jurnal mas bagus

10
Jurnal Tugas Akhir 1 ANALISIS DESAIN STRUKTUR INTEGRITAS SINGLE POINT MOORING (SPM) 35.000 DWT PT. PERTAMINA(PERSERO) TERMINAL BBM TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Bagus Wijanarto 1 , Edi Jadmiko, ST, MT 2 , Ir. Amiadji M.M, M.Sc 3 1 Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Sistem Perkapalan Abstrak Single Point Mooring 35.000 DWT di PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Tuban pada saat ini sering digunakan untuk melayani pekerjaan mooring-unmooring serta loading-unloading dari tanker dengan kapasitas 50.000 DWT. Permasalahan yang timbul adalah tanker tidak bisa mengangkut muatan dengan penuh sesuai kapasitasnya 50.000 KL. Hal ini disebabkan desain struktur integritas SPM yang maksimal hanya 35.000 DWT. Pada skripsi ini dilakukan analisis desain SPM menggunakan Metode Elemen Hingga (FEM). Metode ini adalah mencari titik kritis dari material peralatan SPM untuk kemudian dilakukan modifikasi material peralatan tersebut agar SPM mampu melayani pekerjaan pada tanker dengan kapasitas 50.000 DWT. Dari hasil analisa didapatkan bahwa tegangan maksimum yang diterima dari struktur force block yang merupakan struktur kritis SPM tersebut yaitu sebesar 532 Mpa sedangkan tegangan luluh dari material adalah sebesar 515 Mpa. Karena besarnya tegangan yang diterima struktur lebih besar dari pada tegangan luluh material maka dapat disimpulkan bahwa material tidak mampu menahan beban tersebut. Untuk itu harus dilakukan pergantian material force block dengan material yang baru yang memiliki tegangan luluh lebih besar dari 532 Mpa Kata kunci : Force block, Tegangan Luluh, Metode Elemen Hingga I. PENDAHULUAN Single Point Mooring 35.000 DWT di PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Tuban sudah dioperasikan mulai Desember 2009 hingga sekarang. Pada awalnya SPM ini di desain untuk melayani mooring- unmooring serta loading-unloading dari tanker dengan kapasitas 35.000 DWT. Namun, seiring berjalannya waktu ketersediaan tanker dengan kapasitas 35.000 DWT mulai berkurang. Sehingga mulai semester kedua tahun 2011 hingga sekarang SPM 35.000 DWT di Pertamina Terminal BBM Tuban sering melayani pekerjaan mooring- unmooring dan loading-unloading dari tanker dengan kapasitas 50.000 DWT. Permasalahan timbul ketika kapal dengan kapasitas 50.000 DWT tidak bisa maksimal melaksanakan pekerjaan loading dan unloading BBM sesuai dengan kapasitas DWT maksimalnya. Volume BBM yang dibongkar maupun diisikan hanya berdasarkan kekuatan SPM tersebut (maksimal 35.000 KL). Ini dikarenakan desain kekuatan SPM tidak diperuntukkan tanker dengan kapasitas diatas 50.000 DWT. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menganalisis desain struktur integritas SPM 35000 DWT agar dapat ditentukan desain baru yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan supaya SPM 35000 DWT PT. Pertamina (Persero) TBBM Tuban dapat melaksanakan pelayanan kerja terhadap tanker kapasitas DWT 50.000 dengan maksimal (muatan penuh). Manfaat dari skripsi ini adalah memberi rekomendasi bagi PT. Pertamina (Persero) TBBM Tuban untuk menggunakan desain baru dari SPM 35000 DWT agar bisa melaksanakan pelayanan kerja secara optimal terhadap tanker kapasitas 50.000 DWT. Sehingga faktor-faktor yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut dalam bahasan latar belakang dapat ditiadakan. II. DASAR TEORI 2.1 Single Point Mooring Single Point Mooring (SPM) adalah sebuah bangunan apung pada laut yang difungsikan untuk mooring-unmooring serta loading-unloading bagi kapal tanker. Terdapat mooring hawser dan tali tambat pada SPM yang digunakan untuk kapal bertambat. Pada SPM juga terdapat jalur pipa dimulai dari Floating Hose yang difungsikan sebagai connector ke manifold kapal, Flexibel Hose pada bagian bawah SPM hingga ke dasar laut yang tersambung dengan Fixed Submarine Pipe. Kekuatan SPM dalam menahan beban kapal adalah parameter utama dalam menentukan kapasitasnya. Seperti SPM 35.000 DWT bisa diartikan SPM tersebut mampu menahan beban pada tanker dengan kapasitas maksimal 35.000 DWT. Kekuatan ini berasal dari desain peralatan terutama pada bagian materialnya. Dengan memodifikasi material peralatan maka kekuatan SPM dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan.

Upload: hangoc

Post on 20-Dec-2016

246 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

1

ANALISIS DESAIN STRUKTUR INTEGRITAS

SINGLE POINT MOORING (SPM) 35.000 DWT PT. PERTAMINA(PERSERO) TERMINAL BBM TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Bagus Wijanarto1, Edi Jadmiko, ST, MT2, Ir. Amiadji M.M, M.Sc3 1Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan, 2,3Staf Pengajar Teknik Sistem Perkapalan

Abstrak

Single Point Mooring 35.000 DWT di PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Tuban pada saat ini sering digunakan untuk melayani pekerjaan mooring-unmooring serta loading-unloading dari tanker dengan kapasitas 50.000 DWT. Permasalahan yang timbul adalah tanker tidak bisa mengangkut muatan dengan penuh sesuai kapasitasnya 50.000 KL. Hal ini disebabkan desain struktur integritas SPM yang maksimal hanya 35.000 DWT. Pada skripsi ini dilakukan analisis desain SPM menggunakan Metode Elemen Hingga (FEM). Metode ini adalah mencari titik kritis dari material peralatan SPM untuk kemudian dilakukan modifikasi material peralatan tersebut agar SPM mampu melayani pekerjaan pada tanker dengan kapasitas 50.000 DWT. Dari hasil analisa didapatkan bahwa tegangan maksimum yang diterima dari struktur force block yang merupakan struktur kritis SPM tersebut yaitu sebesar 532 Mpa sedangkan tegangan luluh dari material adalah sebesar 515 Mpa. Karena besarnya tegangan yang diterima struktur lebih besar dari pada tegangan luluh material maka dapat disimpulkan bahwa material tidak mampu menahan beban tersebut. Untuk itu harus dilakukan pergantian material force block dengan material yang baru yang memiliki tegangan luluh lebih besar dari 532 Mpa Kata kunci : Force block, Tegangan Luluh, Metode Elemen Hingga I. PENDAHULUAN Single Point Mooring 35.000 DWT di PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Tuban sudah dioperasikan mulai Desember 2009 hingga sekarang. Pada awalnya SPM ini di desain untuk melayani mooring-unmooring serta loading-unloading dari tanker dengan kapasitas 35.000 DWT. Namun, seiring berjalannya waktu ketersediaan tanker dengan kapasitas 35.000 DWT mulai berkurang. Sehingga mulai semester kedua tahun 2011 hingga sekarang SPM 35.000 DWT di Pertamina Terminal BBM Tuban sering melayani pekerjaan mooring-unmooring dan loading-unloading dari tanker dengan kapasitas 50.000 DWT. Permasalahan timbul ketika kapal dengan kapasitas 50.000 DWT tidak bisa maksimal melaksanakan pekerjaan loading dan unloading BBM sesuai dengan kapasitas DWT maksimalnya. Volume BBM yang dibongkar maupun diisikan hanya berdasarkan kekuatan SPM tersebut (maksimal 35.000 KL). Ini dikarenakan desain kekuatan SPM tidak diperuntukkan tanker dengan kapasitas diatas 50.000 DWT. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menganalisis desain struktur integritas SPM 35000 DWT agar dapat ditentukan desain baru yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan supaya SPM 35000 DWT PT. Pertamina (Persero) TBBM Tuban dapat melaksanakan pelayanan kerja terhadap tanker kapasitas DWT 50.000 dengan maksimal (muatan penuh).

Manfaat dari skripsi ini adalah memberi rekomendasi bagi PT. Pertamina (Persero) TBBM Tuban untuk menggunakan desain baru dari SPM 35000 DWT agar bisa melaksanakan pelayanan kerja secara optimal terhadap tanker kapasitas 50.000 DWT. Sehingga faktor-faktor yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut dalam bahasan latar belakang dapat ditiadakan.

II. DASAR TEORI

2.1 Single Point Mooring Single Point Mooring (SPM) adalah sebuah bangunan apung pada laut yang difungsikan untuk mooring-unmooring serta loading-unloading bagi kapal tanker. Terdapat mooring hawser dan tali tambat pada SPM yang digunakan untuk kapal bertambat. Pada SPM juga terdapat jalur pipa dimulai dari Floating Hose yang difungsikan sebagai connector ke manifold kapal, Flexibel Hose pada bagian bawah SPM hingga ke dasar laut yang tersambung dengan Fixed Submarine Pipe. Kekuatan SPM dalam menahan beban kapal adalah parameter utama dalam menentukan kapasitasnya. Seperti SPM 35.000 DWT bisa diartikan SPM tersebut mampu menahan beban pada tanker dengan kapasitas maksimal 35.000 DWT. Kekuatan ini berasal dari desain peralatan terutama pada bagian materialnya. Dengan memodifikasi material peralatan maka kekuatan SPM dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan.

Page 2: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

2

Ada empat bagian dalam sistem Single Point Mooring, yaitu tubuh pelampung, mooring (tambat atau elemen penahan), sistem transfer dan komponen lainnya. Semua bagian ini sama-sama penting.

Tubuh pelampung didukung pada kaki statis melekat pada dasar laut, dengan bagian yang berputar di atas permukaan air yang terhubung ke kapal tanker loading. Dua bagian dihubungkan oleh bantalan rol, disebut sebagai “bantalan utama”. Kapal tanker ditambatkan bebas di sekitar pelampung dan mencari posisi yang stabil dengan pengaturan yang sudah ditentukan. Mooring berfungsi menahan pelampung di dasar laut. Desain pelampung harus disesuaikan dengan kondisi atau perilaku angin, gelombang dan arus dan ukuran kapal tanker. Hal ini menentukan susunan Mooring optimal dan ukuran komponen kaki semua tambatan. Anchoring poin juga sangat tergantung pada kondisi tanah setempat. 2.2 Konsep Tegangan Tegangan Aksial/Normal Tegangan normal adalah tegangan yang tegak lurus terhadap potongan bidang dan dapat berupa tegangan tarik (tensile stress) atau tegangan tekan (compresive stress). Tegangan normal pada struktur dapat diakibatkan karena dua hal yaitu yang disebabkan oleh gaya aksial dan lenturan. • Disebabkan oleh gaya aksial

A

P=σ (2.1)

dimana: σ = tegangan (N/m2) P = gaya tarik/tekan (N) A = luas penampang melintang (m2) Pada gambar 2.2. batang tubular dengan luas penampang A dan panjang L mengalami pembebanan aksial akibat gaya tarik P. Akibat gaya ini, batang akan mengalami perubahan panjang sebesar:

∆L = L’ – L (2.2) dimana: ∆L = pertambahan panjang (m) L’ = panjang batang setelah menerima beban (m) L = panjang batang mula-mula (m)

Gambar 2 Pembebanan aksial pada batang

tubular

Perbandingan antara pertambahan panjang (∆L) dengan panjang mula-mula disebut sebagai regangan aksial (axial strain, ε), yang dirumuskan sebagai berikut:

L

L∆=ε (2.3)

Dari gambar 2.2 juga dapat dilihat bahwa selain terjadi pertambahan panjang, juga terjadi pengurangan luas penampang dari A menjadi A’. Hal ini berarti jari-jari penampangnya juga mengalami perubahan dari R menjadi R’. Regangan ini dikenal sebagai regangan radial (radial strain, ε’) dan dirumuskan sebagai berikut:

R

RR

R

RR '''

−−=−=ε (2.4)

dimana: R = jari-jari penampang mula-mula (m) R’ = jari-jari penampang setelah menerima beban

(m) Perbandingan antara regangan radial dengan regangan aksial disebut sebagai perbandingan Poisson (Poisson’s ratio).

εευ '= (2.5)

• Disebabkan oleh lenturan, ada dua kondisi lenturan yaitu :

Pada batang lurus,

I

My−=σ (2.6)

Pada lengkung simetris,

)( yRAe

My

−=σ (2.7)

Tegangan Geser Tegangan geser (shear strees) adalah tegangan yang bekerja sejajar dengan permukaan potongan penampang. Penyebab terjadinya tegangan geser ada dua jenis yaitu tegangan geser yang disebabkan oleh puntiran dan gaya geser dalam balok. 2.3 Properties Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya. Salah satu sifat tersebut adalah sifat mekanik. Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat

P P

L

L’

A

A’

Gambar 1. Bagian-bagian SPM

Page 3: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

3

mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya. Dalam prakteknya pembebanan pada material terbagi dua yaitu beban statik dan beban dinamik. Perbedaan antara keduanya hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu. Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test), dari pengujian tersebut akan dihasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan dari material tersebut. Sifat mekanik tersebut meliputi antara lain: kekuatan tarik, ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impak, kekuatan mulur, kekeuatan leleh dan sebagainya. Sifar-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan: • Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama

berdeformasi persatuan luas. • Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas. • Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran

kekuatan material. • Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk

mendeformasi material atau kemampuan material untuk menahan deformasi.

• Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk mendeformasi plastis.

• Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada ukuran mula.

• Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.

• Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi perpatahan.

• Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis lokal akibat penetrasi pada permukaan.

2.4 Metode Elemen Hingga Metode Elemen Hingga (MEH) adalah prosedur numerik untuk memecahkan masalah mekanika kontinum. Steady, transien, linier, atau permasalahan nonlinear pada analisis tegangan, perpindahan kalor, aliran fluida, dan permasalahan elektromagnetik dimungkinkan dapat dianalisa dengan metode elemen hingga. Analisa displacement dan tegangan pipeline serta aliran fluida dalam tugas akhir ini dilakukan dengan menggunakan konsep Metode Elemen Hingga. Karena melalui prosedur numerik, maka keunggulan Metode Elemen Hingga dibanding metode-metode klasik yang ada adalah kemampuan analisanya terutama dalam analisa tegangan dan peralihan atau deformasi untuk problem-problem yang rumit.

Metode Elemen Hingga meliputi pemodelan struktur dengan elemen-elemen kecil yang saling terhubung yang disebut elemen hingga. Suatu fungsi displacement dipakai untuk tiap elemennya. Tiap

elemen dihubungkan secara langsung atau tidak langsung dengan dengan suatu interface yang bisa berupa simpul dan/atau garis pembatas dan/atau permukaan pembatas. Dengan diketahuinya tegangan/regangan material yang membentuk struktur tersebut maka dapat ditentukan kelakuan simpul yang merupakan fungsi dari sifat elemen yang lain dalam struktur tersebut. Gabungan dari persamaan yang menggambarkan kelakuan tiap-tiap simpul adalah berupa serangkaian persamaan aljabar yang dinyatakan dalam notasi matrik.

III. METODOLOGI Penelitian dimulai dengan studi literatur dan pengumpulan data. Studi literatur dilakukan guna menunjang kegiatan penelitian dan dasar untuk melakukan analisa terhadap pipeline. Analisa perhitungan, asumsi-asumsi serta data-data yang digunakan didasarkan pada bahan-bahan sumber pustaka acuan yang berupa jurnal-jurnal, buku, dan laporan penelitian. .Analisa kekuatan dilakukan dengan menggunakan software ANSYS. Penelitian ini difokuskan pada bagian Force Block yang menjadi pusat penahan beban kapal pada kerja SPM. Pada bagian Force Block ini seluruh beban tarikan terakumulasi dan harus mampu ditahan agar SPM bisa bekerja maksimal.

No ITEM Properties 1 Jenis Material Strenghtening Carbon

Steel 2 Tegangan

Luluh 515 Mpa

3 Poisson’s ratio 0.29 4 Modulus

Elastisitas 200 Gpa

5 Density 7870 Kg/m3 6 Ukuran (m) 0.4 x 0.4 x 0.4 * 0.08 7 Standard ASME Class 300

Tabel 1 Data properties material Struktur force block terhubung dengan 3 rantai utama. 1 rantai terhubung dengan kapal sedangkan 2 rantai lainya terhubung dengan struktur poros SPM yang berada ditengah. Ketiga rantai ini mengakibatkan terpusanya beban pada force block tersebut. IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum Pemodelan struktur dan fluida pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan software berbasis Metode Elemen Hingga yaitu Ansys. Analisa yang dilakukan ada dua tahapan, yang pertama adalah analisa kekuatan struktur untuk mendapatkan gambaran kondisi force block setelah dilakukan pembebanan. Berikutnya adalah analisa terhadap deformasi struktur akibat pembebanan untuk mengetahui bentuk

Page 4: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

4

force block yang paling efektif untuk mendistribusikan beban.

4.2 Pemodelan 4.2.1 Code dan Standart Di dalam penelitian ini code dan standart yang digunakan sebagai bahan acuan analisa adalah biro klasifikasi ABS dengan code utama sebagai berikut: 1. 1502-QM-0035, Quality Requirements Matrix 2. 1202-SP-0001, Structural Fabrication

Specification 3. 1202-SP-0003, Inspection And Testing

Specifications 4. 9101-SP-0001, Threated Fasteners

Specifications 5. 1602-SP-0027, Calm Buoy Assembly Testing

Specificatins 4.2.2 Data Data spesimen yang dimodelkan pada penelitian ini diambil dari SPM 35.000 DWT PT. Pertamina TBBM Tuban, dengan ukuran utama sebagai berikut:

Length Overall : 274 m Draft ( Light ) : 7.0 m Draft ( fully Loaded ) : 16.4 m Breadth : 46.5 m Depth : 23.0 m

Data kondisi lingkungan dimana SPM tersebut berada yang dijadikan sebagai input pada perhitungan beban adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Data kondisi perairan

4.2.3 Pemodelan Komputer Dimensi yang digunakan dalam analisis sama dengan dimensi force block yang sesungguhnya, dalam artian bahwa skala yang digunakan antara struktur yang sebenarnya dan hasil pemodelan adalah 1 : 1. Analisis yang dilakukan adalah analisis statis dengan beban berupa eksternal pressure. Pressure yang dimaksud adalah beban yang berasal dari gerakan kapal dan respon rantai terhadap spektrum gelombang laut. Setelah data-data didapatkan, tahap selanjutnya adalah memodelkan force block pada software ANSYS. Tampilan software ANSYS bisa dilihat pada gambar 3 dibawah ini

Gambar 3.Tampilan awal Ansys

Pemodelan dilakukan dengan menggunakan shell element. Jenis shell element yang dipilih adalah shell 93. Elemen shell 93 merupakan salah satu jenis elemen yang disediakan oleh ANSYS untuk analisis struktural. Elemen ini mempunyai enam derajat kebebasan (six degree of freedom) pada masing-masing node, yakni translasi pada arah sumbu x, y dan z serta rotasi pada sumbu x, y dan z. Elemen ini cocok digunakan untuk memodelkan shell dengan bentuk lengkung.

Gambar 4. Elemen Shell 93

ANSYS menyediakan dua macam metode penyelesaian untuk analisis struktural, yakni h-method dan p-method. h-method dapat digunakan untuk semua tipe analisis, sedangkan p-method hanya dapat digunakan untuk analisis struktural linear statis. Pada penelitian ini, metode penyelesaian yang digunakan oleh penulis adalah p-methode. Force block yang telah selesai dimodelkan kemudian dimeshing dan diberikan constrain serta pembebanan. Pembebanan yang diberikan berupa eksternal pressure. Langkah selanjutnya adalah melakukan running. Jika running tidak berjalan karena terdapat error, maka model yang sudah dibuat harus dievaluasi lagi. Hasil running dilihat pada menu general post processor. Kemudian dari hasil running ini dilakukan analisis dan pembahasan. Gambar 5 menunjukkan hasil pemodelan tampak atas. Bentuk pemodelan tampak atas adalah segitiga sama sisi dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm. Pada ujung-ujung gambar difillet dengan radius 5 cm dan pada diberi lubang tempat mengaitkan rantai. Titik-titik pada lubang inilah yang menjadi titik beban.

Gambar 5. Hasil pemodelan tampak atas

Gambar 6 menunjukkan gambar isometri model secara 3 dimensi. Ketebalan dari struktur forco block itu adalah 8 cm.

Page 5: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

5

Gambar 6. Hasil pemodelan tampak isometric

Setelah geometri yang dibuat telah sesuai dengan struktur sebenarnya, langkah selanjutnya adalah meshing. Meshing adalah proses pembagian geometri utuh menjadi node-node untuk proses running. Semakin besar node maka hasil running akan semakin akurat. Gambar 7 menunjukkan meshing model tampak depan dan gambar 8 menunjukkan meshing tampak isometric dengan menggunakan ANSYS Structural.

Gambar 7. Hasil meshing tampak depan

Gambar 8. Hasil meshing tampak isometri

Hasil meshing diatas diperoleh dengan

memasukkan input perintah meshing dengan data sebaga berikut

Gambar 9. Input Meshing

4.3 Perhitungan Beban 4.3.1 Data utama kapal Data kapal yang digunakan sebagai input perhitungan beban merupakan data dari kapal MT Ocean Summer dengan spesifikasi seperti berikut :

Panjang LPP = 132 m Lebar ( B ) kapal = 16 m Sarat ( T ) kapal = 8 m Koefisien block ( Cb ) = 0.689 Kecepatan ( Vs ) = 12 knots LCG = 64.85 m didepan AP LCB = 65.08 m didepan AP Displacement = 11932.38 ton

4.3.2 Perhitungan beban Beban yang dihitung dalam perhitungan beban yaitu beban akibat gerakan heaving, beban akibat gerakan pitching dan beban akibat rantai. Pada saat gelombang menabrak kapal maupun rantai mooring terdapat beberapa posisi tubrukan diantaranya : � Head Sea yaitu gelombang datang dari arah

belakang kapal(sudut antara gelombang dan kapal 180 derajat)

� Following Sea (sudut antara gelombang dan kapal 0 derajat)

� Beam Sea (sudut antara gelombang dan kapal 90 derajat)

� Quartering Sea (sudut antara gelombang dan kapal 45 derajat)

Dalam perhitungan beban posisi haluan kapal diasumsikan membentuk sudut 00 terhadap arah datangnya gelombang, karena dengan posisi ini respon gerakan kapal akan menjadi maksimum. 1. Beban akibat gerakan heaving kapal Heaving merupakan gerakan translasi kapal searah sumbu-Z. Gerakan heaving dalam kenyataanya tidak sepenuhnya beroscilasi, namun untuk menyederhanakan perhitungan, gelombang laut diasumsikan regular wave sehingga gerakan heaving yang dihasilkan berbentuk oscilasi sempurna. Respon dari gerakan oscilai ini meliputi: • Added mass inertial force adalah pertambahan

massa pada kapal untuk kembali pada posisi semula.

• Damping force adalah gaya peredam yang berlawanan arah dengan arah gerak kapal yang menghasilkan pengurangan amplitude gerakan kapal secara berangsur- angsur.

• Restoring force adalah gaya untuk mengembalikan kapal ke posisi semula (equilibrium position). Gaya ini merupakan gaya buoyancy tambahan.

• Exciting force adalah gaya eksternal yang bekerja pada kapal. Exciting force berasal dari hasil integrasi gaya apung tambahan dan gelombang sepanjang kapal.

Dalam perhitungan beban ini, titik yang ditinjau adalah bagian haluan kapal yang merupakan tempat pengikatan rantai mooring. Hasil perhitungan

Page 6: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

6

gerakan heaving bow dapat diperoleh hasil respon gerakan yang ditampilkan dalam grafik 4.1 dibawah ini,

Grafik 3. heaving motion

Persamaan matematis gerakan heaving yang ditunjukkan pada grafik 3 tersebut adalah sebagai berikut :

m

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa amplitudo dari grafik sinusoidal adalah 0.04 m

dengan sudut fase awal . Gerakan tersebut dapat menghasilkan exciting force pada grafik 4 dibawah ini. Dari grafik dapat diketahui bahwa besarnya exciting force yang paling maksimum adalah 330.75 Kn

Grafik 4. exciting force

2. Beban akibat gerakan pitching kapal Pitching merupakan salah satu gerakan rotasi kapal. Gerakan pitching sangat dipengaruhi oleh sudut datangnya gelombang. Gelombang yang mengenai kapal dengan sudut datang 00 akan mengakibatkan gerakan pitching kapal lebih besar dibandingkan dengan variasi sudut yang lainya. Untuk memperoleh beban maksimum, sudut datang gelombang diasumsikan searah dengan gerakan kapal. Dalam perhitungan beban ini, bagian yang terpenting adalah pada sudut pitching terbesar. Besarnya pengaruh gerakan pitching kapal terhadap bow motion dapat diketahui dari persamaan berikut

Karena pada umumnya rumus tersebut bisa ditulis dengan

Hasil perhitungan gerakan pitching dapat diperoleh hasil respon gerakan yang ditampilkan dalam grafik 3 dibawah ini

Grafik 5. Pitching motion

Persamaan matematis gerakan pitching yang ditunjukkan pada grafik 5 tersebut adalah sebagai berikut :

m

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa amplitudo dari grafik sinusoidal adalah 0.01 m

dengan sudut fase awal . Gerakan tersebut menghasilkan beban momen maksimum sebesar 9398.42 KN.m 87.690 yang ditunjukkan pada grafik 6 dibawah ini.

Grafik 6. Exciting moment

3. Beban akibat interaksi antara rantai dan

gelombang laut Gerakan rantai akibat gelombang laut mengasilkan beban yang besar dan memiliki engaruh yang besar terhadap kekuatan struktur. Sehingga dalam hal ini, besarnya respon rantai terhadap gelombang laut harus dihitung hingga pada akhirnya diperoleh beban dari rantai terhadap force block. Tabel 3 dibawah ini merupakan data hasil pengamatan besarnya spectral density dari gelombang laut disekitar SPM. Besarnya spectral density dapat diperoleh dengan perhitungan secara teoritis, namun untuk memperoleh data yang akurat harus dilakukan observasi.

Wave Frequency [rad/sec]

Spectral Density [m2.sec]

Measured Theoretical 0.850 0.3249 0.2439 0.875 0.4148 0.3459 0.900 0.5144 0.4803 0.925 0.6015 0.6017 0.950 0.6708 0.7062 0.975 0.6962 0.7404

Page 7: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

7

1.000 0.6781 0.7082 1.025 0.6264 0.6251 1.050 0.5527 0.5192 1.075 0.4654 0.4176 1.100 0.3780 0.3346

1.125 0.2987 0.2725 Tabel 3. Wave spektrum

Dengan mengetahui besarnya wave spektrum pada frekuensi masing-masing gelombang dapat ditentukan besarnya amplitude gelombang. Hasil perhitungan amplitudo gelombang dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Wave

Frequency [rad/sec]

Amplitude/Wave Amplitude [m/m]

0.850 1.1127 0.875 1.2470 0.900 1.4144 0.925 1.6171 0.950 1.8050 0.975 1.9720 1.000 2.1307 1.025 2.3127 1.050 2.5297 1.075 2.7625 1.100 3.0092 1.125 3.2297

Tabel 4. Amplitudo gelombang Setelah diketahui besarnya amplitudo gelombang pada tiap-tiap frekuensi, dilanjutkan dengan perhitungan gerakan heaving rantai seperti pada tabel 5 dibawah ini.

Wave Frequency [rad/sec]

Response of Heave [m2.sec]

Measured Theoretical 0.850 0.2099 0.1513 0.875 0.4039 0.2768 0.950 0.8298 0.6919 1.000 1.5728 1.5733 1.050 2.2684 2.4124 1.100 2.4360 2.4306 1.150 2.1128 1.8958 1.200 1.5977 1.4576 1.250 1.2334 1.2620

Tabel 5. Gerakan heavig rantai

Tahapan selanjutnya yaitu menghitung besarnya RAO mooring force. Tujuan dari perhitungan RAO ini adalah untuk mengetahui besarnya energi yang terjadi akibat gerakan heaving rantai. Tabel 5 menunjukkan besarnya RAO pada masing-masing frekuensi. Dari tabel menunjukkan

bahwa RAO maksimu terjadi pada frekuansi gelombang 0.925 rad

Wave

Frequency [rad/sec]

Amplitude/Wave Amplitude

[kN/m] 0.850 1.7729 0.875 1.8489 0.900 1.9135 0.925 1.9146 0.950 1.8400 0.975 1.7514 1.000 1.7123 1.025 1.7089 1.050 1.7037 1.075 1.6662 1.100 1.6079 1.125 1.5717

Tabel 6. RAO heavig

Dengan membandingkan besarnya amplitudo gelombang dan spektrum gelombang terhadap RAO gerakan heaving rantai, maka dapat diperoleh besarnya respon gaya dari gerakan rantai tersebut. Besarnya gaya dapat diketahui dari tabel 7 berikut.

Wave Frequency [rad/sec]

Response of Mooring Force [kN]

Measured Theoretical 0.850 532.8116711 384.0199866 0.875 717.8621718 484.599911 0.900 950.9895215 651.8932936 0.925 1191.024713 894.0314306 0.950 1404.228289 1170.92235 0.975 1577.812764 1473.260223 1.000 1763.447896 1764.052607 1.025 1959.134958 2062.408139 1.050 2020.996385 2149.312234 1.075 1882.733219 1966.149272 1.100 1619.629289 1616.042027 1.125 1365.284368 1282.371162

Tabel 7. Gaya akibat rantai

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa besarnya beban maksimum terjadi ketika frekuensi gelombang sebesar 1.05 rad/s dengan gaya yang diperoleh sebesar 2020.996 KN. 4.4 Pembahasan 4.2.1 Distribusi beban Setelah dilakukan pemberian constrain dan pembebanan, selanjutnya melakukan running. Running dilakukan dengan batasan 30 kali iterasi. Grafik iterasi tersebut dapat dilihat pada grafik 5 berikut ini.

Page 8: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

8

Grafik 7. Iterasi

Hasil running menghasilkan distribusi beban yang digambarkan dalam variasi warna pada gambar 10 dan 11 dibawah ini.

Gambar 10. Gambar kontur distribusi tegangan

Dari gambar 10 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat variasi distribusi beban. Dibagian tengah, beban yang diterima cenderung lebih kecil dibandingkan beban yang diterima oleh struktur yang diujung force block.

Gambar11. Gambar kontur tegangan maksimum

Gambar 11 merupakan detail letak terjadinya tegangan maksimum, yaitu titk ujung yang berwarna biru.. Dari hasil output didapatkan bahwa Von Misses stress maksimum yang terjadi pada model adalah sebesar 532 MPa. Von Misses stress maksimum ini terletak pada daerah titik pertemuan antara ujung rantai dan force block. 4.3.2 Analisa kegagalan Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan struktur. Beberapa metode tersebut antara lain penentuan umur kepecahan, identifikasi kerusakan material, dan perbandingan sifat properties material terhadap beban yang diterima.

Metode yang digunakan dalam analisa ini yaitu dengan membandingkan sifat properties material yang ditunjukkan pada tabel 1 dengan hasil perhitungan beban yang ditampilkan gambar 11. Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa teganggan luluh material adalah sebesar 515 Mpa sedangkan beban maksimum yang diterima pada struktur tersebut adalah 532 Mpa. Karena beban yang diterima lebih besar dari tegangan luluh material, struktur tersebut tidak akan bisa kembali ke bentuk semula atau dengan kata lain mengalami deformasi. Karena tegangan yang diterima lebih besar dari tegangan luluh, maka dapat disimpulkan bahwa struktur tersebut tidak sesuai untuk menahan beban kapal 50.000 DWT sehingga harus dilakukan desain ulang untuk mendapatkan ukuran atau jenis material yang mampu menahan beban tersebut.

4.5 Analisa Critical Structure pada Force Block Pada sub bab sebelumnya telah dibahas mengenai kekuatan struktur force block secara terintegritas. Distribusi beban output hasil running software menunjukkan adanya titik kritis material dimana pada bagian tersebut memiliki beban yang lebih besar dibandingkan bagianstruktur lainya. Bagian struktur tersebut terletak pada ujung force block. Untuk itu perlu dilakukan analisa lebih mendalam terhadap struktur kritis tersebut. Apakah struktur tersebut mengalami sobekan atau tidak. Metode yang digunakan yaitu dengan metode Von Misses Stress. Perhitungan dilakukan dengan menghitung besarnya beban akibat gerakan kapal dan rantai searah sumbu horizontal. Setelah diketahui besarnya beban maksimum yang terjadi. Langkah selanjutnya yaitu membagi struktur menjadi node-node lecil. Jumlah node yang digunakan pada perhitungan ini berjumlah 60 node dimana 1 node digunakan sebagai titik nol. Setelah itu dilakukan perhitungan besarnya response tegangan yang diterima oleh struktur kritis pada tiap-tiap node. Besarnya respons tegangan pada tiap-tiap node diintegrasikan searah horizontal. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa tegangan geser total pada ujung force block sebesar 229,84 Mpa. Karena tegangan luluh material adalah 515 Mpa maka dapat diketahui bahwa tidak terjadi kegagalan struktur pada ujung force block tersebut.

4.6 Deformasi pada Pin Rantai. Pin rantai adalah bagian ujung rantai yang menghubungkan antara rantai dan force block. Pin rantai akan mengalami beban reaksi dari response stress yang diterima struktur force block. Karena tegangan yang dialami pin merupakan reaksi dari response stress force block maka beban yang diterima pin rantai sama dengan beban yang diterima struktur force block.

Page 9: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

9

Beban tersebut akan menyebabkan pin rantai mengalami deformasi. Deformasi yang berlebihan akan mengakibatkan keretakan struktur yang akan mengakibatkan konsentrasi tegangan. Untuk itu diperlukan perhitungan deformasi dari pin rantai tersebut. Pin rantai tersebut berbentuk tabung dengan dimensi dan sifat sebagai berikut: Jenis Material : Strenghtening carbon steel Panjang : 12 cm Diameter : 2.5 m Tegangan Luluh : 575 Mpa Poissom’s ratio : 0.28 Modulus young : 250 Mpa Standard : ASME Class 300 Perhitungan deformasi dilakukan dengan memodelkan pin rantai pada struktur force block. Gambar 12 merupakan hasil pemodelan struktur pada software ansys, dalam pemodelanya pin rantai tidak dapat dibuat secara terpisah karena dapat mengurangi respon tegangan yang dialami force block.

Gambar 12. Pemodelan pin dan force block

Langkah selanjutnya membagi struktur

kedalam bagian-bagian kecil kemudian bagian-bagian kecil tersebut diasumsikan sebagai node-node yang akan dihitung deformasinya. Pembagiam node dilakukan dengan data meshing pada gambar 13 berikut ini.

Gambar 13. Data ,eshing pin rantai

Hasil meshing menghasilkan objek seperti

pada gambar 15 dibawah ini.

Gambar 15. Hasil meshing pin rantai

Setelah hasil meshing diperoleh langkah selanjutnya yaitu memasukkan properties material dan input beban. Beban yang dialami oleh pin rantai merupakan beban tekan searah sumbu vertikal seperti pada gambar dibawah ini

Gambar 16. Input pepan pada Pin rantai

Hasil running pada struktur tersebut (gambar 17) menunjukkan distribusi beban yang dialami pin rantai.

Gambar 17. Distribusi beban pada pin rantai

Dengan mengunakan metode von misses stress, maka dapat diketahu besarnya deformasi pada masing-masing node. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa defleksi maksimum sebesar 3.93 mm. V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari analisa yang telah dilakukan pada Bab IV, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk analisa kekuatan, tegangan Von Misses

maksimum terjadi pada bagian titik pertemuan

Page 10: JURNAL mas bagus

Jurnal Tugas Akhir

10

antara force block dan ujung rantai yang menghubungkan kapal dan force block tersebut.

2. Pada analisa perhitungan pengaruh beban terhadap struktur force block diperoleh tegangan maksimum sebesar 532 Mpa sedangkan tegangan luluh dari material force block 515 Mpa.

3. Karena tegangan yang diterima lebih besar dari tegangan luluh material maka material akan mengalami deformasi plastis yang selanjutnya akan mengakibatkan kegagalan struktur.

5.2 Saran 1. Agar struktur SPM 35.000 DWT Pertamnina

mampu melayani kapal 50.000 DWT maka harus dilakukan pergantian material yang memiliki tegangan luluh lebih besar dari tegangan yang diterima.

2. Perlu dilakukan analisa terhadap kekuatan struktur penunjang force block, seperti rantai dan pondasi force block.

3. Perhitungan beban perlu dianalisa lebih lanjut mengenai pengaruh gelombang irreguler terhadap beban total..

4. Karena banyak parameter yang berpengaruh terhadapa kekuatan struktur force block seperti ukuran, fabrikasi, pengelasan dan korosi maka penelitian lebih lanjut dengan parameter yang berbeda perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA ANSYS Release 11.0. ANSYS Theory Reference.

Documentation for ANSYS

Inti Karya Persada Teknik, PT. 2008. Design Basis Single Point Mooring. Proyek Pembangunan Terminal Transit Utama (TTU) Tuban dan Pipanisasi Jawa Timur

Logan, L Daryl. 1992. A First Course In The Finite Element Method. Boston : PWS Publishing Company

Moaveni, Saeed. 2003. Finite Element Analisys, Theory And Application With ANSYS 2nd Edition. New Jersey: Pearson Education

Popov. 1996. Mekanika Teknik. Jakarta: Erlangga.

Timoshenko, S. P. dan Gere J. 2000. Mekanika Bahan, Edisi keempat, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Zaeni, Ahmad.2011. Daily Tanker Report, PT. Pertamina (Persero) TBBM Tuban