kawruh kejawen

221
http://kawruh-kejawen.blogspot.com/ KAWRUH KEJAWEN Selasa, 04 Januari 2011 Kesaktian VS Kekhusyukkan Banyak orang yang membayangkan bahwa dengan belajar Kawruh Kejawen, maka seseorang akan bisa apa-apa. Bisa kebal bacok, bisa terbang, bisa menyembuhkan orang sakit dan beraneka macam kemampuan lainnya. Dengan kata lain, belajar Kawruh Kejawen itu akan mampu memiliki kesaktian yang luar biasa. Padahal tidak demikian. Orang belajar Kawruh Kejawen sama sekali tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesaktian apapun. Setidaknya dengan belajar Kawruh Kejawen maka seseorang akan mampu memaknai hidup, tahu hakekat dan tujuan hidup. Yang utama adalah mengetahui kemana arah kita setelah kita mati, meski banyak orang mengatakan kita akan kembali kepada GUSTI ALLAH sesuai dengan ayat Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun. Namun untuk kembali kepada GUSTI ALLAH tidak semudah yang dikatakan. Banyaknya pemahaman yang keliru tentang Kejawen tentang beraneka kesaktian yang bisa diperoleh, ternyata akan membuat seseorang akhirnya merasa kecewa. Apa sebabnya? Sebab Kejawen tidak hanya mengajarkan ilmu seperti itu. Memang ada yang mengajarkan ilmu itu, namun hal itu sebatas di permukaan saja. Justru orang yang sudah

Upload: francisca-natalia-mle-z

Post on 28-Jun-2015

2.501 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/

KAWRUH KEJAWEN Selasa, 04 Januari 2011

Kesaktian VS Kekhusyukkan

Banyak orang yang membayangkan bahwa dengan belajar Kawruh Kejawen, maka seseorang akan bisa apa-apa. Bisa kebal bacok, bisa terbang, bisa menyembuhkan orang sakit dan beraneka macam kemampuan lainnya. Dengan kata lain, belajar Kawruh Kejawen itu akan mampu memiliki kesaktian yang luar biasa. Padahal tidak demikian.

Orang belajar Kawruh Kejawen sama sekali tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesaktian apapun. Setidaknya dengan belajar Kawruh Kejawen maka seseorang akan mampu memaknai hidup, tahu hakekat dan tujuan hidup. Yang utama adalah mengetahui kemana arah kita setelah kita mati, meski banyak orang mengatakan kita akan kembali kepada GUSTI ALLAH sesuai dengan ayat Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun. Namun untuk kembali kepada GUSTI ALLAH tidak semudah yang dikatakan.

Banyaknya pemahaman yang keliru tentang Kejawen tentang beraneka kesaktian yang bisa diperoleh, ternyata akan membuat seseorang akhirnya merasa kecewa. Apa sebabnya? Sebab Kejawen tidak hanya mengajarkan ilmu seperti itu. Memang ada yang mengajarkan ilmu itu, namun hal itu sebatas di permukaan saja. Justru orang yang sudah belajar Kejawen lebih mendalam tidak akan pernah menonjolkan ilmu-ilmu kesaktian seperti tersebut.

Tidak ada yang sakti di dunia ini. Bak peribahasa "Di atas langit, masih ada langit", artinya keliru jika seseorang menyatakan dirinya yang paling sakti di dunia ini. Kesaktian hakiki adalah milik GUSTI ALLAH semata.

Justru ketika seseorang sudah mulai dekat dengan GUSTI ALLAH, maka semua kesaktian yang dimilikinya

akan rontok. Semua kebencian yang berhubungan dengan dunia akan berganti dengan kasih sayang. Seperti peribahasa,"jika engkau ingin dikasihi oleh yang di 'Atas' makas kasihilah semua yang ada di bumi." Dan Insya Allah semua doa akan dikabulkan GUSTI ALLAH. Seperti disebutkan dalam nukilan sebuah serat Jawi yang menyatakan,"Jinurung sak Kerso niro.(terkabulkan apa semua keinginanmu)"

Kejawen adalah ilmu rasa. Mengapa dikatakan demikian? Karena apa nikmatnya sebuah ibadah atau ritual apapun tanpa adanya rasa? Sebuah ibadah akan menjadi ibadah rutin jika rasa tidak diikutsertakan. Dengan menggunakan rasa, maka sebuah ibadah ataupun ritual akan menjadi lebih khusyuk. Kini pertanyaan yang muncul adalah, apa hebatnya sebuah ilmu kesaktian dibandingkan kekhusyukan dalam beribadah?

Diposkan oleh kejawen di 12.31 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2011/01/kesaktian-vs-kekhusyukkan.html

Minggu, 05 Desember 2010

Pesan Sri Aji Joyoboyo

Salah satu ajaran untuk mencari kesempurnaan hidup (kasampurnaning urip) adalah dengan mempelajari Layang Joyoboyo. Dalam layang tersebut Sri Aji Joyoboyo menuliskan petuah terhadap generasi mudah khususnya bangsa Jawa untuk tidak melupakan ajaran Kejawen. Layang ini ditulis dengan huruf Jawa asli dan terdapat 75 halaman. Apa saja yang bisa kita pelajari? Dan bagaimana bunyi Layang Joyoboyo tersebut? Inilah kutipannya.

HODJOBROLO :1Gusti ingkang moho welas asih lan moho wicaksono,ugo Gusti uwes maringi pangerten marang bongso jowo lan djalmo manungso kang ono ing jagat iki.tumindakho kang becik marang sapodo padaning urip. ugo tumindakho kang jujur marang gusti nganggo roso kang ono ing rogo siro,semono ugo gusti bakal maringi balesan marang opo kang siro lakokake ing bumi mulyo kene,ugo ing bumi

sentoso mengkene(Gusti yang maha pengasih dan bijaksana, juga Gusti yang memperikan pengertian terhadap bangsa Jawa dan semua manusia di Jagad ini. Bertindaklah yang baik terhadap sesama makhluk hidup. Juga bertindaklah yang jujur terhadap Gusti dengan menggunakan rasa yang ada di ragamu, dengan begitu Gusti akan memberi balasan terhadap apa yang telah kamu lakukan di bumi yang mulya dan sentosa ini)

HODJOBROLO :2Gusti kang moho mekso,marang ukum kang dadi kekarepane,ugo gusti kang pareng sekso marang sopo kang tumindak cidro. amergo sabdaning gusti kuwi ora ono kang biso ngalang-ngalangi.semono ugo kekarepane gusti(Gusti yang maha memaksa, terhadap hukum yang jadi kehendakNYA, juga Gusti yang memberikan siksa terhadap siapa saja yang bertindak buruk. Karena sabdanya Gusti itu tidak ada yang bisa menghalang-halangi, begitu juga kehendakNYA)

HODJOBROLO:3gusti kang moho kuwoso kang njogo langit sarto bumi ,semono ugo gusti kang moho kuwoso njogo kahuripan kang katon ono ugo kang ora katon,lan sak isine kang ono ing jagat iki,tanpo kuwasane gusti kang moho suci bakal sirno jagad iki ,semono ugo bakal ora ono kahuripan sak iki.(Gusti yang hama kuasa yang menjaga langit dan bumi, begitu juga Gusti yang maha kuasa menjaga kehidupan yang tampak juga yang tak tampak, dan semua yang ada di jagad ini, tanpa kuasa Gusti yang maha suci bakal sirna jagad ini, begitu juga bakal tidak ada kehidupan sekarang)

HADJOBROLO:4gusti kang pareng balesan bongso jowo kang ora melu marang dalane gusti ,lan gusti pareng sabda:siro bongso jowo yen percoyo marang gusti turutono opo kang dadi panjaluke gusti,anangeng yen siro ora percoyo,kasengsarane urip siro bakal teko(Gusti yang memberi balasan terhadap Bangsa Jawa yang tidak ikut terhadap aturan Gusti, dan Gusti memberi sabda: Kalian Bangsa Jawa kalau percaya terhadap Gusti ikutilah apa yang menjadi perintah Gusti, tetapi kalau kalian tidak percaya, kesengsaraan hidup kalian bakal datang)

HADJOBROLO:5gusti uwes maringi sabdo marang aku kang tak tulis ono ing kitab joyoboyo,bongso jowo kabeh kang nglalekake gusti uripe bakal kurang sandang lan pangan,ugo lemah kang mahune ijo bakal tak garengake koyo mahune nganti akhir siro kabeh nduweni katentreman(Gusti sudah memberikan sabda terhadap aku yang kutulis dalam kita Joyoboyo, Bangsa Jawa semua yang melupakan Gusti hidupnya bakal kekurangan sandang dan pangan, juga tanah yang semula subur bakal kering kerontang seperti asalnya hingga akhirnya kalian semua memiliki ketentraman)

HADJOBROLO:6gusti kang pareng sabdo kajawen diturunake ing tanah jowo soko kuwasane gusti kang moho wicaksono, supoyo bongso jowo kuwi biso nduweni kahuripan kang sampurno ing bumi mulyo kene lan mirangake opo kang dadi panjaluke gusti anangeng siro biso ngrasake kahuripan yen siro kuwi ing

bebayan(Gusti yang memberi sabda Kejawen diturunkan di tanah Jawa dari kuasa Gusti yang maha bijaksana, supaya bangsa Jawa itu bisa memiliki kehidupan yang sempurna di bumi yang mulya ini dan mendengarkan apa yang menjadi perintah Gusti dan kalian bisa merasakan kehidupan saat dalam keadaan bahaya)

HODJOBROLO:7gusti kang njunjung drajat kahuripane kawulo lan iki kang dadio sabdaning gusti marang bongso jowo kabeh,kang iseh mangerteni marang opo kang dadi kekarepane gusti,semono ugo gusti bakal njunnjung derajat kasengsarakane uripe bongso jowo yen bongso jowo kuwi mangerteni ukume gusti(Gusti yang menjunjung derajat kehidupan rakyat dan ini yang menjadi sabda Gusti terhadap bangsa Jawa semua, yang masih memahami terhadap apa yang menjadi perintah Gusti, dengan demikian Gusti akan menjunjung derajat kesengsaraan hidup bangsa Jawa ketika bangsa Jawa itu mengerti hukumnya Gusti)

hODJOBROLO:8siro bongso jowo sejatine nduweni pangomongane gusti kang moho kuwoso kang pareng pepadange kahuripan,supoyo dalan siro kang peteng biso dadi padang,anangeng siro bongso jowo malah ngalekake pangomongane gusti kang tinulis ono kitab joyoboyo(Kalian bangsa Jawa sejatinya dipelihara Gusti yang maha kuasa yang memberi terang kehidupan, supaya jalan kalian yang gelap bisa menjadi terang, tetapi kalian bangsa Jawa malah melupakan Gusti yang memelihara kalian seperti yang tertulis di kitab Joyoboyo)

HODJOBROLO:9siro bongso jowo arep nyuwun opo maneh marang gusti sebab kadegdayan kabeh uwes ono ing rogo siro lemah kang mahune gareng biso telesake ,ugo lemah kang mahune teles biso siro garengake yen siro kuwi percoyo marang kuwasane gusti,sebab kahuripane bongso jowo kang ora percoyo marang gusti bakal nemokake kasengsaran kang gede ing tembe mburine(Kalian bangsa Jawa mau memohon apa lagi pada Gusti sebab semua kejadian sudah ada di raga kalian. Tanah yang tadinya kering bisa menjadi basah, juga tanah yang tadinya basah bisa kalian keringkan kalau kalian percaya terhadap kuasa Gusti, sebab kehidupan bangsa Jawa yang tidak percaya terhadap Gusti akan menemukan kesengsaraan yang besar di belakang hari).

HODJOROLO :9Gusti kang pareng sabdo bongso jowo ,yo kuwi bongso kang wiwitan kang dadi ciptakane gusti kang teko ing bumi mulyo iki kang nggowo kuasane gusti ,sak durunge ono jalmo manungso ,anangeng sabdaning gusti kang uwes katulis ingkitab joyoboyo:siro bongso jowo yen bumi mulyo iki uwes kebak karo jalmo manungso kang dadi ciptakane gusti.siro bongso jowo bakal lali marang agama peparingane gusti marang isine kitab joyoboyo(Gusti yang memberi sabda pada bangsa Jawa, yaitu bangsa awal yang menjadi ciptaan Gusti yang datang di bumi yang mulya ini yang membawa kuasa Gusti sebelum ada manusia, sabda Gusti yang sudah tertulis dalam kitab Joyoboyo: Kalian bangsa Jawa jikalau bumi mulya ini sudah penuh dengan

umat manusia yang menjadi ciptaan Gusti, kalian bangsa Jawa bakal lupa terhadap agama (tuntunan) pemberian Gusti lewat isi Kitab Joyoboyo)

HODJOROLO 10Gusti kang moho mriksani marang kedadean kang nyoto,marang tumindake bongso jowo kang ora nerimo marang peparingane gusti kang mohosuci.banjur gusti pareng sabdo:yen tanah jowo katekan jalmo manungso liyo kang dadi ciptakane gusti .agamo jowo lan isine kitab joyoboyo kang ditules bongso jowo bakal tak sirnakake dene kuwasane gusti kang moho suci(Gusti yang maha melihat terhadap kejadian yang nyata, pada tindak-tanduk bangsa Jawa yang tidak bersyukur terhadap pemberian Gusti yang maha suci. Maka Gusti akan memberi sabda: Jika tanah Jawa sudah kedatangan manusia lain yang menjadi ciptaan Gusti. Agama (tuntunan) Jawa dan isi kitab Joyoboyo yang ditulis bangsa Jawa bakal aku sirnakan dengan kuasa Gusti yang maha suci)

HODJOROLO:11Lan bongso jowo ora bakal iso maneh mangerteni marang agamane bongso jowo kang tekane soko gusti.banjur goro goro kuwi teko lan ndadekake kahurioane bongso jowo,lali marang asal usule lan ninggalake marang wekasane gusti kang moho suci kang uwes katulis ono ing kitab joyoboyo kanggone bongso jowo(Dan bangsa Jawa tidak bakal bisa lagi memahami terhadap agama (tuntunan) bangsa Jawa yang datangnya dari Gusti. Karena lantaran itu datang dan menjadikan kehidupan bangsa Jawa, lupa terhadap asal-usulnya dan meninggalkan terhadap pesan Gusti yang maha suci yang sudah kutulis dalam kitab Joyoboyo terhadap bangsa Jawa)

HODJOROLO:13Gusti kang pareng dawoh :bongso kang mahune diparingi kadegdayan marang gusti ,malah ditinggalake. nganti akhire sabdoning guti kuwi teko ,ngrusak kahuripane bongso jowo ,lan bongso jowo sopo wahe kang ora mirengake opo kang dadi kekarepane gusti,ugo ninggalake marang wekasane gusti bakal keno ukumane gusti kang gedhe ,semono ugo siro kabeh bakal ora bakal biso nyuwun panguksumo,kajoboi nrimo marang ukumane gusti kang pareng sikso marang bongso jowo kang uwes katukis ono kitab joyoboyo(Gusti yang memberi perintah: bangsa yang tadinya diberi kesaktian oleh Gusti, malah ditinggalkan. Hingga akhirnya sabda buruk itu datang, merusak kehidupan bangsa Jawa, dan bangsa Jawa siapa saja yang tidak mendengarkan apa yang menjadi perintah dan meninggalkan pesan Gusti bakal terkena hukuman yang besar, begitu juga kalian semua bakal tidak bisa minta ampun, kecuali menerima terhadap hukuman Gusti yang memberikan siksa terhadap bangsa Jawa yang sudah tertulis dalam kitab Joyoboyo)

LAYANG JOYOBOYO (2) HOSOROPOLOGusti pareng dawuh marang aku: siro bongso jowo sejatine uwes diparingi gusti kadegdayan ,kanggo kaperluane siro sak bendinane awet tanah jowo kang mahune gundul gusti dadekake ijo supyo siro bongso jowo biso krasan marang panggenan kang anyar iki

(Gusti memberi perintah pada diriku: Kalian bangsa Jawa sejatinya sudah diberi Gusti kesaktian, untuk keperluan kalian setiap harinya karena tanah Jawa yang tadinya gundul dibuat hijau supaya kalian bangsa Jawa bisa kerasan di tempat yang baru ini) HOSOROPOLOAnangeng sabdaning gusti kang tak tulis ono kitab joyoboyo kanggone siro bongso jowo ,gusti pareng dawoh siro bongso jowo bakal ninggalake agomo peparingane gusti kang moho suci,lan gusti pareng sabdo siro bongso jowo bakal lungo adoh kanggo nggoleki asmane gusti ,siro dewe ora bakal duwe ketentreman yen siro kuwi lali marang asmane gusti kang uwes temurun kanggone siro kabeh ing tanah jowo(Tetapi sabda Gusti yang kutulis di kitab Joyoboyo bagi kalian bangsa Jawa, Gusti memberi kabar kalian bangsa Jawa bakal meninggalkan agama (tuntunan) pemberian Gusti yang maha suci, dan Gusti memberikan sabda terhadap kalian bangsa Jawa bakal pergi jauh untuk mencari asma (nama) Gusti, kalian sendiri tidak bakal memiliki ketentraman kalau kalian lupa terhadap asma (nama) Gusti yang sudah diturunkan untuk kalian semua di tanah Jawa)

HOSOROPOLOSebab sabdoning gusti kang uwes tak tulis ono kitab joyoboyo kanggone siro malah siro tinggalake.menyang monco endi wahe siro lungo lan iki sabdaning gusti ,bongso jowo ora bakal nduwe ketentreman nganti wanci bali ono ing ngersane gusti(Sebab sabda dari Gusti yang sudah kutulis di kitab Joyoboyo untuk kalian malah kalian tinggalkan. Pergi keluar negeri mana saja kalian dan ini sabda Gusti, bangsa Jawa tidak bakal memiliki ketentraman hingga saat kembali ke haribaan Gusti) HOSOROPOLOAmergo pangerteni gusti kuwi luwih duwur katimbang siro bongso jowo kang diparing gusti : budi, roso,pikiran lan angen2 ,supoyo siro biso mangerteni marang dununge kahuripan kang tekane soko gusti ,anangeng djalmo manungso kang dadi ciptane gusti kuwi,ngendiko marang siro,iki sejatine agamane siro ,sejatine jalmo manungso kuwi ngapusi marang siro sebab siro jalmo manungso wiwitan teko ono ing jagat kang nggowo agamane gusti(Karena pemahaman terhadap Gusti itu lebih tinggi daripada kalian bangsa Jawa yang diberi Gusti: budi, rasa, pikiran dan angan-angan, supaya kalian bisa memahami terhadap keberadaan hidup yang datangnya dari Gusti, tetapi umat manusia yang menjadi ciptaan Gusti itu, berkata terhadap kalian, ini sjeatinya agama kalian, sejatinya manusia itu menipu terhadap kalian sebab kalian adalah manusia pertama yang datang di jagad dengan membawa agamanya Gusti) HOSOROPOLO Gusti kang pareng sabdo ; bongso jowo kabeh kang ono ing jagat iki bakal ora mirengake maneh marang ngendikane gusti awit sabdoning gusti uwes luweh disik teko(Gusti yang memberi sabda: bangsa Jawa semua yang ada di jagad ini bakal tidak mendengarkan lagi terhadap perintah Gusti sebab sabda Gusti sudah datang terlebih dahulu)

HOSOROPOLOBanyu kang mahune resik bakal dadi reget yen siro bongso jowo kuwli lali marang wekasane gusti ,ugo asmane gusti kang manggon ono ing roso siro.bakal sirno soko kahuripane bongso jowo semono ugo kasumparnane gusti kang papat kang ditetesake ing bumi suci bakal sirno soko kahuripane siro(Air yang tadinya bersih bakal menjadi kotor jika kalian bangsa Jawa lupa terhadap perintah Gusti, juga asma (nama) Gusti yang tinggal di dalam rasa kalian. Bakal sirna dari kehidupan bangsa Jawa begitu juga empat kesempurnaan Gusti yang diteteskan di bumi suci ini bakal sirna dari kehidupan kalian) HOSOROPOLOGusti kang moho kuwoso kang pareng keslametan dumateng kawulo rino klawan wengi among panjenengane gusti kulo pasrahaken gesang lan sedoh kawulo sirno bebayan sakeng kuwoso panjenengan kagem sak lawase lan iki kang dadi sabdaning gusti marang bongso jowo kang isih mangerteni kuwasane gusti(Gusti yang maha kuasa yang memberi keselamatan padaku siang dan malam, hanya padaMU Gusti saya pasrahkan hidup dan matiku sirna semua bahaya dari kuasaMU untuk selamanya dan ini yang menjadi sabda Gusti terhadap bangsa Jawa yang masih memahami kuasanya Gusti)

Diposkan oleh kejawen di 10.42 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/12/pesan-sri-aji-joyoboyo.html

Selasa, 23 November 2010

Hakekat HA NA CA RA KA

HA = Hana hurip wening suci (Adanya hidup adalah kehendak yang Maha Suci)

NA = Nur candra,gaib candra,warsitaning candara (harapan manusia hanya selalu ke sinar Ilahi)

CA = Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi (satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal)

RA = Rasaingsun handulusih (rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)

KA = Karsaningsun memayuhayuning bawana (hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam)

DA = Dumadining dzat kang tanpa winangenan (menerima hidup apa adanya)

TA = Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa (mendasar ,totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup)

SA = Sifat ingsun handulu sifatullah (membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan)

WA = Wujud hana tan kena kinira (ilmu manusia hanya terbatas namun bisa juga tanpa batas)

LA = Lir handaya paseban jati (mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi)

PA = Papan kang tanpa kiblat (Hakekat Allah yang ada di segala arah)

DhA = Dhuwur wekasane endek wiwitane (Untuk bisa di atas tentu dimulai dari dasar)

JA = Jumbuhing kawula lan Gusti (selalu berusaha menyatu -memahami kehendakNya)

YA = Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi (yakin atas titah /kodrat Ilahi)

NYA = Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki (memahami kodrat kehidupan)

MA = Madep mantep manembah mring Ilahi (yakin - mantap dalam menyembah Ilahi)

GA = Guru sejati sing muruki (belajar pada guru sejati)

BA = Bayu sejati kang andalani (menyelaraskan diri pada gerak alam)

THA = Tukul saka niat (sesuatu harus tumbuh dari niat)

NGA = Ngracut busananing manungso (melepaskan egoisme pribadi-manusia)

Diposkan oleh kejawen di 05.02

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/11/hakekat-ha-na-ca-ra-ka.html

Selasa, 23 November 2010

TAT TWAM ASI, Kau dan Aku Sama

Umumnya manusia lebih memikirkan egonya sendiri. Seolah-olah dunia ini menjadi miliknya sendiri. Diberi satu minta dua, diberi dua minta tiga, diberi tiga minta seratus, diberi seratus minta satu juta dan seterusnya. Tidak ada kepuasan yang ada dalam diri seorang manusia. Tragisnya dari jutaan manusia yang ada di dunia ini jika satu dengan lainnya memiliki sifat egoisnya sendiri-sendiri, maka cepatlah rusak dunia ini. Bayangkan saja, jika sudah menguasai hutan, maka ia bisa bertindak seenaknya sendiri

untuk mendapatkan keuntungan demi memuaskan egonya.

Setiap agama yang ada di dunia ini tidak mengajarkan manusia untuk hidup sendiri-sendiri. Islam sendiri mengajarkan manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal satu dengan lainnya. Demikian juga Hindu yang terkenal dengan ajaran Tat Twam Asi. Arti sebenarnya dari Tat Twam Asi adalah "aku adalah engkau, engkau adalah aku." Intinya adalah engkau dan aku adalah sama.

Ajaran Tat Twam Asi ini juga dipraktekkan dalam perjuangan pemimpin India Mahatma Ghandi dalam memerangi penjajah Inggris di negeri tersebut. Kalau kita mempelajari Tat Twam Asi secara sekilas, maka hal itu tampak remeh. Padahal jika didalami, makna yang ada sangatlah besar.

Tidak ada perbedaan antara manusia satu dengan lainnya. Semuanya berasal dari satu yakni GUSTI KANG MURBEHING DUMADI. Dan nantinya jika kehidupan yang dilakoni di dunia ini sudah usai, maka makhluk hidup semuanya juga akan kembali ke satu, GUSTI INGKANG MOHO SUCI.

Dalam ajaran Tat Twam Asi tidak hanya terbatas antara manusia dengan manusia lainnya. Tetapi juga antara manusia dengan hewan dan tumbuhan. Seperti disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa ada dua hakekat manusia hidup di dunia ini. 1. Tansah Manembah Marang GUSTI ALLAH2. Apik Marang Sak Padha-Padhaning Ngaurip.

Nah, apik marang sak padha-padhaning Ngaurip itu bukan hanya antara manusia yang satu dengan lainnya, tetapi juga pada hewan dan tumbuhan. Kalau tidak ada keperluan, janganlah menyakiti tumbuhan dan hewan. Pasalnya, tumbuhan dan hewan itu juga sama-sama hidup. Mereka juga bernyawa.

Jika kita bisa menjaga keharmonisan antara sesama manusia, hewan dan tumbuhan, maka kita sudah menerapkan HAMEMAYU HAYUNING BAWONO (berusaha membuat cantiknya dunia). Oleh karena itu, manusia harus hidup saling hormat menghormati antara manusia yang satu dengan lainnya. Kalau Anda ingin dihormati, maka Anda harus menghormati orang lain dulu. Janganlah kita merasa orang harus menghormati kita dan kita lebih pintar, lebih kaya dan lebih-lebih lainnya dari orang lain.

Dengan Begitu, kita sudah bisa mengenal dan lebih mendalami arti Tat Twam Asi dan Hamemayu Hayuning Bawono yang merupakan satu dari hakekat hidup yang ditugaskan GUSTI ALLAH pada kita.

Diposkan oleh kejawen di 04.17 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/11/tat-twam-asi-kau-dan-aku-sama.html

Jumat, 05 November 2010

Beribadah dengan Rasa

Indonesia kini tengah diuji oleh GUSTI KANG MOHO SUCI. Hal itu terbukti dengan banyaknya bencana yang terjadi di Bumi Ibu Pertiwi ini. Dari saratnya bencana yang terjadi di Indonesia, semestinya kita melakukan koreksi di dalam diri masing-masing. Banyak ibadah yang sudah kita lakukan, tetapi kenapa bencana demi bencana menerpa tanah air tercinta.

Mari kita sama-sama menyimak ibadah yang telah kita lakukan selama ini dengan tidak menyalahkan cara ibadah yang satu dengan lainnya. Rata-rata kita ini terpaku pada kuantitas (banyaknya jumlah) dalam menjalankan ibadah. Tetapi tidak terpikirkan sedikitpun bahwa GUSTI ALLAH itu sebenarnya lebih mementingkan kualitas (inti) dari sebuah ibadah.

Kata-kata "ibadah" sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu "Abada/A'budu" yang artinya menyembah. Yang dimaksud menyembah di sini bukan hanya sekedar menyembah dan gugur kewajiban dalam melakukan ritual ibadah. Tetapi semata-mata setiap ibadah yang kita lakukan harus senantiasa diperuntukkan bagi GUSTI ALLAH semata. Maksudnya, dalam menyembah GUSTI ALLAH tersebut, seseorang tidak ingin mendapat pujian dari orang lain. Ada pepatah Jawa yang bunyinya "Ojo mung kepingin di wah, mengko mundhak ora oleh uwoh" (Jangan beribadah hanya untuk mendapatkan wah dari orang lain, nanti tidak akan mendapatkan buahnya).

Lha bagaimana sebuah ibadah bisa dikatakan berkualitas? Ibadah itu bisa dikatakan berkualitas jika memenuhi beberapa kriteria. 1. Menyembah hanya pada GUSTI ALLAH semata2. Mampu menghadirkan rasa dalam manembah

Nah, kriteria yang kedua ini cenderung sangat sulit untuk dilakukan. Jika kita manembah GUSTI ALLAH tetapi rasa yang kita miliki tidak ikut terlibat, maka panembah tersebut cenderung tidak ada artinya dan hanya gugur kewajiban semata.

Cara untuk menghadirkan rasa adalah meresapi setiap ibadah yang dilakukan hingga rasa kita ikut manembah pada GUSTI ALLAH. Pertanyaannya, rasa yang mana yang harus hadir saat manembah GUSTI ALLAH? Rasa di sini bukan berarti rasa manis, pahit, asam atau lainnya. Dan juga bukan rasa sakit, rasa gembira, rasa sedih dan lainnya, melainkan rasa hati nurani.

Memang tidak mudah untuk bisa 'mengajak' rasa hati nurani untuk hadir dalam setiap ibadah yang dilakukan. Tetapi, itu bukanlah hal yang mustahil. Tentu saja dengan latihan secara rajin dan terus menerus. Insya Allah dengan begitu maka semua ibadah akan berarti banyak di depan GUSTI ALLAH. Amien.

Diposkan oleh kejawen di 09.50 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/11/beribadah-dengan-rasa.html

Kamis, 12 Agustus 2010

(0) Nol, Kunci Mendekatkan Diri Pada GUSTI ALLAH

Kebanyakan manusia tidak memahami bagaimana sebuah perjalanan untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Bahkan banyak diantara manusia yang bertanya,"saya ini sudah berkali-kali meminta pada GUSTI ALLAH, tetapi kenapa kok belum juga dikabulkan?" Mungkin pertanyaan seperti ini sering kita dengar. Sebenarnya dalam manembah, memuji dan meminta pada GUSTI ALLAH itu memiliki kunci tersendiri. Kuncinya adalah pada 0 (nol).

Jika pikiran manusia saat sholat dan manembah GUSTI ALLAH masih belum bisa nol, maka mustahil doa tersebut bakal cepat terkabul. Kalaupun doa itu terkabul, maka waktunya akan lama. Tetapi jika manusia itu mampu menjadikan pikirannya nol, maka doanya insyaallah akan cepat terkabul. Dari sini kita bisa mengaji, bahwa saat menghadap GUSTI ALLAH itu tidak seharusnya kita masih memikirkan bab dunia.

Artinya, kalau mau menghadap, manembah dan meminta pada GUSTI ALLAH maka tinggalkanlah hal-hal yang berbau keduniaan untuk sementara waktu. Pikiran manusia harus 0 (nol) untuk bisa menuju pada GUSTI ALLAH. Ada seorang teman yang mengatakan bahwa meneng tanpo mikir (semedi) merupakan hal yang paling sulit dilakukan. Sebenarnya, caranya mudah yakni dengan mematikan pikiran yang ada pada otak kita. Bukankah kita selalu ditipu oleh otak yang senantiasa mengejawantahkan sejuta angan-angan yang berasal dari karsa (keinginan) kita. Padahal, angan-angan itu kalau dikejar akan lari seperti halnya bayang-bayang kita yang akan terus berlari kalau kita kejar.

Ketika melakukan semedi, seseorang hendaknya mematikan pikirannya. Ia tidak lagi memikirkan masalah pekerjaan, rumah tangga, hutang dan lain-lainnya yang berhubungan dengan bab duniawi. Konsentrasinya hanya tertuju pada GUSTI ALLAH. Itupun bisa dilakukan dengan berdzikir dalam hati dengan menyebut asma GUSTI ALLAH atau yang lebih lazim adalah mengucapkan Laa Illahaillallah dalam hati sesuai dengan napas kita.

Dengan terus berkonsentrasi pada GUSTI ALLAH, maka kita akan menemukan yang dinamakan hening. Di saat kondisi hening itulah, konsentrasi pada GUSTI ALLAH tidak boleh memudar. Di situlah kita akan menemukan titik nol. Artinya, kita sudah tidak lagi memikirkan tentang hal-hal lain selain GUSTI ALLAH. Ketika seseorang berada dalam kondisi 0 (nol) maka mata batinnya akan lebih tajam. Tentu saja untuk bisa berada dalam kondisi tersebut perlu latihan dan ibadah yang terus menerus (istiqomah).

Diposkan oleh kejawen di 23.32

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/08/0-nol-kunci-mendekatkan-diri-pada-gusti.html

Kamis, 12 Agustus 2010

Manajemen Nafsu

Puasa di bulan ramadhan berkaitan erat dengan nafsu. Kalau kita bisa mengatur nafsu, maka insyaallah ibadah kita akan diterima oleh GUSTI ALLAH. Tetapi jika nafsu manusia tidak terkendali, maka orang

yang berpuasa akan menemui kepayahan demi kepayahan dalam beribadah. KH. Abdullah Gymnastiar (A'a Gym) pernah mengungkapkan metode manajemen qolbu. Tetapi tanpa disadari, manusia juga harus mampu mengelola nafsu ke arah kebaikan. Apakah manajemen nafsu itu? Bagaimana mengatur nafsu menjadi sebuah manajemen?

Setiap manusia di dunia ini memiliki nafsu. Kata nafsu belum tentu buruk. Jika seorang manusia tidak memiliki nafsu, maka ia akan menjadi manusia yang lemas, tidak mau melakukan aktivitas apapun. Ia cenderung duduk dan melamun. Dari situlah nafsu sangat diperlukan dalam hidup. Dengan berbekal nafsu itu, manusia akan mempunyai keinginan, mampu beraktivitas, mencari nafkah untuk keluarganya dan melakukan ibadah. Lho, kok nafsu bisa untuk tujuan beribadah?

Lha jelas sekali, nafsu juga untuk tujuan beribadah. Tetapi konotasinya bukan nafsu yang buruk. Nafsu untuk beribadah adalah keinginan untuk mendekatkan diri dengan GUSTI ALLAH. Tidak mungkin seseorang mampu mendekatkan diri kepada GUSTI ALLAH tanpa adanya nafsu. Tetapi nafsu untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH tersebut adalah cenderung nafsu yang terkendali. Artinya, kita bisa mengarahkan nafsu tersebut ke arah yang positif yakni mendekatkan diri pada Hyang Maha Suci.

Manajemen nafsu tersebut terbagi menjadi 2, yakni nafsu baik (nafsu) dan nafsu buruk (hawa nafsu). Sebuah nafsu adalah baik, tetapi jika nafsu tersebut kemasukan hawa akhirnya menjadi hawa nafsu. Nah, hawa nafsu inilah yang cenderung buruk. Di hawa nafsu buruk inilah tempat dimana setan bersembunyi. Ia hidup selaras dengan nafas dan keinginan manusia. Ada yang mengatakan,"Di Bulan Puasa setan diikat dan dirantai sehingga tidak bisa menggoda manusia. Pertanyaannya, setan manakah yang diikat dan dirantai? Padahal, setan yang selalu menggoda manusia untuk berbuat kejahatan itu terdapat di hati besarnya manusia. Ia hidup bersama manusia dan tahu pasti kelemahan setiap manusia.

Dengan melakoni puasa, manusia cenderung untuk menekan langkah setan untuk menggoda. Meskipun kadangkala ada juga orang yang masih tergoda walaupun dalam kondisi berpuasa. Ibadah puasa itu adalah urusan manusia itu sendiri dengan GUSTI ALLAH. Artinya, tidak boleh orang mencampuri urusan manusia lainnya dalam hal ibadah puasa. Sering kita lihat dan mendengar seseorang bertanya kepada orang lainnya,"Kamu nggak puasa?" Pertanyaan tersebut otomatis adalah pertanyaan yang mencampuri ibadah orang lain. Tentu saja si penanya dalam hal ini ingin menunjukkan pada orang yang ditanya bahwa dirinya berpuasa dengan dalih untuk mengingatkan. Hal itu juga termasuk nafsu yang berkategori hawa nafsu untuk menunjukkan kemampuan dirinya pada orang lain.

Contoh nafsu lainnya pada bulan puasa. Misalnya menjelang buka puasa pada pukul 4 sore, tiba-tiba seseorang berpikir akan berbuka apa. "Wah enaknya makan nasi rawon dan minum es campur," ungkapnya dalam batin. Perkataannya dalam batin tersebut lalu diwujudkannya dengan menuju ke sebuah warung dan membungkus es campur dan lauk rawonnya. Padahal masih jam 4 sore. Itu sama saja hawa nafsunya sudah mengajak untuk berbuka puasa pada pukul 4 sore.

Demikian juga dengan tadarus merupakan hal yang baik saat berpuasa, tetapi jika dilakukan dengan

suara yang keras dengan keinginan hawa nafsunya untuk bisa didengar orang lain, itupun merupakan salah satu nafsu yang buruk.

Intinya, di bulan ramadhan ini, puasa merupakan ibadah untuk menekan hawa nafsu. Sehingga yang ada adalah nafsu yang baik untuk berserah diri pada GUSTI ALLAH. KENALILAH HAWA NAFSUMU, MAKA KAMU AKAN MAMPU MENGENDALIKANNYA. Selamat menjalankan ibadah puasa.

Diposkan oleh kejawen di 22.59 3 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/08/manajemen-nafsu.html

Kamis, 24 Juni 2010

Cara Panembah Ala Kejawen

Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah GUSTI ALLAH) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang GUSTI ALLAH. Dalam melakukan Panembah, ada empat tataran panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut:

Samengko ingsun tutur, Sembah catur supaya lumuntur,Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa, Ingkono lamun ketemu,

Tandha nugrahaning Manon.

(Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI ALLAH)

Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang atau shalat memiliki arti yang berbeda. Apa perbedaannya? Ketika kita melakukan sembahyang atau shalat, maka kita bukan mempersembahkan sesuatu pada GUSTI ALLAH, tetapi kita justru meminta melulu. Tidak ada persembahan.

1.Sembah RagaSembah raga bisa juga disebut dengan sembah sarengat (syariat) yang mengutamakan gerakan raga dengan cara yang sudah ditentukan, disertai dengan doa baik dengan suara yang dapat didengar orang lain maupun ucapan di dalam batin yang tidak terdengar. Dalam serat Wedhatama dijelaskan:

Sembah Raga punikuPakartining wong amagang lakusesucine asarana saking warihKang wus lumrah limang wektuWantu wataking wawaton

(Sembah raga itu, pengertiannya orang yang sedang laku, caranya mensucikan diri dengan air, yang lumrah adalah lima waktu, cara-caranya sudah ditentukan)

Sembah raga ini dimaksudkan untuk membersihkan diri dengan latihan tertentu khususnya latihan jasmani. Semua itu merupakan tahap awal yang harus dilewati oleh seorang pencari kebenaran.

2. Sembah CiptaPanembah dengan cara ini adalah mendekatkan diri dengan menggunakan sarana ciptanya. Yang dimaksud dengan sembah cipta adalah menghentikan ciptanya supaya menjadi tenang. Caranya adalah dengan berdiam diri, dan berusaha menghentikan ciptanya. Berhentinya cipta seorang manusia itu disebut heneng yang memiliki arti meneng (diam dan tenang).

Mengapa gerakan cipta harus dihentikan? Karena daya cipta manusia merupakan aling-aling (tabir penyekat yang menghalangi manusia dengan dunia ghaib). Dengan menghentikan cipta maka akan terbukalah tabir penyekat tersebut yang memungkinkan manusia masuk ke alam ghaib untuk mendekat pada GUSTI ALLAH.

3. Sembah RasaSembah rasa biasa juga disebut sembah kalbu. Rasa manusia itu ada tiga yaitu rasa luar, rasa dalam, dan rasa sejati. Rasa luar adalah rasa yang terdapat pada kulit kita. Misalnya, rasa sakit, rasa panas yang kita rasakan pada kulit kita. Sedangkan rasa dalam, adalah rasa yang ada dalam diri kita. Misalnya, rasa

marah, rasa senang dan lain-lain. Sementara rasa sejati adalah rasa yang dapat menerima dan mengerti aneka macam keghaiban.

Apa saja yang bisa terjadi dalam tataran sembah rasa tersebut? Hal itu bisa disimak dari serat:

Keleme mawa emut, Lalamatan,Jroning alam kanyut, Sanyatane iku kenyataan kaki, Sejatine yen tan emutSayekti tan bisa amor.

(Tenggelamnya dengan selalu ingat, sayup-sayup, berada dalam alam hanyut, kebenarannya itulah kenyataannya, Sejatinya kalau tidak ingat, maka tidak akan bisa bertemu (dengan GUSTI ALLAH))

Panembah rasa ini bisa disebut berhasil jika berada pada tingkat heneng-hening dan dapat mempertahankan kesadaran untuk masuk ke alam ghaib GUSTI ALLAH. Jika sudah begitu, maka juga bisa disebut sumusuping rasa jati (menyusupnya rasa sejati). Hal itu bisa disimak dari tembang pangkur berikut ini:

Tan Samar Pamoring Suksma, Sinuksmaya winahyua ingasepi, sinimpen, telenging kalbu, Pambukaning warana, Tarlen saking liyep-layaping ngaluyup, Pindha pesathing supena, Sumusuping rasa jati.

(Bisa melihat pamornya suksma, yang terlihat maya dan bisa dilihat di dalam sepi, tersimpan dalam dasar kalbu, Pembukaannya lantaran rasa yang liyep yang mirip mengantuk, seperti melesatnya rasa, menyatu dengan rasa sejati)

Namun dalam tataran sembah rasa tersebut, apabila sudah muncul rasa kantuk yang amat sangat maka hendaknya si pelaku spiritual tetap "eling lan waspada". Artinya, jika rasa ngantuk tersebut dibiarkan, maka kita akan langsung tertidur pulas dan gagallah upaya untuk mendekat pada GUSTI ALLAH.

4. Sembah JiwaBagi siapa saja yang sudah bisa melakukan sembah jiwa maka jiwa/suksma manusia tersebut dapat lepas dari raga atau jasmaninya. Peristiwa ini di kalangan masyarakat Kejawen disebut "Ngrogoh Sukmo" atau "Mati Sakjroning urip". Dalam tataran tersebut maka kedekatan hamba dengan GUSTI ALLAH sudah boleh dikatakan dekat. Yang ada hanya rasa nikmat yang tiada taranya. Seperti diungkapkan Syech Siti Jenar bahwa rasa nikmatnya melebihi rasa bersenggama.

Diposkan oleh kejawen di 14.33 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/06/cara-panembah-ala-kejawen.html

Minggu, 13 Juni 2010

Memahami Shalat Daim

Sebelum kita memahami Shalat Daim, ada baiknya kita memahami apa sebenarnya arti dari kata Shalat itu. Arti daripada shalat adalah mengingat-ingat GUSTI ALLAH (Dzikrullah) di waktu duduk, berdiri dan melakukan aktivitas dalam kehidupan ini. Sedangkan kata Daim itu memiliki arti terus-menerus ataupun tak pernah putus.

Jadi, jika kedua kata itu digabungkan maka Shalat Daim itu berarti mengingat-ingat GUSTI ALLAH tanpa pernah putus. Atau Dzikrullah secara terus menerus. Salah satu contoh dari Shalat Daim dapat kita tauladani dari sejarah saat Sunan Bonang menggembleng Raden Mas Syahid sebelum bergelar Sunan Kalijaga.

Saat itu Sunan Bonang sudah mengajarkan apa yang dinamakan Shalat Daim pada Raden Mas Syahid. Bagaimana Shalat Daim itu? Pertama kali Sunan Bonang menyuruh Raden Mas Syahid untuk duduk, diam dan berusaha untuk mengalahkan hawa nafsunya sendiri.

Menurut ajaran dari Sunan Bonang, Shalat Daim itu hanya duduk, diam, hening, pasrah pada kehendak GUSTI ALLAH. Raden Mas Syahid tidak disuruh untuk dzikir ataupun melakukan ritual apapun. Apa rahasia dibalik duduk diam tersebut? Cobalah Anda duduk dan berdiam diri. Maka hawa nafsu Anda akan berbicara sendiri. Ia akan melaporkan hal-hal yang bersifat duniawi pada diri Anda. Hal itu semata-mata terjadi karena hawa nafsu kita mengajak kita untuk terus terikat dengan segala hal yang berbau

dunia.

Awalnya, orang diam pikirannya kemana-mana. Namun setelah sekian waktu diam di tempat, akal dan keinginannya akhirnya melemas dan benar-benar tidak memiliki daya untuk berpikir, energi keinginan duniawinya lepas dan lenyap. Dalam kondisi demikian, manusia akan berada dalam kondisi nol atau suwung total. Karena ego dan hawa nafsu sudah terkalahkan.

Demikian juga dengan kondisi Raden Mas Syahid ketika bertapa di pinggir kali. Ia hanya pasrah dan tidak melakukan ritual apapun. Hanya diam dan hening. Hingga akhirnya Sunan Kalijaga bertemu dengan GURU SEJATINYA.

“BADANKU BADAN ROKHANI, KANG SIFAT LANGGENG WASESA, KANG SUKSMA PURBA WASESA, KUMEBUL TANPA GENI, WANGI TANPA GANDA, AKU SAJATINE ROH SAKALIR, TEKA NEMBAH, LUNGO NEMBAH, WONG SAKETI PADA MATI, WONG SALEKSA PADA WUTA, WONG SEWU PADA TURU, AMONG AKU ORA TURU, PINANGERAN YITNA KABEH….”

Lewat Suluk Wujil, Sunan Bonang sudah menjelaskan perihal Shalat Daim yaitu

UTAMANING SARIRA PUNIKI, ANGRAWUHANA JATINING SALAT, SEMBAH LAWAN PUJINE, JATINING SALAT IKU, DUDU NGISA TUWIN MAGERIB, SEMBAH ARANEKA, WENANGE PUNIKU, LAMUN ARANANA SALAT, PAN MINANGKA KEKEMBANGING SALAT DAIM, INGARAN TATA KRAMA.

(Keutamaan diri ini adalah mengetahui HAKIKAT SALAT, sembah dan pujian. Salat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau maghrib (shalat 5 waktu). Itu namanya sembahyang. Apabila disebut salat, maka itu hanya hiasan dari SALAT DAIM, hanya tata krama).

Shalat sejati tidak hanya mengerjakan sembah raga atau tataran syariat mengerjakan sholat lima waktu. Shalat sejati adalah SHALAT DAIM, yaitu bersatunya semua indera dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan: HU-ALLAH, DIA ALLAH. Hu saat menarik nafas dan Allah saat mengeluarkan nafas.

Lebih lanjut Sunan Bonang juga menjelaskan tentang cara melakukan Shalat Daim lewat Suluk Wujil, yaitu

PANGABEKTINE INGKANG UTAMI, NORA LAN WAKTU SASOLAHIRA, PUNIKA MANGKA SEMBAHE MENENG MUNI PUNIKU,

SASOLAHE RAGANIREKI, TAN SIMPANG DADI SEMBAH, TEKENG WULUNIPUN, TINJA TURAS DADI SEMBAH, IKU INGKANG NIYAT KANG SEJATI, PUJI TAN PAPEGETAN.

(Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan kegiatan menyembah. Wudhu, berak dan kencing pun juga kegiatan menyembah. Itulah niat sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir).

Diposkan oleh kejawen di 13.07

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/06/memahami-shalat-daim.html

Jumat, 21 Mei 2010

Tuhan Ada di Mana-Mana

Di tengah malam yang sunyi, saya kok tiba-tiba kepingin mendengarkan sebuah lagu. Tanpa disengaja, pilihan jatuh pada sebuah lagu dari artis Januari Christy. Semula beberapa lagu yang kudengar semuanya biasa-biasa saja. Tetapi ada satu lagu yang entah judulnya apa, tapi kira-kira judul lagu tersebut yaitu 'Tuhan Ada di Mana-Mana' sempat membuatku untuk merenung lebih jauh lagi.

Lagu itu terkesan sederhana, tetapi mampu menyentuh jiwa pendengarnya yang paling dalam dan menjadikan pendengar tersebut lebih berpikir tentang GUSTI ALLAH. Setidaknya, kita yang mendengar akan lebih introspeksi diri. Syair lagunya kurang lebih adalah sebagai berikut:

Tuhan Ada di Mana-Mana

Dalam nikmatnya hidup di duniaYang hanya sementara sajaSeringkali kita menjadi LupaUntuk mengingat Sang PenciptaBahkan untuk sebaris doa

Dan bila langkah terasa gontaikehilangan arah tujuanserta beban hidup bertambah saratbaru kita mulai bertanyabaru kita mulai mencari

kuasa Tuhan selalu hadirDisetiap ruang dan waktuDan bagi siapa yang tetap setiaTuhan ada di dalam diriTuhan ada di dalam hatiTuhan ada di mana-mana

kuasa Tuhan selalu hadirDisetiap ruang dan waktuDi kepahitan yang teramat dalamdi Kesukaan yang tertinggi

Tuhan ada di mana-manaTuhan ada di dalam langkahTuhan ada di dalam darahTuhan ada di dalam hatiTuhan ada di mana-manaTuhan ada dan menyatu di dalam diri

Mudah-mudahan kita bisa lebih menggali keberadaan GUSTI ALLAH yang ada dalam diri kita masing-masing.(*)

Diposkan oleh kejawen di 12.48 4 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/05/tuhan-ada-di-mana-mana.html

Selasa, 11 Mei 2010

Arti Nama Tokoh Punakawan

Pernahkah Anda nonton wayang kulit? Tentu banyak orang yang sudah pernah nonton wayang kulit ataupun wayang orang. Dalam pewayangan tersebut ada beraneka macam tokoh. Konon Sunan Kalijaga telah menciptakan wayang kulit tersebut untuk sarana dakwah, agar manusia senantiasa Eling marang GUSTI ALLAH.

Diantara tokoh-tokoh wayang kulit ada tokoh yang disebut Punakawan. Marilah kita simak, apakah arti dari punakawan itu dan arti dari nama-nama tokoh dalam punawakan itu.

Punakawan itu berasal dari kata-kata Puna dan Kawan. Puna berarti susah; sedangkan kawan berarti kanca, teman atau saudara. Jadi arti Punakawan itu juga bisa diterjemahkan teman/saudara di kala susah.

Ada penafsiran lain dari kata-kata Punakawan. Puna bisa juga disebut Pana yang berarti terang, sedangkan kawan berarti teman atau saudara. Jadi penafsiran lain dari arti kata Punakawan adalah teman atau saudara yang mengajak ke jalan yang terang.

Penafsiran lainnya, Puna atau Pana itu berarti fana. Jadi Punakawan juga bisa ditafsirkan teman/saudara yang mengajak ke jalan kefanaan.

Tokoh-tokoh Punakawan itupun namanya memiliki arti. Semar berasal dari kata Samara (bergegas), Nala Gareng berasal dari kata nala khairan (memperoleh kebaikan). Sedangkan Petruk berasal dari kata fat ruk (tinggalkanlah), sementara Bagong berasal dari kata al ba gho ya (perkara buruk).

Jadi jika digabungkan maka arti dari tokoh Semar, Nala Gareng, Petruk, Bagong itu memiliki arti 'bergegaslah memperoleh kebaikan, tinggalkanlah perkara buruk'.(*)

Diposkan oleh kejawen di 08.05 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/05/arti-nama-tokoh-punakawan.html

Makna Sejati Lepas Sandal Saat Masuk Masjid

Ada seorang teman bertanya, kenapa kalau seorang muslim masuk masjid selalu harus melepaskan sandal? Yang lainnya menjawab, sebab masjid itu suci sehingga sandal tidak boleh dipakai masuk ke dalam masjid. Jawaban tersebut ternyata tidak membuat si penanya tersebut merasa puas. Beraneka macam tanya berkecamuk dalam dadanya.

Ia kembali bertanya, Lha kalau kita beli sandal yang baru dari pasar dan masih belum dipakai, lalu sandal tersebut dipakai masuk ke masjid, boleh apa nggak? Yang lain pun tetap menjawab, tetap tidak boleh. Si penanya kembali melanjutkan rasa ingin tahunya. Ia kembali bertanya, alasannya apa kok tetap nggak boleh? Si penjawab pun tetap tidak mau kalah dan menjawab, karena masjid itu suci.

Si penanya kembali melanjutkan pertanyaan yang membuat hatinya gundah gulana. Ia mengatakan, okelah kalau begitu. Tapi sesuatu yang bisa mensucikan itu kan air. Kalau sandal tadi saya cuci dulu hingga bersih, bolehkah saya pakai masuk ke dalam masjid? Si penjawab dengan berang dengan mengatakan, nggak boleh! "Alasannya apa," tanya si penanya. Si penjawab kembali mengatakan, karena masjid itu suci.

Dari dialog dua orang tersebut kalau diteruskan tidak akan pernah ada akhirnya. Pasalnya, kedua orang si penanya dan si penjawab sama-sama merasa benar. Si penanya merasa benar karena tidak ada jawaban yang memuaskan hatinya, sementara si penjawab merasa benar karena memang masjid adalah tempat yang suci.

Kedua orang tersebut memang sama-sama benar. Si penanya juga benar, si penjawab pun juga benar. Tetapi yang lebih benar adalah bahwa dilepaskannya sandal di pelataran masjid dan tidak boleh dibawa masuk adalah merupakan simbol ajaran sejati. Ajaran sejati apakah itu?

GUSTI ALLAH itu adalah Maha Suci. Sebuah sandal adalah simbol dunia. Sandal itu tempatnya di kaki yang artinya, dunia itu seharusnya kita naiki/injak. Bukan malah terbalik, kita dinaiki/diinjak oleh dunia.

Memiliki sandal juga bisa berarti bahwa jika kita sudah berhasil memiliki harta dan tahta di dunia ini, maka tidak semestinya sandal tersebut kita pakai saat kita masuk masjid karena tujuan kita masuk masjid tentu saja untuk menyembah GUSTI ALLAH. GUSTI ALLAH itu Maha Kaya, maka meski kita punya harta yang banyak dan tahta yang tinggi, semua itu tidak ada artinya di mata GUSTI ALLAH.

Melepaskan sandal itu pun juga pernah dicontohkan oleh Kanjeng Rasul Muhammad SAW. Hal itu bisa dibaca dari ayat Al Qur'an, "...sesungguhnya kamu berada di Bukit Suci Thuwa, maka lepaskanlah kedua terompah mu... (QS)".

Kalau Kanjeng Rasul Muhammad SAW saja yang mempunyai derajad tinggi di mata GUSTI ALLAH diharuskan untuk melepas terompah (sandal), apalagi kita sebagai manusia biasa saat menghadap GUSTI ALLAH pun juga harus melepaskan sandal kita.(*)

Diposkan oleh kejawen di 07.29

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/05/makna-sejati-lepas-sandal-saat-masuk.html

Kamis, 29 April 2010

Wejangan Pemuda dari Serat WEDHA RAGA IMangkene patrapipun Wiwit anem amandenga lakuNgengurangi pangan turu sawatawisAmekak hawa nepsuDhasarana andhap asor.

Begini maksudnya

Ketika masih muda senanglah lelakuKurangilah makan tidur sementaraMenahan hawa nafsuGunakanlah dasar rendah hati

IIAkanthi awas emutAja tingal weweka ing kalbuMituhua wewaruh kang makolehiDen taberi anggeguru, aja isin tetakon.

Ketika sudah ingatJanganlah meninggalkan apa yang ada di kalbuTurutilah pengajaran yang menghasilkanSeperti orang berguru, janganlah malu untuk bertanya

IIIWong amarsudi kaweruhTetirona ing reh kang rahayuAja kesed sungkanan sabarang kardiSakadare anggenipunNimpeni kagunganing wong.

Seseorang yang mencari kawruh (ilmu)Carilah jalan yang baikJanganlah malas dan malu dalam segala halSekedarnya dalam Kepunyaan orang

IVTinimbang lan angenganggurBoya becik ipil-ipil kaweruhAngger datan ewan panasaten sayektiKawignyane wuwuh-wuwuhWekasan kasub kinaot.

Daripada menganggurCarilah kebajikan sedikit-sedikit ilmuPokoknya tidak malas yang sebenarnyaKenyataannya pelan-pelanAkhirnya terasa berat

VLamun wus sarwa putusKapinteran sinimpen ing pungkurBodhonira katakokna ing ngarsa yekti,Gampang traping tindak tandukAmawas pambekaning wong.

Ketika sudah bisa (putus)Kepandaian akan disimpan di hari tuaKebodohanmu akan ditanyakan di depanMudah dalam bertingkah-lakuMengawasi perilaku orang lain.

Diposkan oleh kejawen di 05.42 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/04/wejangan-pemuda-dari-serat-wedha-raga.html

Sabtu, 03 April 2010

Belajarlah Nawa

Siapa sih manusia yang tidak ingin punya duit banyak, rumah bak istana, sederet mobil mewah tersedia dan lain-lainnya yang bersifat sukacita. Tapi adakah manusia yang punya keinginan untuk hidup tidak punya duit, rumah sempit, kemana-mana selalu jalan kaki karena tidak ada kendaraan dan lain-lain yang bersifat sedih? Tentu kalau disuruh memilih, tidak akan ada orang yang ingin hidup susah di dunia ini.

Semuanya ingin hidup senang.

Perlu kita ketahui, bahwa dunia ini diciptakan GUSTI ALLAH berpasang-pasangan. Ada senang, ada susah. Ada baik, ada buruk. Ada kaya, ada miskin. Jika kita renungkan, pasangan-pasangan yang ada di dunia ini sebenarnya hakekatnya satu. Semuanya berasal dari GUSTI ALLAH.

Kalau manusia itu mau hidup senang, maka suatu saat ketika mengalami hidup susah, ia pun harus mau. Kalau kita sekarang banyak duit, maka suatu saat ketika kita tidak punya duit, maka kita harus legowo dan ikhlas menerima. Karena semua itu hakekatnya berasal dari satu.

Itulah gunanya kita belajar untuk nawa (nowo, dalam bahasa Jawanya). Arti dari Nawa sebenarnya adalah tidak begitu mempedulikan sesuatu yang terjadi . Boleh dikatakan nawa itu seperti cuek, tetapi bukan cuek pada orang lain, namun cuek pada keadaan.

Ketika kita punya duit, janganlah terlalu bergembira, karena dibalik itu kita bakal tidak punya duit. Ketika kita bergembira, janganlah terlalu sukacita, karena sebentar lagi kita akan mengalami kesedihan. Lha bagaimana cara yang benar untuk nawa?

Cara yang benar adalah kita menganggap semua hal yang terjadi pada diri kita itu adalah sesuatu yang biasa saja. Punya duit ya biasa, tidak terlalu senang. Tidak punya duit ya biasa, tidak terlalu sedih. Hidup mewah ya biasa, tidak terlalu gembira, hidup susah ya biasa, tidak terlalu bersedih. Kita terima dengan ikhlas apa yang terjadi.

Mengapa kita harus ikhlas? Karena GUSTI ALLAH senantiasa menguji ketakwaan kita. GUSTI ALLAH sangat cinta akan umatnya yang ikhlas dan berserah diri. Ketika kita bergelimang dengan duit, maka kita merasa bersyukur karena diberi kenikmatan, tetapi ketika kita tidak punya sepeser pun duit, kita pun harus merasa bersyukur karena kita masih diberi kesehatan dan panjang umur.

Rasakanlah, jika kita bisa nawa atau setidaknya belajar nawa, maka dunia ini akan indah. Kita bisa menikmati indahnya dunia tanpa menggerutu meskipun kita tidak punya duit.(*)

Diposkan oleh kejawen di 17.23 7 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/04/belajarlah-nawa.html

Memahami Kawruh Jiwa

Jika berbicara mengenai Kawruh Jiwa yang merupakan wejangan dari Ki Ageng Suryomentaram, maka kita diajak untuk mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri. Kawruh Jiwa juga disebut juga "Pangawikan Pribadi" atau pengetahuan tentang diri sendiri. Artinya, ketika kita berbicara tentang Kawruh Jiwa maka kita tidak berbicara tentang segala sesuatu yang berada di luar diri kita.

Kawruh Jiwa ini juga mengikuti hukum alam jiwa atau rasa. Ki Ageng Suryomentaram menyebutnya 'ilmu alam bab raos'.

Contoh: Kalau orang keinginannya tercapai maka akan senang dan kalau keinginan tidak tercapai orang akan susah. Demikian seterusnya sehingga selamanya orang itu senang-susah silih berganti (langgeng bungah susah).

Berikut ini penuturan Ki Ageng Suryomentaram sendiri:

Pada suatu waktu, tatkala saya pulang bepergian, saya menjumpai anak perempuan saya sedang cekcok dengan ibunya. Melihat kedatangan saya, istri saya segera menyerang dengan omelan, "Lihatlah anakmu ini, ia menolak perintahku untuk mencari pinjaman uang. Tabiatnya ini ialah hasil didikanmu, sehingga sukar diperintah. Sekarang silakan kamu menasehatinya. Gunakanlah ilmumu, manusia tanpa ciri atau Kramadangsa! Kuingin mengetahui khasiatnya"

Sudah tentu, karena dimarahi, saya lalu membalas marah. Pada saat itu saya sedang berada di jalan simpang tiga, yaitu saya, si Suryomentaram atau "kramadangsa" marah, sebab dimarahi oleh orang lain. Bila kemarahan itu tidak saya ketahui, saya tidak dapat melihat rasa anak dan istri saya. Maka, ketika saya melihat marah saya, saya lalu menelitinya sampai tuntas. Penelitian rasa ini bisa selesai dalam satu detik, satu menit, satu jam, satu hari, satu bulan, satu tahun, atau bisa tetap tidak selesai. Pada waktu itu, penelitian saya atas marah saya, selesai dalam satu detik. Penelitian saya itu sebagai berikut:

Ketika saya dimarahi, lantas saya marah, marah saya itu saya rasakan dan saya merasa bingung, tidak mengerti apa yang harus saya lakukan. Kebingungan itu disebabkan cekcok anak dan istri saya, yang keduanya saya cintai. Selanjutnya timbullah keinginan saya untuk melerai mereka. Tetapi bagaimanakah caranya melerai orang yang sedang cekcok? Kalau caranya sudah ditemukan tentu mudah saja melakukannya.

Ternyata cara orang melerai percekcokan hanyalah dengan membenarkan atau menyalahkan salah satu pihak. Kalau kita membenarkan ibunya berarti mengeroyok anaknya, kalau membenarkan anaknya berarti mengeroyok ibunya. Jadi, melerai orang yang bercekcok itu, berarti turut mencampuri percekcokan. Maka saya berpendapat bahwa orang tidak mungkin melerai percekcokan. Bahkan setelah diteliti lagi saya mengetahui bahwa rasa ingin melerai percekcokan di atas, ialah rasa pura-pura mencintai anak dan istri.

Padahal rasa pura-pura cinta bukanlah cinta, melainkan berselubung rasa cinta. Setelah rasa berselubung cinta ini diketahui barulah saya melihat rasa saya yang sebenarnya, yang mendorong saya untuk melerai percekcokan antara anak dan istri saya. Rasa tersebut bukan cinta melainkan rasa terganggu (bhs. Jawa, risih), yaitu ketika saya menanggapi orang bercekcok, saya merasa terganggu (risih). Jadi, setiap orang menanggapi percekcokan pasti merasa terganggu. Tetapi jika dirinya sendiri yang bercekcok, ia sama sekali tidak merasa terganggu.

Setelah rasa terganggu itu diketahui, saya dapat melihat rasa anak saya, tanpa dirintangi rasa yang diselubungi cinta. Rasa yang diselubungi cinta tadi ialah reaksi marah saya. Marah ialah salah satu wujud dari rasa benci. Setelah rasa benci itu diketahui, saya melihat rasa anak yang cekcok itu sebagai berikut:

Anak itu menolak perintah ibunya, berarti anak itu sukar diperintah. Padahal tabiatnya itu adalah hasil didikanku. Jadi, didikanku menghasilkan tabiat sukar diperintah. Bila yang dididik sukar diperintah, yang mendidik pasti juga sukar diperintah. Terbukti kapankah aku sendiri mudah diperintah? Aku lebih suka memerintah daripada diperintah.

Mengetahui rasa yang sama sedemikian itu, menimbulkan rasa damai. Tidak suka dan tidak benci, tidak memuji dan tidak mencela. Tegasnya, saya tidak dapat memarahi anak saya, karena ia dan saya sama-sama sukar diperintah. Andaikata saya harus marah, bagaimanakah caranya? Paling-paling saya mengomelinya: "Janganlah kamu terlalu menyamai aku".

Syahdan, saya meneliti rasa ibunya (istri saya). Ibu menyuruh anaknya tetapi anak tidak mau menurut, lalu ibu marah. Maka, ibunya pun termasuk orang yang sukar diperintah. Jika ia mudah diperintah, cukuplah ia pergi sendiri, dan urusannya selesai. Kemudian saya melihat rasa yang sama, antara istriku yang sukar diperintah dan aku pun yang sukar diperintah. Jadi, sudah menjadi jodoh, sama-sama sukar diperintah. Bila salah seorang ingin menyuruh yang lain, timbullah pertengkaran, yaitu jodoh yang sama senang bertengkar. Mengetahui rasa yang sama, menimbulkan rasa damai, tidak berselisih.

Pada saat itu anak saya segera pergi dan melihat kemarahan istri saya agak reda, lalu saya ungkapkan rasa saya, "Bu, memang anakmu itu sukar diperintah.. yaitu hasil didikanku. Maka anakmu itu mewarisi sifat jiwaku, yang sukar diperintah. Sebenarnyalah aku belum pernah mau engkau suruh. Bila aku segera melakukan perintahmu, hanyalah karena imbalan yang engkau janjikan." Orang bertindak karena mengejar imbalan, sama sekali bukanlah orang rajin melainkan orang yang mengejar janji. Melihat rasa yang sama sedemikian itu, membangunkan rasa damai, tidak berselisih.

Rasa damai itu menghapuskan-bekas-bekas luka hati. Bila perselisihan di atas tadi, tidak diteliti sampai selesai, perselisihan itu pasti meninggalkan bekas luka, menggores dalam hati kita. Bekas luka di hati itu sering berwujud dendam. Maka bila rasa tanggapan orang yang sedang berselisih dengan suami/istrinya tidak diteliti sampai selesai, pasti menimbulkan dendam. Bekas ini akan muncul, bila kelak suami istri itu bertemu lagi, rasanya: "Nah, ini dia, yang mencaci aku kemarin!"

Tetapi bila perselisihan itu diteliti sampai selesai, sehingga tiada bekas atau dendam, perselisihan itu seolah-olah tidak pernah terjadi. Dan, lenyaplah bekas pada diri saya, menjalar kepada anak dan istri saya. Hal itu dapat dilihat ketika anak saya berjumpa kembali dengan ibunya, mereka tidak merasa dendam seolah-olah tidak pernah cekcok.

Kramadangsa, apabila diketahui segera akan mati, dan dengan matinya Kramadangsa, lahirlah manusia tanpa ciri, yang merasa damai bila berhubungan dengan orang lain. Juru catat lantas mencatat manusia tanpa ciri. Catatan manusia tanpa ciri ini memerintah Kramadangsa lagi, sehingga Kramadangsa hidup lagi, dan berbuat sewenang-wenang seperti biasanya. Tetapi jika Kramadangsa itu diketahui, ia pun mati lagi, diiringi lahirnya manusia tanpa ciri. Demikianlah proses ini berlangsung terus, kematian Kramadangsa yang diiringi kelahiran manusia tanpa ciri.(*)

Diposkan oleh kejawen di 16.38

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/04/memahami-kawruh-jiwa.html

Sabtu, 03 April 2010

Pencarian Ki Ageng Suryomentaram

Nama Ki Ageng Suryomentaram memang tidak dikenal setenar Supriyadi atau Ki Hajar Dewantara, namun beliau memiliki sumbangsih yang besar terhadap perjuangan kebangsaan Indonesia. Disamping itu, ia juga mewariskan suatu ilmu yang disebut dengan Kawruh Jiwa. Siapa sebenarnya Ki Ageng Suryomentaram? Bagaimana lakunya untuk mendekat pada GUSTI ALLAH? Mari kita simak bersama-sama.

Pada tahun 1892, tepatnya pada tanggal 20 Mei, seorang jabang bayi terlahir sebagai anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII, sultan yang bertahta di kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jabang bayi tersebut diberi nama BRM (Bendara Raden Mas) Kudiarmadji. Ibundanya bernama BRA (Bendara Raden Ayu) Retnomandoyo, putri Patih Danurejo VI yang kemudian bernama Pangeran Cakraningrat. Demikianlah, BRM Kudiarmadji mengawali lelakon hidupnya di dalam kraton sebagai salah seorang anak Sri Sultan yang jumlah akhirnya mencapai 79 putera-puteri.

Seperti saudaranya yang lain, Bendara Raden Mas Kudiarmadji belajar di Sekolah Srimanganti di dalam lingkungan kraton. Tingkat pendidikan sekolah ini kurang lebih sama dengan sekolah dasar sekarang. Selepas dari Srimanganti, dilanjutkan dengan kursus Klein Ambtenaar, belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Arab. Setelah selesai kursus, bekerja di gubernuran selama 2 tahun lebih.

BRM Kudiarmadji mempunyai kegemaran membaca dan belajar, terutama tentang sejarah, filsafat, ilmu jiwa, dan agama. Pendidikan agama Islam dan mengaji didapat dari K.H. Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Ketika menginjak usia 18 tahun, Bendara Raden Mas Kudiarmadji diangkat menjadi pangeran dengan gelar Bendara Pangeran Harya Suryomentaram. Tahun demi tahun berlalu, sedikit demi sedikit Pangeran Suryomentaram mulai merasakan sesuatu yang kurang dalam hatiya. Setiap waktu ia hanya bertemu dengan yang disembah, yang diperintah, yang dimarahi, yang dimintai. Dia tidak puas karena merasa belum pernah bertemu orang. Yang ditemuinya hanya sembah, perintah, marah, minta, tetapi tidak pernah bertemu orang. Ia merasa masygul dan kecewa sekalipun ia adalah seorang pangeran yang kaya dan berkuasa.

TAK BETAH DI KRATON

Pada suatu ketika Pangeran Suryomentaram merasa menemukan jawaban bahwa yang menyebabkan ia tidak pernah bertemu orang, adalah karena hidupnya terkurung di lingkungan kraton. Hal itulah yang menyebabkan ia merasa tidak betah lagi tinggal dalam lingkungan kraton. Penderitaannya semakin mendalam dengan kejadian-kejadian sedih yang terjadi secara berturutan yaitu: * Patih Danurejo VI, kakek yang memanjakannya, diberhentikan dari jabatan patih dan tidak lama kemudian meninggal dunia. * Ibunya dicerai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan dikeluarkan dari kraton, kemudian diserahkan kepada dirinya. * Istri yang dicintainya meninggal dunia dan meninggalkan putra yang baru berusia 40 hari.

Rasa tidak puas dan tidak betah makin menjadi-jadi sampai pada puncaknya, ia mengajukan permohonan pada ayahanda, Sri Sultan Hamengku Buwono VII, untuk berhenti sebagai pangeran, tetapi permohonan tersebut tidak dikabulkan.

Pada kesempatan lain ia juga mengajukan permohonan untuk naik haji ke Mekah, namun ini pun tidak dikabulkan. Karena sudah tidak tahan lagi, diam-diam ia meninggalkan kraton dan pergi ke Cilacap menjadi pedagang kain batik dan setagen (ikat pinggang). Di sana ia mengganti namanya menjadi Notodongso.

DICARI SULTAN

Berita perginya Pangeran Suryomentaram ini didengar Sri Sultan Hamengku Buwono VII, maka Sultan memerintahkan KRT Wiryodirjo (Bupati Kota) dan R.L. Mangkudigdoyo, untuk mencari Pangeran Suryomentaram dan memanggil kembali ke Yogyakarta. Setelah mencari-cari sekian lama, akhirnya ia ditemukan di Kroya (Banyumas) sedang memborong mengerjakan sumur.

Pangeran Suryomentaram kembali ke Yogyakarta meskipun sudah terlanjur membeli tanah. Mulai lagi kehidupan membosankan dijalaninya. Setiap saat ia selalu mencari-cari penyebab kekecewaan batinnya. Ketika ia mengira bahwa selain kedudukan sebagai pangeran, penyebab rasa kecewa dan tidak puas itu adalah harta benda, maka seluruh isi rumahnya dilelang. Mobil dijual dan hasil penjualannya diberikan kepada sopirnya, kuda dijual dan hasil penjualannya diberikan kepada gamelnya (perawat kuda), pakaian-pakaiannya dibagi-bagikan kepada para pembantunya.

Upayanya itu ternyata tidak juga membuahkan jawaban atas kegelisahannya, ia tetap merasa tidak puas. Ia merindukan dapat bertemu orang. Hari-hari selanjutnya diisi dengan keluyuran, bertirakat ke tempat-tempat yang dianggap keramat seperti Luar Batang, Lawet, Guwa Langse, Guwa Cermin, Kadilangu dan lain-lain. Namun rasa tidak puas itu tidak hilang juga.

Ia makin rajin mengerjakan shalat dan mengaji, tiap ada guru atau kiai yang terkenal pandai, didatangi untuk belajar ilmunya. Tetap saja rasa tidak puas itu menggerogoti batinnya. Kemudian dipelajarinya agama Kristen dan theosofi, ini pun tidak dapat menghilangkan rasa tidak puasnya.

BEBAS

Pada tahun 1921 ketika Pangeran Suryomentaram berusia 29 tahun, Sri Sultan Hamengku Buwono VII mangkat. Dia ikut mengantarkan jenazah ayahandanya ke makam Imogiri dengan mengenakan pakaian yang lain daripada yang lain. Para Pangeran mengenakan pakaian kebesaran kepangeranan, para abdi dalem mengenakan pakaian kebesarannya sesuai dengan pangkatnya, Pangeran Suryomentaram memikul jenazah sampai ke makam Imogiri sambil mengenakan pakaian kebesarannya sendiri yaitu ikat kepala corak Begelen, kain juga corak Begelen, jas tutup berwarna putih yang punggungnya ditambal dengan kain bekas berwarna biru sambil mengempit payung Cina.

Dalam perjalanan pulang ia berhenti di Pos Barongan membeli nasi pecel yang dipincuk dengan daun pisang, dimakannya sambil duduk di lantai disertai minum segelas cao. Para pangeran, pembesar, maupun abdi dalem yang lewat tidak berani mendekat karena takut atau malu, mereka mengira Pangeran Suryomentaram telah menderita sakit jiwa. Namun ada pula yang menganggapnya seorang wali.

Setelah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dinobatkan sebagai raja, Pangeran Suryomentaram sekali lagi mengajukan permohonan berhenti dari kedudukannya sebagai pangeran, dan kali ini dikabulkan.

Pemerintah Hindia Belanda memberikan uang pensiun sebesar f 333,50 per bulan, tetapi ditolaknya dengan alasan ia tidak merasa berjasa kepada pemerintah Hindia Belanda dan tidak mau terikat pada pemerintah Hindia Belanda. Kemudian Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memberikan uang f 75 per bulan hanya sebagai tanda masih keluarga kraton. Pemberian ini diterimanya dengan senang hati.

Setelah berhenti dari kedudukannya sebagai pangeran ia merasa lebih bebas, tidak terikat lagi. Namun segera ia menyadari bahwa ia masih tetap merasa tidak puas, ia masih belum juga bertemu orang.

Suryomentaram yang bukan pangeran lagi itu kemudian membeli sebidang tanah di desa Bringin, sebuah desa kecil di sebelah utara Salatiga. Di sana ia tinggal dan hidup sebagai petani. Sejak itu ia lebih dikenal dengan nama Ki Gede Suryomentaram atau Ki Gede Bringin. Banyak orang yang menganggap ia seorang dukun, dan banyak pula yang datang berdukun.

PENCERAHAN

Setelah menduda lebih kurang 10 tahun, pada tahun 1925 Ki Ageng kawin lagi, kemudian beserta keluarga pindah ke Bringin. Rumahnya yang di Yogya digunakan untuk asrama dan sekolah Taman Siswa.

Pada suatu malam di tahun 1927, Ki Ageng membangunkan isterinya, Nyi Ageng Suryomentaram, yang sedang lelap tidur, dan dengan serta merta ia berkata, "Bu, aku sudah ketemu yang kucari. Aku tidak bisa mati!" Sebelum Nyi Ageng sempat bertanya, Ki Ageng melanjutkan, " Ternyata yang merasa belum pernah bertemu orang, yang merasa kecewa dan tidak puas selama ini, adalah orang juga, wujudnya adalah si Suryomentaram. Diperintah kecewa, dimarahi kecewa, disembah kecewa, dimintai berkah kecewa, dianggap dukun kecewa, dianggap sakit ingatan kecewa, jadi pangeran kecewa, menjadi pedagang kecewa, menjadi petani kecewa, itulah orang yang namanya Suryomentaram, tukang kecewa, tukang tidak puas, tukang tidak kerasan, tukang bingung. Sekarang sudah ketahuan. Aku sudah dapat dan selalu bertemu orang, namanya adalah si Suryomentaram, lalu mau apa lagi? Sekarang tinggal diawasi dan dijajagi."

Sejak itu Ki Ageng kerjanya keluyuran, tetapi bukan untuk bertirakat seperti dulu, melainkan untuk menjajagi rasanya sendiri. Ia mendatangi teman-temannya untuk mengutarakan hasilnya bertemu orang - bertemu diri sendiri. Mereka pun kemudian juga merasa bertemu orang - bertemu diri sendiri masing-masing.

Setiap kali bertemu orang (diri sendiri) timbul rasa senang. Rasa senang tersebut dinamakan "rasa bahagia", bahagia yang bebas tidak tergantung pada tempat, waktu, dan keadaan.

Pada tahun 1928 semua hasil "mengawasi dan menjajagi rasa diri sendiri" itu ditulis dalam bentuk tembang (puisi), kemudian dijadikan buku dengan judul "Uran-uran Beja".

Kisah-kisah tentang laku Ki Ageng yang menjajagi rasa diri sendiri tersebut ada banyak sekali, di antaranya sebagai berikut.

Suatu hari Ki Ageng akan pergi ke Parang Tritis yang terletak di pantai selatan Yogyakarta. Sesampainya di Kali Opak perjalanannya terhalang banjir besar. Para tukang perahu sudah memperingatkan Ki Ageng agar tidak menyeberang, tetapi karena merasa pandai berenang, Ki Ageng nekad menceburkan diri ke dalam sungai. Akhirnya ia megap-megap hampir tenggelam dan kemudian ditolong oleh para tukang perahu.

Setelah pulang ia berkata kepada Ki Prawirowiworo sebagai berikut, "Aku mendapat pengalaman. Pada waktu aku akan terjun ke dalam sungai, tidak ada rasa takut sama sekali. Sampai gelagapan pun rasa takut itu tetap tidak ada. Bahkan aku dapat melihat si Suryomentaram yang megap-megap hampir tenggelam."

Ki Prawirowiworo menjawab, "Tidak takut apa-apa itu memang benar, sebab Ki Ageng adalah orang yang putus asa. Orang yang putus asa itu biasanya nekad ingin mati saja." Ki Ageng menjawab, "Kau benar. Rupanya si Suryomentaram yang putus asa karena ditinggal mati kakek yang menyayanginya, dan istri yang dicintainya, nekad ingin bunuh diri. Tetapi pada pengalaman ini ada yang baik sekali, pada waktu kejadian tenggelam megap-megap, ada rasa yang tidak ikut megap-megap, tetapi malah dapat melihat si Suryomentaram yang megap-megap gelagapan itu."

Setelah penyerahan kedaulatan, Ki Ageng mulai lagi mengadakan ceramah-ceramah Kawruh Beja (Kawruh Jiwa) ke mana-mana, ikut aktif mengisi kemerdekaan dengan pembangunan jiwa berupa ceramah-ceramah pembangunan jiwa warga negara. Pada tahun 1957 pernah diundang oleh Bung Karno ke Istana Merdeka untuk dimintai wawasan tentang berbagai macam masalah negara. Ki Ageng tetap mengenakan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari.

Kurang lebih 40 tahun Ki Ageng menyelidiki alam kejiwaan dengan menggunakan dirinya sebagai kelinci percobaan.

Pada suatu hari ketika sedang mengadakan ceramah di desa Sajen, di daerah Salatiga, Ki Ageng jatuh sakit dan dibawa pulang ke Yogya, dirawat di rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit itu, Ki Ageng masih sempat menemukan kawruh yaitu bahwa "puncak belajar kawruh jiwa ialah mengetahui gagasannya sendiri".

Ki Ageng dirawat di rumah sakit selama beberapa waktu, namun karena sakitnya tidak kunjung berkurang, kemudian ia dibawa pulang ke rumah. Sakitnya makin lama makin parah, dan pada hari Minggu Pon tanggal 18 Maret 1962 jam 16.45, dalam usia 70 tahun, Ki Ageng tutup usia di rumahnya di Jln. Rotowijayan no. 22 Yogyakarta dan dimakamkan di makam keluarga di desa Kanggotan, sebelah selatan kota Yogyakarta.

Ki Ageng Suryomentaram meninggalkan seorang istri, dua orang putra, dan empat orang putri.

Ki Ageng Suryomentaram juga meninggalkan warisan yang sangat berharga yaitu KAWRUH PANGAWIKAN PRIBADI atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan KAWRUH JIWA. Untuk pembahasan tentang ajaran dari Ki Ageng Suryomentaram akan dibahas pada pokok bahasan selanjutnya.

Diposkan oleh kejawen di 16.03 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/04/pencarian-ki-ageng-suryomentaram_03.html

Rabu, 10 Maret 2010

'Membaca' Pesan Ghaib Ki Ageng Mangir

Dhandhang Gula

Sasadara huwus panglong iki / Parandene mancorong baskaraSumelet kelet panase / Kabeh wong padha bingungSalang tunjang angkara sirir / Ananging kang pinanggyaGeni mulad murub / Bumi bengkah luru tumbalTan kawilang kehing layon nggondhol tangis / Nuswantara kantaka

Dhuh, dhuh, adhuh Risang Maha YektiAbdi muja konjuk Maha Wikan / Krama galana hambekeMulat karuganipun / Bumintara kawula dasihTuwahing lampah tama / Kawarna pra luhurLumembat sang sinatriya / Tentrem ayem tata titi kuswa rukmiMandhireng mulya jaya

Punapa ta badhe klampah malih / Pralayane prabu DharmawangsaTanapi sirna ilange / Majalungga karuhunMawut ambyar talining asih / Putra anglaga bapakKadang dados satru / Sadayanipun punikaKrana polah wiyasaning gatra wangsi / Angugung durangkaraKang kajangka dening pra winasis / Nagri mami kalungge sapendhah

Wong jawa ilang jawane / Nyingkur pepakon luhungWusanane ibu Pratiwi / Rumaos yen katilarDatan den pailu / Dhuh Gusti Sang Murbeng jagadMugi krenan paring lejar lan udani / Dhumateng abdi nDikaNadyan amba wus kamuksan jati / Kapiyandhem satuti ngastawaMaring napi kula wngse / Ndeek angudar simpulKinthung silung kapugut yekti / nanging abdi padukaJalma punggung cubluk / pramilanta nyuwun wucalKados pundi lampahing pambudi / sumangga mawarsita

Sinom

1 . Ingsun pranataning jagad/ maha welas maha asihTanpa wates tuhu tresna / tumrap titah kang ngabektiLan setya angugemi / marang angger dhawuh IngsunFhuh nguni Ingsun serat / ing watu loh cacah kalihSun paringke marang Musa dhutaning wong

Marwa hawya melang driya / Ingsun krenan ngijabahiPanyuwun umat Ingwang / Nuswantara bakal bangkitTandane jaman iki / timbul titah sipat rasulSumrambah ing bawana / kanthen asta ngesthi GustiTanpa pamrih ider warih tirta marta

Diposkan oleh kejawen di 07.07 5 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/03/membaca-pesan-ghaib-ki-ageng-mangir.html

Tiga Tipe Manusia

Hidup ini adalah sebuah misteri. Meski hidup ini sebuah misteri, maka tidak harus kita manusia yang hidup di dunia ini menyerah begitu saja dan membiarkan misteri tersebut tetap sebagai sebuah misteri. Namun, kita dituntut untuk terus mencari dan mencari berbagai misteri dalam hidup ini.

Manusia itu digolongkan menjadi tiga tipe. Tipe pertama, adalah manusia yang 100% percaya dengan logika. Artinya, jika melihat sesuatu yang diluar nalar, mereka pasti akan mencari jawaban dan menghubungkan jawaban tersebut untuk bisa masuk otaknya. Kebanyakan manusia tipe seperti ini cenderung untuk bertingkah-laku sesuai kehendak hatinya, asalkan masuk di otaknya.

Tipe yang kedua adalah manusia yang 100 persen percaya dengan hal-hal yang diluar logika. Umumnya tipe manusia seperti ini menganggap bahwa hidup itu selalu dipengaruhi oleh hal-hal ghaib. Tipe manusia seperti ini senantiasa cenderung malas untuk berpikir selain memikirkan hal-hal yang ghaib. Contohnya, bila usahanya tengah bangkrut, maka ia akan berpikir bahwa ada orang lain yang 'menutup' usahanya dengan cara ghaib. Maka, ia pun akan mencari penyelesaiannya dengan cara ghaib pula.

Sedangkan tipe yang ketiga adalah tipe manusia yang 50 persen menggunakan logikanya dan 50 persen lagi menggunakan hati nuraninya. Umumnya, manusia yang bertipe seperti ini cenderung lebih awas. Ia akan tahu kapan harus menggunakan logikanya, dan kapan harus menggunakan hati nuraninya. Manusia yang bertipe seperti itu akan lebih dapat menggunakan 'roso'-nya dibandingkan dengan dua tipe manusia sebelumnya.

Nah, kini pertanyaan yang muncul, tipe manusia seperti apakah kita ini? Apakah selalu menggunakan logika 100 persen, ataukah selalu menggunakan pemikiran terhadap Ghaib 100 persen,ataukah tipe manusia yang ketiga yang tahu kapan harus menggunakan logika dan kapan harus menggunakan hati nurani? Hanya Anda sendiri yang bisa menjawabnya. Yang jelas, sebagai panduannya, bukankah kita ini hidup di alam realita yang harus menggunakan logika, sementara kita juga diwajibkan mengenal GUSTI ALLAH yang nyata-nyata GUSTI ALLAH itu memiliki sifat ghaib.

Diposkan oleh kejawen di 06.14

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/03/tiga-tipe-manusia.html

Senin, 25 Januari 2010

Penggalian "Wahyu Pancasila" Bung Karno

Pancasila merupakan dasar negara. Penggalian Pancasila tersebut sebagai dasar negara telah melalui proses yang panjang. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia pertama yang juga dikenal dengan Bung Karno telah menggali Pancasila yang telah menjadi sikap hidup bangsa Indonesia sejak dulu kala. Menurut faham ajaran spiritual Budaya Jawa, Pancasila itu merupakan bagian dari Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya (Wahyu tujuh ajaran yang masing-masing berisi lima butir ajaran mencapai kemuliaan, ketentraman, dan kesejahteraan kehidupan alam semesta hingga alam keabadian/akhirat). Sementara itu ada tokoh spiritual lain menyebutkan Panca Mukti Muni Wacana yang hanya terdiri atas lima kelompok (bukan tujuh).

Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya itu terdiri atas :

1. PancasilaPancasila merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan pembentukan sikap dasar atau akhlak manusia.

1.1. Hambeg Manembah

Hambeg manembah adalah sikap ketakwaan seseorang pada Tuhan Yang Mahaesa. Manusia sebagai makhluk ciptaanNya wajib memiliki rasa rumangsa lan pangrasa (menyadari) bahwa keberadaannya di

dunia ini sebagai hamba ciptaan Ilahi, yang mengemban tugas selalu mengabdi hanya kepadaNya. Dengan pengabdian yang hanya kepadaNya itu, manusia wajib melaksanakan tugas amanah yang diemban, yaitu menjadi khalifah pembangun peradaban serta tatanan kehidupan di alam semesta ini, agar kehidupan umat manusia, makhluk hidup serta alam sekitarnya dapat tenteram, sejahtera, damai, aman sentosa, sehingga dapat menjadi wahana mencapai kebahagiaan abadi di alam kelanggengan (akhirat) kelak (Memayu hayu harjaning Bawana, Memayu hayu harjaning Jagad Traya, Nggayuh kasampurnaning hurip hing Alam Langgeng).

Dengan sikap ketakwaan ini, semua manusia akan merasa sama, yaitu berorientasi serta merujukkan semua gerak langkah, serta sepak terjangnya, demi mencapai ridlo Ilahi, Tuhan Yang Maha Bijaksana (Hyang Suksma Kawekas).

Hambeg Mangeran ini mendasari pembangunan watak, perilaku, serta akhlak manusia. Sedangkang akhlak manusia akan menentukan kualitas hidup dan kehidupan, pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

1.2. Hambeg Manunggal

Hambeg manunggal adalah sikap bersatu. Manusia yang hambeg mangeran akan menyadari bahwa manusia itu terlahir di alam dunia ini pada hakekatnya sama. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh setiap insan itu memang merupakan tanda-tanda kebesaran Hyang Suksma Adi Luwih (Tuhan Yang Maha Luhur). Oleh karena itu sebagai salah satu bentuk dari sikap ketakwaan seseorang adalah sikap hasrat serta kemauan kerasnya untuk bersatu. Perbedaan tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain sebenarnya bukan alat untuk saling berpecah belah, tetapi malah harus dapat dipersatukan dalam komposisi kehidupan yang serasi serta bersinergi. Hanya ketakwaan lah yang mampu menjadi pendorong tumbuhnya hambeg manunggal ini, karena manusia akan merasa memiliki satu tujuan hidup, satu orientasi hidup, dan satu visi di dalam kehidupannya.

Di dalam salah satu ajaran spiritual, hambeg manunggal itu dinyatakan sebagai, manunggaling kawula lan gustine (bersatunya antara rakyat dengan pemimpin), manunggale jagad gedhe lan jagad cilik (bersatunya jagad besar dengan jagad kecil), manunggale manungsa lan alame (bersatunya manusia dengan alam sekitarnya), manunggale dhiri lan bebrayan (bersatunya individu dengan masyarakat luas), manunggaling sapadha-padha (persatuan di antara sesama), dan sebagainya.

1.3. Hambeg Welas Asih

Hambeg welas asih adalah sikap kasih sayang. Manusia yang hambeg mangeran, akan merasa keberadaan dirinya dengan sesama manusia memiliki kesamaan hakikat di dalam hidup. Dengan kesadaran itu, setelah hambeg manunggal, manusia wajib memiliki rasa welas asih atau kasih sayang diantara sesamanya. Sikap kasih sayang itu akan mampu semakin mempererat persatuan dan kesatuan.

1.4. Hambeg Wisata.

Hambeg wisata adalah sikap tenteram dan mantap. Karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, manusia akan bersikap tentram dan merasa mantap dalam kehidupannya. Sikap ini tumbuh karena keyakinannya bahwa semua kejadian ini merupakan kehendak Sang Pencipta.

Hambeg wisata bukan berarti pasrah menyerah tanpa usaha, tetapi justru karena kesadaran bahwa semua kejadian di alam semesta ini terjadi karena kehendakNya, sedangkan Tuhan juga menghendaki manusia harus membangun tata kehidupan untuk mensejahterakan kehidupan alam semesta, maka dalam rangka hambeg wisata itu manusia juga merasa tenteram dan mantap dalam melakukan usaha, berkarya, dan upaya di dalam membangun kesejahteraan alam semesta. Manusia akan merasa mantap dan tenteram hidup berinteraksi dengan sesamanya, untuk saling membantu, bahu membahu, saling mengingatkan, saling mat sinamatan, di dalam kehidupan.

1.5. Hambeg Makarya Jaya Sasama

Hambeg Makarya Jaya Sasama adalah sikap kemauan keras berkarya, untuk mencapai kehidupan, kejayaan sesama manusia. Manusia wajib menyadari bahwa keberadaannya berasal dari asal yang sama, oleh karena itu manusia wajib berkarya bersama-sama menurut potensi yang ada pada dirinya masing-masing, sehingga membentuk sinergi yang luar biasa untuk menjapai kesejahteraan hidup bersama. Sikap hambeg makarya jaya sesama akan membangun rasa "tidak rela" jika masih ada sesama manusia yang hidup kekurangan atau kesengsaraan.

2. Panca Karya

Panca karya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan berkarya di dalam kehidupan.

2.1. Karyaning Cipta Tata

Karyaning Cipta Tata adalah kemampuan berfikir secara runtut, sistematis, tidak semrawut (tidak worsuh, tidak tumpang tindih).

Manusia wajib mengolah kemampuan berfikir agar mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya secara sistematis dan tuntas. Setiap menghadapi permasalahan wajib mengetahui duduk permasalahannya secara benar, mengetahui tujuan penyelesaian masalah yang benar beserta berbagai standar kriteria kinerja yang hendak dicapainya, mengetahui kendala-kendala yang ada, dan menyusun langkah atau strategi penyelesaian masalah yang optimal.

2.2. Karyaning Rasa Resik

Karyaning rasa resik adalah kemampuan bertindak obyektif, bersih, tanpa dipengaruhi dorongan hawa nafsu, keserakahan, ketamakan, atau kepentingan-kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran/budi luhur.

2.3. Karyaning Karsa Lugu

Karyaning Karsa Lugu adalah kemampuan berbuat bertindak sesuai suara kesucian relung kalbu yang paling dalam, yang pada dasarnya adalah hakekat kejujuran fitrah Ilahiyah ( sesuai kebenaran sejati yang datang dari Tuhan Yang Maha Suci/Hyang Suksma Jati Kawekas ).

2.4. Karyaning Jiwa Mardika

Karyaning Jiwa Mardika adalah kemampuan berbuat sesuai dengan dorongan Sang Jiwa yang hanya menambatkan segala hasil karya, daya upaya, serta cita-cita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terbebas dari cengkeraman pancaindera dan hawa nafsu keserakahan serta ketamakan akan keduniawian. Karyaning Jiwa Mardika akan mampu mengendalikan keduniaan, bukan diperbudak oleh keduniawian (Sang Jiwa wus bisa murba lan mardikaake sagung paraboting kadonyan).

2.5. Karyaning Suksma Meneng

Karyaning Suksma Meneng adalah kemampuan berbuat berlandaskan kemantapan peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana, berlandaskan kebenaran, keadilan, kesucian fitrah hidup, " teguh jiwa, teguh suksma, teguh hing panembah ".

Di dalam setiap gerak langkahnya, manusia wajib merujukkan hasil karya ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, yang menitipkan amanah dunia ini kepada manusia agar selalu sejahtera.

3. Panca Guna

Panca guna merupakan butir-butir ajaran untuk mengolah potensi kepribadian dasar manusia sebagai modal dalam mengarungi bahtera kehidupan.

3.1. Guna Empan Papaning Daya Pikir

Guna empan papaning daya pikir adalah kemampuan untuk berkonsentrasi, berfikir secara benar, efektif, dan efisien ( tidak berfikir melantur, meratapi keterlanjuran, mengkhayal yang tidak bermanfaat, tidak suka menyia-nyiakan waktu ).

3.2. Guna Empan Papaning Daya Rasa

Guna empan papaning daya rasa adalah kemampuan untuk mengendalikan kalbu, serta perasaan ( rasa, rumangsa, lan pangrasa ), secara arif dan bijaksana.

3.3. Guna Empan Papaning Daya Karsa

Guna empan papaning daya karsa adalah kemampuan untuk mengendalikan, dan mengelola kemauan, cita-cita, niyat, dan harapan.

3.4. Guna Empan Papaning Daya Karya

Guna empan papaning daya karya adalah kemampuan untuk berkarya, berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.

3.5. Guna Empan Papaning Daya Panguwasa

Guna empan papaning daya panguwasa adalah kemampuan untuk memanfaatkan serta mengendalikan kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan secara arif dan bijaksana (tidak menyalahgunakan kewenangan). Kewenangan, kekuasaan, serta kemampuan yang dimilikinya dimanfaatkan secara baik, benar, dan tepat untuk mengelola (merencanakan, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi ) kehidupan alam semesta.

4. Panca Dharma

Panca dharma merupakan butir-butir ajaran rujukan pengarahan orientasi hidup dan berkehidupan, sebagai penuntun bagi manusia untuk menentukan visi dan misi hidupnya.

4.1. Dharma Marang Hingkang Akarya Jagad

Dharma marang Hingkang Akarya Jagad adalah melaksanakan perbuatan mulia sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban umat kepada Sang Pencipta. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Mahaesa untuk selalu menghambakan diri kepada-Nya. Oleh karena itu semua perilaku, budi daya, cipta, rasa, karsa, dan karyanya di dunia tiada lain dilakukan hanya semata-mata sebagai bentuk perwujudan dari peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mensejahterakan alam semesta ( memayu hayuning harjaning bawana, memayu hayuning jagad traya ).

4.2. Dharma Marang Dhirine

Dharma marang dhirine adalah melaksanakan kewajiban untuk memelihara serta mengelola dhirinya secara baik. Olah raga, olah cipta, olah rasa, olah karsa, dan olah karya perlu dilakukan secara baik sehingga sehat jasmani, rohani, lahir, dan batinnya.

Manusia perlu menjaga kesehatan jasmaninya. Namun demikian mengasah budi, melalui belajar agama, budaya, serta olah batin, merupakan kewajiban seseorang terhadap dirinya sendiri agar dapat mencapai kasampurnaning urip, mencapai kebahagiaan serta kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

Dengan kesehatan jasmani, rohani, lahir, dan batin tersebut, manusia dapat memberikan manfaat bagi dirinya sendiri.

4.3. Dharma Marang Kulawarga

Dharma marang kulawarga adalah melaksanakan kewajiban untuk memenuhi hak-hak keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil binaan manusia sebagai bagian dari masyarakat bangsa dan negara. Pembangunan keluarga merupakan fitrah manusiawi. Kelompoh ini tentunya perlu terbangun secara baik. Oleh karena itu sebagai manusia memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas masing-masing di dalam lingkungan keluarganya secara baik, benar, dan tepat.

4.4. Dharma Marang Bebrayan

Dharma marang bebrayan adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun kehidupan bermasyarakat secara baik, agar dapat membangun masyarakat binaan yang tenteram damai, sejahtera, aman sentosa.

4.5. Dharma Marang Nagara

Dharma marang nagara adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun negara sesuai peran dan kedudukannya masing-masing, demi kesejahteraan, kemuliaan, ketenteraman, keamanan, kesetosaan, kedaulatan, keluhuran martabat, kejayaan, keadilan, dan kemakmuran bangsa dan negaran beserta seluruh lapisan rakyat, dan masyarakatnya.

5. Panca Jaya

Panca jaya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan penetapan standar kriteria atau tolok ukur hidup dan kehidupan manusia.

5.1. Jayeng Dhiri

Jayeng dhiri artinya mampu menguasai, mengendalikan, serta mengelola dirinya sendiri, sehingga mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya, tanpa kesombongan ( ora rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa lan hangrumangsani, kanthi rasa, rumangsa, lan pangrasa ).

5.2. Jayeng Bhaya

Jayeng Bhaya artinya mampu menghadapi, menanggulangi, dan mengatasi semua bahaya, ancaman, tantangan, gangguan, serta hambatan yang dihadapinya setiap saat, dengan modal kepandaian, kepiawaian, kecakapan, akal, budi pekeri, ilmu, pengetahuan, kecerdikan, siasat, kiat-kiat, dan ketekunan yang dimilikinya. Dengan modal itu, seseorang diharapkan mampu mengatasi semua permasalahan dengan cara yang optimal, tanpa melalui pengorbanan ( mendatangkan dampak negatif ), sehingga sering disebut 'nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake' ( menyerang tanpa pasukan, menang dengan tidak mengalahkan ).

5.3. Jayeng Donya

Jayeng donya artinya mampu memenuhi kebutuhan kehidupan di dunia, tanpa dikendalikan oleh dorongan nafsu keserakahan. Dengan kemampuan mengendalikan nafsu keserakahan di dalam memenuhi segala bentuk hajat serta kebutuhan hidup, maka manusia akan selalu peduli terhadap kebutuhan orang lain, dengan semangat tolong menolong, serta memberikan hak-hak orang lain, termasuk fakir miskin ( orang lemah yang nandang kesusahan/ papa cintraka ).

5.4. Jayeng Bawana Langgeng

Jayeng bawana langgeng artinya mampu mengalahkan semua rintangan, cobaan, dan godaan di dalam kehidupan untuk mempersiapkan diri, keturunan, dan generasi penerus sehingga mampu mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat.

5.5. Jayeng Lana ( mangwaseng hurip lahir batin kanthi langgeng ).

Jayeng lana artinya mampu secara konsisten menguasai serta mengendalikan diri lahir dan batin, sehingga tetap berada pada hidup dan kehidupan di bawah ridlo Ilahi.

6. Panca Daya

Panca daya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan sikap dan perilaku manusia sebagai insan sosial, atau bagian dari warga masyarakat, bangsa dan negara. Di samping itu sementara para penghayat spiritual kebudayaan Jawa mengisyaratkan bahwa pancadaya itu merupakan komponen yang mutlak sebagai syarat pembangunan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan sentosa lahir batin.

6.1. Daya Kawruh Luhuring Sujanma

Daya kawruh luhuring sujanma artinya kekuatan ilmu pengetahuan yang mampu memberikan manfaat kepada kesejahteraan alam semesta.

6.2. Daya Adiling Pangarsa

Daya adiling pangarsa/tuwanggana artinya kekuatan keadilan para pemimpin.

6.3. Daya Katemenaning Pangupa Boga

Daya katemenaning pangupa boga artinya kekuatan kejujuran para pelaku perekonomian ( pedagang, pengusaha ).

6.4. Daya Kasetyaning Para Punggawa lan Nayaka

Daya kasetyaning para punggawa lan nayaka artinya kekuatan kesetiaan para pegawai/ karyawan.

6.5. Daya Panembahing Para Kawula

Daya panembahing para kawula artinya kekuatan kemuliaan akhlak seluruh lapisan masyarakat ( mulai rakyat kecil hingga para pemimpinnya; mulai yang lemah hingga yang kuat, mulai yang nestapa hingga yang kaya raya, mulai kopral hingga jenderal, mulai sengsarawan hingga hartawan ).

7. Panca Pamanunggal ( Panca Panunggal )

Panca pamanunggal adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat spiritual jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini.

7.1. Pandhita Suci Hing Cipta Nala

Pandita suci hing cipta nala adalah sosok insan yang memiliki sifat fitrah, yaitu kesucian lahir batin, kesucian fikir dan tingkah laku demi memperoleh ridlo Ilahi.

7.2. Pamong Waskita

Pamong waskita adalah sosok insan yang mampu menjadi pelayan masyarakat yang tanggap aspirasi yang dilayaninya.

7.3. Pangayom Pradah Ber Budi Bawa Leksana

Pangayom pradhah ber budi bawa leksana adalah sosok insan yang mampu melindungi semua yang ada di bawah tanggungjawabnya, mampu bersifat menjaga amanah dan berbuat adil berdasarkan kejujuran.

7.4. Pangarsa Mulya Limpat Wicaksana

Pangarsa mulya limpat wicaksana artinya sosok insan pemimpin yang berbudi luhur, berakhlak mulia, cakap, pandai, handal, profesional, bertanggungjawab, serta bijaksana.

7.5. Pangreh Wibawa Lumaku Tama

Pangreh wibawa lumaku tama artinya sosok insan pengatur, penguasa, pengelola yang berwibawa, memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, mampu mengatur bawahan dengan kewenangan yang dimilikinya, tetapi tidak sewenang-wenang, karena berada di dalam selalu berada di dalam koridor perilaku yang mulia ( laku utama ).

Menurut KRMH. T.H. Koesoemoboedoyo, di dalam buku tentang "Wawasan Pandam Pandoming Gesang Wewarah Adiluhung Para Leluhur Nuswantara Ngudi Kasampurnan Nggayuh Kamardikan", pada tahun 1926, perjalanan spiritual Bung Karno, yang sejak usia mudanya gemar olah kebatinan untuk menggapai cita-citanya yang selalu menginginkan kemerdekaan negeri tercinta, pernah bertemu dengan seorang tokoh spiritual, yaitu Raden Ngabehi Dirdjasoebrata di Kendal Jawa Tengah. Pada saat itu Raden Ngabehi Dirdjasoebrata mengatakan kepada Bung Karno, " Nak,.. mbenjing menawi nagari sampun mardika, dhasaripun Pancasila. Supados nak Karno mangertos, sakpunika ugi kula aturi sowan dik Wardi mantri guru Sawangan Magelang ". ( " Nak, nanti jika negeri telah merdeka, dasarnya Pancasila. Supaya nak Karno mengerti, sekarang juga saya sarankan menemui dik Wardi, mantri guru Sawangan Magelang" ). Setelah Bung Karno menemui Raden Suwardi di Sawangan Magelang, maka oleh Raden Suwardi disarankan agar Bung Karno menghadap Raden Mas Sarwadi Praboekoesoema di Yogyakarta.

Di dalam pertemuannya dengan Raden Mas Sarwadi Praboekoesoemo itu lah Bung Karno memperoleh wejangan tentang Panca Mukti Muni Wacana dalam bingkai Ajaran Spiritual Budaya Jawa, yang terdiri atas Pancasila, Panca Karya, Panca Guna, Pancadharma, dan Pancajaya.

Terlepas dari kecenderungan faham pendapat Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya, atau Panca Mukti Muni Wacana, jika dilihat rumusan Pancasila ( dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia ), beserta proses pengusulan rumusannya, dengan menggunakan kejernihan hati dan kejujuran, sepertinya dapat terbaca bahwa seluruh kandungan ajaran Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya dan atau Panca Mukti Muni Wacana itu termuat secara ringkas di dalam rumusan sila-sila Pancasila, yaitu :

1. Ketuhanan Yang Mahaesa2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab3. Persatuan Indonesia4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Diposkan oleh kejawen di 11.24 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/01/penggalian-wahyu-pancasila-bung-karno.html

Asal Mula Aksara Jawa

Tidak banyak yang tahu sejarah aksara Jawa. Aksara Jawa sangat berkaitan dengan sejarah dari Ajisaka. Sang Ajisaka itulah yang menciptakan aksara Jawa yang kita kenal hingga saat ini. Bagaimana kisahnya?

Dahulu kala, di Pulau Majethi hidup seorang satria tampan bernama Ajisaka. Selain tampan, Ajisaka juga berilmu tinggi dan sakti mandraguna. Sang Satria mempunyai dua orang punggawa yang bernama Dora dan Sembada. Kedua punggawa itu sangat setia pada Ajisaka. Pada suatu hari, Ajisaka berkeinginan pergi berkelanan meninggalkan Pulau Majethi. Kepergiannya ditemani punggawanya yang bernama Dora, sementara Sembada tetap tinggal di Pulau Pulo Majethi, diperintahkan menjaga pusaka andalannya. Ajisaka berpesan pada Sembada, tidak boleh menyerahkan pusaka tersebut kepada siapapun kecuali pada Ajisaka sendiri. Sembada menyanggupi akan melaksanakan perintahnya.

Pada masa itu di tanah Jawa terdapat negara yang terkenal makmur, tertib, aman dan damai, yang bernama Medhangkamulan. Rajanya adalah Prabu Dewatacengkar, seorang raja yang luhur budinya serta bijaksana. Pada suatu hari, juru masak kerajaan mengalami kecelakaan, jarinya terbabat pisau hingga terlepas. Ki Juru Masak tidak menyadari bahwa potongan jarinya tercebur ke dalam hidangan yang akan disuguhkan pada Sang Prabu. Ketika tanpa sengaja memakan potongan jari tersebut, Sang Prabu serasa menyantap daging yang sangat enak, sehingga ia mengutus Sang Patih untuk menanyai Ki Juru Masak.

Setelah mengetahui yang disantap tadi adalah daging manusia, sang Prabu lalu memerintahkan Sang Patih agar setiap hari menghaturkan seorang dari rakyatnya untuk santapannya. Sejak saat itu Prabu Dewatacengkar mempunyai kegemaran menyeramkan, yaitu menyantap daging manusia. Wataknya berbalik seratus delapanpuluh derajat, berubah menjadi bengis dan senang menganiaya. Negara Medhangkamulan berubah menjadi wilayah yang angker dan sepi karena rakyatnya satu persatu dimangsa rajanya, sisanya lari menyelamatkan diri. Sang Patih pusing memikirkan keadaan, karena sudah tidak ada lagi rakyat yang bisa dihaturkan pada rajanya.

Pada saat itulah Ajisaka bersama punggawanya, Dora, tiba di Medhangkamulan. Ajisaka heran melihat

keadaan yang sunyi dan menyeramkan itu, maka ia lalu mencari tahu penyebabnya. Setelah mendapat keterangan mengenai apa yang sedang terjadi di Medhangkamulan, Ajisaka lalu menghadap Rekyana Patih dan menyatakan kesanggupannya menjadi santapan Prabu Dewatacengkar. Pada awalnya Sang Patih tidak mengizinkan karena merasa sayang bila Ajisaka yang tampan dan masih muda harus disantap Sang Prabu. Namun tekad Ajisaka sudah bulat, sehingga akhirnya iapun dibawa menghadap Sang Prabu.

Sang Prabu tak habis pikir, mengapa orang yang sedemikian tampan dan masih muda mau menyerahkan jiwa raganya untuk menjadi santapannya. Ajisaka mengatakan, ia rela dijadikan santapan sang Prabu asalkan dihadiahi tanah seluas ikat kepala yang dikenakannya. Di samping itu, harus Sang rabu sendiri yang mengukur wilayah yang akan dihadiahkan tersebut. Sang Prabu menyanggupi permintaannya.

Ajisaka kemudian mempersilakan Sang Prabu menarik ujung ikat kepalanya. Sungguh ajaib, ikat kepala itu seakan tak ada habisnya. Sang Prabu Dewatacengkar terpaksa mundur dan semakin mundur, sehingga akhirnya tiba ditepi laut Selatan. Ikat kepala tersebut kemudian dikibaskan Ajisaka sehingga Sang Prabu terlempar jatuh ke laut. Seketika wujudnya berubah menjadi buaya putih. Ajisaka kemudian menjadi raja di Medhangkamulan.

Setelah dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan, Ajisaka mengutus Dora pergi kembali ke Pulo Majethi menggambil pusaka yang dijaga oleh Sembada. Setibanya di Pulau Majethi, Dora menemui Sembada dan menjelaskan bahwa ia diperintahkan untuk mengambil pusaka Ajisaka. Sembada tidak mau memberikan pusaka tersebut karena ia berpegang pada perintah Ajisaka ketika meninggalkan Majethi. Sembada yang juga melaksanakan perintah Sang Prabu memaksa meminta agar pusaka tersebut diberikan kepadanya. Akhirnya kedua punggawa itu bertempur. Karena keduanya sama-sama sakti, peperangan berlangsung seru, saling menyerang dan diserang, sampai keduanya sama-sama tewas.

Kabar mengenai tewasnya Dora dan Sembada terdengar oleh Sang Prabu Ajisaka. Ia sangat menyesal mengingat kesetiaan kedua punggawa kesayangannya itu. Kesedihannya mendorongnya untuk menciptakan aksara untuk mengabadikan kedua orang yang dikasihinya itu.

Aksara tersebut berbunyi:

Ha Na Ca Ra Ka = yang berarti Ana utusan (ada utusan)Da Ta Sa Wa La = Padha kekerengan (saling berselisih pendapat)Pa Dha Ja Ya Nya = Padha digdayané (sama-sama sakti)Ma Ga Ba Tha Nga = Padha dadi bathangé (sama-sama menjadi mayat)

Diposkan oleh kejawen di 10.45 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/01/asal-mula-aksara-jawa.html

Mengkaji Kehidupan Kupu-Kupu

Setiap orang pasti tahu kupu-kupu. GuSTI ALLAH tampaknya ingin menunjukkan pada manusia sebuah hakekat kehidupan melalui seekor kupu-kupu. Namun kembali kepada manusia itu sendiri, apakah mereka mau menggunakan pikirannya untuk memahami apa hakekat yang ada dibalik binatang kupu-kupu yang memiliki warna sayap yang indah. Lalu apa hakekat yang bisa kita pelajari dari seekor kupu-kupu?

Kehidupan seekor kupu-kupu tak ada bedanya dengan manusia. Ketika masih muda belia, seekor kupu-kupu hanyalah seekor ulat. Ia berusaha ke sana kemari untuk mencari makan. Ulat tersebut akan menempel pada dedaunan dan mereka hidup di tempat itu. Pahit getir kehidupan dia rasakan diantara dedaunan itu. Saat panas menerpa, ia pun tetap bertahan. Demikian pula ketika musim hujan tiba, ia juga sangat berhati-hati dan berlindung diantara dedaunan dari guyuran air hujan yang menyirami tumbuh-tumbuhan di muka bumi.

Sama halnya dengan manusia, ketika muda, manusia selalu mencari setiap pengalaman dalam hidup. Pahit getir kehidupan senantiasa dijalani. Kehidupan senantiasa berputar menurut siklusnya. Ada saatnya sukacita, ada kalanya duka yang kita alami dalam kehidupan ini. Semuanya itu adalah suatu kewajaran. Pasalnya, GUSTI ALLAH menciptakan semua yang ada di dunia ini berpasang-pasangan. Jika ada siang, disitu juga ada malam. Jika ada sukacita, disitu juga ada duka. Itu semuanya merupakan warna-warni kehidupan di dunia dan kita sebagai manusia tidak bisa memilih untuk berada pada satu sisi saja. Artinya, hanya memiliki sukacita saja, dan tidak ingin mengalami duka, itu adalah hal yang mustahil.

Seekor ulat akan tahu masanya untuk berdiam diri. Pada saatnya, ulat akan berdiam diri. Ia 'bertapa'

untuk merenungkan kehidupan yang selama ini dilaluinya. Dalam keadaan 'bertapa' yang sangat tinggi itu, sang ulat akan dilingkupi oleh sebuah lapisan yang melindungi tubuhnya dari terik panas mentari dan hujan. Lapisan itu biasanya kita kenal dengan nama kepompong.

Lain halnya dengan ulat yang 'bertapa', justru manusia tidak tahu kapan saatnya mereka harus 'bertapa' untuk merenungi kehidupan ini. Manusia cenderung mengumbar nafsunya demi untuk mencari kesenangan hidup di dunia. Dan jikalau kesenangan dunia itu sudah didapatkannya, maka manusia itu akan mati-matian untuk mempertahankannya dan tak ingin kesenangan dunia itu meninggalkan dirinya. Hal itulah yang membuat manusia semakin terikat oleh dunia. Tragisnya, manusia tidak sadar bahwa umur berjalan terus. Saat mereka harus 'bertapa' merenungi kehidupan ini dan mencari jalan setelah kehidupan di dunia ini usai, dilewatkannya begitu saja hingga ajal menjemputnya.

Setelah 'bertapa' dengan khusyuk dan dilingkupi oleh kepompong, maka sang ulat tersebut akan berubah wujud menjadi seekor kupu-kupu dengan sayap yang berwarna indah. Keindahan warna kupu-kupu tersebut sebenarnya merupakan petunjuk dari GUSTI ALLAH kepada manusia. Jika manusia itu benar-benar mampu dan mau untuk 'bertapa' dan memahami dirinya sendiri, maka manusia tersebut akan menemukan hakekat kehidupan yang dicarinya. Dan ketika ia sudah mengerti dan memahami hakekat dirinya sendiri, maka manusia tersebut akan bertemu dengan GUSTI ALLAH. Dan manusia yang sudah bertemu dengan GUSTI ALLAH, maka akan dipandang oleh orang lain seperti indahnya sayap kupu-kupu.

Nah, dari uraian tersebut, kita manusia seharusnya lebih banyak merenung tentang hakekat hidup ini. Darimana kita sebelum lahir, dan akan kemana kita setelah mati. Orang Kejawen menyebutnya sebagai "Sangkan-Paraning Dumadi". Jika manusia sudah memahami hakekat kehidupan ini, maka lambat-laun ia akan bertemu dengan Sang Pencipta Kehidupan. Dan di mata orang lain, manusia yang sudah menemukan hakekat kehidupan ini akan memiliki pesona seindah warna-warni sayap kupu-kupu.

Diposkan oleh kejawen di 07.21

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/01/mengkaji-kehidupan-kupu-kupu.html

Rabu, 06 Januari 2010

Serat Sabda Palon Naya Genggong

( Pupuh Sinom )

1. Pada sira ngelinganaCarita ing nguni-nguniKang kocap ing serat babadBabad nagri MojopahitNalika duking nguniSang-a Brawijaya PrabuPan Samya pepanggihanKaliyan Njeng Sunan KaliSabda Palon Naya Genggong rencangira

(Ingatlah kepada kisah lama yang ditulis di dalam buku babad tentang Negara Mojopahit, Waktu itu Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan dengan Sunan Kalijaga didampingi oleh punakawannya yang bernama Sabda Palon Naya Genggong.)

2. Sang – a Prabu BrawijayaSabdanira arum manisNuntun dhateng punakawan“Sabda palon paran karsi”Jenengsun sapunikiWus ngrasuk agama RosulHeh ta kakang maniraMeluwa agama suciLuwih becik iki agama kang mulya

(Prabu Brawijaya berkata lemah-lembut kepada punakawannya: “Sabda palon sekarang saya sudah menjadi Islam. Bagaimanakah kamu. Lebih baik ikut Islam sekali, sebuah agama suci dan baik)

3. Sabda Palon matur sugal,“Yen kawula boten arsi,Ngrasuka agama IslamWit kula puniki yektiRatuning Dang Hyang JawiMomong marang anak putu,Sagung kang para Nata,Kang jumeneng Tanah Jawi,Wus pinasthi sayekti kula pisahan”.

(Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tidak masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dah Hyang se-tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah Jawa. Sudah digariskan kita harus berpisah)

4. Kelawan Paduka sang Nata,Wangsul maring sunya ruri,Nung kula matur petungna,Ing mbenjang sakpungkur mami,Yen wus prapta kang wanci,Jangkep gangsal atus tahun,Wit ing dinten punika,Kula gantos kang agami,Gama Budha kula sebar tanah Jawa.

(Berpisah dengan Sang Prabu kembali keasal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun dari sekarang, saya akan mengganti agama Budha lagi, saya sebar seluruh tanah Jawa.)

5. Sinten tan purun nganggeya,

Yekti kula rusak sami,Sun sajeken putu kula,Berkasakan rupi-rupi,Dereng lega kang ati,Yen during lebur atempur,Kula damel pratandha,Pratandha tembayan mami,Hardi Merapi yen wus rijeblug mili lahar.

(Bila tidak ada yang mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.)

6. Ngidul ngilen purugina,Ngganda banger ingkang warih,Nggih punika medal kula,Wus nyebar Agama Budi,Merapi janji mami,Anggereng jagad satuhu,Karsanireng Jawata,Sadaya gilir gumanti,Boten kenging kalamunta kaowahan.

(Lahar tesebut mengalir ke barat daya. Baunya tidak sedap. Itulah pratanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Budha. Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widhi bahwa segalanya harus berganti. Tidak dapat bila dirubah lagi.)

7. Sanget-sangeting sangsara,Kan tuwuh ing tanah Jawi,Sinengkalan tahunira,Lawon Sapta Ngesthi Aji,Upami nyabrang kali,Prapta tengah-tengahipun,Kaline bajir bandhang,Jerone ngelebne jalmi,Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.

(Kelak waktunya paling sengsara di tanah jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesti Aji (1.878 atau 1.877). Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang ditengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.)

8. Bebaya ingkang tumeka,

Warata sa Tanah Jawi,Ginawe kang paring gesang,Tan kenging dipun singgahi,Wit ing donya puniki,Wonten ing sakwasanipun,Sadaya pra Jawata,Kinarya amertandhani,Jagad iki yekti anak akng akarya.

(Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.)

9. Warna-warna kang bebaya,Angrusaken Tanah Jawa,Sagung tiyang nambut karya,Pamedal boten nyekapi,Priyayi keh beranti,Sudagar tuna sadarum,Wong glidhik ora mingsra,Wong tani ora nyukupi,Pametune akeh serna aneng wana,

(Bermacam-macam bahaya yang membuat tanah Jawa rusak. Orang yang bekerja hasilnya tidak mencukupi. Para priyayi banyak yang susah hatinya. Saudagar selalu menderita rugi. Orang bekerja hasilnya tidak seberapa. Orang tanipun demikian juga. Penghasilannya banyak yang hilang di hutan.)

10. Bumi ilang berkatira,Ama kathah ingkang ilang,Cinolong dening sujanmi,Pan sisaknya nglangkungi,Karana rebut rinebut,Risak tetaning janma,Yen dalu grimis keh maling,Yen rina-wa kathah tetiyang ambegal.

(Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang mnyerang. Kayupun banyak yang hilang dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar rusak moral manusia. Bila hujan gerimis banyak maling tetapi bila siang hari banyak begal.)

11. Heru hara sakeh janma,

Rebutan ngupaya bukti,Tan ngetang angering praja,Tan tahan perihing ati,Katungka praptaneki,Pageblug ingkang linangkung,Lelara ngambra-ambra.Waradin saktanah Jawi,Enjing sakit sorenya sampun pralaya.

(Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak mengingat aturan Negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal tersebut masih berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit sorenya telah meninggal dunia.)

12. Kasandung wohing pralaya,Kaselak banjir ngemasi,Udan barat salah mangsa,Angin gung anggegirisi,Kayu gung brasta sami,Tinempuhing angina angun,Katah rebah amblasah,Lepen-lepen samya banjir,Lamun tinon pan kados samodra bena.

(Bahaya penyakit luar biasa. Disana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir, sehingga bila dilihat persis lautan pasang.)

13. Alun minggah ing daratan,Karya rusak tepis wiring,Kang dumunung kering kanan,Kajeng akeh ingkang keli,Kang tumuwuh apinggir,Samya kentir trusing laut,Sela geng sami brasta,Kabalebeg katut keli,Gumalundhung gumludhug suwaranira.

(Seperti lautan meluap arinya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri, Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besarpun terhanyut dengan bergemuruh suaranya.)

14. Hardi agung-agung samya,Huru-hara nggeririsi,Gumleger suwaranira,Lahar wutah kanan kering,Ambleber angelelebi,Nrajang wana lan desagung,Manugsanya keh brasta,Kebo sapi samya gusis,Surna gempang tan wenten mangga puliha.

(Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap kekanan serta kekiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikitpun.)

15. Lindu ping pitu sedina,Karya sisahing sujanmi,Sitinipun samya nela,Brekasakan kang ngelesi,Anyeret sagung janmi,Manungsa pating galuruh,Kathah kang nandhang roga,Warna-warni ingkang sakit,Awis waras akeh kang praptng pralaya,

(Gempa bumi 7 kali sehari, sehingga membuat susahnya manusia. Tanahpun menganga. Muncullah brekasakan yang menyeret manusia masuk ke dalam tanah. Manusia-manusia mengaduh di sana-sini, banyak yang sakit. Penyakitpun rupa-rupa. Banyak yang tidak dapat sembuh. Kebanyakan mereka meninggal dunia.)

16. Sabda Palon nulya mukswa,Sakedhap boten kaeksi,Wangsul ing jaman limunan,Langkung ngungun Sri Bupati,Njegreg tan bisa angling,Ing manah langkung gegetun,Keduwung lepatira,Mupus karsaning Dewadi,Kodrat itu sayekti tan kena owah.

(Demikian kata-kata Sabda Palon yang segera menghilang sebentar tidak tampak lagi dirinya. Kembali ke alamnya. Prabu Brawijaya tertegun sejenak. Sama sekali tidak dapat berbicara. Hatinya kecewa sekali

dan merasa salah. Namun bagaimana lagi segala itu sudah menjadi kodrat yang tidak mungkin dirobah lagi.)

Diposkan oleh kejawen di 09.04 10 komentar

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2010/01/serat-sabda-palon-naya-genggong.html

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

Rabu, 23 Desember 2009

Lelaku Sunan Kalijaga Lewat Bima Suci

Jalan untuk mendekat pada GUSTI ALLAH disebut dengan Suluk. Sementara manusia yang mencari jalan untuk mendekat pada GUSTI ALLAH disebut dengan Salik. Kerinduan akan dekatnya diri dengan GUSTI ALLAH ini menjadikan seseorang mulai mencari asal mula dirinya dan bakal ia bawa kemana hidupnya ini.

Hal itulah yang juga pernah terjadi pada Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau mencari sesuatu yang hakiki dari hidup ini. Dan hal itu telah ditemukannya. Namun beliau tidak semata-mata ingin membuka pengalaman spiritual beliau tersebut secara gamblang. Sunan Kalijaga cenderung lebih memilih untuk menyamarkan pengalaman spiritualnya lewat kisah pewayangan dengan lakon Dewaruci atau kadangkala orang menyebutnya lakon wayang Bima suci.

Dalam lakon Dewaruci tersebut, mengisahkan tentang petualangan Bima dalam mencari tirta pawitra atau ‘Sangkan Paraning Dumadi’. Proses pencarian jati diri yang akhirnya menemukan ‘Sangkan Paraning Dumadi’ tersebut di kalangan umat Islam sesuai dengan Hadist Kanjeng Nabi Muhammad yang berbunyi

“Man arafa nafsahu faqad rabbahu” yang artinya, ‘Barang siapa mengenal dirinya niscaya dia mengenal Tuhannya’.

Bagian cerita Dewaruci menceritakan bahwa Bima berserah diri pada gurunya. Sehabis berperang melawan Raksasa Rukmuka dan Rukmakala di Gunung Candramuka Hutan Tikbrasara, Bima kembali pada Pendeta Durna. Air suci yang diperintahkan Pendeta Durna untuk mencarinya tidak didapat. Ia menanyakan di mana tempat tirta pawitra yang sesungguhnya. Pendeta Durna menjawab, “Tempatnya berada di tengah samudra”. Mendengar jawaban itu Bima tidak putus asa dan tidak gentar. Ia menjawab, “Jangankan di tengah samudra, di atas surga atau di dasar bumi sampai lapis tujuh pun ia tidak akan takut menjalankan perintah Sang Pendeta”.

Ia segera berangkat ke tengah samudra. Semua kerabat Pandawa menangis mencegah tetapi tidak dihiraukan. Keadaan Bima yeng berserah diri jiwa raga secara penuh kepada gurunya. Berangkatlah Bima ke tepi lautan. Tanpa ragu-ragu iapun melangkah ke tengah laut karena meyakini apa yang dicarinya ada di tengah samudra.

Ketika berada di tengah samudra itulah, Bima bertemu dengan Dewaruci yang bertubuh kecil. Sang Dewaruci menegur Bima,”Hai Bima, apa yang kau cari di tengah samudra ini?” Bima pun menjawab dengan sigap bahwa dirinya mencari tirta pawitra seperti diperintahkan gurunya, Begawan Durna. Dewaruci memperingatkan Bima bahwa apa yang dicarinya tidak ada di tengah samudra. Tetapi Bima tetap ngotot ingin mencari.

Singkat cerita, lantaran tekad Bima yang sangat besar itu, Dewaruci memerintahkan pada Bima untuk masuk ke dalam badan Dewaruci yang kecil. Seketika Bima pun tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana aku yang bertubuh besar bisa masuk ke dalam badanmu yang kecil? Itu jelas tidak mungkin,” kata Bima. Tetapi Dewaruci pun menjawab,”Hai Bima, besar mana tubuhmu dengan alam semesta ini?” Bima menjawab,” Jelas lebih besar alam semesta ini.” “Lha alam semesta yang katamu besar ini saja bisa masuk ke dalam tubuhku, mengapa kamu tidak bisa masuk? Kamu pasti bisa masuk,” tegas Dewaruci sembari memerintahkan Bima untuk masuk ke dalam badan Dewaruci melalui ‘telinga kiri’ sang Dewaruci.

Setelah masuk badan Dewaruci, Bima merasakan bahwa dirinya tidak melihat apa-apa. Yang ia lihat hanyalah kekosongan pandangan yang tak terhingga. Ke mana pun ia berjalan yang ia lihat hanya angkasa kosong, dan samudra yang luas yang tidak bertepi. Bima tidak tahu lagi mana arah barat dan timur, selatan dan utara. Semuanya serba membingungkan. Tiba-tiba ia melihat cahaya. Cahaya yang dilihat Bima beraneka macam warna. Beraneka macam warna cahaya itu dikalangan orang-orang yang lelaku disebut Pancamaya.

Bima melihat empat warna cahaya, yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih. Warna-warna itu melambangkan aneka nafsu yang merupakan penghalang cipta, rasa dan karsa untuk bertemu dengan GUSTI ALLAH. Nafsu yang muncul dari warna hitam disebut aluamah, yang dari warna merah disebut amarah, dan yang muncul dari warna kuning disebut sufiah. Nafsu aluamah amarah, dan sufiah

merupakan selubung atau penghalang untuk bertemu dengan GUSTI ALLAH.

Hanya yang putih yang nyata. Hati tenang tidak macam-macam, hanya satu yaitu menuju keutamaan dan keselamatan. Namun, yang putih ini hanya sendiri, tiada berteman sehingga selalu kalah. Jika bisa menguasai yang tiga hal, yaitu yang merah, hitam, dan kuning, manunggalnya hamba dengan Tuhan terjadi dengan sendirinya; sempurna hidupnya.

Setelah itu warna-warna yang dilihat Bima itupun hilang dan berganti dengan 8 warna. Siji wolu kang warni ‘sinar tunggal berwarna delapan’. Disebutkan bahwa sinar tunggal berwarna delapan adalah “Sesungguhnya Warna”, itulah Yang Tunggal. Seluruh warna juga berada pada Bima. Demikian pula seluruh isi bumi tergambar pada badan Bima. Dunia kecil, mikrokosmos, dan dunia besar, makrokosmos, isinya tidak ada bedanya. Jika warna-warna yang ada di dunia itu hilang, maka seluruh warna akan menjadi tidak ada, kosong, terkumpul kembali kepada warna yang sejati, Yang Tunggal.

Setelah itu, Bima melihat benda bagaikan boneka gading yang bersinar. Itu adalah Pramana, secara filosofis melambangkan Roh. Pramana ‘Roh’ kedudukannya dibatasi oleh jasad. Seusai semuanya, Bima tidak lagi merasakan apa-apa. Ia merasakan dirinya sudah tidak ada dan lenyap bersama dengan KeberadaanNYA. Bima tak merasakan khawatir, tidak ingin makan dan tidur, tidak merasakan lapar dan mengantuk, tidak merasakan kesulitan, hanya nikmat semata. Hal ini menyebabkan Bima betah berlama-lama di tempat dan kondisi tersebut .

Pencarian Bima Suci itupun akhirnya berakhir dengan kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup dan hidup serasa diayomi dan dilindungi itu yang kita cari? Untuk itu, tidak ada salahnya jika kini Anda mulai menjadi seorang salik yang mencari suluk sejati seperti halnya laku Sunan Kalijaga yang disamarkan lewat kisah Bima Suci atau Dewaruci.

Diposkan oleh kejawen di 09.33 2 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/12/lelaku-sunan-kalijaga-lewat-bima-suci.html

Sabtu, 19 Desember 2009

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu?

Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji.

(Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ajaran para ahli hikmah di tanah Jawa, yang hendak membuka hakikat kesempurnaan sejati, sebuah pelajaran kitab Tasawuf, ajaran ini terpancar dari kebersihan jiwa heningnya alam pikiran, yaitu tanggapnya rasa atas cipta Tuhan, dengan ikhlas mengawali pelajaran ini yakni dengan menukil Firman Allah pada Nabi Musa AS yang bermakna : Yang sebenar- benar manusia itu adalah kenyataan (adanya) Tuhan, dan Tuhan itu Maha Esa.)

Pangandikaning Pangeran ingkang makatên wau, inggih punika ingkang kawêdharakên dening para gurunadi dhatêng para ingkang sami katarimah puruitanipun. Dene wontên kawruh wau, lajêng kadhapuk 8 papangkatan, sarta pamêjanganipun sarana kawisikakên ing talingan kiwa. Mangêrtosipun asung pêpengêt bilih wêdharing kawruh kasampurnan, punika botên kenging kawêjangakên dhatêng sok tiyanga, dene kengingipun kawêjangakên, namung dhatêng tiyang ingkang sampun pinaringan ilhaming Pangeran, têgêsipun tiyang ingkang sampun tinarbuka papadhanging budi pangangên-angênipun (ciptanipun).

(Firman Allah yang demikian ini diajarkan para ahli (mursyid) kepada siapa yang diterima penghambaannya(salik). Dimana ajaran itu, kemudian teringkas menjadi 8 hal, penyampaiannya dengan

cara membisikkan ke telinga murid sebelah kiri. Pemahaman semacam ini memberikan pengertian bahwa ilmu 'kasampurnan' ini tidak seyogyanya diajarkan kepada sembarang orang, kecuali kepada orang-orang yang telah mendapat hidayah dari Allah SWT, artinya orang yang telah tercerahkan dirinya (ciptanya).)

Awit saking punika, pramila ingkang sami kasdu maos sêrat punika sayuginipun sinêmbuha nunuwun ing Pangeran, murih tinarbuka ciptaning sagêd anampeni saha angêcupi suraosing wejangan punika, awit suraosipun pancen kapara nyata yen saklangkung gawat. Mila kasêmbadanipun sagêd angêcupi punapa suraosing wêjangan punika, inggih muhung dumunung ing ndalêm raosing cipta kemawon.

(Barang siapa membaca tulisan ini seyogyanya berlandaskan permohonan kepada Allah, agar kiranya dapat terbuka ciptanya hingga mampu menerima dan memahami maknanya, karena makna dari ajaran ini ternyata sangat rumit/berbahaya. Maka bisanya memahami ajaran ini tidak lain hanya berada di dalam cipta - rasa pribadi.)

Mila inggih botên kenging kangge wiraosan kaliyan tiyang ingkang dereng nunggil raos, inggih ingkang dereng kêparêng angsal ilhaming Pangeran. Hewa dene sanadyana kangge wiraosing kaliyan tiyang ingkang dereng nunggil raos, wêdaling pangandika ugi mawia dudugi lan pramayogi, mangêrtosipun kêdah angen mangsa lan êmpan papan saha sinamun ing lulungidaning basa.

(Maka tidak boleh kiranya untuk didiskusikan dengan orang yang belum sampai atau belum mengunggal rasanya dengan kita, yaitu orang yang belum menerima hidayah dari Allah SWT. Walau demikian seandainya harus disampaikan kepada orang yang belum sampai, hendaknya disampaikan dengan sangat hati-hati, melihat situasi- kondisi, waktu dan tempat yang tepat serta disampaikan dengan kiasan bahasa yang indah.)

Mênggah wontêning wêwêjangan 8 pangkat wau, kados ing ngandhap punika:

(Delapan wejangan tersebut di atas, sebagaimana di bawah ini:)

I.1. Wêwêjangan ingkang rumiyin, dipun wastani: pitêdahan wahananing Pangeran, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun sajatine kang urip luwih suci, anartani warna aran lan pakartiningsun (dat, sipat, asma, afngal).

(I.1 Wejangan yang pertama, disebut pelajaran akan sifat-sifat Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang bermakna kurang lebih begini: Sesungguhnya tidak ada apa-apa tatkala sebelum masa penciptaan, yang ada (paling awal) itu hanya Aku, tidak ada Tuhan kecuali Aku yang Hidup dan Maha Suci baik asma maupun sifatKu (dzat, sifat, asma, af'al).)

I.2. Mênggah dunungipun makatên: kang binasakake angandika ora ana Pangeran anging ingsun,

sajatine urip kang luwih suci, sajatosipun inggih gêsang kita punika rinasuk dening Pangeran kita, mênggahing warna nama lan pakarti kita, punika sadaya saking purbawisesaning Pangeran kita, inggih kang sinuksma, têtêp tintêtêpan, inggih kang misesa, inggih kang manuksma, umpami surya lan sunaripun, mabên lan manisipun, sayêkti botên sagêd den pisaha.

(I.2. Yang dimaksud begini: Yang digambarkan tiada tuhan kecuali aku, hakekat hidup yang suci, sesungguhnya hidup kita ini adalah melambangkan citra Allah, sedang nama dan perbuatan kita itu semua berasal dari Kemahakuasaaan Allah, yang 'menyatu' ibarat matahari dan sinarnya, madu dengan manisnya, sungguh tiada terpisahkan.)

II.1. Wêwêjangan ingkang kaping kalih, dipun wastani: Pambuka kahananing Pangeran, pamêjangipun amarahakên papangkatan adêging gêsang kita dumunung ing dalêm 7 kahanan, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Satuhune ingsun Pangeran sajati, lan kawasan anitahakên sawiji-wiji, dadi padha sanalika saka karsa lan pêpêsteningsun, ing kono kanyatahane gumêlaring karsa lan pakartiningsun, kang dadi pratandha.

(II.1 Wejangan yang kedua adalah : Pengertian adanya Allah., Wejangan ini mengajarkan bahwa elemen hidup kita ini berada pada 7 keadaan, sebagaimana firman Allah kepada Muhammad SAW yang maknanya begini: Sesungguhnya Aku adalah Allah, yang berkuasa menciptakan segala sesuatu dengan kun fa yakun dari qodrat dan iradatKu, yang demikian ini menjadi pertanda bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.)

II, 2. Kang dhihin, ingsun gumana ing dalêm awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wêkasan, iya iku alam ingsun kang maksih piningit.

(II.2. Yang pertama, Aku ada dalam ketiadaan yang tanpa awal serta tanpa akhir, itulah alamKu yang Maha Gaib.)

II, 3. Kapindho, ingsun anganakake cahya minangka panuksmaningsun dumunung ana ing alam pasênêdaningsun.

(II, 3. Kedua, Aku mengadakan cahaya sebagai manifestasiKu, berada dalam kehendakKu.)

II, 4. Kaping têlu, ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan dadi rahsaningsun, dumunung ana ing alam pambabaraning wiji.

(II, 4. Ketiga, Aku menciptakan bayang-bayang sebagai pertanda citraKu, yang berada pada alam kejadian/penciptaan (mula-jadi).)

II, 5. Kaping pat, ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha kauripaningsun, dumunung ana ing alaming gêtih.

(II. 5. Keempat, Aku mengadakan ruh sebagai pertanda hidupku, yang berada pada darah.)

II, 6. Kaping lima, ingsun anganakake angên-angên kang uga dadi warnaningsun, ana ing dalêm alam kang lagi kêna kaumpamaake bae.

(II, 6. Kelima, Aku mengadakan angan-angan yang juga menjadi sifatku, yang berada pada alam yang baru boleh diumpamakan saja.)

II, 7. Kaping ênêm, ingsun anganakake budi, kang minangka kanyatahan pêncaring angên-angên kang dumunung ana ing dalêm alaming badan alus.

(II, 7. Keenam, Aku mengadakan budi, yang merupakan kenyataan penjabaran angan- angan yang berada pada alam ruhani.)

II, 8. Kaping pitu, ingsun anggêlar warana kang minangka kakandhangan sakabehing paserenaningsun. Kasêbut nêm prakara ing dhuwur mau tumitah ana ing donya iya iku sajatining manungsa.

(II, 8. Ketujuh, aku menggelar akal sebagai sentral/wadah atas semua ciptaanku. Enam perkara tersebut di atas tercipta di dunia yang merupakan hakikat manusia.)

Diposkan oleh kejawen di 22.42

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/12/belajar-dari-wirid-wirayat-jati.html

Selasa, 08 Desember 2009

Pencarian Jati Diri

Ada seorang teman yang bertanya, bagaimana caranya untuk memulai mencari jati diri? Mencari jati diri memiliki arti umum mengenali siapa sebenarnya diri kita pribadi. Tetapi pencarian jati diri secara khusus memiliki arti yang dalam yaitu proses pencarian Urip (hidup) yang ada dalam diri pribadi kita sendiri.

Proses pencarian tersebut, jika kita sudah tahu hakekat kenapa kita hidup, maka pertanyaan tidak akan berhenti sampai di situ saja. Pertanyaan akan semakin mendalam, apa saja yang menjadikan kita manusia hidup? Dan ujung-ujungnya adalah pertanyaan siapa yang menghidupi kita?

Dari serangkaian pertanyaan yang mendalam tersebut akan berujung pada GUSTI ALLAH. Ketika setiap pertanyaan tentang hidup itu kita sudah bisa menjawabnya, maka akan sampailah kita mulai mencoba mengenal GUSTI ALLAH lewat pertanyaan siapa yang menghidupi dan memelihara hidup kita?

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa proses pencarian jati diri adalah proses untuk mendekatkan diri dengan GUSTI ALLAH. Pencarian jati diri juga merupakan upaya untuk mengenal keberadaan GUSTI ALLAH, maka akan tampak tanda-tandanya bagi manusia yang mencoba mengenalnya yaitu ketenangan dalam menghadapi hidup. Disamping itu, hati menjadi lebih tenteram dan mantap dalam menghadapi hidup. Ia tidak akan grusa-grusu.

Artinya, dalam menghadapi hidup itu, manusia yang sudah melakukan pencarian jati diri akan menyadari bahwa semua aspek kehidupan itu dibawah naungan GUSTI ALLAH. Bukankah seringkali manusia itu lupa tentang keberadaan GUSTI ALLAH. Jika berhasil dalam hidup, ia senantiasa mengatakan keberhasilan ini berkat ketekunan dan kerja kerasku selama ini!

Nah, salah satu cara untuk mengenal jati diri adalah dengan membedakan suara hati yaitu suara hati

besar dan suara hati kecil. Kalau kita sering mendengarkan suara hati besar dan hati kecil, maka kita akan hafal dengan suara hati besar dan hati kecil tersebut. Setelah hafal, cobalah untuk hanya mendengarkan suara hati kecil Anda saja.

Pertanyaannya, mengapa kok hanya suara hati kecil yang didengarkan? Karena hati kecil yang biasa disebut dengan hati nurani itu senantiasa menyuarakan kebenaran. Sedangkan hati besar itu senantiasa menyuarakan kebohongan. Kalau kita sudah sering mendengarkan suara hati kecil, artinya kita senantiasa mendengarkan suara kebenaran hidup. Bukankah hidup itu memiliki arti Hamemayu Hayuning Bawono (Memperindah dan mempercantik Dunia).

Diposkan oleh kejawen di 07.46 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/12/pencarian-jati-diri.html

Senin, 23 November 2009

Dibalik Rasa Percaya Diri

Setiap manusia itu memiliki kehidupan pribadi. Kehidupannya jelas merupakan urusan dari manusia itu sendiri dan GUSTI ALLAH. Untuk itu, manusia harus tahu keberadaan diri pribadi dan tidak malah mengekor pada orang lain.

Sering kita menjumpai orang-orang yang tidak bisa memutuskan sesuatu. Dia lebih sering mengambil ide orang lain untuk menyelesaikan sesuatu masalah yang membelenggu kehidupannya. Hal itu sah-sah saja. Tetapi, jika seorang manusia tetap saja menganggap ide orang lain itu yang paling benar, berarti dia tidak memiliki kepercayaan diri.

Orang yang tidak memiliki kepercayaan diri, sama saja tidak tahu bahwa dirinya mampu untuk melakukan segala sesuatu. Yang perlu diingat, GUSTI ALLAH itu ada dalam diri kita masing-masing. GUSTI ALLAH tidak menggantung di awang-awang. GUSTI ALLAH itu dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri.

Setiap orang memiliki perbedaan dalam pola pikirnya. Setiap orang itu berbeda-beda, tidak bisa sama. Ide orang lain itu belum tentu cocok dengan diri kita pribadi. Untuk itu, yang tahu bahwa sesuatu hal itu cocok bagi kita adalah diri kita sendiri. Hal itu sudah tercantum dalam kata-kata Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Magrwa. Artinya, Berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada kebenaran yang mendua.

Hal itu memiliki arti, bahwa setiap manusia dengan manusia lainnya itu berbeda-beda. Tetapi pada hakekatnya, manusia itu satu. Semuanya berasal dari satu wiji (benih) yaitu GUSTI ALLAH. Jadi, Perbedaan tersebut harus kita syukuri, bukan malah kita sesali. Percaya pada diri sendiri merupakan wujud rasa syukur kita pada GUSTI ALLAH. Oleh karena itu, tumbuhkan rasa percaya diri Anda.

Diposkan oleh kejawen di 01.54 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/11/dibalik-rasa-percaya-diri.html

Rabu, 23 September 2009

Ngelmu Ajaran RMP Sosrokartono

Dia adalah sosok yang mendapat julukan 'Pangeran Jawa'. Tidak banyak orang yang memahami kiprahnya. Orang lebih banyak mengetahui sosoknya sebagai kakak dari RA. Kartini. Dia bernama RMP

Sosrokartono.

Dia juga dikenal sebagai sosok pejuang bagi bangsa Indonesia. Ia fasih dalam beberapa bahasa. Tercatat sebanyak 9 bahasa Timur dan 17 bahasa Barat dikuasainya. Ia disebut sebagai 'Pangeran Jawa' karena sosok intelektual-priyayi dari Hindia Belanda.

Sosrokartono mendapatkan gelar Doctorandus in de Oostersche Talen dalam bidang bahasa dan sastra pada tahun 1908. Hal itu merupakan ancaman bagi pemerintahan kolonial Belanda. Bahkan Mohammad Hatta pun pernah menjuluki Sosrokartono sebagai manusia jenius.

Bahkan Sosrokartono juga pernah menjadi wartawan The New York Herald Tribune. Upayanya untuk mencapai gelar banyak menemukan batu sandungan. Tetapi hal itu tidak mematikan semangatnya untuk terus berjuang demi negara dan bangsanya.

Sosrokartono pun pulang dan mengabdi pada negeri dengan menjadi pemimpin Nationale Middlebare School di Bandung. Akan tetapi, pemerintah kolonial curiga dengan ulahnya itu. Mereka melakukan represi politik terhadapnya. Hal yang membuat genius kita ini mencari jalan ekspresi lain untuk mengabdi dan tetap menjadi manusia bebas.

Sosrokartono memutuskan membuka praktik pengobatan tradisional dan menempuh laku spiritual khas Jawa. Sebuah pilihan yang ganjil, memang. Namun, seganjil apa pun, pilihan itu tak menutupi kontribusi Sosrokartono dalam usaha pembentukan negara Indonesia.

Cukup banyak tokoh kunci dalam pergerakan politik nasionalis saat itu yang berinteraksi dengan Sosrokartono. Soekarno dan Ki Hajar Dewantoro, antara lain, memberi penghormatan besar kepadanya, termasuk pada laku spiritual dalam menopang lakon politik mereka.

Laku spiritual dari Sosrokartono antara lain adalah 1. Ilmu kantong bolong 2. Ilmu Sunyi

Ilmu Kantong Bolong

Apa sih ilmu kantong bolong itu? Ilmu kantong bolong itu adalah memiliki filosofi "Nulung pepadane, ora nganggo mikir wayah, waduk, kantong. Yen ono isi lumuntur marang sesami (menolong sesama tak peduli waktu, perut, dan kantong. Bila ada isinya diperuntukkan bagi sesama manusia).

Ilmu kantong bolong merupakan laku cinta-kasih pada manusia dan Tuhan. Cinta kasih sempurna untuk menolong sesama manusia dalam mengatasi derita, rasa sakit, dan duka. Cinta-kasih adalah ekspresi pengabdian pada Tuhan.

Kalaupun kita tidak memiliki apa-apa, dan hanya punya cinta, maka cinta kasih itupun yang kita berikan

pada sesama.

Ilmu Sunyi

Ilmu sunyi adalah puncak laku spiritual dengan mengosongkan diri (pribadi) dari sifat pemujaan diri dengan mempertaruhkan diri secara lahir-batin untuk menolong sesama manusia. Sosrokartono mengungkapkan, "Saya adalah manusia. Oleh sebab itu, kemanusiaan tidaklah asing bagi saya."

Wejangan Sosrokartono

Ada beberapa wejangan penting dari Sosrokartono antara lain, 'sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji, ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake (kata tanpa harta, sakti tanpa jimat, menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan).

Ada baiknya jika kita menambah referensi dengan belajar (ngelmu) pada ajaran RMP Sosrokartono sehingga kita bisa lebih dekat dengan GUSTI ALLAH.

Diposkan oleh kejawen di 11.26

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/09/ngelmu-ajaran-rmp-sosrokartono.html

Selasa, 22 September 2009

Belajar Mencintai dari Serat Nitisruti Pupuh Pucung (1-20)

1.Kang sinebut ing gesang ambeg linuhung,kang wus tanpa sama,iya iku wong kang bangkit,amenaki manahe sasama-sama.

(Yang disebut memiliki sifat luhur dalam hidupyang tidak ada tandingannya,yaitu orang yang bisa membangkitkan, menyenangkan hati sesama manusia)

2.Saminipun kawuleng Hyang kang tumuwuh,kabeh ywa binada,anancepna welas asih,mring wong tuwa kang ajompo tanpa daya.

(Sesama makhluk Gusti yang Hidup, semua jangan dibeda-bedakan, tanamkan rasa welas asih, terhadap orangtua yang jompo tanpa daya)

3.Malihipun rare lola kawlas ayun,myang pekir kasiyan,para papa anak yatim,openana pancinen sakwasanira.

(Disamping itu anak terlantar juga dikasihi,juga terhadap kaum miskin, anak yatim yang papa,peliharalah se-kuasamu)

4.Mring wong luput den agung apuranipun,manungsa sapraja,peten tyase supadya sih,pan mangkana wosing tapa kang sanyata.

(Terhadap orang yang salah berilah ampunan yang besar,manusia satu negara, ambillah hatinya supaya muncul asih tresno,Hal seperti itu adalah inti bertapa yang senyatanya)

5.Yen amuwus ywa umres rame kemruwuk,

brabah kabrabeyan,lir menco ngoceg ngecuwis,menek lali kalimput kehing wicara,

(Kalau ngomong jangan terlalu banyak bicara,karena banyak yang terganggu, seperti burung menco yang ngecuwis,lupa diri karena banyak bicara)

6.Nora weruh wosing rasa kang winuwus,tyase katambetan,tan uninga ulat liring,lena weya pamawasing ciptamaya.

(Tidak mengerti apa yang diomongkan, karena hatinya tertutup, tidak memahami pasemon, tidak hati-hati terhadap pola pikirnya)

7.Dene lamun tan miraos yen amuwus,luwung umendela,anging ingkang semu wingit,myang den dumeh ing pasmon semu dyatmika.

(Kalau tidak bisa merasakan, lebih baik diam,terhadap perkara yang tidak diketahui,dan milikilah perilaku yang tenang)

8.Yen nengipun alegog-legog lir tugu,basengut kang ulat,pasmon semu nginggit-inggit,yen winulat nyenyengit tan mulat driya.

(Ketika diammu membisu seperti tugu, dan roman muka mbesengut,penampilan semu nginggit-inggit,jika dilihat akan menyakitkan dan tidak bisa menyenangkan hati)

9.Kang kadyeku saenggon-enggon kadulu,ngregedi paningal,nora ngresepake ati,nora patut winor aneng pasamuwan.

(Yang seperti itu ketika dilihat, tidak enak untuk dipandang,tidak meresap dalam hati,tidak patut untuk berkumpul dalam sebuah pertemuan)

10.Wong amuwus aneng pasamuwan agung,yeka den sembada,sakedale den patitis,mengetanawarahe Panitisastra.

(orang yang datang pada pertemuan agung,harus sembodo,setiap yang diucapkan harus patitis,ingatlah petunjuk panitisastra)

11.Kang kalebu musthikaning rat puniku,sujanma kang bisa,ngarah-arah wahyaning ngling,yektinira aneng ngulat kawistara.

(Yang termasuk manusia unggul itu, adalah manusia yang bisa,menempatkan diri saat waktunya berbicara,sejatinya tampak dalam roman mukanya)

12.Ulat iku nampani rasaning kalbu,wahyaning wacana,pareng lan netya kaeksi,kang waspada wruh pamoring pasang cipta.

(Roman muka itu menunjukkan rasa hati,waktunya bersamaan dengan sorot mata,Yang waspada tentu tahu terhadap pamor pasang cipta)

13.Milanipun sang Widhayaka ing dangu,kalangkung waskitha,uninga salwiring wadi,saking sampun putus ing cipta sasmita.

(Makanya dahulu sang widhayaka, lebih waskita,tahu semua rahasia, karena sudah putus dengan cipta sasmita)

14.Wit wosipun ngagesang raosing kalbu,kumedah sinihan,ing sasamaning dumadi,nging purwanya sinihan samaning janma.

(Karena hidup itu adalah rasanya hati, harus mencintai terhadap sesama makhluk hidup, itu merupakan awal dicintai oleh sesama manusia)

15.Iku kudu sira asiha rumuhun,kang mangka lantaran,kudu bangkit miraketi,mring sabarang kang kapyarsa katingalan.

(Untuk itu Anda harus tresno asih lebih dulu, yang menjadi awal, harus membangkitkan rasa mempererat,terhadap semua hal yang terdengar dan terlihat)

16.Iya iku kang mangka pangilonipun,

bangkita ambirat,ingkang kawuryan ing dhiri,anirnakna panacad maring sasama.

(Iya itu yang menjadi kaca benggala,bisa menghilangkan,yang tampak pada diri, menghilangkan kecurigaan pada sesama)

17.Kabeh mau tepakna ing sariramu,paran bedanira,kalamun sira mangeksi,solah bawa kang ngewani lawan sira.

(Semua itu tempatkan pada dirimu,bagaimana bedanya antara kamu,dengan solah bawa yang menjengkelkan hatimu)

18.Nadyan ratu ya tan ana paenipun,nanging sri narendra,iku pangiloning bumi,enggonira ngimpuni sihing manungsa.

(Meskipun ratu juga tidak ada bedanya,tetapi ratu adalah untuk kaca benggala duniasebagai kumpulan cinta terhadap sesama)

19.Mapan sampun panjenengan sang aprabu,sinebut narendra,ratuning kang tata krami,awit denya amenaki tyasing janma.

(Karena sudah diangkat jadi ratu, juga disebut pemimpin, ratunya tata krama, karena perbuatannya menyenangkan hati manusia lainnya)

20.Kang kawengku sajagad sru kapiluyu,kelu angawula,labet piniluta ing sih,ing wusana penuh aneng pasewakan.

(Rakyat yang dipikul menjadi senang,akhirnya senang menjalankan perintah,karena dari rasa cinta,sehingga pertemuan di kraton menjadi penuh)

Diposkan oleh kejawen di 13.10 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/09/belajar-mencintai-dari-serat-nitisruti.html

Senin, 21 September 2009

Kalahkan Hawa Nafsu, Satukan Hati dan Ucapan

Hati adalah sumber segala-galanya. Seperti pernah diulas pada tulisan beberapa waktu yang lalu tentang hati, telah dijelaskan bahwa hati setiap manusia dibagi menjadi dua. Yaitu hati besar dan hati kecil. Hati besar adalah hati yang selalu berkata bohong, membuat panas, mengadu domba, iri, dengki dan lain-lainnya. Sementara hati kecil juga biasa disebut hati nurani adalah hati yang selalu berkata jujur, apa adanya, dan selalu mengingatkan setiap manusia untuk senantiasa berbuat kebaikan.

Namanya saja hati besar, jadi dengan tempat yang cukup besar maka, kekuasaannya pun juga besar. Sedangkan hati kecil memang sangat kecil namun bila dikelola dengan baik akan mampu untuk menundukkan sekeras apapun, setinggi apapun dan sehebat apapun. Tak heran jika Kanjeng Nabi Muhammad SAW senantiasa mengingatkan manusia bahwa jihad yang paling besar pada setiap manusia adalah perang melawan hawa nafsunya. Nah, hawa nafsu itulah yang ada pada hati besar dan cukup dominan.

Maaf, selama ini banyak orang yang salah dalam mengartikan jihad. Jihad itu bukanlah dengan memukuli, menghajar dan memaksa orang lain untuk berbuat baik. Tetapi jihad itu jika mensitir Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah urusan seorang manusia dengan dirinya sendiri. Artinya, setiap manusia harus mampu untuk mengalahkan hawa nafsunya. Setelah berpuasa selama satu bulan penuh, seseorang akan bisa disebut menjadi insan yang fitri ketika ia sudah bisa mengalahkan hawa nafsunya sendiri. 'Kemenangan' dalam mengalahkan hawa nafsunya sendiri itu biasanya terpancar dari wajah dan perilaku seseorang. Dari roman wajahnya akan tampak ketenangan dan ketabahan dalam menghadapi hidup. Setiap persoalan dalam hidup di dunia pun dihadapinya dengan tenang.

Siapapun yang menjadi insan yang fitri itu adalah orang yang berhasil membuat hati kecilnya lebih berkuasa dibandingkan hati besarnya. Hati yang besar itupun menjadi takluk dan tunduk. Orang yang seperti itulah yang beruntung dalam menghadapi hidup di dunia.

Satukan Hati dan Ucapan

Apabila hati besar yang penuh kebohongan dan arogansi sudah dikalahkan dan ditundukkan, maka yang muncul adalah kejujuran. Apa sih kejujuran itu? Kejujuran adalah bersatunya ucapan hati dan ucapan mulut. Artinya, antara hati dan mulut mengucapkan hal yang sama. Jika antara ucapan hati dan ucapan mulut tidak sama, berarti hawa nafsu yang ada pada hati besar bisa dikatakan masih belum mampu dikalahkan dan ditundukkan.

Jika pada hati dan ucapan mulut kita tidak sama, jangan berharap doa kita bisa diterima oleh GUSTI ALLAH. Lha kok bisa? Jelas. Pasalnya, ketika berdoa kita selalu mengucapkan doa dan mengharapkan agar doa kita terkabul. Lha bagaimana bisa terkabul, kalau hati kita sendiri tidak meyakininya? Artinya, sebuah doa menjadi tidak terkabul ketika antara ucapan mulut dan hati tidak sama. Hati mengatakan itu, mulut mengatakan ini (yang nyata-nyata bertolak belakang).

Moga-moga kita menjadi insan fitri yang beruntung setelah digembleng puasa selama satu bulan sehingga mampu menghadapi hidup ini dengan ketenangan dan ketabahan. Dan mulai sekarang jika berbicara antara hati dan ucapan selalu sama agar kita bisa menjadi insan yang dekat dengan GUSTI ALLAH. Amien.

Selamat hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Diposkan oleh kejawen di 10.29 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/09/kalahkan-hawa-nafsu-satukan-hati-dan.html

Selasa, 25 Agustus 2009

Puasa = Poso = Ngeposne Roso

Bagi orang Jawa, puasa adalah ritual yang biasa dilakukan. Bahkan konon, sebelum agama Islam yang menganjurkan manusia melakukan puasa masuk ke tanah Jawa, orang Jawa sudah biasa berpuasa. Namun puasanya tidak seperti yang diajarkan oleh agama Islam.

Banyak puasa yang dikenal oleh orang Jawa seperti poso mutih (puasa yang tanpa makan makanan yang berasa asin, manis, kecut dan lain-lain. Hanya makan nasi putih dan minum air putih selama 40 hari atau 3 hari yang memiliki hitungan 40 hari).

Ada lagi poso ngrowot (puasa yang hanya makan makanan ubi-ubian dan tumbuhan yang merambat. Seperti makan ketela, ubi dan lain-lain). Dan masih banyak lagi puasa-puasa yang dikenal di Jawa.

Setelah kedatangan Islam, akhirnya orang Jawa pun menjadi terbiasa dengan puasa ala Islam itu. Namun inti dari puasa ala Jawa dengan puasa ala Islam itu sama. Yaitu sama-sama sebagai upaya untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Namun sekarang ini banyak salah kaprah. Saat ini banyak orang yang menganggap puasa sebagai ibadah rutin tahunan. Nah, kalau orang sudah menganggap puasa itu sebagai ibadah rutin, maka ia mengerjakan puasanya juga seperti mengerjakan tugas rutinnya. Artinya, puasanya sekedar gugur kewajiban. Pokoknya sudah mengerjakan puasa, beres.

Orang yang seperti itu sudah dijelaskan dalam kitab Al Qur'an. yang artinya kurang lebih "Banyak

manusia yang hanya menemukan kepayahan demi kepayahan dan tidak mendapatkan apa-apa selain kepayahan itu sendiri".

Lha bagaimana puasa itu supaya tidak mendapatkan kepayahan demi kepayahan? Ya...kita puasanya dengan hati. Orang Jawa mengenal tembung mathuk: Poso itu sama dengan ngeposne roso (mengeposkan rasa). Apa yang dimaksud ngeposne roso? Ngeposne roso itu adalah menaruh semua roso (rasa) dalam satu pos. Ada rasa iri, dengki, sakit hati, senang ngrasani, senang mengambil milik orang lain, semuanya rasa itu ditaruh dalam satu pos dan dikunci.

Kalau itu sudah terwujud, maka seorang manusia akan bisa berpuasa dengan menggunakan hatinya. Ia tidak lagi mengagungkan roso-roso yang kurang baik seperti yang telah disebutkan diatas, yang umumnya diatur oleh otak manusia. Dengan puasa menggunakan hati, berarti manusia itu kembali ke dalam kodratnya menjadi 0 (nol). Seorang manusia yang nol, insya Allah akan dekat dengan GUSTI ALLAH.

Apa yang dimaksud dengan nol? Yang dimaksud dengan nol, manusia itu merasa tidak memiliki apapun di dunia ini. Meskipun ia kaya, miskin, pandai maupun pas-pasan. Semuanya sama, merasa tidak memilikinya. Semuanya itu hanyalah titipan dari GUSTI ALLAH yang sewaktu-waktu bisa diambil si EMPUNYA.

Puasa itu tidak berhenti sampai Idul Fitri (kembali fitri/suci) saja. Setelah digembleng selama 1 bulan dengan puasa, menjadi manusia nol itu seharusnya terus ada dalam benak kita. Orang Jawa mengenal kata-kata "Ojo sok Rumongso, nanging kudu biso rumongso" (jangan sok merasa, tapi harus bisa merasa).

Nah, mudah-mudahan GUSTI ALLAH memberikan welas asih pada kita semua agar puasa kita senantiasa membuat kita menjadi manusia nol sehingga menjadi dekat dengan GUSTI ALLAH. Amien.

Diposkan oleh kejawen di 02.10

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/08/puasa-poso-ngeposne-roso.html

Senin, 10 Agustus 2009

Pahamilah Sifat Nerimo Dari Wulangreh

Dalam menghadapi hidup perlu ketulusan. Ya, memang hidup ini penuh dengan masalah. Tetapi seberat apapun masalah itu, kita perlu ketulusan untuk menghadapinya. Ketulusan itulah yang diajarkan pada kita lewat Serat Wulangreh Pupuh Mijil.

Serat Wulangreh adalah karya Jawa Klasik berbentuk puisi tembang macapat, yang ditulis oleh Susuhunan Paku Buwono IV tahun (1768-1920).

Di serat itulah kita diajari bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan. Setiap manusia ini diberi kodrat hidup di dunia ini sebagai seorang ksatria. Yang dimaksud Ksatria adalah seseorang yang harus berani menghadapi hidup meskipun berat ataupun ringan, walaupun dijaman keemasan atau jaman resesi ekonomi. Kita semua sebagai ksatria wajib untuk menjalani kodrat hidup yang sudah digariskan GUSTI ALLAH hingga akhir cerita kehidupan dan kembali kepadaNYA.

Seperti dalam bait 1 Serat Wulangreh Pupuh Mijil tersebut yang berbunyi:

1. Pomo kaki padha dipun elinging pitutur ingongsira uga satriya aranekudu anteng jatmika ing budiluruh sarta wasissamubarang tanduk

(Oleh karena itu saudara, harap diingattentang pitutur luhurKamu juga disebut KsatriaHarus tenang dalam budilurus dan memahami

semua tindak-tanduk)

Apa saja tugas dari Ksatria? Hal itu dilanjutkan pada bait ke-2.

2. Dipun nedya prawira ing batinnanging aja katonsasona yen durung masanekekendelan aja wani manikiswiweka ing batinden samar ing semu

(Carilah Keperwiraan dalam batinTapi jangan sampai kelihatanKalaupun jika belum masanyaDiamlah jangan berani berucapSimpanlah dalam batinjangan salah dalam semu)

Dilanjutkan dengan nerimo terhadap pemberian dari GUSTI ALLAH lewat bait ke 3.

3. Lan dimantep mring panggawe beciklawan wekas ingongaja kurang iya panrimaneyen wis tinitah marang Hyang Widhiing badan punikawus pepancenipun

(Mantaplah dalam berbuat kebaikandan juga pesan dari leluhurjanganlah kurang dalam menerimakalau sudah digariskan oleh Hyang Widhidalam tubuh iniitu sudah kenyataannya)

Orang berlaku nerimo itu digolongkan dalam 2 kategori. Apa saja itu? Bisa kita simak dari Bait ke 4.

4. Ana wong narima ya titahing mapan dadi awonlan ana wong narima titahe wekasane iku dadi becikkawruhana ugi aja seling surup.

(Ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya menjadi burukdan ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya jadi baik

ketahuilah itu juga, jangan sampai salah)

Bagaimana kriteria dua kategori nerimo itu? Kita lanjutkan dengan jawabannya pada bait ke-5, 6 dan 7.

5. Yen wong bodho datan nedya ugiatakon tetironanarima titah ing bodhoneiku wong narima nora becikdene ingkang becikwong narima iku

(Kalau orang bodoh tidak mencari dan jugatidak bertanyanerimo titah kebodohannyaitu berarti orang yang nerimo tidak baiksedangkan yang baik orang nerimo itu

6. Kaya upamane wong angabdimarang sing Sang Katonglawas-lawas ketekan sedyanedadi mantri utawa bupatimiwah saliyanenging tyas kang panuju

(Seperti misalnya orang yang mengabditerhadap yang Sang Katong (GUSTI ALLAH)lama sekali permintaannya terwujudjadi mantri atau bupatiterhadap yang selainkeinginan yang dituju

7. Nuli narima tyasing batintan mengeng ing Katongrumasa ing kani matanesihing gusti tumeking nak rabiwong narima becik kang mangkono iku

(Lalu nerimo keinginan bathindan tidak mencaci terhadap Katong (GUSTI ALLAH)merasakan kenikmatannyakasih Gusti terhadap anak dan istri

itulah orang yang nerimo baik

Itulah kriteria dari 2 kategori nerimo buruk dan baik. Tetapi serat tersebut juga mengingatkan di bait ke-8,9 dan 10.

8. Nanging arang iya wong saikikang kaya mangkonoKang wus kaprah iyo salawaseyen wis ana lungguhe sathithikapan nuli laliing wiwitanipun

(Tetapi jarang orang sekarangyang seperti ituyang sudah salah kaprah itu selamanyayang sudah ada pengetahuan sedikitlalu kemudian lupaterhadap awalnya)

9. Pangrasane duweke pribadisabarang kang kanggodatan eling ing mula mulanewiting sugih sangkane amuktipanrimaning atikaya anggone nemu

(Dalam rasa yang ada hanya miliknya pribadisemua yang dipakai tidak diingat darimana awalnyakalau kaya disangkanya kejayaaandari nerimo atisepeti menemukan sesuatu)

10. Tan ngrasa kamurahaning Widdhijalaran Sang Katongjaman mengko ya iku mulanearane turun wong tuwa tekwengkardi tyase Sariahkasusu ing angkuh

(Tidak merasa kemurahan Widdhikarena Sang Katong (GUSTI ALLAH)

Jaman mendatang ya itu mulanyadisebut sudah turun menjadi orang tuatetapi masih syariatterburu-buru dalam keangkuhannya).

Begitulah dari 10 bait yang ada di Wulangreh pupuh Mijil itu. Jadi, bisa disimpulkan kalau kita berbicara nerimo ing pandum (menerima yang telah diberikan) GUSTI ALLAH, kita masuk dalam kategori yang baik atau yang buruk? Hanya kita pribadi yang bisa mengetahuinya.

Diposkan oleh kejawen di 20.20 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/08/pahamilah-sifat-nerimo-dari-wulangreh.html

Serat Wulangreh pupuh Mijil 1. Pomo kaki padha dipun elinging pitutur ingongsira uga satriya aranekudu anteng jatmika ing budiluruh sarta wasissamubarang tanduk

2. Dipun nedya prawira ing batinnanging aja katonsasona yen durung masanekekendelan aja wani manikiswiweka ing batinden samar ing semu

3. Lan dimantep mring panggawe beciklawan wekas ingongaja kurang iya panrimaneyen wis tinitah marang Hyang Widhiing badan punikawus pepancenipun

4. Ana wong narima ya titahing mapan dadi awonlan ana wong narima titahe wekasane iku dadi becikkawruhana ugi aja seling surup.

5. Yen wong bodho datan nedya ugiatakon tetironanarima titah ing bodhoneiku wong narima nora becikdene ingkang becikwong narima iku

6. Kaya upamane wong angabdimarang sing Sang Katonglawas-lawas ketekan sedyanedadi mantri utawa bupatimiwah saliyanenging tyas kang panuju

7. Nuli narima tyasing batintan mengeng ing Katongrumasa ing kani matanesihing gusti tumeking nak rabiwong narima becik kang mangkono iku

8. Nanging arang iya wong saikikang kaya mangkonoKang wus kaprah iyo salawaseyen wis ana lungguhe sathithikapan nuli laliing wiwitanipun

9. Pangrasane duweke pribadisabarang kang kanggodatan eling ing mula mulanewiting sugih sangkane amuktipanrimaning atikaya anggone nemu

10. Tan ngrasa kamurahaning Widdhijalaran Sang Katongjaman mengko ya iku mulanearane turun wong tuwa tekwengkardi tyase Sariahkasusu ing angkuh

11. Arang nedya males sihing Gusti

Gustine Sang Katonglan iya ing kabehing batinesanadyan narima ing Hyang Widdhiiku wong tan wruh ingkanikmatanipun

12. Wong tan narima pan dadi beciktinitah Hyang Manoniku iyo rerupanekaya wong ingkang ngupaya ilmilan wong nedya ugi kapintaranipun

13. Iya pangawruh kang den senengikang wus sengsem batosmiwang ingkang kapinteran deneing samubarang karya ta uwisnora kanggo lathikabeh wus kawengku

14. Uwis pinter nanging iku maksihnggonira pitadosing kapinterane ing undhakeutawa unggahe kawruh yektidurung marem batinlamun durung tutug

15. Yen wong kurang panrimo ugiiku luwih awon barang gawe aja age-ageanganggowa sabar sarta ririhdadi barang kardi resik tur rahayu

16. Lan maninge babo dipun elinging pituturingongsira uga padha ngemplak emplakiya marang kang jumeneng Ajiing lair myang batinden ngarsa kawengku

17. Kang jumeneng iku ambawanikarsaning Hyang Manonwajib padha wedi lan batineaja mamang parintah ing Aji

nadyan enom ugilamun dadi Ratu

18. Nora kena iya den waoniparentahing Katongdhasar Ratu abener prentahekaya priye nggonira sumingkiryen tan anglakonipasti tan rahayu

19. Nanging kaprah ing masa samangkinanggepe angrengkoh,tan rumangsa lamun ngempek empek,ing batine datan nedya eling,kamuktene iki,ngendi sangkanipun.

20. Lamun eling jalarane mukti,pasthine tan mengkuh,saking durung batin ngrasakake,ing pitutur engkang dingin-dingin,dhasar tan paduli,wuruking wong sepuh.

21. Dadine sabarang tindakneki,arang ingkang tanggon,saking durung ana landhesane,arip crita tan ana kang eling,elinge pribadi,dadi tanpa dhapur.

22. Mulanipun wekasingsun iki,den kerep tetakon,aja isin ngatokken bodhone,saking bodho witing pinter ugi,mung Nabi sinelir,pinter tanpa wuruk.

23. Sabakdane tan ana kadyeki,pinter tanpa takon,apan lumrah ing wong urip kiye,

mulane wong anom den taberiangupaya ilmu pan dadi pikukuh

Diposkan oleh kejawen di 19.25 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/08/serat-wulangreh-pupuh-mijil.html

Kamis, 23 Juli 2009

Bijak Memahami Ajaran Pangeran Panggung

Selain para wali yang memiliki karomah dan keistimewaan karena kedekatannya dengan GUSTI ALLAH, banyak beberapa sosok di tanah Jawa yang juga memiliki karomah. Sebut saja beberapa nama seperti, Syech Siti Jenar, Ki Ageng Selo dan lain-lain serta Pangeran Panggung. Nah, siapakah Pangeran Panggung ini?

Pangeran Panggung mengajarkan Islam yang agak berbeda dengan yang disebarkan para Wali. Lantaran ajarannya dianggap berbeda dan menyimpang, maka dia dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup oleh Raja Demak Bintoro, Sultan Trenggono (Raja Demak III). Pangeran Panggung mengkritik bahwa ajaran Islam yang disebarkan para Wali hanyalah kulitnya saja. Sedangkan intisari atau bagian yang terpenting tidak pernah diajarkan pada penduduk Jawa.

Pertentangan antara Pangeran Panggung dan para Wali semakin meruncing dalam hal Aqidah dan Tauhid. Dengan terang-terangan, Pangeran Panggung mengajarkan pada murid-muridnya bahwa Sholat, Zakat dan Puasa itu tidak penting. Menurut Pangeran Panggung, sholat secara rutin itu justru akan menjadi tirai yang membatasi manusia dari pengetahuan tentang nilai yang utama. Demikian juga soal puasa dan Zakat, yang akhirnya hanya menjadi berhala, menggantikan sikap sujud pada yang Maha Agung.

Pangeran Panggung ini memiliki dua anjing kesayangannya. Kedua anjing itu diberi nama Iman dan Tauhid. Lantaran ajarannya yang nyleneh itu, akhirnya Pangeran Panggung dihukum bakar hidup-hidup. Dan ia pun menerima hukuman itu. Ketika api unggun mulai dinyalakan, Pangeran Panggung menyuruh dua anjingnya untuk masuk ke dalam api. Kedua anjing yang bernama Iman dan Tauhid itu berkejar-kejaran, berguling-guling di tengah bara api dan tidak satupun api yang mampu membakar bulu-bulu mereka. Ganasnya api itu tidak mampu membakar makhluk yang dianggap 'najis' milik Pangeran Panggung.

Merasa melihat keanehan itu, Pangeran Panggung diperintah oleh Raja Demak untuk masuk ke api yang menyala-nyala. Pangeran Panggung pun menerima dan minta untuk disediakan secarik kertas dan pena. Kemudian, pangeran Panggung pun di bakar bersama iman dan tauqid. Di tengah api yang berkobar, sang Pangeran sempat menuliskan sebuah suluk berbentuk puisi yang disebut SULUK MALANG SUMIRANG. Setelah selesai menulis Suluk itu, Pangeran Panggung dan dua anjingnya keluar dari bara api lalu pergi meninggalkan arena tempat pembakaran itu.

Dalam beberapa bait yakni bait ke 16 dan 17, Pangeran Panggung menerangkan lewat Suluk Malang Sumirang yang ditulisnya di tengah bara api.

16 Sakeh ing doss tan den-singgahi ujar kupur-kapir tan den-tulak wus liwang-liwung polahe tan andulu dinulu tan angrasa tan den-rasani tan amaran pinaran wus jatining suwung ing suwunge iku ana ing anane iku surasa sejati tan kena den-ucapna

(Banyak orang yang disekelilingnya mengatakan kufur-kafir dan itu tidak ditolaknya. Sikapnya sudah limbung tidak melihat-dilihat, tidak merasa, tidak dirasani, tidak menyebut disebut sejatinya sudah kosong. Di tengah kosong itu ada rasa sejati yang tidak bisa diucapkan)

17.Dudu rasa kang keraseng lati dudu rasa rasaning pacuwan dudu rasa kang ginawe dudu rasa rasaning guyu dudu rasa rasaning lati dudu rasa rerasan rasaku amengku salir ing rasa surasa. mulya putreng Jènggala

rasa jati kang kerasa jiwa jisim rasa mulya wisesa

(Bukan rasa yang ada di lidah, bukan rasa rasanya berlomba, bukan rasa yang dibuat, bukan rasa rasanya tertawa, bukan rasa rasanya lidah, bukan rasa rasanya rasaku yang memangku hidup di rasa dan merasakan. Mulia putra Jenggala.

Rasa sejati yang terasa di jiwa jisim dan rasa mulya selamanya)

Dari dua bait tersebut kita bisa belajar tentang rasa. Dimana rasa tersebut pasti dimiliki oleh setiap

manusia. Oleh karena itu, manusia harus bisa membedakan antara rasa sejati dengan sejatine rasa.

Yang jelas, dari berbagai ajaran yang ada termasuk ajaran dari Pangeran Panggung ini, kita harus bijak untuk menyikapinya agar kita bisa mengenal Sang AKU.

Diposkan oleh kejawen di 01.57

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/07/bijak-memahami-ajaran-pangeran-panggung_23.html

Kamis, 23 Juli 2009

Suluk Malang Sumirang Pupuh Dhandhanggula

1. Malang sumirang amurang nitianrang baya dènira mong gitararyw anom akèh dudunéanggelar ujar luputanrang baya tan wruh ing wisthiangucap tan wruh ing trapkaduk andalurungpangucapé lalaluyaambalasar dhahat amalangsengititan kena winikalpa.

2. Andaluya kadadawan anglingtan apatut lan ujar ing sastralan murang dadalan gedhéambawur tatar-tuturanut marga kang dèn-singkirianasar ambalasaramegat kekuncungtan ana ujar kerasaliwang-liwung pangucapé burak bariknulya kaya wong édan.

3. Idhep-idhepé kadya raryalittan angrasa dosa yèn dinosantan angricik tan angroncédatan ahitang-hitungbatal karam tan dèn-singgahi

wus manjing abirawaliwung tanpa tuturanganggé sawenang-wenangsampun kèrem makamé wong kupur kapirtan ana dèn-sèntaha.

4. Angrusak sarak ujar sarèhingacawengah lan ajar ing sastraasuwala lan wong akèhwinangsitan andarungkedah anut lampah tan yuktimulané ambalasarwus amanggé antukjatining apurohitamarminipun tan ana dèn-walangatisakèhing pringgabaya.

5. Pangucapé wus tanpa kekeringoranana bayané kang wikandhateng kawula jatinétan ana bayanipunanging tan wruh jatinirêkipan jatining sariratan roro tetelukady angganing reringgitanduk sang Panjy asusupan rahina wengikesah saking nagara.

6. Anêng Gegelang lumampah carminanukma aran dhalang Jarumandèn-pendhem kulabangsanéndatan ana kang weruhlamun Panji ingkang angringgitbaloboken ing rupapan jatine tan wruhakèh ngarani dhadhalangdhahat tan wruh yen sira putra ing Ke1ingkang amindha dhadhalang.

7. Adoh kadohan tingalirêkiaparek reké tan kaparekanyèn sang Panji rupané

dèn-senggèh baya dudulamun sira Panji angringgitbalokloken ing tingalpan jatining kawruhlir Wisnu kelayan Kresnaora Wisnu anging Kresna Dwarawatiamumpuni nagara.

8. Wisésa Kresna jati tan sipikang pinujyêng jagad pramuditatan ana wruh ing polahélir Kresna jati Wisnukang amanggih datan pinanggihpan iya déning nyatakajatenirêkumulané lumbrah ing jagadangestoken kawignyan sang Wisnumurtinyatané arya Kresna.

9. Mangkana kang wus awas ing jatioranana jatining pangérananging kawula jatinékang tan wruh kéngar koruppan kabandhang idhepirêkikatimpur déning sastramilu kapiluyuing wartaning wong akathahpangèstiné dèn-senggèh wonten kakalihkang murba kang wisésa.

10. Yèn ingsun masih ngucap kang lairangur matiya duk lagi jabangora ngangka ora ngaméakèh wong angrempelutata lapal kang dèn-rasanisembayang lan puwasadèn-gunggung tan surudden-senggèh anelamnatambuh gawé awuwuh kadya raragiakèh dadi brahala.

11. Pangrungunisun duk raré alit

nora selam déning wong sembayangnora selam déning anggèntan selam déning saumnora selam déning kulambitan selam déning dhestaring pangrungunisunéwuh tegesé wong selamnora selam déning anampik amilihing karam lawan kalal.

12. Kang wus prapta ing selamé singgihkang wisésa tuwin adi mulyasampun teka ing omahéwulu salembar ikubrestha geseng tan ana kariangganing anêng donyakadya adedununglir sang Panji angumbarasajatiné yèn mantuk ing gunung uripmulya putrêng Jenggala

13. Akèh wong korup déning sejatisotaning wong dèrèng purohitadèn-pisah-pisah jatinédèn-senggèh seos wujudsajatiné kang dèn-rasaniumbang ing kapirantambuh kang den-temuiku ora iki ilangmider-mider jatiné kang dèn-ulatitan wruh kang ingulatan.

14.

Brahalane den-gendong den-indit malah kabotan dening daadapen mangke dereng wruh jatine dening wong tanga guru amungaken wartaning tulis kang ketang jatining lyan den-tutur anggalur den-turut kadya dadalan kajatene deweke nora kalingling lali pejah min-Wang

15.

Dosa gung alit kang den-singgahi ujar kupur-kapir tan den-ucap iku wong anom kawruhe sembayang tan surud puwasane den ati-ati tan ayun kaselanan kalimput ing hukum kang sampun tekeng kasidan

sembah puji puwasa tan den-wigati nora rasa-rinasan

16.

Sakeh ing doss tan den-singgahi ujar kupur-kapir tan den-tulak wus liwang-liwung polahe tan andulu dinulu tan angrasa tan den-rasani tan amaran pinaran wus jatining suwung ing suwunge iku ana ing anane iku surasa sejati tan kena den-ucapna

17.

Dudu rasa kang keraseng lati dudu rasa rasaning pacuwan dudu rasa kang ginawe dudu rasa rasaning guyu dudu rasa rasaning lati dudu rasa rerasan rasaku amengku salir ing rasa surasa. mulya putreng Jènggala

rasa jati kang kerasa jiwa jisim rasa mulya wisesa

18.

Kang wus tumeka ing rasa jati panembahe da tanpa lawanan lir banyu mili pujine ing enenge anebut ing unine iya amuji solahe raganira dadi pujinipun tekeng wulune salembar ing osike tan sipi dadi pamuji pamuji dawakira

19.

Ingkang tan awas puniku pasti dadi kawulane kang wus awas teka ing sembah pujine amung jatining weruh pamujine rahina wengi mantep paran kang awas ujar iku luput ananging aran tokidan lawan ujar kupur-kapir iku kaki aja masih rerasan

20.

Yen tan wruha ujar k„p„r-"pir pasti woog iku durung ~"„, maksih bakai pangawruhe pan kupur-kapir iku iya iku sampurna jati pan wèkas ing kasidan kupur-kapir iku iya sadat iya salat iya idep iya urip iya jati iku jatining salat

21.

Sun-marenana angedarneling sun-sapiye ta bok kadedawan menawa mèdal cucude ajana milu-milu mapan iku ujar tan yakti pan mangkana ing lampah anrang baya iku rare anom ambelasar tanpa gawe gawene sok murmg niti anggung malang sumirang.

Diposkan oleh kejawen di 01.47 1 komentar

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/07/suluk-malang-sumirang.html

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

Kamis, 02 Juli 2009

Mengenali Perbedaan Nafsu dan Hawa Nafsu

Dalam diri manusia senantiasa ada nafsu. Nafsu merupakan hal yang terpenting dalam diri manusia. Pasalnya, jika manusia itu tidak memiliki nafsu, maka manusia itu akan loyo. Jadi, manusia bisa bergerak dan melakukan aktivitasnya itu karena gerak dari nafsu. Jadi boleh dikatakan bahwa nafsu masih tergolong unsur yang positif dalam tubuh setiap manusia.

Lalu apa yang negatif dalam tubuh manusia? Yang negatif dalam tubuh manusia adalah HAWA NAFSU. Sebuah nafsu ketika mendapatkan HAWA, akan cenderung berubah menjadi negatif. Inilah yang di dalam agama Islam diajarkan oleh Kanjeng Rasul Muhammad SAW bahwa perang yang terbesar adalah perang melawan Hawa Nafsu. (Saat itu, Kanjeng Rasul tidak mengungkapkan bahwa perang yang terbesar adalah perang melawan nafsu).

Mengapa Hawa Nafsu tergolong berbahaya? Karena Hawa Nafsu mengandung penyakit hati. Antara lain iri, dengki, kekhawatiran, ketakutan, sombong dan lain sebagainya. Ada tetangga yang mendapatkan anugerah, kita malah sakit hati, marah-marah dan lain sebagainya, itu merupakan tanda-tanda Hawa Nafsu.

Apa perbedaan antara nafsu dan Hawa Nafsu? Nafsu adalah sesuatu hal dalam tubuh manusia yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Pernahkah Anda mengatakan,"aku tidak nafsu makan." Jika Anda mengatakan seperti itu, berarti Anda tidak mempunyai keinginan atau selera untuk makan. Artinya, tidak ada daya yang menggerakkan Anda untuk makan.

Namun berbeda ketika kata-kata nafsu tersebut ditambah dengan kata Hawa dan menjadi Hawa Nafsu. Apa arti dari kata Hawa itu sendiri? Hawa kalau dalam bahasa Jawa berarti angin. Artinya angin yang mendorong munculnya nafsu. Sedangkan dalam bahasa agama, Hawa berarti siti Hawa atau perempuan. Bagi Anda yang telah beristri, pasti bisa merasakan bagaimana peran istri kita. Ada yang positif ada yang negatif.

Contohnya, ketika Anda berjalan-jalan di Mall dengan istri, maka biasanya ide untuk membeli ini dan itu adalah dari istri. "Mas, belikan barang itu dong. Belikan ini dong." Padahal, si suami umumnya pasif saja. Itu merupakan contoh negatif. Ada lagi contoh negatif lainnya, misalnya ketika tetangga membeli televisi layar datar dan sang istri mengetahui hal itu, sementara suami masih berada di kantor. Begitu suaminya datang, istri tersebut bercerita ,"Mas, tadi tetangga kita si anu itu lho membeli TV layar datar. Lha kita kapan mas?" Inilah yang kadang-kadang mendorong si suami tergerak hawa nafsunya untuk menuruti sang istri. Hawa nafsu juga bisa menjadi positif misalnya ketika sang istri memberikan motivasi pada suami untuk kreatif dalam pekerjaannya dan meraih kedudukan tertentu atau mendapatkan penghasilan lebih dan lain sebagainya.

Nah, kini kita sudah tahu perbedaan antara nafsu dan hawa nafsu. Maka tidak salah jika Kanjeng Rasul Muhammad SAW mengatakan bahwa perang terbesar adalah perang melawan Hawa Nafsu.

Kini pertanyaan yang muncul, bagaimana untuk menang melawan hawa nafsu atau mengendalikan hawa nafsu? Bagi para pelaku spiritual, hal yang terpenting adalah mengenali dulu yang mana nafsu dan yang mana hawa nafsu. Bagaimana mungkin kita bisa menang melawan hawa nafsu sementara kita tidak tahu hawa nafsu itu yang bagaimana, bentuknya seperti apa. Dengan kata lain, kalau mau menang lawan musuh, kenalilah dulu musuhnya, baru memeranginya.

Mudah-mudahan kita semua diberi kekuatan oleh GUSTI ALLAH untuk mampu memerangi Hawa Nafsu dan mengendalikannya. Bukannya malah kita yang dikendalikan oleh Hawa Nafsu itu sendiri.

Diposkan oleh kejawen di 06.28 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/07/mengenali-perbedaan-nafsu-dan-hawa.html

Minggu, 03 Mei 2009

Cara Manembah Ala Suluk Wujil

Seperti pernah diulas sebelumnya bahwa manusia hidup di dunia ini memiliki dua hakekat. Hakekat yang pertama adalah Tansah Manembah Marang GUSTI ALLAH (Selalu menyembah pada GUSTI ALLAH) dan kedua, Apik marang sak padha padhaning ngaurip (Berbuat baik pada sesama makhluk hidup). Kali ini kita akan membahas perihal manembah marang GUSTI ALLAH.

Bagaimana cara manembah marang GUSTI ALLAH? Kita bisa mengutip pada beberapa bait Suluk Wujil karangan dari Sunan Bonang yang berbunyi:

Apakah salat yang sebenar-benar salat?Renungkan ini: Jangan lakukan salatAndai tiada tahu siapa dipujaBilamana kaulakukan jugaKau seperti memanah burungTanpa melepas anak panah dari busurnyaJika kaulakukan sia-siaKarena yang dipuja wujud khayalmu semata

Lalu apa pula zikir yang sebenarnya?Dengar: Walau siang malam berzikirJika tidak dibimbing petunjuk TuhanZikirmu tidak sempurnaZikir sejati tahu bagaimanaDatang dan perginya nafasDi situlah Yang Ada, memperlihatkanHayat melalui yang empat

Pedoman hidup sejati

Ialah mengenal hakikat diriTidak boleh melalaikan shalat yang khusyukOleh karena itu ketahuilahTempat datangnya yang menyembahDan Yang DisembahPribadi besar mencari hakikat diriDengan tujuan ingin mengetahuiMakna sejati hidupDan arti keberadaannya di dunia

Karena itu, Wujil, kenali dirimuKenali dirimu yang sejatiIngkari bendaAgar nafsumu tidur terlenaDia yang mengenal diriNafsunya akan terkendaliDan terlindung dari jalanSesat dan kebingunganKenal diri, tahu kelemahan diriSelalu awas terhadap tindak tanduknya

Diposkan oleh kejawen di 09.27

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

Minggu, 03 Mei 2009

Carilah yang Abadi

Dalam kehidupan ini kita dibekali GUSTI ALLAH dengan raga yang diantaranya terdapat indera. Berbagai macam indera telah ditanamkan pada tubuh kita dan praktis bisa dipergunakan dengan mudah. Namun di balik keberadaan indera tersebut, ternyata kinerja indera itu sendiri tidak bisa dipercaya 100 persen. Lho kok bisa? Apa buktinya?

Contoh yang sederhana saja, kita sering melihat gunung dengan menggunakan indera penglihatan kita yaitu mata. Nah, dari kejauhan, gunung itu bila kita lihat warnanya adalah biru. Warna biru gunung itu sendiri kita yakini dalam hati. Tetapi, saat kita mendaki gunung tersebut, ternyata warna biru yang kita tangkap dengan indera penglihatan kita itu merupakan gambaran dari pepohonan yang berwarna hijau. Pertanyaan yang muncul, mengapa warna biru dari jauh kok bisa menjadi hijau jika didekati? Bukankah indera penglihatan tersebut telah menipu kita?

Masih contoh indera penglihatan. Sangat sering kita melihat fatamorgana di jalanan yang lurus. Dari pandangan kita seolah-olah terdapat air nun jauh di sana. Namun ketika kita dekati, ternyata tidak ada air sama sekali. Lagi-lagi, apakah indera penglihatan telah menipu?

Contoh lainnya adalah indera perasa yaitu kulit. Kita mengetahui bahwa sebuah bongkahan es batu itu jika dipegang rasanya sangat dingin. Namun, ketika kita memegang es batu itu dalam waktu yang cukup lama, maka rasa dingin itupun akan berubah menjadi panas. Apakah indera perasa juga menipu?

Dari serangkaian contoh dan pertanyaan yang muncul itu, ada jawaban yang tersirat. TIDAK! indera-indera tersebut tidak menipu kita. Namun indera yang dianugerahkan GUSTI ALLAH pada kita tersebut sifatnya sangat terbatas dan memiliki kemampuan tertentu. Hal itu sesuai dengan kodrat manusia yang serba memiliki keterbatasan. Dan indera tersebut juga bisa dikatakan tidak abadi.

RAGA

Sama dengan indera, demikian pula dengan raga juga memiliki sifat tidak abadi. Buktinya, kita lama kelamaan akan menjadi tua. Bukankah itu tidak abadi? Pertanyaan yang muncul lagi adalah, lalu apa yang abadi? Menurut ilmu fisika, di dunia ini tidak ada benda yang hilang. Yang ada benda tersebut BERUBAH BENTUK ataupun BERPINDAH TEMPAT. Contohnya, ketika motor Anda dicuri orang, maka Anda mengatakan bahwa motor Anda hilang. Nah, dalam ilmu fisika, hal itu tidak benar. Yang benar, motor Anda berpindah tempat. Contoh lain, ketika Anda menyaksikan es yang menjadi air, bukan berarti bahwa esnya menghilang. Yang benar, esnya telah berubah bentuk.

Diantara yang tidak abadi dalam tubuh manusia itu, ada bagian yang abadi. Apakah itu? Bagian tubuh manusia yang abadi adalah sukma. Sukma inilah yang disebut Urip Tan Keno Pati (Hidup yang tidak terkena kematian). Lho kok bisa? Jelas bisa. Misalnya, ada suatu peristiwa pembunuhan terhadap si A. Jelas orang-orang secara umum menyatakan si A mati. Tetapi apakah benar si A mati? Tidak, si A tetap hidup meskipun kehilangan raga. Sukmanya masih bisa kemana-mana.

Dari serangkaian contoh di atas bisa disimpulkan, kalau kita hendak mendekat dan mencari GUSTI ALLAH, maka janganlah menggunakan hal-hal yang tidak abadi. Tetapi gunakanlah yang abadi. Seperti halnya kematian, bukanlah akhir, namun awal dari kehidupan yang langgeng yaitu Urip Tan Keno Pati.

Diposkan oleh kejawen di 08.45 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/05/carilah-yang-abadi.html

Minggu, 01 Maret 2009

Memahami Kontroversi Ajaran Siti Jenar Ajaran Syekh Siti Jenar memang hingga kini menimbulkan kontroversi. Apalagi ketika sang Syekh berbicara tentang hidup dan mati. Menurut Siti Jenar, kehidupan manusia di dunia ini disebut berada di alam kematian. Sementara, jika manusia itu mati, justru disebut-sebut telah memasuki awal kehidupan yang hakiki dan abadi.

Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam diri manusia, yaitu di dalam budi. Pendapat tersebut disyiarkan oleh Siti Jenar secara terbuka dan gamblang. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan Syekh Siti Jenar.

Dalam tataran ilmu, pemahaman yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar itu sudah memasuki tahap

hakekat atau bahkan makrifat. Tidak mengherankan jika, pemahaman tentang ketuhanan yang dimilikinya akhirnya dicap dengan kata sesat.

Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar menganggap bahwa agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah pada zat yang maha kuasa dengan caranya sendiri-sendiri. Bahkan masing-masing agama itu menyebut asma GUSTI ALLAH dengan nama yang berbeda-beda, demikian pula dengan ajaran dan tatacaranya.

Bahkan Syekh Siti juga mengajarkan bahwa dalam manembah pada GUSTI ALLAH, seseorang hendaknya melakukannya dengan ikhlas. Artinya, ketika seseorang melakukan sembahyang ataupun sholat dengan mengharapkan surga, pahala atau kemudahan untuk rezeki, maka belum bisa disebut sebagai ikhlas.

Ajaran Manembah

Dalam ajaran manembahnya, Syekh Siti Jenar tidak pernah menganggap dirinya sebagai GUSTI ALLAH. Orang cenderung banyak salah persepsi tentang konsep Manunggaling Kawula-GUSTI. Sebenarnya, Manunggaling Kawula-GUSTI itu adalah bahwa dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh GUSTI ALLAH sesuai dengan ayat Al Qur'an yang menerangkan penciptaan manusia.

Ayat tersebut berbunyi: "Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)")>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.

'Mabuk' pada GUSTI ALLAH

Dalam manembah secara ikhlas dan konsentrasi yang tinggi, sering manusia mengalami 'mabuk' pada GUSTI ALLAH. Dalam agama Islam, peristiwa itu disebut juga Zadhab atau kegilaan yang berlebihan terhadap GUSTI ALLAH.

Mereka belajar tentang bagaimana GUSTI ALLAH bekerja, sehingga ketika keinginannya sudah lebur dengan kehendak GUSTI ALLAH, maka yang ada dalam pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan Allah.... disekelilingnya tidak tampak manusia lain tapi hanya GUSTI ALLAH yang berkehendak, Setiap Kejadian adalah maksud GUSTI ALLAH terhadap Hamba ini.... dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang Mursyid, maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan GUSTI ALLAH untuk manusia.

Pasalnya, hamba ini akan gampang terpengaruh setan. Semakin tinggi tingkat keimanannya, maka semakin tinggi juga setan menjerumuskannya.

Hamamayu Hayuning Bawana

Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.

Diposkan oleh kejawen di 07.09 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/03/mengenal-kontroversi-ajaran-siti-jenar.html

Sabtu, 28 Februari 2009

5 Anugerah GUSTI ALLAH Pada Manusia

Dalam tubuh manusia itu terdapat piranti atau unsur lengkap yang dianugerahkan oleh GUSTI ALLAH. Setiap unsur tersebut memiliki kegunaan sendiri-sendiri. Semuanya tergantung pada manusia untuk memanfaatkan pemberian GUSTI ALLAH tersebut.

Piranti atau unsur yang dibekali GUSTI ALLAH pada manusia itu bersifat mulai 'kasar' sampai 'halus'. Apa saja piranti-piranti itu? Piranti tersebut ada lima hal yaitu:1. Raga2. Budi3. Hati Nurani4. Rasa5. Sukma

Dari kelima hal tersebut semuanya diwajibkan untuk tansah manembah GUSTI ALLAH. Namun ketika dipanggil oleh Hyang Maha Suci, yang akan berangkat menemui GUSTI ALLAH hanyalah sukma. Raga tidak akan berangkat karena bersifat jisim atau bangkai.

Pernahkah Anda melihat pesawat ulang-alik luar angkasa seperti Columbia. Nah, ketika berangkat ke luar angkasa, maka selongsongan luar yang berupa pesawat jet-nya akan melepaskan diri setelah tergesek oleh atmosfir bumi dan terbakar. Sedangkan pesawat inti Columbia itu sendiri akan terus bergerak ke luar angkasa.

Selongsong luar pesawat jet yang terbakar itulah ibarat raga manusia yang tidak akan ikut berangkat menemui Hyang Suksma. Ada bait tembang yang berbunyi:

Kawruhana... (Ketahuilah)Dununge wong uripun niki, (Arti Orang Hidup Ini) Lamun mbenjang yen wus palastra (Ketika Esok Sudah Dipanggil)Wong Mati Nyang Endi Parane? (Orang Mati, Kemana Perginya?)

Umpamakno Peksi mabur (Ibarat Burung Terbang)Mesak saking kurunganipun (Melesat dari Sangkarnya)Umpamakno wong lungo sonjo (Ibarat Orang yang Bepergian)Njang sinanjang, wong lungo sonjo wajibe mulih (Orang Bepergian Wajib untuk Pulang)Mulih ning ngisor kamboja. (Pulang di Bawah Pohon Kamboja)

Itulah gambaran dari raga yang akan menjadi bangkai atau jisim. Namun tidak demikian dengan empat piranti lainnya seperti Budi, Hati Nurani, Rasa dan Sukma. Budi, Hati Nurani dan Rasa akan menjadi saksi kita ketika menghadap GUSTI ALLAH. Sementara Sukma adalah pakaiannya.

Kelima piranti tersebut, ketika kita simak akan terus berkembang menjadi macam-macam panembah yaitu: 1. Sembah Raga2. Sembah Budi3. Sembah Hati 4. Sembah Rasa5. Sembah Sukma

Dari kelima sembah tersebut sama-sama mampu mengantarkan doa/panuwun kita pada GUSTI ALLAH. Semuanya tergantung pada keikhlasan dan kebersihan hati dan jiwa kita ketika berdoa. Namun kadar sembah yang paling tinggi adalah sembah sukma. Pertanyaannya, jika Anda pelaku spiritual, Anda sudah berada ditaraf sembah yang mana? Hanya Anda dan GUSTI ALLAH sendiri yang tahu.

Diposkan oleh kejawen di 09.19

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/02/5-anugerah-pada-manusia.html

Minggu, 15 Februari 2009

Melihat, Mendengar, Merasa, Meraba dengan Kalbu

Dalam setiap tubuh manusia terdapat satu piranti khusus yang diciptakan oleh GUSTI ALLAH. Namun kebanyakan manusia tidak menyadari pentingnya piranti itu. Piranti tersebut merupakan bagian tubuh manusia yang berukuran kecil.Namun jika satu bagian tubuh ini rusak, maka rusaklah manusia itu.

Bagian tersebut adalah hati nurani atau yang dikenal dengan kalbu. Begitu pentingnya arti dari sebuah kalbu, sampai-sampai Rasulullah Muhammad SAW mengungkapkan lewat hadistnya,"Dalam tubuh setiap orang terdapat bagian yang terkecil yang disebut kalbu. Jika kalbunya rusak, maka rusaklah akhlak manusia itu. Namun, jika kalbunya baik, maka baiklah akhlak manusia itu".

Begitu pentingnya sebuah hati nurani atau kalbu itu hingga piranti yang merupakan bagian dari tubuh kita itu menjadi 'tali' pengikat antara kita dan GUSTI ALLAH.

Pernah ada seorang teman yang menyatakan,"saya tidak suka bekerja dengan hati nurani. Saya lebih suka bekerja dengan logika". Agak kaget juga saya mendengar perkataannya. Memang manusia dibekali dengan logika. Tetapi tidak semua yang ada di muka bumi ini bisa dilogika. Karena GUSTI ALLAH menciptakan alam ini ada dua yakni alam nyata dan alam ghaib. Bagaimana bisa masuk logika jika menyangkut alam ghaib? Lalu dengan apa manusia bisa menyaksikan keberadaan alam ghaib?

Jawabannya hanya satu yaitu dengan kalbu. Jika diasah secara terus menerus maka kalbu manusia itu akan lebih tajam daripada pisau. Namun sebaliknya, jika kalbu tersebut tidak pernah diasah, maka akan tumpul. Kebanyakan pelaku spiritual sangat memperhatikan betul terhadap kalbu. Mereka melihat

dengan kalbu, merasa dengan kalbu, mendengar dengan kalbu bahkan kadang-kadang mereka meraba dengan kalbu.

Apakah otak manusia sebagai tempat untuk berpikir tentang logika tidak penting? Wah, sangat penting. GUSTI ALLAH tidak akan menciptakan apapun di dunia ini yang sia-sia. Semuanya pasti ada gunanya. Untuk itu, antara otak manusia dan kalbu memiliki hubungan yang sangat penting.

Agar hati bisa setajam belati, lakukanlah latihan dengan kalbu Anda. Aktifkanlah kalbu Anda agar bisa lebih mendekat pada GUSTI ALLAH. Pada dasarnya, semua yang ada di dunia ini ada dalam kalbu. Kegembiraan, kesenangan, kebahagiaan, rasa syukur dan lain-lainnya ada pada kalbu. Oleh karena itu, gunakanlah kalbu Anda untuk selalu bisa berkomunikasi dengan GUSTI ALLAH.

Diposkan oleh kejawen di 13.27 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/02/melihat-mendengar-merasa-meraba-dengan.html

Jumat, 16 Januari 2009

Mengenal Diri dari Serat Asmaralaya

Dalam budaya Jawa banyak serat yang diciptakan oleh nenek moyang kita. Salah satunya adalah Serat Asmaralaya. Jika kita mempelajari serat Asmaralaya tersebut, maka kita akan mengetahui dunung kita pribadi.

Dalam sebuah hadist di ajaran Islam disebutkan “Barangsiapa yang mengetahui dirinya sendiri, maka ia

akan tahu Tuhannya”. Nah, kalau Anda ingin mengetahui diri Anda pribadi, tidak ada salahnya belajar pada Serat Asmaralaya. Serat Asmaralaya tersebut antara lain berbunyi:

Ana wiku medhar ananing hyang agung kang nglimputi dhiri wayangan nya dumumung neng netranira bunder nguwung lir sunaring surya nrawung aran nur muhammad weneh muwus jatining kang murbeng idhup yaiku pramana kang misesa ing sakalir dumuning neng utyaka guruloka iya iku tembung arab baitul makmur

Ada Orang Bijak menjelaskan adanya Hyang AgungYang menyelimuti diriGambarannya ada pada Matamu sendiriBentuknya bundar memancarkan sinar surya yang menerawangYang dijuluki Nur MuhammadMemberikan kesejatian dalam hidupYaitu pramanaYang menguasai segalanya Letaknya ada di gurulokaYaitu bahasa Arabnya baitul makmur

Tandane kang nyata aneng gebyaring pangeksi lwih waspada wruh gumlaring alam donya mung pramana kang bisa nuntun marang swarga ana rupa kadya rupanta priyangga kang akonus saking kamungsangta wus saplak nora siwah amung mawa caya putih yaiku aran mayangga seta

Tandanya yang nyataAda dalam gebyar angan-anganLebih waspada tahu gumelarnya alam duniaHanya pramana yang bisa menuntun ke Surga

Ada bentuk rupa seperti rupa orangYang mengaku dari prasangka Yang tidak berbeda satu dengan lainnyaHanya lewat cahaya putihYang disebut Mayangga Seta

ana cahya seta prapta geng sabda iya iku nur muhammad kang satuhu cahya maya maya jumeneng munggwing unggyaning tuntung driya anartani triloka baitul makmur baitul mukharam tetelu ing baitul muqadas

Ada cahaya putih seperti SabdaNyaIya itu Nur Muhammad yang sejatiCahaya maya-maya (samar-samar)Terletak umpama tingkatanDalam indera yang disebut triloka (tiga tempat)Baitul makmur baitul mukharam ketiga Di baitul muqadas

sumanar prapteng pangeksi liyepena katon ponang cahya maya anarawung warna warna wor dumunung nuksmeng cahya kang sajati ingkang padhang gumilang tanpa wayangan langgeng nguwung angebeki buwana gung mulih purwanira

Bersinar tanpa hentiGambarannya tampak mirip cahaya mayaBerbaur warna-warna yang adaDengan cahaya yang sejatiYang terang benderan tanpa halanganLanggeng memenuhi buwana yang agung Terhadap dirimu

duk durung tumurun maring ngarcapada awarna warana raga cahyanipun gumilang gilang nelawung tanpa wewayangan

nelahi sesining bumi gya tumurun dadya manungsa

Ketika belum turun Ke alam dunia berbentuk ragaCahayanya penuh gebyar Tanpa halanganMemenuhi seisi bumiAkhirnya segera turun menjadi manusia

marma temtu yen prapta antareng layu ana cahya prapta gumilang pindhah angganing tirta munggwing ron lumbu amaya maya dyan puniku ciptanen dadya sawujud lawan sabdanira kang sinedyan samadyaning ngen ngenta yekti waluya sampurna mulya wangsul mring salira numuhun

Tentu saja ketika sudah waktunyaAda cahaya Bersinar berpindah warnaAir seperti berbentuk samar-samarYaitu cipta yang menjadi satu wujud Dengan sabda mu sendiriYang langsung terjadi Yang diangan-angankan pasti terjadi sempurnaMulia kembali pada dirimu sendiri

sabda gaib babar bali angebaki bumi tribuwana kebak bangkit megat nyawa

Sabda gaib kembali digelarKembali memenuhi bumiTribuwana penuh bangkit memisahkan nyawa

Serat asmalaya adalah salah satu serat Jawa yang berbentuk suluk atau piwulang, berisikan ajaran suci berdasarkan ajaran Islam yang dipadukan dengan ajaran kejawen. Lebih dari itu, serat ini adalah hasil pemikiran dan perenungan nenek moyang kita. Serat ini penuh dengan pesan moral yang bernafaskan

Islam. Ajaran yang terkandung dalam serat ini erat kaitannya dengan perbuatan dan kelakuan yang merupakan cerminan budi pekerti manusia.

Diposkan oleh kejawen di 11.31 2 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

Label: Mengenal Diri dari Serat Asmaralaya

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/01/mengenal-diri-dari-serat-asmaralaya.html

Kamis, 15 Januari 2009

Siapa Si Empunya Sinar Itu?

Sepi…sepi…dan sepi menggelitik jiwaKucari di keramaian, sepi tetap menggodaKususuri jalanan, entah tak kutemukan yang kucariKudaki gunung nan tinggi, juga tak kujumpa obat sepiku.Kuhabiskan masa untuk mencari…dan masih tak kujumpa.Oh….aku terjatuh dalam putus asa….

Sesorot sinar tiba-tiba menghampirikuKu tak tahu darimana asalnyaKu tak mengerti apa maknanyaYang jelas, damai terasa di jiwakuRasa sepi itupun setapak demi setapak menghilang dari kalbuku.Berganti dengan ketenangan

Oh…sinar apakah ituJelas batinku seperti diayomiKalau itu Anugerah Tuhan,Maka aku ingin berjumpa si pemilik sinar ituKu tak mau yang lainKarna yang lain tak mampu beri sinar di jiwaku

Aku ingin berbincang-bincang dengan sang pemilik sinarKan ku tempuh walau jutaan kilometerKan ku susuri meski ribuan tahunWalau pun ku tahu, sulit tuk bertemu siempunya cahaya.Namun Aku tak peduli

Kerinduanku pada siempunya sinar makin berbinarMakin dekat aku pada sang pemilik, rasa tentram kian jelas terasaOh…apakah ini yang disebut sorga duniaOh…inikah yang dikata kemabukan cintaKu tak peduli, sekali lagi ku tak peduliYang jelas, aku harus menempuh suluk si empunya sinarDengan begitu kini aku menjadi seorang salikYa….seorang salik yang tengah mencari suluk sejati.

Diposkan oleh kejawen di 09.59

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/01/siapa-si-empunya-sinar-itu.html

Minggu, 11 Januari 2009

Memahami Filosofi Leluhur Jawa

Leluhur masyarakat Jawa memiliki beraneka filosofi yang jika dicermati memiliki makna yang begitu dalam. Tetapi, anehnya filosofi yang diberikan oleh para leluhur itu saat ini dinilai sebagai hal yang kuno

dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Dibawah ini ada beberapa contoh filosofi dari para leluhur/nenek moyang masyarakat Jawa.

"Dadio banyu, ojo dadi watu" (Jadilah air, jangan jadi batu).

Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang manungso kang nduweni manunggaling roso itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu.

Mengapa kita manusia ini harus bisa menjadi banyu (air)? Karena air itu bersifat menyejukkan. Ia menjadi kebutuhan orang banyak. Makhluk hidup yang diciptakan GUSTI ALLAH pasti membutuhkan air. Nah, air ini memiliki zat yang tidak keras. Artinya, dengan bentuknya yang cair, maka ia terasa lembut jika sampai di kulit kita.

Berbeda dengan watu (batu). Batu memiliki zat yang keras. Batu pun juga dibutuhkan manusia untuk membangun rumah maupun apapun. Pertanyaannya, lebih utama manakah menjadi air atau menjadi batu? Kuat manakah air atau batu?

Orang yang berpikir awam akan menyatakan bahwa batu lebih kuat. Tetapi bagi orang yang memahami keberadaan kedua zat tersebut, maka ia akan menyatakan lebih kuat air. Mengapa lebih kuat air daripada batu? Jawabannya sederhana saja, Anda tidak bisa menusuk air dengan belati. Tetapi anda bisa memecah batu dengan palu.

Artinya, meski terlihat lemah, namun air memiliki kekuatan yang dahsyat. Tetes demi tetes air, akan mampu menghancurkan batu. Dari filosofi tersebut, kita bisa belajar bahwa hidup di dunia ini kita seharusnya lebih mengedepankan sifat lemah lembut bak air. Dunia ini penuh dengan permasalahan. Selesaikanlah segala permasalahan itu dengan meniru kelembutan dari air. Janganlah meniru kekerasan dari batu. Kalau Anda meniru kerasnya batu dalam menyelesaikan setiap permasalahan di dunia ini, maka masalah tersebut tentu akan menimbulkan permasalahan baru.

"Sopo Sing Temen Bakal Tinemu"

Filosofi lainnya adalah kata-kata "Sopo sing temen, bakal tinemu" (Siapa yang sungguh-sungguh mencari, bakal menemukan yang dicari). Tampaknya filosofi tersebut sangat jelas. Kalau Anda berniat untuk mencari ilmu nyata ataupun ilmu sejati, maka carilah dengan sungguh-sungguh, maka Anda akan menemukannya.

Namun jika Anda berusaha hanya setengah-setengah, maka jangan kecewa jika nanti Anda tidak akan mendapatkan yang anda cari. Filosofi di atas tentu saja masih berlaku hingga saat ini.

"Sopo sing kelangan bakal diparingi, sopo sing nyolong bakal kelangan"(Siapa yang kehilangan bakal diberi, siapa yang mencuri bakal kehilangan).

Filosofi itupun juga memiliki kesan yang sangat dalam pada kehidupan. Artinya, nenek moyang kita dulu sudah menekankan agar kita tidak nyolong (mencuri) karena siapapun yang mencuri ia bakal kehilangan sesuatu (bukannya malah untung).

Contohnya, ada orang yang dicopet. Ia akan kehilangan uang yang dimilikinya di dalam dompetnya. Tetapi GUSTI ALLAH akan menggantinya dengan memberikan gantinya pada orang yang kehilangan tersebut. Tetapi bagi orang yang mencopet dompet tersebut, sebenarnya ia untung karena mendapat dompet itu. Namun,ia bakal dibuat kehilangan oleh GUSTI ALLAH, entah dalam bentuk apapun.

Dari filosofi tersebut, Nenek moyang kita sudah memberikan nasehat pada kita generasi penerus tentang keadilan GUSTI ALLAH itu. GUSTI ALLAH itu adalah hakim yang adil.

Diposkan oleh kejawen di 11.41 3 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/01/memahami-filosofi-leluhur-jawa.html

Rabu, 07 Januari 2009

Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai "kaca benggala". Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir.

Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku, aranira Allah jati. Tanana kalih tetiga, sapa wruha yen wus dadi, ingsun weruh pesti nora, ngarani namanireki

Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku, ingkang kinen angarani, pepakane ana ika, akon ngarani puniki, iya Allah angandika, mring Muhammad kang kekasih.

Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya

Yen tanana sira iku, ingsun tanana ngarani, mung sira ngarani ing wang, dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira, aranira aran mami

Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah,

menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku

Tauhid hidayat sireku, tunggal lawan Sang Hyang Widhi, tunggal sira lawan Allah, uga donya uga akhir, ya rumangsana pangeran, ya Allah ana nireki.

Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu

Ruh idhofi neng sireku, makrifat ya den arani, uripe ingaranan Syahdat, urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya, rukuk pamore Hyang Widhi

Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur, ja melu yen sira wedi, lan ja melu-melu Allah, iku aran sakaratil, ruh idhofi mati tannana, urip mati mati urip.

Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup

Liring mati sajroning ngahurip, iya urip sajtoning pejah, urip bae selawase, kang mati nepsu iku, badan dhohir ingkang nglakoni, katampan badan kang nyata, pamore sawujud, pagene ngrasa matiya, Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani, Wahyu prapta nugraha.

mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut "mati sajroning ngahurip" dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Diposkan oleh kejawen di 07.07 8 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2009/01/belajar-dari-wejangan-nabi-khiddir-pada.html

Minggu, 28 Desember 2008

Tebarkan Senyum dan Carilah Teman!

Sore hari tepatnya tanggal 28 Desember 2008, merupakan acara pergantian tahun Jawa sekaligus tahun Hijriah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pergantian tahun Jawa yang diawali dengan bulan Suro atau tahun Hijriah yang juga disebut sebagai bulan Muharram tidak ada hiruk pikuk apapun. Berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi yang selalu dirayakan oleh manusia seluruh dunia.

Memasuki bulan Suro ataupun Muharram, maka kita kembali harus melakukan ibadah. Ibadah apa itu? Ibadah itu terdiri dari 2 jenis yakni ibadah raga dan ibadah bathin. Dalam satu tahun yang berisi 12 bulan, terbagi menjadi 2 bulan dimana kita harus melaksanakan ibadah. 2 bulan tersebut adalah bulan poso/Ramadhan dan Suro/Muharram. Di ke 2 bulan tersebut, ibadah yang dilakukan pun berbeda.

Pada bulan poso/ramadhan, ibadah yang dilakukan adalah ibadah ragawi. Artinya, kita berpuasa dengan menggunakan raga kita dengan tidak makan dan minum dan dipadukan dengan ibadah bathin seperti menahan hawa nafsu. Tetapi ketika menginjak ke bulan Suro/Muharram, maka ibadah yang dilakukan cenderung mengarah ke ibadah bathin.

Dari pemahaman Kejawen, ritual di bulan Suro diawali pada malam 1 Suro hingga berakhirnya bulan. Artinya, laku dan olah bathin yang merupakan ibadah bathin tersebut lebih sering dilakukan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Semuanya itu semata-mata hanya untuk berupaya mendekatkan diri dengan GUSTI ALLAH.

Lho, apakah bulan-bulan lain tidak boleh sering melakukan laku dan olah bathin? Boleh saja, siapa yang bilang tidak boleh. Malah jika sesering mungkin kita berhubungan dengan GUSTI ALLAH, akan semakin mendekatkan diri kita denganNYA.

Ada 2 hal utama yang patut untuk kita lakukan di tahun Je 1942 ini seperti pada tahun-tahun sebelumnya yakni "tansah manembah marang GUSTI ALLAH" (Selalu menyembah GUSTI ALLAH) dan apik marang sak-padan-padane urip" (berbuat baik pada sesama makhluk hidup). Kenapa disebut utama, karena itulah hakekat dari hidup kita di dunia ini. Beberapa hal cara yang bisa dilakukan antara lain tebarkan senyum di manapun Anda berada, carilah teman sebanyak-banyaknya, janganlah mencari musuh. Itu merupakan beberapa cara berbuat baik pada sesama makhluk hidup. Selamat tahun baru tahun Je 1942.

Diposkan oleh kejawen di 14.49

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/12/tebarkan-senyum-dan-carilah-teman.html

Minggu, 14 Desember 2008

Bonus Halangi Kedekatan dengan GUSTI ALLAH

Setiap manusia selalu memiliki keinginan untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH sebagai Sang Khalik. Tetapi niat untuk mendekatkan diri tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sekali godaan yang membuat upaya dan niat manusia untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH terhalang. Mengapa?

Penghalang terbesar dari diri manusia untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH itu adalah berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Salah satu yang penghalang terbesar adalah nafsunya yang memang sudah disetir oleh syetan. Maka tidak heran, jika kita senantiasa meminta perlindungan dan pengayoman dari GUSTI ALLAH untuk menapaki jalan yang lurus, jalan orang-orang yang dirihai dan bukannya jalan orang-orang yang sesat, seperti ayat-ayat dalam surat Al Fatihah dalam Al Qur'an.

Syetan yang menguasai nafsu manusia akan berupaya untuk senantiasa menyesatkan jalan kita sehingga kita tidak bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Apalagi bagi para pelaku spiritual, godaan tersebut akan semakin besar. Bagi para pelaku spiritual yang ingin mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH akan digoda dengan beraneka bonus-bonus dan aneka kemampuan ghaib yang muncul dalam diri mereka.

Contohnya, seperti terlihat pada gambar di atas. Upaya untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH bagi para pelaku spiritual umumnya akan terhalang dengan adanya bonus seperti mampu menyembuhkan orang sakit/mengatasi beraneka macam masalah orang lain. Kalau si pelaku spiritual sudah merasa terpikat dengan bonus tersebut dan menjadikan kemampuannya itu untuk mencari nafkah, maka ia hanya akan mendapatkan hal itu saja dan tidak akan pernah dekat pada GUSTI ALLAH.

Contoh bonus yang kedua adalah kebal dari senjata tajam/api. Tentu saja, para pendaki spiritual jika terpikat dengan bonus tersebut, ya itu saja yang akan diterimanya. Ia juga tidak akan bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Pasalnya, ia sudah merasa puas mendapatkan kemampuan kebal dari senjata tajam/api.

Contoh bonus yang ketiga adalah mampu untuk ngrogo sukmo (melepaskan sukma dari jasadnya). Inipun merupakan godaan. Jika para pendaki spiritual tidak pandai-pandai menghindari ketertarikan pada bonus tersebut, maka ia pun juga tidak akan pernah bisa dekat dengan GUSTI ALLAH. Dan ia akan menguasai kemampuan untuk menyembuhkan orang sakit, kebal senjata dan ngrogo sukmo saja.

Contoh bonus yang keempat adalah Waskito (tahu yang bakal terjadi). Inipun bonus yang merupakan godaan bagi para pendaki spiritual untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Hendaknya para pendaki spiritual tidak merasa bangga dan puas dengan hal itu.

Langkah yang baik bagi para pendaki spiritual adalah mengabaikan berbagai macam bonus tersebut. Artinya, setelah menerima bonus tersebut, hendaknya para pendaki spiritual tetap ingat pada tujuan awal yakni mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Kenapa begitu?

Karena jika kita terus berupaya untuk tetap ingat tujuan kita untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH, maka beraneka macam bonus tersebut akan dengan mudahnya kita dapatkan. Apa dalilnya? Dalilnya adalah dari Al Qur'an yang berbunyi "...Barang siapa yang dekat kepadaKU, maka akan AKU cukupi semua kebutuhannya. MATAKU menjadi matanya, TANGANKU menjadi tangannya...." Oleh karena itu, selalu dekat dengan GUSTI ALLAH adalah merupakan keberadaan yang terindah bagi manusia.

Diposkan oleh kejawen di 08.01 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/12/bonus-halangi-kedekatan-dengan-gusti.html

Selasa, 09 Desember 2008

Belajar dari Sastra Jendra Hayuningrat

Bagi orang yang belajar kawruh Kejawen, tentu sudah tidak asing lagi dengan kata-kata Sastra Jendra Hayuningrat. Meskipun banyak yang sudah mendengar kata-kata tersebut, tetapi jarang ada yang mengetahui apa makna sebenarnya. Menurut Ronggo Warsito, sastra jendra hayuningrat adalah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. Apabila semua orang di dunia ini melakukannya, maka bumi akan sejahtera.

Nama lain dari sastra jendra hayuningrat adalah sastra cetha yang berarti sastra tanpa papan dan tanpa tulis. Walaupun tanpa papan dan tulis, tetapi maknanya sangat terang dan bisa digunakan sebagai serat paugeraning gesang.

Ada 7 macam tahapan bertapa yang harus dilalui untuk mencapai hal itu.

1. Tapa Jasad: Tapa jasad adalah mengendalikan atau menghentikan gerak tubuh dan gerak fisik. Lakunya tidak dendam dan sakit hati. Semua yang terjadi pada diri kita diterima dengan legowo dan tabah.

2. Tapa Budhi: Tapa Budhi memiliki arti menghilangkan segala perbuatan diri yang hina, seperti halnya tidak jujur kepada orang lain.

3. Tapa Hawa Nafsu: Tapa Hawa Nafsu adalah mengendalikan nafsu atau sifat angkara murka yang muncul dari diri pribadi kita. Lakunya adalah senantiasa sabar dan berusaha mensucikan diri,mudah memberi maaf dan taat pada GUSTI ALLAH kang moho suci.

4. Tapa Cipta: Tapa Cipta berarti Cipta/otak kita diam dan memperhatikan perasaan secara sungguh-

sungguh atau dalam bahasa Jawanya ngesti surasaning raos ati. Berusaha untuk menuju heneng-meneng-khusyuk-tumakninah, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan siapapun dan selalu heningatau waspada agar senantiasa mampu memusatkan pikiran pada GUSTI ALLAH semata.

5. Tapa Sukma: Dalam tahapan ini kita terfokus pada ketenangan jiwa. Lakunya adalah ikhlas dan memperluas rasa kedermawanan dengan senantiasa eling pada fakir miskin dan memberikan sedekah secara ikhlas tanpa pamrih.

6. Tapa Cahya: Ini merupakan tahapan tapa yang lebih dalam lagi. Prinsipnya tapa pada tataran ini adalah senantiasa eling, awas dan waspada sehingga kita akan menjadi orang yang waskitha (tahu apa yang bakal terjadi).

Tentu saja semua ilmu yang kita dapatkan itu bukan dari diri kita pribadi, melainkan dari GUSTI ALLAH. Semua ilmu tersebut merupakan 'titipan', sama dengan nyawa kita yang sewaktu-waktu bisa diambil GUSTI ALLAH sebagai si EMPUNYA dari segalanya. Jadi tidak seharusnya kita merasa sombong dengan ilmu yang sudah dititipkan GUSTI ALLAH kepada kita.

Diposkan oleh kejawen di 11.10 3 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/12/belajar-dari-sastra-jendra-hayuningrat.html

Rabu, 03 Desember 2008

Ngaji dari Kitab 'Kering' dan 'Basah'

Seperti telah banyak disinggung-singgung sebelumnya, bahwa di dunia ini GUSTI ALLAH menciptakannya secara berpasang-pasangan. Ada siang-ada malam, Ada baik-ada buruk, Ada besar-ada kecil. Demikian pula Gusti Allah menciptakan Kitab ajaran bagi manusia itu berpasangan. Ada Kitab secara agama, seperti Al Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan lain-lain yang disebut 'kitab kering'. Selain itu, GUSTI ALLAH

juga menciptakan kitab yang disebut 'kitab teles (kitab basah)'. Apakah kitab basah itu? Kitab 'basah' itu adalah semua ciptaan GUSTI ALLAH di muka bumi ini.

Kitab 'kering' dan 'basah' itu sama-sama merupakan petunjuk dari GUSTI ALLAH pada semua umat manusia yang ada di dunia ini. Jadi, selain mengaji pada 'kitab kering', kita juga harus mengaji pada 'kitab basah'. GUSTI ALLAH dalam sebuah surat di Al Qur'an berfirman yang kurang lebihnya berbunyi "Berjalan-jalanlah kamu dimuka bumi, maka kamu akan mengetahui kekuasaanKU bagi orang-orang yang berpikir".

Dari arti ayat Al Qur'an tersebut yang perlu diperhatikan adalah kata-kata 'berjalan-jalan di muka bumi' dan 'bagi orang-orang yang berpikir'. Apakah maksud kata-kata itu? Ternyata kata-kata itu bermaksud bahwa semua yang ada di muka bumi ini, apakah itu hewan, tumbuhan, gunung, sungai, awan, langit, dan masih banyak lagi adalah merupakan kekuasaan GUSTI ALLAH. Demikian pula dengan manusia. GUSTI ALLAH menyempurnakan kehidupan manusia sebagai makhluk paling mulia di muka bumi.

Sedangkan kata-kata 'bagi orang-orang yang berpikir', merupakan sindiran dari GUSTI ALLAH kepada kita manusia. Artinya, apakah kita termasuk orang-orang yang berpikir dan menggunakan otak kita untuk memahami kekuasaan GUSTI ALLAH atau tidak. Atau malah pikiran kita yang buta dan termasuk orang yang tidak berpikir tentang kekuasaan GUSTI ALLAH.

Sebagai makhluk mulia, seharusnya kita yang dibekali dengan pikiran dan akal sehat harusnya menggunakan pikiran dan akal sehat itu untuk meneliti, mempelajari, setelah itu, memuji kehebatan ciptaan GUSTI ALLAH, selanjutnya adalah Manembah (menyembah) GUSTI ALLAH dengan penuh keyakinan.

Coba Anda perhatikan, Dalam surat Al Qur'an juga disebutkan bahwa dalam penciptaan Siti Hawa, GUSTI ALLAH mengambil salah satu tulang rusuk Nabi Adam. Apa buktinya? Ternyata kita bisa membuktikannya lewat hasil rongent antara seorang laki-laki dan perempuan. Tulang rusuk laki-laki jumlahnya 9, sedangkan tulang rusuk perempuan berjumlah 10. Bukankah itu tanda-tanda yang cukup jelas bagi orang-orang yang berpikir?

Coba Anda pelajari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu daunnya berwarna hijau ketika masih muda, lalu mulai berubah hijau kekuningan, dan berlanjut menjadi kuning kemudian rontok. Apa yang bisa kita pelajari dari situ? Ternyata kita manusia ini juga mengalami proses hidup layaknya tumbuh-tumbuhan, dari muda (hijau), remaja dan dewasa (hijau kekuningan) dan masa tua (kuning), kemudian mati (rontok).

Dari berbagai contoh di atas, setidaknya menjadi pertimbangan bagi Anda semua. Bahkan yang dipikirkan di dunia ini tidak melulu hanya harta dunia yang tidak kekal saja. Tetapi juga memikirkan

ciptaan GUSTI ALLAH.

Coba Anda lebih banyak memikirkan makhluk-makhluk ciptaan GUSTI ALLAH yang ada di muka bumi. Pasti! Anda akan menjadi lebih dekat dengan sang Pencipta. Tidak ada Tuhan selain GUSTI ALLAH semata.

Diposkan oleh kejawen di 05.12

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/12/ngaji-dari-kitab-kering-dan-basah.html

Senin, 17 November 2008

SANGKAN PARANING DUMADI

Dalam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan untuk memahami filosofi Kejawen yang berbunyi "Sangkan Paraning Dumadi". Apa sebenarnya Sangkan Paraning Dumadi? Tidak banyak orang yang mengetahuinya. Padahal, jika kita belajar tentang Sangkan Paraning Dumadi, maka kita akan mengetahuikemana tujuan kita setelah hidup kita berada di akhir hayat.

Manusia sering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika merayakan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat Indonesia lebih suka menghabiskan waktu hari raya Idul Fitri dengan mudik. Nah, mudik itulah yang menjadi pemahaman filosofi Sangkan Paraning Dumadi. Ketika mudik, kita dituntut untuk memahami dari mana dulu kita berasal, dan akan kemanakah hidup kita ini nantinya.

Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang dhandanggula warisan para leluhur yang sampai detik ini masih terus dikumandangkan.

Kawruhana sejatining urip/ (ketahuilah sejatinya hidup)urip ana jroning alam donya/ (hidup di dalam alam dunia)bebasane mampir ngombe/ (ibarat perumpamaan mampir minum)umpama manuk mabur/ (ibarat burung terbang) lunga saka kurungan neki/ (pergi dari kurungannya)pundi pencokan benjang/ (dimana hinggapnya besok)awja kongsi kaleru/ (jangan sampai keliru)umpama lunga sesanja/ (umpama orang pergi bertandang)njan-sinanjan ora wurung bakal mulih/ (saling bertandang, yang pasti bakal pulang)mulih mula mulanya(pulang ke asal mulanya)

Kemanakah kita bakal 'pulang'? Kemanakah setelah kita 'mampir ngombe' di dunia ini? Dimana tempat hinggap kita andai melesat terbang dari 'kurungan' (badan jasmani) dunia ini? Kemanakah aku hendak pulang setelah aku pergi bertandang ke dunia ini? Itu adalah suatu pertanyaan besar yang sering hinggap di benak orang-orang yang mencari ilmu sejati.

Yang jelas, beberapa pertanyaan itu menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah tempat yang langgeng. Hidup di dunia ini hanya sementara saja. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita menyimak tembang dari Syech Siti Jenar yang digubah oleh Raden Panji Natara dan digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya seperti ini:

"Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki ngalame wong urip, akerat kuwi ngalame wong mati; mulane kowe pada kanthil-kumanthil marang kahanan ing donya, sarta suthik aninggal donya." ("Terbalik pendapatmu, mengira dunia ini alamnya orang hidup, akherat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat lekat dengan kehidupan dunia, dan tidak mau meninggalkan alam dunia")

Pertanyaan yang muncul dari tembang Syech Siti Jenar adalah: Kalau dunia ini bukan alamnya orang hidup, lalu alamnya siapa?

Syech Siti Jenar menambahkan penjelasannya: "Sanyatane, donya iki ngalame wong mati, iya ing kene iki anane swarga lan naraka, tegese, bungah lan susah. Sawise kita ninggal donya iki, kita bali urip langgeng, ora ana bedane antarane ratu karo kere, wali karo bajingan." (Kenyataannya, dunia ini alamnya orang mati, iya di dunia ini adanya surga dan neraka, artinya senang dan susah. Setelah kita meninggalkan alam dunia ini, kita kembali hidup langgeng, tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang miskin, wali ataupun bajingan")

Dari pendapat Syech Siti Jenar itu kita bisa belajar, bahwa hidup di dunia ini yang serba berubah seperti roda (kadang berada di bawah, kadang berada di atas), besok mendapat kesenangan, lusa memperoleh kesusahan, dan itu bukanlah merupakan hidup yang sejati ataupun langgeng.

Wejangan beberapa leluhur mengatakan: "Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati". (hidup yang sejati itu adalah hidup yang tidak bisa terkena kematian). Ya, kita semua bakal hidup sejati. Tetapi permasalahan yang muncul adalah, siapkah kita menghadapi hidup yang sejati jika kita senantiasa berpegang teguh pada kehidupan di dunia yang serba fana?

Ajaran para leluhur juga menjelaskan: "Tangeh lamun siro bisa ngerti sampurnaning pati, yen siro ora ngerti sampurnaning urip."(mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna, jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna).

Oleh karena itu, kita wajib untuk menimba ilmu agar hidup kita menjadi sempurna dan mampu meninggalkan alam dunia ini menuju ke kematian yang sempurna pula.

Diposkan oleh kejawen di 10.30 15 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/11/sangkan-paraning-dumadi.html

Sabtu, 01 November 2008

PUASA ALA KEJAWEN

Puasa dan tapa adalah dua hal yang sangat penting bagi peningkatan spiritual seseorang. Disemua ajaran agama biasanya disebutkan tentang puasa ini dengan berbagai versi yang berbeda. Menurut sudut pandang spiritual metafisik, puasa mempunyai efek yang sangat baik dan besar terhadap tubuh dan fikiran. Puasa dengan cara supranatural mengubah sistem molekul tubuh fisik dan eterik dan menaikkan vibrasi/getarannya sehingga membuat tubuh lebih sensitif terhadap energi/kekuatan supranatural sekaligus mencoba membangkitkan kemampuan indera keenam seseorang.

Apabila seseorang telah terbiasa melakukan puasa, getaran tubuh fisik dan eteriknya akan meningkat sehingga seluruh racun,energi negatif dan makhluk eterik negatif yang ada didalam tubuhnya akan keluar dan tubuhnya akan menjadi bersih. Setelah tubuhnya bersih maka roh-roh suci pun akan datang padanya dan menyatu dengan dirinya membantu kehidupan nya dalam segala hal.

Didalam peradaban/tradisi pendalaman spiritual ala kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dengan hitungan hari tertentu (biasanya berkaitan dengan kalender jawa). Hal tersebut dilakukan untuk menaikkan kekuatan dan kemampuan spiritual metafisik mereka dan untuk memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut SADULUR PAPAT KALIMA PANCER.

Apapun nama dan pelaksanaan puasa, bila puasa dilakukan dengan niat yang tulus, maka tak mungkin akan membuat manusia yang melakoninya celaka. Bahkan medis mampu membuktikan betapa puasa memberikan efek yang baik bagi tubuh, terutama untuk mengistirahatkan oragan-oragan pencernaan.

Intinya adalah ketika seseorang berpuasa dengan ikhlas, maka orang tersebut akan terbersihkan tubuh fisik dan eteriknya dari segala macam kotoran. Ada suatu konsep spiritual yang berbunyi “matikanlah dirimu sebelum engkau mati”, arti dari konsep tersebut kurang lebih kalau kita sering ‘menyiksa’ tubuh maka jiwa kita akan menjadi kuat. Karena yang hidup adalah jiwa, raga akan musnah suatu saat nanti. Itulah sedikit konsep spiritual jawa yang banyak dikenal.

Para penghayat kejawen telah ‘menemukan’ metode-metode untuk membangkitkan spirit kita agar kita menjadi manusia yang kuat jiwanya dan luas alam pemikirannya, salah satunya yaitu dengan menemukan puasa-puasa dengan tradisi kejawen. Atas dasar konsep ‘antal maut qoblal maut’ diatas puasa-puasa ini ditemukan dan tidak lupa peran serta para ghaib, arwah leluhur serta roh-roh suci yang membantu membimbing mereka dalam peningkatan spiritualnya.

Macam-macam puasa ala Kejawen :

1. MutihDalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi (seperti gula, garam dll.) jadi betul-betul hanya nasi putih dan air puih saja. Sebelum melakukan puasa mutih ini, biasanya seorang pelaku puasa harus mandi keramas dulu sebelumnya dan membaca mantra ini : “niat ingsun mutih, mutihaken awak kang reged, putih kaya bocah mentas lahirdipun ijabahi gusti allah.”

2. NgeruhDalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan saja. Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.

3. NgeblengPuasa Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar, atau melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya seseorang yang melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama sehari semalam (24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu atau cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.

4. Pati geniPuasa Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar (dengan memakai pispot atau yang lainnya). Ini adalah mantra puasa patigeni : “niat ingsun patigeni, amateni hawa panas ing badan ingsun, amateni genine napsu angkara murka krana Allah taala”.

5. NgelowongPuasa ini lebih mudah dibanding puasa-puasa diatas Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan keluar rumah.

6. NgrowotPuasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja! Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang sama, misalnya pisang 3 buah saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk tidur.

7. NganyepPuasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya. Hampir sama dengan Mutih , perbedaanya makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.

8. NgidangHanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.

9. NgepelNgepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan dalam sehari satu kepal nasi saja. Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga kepal nasi sehari.

10. NgasrepHanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja sehari.

11. Senin-kamisPuasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini identik dengan agama islam. Karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya.

12. WungonPuasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.

13. Tapa JejegTidak duduk selama 12 jam

14. LelonoMelakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).

15. Kungkum

Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku spiritual merasakan sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini. Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai berikut :a) Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air se tinggi leher.b) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungaic) Menghadap melawan arus aird) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar sungaie) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disanaf) Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya kungkum hanya 15 menit).g) Tidak boleh tertidur selama Kungkumh) Tidak boleh banyak bergeraki) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi dulu)j) Pada saat akan masuk air baca mantra ini :“Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga, Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.”k) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dadal) Nafas teraturm) Kungkum dilakukan selama 7 malam biasanya

16. NgalongTapa ini juga begitu unik. Tapa ini dilakuakn dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.

17. NgeluwangTapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang mengerikan (seperti arwah gentayangan, jin dlsb). Sebelum masuk kekubur, disarankan baca mantra ini :“ Niat ingsun Ngelowong, anutupi badan kang bolong siro mara siro mati, kang ganggu maang jiwa insun, lebur kaya dene banyu krana Allah Ta’ala.”

Dalam melakoni puasa-puasa diatas, bagi pemula sangatlah berat jika belum terbiasa. Oleh karena itu disini akan dibekali dengan ilmu lambung karang. Ilmu ini berfungsi untuk menahan lapar dan dahaga. Dengan kata lain ilmu ini dapat sangat membantu bagi oarang-orang yang masih ragu-ragu dalam

melakoni puasa-puasa diatas. Selain praktis dan mudah dipelajari, sebenarnya ilmu lambung karang ini berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang kebanykan harus ditebus/dimahari dengan puasa. Selain itu syarat atau cara mengamalkannyapun sangat mudah, yaitu :1. Mandi keramas/jinabat untuk membersihkan diri dari segala macam kekotor2. Menjaga hawa nafsu.3. Baca mantra lambung karang ini sebanyak 7 kali setelah shalat wajib 5 waktu, yaitu :BismillahirrahamanirrahimCempla cempli gedheneWetengku saciplukan bajangGorokanku sak dami akingKapan ingsun nuruti budineAluamah kudu amangan waregNgungakna mekkah madinahWareg tanpa manganKapan ingsun nuruti budineAluamah kudu angombeNgungakna segara kidulWareg tanpa angombeLaailahaillallah Muhammad Rasulullah

Selain melakoni puasa-puasa diatas masyarakat kejawen juga melakukan puasa-puasa yang diajarkan oleh agama islam, seperti puasa ramadhan, senin kamis, puasa 3 hari pada saat bulan purnama, puasa Nabi Daud AS dll. Inti dari semua lakon mereka tujuannya hanya satu yaitu mendekatkan diri dengan Allah SWT agar diterima iman serta islam mereka.

Diposkan oleh kejawen di 14.22 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/11/puasa-ala-kejawen.html

MELIHAT AURA DIRI Ini ada sedikit "cara" agar kita bisa melihat aura diri atau orang lain dan juga berfungsi untuk menajamkan mata bathin serta kekuatan pikiran. ( Lintas Agama )Caranya :

Siapkan sebatang lilin, lalu nyalakan diruangan gelap ( dalam kamar asal jgn dikamar mandi bro :p )Posisi lilin sejajar dgn mata. ( Duduk bersila ).Awal "latihan"...tarik nafas sambil baca doa memohon kpd Yang Kuasa 3X...kemudian tahan nafas lalu

keluarkan perlahan. ( Metode pernafasan piramida ).Konsentrasi penuh dan slalu memohon pada Yang KUasa. Tataplah nyala lilin tsb yang berwarna biru (ditengah / ujung sumbu lilin ). Tatap terus dan jangan berkedip semaksimalnya. Untuk Tahap Awal lakukanlah selama 30 menit. Diusahakan mata jangan sampai berkedip. Perlahan dan pasti anda akan melihat perubahan warna dililin tsb. Lakukan terus menerus. Dan diakhiri dgn doa memohon kepda Yang Kuasa sambil tangan dibasuh kewajah sebanyak 3 kali.Ingat konsentrasi dan keyakinan penuh. Bila anda sudah berhasil melihat minimal 5 warna dari 7 warna yang ada, mudah2an anda sudah bisa melihat aura sendiri atau org laen.

"ghany rebel"

Diposkan oleh kejawen di 14.22

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/11/melihat-aura-diri.html

Jumat, 31 Oktober 2008

Membedakan Suara Hati Manusia terlahir ke alam dunia ini dibekali dengan 'hati'. Hati yang dimaksud disini bukanlah hati yang sesungguhnya, melainkan abstrak. Di hati inilah kita sering merasakan sakit, sedih, gembira maupun senang. Semuanya bisa dirasakan dalam hati. Tapi hati yang ada di setiap umat manusia itu bisa berbicara dan bercakap-cakap dengan diri kita sendiri. Untuk bisa memahami suara hati tersebut perlu kiranya kita mengetahui ciri-ciri suara hati (hati nurani) yang merupakan suara GUSTI ALLAH lewat GURU Sejati.

Hati manusia itu terbagi menjadi dua yaitu:- hati besar- hati kecil

HATI BESAR bisa bersuara dan mengatakan sesuatu kepada kita, tetapi suara-suara itu selalu berkata bohong. Contohnya, ketika kita sering semedi ataupun shalat, hati besar kadang-kala mengatakan,"Ibadahmu luar biasa! Tidak ada orang yang semedi-nya ataupun shalatnya seperti kamu". Bahkan kadangkala hati besar juga menyuruh untuk menipu, mencuri, emosi dan memaki-maki orang, membunuh dan lain-lain.

Sering kita mendengar berita ada seseorang yang mendengar suara untuk membunuh anak maupun istrinya agar kesulitan ekonomi yang melilit segera dapat teratasi. Tragisnya, suara itu malah dianggap sebagai wangsit atau suara ghaib dari GUSTI ALLAH. Hal itu jelas keliru. Karena hati besar senantiasa berkata bohong dan menghasut. Siapa penguasa hati besar? Setan dan Iblis, itulah yang menguasai hati

besar kita.

Di Al Qur'an disebutkan bahwa Iblis dan setan itu diberi kesempatan oleh GUSTI ALLAH untuk menggoda iman manusia hingga terjerumus ke tempat yang nista. Di tempat itulah kita tinggal menyesali diri. Contohnya, ketika kita sudah melakukan pembunuhan gara-gara mengikuti perkataan hati besar, maka setan dan iblis pun akan tertawa terbahak-bahak penuh sukacita. Sementara kita, tinggal menyesali diri di balik terali besi.

HATI KECILSementara hati kecil juga bisa bersuara dan mengatakan sesuatu kepada kita. Dan suara-suara yang muncul selalu berkata jujur dan tidak pernah bohong. Hati kecil juga biasa disebut-sebut sebagai hati nurani. Di hati nurani tiap manusia inilah GUSTI ALLAH lewat GURU Sejati bersemayam. Ketika berbuat salah, hati kecil senantiasa menegur apa yang telah kita lakukan.

Lewat hati kecil inilah, manusia tahu apa yang bakal terjadi pada dirinya. Lho, darimana kok bisa tahu apa yang bakal terjadi? Ya tentu saja dari GUSTI ALLAH yang menginformasikan pada GURU Sejati dan meneruskan pada kita. Ambil contoh, pernahkah Anda naik motor? Ketika menaiki motor tersebut Anda merasakan bahwa motor yang Anda tumpangi akan bocor. Suara di hati Anda begitu kuatnya mengatakan bahwa ban motor akan bocor, sehingga ban motor tersebut akhirnya bocor sungguhan.

Suara hati kecil inilah yang seharusnya kita dengar. Tetapi kadangkala hati besar senantiasa mengganggu kita untuk berbincang-bincang dengan hati kecil. Bahkan sering hati besar menyaru-nyaru dengan berkata lebih bijaksana sehingga kita pun percaya bahwa suara yang kita dengar itu adalah dari hati kecil.

Untuk bisa melatih agar lebih mendengar suara hati kecil tersebut, hendaknya kita sering berdiam diri dulu, merenung, sebelum mengambil keputusan tentang apa yang akan kita lakukan. Ketika berdiam diri dan merenung itulah akan muncul suara baik dari hati besar maupun hati kecil yang sangat bertolak belakang. Nah, dari suara dan tutur katanya itulah kita bisa mengetahui cara suara itu diucapkan maupun bahasanya untuk membedakan antara hati kecil maupun hati besar.

Oleh karena itu, sangatlah hebat sabda dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa Jihad (perang) yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu itu tempatnya ada di hati besar yang juga tempatnya iblis dan setan bersemayam. Jika sudah bisa mengalahkan hati besar tersebut, maka kita akan lebih mudah untuk mendengarkan hati kecil dan selalu dapat berkomunikasi dengan GUSTI ALLAH.

Diposkan oleh kejawen di 01.13 1 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/10/membedakan-suara-hati.html

Senin, 27 Oktober 2008

Sumbangan Tulisan Bagi rekan-rekan pengguna internet yang ingin menyumbangkan tulisannya pada blog ini, silakan mengirimkan ke email [email protected]. Semua tulisan harus tentang kawruh kejawen dan tidak bersifat SARA. Setidaknya, tulisan Anda akan mampu memberikan wawasan bagi pengguna internet lainnya, khususnya dalam hal meningkatkan wawasan tentang kawruh kejawen. Terimakasih

Diposkan oleh kejawen di 01.49 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/10/sumbangan-tulisan.html

Senin, 13 Oktober 2008

Istana GUSTI ALLAH di Tubuh Anak Adam

Dalam tubuh setiap manusia itu terdapat istana-istana GUSTI ALLAH. Kita harus memahami keberadaan istana-istana tersebut agar kita menjadi manungso sejati (manusia yang sejati). Dimana sajakah istana-istana dari GUSTI ALLAH yang terdapat dalam tubuh kita?

Istana dari GUSTI ALLAH itu ada di tiga lokasi dalam tubuh kita. Ketiga lokasi tersebut adalah:

1. Lokasi Pertama di Baitul Makmur Penjelasannya adalah sebagai berikut: AKU mengatur singgasana dalam Baitul Makmur. Itulah tempat kesenangan-KU. Tempatnya ada di kepala anak Adam. Dalam kepala anak Adam terdapat dimak yaitu otak. Diantara dimak/otak itu terdapat manik. Di dalam manik itu terdapat premana atau pranawa. Di dalam pranawa terdapat sukma. Dalam sukma ada rahsa. Dalam rahsa ada AKU. Tidak ada GUSTI ALLAH, selain AKU.

2. Lokasi Kedua di Baitul MuharramPenjelasannya adalah sebagai berikut: AKU menata singgasana dalam Baitul Muharram. Itulah tempat Kesukaan-KU. Tempatnya ada di dada anak Adam. Dalam dada itu ada hati, yang berada diantara hati itu ada jantung. Dalam jantung ada budi. Dalam Budi ada jinem. Dalam Jinem ada sukma. Dalam sukma ada Rahsa. Dalam Rahsa ada AKU. Tidak ada GUSTI ALLAH, selain AKU.

3. Lokasi Ketiga di Baitul MukadasPenjelasannya adalah sebagai berikut: AKU mengatur singgasana dalam Baitul Mukadas. Itulah tempat yang AKU sucikan dan berada pada kemaluan Anak Adam. Dalam kemaluan laki-laki itu ada pelir. Dalam pelir ada nutfah yakni mani, dalam mani ada madi. Dalam madi ada manikem. Dalam manikem terdapat rahsa. Dalam rahsa itu ada AKU. Tidak ada GUSTI ALLAH, selain AKU.

Dengan memahami keberadaan istana-istana itu, setidaknya kita bisa lebih meningkatkan tapa brata dan lelaku guna bisa lebih mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Diposkan oleh kejawen di 14.50

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/10/istana-gusti-allah-di-tubuh-anak-adam.html

Senin, 13 Oktober 2008

Kasampurnan Ala Serat Pangracutan

Serat Kekiyasanning Pangracutan adalah salah satu buah karya sastra Sultan Agung Raja Mataram antara (1613-1645). Serat Kekiyasaning Pangracutan ini juga menjadi sumber penulisan Serat Wirid Hidayat Jati yang dikarang oleh R.Ng Ronggowarsito karena ada beberapa bab yang terdapat pada Serat kekiyasanning Pangrautan terdapat pula pada Serat Wirid Hidayat Jati. Pada manuskrip huruf Jawa Serat kekiyasanning Pangracutan tersebut telah ditulis kembali pada tahun shaka 1857 / 1935 masehi.

ILMU KESAMPURNAAN

Ini adalah keterangan Serat tentang Pangracutan yang telah disusun Baginda Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma Panatagama di Mataram atas perkenan beliau membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia, untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan dengan harapan dengan para ahli ilmu kasampurnaan.

Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar itu oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma Panatagama adalah: 1. Panembahan Purbaya 2. Panembahan Juminah 3. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya 4. Panembahan Juru Kithing 5. Pangeran Kadilangu

6. Pangeran Kudus 7. Pangeran Tembayat 8. Pangeran Kajuran 9. Pangeran Wangga 10. Kyai Pengulu Ahmad Kategan

1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi setelah manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam kejadian pada jenazahnya.

1) Ada yang langsung membusuk 2) Ada pula yang jenazahnya utuh 3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah 4) Ada pula yang meleleh menjadi cair 5) Ada yang menjadi mustika (permata) 6) Istimewanya ada yang menjadi hantu 7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan

Masih banyak pula kejadiannya. Lalu bagaimana hal itu dapat terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya? Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat disimpulkan suatu pendapat sebagai berikut : Sepakat dengan pendapat Sultan Agung bahwa manusia itu setelah meninggal keadaan jenazahnya berbeda-beda itu adalah merupakan suatu tanda karena ada kelainan atau salah kejadian (ketidak-wajaran). Pada waktu masih hidup berbuat dosa, setelah menjadi mayat pun akan mengalami sesuatu masuk ke dalam alam penasaran. Karena pada waktu pada saat memasuki proses sakaratul maut, hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat memusatkan pikiran untuk menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti berikut ini:

1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun yang senang tenggelam dalam hal kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa brata, setelah mencapai akhir hayatnya jenazahnya akan menjadi busuk dan kemudian menjadi tanah liat. Sukmanya melayang gentayangan dan dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya. Namun bila pada saat hidupnya gemar mensucikan diri lahir maupun batin, hal tersebut tidak akan terjadi.

2. Pada waktu masih hidup bagi mereka yang kuat pusaka (gemar mengkoleksi pusaka) tanpa mengenal batas waktunya, bila tiba saat kematiannya maka mayatnya akan teronggok menjadi batu dan membuat tanah perkuburannya itu menjadi sanggar. Adapun rohnya akan menjadi danyang semoro bumi. Walaupun begitu, bila semasa hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup seadanya dengan perasaan tulus lahir batin kemungkinan tidaklah mengalami kejadian seperti di atas.

3. Pada masa hidupnya seseorang yang menjalani lampah (lelaku) tidak tidur tanpa ada batas waktu tertentu (begadang), pada umumnya disaat kematiannya kelak maka jenazahnya akan keluar dari liang

lahatnya karena terkena pengaruh dari berbagai hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan. Namun bila pada masa hidupnya disertai sifat rela, bila meninggal tidak akan keliru jalannya.

4. Siapapun yang tidak bisa mencegah nafsu syahwat atau hubungan seks tanpa mengenal waktu, pada saat kematiannya kelak jenazahnya akan lenyap melayang masuk ke dalam alamnya jin, setan, dan roh halus lainnya. Sukmanya sering menjelma menjadi semacam benalu atau menempel pada orang seperti menjadi gondoruwo dan sebagainya yang masih senang mengganggu wanita. walaupun begitu bila mada masa hidupnya disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks dengan wanita yang bukan haknya, semuanya itu tidak akan terjadi.

5. Pada waktu masih hidup selalu sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu berani dalam lampah (lelaku) dan menjalani mati dalamnya hidup (sering bertafakur/semedi), misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah, dengan tutur kata sopan, sabar dan sederhana, semuanya tidak belebihan dan haruslah tahu tempat situasi dan kondisinya, yang demikian itu pada umumnya bila tiba akhir hayatnya maka keadaan jenazahnya akan mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki. Kembali menyatu dengan zat yang Maha Agung, yang dapat menghukum dapat menciptakan apa saja ada bila menghendaki datang menurut kemauannya. Apalagi bila disertakan sifat welas asih, akan abadilah menyatunya Kawulo Gusti. Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah dapat menjalani: Iman, Tauhid dan Ma’rifat.

2. Berbagai Jenis Kematian

Ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma merasa senang atas segala pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian yakni

- Mati Kisas - Mati kias - Mati sahid - Mati salih - Mati tewas - Mati apes

- Mati Kisas, adalah jenis kematian karena hukuman mati. Akibat dari perbuatan orang itu karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman karena keputusan pengadilan atas wewenang raja atau pemerintah. - Mati Kias, adalah jenis kematian yang diakibatkan suatu perbuatan misalnya: nafas atau mati melahirkan. - Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak, dirampok, disamun. - Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena

mendapat aib atau sangat bersedih. - Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar petir, tertimpa pohon, jatuh memanjat pohon, dan sebagainya. - Mati Apes, adalah suatu kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena santet atau tenung dari orang lain. Yang demikian itu benar-benar tidak dapat sampai pada kematian yang sempurna atau kesedan jati bahkan dekat sekali pada alam penasaran.

Bertanya Sultan Agung: “Sebab-sebab kematian yang mengakibatkan kejadiannya itu apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan yang bodoh? Andaikan yang menerima akibat dari kematian seorang pakar ilmu mistik, mengapa tidak dapat mencabut seketika itu juga?”

Dijawab oleh yang menghadap : “Yang begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya, mungkin akan kacau dalam melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari gurunya maka kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.

Setelah mendengar jawaban itu Sultan Agung merasa masih kurang puas dan bertanya, sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan sampai tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih masuk akal.

Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: “Sabda paduka adalah benar, karena sebenarnya semua itu masih belum tentu, hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika, tidak ada yang dapat menyamainya."

3. Wedaran Angracut Jasad

Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan Kangjeng Susuhunan Kalijogo, penjelasannya telah diwasiatkan pada anak cucu seperti ini caranya: “Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, di dunia aku hidup, sampai di alam nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.

4. Wedaran Menghancurkan Jasad

Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut : “Siapapun yang menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjizat seperti para Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali, mendatangkan ma’unah seperti para Mukmin Khas, dengan cara menjalani tapa brata seperti pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta adalah - Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.

- Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam - Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam - Puasa padam api (patigeni), tujuh hari tujuh malam - Jaga, (tidak tidur) lamanya tiga hari tiga malam - Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.

Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam caranya :

1. Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan 2. Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan3. Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan 4. Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan 5. Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan 6. Pati raga selama sehari semalam.

Adapun caranya Pati Raga tangan bersidakep kaki membujur dan menutup sembilan lobang tubuh (babagan howo songo), tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdehem, batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari semalam tersebut. Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas, tanapas, nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai bersengal-sengal campur baur.

Perlunya Pati Raga

Baginda Sultan Agung bertanya : “Apakah manfaatnya Pati Raga itu ?” Kyai Penghulu Ahmad Kategan menjawab : “Adapun perlunya pati raga itu, sebagai sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan kumpulnya Kawula Gusti, bagi para pakar ilmu kebatinan pada jaman kuno dulu dinamakan Meraga Sukma, artinya berbadan sukma, oleh karenanya dapat mendakatkan yang jauh, apa yang dicipta jadi, mengadakan apapun yang dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat dijadikan suatu sarana pada awal akhir. Bila dipergunakan ketika masih hidup di Dunia ada manfaatnya, begitu juga dipergunakan kelak bila telah sampai pada sakaratul maut."

Diposkan oleh kejawen di 14.11 2 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/10/kasampurnan-ala-serat-pangracutan.html

Sabtu, 20 September 2008

Nyalakan "Lampu" Hati

Hidup ini diciptakan oleh GUSTI ALLAH berpasang-pasangan. Ada siang-malam, lelaki-perempuan, orangtua-anak-anak, besar-kecil, tua-muda, baik-buruk, bahagia-sedih dan lain-lain. Semuanya itu merupakan pasang-pasangan yang sudah ditetapkan oleh GUSTI ALLAH. Jikalau hidup kita sedang mengalami kebahagiaan, janganlah lantas kita bangga. Pasalnya, dibalik kebahagiaan itu pasti ada kesedihan. Tidak mungkin hidup seseorang di dunia ini bahagia selamanya karena kita semua hidup di alam fana (tidak abadi).

Demikian juga ketika kita sedang dilanda kesulitan hidup, janganlah berputus-asa. Karena dibalik kesulitan hidup itu pasti ada kemudahan. Sering kita mendengar orang bijak yang mengatakan,"Setiap peristiwa pasti ada hikmahnya". Bahkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri lewat hadistnya pernah mengungkapkan beberapa hal penting. Apa itu?

1. Ingatlah sehat-mu sebelum sakit 2. Ingatlah muda sebelum tua 3. Ingatlah kaya sebelum miskin4. Ingatlah lapang sebelum sempit5. Ingatlah hidup sebelum mati

Hidup bahagia itu bisa dicapai jika hati kita terlepas dari gundah gulana, tidak ada kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan untuk menghadapi hidup ini. Dengan hati yang tenang, maka segala persoalan hidup akan bisa diatasi karena hati yang tenang akan membuat pikiran kita lebih jernih dalam memandang segala persoalan yang ada dalam hidup ini.

Bagi masyarakat Kejawen, untuk membuat hati menjadi tenang, maka langkah utama yang harus dilakukan adalah menyalakan "lampu" dalam hati kita yang gelap. Dengan begitu, maka hati kita menjadi terang benderang. Bagaimana untuk mendapatkan hati yang terang benderang? Orang Jawa yang berpaham Kejawen memiliki kiat tersendiri. Kiat itu adalah dengan jalan bertapa.

Kata-kata bertapa yang dikenal oleh masyarakat Kejawen bukan berarti menyendiri di hutan ataupun di gunung, tetapi bisa saja bertapa itu dilakukan di perkotaan ataupun tempat ramai. Contohnya, ada tapa ngrame, dimana si pelaku tapa tidak boleh masuk ke dalam rumah atau tempat-tempat yang dinaungi atap untuk beberapa hari dan harus selalu mencari keramaian. Tentu saja hal itu dilakukan semata-mata untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Tapa Lelono

Salah satu cara bertapa yang dilakukan oleh masyarakat Kejawen adalah tapa lelono. Apa itu tapa lelono? Tapa lelono adalah bertapa dengan cara berjalan kaki. Lelaku jalan kaki tersebut lebih afdhal-nya dilakukan dari jam 12 malam sampai jam 3/subuh. Hakekat dari cara lelaku ini adalah untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Lho kok bisa mendekatkan diri dengan jalan kaki? Jika cara berjalan kaki itu hendaknya diniatkan untuk mencari "lampu" hati sehingga bisa dengan mudah mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH

Pada saat berjalan kaki itu, kita berbicara sendiri dengan diri kita. Dan pada saat berjalan tersebut dipergunakan sebagai waktu untuk introspeksi diri. Jadi berjalan kaki yang kita lakukan tidak sia-sia. Insyaallah dengan cara itu, kita akan menemukan siapa jati diri kita.

Diposkan oleh kejawen di 00.49 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/09/nyalakan-lampu-hati.html

Kamis, 18 September 2008

Belajar Ilmu dari Alam

Disadari ataupun tidak, GUSTI ALLAH senantiasa memberikan banyak gambaran pada manusia lewat

ciptaanNYA. Tetapi kebanyakan manusia ‘tidak berpikir’ sehingga keberadaan alam ciptaanNYA ini kelihatan biasa-biasa saja.

GUSTI ALLAH menjelaskan lewat kitab suci Al Qur’an yang intinya: “Berjalan-jalanlah kamu dimuka bumi. Maka kamu akan melihat kekuasaanKU”. Artinya, kita harus cerdas dan cermat dalam mengamati keberadaan alam semesta itu. Dengan begitu, kita akan bisa merasa dekat dengan GUSTI ALLAH.

Sebenarnya, sangat mudah untuk menikmati keindahan alam. Orang bisa meluangkan waktu dengan bertamasya, wisata ke pegunungan, pantai dan lain-lain. Dalam hal menikmati alam, pandangan antara anak kecil dan orangtua (sudah berumur) akan berbeda. Coba sesekali perhatikan anak kecil yang tengah berjalan-jalan dan tiba-tiba mereka melihat sungai yang airnya mengalir deras. Pasti, tanpa pikir panjang ia akan kepingin untuk mandi di kali itu.

Tapi berbeda dengan orangtua dalam menikmati alam. Para orangtua itu cenderung tidak melihat keindahan dari sungai itu. Yang indah bagi orangtua ataupun orang yang sudah dewasa adalah duit. Kemanapun mata memandang, yang dipikirkan hanyalah duit dan dunia. Padahal yang dilihat indah itu adalah fana dan bakal berubah. Itulah perbedaan antara anak kecil dan orang tua/dewasa dalam memandang keindahan alam.

Banyak sekali yang bisa kita pelajari dari alam. Kita bisa belajar tentang ilmu kesabaran, ilmu kesetiaan, ilmu kepasrahan, ilmu diam dan banyak ilmu lainnya. Lho kok bisa? Jelas sekali. Lihatlah buktinya.

Belajar Kesabaran Kalau hendak belajar ilmu kesabaran, maka kita hendaknya belajar pada Bumi yang kita injak setiap harinya ini. Bayangkan, bumi ini tidak pernah mengeluh meskipun diinjak-injak ratusan juta manusia. Bumi juga tidak pernah tersinggung meskipun diludahi, dikencingi bahkan menjadi tempat buangan kotoran manusia. Ia akan dengan sabar menerima semuanya. Kesabaran apalagi yang bisa mengalahkan bumi ciptaan GUSTI ALLAH itu? Tapi kalau manusia berbuat semena-mena terhadap bumi, maka Sang PENCIPTA akan marah dan bumi bakal menggulung dan menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Contohnya, tanah longsor dan lainnya.

Belajar KesetiaanJika hendak belajar ilmu kesetiaan, tidak ada salahnya kita belajar pada matahari. Belajar dalam hal ini bukan berarti menyembah matahari. Tidak! Tetapi kita cukup melihat, merasakan dan mencontoh kesetiaan matahari yang juga ciptaan GUSTI ALLAH. Matahari adalah tempat belajar ilmu kesetiaan karena ia dengan setia senantiasa hadir dari Timur dan terbenam di Barat setiap hari. Matahari tidak pernah ingkar janji untuk tidak terbit. Ada orang yang guyon dengan mengatakan, lha kalau mendung bagaimana? Meski mendung, matahari tetap bersinar meski tertutup mendung. Bukankah ia terus setia?

Belajar Kepasrahan dan Nerimo (Ikhlas)Jika Anda ingin belajar ilmu kepasrahan dan nerimo (ikhlas), maka tidak ada salahnya belajar pada laut. Laut yang diciptakan GUSTI ALLAH adalah tempat mengalirnya beribu-ribu sungai di dunia ini. Kotoran apapun yang dilemparkan manusia lewat sungai, pasti akan mengalir ke laut. Dan laut akan pasrah menerima barang-barang buangan itu. Ia tidak pernah mengeluh sedikitpun.Laut juga akan ikhlas menerima semua air, kotoran atau benda-benda apapun yang mengalir lewat sungai. Keikhlasan yang ditunjukkan oleh laut adalah keikhlasan “Lillahi Ta’ala” (semuanya karena ALLAH).

Belajar Ilmu dari TumbuhanKita juga harus belajar dari tumbuhan. Apa alasannya? Alasannya jelas, karena tumbuhan sejak dari bibit ia hidup, ia cenderung diam. Tapi tahu-tahu lama kelamaan tumbuhan itu menjadi besar dan memberi manfaat bagi si penanamnya. Bayangkan, sebuah tumbuhan saja tahu cara menghargai dan berterimakasih pada orang yang merawatnya. Sedangkan kita manusia ini yang disebut makhluk mulia oleh GUSTI ALLAH, malah tidak bisa menghargai dan berterimakasih pada GUSTI ALLAH yang telah merawat kita. Apa layak kita disebut sebagai manusia Rahmatan Lil-alamin (manusia yang menjadi rahmat bagi alam semesta)?

Kalau kita menghormati alam, berarti kita juga mensyukuri apa yang telah dianugerahkan GUSTI ALLAH. Bukan malah kita memperTUHAN alam.

Diposkan oleh kejawen di 03.00

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/09/belajar-ilmu-dari-alam.html

Jumat, 29 Agustus 2008

Memahami Nyawa Shalat

Setiap yang hidup pasti mempunyai nyawa. Sesuatu tidak bisa dikatakan hidup jika tidak memiliki nyawa. Dalam Islam Kejawen juga diajarkan tentang nyawa, khususnya tentang doa. Pada sebuah doa, atau ketika melakukan shalat secara syariat, maka kita harus mengetahui nyawa sebuah shalat. Kalau kita tidak mengetahui nyawa sebuah shalat, maka tidak akan bisa mengetahui "ruh" dari shalat itu. Intinya, jika kita tidak mengetahui nyawa dan "ruh" shalat yang kita lakukan, maka shalat kita hanya sekedar gugur kewajiban semata.

"Tangeh lamun sira bisa ketemu GUSTI ALLAH, yen sira ora bisa mangerteni hakekate shalat," begitu pesan dari sesepuh kita dulu. Shalat itu menurut Islam Kejawen adalah senantiasa eling dan menyembah pada GUSTI ALLAH. Seperti sudah dijelaskan pada tulisan terdahulu bahwa ada 2 hakekat hidup di dunia yaitu - Tansah eling lan manembah marang GUSTI ALLAH (shalat)- Apik marang sak pada-padaning ngaurip (berbuat baik pada sesama makhluk)Salah satu cara eling lan manembah marang GUSTI ALLAH itu jika dilakukan menurut syariat adalah dengan jalan melakukan shalat.

Banyak dari kita yang tidak tahu, dimanakah nyawa dalam sebuah shalat yang kita lakukan. Rata-rata orang yang beragama Islam hanya menjalankan shalat sebagai syarat saja. Artinya, sekedar gugur kewajiban. Padahal, jika mengetahui nyawa shalat itu sendiri, kita akan bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Dimanakah nyawa syariat shalat yang dilakukan itu?

Jawabannya: nyawa shalat itu ada pada surat Al-Fatihah. Lho kok bisa? Ya sangat jelas sekali. Karena sebuah shalat yang kita lakukan tidak akan sah jika tidak membaca surat Al-Fatihah. Jadi, jika seseorang hanya mampu membaca surat Al-Fatihah saja, maka shalatnya sudah sah, tapi masih belum bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Jadi, ketika shalat dan membaca surat Al-Fatihah, konsentrasi kita

haruslah penuh untuk bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Lain halnya dengan shalat dimana seseorang membaca surat Al-Fatihah dengan cepat, tentu saja tidak akan mampu untuk berdialog dengan GUSTI ALLAH.

Apa sih ayat-ayat dalam surat Al-Fatihah itu? Tentu banyak dari kita yang sudah mengetahuinya. Surat Al-Fatihah tersebut antara lain berbunyi

BismillahirrahmaanirrahiimAlhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiinAr Rahmaani rrahiimMaaliki yaumid diinIyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iinIhdinas shiraatal mustaqiimSiraathal ladzii na’an ‘amta ‘alaihim, ghairil maghduu bi’alaihim, walad dhaalliin

TerjemahannyaDengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan PenyayangSegala puji bagi Allah, Tuhan alam semestaYang Maha Pengasih dan Maha PenyayangYang menguasai hari pembalasan/kiamatHanya padamu kami menyembah, dan hanya padamu kami memohon pertolonganTunjukkanlah kami Jalan yang LurusJalan yang penuh nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalan yang sesat.

Perhatikan dengan seksama, betapa hebat dan berbobotnya surat Al-Fatihah itu. Surat Al-Fatihah tersebut jika dibaca dengan konsentrasi pada GUSTI ALLAH akan sangat bermanfaat bagi yang membacanya, terserah apapun tujuannya. Tidak salah jika surat Al-Fatihah tersebut menjadi Ummul Kitab (surat pembuka Al'Quran).

Nyawa Surat Al-Fatihah

Seperti sudah disebutkan diatas bahwa tidak banyak orang yang tahu bahwa Al-Fatihah sebagai nyawa sebuah shalat, demikian juga tidak banyak orang yang tahu bahwa surat Al-Fatihah itu sendiri juga mempunyai nyawa di dalamnya. Jadi, bisa dikatakan nyawa sebuah shalat adalah Al-Fatihah, dan surat Al-Fatihah itu sendiri juga mempunyai nyawa ataupun "ruh".

Apa nyawa dari surat Al-Fatihah? Nyawa ataupun "ruh" dari surat Al-Fatihah itu adalah pada ayat yang berbunyi "Iyyaaka na’budu, wa iyyaaka nasta’iin". Mengapa ayat tersebut menjadi nyawa dari surat Al-Fatihah? Karena ayat tersebut merupakan perpisahan antara doa yang dipanjatkan pada GUSTI ALLAH dan doa untuk diri manusia itu sendiri yang menunjukkan kepasrahan kita sebagai makhluk.

Coba perhatikan surat Al-Fatihah beserta terjemahannya sekali lagi.

Bismillahirrahmaanirrahiim (Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih & Penyayang) (Doa untuk ALLAH) Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin (Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta) (Doa untuk ALLAH) Ar Rahmaani rrahiim(Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang) (Doa Untuk ALLah) Maaliki yaumid diin(Yang Menguasai hari pembalasan/kiamat) (Doa untuk ALLAH)Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin(Hanya padaMU Kami Menyembah,dan hanya padaMU kami memohon pertolongan)(Doa Kepasrahan kita) Ihdinas shiraatal mustaqiim(Tunjukkanlah kami jalan yang lurus)(Doa untuk si manusia)Siraathal ladzii na’an ‘amta ‘alaihim, (Jalan yang penuh nikmat)(Doa untuk si manusia)ghairil maghduu bi’alaihim, walad dhaalliin(Bukan jalan orang yang Engkau Murkai dan bukan jalan yang sesat)(Doa untuk si manusia)

Nah, perhatikan doa tersebut. Dimanakah perpisahan antara doa untuk Allah dan doa untuk kepentingan si manusia itu sendiri? Perpisahan tersebut adalah pada "Iyyaaka na’budu, wa iyyaaka nasta’iin" yang menunjukkan bahwa manusia itu tidak mempunyai kekuatan apapun dan pasrah pada kuasa dari GUSTI ALLAH. Jadi, berkonsentrasilah ketika membaca perpisahan antara doa untuk ALLAH dan doa untuk kepentingan si manusia karena hal itu menunjukkan kepasrahan kita pada GUSTI KANG MURBEHING DUMADI.

Diposkan oleh kejawen di 10.03 2 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/08/memahami-nyawa-shalat.html

Rabu, 13 Agustus 2008

Mencari SANG MAHA GHAIB - "GUSTI ALLAH, Panjenengan panggenanipun dhateng pundi? + "AKU ono ning teleging ati"- "GUSTI ALLAH. Kulo sampun nyusul Panjenengan dumugi dhateng teleging ati. Panjenengan kok mboten wonten. Panjenengan dhateng pundi?

+ "Kowe ora bakal biso nggoleki AKU. AKU ono ning teleging urip. Kowe bisa ketemu kelawan AKU yen wis titi mongsone"

Terjemahan: - "GUSTI ALLAH, dimanakah ENGKAU? + "AKU ada di dasar hati (hati sanubari)"- "GUSTI ALLAH. Saya sudah menyusul ENGKAU di dasar hati. ENGKAU kok tidak ada. Dimanakah ENGKAU? + "Kamu tidak bakal bisa mencari AKU. AKU ada di dasar hidup. Kamu bisa ketemu AKU jikasudah saatnya"

Gambaran dialog di atas menggambarkan betapa sulit dan berlikunya untuk bisa bertemu dengan Sang Hyang Urip atau GUSTI ALLAH. Kita tidak akan bisa bertemu, apalagi bersatu dengan GUSTI ALLAH jika belum saatnya. Namun, dari dialog itu kita bisa tahu bahwa ALLAH itu dekat. Seperti yang dijelaskan GUSTI ALLAH sendiri dalam Al'Quran "AKU tidak jauh dari urat lehermu sendiri."

Namun orang Jawa memiliki falsafah tersendiri agar tidak putus asa untuk bisa bertemu Sang Khalik. Falsafah tersebut berbunyi,"Sopo sing temen bakal tinemu." Yang artinya, "Siapa yang benar-benar mencari, bakal menemukannya". Falsafah tersebut sangat besar artinya bagi para pendaki spiritual. Setidaknya, kita pasti bisa bertemu dengan GUSTI ALLAH di alam kematian saat kita hidup di dunia ini.

Lho hidup di dunia ini kok disebut alam kematian? Karena orang hidup di dunia itu hakekatnya adalah mati, dan orang yang sudah mati itu hakekatnya hidup. Alasannya, kita hidup di dunia ini selalu diperalat oleh kulit, daging, perut, otak dan lain-lainnya. Oleh karena itu, saat kita hidup di dunia ini pasti membutuhkan makanan untuk kita makan. Sarana untuk bisa mendapatkan makanan adalah dengan bekerja mencari duit.

Nah, kita makan itu sebetulnya hanyalah untuk menunda kematian. Lantaran diperalat oleh indera, kulit, daging, perut, otak dan lainnya, maka kita ini disebut mati. Tetapi ketika seseorang itu mati, badan yang bersifat jasad ini ditinggalkan. Yang hidup hanyalah ruh. Ruh tidak pernah butuh makan, tidur, apalagi butuh duit. Ruh itu hanya butuh bertemu dengan si Pemilik Ruh.

Di bagian lain pada blog ini pernah dijelaskan perihal "belajarlah mati sebelum kematian itu datang". Artinya, ketika kita hidup di dunia ini hendaklah kita belajar mematikan hawa nafsu dan membersihkan segala hal yang bersifat mengotori hati. Tujuannya semata-mata hanya untuk bertemu dengan GUSTI ALLAH.

Mengapa kita mesti belajar mati? Belajar mati sangatlah penting. Agar nanti ketika kita mati tidak salah arah dan salah langkah. Lho...bukankah orang mati itu ibarat tidur menunggu pengadilan dari Hyang

Maha Agung? Oh...tidak. Orang mati itu justru memulai kembali perjalanan menuju ke Hyang Maha Kuasa. Orang Jawa mengatakan dalam kata-kata bijaksananya,"Urip iku ibarat wong mampir ngombe (Hidup itu seperti orang yang mampir minum)". Kalau diibaratkan secara detil, orang hidup di dunia ini sebenarnya mirip seorang musafir yang berjalan, lalu kelelahan, istirahat dan minum di bawah pohon. Ketika rasa letih dan lelah itu sudah sirna, si musafir itupun harus kembali melanjutkan perjalanannya. Kemana? Tentu saja ke tempat tujuannya.

GUSTI ALLAH itu dekat, jika sang musafir senantiasa mengingat-ingat tentang GUSTI ALLAH. Tetapi sebaliknya, GUSTI ALLAH itu jauh ketika sang musafir tersebut lebih banyak berpikir tentang hal-hal lain yang bersifat duniawi selain GUSTI ALLAH.

Pertanyaannya, Bagaimana untuk bisa bertemu dengan ALLAH? Ibarat kita hendak bertemu sang kekasih hati, gambaran wajah sang kekasih hati sudah terlukis dalam benak kita meski lama tak bertemu dan di lokasi yang jauh. "Jauh di mata, dekat di hati". Oleh karena itu, pertama, GUSTI ALLAH harus selalu terlukis dalam benak kita. Artinya, kita harus senantiasa eling.

Kedua, GUSTI ALLAH itu bersifat Ghaib. "Mustahil bagi kita yang nyata ini bertemu dengan yang Ghaib," begitu kata orang rasional. Tapi pendapat itu tidak berlaku bagi para pendaki spiritual. Seseorang bisa bertemu dengan Sang GHAIB dengan menggunakan satu piranti khusus. Apakah itu? Piranti itu adalah mata batin. Sebab GUSTI ALLAH tidak bisa dipandang dengan mata telanjang.

Dari kedua cara tersebut, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kedua cara tersebut lebih mengandalkan pada piranti yang lebih halus lagi untuk bisa bertemu dengan GUSTI ALLAH yaitu dengan RASA. Jika RASA itu sudah terbiasa diasah, maka akan menjadi tajam seperti mata pedang. Cobalah untuk berlatih mengasah RASA dengan cara belajar mati.

Diposkan oleh kejawen di 13.30 2 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/08/mencari-sang-maha-ghaib_2212.html

Minggu, 03 Agustus 2008

Sampurnaning Urip, Sampurnaning Pati Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun sajatining kang urip luwih suci, anartani warna, aran, lan pakartining-Sun (dzat, sipat, asma, afngal).

Bahasa Jawa di atas memiliki arti sebagai berikut: Sesungguhnya tidak ada apa-apa, sejak masih awang-uwung (suwung, alam hampa) belum ada suatu apapun, yang ada pertama kali adalah Ingsun, tidak ada Tuhan kecuali Aku (Ingsun) sejatinya hidup yang lebih suci, mewakili pancaran dzat, sifat, asma dan afngal-Ku (Ingsun).

Kalau menilik dari kata-kata tersebut, maka kita akan bisa mawas diri tentang keberadaan kita sebagai manusia. Kita ini siapa, darimana dan nantinya bakal ke mana. Ketika terlahir ke alam dunia, manusia masih berbentuk bayi dan tidak membawa satu lembar kain pun. Saat menjadi bayi itu, kita yang semula tidak perlu disuapi ketika masih berada di dalam perut ibu, sudah mulai diperkenalkan dengan kejamnya dunia. Dimana kita harus menangis meronta-ronta untuk bisa mendapatkan makanan dengan cara disuapi ibu.

Namun ketika kita menginjak pada masa kanak-kanak, tidak ada hal-hal terindah yang menghiasi kehidupan ini selain bermain dan bermain bersama teman-teman sebaya. Bahkan ketika melihat sungai, kali ataupun empang yang ada di sekitar rumah kita, maka kita yang masih kanak-kanak ketika itu melihat keindahan yang luar biasa. Kita melihat anugerah GUSTI ALLAH yang Maha Besar lewat alam semesta yang diciptakan. Maka, jangan heran ketika kita melihat gunung, pantai dan lainnya, pandangan kanak-kanak kita akan mengagumi keindahan alam Sang Pencipta itu.

Waktu pun beranjak dan terus berlalu. Akhirnya masa kanak-kanak kita berganti dengan masa remaja. Di masa remaja inilah kita sudah mulai menerima unsur-unsur positif dan negatif dari lingkungan. Tragisnya, di masa ini kita masih belum bisa memilah-milah mana yang benar dan mana yang salah. Semuanya ditelan mentah-mentah. Di masa inilah pembentukkan jiwa terjadi. Kalau yang dominan unsur negatif, maka seseorang di masa depannya akan diwarnai dengan perilaku yang negatif. Tetapi kalau unsur positif yang banyak masuk, maka kehidupan orang tersebut di masa depan akan menjadi lebih terang dan terarah.

Ketika kita mulai menginjak masa dewasa dan sudah memutuskan untuk menikah, maka keindahan alam semesta ciptaan GUSTI ALLAH yang ketika masa kanak-kanak kita saksikan, akhirnya musnah. Yang ada adalah berganti dengan pandangan duit, duit dan duit. Kita disibukkan untuk mencari harta dunia. Semua yang kita lakukan semata-mata adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Harta dunia itulah yang mulai menghalang-halangi pandangan kita terhadap keberadaan GUSTI ALLAH.

Buktinya, walaupun kita shalat, meditasi, tafakur ataupun semedi, kadangkala yang tampak di depan kita hanyalah persoalan-persoalan yang berkutat pada duit. Pertanyaan besar yang muncul, DULU KITA INI SIAPA, PUNYA APA DAN SEKARANG KITA PUNYA APA?

Jawabannya mudah, dulu kita ini bayi, kanak-kanak, remaja tidak punya apa-apa. Tetapi ketika dewasa dan berumahtangga, kita "DITITIPI" oleh GUSTI ALLAH dengan anak, istri dan harta benda. Tragisnya, kita malah bangga dengan harta benda yang kita peroleh. "Kekayaan ini adalah hasil kerja kerasku selama ini," ujar kita meski dalam hati.

Tidak, sekali-kali tidak. Harta benda, anak, istri dan apapun yang kita miliki di dunia ini bukanlah milik kita. Itu sekedar "TITIPAN" Sang Kuasa. Kalau Anda merasa memiliki semuanya, mampukah Anda menghalang-halangi bahaya kebakaran yang akan melumat habis harta benda Anda? Mampukah kita menghalang-halangi nyawa anak kita yang akan dipanggil oleh GUSTI ALLAH? Bahkan kita sendiri tidak mampu menolak ketika nyawa kita hendak dicabut dari jasmani ini oleh Tuhan.

SEMUA MILIK GUSTI ALLAH

Pada bait di atas disebutkan kata-kata dzat, sipat, asma, afngal.

ZAT: Semua di dunia ini yang memiliki zat, itu milik GUSTI ALLAH. Coba Anda cari adakah di dunia ini yang sifatnya bukan zat?

SIFAT: Semua makhluk ataupun benda yang memiliki sifat-sifat adalah milik GUSTI ALLAH.

ASMA: Asma adalah berarti nama. Semua benda yang ada di dunia ini yang memiliki nama, adalah milik GUSTI ALLAH. Coba Anda cari makhluk ataupun benda di dunia ini yang tidak memiliki nama. Selama memiliki nama, itu kepunyaan GUSTI ALLAH.

AFNGAL: Rasa. Semua makhluk ataupun benda di dunia ini yang memiliki rasa, maka adalah milik GUSTI ALLAH.

Kembali ke pertanyaan dasar: Lalu kita ini punya apa? Jelas, tidak punya apa-apa. Ketika mati pun kita tidak akan membawa sepeser pun uang. Masihkah kita merasa sebagai makhluk yang adigang-adigung-adiguno? Jelas tidak. Kita harus pandai-pandai mepes hawa nafsu agar kita bisa kembali sebagai satria sejati. Satria sejati adalah manusia yang bisa menemukan sampurnaning urip lan sampurnaning pati (sempurnanya hidup, dan sempurnanya mati).

Diposkan oleh kejawen di 07.34

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/08/sampurnaning-urip-sampurnaning-pati.html

Jumat, 27 Juni 2008

3 Titipan GUSTI ALLAH Dalam hidup ini, setiap manusia selalu mendapatkan pengayoman dari GUSTI ALLAH. Pengayoman tersebut tidak pernah putus walau sedetik pun. Berbagai kenikmatan di dunia ini senantiasa kita terima secara gratis. Contohnya, napas kita. GUSTI ALLAH senantiasa memberikan udara pada kita untuk bernapas dan tidak membayar sepeser pun alias gratis. Namun kadangkala manusia selalu menganggap kenikmatan itu sebagai hal-hal yang berbau materi.

Umumnya manusia merasa baru mendapatkan kenikmatan setelah menerima duit dari orang lain. Mereka mengatakan itu merupakan rejeki. Rejeki dan kenikmatan itu semata-mata bukanlah materi. Apa yang kita terima dari GUSTI ALLAH berupa kesegaran, kesehatan dan lainnya, itupun merupakan rejeki dan kenikmatan dari ALLAH. Itu merupakan tanda bahwa GUSTI ALLAH senantiasa mengayomi setiap diri umatnya. Tidak peduli apakah umatnya itu memiliki cacat fisik maupun rohani, semuanya selalu mendapatkan pengayoman dari GUSTI.

GUSTI ALLAH itu juga Maha Adil. DIA menjaga setiap sendi-sendi kehidupan umatnya. Namun berbeda dengan manusia, rata-rata makhluk yang disebut manusia ini dalam praktek kehidupan sehari-hari ternyata tidak adil. Ada tiga hal yang patut dijaga oleh manusia agar seorang manusia itu dikatakan adil dan menjadi "Manungso sejati". Apa saja itu?

Tiga hal tersebut adalah: 1. Raga2. Pikiran 3. Jiwa

Ketiga hal tersebut ada dalam setiap tubuh manusia. Raga dalam bahasa Jawa disebut "Wadag". Pikiran dalam bahasa Jawa disebut "nalar". Sedangkan Jiwa disebut orang Jawa dengan "suksma". Ketiga hal tersebut antara satu dengan lainnya memiliki makanan sendiri-sendiri.

Makanan untuk ketiga hal tersebut: 1. Raga (makanannya adalah nasi, roti dsb)2. Pikiran (makanannya adalah membaca koran, melihat TV, mendengarkan radio dan tukar pikiran dengan orang lain agar tumbuh pemahaman)3. Jiwa (makanan dari jiwa adalah "panembah", "Memuji GUSTI ALLAH", Sembahyang, Sholat dan lainnya, agar muncul rasa tentram dalam hidup ini).

Nah, rata-rata manusia dikatakan tidak bisa adil karena untuk menjaga makanan dari ketiga hal tersebut saja merasa kesulitan. Padahal, GUSTI ALLAH sudah menitipkan tiga hal tersebut pada setiap diri dan titipan itu harus dirawat dengan baik oleh manusia. Kenyataannya malah berkata lain. Manusia umumnya menelantarkan satu dari ketiga hal tersebut.

Setiap titipan GUSTI ALLAH pada manusia jika kita sebagai manusia menelantarkannya, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidup ini. Contohnya, jika kita lebih mementingkan raga saja dengan makan semua makanan yang ada tanpa diimbangi dengan kebutuhan Jiwa dan pikiran, maka yang muncul adalah penyakit akibat makanan itu.

Demikian juga ketika kita lebih mementingkan pikiran dimana kita selalu mencari pemahaman dengan

membaca koran dan ilmu pengetahuan lainnya tanpa mempedulikan raga dan jiwa, maka kita juga akan sakit. Umumnya sakit maag, lever dan lainnya.

Oleh karena itu, ketiga hal tersebut harus dijaga keseimbangannya karena ketiganya merupakan titipan yang sangat berharga dari GUSTI ALLAH. Kalau ketiga hal tersebut sudah bisa dijaga dengan seadil-adilnya, maka kita bisa disebut manusia yang senantiasa menjaga amanah dari GUSTI ALLAH dan digelari sebagai "Manungso Sejati".

Diposkan oleh kejawen di 02.22 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/06/3-titipan-gusti-allah.html

Minggu, 01 Juni 2008

Empat Tingkat Mendekatkan Diri Banyak cara untuk menggali potensi diri untuk bisa mendekat pada GUSTI ALLAH. Salah satunya adalah dengan cara berdiam diri dan senantiasa mengingat keberadaan TUHAN. Orang yang beragama Islam menyebut cara berdiam diri mengingat ALLAH itu dengan sebutan Tafakur.

Tapi pada kebudayaan Jawa, orang menyebut cara itu dengan kata "Semedi". Menilik dari kata tersebut, Semedi berasal dari kata Samadhi yang juga berasal dari India. Agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India lebih dulu merambah pulau Jawa daripada Islam. Mereka memperkenalkan cara untuk lebih khusuk menghadap ALLAH dengan jalan Samadhi.

Namun, orang Jawa lebih suka untuk mempermudah pengucapan sehingga tidak sulit untuk diungkapkan. Akhirnya orang Jawa pun sepakat dengan kata "SEMEDI". Meski berbeda ucapan, tetapi artinya sama antara Semedi, Tafakur dan Samadhi yang sama-sama berupaya untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Dan kata Semedi, Tafakur maupun Samadhi tersebut akhirnya disesuaikan dengan bahasa Indonesia yang akhirnya disebut Meditasi. Jadi, kita memiliki empat kata yakni Meditasi, Semedi, Samadhi dan Tafakur yang semuanya memiliki arti yang sama.

Sebenarnya, antara kata Semedi atau Samadhi dengan meditasi memiliki tingkat kata yang berbeda. Artinya, Semedi atau Samadhi memiliki tingkat arti yang lebih tinggi dibandingkan meditasi. Ada empat tahap tingkat untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH dari dasar ke yang paling tinggi yakni

perenungan, kontemplasi, meditasi dan samadhi/semedi.

PerenunganUntuk tingkat awal yakni Perenungan. Namanya saja, perenungan, maka yang dilakukan adalah berdiam diri dengan merenungkan penciptaan ALLAH. Dengan melakukan perenungan itu, maka akan mampu memiliki wawasan bahwa GUSTI ALLAH itu Maha Besar karena telah menjaga keseimbangan alam semesta ini.

KontemplasiKontemplasi merupakan upaya berdiam diri, tetapi lebih dalam dibandingkan perenungan. Artinya, upaya kontemplasi dilakukan sembari dibarengi dengan konsentrasi terhadap ALLAH.

MeditasiSedangkan Meditasi juga berdiam diri, tetapi lebih terfokus pada relaksasi dan mencari ketentraman diri. Dengan hati yang tentram, maka akan mampu menggapai GUSTI ALLAH.

Samadhi/SemediSamadhi atau Semedi merupakan langkah berdiam diri dengan khusuk berkonsentrasi penuh untuk menghadap GUSTI ALLAH. Kadang-kadang saking asyiknya melakukan Samadhi/Semedi, si pelaku akan lepas dari raganya. Hal ini di kepercayaan Jawa disebut "NGROGO SUKMO".

Kalau Anda masih dalam tahap perenungan, maka tidak usah berkecil hati. Teruskan usaha Anda dan yakinlah bahwa Anda akan bisa melakukannya. Yang lebih istimewa lagi, tahap-tahap dalam berdiam diri untuk mendekatkan diri pada ALLAH itu apabila dilakukan setiap hari, maka Anda akan berhasil mendapatkan apa yang Anda cari.

GUSTI ALLAH sangat suka terhadap orang-orang yang berniat untuk mendekatkan diri padaNYA. Kalau tidak sekarang, kapan lagi Anda akan mendekatkan diri padaNYA? Ingat, umur kita hanya ALLAH sendiri yang tahu, kita manusia hanya menjalani saja.

Diposkan oleh kejawen di 07.56 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/06/empat-tingkat-mendekatkan-diri.html

Banyak cara untuk menggali potensi diri untuk bisa mendekat pada GUSTI ALLAH. Salah satunya adalah dengan cara berdiam diri dan senantiasa mengingat keberadaan TUHAN. Orang yang beragama Islam menyebut cara berdiam diri mengingat ALLAH itu dengan sebutan tafakur.

Tapi pada kebudayaan Jawa, orang menyebut cara itu dengan kata "Semedi". Menilik dari kata tersebut, Semedi berasal dari kata Samadhi yang juga berasal dari India. Agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India lebih dulu merambah pulau Jawa daripada Islam. Mereka memperkenalkan cara untuk bisa lebih khusuk menghadap ALLAH dengan jalan Samadhi.

Namun, orang Jawa lebih suka untuk mempermudah pengucapan sehingga tidak sulit untuk diungkapkan. Akhirnya orang Jawa pun sepakat dengan kata "SEMEDI". Meski berbeda ucapan, tetapi artinya sama antara Semedi, Tafakur dan Samadhi yang sama-sama berupaya untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Dan kata Semedi, Tafakur maupun Samadhi tersebut akhirnya disesuaikan dengan bahasa Indonesia yang akhirnya disebut Meditasi. Jadi, kita memiliki empat kata yakni Meditasi, Semedi, Samadhi dan Tafakur yang semuanya memiliki arti yang sama.

Sebenarnya, antara kata Semedi atau Samadhi dengan meditasi memiliki tingkat kata yang berbeda. Artinya, Semedi atau Samadhi memiliki tingkat arti yang lebih tinggi dibandingkan meditasi. Ada empat tahap tingkat untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH dari dasar ke yang paling tinggi yakni perenungan, kontemplasi, meditasi dan samadhi/semedi.

PerenunganUntuk tingkat awal yakni Perenungan. Namanya saja, perenungan, maka yang dilakukan adalah berdiam diri dengan merenungkan penciptaan ALLAH. Dengan melakukan perenungan itu, maka akan mampu memiliki wawasan bahwa GUSTI ALLAH itu Maha Besar karena telah menjaga keseimbangan alam semesta ini.

KontemplasiKontemplasi merupakan upaya berdiam diri, tetapi lebih dalam dibandingkan perenungan. Artinya, upaya kontemplasi dilakukan sembari dibarengi dengan konsentrasi terhadap ALLAH.

MeditasiSedangkan Meditasi juga berdiam diri, tetapi lebih terfokus pada relaksasi dan mencari ketentraman diri. Dengan hati yang tentram, maka akan mampu menggapai GUSTI ALLAH.

Samadhi/Semedi

Samadhi atau Semedi merupakan langkah berdiam diri dengan khusuk berkonsentrasi penuh untuk menghadap GUSTI ALLAH. Kadang-kadang saking asyiknya melakukan Samadhi/Semedi, si pelaku akan lepas dari raganya. Hal ini di kepercayaan Jawa disebut "NGROGO SUKMO".

Kalau Anda masih dalam tahap perenungan, maka tidak usah berkecil hati. Teruskan usaha Anda dan yakinlah bahwa Anda akan bisa melakukannya. Yang lebih istimewa lagi, tahap-tahap dalam berdiam diri untuk mendekatkan diri pada ALLAH itu apabila dilakukan setiap hari, maka Anda akan berhasil mendapatkan apa yang Anda cari.

GUSTI ALLAH sangat suka terhadap orang-orang yang berniat untuk mendekatkan diri padaNYA. Kalau tidak sekarang, kapan lagi Anda akan mendekatkan diri padaNYA? Ingat, umur kita hanya ALLAH sendiri yang tahu, kita manusia hanya menjalani saja.

Diposkan oleh kejawen di 07.00

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/06/banyak-cara-untuk-menggali-potensi-diri.html

Belajar Pada GURU SEJATI

Mau tidak mau, makhluk hidup harus mempercayai pada sesuatu yang ghaib. Apabila tidak mempercayai hal yang ghaib, berarti kita sudah tidak percaya pada GUSTI ALLAH. Lho kok bisa? Jelas bisa. Alasannya, bukankah GUSTI ALLAH itu ghaib? Antara manusia dan GUSTI ALLAH terdapat ribuan hijab yang menutupi sehingga kita tidak bisa melihatNYA secara langsung.

Bahkan kita tidak bisa merabaNYA karena GUSTI ALLAH itu sifatnya tidak wujud.Kalau wujud, berarti bukanlah GUSTI ALLAH.

Itulah yang harus kita jadikan sebagai pegangan agar kita tidak terperdaya dalam memahami dan menyembah pada yang bukan GUSTI ALLAH.

Nah, seperti dijelaskan GUSTI ALLAH lewat Al'Quran, ALLAH sendiri sangat dekat. GUSTI ALLAH dalam

Al'Quran menjelaskan yang kurang lebih artinya, "Kalau engkau bertanya tentang AKU, AKU ini sangat dekat. Bahkan lebih dekat dari urat lehermu sendiri." Dari situlah kita bisa melihat bahwa GUSTI ALLAH itu dekat.

Pada tubuh seluruh manusia terdapat GUSTI ALLAH. Dimanakah posisiNYA? GUSTI ALLAH itu berada pada hati nurani yang paling dalam. Hati manusia dibagi menjadi 2 bagian yakni hati besar dan hati kecil. Perlu diketahui bahwa hati besar selalu berkata bohong, menghasut, iri, dengki dan lainnya. Sedangkan hati kecil selalu mengatakan hal-hal yang bersifat kebaikan, sabar, lembut dll.

Pada hati kecil itulah GUSTI ALLAH bersemayam. Namun kita tidak bisa memburu keberadaan GUSTI ALLAH dikarenakan adanya ribuan hijab yang menghalangi itu sendiri. GUSTI ALLAH akan menyatu dan menguasai tubuh kita, jika GUSTI ALLAH sendiri yang berkehendak.

Dalam pikiran manusia juga dibagi menjadi 2 yaitu pikiran materiil dan spirituil. Kalau pikiran materiil yang lebih menonjol, tentu manusia itu akan memburu hal-hal yang bersifat materiil seperti kekayaan, kemakmuran, pangkat, jabatan, lawan jenis dan lainnya. Namun kalau pikiran spirituil yang menonjol, maka seorang manusia boleh dikatakan hampir mirip dengan malaikat. Oleh karena itu, antara sisi materiil dan spirituil haruslah seimbang. Di satu sisi kita wajib bekerja untuk mencari materi, di sisi lain kita juga wajib untuk manembah dan memuji kebesaran GUSTI.

Untuk mendalami sisi spirituil, GUSTI ALLAH menciptakan piranti yang disebut dengan GURU SEJATI. Sebetulnya antara GUSTI ALLAH dan GURU SEJATI itu pada prinsipnya sama. Jika seseorang mulai memiliki keinginan dan kerinduan terhadap TUHAN, maka GURU SEJATI itulah yang akan memandu untuk lebih bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa GURU SEJATI yang ada pada manusia itu adalah NUR MUHAMMAD. Pendapat itupun ada benarnya. Pasalnya, manusia yang hidup di dunia ini selalu memiliki NUR MUHAMMAD. NUR MUHAMMAD itulah yang menjadi penghubung antara seorang manusia dengan GUSTI ALLAH.

Nah, biasanya GURU SEJATI itu senantiasa mengajarkan lewat kata hati kita. Ia senantiasa menggerakkan rasa dan hati kita untuk selalu mendekat kepada GUSTI. Bahkan tidak jarang GURU SEJATI juga mengajarkan apa yang harus dilakukan dalam sebuah ritual. GURU SEJATI bersemayam dalam rasa.

Contohnya, pernahkah Anda merasa kesepian walaupun berada di tengah keramaian? Nah, kalau Anda sedang dalam posisi seperti itu, cobalah untuk mendengarkan hati kecil Anda dan mengikuti rasa yang muncul. Sebab kata hati kecil dan rasa itu adalah GURU SEJATI Anda sendiri. Setiap manusia memiliki GURU SEJATI. Tergantung manusia itu sendiri apakah GURU SEJATI tersebut lebih banyak didengarkan ataupun lebih memilih untuk mendengarkan hati besar yang dipenuhi oleh setan.

Untuk itu, kenalilah GURU SEJATI Anda. Dengan mengenali GURU SEJATI Anda, maka Anda akan bisa selalu 'bermesraan' dengan GUSTI ALLAH. Paling tidak, rasa yang akan muncul adalah kedamaian dan

ketentraman yang ada dalam diri Anda, meskipun Anda tidak memiliki uang. Penasaran? Coba Anda praktekkan sendiri.

Diposkan oleh kejawen di 05.51 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/03/belajar-pada-guru-sejati.html

Jumat, 01 Februari 2008

Belajarlah Mati Sebelum Kematian itu Datang

"Belajarlah Mati sebelum kematian itu datang". Kata-kata itu sepertinya hanya sebuah kata iseng yang diucapkan. Tetapi jika kita telaah dan pahami secara rinci, kata-kata itu mengandung makna yang sangat dalam dan sarat ilmu.

Belajar mati disini bukanlah dalam artian kita harus bunuh diri untuk bisa mengecap sebuah kematian. Tetapi arti kata belajar mati di sini adalah mematikan segala bentuk hawa nafsu untuk bisa bertemu dengan Sang Khaliq. Orang yang beragama Islam juga memiliki kata-kata seperti itu yakni "Sholatlah kamu sebelum kamu disholati orang lain". Artinya, bagi orang yang beragama Islam harus menjalankan sholat yang sejati. Bukan sholat yang hanya sekedar "gugur kewajiban" saja. Tetapi sholat disini adalah mengenal, menghadap, menyembah Allah. Dengan sholat, kita bisa mengenali Allah. Dengan Sholat kita bisa berbicara dan berkomunikasi dengan Allah. Seusai sholat, kita akan bisa merasakan kenikmatan dalam berkomunikasi dengan Allah. Kembali pada pokok bahasan belajar mati. Dalam hal ini, belajar mati adalah berdiam diri (meditasi/samadhi) dengan mematikan hawa nafsu, pancaindera dan hal-hal lain yang berhubungan

dengan nafsu. Semata-mata yang bergerak adalah hati dan rasa. Rasa sejati dengan bimbingan dari Gusti ALLAH lewat Guru Sejati. Dengan samadhi/meditasi, maka seseorang bisa mematikan diri sendiri dan berkontemplasi, konsentrasi menghadap khusuk pada Gusti ALLAH. Dengan samadhi/meditasi, kita meninggalkan dunia ini untuk sementara waktu dan memasuki alam lain yakni alam jabarut, malakut hingga alam ilahiah. Dengan memasuki berbagai alam ini kita akan bisa melihat kebesaran dari Gusti ALLAH akan semua makhluk ciptaannya. Jika hal itu sering kita lakukan, maka sewaktu-waktu jika kita dipanggil oleh Gusti ALLAH (meninggal dunia), kita sudah siap.

Mengetuk Pintu Gusti ALLAH Tidak ada bedanya tatakrama ketika kita bertamu dengan ketika kita menghadap pada Gusti ALLAH. Kalau kita bertamu ke rumah rekan atau sahabat, tentunya harus mengetuk pintu terlebih dulu sebelum siempunya rumah keluar. Demikian pula ketika hendak menghadap pada Gusti ALLAH. Kita harus mengetuk pintuNYA. Mengetuk pintuNYA itu tidak dalam artian yang sebenarnya. Tetapi dalam artian meminta ijinNYA untuk bisa masuk ke alamnya. Manusia tidak akan bisa masuk dengan sendirinya tanpa mengetuk pintu Gusti ALLAH itu. Cara mengetuk pintu tersebut adalah dengan doa yang disebut dengan doa kunci. Doa tersebut hendaknya dibaca tujuh kali dengan menahan napas setiap kali membacanya. Doa tersebut berbunyi:

Gusti Ingkang Moho SuciKulo Nyuwun Pangapuro Dhumateng Gusti Ingkang Moho SuciSirrullah, Dzatullah, SifatullahKulo Sejatining Satrio Nyuwun PanguosoKulo Nyuwun Kanggo Tumindhake Satrio SejatiKulo Nyuwun Kanggo Anyirnakake Tumindak Ingkang Luput.

Dengan mengetuk pintu Gusti ALLAH tersebut, maka kita sudah bisa melanglang buana milik ALLAH yang tidak semua orang bisa memasukinya. Tentu saja, semua itu atas izin dari Gusti ALLAH sendiri sebagai pemilik alam semesta. Mudah-mudahan artikel tersebut dapat berguna. Rahayu...Rahayu....Rahayu....

Diposkan oleh kejawen di 03.41 5 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/02/belajarlah-mati-sebelum-kematian-itu.html

Rabu, 09 Januari 2008

PEPALI KI AGENG SELO (1) 1. pepali-ku ajinen mbrekatitur selamet sarta kuwarasanpepali iku mangkene :- awja agawe angkuh- awja ladak lan ajwa jail- awja ati serakah- awja celimut- awja mburu aleman- awja ladak, wong ladak pan gelis mati- lan ajwa laku ngiwa

ARTINYA : ajaran hargai agar memberkahilagipun selamat, sehatpepali itu demikian :- jangan berbuat angkuh- jangan bengis dan jangan jahil- jangan tamak hatimu- jangan pun panjang tangan- jangan memburu pujian- jangan angkuh, yang angkuh lekat koit- jangan hendak bersikap negatif/buruk

2. padha sira titirua kakijalma patrap iku kasihanaiku arahen sawabeambrekati wong ikunora kena sira wadanitiniru iku kenapambegane alusyen angucap ngarah-arahyen alungguh nora pegat ngati-atinora gelem gumampang

3. sapa sapa wong kang gawe beciknora wurung mbenjang manggih harjatekeng saturun-turune

yen sira dadi agungamarentah marang wong cilikawja sedaya-dayamundhak ora tulusnggonmu dadi pangaubanawja nacah, marentaha kang patitisnganggowa tepa-tepa

4. padha sira ngestokena kakitutur ingsun kang nedya utamaangharjani sariranewya nganti seling surupyen tumpangsuh iku niwasihanggung atelanjukantemah sasar susurtengraning jalma utamabisa nimbang kang ala lawan kang becikrasa rasaning kembang

5. kawruhana pambengkasing kardipakuning rat lelananging jagadpambengkasing jagad kabehamung budi rahayusetya tuhu marang HYANG WIDHIwarastra pira-pirakang hanggung ginunggungkasor dening tyas raharjaharjaning rat punika pakuning bumikabeh kapiyarsakna

6. poma poma anak putu mamiawja sira ngegungake akalwong akal ilang bagusedipun idhep wong bagusbagus iku dudu mas picislawan dudu sandhangandudu rupa ikubagus iku nyatanirayen dinulu asih semune prakatipatrap solah prasaja

7. lawan awja dhemen ngaji-aji (mujizat)

awja sira kepengin kedhotankadigdayan apa deneawja sira mbedhukunawja ndhalang lan awja gramiawja budi-sudhagarawja watak-kaumkang den ajab mung rurubakaum iku padune cukeng abengisiku kaum sanyata

8. kumbah krakah cukit lan andulitmiwah jagal melanten kumalaiku nora dadi gedhewajib sinirik ikupan wus awja ngaruh-aruhiawja doyan sembranamatuh analutuhniwasi barang karyawong sembrana temahane nora beciknyenyenges nanjak-nanjak

9. pae wong MAKRIFAT sejatitingkah una-unine prasajadadi panengran gedheneeseme kadi juruhsaujare manis trus atiiku ingaran dhomaswong bodho punikuingkang jero isi emasingkang nduwe bale kencana punikibola-bali kinenca

10. keh tepane mring sagun ging urippan uninga ati tengu gengnyaingkang sasingkal gedheneendhog bisa kelurukmiwah geni binakar warihiku talining barat (angin)kawruhana ikumanjing atos nora renggangbisa mrojol ing kerep dipun kawruhikang cendhak kethokana

11. awja watak sira sugih waniawja watak sok ngajak tukaranawja ngendelke kuwanenawja watak anguthuhawja ewanan lan awja jailawja ati canthulaala kang tinemusing sapa atine alanora wurung bilahi pinanggih wuriwong ala nemu ala

12. poma poma anak putu mamiawja sira mengeran busanaawja ngendelken pintereawja anggunggung lakuing wong urip dipun titeniaketareng basakatandha ing semusemu becik, semu alasayektine ana tingkah solah munikaton amawa cahya

13. awja sira amadhakken jalmiamarentah kaya sato kewankebo sapi miwah iwenawja sira prih weruhkaya uwong pan nora ngretiawja kaya si Somakebone pinukulsababe sinau macayen bisoa nora beda padha uripmulane awewuda

14. ayam ginusah yen munggah pantiatanapi lamun mangan beraskebo ngadhangan baeiku wong olah semulamun sira tetanggan kakiyen layah ingaruhanaruhana ikuyen tan layak enengena

apan iku nggemeni darbek pribadipan dudu rayatira

15. patrapena rayatira kakianak putu sanak presanakanenakena ing atinelamun sira amurukweruhena yen durung sisipyen wus ketiwasanawja sira tutuhkelangan tambah durakayen wus tiwas sira umpah-umpahi kakitur iku mundhak apa

16. bumi geni banyu miwah anginpan srengenge lintang lan rembulaniku kabeh aneng kenesegara jurang gunungpadhang peteng padha sumandhingadoh kalawan perakwus aneng sirekumulane ana wong ngucapsapa bisa wong iku njaring anginjaba jalma utama

17. tama temen tumanem ing atiatinira tan nganggo was-uwaswaspada marang ciptanetan ana liyanipunmuhung cipta harjaning ragimiwah harjaning wuntatciptane nrus kalbunuhoni ingkang wawenangwenangira kawula punika pesthisumangga ring kadarman

Diposkan oleh kejawen di 00.43

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/01/pepali-ki-ageng-selo-1.html

Selasa, 08 Januari 2008

Mepes Hawa Nafsu di Bulan SURO Salah satu bulan yang sangat disakralkan bagi orang yang berpaham Kejawen adalah bulan SURO. Di bulan tersebut, masyarakat Kejawen diwajibkan kembali menelaah perjalanan hidupnya dan memulai ritual sucinya dengan berbagai cara.

Ada yang melakukan sarasehan, melekan (tidak tidur hingga pagi hari), larung sesaji, grebeg Suro dan lainnya. Namun semuanya memiliki tujuan yang sama yakni hanya memuji kebesaran GUSTI ALLAH. Antara ajaran Kejawen dan Islam sebenarnya ada kesamaannya. Orang berpaham Kejawen menyebut bulan dengan sebutan SURO. Sedangkan Islam menyebutnya dengan bulan MUHARAM. Bulan SURO atau MUHARAM itu merupakan tahun baru Jawa dan Islam. Sedangkan tahun baru yang banyak dirayakan oleh masyarakat seluruh dunia adalah tahun baru Masehi.

Pertanyaan yang muncul, Mengapa berbagai ritual itu mesti dilakukan pada bulan SURO? Apakah bulan-bulan lain tidak disakralkan dan tidak boleh melakukan ritual? Boleh-boleh saja. Pada prinsipnya manembah pada GUSTI ALLAH itu tidak terikat oleh ruang dan waktu. Bukankah kita hidup hakekatnya ada 2 yaitu1. tansah eling lan manembah marang GUSTI ALLAH tan kendat rino kelawan wengi (selalu ingat dan menyembah GUSTI ALLAH baik siang maupun malam)2. Apik marang sakpodo-padaning urip (berkelakuan baik terhadap setiap makhluk ciptaan TUHAN). Bulan SURO dikatakan merupakan salah satu bulan istimewa karena di tahun yang baru ini kita wajib untuk menelaah kehidupan yang telah kita lalui untuk menapaki kehidupan yang akan datang.

Ada kepercayaan pada masyarakat Jawa yang berpaham Kejawen bahwa saking sakralnya bulan SURO ini, maka tidak boleh ada kegiatan yang tergolong untuk bersenang-senang seperti pesta pernikahan, mendirikan rumah dan lainnya. Semua itu ada benarnya. Pasalnya, pada bulan SURO ini setiap masyarakat Jawa wajib untuk mepes hawa nafsu. Artinya kita wajib introspeksi dengan cara melakukan perjalanan masuk ke dalam diri. Sebuah perjalanan ritual yang sulit untuk dilalui. Buktinya, ketika kita nyata-nyata memang bersalah, toh kita masih menuding orang lain yang salah. Ini sebuah contoh bentuk pengingkaran yang ada dalam diri masing-masing manusia. Dan sifat itu perlu ditelaah agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Bahkan bulan SURO yang diawali dengan tanggal 1 SURO senantiasa dirayakan masyarakat Jawa dengan beraneka ritual dan tidak bersifat hura-hura. Itulah sebabnya bulan SURO menjadi sakral di mata masyarakat Kejawen. SELAMAT TAHUN BARU, Mugi GUSTI ALLAH tansah maringi eling lan waspodo dhumateng kito sami. RAHAYU!

Diposkan oleh kejawen di 23.35 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2008/01/mepes-hawa-nafsu-di-bulan-suro.html

Sabtu, 22 Desember 2007

Sedulur Papat Antara Kejawen dan Islam

Keberadaan kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Semenjak pertama kali kita diturunkan ke alam dunia lewat rahim ibu, Tuhan sudah menitahkan adanya penjaga-penjaga yang senantiasa mendampingi kita hidup di alam dunia. Dan sesuai dengan perintah Tuhan, para penjaga-penjaga itu dengan setia senantiasa berada di sekeliling kita.

Bagi orang Jawa, khususnya orang yang memahami tentang Kejawen, adanya para penjaga tersebut dikenal dengan sebutan “Sedulur Papat”. Siapa saja Sedulur Papat itu? Sedulur papat yang dikenal masyarakat yang memahami Kejawen adalah:1. Kakang Kawah (Air Ketuban)2. Adhi Ari-Ari (Ari-ari)

3. Getih (Darah)4. Puser (Pusar)

Kakang KawahYang disebut dengan Kakang Kawah adalah air ketuban yang menghantarkan kita lahir ke alam dunia ini dari rahim ibu. Seperti kita ketahui, sebelum bayi lahir, air ketuban akan keluar terlebih dahulu guna membuka jalan untuk lahirnya si jabang bayi ke dunia ini. Lantaran air ketuban (kawah) keluar terlebih dulu, maka masyarakat Kejawen menyebutnya Kakak/Kakang (saudara lebih tua) yang hingga kini dikenal dengan istilah Kakang Kawah.

Adhi Ari-AriSedangkan yang disebut dengan adhi ari-ari adalah ari-ari jabang bayi itu sendiri. Urutan kelahiran jabang bayi adalah, air ketuban terlebih dulu, setelah itu jabang bayi yang keluar dan dilanjutkan dengan ari-ari. Karena ari-ari tersebut muncul setelah jabang bayi lahir, maka masyarakat Kejawen biasanya mengenal dengan sebutan Adhi/adik Ari-ari.

GetihGetih memiliki arti darah. Dalam rahim ibu selain si jabang bayi dilindungi oleh air ketuban, ia juga dilindungi oleh darah. Dan darah tersebut juga mengalir dalam sekujur tubuh si jabang bayi yang akhirnya besar dan berwujud seperti kita ini.

PuserIstilah Puser adalah sebutan untuk tali pusar yang menghubungkan antara seorang ibu dengan anak yang ada dalam rahimnya. Dengan adanya tali pusar tersebut, apa yang dimakan oleh sang ibu, maka anaknya pun juga ikut menikmati makanan tersebut dan disimpan di Ari-Ari. Disamping itu, pusar juga digunakan oleh si jabang bayi untuk bernapas. Oleh karena itu, hubungan antara ibu dengan anaknya pasti lebih erat lantaran terjadinya kerjasama yang rapi untuk meneruskan keturunan. Semuanya itu atas kehendak dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa.

Ketika seorang jabang bayi lahir ke dunia dari rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar dari tubuh si ibu. Unsur-unsur itulah yang oleh Gusti Allah ditakdirkan untuk menjaga setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Maka bila masyarakat Kejawen hingga kini mengenal adanya doa yang menyebut saudara yang tak tampak mata itu secara lengkap yaitu“KAKANG KAWAH, ADHI ARI-ARI, GETIH, PUSER, KALIMO PANCER”.

PancerLalu siapakah yang disebut dengan istilah Pancer? Yang disebut dengan istilah Pancer itu adalah si jabang bayi itu sendiri. Artinya, sebagai jabang bayi yang berwujud manusia, maka dialah pancer dari semua ‘saudara-saudara’nya yang tak tampak itu.

Kesamaan Dengan Islam

Antara ajaran Kejawen dengan Islam ada kesamaannya. Dalam Islam disebutkan bahwa setiap manusia dijaga oleh malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Tuhan. Siapa saja malaikat-malaikat itu? Malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Gusti Allah untuk setiap manusia itu antara lain, Jibril, Mikail, Izroil dan Isrofil.

Nah, kesamaan antara ajaran Kejawen dan Islam tersebut yakni Kakang Kawah yang disebutkan sebagai pembuka jalan si jabang bayi, itu di Islam dianggap sama dengan Jibril (Penyampai Wahyu). Malaikat Jibril lah yang membuka jalan bagi keselamatan sang bayi hingga lahir ke dunia.

Sedangkan Adhi Ari-ari yang disebut-sebut di dalam ajaran Kejawen, di dalam Islam dianggap sama dengan Mikail (Pembagi Rezeki). Karena lewat Ari-Ari itulah si jabang bayi dapat hidup dengan sari-sari makanan yang didapatkan dari seorang ibu.

Sementara Getih (darah) , bagi orang Kejawen, pada pemahaman orang Islam dianggap sama dengan keberadaan malaikat Izroil (pencabut nyawa). Buktinya, jika tidak ada darahnya, apakah manusia bisa hidup?

Yang terakhir adalah Puser. Dalam pemahaman masyarakat Kejawen, Puser adalah sambungan tali udara (napas) antara sang ibu dengan anaknya. Nah, pada pemahaman Islam, Puser ini dianggap sama dengan Isrofil (Peniup Sangkakala). Meniup sangkakala menjelang kiamat Qubro (kiamat Besar) adalah dengan napas.

Oleh karena itu, kita wajib mengenali siapa penjaga-penjaga tak nampak yang sudah diperintahkan Gusti Allah untuk senantiasa mendampingi kita. Dengan kita mengenali keberadaan mereka, akhirnya mereka nantinya bisa mawujud (berwujud). Dan yang perlu diingat lagi, jika kita sudah melihat wujud mereka, maka hendaknya kita senantiasa memuji atas kebesaran Gusti Allah yang Maha Agung. Karena atas titah Gusti Allah-lah kita semua bisa hidup berdampingan dengan penjaga-penjaga yang disebut dengan Sedulur Papat, Kalimo Pancer.

Diposkan oleh kejawen di 10.43 4 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2007/12/sedulur-papat-antara-kejawen-dan-islam_22.html

Minggu, 09 Desember 2007

Dua Hakekat Hidup Manusia hidup di dunia ini sebenarnya memiliki dua hakekat. Dua hakekat hidup tersebut sebenarnya juga merupakan janji seorang manusia kepada sang Khalik sebelum manusia dilahirkan ke dunia ini. Dua hakekat hidup itu sendiri juga

merupakan perintah Tuhan yang harus dijalankan selama hidup di dunia. Apakah dua hakekat hidup itu?

Masyarakat Jawa mengenal dua hakekat hidup tersebut yaitu tansah eling manembah marang Gusti Allah lan apik marang sak padan-padaning urip. Hakekat hidup yang dikenal oleh masyarakat Jawa tersebut juga dikenal dalam ajaran Islam dengan istilah Hablum Minnallah (selalu menyembah Allah) dan Hablum Minna Nass (berbuat baik pada sesama umat).

Dua hakekat kehidupan tersebut harus senantiasa kita ingat. Pasalnya, jika kita tidak ingat terhadap dua hakekat hidup tersebut, maka kita akan terkena bencana karena ulah kita sendiri. Misalkan, kita tidak berbuat baik terhadap sesama manusia, maka secara langsung maupun tidak langsung, kita tidak akan disenangi manusia lainnya yang ada di sekitar kita. Itu masih masalah hubungan dengan manusia. Nah, kalau hubungan dengan TUhan malah harus lebih baik lagi. Kalau dimusuhi manusia, kita masih bisa berlagak sombong dengan mengatakan tak butuh bantuan dari si fulan yang memusuhi kita, tetapi kalau dimusuhi oleh Gusti Allah, kepada siapa kita berlindung dan meminta pengayoman hidup?

Dua hakekat kehidupan itulah yang harus kita pegang dalam hidup ini. Kalau Anda tidak percaya, silakan Anda mengingkari dua hakekat kehidupan itu dan lihatlah apa yang akan terjadi pada Anda. Oleh karena itu, hayatilah dua hakekat hidup itu sebelum melangkah pada penyembahan Gusti Allah yang maha sempurna. Itu sebagai bukti bahwa kita telah menjalankan apa yang diperintahkan Gusti Allah kang Maha Adil untuk merengkuh CintaNYA.

Diposkan oleh kejawen di 04.21http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2007/12/dua-hakekat-hidup.html

Jumat, 16 November 2007

Butir-Butir Budaya JawaHanggayuh Kasampurnaning Hurip Berbudi BawalesanaNgudi Sejatining Becik

Ketuhanan1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe.2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran.3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan.4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi.5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran.6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata.7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane.8. Pangeran iku maha welas lan maha asih hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran.9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake.10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran.11. Pangeran iku ora sare.12. Beda-beda pandumaning dumadi.13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran.14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira.15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae.16. Purwa madya wasana.17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad.18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing bisa murungake.19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan seneng gawe

sangsaraning liyan.20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa.21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran.22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala.23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran.24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran.25. manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran.26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding Pangeran.27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran.28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa.29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa.30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan anyar kang diperlokake.31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran.32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen manungsa mau bisa diarani Pangeran.33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus.34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu titah alus.35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa.36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau.37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah.38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran.39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran.40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur.41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa.42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna.

Kerohanian1. Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyung ira.2. Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran.3. Titah alus iku ana patang warna, yakuwi kang bisa mrentah manungsa nanging ya bisa mitulungi manungsa, kapindho kang bisa mrentah manungsa nanging ora mitulungi manungsa, katelu kang ora

bisa mrentah manungsa nanging bisa mitulungi manungsa, kapat kang ora bisa mrentah manungsa nanging ya ora bisa mrentah manungsa.4. Lelembut iku ana rong warna, yakuwi kang nyilakani lan kang mitulungi.5. Guru sejati bisa nuduhake endi lelembut sing mitulungi lan endi lelembut kang nyilakani.6. Ketemu Gusti iku lamun sira tansa eling.7. Cakra manggilingan.8. Jaman iku owah gingsir.9. Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mulo iku diarani Gusti iku bagusing ati.10. Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran.11. Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini.12. Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah.13. Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune.14. Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang durung wikan.15. Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan.16. Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus wikan.17. Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi.18. Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe.19. Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi nampa kanugrahaning Gusti.20. Lamun sira pribadi wus bisa caturan karo lelembut, mesthi sira ora bakal ngala-ala marang wong kang wus bisa caturan karo lelembut.21. Sing sapa nyembah lelembut ikut keliru, jalaran lelembut iku sejatine rowangira, lan ora perlu disembah kaya dene manembah marang Pangeran.22. Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran.23. Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe.24. Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang Pangeranira, jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan.25. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira tansah eling.

Kemanusiaan1. Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana.2. Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane.3. Ati suci marganing rahayu.4. Ngelmu kang nyata, karya reseping ati.5. Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi..

6. Jer basuki mawa beya.7. Ala lan becik dumunung ana awake dhewe.8. Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iku kaya kewan.9. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lang legawaning ati, darbe sipat berbudi bawaleksana.10. Ngunduh wohing pakarti..11. Ajining dhiri saka lathi lan budi.12. Sing sapa weruh sadurunge winarah lan diakoni sepadha-padhaning tumitah iku kalebu utusaning Pangeran.13. Sing sapa durung wikan anane jaman kelanggengan iku, aja ngaku dadi janma linuwih.14. Tentrem iku saranane urip aneng donya.15. Yitna yuwana lena kena.16. Ala ketera becik ketitik.17. Dalane waskitha saka niteni.18. Janma tan kena kinira kinaya ngapa.19. Tumrap wong lumuh lan keset iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara.20. Klabang iku wisane ana ing sirah. Kalajengking iku wisane mung ana pucuk buntut. Yen ula mung dumunung ana ula kang duwe wisa. Nanging durjana wisane dumunung ana ing sekujur badan.21. Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana.22. Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe.23. Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati, kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang.24. Sing bisa gawe mendem iku: 1) rupa endah; 2) bandha, 3) dharah luhur; 4) enom umure. Arak lan kekenthelan uga gawe mendem sadhengah wong. Yen ana wong sugih, endah warnane, akeh kapinterane, tumpuk-tumpuk bandhane, luhur dharah lan isih enom umure, mangka ora mendem, yakuwi aran wong linuwih.25. Sing sapa lena bakal cilaka.26. Mulat salira, tansah eling kalawan waspada.27. Andhap asor.28. Sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada.29. Sing sapa salah seleh.30. Nglurug tanpa bala.31. Sugih ora nyimpen.32. Sekti tanpa maguru.33. Menang tanpa ngasorake34. Rawe-rawe rantas malang-malang putung35. Mumpung anom ngudiya laku utama.36. Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal ilang lan ora kelingan.37. Sing sapa temen tinemu.

38. Melik nggendhong lali.39. Kudu sentosa ing budi.40. Sing prasaja.41. Balilu tau pinter durung nglakoni.42. Tumindak kanthi duga lan prayogo.43. Percaya marang dhiri pribadi.44. Nandur kebecikan.45. Janma linuwih iku bisa nyumurupi anane jaman kelanggengan tanpa ngalami pralaya dhisik.46. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran.47. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking.48. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luwing gedhe katimbang apa kang wis ditindakake.

Diposkan oleh kejawen di 06.41 0 komentar

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2007/11/butir-butir-budaya-jawa-hanggayuh.html

Serat Wulangreh

Serat Wulangreh

Oleh Sri Mangkunegoro IV

Mingkar – mingkur ing angkaraAkarana karenan mardi siwiSinawung resmining kidung

Sinuba sinukartaMrih Kretarta pakartining ngelmu luhung

Kang tumrap neng tanah JawaAgama ageming aji

Jinejer neng WedhatamaMrih tan kemba kembanganing pambudi

Mangka nadyan tuwa pikunYen tan mikani rasa

Yekti sepi asepa lir sepah samunSamangsane pakumpulan

Ganyak-ganyuk nglelingsemi

Nggugu karsane priyanggaNora nganggo paparah lamun angling

Lumuh ingaran baliluUger guru aleman

Nanging janma ingkang wus waspadeng semuSinamun ing samudanaSesadon ingadu manis.

Si Pengung nora nglegewaSangsayarda denira cacariwis

Ngandhar-andhar angendhukurKandane nora kaprah

Saya elok alangka lokanganipunSi Wasis waskitha ngalah

Ngalingi marang si Pingging.

Mangkono ngelmu kang nyataSanyatane mung weh reseping ati

Bungah ingaranan cublukSukeng tyas yen den ina

Nora kaya si punggung anggung gumunggungUgungan sedina-dina

Aja mangkono wong urip.

Uripe sapisan rusakNora mulur nalare ting saluwir

Kadi ta guwa kang sirungSinerang ing maruta

Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggungPindha padhane si mudhaPrandene paksa kumaki.

Kikisane mung sapalaPalayune ngendelken yayah-wibi

Bangkit tur bangsaning luhurLah iya ingkang rama

Balik sira sarawungan bae durungMring atining tata-kramangGon-angon agama suci.

Socaning jiwangganiraJer katara lamun pocapan pasthi

Lumuh kasor kudu unggulSumengah sesongaran

Yen mangkono kena ingaran katungkulKarem ing reh kaprawiran

Nora enak iku kaki.

Kekerane ngelmu karangKakarangan saking bangsaning gaib

Iku borfeh paminipunTan rumasuk ing jasad

Amung aneng sajabaning daging kulupYen kapengkok pancabaya

Ubayane mbalenjani

Marma ing sabisa-bisaBabasane muriha tyas basuki

Puruita-a kang patutLan traping angganira

Ana uga angger ugering kaprabunAbon-aboning panembah

Kang kambah ing siyang ratri.

Iku kaki takokenaMarang para sarjana kang martapi

Mring tapaking tepa tulusKawawa nahen hawa

Wruhanira mungguh sajatining ngelmuTan pasthi neng janma wredha

Tuwin mudha sudra kaki.

Diposkan oleh kejawen di 06.11

http://kawruh-kejawen.blogspot.com/2007/11/serat-wulangreh.html