kajian genetika ketahanan tanaman kakao … · v ringkasan rubiyo, kajian genetika ketahanan...

192
KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora Butl) DI INDONESIA R U B I Y O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Upload: duongtuong

Post on 13-Mar-2019

259 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH

(Phytophthora palmivora Butl) DI INDONESIA

R U B I Y O

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa semua pernyataan

dalam disertasi saya yang berjudul:

” Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L)

terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butler) di

Indonesia”

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan

pembimbingan oleh para komisi pembimbing, terkecuali yang dengan jelas

ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2009

Rubiyo NRP:A 161060011

Page 3: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

iii

ABSTRACT

RUBIYO, Genetic Study of Cacao (Theobroma cacao L.) Resistance against Black Pod Disease (Phytophthora palmivora Butl) in Indonesia. Supervised by SUDARSONO, AGUS PURWANTARA, TRIKOESOEMANINGTYAS, and SATRIYAS ILYAS.

Cacao (Theobroma cacao L.) is one of the estate crops having important role in economy Indonesia. Cacao cultivation faces a lot of constraints, such as crop pests and diseases which can reduce the quality and production of cacao. One of the main diseases which attack cacao in Indonesia is black pod disease caused by Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. The disease caused yield losses ranging from 40 to 50% in Indonesia and worldwide. The research on genetic resistance of cacao against the disease caused by P. palmivora in Indonesia is still very limited. This research can assist the effort of cacao breeding to produce cacao clones or hybrids which are resistant against P. palmivora and to establish heritability model of F1 progeny to produce crop materials having some high qualities, so that the production of cacao can be improved. The objectives of this research: (1) To identify P. palmivora species and to study its genetic variation in cacao production centre of some provinces in Indonesia (2) To establish a standard inoculation method for screening in cacao resistance (3) To measure pathogenicity of P. palmivora upon cacao (4) To test cacao germplasm collection against P. palmivora and use them as parental clones to construct F1 hybrids (5) To study the correlation of resistance levels and observed quantitative characters of several cacao clones (6) To study the potency of high general and specific combining abilities and its heterosis effect on diallel crossing of cacao clones so that F1 hybrid with high yield and resistance to P. palmivora and its heritability can be obtained.

In the first part of this research, 24 indigenous isolates of P. palmivora had been isolated from 13 districts and eight provinces in Indonesia. The indigenous isolates produce ellipsoid, globoid, or ovoid sporangia with distinct papillae and pedicel, typical of P. palmivora. Among indigenous isolates, there was no distinct difference in the papilla and their pedicel. Even though the isolates showed similar in morphology, they showed variation in pathogenicity on cacao clones GC 7, ICS 60 and TSH 858. Phytophthora palmivora isolate from Lubuk Basung, West Sumatra was very pathogenic to pods of the three cacao clones. While the isolates JkBwi (12) and KgBwi (8) from Banyuwangi, East Java; PtBdg (7) from Badung, Bali; SsSpg (36) and AgSpg1 (35) from Sopeng, South Sulawesi, and also Pwmnw from Manokwari, West Papua were pathogenic or very pathogenic. The second part showed that inoculation using mycelia inoculum was more efficient than using zoospore, and wounding treatment could assist in accurately detecting cacao seedling resistance against the P. palmivora infection. The estimation of resistance using detached pod was in line with the result of evaluation using cacao seedlings so that the seedlings can be used for an alternative for resistance evaluation against P. palmivora. TSH 858 clone is better to be used as female parent and crossed with Sca 12 as male parent to establish the population of F1 hybrids which are resistant to the P. palmivora infection and have high productivity.

Page 4: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

iv

The third part indicated that inoculation of cacao pods in the field and laboratory for resistance screening gave the similar degree of resistance. Cacao clones showing susceptibility in laboratory have the same susceptibility in the field.

The fourth part indicated that among 35 cacao clones, there were 10 clones which were resistant against P. palmivora infection based on pod inoculation test in laboratory. The clones are: ICCRI 1, ICCRI 3 PA 300, UIT 1, NIC 4, DR 38, ICS 13, TSH 858, Sca 6 and ICS 60. Whereas, the cacao clones showing susceptibility based on inoculation were: RCC 72, KKM 22, NIC 7, DRC 15, DRC 16, RCC71,BL 300, BL 301, KEE2, TSH 908. Genotypes used for the parental clones for future selection process were eight clones: ICCRI 1, ICCRI3, ICS 13, TSH 858, UIT 1, PA 300, NIC 4 and DR38.

The fifth part, based on stomata observation of 10 clones, stomata density in pod and leaf did not show high correlation to the resistance. The number of stomata on resistant and susceptible clones is not significantly different, indicating that cacao clones which are resistant do not always have low stomata density compared to that of susceptible, and vice versa cacao clones which are susceptible do not always have high stomata density in pod and leaf. Study on the activities of chitinase and peroxidase enzymes upon tested clones indicated that there was chitinase role to the resistance of cacao against the infection by P. palmivora. The increase of chitinase activity in resistant clones generally intensified consistently, and so did peroxidase enzyme. Susceptible cacao clones whose peroxidase enzyme activity did not increase were DRC 15 and DRC 16 and they belong to very susceptible clones. The sixth part of the research showed that there was no gene interaction determining the resistance against the disease caused by P. palmivora. Resistance in cacao is mostly influenced by additive gene actions. Dominant genes are mostly found in parental. Heritability values in narrow and bigger sense belong to a high group. Parental clones such as ICCRI 3, TSH 858 and Sca 6 have the highest General Combining Ability. While the combination between ICCRI 3 x Sca 6 has the highest Specific Combining Ability, and therefore this combination is prospective to become a hybrid. The highest heterosis occurs in the crossing between DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6 dan ICS 13 x Sca 6.

Page 5: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

v

RINGKASAN

RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butl) di Indonesia. Dibimbing oleh SUDARSONO, AGUS PURWANTARA, TRIKOESOEMANINGTYAS, dan SATRIYAS ILYAS.

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Budidaya kakao menghadapi banyak kendala di lapangan, antara lain penyakit dan hama tanaman yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kakao. Salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman kakao di Indonesia adalah penyakit busuk buah (black pod) yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora (Butl). Butl. Penyakit busuk buah kakao mengakibatkan kerugian antara 40 sampai 50% di Indonesia, dan di seluruh dunia.

Penelitian genetika ketahanan kakao terhadap penyakit P. palmivora di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini dapat membantu usaha pemuliaan untuk memperoleh bahan tanam yang tahan terhadap penyakit busuk buah dan model pewarisan terhadap F1 nya untuk menghasilkan bahan tanam yang mempunyai beberapa sifat unggul, sehingga produksi kakao dapat ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Melakukan identifikasi spesies P. palmivora dan mengetahui keragaman patogenisitasnya pada lokasi sentra kakao di Indonesia (2) Mengetahui metode inokulasi untuk penapisan ketahanan kakao (3) Mengetahui patogenitas P. palmivora terhadap tanaman kakao (4) Mengetahui dan mendapatkan tanaman kakao yang tahan dan rentan terhadap penyakit P. palmivora di koleksi plasma nutfah kakao untuk digunakan sebagai tetua untuk perakitan hibrida F1 (5) Mengetahui korelasi tingkat ketahanan beberapa klon kakao untuk karakter kuantitatif yang diamati (6) Mengetahui potensi daya gabung umum dan khusus yang tinggi serta efek heterosisnya pada persilangan dialel klon kakao sehingga diperoleh potensi pada hibrida F1 serta heritabilitasnya.

Pada bagian pertama dari penelitian ini telah diperoleh 24 isolat indigenus P. palmivora yang diisolasi dari 13 kabupaten dan delapan provinsi di Indonesia. Isolat indigenus yang didapat mempunyai bentuk sprora ellipsoid, globoid, atau ovoid, tipikal P. palmivora. Di antara isolat tidak terdapat perbedaan yang jelas pada papila dan pediselnya. Meskipun isolat P. palmivora yang didapat secara morfologis hampir sama, terdapat perbedaan yang besar dalam tingkat patogenisitasnya terhadap kakao klon GC 7, ICS 60 atau TSH 858. Isolat P. palmivora LbSbr dari Lubuk Basung, Sumatra Barat diketahui sangat patogenik terhadap ketiga kultivar kakao yang diuji. Isolat JkBwi (12) dan KgBwi (8) dari Banyuwangi, Jawa Timur; PtBdg (7) dari Badung, Bali; SsSpg (36) dan AgSpg1 (35) dari Sopeng, Sulawesi Selatan, serta PwMnw dari Manokwari, Papua Barat bersifat patogenik atau sangat patogenik.

Bagian kedua dari penelitian ini menunjukkan bahwa inokulasi dengan menggunakan inokulum miselia lebih efisien dibandingkan dengan zoospora P. Palmivora, dan perlakuan pelukaan lebih mampu secara akurat menduga respon ketahanan bibit kakao terhadap infeksi P. palmivora. Hasil pendugaan ketahanan menggunakan buah yang dipetik sejalan dengan hasil pengujian menggunakan

Page 6: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

vi

bibit kakao sehingga bibit dapat digunakan sebagai alternatif pengujian ketahanan terhadap P. palmivora. Klon TSH 858 lebih baik untuk digunakan sebagai induk betina dan disilangkan dengan Sca 12 sebagai induk jantan untuk menghasilkan populasi hibrida F1 yang resisten terhadap infeksi P. palmivora dan berpotensi berdaya hasil tinggi.

Bagian ketiga menunjukkan bahwa inokulasi untuk mengetahui ketahanan klon kakao di laboratorium maupun di lapangan menghasilkan ketahanan yang sama. Terdapat perbedaan dalam perkembangan luas bercak dan masa inkubasinya. Umumnya rata-rata luas bercak dan perkembangan yang dihasilkan pada inokulasi di laboratorium lebih besar dibandingkan dengan luas bercak yang di hasilkan pada uji inokulasi di lapangan. Masa inkubasi umumnya di lapangan lebih lamban rata-rata 2 hari dibandingkan dengan inokulasi di laboratorium.

Bagian keempat hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji ketahanan terhadap 35 klon kakao, terdapat 10 klon kakao yang resisten terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji inokulasi buah di laboratorium. Klon kakao tersebut adalah: ICCRI 1, ICCRI 3, PA 300, UIT 1, NIC 4, DR 38, ICS 13, TSH 858, Sca 6 dan ICS 60. sedangkan klon kakao yang menunjukkan hasil rentan berdasarkan hasil inokulasi adalah: RCC 72, KKM 22, NIC 7, DRC 15, DRC 16, RCC71, BL 300, BL 301, KEE2, TSH 908. Genotipe yang digunakan untuk tetua dalam rangka proses seleksi lebih lanjut atau untuk bahan tanam klonal ada delapan klon yaitu: ICCRI 1, ICCRI 3, ICS 13, TSH 858, UIT 1, PA 300, NIC 4 dan DR38.

Bagian kelima menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan stomata pada 10 klon, kerapatan stomata pada daun maupun buah tidak memberikan korelasi yang tinggi terhadap ketahanan. Jumlah stomata tidak berbeda nyata antara kelompok klon yang tahan maupun rentan. Klon kakao yang tahan tidak selalu menghasilkan jumlah kerapatan stomata yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang rentan. Klon kakao yang rentan tidak selalu memiliki jumlah stomata yang banyak di daun maupun pada buah. Aktivitas kitinase dan peroksidase terhadap klon kakao yang diuji mengindikasikan ada peran kitinase terhadap ketahanan kakao dari infeksi P. palmivora. Peningkatan aktivitas kitinase klon yang tahan umumnya lebih meningkat, begitu juga pada enzim peroksidase. Klon kakao yang rentan, dan tidak memiliki peningkatan aktivitas enzim peroksidase adalah klon DRC 15 dan DRC 16, sehingga klon tersebut masuk dalam kelompok sangat rentan.

Bagian ke enam hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi gen yang terjadi dalam menentukan ketahanan terhadap penyakit P. palmivora. Ketahanan kakao banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif dan gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Nilai heritabilitas dalam arti luas maupun heritabilitas dalam arti sempit masuk kelompok tinggi. Tetua ICCRI 3, TSH 858 dan Sca 6 mempunyai DGU yang paling tinggi dibandingkan dengan tetua lainnya. Kombinasi yang mempunyai daya gabung khusus tertinggi adalah kombinasi ICCRI 3 x Sca 6 sehingga kombinasi ini berpeluang menjadi penghasil hibrida. Heterosis tertinggi terdapat pada silangan dari DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6 dan ICS 13 x Sca 6.

Page 7: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

vii

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 8: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

viii

KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH

( Phytophthora palmivora Butl.) DI INDONESIA

R U B I Y O

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 9: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

ix

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir.Yudiwanti Wahyu E.K, MS.

Dr.Ir.Muchdar Sudarjo, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof.Dr.Ir. Sudirman Yahya

Dr.Ir. S. Joni Munarso, MS.

Page 10: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

x

Judul Disertasi : Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butl) di Indonesia

Nama : Rubiyo Nomor Pokok : A 161060011 Program Studi : Agronomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Dr. Ir. Agus Purwantara, APU.

Ketua

Anggota

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Anggota

Prof. Dr.Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 8 Oktober 2009 Tanggal Lulus:

Page 11: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xi

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahiim. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis

sampaikan kehadirat Alloh SWT atas segala karunia dan petunjuk-NYA, sehingga

penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Solawat dan salam

semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa

cahaya dan petunjuk bagi kehidupan umat manusia hingga akhir zaman.

Disertasi dengan judul “Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao

(Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora

palmivora Butl) di Indonesia “ disusun berdasarkan penelitian–penelitian yang

dilakukan di lapangan yang meliputi sembilan propinsi (Sumatra Utara, Sumatra

Barat, Jawa Barat, Jawa timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi

Tenggara dan Papua Barat) saat pengambilan isolat di Indonesia. Penelitian di

laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor, laboratorium

fitopatologi dan kebun percobaan Kaliwining Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia Jember Jawa Timur Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.

Disertasi ini dapat diselesaikan atas kerjasama dan bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, penghargaan dan ungkapan terimakasih yang sebesar besarnya

penulis haturkan kepada ketua komisi pembimbing Prof.Dr.Ir.H.Sudarsono, MSc.,

yang telah memberikan bimbingan tanpa kenal tempat maupun waktu dan arahan

yang sangat mendalam dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi.

Ungkapan penghargaan dan ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada

anggota komisi pembimbing: Dr.H.Agus Purwantara, APU., Dr.Ir.

Trikoesoemaningtyas, MSc., dan Prof.Dr.Ir.Hj.Satriyas Ilyas, MS., yang telah

banyak membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan dalam

pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini. Terimakasih yang sebesar-

besarnya penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Hj.Yudiwanti, MS., dan Dr.Ir.H.

Muchdar Sudarjo, M.Sc yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi saat

sidang tertutup, ucapan dan penghargaan yang sama disampaikan kepada

Dr.Ir.Joni Munarso, MS dan Prof.Dr.Ir.Sudirman Yahya atas perkenannya

menjadi penguji luar komisi pada sidang terbuka.

Page 12: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xii

Berbagai pihak yang telah banyak berperan sehingga penelitian dan

penulisan disertasi dapat diselesaikan. Karena itu ungkapan dan penghargaan

ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Ketua komisi pembinaan tenaga Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian atas kepercayaan, biaya dan fasilitas

yang diberikan selama tugas belajar sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan Program S3 di Institut Pertanian Bogor.

2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah

memberikan beasiswa dan biaya penelitian, ijin dan kesempatan tugas

belajar S3 kepada penulis di Institut Pertanian Bogor

3. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Ketua PS

Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas

kesempatan dan dukungan yang diberikan mulai dari perkuliahan

sehingga penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan

penulisan disertasi ini dengan baik.

4. Dr. H. Darmono Taniwiryono dan Dr.Hj. Endang Nurhayati yang telah

menguji penulis pada ujian lisan Prakualifikasi Program Doktor.

5. Kepala BPTP Bali dan staf atas dukungannya selama penulis mengikuti

tugas belajar program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

6. Direktur Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor-Lembaga Riset

Perkebunan Indonesia atas ijin dan fasilitas yang diberikan selama

penelitian berlangsung di Laboratorium maupun rumah kaca.

8. Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atas ijin dan

fasilitas yang diberikan selama penelitian berlangsung baik di kebun

percobaan Kaliwining maupun Laboratorium dan perpustakaan dalam

studi literatur.

9. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Perguruan Tinggi (KKP3T)

Institut Pertanian Bogor dengan Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian melalui DIPA TA 2007-2009, atas

dukungan dana sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang

menjadi bagian dari disertasi ini.

Page 13: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xiii

10. Staf Pengajar Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu selama penulis mengambil

kuliah untuk program S3 di Institut Pertanian Bogor.

11. Dr.Ir. H. Sutanto Abdulah, SU., Ir.Sri-Sukamto,MP., Ir.Dedy Suhendi,

MS., Ir. Sudarsianto, Ir. Nurkolis, atas bantuannya selama penelitian

berlangsung di laboratorium dan lapangan yang diberikan, juga diskusi-

diskusi yang sangat membantu sehingga sangat dimungkinkan penelitian

berlangsung dengan lancar.

12. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Dr.M.Syukur, Atekan, SP,

M.Si; Alfian Futuhulhadi, S.Si, M.Si atas bantuan dalam analisa data

penelitian ini.

13. Ir.Endang Mufrihati yang telah banyak membantu dalam pengambilan

isolat di Provinsi Sumatera Utara, Sumatra Barat dan Papua Barat,

Ir.Suparti Disbun Sopeng yang telah membantu dalam pengambilan

isolat di daerah Sulawesi Selatan, Ucapan yang sama juga disampaikan

kepada Ir. Ramlan, MP Peneliti di BPTP Sulbar yang membantu dalam

pengambilan isolat di Sulawesi Barat, Imran, SP peneliti BPTP Sulawesi

Tenggara juga membantu pengambilan isolat di daerah Sultra dan Mas

Rahmat (yang dengan tekun membantu dalam isolasi isolat dan

inokulasi di Laboratorium dan Green house Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Bogor).

14. Rekan–rekan di laboratorium dan kebun percobaan Kaliwining: Supandi,

SP., Ir.Dody Sulistyo, Suliono, Sukarmin, Sarkawi, Adi Hario, mbak

Khotijah, Mbak Imsiah, bu Aan, mas Sumarto dan pak Karmidin, dan

berbagai pihak yang telah banyak membantu di kebun maupun di

laboratorium, mulai dari persiapan persilangan hingga inokulasi dan

tabulasi data.

15. Rekan di Lab.Biomol IPB (mbak Minarti, Susiani dan Mas Agus serta

Mas Joko) yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

16. Ir.Achmat Jauhari, MS., Ir.Suprapto, MP. Ir. Arief Musadad, atas segala

bantuan dan dukungannya selama menempuh pendidikan di Bogor.

Page 14: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xiv

17.Terimakasih dan sungkem yang mendalam penulis sampaikan kepada

kedua orang tua penulis: Bapak Yasareja [Alm] dan Ibu Mukinah atas

perjuangan, pengorbanan dan doa yang tidak pernah terhenti dalam

membesarkan dan mendidik penulis.

18.Terimakasih kepada Bapak dan Ibu mertua (Bapak Ismail Mahardi [alm]

dan Ibu Siti Juariah) yang telah mendidik dan memberikan istri yang

sangat baik bagi penulis.

19.Rasa terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

istri tercinta Ir. Endang Mufrihati serta ananda Nicho Nurdebyandaru,

S.Si, Briliandaru Mahardhiyasa Pribadi, Dhimas Upadyandaru SB,

Prabandaru Nuriza Daksa B dan F.Adellia Virgiandaru Huzna yang telah

melengkapi dan memberikan kebahagiaan bagi kehidupan penulis serta

dengan segala pengertian, pengorbanan, kesabarannya dan doa yang

tidak pernah terlupakan selama penulis menyelesaikan studi S3 ini.

20.Terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakak dan adik (Mas Ir.

Zaenal Arifin, mbak Ir.Susilowati, Mas Samsul Hadi, mbak Rohma, dik

Min, dik Mini dik Tugiya, SE, dik Mery beserta keluarga) serta sanak

famili yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

21.Terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian disertasi penulis yang tidak dapat disebutkan satu

persatu dalam tulisan ini.

Semoga bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak

akan menjadi amal baik dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Alloh

SWT. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan khususnya perkakaoan di Indonesia untuk kehidupan

dan kemakmuran kita bersama. Amin.

Bogor, Oktober 2009 Rubiyo

Page 15: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Kidul Yogyakarta tanggal, 11 November

1963 sebagai anak sulung pasangan Yasareja dan Mukinah. Pendidikan sarjana

ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Moch. Sroedji Jember, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 2004 menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Udayana program studi pertanian

lahan kering. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program

Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada

tahun 2006. Beasiswa pendidikan Pascasarjana S3 diperoleh dari Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian – Departemen Pertanian.

Penulis mulai bekerja di Balai Penelitian Perkebunan Jember sekarang

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia tahun 1984 - 1997 sebagai staf pada

bidang pemuliaan tanaman kakao. Mulai tahun 1998 penulis memilih jalur PNS

dan ditempatkan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kendari

lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai Staf Peneliti.

Tahun 2001 sampai sekarang sebagai peneliti di BPTP Bali. Pada tahun 2002-

2004 sebagai Pemimpin Proyek PAATP Bali. Jabatan fungsional Peneliti pertama

diperoleh pada tahun 2000 sebagai Asisten Peneliti Madya bidang budidaya

pertanian dan tahun 2003 sebagai Ajun Peneliti Madya, kemudian jabatan

Peneliti Madya diperoleh pada tahun 2005. Selama menjadi peneliti karya tulis

yang dipublikasikan di Jurnal Ilmiah Nasional sebagai penulis utama 12 buah dan

sebagai penulis kedua 15 buah.

Dua buah karya ilmiah berjudul (1) “Response of 35 Cacao Collections of

Indonesian Coffee and Cacao Research Institute against Phytophthora palmivora

Butl. Infection Based on Detached Pod Assays “ dan (2) Judul” Heritability and

Genetic control of black pod disease caused by P. palmivora infection in cacao”

diterima sebagai makalah dan akan dipresentasikan pada International Cacao

Research Conference (ICRC) di Bali November 2009. Dua artikel telah

diterbitkan dengan judul (1) Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from

Page 16: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xvi

Indonesia, their morfological and pathogenicity characterizations, dan artikel

kedua (2) dengan judul: “Uji ketahanan kakao (Theobroma cacao L.) terhadap

penyakit busuk buah dan efektivitas metode inokulasi” pada Jurnal Pelita

Perkebunan. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3

penulis. Sebagai seorang peneliti pemuliaan kakao bersama dengan peneliti yang

lain pada tahun 2004 dan 2005 telah melepas 4 klon kakao (ICCRI 1, ICCRI 2,

ICCRI 3 dan ICCRI 4) sebagai klon unggul nasional.

Page 17: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... I

KATA PENGANTAR ................................................................................... Ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. Iii

RINGKASAN ................................................................................................ 1

PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................... 1

Perumusan masalah .................................................................................... 5

TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 7

MANFAAT PENELITIAN........................................................................... 7

HIPOTESIS................................................................................................... 8

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 9

A.MorfologiTanaman kakao ...................................................................... 9

B. Keragaman GenetikTanaman kakao...................................................... 11

C. Penyakit Busuk Buah Kakao ................................................................. 12

D. Pengendalian Penyakit Busuk Buah...................................................... 16

E. Mekanisme Ketahanan........................................................................... 17

F Mekanisme Ketahanan Struktural ...........................................................

Mekanisme Ketahanan Biokimia ............................................................

18

20

G. Genetika Ketahan Kakao terhadap Penyakit P.palmivora ..................... 22

H. Analisis Daya Gabung........................................................................... 24

I. Heterosis ................................................................................................. 25

J.Heritabilitas............................................................................................. 26

JUDUL 1. ISOLATION OF INDIGENOUS Phytophthora palmivora FROM INDONESIA, THEIR MORPHOLOGICAL AND PATHOGENICITY CHARACTERIZATIONS................................

28

Abstrak ..................................................................................................... 28

Introduction .............................................................................................. 31

Material and Methods............................................................................... 33

Results and Discussion............................................................................. 36

Conclusions .............................................................................................. 44

Literature Cited ........................................................................................ 45

Page 18: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xviii

JUDUL 2. UJI KETAHANAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH DAN EFEKTIVITAS METODE INOKULASI .......................................................................... 47

Abstrak ..................................................................................................... 48

Pendahuluan ............................................................................................. 49

Bahan dan Metode.................................................................................... 50

Inokulasi pada Buah Kakao...................................................................... 51

Inokulasi pada Bibit ................................................................................. 52

. Pengaruh Genotipe Kakao........................................................................ 52

Hasil dan Pembahasan.............................................................................. 54

Simpulan................................................................................................... 65

Daftar Pustaka .......................................................................................... 66

JUDUL 3. UJI KETAHANAN KAKAO DI LAPANGAN DAN LABORATORIUM TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora Butler)............................................................. 68

Abstract .................................................................................................... 69

Pendahuluan ............................................................................................. 70

Bahan dan Metode.................................................................................... 72

Penelitian uji ketahanan tanaman kakao di laboratorium dan lapangan .. 72

Uji Detached Pod di laboratorium......................................................... 73

Uji ketahanan di lapangan ........................................................................ 73

Hasil dan Pembahasan.............................................................................. 74

Uji ketahanan kakao di laboratorium ...................................................... 74

Uji ketahanan di lapangan ........................................................................ 76

Simpulan................................................................................................... 78

Daftar Pustaka .......................................................................................... 79

JUDUL 4. PENELITIAN RESISTENSI KLON KAKAO TERHADAP INFEKSI Phytophthora palmivora Butl RESPON 35 KLON KAKAO BERDASARKAN UJI DETACHED POD ....... 82

Abstract ................................................................................................... 82

Pendahuluan ............................................................................................ 84

Bahan dan Metode................................................................................... 86

Hasil dan Pembahasan............................................................................. 89

Uji Detached Pod di Laboratorium ......................................................... 89

Hubungan antara Tipe Kakao dan Respons Ketahanan. .......................... 90

Page 19: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xix

Pendugaan nilai duga ragam genetik........................................................ 97

Simpulan................................................................................................... 98

Daftar Pustaka .......................................................................................... 98

JUDUL 5. AKTIVITAS ENZIM KITINASE , PEROKSIDASE SERTA KERAPATAN STOMATA PADA KETAHANAN KAKAO (Theobroma cacao L) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH ( P. Palmivora) ............................................................................. 100

Apstrak ..................................................................................................... 101

Pendahuluan ............................................................................................. 102

Bahan dan Metode.................................................................................... 104

A. Penelitian Kerapatan stomata terhadap buah dan daun akao .............. 104

Pengamatan stomata buah kakao.............................................................. 104

B. Penelitian Aktivitas Kitinase dan Peroksidase Daun pada Beberapa Klon kakao ............................................................................................. 105

Ekstraksi Protein ....................................................................................... 106

Analisis Total Protein Terlarut (TPT) ....................................................... 106

Analisis Aktivitas kitinase......................................................................... 106

Analisis Aktivitas Peroksidase .................................................................. 107

Hasil dan Pembahasan............................................................................... 107

Simpulan.................................................................................................... 111

Daftar Pustaka ........................................................................................... 112

JUDUL 6. PENDUGAAN PARAMETER GENETIK UNTUK KARAKTER KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora.)................................................................................................. 115

Abstrak ...................................................................................................... 115

Pendahuluan .............................................................................................. 117

Bahan dan Metode...................................................................................... 119

Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 119

Bahan Tanaman yang Digunakan .............................................................. 120

Uji Ketahanan Populasi Hibrida F1 Hasil Persilangan Dialel.................... 122

Analisis Data .............................................................................................. 124

Hasil dan Pembahasan................................................................................ 130

Pendugaan parameter genetik.................................................................... 132

Interaksi Gen ............................................................................................. 132

Pengaruh Aditif (D) dan Dominansi (H1).................................................. 133

Page 20: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

xx

Distribusi gen di dalam tetua...................................................................... 134

Tingkat Dominansi. .................................................................................... 134

Proporsi gen dominan terhadap gen Resesif ..................... ........................ 134

Arah dan urutan dominan..................... ..................................................... 135

Jumlah Gen Pengendali karakter................................................................ 136

Heritabilitas ................................................................................................ 136

Daya Gabung Umum (DGU) ..................................................................... 137

Daya Gabung Khusus (DGK) .................................................................... 137

Heterosis..................................................................................................... 139

Simpulan..................................................................................................... 140

Daftar Pustaka. ........................................................................................... 141

PEMBAHASAN UMUM .............................................................................. 144

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 157

SARAN .......................................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 160

Page 21: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Daftar lokasi pengambilan contoh buah kakao terinfeksi penyakit busuk buah kakao, jumlah isolat cendawan dan jumlah isolat P. palmivora indigenus yang teridentifikasi dari masing-masing lokasi.... 37

2 Karakteristik morfologis isolat P. palmivora indigenus berdasarkan bentuk spora dan keberadaan pedisel serta papila.................................. 39

3 Pengelompokkan patogenisitas isolat P. palmivora indigenus yang diisolasi dari berbagai pusat produksi kakao di Indonesia berdasarkan respons buah kakao klon GC7 (rentan), ICS60 (agak resisten), dan TSH858 (resisten – terhadap infeksi P. palmivora)......... 41

4 Pathogenicity grouping of indigenous isolates of Phytophthora palmivora isolated from various cacao production centers in Indonesia based on the response of pods of cacao clones GC7 (susceptible), ICS60 (moderately resistance), and TSH858 (resistance - against P. palmivora infection).......................................... 42

5 Pengaruh jenis inokulan terhadap persentase bibit kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora dan kisaran panjang bercak pada batang yang dihasilkan. Pengamatan panjang bercak dilakukan 28 hari sesudah inokulasi batang dari bibit kakao yang diuji. ............... 60

6 Pengaruh pelukaan terhadap persentase bibit kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora dan kisaran panjang bercak pada batang yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan 28 hari sesudah inokulasi bibit kakao yang diuji. ............................................................ 61

7 Jumlah bercak bibit kakao hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12) dan hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12) serta zuriat kakao klon Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora dan rataan panjang bercak pada daun yang dihasilkan. Pengamatan panjang bercak dilakukan 7 (I), 14 (II), and 21 (III) hari sesudah inokulasi daun bibit kakao yang diuji .................. 64

8 Persentase bibit kakao hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12) dan hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12) serta zuriat kakao klon Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora dan kisaran panjang bercak pada daun yang dihasilkan. Pengamatan lebar bercak dilakukan 14 (I), 21 (II), and 28 (III) hari sesudah inokulasi daun bibit kakao yang diuji....................................... 64

9 Rata-rata luas bercak (cm2) hasil inokulasi beberapa klon kakao di Laboratorium 7 hari setelah inokulasi P. palmivora .............................. 74

10 Rata-rata luas bercak (cm2) hasil inokulasi beberapa klon kakao di Lapangan 9 hari setelah inokulasi P. palmivora .................................... 76

11 Material Genotipe Kakao yang digunakan sebagai uji Evaluasi respon plasma nutfah kakao terhadap infeksi P. palmivora.................. 87

Page 22: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

vi

12 Rataan panjang bercak pada permukaan buah kakao yang diinokulasi dengan miselia P. palmivora menggunakan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada tiga sampai dengan tujuh hari sesudah inokulasi (HSI)………………………... .. 91

13 Rataan lebar bercak pada permukaan buah kakao yang diinokulasi dengan miselia P. palmivora menggunakan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada tiga sampai dengan tujuh hari sesudah inokulasi (HSI) ................................................................. 93

14 Rataan luas bercak pada buah yang diuji dan pengelompokan respons terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada 3 - 7 hari sesudah inokulasi (HSI) ....................................................................................... 94

15 Persentase buah tanpa gejala, rataan luas bercak dan pengelompokan respons terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada 7 hari sesudah inokulasi (HSI) ....................................................................................... 95

16 Tipe kakao, bentuk buah dan pengelompokan respons klon kakao koleksi Puslit Kopi dan Kakao Indonesia terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji detached pod di laboratorium. Penentuan respons didasarkan pada luas bercak yang diamati pada 7 hari sesudah inokulasi (HIS) ......................................................................... 95

17 Nilai duga ragam genetik luas bercak setelah inokulasi hari ke 6 dan ke 7 ......................................................................................................... 97

18 Rata-rata Kerapatan Stomata Daun dan buah (cm2) Pada Beberapa Klon Kakao ........................................................................................... 108

19 Kandungan dan aktivitas kitinase ( µM pNP/mg protein/jam) pada daun kakao sehat dan terinfeksi penyakit busuk buah P. Palmivora ..... 110

20 Kandungan dan Aktivitas Peroksidase ( µM pNP/mg protein/jam) pada daun kakao sehat dan terinfeksi penyakit busuk buah P.palmivora ............................................................................................ 110

21 Karakteristik klon sebagai tetua untuk pembentukan populasi hibrida F1............................................................................................................ 121

22 Persilangan setengah dialel menggunakan lima tetua ............................ 122

23 Komponen Analisis ragam analisis silang dialel.................................... 123

24 Pengelompokan ketahanan..................................................................... 124

25 Komponen Analisis Ragam untuk populasi dialel ................................. 125

26 Persilangan dialel ketahanan kakao terhadap P. palmivora ................... 125

27 Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan Metode 2 Griffing (1956) ..................................................................... 129

28 Anova ketahanan genotip kakao terhadap P. palmivora. ...................... 132

Page 23: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

vii

29 Pendugaan parameter genetik ketahanan genotip kakao terhadap P. palmivora …………………………………………………………… 133

30 Heritabilitas dalam arti luas (h2bs) dan heritabilitas dalam arti sempit

(h2ns ) komponen ketahanan berdasarkan luas bercak dan Intensitas

Penyakit terhadap P. palmivora. ............................................................ 136

31 Anova daya gabung karakter luas bercak terhadap penyakit Phytopthora palmivora pada tanaman kakao......................................... 137

32 Nilai efek daya gabung umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus (DGK) genotipe tanaman kakao berdasarkan luas bercak dan intensitas penyakit hasil inokulasi ketahanan terhadap penyakit Phytopthora palmivora........................................................................ 138

33 Penampilan tetua, F1, nilai heterosis rata-rata tetua, dan heterosis rata-rata tetua tertinggi persilangan genotipe tanaman kakao berdasarkan luas bercak.......................................................................

139

34 Penampilan tetua, F1, nilai heterosis rata-rata tetua, dan heterosis rata-rata tetua tertinggi persilangan genotipe tanaman kakao berdasarkan Intensitas Indek Penyakit (IIP).......................................

140

Page 24: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Beberapa Type Kakao trinitario yang berkembang di Indonesia ........... 12

2 A dan B Bentuk Sporangium P.palmivora dan pedise.......................... 14

3 (A). Serangan P.palmivora pada buah kakao dan (B).Serangan P.palmivora pada bibit ........................................................................... 15

4 (A) Kerapatan stomata pada epidermis buah kakao (B) Tabung kecambah saat penetrasi pada stomata ................................................... 19

5 (A) buah kakao klon GC7 (rentan), (B). Buah kakao klon DRC 16 (resisten) ................................................................................................. 23

6 Tahapan isolasi P. palmivora indigenus dari contoh buah kakao terinfeksi busuk buah dari lapangan dan karakter morfologis isolat. (a) Contoh buah kakao terinfeksi; (b) Baiting step – inokulasi buah kakao sehat dengan miselia potongan contoh buah sakit dari lapangan, (c) Kemunculan bercak gejala pada buah sehat yang diinokulasi dengan potongan buah bergejala dari lapangan dan potongan buah pada perbatasan jaringan yang bergejala dan tidak bergejala hasil baiting yang digunakan sebagai inokulum pada tahapan isolasi; (d) Koloni cendawan yang tumbuh dari inokulum pada medium PDA; (e) Contoh pembentukan spora pada isolat cendawan yang diduga P. palmivora. Pengamatan mikroskopik untuk kemampuan membentuk spora spesifik tersebut digunakan untuk mengidentifikasi isolat cendawan yang dievaluasi sebagai isolat P. palmivora; dan (f) Contoh morfologi spora - ovoid (O) dan ellipsoid (E). ........................................................................................... 34

7 Variasi patogenisitas isolat P. Palmivora indigenus yang berasal dari sentra produksi kakao di Indonesia berdasarkan luas bercak pada buah kakao klon GC7 (a,b,c), ICS60 (d,e,f), dan TSH858 (g,h,i). Setiap buah kakao diinokulasi dengan satu isolat P. Palmivora indigenus. Gejala dicatat pada hari ke 3 (a,d,g), 5 (b,e,h), atau 7 (c,f,i) sesudah inokulasi dengan masing-masing isolat .......................... 35

8 Inokulasi P. palmivora pada buah dan daun kakao. (a) Buah kakao terinfeksi P. palmivora dari lapangan yang digunakan sebagai sumber isolat; (b) Kultur P. palmivora dengan miselia yang aktif tumbuh; (c) Sporangia P. palmivora; (d) Gejala infeksi P. palmivora pada buah dan (e) pada daun kakao hasil inokulasi buatan.................... 52

9 Persentase buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 total yang terinfeksi P. palmivora dengan kisaran diameter bercak yang ditimbulkan. Pengamatan dilakukan 7 hari sesudah inokulasi buah. .......................... 54

10 Pengaruh pelukaan buah terhadap persentase buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran diameter bercak yang ditimbulkan (hasil inokulasi dengan miselia). GC 7 – DPl dan Sca 12 – DPl: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12

Page 25: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

2

dengan pelukaan buah sebelum diinokulasi. GC 7 – TPl dan Sca 12 – TPl: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 tanpa pelukaan buah sebelum diinokulasi.............................................................................. 55

11 Pengaruh jenis inokulum terhadap persentase buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran diameter bercak yang ditimbulkan ( dengan pelukaan, 7 hari sesudah inokulasi buah). GC 7 – M dan Sca 12– M: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang diinokulasi dengan miselia. GC 7 – Z dan Sca 12 – Z: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang diinokulasi dengan zoospora. ................................................................................................ 56

12 Representasi perkembangan luas bercak 5 klon kakao inokulasi di laboratorium ........................................................................................... 75

13 Representasi perkembangan luas bercak 5 klon kakao inokulasi di Laboratorium ...................................................................... 76

14 Representasi perkembangan luas bercak tiga klon kakao PA 300, DR 2 dan GC7 inokulasi di lapangan dan laboratorium beberapa klon kakao terhadap penyakit busuk buah P.palmivora ........................ 76

15 Luas bercak (cm2) hasil inokulasi di Lapangan dan Laboratorium beberapa klon kakao terhadap penyakit busuk buah P. palmivora Stomata daun kakao klon TSH 858, ICCRI , GC 7 dan ICS 13............. 77

16 Stomata daun kakao klon TSH 858, ICCRI , GC 7 dan ICS 13............. 108

17 Hubungan kerapatan stomata daun dan buah dengan luas bercak yang disebabkan oleh infeksi P. palmivora ........................................... 109

18 Hubungan peragam (Wr) dan Ragam (Vr) 5 klon kakao sifat ketahanannya terhadap penyakit busuk buah P. palmivora…………………………………… 135

Page 26: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

3

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2002,

dari 776 ribu ha areal kakao Indonesia, sekitar 668 ribu ha atau 86 % adalah kakao

rakyat (Anonim, 2004). Hal ini mengindikasikan peran penting kakao baik

sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani. Disamping itu,

areal dan produksi kakao Indonesia meningkat pesat pada dekade terakhir,

dengan laju 7,99% per tahun (Ditjen Perkebunan, 2008).

Volume dan nilai ekspor kakao Indonesia pada periode 1997-2002

meningkat masing-masing dengan laju 12 % dan 10,84 %/tahun, suatu

pertumbuhan yang sangat pesat. Hasil penelitian juga mendukung bahwa industri

kakao patut dikembangkan sebagai salah satu andalan karena mempunyai

koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang yang lebih besar dari satu, efek

penggandaan dan lapangan kerja yang relatif besar, serta efek distribusionalnya

yang cukup baik (tersebar) (Zainudin et al., 2005). Sejalan dengan peran penting

tersebut, peluang pasar kakao Indonesia masih cukup terbuka. Potensi untuk

menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan

distribusi pendapatan cukup terbuka dan sangat menjanjikan.

Permintaan biji kakao terus meningkat, terutama dari Amerika Serikat dan

negara-negara Eropa Barat. Berbagai Negara tersebut dikenal sebagai produsen

makanan yang menggunakan kakao sebagai komponen utamanya. Indonesia

sebagai salah satu produsen perlu memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan devisa negara dengan meningkatkan ekspor biji kakao. Berorientasi

pada pasar ekspor, peluang besar kakao Indonesia relatif masih terbuka. Beberapa

hasil studi menunjukkan bahwa daya saing produk kakao Indonesia, khususnya

biji kakao masih baik sehingga Indonesia masih mempunyai peluang untuk

meningkatkan ekspor dan mengembangkan pasar domestik.

Beberapa hasil kajian yang mendukung keberadaan peluang pasar tersebut

antara lain: (a) Daya saing ekspor biji kakao Indonesia cukup kompetitif. Salah

satu indikator yang digunakan adalah laju ekspor biji kakao Indonesia yang jauh

Page 27: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

4

di atas laju perdagangan kakao dunia. Pada periode 1997-2002, laju ekspor kakao

(volume) Indonesia adalah sekitar 12,0% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan

dunia hanya 3,51% per tahun (Zainudin & Baon, 2004). Walaupun mempunyai

kelemahan dan komposisi komoditas dan distribusi pasar, daya saing biji kakao

Indonesia cukup baik yang dicerminkan dengan koefisien daya saing lebih besar

dari satu (1,62). (b) Memiliki daya saing yang cukup baik, Indonesia diperkirakan

akan mampu memanfaatkan peluang pasar yang masih cukup terbuka pada masa

mendatang. Beberapa studi menunjukkan bahwa peluang ekspor kakao Indonesia

pada periode 2000-2008 masih tumbuh dengan laju sekitar 3,3% per tahun sampai

dengan tahun 2008. Laju tersebut tertinggi di antara negara eksportir dan jauh di

atas rata-rata laju ekspor dunia yang hanya 1,7%. (c) Liberalisasi perdagangan

juga diperkirakan akan memperkuat posisi kakao Indonesia di pasar Internasional.

Beberapa negara produsen utama kakao seperti Pantai Gading dan Ghana harus

mengurangi berbagai bentuk dukungan dan subsidi pada agribisnis kakaonya. Di

sisi lain, agribisnis kakao di Indonesia hampir tidak diproteksi atau mendapat

subsidi. Indonesia diperkirakan merupakan salah satu yang akan memperoleh

manfaat liberalisasi perdagangan tersebut ( Zainudin & Baon, 2004)

Peningkatan produksi dan perbaikan mutu kakao Indonesia dapat dilakukan

melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Penerapan kedua program tersebut di

Indonesia memerlukan tersedianya bibit dan benih kakao unggul, sehingga

pengembangan kultivar atau klon kakao unggul secara terprogram perlu segera

dilakukan. Umumnya bahan tanam kakao yang digunakan untuk pengembangan

di Indonesia menggunakan benih hibrida F1, yang diperoleh dari kebun benih.

Kebun benih dirancang khusus untuk menghasilkan benih hibrida F1, dengan

menggunakan tetua (sebagai induk betina dan jantan) yang telah diketahui daya

dan mutu hasilnya serta sifat-sifat penting seperti ketahanan terhadap penyakit

utama (Phytophthora palmivora dan Vascular-Streak Dieback/VSD).

Budidaya kakao menghadapi banyak kendala di lapangan, antara lain

penyakit dan hama tanaman yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas

produksi kakao. Salah satu penyakit utama pada tanaman kakao di Indonesia

adalah penyakit busuk buah (black pod) yang disebabkan oleh Phytopthora

palmivora (Butl). Butl. Penyakit yang sama juga diketahui menyerang tanaman

Page 28: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

5

kakao di berbagai negara penghasil kakao. Penyakit busuk buah di lapangan

menyebabkan kerugian yang bervariasi besarnya antara satu daerah dengan daerah

lainnya di Indonesia bahkan di antar negara. Secara umum, besarnya kerugian

antara 20-30% per tahun dapat terjadi akibat infeksi penyakit busuk buah pada

pertanaman kakao di lapangan (Wood & Lass, 1985). Berdasarkan data tahun

1997 dilaporkan infeksi penyakit busuk buah menyebabkan menurunnya total

kakao dunia hingga sebesar 44 %/tahun (Van der Vossen, 1997).

Pengendalian penyakit busuk buah yang telah dipraktekkan di lapangan

seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten karena perkembangan penyakit

di lapangan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: (i) Pertanaman kakao

dibudidayakan di daerah yang mempunyai kondisi iklim cocok untuk

perkembangan penyakit busuk buah, (ii) Tanaman kakao yang diusahakan pada

umumnya mempunyai ketahanan sedang sampai rendah, (iii) Perkembangan sejak

penyerbukan hingga panen kakao memerlukan waktu antara 5,0-5,5 bulan, (iv) P.

palmivora dapat menyerang semua organ kakao dan serangan pada buah terjadi

pada semua tahap pertumbuhannya, (v) Inokulum P. palmivora banyak ditemukan

di lapangan sehingga pada kondisi lingkungan yang optimum untuk

perkembangannya, serangan patogen busuk buah dapat terjadi sepanjang tahun,

(vi) P. palmivora diketahui mempunyai banyak tanaman inang. Dengan kondisi

agroekosistem yang sangat sesuai tersebut sangat dimungkinkan patogen P.

palmivora di daerah sentra produksi kakao di Indonesia akan menghasilkan

tingkat patogenisitas yang berbeda. Hal ini semakin menambah sulitnya

pengendalian secara umum terhadap patogen tersebut. Oleh karena itu diperlukan

informasi isolat-isolat dari daerah yang berbeda pada sentra kakao di Indonesia

untuk dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Berbagai hal tersebut

menjadi penguat perlunya pengembangan metode pengendalian penyakit busuk

buah kakao yang efektif di lapangan.

Umumnya penyakit busuk buah kakao dikendalikan secara preventif

menggunakan fungisida berbahan aktif tembaga. Penyemprotan fungisida

dilakukan secara periodik untuk menjamin kepastian hasil, yang merupakan

komponen biaya terbesar pemeliharaan (40% dari total biaya pemeliharaan).

Adanya fluktuasi harga kakao menyebabkan pengendalian kimiawi menjadi tidak

Page 29: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

6

ekonomis, sehingga perlu dicarikan alternatif pengendalian lain yang secara

bertahap dapat mengurangi ketergantungan pada fungisida.

Pemuliaan untuk mengembangkan varietas kakao unggul yang resisten

terhadap P. palmivora sangat penting untuk dilakukan dan perlu mendapatkan

perhatian khusus jika Indonesia tetap ingin menjadi produsen terbesar komoditas

ekspor ini. Tersedianya varietas tahan membantu meringankan ongkos produksi,

sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan. Jika telah dikembangkan,

penanaman kultivar unggul kakao yang resisten terhadap P. palmivora dapat

menjadi solusi terbaik yang tersedia bagi petani dan produsen kakao di Indonesia

untuk mengatasi masalah penyakit busuk buah di lapangan.

Di Indonesia, arah pemuliaan tanaman kakao ditujukan untuk

mengembangkan kultivar unggul dengan sifat-sifat sebagai berikut: (i)

mempunyai daya hasil yang tinggi, (ii) kualitas biji bermutu tinggi, dan (iii)

resisten terhadap hama seperti: penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit busuk

buah yang disebabkan oleh P. palmivora dan VSD (Iswanto & Winarno, 1992).

Program pemuliaan untuk memperoleh kultivar resisten terhadap P. palmivora

merupakan tujuan kegiatan yang dilakukan di berbagai negara produsen kakao

(van der Vossen, 1997). Namun demikian, kemajuan yang didapat untuk

mencapai tujuan tersebut masih terbatas sebagai akibat (i) belum tersedianya

informasi tentang keragaman genetik/tingkat keragaman plasma nutfah kakao,

(ii) belum dilakukannya strategi pemuliaan yang efektif, (iii) belum tersedia

informasi dasar tentang genetika dan mekanisme dari sifat resisten terhadap P.

palmivora yang ada pada plasma nutfah kakao. Untuk itu perlu tersedia data

tentang ketahanan dari inang, dengan demikian pemahaman mengenai genetika

ketahanan tanaman sangat membantu usaha pemuliaan ketahanan.

Pengembangan kakao unggul akan dilakukan dengan menggunakan benih

hibrida. Benih hibrida dapat diperoleh dari kebun benih yang khusus disiapkan

sebagai penghasil benih hibrida dengan pola tanam tertentu. Benih hibrida

tersebut diperoleh dengan memanfaatkan sifat inkompatibilitas yang dimiliki oleh

tanaman kakao pada umumnya. Oleh karena itu, menanam klon tetua yang

dikombinasikan sebagai tetua jantan dan betina diharapkan dapat menghasilkan

hibridanya. Untuk mengidentifikasi pasangan tetua yang dapat menghasilkan

Page 30: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

7

hibrida dengan sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif yang diinginkan perlu

dilakukan studi pendugaan daya waris terhadap klon-klon yang ada dengan

melakukan persilangan dialel. Dengan demikian informasi tentang daya gabung

umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), heterosis serta dayawaris menjadi

sangat penting untuk tanaman kakao yang heterosigot.

Perumusan Masalah

Penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh P. palmivora merupakan

penyakit penting di Indonesia. Pengembangan kakao di daerah – daerah sentra

kakao sangat riskan sebagai tempat endemik penyakit ini. Mengingat banyak

tanaman inang dari patogen tersebut, sangat dimungkinkan isolat dari daerah akan

memberikan tingkat patogenisitas yang berbeda. Isolat yang diambil dari

pertanaman kakao di Indonesia akan menjadi informasi yang penting untuk

membantu merakit kultivar yang resisten terhadap patogen ini.

Jenis kakao yang ditanam menunjukkan tingkat ketahanan yang berbeda

terhadap P. palmivora. Umumnya seleksi ketahanan kakao terhadap penyakit

busuk buah dilakukan dengan inokulasi alami ataupun buatan, yang didasarkan

pada jumlah organ sakit dan keparahan penyakit (Rocha, 1974). Indikator ini

menunjukkan reaksi jaringan terhadap serangan patogen, tetapi tidak

mengungkapkan secara tepat mekanisme ketahanan yang bekerja pada satu atau

beberapa tahap dari daur penyakit busuk buah. Pengujian ketahanan dilakukan

pada buah yang dipetik (detached pod) maupun buah di pohon (attached pod). Uji

pertama banyak diminati, namun hasilnya kurang sesuai dengan kondisi lapangan

karena uji ini mengabaikan pengaruh lingkungan. Dengan demikian metode

inokulasi yang baku sangat penting dilakukan untuk mendapatkan metode uji

ketahanan yang cepat dan akurat. Hal ini sangat membantu dalam proses seleksi

tanaman kakao yang berumur panjang. Disamping itu, hal lain yang penting

adalah tersedianya plasma nutfah yang cukup.

Mekanisme ketahanan tanaman terhadap penyakit dibedakan atas

mekanisme struktural dan biokimia (Agrios, 1998). Kedua mekanisme tersebut

dapat berperan dalam ketahanan sebelum penetrasi (preexisting defense) dan

pasca penetrasi (post infection defense). Penetrasi P. palmivora ke dalam buah

Page 31: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

8

kakao melalui mulut kulit (Tarjot, 1974), namun terdapat laporan kontradiktif

mengenai peran mulut kulit sebagai mekanisme struktural ketahanan kakao

terhadap patogen ini (Tarjot, 1972; Iwaro et al., 1997; Iwaro et al., 1999;

Phillips-Mora, 1999). Permukaan buah kakao mempunyai alur primer yang

diperkirakan dapat mempengaruhi penyebaran, deposisi, dan pertumbuhan pra-

penetrasi inokulum. Mekanisme biokimia tergantung pada reaksi biokimia yang

terjadi dalam sel tanaman. Seperti protein yang berhubungan dengan respon

ketahanan tanaman terhadap patogen adalah kitinase dan peroksidase. Kitinase

dapat mendegradasi senyawa kitin yang merupakan komponen utama penyusun

dinding sel cendawan. Sebagian besar cendawan filamentus mengandung senyawa

kitin pada dinding sel hifanya (Kasprzewska, 2003). Peroksidase merupakan

enzim yang terlibat dalam respon tanaman terhadap patogen dan termasuk ke

dalam PR-9 (pathogenesis related protein) (Lagrimini et al., 1997). Aktivitas

peroksidase yang tinggi pada tanaman terkait dengan ketahanan tanaman yang

lebih tinggi terhadap patogen seperti yang pernah dilaporkan pada kacang tanah

(Pujihartati et al., 2006).

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan bahwa mekanisme ketahanan

tanaman kakao terhadap penyakit busuk buah dibedakan atas mekanisme

ketahanan struktural dan mekanisme biokimia. Mekanisme struktural diarahkan

pada kerapatan mulut kulit buah dan mulut daun kakao. Mekanisme ketahanan

biokimia diarahkan pada aktivitas enzim kitinase dan peroksidase.

Pengembangan kakao nasional dilakukan dengan menggunakan benih dari

kebun benih yang disiapkan secara khusus sebagai kebun penghasil benih dengan

tata tanam tertentu. Benih hibrida dihasilkan dengan memanfaatkan sifat

inkompatibilitas klon kakao yang ditanam berdasarkan klon tetua betina dan tetua

jantan. Oleh karena itu persilangan alami dengan memanfaatkan sifat

inkompatibilitas dan penyerbukan silang tersebut, akan dapat menghasilkan benih

hibrida. Ketersedian sumber plasma nutfah yang memiliki keragaman genetik

yang luas khususnya ketahanan terhadap penyakit busuk buah sangat penting.

Oleh karena itu penapisan plasma nutfah kakao perlu dilakukan, untuk

mendapatkan material genetik yang akan digunakan sebagai sumber bahan tanam

untuk merakit varietas kakao baru di Indonesia. Penelitian ini diarahkan untuk

Page 32: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

9

melakukan uji ketahanan terhadap beberapa plasma nutfah kakao yang ada,

bertujuan untuk mendapatkan genotipe yang tahan dan rentan, juga dapat

digunakan sebagai tetua sebagai langkah awal untuk merakit bahan tanam kakao

yang baru.

Terkait untuk mengidentifikasi pasangan tetua yang dapat menghasilkan

hibrida dengan sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif yang diinginkan, perlu

dilakukan studi pendugaan daya waris terhadap klon-klon yang ada dengan

melakukan persilangan dialel. Untuk merakit hibrida unggul informasi tentang

daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK), heterosis,

heritabilitas atau daya waris menjadi sangat penting untuk tanaman kakao yang

heterosigot.

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh identitas spesies P. palmivora dan informasi keragaman

patogenisitasnya pada lokasi sentra kakao beberapa propinsi di Indonesia.

2. Memperoleh metode inokulasi untuk penapisan ketahanan kakao

3. Memperoleh informasi patogenisitas P. palmivora terhadap tanaman kakao.

4. Mendapatkan tanaman kakao yang tahan dan rentan terhadap penyakit P.

palmivora di koleksi plasma nutfah kakao untuk digunakan sebagai tetua

untuk perakitan hibrida.

5. Memperoleh informasi korelasi tingkat ketahanan beberapa klon kakao untuk

karakter kwantitatif yang diamati.

6. Memperoleh informasi tentang potensi daya gabung umum dan khusus yang

tinggi serta efek heterosisnya pada persilangan dialel klon kakao sehingga

diperoleh potensi pada hibrida.

Manfaat Penelitian

Penelitian genetika ketahanan kakao terhadap penyakit P. palmivora ini

dapat membantu usaha pemuliaan untuk memperoleh bahan tanam kakao yang

tahan terhadap penyakit P. palmivora. Dengan mendapatkan klon unggul yang

tahan terhadap penyakit tersebut, maka dapat digunakan sebagai sumber bahan

tanam klonal, juga sebagai tetua untuk menghasilkan benih kakao hibrida.

Pengembangan kakao nasional dengan menggunakan bahan tanam bermutu tinggi

Page 33: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

10

diharapkan akan dapat memperbaiki mutu hasil dan peningkatan produktivitas

kakao nasional.

Penelitian mengenai kajian genetika ketahanan tanaman kakao terhadap

penyakit busuk buah dapat membantu usaha pemuliaan untuk memperoleh bahan

tanam yang tahan terhadap penyakit busuk buah dan model pewarisan terhadap F1

nya serta menjadi informasi yang penting untuk menghasilkan bahan tanam yang

mempunyai beberapa sifat unggul, sehingga produksi kakao dapat ditingkatkan.

Manfaat lain adalah memberikan alternatif pengendalian yang diharapkan

saling melengkapi dengan pengendalian kimiawi sehingga secara bertahap

penggunaan fungisida dapat dikurangi dan biaya pemeliharaan menjadi lebih

murah.

Hipotesis

Berdasarkan telaah beberapa pustaka tersebut di atas penelitian ini disusun

dengan beberapa hipotesis sebagai berikut:

1. Isolat P. palmivora yang menyerang kakao di Indonesia adalah salah satu

spesies P. palmivora.

2. Terdapat satu metode penapisan yang efisien dalam menentukan derajat

ketahanan kakao.

3. Terdapat sedikitnya satu isolat P. palmivora yang mempunyai tingkat

patogenitas tinggi, dan dapat digunakan sebagai sumber inokulum untuk uji

ketahanan.

4. Tetua yang membawa gen sumber ketahanan dapat dicari dengan cara

identifikasi tingkat ketahanan beberapa klon kakao pada koleksi plasma

nutfah kakao.

5. Terdapat beberapa karakter kuantitatif struktur tanaman kakao yang

memcerminkan ketahanan terhadap P. palmivora.

6. Terdapat tetua yang mempunyai daya gabung umum dan daya gabung khusus

yang tinggi untuk karakter yang diamati, yang memberikan potensi hibrida F1

yang unggul.

Page 34: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi Tanaman Kakao

Tanaman kakao yang mempunyai nama ilmiah Theobroma cocoa L.

merupakan anggota dari familia Sterculiaceae (Wood, 1975; Tjitrosoepomo,

1988). Kakao merupakan jenis tanaman asli hutan hujan tropis Amerika Selatan

(Wood, 1975) dan telah lama dibudidayakan di Indonesia yaitu sejak jaman

“culturstelsel” tahun 1826 (Sunaryo & Situmorang, 1978). Diperkirakan kakao

berasal dari hulu sungai Amazon, tempat Theobroma dan jenis sekerabatnya

terdapat dalam populasi yang paling besar. Tanaman kakao tersebut merupakan

satu-satunya species diantara 22 jenis dalam genus Theobrama yang diusahakan

secara komersial. Sistematika tanaman kakao secara lengkap dapat

diklasifikasikan dalam taksa-taksa sebagai berikut: Divisio: Spermatophyta, Sub

divisio: Angiospermae, Klassis: Dicotyledoneae, Ordo: Malvales, Familia:

Sterculiaceae, Genus: Theobroma, Spesies: Theobroma cocoa, L. (Cheesman,

1944).

Sebagai tanaman yang masuk dalam anggota dari klas Dicotyledonae, benih

tanaman kakao mempunyai tipe perkecambahan yang epigeus yang pada waktu

kecambah daun kotilnya terangkat ke atas serta membentuk akar tunggang yang

tumbuh lurus ke bawah masuk ke dalam tanah (Prawoto, 1991). Sedangkan akar

lateralnya banyak tumbuh dan berkembang di dekat permukaan tanah pada

kedalaman sekitar 0-30 cm.

Pertumbuhan batang kakao bersifat dimorfisme yang berarti mempunyai

dua macam bentuk pertumbuhan batang, yaitu pertumbuhan batang utama yang

bersifat ortotrop yang tumbuh tegak dengan rumus daun 3/8, dan pertumbuhan ke

samping seperti cabang primer disebut plagiotrop, mempunyai rumus daun ½

(Prawoto, 1991).

Bangun helai daun tanaman kakao adalah bulat memanjang atau oblongus,

ujung daun meruncing atau acuminatus, pangkal daun runcing atau acutus,

susunan tulang daun menyirip, tepi daun rata. Daun muda berwarna hijau atau

merah muda dan setelah dewasa berwarna hijau atau hijau tua. Salah satu sifat

khusus daun tanaman kakao yaitu adanya dua persendian, yang terletak pada

Page 35: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

10

pangkal daun dan ujung tangkai daun. Adanya persendian ini memungkinkan

daun membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar

matahari (Prawoto, 1991). Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung

serempak dan berkala. Tunas baru disebut dengan flush, dan pada saat flush setiap

tunas dapat membentuk 4-6 lembar daun baru sekaligus.

Tanaman kakao bersifat kaolifloris yang berarti bunga dan buahnya tumbuh

dan berkembang pada batang atau cabang. Sifat penyerbukan kakao adalah

menyerbuk silang. Bekas ketiak daun, tempat tumbuhnya bunga atau buah

tersebut lama kelamaan menebal dan membesar disebut dengan bantalan bunga

atau bantalan buah. Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). K5 berarti

bunga tersusun atas 5 daun kelopak yang bebas satu sama lainnya. C5 bunga

kakao memiliki daun mahkota yang lepas atau tidak berlekatan satu sama lain.

A5+5 berarti bunga kakao memiliki 10 tangkai sari yang tersusun atas dua

lingkaran masing-masing lingkaran tersusun atas 5 tangkai sari steril yang disebut

dengan staminodia dan 5 tangkai sari yang fertil. G5 bunga kakao mempunyai 5

daun buah yang bersatu (Lass & Wood, 1985).

Bentuk buah kakao bervariasi, dari bulat ke lonjong dan meruncing dengan

permukaan yang halus sampai kasar. Permukaan buah kakao mempunyai alur

primer dan alur sekunder. Sering kali alur sekunder tidak tampak. Permukaan

buah kakao berlilin, kaku (rigid), mempunyai rambut-rambut tegak dan mulut

kulit yang agak terangkat (Cuatrecasas, 1964). Pengelompokan kakao dapat

didasarkan pada bentuk buah (Pound, 1932), gabungan karakteristik buah dan

sebaran geografi (Cheesman, 1944), bentuk buah dan struktur permukaan buah

(Ostendorf, 1956; Engels, 1986). Bentuk buah kakao tersebut antara lain:

amilonado, cundeamor, angoleta, calabasilo, criolo dan pentagona.

Buah kakao mempunyai karakteristik termodinamika yang menarik. Waktu

siang hari buah menjadi panas dan dingin waktu malam hari, menjelang dini hari

suhu buah sama dengan suhu lingkungan. Peningkatan suhu udara pada dini hari

memacu kondensasi uap air pada seluruh permukaan buah yang dapat menjadi

suatu inkubator mikro yang baik bagi perkecambahan spora patogen termasuk P.

palmivora (Fulton, 1989).

Buah kakao memiliki anatomi jaringan perikarp dari luar ke dalam adalah :

Page 36: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

11

(i) Epikarp, terdiri atas: lapisan epidermis dengan mulut kulit dan trikoma.

Parenkim dengan sel yang relatif kecil (diameter 10-20 µm), terbagi dalam 2 zona,

yaitu: lapisan luar yang tidak mengandung klorofil, terdiri atas 2-4 lapis sel,

lapisan dalam yang mengandung klorofil, terdiri atas 6-12 lapis sel. Parenkim

dengan sel yang relatif besar. Diameter sel paling luar 30-40 µm dan bertambah

kearah dalam. (ii) Mesokarp, terdiri atas sel yang agak berserat dan (iii) Endokarp,

terdiri atas sel parenkim yang besar dengan berkas pengangkutan (Tarjot, 1974).

B. Keragaman Genetik Tanaman Kakao

Menurut Las & Wood (1985) berdasarkan type populasinya, tanaman kakao

dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu tipe Criolo, Forastero dan

Trinitario. Criollo berasal dari penyebaran melintasi pegunungan Andes ke arah

dataran rendah Venezuela, Kolumbia, dan Ekuador, dan ke arah utara ke Amerika

Tengah dan Meksiko. Sifat-sifat tipe Criolo antara lain pertumbuhan tanaman

kurang kuat, daya hasilnya lebih rendah dibanding Forastero, dan relatif lebih

rentan terhadap gangguan hama dan penyakit. Kulit buahnya tebal tetapi lunak

sehingga mudah dibelah. Criollo menghasilkan kakao mulia (fine flavour cocoa).

Warna buah hijau atau agak merah karena adanya pigmen antosianin; perikarp

agak kasar, tipis dan lunak, mesokarp mengandung lignin, biji bulat dan kotiledon

putih. Kelompok ini cenderung rentan terhadap penyakit (Soria, 1974; Opeke,

1982). Kadar lemak di dalam biji lebih rendah dibandingkan dengan Forastero

tetapi ukuran bijinya lebih besar, bulat, memberikan citarasa khas yang unggul.

Dalam tataniaga kakao Criolo termasuk dalam jenis kakao mulia, sedangkan tipe

Forastero termasuk dalam jenis kakao lindak.

Forastero dihasilkan oleh penyebaran ke lembah Amazon, ke arah Brazil

bagian barat dan Guyana (Alvim, 1997). Forastero menghasilkan kakao bermutu

sedang, dikenal dengan kakao lindak (bulk cocoa). Warna buah hijau, tidak ada

pigmen antosianin, perikarp tebal dan keras, mesokarp kaya lignin. Biji lebih kecil

daripada Criollo dan pipih, kotiledon berwarna ungu. Pertumbuhan pohon gigas

(Opeke, 1982). Contoh kelompok ini adalah klon-klon Sca 6, Sca 12, Catongo,

IMC 67, PA 30, dan PA 46. Sebesar 95% produksi kakao dunia berasal dari

kelompok Forastero, terutama dari negara-negara Afrika Barat dan Brazil.

Page 37: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

12

Tipe Trinitario merupakan hibrida antara Criolo dan Forastero. Sifat

morfologi dan fisiologinya sangat beragam, demikian pula sifat daya hasil dan

mutu hasilnya. Dalam tataniaga kakao kelompok Trinitario termasuk dalam kakao

mulia atau kakao lindak tergantung dari mutu biji yang dihasilkannya. Seperti

klon DR menghasilkan kakao mulia, sedangkan klon ICS banyak menghasilkan

kakao lindak (Mawardi, 1982; Opeke, 1982). Trinitario mempunyai buah

berwarna merah atau hijau dan bervariasi, tekstur keras; warna biji bervariasi dari

ungu muda sampai ungu tua (Wood & Lass, 1985). Pertumbuhan pohon gigas.

Contoh kelompok ini adalah klon-klon ICS 60, ICS 84, ICS 95, DR 1, DR 2, DR

38, dan DRC 16.

Gambar 1. Beberapa tipe kakao Trinitario yang berkembang di Indonesia.

Selanjutnya Lanaud (1987; Laurent, 1993; N’Goran, 1994 cit, Sounigo et

al., 2000) memisahkan kelompok Forastero, antara genotip yang berasal dari

lembah hulu sungai Amazon dan lembah hilir sungai Amazon. Trinitario lebih

dekat ke genotip Amazone hilir daripada Amazone hulu.

C. Penyakit Busuk Buah Kakao

Busuk buah (black pod atau pod rot) merupakan penyakit yang paling

merugikan di banyak negara produsen kakao. Masalah penyakit ini bisa bersifat

ICS 95

ICS 13

ICS 60

Page 38: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

13

lokal, regional atau bahkan global. Busuk buah pada kakao terutama disebabkan

Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. Sejak tahun 1979, setelah Brasier dan

Griffin mempublikasikan kajian taksonomi Phytophthora, diketahui ada spesies

lain yang patogenik terhadap kakao, tetapi hanya menimbulkan masalah lokal

ataupun regional, misal P. arecae di Vanuata, P. capcisi di Kamerun dan Brazil,

P. citrophthora di Brazil, P. faberi dan P. megakarya di Afrika Barat (Zadock,

1997). Busuk buah kakao di Indonesia, Malaysia, dan Papua New Guinea

disebabkan oleh P. palmivora (Waterhouse, 1974; Prior, 1992; van der Vossen,

1997). Sebagai patogen tropika, berdasarkan penyebaran inang aslinya,

diperkirakan P. palmivora berasal dari Amerika Tengah/Selatan atau Indo-Pasifik

(Zentmyer, 1988).

Terdapat tiga bentuk morfologi P. palmivora yang dapat menyebabkan

penyakit pada kakao, namun sekarang bentuk morfologi tersebut mewakili tiga

jenis yang berbeda, yaitu P. capsici, P. megakarya, dan P. palmivora, dan ada

pula tiga jenis tambahan yang dapat menyebabkan penyakit ini, yaitu P. heveae,

P. megasperma, dan P. citrophthora (Thurston, 1998).

Menurut Chee (1974), P. palmivora mempunyai 138 jenis tumbuhan inang,

antara lain karet, lada, kelapa, sukun, pala, jeruk, kapas, pepaya, anggrek, mangga,

alpokat, dan durian. Patogen ini dapat menyerang semua organ atau bagian

tanaman kakao, seperti akar, daun, batang, ranting, bantalan bunga, dan buah pada

semua tingkatan umur. Serangan pada buah paling merugikan dan di Indonesia

penyakit ini perlu mendapat perhatian (Opeke & Gorenz, 1974; Pawirosoemardjo

& Purwantara, 1992).

Selama daur hidupnya, P. palmivora menghasilkan beberapa inokulum yang

berperan dalam perkembangan penyakit pada kakao (Wood & Lass, 1985) seperti

berikut: sporangium, berbentuk ovoid dan ellipsoid mempunyai papila yang jelas

(Drenth & Sendall, 2001). Sporangium mempunyai panjang 35-40 µm dan lebar

23-28 µm, nisbah panjang/lebar 1,4-1,6. Ukuran ini bervariasi sesuai dengan

medium, inang, umur biakan, lengas dan cahaya (Gambar 2 A dan B). Panjang

pedisel 2-10 µm. Umumnya di alam sporangium menghasilkan 15-30 spora

kembara (zoospora). Sporangium dapat pula menjadi sporangium sekunder atau

konidium (Waterhouse, 1974).

Page 39: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

14

Gambar 2. (A) Sporangium P. palmivora berbentuk ovoid dengan pedisel yang jelas. (B) Zoospora

P. palmivora bertahan sebagai klamidospora dalam tanah dan miselium

pada bantalan bunga, buah muda (cherelle), batang pohon kakao, dan sisa-sisa

tanaman yang tersebar di tanah. Busuk buah dapat berasal dari inokulum yang

bertahan di tanah, sisa-sisa tanaman, bantalan bunga, kulit, kanker batang, tangkai

buah, buah muda (cherelle), buah dan tangkai daun. Peran masing-masing sumber

inokulum tersebut berbeda antar daerah atau negara. Umumnya tanah dan akar

berperan sebagai sumber inokulum primer yang memberikan inokulum infektif

pada awal musim hujan untuk mulainya epidemi busuk buah; sedangkan buah dan

bagian kanopi yang sakit berperan sebagai sumber inokulum sekunder dan

berhubungan langsung dengan kehilangan hasil (Pereira, 1995).

Epidemi penyakit busuk buah kakao terjadi akibat penyebaran vertikal

(dalam satu pohon) dan horizontal (antar pohon) inokulum P. palmivora.

Penyebaran vertikal terjadi akibat kontak langsung antara buah sakit dan buah

sehat, penyebaran inokulum oleh tetesan air hujan dari buah sakit ke buah sehat di

bawahnya, bantuan serangga vektor, dan percikan air hujan dari tanah ke buah di

sekitar pangkal batang. Penyebaran horizontal dapat terjadi dengan bantuan

serangga, kontak antar pohon, angin (Muller, 1974). Penyebaran horizontal lebih

lambat dibandingkan dengan penyebaran vertikal (Gambar 3).

A B

Page 40: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

15

Gambar 3. (A) Infeksi P. palmivora pada buah di pohon dan (B) serangan P. palmivora pada bibit.

Penyakit busuk buah sukar dikendalikan karena epidemiologi penyakit ini

kompleks dan belum dapat diungkapkan secara tuntas (Gregory & Maddisson,

1981 cit. Tey, 1991), pembuangan sumber inokulum primer yang terdapat di

pohon (buah sakit dan kanker batang) maupun di tanah (serasah dan kulit buah)

tidak menyebabkan penundaan terjadinya epidemi pada musim hujan. Hal ini

menunjukkan adanya sumber inokulum lain yang memperbesar deposit (pool)

inokulum primer (Dennis & Konam, 1994).

Perkembangan busuk buah dipengaruhi oleh kelembapan udara.

Kelembaban udara 80-95% selama 2-4 jam mendukung infeksi spora kembara P.

palmivora. Ada interaksi antara curah hujan, keragaan (performance) tanaman dan

penyakit. Busuk buah berhubungan langsung dengan jumlah buah di pohon dan

curah hujan, namun jumlah buah berbanding terbalik dengan curah hujan

(Thorold, 1975).

Menurut Purwantara (1990); Purwantara & Pawirosoemardjo (1992)

kebasahan permukaan buah dan kelembaban udara berperan langsung terhadap

infeksi P. palmivora pada buah kakao. Peranan curah hujan terjadi secara tidak

langsung melalui terjadinya kebasahan permukaan buah dan meningkatnya

kelembaban udara. Pengaruh suhu terhadap perkembangan infeksi terjadi secara

tidak langsung, melalui pengaruhnya pada kelembaban udara dan kebasahan buah.

B A

Page 41: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

16

D. Pengendalian Penyakit Busuk Buah

Pengendalian kultur teknik merupakan bagian penting dalam pengelolaan

penyakit busuk buah. Cara ini meliputi pembuangan gulma dan epifit,

pemangkasan, pengaturan jarak tanaman dan manipulasi naungan. Cara ini dapat

memperbaiki sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban tajuk dan membatasi

insiden busuk buah (Akrofi & Opuku, 2000). Pengurangan sumber inokulum

dapat dilakukan dengan membuang kulit buah yang tersebar di tanah, buah kering

(mummified pod) dan buah sakit pada pohon (Muller, 1974).

Pengendalian serangga vektor, seperti Drosophila dengan insektisida dapat

mengurangi kerugian akibat busuk buah (Muller, 1974). Kumbang (Coleoptera:

scolytidae dan nitidulidae) mempunyai peranan cukup penting dan penyebaran

inokulum P. palmivora di Papua New Guinea, sehingga mempunyai implikasi

penting dalam strategi pengendalian penyakit (Konam et al., 2000).

Penyemprotan fungisida merupakan cara pengendalian busuk buah kakao

yang penting sejalan dengan intensifikasi pengusahaan tanaman ini. Umumnya

dipergunakan fungisida tembaga seperti bubur Bordeaux, tembaga-oksida,

tembaga-oksiklorida, dan tembaga-hidroksida (Thorold, 1975). Berdasarkan

pengalaman di banyak negara selama 25 tahun, Gorenz (1974) menyatakan

penyemprotan fungisida kontak sering kali memberikan hasil yang tidak konsisten

dan tidak menguntungkan. Keefektivfan fungisida kontak tergantung pada

meratanya deposit bahan tersebut pada permukaan buah. Keadaan ini sukar

dicapai karena adanya lapisan lilin pada permukaan buah, bentuk dan letak buah

di pohon (Gorenz, 1974) dan pertumbuhan buah yang cepat (Thorold, 1975). Oleh

karena itu diperlukan fungisida sistemik yang dapat memberikan perlindungan

pada tanaman.

Fungisida sistemik yang efektif mengendalikan busuk buah dan kanker

batang kakao dan memberikan perlindungan lama pada buah adalah fosfonat

(Brown et al., 1997; Pereira, 1995). Fungisida ini efektif terhadap jenis jamur

dalam bangsa Peronosporales. Dosis anjuran 2,5 – 5,0 gram bahan aktif per liter

air (Schwin, 1983). Sebagai fungisida sistemik, fosfonat diformulasi dalam bentuk

fosetyl-Al dan kalium fosfonat. Fosfonat dapat menurunkan virulensi P.

palmivora pada inang (Dunstan et al., 1990) dan meningkatkan respon pertahanan

Page 42: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

17

inang (Akrofi & Opoku, 2000). Fosfonat mempunyai residual activity selama

sepuluh bulan sehingga melindungi pohon dan buah selama satu musim

(Anderson et al., 1989 cit. Akrofi & Opoku, 2000). Namun injeksi fosfonat

menyebabkan gejala terbakar (scorching) jaringan internal batang dan kulit batang

menjadi retak. Sampai sekarang teknologi ini tidak dapat ditransfer ke petani di

Indonesia, meskipun telah diterapkan secara luas di Papua Nugini (Akrofi &

Opoku, 2000).

Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian penyakit yang

paling bermanfaat karena cara ini ramah lingkungan (Akrofi & Opoku, 2000).

Varietas dengan tingkat ketahanan tertentu yang lebih mudah ditemukan di antara

bahan tanam yang ada atau yang dihasilkan melalui hibridisasi merupakan cara

terbaik untuk mengatasi busuk buah kakao (Muller, 1974).

Menurut Muller (1974), ketahanan kakao terhadap penyakit busuk buah

dibedakan atas ketahanan sejati (true resistance) dan ketahanan semu (false

resistance) atau disease avoidance. Ketahanan pertama merupakan hasil dari

karakteristik anatomi, fisiologi dan biokimia, sedangkan ketahanan kedua hasil

dari karakteristik fenologi pohon sehingga terhindar dari infeksi P. palmivora.

Penggunaan bahan tanam tahan dapat memperlambat perkembangan

epidemi penyakit (Campbell & Madden, 1990). Berdasarkan epidemilogi,

ketahanan tanaman dapat bekerja dengan cara berikut: a) reduksi jumlah infeksi,

b) reduksi laju perluasan bercak, c) reduksi sporulasi patogen, d) memperpanjang

masa inkubasi, dan e) reduksi deposisi spora (Berger, 1977).

E.Mekanisme Ketahanan

Umumnya penyakit busuk buah kakao dikendalikan secara preventif

menggunakan fungisida berbahan aktif tembaga. Penyemprotan fungisida

dilakukan secara periodik untuk menjamin kepastian hasil, sehingga pembelian

fungisida merupakan komponen biaya pemeliharaan yang terbesar (40% dari

biaya pemeliharaan). Ketahanan horizontal diperlukan untuk perbaikan tanaman

tahunan, seperti kakao, namun sukar penanganannya untuk pemuliaan tanaman.

Zadoks (1997) menyatakan bahwa ketahanan kakao terhadap

P. palmivora dan jamur patogen lain cenderung bersifat tidak lengkap (partial

Page 43: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

18

resistance) yang didasarkan pada satu atau lebih komponen ketahanan yang dapat

atau tidak dapat berkorelasi satu sama lain.

Bahan tanam tahan terhadap penyakit ini merupakan pemecahan masalah

tersebut untuk jangka panjang. Simmonds (1994) menyatakan bahwa ketahanan

buah kakao terhadap P. palmivora diperkirakan lebih bersifat horizontal daripada

vertikal. Menurut Agrios (1997) ketahanan tanaman dapat bersifat pasif (terbentuk

tanpa rangsangan dari patogen) atau aktif (ekspresinya diimbas oleh serangan

patogen), melibatkan mekanisme struktural dan biokimia. Duniway (1983)

menyatakan bahwa ketahanan tanaman terhadap Phytophthora spp. meliputi

ketahanan struktural, penghalang struktural terimbas, reaksi hipersensitif, dan

produksi senyawa antimikrobia.

Ketahanan buah kakao terhadap P. palmivora merupakan sistem

multikomponen yang terekspresi dalam dua tahap, dinyatakan sebagai ketahanan

prapenetrasi dan pascapenetrasi. Ketahanan prapenetrasi berhubungan dengan

faktor morfologi yang mempengaruhi perkembangan prapenetrasi dan penetrasi

patogen, dan menentukan jumlah bercak yang terjadi. Ketahanan pasca penetrasi

berhubungan dengan mekanisme biokimia yang dapat mempengaruhi luasnya

jaringan yang diserang patogen (Irwaro et al., 1995). Fry (1982) menyatakan

bahwa walaupun patogen berhasil mempenetrasi jaringan inang, sering kali

perkembangan selanjutnya terhambat.

F. Mekanisme Ketahanan Struktural

Mekanisme ketahanan struktural dapat berupa sifat morfologi dan anatomi.

Menurut Fry (1982) walaupun sering kali mekanisme ketahanan bekerja setelah

jaringan terpenetrasi, karakteristik struktural dapat mempengaruhi ketahanan

inang. Fulton (1989) memperkirakan morfologi buah kakao berpengaruh pada

disposisi dan penyebaran efektif inokulum P. palmivora. Permukaan buah kakao

dapat menjadi inkubator mikro yang baik bagi pertumbuhan spora P. palmivora.

Karena spora patogen ini bersifat hidrofilik, spora berada dalam lapisan air

permukaan buah dan biasanya menempel pada bagian ujung buah. Tarjot (1974)

menyatakan bahwa lengas di permukaan buah berpengaruh besar pada

perkecambahan spora.

Page 44: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

19

Penelitian Tarjot (1972) menunjukkan bahwa jumlah mulut kulit dan

rambut-rambut pada epidermis tidak berkorelasi dengan ketahanan buah kakao

terhadap P. palmivora. Patogen ini selalu dapat melakukan penetrasi ke dalam

jaringan buah rentan maupun tahan. Diperkirakan ketahanan terhadap patogen ini

terletak pada beberapa lapisan sel parenkima di bawah epidermis (Gambar 4).

Phillips-Mora (1999) menyatakan bahwa hubungan antara jumlah, panjang,

lebar, panjang x lebar dan panjang/lebar mulut kulit (stomata) tidak dapat

menjelaskan ketahanan kultivar kakao terhadap P. palmivora, meskipun ada

perbedaan nyata antar kultivar. Kultivar tahan (P 7) dan moderat (UF 668)

mempunyai jumlah mulut kulit terbanyak, sebaliknya CATIE 1000 (tahan) dan P

12 (rentan) mempunyai jumlah mulut kulit yang lebih sedikit.

Flores (1989 cit. Enriquez & Soria, 1999) yang mengkaji hubungan Monilia

roreri dan T. cacao menunjukkan tidak ada perbedaan anatomi eksternal antara

buah kakao tahan dan rentan. Hasil penelitian Iwaro et al. (1997) menunjukkan

adanya korelasi nyata antara ketahanan penetrasi (jumlah bercak) dengan

kerapatan mulut kulit dan panjang pori. Ketahanan ini tidak berkorelasi dengan

lapisan lilin pada permukaan epidermis, ketebalan, kekerasan, dan kandungan

lengas perikarp. Ciri morfologi buah tidak berkorelasi dengan ketahanan pasca

penetrasi, ini menunjukkan kemungkinan peran mekanisme biokimiawi.

Enriquez & Soria (1999) menunjukkan bahwa setiap buah kakao yang tahan

terhadap M. roreri mempunyai cellular arrangement parenkim sub epidermis

Gambar 4a: Kerapatan stomata pada epidermis buah kakao (Tarjot, 1972)

Gambar 4b: Tabung kecambah saat penetrasi pada stomata (Tarjot, 1972)

BA

Page 45: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

20

yang berbeda dibandingkan buah rentan. Buah tahan mempunyai sel-sel yang

kompak dan juga mengandung sejumlah besar senyawa fenolat.

Lignifikasi dinding sel merupakan suatu bentuk ketahanan tanaman

terhadap penetrasi patogen. Pada dinding sel, lignin terdapat dalam lamela tengah,

dinding sel primer dan sekunder (Akai & Fukutomi, 1980). Menurut Friend

(1979) lignifikasi merupakan suatu mekanisme ketahanan mentimun terhadap

Cladosporium cucumerinum. Penggabungan lignin ke dalam dinding sel tanaman

memberikan kekuatan mekanik dan memungkinkan dinding sel lebih tahan

terhadap degradasi enzim patogen (Goodwin & Mercer, 1990). Dinding sel yang

terlignifikasi merupakan penghalang yang dapat mencegah pergerakan hara

sehingga patogen dapat mengalami kelaparan (starvation). Prekursor lignin

berpengaruh toksik pada patogen. Semua perubahan dinding sel setelah infeksi

dapat meningkatkan ketahanan, dengan menghentikan patogen secara langsung

atau dengan memperlambat proses penetrasi sehingga tanaman dapat

mengaktifkan mekanisme pertahanan berikut. Lignifikasi dapat pula terjadi pada

sel patogen (Wiranata, 2004).

Menurut Wood (1985) ada perbedaan ketebalan kulit buah dan tingkat

lignifikasinya antar kultivar kakao sehingga dimungkinkan dapat berperan sebagai

faktor ketahanan terhadap penyakit busuk buah.

G. Mekanisme Ketahanan Biokimiawi

Mekanisme ketahanan biokimia tanaman terkait erat dengan produksi

senyawa antimikrobia dari jalur sekunder. Selirennikof (2001) menyatakan ada

beberapa kelompok senyawa anti cendawan antara lain PR-Protein, defensin,

cyclophilin like-protein, glycine, killer protein/killer toxin dan protease inhibitor.

PR-protein merupakan protein yang terinduksi sintesisnya ketika terjadi proses

patogenesis atau serangan patogen pada tanaman (Ubhayasekera, 2005). Sejumlah

PR-protein juga dapat terinduksi oleh berbagai faktor antara lain stres kekeringan,

salinitas, pelukaan, logam berat, oleh perlakuan elisitor endogen maupun eksogen,

dan oleh perlakuan zat pengatur tumbuh tanaman (Karprezewska, 2003). PR-

protein dikelompokkan ke dalam 5 kelas protein yaitu PR-1, PR-2, PR-3, PR-4

dan PR-5.

Page 46: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

21

PR- 3 protein (kitinase) memiliki berat molekul antara 26-43 kDa. Kitinase

dapat dikelompokkan menjadi 5-6 kelas (Fukamizo et al, 2003). Kitinase bekerja

memotong secara acak ikatan glikosida dari GleNac untuk menghasilkan

oligosakarida terlarut terutama kitobiosa yang selanjutnya akan dihidrolisis oleh

ß-N-acetylglucosaminidase menjadi GleNnac (Orikoshi et al., 2005). Stimulasi

atau induksi ekspresi gen kitinase karena adanya serangan patogen sering

ditemukan (Bishop et al., 2000).

Peroksidase (PRX) merupakan enzim yang berfungsi mereduksi senyawa

peroksida (H2O2) sehingga dihasilkan air dan produk yang teroksidasi. Peroksida

merupakan produk akhir yang umumnya terbentuk dari metabolisme oksidatif

pada tanaman dan merupakan oksidan yang kuat serta bersifat toksik terhadap sel

tanaman jika terakumulasi dalam jumlah besar. Untuk mencegah hal tersebut, sel-

sel eukariotik mengisolir enzim penghasil senyawa peroksida dalam organel

bermembran yang disebut peroksisom. Dalam peroksisom juga terdapat enzim

peroksidase yang berfungsi untuk mereduksi H2O2 menjadi air, sehingga menjadi

tidak berbahaya. Dalam proses reduksi tersebut digunakan donor elektron dari

amena aromatic, fenol, enediol.

Beberapa isoform baru peroksidase dapat diinduksi produksinya ketika

terjadi interaksi inang dan patogen (Harrison et al., 1995). Peroksidase juga

berperan dalam lignifikasi dinding sel, penyembuhan luka dan oksidasi auksin.

Induksi ekspresi isoform peroksidase oleh patogen juga berasosiasi dengan respon

Systemic Acquired Resistance (Ye et al., 1990). Peroksidase termasuk dalam

famili PR-9 dan telah berhasil dikarakterisasi dari sejumlah tanaman tingkat tinggi

antara lain tembakau (Lagrimini et al., 1997), kentang (Espelei et al., 1986).

Keterlibatan peroksidase dalam tahapan polimerisasi lignin diduga secara

langsung berkaitan dengan meningkatnya ketahanan fisik tanaman terhadap

infeksi patogen maupun kerusakan fisik (Chitoor et al., 1999).

H. Genetika Ketahanan Kakao terhadap Penyakit P. palmivora

Tujuan umum pemuliaan tanaman kakao adalah mendapatkan bahan tanam

atau varietas yang lebih baik dari varietas atau klon yang sudah ada. Menurut

Iswanto & Winarno (1992; Suhendi, et al., 2005), pemuliaan kakao di Indonesia

Page 47: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

22

ditujukan untuk menemukan bahan tanam unggul dengan ciri sebagai berikut:

potensi hasil tinggi, kualitas biji baik, dan tahan terhadap hama dan penyakit

penting seperti busuk buah (P. palmivora) dan vascular streak dieback

(Oncobasidium theobromae Talbot & Keane). Kakao yang merupakan tanaman

perkebunan penting di Indonesia umumnya dikembangkan secara vegetatif

(kakao mulia/edel cocoa) dan menggunakan benih hibrida (kakao lindak/bulk

cocoa) sehingga semakin menyebabkan sempitnya variabilitas genetik.

Beberapa kajian terdahulu menunjukkan bahwa sumber gen ketahanan

terhadap penyakit busuk buah dapat ditemukan antara lain pada daerah asal

tanaman kakao, yaitu dari hulu sungai Amazon (Brazil). Klon atau hibrida tahan

dari wilayah ini (Iquinitos, Nanay, dan Parinari) adalah: P 7, P 30, Pa 35, Na 32,

T.85/799 (IMC 60 x Na 34), T 87 (IMC 60 x Na 34), T. 79/501 (Na 32 x Pa 7), T

60 (Pa 7 x Na 32), T 86/2 (Pa 35 x Pa 7), T 65/7 (P 7 x IMC 47). Klon tahan lain

adalah Sca 6, Sca 12 (dari Ekuador), TSH 565, 516, 774 (dari Trinidad) (Soria,

1974). Hasil pengujian di beberapa negara menunjukkan bahwa Sca 6 dan Sca 12

memberikan ketahanan mantap (Iswanto & Winarno, 1992; Lopez-Baez et al.,

1999; Philip-Mora, 1999). Uji ketahanan terhadap kanker batang (P. palmivora)

pada beberapa hibrida di Jawa Timur yang menggunakan tetua tahan sebagai

pejantan dan tetua rentan sebagai induk hibrida GC 1 x Sca 6, GC1 X Sca 12,

GC2 X Sca 6 dan GC 2 x Sca 12 memberikan ketahanan yang lebih baik

dibandingkan dengan hibrida yang lain (Iswanto et al., 1994).

Gambar 5. (A) Buah kakao klon GC7 (rentan), (B) Buah kakao klon DRC 16 (resisten).

Klon tahan lain di Indonesia adalah ICS 6, DRC 16 sedangkan, DR 2, DR

38, DRC 9, Sca 89 moderat, dan GC 7, DR 1 rentan (Iswanto & Winarno, 1992).

BA

Page 48: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

23

Klon kakao anjuran yang tahan terhadap penyakit busuk buah adalah P 300, RRC

71, RCC 73 (Prawoto et al., 1998).

Menurut Luz et al. (1999), klon EET 59, ICS 9, CEPEC 13, Pa 16, Pa 30, Pa

81, Pa 121, Pa 150, Pa 169, RB 40, dan RB 48 tahan terhadap penyakit busuk

buah dan dipergunakan sebagai tetua dalam program pemuliaan ketahanan

terhadap P. palmivora di Brazil.

Hasil pengujian ketahanan dengan menggunakan buah di Laboratorium

menyimpulkan hibrida DR 1 x Sca 12, DRC 16 x Sca 6, DRC 16 x Sca 12 tidak

menunjukan beda nyata dalam luas bercak hasil inokulasi miselium P. palmivora

dibanding dengan klon DRC 16, Sca 6 dan Sca 12 yang tahan. Bila dibandingkan

dengan klon DR 1 yang bersifat rentan, maka hibrida-hibrida tersebut tahan

terhadap patogen tersebut (Sri-Sukamto & Mawardi, 1986; Winarno & Sri-

Sukamto, 1989),

Berdasarkan hasil penelitian terhadap penyakit P. palmivora di Kamerun

diperoleh beberapa kesimpulan bahwa, ketahanan semu disebabkan oleh

bergesernya periode pembungaan dari musim yang mendukung perkembangan

patogen. Waktu berbunga lebat pada Klon UPA 134 terjadi pada pertengahan

musim kemarau, sehingga buah dapat terhindar dari infeksi P. palmivora. Klon

serupa adalah SNK 10, 12, 16,136, 213, 459; ICS 39, 40, 43, 46, 61 (Muller,

1974). Di Nigeria, puncak produksi kakao klon T 24/12 tercapai 2-3 bulan setelah

musim hujan sehingga umumnya buah masih kecil dan kerugian akibat busuk

buah rendah. Ini menunjukkan adanya korelasi antara ukuran buah dan serangan

P. palmivora (Toxopeus, 1999). Fenomena escape diamati pula di Pantai Gading

(Kebe et al., 1999).

Sumber gen ketahanan terhadap P. palmivora dapat pula dicari dari jenis

lain Theobroma. Buah T. grandiflora tahan terhadap inokulasi spora patogen

tersebut; sebaliknya T. bicolor, T. spiciosa, T. simiarum dan T. mammosum rentan

(Hansen, 1961 cit. Soria, 1974). Penggunaan jenis ini sebagai sumber gen tahan

menghadapi kendala karena keberhasilan hibridisasinya dengan T. cacao sangat

terbatas. Hibrid T. cacao x T. grandiflora mempunyai pertumbuhan lambat, lemah

dan fertilitas rendah (Soria, 1974).

Page 49: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

24

Penanganan karakter kuantitatif di dalam pemuliaan tanaman tidak

sesederhana pada beberapa karakter kualitatif yang dapat dilakukan suatu analisis

dengan menggunakan genetika Mendel. Suatu upaya dengan pendekatan statistik

dengan menggunakan nilai tengah, ragam dan peragam dilakukan terhadap

karakter kuantitatif guna menduga parameter genetik yang penting dalam

pemuliaan tanaman seperti heritabilitas dan korelasi genetik.

Dalam proses kegiatan pemuliaan tanaman, upaya seleksi untuk karakter

tertentu yang bersifat kuantitatif tanpa sengaja dapat mengakibatkan turut

terseleksinya karakter-karakter lainnya yang dapat menguntungkan ataupun

merugikan bagi pemulia. Terkait dengan hal tersebut, penting diketahui dengan

pasti hubungan (korelasi) antar karakter tanaman yang diteliti. Koefisien korelasi

genetik merupakan hubungan genetik antar karakter, yang merupakan informasi

bagi karakter yang mungkin dapat digunakan sebagai indikator untuk karakter lain

yang lebih penting (Miller et al., 1957).

I. Analisis Daya Gabung

Daya gabung adalah kemampuan untuk berkombinasi dengan genotip yang

lain dan menghasilkan keturunan yang unggul. Terdapat dua macam daya gabung

yaitu daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Menurut

Falconer (1981) efek daya gabung umum dan khusus merupakan indikator penting

dari nilai potensial suatu galur murni untuk kombinasi persilangan suatu hibrida.

Daya gabung umum (DGU) merupakan hasil aksi gen aditif, sedangkan daya

gabung khusus (DGK) merupakan kemampuan kombinasi spesifik hasil dari gen

dominan dan epistasis aditif (Welsh, 1981).

Menurut Griffing (1956), dalam melakukan analisis daya gabung diperlukan

tiga set materi genetik antara lain: tetua, F1 hasil persilangan dan resiproknya.

Lebih lanjut Griffing menggunakan empat metode dalam analisis daya gabung

yaitu: Metode I menggunakan tetua, F1 hasil persilangan dan resiproknya, Metode

II menggunakan tetua dengan F1 hasil persilangan saja, Metode III menggunakan

F1 saja dan resiproknya tanpa melibatkan tetua dan Metode IV hanya

menggunakan F1 hasil persilangannya saja.

Masalah utama yang dihadapi tanaman kakao dalam merakit kakao hibrida

Page 50: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

25

yang mempunyai produksi tinggi, mutu baik tahan terhadap penyakit dan hama

utama adalah tersedianya material genetik plasma nutfah yang terbatas. Seperti

tanaman tahunan yang diperbanyak secara klonal, kelemahan kakao adalah

keragaman genetik yang terbatas. Besarnya daya gabung antar plasma nutfah

yang digunakan sebagai tetua dan besarnya heterosis yang diperoleh oleh

hibridanya berbeda-beda. Besarnya ragam daya gabung umum penting untuk

diketahui karena pada kebanyakan sifat ragam DGU selalu lebih besar dari pada

ragam DGK (Simpson & Everson 1982). Hal ini berarti bahwa dalam

mempengaruhi sifat, aksi gen aditif lebih berperan dibandingkan dengan gen non

aditif.

J. Heterosis

Umumnya apabila dua tetua tanaman yang berlainan disilangkan, maka

keturunannya akan memperlihatkan gejala heterosis atau vigor hibrid yaitu

keturunan yang memiliki peningkatan suatu karakteristik yang lebih besar

dibandingkan rata-rata kedua tetuanya (Phoelman & Sleper, 1995). Terkait

dengan pemahaman gejala heterosis, terdapat dua hal yang perlu mendapat

perhatian, yaitu pertama apabila dua homosigot disilangkan maka akan diperoleh

genotip hibrida yang penampilannya melebihi kedua tetuanya. Genotipe hibrida

yang memperlihatkan gejala heterosis tersebut memiliki konstitusi genetik

heterosigot. Kedua, seleksi genotipe pada generasi F2 dan seterusnya tidak

memberikan peluang diperolehnya genotipe-genotipe dengan penampilan yang

serupa dengan kultivar hibrida F1 (Baihaki, 1989).

Hingga saat ini terdapat dua hipotesis utama yang dapat menjelaskan

mekanisme gejala heterosis, yaitu hipotesis dominan dan over dominan. Hipotesis

dominan menjelaskan gejala heterosis yang paling luas penerimaannya. Hipotesis

ini menjelaskan bahwa akumulasi gen-gen dominan yang unggul dalam satu

genotipe tanaman menyebabkan munculnya fenomena heterosis, sedangkan

penampilan gen-gen resesifnya akan tertutupi atau hilang (Phoelman & Sleper,

1995). Berdasarkan hipotesis ini, fenomena heterosis merupakan hasil aksi dan

interaksi gen-gen dominan yang unggul yang terkumpul dalam satu genotipe F1

dari hasil persilangan kedua tetua. Tanaman menyerbuk silang mencakup banyak

Page 51: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

26

individu yang secara genetik merupakan individu-individu yang berbeda (Baihaki,

1989).

Hipotesis over dominan menjelaskan bahwa vigor hibrida merupakan hasil

penampilan superioritas heterosigositas terhadap homosigositas. Hal in berarti,

individu yang berpenampilan superior merupakan individu yang memilki

konstitusi gen heterosigot yang banyak. Genotipe yang heterosigot memiliki

tingkat superioritas yang lebih tinggi dibanding dengan genotipe homosigot (Fehr,

1987). Menurut Phoelman & Sleper (1995) hal tersebut mengandung makna

bahwa heterosis terjadi karena adanya interaksi antar gen pada lokus yang sama.

K. Heritabilitas

Nilai heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif peran faktor genetik

yang mengukur kemampuan suatu genotip dalam populasi tanaman untuk

mewariskan karakter-karakter yang dimiliki. Pengertian lain menjelaskan bahwa

heritabilitas adalah suatu pendugaan yang mengukur sampai sejauh mana

variabilitas penampilan suatu genotip dalam populasi terutama disebabkan oleh

peranan faktor genetik. Pemahaman tersebut diperoleh dari pengertian bahwa

pendugaan heritabilitas merupakan perbandingan varian genetik dengan varian

fenotip suatu karakter dalam populasi (Poehlman & Sleper, 1995; Allard, 1960).

Melalui hertabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul pada

suatu karakter terutama disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor

lingkungan. Dengan demikian para pemulia tanaman dapat memperlihatkan dari

karakter mana yang dapat memberikan respon terhadap suatu usaha perbaikan

yang akan dilakukan. Walaupun heritabilitas merupakan parameter genetik yang

memberikan arti besar dalam pemuliaan tanaman, tetapi bukan merupakan suatu

konstanta yang bernilai tetap.

Nilai duga heritabilitas adalah parameter yang sangat penting dalam

pemuliaan karena sangat berpengaruh terhadap keefektifan seleksi. Heritabilitas

didefinisikan sebagai proporsi total variabilitas yang disebabkan oleh faktor

genetik terhadap variabilitas fenotipik suatu karakter (Allard, 1960; Fehr, 1987;

Hallauer & Miranda, 1988; Crowder, 1993). Heritabilitas tipe ini dikenal sebagai

heritabilitas arti luas (broad sense heritability/h2bs)dan diduga sebagai nisbah

Page 52: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

27

varians genetik terhadap varians fenotipe.

Varian genetik terdiri atas varian aditif, varians dominan, dan varian

interaksi (epistasis), sedangkan varian fenotipe adalah varian genetik ditambah

dengan varian lingkungan (Falconer, 1989). Heritabilitas didefinisikan sebagai

nisbah varian genetik aditif terhadap varian fenotipik. Ini dikenal sebagai

heritabilitas arti sempit (narrow sense heritability)/ h2ns) yang menggambarkan

besar suatu karakter mewaris ke keturunannya (Falconer, 1989).

Heritabilitas bukan merupakan besaran yang konstan. Besarnya nilai

heritabilitas sangat tergantung pada metode estimasi yang digunakan. Beberapa

metode yang biasa digunakan meliputi: metode pendugaan komponen varian,

metode regresi tetua dan keturunan, dan metode pendugaan varian lingkungan

secara tidak langsung (Fehr, 1987). Metode lain, yang biasa digunakan untuk

menduga heritabilitas arti sempit, adalah dengan menggunakan populasi

backcross (Warner, 1952). Klasifikasi tinggi rendahnya heritabilitas suatu karakter

ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai duga yang diperoleh. Menurut Halloran et

al. (1979), heritabilitas dianggap rendah bila h2 <0,2, sedang bila 0,2 ≤ h2

≤ 0,5,

dan tinggi bila h2 > 0,5.

Apapun metode yang digunakan, ada beberapa asumsi harus dipenuhi untuk

mendapatkan nilai duga heritabilitas yang akurat. Asumsi tersebut meliputi: 1)

tidak ada interaksi non allelik, 2) tidak ada interaksi genetik dengan lingkungan,

3) tidak ada pautan antar gen, dan 4) varian lingkungan pada populasi F2 dan

beckcross adalah sama (Warner, 1952; Dudly & Moll, 1969). Tidak terpenuhinya

asumsi-asumsi tersebut menghasilkan nilai duga heritabilitas yang bias terlalu

tinggi atau terlalu rendah.

Page 53: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

JUDUL 1. ISOLATION OF INDIGENOUS Phytophthora palmivora FROM INDONESIA, THEIR MORPHOLOGICAL AND PATHOGENICITY

CHARACTERIZATIONS

Abstrak

Patogenisitas isolat P. palmivora dari berbagai sentra produksi kakao di

Indonesia belum banyak dievaluasi. Apalagi isolat P. palmivora dapat berubah

dari waktu ke waktu. Sehingga koleksi dan identifikasi keberadaan P. palmivora

di lapangan perlu secara periodik dilakukan. Tujuan spesifik penelitian yang

dilakukan adalah: (1) mengkoleksi isolat indigenus Phytophthora palmivora dari

sejumlah sentra produksi kakao di Indonesia, (2) mengkarakterisasi isolat

indigenus P. palmivora dari Indonesia menggunakan berbagai karakter morfologi,

dan (3) mengevaluasi patogenisitas isolat indigenus P. palmivora terhadap buah

kakao. Isolat indigenus P. palmivora diisolasi dari buah kakao terinfeksi yang

berasal dari kebun kakao di 21 kabupaten dan 13 provinsi di Indonesia. Isolat

yang didapat selanjutnya dikarakterisasi morfologi dan patogenisitasnya. Hasil

penelitian menunjukkan 24 isolat indigenus P. palmivora telah berhasil diisolasi

dari 13 kabupaten dan 8 provinsi di Indonesia. Isolat indigenus yang didapat

mempunyai bentuk spora ellipsoid, globoid, atau ovoid. Sebaliknya, antar isolat

indigenus tidak terdapat perbedaan yang jelas untuk papila dan pediselnya.

Meskipun isolat indigenus P. palmivora yang didapat secara morfologis hampir

sama, terdapat perbedaan yang besar dalam tingkat patogenisitasnya terhadap

kakao klon GC 7, ICS 60 atau TSH 858. Isolat P. palmivora LBSBR dari Lubuk

Basung, Sumatra Barat diketahui sangat patogenik terhadap ketiga kultivar kakao

yang diuji. Sedangkan isolat JkBwi (12) dan KgBwi (8) dari Banyuwangi, Jawa

Timur; PtBdg (7) dari Badung, Bali; SsSpg (36) dan AgSpg1(35) dari Sopeng,

Sulawesi Selatan, serta PwMnw dari Manokwari, Papua Barat bersifat patogenik

atau sangat patogenik terhadap buah dari tiga klon kakao yang diuji. Kecuali

dilakukan pengendalian yang sesuai, isolat indigenous P. palmivora yang bersifat

sangat patogenik atau patogenik dapat berkembang menjadi kendala utama dalam

budidaya kakao di Indonesia di masa mendatang.

Kata kunci: kakao, busuk buah, uji buah dipetik, klon GC 7, ICS 60, TSH 858

Page 54: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

ISOLATION OF INDIGENOUS Phytophthora palmivora FROM INDONESIA, THEIR MORPHOLOGICAL AND PATHOGENICITY

CHARACTERIZATIONS

Abstract

Pathogenicity of Phytophthora palmivora isolates from various cacao

production centers has not been evaluated. Moreover, isolates of this pathogen

may change in time (Goodwin, 1997). Therefore, collection and identification of

the existing P. palmivora need to be done from time to time. The specific

objectives of this research were: (1) to collect indigenous isolates of P. palmivora

from a number of cacao production centers in Indonesia, (2) to characterize the

Indonesian indigenous isolates using various morphological characters, and (3) to

evaluate pathogenicity of the indigenous isolates. The indigenous isolates of P.

palmivora were isolated from diseased cacao pod from cacao plantations at 21

districts and 13 provinces in Indonesia. Morphological and pathogenicity

characterization were conducted on the identified isolates. Results of the activities

showed that 24 indigenous isolates of P. palmivora were identified from various

cacao production centers in 13 districts and 8 provinces in Indonesia. These

isolates produced ellipsoid, globoid, or ovoid spores. On the other hand, they

exhibited less apparent differences in their papillae and pedicels. Although these

indigenous isolates of P. palmivora were morphologically similar, they exhibited

a diverse pathogenicity against cacao clones GC7, ICS60 and TSH858. The

LBSBR isolate of P. palmivora from Lubuk Basung, West Sumatra were

identified as very pathogenic against the three cacao clones tested, while JkBwi

(12) and KgBwi (8) isolates from Banyuwangi, East Java; PtBdg (7) isolate from

Badung, Bali; SsSpg (36) and AgSpg1 (35) from Sopeng, South Sulawesi, and

PwMnw from Manokwari, West Papua were characterized as either pathogenic or

very pathogenic against evaluated pods of the three cacao clones, respectively.

Unless properly managed, these pathogenic or very pathogenic indigenous isolates

of P. palmivora might become future major constraints in cacao production in

Indonesia.

Keywords: Cacao, black pod, detached pod assay, clones GC 7, ICS 60, TSH

858

Page 55: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

Introduction

Black pod disease of cacao is one of the major diseases associated with

cacao cultivation in the field (Prawirosoemardjo & Purwantara, 1992). The cacao

disease caused by Phytophthora palmivora significantly reduced pod and bean

yields of cacao. P. palmivora is also capable of infecting stems, young flushes,

and leaves of cacao in the field (Purwantara, 1990; Sri-Sukamto, 1985). Yield

reduction due to P. palmivora infection in Indonesia was reported up to 45.5%

(Prawirosoemardjo & Purwantara, 1992; Situmorang & Soeyatno, 1974) while in

other cacao producing countries in the world was between 20 – 30% yearly

(Wood & Lass 1985). Infection of P. palmivora was one of the major constraints

of cacao cultivation in most locations in Indonesia.

In the field, black pod disease is relatively difficult to control because the

epidemiology of this disease is very complex (Tey, 1991). A number of factor

supporting development of black pod disease in cacao plantation in Indonesia are:

(1) the cultivated cacao genotypes are mostly susceptible against black pod

disease, (2) the cacao pods require 5 - 7 months of development before harvesting

and they could get infected by black pod disease at any stage of their

development, (3) The relative humidity in Indonesia usually very high all year

round, therefore it is favorable for infection and disease development, (4) The

sources of infection are generally always available in the field because of the

favorable environment factors and the presence of many alternative hosts in the

field, and (5) the ability of P. palmivora to infect all plant parts of cacao (vander

Vosen, 1997).

Although P. palmivora could preventively be controlled with fungicides

(Holderness, 1990), the required cost for controlling this pathogen could reach up

to 40% out of total cost of cacao cultivation (Sunaryo & Situmorang, 1980).

Therefore, availability of alternative methods for controlling P. palmivora is

necessary. A number of antagonistic microbes were able to inhibit development of

P. palmivora (Sri-Sukamto et al., 1997, Tondje et al., 2006). However, their

effectiveness for controlling black pod disease in cacao needs further evaluation.

Information regarding P. palmivora isolates in Indonesia and other places

has been reported (Umayah & Purwantara, 2006). However, pathogenicity of P.

Page 56: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

32

palmivora isolates from various cacao production centers has not been evaluated.

Moreover, isolates of this pathogen may change in time (Goodwin, 1997).

Therefore, collection and identification of the existing P. palmivora need to be

done from time to time to determine the possible occurrences of new and more

pathogenic isolates in the field.

Understanding of the existing P. palmivora isolates infecting cacao and their

characters is needed in order to develop control strategies for the pathogen and to

support cacao resistance breeding program for black pod disease (Appiah, 2001;

Iwaro et al., 1998; Surujdeo-Maharaj et al., 2001). Therefore, isolation and

characterization of pathogenicity of indigenous P. palmivora isolates from various

places in Indonesia need to be conducted. Field isolates of P. palmivora from

various cacao production centers in Indonesia may also be used as reference

isolates. Subsequently, they can be used to evaluate resistance of cacao genotypes

against infection of P. palmivora.

Research activities supported by the Partnership Cooperation with

University in Agricultural Research Project (KKP3T) have been conducted to

develop effective control strategies for black pod disease in cacao through various

approaches, such as studying the indigenous isolates of P. palmivora (Sudarsono

et al., 2007). The success of isolating and characterizing indigenous isolates of P.

palmivora is expected to assist the development of effective methods for

controlling black pod disease in cacao and provide the reference isolates of P.

palmivora indigenous Indonesia to cacao breeders.

The general objectives of this study were to obtain and characterize

indigenous isolates of P. palmivora – the pathogen causing black pod disease in

cacao – from various cacao production centers in Indonesia. The specific

objectives of this research were: (1) to collect indigenous isolates of P. palmivora

from a number of cacao production centers in Indonesia, (2) to characterize the

Indonesian indigenous isolates using various morphological characters, and (3) to

evaluate pathogenicity of the indigenous isolates.

Page 57: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

33

Material and Methods

Collection of Diseased Cacao Pods. Samples of cacao pods infected with

black pod disease were collected from cacao plantations at 21 districts and 13

provinces in Indonesia. The provinces and districts were selected because they

were known as the center of cacao production in Indonesia or in the process of

developing cacao as one of the major crops in the locations. Within certain

province and district, locations where there were concentrations of cacao

plantations were selected for collecting diseased pods. List of locations of

diseased cacao pod collection was presented in Table 1. From each location, 2 - 3

cacao pods showing symptoms of black pod infection (Fig. 6.a) were collected.

The sampled cacao pods were either brought back directly or sent through express

mail service to Jember. Subsequently, the diseased pods were used to isolate

indigenous P. palmivora in subsequent experiments.

Isolation of Indigenous P. palmivora. Isolation of P. palmivora from

diseased cacao pod was conducted through three steps, such as: (1) baiting step,

(2) isolation step, and (3) identification and propagation steps, respectively. For

the baiting step, the diseased cacao pods were disinfected using 70% alcohol. A

piece of tissue was cut from diseased pod and used to inoculate a healthy pod of

cacao clone GC7 (4 months after pollination) (Fig. 6.b.). To maintain humidity,

the inoculated site of the healthy pods was padded with wet paper towel.

Subsequently, the inoculated cacao pods were wrapped with newspaper and

incubated for 5 – 7 days in plastic boxes. The relative humidity in the plastic

boxes was maintained at > 90%.

Once the inoculated pods showed specific symptoms of P. palmivora

infection, a piece of tissue from perimeter of diseased and healthy pod was cut

using a scalpel (Fig. 6.c.) and cultured on a petridish (diameter 9 cm) containing

solid PDA medium (Fig. 6.d.). For the isolation step, growing fungal colonies

were purified twice using hyphal tip culture on solid PDA medium. For the

identification step, observation was conducted for the ability of the isolated fungal

colonies to produce fungal spore specific for P. palmivora. Fungal colonies

capable of producing the specific fungal spore (Fig. 6.d.) were identified as

isolates of P. palmivora. The identified fungal isolates were propagated on solid

PDA medium and stored for further use.

Page 58: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

34

Figure 6 Steps of indigenous Phytophthora palmivora isolation from a sample of

cacao pod infected with black pod disease in the field and morphological characters of the isolates. (a) A sample of cacao pod infected with black pod disease; (b) Baiting step - inoculation of healthy pod with a piece of diseased cacao pod; (c) Occurrences of necrotic symptoms on healthy cacao pod inoculated with a piece of diseased pod and the tissue in the perimeter of diseased and healthy pod used as inocula for isolation step; (d) Fungal colonies growing from the inoculum tissues on solid PDA medium; (e) Example of typical spore formation from fungal isolate suspected as P. palmivora. Microscopic observation for the abilities to form those typical spores was conducted to verify the identity of the isolates as P. palmivora; and (f) Example of the ovoid (O) and ellipsoid (E) types of P. palmivora spore morphologies.

Gambar 6 Tahapan isolasi P. palmivora indigenus dari contoh buah kakao

terinfeksi busuk buah dari lapangan dan karakter morfologis isolat. (a) Contoh buah kakao terinfeksi; (b) Baiting step – inokulasi buah kakao sehat dengan potongan contoh buah sakit dari lapangan, (c) Kemunculan bercak gejala pada buah sehat yang diinokulasi dengan potongan buah bergejala dari lapangan dan potongan buah pada perbatasan jaringan yang bergejala dan tidak bergejala hasil baiting yang digunakan sebagai inokulum pada tahapan isolasi; (d) Koloni cendawan yang tumbuh dari inokulum pada medium PDA; (e) Contoh pembentukan spora pada isolat cendawan yang diduga P. palmivora. Pengamatan mikroskopik untuk kemampuan membentuk spora spesifik tersebut digunakan untuk mengidentifikasi isolat cendawan yang dievaluasi sebagai isolat P. palmivora; dan (f) Contoh morfologi spora - ovoid (O) dan ellipsoid (E).

(b) (c)

(d) (e)

(a)

(f) OE

Page 59: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

35

Figure 7 Variation of pathogenicity of indigenous isolates of Phytophthora palmivora from various cacao production centers in Indonesia based on the width of necrotic symptoms on inoculated cacao pod clones GC7 (a,b,c), ICS60 (d,e,f), and TSH858 (g,h,i). Each cacao pod was inoculated with one indigenous isolate of P. palmivora. Symptoms were recorded at 3 (a,d,g), 5 (b,e,h) or 7 (c,f,i) days after cacao pod inoculation with the tested indigenous isolates.

Gambar 7 Variasi patogenisitas isolat P. palmivora indigenus yang berasal

dari sentra produksi kakao di Indonesia berdasarkan lebar bercak pada buah kakao klon GC7 (a,b,c), ICS60 (d,e,f), dan TSH858 (g,h,i). Setiap buah kakao diinokulasi dengan satu isolat P. palmivora indigenus. Gejala dicatat pada hari ke 3 (a,d,g), 5 (b,e,h), atau 7 (c,f,i) sesudah inokulasi dengan masing-masing isolat.

Morphological Characterization of Indigenous P. palmivora. Each P.

palmivora isolate identified from previous experiment was grown on a 9-cm

petridish containing solid PDA medium. The fungal cultures were incubated for

seven days under dark condition in an incubation room. Temperature in the

incubation room was set at 26oC day and night. To induce sporulation, mycelia of

P. palmivora grown on solid PDA medium were cooled at 4o C for 15 minutes in a

refrigerator. Observation for the spore morphology was conducted under

binocular microscope with 100x magnification. In addition, the shape of the

fungal spore, the presence of pedicels and papillae were also recorded as part of

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

Page 60: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

36

morphological characters of the P. palmivora isolates.

Pathogenicity Test of Indigenous P. palmivora. Identified isolates of P.

palmivora were grown on solid PDA medium in Petri dishes, and subsequently

were used to inoculate healthy cacao pods in the pathogenicity test. Prior to

inoculation, the pods of cacao clones GC7 (susceptible), ICS60 (moderately

resistant) and TSH858 (resistant – against infection of P. palmivora) (Suhendi et

al., 2005) were rinsed in running tap water and damped using tissue towels. The

pods were inoculated with actively growing mycelia on solid PDA medium

(0.5x0.5 cm2) and the inoculated site was padded with wetted paper towels. After

inoculation, cacao pods were incubated for 7 days in wooden boxes with > 90%

relative humidity. To maintain relative humidity, 10 cm thick of foam was laid at

the base of wooden boxes and wetted with sterile water. The boxes were covered

with plastic covers and maintained at 28o C.

Starting at 3 days after inoculation (DAP), observations for the occurrences

of necrotic symptoms were conducted daily up to 8 DAP. The observations were

conducted on incubation periods, number of pods showing necrotic symptoms,

and average width of necrotic symptoms on the surfaces of cacao pods.

Pathogenicity of the isolates was determined based on the diameter of the necrotic

symptoms measured at 8 DAP. The pathogenicity of the isolates was grouped

based on criteria developed by Waterhouse (1975), such as: (1) non-pathogenic if

there is no necrotic symptom on the inoculated cacao pods; (2) less pathogenic if

the symptom was < 25%; (3) pathogenic if the symptom was between 25 – 50%;

and (4) very pathogenic if the symptom was > 50% of the infected cacao pods.

Results and Discussion

Isolation of Indigenous P. palmivora. Isolation of the pathogens from

cacao pods infected with black pod disease was conducted up to November 2007,

and a total of 44 fungal isolates exhibiting mycelia similar to P. palmivora were

obtained. These fungal isolates were obtained from cacao production centers at 21

districts and 13 provinces in Indonesia (Table 1).

Page 61: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

37

Table 1. List of locations of sampled cacao pods infected with black pod disease, the number of fungal isolates and the number of indigenous Phytophthora palmivora isolates identified from each location.

Tabel 1. Daftar lokasi pengambilan contoh buah kakao terinfeksi penyakit

busuk buah kakao, jumlah isolat cendawan dan jumlah isolat P. palmivora indigenus yang teridentifikasi dari masing-masing lokasi.

No. of fungal isolate:(Jumlah isolat

cendawan) No. Province (Provinsi)

District (Kabupaten)

Total (total)

P. palmivora

1 North Sumatera Deli Serdang 3 1 2 West Sumatera Lubuk Basung, Agam 2 2 3 Lampung Lampung Tengah 1 0 4 West Java Sukabumi 4 2 5 Central Java Wonosobo, Temanggung 2 0 6 East Java Jember, Banyuwangi 9 7 7 Bali Jembrana, Tabanan, Badung 6 5 8 South Sulawesi Sopeng 3 3 9 Southeast Sulawesi Konawe, Kolaka, Kendari 10 3 10 Central Sulawesi Toli-toli, Donggala 2 0 11 West Sulawesi Mamuju 1 0 12 West Papua Manokwari 1 1

13 Nangroe Aceh Darussalam (NAD)

Saree - -

Total 13 provinces 21 districts 44 24 Notes: the fungal isolates were identified as isolate of P. palmivora based on their

ability to produce typical spore on solid PDA medium and to infect cacao pods. Keterangan: isolat cendawan diidentifikasi sebagai isolat P. palmivora berdasarkan pada

kemampuannya untuk menghasilkan spora spesifik pada medium PDA padat dan kemampuannya menginfeksi buah kakao.

The ability to produce typical spores on PDA medium was evaluated to

verify the identity of the isolated fungi as P. palmivora. Results of identification

indicated that 24 out of 44 fungal isolates were positively identified as P.

palmivora. These 24 isolates of P. palmivora were obtained from diseased pods

originated from 13 districts and 8 provinces, such as: Jembrana, Tabanan, and

Badung districts (Bali Province), Banyuwangi and Jember (East Java), Sukabumi

(West Java), Lubuk Basung and Agam (West Sumatera), Deli Serdang (North

Sumatera), Soppeng (South Sulawesi), Kolaka and Konawe (Southeast Sulawesi),

Page 62: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

38

and Manokwari (West Papua) (Table 1).

The identified indigenous isolates of P. palmivora could be used as

reference isolates for evaluating response of cacao germplasm collections and

breeding lines against black pod disease in Indonesia. The reference isolates could

be used to inoculate cacao germplasm collections and identify the resistance

clones. The resistance clones could then be planted and cultivated in the target

areas where the reference isolates existed.

More indigenous isolates of P. palmivora would be re-isolated from

diseased cacao pods originated from districts and provinces that have not been

represented in this activity. However, results of characterization of only 24

identified indigenous isolates of P. palmivora were presented in this report.

Twenty fungal isolates evaluated did not produce typical spores of P. palmivora.

Therefore, they may not be the isolates of P. palmivora.

Morphological Characterization of Indigenous P. palmivora. All fungal

isolates positively identified as P. palmivora were evaluated for the shape of their

spores and for the presence of the pedicels and the papillae. Results of evaluations

indicated that indigenous isolates of P. palmivora from various cacao production

centers in Indonesia have spore shape either as ellipsoid (E), globoid (G), or ovoid

(O). Out of 24 isolates of P. palmivora identified, nine isolates have O spores and

only two has E spores (Table 2). Results of the observation also indicated nine

identified isolates of P. palmivora have a mixture of O and G spores and six

isolates have a mixture of O and E spores (Table 2). Examples of spore shapes of

indigenous isolate of P. palmivora were presented in Figure 6.f.

Page 63: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

39

Table 2. Morphological characteristics of indigenous isolates of Phytophthora palmivora based on the spores shape and the presence of pedicels and papillae.

Tabel 2. Karakteristik morfologis isolat P. palmivora indigenus berdasarkan

bentuk spora dan keberadaan pedisel serta papila.

Morphological characters (Karakter morfologis)

Isolate of P. palmivora (Isolat P.

palmivora)

Origin of isolate (Asal isolat)

Spore (spora)

Pedicel (pedisel)

Papillae (papila)

AdlnSU Deli Serdang, Noth Sumatra O + + LbSbr Lubuk Basung, West Sumatra O/E + + AgSbr Agam, West Sumatra O/E + + BlSkbm3B(15) Sukabumi, West Java O + + BLSkbm4A(16) Sukabumi, West Java O + + KgBwi(8) Banyuwangi, East Java O + + JkBwi(12) Banyuwangi, East Java O + + KoaJbr(10) Jember, East Java O + + KwJbr1(29) Jember, East Java O/G + + KwJbr2(30) Jember, East Java O/E + + KwJbr3(31) Jember, East Java O/E + + KwJbr4(32) Jember, East Java O/E + + PsTbn Tabanan, Bali O/G + + MJbrn Jembrana, Bali E + + PJbrn Jembrana, Bali O + + AsBdg(6) Badung, Bali O/G + + PtBdg(7) Badung, Bali O + + EgSpg(37) Sopeng, South Sulawesi O/G + + SsSpg(36) Sopeng, South Sulawesi O/G + + AgSpg1(35) Sopeng, South Sulawesi O/G + + OlKnw(26) Konawe, Southeast Sulawesi O/G + + TuKnw(27) Konawe, Southeast Sulawesi O/G + + TtKlk(20) Kolaka, Southeast Sulawesi O/G + + PwMnw Manokwari, West Papua O/G + +

Notes: Spore shape O: ovoid, E: ellipsoid, G: globoid. Pedicel and papilla: (+) with papilla and with pedicel.

Keterangan: Bentuk spora O: ovoid, E: ellipsoid, G: globoid, Pedisel dan

papila: (+) dengan papila dan dengan pedisel.

Based on the observed data, except for spore shape, fungal morphology

variation was not apparent. All fungal isolates positively identified as P.

palmivora have pedicel and papillae and produced ellipsoid, globoid, or ovoid

shape of spores. However, there was unclear association, if any, among shape of

the spore, the origin of the isolates, and the level of their pathogenicity. Previous

report has attempted to evaluate the spore shape of P. palmivora as an isolate

Page 64: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

40

identity. However, result of the evaluation also indicated the absence of strong

association between spore shape and isolate identity (Appiah et al., 2003; Drenth

& Sendall, 2001; Umayah & Purwantara, 2006).

Characterization of Phytophthora sp. has also been done using DNA

sequence of intergenic transcribed spacer (ITS) and the 5S rRNA gene. Although

it is possible to differentiate among Phytophthora species, this technique was not

able to differentiate different isolates of P. palmivora (Appiah et al., 2004;

Ristaino et al., 1998).

Pathogenicity of Indigenous P. palmivora. Pathogenicity of indigenous

isolates of P. palmivora was characterized based on their ability to induce necrotic

symptoms and the width of the symptoms on inoculated cacao pods. Examples of

necrotic symptoms on pod of cocoa clones GC7, ICS60 and TSH858 induced by

inoculation of indigenous isolate of P. palmivora at 3, 5, and 7 DAP, respectively,

were presented in Figure 7.

Results of pathogenicity test indicated the 20 fungal isolates that did not

produce typical P. palmivora spores did not result in necrotic symptoms on cacao

pods. Such results supported previous suspicions that these fungal isolates were

not P. palmivora.

These 20 isolates might be other fungi co-inhabiting cacao pods with P.

palmivora in the field. Previous report has indicated the presence of various types

of fungi inhabiting cacao pods, including endophytic fungi that show antagonistic

activities against P. palmivora (Crozier et al., 2006; Sri-Sukamto et al., 2007).

However, no further attempt of identifying these fungal isolates was conducted in

this experiment.

On the other hand, all indigenous isolates identified as P. palmivora based

on their ability to form typical spores resulted in various degrees of necrotic

symptoms on evaluated cacao pods. Summary of the pathogenicity test results on

the indigenous isolate of P. palmivora from various cacao production centers in

Indonesia was presented in Table 3.

Based on results of pathogenicity test using pods of cacao clone GC7, 10

indigenous isolates of P. palmivora were grouped as very pathogenic, 3 were

pathogenic, 3 were less pathogenic, and 8 were non-pathogenic (Table 3). Using

Page 65: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

41

pods of cacao clone ICS60, the same indigenous isolates were grouped as very

pathogenic (4 isolates), pathogenic (8 isolates), less pathogenic (14 isolates), and

non-pathogenic (3 isolate) (Table 3). On the other hand, the grouping of

indigenous isolates based on results of pathogenicity test using pods of cacao

clone TSH858 were very pathogenic (6 isolates), pathogenic (7 isolates), less

pathogenic (7 isolates), and non-pathogenic (4 isolates) (Table 3).

Table 3. Grouping of pathogenicity of indigenous isolates of Phytophthora palmivora isolated from various cacao production centers in Indonesia based on the response of pods of cacao clones GC7 (susceptible), ICS60 (moderately resistant), and TSH858 (resistant - against P. palmivora infection).

Tabel 3. Pengelompokan patogenisitas isolat P. palmivora indigenus yang

diisolasi dari berbagai pusat produksi kakao di Indonesia berdasarkan respon buah kakao klon GC7 (rentan), ICS60 (agak resisten), dan TSH858 (resisten – terhadap infeksi P. palmivora).

Number of isolates with certain pathogenicity level: (Jumlah isolat dengan tingkat patogenisitas tertentu:) Cacao clone

(klon kakao) NP LP PT VP

GC7 8 3 3 10 ICS60 3 9 8 4 TSH858 4 7 7 6

Notes: NP - non-pathogenic, LP – less pathogenic, PT – pathogenic, and VP – very pathogenic. Pathogenicity groupings were based on the size of necrotic areas of the tested cacao pods, 7 days after inoculation.

Catatan: NP – non-patogenik, LP – agak patogenik, PT – patogenik, dan VP – sangat

patogenik. Pengelompokkan patogenisitas ditentukan berdasarkan ukuran luas bercak pada buah kakao yang diinokulasi, 7 hari sesudah inokulasi.

Results of the pathogenicity test also indicated that LBSBR isolate of P.

palmivora was very pathogenic against pods of cacao clones GC7, ICS60, and

TSH858. This isolate originated from Lubuk Basung district, West Sumatera

Province (Table 4). Moreover, six indigenous isolates, JkBwi(12) and KgBwi(8)

isolates from Banyuwangi, East Java; PtBdg(7) isolate from Badung, Bali; and

SsSpg(36) and AgSpg1(35) from Sopeng, South Sulawesi, and PwMnw from

Manokwari, West Papua (Table 4) were characterized as either pathogenic or very

pathogenic against evaluated pods of the three cacao clones, respectively.

Page 66: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

42

Table 4. Pathogenicity grouping of indigenous isolates of Phytophthora palmivora isolated from various cacao production centers in Indonesia based on the response of pods of cacao clones GC7 (susceptible), ICS60 (moderately resistance), and TSH858 (resistance - against P. palmivora infection).

Tabel 4. Pengelompokkan patogenisitas isolat P. palmivora indigenus yang diisolasi

dari berbagai pusat produksi kakao di Indonesia berdasarkan respon buah kakao klon GC7 (rentan), ICS60 (agak resisten), dan TSH858 (resisten – terhadap infeksi P. palmivora).

Pathogenicity on cacao clone: Isolate No.

(No. Isolat) Isolate Origin (Asal isolat) GC7 ICS60 TSH858

AdlnSU Deli Serdang, North Sumatra NP LP NP LbSbr Lubuk Basung, West Sumatra VP VP VP AgSbr Agam, West Sumatra LP LP LP BlSkbm3B(15) Sukabumi, West Java NP LP PT BlSkbm4A(16) Sukabumi, West Java LP LP LP KgBwi(8) Banyuwangi, East Java PT PT VP JkBwi(12) Banyuwangi, East Java VP PT VP KoaJbr(10) Jember, East Java VP PT LP KwJbr1(29) Jember, East Java NP LP NP KwJbr2(30) Jember, East Java NP NP LP KwJbr3(31) Jember, East Java NP NP NP KwJbr4(32) Jember, East Java VP VP PT PsTbn Tabanan, Bali NP PT PT MJbrn Jembrana, Bali NP LP PT PJbrn Jembrana, Bali VP LP LP AsBdg(6) Badung, Bali LP PT PT PtBdg(7) Badung, Bali VP VP PT EgSpg(37) Sopeng, South Sulawesi PT LP VP SsSpg(36) Sopeng, South Sulawesi VP PT VP AgSpg1(35) Sopeng, South Sulawesi NP NP NP OlKnw(26) Konawe, Southeast Sulawesi PT LP PT TuKnw(27) Konawe, Southeast Sulawesi VP PT LP TtKlk(20) Kolaka, Southeast Sulawesi VP PT LP PwMnw Manokwari, West Papua VP VP VP

Notes: NP – non-pathogenic, LP – less pathogenic, PT – pathogenic, and VP – very

pathogenic. Pathogenicity groupings were based on the size of necrotic areas of the tested cacao pods, 7 days after inoculation.

Catatan: NP – non-patogenik, LP – agak patogenik, PT – patogenik, dan VP – sangat

patogenik. Pengelompokkan patogenisitas ditentukan berdasarkan ukuran luas bercak pada buah kakao yang diinokulasi, 7 hari sesudah inokulasi.

On the other hand, PsTbn isolate from Tabanan, MJbrn from Jembrana, Bali

Province and BlSkbm3B (15) from Sukabumi, West Java were identified as non-

pathogenic against pods of cacao clone GC7, but either less pathogenic or

Page 67: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

43

pathogenic against that of ICS60 and TSH858 (Table 4). The AdlnSU isolate

originated from Deli Serdang, North Sumatera; AgSBR from Agam, West

Sumatra, BlSkbm4A (16) from Sukabumi, West Java, KoaJbr (10), KwJbr1 (29),

KwJbr2 (30), KwJbr3 (31), and KwJbr4 (32) isolates from Jember, East Java were

identified either as less pathogenic or non-pathogenic against three cacao clones

tested (Table 4). Overall results of the observation indicated the indigenous

isolates of P. palmivora from various cacao production centers in Indonesia

showed various levels of pathogenicity against pods of cacao.

Based on RAPD data using six random primers and 14 polymorphic

amplified DNA fragments, Umayah et al. (2007) reported that P. palmivora

isolates from six provinces in Indonesia were genetically similar. Subsequently

they concluded that there might be less possibility of occurrence of new

physiological isolates of P. palmivora. However, results of this experiment might

not support the hypotheses proposed by Umayah et al. (2007).

Umayah et al. (2007) proposed conclusions might not necessarily correct

because of the following arguments: (a) The number of RAPD markers utilized in

the genetic similarity analysis were only 16 markers. Considering size of the

genome of P. palmivora, 16 markers were relatively too small. These markers

would only represent 16 loci in the P. palmivora genome and most probably

might not be in the same loci as those of gene(s) controlling pathogenicity

characters. (b) If the above argument is true, the statement associating high

genetic similarity to less probable occurrences of new P. palmivora isolates might

not be valid. If gene(s) associated with pathogenicity and the RAPD markers were

in different loci, P. palmivora isolates with different levels of pathogenicity might

exhibit high genetic similarity based on the markers. Moreover, occurrences of

new physiological isolates of P. palmivora might also be possible without

changing the level of genetic similarity based on the RAPD markers. (c) The

pathogenicity of the tested P. palmivora isolates were also not reported in the

Umayah et al. (2007).

In conclusion, high level of pathogenicity among isolates of P. palmivora as

shown in this experiment could not be nullified by Umayah et al. (2007) data.

Differences in isolate pathogenicity might not be attributed to the environmental

Page 68: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

44

factors as it was suggested by Umayah et al. (2007). In this experiment,

pathogenicity tests were conducted under controlled environment and optimized

for infection of P. palmivora. Hence, response differences were observed among

the tested isolates on pod of either cacao clone GC 7, ICS 60, or TSH 858.

The diverse pathogenicity exhibited by indigenous isolates of P. palmivora

and the absence of diversity on fungal morphology indicated that pathogenicity of

the isolates of P. palmivora might not be associated with fungal morphology.

Therefore, fungal morphology might not be used to predict pathogenicity of

indigenous isolate of P. palmivora originated from various cacao production

centers in Indonesia.

Cacao clones ICS60 and TSH858 have been identified as resistant against P.

palmivora infection. On the other hand, cacao clone GC7 was regarded as

susceptible (Suhendi et al., 2005). Results of the pathogenicity test against pods of

cacao clones GC7, ICS60, and TSH858 indicated the existence of isolates that

were very pathogenic or pathogenic against ICS60 and TSH858. These isolates

were identified from Badung-Bali, Banyuwangi-East Java, and Lubuk Basung-

West Sumatra. The existence of such P. palmivora isolates would become the

major constrain for cacao cultivation in the areas. Even if the available P.

palmivora resistance cacao clones such as ICS60 and TSH858 were planted, such

identified isolates would be able to significantly reduce cacao production in the

regions.

Conclusions

Indigenous isolates of P. palmivora originated from North and West Sumatra, East Java, Bali, South and Southeast Sulawesi, and West Papua exhibited diverse pathogenicity levels against cacao pods. The LbSbr isolate of P. palmivora from Lubuk Basung, West Sumatra was identified as the most pathogenic isolates identified in this research. The existence of highly pathogenic isolates in Lubuk Basung – West Sumatra; Banyuwangi - East Java; Badung - Bali; Soppeng - South Sulawesi, and Manokwari, West Papua need to be closely monitored to prevent their further widespread across cacao production centers in Indonesia. Unless properly managed, these pathogenic or very pathogenic

Page 69: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

45

indigenous isolates of P. palmivora might become future major constrains in cacao production.

Literature Cited

Appiah AA. 2001. Variability of Phytophthora species causing black pod disease of cocoa (Theobroma cacao L.) and implication for assessment of host resistance. London UK: University of London, PhD Dissertation.

Appiah AA, Flood J, Archer A, & Bridge PD. 2004. Molecular analysis of the major Phytophthora species on cocoa. Plant Pathol. 53:209-219.

Appiah AA, Flood J, Bridge PD, & Archer SA. 2003. Inter- and intraspecific morphometric variation and characterization of Phytophthora isolates from cocoa. Plant Pathol. 52:168-180.

Crozier J, Thomas SE, Aime MC, Evans HC, & Holmes KA. 2006. Molecular characterization of fungal endophytic morphospecies isolated from stems and pods of Theobroma cacao. Plant Pathol. 55:783-791.

Drenth A. & B Sendall. 2001. Practical Guide to Detection and Identification of Phytophthora. CRC for Tropical Plant Protection. Brisbane, Australia. 41 pp.

Goodwin SB. 1997. The population genetics of Phytophthora. Phytopathol. 87:462-473.

Holderness M. 1990. Efficacy of neutralized phosphonic acid (phosphorous acid) against Phytophthora palmivora pod rot and canker of cocoa. Austral. Plant Pathol. 19:130-131.

Iwaro AD., Sreenivasan TN, & Umaharan P. 1998. Cocoa resistance to Phytophthora: effect of pathogen species, inoculation depths, and pod maturity. European J. Plant Pathol. 104:11-15.

Prawirosoemardjo S & Purwantara A. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. pada buah dan batang beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan 60:67-72.

Purwantara A. 1990. Pengaruh beberapa unsur cuaca terhadap infeksi Phytophthora palmivora pada buah kakao. Menara Perkebunan 58:78-83.

Ristaino JB, Madritch M, Truot CL, & Parra G.1998. PCR amplification of ribosomal DNA for species identification in the plant pathogen genus Phytophthora. Applied Environ. Microbiol. 64:948-954.

Situmorang S & Soeyatno. 1974. Percobaan pemberantasan penyakit busuk buah

Page 70: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

46

pada tanaman kakao dengan beberapa fungisida. Menara Perkebunan 42:251-254.

Sri-Sukamto. 1985. Phytophthora palmivora Butl. salah satu jamur penyebab penyakit pada tanaman kakao. Menara Perkebunan 53:7-11.

Sri-Sukamto, Semangun H, & Harsoyo A. 1997. Identifikasi beberapa isolat jamur dan sifat antagonisnya terhadap Phytophthora palmivora pada kakao. Pelita Perkebunan 13:148-160.

Suhendi D, Winarno H, & Susilo AW. 2005. Peningkatan produksi dan mutu hasil kakao melalui penggunaan klon baru. Prosiding Simposium Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, hlm. 98-111. Yogyakarta, 4-5 Oktober 2004.

Sudarsono, Purwantara A, & Suhendi D. 2007. Molecular Technique and Plant Breeding to Speed up the Development of Cacao (Theobroma cacao L.) Cultivar with Resistance against Black Pod Disease Due to Phytophthora palmivora Butl. Infection. KKP3T Research Report, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia. 122 hlm.

Surujdeo-Maharaj S, Umaharan P, & Iwaro AD. 2001. A study of genotype-isolate interaction in cocoa (Theobroma cacao L.): resistance of cocoa genotypes to isolates of Phytophthora palmivora. Euphytica 118:295-303.

Tey CC. 1991. New development in chemical control major disease of cocoa in Malaysia. Proc. Int. Cocoa conference: Challenges in the 90’s. Kuala Lumpur.

Tondje PR, Hebbar KP, Sammuels G, Bowers JH, Weise S, Nyemb E, Begoude D, Foko J, & Fontem D. 2006. Bioassay of Geniculosporium species for Phytophthora megakarya biological control on cocoa pod husk pieces. African J. Biotech. 5:648-652.

Umayah A & Purwantara A. 2006. Identifikasi Isolat Phytophtora asal kakao. Menara Perkebunan, 74, 76-86.

Umayah A, Sinaga MS, Sastrosumardjo S, Sumaraw SM & Purwantara A. 2007. Keragaman genetik isolat Phytophtora palmivora dari tanaman kakao di Indonesia. Pelita Perkebunan, 23(2), 129-138.

van der Vossen HAM. 1997. Strategies of variety improvement on cocoa with emphasis on durable disease resistance. Ingenic, Reading. UK. 32 pp.

Page 71: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

JUDUL 2. UJI KETAHANAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH DAN EFEKTIVITAS METODE INOKULASI

Abstrak

Tujuan umum percobaan yang dilakukan adalah membakukan metode

evaluasi ketahanan plasma nutfah kakao terhadap infeksi P. palmivora, penyebab

penyakit busuk buah kakao. Tujuan khusus penelitian antara lain: mengevaluasi

(1) pengaruh jenis inokulum dan pelukaan jaringan buah, dan (2) pengaruh jenis

inokulum dan pelukaan jaringan daun dan batang bibit kakao klon Sca 12 dan GC

7 terhadap infeksi P. palmivora, serta (3) pengaruh latar belakang genetik bibit

kakao terhadap infeksi P. palmivora. Dalam penelitian digunakan dua tipe

inokulum (zoospora dan miselia) yang diinokulasikan pada buah kakao, serta

daun dan batang bibit klon GC 7 dan Sca 12. Buah, daun dan batang kakao yang

diuji sebagian diberi perlakuan pelukaan sebelum diinokulasi dan sebagian yang

lain tanpa pelukaan. Pengamatan dilakukan terhadap diameter bercak (buah),

jumlah bercak (daun), dan lebar bercak (batang). Hasil percobaan menunjukkan

inokulasi dengan menggunakan inokulum miselia lebih efektif dibandingkan

dengan zoospora P. palmivora dan perlakuan pelukaan lebih mampu secara akurat

menduga respon ketahanan bibit kakao terhadap infeksi P. palmivora. Hasil

pendugaan ketahanan menggunakan buah yang dipetik sejalan dengan hasil

pengujian menggunakan bibit kakao sehingga bibit dapat dipergunakan sebagai

alternatif pengujian ketahanan terhadap P. palmivora. Klon TSH 858 lebih baik

untuk digunakan sebagai induk betina dan disilangkan dengan Sca 12 sebagai

induk jantan untuk menghasilkan populasi hibrida F1 yang resisten terhadap

infeksi P. palmivora dan berpotensi berdaya hasil tinggi.

Kata kunci: Phytophthora palmivora, pemuliaan kakao, evaluasi plasma nutfah, standardisasi metode inokulasi, uji buah dipetik, uji bibit.

Page 72: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

CACAO (Theobroma cacao L.) RESISTANCE EVALUATION AGAINST BLACK POD DISEASE AND EFECTIVENESS OF INOCULATION

METHODS

Abstract

The general objective of this experiment was to standardize method of

resistance evaluation of cacao germplasm against P. palmivora, the pathogen

causing black pod disease in cacao. The specific objectives of this experiment

were to evaluate (1) effects of inoculum type and pod wounding, (2) effects of

inoculum type and seedling wounding, and (3) effects of genetic background of

cacao seedlings on infection of P. palmivora. In this experiment, effectiveness of

either zoospora or mycellia was evaluated as inoculation sources for pod, leaf and

stem of cacao clone GC 7 and Sca 12. Part of the tested cacao pods, leaves, and

stems were wounded prior to P. palmivora inoculation while the others were not.

Observations were conducted to measure diameter of the necrotic symptoms on

inoculated cacao pods, number of necrotic spot on inoculated leaf, and the length

of necrotic symptoms on stem of tested cacao seedlings. Results of the experiment

indicated that inoculation using mycelia of P. palmivora was more effective than

zoospora and wounding the tested cacao pods and seedlings before P. palmivora

inoculation resulted in more accurate prediction of the resistance of tested cacao

clones against P. palmivora infection. Results of resistance prediction using

detached pod assay was similar to that of using seedling assay; therefore, seedling

assay could be used as an alternative method of resistance evaluation. Cacao F1

hybrids derived from TSH 858 x Sca 12 showed some resistance against P.

palmivora and they might be potentially high yielding lines.

Key words: Phytophthora palmivora, cacao breeding, germplasm evaluation, inoculation method standardization, detached pod assay, seedling assay.

Page 73: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

49

Pendahuluan

Meskipun sebagai komoditas ekspor yang bernilai ekonomi tinggi, 80% dari

total luasan pertanaman kakao di Indonesia dibudidayakan oleh rakyat. Sebagai

akibat kurang intensifnya teknologi budidaya yang diterapkan pekebun kakao

maka daya hasil dan kualitas hasil kakao di Indonesia masih relatif rendah. Disisi

lain, permintaan negara konsumen untuk produk mentah kakao semakin

meningkat sehingga perlu diantisipasi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas

hasil kakao Indonesia.

Salah satu kendala utama dalam peningkatan hasil kakao rakyat di Indonesia

adalah penyakit busuk buah kakao akibat infeksi Phytophthora palmivora Butl

(Prawirosoemardjo & Purwantara, 1992). Penyakit busuk buah kakao di Indonesia

dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil kakao hingga mencapai 45.5%

(Prawirosoemardjo & Purwantara, 1992). Di perkebunan kakao rakyat, kehilangan

hasil akibat penyakit busuk buah kakao diduga lebih tinggi lagi karena kurang

intensifnya pemeliharaan tanaman yang dilakukan.

Pengendalian penyakit busuk buah relatif sulit dilakukan akibat keberadaan

inokulum P. palmivora di lapangan sepanjang tahun, kondisi lingkungan di

pertanaman kakao yang mendukung perkembangan dan penyebaran P. palmivora,

dan kemampuan P. palmivora untuk menyerang serta bertahan hidup di semua

bagian tanaman kakao. Meskipun secara preventif P. palmivora dapat

dikendalikan, biaya yang diperlukan untuk pembelian fungisida dapat mencapai

hingga 40% dari total biaya pemeliharaan tanaman kakao di lapangan. Dengan

demikian, pengembangan klon kakao yang lebih resisten atau toleran terhadap

infeksi P. palmivora perlu dilakukan untuk mengatasi salah satu kendala utama

budidaya kakao di Indonesia.

Klon kakao unggul yang lebih resisten atau toleran terhadap infeksi P.

palmivora dapat dirakit antara lain melalui hibridisasi terkontrol antara tetua yang

resisten atau toleran dengan yang berdaya hasil tinggi. Identifikasi plasma nutfah

kakao yang resisten atau toleran tersebut perlu dikembangkan untuk merakit klon

kakao unggul yang resisten. Keberhasilan pengembangan klon kakao unggul yang

lebih resisten atau toleran terhadap infeksi P. palmivora diharapkan dapat

membantu penyediaan bahan tanaman yang dapat digunakan oleh pekebun kakao

untuk mengatasi masalah infeksi penyakit busuk buah di lapangan.

Page 74: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

50

Tersedianya metode inokulasi dan uji ketahanan plasma nutfah kakao

terhadap infeksi P. palmivora yang efektif dapat membantu identifikasi klon

kakao yang resisten atau toleran terhadap infeksi patogen ini. Dalam penelitian

sebelumnya telah diidentifikasi 24 isolat P. palmivora dari 13 kabupaten dan 8

provinsi di Indonesia dan telah dikarakterisasi patogenisitasnya (Rubiyo et al.,

2008; Sudarsono et al., 2008). Isolat P. palmivora tersebut dapat digunakan untuk

mengevaluasi metode inokulasi dan uji ketahanan plasma nutfah kakao terhadap

infeksi P. palmivora.

Tujuan umum percobaan yang dilakukan adalah membakukan metode uji

ketahanan plasma nutfah kakao terhadap infeksi P. palmivora, penyebab penyakit

busuk buah kakao. Tujuan khusus penelitian antara lain: mengevaluasi (1)

pengaruh jenis inokulum dan pelukaan jaringan buah, dan (2) pengaruh jenis

inokulum dan pelukaan jaringan daun dan batang bibit kakao klon Sca 12 dan GC

7, serta (3) pengaruh latar belakang genetik bibit kakao terhadap infeksi P.

palmivora.

Bahan dan Metode

Penyiapan Inokulum P. palmivora

Isolat P. palmivora LBSBR dari Sumatera Barat digunakan untuk

penelitian. Isolat dibiakkan pada media PDA dalam cawan Petri (diameter 9 cm)

pada kondisi gelap dalam ruang kultur bersuhu 26oC selama tujuh hari. Dalam

penelitian digunakan dua macam inokulum P. palmivora yaitu: (1) potongan

kultur berdiameter 0,5 cm yang mengandung miselia dan sporangia (selanjutnya

disebut miselia) dan (2) suspensi zoospora. Hanya miselia yang sedang aktif

tumbuh di bagian ujung koloni yang digunakan sebagai inokulum miselia dalam

percobaan (Gambar 8.b). Untuk menghasilkan suspensi zoospora, kultur P.

palmivora yang ditumbuhkan dalam media PDA padat tersebut direndam dengan

akuades steril dingin (4o C) selama 15 menit. Stok suspensi zoospora yang

diperoleh dihitung kerapatannya di bawah mikroskop binokuler (Gambar 8.c)

dengan menggunakan haemocytometer. Zoospora dengan kerapatan sekitar 104-

105 zoospora/ml diperoleh dengan pengenceran stok zoospora menggunakan

akuades steril.

Page 75: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

51

Inokulasi pada Buah Kakao.

Percobaan 1. Percobaan dilakukan untuk menguji perbedaan respon buah

kakao klon GC 7 (rentan) dan Sca 12 (tahan) (Mawardi & Sri-Sukamto, 1985; Sri-

Sukamto & Winarno, 1986) dengan menggunakan miselia P. palmivora. Sebelum

diinokulasi, buah sehat yang telah berkembang sempurna tetapi belum masak

(umur + 4 bulan) dicuci dengan air yang mengalir. Untuk inokulasi buah kakao

dengan miselia, potongan media PDA (diameter 8 mm) dengan miselia P.

palmivora yang aktif tumbuh ditempelkan pada permukaan buah kakao yang

diuji.

Buah yang sudah diinokulasi diinkubasikan dalam kotak plastik yang di

dalamnya diletakkan kertas tisu basah. Kotak inkubasi disungkup dengan plastik

untuk menjaga kelembabannya (100%) dan diletakkan dalam ruang gelap pada

suhu kamar (28o C) selama 5 hari. Unit percobaan terdiri atas satu buah kakao dan

setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali (total 4 buah kakao untuk setiap

kombinasi perlakuan). Pengamatan dilakukan lima hari sesudah inokulasi

terhadap jumlah buah yang menunjukkan gejala, masa inkubasi, dan diameter

bercak pada permukaan buah sebagai gejala infeksi P. palmivora.

Percobaan 2. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelukaan

terhadap keberhasilan inokulasi. Sebagian dari buah klon GC 7 dan Sca 12 yang

diuji diberi perlakuan pelukaan dan sebagian yang lain tanpa pelukaan. Untuk

perlakuan pelukaan, pada buah kakao yang diuji dibuat lubang berdiameter 8 mm

dan sedalam 5 mm dengan menggunakan bor gabus. Untuk inokulasi buah kakao

dengan miselia, potongan media PDA (diameter 8 mm) dengan miselia P.

palmivora yang aktif tumbuh ditempelkan pada permukaan buah kakao yang

diuji, dengan perlakuan tanpa pelukaan atau dimasukkan dalam lobang pada buah

kakao yang diuji dengan perlakuan pelukaan. Inkubasi buah, rancangan percobaan

dan pengamatan dilakukan seperti percobaan pertama.

Percobaan 3. Percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis

inokulum terhadap infeksi pada klon kakao. Buah kakao klon GC 7 dan Sca 12

dilukai dengan bor gabus, kemudian diinokulasi dengan dua jenis inokulum yaitu

miselia dan zoospora. Inokulasi buah kakao dengan zoospora dilakukan dengan

menyemprotkan suspensi zoospora (104-105 zoospora/ml) pada permukaan buah

Page 76: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

52

kakao. Inkubasi buah, rancangan percobaan dan pengamatan dilakukan seperti

percobaan pertama.

Gambar 8 Inokulasi P. palmivora pada buah dan daun kakao. (a) Buah kakao

terinfeksi P. palmivora dari lapangan yang digunakan sebagai sumber isolat; (b) Kultur P. palmivora dengan miselia yang aktif tumbuh; (c) Sporangia P. palmivora; (d) Gejala infeksi P. palmivora pada buah dan (e) pada daun kakao hasil inokulasi buatan.

Inokulasi pada Bibit

Percobaan dilakukan untuk menguji perbedaan respon bibit kakao akibat

inokulasi P. palmivora pada jaringan daun atau batang dengan atau tanpa

perlakuan pelukaan. Sebelum diinokulasi, sebagian daun pertama yang berwarna

hijau muda dari bibit kakao klon GC 7 dan klon Sca 12 umur 2 bulan diberi

pelukaan dengan menggores permukaannya menggunakan jarum dan sebagian

yang lain tanpa pelukaan. Demikian juga untuk jaringan batang, sebagian batang

(5 cm di atas permukaan tanah) dari bibit kakao klon GC 7 dan klon Sca 12 umur

2 bulan diberi pelukaan dengan menggores permukaannya menggunakan jarum

dan sebagian yang lain tanpa pelukaan.

Inokulasi menggunakan miselia P. palmivora dilakukan dengan

menempelkan potongan media PDA (diameter 8 mm) yang mengandung miselia

Page 77: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

53

dan sporangia pada permukaan daun atau batang yang diuji. Sedangkan inokulasi

dengan zoospora P. palmivora dilakukan dengan menyemprotkan suspensi

zoospora (dengan kerapatan 104-105 zoospora/ml) pada permukaan daun dan

batang. Untuk menjaga kelembaban agar tetap 80-100%, pada daun atau batang

yang diinokulasi ditempelkan kapas basah dan bibit dikerodong dengan kantong

plastik.

Unit percobaan terdiri atas lima bibit kakao dengan dua daun dan batang

yang diinokulasi P. palmivora secara bersamaan. Setiap kombinasi perlakuan

diulang empat kali sehingga didapat total 20 bibit kakao untuk setiap kombinasi

perlakuan. Pengamatan dilakukan 7 hari sesudah inokulasi terhadap jumlah daun

dan batang yang menunjukkan gejala, masa inkubasi, dan jumlah bercak (untuk

daun) serta lebar bercak (untuk batang) yang muncul pada permukaan daun atau

batang sebagai gejala infeksi P. palmivora.

Pengaruh Genotipe Kakao

Percobaan dilakukan untuk menguji perbedaan respon akibat infeksi P.

palmivora dari bibit kakao dengan tiga latar belakang genetik yang berbeda.

Genotipe kakao yang diuji terdiri atas: bibit umur dua bulan dari benih zuriat

kakao klon Sca 12, dari benih hibrida F1 hasil silangan TSH 858 X Sca 12 serta

F1 hasil silangan antara ICS 60 dan Sca 12.

Daun pertama yang berwarna hijau muda dari bibit kakao yang diuji diberi

pelukaan dengan menggores permukaannya menggunakan jarum. Inokulasi

dilakukan dengan menggunakan miselia P. palmivora sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya. Untuk menjaga kelembaban agar tetap 80-100%, daun

yang diinokulasi ditempel kertas tisu basah dan bibitnya dikerodong dengan

kantong plastik. Unit percobaan terdiri atas lima bibit kakao dengan dua daun

yang diinokulasi dan setiap kombinasi perlakuan diulang enam kali (total 30 bibit

kakao untuk setiap genotipe yang diuji). Pengamatan dilakukan 7 hari sesudah

inokulasi terhadap jumlah daun yang menunjukkan gejala, masa inkubasi, dan

jumlah serta lebar bercak yang muncul pada permukaan daun sebagai gejala

infeksi P. palmivora.

Page 78: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

54

Hasil dan Pembahasan

Inokulasi pada Buah

Inokulasi P. palmivora pada buah kakao dengan menggunakan miselia

tanpa perlakuan pelukaan menyebabkan terjadinya gejala busuk buah

sebagaimana disajikan pada Gambar 8.d. Persentase buah kakao yang terinfeksi

P. palmivora dan kisaran diameter bercak yang muncul pada buah yang

diinokulasi disajikan pada Gambar 9. Buah kakao klon GC 7 yang diinokulasi P.

palmivora sebagian besar (69%) mempunyai diameter bercak > 8.2 cm dan

sebagian kecil (31%) mempunyai diameter bercak < 8.2 cm, sedangkan buah

kakao klon Sca 12 yang diinokulasi P. palmivora serta mempunyai diameter

bercak > 8.2 cm sebanyak 44% dan yang < 8.2 cm sebanyak 56%.

Gambar 9. Persentase buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 total yang terinfeksi P.

palmivora pada berbagai kisaran diameter bercak yang ditimbulkan, hasil inokulasi dengan miselia tanpa pelukaan (7 hari sesudah inokulasi buah).

Pengaruh Pelukaan dalam Uji Inokulasi Buah

Hasil inokulasi miselia P. palmivora pada buah kakao tanpa atau dengan

pelukaan disajikan pada Gambar 10. Buah kakao klon GC 7 yang diinokulasi

miselia P. palmivora tanpa pelukaan mempunyai kisaran diameter bercak 0 -

14.75 cm. Sedangkan buah kakao klon GC 7 dengan pelukaan yang diinokulasi P.

palmivora mempunyai kisaran diameter bercak 0 – 18.25 cm. Sebaliknya, buah

kakao klon Sca 12 tanpa pelukaan yang diinokulasi P. palmivora mempunyai

kisaran diameter bercak 0 – 18.0 cm. Sedangkan, buah kakao klon Sca 12 dengan

pelukaan yang diinokulasi P. palmivora mempunyai kisaran diameter bercak 6.0 –

31%

13%

50%

6%19%

38%

13% 13%19%

0%

25%

50%

75%

100%

< 4.1 4.1 - 8.2 8.2 - 12.3 12.3 - 16.81 > 16.81Kisaran diameter bercak (cm)

Per

sent

ase

(%)

GC7 Sca12

Page 79: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

55

20.5 cm.

Buah kakao klon GC 7 tanpa pelukaan yang diinokulasi P. palmivora,

50.5% menunjukkan diameter bercak > 8.2 cm dan 49.5% menunjukkan diameter

bercak < 8.2 cm. Sedangkan buah kakao klon GC 7 dengan pelukaan yang

diinokulasi P. palmivora, 87.5% menunjukkan diameter bercak > 8.2 cm dan

12.5% menunjukkan diameter bercak < 8.2 cm. Sebaliknya, buah kakao klon Sca

12 tanpa pelukaan yang diinokulasi P. palmivora, 25% menunjukkan diameter

bercak > 8.2 cm dan 75% menunjukkan diameter bercak < 8.2 cm. Sedangkan

buah kakao klon Sca 12 dengan pelukaan yang diinokulasi P. palmivora, 62.4%

menunjukkan diameter bercak > 8.2 cm dan 37.5% menunjukkan diameter bercak

< 8.2 cm sebanyak 37.5%.

Gambar 10 Pengaruh pelukaan buah terhadap persentase buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran diameter bercak yang ditimbulkan (hasil inokulasi dengan miselia). GC 7 – DPl dan Sca 12 – DPl: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 dengan pelukaan buah sebelum diinokulasi. GC 7 – TPl dan Sca 12 – TPl: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 tanpa pelukaan buah sebelum diinokulasi.

Hasil inokulasi dengan dua jenis inokulum disajikan pada Gambar 11.

Dari total 16 buah kakao klon GC 7 yang diuji dalam percobaan, empat buah

(25%) tidak menunjukkan gejala infeksi P. palmivora sedangkan untuk klon Sca

50%

13%

38%38% 38%

13% 13%

0%

25%

50%

75%

100%

< 4.1 4.1 - 8.2 8.2 - 12.3 12.3 - 16.81 > 16.81Kisaran diameter bercak (cm)

Pers

enta

se b

uah

(%) GC7 - TPl Sca12 - TPl

13% 13%

63%

13%

38%25%

13%25%

0%

25%

50%

75%

100%

< 4.1 4.1 - 8.2 8.2 - 12.3 12.3 - 16.81 > 16.81Kisaran diameter bercak (cm)

Pers

enta

se b

uah

(%) GC7 - DPl Sca12 - DPl

Page 80: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

56

12 - tiga buah (18.5%) tidak menunjukkan gejala infeksi. Semua buah yang tidak

bergejala tersebut merupakan buah yang diinokulasi dengan zoospora.

Buah kakao klon GC 7 yang diinokulasi dengan zoospora P. palmivora

mempunyai kisaran diameter bercak 0 - 18.5 cm dan yang diinokulasi dengan

miselia P. palmivora mempunyai kisaran diameter bercak antara 9.5 – 16.0 cm.

Sebaliknya, buah kakao klon Sca 12 yang diinokulasi dengan zoospora P.

palmivora mempunyai kisaran diameter bercak antara 0 – 17.0 cm, sedangkan

yang diinokulasi dengan miselia mempunyai kisaran diameter bercak antara 4.5 –

20.5 cm.

Gambar 11 Pengaruh jenis inokulum terhadap persentase buah kakao klon GC 7

dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran diameter bercak yang ditimbulkan ( dengan pelukaan, 7 hari sesudah inokulasi buah). GC 7 – M dan Sca 12– M: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang diinokulasi dengan miselia. GC 7 – Z dan Sca 12 – Z: buah kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang diinokulasi dengan zoospora.

63%

13% 13% 13%

38%25% 25%

13%

0%

25%

50%

75%

100%

< 4.1 4.1 - 8.2 8.2 - 12.3 12.3 - 16.81 > 16.81Kisaran diameter bercak (cm)

Pers

enta

se b

uah

(%) GC7 - Z Sca12 - Z

13%

88%

50%

25% 25%

0%

25%

50%

75%

100%

< 4.1 4.1 - 8.2 8.2 - 12.3 12.3 - 16.81 > 16.81Kisaran diameter bercak (cm)

Pers

enta

se b

uah

(%) GC7 - M Sca12 - M

Page 81: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

57

Dari Gambar 11 dapat diketahui bahwa buah kakao klon GC 7 dan klon Sca

12 yang diinokulasi dengan zoospora P. palmivora sebagian kecil (37.5%)

mempunyai diameter bercak yang > 8.2 cm sedangkan sebagian besar (62.5%) <

8.2 cm. Dari Gambar 11 juga diketahui bahwa buah kakao klon GC 7 yang

diinokulasi dengan miselia P. palmivora semuanya (100%) mempunyai diameter

bercak yang > 8.2 cm. Sedangkan buah kakao klon Sca 12 yang diinokulasi

dengan miselia P. palmivora, 50% mempunyai diameter bercak > 8.2 cm dan 50%

mempunyai diameter bercak < 8.2 cm.

Penggunaan varietas kakao yang resisten merupakan cara efektif dan

ekonomis untuk pengendalian busuk buah kakao (Muller, 1974). Di Indonesia,

pemuliaan kakao ditujukan untuk menemukan bahan tanam unggul dengan

potensi hasil tinggi, kualitas biji baik, dan tahan terhadap busuk buah dan vascular

streak dieback (Iswanto & Winarno, 1992). Kemajuan dalam pemuliaan tanaman

untuk ketahanan terhadap busuk buah kakao sering kali kurang berhasil antara

lain diduga karena rendahnya keragaman plasma nutfah kakao, belum tersedianya

metode uji ketahanan yang efisien, belum digunakannya strategi pemuliaan yang

efektif, dan terbatasnya informasi genetik sifat resisten dan mekanisme ketahanan

kakao terhadap infeksi P. palmivora.

Tersedianya metode uji ketahanan yang efektif dan mudah dilakukan

merupakan langkah awal bagi keberhasilan pemuliaan tanaman kakao untuk

mendapatkan klon unggul yang resisten terhadap infeksi P. palmivora. Untuk itu,

pembakuan metode uji ketahanan plasma nutfah kakao terhadap infeksi P.

palmivora perlu dilakukan agar identifikasi plasma nutfah yang resisten dan yang

rentan dapat dilakukan dengan akurat. Menggunakan metode baku yang

dikembangkan, hasil uji ketahanan plasma nutfah dapat diperbandingkan antar

peneliti.

Hal ini sangat penting untuk kakao karena ketahanan buah kakao terhadap

infeksi P. palmivora diduga merupakan ketahanan horizontal (Simmonds, 1994),

yang relatif sulit penanganannya dengan pemuliaan tanaman. Zedoks (1997)

menyatakan bahwa ketahanan kakao terhadap P. palmivora dan patogen lainnya

cenderung bersifat tidak lengkap (partial resistance). Metode baku uji ketahanan

yang dikembangkan harus mampu mengidentifikasi perbedaan respon yang ada di

Page 82: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

58

antara koleksi plasma nutfah kakao. Dengan demikian, metode ujinya tidak boleh

terlalu ketat sehingga semua plasma nutfah yang dievaluasi mengalami kematian

dan tidak boleh terlalu ringan sehingga semua plasma nutfah tergolong resisten.

Dalam pembakuan metode uji ketahanan, faktor yang perlu dievaluasi

antara lain: tipe inokulum P. palmivora yang digunakan (zoospora atau miselia),

perlu tidaknya pelukaan jaringan sebelum diinokulasi (dengan atau tanpa

pelukaan), dan jaringan tanaman yang akan diinokulasi P. palmivora (jaringan

buah, batang, atau daun). Metode uji yang dikembangkan seharusnya juga

mempertimbangkan aspek teknis pelaksanaannya, yaitu mudah dilakukan tetapi

dapat menduga dengan akurat ketahanan tanaman yang diuji.

Di lapangan, P. palmivora bertahan sebagai klamidospora dalam tanah dan

miselium pada bantalan bunga, buah muda (cherelle), batang pohon kakao, dan

sisa-sisa tanaman yang tersebar di tanah. Oleh karena itu, dalam pengujian metode

inokulasi perlu dievaluasi penggunaan zoospora dan miselia sebagai inokulum.

Dalam percobaan ini, zoospora yang digunakan untuk meginfeksi buah

kakao menghasilkan persentase buah tidak terinfeksi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan miselia. Diameter bercak pada buah kakao yang diinokulasi

dengan zoospora juga relatif lebih kecil dibandingkan miselia. Diduga inokulum

yang berupa zoospora menurun viabilitasnya untuk menginfeksi buah, sehingga

sebagaian besar buah GC 7 yang merupakan klon rentan tidak terinfeksi.

Sedangkan kultur miselia yang digunakan sebagai sumber inokulum sebenarnya

terdiri dari miselia dan sporangia yang terbungkus dalam agar sehingga

viabilitasnya tetap terjaga karena media dalam agar mampu memberikan

lingkungan tumbuh yang cocok sebelum memenetrasi buah kakao. Selain hal

tersebut secara teknis inokulasi dengan menggunakan miselia lebih mudah

dilakukan.

Sebaran diameter bercak pada buah kakao klon GC 7 yang diinokulasi

dengan zoospora P. palmivora sama dengan klon Sca 12. Sebaliknya untuk buah

kakao yang diinokulasi dengan miselia, persentase buah dengan diameter bercak

>8.2 cm lebih besar pada buah kakao klon GC 7 dibandingkan Sca 12. Hal ini

sesuai dengan yang diharapkan karena klon GC 7 merupakan klon kakao yang

rentan dan Sca 12 merupakan klon kakao yang lebih resisten terhadap infeksi P.

Page 83: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

59

palmivora. Sumber gen ketahanan terhadap penyakit busuk buah kakao akibat

infeksi P. palmivora ditemukan antara lain pada klon kakao Sca 6 dan Sca 12

(asal Ekuador) serta TSH 565, TSH 516, dan TSH 774 (asal Trinidad) (Soria,

1974). Berdasarkan hasil pengujian di beberapa negara, kakao klon Sca 6 dan Sca

12 mempunyai ketahanan mantap terhadap P. palmivora (Iswanto & Winarno,

1992; Philip-Mora, 1999). Klon lain yang juga tahan terhadap infeksi P.

palmivora antara lain ICS 6 dan DRC 16; klon yang moderat antara lain GC 7,

DR 2, DR 38, DRC 9, dan Sca 89, dan klon yang rentan antara lain DR 1

(Iswanto & Winarno, 1992).

Sumber gen ketahanan terhadap P. palmivora dapat pula diintrogresikan

dari spesies Theobroma lainnya seperti T. grandiflora yang buahnya tahan setelah

diinokulasi dengan spora P. palmivora. Sedangkan T. bicolor, T. speciosa, T.

simiarum dan T. mammosum dilaporkan rentan terhadap infeksi P. palmivora

(Soria, 1974). Namun demikian keberhasilan hibridisasi antar species di dalam

genus Theobroma diduga sangat terbatas. Bibit hibrida F1 dari silangan antara T.

cacaoxT. grandiflora mempunyai pertumbuhan yang lambat, lemah dan fertilitas

yang rendah (Soria, 1974).

Inokulasi pada bibit

Infeksi P. palmivora pada daun kakao menyebabkan terjadinya gejala

bercak daun seperti yang terlihat pada Gambar 8.e. Dari total 16 bibit kakao klon

GC 7 yang diuji, lima bibit (31.25%) tidak menunjukkan gejala sedangkan untuk

klon Sca 12, tujuh bibit (43.75%) tidak menunjukkan gejala infeksi P. palmivora

setelah diinokulasi batang atau daunnya. Semua bibit yang tidak bergejala tersebut

merupakan bibit yang batang atau daunnya tidak diberi perlakuan pelukaan

sebelum diinokulasi. Persentase bibit kakao yang terinfeksi P. palmivora dan

kisaran diameter bercak yang muncul pada bibit disajikan dalam Gambar 11.

Dengan menggunakan zoospora, bibit kakao klon GC 7 yang diinokulasi

mempunyai kisaran diameter bercak 0 - 1.4 cm. Persentase bibit kakao klon GC 7

yang diinokulasi zoospora dan mempunyai diameter bercak < 0.52 cm sebanyak

62.5% dan yang mempunyai diameter bercak >0.52 cm sebanyak 37.5% (Tabel

5). Bibit kakao klon Sca 12 yang diinokulasi dengan zoospora P. palmivora

Page 84: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

60

mempunyai kisaran diameter bercak antara 0 – 1.6 cm. Persentase bibit kakao

klon Sca 12 yang diinokulasi zoospora P. palmivora dan mempunyai bercak <

0.52 cm sebanyak 50%, sedangkan yang mempunyai diameter bercak > 0.52 cm

sebanyak 50% (Tabel 5).

Bibit kakao klon GC 7 yang diinokulasi dengan miselia P. palmivora

mempunyai kisaran diameter bercak antara 0 – 2.0 cm. Setelah diinokulasi dengan

miselia P. palmivora, persentase bibit kakao GC 7 dengan diameter bercak < 0.52

sebanyak 37.5% sedangkan yang mempunyai diameter bercak > 0.52 cm

sebanyak 62.5% (Tabel 5). Sebaliknya, bibit kakao klon Sca 12 yang diinokulasi

dengan miselia P. palmivora mempunyai kisaran diameter bercak antara 0 – 2.6

cm. Setelah diinokulasi dengan miselia P. palmivora, persentase bibit kakao Sca

12 dengan diameter bercak antara < 0.52 sebanyak 75% dan yang > 0.52 cm

sebanyak 25% (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh jenis inokulum terhadap persentase bibit kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran panjang bercak pada batang yang dihasilkan (28 hari sesudah inokulasi batang dari bibit kakao yang diuji)

Persentase bibit pada berbagai kisaran panjang bercak pada batang

Klon kakao

Tipe inokulum

< 0.52 0.52-1.04 1.04-1.56 1.56-2.08 > 2.08

cm GC 7 Zoospora 62.5 0 37.5 0 0 Miselia 37.5 0 37.5 25.0 0 Sca 12 Zoospora 50.0 12.5 12.5 12.5 12.5 Miselia 75.0 12.5 0 12.5 0

Bibit kakao klon GC 7 tanpa perlakuan pelukaan, setelah diinokulasi P.

palmivora mempunyai kisaran diameter bercak 0 – 2.0 cm. Persentase bibit kakao

klon GC 7 tanpa pelukaan dan setelah diinokulasi P. palmivora mempunyai

diameter bercak < 0.52 cm sebanyak 87.5% sedangkan yang dengan diameter

bercak > 0.52 cm sebanyak 12.5% (Tabel 6). Sebaliknya bibit kakao klon Sca 12

tanpa pelukaan, setelah diinokulasi P. palmivora mempunyai kisaran diameter

bercak antara 0-2.6 cm. Persentase bibit kakao klon Sca 12 tanpa pelukaan dan

setelah diinokulasi P. palmivora mempunyai diameter bercak < 0.52 cm sebanyak

87.5% sedangkan yang dengan diameter bercak > 0.52 cm sebanyak 12.5%.

Page 85: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

61

Bibit kakao klon GC 7 dengan pelukaan, setelah diinokulasi P. palmivora

mempunyai kisaran diameter bercak antara 0 – 1.6 cm. Dengan pelukaan bibit

sebelum diinokulasi, persentase bibit kakao GC 7 yang mempunyai diameter

bercak < 0.52 cm sebanyak 12.5% dan yang dengan diameter bercak > 0.52%

sebanyak 87.5% (Tabel 6). Sebaliknya, bibit kakao klon Sca 12 dengan pelukaan,

setelah diinokulasi P. palmivora mempunyai kisaran diameter bercak antara 0.5 –

1.8 cm. Bibit kakao Sca 12 dengan pelukaan, setelah diinokulasi P. palmivora dan

mempunyai diameter bercak < 0.52 cm sebanyak 37.5% dan yang > 0.52%

sebanyak 62.5%.

Tabel 6. Pengaruh pelukaan terhadap persentase bibit kakao klon GC 7 dan Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran panjang bercak pada batang yang dihasilkan (28 hari sesudah inokulasi bibit kakao yang diuji)

Persentase bibit pada berbagai kisaran panjang bercak

Klon kakao

Perlakuan pelukaan

<0.52 0.52-1.04 1.04-1.56 1.56-2.08 >2.08

cm GC 7 Tanpa pelukaan 87.5 0 0 12.5 0 Dengan pelukaan 12.5 0 75.0 12.5 0 Sca 12 Tanpa pelukaan 87.5 0 0 0 12.5 Dengan pelukaan 37.5 25.0 12.5 25.00 0

Perlakuan tanpa pelukaan dimaksudkan untuk mengevaluasi ada tidaknya

mekanisme ketahanan pra-penetrasi P. palmivora. Sebaliknya, perlakuan pelukaan

untuk mengevaluasi adanya mekanisme ketahanan pasca penetrasi. Pada buah

kakao tanpa pelukaan, setelah diinokulasi dengan miselia P. palmivora

mempunyai kisaran diameter bercak yang lebih kecil dibandingkan dengan yang

diberi pelukaan. Hal tersebut berlaku baik untuk kakao klon GC 7 yang rentan

atau Sca 12 yang resisten.

Menurut Iwaro et al. (1995) dan Iwaro et al. (1998), ketahanan buah kakao

terhadap P. palmivora merupakan sistem multi komponen yang terekspresi dalam

dua tahap, yaitu ketahanan pra-penetrasi dan pasca-penetrasi. Ketahanan pra-

penetrasi berhubungan dengan faktor morfologis yang berpengaruh terhadap

perkembangan patogen dan menentukan tingkat keparahan yang terjadi pada

tanaman yang diuji. Ketahanan pasca-penetrasi berhubungan dengan mekanisme

Page 86: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

62

biokimia yang berpengaruh terhadap luasnya jaringan yang terserang. Fry (1989)

menyatakan bahwa walaupun patogen berhasil mempenetrasi jaringan inang,

sering kali perkembangan selanjutnya terhambat oleh mekanisme ketahanan yang

ada pada masing-masing tanaman.

Buah kakao klon GC 7 dengan atau tanpa pelukaan memberikan persentase

buah dengan diameter bercak > 8.2 cm yang lebih tinggi dibandingkan dengan

klon Sca 12. Hal ini mempertegas kembali perbedaan respon GC 7 yang rentan

dan Sca 12 yang resisten terhadap infeksi P. palmivora.

Hasil percobaan juga menunjukkan penggunaan zoospora untuk

menginokulasi bibit kakao menyebabkan kisaran diameter bercak yang lebih

sempit dibandingkan miselia. Dengan demikian, respon bibit kakao yang

diinokulasi dengan zoospora atau miselia P. palmivora sejalan dengan respon

buah kakao.

Perlakuan pelukaan berperanan penting dalam hubungannya dengan respon

bibit kakao yang diuji terhadap infeksi P. palmivora. Sebagian bibit yang tidak

dilukai sebelum diinokulasi P. palmivora ada yang tidak menunjukkan gejala

bercak pada daun atau batangnya. Sedangkan bibit yang diinokulasi dengan

miselia P. palmivora semuanya menghasilkan bercak pada daun atau batangnya.

Seperti yang diharapkan, klon GC 7 yang diinokulasi dengan P. palmivora

menghasilkan persentase bibit dengan diameter bercak > 0.52 cm yang lebih

tinggi dibandingkan dengan klon Sca 12. Hal tersebut diamati jika miselia P.

palmivora digunakan sebagai inokulum dan jika bibit yang diuji diberi pelukaan.

Untuk bibit yang diinokulasi dengan zoospora atau bibit yang tidak dilukai,

respon yang diamati tidak sejalan dengan karakteristik ketahanan klon GC 7 dan

klon Sca 12 terhadap infeksi P. palmivora. Meskipun demikian, respon bibit yang

diinokulasi dengan P. palmivora tetap sejalan dengan respon buah yang diuji.

Berdasarkan berbagai hasil yang didapat diusulkan bahwa metode baku uji

ketahanan plasma nutfah kakao terhadap infeksi P. palmivora sebaiknya

dilakukan dengan (1) menggunakan miselia sebagai inokulum, (2) memberikan

pelukaan pada jaringan buah atau daun sebelum diinokulasi dengan miselia P.

palmivora, dan (3) menggunakan buah dipetik umur empat bulan sesudah antesis

atau daun bibit umur dua bulan setelah tanam.

Page 87: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

63

Besar kecilnya diameter bercak akibat infeksi P. palmivora pada buah atau

bibit yang diuji diduga mencerminkan ada tidaknya sifat resisten pada klon yang

diuji. Klon GC 7 yang dilaporkan rentan mempunyai sebaran bibit atau buah

dengan diameter bercak yang lebih besar dibandingkan dengan klon Sca 12 yang

dilaporkan resisten. Meskipun infeksi P. palmivora pada buah atau bibit kakao

klon Sca 12 tetap menimbulkan bercak kecoklatan (nekrosis), nekrosis yang

diamati relatif tidak berkembang secepat yang diamati pada klon GC 7.

Gejala awal infeksi P. palmivora pada klon kakao tahan sama dengan yang

rentan, yaitu adanya sel yang mempunyai granula berwarna kecoklatan (Tarjot,

1974). P. palmivora tetap mempenetrasi buah kakao dari klon yang resisten dan

yang rentan. Namun demikian penyebaran lateral patogen dalam perikarp buah

kakao yang rentan berbeda dengan yang resisten (Tarjot, 1974). Pada buah kakao

yang rentan, P. palmivora tidak bertahan lama dalam sel, sel yang terinfeksi

menjadi rusak dengan cepat dan terlihat adanya granula kecoklatan. Pada buah

rentan, patogen menyebar dengan cepat dari satu ke sel lain sehingga

perkembangan busuk buah berlangsung cepat. Pada buah kakao yang tahan, P.

palmivora bertahan lama di dalam sel sebelum munculnya gejala nekrosis.

Perpindahan patogen antar sel menjadi terhambat sehingga perkembangan busuk

buah juga melambat (Tarjot, 1972)

Pengaruh Genotipe Kakao

Hasil yang didapat menunjukkan hibrida F1 hasil silangan antara ICS 60 x

Sca 12 mempunyai rataan jumlah bercak tertinggi (2,75), diikuti oleh zuriat Sca

12, (1,28) dan hibrida F1 antara TSH 858 x Sca 12 (0,67). Sedangkan panjang

bercak tertinggi dihasilkan oleh F1 (ICS 60 x Sca 12) 10,55 cm kemudian disusul

Sca 12 (6,14 cm) terkecil dihasilkan oleh TSH 858 x Sca 12 (2,76 cm) (Tabel 7).

Persentase bibit kakao yang terinfeksi P. palmivora dan kisaran diameter

bercak daun yang muncul setelah 28 hari sesudah inokulasi disajikan pada Tabel

8. Sebagian besar bibit kakao zuriat Sca 12 dan hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12)

yang diinokulasi P. palmivora dan mempunyai luas bercak < 4.58 cm2 sedangkan

bibit hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12) mempunyai luas bercak > 4.58 cm (Tabel 8).

Dari data pada Tabel 8 dapat diduga bahwa dalam kondisi penelitian ini bibit

Page 88: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

64

hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12) lebih resisten dibandingkan dengan bibit hibrida

F1 (ICS 60 x Sca 12) atau bibit zuriat Sca 12.

Tabel 7. Jumlah dan lebar bercak pada daun bibit kakao hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12) dan hibrida F1 (TSH 858xSca 12) serta zuriat kakao klon Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora, pada 7, 14 dan 21 hari sesudah inokulasi (HSI)

Jumlah bercak Lebar bercak (cm) Genotipe bibit (Seedling 7 HSI 14 HSI 21 HSI 7 HSI 14 HSI 21 HSI F1(ICS 60xSca 12) 1.68 1.68 2.75 7.33 10.15 10.55 F1(TSH 858xSca 12) 0.58 0.67 0.67 1.93 2.48 2.76 Sca 12 0.95 1.28 1.28 5.00 5.82 6.14

Tabel 8. Persentase bibit kakao hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12) dan hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12) serta zuriat kakao klon Sca 12 yang terinfeksi P. palmivora pada berbagai kisaran panjang bercak pada daun yang dihasilkan. Pengamatan lebar bercak dilakukan 14, 21, dan 28 hari sesudah inokulasi daun bibit kakao yang diuji

Persentase bibit dengan kisaran panjang bercak (cm)

Pengamatan (hari sesudah inokulasi)

Genotipe bibit < 4.58

4.58-9.16

9.16-13.74

13.74-18.32

> 18.32

14 ICS 60 x Sca 12 33.0 16.8 16.8 16.8 16.8 TSH 858 x Sca 12 82.5 16.8 0 0 0 Sca 12 66.8 16.8 0 16.8 0 21 ICS 60 x Sca 12 16.8 33.0 16.8 16.8 16.8 TSH 858 x Sca 12 82.5 0 16.5 0 0 Sca 12 50.0 33.0 0 17.0 0 28 ICS 60 x Sca 12 16.8 33.0 16.8 33.0 0 TSH 858 x Sca 12 82.5 16.8 0 0 0 Sca 12 50.0 33.0 16.8 0 0

Dalam pengujian pengaruh latar belakang genetik kakao terhadap infeksi P.

palmivora menggunakan metode baku yang telah dikembangkan dapat diketahui

bahwa hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12) lebih resisten dibandingkan dengan tetua

donor Sca 12 atau hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12). Hal tersebut memperkuat dugaan

sebelumnya bahwa Sca 12 mempunyai mekanisme ketahanan terhadap infeksi P.

palmivora. Namun demikian, hibrida F1 hasil persilangan antara ICS 60 x Sca 12

dan TSH 858 x Sca 12 mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa keragaan hibrida F1 hasil silangan antara Sca 12 sebagai

tetua jantan dan donor sifat resisten terhadap P. palmivora dipengaruhi oleh latar

Page 89: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

65

belakang genetik induk betinanya.

Menurut Winarno & Sri-Sukamto (1986), Sca 6 dan Sca 12 dapat digunakan

sebagai tetua donor sifat resisten terhadap infeksi P. palmivora. Hibrida F1 hasil

silangan antara DR 1 x Sca 12, DRC 16 x Sca 6, DRC 16 x Sca 12 ketika

diinokulasi dengan P. palmivora menghasilkan luas bercak yang sama dengan

klon Sca 6 dan Sca 12. Tetapi jika dibandingkan dengan klon DR 1 yang rentan

terhadap infeksi P. palmivora, maka ketiga hibrida kakao tersebut lebih tahan

terhadap infeksi P. palmivora.

Dari penelitian ini diketahui bahwa sifat ketahanan diwariskan lewat Sca 12

sebagai tetua jantan, terbukti bahwa ICS 60 yang tergolong rentan terhadap P.

palmivora bila disilangkan dengan Sca 12 yang tahan akan menghasilkan hibrida

yang tahan. Sifat ketahanan terhadap infeksi P. palmivora dilaporkan diwariskan

lewat tetua jantan (Jacop & Toxopeus, 1971).

Klon TSH 858 sebagai induk betina lebih baik jika digunakan untuk

menghasilkan hibrida F1 dengan Sca 12 sebagai induk jantan. Hibrida F1 (TSH

858 x Sca 12) diharapkan selain tahan infeksi P. palmivora juga mempunyai daya

hasil tinggi mengingat sifat daya hasil galur hibrida kakao mengikuti karakteristik

induk betinanya. Sebaliknya, meskipun galur hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12) juga

berpotensi berdaya hasil tinggi sesuai dengan sifat ICS 60 sebagai induk betina,

dalam hal ketahanan terhadap P. palmivora lebih rendah dibandingkan dengan

hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12).

Menurut Jacop & Toxopeus (1971), pewarisan sifat bobot biji ditentukan

oleh tetua betinanya. Oleh karena itu pemuliaan tanaman untuk peningkatan

ukuran dan bobot biji kakao dilakukan dengan persilangan antara induk betina

yang berdaya hasil tinggi dan berbiji besar dengan induk jantan yang resisten.

Selain itu perlu dipilih induk jantan dengan karakter ukuran serbuk sari yang

besar. Iswanto dan Junianto (1987) menyatakan bahwa tetua jantan dengan ukuran

serbuk sari yang besar cenderung menghasilkan hibrida F1 dengan biji yang besar

dan berat.

Simpulan

Inokulasi dengan menggunakan miselia lebih efektif dibandingkan

Page 90: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

66

zoospora dan perlakuan lebih akurat untuk menduga ketahanan bibit kakao

terhadap infeksi P. palmivora. Hasil pendugaan ketahanan menggunakan buah

yang dipetik sejalan dengan bibit kakao sehingga pengujian bibit dapat

dipergunakan sebagai alternatif pengujian ketahanan terhadap P. palmivora. Jika

menggunakan buah yang dipetik, uji ketahanan dilakukan dengan (1)

menggunakan buah kakao umur empat bulan setelah antesis, (2) memberi

pelukaan sebelum diinokulasi, (3) menggunakan miselia P. palmivora sebagai

inokulum, dan (4) mengamati diameter bercak. Sedangkan jika menggunakan

bibit kakao, dilakukan dengan: (1) menggunakan bibit kakao umur dua bulan, (2)

memberi pelukaan pada daun sebelum diinokulasi, (3) menggunakan miselia P.

palmivora sebagai inokulum, dan (4) mengamati lebar bercak yang muncul pada

daun yang diinokulasi. Pengamatan diameter bercak pada buah dilakukan 3 hari

sedangkan pada daun 14 hari sesudah inokulasi. Kakao klon GC 7 sebaiknya

digunakan sebagai pembanding yang rentan dan klon Sca 12 sebagai pembanding

yang tahan. Klon TSH 858 lebih baik untuk digunakan sebagai induk betina dan

disilangkan dengan Sca 12 sebagai induk jantan untuk menghasilkan populasi

hibrida F1 yang resisten terhadap infeksi P. palmivora dan berpotensi berdaya

hasil tinggi.

Daftar Pustaka

Fry WE. 1989. Principles of Plant Disease Management. Academic Press, New York. 376p.

Iswanto A & Winarno H. 1992. Cocoa breeding at RIEC Jember and the role of planting material resistant to VSD and black pod. In P.J. Keane & C.A.J. Putter (Eds). Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia and Australasia: 163-169. FAO Plant Production and Protection Paper No. 112.

Iswanto A & Yunianto D. 1987. Pengaruh ukuran bakal biji dan serbuk sari terhadap bentuk dan berat biji kakao. Pelita Perkebunan 3: 185-188.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1995. Differential reaction of cocoa clones to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ.West Indies, Trinidad: 79-85.

Iwaro DA, Sreenivasan TN, & Umaharan P. 1997. Phytophthora palmivora resistance in cocoa (Theobroma cacao): Influence of pod morphological characteristics. Plant Pathology 46: 557-565.

Page 91: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

67

Iwaro DA, Sreenivasan TN, & Umaharan P. 1997a. Foliar resistance to Phytophthora palmivora as an indicator of pod resistance in Theobroma cacao. Plant Disease, 81: 619-624.

Jacob VJ & Toxopeus. 1971. The effect of pollinator parent on the pod value of hand pollinated pod of Theobroma cacao L. Int. Cacao Res. Conf., Tafo, Ghana, 556-564.

Toxopeus H. 1999. Search for Phytophthora Pod Rot resistance and Escape at the Cocoa Research Institute of Nigeria during the 1960s. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 159-166. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Muller RA. 1974. Integrated Control Methods. In P.H. Gregory (Eds.) Phytophthora Disease of Cocoa: 259-265. Longman, London.

Philips-Mora W. 1999. Studies on Resistance to Black Pod Disease (Phytophthora palmivora Butler) at CATIE. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 41-50. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Prawirosoemardjo S & Purwantara A. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. pada buah dan batang beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan 60:67-72.

Rubiyo, Purwantara A, Sri-Sukamto & Sudarsono. 2008. Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from Indonesia, their morphological and pathogenicity characterizations. Pelita Perkebunan 24 : 37- 49.

Sudarsono, Purwantara A, & Suhendi D. 2007. Teknik Molekuler dan Pemuliaan Tanaman untuk Percepatan Pengembangan Klon Kakao (Theobroma cacao L.) yang Resisten terhadap Busuk Buah Akibat Infeksi Phytophthora palmivora Butl. Laporan Penelitian KKP3T, Institut Pertanian Bogor, Indonesia. 122 hlm.

Soria J. 1974. Sources of Resistance to Phytophthora palmivora. In P.H Gregory (ed.) Phytophthora Disease of cocoa: 197-202. Longman London.

Tarjot M. 1972. Etude anatomique de la Cabosse de Cacaoyer en Relation avec Lattaque du Phytophthora palmivora. Proc. IV Int. Cacao Research Conf. p:379-397. St Augustine, Trinidad. 8-18th

January.

Tarjot M. 1974. Physiology of Fungus. In P.H. Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 103-116. Longman London.

Winarno H & Sri-Sukamto. 1986. Uji Laboratorium Ketahanan Tongkol Beberapa Hibrida Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora Butler). Pelita Perkebunan 2:115-119.

Zadoks JC. 1997. Disease Resistance Testing in Cocoa. INGENIC. UK. 58p.

Page 92: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

JUDUL 3. UJI KETAHANAN KAKAO TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH ( Phytophthora palmivora Butler) DI LAPANGAN DAN

LABORATORIUM

Abstrak

Penyakit busuk buah merupakan salah satu penyakit terpenting pada

tanaman kakao. Di Indonesia busuk buah disebabkan oleh Phytophthora

palmivora. Keberhasilan pengendalian ini salah satunya tergantung dari

keberhasilan penekanan kuantitas patogen di lapang antara lain dengan

menggunakan bahan tanam kakao yang diusahakan. Uji ketahanan tanaman kakao

terhadap penyakit busuk buah P. palmivora di laboratorium dan lapangan perlu

dilakukan, hal ini untuk mengetahui konsistensi ketahanan klon tersebut, sehingga

mekanisme ketahanan tanaman kakao terhadap patogen ini dapat diketahui.

Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2008 hingga Februari 2009, bertempat di

Laboratorium Penyakit dan Kebun Percobaan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia di Jember Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi

untuk mengetahui ketahanan klon kakao di Laboratorium maupun di Lapangan

menghasilkan ketahanan yang sama. Klon kakao yang rentan di laboratorium juga

rentan di Lapangan seperti klon GC7. Perkembangan bercak pada buah kakao

hasil inokulasi di Laboratorium lebih cepat dari pada di Lapangan.

Kata kunci:Kakao, inokulasi laboratorium, inokulasi lapangan, P. Palmivora, Ketahanan

Page 93: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

CACAO (Theobroma cacao L.) RESISTANCE EVALUATION AGAINST BLACK POD DISEASE( Phytophthora palmivora Butler) IN THE FIELD

AND LABORATORY

Abstract

Black Pod Disease is one of the important diseases of cacao. In Indonesia

black pod disease is caused by Phytophthora palmivora. The effectiveness of

controlling the disease depends on reducing pathogen population in the field,

such as using resistant cacao plant materials. Cacao resistance evaluation against

black pod disease caused by P. palmivora in the field and laboratory needs to be

conductedto know the consistency of the resistant clones. Hence the cacao

resistance mechanism against this pathogen can be determined. The research took

place in June 2008 till February 2009 in Disease Laboratory and Experiment

Garden at Indonesian Coffee and Cacao Research Institute in Jember, East Java.

The results indicated that laboratory inoculation and field inoculation to test the

cacao clone resistance showed the consistent results. Cacao clone which was

susceptible in the laboratory, such as GC 7, was also susceptible in the field.

Keywords: cacao, laboratory inoculation, field inoculation, P. palmivora, resistance

Page 94: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

70

Pendahuluan

Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan dan merupakan

komoditas ekspor penting di Indonesia, namun pengembangannya secara luas

masih menghadapi hambatan antara lain oleh adanya serangan hama dan penyakit.

Diantara beberapa jenis penyakit pada tanaman kakao, yang sangat penting dan

penyebarannya sangat luas adalah penyakit busuk buah atau pod rot yang

disebabkan oleh P. palmivora. Seluruh bagian tanaman kakao dapat terinfeksi

oleh patogen tersebut mulai dari akar, batang, bunga, buah dan daun. Namun

kerugian yang sangat tinggi disebabkan oleh serangan pada buah (Darmono et al.,

2006). Survei yang dilakukan di Jawa menunjukkan bahwa penyakit busuk buah

dapat menurunkan hasil sekitar 26-56% (Pawirosoemardjo & Purwantara, 1992).

Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian penyakit yang

paling bermanfaat karena cara ini ramah lingkungan (Akrofi & Opoku, 2000).

Varietas dengan tingkat ketahanan tertentu yang lebih mudah ditemukan di antara

bahan tanam yang ada atau yang dihasilkan melalui hibridisasi merupakan cara

terbaik untuk mengatasi busuk buah kakao (Muller, 1974). Bahan tanam tahan

terhadap penyakit ini merupakan pemecahan masalah untuk jangka panjang.

Ketahanan horizontal diperlukan untuk perbaikan tanaman tahunan, seperti kakao,

namun sukar penanganannya untuk pemuliaan tanaman. Simmonds (1994)

menyatakan bahwa ketahanan buah kakao terhadap P. palmivora diperkirakan

lebih bersifat horizontal daripada vertikal. Menurut Agrios (1997) ketahanan

tanaman dapat bersifat pasif (terbentuk tanpa rangsangan dari patogen) atau aktif

(ekspresinya diimbas oleh serangan patogen), melibatkan mekanisme struktural

dan biokimia. Zadoks (1997) menyatakan bahwa ketahanan kakao terhadap P.

palmivora dan patogen lain cenderung bersifat tidak lengkap (partial resistance)

yang didasarkan pada satu atau lebih komponen ketahanan yang dapat atau tidak

dapat berkorelasi satu sama lain.

Duniway (1983) menyatakan bahwa ketahanan tanaman terhadap

Phytophthora spp. meliputi ketahanan struktural, penghalang struktural terimbas,

reaksi hipersensitif, dan produksi senyawa antimikrobia. Mekanisme ketahanan

struktural dapat berupa sifat morfologi dan anatomi. Menurut Fry (1982)

walaupun sering kali mekanisme ketahanan bekerja setelah jaringan terpenetrasi,

Page 95: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

71

karakteristik struktural dapat mempengaruhi ketahanan inang. Fulton (1989)

memperkirakan morfologi buah kakao berpengaruh pada deposisi dan penyebaran

efektif inokulum P. palmivora. Permukaan buah kakao dapat menjadi inkubator

mikro yang baik bagi pertumbuhan spora P. palmivora. Karena spora patogen ini

bersifat hidrofilik, spora berada dalam lapisan air permukaan buah dan biasanya

menempel pada bagian ujung buah. Tarjot (1974) menyatakan bahwa lengas di

permukaan buah berpengaruh besar pada perkecambahan spora.

Ketahanan buah kakao terhadap P. palmivora merupakan sistem

multikomponen yang terekspresi dalam dua tahap, dinyatakan sebagai ketahanan

prapenetrasi dan pascapenetrasi. Ketahanan prapenetrasi berhubungan dengan

faktor morfologi yang mempengaruhi perkembangan prapenetrasi dan penetrasi

patogen, dan menentukan jumlah bercak yang terjadi. Ketahanan pasca penetrasi

berhubungan dengan mekanisme biokimia yang dapat mempengaruhi luasnya

jaringan yang diserang patogen (Irwaro et al., 1995). Fry (1982) menyatakan

bahwa walaupun patogen berhasil mempenetrasi jaringan inang, sering kali

perkembangan selanjutnya terhambat.

Pengujian ketahanan tanaman kakao terhadap patogen ini telah dilakukan

dengan menggunakan beberapa metode inokulasi buatan. Efron & Blaha (1998)

telah mengembangkan inokulasi buatan menggunakan metode potongan daun

kakao, sedangkan uji ketahanan dengan menggunakan buah di laboratorium juga

dilakukan oleh Iwaro et al. (2000), Rubiyo et al. (2000) melakukan inokulasi

dengan menggunakan buah untuk uji lapang ketahanan beberapa hibrida kakao.

Oleh karena itu penelitian untuk mengetahui korelasi antara ketahanan genotipe

kakao di laboratorium dan di lapang perlu diketahui. Apabila korelasinya positif

maka cukup dilakukan uji ketahanan di laboratorium sehingga akan sangat

membantu dalam siklus pengujian dan seleksi genotipe kakao. Arah dan strategi

pemuliaan ketahanan tanaman kakao dititikberatkan pada penggunaan metode

seleksi. Hal ini disebabkan tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang

berdaur hidup panjang sehingga kurang efisien bila digunakan metode persilangan

berulang di dalam program pemuliaannya. Persilangan antar tanaman kakao akan

melibatkan tetua yang bukan galur murni sehingga pada turunannya akan terjadi

Page 96: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

72

segregan-segregan dalam keanekaragaman sifat yang tinggi (Wood, 1973). Oleh

karena itu seleksi ketahanan tanaman tetua akan sangat menentukan hasil akhir

dari hibrida F1 yang akan diperoleh.

Bahan dan Metode

A. Penelitian Uji Ketahanan Buah Kakao di Laboratorium dan Lapangan Penyiapan Inokulum P. palmivora. Isolat P. palmivora indigenus yang

diketahui sangat patogenik dari penelitian sebelumnya (Rubiyo et al., 2008a)

digunakan sebagai inokulum. Isolat P. palmivora terpilih (LbSbr) ditumbuhkan

dalam cawan Petri berdiameter 9 cm yang berisi media PDA padat. Kultur

patogen diinkubasikan selama tujuh hari pada kondisi gelap dalam ruang kultur

bersuhu 26oC. Hanya miselia patogen yang sedang aktif tumbuh di bagian ujung

koloni yang digunakan sebagai inokulum miselia dalam percobaan.

Uji Detached Pod di Laboratorium. Buah kakao sehat yang telah

berkembang penuh tetapi belum masak dari 13 klon diambil dari lapang untuk

digunakan dalam percobaan di laboratorium. Sebelum diinokulasi dalam uji

detached pod, buah sehat yang telah dipanen dicuci dengan air yang mengalir.

Buah kakao dilukai dengan cara membuat lubang berdiameter 8 mm dan sedalam

5 mm dengan menggunakan bor gabus. Potongan media PDA (diameter 8 mm)

dengan miselia P. palmivora yang aktif tumbuh sebagaimana telah disiapkan

sebelumnya ditempelkan pada permukaan buah kakao yang telah dilukai. Buah

yang sudah diinokulasi diinkubasikan dalam kotak yang dilapisi dengan

aluminium foil. Di dalam kotak diletakkan busa yang telah dibasahi dengan air

steril untuk menjaga kelembaban udara di dalam kotak (100%). Kotak inkubasi

disungkup dengan plastik dan diletakkan dalam ruang gelap pada suhu kamar (28o

C).

Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap. Unit percobaan terdiri

atas 3 buah kakao dan untuk setiap klon kakao yang diuji diulang tiga kali. Dalam

percobaan yang dilakukan, sembilan buah kakao (3 buah/unit x 3 ulangan)

diinokulasi untuk setiap klon kakao. Total klon kakao yang diuji sebanyak 13

klon.

Page 97: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

73

Uji ketahanan di lapangan. Bahan dan metode yang digunakan sama

dengan inokulasi di laboratorium. Inokulasi buah di lapang dilakukan terhadap

buah yang masih menempel di pohon. Buah yang telah diinokulasi dengan miselia

ditempel dengan kapas basah untuk menjaga kelembaban, kemudian dikerodong

dengan kantong plastik transparan agar kelembaban tetap terjaga dan untuk

menghindari adanya patogen lain yang menginfeksi. Umur dan kriteria buah yang

digunakan penelitian di lapangan sama dengan yang di laboratorium. Penelitian

di lapangan menggunakan 3 buah kakao sebagai ulangan, sehingga digunakan 3

pohon untuk tiap klon (sebagai perlakuan).

Pengelompokan Respon Ketahanan terhadap Infeksi P. palmivora.

Respon buah yang diinokulasi diamati sejak tiga hari hingga tujuh hari sesudah

inokulasi (HSI). Pengamatan dilakukan terhadap jumlah buah yang menunjukkan

gejala dan terhadap panjang bercak (p) serta lebar bercak (l) yang muncul di

permukaan buah kakao yang diuji, sebagai gejala infeksi P. palmivora. Luas

bercak (L) di permukaan buah kakao yang diuji ditentukan dengan menggunakan

rumus L=3.14*([p+l]/4)2. Luas bercak yang muncul selanjutnya digunakan untuk

mengelompokkan respon ketahanan buah yang diuji terhadap infeksi P.

palmivora. Buah yang diuji dikelompokkan sebagai imun - jika setelah

diinokulasi tidak menunjukkan gejala infeksi P. palmivora (tidak menghasilkan

bercak); tahan – jika luas bercak < 25 cm2, agak tahan – jika antara 25 – 50 cm2,

agak rentan – jika antara 50 - 75 cm2, rentan jika antara 75 - 100 cm2, dan sangat

rentan jika > 100 cm2 (Iwaro et al, 1997)

Hasil dan Pembahasan

Uji Ketahanan Kakao di Laboratorium

Berdasarkan hasil pengamatan luas bercak pada hari ke-7 setelah inokulasi

di Laboratorium, klon GC 7 menunjukkan luas bercak tertinggi akibat inokulasi P.

palmivora (Tabel 9). Klon klon kakao yang lainnya TSH 858 dan PBC 123

menghasilkan luas bercak yang cukup tinggi namun secara statistik tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan GC 7. Klon PA 300 menghasilkan

luas bercak terkecil dibandingkan dengan klon yang lainnya (86,47 cm2) dan

mengalami perkembangan bercak yang lamban (Gambar 12).

Page 98: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

74

Tabel 9 Rata-rata luas bercak (cm2) beberapa klon kakao hasil inokulasi P. palmivora di laboratorium, 7 hari setelah inokulasi

No Klon Rata-rata luas bercak cm2 hari ke -7 setelah inokulasi

1 GC 7 326,20 a 2 TSH 858 292,22 ab 3 PBC 123 247,63 ac 4 ICS 60 224,78 bd 5 DR2 220,19 bd 6 RCC70 210,77 cd 7 KKM 22 197,47 cd 8 SCA 12 180,86 cd 9 DRC16 183,30 cd 10 PA7 173,10 ce 11 ICS 13 154,36 ce 12 SCA 6 143,28 de 13 PA 300 86,47 e

Keterangan: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT aras 5%.

Hasil analisis statistik berdasarkan rata-rata luas bercak hari ke-7 sangat

berbeda nyata bila dibandingkan dengan GC 7 (klon rentan) tetapi tidak berbeda

nyata dengan klon Sca 6 yang digunakan sebagai klon kontrol yang tahan (Tabel

9). Luas bercak klon yang lain berkisar antara 154,36 hingga 224,78 cm2.

Berdasarkan hasil uji laboratorium terdahulu yang dilakukan oleh Sri-Sukamto &

Winarno (1986) dan Suhendi et al. (2005), klon Sca 6 diketahui selalu

menghasilkan tingkat ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan klon yang

lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama walaupun klon Sca 6

menghasilkan luas bercak yang terkecil setelah klon PA 300. Besarnya luas

bercak yang dihasilkan tersebut sangat dimungkinkan karena kondisi lingkungan

optimum (suhu dan kelembaban) khususnya dapat terkontrol dengan baik.

Kondisi seperti ini sangat sesuai dengan lingkungan yang diinginkan oleh P.

palmivora untuk tumbuh dan berkembang, sehingga akan mampu menginfeksi

dengan baik pada buah kakao tersebut.

Page 99: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

75

Hari Ke Setelah Inokulasi di Laboratorium

Gambar 12. Representasi perkembangan luas bercak (cm2) 5 klon kakao hasil

inokulasi di Laboratorium. Uji Ketahanan Kakao di Lapangan

Berdasarkan luas bercak pada hari ke-9 setelah inokulasi di lapangan, klon

Sca 6, Pa 7 dan PA 300 menghasilkan luas bercak terkecil berturut-turut 4,78 ,

7,02 dan 18,57 cm2 (Tabel 10).

Tabel 10. Rata-rata luas bercak (cm2) beberapa klon kakao hasil inokulasi P. palmivora di lapangan, 9 hari setelah inokulasi

No Klon Rata-rata luas bercak (cm2) 1 GC 7 63,14 ad 2 TSH 858 62,52 ad 3 PBC 123 20,93 cd 4 ICS 60 43,59 ad 5 DR 2 74,76 ac 6 RCC70 102,70 a 7 KKM 22 99,66 a 8 SCA 12 37,34 bd 9 DRC16 74,69 ac 10 PA7 7,02 d 11 ICS 13 91,81 ab 12 SCA 6 4,78 d 13 PA 300 18,57 cd

Keterangan: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT aras 5%.

Luas bercak terbesar dihasilkan oleh klon klon RCC 70 dan KKM 22

masing-masing 102,70 dan 99,66 cm2. Klon yang lain menghasilkan luas bercak

berkisar 20,93 - 91,81 cm2. Klon Sca 6 yang digunakan sebagai kontrol klon

tahan secara konsisten menghasilkan luas bercak terkecil. Dengan demikian

0

100

200

300

3 4 5 6 7 8 9

PA 300 ICS 13 DR 2TSH 858 GC 7

Luas

Ber

cak

(cm

2 )

Page 100: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

76

semakin menguatkan bahwa klon Sca 6 dapat digunakan sebagai sumber gen

ketahanan dalam perakitan kultivar kakao untuk penelitian selanjutnya. Luas

bercak di lapang yang dihasilkan beberapa klon kakao yang diuji, walaupun

lingkungan dikondisikan sama dengan di laboratorium, tetap lebih kecil

dibandingkan dengan hasil uji di laboratorium.

0

100

200

300

4 5 6 7 8 9

PA 300 ICS 13 DR 2TSH 858 GC 7

U ji d i L a b v s . d i L a p a n g a n

P e r k e m b a n g a n lu a s b e rc a k p a d a b u a h h a s il u ji d i L a p a n g

0

100

200

300

4 5 6 7 8 9

PA 300 ICS 13 DR 2TSH 858 GC 7

Gambar 13 Representasi perkembangan luas bercak (cm2) 5 klon kakao hasil

inokulasi di lapangan

Gambar 14. Representasi perkembangan luas bercak tiga klon kakao PA 300,

DR 2 dan GC7 hasil inokulasi P. palmivora di lapangan dan laboratorium

0

100

200

300

3 4 5 6 7 8 9

PA300 (Lb) PA300 (Lp)GC7 (Lb) GC7 (Lp)DR2 (Lb) DR2 (Lp)

Hari Ke Setelah Inokulasi di Laboratorium (Lb) dan Lapangan (Lp)

Luas

Ber

cak

(cm

2 )

Page 101: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

77

Luas Bercak di Laboratorium dan Lapangan

85,48

173,10

247,63224,78

292,22

154,36

197,47

326,20

180,85

143,28

210,77183,30

220,20

18,57 7,02 20,9343,59

62,5291,81 99,65 99,00

37,344,78

102,5774,68 74,76

-

50

100

150

200

250

300

350

PA 300 PA7 PBC123

ics 60 TSH858

ICS 13 KKM 22 GC 7 SCA 12 SCA 6 RCC 70 DRC 16 DR 2

Klon

Luas

Ber

cak

(cm

2 )

Lab Lapangan

Gambar15. Luas bercak (cm2) hasil inokulasi di Lapangan dan Laboratorium

beberapa klon kakao terhadap penyakit busuk buah P. palmivora

Dalam penelitian ini inokulasi di laboratorium maupun di lapang dilakukan

dengan pelukaan jaringan. Cara inokulasi demikian dimaksudkan untuk menguji

tingkat ketahanan pascapenetrasi (Iwaro et al., 1995). Beberapa klon yang

sebelumnya dilaporkan tahan seperti Sca 6, PA 7, PA 300 menunjukkan luas

bercak yang kecil dibandingkan klon lain pada uji di lapang. Namun pada uji di

laboratorium, klon – klon tersebut menunjukkan luas bercak yang sebanding atau

bahkan lebih besar dari pada luas bercak klon rentan hasil uji lapangan. Diduga

pemetikan buah untuk diuji di laboratorium menjadi faktor predisposisi yang

memacu perkembangan bercak. Meskipun uji di laboratorium dapat membedakan

klon kakao tahan dan rentan, uji laboratorium mempunyai potensi untuk keliru

(misleading) karena klon yang mempunyai ketahanan cukup di lapang dapat

terserang patogen di laboratorium dengan menunjukkan bercak yang luas.

Perbedaan hasil inokulasi di laboratorium dan di lapangan selain masa inkubasi

yang lebih lambat 2 hari dibandingkan dengan laboratorium, juga perbedaan luas

bercak yang dihasilkan (Gambar 14 dan 15). Umumnya luas bercak yang

dihasilkan inokulasi di laboratorium cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan

inokulasi di lapang untuk klon yang sama. Perbedaan perkembangan bercak

tersebut, selain kondisi lingkungan yang utamanya suhu dan kelembaban diduga

ada faktor lain yang berperan dalam mengatur mekanisme ketahanan beberapa

klon kakao tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mekanisme yang mengatur ketahanan kakao seperti enzim atau bahan kimia yang

ada dalam buah atau daun kakao.

Page 102: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

78

Umumnya seleksi ketahanan kakao terhadap penyakit busuk buah dilakukan

dengan inokulasi alami ataupun buatan, yang didasarkan pada jumlah organ sakit

dan keparahan penyakit (Rocha, 1974). Indikator ini menunjukkan reaksi jaringan

terhadap serangan patogen, tetapi tidak mengungkapkan secara tepat mekanisme

ketahanan yang bekerja pada satu atau beberapa tahap dari daur penyakit busuk

buah. Pengujian ketahanan dilakukan pada buah yang dipetik (detached pod)

maupun buah di pohon (attached pod). Uji pertama banyak diminati, namun

hasilnya kurang sesuai dengan kondisi lapangan karena uji ini mengabaikan

pengaruh lingkungan. Menurut Toxopeus & Jacob (1970 cit. Wood, 1985) ada

perbedaan ketebalan kulit buah dan tingkat lignifikasinya antar kultivar kakao

sehingga dimungkinkan dapat berperan sebagai faktor ketahanan terhadap

penyakit busuk buah.

Simpulan

1. Klon Sca 6 dan Pa 300 secara konsisten menghasilkan luas bercak terkecil

dibandingkan dengan klon yang lainnya baik di laboraorium maupun di

lapangan. Klon kakao yang menunjukkan tingkat ketahanan yang rentan di

laboratorium juga rentan di lapangan seperti klon GC7,

2. Hasil inokulasi di lapangan menghasilkan perkembangan luas bercak yang

lebih kecil dan masa inkubasinya lebih lamban dibandingkan dengan inokulasi

di laboratorium dengan masa inkubasi di lapang lebih lambat rata-rata 2 hari.

3. Penelitian ini menunjukkan bahwa uji ketahanan buah kakao terhadap P.

palmivora terbaik dilakukan pada buah di lapang. Pengujian di laboratorium

dengan buah yang dipetik dapat dilakukan apabila dalam setiap pengujian

disertakan klon tahan dan rentan sebagai pembanding, seperti Sca 6 dan GC 7.

Page 103: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

79

Daftar Pustaka

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Academic Press.New York.4th Ed.803.p.

Akai S & Fukutomi M. 1980. Preformed internal Physical Defenses.In J.A. Bailey & B.J. Deverall (Eds). Dynamic of Host Defence: Academic Press. Sydney.

Akrofi AY & Opoku IY. 2000. Managing Phytophthora megakarya pod root disease. Ghana experience. Proc. 3rd Int. Seminar of International Permanent Working Group for Cocoa Pests and Diseases. Kota Kinabalu, Sabah Malaysia. 16-17th October.

Chittor JM, Leach JE, & White FF. 1999. Induction of peroxidase during defense against pathogens In Datta SK, Muthukrishnan S (Eds). Pathogenesis-Related Proteins in Plants. p.171-188. Science

Darmono TW, Jamil I & Santoso DA. 2006. Pengembangan penanda molekuler untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao. Menara Perkebunan 74: 86-95.

Duniaway JM. 1983. Role of Physical Factors in Development of Phytophthora Diseases. In D.C.Erwin SB Gracia, PH Tsao (Eds) Phytophtora Its Biology, Taxonomy, Ecology and Pathology. 175-188. APS. St. Paul.

El-Katatny MH, Gudelj M, Robra KH, Elnaghy MA, & Gobitz GM. 2001. Characterzation of chitinase and endo-beta-1,3-glucanase from Trichoderma harzianum Rifai T24 involved in control of phytopathogen Sclerotium rolfsii. Appl Microbiol Biotechnol. 56: 137-143.

Fry WE. 1989. Principles of Plant Disease Management. Academic Press, New York. 376p.

Goodwin T.W. & Mercer EI. 1990. Introduction to Plant Biochemistry. Pergamon Press, Oxford. 677p.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1995. Differential reaction of cocoa clones to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ. West Indies, Trinidad: 79-85.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1997. Phytophthora palmivora resistance in cocoa (Theobroma cacao): Influence of pod morphological characteristics. Plant Pathol 46: 557-565.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1998. Cocoa resistance to Phytophthora: effects of pathogen spesies, inoculation depths, and pod maturity. European J. Plant Pathol 46: 557-565.

Jacob VJ & Toxopeus. 1971. The effect of pollinator parent on the pod value of hand pollinated pod of Theobroma cacao L. Int. Cacao Res. Conf., Tafo, Ghana, 556-564.

Lagrimini LM, Joly RJ, Dunlap JR, Liu T-TY. 1997. The consequence of peroxidase overexpression in transgenic plants on root growth and development. Plant. Mol. Biol. 33: 887-895.

Page 104: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

80

Muller RA.1974. Integrated Control Methods. In P.H. Gregory (Eds.) Phytophthora Disease of Cocoa: 259-265. Longman, London.

Neuhaus JM. 1999. Plant chitinase (PR-3, PR-4, PR-8, PR-11) In: Datta SK, Muthukrishnan S (Eds). Pathogenesis-Related Proteins in Plants. London:CRC Pr. p. 77-105.

Oku H. 1994. Plants Pathogenesis and Disease Control. Lewis Pub. CRC Press. Tokyo. 119p.

Philips-Mora W. 1999. Studies on Resistance to Black Pod Disease (Phytophthora palmivora Butler) at CATIE. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 41-50. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Pudjihartati E, Ilyas S & Sudarsono, 2006b. Aktivitas pembentukan secara cepat spesies oksigen aktif perosidase, dan kandungan lignin kacang tanah terinfeksi Sclerotium rolsfii. Hayati 13:166-172.

Pudjihartati E, Siswanto, Ilyas S & Sudarsono. 2006. Aktivitas Enzim Kitinase pada kacang tanah yang sehat dan yang terinfeksi Sclerotium rolsfii. Hayati 13: 73-78.

Rocha HM. 1974. Breeding Cacao for resistance to Phytophthora palmivora. In P.H Gregory (Ed) Phytophthora Disease of Cocoa: 211-218 Longman London.

Rubiyo, Purwantara A, Sri-Sukamto & Sudarsono. 2008. Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from Indonesia, their morphological and pathogenicity characterizations. Pelita Perkebunan 24 : 37- 49.

Rubiyo, Sri-Sukamto & Iswanto A. 2000. Uji lapang ketahanan hibrida kakao terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butler). Jurnal Stigma 1: 57-59.

Saikia R, Kumar R, Arora DK, Gogoi DK, & Azad P. 2006. Psedomonas aeruginosa inducing rice resistance against Rhizoctonia solani Folia: production of salicylic acid and peroxidase. Microbiol 51: 375-380.

Soria J. 1974. Sources of Resistance to Phytophthora palmivora. In P.H Gregory (Ed.) Phytophthora Disease of Cocoa: 197-202. Longman London.

Simmonds NW. 1994. Horizontal resistance to cocoa disease. Cocoa Growers Bul 47:42-52.

Toxopeus H. 1999. Search for Phytophthora Pod Rot Resistance and Escape at the Cocoa Research Institute of Nigeria during the 1960s. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 159-166. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Tarjot M. 1972. Etude anatomique de la Cabosse de Cacaoyer en Relation avec Lattaque du Phytophthora palmivora. Proc. IV Int. Cacao Research Conf. p:379-397. St Augustine, Trinidad. 8-18th

January.

Tarjot M. 1974. Physiology of Fungus. In P.H. Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 103-116. Longman London.

Page 105: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

81

Wood. 1985. Establishment. In G.A.R. Wood & R.A. Lass (Eds.) Cocoa: 119-165. Longman, London.

Wirianata H. 2004. Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah. Disertasi S3 UGM Yogyakarta (tidak diterbitkan), 130p.

Wang S, Wu J, Rao P, Ng TB & Ye X. 2005. A chitinase with antifungal activity from the mung bean. Protein Expr. Purif . 40:230-236.

Zhang M, Melouk HA, Chenault K, & El Rassi Z. 2001. Determination of cellular carbohydrates in peanut fungal pathogens and bakers yeast by capillary electrophoresis and electrochromatography. J Agric Food Chem. 49:5265-5269.

Zedooks. 1997. Disease Resistance Testing in Cocoa. INGENIC. UK. 58p.

Page 106: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

JUDUL 4. RESISTENSI KLON KAKAO TERHADAP INFEKSI Phytophthora palmivora Butl: RESPON 35 KLON KAKAO

BERDASARKAN UJI DETACHED POD

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respon koleksi kakao terhadap

infeksi penyakit busuk buah P. palmivora. Tujuan penelitian yang dilakukan

antara lain: (i) menguji ketahanan 35 klon kakao terhadap infeksi P. palmivora

berdasarkan uji detached pod, (ii) menentukan ada tidaknya hubungan antara tipe

kakao dan bentuk buahnya dengan sifat ketahanan terhadap infeksi P. palmivora,

dan (iii) mengetahui klon kakao yang rentan pada koleksi plasma nutfah kakao

terhadap infeksi P. palmivora. Penelitian menggunakan buah kakao dari 35 klon

(umur 4 bulan setelah antesis) yang dipetik dari pohon dan diinokulasi dengan

miselia P. palmivora di laboratorium. Pengamatan dilakukan terhadap panjang

dan lebar bercak yang diakibatkan oleh infeksi P.palmivora pada buah kakao yang

diuji. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa klon ICCRI 1, PA 300, ICCRI

3, UIT 1, NIC 4, DR 38, ICS 13, Sca 6, TSH 858 dan ICS 60 merupakan 10 klon

kakao yang mempunyai tingkat resistensi tinggi terhadap infeksi P. palmivora.

Klon kakao yang sangat rentan adalah RCC 73, KKM 22, NIC 7, DRC 16, RCC

71, BL 300, BL 301, KEE 2, TSH 908 dan DRC 15. Klon kakao yang dapat

digunakan sebagai tetua untuk proses seleksi lebih lanjut adalah: ICCRI 1, PA

300, ICCRI 3, UIT 1, TSH 858, NIC 4, DR 38, ICS 13, dan Sca 6.

Kata kunci: Busuk buah, pemuliaan kakao, evaluasi plasma nutfah, uji ketahanan di laboratorium

Page 107: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

RESISTANCE OF CACAO CLONES AGAINST PHYTOPHTHORA PALMIVORA BUTL. INFECTION: RESPONSE OF 35 CACAO BASED

ON DETACHED POD ASSAYS

Abstract

This research was conducted to evaluate the response of cacao collection

against infection of black pod disease due to Phytophthora palmivora. The

objectives of this experiment were (i) to evaluate the response of 35 cacao clones

against infection of P. palmivora using detached pod assay, (ii) to determine the

most resistance cacao clones, and (iii) to determine the most susceptible cacao

clones among evaluated cacao germplasm collection against infection of P.

palmivora. In the experiment, pods of 35 cacao clones (at 4 months after anthesis)

were harvested and inoculated with mycelia of P. palmivora in the laboratory.

Observations were conducted on length and width of necrotic symptoms because

of P. palmivora infection on the surface of the tested pods. Results of the

experiment showed that clones ICCRI 1, PA 300, ICCRI 3, UIT 1, NIC 4, DR 38,

ICS 13, TSH 858, SCA 6, and ICS 60 were the ten most resistant clones. On the

other hand, clones RCC 73(3), KKM 22, NIC 7, DRC 16, RCC71, BL 300, BL

301, KEE 2, TSH 908, and DRC 15 were the ten most susceptible clones.

Key words: Black pods, cacao breeding, germplasm evaluation, laboratory resistance tests

Page 108: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

84

Pendahuluan

Strategi yang efektif untuk mengatasi permasalahan busuk buah kakao di

lapangan adalah dengan menanam klon kakao yang resisten terhadap

Phytophthora palmivora Butl. Sebagai patogen penyebab busuk buah kakao,

infeksi P. palmivora merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya kakao

rakyat di Indonesia (Prawirosoemardjo & Purwantara, 1992). Serangan penyakit

busuk buah kakao menyebabkan terjadinya penurunan hasil kakao hingga

mencapai 45.5% (Prawirosoemardjo & Purwantara, 1992). Di perkebunan kakao

rakyat, kehilangan hasil akibat serangan penyakit busuk buah kakao diduga lebih

tinggi lagi karena kurang intensifnya pemeliharaan tanaman yang dilakukan.

Pengembangan klon kakao yang lebih resisten atau toleran terhadap infeksi

P. palmivora perlu dilakukan untuk mengurangi penurunan hasil kakao akibat

infeksi P. palmivora di Indonesia. Klon kakao unggul yang lebih resisten atau

toleran terhadap infeksi P. palmivora dapat dirakit melalui hibridisasi terkontrol

antara tetua yang resisten atau toleran dengan yang berdaya hasil tinggi. Untuk

itu, identifikasi plasma nutfah kakao yang resisten atau toleran terhadap infeksi P.

palmivora perlu dilakukan.

Dalam penelitian sebelumnya, isolat P. palmivora indigenus Indonesia telah

diisolasi dari buah kakao sakit dari lapangan (Rubiyo et al., 2008a). Isolat P.

palmivora yang mempunyai sifat patogenisitas tinggi telah diidentifikasi dan

dapat digunakan untuk menguji respon plasma nutfah kakao terhadap infeksi P.

palmivora. Selain itu, metode yang efektif untuk identifikasi klon kakao yang

resisten atau toleran terhadap infeksi P. palmivora juga telah dikembangkan

(Rubiyo et al., 2008b). Selanjutnya, metode tersebut dapat digunakan untuk

menguji respon klon kakao koleksi Puslit Kopi dan Kakao Indonesia terhadap

infeksi P. palmivora dan mengidentifikasi klon yang resisten atau toleran.

Kegiatan Penelitian telah dilakukan untuk pengembangan klon kakao yang

meningkat resistensinya terhadap infeksi P. palmivora dan berdaya hasil tinggi

(Sudarsono et. al. 2007). Keberhasilan pengembangan klon kakao unggul yang

lebih resisten atau toleran terhadap infeksi P. palmivora sangat tergantung pada

tersedianya klon kakao yang resisten terhadap infeksi P. palmivora sebagai tetua

donor.

Page 109: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

85

Klon-klon kakao di Kakao Indonesia umumnya termasuk ke dalam dua tipe

kakao, yaitu tipe forastero atau trinitario (Las and Wood, (1985; Alvim,1997;

Opeke, 1982 dan Mawardi, 1982). Sementara jika dilihat dari bentuk buahnya

maka klon-klon kakao tersebut mempunyai bentuk buah amilado, angoleta,

calabasilo, atau candomaur (Engels, 1986; Cheesman, 1944 dan Ostendorf, 1956).

Ada tidaknya hubungan antara tipe kakao dan bentuk buah klon-klon kakao

koleksi Puslit Kopi dan Kakao Indonesia dengan respon ketahanan terhadap

infeksi P. palmivora merupakan hal yang menarik untuk diketahui karena dapat

dijadikan dasar pengembangan idiotipe klon-kakao unggulan.

Analisis komponen varian genetik untuk sifat ketahanan terhadap infeksi P.

palmivora dapat menghasilkan informasi yang berguna dalam mendukung

kegiatan pemuliaan tanaman (Begum & Sobhan, 1991), termasuk pemuliaan

tanaman kakao. Dengan didapatkannya nilai komponen varian genetik akan dapat

diduga pola penurunan sifat (heritabilitas) resistensi terhadap infeksi P. palmivora

pada kakao.

Sifat tanaman terekspresi sebagai pengaruh faktor genetik dan lingkungan

yang bertindak secara simultan (Allard, 1960). Parameter genetik digunakan

sebagai tolak ukur untuk mengetahuai peranan genetik terhadap penotipik sifat

tanaman. Oleh karena itu, pengukuran parameter genetik motlak harus dilakukan

dalam tahapan suatu kegiatan pemuliaan tanaman kakao.

Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut di atas maka perlu

dilakukan identifikasi klon kakao yang tahan atau toleran terhadap infeksi P.

palmivora, yang dapat digunakan sebagai donor sifat ketahanan. Tujuan penelitian

yang dilakukan antara lain: (i) menguji ketahanan 35 klon kakao terhadap infeksi

P. palmivora berdasarkan uji detached pod, (ii) menentukan ada tidaknya

hubungan antara tipe kakao dan bentuk buahnya dengan sifat ketahanan terhadap

infeksi P. palmivora, dan (iii) menghitung komponen varian genetik dan

melakukan pendugaan nilai heritabilitas sifat ketahanan kakao terhadap infeksi P.

palmivora..

Page 110: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

86

Bahan dan Metode

Bahan Tanaman. Ketahanan klon kakao terhadap infeksi busuk buah diuji

dengan menggunakan uji detached pod di laboratorium. Dalam pengujian ini

digunakan buah kakao (35 klon - Tabel 11) yang berumur kurang lebih 4 bulan

sesudah antesis (buah telah berkembang sempurna tetapi belum masak). Buah

yang terbebas dari infeksi busuk buah dipanen dan digunakan untuk uji detached

pod di laboratorium.

Penyiapan Inokulum P. palmivora. Isolat P. palmivora indigenus LBSBR

yang diketahui sangat patogenik dari penelitian sebelumnya (Rubiyo et al., 2008a)

digunakan sebagai inokulum. Kultur patogen diinkubasikan selama tujuh hari

pada kondisi gelap dalam ruang kultur bersuhu 26oC. Hanya miselia patogen yang

sedang aktif tumbuh di bagian ujung koloni yang digunakan sebagai inokulum

miselia dalam percobaan.

Uji Detached Pod di Laboratorium. Sebelum diinokulasi dalam uji

detached pod, buah sehat yang telah dipanen dicuci dengan air yang mengalir.

Buah kakao dilukai dengan cara membuat lubang berdiameter 8 mm dan sedalam

5 mm dengan menggunakan bor gabus. Potongan media PDA (diameter 8 mm)

dengan miselia P. palmivora yang aktif tumbuh sebagaimana telah disiapkan

sebelumnya ditempelkan pada permukaan buah kakao yang telah dilukai. Buah

yang sudah diinokulasi diinkubasikan dalam kotak yang dilapisi dengan

aluminium foil. Di dalam kotak diletakkan busa yang telah dibasahi dengan air

steril untuk menjaga kelembaban udara di dalam kotak. Kotak inkubasi disungkup

dengan plastik untuk menjaga kelembabannya (100%) dan diletakkan dalam

ruang gelap pada suhu kamar (28o C) selama tujuh hari.

Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap. Unit percobaan

terdiri atas 3 buah kakao dan untuk setiap klon kakao yang diuji diulang tiga kali.

Dalam percobaan yang dilakukan, sembilan buah kakao (3 buah/unit x 3 ulangan)

diinokulasi untuk setiap klon kakao. Total klon kakao yang diuji sebanyak 35 klon

sehingga total buah yang diinokulasi dalam percobaan sebanyak 315 buah (3

buah/unit x 3 ulangan x 35 klon).

Page 111: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

87

Tabel 11. Material genotipe kakao yang digunakan dalam evaluasi respon plasma nutfah kakao terhadap infeksi P. palmivora.

No Nama Klon Kelompok kakao Keterangan Bobot 1 biji

kering Warna

Biji Segar 1 DR1 Mulia Indonesia > 1 g Putih 2 DR2 Mulia Indonesia > 1 g Putih 3 DRC16 Mulia Indonesia > 1 g Putih 4 DR38 Mulia Indonesia > 1 g Putih 5 ICS60 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 6 TSH 858 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 7 GC7 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 8 SCA 12 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 9 UIT1 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 10 Sca 6 Lindak Introduksi < 1 g Ungu 11 Sca 8 Lindak Introduksi < 1 g Ungu 12 SCA 12 Lindak Introduksi < 1 g Ungu 13 Sca 89 Lindak Introduksi < 1 g Ungu 14 KEE2 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 15 KEE 52 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 16 NW 6261 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 17 ICS13 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 18 NIC7 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 19 NIC 4 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 20 PA 300 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 21 PA7 Lindak Introduksi < 1 g Ungu 22 PA 303 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 23 UF 667 Lindak Introduksi > 1 g Ungu 24 DRC 15 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 25 RCC 70 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 26 RCC 71 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 27 RCC 72 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 28 RCC 73 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 29 ICRI 01 Lindak Indonesia > 1 g Putih 30 ICRI 02 Lindak Indonesia > 1 g Putih 31 ICRI 03 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 32 ICRI 04 Lindak Indonesia > 1 g Ungu 33 TSH 908 Lindak Introduksi > 1 g Ungu

Pengelompokan Respon Ketahanan terhadap Infeksi P. palmivora.

Respon buah yang diinokulasi diamati sejak tiga hari hingga tujuh hari sesudah

inokulasi (HSI). Pengamatan dilakukan terhadap jumlah buah yang menunjukkan

gejala dan terhadap panjang bercak (p) serta lebar bercak (l) yang muncul di

permukaan buah kakao yang diuji, sebagai gejala infeksi P. palmivora. Luas

bercak (L) di permukaan buah kakao yang diuji ditentukan dengan menggunakan

rumus L=3.14*([p+l]/4)2. Luas bercak yang muncul selanjutnya digunakan untuk

Page 112: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

88

mengelompokkan respon ketahanan buah yang diuji terhadap infeksi P.

palmivora. Buah yang diuji dikelompokkan sebagai imun - jika setelah

diinokulasi tidak menunjukkan gejala infeksi P. palmivora (tidak menghasilkan

bercak); tahan – jika luas bercak < 25 cm2, agak tahan – jika antara 25 – 50 cm2,

agak rentan – jika antara 50 - 75 cm2, rentan jika antara 75 - 100 cm2, dan sangat

rentan jika > 100 cm2.

Hubungan antara Tipe Kakao dan Bentuk Buah dengan Respon

Ketahanan. Tiga puluh lima klon kakao yang diuji dikelompokkan ke dalam dua

tipe kakao, yaitu tipe forastero atau trinitario berdasarkan informasi yang didapat

dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Selain itu, bentuk buah masing-

masing klon yang diuji dikelompokkan ke dalam lima kelompok, yaitu amilado,

angoleta, calabasilo, atau candomaur. Selanjutnya, analisis dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara tipe kakao, bentuk buah, dan respon

ketahanan buah kakao terhadap infeksi P. palmivora yang diuji dengan

menggunakan uji detached pod di laboratorium.

Ragam Genetik Kerentanan Kakao Berdasarkan Luas Bercak. Di

samping itu, dilakukan analisis sidik ragam dan nilai duga ragam genetik.

Identitas tetua yang menunjukkan hasil resisten akan digunakan sebagai calon

tetua donor P1 sedangkan yang rentan terhadap infeksi P. palmivora akan

digunakan sebagai tetua recurrent P2. Nilai luas bercak digunakan sebagai tolak

ukur ketahanan terhadap P. palmivora. Berdasarkan peubah tersebut dapat

dihitung nilai duga parameter genetik antara lain: daya waris arti luas (h2bs),

kovarian ragam genetik (KVG), respon seleksi (R) dan kemajuan genetik (KG%)

sesuai rumus (Singh & Chauddary, 1979) 222egp δδδ += ............................................................................................ (1)

222 / pgbsh δδ= ............................................................................................... (2)

pbshiR δ.. 2= ............................................................................................ (3)

%1002

xX

KVG g

⎥⎥

⎢⎢

⎡=

δ.......................................................................................................................... (4)

%100(%) xXRKG ⎥⎦⎤

⎢⎣⎡= ................................................................................. (5)

Page 113: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

89

Keterangan:

X = rerata; i = intensitas seleksi;

2bsh = heritabilitas arti luas;

R = respon seleksi 2gδ = ragam genetik; 2pδ = ragam penotip;

KVG = kovarian ragam genetik

Hasil dan Pembahasan

Ketahanan Klon Kakao Terhadap Infeksi P. palmivora

Berdasarkan hasil pengamatan panjang bercak dari 35 klon kakao yang diuji

terdapat 5 klon kakao yang memiliki kisaran panjang bercak < 1 cm. Klon

tersebut adalah ICCRI 1, DR38, NIC4, Pa 300 dan UIT1. Empat belas klon kakao

memiliki kisaran panjang bercak > 1cm - <2 cm, sedangkan 16 klon kakao

lainnya memiliki panjang bercak dengan kisaran 2-2,9 cm (Tabel 12).

Klon kakao yang memiliki rata-rata lebar bercak terkecil dengan kisaran <

1cm adalah ICCRI 1, DR38, NIC4 dan Pa 300. Klon kakao yang menghasilkan

lebar bercak rata-rata 1-2 cm adalah klon ICCRI 3, UIT 1, ICS 13, NW 6261, DRI

dan ICS60. Klon yang menghasilkan lebar bercak rata-rata 2-3 cm terdapat 14

klon, klon yang lain memiliki lebar bercak > 3-4 cm.

Pengelompokan Respon Ketahanan terhadap Infeksi P. palmivora.

Hasil pengamatan rataan luas bercak pada buah kakao yang diberi perlakuan

inokulasi dengan miselia P. palmivora menggunakan metode detached pod assay

di laboratorium pada 3 - 7 hari sesudah inokulasi (HSI) disajikan pada Tabel 14.

Dari data yang didapat terlihat bahwa klon kakao ICRI 1, PA 300, ICRI 3, UIT 1,

NIC 4, DR 38, ICS 13, TSH 858, Sca 6, dan ICS 60 merupakan 10 klon kakao

yang paling resisten terhadap infeksi P. palmivora di antara 35 klon kakao yang

diuji. Apabila digunakan sebagai salah satu variabel ketahanan klon kakao

terhadap penyakit busuk buah P. palmivora, rataan pertambahan bercak tertinggi

adalah DRC 15 (52,50 cm2), rata-rata pertambahan bercak terkecil adalah ICCRI

1 (3,80 cm2).

Page 114: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

90

Sebaliknya, kakao klon RCC 73, KKM 22, NIC 7, DRC 16, RCC71, BL

300, BL 301, KEE 2, TSH 908, dan DRC 15 merupakan 10 klon kakao yang

paling rentan terhadap infeksi P. palmivora di antara 35 klon kakao yang diuji.

Hubungan antara Tipe Kakao dan Respon Ketahanan

Tidak ada perbedaan ketahanan antara bentuk buah amelonado, angoleta

maupun candoaumr (Tabel 15 dan 16). Begitu juga pada tipe kakao, jenis

forastero tidak selalu memberikan ketahanan yang lebih baik dibandingkan jenis

yang lainnya. PA 300 yang masuk type Forastero merupakan jenis yang tahan

tetapi PA7 yang merupakan jenis yang sama sangat rentan terhadap inokulasi P.

palmivora. Begitu juga tipe kakao yang lain seperti Trinitario terdiri dari klon-

klon yang bervariasi dari tahan sampai sangat rentan. dengan demikian jenis atau

tipe kakao tidak bisa digunakan sebagai peubah untuk menentukan tingkat

ketahanan terhadap patogen ini. Hasil ini memberikan gambaran bahwa ketahanan

kakao tidak ditentukan oleh jenis atau tipe kakao tetapi ada gen lain yang

mengatur. Ketahanan kakao diduga cenderung mengikuti tipe mekanisme

ketahanan struktural maupun biokimia.

Permukaan daun dan permukaan buah kakao mempunyai alur primer yang

diperkirakan dapat mempengaruhi penyebaran, disposisi, dan pertumbuhan pra-

penetrasi inokulum. Bentuk buah akan mempengaruhi disposisi inokulum,

misalnya jenis kakao yang mempunyai kulit yang kasar akan menahan air di

antara kulit kakao, sehingga inokulum akan berkecambah dan menetrasi pada

buah kakao. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini permukaan buah dan

stomata daun tidak bisa dijadikan sebagai variabel ketahanan klon yang diuji

terhadap infeksi P. palmivora. Ciri morfologi buah tidak berkorelasi dengan

ketahanan pasca penetrasi, ini menunjukkan kemungkinan peran mekanisme

biokimiawi (Iwaro et al., 1997).

Page 115: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

91

Tabel 12.Rataan panjang bercak pada permukaan buah kakao yang diinokulasi dengan miselia P. palmivora menggunakan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada tiga sampai dengan tujuh hari sesudah inokulasi (HSI)

Panjang bercak pada hari pengamatan (HSI)

Klon kakao 3 4 5 6 7

Rataan pertambahan

panjang (cm/hari)*

ICCRI 1 0.00 0.06 0.06 0.83 0.83 0.2 DR 38 0.78 1.06 1.56 1.89 1.89 0.3 NIC 4 0.44 0.72 0.94 3.00 3.00 0.6 PA 300 0.00 0.48 1.39 2.42 3.38 0.8 ICCRI 3 0.00 0.83 1.56 2.59 3.80 1.0 UIT 1 0.37 1.22 2.39 3.21 4.10 0.9 BL 97 0.00 0.94 1.24 5.03 5.03 1.3 NW 6261 0.83 2.39 3.08 5.17 5.17 1.1 SD 6225 0.06 0.28 1.67 5.67 5.67 1.4 TSH 858 0.28 1.44 3.11 5.06 6.33 1.5 SCA 6 0.00 2.16 4.13 5.63 6.90 1.7 DR 1 1.60 2.81 4.44 6.30 7.77 1.5 RCC 71 2.33 2.33 3.94 5.92 7.77 1.4 ICCRI 2 1.24 2.47 4.30 7.86 7.86 1.7 NIC 7 1.42 2.00 2.58 8.06 8.06 1.7 PA 303 1.83 3.60 5.28 6.93 8.21 1.6 ICS 60 0.41 1.99 3.93 6.58 8.36 2.0 ICS 13 1.03 2.39 4.30 6.88 8.40 1.8 RCC 72 1.99 4.00 5.80 7.31 8.78 1.7 KKM 22 0.64 2.52 4.74 6.82 8.97 2.1 PA 7 1.34 2.27 4.42 7.13 8.97 1.9 ICCRI 4 0.87 2.47 4.30 6.86 9.08 2.1 SCA 12 1.31 2.78 4.97 6.99 9.17 2.0 DR 2 1.50 3.30 5.33 7.60 9.39 2.0 SCA 89 2.93 3.82 5.74 7.86 9.89 1.7 PBC 123 1.08 2.94 5.26 8.20 10.00 2.2 RCC 70 1.78 3.56 5.89 8.09 10.32 2.1 RCC 73 1.78 3.50 5.91 7.89 10.90 2.3 DRC 16 1.73 3.76 6.00 8.72 11.38 2.4 BL 300 2.47 4.34 6.79 8.69 11.73 2.3 KEE 2 2.61 4.77 7.17 9.47 11.76 2.3 BL 301 0.96 1.86 3.49 5.36 12.40 2.9 GC 7 3.04 5.54 8.33 11.03 12.62 2.4 TSH 908 2.89 5.38 7.92 10.68 12.98 2.5 DRC 15 2.93 5.16 7.48 10.38 13.23 2.6

Catatan: *Rataan pertambahan panjang bercak (∆p) dihitung dengan rumus ∆p=∑(Xn-X(n-1))/N. Xn adalah rataan panjang bercak pada hari ke n dan X(n-1) adalah rataan panjang bercak pada hari ke n-1, N adalah jumlah pengamatan yang dilakukan.

Page 116: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

92

Tabel 13. Rataan lebar bercak pada permukaan buah kakao yang diinokulasi dengan miselia P. palmivora menggunakan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada tiga sampai dengan tujuh hari sesudah inokulasi (HSI).

Lebar bercak pada hari pengamatan (HSI)

Klon kakao 3 4 5 6 7

Rataan pertambahan

lebar (cm/hari)

ICCRI 1 0.00 0.06 0.06 2.19 2.19 0.5 DR 38 0.72 1.11 1.44 2.91 2.91 0.5 NIC 4 0.33 0.56 0.83 3.67 3.67 0.8 PA 300 0.00 0.38 1.13 2.48 3.76 0.9 ICCRI 3 0.00 0.74 1.38 2.20 4.46 1.1 UIT 1 0.20 1.06 1.97 3.13 4.94 1.2 ICS 13 0.77 1.97 3.22 4.36 5.76 1.2 NW 6261 0.78 1.87 2.37 6.08 6.08 1.3 SD 6225 0.06 0.37 2.52 8.03 8.03 2.0 DR 1 1.31 2.51 3.91 6.22 9.09 1.9 SCA 6 0.00 2.30 4.67 7.16 9.39 2.3 ICS 60 1.73 1.70 3.76 6.21 9.41 1.9 BL 97 0.00 2.11 2.11 9.51 9.51 2.4 RCC 71 1.83 1.83 3.37 5.93 9.80 2.0 TSH 858 0.39 1.33 3.48 5.48 9.91 2.4 NIC 7 1.50 2.87 3.48 10.21 10.21 2.2 ICCRI 2 1.17 2.94 5.56 10.61 10.61 2.4 PA 303 1.79 1.88 5.88 1.88 12.07 2.6 PBC 123 1.01 2.69 4.96 8.23 12.18 2.8 PA 7 1.10 2.42 4.96 9.23 12.17 2.8 RCC 72 1.99 4.09 6.36 9.21 12.20 2.6 ICCRI 4 0.74 2.28 4.02 8.16 12.49 2.9 DR 2 1.32 2.64 4.83 7.50 12.67 2.8 SCA 89 3.16 3.57 6.51 9.87 12.69 2.4 SCA 12 1.13 3.16 5.30 9.40 12.83 2.9 RCC 70 1.53 3.69 6.59 10.27 14.28 3.2 BL 300 2.43 4.89 7.61 11.28 14.49 3.0 DRC 16 1.52 3.74 7.18 11.59 14.66 3.3 KKM22 0.64 2.93 5.21 9.71 15.09 3.6 RCC 73 1.64 3.86 6.39 10.44 15.21 3.4 BL 301 0.97 1.91 3.97 6.37 15.24 3.6 GC 7 3.16 6.43 9.77 13.72 15.56 3.1 KEE 2 2.27 5.44 8.88 27.68 16.91 3.7 TSH 908 3.37 6.61 10.39 15.07 19.18 4.0 DRC 15 2.64 5.86 9.51 15.53 19.86 4.3

Catatan: *Rataan pertambahan lebar bercak (∆l) dihitung dengan rumus ∆l=∑(Xn-X(n-1))/N. Xn adalah rataan lebar bercak pada hari ke n dan X(n-

1) adalah rataan lebar bercak pada hari ke n-1, N adalah jumlah pengamatan yang dilakukan.

Page 117: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

93

Tabel 14. Rataan luas bercak pada buah yang diinokulasi dengan miselia P. palmivora berdasarkan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada 3 - 7 hari sesudah inokulasi (HSI)

3 4 5 6 7 HSI

DRC15 6,1 23,8 56,6 131,7 214,9 41,8TSH908 7,7 28,2 65,8 130,1 203,0 39,1KEE2 4,7 20,5 50,6 270,8 161,3 31,3GC7 7,5 28,1 64,3 120,2 155,8 29,7BL301 0,7 2,8 10,9 27,0 149,9 29,8BL300 4,7 16,7 40,7 78,3 134,9 26,0RCC73 2,3 10,6 29,7 65,9 133,8 26,3DRC16 2,1 11,0 34,1 81,0 133,1 26,2RCC70 2,2 10,3 30,6 66,2 118,8 23,3KKM22 0,3 5,8 19,4 53,6 113,6 22,7SCA89 7,3 10,7 29,4 61,7 100,1 18,6PBC123 0,9 6,2 20,5 53,0 96,5 19,1DR2 1,6 6,9 20,3 44,7 95,5 18,8SCA12 1,2 6,9 20,7 52,7 95,0 18,8ICCRI4 0,5 4,4 13,6 44,3 91,3 18,2PA7 1,2 4,3 17,3 52,5 87,7 17,3RCC72 3,1 12,8 29,0 53,6 86,4 16,7PA303 2,6 5,9 24,4 15,2 80,7 15,6ICCRI2 1,1 5,7 19,1 66,9 66,9 13,2NIC7 1,7 4,7 7,2 65,5 65,5 12,8ICS60 0,9 2,7 11,6 32,1 62,0 12,2RCC71 3,4 3,4 10,5 27,6 60,6 11,4DR1 1,7 5,6 13,7 30,8 55,8 10,8SCA6 0,0 3,9 15,2 32,1 52,1 10,4TSH858 0,1 1,5 8,5 21,8 51,8 10,3BL97 0,0 1,8 2,2 41,5 41,5 8,3ICS13 0,6 3,7 11,1 24,8 39,3 7,7SD6225 0,0 0,1 3,4 36,8 36,8 7,4NW6261 0,5 3,6 5,8 24,8 24,8 4,9UIT1 0,1 1,0 3,7 7,9 16,0 3,2ICCRI3 0,0 0,5 1,7 4,5 13,4 2,7PA300 0,0 0,1 1,2 4,7 10,0 2,0NIC4 0,1 0,3 0,6 8,7 8,7 1,7DR38 0,4 0,9 1,8 4,5 4,5 0,8ICCRI 1 0,0 0,0 0,0 1,8 1,8 0,4

Klon kakaoLuas bercak pada hari pengamatan (HSI) Rataan

pertambahan luas (cm2/hari)*

Catatan: *Rataan pertambahan luas bercak (∆L) dihitung dengan rumus

∆L=∑(Xn-X(n-1))/N (Rumus 6). Xn adalah rataan luas bercak pada hari ke n dan X(n-1) adalah rataan luas bercak pada hari ke n-1, N adalah jumlah pengamatan yang dilakukan.

Page 118: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

94

Tabel 15. Persentase buah tanpa gejala, rataan luas bercak dan pengelompokan respon terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji detached pod di laboratorium. Pengamatan dilakukan pada 7 hari sesudah inokulasi (HSI)

Klon kakao Buah tanpa gejala (%) Luas bercak (cm2) Respons*

DRC15 0 214,9 SRTSH908 0 203,0 SRKEE2 0 161,3 SRGC7 0 155,8 SRBL301 0 149,9 SRBL300 11,1 134,9 SRRCC73 33,3 133,8 SRDRC16 0 133,1 SRRCC70 0 118,8 SRKKM22 11,1 113,6 SRSCA89 11,1 100,1 SRPBC123 0 96,5 RTDR2 0 95,5 RTSCA12 0 95,0 RTICCRI4 0 91,3 RTPA7 0 87,7 RTRCC72 11,1 86,4 RTPA303 33,3 80,7 RTICCRI2 44,4 66,9 ARNIC7 33,3 65,5 ARICS60 11,1 62,0 ARRCC71 0 60,6 ARDR1 11,1 55,8 ARSCA6 22,2 52,1 ARTSH858 11,1 51,8 ARBL97 44,4 41,5 ATICS13 0 39,3 ATSD6225 44,4 36,8 ATNW6261 44,4 24,8 THUIT1 55,6 3,2 THICCRI3 33,3 13,4 THPA300 55,6 10,0 THNIC4 77,8 8,7 THDR38 88,9 4,5 THICCRI1 77,8 1,8 TH Catatan: *TH: tahan (luas bercak < 25 cm2), AT: agak tahan (25-50 cm2), AR:

agak rentan (50-75 cm2), RT: rentan (75-100 cm2), dan SR: sangat rentan (> 100 cm2) terhadap infeksi P. palmivora.

Page 119: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

95

Tabel 16. Tipe kakao, bentuk buah dan pengelompokan respon klon kakao terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji detached pod di laboratorium. Penentuan respon didasarkan pada luas bercak yang diamati pada 7 hari sesudah inokulasi (HSI)

Klon kakao Tipe kakao* Bentuk buah* Respons**

DRC15 Trinitario Angoleta SRTSH908 Trinitario Angoleta SRKEE2 Forastero Angoleta SRGC7 Trinitario Candomaur SRBL301 Forastero Amilonado SRBL300 Forastero Amilonado SRRCC73 Forastero Calabasilo SRDRC16 Trinitario Angoleta SRRCC70 Forastero Calabasilo SRKKM22 Unknown Unknown SRSCA89 Forastero Angoleta SRPBC123 Trinitario Angoleta RTDR2 Trinitario Angoleta RTSCA12 Forastero Angoleta RTICCRI4 Trinitario Calabasilo RTPA7 Forastero Amilonado RTRCC72 Forastero Calabasilo RTPA303 Forastero Amilonado RTICCRI2 Trinitario Angoleta ARNIC7 Forastero Angoleta ARICS60 Trinitario Angoleta ARRCC71 Forastero Calabasilo ARDR1 Trinitario Angoleta ARSCA6 Forastero Angoleta ARTSH858 Trinitario Angoleta ARBL97 Forastero Amilonado ATICS13 Trinitario Angoleta ATSD6225 Trinitario Angoleta ATNW6261 Forastero Angoleta THUIT1 Trinitario Angoleta THICCRI3 Trinitario Calabasilo THPA300 Forastero Amilonado THNIC4 Forastero Angoleta THDR38 Trinitario Angoleta THICCRI1 Trinitario Angoleta TH Catatan: *Data tipe kakao dan bentuk buah diperoleh dari Puslit Kopi dan Kakao

Indonesia. **TH: tahan - jika luas bercak < 25 cm2, AT: agak tahan - jika luas bercak 25-50 cm2, AR: agak rentan - jika luas bercak 50-75 cm2, RT: rentan - jika luas bercak 75-100 cm2, dan SR: sangat rentan terhadap infeksi P. palmivora - jika luas bercak > 100 cm2.

Page 120: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

96

Persentase buah tanpa gejala (Tabel 15), kakao yang memiliki respon tahan

sampai dengan agak tahan menunjukkan rata-rata buah yang tidak bergejala cukup

tinggi yaitu antara 55.6 – 88,9%. Terkecuali ICS 13 walaupun masuk dalam

kelompok agak tahan, tetapi seluruh buah yang diuji terinfeksi P. palmivora.

Begitu juga ICCRI 3 yang mempunyai 66,7% buah terinfeksi walaupun masuk

kelompok agak tahan. Klon ICS 13 memiliki luas bercak 45,2 cm2, hal ini

mengindikasikan bahwa P. palmivora tidak mampu mendegradasi sel buah kakao

tersebut, sehingga bercak tidak dapat berkembang secara cepat. Diduga klon

tersebut memiliki mekanisme pertahanan sehingga mampu menghentikan laju

degradasi sel yang disebabkan oleh infeksi patogen tersebut.

Pendugaan Nilai Duga Ragam Genetik

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata genotipe

terhadap peubah luas bercak pada hari ke 6 dan ke 7 pada aras 5%. Peubah-

peubah tersebut merupakan tolak ukur ketahanan tanaman pasca penetrasi pada

buah sehingga ini menunjukkan bahwa faktor genetik berpengaruh nyata terhadap

ketahanan terhadap P. palmivora. Luas bercak merupakan tolak ukur utama

terhadap P. palmivora (Iwaro et al., 2000), sehingga bahasan ini akan

menitikberatkan pada peubah luas bercak.

Nilai duga heritabilitas arti luas peubah luas bercak hari ke 6 dan ke 7

setelah inokulasi tergolong sedang dan tinggi (Tabel 17). Nilai duga daya waris

ini merupakan parameter genetik yang mengungkap proporsi ragam genetik

terhadap ekspresi sifat-sifat tersebut. Kontribusi ragam genetik terhadap ekspresi

luas bercak masing-masing adalah (36,9%) dan (53,2%). Hal ini menunjukkan

bahwa peran faktor genetik terhadap ekspresi kerentanan tanaman terjadi secara

berimbang dengan pengaruh faktor non genetik. Faktor non genetik dalam hal ini

lingkungan (suhu dan kelembaban). Patogen ini akan menginfeksi jika terjadi

kelembapan yang tinggi. Apabila tidak tercapai kelembaban minimal yang

dibutuhkan untuk menumbuhkan miselia patogen tersebut, maka patogen tidak

mampu menginfeksi buah kakao oleh karena itu kelembaban sangat berperan

dalam uji ketahanan.

Nilai heritabilitas merupakan tolak ukur pendugaan keefektifan seleksi

(Johnson et al., 1995). Berdasarkan hasil ini, seleksi akan kurang efektif bila

Page 121: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

97

dilakukan saat kondisi faktor-faktor non genetik kurang mendukung. Terdapat 2

faktor yang diidentifikasi berpengaruh terhadap ekspresi kerentanan tanaman

kakao terhadap P. palmivora yaitu tingkat kelebatan buah (Kebe et al., 1996;

Nyasse et al., 1996) dan kemampuan tanaman menghindari (escape) infeksi P.

palmivora (Kebe et al., 1996).

Nilai koefisien ragam genetik (KVG) merupakan tolak ukur variabilitas

genetik tanaman. Berdasarkan tolak ukur ini variabilitas kerentanan terhadap P.

palmivora termasuk kategori luas karena KVG peubah yang diukur lebih besar

dari pada dua kali standar deviasi ragam genetik (Tabel 17). Hal ini menunjukkan

bahwa ada variasi yang tinggi untuk sifat kerentanan terhadap P. palmivora. Oleh

karena itu perbaikan genetik ketahanan terhadap P. palmivora melalui cara seleksi

cukup baik sebab tersedia variasi genetik yang besar. Peubah luas bercak

merupakan tolak ukur ketahanan yang menggambarkan respon kerentanan

tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi yang mendasarkan kriteria ini

dianggap sebagai proses seleksi negatif.

Tabel. 17. Nilai duga ragam genetik luas bercak setelah inokulasi hari ke 6 dan ke 7

Parameter genetik Peubah σ2g σ2p h2

bs KVG (%) Luas bercak hari ke 6 5,607 15,198 0,369 30.519 Luas bercak hari ke 7 6,954 13,059 0,532 33,986

Keterangan: Varian genetik (σ2g ) Varian penotip ( σ2p) Heritabilitas arti luas ( h2bs)

Kovarian ragam genetik ( KVG)

Artinya bahwa kemajuan genetik diukur berdasarkan intensitas seleksi

terhadap genotipe yang tidak diikutkan dalam proses seleksi lanjut. Berdasarkan

hasil ini terdapat 8 klon yang mempunyai luas bercak lebih kecil dibandingkan

klon Sca 6, dan 26 klon yang lain tidak layak diikutkan seleksi lanjut. Dengan

demikian nilai intensitas seleksi adalah i = 26/35 x 100% = 74, 28%. Genotipe

yang dapat digunakan sebagai tetua untuk proses seleksi lebih lanjut terdiri 8 klon

( ICCRI 1, ICCRI 3, ICS 13, UIT 1, TSH 858, Pa 300, NIC4 dan DR 38) (Tabel

15).

Page 122: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

98

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji ketahanan terhadap 35 klon kakao di

laboratorium dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Klon kakao yang tahan adalah klon ICCRI 1, PA 300, ICCRI 3, UIT 1, NIC 4,

DR 38, ICS 13, Sca 6, TSH 858 dan ICS 60.

2. Klon kakao yang sangat rentan adalah RCC 73, KKM 22, NIC 7, DRC 16,

RCC 71, BL 300, BL 301, KEE 2, TSH 908 dan DRC 15.

3. Klon kakao yang dapat digunakan sebagai tetua untuk proses seleksi lebih

lanjut adalah: ICCRI 1, PA 300, ICCRI 3, UIT 1, TSH 858, NIC 4, DR 38,

ICS 13, dan Sca 6.

Daftar Pustaka

Alvim PT. 1977. Cocoa. In P.T. Alvim & T.T. Kozlowski (Eds) Ecophysiology of Tropical Crops: 279-313. Academic Press. New York.

Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: J Wiley & Sons. 485 hal.

Engels JMM. 1986. Systematic Description of Cocoa Clones and Significance for Taxonomy and Plant Breeding. PhD Disertasion. Agricultural University Wageningen. 125p.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1997. Phytophthora palmivora resistance in cocoa (Theobroma cacao): influence of pod morphological characteristics. Plant Pathology 46: 557-565.

Johnson R. 1978. Practical breeding for durable resistance to rust diseases in self-pollinating cereal. Euphytica 27: 529-540.

Kebe IB, Goran JAKN, Tahi GH, Paulin D, Clement D & Eskes AB. 1999. Pathology and Breeding for Resistance to Black Pod in Cote d’Ivorie. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement. P:135-140. Salvador Bahia, Brasil. 12-26th November.

Mawardi S. 1996. Kajian Genetika Ketahanan Tak Lengkap Kopi Arabika Terhadap Penyakit Karat Daun (Hemileia vastatrix B.et Br) di Indonesia.[Disertasi]. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. 219 hal.

Opeke LK & Gorenz AM. 1974. Phytophthora Pod rot: Symptoms and Economic Importance. In P.H. Gregory (Eds.). Phytophthora Disease of Cocoa: 117-124. Longman, London

Page 123: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

99

Prawirosoemardjo S & Purwantara A. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora (Butl) Butl. pada buah dan batang pada beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan 60: 67-72

Rubiyo, Purwantara A, Sri-Sukamto & Sudarsono. 2008. Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from Indonesia, their morphological and pathogenicity characterizations. Pelita Perkebunan 24 : 37- 49.

Susilo AW, Suhendi D & Sri-Sukamto. 2002. Ragam Genetik Kerentanan Tanaman Kakao terhadap Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan 18: 1-9.

Sudarsono A. Purwantara & Suhendi D. 2007. Molecular Technique and Plant Breeding to Speed up the Development of Cacao (Theobroma cacao L.) Cultivar with Resistance against Black Pod Disease Due to Phytophthora palmivora Butl. Infection. KKP3T Research Report, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia. 122 hlm.

Wood. 1985. Establisment. In G.A.R. Wood & R.A. Lass (Eds.) Cocoa: 119-165. Longman, London.

Page 124: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

JUDUL 5. AKTIVITAS ENZIM KITINASE, PEROKSIDASE SERTA KERAPATAN STOMATA PADA KETAHANAN KAKAO (Theobroma

cacao L) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH ( Phytophthora palmivora)

Abstrak

Penelitian berdasarkan morfologi yang terkait dengan ketahanan sruktural

seperti kerapatan stomata dan ketahanan kimiawi yang melibatkan enzim-enzim

kitinase maupun peroksidase perlu dilakukan, sehingga mekanisme ketahanan

tanaman kakao terhadap patogen ini dapat diketahui. Penelitian berlangsung pada

bulan Juni 2008 hingga Februari 2009, bertempat di Laboratorium Penyakit dan

Kebun Percobaan Kaliwining Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di

Jember. Jawa Timur. Penelitian analisis kitinase dan peroksidase berlangsung di

Laboratorium PAU Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan hasil pengamatan

stomata pada 10 klon, kerapatan stomata pada daun maupun buah tidak

memberikan korelasi yang tinggi terhadap ketahanan. Jumlah stomata tidak

berbeda nyata antara kelompok klon yang tahan maupun rentan. Klon kakao

yang tahan tidak selalu menunjukkan jumlah stomata yang lebih sedikit

dibandingkan dengan yang rentan. Atau klon kakao yang rentan tidak selalu

memiliki jumlah stomata yang banyak pada daun maupun pada buah. Aktivitas

kitinase dan peroksidase klon kakao yang diuji mengindikasikan ada peran

kitinase terhadap ketahanan kakao dari infeksi P. palmivora. Peningkatan

aktivitas kitinase klon yang tahan umumnya lebih konsisten, begitu juga pada

enzim peroksidase. Klon kakao yang rentan, dan tidak memiliki peningkatan

aktivitas enzim peroksidase adalah klon DRC 15 dan DRC 16, sehingga klon

tersebut termasuk dalam kelompok sangat rentan.

Kata kunci: aktivitas kitinase, peroksidase, stomata, P. palmivora, ketahanan kakao.

Page 125: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

ACTIVTIES OF CHITINASE AND PEROXIDASE ENZYMES AND STOMATA DENSITY IN CACAO (Theobroma cacao L.) RESISTANT

AGAINST BLACK POD DISEASE (Phytophthora palmivora)

Abstract

Research based on morphology which is related to structural resistance such

as stomata density and chemical resistance involving chitinase and peroxidase

enzymes needs to be conducted, therefore cacao resistance mechanism against

this pathogen can be determined. Research took place in June 2008 till February

2009 in Disease Laboratory and Kaliwining Experimental Garden, Indonesian

Coffee and Cacao Research Institute, Jember, East Java. Analyses on chitinase

and perxidase took place in PAU Laboratory of Bogor Agriculture Institute (IPB).

Based on stomata observations of 10 clones, the stomata density in pod and leaf

does not give high correlation to the resistance. Cacao clone which is resistant

does not always yield low stomata density compared to that of being susceptible.

Cacao clone which is susceptible does not always have high stomata density in

pod and leaf. The number of stomata between resistant and susceptible clones is

not significantly different. The activities of chitinase and peroxidase enzymes

upon tested clones indicated that there was chitinase role to the resistance of cacao

against the infection by P. palmivora. The chitinase activity in resistant clones

generally intensifies consistently, and so does peroxidase enzyme. Susceptible

cacao clones whose peroxidase activity do not increase are DRC 15 and DRC 16

and they belong to very susceptible clones.

Keywords: chitinase activity, peroxidase, stomata, P. palmivora, cacao resistance.

Page 126: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

102

Pendahuluan

Pemanfaatan bahan tanam kakao tahan terhadap penyakit busuk buah

merupakan pemecahan masalah tersebut untuk jangka panjang. Simmonds (1994)

menyatakan bahwa ketahanan buah kakao terhadap P. palmivora diperkirakan

lebih bersifat horizontal dari pada vertikal. Menurut Agrios (1997) ketahanan

tanaman dapat bersifat pasif (terbentuk tanpa rangsangan dari patogen) atau aktif

(ekspresinya diimbas oleh serangan patogen), melibatkan mekanisme struktural

dan biokimia. Duniway (1983) menyatakan bahwa ketahanan tanaman terhadap

Phytophthora spp. meliputi ketahanan struktural, penghalang struktural terimbas,

reaksi hipersensitif, dan produksi senyawa antimikrobia.

Ketahanan buah kakao terhadap P. palmivora merupakan sistem

multikomponen yang terekspresi dalam dua tahap, dinyatakan sebagai ketahanan

prapenetrasi dan pascapenetrasi. Ketahanan prapenetrasi berhubungan dengan

faktor morfologi yang mempengaruhi perkembangan prapenetrasi dan penetrasi

patogen, dan menentukan jumlah bercak yang terjadi. Ketahanan pasca penetrasi

berhubungan dengan mekanisme biokimia yang dapat mempengaruhi luasnya

jaringan yang diserang patogen (Iwaro et al., 1995). Fry (1982) menyatakan

bahwa walaupun patogen berhasil mempenetrasi jaringan inang, sering kali

perkembangan selanjutnya terhambat.

Mekanisme ketahanan struktural dapat berupa sifat morfologi dan anatomi.

Menurut Fry (1982) walaupun sering kali mekanisme ketahanan bekerja setelah

jaringan terpenetrasi, karakteristik struktural dapat mempengaruhi ketahanan

inang. Fulton (1989) memperkirakan morfologi buah kakao berpengaruh pada

disposisi dan penyebaran efektif inokulum P. palmivora. Permukaan buah kakao

dapat menjadi inkubator mikro yang baik bagi pertumbuhan spora P. palmivora.

Karena spora patogen ini bersifat hidrofilik, spora berada dalam lapisan air

permukaan buah dan biasanya menempel pada bagian ujung buah. Tarjot (1974)

menyatakan bahwa lengas di permukaan buah berpengaruh besar pada

perkecambahan spora.

Diperkirakan ketahanan terhadap patogen ini terletak pada beberapa lapisan

sel parenkima di bawah epidermis. Enriquez & Soria (1999) menunjukkan bahwa

setiap buah kakao yang tahan terhadap M. roreri mempunyai pengaturan selular

Page 127: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

103

parenkim sub epidermis yang berbeda dibandingkan buah rentan. Buah tahan

mempunyai sel-sel yang kompak dan juga mengandung sejumlah besar senyawa

fenolat. Lignifikasi dinding sel merupakan suatu bentuk ketahanan tanaman

terhadap penetrasi patogen. Pada dinding sel, lignin terdapat dalam lamela tengah,

dinding sel primer dan sekunder (Akai & Fukutomi, 1980). Menurut Friend

(1979) lignifikasi merupakan suatu mekanisme ketahanan mentimun terhadap

Cladosporium cucumerinum. Penggabungan lignin ke dalam dinding sel tanaman

memberikan kekuatan mekanik dan memungkinkan dinding sel lebih tahan

terhadap degradasi enzim patogen (Goodwin & Mercer, 1990).

Tumbuhan memiliki berbagai mekanisme untuk melindungi dari berbagai

infeksi patogen tanaman yang berpotensi merusak, antara lain dengan mensintesis

berbagai protein yang menghambat perkembangan patogen. Protein lain yang

berhubungan dengan respon ketahanan tanaman terhadap patogen adalah kitinase

dan peroksidase. Kitinase dapat mendegradasi senyawa kitin yang merupakan

komponen utama penyusun dinding sel cendawan. Kitinase adalah enzim yang

umum diproduksi oleh sel bakteri, cendawan, hewan dan tumbuhan. Hidrolisis

polimer kitin sebagai salah satu komponen dinding hifa cendawan dapat

menghambat pertumbuhan hifa. Oleh karena itu, kitinase dikenal sebagai salah

satu protein anti cendawan (Wang et al., 2005) Menurut Oku (1994), peranan

kitinase pada ketahanan tanaman terhadap serangan patogen terjadi melalui dua

cara, adalah (i) menghambat pertumbuhan cendawan dengan secara langsung

menghidrolisis dinding miselia cendawan dan (ii) melepaskan elisitor endogen

oleh aktivitas kitinase yang kemudian meningkatkan reaksi ketahanan sistemik

(systemic acquired resistance/SAR) pada inang.

Peroksidase merupakan enzim yang terlibat dalam respon tanaman terhadap

patogen dan termasuk kedalam PR-9 (Lagrimini et al., 1997). Oku (1994)

menyatakan bahwa peroksidase berperan dalam proses oksidase dan polimerisasi

prekusor untuk biosentesis lignin, sementara lignin sendiri berfungsi sebagai

barier fisik yang dapat menghambat infeksi patogen pada tanaman. Peroksidase

juga menunjukkan penghambatan terhadap pertumbuhan cendawan dalam

pengujian in vitro (Saikia et al., 2006). Aktivitas peroksidase yang tinggi pada

tanaman terkait dengan ketahanan tanaman lebih tinggi terhadap patogen pada

Page 128: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

104

kacang tanah (Pujihartati et al., 2006). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui peran kitinase maupun peroksidase di dalam mekanisme

ketahannn tanaman kakao, pada klon yang tahan maupun rentan.

Bahan dan Metode

A. Penelitian Kerapatan Stomata pada Buah dan Daun Kakao

Waktu dan Tempat

Penelitian berlangsung pada bulan Desember 2008 hingga bulan Februari

2009, bertempat di Kebun Percobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman

Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian

Bogor.

Pengamatan Stomata Daun Kakao

Bahan penelitian adalah 10 klon kakao yang mewakili kelompok rentan

hingga tahan merupakan hasil penelitian pada Bab III. Klon kakao tersebut

adalah: ICCRI 3, GC 7, DR 2, TSH 858, ICS 13, Sca 6, DR 1, DRC 15, DRC 16

dan ICS 60. Daun yang masih segar diambil dari dua pasang dari daun ke-2 yang

masih dipohon. Bagian permukaan bawah daun dioles cat kuku dan aseton dengan

merata, dibiarkan selama 15 menit sampai kering, kemudian selotip transparan

ditempelkan agar stomata daun kakao terikut. Stomata yang terikut di selotip

ditempelkan pada gelas obyek kemudian diamati di bawah mikroskop dengan

perbesaran 100 x. Untuk mempermudah pengamatan stomata, gambar stomata

dari kamera Canon tipe digital IXUS 60 dipindahkan ke komputer. Penghitungan

jumlah stomata dengan menggunakan handcounter. Parameter yang diamati

adalah kerapatan stomata (cm²), yang dilakukan 5 kali pada 3 bidang pandang

sebagai ulangan.

Pengamatan Stomata Buah Kakao

Pengamatan stomata pada kulit buah kakao menggunakan klon dan metode

yang sama dengan penelitian stomata pada daun. Pengukuran kerapatan stomata

permukaan kulit buah dilakukan dengan menggunakan buah kakao umur 3 bulan

Page 129: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

105

(dari saat antesis). Bagian permukaan kulit buah dioles cat kuku dan aseton

dengan merata sampai kering, kemudian ditempelkan selotip transparan agar

stomata buah kakao terikut. Stomata yang terikut di selotip ditempelkan pada

gelas obyek kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x.

Data dari hasil pengamatan terhadap stomata buah dan daun kemudian ditabulasi

untuk dilakukan analisis statistik dengan menggunakan program SAS versi 9.

B. Penelitian Aktivitas Kitinase dan Peroksidase Daun pada Beberapa Klon Kakao.

Waktu dan Tempat

Penelitian berlangsung mulai bulan Januari sampai Mei 2009, dilakukan di

Laboratorium Bioteknologi Tumbuhan PAU Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Penelitian menggunakan 10 klon kakao (sama dengan penelitian A) yaitu

ICCRI 3, GC 7, DR 2, TSH 858, ICS 13, Sca 6, DR 1, DRC 15, DRC 16 dan ICS

60 yang diperoleh dari Kebun Percobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur. Daun sehat berumur sekitar 3 minggu

(warna hijau muda) dipilih dan diberi tanda untuk digunakan dalam penelitian.

Salah satu daun dari pasangan daun dipilih untuk diinokulasi dengan

menempelkan potongan media V8 juice agar diameter 0,5 cm yang mengandung

miselia P. palmivora umur 14 hari pada permukaan daun, kemudian ditutup

dengan kapas basah. Daun disungkup dengan plastik transparan yang bagian

ujungnya diikat dengan karet dan ditutup dengan selotip. Hal ini agar kelembaban

yang tinggi dapat tercapai sehingga miselia dapat tumbuh dan berkembang.

Setelah 7 hari dari saat inokulasi, daun yang diinokulasi dan telah terinfeksi oleh

P. palmivora (ditandai dengan bercak kecoklatan membulat) dipetik dan diberi

label sesuai dengan klonnya lalu dimasukkan dalm cool box untuk dianalisis di

laboratorium. Daun sehat (tidak diinokulasi) dari pasangan daun dipetik untuk

dijadikan pembanding (kontrol).

Page 130: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

106

Ekstraksi Protein

Ekstraksi protein dari jaringan daun yang terinfeksi maupun yang sehat

dilakukan dalam kondisi lingkungan yang bersuhu sekitar 4°C. Daun sebanyak 0,5

g basah digerus dalam larutan penyangga fosfat (50 mM pH 7) dingin dengan

perbandingan 1:4 (b/v). Gerusan daun yang sehat maupun yang terinfeksi

disentrifus pada kecepatan 5000 rpm dan suhu 4°C selama 10 menit. Supernatan

diambil dan ditentukan total protein terlarutnya (TPT) menggunakan metode

yang dijelaskan oleh Pujihartati et al. (2006a) dan Sukma (2008).

Analisis Total Protein Terlarut (TPT)

Untuk penetapan total protein terlarut digunakan bahan-bahan pereaksi A

(Na2CO3 dalam NaOH 0,1 M), B (CuSO4. 5H2O 0,5% dalam Na-K-tartrat 1%),

C (50 ml pereaksi A ditambah 1 ml pereaksi B yang dibuat segar) dan D (foline

ciocalteau yang dilarutkan dalam H2O dengan perbandingan 1:1). Penetapan TPT

dengan metode Lowry secara ringkas sebagai berikut: sebanyak 1 ml supernatant

hasil ekstraksi protein ditambahkan 5 ml pereaksi C, divorteks, kemudian

didiamkan pada suhu ruang selama 10 menit. Larutan tersebut kemudian ditambah

pereaksi D dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah inkubasi,

absorbansi larutan dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 500

nm. Total protein terlarut ditetapkan dengan menggunakan kurva standar dari

Bovin Serum Albumin (BSA). Kadar protein jaringan ditentukan dengan

membagi nilai TPT dengan bobot contoh yang digunakan dan memperhitungkan

volume bufer pengekstraksi.

Analisis Aktivitas Kitinase

Aktivitas kitinase dalam ekstrak kasar protein dari daun tanaman yang sehat

dan yang terinfeksi P. palmivora pada 10 klon kakao dianalisis berdasarkan

kemampuannya untuk mendegradasi substrat dimmer p-nitrophenil N-asetil β-D

glucosaminide (pNP-NacGluc) mengikuti prosedur yang digunakan oleh

Pujihartati et al. (2006a). Sebanyak 100 µl supernatant hasil ekstrak kasar protein

dicampur dengan 10 µl subtract pNP-NacGluc 5 mM, lalu divortek dan

selanjutnya diinkubasi selama 0 dan 3 jam. Setelah inkubasi, reaksi dihentikan

Page 131: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

107

dengan menambahkan Trichlocetic Acid (TCA) 20% sebanyak 25 µl, divorteks,

lalu disentrifus pada 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan hasil sentrifus diambil

0,3 ml dan ditambahkan 0,7 ml NaOH 0,5 mM. Kemudian larutan diinkubasikan

selama 30 menit dan nilai absorbsi larutan setelah reaksi diukur dengan

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang λ 405 nm. Aktivitas

kitinase dihitung berdasarkan banyaknya pNP NacGluc (nM)yang dibebaskan per

jam per mg protein (mM pNP/jam/mg protein).

Analisis Aktivitas Peroksidase

Aktivitas enzim peroksidase dari ekstrak kasar protein daun kakao yang

sehat dan yang sakit dari 10 klon kakao ditentukan dengan metode Kar & Mishra

(1976) dan Pujihartati et al. (2006b). Ekstrak kasar protein (100 µl) dari daun

yang diuji ditambahkan ke dalam larutan 2,5 ml pirogalol 0,2 M. Kemudian ke

dalam campuran ditambahkan 250 µl H2O2 (1%). Nilai absorbansi larutan sesudah

reaksi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang λ

420 nm setiap 30 detik dalam periode 0 – 150 detik, dengan menggunakan blanko

yang mengandung campuran larutan yang sama tetapi tanpa ekstrak kasar protein.

Sebagai pengganti ekstrak kasar protein, ke dalam larutan blanko ditambahkan

larutan penyangga fosfat. Aktivitas peroksidase dihitung sebagai peningkatan nilai

absorbansi persatuan waktu per bobot protein (ΔA420/menit/mg protein) pada

kondisi analisis.

Hasil dan Pembahasan

Kerapatan Stomata Berdasarkan hasil analisis kerapatan stomata pada daun kakao diketahui

bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah stomata yang nyata antara klon kakao

yang tahan dengan klon yang rentan. . Klon kakao ICCRI 3 dan ICS 13 yang

masuk dalam kelompok agak tahan memiliki kerapatan jumlah stomata terkecil

berturut-turut 82,14 dan 83,75/cm2, sedangkan klon yang lain memiliki kerapatan

stomata berkisar antara 100,27 – 131,01/ mm.2 (Tabel 18).

Page 132: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

108

Tabel 18. Rata-rata Kerapatan Stomata Daun dan Buah pada Beberapa Klon Kakao

NO Klon Kakao Kerapatan Stomata

Daun per cm2 Kerapatan Stomata

Buah per cm2

1 DR1 115,48 a 17,78 a 2 ICS 13 83,75 a 10,22 a 3 TSH 858 120,14 a 7,78 a 4 ICCRI 3 82,14 a 8,89 a 5 SCA 6 125,73 a 18,89 a 6 ICS 60 122,97 a 10,00 a 7 DRC 15 100,27 a 11,11 a 8 DR 2 131,01 a 10,00 a 9 GC 7 123,87 a 14,44 a 10 DRC 16 123,97 a 13,33 a

Keterangan: angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada aras 0,05%.

Gambar 16. Stomata daun kakao klon TSH 858, ICCRI 3, GC 7 dan ICS 13

TSH 858 ICCRI 3

GC 7 ICS 13

Page 133: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

109

Gambar 17. Hubungan kerapatan stomata daun dan buah dengan luas bercak yang disebabkan oleh infeksi P. palmivora

Hasil analisis regresi (Gambar 17) menunjukkan adanya kemiringan

(slope) yang negatif antara jumlah stomata pada buah dengan luas bercak yang

disebabkan oleh infeksi P. palmivora pada beberapa klon kakao (R2 = 0,038) dan

pada stomata daun (R2 = 0,1519). Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi

korelasi antara luas bercak dengan kerapatan stomata klon kakao baik terhadap

stomata daun maupun stomata pada buah kakao, sehingga variabel ini tidak bisa

digunakan sebagi tolok ukur ketahanan terhadap penyakit busuk buah yang di

sebabkan oleh infeksi P. palmivora.

Aktivitas Kitinase Pada umumnya aktivitas kitinase meningkat pada klon kakao yang

diinokulasi (Tabel 19). Aktivitas kitinase tertinggi pada daun sakit dihasilkan

oleh klon ICS 60 (3,27) dan GC 7 (3,07). Klon Sca 6 yang dikategorikan klon

agak tahan memiliki kandungan kitinase tertinggi (0,65) dibandingkan dengan

klon yang lainnya. Apabila fungsi kitinase digunakan sebagai indikator fungsi

ketahanan terhadap penyakit ini, enzim tersebut mampu berfungsi dengan baik.

Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas kitinase pada daun yang sakit meningkat

menjadi 1,17, sehingga diduga ada peran kitinase dalam aspek pertahanannya

terhadap infeksi penyakit busuk buah pada daun klon Sca 6. Peningkatan aktivitas

Hubungan Kerapatan Stomata dan Luas Bercak Buah

y = -0,0088x + 13,856R2 = 0,0382

6

8

10

12

14

16

18

20

0 50 100 150 200 250 300 350

Luas bercak (cm2)

Kera

pata

n st

omat

a bu

ah k

akao

(cm2

)

Luas Bercak

Linear (Luas Bercak)

Hubungan Kerapatan Stomata dan Luas Bercak Daun

y = 0,0828x + 97,735R2 = 0,1519

66

76

86

96

106

116

126

136

0 50 100 150 200 250 300 350

Luas bercak (cm2)

Kera

pata

n st

omat

a da

un k

akao

(cm2

)

Luas Bercak

Linear (Luas Bercak)

Page 134: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

110

kitinase tertinggi adalah ICS 13 (9700%) dan terkecil TSH 858 (19,2%).

Tabel 19. Kandungan dan aktivitas kitinase (µM pNP/mg protein/jam) pada daun kakao sehat dan terinfeksi P. palmivora

Klon kakao Kandungan Kitinase daun sehat

(A)

Kandungan Kitinase daun sakit (B)

Peningkatan aktivitas kitinase

(%) (PKt) DR 1 0,05 0,09 80,0 ICS 13 0,01 0,98 9700,0 TSH 858 0,73 0,87 19,2 ICCRI 3 0,02 1,41 6950,0 SCA 6 0.65 1,17 80,0 ICS 60 0,18 3,27 1716,7 DRC 15 0,55 0,41 -25,5 DR 2 0,59 2,14 262,7 GC 7 0,24 3,07 1179,2 DRC 16 0,08 0,75 837,5

Keterangan: persentase peningkatan aktivitas kitinase (PKt) dihitung dengan rumus: PKt={(B-A)/A}x100%. A= Aktivitas kitinase pada jaringan sehat dan B= pada jaringan terinfeksi.

Aktivitas Peroksidase

Tabel 20 Kandungan dan Aktivitas Peroksidase (µM pNP/mg protein/jam) pada daun kakao sehat dan terinfeksi penyakit busuk buah P. palmivora

Klon kakao Kandungan Peroksidase daun

sehat (A)

Kandungan Peroksidase daun

sakit (B)

Peningkatan aktivitas

peroksidase (%) (PPr)

DR 1 0,003 0,003 0 ICS 13 0,000 0,006 500 TSH 858 0,002 0,004 100 ICCRI 3 0,000 0,003 200 SCA 6 0,003 0,008 166,67 ICS 60 0,000 0,013 1200 DRC 15 0,002 0.002 0 DR 2 0,001 0,004 300 GC 7 0,002 0,004 100 DRC 16 0,003 0,003 0

Keterangan: persentase peningkatan aktivitas peroksidase (PK) dihitung dengan rumus: PK={(B-A)/A}x100% (Rumus 7). A= Aktivitas peroksidase pada jaringan sehat dan B= pada jaringan terinfeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan peroksidase dan

aktivitasnya mengalami peningkatan pada beberapa klon (Tabel 20). Meskipun

Page 135: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

111

demikian, klon DR 1, DRC 15, dan DRC 16 yang merupakan klon kelompok

sangat rentan terhadap infeksi P. palmivora, menunjukkan aktivitas peroksidase

yang sama, baik pada daun yang sehat maupun daun yang terinfeksi. Artinya

ketiga klon tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mengeluarkan peroksidase

untuk pertahanan akibat adanya infeksi patogen. Klon GC 7 yang juga termasuk

kelompok sangat rentan menghasilkan peningkatan aktivitas peroksidase (PPr)

100 %. Ada kecenderungan peningkatan aktivitas peroksidase selaras dengan aras

ketahanan klon kakao.

Simpulan

1. Berdasarkan hasil pengamatan stomata pada 10 klon, kerapatan stomata pada

daun maupun buah kakao tidak berkorelasi dengan ketahanan kakao. Klon

kakao yang tahan tidak selalu menghasilkan jumlah kerapatan somata yang

lebih sedikit dibandingkan dengan yang rentan, atau klon kakao yang rentan

tidak selalu memiliki jumlah stomata yang banyak pada daun maupun buah.

2. Aktivitas kitinase dan peroksidase pada klon kakao yang diuji

mengindikasikan ada peran kitinase terhadap ketahanan kakao terhadap

infeksi P. palmivora. Peningkatan aktivitas kitinase klon yang tahan

umumnya lebih konsisten, begitu juga pada enzim peroksidase.

3. Klon kakao yang tidak memiliki peningkatan aktivitas enzim peroksidase

adalah klon DR 1, DRC 15 dan DRC 16. Ketiga klon tersebut termasuk

dalam kelompok sangat rentan.

Page 136: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

112

Daftar Pustaka

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Academic Press.New York.4th Ed.803.p.

Akai S & Fukutomi M. 1980. Preformed internal Physical Defenses. In J.A. Bailey & B.J. Deverall (Eds). Dynamic of Host Defence: Academic Press. Sydny.

Akrofi AY, & Opoku IY. 2000. Managing Phytophtora megakarya pod root disease. Ghana experience. Proc. 3rd Int. Seminar of International Permanent Working Group for Cocoa Pest and Diseases. Kota Kinabalu, Sabah Malaysia. 16-17th October.

Chittor JM, Leach JE, & White FF. 1999. Induction of peroxidase during defense against pathogens. In Datta SK, Muthukrishnan S (ed). Pathogenesis-Related Proteins in Plannts. p171-188. Science

Duniaway JM. 1983. Role of Physical Factors in Development of Phytophthora Diseases. In D.C.Erwin SB Gracia, PH Tsao (eds) Phytophtora Its Biology, Taxonomy, Ecology and Pathology. 175-188. APS. St. Paul, Minnesota.

El-Katatny MH, Gudelj M, Robra KH, Elnaghy MA, & Gobitz GM. 2001. Characterzation of chitinase and endo-beta-1,3-glucanase from Trichoderma harzianum Rifai T24 involved in control of phytopathogen Sclerotium rolfsii. Appl Microbiol Biotechnol. 56: 137-143.

Fry WE. 1989. Principles of Plant Disease Management. Academic Press, New York. 376p.

Goodwin TW & Mercer EI. 1990. Introduction to Plant Biochemistry. Pergamon Press, Oxford. 677p.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1995. Differential reaction of cocoa clones to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ.West Indies, Trinidad: 79-85.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1997. Phytophthora palmivora resistance in cocoa (Theobroma cacao): Influence of pod morphological characteristics. Plant Pathology 46: 557-565.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan P. 1998. Cocoa resistance to Phytophthora: Effects of pathogen spesies, inoculation depths, and pod maturity. European J. Plant Pathol 46: 557-565.

Jacob VJ & Toxopeus. 1971. The effect of pollinator parent on the pod value of hand pollinated pod of Theobroma cacao L. Int. Cacao Res. Conf., Tafo, Ghana, 556-564.

Page 137: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

113

Lagrimini LM, Joly RJ, Dunlap JR & Liu T-TY. 1997. The consequence of peroxidase overexpression in transgenic plants on root growth and development. Plant. Mol. Biol. 33: 887- 895.

Muller RA. 1974. Integrated Control Methods. In P.H. Gregory (Eds.) Phytophthora Disease of Cocoa: 259-265. Longman, London.

Neuhaus JM. 1999. Plant chitinase (PR-3, PR-4, PR-8, PR-11). In Datta SK, Muthukrishnan S (ed). Pathogenesis-Related Proteins in Plants. London:CRC Pr. 77-105.

Oku H. 1994. Plants Pathogenesis and Disease Control. Lewis Pub. CRC Press. Tokyo. 119p.

Philips-Mora, W. 1999. Studies on Resistance to Black Pod Disease (Phytophthora palmivora Butler) at CATIE. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 41-50. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Pudjihartati E, Ilyas S & Sudarsono. 2006b. Aktivitas pembentukan secara cepat spesies oksigen aktif, peroksidase, dan kandungan lignin kacang tanah terinfeksi Sclerotium rolfsii. Hayati 13:166-172

Pudjihartati E, Siswanto, Ilyas S & Sudarsono. 2006. Aktivitas Enzim Kitinase pada kacang tanah yang sehat dan yang terinfeksi Sclerotium rolfsii. Hayati 13: 73-78.

Rocha HM. 1974. Breeding Cacao for resistance to Phytophthora palmivora. In P.H Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 211-218 Longman London.

Rubiyo, Purwantara A, Sri-Sukamto & Sudarsono. 2008. Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from Indonesia, their morphological and pathogenicity characterizations. Pelita Perkebunan 24 : 37- 49.

Saikia R, Kumar R, Arora DK, Gogoi DK & Azad P. 2006. Pseudomonas aeruginosa inducing rice resistance against Rhizoctonia solani Folia: production of salicylic acid and peroxidase. Microbiol 51: 375-380

Soria J. 1974. Sources of Resistance to Phytophthora palmivora In P.H Gregory (ed.) Phytophthora Disease of cocoa: 197-202. Longman London.

Simmonds NW. 1994. Horizontal resistance to cocoa disease. Cocoa Growers Bull. 47:42-52.

Toxopeus H. (1999). Search for Phytophthora Pod Rot resistance and Escape at the Cocoa Research Institute of Nigeria during the 1960s. Proc. Int.Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 159-166. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Page 138: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

114

Tarjot M. 1972. Etude anatomique de la Cabosse de Cacaoyer en Relation avec Lattaque du Phytophthora palmivora. Proc. IV Int. Cacao Research Conf. p:379-397. St Augustine, Trinidad. 8-18th

January.

Tarjot M. 1974. Physiology of Fungus. In P.H. Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 103-116. Longman London.

Wood GAR. 1985. Establisment. In G.A.R. Wood & R.A. Lass (Eds.) Cocoa: 119-165. Longman, London.

Wirianata H. 2004. Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah. Disertasi S3 UGM Yogyakarta (tidak diterbitkan), 130p.

Wang S, Wu J, Rao P, Ng TB & Ye X. 2005. A chitinase with antifungal activity from the mung bean. Protein Expr Purif. 40: 230-236.

Zhang M, Melouk HA, Chenault K, & El Rassi Z. 2001. Determination of cellular carbohydrates in peanut fungal pathogens and bakers Yeast by capillary electrophoresis and electrochromatography. J Agric Food Chem. 49:5265-5269.

Zadooks. 1997. Disease Resistance Testing in Cocoa. INGENIC. UK. 58p.

Page 139: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

JUDUL 6. PENDUGAAN PARAMETER GENETIK UNTUK KARAKTER KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L) TERHADAP

PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora.)

Abstrak

Metode cepat untuk pemuliaan ketahanan sebagai upaya mendapatkan klon kakao unggul berdaya hasil dan bermutu hasil yang tinggi serta resisten terhadap penyakit utama seperti busuk buah akibat infeksi Phytophtora palmivora perlu dicari. Untuk itu, tersedianya informasi tentang berbagai parameter genetik akan sangat membantu dalam program pemuliaan kakao di Indonesia. Salah satu metode pendugaan parameter genetik yang dapat digunakan adalah analisis silang dialel. Penelitian bertujuan untuk menduga parameter genetik ketahanan tanaman kakao terhadap penyakit P. palmivora, menggunakan silangan setengah dialel. Persilangan menggunakan lima klon kakao sebagai tetua (ICCRI 3, TSH 858, DR 1, ICS 13 dan Sca 6). Klon kakao tersebut merupakan klon terpilih hasil pengujian ketahanan dari penelitian sebelumnya, dengan tingkat ketahanan rentan sampai tahan. Jumlah genotipe dalam penelitian ini adalah 15, terdiri dari 10 F1, dan 5 tetua. Penelitian berlangsung di Kebun Percobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa Timur berlangsung pada tahun 2007-2008. Bibit hasil persilangan yang digunakan untuk penelitian tiap kombinasi terdiri dari 20 bibit diulang 3 kali. Jenis inokulum yang digunakan miselia, dari inokulum yang terpilih pada penelitian sebelumnya. Inokulasi dilakukan pada daun dan untuk menjaga kelembaban (90%) disungkup dengan plastik. Pengamatan dilakukan 3 hari setelah inokulasi terhadap luas bercak yang diakibatkan infeksi P. palmivora. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi gen yang terjadi dalam menentukan ketahanan terhadap P. palmivora, yang banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif. Kd/Kr adalah 1,3594 menunjukkan bahwa gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Nilai heritabilitas dalam arti luas maupun heritabilitas dalam arti sempit masuk kelompok tinggi. Tetua ICCRI 3, TSH 858 dan Sca 6 mempunyai DGU yang paling tinggi dibandingkan dengan tetua lainnya. Sedangkan yang mempunyai DGK tertinggi kombinasi ICCRI 3 x Sca 6 sehingga kombinasi ini berpeluang menjadi penghasil hibrida. Heterosis tertinggi adalah silangan dari DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6 dan ICS 13 x Sca 6.

Kata kunci: Tanaman kakao, parameter genetik, ketahanan, P. palmivora

Page 140: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS FOR RESISTANCE AGAINST BLACK POD DISEASE (Phytophthora palmivora) IN CACAO

(Theobroma cacao L.)

Abstract

Method for cacao breeding as an effort to produce high productivity and

quality cacao clones which are resistant to black pod disease caused by

Phytophthora palmivora, needs to be investigated. For that reason, providing the

information about various genetic parameters will really assist to solve the

problems in cacao cultivation and farming in Indonesia. One of the estimation

methods of some genetic parameters which is eligible to be used is diallel

crossing analysis. The research aims at estimating genetic parameter of cacao

resistance to the disease caused by P. palmivora, using half dialel crossing. The

cross used five cacao clones as parental clones (ICCRI 3, TSH 858, DR 1, ICS 13

and Sca 6). The clones represented selected clones resulted from resistance

evaluation of previous research, with the resistance level from susceptible to

resistant. The number of genotypes in this research was 15, consisting of 10 F1,

and 5 parental clones. Research took place from 2007 till 2008 in Kaliwining

Experimental Garden,, Indonesian Coffee and Cacao Research Center, Jember,

East Java. Seedlings from the crossing used for the research of every

combination consisted of 20 seedlings replicated 3 times. Inoculum type used was

mycelia, from selected inoculum in previous research. Inoculation was done in

leaf and to maintain moisture (90%) it was covered by plastic. Observation was

conducted 3 days after inoculation to the spot area caused by P. palmivora

infection. The research indicated that there was no gene interaction that occurred

in determining resistance to the disease caused by P. palmivora, mostly

influenced by additive gene actions. Kd/kr was 1.3594 indicating that more

dominant gene in parental. Heritability values in narrow and bigger senses belong

to a high group. Parental clones such as ICCRI 3, TSH 858 and Sca 6 have the

highest GCA compared to others. While the combination which has the highest

SCA is between ICCRI 3 x Sca 6 and this could be a candidate for a potential

hybrid. The highest heterosis is the crossing between DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6

and ICS 13 x Sca 6.

Keywords: Cacao, genetic parameters , resistance, P. palmivora

Page 141: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

117

Pendahuluan

Peningkatan daya hasil dan perbaikan mutu kakao Indonesia, dapat

dilakukan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi penanaman kakao.

Penerapan kedua program tersebut di Indonesia memerlukan tersedianya bahan

tanam (bibit dan benih) kakao unggul. Kakao yang merupakan tanaman

perkebunan penting di Indonesia, bahan tanamnya dikembangkan secara vegetatif

(kakao mulia/edel cocoa) atau dengan menggunakan benih hibrida F1 (kakao

lindak/bulk cocoa) (Suhendi et al., 2004).

Program pemuliaan tanaman kakao yang dilakukan bertujuan untuk

menghasilkan klon kakao unggul baru yang lebih baik dibandingkan dengan klon

kakao yang sudah ada. Selain mampu berproduksi tinggi, pemuliaan kakao di

Indonesia ditujukan untuk mengembangkan klon unggul yang resisten terhadap

penyakit utama yang menyerang kakao, seperti busuk buah akibat infeksi

Phytophthora palmivora dan vascular-streak dieback (VSD) akibat infeksi

Oncobasidium theobromae (Iswanto & Junianto, 1987; Suhendi et al., 2005).

Pengembangan kakao mulia (edel cocoa) di Indonesia relatif terbatas karena

kendala dalam budidayanya (Sunaryo & Sudarsono, 1980). Sebaliknya,

pengembangan kakao lindak (bulk cocoa) saat ini dilakukan dengan menggunakan

bahan tanam yang berasal dari benih hibrida F1 (Iswanto et al., 1994). Benih

hibrida F1 dihasilkan dari kebun benih kakao yang dirancang secara khusus

dengan menggunakan induk betina dan induk jantan, berdaya hasil dan bermutu

hasil tinggi, mempunyai sifat-sifat penting seperti ketahanan terhadap penyakit

utama yang menyerang kakao, serta ditanam dengan pola tanam tertentu (Iswanto

et al., 1999). Benih hibrida diproduksi secara open pollination (OP) dengan

memanfaatkan sifat inkompatibilitas yang dimiliki oleh tanaman kakao pada

umumnya (Suhendi et al., 2000). Penggunaan kombinasi klon tetua yang tepat

dalam produksi benih hibrida F1 berpotensi untuk mendapatkan heterosis di

antara populasi bibit asal benih F1 yang didapat (Rubiyo et al., 2000).

Penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh P. palmivora merupakan

salah satu penyakit utama yang menyerang kakao di Indonesia (Sri-Sukamto &

Mawardi, 1986; Purwantara, 1990; Sudarmadji & Pawirosoemardjo, 1990).

Pengembangan kakao di berbagai sentra produksi kakao menghadapi kendala

Page 142: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

118

penyakit busuk buah karena merupakan daerah endemik penyakit ini (McMahon

& Purwantara, 2004). Penggunaan isolat P. palmivora indigenus Indonesia untuk

mengembangkan klon yang resisten melalui pemuliaan merupakan langkah

penting yang harus dilakukan. Isolasi dan karakterisasi isolat indigenus P.

palmivora telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya (Rubiyo et al., 2008a).

Klon kakao yang ditanam diketahui mempunyai tingkat ketahanan yang

berbeda terhadap infeksi P. palmivora. Evaluasi ketahanan klon kakao yang diuji

terhadap penyakit busuk buah biasanya dilakukan dengan cara inokulasi secara

alamiah di lapangan atau dengan inokulasi buatan di laboratorium (Winarno &

Sri-Sukamto, 1986). Pengelompokan ketahanan klon yang diuji didasarkan pada

jumlah organ yang sakit atau tingkat keparahan penyakit (Rocha, 1974). Indikator

ini hanya menunjukkan reaksi jaringan kakao terhadap serangan patogen tetapi

tidak mengungkapkan secara tepat mekanisme ketahanan yang bekerja pada satu

atau beberapa tahapan dari daur penyakitnya (Muller, 1974; Agrios, 1997).

Pengujian ketahanan dapat dilakukan pada buah kakao yang dipetik (detached pod

assay) atau pada buah yang masih menempel di pohon (attached pod assay)

(Iwaro et al., 2000). Uji buah dipetik banyak diminati tetapi hasil pengujiaan ini

mengabaikan pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit

sehingga kurang sesuai dengan kondisi lapangan (Purwantara, 1990; Iwaro, 1995).

Pengembangan metode pengujian ketahanan klon kakao telah dilaporkan

sebelumnya (Rubiyo et al., 2008b).

Informasi tentang kendali genetik dan heritabilitas sifat ketahanan terhadap

penyakit busuk buah pada kakao sangat diperlukan dalam rangka mendukung

program pemuliaan kakao di Indonesia. Perilaku genetik dari gen pengendali sifat

ketahanan terhadap infeksi P. palmivora dapat diduga melalui pendugaan

parameter genetik dengan metode analisis silang dialel (Falconer, 1981). Metode

silang dialel merupakan evaluasi genetik menyeluruh serta merupakan pendekatan

secara sistematik dan analitik yang berguna untuk mengidentifikasi persilangan

dan seleksi awal pasangan tetua yang terbaik (Allard, 1966). Selain itu, pendugaan

daya waris terhadap klon-klon yang ada dengan persilangan dialel juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi pasangan tetua yang dapat menghasilkan

hibrida F1 dengan sifat-sifat unggul yang diinginkan (Bahihaki, 1989).

Page 143: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

119

Persilangan dialel juga akan menghasilkan informasi tentang daya gabung umum

(DGU), daya gabung khusus (DGK), daya waris (heritabilitas) dan heterosis yang

sangat penting untuk pemuliaan kakao yang gentipenya mayoritas heterosigot

(Welsh, 1981; Falconer, 1989; Phoelman & Sleper, 1995).

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi dasar

untuk pemuliaan kakao ke arah pengembangan klon yang tahan terhadap penyakit

busuk buah akibat infeksi P. palmivora, serta mengidentifikasi klon dengan daya

gabung dan heterosis yang baik. Secara spesifik, tujuan penelitian yang dilakukan

antara lain: (1) mengembangkan populasi setengah dialel yang diturunkan dari

hasil persilangan antar lima klon kakao, (2) mengevaluasi resistensi populasi

hibrida F1 hasil persilangan dialel yang didapat terhadap infeksi P. palmivora,

dan (3) menduga berbagai parameter genetik yang mengontrol sifat ketahanan

tanaman kakao terhadap infeksi P. palmivora. Hasil penelitian yang dilakukan

diharapkan dapat memberikan sejumlah informasi dasar yang dapat membantu

usaha perbaikan genetik tanaman kakao, terutama dalam hubungannya dengan

sifat ketahanan terhadap penyakit busuk buah akibat infeksi P. palmivora di

Indonesia.

Bahan dan Metode

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan meliputi penelitian lapang dan laboratorium.

Pembentukan populasi hibrida kakao dilakukan di Kebun Percobaan Kaliwining

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember (50 m dpl) dengan tipe iklim

C menurut Schmit dan Ferguson. Kegiatan perbanyakan dan pemeliharaan isolat

P. palmivora dilakukan di Laboratorium Penyakit Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2008 sampai dengan

bulan Maret 2009.

Isolat P. palmivora yang digunakan merupakan biakan murni isolat LBSBR

yang berasal dari daerah Lubuk Basung, Sumatera Barat. Inokulum miselia yang

digunakan berasal dari biakan murni yang diperbanyak dengan menggunakan

media agar V8 juice. Kultur patogen diinkubasikan di ruang gelap dengan suhu

260C dan miselia yang aktif tumbuh siap digunakan pada 12 hari sesudah

Page 144: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

120

inokulasi. Sedangkan untuk menghasilkan inokulum zoospora, kultur dibiakkan

pada media agar V8 juice dan zoospora dipanen 12 hari sesudah inokulasi.

Zoospora dipisahkan dari miselia dengan cara dimasukkan ke dalam kulkas suhu

± 40C selama 5 menit agar zoospora berkecambah, kemudian ditambahkan air

steril sebanyak 10 ml ke dalam media sambil dikocok agar zoospora terikut air

tersebut, dan diencerkan hingga mencapai kerapatan 104-105 zoospora/ml.

Bahan Tanaman yang Digunakan

Lima klon kakao yang digunakan sebagai tetua telah ditanam di kebun

koleksi plasma nutfah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember sejak

tahun 1994 dengan menggunakan bibit klonal hasil okulasi. Setiap klon terpilih

yang digunakan sebagai tetua masing-masing terdiri atas lima tanaman dan dipilih

yang memiliki tingkat pertumbuhan dan habitus tanaman yang seragam.

Karakteristik lima klon yang dipilih sebagai tetua disajikan dalam Tabel 21.

Persilangan antar tetua dilakukan secara terkontrol (hand pollination).

Sehari sebelum persilangan, bunga dari tetua betina terpilih diisolasi dengan cara

dikerodong menggunakan tabung obat (diameter 3 cm dan panjang 5 cm) yang

ujungnya telah dilobangi dan ditutup dengan kain strimin. Tabung obat diikatkan

ke batang dan untuk mencegah masuknya serangga penyerbuk yang tidak

diinginkan, pinggir tabung obat yang berbatasan dengan batang tanaman kakao

ditutup dengan parafin. Persilangan dilakukan dengan cara menghilangkan

staminodia (lima benang sari palsu) yang mengelilingi kepala putik dengan

menggunakan pinset agar tidak menganggu saat mengoleskan pollen ke kepala

putik dan melakukan proses persilangan. Bunga jantan sebagai sumber pollen

diambil dari klon kakao terpilih yang sesuai dengan kombinasi persilangan yang

diinginkan. Bunga jantan dipilih yang masih segar, disimpan dalam cawan Petri

setelah dipetik, dan diberi label sesuai dengan nomer klonnya. Bunga jantan

dipilih yang mempunyai serbuk sari viabel, yaitu berwarna putih transparan dan

tidak berwarna kuning atau kecoklatan (pollen sudah rusak).

Page 145: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

121

Tabel 21. Karakteristik klon kakao sebagai tetua untuk pembentukan populasi

hibrida F1

Daya hasil klon * Klon Produksi buah Ukuran biji Ketahanan terhadap

infeksi P. palmivora ** ICCRI 3 Tinggi Besar Tahan/Agak tahan TSH 858 Tinggi Besar Agak rentan DR 1 Tinggi Besar Rentan ICS 13 Tinggi Sedang Agak tahan Sca 6 Sedang Kecil Tahan/Agak tahan

Keterangan: * (Sudarsono, 1980; Iwanto & Winarno, 1984; Iswanto & Sunaryo, 1985; Sunaryo & Suhendi et al., 2005).

** Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan metode inokulasi buah (Sri-Sukamto & Mawardi, 1986; Winarno & Sri-Sukamto, 1986 ; Rubiyo et al., 2008b;).

Dalam proses penyerbukan, tangkai sari dipotong dari bunga jantan

dengan menggunakan pinset dan serbuk sarinya dioleskan ke kepala putik dari

bunga betina yang sudah siap untuk diserbuki. Pengolesan serbuk sari ke kepala

putik dilakukan 2-3 kali secara pelan-pelan agar putik tidak rusak. Indikasi serbuk

sari sudah menempel pada kepala putik jika kepala putiknya kelihatan membesar

dan membuka. Bunga yang telah diserbuki ditutup kembali dengan tabung obat

sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Keberhasilan penyerbukan diamati dua hari setelah persilangan yang

ditandai dengan bunga yang disilang tidak rontok. Hasil persilangan yang didapat

diberi label sesuai dengan kombinasi klon tetua dan tanggal persilangannya. Buah

yang berkembang sebagai hasil persilangan dipelihara hingga masak atau sekitar

lima bulan sesudah polinasi. Buah kakao yang telah masak antara lain ditandai

dengan perubahan warna pada kulit buahnya, yaitu yang ketika muda berwarna

hijau menjadi kuning bila masak dan yang ketika muda berwarna merah menjadi

oranye bila masak. Kombinasi persilangan antar tetua disusun dalam kombinasi

half dialel dengan jumlah kombinasi persilangan sebanyak 10 (10 famili F1 hasil

persilangan antar tetua, Tabel 21).

Sebelum ditanam, benih F1 hasil persilangan terkontrol yang dipanen

selanjutnya diekstrak dari buah kakao, dikecambahkan dalam bak pengecambahan

dan diseleksi keseragaman serta kesehatannya. Hanya kecambah yang seragam

pertumbuhannya, bebas dari serangan hama dan penyakit yang dipilih dan

ditanam dalam media pembibitan.

Page 146: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

122

Tabel 22 Persilangan setengah dialel dengan lima tetua untuk menghasilkan hibrida F1.

♀ ♂

ICRI 3 TSH 858 DR1 ICS 13 SCA 126

ICRI3 - × × × × TSH858 - × × × DR1 - × × ICS 13 - × SCA 126 -

Keterangan: (×) hibrida F1 turunan hasil persilangan antar tetua.

Kecambah hasil persilangan yang terpilih ditanam di kantong plastik hitam

(polybag) berukuran 20 x 15 cm, berisi media campuran tanah : pasir : pupuk

kandang (2:1:1). Pembibitan dilakukan di rumah kaca, diberi naungan dari paranet

hitam yang dipasang dengan ketinggian 1,5 m (bagian timur) dan 1 m (bagian

barat) di atas bedengan untuk menghindari panas matahari langsung. Bedengan

pembibitan dibuat dengan arah utara ke selatan. Bibit dipelihara dengan

melakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari hingga bibit berumur satu bulan.

Uji Ketahanan Populasi Hibrida Hasil Persilangan Dialel.

Penelitian disusun dengan rancangan lingkungan acak kelompok faktor

tunggal (10 hibrida dan 5 klon tetua) dengan 3 ulangan. Setiap unit percobaan

terdiri atas 20 bibit kakao sehingga secara keseluruhan terdapat 900 (15 x 3 x 20)

bibit kakao. Jumlah 20 bibit per ulangan dari setiap genotipnya dipilih untuk

memenuhi asumsi homosigositas karena populasi bibit kakao yang digunakan

dalam penelitian sebetulnya ada dalam kondisi heterosigot. Jumlah populasi

sebagaimana yang digunakan dalam penelitian ini biasa digunakan pada pengujian

yang dilakukan pada tanaman perkebunan seperti kelapa sawit yang juga dalam

kondisi heterosigot.

Populasi bibit yang diuji dipelihara di rumah plastik hingga berumur satu

bulan. Dalam salah satu penelitian, masing-masing bibit yang diuji diinokulasi

dengan potongan agar (0.5 cm2) bermiselia yang telah disiapkan sebelumnya.

Bibit yang telah diinokulasi disungkup plastik transparan dan dijaga

kelembabannya agar mencapai 90%. Pengamatan dilakukan mulai enam hari

Page 147: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

123

setelah inokulasi dengan cara mengukur panjang dan lebar bercak pada

permukaan daun kakao yang diuji. Pengamatan dilakukan setiap hari dan diakhiri

bila terdapat tanaman kakao yang mati akibat inokulasi. Pengamatan luas bercak

dilakukan dengan cara mengukur lebar dan panjang bercak yang ditimbulkan dari

hasil inokulasi pada daun kakao. Panjang dan lebar bercak diukur dengan

menggunakan kertas millimeter yang telah dibungkus dengan selotip transparan.

Penelitian intensitas penyakit. Dalam penelitian ini bibit yang digunakan

mempunyai umur yang sama seperti penelitian di atas. Bibit diinokulasi dengan

menyemprotkan zoospora P. palmivora (104-105 zoospora/ml) ke permukaan daun

menggunakan sprayer. Bibit yang telah diinokulasi disungkup plastik transparan

dan dijaga kelembabannya agar mencapai 90%. Penelitian Intensitas penyakit ini

terdiri dari 10 hibrida F1 dan lima tetua. Setiap perlakuan dengan menggunakan

20 bibit kakao umur 1 bulan diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan mulai enam

hari setelah inokulasi dengan menghitung persentase gejala pada permukaan daun

kakao yang diuji dan menentukan indek intensitas penyakitnya (IIP). Pengamatan

dilakukan setiap hari dan diakhiri bila terdapat tanaman kakao yang mati akibat

inokulasi. Gejala bercak diamati dengan parameter skoring gejala penyakit

mengacu pada metode Fee (1983) yang dimodifikasi seperti tertera dalam Tabel

23. Hasil nilai intensitas penyakit digunakan untuk mengelompokkan tanaman

menjadi lima kategori seperti pada Tabel 24.

Tabel 23 Skor gejala bercak infeksi P. palmivora Skor Serangan Gejala

0 Sehat 0% terinfeksi 1 Sangat ringan < 5% daun terinfeksi 2 Ringan 5-10% daun terinfeksi, klorosis/nekrotik belum

ada daun gugur sudah ada pembengkakan lentisel

3 Sedang 10-25% daun terinfeksi, klorosis, nekrotik sudah ada daun gugur, sudah ada pembengkak an lentisel

4 Agak berat 25-50% daun terinfeksi, klorosis, nekrotik, daun gugur lentisel membengkak.

5 Berat 50-75% daun terinfeksi, klorosis, nekrotik, daun gugur lentisel membengkak

6 Sangat berat >75% daun terinfeksi, klorosis, nekrotik, daun gugur lentisel membengkak bibit mati

Page 148: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

124

Dari data skor yang diperoleh, indeks penyakit ditentukan dengan rumus:

%100.

.1 x

NZ

vnIP

n

i∑== ................................................................................................ (8)

IP : intensitas penyakit N : jumlah tanaman berskor V : skor ke-i Z : nilai skor tertinggi

Tabel 24. Pengelompokan ketahanan kakao terhadap P. palmivora

Kategori Intensitas Penyakit (%) Tahan 0-30

Agak Tahan 31-50 Sedang 51-65

Agak Rentan 66-80 Rentan 81-100

Analisis Data

Pendugaan parameter genetik sifat ketahanan kakao terhadap infeksi P.

palmivora dilakukan dengan analisis dialel menggunakan pendekatan Hayman

(Singh dan Chaudhary, 1979) sebagai berikut:

a. Analisis ragam. Populasi dialel dianalisis menggunakan rancangan lingkungan

acak kelompok dengan tiga ulangan. Model statistik yang digunakan

ijkljkkijijkl ebTbTmY ++++= )( ......................................................................... (9)

ijklY : nilai pengamatan pada genotipe i x j dalam k ulangan

m : nilai tengah umum ijT : pengaruh genotipe i x j

kb : pengaruh ulangan ke-k

jkbT )( : pengaruh interaksi

ijkle : pengaruh galat

Komponen analisis ragam untuk pendekatan Hayman yang dimodifikasi

untuk tetua heterosigot (model 1 menurut Becker, 1953) disajikan pada Tabel 25.

Jika dari hasil analisis Anova diperoleh perbedaan yang nyata di antara genotipe,

maka analisis dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya, yaitu pendugaan nilai

ragam dan peragam untuk masing-masing peubah yang diamati sebagai indikasi

Page 149: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

125

respon ketahanan terhadap infeksi P. palmivora.

Tabel 25. Komponen Analisis Ragam untuk populasi dialel

Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah KT Harapan

Ulangan b-1 KTb be n 22 σσ + Genotipe n-1 KTg ge b 22 σσ + Galat (n-1)(b-1) KTe e

2σ Total Bn-1

b. Pendugaan ragam dan peragam. Untuk menduga nilai ragam dan peragam,

data dirata-ratakan berdasarkan ulangan membentuk tabel setengah dialel

(Tabel 26).

Tabel 26. Persilangan dialel ketahanan kakao terhadap P. palmivora

Tetua ICCRI 3 TSH 858 DR 1 GC 7 Sca 6 Xi. Rata-rata

ICCRI 3 11X 12X 13X 14X 15X .1X 5/.1X

TSH 858 - 22X 23X 24X 25X .2X 5/.2X

DR 1 - - 33X 34X 35X .3X 5/.3X

ICS 13 - - - 44X 45X .4X 5/.4X

Sca 6 - - - - 55X .5X 5/.5X

Rata-rata tetua (ML0) = n

xji

ij∑= ;

Ragam tetua (V0L0) =

⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

−−

∑∑ −

= n

xx

ni ji

ij

jiij

2

2)(1

;

Ragam array (Vri) = ( )⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

−− ∑

∑=

=n

j

n

jij

ij n

xx

n 1

2

12

11 ;

Rata-rata ragam array (V1L1) = ∑=

n

iriV

n 1

1 ;

Page 150: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

126

Ragam rata-rata array (V0L1) = ( )⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

−− ∑

∑=

==n

i

n

ijjiij

in

xxx

n 1

2

1;1'

2.

11 ;

Peragam antara tetua dan keturunan (Wri) =

( )⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

−− ∑

∑==

==n

ij

n

ijjiij

jiijn

xxxx

n 1;1

2

1;1'

'

..

11 ;

Rata-rata peragam tetua dan array (W0L0) = ∑=

n

iriW

n 1

1 ; dan Perbedaan rata-rata

tetua dan rata-rata semua keturunan (M L1-ML0) = 2

1;1

11⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛∑∑=== ji

ij

n

jiij xx

nn

c. Grafik Wr-Vr. Parabola diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari

persamaan: Wri = (Vri x V0L0)1/2, regresi diperoleh dengan menghubungkan

titik-titik dari persamaan: Wrei = Wr – bVr + bVri. dan intersep regresi

diperoleh dari: a = Wr – bVr. Semakin dekat letak tetua dengan pangkal

persilangan sumbu x-y maka kandungan gen dominannya secara relatif

semakin tinggi, sebaliknya semakin jauh letak tetua dengan pangkal

persilangan sumbu x-y maka kandungan gen dominannya semakin kecil.

d. Pendugaan komponen ragam. Pendugaan komponen ragam yang dilakukan

adalah:

D = V0L0 - E

F = 2 V0L0 - 4 W0L0 – 2(n-2)E/n

H1 = V0L0 - W0L1 + 4 V1L1- (3n-2)E/n

H2 = 4 V1L1 - 4 V0LI – 2E

h2 = 4(MLI - ML0)2- 4(n-1)E/n2

S2 = [ ])(2/1 VrWrVar −

SE (D) = ( )[ ] )(*/ 2545 Snnn +

SE (F) = ( )[ ] )(*/1616204 252345 Snnnnn +−+

Page 151: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

127

SE (H1) = ( )[ ] )(*/41241 252345 Snnnnn +−+

SE (H2) = ( )[ ] )(*/36 254 Snn

SE (h2) = ( )[ ] )(*/16321616 2524 Snnnn +−+

SE (E) = ( )[ ] )(*/ 254 Snn

Keterangan:

D : komponen ragam karena pengaruh aditif; F : nilai tengah Fr untuk semua array; Fr adalah peragam pengaruh aditif dan

non aditif pada array ke-r; H1 : komponen ragam karena pengaruh dominasi; H2 : perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua; h2 : pengaruh dominasi (sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat

heterozigous); E : komponen ragam karena pengaruh lingkungan.

Jika intersep bernilai positif atau D > H1, interaksi yang terjadi adalah

dominan sebagian, jika bernilai negatif atau D < H1 berarti overdominan.

Dominan lengkap jika D = H1, serta tidak terdapat dominan jika garis regresi

menyentuh batas parabola.

e. Pendugaan parameter lain. Parameter lain yang diduga adalah: rataan tingkat

dominasi = (H1/D)1/2; Proporsi gen-gen dengan pengaruh positif dan negatif

dalam tetua = H2/4H1;

Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua =

( ) ( ) FDHFDH −+ 2/11

2/11 4/4 .

Selain itu juga ditentukan jumlah kelompok gen yang mengendalikan sifat

dan menimbulkan dominansi = 22 / Hh ; Heritabilitas arti luas ( 2h BS) dan

Heritabilitas arti sempit ( 2h NS). 2h BS = ( ) EFHHDFHHD +−−+−−+ 2/14/12/12/1/(2/14/12/12/1 2121 );

dan 2h NS= ( ) ).2/12/12/12/1/(2/12/12/12/1 2121 EFHHDFHHD +−−+−−+

Jika korelasi negatif, nilai Wri + Vri-nya paling rendah, berarti mengandung

gen dominan paling banyak.

Page 152: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

128

f. Pendugaan tetua paling dominan dan paling resesif.

VD = (V0L0) 21x ; VR = (V0L0) 2

2x ; WD = (V0L0) 1x dan WR = (V0L0) 2x ; 1x dan

x2 diperoleh dari akar persamaan: (V0L0) 2x - (V0L0)x + (W0L0 - VILI); Nilai tetua

dominan penuh (YD) = ( ) ( )[ ]ILILDDr VWVWbY +−++ 00

Pendugaan daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK)

sifat ketahanan genotipe-genotipe kakao yang diuji terhadap infeksi P. palmivora

dilakukan dengan analisis dialel menggunakan Metode 2 Griffing (Singh dan

Chaudary, 1979) sebagai berikut:

g. Pendugaan daya gabung. Model statistik untuk menduga daya gabung

adalah:

Yij = m + gi + gj + sij + 1/bc∑∑ eijkl ............................................................. (10)

Keterangan:

Yij = nilai tengah genotipe i x j m = nilai tengah umum gi = daya gabung umum (DGU) tetua ke-i gj = daya gabung umum (DGU) tetua ke-j sij = pengaruh daya gabung khusus (DGK) 1/bc∑∑ eijkl = nilai tengah pengaruh galat

Analisis half dialel (tetua dan F1 tanpa resiprokal) dilakukan dengan

menggunakan prosedur yang dikembangkan oleh Griffing (1956) - Metode 2

Model 1 (tanpa galur murni). Penggunaan Metode Griffing (1956) telah dilakukan

untuk menghitung daya gabung pada tanaman singkong yang tetuanya heterosigot

(bukan galur murni) yaitu untuk sifat ketahanan terhadap penyakit (Owolade et

al., 2006). Sidik ragam untuk analisis daya gabung Metode 2 dapat dilihat pada

Tabel 27 berikut.

Page 153: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

129

Tabel 27. Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan Metode 2 Griffing (1956).

Sk Db Jk Kt Ekt

DGU p-1 JKdgu KTdgu )2(22 +++ pdgke σσ

GK P(p-1)/2 JKdkg KTdgk dgu

2σ Galat (r-1)[(p-

1)+p(p-1)/2] JKGgalat KTgalat edgke

222 σσσ ++

Pengaruh daya gabung umum (gi) = 1/2n(Yi+Y.j)-1/n2Y........................... (11)

Keterangan:

gi = nilai daya gabung umum Yi. = jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i Y.j = jumlah nilai tengah selfing genotipe ke-j Y.. = total nilai tengah genotipe

Pengaruh daya gabung khusus (sij) = 1/2 (Yi+Yji)-1/2n(Yi. + Y.j + Y.j + Yj.)

+ 1/n2Y ............................................................................................................... (12)

Keterangan:

Sij : nilai daya gabung khusus Yij : nilai tengah genotipe i x j Yji : nilai tengah genotipe j x i Yi. : jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i Y.j : jumlah nilai tengah selfing genotipe ke-j Yj. : jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-j Y.. : total nilai tengah genotipe

h. Pendugaan Heterosis

Nilai heterosis diduga berdasarkan nilai tengah kedua tetua (mid parent) dan

nilai tengah tetua terbaik (best parent) atau heterobeltiosis.

Heterosis = %1001 xMP

MPF

μμμ − .............................................................. (13)

Heterobeltiosis = %1001 xBP

BPF

μμμ − .......................................................... (14)

Keterangan:

1Fμ : nilai tengah turunan MPμ : nilai tengah kedua tetua = ½ (P1 + P2) BPμ : nilai tengah tetua terbaik

Page 154: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

130

Hasil dan Pembahasan

Penggunaan analisis silang dialel memiliki beberapa keuntungan

dibandingkan dengan metode analisis lainnya. Diantaranya adalah: (1) secara

ekperimental merupakan pendekatan sistematis, (2) secara analitik merupakan

evaluasi genetik menyeluruh yang berguna dalam mengidentifikasi persilangan

bagi potensi seleksi yang terbaik pada awal generasi (Johnson, 1963). Di dalam

analisis silang dialel, pendugaan parameter genetik sudah dapat dilakukan pada

F1, tanpa harus membentuk populasi F2, BCP1 maupun BCP2, seperti pada

teknik pendugaan parameter genetik lainnya.

Dalam pelaksanaan, analisis silang dialel harus memenuhi beberapa

asumsi berikut: (1) segregasi diploid, (2) tidak ada perbedaan antara persilangan

resiprokal, (3) tidak ada interakasi antara gen-gen yang tidak satu alel, (4) tidak

ada multialelisme, (5) tetua homosigot, (6) gen-gen menyebar secara bebas di

antara tetua (Hayman, 1954).

Asumsi-asumsi ini harus dipenuhi dan dibuktikan sebelum analisis dialel

dapat dilakukan. Pada penelitian ini digunakan populasi yang berasal dari tetua

yang tidak homozigot. Untuk itu semua asumsi dapat dipenuhi, dan model analisis

yang digunakan mengikuti Metode Griffing (1956) untuk menghitung daya

gabung pada tanaman singkong yang tetuanya heterosigot (bukan galur murni)

yaitu untuk sifat ketahanan terhadap penyakit (Owolade et al., 2006).

Sebagian besar tanaman yang dibudidayakan mempunyai dua set

kromosom atau disebut diploid. Pasangan kromosom pada individu yang

mempunyai tingkat ploidi demikian, pada waktu miosis berjalan dengan normal,

sehingga akan menghasilkan gamet yang sempurna. Tanaman kakao mempunyai

tingkat ploidi diploid (Chesmen, 1956), dengan demikian segregasi gen-gen yang

terjadi merupakan segregasi diploid.

Adanya interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel di dalam analisis

silang dialel dapat diuji dengan nilai koefisien regresi b dari garis regresi antara

Wr (peragam antara tetua dan keturunan dari array ke r terhadap Vr (ragam di

dalam array ke r). Apabila nilai b = 1 maka tidak ada interaksi antara gen-gen

tidak sealel (Singh & Chaudhary, 1979). Adanya beberapa alel yang

mengendalikan suatu karakter akan menyulitkan analisis silang dialel.

Page 155: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

131

Dalam penelitian ini, genotipe–genotipe kakao yang digunakan diklonkan

sehingga homogen. Tanaman kakao adalah heterosigot dan asumsi homosigot

sulit terpenuhi. Gen-gen yang mengendalikan suatu karakter harus menyebar

diantara tetua-tetua persilangan. Untuk memenuhi asumsi ini maka dipilih tetua

yang mewakili tetua tahan, moderat dan rentan.

Dengan terpenuhinya asumsi tersebut maka keluaran yang dapat diperoleh

dari suatu analisis silang dialel Metode Hayman adalah (Singh & Caudhary,

1979): (1) keragaman karena pengaruh aditif (D), (2) nilai tengah Fr genotipe

(rata-rata Fr untuk semua arrary (F) ; peragam pengaruh adaitif dan non aditf

pada arrary ke-r.(3) keragaman karena pengaruh dominansi (H1), (4) perhitungan

untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua (H2), (5) pengaruh

dominansi/sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterosigot (h2), (6)

keragaman karena pengaruh lingkungan (E), (7) rata-rata tingkat dominansi

(H1/D)1/2), (8) proporsi gen-gen dengan pengaruh positif dan negatif di dalam

tetua (H2/4H1), (9) proporsi gen-gen dominan dan resesif di dalam tetua (Kd/Kr),

(10) jumlah kelompok gen yang mengendalikan sifat dan menimbulkan dominansi

(h2/ H2), (11) heritabilitas dalam arti luas (h2bs), (12) heritabilitas dalam arti sempit

((h2ns).

Informasi lain yang bisa diperoleh dari analisis silang dialel adalah daya

gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Daya gabung adalah

kemampuan genotipe untuk mewariskan sifat yang diinginkan kepada

keturunannya. Daya gabung umum adalah kemampuan suatu genotipe untuk

menunjukkan kemampuan rata-rata keturunan bila disilangkan dengan beberapa

genotipe lain yang dikombinasikan (Singh & Caudhary, 1979). Daya gabung

umum akan memiliki arti jika nilainya diperbandingkan pada lebih dari satu

individu dan populasi penguji serta lingkungan yang ditentukan (Henderson,

1952). Daya gabung khusus adalah kemampuan individu tetua untuk

menghasilkan turunan yang unggul jika disilangkan dalam kombinasi spesifik

dengan tetua tertentu (Singh & Caudhary, 1979). Daya gabung khusus merupakan

konsekuensi dari interaksi gen intra alel (dominan) dan interkasi gen antar alel

(epistasis) (Henderson, 1952).

Page 156: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

132

Daya gabung umum (DGU) yang besar dan positif menunjukkan bahwa

tetua tersebut mempunyai daya gabung yang baik. Nilai daya gabung umum yang

negatif berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung (rata-rata) yang

lebih rendah dibandingkan dengan tetua-tetua lain. Daya gabung khusus (DGK)

yang positif menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kombinasi hibrida

yang tinggi dengan salah satu tetua yang digunakan. Sebaliknya bila DGK negatif

berarti tetua tersebut tidak mempunyai kombinasi hibrida yang tinggi dengan

salah satu dari tetua – tetua yang digunakan (Sujiprihati, 1996).

Informasi yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK sangat penting

dalam suatu program pemuliaan tanaman kakao. Hal ini sebagaimana

disampaikan Sujiprihati (1996), bahwa informasi yang dihasilkan dari pengujian

DGU dab DGK akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan

yang sesuai dalam upaya perbaikan sifat-sifat yang diinginkan pada tanaman

tersebut.

A. Pendugaan Parameter Genetik Pendugaan parameter genetik menggunakan analisis silang dialel dapat

dilakukan apabila terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe berdasarkan uji F

terhadap karakter luas bercak ketahanan penyakit busuk buah P. palmivora (Singh

& Chauddhary, 1979). Berdasarkan Anova pada Tabel 28, diperoleh hasil analisis

yang sangat nyata antar genotipe berdasarkan parameter luas bercak akibat

inokulasi terhadap P. palmivora. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan

parameter genetik dapat dilakukan pada genotipe kakao yang diuji

Tabel 28. Anova ketahanan genotip kakao terhadap P. palmivora

SK Db SS MS F Ulangan 2 1518,052555 759,0262773 2,496498297 tn Genotipe 14 19883,53417 828,4805903 2,724939102** Galat 28 14593,74571 304,036369 Total 44 35995,33243

Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata, tn = berpengaruh tidak nyata

Interaksi Gen Interaksi gen dapat dilihat berdasarkan nilai b(Wr,Vr), jika nialai b berbeda

nyata dengan satu maka terdapat interaksi antar gen, tetapi jika nilai b tidak

Page 157: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

133

berbeda nyata dengan satu maka tidak terdapat interaksi antar gen (Roy, 2000;

Sousa & Maluf, 2003). Hasil uji koefisien regresi b (Wr, Vr) tidak berbeda nyata

dengan satu (Tabel 29), dengan demikian tidak terdapat interaksi gen dalam

menentukan ketahanan terhadap karakter luas bercak pada penyakit busuk buah P.

palmivora. Hal ini membuktikan bahwa salah satu asumsi analisis silang dialel

dapat dipenuhi.

Tabel 29 Pendugaan parameter genetik ketahanan genotip kakao terhadap P. palmivora

Parameter Genetik Nilai KeteranganKoefisien regresi (b) 0,4493 tn

Komponen ragam krn pengaruh aditif (D) 0,0386 **

Rerata Fr untuk semua array (F) 0,0188 tn

Komponen ragam krn pengaruh dominansi (H1) 0,0989 **

Proporsi gen-gen positif/negative dalam tetua (H2) 0,0700 **

Pengaruh dominansi (h2) 0,1497 **

Rata-rata tingkat dominansi (H1/D)1/2 1,6003 Over

dominan

Komponen ragam karena pengaruh lingkungan (E) 0,0017

Proporsi gen-gen positif/negatif dalam tetua 0,1768

Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua

(Kd/Kr)

1,3594 Gen

dominan

Jumlah gen pengendali ( h2/H2) 2,1396

heritabilitas arti sempit (h2ns) 0,5589 Tinggi

heritabilitas arti luas (h2bs) 0,9600 Tinggi

Pengaruh Aditif (D) dan Dominansi (H1)

Pengaruh aditif (D) berperan sangat nyata terhadap ketahanan kakao untuk

penyakit busuk buah dari semua klon yang digunakan. Besarnya pengaruh aditif

0,0386, sedangkan pengaruh dominan (H1) juga sangat nyata (0,0989) (Tabel 29).

Hal ini menunjukkan bahwa sifat ketahanan terhadap penyakit busuk buah yang

disebabkan P. palmivora pada persilangan tanaman kakao banyak dipengaruhi

oleh aksi gen aditif. Ragam genetik aditif merupakan penyebab utama kesamaan

di antara kerabat (antara tetua dengan keturunannya). Ragam genetik dominan

Page 158: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

134

merupakan penyebab utama ketidaksamaan diantara kerabat. Ragam ini

merupakan basis utama bagi heterosis dan kemampuan daya gabung. Dengan

demikian hanya aksi gen aditif dan dominan yang menentukan keragaman

ketahanan terhadap panyakit P. palmivora. Aksi gen aditif lebih kecil

dibandingkan gen dominan. Hal ini menunjukkan bahwa ragam genetik lebih

ditentukan oleh aksi gen dominan.

Distribusi Gen di dalam Tetua Distribusi gen tetua (Tabel 29) menunjukkan bahwa nilai H2 gen-gen yang

menentukan pewarisan sifat tahan terhadap penyakit busuk buah tidak menyebar

merata di dalam tetua. Hal ini terlihat dari nilai H2 (proporsi gen-gen

positif/negatif dalam tetua) yang sangat nyata. Proporsi gen-gen positif akan

terlihat dari besarnya nilai H1 terhadap H2. Jika H1> H2 maka gen-gen yang

banyak adalah gen-gen positif, sebaliknya apabila H1<H2 maka gen-gen negatif

akan lebih banyak dari pada gen-gen positif. Ketahanan tanaman kakao terhadap

penyakit busuk buah yang disebabkan oleh P. palmivora ini ditentukan oleh gen-

gen positif. Hal ini terlihat dari nilai H1>H2, ini mengindikasikan bahwa tetua

yang membawa gen yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap

ketahanan penyakit busuk buah kakao.

Tingkat Dominansi.

Besarnya pengaruh dominansi dari nilai (H1/D)1/2.Nilai H1/D)1/2 (Tabel 29)

menunjukkan adanya over dominan dengan nilai 1,6003. Menurut Hayman

(1954), nilai (H1/D)1/2 lebih dari satu menunjukkan adanya over dominansi,

sedangkan nilai (H1/D)1/2 antara nol dan satu menunjukkan dominansi parsial

(dominansi parsial atau resesif parsial)

Proporsi Gen Dominan terhadap Gen Resesif. Banyaknya gen – gen dominan di dalam tetua tercermin dari nilai Kd/Kr.

Apabila Kd/Kr> 1 maka gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua.

Sebaliknya apabila Kd/Kr<1 maka gen-gen resesif lebih banyak di dalam tetua.

Pada Tabel 29 terlihat bahwa nilai Kd/Kr adalah 1,3594 yang menunjukkan

bahwa gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Hal ini mengindikasikan

bahwa gen dominan dari genotipe kakao yang digunakan sebagai tetua untuk

Page 159: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

135

menghasilkan keturunan yang lebih baik kemungkinan sulit dicapai. Oleh karena

itu diharapkan dalam perakitan hibrida dikombinasikan antara tetua yang resesif.

Arah dan Urutan Dominansi Urutan dominansi tetua (berdasarkan wr + vr) untuk sifat ketahanan

terhadap penyakit busuk buah P. palmivora disajikan pada Gambar 18. Klon ICS

13 merupakan tetua paling banyak mengandung gen dominan (16,68), diikuti DR

1 (68,65) sedangkan tiga klon yang lainnya TSH 858 paling banyak mengandung

gen resesif bersama dengan Sca 6 dan ICCRI 3. Berdasarkan urutan dominansi,

makin dekat dengan titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen

dominan, sebaliknya semakin jauh dengan titik nol maka tetua tersebut paling

banyak mengandung gen resesif (Sudjindro et al., 1991; Sousa & Maluf, 2003).

Gambar 18. Hubungan peragam (Wr) dan Ragam (Vr) 5 klon kakao sifat ketahanannya terhadap penyakit busuk buah P. palmivora.

Berdasarkan arah dan urutan dominansi terhadap tetua-tetua tersebut

dimungkinkan tetua yang resesif akan berpeluang menghasilkan hibrida yang baik

dalam hal aspek heterosisnya. Jika hal tersebut terbukti maka, diduga peluang

untuk menghasilkan hibrida pada tanaman kakao dimiliki oleh ICCRI 3 dan Sca 6.

Jumlah Gen Pengendali karakter.

Katahanan tanaman kakao terhadap penyakit busuk buah yang disebabkan

oleh P. palmivora dikendalikan oleh gen resesif. Jumlah gen pengendali

ICCRI 3

ICS 13

Sca6

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

180,00

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00

Vr

Wr

Page 160: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

136

tercermin dari nilai (h2/H2). Jumlah gen yang mengendalikan katahanan kakao

terhadap penyakit busuk buah P. palmivora 2,1396 (dua).

Heritabilitas Hasil analisis menggunakan ragam fenotipe dan ragam genetik aditif,

diketahui bahwa hasil pendugaan nilai daya waris (heritabilitas) berdasarkan luas

bercak hasil inokulasi terhadap P. palmivora dengan pendekatan persilangan

dialel besarnya heritabilitas dalam arti luas (h2bs) adalah 0,9600, sedangkan

heritabilitas dalam arti sempit (h2ns) sebesar 0,5589 (Tabel 30). Sedangkan

berdasarkan intensitas penyakit heritabilitas dalam arti luas dan sempit adalah

tinggi dan sedang. Mangoendidjojo (2003) mengelompokkan heritabilitas sebagai

berikut: h2 > 50% = tinggi, 20% ≤ h2 ≤ 50% = sedang dan h2 < 20% = rendah.

Menurut klasifikasi tersebut, heritabilitas terduga berdasarkan komponen luas

bercak tersebut tinggi. Heritabilitas dalam arti sempit yang tinggi menggambarkan

besarnya peranan penampilan gen aditif. Hanson (1963) menyatakan bahwa

heritabilitas dalam arti sempit hanya menggambarkan besarnya peran penampilan

gen-gen aditif dalam menentukan besarnya keragaman genetik dalam

hubungannya dengan keragaman fenotipik.

Tabel 30. Heritabilitas dalam arti luas (h2bs) dan heritabilitas dalam arti sempit

(h2ns ) komponen ketahanan berdasarkan luas bercak dan Intensitas

Penyakit terhadap P. palmivora

Heritabilitas (h2) Karakter h2

bs (%) h2ns (%)

Luas bercak 96, 00 55, 89 Kriteria Tinggi Tinggi Intensitas penyakit 50,46 20,95 Kriteria Tinggi Sedang

Berdasarkan nilai duga heritabilitas di atas dapat diartikan bahwa karakter

ketahanan dapat digunakan sebagai alat yang efisien untuk seleksi klon kakao

dalam rangka mendapatkan bahan tanam yang unggul dan tahan terhadap P.

palmivora.

Berdasarkan Tabel 31 hasil analisis varian daya gabung umum dan daya

gabung kusus menunjukkan bahwa daya gabung umum berpangaruh sangat nyata.

Hai ini mengindikasikan bahwa terdapat klon yang memiliki kemampuan

Page 161: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

137

menggabung yang tinggi dengan klon lainnya. Untuk daya gabung khusus

berdasarkan analisis varian menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat kombinasi persilangan tertentu dari tetua yang dapat

menghasilkan hibrida yang lebih baik dari kombinasi persilangan lainnya.

Analisis daya gabung umum dan daya gabung kusus, dapat dilanjutkan untuk

mengetahui tetua yang memiliki DGU tinggi dan DGK agar diketahui kombinasi

persilangan tertentu untuk menghasilkan hibrida yang diinginkan.

Tabel 31. Anova daya gabung karakter luas bercak terhadap penyakit Phytopthora palmivora pada tanaman kakao.

Sumber variasi db JK KT F.Hitung DGU 4 1651,6368 412,9092 4,67 ** DGK 10 1914,7124 191,4712 2,17 * Galat 28 2475,4805 88,4100

Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata, * = berpengaruh nyata) nilai-p=0,05199

Daya Gabung Umum (DGU) Hasil analisis efek daya gabung umum berdasarkan luas bercak

ditampilkan pada Tabel 32. Dapat diketahui bahwa klon TSH 858, Sca 6, dan

ICCRI 3 mempunyai nilai daya gabung umum yang tinggi. Berasarkan intensitas

penyakit klon DR1 mempunyai nilai daya gabung umum yang tinggi

dibandingkan dengan klon lainnya. Ketiga klon kakao tersebut mempunyai nilai

daya gabung umum tinggi. Sedangkan DR1 dan ICS 13 daya gabung terhadap

klon lainnnya lebih rendah. Untuk indeks intensitas penyakit, DGU terendah

dihasilkan oleh Sca 6. Nilai daya gabung umum Sca 6 yang kecil berarti tetua

yang bersangkutan mempunyai daya gabung (rata-rata) yang lebih rendah

dibandingkan dengan tetua-tetua lain.

Daya Gabung Khusus (DGK)

Daya gabung khusus merupakan ekspresi ragam genetik non aditif,

dominan dan epistasis (Bolanos-Aquilar et al., 2001). Dari Tabel 32 terlihat

bahwa kombinasi persilangan yang mempunyai DGK tertinggi adalah ICCRI 3 x

Sca 6 dan DR1 x ICS 13, sedangkan persilangan TSH 858 x ICS 13 dan TSH

858 x DR1 menduduki peringkat ke 3 dan ke 4. Kombinasi persilangan tersebut

berpeluang menghasilkan hibrida F1 pada tanaman kakao yang tahan terhadap

Page 162: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

138

penyakit P. palmivora. Berdasarkan hasil nilai daya gabung khusus dapat

diketahui bahwa tidak semua klon kakao yang memiliki nilai daya gabung umum

yang tinggi menghasilkan DGK yang tinggi. Nilai daya gabung yang tinggi dari

tetua yang menghasilkan nilai daya gabung khusus tinggi adalah kombinasi

persilangan antara ICCR3 x Sca 6 (14,29%) berdasarkan parameter luas bercak.

Berdasarkan intensitas penyakit nilai daya gabung khusus tertinggi dihasilkan

oleh kombinasi persilangan dari tetua DR1 x ICS 13. Kedua tetua ini konsisten

merupakan penggabung yang baik, karena kedua tetua ini menghasilkan nilai daya

gabung umum yang tinggi berdasarkan intensitas penyakit.

Tabel 32. Nilai efek Daya Gabung Umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus

(DGK) genotipe tanaman kakao berdasarkan luas bercak (cm2) dan intensitas penyakit (%) hasil inokulasi ketahanan terhadap penyakit Phytophthora palmivora

Rata-rata DGU Genotipe

Luas bercak

Intensitas penyakit

(a)

(b) ICCRI 3 18,23 20.42 30,85 13,83 TSH 858 24,57 22.39 35,61 12,93 DR1 20,21 18.39 14,83 18,03 ICS13 13,47 23.24 4,46 16,28 Sca 6 14,71 15.33 34,37 3,20

Rara-rata DGK (a) (b) (a) (b) ICCRI 3 X TSH 858 24,67 13.83 -8,08 1,19 ICCRI 3 X DR1 20,29 15.49 -0,91 0,02 ICCRI 3 X ICS 13 10,15 12.27 -5,30 -2,23 ICCRI 3 X Sca 6 46,35 8.25 14,29 1,02 TSH 858 X DR1 26,17 9.62 2,32 -5,35 TSH 858 X ICS 13 23,02 11.70 4,93 -2,26 TSH 858 X Sca 6 35,53 13.17 0,82 6,44 DR1 X ICS 13 13,58 25.48 7,04 8,65 DR1 X Sca 6 14,72 6.25 -8,45 -3,32 ICS 13 X Sca 6 10,73 4.44 -6,67 -4,14

Heterosis

Berdasarkan pendugaan nilai heterosis pada klon kakao yang digunakan

sebagai tetua untuk persilangan merakit hibrida F1, dan berdasarkan luas bercak

yang dihasilkan dari ketahanan terhadap P. palmivora terdapat 5 hibrida yang

menghasilkan nilai heterosis tinggi dibandingkan kedua tetuanya (Tabel 33).

Page 163: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

139

Hibrida yang mempunyai nilai heterosis tinggi untuk ketahanan terhadap infeksi

P. palmivora ditunjukkan dengan nilai heterosis yang negatif tinggi dan melebihi

dari rata-rata kedua tetuanya. Nilai heterosis/hibrida-hibrida tersebut adalah : DR

1 x Sca 6 (-52,07%), ICS13 X Sca 6 (-42,00%), DR1 x ICS13 (-47,00 %), TSH

858 x DR1 (-27,00 %), ICCRI 3 x ICS 13 (-36,00%) serta ICCRI 3 x DR1 (-

27,00%). Sedangkan nilai heterosis terkecil dihasilkan oleh persilangan TSH 858

x Sca 6 dengan menghasilkan nilai heterosis positif sebesar 23 %. Hibrida DR1 x

Sca 6 menghasilkan nilai heterosis tertinggi berdasarkan parameter luas bercak

yaitu (-52,07%) atau persilangan ini akan mnghasilkan ketahanan sebesar 52,07%

lebih tinggi dari tetua yang tahan. Angka-angka negatif menunjukkan nilai

ketahanan yang mengarah kekiri yaitu menunjukkan tingkat ketahanan yang lebih

baik. Semakin besar nilai heterosis negatif, maka semakin besar pula nilai

pewarisan ketahanan yang dihasilkan dari hibrida tersebut.

Tabel 33. Penampilan tetua, F1, nilai heterosis rata-rata tetua, dan heterosis rata-rata tetua tertinggi persilangan genotipe tanaman kakao berdasarkan luas bercak.

Persilangan P1(g) P2(g) F1 MP hMP (%)

hHP (%)

ICCRI3 X TSH 858 18,22672 34,55005 24,673 26,388 -7 35 ICCRI3 X DR1 18,22672 37,48375 20,294 27,855 -27 11 ICCRI3 X ICS13 18,22672 13,46766 10,149 15,847 -36 -25 ICCRI3 X Sca 6 18,22672 23,28629 19,67 20,757 -5 8 TSH 858 X DR1 34,55005 37,48375 26,17 36,017 -27 -24 TSH 858 X ICS 13 34,55005 13,46766 23,02 24,009 -4 71 TSH 858 X Sca 6 34,55005 23,28629 35,531 28,918 23 53 DR 1 X ICS 13 37,48375 13,46766 13,581 25,476 -47 1 DR 1 X Sca 6 37,48375 23,28629 14,717 30,385 -52 -37 ICS 13 X Sca 6 13,46766 23,28629 10,736 18,377 -42 -20

Keterangan: P1 = Tetua pertama, P2 = Tetua kedua, hMP = Heterosis rata-rata tetua, hHP = Heterosis rata-rata tetua tertinggi, MP= rata-rata nilai kedua tetua.

Untuk heterosis berdasarkan tetua tertinggi (hHP) terdapat 4 hibrida yang

memiliki nilai heterosis terbaik. Kombinasi persilangan tersebut adalah: DR1 x

Sca 6, ICCRI3 X ICS13, TSH 858 X DR1 dan ICS 13 X Sca 6. Keempat

kombinasi persilangan tersebut memiliki peluang yang besar digunakan sebagai

sumber bahan tanam untuk merakit bahan tanam yang baru. Besarnya heterosis

Page 164: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

140

berkisar antara (-20 %) hingga (-37%). Nilai heterosis tertinggi dihasilkan

persilangan : DR1 x Sca 6 sebesar -37%. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan

persilangan tersebut akan menghasilkan kenaikan ketahanan berdasarkan

intensitas penyakit sebesar 37 % lebih tinggi dari tetua yang mempunyai

ketahanan tinggi yang digunakan (Sca 6).

Nilai heterosis berdasarkan IIP (Tabel 34) bahwa hibrida ICS 13 X Sca 6,

DR 1 X Sca 6, ICCRI 3 X Sca 6 dan TSH 858 X DR1 menghasilkan nilai tertinggi

dibandingkan dengan hibrida lainnya.

Tabel 34. Penampilan tetua, F1, nilai heterosis rata-rata tetua, dan heterosis rata-rata tetua tertinggi persilangan genotipe tanaman kakao berdasarkan Intensitas Indek Penyakit (IIP).

Persilangan P1(g) P2(g) F1 MP hMP (%)

hHP (%)

ICCRI3 X TSH 858 20.416 22.389 13.834 21.403 -35,4 -32,2 ICCRI3 X DR1 20.416 18.389 15.488 19.403 -,20,2 -15,8 ICCRI3 X ICS13 20.416 23.241 12.273 21.829 -43,8 -39,9 ICCRI3 X Sca 6 20.416 15.334 8.253 17.875 -53,8 -46,2 TSH 858 X DR1 22.389 18.389 9.622 20.389 -52,8 -47,7 TSH 858 X ICS 13 22.389 23.241 11.705 22.815 -48,7 -47,7 TSH 858 X Sca 6 22.389 15.334 13.167 18.862 -30,2 -14,1 DR 1 X ICS 13 18.389 23.241 25.477 20.815 22,4 38,5 DR 1 X Sca 6 18.389 15.334 6.250 16.862 -62,9 -59,2 ICS 13 X Sca 6 23.241 15.334 4.446 19.288 -76,9 -71,0

Keterangan: P1 = Tetua pertama, P2 = Tetua kedua, hMP = Heterosis rata-rata tetua, hHP = Heterosis rata-rata tetua tertinggi, MP= rata-rata nilai kedua tetua.

Simpulan

1. Tidak terdapat interaksi antar gen dalam menentukan ketahanan terhadap

penyakit busuk buah kakao. Ketahanan banyak dipengaruhi oleh aksi gen

aditif.

2. Nilai heritabilitas dalam arti luas maupun sempit tergolong tinggi untuk luas

bercak, sedangkan berdasarkan intensitas penyakit, tergolong tinggi hingga

sedang.

3. Tetua TSH 858, ICCRI 3 dan Sca 6 mempunyai Daya Gabung Umum yang

cukup tinggi untuk luas bercak dibandingkan dengan tetua lainnya.

Page 165: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

141

4. Nilai DGK tertinggi kombinasi ICCRI 3 X Sca 6 untuk luas bercak sedangkan

persilangan DR 1 x ICS 13 mempunyai DGK terbaik dibandingkan dengan

persilangan lainnya berdasarkan luas bercak maupun IIP, sehingga kombinasi

tetua ini berpeluang menjadi penghasil hibrida.

5. Haterosis tertinggi diperoleh dari persilangan dari DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6

dan ICS 13 x Sca 6.

Daftar Pustaka

Ambreen A, Chowdhry MA, Khaliq I, Ahmad R. 2002. Genetic determination for some drought related leaf traits in bread wheat. Asian Journal of Plant Science 3:232-234.

Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: J Wiley & Sons. 485 p.

Falconer DS. 1985. Introduction to Quantitative Genetics. 2nd. London, New York. Longman Group Limited.

Falconer DS, Mackay TFC. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4th ed. Longman: Essex.

Fehr WR. 1987. Principles of Cultivar Development. Theory and Techniques. Vol 2. London: Macmillan Publ.

Griffing B. 1956. Concepts of general and specific combining ability in relation to dialel crossing systems. Aust. J. Biol. Sci. 9:463-493.

Hayman BI. 1954. The theory and analysis of diallel cross. Genetics 39: 789-809.

Hanson WD. 1963. Heritability. In WD. Hanson and NF Robinson (Eds) Statistical genetics and plant breeding. NAS-NRC Pbl. No 982, National Academy of Science, National Research Council, Washington DC., 125-139.

Iswanto A. & Winarno H. 1992. Cocoa breeding at RIEC Jember and the role of planting material resistant to VSD and black pod. In P.J. Keane & C.A.J. Putter (Eds). Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia and Australasia: 163-169. FAO Plant Production and Protection Paper No. 112.

Iswanto A & Yunianto D. 1987. Pengaruh ukuran bakal biji dan serbuk sari terhadap bentuk dan berat biji kakao. Pelita Perkebunan 3: 185-188.

__________, Winarno H & Suhendi D. 1999. Kajian Stabilitas hasil dan komponen buah beberapa hibrida kakao. Pelita Perkebunan 15(2): 81-90.

__________, Winarno H & Astutiningsih P. 1994. Seleksi Pendahuluan Ketahanan terhadap penyakit kanker batang P. palmivora pada beberapa kakao hibrida F1 setelah terjadinya banjir. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman II: 128-131.

Page 166: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

142

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1993. Relationship between leaf and pod resistance in cocoa to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ.West Indies, Trinidad: 33-39.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1995. Differential reaction of cocoa clones to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ.West Indies, Trinidad: 79-85.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1997. Phytophthora palmivora resistance in cocoa (Theobroma cacao): influence of pod morphological characteristics. Plant Pathology 46: 557-565.

Iwaro AD, Sreenivasan TN & Umaharan. 1998. Cocoa resistance to Phytophthora: effect of pathogen species, inoculation depths, and pod maturity. European J. Plant Pathol. 104:11-15.

Iwaro DA., T.N.Sreenivasan., Umaharan & Spence. H 1999. Studies on Black Pod Disease in Trinidad. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement. p: 67-74. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Johnson R. 1978. Pratical breeding for durable resistance to rust diseases in self-pollinating cereal. Euphytica 27, 529-540.

Kushalappa CA & AB Eskes. 1989. Advances in coffee rust research. Ann. Rev. Phytopathol. 27, 503-531.

McWhirter KS. 1979. Breeding of cross pollinated crops. In R. Knight (Ed.) , Plant breeding. Australian Vice Consellors Committee, Brisbane.

Mawardi S. 1996. Kajian Genetika Ketahanan Tak Lengkap Kopi Arabika Terhadap Penyakit Karat Daun (Hemileia vastatrix B.et Br) di Indonesia.[Disertasi]. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. 219 hal.

Mangoendidjojo W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta. Kanisius.

Mahmood T, Shabbir G, Sarfraz M, Sadiq M, Bhati MK, Mehdi SM Jamil M, Hassan G. 2002. Combining ability studies in rice (Oryza sativa L) under salinized soil conditions. Asian Journal of Plant Science 1:88-90.

Noshin, Iqbal MM, Din R, Khan SJ, Khan SU, Khan IU & Khan MU. 2003. Genetic analysis of yield its components in F1 generation of brown mustard (Brassica juncea L.Czem and Coss). Asian Journal of Plant Science 2: 1027-1033.

Purwantara A. 1990. Pengaruh beberapa unsur cuaca terhadap infeksi Phytophthora palmivora pada buah kakao. Menara Perkebunan 58: 78-83.

Purwantara A & Prawirosoemardjo S. 1990. Fluktuasi intensitas serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao di daerah beriklim basah. Menara Perkebunan 58: 44-50

Poelhman JM, Sleper AD. 1996. Breeding Field Crops. Iowa State University Press. Ames

Page 167: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

143

Prawirosoemardjo S & Purwantara A. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora (Butl) Butl. pada buah dan batang pada beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan 60: 67-72

Rubiyo, Purwantara A, Sri-Sukamto & Sudarsono. 2008a. Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from Indonesia, their morphological and pathogenicity characterizations.. Pelita Perkebunan 24 : 37- 49.

Roy D. 2000. Plant breeding analysis and exploitation of variation. New Delhi:Narosa Publishing House. 701 hal.

Rocha, H.M. 1974. Breeding cacao for resistance to Phytophthora palmivora In P.H Gregory (Ed). Phytophthora Disease of Cocoa: 211-218 Longman London.

Sujiprihati S. 1996. Heterosis, combining ability and yield prediction in hybrid from local maize inbred lines [PhD]. Malaysia: University.247 p.

Saosa JA de, Maluf WR. 2003. Diallel analysis and estimation of genetic parameters of hot pepper. Sci Agric 60. 105-113.

Singh RK & Chaudary BD. 1979. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani Pub. New Delhi, 304 p.

Suhendi D, Winarno H., & Susilo. 2005. Peningkatan produksi dan mutu hasil kakao melalui penggunaan klon baru. Prosiding Simposium Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, hlm. 98-111. Yogyakarta, 4-5 Oktober 2004.

van der Plank JE. 1963. Plants Diseases Epidemics and Control. Academic Press, N.Y, 349p.

Wells JR.1981. Fundamental of Plant Genetic and Breeding. USA: John Wiley & Sons.224 pp.

Page 168: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

PEMBAHASAN UMUM

Penggunaan varietas kakao yang tahan merupakan cara efektif dan

ekonomis untuk pengendalian busuk buah kakao (Muller, 1974). Di Indonesia,

pemuliaan kakao ditujukan untuk menemukan bahan tanam unggul dengan

potensi hasil tinggi, kualitas biji baik, dan tahan terhadap busuk buah dan vascular

streak dieback (Iswanto & Winarno, 1992). Kemajuan dalam pemuliaan tanaman

untuk ketahanan terhadap busuk buah kakao sering kali kurang berhasil antara

lain diduga karena rendahnya keragaman plasma nutfah kakao, belum tersedianya

metode uji ketahanan yang efisien, belum digunakannya strategi pemuliaan yang

efektif, dan terbatasnya informasi genetik sifat resisten dan mekanisme ketahanan

kakao terhadap infeksi P. palmivora.

Tersedianya metode uji ketahanan yang efektif dan mudah dilakukan

merupakan langkah awal bagi keberhasilan pemuliaan tanaman kakao untuk

mendapatkan klon unggul yang tahan terhadap infeksi P. palmivora. Untuk itu,

pembakuan metode uji ketahanan plasma nutfah kakao terhadap infeksi P.

palmivora perlu dilakukan agar identifikasi plasma nutfah yang tahan dan yang

rentan dapat dilakukan dengan akurat. Dengan metode baku yang dikembangkan,

hasil uji ketahanan plasma nutfah dapat diperbandingkan antar peneliti.

Hal ini sangat penting untuk kakao karena ketahanan buah kakao terhadap

infeksi P. palmivora diduga merupakan ketahanan horizontal (Simmonds, 1994),

yang relatif sulit penanganannya dengan pemuliaan tanaman. Zadoks (1997)

menyatakan bahwa ketahanan kakao terhadap P. palmivora dan patogen lainnya

cenderung bersifat tidak lengkap (partial resistance). Metode baku uji ketahanan

yang dikembangkan harus mampu mengidentifikasi perbedaan respon yang ada di

antara koleksi plasma nutfah kakao. Dengan demikian, metode ujinya tidak boleh

terlalu ketat sehingga semua plasma nutfah yang dievaluasi mengalami kematian

dan tidak boleh terlalu ringan sehingga semua plasma nutfah tergolong tahan.

Dalam pembakuan metode uji ketahanan, faktor yang perlu dievaluasi

antara lain: tipe inokulum P. palmivora yang digunakan (zoospora atau miselia),

perlu tidaknya pelukaan jaringan sebelum diinokulasi (dengan atau tanpa

pelukaan), dan jaringan tanaman yang akan diinokulasi P. palmivora (jaringan

buah, batang, atau daun). Metode uji yang dikembangkan seharusnya juga

Page 169: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

145

mempertimbangkan aspek teknis pelaksanaannya, yaitu mudah dilakukan tetapi

dapat menduga dengan akurat ketahanan tanaman yang diuji.

Di lapangan, P. palmivora bertahan sebagai klamidospora dalam tanah dan

miselium pada bantalan bunga, buah muda (cherelle), batang kakao, dan sisa-sisa

tanaman yang tersebar di tanah. Oleh karena itu, dalam pengujian metode

inokulasi perlu dievaluasi penggunaan zoospora dan miselia sebagai inokulum.

Dalam percobaan ini, zoospora yang digunakan untuk meginfeksi buah

kakao menghasilkan persentase buah tidak terinfeksi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan miselia. Diameter bercak pada buah kakao yang diinokulasi

dengan zoospora juga relatif lebih kecil dibandingkan miselia.

Sebaran diameter bercak pada buah kakao klon GC 7 yang diinokulasi

dengan zoospora P. palmivora sama dengan klon Sca 12. Sebaliknya untuk buah

kakao yang diinokulasi dengan miselia, persentase buah dengan diameter bercak

>8.2 cm lebih besar pada buah kakao klon GC 7 dibandingkan Sca 12.

Hal ini sesuai dengan yang diharapkan karena klon GC 7 merupakan klon

kakao yang rentan dan Sca 12 merupakan klon kakao yang lebih tahan terhadap

infeksi P. palmivora. Sumber gen ketahanan terhadap penyakit busuk buah kakao

akibat infeksi P. palmivora ditemukan antara lain pada klon kakao Sca 6 dan Sca

12 (asal Ekuador) serta TSH 565, TSH 516, dan TSH 774 (asal Trinidad) (Soria,

1974). Berdasarkan hasil pengujian di beberapa negara, kakao klon Sca 6 dan Sca

12 mempunyai ketahanan mantap terhadap P. palmivora (Iswanto & Winarno,

1992; Philip-Mora, 1999). Klon lain yang juga tahan terhadap infeksi P.

palmivora antara lain ICS 6 dan DRC 16; klon yang moderat antara lain, DR 2,

DR 38, DRC 9, dan Sca 12 89, dan klon yang rentan antara lain GC 7 dan DR 1

(Iswanto & Winarno, 1992).

Sumber gen ketahanan terhadap P. palmivora dapat pula diintegrasikan dari

spesies Theobroma lainnya seperti T. grandiflora yang buahnya tahan setelah

diinokulasi dengan spora P. palmivora, sedangkan T. bicolor, T. speciosa, T.

simiarum dan T. mammosum dilaporkan rentan terhadap infeksi P. palmivora

(Soria, 1974). Namun demikian keberhasilan hibridisasi antar species di dalam

genus Theobroma diduga sangat terbatas. Bibit hibrida F1 dari silangan antara T.

cacao x T. grandiflora mempunyai pertumbuhan yang lambat, lemah dan fertilitas

Page 170: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

146

yang rendah (Soria, 1974).

Perlakuan tanpa pelukaan dimaksudkan untuk mengevaluasi ada tidaknya

mekanisme ketahanan pra-penetrasi P. palmivora. Sebaliknya, perlakuan pelukaan

digunakan untuk mengevaluasi adanya mekanisme ketahanan pasca-penetrasi.

Buah kakao tanpa pelukaan, setelah diinokulasi dengan miselia P. palmivora

mempunyai kisaran diameter bercak yang lebih kecil dibandingkan dengan yang

diberi pelukaan. Hal tersebut berlaku baik untuk kakao klon GC 7 yang rentan

atau Sca 12 yang resisten.

Menurut Iwaro et al. (1995; 1998) ketahanan buah kakao terhadap P.

palmivora merupakan sistem multi komponen yang terekspresi dalam dua tahap,

yaitu ketahanan pra-penetrasi dan pasca-penetrasi. Ketahanan pra-penetrasi

berhubungan dengan faktor morfologis yang berpengaruh terhadap perkembangan

patogen dan menentukan tingkat keparahan yang terjadi pada tanaman yang diuji.

Ketahanan pasca-penetrasi berhubungan dengan mekanisme biokimia yang

berpengaruh terhadap luasnya jaringan yang terserang. Fry (1982) menyatakan

bahwa walaupun patogen berhasil mempenetrasi jaringan inang, sering kali

perkembangan selanjutnya terhambat oleh mekanisme ketahanan yang ada pada

masing-masing tanaman.

Buah kakao klon GC 7 dengan atau tanpa pelukaan memberikan persentase

buah dengan diameter bercak > 8.2 cm yang lebih tinggi dibandingkan dengan

klon Sca 12. Hal ini mempertegas kembali perbedaan respon GC 7 yang rentan

dan Sca 12 yang tahan terhadap infeksi P. palmivora.

Hasil percobaan juga menunjukkan penggunaan zoospora untuk

menginokulasi bibit kakao menyebabkan kisaran diameter bercak yang lebih

sempit dibandingkan miselia. Dengan demikian, respon bibit kakao yang

diinokulasi dengan zoospora atau miselia P. palmivora sejalan dengan respon

buah kakao.

Perlakuan pelukaan berperanan penting dalam hubungannya dengan respon

bibit kakao yang diuji terhadap infeksi P. palmivora. Sebagian bibit yang tidak

dilukai sebelum diinokulasi P. palmivora ada yang tidak menunjukkan gejala

bercak pada daun atau batangnya. Demikian juga bibit yang diinokulasi dengan

miselia P. palmivora semuanya menghasilkan bercak pada daun atau batangnya.

Page 171: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

147

Seperti yang diharapkan, klon GC 7 yang diinokulasi dengan P. palmivora

menghasilkan persentase bibit dengan diameter bercak > 0.52 cm yang lebih

tinggi dibandingkan dengan klon Sca 12. Hal tersebut diamati jika miselia P.

palmivora digunakan sebagai inokulum dan jika bibit yang diuji diberi pelukaan.

Untuk bibit yang diinokulasi dengan zoospora atau bibit yang tidak dilukai,

respon yang diamati tidak sejalan dengan karakteristik ketahanan klon GC 7 dan

klon Sca 12 terhadap infeksi P. palmivora. Meskipun demikian, respon bibit yang

diinokulasi dengan P. palmivora tetap sejalan dengan respon buah yang diuji.

Berdasarkan berbagai hasil yang didapat diusulkan bahwa metode baku uji

ketahanan plasma nutfah kakao terhadap infeksi P. palmivora sebaiknya

dilakukan dengan (1) menggunakan miselia sebagai inokulum, (2) memberikan

pelukaan pada jaringan buah atau daun sebelum diinokulasi dengan miselia P.

palmivora, dan (3) menggunakan buah dipetik umur empat bulan sesudah antesis

atau daun bibit umur dua bulan setelah tanam.

Besar kecilnya diameter bercak akibat infeksi P. palmivora pada buah atau

bibit yang diuji diduga mencerminkan ada tidaknya sifat tahan pada klon yang

diuji. Klon GC 7 yang dilaporkan rentan mempunyai sebaran bibit atau buah

dengan diameter bercak yang lebih besar dibandingkan dengan klon Sca 12 yang

dilaporkan tahan. Meskipun infeksi P. palmivora pada buah atau bibit kakao klon

Sca 12 tetap menimbulkan bercak kecoklatan (nekrosis), nekrosis yang diamati

relatif tidak berkembang secepat yang diamati pada klon GC 7.

Gejala awal infeksi P. palmivora pada klon kakao tahan sama dengan yang

rentan, yaitu adanya sel yang mempunyai granula berwarna kecoklatan (Tarjot,

1974). P. palmivora tetap mempenetrasi buah kakao dari klon yang tahan dan

yang rentan. Namun demikian penyebaran lateral patogen dalam perikarp buah

kakao yang rentan berbeda dengan yang tahan (Tarjot, 1974). Pada buah kakao

yang rentan, P. palmivora tidak bertahan lama dalam sel, sel yang terinfeksi

menjadi rusak dengan cepat dan terlihat adanya granula kecoklatan. Pada buah

rentan, patogen menyebar dengan cepat dari satu ke sel lain sehingga

perkembangan busuk buah berlangsung cepat. Pada buah kakao yang tahan, P.

palmivora bertahan lama di dalam sel sebelum munculnya gejala nekrosis.

Perpindahan patogen antar sel menjadi terhambat sehingga perkembangan busuk

Page 172: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

148

buah juga melambat (Tarjot, 1972).

Dalam pengujian pengaruh latar belakang genetik kakao terhadap infeksi P.

palmivora menggunakan metode baku yang telah dikembangkan dapat diketahui

bahwa hibrida F1 (TSH 858 x Sca 12) lebih tahan dibandingkan dengan tetua

donor Sca 12 atau hibrida F1 (ICS 60 x Sca 12). Hal tersebut memperkuat dugaan

sebelumnya bahwa Sca 12 mempunyai mekanisme ketahanan terhadap infeksi P.

palmivora. Namun demikian, hibrida hasil persilangan antara ICS 60 x Sca 12 dan

TSH 858 x Sca 12 mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa keragaan hibrida hasil persilangan antara Sca 12 sebagai

tetua jantan dan donor sifat tahan terhadap P. palmivora dipengaruhi oleh latar

belakang genetik induk betinanya.

Menurut Winarno & Sri-Sukamto (1986), Sca 6 dan Sca 12 dapat digunakan

sebagai tetua donor sifat tahan terhadap infeksi P. palmivora. Hibrida F1 hasil

silangan antara DR 1 x Sca 12, DRC 16 x Sca 6, DRC 16 x Sca 12 ketika

diinokulasi dengan P. palmivora menghasilkan luas bercak yang sama dengan

klon Sca 6 dan Sca 12. Tetapi jika dibandingkan dengan klon DR 1 yang rentan

terhadap infeksi P. palmivora, maka ketiga hibrida kakao tersebut lebih tahan

terhadap infeksi P. palmivora.

Dari penelitian ini diketahui bahwa sifat ketahanan diwariskan lewat Sca 12

sebagai tetua jantan, terbukti bahwa ICS 60 yang tergolong rentan terhadap P.

palmivora bila disilangkan dengan Sca 12 yang tahan akan menghasilkan hibrida

yang tahan. Sifat ketahanan terhadap infeksi P. palmivora dilaporkan diwariskan

lewat tetua jantan (Jacob & Toxopeus, 1971).

Klon TSH 858 sebagai induk betina lebih baik jika digunakan untuk

menghasilkan hibrida dengan Sca 12 sebagai induk betina. Hibrida (TSH 858 x

Sca 12) diharapkan selain tahan infeksi P. palmivora juga mempunyai daya hasil

tinggi mengingat sifat daya hasil galur hibrida cacao mengikuti karakteristik induk

betinanya. Sebaliknya, meskipun galur hibrida (ICS 60 x Sca 12) juga berpotensi

berdaya hasil tinggi sesuai dengan sifat ICS 60 sebagai induk betina, dalam hal

ketahanan terhadap P. palmivora lebih rendah dibandingkan dengan hibrida (TSH

858 x Sca 12).

Menurut Jacob & Toxopeus (1971), pewarisan sifat bobot biji ditentukan

Page 173: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

149

oleh tetua betinanya. Oleh karena itu pemuliaan tanaman untuk peningkatan

ukuran dan bobot biji kakao dilakukan dengan persilangan antara induk betina

yang berdaya hasil tinggi dan berbiji besar dengan induk jantan yang tahan. Selain

itu perlu dipilih induk jantan dengan karakter ukuran serbuk sari yang besar.

Iswanto dan Junianto (1987) menyatakan bahwa tetua jantan dengan ukuran

serbuk sari yang besar cenderung menghasilkan hibrida F1 dengan biji yang besar

dan berat.

Patogenisitas isolat P. palmivora dari berbagai sentra produksi kakao di

Indonesia belum banyak dievaluasi. Apalagi isolat P. palmivora dapat berubah

dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, koleksi dan identifikasi keberadaan P.

palmivora di lapangan perlu secara periodik dilakukan. Tujuan spesifik penelitian

yang dilakukan adalah: (1) mengkoleksi isolat indigenus Phytophthora palmivora

dari sejumlah sentra produksi kakao di Indonesia, (2) mengkarakterisasi isolat

indigenus P. palmivora dari Indonesia menggunakan berbagai karakter morfologi,

dan (3) mengevaluasi patogenisitas isolat indigenus P. palmivora terhadap buah

kakao. Isolat indigenus P. palmivora diisolasi dari buah kakao terinfeksi yang

berasal dari kebun kakao di 21 kabupaten dan 13 provinsi di Indonesia. Isolat

yang didapat selanjutnya dikarakterisasi morfologi dan patogenisitasnya. Hasil

penelitian menunjukkan 24 isolat indigenus P. palmivora telah berhasil diisolasi

dari 13 kabupaten dan 8 provinsi di Indonesia. Isolat indigenus yang didapat

mempunyai bentuk sprora ellipsoid, globoid, atau ovoid. Sebaliknya, antar isolat

indigenus tidak terdapat perbedaan yang jelas untuk papila dan pediselnya.

Meskipun isolat indigenus P. palmivora yang didapat secara morfologis hampir

sama, terdapat perbedaan yang besar dalam tingkat patogenisitasnya terhadap

kakao klon GC 7, ICS 60 atau TSH 858. Isolat P. palmivora LbSbr dari Lubuk

Basung, Sumatra Barat diketahui sangat patogenik terhadap ketiga kultivar kakao

yang diuji. Sedangkan isolat JkBwi (12) dan KgBwi (8) dari Banyuwangi, Jawa

Timur; PtBdg (7) dari Badung, Bali; SsSpg (36) dan AgSpg1 (35) dari Sopeng,

Sulawesi Selatan, serta PwMnw dari Manokwari, Papua Barat bersifat patogenik

atau sangat patogenik terhadap buah dari tiga klon kakao yang diuji. Kecuali

dilakukan pengendalian yang sesuai, isolat indigenous P. palmivora yang bersifat

sangat patogenik atau patogenik dapat berkembang menjadi kendala utama dalam

Page 174: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

150

budidaya kakao di Indonesia di masa mendatang.

Berdasarkan hasil uji ketahanan terhadap 35 klon kakao yang merupakan

plasma nutfah kakao di Indonesia, diketahui bahwa bentuk maupun tipe buah

kakao tidak mempengaruhi tingkat ketahanannya terhadap infeksi penyakit busuk

buah. Jenis kakao Trinitario menghasilkan tingkat ketahanan yang berbeda begitu

juga dengan jenis kakao lainnya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh nyata genotipe terhadap peubah luas bercak pada hari ke 6 dan

ke 7 pada aras 5%. Peubah-peubah tersebut merupakan tolok ukur ketahanan

tanaman pasca penetrasi pada buah sehingga hal ini menunjukkan bahwa faktor

genetik berpengaruh nyata terhadap ketahanan terhadap P. palmivora. Luas

bercak merupakan tolok ukur utama terhadap P. palmivora (Iwaro et al., 2000),

sehingga bahasan ini akan menitikberatkan pada peubah luas bercak.

Nilai duga daya waris (heritabilitas) arti luas peubah luas bercak hari ke 6

dan ke 7 setelah inokulasi tergolong sedang dan tinggi. Nilai duga heritabilitas ini

merupakan parameter genetik yang mengungkap proporsi ragam genetik terhadap

ekspresi sifat-sifat tersebut. Kontribusi ragam genetik terhadap ekspresi luas

bercak masing-masing adalah (36,9%) dan (53,2%). Hal ini menunjukkan bahwa

peran faktor genetik terhadap ekspresi kerentanan tanaman terjadi secara

berimbang dengan pengaruh faktor non genetik.

Nilai daya waris tersebut merupakan tolok ukur pendugaan keefektifan

seleksi (Johnson at al., 1995). Berdasarkan hasil ini, seleksi akan kurang efektif

bila dilakukan saat kondisi faktor-faktor non genetik kurang mendukung. Terdapat

2 faktor yang diidentifikasi berpengaruh terhadap ekspresi kerentanan tanaman

kakao terhadap P. palmivora yaitu tingkat kelebatan buah (Kebe et al., 1996;

Nyasse et al., 1996) dan kemampuan tanaman menghindari (escape) infeksi P.

palmivora (Kebe et al., 1996).

Nilai koefisien ragam genetik (KVG) merupakan tolok ukur variabilitas

genetik tanaman. Berdasarkan tolok ukur ini variabilitas kerentanan terhadap P.

palmivora termasuk kategori luas karena KVG peubah yang diukur lebih besar

dari pada dua kali standar deviasi ragam genetik. Hal ini menunjukkan bahwa ada

variasi yang tinggi sifat kerentanan terhadap P. palmivora. Oleh karena itu

perbaikan genetik ketahanan terhadap P. palmivora melalui cara seleksi cukup

Page 175: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

151

baik sebab tersedia variasi genetik yang besar. Peubah luas bercak merupakan

tolok ukur ketahanan yang menggambarkan respon kerentanan tanaman. Oleh

karena itu, seleksi yang mendasarkan kriteria ini dianggap sebagi proses seleksi

negatif.

Artinya bahwa kemajuan genetik diukur berdasarkan intensitas seleksi

terhadap genotipe yang tidak diikutkan dalam proses seleksi lanjut. Beradasarkan

hasil ini terdapat 8 klon yang mempunyai luas bercak lebih kecil dibandingkan

klon Sca 6 dan 26 klon, yang lain tidak layak diikutkan seleksi lanjut. Dengan

demikian nilai intensitas seleksi adalah i = 26/35 x 100% = 74,28%. Berdasarkan

nilai intensitas seleksi ini maka nilai kemajuan genetik harapan (KG= 66,575%)

yang diperoleh termasuk kategori tinggi menurut Begum & Sobhan (1991).

Genotip yang dapat digunakan sebagai tetua untuk proses seleksi lebih lanjut

terdapat 8 klon ( ICCRI 1, ICCRI 3, ICS 13, UIT 1, TSH 858, Pa 300, NIC 4 dan

DR 38). Keefektifan seleksi terhadap tanaman tahan di Laboratorium adalah 8/35

x 100% = 22,88%.

Penyakit busuk buah merupakan salah satu penyakit terpenting pada

tanaman kakao. Di Indonesia busuk buah disebabkan oleh Phytophthora

palmivora. Keberhasilan pengendalian ini salah satunya tergantung dari

keberhasilan penekanan kuantitas patogen di lapang antara lain dengan

menggunakan bahan tanam kakao yang diusahakan. Uji ketahanan tanaman kakao

terhadap penyakit busuk buah P. palmivora di laboratorium dan lapangan perlu

dilakukan, hal ini untuk mengetahui konsistensi ketahanan klon tersebut. Dengan

demikian mekanisme ketahanan tanaman kakao terhadap patogen ini dapat

diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil inokulasi untuk mengetahui

ketahanan klon kakao di laboratorium maupun di lapangan menghasilkan

ketahanan yang sama. Klon kakao yang menunjukkan tingkat ketahanan yang

rentan di laboratorium juga rentan di lapangan seperti klon GC 7 rentan di

laboratorium juga rentan di lapangan.

Umumnya kerapatan stomata buah lebih kecil dibandingkan dengan stomata

di daun, jumlah stomata pada buah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

antar klon terhadap tingkat ketahanannya. Klon Sca 6 yang dikategorikan agak

tahan memiliki jumlah stomata pada buah tertinggi (18,89), stomata terkecil

Page 176: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

152

dihasilkan oleh ICCRI 3 (8,89) pada hal kategori ketahanannya terhadap penyakit

busuk buah kakao sama dangan klon Sca 6. Berdasarkan jumlah stomata tersebut,

dapat diketahui bahwa ketahanan kakao tidak dipengaruhi oleh kerapatan stomata

pada daun maupun buah kakao. Patogen dapat mempenetrasi ke daun maupun

buah kakao kemudian mendegradasi sel. Hasil pengamatan morfologi stomata

pada daun kakao menunjukkan bahwa umumnya stomata membuka dan lebih

jelas menonjol ke permukaan untuk klon ICS 13 dan ICCR 3, sedangkan GC 7

yang tergolong sangat rentan dan TSH 858 umumnya stomata agak masuk ke

dalam. Mekanisme tersebut dapat berperan dalam ketahanan sebelum penetrasi

(preexisting defense) dan pasca penetrasi (post infection defense). Penetrasi P.

palmivora ke dalam buah kakao melalui mulut kulit (stomata) (Tarjot, 1974),

namun terdapat laporan kontradiktif mengenai peran mulut kulit sebagai

mekanisme struktural ketahanan kakao terhadap patogen ini (Tarjot, 1972; Iwaro

et al., 1997; Iwaro et al., 1999; dan Phillips-Mora, 1999)

Permukaan daun dan permukaan buah kakao mempunyai alur primer yang

diperkirakan dapat mempengaruhi penyebaran, deposisi, dan pertumbuhan pra-

penetrasi inokulum. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini permukaan buah

dan stomata daun tidak bisa dijadikan tolak ukur sebagai variabel ketahanan 10

klon kakao yang diuji. terhadap infeksi P. palmivora. Ciri morfologi buah tidak

berkorelasi dengan ketahanan pasca penetrasi, ini menunjukkan kemungkinan

peran mekanisme biokimiawi (Iwaro et al., 1997).

Phillips-Mora (1999) menyatakan bahwa hubungan antara jumlah, panjang,

lebar, panjang x lebar dan panjang/lebar stomata tidak dapat menjelaskan

ketahanan kultivar kakao terhadap P. palmivora, meskipun ada perbedaan nyata

antar kultivar, kultivar tahan (P 7) dan moderat (UF 668) mempunyai jumlah

stomata terbanyak, sebaliknya CATIE 1000 (tahan) dan P 12 (rentan) mempunyai

jumlah stomata yang lebih sedikit.

Kitinase diketahui turut berperan dalam mekanisme ketahanan terhadap

infeksi P. palmivora karena dapat menghidrolisis ikatan β 1,4 diantara subunit N-

asetilglukosamina (NAcGLe) pada polimer kitin (Neuhaus, 1999). Enzim kitinase

mempunyai peran penting dalam kontrol biologi berbagai patogen dengan

mendegradasi senyawa kitin yang ada pada dinding sel cendawan (El-Katatny et

Page 177: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

153

al., 2001). Zang et al. (2001) menjelaskan bahwa senyawa kitin diketahui

merupakan salah satu penyusun dinding sel hifa S. rolfsii yang menginfeksi pada

tanaman kacang tanah. Degradasi senyawa kitin pada ujung hifa S. rolfsii

diharapkan juga dapat menghambat perkembangan normal hifa dan selanjutnya

dapat mengganggu proses infeksi cendawan ini pada tanaman inangnya. Selain itu

kitinase juga dilaporkan ikut berperanan dalam proses pelepasan elisitor yang

mampu memicu reaksi ketahanan sistemik (systemic acquired resistance/SAR)

pada inang sehingga menghambat perkembangan penyakit (Oku, 1994).

Berdasarkan aktivitas peningkatan kitinase, Sca 6 juga memberikan lebih

kecil dibandingkan dengan klon yang lainnya yaitu sebesar (44,44%).

Peningkatan aktivitas kitinase tertinggi dihasilkan oleh klon ICCRI 3 (98,58 %),

klon ini masuk dalam kelompok yang agak tahan, sehingga dalam proses

pertahanannya aktivitas kitinase ini dikeluarkan cukup besar. Besarnya

peningkatan aktivitas kitinase berkisar antara -34,15 % hingga 98,58 %. Infeksi

Peningkatan aktivitas kitinase pada klon DRC 15 adalah – 34,15 µM pNP/mg

protein/jam, hal ini diduga kitinase ikut berperan dalam aspek ketahanan terhadap

infeksi P. palmivora. Dengan rendahnya peningkatan aktivitas tersebut diduga

klon tersebut memiliki kemampuan yang kecil dalam melindungi infeksi P.

palmivora sehingga tidak mampu memicu ketahanan sistemiknya dibandingkan

dengan klon DR 2 yang mempunyai ketahanan yang sama. P. palmivora pada

kakao mengindikasikan peningkatan aktivitas kitinase pada sebagian klon kakao

baik klon yang tahan maupun rentan.

Besarnya peningkatan aktivitas peroksidase berkisar antara 50-100%.

Peningkatan aktivitas peroksidase (PPr) tertinggi adalah klon ICS 60, ICCRI 3

dan ICS 13 masing-masing mencapai 100%, sedangkan klon Sca 6 (62,50%). Hal

ini diduga bahwa peran aktif enzim peroksidase pada tanaman kakao dapat

digunakan sebagai alat pertahanan menghambat perkembangan patogen yang

menginfeksi jaringan tanaman tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan

terhadap tanaman lain, peroksidase juga menunjukkan penghambatan terhadap

pertumbuhan cendawan dalam pengujian in vitro (Saikia et al., 2006). Pujihartati

et al. (2006b) melaporkan bahwa, aktivitas peroksidase yang tinggi pada tanaman

terkait dengan ketahanan yang lebih tinggi terhadap patogen pada tanaman kacang

Page 178: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

154

tanah. Peroksidase termasuk PR-9 dan telah berhasil dikarakterisasi dari sejumlah

tanaman tingkat tinggi antara lain tembakau (Lagrimini et al., 1987) dan kentang

(Espelie et al., 1986).

Keterlibatan peroksidase dalam tahapan polimerisasi lignin diduga secara

langsung berkaitan dengan meningkatnya ketahanan fisik tanaman terhadap

infeksi pathogen maupun kerusakan fisik (Chitoor et al., 1999). Dinding sel yang

terlignifikasi merupakan penghalang yang dapat mencegah pergerakan hara

sehingga patogen dapat mengalami kelaparan (starvation). Prekursor lignin

berpengaruh toksis pada patogen. Semua perubahan dinding sel setelah infeksi

dapat meningkatkan ketahanan, dengan menghentikan patogen secara langsung

atau dengan memperlambat proses penetrasi sehingga tanaman dapat

mengaktifkan mekanisme pertahanan berikut. Lignifikasi dapat pula terjadi pada

sel jamur (Wiranata, 2004).

Berdasarkan nilai heritabilitas arti luas dari luas bercak maupun intensitas

penyakit P. palmivora menunjukkan nilai yang tinggi. Heritabilitas arti sempit

untuk luas bercak tinggi, sedangkan untuk intensitas penyakit masuk kelompok

sedang. Nilai heritabilitas adalah merupakan pernyataan kuantitatif peran faktor

genetik yang mengukur kemampuan suatu genotip dalam populasi tanaman untuk

mewariskan karakter-karakter yang dimiliki. Pengertian lain menjelaskan bahwa

heritabilitas adalah suatu pendugaan yang mengukur sampai sejauh mana

variabilitas penampilan suatu genotip dalam populasi terutama disebabkan oleh

peranan faktor genetik. Pemahaman tersebut diperoleh dari pegertian bahwa

pendugaan heritabilitas adalah merupakan perbandingan varian genetik dengan

varian fenotip suatu karakter dalam populasi (Allard, 1960; Poehlman & Sleper,

1995).

Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul pada

suatu karakter terutama disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor

lingkungan. Dengan demikian para pemulia tanaman dapat memperlihatkan dari

karakter mana yang dapat memberikan respon terhadap suatu usaha perbaikan

yang akan dilakukan. Walaupun heritabilitas merupakan parameter genetik yang

memberikan arti besar dalam pemuliaan tanaman, tetapi bukan merupakan suatu

konstanta yang bernilai tetap.

Page 179: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

155

Menurut Falconer dan Mackay (1996), dan Fehr (1987), nilai heritabilitas

menunjukkan besarnya peran faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter.

Sehingga nilai duga heritabilitas dapat digunakan untuk menduga peran gen-gen

pengendali suatu karakter katahanan tanaman kakao. Nilai duga heritabilitas yang

rendah mengindikasikan karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif yang

dikendalikan banyak gen, hal ini peran lingkungan terhadap fenotip sangat

dominan. Oleh karena itu, bila nilai duga heritabilitas yang tinggi

mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen-gen mayor.

Berdasarkan analisis varian diketahui bahwa varian daya gabung umum

(DGU) lebih besar dari pada daya gabung khusus (DGK). Hal ini menunjukkan

bahwa penampilan gen aditif lebih penting dibandingkan penampilan gen non-

aditif (Sing & Chaudhary, 1979; Gost-Dastidar & Das, 1982). Berdasarkan hasil

kajian ini diharapkan bahwa tindak gen ketahanan terhadap P. palmivora pada

kakao bersifat aditif. Oleh karena itu, seleksi klon yang menampakkan fenotipe

tahan terhadap banyak ras fisiologi, biasanya dicirikan dengan tipe reaksi yang

sangat rendah, akan menghasilkan genotipe yang jumlah alel ketahanannya

banyak. Hal ini sangat penting dalam upaya seleksi untuk mengumpulkan gen-gen

ketahanan dalam satu genotipe, sehingga diharapkan akan menghasilkan genotipe

yang memiliki ketahanan awet (Kushalappa dan Eskes, 1989; Mawardi, 1996).

Daya gabung adalah kemampuan dari suatu tetua untuk menurunkan sifat-sifat

yang diinginkan ke hibrida F1. Terdapat dua macam daya gabung yaitu daya

gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Menurut Falconer (1981)

efek daya gabung umum dan khusus merupakan indikator penting dari nilai

potensial suatu galur murni untuk kombinasi persilangan suatu hibrida. Daya

gabung umum (DGU) merupakan dari hasil aksi gen aditif, sedangkan daya

gabung khusus (DGK) merupakan kemampuan kombinasi spesifik hasil dari gen

dominan, epistasis dan aditif (Welsh, 1981).

Ragam aditif yang tinggi menunjukkan tingginya peran aksi gen aditif

terhadap karakter yang diamati. Karakter yang dikendalikan oleh aksi gen aditif

dapat difiksasi sehingga seleksi ketahanan dapat dilakukan pada generasi awal

(Fronza et al., 2004; Noshin et al., 2003).

Nilai heterosis merupakan pencerminan dari hasil keturunan sifat ketahanan

Page 180: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

156

yang lebih baik dari rerata kedua tetuanya. Strategi pemuliaan tanaman kakao

yang merupakan tanaman tahunan serta dalam seleksinya memerlukan waktu atau

periode yang panjang, maka nilai heterosis akan sangat membantu di dalam

menghasilkan bahan tanam baru sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan.

Nilai heterosis yang tinggi menunjukkan bahwa penggabungan sifat genetik

kedua tetua yang digunakan menghasilkan sifat pewarisan yang baik terhadap

ketahanan penyakit P. palmivora

Page 181: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Secara morfologis isolat indigenus P. palmivora yang didapat dari berbagai

propinsi sentra kakao di Indonesia hampir sama, terdapat perbedaan yang

besar dalam tingkat patogenisitasnya terhadap kakao klon GC7, ICS60 atau

TSH858. Isolat P. palmivora LbSbr dari Lubuk Basung, Sumatra Barat

diketahui sangat patogenik terhadap ketiga kultivar kakao yang diuji.

2. Metode inokulasi dengan menggunakan miselia lebih efektif dibandingkan

zoospora, dan perlakuan pelukaan lebih akurat untuk menduga ketahanan bibit

kakao terhadap infeksi P. palmivora. Hasil pendugaan ketahanan

menggunakan buah yang dipetik umur 4 bulan setelah antesis dengan

pelukaan sejalan dengan bibit kakao umur 2 bulan dengan pelukaan pada daun

sebelum diinokulasi sehingga pengujian bibit dapat digunakan sebagai

alternatif pengujian ketahanan terhadap P. palmivora.

3. Berdasarkan hasil uji ketahanan terhadap 35 plasma nutfah genotip kakao

terhadap penyakit busuk buah diperoleh 10 klon kakao yang tahan (ICCRI 1,

PA 300, ICCRT 3, UIT 1, NIC4, DR 38, ICS 13, TSH 858, Sca 6 dan ICS 60.

Genotip tersebut dapat digunakan sebagai tetua untuk proses seleksi lebih

lanjut.dengan nilai intensitas seleksi 74,28%.

4. Hasil inokulasi untuk mengetahui ketahanan klon kakao di laboratorium

maupun di lapangan menghasilkan ketahanan yang sama. Klon kakao yang

menunjukkan tingkat ketahanan yang rentan di laboratorium juga rentan di

lapangan.

5. Berdasarkan hasil pengamatan stomata pada 10 klon, kerapatan stomata pada

daun maupun buah tidak menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap

ketahanan kakao. Klon kakao yang tahan tidak selalu menghasilkan jumlah

kerapatan somata yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang rentan, atau

klon kakao yang rentan tidak selalu memiliki jumlah stomata yang banyak

pada daun maupun buahnya.

6. Aktivitas kitinase dan peroksidase terhadap klon kakao yang diuji

mengindikasikan ada peran kitinase terhadap ketahanan kakao terhadap

Page 182: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

158

infeksi P. palmivora. Peningkatan aktivitas kitinase klon yang tahan

umumnya lebih konsisten meningkat, begitu juga pada enzim peroksidase.

7. Sifat ketahanan terhadap penyakit busuk buah yang disebabkan P. palmivora

pada persilangan tanaman kakao banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif,

proporsi gen dominan dalam tetua dibandingkan gen resisif .

8. Genotip TSH 858, Sca 6 dan ICCRI 3 mempunyai daya gabung umum yang

baik dan dapat digunakan sebagai tetua tahan dalam perakitan hibrida yang

tahan terhadap P. palmivora. Kombinasi persilangan yang mempunyai

prospek untuk dikembangkan sebagai hibrida baru yang tahan adalah ICCRI

3 x Sca 6 dan DR 1 x ICS 13. Heritabilitas arti luas maupun arti sempit

menunjukkan nilai yang tinggi sehingga memberikan harapan keberhasilan

seleksi yang baik.

9. Secara garis besar, penelitian ini merupakan serangkaian langkah awal dalam

rangka pengembangan klon atau hibrida baru tahan penyakit busuk buah

kakao. Hasil penelitian ini, dalam bentuk klon–klon kakao yang tahan

penyakit P. palmivora dapat digunakan sebagai tetua donor untuk

mengembangkan kultivar tahan P. palmivora untuk membantu memecahkan

masalah kerugian akibat infeksi patogen ini pada tanaman kakao di Indonesia.

Informasi dan aksi gen pengendali ketahanan terhadap P. palmivora pada

tanaman kakao merupakan sumbangan yang penting dalam ilmu pengetahuan

karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang studi aksi

gen ketahanan kakao terhadap P. palmivora khususnya yang diisolasi dari

Indonesia.

SARAN

1. Klon kakao yang tahan terhadap P. palmivora dapat digunakan sebagai bahan

tanam klonal di lapangan dengan tata tanam secara poliklonal dalam rangka

pengembangan kakao nasional.

2. Klon-klon yang terpilih dapat digunakan sebagai tetua-tetua untuk

membangun kebun benih kakao penghasil benih hibrida dengan pola tanam

tertentu.

3. Populasi hibrida yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai

Page 183: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

159

bahan penelitian kultivar tahan karena tetua yang digunakan untuk membuat

hibrida memiliki karakter agronomis yang baik.

`

Page 184: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Academic Press.New York.4th Ed.803.p.

Akai S & Fukutomi M. 1980. Preformed internal Physical Defenses. In J.A. Bailey & B.J. Deverall (Eds). Dynamic of Host Defence: Academic Press. Sydny.

Akrofi AY & IY Opoku. 2000. Managing Phytophtora megakarya pod root disease. Ghana experience. Proc. 3rd Int.Seminar of International Permanent Working Group for Cocoa Pest and Diseases. Kota Kinabalu, Sabah Malaysia. 16-17th October.

Alvim PT. 1997. Cocoa. In P.T. Alvim & T.T. Kozlowski (Eds) Ecophysiology of Tropical Crops: 279-313. Academic Press. New York.

Appiah AA. 2001. Variability of Phytophthora species causing black pod disease of cocoa (Theobroma cacao L.) and implication for assessment of host resistance. London UK: University of London, PhD Dissertation.

Appiah AA, J. Flood, Bridge PD, & Archer SA. 2003. Inter- and intraspecific morphometric variation and characterization of Phytophthora isolates from cocoa. Plant Pathol. 52:168-180.

Appiah AA., Flood J, S.A. Archer, & Bridge PD. 2004. Molecular analysis of the major Phytophthora species on cocoa. Plant Pathol. 53:209-219.

Ambreen A, Chowdhry MA, Khaliq I & Ahmad R. 2002. Genetic determination for some drought related leaf traits in bread wheat. Asian Journal of Plant Science 3:232-234.

Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: J Wiley & Sons. 485 hal.

Baihaki A. 1989. Fenomena heterosis. Dalam Kumpulan Materi Perkuliahan Latihan Teknik Pemuliaan Tanaman dan Hibrida. Balitan Sukamandi, Balitbang Pertanian Deptan, dan Fakultas Pertanian UNPAD. Tidak di publikasikan.

Berger RD. 1977. Application of epidemiological principles to achieve plant disease control. Annu. Rev.Phytopatol. 15: 165-183.

Campbell CL. & Madden L. 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. John Wely & Sons, New York. 532p.

Cheesman EE. 1944. Cocoa notes on nomenclature classification and possible relationships of cocoa populations. Trop.Agr. Trinidad. 21: 144-150.

Cooper GAD & Bhattacharya M. 1998. Role of phenolic in plant evolution. Phytochemistry 49: 1165-1174.

Page 185: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

161

Cuatrecasas J. 1964. Cocoa and Its Alleis A Taxonomic Revision of The Genus Theobroma. Bull. US National Herbarium. 35: 379-612.

Crozier J, Thomas SE, Aime MC, Evans C H, & Holmes KA. 2006. Molecular characterization of fungal endophytic morphospecies isolated from stems and pods of Theobroma cacao. Plant Pathol. 55:783-791.

Chittor JM, Leach JE, & White FF. 1999. Induction of peroxidase during defense agains pathogents in Datta SK, Muthukrishnan S (Ed). Pathogenesis-Related Proteins in Plannts. p171-188. Science

Dirjen Bina Produksi Perkebunan. 2004. Arah kebijakan pengembangan komoditas kakao. Prosiding Simposium Kakao 2004. Pusat Penelitian kopi dan kakao Indonesia. Yogyakarta, 4-5 Oktober 2004. (hal: 9-19).

Dennis JJ. & Konam. 1994. Phytophthora palmivora Culture Control Methods and The Relationship to Disease Epidemiology on Cocoa in Papua New Guinea. Proc.11st Int.Cocoa Res. Conf.p:953-957. Yamoussoukro, Coted’Ivoire. 18-24 July.

Drenth A. & Sendall B. 2001. Pratical guide to Detection and Identification of Phytophthora. CRC for Tropical Plant Protection, Brisbane, Australia. 41p.

Dunstan RH, Smillie RH, & Grant BR. 1990. The effect of subtoxic levels of phosphonate on the metabolism and potential virulence factor of Phytophthora palmivora. Physiol. Mol. Plant Pathol. 36: 205-220.

Darmono TW, I.Jamil & Santoso DA. 2006. Pengembangan penanda molekuler untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao. Menara Perkebunan, 74: 86-95.

El-Katatny MHGudelj M, Robra KH, Elnaghy MA, & Gobitz GM, 2001. Characterization of chitinase and endo-beta-1,3-glucanase from Trichoderma harzianum Rifai T24 involved in control of phytopathogen Sclerotium rolfsii. Appl. Micrrobiol Biotechnol. 56: 137-143.

Engels JMM. 1986. Systematic Description of Cocoa Clones and significance for Taxonomy and Plant Breeding. PhD Disertasion. Agricultural University Wageningen. 125p.

Eskes AB, Engels JMM & Lass RA. 2000. Working Procedures for cocoa germplasm Evaluation and Selection . International Plant Genetic Resources Institute, Rome. 176p.

Fulton RH. 1989. Cocoa disease trilogy: black pod, monilia pod rot and witches broom. Plant Disease 73(7): 601-603.

Falconer DS. 1985. Introduction to Quantitative Genetics. 2nd. London, New York. Longman Group Limited.

Page 186: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

162

Falconer DS & Mackay TFC. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Ed. ke 4 Longman: Essex.

Falconer DS. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Longman. London.

Fehr WR. 1987. Principle of Cultivar Development. Macmillan Publising Company. New York.

Fry WE. 1982. Principles of Plant disease Management. Academic Press, New York. 376p.

Goodwin TW & Mercer EI. 1990. Introduction to Plant Biochemistry. Pergamon Press, Oxford. 677p.

Griffing B. 1956. Concept of and specific combining ability in relation to dialel crossing system. Aust. J. Biol Sci 9: 463-493.

Holderness M. 1990. Efficacy of neutralized phosphonic acid (phosphorus acid) against Phytophthora palmivora pod rot and canker of cocoa. Austral. Plant Pathol. 19:130-131.

Hayman BI. 1954. The theory and analysis of diallel cross. Genetics 39, 789-809.

Hanson WD. 1963. Heritability. In WD. Hanson and NF.Robinson (Eds) Statistical genetics and plant breeding. NAS-NRC Pbl. No 982, National Academy of Science, National Research Council, Washington DC., 125-139.

Iswanto A. & Winarno H. 1992. Cocoa Breeding at RIEC Jember and The Role of Planting Material Resistant to VSD and Black Pod. In P.J. Keane & C.A.J. Putter (Eds). Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia and Australasia: 163-169. FAO Plant Production and Protection Paper No. 112.

Iswanto A & Yunianto D. 1987. Pengaruh ukuran bakal biji dan serbuk sari terhadap bentuk dan berat biji kakao. Pelita Perkebunan 3: 185-188.

__________, Winarno & Suhendi D. 1999. Kajian Stabilitas hasil dan komponen buah beberapa hibrida kakao. Pelita Perkebunan 15: 81-90.

__________, Winarno & P.Astutiningsih. 1994. Seleksi Pendahuluan Ketahanan terhadap penyakit kanker batang P. palmivora pada beberapa kakao hibrida F1 setelah terjadinya banjir. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman II: 128-131.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1993. Relationship between leaf and pod resistance in cocoa to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ.West Indies, Trinidad: 33-39.

Page 187: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

163

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1995. Differential reaction of cocoa clones to Phytophthora palmivora infection. CRU, Univ.West Indies, Trinidad: 79-85.

Iwaro DA, Sreenivasan TN & Umaharan. 1997. Phytophthora palmivora resistance in cocoa (Theobroma cacao): Influence of pod morphological characteristics. Plant Pathol. 46: 557-565.

Iwaro AD, Sreenivasan TN & Umaharan. 1998. Cocoa resistance to Phytophthora: Effect of pathogen species, inoculation depths, and pod maturity. European J. Plant Pathol. 104:11-15.

Iwaro DA,. Sreenivasan TN, Umaharan &. Spence JA. 1999. Studies on Black Pod Disease in Trinidad. Proc. Int. Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement. P: 67-74. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Jacob VJ & Toxopeus. 1971. The effect of pollinator parent on the pod value of hand pollinated pod of Theobroma cacao L. Int.Cacao Res.Conf., Tafo, Ghana, 556-564.

Kushalappa CA & Eskes AB. 1989. Advances in coffee rust research. Annu.Rev.Phytopathol. 27: 503-531.

Kebe IB, Goran JAKN, Tahi GH, Paulin D, Clement D & Eskes AB. 1999. Pathology and Breeding for Resistance to Black Pod in Cote d’Ivorie. Proc.Int.Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Varieity Improvement. P:135-140. Salvador Bahia, Brasil.12-26th November.

Lagrimini LM, Joly RJ, Dunlap JR, & Liu T-TY. 1997. The consequence of peroxidase overexpression in transgenic plants on root growth and development. Plant.Mol. Biol. 33: 887-895.

Muller R.A. 1974. Integrated Control Methods. In P.H. Gregory (Eds.) Phytophthora Disease of Cocoa: 259-265. Longman, London.

Miller AN, Timothy JNG; & Thomas HB. 1984. Chomparison of inheritance of resistance to tomato antracnoce caused by two Colletotrichum spp. Plant Diseases, 68:875-877

Mawardi S. 1982. Tujuh puluh tahun pemuliaan tanaman coklat di Indonesia. Menara Perkebunan 50: 7-22.

McWhirter KS. 1979. Breeding of cross pollinated crops. In R. Knight (Ed.) , Plant breeding. Australian Vice consellors committee, Brisbane.

Mangoendidjojo W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta. Kanisius.

Page 188: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

164

Mahmood T, Shabbir G, Sarfraz M, Sadiq M, Bhati MK, Mehdi SM Jamil M, & Hassan G. 2002. Combining ability studies in rice (Oryza sativa L) under salinized soil conditions. Asian Journal of Plant Science 1:88-90.

Noshin, Iqbal MM, Din R, Khan SJ, Khan SU, Khan IU, & Khan MU. 2003. Genetic analysis of yield its components in F1 generation of brown mustard (Brassica juncea L.Czem and Coss). Asian Journal of Plant Science 2: 1027-1033.

Neuhaus JM. 1999. Plant chitinase (PR-3, PR-4, PR-8, PR-11) In: Datta SK, Muthukrishnan S (Ed). Pathogenesis-Related Proteins in Plants. London:CRC Pr. Hlm 77-105.

Opeke LK & A.M. Gorenz. 1974. Phytophthora Pod rot: Symtoms and Economic Importance. In P.H. Gregory (Eds.). Phytophthora Disease of Cocoa: 117-124. Longman, London.

Osbourn AE. 1996. Preformed antimicrobial compounds and plant defense against fungal attack. Plant Cell. 8:1821-1831.

Purwantara A. 1990. Pengaruh beberapa unsur cuaca terhadap infeksi Phytophthora palmivora pada buah kakao. Menara Perkebunan 58: 78-83.

Purwantara A & Prawirosoemardjo S. 1990. Fluktuasi intensitas serangan terhadap Phytophthora palmivora pada buah kakao di daerah beriklim basah. Menara Perkebunan 58: 44-50

Prior C. 1992. Comparative Risk from Disease of Cocoa in Papua New Guinea, Sabah and Carribean. In P.J Keane & C.A.J. Putter (Eds). Cocoa Pest and Disease management in South Asia and Australia: 109-116. FAO, Rome. Paper No. 112.

Prawirosoemardjo S. & Purwantara A. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora (Butl) Butl. Pada buah dan batang pada beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan 60: 67-72

Periera JL. 1995. Phytophthora Pod Rot of Cocoa: Advances and Prospects. Proc.1stInt.Cocoa Pest and Disease Seminar. P:76-97 Accra, Ghana.6-10 Nov

Prawoto AA, Raharjo P, Abdullah S, Sri-Sukamto, Winarsih, Odang B, Suhendi D, Wiryadiputra S & Sulistyowati. 1988. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kakao. Puasat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember. 103p.

Philips-Mora W.1999. Studies on Resistance to Black Pod Disease (Phytophthora palmivora Butler) at CATIE. Proc.Int.Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 41-50. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Page 189: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

165

Poehlman JM, & Sleper DA. 1995. Breeding Field Crop. Iowa Stste Uneversity Press. Ames, Iowa.

Poelhman JM, & Sleper AD. 1996. Breeding Field Crops. Ames. Iowa state University Press.

Pudjihartati E, Ilyas S & Sudarsono, 2006b. Aktivitas pembentukan secara cepat spesies oksigen aktif,perosidase, dan kandungan lignin kacang tanah terinfeksi Sclerotium rolsfii. Hayati 13:166-172

Pudjihartati E, Siswanto, Ilyas S & Sudarsono, 2006. Aktivitas Enzim Kitinase pada kacang tanah yang sehat dan yang terinfeksi Sclerotium rolfsii. Hayati 13: 73-78.

Rocha HM. 1974. Breeding Cacao for Resistance to Phytophthora palmivora In P.H Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 211-218 Longman London.

Rocha H.M. 1974. Breeding Cacao for resistance to Phytophthora palmivora In P.H Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 211-218 Longman London.

Ristaino JB, Madritch M, Truot CL & Parra G. 1998. PCR amplification of ribosomal DNA for species identification in the plant pathogen genus Phytophthora. Applied Environ. Microbiol. 64:948-954.

Rubiyo, Sri-Sukamto & Iswanto A. 2000. Uji lapang ketahanan hibrida kakao terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butler). Jurnal Stigma 7: 57-59.

Rubiyo, Purwantara A, Sri-Sukamto & Sudarsono. 2008a. Isolation of indigenous Phytophthora palmivora from Indonesia, their morphological and pathogenicity characterizations. Pelita Perkebunan 24 : 37- 49.

Rubiyo, Purwantara A, Suhendi D, Trikoesoemaningtyas, Ilyas S & Sudarsono. 2008b. Uji katahanan kakao (Theobroma cacao L) terhadap penyakit busuk buah dan efektivitas metode inokulasi. Pelita Perkebunan 24 : 95-113.

Roy D 2000. Plant breeding analysis and exploitation of variation. New Delhi:Narosa Publishing House. 701 hal.

Saosa JA de, & Maluf WR. 2003. Dialel Analysis and estimation of genetic parameters of hot pepper. Sci Agric 60 : 105-113.

Singh RK & BD Chaudary. 1982. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani Pub. New Delhi, 304 p.

Situmorang S & Soeyatno. 1974. Percobaan pemberantasan penyakit busuk buah

Page 190: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

166

pada tanaman kakao dengan beberapa fungisida. Menara Perkebunan 42:251-254.

Sri-Sukamto. 1985. Phytophthora palmivora Butl. Salah satu jamur penyebab penyakit pada tanaman kakao. Menara Perkebunan 53:7-11.

Sri–Sukamto & Mawardi S. 1986. Ketahanan tongkol klon coklat terhadap penyakit busuk buah tongkol hitam (Phytophthora palmivora (Butl) Butl.). I. Pengujian Laboratorium. Menara Perkebunan 54: 138-142.

Sri-Sukamto, Semangun H & Harsoyo A. 1997. Identifikasi beberapa isolat jamur dan sifat antagonisnya terhadap Phytophthora palmivora pada kakao. Pelita Perkebunan 13:148-160.

Sudarsono A, Purwantara & Suhendi D. 2007. Molecular Technique and Plant Breeding to Speed up the Development of Cacao (Theobroma cacao L.) Cultivar with Resistance against Black Pod Disease Due to Phytophthora palmivora Butl. Infection. KKP3T Research Report, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia. 122 hlm.

Surujdeo-Maharaj S P, Umaharan & Iwaro AD. 2001. A study of genotype-isolate interaction in cocoa (Theobroma cacao L.): resistance of cocoa genotypes to isolates of Phytophthora palmivora. Euphytica 118:295-303.

Suhendi D, Winarno H & Susilo AW. 2005. Peningkatan Produksi dan mutu Hasil kakao Melalui Penggunaan Klon Baru. Pro. Simp. Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jogjakarta, 4-5 Oktober 2004: 98-111.

Soria J. 1974. Sources of Resistance to Phytophthora palmivora In P.H Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 197-202. Longman London.

Sounigo O, Moldear V, Iwaro AD, Bekele F, Sreenivasan TN JM, Thevenin, N. Khan & Butler DR. 2000. Strategy to Establish a CFC. Project Collection. In A.B. Eskes, J.M.M Engels & R.A. Lass (Eds) Working Prosedures for Cocoa Germplasm Evaluation and selection: 29-37. IPGRI- Rome

Saikia R, Kumar R, Arora DK, Gogoi DK, & Azad P. 2006. Pseudomonas aeruginosa inducing rice resistance against Rhizoctonia solani Folia: production of salicylic acid and peroxidase. Microbiol 51: 375-380

Soria J. 1974. Sources of Resistance to Phytophthora palmivora In P.H Gregory (ed.) Phytophthora Disease of cocoa: 197-202. Longman London.

Simmonds NW. 1994. Horizontal resistance to cocoa disease. Cocoa Growers Bul.47:42-52.

Toxopeus H. 1999. Searh for Phytophthora Pod Rot resistance and Escape at the Cocoa research Institute of Negeria during the 1960s. Proc.In.Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 159-166. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Page 191: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

167

Tey CC. 1991. New development in chemical control major disease of cocoa in Malaysia. Proc. Int. Cocoa conference: Challenges in the 90’s. Kuala Lumpur.

Tondje PR, Hebbar KP, Sammuels G, Bowers JH, Weise S, Nyemb E, Begoude D, Foko J, & Fontem D. 2006. Bioassay of Geniculosporium species for Phytophthora megakarya biological control on cocoa pod husk pieces. African J. Biotech. 5:648-652.

Thurston HD. 1998. Tropical Plant Disease. APS. St. Paul, Minnesota. 2nd Ed. 200p.

Tarjot M. 1972. Etude anatomique de la Cabosse de Cacaoyer en Relation avec Lattaque du Phytophthora palmivora. Proc. IV Int. Cacao Research Conf. p:379-397. St Augustine, Trinidad. 8-18th

January.

………, 1974. Physiology of Fongus. In P.H. Gregory (Ed) Phytophthora Disease of cocoa: 103-116. Longman London.

Thorold CA. 1975. Disease of Cocoa. Clarendon Press, Oxford. 423p.

Toxopeus H. 1999. Searh for Phytophthora Pod Rot resistance and Escape at the Cocoa research Institute of Nigeria during the 1960s. Proc.In.Workshop on the Contribution of Disease Resistance to Cocoa Variety Improvement: 159-166. Salvador, Bahia, Brasil. 24-26th November.

Umayah A & Purwantara A. 2006. Identifikasi Isolat Phytophthora asal kakao. Menara Perkebunan 74: 76-86.

Umayah A, Sinaga MS, Sastrosumardjo S, Sumaraw SM & Purwantara A. 2007. Keragaman genetik isolat Phytophthora palmivora dari tanaman kakao di Indonesia.Pelita Perkebunan 23: 129-138.

Vander vossen, H.A.M. 1997. Strategies of Variety Improvement on Cocoa with Emphasis on Durable Disease Resistance. INGENIC. Reading, UK. 32p.

Van der plank JE. 1963. Plants Diseases:Epidemics and control. Academic Press, N.Y, 349p.

Wels JR.1981. Fundamental of Plant Genetic and Breeding. USA: Jhon Wiley &Sons.224 hal.

Winarno H. & Sri-Sukamto. 1986. Uji Laboratorium Ketahanan Tongkol Beberapa Hibrida Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butler). Pelita Perkebunan. 2:115-119.

Wang S, Wu J, Rao P, Ng TB, & Ye X. 2005. A chitinase with antifungal activity from the mung bean. Protein Expr Purif. 40:230-236.

Page 192: KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO … · v RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora

168

Wood GAR. 1985. Establisment. In G.A.R. Wood & R.A. Lass (Eds.) Cocoa: 119-165. Longman, London.

Wirianata H. 2004. Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah. Disertasi S3 UGM Yogyakarta (tidak diterbitkan), 130p.

Welsh JR. 1981. Fundamental of Plant Genetic and Breeding. J.Wiley. New York.

Waterhouse GM. 1974. Phytopthora palmivora and some Related Species. P.H. Gregory (Ed.) Phytophthora Disease of Cocoa: 51-70. Longman, London.

Zainudin & John Bako Baon. 2004. Prospek kakao nasional, Satu Dasa Warsa (2005-2014) mendatang antisipasi pengembangan kakao nasional menghadapi regenerasi pertama kakao di Indonesia. Prosiding Simposium Kakao 2004. Pusat Penelitian kopi dan kakao Indonesia. Yogykarta, 4-5 Oktober 2004. (hal:20-28).

Zadooks. 1997. Desease Resistance Testing in Cocoa. INGNIC. UK. 58p.

Zentmyer GA. 1974. Variation Genetics and Geographical Distribution of Mating Type. In P.H. Gregory (Ed.) Phytophthora Disease of Cocoa: 89-102. Longman, London.

____________.1988. Origin and distribution of four species of Phytophhtora Trans.Br.Mycol.Soc. 91(3): 367-378.

Zhang M, Melouk HA, Chenault K, & El Rassi Z. 2001. Determination of cellular carbohydrates in peanut fungal pathogens and bakers Yeast by capillary electrophoresis and electrochromatography. J Agric Food Chem. 49:5265-5269.