kajian sosiologi agama terhadap pemahaman dan penerapan perpuluhan … · 2021. 6. 29. · kk, maka...
TRANSCRIPT
KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA TERHADAP PEMAHAMAN DAN PENERAPAN
PERPULUHAN SESUAI KONTEKS GEREJA MASEHI INJILI DI HALMAHERA
(GMIH) JEMAAT EBENHAEZER MAKETE
Oleh:
Marlen Bauronga
(712014097)
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR.
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Yesus Kristus sebagai Sang Kepala Gerakan atas
pertolong-Nya Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Penulis mengucap syukur
buat setiap hikmat yang telah dianugrah sehingga bisa menyelesaiakan pendidikan di Fakultas
Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tugas akhir yang dikerjakan penuh dengan berbagai
macam kendala yang dihadapi tetapi atas kebaikan Yesus Kristus sebagai Sang Kepala Gerakan
maka tugas akhir ini bisa penulis persembahkan buat Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana. Adapun harapan dari penulis sekiranya tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi setiap
pembaca.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucap terima kasih kepada:
1. Yesus Kristus Sebagai Sang Kepala Gerakan yang telah menganugrahkan hikmat dan
kekuatan sehinga penulis bisa menyelesaikan pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana
dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)
2. Motivator terbaik penulis kedua orang tua, mama Serli Silfia Lumau dan Bapak Marthen
Bauronga serta kakak Melwi Mori Bauronga, adik Christy E. Efelin Bauronga serta ponakan
pertama penulis Aprilia Danawaka Bauronga atas doa dukungan dan segala hal yang tak mampu
diuraikan.
3. Untuk desen wali, kak Caken yang telah membantu dan mendukung penulis selama berada di
Unversitas Kristen Satya Wancana.
4. Untuk kedua pembimbing, Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu dan Pdt Cindy Quartyamina
Koan, M.A yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran.
5. Untuk kedua orang tua angkat penulis selama berada di jemaat Ebenhaezer Makete, Pdt Jurita
Emray dan Bapak Nelson Sumtaki yang telah mendukung dan mengajar penulis banyak hal saat
berada di tempat PPL. Buat jemaat Ebenhaerzer Makete yang selalu mendukung penulis dalam
menyelesakan pendidikan di Universitas Kristen Satra Wacana.
6. Untuk Sahabat-sahabat penulis yang begitu luar biasa, Nezia Mavitau, Tiara Asrilita, Rebeka
Rubu, Rambulika, Melkias Papilya, Risvanli Tongo-tong, Hany Kecil,Vina Inik, Mone, Reda
yang selalu mendukung Penulis.
7 Untuk GMKI Cabang Salatiga terkhsusus Badan Pengurus Cabang 2018-2019 yang selalu
mendukung penulis dalam menyelesaiakn tugas akhir dengan baik.
8. Untuk kakak kontrakan, kak Riska, kak Tanti, kak Ince dan kak oca dan adik2 kontrakan ince,
arin, rizky dan yandi yang turut menyemangat penulis.
9. Untuk teman-teman terkasih, Cici, Laras,Pinky, ledi, Vili, Maya dan Lona.
viii
DAFTAR ISI
Judul………………………………………………………………………………….
Halaman Pengesahan…………………………………………………………………
Halaman Tidak Plagiat……………………………………………………………….
Halaman Persetujuan Akses…………………………………………………………
Halaman Persetujuan Publikasi………………………………………………………
Kata Pengantar……………………………………………………………………….
Ucapan Terimakasih………………………………………………………………….
Daftar Isi……………………………………………………………………………..
Abstrak.........................................................................................................................
Pendahuluan..................................................................................................................
Teori Perpuluhan..........................................................................................................
Teori Sosiologi Agama................................................................................................
Hasil Penelitian ...........................................................................................................
Analisis Pemahaman pendeta dan jemaat....................................................................
Penerapan perpuluhan di jemaat Ebenhaezer Makete..................................................
Penutup.........................................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
1
4
7
8
9
16
17
ix
Abstrak
Berdasarkan judul yang penulis angkat terdapat dua pertanyaan mendasar, yaitu bagaimana
pemahaman pendeta dan jemaat mengenai perpuluhan di jemaat Ebenhaezer Makete dan
bagaimana penerapan perpuluhan di jemaat Ebenhaezer Makete. Adapun tujuan yang ingin
dicapai penulis, yakni mendeskripsikan pemahaman pendeta dan jemaat mengenai perpuluhan di
jemaat Ebenhaezer Makete dan menganalisis penerapan perpuluhan di jemaat Ebenhaezer
Makete. Oleh karena itu, perpuluhan merupakan wujud persembahan yang diberikan pendeta
maupun jemaat yang tidak dilihat dari angka 10 atau 12 persen saja tetapi yang terpenting
adalah ketulusan hati yang mempersembahkan untuk Tuhan. Perpuluhan juga penting bagi
keberlangsungan pelayanan sehingga jemaat perlu bertanggung jawab akan kebutuhan gereja
yang ada. Dimana dalam menjalankan pelayanan tentu membutuhkan uang baik membayar gaji
pendeta, pekerja gedung, fulltimer dll. Dengan demikian gereja perlu memberikan pemahaman
kepada jemaat setempat agar memahami perpuluhan berdasarkan konteks bergereja. Namun,
Pendeta maupun jemaat terlihat belum memiliki keselarasan berpikir dan kurang memahami
konteks perpuluhan tersebut. Oleh karena itu metode penelitian yang digunakan yaitu wawancara
untuk mengumpulkan data dari setiap responden. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif.
Penulis melakukan penelitian bertempat di Halmahera Utara Gereja Masehi Injili di Halmahera,
jemaat Ebenhaezer Makete.
Kata kunci: Perpuluhan, Penerapan Perpuluhan, Jemaat Ebenhaezer Makete
1
1. Pendahuluan
Pada awalnya persembahan perpuluhan dilakukan dalam masa Perjanjian Lama (PL).
Persembahan perpuluhan dalam PL merupakan pemberian umat Israel untuk memaknai
penyertaan Allah dengan cara mengucap syukur. Pemberian perpuluhan kepada Tuhan dapat
berupa hasil panen, ternak dan hasil kerja.1 Motivasi utama pemberian persembahan perpuluhan
bukan semata-mata untuk membalas kebaikan Allah terhadap kehidupan bangsa Israel,
melainkan sebagai wujud ungkapan syukur karena pekerjaan mereka telah disertai dan hasil
panen mereka baik adanya. Bangsa Israel memberikan perpuluhan tersebut kepada imam sebagai
bentuk kepercayaan bahwa imam adalah orang-orang yang dipercayai Allah. Karena itu, dalam
hal pengelolaan perpuluhan tersebut, hanya imam sajalah yang berhak terlibat. Meskipun
penghasilan yang diperoleh bangsa Israel tidaklah seberapa jumlahnya, tetapi perpuluhan kepada
Allah selalu mereka berikan.2
Salah satu tokoh dalam PL yang pertama kali memberikan perpuluhan adalah Abram.
Abram memberikan perpuluhan kepada Melkisedek yang dikenal sebagai imam yang
menjalankan perintah Allah. Oleh karena itu Melkisedek dipercaya banyak orang karena
memiliki hubungan yang baik dengan Allah.3 Abram sendiri menyerahkan perpuluhan sebagai
bentuk ucapan syukur kepada Allah atas setiap pertolongan yang Allah berikan dalam
kehidupannya. Walaupun perpuluhan pada waktu itu belum ditetapkan menjadi aturan baku,
tetapi Abram secara pribadi memberikan dengan sukarela tanpa meminta imbalan apapun.4
Abram memberi bukan untuk keuntungan atau menuntut timbal baliknya tetapi benar-benar
merupakan wujud dari ketulusan hati kepada Allah agar dapat mempermuliakan nama Allah.
Rasa syukur yang Abram persembahkan bukan juga semata-mata memenuhi aturan dalam
memberi melainkan sebagai wujud hormat yang menjunjung tinggi kasih Allah terhadap dirinya
1 Ev. Ronny Suwono, Perpuluhan Milik Siapa? (Jakarta : Majesty Publishing,2015), 1.
2Yamowa A’Bate’e, Mengungkapkan Misteri Perpuluhan (Yogyakarta: Andi Penerbit, 2009), 9-10.
3 A’Bate’e, Misteri Perpuluhan, 13. 4 Suwono, Perpuluhan Milik Siapa? 2-3. 5 A’Bate’e, Misteri Perpuluhan, 14. 6Jhon A. Titaley, Perpuluhan dalam Alkitab ( Salatiga: Satya Wacana University Press, 2016), 1. 7A’Bate’e, Misteri Perpuluhan, 15-16.
2
dan berusaha merespon kebaikan Allah dengan mempersembahkan hasil pekerjaan Abram
tersebut.5
Pemahaman akan persembahan perpuluhan tidak terbatas sampai di situ saja karena
terdapat banyak pemahaman mengenai persembahan perpuluhan. Perpuluhan juga dapat
diartikan sebagai suatu pranata dalam kehidupan bergereja yang selalu menjadi pokok bahasan
yang hangat. 6 Hal ini karena perpuluhan dapat menopang pelayanan yang dilakukan Gereja
untuk umat Tuhan. Gereja tidak hanya bertugas menyampaikan kebenaran Firman Tuhan,
melainkan juga bertanggung jawab menolong umat Tuhan yang membutuhkan, seperti janda,
duda, fakir miskin, dan anak yatim piatu. Ketika lembaga Gereja dapat menopang dan membantu
kehidupan umat, maka Gereja sudah menjalankan panggilannya secara baik. Oleh karena itu
gereja membutuhkan dana dalam menjalankan pelayanan tersebut dan salah satunya adalah
melalui perpuluhan.7 Gereja yang akan penulis teliti terkait pemberian perpuluhan, yaitu Gereja
Ebenhaezer Makete di wilayah Kecamatan Galela Barat, Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi
Maluku Utara. Gereja Ebenhaezer Makete terdapat 70 KK yang berjumlah 267 orang. Dari 260
orang terdiri dari 12 orang majelis, perempuan 6 orang dan laki-laki 6 orang. Jumlah penatua 3
orang dari 12 mejelis dan 9 orang diaken serta memiliki satu orang pendeta dalam jemaat
tersebut.8
Dari pendapatan perpuluhan setahun dengan pendapatan bekerja jemaat perbulan, tampak
kurang seimbang karena sesuai data pemberian perpuluhan pertahun masih cukup minim. Jika
dihitung, setiap tahun jemaat dapat memberikan perpuluhan sebanyak Rp. 100.000./KK. Jika
pemberian per tahun perpuluhan tersebut sebanyak Rp.100.000, maka pendapatan mereka dalam
setahun sebanyak Rp. 1.000.000/KK. Namun, sesuai dengan data data yang diperoleh,
pendapatan jemaat per tahun ternyata melebihi dari Rp. 1.000.000/KK. Jika diasumsikan
pendapatan jemaat pertahun Rp. 10.000.000/KK, maka setiap KK akan memberikan perpuluhan
sebanyak Rp. 1.000.000/tahun. Jika pendapatan perpuluhan per tahun dikali jumlah KK, yaitu 70
KK, maka total perpuluhan per tahun adalah Rp. 70.000.000. Melalui cara perhitungan seperti ini
dapat diasumsikan bahwa pendapatan perpuluhan pertahun dapat mencapai Rp.70.000.000.
8Hasil wawancara dengan pendeta Ebenhaezer Makete pada hari Senin, 4 Juni 2018 Pukul 15.00 WIB
3
Namun kenyataan yang terjadi terbalik karena pemasukan perpuluhan pertahun hanya sebanyak
Rp.7.000.0009
Berdasarkan uraian di atas, maka perpuluhan per tahun yang diserahkan jemaat ke gereja,
sekilas tampak belum sepenuhnya optimal. Meskipun demikian, kenyataan ini tidak serta merta
dinilai sebagai yang salah ataupun sebagai yang sepenuhnya bermasalah. Melalui penelitian yang
dilakukan, penulis akan menggali dan memetakan pemahaman jemaat Ebenhaezer Makate
mengenai perpuluhan. Mengacu pada penemuan pemahaman tersebut, penulis kemudian akan
menganalisis penerapan perpuluhan yang dilakukan di jemaat Ebenhaezer Makate.
Tulisan ini menggunakan kajian sosiologi agama untuk mencari tahu pemahaman
pendeta maupun jemaat dalam menerapkan perpuluhan sesuai konteks di jemaat Ebenhaezer
Makete. Adapun tujuan tulisan ini menghasilkan pemaknaan baru terkait perpuluhan dan
perspektif baru dalam menerapkan perpuluhan sesuai konteks jemaat yang ada. Berdasarkan
fenomena di atas diteliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami subyek penelitian secara menyeluruh, dan dengan cara deskripsi kata-
kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah.10
Teknik pengumpulan data, berupa
kata-kata dan gambar. Data-data itu bisa berasal dari observasi dilakukan dengan menggunakan
format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Mencatat data observasi perlu melakukan
pertimbangan kemudian melakukan pengadaan penilaian ke dalam skala bertingkat. Pengamatan
menggunakan alat bantu seperti, video, kamera, dan audio tape recorder.11
Pengamatan yang
digunakan yaitu observasi partisipatif yang merupakan pengamatan yang terlibat langsung dan
ambil bagian dalam kegiatan objek sebagian yang lain tidak tampak perbedaan dalam bagian
dalam kegiatan objek sebagaimana yang lain tampak perbedaan dalam bersikap.12
Dokumentasi,
video, catatan dokumen resmi atau hasil rekaman.13
Wawancara adalah tanya jawab dengan
seseorang (sumber) untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal. Wawancara
yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu hanya bidang-bidang perhatian
ditetapkan dan pewawancara bebas menanyakan pertanyaan untuk memperoleh informasi yang
10
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosdakarya,1989 ), 6. 11
Siharsimi Arinkunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineke Cipta, 1998), 64. 12
Joko Subagyo, Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Rineke Cipta, 1998),64. 13
Moleong, Penelitian Kualitatif, 6.
4
tepat.14
Tempat penelitian berdasarkan lokasi yang penulis tentukan yaitu berada di Desa Makete
Gereja Ebenhaezer Makete. Kec. Galela Barat, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara.
2. Teori Perpuluhan
2.1 Etimologi dan asal mula praktik perpuluhan.
Dalam bahasa Indonesia kita menemukan kata “perpuluhan”, yang lain menyebut
persepuluhan. Kata ini hendak menunjukan pada sepersepuluh hasil bumi dan ternak bangsa
Israel yang harus dipersembahkan kepada Tuhan untuk beberapa kepentingan dan kebutuhan.
Dalam bahasa Ibraninya perpuluhan diartikan sebagai ma’aser, bahasa Yunani Koine disebut
dekate atau apodekato. Dekate memiliki arti perpuluhan, apodekato berarti membayar
perpuluhan. Dalam bahasa Ibrani, ma’aser berasal dari bahasa Aram asche yang berarti
kekayaan. Istilah ma’aser yang digunakan oleh Musa dalam bahasa Ibrani untuk persembahan
perpuluhan, diambil istilah dalam bahasa Akekadian, yaitu bahasa yang digunakan sebagai
bahasa pengantar di dunia Semit pada zaman Abraham. Terdapat kemungkinan istilah itu berasal
dari dunia pajak bahwa sepersepuluh dari hasil kerja atau harta kekayaan diberikan sebagai upeti
kepada penguasa Mesopotamia. Angka sepuluh persen dalam dunia kuno merupakan cara
perhitungan yang menandai kepatuhan kepada Allah atau dewa ketika perpuluhan itu diberikan.
Hal demikian menunjukan bahwa konsep perpuluhan tersebut sudah ada dalam agama-agama
Timur Tengah15
Hal ini bukan sesuatu yang asing bagi Abraham. Praktik ini sudah menjadi tradisi publik
yang dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah, termasuk Mesopotamia tempat asal Abraham.
Penyerahan persembahan perpuluhan di Timur Tengah hanya diberikan kepada kepada orang-
orang terpandang misalnya pengusaha ataupun pelayan keagamaan. Hal yang sama juga
dilakukan di budaya Yahudi untuk suku Lewi yang memang bertugas di area keagamaan.
Terdapat dugaan bahwa praktik perpuluhan di Mesopotamia sudah menjadi budaya sehingga
bukan menjadi hal baru jika yang dilakukan Abraham dalam Kejadian 14 hanyalah melanjutkan
tradisi yang ada. Dokumen perpuluhan ditemukan di Kota Ur tempat tinggalnya Abraham
sehingga sudah jelas bahwa perpuluhan sudah lama ada. Perpuluhan di kota Ur kuno diserahkan
14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 1127 15
Erastus Sabdono, Rehobot Ministry (Jakarta : Graha Rehobot, 2000),1.
5
kepada dewa-dewa sesembahan mereka, diantaranya dewi Ningal, dewi yang disembah
penduduk Ur. Perpuluhan juga tidak hanya menjadi tradisi Mesopotamia kuno, tetapi masyarakat
Kanaan lainnya seperti Syro-Palestina juga melakukan tradisi yang sama. Bahkan Mesir pun juga
ada tradisi perpuluhan. Adapun perpuluhan yang mereka berikan bisa dalam bentuk ternak,
hingga barang-barang berharga seperti perak, dan perunggu. Sama seperti Abraham saat
menyerahkan perpuluhan kepada Melkisedek dalam bentuk roti dan anggur. Hal demikian
menunjukan budaya perpuluhan sudah dilakukan pada waktu itu (Kejadian 14:18-20). 16
Perpuluhan menurut ketentuan Taurat disampaikan kepada Musa terdiri dari tiga jenis,
yaitu perpuluhan untuk Pondok Daun, perpuluhan sebagai persembahan khusus dan perpuluhan
sebagai tujuan sosial.
1. Persembahan Perpuluhan untuk Pesta Nasional Pondok Daun
Perpuluhan yang diserahkan untuk merayakan pesta Nasional Pondok Daun semua atas
dasar perintah Tuhan untuk mereka. Perayaan pesta tersebut selama 5 hari di bulan ketujuh
dalam kalender Gregorian yang disebut Quintilis, dimulai dari tanggal 17-2 sebagai perayaan
bahwa bangsa Israel pernah ada dalam perjalanan di padang gurun. Dengan demikian
persembahan perpuluhan diserahkan dalam bentuk uang untuk dibelanjakan kebutuhan peserta
pondok daun.
2. Persembahan perpuluhan sebagai persembahan khusus.
Persembahan perpuluhan sebagai persembahan khusus ditujukan untuk tunjangan atau
semacam gaji para Lewi dan imam karena tugasnya di Bait Allah atau Rumah Tuhan (Ul. 26:12-
15; Bil. 18:21-28).
3. Perpuluhan tujuan sosial
Selain itu perpuluhan juga untuk tujuan sosial, yaitu untuk orang asing, anak yatim dan
janda yang ada di tengah mereka. Persembahan ini biasanya diambil oleh suku Lewi sendiri.
Perpuluhan juga digunakan untuk pemeliharaan Bait Allah. 17
16
Sabdono, Rehobot Ministry, 1 17
Sabdono, Rehobot Ministry, 3
6
Persembahan perpuluhan yang didapat berdasarkan hasil pertanian maupun peternakan
yaitu gandum, anggur dan minyak zaitun. Pada zaman Perjanjian Baru, Yesus menyebut selasih,
jintan, adas manis termasuk yang harus dipersembahkan. Perpuluhan juga sebagai hasil ternak,
antara lain anak sulung kambing, domba, lembu, sapi dan lain sebagainya. Hasil tanah dan
peternakan merupakan warisan sehingga hasil yang dibagi menjadi 12 persen tetapi suku Lewi
tidak mendapatkan maka dari itu mereka harus memberikan perpuluhan dari hasil yang mereka
dapatkan untuk suku Lewi. Bagi para pengelola hasil ternak maupun tanah tidak menjelaskan
kepada siapa perpuluhan itu diserahkan. Dengan begitu dapat diketahui melalui ayat-ayat Alkitab
kepada siapa saja pemberian perpuluhan tersebut. Diantaranya yaitu, Pertama, para imam-imam
dan suku Lewi yang tidak memiliki warisan tanah untuk dikelola. Kedua, para yatim, janda-janda
orang miskin serta orang asing. Ketiga, kebutuhan ritual di bait Allah atau upacara agama.
Keempat, perpuluhan sebagai pajak negara. Kelima, perpuluhan untuk pemeliharaan Bait Allah
dan pelayanan di Bait Suci.18
Ketika menyerahkan perpuluhan dalam bentuk uang maka perlu dibayar tambah dengan
dua persen dari nilai perpuluhan. Jadi, perpuluhan dalam bentuk uang sudah seharusnya 12
persen. Selama ini kita berpikir bahwa perpuluhan 10 persen dalam bentuk uang maka dalam
tradisi Yahudi hal demikian keliru karena seharusnya 12 persen. Perpuluhan yang
dipersembahkan dalam tradisi Yahudi menggunakan jangka waktu tiga tahun sekali diserahkan
Pondok Daun dan hal demikian sudah menjadi tanggung jawab yang harus dipenuhi. Terdapat
beberapa macam aturan dalam hal menyerahkan perpuluhan adapun diserahkan kepada orang-
orang Lewi bagian lain kepada janda, anak yatim dan orang asing. Tetapi jika digali dari Alkitab
perpuluhan diberikan untuk: (1) biaya pesta Pondok Daun, (2) kehidupan suku Lewi dan imam,
(3) kegiatan sosial, yaitu orang asing, anak yatim dan janda yang ada di tengah mereka, (4) gaji
pegawai dan membiayai penyelenggaraan pemerintahan, (5) pemeliharaan Bait Allah.19
Perpuluhan menurut Maleakhi 3:10-11 dijelaskan bahwa perpuluhan sebagai sistem
perpajakan dalam masyarakat dan Negara Teokratis. Sistem perpajakan semakin terlihat dimana
umat Israel pada waktu itu sedang berada dalam kesulitan yang luar biasa, oleh karena mereka
sedang menghadapi musim paceklik yang hebat dan hama belalang telah memakan habis sisa-
sisa tanaman yang sudah sedikit. Dalam keadaan yang amat prihatin itu, umat Israel justru
18
Sabdono, Rehobot Ministry, 3. 19
Sabdono, Rehobot Ministry, 3.
7
berpikir sudah sepantasnya mereka memikirkan kepentingan diri sendiri terlebih dahulu
dibanding kepentingan pihak lain.20
Kitab Maleakhi juga menjelaskan kemarahan Tuhan
terhadap bangsa Israel dimana tidak menjalankan perintah Taurat secara benar khsususnya
persembahan kepada Tuhan dan perkawinan dengan bangsa kafir, tidak menghormati Allah,
seperti Esau tidak menghormati orang tuanya dan hak kesulungan yang dimilikinya. Melalui
pernyataan Tuhan ini, bangsa Israel diancam, jika mereka tidak menghormati Allah, seperti Esau
yang tidak menghormati orang tuanya, maka Allah akan menghukum mereka. 21
Dengan
demikian perpuluhan menjadi suatu aturan yang diwajibkan dengan melegitimasikan nama Allah
dalam rangka memastikan ketersediaan jaminan dan sosial (kas negara) untuk menghadapi
krisis.
2.2 Teori Sosiologi Agama.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang terbatas, ada
juga yang luas, ada perubahan yang lambat sekali, ada juga yang berjalan sangat cepat.
Perubahan bisa terjadi dengan berbagai macam hal dalam kehidupan masyarakat, seperti nilai
masyarakat, kekuasaan, dan wewenang serta interaksi sosial. Perubahan sosial sudah menjadi
kebiasaan umum yang selalu ingin mengalami perubahan. Dengan begitu perubahan sosial dapat
diartikan sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. 22
Jika
perubahan sosial dapat diartikan sebagai perubahan struktur dan fungsi masyrakat maka dalam
kehidupan pedesaanpun perubahan sosial yang demikian bisa terjadi, dikarenakan pedesaan
merupakan kumpulan masyarakat yang senantiasa berinteraksi sehingga perubahan bisa terjadi
kapan saja. Oleh karena itu kehidupan masyarakat pedesaan pun selalu mengalami perubahan
sosial, baik dari segi pekerjaan dll. Pekerjaan masyarakat desa sebagian besar petani hal
demikian sudah menjadi mata pencarian masyarakat pedesaan. Namun relasi yang dibangun oleh
masyarakat pedesaan sangatlah erat. Kedekatan relasi yang mereka bangun membuat mereka
mengangkat pekerjaanpun dapat bersama-sama sehingga solidaritas di desa dapat terjalin secara
baik.23
Keadaan sosial dan perubahan sosial seperti ini membutuhkan agama agar perlu
menjalakan fungsinya secara sederhana. Dengan menyampaikan ajaran agama kepada
20
Eka Darmaputra, Etika Sederhana untuk Semua (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001,), 65. 21
Subdono, Rehobot Ministry, 4 22
Adon N. Jamuludin, Sosiologi Pedesaan, 79-80 23
Adon N. Jamuludin, Sosiologi Pedesaan, 88-89.
8
masyarakat setempat secara sederhana, menghindari teori-teori abstrak, tetapi dengan lambang-
lambang yang diambil dalam dunia yang lebih dekat dalam kehidupan sehari-hari. Layaknya
Yesus yang membahasakan pengajaran dengan menggunakan pendekataan yang akrab dalam
pemahaman masyarakat saat itu, seperti di Palestina yaitu perumpamaan seorang penabur benih,
perumpamaan, perumpamaan biji sesawi, perumpaan kebun anggur, perumpaan pohon ara,
perumpamaan ragi yang dicampur dengan tepung terigu, perumpamaan garam dan ragi dengan
demikian agama dapat memberikan pengajaran berdasarkan konteks kehidupan yang ada. 24
Agama juga memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat secara
luas dimana tugas dari agama mengajar dan membimbing. Lain dari instansi agama dianggap
sanggup memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah.
Agama berusaha memberikan pengajaran sebaik mungkin yang dapat dimengerti oleh jemaat
setempat. Pengajaran yang diberikan bisa melalui penyampaian upacara (perayaan) keagamaan,
khotbah, renungan (meditasi), pendalaman rohani dll maupun diluar perayaan liturgis. Dalam hal
melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti: syaman, dukun, kyai, pendanda,
pendeta, imam, nabi. Kebenaran ajaran yang dapat disampaikan oleh tokoh-tokoh agama harus
berlandaskan kebenaran dan mampu dimengerti serta dipercaya, baik yang berhubungan
langsung dengan “ yang gaib” dan “yang sakral” dan dapat ilham khusus dari-Nya. Para tokoh-
tokoh agama dalam membimbing bisa dibenarkan berdasarkan pertimbangan yang sama.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh akan mempermatang dan membenarkan apa yang
dikatakan. Jemaat mempercayakan anggota-anggotanya kepada instansi agama dengan
keyakinan bahwa mereka sebagai manusia (di bawah bimbingan agama) akan berhasil mencapai
kedewasaan pribadinya yang penuh melalui proses hidup yang telah ditentukan oleh hukum
pertumbuhan yang penuh dengan ancaman dari situasi yang tidak menentu dan mara bahaya
yang dapat menggagalkan melalui dari masa kelahiran dan kanak-kanak menuju ke masa remaja
dan masa dewasanya.25
24
Hendropuspito, O.C, Sosiologi Agama ( Yogyakarta :PT Kanisius Indonesia 1984,), 44-45. 25
Hendropuspito, O.C, Sosiologi Agama, 61.
9
3. Hasil Penelitian
3.1 Gambaran Tempat Penelitian.
Gereja Ebenhaezer Makete terletak di wilayah Kecamatan. Galela Barat, Kabupaten
Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara Tingkat pendidikan Jemaat Ebenhaezer Makete
bervariasi untuk golongan orang tua, sebagian besar hanya lulusan SD. Saat ini hampir semua
anak-anak, remaja dan pemuda, duduk di bangku pendidikan baik SD, SMP, SMA/SMK. Oleh
sebab itu, tingkat pendidikan Jemaat Ebenhaezer Makete sangat memadai apalagi dengan adanya
fasilitas pendidikan di wilayah Kec. Galela Barat dari PAUD sampai SMA/SMK. Sementara
mata pencaharian Jemaat Ebenhaezer Makete, berbeda-beda. Ada yang bekerja sebagai petani
dan beberapa profesi lain yang dikerjakan oleh Jemaat yakni, pegawai swasta serta tukang kayu.
Sedangkan untuk PNS terdapat 4 orang saja yang ada di Jemaat Ebenhaezer Makete. Selain itu
jemaat Ebenhaezer Makete terdiri atas berbagai macam suku, yang meliputi suku Sangihe,
Tobelo, Galela, dll.26
3.2 Pemahaman pendeta Ebenhaezer Makete mengenai perpuluhan.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan penulis, perpuluhan dapat diartikan sebagai
bagian yang dimiliki Tuhan yang sudah seharusnya diberikan di rumah perbendaharaan dalam
hal ini gereja. Kalaupun saat memberi terdapat kesengajaan untuk tidak memberikan perpuluhan
artinya telah merampas milik Tuhan. Hal demikian menurut Pendeta Jurita Emray jika jemaat
memiliki kesengajaan dalam hal tidak memberikan perpuluhan maka perlu adanya arahan yang
baik serta bimbingan yang dilakukan gereja terhadap jemaat. Namun pendeta Jurita Emray
sendiri mengakui bahwa sejauh ini belum ada bimbingan secara khsusus untuk memperjelas
mengenai perpuluhan tetapi pengajaran diberikan mengenai perpuluhan hanya melalui khotbah
minggu. Saat pendeta Jurita Emray memberikan pemahaman kepada jemaat terkait penerapan
perpuluhan, pendeta Emray mengutip ayat alkitab sebagai landasan teologis untuk menerapkan
perpuluhan. Adapun ayat yang digunakan untuk memberikan pengajaran kepada jemaat terdapat
Malaekhi 3 ayat 10. Dari ayat Alkitab yang pendeta Emray kutip ini dengan tujuan memperjelas
bahwa perpuluhan itu penting dan perlu dimasukan dalam rumah perbendaharaan yaitu gereja.
Perpuluhan yang dipersembahkan ke gereja agar perpuluhan yang diberikan jemaat dapat
26
Hasil wawancara dengan pendeta Jurita Emray Ebenhaezer Makete pada hari Senin, 4 Juni 2018 Pukul 15.00 WIB
10
dikelola secara bijak oleh pihak gereja, lalu dapat disalurkan secara merata kepada jemaat yang
membutuhkan.27
Bagi pendeta Jurita Emray bersadarkan Maleakhi 3: ayat 10 perpuluhan menjadi
kewajiban bersama untuk diterapkan. Dimana ayat tersebut sudah cukup jelas memberikan kita
pemahaman terkait perpuluhan, bahwa perpuluhan perlu diserahkan ke gereja. Ayat Alkitab
yang pendeta Emray kutip dapat dimaknai bahwa hal memberikan perpuluhan merupakan
perintah Tuhan yang perlu dipenuhi bersama oleh umat Tuhan. Kita perlu bertanggung jawab
dengan apa yang telah kita dapat dan menyerahkan apa yang menjadi milikinya Tuhan. Kalaupun
kita tidak menerapkan itu artinya kita tidak menjalankan maksud dari firman yang ada, sehingga
pendeta Emray selalu memberikan perpuluhan karena itulah yang firman katakan kepada umat
manusia. Pendeta Jurita Emray mengatakan ketika memahami perpuluhan seperti ini maka sama
halnya mengajarkan itu kepada pihak keluarga maupun jemaat Ebenhaezer Makete. Oleh sebab
itu khotbah mengenai perpuluhan di kebaktian Minggu hal seperti inilah yang dapat disampaikan
kepada jemaat. Mungkin sebagai pendeta kurang memahami perpuluhan dari asal mulanya
namun dengan pegangan ayat tersebut menjadi penting bagi pendeta Jurita Emray untuk
melaksanakan perintah Tuhan. 28
Sesuai dengan penjelasan di atas hal demikian menjadi gambaran besar mengenai
pemahaman pendeta terkait perpuluhan. Bahwa pendeta Jurita Emray sendiri mengakui kurang
mendalami konteks teks Maleakhi 3: ayat 10 sehingga pemahaman hanya sebatas itu. Dalam hal
sejerah darimana asul usul perpuluhan pendeta Jurita Emray tidak bisa menjelaskan secara
mendalam. Dengan begitu pendeta Jurita Emray dapat menyampaikan beberapa alasan penting
mengenai penyebab kurang mendalam memahami perpuluhan. Jadi yang menyebabkan pendeta
Emray kurang mendalami perpuluhan, karena mencari tahu terkait perpuluhan. Saat
berkuliahpun kurang disinggung terkait dengan perpuluhan sehingga sumber-sumber untuk
memperkuat pemahaman mengenai perpuluhan sangatlah kurang. Saat sudah menjadi pendeta di
jemaat hal demikian masih tetap sama kurang mencari tahu asal-usul dari perpuluhan. 29
27
Hasil wawancara dengan pendeta Jurita Emray Ebenhaezer Makete pada hari Kamis ,27 Juni 2019 Pukul 09.00-09-30 WIT. 28
Hasil wawancara dengan pendeta Ebenhaezer Makete pada hari Kamis ,27 Juni 2019 Pukul 09.00-09-30 WIT. 29
Hasil Wawancara dengan pendeta Ebenhaezer Makete pada hari Kamis ,27 Juni 2019 Pukul 09.00-09-30 WIT.
11
3.3 Pemahaman Jemaat Ebenhaezer Makete Mengenai Perpuluhan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan angka jemaat Ebenhaezer Makete, yaitu Bapak
Marianus Tukang, Ibu Elizabet Lahete dan Bapak Moren Garaki perpuluhan diartikan sebagai
sebuah kewajiban yang harus dilakukan jemaat. Jika kewajiban itu tidak dilakukan maka dengan
sendirinya jemaat tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan yang tertulis dalam kitab
Maleakhi 3: 10. Menurut bapak Marianus pemaknaan yang demikian membuat beliau selalu
menjalakan apa yang menjadi perintah Tuhan. Setiap bulannya setelah memperoleh gaji,
perpuluhan selalu beliau persiapkan untuk dipersembahkan ke gereja. Hal demikian sudah beliau
lakukan semenjak memiliki penghasilan pribadi hingga saat ini. Menurutnya, dampak yang
diperoleh sangatlah baik, yaitu selalu merasakan penyertaan Tuhan dalam etiap pekerjaan baik
sebagai pengajar maupun petani. Relasi yang terjalin bersama sesama pun dirasa semakin baik
dan selau memiliki perasaan bertanggung jawab terhadap keluarga. 30
Berbeda halnya dengan Ibu Elizabet Lahete, Bapak Mauren Garaki, Yuliana Kaudis dan
Bapak selsius lintog belum memberikan perpuluhan secara rutin karena beberapa faktor
penyebab dengan, walaupun ibu Elizabet Lahete, Bapak Mauren Garaki menyatakan bahwa
perpuluhan tersebut wajib hukumnya. Beberapa faktor penyebab sebagai berikut pertama, faktor
perekonomian bahwa pendapatan yang dihasilkan jemaat masih digunakan untuk kebutuhan
anak-anak bersekolah maupun kebutuhan sehari-hari. Kedua, belum adanya pembinaan-
pembinaan yang dilakukan pendeta sehingga perpuluhan belum dipahami secara baik dan benar.
Perpuluhan hanya dijelaskan pada waktu khotbah minggu. Pendeta pun mengakui dalam hal
pembinaan mengenai perpuluhan belum dilaksanakan di jemaat setempat. Ketiga, pendapatan-
pendapatan jemaat tidak tetap sehingga memiliki kesulitan dalam hal mengatur pemberian
perpuluhan. Hal demikian yang membuat jemaat masih belum memberikan perpuluhan secara
rutin.
Perpuluhan yang telah diserahkan pendeta maupun jemaat, lalu dikelola secara baik oleh
pihak gereja guna orang-orang yang membutuhkan dalam hal ini anak yatim piatu, janda dan
orang sakit.31
Namun, berbeda hal dengan angka jemaat, bagi jemaat perpuluhan yang
30
Hasil Wawancara dengan Bapak Marianus Tukang Jemaat Ebenhaezer Makete pada hari Senin 24 Juni 2019 Pukul 19.00-19.25 WIT 31
Hasil Wawancara dengan pendeta Jurita Emray Ebenhaezer Makete pada hari Kamis ,27 Juni 2019 Pukul 09.00-09-30 WIT.
12
diserahkan ke gereja tujuannya untuk diberikan untuk pendeta sebagai pelayanan Tuhan.32
Menurut penjelasan yang pendeta Jurita Emray dan salah seorang jemaat terdapat
ketidaksepamahaman mengenai tujuan perpuluhan dikarenakan selama ini penjelasan pendeta
hanya sebatas memberikan perpuluhan kepada gereja saja tetapi belum menjelaskan
keberlanjutan setelah perpuluhan sudah diserahkan.33
Dalam hal ini, pemahaman yang pendeta
dan jemaat bisa berbeda tetapi ketika dilihat pendeta dan jemaat yang sudah menarapkan
perpuluhan merasakan dampaknya. Dampak ini dapat dirasakan dari banyak aspek kehidupan,
seperti perekonomian di mana usaha semakin berkembang, anak-anak mereka dapat bersekolah
dengan baik, hasil panen semakin baik serta adanya pendapatan-pendapatan tak terduga.34
Sedangkan dalam kehidupan spiritual, mereka merasa semakin bersukacita dan mengimani
bahwa Tuhan akan senantiasa mencurahkan berkat bagi kehidupan mereka35
Menerapkan perpuluhan di jemaat Ebenhaezer Makate berdasarkan profesi perkerjaan
masing-masing jemaat di mana profesi pekerjaan berbeda pendapatan yang dihasilkanpun
berbeda. Jikalau jemaat tersebut dikategorikan profesi pekerjaannya sebagai PNS maka
perpuluhannya yang diberikan berdasarkan waktu penerimaan gaji, misalnya penerimaan gaji
perbulan maka penghasilan 10% bulan perlu dipersembahkan sebagai perpuluhan di gereja. Jika
petani kopra diberlakukan berdasarkan dengan hasil panen mereka, hasil panennya 3 bulan sekali
maka perpuluhan merekapun diberlakukan demikian. Bagi pedagang kios maupun buruh yang
tidak tetap juga bisanya pendapatan perminggu ataupun perbulan maka dari itu setiap dari hasil
mereka perminggu maupun perbulan selalu dibuka dalam 10% dari setiap penghasilan
dimasukan di gereja. Dengan begitu menerapkan perpuluhan dilihat dari waktu pendapatan
jemaat tersebut. Praktik seperti inilah yang diterapkan di jemaat Ebenaezer Makete.36
32
Hasil Wawancara dengan Bapak Marianus Tukang Jemaat Ebenhaezer Makete pada hari Senin 24 Juni 2019 Pukul 19.00-19.25 WIT 33
Hasil Wawancara dengan Bapak Marianus Tukang Jemaat Ebenhaezer Makete pada hari Senin 24 Juni 2019 Pukul 19.00-19.25 WIT 34
Hasil Wawancara dengan Bapak Marianus Tukang Makete pada hari Selasa, 25 Juni 2019 Pukul 21.10-21.30 WIT. 35
Hasil Wawancara dengan Pendeta Jurita Emray Makete pada hari Senin, 24 Juni 2019 Pukul 19.00-19.25 WIT. 36
Hasil Wawancara dengan pendeta Jurita Emray Ebenhaezer Makete pada hari Kamis ,27 Juni 2019 Pukul 09.00-09-30 WIT.
13
4.1 Pengajaran persembahan perpuluhan Gereja Mahasei Injjili di Halamahera
(GMIH) di jemaat Ebenhaezer Makete.
Berdasarkan hasil wawancara maka perpuluhan dapat diartikan sebagai bagian yang
dimiliki Tuhan yang sudah seharusnya diberikan di rumah perbendaharaan. Sedangkan
berdasarkan sejarahnya maka perpuluhan merupakan hasil kerja atau kekayaan yang diberikan
sebagai upeti kepada penguasa Mesopotamia.37
Pemahaman pendeta akan arti perpuluhan secara
teoritis belum memiliki keselarasan dengan konteks teks. Pemahaman akan perpuluhan yang
dipahami pendeta dilandaskan pada makna harafiah dari teks Maleakhi 3:10. Namun, Maleakhi
3:10 sesuai dengan konteks teks mengandung makna bahwa perpuluhan merupakan sistem
perpajakan masyarakat dalam negara Teokratis. Sistem perpajakan semakin terlihat dimana umat
Israel pada waktu itu sedang berada dalam kesulitan yang luar biasa, karena sedang menghadapi
musim paceklik yang hebat dan hama belalang telah memakan habis sisa-sisa tanaman yang
sudah sedikit. Dalam keadaan yang amat memprihatikan ini umat Israel justru berpikir sudah
sepantasnya mereka memikirkan kepentingan diri sendiri terlebih dahulu. Untuk mengatasi
kecenderungan egoistik umat Isreael ditengah realita krisis maka raja melegitimasikan
keputusannya dengan menggunakan nama Tuhan. Adapun keputusan raja tersebut yakni
mewajibkan agar tiap-tiap umat Israel tetap memberi sebagian (10 %) dari miliknya untuk
kebutuhan negara yang diwakili melalui Tuhan sebagai penerima perpuluhan tersebut.38
Dari sini
penulis melihat terjadi perbedaan paham dalam hal memahami perpuluhan dimana ayat Alkitab
yang digunakan dipahami pendeta secara berbeda dengan konteks teks yang ada. Dengan begitu
dalam memahami dan memaknai teks tersebut perlu melihat konteks teks sehingga tidak terjadi
kekeliruan dalam hal memahami makna teks.
Memberikan perpuluhan memiliki peran penting bagi keberlangsungan pelayanan,
sehingga jemaat sendiri perlu bertanggung jawab terhadap keuangan gereja. Dalam pelayanan,
gereja sangatlah membutuhkan dukungan finansial agar pelayanan dapat berlangsung dengan
baik. Perlu ditegaskan bahwa tanggung jawab kelangsungan pelayanan dalam gereja
membutuhkan biaya, misalnya: biaya penyelenggaraan kebaktian gereja, pengelolaan gedung
dan pemeliharaan serta perbaikannya, pembangunan gedung baru serta sarananya, kehidupan
para pendeta, pengerja fulltimer gereja dan lain sebagainya, maupun pelayanan ke luar misi,
37
Sabdono, Rehobot Ministry, 4 38
Sabdono, Rehobot Ministry, 4.
14
sosial dan lain sebagainya. Kebutuhan biaya ini bukan terletak hanya pada kebutuhan pendeta
dan aktivis beserta dengan majelis gereja, tetapi semua jemaat yang memiliki keanggotaan di
dalam gereja tersebut. Selaras dengan apa yang dikatakan teori bahwa perpuluhan juga
diperuntukan untuk pemeliharaan Bait Allah pada konteks Israel. Hal inilah yang belum
dipahami pendeta beserta jemaat Ebenhaezer Makete. 39
Jikalau sebuah gereja memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dimana
jemaat diberikan pemahaman untuk mempersembahkan perpuluhan maka anggota jemaat yang
telah memiliki penghasilan mampu memberi perpuluhan secara bertanggung jawab dalam
kesadarannya. Gereja harus memahami perpuluhan dalam fleksibilitas yang logis, sehingga
perpuluhan memiliki dinamisitas yang bisa sejalan dengan keadaan masing-masing anggota yang
memiliki keadaan khusus. Kalau jemaat bermasalah dalam keuangan, hendaknya gereja tidak
memaksa jemaat untuk memberi perpuluhan atau persembahan lain. Sepatutnya, gereja membina
jemaat terkait kegunaan perpuluhan yang berdampak pada pengelolaan pelayanan dan kehidupan
berjemaat. Jadi tidak keliru setiap orang percaya menyisihkan perpuluhan hasil rutin setiap bulan
atau setiap tahun untuk pekerjaan Tuhan dengan dasar atau landasan berpikir yang benar. Angka
persentase sepersepuluh bukanlah angka mati dan kaku melainkan lebih merupakan simbol
adanya hati yang tulus dan sadar bahwa pemeliharaan kehidupan berjemaat merupakan tanggung
jawab bersama.40
Tuhan juga tidak menolak jemaat yang hanya mampu mempersembahkan kurang dari 10
persen. Sebagaimana dalam teori, angka sepuluh persen dalam dunia Israel Kuno merupakan
cara perhitungan yang menandai kepatuhan kepada Allah atau dewa ketika perpuluhan diberikan
dan angka 12 persen ditetapkan sebagai bentuk pemberian kepada 12 suku Lewi. Dengan
demikian penetapan besaran angka presentase bergantung pada konteks kebutuhan Israel yakni
12 suku. Sedangkan penerapan angka 10 persen itulah yang lebih penting untuk dipahami
sebagai kegenapan hati memberi pada Tuhan. Di hadapan Tuhan, tidak ada jumlah yang lebih
besar atau terlalu kecil sebab yang diperhitungkan dengan sangat oleh Tuhan adalah hati yang
memberi dalam ketulusan.41
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa Tuhan tidak memandang
39
Subdono, Rehobot Ministry, 1. 40
Subdono, Rehobot Ministry, 1 41
Darmaputra, Sederhana untuk Semua, 63.
15
jumlah siapa yang terbesar maupun terkecil tetapi yang menjadi pusat dari segala sesuatu yang
mau kita lakukan adalah hati yang tulus.
Memberikan perpuluhan juga sudah seharusnya berdasarkan hati nurani umat manusia
dengan melihat orang lain bagian dari dirinya sehingga mampu menjadi manusia yang peduli
terhadap yang lain. Hal ini membuat kita sadar bahwa kehidupan kita tidak terlepas dari Tuhan
maupun umat manusia lainnya. Kita makhluk sosial yang saling membutuhkan sehingga kita
tidak hidup hanya berdasarkan egosentrisme semata tetapi kita perlu membangun hidup yang
menjunjung tinggi perintah Tuhan maupun hidup yang membangun kepedulian dengan sesama.42
Ketika kita hidup berdasarkan perintah maka kesadaran itu akan sendirinya dapat kita pahami.
Sejalan dengan paparan dalam teori bahwa terdapat beberapa macam aturan peruntukan dalam
hal menyerahkan perpuluhan yaitu diserahkan kepada orang-orang Lewi bagian lain kepada
janda, anak yatim dan orang asing. Namun, jika dilihat dari sudut pandang Alkitab, perpuluhan
bisa digunakan untuk biaya pesta Pondok Daun. Terkait peruntukan kepada suku Lewi,
pemberian ini dilakukan dalam rangka tanggung jawab memenuhi kehidupan mereka setiap
harinya. Adapun kegunaan lainnya sebagai biaya untuk kegiatan sosial, anak yatim, membayar
gaji pegawai serta biaya pemeliharaan Bait Allah. Dengan begitu perpuluhan juga seharusnya
berdasarkan hati nurani umat manusia dengan melihat orang lain bagian dari dirinya sehingga
mampu menjadi manusia yang peduli terhadap yang lain.43
Berdasarkan analisis penulis adanya ketidakselarasan paham oleh pendeta dan jemaat
mengenai pemahaman dasar memberikan perpuluhan sesuai latar belakang konteks sejarahnya,
inilah yang berkontribusi pada kurangnya kesadaran memberikan perpuluhan. Dimana Pendeta
jemaat Ebenhaezer Makete berpijak pada upaya mewajibkan atau mengharuskan jemaat
termasuk dirinya sendiri seturut ungkapan harafiah teks Alkitab. Dengan demikian perlu ada
pemahaman mendasar yang jelas dan utuh sebagai titik pijakan untuk menjalankan pemberian
perpuluhan. Secara teori, dasar yang terpenting mengenai perpuluhan merupakan iman dimana
tidak ada ketakutan atau kekhawatiran dalam memberi. Berpikir akan tanggungan kebutuhan
sehari-hari tentu sudah sewajarnya, namun dalam memberi perpuluhan kepada Tuhan yang
terpenting adalah imannya dalam artian benar yakin dan tulus akan persembahan yang diberikan.
Oleh karena itu, penyerahan kepada Tuhan lewat persembahan perpuluhan adalah ungkapan
42
Tan Khian Seng, Harmoni Finansial, (Yogyakarta: ANDI, 2008), 94. 43
Abraham Alex Tanuseputra, Iman Harapan Kasih, (Jakarta Barat: Armagedon, 2000), 135.
16
iman bahwa hidup manusia hanya berada di dalam tangan kasih Tuhan semata-mata. Hidup
manusia tidak dikuasai oleh manusia itu sendiri, sehingga menjaminnya juga tidak mungkin,
termasuk uangnya. 44
4.2 Penerapan Perpuluhan di Jemaat Ebenhaezer Makete.
Berdasarkan hasil wawancara menerapkan perpuluhan di jemaat Ebenhaezer Makate
berdasarkan profesi perkerjaan masing-masing jemaat. Dimana profesi pekerjaan berbeda
pendapatan yang dihasilkanpun berbeda. Jikalau jemaat tersebut dikategorikan profesi
pekerjaannya sebagai PNS maka perpuluhannya yang diberikan berdasarkan waktu penerimaan
gaji. Misalnya penerimaan gaji perbulan maka penghasilan 10% per bulan perlu di
persembahkan sebagai perpuluhan di gereja. Jika petani kopra diberlakukan berdasarkan dengan
hasil panen mereka, hasil panennya 3 bulan sekali maka perpuluhan merekapun diberlakukan
demikian. Bagi pedagang kios maupun buruh yang tidak tetap juga bisanya pendapatan
perminggu ataupun perbulan maka dari itu setiap dari hasil mereka perminggu maupun perbulan
selalu dibuka dalam 10% dari setiap penghasilan dimasukan di gereja. Dengan begitu
menerapkan perpuluhan dilihat dari waktu pendapatan jemaat tersebut. Praktik seperti inilah
yang diterapkan di jemaat Ebenhaezer Makete.45
Berpijak pada teori sejarah perpuluhan maka angka 10 persen lebih merupakan simbolik
kegenapan hati yang memberi secara tulus pada Tuhan. Sedangkan angka persentase uang yang
ditetapkan 12 persen mengacu pada 12 suku Israel. Dengan demikian dilihat dari hasil penelitian
yang ada maka menerapkan perpuluhan bukanlah dilihat dari angka 10 persen. Oleh karena itu
jemaat Ebenhaezer sudah sepatutnya tidak menjadikan tradisi Yahudi sebagai keharusan yang
kaku untuk menerapkan perpuluhan.46
Perpuluhan yang diberikan baik 10 persen, bisa saja lebih
bahkan kurang tidaklah menjadi persoalan, karena yang diperhitungkan dengan sangat oleh
Tuhan adalah hati yang memberi apakah tulus atau tidak.
Dalam kehidupan berjemaat pun hal demikian dirasakan bahwa perubahan selalu ada.
Oleh karena itu agama perlu menjalankan fungsi secara baik, sehingga perubahan itu dapat
dimengerti maupun diterima oleh jemaat Ebenhaezer Makete. Fungsi dari agama itu sendiri
44
Titaley, Alkitab Ibrani, 72. 45
Hasil Wawancara dengan pendeta Jurita Emray Ebenhaezer Makete pada hari Kamis ,27 Juni 2019 Pukul 09.00-09-30 WIT. 46
Darmaputra, Sederhana untuk Semua, 63.
17
dapat menyampaikan ajaran agama kepada masyarakat setempat secara lebih sederhana,
misalnya dalam menerapkan perpuluhan dilihat berdasarkan konteks kehidupan berjemaat
sehingga jemaat pun tidak merasa keberatan dalam hal menerapkan perpuluhan. Dalam
memberikan pengajaran yang demikian agama mengatur tutur bahasa secara sederhana yang
dapat dipahami oleh jemaat awam, agar perpuluhan yang diharapkan berdasarkan konteks jemaat
bisa diterapkan secara baik.47
5. Penutup: Kesimpulan dan Saran.
Kesimpulan: Perpuluhan merupakan tanggung jawab bersama untuk dijalakan demi
keberlanggung pelayanan gereja. Namun, perpuluhan perlu dipahami secara mendalam, baik dari
segi sejarah maupun kehidupan konteks bergereja. Dalam menjalankan tanggung jawab kita
dalam hal memberi harus sesuai apa yang kita pahami agar kita memberikan perpuluhan bukan
semata-mata asal memberi tetapi benar-benar dimengerti dengan baik. Dengan demikian
perpuluhan yang kita persembahkan bukan lagi kita melihat besar kecilnya yang kita berikan
tetapi kita dapat memberi dengan rasa syukur dan ketulusan hati kita kepada Tuhan, guna
menjadi berkat bagi kehidupan dimana kita hadir bersama sesama.
Saran: Jika gereja mengharapkan perpuluhan dapat dipertanggung jawab dengan baik, maka
sudah seharusnya gereja memberikan pemahaman yang benar terkait perpuluhan. Gereja tidak
hanya mengharapkan partisipasi jemaat untuk memberi tetapi gereja perlu memberikan
pembinaan-pembinaan secara berkala dan terstruktur yang bisa melibatkan tenaga-tenaga ahli
yang pakar dalam hal perpuluhan dan penatalayanan gereja.
47
Hendropuspito, O.C, Sosiologi Agama, 44-45.
18
Daftar Pustaka.
1. Suwono Ev. Ronny Persepuluhan Miliki Siapa?Jakarta: Majesty Publishing, 2015.
2. A’Bate’e Yamowa. Mengungkapkan Misteri Persepuluhan Yogyakarta: Andi Buku
Majalah Rohani,2009.
3. Titaley.A.Jhon. Persepuluhan Dalam Alkitab Ibrani Israel Alkitab Salatiga: satya wacana
university press, 2016.
4. Moleong .J. Lexi. Metode Penelitian Kualitatiff Bandung: Remaja Rosdakarya,1989.
5. Sarman, M.Si. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial Banjarmasin: Pustaka Fisip
UNlAM, 2004.
6. Arinkunto Siharsimi. Prosedur Penelitian Jakarta: Rineke Cipta, 1998.
7. Subagyo Joko. Metode Penelitian; Dalam Teori Dan Praktik Jakarta: Rineke Cipta, 1998.
8. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua
Jakarta: Balai Pustaka, 1993
9. Walizer H. Michael. Sadiman Arief. Wienir L Paul. Metode dan Analisis Penelitian
Mencari Hubungan Jilid 1 Jakarta: Erlangga, 1993.
10. Suwandi Baswori. Memahami Penelitian Kualitatif J akarta: Rineke Cipta, 2008.
11. Seng Tan Khian. Harmoni Finansial Yogyakarta: ANDI, 2008.
12. Tanuseputra Alex Abraham . Iman Harapan Kasih, Jakarta: Armagedon, 2000.
13. Hendropuspito. O.C. Sosiologi Agama Yogyakarta: Kanisius 1984.
14. Darmaputra Eka. Etika Sederhana untuk Semua Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
15. Sabdono Erastus. Rehobot Ministry Jakarta : Graha Rehobot, 2000.