kajian pendahuluan kontrol struktur geologi … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap...

12
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA 9 KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN BATUAN-BATUAN DI DAERAH PEGUNUNGAN KULONPROGO-YOGYAKARTA Asmoro Widagdo 1* Subagyo Pramumijoyo 1 Agung Harijoko 1 Ari Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Geologi UGM 2 Jurusan Fisika, fakultas MIPA UGM *Email : [email protected] SARI Kulonprogo merupakan batas barat dari dataran rendah Yogyakarta, sebuah daerah pegunungan dan perbukitan yang tersusun atas batuan volkanik dan batuan sedimen yang memiliki rekaman struktur geologi yang panjang. Kehadiran batuan sediman tua berumur Eosen, batuan volkanik berumur Oligosen-Miosen, batuan sedimen karbonat berumur Miosen di Kulonprogo kemungkinan di kontrol oleh struktur-struktur geologi tertentu. Kajian struktur geologi di Pegunungan Kulonprogo dilakukan guna mengetahui jenis-jenis struktur geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM, pengukuran data-data kekar, sesar dan lipatan. Gambaran struktur geologi dari data primer dikombinasikan dengan sumber-sumber sekunder digunakan untuk mejelaskan sebaran batuan yang ada. Sebaran batuan Eosen di Kulonprogo sangat dikontrol oleh struktur sesar naik yang berarah timurlaut-baratdaya atau gaya berarah ternggara, batuan ini menjadi alas bagi batuan vulkanik Oligo-Miosen yang hadir kemudian. Kehadiran 3 gunungapi berumur Oligosen-Miosen dikontrol oleh kelurusan sesar geser kiri berarah utara timurlaut dengan gaya berarah Utara-Selatan. Batuan gunung api Oligo-Miosen Gajah dan Ijo menjadi alas bagi batuan sedimen karbonat Formasi Jonggrangan. Batuan gunung api Oligo-Miosen Gajah, Ijo serta batuan karbonat Formasi Jonggrangan menjadi alas bagi gunung api Miosen Akhir Menoreh. Sesar nomal baratlaut-tenggara hadir memotong batuan-batuan Formasi Kebo-Butak dan Jonggrangan. Kata Kunci : Struktur geologi, kekar, sesar, kelurusan, Kulonprogo. I. PENDAHULUAN Pembagian urutan stratigrafi Pegunungan Kulonprogo sebagai dasar berbagai kajian geologi yang lainnya telah diakukan dalam banyak penelitian. Kehadiran berbagai batuan di Pegunungan Kulonprogo dipengaruhi oleh serangkaian peristiwa tektonis yang telah terjadi sebelum, selama dan setelah pembentukannya. Kajian struktur geologi yang ada akan mendukung kajian yang lainnya seperti kajian geomorfologi, stratigrafi, vulkanologi, mineralisasi dan lain-lain. Kajian struktur geologi terhadap batuan sedimen dan batuan gunung api Oligo-Miosen di Kulonprogo merupakan hal baru dan sangat penting. Van Bemmelen, 1949, menyebut seluruh batuan vulkanik di Kulonprogo ini sebagai Formasi Andesit Tua (OAF/Old Andesite Formation). Penyebutan ini digunakannya untuk menyebut seluruh batuan gunung api yang berumur Oligo-Miosen. Van Bemmelen, 1949, menggunakan istilah Formasi Andesit Tua untuk menyebut batuan vulkanik di Kulonprogo, dan juda batuan berumur Oligosen-Miosen di Pulau Jawa dan Sumatra.

Upload: others

Post on 09-Jan-2020

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

9

KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI

TERHADAP SEBARAN BATUAN-BATUAN

DI DAERAH PEGUNUNGAN KULONPROGO-YOGYAKARTA

Asmoro Widagdo1*

Subagyo Pramumijoyo1

Agung Harijoko1

Ari Setiawan2 1Jurusan Teknik Geologi UGM

2Jurusan Fisika, fakultas MIPA UGM

*Email : [email protected]

SARI Kulonprogo merupakan batas barat dari dataran rendah Yogyakarta, sebuah daerah pegunungan dan

perbukitan yang tersusun atas batuan volkanik dan batuan sedimen yang memiliki rekaman struktur

geologi yang panjang. Kehadiran batuan sediman tua berumur Eosen, batuan volkanik berumur

Oligosen-Miosen, batuan sedimen karbonat berumur Miosen di Kulonprogo kemungkinan di kontrol

oleh struktur-struktur geologi tertentu.

Kajian struktur geologi di Pegunungan Kulonprogo dilakukan guna mengetahui jenis-jenis struktur

geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan

interpretasi kelurusan melalui citra DEM, pengukuran data-data kekar, sesar dan lipatan. Gambaran

struktur geologi dari data primer dikombinasikan dengan sumber-sumber sekunder digunakan untuk

mejelaskan sebaran batuan yang ada.

Sebaran batuan Eosen di Kulonprogo sangat dikontrol oleh struktur sesar naik yang berarah

timurlaut-baratdaya atau gaya berarah ternggara, batuan ini menjadi alas bagi batuan vulkanik

Oligo-Miosen yang hadir kemudian. Kehadiran 3 gunungapi berumur Oligosen-Miosen dikontrol oleh

kelurusan sesar geser kiri berarah utara timurlaut dengan gaya berarah Utara-Selatan. Batuan

gunung api Oligo-Miosen Gajah dan Ijo menjadi alas bagi batuan sedimen karbonat Formasi

Jonggrangan. Batuan gunung api Oligo-Miosen Gajah, Ijo serta batuan karbonat Formasi

Jonggrangan menjadi alas bagi gunung api Miosen Akhir Menoreh. Sesar nomal baratlaut-tenggara

hadir memotong batuan-batuan Formasi Kebo-Butak dan Jonggrangan.

Kata Kunci : Struktur geologi, kekar, sesar, kelurusan, Kulonprogo.

I. PENDAHULUAN

Pembagian urutan stratigrafi Pegunungan

Kulonprogo sebagai dasar berbagai kajian

geologi yang lainnya telah diakukan dalam

banyak penelitian. Kehadiran berbagai

batuan di Pegunungan Kulonprogo

dipengaruhi oleh serangkaian peristiwa

tektonis yang telah terjadi sebelum, selama

dan setelah pembentukannya. Kajian

struktur geologi yang ada akan mendukung

kajian yang lainnya seperti kajian

geomorfologi, stratigrafi, vulkanologi,

mineralisasi dan lain-lain. Kajian struktur

geologi terhadap batuan sedimen dan batuan

gunung api Oligo-Miosen di Kulonprogo

merupakan hal baru dan sangat penting.

Van Bemmelen, 1949, menyebut seluruh

batuan vulkanik di Kulonprogo ini sebagai

Formasi Andesit Tua (OAF/Old Andesite

Formation). Penyebutan ini digunakannya

untuk menyebut seluruh batuan gunung api

yang berumur Oligo-Miosen. Van

Bemmelen, 1949, menggunakan istilah

Formasi Andesit Tua untuk menyebut

batuan vulkanik di Kulonprogo, dan juda

batuan berumur Oligosen-Miosen di Pulau

Jawa dan Sumatra.

Page 2: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

10

Barianto, et al., 2010, mengemukakan

bahwa Hasil kegiatan vulkanisme yang

pertama muncul di Kulonprogo membentuk

Formasi Gajah yang berumur Oligosen.

Batuan gunung api ini kemudian diintrusi

oleh Formasi Ijo pada Miosen Tengah.

Selanjutnya pada Miosen Akhir lahir

vulkanisme Gunung Api Menoreh di bagian

utara Pegunungan Kulonprogo. Barianto

telah melakukan pengurutan stratigrafi

gunung api di Pegunungan Kulonprogo.

Sudradjat, dkk., 2010, mengemukakan

bahwa morfologi Pegunungan Kulonprogo

disebabkan oleh kecenderungan pola umum

dari tektonik yang telah terjadi di Pulau

Jawa sejak Kala Eosen. Bentuk morfologi

elips dari pegunungan ini sangat mungkin

dikendalikan oleh kecenderungan umum

dari struktur basement Pulau Jawa sebagai

hasil dari pola geotektonik yang ada. Pola-

pola ini berasosiasi dengan tektonik regional,

pola Meratus berusia Eosen, pola Sunda atau

pola Sumatera berumur Miosen Atas dan

terakhir pola Jawa dengan umur Pliosen.

Arah dari pola-pola tersebut masing-masing

adalah SW-NE, NNW-SSE dan E-W.

Harjanto, 2011, yang melakukan penelitian

mengenai vulkanostratigrafi di daerah

Kulonprogo dengan melakukan pembagian

batuan atau endapan gunungapi yang

dimaksudkan untuk menggolongkan batuan

atau endapan secara bersistem berdasarkan

sumber, deskripsi dan genesa. Urutan

gunung api dari yang tertua menurut

Harjanto, 2011, adalah Gunung Api Ijo,

Gunung Api Jongrangan (Gunung Gajah)

dan termuda Gunung Api Sigabug (Gunung

Menoreh).

Harjanto, 2011, mengemukakan bahwa

Formasi Kebobutak diintrusi oleh batuan

intrusi dangkal yang berupa mikrodiorit,

andesit dan dasit yang pada umumnya telah

mengalami ubahan. Rahardjo dkk., 1995 dan

Rahardjo, dkk., 2012, menggambarkan

batuan andesit berada di tengah-tengah

tubuh Formasi Kebobutak dan dasit hadir di

dalam batuan andesit.

II. STRATIGRAFI REGIONAL

Tatanan stratigrafi daerah Pegunungan

Kulonprogo dapat dibedakan dalam

kelompok batuan sedimen dan kelompok

batuan gunung api. Batuan sedimen sebagai

dasar tersusun oleh dominasi batulempung-

batupasir kuarsa dan batugamping yang

disebut Formasi Nanggulan. Batuan sedimen

Formasi Nanggulan sebagai dasar batuan

volkanik Formasi Kebobutak. Formasi

Nanggulan dan Kebobutak tersebut diintrusi

oleh batuan intrusi dangkal yang berupa

mikrodiorit, andesit dan dasit yang pada

umumnya telah mengalami ubahan.

Kelompok gunungapi ini ditutupi secara

tidak selaras oleh endapan laut dangkal

Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo.

a. Batuan Pra-Tersier

Di Bagian utara pegunungan Kulonprogo, di

daerah Kali Duren-Kali Sileng Kecamatan

Borobudur, Kabupaten Magelang, dijumpai

keterdapatan batuan metamorf sebagai

fragmen penyusun dari breksi volkanik

Formasi Kebobutak. Berdasarkan asosiasi

mineralnya batuan metamorf ini termasuk

kedalam fasies sekis hijau dan fasies

amfibolit (Utama dan Sutanto, 2013).

Diketemukannya batuan metamorf sebagai

fragmen pada breksi volkanik ini menjadi

petunjuk yang menarik bagi informasi

geologi perbukitan Menoreh. Kehadiran

batuan metamorf di perbukitan Kulonprogo

ini memunculkan pertanyaan asal-usul

batuan tersebut, sedangkan batuan metamorf

tidak pernah menjadi litologi penyusun

stratigrafi daerah Pegunungan Kulonprogo

(Utama dan Sutanto, 2013).

b. Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi

di daerah Kalisongo, Nanggulan. Van

Bemmelen, 1949, menjelaskan bahwa

formasi ini merupakan batuan tertua

di Pegunungan Kulonprogo dengan

lingkungan pengendapannya adalah litoral

pada fase genang laut. Litologi penyusunnya

terdiri-dari batupasir dengan sisipan lignit,

napal pasiran, batulempung dengan konkresi

Page 3: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

11

limonit, sisipan napal dan batugamping,

batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan

moluska, diperkirakan ketebalannya 350 m.

Berdasarkan atas studi foraminifera

planktonik, maka Formasi Nanggulan ini

mempunyai kisaran umur antara Eosen

Tengah sampai Oligosen. Formasi ini

dijumpai terutama pada sisi timur Gunung

Gajah dan sisi timur Gunung Ijo.

c. Formasi Kebobutak/Andesit Tua

Formasi ini diendapkan secara tidak selaras

di atas Formasi Nanggulan.

Litologinya berupa breksi volkanik dengan

fragmen andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi,

sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta

batupasir volkanik yang tersingkap di

banyak lokasi di daerah Kulonprogo.

Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah,

utara, dan barat daya daerah Pegunungan

Kulonprogo yang membentuk morfologi

pegunungan bergelombang sedang hingga

terjal. Ketebalan formasi ini kira-kira

mencapai 600 m. Berdasarkan fosil

Foraminifera planktonik yang dijumpai

dalam napal dapat ditentukan umur Formasi

Andesit Tua yaitu Oligosen Atas.

d. Formasi Jonggrangan

Di atas Formasi Andesit Tua diendapkan

Formasi Jonggrangan secara tidak selaras.

Formasi ini secara umum, bagian bawah

terdiri dari konglomerat, napal tufan, dan

batupasir gampingan dengan kandungan

moluska serta batulempung dengan sisipan

lignit. Di bagian atas, komposisi formasi ini

berupa batugamping berlapis dan

batugamping koral. Morfologi yang

terbentuk dari batuan penyusun formasi ini

berupa pegunungan dan perbukitan kerucut

dan tersebar di bagian tengah dan utara

Pegunungan Kulonprogo (Gambar 2).

Ketebalan batuan penyusun formasi ini 250-

400 meter dan berumur Miosen Bawah-

Miosen Tengah. Formasi ini di bagian

bawah menjemari dengan bagian bawah

Formasi Sentolo.

e. Formasi Sentolo

Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi

Jonggrangan, diendapkan juga secara tidak

selaras Formasi Sentolo (Gambar 2).

Hubungan Formasi Sentolo dengan Formasi

Jonggrangan adalah menjari. Foramasi

Sentolo terdiri dari batugamping dan

batupasir napalan. Bagian bawah terdiri atas

konglomerat yang ditumpuki oleh napal

tufan dengan sisipan tuf. Batuan ini ke arah

atas berangsur-angsur berubah menjadi

batugamping berlapis bagus yang kaya akan

foraminifera. Ketebalan formasi ini sekitar

950 m.

III. SAMPEL DAN METODE

PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui serangkaian

kegiatan interpretasi citra dan pengamatan

terbatas yang dilakukan di lapangan.

Interpretasi citra dilakukan dengan

menggunakan citra SRTM (Shuttle Radar

Topography mission) dengan ketelitian 30

meter untuk daerah Kulonprogo dan

sekitarnya. Pada citra SRTM dilakukan

delineasi kelurusan baik kelurusan struktur

geologi maupun maupun bentuk melingkar

dari tubuh gunung api Oligo-Miosen yang

ada di Pegunungan Kulonprogo.

Terhadap pola kelurusan struktur dan pola

sebaran tubuh gunung api Oligo-Miosen

dilakukan peninjauan lapangan. Hasil

interpretasi citra dan peninjauan lapangan

dihubungkan dengan sebaran batuan pada

peta geologi yang ada menghasilkan

hubungan antara struktur geologi dengan

sebaran formasi-formasi batuan yang ada di

Pegunungan Kulonprogo.

IV. DATA DAN ANALISIS

Batuan vulkanik Pegunungan Kulonprogo

dalam Peta Geologi Regional menurut

Rahardjo, dkk., 1995, hanya disebutkan

terdiri atas Formasi Kebobutak, Intrusi

Andesit dan Intrusi Dasit (Gambar 1).

Pembagian lebih rinci dalam peta regional

ini belum dilakukan. Beberapa penelitian

selanjutnya seperti yang dilakukan oleh

Barianto, et al., 2010 dan Harjanto, 2011

Page 4: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

12

membagi produk vulkanisme ini dalam

beberapa kelompok berdasarkan pada pusat

erupsinya.

Interpretasi peta topografi dan citra

menunjukkan bahwa sebaran batuan gunung

api Gajah di bagian tengah Pegunungan

Kulonprogo tertutupi oleh batuan hasil

erupsi Gunung Ijo di selatan. Gunung Ijo

lebih menunjukkan pola melingkar (circular

features) yang masih utuh, sedangkan

Gunung Gajah sudah tidak lagi

menunjukkan struktur ini (Gambar 1 dan 2).

Hal ini terjadi karena Gunung Gajah tertutup

oleh kehadiran batuan Gunung Ijo.

Hubungan saling potong memotong (cross-

cutting relationship) ini menunjukkan

bahwa Gunung Gajah hadir lebih dahulu

baru kemudian Gunung Ijo hadir menutup

sebagian tubuh Gunung Gajah (Gambar 1

dan Gambar 2).

Gunung api Miosen Akhir Menoreh terletak

di bagian utara rangkaian Pegunungan

Kulonprogo. Kenampakan struktur setengah

melingkar pada bagian tengah gunung api

ini dapat dikenali dengan mudah. Batuan

gunung api ini menumpang diatas tubuh

batuan gunung api Gajah yang terletak di

sebelah selatannya. Batuan ini juga

menumpang diatas Formasi Jonggrangan

(Gambar 3). Hubungan tubuh gunung api

Menoreh ini dengan tubuh batuan gunung

api Gajah dan Formasi Jonggrangan adalah

menumpang secara tidak selaras. Kehadiran

fragmen-fragmen batugamping formasi

Jonggrangan dalam endapan lahar gunung

api Menoreh memperkuat hal ini.

V. DISKUSI

Syafri, dkk., 2013 menyebutkan ekspresi

morfologi yang unik dari Pegunungan

Kulonprogo disebabkan karena

kecenderungan umum dari tektonik yang

bekerja di Pulau Jawa semenjak Kala Eosen.

Morfologi berbentuk eliptik pegunungan ini

sangat dipengaruhi oleh kecenderungan

umum struktur pada batuan dasar Pulau

Jawa sebagai produk geotektonik tersebut.

Konfigurasi dari geologi dinamik yang

terjadi di Kulonprogo nampak mengikuti

tektonik umum daripada mekanisme

undulasi. Gaya tektonik utama maksimum

dengan arah horisontal kemungkinan lebih

dominan dalam pembentukan Pegunungan

Kulonprogo daripada gaya-gaya vertikal.

Gambaran kelurusan struktur sesar yang

berkembang di Pegunungan Kulonprogo

secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3.

Kelurusan berarah baratlaut-tenggara secara

umum banyak berkembang pada bagian

tengah dan selatan Pegunungan Kulonprogo.

Bagian tengah ini merupakan tubuh dari

pusat vulkanisme Gajah menurut Barianto,

et al, 2010 dan Harjanto, 2011 menyebutnya

sebagai pusat vulkanisme Gunung Api

Jongrangan. Barianto, et al, 2010,

mengemukakan bahwa Hasil kegiatan

vulkanisme Paleogen yang pertama muncul

di Pegunungan Kulonprogo membentuk

Formasi Gajah yang berumur Oligosen di

bagian tengah Pegunungan Kulonprogo.

Soeria-Atmadja, et al, 1994, menyebutkan

umur Gunung Api Gajah adalah 25.4-29.6

Juta tahun. Dengan demikian kelurusan

berarah baratlaut-tenggara pada Gunung

Gajah berumur Miosen Awal atau tidak

lebih muda dari umur Gunung Ijo.

Kelurusan struktur berarah barat laut-

tenggara juga banyak berkembang pada

bagian selatan pegunungan Kulonprogo.

Barianto, et al, 2010 dan Harjanto, 2011

menyebutnya sebagai tubuh gunung api Ijo.

Barianto, et al, 2010 menyebutnya sebagai

tubuh gunung api yang hadir setelah Gunung

Gajah pada Miosen Tengah. Soeria-Atmadja,

et al, 1994, menyebutkan umur Gunung Api

Ijo adalah 17,0+2.0 hingga 16.0+2.2 Juta

tahun (Miosen Tengah). Pada tubuh gunung

api ini kelurusan berarah barat laut-tenggara

dijumpai berkembang pada bagian selatan

dan timur. Kelurusan ini membentuk kurva

sehingga pada bagian baratlaut gunung Ijo

berubah arah menjadi berarah barat-timur.

Kelurusan ini diperkirakan sebagai

kelurusan sesar normal dengan kenampakan

yang jelas pada Gambar 3 di bagian barat

laut Gunung Ijo atau di daerah Kaligesing-

Purworejo. Sesar-sesar normal ini memiliki

kemiringan ke arah barat daya.

Page 5: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

13

Kelurusan struktur berarah utara-selatan

banyak berkembang di bagian selatan, barat

dan utara Pegunungan Kulonprogo. Pada

peta geologi regional menurut Rahardjo dkk.,

1995, (Gambar 1) kelurusan ini

digambarkan sebagai sesar mendatar

mengiri yang memotong Formasi Kebobutak

dan andesit di bagian selatan Gunung Ijo di

daerah Sangon.

Di bagian utara Pegunungan Kulonprogo

kelurusan ini memotong batuan gunung api

termuda di pegunungan Kulonprogo.

Barianto, et al, 2010 dan Harjanto, 2011,

menyebutkan pada Miosen Akhir lahir

vulkanisme Gunung Api Menoreh di bagian

utara Pegunungan Kulonprogo. Umur

absolut gunung api Menoreh menurut

Setijadji, 2005 dalam Barianto, 2010 dan

menurut Akmaludin, dkk., 2005, adalah

11.4+0.7 dan 12.4+0.7 Juta tahun yang lalu

atau Miosen Atas. Sehingga umur struktur

ini dipastikan terjadi lebih muda dari Miosen

Atas. Di pegunungan Menoreh kelurusan

sesar ini menunjukkan adanya pergeseran

mengiri (Gambar 9).

Kelurusan struktur berarah barat-timur

banyak berkembang di bagian baratdaya dan

timur laut Pegunungan Kulonprogo. Di

bagian barat daya kelurusan ini berkembang

pada batuan Kebobutak dari Gunung api Ijo.

Di bagian ini kelurusan ini membentuk

kurva yang kemudian berubah arah menjadi

baratlaut-tenggara. Diinterpretasikan

kelurusan ini sebagai kelurusan sesar normal

dengan kemiringan ke arah selatan.

Sementara di bagian timurlaut kelurusan ini

membentuk blok-blok sesar normal pada

batan Formasi Kebo Butak gunung api

Menoreh dengan kemiringan ke utara.

Ekspresi kelurusan struktur geologi dapat

dilihat dalam diagram mawar (Gambar 4)

dengan kelurusan berarah N-S dan NW-SE

adalah kecenderungan arah yang paling

dominan di daerah Kulonprogo. Kelurusan

lainnya berarah barat-timur juga memiliki

persentase yang signifikan di Pegunungan

Kulonprogo.

Sebaran batuan di Pegunungan Kulonprogo

dalam peta geologi regional menurut

Rahardjo 1995 (Gambar 1) menunjukkan

adanya kelurusan tertentu. Penggambaran

kelurusan sebaran formasi batuan ini secara

sederhana digambarkan pada Gambar 5.

Formasi Nanggulan (dengan kode “Teon”

pada peta geologi regional) pada Gambar 1

dan Gambar 5, menunjukkan pola sebaran

berarah timurlaut-barat daya atau dengan

trend sekitar N45oE. Formasi ini di bagian

baratdaya dijumpai di sekitar daerah Kokap

(Van Bemmelen, 1949). Di bagian timur

formasi Nanggulan dijumpai di daerah

Nanggulan dan Girimulyo. Secara umum

Formasi Nanggulan ini hanya muncul di

bagian Timur Pegunungan Kulonprogo,

sementara di sisi barat tidak dijumpai. Hal

ini mengindikasikan adanya beberapa

kemungkinan sebagai penyebabnya. Pertama,

adanya kemungkinan Formasi Nanggulan

membentuk tinggian-tinggian di bagian

timur Pegunungan Kulonprogo pada saat

pembentukan Formasi Kebobutak atau saat

hadirnya vulkanisme yang intensif di

Pegunungan Kulonprogo. Kemungkinan

kedua, adanya pengangkatan oleh sesar naik

(Gambar 6) yang menyebabkan

terangkatnya Formasi Nanggulan sehingga

muncul membentuk tinggian-tinggian di

bagian timur Pegunungan Kulonprogo.

Batuan Intrusi Dasit (da) di bagian sisi barat

Pegunungan Kulonprogo pada Gambar 1,

Gambar 5 dan Gambar 7, menunjukkan pola

sebaran berarah utara timurlaut-selatan barat

daya atau dengan trend sekitar N25oE.

Batuan ini muncul di daerah Bagelen dan

Kaligesing Kabupaten Purworejo serta di

daerah sebelah barat Borobudur Kabupaten

Magelang. Secara umum batuan ini hanya

muncul di bagian barat Pegunungan

Kulonprogo, sementara di sisi timur tidak

diketemukan batuan ini. Kajian umur dari

batuan ini belum dilakukan sehingga masih

terdapat pertanyaan mengenai hubungan

antara batuan dasit ini dengan kelompok

batuan Intrusi Andesit di sekitarnya.

Batuan Intrusi Andesit di bagian tengah

Pegunungan Kulonprogo, juga membentuk

Page 6: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

14

kelurusan yang berarah relatif utara-selatan

(Gambar 1, 2 dan 5). Batuan ini menjadi

fasies pusat dari pusat-pusat vulkanik yang

ada di Pegunungan Kulonprogo. Kehadiran

struktur geologi dan posisinya sebagai fasies

pusat menyebabkan berkembangnya alterasi

dan mineralisasi di bagian batuan intrusi

andesit ini. Harjanto, 2010, menyebut daerah

fasies pusat/central ini sebagai tempat

terbentuknya batuan ubahan epidot-klorit-

kalsit di sisi barat Gunung Gajah yakni di

daerah Kaligesing.

Di bagian selatan pada tubuh gunung Ijo,

karena kelompok batuan intrusi andesit ini

merupakan lokasi terbentuknya fluida

hidrotermal, maka mengakibatkan

terbentuknya batuan ubahan bahkan

mineralisasi di daerah Kokap dan sekitarnya

(Purnamawati dan Tapilatu, 2012). Setiabudi,

2005, mengemukakan di daerah Sangon

yang merupakan fasies central, dijumpai

mineralisasi emas dalam urat kuarsa

mengandung sulfida. Mineralisasi kadang-

kadang berasosiasi dengan lempung ubahan

filik-argilik yang penyebarannya dikontrol

oleh bidang-bidang rekahan membentuk

stockwork veins. Harjanto dkk, 2009,

menyebutkan di bagian selatan daerah

Kulonprogo yaitu daerah Bagelen, Sangon

dan Plampang terdapat daerah prospek

mineralisasi emas.

Batuan intrusi andesit sebagai fasies central

Gunung Menoreh, sebagai tempat keluarnya

magma tampak di bagian tengah struktur

setengah lingkaran. Dicirikan oleh asosiasi

batuan beku yang berupa kubah lava dan

intrusi seperti volcanic necks, sill, retas

(Idrus, dkk., 2013; Idrus, dkk., 2014;

Rahardjo, dkk., 1995; Rahardjo, dkk., 2012).

Daerah ini merupakan lokasi terbentuknya

fluida hidrotermal, oleh karenanya

mengakibatkan terbentuknya batuan ubahan

atau bahkan mineralisasi di daerah Gunung

Gupit di daerah Kecamatan Salaman dan

Kecamatan Borobudur, Kabupaten

Magelang (Idrus, dkk., 2013) dan di daerah

Kalisat Magelang (Idrus, dkk., 2014).

Batuan Formasi Kebobutak (Tmok) di

bagian sisi barat Pegunungan Kulonprogo

pada Gambar 1 dan Gambar 5, menunjukkan

pola sebaran berarah utara timurlaut-selatan

barat daya atau dengan kecenderungan arah

sekitar N20oE. Formasi Kebobutak sebagai

batuan utama di Pegunungan Kulonprogo

membentuk pola-pola kelurusan berarah

utara timurlaut di sisi barat. Kelurusan ini

membatasi Pegunungan Kulonprogo sisi

baratdaya dengan dataran aluvial Purworejo.

Di bagian barat Pegunungan Kulonprogo

kelurusan ini membatasinya dengan

rangkaian Pegunungan Serayu Selatan

bagian timur.

Batuan Formasi Jonggrangan (Tmj) di

bagian tengah Pegunungan Kulonprogo pada

Gambar 1 dan Gambar 5, Gambar 7,

menunjukkan pola sebaran berarah utara

timurlaut-selatan barat daya atau dengan

kecenderungan arah/trend sekitar N25oE.

Batuan ini muncul di daerah Girimulyo,

Samigaluh dan Kaligesing Kabupaten

Purworejo dan di daerah sebelah selatan

Borobudur Kabupaten Magelang. Secara

umum batuan ini hanya muncul di bagian

tengah dan timur Pegunungan Kulonprogo,

sementara di sisi selatan tidak diketemukan

batuan ini. Batuan Formasi Jonggrangan

tidak hanya menempati tinggian

Pegunungan Kulonprogo, atau yang telah

dikenal sebagai Plato Jonggrangan, namun

juga menempati daerah rendahan di sisi

timur di daerah Samigaluh, dan sedikit di

sisi barat di daerah Kaligesing. Hal ini

memunculkan dugaan adanya sesar naik

yang mengangkat Formasi Jonggrangan

sehingga tersebar bukan hanya berada di

daerah rendahan namun juga di daerah

tinggian (Gambar 7).

Batuan Formasi Jonggrangan di daerah

Kokap (Gambar 8) terpotong-potong oleh

sesar-sesar normal berarah baratlaut-

tenggara. Sesar normal dengan kemiringan

ke baratdaya ini memotong Formasi

Jonggrangan menjadi bagian-bagian yang

lebih kecil. Hal ini menyebabkan

batugamping Formasi Jonggrangan pada

Gambar 1 dan 8 tampak menempati daerah

tinggian dan rendahan.

Page 7: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

15

Formasi Sentolo (dengan kode “Tmps” pada

peta geologi regional) pada Gambar 1, 5 dan

6, menunjukkan pola sebaran berarah

timurlaut-barat daya atau dengan

kecenderungan arah sekitar N45oE.

Kecenderungan arah trend ini sejajar dengan

arah kelurusan sebaran Formasi Nanggulan.

Keterdapatan Formasi ini di Kulonprogo

juga hanya dijumpai pada sisi timur

Pegunungan Kulonprogo. Formasi ini hilang

di sisi barat Gunung Gajah dan Gunung Ijo.

Hilangnya formasi ini di sisi barat

kemungkinan terjadi akibar sesar turun yang

membuatnya bergerak turun dan tertutup

endapan aluvial Purworejo atau juga dapat

dimungkinkan karena sesar naik yang

mengangkat Pegunungan Kulonprogo ke

atas Formasi Sentolo di sisi barat

Pegunungan Kulonprogo.

VI. KESIMPULAN

1. Sebaran batuan di Pegunungan

Kulonprogo dikontrol oleh struktur

tubuh gunung api dan struktur geologi

sekunder.

2. Struktur tubuh gunung api mengontrol

sebaran batuan vulkanik menjadi

batuan gunungapi Gajah, Ijo dan

Menoreh.

3. Struktur sekunder yang mengontrol

sebaran batuan di Pegunungan

Kulonprogo berupa struktur sesar

normal baratlaut-tenggara, sesar naik

baratdaya-timurlaut dan sesar geser

berarah utara timurlaut.

VII. ACKNOWLEDGEMENT

Terimakasih kepada Departemen Pendidikan

Tinggi, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia yang telah

memberikan pembiayaan bagi kelancaran

studi penulis mengenai struktur geologi di

Pegunungan Kulonprogo. Banyak terima

kasih kami sampaikan kepada teman-teman

di Program Doktor, Jurusan Teknik Geologi-

Universitas Gadjah Mada, untuk diskusi

yang telah dilakukan dalam mendukung

terselesaikannya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akmaluddin, Setijadji, D.L., Watanabe, K., and Itaya, T., 2005, New Interpretation on Magmatic Belts

Evolution During the Neogene-Quarternary Periods as Revealed from Newly Collected K-Ar

Ages from Central-East Java, Indonesia, Proceedings Joint Convention Surabaya-HAGI-

IAGI-PERHAPI, The 30th HAGI, The 34th IAGI, and The 14th PERHAPI Annual Conference

and Exhibition, Surabaya.

Barianto, D.H., Kuncoro, P., Watanabe, K., 2010, The Use of Foraminifera Fossils for Reconstructing

the Yogyakarta Graben, Yogyakarta, Indonesia, Journal of South East Asian Applied Geology,

May-August 2010, Vol 2(2), pp 138-143.

Harjanto, A., Suparka, E., Asikin, S., Yuwono, Y.S., 2009, Endapan Emas Epitermal Berumur Neogen

di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ilmu Kebumian

Teknologi Mineral, Vol. 22, No. 2.

Harjanto, A., 2010, Alterasi Akibat Proses Hidrotermal di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya-Daerah

Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ilmu Kebumian Teknologi Mineral, vol. 23-no. 3.

Harjanto, A., 2011, Vulkanostratigrafi di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4 No. 2, Yogyakarta.

Idrus, A., Warmada, I.W. dan Putri, R.I., 2013, Mineralisasi Emas di Gunung Gupit, Magelang, Jawa

Tengah: Sebuah Penemuan Baru Prospek Emas Tipe Epitermal Sulfida Tinggi Pada

Rangkaian Pegunungan Kulonprogo-Menoreh, Annual Engineering Seminar 2013,

Proceeding, FT-UGM, Yogyakarta.

Page 8: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

16

Idrus, A., Warmada, I.W., Satriadi dan Nabila A.W., 2014, Mineralisasi Emas di Kalisat Magelang,

Jawa Tengah: Prospek Emas Tipe Epitermal Sulfida Rendah Di Pegunungan Kulonprogo-

Menoreh, Annual engineering Seminar 2014, FT-UGM, Yoyakarta

Purnamawati, D.I., dan Tapilatu, S.R., 2012, Genesa dan Kelimpahan Mineral Logam Emas dan

Asosiasinya Berdasarkan Analisis Petrografi dan Atomic Absorbsion Spectophotometri (AAS)

di Daerah Sangon, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi DIY, Jurnal Tenologi Vol. 5 No.2

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, HMD., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, HMD., 2012, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Pusat

Survey Geologi-Badan geologi-Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Setiabudi, B.T., 2005, Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas Di Daerah Sangon,

Kabupaten Kulonprogo, Propinsi D.I. Yogyakarta, Kolokium Hasil Lapangan, Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral/DIM 2005

Soeria-Atmadja,R., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgopawir, H., Polves, M., and Priadi, B., 1994,

Tertiary Magmatic Belts In Java, Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol 9, No.1.

Sudradjat, A., Syafri, I., dan Budiadi, E., 2010, The Geotectonic configuration of Kulonprogo Area,

Yogyakarta, Proceeding PIT IAGI Lombok 2010, The 39th IAGI Convention and Exhibition,

Lombok.

Syafri, I., Budiadi, E. dan Sudrajad, A., 2013, Geotectonic Configuration of Kulon Progo Area,

Yogyakarta Konfigurasi Tektonik Daerah Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesian Journal of

Geology, Vol. 8 No. 4.

Utama, H.W., Sutanto, 2013, Arti Penting Fragmen Breksi Sebagai Identifikasi Basement Perbukitan

Menoreh Daerah Kaliduren serta Kesebandingannya Terhadap Fragmen Batuan Metamoorf di

Daerah Selogiri, Jawa Tengah, Proseiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6, T. Geologi

UGM, Yogyakarta.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol. IA, General Geology of Indonesia and

Adjacent Archipelago, Government Printing Office, The Hague.

.

Page 9: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

17

GAMBAR

Gambar 1. Peta Geologi Regional daerah Pegunungan Kulonprogo (Rahardjo, dkk., 1995).

Gambar 2. Interpretasi sebaran tubuh gunung api penyusun Pegunungan Kulonprogo.

Page 10: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

18

Gambar 3. Peta kelurusan struktur geologi daerah Pegunungan Kulonprogo.

Gambar 4. Diagram mawar kelurusan struktur geologi di Pegunungan Kulonprogo.

Page 11: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

19

Gambar 5. Pola-pola kelurusan batuan di Pegunugan Kulonprogo.

Gambar 6. Indikasi adanya sesar naik sebagai pengontrol sebaran Formasi Nanggulan, Jonggrangan

dan Sentolo.

Page 12: KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI … · geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

20

Gambar 7. Sebaran batuan dasit dalam batuan Intrusi Andesit di daerah Bagelen Purworejo.

Gambar 8. Sebaran Formasi Jonggrangan yang terpotong sesar.

Gambar 9. Sesar-sesar geser kiri yang memotong batuan Gunung Api Menoreh.