its undergraduate-15574-1406100055-paper

7
Prosiding Kimia FMIPA SK-091304 AMOBILISASI BROMELIN DENGAN MENGGUNAKAN KITOSAN SEBAGAI MATRIKS PENDUKUNG Ade Amalia*, Refdinal Nawfa 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak Industri pengolahan udang menghasilkan limbah berupa cangkang udang yang sangat berpotensial sebagai pencemar lingkungan berupa bau yang tidak sedap. Salah satu cara pemanfaatan limbah udang adalah sebagai bahan baku kitin dan kitosan yang dapat digunakan sebagai matriks pendukung pada proses imobilisasi enzim. Pada penelitian ini, dilakukan isolasi enzim bromelin dari buah nanas dengan metode pengendapan menggunakan larutan jenuh ammonium sulfat. Hasil uji aktivitas terhadap enzim yang diperoleh, menunjukkan fraksi dengan penambahan 30% larutan ammonium sulfat jenuh yang mempunyai aktivitas paling besar. Enzim bromelin pada fraksi tersebut kemudian diamobilisasi dengan metode cross-linking dengan menggunakan kitosan. Pada penelitian ini juga dilakukan optimasi waktu, pH, konsentrasi substrat dan uji perulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil memiliki aktivitas optimum pada pH 6,0 dan konsentrasi substrat sebesar 4000 ppm dengan waktu inkubasi selama 6 jam sebesar 5,65 unit. Hasil uji perulangan menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil yang digunakan hingga lima kali perulangan masih menunjukkan aktivitas yang baik. Kata Kunci : Kitosan, Bromelin, Biuret Abstract The industrial of shrimp manufacture produces dumbs such as shrimp skin that is very potentially to soil the area like smells badly. One way to get the advantage from shrimp dumps is used for chitin and chitosan that can be used for support matrix in enzyme immobilization process. In this research, bromelain enzyme was isolated from pineapple fruit by precipitation method with ammonium sulfate. A test of catalytic activity enzyme shows that, the biggest result was showed by bromelain enzyme with fraction precipitation with ammonium sulfate 30%. Then, the bromelain enzyme in that fraction is immobilized with cross-linking metode by using chitosan. In this research, optimation time, optimation pH, optimation substrate concentration, and repetition test was worked. Based on the research, the result shows that bromelain immobilized have an optimum activity with pH 6,0 and substrate concentration 4000 ppm for 6 hours is 5,65 unit. The result from repetition test shows that bromelain immobilized enzyme which is used until fifth process still have a good activity. Keyword: Chitosan, Bromelain, Biuret 1. Pendahuluan Enzim adalah biokatalisator yang banyak digunakan pada berbagai bidang industri produk pertanian, kimia, dan medis. Enzim memiliki sifat- sifat spesifik yang menguntungkan yaitu efisien, selektif, predictable, proses reaksi tanpa produk samping, dan ramah lingkungan. Sifat-sifat tersebut menyebabkan penggunaan enzim semakin meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan peningkatan mencapai 10–15% per tahun. Pada proses dan analisa yang melibatkan enzim, umumnya menggunakan cara bath yaitu mereaksikan substrat dengan enzim yang sudah dilarutkan dalam air, sehingga enzim bercampur dengan substrat (Sarah, 2001; Agustini, 2003). Cara ini memiliki kelemahan karena enzim hanya digunakan sekali pakai. Secara teknis sangat sulit untuk memisahkan enzim dan produk dan mendapatkan kembali enzim yang aktif diakhir reaksi. Umumnya setelah reaksi selesai, enzim diinaktifkan dengan pemanasan, pengubahan pH, atau cara lain yang dapat menyebabkan enzim terdenaturasi (Chibata,1978). Salah satu cara mengatasi kelemahan dalam penggunaan enzim tersebut adalah melalui amobilisasi enzim yaitu mengikatkan enzim pada bahan pendukung yang tidak larut dalam air. Enzim dapat membentuk ikatan ionik, kovalen, ikatan silang atau terjebak pada bahan pendukung. Pada saat digunakan, enzim imobil dapat berfungsi sebagai katalis tanpa ikut terlarut dalam substrat. Setelah proses selesai, enzim amobil dapat dipisahkan dari produk dan diperoleh kembali, sehingga enzim amobil dapat dipakai berulangkali (Darwis dan Sukara, 1990). Beberapa matriks pendukung yang dapat digunakan pada proses amobilisasi enzim antara lain bentonit, sheparose, gelatin dan kitosan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari Edi Cahyaningrum (2007) telah dilakukan imobilisasi papain pada kitosan dari limbah udang dengan metode adsorpsi dan metode carrier crossling menggunakan kation magnesium sebagai agen bifungsional. Pada penelitian ini digunakan Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010 * Corresponding author Phone : +6285645686888 e-mail: [email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. e-mail: [email protected]

Upload: brawijaya-university

Post on 14-Jul-2015

207 views

Category:

Food


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

SK SK-091304

AMOBILISASI BROMELIN DENGAN MENGGUNAKAN KITOSAN SEBAGAI

MATRIKS PENDUKUNG

Ade Amalia*, Refdinal Nawfa1

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak

Industri pengolahan udang menghasilkan limbah berupa cangkang udang yang sangat berpotensial sebagai pencemar lingkungan berupa bau yang tidak sedap. Salah satu cara pemanfaatan limbah udang adalah sebagai bahan baku kitin dan kitosan yang dapat digunakan sebagai matriks pendukung pada proses imobilisasi enzim. Pada penelitian ini, dilakukan isolasi enzim bromelin dari buah nanas dengan metode pengendapan menggunakan larutan jenuh ammonium sulfat. Hasil uji aktivitas terhadap enzim yang diperoleh, menunjukkan fraksi dengan penambahan 30% larutan ammonium sulfat jenuh yang mempunyai aktivitas paling besar. Enzim bromelin pada fraksi tersebut kemudian diamobilisasi dengan metode cross-linking dengan menggunakan kitosan. Pada penelitian ini juga dilakukan optimasi waktu, pH, konsentrasi substrat dan uji perulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil memiliki aktivitas optimum pada pH 6,0 dan konsentrasi substrat sebesar 4000 ppm dengan waktu inkubasi selama 6 jam sebesar 5,65 unit. Hasil uji perulangan menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil yang digunakan hingga lima kali perulangan masih menunjukkan aktivitas yang baik.

Kata Kunci : Kitosan, Bromelin, Biuret

Abstract

The industrial of shrimp manufacture produces dumbs such as shrimp skin that is very potentially to soil the area like smells badly. One way to get the advantage from shrimp dumps is used for chitin and chitosan that can be used for support matrix in enzyme immobilization process. In this research, bromelain enzyme was isolated from pineapple fruit by precipitation method with ammonium sulfate. A test of catalytic activity enzyme shows that, the biggest result was showed by bromelain enzyme with fraction precipitation with ammonium sulfate 30%. Then, the bromelain enzyme in that fraction is immobilized with cross-linking metode by using chitosan. In this research, optimation time, optimation pH, optimation substrate concentration, and repetition test was worked. Based on the research, the result shows that bromelain immobilized have an optimum activity with pH 6,0 and substrate concentration 4000 ppm for 6 hours is 5,65 unit. The result from repetition test shows that bromelain immobilized enzyme which is used until fifth process still have a good activity.

Keyword: Chitosan, Bromelain, Biuret

1. Pendahuluan Enzim adalah biokatalisator yang banyak

digunakan pada berbagai bidang industri produk pertanian, kimia, dan medis. Enzim memiliki sifat-sifat spesifik yang menguntungkan yaitu efisien, selektif, predictable, proses reaksi tanpa produk samping, dan ramah lingkungan. Sifat-sifat tersebut menyebabkan penggunaan enzim semakin meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan peningkatan mencapai 10–15% per tahun.

Pada proses dan analisa yang melibatkan enzim, umumnya menggunakan cara bath yaitu mereaksikan substrat dengan enzim yang sudah dilarutkan dalam air, sehingga enzim bercampur dengan substrat (Sarah, 2001; Agustini, 2003). Cara ini memiliki kelemahan karena enzim hanya digunakan sekali pakai. Secara teknis sangat sulit untuk memisahkan enzim dan produk dan mendapatkan kembali enzim yang aktif diakhir reaksi. Umumnya setelah reaksi

selesai, enzim diinaktifkan dengan pemanasan, pengubahan pH, atau cara lain yang dapat menyebabkan enzim terdenaturasi (Chibata,1978).

Salah satu cara mengatasi kelemahan dalam penggunaan enzim tersebut adalah melalui amobilisasi enzim yaitu mengikatkan enzim pada bahan pendukung yang tidak larut dalam air. Enzim dapat membentuk ikatan ionik, kovalen, ikatan silang atau terjebak pada bahan pendukung. Pada saat digunakan, enzim imobil dapat berfungsi sebagai katalis tanpa ikut terlarut dalam substrat. Setelah proses selesai, enzim amobil dapat dipisahkan dari produk dan diperoleh kembali, sehingga enzim amobil dapat dipakai berulangkali (Darwis dan Sukara, 1990). Beberapa matriks pendukung yang dapat digunakan pada proses amobilisasi enzim antara lain bentonit, sheparose, gelatin dan kitosan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari Edi Cahyaningrum (2007) telah dilakukan imobilisasi papain pada kitosan dari limbah udang dengan metode adsorpsi dan metode carrier crossling menggunakan kation magnesium sebagai agen bifungsional. Pada penelitian ini digunakan

Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010

* Corresponding author Phone : +6285645686888 e-mail: [email protected]

1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

e-mail: [email protected]

Page 2: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

kitosan sebagai matriks pendukung pada amobilisasi bromelin.

Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5x10-5 Dalton. Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kitosan tidak larut dalam air, dalam larutan basa kuat, dalam asam sulfat, dalam pelarut-pelarut organik seperti dalam alkohol, dalam aseton, dalam dimetilformamida, dan dalam dimetilsulfoksida. Sedikit larut dalam asam klorida dan dalam asam nitrat, larut dalam asam asetat 1%-2%, dan mudah larut dalam asam format 0,2%-1,0%.

2. Metode Penelitian

2. 1 Alat dan Bahan

2. 1. 1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah freeze dryer, sentrifuge, spektrofotometer Spectronic Genesis, neraca analitik, pH meter, shaker, magnetik stirer, hot plate, oven, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, spatula, termometer, pipet tetes, beaker gelas, kaca arloji, cawan petri, botol timbang, dan peralatan gelas lainnya.

2. 1. 2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang udang, buah nanas, NaOH, HCl, (NH4)2SO4, NaH2PO4, Na2HPO4, kasein, aquades, biuret, dan glutaraldehid.

2. 2 Prosedur Kerja

2. 2. 1 Isolasi Kitin

2.2.1.1 Persiapan Cuplikan

Kepala dan kulit udang dibersihkan, kemudian dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering digiling dan diayak menjadi serbuk / tepung.

2.2.1.2 Tahap Deproteinasi

Cuplikan ditempatkan dalam suatu bejana tahan asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk, thermometer, dan penangas air. Cuplikan ditambahkan NaOH 3.5% dengan perbandingan 1 : 10 (w/v). Proses ini dilakukan selama 2 jam pada suhu 650C. Residu dicuci dengan air hingga mencapai pH netral, kemudian dikeringkan dalam oven 1000C selama 4 jam.

2.2.1.3 Tahap Demineralisasi

Ekstrak pekat kitin hasil deproteinasi ditempatkan dalam suatu bejana tahan asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk, kemudian ditambahkan HCl 1 N dengan perbandingan 1 : 15 (w/v) proses ini dilakukan selama 30 menit pada suhu kamar. Residu dicuci dengan air hingga mencapai pH netral, kemudian dikeringkan dalam oven 1000C selama 4 jam.

2. 2. 2 Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan

Serbuk kitin direaksikan dengan NaOH 50% dengan perbandingan 1 : 10 (w/v) dalam suatu bejana tahan asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk, thermometer, dan penangas air. Proses ini dilakukan pada suhu 1000C selama 4 jam. Residu dicuci dengan

air hingga mencapai pH netral, kemudian dikeringkan dalam oven 1000C selama 4 jam.

2. 2. 3 Penentuan Protein secara Kolorimetri

(Biuret)

2.2.3.1 Penentuan Panjang Gelombang

Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks) dilakukan dengan menggunakan larutan stok kasein dengan konsentrasi 5333ppm (533.3 mg kasein dilarutkan dalam aquades yang telah dibasakan sebanyak 5 ml (100 ml aquades + 10 ml NaOH 0.4 N) lalu diencerkan dengan aquades sampai 100 ml) kemudian diambil 6 ml dan ditambahkan 4 ml reagen biuret. Larutan kemudian diaduk dan diinkubasi selama 20 menit pada temperatur 370C. Larutan standar kasein diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500-590 nm dengan interval 5 nm, sehingga diperoleh λmaks yang digunakan untuk pengukuran selanjutnya. Kurva dibuat antara panjang gelombang (λ) terhadap absorbansi (A). Blanko yang digunakan adalah 6 ml aquades yang ditambah dengan 4 ml reagen biuret.

2.2.3.2 Pembuatan Kurva Standar Kasein

Pembuatan kurva standart dilakukan dengan menggunakan larutan stok kasein 5333 ppm yang telah dibuat sebelumnya, diambil sebanyak 1.8, 2.2, 2.6, 3.0, 3.3, 3.7, 4.1, 4.5, 4.8, 5.2, 5.6, dan 6 ml lalu ditambah 4 ml reagen biuret serta diencerkan dengan aquades hingga 10ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 1000, 1200, 1400, 1600, 1800, 2000, 2200, 2400 2600, 2800, 3000, dan 3200 ppm. Larutan kemudian diaduk dan diinkubasi selama 20 menit pada temperatur 370C. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi larutan kasein terhadap absorbansi, sehingga diperoleh persamaan garis regresi liniernya.

2. 2. 4 Isolasi Enzim Bromelin dari Buah Nanas

Enzim bromelin dari buah nanas diperoleh dengan cara memarut buah nanas sebanyak ± 350 gram sampai halus, hasil parutan buah nanas ini selanjutnya diperas sehingga diperoleh sarinya, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 80 ml lalu diendapkan dengan menggunakan larutan ammonium sulfat jenuh sebanyak 20 ml (untuk memperoleh fraksi dengan pengendapan larutan ammonium sulfat jenuh sebesar 20%) dan didinginkan dalam lemari es semalaman. Endapan yang terbentuk selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Endapan diambil dan ditaruh di cawan petri, ditutupi dengan aluminium foil yang dilubangi kecil-kecil, dan disimpan dalam freezer sampai kering. Crude ekstrak ditentukan aktivitas katalitiknya dengan diambil sebanyak 2.5 mg dilarutkan dalam 9 ml larutan kasein (3000 ppm) dan ditambahkan aquades sampai 10 ml, lalu dikocok pada kecepatan 110 rpm selama 1 jam, kemudian diambil sebanyak 6 ml dan ditambahkan 4 ml reagen Biuret untuk menentukan protein sisanya. Setelah diinkubasi selama 20 menit pada temperature 370C, diukur absorbansinya dengan

Page 3: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

menggunakan spektrofotometer pada λmaks = 540nm. Fraksi enzim bromelin yang banyak mendegradasi protein, kemudian diperbanyak.

2. 2. 5 Amobilisasi Enzim

Amobilisasi enzim dilakukan dengan cara cross-linking seperti yang pernah diterapkan oleh Petre dkk. untuk amobilisasi sel Escherichia coli dengan sedikit modifikasi. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut : 5 ml laruan buffer dengan pH 7 yang mengandung 5% (b/v) glutaraldehid, 50 mg kitosan, dan 50 mg/ml enzim dicampur dalam gelas piala ukuran 100 ml. Campuran diusahakan merata ke dasar gelas dengan cara menggoyangkan dan memutar pelan-pelan gelas piala, kemudian disimpan dalam freezer. Setelah satu hari, enzim amobil yang terbentuk dicuci dengan air suling. Air bilasan selanjutnya ditentukan kandungan proteinnya untuk mengetahui enzim yang tidak teramobil.

2. 2. 6 Uji Aktivitas Enzim Amobil

2.2.6.1 Pengaruh Waktu terhadap Aktivitas

Enzim Amobil

Larutan stok kasein 4000 ppm diambil sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan enzim bromelin amobil yang telah dibuat sebelumnya. Larutan dishaker dengan kecepatan 110 rpm selama 0, 2, 4, 6, dan 8 jam. Penentuan kandungan protein dilakukan seperti prosedur di atas, selanjutnya dihitung aktivitas enzim. Enzim bromelin dengan waktu inkubasi optimal yang didapat, akan digunakan untuk percobaan selanjutnya.

2.2.6.2 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim

Amobil

Substrat dikondisikan pada berbagai pH yaitu 6,0; 6,5; 7,0; 7,5, dan 8,0 dengan menambahkan NaOH atau HCl, kemudian diambil sebanyak 17.5 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 2.5 ml buffer fosfat (campuran dari garam NaH2PO4 dan Na2HPO4) sesuai dengan pH yang divariasikan. Selanjutnya enzim bromelin amobil dimasukkan ke dalam larutan cuplikan, kemudian dishaker dengan kecepatan 110 rpm selama waktu inkubasi optimum yang telah diperoleh dari percobaan sebelumnya. Penentuan kandungan proteinnya seperti yang dilakukan pada prosedur di atas, selanjutnya dihitung aktivitas enzim. Hal yang sama dilakukan pada kontrol (17.5 ml kasein dengan pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5, dan 8,0 ditambah 2.5 ml buffer fosfat dengan pH yang sesuai). Pembuatan enzim bromelin amobil dilakukan dengan prosedur yang sama, hanya saja 50 mg kitosan larutan buffer fosfat yang ditambahkan sesuai dengan pH yang divariasikan sebanyak 5ml yang mengandung 5% (b/v) glutaraldehid. Sebelum dimasukkan ke dalam larutan cuplikan, enzim bromelin amobil dibilas dengan 10 ml aquades sebanyak tiga kali.

2.2.6.3 Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap

Aktivitas Enzim Amobil

Optimasi konsentrasi substrat dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi kasein yaitu dan 2000, 2500, 3000, 3500, dan 4000 ppm. Enzim bromelin amobil ditambahkan ke dalam 17.5 ml substrat yang telah dikondisikan pHnya, kemudian

ditambahkan masing-masing larutan dengan 2.5 ml buffer fosfat dengan pH optimum yang telah didapat dari percobaan sebelumnya. Selanjunya, cuplikan dishaker dengan kecepatan 110 rpm selama waktu inkubasi optimum yang telah diperoleh dari percobaan sebelumnya. Penentuan kandungan proteinnya seperti yang dilakukan pada prosedur di atas, selanjutnya dihitung aktivitas enzim. Hal yang sama dilakukan pada kontrol.

2. 2. 7 Uji Perulangan Aktivitas Enzim Amobil

Untuk mengetahui pengaruh perulangan penggunaan enzim bromelin amobil terhadap pengurangan kadar protein dalam kasein, enzim bromelin amobil digunakan berulang kali dengan kondisi kecepatan pengocokan yang sama, waktu optimum, pH optimum, dan konsentrasi substrat optimum. Setelah proses degradasi protein pertama selesai, enzim bromelin amobil dipisahkan dengan cara disaring, dibilas dengan aquades sekali dan langsung dimasukkan ke dalam cuplikan yang baru untuk diproses berikutnya dengan kondisi yang sama. Perlakuan ini diulangi sebanyak lima kali dan dianalisis kadar protein yang terdegradasi serta dihitung aktivitas enzim pada setiap perulangan.

3. Hasil dan Pembahasan

3. 1 Isolasi Kitin

3. 1. 1 Tahap Deproteinasi

Deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein dari kitin dengan menggunakan larutan NaOH 3,5 % selama dua jam pada suhu 650C. Apabila digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu lebih tinggi akan menyebabkan kitin terdeasetilasi. Protein dari kitin akan terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif.

Demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral atau senyawa anorganik yang terdapat pada kulit udang windu (Penaeus monodon). Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4) dalam jumlah kecil dan lebih mudah dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik. Proses demineralisasi dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 1 N pada temperature ruang selama 30 menit dengan perbandingan berat sampel dan volume HCl 1:15 (w/v). Apabila digunakan konsentrasi asam lebih tinggi dan waktu perendaman yang lebih lama, akan menyebabkan kitin terdegradasi. Pada proses ini senyawa kalsium akan bereaksi dengan asam klorida menghasilkan kalsium klorida yang larut dalam air, gas CO2 dan air, dan asam pospat yang larut dalam air.

3. 2 Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan

Deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (COCH3) dari kitin menggunakan larutan alkali. Kitin mempunyai struktur kristalin yang panjang dengan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai bersebelahan. Untuk memutuskan ikatan antara gugus asetilnya dengan gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amino (NH2) perlu digunakan natrium hidroksida dengan konsentrasi tinggi dan waktu deasetilasi yang lama.

Page 4: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

Pemutusan gugus asetil pada kitin mengakibatkan kitosan bermuatan positif dan dapat larut dalam asam organik. Proses ini menggunakan larutan NaOH 50 % dan dipanaskan pada suhu 1000C selama 4 jam. Setelah dicuci hingga pH netral dan dikeringkan diperoleh kitosan.

Hasil isolasi kitin dari cangkang udang dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FTIR (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Spektra Kitosan

Pada Gambar 3.1, tampak pita serapan pada

bilangan gelombang 3626,29 cm-1 yang berasal dari vibrasi ulur –OH dan pita serapan 2805,6 cm-1 yang berasal dari vibrasi ulur C-O.muncul serapan pada 1678,13 cm-1 yang berasal dari vibrasi tekuk N-H yang diperkuat oleh pita serapan 3603,15 cm-1 menunjukkan keberadaan amina (-NH2) pada kitosan.

3. 3 Penentuan Protein secara Kolorimetri

(Biuret)

3.3.1Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan larutan kasein stok 5333 ppm sebanyak 5 ml ditambah 4 ml reagen Biuret dan diencerkan hingga 10 ml sehingga dihasilkan larutan kasein 2666 ppm. Larutan kasein stok dibuat dari 533.3 mg kasein yang dilarutkan dalam air yang dikondisikan dengan 5 ml NaOH 0,4 N, karena kasein sukar larut dalam suasana netral namun mudah larut dalam basa, kemudian diencerkan menjadi 100 ml aquades. Larutan kasein 2666 ppm diinkubasi selama 20 menit pada suhu 370C (Cooper,1979). Inkubasi ini berfungsi agar reaksi antara larutan kasein dengan reagen biuret berlangsung sempurna dimana reagen biuret bereaksi spesifik dengan protein bukan dengan asam amino. Pemakaian suhu 370C dimaksudkan agar tidak terjadi denaturasi pada kasein yang disebabkan oleh panas berlebih. Warna larutan berubah dari bening menjadi ungu. Hal ini disebabkan adanya reaksi antara larutan tembaga (II) sulfat (dari reagen biuret) dengan larutan kasein. Ikatan antara dua peptida atau lebih ditunjukkan sebagai perubahan warna hanya jika ikatan peptida dapat mengelilingi ion Cu2+ (Rising, Mary, M., dkk, 1930).

Panjang gelombang yang didapatkan sama dengan yang dilakukan oleh A. G. Gornall, yaitu sebesar 540 nm. Absorbansi ini dihasilkan karena terjadi pengabsorbsian sinar tampak oleh kompleks Tembaga-Kasein. Pada panjang gelombang maksimum diperoleh kepekaan analitis yang tinggi dan pengukuran sebanyak tiga kali akan memberikan kesalahan yang kecil.

3.3.2 Pembuatan Kurva Standar Kasein

Larutan standart yang digunakan adalah larutan kasein dengan bermacam-macam konsentrasi yang diperoleh dari larutan stok kasein yang berkonsentrasi 5333 ppm. Kasein dilarutkan dalam air ber-pH basa secukupnya hingga kasein larut lalu pengenceran dilanjutkan dengan aquades. Larutan stok kasein tersebut diambil sebanyak 6 ml, 5.6 ml, 5.3 ml, 4.8 ml, 4.5 ml, 4.1 ml, 3.7 ml, 3.4 ml, 3 ml, 2.6 ml, 2.2 ml, dan 1.8 ml untuk membuat larutan kasein dengan konsentrasi 3200 ppm, 300 ppm, 2800 ppm, 2600 ppm, 2400 ppm, 2200 ppm, 2000 ppm, 1800 ppm, 1600 ppm, 1400 ppm, 1200 ppm,dan 1000 ppm. Masing-masing larutan ditambah dengan reagen biuret sebanyak 4 ml sehingga pengenceran dengan reagen biuret juga diperhitungkan dan selanjutnya ditambah air destilasi sampai tanda batas labu ukur 10 ml. Larutan tersebut diinkubasi elama 20 menit pada suhu 370C kemudian diukur absorbansinya dengan blanko (6 ml air + 4 ml biuret) pada λmaks 540 nm.

Kurva standart dibuat dengan mengalurkan absorbansi sebagai ordinat (sumbu Y) dan konsentrasi kasein sebagai absis (sumbu X). Nilai absorbansi mengalami kenaikan seiring bertambahnya konsentrasi kasein sehingga diperoleh persamaan garis antara konsentrasi kasein dan absorbansi yaitu:

Y = 0,000047x – 0,010199

Gambar 3.2 Kurva standart Larutan Kasein

Analisa dengan spektrofotometri, hubungan linier antara konsentrasi dengan absorbansi harus memenuhi hokum Lambert-Beer yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut A = ε.b.c, dimana A adalah absorbansi dan c adalah konsentrasi, jadi dapat disimpulkan bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi, namun kenyataannya data-data yang tepat memenuhi persamaan sulit diperoleh sehingga perlu diekstrapolasikan melalui titik nol. Dari persamaan Y = 0,000047x – 0,010199 setelah diektrapolasikan melalui titik nol maka diperoleh persamaan : y = 0,000043x. 3.4 Isolasi Enzim Bromelin dari Buah Nanas

Buah nanas yang telah dihilangkan kulit buahnya, diparut dan diperas untuk memperoleh sari buahnya. Sari buah nanas kemudian disentrifuse pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit untuk memisahkan supernatan dari ampasnya. Supernatan berwarna kuning, dipisahkan dari endapan yang juga berwarna kuning dengan cara dekantasi.

Selanjutnya, supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 80 ml lalu diendapkan dengan menggunakan larutan ammonium sulfat jenuh sebanyak 20 ml (untuk memperoleh fraksi dengan pengendapan larutan ammonium sulfat jenuh sebesar 20%) dan didinginkan dalam lemari es semalaman.

Page 5: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

Pengendapan enzim dengan penambahan garam didasarkan pada pengaruh yang berbeda-beda dari konsentrasi garam yang ditambahkan terhadap kelarutan enzim. Pengendapan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi dan jumlah muatan tiap on dalam larutan. Garam yang paling efektif adalah garam yang memiliki muatan anion ganda seperti sulfat, fosfat dan nitrat. Garam ammonium sulfat paling banyak digunakan untuk pemurnian enzim karena sifat kelarutannya yang tinggi dalam air dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi enzim, serta dikarenakan garam tersebut secar komersial banyak tersedia (Rumainah, 2000). Endapan yang terbebtuk merupakan enzim bromelin yang berwarna putih kekuningan.

Larutan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Endapan yang merupakan enzim bromelin diambil dan ditaruh di cawan petri, dan disimpan dalam freezer. Prosedur diulangi untuk memperoleh fraksi dengan pengendapan larutan ammonium sulfat jenuh sebesar 20%, 30%, 40% dan 50%. Fraksinasi dilakukan untuk mengetahui fraksi enzim bromelin terbesar dalam mendegradasi protein.

Enzim bromelin dari masing-masing fraksi diambil sebanyak 2,5 mg dan dilarutkan dalam 9 ml larutan kasein (3000 ppm) dan ditambah aquades hingga 10 ml, sehingga kandungan kasein dalam 10 ml larutan tersebut adalah 2700 ppm (27 mg), kemudian dikocok pada kecepatan 110 rpm selama 1 jam dandipanaskan, kemudian diambil sebanyak 6 ml dan ditambahkan 4 ml reagen biuret. Setelah diinkubasi selama 20 menitpada suhu 370C, diukur absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada λmaks = 540 nm.

Tabel 4.1 di bawah menunjukkan bahwa fraksi enzim bromelin kasar dengan penambahan larutan jenuh ammonium sulfat 30% mampu mendegradasi protein terbanyak, yaitu 15,547 mg, sehingga dari hasil tersebut, dilakukan isolasi enzim bromelin lagi pada fraksinasi 30%.

Tabel 3.1 Berat Protein Terdegradasi oleh Enzim

Bromelin Kasar

3.5 Amobilisasi Enzim

Pada immobilisasi enzim proteolitik ini digunakan kitosan sebagai matriks pendukungnya. Kitosan sebanyak 50 gram ditambahkan dalam 5 ml buffer fosfat pH 7 yang mengandung 5% (b/v) glutaraldehid dan 50 mg enzim, kemudian disimpan semalam dalam lemari es. Kitosan digunakan untuk berikatan silang dengan enzim karena kitosan merupakan polimer alam yang dapat berikat silang bila ditambahkan agen ikat silang misalnya glutaraldehid atau glioksal. Ikat silang terjadi antara ujung glutaraldehid agen ikat silang dan gugus amina kitosan (Guibal dkk., 1998).

Penggunaan kitosan sebagai matriks pendukung dalam amobilisasi enzim dapat terjadi dalam 2 metode. Metode yang pertama adalah metode penjebakan. Pada metode ini glutaraldehid berikatan dengan ujung amina dari kitosan pada kedua sisinya, sehingga ikat silang yang terjadi adalah antara kitosan dengan kitosan. Jika kondisi seperti ini yang terjadi, maka amobilisasi enzim terjadi dengan metode penjebakan. Dimana enzim terjebak diantara matriks kitosan yang berikatan silang dengan glutaraldehid.

Penentuan kandungan protein dari enzim yang teramobil dilakukan dengan cara mengukur kandungan protein hasil bilasan. Hasil kandungan protein enzim amobil adalah sebesar 22,87 mg, dan berat protein enzim yang bebas adalah 27,32 mg.

3.6 Uji Aktivitas Enzim Amobil

3.6.1 Pengaruh Waktu terhadap Aktivitas Enzim

Amobil Larutan stok kasein 4000 ppm diambil sebanyak

20 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer A sebagai kontrol, dan larutan stok kasein 4000 ppm diambil lagi 20 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer B sebagai cuplikan. Larutan pada Erlenmeyer B ditambahkan enzim bromelin amobil yang telah dibuat sebelumnya. Semua larutan tersebut di shaker dengan kecepatan 110 rpm selama 2, 4, 6 dan 8 jam. Penentuan kandungan protein dilakukan seperti prosedur di atas. Selain itu dihitung juga aktivitas enzim, dimana pada penelitian ini 1 unit aktivitas didefinisikan sebagai banyaknya μg protein yang terdegradasi / menit / mg protein enzim. Enzim bromelin dengan waktu inkubasi optimal yang didapat, akan digunakan untuk percobaan selanjutnya.

Tabel 3.2 Pengaruh Waktu terhadap Aktivitas

Enzim Amobil

Waktu

Inkubasi

(Jam)

Berat protein

terdegradasi(mg)

Aktivitas

Enzim (unit)

2 3,87 1,41

4 8,52 1,55

6 15,50 1,88

8 16,28 1,48

Perhitungan pengurangan kandungan protein sebagai berikut : mg protein awal dikurangi mg protein dari larutan cuplikan (protein tersisa), kemudian dikurangi mg protein terdegradasi akibat kontaminan kontrol, sehingga didapat pengurangan kandungan protein akibat aktivitas enzimatik dan bukan akibat adanya kontaminan.

Gambar 3.3 di bawah menunjukkan bahwa pada inkubasi selama 6 jam, terjadi peningkatan yang drastis pada aktivitas enzim. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi enzimatik optimal pada waktu inkubasi selama 6 jam.

Fraksi dengan pengendapan larutan ammonium sulfat

jenuh

Berat protein terdegradasi

(mg) 20% 13,609 30% 15,547 40% 13,221 50% 14,771

Page 6: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

Gambar 3.3 Kurva Pengaruh Waktu terhadap

Aktivitas Enzim Amobil

3.6.2 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim

Amobil Substrat dikondisikan pada berbagai pH yaitu 6,0;

6,5; 7,0; 7,5 dan 8,0 dengan menambahkan NaOH atau HCl, kemudian diambil sebanyak 17,5 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 2,5 ml buffer fosfat (campuran dari garam NaH2PO4 dan Na2HPO4) sesuai dengan pH yang divariasikan. Pemilihan variasi pH tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indrawati (1983) dimana pH optimum dari enzim bromelin adalah 6,5. Penambahan buffer tersebut untuk mempertahankan pH yang kemungkinan besar akan berubah saat inkubasi. Larutan buffer yang digunakan adalah buffer fosfat, karena memiliki range pH sesuai dengan pH yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu pH antara 5-8. Selanjutnya, enzim bromelin amobil dimasukkan ke dalam larutan cuplikan, kemudian dishaker dengan kecepatan 110 rpm selama 6 jam. Hal yang sama dilakukan pada kontrol (17,5 ml kasein 3000 ppm dengan pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5 dan 8,0 ditambah 2,5 ml buffer fosfat dengan pH yang sesuai). Pembuatan enzim bromelin amobil dilakukan dengan prosedur yang sama, hanya saja 50 mg kitosan larutan buffer fosfat yang ditambahkan sesuai dengan pH yang divariasikan sebanyak 5ml yang mengandung 5% (b/v) glutaraldehid. Sebelum dimasukkan ke dalam larutan cuplikan, enzim bromelin amobil dibilas dengan 10 ml aquades sebanyak tiga kali.

Tabel 3.3 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim

Amobil

ppH

Berat protein terdegradasi (mg)

Aktivitas Enzim (unit)

6,0 42,64 5,18

66,5 37,98 4,61

77,0 35,66 4,33

77,5 31,01 3,77

88,0 24,8 3,01

Dari tabel di atas bila dibuat hubungan antara aktivitas enzim dengan pH maka diperoleh Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Kurva Pengaruh pH terhadap

Aktivitas Enzim Amobil

3.6.3 Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap

Aktivitas Enzim Amobil Penentuan konsentrasi optimum kerja enzim

bromelin amobil terhadap substrat, dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi substrat (kasein) yaitu 2000, 2500, 3000, 3500, dan 4000 ppm. Enzim bromelin amobil dimasukkan ke dalam 17,5 ml substrat yangbtelah dikondisikan pHnya menjadi pH 6,0 kemudian ditambahkan 2,5 ml buffer fosfat pH 6,0. Selanjutnya, cuplikan dan larutan kontrol (17,5 ml kasein dengan pH 6,0 ditambah 2,5 ml buffer fosfat pH 6,0) dishakerdengan kecepatan 110 rpm selama 6 jam. Dengan semakin kecilnya konsentrasi substrat maka aktivitas enzim juga semakin kecil. Hasil pengukuran tersebut terlihat pada tabel di bawah.

Tabel 3.4 Pengaruh Konsentrasi Substrat

terhadap Aktivitas Enzim Amobil

Konsentrasi Substrat (ppm)

Berat protein terdegradasi

(mg)

Aktivitas Enzim (unit)

2000 13,18 1,60 2500 17,83 2,16 3000 23,26 2,82 3500 26,35 3,20 4000 34,89 4,24

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa

pada konsentrasi substrat yang besar aktivitas katalitik dari enzim juga besar, tetapi pada batas konsentrasi tertentu tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walau konsentrasi substrat diperbesar. Hal ini disebabkan karena konsentrasi enzim sudah jenuh dengan substrat. Pada konsentrasi substrat yang rendah, sisi aktif tempat terjadinya kontak antara enzim dan substrat hanya menampung substrat yang sedikit. Oleh karena itu konsentrasi kompleks enzim-substrat sedikit, sehinga kecepatan reaksinya kecil. Bila konsentrasi substrat besar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada sisi aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi kompleks enzim-substrat makin besar sehingga reaksi semakin besar. Akan tetapi, penambahan konsentrasi substrat lebih lanjut tidak akan berpengaruh pada kecepatan reaksi enzim. Pada konsentrasi-konsentrasi substrat yang menghasilkan laju reaksi maksimum, dapat dianggap bahwa enzim telah dalam keadaan “jenuh dengan substrat”. Pada penelitian ini penggunaan konsentrasi substrat belum mencapai konsentrasi substrat maksimum seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Page 7: Its undergraduate-15574-1406100055-paper

Prosiding Kimia FMIPA

Gambar 3.5 Kurva Pengaruh Konsentrasi

Substrat terhadap Aktivitas Enzim

Amobil

Kurva pada gambar 3.5 menunjukkan bahwa aktivitas enzim terbesar terjadi pada konsentrasi kasein 4000 ppm yaitu sebesar 4,24 unit.

3.7 Uji Perulangan Aktivitas Enzim Amobil Aspek efektivitas enzim bromelin amobil jika

digunakan dalam pengurangan protein secara berulang, diuji dalam penelitian ini dengan cara menggunakan enzim bromelin amobil untuk 5 kali proses degradasi, dengan kondisi kecepatan shaker 110 rpm, pH 6,0 dan konsentrasi substrat sebesar 4000 ppm. Setelah proses degradsi protein pertama selesai, enzim bromelin amobil dipisahkan dengan cara disaring, dibilas dengan aquades sekali untuk menghilangkan sisa dari cuplikan sebelumnya dan langsung dimasukkan ke dalam cuplikan yang baru untuk proses berikutnya.

Kadar protein dalam substrat yang terdegradasi secara berurutan dari perulangan pertama sampai kelima dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Pengaruh Uji Perulangan terhadap

Aktivitas Enzim Amobil

Perulangan 6jam ke

Berat protein terdegradasi

(mg)

Aktivitas Enzim (unit)

1 46,51 5,65 2 45,74 5,56 3 44,96 5,46 4 42,63 5,18 5 41,86 5,08

Setelah 5 kali perulangan, maka enzim bromelin

amobil dapat mengurangi protein dalam substrat sebesar 221,70 mg.

Gambar 3.6 Kurva Pengaruh Uji Perulangan

terhadap Aktivitas Enzim Amobil

Berdasarkan Gambar 3.6 di atas menunjukkan bahwa enzim bromelin yang teramobilisasi dengan kitosan bisa digunakan sampai penggunaan lima kali berturut-turut.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas enzim bromelin amobil optimum pada 6 jam inkubasi, pH 6,0 dan konsentrasi substrat 4000 ppm dengan aktivitas sebesar 5,65 unit. Hasil uji perulangan menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil dapat digunakan hingga 5 kali perulangan. Aktivitas enzim pada perulangan pertama sebesar 5,65 unit dan 5,08 unit pada perulangan kelima, dimana aktivitas enzim amobil mengalami penurunan sebesar 10,09% setelah 5 kali perulangan.

Ucapan terimakasih

1. Drs. Refdinal Nawfa, M.S atas dukungan, bimbingan dan motivasi yang diberikan

2. Ibu, Bapak, dan keluarga atas dukungan dan doanya

3. Dra. Ratna Ediati, M.S, Ph. D selaku dosen wali

Daftar Pustaka Cooper, (1979), The Tools of Biochemistry, John

Wiley and Sons, USA Guibal, E., Milot, C., dan Tobin, (1998), Meta -Anion

Sorption by Chitosan Beads: Equilibrium and kinetic studies, Industrial and Engineering Chemistry Research, 37(4): 1454-1463

Rising, Mary, M. dkk, (1930), The Biuret Reaction, Journal of Bioorganic Chemistry, Chicago

Rumainah, S., (2000), Pengaruh Penggunaan Amonium Sulfat dan Aseton sebagai Pengendap Enzim Bromelin dari Buah Nanas, FMIPA UNESA, Surabaya