kedudukan penyalahguna narkotika

24
KEDUDUKA N HUKUM PENG GUNA NARKOTIKA DALAM UU N 035TAH UN 2009TENTAN G NARKOTIKA' Permasalahan narkotika tidak dapat dipisahkan dari per111'1Salahan kesehatan khllSusnya penanggulangan penyeba.ran J-OV dan AIDS, rnelihat pern1a"5alahan tersebut MPR Rl pada sidang urnurn tahun 2002 melalui ketetapan .WR No . Vl/MPR/2002 tentang Rekom endasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA Pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002 merekomendasikan kepada Presiden RI bersama DPR, untuk merevisi UU No 22 Tahun 1997 dan UU No 5 Tahun 1997, namun dalam perubahannya masih ada tarik menarik antara pendekatan kesehatan dengan pendekatakan krintlnal, sehingga rnenarik untuk nlelihat kedudukan hukun1 pengguna narkotika dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) sebagai berikut : I. PEMISAHA N ANTARA PENGGUNA, PECANDU, PENYALAHGUNA DAN KORBAN NARKOTIKA Pada UU Narkotika, sulit untuk untuk menemukan apa yang dimaksud dengan "pengguna narkotika" sebagai subyek (orang), yang banyak ditemukan adalah pen&,uunaan (kata kerj a). Menurut kamus bahasa J ndonesia istila h "Penggunan adalah orang yang n1ens.ouunakan, bila dikaitkan dengan pengertian narkotika sel><1ga iniana di.a.tur dalan1 Pasal 1 angka 1UU Narkotika maka dapat dikaitkan bahwa Pengguna Narkotika adalah <>rang yang menggunakan zat atau <>b.:1t yang berasal dari tanan1an, b.:1ik sintesis ni..lupun semi sintesis yang dapat n1enyeba bk.an penurunan at..1u perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai n1enghiL.1ngkan rasa nyeri, dan dapat menin1bulkan ketergantungan, yang dibedakan dalan1 g<>k>ngan-gok>ngan sebagaimana terlan1pir dalam UU Narkotika . Penggunaan istila h "pengguna narkotika" digunakan untuk memudahkan dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk men1bedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika2 .

Upload: rayzkey

Post on 20-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedudukan penyalahguna narkotika

TRANSCRIPT

KEDUDUKAN HUKUM PENG GUNA NARKOTIKADALAM UU N 035TAHUN 2009TENTANG NARKOTIKA'

Permasalahan narkotika tidak dapat dipisahkan dari per111'1Salahan kesehatan khllSusnya penanggulangan penyeba.ran J-OV dan AIDS, rnelihat pern1a"5alahan tersebut MPR Rl pada sidang urnurn tahun 2002 melalui ketetapan .WR No. Vl/MPR/2002 tentang Rekom endasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA Pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002 merekomendasikan kepada Presiden RI bersama DPR, untuk merevisi UU No 22 Tahun 1997 dan UU No 5 Tahun 1997, namun dalam perubahannya masih ada tarik menarik antara pendekatan kesehatan dengan pendekatakan krintlnal, sehingga rnenarik untuk nlelihat kedudukan hukun1 pengguna narkotika dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) sebagai berikut :

I. PEMISAHA N ANTARA PENGGUNA, PECANDU, PENYALAHGUNA DAN KORBAN NARKOTIKA

Pada UU Narkotika, sulit untuk untuk menemukan apa yang dimaksud dengan "pengguna narkotika" sebagai subyek (orang), yang banyak ditemukan adalah pen&,uunaan (kata kerja). Menurut kamus bahasa J ndonesia istilah "Penggunan adalah orang yang n1ens.ouunakan, biladikaitkan dengan pengertian narkotika sel><1gainiana di.a.tur dalan1 Pasal 1angka 1UU Narkotika maka dapat dikaitkan bahwa Pengguna Narkotika adalah <>rang yang menggunakan zat atau <>b.:1t yang berasal dari tanan1an, b.:1ik sintesis ni..lupun semi sintesis yang dapat n1enyebabk.an penurunan at..1u perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai n1enghiL.1ngkan rasa nyeri, dan dapat menin1bulkan ketergantungan, yang dibedakan dalan1 g<>k>ngan-gok>ngan sebagaimana terlan1pir dalam UU Narkotika . Penggunaan istilah "pengguna narkotika" digunakan untuk memudahkan dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk men1bedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika2. Walaupun penanan1, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika ka.dang juga rnenggunakan narkotika, nan1un dalam tulisan ini yang penulis maksud pengguna narkotika adalah orang yang n1enggunakan narkotika untuk dirinya sendiri, bukan penanan1, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika.

Bila dikaitkan dengan dengan orang yang n1enggunakan narkotika, dalan1 UU Narkotika dapat ditemukan berbagai istilah antara k1in:

' Disain pa ikan oleh Totok Yu liyanto,S.H., Pengurus PBHI Nasional cblanl dialog salu tahun i:elak<;;anaan W No 35 Tahun 2(X)9 tentang Narkolika dan W No 36 Tah un 2<X>9 tentang Ke.:-.ehatan dala.nl u pl.ya penceg".l.lun dan Pena nggu langan i"UV dan .'\ICS di lndonesia: Konvensi PBB tenlilng Pein beranla."' .n Pei'edaran C".ebp l\'arkotika dial Psikot mpt ka '1988

sebagai1nan.1 di1•atifik:1si W No 7 Tah u.n 1997 nll'nggunak.1n istilah pentakaian untukkepentingan sendii·i

Pecandu Narkotik..:'l sebagai orang yang rnenggunakan atau menyalahb'Unakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika', baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13 UU Narkotika);Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum (Pasal 1angka15 UU Narkotika}Korban penyalahguna adalah seseorang yang tidak sengajamen&,"tlnakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa,dan/ atau diancam untuk men&,"Unakan narkotika (Penjelasan Pasal 54 UU Narkotika)Pasien sebagai orang yang berdasar 1n indikasi n1edis dapatmen&,"Unakan, nlendapatk..m, n1en1iliki1 n1enyirnpan dan rnen1ba.wa lklrkotika golongan J J dan golongan J ll dalam jllll1lah terl><1tas dan sediaan tertentu;rv1antan Pecandu Narkotika adaL1h orang yang telah sembuh dariketergantungan terhad1p !k1rkotika secara fisik m..1upun psikis(Penejek1san Pasa158 UU Narkotika)

Keberagaman istilah untuk pengguna narkotika tersebut berpotensi membingungkan clan dapat menimbulkan ketidakjelasan bail< dalam merun1uskan berbagai ketentuan didalan1 UU Narkotika rnaupun pada pelaksanaannya . Salah satu permasalahan akibat banyaknya

istilah adalah keracuaan pengaturan dimana Pasal 4 huruld UUNarkotika yang n1enyatakan "LILI NarkDtika

berh,juati : lvf etJjat11it1 petigaturan upaya re/1abilita si ruedis dmJ sosial bn rj petiyalal1guna dat1 pecandu narkotika'' 1 namun dalan1 Pasal 54 UU

Narkotika menyebutkan "Pecm1rl11 Narkotika rlm1 Korban Penyala/Jg1ma Narkotikazt.vijib ruerJjnlani re/1abilita si rnedis dmJ re/1abilita si :xJSial"

dimanaberdasarkan Pasal 54 hak penyalah guna untuk mend1pat rehabilitasi menjadi tidak diakui. Penyalah guna yang awalanya mendapatkan jaminan reha bilitasi, pada Pasal 127 UU Narkotika penyalah guna narkotika kemudiaan juga menjadi subyek yang dapat dipidana dan kehilangan hak reha bilitasinya, kecuati dapat dibuktil<an atau terbukti sebagai korban narkotil<a.

Pembuktiaan penyalahguna narkotika merupakan korban narkotika sebagainwna diatur dalan1 UU narkotika, n1erupakan suatu hal

yang sulit, karena harus melihat a\\lal pengguna narkotika n1enggunakan n..1rkotik.a dan diperlukan pembuktiaan bahwa

penggunaan narkotika ketika n1enggunakan narkotika dalan1 kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancan1 untuk

men&:>uunak..1n narkotik.a . Dalan1 in1plen1entasinya Mahkamah Agung Rl mengeluarkan Surat Edaran No 04 Tahun 2010

tentang Penen1patan Penyalahgunaan, Korl><1n Penyalahbrunaan, dan

'Ketergantungan oarkolika ad.abh kondisi yang ditandai oleh dorong.an untuk 1nengswlak<\n Nai·kotika socara te1us nll?nerus dengan takaran yang nleilingkat ag;a.r nlenghasilk.ln efek yang sruna dan apabila nggunanya dikur.lngi dan/alau dill enlikan sec.1ra lihltib,1 nlenilnbulkan gejala fisik d.m psikisyang klus (Pasal ·1 angka 14 UU Nai·kotika)

Pecandu Narkotika kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial yang menjadi pegangan Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dalam n1emutus narkotika.

Banyaknya istilah tersebut juga membingungkan aparat penegak hukum dan masyarakat, dilapangan aparat penegak hukum tidak memberikan hak orang yang positif n1enSouunakan narkotika untuk meL.1ksanak.an reha bilitasi, walaupun dalam UU Narkotika adanya jaminan reha bilitasi bagi pecandu narkotika. Pengaturan wajib lap<>r b.:1gi orang tua. atau walidari pecandu nark<>tika, juga berin1plikasi men1bingungkan bagi orang tau at..1u vvati, karena untuk menentukan apakah anaknya pecandu atau bukan pecandu haruslah ditentukan oleh ahli dan sangat sulit bila dilihat dari kacan\ata avvam.

ll. PENGGUNA NARKOTIKA KORBAN atau PELAKU?

Perdebatan yang sering muncul dalam membah as UU Narkotika adalah kedudukan Pen&,<>una Narkotika apakah sebagai pelaku atau sebagai korban, dan apa akib.:1t hukun1nya? Bila dilihat afa.'";an yang ntengemuka dilakukannya pergantiaan UU No 22 Tahun 1997 tentang Narotika adalah untuk mencegah dan memberantas pe11yalallg1maa11 dan peredara11 gelap PJarkotilat'. Antara Penyalahgun..1an dan peredaran narkotika n1en1ang sulit dipisahkan namun hal tersebut tidak dapat disamakan dan upaya penanggulangannya juga harus dibedakan. Hal tersebut selaras dengan am.anat tujuan UU narkotika yang tercantum dak1m Pasal 4 UU Narkotika yang n1enyatak..:1n "ULI Na rkotika bertujuan :a. NletJjat11itJ ketersediam1 Ha rkot ika lltJtuk kepetil;HgarJ p elayanati

kese/1alatidan/atau p etib1C.n1bar1gatJ ;JttJll petigeta/ 1uaati dan tektlologi;

b. Met1cegafJ_, 111eli11d111Jgi dn11 1ne1Jyela1nntkn11 ba11gsn f11do11esia dari pe11 1alal1gt111aa1111arkotik.a;

c. Me-1nbern11tas per edara11 gelap 11arkotikn da11 pr ek11sor 11arkotikn;da11

d. J\lfe11ja1ni11 pe11gat1tra11 11paya rel1abilitasi 1ned·is da11 sos ·ial bagi

petJyala/1 gi111a da11 pern 11d11 11arkotika

Berdasarkan tujuan UU Narkotika tersebut dan melihat posisi pengguna narkotika dapat dilihat pemberantasan narkotika ditujukan ba gi peredaran gelap narkotika. Sedangkan upaya pencegahan, perlindungan dan penyelan1atan bangsa lndonesi.a. dari penyala hgunaan narkotika, sehingga perlu adanya pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial ba gi penyalah!,'Una dan pecandu narkotika (pengguna narkotika) .

Tarik menarik apakah pengguna narkotika merupakan korban atau pelaku sangat terasa dalam Pasal 127 UU Narkotika yang menyatakan :

4 P<img1af 2 Per9el<1san Urnunl UU N,11•kotik:t

(1) Setiap Pe11yalah Gu11a:a. Narkotika GolougaPJ l bagi diri set1ttiri dipidana det1gan pidat1a

pet1jarapali11g lama 4 (e111pal) tal11111;

b. Narkotika Golo11gm1 II bagi diri se11diri dipidima de11gm1 pida11a pe11jarafl"li11g lm11a 2 (dua) ta/um;da11

c. Narkntika GoloHgan Ill bagi diri set1diri dipidaPJa dengm1 pidaPJa petijara

fl"li11g lama 1(sah1) ta/um .(2) Da/a111 11ie11111h1s perkara sebagai111a11a di111ak sud ptlila ayat (1), lwkir11 wajib

'11er11perl-1alikarJ ketentum1 sebagair11at1a dirnaksud dalaru Pa....::al 54, Pasnl 55, daPJPtL"lll 103.

(3) Da/a111 Ira/ Pe11yalalt Gu11a sebagai111a11a di111aksud fl"da ayat(1) dapat dibuktika11 atau lerbukti sebagai korba11

pe11yalahg1mam1 Narkotika. Pe11yala/1Gunn tersebu t itwjib tnerijalani re/1abilita si n1edis dan re/1abilitasi sasial .

Penyalahguna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi, namun, dengan men\clndang a.o;as legalit..1s yang diterapkan di lndonesia, maka dalam pelaksanaanya pengguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 UU Narkotika . Bila pengguna narkotika dianggap pelaku kejahatan, maka yang menjadi pertanyaan kemudiaan adalah siapa yang n1enjadi korban dari kejahatan yang dilakukan oleh pengguna narkotika, karena dalam hukum pidana dikenal "tidak ada kejahatan tanpa korban", menurut Ezzat Abdul Fateh yang menjadi korban karena dirinya sendiri <false victims), dari persepektif tanggung jawab korban, n1enurut Stephen Schafer "SelfvictirniziHg victirus adalah mereka yang menj adi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur n1enyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban. Akan tetapi, pandangan ini menjadi da•ar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan metibatkan 2 hal, yaitu penjahat dan korban. Selk'tgai contoh dari selfvictirnizitJg victirns adalah: pecandu ob..'tt bius l alkoholisn1e1 hon1oseks, judi. Hal ini berarti pertanggungjawaban terletak penuh pada si pelaku, yang juga sekaligus n1erupakan k<>rban5 .

Menjawab permasalahan pen&,auna narkotika sebagai pelaku tindak pidana dan sekaligus sebagai korban, dengan berdasarkan pada Pasal 103 UU Narkotika Mahka.n1ah Agung R1 n1engeluarkan terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 04 Tahun 2010 tentang penetapan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, dimana ditentukan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan

Penyidik BNNdalam kondisi tertangkap tangan;

s J .E. Sahetapy, (ed). B ' u n ga Ramp a i V iktinl i sa s i. GLl Eresro, lhnduns, 19C.O, (selanjulnya disingkat J.E. Saheh'lpy I), h. 204 dikulipdari Zvo1li1nir Rlul Sepa 1m'ic. V f c t iJtl'l.bi!f. St 1 1t6·e;; of llfctitt.s, Zlgn?b, 1985)

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barangbukti pemakaiaan 1(satu) hari

c. Surat uji laboratoriun1 positif n1enggunakan narkotika berdasarkanpermintaan penyidik

d. Perlu surat keterangan dari dokter jhva/p sikiater pen1erintah yangditunjuk oleh hakim

e. Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap

narkotika

Majelis hakin1 yang n1emeriksa dan n1en1utus perkara pengguna nark<>tika harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya, untuk menjatuhkan an1ar putusannya hakim harus sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi / taraf kecanduaan terdakwa.

Sebagai konsekuesi pengguna narkotika adalah pelaku tindak pidana dan sekaligus sebagai korban maka masa menjalani pengobatan dan / atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana yang diputl.15 oleh Majelis Hakim yang mengadili perkara, diperhitungkan sebagai ma.•a menjalani hukunla!\1 diniana penentuan untuk menjalani masa pengobat.:1n dan perawatan ditentukan oleh ahli. Namun surat edaran Mahkamah Agung RI tersebut akan sulit diimplementasikan bila aparat penegak hukum lainya (penyidik dan penuntut) tidak memiliki pola pandang yang sama terhadap peng,,uuna narkotika (permasalahan ini akan dibahas pada bagian permasalahan implementasi hukum peng,,uuna narkotika).

ill.HAK-HAK PENGGUNA NARKOTIKA dalam UU NARKOTIKA

Penggun..1. Narkotika juga adalah \Varga negara din1ana haknya dihorm..1.ti, dilindungi dan dipenuhi oleh negara, baik ketika dalam proses hukum maupun dalam hal kesehatan dan sosial. SeL1in hak asasi manusia yang n1elek...1t pada diri setiap manusia, baik dalam tataran hak atas kesehatan maupun hak ketika berhadap dengan proses hukum, secara khusus UU Narkotika memberikan hak kepada pengguna sebagai berikut :

a. Rehabilitasi bagi Pengguna NarkotikaSebagain1ana disebutkan dalam Tujuan UU Narkotika diatas dimana,adanya jan1inan pengaturan upaya rehabilitasi bagi pengguna

narkotika, din1ana hal tersebut kembali ditegaskan dalam Pasal 54 UU Narkotika yang menegaskan Pecandu Narkotika dan Korban penyalahgunaan narkotika wajib• menjalani reha bilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dimana n1enteri menjan1in ketersediaan N.:1rkotik.a untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu

6 Banya k perdebatan ya ng dinuksud dalanl '""jib dis:in runlun n..e.nuert hetnat J". e.nulis hal inijuga n..enliliki inl plikai;i kepldd t.11nggung jav1.1 b ne-ga1-a

pengetahuaan dan teknok>gi7 . Pengguna narkotika dapat memilih tempat rehabilitasi yang telah memenuhi kualifika.<i dan apabila pengguna narkotika dalan1 pengavvasan negara, Negara n1en1berikan hak rehabilitasi secara Cuma -Cuma kepada pengguna narkotika• dimana pembiayaanya dapat cliambil dari harta kekayaan dan asset yang disita oleh negara9

b. Hak unlttk tidak dituntut pidanaUU Narkotika, memberikan diskresi kepada beberapa ha! agar pengguna narkotika tidak dipidana, diskresi tersebut dapat clilihat dalarn Pa<al 128 UU Narkotika memberikan jam inan tidak clituntut pidana dengancriteria sebagai berikut :

Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau vvalinya sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 55 ayat (1)Pecandu narkotika yang tek1h cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilila.<i medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter dirumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjukoleh pemerint.1h

Walaupun pengaturan tru tek1h diatur dalam UUNarkotika sebelumnya 10 namun hal tersebut tidak efektif

dalam pelaksanaanya k.arena tidak adanya peraturanpelaksana yang nlemadai untuk mengakomodir

hak diskresi tersebut, dimana aparat penegak hukun1 ni..1Sihtetap n1ela.kuk.an proses hukun1 bagianak dan

pengguna narkotika yang sedang menjalani rehabilitasi. Permasak1han selanjutnya adalah mengenai rehabilitasi medis yang hanya diperbolehkan 2 (dua) kali masa perawatan dokter

sebagaimana lertuang dalam Pasal 128 ayat(3) UU Narkotika, hal ini menjadi kendala tersendiri, karena menurutbeberapa pihak menggap kecanduaan narkotika adalah penyakit, dimana ada kerusakc:1n daL.lm otak sehingga se\vaktu-waktu bisa kambuh 11

A. PERMASALAHA N HUKUM PENGGUNA NARKOTIKA"

a. Pelaksanaan UU Narkotika Tergantung Aturan PelaksanaSebagai wujud UU Narkotika merupakan UU Administratif yangmengatur tentang narkotika, maka beberapa hal dalam UU Narkotika

7 Pa 9ayat ('I)UU i·kotikaIf Penjeltsan P<is.l.l'103a)'al1 hurufb" Penjel .aan Pas.11 '101 ayat (3) UU n11·kotika'" PaSol l 46 W No 22 Tahun '1<}}7 tenlang Narkotika telah 1nes11berikan pen&l

lur,m tenlang\'lajib l<ipor b<igi orang tu.a/ \otali, pengg·una n.lrkotika y.1ng telah cukup un1ur

11 Keterangan HM A1ninulah, Direktur Bina layan1n K.e.:".eh.1tan jh'la Depli'lenlen Kesehatan

RI sebaga inuru dik ulipoleh huku1n online.comtl Berd.<Sarkan kajian )'ang dilakukan oleh PBHI bany. k dite1nuk.1n pe.11uasalahan hukun1

dalrun UU Narkotika, na111un yang disajikan dalrun 1nakabh ini hany,1 yang berkailanlangsung dengan Penggun1 Nai·kotika

harll'l diatur kembali oleh berbagai aturan pelaksanaanya . PBl-D mencatat terdapat 10 ketentuan dalam UU Narkotika yang harus diatur dalan1 Peraturan Pemerintah, 2 Ketentuan UU Narkotika yang harus diatur dalam Peraturan Presiden, 17 Ketentuan dak1m UU Narkotikayang harus diatur dala.n1 Peraturan Menteri Kesehatan, 1 Ketentuan dalan1 UU Narkotika yang harus diatur dalan1 Peraturan Menteri Sosi.a.l, 2 Ketentuan dalam UU Narkotika yang harus diatur oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan 2 ketentuan daL1m UU Narkotika yang harus diatur oleh Kepala Badan Narkotika Nasional .

Dari banyaknya aturan pelaksana yang disebutkan diata• beberapa ketentuan yang memiliki dampak langsung bagi pengguna narkotika adalahsebagai berikut :

No Ketentuan Ketentuan Pasal Pene:aturan oelaksana

1 Pelaksanaan Wa iib Laoor

Pasal 52 Peraturan Penlerintah

2 Tata cara penggunaan asetkekavaan vanl'! dirampas

Pasal 101 Peraturan Pen1erintah

3 Rehabilitasi n1e<iis danlemabaga rehabilitasin1edis

Pasal 59 Peraturan MenteriKesehatan

4 Rehabilitasi Sosial Pasal 59 Peraturan MenteriSosial

5 Wadal1 Kordinasi peranserta nlasvarak..:1t

Pasal 108 Peraturan KepaL1 BNN

UU Narkotika yang telah disahkan dan diundangkan pada 12 Oktober 2009 dan dinyatakan mulai berlaku sejak

diundangkan telal1 memberikan batas waktu palinglambat1 (satu) tahun untuk menetapkan peraturan

pelaksana, sebagaimana diatur dalam Pasal 154 UU Narkotika . Walaupun Pasal 152 UU Narkotika menyatakan "Semua peraturan

perundang-undangan yang merupaka.n peraturanpeL1ksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tal1un 1997 tentangNarkotika (Lembaran l\.'egara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67,Tambahan l.embaran l\.'egara Republik Indon esia Nomor3698) pada saat Undang-Undang ini diund1ngkan, ma•ih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti

dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini", namun yang harus diperhatikan UU Narkotika bukanlah aturan perubahan/revisi dari UU Sebelumnya, n'\elainkan suatu aturan yang n1enggantikan

pengaturan Narkotika sebelun1nya1 sehingga se:n1angat dan pengaturan dalam UU Narkotika berbeda dengan UU sebelumnya. Sehingga menjadi penting bagi pihak· pihak pemangku kepentingan menyusun baru peraturan pelaksana atau setidak-tidaknya mengoreksi peraturan pelaksana sebelun1nya

apakah telah sesuai dengan Sen1angat dari UU Narkotika, sehingga dalan1 itt1plen1entasi tidak n1enen1ukan kendala .

Belum terlihatnya upaya penyusunan peraturan pelaksana dari UU Narkotika khususnya untuk kepentingan bagi para pengguna nlenimbulkan berbagai permasalah..1n karena upaya pen1beranta.o;an berjalan lebih cepat dibandingkan upaya pencegahan dan pemulihan .

b. TumpangTinclihnya Pasal Pemidanaan Bagi Pengguna Narkotika Pengguna Narkotika yang n1asih

n1endapatkan narkotik..1 secara melawan hukum, maka terdapat beberapa perbuatan yang dilakukan pengguna narkotika tersebut yakni rnernbeli, n1enguasai, n1enym1pan, atau memiliki yangakhimya dipergunakan sendiri.

UU Narkotika tidak memberikan pembedaan / garis yang jelas antara delik pidana dalam Pasal 127 UU Narkotika dengan delik pidana lain yang terdapat dalam UU Narkotika, dimana pengguna narkotika yang nlendapatkan nark<>tika secara n1elawan hukum pastiL.1h memenuhi unsur "rnengua."5ain, "memiliki", "n1enyin1pann, atau "n1embelr'narkotika dimana hal tersebut juga diatur sebagai suatu tindak pidana tersendiri dalam UU Narkotika .

Dalan1 prakteknya aparat penegak hukun1 n1engaitkan

(termasuk/indude/ juncto) antara delik pidana pengguna narkotika dengan delik pidana penguasaan , pemilikan, penyin1panan atau pen1beliaan narkotika secara tanpa hak dan n1elawan hukun1 dinlc:1na ancaman hukumanya menjadi lebih dari 5 tahun penjara dan dibeberapa kententuan n1elebihi 9 tahun penjara1sehingga berdasarkan Pasal 21 ayat(4) huruf a KUHAP Pengguna narkotika dapat ditahan, dan bik1dikenakan ketentuan pidana yang ancamannya melebihi 9 (Sembilan) ta11un maka berdasarkan Pasal 29 KUHAP masa tahanan dapat ditambahkan sampai 60 (enan1puluh) hari.

Selain terancan1 sanksi pidani:1 sebagaimana di.:1tur dala.m Pasal 127 UU narkotika, pengguna narkotika juga dapat dikenakan berbagai ketentuan pemidanaan lain dalam UU narkotika selama terpenuhinya unsur "menguasai", "n1en1ilikr', "nlenyintpan", atau "membeli" Narkotika secara t.:1npa hak dan n1elawan hukun1 din1ana n1en1iliki sa.nksi pidana yang lebih tinggi dan tidak ada pilihan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan rehabilitasi tanpa adanya putusan penjara karena ada batas minimal pemidanaan dalam delik tersebut.

c. Tidak ada batas daluwarsa yangjela s bagi pengguna narkotika

UU n..1rkotika. tidak memberikan b..1ta.""'1n / daluv1,1arsa yang jelas atas tindak pidana yang dapat dikena&1n bagi penggufk1 narkotika. Bagi mantan pengguna narkotika yang

kemudiaan menceritakan

pengalamannya menggunakan narkotika dihadapan orang banyak"dan Pen&,uuna narkotika yang sedang rnenjalani proses rehabilitasi at.:i."5 kemauaan sendiri (bukan berdasarkan putusan hakim) bisa dikenakan pidana atas pebuatan yang telah lampau (n1embeli, n1enggunakan, menguasai atau menyimpan narkotika tanpa hak dan melawan hukum) berpeluang sewaktu -waktu dapat dikenakan hukuman . Perma<alahan tersebut karena adanya ketentuan n1engenai b..1t..1s vvaktu dalan1 hukun1 pidana bagi pek1ku tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1) KUHP yang menyebutkan:"Ketvenangati '"etJUtJtut pidat1a lrapus knretJa daltl'ilXlrsn:

Ke 1. 1Ytenget1ai seruua fJelmiggaran dan kejaltalati yatig dilakukan det1gati percetakan, sesuda/1 sntu ta/tun;J<e...2. /\tfet1genai keja/1atan yang diancmu dengan dentin, kurungan, atau pitlana penjara paling Jarua tiga ta/1u n, sesudnlt enarn ta/tun;f<e..3. IY1et1get1ai keja/ 1afan yang rliancarn rlengan pidmia petija ra leb111 dari tigata/1un, sesuda/1 dua be/as tal1uPJ;Ke 4. lvlenget1ai keja/1alat1 yang tfiatzca,n dengaPJ pitfana ,nati atau pidatiapeujara seu ,uu r /1id11 p, sesutfa/1 tfelapati betas ta/1u,J;

Tidak diaturnya pengecualiaan jangka waktu terhadap pengguna narkotika yang sedang atau sud1h clalam tahap mantan pengguna narkotika nw.ngakibatkan1 aparat penegak hukwt1 yang n1enentukan pengguna sebagai Daftar Pencark1n Orang (DPO) akan melakukan pengawasan terhadap pengguna narkotika dimana tidak tertutup dilakukan ditempat tempat rehabilitasi. Sehingga menjadi suatu hal yang sangat wajar bila banyak ditemukan tempat-tempat rehabilitasi banya ditemukan atau diawasi oleh aparat penegak hukum (penyidik) baik dengan menggunakan baju dinas maupun tidak menggunakan baju dinas.

d. Pengguna Narkotika rentan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Kejam

Walupun lndonesia sudah n1eratifikasi konvensi anti penyiksaan dan perlakua..1n kejan11.., nan1un hukun1 acara pidana di lndonesia n1asih rentan terhadap praktek praktek

upaya penyiksaan dan perlakuaan kejam khususnya pengguna narkotika yang ditahan. Reporter Khusll'i untuk PBB Manfred Nowak untuk penyiksaan dan perlakuaan

kejam sudah nlen1berikan rekon1endasi bagiPenlerintah lndonesia untuk n1en1b..1t..1si

waktu penangkapan dan penahanan, nan1un UU Narkotika n1engabaikan rekomenda.si tersebut dengan n1en1berikan

kewenangan

tl Banyak orang te1kenlill 1nence1illilkan pengalanunll)'il 1nenggwl.kan na1kotika

dibeberap;i biogrilJinvat.1 Konvensi enenlang pe.nyiksaan dan p:-rlakuilml ahlu penghukunun lain yMg kqan\ tidak

nunusia\Y'i dan nlerendahkml 1rurl.abat 1nanusia dira1ifik1si oleh lndoileSia nlelalui W No5T<lhun I91.8

kepada penyiclik BNN untuk dapat menangkap pengguna narkotika selama 3 hari dan dapat cliperpanjang 3 hari. UU narkotika juga tidak nlentberikan pengaturan ntengena.i jantinan rehabilitasi bagi pengguna narkotika selama n1enjalani proses hukun1, rehabilitasi b.:1ru bisa didapatkan pengguna narkotika setelah mendapatkan putusan / penetapan majelis hakim yang memeriksa perkara . Lamanya jangka waktu penangkapan dan penahanan kemudiaan tanpa disertai dengan jaminan reha bilitasi mengakibatkan pen!louuna narkotika akan mengalami kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan pek,ku tindak pidana k'inya sehingga cenderung memiliki potensi bentuk perk,kuaan dan penghukuman yang kejam.

Penyiksaan juga sering dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai bentuk upaya upaya untuk mendapatkan keterangan dari pengguna n..lrkotika, alasan yang sering terkentuka adalah untuk mengentbangkan penyidikan peredaran geL.1p nark<>tika, dimana keterangan pengguna narkotika kemudiaan dianggap nienjadi salah satu sumber untuk membongkar peredaran gelap narkotika, namun upaya-upaya dalam melakukan penyidikan yang tidak mengeclepankan perlindungan hak a asi nlanusia seringkali n1enin1bulkan penyiksaan yang berakibatrekayasa kasus-kasus bagi pen&,uuna narkotikats

s,,yangnya tidak mudah untuk membongkar praktek praktek penyiksaan, hal ini dikarenakan banyak ketakutan oleh pengguna narkotika untuk n1empernl.:isalahkan ini, dan pola pandang pengguna narkotika yang menggap praktek praktek penyiksaan dan perlakuaan yang kejam merupakan hal yang lumrah terjadi.

e. Sulitnya Implementasi SEMA No 04 Tahun 2010

Walaupun Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) bagi para majelis hakim baik ditingkat pengadilan negeri mapun tingkat pengaclilan tinggi, untuk memutuskan perkara pen!louuna narkotika namun SEMA tersebut tida dapat mengintervensi aparat penegak hukum lainya (penyiclik dan penuntut umum) . Pelaksanaan SEMA tersebut tidak akan mengkin bisa berjalan bila :

Penyidikan ditekankan pada keterlibatan tersangka dalam peredarangelap narkotika dan tidak mementingkan apakah tersangkapengguna na.rkotika atau buk.an.Pihak penyidik tidak mau bekerjasama untuk meminta surat keterangan uj i laboratoriun1 untuk melihat apakah tersangka positif n1enggunakan narkotika.

lS Kasusyangdiludapi oleh aan. dinuna dia dis:iksa agar 1ueng.1kui kepenlilikan ns1·kotikaalilu kasusUsep Glhyono yang difX'lksii nlengakui sebagai pen ar wu·kotika

Pihak penuntut umu.n1 mendakwa dengan dak\vaan tunggal terhadap penguasaan narkotika walaupun terbukti terdakwa positif n1enggunakan narkotika, sehingga nlenggiring hakin1 untuk n1enjatuhkan vonis penguasaan narkotika bukan pengguna narkotika t6Pihak penuntut umum tidak mau menerima ahli yang dimintakan oleh hakim untuk meniL1i tingkat kecanduaan pengguna narkotka, sehingga n1enghan1b.:1t putusan reha bilitasi.Pengguna narkotika yang buta hukun1, sehingga n1engingkari narkotika yang memang digunakan untuk kepentingan sendiri, dimana akhimya dihukum karena pengusaan, pemilikan, penyimpanan atau pembeliaan .

B. SEKILAS tentang HARM REDUCTION dalam UU Narkotika

Secara un1un1 Harm Reduction diartikan sebagai pengurangan dampak buruk bagi pengguna narkotika dengan penerapan berbagai metode layanan alat suntik steril, layanan progran1terapi rwt1atan n1etadon dll. Prinsip yang nlendasari pendekat..111 Hartn Retluctiori seba..gai cara yang efektif clalam mengurangi dampak buruk pemakaian narkotika terdapat dalan1 Declaratiori OH 71te Guitl;ng Prillciples of D rug DetnaPJd Reduct;orJ , yang diadopsi oleh UN General Assembly Special Session (UNGASS) melalui Resolusi 520/4, yang menyebutkan bahwa kebijakan narkotika baik pada tingk.at nasional maupun internasi<>n.:11 harus bertujuan tidak hanya mencegah pemakaian narkotika tetapi juga pengurangan dampak buruk clari pemakaian narkotika. SeL1njutnya Decision 74/10, Flexibilityof Treaty Provi sioHs as Regards Hurnan Reduc:tiori Approacltes yangdikeluarkan oleh UN lntertialiotial Narcotics 01tilrol Boord n1enegaskan bahwa pendekatan Ha rrn Retluctioti adalah sejalan dengan konvens i-konvensi tentang narkotika17. Pemerintah Indonesia juga telah nlengeluarkan aturan mengenai proh,,-am harn1 reduction dan dalam peL1ksanaanya teL1h dilaksanakan.

Sayangnya UU Narkotika tidak tegas mengakomodir harm reduction dalan1 ketentuan didalan1nya, salah satu ketentuan Harn1 Reduction terdapat dalam Penjelasan Pasal 56 UU Narkotika yang menye butkan "KetenhlmJ in; ruenegaskan ba/1ttVl utituk re/1abilitasi tuetlis ba ri PecaHtlu Narkotika 11enggutia jaruru suntik da1wt dtber;kmJ seratigkaiatJ tera/Ji utihlk rnencega/ 1 peHularan atJlara JaiH penularari HIV/AJDS ruelalui jarutn sutitik tlengan pet1gmvasan ketat Departeruen 1<£se/1atan .

Ketentuan tersebut menekankan adanya pengawasan ketat oleh Departemen Kesehat..'\n dalan1 pr<>gram ham1 reduction, dimana Departemen Kesehatan merupakan salah satu pemangku kebijakan yang

1r, Kasusyo1ngdiludapi oleh Fi13 Fany,yang disidangk1n diPengadilan NegeriJakarli'l &rat

11Tirfaua.ao Konslilusi UU l\1·kotika yang dibkuk-anoleh PBHJ

men1eliki peran kunci melihat perniasalahan pengguna narkotik.:1 dari sudut pandang kesehatan, nan1un dalam pelaksanannya masih sulit penggiat -penggiat harm reduction dalam melaksanankan tugas karena berbagai ketentuan dalan1 UU N.arkotika antara lain :

Adanya ketentuan dalam UU Narkotika yang dapat mempidana setiap orang yang dengan sengaja tidak n1elaporkan adanya tindak pidana, tem1asuk tindak pidana pengguna narkotika sebagain'l.lna 1s Penggiat harn1 reduction yang n1emberikan jarun1 suntik steril dianggap sebagai pihak yang terlibat dalam pemufakatan jahat dalam tindak pidana narkotika 19

Penggiat harn1 reduction yang memberikan jarum suntik sterilkepada pengguna narkotika dibawah umur juga dapat dianggapmemberikan kemudahan dalam melakukan tindak pidana narkotika Adanya poternial konllik horizontal antara penggiat harm reduction dengan kelompok n-1<1syarakat yang memandang sempit n-1<1kna peran serta. n1asyarak.:1t dalan1 pen1berantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika

Waiau progran1 harn1 reduction telah nlen1iliki dasar hukun1 dan dilaksanakan jauh sebelum UU Narkotika namun dalam pelaksanaanya masih dibayang-bayangi kekhawatiran bagi penggiat harm reduction dan pengguna narkotika yang rnendapatkan layanan harn1 reduction, ada baiknya pelaksanaan program harm reduction tidak hanya dilaksanakan oleh Depertemen Kesehatan atau KPAN tapi juga melibatkan pemangku kepentingan UU Narkotika lainya (Kepolisian, BNN, DEPSOS, PEMDA dlQ

VI. REKOMENDAS! dan PENUTUP

Saat ini masyarakat dan beberapa pihak pemangku kepentingan yang berk.:1itan dengan pengguna narkotika sudah n1ulai n1emandang pengguna narkotika sebagai korban, dan apabila harus melalui proses hukum maka reha bilitasi adalah pilihan yang terbaik bagi pen&,<>una narkotika, karena n1elihat n1araknya peredaran gelap narkotika didalam penjara. Sehingga menjadi penting bagi pengguna narkotika sebagai obyek dalam perdagangan gelap narkotika harus mulai melakukan upaya-upaya untuk mem buka pemahaman masyarakat secara lebih luas nlengenai JX>Sisi pengguna narkotika dan n1elakukan pengawalan terhadap kebijakan narkotika di Indonesia. Plhak pemangku kepentingan dalam hal ini pemerintah sebagai pihak yang meL1ksanakan UU Narkotika baik dalam bidang penegakan, pencegahan, penan&,aulangan dan pengawasan harusL1h memperhatikan hak-hak dasar pengguna narkotika secara un1un1 dan hak pengguna narkotika. secara khusus.

111 Pasa l 'l31 W Narkotika,.,. Pa. 1132 W l\tarkotika