kimia bahan alam(skripsi)

40
Page | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pisang (Musa Parasidiaca) merupakan tanaman buah buahan tropika yang berasal dari Asia tenggara, Brazil dan India. Di Asia Tenggara, pisang diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisanh telah lama berkembang di India yaitu sejak 500 tahun sebelum masehi dan menyebar sampai ke daerah Pasifik. Pisang memiliki peranan penting di Indonesia karena dikonsumsi oleh konsumen tanpa memperhatikan tingkat sosial (Satuhu dan Supriadi, 2000). Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang, baik pisang segar, olahan dan pisang liar. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Sentra produksi pisang di Indonesia tersebar di 16 provinsi, 70 kabupaten. Provinsi tersebut antra lain NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Riang, Jawa timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Selama periode 1995 sampai 2002 luas panen pisang berfluktuasi, namun pada tahun 2003 2004 cenderung meningkat (BPS, 2003). Di Indonesia tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna, selain buahnya yang digunakan sebagai bahan konsumsi, daunnya juga dapat digunakan sebagai pembungkus dan bakal buahnya atau yang serinh dikenal sebagai jantung pisang digunakan sebagai sayur. Pisang memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, mineral, air, lemak dan protein (Direktor Jendral Bina Reproduksi Hortikultura, 2003). Selain itu, pisang merupakan jenis buah yang mengandung banyak senyawa kimia yang bersifat antioksidan. Penelitian terhadao pisang menunjukan bahwa pisang tersebut banyak mengandung phenolik serta karotene (Fatemeh et al., 2012). Selain pada buah pisang, antioksidan juga terdapat pada kulit pisang. Antioksidan yang terdapat pada kulit pisang

Upload: lutfirizkyfauzi

Post on 21-Nov-2015

324 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Kimia Bahan Alam Mengenai Ekstraksi, Uji Fitokimia, Uji Antioksidan dan Kadar Total Fenol dan Flavonoid

TRANSCRIPT

  • Page | 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pisang (Musa Parasidiaca) merupakan tanaman buah buahan tropika

    yang berasal dari Asia tenggara, Brazil dan India. Di Asia Tenggara, pisang

    diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisanh telah lama

    berkembang di India yaitu sejak 500 tahun sebelum masehi dan menyebar

    sampai ke daerah Pasifik. Pisang memiliki peranan penting di Indonesia

    karena dikonsumsi oleh konsumen tanpa memperhatikan tingkat sosial

    (Satuhu dan Supriadi, 2000). Indonesia merupakan salah satu sentra primer

    keragaman pisang, baik pisang segar, olahan dan pisang liar. Lebih dari 200

    jenis pisang terdapat di Indonesia. Sentra produksi pisang di Indonesia

    tersebar di 16 provinsi, 70 kabupaten. Provinsi tersebut antra lain NAD,

    Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Riang, Jawa

    timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Barat,

    Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku

    Utara. Selama periode 1995 sampai 2002 luas panen pisang berfluktuasi,

    namun pada tahun 2003 2004 cenderung meningkat (BPS, 2003).

    Di Indonesia tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna, selain

    buahnya yang digunakan sebagai bahan konsumsi, daunnya juga dapat

    digunakan sebagai pembungkus dan bakal buahnya atau yang serinh dikenal

    sebagai jantung pisang digunakan sebagai sayur. Pisang memiliki

    kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, mineral, air, lemak dan protein

    (Direktor Jendral Bina Reproduksi Hortikultura, 2003).

    Selain itu, pisang merupakan jenis buah yang mengandung banyak

    senyawa kimia yang bersifat antioksidan. Penelitian terhadao pisang

    menunjukan bahwa pisang tersebut banyak mengandung phenolik serta

    karotene (Fatemeh et al., 2012). Selain pada buah pisang, antioksidan juga

    terdapat pada kulit pisang. Antioksidan yang terdapat pada kulit pisang

  • Page | 2

    memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah pisang

    sendiri (Nagabhushan dan Bhide, 1998).

    Pemanfaatan kulit pisang di Indonesia,terbatas sebagai campuran

    pakan ternak (20-30%), serta pupuk kandang dan kompos (60-70%) (Husni,

    2009). Eksplorasi potensi kulit pisang pada bidang kesehatan belum banyak

    dilakukan, meskipun beberapa peneliti melaporkan bahwa kulit pisang

    mengandung nutrien penting bagi kesehatan yang tidak kalah dengan

    dengan daging buahnya. Fokus penelitian terdahulu lebih banyak pada

    karakterisasi kandungan nutrien kulit pisang, aktivitas ekstrak kulit pisang

    sebagai antimikrobia, dan antibiotik alami, sedangkan aktivitas antioksidan

    pada kulit pisang belum banyak diteliti (Mokbel and Hashinaga, 2005).

    Aktivitas antioksidan dan antimikrobial pada kulit pisang terjadi

    karena pada kulit pisang juga terkandung senyawa organic seperti pada

    bagian tanaman pisang yang lain. Senyawa organic yang terdapat pada kulit

    pisang merupakan jenis senyawa golongan flavonoid seperti sianidin,

    delpinidin, petunidin, dan malvidin-3-ramnosil-1,6-glukosida.

    Gambar 1 Senyawa Metabolit Sekunder Dalam Kulit Pisang

  • Page | 3

    Pada penelitian ini akan dilakukan pemanfaatan limbah kulit pisang

    untuk didapatkan ekstrak senyawa bahan alamnya dan diuji dayanya dalam

    aplikasinya sebagai antioksidan.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Apa metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk mendapatkan

    kandungan senyawa bahan alam yang terdapat pada kulit pisang secara

    optimal dan pelarut apa yang digunakan?

    2. Apa saja senyawa bahan alam yang terkandung pada kulit pisang?

    3. Bagaimana aktivitas antioksidan ekstrak kulit pisang?

    4. Berapa nilai IC50 ekstrak kulit pisang?

    5. Berapa nilai total kadar fenol dan total kadar flavonoid dari ekstrak kulit

    pisang?

    1.3 Hipotesis

    1. Metode ekstraksi yang dapat menyari kandungan bahan alam pada kulit

    pisang dengan maksimal adalah dengan menggunakan metode maserasi

    dengan menggunakan pelarut polar

    2. Senyawa bahan alam yang terdapat pada kulit pisang adalah flavonoid

    dan saponin

    3. Aktivitas antioksidan kulit pisang adalah cukup kuat

    4. Nilai IC50 kulit pisang dibawah 100

    5. Nilai total kadar fenol dan total kadar flavonoid dari kulit pisang kurang

    dari 5%

  • Page | 4

    1.4 Tujuan Penelitian

    1. Memanfaatkan limbah kulit pisang yang selama ini disia-siakan

    2. Mengetahui kondisi yang optimum untuk mengekstrak kulit pisang

    3. Memanfaatkan ekstrak kulit pisang sebagai penangkal radikal bebas

    1.5 Manfaat Penelitian

    Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk menambah inventaris

    ekstrak senyawa bahan alam yang dapat digunakan untuk menangkal radikal

    bebas.

  • Page | 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pisang

    Pisang (Musa paradisiac) adalah tanaman buah yang berupa herba

    yang banyak terdapat di Asia Tenggara, seperti Indonesia, dan terdapat juga

    di Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Tanaman ini

    mengandung karbohidrat, vitamin, dan mineral, terutama kalium. Selain itu,

    tanaman pisang juga mengandung beberapa senyawa organic, seperti

    saponin, tanin, dan flavonoid. Beberapa manfaat dari tanaman pisang antara

    lain:

    Mempercepat penyembuhan luka

    Mengatasi jerawat

    Meredakan nyeri

    Kulit pisang adalah salah satu bagian yang terdapat dari tanama

    pisang. Kulit pisang ini membungkus buah pisang, dan biasanya hanya

    menjadi limbah saja. Kalaupun dimanfaatkan hanya sebatas untuk pakan

    ternak. Padahal, di dalam kulit pisang terdapat senyawa flavonoid yang

    cukup banyak yang dapat dimanfaatkan. Selain flavonoid, pada kulit pisang

    juga terdapat senyawa saponin. Sama seperti halnya buahnya, kulit pisang

    ini juga bermanfaat untuk mengobati jerawat. Selain itu kulit pisang ini juga

    berkhasiat untuk memutihkan gigi dan mengobati iritasi kulit.

    Kingdom: Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Famili : Musaceae

    Genus : Musa

    Spesies : Musa spp.

    Gambar 2 Buah Pisang

  • Page | 6

    2.2 Ekstraksi

    Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat.

    Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang

    terdapat dalam simplisia.

    Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang

    terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa

    komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi

    pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

    Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan

    menyaring simplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok,

    diluar pengaruh matahari yang langsung. Ekstrak kering harus lebih mudah

    digerus menjadi serbuk. Terdapat beberapa jenis ekstrak baik ditinjau dari

    segi pelarut yang digunakan ataupun hasil akhir dari ekstrak tersebut (4).

    1) Ekstrak air

    Menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi. Pelarut air

    merupakan pelarut yang mayoritas digunakan dalam proses ekstraksi.

    Ekstrak yang dihasilkan dapat langsung digunakan atau diproses kembali

    seperti melalui pemekatan atau proses pengeringan .

    2) Tinktur

    Sediaan cari yang dibuat dengan cara maserasai ataupun perkolasi

    simplisia. Pelarut yang umum digunakan dalam proses produksi tinktur

    adalah etanol. Satu bagian simplisia diekstrak dengan menggunakan 2-10

    bagian menstrum/ekstraktan.

    3) Ekstrak cair

    Bentuk dari ekstrak cair mirip dengan tinktur namun telah melalui

    pemekatan hingga diperoleh ekstrak yang sesuai dengan ketentuan

    farmakope.

    4) Ekstrak encer

    Ekstrak encer dibuat seperti halnya ekstrak cair. Namun kadang masih

    perlu diproses lebih lanjut.

  • Page | 7

    5) Ekstrak kental

    Ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami proses

    pemekatan. Ekstrak kental sangat mudah untuk menyerap lembab sehingga

    mudah untuk ditumbuhi oleh kapang. Pada proses industri ekstrak kental

    sudah tidak lagi digunakan, hanya merupakan tahap perantara sebelum

    diproses kembali menjadi ekstrak kering.

    6) Ekstrak kering (extract sicca)

    Ekstrak kering merupakan ekstrak hasil pemekatan yang kemudian

    dilanjutkan ke tahap pengeringan. Proses pengeringan dapat dilakukan

    dengan berbagai macam cara yaitu dengan menggunakan bahan tambahan

    seperti laktosa atau aerosil, menggunakan proses kering beku namun proses

    ini tidak ekonomis, dan dengan menggunakan proses semprot kering atau

    fluid bed drying.

    7) Ekstrak minyak

    Dilakukan dengan cara mensuspensikan simplisia dengan

    perbandingan tertentu dalam minyak yang telah dikeringkan, dengan cara

    seperti maserasi.

    8) Oleoresin

    Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan oleoresin

    (mis. Capsicum fructus dan zingiberis rhizom) dengan pelarut tertetu

    umumnya etanol.

    Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui berkaitan dengan

    proses ekstraksi adalah ekstraktan/menstrum yaitu pelarut/campuran pelarut

    yang digunakan dalam proses ekstraksi dan rafinat yaitu sisa/residu dari

    proses ekstraksi.

    Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

    antara lain:

    a. Jumlah simplisia yang akan diesktrak

    b. Derajat kehalusan simplisia

    c. Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses

    ekstraksi akan lebih optimal.

  • Page | 8

    d. Jenis pelarut yang digunakan

    e. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu

    diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki

    kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang

    memiliki tingkat kepolaran yang sama.

    Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut

    yaitu:

    a) Pelarut polar

    Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak

    senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung

    universal digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap dapat menyari

    senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh

    pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.

    b) Pelarut semipolar

    Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah

    dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan

    senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah:

    aseton, etil asetat, kloroform.

    c) Pelarut nonpolar

    Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik

    untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam

    pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak.

    Contoh: heksana, eter.

    Adapun Beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi

    yaitu:

    a. Tidak toksik dan ramah lingkungan.

    b. Mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia.

    c. Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak.

    d. Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang diekstrak.

    e. Murah/ ekonomis.

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari ekstraksi yaitu:

  • Page | 9

    1. Lama waktu ekstraksi

    Lama ekstraksi akan menentukan banyaknya senyawa-senyawa yang

    terambil. Ada waktu saat pelarut/ ekstraktan jenuh. Sehingga tidak pasti,

    semakin lama ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang

    didapatkan.

    2. Metode ekstraksi, termasuk suhu yang digunakan.

    Terdapat banyak metode ekstraksi. Namun secara ringkas dapat dibagi

    berdasarkan suhu yaitu metode ekstraksi dengan cara panas dan cara dingin.

    Metode panas digunakan jika senyawa-senyawa yang terkandung sudah

    dipastikan tahan panas.

    Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu

    pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

    yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar

    sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan

    berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat

    aktif di dalam dan di luar sel.

    2.3 Maserasi

    Maserasi atau macerare(Bahasa Latin, artinya merendam) adalah

    ekstraksi bahan nabati dengan cara merendam simplisia kedalam suatu

    pelarut, baik polar maupun non polar, selama beberapa waktu sambil

    sesekali diaduk. Prinsip dari ekstraksi dengan cara maserasi adalah difusi

    senyawa yang terdapat pada simplisia dengan pelarut sehingga tercapai

    kesetimbangan konsentrasi antara simplisia dengan pelarut. Keuntungan

    dari penggunaan metode ini adalah:

    1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

    2. Beaya operasionalnya relatif rendah

    3. Prosesnya relatif hemat penyari

  • Page | 10

    4. Tanpa pemanasan

    Meskipun metode ekstraksi dengan maserasi memiliki keuntungan

    dalam hal kemudahan untuk melakukannya, metode ini memiliki kelemahan

    seperti tidak terekstraknya seluruh senyawa simplisia (50%) dan waktu yang

    relative lama.

    Gambar 3 Prinsip Kerja Ekstraksi Metode Maserasi

    2.4 Flavonoid

    Flavonoid merupakan molekul polifenol yang larut dalam air yang

    mengandung 15 atom karbon. Kerangka dasar flavonoid dapat dilihat

    sebagai dua cincin benzene yang bergabung bersama-sama dengan tiga

    rantai karbon yang pendek (Tanaka,et al, 2008). Lebih dari 4000 jenis senyawa

    flavonoid telah teridentifikasi. Penomoran flavonoid dapat dilihat sebagai berikut.

    Gambar 4 Penomoran Gugus Flavonoid

  • Page | 11

    Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang melimpah di alam dan

    dikategorikan menurut struktur kimianya ke dalam flavonol, flavon,

    flavanone, isoflavon, katekin, antosianidin, dan kalkon (Tanaka, et al,

    2008). Pentingnya senyawa polifenol terhadap kesehatan manusia telah

    dipelajari secara massif dalam beberapa tahun terakhir, khususnya golongan

    flavonoid. Flavonoid dapat berguna sebagai antimikroba, fotoreseptor,

    antioksidan, antiallergenic, dan anti inflamasi.

    Gambar 5 Golongan Senyawa Flavonoid

    2.5 Senyawa Fenolik

    Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada

    tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi

    (OH-) dan gugus gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama

    berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakkan

    memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol.

    Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal

    dari tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang

    mengandung satu atau dua gugus OH-. Senyawa fenolik di alam terdapat

    sangat luas, mempunyai variasi struktur yang luas, mudah ditemukan

  • Page | 12

    di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenolik alam

    telah diketahui strukturnya,antara lain flavonoid, fenol monosiklik

    sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan

    kuinon fenolik.

    Banyak senyawa fenolik alami mengandung sekurang-kurangnya

    satu gugus hidroksil dan lebih banyak yang membentuk senyawa eter, ester

    atau glioksida daripada senyawa bebasnya. Senyawa ester atau eter fenol

    tersebut memiliki kelarutan yang lebih besar dalam air daripada senyawa

    fenol dan senyawa glioksidanya.

    Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang

    tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi akan berubah menjadi gelap.

    Kelarutan fenol dalam air akan bertambah, jika gugus hidroksil makin

    banyak. Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologis yang beraneka ragam,

    dan banyak digunakan dalam reaksi enzimatik oksidasi kopling sebagai

    substrat donor H. Reaksi oksidasi kopling, selain membutuhkan suatu

    oksidator juga memerlukan adanya suatu senyawa yang dapat mendonorkan

    H. Senyawa fenolik merupakan contoh ideal dari senyawa yang mudah

    mendonorkan atom H.

    Senyawa fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki

    satu atau lebih gugus hidroksil yang terikat pada satu atau lebih cincin

    aromatik benzena. Ribuan senyawa fenolik di alam telah diketahui

    strukturnya, antara lain fenolik sederhana, fenil propanoid, lignan,

    asam ferulat, dan etil ferulat .

    2.6 Fitokimia dan Senyawa Metabolit Sekunder

    Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto adalah tumbuhan

    dan chemical adalah zat kimia. Dengan demikian fitokimia merupakan zat

    kimia alami yang terdapat di didalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa,

  • Page | 13

    aroma atau warna pada tumbuhan itu. Senyawa kimia tidak termasuk ke

    dalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

    mineral maupun air. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi

    yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada

    senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk

    fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi

    kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Fitokimia,

    senyawa yang begitu bermanfaat sebagai antioksidan dan mencegah kanker

    juga penyakit jantung.

    Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan zat zat

    kombinasi fitokimia ini didalam tubuh memiliki fungsi tertentu yang

    berguna bagi kesehatan. Kombinasi itu antara lain menghasilkan enzim

    enzim sebagai penangkal racun, merangsang sistem pertahanan tubuh,

    mencegah penggupalan keeping keeping darah, menghambat sintesa

    kolesterol dihati, dan meningkatkan metabolisme hormon. Secara garis

    besar fitokimia terdiri dari alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin,

    kuinon, dan tannin.

    2.6.1 Alkaloid

    Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas

    hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung

    paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan

    membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984).

    Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu

    dari tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai

    10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang

    sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa

    warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal

    tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu

    kamar (Sabirin, et al.,1994).

  • Page | 14

    2.6.2 Flavonoid

    Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang

    ditemukan di alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa

    ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel dan

    terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1991).

    Senyawa flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti

    dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6 - C3 C6. Susunan

    tersebut dapat menghasilkan tiga struktur yaitu: 1,3-diarilpropana

    (flavonoid), 1,2-diarilpropana (isoflavonoid), 2,2-diarilpropana

    (neoflavonoid).

    Menurut Markham (1982), flavonoid merupakan senyawa polar

    karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula,

    sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol,

    metanol, butanol dan air. Flavonoid umumnya terikat pada gula sebagai

    glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna yang penting dalam larutan

    alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara

    flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri kuat

    (Harborne,1984).

    2.6.3 Terpenoid

    Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-

    CH=CH2 dan kerangka karbonya dibangun oleh penyambungan dua

    atau lebih satuan C5 ini. Walaupun demikian, secara biosintesis

    senyawa yang berperan adalah isopentil pirofosfat, CH2=C(CH3)-

    (CH)2OPP, yang terbentuk dari asetat melalui asam mevalonat,

    CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH. Isopentil piropospat terdapat

    dalam sel hidup dan berkesinambungan dengan isomernya, dimetilalil

    piropospat, (CH3)2C=CHCH2OPP.

    Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid dikelompokan dalam 5

    bagian:

  • Page | 15

    a. Monoterpen terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.

    b. Siskuisterpen terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom karbon

    c. Diterpen terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon

    d. Triterpen terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon

    e. Tetraterpen terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom karbon

    Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat

    didalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai

    petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat

    dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan pelarut ini

    (Harborne,1987).

    Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari

    sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan

    golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan

    sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari senyawa-

    senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan (Djamal, 1988).

    2.7 Antioksidan

    Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan,

    membersihkan, menahan pembentukan oksigen reaktif dan radikal bebas

    dalam tubuh. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil

    karena tidak memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital

    luarnya sehingga sangat reaktif untuk mendapatkan pasangan electron

    dengan mengikat sel sel tubuh. Apabila hal tersebut terjadi secara terus

    menerus data menyebabkan kerusakan dan kematian sel (Lautan, 1997, Sies,

    1993).

    Fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil terjadinya

    proses oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses

    kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam

    industry makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung daam

    makanan. Antioksdian tidak hanya digunakan dalam industry farmasi, tetapi

  • Page | 16

    juga digunakan secaa luas dalam indutri makanan, industry petroleum,

    industry karet dan sebaginya (Tahir, Wijaya, dan Widyaningsih, 2003).

    Antioksidan dapat bersumber dari zat zat alami hasil isolasi. Anya

    antioksidan alami maupun sintesis dapat menhambat oksidasi lipid,

    mencegah kerusakan perubahann degradsi komponen organic dalam bahan

    makanan. Beberapa senyawa antioksidan sintesis yang umum digunakan

    adlah butylated hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA),

    terbutylhydroxyquinone (TBHQ), asam galat dan propil galat. Antioksidan

    alami dapat diperoleh dari makanan sehari hari seperti sayuran, buah

    buahan, kacang kacangan dan tanaman lainnya yang mengandung

    antioksidan bervitamin seperti vitamin A, C dan E, asam-asam fenolat

    seperti asam ferulat, asam klorogerat, asam elegat, dan asam kafeat, dan

    senyawa flavonoid seperti kuersetin, mirisetin, apigenin, luteolin, dan

    kaemferol (Rohdiana, 2001, Pokornya et al, 2001).

    2.8 Uji Aktivitas Antioksidan

    Untuk menentukan aktivitas antioksidan metode yang dilakukan

    yaitu :

    2.8.1. Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil

    DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar

    dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa

    senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH

    baik secara transfer electron atau radikal hydrogen pada DPPH akan

    menetralkan karakter radikal bebas dan DPPH. Jika semua electron

    pada radikal bebas DPPH menjadi berpasanan maka warna larutan

    berubah dari ungu tua menjadi kuning terang pada panjang gelombang

    517 nm akan hilang.

  • Page | 17

    2.9 Spektrofotometer UV-Visible

    Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi

    cahaya oleh suatu systempada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet

    (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak

    (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran

    spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan

    energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga

    spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif

    dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk

    pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa

    ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu

    dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

    Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara

    absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan

    transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan,

    yaitu :

    Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

    Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai

    penampang yang sama

    Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung

    terhadap yang lain dalam larutan tersebut

    Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi

  • Page | 18

    Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan

    2.9.1 Bagian-Bagian dari Spektrofotometer UV-Vis

    2.9.1.1 Sumber Cahaya

    Pada spektrofotometer harus memeiliki pancaran radiasi yang

    stabil dan intensitas yang tinggi. Sumber cahaya pada spektrofotometer

    UV-Vis ada dua macam :

    Lampu Tungsten (Wolfram), lampu ini digunakan untuk

    mengukur sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip dengna

    bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang gelombang antara 350-2200

    nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya memiliki

    waktu 1000jam pemakaian.

    Lampu Deuterium, lampu ini dipakai pada panjang

    gelombang 190-380 nm. Spektrum energi radiasinya lurus, dan

    digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada daerah uv.

    Umumnya memiliki waktu 500 jam pemakaian.

    Gambar 6 Prinsip Kerja Spektrofotometer UV-VIs

  • Page | 19

    2.9.1.2 Wadah Sampel

    Kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan karenanyan

    kebanyakan wadah sampel adalah sel/kuvet untuk menaruh cairan ke

    dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu harus dapat

    meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral yang diminati, jadi

    kuvet kaca melayani daerah tampak, kuvet kuarsa atau silica untuk

    daerah ultraviolet.

    Gambar 7 Kuvet

    2.9.1.3 Monokromator

    Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya

    polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan

    komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian monokromator,

    yaitu :

    Prisma

    Grating (kisi difraksi)

    Celah 19amba

    Filter

  • Page | 20

    2.9.1.4 Detektor

    Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan.

    Sinar kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam

    rekorder dan ditampilkan dalam bentuk angka-angka padakomputer.

    2.9.1.5 Recorder/Visual Display

    Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat

    listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun Absorbansi.

  • Page | 21

    BAB III

    METODOLOGI PRAKTIKUM

    3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

    Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2014 bertempat

    di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Ekstraksi Maserasi

    Alat yang digunakan antara lain blender, Erlenmeyer 250mL,

    neraca analitik, gelas beker 100mL, spatula, gelas ukur 100mL, rotary

    evaporator, kaca arloji, oven, corong, dan desikator. Bahan yang

    digunakan adalah kulit buah pisang, methanol, kertas saring, dan

    alumunium foil.

    3.2.2 Uji Fitokimia

    Alat alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu tabung

    reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 mL, pipet tetes, vortex, corong,

    dan kertas saring. Bahan bahan yang dugunakan dalam percobaan ini

    yaitu HCl 2%, FeCl3 1%, NaOH 2N, serbuk Mg, reagen Lieberman-

    Burchard, reagen Mayer, reagen Dragendorff, reagen Wagner, dan

    aquadest.

    3.2.3 Uji Aktivitas Antioksidan

    Alat alat yang digunakan adalah tabung reaksi, labu ukur 10

    mL, pipet ukur, pipet tetes, gelas beaker, alumunium foil, batang

    pengaduk, timbangan analitik, dan spektrofotometer UV-Vis. Bahan

    bahan yang digunakan adalah methanol, DPPH, dan kulit pisang yang

    diperoleh dari pedagang gorengan yang berada di daerah Ciputat, yang

    telah sebelumnya dikeringkan dengan cara dijemur.

  • Page | 22

    3.2.4 Uji Kadar Total Fenol dan Flavonoid

    Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, rak

    tabung reaksi, pipet gondok, pipet tetes, gelas ukur, dan labu ukur,

    batang pengaduk, neraca timbang, spektrofotometer uv-vis. Bahan-

    bahan yang digunakan untuk uji kadar total fenol adalah larutan Standar

    asam galat, reagent Folin-Ciocalteau, Na2CO3 2%, dan aquades.

    Bahan-bahan yang digunakan untuk uji kadar total flavonoid adalah

    methanol, AlCl3 10%, NaNO3 5%, NaOH, aquadest, dan larutan

    standar quarsetin.

    3.3 Metode Kerja

    3.3.1 Ekstraksi Maserasi

    Sampel kulit buah pisang dikeringkan dengan menggunakan

    bantuan sinar matahari. Setelah kering sampel lalu dihaluskan dengan

    menggunakan blender. Lalu sampel ditimbang sebanyak 50 gram dan

    kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250mL. Ke dalam

    Erlenmeyer 250mL lalu ditambahkan pelarut methanol hingga sampel

    terendam (sekitar 300mL). Erlenmeyer lalu ditutup dengan

    menggunakan alumunium foil dan didiamkan selama 3 hari.

    3.3.2 Uji Fitokimia

    3.3.2.1 Uji Alkaloid

    Ekstrak tanaman sebanyak 4 mL dimasukkan ke dalam tabung

    reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL HCl 2% ke dalam tabung reaksi

    tersebut. Setelah itu divortex dan dibagi ke dalam 3 tabung.

    Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes reagen Dragendorff

    (positif alkaloid jika terdapat endapan jingga), tabung kedua

    ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer (positif alkaloid jika terdapat

    endapan kuning), dan tabung ketiga ditambahkan 2-3 tetes reagen

    Wagner (positif alkaloid jika terdapat endapan coklat).

  • Page | 23

    3.3.2.2 Uji Flavonoid

    Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung

    reaksi, kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg ke dalam tabung

    reaksi dan 1 mL HCl 2% (positif flavonoid jika timbul busa dan

    berwarna bening-orange.

    3.3.2.3 Uji Triterpenoid dan Steroid

    Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukan ke dalam tabung

    reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen Liberman-

    Burchard ke dalam tabung reaksi tersebut (positif triterpenoid jika

    terbentuk cicin kecoklatan atau violet dan positif sterid jika berwarna

    hijau).

    3.3.2.4 Uji Kuinon

    Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung

    reaksi, kemudian ditambahkan NaOH 2N ke dalam tabung reaksi

    tersebut dan dikocok (positif kuinon jika berwarna merah).

    3.3.2.5 Uji Tanin

    Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung

    reaksi, kemudian ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% ke dalam tabung

    tersebut dan dikocok (positif tanin jika berwarna hijau kehitaman atau

    biru tinta).

    3.3.2.6 Uji Saponin

    Sampel tanaman yang telah kering dan halus ditimbang sebanyak

    1 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian

    ditambahkan aquades sebanyak 5 mL ke dalam tabung reaksi tersebut.

    Setelah itu dipanaskan dalam penanggas air selama 5 menit. Cairan

    yang diperoleh disaring dan didiamkan sampai agak dingin. Setelah itu

  • Page | 24

    dikocok dengan kuat sampai timbul busa (positif saponin jika busa

    tersebut stabil selama 10 menit).

    3.3.3 Uji Aktivitas Antioksidan

    Ekstrak tanaman kulit pisang hasil pemekatan ditimbang

    sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam 10 mL methanol sehingga

    diperoleh konsentrasi sebesar 1000 ppm. Larutan sampel dibuat dengan

    berbagai konsentrasi (9, 18, 37, 75, 150 dan 300 ppm). Kemudian,

    ditambahkan larutan DPPH 0,002% dengan perbandingan 1:1. Setiap

    konsentasi dibuat duplo. Larutan sampel dikocok sampai homogeny

    dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit, lalu diukur

    absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan

    panjang gelombang 515,15 nm. Terakhir, dihitung persentase inhibisi

    yang diwakili oleh IC50 dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    Dari nilai persen inhibsi sebagai absis (x) dan konsentrasi ekstrak

    sebagai ordinat (y).

    3.3.4 Uji Kadar Total Fenol dan Flavonoid

    3.3.4.1 Kadar Total Fenol

    Dimasukkan 0,5 ml sampel ke dalam tabung reaksi. Kemudian

    ditambahkan 2,5 ml air destilasi dan reagen Folin Coilcetau sebanyak

    0,5 ml. Setelah itu, diinkubasi selama 5 menit dan ditambahkan

    Na2CO3 2% sebanyak 2 ml. Lalu diinkubasi lagi dipenangas air

    24ambal dididihkan selama 30 menit. Lalu diukur absorbansinya

    dengan spektrofotometri UV-Vis.

  • Page | 25

    3.3.4.2 Kadar Total Flavonoid

    Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

    ditambahkan 5 ml aquades. Lalu dipipet tepat 0,3 ml NaNO3 5% dan

    ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu, ditambahkan lagi 0,3

    ml AlCl3 10%. Lalu disentrifuge selama 5 menit dan diinkubasi.

    Setelah selesai, ditambahkan NaOH 2 ml. Langkah terakhir,

    ditambahkan H2O2 hingga volume tepat 10 ml.

  • Page | 26

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Ekstraksi Maserasi

    Ekstraksi sampel kering kulit pisang menggunakan metode maserasi

    bertujuan untuk mendapatkan senyawa pada kulit pisang yang tidak tahan

    akan pemanasan seperti flavonoid. Pada ekstraksi ini digunakan pelarut

    methanol yang merupakan pelarut polar. Penggunaan pelarut polar pada

    ekstraksi bertujuan agar senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar

    dapat terekstrak, sehingga semua senyawa yang terdapat pada sampel kulit

    pisang dapat terekstrak seluruhnya.

    Pada ekstraksi ini sampel kulit pisang pertama dikeringkan dengan

    bantuan sinar matahari. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan

    kandungan air yang terdapat pada kulit pisang. Pengeringan dilakukan tidak

    dilakukan dengan menggunakan oven karena jika pengeringan dilakukan

    dengan menggunakan oven dikhawatirkan senyawa bahan alam yang

    terkandung pada kulit pisang akan rusak. Setelah sampel kering, sampel lalu

    dihaluskan dengan blender agar proses difusi pelarut kedalam membrane sel

    sampel dapat berlangsung lebih optimal sehingga senyawa bahan alam yang

    terkandung dapat terekstrak oleh pelarut.

    Sampel yang sudah halus lalu diambil sebanyak 50 gram dan

    kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250mL yang nantinya akan

    digunakan untuk wadah maserasi. Lalu kedalam Erlenmeyer dimasukkan

    pelarut methanol. Pelarut yang ditambahkan harus merendam seluruh

    sampel kering yang terdapat di dalam Erlenmeyer agar semua bagian dari

    sampel dapat terekstrak. Erlenmeyer lalu ditutup dengan alumunium foil

    agar terhindar dari udara. Sampel lalu didiamkan selama 3 hari.

    Setelah 3 hari, filtrate hasil maserasi dipisahkan dari sampel padat dan

    kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Pemekatan

    dilakukan untuk memisahkan senyawa bahan alam yang telah terekstrak

    dari pelarutnya. Setelah selesai dipekatkan, sampel pekat lalu dioven untuk

    memastikan bahwa pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sudah tidak

  • Page | 27

    terdapat di ekstrak pekatnya. Setelah selesai dioven sampel lalu didinginkan

    di desikator dan kemudian ditimbang. Dari 50 gram sampel padat yang

    dipakai didapatkan ekstrak pekat seberat 1,2 gram.

    4.2 Uji Fitokimia

    Ekstrak kulit pisang yang telah didapatkan dari proses ekstraksi

    kemudian dilakukan uji fitokimia untuk diketahui kandungan metabolit

    sekunder yang terdapat di dalamnya. Hasil dari uji fitokimia dipaparkan

    dalam tabel berikut.

    No Pengujian Pereaksi Teori Hasil Ket

    +1. Alkaloid

    Reagen

    Dragendorff

    Positif endapan

    jinga

    Terdapat endapan

    jingga +

    Reagen Mayer Positif endapan

    kuning

    Terdapat endapan

    kuning +

    Reagen Wagner Positif endapan

    coklat

    Terdapat endapan

    coklat +

    2. Flavonoid Serbuk Mg + HCl

    2%

    Positif jika timbul

    busa dan larutan

    bening

    Terdapat busa dan

    larutan bening +

    3. Steroid

    Reagen

    Liberman-

    Burchard

    Positif jika larutan

    hijau

    Tidak terjadi

    perubahan hijau _

    4. Kuinon NaOH 2N Positif jika larutan

    merah

    Tidak terjadi

    perubahan merah _

    5. Tanin FeCl3 1% Positif jika larutan

    hijau kehitaman

    Tidak terjadi

    perubahan hijau

    kehitaman _

    6. Saponin Aquades Positif jika timbul

    busa stabil

    Terbentuk busa

    yang stabil +

    Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia

    Pada ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) diambil 4 mL, yang

    kemudian ditambahkan 0,5 HCl 2% menghasilkan warna kuning pudar.

    Setelah itu dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Pada tabung pertama

    ditambahkan reagen Dragendorff sebanyak 3 tetes menghasilkan endapan

    jingga. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

  • Page | 28

    Gambar 8 Reaksi Uji Alkaloid Dengan Pereaksi Dragendorff

    pada tabung ke dua ditambahkan reagen Mayer sebanyak 3 tetes

    menghasilkan endapan kuning, reaksi yang terjadi sebagai berikut :

    Gambar 9 Reaksi Uji Alkaloid Dengan Pereaksi Mayer

    Pada tabung ke tiga ditambahkan reagen Wagner menghasilkan

    endapan coklat, reaksi yang terjadi sebagai berikut :

    Gambar 10 Reaksi Uji Alkaloid Dengan Pereaksi Wagner

    Dari semua ke tiga tabung tersebut menghasilkan hasil yang positif

    jika ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) mengandung senyawa

    alkaloid. Alkaloid berfungsisebagai faktor pertumbuhan tanaman, sebagai

    cadangan makanan, dan sebagai racun untuk melindungi tanaman dari

    serangga.

    Pada uji falavonoid ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) diambil

    sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg ke dalam

  • Page | 29

    tabung reaksi dan 1 mL HCl 2%, dari campuran tersebut menghasilkan busa

    dan larutan berwarna bening yang menunjukan bahwa hasilnya positif kulit

    pisang (Musa Paradisiaca) mengandung senyawa flavonoid, reaksi yang

    terjadi sebagai berikut :

    Gambar 11 Reaksi Uji Flavonoid

    Senyawa flavonoid berfungsi sebagai pencegah pengroposan tulang,

    sebagai antibiotik, dan sebagai antivirus, termasuk antivirus HIV/AIDS.

    Pada uji steroid ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) diambil

    sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen

    Liberman-Burchar ke dalam tabung reaksi tidak menghasilkan perubahan

    warna hijau yang menunjukan bahwa kulit pisang (Musa Paradisiaca) tidak

    mengandung senyawa steroid. Jika positif maka akan menghasilkan

    perubahan warna hijau seperti reaksi sebagai berikut :

    Gambar 12 Reaksi Uji Triterpenoid

    Pada uji kuinon ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) diambil

    sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan NaOH 2N yang kemudian

    dikocok dengan alat vortex tidak menghasilkan perubahan warna merah

    yang menunjukkan bahwa kulit pisang (Musa Paradisiaca) tidak

    mengandung senyawa kuinon.

  • Page | 30

    Pada uji tanin ekstrak kulit pisang (Musa Paradisiaca) diambil

    sebanyak 2 mL, yang kemudian ditambahkan 3 tetes FeCl3 1% yang

    kemudian dikocok, hasil dari ekstraksi tersebut memberikan hasil yang

    positif yaitu dengan menghasilkan perubahan warna hijau kehitaman,

    seperti pada reaksi berikut :

    Gambar 13 Reaksi Uji Kuinon

    Tanin berfungsi sebagai antioksidan dan tanin juga dapat menghambat

    penyerapan nutrisi oleh tubuh sehingga lemak yang terlarut dalam serum

    darah tidak bisa diserap oleh tubuh dan banyak dikeluarkan dalam bentuk

    feses.

    Pada uji saponin kulit pisang (Musa Paradisiaca) dihaluskan dan

    ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan sebanyak 5 mL

    aquades dan dipanaskan diatas penaggas air selama 5 menit. Cairan yang

    diperoleh disaring dan didiamkan sampai dingin setelah itu dipindahkan ke

    dalam tabung reaksi sebanyak 3 mL dan dikocok sampai berbusa. Hasil dari

    uji tanin menghasilkan hasil yang positif dengan ditandainya busa yang

    stabil selama 10 menit. Saponin berfungsi sebagai antibiotik dan penghilang

    rasa sakit.

    4.3 Uji Aktivitas Antioksidan

    Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan

    metode DPPH. Berdasarkan pada penelitian terdahulu, metode ini aling

    umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksdian sampel secara in vitro

    dan juga merupak metode yang sederhana, cepat serta bahan kimia yang

    digunakan hanya sedikit. Pengukuran dilakukan secara spektrofotometer

  • Page | 31

    UV-Vis . penentuan panjang gelombang DPPH dilakukan pada 5015,15 nm

    dan selanjutnya pengukuran dengan metode peredaman radikal DPPH

    dilakukan oada panjang gelombang tersebut.

    Prinsip dari metode DPPH adalah interaksi antioksidan dengan DPPH

    baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan

    menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada

    radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari

    ungu tua menjadi kekuningan.

    Pengujian aktivitas antioksidan ini dapat dilakukan karena konsentrasi

    antioksidan dalam sampel berbanding lurus dengan konsentrasi DPPH.

    Dengan menghitung absorbansi dari DPPH sebagai standar pada panjang

    gelombang maksimumnya yatu 515,15 nm. Sampel ekstrak yang digunakan

    yaitu methanol. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH tidak menyerang pelarut

    yang digunakan pada ekstrak sehingga mengurangi akurasi dari pengujian

    kuantitatifnya. Hal ini menegaskan bahwa komponen senyawa antioksidan

    yang terekstrak lebih baik jika menggunakan pelarut yang bersifat semi

    polar.

    Setelah ekstrak dilarutkann kemudian diencerkan dengan konsentrasi

    9, 18, 37, 75, 150, dan 300 ppm. Setiap variasi konsentrasi sampel

    dittambahkan DPPH yang diinkubasi selama 30 menit dalam suhu ruang

    pada tempat yang gelap. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH yang bersifat

    radikal tidak menyerang pelarut karena adanya cahaya. Setelah diinkubasi

    campuran diukur absorbansinya pada panjang gelombang yang sama yaitu

    515,15 nm dan ditentukan persen inhibisinya. Pengukuran ini dilakukan

    secara duplo untuk menambah akurasi pengukuran. Aktivitas penangkal

    Gambar 14 Mekanisme Kerja Antioksidan Terhadap 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil

  • Page | 32

    radikal bebas dari kulit pisang dapat diketahui melalui perubahan warna

    yang terjadi.

    Hasil persen inhibis yang telah ditentukan pada variasi konsentrasi

    antioksidan yang dibutuhkan untuk menginhibisi 50 persen radikal bebas.

    Hasil dari uji aktivitas antioksidan dari kulit pisang dapat dilihat

    selengkapnya pada grafik 1. Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada kulit

    pisang menunjukan aktivitas yang tinggi. IC50 dari ekstrak methanol sebesar

    94,35 ppm. Hal ini terjadi karena pelarut polar seperti methanol merupakan

    pelarut yang lebih efektif digunakan untuk ekstraksi antoksidan dari bahan

    alam (Sakakibara et al, 2003).

    NO KONSENTRASI ABSORBANSI % INHIBISI

    1 9 PPM 0.248

    6.53% 0.238

    2 18 PPM 0.189

    22.11% 0.216

    3 37 PPM 0.200

    16.75% 0.233

    4 75 PPM 0.188

    29.42% 0.179

    5 150 PPM 0.072

    71.34% 0.077

    6 300 PPM 0.023

    89.61% 0.031

    Tabel 2 Hasil Uji Antioksidan

  • Page | 33

    4.4 Uji Kadar Total Fenol dan Flavonoid

    4.4.1 Kadar Total Fenol

    Penentuan kadar fenolik total dilakukan dengan membuat larutan

    standar asam galat dengan konsentrasi 10, 20, 40, 80, dan 160 ppm dan

    diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang750 nm. Kurva

    standar dibuat sebagai pembanding ekuivalen senyawa fenolat yang

    terdapat dalam daun pisang, dengan demikian kurva tersebut akan

    digunakan untuk oenentuan kadar fenolat total. Kandungan fenolik

    total pada suatu ekstrak dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat atau

    Gallic Acid Equivalent (GAE). GAE merupakan acuan umum untuk

    mengukur sejumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan

    (Mongkolsilp dkk., 2004). Kurva standar asam galat menghasilkan

    persamaan dengan regresi y = 0,013 x 0,011 dengan koefisien korelasi

    (r) sebesar 0,998. Andayani dkk. (2008) menyatakan bahwa nilai r yang

    mendekati satu menunjukkan persamaan regresi tersebut linear dan

    dapat digunakan meskipun konsentrasi yang mempengaruhi absorbansi

    99%.

    y = 0,2912x - 0,2357R = 0,9778

    0,00%

    20,00%

    40,00%

    60,00%

    80,00%

    100,00%

    0 1 2 3 4 5

    Axi

    s Ti

    tle

    Axis Title

    Persen Inhibisi Ekstrak Metanol persen inhibisi

    Persen Inhibisi EkstrakMetanol perseninhibisi

    Linear (Persen InhibisiEkstrak Metanolpersen inhibisi)

    Gambar 15 Grafik Hubungan Konsentrasi Terhadap Inhibisi DPPH

  • Page | 34

    Kadar Fenol total dihitung dengan memasukkan nilai serapan

    sampel pada panjang gelombang 750 nm ke dalam persamaan regresi

    linier y = 0,013 x 0,011 yang diperoleh dari kurva kalibrasi asam

    galat. Hasil dinyatakan dalam satuan GAC per 100 gram (fw) (mg

    GAC/ 100 gram). Hasil perhitungan menunjukan ekstrak metanol kulit

    pisang memiliki total fenolik sebesar 0,154 mg GAE/g. Artinya, dalam

    setiap gram ekstraksetara dengan 0,154 mg asam galat. Standar

    digunakan asam galat karena asam galat merupakan turunan dari asam

    hidroksibenzoat yang tergolong asam fenol sederhana. Selain itu sam

    galat lebih murah dibandingkan dengan senyawa standar lainnya. Dari

    hasil perhitungan dapat dikatakan bahwa hasil maserasi kulit pisang

    mengandung senyawa fenolik yang sangat sedikit.

    No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

    1 10 0,0112

    2 20 0,243

    3 40 0,571

    4 80 1,039

    5 160 2,14

    6 Sampel -0,009

    Tabel 3 Hasil Uji Kadar Total Fenol

    y = 0,0134x - 0,0116R = 0,9989

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    0 50 100 150 200

    abso

    rban

    si

    standar sampel

    Kurva hubungan standar sampel dan absorbansinya

    absorbansi

    Linear (absorbansi)

    Gambar 16 Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Absorbansi Uji Fenol

  • Page | 35

    Y = 0,013x - 0,011

    -0,009 = 0,013x - 0,011

    0,013x = 0,002

    X = 0,154 mg/l

    Pada saat direaksikan antara reagen Folin-Ciocalteu dengan

    senyawa fenolik akan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi

    biru. Intensitas warna biru ditentukan dengan banyaknya kandungan

    fenol dalam larutan sampel. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik

    dalam sampel semakin pekat warna biru yang terlihat. Menurut

    Singleton dan Rossi (1965), Warna biru yang teramati berbanding lurus

    dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, semakin besar

    konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang

    terbentuk sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat. Fenolat

    hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan

    produknya tidak stabil pada kondisi basa. Nely (2007) mangatakan,

    penambahan Na2CO3 pada uji fenolik bertujuan untuk membentuk

    suasana basa agar terjadi reaksi reduksi Folin-Ciocalteu oleh gugus

    hidroksil dari fenolik di dalam sampel.

    4.4.2 Kadar Total Flavonoid

    Senyawa flavanoid diduga pula memberikan kontribusi

    terhadap aktivitas antioksidan (Khanmsah, dkk., 2006). Dari jenis

    flavonoid yang terkandung juga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun

    jarak flavonoid mengandung jenis flavonoid flavonol. Dimana di dalam

    flavonol ini terdapat senyawa kuersetin yang dipercaya dapat

    melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan cara

    mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin

    memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low

  • Page | 36

    density Lipoprotein (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan

    menghelat logam transisi. Ketika kuersetin bereaksi dengan radikal

    bebas, kuersetin mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal,

    tapi elektron tidak berpasangan yang dihasilkan didelokasasi oleh

    resonansi, hal ini membuat senyawa kuersetin radikal memiiki energi

    yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif.

    Penentuan kadar total flavonoid dilakukan dengan membuat

    larutan standar kuersetin dengan konsentrasi 10, 20, 40, 80, dan 100

    ppm. Kemudian diuji absorbansi larutannya dengan panjang gelombang

    430 nm. Dari percobaan didapat kurva larutan standar kuersetin dengan

    regresi y = 0,001 x 0,006 dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,670.

    Penghitungan kadar flavonoid dilakukan menggunakan cara yang sama

    dengan penentuan kadar fenolik.sehingga didapatkan kadar flavonoid

    dari ekstrak maserasi kulit pisang sebesar 3 mg/l, dapat dikatakan

    bahwa ekstrak hasil maserasi kulit pisang memiliki kadar flavonoid

    yang sangat sedikit.

    Kadar flavonoid dalam berbagai daun tanaman dapat

    dihitung berdasarkan nilai absorbansi yang terbaca pada

    spektrofotometer Uv Vis. Semakin merah warna yang ditmbulkan maka

    semakin tingi kadar flavonoid yang terkandung dalam suatu daun (Tim,

    206). Hal ini terjadi karena semakin tingi kadar flavonoid maka

    molekul-molekul yang terdapat pada ekstrak daun tanaman obat

    No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

    1 10 0,030

    2 20 0,011

    3 40 0,043

    4 80 0,048

    5 100 0,170

    6 Sampel -0,003

    Tabel 4 Hasil Uji Kadar Total Flavonoid

  • Page | 37

    semakin banyak sehinga molekul yang akan menyerap cahaya pada

    panjang gelombang tertentu juga semakin banyak. Dengan demikian

    mengakibatkan nilai absorbansi semakin tingi. Kadar flavonoid dan

    senyawa fenolik lain di dalam tanaman berbeda-beda di antara setiap

    bagian, jaringan, dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor-

    faktor lingkungan. Faktor-faktor ini adalah temperatur, sinar ultraviolet

    dan tampak, nutrisi, ketersedian air, dan kadar CO2 pada atmosfer

    (Bohm 1987, diacu dalam Estierte et al. 1999).

    y = 0,001x 0,006

    -0,003 = 0,001x 0,006

    0,001x = 0,003

    x = 3 mg/l

    y = 0,0013x - 0,0061R = 0,6703

    0

    0,05

    0,1

    0,15

    0,2

    0 50 100 150

    Ab

    sorb

    ansi

    Konsentrasi (ppm)

    Kurva hubungan konsentrasi dengan absorbansi standar uji flavonoid

    absorbansi

    Linear (absorbansi)

    Gambar 17 Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Absorbansi Uji Flavonoid

  • Page | 38

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan:

    1) Kulit pisang dapat diekstrak secara maksimal dengan menggunakan metode

    maserasi dan menggunakan pelarut methanol

    2) Senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada kulit pisang adalah alkaloid,

    flavonoid, saponin, dan tanin

    3) Aktivitas antioksidan kulit pisang setelah diuji dengan menggunakan metode

    DPPH adalah tinggi

    4) Nilai IC50 dari ekstrak kulit pisang setelah diuji dengan menggunakan metode

    DPPH adalah 94,35 ppm

    5) Nilai kadar total fenol dan flavonoid dari ekstrak kulit pisang secara berturut-

    turut adalah 3 mg/l dan 0,154 mg/l

  • Page | 39

    DAFTAR PUSTAKA

    Atmoko, Tri., Maruf, Amir. 2009. Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia Ekstrak

    Tumbuhan Sumber Pakan Orangutan Terhadap Larva Artemia salina L. Balai

    Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja. 6(1):37-45.

    Atun, Sri et al. 2007. Identification and Antioxidant Activtiy of Some Compounds

    From Methanol Extract Peel of Banana (Musa paradisiaca Linn.). Indo. J.

    Chem Vol.7 (1): 83-87

    Dita F. 2014. Aktivitas Antioksidan Dan Tabir Surya Pada Ekstrak Kulit Buah

    Pisang Goroho. FMIPA UNSRAT. Manado.

    Elfira, Rosa Pane. 2013. Uji Aktivitas Senyawa Antioksdan Dari Ekstrak Metanol

    Kulit Pisang Raja. IAIN Raden Fatah. Palembang.

    Erawati. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia daedalanthera

    Pierre Dengan Metode DPPH Dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia

    Dari Fraksi Paling Aktif. Universitas Indonesia. Depok.

    Eva, Nuramanah. 2012. Kajian Aktivitas Antioksidan Kulit Pisang Raja Bulu dan

    Produk Olahannya. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

    Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi ke 3 Jilid 2. Jakarta: Erlangga

    Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga

    Hue SM., A.N. Boyce, C. Somasundram, Antioxidant activity, phenolic and

    flavonoid contents in the leaves of different varieties of sweet potato

    (Ipomoea batatas), Aust J Crop Sci., 6(3). 2012; 375-380

    Jang, H.D., Chang, K.S., Huang, C.L., Lee S.H., Su, M.S. 2007. Principal Phenolic

    Phytochemical and Antioxidant Activities of Three Chinese Medicial Plants.

    Food Chem. 103: 749-756.

    Kurniasari, Indah. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavonoid Total Meniran

    (Phyllantus niruri l.) Berbasis Teknik Spektrometri Inframerah dan

    Kemometrik : Bogor. IPB.

    Nurlela. (2011). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami Dari Bunga

    Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dan Bunga Rosela (Hibiscus

    sabdariffa L.). Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Tidak

    Diterbitkan

  • Page | 40

    Pourmorad, S. J. Hosseinimehr, N. Shahabimajd. Antioxidant activity, phenol and

    flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants, Afr. J.

    Biotechnol., 5(11). 2006; 1142-1145.

    Satyajit. 2007. Kimia untuk Farmasi, Bahan Kimia Organik, Alam, dan Umum.

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Subiyandono. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Camelia sinensis, Hibiscus

    sabdariffa, dan Phaleria macrocarpa Secara Spektrofotometri Dengan DPPH.

    Farmasi POLTEKKES DEPKES. Palembang.

    Suparmi. 2012. Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kasar Pigmen Karotenoid Pada Kulit

    Pisang Ambon Kuning (Musa parasidiaca sapientum): Potensi sebagai

    Suplemen Vitamin A. Universitas Islam Sultan Agung. Semarang.

    Tanaka, Y., Sasaki, N, dan Ohmiya, A. 2008. Biosynthesis of Plants Pigment:

    Athocyanins, Betalains, and Carotenoid. The Plant Journal Vol.54: 733-749