kecerdasan spasial
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
1/26
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Matematika
Matematika merupakan ilmu yang tidak bisa terlepas dari kehidupan
manusia. Dalam segala aspek kehidupan yang dijalani oleh manusia selalu
memerlukan ilmu matematika. Dengan ilmu matematika akan dapat
memecahkan segala permasalahan yang rumit menjadi mudah. Telah banyak
para ahli yang membuat definisi tentang matematika, diantaranya menurut
Soedjadi (1999:7) mengungkapkan bahwa matematika adalah pengetahuan
tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. Lebih
lanjut Legutko (2009) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam
matematika merupakan bahasa khusus, sehingga terkadang banyak anggapan
matematika sulit dipahami hanya dengan bahasa verbal yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Scope (dalam Chambers, 2008:7)
bahwa matematika merupakan latihan intelektual tingkat tinggi, sebuah bentuk
seni dan sebuah contoh dari kreativitas pemikiran manusia. Lebih jelas lagi
Chambers (2008:9) mengartikan bahwa matematika merupakan pelajaran
tentang pola, hubungan dan gagasan-gagasan yang terhubung erat (keutamaan
yang ditunjukkan matematika), juga merupakan alat untuk memecahkan
masalah dalam konteks yang luas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah pengertian bahwamatematika adalah ilmu yang mempelajari tentang fakta-fakta kuantitatif suatu
obyek melalui sebuah seni pemikiran tingkat tinggi dengan bahasa khusus dan
digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan dalam kehidupan.
Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran
konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang
lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-
pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya.
7
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
2/26
8
2. Belajar Matematika
Salah satu karakteristik matematika adalah keseluruhan objek kajiannya
abstrak sehingga untuk mempelajari matematika diperlukan cara khusus yang
tidak sama dengan mempelajari mata pelajaran lain. Bell (1981:108)
menyatakan bahwa obyek yang dipelajari dalam matematika terbagi menjadi
dua yaitu obyek langsung(direct) dan obyek tidak langsung(indirect).
Herman Hudoyo (1988: 3) juga mengemukakan bahwa belajar
matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi, karena matematika
berkaitan dengan ide-ide abstrak dan diberi simbol-simbol yang tersusun secara
hirarkis dan penalarannya deduktif. Untuk mempelajari matematika haruslah
bertahap, berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu
(sebelumnya). Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila
dilakukan secara kontinu (rutin).
Pendapat lain dari Slameto (2010: 2) menyatakan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri berinteraksi dengan lingkunganya. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Chance (2003: 41) yang menyatakan learning is a
change behavior due to experience. Belajar adalah sebuah perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman. Pengertian senada disampaikan oleh Woolfolk
(2007: 206) yang menyatakan bahwa Learning occurs when experience
causes a relatively permanent change in an individuals knowledge or
behavior. Artinya belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan perubahan
yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang. Baik
disengaja atau tidak perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa ke
arah yang lebih baik atau sebaliknya. Namun yang jelas kualitas belajar
seseorang ditentukan oleh pengalaman pengalaman yang diperoleh saat
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, belajar terkadang
menghasilkan perubahan yang kompleks.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa belajar matematika
merupakan kegiatan mental yang tinggi, harus dilakukan secara sistematis,
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
3/26
9
selangkah demi selangkah, kontinu, menggunakan pengalaman belajar
sebelumnya, lebih mengutamakan pengertian dari pada hafalan dan harus
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kegiatan belajar praktik.
3. Soal Cerita
Abidin (1989: 10) mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal yang
disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat
merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot
masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita
tersebut. Semakin besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan
panjang cerita yang disajikan. Berdasarkan pengertian di atas peneliti
mendefinisikan bahwa soal cerita dalam penelitian ini adalah soal matematika
yang disajikan dalam bentuk cerita atau rangkaian kata-kata (kalimat),
berkaitan dengan keadaan dalam kehidupan sehari-hari, dan mengandung
masalah yang menuntut pemecahan. Soal cerita semacam ini penting untuk
diberikan kepada siswa guna melatih perkembangan proses berpikir mereka
secara berkelanjutan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditetapkan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan.
Macam-macam soal cerita dalam matematika dilihat dari segi operasi
hitung yang terkandung dalam soal cerita dibedakan sebagai berikut (Christou
dalam Syafri Ahmad, 2000: 15).
1. Soal cerita satu langkah(one-step word problems) adalah soal cerita yang di
dalamnya mengandung kalimat matematika dengan satu jenis operasi hitung
(penjumlahan atau pengurangan atau perkalian atau pembagian).
2. Soal cerita dua langkah (two-step word problems), adalah soal cerita yang
didalamnya mengandung kalimat matematika dengan dua jenis operasi
hitung.
3. Soal cerita lebih dari dua langkah (multi-step word problems), adalah soal
cerita yang didalamnya mengandung kalimat matematika dengan lebih dari
dua jenis operasi hitung.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
4/26
10
4. Tes Diagnostik
Definisi diagnosis kesulitan belajar menurut Muhibbin Syah (2003)
adalah identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena
yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa
tersebut. Tes diagnostik menurut Nana Sudjana (2009) adalah penilaian yang
bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya.
Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran
remidial (remidial teaching), menemukan kasus-kasus. Depdiknas (2007)
memaknai tes diagnostik sebagai tes yang dapat digunakan untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan siswa. Dengan demikian, hasil tes dapat digunakan
sebagai dasar memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai
dengan kelemahan yang dimiliki siswa. Mengacu dua pengertian terakhir,
maka tes diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu: mengidentifikasi
masalah atau kesalahan yang dialami siswa dan merencanakan tindak lanjut
berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau kesalahan yang telah
teridentifikasi.
Tes diagnostik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tes untuk
menemukan kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa pada materi luas
permukaan bangun ruang yang kemudian diberikan balikan setelah diketahui
bentuk kesalahan-kesalahannya. Dalam penelitian ini karena keterbatasan
waktu maka siswa yang diberikan balikan hanya yang dijadikan subjek
penelitian saja yaitu sejumlah 34 siswa dari 91 siswa yang diberikan tes
diagnostik.Penyusunan tes diagnostik harus memperhatikan bebrapa hal diantaranya
adalah butir soal harus dapat dianalisis dan penekanan tes diagnostik adalah
pada proses belajar bukan pada hasil belajar. Tes diagnostik memiliki beberapa
karakteristik: (a) dirancang untuk mendeteksi kelemahan belajar siswa, karena
itu format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik;
(b) dikembangkan berdasarkan analisis terhadap sumber-sumber kesalahan
yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa; (c) menggunakan
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
5/26
11
soal-soal bentukconstructed response (uraian atau jawaban singkat), sehingga
mampu menangkap informasi secara lengkap. Dalam kondisi tertentu dapat
mengunakan bentukselected response (misalnya bentuk pilihan ganda), namun
harus disertakan penjelasan mengapa peserta tes memilih jawaban tertentu.
Dengan demikian, dapat meminimalisir jawaban terkaan dan dapat ditentukan
tipe kesalahan atau masalahnya; dan (d) disertai rancangan tindak lanjut yang
sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi (Depdiknas, 2007).
5. Analisis Kesalahan
Kesalahan akan selalu dijumpai dalam kegiatan belajar apapun, tak
terkecuali dalam belajar matematika. Tidak jarang siswa yang mengalami
kesalahan dalam mengerjakan soal matematika cenderung destruktif dan putus
asa. Kebanyakan mereka tidak menyadari kesalahan yang dilakukannya, tidak
tahu letak kesalahannya dimana, serta jenis kesalahannya apa. Sehingga siswa
tidak dapat melakukan refleksi untuk membenahi kesalahan yang dilakukan.
Sebuah kesalahan adalah hasil dari kurangnya kontrol konsentrasi atau
memori lemah. Dalam membuat kesalahan seringkali salah menerapkan rumus
atau teorema dari teori yang diperoleh sebelumnya. Kesalahan mengungkapkan
pengetahuan sangat berhubungan dengan imajinasi dan kreativitas dalam
situasi baru, dan disebabkan oleh penguasaan konsep dasar dan keterampilan.
Definisi analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya)
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk
perkaranya, dan sebagainya). Dalam matematika, kesalahan berarti
penyimpangan dari solusi yang sebenarnya. Kesalahan dapat terjadi dalam
masalah kekeliruan menjawab soal, kekurangan dalam cara penyelesaian pada
proses yang menghasilkan jawaban. Sehingga dalam penelitian ini peneliti
mendefinisikan bahwa analisis kesalahan yang dimaksud adalah upaya
pencarian informasi kepada siswa mengenai kesalahan-kesalahan yang terjadi
pada siswa dalam proses penyelesaian soal yang berkaitan dengan luas
permukaan bangun ruang.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
6/26
12
6. NewmansError Analysis (NEA)
White (2010) mengatakan bahwa NEA dipromosikan pertama kali pada
tahun 1980-an di Australia oleh seorang guru bidang studi matematika bernama
Clements. NEA bertujuan untuk membantu guru saat berhadapan dengan siswa
yang mengalami berbagai permasalahan matematis. Prakitipong dan Nakamura
(2006:113) mengatakan bahwa prosedur newman adalah suatu metode yang
digunakan untuk menganalisis kesalahan pada soal cerita. White (2005: 16)
juga menyatakan bahwa untuk mengetahui mengapa siswa melakukan
kesalahan dalam matematika ada sebuah metode yang disebut NEA untuk
mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan.
Adanya NEA ini diharapkan dapat dapat mengaktifkan siswa,
menemukan kesalahan yang dilakukan oleh siswa, kemudian melakukan
sesuatu untuk membantunya dengan harapan agar siswa memperbaiki kesulitan
dan kesalahan yang terjadi. NEA menyediakan kerangka kerja dengan
mempertimbangkan alasan yang mendasari kesulitan dan proses untuk
membantu guru untuk menentukan dimana kesalahpahaman terjadi dan dimana
untuk mentargetkan strategi pengajaran yang efektif untuk mengatasinya.
Berikut ini adalah gambaran pertanyaan untuk wawancara NEA (Effandi
Zakaria, 2010) :
a. Silahkan bacakan pertanyaan tersebut. Jika kamu tidak mengetahui suatu
kata tinggalkan saja(Reading level)
b. Katakan apa pertanyaan yang diminta untuk kamu kerjakan(Comprehension
level)
c. Katakan bagaimana kamu akan menemukan jawabannya (Transformation
level)
d. Dapatkah anda menunjukkan langkah-langkah/ cara yang digunakan untuk
menemukan jawabannya(Process Skills)
e. Tuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut.(Encoding)
Kelima kegiatan ini dapat digunakan untuk menemukan dimana dan
mengapa siswa melakukan kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal
matematika.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
7/26
13
Berdasarkan tahapan diatas, siswa dikatakan telah mencapai tahap
membaca apabila siswa dapat menentukan makna kata dari kata-kata kunci dari
soal cerita. Dengan demikian pada tahap ini siswa mengetahui arti dari kalimat-
kalimat dalam masalah yang diberikan. Kemudian siswa dikatakan telah
mencapai tahap memahami jika siswa tersebut dapat menjelaskan apa
permasalahannya. Pada tahap ini siswa harus dapat menentukan apa yang
ditanyakan dari soal cerita. Dan jika siswa dapat memilih operasi atau cara
yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka siswa dikatakan
mencapai tahap transformasi. Selanjutnya apabila siswa dapat melakukan
proses matematika secara benar untuk menyelesaikan masalah itu, maka siswa
tersebut mencapai tahap keterampilan proses. Terakhir tahap penulisan
kesimpulan dicapai apabila siswa dapat menuliskan jawaban secara tepat.
Ada beberapa klasifikasi NEA (White, 2005:17) antara lain sebagai
berikut:
a. Reading Error (dikodekan sebagai R). Sebuah kesalahan akan
diklasifikasikan sebagai Reading jika anak tidak bisa membaca satu kata
kunci atau simbol dalam soal.
b. Comprehension Error(dikodekan sebagai C). Anak telah mampu membaca
semua kata-kata dalam pertanyaan, tetapi tidak memahami arti keseluruhan
dari kata-kata, karena itu tidak mampu melangkah lebih jauh sepanjang jalur
pemecahan masalah yang tepat .
c. Transformation Error (dikodekan sebagai T). Anak itu mengerti apa
maksud dari pertanyaan dalam soal tetapi tidak dapat mengidentifikasi
urutan operasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
d. Process Skills Erros (dikodekan sebagai P). Anak mengidentifikasi operasi
yang sesuai urutan operasi, tapi tidak tahu prosedur yang diperlukan untuk
melaksanakan operasi ini secara akurat.
e. Encoding Error (dikodekan sebagai E). Anak dapat menyelesaikan soal
dengan benar, tapi tidak bisa mengungkapkan penyelesaiannya dalam
bentuk tertulis.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
8/26
14
Untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa, dapat
dilakukan dengan melihat langkah-langkah penyelesaian yang dibuat siswa
dalam menyelesaikan tes. Untuk mempermudah mengidentifikasi jenis-jenis
kesalahan tersebut, maka peneliti membuat indikator-indikator kesalahan
sesuai klasifikasi NEA (White, 2010) supaya penelitian lebih mudah dan
terstruktur.
a. Kesalahan Membaca (Reading Error)
Kesalahan tipe ini terjadi jika siswa tidak bisa membaca soal dengan
benar dan tidak dapat menentukan makna kalimat dari kata-kata kunci pada
soal sehingga siswa tidak bisa merepresentasikan apa yang dibaca pada soal.
Indikator kesalahan tipe ini antara lain:
1) Siswa salah dalam membaca soal secara lisan dan tidak paham arti
kalimat dalam soal,
2) Siswa tidak mampu membaca dengan benar sehingga salah dalam
memaknai soal,
3) Siswa dapat membaca dengan benar akan tetapi tidak bisa mengambil
informasi penting dalam soal.
b. Kesalahan Pemahaman(Comprehesion Error)
Pada tipe ini siswa dikatakan mampu memahami masalah jika siswa
mengerti maksud dari semua kata yang digunakan dalam soal sehingga
siswa mampu menyatakan dengan kalimatnya sendiri. Indikator kesalahan
tipe ini antara lain:
1) Tidak bisa menentukan apa yang diketahui,
2) Salah dalam menentukan apa yang diketahui pada soal,
3) Tidak lengkap dalam menentukan apa yang diketahui pada soal,
4) Siswa tidak menggunakan informasi yang terkandung dalam soal untuk
menentukan apa yang ditanyakan dalam soal,
5) Siswa sudah dapat memahami soal akan tetapi belum menangkap
informasi yang terkandung dalam pertanyaan,
6) Salah dalam menentukan apa yang ditanyakan.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
9/26
15
c. Kesalahan Transformasi (Tansformation Error)
Kesalahan ini terjadi apabila siswa tidak mampu mentransformasikan
kalimat-kalimat ke dalam bentuk matematika. Siswa tidak bisa
mentransformasi masalah yang diketahui dan ditanyakan pada soal.
Indikator tipe ini antara lain:
1) Salah dalam menentukan cara penyelesaian mana yang didahulukan,
2) Salah dalam menentukan model matematika atau permisalan bentuk
matematika,
3) Tidak menuliskan model matematika atau permisalan bentuk
matematika,
4) Salah karena kesalahan pemahaman,
5) Salah dalam menentukan rumus,
6) Salah dalam menentukan bangun/bagian bangun.
d. Kesalahan Proses Penyelesaian(Process Skills Error)
Kesalahan ini terjadi apabila siswa tidak bisa melanjutkan aturan-
aturan matematika yang direncanakan pada tahapan transnformation, siswa
mampu memilih operasi dan rumus yang tepat, tetapi tidak dapat
menyelesaikan operasi tersebut dengan benar. indikatornya antara lain;
1) Salah dalam mengoperasikan perhitungan aljabar,
2) Salah dalam menentukan sistematika penyelesaian,
3) Salah dalam operasi bilangan berbentuk akar,
4) Salah dalam operasi hitung bilangan bulat.
e. Kesalahan Kesimpulan(Encoding Error)
Pada tipe ini siswa dikatakan dapat menentukan jawaban akhir atau
kesimpulan jika siswa bisa memberikan kesimpulan jawaban secara tepat.
Siswa diminta melakukan pengecekan jawaban dan menginterpretasikan
jawaban akhir. Indikator kesalahan pada tipe ini antara lain:
1) Salah dalam menentukan jawaban akhir,
2) Tidak bisa menentukan jawaban akhir,
3) Salah dalam menentukan kesimpulan,
4) Tidak bisa menentukan kesimpulan,
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
10/26
16
5) Salah dalam menentukan satuan dari jawaban akhir,
6) Tidak bisa menentukan satuan dari jawaban akhir,
7) Salah karena kesalahan proses penyelesaian sebelumnya.
7. Pemahaman Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan
atau mengklasifikasikan sekumpulan objek, yaitu apakah objek tersebut
merupakan contoh ataukah bukan contoh dari klasifikasi itu (Soedjadi 1995).
Klausmeir (Mulyono 2002) menyatakan bahwa setiap konsep memiliki empat
elemen sebagai berikut:
a. Nama ialah istilah yang dipakai untuk suatu kategori benda, fenomena,
makhluk hidup atau pengalaman. Nama konsep adalah suatu kata yang
dipakai untuk menunjukkan konsep suatu perjanjian.
b. Contoh adalah gambaran atau bentuk nyata dari konsep itu. Sedangkan non-
contoh adalah gambaran atau bentuk nyata yang tidak sesuai dengan konsep
itu.
c. Ciri-ciri (atribut) esensial adalah ciri-ciri utama yang memberikan gambaran
sosok utuh suatu konsep. Sedangkan atribut tidak esensial ialah ciri-ciri lain
yang melengkapi gambaran konsep, yang apabila ciri itu tidak terdapat
dalam suatu contoh tidak mengurangi makna dari konsep itu.
d. Nilai atribut adalah kualitas dari masing-masing atribut atau ciri-ciri.
Gagne (Mulyono 2002), menyatakan pengertian konsep dalam
matematika sebagai ide abstrak yang memungkinkan adanya pengelompokan
objek-objek (benda-benda) ke dalam contoh dan non-contoh. Mulyono (2002)menyatakan bahwa konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita
dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non-contoh yang pada
umumnya dinyatakan dengan suatu definisi atau batasan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan sebagai ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
Miskonsepsi merupakan pertentangan atau ketidakcocokan konsep yang
dipahami seseorang dengan konsep yang dipakai oleh para pakar ilmu yang
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
11/26
17
bersangkutan (Den Berg 1991). Sedangkan menurut Brown (Dahar 1996)
miskonsepsi didefinisikan sebagai suatu pandangan yang naif, suatu gagasan
yang tidak cocok dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Pendapat
lain tentang miskonsepsi dikemukakan Fowler (Suparno 2005), bahwa
miskonsepsi memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak akurat akan konsep,
penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang salah, kekacauan
konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarki konsep-konsep yang tidak
benar. Sedangkan menurut Suhadi (1989) batasan miskonsepsi adalah apabila
pemahaman siswa terhadap suatu konsep berbeda dengan apa yang dipahami
atau dimaksudkan masyarakat ilmiah ataupun kurikulum termasuk di dalamnya
buku-buku acuan yang dipakai.
Dari kajian diatas dalam penelitian ini didefinisikan bahwa siswa
dikatakan tidak mengetahui konsep jika siswa memang tidak mengetahui dan
memahami materi beserta prasyaratnya, dikatakan miskonsepsi jika
gagasannya tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang
dicetuskan oleh para pakar dalam suatu bidang serta bisa berupa pengertian
yang tidak akurat terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi
contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan
hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar dan dikatakan tahu konsep
jika gagasan siswa menunjukan konsep yang benar sesuai dengan pendapat
ahli.
8. Identifikasi Pemahaman Konsep
Usaha untuk mengidentifikasi miskonsepsi telah banyak dilakukan,namun hingga saat ini masih terdapat kesulitan dalam membedakan antara
peserta didik yang mengalami miskonsepsi dengan yang tidak tahu konsep.
Kesalahan pengidentifikasian miskonsepsi dapat menyebabkan kesalahan
dalam penanggulangannya, sebab penanggulangan siswa yang mengalami
miskonsepsi akan berbeda dengan siswa yang tidak tahu konsep. Sebagai salah
satu alternatif yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi adalah
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
12/26
18
teknik Certainly of Response Index (CRI) yang dikembangkan oleh Saleem
Hasan.
Untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat
membedakannya dengan yang tahu konsep dan yang tidak tahu konsep, telah
dikembangkan suatu metode identifikasi yang dikenal dengan istilah Certainty
of Response Index (CRI), yang merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian
responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan (Hasan et
al. 1999). CRI biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan
dengan setiap jawaban suatu soal. Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam
skala CRI yang diberikan. CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan
konsep pada diri responden dalam menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini
jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya CRI yang
tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri
responden dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini unsur tebakan sangat
kecil. Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat
dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya
jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban CRI
yang diberikannya untuk soal tersebut.
CRI sering kali digunakan dalam survei-survei, terutama yang meminta
responden untuk memberikan derajat kepastian yang dia miliki dari
kemampuannya untuk memilih dan mengorganisasi pengetahuan, konsep-
konsep, atau hukum-hukum yang terbentuk dengan baik dalam dirinya untuk
menentukan jawaban dari suatu pertanyaan (soal). CRI biasanya didasarkan
pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0 - 5) seperti pada Tabel 1
(Hasanet al. 1999).
Tabel 1.CRIdan kriterianya
CRI Kriteria Keterangan
0 Totally guessed answer
(menebak seluruhnya)100% jawaban ditebak
1 Almost guess (hampir menebak) Unsur tebakan antara 75-99%
2 Not Sure (ragu) Unsur tebakan antara 50-74%
3 Sure (yakin atau benar) Unsur tebakan antara 25-49%
4 Almost certain (hampir pasti) Unsur tebakan antara 1-24%
5 Certain (pasti) Tidak ada unsur tebakan (0%)
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
13/26
19
Angka 0 menandakan tidak tahu konsep sama sekali tentang metode atau
hukum-hukum yang diperlukan untuk menjawab suatu pertanyaan (jawaban
ditebak secara total), sementara angka 5 menandakan kepercayaan diri yang
penuh atas kebenaran pengetahuan tentang prinsip-prinsip, hukum-hukum dan
aturan-aturan yang dipergunakan untuk menjawab suatu pertanyaan (soal),
tidak ada unsur tebakan sama sekali. Dengan kata lain, ketika seorang
responden diminta untuk memberikan CRI bersamaan dengan setiap jawaban
suatu pertanyaan (soal), sebenarnya dia diminta untuk memberikan penilaian
terhadap dirinya sendiri akan kepastian yang dia miliki dalam memilih aturan-
aturan, prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang telah tertanam di benaknya
hingga dia dapat menentukan jawaban dari suatu pertanyaan.
Jika derajat kepastiannya rendah (CRI 0-2), maka hal ini menggambarkan
bahwa proses penebakan (guesswork) memainkan peranan yang signifikan
dalam menentukan jawaban. Tanpa memandang apakah jawaban benar atau
salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan, yang
secara tidak langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari
penentuan jawaban. Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka responden memiliki
tingkat kepercayaan diri (confidence) yang tinggi dalam memilih aturan dan
metode yang digunakan untuk sampai pada jawaban. Dalam keadaan ini (CRI
3-5), jika responden menjawab dengan benar, ini dapat menunjukkan bahwa
tingkat keyakinan yang tinggi akan kebenaran konsepsi matematikanya telah
dapat teruji (justified) dengan baik. Akan tetapi, jika jawaban yang diperoleh
salah, ini menunjukkan adanya suatu kekeliruan konsepsi dalam pengetahuan
tentang suatu materi subyek yang dimilikinya, dan dapat menjadi suatu
indikator terjadinya miskonsepsi. Dari ketentuan seperti itu, menunjukkan
bahwa dengan CRI yang diminta, ketika digunakan bersamaan dengan jawaban
untuk suatu pertanyaan, memungkinkan kita untuk dapat membedakan antara
miskonsepsi dan tidak tahu konsep.
Tabel 2 di bawah menunjukkan empat kemungkinan kombinasi dari
jawaban (benar atau salah) dan CRI (tinggi atau rendah) untuk tiap responden
secara individu. Untuk seorang responden dan untuk suatu pertanyaan yang
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
14/26
20
diberikan, jawaban benar dengan CRI rendah menandakan tidak tahu konsep,
dan jawaban benar dengan CRI tinggi menunjukkan penguasaan konsep yang
tinggi. Jawaban salah dengan CRI rendah menandakan tidak tahu konsep,
sementara jawaban salah dengan CRI tinggi menandakan terjadinya
miskonsepsi.
Tabel 2. Ketentuan untuk membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi dan
tidak tahu konsep untuk responden secara individu
Kriteria
JawabanCRI rendah (
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
15/26
21
Miskonsepsi Salah dalam menentukan apa yang
diketahui tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Tidak lengkap dan atau salah salahmenentukan apa yang diketahui
karena ceroboh
Kesalahan menentukan
yang ditanyakan
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan apa yang
ditanyakan
MiskonsepsiSalah dalam menentukan apa yang
ditanyakan tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Tidak lengkap dalam menuliskan
apa yang ditanyakan tetapi
memahami maksud yang ditanyakan
dan atau ceroboh
Tidak mengerjakan/
asal menuliskan yang
ditanya/ yang diketahui
Tidak
mengetahui
konsep
Lembar jawaban kosong/ asal
menuliskan jawaban/ tidak
menuliskan jawaban
Kesalahan pemahaman
pada kubus
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa membuat gambar kubus,
asal menunjukkan dan atau tidak
bisa menunjukkan diagonal sisi dan
diagonal ruang
MiskonsepsiDiagonal sisi dianggap diagonal
ruang dan sebaliknya
Mengetahuikonsep
Salah menunjukkan diagonal sisidan diagonal ruang karena ceroboh
Kesalahan pemahaman
pada segitiga
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa menunjukkan dan atau
asal-asalan dalam menunjukkan
segitiga dan sisi miringnya pada
gambar
Miskonsepsi
Salah dalam menentukan sisi tegak
dan sisi miring, sisi miring di
anggap sisi tegak dan sebaliknya
Mengetahui
konsep
Salah dalam menunjukkan segitiga
dan sisi miringnya pada gambar
karena lupa/ceroboh
Kesalahan pada model
matematika
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan model
matematika
MiskonsepsiSalah menentukan model
matematika tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Salah menentukan model
matematika karena ceroboh
Kesalahan pada rumus
luas permukaan
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan rumus luas
permukaan
Tabel 3. (lanjutan)
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
16/26
22
Miskonsepsi Menganggap rumus volume adalah
rumus luas permukaan dan atau
salah menuliskan rumus bangun lainMengetahui
konsep
Salah menentukan rumus luas
permukaan karena ceroboh
Kesalahan pada rumus
phytagoras
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan rumus
phytagoras
Miskonsepsi
Salah menentukan rumus phytagoras
dan yakin benar karena salah
memahami sisi-sisinya
Mengetahui
konsep
Salah menentukan rumus phytagoras
karena ceroboh
Kesalahan mecari dan
menentukan panjang
sisi
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa/asal menuliskan
MiskonsepsiSalah dalam menuliskan tetapi yakin
benar
Mengetahui
konsep
Salah dalam menuliskan karena
ceroboh
Tidak mengerjakan/
asal menuliskan proses
transformasi
Tidak
mengetahui
konsep
Lembar jawaban kosong atau asal
menuliskan/ tidak menuliskan
proses transformasi
Kesalahan pada operasi
aljabar
Tidakmengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalandalam mengoperasikan aljabar
MiskonsepsiSalah dalam mengoperasikan aljabar
tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Salah dalam mengoperasikan aljabar
karena ceroboh
Kesalahan pada operasihitung
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam operasi hitung (bilangan bulat
dan bilangan berbentuk akar)
Miskonsepsi
Salah dalam operasi hitung
(bilangan bulat dan bilanganberbentuk akar) tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Salah dalam operasi hitung
(bilangan bulat dan bilangan
berbentuk akar) karena ceroboh
Tidak mengerjakan
proses penyelesaian/
asal mengerjakan
Tidak
mengetahui
konsep
Asal menuliskan atau tidak
menuliskan jawaban
Kesalahan menentukan
jawaban akhir
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan jawaban akhir
Tabel 3. (lanjutan)
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
17/26
23
Miskonsepsi Salah dalam menentukan jawaban
akhir tetapi yakin benar
Mengetahuikonsep
Salah dalam menentukan jawabanakhir karena ceroboh
Kesalahan menentukan
kesimpulan
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan kesimpulan
MiskonsepsiSalah dalam menentukan
kesimpulan tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Salah dalam menentukan
kesimpulan karena ceroboh
Kesalahan menentukan
satuan pada jawaban
akhir dan atau pada
kesimpulan
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak bisa dan atau asal-asalan
dalam menentukan satuan luas
permukaan pada jawaban akhir
Miskonsepsi
Salah dalam menentukan satuan luas
permukaan pada jawaban akhir
tetapi yakin benar
Mengetahui
konsep
Salah dalam menentukan satuan luas
permukaan pada jawaban karena
ceroboh
Tidak menuliskan
jawaban/ asal
menuliskan kesimpulan
Tidak
mengetahui
konsep
Tidak menuliskan jawaban/asal
menuliskan jawaban pada
kesimpulan
9. Kemampuan Spasial
Kemampuan spasial merupakan bagian dari intelegensi. Dalam
kemampuan spasial dikenalkan dengan berbagai hubungan dalam bentuk
gambar. Piaget & Inhelder (1971) menyebutkan bahwa kemampuan spasial
sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial
(kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka
acuan (tanda yang dipakai sebagai patokanuntuk menentukan posisi objek
dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari
berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan
jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan untuk
merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif),
rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang). McGee (dalam
Turgut & Yilmas 2012) mengatakan bahwa kemampuan spasial meliputi
orientasi keruangan dan visualisasi keruangan. Carroll (dalam Yilmas 2009)
Tabel 3. (lanjutan)
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
18/26
24
mengemukakan dalam mendeteksi kemampuan spasial ada lima cluster yaitu:
Visualization (Vz),Spatial Relations (SR),Closure Speed (CS),Flexibility of
Closure (CF), danPerceptual Speed(P).
Maier (Sutton, 2009) mengemukakan bahwa kemampuan spasial adalah
kecakapan yang dimiliki oleh manusia dalam kehidupan. Klasifikasi
kemampuan spasial menurut maier ada 5 elemen, diantaranya adalahSpatial
Perception, Spatial Visualization, Mental Rotation, Spatial Relations, dan
Spatial Orientation. Suparyan (2007) menjelaskan lima elemen dari
kemampuan spasial sebagai berikut:
a. Persepsi Keruangan(Spatial Perception)
Persepsi keruangan merupakan kemampuan mengamati suatu bangun
ruang atau bagian-bagian bangun ruang yang diletakkan posisi horizontal
atau vertikal. Proses mental persepsi keruangan tersebut adalah statis artinya
hubungan antara subjek dan objek berubah, sedangkan hubungan keruangan
antara objek-objek tidak berubah. Contoh yang membutuhkan letak vertikal
adalah ketika seseorang ingin meletakkan suatu frame di dinding, dia
meminta orang lain untuk memegang tali pada salah satu ujungnya agar tali
lurus secara vertikal, dan dia mengamati agar dapat meletakkan frame
secara benar. Sementara untuk kemampuan yang membutuhkan letak
horizontal adalah ketika ada beberapa ember yang berbentuk tabung berisi
air setengahnya dalam posisi tegak dan posisi miring yang diberi bendera,
bidang permukaan airnya tetap dalam posisi horizontal.
Gambar 1. Contoh Persepsi Keruangan
b. Visualisasi Keruangan(Spatial Visualization)
Visualisasi keruangan sebagai kemampuan untuk membayangkan atau
memberikan gambaran tentang suatu bentuk bangun ruang yang bagian
bagiannya terdapat perubahan atau perpindahan. Jika bangun datar maka
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
19/26
25
dikenal adanya lipatan dan bukan lipatan (folded and unfolded). Proses
mental tipe ini adalah dinamis, artinya hubungan keruangan antara objek
dengan objek dapat berubah. Contohnya adalah dengan membandingkan
suatu bangun ruang dengan jaring-jaringnya.
Gambar 2. Contoh Visualisasi Keruangan
c. Rotasi Pikiran(Mental Rotation)
Rotasi pikiran mencakup kemampuan merotasikan suatu bangun
ruang secara cepat dan tepat. Kemampuan ini sekarang semakin penting
karena banyak orang bekerja dengan software grafis yang berbeda-beda.
Proses mental tipe ini adalah dinamis. Contohnya adalah bangun datar
dirotasikan 1800
sehingga akan tampak dalam posisi yang berbeda.
Gambar 3. Contoh untuk Rotasi Pikiran
d. Relasi Keruangan(Spatial Relations)
Relasi keruangan berarti kemampuan untuk mengerti wujud
keruangan dari suatu benda atau bagian dari benda dan hubungannya antara
bagian yang satu dengan yang lain. Misalnya seseorang harus dapat
mengenal identitas suatu benda yang ditunjukkan dengan posisi yang
berbeda. Proses mental dari relasi keruangan ini adalah statis. Contohnya
adalah sebuah kubus yang sisi-sisinya diberi tanda dan kemudian apakah
gambar-gambar kubus itu mewakili kubus yang ditentukan
Gambar 4. Contoh Relasi Keruangan
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
20/26
26
e. Orientasi Keruangan(Spatial Orientation)
Orientasi keruangan adalah kemampuan untuk mencari pedoman
sendiri secara fisik atau mental di dalam ruang, atau berorientasi dan
seseorang di dalam situasi keruangan yang istimewa. Proses mental dari tipe
ini adalah dinamis. Contohnya adalah Suatu bangun ruang dilihat dari
berbagai arah. Siswa dapat menggambarkan bangun ruang sesuai dengan
yang nampak didepan, belakang, atas, samping kiri dan kanan.
Gambar 5. Contoh Orientasi Keruangan
Gardner (1983: 173) mengungkapkan bahwa kemampuan spasial adalah
suatu kemampuan untuk menangkap ataupun membayangkan dunia ruang
secara akurat, serta mampu melakukan perubahan melalui penglihtan dan
menciptakan bayangan dari benda. Senada dengan Gardner, Armstrong
(2009:7) menyebutkan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan untuk
melihat dunia visual-spasial secara akurat dan kemampuan untuk melakukan
perubahan dengan penglihatan atau membayangkan. Kemampuan ini berkaitan
dengan warna, garis, bangun, bentuk, ruang, serta hubungannya. Hal ini
termasuk kemampuan untuk membayangkan, menggambarkan ide visual-
spasial dan menjelaskan secara akurat susunan keruangan. Gardner (1983)
mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga kelompok umum yaitu:
1. Kemampuan melihat dan membayangkan bentuk dari benda,
2. Kemampuan melihat serta menciptakan perbedaan, keseimbangan dan
komposisi dalam tayangan visual/ruang,
3. Kemampuan menciptakan gambaran-gambaran visual ruang dari dunia dan
mentransfer semua gambaran-gambaran itu secara abstrak.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
21/26
27
Pendapat lain yang diungkapkan Velez, Deborah dan Marilyn (dalam
Edi Syahputra, 2011) mengelompokkan kemampuan spasial menjadi lima
kelompok yaitu:
1. Orientasi spasial adalah kemampuan menduga secara akurat perubahan
orientasi suatu obyek,
2. Memori lokasi spasial adalah kemampuan untuk mengingat posisi obyek
dalam suatu urutan,
3. Visualisasi spasial adalah kemampuan mengenal dan menghitung
perubahan orientasi pada suatu adegan.
4. Disembedding adalah kemampuan untuk menemukan suatu obyek
sederhana yang diletakkan dalam gambar yang lebih rumit,
5. Persepsi spasial adalah kemampuan menemukan arah horizontal dan
vertikal yang paling lazim dalam suatu keadaan yang polanya dialihkan.
Hoerr et. al (2010: 200) menyebutkan bahwa kemampuan spasial
dapat dikembangkan dengan cara mengintegrasikan kemampuan spasial
terhadap kurikulum di sekolah yang berlaku dalam kegiatan belajar dan
mengajar. Sehingga selama anak bersekolah keampuan ini dapat dipelihara,
dikembangkan dan ditingkatkan. Gardner (dalam Hoerr et. al, 2010:200)
menambahkan bahwa kemampuan spasial dapat dikembangkan dengan cara
memberikan anak kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dan
pikirannya dengan memberinya permasalahan yang dapat diselesaikan
dengan caranya sendiri baik dengan cara yang sudah biasa dilakukan
ataupun dengan cara modern.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti mendefinisikan bahwa
kemampuan spasial adalah kemampuan untuk membayangkan secara tepat
dan akurat obyek-obyek dalam suatu ruang, mengetahui hubungan obyek-
obyek tersebut dalam ruang dan mampu memanipulasi di dalam pikirannya.
Dalam penelitian dibuat indikator sesuai dengan kemampuan yang akan di
ukur untuk memudahkan peneliti dalam membuat soal tes kemampuan
spasial.
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
22/26
28
Tabel 4. Indikator Kemampuan Spasial
Aspek Kemampuan yangakan di ukur
Indikator
Spatial
Visualisation
Kemampuan untuk
menunjukkan aturan
perubahan atau
perpindahan penyusun
suatu bangun
Menentukan bentuk jaring-jaring
bangun yang digambarkan
Menentukan jarring-jaring bangun
yang sisi-sisinya diberi pola/tanda
Mental
Rotation
Kemampuan untuk
memutar benda/bangun
secara tepat dan akurat
Menentukan kedudukan objek yang
sesuai dengan pencerminan
Menentukan urutan seri gambar yang
sesuai dengan hasil rotasi
Menentukan rotasi gambar sesuai
sudut yang telah ditentukan
Spatial
Relations
Kemampuan untuk
memahami susunan dari
suatu objek dan
bagiannya serta
hubungannya dengan
yang lain
Menentukan hubungan gambar yang
sesuai dengan pola yang diberikan
Menentukan hubungan
kesesuaian/irama gambar pada dua
dimensi/tiga dimensi
Menentukan hubungan keruangan
antara objek satu dengan yang lain
dalam dimensi tiga
Spatial
Perception
Kemampuan untuk
memahami letak benda
yang diamati secara
horizontal atau vertikal
Memahami sifat-sifat sebuah objek(yang berubah-ubah/tetap) dan
hubunganya dengan objek lain pada
arah vertical
Memahami sifat-sifat ruang/tempat
dan hubungan objek didalam ruang
tersebut pada arah horizontal
Spatial
Orientation
Kemampuan untuk
mengamati suatu
benda/bangun dari
berbagai keadaan
Menggambarkan posisi suatu bangun
yang dilihat dari sudut
pandang/situasi tertentu
Dari indikator tersebut dibuat soal tes kemampuan spasial yang
digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan spasial siswa, yaitu
kemampuan spasial tinggi, kemampuan spasial tinggi sedang dan
kemampuan spasial tinggi rendah.
10. Hubungan Matematika dan Kemampuan Spasial
Matematika dan kemampuan spasial memang seringkali disebut-sebut
mempunyai keterkaitan erat, karena keduanya saling mempengaruhi. Banyak
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
23/26
29
penelitian yang menyatakan bahwa kemampuan spasial mempunyai pengaruh
positif terhadap matematika, baik itu terhadap prestasi, pemecahan masalah
ataupun terhadap pemahaman dalam konsep.
Sherman (1980) dalam studinya menemukan bahwa terdapat hubungan
positif antara prestasi belajar matematika dan kemampuan spasial pada anak
usia sekolah. Dalam mempelajari pengaruh kemampuan spasial terhadap
prestasi belajar matematika, Smith (1980) menyatakan bahwa antara
kemampuan spasial dengan konsep matematika taraf tinggi terdapat
hubungan yang positif, tetapi kurang mempunyai hubungan dengan perolehan
konsep-konsep matematika taraf rendah.
Hamley (dalam McGee, 1979) mengemukakan bahwa kemampuan
matematika ialah gabungan inteligensi umum, pembayangan visual,
kemampuan untuk mengamati angka, konfigurasi spasial dan menyimpan
konfigurasi sebagai pola mental. Dalam kemampuan spasial diperlukan
adanya pemahaman kiri-kanan, pemahaman perspektif, bentuk-bentuk
geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka, kemampuan dalam
mentransformasi mental dari bayangan visual. Faktor-faktor tersebut juga
diperlukan dalam matematika.
Penelitian yang dilakukan Hills (dalam McGee, 1979) mengenai
hubungan antara berbagai tes kemampuan spasial yang melibatkan visualisasi
dan orientasi dari Guiford dan Zimmerman dengan nilai matematika
menemukan adanya korelasi yang tinggi antara kemampuan spasial dengan
nilai matematika, bila dibandingkan dengan tes verbal dan penalaran.
Penelitian Bishop (1980) juga menemukan adanya hubungan antara
pemecahan masalah matematika dengan kemampuan visuospasial.
Penggunaan alat peraga sebagai contoh peragaan yang berkaitan dengan
kemampuan keruangan seperti membuat kerangka bangun ruang dapat
membantu anak memahami konsep matematikan dan meningkatkan
kemampuan spasialnya. Metode pengajaran matematika yang memasukkan
berpikir spasial seperti bentuk-bentuk geometris, mainan (puzzle) yang
menghubungkan konsep spasial dengan angka, menggunakan tugas-tugas
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
24/26
30
spasial dapat membantu pemahaman pemecahan masalah dalam matematika
(Newman, dalam Elliot, 1987). Demikian pula pengertian terhadap konsep
pembagian, proporsi tergantung dari pengalaman spasial yang telah
didapatkan sebelumnya (Clements, dalam Eliot, 1987).
B. Kerangka Pikir
Daya serap butir soal UN SMP/MTs tahun 2012/2013 menunjukkan
bahwa pada kemampuan yang diuji mengenai luas permukaan bahwa pada
kemampuan yang diuji mengenai masalah yang berkaitan dengan luas
permukaan bangun ruang masih rendah. Berarti masih banyak terjadi kesalahan
dalam menyelesaikan soal. Kesalahan-kesalahan yang terjadi salah satunya
dikarenakan lemahnya kemampuan spasial siswa. Karena pada kemampuan
yang diuji tersebut dibutuhkan kemampuan keruangan yang cukup untuk
memahami, memvisualisasi bentuk dan bagian-bagian bangun ruang. Sherman
(1980) menemukan adanya hubungan yang positif antara prestasi belajar
matematika dengan kemampuan spasial. Clements (Eliot, 1987) mengajarkan
berpikir spasial seperti bentuk-bentuk geometris dan menghubungkan konsep
spasial dengan angka dapat menyelesaikan masalah dalam matematika.
Selain kemampuan spasial, konsepsi siswa terhadap bangun ruang dan
materi yang berkaitan dengan bangun ruang juga dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan. White (2010), Prakitipong dan Nakamura (2006)
mengembangkan metode untuk mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan
yang ditemukan oleh Clements yaitu (Newmans Error Analysis) NEA.
Klasifikasi kesalahan menurut NEA adalah Reading Error (kesalahan
membaca), Comprehension Errors (kesalahan memahami), Transformation
Errors (kesalahan transformasi), Process Skills Errors (kesalahan ketrampilan
memproses), Encoding Errors (kesalahan kesimpulan).
Dimungkinkan pada masing-masing Klasifikasi kesalahan NEA terjadi
karena siswa tidak mengetahui konsep atau miskonsepsi, sehingga perlu juga
untuk diidentifikasi. Masih banyak terjadi juga konsepsi yang dipahami siswa
salah atau berbeda dengan konsep sebenarnya, padahal jika hal ini tidak
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
25/26
31
diidentifikasi akan terjadi kesalahan konsep atau miskonsepsi yang berlarut-
larut. Miskonsepsi atau tidak mengetahui konsep merupakan suatu keadaan
yang dapat dialami oleh setiap peserta didik, namun bukan berarti dibiarkan
begitu saja terjadi. Hal ini dapat dideteksi melalui sebuah tes uraian yang
disertai dengan Certainly of Response Index (CRI) sebagaimana yang
dikembangkan oleh Saleem Hasan.
Perlu dideskripsikan secara jelas permasalahan-permasalahan diatas
dengan diawali melakukan tes diagnostik kesalahan disertai dengan Certainly
of Response Index (CRI) dan tes spasial, sehingga dapat diidentifikasi
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada siswa dengan kemampuan spasial
tinggi, siswa dengan kemampuan spasial sedang dan siswa dengan kemampuan
spasial rendah berdasarkan NEA. Masing-masing klasifikasi kesalahan NEA
(Reading Error, Comprehension Errors, Transformation Errors, Process Skills
Errors, Encoding Errors) dilakukan identifikasi lagi penyebab terjadinya
kesalahan karena tidak mengetahui konsep, miskonsepsi atau mengetahui
konsep.
1. Dilihat dari siswa yang mempunyai kemampuan spasial tinggi, akan lebih
mudah mempelajari bangun ruang dan dalam menyelesaikan soal luas
permukaan bangun ruang tidak banyak mengalami kesalahan. Pada tahap
reading, comprehension dan transformation siswa dengan kemampuan
spasial tinggi dimungkinkan jawabanya banyak yang benar karena pada
tahapan itu dibutuhan berpikir spasial, akan tetapi dalam tahapan process
skill dan encoding belum tentu banyak yang benar karena dibutuhkan
ketrampilan memproses atau perhitungan dan aljabar. Siswa kemampuan
spasial tinggi ini lebih cepat memahami konsep kesebangunan.
2. Dilihat dari siswa yang mempunyai kemampuan spasial sedang,
membutuhkan bimbingan yang lebih dalam mempelajari bangun ruang dan
dalam menyelesaikan soal luas permukaan bangun ruang mengalami
kesalahan sedang. Pada tahap reading, comprehension dan transformation
siswa dengan kemampuan spasial sedang ada kemungkinan jawabanya
benar karena pada tahapan itu dibutuhan kemampuan keruangan, akan tetapi
-
7/25/2019 kecerdasan spasial
26/26
32
dalam tahapan process skill dan encoding belum tentu benar karena
dibutuhkan ketrampilan memproses atau perhitungan dan aljabar yang baik.
Siswa kemampuan spasial sedang ini akan cenderung mengalami
miskonsepsi karena pemahamannnya sedang.
3. Dilihat dari siswa yang mempunyai kemampuan spasial rendah, siswa
diduga kesulitan memahami bangun ruang dan membutuhkan bimbingan
khusus dalam mempelajari bangun ruang. Dalam menyelesaikan soal luas
permukaan bangun ruang siswa ini akan banyak mengalami kesalahan.
Tidak ada kelebihan siswa dengan kemampuan spasial rendah ini sehingga
pada semua tahapan Newman dimungkinkan terjadi kesalahan. Siswa
kemampuan spasial rendah ini lebih cenderung tidak memahami konsep
bangun ruang.