intervensi koroner perkutan

13
INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) Intervensi Koroner Perkutan (IKP) pada umumnya dikenal sebagai angioplasty koroner atau lebih sederhana disebut sebagai angioplasti, merupakan suatu prosedur untuk menangani stenosis atau penyempitan dari arteri koroner. Indikasi Prosedur ini digunakan untuk mengurangi gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada sesak serta gagal jantung. IKP dapat mencegah terjadinya infark miokard serta mengurang angka kematian. Angioplasti merupakan prosedur yang tidak seinvasif CABG dan tidak lebih inferior dari pada CABG. Akan tetapi CABG masih lebih superior pada kasus yang mana terjadi dua atau lebih penyakit arteri, miokard infark, pengulangan revaskularisasi. Teknik Akses dimulai dari arteri femoralis pada kaki (atau yang lebih jarang menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. Prosedur ini dinamakan akses perkutan..Sekali jarum sudah masuk, "sheath introducer" diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan menontrol perdarahan. Melalui sheath introducer ini, "guiding catheter" dimasukkan. Ujung “guiding catheter” ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan "guiding catheter", penanda radiopak diinjeksikan

Upload: rimapahlasari

Post on 15-Jan-2016

101 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

kardiologi

TRANSCRIPT

Page 1: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP)

Intervensi Koroner Perkutan (IKP) pada umumnya dikenal sebagai angioplasty koroner

atau lebih sederhana disebut sebagai angioplasti, merupakan suatu prosedur untuk menangani

stenosis atau penyempitan dari arteri koroner.

Indikasi

Prosedur ini digunakan untuk mengurangi gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada

sesak serta gagal jantung. IKP dapat mencegah terjadinya infark miokard serta mengurang angka

kematian.

Angioplasti merupakan prosedur yang tidak seinvasif CABG dan tidak lebih inferior dari

pada CABG. Akan tetapi CABG masih lebih superior pada kasus yang mana terjadi dua atau

lebih penyakit arteri, miokard infark, pengulangan revaskularisasi.

Teknik

Akses dimulai dari arteri femoralis pada kaki (atau yang lebih jarang menggunakan arteri

radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut jarum

pembuka. Prosedur ini dinamakan akses perkutan..Sekali jarum sudah masuk, "sheath

introducer" diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan

menontrol perdarahan. Melalui sheath introducer ini, "guiding catheter" dimasukkan. Ujung

“guiding catheter” ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan "guiding catheter", penanda

radiopak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat diketahui.

Selama visualisasi X ray, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih ukuran

balon kateter serta guide wire koroner yang sesuai. “Guiding wire koroner” adalah sebuah selang

yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui

“guiding cathether” mencapai arteri koroner. Dengan visualisasi langsung, ahli jantung memandu

kabel mencapai tempat terjadinya blokade . Ujung kabel kemudian dilewatkan menembus

blokade. Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon kateter dilekatkan dibelakang kabel.

Angioplasti kateter kemudian didorong kedepan sampai balon berada di dalam blockade.

Kemudian baru balon balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi atheromatous plak

dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan

(ditinggalkan pada tubuh) untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.

Page 2: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

Resiko

1. Pasien biasanya dapat pulih kesadarannya selama prosedur dilakukan, dan timbul nyeri

dada. Jika hal ini terjadi menandakan bahwa prosedur telah menyebabkan iskemia dan

ahli jantung sebaiknya menunda prosedur.

2. Perdarahan padda tempat insersi pada selangkangan seringkali muncul dan hal ini juga

bisa disebabkan oleh pemakaian obat anti platelet. Bahkan pada beberapa kasus hal ini

dapat menyebabkan terjadinya hematom.

3. Reaksi alergi terhadap kontras juga mungkin terjadi.

4. Penurunan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada pasien yang memang mempunyai riwayat

penyakit ginjal.

5. Resiko paling parah yang mungkin tertjadi adalah kematian, stroke , infark miokard, dan

diseksi aorta.Resiko kematian meningkat pada pasien yang memang memiliki resiko

tinggi ,

seperti pada :

Pasien usia diatas 75 tahun

Pasien dengan riwayat penyakit ginjal dan diabetes

Wanita

Pasien dengan penurunan fungsi pompa jantung

Pasien dengan penyakit jantung parah dan blockade

Page 3: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

Ilustrasi tehnik PCI

INTERVENSI KORONER PERKUTAN PADA ANGGINA PEKTORI STABIL

Pasien dengan penyakit arteri koroner yang luas (multivessel), dengan fungsi ventrikel kiri yang

buruk mempunyai survival yang lebih lama setelah operasi pintas coroner meskipunpasien

asimtomatis. Pada pasien PJK stabil, tindakan intervensi koroner perkutan (IKP) dilakukan

hanya pada pasien dengan adanya keluhan dan tanda-tandaiskemik akibat penyempitan

pembuluh darah koroner. Tindakan IKP dapat juga dilakukan pada pasien dengan multivessel

(pembuluh darah banyak terlibat), left main (LM-pembuluh koroner utama kiri).

INTERVENSI KORONER PERKUTAN PADA SINDROMA KORONER AKUT

1. Sindroma Koroner Akut Tanpa Peningkatan Segmen ST (NSTEMI)

Pada NSTEMI dan angina pektoris tak stabil (APTS) tindakan intervensi koroner

perkutan bertujuan mengurangi kejadian morbiditas dan mortalitas koroner di belakang hari.

Pengobatan NSTEMI didasarkan pada stratifikasi risiko pasien (risiko tinggi, sedang, dan

rendah) untuk timbulnya infark miokard atau kematian.

Kriteria pasien risiko tinggi adalah

Page 4: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

Angina (nyeri dada) berulang pada keadaan istirahat.

Perubahan segmen ST yang dinamis (depresi segmen > 0,1 mv atau elevasi segmen ST

sementara < 30 menit < 0,1 mv).

Peningkatan nilai troponin I, troponin T, atau CK MB.

Pada periode observasi hemodinamis pasien tidak stabil.

Adanya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel.

Angina tidak stabil pada pasca infark dini.

Diabetes melitus.

Parameter-parameter lain yang menunjukkan risiko tinggi jangka panjang pada penderita

NSTEMI adalah:

Usia di atas 65-70 tahun.

Riwayat sebelumnya dari penyakit jantung koroner, infark miokard akut, intervensi

coroner perkutan atau operasi pintas koroner.

Payah jantung kongestif, edema paru, desah regurgitasi mitral yang baru.

Peningkatan petanda inflamasi (C reactive protein, fibrinogen, dan interleukin 6).

Peningkatan BNP (Brain Natriuretic Peptide) atau Pro BNP.

Insufisiensi ginjal

Perlu diingat bahwa pasien yang tergolong dalam kelompok risiko tinggi mempunyai manfaat

yang lebih besar bila dilakukan intervensi koroner perkutan dibandingkan dengan kelompok

risiko rendah.

Page 5: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

Rekomendasi IKP pada Penderita NSTEMI

Berdasarkan hasil 3 penelitian terbaru yakni Frisc II (Fragmin and Fast Revascularization

During Instability in Coronary Artery Disease), TACTICS – TIMI 18 (Treat Angina with

Aggrastat and Determine Cost of Therapy with Invasive of Conservative Strategy-Thrombolysis

in Myocardial Infarction) dan RITA–3 (Randomized Intervention Trial of Unstable Angina)

maka tindakan invasif harus dikerjakan dalam 48 jam setelah gejala pertama timbul. Sedangkan

penelitian ISAR–Cool (Intracoronary Stenting with Antithrombotic Regimen Cooling Off Trial)

pada risiko tinggi menunjukkan bahwa intervensi koron er perkutan segera (immediate PCI) yang

dilakukan dalam waktu lebih kecil 2,5 jam dapat mengurangi kematian dari segala penyebab dan

nonfatal infark miokard pada 30 hari dibandingkan dengan strategi konservatif.

Page 6: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

2. Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)

STEMI didefinisikan sebagai pasien-pasien dengan riwayat nyeri dada yang khas (nyeri

infark) di mana hasil elektrokardiografi dijumpai peningkatan segmen ST yang menetap atau

adanya left bundle branch block yang baru. Strategi reperfusi berupa IKP telah menjadi

modalitas pengobatan yang sangat penting dari STEMI dan banyak mengalami kemajuan.

Sedangkan terapi trombolitik di mana dapat digunakan secara luas, mudah diberikan dan tidak

mahal tetap merupakan pilihan alternatif. IKP primer telah terbukti lebih superior dibandingkan

terapi trombolitik dalam pencapaian TIMI 3 flow (perfusi komplit), iskemik berulang sedikit,

mortalitas 30 hari lebih baik dan insiden stroke perdarahan yang lebih rendah.

Panduan dari Perhimpunan Kardiologi Eropa (ESC) dan American College of

Cardiology (ACC) menyatakan bahwa tindakan IKP sama efektifnya dengan terapi trombolitik

bila pasien datang di bawah 3 jam setelah serangan pertama, akan tetapi bila pasien datang lebih

dari 3 jam maka manfaat trombolisis lebih kecil bila dibandingkan dengan IKP.

Page 7: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

INTERVENSI KORONER PERKUTAN PRIMER PADA STEMI

IKP primer didefinisikan sebagai tindakan intervensi pada culprit vessel (pembuluh darah

yang terlibat serangan) dalam 12 jam setelah onset nyeri dada, tanpa sebelumnya diberi

trombolitik atau terapi lain untuk menghancurkan penyumbatan tersebut. IKP primer

pertamasekali dilakukan tahun 1979 yakni 2 tahun setelah diperkenalkan PTCA oleh Gruentzig

tetapi sampai saat ini banyak penelitian randomisasi terkontrol menunjukkan bahwa IKP primer

lebih unggul dibandingkan trombolisis intravena untuk pengobatan STEMI. Ini disebabkan

karena tindakan IKP primer sangat efektif mengembalikan potensi pembuluh darah koroner

mengurangi iskemik miokard berulang, pengurangan reoklusi koroner, pengurangan kejadian

Page 8: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

infark miokard berulang, memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan pengurangan kejadian stroke.

Terbukti bahwa wanita dan pasien tua bermanfaat untuk tindakan IKP primer dibandingkan

trombolisis.

Penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa IKP primer lebih baik dari trombolisisad

alah penelitian-penelitian PAMI, GUSTO-IIb, C-PORT, PRAGUE-1, PRAGUE-2, dan

DANAMI-2. Pasien dengan keluhan nyeri dada dalam 12 jam yang datang di rumah sakit tanpa

fasilitas IKP dan mempunyai kontraindikasi untuk tindakan trombolisis seharusnya segera

dikirim ke rumah sakit dengan fasilitas IKP untuk angiografi dan jika memungkinkan IKP

primer dilakukan.

Kontraindikasi absolute untuk trombolisis adalah diseksi aorta, stroke perdarahan,

trauma/pembedahan besar yang baru dilaksanakan, perdarahan saluran cerna satu bulan terakhir

ataupun adanya gangguan perdarahan (gangguan hemostasis yang berat). Perlu diingat bahwa

pasien dengan kontraindikasi trombolisis mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih

tinggi. Pada keadaan tersebut di atas IKP primer adalah aman dan sangat bermanfaat. Penelitian-

Penelitian yang menyokong keunggulan IKP primer meskipun diperlukan transfer pasien dari

rumah sakit tanpa fasilitas IKP ke rumah sakit dengan fasilitas IKP adalah Limburg (LIMI),

PRAGUE-1, PRAGUE-2, AIR-PAMI, dan DANAMI-2.

Penelitian DNAMI-2 adalah penelitian pertama yang menunjukkan secara bermakna

penurunan tujuan akhir primer dari kematian, infark berulang, dan stroke setelah dilakukan IKP

primer meskipun transfer pasien menyebabkan keterlambatan. Dalam 3 jam pertama setelah

keluhan nyeri dada maka tindakan trombolisis merupakan alternatif pilihan di samping IKP

primer seperti ditunjukkan oleh penelitian PRAGUE-2, STOPAMI-1, dan –2, MITRA, MIR, dan

CAPTIM, dengan demikian dalam 3 jam pertama setelah onset nyeri dada maka kedua strategi

reperfusi tersebut (trombolisis dan IKP primer) sama efektifnya dalam mengurangi luasnya

infark dan angka kematian. Bila onset nyeri dada terjadi dalam 3-12 jam maka IKP primer

terbukti menunjukkan manfaat yang lebih besar dibandingkan trombolisis dalam menyelamatkan

otot miokard dan mencegah terjadinya stroke. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa IKP

primer merupakan pilihan pada pasien dengan kontra indikasi trombolisis, syok kardiogenik dan

trombolisis yang gagal yakni gagalnya resolusi segmen ST pada 60-90 menit setelah pemberian

obat trombolitik dan keluhan nyeri dada menetap. Penelitian dari Cleveland Clinic America

menunjukkan manfaat tindakan IKP pada trombolisis yang gagal (Rescue PCI). Penggunaan

Page 9: INTERVENSI KORONER PERKUTAN

stents pada IKP primer sangat dianjurkan untuk mencegah retrombosis. Setelah trombolisis yang

berhasil maka pasien sebaiknya dapat dilakukan evaluasi invasif dan dilakukan pemasangan stent

(gorong-gorong) pada lesi yang terlibat (culprit lesions). Hal ini ditunjukkan oleh 4 penelitian

yakni: SIAM III, GRACIA-I, CAPITAL-AMI dan LPLS.

Tindakan IKP pada STEMI dapat disimpulkan bahwa setiap usaha dan cara harus

dilakukan untuk mengurangi keterlambatan antara serangan pertama nyeri dada dan memulai

tindakan reperfusi yang efektif dan aman pada pasien. Pengurangan waktu total iskemik adalah

hal yang sangat penting tidak hanya untuk tindakan trombolitik tetapi juga untuk tindakan PCI

primer. Mengurangi waktu dari mulai serangan pertama nyeri dada dan segera memulai tindakan

pengobatan secara bermakna akan meningkatkan hasil akhir klinis. Usaha-usaha tersebut

meliputi edukasi pasien dan memperbaiki organisasi dari penyediaan ambulans begitu juga

mengoptimalkan prosedur dalam rumah sakit atau praktik pribadi. Tentu saja tindakan IKP

primer dianjurkan di mana seluruh usaha harus dilakukan untuk memperpendek waktu antara

kontak pertama terhadap medis dan tindakan IKP sebaiknya di bawah 90 menit, misalnya dengan

langsung mengirim pasien STEMI ke unit kateterisasi tanpa melalui unit gawat darurat (UGD)

agar waktu 90 menit ini dapat dicapai atau berkurang