jurnal tanaman

22
10 Tabel 2. Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya ( Aloe vera) Pengujian Efek Hepatoprotektor Gambar 1. Rerata aktivitas enzim ALT sebelum perlakuan (pretest) , induksi hari ke - 1, dan setelah perlakuan (posttest) (ANOVA, p=0,000; LSD, *p<0,05). Terdapat perbedaan bermakna aktivitas enzim ALT plasma antar kelompok tikus putih saat sebelum perlakuan (pretest) , induksi hari ke - 1, dan setelah perlakuan (pos ttest). Kontrol (-) Kontrol (+) Dosis I Dosis II Dosis III Pretest 20,687 20,29 20,458 20,573 20,515 Induksi Hari ke-1 106,302 77,019 94,726 85,958 78,050 Posttest 132,61 30,54 60,74 44,30 28,60 0 20 40

Upload: mf17

Post on 09-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tanaman

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal tanaman

10Tabel 2. Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera)Pengujian Efek HepatoprotektorGambar 1. Rerata aktivitas enzim ALTsebelum perlakuan (pretest), induksi hari ke-1, dan setelah perlakuan (posttest)(ANOVA, p=0,000; LSD, *p<0,05).Terdapat perbedaan bermakna aktivitas enzim ALTplasma antar kelompok tikus putih saat sebelum perlakuan (pretest), induksi hari ke-1, dan setelah perlakuan (posttest).Kontrol (-)Kontrol (+)Dosis IDosis IIDosis IIIPretest20,68720,2920,45820,57320,515Induksi Hari ke-1106,30277,01994,72685,95878,050Posttest132,6130,5460,7444,3028,60020406080100120140Aktivitas ALT (U/L)No.PemeriksaanHasilKeterangan

Page 2: jurnal tanaman

1.Flavonoid ( +) kuningMenambahkan serbuk Mg dan HCl pekat2.Alkaloid( + ) Terbentuk endapan putihMenggunakan pereaksi Meyer dan kloroform3.Saponin( + ) Terbentuk busaDengan penambahan air dan dikocok4.Tanin( + ) Coklat kehijauanDengan penambahan FeCl3

5%5.Terpenoid( -) Tidak terdapatperubahan warna merahDengan penambahan CH3

COOH glacial dan H2

SO4

pekat6.Steroid ( + ) Terdapat perubahan warna biruDengan penambahan CH3

Page 3: jurnal tanaman

COOH glacial dan H2

SO4

pekat13Pada pengukuran aktivitas enzim ALT induksi hari ke-1 terjadi peningkatan rerata aktivitas enzim ALT pada seluruh kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai aktivitas enzim ALT pada masing-masing kelompok (p<0,05). Kelompok yang mengalami peningkatan aktivitas enzim ALT paling tinggi saat induksi hari ke-1 adalah kelompok kontrol negatif. Peningkatan aktivitas enzim ALT pada kelompok kontrol negatif disebabkan pemberian parasetamol dosis toksik dan hanya diberikan CMC 0,5%. Dari hasil ini dapat dibuktikan bahwa CMC 0,5% tidak memiliki efek hepatoprotektor samasekali atau merupakan placeboyang tidak memiliki efek dalam menurunkan aktivitas enzim ALT. Sedangkan kelompok yang mengalami peningkatan aktivitas enzim ALT paling rendah saat induksi hari ke-1 adalah kelompok kontrol positif yang diberikan kurkuma. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kurkumamemiliki kemampuan yang paling baik dalam menurunkan aktivitas enzim ALT saat induksi hari ke-1 dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan CMC 0,5% dan kelompok perlakuan dosis I, II, dan III yang diberikan dosis ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera). Namun, penurunan rerata aktivitas enzim ALT pada saat induksi hari ke-1 belum mencapai nilai aktivitas enzim ALTnormal pada seluruh kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.

Page 4: jurnal tanaman

Pada pengukuran aktivitas enzim ALT posttest(setelah perlakuan), terjadi penurunan rerata aktivitas enzim ALT pada seluruh kelompok kecuali kelompok kontrol negatif.Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan bermakna rerata aktivitas enzim ALT antar kelompok (p<0,05). Penurunan rerata aktivitas enzim ALT tertinggi terjadi pada kelompok dosis III yaitu kelompok yang diberikan ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera)dosis 4000 mg/kgBB. Penurunan rerata aktivitas enzim ALTpaling tinggi saat posttestpada kelompok dosis III 14menunjukkan bahwa ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera)dosis 4000 mg/kgBB memiliki kemampuan menurunkan aktivitas enzim ALTpaling baik setelah perlakuan 7 hari pemberian ekstrak dan induksi parasetamol dosis toksik (posttest)dibandingkan kelompok lainnya. Kelompok dosis III dapat menurunkan aktivitas enzim ALT hingga mencapai nilai rentang normal, namun belum mencapai nilai aktivitas enzim ALTsaat pretest (sebelum perlakuan). Sedangkan penurunan rerata aktivitas enzim ALT terendah terjadi pada kelompok dosis I yang diberikan ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera). Hasil ini menunjukkan bahwa dosis I ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) belum optimal dalam menurunkan aktivitas enzim ALT saat posttestdibandingkan kelompok yang lainnya. Kemudian, terdapat kelompok kontrol negatif yang merupakan kelompok satu-satunya yang tidak

Page 5: jurnal tanaman

mengalami penurunan rerata aktivitas enzim ALT saat posttest. Keadaan ini diakibatkan kontrol negatif hanya diberikan CMC 0,5% dan tetap diinduksiparasetamol selama 7 hari seperti kelompok yang lainnya. CMC 0,5% tidak memiliki efek penurunan aktivitas enzim ALT sama sekali karena merupakan placebo.Dari hasil penelitian didapatkan pula bahwa dosis I dan dosis II tidak lebih baik dalam menurunkan aktivitas enzim ALTsaat induksi hari ke-1 hingga posttest dibandingkan dengan dosis III dan kontrol positif. Namun, dosis I dan dosis II tetap memberikan efek penurunan aktivitas enzim ALTdibuktikan dengan penurunan aktivitas enzim ALTyang lebih besar daripada kontrol negatif pada pengukuran aktivitas enzim ALTinduksi hari ke-1 dan posttest (p<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis I dan dosis II memiliki efek hepatoprotektor walaupun tidak lebih baik dari dosis III dan kontrol positif.Efek penurunan aktivitas enzim ALToleh ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) ini diduga akibat senyawa yang terkandung di dalam tanaman Aloe verasalah satunya flavonoid. Flavonoid diketahui merupakan senyawa antioksidan yang berfungsi 15menghambat proses biotransfomasi parasetamol menjadi senyawa yang lebih toksik.8

Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antioksidan karena memiliki gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya yang memiliki daya tangkap radikal bebas dan sebagai pengkhelat logam.

Page 6: jurnal tanaman

10

Dengan adanya energi, flavonoid akan melepaskan radikal hidrogen dan membangkitkan radikal baru yang relatif lebih stabil dan tidak reaktif karena adanya efek resonansi inti aromatis.11

Jumlah gugus OH pada flavonoid sangat mempengaruhi aktivitas antioksidan tersebut. Penurunan aktivitas enzim ALT terjadi seiring peningkatan dosis terapi ekstrak lidah buaya (Aloe vera). Mekanisme penurunan aktivitas enzim ALT pada kelompok dengan pemberian ekstrak lidah buaya (Aloe vera) diduga akibat kerja flavonoid yang bertindak sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antioksidan karena memiliki gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya yang memiliki daya tangkap radikal bebas dan sebagai pengkhelat logam. Gugus OH pada senyawa flavonoid akan menggantikan glutation (GSH) yang telah terdeplesi oleh radikal bebas akibat pemberian parasetamol dosis toksik. Gugus OH pada flavonoid akan membantu konjugasi parasetamol menjadi asam merkapturat dan mengubah metabolit reaktif parasetamol hasil metabolisme sitokrom P-450 yaitu N-acetyl p-benzoquinonimine (NAPQI) menjadi metabolit non-aktif yang bersifat hidrofilik sehingga mudah dieksresikan melalui urin.5,9

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak lidah buaya (Aloe vera)dosis 1000 mg/kgBB, dosis 2000 mg/kgBB, dan dosis 4000 mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas enzim ALTtikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik dan uji statistik

Page 7: jurnal tanaman

menunjukkan penurunan tersebut bermakna (p<0,05). Namun, dosis ekstrak Aloe vera yang dapat menurunkan aktivitas enzim ALT lebih baik dari dosis kontrol positif adalah dosis III ekstrak Aloe vera, sehingga dosis III dapat dijadikan sebagai dosis efektif pada penelitian 16ini yaitu ekstrak Aloe veradosis 4000 mg/kgBB. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada kelompok kontrol positif dan kelompok dosis III saat pengukuran aktvitas enzim ALT posttest(p<0,05).KesimpulanDari hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:1.Ekstrak etanol daun lidah buaya (Aloe vera)diduga memiliki efek hepatoprotektor yang dibuktikan dengan penurunan aktivitas alanin aminotransferase (ALT)pada tikus putih jantan galur wistaryang diinduksi parasetamol.2.Dosis efektif ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera)yang memiliki efek hepatoprotektor lebih baik dibandingkan kontrol positif adalah dosis 4000 mg/kgBBsecara in vivo pada hewan uji3.Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dapat menurunkan aktivitas

Page 8: jurnal tanaman

enzim alanin aminotransferase (ALT) lebih signifikan dibandingkankurkuma17DAFTAR PUSTAKA1.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010; 2(2); 1-20. 2.Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Hepatitis Imbas Obat (HIO)/Drug Induced Liver Injury (DILI). Jakarta : PPHI. 20133.Anne ML. Acetaminophen Hepatotoxicity. Clin Liver Dis. 2007; 11(3): 525–548.4.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Depkes RI; 20105.Williams, DA. Drug Metabolisms, in Williams, D.A. & Lemke, T.L. (editors) Foye’s Principles of Medicinal Chemistry. 5th Edition. Lippincott Willam & Witkins; 2002, hal 174-2336.Sacher, Ronald A dan Person, RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Ed 11. Jakarta : EGC; 2004.7.Simon RP, Patel HV, Kiran K. Hepatoprotective Activity of Some Plants Extract Against Parasetamol Induced Hepatoxicity in Rats. J Herb Med Toxic. 2010; 4 (2); 101-1068.Moghaddasi S, Verma, Sandeep K. Aloe vera their chemicals composition and applications: A review. Int J Biol Med Res. 2011; 2(1): 466-4719.Dale MM, Rang, dan Maureen MD.Rang & Dale's Pharmacology. Edinburgh: Churchill Livingstone; 2007.10.Joseph B dan Raj S J. Pharmacognistic and Phytochemical

Page 9: jurnal tanaman

properties of Aloe vera Linn. An overview. Int J Pharm Sci. 2010; 4(2): 106-11011.Moore dan Fox. Why rats cannot vomit [Internet]. 2004 [cited 23 Maret 2014]. Diunduh dari: http://www.ratbehavior.org/vomit.htm#summary

Page 10: jurnal tanaman

Jeruk Nipis (Citrus aurantiifolia) 

Jeruk Nipis (Citrus aurantiifolia)

1. Nama tanaman

Tanaman Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle dikenal di pulau Sumatra dengan nama Kelangsa (Aceh), di pulau Jawa dikenal dengan nama jeruk nipis (Sunda) dan jeruk pecel (Jawa), di pulau Kalimantan dikenal dengan nama lemau nepi, di pulau Sulawesi dengan nama lemo ape, lemo kapasa (Bugis) dan lemo kadasa (Makasar), di Maluku dengan naman puhat em nepi (Buru), ahusi hisni, aupfisis (Seram), inta, lemonepis, ausinepsis, usinepese (Ambon) dan Wanabeudu (Halmahera) sedangkan di Nusa tenggara disebut jeruk alit, kapulungan, lemo (Bali), dangaceta (Bima), mudutelong (Flores), mudakenelo (Solor) dan delomakii (Rote).

Sinonim : Limonia aurantifolia Christm., Limon spinosum Mill., Citrus limonia Osbeck, Citrus lima Luman, Citrus spinosissima G.F.W. Meyer, Citrus acida Roxb., Citrus aurantium

b. Klasifikasi tumbuhanKingdom : PlantaeDivisio : SpermatophytaSubdivisio : AngiospermaeKlas : DicotyledonaeBangsa : RutalesFamili : RutaceaeGenus : CitrusSpecies : Citrus aurantiifolia (Cristm.) Swingle

3, Morfologi tumbuhan

Page 11: jurnal tanaman

Jeruk nipis  termasuk salah satu jenis citrus Geruk. Jeruk nipis termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Tingginya sekitar 0,5-3,5 m. Batang pohonnya berkayu ulet, berduri, dan keras. Sedang permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Daunnya majemuk, berbentuk ellips dengan pangkal membulat, ujung tumpul, dan tepi beringgit. Panjang daunyya mencapai 2,5-9 cm dan lebarnya 2-5 cm. Sedangkan tulang daunnya menyirip dengan tangkai bersayap, hijau dan lebar 5-25 mm.Bunganya berukuran majemuk/tunggal yang tumbuh di ketiak daun atau di ujung batang dengan diameter 1,5-2,5 cm. kelopak bungan berbentuk seperti mangkok berbagi 4-5 dengan diameter 0,4-0,7 cm berwama putih kekuningan dan tangkai putik silindris putih kekuningan. Daun mahkota berjumlah 4-5, berbentuk bulat telur atau lanset dengan panjang 0,7-1,25 cm dan lebar 0,25-0,5 cm berwarna putihTanaman jeruk nipis pada umur 2 1/2 tahun sudah mulai berbuah. Buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm berwarna (kulit luar) hijau atau kekuning-kuningan. Tanaman jeruk nipis mempunyai akar tunggang. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Tanaman jeruk umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung.

 

4. Kandungan dan khasiat tumbuhan

Jeruk nipis  mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat, misalnya: asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat, linali-lasetat, aktilaldehid, nonildehid), damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin 7-rutinosida), tangeretin, naringin, eriocitrin, eriocitrocide. Hesperidin bermanfaat untuk antiinflamasi, antioksidan, dan menghambat sintesis prostaglandin. Hesperidin juga menghambat azoxymethane (AOM) yang menginduksi karsinogenesis pada colon kelinci, dan juga menghambat N-butil-N-(4-hidroksi-butil) nitrosamin yang menginduksi karsinogenesis pada kandung kemih tikus (Chang, 2001). Jeruk nipis juga mengandung 7% minyak essensial yang mengandung citral, limonen, fenchon, terpineol, bisabolene, dan terpenoid lainnya. Guo, et al. (2006) telah meneliti bahwa D-Limonene dapat menghambat proliferasi dan menginduksi

Page 12: jurnal tanaman

apoptosis pada sel HL-60 dan sel K562.Buah jeruk nipis berkhasiat sebagai obat batuk, obat penurun panas, dan obat pegal linu. Selain itu, buah jeruk nipis juga bermanfaat sebagai obat disentri, sembelit, ambeien, haid tidak teratur, difteri, jerawat, kepala pusing/vertigo, suara serak batuk, menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, ketombe, flu/demam, menghentikan kebiasaan merokok, amandel, penyakit anyang-anyangan, mimisan, radang hidung (getahnya), dan lain sebagainya.

 

5. Penelitian Mengenai Naringin dan HesperidinDel Leo dan Del Bosco (2005) menyatakan bahwa naringin dan hesperidin memiliki efek penghambatan proliferasi sel kanker, menunda tumorigenesis, dan agen kemopreventif karsinogenesis. Selain itu, hesperidin dapat menurunkan lipopolysaccharide yang dapat menginduksi hepatotoksisitas pada hepar tikus. Penelitian lain yang di lakukan oleh Zhang et al (2007) menyebutkan bahwa, hesperidin memiliki efek sitotoksik pada sel melanoma B16 pada tikus. Dalam majalah Grapefruit juice and medications, naringin dapat menghambat CYP3A4 dan CYP1A2 sebagai enzim pemacu senyawa karsinogen.

 

Daftar pustaka

Chang, L.C. and Kinghorn, A.D., (2001), ‘Flavonoid as Cancer Chemopreventive Agents’. in : Trigali, C, Bioactive Compounds from Natural Sources, Isolation, Characterisation and Biological Properties, Taylor and Francis, New York.

De Leo, F. & Del Bosco, F.S. (2005). Citrus Flavonoids as Bioactive Compounds: Role, Bioavailability, Socio-Economic Impact and Biotechnological Approach For Their Modification, 9th ICABR International Conference on Agricultural Biotechnology: Ten Years Later, Ravello, Italy.

Guo, X.M., Lu, Q., Liu, Z.J., Wang, L.F., Feng, B. A. (2006). ‘Effects of D-limonene on leukimia cells HL-60 and K562 in vitro’, Zhongguo Shi Yan Xue Ye Xue Za Zhi. 14(4):692-5.

Zhang, C., Lu, Y., Tao, L., Su, X., Wei, D. (2007). ‘Tyrosinase inhibitory effects and inhibition mechanisms of nobiletin and hesperidin from citrus peel crude extracts’, J Enzyme Inhib Med Chem. 22(1):91-8.

Kontributor : Anugerah Budipratama Adina, Fransiscus Feby Handoko, Indah Ikawati Setyarini, dan Endang Sulistyorini, S.P

Page 13: jurnal tanaman
Page 14: jurnal tanaman

KLASIFIKASI

Kingdom         : Plantae

Divisio             : Spermatophyta

Sub Divisio     : Angiospermae

Kelas               : Dicotyledoneae

Ordo                : Fabales

Family             : Fabaceae (polong-polongan)

Genus              : Pachyrhizus

Spesies            : Pachyrhizus erosus L.

(Van Steenis, 2005)

 

FOOD ORIGIN

Bengkoang (Pachyrhizus erosus) umumnya berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah (Vaughan and Geissler, 2009). Pada mulanya, tanaman ini tumbuh secara liar dan banyak dibudidayakan di Meksiko dan sekitarnya, namun tidak intensif (Peter, 2008).

Di Asia, bengkoang pertama kali diperkenalkan di Negara Filipina dan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara (Lingga, 2010). Di Indonesia, bengkoang dapat dijumpai di kota Padang (Sumatra Utara) dan di Kebumen (Jawa Tengah).

 

FOOD SOURCE

Bengkoang memiliki komposisi yang bervariasi sesuai dengan jenis kultivar dan kematangan bagian tanaman. Pada bentuk umbi siap panen, bengkoang mengandung 80 – 90% air, 10 – 17% karbohidrat, 1 – 2,5% protein, 0,5 – 1% serat, 0,1 – 0,2% lemak dan vitamin C. Pada

Page 15: jurnal tanaman

buah muda bengkoang mengandung 86% air, 10% karbohidrat, 2,6% protein, 0,9% serat, 0,3% lemak dan vitamin C. Pada bentuk benih yang sudah matang, mengandung 30% minyak/lemak, pachyrrizon, asam pachyrrizon, 0,5 – 1% rotenon dan 0,5 – 1% rotenoid. Pada bagian daun bengkuang mengandung kurang dari 0,01% rotenon dan rotenoid, tetapi pada bagian umbi tidak memiliki senyawa ini (Chooi, 2008).

Komposisi zat gizi umbi bengkuang (Kadar per 100 gram)

      Energi (kkal)               55       Protein (g)                   1,4       Lemak (g)                    0,2       Karbohidrat (g)           12,8       Kalsium (mg)             15       Fosfor (mg)                 18       Besi (mg)                     0,6       Vitamin C (mg)           20       Vitamin B1 (mg)         0,04       Vitamin A (IU)            0,5       Air (g)                                     85,1

Sumber: Direktorat Depkes Gizi (1992)

Tepung serat bengkuang mempunyai kandungan serat pangan larut 4,07%, serat tidak larut 51,21%, resistant starch 19,41%, inulin 172 ppm dan rafinosa 85,66 ppm. Swelling power, solubility, water binding capacity secara berurutan: 14,47 g/g, 18,92%, 649,84%

 

KARAKTERISTIK BENGKOANG

 

    Bengkoang memiliki kulit berwarna coklat muda dan daging buah yang warnanya mendekati putih dengan kecerahan (L) 83,95.

Bengkoang tumbuh baik di daerah tropis, dan juga akan tumbuh di daerah tanah yang tidak berawa. Tanaman yang merambat itu dapat merambat di atas tanah atau dapat merambat ke atas teralis. Tingginya mencapai 2 sampai 6 meter dan diameter akar tunggang sekitar 5-30 cm, serta memiliki batang berbulu. Bengkoang berdaun majemuk, dengan 3 anak daun dan bertulang daun menyirip. Tanaman ini juga menghasilkan bunga dengan kelopak berwarna biru atau putih serta buah legum yang berbulu ketika muda.

Page 16: jurnal tanaman

Ada tiga jenis Pachyrhizus yang tumbuh komersial dan jenis liar lainnya, tetapi Pachyrhizus erosus adalah spesies yang paling luas diperkenalkan di sebagian daerah tropis.

Bengkoang berasa manis dan renyah dan merupakan umbi yang dapat dimakan mentah atau dimasak. Tergantung pada pilihannya, satu tanaman dapat menghasilkan satu atau beberapa umbi. Bengkoang yang sangat muda dapat dimasak dan selanjutnya dikonsumsi, tetapi bengkoang tua termasuk daunnya mengandung senyawa racun sehingga tidak dapat dikonsumsi. Ada atau tidaknya senyawa racun yang ada dalam bengkoang bergantung pada perawatan dan pengalaman para petani.

Musim pertumbuhan tanaman berkisar kurang dari lima bulan dalam satu tahun.

Dari tiga spesies dalam genus ini, dua spesies lainnya yaitu Pachyrhizus ahipa (Wedd.) Farodi dan Pachyrhizus tuberosus juga dibudidayakan. Spesies ini berasal Amerika Selatan. Keberadaan dari jenis yang berbeda ini adalah hasil secara geografis dari proses pertanian.

Saat ini, Pachyrhizus ahipa hanya dicatatkan sedang dibudidayakan, dan tanaman ini ditanam oleh komunitas-komunitas kecil yang terletak di lembah Andes subtropis Timur Bolivia dan di utara Argentina. Sementara itu berbagai kelompok dari Pachyrhizus tuberosus ditemukan di sepanjang sistem sungai yang berbeda di Amazon.

 

QUALITY REFERENCE

Daging buah bengkoang mempunyai warna mendekati putih dengan kecerahan 83,95 (L).

Kandungan airnya sekitar 86-90%. Ukuran diameter normal 7-10 cm.

 

 

 

QUALITY CHANGES

Perubahan kualitas selama pasca-panen terjadi dalam berbagai tahap mulai dari produksi, penanganan pasca-panen, pemasaran, distribusi, dan pemrosesan. Perubahan kualitas ini termasuk dalam perubahan jumlah dan kualitas umbi, mulai dari kerusakan fisik, serangan hewan pengerat (tikus), penyakit akibat fungi dan bakteri, proses psikologi seperti perkecambahan, dehidrasi, dan respirasi.

Kehilangan berat (Weightloss) selama masa penyimpanan yang berada didalam gudang atau ditempat penyimpanan lainya yang dapat mencapai 10-12% dalam 3 bulan pertama dan 30-60% setelah 6 bulan (Coursey, 1967).

Bengkuang sangat mudah terserang hama dan penyakit seperti jamur, kumbang pemakan bengkuang, dan sebagian besar diakibatkan oleh virus perusak.

Page 17: jurnal tanaman

Untuk pemanenan umbi khususnya bengkuang dengan cara penggalian dan pemutusan antara umbi dengan batang dan akarnya, setelah itu dicuci dan diletakkan ditempat yang teduh hingga kering. Umbi dapat disimpan di tempat yang dingin, gelap dan kering selama lebih dari sebulan.

 

FOOD PROCESSING (PEMANFAATAN BENGKOANG)

Sebagian besar Bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikonsumsi segar sebagai rujak dan campuran salad. Ampas bengkoang kaya akan serat pangan dan berpotensi sebagai sumber prebiotik, karena diduga masih mengandung inulin dan oligosakarida lainnya (de Melo dkk., 1994).

Umbi bengkoang mengandung inulin yang tidak dapat dicerna sehingga dapat digunakan sebagai pengganti gula, dapat diolah sebagai bahan makanan awetan atau manisan (Hariati dkk., 2012). Menurut Kundu (1969), Pachyrhizus erosus digunakan dalam pembuatan tepung bermutu tinggi di India. Selain itu, bengkuang dapat diolah menjadi keripik, makanan rebusan dan sup. Bengkuang mengandung gula dan pati serta mengandung cukup vitamin C. Selain itu juga banyak mengandung fiber, kalsium, zat besi, niacin, riboflavin, dan tiamin.

 

DAFTAR PUSTAKA

Chooi, O. H. 2008. Vegetables for Health and Healing. Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, Kuala Lumpur.

Coursey, D.G. 1967. Yams. Longmans-Green, London.

Direktorat Depkes Gizi. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

de Melo, E.P., N. Krieger, and T.L.M. Stamford. 1994.Physchochemical properties of Jacatupe (Pachyrhizus erosus L. Urban) starch. Starch 46: 245–247.

Hariati, Isni., B. T, Chairun. N dan Barus,Asil. 2012. Tanggap pertumbuhan dan produksi bengkuang terhadap beberapa dosis pupuk kalium dan jarak tanam. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(1), 99 – 108.

Kundu, B.C. 1969. Some edible rhizomateous and tuberous crops of India. Pp. 124-130 in Proceedings of the International Symposium on Tropical Root Crops (A. Tai, W.B. Charles, P.H. Haynes, E.F. Iton and K.A. Leslie, eds.), St. Augustine, Trinidad, April 2-8, 1967, Vol. 1.

Lingga, L. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Peter, K. V. 2008. Underutilized and Underexploited Horticultural Crops, Volume 4. New India Publishing Agency, New Delhi.

Page 18: jurnal tanaman

Vaughan, J. G. and Geissler, C. A. 2009. The New Oxford Book of Food Plants. Oxford University Press Inc, New York.

Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita

.