersebut, Kementerian Pertanian

melakukan berbagai program dan kegiatan. Ada program yang berfungsi sebagai program

utama, dan ada program yang berfungsi sebagai pendukung. Rincian program dan kegiatan

yang ditujukan untuk pencapaian target-target yang telah ditetapkan tersebut, adalah

sebagai berikut:

2.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

2.3.1.1 Swasembada Kedelai

Pencapaian sasaran produksi kedelai dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada

Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan

Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya

Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas

Unggul Berdaya Saing, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir,

Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 2. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi kedelai di tahun 2014.

Tabel 2. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* SL-PTT Kedelai 62.370 Ha* Perluasan Areal Tanam Kedelai 277.568* Benih Subsidi 3.875 ton* Perbanyakan Benih Sumber 186 ha* Pemberdayaan Penangkar 2.600 ha* SL-PHT 49 unit* Bantuan Sarana Pascapanen 130 paket/unit

- Paket Kedelai 61 unit- Power Threser Multiguna 69 unit

* Optimasi Lahan* Penyediaan alsintan * Pembangunan UPPO* BLM PUAP * Penyaluran pupuk bersubsidi* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan* Penyediaan benih sumber

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan

KegiatanI. Program Utama

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Produksi Kedelai1,00 juta ton Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu

Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.2 Swasembada Gula

Pencapaian sasaran produksi gula dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai

program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana

Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan

Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas

Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan

Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang

berfungsi sebagai program pendukung.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201424 25

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Tabel 1. Perubahan Target Perjanjian Kinerja Kementerian Pertanian 2014 Karena Adanya Penyesuaian Anggaran pada APBN-P TA 2014

TARGET TARGET(AWAL)* (REVISI)**

1. Produksi Padi 72,49 Jt Ton GKG 72,30 Jt Ton GKG2. Produksi Jagung 19,11 Juta Ton 19,00 Juta Ton

1. Produksi Kedelai 1,50 Juta Ton 1,00 Juta Ton2. Produksi Gula 3,10 Juta Ton 2,79 Juta Ton3. Produksi Daging Sapi 0,46 Juta Ton 0,46 Juta Ton1. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun 1,50% 1,50%2. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 93,3 82,51.

Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet

90% 50%

2. Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan

63% 35%

3. Meningkatnya Produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor

11% 11%

4. Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri

60% 10%

5.Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian 23 US $ Miliar 23 Milyar USD

1. Pertumbuhan pendapatan per kapita petani 11,10% 11,10%2. Nilai Tukar Petani (NTP) 110 - 115 110 - 115

SASARAN STRATEGIS INDIKATOR

1.Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Swasembada Berkelanjutan

Swasembada

NO

Meningkatnya Diversifikasi Pangan

3.Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

4. Meningkatnya Kesejahteraan Petani

2.

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Dokumen Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 disini adalah Dokumen Penetapan Kinerja

yang ditandatangani oleh Menteri Pertanian sesuai dengan PermenPAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010. * Ditetapkan Bulan Maret 2014 ** Ditetapkan Bulan Agustus 2014

Untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan (PPH), hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

X tahun 2012 merekomendasikan pencapaian target skor PPH sebesar 95 menjadi target

capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai Perpres 22 tahun 2009), dijadikan sebagai target

capaian tahun 2015. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan ulang terhadap proyeksi

konsumsi pangan dengan baseline data tahun 2013 (skor PPH sebesar 81,4). Dari hasil

penghitungan ulang tersebut, didapatkan sasaran skor PPH tahun 2014 adalah 82,5.

Untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan tersebut, Kementerian Pertanian

melakukan berbagai program dan kegiatan. Ada program yang berfungsi sebagai program

utama, dan ada program yang berfungsi sebagai pendukung. Rincian program dan kegiatan

yang ditujukan untuk pencapaian target-target yang telah ditetapkan tersebut, adalah

sebagai berikut:

2.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

2.3.1.1 Swasembada Kedelai

Pencapaian sasaran produksi kedelai dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada

Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan

Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya

Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas

Unggul Berdaya Saing, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir,

Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 2. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi kedelai di tahun 2014.

Tabel 2. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* SL-PTT Kedelai 62.370 Ha* Perluasan Areal Tanam Kedelai 277.568* Benih Subsidi 3.875 ton* Perbanyakan Benih Sumber 186 ha* Pemberdayaan Penangkar 2.600 ha* SL-PHT 49 unit* Bantuan Sarana Pascapanen 130 paket/unit

- Paket Kedelai 61 unit- Power Threser Multiguna 69 unit

* Optimasi Lahan* Penyediaan alsintan * Pembangunan UPPO* BLM PUAP * Penyaluran pupuk bersubsidi* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan* Penyediaan benih sumber

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan

KegiatanI. Program Utama

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Produksi Kedelai1,00 juta ton Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu

Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.2 Swasembada Gula

Pencapaian sasaran produksi gula dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai

program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana

Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan

Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas

Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan

Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang

berfungsi sebagai program pendukung.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201426 27

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Tabel 3. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi gula di tahun 2014.

Tabel 3. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Gula Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Rawat Ratoon 34.157 Ha* Bongkar Ratoon 5.729 Ha * Perluasan Areal Tebu 8.743 Ha * Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) 2.046 Ha * Penataan Varietas 39 Paket* Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan 26 Paket* Operasional TKP dan PL-TKP 455 Orang* Rekrutment TKP dan PL-TKP 12 Orang* Pengadaan Alat Putus Akar 94 Unit* Pengadaan Traktor 112 Unit* Pengadaan Alat Mesin Tebang 53 Unit* Pengadaan Alat Angkut Tebu 69 Unit* Pengadaan Cultivator 189 Unit* Pengadaan Pompa Air 190 Unit* Pengembangan Database Tebu Sistem Online 150 Unit* Peralatan Pendukung Database Tebu Sistem Online 150.00

Unit* Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen 56 Paket* Pengawalan dan Monev Tebu 12 Paket

* Perluasan areal tanam * Penyediaan alsintan * Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil perkebunan

I. Program UtamaPeningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana PertanianPengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Produksi Gula2,79 juta ton Gula

Kristal Putih (GKP)

Kegiatan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.3 Swasembada Daging Sapi

Pencapaian sasaran produksi daging sapi dilaksanakan oleh Program Swasembada Daging

serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal yang

berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana

dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan

Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing,

Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil

Pertanian, dan Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan

Hayati yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 4. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi daging sapi di tahun 2014.

Tabel 4. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Daging Sapi Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting 236 klp* Pembibitan Sapi Potong/kerbau 49 klp* Integrasi Tanaman-Ruminansia 131 klp* Pengembangan Hijauan Pakan Ternak 62 klp* Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas

3.709.000 stek* Peningkatan Kapasitas Petugas IB, PKB dan ATR 750 orang* Produksi semen beku 4.810.005 dosis* Penyebaran Pejantan INKA 851 ekor* Pengembangan Indukan Sapi 300 ekor* Penguatan Kelembagaan Inseminasi Buatan (IB) 318 unit* Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Sapi/Kerbau

dan Penyakit Parasiter 260.272 dosis* Penguatan Kelembagaan Kesehatan Hewan 39 unit* Fasilitasi RPH 16 unit* Fasilitasi Kios Daging 20 unit

Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

* perluasan areal peternakan

* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penyebaran bibit sumber sapi Unggul PO* Penyebaran pejantan unggul sapi PO * Penyediaan benih sumber

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil peternakan

Peningkatan Kualitas Penkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK)

Produksi Daging Sapi460 ribu ton

I. Program UtamaPencapaian Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal

II. Program Pendukung

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Kegiatan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.4 Swasembada Padi Berkelanjutan

Pencapaian sasaran produksi padi dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada

Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan

Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya

Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas

Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan

Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir,

Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 5. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi padi di tahun 2014.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201426 27

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Tabel 3. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi gula di tahun 2014.

Tabel 3. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Gula Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Rawat Ratoon 34.157 Ha* Bongkar Ratoon 5.729 Ha * Perluasan Areal Tebu 8.743 Ha * Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) 2.046 Ha * Penataan Varietas 39 Paket* Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan 26 Paket* Operasional TKP dan PL-TKP 455 Orang* Rekrutment TKP dan PL-TKP 12 Orang* Pengadaan Alat Putus Akar 94 Unit* Pengadaan Traktor 112 Unit* Pengadaan Alat Mesin Tebang 53 Unit* Pengadaan Alat Angkut Tebu 69 Unit* Pengadaan Cultivator 189 Unit* Pengadaan Pompa Air 190 Unit* Pengembangan Database Tebu Sistem Online 150 Unit* Peralatan Pendukung Database Tebu Sistem Online 150.00

Unit* Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen 56 Paket* Pengawalan dan Monev Tebu 12 Paket

* Perluasan areal tanam * Penyediaan alsintan * Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil perkebunan

I. Program UtamaPeningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana PertanianPengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Produksi Gula2,79 juta ton Gula

Kristal Putih (GKP)

Kegiatan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.3 Swasembada Daging Sapi

Pencapaian sasaran produksi daging sapi dilaksanakan oleh Program Swasembada Daging

serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal yang

berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana

dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan

Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing,

Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil

Pertanian, dan Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan

Hayati yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 4. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi daging sapi di tahun 2014.

Tabel 4. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Daging Sapi Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting 236 klp* Pembibitan Sapi Potong/kerbau 49 klp* Integrasi Tanaman-Ruminansia 131 klp* Pengembangan Hijauan Pakan Ternak 62 klp* Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas

3.709.000 stek* Peningkatan Kapasitas Petugas IB, PKB dan ATR 750 orang* Produksi semen beku 4.810.005 dosis* Penyebaran Pejantan INKA 851 ekor* Pengembangan Indukan Sapi 300 ekor* Penguatan Kelembagaan Inseminasi Buatan (IB) 318 unit* Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Sapi/Kerbau

dan Penyakit Parasiter 260.272 dosis* Penguatan Kelembagaan Kesehatan Hewan 39 unit* Fasilitasi RPH 16 unit* Fasilitasi Kios Daging 20 unit

Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

* perluasan areal peternakan

* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penyebaran bibit sumber sapi Unggul PO* Penyebaran pejantan unggul sapi PO * Penyediaan benih sumber

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil peternakan

Peningkatan Kualitas Penkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK)

Produksi Daging Sapi460 ribu ton

I. Program UtamaPencapaian Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal

II. Program Pendukung

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Kegiatan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.4 Swasembada Padi Berkelanjutan

Pencapaian sasaran produksi padi dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada

Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan

Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya

Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas

Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan

Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir,

Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 5. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi padi di tahun 2014.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201428 29

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Tabel 5. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Padi Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* SL-PTT Padi 3.903.894 ha- Kawasan Pertumbuhan 267.411 ha- Kawasan Pengembangan 537.945 ha- Kawasan Pemantapan 3.098.538 ha

* Benih Bersubsidi 113.625 ton* Perbanyakan benih sumber 233 ha* Pemberdayaan penangkar 5.000 ha* Bantuan sarana pascapanen 502 paket/unit* SL-PHT 848 unit* SL-Iklim 107 unit* Operasional Brigade Proteksi Tanaman 78 unit* Pengembangan Model Peramalan OPT 2 model* Penyebaran Informasi Peramalan OPT 26 informasi* Penerapan Peramalan OPT 28 provinsi* Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih

10 metode * Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu 8 laboratorium* Pelaksanaan Uji Profisiensi 32 laboratorium

* Pengembangan metode System of Rice Intensification (SRI) * Optimasi lahan pertanian * Pencetakan areal sawah * Pembangunan UPPO* BLM PUAP * Pembangunan dan rehab jaringan irigasi* Penyediaan alsintan * Penyaluran pupuk bersubsidi* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan* Penyediaan benih sumber

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan

KegiatanProduksi Padi 72,30

juta ton GKGI. Program UtamaPeningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.5 Swasembada Jagung Berkelanjutan

Pencapaian sasaran produksi jagung dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada

Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan

Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya

Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas

Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan

Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir,

Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 6. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi jagung di tahun 2014.

Tabel 6. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Jagung Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* SL-PTT Jagung 205.751 Ha- Kawasan Pertumbuhan 45.275 Ha- Kawasan Pengembangan 136.476 Ha- Kawasan Pemantapan 24.000 Ha

* Benih Bersubsidi 4.357 Ton* Perbanyakan Benih Sumber 97 Ha* SL-PHT57 Unit* Bantuan Sarana Pascapanen 343 Klpk

* Penyaluran pupuk bersubsidi* Pembangunan UPPO* BLM PUAP * Pembangunan dan rehab jaringan irigasi* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan* Penyediaan benih sumber

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan

KegiatanProduksi Jagung

19,00 Juta tonI. Program UtamaPeningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan

Pencapaian sasaran meningkatnya diversifikasi pangan dilaksanakan oleh Program

Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat yang berfungsi sebagai

program utama dan Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing yang

berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 7. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

meningkatnya diversifikasi pangan di tahun 2014.

Tabel 7. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Pemberdayaan kelompok wanita P2KP

* Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)* Sosialisasi dan Promosi Penganekaragaman konsumsi

pangan sejak usia dini pada SD/MI* Sosialisasi dan promosi ke masyarakat umum

Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

* Teknologi pengembangan beras artifisial fungsional lambat cerna

* Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA)

* Penyediaan sayuran dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan yang cukup dan terakses oleh seluruh keluarga

Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

sebesar 82,5

I. Program UtamaPeningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat

KegiatanPersentase

Penurunan Konsumsi Beras 1,5% Per Kapita

Tiap Tahun

I. Program UtamaPeningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat

II. Program Pendukung

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201428 29

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

Tabel 5. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Padi Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* SL-PTT Padi 3.903.894 ha- Kawasan Pertumbuhan 267.411 ha- Kawasan Pengembangan 537.945 ha- Kawasan Pemantapan 3.098.538 ha

* Benih Bersubsidi 113.625 ton* Perbanyakan benih sumber 233 ha* Pemberdayaan penangkar 5.000 ha* Bantuan sarana pascapanen 502 paket/unit* SL-PHT 848 unit* SL-Iklim 107 unit* Operasional Brigade Proteksi Tanaman 78 unit* Pengembangan Model Peramalan OPT 2 model* Penyebaran Informasi Peramalan OPT 26 informasi* Penerapan Peramalan OPT 28 provinsi* Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih

10 metode * Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu 8 laboratorium* Pelaksanaan Uji Profisiensi 32 laboratorium

* Pengembangan metode System of Rice Intensification (SRI) * Optimasi lahan pertanian * Pencetakan areal sawah * Pembangunan UPPO* BLM PUAP * Pembangunan dan rehab jaringan irigasi* Penyediaan alsintan * Penyaluran pupuk bersubsidi* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan* Penyediaan benih sumber

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan

KegiatanProduksi Padi 72,30

juta ton GKGI. Program UtamaPeningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.1.5 Swasembada Jagung Berkelanjutan

Pencapaian sasaran produksi jagung dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada

Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan

Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya

Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas

Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan

Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir,

Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 6. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

produksi jagung di tahun 2014.

Tabel 6. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Jagung Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* SL-PTT Jagung 205.751 Ha- Kawasan Pertumbuhan 45.275 Ha- Kawasan Pengembangan 136.476 Ha- Kawasan Pemantapan 24.000 Ha

* Benih Bersubsidi 4.357 Ton* Perbanyakan Benih Sumber 97 Ha* SL-PHT57 Unit* Bantuan Sarana Pascapanen 343 Klpk

* Penyaluran pupuk bersubsidi* Pembangunan UPPO* BLM PUAP * Pembangunan dan rehab jaringan irigasi* Penyuluhan* Kelembagaan petani* Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan* Penyediaan benih sumber

Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

* Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan

KegiatanProduksi Jagung

19,00 Juta tonI. Program UtamaPeningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

II. Program PendukungPenyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan

Pencapaian sasaran meningkatnya diversifikasi pangan dilaksanakan oleh Program

Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat yang berfungsi sebagai

program utama dan Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing yang

berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 7. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

meningkatnya diversifikasi pangan di tahun 2014.

Tabel 7. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Pemberdayaan kelompok wanita P2KP

* Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)* Sosialisasi dan Promosi Penganekaragaman konsumsi

pangan sejak usia dini pada SD/MI* Sosialisasi dan promosi ke masyarakat umum

Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

* Teknologi pengembangan beras artifisial fungsional lambat cerna

* Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA)

* Penyediaan sayuran dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan yang cukup dan terakses oleh seluruh keluarga

Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

sebesar 82,5

I. Program UtamaPeningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat

KegiatanPersentase

Penurunan Konsumsi Beras 1,5% Per Kapita

Tiap Tahun

I. Program UtamaPeningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat

II. Program Pendukung

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201430 31

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

2.3.3 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

Pencapaian sasaran meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor dilaksanakan oleh

Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, pemasaran dan Ekspor Hasil

Pertanian yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penciptaan Teknologi dan

Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Peningkatan Produksi, Produktvitas dan Mutu

Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan, Program Peningkatan Produksi, Produktivitas

dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program

pendukung.

Tabel 8. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor di tahun 2014.

Tabel 8. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Pembinaan dalam rangka sertifikasi pertanian organik* Penyelesaian regulasi pemberlakuan sertifikasi wajib kakao

* Terverifikasinya Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah/OKKPD

* Penerapan jaminan mutu kakao fermentasi* Pembentukan UPPB di provinsi sentra produksi karet

* Pengembangan agroindustri perdesaan untuk semua subsektor

* Peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan* Peningkatan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian

* Peningkatan kemampuan SDM pengolah hasil pertanian* Pemberdayaan SDM pengolahan dan penguatan lembaga

usaha pengolahan hasil di tingkat petani

* Peningkatan kapasitas produksi UPH yang telah dibangun* Pembangunan UPH tepung/pabrik baru

* Teknologi pembuatan tepung kentang dengan menggunakan basis pasta

* Teknologi penyosohan dan penepungan tepung sorgum

* Penanganan pasca panen dengan penekanan pada perlakuan fermentasi biji kakao

*Penerapan sistem jaminan mutu, agar sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu SNI 2323-2010 Biji Kakao

* Pembentukan Unit Pengolahan dan Pemasaran Biji Kakao (UPPBK) di sentra produksi

Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Akselerasi ekspor, promosi dan diplomasi serta advokasi ke berbagai negara dan forum kerjasama internasional

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan

* Produksi buah dan sayuran untuk diekspor

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

* Produksi komoditi perkebunan untuk diekspor

Tersertifikasinya semua produk

pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan

karet dengan sasaran 90%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

Kegiatan

Meningkatnya produk olahan yang diekspor sebesar 63%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi

tepung gandum/terigu sebanyak 11%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program PendukungProgram Penelitian dan Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian

Meningkatnya surplus neraca perdagangan sebesar 23%

I. Program Utama

II. Program Pendukung

Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi

bermutu untuk industri coklat dalam negeri

sebanyak 60%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani

Pencapaian sasaran meningkatnya kesejahteraan petani dilaksanakan oleh Program

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

yang berfungsi sebagai program utama dan Produktvitas dan Mutu Produk Tanaman

Hortikultura Berkelanjutan dan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu

Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 9. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

meningkatnya kesejahteraan petani di tahun 2014.

Tabel 9. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Peningkatan Kesejahteraan Petani Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)* Akses Petani dalam Pembiayaan* Penyaluran LM3 Kementerian Pertanian

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan

* produksi buah untuk diekspor (jeruk, mangga, manggis, durian, pisang, buah pohon dan perdu lainnya, buah semusim dan merambat, serta buah terna lainnya)

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

* Ekspor komoditi Perkebunan seperti: kelapa sawit, kakao, karet, dan kopi

Pertumbuhan pendapatan per

kapita sebesar 11,10%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program Pendukung

Kegiatan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201430 31

Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian

2.3.3 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

Pencapaian sasaran meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor dilaksanakan oleh

Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, pemasaran dan Ekspor Hasil

Pertanian yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penciptaan Teknologi dan

Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Peningkatan Produksi, Produktvitas dan Mutu

Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan, Program Peningkatan Produksi, Produktivitas

dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program

pendukung.

Tabel 8. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor di tahun 2014.

Tabel 8. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Pembinaan dalam rangka sertifikasi pertanian organik* Penyelesaian regulasi pemberlakuan sertifikasi wajib kakao

* Terverifikasinya Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah/OKKPD

* Penerapan jaminan mutu kakao fermentasi* Pembentukan UPPB di provinsi sentra produksi karet

* Pengembangan agroindustri perdesaan untuk semua subsektor

* Peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan* Peningkatan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian

* Peningkatan kemampuan SDM pengolah hasil pertanian* Pemberdayaan SDM pengolahan dan penguatan lembaga

usaha pengolahan hasil di tingkat petani

* Peningkatan kapasitas produksi UPH yang telah dibangun* Pembangunan UPH tepung/pabrik baru

* Teknologi pembuatan tepung kentang dengan menggunakan basis pasta

* Teknologi penyosohan dan penepungan tepung sorgum

* Penanganan pasca panen dengan penekanan pada perlakuan fermentasi biji kakao

*Penerapan sistem jaminan mutu, agar sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu SNI 2323-2010 Biji Kakao

* Pembentukan Unit Pengolahan dan Pemasaran Biji Kakao (UPPBK) di sentra produksi

Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

* Akselerasi ekspor, promosi dan diplomasi serta advokasi ke berbagai negara dan forum kerjasama internasional

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan

* Produksi buah dan sayuran untuk diekspor

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

* Produksi komoditi perkebunan untuk diekspor

Tersertifikasinya semua produk

pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan

karet dengan sasaran 90%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

Kegiatan

Meningkatnya produk olahan yang diekspor sebesar 63%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi

tepung gandum/terigu sebanyak 11%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program PendukungProgram Penelitian dan Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian

Meningkatnya surplus neraca perdagangan sebesar 23%

I. Program Utama

II. Program Pendukung

Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi

bermutu untuk industri coklat dalam negeri

sebanyak 60%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

2.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani

Pencapaian sasaran meningkatnya kesejahteraan petani dilaksanakan oleh Program

Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

yang berfungsi sebagai program utama dan Produktvitas dan Mutu Produk Tanaman

Hortikultura Berkelanjutan dan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu

Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program pendukung.

Tabel 9. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target

meningkatnya kesejahteraan petani di tahun 2014.

Tabel 9. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Peningkatan Kesejahteraan Petani Tahun 2014

Indikator Kinerja Program

* Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)* Akses Petani dalam Pembiayaan* Penyaluran LM3 Kementerian Pertanian

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan

* produksi buah untuk diekspor (jeruk, mangga, manggis, durian, pisang, buah pohon dan perdu lainnya, buah semusim dan merambat, serta buah terna lainnya)

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

* Ekspor komoditi Perkebunan seperti: kelapa sawit, kakao, karet, dan kopi

Pertumbuhan pendapatan per

kapita sebesar 11,10%

I. Program UtamaProgram Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program Pendukung

Kegiatan

Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201432

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 33

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201434

Kementerian Pertanian

3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran

Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2014 ditetapkan berdasarkan penilaian

capaian melalui metode scoring, yaitu: (1) sangat berhasil (capaian >100%), (2) berhasil

(capaian 80-100%), (3) cukup berhasil (capaian 60-<80%), dan (4) kurang berhasil (capaian

<60%) terhadap sasaran yang telah ditetapkan.

3.2. Pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2014

Kementerian Pertanian secara formal telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU)

sebagai alat ukur keberhasilan Kementerian Pertanian sesuai dengan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor 49/Permentan/OT.140/8/2012, dengan capaian sebagaimana Tabel 10

berikut.

Tabel 10. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014

Sasaran

Indikator Kinerja

Target Realisasi % Capaian

Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Swasembada: - Produksi Kedelai (juta ton) 1,00 0,92 92,10 - Produksi Gula (juta ton) 2,79 2,63 94,34 - Produksi Daging (ribu ton) 460 370 80,43 Swasembada berkelanjutan: - Produksi Padi (juta ton GKG) 72,30 70,61 97,60 - Produksi Jagung (juta ton) 19,00 19,13 100,68

Meningkatnya Diversifikasi Pangan

- Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun (%)

1,50 0,10 6,67

- Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 82,5 83,4 101,09 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

- Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet (%)

50 71,87 143,74

- Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan (%)

35 8,86 25,31

- Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu (%)

11 3,10 28,18

- Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (%)

10 33,33 333,33

- Surplus neraca perdagangan (US$ Miliar) 23 15,19 66,04 Meningkatnya Kesejahteraan Petani

- Nilai Tukar Petani (NTP) 110-115 107,37 97,61 - Pertumbuhan pendapatan per kapita

petani (%) 11,10

11,41 102,79

Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 35

Kementerian Pertanian

3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran

Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2014 ditetapkan berdasarkan penilaian

capaian melalui metode scoring, yaitu: (1) sangat berhasil (capaian >100%), (2) berhasil

(capaian 80-100%), (3) cukup berhasil (capaian 60-<80%), dan (4) kurang berhasil (capaian

<60%) terhadap sasaran yang telah ditetapkan.

3.2. Pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2014

Kementerian Pertanian secara formal telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU)

sebagai alat ukur keberhasilan Kementerian Pertanian sesuai dengan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor 49/Permentan/OT.140/8/2012, dengan capaian sebagaimana Tabel 10

berikut.

Tabel 10. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014

Sasaran

Indikator Kinerja

Target Realisasi % Capaian

Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Swasembada: - Produksi Kedelai (juta ton) 1,00 0,92 92,10 - Produksi Gula (juta ton) 2,79 2,63 94,34 - Produksi Daging (ribu ton) 460 370 80,43 Swasembada berkelanjutan: - Produksi Padi (juta ton GKG) 72,30 70,61 97,60 - Produksi Jagung (juta ton) 19,00 19,13 100,68

Meningkatnya Diversifikasi Pangan

- Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun (%)

1,50 0,10 6,67

- Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 82,5 83,4 101,09 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

- Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet (%)

50 71,87 143,74

- Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan (%)

35 8,86 25,31

- Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu (%)

11 3,10 28,18

- Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (%)

10 33,33 333,33

- Surplus neraca perdagangan (US$ Miliar) 23 15,19 66,04 Meningkatnya Kesejahteraan Petani

- Nilai Tukar Petani (NTP) 110-115 107,37 97,61 - Pertumbuhan pendapatan per kapita

petani (%) 11,10

11,41 102,79

Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201436

Kementerian Pertanian

3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014

3.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 5 (lima) indikator kinerja swasembada dan

swasembada berkelanjutan dapat disimpulkan bahwa penilaian berhasil sebanyak 4 indikator

dan sangat berhasil sebanyak 1 indikator dengan rincian analisis sebagai berikut.

Tabel 11. Capaian Sasaran Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014

Sasaran

Indikator Kinerja Utama

Target Realisasi % Capaian

Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Swasembada: - Produksi Kedelai (juta ton) 1,00 0,92 92,10 - Produksi Gula (juta ton) 2,79 2,63 94,34 - Produksi Daging (ribu ton) 460 370 80,43 Swasembada berkelanjutan:

- Produksi Padi (juta ton GKG) 72,30 70,61 97,60 - Produksi Jagung (juta ton) 19,00 19,13 100,68

Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.1.1 Produksi Kedelai

Produksi kedelai tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 921 ribu ton biji

kering. Bila dibandingkan dengan target 1,00 juta ton mencapai 92,10% (berhasil), bila

dibandingkan dengan produksi tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 141 ribu ton (18,08%),

dan apabila dibandingkan dengan rerata produksi 2010-2014 mengalami peningkatan 60 ribu

ton (6,97%). Keragaan capaian produksi kedelai dapat dilihat seperti Tabel 12.

Tabel 12. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2014

Sumber data: BPS data diolah, 2014

Peningkatan produksi kedelai disebabkan karena peningkatan luas panen sebesar 61 ribu ton

(11,08%) dan peningkatan produktivitas sebesar 0,90 ku/ha (6,34%). Peningkatan produksi

kedelai terjadi di sebagian besar provinsi, hanya tujuh provinsi yang mengalami sedikit

penurunan. Beberapa faktor yang menghambat tercapainya target produksi kedelai tahun

2014 antara lain:

a. Kondisi iklim yang relatif basah sepanjang tahun sehingga petani memilih menanam

padi/jagung.

Uraian Rerata 10-14

ATAP 2013

Target 2014

Realisasi 2014

% Capaian 2014 Thd. Rerata

2010-2014 ATAP 2013 Target 2014

% Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton) 861 780 1000 921 106,97 60 118,12 141 92,10 (79) Luas Panen (000 Ha) 601 551 705 612 101,83 11 111,08 61 86,79 (63) Produktivitas (Ku/Ha) 14,25 14,16 14,19 15,06 105,68 0,81 106,34 0,90 106,16 0,87

b. Rendahnya keuntungan usaha tani kedelai dibandingkan dengan komoditas lain

sehingga petani enggan menanam kedelai. Ditambah lagi dengan tidak adanya jaminan

harga/pemasaran hasil produksi, tidak ada tarif Bea Masuk (0%) untuk kedelai impor

sehingga kedelai impor harganya relatif murah dibanding kedelai produksi dalam negeri.

c. Terbatasnya lahan untuk perluasan areal tanam, hal ini disebabkan karena status lahan

yang belum jelas sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk program perluasan areal tanam

kedelai.

d. Terbatasnya ketersediaan benih bersertifikat maupun benih di tingkat lapang.

e. Terbatasnya akses petani terhadap sumber permodalan dan teknologi budidaya, dan

resiko kegagalan usaha tani kedelai lebih besar karena lebih rentan terhadap serangan

OPT.

Perkembangan produksi kedelai selama periode tahun 2010-2014 cenderung fluktuatif dengan

trend pertumbuhan yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan produksi kedelai

meningkat dari 907 ribu ton biji kering pada tahun 2010 menjadi 921 ribu ton biji kering pada

tahun 2014 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,88% per tahun. Selama periode tahun 2010-2013,

produksi kedelai mengalami penurunan yang disebabkan karena menurunnya luas tanam dan

luas panen yang cukup signifikan, dimana luas panen menurun dari 661 ribu ha tahun 2010

menjadi 551 ribu ha pada tahun 2013. Tetapi produktivitas kedelai meningkat dari 13,73 ku/ha

tahun 2010 menjadi 15,06 ku/ha pada tahun 2014. Peningkatan produktivitas telah mampu

mendorong trend pertumbuhan atau dapat mengimbangi dampak dari pengaruh penurunan

luas tanam/panen. Perkembangan produksi, produktivitas, dan luas panen kedelai serta

keragaan produksi kedelai nasional secara umum pada tahun 2010-2014 dapat dilihat pada

Tabel 13 dan Gambar 1 berikut.

Tabel 13. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kedelai Tahun 2010-2014

No Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013 2014*) 1 Target (000 ribu ton) 1.300 1.560 1.000 1.500 1.000 2 Realisasi (000 ribu ton) 907 851 843 780 921 3 % Capaian 69,77 54,57 84,32 52,00 92,13

Sumber Data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 *) ARAM II 2014, BPS RI

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 37

Kementerian Pertanian

3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014

3.3.1 Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 5 (lima) indikator kinerja swasembada dan

swasembada berkelanjutan dapat disimpulkan bahwa penilaian berhasil sebanyak 4 indikator

dan sangat berhasil sebanyak 1 indikator dengan rincian analisis sebagai berikut.

Tabel 11. Capaian Sasaran Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014

Sasaran

Indikator Kinerja Utama

Target Realisasi % Capaian

Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Swasembada: - Produksi Kedelai (juta ton) 1,00 0,92 92,10 - Produksi Gula (juta ton) 2,79 2,63 94,34 - Produksi Daging (ribu ton) 460 370 80,43 Swasembada berkelanjutan:

- Produksi Padi (juta ton GKG) 72,30 70,61 97,60 - Produksi Jagung (juta ton) 19,00 19,13 100,68

Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.1.1 Produksi Kedelai

Produksi kedelai tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 921 ribu ton biji

kering. Bila dibandingkan dengan target 1,00 juta ton mencapai 92,10% (berhasil), bila

dibandingkan dengan produksi tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 141 ribu ton (18,08%),

dan apabila dibandingkan dengan rerata produksi 2010-2014 mengalami peningkatan 60 ribu

ton (6,97%). Keragaan capaian produksi kedelai dapat dilihat seperti Tabel 12.

Tabel 12. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2014

Sumber data: BPS data diolah, 2014

Peningkatan produksi kedelai disebabkan karena peningkatan luas panen sebesar 61 ribu ton

(11,08%) dan peningkatan produktivitas sebesar 0,90 ku/ha (6,34%). Peningkatan produksi

kedelai terjadi di sebagian besar provinsi, hanya tujuh provinsi yang mengalami sedikit

penurunan. Beberapa faktor yang menghambat tercapainya target produksi kedelai tahun

2014 antara lain:

a. Kondisi iklim yang relatif basah sepanjang tahun sehingga petani memilih menanam

padi/jagung.

Uraian Rerata 10-14

ATAP 2013

Target 2014

Realisasi 2014

% Capaian 2014 Thd. Rerata

2010-2014 ATAP 2013 Target 2014

% Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton) 861 780 1000 921 106,97 60 118,12 141 92,10 (79) Luas Panen (000 Ha) 601 551 705 612 101,83 11 111,08 61 86,79 (63) Produktivitas (Ku/Ha) 14,25 14,16 14,19 15,06 105,68 0,81 106,34 0,90 106,16 0,87

b. Rendahnya keuntungan usaha tani kedelai dibandingkan dengan komoditas lain

sehingga petani enggan menanam kedelai. Ditambah lagi dengan tidak adanya jaminan

harga/pemasaran hasil produksi, tidak ada tarif Bea Masuk (0%) untuk kedelai impor

sehingga kedelai impor harganya relatif murah dibanding kedelai produksi dalam negeri.

c. Terbatasnya lahan untuk perluasan areal tanam, hal ini disebabkan karena status lahan

yang belum jelas sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk program perluasan areal tanam

kedelai.

d. Terbatasnya ketersediaan benih bersertifikat maupun benih di tingkat lapang.

e. Terbatasnya akses petani terhadap sumber permodalan dan teknologi budidaya, dan

resiko kegagalan usaha tani kedelai lebih besar karena lebih rentan terhadap serangan

OPT.

Perkembangan produksi kedelai selama periode tahun 2010-2014 cenderung fluktuatif dengan

trend pertumbuhan yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan produksi kedelai

meningkat dari 907 ribu ton biji kering pada tahun 2010 menjadi 921 ribu ton biji kering pada

tahun 2014 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,88% per tahun. Selama periode tahun 2010-2013,

produksi kedelai mengalami penurunan yang disebabkan karena menurunnya luas tanam dan

luas panen yang cukup signifikan, dimana luas panen menurun dari 661 ribu ha tahun 2010

menjadi 551 ribu ha pada tahun 2013. Tetapi produktivitas kedelai meningkat dari 13,73 ku/ha

tahun 2010 menjadi 15,06 ku/ha pada tahun 2014. Peningkatan produktivitas telah mampu

mendorong trend pertumbuhan atau dapat mengimbangi dampak dari pengaruh penurunan

luas tanam/panen. Perkembangan produksi, produktivitas, dan luas panen kedelai serta

keragaan produksi kedelai nasional secara umum pada tahun 2010-2014 dapat dilihat pada

Tabel 13 dan Gambar 1 berikut.

Tabel 13. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kedelai Tahun 2010-2014

No Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013 2014*) 1 Target (000 ribu ton) 1.300 1.560 1.000 1.500 1.000 2 Realisasi (000 ribu ton) 907 851 843 780 921 3 % Capaian 69,77 54,57 84,32 52,00 92,13

Sumber Data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 *) ARAM II 2014, BPS RI

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201438

Kementerian Pertanian

Gambar 1. Produksi Kedelai di Indonesia selama Tahun 2010-2014

- 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1.000

2010 2011 2012 2013 2014*)Produksi 907.031 851.286 843.153 779.992 921.336

Sumber Data: BPS *) ARAM II 2014, BPS RI

Sementara itu bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan kedelai sebesar 2,235 juta ton,

produksi kedelai tahun 2014 masih defisit sebesar 1.134 juta ton biji kering atau baru mencapai

indeks swasembada sebesar 2,43. Dan bila dibandingkan dengan tahun 2013 indeks

swasembada turun sebesar 0,29. Menurunnya indeks tingkat swasembada kedelai

dikarenakan produksi yag dihasilkan tidak dapat mencukupi kebutuhan dan kekurangan

tersebut dipenuhi dari impor.

Tabel 14. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2014

Uraian 2013 2014 Produksi Kedelai (Ton Biji Kering) 779.992 921.336 Kebutuhan (Ton Biji Kering) 2.115.700 2.235.614 Surplus/Defisit (Ton Biji Kering) (1.335.708) (1.314.278) Indeks Swasembada 2,71 2,43 Keterangan: Produksi kedelai tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI Jumlah penduduk tahun 2013 = 247.390 juta jiwa, tahun 2014 = 252.164 juta jiwa= BKP-Kementan

Kementerian Pertanian telah mengalokasikan berbagai kegiatan untuk mendukung

peningkatan produksi kedelai tahun 2014, antara lain: SL-PTT Kedelai terealisasi 50.045 Ha

(80,24% dari target 62.370 Ha), Perluasan Areal Tanam (PAT) Kedelai terealisasi 228.416 ha

(82,29% dari target 277.568 ha), Pemberdayaan Penangkar terealisasi 1.811 Ha (69,65% dari

target seluas 2.600 Ha). Kegiatan-kegiatan yang mendukung Swasembada Kedelai seperti

Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Kegiatan Mendukung Pencapaian Target Swasembada Kedelai Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Perluasan Areal Tanam (PAT) Kedelai (Ha) 277.568 229.048 82,52 2. SL-PTT Kedelai (Ha) 62.330 45.118 72,38 3. Benih Subsidi (Ton) 3.875 679 17,52 4. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) 186 177 95,16 5. Pemberdayaan Penangkar (Ha) 2.600 1.811 69,65 6. SL-PHT (unit) 49 48 97,96 7. Bantuan Sarana Pascapanen (paket) 130 101 77,69 - Paket Kedelai (paket/unit) 61 45 73,77 - Power Threser Multiguna (unit) 69 56 81,16

8. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (unit) 78 76 97,18 9. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) 42.412 42.393 99,96 10. Pengembangan Model Peramalan OPT (model) 1 1 100,00 11. Penyebaran Informasi Peramalan (informasi) 12 13 108,33 12. Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) 28 29 103,57 13. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih

(metode) 10 10 100,00

14. Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (lab) 8 8 100,00 15. Pelaksanaan Uji Profisiensi (lab) 32 43 134,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Pilihan paket kedelai terdiri dari power threser, terpal, pedal threser, flat bed dryer, separator kedelai

Untuk mendukung upaya pencapaian swasembada kedelai nasional, Kementerian Pertanian

pada tahun 2014 telah mengalokasikan anggaran sebesar senilai Rp601.828.450.000,00

dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp530.909.794.540,00 atau secara

persentase sebesar 88,22%. Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan

kegiatan SL-PTT dan PAT kedelai serta pendukungnya (gerakan tanam serempak, gerakan

penguatan pengembangan kawasan kedelai, penyimpanan benih kedelai, pembinaan, dan

pengawalan). Selain itu pencapaian indikator produksi kedelai juga didukung kegiatan lain

seperti bantuan sarana pascapanen, perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-

PHT.

3.3.1.2 Produksi Gula

Produksi gula pada tahun 2014 berdasarkan angka sementara (ASEM) mencapai 2,632 juta ton

gula hablur atau 94,34% (berhasil) dari target 2014 sebesar 2,790 juta ton, dengan realisasi luas

areal panen 477.881 Ha, produktivitas tebu 70,60 ton/Ha batang tebu atau 5,561 ton/Ha gula

hablur, dan produksi batang tebu sebesar 33.740.036 ton dengan rendemen 7,80% serta

realisasi produksi molasess 1.516.135 ton. Jika dibandingkan dengan produksi gula tahun 2013

sebesar 2,551 juta ton hablur, maka produksi gula tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar

3,18% atau sebesar 81.216 ton hablur. Demikian juga dengan capaian produktivitas pada tahun

2013 sebesar 5.467 Kg/Ha meningkat menjadi 5.561 Kg/Ha pada tahun 2014 (meningkat

sebesar 1,72%). Capaian luas areal tebu yang dibandingkan antara realisasi tahun 2013 seluas

469.227 dengan realisasi tahun 2014 seluas 477.881 Ha juga mengalami peningkatan 1,94% atau

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 39

Kementerian Pertanian

Gambar 1. Produksi Kedelai di Indonesia selama Tahun 2010-2014

- 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1.000

2010 2011 2012 2013 2014*)Produksi 907.031 851.286 843.153 779.992 921.336

Sumber Data: BPS *) ARAM II 2014, BPS RI

Sementara itu bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan kedelai sebesar 2,235 juta ton,

produksi kedelai tahun 2014 masih defisit sebesar 1.134 juta ton biji kering atau baru mencapai

indeks swasembada sebesar 2,43. Dan bila dibandingkan dengan tahun 2013 indeks

swasembada turun sebesar 0,29. Menurunnya indeks tingkat swasembada kedelai

dikarenakan produksi yag dihasilkan tidak dapat mencukupi kebutuhan dan kekurangan

tersebut dipenuhi dari impor.

Tabel 14. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2014

Uraian 2013 2014 Produksi Kedelai (Ton Biji Kering) 779.992 921.336 Kebutuhan (Ton Biji Kering) 2.115.700 2.235.614 Surplus/Defisit (Ton Biji Kering) (1.335.708) (1.314.278) Indeks Swasembada 2,71 2,43 Keterangan: Produksi kedelai tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI Jumlah penduduk tahun 2013 = 247.390 juta jiwa, tahun 2014 = 252.164 juta jiwa= BKP-Kementan

Kementerian Pertanian telah mengalokasikan berbagai kegiatan untuk mendukung

peningkatan produksi kedelai tahun 2014, antara lain: SL-PTT Kedelai terealisasi 50.045 Ha

(80,24% dari target 62.370 Ha), Perluasan Areal Tanam (PAT) Kedelai terealisasi 228.416 ha

(82,29% dari target 277.568 ha), Pemberdayaan Penangkar terealisasi 1.811 Ha (69,65% dari

target seluas 2.600 Ha). Kegiatan-kegiatan yang mendukung Swasembada Kedelai seperti

Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Kegiatan Mendukung Pencapaian Target Swasembada Kedelai Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Perluasan Areal Tanam (PAT) Kedelai (Ha) 277.568 229.048 82,52 2. SL-PTT Kedelai (Ha) 62.330 45.118 72,38 3. Benih Subsidi (Ton) 3.875 679 17,52 4. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) 186 177 95,16 5. Pemberdayaan Penangkar (Ha) 2.600 1.811 69,65 6. SL-PHT (unit) 49 48 97,96 7. Bantuan Sarana Pascapanen (paket) 130 101 77,69 - Paket Kedelai (paket/unit) 61 45 73,77 - Power Threser Multiguna (unit) 69 56 81,16

8. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (unit) 78 76 97,18 9. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) 42.412 42.393 99,96 10. Pengembangan Model Peramalan OPT (model) 1 1 100,00 11. Penyebaran Informasi Peramalan (informasi) 12 13 108,33 12. Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) 28 29 103,57 13. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih

(metode) 10 10 100,00

14. Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (lab) 8 8 100,00 15. Pelaksanaan Uji Profisiensi (lab) 32 43 134,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Pilihan paket kedelai terdiri dari power threser, terpal, pedal threser, flat bed dryer, separator kedelai

Untuk mendukung upaya pencapaian swasembada kedelai nasional, Kementerian Pertanian

pada tahun 2014 telah mengalokasikan anggaran sebesar senilai Rp601.828.450.000,00

dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp530.909.794.540,00 atau secara

persentase sebesar 88,22%. Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan

kegiatan SL-PTT dan PAT kedelai serta pendukungnya (gerakan tanam serempak, gerakan

penguatan pengembangan kawasan kedelai, penyimpanan benih kedelai, pembinaan, dan

pengawalan). Selain itu pencapaian indikator produksi kedelai juga didukung kegiatan lain

seperti bantuan sarana pascapanen, perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-

PHT.

3.3.1.2 Produksi Gula

Produksi gula pada tahun 2014 berdasarkan angka sementara (ASEM) mencapai 2,632 juta ton

gula hablur atau 94,34% (berhasil) dari target 2014 sebesar 2,790 juta ton, dengan realisasi luas

areal panen 477.881 Ha, produktivitas tebu 70,60 ton/Ha batang tebu atau 5,561 ton/Ha gula

hablur, dan produksi batang tebu sebesar 33.740.036 ton dengan rendemen 7,80% serta

realisasi produksi molasess 1.516.135 ton. Jika dibandingkan dengan produksi gula tahun 2013

sebesar 2,551 juta ton hablur, maka produksi gula tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar

3,18% atau sebesar 81.216 ton hablur. Demikian juga dengan capaian produktivitas pada tahun

2013 sebesar 5.467 Kg/Ha meningkat menjadi 5.561 Kg/Ha pada tahun 2014 (meningkat

sebesar 1,72%). Capaian luas areal tebu yang dibandingkan antara realisasi tahun 2013 seluas

469.227 dengan realisasi tahun 2014 seluas 477.881 Ha juga mengalami peningkatan 1,94% atau

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201440

Kementerian Pertanian

seluas 8.654 Ha. Pencapaian produksi gula tahun 2013-2014 lebih rinci dapat dilihat pada

Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Pencapaian Sasaran Swasembada Gula Tahun 2014

No. Uraian 2013 2014 2014/2013

Realisasi Target Realisasi*) % % 1 Areal Tebu Giling (Ha) 469.227 456.000 477.881 104,8 101,84 2 Produksi tebu (Ton) 35.526.070 36.343.760 33.740.036 92,84 94,97 3 Produktivitas tebu (Ton/Ha) 75,71 80 70,6 88,25 93,25 4 Rendemen (%) 7,18 7,75 7,80 100,9 108,66 5 Produksi hablur (Ton) 2.551.026 2.790.000 2.632.242 94,35 103,18 6 Produktivitas hablur (Ton/Ha) 5,47 6,8 5,56 81,76 101,65 7 Produksi Molasess (Ton) 1.631.081 1.599.125 1.516.135 94,81 92,95

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara

Beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya target produksi gula pada tahun 2014

antara lain: (1) Terjadinya konversi lahan tebu ke non tebu; (2) Ketersediaan benih tebu

bermutu yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan petani baik dari segi jumlah, waktu,

maupun ketepatan varietas; (3) Teknik budidaya usahatani tebu yang masih belum

sepenuhnya baik dalam rangka menghasilkan tebu yang manis, bersih, dan segar (MBS); dan

(4) Proses penggilingan tebu petani yang sebagian beralih dari gula kristal putih menjadi gula

merah dikarenakan cukup tingginya harga gula merah. Selain itu kondisi sebagian besar mesin

pabrik gula sudah tua yang berdampak pada rendahnya rendemen tebu dan kurang efisien.

Salah satu hal penting yang perlu diprioritaskan pada masa mendatang adalah dukungan

penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen gula.

Tiga komponen teknologi telah diidentifikasi sebagai faktor penentu produksi gula, yaitu

penggunaan varietas unggul, penataan varietas, pemupukan, disertai penerapan teknologi

budidaya lainnya, yang pelaksanaannya dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan

bongkar ratoon. Penerapan paket teknologi tersebut diproyeksi dapat meningkatkan

produktivitas 20-45% dari produktivitas eksisting dan meningkatkan rendemen menjadi rata-

rata 8,5-9%.

Pada umumnya produksi tebu selama 5 tahun (2010–2014) mengalami kenaikan yang cukup

signifikan dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 4,64% per tahun dari 2,214 juta

ton pada tahun 2010 menjadi 2,632 juta ton pada tahun 2014. Hal ini didukung dengan

meningkatnya laju pertumbuhan areal tebu sebesar 1,30% dan produktivitas tebu sebesar

1,43%. Secara rinci capaian indikator produksi gula selama periode 2010-2014 dapat dilihat pada

Tabel 17.

Tabel 17. Laju Pertumbuhan Komoditi Tebu dari tahun 2010-2014

No URAIAN KOMODITI TEBU Laju

Pertumb. Per thn (%) 2010 2011 2012 2013 2014 *)

1 Areal Tebu (Ha) 454.111 450.469 451.255 469.227 477.881 1,30 2 Produksi hablur (Ton) 2.214.488 2.228.259 2.591.687 2.551.026 2.632.242 4,64

3 Produktivitas hablur (Kg/Ha) 5.292 5.191 5.770 5.467 5.561 1,43

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara

Keragaan produksi gula di Indonesia selama tahun 2010-2014 disajikan pada Tabel 18 dan

Gambar 2 berikut.

Tabel 18. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014

No. Tahun Sasaran (juta ton)

Capaian Produksi (juta ton)

% terhadap Sasaran

1. 2010 2,996 2,214 73,90 2. 2011 2,700 2,228 82,52 3. 2012 2,544 2,592 101,89 4. 2013 2,817 2,551 90,56 5. 2014* 2,790 2,632 94,34

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara

Gambar 2. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian *) Angka Sementara, Kementerian Pertanian 2014

Untuk mencapai swasembada gula sejak tahun 2012 telah dilaksanakan peningkatan produksi

gula melalui pembangunan kebun bibit datar tebu/kultur jaringan, perluasan areal,

pemberdayaan petani, bantuan alat pengairan, pengadaan traktor dan implemen,

pemanfaatan dana bergulir dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang didukung

dengan penyediaan Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Petugas Lapang Pembantu-TKP

(TKP/PLP-TKP). Upaya tersebut berhasil mengangkat produksi gula tahun 2012 menjadi 2,592

juta ton atau 101,89% dari target produksi 2,544 juta ton atau meningkat 16,34% dibandingkan

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 41

Kementerian Pertanian

seluas 8.654 Ha. Pencapaian produksi gula tahun 2013-2014 lebih rinci dapat dilihat pada

Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Pencapaian Sasaran Swasembada Gula Tahun 2014

No. Uraian 2013 2014 2014/2013

Realisasi Target Realisasi*) % % 1 Areal Tebu Giling (Ha) 469.227 456.000 477.881 104,8 101,84 2 Produksi tebu (Ton) 35.526.070 36.343.760 33.740.036 92,84 94,97 3 Produktivitas tebu (Ton/Ha) 75,71 80 70,6 88,25 93,25 4 Rendemen (%) 7,18 7,75 7,80 100,9 108,66 5 Produksi hablur (Ton) 2.551.026 2.790.000 2.632.242 94,35 103,18 6 Produktivitas hablur (Ton/Ha) 5,47 6,8 5,56 81,76 101,65 7 Produksi Molasess (Ton) 1.631.081 1.599.125 1.516.135 94,81 92,95

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara

Beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya target produksi gula pada tahun 2014

antara lain: (1) Terjadinya konversi lahan tebu ke non tebu; (2) Ketersediaan benih tebu

bermutu yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan petani baik dari segi jumlah, waktu,

maupun ketepatan varietas; (3) Teknik budidaya usahatani tebu yang masih belum

sepenuhnya baik dalam rangka menghasilkan tebu yang manis, bersih, dan segar (MBS); dan

(4) Proses penggilingan tebu petani yang sebagian beralih dari gula kristal putih menjadi gula

merah dikarenakan cukup tingginya harga gula merah. Selain itu kondisi sebagian besar mesin

pabrik gula sudah tua yang berdampak pada rendahnya rendemen tebu dan kurang efisien.

Salah satu hal penting yang perlu diprioritaskan pada masa mendatang adalah dukungan

penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen gula.

Tiga komponen teknologi telah diidentifikasi sebagai faktor penentu produksi gula, yaitu

penggunaan varietas unggul, penataan varietas, pemupukan, disertai penerapan teknologi

budidaya lainnya, yang pelaksanaannya dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan

bongkar ratoon. Penerapan paket teknologi tersebut diproyeksi dapat meningkatkan

produktivitas 20-45% dari produktivitas eksisting dan meningkatkan rendemen menjadi rata-

rata 8,5-9%.

Pada umumnya produksi tebu selama 5 tahun (2010–2014) mengalami kenaikan yang cukup

signifikan dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 4,64% per tahun dari 2,214 juta

ton pada tahun 2010 menjadi 2,632 juta ton pada tahun 2014. Hal ini didukung dengan

meningkatnya laju pertumbuhan areal tebu sebesar 1,30% dan produktivitas tebu sebesar

1,43%. Secara rinci capaian indikator produksi gula selama periode 2010-2014 dapat dilihat pada

Tabel 17.

Tabel 17. Laju Pertumbuhan Komoditi Tebu dari tahun 2010-2014

No URAIAN KOMODITI TEBU Laju

Pertumb. Per thn (%) 2010 2011 2012 2013 2014 *)

1 Areal Tebu (Ha) 454.111 450.469 451.255 469.227 477.881 1,30 2 Produksi hablur (Ton) 2.214.488 2.228.259 2.591.687 2.551.026 2.632.242 4,64

3 Produktivitas hablur (Kg/Ha) 5.292 5.191 5.770 5.467 5.561 1,43

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara

Keragaan produksi gula di Indonesia selama tahun 2010-2014 disajikan pada Tabel 18 dan

Gambar 2 berikut.

Tabel 18. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014

No. Tahun Sasaran (juta ton)

Capaian Produksi (juta ton)

% terhadap Sasaran

1. 2010 2,996 2,214 73,90 2. 2011 2,700 2,228 82,52 3. 2012 2,544 2,592 101,89 4. 2013 2,817 2,551 90,56 5. 2014* 2,790 2,632 94,34

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara

Gambar 2. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun 2010-2014

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian *) Angka Sementara, Kementerian Pertanian 2014

Untuk mencapai swasembada gula sejak tahun 2012 telah dilaksanakan peningkatan produksi

gula melalui pembangunan kebun bibit datar tebu/kultur jaringan, perluasan areal,

pemberdayaan petani, bantuan alat pengairan, pengadaan traktor dan implemen,

pemanfaatan dana bergulir dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang didukung

dengan penyediaan Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Petugas Lapang Pembantu-TKP

(TKP/PLP-TKP). Upaya tersebut berhasil mengangkat produksi gula tahun 2012 menjadi 2,592

juta ton atau 101,89% dari target produksi 2,544 juta ton atau meningkat 16,34% dibandingkan

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201442

Kementerian Pertanian

tahun 2011 yang besarnya 2,268 juta ton. Capaian produksi tahun 2012 dihasilkan dari areal

panen tebu seluas 451.191 ha dengan produktivitas tebu 72,10 ton/ha dan rendemen 8,13%

serta produktivitas gula/hablur 5,90 ton/ha. Sedangkan produksi gula tahun 2013 mengalami

sedikit penurunan menjadi 2,551 juta ton atau 90,56% dari target produksi 2,817 juta ton atau

menurun 1,58% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 2,592 juta ton. Capaian produksi tahun

2013 dihasilkan dari areal panen tebu seluas 469.227 ha dengan produktivitas tebu 75,71

ton/ha dengan rendemen 7,18% dan produktivitas gula/hablur 5,47 ton/ha.

Tabel 19. Kegiatan-Kegiatan Tahun 2013 yang turut Mendukung Pencapaian Produksi Gula Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi %

Capaian 1. Perluasan Areal Tebu (Ha) 4.000 770 19,26

2. Penataan Varietas (Paket) 45 44 97,77

3. Bongkar Ratoon (Ha) 48.310 31.850 65,93

4. Operasional TKP dan PL-TKP (Orang) 421 412 97,86

5. Persiapan, Pengawalan, Pendampingan dan Administrasi Monev (Paket)

11 11 100,00

6. Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan (Paket) 10 10 100,00

7. Pengadaan Traktor (Unit) 141 141 100,00

8. Pengadaan Alat Tebang (Paket) 175 175 100,00

9. Sensus Lahan Tebu Online (Paket) 9 9 100,00

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014

Sasaran swasembada gula pada tahun 2014 merupakan bagian dari target yang telah

dituangkan dalam Roadmap Swasembada Gula Tahun 2010-2014 yang bertujuan untuk

pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri, baik konsumsi langsung rumah tangga maupun

industri sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan gula nasional. Adapun kegiatan-

kegiatan yang dilakukan untuk pencapaian sasaran produksi gula tahun 2014 dapat berasal

dari kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 (Tabel 19) dan kegiatan yang dilakukan 2014

(Tabel 20).

Gambar 3. Pertanaman Tebu dan Panen Tebu oleh Menteri Pertanian Suswono

Tabel 20. Kegiatan-Kegiatan Pencapaian Produksi Gula yang dilakukan Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian

1. Rawat Ratoon (Ha) 34.157 25.419 74,42

2. Bongkar Ratoon (Ha) 5.729 4.157 72,55

3. Perluasan Areal Tebu (Ha) 8.743 3.083 35,26 4. Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD), (Ha) 2.046 1.938 94,77

5. Penataan Varietas (Paket) 39 23 59,00 6. Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan (Paket) 26 21 80,77

7. Operasional TKP dan PL-TKP (Orang) 455 455 100,00 8. Rekrutment TKP dan PL-TKP (Orang) 12 12 100,00

9. Pengadaan Alat Putus Akar (Unit) 94 84 89,00

10. Pengadaan Traktor (Unit) 112 112 100,00 11. Pengadaan Alat Mesin Tebang (Unit) 53 40 78,47

12. Pengadaan Alat Angkut Tebu (Unit) 69 68 98,35 13. Pengadaan Cultivator (Unit) 189 144 60,32

14. Pengadaan Pompa Air (Unit) 190 190 100,00

15. Pengembangan Database Tebu Sistem Online (Unit) 150 12 100,00

16. Peralatan Pendukung Database Tebu Sistem Online (Unit) 150.00 117 76,97

17. Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen (Paket) 56 37 66,07

18. Pengawalan dan Monev Tebu (Paket) 12 12 100,00 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014

Dalam pelaksanaannya indikator pengembangan tanaman tebu untuk mendukung

swasembada gula nasional pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai

Rp483.249.121.000,00. dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp386.518.182.573,00 atau capaiannya sebesar 80,31%.

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan tebu yang

menyebabkan tidak tercapainya target kegiatan tahun 2014 dalam peningkatan produksi gula

antara lain: (1) Kesulitan dalam penetapan CP/CL dan lahan petani yang masih berubah-rubah

yang dikarenakan persyaratan teknis dan administrasi dari petani tidak lengkap;

(2) Keterbatasan benih tebu untuk bongkar ratoon dan perluasan areal dikarenakan kurang

profesionalnya penyedia benih dalam penyelenggara pembangunan KBD dan kurang

koordinasinya penyedia benih dengan penangkar; (3) Mundurnya jadwal tanam akibat

keterlambatan pembangunan KBD tebu; dan (4) Sebagian daerah dalam pengadaan alsintan

dan pupuk juga mengalami keterlambatan karena proses lelang mengalami keterlambatan.

3.3.1.3 Produksi Daging Sapi

Pada tahun 2014 produksi daging sapi (termasuk kerbau) dalam bentuk karkas sebesar 460,53

ribu ton atau setara dengan 368,43 ribu ton meat yield (angka sementara) atau capaiannya

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 43

Kementerian Pertanian

tahun 2011 yang besarnya 2,268 juta ton. Capaian produksi tahun 2012 dihasilkan dari areal

panen tebu seluas 451.191 ha dengan produktivitas tebu 72,10 ton/ha dan rendemen 8,13%

serta produktivitas gula/hablur 5,90 ton/ha. Sedangkan produksi gula tahun 2013 mengalami

sedikit penurunan menjadi 2,551 juta ton atau 90,56% dari target produksi 2,817 juta ton atau

menurun 1,58% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 2,592 juta ton. Capaian produksi tahun

2013 dihasilkan dari areal panen tebu seluas 469.227 ha dengan produktivitas tebu 75,71

ton/ha dengan rendemen 7,18% dan produktivitas gula/hablur 5,47 ton/ha.

Tabel 19. Kegiatan-Kegiatan Tahun 2013 yang turut Mendukung Pencapaian Produksi Gula Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi %

Capaian 1. Perluasan Areal Tebu (Ha) 4.000 770 19,26

2. Penataan Varietas (Paket) 45 44 97,77

3. Bongkar Ratoon (Ha) 48.310 31.850 65,93

4. Operasional TKP dan PL-TKP (Orang) 421 412 97,86

5. Persiapan, Pengawalan, Pendampingan dan Administrasi Monev (Paket)

11 11 100,00

6. Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan (Paket) 10 10 100,00

7. Pengadaan Traktor (Unit) 141 141 100,00

8. Pengadaan Alat Tebang (Paket) 175 175 100,00

9. Sensus Lahan Tebu Online (Paket) 9 9 100,00

Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014

Sasaran swasembada gula pada tahun 2014 merupakan bagian dari target yang telah

dituangkan dalam Roadmap Swasembada Gula Tahun 2010-2014 yang bertujuan untuk

pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri, baik konsumsi langsung rumah tangga maupun

industri sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan gula nasional. Adapun kegiatan-

kegiatan yang dilakukan untuk pencapaian sasaran produksi gula tahun 2014 dapat berasal

dari kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 (Tabel 19) dan kegiatan yang dilakukan 2014

(Tabel 20).

Gambar 3. Pertanaman Tebu dan Panen Tebu oleh Menteri Pertanian Suswono

Tabel 20. Kegiatan-Kegiatan Pencapaian Produksi Gula yang dilakukan Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian

1. Rawat Ratoon (Ha) 34.157 25.419 74,42

2. Bongkar Ratoon (Ha) 5.729 4.157 72,55

3. Perluasan Areal Tebu (Ha) 8.743 3.083 35,26 4. Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD), (Ha) 2.046 1.938 94,77

5. Penataan Varietas (Paket) 39 23 59,00 6. Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan (Paket) 26 21 80,77

7. Operasional TKP dan PL-TKP (Orang) 455 455 100,00 8. Rekrutment TKP dan PL-TKP (Orang) 12 12 100,00

9. Pengadaan Alat Putus Akar (Unit) 94 84 89,00

10. Pengadaan Traktor (Unit) 112 112 100,00 11. Pengadaan Alat Mesin Tebang (Unit) 53 40 78,47

12. Pengadaan Alat Angkut Tebu (Unit) 69 68 98,35 13. Pengadaan Cultivator (Unit) 189 144 60,32

14. Pengadaan Pompa Air (Unit) 190 190 100,00

15. Pengembangan Database Tebu Sistem Online (Unit) 150 12 100,00

16. Peralatan Pendukung Database Tebu Sistem Online (Unit) 150.00 117 76,97

17. Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen (Paket) 56 37 66,07

18. Pengawalan dan Monev Tebu (Paket) 12 12 100,00 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014

Dalam pelaksanaannya indikator pengembangan tanaman tebu untuk mendukung

swasembada gula nasional pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai

Rp483.249.121.000,00. dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp386.518.182.573,00 atau capaiannya sebesar 80,31%.

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan tebu yang

menyebabkan tidak tercapainya target kegiatan tahun 2014 dalam peningkatan produksi gula

antara lain: (1) Kesulitan dalam penetapan CP/CL dan lahan petani yang masih berubah-rubah

yang dikarenakan persyaratan teknis dan administrasi dari petani tidak lengkap;

(2) Keterbatasan benih tebu untuk bongkar ratoon dan perluasan areal dikarenakan kurang

profesionalnya penyedia benih dalam penyelenggara pembangunan KBD dan kurang

koordinasinya penyedia benih dengan penangkar; (3) Mundurnya jadwal tanam akibat

keterlambatan pembangunan KBD tebu; dan (4) Sebagian daerah dalam pengadaan alsintan

dan pupuk juga mengalami keterlambatan karena proses lelang mengalami keterlambatan.

3.3.1.3 Produksi Daging Sapi

Pada tahun 2014 produksi daging sapi (termasuk kerbau) dalam bentuk karkas sebesar 460,53

ribu ton atau setara dengan 368,43 ribu ton meat yield (angka sementara) atau capaiannya

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201444

Kementerian Pertanian

sebesar 80,43% dibanding sasarannya sebesar 460 ribu ton (berhasil). Produksi meat yield

tahun 2014 jika dibandingkan dengan konsumsinya pada tahun yang sama sebesar 416,07 ribu

ton, maka telah tercapai 88,55%. Capaian ini telah mendekati target swasembada daging sapi

sebesar 90,3% yang diharapkan dapat direalisasi pada tahun 2014. Selain itu, apabila produksi

meat yield tahun 2014 dibandingkan dengan capaian pada tahun 2013 sebesar 343,87 ribu ton

maka terjadi peningkatan sebesar 24,56 ribu ton (7,14%).

Belum tercapainya target produksi daging pada tahun 2014 disebabkan antara lain:

(1) perubahan kebijakan pemasukan sapi dan daging sapi yang sebelumnya berdasarkan

jumlah alokasi sapi dan daging sapi yang dibutuhkan menjadi referensi harga; (2) sebaran

ternak sapi dan kerbau yang sebagian besar di Pulau Jawa, dan Jumlah peternak rakyat yang

98% masih dengan skala usaha kepemilikan ternak 2-3 ekor; (3) Peran pemerintah daerah

dalam tata niaga sapi dan daging sapi masih rendah, dalam hal Pengelolaan RPH yang belum

optimal dimana masih dipandang sebagai sumber pendapatan belum sebagai sarana

perbaikan manajemen dalam penyediaan daging sapi yang ASUH; (4) belum sinkronnya

kebijakan terkait distribusi sapi antar pulau; dan (5) infrastruktur yang belum memadai dalam

sistem bongkar muat ternak sapi dan kerbau di pelabuhan.

Upaya peningkatan produksi daging domestik melalui Program Swasembada Daging Sapi dan

Kerbau (PSDSK) dimulai tahun 2010 dengan diterbitkan Blueprint PSDSK 2014. Berdasarkan

hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau 2011 (PSPK2011) yang dilakukan BPS,

angka populasi sapi dan kerbau jauh lebih tinggi dibandingkan angka sasaran Blueprint

sebelumnya. Sehingga hasil pendataan tersebut dijadikan dasar untuk menghitung kembali

kemampuan supply lokal yang dituangkan dalam Blueprint PSDSK 2014 edisi revisi. Dalam

supply demand daging sapi/kerbau yang dituangkan pada Blueprint edisi revisi tersebut terjadi

pengurangan porsi impor sapi dan daging sapi secara bertahap yang mulai diberlakukan pada

tahun 2012, yaitu dari 19,5% menjadi 17,5% (lokal 82,5%), tahun 2013 dari 14,7% menjadi 13,8%

(lokal 86,2%) dan tahun 2014 dari 10% menjadi 9,7% (lokal 90,3%).

Berdasarkan hasil evaluasi program swasembada daging sapi (dengan mencermati

kemampuan daging sapi/kerbau lokal dalam memenuhi konsumsinya yang dilakukan pada

akhir tahun 2014), menunjukkan bahwa kontribusi daging sapi/kerbau lokal dalam memenuhi

konsumsinya semakin meningkat, yaitu sebesar 85,3% (2012); 87,2% (2013); dan 88,5% (2014),

seperti digambarkan pada Tabel 21 berikut.

Tabel 21. Perkembangan Produksi, Konsumsi Daging Sapi Periode 2010-2014

Sumber Data: 1. BPS, 2014

2. Badan Ketahanan Pangan, 2014 3. Ditjen PKH, 2014 4. Barantan, 2014

Ket: *)Angka Sementara 2014

Bersamaan dengan diturunkannya porsi impor, masyarakat dihadapkan pada peningkatan

harga daging sapi/kerbau, yang kemudian memunculkan isu bahwa penyebabnya adalah

berkurangnya pasokan lokal. Pada tahun 2010, harga per kilogram daging sapi sebesar

Rp67,82 ribu naik menjadi Rp69,70 ribu (2011), dan terus meningkat menjadi Rp76,91 ribu

(2012). Kondisi tersebut dijadikan sebagai salah satu dasar perubahan kebijakan impor sapi

dan daging sapi dari sebelumnya berbasis kebutuhan (azas supply demand) menjadi berbasis

harga referensi. Harga per kilogram daging sapi pada saat itu dipatok sebesar Rp. 76 ribu

(Permendag No. 46/M-DAG/PER/8/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan serta

Produk Hewan, tanggal 30 Agustus 2013, pasal 14). Meskipun dalam Permendag tersebut

dibuka peluang untuk meninjau besaran harga referensi, namun tidak pernah diterbitkan

aturan perubahannya. Sehingga sejak itu, sapi dan daging sapi impor membanjiri pasar yang

ditunjukkan oleh persentase total penyediaan daging terhadap konsumsi yang terus

meningkat yang didominasi oleh impor. Jika pada tahun 2011 total persentase penyediaan

sebesar 103,71% naik signifikan menjadi 139,66% pada tahun 2014, dan persentase (sapi dan

daging sapi impor) juga meningkat signifikan, dari 36,94% (2011) menjadi 51,11% pada tahun

2014.

Sementara di sisi lain, dengan memperbandingkan penyediaan daging sapi/kerbau lokal

terhadap pemenuhan konsumsinya, maka kemampuan supply daging sapi lokal meningkat

sangat signifikan. Jika pada tahun 2011 kemampuan supply memenuhi konsumsi sebesar

66,77%, secara berturut-turut naik menjadi 85,43% (2012); 87,92% (2013); dan 88,55% (2014). Hal

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 45

Kementerian Pertanian

sebesar 80,43% dibanding sasarannya sebesar 460 ribu ton (berhasil). Produksi meat yield

tahun 2014 jika dibandingkan dengan konsumsinya pada tahun yang sama sebesar 416,07 ribu

ton, maka telah tercapai 88,55%. Capaian ini telah mendekati target swasembada daging sapi

sebesar 90,3% yang diharapkan dapat direalisasi pada tahun 2014. Selain itu, apabila produksi

meat yield tahun 2014 dibandingkan dengan capaian pada tahun 2013 sebesar 343,87 ribu ton

maka terjadi peningkatan sebesar 24,56 ribu ton (7,14%).

Belum tercapainya target produksi daging pada tahun 2014 disebabkan antara lain:

(1) perubahan kebijakan pemasukan sapi dan daging sapi yang sebelumnya berdasarkan

jumlah alokasi sapi dan daging sapi yang dibutuhkan menjadi referensi harga; (2) sebaran

ternak sapi dan kerbau yang sebagian besar di Pulau Jawa, dan Jumlah peternak rakyat yang

98% masih dengan skala usaha kepemilikan ternak 2-3 ekor; (3) Peran pemerintah daerah

dalam tata niaga sapi dan daging sapi masih rendah, dalam hal Pengelolaan RPH yang belum

optimal dimana masih dipandang sebagai sumber pendapatan belum sebagai sarana

perbaikan manajemen dalam penyediaan daging sapi yang ASUH; (4) belum sinkronnya

kebijakan terkait distribusi sapi antar pulau; dan (5) infrastruktur yang belum memadai dalam

sistem bongkar muat ternak sapi dan kerbau di pelabuhan.

Upaya peningkatan produksi daging domestik melalui Program Swasembada Daging Sapi dan

Kerbau (PSDSK) dimulai tahun 2010 dengan diterbitkan Blueprint PSDSK 2014. Berdasarkan

hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau 2011 (PSPK2011) yang dilakukan BPS,

angka populasi sapi dan kerbau jauh lebih tinggi dibandingkan angka sasaran Blueprint

sebelumnya. Sehingga hasil pendataan tersebut dijadikan dasar untuk menghitung kembali

kemampuan supply lokal yang dituangkan dalam Blueprint PSDSK 2014 edisi revisi. Dalam

supply demand daging sapi/kerbau yang dituangkan pada Blueprint edisi revisi tersebut terjadi

pengurangan porsi impor sapi dan daging sapi secara bertahap yang mulai diberlakukan pada

tahun 2012, yaitu dari 19,5% menjadi 17,5% (lokal 82,5%), tahun 2013 dari 14,7% menjadi 13,8%

(lokal 86,2%) dan tahun 2014 dari 10% menjadi 9,7% (lokal 90,3%).

Berdasarkan hasil evaluasi program swasembada daging sapi (dengan mencermati

kemampuan daging sapi/kerbau lokal dalam memenuhi konsumsinya yang dilakukan pada

akhir tahun 2014), menunjukkan bahwa kontribusi daging sapi/kerbau lokal dalam memenuhi

konsumsinya semakin meningkat, yaitu sebesar 85,3% (2012); 87,2% (2013); dan 88,5% (2014),

seperti digambarkan pada Tabel 21 berikut.

Tabel 21. Perkembangan Produksi, Konsumsi Daging Sapi Periode 2010-2014

Sumber Data: 1. BPS, 2014

2. Badan Ketahanan Pangan, 2014 3. Ditjen PKH, 2014 4. Barantan, 2014

Ket: *)Angka Sementara 2014

Bersamaan dengan diturunkannya porsi impor, masyarakat dihadapkan pada peningkatan

harga daging sapi/kerbau, yang kemudian memunculkan isu bahwa penyebabnya adalah

berkurangnya pasokan lokal. Pada tahun 2010, harga per kilogram daging sapi sebesar

Rp67,82 ribu naik menjadi Rp69,70 ribu (2011), dan terus meningkat menjadi Rp76,91 ribu

(2012). Kondisi tersebut dijadikan sebagai salah satu dasar perubahan kebijakan impor sapi

dan daging sapi dari sebelumnya berbasis kebutuhan (azas supply demand) menjadi berbasis

harga referensi. Harga per kilogram daging sapi pada saat itu dipatok sebesar Rp. 76 ribu

(Permendag No. 46/M-DAG/PER/8/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan serta

Produk Hewan, tanggal 30 Agustus 2013, pasal 14). Meskipun dalam Permendag tersebut

dibuka peluang untuk meninjau besaran harga referensi, namun tidak pernah diterbitkan

aturan perubahannya. Sehingga sejak itu, sapi dan daging sapi impor membanjiri pasar yang

ditunjukkan oleh persentase total penyediaan daging terhadap konsumsi yang terus

meningkat yang didominasi oleh impor. Jika pada tahun 2011 total persentase penyediaan

sebesar 103,71% naik signifikan menjadi 139,66% pada tahun 2014, dan persentase (sapi dan

daging sapi impor) juga meningkat signifikan, dari 36,94% (2011) menjadi 51,11% pada tahun

2014.

Sementara di sisi lain, dengan memperbandingkan penyediaan daging sapi/kerbau lokal

terhadap pemenuhan konsumsinya, maka kemampuan supply daging sapi lokal meningkat

sangat signifikan. Jika pada tahun 2011 kemampuan supply memenuhi konsumsi sebesar

66,77%, secara berturut-turut naik menjadi 85,43% (2012); 87,92% (2013); dan 88,55% (2014). Hal

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201446

Kementerian Pertanian

ini kemungkinan disebabkan oleh semakin turunnya konsumsi per kapita daging sapi/kerbau.

Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (2014) dinyatakan

bahwa konsumsi per kapita per tahun daging sapi pada periode 2011 sampai dengan 2014

turun signifikan, yaitu masing-masing 1.997 kg/kapita/tahun (2011) menjadi 1.794

kg/kapita/tahun (2012); turun lagi menjadi 1.572 kg/kapita/tahun (2013) dan semakin turun

menjadi 1.65 kg/kapita/tahun (angka sementara, 2014) seperti ditunjukkan oleh Tabel 22

tentang Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun 2010-2014.

Tabel 22. Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun 2010-2014

Sumber: Kemendag, 2014

Turunnya konsumsi daging sapi/kerbau bukan berarti menurunnya asupan protein hewani

asal ternak, karena kebutuhannya disubstitusi oleh daging unggas, sebagaimana ditunjukkan

pada Grafik 1 Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun 2002-2013. Jika

pada tahun 2008 partisipasi konsumsi daging sapi/kerbau 16,18% dan daging unggas 57,67%,

maka pada tahun 2013 turun menjadi 15,25% (daging sapi/kerbau) dan sebaliknya naik menjadi

65,46% (daging unggas).

Grafik 1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun 2002-2013

Sumber data: Litbang Peternakan Kementerian Pertanian, 2013

Mengingat data empiris menunjukkan bahwa konsumen daging sapi/kerbau terbesar di

Jabodetabek, sehingga apabila kebutuhan daging sapi/kerbau di wilayah tersebut dapat

dipenuhi, maka bagian terbesar dari persoalan pemenuhan kebutuhan daging sapi/kerbau

dapat diatasi. Hal ini tentu berkaitan erat dengan berjalannya sistem tata niaga daging

sapi/kerbau dari hulu hingga hilir, sebagaimana hasil kajian Litbang Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) pada tahun 2012, yang secara umum menyatakan pentingnya peran

Kementerian/Lembaga lain mendukung terwujudnya Swasembada Daging Sapi/Kerbau.

Meskipun demikian, upaya peningkatan produksi daging sapi lokal oleh Kementerian

Pertanian, secara khusus terus dilakukan melalui 14 kegiatan yang dicakup dalam Program

Pencapaian Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman,

Sehat, Utuh, dan Halal, yaitu: (1) Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting sebanyak 236

kelompok; (2) Pembibitan Sapi Potong/kerbau sebanyak 49 kelompok; (3) Integrasi Tanaman-

Ruminansia sebanyak 131 Kelompok; (4) Pengembangan Hijauan Pakan Ternak sebanyak 62

kelompok; (5) Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas sebanyak

3.709.000 stek; (6) Peningkatan Kapasitas Petugas Inseminasi Buatan (IB), Petugas Pemeriksa

Kebuntingan (PKB) dan Asistensi Teknis Reproduksi (ATR) sebanyak 750 orang; (7) Produksi

semen beku sebanyak 4,81 juta dosis; (8) Pengadaan Pejantan Inseminasi Kawin Alam (INKA)

sebanyak 851 ekor; (9) Pengembangan Indukan Sapi sebanyak 300 ekor; (10) Penguatan

Kelembagaan Inseminasi Buatan (IB) sebanyak 318 Unit; (11) Penanggulangan Gangguan

Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter sebanyak 260.272 dosis; (12) Penguatan

Kelembagaan Keswan sebanyak 39 Unit; (13) Fasilitasi RPH sebanyak 16 Unit; dan (14) Fasilitasi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 47

Kementerian Pertanian

ini kemungkinan disebabkan oleh semakin turunnya konsumsi per kapita daging sapi/kerbau.

Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (2014) dinyatakan

bahwa konsumsi per kapita per tahun daging sapi pada periode 2011 sampai dengan 2014

turun signifikan, yaitu masing-masing 1.997 kg/kapita/tahun (2011) menjadi 1.794

kg/kapita/tahun (2012); turun lagi menjadi 1.572 kg/kapita/tahun (2013) dan semakin turun

menjadi 1.65 kg/kapita/tahun (angka sementara, 2014) seperti ditunjukkan oleh Tabel 22

tentang Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun 2010-2014.

Tabel 22. Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun 2010-2014

Sumber: Kemendag, 2014

Turunnya konsumsi daging sapi/kerbau bukan berarti menurunnya asupan protein hewani

asal ternak, karena kebutuhannya disubstitusi oleh daging unggas, sebagaimana ditunjukkan

pada Grafik 1 Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun 2002-2013. Jika

pada tahun 2008 partisipasi konsumsi daging sapi/kerbau 16,18% dan daging unggas 57,67%,

maka pada tahun 2013 turun menjadi 15,25% (daging sapi/kerbau) dan sebaliknya naik menjadi

65,46% (daging unggas).

Grafik 1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun 2002-2013

Sumber data: Litbang Peternakan Kementerian Pertanian, 2013

Mengingat data empiris menunjukkan bahwa konsumen daging sapi/kerbau terbesar di

Jabodetabek, sehingga apabila kebutuhan daging sapi/kerbau di wilayah tersebut dapat

dipenuhi, maka bagian terbesar dari persoalan pemenuhan kebutuhan daging sapi/kerbau

dapat diatasi. Hal ini tentu berkaitan erat dengan berjalannya sistem tata niaga daging

sapi/kerbau dari hulu hingga hilir, sebagaimana hasil kajian Litbang Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) pada tahun 2012, yang secara umum menyatakan pentingnya peran

Kementerian/Lembaga lain mendukung terwujudnya Swasembada Daging Sapi/Kerbau.

Meskipun demikian, upaya peningkatan produksi daging sapi lokal oleh Kementerian

Pertanian, secara khusus terus dilakukan melalui 14 kegiatan yang dicakup dalam Program

Pencapaian Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman,

Sehat, Utuh, dan Halal, yaitu: (1) Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting sebanyak 236

kelompok; (2) Pembibitan Sapi Potong/kerbau sebanyak 49 kelompok; (3) Integrasi Tanaman-

Ruminansia sebanyak 131 Kelompok; (4) Pengembangan Hijauan Pakan Ternak sebanyak 62

kelompok; (5) Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas sebanyak

3.709.000 stek; (6) Peningkatan Kapasitas Petugas Inseminasi Buatan (IB), Petugas Pemeriksa

Kebuntingan (PKB) dan Asistensi Teknis Reproduksi (ATR) sebanyak 750 orang; (7) Produksi

semen beku sebanyak 4,81 juta dosis; (8) Pengadaan Pejantan Inseminasi Kawin Alam (INKA)

sebanyak 851 ekor; (9) Pengembangan Indukan Sapi sebanyak 300 ekor; (10) Penguatan

Kelembagaan Inseminasi Buatan (IB) sebanyak 318 Unit; (11) Penanggulangan Gangguan

Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter sebanyak 260.272 dosis; (12) Penguatan

Kelembagaan Keswan sebanyak 39 Unit; (13) Fasilitasi RPH sebanyak 16 Unit; dan (14) Fasilitasi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201448

Kementerian Pertanian

Kios Daging sebanyak 20 Unit. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran

Swasembada Daging Sapi dan kerbau yang dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2010-2014,

seperti pada Tabel 23.

Tabel 23. Kegiatan-kegiatan Tahun 2010-2014 dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014

No Kegiatan 2010 2011 2012 2013 2014

% Target Realisasi

1 Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting (Klp)

- 2.064 2.008 1.070 252 236 93,65

2 Pembibitan Sapi Potong/kerbau (Klp)

413 40 64 165 50 49 98,00

3 Integrasi Tanaman-Ruminansia (Klp)

20 76 95 230 136 131 96,32

4 Pengembangan Hijauan Pakan Ternak (Klp)

- 32 140 285 62 62 100,00

5 Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas (Stek)

- - - 2.806.349 3.000.000

3.709.000

123,63

6 Peningkatan Kapasitas Petugas IB, PKB dan ATR (orang)

- - 2.137 1.907 760

750

98,68

7 Produksi semen beku (dosis)

5 juta

5,3 juta 4,16 juta 5,19 juta 4,8 juta 4,81 juta 100,21

8 Penyebaran Pejantan INKA (ekor)

- - 5.755 2.298 1.035 851 82,22

9 Pengembangan Indukan Sapi (ekor)

7.760 2.170 300 300 100,00

10 Penguatan Kelembagaan Inseminasi Buatan/IB (unit)

200 600 3.269 434 396 318 80,30

11 Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter (dosis)

- - 153.186 536.341 323.646

260.272

80,42

12 Penguatan Kelembagaan Kesehatan Hewan (unit)

- - 35 103 40 39 97,50

13 Fasilitasi RPH (unit) 29 23 24 42 23 16 69,57 14 Fasilitasi Kios Daging (unit) - - 22 30 37 20 54,05

Sumber data: Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, 2010-2014

Dari tabel 22 tampak bahwa secara umum realisasi fasilitasi APBN PKH tahun 2014 melalui

kegiatan pendukung pencapaian PSDSK 2014 lebih dari 80%, kecuali fasilitasi Rumah Potong

Hewan (RPH) dan kios daging yang capaiannya sebesar 69,57% dan 54,05%, yang disebabkan

adanya kebijakan penghematan anggaran.

Selain itu, produksi daging komoditas peternakan lainnya pada tahun 2014 cukup

menggembirakan. Dengan total produksi daging nasional Tahun 2014 sebesar 2,98 juta ton,

kontribusi terbesar berasal dari ayam ras sebesar 1,60 juta ton atau 53,8%; diikuti oleh daging

ayam buras sebesar 0,33 juta ton atau 11,13%; dan daging kambing/domba 0,11 juta ton atau

3,7%. Hal itu menjadi sumber alternatif dan substitusi untuk memenuhi kebutuhan sumber

protein hewani di luar daging sapi/kerbau. Selain itu, produksi daging babi juga memberikan

kontribusi produksi daging sebesar 10,43% atau 0,31 juta ton sehingga juga memberikan

alternatif pilihan bagi yang mengkonsumsinya atau untuk diekspor.

Beberapa upaya yang ditempuh pada tahun 2015 untuk meningkatkan produksi daging

sapi/kerbau lokal antara lain adalah: (1) Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB);

(2) Bantuan Pakan Sapi Potong Penggemukan; (3) Kegiatan Penambahan Indukan Sapi;

(4) Meningkatkan fasilitasi pembiayaan yang memadai untuk menjamin dan meningkatkan

skala usaha bagi peternak kecil; (5) Mendorong munculnya regulasi di daerah agar swasta dan

BUMN berperan dalam pembangunan peternakan, misalnya, keharusan beternak di lahan

sawit dan reklamasi lahan eks tambang menjadi padang penggembalaan; (6) Pembangunan

sarana prasarana bongkar muat dan transportasi ternak ternak segera diwujudkan oleh

Kementerian Perhubungan; (7) Penyusunan regulasi dan kebijakan terkait tata niaga daging

sapi; (8) Mendorong komitmen pemda dalam menambah jumlah dan kompetensi petugas di

RPH seperti pengawas penerapan kesejahteraan hewan, juru sembelih halal, meat inspector,

keurmaster, dan butcher; dan (9) Peningkatan manajemen RPH melalui kerjasama RPH

dengan BUMN, SMD Feedlot, asosiasi jagal atau RPH.

Dalam pelaksanaannya indikator Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) pada

Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp1,04 triliun, namun terjadi penghematan menjadi

Rp1,04 triliun dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp0,91 triliun atau

capaiannya sebesar 87,50%.

3.3.1.4 Produksi Padi

Produksi padi tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 70,607 juta ton

GKG. Bila dibandingkan dengan target tahun 2014 sebesar 72,340 juta ton, maka capaiannya

sebesar 97,60% (berhasil). Keberhasilan tersebut didukung oleh pencapaian luas panen

sebesar 13,768 juta ha atau 98,64% terhadap target 13,958 juta ha, dan produktivitas 51,28

ku/ha atau 98,94% terhadap target 51,83 ku/ha. Dan apabila dibandingkan dengan rerata 2010-

2014 mengalami peningkatan 1,973 juta ton (2,87%). Capaian produksi padi pada tahun 2013-

2014 dapat dilihat pada Tabel 24.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 49

Kementerian Pertanian

Kios Daging sebanyak 20 Unit. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran

Swasembada Daging Sapi dan kerbau yang dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2010-2014,

seperti pada Tabel 23.

Tabel 23. Kegiatan-kegiatan Tahun 2010-2014 dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014

No Kegiatan 2010 2011 2012 2013 2014

% Target Realisasi

1 Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting (Klp)

- 2.064 2.008 1.070 252 236 93,65

2 Pembibitan Sapi Potong/kerbau (Klp)

413 40 64 165 50 49 98,00

3 Integrasi Tanaman-Ruminansia (Klp)

20 76 95 230 136 131 96,32

4 Pengembangan Hijauan Pakan Ternak (Klp)

- 32 140 285 62 62 100,00

5 Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas (Stek)

- - - 2.806.349 3.000.000

3.709.000

123,63

6 Peningkatan Kapasitas Petugas IB, PKB dan ATR (orang)

- - 2.137 1.907 760

750

98,68

7 Produksi semen beku (dosis)

5 juta

5,3 juta 4,16 juta 5,19 juta 4,8 juta 4,81 juta 100,21

8 Penyebaran Pejantan INKA (ekor)

- - 5.755 2.298 1.035 851 82,22

9 Pengembangan Indukan Sapi (ekor)

7.760 2.170 300 300 100,00

10 Penguatan Kelembagaan Inseminasi Buatan/IB (unit)

200 600 3.269 434 396 318 80,30

11 Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter (dosis)

- - 153.186 536.341 323.646

260.272

80,42

12 Penguatan Kelembagaan Kesehatan Hewan (unit)

- - 35 103 40 39 97,50

13 Fasilitasi RPH (unit) 29 23 24 42 23 16 69,57 14 Fasilitasi Kios Daging (unit) - - 22 30 37 20 54,05

Sumber data: Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, 2010-2014

Dari tabel 22 tampak bahwa secara umum realisasi fasilitasi APBN PKH tahun 2014 melalui

kegiatan pendukung pencapaian PSDSK 2014 lebih dari 80%, kecuali fasilitasi Rumah Potong

Hewan (RPH) dan kios daging yang capaiannya sebesar 69,57% dan 54,05%, yang disebabkan

adanya kebijakan penghematan anggaran.

Selain itu, produksi daging komoditas peternakan lainnya pada tahun 2014 cukup

menggembirakan. Dengan total produksi daging nasional Tahun 2014 sebesar 2,98 juta ton,

kontribusi terbesar berasal dari ayam ras sebesar 1,60 juta ton atau 53,8%; diikuti oleh daging

ayam buras sebesar 0,33 juta ton atau 11,13%; dan daging kambing/domba 0,11 juta ton atau

3,7%. Hal itu menjadi sumber alternatif dan substitusi untuk memenuhi kebutuhan sumber

protein hewani di luar daging sapi/kerbau. Selain itu, produksi daging babi juga memberikan

kontribusi produksi daging sebesar 10,43% atau 0,31 juta ton sehingga juga memberikan

alternatif pilihan bagi yang mengkonsumsinya atau untuk diekspor.

Beberapa upaya yang ditempuh pada tahun 2015 untuk meningkatkan produksi daging

sapi/kerbau lokal antara lain adalah: (1) Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB);

(2) Bantuan Pakan Sapi Potong Penggemukan; (3) Kegiatan Penambahan Indukan Sapi;

(4) Meningkatkan fasilitasi pembiayaan yang memadai untuk menjamin dan meningkatkan

skala usaha bagi peternak kecil; (5) Mendorong munculnya regulasi di daerah agar swasta dan

BUMN berperan dalam pembangunan peternakan, misalnya, keharusan beternak di lahan

sawit dan reklamasi lahan eks tambang menjadi padang penggembalaan; (6) Pembangunan

sarana prasarana bongkar muat dan transportasi ternak ternak segera diwujudkan oleh

Kementerian Perhubungan; (7) Penyusunan regulasi dan kebijakan terkait tata niaga daging

sapi; (8) Mendorong komitmen pemda dalam menambah jumlah dan kompetensi petugas di

RPH seperti pengawas penerapan kesejahteraan hewan, juru sembelih halal, meat inspector,

keurmaster, dan butcher; dan (9) Peningkatan manajemen RPH melalui kerjasama RPH

dengan BUMN, SMD Feedlot, asosiasi jagal atau RPH.

Dalam pelaksanaannya indikator Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) pada

Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp1,04 triliun, namun terjadi penghematan menjadi

Rp1,04 triliun dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp0,91 triliun atau

capaiannya sebesar 87,50%.

3.3.1.4 Produksi Padi

Produksi padi tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 70,607 juta ton

GKG. Bila dibandingkan dengan target tahun 2014 sebesar 72,340 juta ton, maka capaiannya

sebesar 97,60% (berhasil). Keberhasilan tersebut didukung oleh pencapaian luas panen

sebesar 13,768 juta ha atau 98,64% terhadap target 13,958 juta ha, dan produktivitas 51,28

ku/ha atau 98,94% terhadap target 51,83 ku/ha. Dan apabila dibandingkan dengan rerata 2010-

2014 mengalami peningkatan 1,973 juta ton (2,87%). Capaian produksi padi pada tahun 2013-

2014 dapat dilihat pada Tabel 24.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201450

Kementerian Pertanian

Tabel 24. Capaian Produksi Padi Tahun 2013-2014

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Namun demikian, bila dibandingkan dengan produksi tahun 2013 mengalami penurunan

sebesar 672 ribu ton (0,94%). Hal ini disebabkan oleh penurunan luas panen dan produktivitas

(hasil/ha). Luas panen padi menurun sebesar 67 ribu ha (0,48%) akibat penurunan luas tanam.

Penurunan luas panen yang tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat (63.650 ha), Jawa Tengah

(50.908 ha), Aceh (30.239 ha), Sumut (29.714 ha), dan Riau (19.586 ha). Faktor penyebab

terjadinya penurunan luas panen antara lain adalah: 1) terjadinya banjir di Provinsi Jawa Barat

dan Jawa Tengah pada subround I (Januari-Februari), 2) kekeringan di Provinsi Aceh dan

Sumut, 3) konversi lahan sawah yang cukup tinggi di Provinsi Riau, 4) mundurnya waktu

tanam di beberapa provinsi, 5) kerusakan jaringan irigasi, serta 6) puso akibat banjir dan

kekeringan meningkat dari 96.754 ha (tahun 2013) menjadi 178.892 ha (tahun 2014).

Produktivitas padi tahun 2014 sebesar 51,28 Ku/Ha, terjadi penurunan 0,24 ku/ha atau 0,46%

dari tahun 2013 sebesar 51,52 Ku/Ha dan lebih rendah 0,55 Ku/Ha atau 1,06% dari target tahun

2014 sebesar 51,38 ku/ha. Belum optimalnya peningkatan produktivitas disebabkan oleh

penurunan tingkat penggunaan benih unggul bermutu/bersertifikat menjadi 40,27% dibanding

tahun 2013 (46,63%), penggunaan pupuk kurang optimal dan belum sesuai rekomendasi,

realisasi penyaluran pupuk bersubsidi yang belum sesuai target, meningkatnya luas

pertanaman yang terkena kekeringan ringan sampai dengan berat seluas 180.922 ha (tahun

2013 seluas 46.275 ha), belum maksimalnya realisasi kegiatan APBN pendukung (SL-PTT,

penyaluran benih bersubsidi), dan belum tercapainya sasaran susut hasil target tahun 2014

(0,390%) yang hanya terealisasi 0,090% serta rendahnya realisasi kegiatan lainnya.

Dari Neraca Produksi Padi pada tahun 2014 terlihat bahwa pada tahun 2014 terjadi surplus

produksiberas sebesar 9,461 juta ton dengan tingkat konsumsi 124,89 kg/kapita/tahun.

Meskipun surplus, namun masih terjadi impor beras dalam jumlah yang relatif kecil dalam

rangka memenuhi keperluan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), stabilisasi harga, dan harga

gabah/beras di tingkat petani yang lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP),

Uraian Rerata 10-14

ATAP 2013

Target 2014

Realisasi 2014

% Capaian 2014 Thd. Rerata

2010-2014 ATAP 2013

Target 2014

% Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton) 68.634 71.280 72.340 70.607 102,87 1.973 99,06 (672) 97,60 (1.733) Luas Panen (000 Ha)

13.501 13.835 13.958 13.768 101,98 267 99,52 (67) 98,64 (190)

Produktivitas (Ku/Ha)

50,86 51,52 51,83 51,28 100,83 0,42 99,54 (0,24) 98,94 (0,55)

sehingga Perum Bulog tidak mampu mengadakan beras seluruhnya dari produksi dalam

negeri.

Tabel 25. Neraca dan Kebutuhan Beras Tahun 2014 Uraian 2013 2014

Produksi Padi (000 Ton GKG) 71.280 70.607 Beras Tersedia (000 Ton) 41.456 40.953 Konsumsi Beras (000 Ton) 35.386 31.492 Surplus/Defisit (000 Ton) 5.520 9.461 Indeks Swasembada 1,17 1,30 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Keterangan: - Produksi padi tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI - Jumlah penduduk tahun 2013 = 247,390 juta jiwa, ; jumlah penduduk tahun 2014 = 252,158 juta jiwa - Konsumsi beras perkapita tahun 2013 = 139,15 kg, tahun 2014=124,89 kg/kapita/tahun

Perkembangan produksi padi selama periode tahun 2010-2014 menunjukan trend

pertumbuhan yang positif, meningkat dari 66,47 juta ton GKG pada tahun 2010 menjadi 70,61

juta ton GKG tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 1,47%. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh

kenaikan produktivitas dari 50,15 ku/ha tahun 2010 menjadi 51,49 ku/ha tahun 2014, serta

peningkatan luas panen 13,25 juta ha tahun 2010 menjadi 13,46 juta ha tahun 2014.

Tabel 26. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Padi Tahun 2010-2014

No Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014*)

1. Target (000 ton) 66.680 65.741 67.825 72.064 72.340 2 Realisasi (000 ton) 66.469 65.757 69.056 71.280 70.607 3. % Capaian 99,68 100,02 101,82 98,91 97,60

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Gambar 4. Produksi Padi di Indonesia selama Tahun 2010-2014

Sumber Data: BPS *ARAM II 2014 BPS RI

Sementara itu, pelaksanaan dukungan kegiatan APBN Ditjen Tanaman Pangan yang

dialokasikan untuk meningkatkan produksi padi tahun 2014 belum seluruhnya berhasil secara

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 51

Kementerian Pertanian

Tabel 24. Capaian Produksi Padi Tahun 2013-2014

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Namun demikian, bila dibandingkan dengan produksi tahun 2013 mengalami penurunan

sebesar 672 ribu ton (0,94%). Hal ini disebabkan oleh penurunan luas panen dan produktivitas

(hasil/ha). Luas panen padi menurun sebesar 67 ribu ha (0,48%) akibat penurunan luas tanam.

Penurunan luas panen yang tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat (63.650 ha), Jawa Tengah

(50.908 ha), Aceh (30.239 ha), Sumut (29.714 ha), dan Riau (19.586 ha). Faktor penyebab

terjadinya penurunan luas panen antara lain adalah: 1) terjadinya banjir di Provinsi Jawa Barat

dan Jawa Tengah pada subround I (Januari-Februari), 2) kekeringan di Provinsi Aceh dan

Sumut, 3) konversi lahan sawah yang cukup tinggi di Provinsi Riau, 4) mundurnya waktu

tanam di beberapa provinsi, 5) kerusakan jaringan irigasi, serta 6) puso akibat banjir dan

kekeringan meningkat dari 96.754 ha (tahun 2013) menjadi 178.892 ha (tahun 2014).

Produktivitas padi tahun 2014 sebesar 51,28 Ku/Ha, terjadi penurunan 0,24 ku/ha atau 0,46%

dari tahun 2013 sebesar 51,52 Ku/Ha dan lebih rendah 0,55 Ku/Ha atau 1,06% dari target tahun

2014 sebesar 51,38 ku/ha. Belum optimalnya peningkatan produktivitas disebabkan oleh

penurunan tingkat penggunaan benih unggul bermutu/bersertifikat menjadi 40,27% dibanding

tahun 2013 (46,63%), penggunaan pupuk kurang optimal dan belum sesuai rekomendasi,

realisasi penyaluran pupuk bersubsidi yang belum sesuai target, meningkatnya luas

pertanaman yang terkena kekeringan ringan sampai dengan berat seluas 180.922 ha (tahun

2013 seluas 46.275 ha), belum maksimalnya realisasi kegiatan APBN pendukung (SL-PTT,

penyaluran benih bersubsidi), dan belum tercapainya sasaran susut hasil target tahun 2014

(0,390%) yang hanya terealisasi 0,090% serta rendahnya realisasi kegiatan lainnya.

Dari Neraca Produksi Padi pada tahun 2014 terlihat bahwa pada tahun 2014 terjadi surplus

produksiberas sebesar 9,461 juta ton dengan tingkat konsumsi 124,89 kg/kapita/tahun.

Meskipun surplus, namun masih terjadi impor beras dalam jumlah yang relatif kecil dalam

rangka memenuhi keperluan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), stabilisasi harga, dan harga

gabah/beras di tingkat petani yang lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP),

Uraian Rerata 10-14

ATAP 2013

Target 2014

Realisasi 2014

% Capaian 2014 Thd. Rerata

2010-2014 ATAP 2013

Target 2014

% Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton) 68.634 71.280 72.340 70.607 102,87 1.973 99,06 (672) 97,60 (1.733) Luas Panen (000 Ha)

13.501 13.835 13.958 13.768 101,98 267 99,52 (67) 98,64 (190)

Produktivitas (Ku/Ha)

50,86 51,52 51,83 51,28 100,83 0,42 99,54 (0,24) 98,94 (0,55)

sehingga Perum Bulog tidak mampu mengadakan beras seluruhnya dari produksi dalam

negeri.

Tabel 25. Neraca dan Kebutuhan Beras Tahun 2014 Uraian 2013 2014

Produksi Padi (000 Ton GKG) 71.280 70.607 Beras Tersedia (000 Ton) 41.456 40.953 Konsumsi Beras (000 Ton) 35.386 31.492 Surplus/Defisit (000 Ton) 5.520 9.461 Indeks Swasembada 1,17 1,30 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Keterangan: - Produksi padi tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI - Jumlah penduduk tahun 2013 = 247,390 juta jiwa, ; jumlah penduduk tahun 2014 = 252,158 juta jiwa - Konsumsi beras perkapita tahun 2013 = 139,15 kg, tahun 2014=124,89 kg/kapita/tahun

Perkembangan produksi padi selama periode tahun 2010-2014 menunjukan trend

pertumbuhan yang positif, meningkat dari 66,47 juta ton GKG pada tahun 2010 menjadi 70,61

juta ton GKG tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 1,47%. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh

kenaikan produktivitas dari 50,15 ku/ha tahun 2010 menjadi 51,49 ku/ha tahun 2014, serta

peningkatan luas panen 13,25 juta ha tahun 2010 menjadi 13,46 juta ha tahun 2014.

Tabel 26. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Padi Tahun 2010-2014

No Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014*)

1. Target (000 ton) 66.680 65.741 67.825 72.064 72.340 2 Realisasi (000 ton) 66.469 65.757 69.056 71.280 70.607 3. % Capaian 99,68 100,02 101,82 98,91 97,60

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Gambar 4. Produksi Padi di Indonesia selama Tahun 2010-2014

Sumber Data: BPS *ARAM II 2014 BPS RI

Sementara itu, pelaksanaan dukungan kegiatan APBN Ditjen Tanaman Pangan yang

dialokasikan untuk meningkatkan produksi padi tahun 2014 belum seluruhnya berhasil secara

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201452

Kementerian Pertanian

optimal antara lain: SL-PTT terealisasi 3,565 Juta Ha (91,32% dari target 3,904 Juta Ha),

dukungan benih bersubsidi hanya terealisasi 32.306 ton setara luas 1,339 juta ha (28,43% dari

target 113.625 ton setara luas 4,625 juta ha), perbanyakan benih sumber 224 Ha (94,03% dari

target 238 Ha), pemberdayaan penangkar 4.204 Ha (84,08% dari target 5.000 Ha), bantuan

sarana pascapanen 449 kelompok (89,44% dari target 502 kelompok), SLPHT 806 unit (95,05%

dari target 848 unit), dan SL Iklim 103 unit (96,26% dari target 107 unit). Dukungan kegiatan

untuk pencapaian target produksi padi secara umum sudah cukup baik, kecuali penyaluran

benih bersubsidi dan perbanyakan benih padi sumber seperti Tabel 27 berikut.

Tabel 27. Pelaksanaan Kegiatan APBN Pendukung Produksi Padi Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. SL-PTT Padi (Ha) 3.903.894 3.565.488 91,33 - Kawasan Pertumbuhan (Ha) 267.411 256.471 95,91 - Kawasan Pengembangan (Ha) 537.945 498.925 92,75 - Kawasan Pemantapan (Ha) 3.098.538 2.810.092 90,69

2. Benih Bersubsidi (Ton) 113.625 32.306 28,43 - Padi Inbrida (Ton) 110.625 30.548 27,61 - Padi Hibrida (Ton) 3.000 1.759 58,62

3. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) 233 220 94,42 4. Pemberdayaan Penangkar (Ha) 5.000 4.377 87,54 5. Bantuan Sarana Pascapanen (Paket/unit) 502 449 89,44 - Paket Padi (Paket) 289 240 83,04 - Combine Harvester Besar (unit) 32 32 100,00 - Combine Harvester Kecil (unit) 148 148 100,00 - Vertical Dryer + Bangunan (unit) 33 29 87,90

6. SL-PHT (unit) 848 806 95,05 7. SL Iklim (unit) 107 103 96,26 8. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (unit) 78 78 100,00 9. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) 42.412 42.393 99,96 10. Pengembangan Model Peramalan OPT (model) 2 2 100,00 11. Penyebaran Informasi Peramalan (Informasi) 26 26 107,41 12. Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) 28 29 103,57 12. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih

(Metode) 10 10 100,00

13. Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (Lab) 8 8 100,00 14. Pelaksanaan Uji Profisiensi (Lab) 32 43 134,38

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Pada tahun 2014 pengalokasian anggaran dalam rangka mendukung pencapaian indikator

produksi padi jagung untuk mendukung swasembada padi dan jagung nasional menyatu

dalam kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia. Kementerian Pertanian telah

mengalokasikan anggaran untuk pencapaian swasembada padi senilai

Rp.1.117.085.254.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp.1.021.537.673.468,00 atau secara persentase sebesar 91,45%. Anggaran tersebut terutama

untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi dan jagung serta pendukungnya

(pembinaan, pengawalan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi). Selain itu pencapaian

indikator produksi kedelai juga didukung kegiatan lain seperti bantuan sarana pascapanen,

perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-PHT yang alokasi anggarannya

menyatu di dalam unit kerja terkait lingkup Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.

3.3.1.5 Produksi Jagung

Produksi jagung tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 19,13 juta ton

pipilan kering melebihi target tahun 2014 sebesar 19,00 juta ton atau mencapai 100,67%

(sangat berhasil). Produksi tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 616 ribu ton (3,33%) bila

dibandingkan dengan produksi tahun 2013, dan jika dibandingkan dengan rerata 2010-2014

mengalami peningkatan 528 ribu ton (2,84%). Kenaikan produksi jagung terjadi di Pulau Jawa

sebesar 0,06 juta ton dan luar Pulau Jawa 0,56 juta ton. Capaian produksi jagung pada tahun

2013-2014 dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Capaian Produksi Jagung Tahun 2013-2014

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Produksi jagung 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 di disebabkan karena

kenaikan luas panen 59 ribu ha (1,54%) dan produktivitas 0,85 ku/ha (1,75%). Jika dibandingkan

dengan sasaran target produksi jagung 2014 sudah melebihi sebesar 127 ribu ton (0,67%),

begitu pula dengan produktivitas mencapai 102,79% atau melebihi 1,34 ku/ha. Peningkatan

luas tanam/panen disebabkan antara lain harga jual hasil produksi kompetitif dan stabil

sepanjang tahun dan kondisi iklim yang mendukung untuk pertanaman jagung sepanjang

tahun. Sedangkan peningkatan produktivitas disebabkan antara lain karena peningkatan

penggunaan benih varietas unggul bersertifikat dari 47,29% (tahun 2013) menjadi 48,33% dan

tingkat penggunaan varietas potensi sedang naik dari 1,1% menjadi 1,72%.

Neraca Produksi Jagung Tahun 2014 menunjukkan bahwa produksi jagung tahun 2014

mengalami defisit sebesar 847 ribu ton pipilan kering atau indeks swasembadanya sebesar

0,96. Indeks swasembada jagung tahun 2014 turun sebesar 0,22 dibandingkan tahun 2013

disebabkan karena meningkatnya kebutuhan jagung sebesar 4,282 juta ton, lebih tinggi

daripada penambahan produksi sebesar 615 ribu ton. Kebutuhan jagung tahun 2014 meliputi:

Uraian Rerata 10-14

ATAP 2013

Target 2014

Realisasi* 2014

% Capaian 2014 Thd.

Rerata 2010-2014

ATAP 2013

Target 2014

% Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton)

18.599 18.512 19.000 19.127 102,84 528 103,33 616 100,67 127

Luas Panen (000 Ha)

3.912 3.822 4.001 3.880 99,18 (32) 101,54 59 96,98 (121)

Produktivitas (Ku/Ha)

47,29 48,44 47,95 49,29 104,23 2,00 101,75 0,85 102,79 1,34

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 53

Kementerian Pertanian

optimal antara lain: SL-PTT terealisasi 3,565 Juta Ha (91,32% dari target 3,904 Juta Ha),

dukungan benih bersubsidi hanya terealisasi 32.306 ton setara luas 1,339 juta ha (28,43% dari

target 113.625 ton setara luas 4,625 juta ha), perbanyakan benih sumber 224 Ha (94,03% dari

target 238 Ha), pemberdayaan penangkar 4.204 Ha (84,08% dari target 5.000 Ha), bantuan

sarana pascapanen 449 kelompok (89,44% dari target 502 kelompok), SLPHT 806 unit (95,05%

dari target 848 unit), dan SL Iklim 103 unit (96,26% dari target 107 unit). Dukungan kegiatan

untuk pencapaian target produksi padi secara umum sudah cukup baik, kecuali penyaluran

benih bersubsidi dan perbanyakan benih padi sumber seperti Tabel 27 berikut.

Tabel 27. Pelaksanaan Kegiatan APBN Pendukung Produksi Padi Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. SL-PTT Padi (Ha) 3.903.894 3.565.488 91,33 - Kawasan Pertumbuhan (Ha) 267.411 256.471 95,91 - Kawasan Pengembangan (Ha) 537.945 498.925 92,75 - Kawasan Pemantapan (Ha) 3.098.538 2.810.092 90,69

2. Benih Bersubsidi (Ton) 113.625 32.306 28,43 - Padi Inbrida (Ton) 110.625 30.548 27,61 - Padi Hibrida (Ton) 3.000 1.759 58,62

3. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) 233 220 94,42 4. Pemberdayaan Penangkar (Ha) 5.000 4.377 87,54 5. Bantuan Sarana Pascapanen (Paket/unit) 502 449 89,44 - Paket Padi (Paket) 289 240 83,04 - Combine Harvester Besar (unit) 32 32 100,00 - Combine Harvester Kecil (unit) 148 148 100,00 - Vertical Dryer + Bangunan (unit) 33 29 87,90

6. SL-PHT (unit) 848 806 95,05 7. SL Iklim (unit) 107 103 96,26 8. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (unit) 78 78 100,00 9. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) 42.412 42.393 99,96 10. Pengembangan Model Peramalan OPT (model) 2 2 100,00 11. Penyebaran Informasi Peramalan (Informasi) 26 26 107,41 12. Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) 28 29 103,57 12. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih

(Metode) 10 10 100,00

13. Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (Lab) 8 8 100,00 14. Pelaksanaan Uji Profisiensi (Lab) 32 43 134,38

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Pada tahun 2014 pengalokasian anggaran dalam rangka mendukung pencapaian indikator

produksi padi jagung untuk mendukung swasembada padi dan jagung nasional menyatu

dalam kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia. Kementerian Pertanian telah

mengalokasikan anggaran untuk pencapaian swasembada padi senilai

Rp.1.117.085.254.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp.1.021.537.673.468,00 atau secara persentase sebesar 91,45%. Anggaran tersebut terutama

untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi dan jagung serta pendukungnya

(pembinaan, pengawalan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi). Selain itu pencapaian

indikator produksi kedelai juga didukung kegiatan lain seperti bantuan sarana pascapanen,

perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-PHT yang alokasi anggarannya

menyatu di dalam unit kerja terkait lingkup Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.

3.3.1.5 Produksi Jagung

Produksi jagung tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 19,13 juta ton

pipilan kering melebihi target tahun 2014 sebesar 19,00 juta ton atau mencapai 100,67%

(sangat berhasil). Produksi tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 616 ribu ton (3,33%) bila

dibandingkan dengan produksi tahun 2013, dan jika dibandingkan dengan rerata 2010-2014

mengalami peningkatan 528 ribu ton (2,84%). Kenaikan produksi jagung terjadi di Pulau Jawa

sebesar 0,06 juta ton dan luar Pulau Jawa 0,56 juta ton. Capaian produksi jagung pada tahun

2013-2014 dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Capaian Produksi Jagung Tahun 2013-2014

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Produksi jagung 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 di disebabkan karena

kenaikan luas panen 59 ribu ha (1,54%) dan produktivitas 0,85 ku/ha (1,75%). Jika dibandingkan

dengan sasaran target produksi jagung 2014 sudah melebihi sebesar 127 ribu ton (0,67%),

begitu pula dengan produktivitas mencapai 102,79% atau melebihi 1,34 ku/ha. Peningkatan

luas tanam/panen disebabkan antara lain harga jual hasil produksi kompetitif dan stabil

sepanjang tahun dan kondisi iklim yang mendukung untuk pertanaman jagung sepanjang

tahun. Sedangkan peningkatan produktivitas disebabkan antara lain karena peningkatan

penggunaan benih varietas unggul bersertifikat dari 47,29% (tahun 2013) menjadi 48,33% dan

tingkat penggunaan varietas potensi sedang naik dari 1,1% menjadi 1,72%.

Neraca Produksi Jagung Tahun 2014 menunjukkan bahwa produksi jagung tahun 2014

mengalami defisit sebesar 847 ribu ton pipilan kering atau indeks swasembadanya sebesar

0,96. Indeks swasembada jagung tahun 2014 turun sebesar 0,22 dibandingkan tahun 2013

disebabkan karena meningkatnya kebutuhan jagung sebesar 4,282 juta ton, lebih tinggi

daripada penambahan produksi sebesar 615 ribu ton. Kebutuhan jagung tahun 2014 meliputi:

Uraian Rerata 10-14

ATAP 2013

Target 2014

Realisasi* 2014

% Capaian 2014 Thd.

Rerata 2010-2014

ATAP 2013

Target 2014

% Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton)

18.599 18.512 19.000 19.127 102,84 528 103,33 616 100,67 127

Luas Panen (000 Ha)

3.912 3.822 4.001 3.880 99,18 (32) 101,54 59 96,98 (121)

Produktivitas (Ku/Ha)

47,29 48,44 47,95 49,29 104,23 2,00 101,75 0,85 102,79 1,34

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201454

Kementerian Pertanian

kebutuhan benih 81,86 ribu ton, konsumsi langsung 426 ribu ton, kebutuhan untuk pakan

13,774 juta ton, industri 3,787 juta ton, kehilangan hasil/tercecer 956,37 ribu ton.

Tabel 29. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2014

Uraian 2013 2014

Produksi Jagung (ribu ton Pipilan Kering) 18.512 19.127 Kebutuhan (ribu ton Pipilan Kering) 15.692 19.974 Surplus/Defisit (ribu ton Pipilan Kering) 2.820 (847) Indeks Swasembada 1,18 0,96 Keterangan: Produksi jagung tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI Jumlah penduduk tahun 2013 = 247.390 juta jiwa, tahun 2014 = 252.164 juta jiwa= BPS-RI

Perkembangan produksi jagung selama periode tahun 2010-2013 menunjukan trend

pertumbuhan yang positif, meningkat dari 18,33 juta ton pada tahun 2010 menjadi 19,13 juta

ton pipilan kering tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 0,90%. Pertumbuhan tersebut disebabkan

oleh kenaikan produktivitas dari 44,36 ku/ha tahun 2010 menjadi 48,99 ku/ha tahun 2014.

Sementara luas panen menurun rata-rata 1,49% per tahun. Keragaan produksi jagung, secara

rinci dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 5.

Tabel 30. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Jagung Tahun 2014

2010 2011 2012 2013 2014*)1 Target (000 ribu ton) 19.800 22.000 18.862 19.831 19.000 2 Realisasi (000 ribu ton) 18.328 17.643 19.387 18.512 19.127 3 % Capaian 92,56 80,20 102,78 93,35 100,67

No UraianTahun

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 *) ARAM II 2014, BPS RI

Gambar 5. Produksi Jagung di Indonesia selama Tahun 2010-2014

- 2.000 4.000 6.000 8.000

10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

2010 2011 2012 2013 2014*)Produksi 18.327.636 17.643.250 19.387.022 18.511.853 19.127.409

Sumber Data: BPS *) ARAM II 2014, BPS RI

Dukungan kegiatan APBN Kementerian Pertanian yang dialokasikan untuk meningkatkan

produksi jagung tahun 2014 belum seluruhnya berhasil secara optimal antara lain: SL-PTT

terealisasi 187.086 Ha (90,93% dari target 205.751 Ha), dukungan benih bersubsidi hanya

terealisasi 449 ton setara luas 26.150 ha (10,30% dari target 4.357 ton setara luas 260 ribu ha),

perbanyakan benih sumber 77 ha (79,38% dari target 97 ha), SL-PHT jagung 56 unit (98,25%

dari target 57 unit), bantuan sarana pascapanen 265 paket/unit (77,94% dari target 340

paket/unit). Berdasarkan kontribusi kegiatan yang berdampak langsung pada pencapaian

produksi jagung (Tabel 31), tampak bahwa seluruh kegiatan mendukung pencapaian

swasembada jagung berkelanjutan hampir memenuhi target yang ditetapkan.

Tabel 31. Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Jagung Berkelanjutan

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. SL-PTT Jagung (Ha) 205.751 187.086 90,93 - Kawasan Pertumbuhan (Ha) 45.275 42.010 92,79 - Kawasan Pengembangan (Ha) 136.476 124.426 91,17 - Kawasan Pemantapan (Ha) 24.000 20.650 86,04

2. Benih Bersubsidi (Ton) 4.357 449 10,30 - Jagung Hibrida (Ton) 3.214 307,54 9,57 - Jagung Komposit (Ton) 1.142,5 141,175 12,36

3. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) 97 77 79,38 4. SL-PHT (Unit) 57 56 98,25 5. Bantuan Sarana Pascapanen (Paket/Unit) 340 265 77,94 - Jagung (Paket) 66 58 87,90 - Power Threser Multiguna (Unit) 274 207 75,55

6. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (Unit) 78 76 97,18 7. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) 42.412 42.393 99,96 8. Pengembangan Model Peramalan OPT (Model) 1 1 100,00 9. Penyebaran Informasi Peramalan (Informasi) 14 15 107,14 10. Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) 28 29 103,57 11. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu

Benih (Metode) 10 10 100,00

12. Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (Lab) 8 8 100,00 13. Pelaksanaan Uji Profisiensi (Lab) 32 43 134,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Pada tahun 2014 pengalokasian anggaran dalam rangka mendukung pencapaian indikator

produksi padi jagung untuk mendukung swasembada padi dan jagung nasional menyatu

dalam kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia. Kementerian Pertanian telah

mengalokasikan anggaran senilai Rp1.117.085.254.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31

Desember 2014 senilai Rp1.021.537.673.468,00 atau secara persentase sebesar 91,45%.

Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi dan jagung

serta pendukungnya (pembinaan, pengawalan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi).

Selain itu pencapaian indikator produksi jagung juga didukung kegiatan lain seperti bantuan

sarana pascapanen, perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-PHT yang alokasi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 55

Kementerian Pertanian

kebutuhan benih 81,86 ribu ton, konsumsi langsung 426 ribu ton, kebutuhan untuk pakan

13,774 juta ton, industri 3,787 juta ton, kehilangan hasil/tercecer 956,37 ribu ton.

Tabel 29. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2014

Uraian 2013 2014

Produksi Jagung (ribu ton Pipilan Kering) 18.512 19.127 Kebutuhan (ribu ton Pipilan Kering) 15.692 19.974 Surplus/Defisit (ribu ton Pipilan Kering) 2.820 (847) Indeks Swasembada 1,18 0,96 Keterangan: Produksi jagung tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI Jumlah penduduk tahun 2013 = 247.390 juta jiwa, tahun 2014 = 252.164 juta jiwa= BPS-RI

Perkembangan produksi jagung selama periode tahun 2010-2013 menunjukan trend

pertumbuhan yang positif, meningkat dari 18,33 juta ton pada tahun 2010 menjadi 19,13 juta

ton pipilan kering tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 0,90%. Pertumbuhan tersebut disebabkan

oleh kenaikan produktivitas dari 44,36 ku/ha tahun 2010 menjadi 48,99 ku/ha tahun 2014.

Sementara luas panen menurun rata-rata 1,49% per tahun. Keragaan produksi jagung, secara

rinci dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 5.

Tabel 30. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Jagung Tahun 2014

2010 2011 2012 2013 2014*)1 Target (000 ribu ton) 19.800 22.000 18.862 19.831 19.000 2 Realisasi (000 ribu ton) 18.328 17.643 19.387 18.512 19.127 3 % Capaian 92,56 80,20 102,78 93,35 100,67

No UraianTahun

Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 *) ARAM II 2014, BPS RI

Gambar 5. Produksi Jagung di Indonesia selama Tahun 2010-2014

- 2.000 4.000 6.000 8.000

10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

2010 2011 2012 2013 2014*)Produksi 18.327.636 17.643.250 19.387.022 18.511.853 19.127.409

Sumber Data: BPS *) ARAM II 2014, BPS RI

Dukungan kegiatan APBN Kementerian Pertanian yang dialokasikan untuk meningkatkan

produksi jagung tahun 2014 belum seluruhnya berhasil secara optimal antara lain: SL-PTT

terealisasi 187.086 Ha (90,93% dari target 205.751 Ha), dukungan benih bersubsidi hanya

terealisasi 449 ton setara luas 26.150 ha (10,30% dari target 4.357 ton setara luas 260 ribu ha),

perbanyakan benih sumber 77 ha (79,38% dari target 97 ha), SL-PHT jagung 56 unit (98,25%

dari target 57 unit), bantuan sarana pascapanen 265 paket/unit (77,94% dari target 340

paket/unit). Berdasarkan kontribusi kegiatan yang berdampak langsung pada pencapaian

produksi jagung (Tabel 31), tampak bahwa seluruh kegiatan mendukung pencapaian

swasembada jagung berkelanjutan hampir memenuhi target yang ditetapkan.

Tabel 31. Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Jagung Berkelanjutan

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. SL-PTT Jagung (Ha) 205.751 187.086 90,93 - Kawasan Pertumbuhan (Ha) 45.275 42.010 92,79 - Kawasan Pengembangan (Ha) 136.476 124.426 91,17 - Kawasan Pemantapan (Ha) 24.000 20.650 86,04

2. Benih Bersubsidi (Ton) 4.357 449 10,30 - Jagung Hibrida (Ton) 3.214 307,54 9,57 - Jagung Komposit (Ton) 1.142,5 141,175 12,36

3. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) 97 77 79,38 4. SL-PHT (Unit) 57 56 98,25 5. Bantuan Sarana Pascapanen (Paket/Unit) 340 265 77,94 - Jagung (Paket) 66 58 87,90 - Power Threser Multiguna (Unit) 274 207 75,55

6. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (Unit) 78 76 97,18 7. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) 42.412 42.393 99,96 8. Pengembangan Model Peramalan OPT (Model) 1 1 100,00 9. Penyebaran Informasi Peramalan (Informasi) 14 15 107,14 10. Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) 28 29 103,57 11. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu

Benih (Metode) 10 10 100,00

12. Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (Lab) 8 8 100,00 13. Pelaksanaan Uji Profisiensi (Lab) 32 43 134,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014

Pada tahun 2014 pengalokasian anggaran dalam rangka mendukung pencapaian indikator

produksi padi jagung untuk mendukung swasembada padi dan jagung nasional menyatu

dalam kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia. Kementerian Pertanian telah

mengalokasikan anggaran senilai Rp1.117.085.254.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31

Desember 2014 senilai Rp1.021.537.673.468,00 atau secara persentase sebesar 91,45%.

Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi dan jagung

serta pendukungnya (pembinaan, pengawalan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi).

Selain itu pencapaian indikator produksi jagung juga didukung kegiatan lain seperti bantuan

sarana pascapanen, perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-PHT yang alokasi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201456

Kementerian Pertanian

anggarannya menyatu di dalam unit kerja terkait lingkup Ditjen Tanaman Pangan

Kementerian Pertanian.

3.3.1.6 Dukungan dalam Upaya Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Selain dilaksanakan melalui program-program utama yang terkait secara langsung dengan

komoditas swasembada dan swasembada berkelanjutan (padi, jagung, dan kedelai melalui

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Pangan untuk

Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; gula melalui Program Peningkatan

Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; dan daging

melalui Program Peningkatan Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Pangan Hewani

yang Sehat, Aman, Utuh, dan Halal), target swasembada dan swasembada berkelanjutan juga

didukung oleh sejumlah program lainnya yang tidak secara langsung difokuskan untuk satu

komoditas, tetapi ditujukan untuk semua komoditas target swasembada dan swasembada

berkelanjutan. Program-program tersebut adalah:

(1) Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Program ini memfasilitasi sarana dan prasarana di sub sektor tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, dan peternakan dalam rangka penunjang pencapaian produksi

komoditas swasembada dan swasembada berkelanjutan serta komoditas unggulan

lainnya. Kegiatan dimaksud antara lain seperti terlihat pada Tabel 32. Capaian dan

kontribusi yang dihasilkan dari dukungan program Penyediaan dan Pengembangan

Prasarana dan Sarana Pertanian, seperti pada Tabel 32.

Gambar 6. Combine Harvester Besar, Bantuan Kementerian Pertanian pada Kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2014

Tabel 32. Kegiatan pada Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian pada Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian

1 Pengembangan metode SRI yang dilaksanakan oleh petani/kelompok tani (Ha)

167.438 161.719 96,58

2 Pengembangan Optimasi Lahan pertanian tanaman pangan (Ha)

147.394 122.485 83,02

3 Perluasan sawah 2013 (Carry Over) (Ha) 39.800 39.800 100,00 4 Perluasan sawah 2014 (Ha) 29.282 25.597 87,42 5 Terlaksananya perluasan areal peternakan yang dilaksanakan

oleh petani/kelompok tani (Ha) 2.500 2.470 98,80

6 Pengembangan Jaringan dan Optimasi Air (Ha) 446.810 443.836 99,33 7 Jumlah alat dan mesin pertanian yang efisien dan

berkelanjutan di lokasi:

a. Bantuan Traktor Roda 2 (unit) 7.581 7.635 100,71 b. Bantuan Pompa Air (unit) 4.100 4.122 100,54 c. Rice Transplanter (unit) 279 279 100,00 d. Chopper (unit) 225 225 100,00 e. Cultivator (unit) 240 240 100,00 8 Penyaluran pupuk bersubsidi sesuai 6 (enam) tepat (Ton)

Urea 4.100.000 3.979.765 97,07 SP36 850.000 795.179 93,55 ZA 1.050.000 971.824 92,55 NPK 2.550.000 2.372.539 93,04 Organik 1.000.000 738.763 73,88

9 Terbangunnya dan terlaksananya pembangunan UPPO untuk penyediaan kebutuhan pupuk organik (Unit)

830 830 100,00

10 BLM PUAP yang digunakan gapoktan untuk membiayai kegiatan usahatani baik on farm maupun off farm (gapoktan)

1.713 1.713 100,00

Sumber data: Ditjen Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian, 2014

a) Berkembangnya metode System of Rice Intensification (SRI) di TA. 2014 dengan

capaian 161.719 Ha dari target 167.438 Ha, dengan asumsi delta IP 100% dan delta

provitas 1,30 Ton/Ha, maka didapat kontribusi produksi padi sebesar 210.235 Ton GKP;

b) Berkembangnya optimasi lahan pertanian di TA. 2014 seluas 122.485 Ha dari target

147.394 Ha. Pelaksanaan kegiatan optimasi lahan pertanian difokuskan untuk

mendukung sub sektor tanaman pangan, dengan asumsi delta IP 100% dan delta

provitas 3,85 Ton/Ha, maka didapat kontribusi produksi padi sebesar 471.567 Ton GKP;

c) Meningkatnya luas areal pertanian pada kawasan tanaman pangan melalui kegiatan

cetak sawah di TA. 2014 dengan capaian 25.597 Ha dari target 29.282 ha, dengan

asumsi delta IP 100% dan delta provitas 2,30 Ton/Ha maka didapat kontribusi produksi

padi sebesar 58.873 Ton GKP;

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 57

Kementerian Pertanian

anggarannya menyatu di dalam unit kerja terkait lingkup Ditjen Tanaman Pangan

Kementerian Pertanian.

3.3.1.6 Dukungan dalam Upaya Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

Selain dilaksanakan melalui program-program utama yang terkait secara langsung dengan

komoditas swasembada dan swasembada berkelanjutan (padi, jagung, dan kedelai melalui

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Pangan untuk

Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; gula melalui Program Peningkatan

Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; dan daging

melalui Program Peningkatan Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Pangan Hewani

yang Sehat, Aman, Utuh, dan Halal), target swasembada dan swasembada berkelanjutan juga

didukung oleh sejumlah program lainnya yang tidak secara langsung difokuskan untuk satu

komoditas, tetapi ditujukan untuk semua komoditas target swasembada dan swasembada

berkelanjutan. Program-program tersebut adalah:

(1) Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

Program ini memfasilitasi sarana dan prasarana di sub sektor tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, dan peternakan dalam rangka penunjang pencapaian produksi

komoditas swasembada dan swasembada berkelanjutan serta komoditas unggulan

lainnya. Kegiatan dimaksud antara lain seperti terlihat pada Tabel 32. Capaian dan

kontribusi yang dihasilkan dari dukungan program Penyediaan dan Pengembangan

Prasarana dan Sarana Pertanian, seperti pada Tabel 32.

Gambar 6. Combine Harvester Besar, Bantuan Kementerian Pertanian pada Kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2014

Tabel 32. Kegiatan pada Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian pada Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian

1 Pengembangan metode SRI yang dilaksanakan oleh petani/kelompok tani (Ha)

167.438 161.719 96,58

2 Pengembangan Optimasi Lahan pertanian tanaman pangan (Ha)

147.394 122.485 83,02

3 Perluasan sawah 2013 (Carry Over) (Ha) 39.800 39.800 100,00 4 Perluasan sawah 2014 (Ha) 29.282 25.597 87,42 5 Terlaksananya perluasan areal peternakan yang dilaksanakan

oleh petani/kelompok tani (Ha) 2.500 2.470 98,80

6 Pengembangan Jaringan dan Optimasi Air (Ha) 446.810 443.836 99,33 7 Jumlah alat dan mesin pertanian yang efisien dan

berkelanjutan di lokasi:

a. Bantuan Traktor Roda 2 (unit) 7.581 7.635 100,71 b. Bantuan Pompa Air (unit) 4.100 4.122 100,54 c. Rice Transplanter (unit) 279 279 100,00 d. Chopper (unit) 225 225 100,00 e. Cultivator (unit) 240 240 100,00 8 Penyaluran pupuk bersubsidi sesuai 6 (enam) tepat (Ton)

Urea 4.100.000 3.979.765 97,07 SP36 850.000 795.179 93,55 ZA 1.050.000 971.824 92,55 NPK 2.550.000 2.372.539 93,04 Organik 1.000.000 738.763 73,88

9 Terbangunnya dan terlaksananya pembangunan UPPO untuk penyediaan kebutuhan pupuk organik (Unit)

830 830 100,00

10 BLM PUAP yang digunakan gapoktan untuk membiayai kegiatan usahatani baik on farm maupun off farm (gapoktan)

1.713 1.713 100,00

Sumber data: Ditjen Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian, 2014

a) Berkembangnya metode System of Rice Intensification (SRI) di TA. 2014 dengan

capaian 161.719 Ha dari target 167.438 Ha, dengan asumsi delta IP 100% dan delta

provitas 1,30 Ton/Ha, maka didapat kontribusi produksi padi sebesar 210.235 Ton GKP;

b) Berkembangnya optimasi lahan pertanian di TA. 2014 seluas 122.485 Ha dari target

147.394 Ha. Pelaksanaan kegiatan optimasi lahan pertanian difokuskan untuk

mendukung sub sektor tanaman pangan, dengan asumsi delta IP 100% dan delta

provitas 3,85 Ton/Ha, maka didapat kontribusi produksi padi sebesar 471.567 Ton GKP;

c) Meningkatnya luas areal pertanian pada kawasan tanaman pangan melalui kegiatan

cetak sawah di TA. 2014 dengan capaian 25.597 Ha dari target 29.282 ha, dengan

asumsi delta IP 100% dan delta provitas 2,30 Ton/Ha maka didapat kontribusi produksi

padi sebesar 58.873 Ton GKP;

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201458

Kementerian Pertanian

d) Perluasan sawah (carry over) tahun 2013 mencapai 39.800 Ha dari target 39.800 Ha,

dengan asumsi delta IP 100% dan delta provitas 2,30 Ton/Ha maka didapat kontribusi

produksi padi sebesar 91.540,00 Ton GKP.

e) Perluasan areal Peternakan di TA. 2014 seluas 2.470 Ha dari target 2.500 Ha (98,80%),

sementara realisasi di TA. 2013 mencapai 3.049 Ha dari target 3.049 Ha (100%).

Kontribusi dari kegiatan ini diperkirakan dapat meningkatkan tersedianya hijauan

makanan ternak dalam jumlah cukup dan berkualitas pada areal peternakan;

f) Pembangunan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) mencapai 830 unit dari 830 unit

(100%). Kontribusi kegiatan ini adalah memenuhi kebutuhan pupuk organik insitu oleh

dan untuk petani, utamanya untuk mendukung kegiatan SRI di lokasi setempat atau

masyarakat. Selain itu juga menyediakan fasilitasi terpadu untuk pengolahan bahan

organik (jerami, sisa tanaman, limbah ternak, sampah organik) menjadi kompos

(pupuk organik), memperbaiki kesuburan dan produktivitas lahan pertanian serta

melestarikan sumberdaya lahan pertanian dan lingkungan.

g) Penyediaan alsintan TA. 2014 melalui bantuan alsin traktor roda 2 (7.581 unit), pompa

air (4.100 unit), rice transplanter (279 unit), chopper (225 unit) dan cultivator (240

unit), secara total keseluruhan mencapai 12.501 unit dari target 12.425 unit atau

100,61%. Kontribusi dari kegiatan ini adalah meningkatkan kepemilikan alsintan oleh

kelompok tani/UPJA untuk mempercepat pengolahan tanah dan penyediaan air

irigasi. Traktor roda 2 akan dapat mengolah lahan pertanian seluas 152.700 ha, pompa

air akan dapat mengairi lahan pertanian seluas 103.050 Ha, Rice Transplanter akan

dapat menanam padi seluas 15.066 Ha, Cultivator dapat mengolah lahan hortikultura

seluas 5.760 Ha dan Chopper dapat mencacah pakan ternak sebanyak 121.500 ton.

(2) Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani

Selain sarana dan prasarana fisik, pencapaian produksi dalam rangka mendukung

swasembada dan swasembada berkelanjutan juga didukung oleh fasilitasi kelembagaan

penyuluhan, pelatihan dan pendidikan pertanian, serta pelayanan penyuluhan, pelatihan

dan pendidikan pertanian seperti:

a) Peningkatan kompetensi aparatur di sektor pertanian sebanyak 10.373 orang dari

target 9.599 orang (108,06%) dan non aparatur di sektor pertanian terealisasi 4.062

orang dari target 3.791 orang (107,15%);

b) Peningkatan kinerja ketenagaan penyuluhan terealisasi 50.841 orang tenaga penyuluh

dari target 51.353 orang tenaga penyuluh (99,00%);

c) Peningkatan kompetensi aparatur fungsional pertanian melalui pendidikan tinggi

pertanian terealisasi sebanyak 2.611 orang dari target 2.651 orang (98,49%);

d) Ketersediaan tenaga teknis menengah pertanian dan calon wirausahawan muda

(meningkatnya kompetensi peserta didik menengah pertanian) terealisasi 18.479

orang dari target 18.077 orang (102,22%);

e) Peningkatan kemandirian (kapasitas) kelembagaan petani terealisasi 19.756 unit

kelembagaan petani dari target 20.386 unit kelembagaan petani (96,91%); dan

f) Peningkatan kualitas (kapasitas) kelembagaan pemerintah di bidang SDM pertanian

terealisasi sebanyak 2.115 unit dari target 2.227 unit (95,02%). Kegiatan fasilitasi ini

antara lain seperti terlihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Indikator Sasaran Kegiatan-kegiatan pada Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

No. Indikator Sasaran Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Jumlah aparatur di sektor pertanian meningkat

kompetensinya (orang) 9.599 10.373 108,06

2. Jumlah non aparatur di sektor pertanian yang meningkat kompetensinya (orang)

3.791 4.602 107,15

3. Jumlah ketenagaan penyuluhan di sektor pertanian yang meningkat kinerjanya (orang)

51.353 50.841 99,00

4. Jumlah aparatur fungsional pertanian yang meningkat kompetensinya melalui pendidikan tinggi pertanian (orang)

2.651 2.611 98,49

5. Jumlah tenaga teknis menengah pertanian dan calon wirausaha muda di sektor pertanian yang tersedia (orang)

18.077 18.479 102,22

6. Jumlah kelembagaan petani yang meningkat kemandiriannya (unit)

20.386 19.756 96,91

7. Jumlah kelembagaan pemerintah di bidang SDM pertanian

2.227 2.116 95,02

Sumber data: Badan PPSDMP, Kementerian Pertanian, 2014

Pelaksanaan kegiatan pada program ini sudah berjalan dengan sangat baik dengan

capaian berkisar 95,02-108,06% dari target yang ditetapkan. Dengan demikian

seyogyanya fasilitasi kelembagaan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan serta

pelayanan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan benar-benar dapat memberikan

kontribusi yang tinggi terhadap capaian produksi komoditas mendukung swasembada

dan swasembada berkelanjutan.

(3) Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan penciptaan varietas unggul tanaman

dan ternak. Pada tahun 2014, Kementerian Pertanian telah merakit dan melepas 11

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 59

Kementerian Pertanian

d) Perluasan sawah (carry over) tahun 2013 mencapai 39.800 Ha dari target 39.800 Ha,

dengan asumsi delta IP 100% dan delta provitas 2,30 Ton/Ha maka didapat kontribusi

produksi padi sebesar 91.540,00 Ton GKP.

e) Perluasan areal Peternakan di TA. 2014 seluas 2.470 Ha dari target 2.500 Ha (98,80%),

sementara realisasi di TA. 2013 mencapai 3.049 Ha dari target 3.049 Ha (100%).

Kontribusi dari kegiatan ini diperkirakan dapat meningkatkan tersedianya hijauan

makanan ternak dalam jumlah cukup dan berkualitas pada areal peternakan;

f) Pembangunan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) mencapai 830 unit dari 830 unit

(100%). Kontribusi kegiatan ini adalah memenuhi kebutuhan pupuk organik insitu oleh

dan untuk petani, utamanya untuk mendukung kegiatan SRI di lokasi setempat atau

masyarakat. Selain itu juga menyediakan fasilitasi terpadu untuk pengolahan bahan

organik (jerami, sisa tanaman, limbah ternak, sampah organik) menjadi kompos

(pupuk organik), memperbaiki kesuburan dan produktivitas lahan pertanian serta

melestarikan sumberdaya lahan pertanian dan lingkungan.

g) Penyediaan alsintan TA. 2014 melalui bantuan alsin traktor roda 2 (7.581 unit), pompa

air (4.100 unit), rice transplanter (279 unit), chopper (225 unit) dan cultivator (240

unit), secara total keseluruhan mencapai 12.501 unit dari target 12.425 unit atau

100,61%. Kontribusi dari kegiatan ini adalah meningkatkan kepemilikan alsintan oleh

kelompok tani/UPJA untuk mempercepat pengolahan tanah dan penyediaan air

irigasi. Traktor roda 2 akan dapat mengolah lahan pertanian seluas 152.700 ha, pompa

air akan dapat mengairi lahan pertanian seluas 103.050 Ha, Rice Transplanter akan

dapat menanam padi seluas 15.066 Ha, Cultivator dapat mengolah lahan hortikultura

seluas 5.760 Ha dan Chopper dapat mencacah pakan ternak sebanyak 121.500 ton.

(2) Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani

Selain sarana dan prasarana fisik, pencapaian produksi dalam rangka mendukung

swasembada dan swasembada berkelanjutan juga didukung oleh fasilitasi kelembagaan

penyuluhan, pelatihan dan pendidikan pertanian, serta pelayanan penyuluhan, pelatihan

dan pendidikan pertanian seperti:

a) Peningkatan kompetensi aparatur di sektor pertanian sebanyak 10.373 orang dari

target 9.599 orang (108,06%) dan non aparatur di sektor pertanian terealisasi 4.062

orang dari target 3.791 orang (107,15%);

b) Peningkatan kinerja ketenagaan penyuluhan terealisasi 50.841 orang tenaga penyuluh

dari target 51.353 orang tenaga penyuluh (99,00%);

c) Peningkatan kompetensi aparatur fungsional pertanian melalui pendidikan tinggi

pertanian terealisasi sebanyak 2.611 orang dari target 2.651 orang (98,49%);

d) Ketersediaan tenaga teknis menengah pertanian dan calon wirausahawan muda

(meningkatnya kompetensi peserta didik menengah pertanian) terealisasi 18.479

orang dari target 18.077 orang (102,22%);

e) Peningkatan kemandirian (kapasitas) kelembagaan petani terealisasi 19.756 unit

kelembagaan petani dari target 20.386 unit kelembagaan petani (96,91%); dan

f) Peningkatan kualitas (kapasitas) kelembagaan pemerintah di bidang SDM pertanian

terealisasi sebanyak 2.115 unit dari target 2.227 unit (95,02%). Kegiatan fasilitasi ini

antara lain seperti terlihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Indikator Sasaran Kegiatan-kegiatan pada Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

No. Indikator Sasaran Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Jumlah aparatur di sektor pertanian meningkat

kompetensinya (orang) 9.599 10.373 108,06

2. Jumlah non aparatur di sektor pertanian yang meningkat kompetensinya (orang)

3.791 4.602 107,15

3. Jumlah ketenagaan penyuluhan di sektor pertanian yang meningkat kinerjanya (orang)

51.353 50.841 99,00

4. Jumlah aparatur fungsional pertanian yang meningkat kompetensinya melalui pendidikan tinggi pertanian (orang)

2.651 2.611 98,49

5. Jumlah tenaga teknis menengah pertanian dan calon wirausaha muda di sektor pertanian yang tersedia (orang)

18.077 18.479 102,22

6. Jumlah kelembagaan petani yang meningkat kemandiriannya (unit)

20.386 19.756 96,91

7. Jumlah kelembagaan pemerintah di bidang SDM pertanian

2.227 2.116 95,02

Sumber data: Badan PPSDMP, Kementerian Pertanian, 2014

Pelaksanaan kegiatan pada program ini sudah berjalan dengan sangat baik dengan

capaian berkisar 95,02-108,06% dari target yang ditetapkan. Dengan demikian

seyogyanya fasilitasi kelembagaan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan serta

pelayanan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan benar-benar dapat memberikan

kontribusi yang tinggi terhadap capaian produksi komoditas mendukung swasembada

dan swasembada berkelanjutan.

(3) Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing

Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan penciptaan varietas unggul tanaman

dan ternak. Pada tahun 2014, Kementerian Pertanian telah merakit dan melepas 11

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201460

Kementerian Pertanian

Varietas Unggul Baru (VUB), antara lain: 5 varietas padi, 3 varietas jagung, dan 3 varietas

kedelai. Selain itu, dalam rangka pencapaian target swasembada gula, Kementerian

Pertanian telah menghasilkan bahan tanam/benih sumber, teknologi budidaya, varietas,

dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produksi gula nasional. Untuk

pencapaian swasembada daging sapi, telah dilaksanakan penyebaran pejantan sapi

unggul PO sebanyak 35 ekor sapi pejantan dan 35 ekor bibit induk ke 8 provinsi meliputi

Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan

Tengah, dan Kalimantan Timur.

Secara ringkas gambaran kegiatan penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya

saing yang dilakukan dapat lebih diperinci sebagai berikut:

Padi. Selama tahun 2014 telah dilepas sebanyak 5 Varietas Unggul Baru (VUB) padi

(inbrida maupun hibrida) yang sesuai untuk lahan sawah maupun rawa, yaitu: (a) Padi

inbrida yang sesuai untuk lahan sawah yaitu Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 35 Salin

Agritan, dan Inpari Unsoed 79 Agritan, serta (b) Padi inbrida yang sesuai untuk lahan

rawa Inpara 8 Agritan dan Inpara 9 Agritan. Pencapaian produksi padi tahun 2014 juga

merupakan kontribusi dari VUB padi yang dilepas dari tahun-tahun sebelumnya.

Jagung

Sedangkan jagung varietas HJ 22 Agritan memiliki keunggulan umur genjah 80 HST,

potensi hasil 12,1 ton/ha pipilan kering kadar air 15% dan rata-rata hasil 10,9 ton/ha pipilan

kering kadar air 15%, memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan karat

daun, stay green, dan tahan rebah.

. Selama tahun 2014 telah dilepas 3 VUB jagung hibrida dengan nama Bima 17, HJ

21 Agritan, dan HJ 22 Agritan. Jagung pulut yang dilepas dengan nama varietas URI 3 H

mempunyai keunggulan utama yaitu mengandung nutrisi amilosa sebesar 7,65% yang

mencirikan sebagai jagung hibrida pulut dengan rasa tongkol muda yang sangat

enak/gurih, kisaran perbedaan 62,8%-64,2% terhadap Bima Putih 1. Varietas ini berumur

genjah (88 hst) dengan potensi produksi 10,68 ton/ha dan rata-rata hasil 8,57 ton/ha pada

kadar air 15%. Keunggulan lainnya yaitu memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai dan

hawar daun, serta tahan rebah. Jagung varietas HJ 21 Agritan memiliki keunggulan umur

82 HST, potensi hasil 12,2 ton/ha pipilan kering kadar air 15% dan rata-rata hasil 11,4 ton/ha

pipilan kering kadar air 15%. Tahan penyakit bulai, hawar daun, dan karat daun, serta stay

green, umur genjah, dan tahan rebah.

Kedelai. Selama tahun 2014 telah dilepas 3 VUB kedelai hitam dengan nama varietas

Demas 1, Dena 1, dan Dena 2. Kedelai varietas Demas 1, memiliki keunggulan adaptif

ditanam di lahan masam. Varietas ini memiliki potensi hasil 2,5 ton/ha, ukuran biji

12,88g/100 biji, rata-rata produksi 1,5 t/ha, memiliki ketahanan terhadap penggerek

polong dan karat daun. Varietas Dena 1 dan Dena 2 merupakan kedelai berumur genjah

masing-masing 78 dan 81 hari, toleran naungan sampai 50% dengan potensi produksi 2,9

ton/ha dan 2,8 ton/ha.

Benih sumber sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan benih pengguna yang

memenuhi persyaratan mutu yang baik. Kementerian Pertanian telah memproduksi

benih sumber terutama padi, jagung, dan kedelai untuk kelas benih penjenis (breeder

seed atau BS), benih dasar (foundation seed atau FS), dan benih pokok (stock seed atau

SS). Kementerian Pertanian sampai dengan tahun 2014, telah menghasilkan benih

sumber tanaman pangan yang terdiri dari: 136,4 ton benih padi, 69,7 ton benih kedelai,

dan 30,04 ton benih jagung. Benih padi yang diproduksi yaitu: varietas Batang Piaman,

Batutegi, Cibogo, Cigeulis, Ciherang, Cisantana, Gilirang, Cilamaya Muncul, Ciliwung,

Inpago 4, Inpago 5, Inpago 7, Inpago 9, Inpago 10, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 6,

Inpari 7, Inpari 6, Inpar 10, Inpar 11, Inpari 12, Inpari 13, Inpari 14, Inpari 15, Inpari 16, Inpari

17, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 25, Inpari 28, Inpari 29, Inpari

30, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, Logawa, Mekongga, Memberamo, Situ Bagendit, Situ

Patenggang, Mendawak, Pepe, Sintanur, Towuti, Sunggal, Way Apo, Widas.

Untuk Benih kedelai yang diproduksi yaitu varietas Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang,

Wilis, Gema, Ijen, Kaba, Sinabung, Tanggamus, Malabar, Grobogan, Panderman, Gepak

Kuning, Mahameru, Dering 1, Dering 2, Detam 1, Detam 2, dan Detam 3, sedangkan Benih

jagung yang diproduksi yaitu: varietas Lamuru, Anoman, Lagaligo, Bisma, Arjuna, Srikandi

Kuning, Srikandi Putih, Gumarang, Pulut UIR 1, Provita A1, dan Provita A2.

Selain itu, teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan, telah dirakit sebanyak 13

teknologi budidaya padi, jagung, dan kedelai guna menunjang upaya peningkatan

produksi tanaman pangan. Teknologi tersebut sudah menjadi bahan publikasi yang

disajikan dalam bentuk leaflet. Adapun teknologi tanaman pangan yang telah dirakit

antara lain: Pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) berdasarkan kesesuaian

patotipe di setiap agroekosistem; Penanganan susut hasil panen padi; Pemberian

amelioran berdasarkan Al-dd pada padi rawa; Penentuan patotipe HDB di lahan rawa

dengan varietas diferensial; Sistem olah tanah konservasi untuk padi gogo di lahan

dataran rendah; Perakitan teknologi budi daya kedelai di lahan sawah optimal; Perakitan

teknologi budi daya kedelai di lahan kering masam; Perakitan teknologi budi daya kedelai

di lahan pasang surut; Sistem Tanam Legowo Jagung dalam Tumpangsari dengan

Kedelai; Pemupukan Jagung Spesifik Lokasi di Lahan Sawah; Teknologi Dekomposer

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 61

Kementerian Pertanian

Varietas Unggul Baru (VUB), antara lain: 5 varietas padi, 3 varietas jagung, dan 3 varietas

kedelai. Selain itu, dalam rangka pencapaian target swasembada gula, Kementerian

Pertanian telah menghasilkan bahan tanam/benih sumber, teknologi budidaya, varietas,

dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produksi gula nasional. Untuk

pencapaian swasembada daging sapi, telah dilaksanakan penyebaran pejantan sapi

unggul PO sebanyak 35 ekor sapi pejantan dan 35 ekor bibit induk ke 8 provinsi meliputi

Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan

Tengah, dan Kalimantan Timur.

Secara ringkas gambaran kegiatan penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya

saing yang dilakukan dapat lebih diperinci sebagai berikut:

Padi. Selama tahun 2014 telah dilepas sebanyak 5 Varietas Unggul Baru (VUB) padi

(inbrida maupun hibrida) yang sesuai untuk lahan sawah maupun rawa, yaitu: (a) Padi

inbrida yang sesuai untuk lahan sawah yaitu Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 35 Salin

Agritan, dan Inpari Unsoed 79 Agritan, serta (b) Padi inbrida yang sesuai untuk lahan

rawa Inpara 8 Agritan dan Inpara 9 Agritan. Pencapaian produksi padi tahun 2014 juga

merupakan kontribusi dari VUB padi yang dilepas dari tahun-tahun sebelumnya.

Jagung

Sedangkan jagung varietas HJ 22 Agritan memiliki keunggulan umur genjah 80 HST,

potensi hasil 12,1 ton/ha pipilan kering kadar air 15% dan rata-rata hasil 10,9 ton/ha pipilan

kering kadar air 15%, memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan karat

daun, stay green, dan tahan rebah.

. Selama tahun 2014 telah dilepas 3 VUB jagung hibrida dengan nama Bima 17, HJ

21 Agritan, dan HJ 22 Agritan. Jagung pulut yang dilepas dengan nama varietas URI 3 H

mempunyai keunggulan utama yaitu mengandung nutrisi amilosa sebesar 7,65% yang

mencirikan sebagai jagung hibrida pulut dengan rasa tongkol muda yang sangat

enak/gurih, kisaran perbedaan 62,8%-64,2% terhadap Bima Putih 1. Varietas ini berumur

genjah (88 hst) dengan potensi produksi 10,68 ton/ha dan rata-rata hasil 8,57 ton/ha pada

kadar air 15%. Keunggulan lainnya yaitu memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai dan

hawar daun, serta tahan rebah. Jagung varietas HJ 21 Agritan memiliki keunggulan umur

82 HST, potensi hasil 12,2 ton/ha pipilan kering kadar air 15% dan rata-rata hasil 11,4 ton/ha

pipilan kering kadar air 15%. Tahan penyakit bulai, hawar daun, dan karat daun, serta stay

green, umur genjah, dan tahan rebah.

Kedelai. Selama tahun 2014 telah dilepas 3 VUB kedelai hitam dengan nama varietas

Demas 1, Dena 1, dan Dena 2. Kedelai varietas Demas 1, memiliki keunggulan adaptif

ditanam di lahan masam. Varietas ini memiliki potensi hasil 2,5 ton/ha, ukuran biji

12,88g/100 biji, rata-rata produksi 1,5 t/ha, memiliki ketahanan terhadap penggerek

polong dan karat daun. Varietas Dena 1 dan Dena 2 merupakan kedelai berumur genjah

masing-masing 78 dan 81 hari, toleran naungan sampai 50% dengan potensi produksi 2,9

ton/ha dan 2,8 ton/ha.

Benih sumber sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan benih pengguna yang

memenuhi persyaratan mutu yang baik. Kementerian Pertanian telah memproduksi

benih sumber terutama padi, jagung, dan kedelai untuk kelas benih penjenis (breeder

seed atau BS), benih dasar (foundation seed atau FS), dan benih pokok (stock seed atau

SS). Kementerian Pertanian sampai dengan tahun 2014, telah menghasilkan benih

sumber tanaman pangan yang terdiri dari: 136,4 ton benih padi, 69,7 ton benih kedelai,

dan 30,04 ton benih jagung. Benih padi yang diproduksi yaitu: varietas Batang Piaman,

Batutegi, Cibogo, Cigeulis, Ciherang, Cisantana, Gilirang, Cilamaya Muncul, Ciliwung,

Inpago 4, Inpago 5, Inpago 7, Inpago 9, Inpago 10, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 6,

Inpari 7, Inpari 6, Inpar 10, Inpar 11, Inpari 12, Inpari 13, Inpari 14, Inpari 15, Inpari 16, Inpari

17, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 25, Inpari 28, Inpari 29, Inpari

30, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, Logawa, Mekongga, Memberamo, Situ Bagendit, Situ

Patenggang, Mendawak, Pepe, Sintanur, Towuti, Sunggal, Way Apo, Widas.

Untuk Benih kedelai yang diproduksi yaitu varietas Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang,

Wilis, Gema, Ijen, Kaba, Sinabung, Tanggamus, Malabar, Grobogan, Panderman, Gepak

Kuning, Mahameru, Dering 1, Dering 2, Detam 1, Detam 2, dan Detam 3, sedangkan Benih

jagung yang diproduksi yaitu: varietas Lamuru, Anoman, Lagaligo, Bisma, Arjuna, Srikandi

Kuning, Srikandi Putih, Gumarang, Pulut UIR 1, Provita A1, dan Provita A2.

Selain itu, teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan, telah dirakit sebanyak 13

teknologi budidaya padi, jagung, dan kedelai guna menunjang upaya peningkatan

produksi tanaman pangan. Teknologi tersebut sudah menjadi bahan publikasi yang

disajikan dalam bentuk leaflet. Adapun teknologi tanaman pangan yang telah dirakit

antara lain: Pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) berdasarkan kesesuaian

patotipe di setiap agroekosistem; Penanganan susut hasil panen padi; Pemberian

amelioran berdasarkan Al-dd pada padi rawa; Penentuan patotipe HDB di lahan rawa

dengan varietas diferensial; Sistem olah tanah konservasi untuk padi gogo di lahan

dataran rendah; Perakitan teknologi budi daya kedelai di lahan sawah optimal; Perakitan

teknologi budi daya kedelai di lahan kering masam; Perakitan teknologi budi daya kedelai

di lahan pasang surut; Sistem Tanam Legowo Jagung dalam Tumpangsari dengan

Kedelai; Pemupukan Jagung Spesifik Lokasi di Lahan Sawah; Teknologi Dekomposer

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201462

Kementerian Pertanian

Untuk Pembuatan Pupuk Organik Dari Limbah Tanaman Jagung; Pemanfaatan Bacillus

subtilis sebagai Agensia Pengendali Hayati terhadap Cendawan Tular Tanah; dan

Penangkaran Benih Jagung Hibrida Silang Tiga Jalur Berbasis Komunitas, serta alat dan

mesin pertanian (Indo Jarwo Transplanter Prototipe 1, Indo Jarwo Transplanter Prototipe 2,

dan Indo Combine Havester Prototipe 2). Kementerian Pertanian juga telah

mengembangkan teknologi pemupukan unggulan berupa Perangkat Uji Tanah Sawah

(PUTS), Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), dan Perangkat Uji Pupuk (PUP).

Kementerian Pertanian juga telah mengembangkan Sistem Informasi Standing Crop Padi

Sawah yang berisi informasi luas area pertanaman padi sawah berdasarkan fase

pertumbuhan tanaman. Peta Standing Crops dibuat melalui interpretasi Citra Satelit

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) terbaru resolusi 250 m yang

diperbarui setiap 8 harian untuk wilayah Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. Pemanfaatan

teknologi penginderaan jauh satelit untuk memetakan luas area pertanaman (standing

crops) dan memonitor pertumbuhan padi dilakukan sejak periode Mei-September 2014.

Pengawalan tersebut menggunakan metode standing crops atau mengukur

pertumbuhan tanaman padi, terutama di delapan sentra produksi padi di Pulau Jawa dan

Bali. Melalui pengawalan data standing crops, verifikasi dengan citra satelit akan

mengefisienkan program kerja Kementerian Pertanian. Misalnya, respon kebijakan yang

akan diambil berkaitan dengan penyiapan sarana dan prasarana dan pembagian alokasi

pupuk, sekaligus pengairan, begitu juga upaya pompanisasi apabila terjadi El Nino. Hal ini

akan lebih memudahkan Kementerian Pertanian berinteraksi dengan dinas pertanian

daerah. Integrasi Standing Crops padi sawah pada Sistem Informasi Katam Terpadu

merupakan analisis tegakan padi sawah melalui penggunaan Citra MODIS terbaru,

dipadukan dengan prediksi curah hujan dan wilayah endemik bencana. Informasinya

dapat dimanfaatkan untuk prediksi penyiapan sarana produksi pertanian di lapang.

Gula. Dalam rangka mendukung swasembada gula, Kementerian Pertanian melakukan

penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen

gula. Penanganan aspek perbenihan (perbanyakan massal) dan teknik budidaya sesuai

Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Management Practices (GMP) secara

terintegrasi sangat diperlukan. Tiga komponen teknologi telah diidentifikasi sebagai

faktor penentu produksi gula, yaitu penggunaan varietas unggul, penataan varietas,

pemupukan, disertai penerapan teknologi budidaya lainnya yang pelaksanaannya

dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan bongkar ratoon. Penerapan paket

teknologi tersebut diproyeksi dapat meningkatkan produktivitas sebesar 20-45% dari

produktivitas eksisting dan meningkatkan rendemen menjadi rata-rata 8,5-9%.

Dukungan penelitian dan pengembangan terhadap pencapaian swasembada gula adalah

sebagai berikut: bahan tanam/benih sumber, teknologi budidaya (teknologi rawat ratoon

tebu melalui perlakuan pedot oyot, pemberian pupuk kandang, penyulaman, dan paket

pupuk anorganik; Teknik pemupukan pada tebu; Teknologi waktu tanam dan panen pada

tebu; Pupuk K slow release untuk tebu dimana pupuk ini berpotensi untuk meningkatkan

rendemen tebu; dan Biofertilizer berbasis limbah tebu yaitu Formula dengan carrier dari

biochar (arang) sekam yang dihaluskan dan diperkaya dengan asam humat, air kelapa

muda, rock phosphate sebagai sumber P, ZA sebagai sumber N, dengan inokulum bakteri

penambat N dan Pelarut P), varietas, dan rekomendasi kebijakan.

Daging

(4) Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

. Untuk swasembada daging tahun 2014 telah disebarkan bibit sumber sapi

Unggul PO sebanyak 171 ekor yang terdiri dari pejantan dewasa 15 ekor, induk 62 ekor,

calon pejantan 47 ekor, dan calon induk 47 ekor. Dalam upaya meningkatkan kualitas

genetik di lapangan, telah dilakukan penyebaran 35 ekor sapi pejantan dan 35 ekor bibit

induk ke 8 provinsi meliputi Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Setelah dilakukan

penyebaran, Loka Penelitian Sapi Potong tetap melakukan monitoring produksi dan

pengelolaan pejantan unggul sapi PO yang telah disebar kepada stakeholder. Kegiatan

monitoring dilakukan dengan cara survei serta koordinasi dengan pihak stakeholder.

Selain itu, dalam upaya mendukung swasembada daging sapi dan penyediaan bibit di

lapangan, Loka Penelitian Sapi Potong terus berupaya melakukan sosialisasi dan

koordinasi dengan stakeholder terkait yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) perbibitan sapi

potong, Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) atau BIB Daerah, kelompok peternak

pembibitan sapi potong atau Village Breeding Center (VBC) untuk mendapatkan informasi

kebutuhan dan pemanfaatan pejantan sapi PO hasil seleksi Loka Penelitian Sapi Potong,

baik sebagai sumber semen beku atau pejantan pemacek serta kebutuhan terhadap bibit

induk.

Dukungan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan

Ekspor Hasil Pertanian terhadap capaian swasembada dan swasembada berkelanjutan

dapat dilihat pada Tabel 34 berikut.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 63

Kementerian Pertanian

Untuk Pembuatan Pupuk Organik Dari Limbah Tanaman Jagung; Pemanfaatan Bacillus

subtilis sebagai Agensia Pengendali Hayati terhadap Cendawan Tular Tanah; dan

Penangkaran Benih Jagung Hibrida Silang Tiga Jalur Berbasis Komunitas, serta alat dan

mesin pertanian (Indo Jarwo Transplanter Prototipe 1, Indo Jarwo Transplanter Prototipe 2,

dan Indo Combine Havester Prototipe 2). Kementerian Pertanian juga telah

mengembangkan teknologi pemupukan unggulan berupa Perangkat Uji Tanah Sawah

(PUTS), Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), dan Perangkat Uji Pupuk (PUP).

Kementerian Pertanian juga telah mengembangkan Sistem Informasi Standing Crop Padi

Sawah yang berisi informasi luas area pertanaman padi sawah berdasarkan fase

pertumbuhan tanaman. Peta Standing Crops dibuat melalui interpretasi Citra Satelit

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) terbaru resolusi 250 m yang

diperbarui setiap 8 harian untuk wilayah Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. Pemanfaatan

teknologi penginderaan jauh satelit untuk memetakan luas area pertanaman (standing

crops) dan memonitor pertumbuhan padi dilakukan sejak periode Mei-September 2014.

Pengawalan tersebut menggunakan metode standing crops atau mengukur

pertumbuhan tanaman padi, terutama di delapan sentra produksi padi di Pulau Jawa dan

Bali. Melalui pengawalan data standing crops, verifikasi dengan citra satelit akan

mengefisienkan program kerja Kementerian Pertanian. Misalnya, respon kebijakan yang

akan diambil berkaitan dengan penyiapan sarana dan prasarana dan pembagian alokasi

pupuk, sekaligus pengairan, begitu juga upaya pompanisasi apabila terjadi El Nino. Hal ini

akan lebih memudahkan Kementerian Pertanian berinteraksi dengan dinas pertanian

daerah. Integrasi Standing Crops padi sawah pada Sistem Informasi Katam Terpadu

merupakan analisis tegakan padi sawah melalui penggunaan Citra MODIS terbaru,

dipadukan dengan prediksi curah hujan dan wilayah endemik bencana. Informasinya

dapat dimanfaatkan untuk prediksi penyiapan sarana produksi pertanian di lapang.

Gula. Dalam rangka mendukung swasembada gula, Kementerian Pertanian melakukan

penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen

gula. Penanganan aspek perbenihan (perbanyakan massal) dan teknik budidaya sesuai

Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Management Practices (GMP) secara

terintegrasi sangat diperlukan. Tiga komponen teknologi telah diidentifikasi sebagai

faktor penentu produksi gula, yaitu penggunaan varietas unggul, penataan varietas,

pemupukan, disertai penerapan teknologi budidaya lainnya yang pelaksanaannya

dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan bongkar ratoon. Penerapan paket

teknologi tersebut diproyeksi dapat meningkatkan produktivitas sebesar 20-45% dari

produktivitas eksisting dan meningkatkan rendemen menjadi rata-rata 8,5-9%.

Dukungan penelitian dan pengembangan terhadap pencapaian swasembada gula adalah

sebagai berikut: bahan tanam/benih sumber, teknologi budidaya (teknologi rawat ratoon

tebu melalui perlakuan pedot oyot, pemberian pupuk kandang, penyulaman, dan paket

pupuk anorganik; Teknik pemupukan pada tebu; Teknologi waktu tanam dan panen pada

tebu; Pupuk K slow release untuk tebu dimana pupuk ini berpotensi untuk meningkatkan

rendemen tebu; dan Biofertilizer berbasis limbah tebu yaitu Formula dengan carrier dari

biochar (arang) sekam yang dihaluskan dan diperkaya dengan asam humat, air kelapa

muda, rock phosphate sebagai sumber P, ZA sebagai sumber N, dengan inokulum bakteri

penambat N dan Pelarut P), varietas, dan rekomendasi kebijakan.

Daging

(4) Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian

. Untuk swasembada daging tahun 2014 telah disebarkan bibit sumber sapi

Unggul PO sebanyak 171 ekor yang terdiri dari pejantan dewasa 15 ekor, induk 62 ekor,

calon pejantan 47 ekor, dan calon induk 47 ekor. Dalam upaya meningkatkan kualitas

genetik di lapangan, telah dilakukan penyebaran 35 ekor sapi pejantan dan 35 ekor bibit

induk ke 8 provinsi meliputi Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Setelah dilakukan

penyebaran, Loka Penelitian Sapi Potong tetap melakukan monitoring produksi dan

pengelolaan pejantan unggul sapi PO yang telah disebar kepada stakeholder. Kegiatan

monitoring dilakukan dengan cara survei serta koordinasi dengan pihak stakeholder.

Selain itu, dalam upaya mendukung swasembada daging sapi dan penyediaan bibit di

lapangan, Loka Penelitian Sapi Potong terus berupaya melakukan sosialisasi dan

koordinasi dengan stakeholder terkait yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) perbibitan sapi

potong, Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) atau BIB Daerah, kelompok peternak

pembibitan sapi potong atau Village Breeding Center (VBC) untuk mendapatkan informasi

kebutuhan dan pemanfaatan pejantan sapi PO hasil seleksi Loka Penelitian Sapi Potong,

baik sebagai sumber semen beku atau pejantan pemacek serta kebutuhan terhadap bibit

induk.

Dukungan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan

Ekspor Hasil Pertanian terhadap capaian swasembada dan swasembada berkelanjutan

dapat dilihat pada Tabel 34 berikut.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201464

Kementerian Pertanian

Tabel 34. Kegiatan pada Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian dalam mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian

1. Unit usaha pengolahan hasil tanaman pangan (Unit) 225 407 181

2. Unit usaha pengolahan hasil hortikultura (Unit) 68 114 168

3. Unit usaha pengolahan hasil perkebunan (Unit) 146 210 144

4. Unit usaha pengolahan hasil peternakan (Unit) 172 223 130

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Dari tabel diatas, jumlah sarana pengolahan hasil tanaman pangan yang disalurkan

sebanyak 407 unit terdiri atas penggilingan padi 302 unit yang disalurkan ke 141

kabupaten/kota di 31 provinsi. Jumlah sarana pengolahan hasil perkebunan yang

disalurkan sebanyak 210 unit dan 37 unit diantaranya adalah sarana pengolahan gula yang

tersalur ke 23 kabupaten/kota di 12 provinsi untuk mendukung swasembada gula. Sarana

pengolahan hasil peternakan yang disalurkan sebanyak 223 unit, sementara itu jumlah

sarana pengolahan hasil hortikultura yang disalurkan sebanyak 114 unit.

(5) Program Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

Untuk mendukung pencapaian swasembada dan swasembada pangan berkelanjutan

diperlukan upaya pencegahan masuk dan menyebarnya Hama dan Penyakit Hewan

Karantina (HPHK)/ Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke dalam

wilayah Negara Republik Indonesia. Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina

Pertanian dari tahun ke tahun senantiasa meningkatkan kualitas kinerjanya untuk

mengawasi lalu lintas media pembawa HPHK/OPTK yang mempunyai kecenderungan

meningkat dalam kurun waktu tahun 2009-2014 yang dapat tergambarkan dalam

frekuensi sertifikasi, seperti terlihat pada Tabel 35 dan Tabel 36 berikut.

Tabel 35. Frekuensi Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Pada Tahun 2009-2014

Sertifikasi Frekuensi (kali)

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Karantina Hewan 291.358 324.884 417.975 443.401 413.280 471.868 Karantina Tumbuhan 257.388 329.614 341.961 468.492 452.994 556.331

TOTAL 548.746 654.498 759.936 911.893 866.274 1.028.199 Sumber Data: Badan Karantina Pertanian, 2014

Badan Karantina Pertanian tahun 2014 telah melakukan sertifikasi karantina komoditas

tumbuhan dan produknya dengan frekuensi: (1) Impor: 92.849 kali; (2) Ekspor: 118.763

kali, (3) Domestik Masuk: 110.151 kali, dan (4) Domestik Keluar 234.548 kali, dengan total

sertifikat sebanyak 556.331 kali. Sedangkan untuk komoditas hewan dan produknya

adalah: (1) Impor: 36.433 kali, (2) Ekspor 18.888 kali, (3) Domestik Masuk: 142.365 kali,

dan (4) Domestik Keluar: 274.182 kali, dengan total sertifikat sebanyak 471.868 kali,

sehingga totalnya 1.028.199 kali.

Pada tahun 2014 telah dilakukan tindakan penahanan, penolakan, dan pemusnahan

dengan total frekuensi 5.498 kali. Tindakan pemusnahan telah dilakukan pada benih/bibit

tumbuhan sebanyak 66.221,74 kg, hasil tumbuhan hidup: 7.721.227,2 kg, dan hasil

tumbuhan mati: 3.190.072,44 kg. Selain itu juga telah dilakukan tindakan pemusnahan

terhadap kegiatan impor dan ekspor hewan dan produknya, yaitu hewan: 14.719 ekor,

bahan asal hewan: 73.660 kg, dan hasil bahan asal hewan: 103.491 kg

Tabel 36. Temuan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) Asal Luar Negeri Hasil Pemeriksaan Karantina Tumbuhan yang Terdeteksi Positif dan Tertangkal Tahun 2014

No Temuan OPTKMedia Pembawa

(Komoditi)Negara Asal UPT Pemasukan

1 Burkholderia glumae Benih Padi Cina BBKP Surabaya

Bibit Jagung India

Benih Sayuran Thailand

Benih Sawi Jepang

Benih Jagung Thailand

Bibit Strawberry Belanda

Baby Pak Choy Selandia Baru

Bawang bombayBelanda viaMalaysia

BKP Kelas I Jambi

Benih Cabe Cina BBKP Tj Priok

5Raspberry ring spot nepovirus (RpRSV)

Bibit Strawberry Belanda BBKP Soetta

6Clavibacter michiganinsis subsp sepedonicus

Bibit Kentang Belanda BBKP Soetta

7Clavibacter michiganensis subsp michiganensis

Benih Cabe India BBKP Soetta

8 Helmintosphorium solani Bibit Kentang Belanda BBKP Soetta

9 Erwinia chrysanthemi Bibit Dendrobium Malaysia BBKP Soetta

10 Tilletia laevis Gandum Biji India BBKP Surabaya

11 T. indica Gandum Biji India BBKP Surabaya

12 Aphelenchoides fragariae Bawang Bombay India BBKP Surabaya

13 Ditylenchus destructor Bawang Putih Cina BBKP Surabaya

14 D. dipsaci Bawang Putih Cina BBKP Surabaya

15 Globodera rostochiensis Wortel Cina BBKP Surabaya

16 Pratylenchus vulnus Bawang Putih Cina BBKP Surabaya

17 Sphacelothecha reiliana Gandum Rusia, Australia BBKP Surabaya

18 Urocystis agropyri Gandum India BBKP Surabaya

Gandum Australia

Jagung Argentina

20 Peronospora mansyurica Kedele USABKP KL I Pontianak, BKP KLI Batam

21 Trogoderma granarium Corn Meal USA BBKP Tanjung Priok

4 P. viridiflava

Stenocarpella macrospora BBKP Surabaya19

2 Pantoea stewartii BBKP Tj Priok, BBKP Soetta

3 Pseudomonas syringae pv.syringae BBKP Tj Priok, BBKP Soetta

Sumber Data: Badan Karantina Pertanian, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 65

Kementerian Pertanian

Tabel 34. Kegiatan pada Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian dalam mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014

No Kegiatan Target Realisasi % Capaian

1. Unit usaha pengolahan hasil tanaman pangan (Unit) 225 407 181

2. Unit usaha pengolahan hasil hortikultura (Unit) 68 114 168

3. Unit usaha pengolahan hasil perkebunan (Unit) 146 210 144

4. Unit usaha pengolahan hasil peternakan (Unit) 172 223 130

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Dari tabel diatas, jumlah sarana pengolahan hasil tanaman pangan yang disalurkan

sebanyak 407 unit terdiri atas penggilingan padi 302 unit yang disalurkan ke 141

kabupaten/kota di 31 provinsi. Jumlah sarana pengolahan hasil perkebunan yang

disalurkan sebanyak 210 unit dan 37 unit diantaranya adalah sarana pengolahan gula yang

tersalur ke 23 kabupaten/kota di 12 provinsi untuk mendukung swasembada gula. Sarana

pengolahan hasil peternakan yang disalurkan sebanyak 223 unit, sementara itu jumlah

sarana pengolahan hasil hortikultura yang disalurkan sebanyak 114 unit.

(5) Program Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati

Untuk mendukung pencapaian swasembada dan swasembada pangan berkelanjutan

diperlukan upaya pencegahan masuk dan menyebarnya Hama dan Penyakit Hewan

Karantina (HPHK)/ Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke dalam

wilayah Negara Republik Indonesia. Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina

Pertanian dari tahun ke tahun senantiasa meningkatkan kualitas kinerjanya untuk

mengawasi lalu lintas media pembawa HPHK/OPTK yang mempunyai kecenderungan

meningkat dalam kurun waktu tahun 2009-2014 yang dapat tergambarkan dalam

frekuensi sertifikasi, seperti terlihat pada Tabel 35 dan Tabel 36 berikut.

Tabel 35. Frekuensi Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Pada Tahun 2009-2014

Sertifikasi Frekuensi (kali)

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Karantina Hewan 291.358 324.884 417.975 443.401 413.280 471.868 Karantina Tumbuhan 257.388 329.614 341.961 468.492 452.994 556.331

TOTAL 548.746 654.498 759.936 911.893 866.274 1.028.199 Sumber Data: Badan Karantina Pertanian, 2014

Badan Karantina Pertanian tahun 2014 telah melakukan sertifikasi karantina komoditas

tumbuhan dan produknya dengan frekuensi: (1) Impor: 92.849 kali; (2) Ekspor: 118.763

kali, (3) Domestik Masuk: 110.151 kali, dan (4) Domestik Keluar 234.548 kali, dengan total

sertifikat sebanyak 556.331 kali. Sedangkan untuk komoditas hewan dan produknya

adalah: (1) Impor: 36.433 kali, (2) Ekspor 18.888 kali, (3) Domestik Masuk: 142.365 kali,

dan (4) Domestik Keluar: 274.182 kali, dengan total sertifikat sebanyak 471.868 kali,

sehingga totalnya 1.028.199 kali.

Pada tahun 2014 telah dilakukan tindakan penahanan, penolakan, dan pemusnahan

dengan total frekuensi 5.498 kali. Tindakan pemusnahan telah dilakukan pada benih/bibit

tumbuhan sebanyak 66.221,74 kg, hasil tumbuhan hidup: 7.721.227,2 kg, dan hasil

tumbuhan mati: 3.190.072,44 kg. Selain itu juga telah dilakukan tindakan pemusnahan

terhadap kegiatan impor dan ekspor hewan dan produknya, yaitu hewan: 14.719 ekor,

bahan asal hewan: 73.660 kg, dan hasil bahan asal hewan: 103.491 kg

Tabel 36. Temuan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) Asal Luar Negeri Hasil Pemeriksaan Karantina Tumbuhan yang Terdeteksi Positif dan Tertangkal Tahun 2014

No Temuan OPTKMedia Pembawa

(Komoditi)Negara Asal UPT Pemasukan

1 Burkholderia glumae Benih Padi Cina BBKP Surabaya

Bibit Jagung India

Benih Sayuran Thailand

Benih Sawi Jepang

Benih Jagung Thailand

Bibit Strawberry Belanda

Baby Pak Choy Selandia Baru

Bawang bombayBelanda viaMalaysia

BKP Kelas I Jambi

Benih Cabe Cina BBKP Tj Priok

5Raspberry ring spot nepovirus (RpRSV)

Bibit Strawberry Belanda BBKP Soetta

6Clavibacter michiganinsis subsp sepedonicus

Bibit Kentang Belanda BBKP Soetta

7Clavibacter michiganensis subsp michiganensis

Benih Cabe India BBKP Soetta

8 Helmintosphorium solani Bibit Kentang Belanda BBKP Soetta

9 Erwinia chrysanthemi Bibit Dendrobium Malaysia BBKP Soetta

10 Tilletia laevis Gandum Biji India BBKP Surabaya

11 T. indica Gandum Biji India BBKP Surabaya

12 Aphelenchoides fragariae Bawang Bombay India BBKP Surabaya

13 Ditylenchus destructor Bawang Putih Cina BBKP Surabaya

14 D. dipsaci Bawang Putih Cina BBKP Surabaya

15 Globodera rostochiensis Wortel Cina BBKP Surabaya

16 Pratylenchus vulnus Bawang Putih Cina BBKP Surabaya

17 Sphacelothecha reiliana Gandum Rusia, Australia BBKP Surabaya

18 Urocystis agropyri Gandum India BBKP Surabaya

Gandum Australia

Jagung Argentina

20 Peronospora mansyurica Kedele USABKP KL I Pontianak, BKP KLI Batam

21 Trogoderma granarium Corn Meal USA BBKP Tanjung Priok

4 P. viridiflava

Stenocarpella macrospora BBKP Surabaya19

2 Pantoea stewartii BBKP Tj Priok, BBKP Soetta

3 Pseudomonas syringae pv.syringae BBKP Tj Priok, BBKP Soetta

Sumber Data: Badan Karantina Pertanian, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201466

Kementerian Pertanian

3.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan bahwa Pemerintah

dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan

untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Hal ini didasari oleh pola konsumsi pangan

masyarakat yang masih belum beragam, bergizi seimbang, dan aman serta masih didominasi

oleh beras. Untuk itu, program peningkatan diversifikasi pangan di masyarakat ditujukan

untuk mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang lebih beragam,

bergizi seimbang dan aman dengan cara mengurangi ketergantungan konsumsi pada satu

jenis pangan tertentu.

Melalui pemanfaatan beraneka ragam pangan tersebut diharapkan dapat mengurangi

ketergantungan konsumsi terhadap beras yang ditargetkan menurun sebesar

1,5%/kapita/tahun. Disamping itu, peningkatan kualitas konsumsi pangan juga dapat dipenuhi

melalui peningkatan konsumsi pangan hewani, sayur, dan buah, serta kacang-kacangan.

Tercapainya penganekaragaman konsumsi pangan tersebut diukur dengan indikator Skor

Pola Pangan Harapan (PPH), dengan target sebesar 82,5 pada tahun 2014.

Sasaran Meningkatnya Diversifikasi Pangan terdiri dari 2 indikator kinerja utama, yakni:

(1) Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun dan (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

yang pencapaian kinerjanya di tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 37. Dibandingkan dengan

target, capaian untuk indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun sebesar

6,67% (kurang berhasil) dan capaian untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan sebesar

101,09% (sangat berhasil), dengan rincian analisis capaian sebagai berikut.

Tabel 37. Capaian Sasaran Peningkatan Diversifikasi Pangan Tahun 2014

Sasaran

Indikator Kinerja Utama

Target Realisasi % Capaian

Meningkatnya Diversifikasi Pangan

Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun (%)

1,5

0,10 6,67

Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 82,5 83,4 101,09 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.2.1 Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun

Membandingkan angka target dan realisasi di tahun 2014, maka realisasi Indikator Penurunan

Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun tercapai sebesar 0,10% dari target 1,5% atau secara

persentase mencapai 6,67% (kurang berhasil). Perhitungannya adalah konsumsi beras

langsung dalam rumah tangga tahun 2014 adalah sebesar 96,2 kg/kapita/tahun, terjadi

penurunan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan konsumsi beras langsung dalam

rumah tangga tahun 2013 sebesar 96,3 kg/kapita/tahun. Secara persentase, konsumsi beras

langsung dalam rumah tangga mengalami penurunan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun atau 0,1%

dari target penurunan sebesar 1,5% per tahun.

Realisasi persentase penurunan konsumsi beras rumah tangga tahun 2014 sebesar 0,1%

tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 0,3%. Namun demikian, rata-

rata persentase penurunan konsumsi beras di tingkat rumah tangga selama 2009-2014

memperlihatkan angka yang cukup menggembirakan, yaitu 1,2% per tahun, sedikit di bawah

target yaitu 1,5% per tahun (tabel 37). Apabila dibandingkan dengan rerata target 5 tahun

sebesar 1,5% per tahun, maka rerata keberhasilan penurunan konsumsi beras sebesar 1,2% per

tahun tersebut mencapai 80%.

Tabel 38. Perkembangan Konsumsi Beras Tahun 2009 – 2014

Tahun Konsumsi (Kg/Kap/Thn) Target (%) Realisasi (%)

2009 102,2 - - 2010 99,7 1,5 2,5 2011 101,7 1,5 -2,0 2012 96,6 1,5 5,0 2013 96,3 1,5 0,3 2014 96,2 1,5 0,1

Rata-rata 98,08 1,5 1,2 Sumber data: BKP Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Konsumsi beras di tingkat rumah tangga

Pada Tabel 37 ditunjukkan bahwa konsumsi beras di tingkat rumah tangga menunjukkan tren

yang menurun selama periode tahun 2009-2014. Konsumsi beras rumah tangga turun dari

102,2 kg/kap/tahun pada tahun 2009 menjadi 96,2 kg/kap/tahun pada tahun 2014.

Tidak tercapainya target persentase penurunan konsumsi beras rumah tangga per kapita per

tahun, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Berdasarkan rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Tahun 2012, terjadi

peningkatan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk Indonesia, dari AKE rata-rata

sebelumnya adalah 2000 kkal/kap/hari menjadi 2150 kakl/kap/hari, hal ini dikarenakan adanya

perubahan struktur penduduk Indonesia ke arah yang lebih tua, sehingga menyebabkan

kebutuhan rata-rata kalori penduduk juga meningkat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka

beras sebagai penyumbang terbesar dari kebutuhan energi (46,5%) cenderung tetap untuk

menutupi peningkatan kebutuhan energi.

Untuk mencapai kualitas konsumsi pangan yang lebih baik, maka konsumsi pangan

masyarakat perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani,

kacang-kacangan, serta sayur dan buah. Meskipun tren konsumsi beras mengalami

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 67

Kementerian Pertanian

3.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan bahwa Pemerintah

dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan

untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Hal ini didasari oleh pola konsumsi pangan

masyarakat yang masih belum beragam, bergizi seimbang, dan aman serta masih didominasi

oleh beras. Untuk itu, program peningkatan diversifikasi pangan di masyarakat ditujukan

untuk mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang lebih beragam,

bergizi seimbang dan aman dengan cara mengurangi ketergantungan konsumsi pada satu

jenis pangan tertentu.

Melalui pemanfaatan beraneka ragam pangan tersebut diharapkan dapat mengurangi

ketergantungan konsumsi terhadap beras yang ditargetkan menurun sebesar

1,5%/kapita/tahun. Disamping itu, peningkatan kualitas konsumsi pangan juga dapat dipenuhi

melalui peningkatan konsumsi pangan hewani, sayur, dan buah, serta kacang-kacangan.

Tercapainya penganekaragaman konsumsi pangan tersebut diukur dengan indikator Skor

Pola Pangan Harapan (PPH), dengan target sebesar 82,5 pada tahun 2014.

Sasaran Meningkatnya Diversifikasi Pangan terdiri dari 2 indikator kinerja utama, yakni:

(1) Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun dan (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

yang pencapaian kinerjanya di tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 37. Dibandingkan dengan

target, capaian untuk indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun sebesar

6,67% (kurang berhasil) dan capaian untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan sebesar

101,09% (sangat berhasil), dengan rincian analisis capaian sebagai berikut.

Tabel 37. Capaian Sasaran Peningkatan Diversifikasi Pangan Tahun 2014

Sasaran

Indikator Kinerja Utama

Target Realisasi % Capaian

Meningkatnya Diversifikasi Pangan

Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun (%)

1,5

0,10 6,67

Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 82,5 83,4 101,09 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.2.1 Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun

Membandingkan angka target dan realisasi di tahun 2014, maka realisasi Indikator Penurunan

Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun tercapai sebesar 0,10% dari target 1,5% atau secara

persentase mencapai 6,67% (kurang berhasil). Perhitungannya adalah konsumsi beras

langsung dalam rumah tangga tahun 2014 adalah sebesar 96,2 kg/kapita/tahun, terjadi

penurunan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan konsumsi beras langsung dalam

rumah tangga tahun 2013 sebesar 96,3 kg/kapita/tahun. Secara persentase, konsumsi beras

langsung dalam rumah tangga mengalami penurunan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun atau 0,1%

dari target penurunan sebesar 1,5% per tahun.

Realisasi persentase penurunan konsumsi beras rumah tangga tahun 2014 sebesar 0,1%

tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 0,3%. Namun demikian, rata-

rata persentase penurunan konsumsi beras di tingkat rumah tangga selama 2009-2014

memperlihatkan angka yang cukup menggembirakan, yaitu 1,2% per tahun, sedikit di bawah

target yaitu 1,5% per tahun (tabel 37). Apabila dibandingkan dengan rerata target 5 tahun

sebesar 1,5% per tahun, maka rerata keberhasilan penurunan konsumsi beras sebesar 1,2% per

tahun tersebut mencapai 80%.

Tabel 38. Perkembangan Konsumsi Beras Tahun 2009 – 2014

Tahun Konsumsi (Kg/Kap/Thn) Target (%) Realisasi (%)

2009 102,2 - - 2010 99,7 1,5 2,5 2011 101,7 1,5 -2,0 2012 96,6 1,5 5,0 2013 96,3 1,5 0,3 2014 96,2 1,5 0,1

Rata-rata 98,08 1,5 1,2 Sumber data: BKP Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Konsumsi beras di tingkat rumah tangga

Pada Tabel 37 ditunjukkan bahwa konsumsi beras di tingkat rumah tangga menunjukkan tren

yang menurun selama periode tahun 2009-2014. Konsumsi beras rumah tangga turun dari

102,2 kg/kap/tahun pada tahun 2009 menjadi 96,2 kg/kap/tahun pada tahun 2014.

Tidak tercapainya target persentase penurunan konsumsi beras rumah tangga per kapita per

tahun, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Berdasarkan rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Tahun 2012, terjadi

peningkatan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk Indonesia, dari AKE rata-rata

sebelumnya adalah 2000 kkal/kap/hari menjadi 2150 kakl/kap/hari, hal ini dikarenakan adanya

perubahan struktur penduduk Indonesia ke arah yang lebih tua, sehingga menyebabkan

kebutuhan rata-rata kalori penduduk juga meningkat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka

beras sebagai penyumbang terbesar dari kebutuhan energi (46,5%) cenderung tetap untuk

menutupi peningkatan kebutuhan energi.

Untuk mencapai kualitas konsumsi pangan yang lebih baik, maka konsumsi pangan

masyarakat perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani,

kacang-kacangan, serta sayur dan buah. Meskipun tren konsumsi beras mengalami

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201468

Kementerian Pertanian

penurunan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber

karbohidrat, sementara konsumsi sayur dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan, serta

umbi-umbian masih rendah. Kondisi ini dapat menunjukkan bahwa konsumsi pangan

penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan.

Secara kuantitas perkembangan konsumsi per komoditas di tingkat nasional selama tahun

2009-2014 dapat dilihat pada Tabel 39.

Tabel 39. Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan Kelompok Pangan Periode Tahun 2009-2014

Kelompok Bahan Pangan

Konsumsi gram/kap/hari Kg/kap/thn

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 I. Padi-padian

a. Beras 280,1 273,1 278,7 264,6 263,9 263,5 102,2 99,7 101,7 96,6 96,3 96,2 b. Jagung 6,1 5,6 4,3 5,1 4,5 4,2 2,2 2,0 1,6 1,9 1,6 1,5 c. Terigu 28,3 28,0 29,6 27,0 27,7 28,2 10,3 10,2 10,8 9,8 10,1 10,3 II. Umbi-umbian

a. Singkong 26,2 25,8 28,3 20,6 18,6 17,9 9,6 9,4 10,3 7,5 6,8 6,5 b. Ubi jalar 6,6 6,8 8,3 6,8 6,9 7,5 2,4 2,5 3,0 2,5 2,5 2,7 c. Kentang 4,7 5,2 4,4 4,1 4,4 4,2 1,7 1,9 1,6 1,5 1,6 1,5 d. Sagu 1,1 1,0 1,4 1,2 1,2 1,1 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4 0,4 e. Umbi lainnya 1,5 1,1 1,9 1,3 1,1 1,1 0,6 0,4 0,7 0,5 0,4 0,4 III. Pangan Hewani

a. Daging ruminansia 4,4 5,2 6,1 8,5 4,9 5,2 1,6 1,9 2,2 3,1 1,8 1,9 b. Daging unggas 10,7 13,7 14,5 13,4 13,8 15,1 3,9 5,0 5,3 4,9 5,0 5,5 c. Telur 17,5 22,0 21,7 21,3 20.0 20,3 6,4 8,0 7,9 7,8 7,3 7,4 d. Susu 5,4 6,2 6,4 5,1 6,4 6,7 2,0 2,3 2,3 1,9 2,3 2,4 e. Ikan 46,8 55,1 57,7 53,6 53,4 55,3 17,1 20,1 21,1 19,5 19,5 20,2 IV. Minyak dan Lemak

a. Minyak kelapa 3,4 5,0 4,7 3,2 3,3 2,6 1,3 1,8 1,7 1,2 1,2 0,9 b. Minyak sawit 18,0 20,0 20,5 23,3 22,2 23,9 6,6 7,3 7,5 8,5 8,1 8,7 c. Minyak lainnya 0,4 0,6 0,6 0,4 0,5 0,5 0,1 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 V. Buah/biji berminyak

a. Kelapa 5,9 8,2 7,4 6,8 6,0 5,9 2,2 3,0 2,7 2,5 2,2 2,2 b. Kemiri 0,9 1,3 1,3 1,0 1,1 1,1 0,3 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 VI. Kacang-kacangan

a. Kedelai 19,7 21,0 22,7 21,2 21,3 21,4 7,2 7,7 8,3 7,8 7,8 7,8 b. Kacang tanah 1,3 1,6 1,0 0,8 0,9 0,8 0,5 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 c. Kacang hijau 1,0 1,1 0,8 0,8 0,8 0,8 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 d. Kacang lain 0,5 0,5 0,3 0,7 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,2 0,1 0,1 VII. Gula

a. Gula pasir 21,7 27,3 26,2 23,0 23,6 22,7 7,9 10,0 9,6 8,4 8,6 8,3 b. Gula merah 2,2 2,6 2,6 1,9 1,9 1,8 0,8 1,0 0,9 0,7 0,7 0,7 VIII. Sayuran dan buah

a. Sayur 136,3 169,1 167,5 162,8 156,0 163,4 49,7 61,7 61,1 59,4 56,9 59,6 b. Buah 63,2 95,7 79,7 86,6 82,9 92,9 23,1 34,9 29,1 31,6 30,2 33,9 IX. Lain-lain

a. Minuman 42,7 41,2 45,9 45,7 47,6 49,3 15,6 15,0 16,7 16,7 17,4 18,0 b. Bumbu-bumbuan 10,9 10,0 10,4 9,9 9,6 9,6 4,0 3,6 3,8 3,6 3,5 3,5

Sumber: Susenas 2009 – 2014; BPS, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP

Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain: (1) masih rendahnya daya beli masyarakat, (2) rendahnya

pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan bergizi seimbang,

(3) masih adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap pangan, (4) kurang berkembangnya

teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non

beras dan non terigu, (5) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga, serta (6)

lemahnya partisipasi masyarakat.

Upaya pemerintah dalam rangka penurunan konsumsi beras melalui peningkatan konsumsi

pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian masih mengalami hambatan, antara

lain: (a) produksi umbi-umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-

umbian di pasar; (b) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan

lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan lain-lain) belum memasuki

tahap industrialisasi (scaling up production), sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat

masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi

penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak

dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; dan (d) berbagai produk olahan pangan lokal

belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior.

Upaya mewujudkan penurunan konsumsi beras tidak dapat hanya dilaksanakan melalui

kegiatan di lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi juga harus didukung oleh kegiatan-

kegiatan yang dilakukan kementerian/lembaga lain dan pemangku kepentingan terkait.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan Kementerian Pertanian dalam upaya penurunan

konsumsi beras rumah tangga antara lain: (a) Pemberdayaan kelompok wanita melalui

optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha pengolahan pangan lokal

berbasis tepung-tepungan; (b) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) yang

mendukung pangkin (penyediaan pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah) dan

pengembangan teknologi pangolahan pangan lokal; (c) Sosialisasi dan Promosi

Penganekaragaman Konsumsi Pangan sejak usia dini pada SD/MI; dan (d) Sosialisasi dan

Promosi ke masyarakat umum.

Kedepan, penurunan konsumsi beras rumah tangga perlu introduksi komponen kegiatan di

dalam dan di luar lahan pekarangan untuk pengembangan umbi-umbian, buah, dan sayur.

Upaya selanjutnya untuk meningkatkan penurunan konsumsi beras di masyarakat diperlukan

ketersediaan produk pangan pokok lokal seperti umbi-umbian yang memadai dan

pengelolaan distribusi yang baik, sehingga harga di pasar dapat ditekan. Untuk itu, diperlukan

pengembangan usaha pengolahan pangan pokok lokal lainnya dengan nilai keekonomian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 69

Kementerian Pertanian

penurunan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber

karbohidrat, sementara konsumsi sayur dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan, serta

umbi-umbian masih rendah. Kondisi ini dapat menunjukkan bahwa konsumsi pangan

penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan.

Secara kuantitas perkembangan konsumsi per komoditas di tingkat nasional selama tahun

2009-2014 dapat dilihat pada Tabel 39.

Tabel 39. Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan Kelompok Pangan Periode Tahun 2009-2014

Kelompok Bahan Pangan

Konsumsi gram/kap/hari Kg/kap/thn

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 I. Padi-padian

a. Beras 280,1 273,1 278,7 264,6 263,9 263,5 102,2 99,7 101,7 96,6 96,3 96,2 b. Jagung 6,1 5,6 4,3 5,1 4,5 4,2 2,2 2,0 1,6 1,9 1,6 1,5 c. Terigu 28,3 28,0 29,6 27,0 27,7 28,2 10,3 10,2 10,8 9,8 10,1 10,3 II. Umbi-umbian

a. Singkong 26,2 25,8 28,3 20,6 18,6 17,9 9,6 9,4 10,3 7,5 6,8 6,5 b. Ubi jalar 6,6 6,8 8,3 6,8 6,9 7,5 2,4 2,5 3,0 2,5 2,5 2,7 c. Kentang 4,7 5,2 4,4 4,1 4,4 4,2 1,7 1,9 1,6 1,5 1,6 1,5 d. Sagu 1,1 1,0 1,4 1,2 1,2 1,1 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4 0,4 e. Umbi lainnya 1,5 1,1 1,9 1,3 1,1 1,1 0,6 0,4 0,7 0,5 0,4 0,4 III. Pangan Hewani

a. Daging ruminansia 4,4 5,2 6,1 8,5 4,9 5,2 1,6 1,9 2,2 3,1 1,8 1,9 b. Daging unggas 10,7 13,7 14,5 13,4 13,8 15,1 3,9 5,0 5,3 4,9 5,0 5,5 c. Telur 17,5 22,0 21,7 21,3 20.0 20,3 6,4 8,0 7,9 7,8 7,3 7,4 d. Susu 5,4 6,2 6,4 5,1 6,4 6,7 2,0 2,3 2,3 1,9 2,3 2,4 e. Ikan 46,8 55,1 57,7 53,6 53,4 55,3 17,1 20,1 21,1 19,5 19,5 20,2 IV. Minyak dan Lemak

a. Minyak kelapa 3,4 5,0 4,7 3,2 3,3 2,6 1,3 1,8 1,7 1,2 1,2 0,9 b. Minyak sawit 18,0 20,0 20,5 23,3 22,2 23,9 6,6 7,3 7,5 8,5 8,1 8,7 c. Minyak lainnya 0,4 0,6 0,6 0,4 0,5 0,5 0,1 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 V. Buah/biji berminyak

a. Kelapa 5,9 8,2 7,4 6,8 6,0 5,9 2,2 3,0 2,7 2,5 2,2 2,2 b. Kemiri 0,9 1,3 1,3 1,0 1,1 1,1 0,3 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 VI. Kacang-kacangan

a. Kedelai 19,7 21,0 22,7 21,2 21,3 21,4 7,2 7,7 8,3 7,8 7,8 7,8 b. Kacang tanah 1,3 1,6 1,0 0,8 0,9 0,8 0,5 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 c. Kacang hijau 1,0 1,1 0,8 0,8 0,8 0,8 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 d. Kacang lain 0,5 0,5 0,3 0,7 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,2 0,1 0,1 VII. Gula

a. Gula pasir 21,7 27,3 26,2 23,0 23,6 22,7 7,9 10,0 9,6 8,4 8,6 8,3 b. Gula merah 2,2 2,6 2,6 1,9 1,9 1,8 0,8 1,0 0,9 0,7 0,7 0,7 VIII. Sayuran dan buah

a. Sayur 136,3 169,1 167,5 162,8 156,0 163,4 49,7 61,7 61,1 59,4 56,9 59,6 b. Buah 63,2 95,7 79,7 86,6 82,9 92,9 23,1 34,9 29,1 31,6 30,2 33,9 IX. Lain-lain

a. Minuman 42,7 41,2 45,9 45,7 47,6 49,3 15,6 15,0 16,7 16,7 17,4 18,0 b. Bumbu-bumbuan 10,9 10,0 10,4 9,9 9,6 9,6 4,0 3,6 3,8 3,6 3,5 3,5

Sumber: Susenas 2009 – 2014; BPS, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP

Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain: (1) masih rendahnya daya beli masyarakat, (2) rendahnya

pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan bergizi seimbang,

(3) masih adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap pangan, (4) kurang berkembangnya

teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non

beras dan non terigu, (5) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga, serta (6)

lemahnya partisipasi masyarakat.

Upaya pemerintah dalam rangka penurunan konsumsi beras melalui peningkatan konsumsi

pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian masih mengalami hambatan, antara

lain: (a) produksi umbi-umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-

umbian di pasar; (b) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan

lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan lain-lain) belum memasuki

tahap industrialisasi (scaling up production), sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat

masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi

penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak

dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; dan (d) berbagai produk olahan pangan lokal

belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior.

Upaya mewujudkan penurunan konsumsi beras tidak dapat hanya dilaksanakan melalui

kegiatan di lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi juga harus didukung oleh kegiatan-

kegiatan yang dilakukan kementerian/lembaga lain dan pemangku kepentingan terkait.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan Kementerian Pertanian dalam upaya penurunan

konsumsi beras rumah tangga antara lain: (a) Pemberdayaan kelompok wanita melalui

optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha pengolahan pangan lokal

berbasis tepung-tepungan; (b) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) yang

mendukung pangkin (penyediaan pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah) dan

pengembangan teknologi pangolahan pangan lokal; (c) Sosialisasi dan Promosi

Penganekaragaman Konsumsi Pangan sejak usia dini pada SD/MI; dan (d) Sosialisasi dan

Promosi ke masyarakat umum.

Kedepan, penurunan konsumsi beras rumah tangga perlu introduksi komponen kegiatan di

dalam dan di luar lahan pekarangan untuk pengembangan umbi-umbian, buah, dan sayur.

Upaya selanjutnya untuk meningkatkan penurunan konsumsi beras di masyarakat diperlukan

ketersediaan produk pangan pokok lokal seperti umbi-umbian yang memadai dan

pengelolaan distribusi yang baik, sehingga harga di pasar dapat ditekan. Untuk itu, diperlukan

pengembangan usaha pengolahan pangan pokok lokal lainnya dengan nilai keekonomian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201470

Kementerian Pertanian

yang memadai. Selain itu, kegiatan penumbuhan usaha pengolahan pangan berbasis tepung-

tepungan sudah dapat tercapai secara berkelanjutan, terutama karena kelompok sudah

termotivasi dan mempunyai kemampuan kerja sama usaha kelompok.

Dalam rangka mendorong penurunan konsumsi beras rumah tangga masyarakat,

Kementerian Pertanian melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk kegiatan

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L),

serta Sosialisasi dan Promosi P2KP. Diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan

dampak yang lebih luas di masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan keberagaman pangan

juga diperlukan dukungan sosialisasi/promosi tentang pentingnya penganekaragaman

pangan.

3.3.2.2 Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

Realisasi Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2014 sebesar 83,4 atau tercapai 101,09%

dari target sebesar 82,5 (sangat berhasil). Bila dibandingkan dengan capaian tahun 2013

sebesar 81,4 maka terjadi peningkatan skor PPH sebesar 2 poin atau meningkat sebesar 2,46%.

Secara umum, kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor PPH selama tahun

2009-2014 telah mengalami peningkatan dari 75,7 pada tahun 2009 menjadi 83,4 di tahun

2014.

Dari sisi konsumsi energi dan protein, Data Susenas dari BPS memperlihatkan bahwa selama

periode 2009-2014 konsumsi energi dan konsumsi protein per kapita per hari mengalami

fluktuasi (Tabel 39). Pada tahun 2012-2013, konsumsi energi dan konsumsi protein per kapita

per hari mengalami penurunan, sementara pada tahun-tahun lainnya cenderung meningkat.

Tabel 40. Perkembangan Konsumsi Pangan Energi dan Protein serta Nilai PPH Tahun 2009- 2014

Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Konsumsi Energi (kkal/kap/hari) 1.927 2.025 2.048 1.944 1.930 1.949 Konsumsi Protein (gram/kap/hari) 54,3 57,9 59,1 55,9 55,7 56,6 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4

Sumber data: Susenas 2009-2014 BPS, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran, oleh BKP Kementerian Pertanian 2014

Meskipun berfluktuasi, namun capaian tingkat konsumsi energi per kapita per hari pada

periode 2009 - 2014 tersebut masih dalam batas normal, dengan kisaran di atas 90% AKE

(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG VIII tahun 2004: AKE = 2.000 kkal/kap/hari).

Sementara itu, konsumsi protein selama kurun waktu 2009-2014 sudah melebihi angka

kecukupan protein yang direkomendasikan WNPG VIII tahun 2004 sebesar 52 gram perkapita

perhari.

Dari sisi komposisi kelompok pangan, selama 2009-2014 konsumsi energi masih didominasi

dari kelompok padi-padian dengan kisaran 58-62%, yang melebihi proporsi ideal 50%.

Konsumsi kelompok pangan yang belum mencapai proporsi ideal yaitu konsumsi umbi-

umbian 2-3% (proporsi ideal 6%), konsumsi pangan hewani 7-10% (proporsi ideal 12%), konsumsi

kacang-kacangan 2,8-3,2% (proporsi ideal 5%), konsumsi sayur dan buah 4-5% (proporsi ideal

6%). Sementara itu, konsumsi kelompok pangan yang hampir mendekati dan melebihi

proporsi ideal, yaitu: konsumsi buah/biji berminyak 1-2,6% (proporsi ideal 3%), konsumsi gula

4,5-5,5% (proporsi ideal 5%), dan konsumsi minyak dan lemak 9,8-12,1% (proporsi ideal 12%).

Keragaan Konsumsi Per kelompok Pangan pada Tahun 2009-2014 seperti dalam Tabel 41.

Tabel 41. Konsumsi Energi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pangan Tahun 2009-2014

Energi % AKG Energi % AKG Energi % AKG Energi % AKG Energi %AKG Energi %AKG Energi % AKG

a. Padi-padian 1.236 61,8 1.205 60,2 1.223 61,2 1.155 57,7 1.164 58,2 1.164 58,2 1.000 50,0

b. Umbi-umbian 48 2,4 47 2,3 54 2,7 41 2,0 39 1,9 38 1,9 120 6,0

c. Pangan hewani 148 7,4 178 8,9 186 9,3 183 9,1 174 8,7 183 9,2 240 12,0

d. Minyak dan lemak 195 9,8 229 11,5 232 11,6 241 12,1 233 11,6 243 12,1 200 10,0

e. Buah/biji berminyak 37 1,9 52 2,6 47 2,4 43 2,1 39 1,9 38 1,9 60 3,0

f. Kacang-kacangan 57 2,9 63 3,2 61 3,0 59 2,9 58 2,9 57 2,8 100 5,0

g. Gula 87 4,4 109 5,5 105 5,2 91 4,5 93 4,7 90 4,5 100 5,0

h. Sayur dan buah 84 4,2 108 5,4 104 5,2 100 5,0 96 4,8 101 5 120 6,0

i. Lain-lain 35 1,8 34 1,7 36 1,8 32 1,6 35 1,8 36 1,8 60 3,0

Total 1.927 96,6 2.025 101,3 2.048 102,4 1.945 97,0 1.931 96,5 1.950 97,4 2.000 100,0

Skor PPH

2013 2014 Ideal

75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 100

Kelompok Pangan2009 2010 2011 2012

Sumber data: Susenas BPS 2009-2014, diolah BKP Kementerian Pertanian, 2014

Untuk dapat mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat menuju beragam dan

bergizi seimbang masih diperlukan upaya: (1) peningkatan pengetahuan dan kesadaran

masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA)

melalui Komunikasi, Informasi, Edukasi/KIE (penyusunan KIT dan Modul Penyuluhan di tingkat

lapangan, Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi melalui media cetak, dan

elektronik); (2) peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran dan buah, pangan hewani,

kacang-kacangan yang cukup, dan yang dapat diakses oleh seluruh anggota keluarga

merupakan daya ungkit yang cukup besar untuk dapat meningkatkan skor PPH.

Pencapaian peningkatan Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan memerlukan

dukungan dari Kementerian/Lembaga lainnya yang meliputi: Kementerian Koordinator

Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 71

Kementerian Pertanian

yang memadai. Selain itu, kegiatan penumbuhan usaha pengolahan pangan berbasis tepung-

tepungan sudah dapat tercapai secara berkelanjutan, terutama karena kelompok sudah

termotivasi dan mempunyai kemampuan kerja sama usaha kelompok.

Dalam rangka mendorong penurunan konsumsi beras rumah tangga masyarakat,

Kementerian Pertanian melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk kegiatan

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L),

serta Sosialisasi dan Promosi P2KP. Diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan

dampak yang lebih luas di masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan keberagaman pangan

juga diperlukan dukungan sosialisasi/promosi tentang pentingnya penganekaragaman

pangan.

3.3.2.2 Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

Realisasi Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2014 sebesar 83,4 atau tercapai 101,09%

dari target sebesar 82,5 (sangat berhasil). Bila dibandingkan dengan capaian tahun 2013

sebesar 81,4 maka terjadi peningkatan skor PPH sebesar 2 poin atau meningkat sebesar 2,46%.

Secara umum, kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor PPH selama tahun

2009-2014 telah mengalami peningkatan dari 75,7 pada tahun 2009 menjadi 83,4 di tahun

2014.

Dari sisi konsumsi energi dan protein, Data Susenas dari BPS memperlihatkan bahwa selama

periode 2009-2014 konsumsi energi dan konsumsi protein per kapita per hari mengalami

fluktuasi (Tabel 39). Pada tahun 2012-2013, konsumsi energi dan konsumsi protein per kapita

per hari mengalami penurunan, sementara pada tahun-tahun lainnya cenderung meningkat.

Tabel 40. Perkembangan Konsumsi Pangan Energi dan Protein serta Nilai PPH Tahun 2009- 2014

Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Konsumsi Energi (kkal/kap/hari) 1.927 2.025 2.048 1.944 1.930 1.949 Konsumsi Protein (gram/kap/hari) 54,3 57,9 59,1 55,9 55,7 56,6 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4

Sumber data: Susenas 2009-2014 BPS, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran, oleh BKP Kementerian Pertanian 2014

Meskipun berfluktuasi, namun capaian tingkat konsumsi energi per kapita per hari pada

periode 2009 - 2014 tersebut masih dalam batas normal, dengan kisaran di atas 90% AKE

(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG VIII tahun 2004: AKE = 2.000 kkal/kap/hari).

Sementara itu, konsumsi protein selama kurun waktu 2009-2014 sudah melebihi angka

kecukupan protein yang direkomendasikan WNPG VIII tahun 2004 sebesar 52 gram perkapita

perhari.

Dari sisi komposisi kelompok pangan, selama 2009-2014 konsumsi energi masih didominasi

dari kelompok padi-padian dengan kisaran 58-62%, yang melebihi proporsi ideal 50%.

Konsumsi kelompok pangan yang belum mencapai proporsi ideal yaitu konsumsi umbi-

umbian 2-3% (proporsi ideal 6%), konsumsi pangan hewani 7-10% (proporsi ideal 12%), konsumsi

kacang-kacangan 2,8-3,2% (proporsi ideal 5%), konsumsi sayur dan buah 4-5% (proporsi ideal

6%). Sementara itu, konsumsi kelompok pangan yang hampir mendekati dan melebihi

proporsi ideal, yaitu: konsumsi buah/biji berminyak 1-2,6% (proporsi ideal 3%), konsumsi gula

4,5-5,5% (proporsi ideal 5%), dan konsumsi minyak dan lemak 9,8-12,1% (proporsi ideal 12%).

Keragaan Konsumsi Per kelompok Pangan pada Tahun 2009-2014 seperti dalam Tabel 41.

Tabel 41. Konsumsi Energi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pangan Tahun 2009-2014

Energi % AKG Energi % AKG Energi % AKG Energi % AKG Energi %AKG Energi %AKG Energi % AKG

a. Padi-padian 1.236 61,8 1.205 60,2 1.223 61,2 1.155 57,7 1.164 58,2 1.164 58,2 1.000 50,0

b. Umbi-umbian 48 2,4 47 2,3 54 2,7 41 2,0 39 1,9 38 1,9 120 6,0

c. Pangan hewani 148 7,4 178 8,9 186 9,3 183 9,1 174 8,7 183 9,2 240 12,0

d. Minyak dan lemak 195 9,8 229 11,5 232 11,6 241 12,1 233 11,6 243 12,1 200 10,0

e. Buah/biji berminyak 37 1,9 52 2,6 47 2,4 43 2,1 39 1,9 38 1,9 60 3,0

f. Kacang-kacangan 57 2,9 63 3,2 61 3,0 59 2,9 58 2,9 57 2,8 100 5,0

g. Gula 87 4,4 109 5,5 105 5,2 91 4,5 93 4,7 90 4,5 100 5,0

h. Sayur dan buah 84 4,2 108 5,4 104 5,2 100 5,0 96 4,8 101 5 120 6,0

i. Lain-lain 35 1,8 34 1,7 36 1,8 32 1,6 35 1,8 36 1,8 60 3,0

Total 1.927 96,6 2.025 101,3 2.048 102,4 1.945 97,0 1.931 96,5 1.950 97,4 2.000 100,0

Skor PPH

2013 2014 Ideal

75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 100

Kelompok Pangan2009 2010 2011 2012

Sumber data: Susenas BPS 2009-2014, diolah BKP Kementerian Pertanian, 2014

Untuk dapat mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat menuju beragam dan

bergizi seimbang masih diperlukan upaya: (1) peningkatan pengetahuan dan kesadaran

masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA)

melalui Komunikasi, Informasi, Edukasi/KIE (penyusunan KIT dan Modul Penyuluhan di tingkat

lapangan, Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi melalui media cetak, dan

elektronik); (2) peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran dan buah, pangan hewani,

kacang-kacangan yang cukup, dan yang dapat diakses oleh seluruh anggota keluarga

merupakan daya ungkit yang cukup besar untuk dapat meningkatkan skor PPH.

Pencapaian peningkatan Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan memerlukan

dukungan dari Kementerian/Lembaga lainnya yang meliputi: Kementerian Koordinator

Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201472

Kementerian Pertanian

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,

Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),

Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Urusan Logistik (BULOG), serta pemangku kepentingan

lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. Dukungan instansi tersebut tertuang dalam

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian

(Permentan) Nomor 43 Tahun 2009, di mana instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan

Ketahanan Pangan, sehingga diperlukan komitmen, koordinasi, dan kerjasama dengan

instansi terkait dengan peran serta dari masing-masing instansi.

Dalam rangka mendukung keberhasilan pencapaian indikator Skor Pola Pangan Harapan

(PPH) pada tahun 2014, melalui Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan

Masyarakat, Kementerian Pertanian melakukan berbagai kegiatan, seperti: (1) Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari

(KRPL) dalam bentuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, (2) Model

Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP sejak usia

dini (SD/MI) dan masyarakat.

Di samping itu, Program penelitian dan pengembangan teknologi juga melakukan kegiatan

dalam rangka mendukung upaya peningkatan diversifikasi pangan yaitu melalui

pengembangan teknologi pengembangan beras artifisial fungsional lambat cerna. Pada TA.

2013 telah diperoleh teknologi beras artifisial fungsional (BAF), yang pada TA. 2014 telah

ditingkatkan skala produksinya pada skala pengembangan (35-40 kg). Beras artifisial ini dibuat

dari tepung kasava termodifikasi, tepung sorgum dan bahan-bahan tambahan dalam jumlah

sedikit. Beras artifisial tergolong beras berkadar amilosa tinggi karena amilosanya mendekati

27%. Implementasi dan uji produksi beras artifisial telah dilaksanakan di rumah produksi beras

analog UPH kelompok tani Margo Mulyo, Desa Mlarak, Ponorogo. Keunggulan teknologi

beras artifisial ini, adalah: (a) waktu tanak cukup singkat yaitu 7-8 menit, (b) memiliki

karakteristik sifat fungsional meliputi daya cerna pati 73,53-75,30% dan serat pangan 5,50-

6,31%, dan (c) Komposisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya

lokal.

Untuk mendukung pelaksanaan indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun

dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH), pada Tahun 2014 Kementerian Pertanian

mengalokasikan anggaran senilai Rp143.277.012.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31

Desember 2014 senilai Rp139.794.336.779,00 atau capaiannya sebesar 97,57%. Anggaran

tersebut terbagi pada kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Sosialisasi dan Promosi P2KP sejak usia dini

pada SD/MI dan pada masyarakat umum, serta membangun Model Pengembangan Pangan

Pokok Lokal (MP3L).

3.3.3 Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor terdiri dari 5 indikator kinerja.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kelima indikator kinerja tersebut dapat disimpulkan

bahwa capaian untuk 2 indikator sangat berhasil, 1 indikator cukup berhasil, dan 2 indikator

lainnya kurang berhasil, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 42 berikut.

Tabel 42. Capaian Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Tahun 2014

No Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian

1 Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet (%)

50 71,87 143,74

2 Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan (%) 35 8,86 25,31 3 Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi

gandum/terigu impor (%) 11 3,10 28,18

4 Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (%)

10 33,41 334,10

5 Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian (USD miliar) 23 14,19 66,04 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.3.1 Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi dan Bahan Olahan Karet

Indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan

olahan karet diukur dengan menggunakan 3 parameter yaitu: (1) tersertifikasinya semua

produk pertanian organik pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib), (2) tersertifikasinya

semua produk kakao fermentasi pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib), dan

(3) tersertifikasinya semua produk bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi

wajib). Capaian indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi

dan bahan olahan karet tahun 2014 seperti pada Tabel 43 berikut.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 73

Kementerian Pertanian

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,

Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),

Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Urusan Logistik (BULOG), serta pemangku kepentingan

lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. Dukungan instansi tersebut tertuang dalam

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian

(Permentan) Nomor 43 Tahun 2009, di mana instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan

Ketahanan Pangan, sehingga diperlukan komitmen, koordinasi, dan kerjasama dengan

instansi terkait dengan peran serta dari masing-masing instansi.

Dalam rangka mendukung keberhasilan pencapaian indikator Skor Pola Pangan Harapan

(PPH) pada tahun 2014, melalui Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan

Masyarakat, Kementerian Pertanian melakukan berbagai kegiatan, seperti: (1) Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari

(KRPL) dalam bentuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, (2) Model

Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP sejak usia

dini (SD/MI) dan masyarakat.

Di samping itu, Program penelitian dan pengembangan teknologi juga melakukan kegiatan

dalam rangka mendukung upaya peningkatan diversifikasi pangan yaitu melalui

pengembangan teknologi pengembangan beras artifisial fungsional lambat cerna. Pada TA.

2013 telah diperoleh teknologi beras artifisial fungsional (BAF), yang pada TA. 2014 telah

ditingkatkan skala produksinya pada skala pengembangan (35-40 kg). Beras artifisial ini dibuat

dari tepung kasava termodifikasi, tepung sorgum dan bahan-bahan tambahan dalam jumlah

sedikit. Beras artifisial tergolong beras berkadar amilosa tinggi karena amilosanya mendekati

27%. Implementasi dan uji produksi beras artifisial telah dilaksanakan di rumah produksi beras

analog UPH kelompok tani Margo Mulyo, Desa Mlarak, Ponorogo. Keunggulan teknologi

beras artifisial ini, adalah: (a) waktu tanak cukup singkat yaitu 7-8 menit, (b) memiliki

karakteristik sifat fungsional meliputi daya cerna pati 73,53-75,30% dan serat pangan 5,50-

6,31%, dan (c) Komposisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya

lokal.

Untuk mendukung pelaksanaan indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun

dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH), pada Tahun 2014 Kementerian Pertanian

mengalokasikan anggaran senilai Rp143.277.012.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31

Desember 2014 senilai Rp139.794.336.779,00 atau capaiannya sebesar 97,57%. Anggaran

tersebut terbagi pada kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Sosialisasi dan Promosi P2KP sejak usia dini

pada SD/MI dan pada masyarakat umum, serta membangun Model Pengembangan Pangan

Pokok Lokal (MP3L).

3.3.3 Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor terdiri dari 5 indikator kinerja.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kelima indikator kinerja tersebut dapat disimpulkan

bahwa capaian untuk 2 indikator sangat berhasil, 1 indikator cukup berhasil, dan 2 indikator

lainnya kurang berhasil, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 42 berikut.

Tabel 42. Capaian Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Tahun 2014

No Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian

1 Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet (%)

50 71,87 143,74

2 Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan (%) 35 8,86 25,31 3 Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi

gandum/terigu impor (%) 11 3,10 28,18

4 Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (%)

10 33,41 334,10

5 Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian (USD miliar) 23 14,19 66,04 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.3.1 Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi dan Bahan Olahan Karet

Indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan

olahan karet diukur dengan menggunakan 3 parameter yaitu: (1) tersertifikasinya semua

produk pertanian organik pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib), (2) tersertifikasinya

semua produk kakao fermentasi pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib), dan

(3) tersertifikasinya semua produk bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi

wajib). Capaian indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi

dan bahan olahan karet tahun 2014 seperti pada Tabel 43 berikut.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201474

Kementerian Pertanian

Tabel 43. Capaian Indikator Kinerja Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi dan Bahan Olahan Karet (Pemberlakukan Sertifikasi Wajib) Tahun 2014

No Indikator Kinerja Target % Capaian

1 Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet

- 25 sertifikat produk pertanian organik 112,00

- Terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib kakao fermentasi

3,60

- Terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib bokar

100,00

Capaian Total 71,87 Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Pada tahun 2014 indikator yang ingin dicapai untuk ketiga parameter tersebut, masing-

masing: (1) sertifikasi untuk 25 produk pertanian organik, (2) terpenuhinya tahapan sertifikasi

wajib kakao fermentasi, dan (3) terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib bahan olahan karet

(bokar). Capaian dari indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao

fermentasi dan bahan olahan karet tahun 2014 adalah sebesar 71,87%, melebihi dari target

sebesar 50%, atau secara ukuran keberhasilan sebesar 143,74% (sangat berhasil).

(1) Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik

Produk pertanian organik di Indonesia terdiri dari: beras, sayuran (25 jenis), buah (10 jenis),

lada, kopi, kakao, kayu manis, mete, vanilla, teh, gula kelapa, dan biofarmaka. Lembaga

Sertifikasi Produk Organik (LSPO) di Indonesia ada 8 yaitu: PT. Sucofindo, PT. Mutu Agung

Lestari, PT. Lesos, PT. Persada, LSO Sumbar, Inofice, PT. Biocert dan SDS. LSPO berwenang

menerbitkan sertifikat untuk produk pertanian organik. Data mengenai luasan organik yang

dapat dipantau berasal dari 6 LSPO dan PT. Biocert sedangkan LSO Sumbar tidak memberikan

datanya.

Tersertifikasinya semua produk pertanian organik dapat dihitung dengan mengetahui berapa

banyak (ton) jumlah produk pertanian organik Indonesia yang memperoleh sertifikat setiap

tahun dan membandingkannya terhadap berapa banyak produk pertanian organik yang

mengajukan sertifikat ditambah produk pertanian organik lainnya, yang dihasilkan Indonesia

pada tahun yang sama. Namun sampai saat ini, hal ini belum pernah dipantau. Direncanakan

akan dilaksanakan kerjasama pemantauan dengan 8 LSPO.

Untuk keperluan menghitung capaian indikator sertifikasi produk pertanian organik ini

dipergunakan pendekatan jumlah Kelompok Usaha/Gapoktan/Poktan binaan Kementerian

Pertanian yang telah memperoleh sertifikasi organik sesuai SNI 6729 2013 yang dikeluarkan

oleh Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO).

Untuk tahun 2014, realisasi jumlah Kelompok Usaha/Gapoktan/Poktan yang telah

memperoleh sertifikasi organik adalah 28 Gapoktan/pelaku usaha, lebih besar dari target 25

Gapoktan/pelaku usaha, atau persentase realisasi mencapai 112% (sangat berhasil). Persentase

capaian Gapoktan/pelaku usaha yang memperoleh sertifikasi organik tahun 2014 sebesar 112%

ini lebih rendah dari tahun 2013 sebesar 140%.

Selama periode 2010-2014, dari target 105 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan yang akan

memperoleh sertifikasi organik, realisasi mencapai 125 Gapoktan/Poktan/pelaku usaha yang

telah memperoleh sertifikasi organik. Dengan demikian, realisasi jumlah

Gapoktan/Poktan/Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi organik selama lima tahun

(2010-2014) telah melebihi target.

Dari total 28 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan yang telah dibina dan disertifikasi oleh

Kementerian Pertanian, terdiri dari sertifikasi organik nasional sejumlah 25 Pelaku

Usaha/Gapoktan/Poktan dengan luasan 703.5 ha (untuk komoditas kopi, gula kelapa, mete,

sayuran, manggis, salak, mangga, beras) dan sertifikasi organik internasional (pemenuhan

standar Jepang, Eropa, dan Amerika) sejumlah 3 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan dengan luas

lahan 328 ha (untuk komoditas gula aren dan kayu manis). Target dan Realisasi Sertifikasi

Produk Pertanian Organik Tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 44 berikut.

Tabel 44. Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun 2010-2014 Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

Target (Gapoktan/pelaku usaha) 10 20 25 25 25

Realisasi (Gapoktan/pelaku usaha) 9 18 35 35 28

Realisasi/Target (%) 90 90 140 140 112

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 (Satuan: Jumlah Gapoktan/Pelaku Usaha yang Memperoleh Sertifikat Organik)

(2) Tersertifikasinya Semua Produk Kakao Fermentasi pada 2014

Produk kakao fermentasi yang disertifikasi oleh Otoritas Kompeten Keamanan Daerah (OKKP-

D) mencerminkan/menggambarkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan

pangan. Lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat keamanan pangan untuk kakao

fermentasi adalah Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) adalah OKKP-D

yang terdapat di 34 Propinsi.

Sampai dengan 2014, OKKPD belum pernah mengeluarkan sertifikat keamanan pangan untuk

kakao fermentasi mengingat bahwa Permentan tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 75

Kementerian Pertanian

Tabel 43. Capaian Indikator Kinerja Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi dan Bahan Olahan Karet (Pemberlakukan Sertifikasi Wajib) Tahun 2014

No Indikator Kinerja Target % Capaian

1 Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet

- 25 sertifikat produk pertanian organik 112,00

- Terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib kakao fermentasi

3,60

- Terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib bokar

100,00

Capaian Total 71,87 Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Pada tahun 2014 indikator yang ingin dicapai untuk ketiga parameter tersebut, masing-

masing: (1) sertifikasi untuk 25 produk pertanian organik, (2) terpenuhinya tahapan sertifikasi

wajib kakao fermentasi, dan (3) terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib bahan olahan karet

(bokar). Capaian dari indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao

fermentasi dan bahan olahan karet tahun 2014 adalah sebesar 71,87%, melebihi dari target

sebesar 50%, atau secara ukuran keberhasilan sebesar 143,74% (sangat berhasil).

(1) Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik

Produk pertanian organik di Indonesia terdiri dari: beras, sayuran (25 jenis), buah (10 jenis),

lada, kopi, kakao, kayu manis, mete, vanilla, teh, gula kelapa, dan biofarmaka. Lembaga

Sertifikasi Produk Organik (LSPO) di Indonesia ada 8 yaitu: PT. Sucofindo, PT. Mutu Agung

Lestari, PT. Lesos, PT. Persada, LSO Sumbar, Inofice, PT. Biocert dan SDS. LSPO berwenang

menerbitkan sertifikat untuk produk pertanian organik. Data mengenai luasan organik yang

dapat dipantau berasal dari 6 LSPO dan PT. Biocert sedangkan LSO Sumbar tidak memberikan

datanya.

Tersertifikasinya semua produk pertanian organik dapat dihitung dengan mengetahui berapa

banyak (ton) jumlah produk pertanian organik Indonesia yang memperoleh sertifikat setiap

tahun dan membandingkannya terhadap berapa banyak produk pertanian organik yang

mengajukan sertifikat ditambah produk pertanian organik lainnya, yang dihasilkan Indonesia

pada tahun yang sama. Namun sampai saat ini, hal ini belum pernah dipantau. Direncanakan

akan dilaksanakan kerjasama pemantauan dengan 8 LSPO.

Untuk keperluan menghitung capaian indikator sertifikasi produk pertanian organik ini

dipergunakan pendekatan jumlah Kelompok Usaha/Gapoktan/Poktan binaan Kementerian

Pertanian yang telah memperoleh sertifikasi organik sesuai SNI 6729 2013 yang dikeluarkan

oleh Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO).

Untuk tahun 2014, realisasi jumlah Kelompok Usaha/Gapoktan/Poktan yang telah

memperoleh sertifikasi organik adalah 28 Gapoktan/pelaku usaha, lebih besar dari target 25

Gapoktan/pelaku usaha, atau persentase realisasi mencapai 112% (sangat berhasil). Persentase

capaian Gapoktan/pelaku usaha yang memperoleh sertifikasi organik tahun 2014 sebesar 112%

ini lebih rendah dari tahun 2013 sebesar 140%.

Selama periode 2010-2014, dari target 105 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan yang akan

memperoleh sertifikasi organik, realisasi mencapai 125 Gapoktan/Poktan/pelaku usaha yang

telah memperoleh sertifikasi organik. Dengan demikian, realisasi jumlah

Gapoktan/Poktan/Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi organik selama lima tahun

(2010-2014) telah melebihi target.

Dari total 28 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan yang telah dibina dan disertifikasi oleh

Kementerian Pertanian, terdiri dari sertifikasi organik nasional sejumlah 25 Pelaku

Usaha/Gapoktan/Poktan dengan luasan 703.5 ha (untuk komoditas kopi, gula kelapa, mete,

sayuran, manggis, salak, mangga, beras) dan sertifikasi organik internasional (pemenuhan

standar Jepang, Eropa, dan Amerika) sejumlah 3 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan dengan luas

lahan 328 ha (untuk komoditas gula aren dan kayu manis). Target dan Realisasi Sertifikasi

Produk Pertanian Organik Tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 44 berikut.

Tabel 44. Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun 2010-2014 Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

Target (Gapoktan/pelaku usaha) 10 20 25 25 25

Realisasi (Gapoktan/pelaku usaha) 9 18 35 35 28

Realisasi/Target (%) 90 90 140 140 112

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 (Satuan: Jumlah Gapoktan/Pelaku Usaha yang Memperoleh Sertifikat Organik)

(2) Tersertifikasinya Semua Produk Kakao Fermentasi pada 2014

Produk kakao fermentasi yang disertifikasi oleh Otoritas Kompeten Keamanan Daerah (OKKP-

D) mencerminkan/menggambarkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan

pangan. Lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat keamanan pangan untuk kakao

fermentasi adalah Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) adalah OKKP-D

yang terdapat di 34 Propinsi.

Sampai dengan 2014, OKKPD belum pernah mengeluarkan sertifikat keamanan pangan untuk

kakao fermentasi mengingat bahwa Permentan tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201476

Kementerian Pertanian

Kakao diberlakukan wajib pada tahun 2016. Oeh karena itu pelaku usaha/gapoktan/poktan

kakao diwajibkan membentuk Unit Fermentasi dan Pengolahan Biji Kakao (UFPBK) serta

mengajukan sertifikasi keamanan pangan biji kakao kepada OKKP-D.

Untuk indikator tersertifikasinya produk kakao fermentasi, capaian dihitung melalui rumus

sebagai berikut: Jumlah kakao fermentasi yang memenuhi syarat untuk disertifikasi tahun

2014 dibagi dengan jumlah semua kakao fermentasi yang dihasilkan tahun 2014.

Jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri dihitung berdasarkan jumlah

produksi kakao di setiap wilayah sentra kakao dikalikan persentase biji kakao yang

difermentasi. Persentase biji kakao fermentasi di setiap provinsi berbeda-beda berdasarkan

informasi yang diperoleh dari petugas Dinas Perkebunan Provinsi setempat. Jumlah kakao

fermentasi tahun 2014 sebesar 94.882 ton (12.46% dari total produksi kakao). Namun demikian

kakao fermentasi yang dihasilkan belum semuanya memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan oleh industri kakao.

Di Indonesia terdapat 19 industri kakao. Industri kakao yang membutuhkan bahan baku kakao

fermentasi adalah industri kakao yang menghasilkan cocoa butter dan cocoa powder (hanya

ada 3 industri kakao dimaksud). Berdasarkan data AIKI, kebutuhan kakao fermentasi industri

kakao dalam negeri pada tahun 2014 adalah 84.000 ton. Saat ini kebutuhan kakao fermentasi

industri dalam negeri sebagian besar dipenuhi dari impor. Tahun 2014 impor kakao fermentasi

sebesar 80.544 ton (data PUSDATIN Kementerian Pertanian). Jumlah kakao fermentasi yang

memenuhi persyaratan mutu biji kakao dan diserap oleh industri kakao dalam negeri sebesar

3.456 ton (dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan kakao fermentasi oleh industri

kakao dalam negeri dengan jumlah impor kakao fermentasi).

Maka persentase kakao fermentasi yang tersertifikasi dan dapat diterima oleh industri kakao

adalah sebesar Jumlah kakao fermentasi yang diterima oleh indutri kakao dalam negeri/

Jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri = 3.456/94.820 x 100 persen = 3,6%.

Angka persentase jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri di tahun 2014

sebesar 3,6% ini masih jauh dari yang diharapkan, meskipun sudah lebih tinggi dari tahun 2013

sebesar 1%, dan bahkan paling tinggi selama periode 2010-2014 (Tabel 45).

Tabel 45. Perbandingan Kakao Fermentasi Dalam Negeri Yang diserap Industri Kakao Terhadap Produksi Kakao Fermentasi 2010-2014

No Tahun Kakao Fermentasi yang Diserap

industri Kakao DN (Ton) Produksi Kakao

Fermentasi DN (Ton) %

1 2010 837,92 83.792 1 2 2011 712,23 71.223 1 3 2012 740,51 74.051 1 4 2013 720,86 72.086 1 5 2014 3.456 94.820 3,64

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Upaya untuk meningkatkan persentasi jumlah kakao fermentasi tersertifikasi yang diterima

oleh industri kakao dalam negeri, dilakukan melalui pemberlakuan wajib fermentasi yaitu

Permentan No. 67/Permentan/OT.140/5/2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji

Kakao, sehingga diharapkan usaha pemberlakuan wajib fermentasi kakao dapat lebih

ditingkatkan lagi.

(3) Tersertifikasinya Semua Produk Bahan Olahan Karet

UPPB adalah Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang sudah teregister artinya

unit tersebut telah menerapkan SOP Bokar Bersih yang dibuktikan dengan Surat Tanda

Register (STR) dari dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota, sehingga bokar

tersebut tidak memerlukan pengujian sebagai bahan baku industri crumb rubber. UPPB yang

teregister berwenang mengeluarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Bokar Bersih bagi pekebun

atau kelompok pekebun dalam wilayah kerjanya.

Sesuai Permentan Nomor 38 Tahun 2008, setiap sentra produksi karet harus membentuk

UPPB. Daerah yang bukan merupakan sentra karet tetapi menghasilkan produk karet agar

diupayakan untuk membentuk UPPB. Terdapat lima sentra produksi karet yang dijadikan

model pembentukan UPPB (Jambi, Sumsel, Riau, Kalbar dan Kalsel). Target kumulatif UPPB

yang teregistrasi tahun 2014 sebesar 119 unit. UPPB yang ada di Indonesia sampai akhir tahun

2014 ada sebanyak 281 unit dan sudah teregistrasi sebanyak 119 Unit dengan rincian: Sumsel

(68), Riau (3), Jambi (5), Kalsel (22), Kalbar (7) dan Kalteng (14). Produksi Bokar bersih yang

dihasilkan dari UPPB teregistrasi adalah sebagai berikut:

• Sumsel: 250 ton x 12 bulan x 68 UPPB = 204.000 ton

• Riau: 50 ton x 12 bulan x 3 UPPB = 6.150 ton

• Jambi: 8 ton x 12 bulan x 5 UPPB = 480 ton

• Kalsel: 20 ton x 12 bulan x 22 UPPB = 5.280 ton

• Kalbar: 5 ton x 12 bulan x 7 UPPB = 420 ton

• Kalteng: 15 ton x 12 bulan x 14 UPPB = 2.520 ton

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 77

Kementerian Pertanian

Kakao diberlakukan wajib pada tahun 2016. Oeh karena itu pelaku usaha/gapoktan/poktan

kakao diwajibkan membentuk Unit Fermentasi dan Pengolahan Biji Kakao (UFPBK) serta

mengajukan sertifikasi keamanan pangan biji kakao kepada OKKP-D.

Untuk indikator tersertifikasinya produk kakao fermentasi, capaian dihitung melalui rumus

sebagai berikut: Jumlah kakao fermentasi yang memenuhi syarat untuk disertifikasi tahun

2014 dibagi dengan jumlah semua kakao fermentasi yang dihasilkan tahun 2014.

Jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri dihitung berdasarkan jumlah

produksi kakao di setiap wilayah sentra kakao dikalikan persentase biji kakao yang

difermentasi. Persentase biji kakao fermentasi di setiap provinsi berbeda-beda berdasarkan

informasi yang diperoleh dari petugas Dinas Perkebunan Provinsi setempat. Jumlah kakao

fermentasi tahun 2014 sebesar 94.882 ton (12.46% dari total produksi kakao). Namun demikian

kakao fermentasi yang dihasilkan belum semuanya memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan oleh industri kakao.

Di Indonesia terdapat 19 industri kakao. Industri kakao yang membutuhkan bahan baku kakao

fermentasi adalah industri kakao yang menghasilkan cocoa butter dan cocoa powder (hanya

ada 3 industri kakao dimaksud). Berdasarkan data AIKI, kebutuhan kakao fermentasi industri

kakao dalam negeri pada tahun 2014 adalah 84.000 ton. Saat ini kebutuhan kakao fermentasi

industri dalam negeri sebagian besar dipenuhi dari impor. Tahun 2014 impor kakao fermentasi

sebesar 80.544 ton (data PUSDATIN Kementerian Pertanian). Jumlah kakao fermentasi yang

memenuhi persyaratan mutu biji kakao dan diserap oleh industri kakao dalam negeri sebesar

3.456 ton (dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan kakao fermentasi oleh industri

kakao dalam negeri dengan jumlah impor kakao fermentasi).

Maka persentase kakao fermentasi yang tersertifikasi dan dapat diterima oleh industri kakao

adalah sebesar Jumlah kakao fermentasi yang diterima oleh indutri kakao dalam negeri/

Jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri = 3.456/94.820 x 100 persen = 3,6%.

Angka persentase jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri di tahun 2014

sebesar 3,6% ini masih jauh dari yang diharapkan, meskipun sudah lebih tinggi dari tahun 2013

sebesar 1%, dan bahkan paling tinggi selama periode 2010-2014 (Tabel 45).

Tabel 45. Perbandingan Kakao Fermentasi Dalam Negeri Yang diserap Industri Kakao Terhadap Produksi Kakao Fermentasi 2010-2014

No Tahun Kakao Fermentasi yang Diserap

industri Kakao DN (Ton) Produksi Kakao

Fermentasi DN (Ton) %

1 2010 837,92 83.792 1 2 2011 712,23 71.223 1 3 2012 740,51 74.051 1 4 2013 720,86 72.086 1 5 2014 3.456 94.820 3,64

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Upaya untuk meningkatkan persentasi jumlah kakao fermentasi tersertifikasi yang diterima

oleh industri kakao dalam negeri, dilakukan melalui pemberlakuan wajib fermentasi yaitu

Permentan No. 67/Permentan/OT.140/5/2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji

Kakao, sehingga diharapkan usaha pemberlakuan wajib fermentasi kakao dapat lebih

ditingkatkan lagi.

(3) Tersertifikasinya Semua Produk Bahan Olahan Karet

UPPB adalah Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang sudah teregister artinya

unit tersebut telah menerapkan SOP Bokar Bersih yang dibuktikan dengan Surat Tanda

Register (STR) dari dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota, sehingga bokar

tersebut tidak memerlukan pengujian sebagai bahan baku industri crumb rubber. UPPB yang

teregister berwenang mengeluarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Bokar Bersih bagi pekebun

atau kelompok pekebun dalam wilayah kerjanya.

Sesuai Permentan Nomor 38 Tahun 2008, setiap sentra produksi karet harus membentuk

UPPB. Daerah yang bukan merupakan sentra karet tetapi menghasilkan produk karet agar

diupayakan untuk membentuk UPPB. Terdapat lima sentra produksi karet yang dijadikan

model pembentukan UPPB (Jambi, Sumsel, Riau, Kalbar dan Kalsel). Target kumulatif UPPB

yang teregistrasi tahun 2014 sebesar 119 unit. UPPB yang ada di Indonesia sampai akhir tahun

2014 ada sebanyak 281 unit dan sudah teregistrasi sebanyak 119 Unit dengan rincian: Sumsel

(68), Riau (3), Jambi (5), Kalsel (22), Kalbar (7) dan Kalteng (14). Produksi Bokar bersih yang

dihasilkan dari UPPB teregistrasi adalah sebagai berikut:

• Sumsel: 250 ton x 12 bulan x 68 UPPB = 204.000 ton

• Riau: 50 ton x 12 bulan x 3 UPPB = 6.150 ton

• Jambi: 8 ton x 12 bulan x 5 UPPB = 480 ton

• Kalsel: 20 ton x 12 bulan x 22 UPPB = 5.280 ton

• Kalbar: 5 ton x 12 bulan x 7 UPPB = 420 ton

• Kalteng: 15 ton x 12 bulan x 14 UPPB = 2.520 ton

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201478

Kementerian Pertanian

Total produksi bokar bersih yang dihasilkan oleh 119 UPPB yang sudah teregister sampai

Desember 2014 adalah sebesar 218.850 ton, sedangkan ketersediaan bokar sampai akhir 2014

yang diproduksi petani menurut Gapkindo sebesar 5.040.000 ton. Sehingga Persentase bokar

bersih yang memperoleh sertifikat dibandingkan produk bokar bersih yang dihasilkan sampai

akhir 2014: 218.850 ton / 5.040.000 ton x 100% = 4,34%. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB

teregister periode 2010-2014 seperti pada Tabel 46.

Tabel 46. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode 2010-2014

Alat Ukur Target Realisasi

2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014

Terbentuknya UPPB di provinsi sentra (unit) 236 46 53 105 135 280 UPPB Teregister (unit) 119 0 7 16 36 119

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Capaian parameter Tersertifikasinya Semua Produk Bahan Olahan Karet dihitung dengan

membandingkan jumlah kumulatif UPPB yang teregister dengan target UPPB teregister

periode 2010-2014. Pada tabel diatas terlihat bahwa capaian kumulatif untuk jumlah UPPB

teregister periode 2010-2014 sebanyak 119 unit dari target kumulatif (target akhir 2014)

sebanyak 119 unit sehingga capaiannya sebesar 100%

Capaian indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan

bahan olahan karet pada tahun 2014 yang terdiri dari 3 parameter: (a) tersertifikasinya semua

produk pertanian organik pada 2014; (b) tersertifikasinya semua produk kakao fermentasi

pada 2014; dan (c) tersertifikasinya semua produk bahan olahan karet pada 2014 diperoleh

dengan menghitung rerata capaian kinerja tersertifikasinya semua produk pertanian organik,

kakao fermentasi dan bahan olahan karet adalah: (112% + 3,6% + 100%): 3 = 71,87%. Jika

dibandingkan dengan target indikator sebesar 50% maka didapatkan capaian ukuran

keberhasilan sebesar 143,74% (sangat berhasil).

Hal-hal yang mendorong yang keberhasilan indikator Tersertifikasinya semua produk

pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet sehingga capaiannya melebihi

dari target, adalah sebagai berikut: (a) Jumlah pelaku usaha/Gapoktan/Poktan yang mengikuti

pembinaan sertifikasi produk organik melebihi dari yang ditargetkan; (b) Adanya dukungan

regulasi dengan diterbitkannya Permentan no 67 tahun 2014 tentang persyaratan mutu dan

pemasaran biji kakao. Dalam Permentan ini dinyatakan bahwa biji kakao yang diedarkan harus

memenuhi persyaratan minimal biji kakao fermentasi; (c) Adanya dukungan Regulasi dengan

diterbitkannya Permentan Nomor 38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman

Pengolahan Pemasaran Bokar dan Permendag no 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang

Pengawasan Mutu Bokar SIR yang Diperdagangkan. Dengan adanya kedua regulasi ini maka

UPPB diharapkan dapat menghasilkan bokar bersih dengan kualitas yang ditentukan sehingga

dapat diterima oleh industri crumb rubber.

Untuk mendukung pelaksanaan indikator Tersertifikasinya semua produk pertanian organik,

Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet pada Tahun 2014, dialokasikan anggaran senilai

Rp23.802.939.000,00,

dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp22.359.282.617,00 atau

capaiannya sebesar 93,93%.

Anggaran tersebut dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan seperti:

(a) Kegiatan Pusat yaitu Bimbingan Teknis Fasilitator Organik;

(b) Kegiatan Dekon yaitu Pembinaan dan Sertifikasi Pertanian Organik di 10 Propinsi;

(c) Penetapan sistem jaminan mutu kakao;

(d) Bimtek Fasilitator Mutu kopi dan Kakao;

(e) Sosialisasi dan pengawalan implementasi Permentan 67 Tahun 2014;

(f) Capacity Building pengembangan mutu biji kakao;

(g) Penerapan sistem jaminan mutu; dan

(h) Fasilitasi alat pengembangan bokar bersih untuk 97 kelompok tani, dimana alat yang

diberikan antara lain: mangkok sadap, talang sadap, ring sadap, pisau sadap, timbangan,

dan hand mangel.

3.3.3.2. Meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan

Dalam rangka peningkatan produk olahan hasil pertanian telah dilakukan berbagai upaya,

antara lain pengembangan agroindustri perdesaan untuk semua subsektor lingkup sektor

pertanian, peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan, peningkatan efisiensi

usaha pengolahan hasil pertanian melalui optimalisasi dan modernisasi sarana pengolahan,

peningkatan kemampuan dan pemberdayaan SDM pengolahan dan penguatan lembaga

usaha pengolahan hasil di tingkat petani serta peningkatan upaya pengelolaan lingkungan.

Dari berbagai upaya tersebut diharapkan produk olahan pertanian yang diperdagangkan

terutama yang diekspor dapat meningkat. Volume ekspor produk olahan dan ekspor olahan

dan segar untuk komoditi andalan ekspor dapat dilihat pada Tabel 47 berikut.

Tabel 47. Volume Ekspor Olahan, Segar dan Total Olahan dan Segar Tahun 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 79

Kementerian Pertanian

Total produksi bokar bersih yang dihasilkan oleh 119 UPPB yang sudah teregister sampai

Desember 2014 adalah sebesar 218.850 ton, sedangkan ketersediaan bokar sampai akhir 2014

yang diproduksi petani menurut Gapkindo sebesar 5.040.000 ton. Sehingga Persentase bokar

bersih yang memperoleh sertifikat dibandingkan produk bokar bersih yang dihasilkan sampai

akhir 2014: 218.850 ton / 5.040.000 ton x 100% = 4,34%. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB

teregister periode 2010-2014 seperti pada Tabel 46.

Tabel 46. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode 2010-2014

Alat Ukur Target Realisasi

2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014

Terbentuknya UPPB di provinsi sentra (unit) 236 46 53 105 135 280 UPPB Teregister (unit) 119 0 7 16 36 119

Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Capaian parameter Tersertifikasinya Semua Produk Bahan Olahan Karet dihitung dengan

membandingkan jumlah kumulatif UPPB yang teregister dengan target UPPB teregister

periode 2010-2014. Pada tabel diatas terlihat bahwa capaian kumulatif untuk jumlah UPPB

teregister periode 2010-2014 sebanyak 119 unit dari target kumulatif (target akhir 2014)

sebanyak 119 unit sehingga capaiannya sebesar 100%

Capaian indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan

bahan olahan karet pada tahun 2014 yang terdiri dari 3 parameter: (a) tersertifikasinya semua

produk pertanian organik pada 2014; (b) tersertifikasinya semua produk kakao fermentasi

pada 2014; dan (c) tersertifikasinya semua produk bahan olahan karet pada 2014 diperoleh

dengan menghitung rerata capaian kinerja tersertifikasinya semua produk pertanian organik,

kakao fermentasi dan bahan olahan karet adalah: (112% + 3,6% + 100%): 3 = 71,87%. Jika

dibandingkan dengan target indikator sebesar 50% maka didapatkan capaian ukuran

keberhasilan sebesar 143,74% (sangat berhasil).

Hal-hal yang mendorong yang keberhasilan indikator Tersertifikasinya semua produk

pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet sehingga capaiannya melebihi

dari target, adalah sebagai berikut: (a) Jumlah pelaku usaha/Gapoktan/Poktan yang mengikuti

pembinaan sertifikasi produk organik melebihi dari yang ditargetkan; (b) Adanya dukungan

regulasi dengan diterbitkannya Permentan no 67 tahun 2014 tentang persyaratan mutu dan

pemasaran biji kakao. Dalam Permentan ini dinyatakan bahwa biji kakao yang diedarkan harus

memenuhi persyaratan minimal biji kakao fermentasi; (c) Adanya dukungan Regulasi dengan

diterbitkannya Permentan Nomor 38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman

Pengolahan Pemasaran Bokar dan Permendag no 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang

Pengawasan Mutu Bokar SIR yang Diperdagangkan. Dengan adanya kedua regulasi ini maka

UPPB diharapkan dapat menghasilkan bokar bersih dengan kualitas yang ditentukan sehingga

dapat diterima oleh industri crumb rubber.

Untuk mendukung pelaksanaan indikator Tersertifikasinya semua produk pertanian organik,

Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet pada Tahun 2014, dialokasikan anggaran senilai

Rp23.802.939.000,00,

dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp22.359.282.617,00 atau

capaiannya sebesar 93,93%.

Anggaran tersebut dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan seperti:

(a) Kegiatan Pusat yaitu Bimbingan Teknis Fasilitator Organik;

(b) Kegiatan Dekon yaitu Pembinaan dan Sertifikasi Pertanian Organik di 10 Propinsi;

(c) Penetapan sistem jaminan mutu kakao;

(d) Bimtek Fasilitator Mutu kopi dan Kakao;

(e) Sosialisasi dan pengawalan implementasi Permentan 67 Tahun 2014;

(f) Capacity Building pengembangan mutu biji kakao;

(g) Penerapan sistem jaminan mutu; dan

(h) Fasilitasi alat pengembangan bokar bersih untuk 97 kelompok tani, dimana alat yang

diberikan antara lain: mangkok sadap, talang sadap, ring sadap, pisau sadap, timbangan,

dan hand mangel.

3.3.3.2. Meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan

Dalam rangka peningkatan produk olahan hasil pertanian telah dilakukan berbagai upaya,

antara lain pengembangan agroindustri perdesaan untuk semua subsektor lingkup sektor

pertanian, peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan, peningkatan efisiensi

usaha pengolahan hasil pertanian melalui optimalisasi dan modernisasi sarana pengolahan,

peningkatan kemampuan dan pemberdayaan SDM pengolahan dan penguatan lembaga

usaha pengolahan hasil di tingkat petani serta peningkatan upaya pengelolaan lingkungan.

Dari berbagai upaya tersebut diharapkan produk olahan pertanian yang diperdagangkan

terutama yang diekspor dapat meningkat. Volume ekspor produk olahan dan ekspor olahan

dan segar untuk komoditi andalan ekspor dapat dilihat pada Tabel 47 berikut.

Tabel 47. Volume Ekspor Olahan, Segar dan Total Olahan dan Segar Tahun 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201480

Kementerian Pertanian

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 A Ekspor Segar ( Ton)

1 Kelapa 446.553 400.945 269.319 336.363 557.641 2 Karet 12.929 9.502 7.620 5.907 5.410 3 Kelapa Sawit 2.530.032 3.093.514 3.501.884 3.570.432 3.652.247 4 Kopi 433.595 346.493 448.591 534.024 384.828 5 Kakao 433.628 214.739 171.986 201.505 76.626

Sub Total 3.856.738 4.065.193 4.399.400 4.648.231 4.676.752 B Ekspor Olahan (Ton)

1 Kelapa 599.406 799.261 1.250.034 959.079 1.153.962 2 Karet 2.407.787 2.628.880 2.436.818 2.696.087 2.618.061 3 Kelapa Sawit 17.864.141 17.878.868 20.309.458 22.224.889 24.374.374 4 Kopi - - - - - 5 Kakao 119.264 195.517 215.791 212.583 257.053

Sub Total 20.990.599 21.502.526 24.212.102 26.092.639 28.403.449 Sumber: BPS diolah Ditjen PPHP Kementan, 2014

Pada tabel 46 diatas, terlihat bahwa pada tahun 2014 volume ekspor segar adalah sebesar

4.676.752 ton, dan volume ekspor olahan adalah 28.403.449 ton atau meningkat 2.310.810 ton

dari total capaian (ekspor segar dan olahan) pada tahun 2013 sebesar 26.092.639, artinya

terjadi peningkatan sebesar 8,86% dari capaian tahun 2013.

Persentase meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan di tahun 2014 sebesar 8,86%

ini lebih rendah dari target sebesar 35% atau persentase capaiannya keberhasilannya adalah

sebesar 25,31% (kurang berhasil).

Beberapa kendala yang menjadi penyebab belum tercapainya realisasi capaian indikator

meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan, antara lain: (a) Ketatnya persyaratan

impor produk olahan di beberapa negara tujuan ekspor, dan (b) Sebagian besar produk

olahan diperuntukkan bagi konsumsi dalam negeri yang permintaannya memang cukup

tinggi.

Untuk mendukung pencapaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan

pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp214.662.853.000,00 dengan realisasi sampai

dengan 31 Desember 2014 senilai Rp201.783.081.820,00 atau capaiannya sebesar 94,54%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan pada tahun 2014,

antara lain: Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan; (b) Pengembangan

pengolahan hasil hortikultura; (c) Pengembangan pengolahan hasil perkebunan;

(d) Pengembangan pengolahan hasil peternakan; dan (e) Dukungan lainnya seperti

pembinaan, administrasi, dan lain-lain.

3.3.3.3. Meningkatnya Produksi Tepung-Tepungan untuk Mensubstitusi Gandum/Terigu Impor

Kebutuhan tepung nasional sebagian besar dipenuhi dari gandum impor. Data mengenai

produksi tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2012 dan tahun 2013 diambil dari hasil survei

Kementerian Perindustrian yang dilaksanakan tahun 2013 terhadap beberapa provinsi sentra

produksi untuk 18 jenis komoditi tepung-tepungan berbahan baku lokal (beras, ketan, jagung,

kedele, kacang hijau, sorghum, koro, mokaf, singkong, tapioka, iles-iles, ubi jalar, gembeli,

ganyong, tales, ubi ungu, gadung, dan garut).

Berdasarkan hasil survei Kementerian Peridustrian tersebut, diperoleh informasi produksi

tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2012 sebesar 178.414 ton dan tahun 2013 sebesar

sebesar 193.905 ton. Karena belum ada data mengenai produksi tepung berbasis bahan baku

lokal tahun 2014, sehingga data yang digunakan untuk menghitung capaian tahun 2014

menggunakan data tahun 2013.

Berdasarkan Data BPS 2014, Impor tepung terigu sampai dengan bulan Desember 2014

sebesar 201.775,9 ton dan biji gandum sebesar 5.691.245,07 ton atau setara dengan

4.211.521,35 ton tepung terigu (konversi biji gandum ke tepung terigu 74%), sehingga total

impor tepung terigu sampai bulan Desember 2014 sebesar 4.413.297,25 ton (201.775,9 ton +

4.211.521,35 ton). Jika akan menghitung besarnya substitusi tepung terigu maka perlu dihitung

terlebih dahulu konsumsi dalam negeri impor tepung terigu, dimana perhitungan yang

digunakan adalah: Impor tepung terigu sampai Desember 2014 – ekspor tepung terigu sampai

Desember 2014. Jumlah ekspor dan impor tepung terigu periode 2010-2014 terlihat pada Tabel

48.

Tabel 48. Jumlah Ekspor dan Impor Tepung Terigu Periode 2010-2014 Tahun Ekspor Tepung Terigu (Ton) Impor Tepung Terigu (Ton) 2010 39.662 3.495.073 2011 31.667 4.409.868 2012 45.938 4.307.567 2013 68.185 4.023.582 2014 84.863 4.413.297 Total 270.315 20.649.387

Sumber: BPS, 2014

Berdasarkan rumus perhitungan dan tabel diatas, didapatkan jumlah konsumsi dalam negeri

tepung terigu impor sampai bulan Desember 2014 adalah sebesar 4.413.297,25 – 84.863 ton =

4.328.434,25 ton. Jadi dari total tepung terigu yang diimpor terdapat 4.328.434,25 ton /

4.413.297,25 ton x 100% = 98,08% untuk konsumsi dalam negeri (tepung terigu) dan 1,92% yang

diproses menjadi tepung terigu yang diekspor.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 81

Kementerian Pertanian

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 A Ekspor Segar ( Ton)

1 Kelapa 446.553 400.945 269.319 336.363 557.641 2 Karet 12.929 9.502 7.620 5.907 5.410 3 Kelapa Sawit 2.530.032 3.093.514 3.501.884 3.570.432 3.652.247 4 Kopi 433.595 346.493 448.591 534.024 384.828 5 Kakao 433.628 214.739 171.986 201.505 76.626

Sub Total 3.856.738 4.065.193 4.399.400 4.648.231 4.676.752 B Ekspor Olahan (Ton)

1 Kelapa 599.406 799.261 1.250.034 959.079 1.153.962 2 Karet 2.407.787 2.628.880 2.436.818 2.696.087 2.618.061 3 Kelapa Sawit 17.864.141 17.878.868 20.309.458 22.224.889 24.374.374 4 Kopi - - - - - 5 Kakao 119.264 195.517 215.791 212.583 257.053

Sub Total 20.990.599 21.502.526 24.212.102 26.092.639 28.403.449 Sumber: BPS diolah Ditjen PPHP Kementan, 2014

Pada tabel 46 diatas, terlihat bahwa pada tahun 2014 volume ekspor segar adalah sebesar

4.676.752 ton, dan volume ekspor olahan adalah 28.403.449 ton atau meningkat 2.310.810 ton

dari total capaian (ekspor segar dan olahan) pada tahun 2013 sebesar 26.092.639, artinya

terjadi peningkatan sebesar 8,86% dari capaian tahun 2013.

Persentase meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan di tahun 2014 sebesar 8,86%

ini lebih rendah dari target sebesar 35% atau persentase capaiannya keberhasilannya adalah

sebesar 25,31% (kurang berhasil).

Beberapa kendala yang menjadi penyebab belum tercapainya realisasi capaian indikator

meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan, antara lain: (a) Ketatnya persyaratan

impor produk olahan di beberapa negara tujuan ekspor, dan (b) Sebagian besar produk

olahan diperuntukkan bagi konsumsi dalam negeri yang permintaannya memang cukup

tinggi.

Untuk mendukung pencapaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan

pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp214.662.853.000,00 dengan realisasi sampai

dengan 31 Desember 2014 senilai Rp201.783.081.820,00 atau capaiannya sebesar 94,54%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan pada tahun 2014,

antara lain: Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan; (b) Pengembangan

pengolahan hasil hortikultura; (c) Pengembangan pengolahan hasil perkebunan;

(d) Pengembangan pengolahan hasil peternakan; dan (e) Dukungan lainnya seperti

pembinaan, administrasi, dan lain-lain.

3.3.3.3. Meningkatnya Produksi Tepung-Tepungan untuk Mensubstitusi Gandum/Terigu Impor

Kebutuhan tepung nasional sebagian besar dipenuhi dari gandum impor. Data mengenai

produksi tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2012 dan tahun 2013 diambil dari hasil survei

Kementerian Perindustrian yang dilaksanakan tahun 2013 terhadap beberapa provinsi sentra

produksi untuk 18 jenis komoditi tepung-tepungan berbahan baku lokal (beras, ketan, jagung,

kedele, kacang hijau, sorghum, koro, mokaf, singkong, tapioka, iles-iles, ubi jalar, gembeli,

ganyong, tales, ubi ungu, gadung, dan garut).

Berdasarkan hasil survei Kementerian Peridustrian tersebut, diperoleh informasi produksi

tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2012 sebesar 178.414 ton dan tahun 2013 sebesar

sebesar 193.905 ton. Karena belum ada data mengenai produksi tepung berbasis bahan baku

lokal tahun 2014, sehingga data yang digunakan untuk menghitung capaian tahun 2014

menggunakan data tahun 2013.

Berdasarkan Data BPS 2014, Impor tepung terigu sampai dengan bulan Desember 2014

sebesar 201.775,9 ton dan biji gandum sebesar 5.691.245,07 ton atau setara dengan

4.211.521,35 ton tepung terigu (konversi biji gandum ke tepung terigu 74%), sehingga total

impor tepung terigu sampai bulan Desember 2014 sebesar 4.413.297,25 ton (201.775,9 ton +

4.211.521,35 ton). Jika akan menghitung besarnya substitusi tepung terigu maka perlu dihitung

terlebih dahulu konsumsi dalam negeri impor tepung terigu, dimana perhitungan yang

digunakan adalah: Impor tepung terigu sampai Desember 2014 – ekspor tepung terigu sampai

Desember 2014. Jumlah ekspor dan impor tepung terigu periode 2010-2014 terlihat pada Tabel

48.

Tabel 48. Jumlah Ekspor dan Impor Tepung Terigu Periode 2010-2014 Tahun Ekspor Tepung Terigu (Ton) Impor Tepung Terigu (Ton) 2010 39.662 3.495.073 2011 31.667 4.409.868 2012 45.938 4.307.567 2013 68.185 4.023.582 2014 84.863 4.413.297 Total 270.315 20.649.387

Sumber: BPS, 2014

Berdasarkan rumus perhitungan dan tabel diatas, didapatkan jumlah konsumsi dalam negeri

tepung terigu impor sampai bulan Desember 2014 adalah sebesar 4.413.297,25 – 84.863 ton =

4.328.434,25 ton. Jadi dari total tepung terigu yang diimpor terdapat 4.328.434,25 ton /

4.413.297,25 ton x 100% = 98,08% untuk konsumsi dalam negeri (tepung terigu) dan 1,92% yang

diproses menjadi tepung terigu yang diekspor.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201482

Kementerian Pertanian

Apabila diasumsikan produksi tepung berbahan baku lokal tahun 2014 sama dengan produksi

tahun 2013 sebesar 193.905 ton dan tepung berbahan baku lokal tersebut dapat

menggantikan “peranan” tepung terigu impor, maka perbandingan produksi tepung

berbahan baku lokal terhadap konsumsi dalam negeri tepung terigu impor pada Desember

2014 adalah sebesar 193.905 ton / 4.328.434,25 ton x 100% = 4,48%. Sementara itu, konsumsi

dalam negeri tepung terigu impor bulan Januari sampai bulan Desember 2013 = total impor

tepung terigu 4.023.582 ton – ekspor tepung terigu 68.185 ton = 3.955.397 ton. Sehingga

perbandingan produksi tepung berbahan baku lokal terhadap konsumsi dalam negeri tepung

terigu impor tahun 2013: 193.905 ton / 3.955.397 ton x 100% = 4,90%.

Sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014, indikator

meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor

ditargetkan sebesar 11%, yang artinya meningkat 11% dari capaian tahun 2013 sebesar 4,90%,

sehingga pada tahun 2014 target meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk

mensubstitusi gandum/terigu impor adalah sebesar 15,90%. Capaian yang terealisasi pada

tahun 2014 adalah sebesar 4,48%, (terealisasi sebesar 3,10% dari target 11%) atau secara

persentase ukuran keberhasilan indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk

mensubstitusi gandum/terigu tahun 2014 diperhitungkan sebesar 28,18% (kurang berhasil).

Perkembangan volume ekspor-impor tepung terigu Tahun 2010-1014 seperti tabel 47.

Permasalahan yang menjadi penyebab belum tercapainya indikator meningkatnya produksi

tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor adalah sebagai berikut: (a) Data

produksi aneka tepung berbahan baku lokal tahun 2014 belum tersedia sehingga sebagai

perbandingan masih menggunakan angka tahun 2013; (b) Ketersediaan baku tepung lokal

cenderung menurun sedangkan kebutuhan akan tepung terigu terus meningkat; (c) Tidak

semua pangan olahan yang menggunakan tepung terigu dapat digantikan oleh tepung lokal.

Untuk mendukung pencapaian indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk

mensubstitusi gandum/terigu impor pada Tahun 2014, dialokasikan anggaran senilai

Rp349.850.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp337.044.490,00 atau capaiannya sebesar 96,34%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi

gandum/terigu impor, antara lain: Bimbingan teknis pengolahan tanaman pangan (tepung

lokal) dan Fasilitasi Pelaku usaha pengolahan tanaman pangan.

Gambar 7. Tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi (kiri) dan produk rerotian berbasis tepung premix (tengah dan kanan)

Peningkatan produksi tepung-tepungan tersebut dapat juga didukung melalui penciptaan

teknologi produksi tepung-tepungan yang memanfaatkan sumber daya lokal. Pada TA. 2014,

telah diperoleh teknologi pembuatan tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi.

Formula tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi dihasilkan melalui kombinasi

dengan hidrokoloid (pektin, guar gum, dan xanthan gum). Aplikasi tepung premix pada

produk rerotian (roti manis dan bakpao) menghasilkan produk dengan struktur yang cukup

baik dan secara keseluruhan dapat diterima panelis walaupun memiliki karakterisik sedikit

berbeda dengan produk dari tepung terigu. Pada produk bolu panggang karakteristik produk

yang dihasilkan sangat mirip dengan karakteristik produk dari tepung terigu. Keunggulan

tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi, yaitu: (a) berbasis 100% pangan lokal,

(b) bebas gluten, (c) tinggi kalori (371 kkal), dan d) dapat diaplikasikan pada berbagai produk

olahan pangan.

3.3.3.4. Meningkatnya Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu untuk Industri Coklat Dalam Negeri

Di Indonesia terdapat 19 industri kakao. Namun hanya 3 industri kakao yang menghasilkan

cocoa butter dan cocoa powder. Ketiga industri kakao tersebut membutuhkan bahan baku

kakao fermentasi. Jumlah kebutuhan kakao fermentasi per tahun ketiga industri tersebut

adalah sekitar 84.000 ton.

Untuk menghasilkan kakao fermentasi bermutu dibutuhkan sarana pengolahan kakao berupa

kotak kakao fermentasi. Kapasitas kotak fermentasi yang selama ini difasilitasi oleh

Kementerian Pertanian rata-rata @ 40 kg kakao basah yang dapat menghasilkan 15 kg kakao

fermentasi kering per kotak dalam jangka waktu 7 hari. Masa panen kakao pertahun selama 8

bulan mulai dari Juni sampai Oktober dan Februari sampai April. Kotak fermentasi selama

masa panen tersebut dapat digunakan sebanyak 2 kali dalam sebulan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 83

Kementerian Pertanian

Apabila diasumsikan produksi tepung berbahan baku lokal tahun 2014 sama dengan produksi

tahun 2013 sebesar 193.905 ton dan tepung berbahan baku lokal tersebut dapat

menggantikan “peranan” tepung terigu impor, maka perbandingan produksi tepung

berbahan baku lokal terhadap konsumsi dalam negeri tepung terigu impor pada Desember

2014 adalah sebesar 193.905 ton / 4.328.434,25 ton x 100% = 4,48%. Sementara itu, konsumsi

dalam negeri tepung terigu impor bulan Januari sampai bulan Desember 2013 = total impor

tepung terigu 4.023.582 ton – ekspor tepung terigu 68.185 ton = 3.955.397 ton. Sehingga

perbandingan produksi tepung berbahan baku lokal terhadap konsumsi dalam negeri tepung

terigu impor tahun 2013: 193.905 ton / 3.955.397 ton x 100% = 4,90%.

Sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014, indikator

meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor

ditargetkan sebesar 11%, yang artinya meningkat 11% dari capaian tahun 2013 sebesar 4,90%,

sehingga pada tahun 2014 target meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk

mensubstitusi gandum/terigu impor adalah sebesar 15,90%. Capaian yang terealisasi pada

tahun 2014 adalah sebesar 4,48%, (terealisasi sebesar 3,10% dari target 11%) atau secara

persentase ukuran keberhasilan indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk

mensubstitusi gandum/terigu tahun 2014 diperhitungkan sebesar 28,18% (kurang berhasil).

Perkembangan volume ekspor-impor tepung terigu Tahun 2010-1014 seperti tabel 47.

Permasalahan yang menjadi penyebab belum tercapainya indikator meningkatnya produksi

tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor adalah sebagai berikut: (a) Data

produksi aneka tepung berbahan baku lokal tahun 2014 belum tersedia sehingga sebagai

perbandingan masih menggunakan angka tahun 2013; (b) Ketersediaan baku tepung lokal

cenderung menurun sedangkan kebutuhan akan tepung terigu terus meningkat; (c) Tidak

semua pangan olahan yang menggunakan tepung terigu dapat digantikan oleh tepung lokal.

Untuk mendukung pencapaian indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk

mensubstitusi gandum/terigu impor pada Tahun 2014, dialokasikan anggaran senilai

Rp349.850.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp337.044.490,00 atau capaiannya sebesar 96,34%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi

gandum/terigu impor, antara lain: Bimbingan teknis pengolahan tanaman pangan (tepung

lokal) dan Fasilitasi Pelaku usaha pengolahan tanaman pangan.

Gambar 7. Tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi (kiri) dan produk rerotian berbasis tepung premix (tengah dan kanan)

Peningkatan produksi tepung-tepungan tersebut dapat juga didukung melalui penciptaan

teknologi produksi tepung-tepungan yang memanfaatkan sumber daya lokal. Pada TA. 2014,

telah diperoleh teknologi pembuatan tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi.

Formula tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi dihasilkan melalui kombinasi

dengan hidrokoloid (pektin, guar gum, dan xanthan gum). Aplikasi tepung premix pada

produk rerotian (roti manis dan bakpao) menghasilkan produk dengan struktur yang cukup

baik dan secara keseluruhan dapat diterima panelis walaupun memiliki karakterisik sedikit

berbeda dengan produk dari tepung terigu. Pada produk bolu panggang karakteristik produk

yang dihasilkan sangat mirip dengan karakteristik produk dari tepung terigu. Keunggulan

tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi, yaitu: (a) berbasis 100% pangan lokal,

(b) bebas gluten, (c) tinggi kalori (371 kkal), dan d) dapat diaplikasikan pada berbagai produk

olahan pangan.

3.3.3.4. Meningkatnya Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu untuk Industri Coklat Dalam Negeri

Di Indonesia terdapat 19 industri kakao. Namun hanya 3 industri kakao yang menghasilkan

cocoa butter dan cocoa powder. Ketiga industri kakao tersebut membutuhkan bahan baku

kakao fermentasi. Jumlah kebutuhan kakao fermentasi per tahun ketiga industri tersebut

adalah sekitar 84.000 ton.

Untuk menghasilkan kakao fermentasi bermutu dibutuhkan sarana pengolahan kakao berupa

kotak kakao fermentasi. Kapasitas kotak fermentasi yang selama ini difasilitasi oleh

Kementerian Pertanian rata-rata @ 40 kg kakao basah yang dapat menghasilkan 15 kg kakao

fermentasi kering per kotak dalam jangka waktu 7 hari. Masa panen kakao pertahun selama 8

bulan mulai dari Juni sampai Oktober dan Februari sampai April. Kotak fermentasi selama

masa panen tersebut dapat digunakan sebanyak 2 kali dalam sebulan.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201484

Kementerian Pertanian

Apabila kebutuhan kakao fermentasi tersebut direncanakan di supply dari produksi kakao

fermentasi dalam negeri, maka kotak fermentasi kakao yang dibutuhkan pada tahun 2014

sebanyak 84.000.000 kg /(2x8x15 kg) = setara dengan 350.000 kotak fermentasi. Pada tahun

2014, melalui Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan

Ekspor Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian telah memfasilitasi kotak kakao fermentasi

bagi 38 Gapoktan/Poktan di 23 Kabupaten sebanyak 1.401 kotak fermentasi. Jadi selama

tahun 2014 kotak fermentasi tersebut dapat beroperasi setara dengan 1.401 kotak fermentasi

x 2 x 8 = 22.416 kotak fermentasi.

Selain itu, melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman

Perkebunan Berkelanjutan, Kementerian Pertanian juga telah memfasilitasi peralatan

fermentasi bagi 19 Gapoktan/Poktan di 15 Kabupaten yang masing-masing menerima 20 kotak

fermentasi, jadi kotak fermentasi yang difasilitasi selama tahun 2014 sejumlah 19 x 20 = 380

kotak fermentasi. Kotak fermentasi ini dapat beroperasi selama tahun 2014 setara dengan

380 x 2 x 8 = 6.080 kotak fermentasi. Sehingga total kotak fermentasi yang dapat beroperasi

selama tahun 2014 yang difasilitasi oleh Kementerian Pertanian melalui dua program tersebut

adalah 22.416 + 6.080 = 28.496 kotak fermentasi.

Sejak tahun 2010 sampai 2013 jumlah kotak fermentasi yang difasilitasi oleh Kementerian

Pertanian berjumlah 5.000 kotak fermentasi. Dengan asumsi umur kotak fermentasi dapat

digunakan selama 5 tahun, maka kotak tersebut masih dapat difungsikan. Pada tahun 2014

fungsi 5000 kotak fermentasi tersebut setara dengan 5.000 x 2 x 8 bulan = 80.000 kotak

fermentasi. Sehingga total kotak fermentasi yang dapat difasilitasi oleh Kementerian

Pertanian sampai dengan akhir 2014 berjumlah: 28.496 kotak + 80.000= 108.496 kotak

fermentasi.

Target kotak kakao yang harus difasilitasi selama tahun 2014 adalah 23.496 kotak fermentasi.

apabila dibandingkan dengan target, maka capaian kinerja tahun 2014 adalah: 28.496 kotak

fermentasi /23.496 kotak fermentasi x 100% = 121.28%.

Bila dibandingkan dengan kebutuhan kotak kakao fermentasi pada 3 industri kakao sepanjang

tahun 2014 dimana dibutuhkan 350.000 kotak fermentasi maka hal ini masih jauh dari

kebutuhan yaitu: 108.496 / 350.000 x 100% = 30,99%. Ke depan, pelaksanaan kegiatan Tugas

Pembantuan untuk peningkatan mutu kakao fermentasi diharapkan dapat lebih ditingkatkan

lagi pada tahun-tahun mendatang.

Jumlah sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri

selama kurun waktu 2010-2014 seperti pada Tabel 49.

Tabel 49. Jumlah Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu Untuk Industri Cokelat Dalam Negeri Selama Kurun Waktu 2010-2014 (Kotak Fermentasi)

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

1 Sarana Kakao fermentasi - - 2.203 1.335 1.781

2 Kapasitas Pemakaian Per Tahun - - 35.248 21.360 28.496 Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Jumlah kotak kakao fermentasi yang difasilitasi Kementan tahun 2014 sebanyak 1.781 kotak

fermentasi meningkat dibanding tahun 2013 sebanyak 1.335 kotak fermentasi atau meningkat

sebanyak 446 kotak fermentasi (33,41%). Sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian

Pertanian Tahun 2014, indikator meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu

untuk industri coklat dalam negeri ditargetkan sebesar 10% dengan realisasi capaiannya

sebesar 33,41% atau secara ukuran keberhasilan mencapai 334,10% (sangat berhasil).

Beberapa hal yang mendukung keberhasilan tercapainya indikator Meningkatnya sarana

pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri adalah sebagai

berikut: (a) Kebutuhan kakao fermentasi sampai saat ini sebagian besar masih didominasi

oleh impor, sehingga diperlukan peningkatan produksi kakao fermentasi lokal dengan

penambahan sarana dan prasarana kakao fermentasi; (b) Sebagian besar petani kakao adalah

petani rakyat yang tergabung dalam Gapoktan/Poktan sehingga dapat difasilitasi oleh Ditjen

PPHP.

Untuk mendukung pencapaian indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi

bermutu untuk industri cokelat dalam negeri pada Tahun 2014, Kementerian Pertanian

mengalokasikan anggaran senilai Rp8.737.540.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31

Desember 2014 senilai Rp7.939.540.000,00 atau capaiannya sebesar 95%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri

cokelat dalam negeri, antara lain: Pengembangan mutu kakao fermentasi berupa fasilitasi

sarana dan prasarana fermentasi (kotak fermentasi, pengering, gudang, dan alat pengukur

kadar air biji kakao).

3.3.3.5. Surplus Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian

Dalam rangka peningkatan akses pasar untuk memacu pertumbuhan ekspor produk

pertanian ke berbagai negara tujuan ekspor telah dilakukan berbagai kebijakan dan program

akselerasi ekspor, promosi dan diplomasi serta advokasi di berbagai negara dan forum

kerjasama internasional. Percepatan dan peningkatan ekspor difokuskan pada beberapa

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 85

Kementerian Pertanian

Apabila kebutuhan kakao fermentasi tersebut direncanakan di supply dari produksi kakao

fermentasi dalam negeri, maka kotak fermentasi kakao yang dibutuhkan pada tahun 2014

sebanyak 84.000.000 kg /(2x8x15 kg) = setara dengan 350.000 kotak fermentasi. Pada tahun

2014, melalui Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan

Ekspor Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian telah memfasilitasi kotak kakao fermentasi

bagi 38 Gapoktan/Poktan di 23 Kabupaten sebanyak 1.401 kotak fermentasi. Jadi selama

tahun 2014 kotak fermentasi tersebut dapat beroperasi setara dengan 1.401 kotak fermentasi

x 2 x 8 = 22.416 kotak fermentasi.

Selain itu, melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman

Perkebunan Berkelanjutan, Kementerian Pertanian juga telah memfasilitasi peralatan

fermentasi bagi 19 Gapoktan/Poktan di 15 Kabupaten yang masing-masing menerima 20 kotak

fermentasi, jadi kotak fermentasi yang difasilitasi selama tahun 2014 sejumlah 19 x 20 = 380

kotak fermentasi. Kotak fermentasi ini dapat beroperasi selama tahun 2014 setara dengan

380 x 2 x 8 = 6.080 kotak fermentasi. Sehingga total kotak fermentasi yang dapat beroperasi

selama tahun 2014 yang difasilitasi oleh Kementerian Pertanian melalui dua program tersebut

adalah 22.416 + 6.080 = 28.496 kotak fermentasi.

Sejak tahun 2010 sampai 2013 jumlah kotak fermentasi yang difasilitasi oleh Kementerian

Pertanian berjumlah 5.000 kotak fermentasi. Dengan asumsi umur kotak fermentasi dapat

digunakan selama 5 tahun, maka kotak tersebut masih dapat difungsikan. Pada tahun 2014

fungsi 5000 kotak fermentasi tersebut setara dengan 5.000 x 2 x 8 bulan = 80.000 kotak

fermentasi. Sehingga total kotak fermentasi yang dapat difasilitasi oleh Kementerian

Pertanian sampai dengan akhir 2014 berjumlah: 28.496 kotak + 80.000= 108.496 kotak

fermentasi.

Target kotak kakao yang harus difasilitasi selama tahun 2014 adalah 23.496 kotak fermentasi.

apabila dibandingkan dengan target, maka capaian kinerja tahun 2014 adalah: 28.496 kotak

fermentasi /23.496 kotak fermentasi x 100% = 121.28%.

Bila dibandingkan dengan kebutuhan kotak kakao fermentasi pada 3 industri kakao sepanjang

tahun 2014 dimana dibutuhkan 350.000 kotak fermentasi maka hal ini masih jauh dari

kebutuhan yaitu: 108.496 / 350.000 x 100% = 30,99%. Ke depan, pelaksanaan kegiatan Tugas

Pembantuan untuk peningkatan mutu kakao fermentasi diharapkan dapat lebih ditingkatkan

lagi pada tahun-tahun mendatang.

Jumlah sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri

selama kurun waktu 2010-2014 seperti pada Tabel 49.

Tabel 49. Jumlah Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu Untuk Industri Cokelat Dalam Negeri Selama Kurun Waktu 2010-2014 (Kotak Fermentasi)

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

1 Sarana Kakao fermentasi - - 2.203 1.335 1.781

2 Kapasitas Pemakaian Per Tahun - - 35.248 21.360 28.496 Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014

Jumlah kotak kakao fermentasi yang difasilitasi Kementan tahun 2014 sebanyak 1.781 kotak

fermentasi meningkat dibanding tahun 2013 sebanyak 1.335 kotak fermentasi atau meningkat

sebanyak 446 kotak fermentasi (33,41%). Sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian

Pertanian Tahun 2014, indikator meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu

untuk industri coklat dalam negeri ditargetkan sebesar 10% dengan realisasi capaiannya

sebesar 33,41% atau secara ukuran keberhasilan mencapai 334,10% (sangat berhasil).

Beberapa hal yang mendukung keberhasilan tercapainya indikator Meningkatnya sarana

pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri adalah sebagai

berikut: (a) Kebutuhan kakao fermentasi sampai saat ini sebagian besar masih didominasi

oleh impor, sehingga diperlukan peningkatan produksi kakao fermentasi lokal dengan

penambahan sarana dan prasarana kakao fermentasi; (b) Sebagian besar petani kakao adalah

petani rakyat yang tergabung dalam Gapoktan/Poktan sehingga dapat difasilitasi oleh Ditjen

PPHP.

Untuk mendukung pencapaian indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi

bermutu untuk industri cokelat dalam negeri pada Tahun 2014, Kementerian Pertanian

mengalokasikan anggaran senilai Rp8.737.540.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31

Desember 2014 senilai Rp7.939.540.000,00 atau capaiannya sebesar 95%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri

cokelat dalam negeri, antara lain: Pengembangan mutu kakao fermentasi berupa fasilitasi

sarana dan prasarana fermentasi (kotak fermentasi, pengering, gudang, dan alat pengukur

kadar air biji kakao).

3.3.3.5. Surplus Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian

Dalam rangka peningkatan akses pasar untuk memacu pertumbuhan ekspor produk

pertanian ke berbagai negara tujuan ekspor telah dilakukan berbagai kebijakan dan program

akselerasi ekspor, promosi dan diplomasi serta advokasi di berbagai negara dan forum

kerjasama internasional. Percepatan dan peningkatan ekspor difokuskan pada beberapa

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201486

Kementerian Pertanian

komoditas utama yang memiliki daya saing di pasar global, antara lain Komoditas Perkebunan

(Kelapa Sawit, Kakao, Kopi, Karet, dan Minyak Atsiri) dan Komoditas Hortikultura (Buah,

Sayur, Tanaman Hias, dan Biofarmaka).

Perhitungan mengenai ekspor dan impor menggunakan data ekspor - impor yang diterbitkan

oleh BPS, sehingga diperoleh neraca perdagangan tahun 2014. Nomor HS yang digunakan

adalah: HS 01-HS 24 kecuali 03 (perikanan); HS 33 (minyak atsiri), HS 40 (karet), HS 30 (obat

hewan); HS 41 (kulit dan jangat), HS 50 (ulat sutera); HS 51 (wol), HS 53 (serat), HS 43 (kulit

biribiri); HS 44 (arang kelapa).

Pada tahun 2014, sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014,

indikator neraca perdagangan komoditas pertanian ditargetkan senilai US$23,00 miliar.

Sampai dengan Desember 2014 capaian surplus neraca perdagangan komoditas pertanian

mencapai US$15,19 miliar atau secara persentase capaian peningkatan neraca perdagangan

tahun 2014 sebesar 66,04% (cukup berhasil). Apabila dibandingkan dengan capaian pada

tahun 2013 senilai US$17,63 miliar maka terdapat penurunan senilai US$0,72 miliar (4,08%).

Target dan capaian peningkatan neraca ekspor per tahun dari 2010-2014 seperti pada Tabel 50

berikut.

Tabel 50. Target dan Capaian Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Periode Tahun 2010-2014

Uraian Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Target (US$ miliar) 15,11 17,38 19,98 22,98 23 Realisasi (US$ miliar) 13,14 18,54 22,77 18,35 17,63 15,19* Capaian Realisasi /Target (%) 122,7 131 91,84 76,72 66,04 Sumber: BPS, diolah Pusdatin dan Ditjen PPHP * Data sampai dengan Desember 2014

Penyebab rendahnya realisasi neraca perdagangan pertanian tahun 2014 disebabkan antara

lain: (a) turunnya harga komoditas perkebunan di pasar dunia; (b) berkembangnya industri

hilir di Indonesia sehingga sebagian besar produk yang dihasilkan dipergunakan untuk industri

dalam negeri; (c) menurunnya pertumbuhan ekonomi di negara tujuan seperti Tiongkok dan

India; dan (d) berkurangnya permintaan negara tujuan terhadap produk perkebunan

Indonesia.

Untuk mendukung pencapaian indikator surplus neraca perdagangan komoditas pertanian

pada Tahun 2014, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran senilai

Rp10.022.300.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp9.486.106.950,00 atau capaiannya sebesar 94,65%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian, antara lain: (a) Kegiatan

Akselerasi Ekspor hasil pertanian; (b) Kegiatan Bimbingan Akselesari Peningkatan Ekspor Hasil

Pertanian.

Neraca perdagangan beberapa komoditas ekspor pada tahun 2014 secara lebih rinci diuraikan

sebagai berikut:

(1) Kegiatan Peningkatan Ekspor CPO dan Olahannya

Volume ekspor CPO dan olahannya pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 mengalami

peningkatan sebesar 8,69% yaitu dari 25,79 juta ton menjadi 28,03 juta ton. Pertumbuhan nilai

ekspor CPO dan olahannya pada periode yang sama meningkat sebesar 12,48%, dimana nilai

ekspor pada tahun 2013 sebesar US$17,68 miliar menjadi US$19,56 miliar pada tahun 2014.

Penurunan nilai ekspor ini sebagai akibat dari turunnya harga CPO dan olahannya di pasar

internasional. Peningkatan ekspor terutama ke negara tujuan seperti Amerika Serikat,

Jepang, dan Singapura.

(2) Kegiatan Peningkatan Ekspor Karet

Volume ekspor karet pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 mengalami penurunan sebesar

2,96%, yaitu dari 2,70 juta ton pada tahun 2013 menjadi 2,62 juta ton pada tahun 2014.

Sementara nilai ekspornya menurun 13,26% pada periode yang sama, yaitu US$6,91 miliar pada

tahun 2013 menjadi US$4,74 miliar pada tahun 2014. Penurunan nilai ekspor karet disebabkan

menurunnya harga karet dunia. Upaya peningkatan ekspor karet ini dilakukan antara lain

dengan penerapan SOP Bokar Bersih dengan pembentukan UPPB dan kerjasama komoditi

karet antar 3 negara: Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang dilaksanakan melalui forum

International Tripartite Rubber Council (ITRC).

(3) Kegiatan Peningkatan Ekspor Kopi

Volume ekspor kopi pada periode 2014 dibandingkan 2013 mengalami penurunan 27,94%,

yaitu dari 534,03 ribu ton pada tahun 2013 menjadi 384,83 ribu ton pada tahun 2014. Nilai

ekspor kopi pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 11,11% yaitu dari US$1,17

miliar pada tahun 2013 menjadi US$1,04 miliar pada tahun 2014. Kegiatan peningkatan

ekspor kopi terutama dilakukan melalui promosi, perbaikan mutu, dan kerjasama antar

negara melalui ASEAN National Focal Point Working Group on Coffee.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 87

Kementerian Pertanian

komoditas utama yang memiliki daya saing di pasar global, antara lain Komoditas Perkebunan

(Kelapa Sawit, Kakao, Kopi, Karet, dan Minyak Atsiri) dan Komoditas Hortikultura (Buah,

Sayur, Tanaman Hias, dan Biofarmaka).

Perhitungan mengenai ekspor dan impor menggunakan data ekspor - impor yang diterbitkan

oleh BPS, sehingga diperoleh neraca perdagangan tahun 2014. Nomor HS yang digunakan

adalah: HS 01-HS 24 kecuali 03 (perikanan); HS 33 (minyak atsiri), HS 40 (karet), HS 30 (obat

hewan); HS 41 (kulit dan jangat), HS 50 (ulat sutera); HS 51 (wol), HS 53 (serat), HS 43 (kulit

biribiri); HS 44 (arang kelapa).

Pada tahun 2014, sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014,

indikator neraca perdagangan komoditas pertanian ditargetkan senilai US$23,00 miliar.

Sampai dengan Desember 2014 capaian surplus neraca perdagangan komoditas pertanian

mencapai US$15,19 miliar atau secara persentase capaian peningkatan neraca perdagangan

tahun 2014 sebesar 66,04% (cukup berhasil). Apabila dibandingkan dengan capaian pada

tahun 2013 senilai US$17,63 miliar maka terdapat penurunan senilai US$0,72 miliar (4,08%).

Target dan capaian peningkatan neraca ekspor per tahun dari 2010-2014 seperti pada Tabel 50

berikut.

Tabel 50. Target dan Capaian Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Periode Tahun 2010-2014

Uraian Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Target (US$ miliar) 15,11 17,38 19,98 22,98 23 Realisasi (US$ miliar) 13,14 18,54 22,77 18,35 17,63 15,19* Capaian Realisasi /Target (%) 122,7 131 91,84 76,72 66,04 Sumber: BPS, diolah Pusdatin dan Ditjen PPHP * Data sampai dengan Desember 2014

Penyebab rendahnya realisasi neraca perdagangan pertanian tahun 2014 disebabkan antara

lain: (a) turunnya harga komoditas perkebunan di pasar dunia; (b) berkembangnya industri

hilir di Indonesia sehingga sebagian besar produk yang dihasilkan dipergunakan untuk industri

dalam negeri; (c) menurunnya pertumbuhan ekonomi di negara tujuan seperti Tiongkok dan

India; dan (d) berkurangnya permintaan negara tujuan terhadap produk perkebunan

Indonesia.

Untuk mendukung pencapaian indikator surplus neraca perdagangan komoditas pertanian

pada Tahun 2014, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran senilai

Rp10.022.300.000,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai

Rp9.486.106.950,00 atau capaiannya sebesar 94,65%.

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung

capaian indikator Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian, antara lain: (a) Kegiatan

Akselerasi Ekspor hasil pertanian; (b) Kegiatan Bimbingan Akselesari Peningkatan Ekspor Hasil

Pertanian.

Neraca perdagangan beberapa komoditas ekspor pada tahun 2014 secara lebih rinci diuraikan

sebagai berikut:

(1) Kegiatan Peningkatan Ekspor CPO dan Olahannya

Volume ekspor CPO dan olahannya pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 mengalami

peningkatan sebesar 8,69% yaitu dari 25,79 juta ton menjadi 28,03 juta ton. Pertumbuhan nilai

ekspor CPO dan olahannya pada periode yang sama meningkat sebesar 12,48%, dimana nilai

ekspor pada tahun 2013 sebesar US$17,68 miliar menjadi US$19,56 miliar pada tahun 2014.

Penurunan nilai ekspor ini sebagai akibat dari turunnya harga CPO dan olahannya di pasar

internasional. Peningkatan ekspor terutama ke negara tujuan seperti Amerika Serikat,

Jepang, dan Singapura.

(2) Kegiatan Peningkatan Ekspor Karet

Volume ekspor karet pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 mengalami penurunan sebesar

2,96%, yaitu dari 2,70 juta ton pada tahun 2013 menjadi 2,62 juta ton pada tahun 2014.

Sementara nilai ekspornya menurun 13,26% pada periode yang sama, yaitu US$6,91 miliar pada

tahun 2013 menjadi US$4,74 miliar pada tahun 2014. Penurunan nilai ekspor karet disebabkan

menurunnya harga karet dunia. Upaya peningkatan ekspor karet ini dilakukan antara lain

dengan penerapan SOP Bokar Bersih dengan pembentukan UPPB dan kerjasama komoditi

karet antar 3 negara: Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang dilaksanakan melalui forum

International Tripartite Rubber Council (ITRC).

(3) Kegiatan Peningkatan Ekspor Kopi

Volume ekspor kopi pada periode 2014 dibandingkan 2013 mengalami penurunan 27,94%,

yaitu dari 534,03 ribu ton pada tahun 2013 menjadi 384,83 ribu ton pada tahun 2014. Nilai

ekspor kopi pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 11,11% yaitu dari US$1,17

miliar pada tahun 2013 menjadi US$1,04 miliar pada tahun 2014. Kegiatan peningkatan

ekspor kopi terutama dilakukan melalui promosi, perbaikan mutu, dan kerjasama antar

negara melalui ASEAN National Focal Point Working Group on Coffee.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201488

Kementerian Pertanian

(4) Ekspor Buah Tropika

Volume ekspor manggis pada tahun 2014 meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu

sebesar 31,76% (dari 7,65 ribu ton menjadi 10,08 ribu ton). Sedangkan nilainya pada periode

yang sama juga meningkat sebesar 14,31% (dari US$5,73 ribu menjadi US$6,55 ribu).

Volume ekspor mangga pada periode 2014 mengalami peningkatan dari 1.089 ton menjadi

1.149 ton atau mengalami peningkatan sebesar 5,51% dibandingkan dengan periode yang

sama pada tahun 2013. Sementara nilainya meningkat sebesar 27,66% dari US$1,41 ribu

menjadi US$1,80 ribu.

Volume ekspor Nenas pada periode 2014 mengalami peningkatan dari 174,09 ribu ton

menjadi 192,32 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 10,47% dibandingkan dengan

periode yang sama pada tahun 2013. Sementara nilainya meningkat sebesar 22,81% dari

US$157,44 ribu menjadi US$193,35 ribu.

Untuk komoditas hortikultura (buah dan sayur) walaupun ekspornya menurun pada tahun

2014, tetapi produksinya mengalami peningkatan terhadap produksi tahun 2013, seperti

dapat dilihat pada Tabel 51.

Gambar 8. Panen Jeruk dan Padi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Gambar 9. Pelaksanaan Cetak Sawah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo

Tabel 51. Perbandingan Produksi Hortikultura Tahun 2013 dan Tahun 2014

No Komoditas Produksi

% Tahun 2013 Tahun 2014*)

A. Buah 1 Jeruk (ton) 1.654.732 1.701.170 2,81 2 Mangga (ton) 2.192.928 2.236.786 2,00 3 Manggis (ton) 139.602 142.394 2,00 4 Durian (ton) 759.055 896.125 18,06 5 Pisang (ton) 6.279.279 6.392.306 1,80 6 Buah pohon dan perdu lainnya (ton) 3.616.720 4.121.240 13,95 7 Buah semusim dan merambat (ton) 853.343 959.356 12,42 8 Buah terna lainnya (ton) 2.792.620 2.775.649 (0,61)

Total Buah 18.288.279 19.225.026 5,12

B. Florikultura 1 Anggrek (tangkai) 20.277.672 21.550.874 6,28 2 Krisan (tangkai) 387.208.754 400.594.757 3,46 3 Tanaman Hias Bunga dan daun lainnya (tangkai) 280.005.290 305.313.989 9,04 4 Tanaman Pot dan tanaman taman (pohon) 34.033.679 36.607.813 7,56 5 Tanaman Bunga Tabur (Melati) kg 30.258.648 33.093.933 9,37 C. Sayur 1 Cabai (ton) 1.726.382 1.866.621 8,12 2 Bawang Merah (ton) 1.010.773 1.200.000 18,72 3 Kentang (ton) 1.124.282 1.018.915 (9,37) 4 Jamur (ton) 44.565 20.837 (53,24) 5 Sayuran umbi lainnya (ton) 560.250 611.380 9,13 6 Sayuran daun (ton) 3.297.071 3.091.178 (6,24) 7 Sayuran buah lainnya (ton) 3.795.125 3.773.235 (0,58)

Total Sayuran 11.558.449 11.582.166 0,2 D. Tanaman Obat 1 Temulawak (ton) 35.665 36.233 1,59 2 Tanaman Obat Rimpang lainnya (ton) 417.541 425.176 1,83 3 Tanaman Obat Non Rimpang lainnya (ton) 88.220 89.775 1,76

Total Tanaman Obat 541.426 551.184 1,80

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2014 Keterangan: *) Angka Prognosa

3.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani

Tingkat kesejahteraan petani dapat dilihat dari beberapa indikator kinerja yaitu pemilikan aset

dan lahan, dan tingkat pendapatan. Dalam laporan ini, indikator kinerja yang diukur adalah

Nilai Tukar Petani (NTP) dan pendapatan petani per kapita.

Sasaran Meningkatnya Kesejahteraan Petani terdiri dari 2 indikator kinerja utama, yakni: (1)

Nilai Tukar Petani dan (2) Persentase pertumbuhan pendapatan per kapita yang pencapaian

kinerjanya di tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 51. Dibandingkan dengan target, capaian

untuk indikator Nilai Tukar Petani sebesar 97,61% (berhasil) dan capaian untuk indikator Skor

Pola Pangan Harapan sebesar 102,79% (sangat berhasil).

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 89

Kementerian Pertanian

(4) Ekspor Buah Tropika

Volume ekspor manggis pada tahun 2014 meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu

sebesar 31,76% (dari 7,65 ribu ton menjadi 10,08 ribu ton). Sedangkan nilainya pada periode

yang sama juga meningkat sebesar 14,31% (dari US$5,73 ribu menjadi US$6,55 ribu).

Volume ekspor mangga pada periode 2014 mengalami peningkatan dari 1.089 ton menjadi

1.149 ton atau mengalami peningkatan sebesar 5,51% dibandingkan dengan periode yang

sama pada tahun 2013. Sementara nilainya meningkat sebesar 27,66% dari US$1,41 ribu

menjadi US$1,80 ribu.

Volume ekspor Nenas pada periode 2014 mengalami peningkatan dari 174,09 ribu ton

menjadi 192,32 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 10,47% dibandingkan dengan

periode yang sama pada tahun 2013. Sementara nilainya meningkat sebesar 22,81% dari

US$157,44 ribu menjadi US$193,35 ribu.

Untuk komoditas hortikultura (buah dan sayur) walaupun ekspornya menurun pada tahun

2014, tetapi produksinya mengalami peningkatan terhadap produksi tahun 2013, seperti

dapat dilihat pada Tabel 51.

Gambar 8. Panen Jeruk dan Padi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Gambar 9. Pelaksanaan Cetak Sawah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo

Tabel 51. Perbandingan Produksi Hortikultura Tahun 2013 dan Tahun 2014

No Komoditas Produksi

% Tahun 2013 Tahun 2014*)

A. Buah 1 Jeruk (ton) 1.654.732 1.701.170 2,81 2 Mangga (ton) 2.192.928 2.236.786 2,00 3 Manggis (ton) 139.602 142.394 2,00 4 Durian (ton) 759.055 896.125 18,06 5 Pisang (ton) 6.279.279 6.392.306 1,80 6 Buah pohon dan perdu lainnya (ton) 3.616.720 4.121.240 13,95 7 Buah semusim dan merambat (ton) 853.343 959.356 12,42 8 Buah terna lainnya (ton) 2.792.620 2.775.649 (0,61)

Total Buah 18.288.279 19.225.026 5,12

B. Florikultura 1 Anggrek (tangkai) 20.277.672 21.550.874 6,28 2 Krisan (tangkai) 387.208.754 400.594.757 3,46 3 Tanaman Hias Bunga dan daun lainnya (tangkai) 280.005.290 305.313.989 9,04 4 Tanaman Pot dan tanaman taman (pohon) 34.033.679 36.607.813 7,56 5 Tanaman Bunga Tabur (Melati) kg 30.258.648 33.093.933 9,37 C. Sayur 1 Cabai (ton) 1.726.382 1.866.621 8,12 2 Bawang Merah (ton) 1.010.773 1.200.000 18,72 3 Kentang (ton) 1.124.282 1.018.915 (9,37) 4 Jamur (ton) 44.565 20.837 (53,24) 5 Sayuran umbi lainnya (ton) 560.250 611.380 9,13 6 Sayuran daun (ton) 3.297.071 3.091.178 (6,24) 7 Sayuran buah lainnya (ton) 3.795.125 3.773.235 (0,58)

Total Sayuran 11.558.449 11.582.166 0,2 D. Tanaman Obat 1 Temulawak (ton) 35.665 36.233 1,59 2 Tanaman Obat Rimpang lainnya (ton) 417.541 425.176 1,83 3 Tanaman Obat Non Rimpang lainnya (ton) 88.220 89.775 1,76

Total Tanaman Obat 541.426 551.184 1,80

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2014 Keterangan: *) Angka Prognosa

3.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani

Tingkat kesejahteraan petani dapat dilihat dari beberapa indikator kinerja yaitu pemilikan aset

dan lahan, dan tingkat pendapatan. Dalam laporan ini, indikator kinerja yang diukur adalah

Nilai Tukar Petani (NTP) dan pendapatan petani per kapita.

Sasaran Meningkatnya Kesejahteraan Petani terdiri dari 2 indikator kinerja utama, yakni: (1)

Nilai Tukar Petani dan (2) Persentase pertumbuhan pendapatan per kapita yang pencapaian

kinerjanya di tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 51. Dibandingkan dengan target, capaian

untuk indikator Nilai Tukar Petani sebesar 97,61% (berhasil) dan capaian untuk indikator Skor

Pola Pangan Harapan sebesar 102,79% (sangat berhasil).

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201490

Kementerian Pertanian

Tabel 52. Persentase Capaian Kinerja Peningkatan Kesejahteraan Petani Kementerian Pertanian Tahun 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian Kinerja

Meningkatnya Kesejahteraan Petani

- Nilai Tukar Petani (NTP) 110-115 107,37 97,61

- Persentase pertumbuhan pendapatan per kapita

11,10% 11,41 102,79

Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.4.1 Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani

(It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana It menunjukkan fluktuasi harga

barang-barang yang dihasilkan petani sementara Ib mencerminkan harga barang-barang yang

dikonsumsi petani dan barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. NTP

digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang

dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumahtangga. Umumnya, NTP digunakan

sebagai indikator proksi kesejahteraan petani.

Peningkatan NTP dapat dilakukan dengan meningkatkan indeks harga yang diterima petani,

namun hal ini dapat memacu inflasi yang tidak diinginkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu,

untuk meningkatkan NTP perlu diupayakan agar peningkatan indeks harga yang dibayar

petani tidak terlalu progresif.

Perlu dicermati bahwa NTP bukan mutlak ukuran kesejahteraan petani karena walaupun

indeks harga yang diterima petani meningkat, namun belum tentu NTP meningkat, karena

masih tergantung dengan indeks harga yang dibayar petani.

Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014, secara umum dinyatakan

bahwa untuk periode 2010-2014, sasaran angka NTP berkisar antara 115-120, yang berarti

bahwa penerimaan petani diharapkan semakin lebih besar dari pengeluaran.

Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, NTP meningkat pesat. Walaupun

sempat menurun pada tahun 2013, namun NTP melonjak dari 101,77 pada tahun 2010 menjadi

107,37 pada tahun 2014. Bahkan pencapaian NTP pada tahun 2014 merupakan capaian

tertinggi sepanjang 2010–2014. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh laju peningkatan

indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan indeks harga

yang dibayar petani. Perkembangan NTP selama periode 2010-2014 dapat dilihat pada Gambar

6 dan Tabel 53.

Gambar 10. Perkembangan Nilai Tukar Petani, 2010-2014 (2007 = 100)

Sumber data: BPS, 2014

Hasil perhitungan NTP yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan

menggunakan tahun dasar 2007 menunjukkan bahwa NTP rata-rata nasional pada tahun 2014

mencapai 107,37 dari target sebesar 110-115 atau secara ukuran keberhasilan capaiannya

sebesar 97,61% (berhasil). Dari angka NTP tahun 2014 sebesar 107,37 tersebut terlihat bahwa

ada sebesar 7,37% dari penghasilan petani yang dapat disimpan setelah memenuhi kebutuhan

berproduksi dan konsumsi rumahtangga (100=titik impas). Jika dibandingkan dengan capaian

tahun 2013 sebesar 104,95 maka terjadi peningkatan sebesar 2,42 poin (2,31%).

Berdasarkan hasil penelitian Patanas oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, pada

tahun 2010 hingga 2012, diketahui bahwa sumber pendapatan rumahtangga tani sebesar

33,87-40% berasal dari sektor non pertanian. Artinya, dengan hanya perolehan pendapatan

dari sektor pertanian, petani sudah dapat mencukupi kebutuhan berproduksi dan

konsumsinya serta dapat menggunakan sisa penghasilan sebesar 7,37% dan pendapatan dari

sektor non pertanian untuk membiayai kebutuhan non produksi dan non konsumsinya.

Gambar 11. Pengembangan Sapi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 91

Kementerian Pertanian

Tabel 52. Persentase Capaian Kinerja Peningkatan Kesejahteraan Petani Kementerian Pertanian Tahun 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian Kinerja

Meningkatnya Kesejahteraan Petani

- Nilai Tukar Petani (NTP) 110-115 107,37 97,61

- Persentase pertumbuhan pendapatan per kapita

11,10% 11,41 102,79

Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, 2014

3.3.4.1 Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani

(It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana It menunjukkan fluktuasi harga

barang-barang yang dihasilkan petani sementara Ib mencerminkan harga barang-barang yang

dikonsumsi petani dan barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. NTP

digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang

dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumahtangga. Umumnya, NTP digunakan

sebagai indikator proksi kesejahteraan petani.

Peningkatan NTP dapat dilakukan dengan meningkatkan indeks harga yang diterima petani,

namun hal ini dapat memacu inflasi yang tidak diinginkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu,

untuk meningkatkan NTP perlu diupayakan agar peningkatan indeks harga yang dibayar

petani tidak terlalu progresif.

Perlu dicermati bahwa NTP bukan mutlak ukuran kesejahteraan petani karena walaupun

indeks harga yang diterima petani meningkat, namun belum tentu NTP meningkat, karena

masih tergantung dengan indeks harga yang dibayar petani.

Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014, secara umum dinyatakan

bahwa untuk periode 2010-2014, sasaran angka NTP berkisar antara 115-120, yang berarti

bahwa penerimaan petani diharapkan semakin lebih besar dari pengeluaran.

Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, NTP meningkat pesat. Walaupun

sempat menurun pada tahun 2013, namun NTP melonjak dari 101,77 pada tahun 2010 menjadi

107,37 pada tahun 2014. Bahkan pencapaian NTP pada tahun 2014 merupakan capaian

tertinggi sepanjang 2010–2014. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh laju peningkatan

indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan indeks harga

yang dibayar petani. Perkembangan NTP selama periode 2010-2014 dapat dilihat pada Gambar

6 dan Tabel 53.

Gambar 10. Perkembangan Nilai Tukar Petani, 2010-2014 (2007 = 100)

Sumber data: BPS, 2014

Hasil perhitungan NTP yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan

menggunakan tahun dasar 2007 menunjukkan bahwa NTP rata-rata nasional pada tahun 2014

mencapai 107,37 dari target sebesar 110-115 atau secara ukuran keberhasilan capaiannya

sebesar 97,61% (berhasil). Dari angka NTP tahun 2014 sebesar 107,37 tersebut terlihat bahwa

ada sebesar 7,37% dari penghasilan petani yang dapat disimpan setelah memenuhi kebutuhan

berproduksi dan konsumsi rumahtangga (100=titik impas). Jika dibandingkan dengan capaian

tahun 2013 sebesar 104,95 maka terjadi peningkatan sebesar 2,42 poin (2,31%).

Berdasarkan hasil penelitian Patanas oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, pada

tahun 2010 hingga 2012, diketahui bahwa sumber pendapatan rumahtangga tani sebesar

33,87-40% berasal dari sektor non pertanian. Artinya, dengan hanya perolehan pendapatan

dari sektor pertanian, petani sudah dapat mencukupi kebutuhan berproduksi dan

konsumsinya serta dapat menggunakan sisa penghasilan sebesar 7,37% dan pendapatan dari

sektor non pertanian untuk membiayai kebutuhan non produksi dan non konsumsinya.

Gambar 11. Pengembangan Sapi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201492

Kementerian Pertanian

Tabel 53. Perkembangan Nilai Tukar Petani (2007=100), 2010-2014

Bulan Nilai Tukar Petani

2010 2011 2012 2013 2014 Januari 101,20 103,01 105,73 105,67 107,79 Februari 101,19 103,33 105,10 105,19 106,98 Maret 101,09 103,32 104,68 104,53 106,63 April 101,20 103,91 104,71 104,55 106,59 Mei 101,16 104,50 104,77 104,95 106,74 Juni 101,39 104,79 104,88 105,28 106,96 Juli 101,77 104,87 104,96 104,58 107,19 Agustus 101,82 105,11 105,26 104,32 107,43 September 102,19 105,17 105,41 104,56 107,90 Oktober 102,61 105,51 105,76 105,30 108,80 Nopember 102,89 105,64 105,72 105,15 108,23 Desember 102,75 105,75 105,87 105,30 107,27 Rataan 101,77 104,58 105,24 104,95 107,37

Sumber: BPS, 2014

Grafik 2. Perkembangan NTP Tahun 2010- 2013 (Januari s.d Desember)

Sumber: BPS, 2014

Walaupun demikian, NTP yang akselerasi pertumbuhannya semakin rendah sejak 2010

mengindikasikan kenaikkan harga-harga kebutuhan konsumsi dan sarana prasarana

berproduksi yang semakin tinggi, sementara harga jual produk pertanian meningkat lebih

lambat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan harga jual produk

pertanian sehingga dapat menaikkan daya beli petani. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan mencegah kejatuhan harga produk pertanian yang umumnya terjadi saat

panen raya melalui mekanisme harga dasar.

Hasil perhitungan NTP (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan)

oleh BPS dengan menggunakan tahun dasar 2007 menunjukkan bahwa NTP rata-rata tahun

2010-2014 mencapai 104,85 (Tabel 2). NTP rata-rata tahun 2010-2014 tertinggi adalah pada

subsektor tanaman hortikultura sebesar 108,91, diikuti oleh sub sektor tanaman perkebunan

rakyat (105,49), sub sektor peternakan (102,67), dan NTP terendah pada sub sektor tanaman

pangan (102,31). NTP tahun 2010-2014 mengalami pertumbuhan rata-rata 0,97%. Pada periode

tersebut NTP tanaman pangan, tanaman hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan

mengalami pertumbuhan positif masing-masing 1,02%, 0,70%, 0,50%, dan 0,16%.

Tabel 54. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor (2007=100), 2010 – 2014

No Tahun

Nilai Tukar Petani

Total Tanaman Pangan

Tanaman Hortikultura

Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan

1. 2010 101,77 9778 107,6 104,07 104,10 2. 2011 104,58 102,82 108,95 107,29 101,22 3. 2012 105,24 104,70 109,03 105,91 101,33 4. 2013 104,92 104,62 108,35 104,13 102,05 5. 2014 105,75 101,64 110,61 106,07 104,67

Rataan 104,85 102,31 108,91 105,49 102,67 Pertumbuhan (%) 0,97 1,02 0,70 0,50 0,16

Sumber: BPS, 2014

Permasalahan rendahnya NTP sehingga capaiannya belum mencapai target yang ditetapkan,

antara lain disebabkan oleh: (1) Skala usaha budidaya pertanian yang relatif kecil; (2) Harga

komoditas berfluktuasi, terutama pada saat panen raya; (3) Pembangunan infrastruktur yang

belum merata sehingga menyebabkan harga jual rendah dan harga kebutuhan lain tinggi;

(4) Aplikasi teknologi yang belum optimal, hal ini antara lain disebabkan karena terbatasnya

permodalan petani yang mengakibatkan produktivitas rendah; (5) Daya saing komoditas

pertanian relatif rendah; (6) Laju pertumbuhan harga konsumsi dan harga sarana produksi

lebih tinggi dari laju pertumbuhan harga komoditas; (7) Dari sisi konsumsi rumahtangga,

pertumbuhan pengeluaran untuk bahan makanan, makanan jadi, perumahan dan sandang

lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan produksi komoditas pertanian; (8) Dari sisi biaya

produksi, laju pertumbuhan harga/biaya obat-obatan dan penambahan barang modal tinggi

dibandingkan laju pertumbuhan harga komoditas pertanian.

Upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam Rencana Strategis Kementerian

Pertanian 2010-2014 untuk meningkatkan pendapatan serta menjaga harga jual masih relevan

dengan berbagai catatan:

(1) Penetapan HPP dan harga output yang proporsional dan lebih berpihak ke petani.

(2) Melakukan upaya koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memungkinkan

diberikannya keringanan pajak terhadap barang-barang modal atau sarana yang

digunakan untuk berusahatani.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 93

Kementerian Pertanian

Tabel 53. Perkembangan Nilai Tukar Petani (2007=100), 2010-2014

Bulan Nilai Tukar Petani

2010 2011 2012 2013 2014 Januari 101,20 103,01 105,73 105,67 107,79 Februari 101,19 103,33 105,10 105,19 106,98 Maret 101,09 103,32 104,68 104,53 106,63 April 101,20 103,91 104,71 104,55 106,59 Mei 101,16 104,50 104,77 104,95 106,74 Juni 101,39 104,79 104,88 105,28 106,96 Juli 101,77 104,87 104,96 104,58 107,19 Agustus 101,82 105,11 105,26 104,32 107,43 September 102,19 105,17 105,41 104,56 107,90 Oktober 102,61 105,51 105,76 105,30 108,80 Nopember 102,89 105,64 105,72 105,15 108,23 Desember 102,75 105,75 105,87 105,30 107,27 Rataan 101,77 104,58 105,24 104,95 107,37

Sumber: BPS, 2014

Grafik 2. Perkembangan NTP Tahun 2010- 2013 (Januari s.d Desember)

Sumber: BPS, 2014

Walaupun demikian, NTP yang akselerasi pertumbuhannya semakin rendah sejak 2010

mengindikasikan kenaikkan harga-harga kebutuhan konsumsi dan sarana prasarana

berproduksi yang semakin tinggi, sementara harga jual produk pertanian meningkat lebih

lambat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan harga jual produk

pertanian sehingga dapat menaikkan daya beli petani. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan mencegah kejatuhan harga produk pertanian yang umumnya terjadi saat

panen raya melalui mekanisme harga dasar.

Hasil perhitungan NTP (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan)

oleh BPS dengan menggunakan tahun dasar 2007 menunjukkan bahwa NTP rata-rata tahun

2010-2014 mencapai 104,85 (Tabel 2). NTP rata-rata tahun 2010-2014 tertinggi adalah pada

subsektor tanaman hortikultura sebesar 108,91, diikuti oleh sub sektor tanaman perkebunan

rakyat (105,49), sub sektor peternakan (102,67), dan NTP terendah pada sub sektor tanaman

pangan (102,31). NTP tahun 2010-2014 mengalami pertumbuhan rata-rata 0,97%. Pada periode

tersebut NTP tanaman pangan, tanaman hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan

mengalami pertumbuhan positif masing-masing 1,02%, 0,70%, 0,50%, dan 0,16%.

Tabel 54. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor (2007=100), 2010 – 2014

No Tahun

Nilai Tukar Petani

Total Tanaman Pangan

Tanaman Hortikultura

Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan

1. 2010 101,77 9778 107,6 104,07 104,10 2. 2011 104,58 102,82 108,95 107,29 101,22 3. 2012 105,24 104,70 109,03 105,91 101,33 4. 2013 104,92 104,62 108,35 104,13 102,05 5. 2014 105,75 101,64 110,61 106,07 104,67

Rataan 104,85 102,31 108,91 105,49 102,67 Pertumbuhan (%) 0,97 1,02 0,70 0,50 0,16

Sumber: BPS, 2014

Permasalahan rendahnya NTP sehingga capaiannya belum mencapai target yang ditetapkan,

antara lain disebabkan oleh: (1) Skala usaha budidaya pertanian yang relatif kecil; (2) Harga

komoditas berfluktuasi, terutama pada saat panen raya; (3) Pembangunan infrastruktur yang

belum merata sehingga menyebabkan harga jual rendah dan harga kebutuhan lain tinggi;

(4) Aplikasi teknologi yang belum optimal, hal ini antara lain disebabkan karena terbatasnya

permodalan petani yang mengakibatkan produktivitas rendah; (5) Daya saing komoditas

pertanian relatif rendah; (6) Laju pertumbuhan harga konsumsi dan harga sarana produksi

lebih tinggi dari laju pertumbuhan harga komoditas; (7) Dari sisi konsumsi rumahtangga,

pertumbuhan pengeluaran untuk bahan makanan, makanan jadi, perumahan dan sandang

lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan produksi komoditas pertanian; (8) Dari sisi biaya

produksi, laju pertumbuhan harga/biaya obat-obatan dan penambahan barang modal tinggi

dibandingkan laju pertumbuhan harga komoditas pertanian.

Upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam Rencana Strategis Kementerian

Pertanian 2010-2014 untuk meningkatkan pendapatan serta menjaga harga jual masih relevan

dengan berbagai catatan:

(1) Penetapan HPP dan harga output yang proporsional dan lebih berpihak ke petani.

(2) Melakukan upaya koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memungkinkan

diberikannya keringanan pajak terhadap barang-barang modal atau sarana yang

digunakan untuk berusahatani.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201494

Kementerian Pertanian

(3) Mengupayakan pemberian skim subsidi bunga kredit dan penjaminan untuk investasi dan

modal kerja usahatani.

(4) Melanjutkan upaya intervensi stabilisasi harga melalui pembelian dari BULOG,

menerapkan secara intensif sistem pembelian dengan resi gudang khususnya untuk

komoditi utama pada saat panen. Mengembangkan kelembagaan sistem tunda jual yang

memungkinkan petani mendapatkan harga jual produk pertanian yang wajar.

(5) Melakukan proteksi terhadap serbuan impor hasil-hasil pertanian, baik melalui instrumen

tarif dan non tarif. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melindungi kejatuhan harga pertanian

akibat perdagangan internasional yang tidak adil (unfair market).

(6) Pengembangan infrastruktur oleh Pemerintah yang dilakukan secara padat karya dengan

melibatkan petani yang menjadi sasaran kegiatan.

(7) Mengembangkan berbagai aktivitas off-farm yang mampu membangkitkan penghasilan

bagi petani dengan basis kegiatan yang terkait usahatani, seperti wisata agro, industri

rumah tangga berbahan baku hasil pertanian dan industri rumah tangga yang dapat

menghasilkan peralatan pertanian sederhana.

(8) Mengupayakan insentif bagi tumbuhnya industri hulu dan hilir pertanian.

(9) Mengupayakan adanya payung hukum bagi bertumbuhnya Lembaga Pembiayaan

Pertanian yang tersedia di perdesaan.

3.3.4.2 Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita

Pendapatan petani per kapita adalah pendapatan yang diterima oleh setiap petani dalam

suatu negara selama kurun waktu satu tahun, atau ditentukan oleh besarnya pendapatan

pertanian dan jumlah petani. Pendapatan per kapita petani dihitung dengan membagi Produk

Domestik Bruto (PDB) per subsektor/sektor pertanian dengan jumlah petani pada masing-

masing sub sektor/sektor pertanian. Data PDB diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik

(BPS), sementara data jumlah petani diperoleh dari estimasi berdasarkan proyeksi angkatan

kerja per sub sektor (Proyeksi Pusdatin) dikalikan dengan proporsi angkatan kerja yang

diperoleh dari Proyeksi Penduduk BPS tahun 2010-2035.

Pendapatan petani per kapita meningkat menjadi Rp5,36 juta/kapita/tahun pada tahun 2014

atau meningkat 11,41% dibandingkan tahun 2013. Persentase realisasi peningkatan pendapatan

petani per kapita tahun 2014 sebesar 11,41% ini lebih besar dari target tahun 2014 sebesar 11,10%

atau secara ukuran keberhasilannya mencapai 102,79% (sangat berhasil). Pada tahun 2013,

rata-rata pendapatan petani per kapita adalah sebesar Rp4,81 juta/kapita/tahun. Jika

dibandingkan dengan capaian pertumbuhan pendapatan petani per kapita pada tahun 2013

sebesar 4,10% maka realisasi capaian tahun 2014 mengalami peningkatan pertumbuhan

sebesar 7,31%. Peningkatan pendapatan petani per kapita pada tahun 2014, secara umum

disebabkan peningkatan harga produk pertanian yang cukup signifikan dibandingkan pada

tahun 2013.

Jika dicermati pada tiap-tiap sub sektor, pendapatan petani per kapita tertinggi pada tahun

2014 adalah pada sub sektor peternakan sebesar Rp7,16 juta/kapita/tahun, diikuti berturut-

turut oleh subsektor tanaman pangan (Rp6,53 juta/kapita/tahun) dan perkebunan (Rp3,09

juta/kapita/tahun) (Tabel 55).

Tabel 55. Perkembangan Pendapatan Petani per Kapita, 2010-2014 3)

Sub Sektor/Sektor Pendapatan Petani Per Kapita (RpJuta/Kap/Tahun)1)

2010 2011 2012 2013 20144)

Tanaman Pangan 4,50 5,06 5,56 5,77 6,53

(%)2) (7,55) (12,34) (9,83) (3,87) (13,18)

Perkebunan 2,59 2,71 2,64 2,78 3,09

(%)2) (0,55) (4,74) (-2,63) (5,24) (11,29)

Peternakan 6,10 6,33 6,58 6,87 7,16

(%)2) (3,56) (3,87) (3,85) (4,39) (4,28)

Pertanian Sempit 3) 4,08 4,43 4,62 4,81 5,36

(%)2) (4,88) (8,70) (4,31) (4,10) (11,41) Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan:

1) Pendapatan per kapita dihitung dengan membagi PDB harga konstan 2000 tahun bersangkutan dengan jumlah petani pada masing-masing sub sektor. Penentuan jumlah petani sebagai pembagi PDB, dihitung dari perkalian proyeksi angkatan kerja per sub sektor (Proyeksi Pusdatin) dengan proporsi angkatan kerja (BPS, Proyeksi Penduduk 2010-2035).

2) Angka dalam kurung menunjukkan perkembangan dari tahun sebelumnya. 3) Pertanian Sempit terdiri dari sub sektor tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan. 4) Pendapatan per kapita dihitung dari PDB tahun 2014 dari BPS sampai dengan Triwulan III.

Persentase perkembangan pendapatan petani per kapita di sub sektor peternakan

mengalami penurunan, yaitu menurun dari 4,39% pada tahun 2013 menjadi 4,28% pada tahun

2014. Trend penurunan ini dinilai wajar karena semakin maju perekonomian suatu negara,

maka pembangunan di sektor pertanian akan menurun yang disebabkan oleh fokus

pemerintah yang lebih pada pembangunan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan

ekonomi negara. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto yang

mengalami penurunan drastis dari 50% pada dekade 1960-an menjadi hanya 13-15% saat ini.

Sementara itu persentase perkembangan pendapatan petani per kapita di sub sektor

tanaman pangan dan sub sektor perkebunan dan pertanian sempit mengalami kenaikan,

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 95

Kementerian Pertanian

(3) Mengupayakan pemberian skim subsidi bunga kredit dan penjaminan untuk investasi dan

modal kerja usahatani.

(4) Melanjutkan upaya intervensi stabilisasi harga melalui pembelian dari BULOG,

menerapkan secara intensif sistem pembelian dengan resi gudang khususnya untuk

komoditi utama pada saat panen. Mengembangkan kelembagaan sistem tunda jual yang

memungkinkan petani mendapatkan harga jual produk pertanian yang wajar.

(5) Melakukan proteksi terhadap serbuan impor hasil-hasil pertanian, baik melalui instrumen

tarif dan non tarif. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melindungi kejatuhan harga pertanian

akibat perdagangan internasional yang tidak adil (unfair market).

(6) Pengembangan infrastruktur oleh Pemerintah yang dilakukan secara padat karya dengan

melibatkan petani yang menjadi sasaran kegiatan.

(7) Mengembangkan berbagai aktivitas off-farm yang mampu membangkitkan penghasilan

bagi petani dengan basis kegiatan yang terkait usahatani, seperti wisata agro, industri

rumah tangga berbahan baku hasil pertanian dan industri rumah tangga yang dapat

menghasilkan peralatan pertanian sederhana.

(8) Mengupayakan insentif bagi tumbuhnya industri hulu dan hilir pertanian.

(9) Mengupayakan adanya payung hukum bagi bertumbuhnya Lembaga Pembiayaan

Pertanian yang tersedia di perdesaan.

3.3.4.2 Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita

Pendapatan petani per kapita adalah pendapatan yang diterima oleh setiap petani dalam

suatu negara selama kurun waktu satu tahun, atau ditentukan oleh besarnya pendapatan

pertanian dan jumlah petani. Pendapatan per kapita petani dihitung dengan membagi Produk

Domestik Bruto (PDB) per subsektor/sektor pertanian dengan jumlah petani pada masing-

masing sub sektor/sektor pertanian. Data PDB diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik

(BPS), sementara data jumlah petani diperoleh dari estimasi berdasarkan proyeksi angkatan

kerja per sub sektor (Proyeksi Pusdatin) dikalikan dengan proporsi angkatan kerja yang

diperoleh dari Proyeksi Penduduk BPS tahun 2010-2035.

Pendapatan petani per kapita meningkat menjadi Rp5,36 juta/kapita/tahun pada tahun 2014

atau meningkat 11,41% dibandingkan tahun 2013. Persentase realisasi peningkatan pendapatan

petani per kapita tahun 2014 sebesar 11,41% ini lebih besar dari target tahun 2014 sebesar 11,10%

atau secara ukuran keberhasilannya mencapai 102,79% (sangat berhasil). Pada tahun 2013,

rata-rata pendapatan petani per kapita adalah sebesar Rp4,81 juta/kapita/tahun. Jika

dibandingkan dengan capaian pertumbuhan pendapatan petani per kapita pada tahun 2013

sebesar 4,10% maka realisasi capaian tahun 2014 mengalami peningkatan pertumbuhan

sebesar 7,31%. Peningkatan pendapatan petani per kapita pada tahun 2014, secara umum

disebabkan peningkatan harga produk pertanian yang cukup signifikan dibandingkan pada

tahun 2013.

Jika dicermati pada tiap-tiap sub sektor, pendapatan petani per kapita tertinggi pada tahun

2014 adalah pada sub sektor peternakan sebesar Rp7,16 juta/kapita/tahun, diikuti berturut-

turut oleh subsektor tanaman pangan (Rp6,53 juta/kapita/tahun) dan perkebunan (Rp3,09

juta/kapita/tahun) (Tabel 55).

Tabel 55. Perkembangan Pendapatan Petani per Kapita, 2010-2014 3)

Sub Sektor/Sektor Pendapatan Petani Per Kapita (RpJuta/Kap/Tahun)1)

2010 2011 2012 2013 20144)

Tanaman Pangan 4,50 5,06 5,56 5,77 6,53

(%)2) (7,55) (12,34) (9,83) (3,87) (13,18)

Perkebunan 2,59 2,71 2,64 2,78 3,09

(%)2) (0,55) (4,74) (-2,63) (5,24) (11,29)

Peternakan 6,10 6,33 6,58 6,87 7,16

(%)2) (3,56) (3,87) (3,85) (4,39) (4,28)

Pertanian Sempit 3) 4,08 4,43 4,62 4,81 5,36

(%)2) (4,88) (8,70) (4,31) (4,10) (11,41) Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan:

1) Pendapatan per kapita dihitung dengan membagi PDB harga konstan 2000 tahun bersangkutan dengan jumlah petani pada masing-masing sub sektor. Penentuan jumlah petani sebagai pembagi PDB, dihitung dari perkalian proyeksi angkatan kerja per sub sektor (Proyeksi Pusdatin) dengan proporsi angkatan kerja (BPS, Proyeksi Penduduk 2010-2035).

2) Angka dalam kurung menunjukkan perkembangan dari tahun sebelumnya. 3) Pertanian Sempit terdiri dari sub sektor tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan. 4) Pendapatan per kapita dihitung dari PDB tahun 2014 dari BPS sampai dengan Triwulan III.

Persentase perkembangan pendapatan petani per kapita di sub sektor peternakan

mengalami penurunan, yaitu menurun dari 4,39% pada tahun 2013 menjadi 4,28% pada tahun

2014. Trend penurunan ini dinilai wajar karena semakin maju perekonomian suatu negara,

maka pembangunan di sektor pertanian akan menurun yang disebabkan oleh fokus

pemerintah yang lebih pada pembangunan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan

ekonomi negara. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto yang

mengalami penurunan drastis dari 50% pada dekade 1960-an menjadi hanya 13-15% saat ini.

Sementara itu persentase perkembangan pendapatan petani per kapita di sub sektor

tanaman pangan dan sub sektor perkebunan dan pertanian sempit mengalami kenaikan,

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201496

Kementerian Pertanian

yaitu: sub sektor sektor tanaman pangan dari 3,87% pada 2013 menjadi 13,18% pada 2014, sub

sektor perkebunan dari 5,24% pada 2013 menjadi 11,29% pada 2014, dan pertanian sempit dari

4,10% pada 2013 menjadi 11,41% pada 2014.

Beberapa faktor yang menyebabkan pendapatan petani tidak meningkat secara signifikan,

antara lain: (1) sempitnya luasan lahan yang diusahakan oleh petani dan bahkan cenderung

menyempit sehingga peningkatan jumlah pendapatan tidak proporsional dengan jumlah

petani, dan (2) naiknya harga faktor-faktor produksi seperti pupuk dan benih secara berkala.

Di samping sebagai hasil dari berbagai program/kegiatan yang ditujukan untuk pencapaian 3

target sukses lainnya (swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi

pangan, serta peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor), ada beberapa kegiatan

Kementerian Pertanian yang secara langsung ditujukan untuk pemberdayaan petani guna

peningkatan kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan dimaksud adalah:

(1) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan mempunyai sasaran utama untuk

mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan

kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah (mencakup target

wilayah di 33 provinsi).

Realisasi kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) pada tahun 2014

yaitu dari target PK sebanyak 1.713 gapoktan, terealisasi 1.713 gapoktan atau (100%),

sedangkan realisasi keuangan, dari alokasi senilai Rp171,3 miliar, terserap Rp171,3 miliar

(100%).

(2) Penyaluran LM3 Kementerian Pertanian

Realisasi kegiatan pengembangan kelembagaan ekonomi perdesaan melalui Lembaga

Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) tahun 2014 sebanyak 434 unit yaitu: LM3

bidang Hortikultura sebanyak 305 lembaga, dan LM3 bidang Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian sebanyak 129 lembaga yang tersebar di 33 provinsi.

(3) Akses Petani dalam Pembiayaan

Dalam rangka mempermudah akses petani terhadap pembiayaan, Kementerian

Pertanian telah melakukan koordinasi dengan berbagai mitra, sehingga sampai saat ini

tersedia beberapa skim kredit bagi petani yaitu: (1) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

(KKP-E), (2) Kredit Usaha Rakyat; dan (3) asuransi pertanian dan peningkatan

kemampuan petani dalam mengelola dana BLM PUAP. Realisasi Penyaluran Kredit

Program Tahun 2014 (Desember 2014) adalah:

(a) Realisasi kredit program KKP-E sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 senilai

Rp1,76 triliun (22,9% dari rencana tahunan penyaluran/RTP senilai Rp7,69 triliun) atau

83,57% jika dibandingkan dengan komitmen bank Rp9,20 triliun.

(b) Realisasi penyaluran KUR sektor pertanian tahun 2014 (Januari-Desember) senilai

Rp7,51 triliun atau 20,05% dari total penyaluran KUR semua sektor senilai Rp37,47

triliun.

(c) Pada tahun 2014 telah terlaksana model asuransi pertanian pada luasan 3.173 Ha.

Asuransi pertanian ini ditujukan untuk petani yang mengalami kegagalan dalam usaha

tani padi disebabkan oleh iklim seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan

penyakit tumbuhan/OPT yang kesemuanya merugikan petani. Program ini

memberikan kontribusi positif kepada petani dengan tersedianya modal kerja petani

(untuk membeli saprodi dan biaya tenaga kerja) untuk penanaman padi pada musim

berikutnya).

(d) Untuk peningkatan kemampuan SDM Gapoktan sebagai pengelola dana BLM-PUAP

pada tahun 2014 ini, telah dilaksanakan pelatihan terhadap 50 LKMA. Dengan

kemampuan yang baik dalam pengelolaan dana BLM PUAP, akan menciptakan

keberlanjutan perguliran dana untuk pengembangan usaha agribisnis pertanian di

perdesaan.

(4) Pendidikan dan Pelatihan Petani

Dalam rangka pemberdayaan petani guna mendukung peningkatan kesejahteraan

petani, selama tahun 2014 dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi petani, antara lain:

(a) Diklat bagi Pengurus Gapoktan yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP

Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Batu, BBPP Binuang,

BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, dan BPP Jambi. Realisasi sebanyak 262 orang dari

target 273 orang (96%);

(b) Diklat bagi Pengelola Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) yang

dilaksanakan di 10 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang,

BBPP Ketindan, BBPP Batu, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP

Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebesar sebanyak 549 orang dari target 575 orang

(95%);

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 97

Kementerian Pertanian

yaitu: sub sektor sektor tanaman pangan dari 3,87% pada 2013 menjadi 13,18% pada 2014, sub

sektor perkebunan dari 5,24% pada 2013 menjadi 11,29% pada 2014, dan pertanian sempit dari

4,10% pada 2013 menjadi 11,41% pada 2014.

Beberapa faktor yang menyebabkan pendapatan petani tidak meningkat secara signifikan,

antara lain: (1) sempitnya luasan lahan yang diusahakan oleh petani dan bahkan cenderung

menyempit sehingga peningkatan jumlah pendapatan tidak proporsional dengan jumlah

petani, dan (2) naiknya harga faktor-faktor produksi seperti pupuk dan benih secara berkala.

Di samping sebagai hasil dari berbagai program/kegiatan yang ditujukan untuk pencapaian 3

target sukses lainnya (swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi

pangan, serta peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor), ada beberapa kegiatan

Kementerian Pertanian yang secara langsung ditujukan untuk pemberdayaan petani guna

peningkatan kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan dimaksud adalah:

(1) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan mempunyai sasaran utama untuk

mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan

kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah (mencakup target

wilayah di 33 provinsi).

Realisasi kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) pada tahun 2014

yaitu dari target PK sebanyak 1.713 gapoktan, terealisasi 1.713 gapoktan atau (100%),

sedangkan realisasi keuangan, dari alokasi senilai Rp171,3 miliar, terserap Rp171,3 miliar

(100%).

(2) Penyaluran LM3 Kementerian Pertanian

Realisasi kegiatan pengembangan kelembagaan ekonomi perdesaan melalui Lembaga

Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) tahun 2014 sebanyak 434 unit yaitu: LM3

bidang Hortikultura sebanyak 305 lembaga, dan LM3 bidang Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian sebanyak 129 lembaga yang tersebar di 33 provinsi.

(3) Akses Petani dalam Pembiayaan

Dalam rangka mempermudah akses petani terhadap pembiayaan, Kementerian

Pertanian telah melakukan koordinasi dengan berbagai mitra, sehingga sampai saat ini

tersedia beberapa skim kredit bagi petani yaitu: (1) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

(KKP-E), (2) Kredit Usaha Rakyat; dan (3) asuransi pertanian dan peningkatan

kemampuan petani dalam mengelola dana BLM PUAP. Realisasi Penyaluran Kredit

Program Tahun 2014 (Desember 2014) adalah:

(a) Realisasi kredit program KKP-E sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 senilai

Rp1,76 triliun (22,9% dari rencana tahunan penyaluran/RTP senilai Rp7,69 triliun) atau

83,57% jika dibandingkan dengan komitmen bank Rp9,20 triliun.

(b) Realisasi penyaluran KUR sektor pertanian tahun 2014 (Januari-Desember) senilai

Rp7,51 triliun atau 20,05% dari total penyaluran KUR semua sektor senilai Rp37,47

triliun.

(c) Pada tahun 2014 telah terlaksana model asuransi pertanian pada luasan 3.173 Ha.

Asuransi pertanian ini ditujukan untuk petani yang mengalami kegagalan dalam usaha

tani padi disebabkan oleh iklim seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan

penyakit tumbuhan/OPT yang kesemuanya merugikan petani. Program ini

memberikan kontribusi positif kepada petani dengan tersedianya modal kerja petani

(untuk membeli saprodi dan biaya tenaga kerja) untuk penanaman padi pada musim

berikutnya).

(d) Untuk peningkatan kemampuan SDM Gapoktan sebagai pengelola dana BLM-PUAP

pada tahun 2014 ini, telah dilaksanakan pelatihan terhadap 50 LKMA. Dengan

kemampuan yang baik dalam pengelolaan dana BLM PUAP, akan menciptakan

keberlanjutan perguliran dana untuk pengembangan usaha agribisnis pertanian di

perdesaan.

(4) Pendidikan dan Pelatihan Petani

Dalam rangka pemberdayaan petani guna mendukung peningkatan kesejahteraan

petani, selama tahun 2014 dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi petani, antara lain:

(a) Diklat bagi Pengurus Gapoktan yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP

Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Batu, BBPP Binuang,

BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, dan BPP Jambi. Realisasi sebanyak 262 orang dari

target 273 orang (96%);

(b) Diklat bagi Pengelola Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) yang

dilaksanakan di 10 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang,

BBPP Ketindan, BBPP Batu, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP

Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebesar sebanyak 549 orang dari target 575 orang

(95%);

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 201498

Kementerian Pertanian

(c) Diklat bagi Pengelola LM3 yang dilaksanakan di 3 UPT Pelatihan yaitu BBPP Ketindan,

BBPP Kupang dan BPP Jambi. Realisasi peserta sebanyak 86 orang dari target 90

orang (96%);

(d) Diklat Kewirausahaan Agribisnis yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP

Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Binuang, BBPP

Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebanyak 270

orang dari target 270 orang (100%);

(e) Diklat bagi Pemuda Tani yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi,

BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku,

BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebanyak 268 orang dari target

270 orang (99%).

Di samping berbagai pogram yang secara teknis ditujukan untuk berkontribusi secara

langsung terhadap pencapaian sasaran 4 target sukses (target utama), Kementerian

Pertanian juga melaksanakan 2 (dua) program lainnya yang lebih ditujukan untuk memberikan

dukungan manajemen dan administrasi bagi pelaksanaan program-program lainnya di lingkup

Kementerian Pertanian. Ke-dua program dimaksud adalah: (1) Program Pengawasan dan

Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian dan (2) Program Dukungan

Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian.

(1) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian

Sasaran dari program ini adalah meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur

Kementerian Pertanian, dengan indikator kinerja dan pencapaiannya dapat

digambarkan sebagai berikut:

(a) Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program/kegiatan serta pengelolaan

keuangan pada satker lingkup Kementerian Pertanian.

Inspektorat Jenderal selama tahun 2014 telah melaksanakan audit terhadap satker-

satker lingkup Kementerian Pertanian sebanyak 427 satker atau 102,64% dari target

416 satker yang ditetapkan. Total anggaran yang dikelola 427 satker teraudit senilai

Rp11.826.009.770.000,00 (76,44%) dari total anggaran Kementerian Pertanian

senilai Rp15.470.610.980.000,00. Berdasarkan hasil audit kinerja, dapat

diinterpretasikan bahwa hasil audit atas kinerja 427 satker masih terdapat temuan

tidak efektif senilai Rp70.531.733.097,00 atau 0,60% dari total anggaran yang

diaudit dan temuan tidak efisien senilai Rp1.862.155.486 atau 0,02% dari total

anggaran yang diaudit.

Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian

telah menunjukkan peningkatan kinerja pengawasan yang positif dalam aspek

pencapaian indikator kinerja efektifitas dan efisiensi pelaksanaan

program/kegiatan pada satker lingkup Kementerian Pertanian yang diaudit. Hal ini

ditunjukkan semakin menurunannya nilai inefektifitas dan inefisiensi sebagaimana

tergambarkan dalam Tabel 56.

Tabel 56. Deskripsi Capaian Indikator Inefektifitas dan Inefisiensi Periode 2010 – 2014

Tahun Jumlah Satker yang diaudit

Anggaran yang diaudit (Rp)

% Inefektifitas

% Inefisiensi

2010 405 5.414.162.556.000 1,19 0,15 2011 452 5.957.355.344.000 1,66 0,21 2012 458 12.004.816.949.000 2,46 0,14 2013 458 13.618.208.022.000 1,01 0,18 2014 427 11.826.009.770.000 0,60 0,02

Sumber: Itjen Kementan 2014

(b) Temuan Tidak Ekonomis (Kerugian Negara)

Berdasarkan hasil audit kinerja yang telah dilaksanakan selama tahun 2014,

diperoleh bahwa nilai temuan Kerugian Negara (tidak ekonomis) senilai

Rp34.634.950.381,00 atau 0,29% dari total anggaran yang diaudit senilai

Rp11.826.009.770.000,00. Hasil persentase capaian indikator unsur temuan

Kerugian Negara (tidak ekonomis) lebih kecil dari target ditetapkan sebesar 1% dari

total anggaran yang diaudit. Adapun laju tren fluktuasi Nilai Kerugian Negara

selama kurun waktu 2010 – 2014 sebagaimana data pada Tabel 57.

Tabel 57. Deskripsi Nilai Kerugian Negara Kementan Tahun 2009 – 2014 Tahun Nilai KN (Rp.) % KN terhadap anggaran yang diaudit Tren 2010 6.277.311.305,51 0,12 2011 8.491.387.857,22 0,13 0,03 2012 12.902.654.719,26 0,11 -0,03 2013 34.648.432.464,51 0,19 0,14 2014 34.634.950.381,48 0,29 -0,03

Sumber: Itjen Kementan 2014

(c) Tindak lanjut temuan tidak ekonomis (Kerugian Negara)

Tindak lanjut temuan tidak ekonomis (Kerugian Negara) adalah pemantauan

terhadap tindak lanjut penyelesaian administrasi, teknis, dan kerugian negara hasil

audit kinerja terhadap temuan tahun lalu. Jumlah total temuan Kerugian Negara

selama periode 2009-2014 adalah senilai Rp162.409.732.569,22,00 dan telah

ditindaklanjuti senilai Rp138.833.139.368,40,00 atau 85,48% dari total nilai temuan

Kerugian Negara.

(d) Unit Kerja Eselon II/UPT lingkup Kementerian Pertanian yang dinyatakan sebagai

unit kerja Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK).

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 99

Kementerian Pertanian

(c) Diklat bagi Pengelola LM3 yang dilaksanakan di 3 UPT Pelatihan yaitu BBPP Ketindan,

BBPP Kupang dan BPP Jambi. Realisasi peserta sebanyak 86 orang dari target 90

orang (96%);

(d) Diklat Kewirausahaan Agribisnis yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP

Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Binuang, BBPP

Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebanyak 270

orang dari target 270 orang (100%);

(e) Diklat bagi Pemuda Tani yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi,

BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku,

BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebanyak 268 orang dari target

270 orang (99%).

Di samping berbagai pogram yang secara teknis ditujukan untuk berkontribusi secara

langsung terhadap pencapaian sasaran 4 target sukses (target utama), Kementerian

Pertanian juga melaksanakan 2 (dua) program lainnya yang lebih ditujukan untuk memberikan

dukungan manajemen dan administrasi bagi pelaksanaan program-program lainnya di lingkup

Kementerian Pertanian. Ke-dua program dimaksud adalah: (1) Program Pengawasan dan

Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian dan (2) Program Dukungan

Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian.

(1) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian

Sasaran dari program ini adalah meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur

Kementerian Pertanian, dengan indikator kinerja dan pencapaiannya dapat

digambarkan sebagai berikut:

(a) Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program/kegiatan serta pengelolaan

keuangan pada satker lingkup Kementerian Pertanian.

Inspektorat Jenderal selama tahun 2014 telah melaksanakan audit terhadap satker-

satker lingkup Kementerian Pertanian sebanyak 427 satker atau 102,64% dari target

416 satker yang ditetapkan. Total anggaran yang dikelola 427 satker teraudit senilai

Rp11.826.009.770.000,00 (76,44%) dari total anggaran Kementerian Pertanian

senilai Rp15.470.610.980.000,00. Berdasarkan hasil audit kinerja, dapat

diinterpretasikan bahwa hasil audit atas kinerja 427 satker masih terdapat temuan

tidak efektif senilai Rp70.531.733.097,00 atau 0,60% dari total anggaran yang

diaudit dan temuan tidak efisien senilai Rp1.862.155.486 atau 0,02% dari total

anggaran yang diaudit.

Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian

telah menunjukkan peningkatan kinerja pengawasan yang positif dalam aspek

pencapaian indikator kinerja efektifitas dan efisiensi pelaksanaan

program/kegiatan pada satker lingkup Kementerian Pertanian yang diaudit. Hal ini

ditunjukkan semakin menurunannya nilai inefektifitas dan inefisiensi sebagaimana

tergambarkan dalam Tabel 56.

Tabel 56. Deskripsi Capaian Indikator Inefektifitas dan Inefisiensi Periode 2010 – 2014

Tahun Jumlah Satker yang diaudit

Anggaran yang diaudit (Rp)

% Inefektifitas

% Inefisiensi

2010 405 5.414.162.556.000 1,19 0,15 2011 452 5.957.355.344.000 1,66 0,21 2012 458 12.004.816.949.000 2,46 0,14 2013 458 13.618.208.022.000 1,01 0,18 2014 427 11.826.009.770.000 0,60 0,02

Sumber: Itjen Kementan 2014

(b) Temuan Tidak Ekonomis (Kerugian Negara)

Berdasarkan hasil audit kinerja yang telah dilaksanakan selama tahun 2014,

diperoleh bahwa nilai temuan Kerugian Negara (tidak ekonomis) senilai

Rp34.634.950.381,00 atau 0,29% dari total anggaran yang diaudit senilai

Rp11.826.009.770.000,00. Hasil persentase capaian indikator unsur temuan

Kerugian Negara (tidak ekonomis) lebih kecil dari target ditetapkan sebesar 1% dari

total anggaran yang diaudit. Adapun laju tren fluktuasi Nilai Kerugian Negara

selama kurun waktu 2010 – 2014 sebagaimana data pada Tabel 57.

Tabel 57. Deskripsi Nilai Kerugian Negara Kementan Tahun 2009 – 2014 Tahun Nilai KN (Rp.) % KN terhadap anggaran yang diaudit Tren 2010 6.277.311.305,51 0,12 2011 8.491.387.857,22 0,13 0,03 2012 12.902.654.719,26 0,11 -0,03 2013 34.648.432.464,51 0,19 0,14 2014 34.634.950.381,48 0,29 -0,03

Sumber: Itjen Kementan 2014

(c) Tindak lanjut temuan tidak ekonomis (Kerugian Negara)

Tindak lanjut temuan tidak ekonomis (Kerugian Negara) adalah pemantauan

terhadap tindak lanjut penyelesaian administrasi, teknis, dan kerugian negara hasil

audit kinerja terhadap temuan tahun lalu. Jumlah total temuan Kerugian Negara

selama periode 2009-2014 adalah senilai Rp162.409.732.569,22,00 dan telah

ditindaklanjuti senilai Rp138.833.139.368,40,00 atau 85,48% dari total nilai temuan

Kerugian Negara.

(d) Unit Kerja Eselon II/UPT lingkup Kementerian Pertanian yang dinyatakan sebagai

unit kerja Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK).

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014100

Kementerian Pertanian

Pada tahun 2014 telah berhasil mengusulkan penetapan 187 unit kerja lingkup

Kementan sebagai unit kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) oleh

Menteri Pertanian, atau tercapai 81,30% dari 230 unit kerja yang dinilai. Bila

dibandingkan dengan target indikator sasaran strategis yang ditetapkan yaitu

sebesar 75% unit Kerja Eselon II/UPT lingkup Kementan dinyatakan sebagai unit

kerja WBK, maka capaian yang diperoleh telah mampu melebihi target persentase

capaian sasaran strategis dimaksud, sebesar 108,40% (capaian 81,30% dibanding

target 75%). Capaian unit kerja berpredikat WBK dari periode tahun 2010 - 2014,

seperti terlihat pada Tabel 58.

Tabel 58. Deskripsi Unit Kerja Eselon II/UPT Berpredikat WBK Tahun 2010 - 2014

Tahun Jumlah Unit Kerja dinilai (satker)

Jumlah Unit Kerja Berpredikat WBK (satker) % % Tren

2010 225 92 41,78 - 2011 225 108 48,00 6,22 2012 225 120 53,33 5,33 2013 217 166 76,49 23,16 2014 230 187 81,30 3,94

Sumber: Itjen Kementan 2014

(e) Unit Kerja Eselon I/UPT lingkup Kementerian Pertanian yang menerapkan Sistem

Pengendalian Intern (SPI) dan dinilai cukup handal.

Sepanjang tahun 2014, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian telah

melakukan penilaian terhadap 167 Satlak PI dari total 178 Satlak PI yang terbentuk

di lingkungan Kementan. Hasil penilaian Satlak PI menyimpulkan bahwa predikat

Sangat Handal diraih oleh 62 satker (37,13%), predikat Handal diraih oleh 87 satker

(52,10%), predikat Cukup Handal diraih oleh 17 satker (10,18%) dan predikat Kurang

Handal diraih oleh 1 satker (0,60%). Dengan demikian, dari 167 Satlak PI yang dinilai

sepanjang tahun 2014, terdapat total 166 (99,40%) Satlak PI yang berpredikat

Sangat Handal, Handal, dan Cukup Handal.

Kegiatan Pembinaan SPI yang telah dilaksanakan Inspektorat Jenderal

Kementerian Pertanian meliputi kegiatan Pembinaan SPIP dalam rangka

penyusunan SPI Kegiatan Strategis dan SPI Pelayanan yang dilaksanakan 2 kali

dalam setahun dan Kegiatan Forum Nasional SPIP yang melibatkan seluruh Tim

Satlak PI lingkup Kementerian Pertanian.

(2) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian

Sasaran dari program ini adalah meningkatnya kualitas manajemen dan tugas teknis

lainnya, dengan indikator: persentase dokumen perencanaan, peraturan Undang-

Undang dan lainnya yang dapat diterapkan, kinerja pengelolaan keuangan, dan kualitas

SAKIP, di mana capaiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

(a) Persentase Dokumen Perencanaan yang Dapat Dilaksanakan

Dokumen Perencanaan, Peraturan Undang-Undang dan lainnya yang dapat

diterapkan tahun 2014, ditargetkan sebanyak 63 dokumen/laporan, di mana

sebagai laporan fisik/dokumen yang ditargetkan tersebut terealisasi sebanyak 67

dokumen/laporan (106,35%) dan sudah dijadikan acuan bagi pelaksana program

dan kegiatan Kementerian Pertanian.

(b) Meningkatnya Kinerja Pengelolaan Keuangan

Laporan Keuangan Kementerian Pertanian selama 2 tahun yaitu tahun 2006 dan

2007, diberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer) oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK-RI). Kemudian tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012

BPK-RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tahun 2011 Laporan

Keuangan Kementerian Pertanian memperoleh opini WDP yaitu pengecualian

untuk aset tetap tidak diketemukan, belum dilakukan input hasil koreksi penilaian,

serta inventarisasi atas aset yang dimanfaatkan PT. Riset Perkebunan Nusantara

(RPN) belum dapat diakui sebagai Barang Milik Negara (BMN). Tahun 2012 kembali

memperoleh opini WDP dengan pengecualian Belanja Barang: Kegiatan

Rehabilitasi Prasarana Pertanian Pasca Tsunami (RP3T) yang dibiayai dari Loan IDB-

125 belum disajikan dalam neraca sebagai aset tetap, pengadaan bantuan sapi Bali

dan sapi PO yang tidak terealisasi fisiknya namun pembayaran tetap dilakukan,

transaksi persediaan bersaldo minus yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan,

aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian dan tanah seluas 32,10

juta m2, dan transaksi minus, perbedaan SAK dan SIMAK BMN, transaksi dalam SAK

tidak ditemukan dalam SIMAK BMN yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan,

dan Dana Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian tidak dilaksanakan

penatausahaan dan pencatatan yang memadai. Tahun 2013 Laporan Keuangan

Kementerian Pertanian memperoleh peningkatan opini dari BPK-RI yang

sebelumnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) Dengan Paragraf Penjelasan, dengan catatan sebagai berikut:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 101

Kementerian Pertanian

Pada tahun 2014 telah berhasil mengusulkan penetapan 187 unit kerja lingkup

Kementan sebagai unit kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) oleh

Menteri Pertanian, atau tercapai 81,30% dari 230 unit kerja yang dinilai. Bila

dibandingkan dengan target indikator sasaran strategis yang ditetapkan yaitu

sebesar 75% unit Kerja Eselon II/UPT lingkup Kementan dinyatakan sebagai unit

kerja WBK, maka capaian yang diperoleh telah mampu melebihi target persentase

capaian sasaran strategis dimaksud, sebesar 108,40% (capaian 81,30% dibanding

target 75%). Capaian unit kerja berpredikat WBK dari periode tahun 2010 - 2014,

seperti terlihat pada Tabel 58.

Tabel 58. Deskripsi Unit Kerja Eselon II/UPT Berpredikat WBK Tahun 2010 - 2014

Tahun Jumlah Unit Kerja dinilai (satker)

Jumlah Unit Kerja Berpredikat WBK (satker) % % Tren

2010 225 92 41,78 - 2011 225 108 48,00 6,22 2012 225 120 53,33 5,33 2013 217 166 76,49 23,16 2014 230 187 81,30 3,94

Sumber: Itjen Kementan 2014

(e) Unit Kerja Eselon I/UPT lingkup Kementerian Pertanian yang menerapkan Sistem

Pengendalian Intern (SPI) dan dinilai cukup handal.

Sepanjang tahun 2014, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian telah

melakukan penilaian terhadap 167 Satlak PI dari total 178 Satlak PI yang terbentuk

di lingkungan Kementan. Hasil penilaian Satlak PI menyimpulkan bahwa predikat

Sangat Handal diraih oleh 62 satker (37,13%), predikat Handal diraih oleh 87 satker

(52,10%), predikat Cukup Handal diraih oleh 17 satker (10,18%) dan predikat Kurang

Handal diraih oleh 1 satker (0,60%). Dengan demikian, dari 167 Satlak PI yang dinilai

sepanjang tahun 2014, terdapat total 166 (99,40%) Satlak PI yang berpredikat

Sangat Handal, Handal, dan Cukup Handal.

Kegiatan Pembinaan SPI yang telah dilaksanakan Inspektorat Jenderal

Kementerian Pertanian meliputi kegiatan Pembinaan SPIP dalam rangka

penyusunan SPI Kegiatan Strategis dan SPI Pelayanan yang dilaksanakan 2 kali

dalam setahun dan Kegiatan Forum Nasional SPIP yang melibatkan seluruh Tim

Satlak PI lingkup Kementerian Pertanian.

(2) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian

Sasaran dari program ini adalah meningkatnya kualitas manajemen dan tugas teknis

lainnya, dengan indikator: persentase dokumen perencanaan, peraturan Undang-

Undang dan lainnya yang dapat diterapkan, kinerja pengelolaan keuangan, dan kualitas

SAKIP, di mana capaiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

(a) Persentase Dokumen Perencanaan yang Dapat Dilaksanakan

Dokumen Perencanaan, Peraturan Undang-Undang dan lainnya yang dapat

diterapkan tahun 2014, ditargetkan sebanyak 63 dokumen/laporan, di mana

sebagai laporan fisik/dokumen yang ditargetkan tersebut terealisasi sebanyak 67

dokumen/laporan (106,35%) dan sudah dijadikan acuan bagi pelaksana program

dan kegiatan Kementerian Pertanian.

(b) Meningkatnya Kinerja Pengelolaan Keuangan

Laporan Keuangan Kementerian Pertanian selama 2 tahun yaitu tahun 2006 dan

2007, diberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer) oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK-RI). Kemudian tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012

BPK-RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tahun 2011 Laporan

Keuangan Kementerian Pertanian memperoleh opini WDP yaitu pengecualian

untuk aset tetap tidak diketemukan, belum dilakukan input hasil koreksi penilaian,

serta inventarisasi atas aset yang dimanfaatkan PT. Riset Perkebunan Nusantara

(RPN) belum dapat diakui sebagai Barang Milik Negara (BMN). Tahun 2012 kembali

memperoleh opini WDP dengan pengecualian Belanja Barang: Kegiatan

Rehabilitasi Prasarana Pertanian Pasca Tsunami (RP3T) yang dibiayai dari Loan IDB-

125 belum disajikan dalam neraca sebagai aset tetap, pengadaan bantuan sapi Bali

dan sapi PO yang tidak terealisasi fisiknya namun pembayaran tetap dilakukan,

transaksi persediaan bersaldo minus yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan,

aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian dan tanah seluas 32,10

juta m2, dan transaksi minus, perbedaan SAK dan SIMAK BMN, transaksi dalam SAK

tidak ditemukan dalam SIMAK BMN yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan,

dan Dana Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian tidak dilaksanakan

penatausahaan dan pencatatan yang memadai. Tahun 2013 Laporan Keuangan

Kementerian Pertanian memperoleh peningkatan opini dari BPK-RI yang

sebelumnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) Dengan Paragraf Penjelasan, dengan catatan sebagai berikut:

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014102

Kementerian Pertanian

(1) Persediaan per 31 Desember 2013 senilai Rp1.512,89 miliar, dari jumlah tersebut

diantaranya merupakan persediaan bahan baku Tiran sebesar Rp24,13 miliar

yang sedang dalam proses inventarisasi fisik.

(2) Aset Tak Berwujud per 31 Desember 2013 sebesar Rp66,33 miliar, nilai tersebut

belum termasuk hak paten, hak cipta, merek, dan varietas dari hasil penelitian

yang sedang dalam proses inventarisasi dan penilaian.

(c) Meningkatnya Kualitas Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

Capaian indikator meningkatnya kualitas SAKIP Kementerian Pertanian, antara lain

diindikasikan bahwa SAKIP tahun 2010 yang dinilai pada tahun 2011 mendapatkan

predikat “B” atau skor nilai 65,72 dari 82 Kementerian/Lembaga tingkat Pusat yang

dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi. Nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2011

mendapat predikat “B” dengan skor nilai 70,19 (meningkat 4,47). Demikian pula

tahun 2012, nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah mendapat

predikat “B” dengan skor nilai 72,13 (meningkat 2,67). Hal ini merupakan trend

yang terus meningkat dari tahun 2008 sampai dengan 2012. Untuk tahun 2013

pencapaian nilai SAKIP Kementerian Pertanian memperoleh nilai 71,03.

Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memperbaiki

kekurangan dalam penerapan dan pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah, antara lain:

(1) Menyempurnakan dokumen Renstra unit kerja dengan menginformasikan

indikator kinerja tujuan dan indikator kinerja utama serta hubungan yang logis

antara kegiatan-kegiatan dengan tujuan/sasaran yang akan dicapai;

(2) Menyempurnakan kualitas rumusan indikator kinerja di tingkat unit kerja

sehingga memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik;

(3) Memanfaatkan IKU pada unit kerja dalam dokumen-dokumen perencanaan

dan penganggaran;

(4) Meningkatkan kualitas penyajian informasi dalam LAKIP unit kerja, khususnya

informasi evaluasi dalam bentuk analisis pencapaian sasaran strategis dan

pembandingan data kinerja;

(5) Memanfaatkan informasi LAKIP di tingkat unit kerja untuk memperbaiki

perencanaan, pelaksanaan program/kegiatan organisasi, dan untuk

meningkatkan kinerja;

(6) Unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian menindaklanjuti hasil

evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian untuk perbaikan

perencanaan kinerja dan perbaikan penerapan manajemen kinerja;

(7) Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen

kinerja di seluruh jajaran Kementerian Pertanian untuk mempercepat

terwujudnya pemerintahan yang berkinerja dan akuntabel.

Berbagai rekomendasi atas pelaksanaan SAKIP Kementerian Pertanian tahun 2013

yang diberikan oleh Kementerian PAN dan RB yang telah ditindaklanjuti, antara lain:

(a) menyempurnakan rumusan indikator kinerja dalam PK unit Eselon I; (b)

memanfaatkan IKU pada unit kerja Eselon I dalam dokumen-dokumen perencanaan

dan penganggaran; (c) untuk Laporan Kinerja unit Eselon I telah menyajikan evaluasi

dalam bentuk analisis dan perbandingan data kinerja; (d) unit kerja Eselon I telah

berupaya menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian

Pertanian; dan (e) telah melakukan perbaikan dalam penyusunan indikator kinerja

yang SMART dalam dokumen Renstra dan PK Tahun 2015 berbasis Arsitektur dan

Informasi Kinerja (ADIK).

3.4 Capaian Kinerja Lainnya

Selain capaian kinerja yang telah diuraikan diatas, pada tahun 2014 Kementerian Pertanian

mendapatkan penghargaan, yaitu: (1) Penghargaan dari Arsip Nasional Republik Indonesia

(ANRI) dalam penyelamatan dan pelestarian arsip yang bernilai guna pertanggungjawaban

nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (2) Penghargaan dari

OMBUDSMAN untuk Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Tahun 2014;

(3) Penghargaan peringkat kelima dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Publik 2014

oleh Komisi Informasi Pusat; (4) Penghargaan peringkat kedua dari 20 Kementerian/Lembaga

dalam survei integritas KPK Tahun 2014; dan (5) Anugerah Apresiasi KPK sebagai Pengelola

Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Terbaik I Tingkat Kementerian/Lembaga Tahun 2014.

3.5 Akuntabilitas Keuangan

Untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2014, Kementerian Pertanian

memperoleh alokasi pagu APBN senilai Rp14.238.721.451.000,00, yang dipergunakan untuk

membiayai 12 program. Sampai dengan 31 Desember 2014, realisasi serapan APBN

Kementerian Pertanian mencapai Rp13.251.063.953.000,00 atau 93,06%. Persentase realisasi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 103

Kementerian Pertanian

(1) Persediaan per 31 Desember 2013 senilai Rp1.512,89 miliar, dari jumlah tersebut

diantaranya merupakan persediaan bahan baku Tiran sebesar Rp24,13 miliar

yang sedang dalam proses inventarisasi fisik.

(2) Aset Tak Berwujud per 31 Desember 2013 sebesar Rp66,33 miliar, nilai tersebut

belum termasuk hak paten, hak cipta, merek, dan varietas dari hasil penelitian

yang sedang dalam proses inventarisasi dan penilaian.

(c) Meningkatnya Kualitas Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

Capaian indikator meningkatnya kualitas SAKIP Kementerian Pertanian, antara lain

diindikasikan bahwa SAKIP tahun 2010 yang dinilai pada tahun 2011 mendapatkan

predikat “B” atau skor nilai 65,72 dari 82 Kementerian/Lembaga tingkat Pusat yang

dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi. Nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2011

mendapat predikat “B” dengan skor nilai 70,19 (meningkat 4,47). Demikian pula

tahun 2012, nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah mendapat

predikat “B” dengan skor nilai 72,13 (meningkat 2,67). Hal ini merupakan trend

yang terus meningkat dari tahun 2008 sampai dengan 2012. Untuk tahun 2013

pencapaian nilai SAKIP Kementerian Pertanian memperoleh nilai 71,03.

Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memperbaiki

kekurangan dalam penerapan dan pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah, antara lain:

(1) Menyempurnakan dokumen Renstra unit kerja dengan menginformasikan

indikator kinerja tujuan dan indikator kinerja utama serta hubungan yang logis

antara kegiatan-kegiatan dengan tujuan/sasaran yang akan dicapai;

(2) Menyempurnakan kualitas rumusan indikator kinerja di tingkat unit kerja

sehingga memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik;

(3) Memanfaatkan IKU pada unit kerja dalam dokumen-dokumen perencanaan

dan penganggaran;

(4) Meningkatkan kualitas penyajian informasi dalam LAKIP unit kerja, khususnya

informasi evaluasi dalam bentuk analisis pencapaian sasaran strategis dan

pembandingan data kinerja;

(5) Memanfaatkan informasi LAKIP di tingkat unit kerja untuk memperbaiki

perencanaan, pelaksanaan program/kegiatan organisasi, dan untuk

meningkatkan kinerja;

(6) Unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian menindaklanjuti hasil

evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian untuk perbaikan

perencanaan kinerja dan perbaikan penerapan manajemen kinerja;

(7) Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen

kinerja di seluruh jajaran Kementerian Pertanian untuk mempercepat

terwujudnya pemerintahan yang berkinerja dan akuntabel.

Berbagai rekomendasi atas pelaksanaan SAKIP Kementerian Pertanian tahun 2013

yang diberikan oleh Kementerian PAN dan RB yang telah ditindaklanjuti, antara lain:

(a) menyempurnakan rumusan indikator kinerja dalam PK unit Eselon I; (b)

memanfaatkan IKU pada unit kerja Eselon I dalam dokumen-dokumen perencanaan

dan penganggaran; (c) untuk Laporan Kinerja unit Eselon I telah menyajikan evaluasi

dalam bentuk analisis dan perbandingan data kinerja; (d) unit kerja Eselon I telah

berupaya menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian

Pertanian; dan (e) telah melakukan perbaikan dalam penyusunan indikator kinerja

yang SMART dalam dokumen Renstra dan PK Tahun 2015 berbasis Arsitektur dan

Informasi Kinerja (ADIK).

3.4 Capaian Kinerja Lainnya

Selain capaian kinerja yang telah diuraikan diatas, pada tahun 2014 Kementerian Pertanian

mendapatkan penghargaan, yaitu: (1) Penghargaan dari Arsip Nasional Republik Indonesia

(ANRI) dalam penyelamatan dan pelestarian arsip yang bernilai guna pertanggungjawaban

nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (2) Penghargaan dari

OMBUDSMAN untuk Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Tahun 2014;

(3) Penghargaan peringkat kelima dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Publik 2014

oleh Komisi Informasi Pusat; (4) Penghargaan peringkat kedua dari 20 Kementerian/Lembaga

dalam survei integritas KPK Tahun 2014; dan (5) Anugerah Apresiasi KPK sebagai Pengelola

Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Terbaik I Tingkat Kementerian/Lembaga Tahun 2014.

3.5 Akuntabilitas Keuangan

Untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2014, Kementerian Pertanian

memperoleh alokasi pagu APBN senilai Rp14.238.721.451.000,00, yang dipergunakan untuk

membiayai 12 program. Sampai dengan 31 Desember 2014, realisasi serapan APBN

Kementerian Pertanian mencapai Rp13.251.063.953.000,00 atau 93,06%. Persentase realisasi

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014104

Kementerian Pertanian

anggaran tahun 2014 ini jauh lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 88,45%, dan bahkan tertinggi

selama periode 5 tahun (2010-2014) seperti pada Tabel 59.

Tabel 59. Perkembangan Anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 (Rp.000)

NO TAHUN PAGU (Rp) REALISASI (Rp) %

1 2010 8.953.204.951,00 8.028.487.939,00 89,67

2 2011 17.627.605.330,00 15.984.931.702,09 90,68

3 2012 19.667.874.192,00 17.719.613.508,00 90,09

4 2013 17.928.730.779,00 15.857.112.302,97 88,45

5 2014 14.238.721.451,00 13.251.063.953,00 93,06

Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, 2014

Dalam pelaksanaan serapan anggaran, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi

perhatian untuk perbaikan ke depan, seperti: (1) Terdapat kegiatan mengalami gagal lelang

serta tidak memungkinkan lagi revisi anggaran, (2) Adanya kebijakan penghematan anggaran

dan perubahan kode mata anggaran yang membutuhkan waktu proses revisi sehingga

berdampak terhadap realisasi anggaran, (3) Terlambatnya pelaksanaan lelang karena

keterbatasan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di daerah, (4) Penghematan biaya pada rapat-

rapat/pertemuan, akomodasi, perjalanan dinas, dan belanja perkantoran, dan (5) belum

optimalnya pelaksanaan kegiatan dan serapan anggaran pada Dana Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan yang dilaksanakan oleh Satker Daerah. APBN Kementan TA 2014 sebagian besar

atau lebih dari 75% dialokasikan di Daerah (Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan UPT

Pusat di Daerah) dan 25% dialokasikan di Pusat. Namun, kinerja serapan anggaran secara

keseluruhan ditanggung oleh 12 program Kementerian Pertanian.

Grafik 3. Rincian Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kewenangan TA. 2014

Penyerapan anggaran per Unit Kerja Eselon I lingkup Kementerian Pertanian sampai dengan

bulan 31 Desember 2014 seperti pada Lampiran 3.

3.6 Hambatan Dan Kendala

Secara umum pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2014 masih

mengalami hambatan/kendala antara lain:

(1) Menurunnya luas areal tanam akibat konversi lahan antar komoditas dan konversi lahan

pertanian menjadi non pertanian. Selain itu, terjadi penurunan kualitas kesuburan lahan

pertanian akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak seimbang.

(2) Jaringan irigasi pertanian sebagian besar kondisinya rusak, dari total 7,1 juta ha jaringan

irigasi sekitar 3,3 juta ha dalam kondisi rusak (52%)

(3) Menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang disebabkan kurang

berminatnya generasi muda untuk terjun di sektor pertanian, dan terbatasnya jumlah

penyuluh pertanian karena adanya kebijakan moratorium PNS.

(4) Menurunnya penggunaan benih unggul bersertifikat dan ketersediaan benih yang belum

memenuhi syarat 6 (enam) tepat (varietas, volume, mutu, waktu, harga dan lokasi).

(5) Terjadinya kelangkaan pupuk karena penyediaan pupuk yang belum sesuai dengan asas 6

(enam) tepat dan belum optimalnya pengawasan pupuk bersubsidi oleh Komisi

Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah.

(6) Terbatasnya akses petani terhadap sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan,

sehingga petani kesulitan meningkatkan kapasitas usahataninya.

(7) Masih tingginya tingkat kehilangan hasil (losses) karena proses panen dan pasca panen

yang kurang tepat.

(8) Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat yang

menyebabkan masih tingginya tingkat konsumsi beras per kapita per tahun. Hal ini

disebabkan karena rendahnya daya beli masyarakat, rendahnya pengetahuan dan

kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan gizi seimbang.

(9) Masih terbatasnya infrastruktur penunjang usaha pertanian seperti akses penghubung

(jalan) dan akses pemasaran hasil produk pertanian.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 105

Kementerian Pertanian

anggaran tahun 2014 ini jauh lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 88,45%, dan bahkan tertinggi

selama periode 5 tahun (2010-2014) seperti pada Tabel 59.

Tabel 59. Perkembangan Anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 (Rp.000)

NO TAHUN PAGU (Rp) REALISASI (Rp) %

1 2010 8.953.204.951,00 8.028.487.939,00 89,67

2 2011 17.627.605.330,00 15.984.931.702,09 90,68

3 2012 19.667.874.192,00 17.719.613.508,00 90,09

4 2013 17.928.730.779,00 15.857.112.302,97 88,45

5 2014 14.238.721.451,00 13.251.063.953,00 93,06

Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, 2014

Dalam pelaksanaan serapan anggaran, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi

perhatian untuk perbaikan ke depan, seperti: (1) Terdapat kegiatan mengalami gagal lelang

serta tidak memungkinkan lagi revisi anggaran, (2) Adanya kebijakan penghematan anggaran

dan perubahan kode mata anggaran yang membutuhkan waktu proses revisi sehingga

berdampak terhadap realisasi anggaran, (3) Terlambatnya pelaksanaan lelang karena

keterbatasan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di daerah, (4) Penghematan biaya pada rapat-

rapat/pertemuan, akomodasi, perjalanan dinas, dan belanja perkantoran, dan (5) belum

optimalnya pelaksanaan kegiatan dan serapan anggaran pada Dana Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan yang dilaksanakan oleh Satker Daerah. APBN Kementan TA 2014 sebagian besar

atau lebih dari 75% dialokasikan di Daerah (Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan UPT

Pusat di Daerah) dan 25% dialokasikan di Pusat. Namun, kinerja serapan anggaran secara

keseluruhan ditanggung oleh 12 program Kementerian Pertanian.

Grafik 3. Rincian Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kewenangan TA. 2014

Penyerapan anggaran per Unit Kerja Eselon I lingkup Kementerian Pertanian sampai dengan

bulan 31 Desember 2014 seperti pada Lampiran 3.

3.6 Hambatan Dan Kendala

Secara umum pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2014 masih

mengalami hambatan/kendala antara lain:

(1) Menurunnya luas areal tanam akibat konversi lahan antar komoditas dan konversi lahan

pertanian menjadi non pertanian. Selain itu, terjadi penurunan kualitas kesuburan lahan

pertanian akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak seimbang.

(2) Jaringan irigasi pertanian sebagian besar kondisinya rusak, dari total 7,1 juta ha jaringan

irigasi sekitar 3,3 juta ha dalam kondisi rusak (52%)

(3) Menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang disebabkan kurang

berminatnya generasi muda untuk terjun di sektor pertanian, dan terbatasnya jumlah

penyuluh pertanian karena adanya kebijakan moratorium PNS.

(4) Menurunnya penggunaan benih unggul bersertifikat dan ketersediaan benih yang belum

memenuhi syarat 6 (enam) tepat (varietas, volume, mutu, waktu, harga dan lokasi).

(5) Terjadinya kelangkaan pupuk karena penyediaan pupuk yang belum sesuai dengan asas 6

(enam) tepat dan belum optimalnya pengawasan pupuk bersubsidi oleh Komisi

Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah.

(6) Terbatasnya akses petani terhadap sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan,

sehingga petani kesulitan meningkatkan kapasitas usahataninya.

(7) Masih tingginya tingkat kehilangan hasil (losses) karena proses panen dan pasca panen

yang kurang tepat.

(8) Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat yang

menyebabkan masih tingginya tingkat konsumsi beras per kapita per tahun. Hal ini

disebabkan karena rendahnya daya beli masyarakat, rendahnya pengetahuan dan

kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan gizi seimbang.

(9) Masih terbatasnya infrastruktur penunjang usaha pertanian seperti akses penghubung

(jalan) dan akses pemasaran hasil produk pertanian.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014106

Kementerian Pertanian

3.7 Upaya dan Tindak Lanjut

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala sebagaimana diuraikan di atas,

Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai upaya namun hasilnya belum optimal, oleh

karena itu untuk tahun 2015 dilaksanakan upaya-upaya khusus untuk meningkatkan kinerja

pembangunan pertanian, antara lain:

(1) Upaya khusus (UPSUS) percepatan pencapaian Swasembada Padi dan peningkatan

produksi jagung dan kedelai melalui perbaikan jaringan irigasi dan saran pendukungnya,

yang meliputi: (a) bantuan benih unggul bermutu, (b) bantuan pupuk, (c) bantuan alat

dan mesin pertanian, serta (d) peningkatan pengawalan oleh penyuluh.

(2) Peningkatan produksi tebu melalui kegiatan: penmberian bantuan bibit unggul,

bongkar/rawat ratoon, revitalisasi pabrik gula dan pengembangan investasi.

(3) Peningkatan produksi daging sapi melalui kegiatan: peningkatan produksi dan distribusi

semen beku, larangan pemotongan sapi betina produktif, gertak birahi sapi, dan

inseminasi buatan.

(4) Pendampingan dan pengawalan upaya khusus swasembada dengan melibatkan:

penyuluh (penyuluh PNS, Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-

TBPP), dan penyuluh swadaya), aparat Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota,

mahasiswa, unsur Kepolisian, dan TNI AD

(5) Membentuk Pokja Pendampingan Upsus, terdiri dari: Pejabat Eselon I dan II lingkup

Kementerian Pertanian, terbagi atas seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia

(6) Kementerian Pertanian meminta dukungan Pemerintah Daerah, baik Provinsi dan

Kabupaten/Kota untuk mempercepat: (a) penerbitan peraturan daerah (Perda),

diantaranya Perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang memasukkan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Perda tentang Pelarangan Pemotongan

Sapi Betina Produktif; (b) Jaminan ketersediaan dan status lahan untuk investasi pangan,

pengembangan padang penggembalaan dan hijauan makanan ternak; (c) Peningkatan

kualitas penyelenggaraan penyuluh pertanian; (d) Pembinaan pengembangan kawasan

pertanian; dan (e) Penerapan standar pelayanan minimal (SPM) bidang ketahanan

pangan.

(7) Pada tanggal 15 Desember 2014 bertempat di Kantor Wakil Presiden, telah

ditandatangani Surat Edaran Bersama lima pimpinan lembaga, yaitu Menteri Pertanian,

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala

BPKP. Maksud dari SEB ini adalah agar perbaikan jaringan irigasi primer, sekunder, dan

tersier yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Pertanian dapat terkoordinasi dan bersinergi, serta pelaksanaan pengadaan

barang dan jasa dapat berjalan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

Gambar 12. Presiden RI Meletakkan Batu Pertama Perbaikan Jaringan Irigasi (Teknologi Ferosemen)

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 107

Kementerian Pertanian

3.7 Upaya dan Tindak Lanjut

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala sebagaimana diuraikan di atas,

Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai upaya namun hasilnya belum optimal, oleh

karena itu untuk tahun 2015 dilaksanakan upaya-upaya khusus untuk meningkatkan kinerja

pembangunan pertanian, antara lain:

(1) Upaya khusus (UPSUS) percepatan pencapaian Swasembada Padi dan peningkatan

produksi jagung dan kedelai melalui perbaikan jaringan irigasi dan saran pendukungnya,

yang meliputi: (a) bantuan benih unggul bermutu, (b) bantuan pupuk, (c) bantuan alat

dan mesin pertanian, serta (d) peningkatan pengawalan oleh penyuluh.

(2) Peningkatan produksi tebu melalui kegiatan: penmberian bantuan bibit unggul,

bongkar/rawat ratoon, revitalisasi pabrik gula dan pengembangan investasi.

(3) Peningkatan produksi daging sapi melalui kegiatan: peningkatan produksi dan distribusi

semen beku, larangan pemotongan sapi betina produktif, gertak birahi sapi, dan

inseminasi buatan.

(4) Pendampingan dan pengawalan upaya khusus swasembada dengan melibatkan:

penyuluh (penyuluh PNS, Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-

TBPP), dan penyuluh swadaya), aparat Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota,

mahasiswa, unsur Kepolisian, dan TNI AD

(5) Membentuk Pokja Pendampingan Upsus, terdiri dari: Pejabat Eselon I dan II lingkup

Kementerian Pertanian, terbagi atas seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia

(6) Kementerian Pertanian meminta dukungan Pemerintah Daerah, baik Provinsi dan

Kabupaten/Kota untuk mempercepat: (a) penerbitan peraturan daerah (Perda),

diantaranya Perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang memasukkan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Perda tentang Pelarangan Pemotongan

Sapi Betina Produktif; (b) Jaminan ketersediaan dan status lahan untuk investasi pangan,

pengembangan padang penggembalaan dan hijauan makanan ternak; (c) Peningkatan

kualitas penyelenggaraan penyuluh pertanian; (d) Pembinaan pengembangan kawasan

pertanian; dan (e) Penerapan standar pelayanan minimal (SPM) bidang ketahanan

pangan.

(7) Pada tanggal 15 Desember 2014 bertempat di Kantor Wakil Presiden, telah

ditandatangani Surat Edaran Bersama lima pimpinan lembaga, yaitu Menteri Pertanian,

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala

BPKP. Maksud dari SEB ini adalah agar perbaikan jaringan irigasi primer, sekunder, dan

tersier yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Pertanian dapat terkoordinasi dan bersinergi, serta pelaksanaan pengadaan

barang dan jasa dapat berjalan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

Gambar 12. Presiden RI Meletakkan Batu Pertama Perbaikan Jaringan Irigasi (Teknologi Ferosemen)

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014108

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 109

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014110

Kementerian Pertanian

Peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian merupakan salah satu upaya

yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam rangka mendorong terwujudnya penguatan

akuntabilitas dan peningkatan kinerja seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden

Nomor 29 Tahun 2014 dan Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi Nasional yang diselaraskan dengan Tugas dan Fungsi Kementerian

Pertanian. Hasilnya dituangkan dalam bentuk Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang

merupakan wujud pertanggungjawaban oleh Kementerian Pertanian kepada Presiden RI dan

masyarakat (publik).

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, dari 14 sasaran indikator kinerja utama sebagian besar

sasaran kinerja cukup berhasil hingga sangat berhasil (Sangat berhasil 5 indikator, berhasil 5

indikator, 1 indikator cukup berhasil, dan kurang berhasil 3 indikator).

Indikator kinerja yang sangat berhasil yaitu: (1) Produksi Jagung mencapai 19,13 juta ton dari

target 19,00 juta ton; (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 83,4 dari target 82,5;

(3) Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan

karet mencapai 71,87% dari target 50%; (4) Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi

bermutu untuk industri coklat dalam negeri mencapai 33,33% dari target 10%; dan

(5) Pertumbuhan pendapatan per kapita petani mencapai 11,41% dari target 11,10%.

Indikator kinerja yang berhasil yaitu: (1) Peningkatan produksi gula mencapai 2,63 juta ton dari

target 2,79 juta ton; (2) Produksi daging sapi mencapai 370 ribu dari target 460 ribu ton;

(3) Produksi padi mencapai 70,61 juta ton GKG dari target 72,30 juta ton GKG; (4) Produksi

kedelai mencapai 920 ribu ton dari target 1,00 juta ton; dan (5) Nilai Tukar Petani mencapai

107,37 dari target 110-115. Indikator kinerja yang cukup berhasil yaitu Surplus neraca

perdagangan sebesar US$14,19 miliar dari target US$23 miliar.

Indikator kinerja yang kurang berhasil yaitu: (1) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap

tahun mencapai 0,10% dari target 1,5%; (2) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan

mencapai 8,86% dari target sebesar 35%; dan (3) Meningkatnya produksi tepung-tepungan

untuk mensubstitusi gandum/terigu mencapai 3,10% dari target 11%.

Keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan pertanian tahun 2014 khususnya

perkembangan capaian empat target sukses Kementerian Pertanian tidak terlepas dari

BAB IV PENUTUP

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 111

Kementerian Pertanian

Peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian merupakan salah satu upaya

yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam rangka mendorong terwujudnya penguatan

akuntabilitas dan peningkatan kinerja seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden

Nomor 29 Tahun 2014 dan Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi Nasional yang diselaraskan dengan Tugas dan Fungsi Kementerian

Pertanian. Hasilnya dituangkan dalam bentuk Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang

merupakan wujud pertanggungjawaban oleh Kementerian Pertanian kepada Presiden RI dan

masyarakat (publik).

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, dari 14 sasaran indikator kinerja utama sebagian besar

sasaran kinerja cukup berhasil hingga sangat berhasil (Sangat berhasil 5 indikator, berhasil 5

indikator, 1 indikator cukup berhasil, dan kurang berhasil 3 indikator).

Indikator kinerja yang sangat berhasil yaitu: (1) Produksi Jagung mencapai 19,13 juta ton dari

target 19,00 juta ton; (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 83,4 dari target 82,5;

(3) Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan

karet mencapai 71,87% dari target 50%; (4) Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi

bermutu untuk industri coklat dalam negeri mencapai 33,33% dari target 10%; dan

(5) Pertumbuhan pendapatan per kapita petani mencapai 11,41% dari target 11,10%.

Indikator kinerja yang berhasil yaitu: (1) Peningkatan produksi gula mencapai 2,63 juta ton dari

target 2,79 juta ton; (2) Produksi daging sapi mencapai 370 ribu dari target 460 ribu ton;

(3) Produksi padi mencapai 70,61 juta ton GKG dari target 72,30 juta ton GKG; (4) Produksi

kedelai mencapai 920 ribu ton dari target 1,00 juta ton; dan (5) Nilai Tukar Petani mencapai

107,37 dari target 110-115. Indikator kinerja yang cukup berhasil yaitu Surplus neraca

perdagangan sebesar US$14,19 miliar dari target US$23 miliar.

Indikator kinerja yang kurang berhasil yaitu: (1) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap

tahun mencapai 0,10% dari target 1,5%; (2) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan

mencapai 8,86% dari target sebesar 35%; dan (3) Meningkatnya produksi tepung-tepungan

untuk mensubstitusi gandum/terigu mencapai 3,10% dari target 11%.

Keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan pertanian tahun 2014 khususnya

perkembangan capaian empat target sukses Kementerian Pertanian tidak terlepas dari

BAB IV PENUTUP

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014112

Kementerian Pertanian

dukungan seluruh program yang ada di lingkup Kementerian Pertanian baik dukungan secara

langsung maupun tidak langsung. Dukungan langsung adalah program/kegiatan yang secara

khusus mempengaruhi capaian keempat target sukses, dan dukungan tidak langsung antara

lain berupa dukungan manajemen pelaksanaan tugas Kementerian Pertanian (tata kelola

manajemen/SAI pada tahun 2014 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian/WTP dan

manajemen kinerja/SAKIP mendapat Predikat “B” atau Baik). Selain itu fungsi pengawasan

internal juga berperan dalam menciptakan iklim lingkup Kementerian Pertanian yang bersih,

transparan dan akuntabel.

Di samping berbagai keberhasilan yang telah dicapai, pembangunan pertanian masih

mengalami hambatan dan kendala, seperti: sebagian besar jaringan irigasi dalam kondisi

rusak, berkurangnya areal tanam akibat konversi antar komoditas dan konversi menjadi non-

pertanian, tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat yang masih rendah, ketersediaan

pupuk yang belum memenuhi asas 6 tepat (jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, mutu),

menurunnya jumlah tenaga kerja pertanian, terbatasnya jumlah penyuluh pertanian, masih

tingginya tingkat kehilangan hasil, masih rendahnya daya beli masyarakat sehingga konsumsi

pangan belum beragam, bergizi dan seimbang, serta masih terbatasnya infrastruktur

penunjang seperti akses jalan dan pemasaran.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, mulai tahun 2015 Kementerian Pertanian

telah mulai melakukan upaya-upaya perbaikan guna meningkatkan kinerja pembangunan

pertanian ke depan, antara lain: (1) pelaksanaan Upaya Khusus percepatan pencapaian

swasembada padi dan peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui jaringan irigasi dan

sarana pendukungnya yang meliputi: benih, pupuk, alat mesin pertanian, dan penyuluhan;

(2) peningkatan produksi tebu dan daging sapi melalui: penggunaan benih/bibit unggul,

bongkar/rawat ratoon, revitalisasi pabrik gula, produksi semen beku, inseminasi buatan, dan

larangan pemotongan betina produktif; (3) pendampingan dan pengawalan Upsus pangan

dengan melibatkan penyuluh, aparat Dinas pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota,

mahasiswa, unsur kepolisian, TNI AD, dan instansi terkait lainnya; (4) membentuk Pokja

Pendampingan Upsus yang terdiri dari Pejabat Eselon I dan II lingkup Kementerian Pertanian

dan terbagi atas seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia; (5) meminta dukungan

Pemerintah Daerah untuk mempercepatan penerbitan Peraturan Daerah (diantaranya

memasukkan Lahan Pangan Pertanin Berkelanjutan ke dalam Rencana Tata Ruang dan

Wilayah, jaminan ketersediaan dan status lahan, pengembangan padang penggembalaan dan

pengembangan kawasan pertanian; (6) menandatangani Surat Edaran Bersama (SEB) lima

pimpinan Kementerian/Lembaga (Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum, Kapolri, Jaksa

Agung, dan Kepala BPKP).

Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengelola APBN sektoral (BA.018) sebesar

Rp14.238.721.451.000,00 yang dialokasikan di pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di

Indonesia dengan jumlah DIPA Satker sebanyak 1.619 DIPA Satker. Realisasi penyerapan

sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp13.251.063.952.569,00 atau 93,06%.

Disamping dukungan yang berasal dari internal Kementerian Pertanian, Kinerja Pembangunan

Pertanian 2014 juga tidak terlepas dari dukungan seluruh pemangku kepentingan

pembangunan pertanian, baik di pusat maupun daerah. Mengingat luasnya aspek dan

banyaknya unsur yang terlibat dalam pembangunan pertanian, maka tidaklah berlebihan

kalau dikatakan bahwa suksesnya pembangunan pertanian terletak pada komitmen dan kerja

keras bersama, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat, Organisasi

Kemasyarakatan, Perguruan Tinggi, dan Petani.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 113

Kementerian Pertanian

dukungan seluruh program yang ada di lingkup Kementerian Pertanian baik dukungan secara

langsung maupun tidak langsung. Dukungan langsung adalah program/kegiatan yang secara

khusus mempengaruhi capaian keempat target sukses, dan dukungan tidak langsung antara

lain berupa dukungan manajemen pelaksanaan tugas Kementerian Pertanian (tata kelola

manajemen/SAI pada tahun 2014 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian/WTP dan

manajemen kinerja/SAKIP mendapat Predikat “B” atau Baik). Selain itu fungsi pengawasan

internal juga berperan dalam menciptakan iklim lingkup Kementerian Pertanian yang bersih,

transparan dan akuntabel.

Di samping berbagai keberhasilan yang telah dicapai, pembangunan pertanian masih

mengalami hambatan dan kendala, seperti: sebagian besar jaringan irigasi dalam kondisi

rusak, berkurangnya areal tanam akibat konversi antar komoditas dan konversi menjadi non-

pertanian, tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat yang masih rendah, ketersediaan

pupuk yang belum memenuhi asas 6 tepat (jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, mutu),

menurunnya jumlah tenaga kerja pertanian, terbatasnya jumlah penyuluh pertanian, masih

tingginya tingkat kehilangan hasil, masih rendahnya daya beli masyarakat sehingga konsumsi

pangan belum beragam, bergizi dan seimbang, serta masih terbatasnya infrastruktur

penunjang seperti akses jalan dan pemasaran.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, mulai tahun 2015 Kementerian Pertanian

telah mulai melakukan upaya-upaya perbaikan guna meningkatkan kinerja pembangunan

pertanian ke depan, antara lain: (1) pelaksanaan Upaya Khusus percepatan pencapaian

swasembada padi dan peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui jaringan irigasi dan

sarana pendukungnya yang meliputi: benih, pupuk, alat mesin pertanian, dan penyuluhan;

(2) peningkatan produksi tebu dan daging sapi melalui: penggunaan benih/bibit unggul,

bongkar/rawat ratoon, revitalisasi pabrik gula, produksi semen beku, inseminasi buatan, dan

larangan pemotongan betina produktif; (3) pendampingan dan pengawalan Upsus pangan

dengan melibatkan penyuluh, aparat Dinas pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota,

mahasiswa, unsur kepolisian, TNI AD, dan instansi terkait lainnya; (4) membentuk Pokja

Pendampingan Upsus yang terdiri dari Pejabat Eselon I dan II lingkup Kementerian Pertanian

dan terbagi atas seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia; (5) meminta dukungan

Pemerintah Daerah untuk mempercepatan penerbitan Peraturan Daerah (diantaranya

memasukkan Lahan Pangan Pertanin Berkelanjutan ke dalam Rencana Tata Ruang dan

Wilayah, jaminan ketersediaan dan status lahan, pengembangan padang penggembalaan dan

pengembangan kawasan pertanian; (6) menandatangani Surat Edaran Bersama (SEB) lima

pimpinan Kementerian/Lembaga (Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum, Kapolri, Jaksa

Agung, dan Kepala BPKP).

Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengelola APBN sektoral (BA.018) sebesar

Rp14.238.721.451.000,00 yang dialokasikan di pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di

Indonesia dengan jumlah DIPA Satker sebanyak 1.619 DIPA Satker. Realisasi penyerapan

sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp13.251.063.952.569,00 atau 93,06%.

Disamping dukungan yang berasal dari internal Kementerian Pertanian, Kinerja Pembangunan

Pertanian 2014 juga tidak terlepas dari dukungan seluruh pemangku kepentingan

pembangunan pertanian, baik di pusat maupun daerah. Mengingat luasnya aspek dan

banyaknya unsur yang terlibat dalam pembangunan pertanian, maka tidaklah berlebihan

kalau dikatakan bahwa suksesnya pembangunan pertanian terletak pada komitmen dan kerja

keras bersama, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat, Organisasi

Kemasyarakatan, Perguruan Tinggi, dan Petani.

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014114

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 115

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014116

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 1

STRUKTUR ORGANISASI

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 117

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 1

STRUKTUR ORGANISASI

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014118

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 119

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014120

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 2

DATA KEPEGAWAIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 121

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 2

DATA KEPEGAWAIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014122

Kementerian Pertanian

A

BC

DJml

AB

CD

JmlA

BC

DJml

AB

CD

EJml

LP

S3S2

S1D4

S Muda

D3D2

D1SM

ASM

PSD

1SEK

RETARI

AT JEN

DERAL

01

13

58

3954

51

152

179385

157122

8

43 77

3911

42

133

6

94

439

8

19

4

473

06

530

1 3

77 13

8 1

.133

2INS

PEKTOR

AT JEN

DERAL K

EMENT

AN0

00

22

48

118

31

34

5333

43

163

2516

2620

2

89

17

9

106

-

122

1

08 0

05

00

41

5

4

285

3DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL T

ANAMA

N PANG

AN0

32

813

4169

5741

20

8 123

19879

85

485

3126

54

2

68

44

4

330

5

106

32

5 1

336

10

264

1716

7

74

4DIT

JEN PR

ASARAN

A & SA

RANA P

ERTANI

AN0

00

00

18

2910

4

8 45

9056

53

244

2814

51

1

49

19

9

142

4

79

16

7 0

217

00

68

3

1

341

5DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL P

ETERNA

KAN &

KESEHA

TAN HE

WAN

618

1228

64150

173160

135

618

240436

348300

1.3

24 117

5614

41

192

1.4

25

773

17

45

8

447

2011

2042

0 8

36 87

116

2.198

6DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL P

ERKEBU

NAN1

05

410

2739

17758

30

1 146

329171

100

746

4423

53

1

76

68

7

446

3

138

47

4 17

1433

079

34

3 15

17

1.133

7BAD

AN LITB

ANG PE

RTANIA

N50

115150

175490

354731

481308

1.87

4 857

1573

734882

4.0

46 426

258139

91142

1.05

6 4

.940

2.52

6 50

1 1

.129

1.90

8 59

67323

5613

2.64

3 330

437

7.466

8BAD

AN PPS

DM PE

RTANIA

N0

4534

54133

109215

147124

59

5 283

437250

250

1.220

14794

6022

5 3

28

1.536

74

0

57

475

64

2 157

781

30

623

91140

2.2

76

9BAD

AN KET

AHANAN

PANG

AN0

01

01

64

107

27

39

10556

43

243

1510

12

1

29

15

8

142

6

68

11

7 0

28

00

94

1

4

300

10DIT

JEN PE

NGOLA

HAN & P

EMASA

RAN HA

SIL PER

TANIAN

00

00

02

822

15

47

6472

5671

2

63 34

196

21

62

203

169

5

91

189

00

160

0

69

11

37

2

11DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL H

ORTIK

ULTURA

00

33

611

1523

25

74

46101

6145

2

53 23

204

21

50

206

177

5

77

173

03

60

0 1

00 10

9

383

12BAD

AN KAR

ANTINA

PERTA

NIAN

52

57

19257

316468

362 1

.403

482577

508428

1.9

95 189

5913

11

263

2.2

40 1

.440

10

689

1.1

16 2

6470

205

1.324

18

20

3.680

62 184

213 284

743 970

1.625

1.6

39

1.144

5.3

78

2.538

4.3

56

2.509

2.4

22

11.825

1.1

56

634 289

156 160

2.395

12.

911

7.430

621

3.626

6.1

39

256 121

1.252

82

98 6.7

82

591 773

20.341

Sumber

: Biro O

rganisa

si dan K

epegaw

aian, 20

14

Jenis K

elamin

Pendid

ikan

DISTRI

BUSI M

ENURU

T GOLO

NGAN

/RUAN

G, JENI

S KELA

MIN DA

N PEND

IDIKAN

BERD

ASARKA

N ESEL

ON I

JUMLAH

KEMENT

ERIAN

PERTA

NIAN

JUMLAH

per De

sember

2014

NO.

UNIT K

ERJA

Golong

an I

Golong

an II

Golong

an III

Golong

an IV

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 123

Kementerian Pertanian

AB

CD

JmlA

BC

DJml

AB

CD

JmlA

BC

DE

JmlL

PS3

S2S1

D4S M

udaD3

D2D1

SMA

SMP

SD

1SEK

RETARI

AT JEN

DERAL

01

13

58

3954

51

152

179385

157122

8

43 77

3911

42

133

6

94

439

8

19

4

473

06

530

1 3

77 13

8 1

.133

2INS

PEKTOR

AT JEN

DERAL K

EMENT

AN0

00

22

48

118

31

34

5333

43

163

2516

2620

2

89

17

9

106

-

122

1

08 0

05

00

41

5

4

285

3DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL T

ANAMA

N PANG

AN0

32

813

4169

5741

20

8 123

19879

85

485

3126

54

2

68

44

4

330

5

106

32

5 1

336

10

264

1716

7

74

4DIT

JEN PR

ASARAN

A & SA

RANA P

ERTANI

AN0

00

00

18

2910

4

8 45

9056

53

244

2814

51

1

49

19

9

142

4

79

16

7 0

217

00

68

3

1

341

5DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL P

ETERNA

KAN &

KESEHA

TAN HE

WAN

618

1228

64150

173160

135

618

240436

348300

1.3

24 117

5614

41

192

1.4

25

773

17

45

8

447

2011

2042

0 8

36 87

116

2.198

6DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL P

ERKEBU

NAN1

05

410

2739

17758

30

1 146

329171

100

746

4423

53

1

76

68

7

446

3

138

47

4 17

1433

079

34

3 15

17

1.133

7BAD

AN LITB

ANG PE

RTANIA

N50

115150

175490

354731

481308

1.87

4 857

1573

734882

4.0

46 426

258139

91142

1.05

6 4

.940

2.52

6 50

1 1

.129

1.90

8 59

67323

5613

2.64

3 330

437

7.466

8BAD

AN PPS

DM PE

RTANIA

N0

4534

54133

109215

147124

59

5 283

437250

250

1.220

14794

6022

5 3

28

1.536

74

0

57

475

64

2 157

781

30

623

91140

2.2

76

9BAD

AN KET

AHANAN

PANG

AN0

01

01

64

107

27

39

10556

43

243

1510

12

1

29

15

8

142

6

68

11

7 0

28

00

94

1

4

300

10DIT

JEN PE

NGOLA

HAN & P

EMASA

RAN HA

SIL PER

TANIAN

00

00

02

822

15

47

6472

5671

2

63 34

196

21

62

203

169

5

91

189

00

160

0

69

11

37

2

11DIR

EKTOR

AT JEN

DERAL H

ORTIK

ULTURA

00

33

611

1523

25

74

46101

6145

2

53 23

204

21

50

206

177

5

77

173

03

60

0 1

00 10

9

383

12BAD

AN KAR

ANTINA

PERTA

NIAN

52

57

19257

316468

362 1

.403

482577

508428

1.9

95 189

5913

11

263

2.2

40 1

.440

10

689

1.1

16 2

6470

205

1.324

18

20

3.680

62 184

213 284

743 970

1.625

1.6

39

1.144

5.3

78

2.538

4.3

56

2.509

2.4

22

11.825

1.1

56

634 289

156 160

2.395

12.

911

7.430

621

3.626

6.1

39

256 121

1.252

82

98 6.7

82

591 773

20.341

Sumber

: Biro O

rganisa

si dan K

epegaw

aian, 20

14

Jenis K

elamin

Pendid

ikan

DISTRI

BUSI M

ENURU

T GOLO

NGAN

/RUAN

G, JENI

S KELA

MIN DA

N PEND

IDIKAN

BERD

ASARKA

N ESEL

ON I

JUMLAH

KEMENT

ERIAN

PERTA

NIAN

JUMLAH

per De

sember

2014

NO.

UNIT K

ERJA

Golong

an I

Golong

an II

Golong

an III

Golong

an IV

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014124

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 3

REALISASI ANGGARAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 125

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 3

REALISASI ANGGARAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014126

Kementerian Pertanian

REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

NO ESELON 1 PAGU REALISASI %

1 SETJEN 1.103.062.672.000 1.015.530.613.578 92,06

2 ITJEN 65.528.157.000 60.347.785.271 92,09

3 DITJEN TP 2.274.527.260.000 2.055.934.969.974 90,39

4 DITJEN HORTI 524.669.821.000 504.495.222.722 96,15

5 DITJEN BUN 1.320.618.976.000 1.162.816.886.222 88,05

6 DITJEN PKH* 1.392.077.856.000 1.660.039.937.797 119,25

7 DITJEN PPHP 502.959.082.000 457.878.777.207 91,04

8 DITJEN PSP 3.294.030.743.000 2.912.596.621.356 88,42

9 BALITBANG 1.581.593.808.000 1.354.315.668.780 85,63

10 BPPSDMP 1.114.979.737.000 1.061.692.562.363 95,22

11 BKP 459.973.578.000 419.543.972.910 91,21

12 BARANTAN 604.699.761.000 585.870.934.389 96,89

TOTAL 14.238.721.451.000 13.251.063.952.569 93,06

Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, 2014 * Terdapat tambahan Hibah berupa barang senilai Rp436.730.991.244,00 di Ditjen PKH, yang

secara akuntansi tidak tercatat didalam pagu anggaran tetapi tercatat di realisasi anggaran

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 127

Kementerian Pertanian

REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

NO ESELON 1 PAGU REALISASI %

1 SETJEN 1.103.062.672.000 1.015.530.613.578 92,06

2 ITJEN 65.528.157.000 60.347.785.271 92,09

3 DITJEN TP 2.274.527.260.000 2.055.934.969.974 90,39

4 DITJEN HORTI 524.669.821.000 504.495.222.722 96,15

5 DITJEN BUN 1.320.618.976.000 1.162.816.886.222 88,05

6 DITJEN PKH* 1.392.077.856.000 1.660.039.937.797 119,25

7 DITJEN PPHP 502.959.082.000 457.878.777.207 91,04

8 DITJEN PSP 3.294.030.743.000 2.912.596.621.356 88,42

9 BALITBANG 1.581.593.808.000 1.354.315.668.780 85,63

10 BPPSDMP 1.114.979.737.000 1.061.692.562.363 95,22

11 BKP 459.973.578.000 419.543.972.910 91,21

12 BARANTAN 604.699.761.000 585.870.934.389 96,89

TOTAL 14.238.721.451.000 13.251.063.952.569 93,06

Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, 2014 * Terdapat tambahan Hibah berupa barang senilai Rp436.730.991.244,00 di Ditjen PKH, yang

secara akuntansi tidak tercatat didalam pagu anggaran tetapi tercatat di realisasi anggaran

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014128

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 4

INDIKATOR KINERJA UTAMA

DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

PERTANIAN

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 129

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 4

INDIKATOR KINERJA UTAMA

DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

PERTANIAN

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014130

Kementerian Pertanian

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2010 – 2014

No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data

1 Tercapainya swasembada dan swasembada berkelanjutan

Swasembada: 1. Jumlah Produksi Kedelai Ditjen. Tanaman Pangan 2. Jumlah Produksi Gula Ditjen. Perkebunan 3. Jumlah Produksi Daging Sapi Ditjen. Peternakan dan

Kesehatan Hewan Swasembada Berkelanjutan: 1. Jumlah Produksi Padi Ditjen. Tanaman Pangan 2. Jumlah Produksi Jagung Ditjen. Tanaman Pangan

2 Meningkatnya diversifikasi pangan

1. Persentase penurunan konsumsi beras pertahun

Badan Ketahanan Pangan

2. Persentase peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan dan sayuran.

Badan Ketahanan Pangan

3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH). Badan Ketahanan Pangan 3 Meningkatnya nilai tambah,

daya saing dan ekspor 1. Jumlah sertifikasi produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet (pemberlakuan sertifikasi wajib)

Ditjen PPHP

2. Persentase peningkatan produk olahan yang di ekspor

Ditjen PPHP

3. Persentase peningkatan substitusi tepung gandum/terigu

Ditjen PPHP

4. Persentase peningkatan surplus neraca perdagangan

Ditjen PPHP

4 Meningkatnya kesejahteraan petani

1. Pendapatan per kapita petani PSEKP 2. Nilai Tukar Petani (NTP) BPS 3. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Pertanian

BPS

4. Penyerapan Tenaga Kerja sektor Pertanian

BPS

5. Investasi sektor Pertanian BKPM Sumber: Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 131

Kementerian Pertanian

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2010 – 2014

No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data

1 Tercapainya swasembada dan swasembada berkelanjutan

Swasembada: 1. Jumlah Produksi Kedelai Ditjen. Tanaman Pangan 2. Jumlah Produksi Gula Ditjen. Perkebunan 3. Jumlah Produksi Daging Sapi Ditjen. Peternakan dan

Kesehatan Hewan Swasembada Berkelanjutan: 1. Jumlah Produksi Padi Ditjen. Tanaman Pangan 2. Jumlah Produksi Jagung Ditjen. Tanaman Pangan

2 Meningkatnya diversifikasi pangan

1. Persentase penurunan konsumsi beras pertahun

Badan Ketahanan Pangan

2. Persentase peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan dan sayuran.

Badan Ketahanan Pangan

3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH). Badan Ketahanan Pangan 3 Meningkatnya nilai tambah,

daya saing dan ekspor 1. Jumlah sertifikasi produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet (pemberlakuan sertifikasi wajib)

Ditjen PPHP

2. Persentase peningkatan produk olahan yang di ekspor

Ditjen PPHP

3. Persentase peningkatan substitusi tepung gandum/terigu

Ditjen PPHP

4. Persentase peningkatan surplus neraca perdagangan

Ditjen PPHP

4 Meningkatnya kesejahteraan petani

1. Pendapatan per kapita petani PSEKP 2. Nilai Tukar Petani (NTP) BPS 3. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Pertanian

BPS

4. Penyerapan Tenaga Kerja sektor Pertanian

BPS

5. Investasi sektor Pertanian BKPM Sumber: Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014132

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 5

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 133

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 5

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014134

Kementerian Pertanian

Sumber: Biro Perencanaan, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 135

Kementerian Pertanian

Sumber: Biro Perencanaan, 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014136

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 6

PENETAPAN KINERJA (PK)

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 137

Kementerian Pertanian

LAMPIRAN 6

PENETAPAN KINERJA (PK)

KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014138

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 139

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014140

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 141

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014142

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 143

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014144

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 145

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014146

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 147

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014148

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 149

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014150

Kementerian Pertanian

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 151

Kementerian Pertanian