keputusan menteri permukiman no. 332/kpts/m/2002
DESCRIPTION
PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAHTRANSCRIPT
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
1/159
KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN
PRASARANA WILAYAH
NOMOR: 332/KPTS/M/2002
TANGGAL 21 AGUSTUS 2002
TENTANG
Pedoman Teknis
P E M B A N G U N A N
B A N G U N A N G E D U N G
N E G A R A
DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANAWILAYAH
http://../Daftar_2.pdf -
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
2/159
MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERIPERMUKIMAN DAN PRASARNA WILAYAH
NOMOR: 332/KPTS/M/2002
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNANBANGUNAN GEDUNG NEGARA
MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (3) butir 15
Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 2000 tenta
Kewenangan Pemerintahan dan Pemerintah Provi
sebagai Daerah Otonom, bahwa Penetapan Pedoma
Teknis Pengelolaan Fisik Bangunan Gedung dan Ruma
Negara menjadi kewenangan dan tanggung jawa
Pemerintah yang harus segera ditindak lanjuti;
b. bahwa bangunan gedung negara merupakan salah sa
asset milik negara yang mempunyai nilai strategis sebag
tempat proses penyelenggaraan negara, perlu diatur da
dikelola agar efektif, efisien, dan diselenggarakan seca
tertib;
c. bahwa dalam rangka pembangunan bangunan gedu
negara sebagai bagian awal dari proses pengelolaan fi
bangunan gedung dan rumah negara yang fungsionandal, efektif, dan efisien, diperlukan adanya Pedoma
Teknis sebagai landasan dalam penyelenggaraa
pembangunannya;
d. bahwa Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedu
Negara tersebut perlu ditetapkan dengan Keputusa
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah.
i
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
3/159
Mengingat: 1. Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 No. 60 Tambahan Lembaran Negara No. 3839);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah
Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 No. 54 Tambahan Lembaran
Negara No. 3952);
3. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M tahun 2001 tentang
Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 102 tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen;
5. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 61/KPTS/1981
tentang Prosedur Pokok Pengadaan Bangunan Gedung
Negara;
6. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor: 01/KPTS/M/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA
WILAYAH TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan
dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan
dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan atau APBD,
dan atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain seperti: gedung kantor,
gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara.
ii
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
4/159
2. Pembangunan adalah proses mendirikan bangunan gedung ba
merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhny
maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan atau lanjut
pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan atau perawata
(rehabilitasi, renovasi, restorasi), yang terdiri dari tahap perencanaakonstruksi dan tahap pelaksanaan konstruksi.
3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pa
Menteri.
4. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur beserta perangkat Daer
Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah Provinsi.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota bese
perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daera
Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara ini dimaksudka
sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara dala
melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara.
(2) Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara ini bertujuan terwujudny
bangunan gedung negara sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyarat
keselamatan, kesehatan, kemudahan, kenyamanan, efisien dala
penggunaan sumber daya, dan serasi dengan lingkungannya, ser
diselenggarakan secara tertib, efektif dan efisien.
BAB II
PENGATURAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
Bagian Pertama
Substansi Pedoman Teknis
Pasal 3
(1) Pembangunan Bangunan Gedung Negara meliputi :
a. Persyaratan Bangunan Gedung Negara yang terdiri dari :
1. Klasifikasi Bangunan Gedung Negara
2. Tipe Bangunan Rumah Negara
iii
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
5/159
3. Standar Luas
4. Persyaratan Teknis
5. Persyaratan Administrasi
b. Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari :
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Perencanaan Konstruksi
3. Tahap Pelaksanaan Konstruksi
4. Masa Pemeliharaan Konstruksi
5. Pendaftaran Bangunan Gedung Negara
c. Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari :
1. Umum
2. Standar Harga Satuan Tertinggi
3. Komponen Biaya Pembangunan
4. Pembiayaan Bangunan/Komponen tertentu5. Pembiayaan Pekerjaan Non Standar
6. Prosentase Komponen Pekerjaan
d. Tata cara Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari :
1. Penyelenggara Pembangunan Bangunan Gedung Negara
2. Organisasi dan Tata Laksana
3. Penyelenggaraan Pembangunan tertentu
4. Pedoman Pemeliharaan / Perawatan Bangunan Gedung Negara
5. Pembinaan dan Pengawasan Teknis
(2) Rincian Pembangunan Bangunan Gedung Negara sebagaimana dimaksudpada ayat (1) pasal ini tercantum pada lampiran Keputusan Menteri ini,
yang merupakan satu kesatuan pengaturan dalam Keputusan Menteri ini.
(3) Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam
penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal
ini.
Bagian Kedua
Pengaturan Penyelenggaraan
Pasal 4
(1) Untuk pelaksanaan Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung
Negara di daerah yang biayanya bersumber dari APBD diatur dengan
Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada ketentuan-
ketentuan dalam Keputusan Menteri ini.
iv
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
6/159
(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/ Waliko
pada ayat (1) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksu
pada Pasal 3.
(3) Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/ Waliko
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini sebelum Keputusan Mentini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentua
persyaratan pembangunan bangunan gedung negara sebagaima
dimaksud pada Pasal 3.
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan pembinaan pembangunan bangunan gedu
negara, Pemerintah melakukan peningkatan kemampuan apar
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota maupun masyarakat dala
memenuhi ketentuan Pedoman Teknis sebagaimana dimaksud pada pasa
untuk terwujudnya tertib pembangunan bangunan gedung negara.
(2) Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan bangunan gedu
negara Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib menggunaka
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara sebagaima
dimaksud dalam Pasal 2.
(3) Terhadap aparat Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan at
Kabupaten/Kota yang bertugas dalam pembangunan bangunan gedu
negara yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenaka
sanksi sesuai ketentuan dalam Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentan
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dan Undan
undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korup
serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
(4) Terhadap penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam pembanguna
bangunan gedung negara yang melakukan pelanggaran ketentuan dala
Pasal 3 dikenakan sanksi dan atau ketentuan pidana sesuai denga
Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peratura
peraturan pelaksanaannya.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 6
(1) Keputusan Menteri tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangun
Gedung Negara ini merupakan bagian dari Pedoman Teknis Pengelolaa
Fisik Bangunan Gedung Negara yang meliputi pembanguna
pemanfaatan, dan penghapusan.
v
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
7/159
(2) Pedoman Teknis Pengelolaan Fisik Bangunan Gedung Negara yang
menyangkut Pemanfaatan Bangunan gedung Negara, dan Penghapusan
Bangunan Gedung Negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 7
(1) Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Direktur
Jenderal Cipta Karya Nomor: 295/KPTS/CK/1997 tanggal 1 April 1997 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara tidak berlaku
lagi.
(2) Dengan berlakunya Keputusan Menteri ini maka semua ketentuanPembangunan Bangunan Gedung Negara yang telah ada sepanjang tidak
bertentangan dengan Keputusan Menteri ini masih berlaku sampai
digantikan dengan yang baru.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
(1) Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.(2) Keputusan Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Agustus 2002
MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH,
SOENARNO
vi
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
8/159
DAFTAR IS
Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah .
DAFTAR ISI v
Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah:
BAB I UMUM
A. PENGERTIAN
1. Bangunan Gedung ...
2. Bangunan Gedung Negara ...
3. Pengadaan.....
4. Pembangunan ...... 2
5. Instansi Teknis Setempat.. 2
B. ASAS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA 2
C. MAKSUD DAN TUJUAN .. 3
D. LINGKUP MATERI PEDOMAN ... 3
BAB II PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA
1. Bangunan Sederhana 4
2. Bangunan Tidak Sederhana ... 4
3. Bangunan Khusus.... 5
B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA. 5
C. STANDAR LUAS
1. Standar Luas Gedung Kantor. ... 6
2. Standar Luas Rumah Negara.. 6
3. Standar Luas Gedung Negara Lainnya 7
vii
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
9/159
D. PERSYARATAN TEKNIS
1. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan... 7
2. Persyaratan Bahan Bangunan... 103. Persyaratan Struktur Bangunan 12
4. Persyaratan Utilitas Bangunan .. 15
5. Persyaratan Sarana Penyelamatan .. 19
E. PERSYARATAN ADMINISTRASI
1. Dokumen Pembiayaan ... 21
2. Status Hak Atas Tanah .. 21
3. Perizinan ........ 21
4. Dokumen Perencanaan ........ 215. Dokumen Pembangunan..... 21
6. Dokumen Pendaftaran .... 22
BAB IIII TAHAPAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA
A. TAHAP PERSIAPAN
1. Penyusunan Program dan Pembiayaan. 23
2. Persiapan Proyek .. 25
B. TAHAP PERENCANAAN KONSTRUKSI . 25
C. TAHAP PELAKSANAAN KONSTRUKSI
26
D. PEMELIHARAAN
KONSTRUKSI. 28
E. PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
1. Dokumen Pendaftaran. 28
2. Prosedur Pendaftaran... 29
BAB IV PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA
A. UMUM 31
B. STANDAR HARGA SATUAN TERTINGGI
viii
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
10/159
1. Harga Satuan per-m2Tertinggi Untuk Pembangunan
Bangunan Gedung Negara Klasifikasi Sederhana
dan Tidak Sederhana ... 3
2. Harga Satuan per-m2Tertinggi Untuk Pembangunan
Bangunan Rumah Negara.. 3
3. Harga Satuan per-m1 tertinggi Untuk Pembangunan
Bangunan Pagar Gedung Negara .... 3
C. KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
1. Biaya Konstruksi Fisik . 3
2. Biaya Manajemen Konstruksi .. 3
3. Biaya Perencanaan Konstruksi ...... 3
4. Biaya Pengawasan Konstruksi ....... .. 3
5. Biaya Pengelolaan Proyek .. 3D. PEMBIAYAAN BANGUNAN/KOMPONEN BANGUNAN TERTENTU
1. Harga Satuan tertinggi rata-rata per m2 bangunan
bertingkat untuk bangunan gedung negara 3
2. Harga Satuan tertinggi rata-rata per m2 bangunan/
ruang dengan fungsi khusus untuk bangunan gedung
negara... 3
E. BIAYA PEKERJAAN NON-STANDAR
1. Pekerjaan/Kegiatan yang diklasifikasikan sebagai Pekerjaan
non-Standar.. 3
2. Pembiayaan Pekerjaan Non-Standar. 4
F. PROSENTASE KOMPONEN PEKERJAAN BANGUNAN
GEDUNG NEGARA . 4
BAB V TATA CARA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA
A. PENYELENGGARA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA
1. Pemegang Mata Anggaran . 4
2. Pembina Teknis .. 4
B. ORGANISASI DAN TATA LAKSANA
1. Pengelola Proyek .. ... 4
2. Penyedia Jasa Konstruksi . 4
3. Hubungan Kerja Penyedia Jasa Konstruksi dengan
ix
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
11/159
Pengelola Proyek (Pengguna Jasa Konstruksi).. 59
C. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN TERTENTU
1. Pelaksanaan Pembangunan Lebih dari Satu Tahun
Anggaran . 602. Pelaksanaan Pembangunan dengan Desain Berulang 61
3. Pelaksanaan Pembangunan dengan Desain Prototipe 62
D. PEMELIHARAAN/PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA
1. Umur Bangunan dan Penyusutan ..... 63
2. Kerusakan Bangunan ...... 63
3. Perawatan Bangunan .. .. 64
4. Pemeliharaan Bangunan ... 64
E. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS . 65
BAB VI PENUTUP .. 67
TABEL-TABEL :
TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG
PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA.. 68
TABEL A2 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA.. 71
TABEL B1 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASISEDERAHANA 74
TABEL B2 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK
SEDERHANA.. 75
TABEL B3 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI KHUSUS. 76
TABEL C STANDAR LUAS RUANG GEDUNG KANTOR... 77
TABEL D KETENTUAN JENIS DAN JUMLAH RUANG RUMAH
NEGARA. 78
TABEL E1 DAFTAR BIAYA KOMPONEN KEGIATAN PEMBANGUNANBANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI
SEDERHANA 79
TABEL E2 DAFTAR BIAYA KOMPONEN KEGIATAN PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK
SEDERHANA 102
x
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
12/159
TABEL E3 DAFTAR BIAYA KOMPONEN KEGIATAN
PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
KLASIFIKASI KHUSUS. 12
xi
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
13/159
LampiranKeputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilaya
Nomor : 332 /KPTS/M/2002
Tanggal : 21 Agustus 2002
Tentang : Pedoman Teknis Pembangunan Banguna
Gedung Negara
BAB
U M U M
A. PENGERTIAN
1. BANGUNAN GEDUNG
Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah bangunan yanberfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya unt
kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, kegiata
budaya, dan/atau kegiatan khusus.
2. BANGUNAN GEDUNG NEGARA
Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperlua
dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadaka
dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/ata
APBD, dan/atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain sepe
gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, darumah negara, yang dapat dibedakan atas:
a. Bangunan Gedung Negara Pusat, yaitu bangunan gedung unt
keperluan dinas pelaksanaan tugas Pusat/nasional;
b. Bangunan Gedung Negara Provinsi, yaitu bangunan gedung unt
keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Provinsi;
c. Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota, yaitu banguna
gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otono
Kabupaten/Kota;
d. Bangunan Gedung Negara BUMN/BUMD, yaitu bangunan gedu
untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas BUMN/BUMD.
3. PENGADAAN
Yang dimaksud dengan pengadaan adalah proses menyediaka
bangunan gedung baik melalui proses pembangunan, pembelia
hibah maupun proses tukar menukar, tukar bangun, maupun kerjasam
operasi.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
14/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
4. PEMBANGUNAN
Yang dimaksud dengan pembangunan adalah proses mendirikan
bangunan gedung baik merupakan pembangunan baru, perbaikan
sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan gedung yang
sudah ada, maupun lanjutan pembangunan bangunan gedung yang
belum selesai, dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi),
yang terdiri dari tahap perencanaan konstruksi dan tahap pelaksanaan
konstruksi.
5. INSTANSI TEKNIS SETEMPAT
a. Untuk Bangunan Gedung Negara Pusat dan BUMN, Instansi Teknis
setempat adalah:
1) Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Perumahan dan
Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayahuntuk wilayah Pusat dan DKI Jakarta, atau
2) Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah/Dinas Pekerjaan
Umum/Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam
pembinaan bangunan gedung untuk wilayah Provinsi, di luar DKI
Jakarta.
b. Untuk Bangunan Gedung Negara Provinsi dan BUMD Provinsi, Instansi
Teknis setempat adalah Dinas Permukiman dan Prasarana
Wilayah/Dinas Pekerjaan Umum/ Dinas Teknis Provinsi yang
bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk
wilayah Provinsi.c. Untuk Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota dan BUMD
Kabupaten/Kota, Instansi Teknis setempat adalah Dinas Permukiman
dan Prasarana Wilayah/Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam pembinaan
bangunan gedung untuk wilayah Kabupaten/ Kota.
B. ASAS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara berasaskan:
1. hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yangdisyaratkan;
2. terarah dan terkendali sesuai rencana, program/kegiatan, serta fungsi
setiap Departemen/Lembaga/Instansi pengguna bangunan gedung;
3. semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan/potensi nasional.
2
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
15/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
C. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Pedoman ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi pa
penyelenggara pembangunan dalam melaksanakan pembangun
bangunan gedung negara.
2. Dengan pedoman ini diharapkan:
a. bangunan gedung negara diselenggarakan sesuai denga
fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehata
kemudahan, dan kenyamanan, serta efisien dalam penggunaa
sumber daya dan serasi dengan lingkungannya,
b. penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara dap
berjalan dengan tertib, efektif, dan efisien.
D. LINGKUP MATERI PEDOMAN
Lingkup materi Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Nega
adalah sebagai berikut:
1. Bab I: Umum,yang memberikan gambaran umum, meliputi pengertia
asas bangunan gedung negara, maksud dan tujuan, serta lingkup mat
pedoman.
2. Bab II: Persyaratan Bangunan Gedung Negara, meliputi klasifik
bangunan gedung negara, tipe rumah negara, standar lua
persyaratan teknis, dan persyaratan administrasi bangunan gedu
negara.3. Bab III: Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara, melip
tahapan persiapan, perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruk
masa pemeliharaan konstruksi, dan pendaftaran bangunan gedu
negara.
4. Bab IV: Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung Negara, melip
standar harga satuan tertinggi, komponen pembiayaan pembanguna
pembiayaan pembangunan pekerjaan standar, dan pekerjaan no
standar bangunan gedung negara.
5. Bab V: Tata Cara Pembangunan Bangunan Gedung Negara, melip
ketentuan penyelenggara pembangunan, organisasi dan tata laksanprosedur penyelenggaraan, pedoman perawatan/pemeliharaan, ser
pembinaan dan pengawasan teknis.
6. Bab VI: Penutup, penjelasan yang menguraikan apabila terja
persoalan atau penyimpangan dalam penerapan pedoman tek
penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
16/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
BAB II
PERSYARATAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA
A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA
1. BANGUNAN SEDERHANA
Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negaradengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologisederhana, atau bangunan gedung negara yang sudah ada disainprototipenya. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalahselama 10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:
gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau bangunangedung kantor dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luassampai dengan 500 m2;
bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat;
gedung pelayanan kesehatan: puskesmas;
gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlahlantai s.d. 2 lantai.
2. BANGUNAN TIDAK SEDERHANA
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negaradengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atauteknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannyaadalah selama 10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain:
gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung
kantor dengan luas di atas dari 500 m2, atau gedung kantorbertingkat di atas 2 lantai.
bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan Eyang bertingkat,
gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D.
gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedungpendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai.
4
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
17/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
3. BANGUNAN KHUSUS
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara ya
memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dala
perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaia
teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya minimu
adalah 10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain:
Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden
wisma negara
gedung instalasi nuklir
gedung laboratorium
gedung terminal udara/laut/darat
stasiun kereta api
stadion olah raga
rumah tahanan gudang benda berbahaya
gedung bersifat monumental
gedung untuk pertahanan
gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri.
B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA
Untuk bangunan rumah negara, disamping klasifikasinya berdasarka
klasifikasi bangunan gedung negara tersebut diatas, juga digolongka
berdasarkan tipe yang didasarkan pada tingkat jabatan penghuninya.
Tipe Untuk Keperluan Pejabat
Khusus 1) Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
Kepala Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara,
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
A 1) Sekjen, Dirjen, Irjen, Kepala Badan, Deputi,
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
B 1) Direktur, Kepala Biro, Inspektur, Asisten Deputi
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)C 1) Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala Bidang
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
D 1) Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
E 1) Kepala Sub Seksi
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
18/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
Untuk rumah pejabat daerah, tipe rumahnya dapat menyesuaikan dengan
Tipe Bangunan Rumah Negara di atas, dan atau ketentuan daerah yang
berlaku.
C. STANDAR LUAS BANGUNAN GEDUNG NEGARA
1. GEDUNG KANTOR
Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor yang
diperlukan, dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk
klasifikasi tidak sederhana rata-rata sebesar 9,6 m2per-personil.
b. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk
klasifikasi sederhana rata-rata sebesar 8 m2per-personil.
Kebutuhan total luas gedung kantor dihitung berdasarkan jumlahpersonil yang akan ditampung dikalikan standar luas sesuai dengan
klasifikasi bangunannya.
Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus
atau ruang pelayanan masyarakat, kebutuhannya dihitung secara
tersendiri di luar luas ruangan untuk seluruh personil yang akan
ditampung. Standar Luas Ruang Kerja Kantor Pemerintah tercantum
pada Tabel C.
2. RUMAH NEGARA
Standar luas Rumah Negara ditentukan sesuai dengan tipeperuntukannya, sebagai berikut:
Tipe Luas Bangunan Luas lahan *)
Khusus 400 m2 1.000 m2
A 250 m2 600 m2
B 120 m2 350 m2
C 70 m2 200 m2
D 50 m2 120 m2
E 36 m2 100 m2
Jenis dan jumlah ruang minimum yang harus ditampung dalam tiap Tipe
Rumah Negara, sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel D. Luas
teras beratap dihitung 50%, sedangkan luas teras tidak beratap dihitung
30%.
*) Luas lahan disesuaikan dengan kondisi daerah/ketentuan yang
diatur dalam RTRW yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.
6
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
19/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
3. STANDAR LUAS GEDUNG NEGARA LAINNYA
Standar luas gedung negara lainnya, seperti: sekolah/universitas, ruma
sakit, dan lainnya mengikuti ketentuan-ketentuan luas ruang ya
dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan.
D. PERSYARATAN TEKNIS
Secara umum, persyaratan teknis bangunan gedung negara mengik
ketentuan dalam:
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 tenta
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tenta
Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentaKetentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pad
Bangunan Gedung dan Lingkungan,
Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, serta
Standar teknis lainnya yang berlaku.
Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara harus tertuang seca
lengkap dan jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dala
Dokumen Perencanaan.
Secara garis besar, persyaratan teknis bangunan gedung negara adala
sebagai berikut:
1. PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung nega
meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dala
pembangunan bangunan gedung negara dari segi tata bangunan da
lingkungannya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Renca
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daer
tentang Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu
a. Peruntukan LokasiSetiap Bangunan gedung negara harus diselenggarakan sesu
dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Ko
yang bersangkutan.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
20/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
b. Jarak antar blok/massa bangunan
Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat
tentang Bangunan Gedung, maka jarak antar blok/masa bangunan
harus mempertimbangkan-kan hal-hal seperti:
1) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran,
2) Kesehatan, termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan,
3) Kenyamanan,
4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan.
c. Ketinggian bangunan
Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang
ketinggian maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 8
lantai.Untuk bangunan gedung negara yang akan dibangun lebih dari 8
lantai, harus mendapat persetujuan dari:
1) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas setelah memperoleh
pendapat teknis dari Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah, untuk bangunan gedung negara yang
pembiayaannya bersumber dari APBN;
2) Gubernur, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi
Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang
pembiayaannya bersumber pada APBD Provinsi.3) Bupati/Walikota, setelah memperoleh pendapat teknis dari
Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang
pembiayaannya bersumber pada APBD Kabupaten/Kota.
d. Ketinggian langit-langit
Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum adalah
2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan gedung
olah-raga, ruang pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi
yang memerlukan ketinggian langit-langit khusus, agar mengikuti
Standar Nasional Indonesia yang berlaku.
e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengikuti
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang
Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
8
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
21/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
f. Koefisien Lantai bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengik
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tenta
Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
g. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas pe
bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan denga
Peraturan Daerah Setempat tentang bangunan, ha
diperhitungkan dengan mempertimbangkan:
1) daerah resapan air
2) ruang terbuka hijau
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40
harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.
h. Garis Sempadan Bangunan
Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pag
maupun garis sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan ya
diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Banguna
Gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
i. Wujud arsitektur
Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi kriter
kriteria sebagai berikut:
1) mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung negara;2) seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya;
3) indah namun tidak berlebihan;
4) efisien dalam penggunaan sumber daya dalam pemanfaata
dan pemeliharaannya;
5) memenuhi tuntutan sosial budaya setempat;
6) pelestarian bangunan bersejarah.
j. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan Bangunan
Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana da
sarana bangunan yang memadai, dengan bia
pembangunannya diperhitungkan sebagai pekerjaan non-stand
Prasarana dan sarana bangunan yang harus ada pada banguna
gedung negara, seperti:
1) Sarana parkir kendaraan;
2) Sarana untuk penyandang cacat;
3) Sarana penyediaan air bersih;
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
22/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
4) Sarana drainase, limbah, dan sampah;
5) Sarana ruang terbuka hijau;
6) Sarana hidran kebakaran halaman;
7) Sarana penerangan halaman;8) Sarana jalan masuk dan keluar.
k. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Asuransi
1) Setiap pembangunan bangunan gedung negara harus
memenuhi persyaratan K3, sesuai yang ditetapkan dalam Surat
Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi, dan atau peraturan penggantinya.
2) Ketentuan asuransi selama pelaksanaan pembangunanbangunan gedung negara mengikuti ketentuan yang berlaku.
2. PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN
Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara diupayakan
menggunakan bahan bangunan setempat/produksi dalam negeri,
termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem fabrikasi
komponen bangunan. Spesifikasi teknis bahan bangunan gedung
negara meliputi ketentuan-ketentuan:
a. Bahan penutup lantai
1) Bahan penutup lantai menggunakan bahan ubin PC, teraso,keramik, papan kayu, vinyl, marmer, granit, granito, maupun
karpet yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi
bangunannya.
2) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan
teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
b. Bahan dinding
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bahan dinding pengisi: batu bata, batako, papan kayu, kacadengan rangka kayu/aluminium, panil grc. dan/atau aluminium.
2) Bahan dinding partisi: kayu lapis, kaca, particle boarddan/atau
gypsum-board dengan rangka kayu kelas kuat II atau rangka
lainnya, yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai
dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya.
10
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
23/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
3) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyarata
teknis dan sesuai bahan jenis bahan dinding yang digunakan.
4) Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingk
lanjutan/menengah, rumah negara, dan bangunan gedu
lainnya yang telah ada komponen fabrikasinya, bahadindingnya dapat menggunakan bahan prefabrikasi yang tel
ada.
c. Bahan langit-langit
Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penut
langit-langit:
1) Bahan kerangka langit-langit: digunakan bahan ya
memenuhi standar teknis, untuk penutup langit-langit kayu la
atau yang setara, digunakan rangka kayu klas kuat II denga
ukuran minimum: 5/7 cm untuk balok pembagi,
6/12 cm untuk balok penggantung, dan
5/10 cm untuk balok tepi.
Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerang
aluminium yang bentuk dan ukurannya disesuaikan denga
kebutuhan.
2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akust
gypsum, atau sejenis yang di disesuaikan dengan fungsi da
klasifikasi bangunannya.3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyarat
teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunaka
d. Bahan penutup atap
1) Bahan penutup atap bangunan gedung negara har
memenuhi ketentuan yang diatur dalam SNI/SKSNI/SKBI yan
berlaku tentang bahan penutup atap, baik berupa genten
sirap, seng, aluminium, maupun asbes gelombang. Unt
penutup atap dari bahan beton harus diberikan lapisan keda
air. Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan deng
fungsi dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya.
2) Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yan
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup ata
genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran:
2/3 cm untuk reng,
5/7 cm untuk kaso.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
24/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
e. Bahan kosen dan daun pintu/jendela
Bahan kosen dan daun pintu/jendela mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
1) digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran jadi minimum 5,5
cm x 11 cm dan dicat kayu atau dipelitur sesuai persyaratan
standar yang berlaku.
2) rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis/teakwood
digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran minimum 3,5 cm x
10 cm, khusus untuk ambang bawah minimum 3,5 cm x 20 cm.
Daun pintu dilapis dengan kayu lapis yang dicat atau dipelitur.
3) Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat II, dicat kayu
atau dipelitur.
4) Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat II, dengan ukuran
rangka minimum 3,5 cm x 8 cm, dicat kayu atau dipelitur.5) Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela
disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya.
f. Bahan struktur
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur
kayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar Nasional
Indonesia tentang Bahan Bangunan yang berlaku.
Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk bangunan gedung
negara tersebut di atas, dimungkinkan disesuaikan dengan kemajuan
teknologi bahan bangunan, khususnya disesuaikan dengan kemampuansumberdaya setempat dengan tetap harus mempertimbangkan
kekuatan dan keawetannya sesuai dengan peruntukan yang telah
ditetapkan. Ketentuan lebih rinci agar mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Standar Nasional Indonesia yang berlaku.
3. PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN
Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan
keselamatan (safety) dan kelayanan (serviceability) dan standar
konstruksi bangunan yang berlaku. Spesifikasi teknis struktur bangunan
gedung negara secara umum meliputi ketentuan-ketentuan:
a. Struktur pondasi
1) Struktur pondasi harus diperhitungkan agar dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban hidup, dan
gaya-gaya luar seperti tekanan angin dan gempa termasuk
stabilitas lereng apabila didirikan di lokasi yang berlereng.
12
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
25/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
2) Pondasi bangunan gedung negara disesuaikan dengan kond
tanah/lahan, beban yang dipikul, dan klasifikasi bangunanny
Untuk bangunan yang dibangun di atas tanah/lahan ya
kondisinya memerlukan penyelesaian pondasi secara khus
maka kekurangan biayanya dapat diajukan secara khusus luar biaya standar sebagai biaya pekerjaan pondasi no
standar.
3) Untuk pondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai at
pada lokasi dengan kondisi khusus maka perhitungan ponda
harus didukung dengan penyelidikan kondisi tanah/laha
secara teliti.
b. Struktur lantai
Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai denga
ketentuan sebagai berikut:
1) Struktur lantai kayu
dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm, ma
jarak antara balok-balok anak tidak boleh lebih dari 75 cm
balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan dindin
harus dilapis bahan pengawet terlebih dahulu.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesu
dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
2) Struktur lantai beton
lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah, hardiberi lapisan pasir di bawahnya dengan tebal sekuran
kurangnya 5 cm.
bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang mempuny
ketebalan lebih dari 25 cm harus digunakan tulanga
rangkap, kecuali ditentukan lain berdasarkan ha
perhitungan struktur.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesu
dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
3) Struktur lantai baja
tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila ad
lendutan masih dalam batas kenyamanan.
sambungan-sambungannya harus rapat betul dan bagi
yang tertutup harus dilapis dengan bahan pelapis unt
mencegah timbulnya korosi.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesu
dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
26/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
c. Struktur Kolom
1) Struktur kolom kayu
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuaidengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
2) Struktur kolom pasangan bata
adukan yang digunakan sekurang-kurangnya harusmempunyai kekuatan yang sama dengan adukan 1PC : 3PS.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuaidengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
3) Struktur kolom beton bertulang
kolom beton bertulang yang dicor di tempat harusmempunyai tebal minimum 15 cm.
selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuaidengan ketentuan-ketentuan SKBI/SKSNI/SNI yang berlaku.
4) Struktur kolom baja
kolom baja harus mempunyai kelangsingan () maksimum150.
kolom baja yang dibuat dari profil tunggal maupun tersusunharus mempunyai minimum 2 sumbu simetris.
sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkattidak boleh dilakukan pada tempat pertemuan antarabalok dengan kolom, dan harus mempunyai kekuatan
minimum sama dengan kolom. sambungan kolom baja yang menggunakan las harus
menggunakan las listrik, sedangkan yang menggunakanbaut harus menggunakan baut mutu tinggi.
penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harusberdasarkan perhitungan-perhitungan yang memenuhisyarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuaidengan ketentuan-ketentuan dalam SKBI/SKSNI/SNI yangberlaku.
d. Rangka atap, dan kemiringan atap1) Umum
konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/keahlian teknisyang sesuai.
kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup
atap yang akan digunakan, sehingga tidak akan
mengakibatkan kebocoran.
14
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
27/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
bidang atap harus merupakan bidang yang rata, kecu
dikehendaki bentuk-bentuk khusus.
2) Struktur rangka atap kayu
ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan ukura
yang dinormalisir.
rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesudengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
3) Struktur rangka atap beton bertulang
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesudengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
4) Struktur rangka atap baja
sambungan yang digunakan pada rangka atap baja baberupa baut, paku keling, atau las listrik harus memenuketentuan pada Pedoman Perencanaan Bangunan Bauntuk Gedung.
rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesudengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingklanjutan/menengah, dan rumah negara yang telah adkomponen fabrikasi, struktur rangka atapnya dapmenggunakan komponen prefabrikasi yang telah ada.
Persyaratan struktur bangunan sebagaimana butir 3 huruf a s.d. d di at
secara lebih rinci mengikuti ketentuan yang diatur dalam StandNasional Indonesia yang berlaku.
4. PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN
Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung negaharus memenuhi persyaratan standar utilitas bangunan (SNI) yaberlaku. Spesifikasi teknis utilitas bangunan gedung negara melipketentuan-ketentuan:
a. Air bersih
1) Setiap pembangunan baru bangunan gedung negara har
dilengkapi dengan prasarana air bersih yang memenuhi standkualitas, cukup jumlahnya dan disediakan dari saluran air minukota (PDAM), atau sumur.
2) Setiap bangunan gedung negara, selain rumah negara (yabukan dalam bentuk rumah susun), harus menyediakan air beruntuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikketentuan dalam SNI yang berlaku.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
28/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
3) Bahan pipa yang digunakan harus mengikuti ketentuan teknisyang ditetapkan.
b. Saluran air hujan
1) Pada dasarnya semua air hujan harus dialirkan ke jaringan
umum kota. Apabila belum tersedia jaringan umum kota, makaharus dialirkan melalui proses peresapan atau cara lain denganpersetujuan instansi teknis yang terkait.
2) Ketentuan lebih lanjut mengikuti ketentuan dalam SNI yangberlaku.
c. Pembuangan air kotor
1) Semua air kotor yang berasal dapur, kamar mandi, dan tempatcuci, pembuangannya harus melalui pipa tertutup dan/atauterbuka sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2) Pada dasarnya pembuangan air kotor yang berasal dari dapur,
kamar mandi, dan tempat cuci, harus dibuang atau dialirkan kesaluran umum kota.
3) Tetapi apabila ketentuan dalam butir 2) tersebut tidak mungkindilaksanakan, karena belum terjangkau oleh saluran umum kotaatau sebab-sebab lain yang dapat diterima oleh instansi teknisyang berwenang, maka pembuangan air kotor harus dilakukanmelalui proses pengolahan dan/atau peresapan.
d. Pembuangan limbah
1) Setiap bangunan gedung negara yang dalam pemanfaatannya mengeluarkan limbah cair atau padat harus dilengkapi
dengan tempat penampungan dan pengolahan limbah, sesuaiketentuan dari peraturan yang berlaku
2) Tempat penampungan dan pengolahan limbah dibuat daribahan kedap air, dan memenuhi persyaratan teknis yangberlaku sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadaplingkungan.
e. Pembuangan sampah
1) Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengantempat penampungan sampah sementara yang besarnyadisesuaikan dengan volume sampah yang dikeluarkan setiapharinya, sesuai dengan ketentuan dari peraturan yang berlaku.
2) Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat daribahan kedap air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkausecara mudah oleh petugas pembuangan sampah dari DinasKebersihan setempat.
16
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
29/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
f. Sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai fasilitpencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakarasesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam:
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nom10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadaBahaya Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan, dan
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nom11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis ManajemPenanggulangan Kebakaran di Perkotaan,
Peraturan Daerah setempat tentang Penanggulangan daPencegahan Bahaya Kebakaran
beserta standar-standar teknis terkait yang berlaku.
g. Instalasi listrik
1) Pemasangan instalasi listrik harus diperhitungkan dan amsesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Listrik yang berlaku.
2) Setiap bangunan gedung negara yang dipergunakan untkepentingan umum, bangunan khusus, dan gedung kantingkat Departemen/Kementrian/Lembaga Tinggi/TertingNegara, harus memiliki pembangkit listrik darurat sebagcadangan, yang besar dayanya dapat memenukesinambungan pelayanan.
3) Penggunaan pembangkit tenaga listrik harus memenuhi syarkeamanan terhadap gangguan dan tidak boleh menimbulkadampak negatif terhadap lingkungan.
h. Penerangan alam/pencahayaan
1) Setiap bangunan gedung negara harus mempunypenerangan alam/pencahayaan yang cukup sesuai dengfungsi ruang dalam bangunan tersebut, sehingga kesehatadan kenyamanan pengguna bangunan dapat terjamin.
2) Ketentuan besarnya pencahayaan dan sarana/ prasarananmengikuti ketentuan standar yang berlaku.
i. Tata udara
1) Setiap bangunan harus mempunyai tata udara yang sehat ag
terjadi sirkulasi udara segar di dalam bangunan untuk menjagkesehatan dan kenyamanan penghuni/ penggunanya.
2) Penggunaan tata udara mekanik (air-conditioning) harmengikuti ketentuan standar yang berlaku.
3) Pemilihan jenis tata udara mekanik harus sesuai dengan funbangunan dan perletakan instalasinya tidak mengganggwujud bangunan.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
30/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
j. Sarana transportasi dalam bangunan
1) Setiap bangunan bertingkat harus dilengkapi dengan saranatransportasi vertikal yang memadai, baik berupa tangga,eskalator, dan atau elevator (lift).
2) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat di atas 5lantai, harus dilengkapi dengan lift.
3) Penggunaan lift harus diperhitungkan berdasarkan fungsibangunan, jumlah pengguna, waktu tunggu, dan jumlah lantaibangunan.
4) Pemilihan jenis lift harus mempertimbangkan jaminan pelayananpurna jualnya.
5) Ruang lift harus merupakan dinding tahan api.
6) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar liftyang berlaku.
k. Sarana komunikasi1) Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus
dilengkapi dengan sarana komunikasi intern dan ekstern.
2) Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi harusberdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan.
3) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standarsarana komunikasi yang berlaku.
l. Penangkal petir
1) Penentuan jenis dan jumlah sarana penangkal petir untukbangunan gedung negara harus berdasarkan pada lokasi
bangunan, fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan.
2) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standarpenangkal petir yang berlaku.
m. Instalasi gas
1) instalasi gas yang dimaksud meliputi instalasi gas pembakaranseperti gas kota/LPG dan instalasi medis seperti gas oksigen, gasnitrogen dioksida (N2O), udara tekan, dsb.
2) Rancangan sistem instalasi dan ukuran pipa gas mengikutiketentuan standar teknis yang berlaku.
n. Kebisingan dan getaran1) Bangunan gedung negara harus memperhitungkan baku tingkat
kebisingan dan atau getaran sesuai dengan fungsinya, denganmempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan sesuai diaturdalam standar teknis yang berlaku.
2) Untuk bangunan gedung negara yang karena fungsinyamensyaratkan baku tingkat kebisingan dan/atau getaran
18
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
31/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
tertentu, agar mengacu pada hasil analisis mengenai damplingkungan yang telah dilakukan atau ditetapkan oleh ahli.
o. Aksesibilitas bagi penyandang cacat
1) Bangunan gedung negara yang berfungsi untuk pelayana
umum dan sosial harus dilengkapi dengan fasilitas yanmemberikan kemudahan bagi penyandang cacat.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai aksesibilitas bagi penyandacacat mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri PekerjaaUmum No. 468/KPTS/1999 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitpada Bangunan Umum dan Lingkungan.
5. PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN
Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan saran
penyelamatan dari bencana atau keadaan darurat, serta har
memenuhi persyaratan standar sarana penyelamatan bangunan (Syang berlaku. Spesifikasi teknis sarana penyelamatan bangunan gedun
negara meliputi ketentuan-ketentuan :
a. Tangga penyelamatan
1) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dar
lantai, harus mempunyai tangga penyelamatan.
2) Tangga penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tah
api, minimum 2 jam, dengan arah pembukaan ke tangga d
dapat menutup secara otomatis. Pintu harus dilengkapi denga
lampu dan petunjuk KELUAR atau EXIT.
3) Tangga penyelamatan yang terletak di dalam bangunan ha
dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api da
bebas asap, serta jarak capai maksimum 25 m.
4) Lebar tangga penyelamatan minimum adalah 1,20 m.
5) Tangga penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga puntir.
6) Ketentuan lebih lanjut tentang tangga penyelamatan mengik
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang berlaku.
b. Penerangan darurat dan tanda penunjuk arah keluar
1) Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan dkepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah sakit, ruma
negara bertingkat (rumah susun), asrama, sekolah, dan temp
ibadah harus dilengkapi dengan penerangan darurat da
tanda penunjuk arah KELUAR/EXIT.
2) Tanda KELUAR/EXIT atau panah penunjuk arah ha
ditempatkan pada persimpangan koridor, jalan ke luar menu
ruang tangga, balkon atau teras, dan pintu menuju tangga.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
32/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
3) Ketentuan lebih lanjut tentang penerangan darurat dan tanda
penunjuk arah keluar mengikuti ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam standar yang berlaku.
c. Pintu darurat
1) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3
lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.
2) Lebar pintu darurat minimum 100 cm, membuka ke arah tangga
penyelamatan, kecuali pada lantai dasar membuka kearah luar
(halaman).
3) Jarak antara pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung
maksimum 25 m dari segala arah.
4) Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang berlaku.
d. Koridor/selasar
1) Lebar koridor minimum 1,80 m.
2) Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran atau arah
keluar yang terdekat tidak boleh lebih dari 25 m.
3) Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk yang
menunjukkan arah ke pintu kebakaran atau arah keluar.
e. Sistem Peringatan Bahaya
1) Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan dan
kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah sakit, rumahnegara bertingkat (rumah susun), asrama, sekolah, dan tempat
ibadah harus dilengkapi dengan sistem komunikasi internal dan
sistem peringatan bahaya.
2) Sistem peringatan bahaya dan komunikasi internal tersebut
mengacu pada ketentuan/standar teknis yang berlaku.
Penerapan persyaratan teknis bangunan gedung negara sesuai klasifikasinya
tertuang dalam Tabel A1, sedangkan persyaratan teknis khusus untuk rumah
negara tertuang dalam Tabel A2.
E. PERSYARATAN ADMINISTRASI
Setiap Bangunan Gedung Negara harus memenuhi persyaratan administrasi
baik dalam tahap pembangunan maupun tahap pemanfaatan bangunan
gedung negara.
Persyaratan administrasi bangunan gedung negara meliputi pemenuhan
persyaratan:
20
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
33/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
1. DOKUMEN PEMBIAYAAN
Setiap kegiatan pembangunan Bangunan Gedung Negara ha
disertai/memiliki bukti tersedianya anggaran yang diperuntukkan unt
pembiayaan kegiatan tersebut yang disahkan oleh Pejabat ya
berwenang sesuai peraturan perundangan yang berlaku yang dap
berupa Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen lainnya yan
dipersamakan, termasuk surat penunjukan/penetapan Pimpinan Proye
Dalam dokumen pembiayaan pembangunan bangunan gedu
negara terdiri atas:
a. biaya pelaksanaan konstruksi fisik;
b. biaya perencanaan konstruksi;
c. biaya manajemen konstruksi/pengawasan konstruksi;
d. biaya pengelolaan proyek.
2. STATUS HAK ATAS TANAH
Setiap bangunan gedung negara harus memiliki kejelasan tentang stahak atas tanah lokasi tempat bangunan gedung negara berdKejelasan status atas tanah ini dapat berupa hak milik atau hak gubangunan. Status hak atas tanah ini dapat berupa sertifikat atau bukepemilikan/hak atas tanah Instansi/lembaga pemerintah/negara yanbersangkutan.
3. PERIZINAN
Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen perizinayang berupa: Izin Mendirikan Bangunan, dan Izin PenggunaaBangunan dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yabersangkutan mengharuskan adanya IPB dari Pemerintah DaeraKabupaten/Kota setempat, serta Izin Penghunian dari Satminkal yanbersangkutan bagi rumah negara.
4. DOKUMEN PERENCANAAN
Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumeperencanaan, yang dihasilkan dari proses perencanaan teknis, bayang dihasilkan oleh Penyedia Jasa Perencana Konstruksi, Tim SwakeloPerencanaan, ataupun yang berupa Disain Prototipe dari banguna
gedung negara yang bersangkutan.
5. DOKUMEN PEMBANGUNAN
Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumepembangunan yang terdiri atas: Dokumen Perencanaan, Izin MendirikaBangunan, Dokumen Pelelangan, Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi, dAs Built Drawings, hasil uji coba/test run operational, dan SertifikPenjaminan atas Kegagalan bangunan sesuai ketentuan yang berlaku
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
34/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
6. DOKUMEN PENDAFTARAN
Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen pendaftaranuntuk pencatatan dan penetapan HDNO meliputi:
a. Fotokopi Dokumen Pembiayaan/DIP (otorisasi pembiayaan);
b. Fotokopi sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah;
c. Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan;
d. Berita Acara Serah Terima I dan II;
e. As built drawings (gambar sesuai yang dilaksanakan) disertaigambar leger;
f. Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Surat IzinPenggunaan Bangunan (IPB) dalam hal Peraturan DaerahKabupaten/Kota yang bersangkutan mengharuskan adanya IPB.
22
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
35/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
BAB
TAHAPAN PEMBANGUNA
BANGUNAN GEDUNG NEGAR
A. PERSIAPAN
1. PENYUSUNAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN
Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan adal
merupakan tahap awal proses penyelenggaraan pembangunabangunan gedung negara, yang merupakan kegiatan menentuk
program kebutuhan ruang dan fasilitas bangunan yang diperluka
sesuai dengan fungsi dan tugas pekerjaan dari instansi yan
bersangkutan, serta penyusunan kebutuhan biaya pembangunannya.
a. Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan banguna
gedung negara disusun oleh instansi yang memerlukan banguna
gedung negara, yaitu Pemegang Mata Anggaran.
b. Penyusunan program kebutuhan dan pelaksanaan pembanguna
bangunan gedung negara dilakukan dengan:
1) menentukan kebutuhan luas ruang bangunan yang akdibangun, antara lain:
ruang kerja,
ruang sirkulasi,
ruang penyimpanan,
ruang mekanikal/elektrikal,
ruang pertemuan, dan
ruang-ruang lainnya
yang disusun sesuai kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.2) menentukan kebutuhan prasarana dan sarana banguna
gedung, antara lain:
kebutuhan parkir,
sarana penyelamatan,
utilitas bangunan,
sarana transportasi,
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
36/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
jalan masuk dan keluar,
aksesibilitas bagi penyandang cacat,
drainase dan pembuangan limbah, serta
prasarana dan sarana lainnya sesuai dengan kebutuhandan fungsi bangunan gedung.
yang disusun sesuai kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
3) menentukan kebutuhan lahan bangunan.
4) menyusun jadwal pelaksanaan pembangunan.
Penyusunan program kebutuhan dilakukan dengan mengikuti
pedoman, standar, dan petunjuk teknis pembangunan bangunan
gedung negara yang berlaku.
c. Penyusunan program kebutuhan bangunan gedung negara yang
belum ada disain prototipenya dan luasnya bangunannya di atas1.500 m2, dapat menggunakan jasa konsultan ahli, sebagai
pekerjaan non-standar.
d. Berdasarkan program kebutuhan yang telah ditetapkan, selanjutnya
disusun kebutuhan pembiayaan pembangunan bangunan gedung
negara yang bersangkutan, yang terdiri atas:
1) biaya pelaksanaan konstruksi fisik,
2) biaya perencanaan konstruksi,
3) biaya manajemen konstruksi atau pengawasan konstruksi, dan
4) biaya pengelolaan proyek.e. Penyusunan pembiayaan bangunan gedung negara didasarkan
pada standar harga per-m2 tertinggi bangunan gedung negara
yang berlaku. Untuk penyusunan program dan pembiayaan
pembangunan bangunan gedung negara yang belum ada standar
harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus dikonsultasikan
kepada Instansi Teknis setempat.
f. Pembangunan bangunan gedung negara yang pelaksanaan
pembangunannya akan dilaksanakan lebih dari satu tahun
anggaran (sebagai multi-years project), program dan
pembiayaannya harus mendapat persetujuan dari:1) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas setelah memperoleh
pendapat teknis dari Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah, untuk bangunan gedung negara yang
pembiayaannya bersumber dari APBN;
24
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
37/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
2) Gubernur, setelah memperoleh pendapat teknis dari Insta
Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara ya
pembiayaannya bersumber pada APBD Provinsi.
3) Bupati/Walikota, setelah memperoleh pendapat teknis d
Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yanpembiayaannya bersumber pada APBD Kabupaten/Kota.
g. Dokumen program dan pembiayaan merupakan dokumen ya
harus diserahkan kepada pemimpin proyek yang ditetapkan unt
melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara ya
bersangkutan, sebagai bahan acuan.
2. PERSIAPAN PROYEK
a. Tahap persiapan proyek merupakan kegiatan persiapan setel
program dan pembiayaan tahunan yang diajukan telah disetu
atau DIP telah diterima oleh pemimpin proyek.
b. Tahap persiapan proyek dilakukan oleh pemegang mata anggara
yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemimpin proye
berdasarkan program dan pembiayaan yang telah disus
sebelumnya.
c. Kegiatan yang harus dilakukan oleh pemimpin proy
pembangunan bangunan gedung negara meliputi:
1) Pembentukan Organisasi Pengelola Proyek dan Pani
Pengadaan Barang dan Jasa yang diperlukan.
2) Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi untuk proyek yamenggunakan penyedia jasa manajemen konstruksi.
B. PERENCANAAN KONSTRUKSI
1. Perencanaan konstruksi merupakan tahap penyusunan rencana tek
(disain) bangunan, termasuk yang penyusunannya dilakukan denga
menggunakan disain berulang atau dengan disain prototipe, samp
dengan penyiapan dokumen lelang.
2. Penyusunan rencana teknis bangunan dilakukan dengan menggunaka
penyedia jasa perencana konstruksi, baik perorangan ahli maupbadan hukum yang kompeten, sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Rencana teknis disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) ya
disusun oleh pengelola proyek dan ketentuan teknis (pedoman da
standar teknis) yang berlaku.
4. Dokumen rencana teknis bangunan secara umum meliputi:
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
38/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
a. Gambar-gambar rencana teknis bangunan, seperti rencana
arsitektur, rencana struktur, dan rencana utilitas bangunan,
b. Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), yang meliputi persyaratan
umum, administrasi dan persyaratan teknis bangunan yang
direncanakan,
c. Rencana anggaran biaya pembangunan.
d. Laporan akhir perencanaan, yang meliputi:
1) laporan arsitektur;
2) laporan perhitungan struktur; dan
3) laporan perhitungan utilitas.
e. Keluaran akhir tahap perencanaan adalah dokumen pelelangan,
yaitu Gambar Rencana Teknis, Rencana Kerja dan Syarat-syarat
(RKS), Rencana Anggaran Biaya (Engineering Estimate), dan Daftar
Volume (Bill of Quantity) yang siap untuk dilelangkan.
f. Penyusunan Kontrak Kerja Perencanaan Konstruksi dan Berita Acara
Kemajuan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan Perencanaan disusun
dengan mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Keppres
tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan Pedoman/Petunjuk Teknis pelaksanaannya.
5. Tahap perencanaan konstruksi untuk bangunan gedung negara:
yang bertingkat diatas 4 lantai, dan/atau
dengan luas total diatas 5.000 m2, dan/atau
dengan klasifikasi khusus, dan/atau
yang melibatkan lebih dari satu konsultan perencana maupun
pemborong, dan/atau
yang dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran (multiyear
project),
diharuskan melibatkan penyedia jasa manajemen konstruksi, sejak awal
tahap perencanaan.
C. PELAKSANAAN KONSTRUKSI
1. Pelaksanaan konstruksi merupakan tahap pelaksanaan mendirikan,
memperbaiki, dan atau memperluas bangunan gedung negara
dilakukan dengan menggunakan penyedia jasa pelaksana konstruksi,
yang merupakan badan hukum yang kompeten.
3. Pelaksanaan konstruksi fisik dilakukan berdasarkan dokumen pelelangan
yang telah disusun oleh perencana konstruksi, dengan segala tambahan
26
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
39/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
dan perubahannya pada penjelasan pekerjaan waktu pelelangan, ser
ketentuan teknis (pedoman dan standar teknis) yang berlaku.
4. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik harus memperhatikan kualit
masukan (bahan, tenaga, dan alat), kualitas proses (tata ca
pelaksanaan pekerjaan), dan kualitas hasil pekerjaan. Kecuali terjaperubahan pekerjaan yang disepakati dan dicantumkan dalam ber
acara, ketidaksesuaian hasil pekerjaan dengan rencana teknis ya
telah ditetapkan harus dibongkar dan disesuaikan.
5. Pelaksanaan konstruksi fisik harus mendapatkan pengawasan d
penyedia jasa pengawas konstruksi atau penyedia jasa manajeme
konstruksi.
6. Pelaksana pekerjaan konstruksi fisik juga harus memperhatikan ketentu
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berlaku.
7. Keluaran akhir yang harus dihasilkan pada tahap ini adalah:a. bangunan gedung negara yang sesuai dengan dokumen unt
pelaksanaan konstruksi.
b. Dokumen Pelaksanaan Pembangunan, yang meliputi:
1) gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan (as bu
drawings),
2) semua berkas perizinan yang diperoleh pada saat pelaksanaa
konstruksi fisik, termasuk Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
3) kontrak pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik, pekerjaa
pengawasan beserta segala perubahan/ addendumnya,
4) laporan harian, mingguan, bulanan yang dibuat selam
pelaksanaan konstruksi fisik, laporan akhir manajemen konstruk
pengawasan, dan laporan akhir pengawasan berkala,
5) berita acara perubahan pekerjaan, pekerjaan tambah/kuran
serah terima I dan II, pemeriksaan pekerjaan, dan berita aca
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi fisik,
6) foto-foto dokumentasi yang diambil pada setiap tahap
kemajuan pelaksanaan konstruksi fisik,
7) manual pemeliharaan dan perawatan bangunan gedun
termasuk petunjuk yang menyangkut pengoperasian d
perawatan peralatan dan perlengkapan mekanikal-elektrik
bangunan.
c. Dokumen Pendaftaran Bangunan Gedung Negara,
8. Penyusunan Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan dan Berita Aca
Kemajuan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan Pelaksanaan Konstru
maupun Pengawasan Konstruksi mengikuti ketentuan yang tercantu
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
40/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
dalam Keppres tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Pedoman/Petunjuk Teknis pelaksanaannya.
D. PEMELIHARAAN KONSTRUKSI
1. Pemeliharaan konstruksi adalah tahap uji coba dan pemeriksaan atas
hasil pelaksanaan konstruksi fisik. Di dalam masa pemeliharaan ini
penyedia jasa pelaksana konstruksi berkewajiban memperbaiki segala
cacat atau kerusakan dan kekurangan yang terjadi selama masa
konstruksi.
2. Dalam masa pemeliharaan semua peralatan yang dipasang di dalam
dan di luar gedung, harus diuji coba sesuai fungsinya. Apabila terjadi
kekurangan atau kerusakan yang menyebabkan peralatan tidak
berfungsi, maka harus diperbaiki sampai berfungsi dengan sempurna.
3. Masa pemeliharaan konstruksi apabila tidak ditentukan lain dalamkontrak kerja pelaksanaan konstruksi, untuk bangunan sederhana
minimal selama 2 (dua) bulan, sedangkan untuk bangunan tidak
sederhana dan khusus minimal selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
serah terima pertama pekerjaan konstruksi.
E. PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
Pendaftaran bangunan gedung negara, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Pedoman/Petunjuk Teknis pelaksanaannya, makabangunan gedung negara yang sudah selesai dibangun harus didaftarkan.
1. DOKUMEN PENDAFTARAN
Dokumen pendaftaran bangunan gedung negara untuk pencatatan
dan penetapan HDNO meliputi:
a. Fotokopi Dokumen Pembiayaan/DIP (otorisasi pembiayaan)
b. Fotokopi sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah
c. Kontrak atau Perjanjian Pemborongan
d. Berita Acara Serah Terima I dan IIe. As built drawings (gambar sesuai yang dilaksanakan) disertai
gambar leger
f. Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat izin
Penggunaan Bangunan (IPB) dalam hal Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan mengharuskan adanya IPB.
28
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
41/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
2. PROSEDUR PENDAFTARAN
Khusus untuk bangunan gedung negara yang sumber pembiayaann
berasal dari APBN, maka prosedur pendaftarannya adalah sebag
berikut:
a. Bila suatu proyek seluruhnya atau sebagian telah selesai, Pemimp
Proyek/Bagian Proyek harus segera menyerahkan proyek at
bangunan yang telah selesai dibangun berikut seluruh kekayaann
kepada Departemen/Lembaga c.q. Satminkal Eselon I ya
bersangkutan melalui Kakanwil Departemen/ Lembaga atau Direk
pada Direktorat yang bersangkutan selaku Sub Penguasa Baran
dengan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
b. Departemen/Lembaga c.q. Satminkal Eselon I menyerahka
kepengurusan/pengelolaan/pemanfaatan bangunan terseb
kepada salah satu Pengurus Barang di lingkungannya dengan Ber
Acara Serah Terima. Selanjutnya Pengurus Barang mendaftarka
bangunan tersebut dengan menggunakan Dokumen Pendaftara
yang telah disiapkan oleh Proyek kepada Direktorat Bina Tekn
Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departeme
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
c. Untuk bangunan gedung Negara yang berada di luar wilayah D
Jakarta pendaftarannya melalui Dinas Permukiman dan Prasaran
wilayah Provinsi/Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Dinas Provinsi ya
bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung sebag
bentuk penyelenggaraan tugas dekonsentrasi.
d. Untuk pendaftaran bangunan Gedung Negara dari Pengur
Barang yang ada di luar DKI Jakarta, Dinas Permukiman da
Prasarana wilayah Provinsi/Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Din
Provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan banguna
gedung meneruskan pendaftarannya kepada Direktorat Bina Tekn
Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departeme
Permukiman dan Prasarana Wilayah, dengan menyampaika
Dokumen Pendaftaran yang terdiri atas: daftar inventaris, kartu leg
dan gambar leger, sedangkan lampiran dokumen pendaftar
lainnya menjadi data/arsip Instansi Teknis setempat.
e. Tembusan pendaftaran bangunan gedung Negara oleh Pengur
Barang/Pengelola Barang, Penguasa Barang, juga disampaika
kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Bida
Pengawasan pada Lembaga Non Departemen/Lembaga Ting
dan Tertinggi Negara yang bersangkutan serta Direktorat Jende
Anggaran Departemen Keuangan.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
42/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
f. Berdasarkan data pendaftaran Bangunan Gedung Negara dari
Pengurus Barang setiap Departemen/ Lembaga, Direktorat Bina
Teknik, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah mendaftar
bangunan gedung negara tersebut dengan memberikan HurufDaftar Nomor (HDNO).
g. Untuk bangunan gedung Negara yang dibangun pada tahun-tahun
anggaran yang lalu dan belum terdaftar, Pengurus
Barang/Pengelola bangunan gedung negara dari Departemen/
Lembaga yang bersangkutan wajib mendaftar bangunan gedung
Negara tersebut.
Untuk bangunan gedung negara yang sumber pembiayaannya bukan
berasal dari APBN, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
30
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
43/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
BAB
PEMBIAYAAN PEMBANGUNA
BANGUNAN GEDUNG NEGAR
A. UMUM
Pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara digolongka
pembiayaan pembangunan untuk pekerjaan standar (yang ada stand
harga satuan tertingginya) dan pembiayaan pembangunan untpekerjaan non-standar (yang belum tersedia standar harga satua
tertingginya). Pembiayaan pembangunan bangunan gedung nega
dituangkan dalam Dokumen Pembiayaan yang terdiri atas kompone
komponen biaya untuk kegiatan pelaksanaan konstruksi, kegiata
pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi, kegiatan perencana
konstruksi, dan kegiatan pengelolaan proyek.
B. STANDAR HARGA SATUAN TERTINGGI
Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m
2
konstruksi fismaksimum untuk pembangunan bangunan gedung negara, khususn
untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang melip
pekerjaan struktur, arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedu
negara.
Standar Harga Satuan Tertinggi pembangunan bangunan gedung nega
ditetapkan secara berkala untuk setiap Kabupaten/Kota oleh Bupa
Walikota setempat.
Standar Harga Satuan Tertinggi ditetapkan untuk biaya pelaksana
konstruksi fisik per m2 pembangunan bangunan gedung negara d
diberlakukan sesuai dengan klasifikasi, lokasi, dan tahun pembangunannyyang terdiri atas:
1. HARGA SATUAN PER M2 TERTINGGI UNTUK PEMBANGUNAN BANGUNAGEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERHANA DAN TIDAK SEDERHANA
Harga satuan tertinggi untuk gedung negara dibedakan untuk setia
klasifikasi gedung sederhana dan tidak sederhana, lokasi Kabupate
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
44/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
Kota-nya, dan untuk bangunan yang bertingkat dan yang tidak
bertingkat. Disamping itu juga diberlakukan koefisien/faktor pengali
untuk bangunan gedung bertingkat, dan koefisien/faktor pengali untuk
bangunan/ruang dengan fungsi khusus.
2. HARGA SATUAN PER M2 TERTINGGI UNTUK PEMBANGUNAN BANGUNAN
RUMAH NEGARA
Harga satuan per m2 tertinggi untuk bangunan rumah negara,
dibedakan untuk setiap tipe rumah negara dan lokasi Kabupaten/Kota-
nya. Untuk harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah
susun (pekerjaan standar), menggunakan pedoman harga satuan per
m2 tertinggi untuk pembangunan bangunan gedung pemerintah
bertingkat tidak sederhana, sesuai dengan lokasi Kabupaten/Kota-nya.
3. HARGA SATUAN PER M1 TERTINGGI UNTUK PEMBANGUNAN PAGAR
BANGUNAN GEDUNG NEGARA
a. Harga satuan per m1 tertinggi pembangunan pagar bangunan
gedung negara ditetapkan sesuai klasifikasi bangunan gedung,
letak pagar serta lokasi Kabupaten/Kota-nya.
b. Harga satuan per m1 tertinggi untuk pembangunan pagar rumah
negara, sesuai dengan tipe rumah, letak pagar, dan lokasi
Kabupaten/Kota-nya.
c. Harga satuan per m1 tersebut, dengan ketentuan tinggi pagar
sebagai berikut:
1) pagar depan dengan tinggi minimum 1,5 m.
2) pagar samping dengan tinggi minimum 2 m.
3) pagar belakang dengan tinggi minimum 2 m.
atau berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah setempat.
Harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara dengan klasifikasi
bangunan khusus, ditetapkan berdasarkan rincian anggaran biaya (RAB)
yang dihitung sesuai dengan kebutuhan dan kewajaran harga yang berlaku.
C. KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
Anggaran biaya pembangunan bangunan gedung negara ialah anggaran
yang tersedia dalam Dokumen Pembiayaan yang berupa Daftar Isian Proyek
(DIP)/DIP Suplemen, atau Rencana Anggaran lainnya, yang terdiri atas
komponen biaya konstruksi fisik, biaya manajemen/pengawasan konstruksi,
biaya perencanaan konstruksi, dan biaya pengelolaan proyek.
32
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
45/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
1. BIAYA KONSTRUKSI FISIK
Yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk membiay
pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung negara ya
dilaksanakan oleh pemborong secara kontraktual dari hasil pelelanga
penunjukan langsung, atau pemilihan langsung.
Penggunaan biaya konstruksi fisik selanjutnya diatur sebagai berikut:
a. Biaya konstruksi fisik dibebankan pada biaya untuk kompon
kegiatan konstruksi fisik proyek yang bersangkutan.
b. Biaya konstruksi fisik maksimum untuk pekerjaan standar, dihitung d
hasil perkalian total luas bangunan gedung negara dengan stand
harga satuan per-m2tertinggi yang berlaku.
c. Untuk biaya konstruksi fisik pekerjaan-pekerjaan yang belum ad
pedoman harga satuannya (non standar), dihitung dengan rincia
kebutuhan nyata dan dikonsultasikan dengan Instansi Teksetempat.
d. Biaya konstruksi fisik ditetapkan dari hasil pelelangan pekerjaan ya
bersangkutan, maksimum sebesar biaya konstruksi fisik yan
tercantum dalam dokumen pembiayaan bangunan gedung nega
yang bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak, yang
dalamnya termasuk biaya untuk:
1) pelaksanaan pekerjaan di lapangan (material, tenaga, d
alat),
2) jasa dan overhead pemborong,
3) Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang IMB-nya telah mu
diproses oleh pengelola proyek dengan bantuan konsulta
perencana konstruksi dan/atau konsultan manajemen konstruk
4) pajak dan iuran daerah lainnya, dan
5) biaya asuransi selama pelaksanaan konstruksi.
e. Pembayaran biaya konstruksi fisik dapat dibayarkan secara bulan
atau tahapan tertentu yang didasarkan pada prestasi/kemaju
pekerjaan fisik di lapangan.
2. BIAYA MANAJEMEN KONSTRUKSI
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan unt
membiayai kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangun
gedung negara, yang dilakukan oleh konsultan manajemen konstru
secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, ata
pemilihan langsung.
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
46/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
Penggunaan biaya manajemen konstruksi selanjutnya diatur sebagai
berikut:
a. Biaya manajemen konstruksi dibebankan pada biaya untuk
komponen kegiatan manajemen konstruksi proyek yang
bersangkutan.
b. Besarnya nilai biaya manajemen konstruksi maksimum dihitung
berdasarkan prosentase biaya manajemen konstruksi terhadap nilai
biaya konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B2 dan
B3.
c. Untuk biaya manajemen konstruksi pekerjaan-pekerjaan yang belum
ada pedoman harga satuan tertingginya (non standar), besarnya
biaya manajemen konstruksinya dihitung secara orang-bulan dan
biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing
rate yang berlaku.
d. Biaya manajemen konstruksi ditetapkan dari hasil pelelangan/
pemilihan langsung, maupun penunjukan langsung pekerjaan yang
bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak, termasuk
biaya untuk:
1) honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang,
2) materi dan penggandaan laporan,
3) pembelian dan atau sewa peralatan,
4) sewa kendaraan,
5) biaya rapat-rapat,
6) perjalanan (lokal maupun luar kota),
7) jasa dan overheadmanajemen konstruksi,
8) asuransi/pertanggungan (liability insurance)
9) pajak dan iuran daerah lainnya.
e. Pembayaran biaya manajemen konstruksi didasarkan pada prestasi
kemajuan pekerjaan perencanaan dan konstruksi fisik di lapangan,
yaitu (maksimum):
1) tahap persiapan/pengadaan konsultan perencana 5%,
2) tahap review rencana teknis sampai dengan serah
terima dokumen perencanaan, 10%
3) tahap pelelangan pemborong 5%
4) tahap konstruksi fisik yang dibayarkan berdasarkan
prestasi pekerjaan konstruksi fisik di lapangan s.d. serah
terima pertama pekerjaan. 80%
34
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
47/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
3. BIAYA PERENCANAAN KONSTRUKSI
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan unt
membiayai perencanaan bangunan gedung negara, yang dilakuka
oleh konsultan perencana secara kontraktual dari hasil pelelanga
penunjukan langsung, atau pemilihan langsung. Besarnya bia
perencanaan dihitung berdasarkan nilai total keseluruhan bangunan.
Penggunaan biaya perencanaan selanjutnya diatur sebagai berikut:
a. Biaya perencanaan dibebankan pada biaya untuk kompon
kegiatan perencanaan proyek yang bersangkutan.
b. Besarnya nilai biaya perencanaan maksimum dihitung berdasark
prosentase biaya perencanaan konstruksi terhadap nilai biay
konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B1, B2, da
B3.
c. Untuk biaya perencanaan pekerjaan-pekerjaan yang belum adpedoman harga satuan tertingginya (non standar), besarnya bia
perencanaan dihitung secara orang-bulan dan biaya langsu
yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rateyang berlak
d. Biaya perencanaan ditetapkan dari hasil pelelangan/ pemilih
langsung, maupun penunjukan langsung pekerjaan ya
bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak termas
biaya untuk:
1) honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang,
2) materi dan penggandaan laporan,
3) pembelian dan sewa peralatan,
4) sewa kendaraan,
5) biaya rapat-rapat,
6) perjalanan (lokal maupun luar kota),
7) jasa dan overheadperencanaan,
8) asuransi/pertanggungan (liability insurance)
9) pajak dan iuran daerah lainnya, dan
e. Pembayaran biaya perencanaan didasarkan pada pencapaia
prestasi/kemajuan perencanaan setiap tahapnya, ya(maksimum):
1) tahap konsep rancangan 10%
2) tahap pra-rancangan 15%
3) tahap pengembangan rancangan 25%
4) tahap rancangan gambar detail 30%
5) tahap pelelangan 5%
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
48/159
Pedoman Teknis Pembangunan BGN
6) tahap pengawasan berkala 15%
4. BIAYA PENGAWASAN KONSTRUKSI
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk
membiayai pengawasan pembangunan bangunan gedung negara,yang dilakukan oleh konsultan pengawas secara kontraktual dari hasil
pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung.
Penggunaan biaya pengawasan selanjutnya diatur sebagai berikut:
a. Biaya pengawasan dibebankan pada biaya untuk komponen
kegiatan pengawasan proyek yang bersangkutan
b. Besarnya nilai biaya pengawasan maksimum dihitung berdasarkan
prosentase biaya pengawasan konstruksi terhadap nilai konstruksi
fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B1 dan B2.
c. Untuk biaya pengawasan pekerjaan-pekerjaan yang belum adapedoman harga satuan tertingginya (non standar), besarnya biaya
pengawasan dihitung secara orang-bulan dan biaya langsung yang
bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rateyang berlaku.
d. Biaya pengawasan ditetapkan dari hasil pelelangan/ pemilihan
langsung, maupun penunjukan langsung pekerjaan yang
bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak termasuk
biaya untuk:
1) honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang,
2) materi dan penggandaan laporan,
3) pembelian dan atau sewa peralatan,
4) sewa kendaraan,
5) biaya rapat-rapat,
6) perjalanan (lokal maupun luar kota),
7) jasa dan overheadpengawasan,
8) asuransi/pertanggungan (liability insurance),
9) pajak dan iuran daerah lainnya.
e. Pembayaran biaya pengawasan dapat dibayarkan secara bulanan
atau tahapan tertentu yang didasarkan pada pencapaianprestasi/kemajuan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan, atau
penyelesaian tugas dan kewajiban pengawasan.
5. BIAYA PENGELOLAAN PROYEK
Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan pengelolaan proyek bangunan gedung negara.
36
-
5/28/2018 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN No. 332/KPTS/M/2002
49/159
Pedoman Teknis Pembangunan B
Prosentase besarnya nilai komponen biaya pengelolaan proyek dihitu
berdasarkan nilai keseluruhan bangunan.
Penggunaan biaya pengelolaan proyek selanjutnya diatur sebag
berikut:
a. Biaya pengelolaan proyek dibebankan pada biaya unt
komponen kegiatan pengelolaan proyek dari proyek ya
bersangkutan.
b. Besarnya nilai biaya pengelolaan proyek maksimum dihitun
berdasarkan prosentase biaya pengelolaan proyek terhadap n
biaya konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B1da
B2.
c. Perincian penggunaan biaya pengelolaan proyek adalah sebag
berikut:
1) Biaya operasional unsur Pemegang Mata AnggaranBiaya operasional unsur Pemegang Mata Anggaran, adala
sebesar 65% dari Biaya Pengelolaan Proyek yang bersangkuta
untuk keperluan honorarium staf dan panitia lelang, perjalana
dinas, rapat-rapat, proses pelelangan, bahan dan alat ya
berkaitan dengan pengelolaan proyek sesuai denga
pentahapannya, serta persiapan dan pengiriman kelengkapa
administrasi/dokumen pendaftaran bangunan gedung negara
2) Biaya operasional unsur Pengelola Teknis
a) Biaya operasional unsur Pengelola Teknis, adalah sebes
35% dari Biaya Pengelolaan Proyek yang bersangkutayang dipergunakan untuk keperluan honorarium Pengelo
Teknis, honorarium tenaga ahli (apabila diperluka
perjalanan dinas, transport lokal, biaya r