kel 12 ; hernia nucleus pulposus.docx
TRANSCRIPT
ASKEP
HNP (Hernia Nukleolus Pulposus)
Disusun Oleh :
DESI KRISNAWATI (P 27220013077)
SITI ARIYANI (P 27220013082)
ULINNUHA TUBAGUS RIFA’I (P 27220013086)
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
POLITEKKES KEMENKES SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma atau
perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1,
atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang atau
kambuh ( Doenges, 1999).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1 kemudian pada C5-C6 dan paling
jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi
kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Insiden terbanyak adalah pada kasus
Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90 %, dan diikuti oleh kasus Hernia Servikal 5-10
% .Pasien HNP lumbal seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah
pada saat melakukan aktifitas seperti duduk lama, membungkuk,
mengangkat benda yang berat, juga pada saat batuk, bersin dan
mengejan. Rose dan Engstorm menyebutkan bahwa nyeri yang
bertambah pada saat batuk, bersin dan mengejan di sebabkan oleh
peningkatan tekanan intratekal yang transien sepanjang durameter.
Wiener mendapatkan sekitar 48-84 % pasien HNP lumbal mengalami rasa
nyeri yang bertambah saat batuk, bersin dan mengejan.
Menjelang usia meningkat setelah 20 tahun, mulailah terjadi perubahan-perubahan pada
anulus fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik terputus
dan sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen. Proses ini berlangsung terus-menerus
sehingga dalam anulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan melakukan
infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan juga mengalami perubahan berupa penyusutan
kadar air. Jadi terciptalah suatu keadaan dimana disatu pihak volumemateri nukleus
pulposus berkurang dan dipihak lain volume rongga antar vertebrae
bertambah sehingga terjadilah penurunan tekanan intradiskal yang
mengakibatkan nukleus pulposus menonjol.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembuatan makalah ini
ditujukan untuk mengetahui perjalanan dan proses penyakitnya serta
asuhan keperawatan HNP.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk menegtahui Pengertian dari HNP?
2. Untuk mengetahui Etiologi dari HNP?
3. Untuk mengetahui Patofisiologi dari HNP?
4. Untuk mengetahui Pathway dari HNP?
5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari HNP?
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari HNP?
7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari HNP?
C. Tujuan
Agar kita mampu mengetahui Pengertian, Etiologi, Patofisiologi,
Pathway, Manifestasi klinis, Penatalaksanaan, dan menegakkan Asuhan
Keperawatan pada penderita Hernia Nukleus Pulposus.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hernia Nukleolus Pulposus adalah hernia yang terjadi pada sumsum tulang
belakang. Hernia ini terjadai karena nukleus pulposus yang berada diantara dua tulang
belakang menonjol keluar ( Oswari, 2000 )
Hernia Nukleolus Pulposus adalah herniasi yang banyak terjadi pada L4 – L5 atau
tulang antara L5 – S1 yang menimbulkan nyeri punggungbawah disertai derajat gangguan
sensorik dan motorik ( Brunner & Suddarth, 2001 )
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hernia Nukleolus
Pulposus adalah suatu keadaan dimana terganggunya saraf-saraf tulang belakang
khususnya daerah lumbal sehingga menyebabkan perasaan nyeri daerah punggung yang
dapat menjalar ke daerah ekstremitas.
B. Patofisiologi
Herniasi Discus Intervertebralis ke segala arah dapat terjadi akibat trauma atau
stres fisik. Herniasi ke arah superior atau inferior melalui lempeng kartilago masuk ke
dalam korpus vertebra dinamakan sebagai Nodul Schmorl ( biasanya dijumpai secara
insidentil pada gambaran radiologi atau otopsi ). Kebanyakan herniasi terjadi pada arah
posterolateral sehubungan dengan faktor-faktor : nukleus pulposus yang cenderung
terletak lebih jauh di posterior dan adanya ligamentum longitudinalis posterior yang
cenderung memperkuat anulus fibrosus di posterior tengah. Peristiwa ini dikenal juga
dengan berbagai sebutan lain seperti ; ruptur anulus fibrosus, hernia nulleus pulposus,
ruptur discus, hernia discuc dan saraf terjepit.
Mula-mula nukleus pulposus mengalami herniasi melalui cincin konsentrik
anulus fibrosus yang robek, dan menyebabkan cincin lain di bagian luar yang masih intak
menonjol setempat ( Fokal ). Keadaan seperti ini dinamakan sebagai Protusio Discus. Bila
proses tersebut berlanjut, sebagai materi nukleus kemudian akan menyusup keluar dari
discus ( discus Ekresi ) ke anterior ligamen longitudinalis posterior ( herniasi discus
fragmen bebas ).
Biasanya protusio ekstraksi discus posterolateral akan menekan akar saraf
ipsilateral pada tempat keluarnya saraf dari kantong deva ( masalnya herniasi discus L4 –
L5 kiri akan menjepit akar saraf L5 kiri ). Jepitan saraf akan menampilkan gejala dan
tanda redikuler sesuai dengan distribusi persarafannya. Herniasi discus sentral yang
signifikan dapat melibatkan beberapa elemen Kauda Equina pada kedua sisi, sehimgga
menampilkan rRadiokulopatia bilateral atau bahkan juga gangguan sfingter seperti
retensio urine.
Klasifikasi Hernia Discus tergantung pada lokasi yang terkena adalah L5, nyeri
yang terjadi di atas sendi sakroiliaka, panggul, lateral paha dan betis, medial kaki ( nyeri
yang menjalar turun dari panggul dan tungkai disebut Ishalgia )
Kelemahannya dapat mengakibatkan Foot drop dan kerusakan melakukan
dorsofleksi kaki dan atau ibu jari kaki kesukaran berjalan pada tumit, parastenia terjadi di
lateral tungkai bagian distal kaki dan antara ibu jari tengah kaki. Atropi tidak jelas, refleks
biasanya tidak nyata, refleks lutut atau pergelangan kaki dapat hilang.
C. Pathway
Proses degeneratif
Kehilangan protein polisakarida
Kandungan air terdorong
HNPTrauma Stress okupasi
Nukleus pulposus terdorong
Ujung syaraf spinal tertekan
Nyeri
Penurunan
kerja spinal
Kurang pengetahuan
Perubahan
sensasi
cemas
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Hernia Nukleolus Pulposus terdiri dari penatalasanaan
medis ( penatalaksanaan pembedahan ) dan penatalaksanaan keperawatan pre dan post
oporasi.
a. Penatalaksanaan Medis ( pembedahan ) pada region lumbal meliputi eksisi discus
lumbal melalui Laminectomy posterolateral dan tehnik Mikrodisektomy baru dan
Disektomy perkutaneus. Mikrodisektomy menggabungkan operasi dengan Mikroskop
untuk melihat potongan yang terganggu dan menekan akar saraf. Ini dilakukan dengan
sayatan kecil ( 2,5 cm) dan kehilangan darah sedikit dan dilakukan sekitar 30 menit.
Umumnya menbutuhkan waktu perawatan di rumah sakit dalam waktu yang pendek
dan pasien lebih cepat pulih.
Disektomy perkutaneus merupakan pengobatan alternatif pada herniasi
potongan Intervertebral pada spinal lumbal tingkat L4 – L5. Salah satu pendekatan
dalam pelaksanaannya denagn menyayat 2,5 cm daerah di atas kepala Iliaka.
Sebuah selang, trokar atau kanul dimasukkan dengan bantuan sinar X melalui ruang
Retroperitoneal untuk masuk ke dalam ruang diskus. Panjang instrumen harus
digunakan untuk mengangkat diskus. Operasi menggunakan waktu sekitar 15 menit.
Kehilangan darah dan nyeri minimal dan pasien umumnya keluar dalam dua hari
setelah pembedahan. Kerugian prosedur ini meliputi kemungkinan kerusakan pada
lokasi struktur yang dilalui dalam pembedahan.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Pre operasi
Kebanyakan pasien takut dilakukan pembedahan pada bagian spinal. Dan
dengan demikian membutuhkan keyakinan ( bahwa pembedahan tidak
melemahkan bagian belakang tubuh ) dan menjelaskan seluruh proses. Bila data
dikumpulkan berupa riwayat kesehatan beberapa keluhan nyeri, parastersia, dan
spasme otot perlu dicatat untuk memberikan dasar sebagai perbandingan setelah
Gangguan mobilitas fisik
pembedahan. Pengkajian pra operasi harus juga meliputi evaluasi pada gerakan
eksstremitas. Demikian pula fungsi kandung kemih dan usus besar. Untuk
memfasilitasi prosedur membalik pra operasi pasien diajarkan berbalik dengan cara
serempak satu kesatuan ( digelinding ) sebagai bagian persiapan pra operasi.
Bentuk-bentuk lain cara yang dilakukan pasca operasi yang harus dilatih sebelum
pembedahan adalah nafas dalam, batuk, dan latihan otot-otot yang akan membantu
mempertahankan tonus otot.
2. Pasca operasi
Setelah eksisi lumbal discus, maka perlu dilakukan pengecekan dengan
sering terhadap tanda-tanda vital dan luka terhadap adanya perdarahan karena
cidera vaskular adalah komplikasi pembedahan diskus perlu juga dievaluasi sensasi
dan kekuatan motorik pada ekstremitas bawah secara teratur dan spesifik
deemikian pula dengan warna dan temperatur kaki dan sensasi jari-jari kaki. Selain
itu penting juga untuk mengkaji kemungkinan retensi urine. Tanda-tanda yang
mungkin , terjadi kerusakan neurologik. Dapat diajarkan kepada klien tentang
bagaimana membalikkan tubuh di atas tempat tidur dan dijelaskan agar melkukan
latihan secara rutin. Hindarkan duduk kecuali untuk defekasi. Posisi lutut yang
fleksi sedikit dapat memberikan relaksasi otot bagian belakang tubuh. Klien
dibantu untuk bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain yang bertujuan untuk
mengurangi tekanan. Tetapi lebih dahuklu diyakinkan bahwa tidak ada cidera yang
diakibatkan oleh perpindahan posisi. Membalikkan klien dilakukan dengan tubuh
sebagai kesatuan unit ( digelindingkan ) tanpa adanya lekukan pada bagian
punggung.
D. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan Hernia Nukleolus Pulposus menurut Doenges,
1999 adalah :
1. Aktivitas/ istirahat
Klien mempunyai riwayat pekerjan yang perlu mengangkat benda berat,
dudukmengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan papan atau metras keras saat
tidur, penurunan rentang gerak dari ektremitas pada salah satu bagian tubuh. Tidak
mampu mekukan aktivitas yang biasanya dilakukan. Atrofi otot pada bagian tubuh
yang terkena dan gangguan dalam berjalan.
2. Eleminasi
Konstipasi, mengalami kasakitan dalam defekasi, adanya inkontinensia/ retensi
urine.
3. Neurosensori
Kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan dan kaki, penurunan refleks tendon
dalam, kelemahan otot, hipotonia, nyeri tekan, spasme otot paravertebralis dan
penurunan persepsi nyeri.
4. Nyeri/ ketidaknyamanan
Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk,
bersin, membungkukkan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki, atau fleksi
pada leher. Nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat
secara intermitten, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong ( lumbal ) atau bahu/ lengan,
kaku pada leher (servical ).
Terdengar adanya suara “krek” saat nyeri bahu timbul/ saat trauma atau merasa
“punggung patah”, keterbatasan untuk mobilisasi/ membungkuk ke depan. Sikap :
dengan cara bersandar pada bagian tubuh yang terkena. Perubahan cara berjalan,
berjalan dengan terpincang-pincang. Pinggang terangkat pada bagian tubuh yang
terkena.
5. Keamanan
Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja terjadi.
6. Pembelajaran
Gaya hidup monoton atau hiperaktif.
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan bantuan dalam transportasi, perawatan
diri dan menyelesaikan tugas-tugas rumah.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Foto Ronsen spinal : memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang
belakang/ ruang intervertebralis atau mengesampingkan kecurigaan petologis lain seperti
tumor, osteomielitis.
2. Elektromielografi : dapat melokalisasi lesi pada yingkat akar saraf spinal utama yang
terkena
3. Venogram epidural : dapat dilakukan pada kasus dimana keakuratan dari Miografi
terbatas.
4. Fungsi lumbal : mengesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi, adanya darah.
5. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat klaki lurus ke depan ) mendukung diagnosa
awal dari herniasi Diskus Intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki posterior.
6. CT Scan : dapat menunjukkan kanal spinal yamg mengecil, adanya potensi Discus
Intervertebralis.
7. MRI : pemeriksaan non inpasif yang dapat menunjukkan adanya perubahan tulang dan
jaringan dan dapat memperkuat bukti adanya Herniasi Discus.
8. Mielogram : mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan” dari ruang discus
menentukan lokasi dan ukuran Herniasi secara spesifik.
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Hernia Nukleolus Pulposus adalah :
1. Nyeri akut/ kronis yang dapat dihubungkan dengan agen pencedera fisik, kompresi
saraf, cedera otot.
2. Gangguan mobilitas fisik yang dapat dihubungkan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan, spasme otot, terapi restriktif misalnya : tirah baring, traksi,
kerusakan neurovaskuler.
3. Anxietas/ koping, individual, takefektif yang dapat dihubungkan dengan situasi
krisis, stastus sosioekonomik, peran, fungsi gangguan berulang dengan nyeri terus
menerus , ketidak adekuatan relaksasi, latihan sedikit atau tidak sama sekali,
ketidak adekuatan metode koping.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan yang dapat
dihubungkan dengan keselahan informasi, keselahan interpretasi, informasi
kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
G. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan dilanjutkan dengan penyusunan rencana
untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas dagnosa keperawatan, penetapan
tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Nyeri akut/ kronis yang dapat dihubungkan dengan agen pencedera fisik, kompresi
saraf, spasme otot
Tujuan : Nyeri akut/ kronis hilang/ berkurang
Kriteria hasil :
a). Klien tampak rileks dan melaporkan nyeri hilang/ berkurang
b). Mengungkapkan metode yang memberikan penghilangan.
c). Mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik ( mis : keterampilan
relaksasi modifikasi prilaku ) untuk menghilankan nyeri.
Intervensi keperawatan :
a). Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lama serangan, faktor pencetus/ yang
memperberat. Minta pasien untuk menetapkan pada skala 0 – 10
b). Mempertahan tirah baring selama fase akut. Letakkan pasien pada posisi semi fowler
dengan tulang spinal, pinggan dan lutut dalam keadaan fleksi; posisi terlentang dengan
atau tanpa meninggikan kepala 10º - 30º atau pada posisi lateral.
c). Gunakan logroll ( papan ) selama melakukan perubahan posisi.
d). Bantu pemasangan brace/ Korset.
e). Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
f). Letakkan semua kebutuhan, termasuk bel panggil dalam batas yang mudah dijangkau
oleh pasien.
g). Instruksikan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi/ visualisasi
h). Instruksikan untuk melkukan mekanika tubuh/ gerakan yang tepat.
i). Berikan kesempatan untuk berbicara/ mendengarkan masalah pasien.
Intervensi kolaborasi :
a). Berikan tempat tidur ortopedik/ letakkan papan di bawah kasur/ matras.
b). Berikan obat sesuai dengan kebutuhan.
c). Pasang penyokong fisik seperti Brace lumbal, Kolar servikal.
d). Pertahankan traksi jika diperlukan.
e). Konsultasikan dengan ahli terapi fisik.
f). Berikan instruksi tertentu pada pasca prosedur Mielografi jika perlu seperti : jaga
jangan sampai aliran terlalu cepat, posisi tidur datar atau ditinggikan 30º sesuai indikasi
selama beberapa jam.
g). Bantu untuk persiapan pemasangan TENS.
2. Gangguan mobilitas fisik yang dapat dihubungkan dengan nyeri dan ketidaknyamanan,
spasme otot terapi restriktif misalnya : tirah baring, trajsi, kerusakan neurovaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria evaluasi :
a). Klien mengungkapkan pemahaman tentang situasi/ faktor risiko dan aturan
pengobatan individual.
b). Mendemonstrasikan tehnik prilaku yang mungkin
c). Mempetahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit dan
atau kompensasi.
Intervensi mandiri :
a). Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.
b). Catat respon emosi/ prilaku pada imobilisasi. Berikan aktivitas yang sesuai dengan
pasien.
c). Ikuti aktivitas/ prosedur dengan metode istirahat. Anjurkan pasien untuk tetap
ikutberperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu.
d). Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif.
e). Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah/ lutut. Nilai adanya edema,
erytema pada ekstremitas bawah.
f). Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
g). Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti alat bantu jalan, tongkat.
h). Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelahsetiap
perubahan posisi. Periksa keadaan kulit di bawah Brace, dengan periode waktu
tertentu.
Intervensi Kolaborasi :
a). Berikan obat menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum memindahkan/
melukukan ambulasi pasien.
b). Pakaikan stokoing anti emboli
3. Anxietas/ koping, individual, takefektif yang dapat dihubungkan dengan krisis situasi,
status sosioekonomi, peran fungsi. Gangguan berulang dengan situasi nyeri terus
menerus, ketidak adekuatan relaksasi, latihan sedikit atau tidak sama sekali, ketidak
adekuatan metode koping.
Tujuan : Cemas/ anxietas hilang/ berkurang.
Kriteria evaluasi :
a). Klien tampak rileks dan melaporkan anxietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.
b). Mengidentifikasi ketidak efektifan prilaku koping dan konsekuensinya.
c). Mengkaji situasi terbaru dengan akurat.
d). Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah.
e). Mengembangkan remcana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.
Intevensi mandiri :
a). Kaji tingkat anxietas pasien.
b). Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
c). Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya
seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan dalam
pekerjaan/ finansial, perubahan peran dan tanggung jawab.
d). Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh
dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e). Catat prilaku dari orang terdekat/ keluarga yang meningkatkan “peran sakit” pasien.
Intervensi Kolaborasi :
Rujuk pada kelompok penyokong yang ada, pelayanan sosial, konselor pinansial/
konselor kerja, psikoterapi dan sebagainya.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan yang dapat dihubungkan
dengan kesalahan informasi, kesalahan interpretasi, informasi kurang mengingat, tidak
mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : Klien mengetahui, mengerti, tentang kondisi, prognosis dan tindakan yang
akan dilakukan.
Kriteria evaluasi :
a). Klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan tindakan.
b). Melakukan kembali perubahan gaya hidup.
c). Berpartisipasi dalam aturan tindakan.
Intervensi mandiri :
a). Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan seperti
hindari mengemudikan kendaraan dalam periode waktu yang lama.
b). Berikan informasi tentang berbagai hal serta instruksikan pasien untuk melakukan
perubahan “dinamika tubuih” tanpa bantuan dan juga melakukan latihan termasuk
informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan
menggunakan sepatu penyokong.
c). Diskusikan mengenai pengobatan dan beberapa efek sampingnya.
d). Anjurkan untuk menggunakan papan/ matras yang keras. Bantal kecil yang agak
datar di bawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan hindari posisi terlungkup.
e). Diskusikan mengenai kebutuhan diet.
f). Hindari pemakaian pemanas dalm waktu yang lama.
g). Lihat kembali pemakaian kolar leher yang lunak.
h). Anjurkan untuk melakukan evaluasi medis secara teratur.
i). Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu untuk dilaporkan pada evaluasi
berikutnya seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi/ kemampuan untuk berjalan.
j). Kaji kemungkina untuk melakukan penanganan alternatif seperti Kemonukleolisis,
intevensi pembedahan.
H. Impelentasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah., masuk akal
dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang bermanfat bagi klien, berhubungan
dengan dignosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan.. Pelaksanaan merupakan
pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dfapat berupa
tindakan mandiri maupun kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji
kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan
bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan. Selain
itu juga dalam pelaksanaan yang dilakukan pada pasien dan persepsi pasien harus
didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan
keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan,
tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi
yang dilakukan.
I. Evaluasi
Evaluasi merupan tahap akhir dari proses keperawatan yang berguna untuk
mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai berdasarkan
standar/kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting dalam proses
keperawatan karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri
atau ditinjau kembali dan dimodifikasi.Evaluasi harus memahami objektifitas, reliabilitas
dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. ( 2001). Text Book of medical – Surgical Nursing. Raven : Philadelphia
Doengoes, M.E. ( 1999 ). Nursing Care Planns. F.A Davis Company : Philadelphia
Oswari,E. ( 2000 ). Bedah dan Perawatannya. Balai Penerbit FKUI : Jakarta