implikasi penghapusan pilihan forum hukum dalam...

168
IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH (Analisis Putusan No. 93/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh Fajar Misbahul Munir NIM: 108044100023 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M

Upload: ngokhanh

Post on 01-Jul-2019

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

(Analisis Putusan No. 93/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh

Fajar Misbahul Munir

NIM: 108044100023

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014 M

Page 2: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN SYARIAH

(Analisis Putusan No. 93/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh

Fajar Misbahul Munir

NIM: 108044100023

Pembimbing

Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A.

NIP. 197608072003121001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014

Page 3: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH(Analisis

Putusan Nomor 93/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi) telah diujikan dalam sidang

Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Januari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi

Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah).

Jakarta, 28 Januari 2014

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. (…………………….)

NIP. 195003061976031001

2. Sekretaris : Rosdiana, M.A. (…………………….)

NIP. 196906102003122001

3. Pembimbing : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A. (..………...................)

NIP.197210161998031004

4. Penguji 1 : Ali Mansur, M.A. (…………………….)

5. Penguji 2 : Dr. Hj. Mesraini, M.A. (…………………….)

NIP. 197602132003122001

Page 4: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 28 Januari 2014

Fajar Misbahul Munir

Page 5: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

v

ABSTRAK

Nama :Fajar Misbahul Munir

NIM :108044100023

Jurusan/Kon :Hukum Keluarga/Peradilan Agama

Kata Kunci :Perbankan Syariah, Pilihan Forum, Non Litigasi, Mahkamah

Konstitusi

Tulisan ini mengangkat tentang pilihan forum khususnya menyoroti

penyelesaian non litigasi pasca lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012. Putusan tersebut merupakan jawaban atas pengujian materi pasal 55

ayat (2) dan (3) Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap UUD

1945. Pembahasan utama yang diangkat adalah implikasi putusan terhadap ketentuan

penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui pilihan forum secara non litigasi.

Pasal yang diujikan ini telah lama menjadi sorotan oleh para akademisi, praktisi

maupun warga pengguna ekonomi syariah lantaran mengakibatkan ketidakpastian

hukum. Lantas bagaimana dampak yang terjadi setelah putusan Mahkamah

Konstitusi terhadap ketentuan pilihan forum penyelesaian sengketa perbankan syariah

secara non litigasi.

Dalam penyajiannya penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Dimulai

dari penyajian mengenai asas kebebasan berkontrak menurut hukum perdata serta

hukum perdata Islam. Selanjutnya penulis sajikan tentang alternatif penyelesaian

sengketa perbankan syariah di Indonesia. Gambaran umum, latar belakang judicial

review pun penulis paparkan guna melihat duduk perkara. Lalu dipertajam oleh

pandangan ahli melihat problematika pasal yang diuji tersebut. Kemudian diakhiri

dengan analisis dampak dan kesimpulan dari putusan tersebut. Data-data yang

digunakan adalah data primer, sekunder termasuk data terkini seperti wawancara

dengan Hakim Konstitusi yang dicoba dikomparasikan sebagai bahan analisis. Sesuai

dengan analisa hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa choice of forum baik

secara litigasi (Peradilan Umum) maupun non litigasi untuk menyelesaikan sengketa

perbankan syariah yang di tentukan dalam penjelasan pasal tersebut tidak lagi

mempunyai hukum mengikat secara keseluruhannya tanpa terkecuali.

Namun jika para pihak sepakat untuk tidak menyelesaikan di Peradilan

Agama, maka ketentuan penyelesaian dengan memilih forum di luar Peradilan

Agama (non litigasi) dapat dibenarkan bilamana ada kesepakatan tertulis terlebih

dahulu diantara para pihak. Sedangkan bentuk penyelesaian dengan mekanisme

perdamaian (non litigasi) pasca putusan MK ini tidaklah dibatasi. Artinya semua

bentuk alternatif penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui non litigasi baik

yang dilaksanakan di dalam maupun di luar pengadilan berupa mediasi, negosiasi,

konsultasi, fasilitasi, arbitrase, konsiliasi maupun pendapat ahli tidaklah menjadi

masalah, selama pilihan forum penyelesaian tersebut telah disepakati kedua pihak dan

tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Page 6: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kita haturkan kedapa Allah SWT atas nikmat

tak tergantikan yang diberikan kepada kita. Yaitu Islam sebagai ajaran yang benar

dan Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang mulia. Semoga dengan mensyukuri

segala kenikmatanNya, kita semua senantiasa dalam lindungan dan hidayahNya. Dan

dengan semakin banyak kita bershalawat kepada RasulNya, semakin besar pula

harapan kita mendapat naungan syafaatnya di hari akhirat kelak. Amin.

Selanjutnya penulis bersyukur atas selesainya penulisan skripsi ini guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

judul “Implikasi Penghapusan Pilihan Forum Hukum dalam Penyelesaian

Sengketa Perbankan Syariah (Analisis Putusan No. 93/PUU-X/2012 Mahkamah

Konstitusi)”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari betul bahwa masih banyak

kesalahan, kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu besar harapan penulis

ini bukan karya paripurna. Melainkan karya pembuka untuk membuat karya ilmiah

yang lebih sempurna pada tingkat selanjutnya. Tak ada gading yang tak retak. Tak

ada manusia yang sempurna. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT

semata.

Page 7: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

vii

Selanjutnya penulis sampaikan, sejak awal masa studi hingga akhir

menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas berkat dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, M.A., M.M., selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., M.A., dan Hj. Rosdiana, MA, Selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.

3. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., selaku pembimbing yang dengan berbagai

kesibukannya masih sempat untuk berdiskusi dan memeriksa skripsi penulis serta

memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Fuad Thohari, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa

memberikan arahan selama masa studi.

5. Seluruh staff pengajar (dosen) Prodi Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah

dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan memberikan motivasi

sepanjang penulis berada di sini.

6. Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Perpustakaan Fakultas Syariah dan hukum yang telah memberikan fasilitas

referensi buku-buku dalam studi kepustakaan.

7. Dr. H. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M. Hum., Hakim Mahkamah Konstitusi

yang telah memberikan informasi serta masukan kepada penulis.

Page 8: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

viii

8. Teristimewa untuk ayahanda Drs. H. Saiful Munir dan ibunda Dra. Hj. Siti Nur

Puji Utami tercinta atas doa, kasih sayang, pengorbanan serta dukungan baik

moril maupun materiil sehingga penulis bisa menyelesaikan studi. Hanya doa

yang ananda bisa berikan serta ridho yang selalu ananda harapkan. Dan untuk

kakakku Kharisma Dyah Utami serta adikku Triana Nurbaity atas perhatian dan

dukungan yang diberikan.

9. Keluarga besar Peradilan Agama angkatan 2008 atas persahabatan dan

pembelajaran bersama, Keluarga besar UKM HIQMA atas jalinan silaturahmi

dan bekal organisasi, Warga Komplek BPKP Situgintung atas kekeluargaan yang

terbina, Keluarga besar PSC atas pengalaman dan pelatihan, Keluarga besar

Ikamaksuta Jakarta dan semua pihak yang pernah mengenal, akrab dan bahkan

turut serta memberikan kontribusi kepada penulis baik moril maupun materiil

yang tidak bisa penulis sebut satu persatu walaupun tanpa mengurangi hormat

dan terimakasih penulis.

Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan mudah-mudahan kebaikan-

kebaikannya dapat diterima dan dibalas Allah SWT.

Jakarta, 24 Januari 2014

Penulis

Fajar Misbahul Munir

Page 9: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………….. ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………… iv

ABSTRAK…………………………………………………………………… v

KATA PENGANTAR……………………………………………………… vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………….... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………. 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………….. 9

D. Metode Penelitian …………………………………….. 10

E. Review Terdahulu ……………………………………. 13

F. Sistematika Penulisan ………………………………… 14

BAB II ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

A. Sejarah dan Pengertian Asas Kebebasan Berkontrak…. 17

B. Asas Kebebasan Berkontrak dalam KUH Per…...……. 25

C. Asas Kebebasan Berkontrak Menurut Hukum Perdata

Islam…………………………………………………...

28

Page 10: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

x

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

MELALUI NON LITIGASI

A. Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di

Indonesia………………………………………………

33

B. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dalam

Hukum Islam……….........................................................

51

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NO 93/PUU-X/2012 TENTANG PENGHAPUSAN

PILIHAN FORUM

A. Gambaran Umum Putusan Mahkamah Konstitusi……. 60

B. Problematika Pilihan Forum Dalam Pasal 55 Ayat 2

Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Menurut Ahli.

64

C. Analisis Penulis terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi beserta Implikasinya.………………………

71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………… 80

B. Saran-Saran…………………………………………… 83

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 85

LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………….. 91

Page 11: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

xi

Page 12: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ekonomi Islam atau lebih dikenal dengan ekonomi syariah merupakan

cabang ilmu pengetahuan yang membantu mewujudkan kesejahteraan

manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya serta perilaku muslim

dengan mengikuti al-qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Lembaga keuangan yang

melakukan aktivitas ekonomi syariah ini diantaranya Perbankan Syariah.1

Perkembangan bank syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam

mulai muncul pada pertengahan abad ke-20. Di Indonesia, kendati gagasan

dan wacana bank syariah di Indonesia muncul pada tahun 70-an akan tetapi

pada saat itu upaya pendirian bank syariah belum dapat terealisasi.2 Akibatnya

perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia dapat dikatakan terlambat jika

dibandingkan dengan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya

muslim. Akhirnya pada tahun 1991 dibentuk suatu akta pendirian PT. Bank

Muamalat Indonesia pada tahun 1990 yang menginginkan adanya pendirian

bank syariah di Indonesia.3

1 Euis Amalia, M. Taufiki dan Dwi Nur’aini Ihsan, Buku Modul Praktikum Bank Mini,

Konsep dan Mekanisme Bank Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007), h.7. 2Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

Indonesia, (Jakarta: Kencana 2006), Cet. Ketiga, h. 58. 3Muhammad Syafiie Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan,

(Jakarta: Tazkia Institute, 1999), h. 278.

Page 13: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

2

Bank syariah secara yuridis juga diperkenalkan pada tahun 1992 sejalan

dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan. Kemudian secara tegas aturan Perbankan Syariah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Seiring dengan semakin berkembangya Perbankan Syariah di Indonesia,

maka dibutuhkan regulasi yang jelas dalam mengaturnya. Penegasan adanya

prinsip syariah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, merupakan salah satu regulasi yang membedakan antara bank

konvensional dengan bank syariah. Salah satu regulasi yang menonjol

perbedaannya antara bank konvensional dan bank syariah adalah mengenai

penyelesaian sengketanya.

Beberapa sengketa yang sering terjadi dalam perbankan syariah

diantaranya seperti adanya ingkar janji (wan prestasi), pertikaian-pertikaian

dan kesalahfahaman. Di samping itu permasalahan yang terjadi dalam

perkembangan ekonomi syariah diantaranya:4 pertama, permasalahan dalam

formulasi akad dimana praktik di lapangan antara bank dan lembaga keuangan

syariah belum memiliki format akad yang baku. Kedua, belum adanya

kejelasan mengenai pembuatan akad syariah, apakah akad tersebut harus

4 Hermansyah, “Tiga Masalah Fundamental Yang Mengganjal ” artikel diakses pada

senin, 02 September 2013 14:46 dari http://pa-banjarbaru.Pta

Banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_berita&id=132.

Page 14: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

3

notariil atau hanya sekedar perjanjian dalam asuransi antara penanggung dan

tertanggung. Ketiga, mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

Dalam perjalanan sejarah perbankan syariah di Indonesia, penyelesaian

sengketa ekonomi syariah setidaknya dapat dilakukan oleh tiga lembaga yang

telah memiliki kompetensi untuk menanganinya yaitu Basyarnas, Pengadilan

Negeri dan yang sekarang adalah Pengadilan Agama. Dua lembaga yang

terakhir ini merupakan lembaga peradilan yang sering disebut dengan proses

litigasi. Sedangkan satu lembaga lainnya adalah proses penyelesaian yang

dilakukan diluar pengadilan yang sering disebut dengan proses non litigasi.

Keberadaan lembaga Arbitrase diakui secara yuridis oleh Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, demikian juga kewenagan

Arbitrase menangani sengketa Perbankan Syariah juga didasarkan atas

kesepakatan ketika berakad atau membuat perjanjian pactum de

compromittendo (sejak awal sebelum terjadi sengketa) atau acta kompromis

(setelah terjadi sengketa).5

Selain Arbitrase, Peradilan Umum juga memiliki kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah dengan merujuk Pasal 50

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang menyebutkan

bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

5Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Lampiran UU No. 30 Tahun

1999, h. 50-51.

Page 15: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

4

menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata ditingkat pertama. Sejak

lahirnya Perbankan Syariah (kelahiran Bank Muamalat Indonesia tahun 1991),

Peradilan Umum mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan Perbankan

Syariah.6

Sedangkan Peradilan Agama, baru pada tahun 2006 mulai mendapatkan

kewenangan menangani sengketa Perbankan Syariah. Kewenangan ini mulai

beralih dari Peradilan Umum menjadi kewenangan Peradilan Agama

berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Berdasarkan

Pasal 49 dijelaskan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang: a. perkawinan, b.

kewarisan, c. wasiat, d. hibah, e.wakaf, f. zakat, g. infak, h. sedekah dan i.

ekonomi Islam.7 Dengan demikian sudah jelas bahwa kewenangan Peradilan

Agama sudah sampai pada kasus sengketa ekonomi syariah.

Dengan demikian Peradilan Negeri tidak lagi memilki wewenang

sengketa ekonomi syariah. Akan tetapi dalam sengketa yang berkaitan dengan

hak milik atau sengketa keperdataan antara lain orang yang beragama non-

Islam mengenai sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-

6Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan

Umum yang kemudian diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004. 7Sulaikin Lubis, dkk. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:

Prenada Media Group, 2006), h. 106.

Page 16: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

5

Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih terkait dengan

Peradilan Umum.8

Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, selain Peradilan Agama kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa perbankan syariah juga dapat dilakukan oleh

Arbitrase dan Peradilan Umum. Sebagaimana Pasal 55 Undang-Undang No.

21 Tahun 2008 menyebutkan9:

1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkungan Peradilan agama.

2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan

sesuai dengan isi akad.

3. Penyelesaian sebagaimana yang dimaksud ayat (2) tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah

Kemudian dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) tersebut disebutkan10

:

Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

akad” adalah upaya sebagai berikut:

a. Musyawarah

b. Mediasi Perbankan;

c. Melalui badan Arbitase Syariah (Basyarnas) Atau lembaga arbitase lain;

dan atau

d. Melalui pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum

Namun terhitung tepat sejak pukul 09.41 WIB, tanggal 29 Agustus 2013,

penjelasan pasal ini tidak lagi berlaku.11

Mahkamah Konstitusi, melalui

8Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia,

(Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 145. 9Tim Redaksi Focus Media, Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Surat Berharga

Syariah Negara, (Jakarta: Focus Media 2008), h. 71. 10

Ibid., h. 122-113.

Page 17: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

6

Putusan Nomor 93/PUU-X/2012 menegaskan bahwa Penjelasan Pasal 55

Ayat (2) UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah bertentangan

dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.12

Penjelasan pasal tersebutlah yang selama ini menjadi biang kemunculan

pilihan penyelesaian sengketa (choice of forum).13

Lalu bagaimana implikasi

dari penghapusan pilihan forum penyelesaian sengketa perbankan syariah

tersebut?

Problem inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian dan mengambil dari putusan Mahkamah Konstitusi yakni Putusan

Nomor 93/PUU-X/2012. Penelitian ini sesuai dengan latar belakang akademik

penulis yaitu Peradilan Agama.

Dengan adanya ketidakpastian kewenangan penyelesaian sengketa

perbankan syariah ini, penulis ingin melihat bagaimana implikasi putusan

pengujian ketentuan pilihan forum penyelesaian sengketa perbankan syariah

yang sangat multitafsir ini, akhirnya dapat diselesaikan Mahkamah Konstitusi

melalui putusannya Nomor 93/PUU-X/2012.

11

Pencantuman waktu selesainya pembacaan putusan tersebut termaktub dalam bagian

penutup putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012. 12

MK Kabulkan Pemohon Terkait UU Perbankan Syariah diakses pada hari senin, 02

September 2013 14:35 dari http://ekonomisyariah.info/blog/2013/08/30/mk-kabulkan-

pemohon-terkait-uu-perbankan-syariah/. 13

Ahmad Z. Anam, M.S.I. (Calon Hakim Pengadilan Agama Kab. Kediri. Mentor: Drs.

H. Imam Asmu’i, S.H), Tantangan dan Strategi Pengadilan Agama dalam Merespon Amanat

Konstitusi yang Memberikan Kewenangan Penuh untuk Mengadili Sengketa Perbankan

Syari’ah, diakses pada senin, 02 September 2013 14:35 dari pa-

kedirikab.go.id/utama/index.php?option=com_content&view=article&id=173:pengadilan-

agama-pasca-putusan-mahkamah-konstitusi-nomor-93puu-x2012&catid=62:berita-original.

Page 18: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

7

Dari beberapa persoalan diatas penulis ingin menuangkan dalam sebuah

karya tulis ilmiah dengan judul: “Implikasi Penghapusan Pilihan Forum

Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah (Analisis

Putusan Nomor 93/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi)”.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas arah pembahasan skripsi ini penulis membatasi

hanya pada kajian Putusan. Putusan yang dimaksud adalah putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012. Fokus pengamatan

penelitian ini adalah pada implikasi penghapusan penjelasan pasal 55 ayat

(2) UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.

Adapun yang penulis maksud dengan implikasi adalah akibat hukum.

Yaitu dampak yang terjadi dalam ketentuan pilihan forum penyelesaian

sengketa perbankan syariah dalam penyelesaian sengketa secara non

litigasi.

2. Perumusan Masalah

Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

kewenangan absolut Peradilan Agama jelas meliputi ekonomi syariah.

Namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 55

ayat (2) membuka jalan penyelesaian sengketa perbankan syariah dengan

Page 19: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

8

pilihan forum sesuai akad. Sehingga perkara perbankan syariah ini masih

mungkin ditangani lembaga di luar Pengadilan Agama.

Kemudian setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi mengenai

pengujian Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di

mana penjelasan Pasal 55 ayat 2 mengenai pilihan forum (choice of forum)

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Maka,

bagaimana kedudukan pilihan forum setelah dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat. Apakah pilihan forum yang tercantum dalam

penjelasan Pasal 55 ayat 2 UU Perbankan Syariah lantas semua terhapus

dan tidak berlaku? Atau hanya forum litigasi saja yang terhapus, guna

mengembalikan kewenangan yuridis Peradilan Agama saja, sehingga

lembaga non litigasi yang tercantum dalam penjelasan pasal masih bisa

dijadikan alternatif penyelesaian? Atau mungkinkah terbuka peluang

untuk penyelesaian sengketa melalui non litigasi dalam bentuk apapun

(tanpa melihat apakah sebelum putusan MK tercantum pada penjelasan

pasal 55 atau tidak)

Maka dari rumusan yang dikemukakan diatas dapat dirinci

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelesaian sengketa perbankan syariah menurut

hukum Islam?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui non

litigasi di Indonesia?

Page 20: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

9

3. Apa implikasi dari penghapusan penjelasan Pasal 55 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 terhadap penyelesaian

sengketa perbankan Syariah, khususnya dalam penyelesaian

melalui non litigasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan rumusan masalah diatas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa perbankan

syariah menurut hukum Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa perbankan

syariah di Indonesia melalui non litigasi.

3. Untuk mengetahui implikasi dari penghapusan penjelasan Pasal 55

Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

penyelesaian sengketa Perbankan Syariah, khususnya dalam

penyelesaian melalui non litigasi pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 21: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

10

1. Untuk menambah ilmu dan wawasan intelektual bagi mahasiswa

ataupun masyarakat yang membaca hasil penelitian ini khususnya

bagi penulis.

2. Memberikan satu karya ilmiah bagi civitas akademika Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Dapat memberikan pengetahuan mengenai Ekonomi Syariah,

khususnya dalam penyelesaian sengketa Perbankan Syariah

melalui non litigasi.

D. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan kualitatif gabungan dari field research dan

kajian pustaka. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilakan data deskriptif, yaitu ucapan atau tulisan dan prilaku yang

diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri.14

Field research adalah

penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data

lapangan15

yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Kajian kepustakaan

14

Arief Furqan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomologis

Terhadap Ilim-Ilmu Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 21-22. 15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1998), h. 234.

Page 22: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

11

adalah pengkajian dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan

dengan pembahasan skripsi ini yang dianalisa data-datanya.

2. Data dan Sumber Penelitian

a. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung

berupa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dan

dari responden yaitu hakim Mahkamah Konstitusi melalui wawancara.

Data sekunder diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian, makalah-

makalah seminar, jurnal, sumber dari internet serta literatur lainnya

yang berkaitan dengan topik judul skripsi ini.

b. Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang digunakan adalah sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer adalah sumber-sumber hukum yang

mengikat seperti peraturan perundang-undangan.16

Sedangkan sumber

sekunder adalah sumber hukum yang memberikan penjelasan sumber

hukum primer17

seperti buku-buku, hasil penelitian dan litaratur

lainnya.

16

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TInjauan

Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 13. 17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TInjauan

Singkat, h. 13.

Page 23: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

12

3. Tehnik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam (indepth interview) yaitu merupakan sebuah

percakapan antara dua orang atau lebih18

untuk memperoleh

keterangan data secara lisan melalui tanya jawab yang berupa

wawancara dengan hakim Mahkamah Konstitusi.

b. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel-

variabel yang berupa buku-buku, hasil penelitian, makalah-makalah

seminar, jurnal, catatan-catatan, dan artikel-artikel, dan juga sumber-

sumber dari internet yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa,

mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat

diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang permasalahan yang

diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah

analisis deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

suatu gejala tertentu.19

Dari gambaran ini dapat diperoleh data yang

kemudian dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan data yang ada,

yang akhirnya diambil kesimpulan.

18

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, cet. Ke-1, (Bandung: Pustaka Setia,

2002), h. 130. 19

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, cet.

ke-dua, h. 104.

Page 24: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

13

5. Tehnik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan adalah

berpedoman kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan

oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2012.20

E. Review Terdahulu

Dalam pembahasan tentang perbankan syariah di Indonesia terutama

kewenangan dan problematika prosedur penyelesaiannya, penulis menelusuri

beberapa skripsi yang ada di Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah. Diantara

karya-karya yang penulis telusuri adalah sebagai berikut:

No Nama/Kon/Fak

/Thn/ Judul

Substansi Perbedaan

1. Muhammad Dani,

Jurusan Perbankan

Syariah, Syariah

dan Hukum UIN

Jakarta, 2008

dengan Judul:

Persepsi Praktisi

Perbankan Syariah

Terhadap Pilihan

Penyelesaian

Pada skripsi ini

menjelaskan

tentang tinjauan

hakim tentang

pilihan pihak yang

berperkara dalam

penyelesaian

sengketa ekonomi

syariah antara

Basyarnas dan

Dalam hal ini

penulis

menitikberatkan

mengenai implikasi

dari Putusan

Mahkamah

Konstitusi terkait

pilihan forum non

litigasi dalam

sengketa perbankan

20

Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum, “Buku Pedoman Penulisan Skripsi,

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”,

(Jakarta:Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu, PPJM Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta).

Page 25: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

14

Sengketa Antara

Basyarnas dan

Peradilan Agama.

Peradilan Agama.

syariah pasca

putusan Nomor

93/PUU-X/2012.

2. Fahmi Firmansyah,

Jurusan Peradilan

Agama, Syariah

dan Hukum UIN

Jakarta, 2013

dengan Judul:

Eksistensi

Peradilan Agama

Pasca Putusan

Mahkamah

Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012.

Skripsi ini

membahas

eksistensi

peradilan agama

serta peran dan

langkah yang

disiapkan Hakim

Peradilan Agama

setelah putusan

tersebut.

Dalam hal ini

penulis

menitikberatkan

mengenai implikasi

dari Putusan

Mahkamah

Konstitusi terkait

pilihan forum non

litigasi dalam

penyelesaian

sengketa perbankan

syariah pasca

putusan Nomor

93/PUU-X/2012.

F. Sistematika Penulisan

Dalam memaparkan penelitian ini kedalam bentuk penulisan, maka

penulis menyusunnya secara sistematis guna memudahkan dalam

menganalisis suatu masalah. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai

berikut:

Bab satu dikemukakan mengenai pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang penulisan skripsi ini. Dalam hal ini penulis mengemukakan tentang

ekonomi syariah beserta perkembangannya disertai dengan permasalahan

Page 26: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

15

penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang ada di Indonesia. Setelah itu,

dikemukakan batasan dan rumusan permasalah pada skripsi ini. Kemudian

dijelaskan mengenai tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review

terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab dua membahas tentang asas kebebasan berkontrak yang di dalamnya

dijelaskan tentang sejarah dan pengertian asas kebebasan berkontrak, asas

kebebasan berkontrak dalam KUHPer dan asas kebebasan berkontrak dalam

hukum Islam.

Bab tiga membahas tentang penyelesaian sengketa perbankan syariah

melalui non litigasi, di dalamnya memuat alternatif penyelesaian sengketa

perbankan syariah di Indonesia dan penyelesaian sengketa perbankan syariah

menurut hukum perdata Islam.

Bab empat mengemukakan mengenai hasil penelitian penulis terhadap

hakim Konstitusi tentang penyelesaian sengketa perbankan syariah khususnya

terkait pilihan forum non litigasi. Kemudian akan dikemukakan analisis

putusan Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012 yang menguji pasal 55

ayat 2 UU No 21 tentang Perbankan Syariah. Pembahasan pada bab ini akan

diperoleh kedudukan pilihan forum, khususnya melalui non litigasi serta

persepsi hakim Mahkamah Konstitusi tentang penyelesaian sengketa

perbankan Syariah pasca putusan.

Page 27: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

16

Bab lima, disajikan penutup berupa kesimpulan dari data dan kajian yang

telah diolah dan dianalisis menjadi pokok permasalahan. Selain itu,

kesimpulan ini juga disertai saran-saran yang berhubungan dengan kajian ini.

Page 28: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

17

BAB II

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

A. Sejarah dan Pengertian Asas Kebebasan Berkontrak

1. Sejarah Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusi untuk

mewujudkan kesejahteraan dirinya sebagai wujud demokrasi ekonomi yang

berlaku di Indonesia berdasarkan UUD 1945. Kesejahteraan seseorang sebagai

indikator untuk mewujudkan kemakmuran, berkaitan dengan siapa yang akan

memperoleh kemakmuran dan bagaimana memperoleh kemakmuran itu.

Di samping itu, pemenuhan kebutuhan seseorang akan benda ekonomi

sangat berkaitan dengan kepemilikan. Masalah kepemilikan merupakan

bagian terbesar dari kewenangan hukum yang mengaturnya,1 di sinilah terlihat

hubungan ekonomi dengan hukum. Memang antara ekonomi dan hukum

berlainan bidangnya, tetapi kedua bidang ini saling membutuhkan dan

melengkapi satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pendekatan sistem, norma hukum yang dianut di dalam

Hukum Perdata (KUHPerdata), perjanjian adalah bagian dari hukum harta

kekayaan. Artinya semua perjanjian pada dasarnya adalah berkaitan dan

berhubungan dengan kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi yaitu yang

1 Milik senantiasa dipikirkan sebagai bagian dari hukum meun et tuum, yaitu hukum

tentang apa yang menjadi milik saya dan apa yang menjadi milik anda. Save M.Dagun,

Pengantar Filsafat Ekonomi, (Jakarta, Rineka Cipta, 1992), h. 82.

Page 29: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

18

dapat dijadikan objek perdagangan (in de handel).2 Oleh karena itulah,

perjanjian merupakan titel untuk memperoleh dan mengalihkan kekayaan dari

dan untuk seseorang.

Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai

realisasi dari asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak pada dasarnya

adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Di sinyalir bahwa

kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUHPerdata

berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir

dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat

pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot (Grotius), Thomas

Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode

setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan menjunjung

tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam

memenuhi kebutuhannya.3

Dalam sejarah perkembangan kebebasan berkontrak, makna dan isi

kebebasan berkontrak mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau

ideologi yang dianut oleh suatu masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana

kebebasan seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh faham atau

ideologi yang dianut suatu masyarakat. Pada saat lahirnya asas kebebasan

2 Pasal 1332 KUH,Perdata : yang dapat dijadikan objek perjanjian adalah semua benda

yang dapat diperdagangkan yang berarti sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. 3Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,

(Bandung: Alumni: 1981), h. 118-119. Lihat juga Achmad Ichsan, Hukum Perdata I B,

(Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1969), h., 9.

Page 30: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

19

berkontrak pada abad 17 dan 18, asas kebebasan berkontrak mempunyai daya

kerja sangat kuat, kebebasannya itu tidak dapat dibatasi baik oleh rasa

keadilan masyarakat atau pun oleh campur tangan negara. Hal ini terjadi

karena adanya pengaruh ideologi individualisme.

Pengaruh faham individualisme yang berkembang pada abad 17-18 telah

memberi peluang yang cukup luas atas isi asas kebebasan berkontrak

sedemikian bebasnya dan sangat kuat dalam melindungi kepentingan individu.

Namun dalam perkembangannya, akibat desakan faham-faham etis dan

sosialis, faham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih setelah perang

dunia kedua. Faham ini secara umum menimbulkan zaman baru dalam

hukum, demikian juga pengaruh faham etis dan sosialis ini terlihat dan sangat

terasa pada isi dari asas kebebasan berkontrak.4 Asas kebebasan berkontrak

mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal

dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak.

Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of

contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum, yaitu:5

a. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-

syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak

membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena

4 Mahadi, Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat, (Medan: USU Press,

1985), h. 2-3. 5 Remy Syahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari

kreditur dan debitur, makalah yang disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia di

Surabaya pada tanggal 27 April 1993, h. 2.

Page 31: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

20

syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak.

Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas

kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan

sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat.

b. Asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut

hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut

Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas

kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk

menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.

Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal. Asas kebebasan

berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir

semua sistem hukum.6 Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum

utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian, dikenal

dalam civil law system maupun dalam common law system, bahkan dalam

sistem hukum Islam.

Pengertian kebebasan berkontrak dalam civil law system berasal dan

dikembangkan dari konsep dan perkembangan perikatan atau obligatio yang

untuk pertama kali dipergunakan di dalam civil law tradition pada zaman

6Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1993), 38. Lihat juga Ridwan Khairandy, Pengaruh Paradigma Kebebasan

Berkontrak Terhadap Teori Hukum Kontrak Klasik dan Pergeserannya, tidak dipublikasikan,

2003, h. 49.

Page 32: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

21

Romawi oleh Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533,

bagian Institutiones.7

Pengertian kebebasan berkontrak dalam common law:8

1. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak

menghendakinya (nobody was bound to enter into any contracts at all if

he didnot chose todo so);

2. Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan membuat

kontrak (everyone had a choice of persons with whom he could contract);

3. Orang dapat membuat pelbagai macam (bentuk) kontrak (people could

make virtually any kind of contract);

4. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang

dipilihnya (people could make any kind of contract on an term they

chose).

Asas kebebasan berkontrak ini juga pada era globalisasi telah disepakati

sebagai suatu asas hukum dapat dilihat dalam:9

The Unidroit Principles of International Institute Contract yang

diselesaikan penyusunannya oleh The International Institute for the

univication of Private Law (UNIDROIT) di Roma pada bulan Mei 1994

memuat kebebasan berkontrak sebagai suatu asas dan diatur di dalam

Pasal pertama. Selain itu, Commission on Europen Contract Law, sebuah

badan yang beranggotakan para ahli hukum dari European Community

(sekarang Uni Eropa) telah pula menyelesaikan The principles Of

7 Johannes Gunawan, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri

Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70

Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, (Bandung: Aditama, 2008), h. 259. 8 Ibid., h. 265.

9 Ibid., h. 258.

Page 33: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

22

European Contract Law pada tahun 1998 pada Pasal 1.102 mengatur

tentang kebebasan berkontrak sebagai suatu asas.

Dalam sistem hukum nasional Indonesia, asas ini ini diimplementasikan

pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata

yang menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian

dengan siapa yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang

akan dilakukan. Berdasarkan prinsip asas inilah maka Buku III KUHPerdata

menganut sistem terbuka.

Asas kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang

digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak

kebendaan demi pemenuhan kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam

KUHPerdata yang menganut sistem kontinental kebebasan untuk melakukan

kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata. Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam

praktiknya pada saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan

manusia, termasuk kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat

penting karena perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh

hak kepemilikan.

2. Pengertian Asas Kebebasan Berkontrak

Walaupun banyak persetujuan-persetujuan yang belum diatur dalam

undang-undang, akan tetapi karena BW menganut azas kebebasan berkontrak,

yang artinya bahwa setiap orang adalah bebas untuk membuat persetujuan

Page 34: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

23

apapun selain yang diatur oleh undang-undang, maka tidak tertutup

kemungkinan bagi para pihak untuk membuat persetujuan-persetujuan

tersebut.10

Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak atau yang sering juga

disebut sebagai sistem terbuka adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang

oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan

perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Penegasan mengenai

adanya kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini juga

dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan

yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan

kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah.

Subekti menyatakan bahwa, cara menyimpulkan asas kebebasan

berkontrak (beginsel der contractsvrijheid) adalah dengan jalan menekankan

pada perkataan "semua" yang ada di muka perkataan "perjanjian". Dikatakan

bahwa Pasal 1338 ayat (1) tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan

(proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu

akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan

10

Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: BinaCipta, 1979), h. 10-11.

Page 35: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

24

terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan "ketertiban umum

dan kesusilaan".11

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa "Semua"

mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal

maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. Asas kebebasan berkontrak

(contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan

menentukan "apa" dan "siapa" perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang

diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan

mengikat.12

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa

setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi

dan macam apapun asal tidak bertentangandengan undang-undang, kesusilaan

dan ketertiban umum.13

Asas kebebasan berkontrak itu dituangkan oleh

pembentuk undang-undang dalam Pasal 1338 ayat 1 BW.Dalam hukum

perdata asas kebebasan berkontrak yang dianut Buku III BW ini merupakan

sistem (maeriil) terbuka sebagai lawan sistem (materiil) tertutup yang dianut

Buku II BW.14

Bahwa dengan kebebasan membuat perjanjian tersebut berarti orang

dapat menciptakan hak-hak perseorangan yang diatur dalam Buku III BW

11

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), (Jakarta:

Pradnya Paramita, 1983), Cetakan Keenam Belas, h. 5. 12

Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2001), Cetakan Pertama, h. 84. 13

Subekti, HukumPerjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1979), cet. VI, h. 13. 14

Ibid., h. 13.

Page 36: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

25

akan tetapi diatur sendiri dalam perjanjian, sebab perjanjian yang dibuat

sacara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

(Pasal 1338 ayat 1 BW). Namun kebebasan berkontrak bukan berarti boleh

membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, tetapi kontrak (perjanjian) harus

tetap dibuat dengan mengindahkan syarat-syarat untuk sahnya perjanjian, baik

syarat umum sebagaimana disebut Pasal 1320 BW maupun syarat khusus

untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

Sistem ini mengandung konsekuensi dibabaskannya orang membuat

perjanjian jual beli menurut kehendak kedua belah pihak meskipun isi

perjanjian itu tidak diatur undang-undang atau bahkan menyimpang dari

undang-undang.

B. Asas Kebebasan Berkontrak dalam KUH Perdata

Pengaturan hukum perdata Indonesia masih mengacu apa yang terdapat

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berlakunya ketentuan ini

secara yuridis didasarkan pada Pasal II Peraturan Peralihan UUD 1945. Dalam

KUHPer ataupun dalam peraturan lainnya tidak ada satu pasal pun yang

menyatakan dengan tegas berlakunya asas kebebasan berkontrak. Hal ini tidak

berarti bahwa hukum perdata Indonesia tidak mengenal asas kebebasan

berkontrak.

Dalam KUHPer, asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari Pasal

1338 KUHPer yang menyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat

Page 37: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

26

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”.15

Dari

“semua” dapat ditafsirkan bahwa setiap orang dapat membuat perjanjian

dengan isi apapun. Ada kebebasan dari setiap subjek hukum untuk membuat

perjanjian dengan siapapun yang dikehendaki, dengan isi dan dalam bentuk

apapun yang dikehendaki.

Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka dimungkinkan

subjek hukum membuat perjanjian hukum yang baru yang belum dikenal

dalam undang-undang (dikenal dsengan istilah perjanjian tidak bernama,

yakni perjanjian yang jenis dan peraturannya belum dituangkan dalam KUH

Perdata). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pembentuk

undang-undang pada asasnya memang mengakui kemungkinan akan adanya

perjanjian lain dari yang telah diatur dalam KUH perdata, dan ini

membuktikan berlakunya asas kebebasan berkontrak.16

Akibat adanya asas kebebasan berkontrak adalah bahwa bentuk perjanjian

yang berupa kata sepakat (consensus/lisan) saja sudah cukup. Apabila

consensus demikian dituangkan dalam akta, dimaksudkan hanya untuk

kepentingan pembuktian semata. Sedangkan mengenai isinya, para pihak pada

dasarnya bebas menentukan sendiri apa yang mereka inginkan.

15

KUHPer Pasal 1338. 16

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1993), h.

36.

Page 38: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

27

1. Ruang Lingkup Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi

ruang lingkup sebagai berikut:

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi

ruang lingkup sebagai berikut:

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih klausa dari perjanjian yang

dibuatnya;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e. Kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian termasuk

kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional (aanvullend, optional).17

2. Unsur-unsur Asas Kebebasan Berkontrak

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat perjanjian.

c. Kebebasan untuk menetapkan bentuk perjanjian.

d. Kebebasan untuk menetapkan isi perjanjian.

e. Kebebasan untuk menetapkan cara membuat perjanjian.18

17

Remy Syahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang Seimbang Dari

Kreditur dan Debitur, h. 10. 18

Yohanes Gunawan, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Penerbit Unika

Parahyangan Program Pasca sarjana Program Magister Ilmu Hukum, 1999), h. 33-34.

Page 39: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

28

Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang bebas untuk mengadakan

perjanjian atau tidak mengadakan perjanjian serta memilih dengan siapa ia

akan membuat perjanjian. Adapun mengenai isi, bentuk dan cara pembuatan

perjanjian para pihak bebas untuk menyepakatinya.

Terhadap asas kebebasan berkontrak dikenal pembatasan yang termuat

dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu perjanjian tidak boleh bertentangan

dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Menurut Pitlo, di

samping hal tersebut di atas masih terdapat pembatasan yang lain dalam

wujud dipersyaratkannya bentuk tertentu, yaitu harus dituangkan dalam

bentuk tertulis, atau otentik atau notariil.19

C. Asas Kebebasan Berkontrak Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam, suatu perjanjian harus dilandasi adanya kebebasan

berkehendak dan kesukarelaan dari masing-masing pihak yang mengadakan

transaksi sebagai mana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 29

sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

19

A. Pitlo, Tafsiran Singkat Tentang Beberapa Bab dalam Hukum Perdata, (Jakarta:

Intermassa, 1979), h. 56.

Page 40: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

29

perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Q.S.

4: 29).20

Syariat Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk

melakukan akad sesuai yang diinginkannya, sebaliknya apabila ada unsur

pemaksaan atau pemasungan kebebasan akan menyebabkan legalitas kontrak

yang dihasilkan batal atau tidak sah. Asas ini menggambarkan prinsip dasar

bidang muamalah yaitu kebolehan (mubah) yang mengandung arti bahwa

hukum Islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam

muamalah baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.

Banyak bidang-bidang usaha yang telah diisyaratkan dalam Al-quran,

misalnya pertanian, peternakan, industri, baik industri pakaian, industri besi

ataupun industri bangunan, perdagangan, kelautan dan jasa.21

Namun kebebasan berkontrak tersebut memiliki limitasi terhadap hal-hal

yang sudah jelas dilarang dalam syariat. Tujuan dari limitasi tersebut adalah

untuk menjaga agar tidak terjadi penganiayaan antara sesama manusia melalui

kontrak yang dibuatnya. Limitasi tersebut antara lain larangan bertransaksi

secara ribawi, larangan perjuadian atau untung-untungan, dan larangan gharar

atau menjual barang yang tidak dapat diserahkan karena belum dikuasai

dalam melakukan transaksi.22

20

Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Al-Quran dan

Tejemahannya, (Jakarta: Depag RI, 1986), h. 122. 21

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di

Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 193-194. 22

Ibid., h. 194.

Page 41: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

30

Keberadaan perjanjian dapat ditelaah dengan melihat beberapa prinsip

muamalah dalam Islam, di antaranya: pertama, pada dasarnya segala bentuk

mualamah adalah mubah, kecuali yang dilarang dalam al-Qur’an dan Sunnah;

kedua, muamalah dilakukan atas dasar suka rela, tanpa mengandung unsur

paksaan; ketiga, muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan

manfaat dan menghindari madharat dalam kehidupan masyarakat; keempat,

muamalah dilaksanakan untuk memelihara keadilan, menghilangkan

kezaliman (ketidakadilan), gharar (penuh tipu daya).23

Menurut mazhab Hanbali dan Maliki, pihak-pihak yang melakukan

perjanjian (akad) bebas menggunakan persyaratan selama syarat-syarat itu

bermanfaat bagi kedua belah pihak, misalnya menentukan sifat-sifat tertentu

yang bermanfaat terhadap barang yang dibeli. Namun demikian, mereka tetap

menyatakan bahwa syarat tersebut tidak boleh bertentangan dengan kehendak

syara’.24

Salah satu faktor penting dalam terciptanya perjanjian adalah adanya

unsur kerelaan di antara pihak yang melebur diri ke dalam ikatan perjanjian.

Pihak kedua berikrar kepada pihak pertama dan saling rela dengan ikatan

tersebut. Harus dipahami bahwa bertemunya kedua pihak adalah sebagai

wujud kesesuaian keinginan untuk memunculkan kelaziman syara’ yang

23

Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam,

(Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1993), h.

10. 24

Lihat Abdul Azis Dahlan, et,al. (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1996), Juz I, h. 67.

Page 42: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

31

dicari oleh kedua pihak. Akad tersebut tidak hanya bisa terwujud dengan

adanya ikatan dua perkataan secara nyata, akan tetapi juga terwujud dengan

adanya ucapan dari salah satu pihak kemudian pihak yang lain mengerjakan

sesuatu yang menunjukkan kehendaknya.

Bahkan juga dapat terjadi suatu akad dengan adanya ikatan antara dua

perilaku yang dapat menggantikan posisi ucapan tersebut, yaitu yang bisa

dipahami oleh kedua belah pihak, baik berupa tindakan maupun isyarat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami, bahwa sebenarnya inti

terciptanya perjanjian adalah terwujudnya kehendak pihak yang mengadakan

perjanjian dan ada kesesuaian antara keduanya untuk menjalankan kewajiban

bersama, yang diindikasikan dari adanya ungkapan, tulisan, isyarat, atau

tindakan. Suatu perjanjian dapat mengikat para pihak yang terlibat

didalamnya apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Rukun akad yang paling

pokok adalah ijab dan kabul.25

Dengan demikian, esensi perjanjian adalah

pencapaian kesepakatan kedua belah pihak, di mana perbuatan seseorang

dianggap sebagai suatu pernyataan kehendak. Pernyataan kehendak dapat

dilakukan berupa tindakan yang menurut kebiasaan dianggap sebagai

perjanjian. Tindakan tersebut juga dianggap sebagai pernyataan kerelaan atas

suatu persyaratan dari satu pihak.

25

Lihat Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, 1990), Juz II, h. 40.

Page 43: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

32

Suatu kebiasaan selama tidak melanggar syara’ diperbolehkan dan dapat

diambil sebagai dasar hukum. Karena hukum asal dalam bermuamalah adalah

boleh (mubah) dan tidak diberikan penjelasan rinci tata cara

pelaksanakaannya. Maka pelaksanaannya dikembalikan kepada kebiasaan

yang telah berlaku.

Page 44: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

33

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

MELALUI NON LITIGASI

A. Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Indonesia

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang

perbankan syariah, Pasal 55 ayat (2) sangat terbuka sekali pilihan forum

penyelesaian sengketa perbankan syariah antara litigasi dan non litigasi.

Beberapa lembaga non litigasi yang dijadikan media penyelesaian sengketa

perbankan syariah diantaranya:

1. Musyawarah

Di dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah, musyawarah

merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar

peradilan. Kata musyawarah sedikit asing atau tidak terlalu familiar

dikalangan masyarakat, namun sebenarnya musyawah ini dapat disamakan

dengan proses negosiasi. Kata “negotiation” dalam bahasa inggris yang

diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu memiliki arti “berunding” atau

“bermusyawarah”.1 Menurut Joni Emiron secara umum negosiasi dapat

diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui

proses peradilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas

1Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), cet. Ke-4, h. 171.

Page 45: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

34

dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.2 Sedangkan menurut Garry

Goodpaster yang dimaksud dengan negosiasi adalah proses bekerja untuk

mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan

komunikasi yang dinamis dan bervariasi serta bernuansa sebagaimana

keadaan atau yang dapat dicapai orang. Maka dapat dipahami bahwa

musyawarah merupakan negosiasi yang mana lebih dikenal oleh banyak

pihak.3

Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai

kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang

sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang

bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak

ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan

maupun yang berwenang mengambil keputusan.4

Terdapat beberapa teknik negosiasi yang dikenal:

1. Teknik Negosiasi Kompetitif: a) Diterapkan untuk negosiasi yang

bersifat alot; b) Adanya pihak yang mengajukan permintaan tinggi

pada awal negosiasi; c) Adanya pihak yang menjaga tuntutan tetap

tinggi sepanjang proses; d) Konsesi yang diberikan sangat langka atau

terbatas; e) Perunding lawan dianggap sebagai musuh; f) Adanya

2Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 44-45. 3Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 2006h. 171. 4Ibid., h. 171-172.

Page 46: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

35

pihak yang menggunakan cara-cara berlebihan untuk menekan pihak

lawan; g) Negosiator tidak memiliki data-data yang baik dan akurat.

2. Teknik Negosiasi Kooperatif: a) Menganggap negoisator pihak lawan

sebagai mitra, bukan sebagai musuh; b) Para pihak menjajaki

kepentingan, nilai-nilai bersama dan mau bekerja sama; c) Tujuan

negosiator adalah penyelesaian sengketa yang adil berdasarkan

analisis yang objektif dan atas fakta hukum yang jelas.

3. Teknik Negosiasi Lunak: a) Menempatkan pentingnya hubungan

timbal-balik antar pihak; b) Tujuannya untuk mencapai kesepakatan;

c) Memberi konsesi untuk menjaga timbal-balik; d) Mempercayai

perunding; e) Mudah mengubah posisi; f) Mengalah untuk mencapai

kesepakatan; g) Berisiko saat perunding lunak menghadapi seorang

perunding keras, karena yang terjadi adalah pola “menang kalah” dan

melahirkan kesepakatan yang bersifat semu.

4. Teknik Negosiasi Keras: a) Negosiator lawan dipandang sebagai

musuh; b) Tujuannya adalah kemenangan; c) Menuntut konsesi

sebagai prasyarat dari hubungan baik; d) Keras terhadap orang

maupun masalah; e) Tidak percaya terhadap perunding lawan; f)

Menuntut perolehan sepihak sebagai harga kesepakatan (win-lose); g)

Memperkuat posisi dan menerapkan tekanan.

5. Teknik Negosiasi Interest Based: a) Sebagai jalan tengah atas

pertentangan teknik keras dan lunak, karena teknik keras berpotensi

Page 47: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

36

menemui kebuntuan (dead lock), sedangkan teknik lunak berpotensi

citra pecundang bagi pihak yang minor; b) Mempunyai empat

komponen dasar yaitu people (Komponen people dibagi menjadi tiga

landasan, yaitu: pisahkan antara orang dan masalah; konsentrasi

serangan pada masalah bukan orangya; para pihak menempatkan diri

sebagai mitra kerja), interest (Komponen interest memfokuskan pada

kepentingan mempertahankan posisi), option/solution (Komponen

option, bermaksud: Memperbesar bagian sebelum dibagi dengan

memperbanyak pilihan-pilihan kesepakatan; Jangan terpaku pada satu

jawaban; Menghindari pola pikir bahwa pemecahan masalah mereka

adalah urusan mereka). dan criteria (pioc) (Komponen kriteria

mencakup: kesepakatan kriteria, standar objektif, indepedensi;

bernilai pasar; preseden; scientific judgement atau penilaian ilmiah;

standar profesi; bersandar pada hukum; kebiasaan dalam

masyarakat).5

Ada beberapa tahap dalam melaksanakan negosiasi agar hasil yang

diharapkan dapat berhasil dengan baik. Adapun tahap-tahap negosiasi sebagai

berikut:

a. Tahap Persiapan

5Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan:

Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2011), h. 19.

Page 48: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

37

Sebelum mempersiapkan suatu perundingan, maka perlu mempersiapkan

segala sesuatu yang diperlukan sebelum mengenal kepentingan orang lain.

Dalam praktek pelaksanaan negosiasi biasanya apa yang sudah

dipersiapkan belum tentu dapat diterapkan langsung secara formal, sebab

selalu ada masalah baru yang muncul ketika negosiasi dilaksanakan. Oleh

karena itu perlu dicari pokok persoalan apa yang cenderung timbul.6

b. Tahap Berlangsung Negosiasi

Dalam tahap ini biasanya seorang perunding mempersiapkan strategi

tentang hal-hal yang berkaitan dengan menetapkan persoalan dan

permasalahan apa yang akan dinegosiasi secara terperinci dan sistematis

sehingga tidak terjadi pendekatan yang melantur dari masalah yang

sebenarnya. Langkah berikutnya adalah dengan menyelidiki

kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari argumentasi yang

dikemukakan. Kedua belah pihak bisa mengungkapkan gagasan-gagasan

baru untuk melihat respon yang muncul.7

c. Tahap Setelah Negosiasi dilaksanakan

Setelah negosiasi dilaksanakan, para pihak yang diwakili oleh negosiator

mengambil kesimpulan tentang hal-hal yang telah disepakati bersama.

6Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 172. 7Ibid., h. 173.

Page 49: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

38

Kesempatan tersebut sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis dan

ditandatangani bersama.8

2. Mediasi Perbankan

Pengaturan mengenai mediasi dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal

6 ayat (3),9 Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam pasal 6 ayat (3) adalah suatu

proses kegiatan bagi kelanjutan dari gagalnya negosiasi perdamaian yang

dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2). Dalam proses

mediasi pada hakikatnya ada keterlibatan pihak ketiga, dalam hal ini mediator

baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen yang

bersifat netral dan tidak memihak.

Sebagai pihak yang netral, mediator berkewajiban untuk melaksanakan

tugas dan fungsinya berdasarkan kehendak dan kemauan para pihak. Sebagai

suatu pihak diluar, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator

berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang

bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang

dipersengketakan oleh para pihak. Berdasarkan informasi yang diperoleh,

baru kemudian mediator dapat menentukan duduk perkara dari masing-masing

8Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, h.

174. 9Dalam Pasal 6 ayat (3) dinyatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa

atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun

melalui seorang mediator.

Page 50: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

39

pihak yang bersengketa, dan selanjutnya mencoba menyusun proposal

penyelesaian, yang kemudian dikomunikasikan kepada pihak secara langsung.

Apabila telah sepakat dan diperoleh suatu persetujuan dari para pihak atas

proposal yang diajukan untuk penyelesaian masalah yang dipersengketakan,

mediator kemudian menyusun kesepakatan itu secara tertulis untuk

ditandatangani oleh para pihak. Menurut Undang-UndangNomor 30 Tahun

1999 tentang arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa, Kesepakatan

penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan

mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan i’tikad baik.

Kesepakatan tertulis tersebut kemudian didaftarkan di Pengadilan Agama10

dalam waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak penandatanganan, dan

wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak

pendaftaran.

3. Badan Arbitrase Syariah (BASYARNAS)

a. Pengertian Arbitrase

Secara etimologi Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin)

atau arbitrage yang berarti suatu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu

menurut kebijaksanaan. Secara istilah Arbitrase adalah penyelesaian sengketa

yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang arbiter atas dasar

10

Katentuan ini didasarkan pada SEMARI Nomor 8 tahun 2008 yang menyatakan bahwa

penyelesaian arbitrase atau mediasi syari’ah didaftarkan untuk dieksekusi di Pengadilan

Agama.

Page 51: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

40

kebijaksanaannya dan para pihak akan tunduk pada putusan yang diberikan

oleh arbiter yang mereka tunjuk.11

Sehubungan dengan pengertian di atas, dalam Pasal 1 angka (1) Undang-

UndangNomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dijelaskan bahwa arbitrase

adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum

yang didasarkan pada perjanjian abitrase yang dibuat secara tertulis oleh para

pihak yang bersengketa.Dari pengertian tersebut dapat diketahui pula bahwa

dasar dari arbitrase adalah perjanjian di antara para pihak itu sendiri, yang

didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa apa yang telah

diperjanjikan oleh para pihak mengikat mereka sebagai Undang-Undang.12

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 angka (8) Undang-UndangNomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

disebutkan bahwa lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak

yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu,

lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai

suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.13

11

Ahmad Djauhari, Arbitrase Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Basyarnas, 2006), h. 22. 12

Dalam istilahnya dikenal dengan asas Pacta sunt van servanda, yaitu semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang

membuatnya. (Lihat: Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, t.th), h.

649. 13

Lihat Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternati

Penyelesaian Sengketa.

Page 52: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

41

Dengan demikian, arbitrase merupakan suatu sistem atau cara

penyelesaian sengketa keperdataan oleh pihak ketiga yang disepakati atau

ditunjuk oleh para pihak baik sebelum terjadinya sengketa maupun setelah

terjadinya sengketa. Proses arbitrase yang relatif cepat dan murah,

menjunjung tinggi asas konfidensialitas (kerahasiaan), bebas memilih arbiter

dengan pertimbangan keahlian (expert) dan para pihak bebas memilih hukum

yang akan dipakai dalam proses arbitrase dan putusan yang dihasilkan

bersifat final and binding serta merupakan win-loss solution.14

b. Bentuk-Bentuk Arbitrase

1) Arbitrase sementara (ad-hoc atau volunter arbitrase)

Arbitrase ad-hoc adalah arbitrase yang didasarkan pada perjanjian

arbitrase yang dibuat setelah sengketa terjadi (akta kompromis), dimana

arbiter yang dipilih adalah arbiter bukan dari institusi arbitrase yang

ada.15

Arbitrase ini tidak permanen atau tidak melembaga,

bersifat incidental dan jangka waktunya tertentu sampai dengan sengketa

diputuskan. Para pihak dapat mengatur sendiri cara-cara bagaimana

pelaksanaan pemilihan arbiter, tentang prosedur atau proses beracara,

petugas administratif, dll. Dalam melaksanakannya, jenis ini sering

mendapatkan kesulitan diantaranya dalam melakukan negosiasi dan

14

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2005), h. 208. 15

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2009), cet. Ke-2, h. 204.

Page 53: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

42

menetapkan aturan-aturan prosudural serta menetapkan

arbirternya.16

Dengan demikian, arbitrase ini keberadaannya hanya untuk

memutuskan dan menyelesaikan suatu kasus sengketa tertentu saja.

Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan arbitrase ad-

hoc inipun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. Namun, perlu

ditekankan bahwa yang dijadikan patokan dalam pemilihan-pemilihan

dan penentuan arbiter tersebut tidak boleh menyimpang dari apa yang

telah ditentukan oleh Undang-Undang.

2) Arbitrase institusional (lembaga Arbitrase)

Arbitrase Institusional adalah suatu lembaga permanen yang dikelola

oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka

tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang

dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS), badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem

arbitrase sendiri-sendiri.17

Jadi, sifat permanen tersebut merupakan salah

satu pembeda dari arbitrase ad hoc. Arbitrase institusional ini sudah dan

tetap ada sebelum ada perselisihan maupun setelah perselisihan tersebut

selesai diputus. Arbitrase ini sudah memiliki aturan-aturan prosedur

16

Ahmad Djauhari, Arbitrase Syariah di Indonesia, (Jakarta: Basyarnas, 2006), h. 54. 17

Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2006), h. 27.

Page 54: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

43

sebagai pedoman bagi para pihak, termasuk dalam hal penentuan atau

pengangkatan para arbiternya.

Di Indonesia, terdapat dua badan arbitrase institusional, yaitu Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan oleh Kamar Dagang

dan Industri (Kadin) tahun1977 dan Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas) yang didirikan serta menjadi perangkat organisasi dari

Majelis Ulama Indonesia tahun 1993.18

c. Sejarah Badan Arbitrase Syariah

Lembaga Arbitrase (hakam) telah dikenal sejak zaman pra islam. Pada

masa itu, tradisi penyelesaian sengketa melalui juru damai lebih berkembang

pada masyarakat Makkah sebagai pusat dari perdagangan, selain di Makkah,

perwasitan juga berkembang juga berkembang pada masyarakat Madinah

sebagai daerah yang agraris untuk menangani masalah-masalah sengketa hak

milik atas tanah.19

Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan

bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, kiyai dan para

ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di

Indonesia. Peretemuan tersebut dimotori oleh dewan pimpinan Majelis Ulama

18

Ahmad Djauhari, Arbitrase Syariah di Indonesia,( Jakarta: Basyarnas, 2006), h. 54-55. 19

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga terkait BAMUI

dan Takaful di Indonesia,( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 141.

Page 55: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

44

Indonesia (MUI) pada tanggal 22 April 1992,20

pada tanggal tersebut

diadakanlah rapat lanjutan, rapat lanjutan tersebut mereka membentuk tim

yang bertugas untuk mempelajari dan mempersiapkan bahan-bahan bagi

kemungkinan berdirinya lembaga arbitrase Islam.

Setelah diadakannya rapat lanjutan sebagai tindak lanjut pertemuan

sebelumnya. Dewan pimpinan MUI menerbitkan SK. Dan berkat Rahmat

Allah dan usaha semua pihak yang terlibat dalam proses berdirinya BAMUI

(Badan Arbitrase Muamalah Indonesia), akhirnya pada tanggal 21 Oktober

1993 telah diresmikan BAMUI.

Dalam perkembangan selanjutnya, Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

(BAMUI) mengalami perubahan nama dan status. Dalam rekomendasi Rapat

Kerja Nasional MUI, tanggal 23-26 Desember 2002, menegaskan bahwa

BAMUI adalah lembaga hakam (arbitrase syari’ah) satu-satunya di Indonesia

dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian sesuai dengan hasil

pertemuan antara Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dengan Pengurus

Badan Arbitrase Muamalah Indonesia tanggal 26 Agustus 2003 serta

memperhatikan isi surat Pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia No.

82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 7 Oktober 2003, maka Majelis Ulama

Indonesia dengan SK nya. Kep-09/MUI/XII/2003, tanggal 30 syawal 1424/24

20

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga terkait BAMUI

dan Takaful di Indonesia, ( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 144.

Page 56: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

45

Desember 2004 M, menetapkan diantaranya, bahwa;21

nama Badan Arbitrase

Muamalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitarse Syari’ah Nasional

(BASYARNAS), bentuk badan hukum BAMUI dari yayasan menjadi badan

yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi MUI,

Basyarnas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga hakam

bersifat otonom dan independen, dan terakhir mengangkat pengurus

Basyarnas.22

d. Dasar Hukum Basyarnas

Beberapa perUndang-Undangan telah lahir yang berkaitan dengan

kedudukan Basyarnas yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang diubah dengan

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, dan

terakhir dirubah dengan Undang-UndangNomor 50 Tahun 2009.

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam Undang-Undang tersebut keberadaan Basyarnas dianggap sebagai

alternatif penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan (non ligitasi) yang

21

Ahmad Djauhari, Arbitrase Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Basyarnas, 2006.h), 42. 22

Ibid. h. 38.

Page 57: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

46

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para

pihak yang bersengketa ketika melakukan akad perjanjian.

e. Struktur Organisasi dan Ruang Lingkup Kewenangan Basyarnas

Sebagai sebuah organisasi atau badan, Badan Arbitase Syariah Nasional

mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris

dan beberapa orang anggota tetap.23

Ketua, wakil ketua, sekretaris dan

beberapa orang anggota tetap tersebut diangkat dan dibeherentikan atas usulan

pendiri Badan Arbitase Syariah Nasional.

Arbitrase sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa, dan dalam

penyelesaian tersebut Arbitrase mempunyai kewenangan tertentu.24

Adapun

kewenangan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) meliputi:

a) Menyelesaikan sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan,

industri, keuangan, jasa dan lain- lain dimana para pihak sepakat secara

tertulis untuk menyelesaikannya.

b) Memberikan suatu pendapat yang mengingat tanpa adanya suatu sengketa

mengenai suatu persoalan yang berkenaan dengan perjanjian permintaan

para pihak.25

23

A. Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif,

(Bandung: PT. CITRA ADITYA BAKTI, 2002), h. 94. 24

Ibid., h. 84. 25

Ibid., h. 62.

Page 58: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

47

f. Kompetensi Basyarnas Dalam Sengketa Ekonomi Syariah

Kompetensi absolut dari lembaga arbitrase ditentukan oleh ada tidaknya

perjanjian yang memuat klausula arbitrase baik berupa pactum de

compromittendo26

ataupun akta kompromis.27

Dalam Pasal 11 UU No. 30

Tahun 1999 tentang alternatif penyelesaian sengketa menyatakan bahwa

adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk

mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam

perjanjiannya kepengadilan Negeri. Oleh karena itu, berdasarkan aturan

hukum yang berlaku kewenangan absolute seluruh badan-badan peradilan

negara, termasuk dalam hal ini lingkungan peradilan agama tidak dapat

menjangkau sengketa atau perkara yang timbul dari perjanjian yang

didalamnya terdapat klausula arbitrase.28

Lembaga arbitrase dalam melaksanakan kompetensinya berdasarkan

perjanjian arbitrase terealisasikan berupa pemberian pendapat hukum yang

mengikat (legal binding opinion) dan pemberian putusan arbitrase karena

adanya suatu sengketa tertentu. Bahwa tanpa adanya suatu sengketa, lembaga

arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam

suatu perjanjian untuk memberikan suatu pendapat hukum yang mengikat

mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.

26

Lihat: Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, h. 649. Dan Ahmad Djauhari, Arbitrase

Syari’ah di Indonesia, h. 50. 27

Lihat Ahmad Djauhari, Arbitrase Syari’ah di Indonesia, h. 51. 28

Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah: Di Pengadilan Agama &

Mahkamah Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. Ke-1, h. 109.

Page 59: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

48

Legitimasi penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini adalah bahwa

perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang

membuatnya dan bahwa hukum perjanjian menganut sistem terbuka (open

system). Oleh karena itu, terdapat kebebasan dari para pihak dalam

menentukan materi atau isi perjanjian, pelaksanaan perjanjian, dan cara

menyelesaikan sengketa.29

Sehingga secara tegas dikatakan bahwa arbitrase

adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan umum yang didasarkan pada

suatu perjanjian arbitrase, yaitu perjanjian yang dibuat sebelum terjadinya

sengketa (pactum de compromittendo) maupun sesudah terjadi sengketa (akta

kompromis).

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 terdapat

persyaratan terhadap sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme arbitrase,

yang berbunyi:

1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa

dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan

perundang-undangan dikusai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah

sengketa yang menurut peraturan perUndang-Undangan dengan tidak

dapat diadakan perdamain.

29

Abdul Ghofur Anshori, Penyelesaian Sengketa Perbanka Syariah: Analisis Konsep

dan UU No. 21 Tahun 2008, (Yogyakarta: UGM Press, 2010), cet. Ke-1, h. 68.

Page 60: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

49

Namun, dalam praktiknya terdapat badan-badan arbitrase secara spesifik

ditujukan untuk menyelesaikan sengketa tertentu oleh pihak tertentu. Salah

satunya adalah Basyarnas yang secara khusus mempunyai kewenangan

menyelesaikan sengketa-sengketa muamalah yang dihadadapi oleh umat Islam

g. Prosedur dan Putusan Penyelesaian Sengketa di Basyarnas

Berkaitan dengan prosedur dan proses penyelesaian sengketa lembaga

keuangan syariah melalui Basyarnas harus didasarkan pada UU No. 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Peraturan Prosedur Basyarnas (dulu BAMUI).

Adapun ketentuan-ketentuan umum yang terkait prosedur penyelesaian

sengketa UU No. 30 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan sengketa harus diajukan secara tertulis, namun demikian

dapat juga secara lisan apabila disetujui para pihak dan dianggap perlu

oleh Arbiter atau Majelis Arbiter.

b. Arbirter atau Majelis Arbirter terlebih dahulu mengusahakan perdamaian

antara pihak yang bersengketa.

c. Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama

180 hari sejak Arbiter atau Majelis Arbiter terbentuk, namun demikian

dapat diperpanjang apabila diperlukan dan disetujui para pihak.

d. Putusan Arbitrase harus memuat kepala putusan yang berbunyi “Demi

keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” nama singkat

sengketa, uraian singkat sengketa, pendirian cara pihak, nama lengkat dan

alamat Arbiter atau Majelis Arbiter mengenai keseluruhan sengketa,

Page 61: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

50

pendapat masing-masing Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat

dalam Majelis Arbitrase, amar putusan, tempat dan tanggal putusan, dan

tantangan Arbiter atau Majelis Arbiter.

e. Dalam putusan ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus

dilaksanakan.

f. Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan harus ditutup

dan ditetapkan sidang mengucapkan putusan arbitrase dan diucapkan

dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup.

g. Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan diterima, para pihak

dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter atau Majelis Arbiter untuk

melakukan koreksi terhadap kekeliruan administrasi dan atau menambah

atau mengurangi seuatu tuntutan putusan.

Berdasarkan ketentuan-ketentuaun prosedur di atas, dimaksudkan untuk

menjaga agar jangan sampai penyelesaian sengketa melalui arbitrase termasuk

juga arbitrase syariah menjadi berlarut-larut, sehingga dengan demikian dalam

arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan

kembali. Dengan demikian, putusan yang sudah tandatangani arbiter bersifat

final and binding artinya putusan Basyarnas mempunyai kekuatan mengikat

dan padanya tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun.

Namun, di sini ada pengecualian apabila telah terjadi kekhilafan, atau

penipuan di dalamnya mengenai suatu fakta atau dengan adanya novum.

Setelah putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka

Page 62: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

51

salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepeniteraan PN

(Pengadilan Negeri). Bilamana putusan tidak dilakukan secara sukarela, maka

dilaksanakan berdasarkan perintah ketua PN (Pengadilan Negeri).

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008

perubahan No. 02 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase

Syariah, disebutkan bahwa dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak

dilaksanakan secara sukarela, maka putusan tersebut berdasarkan perintah

Pengadilan Agama.

B. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dalam Hukum Perdata Islam

1. Al-sulh (Perdamaian)

Konsep al-sulh merupakan doktrin utama dalam hukum Islam di bidang

muamalat untuk menyelesaikan sengketa, dan ini sudah merupakan condition

sine qua non dalam masyarakat manapun, karena pada hakikatnya

perdamaian bukanlah suatu pranata positif belaka, melainkan lebih berupa

fitrah manusia. Keberadaan perdamaian juga diakui sebagai salah satu

alternatif penyelesaian sengketa, sebagaimana termuat dalam pasal 1851

sampai dengan pasal 1864 Bab Kedelapanbelas Buku III KUHPerdata.30

30

Definisi perdamaian menurut KUHPerdata adalah suatu persetujuan dengan mana

kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang,

mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu

perkara. Lihat Pasal 1851 KUHPerdata.

Page 63: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

52

Ajaran Islam memerintahkan agar penyelesaian setiap perselisihan yang

terjadi diantara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian,

firman Allah Surat Al-Hujurat ayat 9:

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya...” (Q.S. Al-

Hujurat: 9).

Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang

umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian

dikukuhkan ke dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu

harus mampu menjadi saluran agar keadilan itu dapat deselenggarakan secara

seksama dalam masyarakat. Dalam konteks ini tugas hakim yang paling berat

adalah menjawab kebutuhan manusia akan keadilan tersebut selain melakukan

pendekatan kedua belah pihak untuk merumuskan sendiri apa yang mereka

kehendaki dan upaya ini dapat dilakukan pada tahap perdamaian.31

a. Pengertian al-sulh

Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan

istilah Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu persengketaan.

31

Lailatul Arofah, “Perdamaian dan Bentuk Lembaga Damai di Pengadilan Agama

Sebuah Tawaran Alternatif”, dalam Mimbar Hukum, No. 63, h. 43.

Page 64: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

53

Dan menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu

persengketaan antara dua pihak yang saling bersengketa.32

Islah merupakan sebab untuk mencegah suatu perselisihan dan

memutuskan suatu pertentangan dan pertikaian. Pertentangan itu apabila

berkepanjangan akan mendatangkan kehancuran, untuk itu maka islah

mencegah hal-hal yang menyebabkan kehancuran dan menghilangkan hal-hal

yang membangkitkan fitnah dan pertentangan dan yang menimbulkan sebab-

sebab serta menguatkannya adalah persatuan dan persetujuan, hal itu

merupakan suatu kebaikan yang dianjurkan oleh syara.33

Dalam bahasa Indonesia perdamaian diartikan sebagai perhentian

permusuhan. Sedangkan pengertian perdamaian menurut hukum positif

sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1851 KUHP Perdata adalah suatu

perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan,

menjanjikam atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang

sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.34

Kemudian

dikenal juga dengan istilah dading yaitu suatu persetujuan tertulis secara

damai untuk menyelesaikan atau memberhentikan berlangsungnya terus suatu

perkara.35

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan sebuah

32

As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz III, (Beirut:Dar Al-Fikr, 1977), h. 305. 33

Alauddin at-Tharablisi, Muin Al-Hukkam: Fi Ma Yataraddadu baina al-Khasamaini

min al-Ahkami, (Beirut : Dar al-Fikr, t.t.), h., 123. 34

Subekti & Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1989). 35

Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet ke 8, h. 33.

Page 65: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

54

perdamaian adalah untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau

mencegah timbulnya suatu perkara.

b. Dasar Hukum al-sulh

Sedangkan dasar hukum perdamaian dalam hukum Islam adalah

sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Hujurat ayat 10 dan al-Baqarah ayat

224 sebagai berikut:

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan

takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. al-

Hujurat: 10).

Artinya: “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu

sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan Mengadakan

ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha

mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 224).

Penyelesaian sengketa dengan jalan perdamaian adalah sangat cocok dan

dianggap paling baik, karena dengan jalan musyawarah akan ditemukan jalan

keluar untuk mengakhiri sengketanya dengan tidak ada yang merasa

Page 66: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

55

dikalahkan sehingga para pihak sama-sama puas dan terhindar dari rasa

permusuhan. Oleh karena itu para pelaku bisnis lebih cenderung memilih

lembaga perdamaian dan alternatif penyelesaian sengketa diluar peradilan

daripada melalui peradilan atau arbitrase seperti BANI (Badan Arbitrase

Nasional Indonesia).36

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Mahkamah

Agung RI telah mengeluarkan Peraturan yang dikenal PERMA Nomor 2

Tahun 2003 dan telah diperbaharui dengan PERMA Nomor 1 tahun 2008

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan Intinya dalam mengadili perkara

perdata atau bisnis, hakim wajib melakukan perdamaian dengan menempuh

mediasi.

Mengupayakan perdamaian bagi semua muslim yang sedang mengalami

perselisihan dan pertengkaran dinilai ibadah oleh Allah. Namun tidak

dianjurkan perdamaian dilakukan dengan paksaan, perdamaian harus karena

kesepakatan para pihak. Dalam hal ini Imam Malik pernah berkata bahwa dia

tidak sependapat jika hakim memaksa salah satu pihak yang berperkara atau

mengenyampingkan permusuhan salah satu pihak, karena semata-mata hanya

menginginkan perdamaian.37

36

Suyud Margono, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), h. 82. 37

Salam Mazkur, Peradilan dalam Islam, Alih Bahasa Imron AM., (Surabaya: Bina

Ilmu, 1993), Cet ke 4, h. 19-20.

Page 67: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

56

2. Lembaga Al-tahkiim (Arbitrase)

Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan dengan istilah

“tahkiim”. Tahkiim sendiri berasal dari kata “hakkama”. Secara etimologi,

tahkiim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa.38

Secara umum, tahkiim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang

dikenal dewasa ini yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai wasit

oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan perselisihan

mereka secara damai, orang yang menyelesaikan disebut dengan “Hakam”.

Menurut Abu al-Ainain Fatah Muhammad39

pengertian tahkiim menurut

istilah fiqih adalah sebagai bersandarnya dua (2) orang yang bertikai kepada

seseorang yang mereka ridhai keputusannya untuk menyelesaikan pertikaian

para pihak yang bersengketa. Sedangkan menurut Said Agil Husein al

Munawar40

pengertian “tahkiim” menurut kelompok ahli hukum Islam

mazhab Hanafiyah adalah memisahkan persengketaan atau menetapkan

hukum diantara manusia dengan ucapan yang mengikat kedua belah pihak

yang bersumber dari pihak yang mempunyai kekuasaan secara umum.

Sedangkan pengertian “tahkiim” menurut ahli hukum dari kelompok

Syafiiyah yaitu memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai atau lebih

38

Liwis Ma’luf, Al-Munjid al- Lughoh wa al-A’lam, (Bairut: Daar al-Masyriq, t.th.),

h.146. 39

Abu al-Ainain Fatah Muhammad, Al-Qadha wa al-Itsbat fi al-Fiqh al-Islami, (Kairo:

Darr Al Fikr, 1976), h.84. 40

Said Agil Husin al-Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam, Dalam Arbitrase

Islam di Indonesia, BAMUI & BMI, (Jakarta: t.p., 1994), h. 48-49.

Page 68: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

57

dengan hukum Allah atau menyatakan dan menetapkan hukum syara’

terhadap suatu peristiwa yang wajib dilaksanakannya.

Lembaga arbitrase telah dikenal sejak zaman pra Islam. Pada saat itu

meskipun belum terdapat sistem Peradilan Islam yang terorganisir, setiap ada

persengketaan mengenai hak milik, hak waris dan hak-hak lainnya seringkali

diselesaikan melalui juru damai (wasit) yang ditunjuk oleh mereka yang

bersengketa. Lembaga perwasitan ini terus berlanjut dan dikembangkan

sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi yang pernah

berlaku pada masa pra Islam. Tradisi arbitrase ini lebih berkembang pada

masyarakat Mekkah sebagai pusat perdagangan untuk menyelesaikan

sengketa bisnis diantara mereka. Ada juga yang berkembang di Madinah,

tetapi lebih banyak dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan pertanian,

sebab daerah Madinah dikenal dengan daerah agraris. Nabi Muhammad SAW.

sendiri sering mejadi mediator dalam berbagai sengketa yang terjadi baik di

Mekkah maupun di Madinah. Ketika daerah sudah berkembang lebih luas,

mediator ditunjuk dari kalangan shahabat dan dalam menjalan tugasnya tetap

berpedoman pada al-Qur‟an, al-Hadis dan ijtihad menurut kemampuannya.

Ruang lingkup arbitrase hanya terkait dengan persoalan yang menyangkut

“huququl Ibad” (hak-hak perorangan) secara penuh, yaitu aturan-aturan

hukum yang mengatur hak-hak perorangan yang berkaitan dengan harta

bendanya. Umpamanya kewajiban mengganti rugi atas diri seseorang yang

Page 69: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

58

telah merusak harta orang lain, hak seorang pemegang gadai dalam

pemeliharaannya, hak-hak yang menyangkut jual beli, sewa menyewa dan

hutang piutang. Oleh karena tujuan dari Arbitrase itu hanya menyelesaikan

sengketa dengan jalan damai, maka sengketa yang bisa diselesaikan dengan

jalan damai itu hanya yang menurut sifatnya menerima untuk didamaikan

yaitu sengketa yang menyangkut dengan harta benda dan yang sama sifatnya

dengan itu sebagaimana yang telah diuraikan di atas.41

Menurut Wahbah Az-Zuhaili,42

para ahli hukum Islam dikalangan

mazhab Hanabilah berpendapat bahwa tahkiim berlaku dalam masalah harta

benda, qisas, hudud, nikah, li’an baik yang menyangkut hak Allah dan hak

manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad al-Qadhi Abu Ya’la

(salah seorang mazhab ini) bahwa tahkiim dapat dilakukan dalam segala hal,

kecuali dalam bidang nikah, li’an, qazdaf, dan qisas. Sebaliknya ahli hukum

dikalangan mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa tahkiim itu dibenarkan

dalam segala hal kecuali dalam bidang hudud dan qisas, Sedangkan dalam

bidang ijtihad hanya dibenarkan dalam bidang muamalah, nikah dan talak

saja. Ahli hukum Islam dikalangan mazhab Malikiyah mengatakan bahwa

tahkiim dibenarkan dalam syariat Islam hanya dalam bidang harta benda saja

41

Abdul Manan, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Sebuah Kewenangan Baru

Peradilan Agama,” dalam Mimbar Hukum, Edisi No. 73 tahun 2011, h. 11-12. 42

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus Syiria: Dar El Fikr,

2005), Juz IV, h.752.

Page 70: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

59

tetapi tidak dibenarkan dalam bidang hudud, qisas dan lian, karena masalah

ini merupakan urusan Peradilan.

Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang sering dipakai oleh

kalangan ahli hukum Islam. Untuk menyelesaikan perkara yang timbul dalam

kehidupan masyarakat, termasuk juga dalam bidang ekonomi syari‟ah.

Pendapat ini adalah sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu

Farhum43

bahwa wilayah tahkiim itu hanya yang berhubungan dengan harta

benda saja, tidak termasuk dalam bidang hudud dan qisas.

43

Muhammad Ibnu Farhum, Tabsirah al-Hukkam fi Ushul al-Qhadhiyah wa Manahij al-

Ahkam, (Bairut,Libanon: Darr al Maktabah al Ilmiah,1031), Jilid I, h. 19.

Page 71: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

60

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NO 93/PUU-X/2012 TENTANG PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM

A. Gambaran Umum Putusan Mahkamah Konstitusi.

1. Latar Belakang Uji Materi Pasal 55 Ayat (2) dan (3) UU No 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 ini sebenarnya

adalah jawaban terhadap uji materi Pasal 55 ayat (2) dan (3) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Pasal 28 ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945. Judicial Review ini diajukan oleh Ir. H. Dadang

Achmad (Direktur CV. Benua Enginering Consultant) yang didaftarkan di

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Oktober 2012 dengan

Nomor perkara 93/PUU-X/2012. Pemohon merupakan Nasabah Bank

Muamalat Indonesia Cabang Bogor.

Selanjutnya pemohon selaku pengguna bank syariah tersebut merasa

dirugikan dengan berlakunya pasal 55 ayat (2) dan (3) UU No 21 tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, akhirnya mengajukan uji materi Pasal 55 ayat (2)

dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

terhadap Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Page 72: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

61

2. Permohonan dan Alasan Pokok Pemohon.

Adapun permohonan yang diajukan oleh pemohon kepada Majelis Hakim

Mahkamah Konstitusi yaitu agar menyatakan materi muatan Pasal 55 ayat (2)

dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar

(UUD) 1945 dan dinyatakan pula tidak mempunyai ketentuan hukum yang

mengikat.

Selain itu pemohon menyertai beberapa alasan pokok pengajuan uji

materi pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,

yaitu:

1. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanahkan setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, namun kepastian

hukum tersebut tidak didapatkan pada ketentuan Pasal 55 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah karena

mempersilahkan para pihak untuk memilih lembaga peradilan (choice of

forum) dalam menyelesaikan sengketanya perbankan syariah dalam

perkara yang substansinya sama dan objeknya yang sama pula, apalagi

Pasal 55 ayat (3) Undang-undang ini menyatakan “Penyelesaian Sengketa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan

prinsip syariah” sehingga memunculkan pertanyaan apakah lembaga

Page 73: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

62

penyelesaian sengketa yang dipilih para pihak sesuai ketentuan Pasal 55

ayat (2) tersebut sudah memenuhi ketentuan syariah? padahal ayat lainnya

dalam undang-undang perbankan syariah ini tepatnya Pasal 55 ayat (1)

undang-undang tersebut secara tegas telah menentukan peradilan mana

(baca: Peradilan Agama) yang harus digunakan dalam menyelesaikan

sengketa perbankan syariah, maka dengan adanya kebebasan memilih

tersebut akan menimbulkan berbagai penafsiran dari berbagai pihak dan

ketidakpastian hukumnya;

2. Terdapat kontradiksi antara ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 yang secara tegas menyebut “Pengadilan dalam

Lingkungan Peradilan Agama yang menyelesaikan Sengketa Perbankan

Syariah” dengan ketentuan Pasal 55 ayat (2) dan (3) yang membebaskan

kepada para pihak untuk memilih lembaga peradilan mana yang akan

mengadili jika terjadi sengketa dalam perbankan syariah yang menurut

pemohon bisa diasumsikan boleh memilih peradilan umum bahkan di

lingkungan peradilan lain yang disepakati para pihak, akibatnya sangat

jelas akan melahirkan penafsiran sendiri-sendiri dan sama sekali tidak ada

kepastian hukum yang dijamin.

3. Bahwa ketidakpastian hukum tersebut nampak dengan dirugikannya

pemohon sebagai nasabah Bank Muamalat Indonesia Cabang Bogor

dimana perkaranya sekarang sedang berproses ke Mahkamah Agung

Page 74: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

63

untuk menyelesaikan sengketa kewenangan mengadili antar lembaga

peradilan.

3. Putusan Mahkamah Konstitusi.

Pada tanggal 28 Maret 2013 yang lalu terhadap permohonan uji materi

Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah terhadap Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD)

1945 tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi telah menjatuhkan

putusannya Nomor 93/PUU-X/2012 yang dibacakan oleh Majelis Hakim

Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Agustus 2013.

Adapun amar putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi dengan

Nomor perkara 93/PUU-X/2012 sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

a) Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4867) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4867) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Page 75: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

64

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya;

3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

Terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut,

tidak semua hakim konstitusi sepakat karena Hakim Konstitusi Hamdan

Zoelva dan Ahmad Fadlil Sumadi memiliki alasan berbeda (concurring

opinion) sekalipun memiliki putusan yang sama, adapun Hakim Konstitusi

Muhammad Alim memiliki pendapat yang berbeda (dissenting opinion).

B. Problematika Pilihan Forum Dalam Pasal 55 UU No 21 Tahun 2008

Tentang Perbankan Syariah Menurut Ahli.

Dalam menggali implikasi hukum putusan, selain menggali latar

belakang diajukannya pengujian undang-undang, perlu kiranya penulis

sampaikan problematika pilihan forum dalam pasal yang diujikan.

Problematika ini dilihat melalui pendapat para ahli terhadap redaksi pasal

undang-undang yang diujikan. Karena dengan memahami redaksi akan

nampak maksud dari pasal tersebut. Lalu dengan mendapati apa yang

dimaksud pasal, bilamana ada perubahan redaksi pasal yang baru akan bisa

terlihat perbedaannya. Dan dengan terlihat perbedaan redaksi pasal, implikasi

setelah perubahan redaksi pasal juga akan terlihat.

1. Redaksi Pasal 55 UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Pasal 55 Undang-Undang No 21 Tahun 2008 menyatakan bahwa:

Page 76: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

65

1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkungan Peradilan agama.

2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan

sesuai dengan isi akad.

3. Penyelesaian sebagaimana yang dimaksud ayat (2) tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah

Penjelasan Pasal 55 Undang-undang No 21 Tahun 2008:

1. Cukup jelas

2. Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

akad” adalah upaya sebagai berikut:

a. Musyawarah

b. Mediasi Perbankan;

c. Melalui badan Arbitase Syariah (Basyarnas) Atau lembaga arbitase lain;

dan atau

d. Melalui pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum

3. Cukup Jelas.1

2. Problematika Pasal 55 Ayat (2) dan (3) No 21 tahun 2008 Menurut Ahli

a. Dr. Ija Suntana Mengutarakan beberapa pendapat dalam majlis sidang

sebagai ahli dari Universitas Islam Negeri Bandung, diantarnya; Pertama,

Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang menurut ahli masih ada

bertentangan atau dalam islam dikenal ta’arudh al-adillah dengan Pasal 1

ayat (3) sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dan

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Kedua, Diberikannya kebebasan memilih dan adanya pilihan forum

penyelesaian sengketa Perbankan Syariah yang tidak ditunjuk langsung

oleh Undang-Undang akan menimbulkan chaos sebelum atau dalam

1 Tim Redaksi Focus Media, Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Surat

Berharga Syariah Negara, (Jakarta: Focus Media 2008), h. 71.

Page 77: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

66

praktik akad. Sebab mungkin saja dalam menentukan akad di Bank

Syariah, pihak bank menginginkan penyelesaian sengketa di pengadilan

negeri, sedangkan nasabah menginginkan diselesaikan di pengadilan

agama, hal tersebut akan menimbulkan masalah.

Ketiga, menurut ahli adanya kesempatan choice of forum akan

membahayakan apabila ada ungkapan bahwa orang yang masuk ke Bank

Syariah bukan orang muslim saja, tetapi ada non muslim. Padahal dalam

teori hukum dia telah melakukan choice of law (telah memilih hukum)

sedangkan ada bank konvensional yang dapat dipilih. Di masing-masing

bank telah dijelaskan secara nyata bahwa aturan dan asas yang telah

dilaksanakan mulai akad sampai penyelesaian sengketa sesuai dengan

aturan. Pun demikiann di Bank Syariah, sudah seharusnya ikut dan tunduk

dalam aturan dan semua ketentuan sesuai prinsip syariah.

b. Prof. DR. H. Dedi Ismatullah, SH selaku ahli juga menyampaikan

beberapa pendapat; Pertama, Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Negara

Indonesia adalah negara hukum yang terkandung dua pengertian, yaitu

supreme of law dan equality before the law. Artinya Negara menjamin

kepastian hukum (rechtstaat). Maka adanya pilhan forum menimbulkan

kebingungan hukum (confuse). Oleh karena itu ahli melihat Pasal 55 ayat

(2) dan ayat (3) tidak rasional, sebab bertentangan dengan ayat (1). Selain

itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Kompetensi Peradilan Agama. Dan kompetensi tersebut merupakan

Page 78: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

67

kepastian hukum bagi orang yang ingin berperkara di dalam masalah bank

ekonomi Islam;

Kedua, melaksanakan ekonomi syariah di peradilan agama merupakan

bentuk implementasi Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, maka negara

mempunyai kewajiban melindungi hak-hak hukum bagi setiap warga

negaranya. Selain itu, Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 sudah jelas tentang

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

(equality before the law). Yaitu samanya kedudukan antara pengadilan

agama dan pengadilan negeri, tetapi pengadilan agama telah dijustifikasi

oleh Undang-Undang tersendiri,

c. Muhammad Ikbal mengemukakan beberapa hal selaku saksi, yaitu;

Pertama, seharusnya prosedur yang sebenarnya tidak pernah ditempuh oleh

Bank Muamalat, seperti penyelesaian melalui arbitrase syariah atau pun

penyelesaian perkara perbankan syariah yang seharusnya dilakukan dalam

lingkungan peradilan yang secara substantif membidangi hal-hal yang

terkait dengan nilai-nilai syariat Islam;

Kedua, dalam penyelesian sengketa tersebut, musyawarah-

musyawarah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tidak diterapkan

oleh Bank Muamalat dan justru yang dilakukan oleh Bank Muamalat

langsung mengajukan permohonan unnmanning dan eksekusi ke

Pengadilan Negeri Bogor;

Page 79: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

68

Ketiga, menurut saksi, seharusnya untuk menyelesaikan permasalahan

ini menggunakan Undang-Undang Perbankan Syariah yang berlaku dan

berdasarkan hasil penjelasan dari penasihat hukum ada ketidakpastian

hukum pada undang-undang yang diujikan.

d. DR. Muhammad Syafii Antonio mengemukakan pendapatnya terkait

dengan dispute settlement option, sebelum Tahun 2006, dispute settlement

option yang terjadi antara perbankan syariah dengan nasabah memang

hampir seluruhnya hanya satu, yaitu Badan Arbitrase Syariah Nasional,

disebut dengan Basyarnas. Biasanya dalam perjanjian antara bank dengan

nasabahnya dicantumkanlah arbitration clause. Bank sebagai pihak

pertama, nasabah sebagai pihak kedua, keduanya sepakat untuk menunjuk

Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai pemutus konflik atau dispute di

antara kedua belah pihak. Biasanya apapun putusan dari Basyarnas ini

bersifat final and binding, bersifat mengikat dan tidak boleh ada upaya

hukum lanjutan. Setelah 2006, kemudian ada Undang-Undang Perbankan

Syariah memberikan opsi kepada keuangan dan perbankan syariah untuk

memilih apakah akan ke Basyarnas saja atau akan ke pengadilan agama?

Di sana diberikan dua opsi, ahli melihat dalam kasus ini memang ada satu

masalah utama dan yang kedua ada masalah turunannya. Masalah

utamanya seperti yang tadi disampaikan oleh Pemohon, selaku kontraktor

Benua Engineering Construction ada permasalah dari Bohir yang

memberikan pekerjaan kepada nasabah, yang kemudian terjadi

Page 80: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

69

pembayaran yang tidak sesuai dari harapan, sehingga mungkin hal ini

dilihat oleh bank sebagai suatu nasabah yang tidak memenuhi cicilannya;

Selain itu ahli melihat catatan yang mendasar, yaitu memang ada suatu

penafsiran dari pihak lembaga keuangan terhadap Pasal 55 di Undang-

Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 di Pasal 55 ayat (1) :

“Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan

dalam lingkungan peradilan agama”. Ayat (2) “Dalam hal para pihak

telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan

isi akad”. Bahwa dalam penjelasan Pasal 55 sebagai berikut, ayat (1)

cukup jelas dan ayat (2) yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut : a.

Musyawarah, b. Mediasi perbankan, c. Melalui Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas), d. Atau lembaga arbitrase lain dan/atau melalui

pengadilan dalam lingkungan peradilan umum;

Berkaitan dengan penjelasan tersebut, boleh jadi lembaga keuangan

dimaksud mengambil opsi yang (d) ini, sehingga nasabah di awal

menganggap ini ada Basyarnas, sementara lembaga keuangan yang

bersangkutan mengambil opsi (d) ini. Jadi, di sinilah mungkin yang

dibawa ke Mahkamah Konstitusi ini, apakah ini tidak menjadikan satu

conflict of dispute settlement karena mungkin ada 2 atau bahkan 3

Page 81: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

70

pemutus konflik di sini, satu Basyarnas, kedua peradilan agama, yang

ketiga peradilan umum.

Menurutnya ini bukan kasus yang pertama, tetapi ini sudah belasan

kali, jikalau tidak puluhan kali terjadi. Selain itu menurut ahli, untuk

menghilangkan dispute ada dua langkah, pertama, ketika terjadi perjanjian

antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah harus dijelaskan betul

bahwa apa opsi dispute settlement dan ketika opsi dispute settlement sudah

ditetapkan, misalnya, Badan Arbitrase Syariah Nasional, maka pihak

pertama dan pihak kedua sepakat menjadikan Basyarnas sebagai one and

the only dispute settlement body dan apa pun putusannya bersifat final and

binding dan tidak boleh ada upaya hukum lainnya. Apabila ada upaya

hukum lainnya setelah itu, maka batal demi hukum. Kedua, seandainya

yang akan dipilih adalah pengadilan agama, maka keduanya juga

menyepakatinya sesuai dengan aturan yang berlaku dan supaya tidak

terjadi dispute, menurut ahli, jikalau masih dibuka peluang untuk pergi ke

pengadilan umum, akan membuat konflik antara peradilan agama dan

peradilan umum. Sehingga, menurut ahli akan lebih baik mencabut poin

(d) karena menurut ahli menghilangkan pintu ketiga untuk pergi ke

peradilan umum, tetapi hanya Basyarnas saja dan/atau hanya peradilan di

lingkungan Peradilan Agama saja sehingga dengan demikian sudah

menjadi clear dan tidak terulang masalah ini di kemudian hari.

Page 82: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

71

C. Analisis Penulis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi beserta

Implikasinya.

Setelah penulis mendapat beberapa sumber, baik secara pustaka maupun

lapangan dengan wawancara hakim konstitusi yang terlibat langsung dengan

terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012 yang menguji

Pasal 55 ayat (2) dan (3) UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

terhadap UUD Republik Indonesia 1945 tersebut, ada beberapa implikasi

yang penulis dapati. Secara redaksi, pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)

UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah ini, memang tidak ada yang

dirubah sama sekali.

Pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 20082 menyebutkan:

1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Agama.

2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan

sesuai dengan isi akad.

3. Penyelesaian sebagaimana yang dimaksud ayat (2) tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah

Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) yang semula sebagai materi utama judicial

review justru tidak mengalami perubahan. Ini dapat diartikan bahwa majlis

hakim konstitusi tidak melihat adanya pertentangan ayat (2) dan (3) dengan

pasal 28D UUD 1945. Namun yang menjadi sorotan utama pasca putusan ini

adalah Penjelasan Pasal 55 ayat 2 yang menyebutkan:

2Tim Redaksi Focus Media, Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Surat

Berharga Syariah Negara, h. 71.

Page 83: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

72

Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

akad” adalah upaya sebagai berikut:

a. Musyawarah

b. Mediasi Perbankan;

c. Melalui badan Arbitase Syariah (Basyarnas) Atau lembaga arbitase lain;

dan atau

d. Melalui pengadilan dalam lingkup peradilan Umum.3

Redaksi penjelasan pasal 55 ayat (2) inilah yang justru dinyatakan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945

dalam pembacaan Putusan MK No 93/PUU-X/2012.

Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UUD 1945, Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk 4 hal. Pertama, Menguji undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kedua, Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketiga, Memutus pembubaran partai politik. Keempat, memutus perselisihan

tentang hasil pemilihan umum.

Berkenaan dengan pembahasan ini, kewenangan pengujian pasal 55 ayat

(2) dan (3) ini sangat jelas masuk dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi

point pertama. Sedangkan posisi pasal yang diuji tersebut sebagaimana yang

telah dinyatakan dalam UU No 24 pasal 57 tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi: „Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya

3Tim Redaksi Focus Media, Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Surat

Berharga Syariah Negara, h. 122-113.

Page 84: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

73

menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-

undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, materi muatan

ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat‟.

Adapun bilamana sebuah pasal dinyatakan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat, maka secara otomatis tidak lagi mempunyai landasan

hukum.4 Maka pasal tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum

karena bertentangan dengan UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi dalam kompetensinya menimbang dan

memutuskan bahwa apakah pasal tersebut sesuai dengan konstitusi Negara

atau tidak. Artinya putusan bukan dengan membuat ketentuan baru. Akan

tetapi hanya mengembalikan undang-undang, pasal, ayat maupun penjelasan

ayat yang diuji sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan. Untuk itu beberapa

implikasi yang terjadi pasca putusan ini pun bukan karena Mahkamah

Konstitusi yang membuat atau yang menentukan demikian. Namun karena

pembentuk undang-undang atau ketentuan undang-undang mengatur

demikian.

Selanjutnya beberapa hal yang penulis kemukakan ini merupakan

tinjauan perubahan redaksi beserta implikasi yang terjadi pasca putusan

Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012 terhadap penyelasaian sengketa

4 Ali Salmande, pelaksanaan putusan mahkamah konstitusi hukum online, 23 Januari

2014 Pukul 11:05 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4222/pelaksanaan-keputusan-

mahkamah-konstitusi.

Page 85: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

74

Perbankan Syariah di Indonesia melalui non litigasi. Diantaranya adalah

sebagai berikut;

Mengenai ayat 2 yang sudah tidak lagi ada penjelasannya. Menurut

hemat penulis, masih nampak adanya pilihan forum. Karena redaksi pasal

sama sekali tidak ada perubahan. Yaitu ”dalam hal para pihak telah

memperjanjikan selain sebagaimana yang dimaksud ayat (1)”. Dari redaksi itu

terlihat dalam kata “memperjanjikan” sangat kental adanya asas kebebasan

berkontrak sebagaimana yang telah penulis diuraikan pada BAB II.

Adanya ayat kedua yang membuka pilihan forum ini, bila diperhatikan

jelas menjadi pilihan kedua. Sehingga tepat bila pilihan forum ini disebut

sebagai alternatif penyelesaian sengketa perbankan syariah. Karena yang

utama adalah ayat (1), yaitu Peradilan Agama yang mendapatkan kewenangan

mutlak dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

Selain itu dalam pasal ini, muatan faham individualisme dalam asas

kebebasan berkontrak yang mengatasnamakan keinginan personal terlihat

melalui redaksi “selain sebagaimana yang dimaksud ayat (1)” dapat diartikan

ada keinginan sendiri/kedua belah pihak untuk sepakat tidak mengikuti

ketentuan pertama dan beralih pada pilihan sesuai kehendak (keinginan) yang

disepakatinya (sendiri).

Sedangkan pada redaksi yang setelahnya yaitu “penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai isi akad”. Ini memperkuat adanya muatan asas hukum

perikatan, hukum perjanjian Islam dan asas al-hurriyah dalam hukum perdata

Page 86: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

75

Islam. Maka, adanya pasal ini sangat menekankan adanya pencantuman akad

dari hasil musyawarah mufakat kedua belah pihak. Karena akad akan sangat

menentukan dimana, bagaimana bentuk dan isi, serta penyelesaian

sengketanya.

Bilamana sudah tercantum akan ada kejelasan dan kepastian hukumnya.

Termasuk forum mana yang dikehendaki untuk penyelasaian sengketa.

Karena akad akan menjadi undang-undang dan ketentuan yang mengikat bagi

kedua belah pihak yang mensepakatinya.

Dengan disebutkannya akad sebagai syarat pilihan forum ini, menjadi

kewajiban dan keharusan para pihak yang berkontrak menuangkan hasil

kesepakatan guna menghindari ketidakpastian hukum ataupun pelanggaran

akan pengingkaran akad. Lalu bagaimana bilamana tidak dicantumkan?

Setelah penulis mengamati, dengan tidak adanya penjelasan pasal (2) atau

lebih tepatnya melihat penjelasan ayat (2) yang sudah tidak berkekuatan

hukum ini, secara otomatis dikembalikan kepada ketentuan ayat (1). Yaitu

Peradilan Agama sebagai penyelesai absolut perbankan syariah.

Untuk itu pencantuman akad tidak bisa diremehkan. Karena tidak

adanya pencantuman akad, bilamana hendak menyelesaikan di luar Peradilan

Agama merupakan kesalahan fatal para pihak pembuat akad yang harus

diperhatikan dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah pasca putusan

MK No 93/PUU-X/2012.

Page 87: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

76

Pilihan forum yang terkandung dalam redaksi pasal ayat (2) ini memang

tidak lagi ada penjelasannya. Namun bila dilihat dari redaksi “selain

sebagaimana yang dimaksud ayat (1)” mengandung arti masih terbukanya

pilihan forum penyelesaian sengketa perbankan syariah diluar Peradilan

Agama. Karena ayat (1) sangat jelas menunjuk Peradilan Agama tanpa ada

penjelasan yang mereduksinya lagi.

Mengenai bentuk pilihan forum diluar Peradilan Agama dalam

penyelesaian sengketa Perbankan Syariah, bilamana dilihat dari penjelasan

pasal 55 ayat (2) UU No 21 Tahun 2008, terdapat 4 bentuk pilihan forum

sebelum judicial rivew. Yaitu a) musyawarah, b) mediasi perbankan c)

Basyarnas atau lembaga arbitrase lain dan d) Pengadilan Negeri.

Dalam melihat bentuk pilihan forum dalam penyelesaian sengketa

perbankan syariah yang tercantum pada penjelasan pasal, apa saja pilihan

penyelesaian sengketa perbankan syariah yang masih bisa berlaku? Penulis

mengacu pada pernyataan MK dalam putusan terhadap penjelasan pasal 55

ayat (2) yaitu “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”. Apakah dengan

pernyataan ini, 4 bentuk pilihan forum yang tercantum tersebut otomatis

terhapus dan tidak lagi dapat digunakan? Untuk menjawab pertanyaan

tersebut kita bisa kembali melihat kedudukan MK.

Sebagaimana yang telah disinggung di atas, dalam hal menguji pasal

terhadap UUD 1945, MK menyatakan “tidak mempunyai hukum mengikat”

bisa disimpulkan tidak lagi mempunyai landasan hukum. Tidak punya

Page 88: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

77

landasan hukum ini konteksnya hanya dalam ayat atau pasal yang telah diuji.

Bukan pada pasal yang mengatur ketentuan umum masing-masing bentuk

penyelesaian sengketa perbankan yang tercantum ada pada penjelasan pasal

55 ayat 2 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Ini berarti yang tidak berlaku adalah ketentuan penyelesaian perbankan

syariah dengan dasar pasal tersebut. Bukan ketentuan pasal masing-masing.

Karena masing-masing ketentuan dalam pasal punya landasan hukum yang

kuat. Lalu apakah semua bisa diterapkan dalam penyelesaian sengketa

perbankan syariah, termasuk juga PN?

Disinilah letak perbedaan pendapat hakim. Ada dissenting opinion

(pendapat berbeda). Dan ada concurring opinion (alasan berbeda). Dari 9

hakim konstitusi yang menyatakan pendapatnya, yang berbeda hanya satu. Ia

menyatakan bahwa yang bertetangan dari penjelasan pasal 55 ayat (2)

hanyalah huruf (d) (Peradilan Umum) selain itu tidak bertentangan.5Artinya

penjelasan pasal 55 ayat (2) tahun 2008 huruf (a), huruf (b), dan huruf (c)

yaitu (musyawarah, mediasi dan arbitrase syariah) tidak bertentangan dengan

UUD 1945 dan Undang-Undang tersebut dibenarkan oleh prinsip syariah.

Sedang yang lain berpendapat bahwa penjelasan pasal 55 ayat (2)

seluruhnya bertentangan dengan kostitusi. Artinya mayoritas hakim

menyatakan seluruh proses penyelesaian sengketa perbankan syariah dalam

5 Lihat Dissenting Opinion Hakim Konstitusi (Muhamad Alim) dalam uraian

penjelasan tentang Pendapat Berbeda Putusan Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012,

hal 55-56.

Page 89: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

78

penjelasan ayat (2) baik secara litigasi (peradilan umum) maupun non litigasi

(musyawarah, mediasi perbankan dan arbitrase syariah) dinyatakan

bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Hal ini bila dilihat dari filosofi hukum perdata, bilamana seseorang ada

permasalahan dengan orang lain, pada dasarnya itu urusan dia. Mengapa

negara harus ikut campur. Namun dalam hal ini negara memfasilitasi mereka

yang gagal menyelesaikan sengketa pribadinya. Pertama dengan

mengembalikan solusinya kepada kedua belah pihak. Namun bilamana gagal

jalur sidanglah yang musti ditempuh sebagai upaya negara untuk menjaga hak

konstitusional warganya, yaitu terwujudnya keadilan dan kepastian hukum.6

Adapun penulis melihat hal ini dari asas kebebasan berkontrak. Memang

tidak bisa dipungkiri merupakan hak seorang untuk menentukan akad dan

forum penyelesaian sengketanya. Baik litigasi maupun non litigasi. Dalam

litigasi penulis sepakat kewenangan menangani sengketa perbankan syariah

mutlak dan tunggal di Peradilan Agama. Namun kemutlakan PA tidak lantas

menghilangkan pilihan penyelesaian sengketa perbankan syariah selain

peradilan agama.

Hemat penulis, dinyatakannya penjelasan pasal 55 ayat 2 UU No 21

tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat oleh mayoritas hakim tersebut, bukan berarti menghapus semua

6 Ahmad Fadlil Sumadi dalam wawancara dengan penulis di Ruang Kerja

Mahkamah Konstitusi pada hari senin tanggal 6 januari 2014 pukul 12. 05-12:28 WIB.

Page 90: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

79

pilihan forum hukum non litigasi. Juga bukan berarti menghapus sebagian

pilihan forum non litigasi yang ada di penjelasan pasal (yaitu Musyawarah,

Mediasi, Basyarnas atau Arbitase lain). Akan tetapi justru membuka lebar

semua bentuk alternatif penyelesaian sengketa perbankan syariah secara non

litigasi baik di dalam maupun luar pengadilan (yaitu musyawarah, Basyarnas,

arbitrase lain, konsultasi, konsiliasi, negosiasi, fasilitasi, mediasi atau

penilaian ahli)

Namun yang terpenting diatas semua bentuk penyelesaian sengketa

perbankan syariah adalah prinsipnya. Sebagaimana yang terkandung dalam

ayat (3). Jangan sampai keanekaragaman alternatif pilihan penyelesaian

sengketa yang terbuka oleh pasal (2) ini sampai mengurangi kemutlakan

ketentuan utamanya yaitu pasal (1). Namun juga tidak melupakan apa yang

terkandung dalam ayat (3), yaitu tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi syariah mulai dari niat, akad hingga

penyelesaian sengketa selalu diiringi dengan prinsip syariah. Sehingga ada

kesesuaian antara pelaksanaan dengan nilai dan prinsip yang terkandung.

Page 91: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan analisis penulis terhadap hasil penelitian

yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah pada dasarnya merupakan

perkara perdata. Menurut hukum perdata Islam ada dua metode

penyelesaian sengketa. Yaitu al-sulh (perdamaian) dan al-tahkiim

(arbitrase). Adanya al-sulh (perdamaian) ini adalah penyelesaian

sengketa melalui islah yaitu memutus sengketa melalui perdamaian

antara kedua belah pihak. Sedangkan al-tahkiim (arbitrase) adalah

penyelesaian yang melibatkan pihak ketiga yang disebut dengan arbiter.

Fungsinya adalah sebagai mediator (hakam) yang netral, namun mampu

mengupayakan para pihak untuk dapat berinisiatif mendapatkan mufakat

dalam penyelesaian terbaik. Maka sungguh terlihat betapa Islam dalam

menyelesaikan sengketa perdata termasuk didalamnya perbankan syariah

selalu mendahulukan perdamaian kemaslahatan umat.

2. Penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia melalui non

litigasi yang disebutkan dalam penjelasan pasal 55 ayat (2) UU No 21

tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ada beberapa alternatif. Yaitu

musyawarah, mediasi perbankan dan arbitrase syariah (Basyarnas) atau

Page 92: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

81

lembaga arbitrase lain. Adapun yang tidak disebutkan didalam penjelasan

adalah; konsultasi, negosiasi, konsiliasi, fasilitasi dan pendapat ahli

Setelah putusan Mahkamah Konstitusi No 93 PUU-X 2012, semua

bentuk penyelesaian non litigasi bisa digunakan sebagai alternatif

penyelesaian sengketa perbankan syariah bilamana para pihak sudah

mensepakati didalam akadnya. Hanya saja dalam teknis pelaksanaan

penyelesaian sengketa perbankan syariah ini, dibedakan menjadi dua.

Yaitu penyelesaian sengketa melalui non litigasi di pengadilan dan

penyelesaian sengketa melalui non litigasi di luar pengadilan. Di dalam

pengadilan bisa melalui mediasi di Peradilan Agama. Adapun yang diluar

pengadilan melalui arbitrase, musyawarah, konsultasi, negosiasi, fasilitasi

dan pendapat ahli.

Dalam arbitrase ada dua pilihan lembaga, yaitu Basyarnas dan Bani.

Namun bilamana mengingat ketentuan yang termuat di dalam ayat (3)

pasal 55 UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang tidak

membolehkan adanya pertentangan dengan prinsip syariah, secara

otomatis Basyarnas adalah pilihan utama dalam penyelesaian sengketa

perbankan syariah melalui jalan arbitrase. Karena Basyarnas memang

terbentuk dengan perangkat syariah dan untuk penyelesaian sengketa

ekonomi syariah.

3. Adapun Putusan Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012 pastilah

mendatangkan implikasi terhadap ketentuan penyelesaian sengketa

Page 93: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

82

perbankan syariah. Baik secara litigasi (dengan mekanisme hukum)

maupun non litigasi (dengan perdamain/bukan mekanisme hukum).

Secara litigasi putusan ini menjadikan posisi Peradilan Agama

semakin kuat. Hal ini dikarenakan pilihan forum dalam lingkungan

peradilan umum yang notabenenya adalah sama-sama penyelesaian

secara litigasi tidak lagi mempunyai kekutan hukum tetap. Artinya setiap

penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi (dengan

mekanisme hukum) mmengharuskan setiap warga negara, masyarakat

maupun lembaga pengguna bank syariah, untuk menyelesaikannya

melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

Sedangkan penyelesaian sengketa perbankan syariah secara non

litigasi sangatlah terbuka untuk semua jenis penyelesaian tanpa ada

pembatasan. Baik yang tercantum dalam penjelasan pasal 55 ayat 2 tahun

2008 tentang Perbankan Syariah (yaitu musyawarah, mediasi perbankan

dan arbitrase syariah (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain) maupun

yang tidak tersebut dalam penjelasan (sebagaimana konsultasi, negosiasi,

fasilitasi, konsiliasi dan pendapat ahli).

Akan tetapi yang harus digaris bawahi dan menjadi catatan penting

adalah, penyelesaian tersebut disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak

bertentangan dengan prinsip syariah. Jadi mutlaknya kewenangan

Peradilan Agama dalam menangani ekonomi syariah, khususnya tentang

perbankan syariah sebagaimana yang disebut dalam pasal 49 huruf I

Page 94: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

83

point a Undang-Undang No 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, tidak

lantas menghilangkan penyelesaian sengketa secara non litigasi diluar

Peradilan Agama. Akan tetapi justru semakin leluasa memberikan

kebebasan penyelesaian sengketa melalui non litigasi dengan tanpa

pembatasan bentuk penyelesaian non litigasi. Dengan demikian, besar

harapan agar keadilan diantara pengguna perbankan syariah dapat

diwujudkan sesuai asas kebebasan berkontrak dengan mekanisme

perdamaian.

B. Saran

Setelah penulis mengemukakan kesimpulan diatas, maka saran-saran

yang penulis akan sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada pembuat undang-undang untuk lebih memperhatikan bahasa

hukum yang jelas, tegas dan tidak bersayap. Sehingga tidak menimbulkan

multitafsir bagi warga Negara pada umumnya dan praktisi hukum pada

khususnya dalam mendapatkan kepastian hukum berupa keadilan.

2. Kepada penegak hukum, khususnya lembaga Pengadilan Agama yang

dalam hal ini berwenang dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah,

hendaknya benar-benar memberikan perhatian lebih terhadap

kewenangan menangani sengketa ekonomi syariah ini. Utamanya dalam

pelaksanaan asas cepat, sederhana dan biaya ringan. Salah satunya dengan

pengamatan terhadap efektifitas pelaksanaan pnyelesaian dengan jalur

Page 95: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

84

perdamaian baik mediasi maupun musyawarah oleh hakim mediator

Pengadilan Agama.

3. Kepada pengguna perbankan syariah, penyelesaian sengketa perbankan

syariah tidak selalu identik dengan mekanisme hukum. Penyelesaian

dengan perdamaian (non litigasi) baik di dalam pengadilan maupun diluar

pengadilan bisa menjadi alternatif penyelesaian yang lebih cepat, ringan

dan sederhana. Dengan demikian akan lebih efisien waktu, biaya maupun

tenaga dalam menangani sengketa perbankan syariah sesuai kehendak

mayoritas pebisnis.

4. Kepada akademisi, khususnya segenap civitas akademika Fakultas

Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk meberikan

penekanan pembelajaran mengenai perundang-undangan. Terutama

tentang pemahaman dan penafsiran pasal, penjelasan pasal dan

penerapan pasal yang dikaitkan langsung dengan problematika riil

pelaksanaan di lapangan. Karena banyak problematika yang

membingungkan bukan karena kesalahan peraturan perundang-undangan,

namun acapkali juga karena kesalahan akademisi atau bahkan praktisi

hukum dalam memahami redaksi undang-undang sebagaimana yang

terjadi pada pasal 55 UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah.

Maka dengan demikian Fakultas Syariah dan Hukum diharapkan dapat

memberikan kontribusi sebagai institusi pendidikan yang mencetak

mahasiswa handal, terdepan dan terpercaya di bidang hukum Islam.

Page 96: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

85

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Al-Quran. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Al-

Quran dan Tejemahannya. Jakarta: Depag RI, 1986

Ahmad Djauhari. Arbitrase Syari‟ah di Indonesia. Jakarta: Basyarnas,

2006.

Alauddin at Tharablisi. Muin Al-Hukkam: Fi Ma Yataraddadu baina al-

Khasamaini min al-Ahkami. Beirut: Dar al Fikr, t.th..

Al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh „Ala al-Mazahib al-Arba‟ah. Beirut: Dar

al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Juz II.

Al-Munawar, Said Agil Husin. Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,

Dalam Arbitrase Islam di Indonesia. BAMUI & BMI. Jakarta: t.p.,

1994.

Amalia, Euis M. Taufiki dan Dwi Nur’aini Ihsan, Buku Modul Praktikum

Bank Mini, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta:

Fakultas Syariah dan Hukum. 2007.

Anshori, Abdul Ghofur. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2009.

. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia.

Yogyakarta: Citra Media, 2006.

. Penyelesaian Sengketa Perbanka Syariah: Analisis

Konsep dan UU No. 21 Tahun 2008, Yogyakarta: UGM Press,

2010.

Antonio, Muhammad Syafiie. Bank Syariah; Wacana Ulama dan

Cendikiawan. Jakarta: Tazkia Institute, 1999.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Azhar Basyir, Ahmad. Asas-asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata

Islam. Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia, 1993.

Page 97: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

86

Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus Syiria:

Dar El Fikr, 2005, Juz IV.

Badrulzaman, Mariam Darus dkk.. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung:

PT Citra Aditya Bakti, 2001, Cetakan Pertama.

. Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya.

Bandung: Alumni: 1981.

Basir, Cik. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah: Di Pengadilan

Agama & Mahkamah Syariah. Jakarta: Kencana, 2009.

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian

Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana 2006, Cet. Ke-4.

Djauhari, Ahmad. Arbitrase Syari‟ah di Indonesia. Jakarta: Basyarnas,

2006.

Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Farhum, Muhammad Ibnu. Tabsirah al-Hukkam fi Ushul al-Qhadhiyah wa

Manahij al-Ahkam. Bairut: Libanon: Darr al Maktabah al-

Ilmiah,1031.

Furqan, Arief. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif : Suatu Pendekatan

Fenomologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Surabaya: Usaha

Nasional, 1992.

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani. Hukum Arbitrase, Lampiran UU No.

30 Tahun 1999.

Gunawan, Johannes. “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan

Berkontrak”. Dalam Sri Rahayu Oktoberina, Niken Savitri. Butir-

butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof. Dr.

B. Arief Sidharta. Bandung: Aditama, 2008.

. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Penerbit

Unika Parahyangan Program Pasca sarjana Program Magister Ilmu

Hukum, 1999.

Ichsan, Achmad. Hukum Perdata I B. Jakarta: PT. Pembimbing Masa,

1969.

J. Satrio. Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya. Bandung: Alumni,

1993.

Page 98: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

87

Jimmy Joses Sembiring. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar

Pengadilan: Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase. Jakarta:

Transmedia Pustaka, 2011.

M. Dagun, Save. Pengantar Filsafat Ekonomi. Jakarta, Rineka Cipta,

1992.

Ma’luf, Liwis. Al-Munjid al- Lughoh wa al-A‟lam. Bairut: Daar al-

Masyriq.

Mahadi. Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat. Medan:

USU Press, 1985.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan

Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Margono, Suyud. ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek

Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000.

Mazkur. Salam Peradilan dalam Islam. Alih Bahasa Imron AM. Surabaya:

Bina Ilmu, 1993, Cet ke 4.

Muhammad, Abu al-Ainain Fatah. Al-Qadha wa al-Itsbat fi al-Fiqh al-

Islami. Kairo: Darr Al Fikr, 1976.

Pitlo. Tafsiran Singkat Tentang Beberapa Bab dalam Hukum Perdata.

Jakarta: Intermassa, 1979.

Puspa, Yan Pramadya. Kamus Hukum. Semarang: Aneka Ilmu, t.th..

Rosyadi, A. Rahmat. Arbitrase dalam Perspektif Hukum Islam dan

Hukum Positif. Bandung: PT. CITRA ADITYA BAKTI, 2002.

Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Sabiq, As Sayyid. Fiqh As-Sunnah. Beirut: Dar Al Fikr, 1977, Juz III.

Setiawan. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta, 1979.

Simorangkir, dkk.. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Page 99: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

88

Subekti & Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:

Pradnya Paramita, 1989.

Subekti. HukumPerjanjian. Jakarta: Intermasa, 1979, cet. VI

. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wet-

boek). Jakarta: Pradnya Paramita, 1983, Cetakan Ke-16.

Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti

Pemula. cet. ke-2.

Sulaikin Lubis, dkk.. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di

Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2006.

Sumitro, Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga

terkait BAMUI dan Takaful di Indonesia. Jakarta:PT RajaGrafindo

Persada, 1996.

Syahdeini, Remy. Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang

seimbang dari kreditur dan debitur. Makalah yang disampaikan

pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Surabaya pada tanggal

27 April 1993.

Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. “Buku Pedoman Penulisan

Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta”. Jakarta: Pusat Peningkatan dan

Jaminan Mutu, PPJM Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2012.

Tim Redaksi Focus Media. Undang-Undang Perbankan Syariah Dan

Surat Berharga Syariah Negara. Jakarta: Focus Media 2008.

B. Jurnal

Arofah, Lailatul. “Perdamaian dan Bentuk Lembaga Damai di Pengadilan

Agama Sebuah Tawaran Alternatif”. Dalam Mimbar Hukum, No.

63.

Manan, Abdul. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Sebuah

Kewenangan Baru Peradilan Agama”. Dalam Mimbar Hukum,

Edisi No. 73 tahun 2011.

C. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonessia

Page 100: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

89

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Perbankan Mahkamah

Konstitusi

Putusan No 93/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi

D. Ensiklopedia

Abdul Azis Dahlan, et,al. (ed).. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT.

Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, Juz I.

E. Internet

Ahmad Z. Anam, M.S.I. (Calon Hakim Pengadilan Agama Kab. Kediri.

Mentor: Drs. H. Imam Asmu’i, S.H), Tantangan dan Strategi

Pengadilan Agama dalam Merespon Amanat Konstitusi yang

Memberikan Kewenangan Penuh untuk Mengadili Sengketa

Perbankan Syari‟ah, diakses pada senin, 02 September 2013 14:35

dari pa-

kedirikab.go.id/utama/index.php?option=com_content&view=artic

le&id=173:pengadilan-agama-pasca-putusan-mahkamah-

konstitusi-nomor-93puu-x2012&catid=62:berita-original.

Ali Salmande, pelaksanaan putusan mahkamah konstitusi hukum online,

23 Januari 2014 Pukul 11:05

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4222/pelaksanaan-

keputusan-mahkamah-konstitusi

Hermansyah, “Tiga Masalah Fundamental Yang Mengganjal ” artikel

diakses pada senin, 02 September 2013 14:35 dari http://pa-

Page 101: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

90

banjarbaru.Pta

Banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_berita&id=132

MK Kabulkan Pemohon Terkait UU Perbankan Syariah diakses pada hari

senin, 02 September 2013 14:35 dari

http://ekonomisyariah.info/blog/2013/08/30/mk-kabulkan-

pemohon-terkait-uu-perbankan-syariah/.

Ahmad Fadlil Sumadi dalam wawancara dengan penulis di Ruang Kerja

Mahkamah Konstitusi pada hari senin tanggal 6 januari 2014 pukul

12. 05-12:28 WIB.

Page 102: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 103: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 104: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 105: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 106: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 107: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 108: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 109: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 110: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 111: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,
Page 112: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

PUTUSANNomor 93/PUU-X/2012

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2] Nama : Ir. H. Dadang Achmad

Pekerjaan : Direktur CV. Benua Enginering Consultant

Alamat : Taman Cimang RT 002 RW 008 Kelurahan Kedung Jaya,Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 3 Agustus 2012

memberi kuasa kepada Rudi Hernawan, S. H., dan E. Sophan Irawan, SMHK.,para Advokat pada Kantor Advokat Rudi Irawan & Rekan beralamat kantor di Jalan

Siliwangi Nomor 17 Desa Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten

Sukabumi, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;

[1.3] Membaca permohonan Pemohon;

Mendengar keterangan Pemohon;

Mendengar dan membaca keterangan Pemerintah;

Mendengar dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat;

Mendengar keterangan saksi dan ahli Pemohon;

Mendengar keterangan ahli yang dihadirkan oleh Mahkamah Konstitusi;

Memeriksa bukti-bukti Pemohon;

Membaca kesimpulan Pemohon dan Pemerintah;

Page 113: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

2

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan dengan

surat permohonan bertanggal 12 Agustus 2012, yang diterima di Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal

12 September 2012 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor

322/PAN.MK/2012 dan telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi

pada tanggal 24 September 2012 dengan Nomor 93/PUU-X/2012, yang telah

diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 19 Oktober 2012,

yang pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut:

1. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI1) Bahwa Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut

UUD 1945) menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang di bawahnya dalam

lingkungan Peradilan umum, lingkungan Peradilan agama, lingkungan

Peradilan militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi”.

2) Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut UU 24/2003)

dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia

Nomor 5076) menyatakan “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili

pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945”.

3) Bahwa dengan demikian permohonan Pemohon termasuk ke dalam salah

satu kewenangan mengadili Mahkamah Konstitusi yaitu tentang menguji

materil Undang-Undang terhadap UUD 1945.

2. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON1) Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003 beserta penjelasannya menyatakan,

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

Page 114: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

3

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum

adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam

Undang-Undang; c. badan hukum publik atau privat; d. lembaga negara”;

2) Bahwa selanjutnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-

III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 telah menentukan 5 (lima)

syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003, sebagai berikut:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, dianggap telah

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c. hak dan/atau kewenangan tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan

aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang

wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian

dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian kontitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi;

3) Bahwa Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia berdasarkan

bukti KTP dan sebagai nasabah dari Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

Cabang Bogor yang telah melakukan ikatan berupa akad sebagaimana akta

Notaris Nomor 34 tertanggal 9 Juli 2009 dan diperbaharui dengan akad

pembiayaan Al-Musyarakah (tentang perpanjangan jangka waktu dan

perubahan jaminan) dengan Nomor 14 tertanggal 8 Maret 2010 yang dibuat

di hadapan Catur Virgo, SH. Notaris di Jakarta.

4) Bahwa sebagai warga negara Republik Indonesia, Pemohon memiliki hak-

hak konstitusional antara lain seperti yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjunng hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya”.

Page 115: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

4

5) Bahwa sebagai warga negara Republik Indonesia, Pemohon juga berhak

secara konstitusional mendapat jaminan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum seperti yang diatur dalam Pasal

28D ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum.”

6) Bahwa dengan demikian Pemohon memiliki hak konstitusional dalam

mengajukan permohonan ini yaitu melakukan Permohonan Uji Materil

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu

Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) yang mengatur tentang penyelesaian

sengketa. Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1).

3. POKOK PERMOHONAN1) Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam kewenangan masalah

konstitusi dan kedudukan hukum Pemohon sebagaimana diuraikan di atas

adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok permohonan

ini.

2) Bahwa Pemohon sebagai warga negara Indonesia bermaksud mengajukan

permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 94) yaitu Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) yang mengatur tentang

penyelesaian sengketa. Terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

3) Bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 55 ayat (1) yang

berbunyi “Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”. Pasal 55 ayat (2) Undang-

Undnag Nomor 21 Tahun 2008 yang berbunyi “Dalam hal para pihak telah

memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”.

Sedangkan Pasal 55 ayat (3) berbunyi “Penyelesaian sengketa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan

prinsip syariah”.

4) Bahwa Pemohon sebagai pencari keadilan serta menginginkan adanya

kepastian hukum dari suatu produk hukum dalam hal ini Undang-undang

Nomor 21 Tahun 2008 di mana Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) telah

Page 116: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

5

menimbulkan tidak adanya ketidakpastian hukum seperti yang diamanatkan

oleh UUD 1945 Pasal 28D ayat (1).

5) Bahwa jika suatu Undang-Undang mempersilahkan untuk memilih

menggunakan fasilitas negara (lembaga peradilan), sedangkan ayat lainnya

secara tegas telah menentukan peradilan mana yang harus dipakai, maka

dengan adanya dibebaskan memilih akan menimbulkan berbagai penafsiran

dari berbagai pihak apalagi selanjutnya ayat lain mengisyaratkan harus

memenuhi prinsip-prinsip dalam hal ini prinsip syariah sehingga

menimbulkan pertanyaan apakah peradilan yang dipilih atau yang

diperjanjikan oleh masing-masing pihak seperti diatur dalam Pasal 55 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tersebut telah memenuhi prinsip

syariah seperti yang diisyaratkan oleh Pasal 55 ayat (3) Undnag-Undang

Nomor 21 Tahun 2008. Maka di sinilah akan timbul ketidakpastian

hukumnya, sementara Pasal 55 ayat (1) yang secara tegas mengatur jika

terjadi perselisihan maka harus dilaksanakan di pengadilan dalam ruang

lingkup Peradilan Agama. Hal ini tidak akan dipilih oleh para pihak jika

terjadi perselisihan dalam perbankan syariah.

6) Bahwa UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) telah secara tegas mengatur bahwa

Undang-Undang harus menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan.

Maka kalau kita melihat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang perbankan syariah, yaitu antara Pasal 55 ayat (1) dengan Pasal 55

ayat (2) dan ayat (3) terdapat kontradiktif di mana yang satu secara tegas

menyebutkan dan yang lainnya membebaskan untuk memilih, maka dengan

adanya kontradiktif tersebut antara yang satu dengan yang lainnya lahirlah

penafsiran sendiri-sendiri sehingga makna kepastian hukum menjadi tidak

ada.

7) Bahwa menurut Pemohon apa yang diatur dalam Bab IX mengenai

penyelesaian sengketa yaitu Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, timbul

kontradiktif antara ayat (1) yang secara tegas mengatur jika terjadi sengketa

dalam Perbankan Syariah maka harus dilaksanakan dalam lingkungan

Peradilan Agama. Sedangkan ayat (2)-nya memberi pilihan kepada para

pihak yang terikat dalam suatu akad untuk memilih akan dilaksanakan di

lingkungan peradilan mana akan dilaksanakan jika terjadi sengketa dalam

Page 117: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

6

Perbankan Syariah. Sehingga bisa diasumsikan para pihak boleh memilih

apakah mau di lingkungan Peradila Agama, atau di Peradilan Umum

bahkan di lingkungan peradilan lain pun diberi keleluasaan oleh ayat (2)

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 asalkan tercantum dalam

akad. Maka dengan adanya ayat (2) Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 sangat jelas sama sekali tidak ada kepastian Hukum yang

dijamin oleh UUD 1945. Sehingga nampak jelas Bab IX mengenai

penyelesaian sengketa Pasal 55 ayat (2) sangatlah bertentangan dengan

UUD 1945 Pasal 28D ayat (1).

8) Bahwa akibat tidak adanya kepastian hukum dengan dicantumkannya ayat

(2) Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 melahirkan pula

kehawatiran dalam Undang-Undang ini sehingga dimuatlah ayat (3) Pasal

55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008. Sedangkan ayat (3) Pasal 55

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tidak perlu terbit apabila tidak ada

ayat (2) Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Undang-

Undang Perbankan Syariah.

9) Bahwa untuk supaya mencerminkan adanya kepastian Hukum seperti yang

dijamin oleh UUD Negara RI tahun 1945 Pasal 28 D ayat (1). Maka ayat (2)

Pasal 55 UU No. 21 tahun 2008 haruslah dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum yang mengikat.

10)Bahwa Pemohon dalam hal ini sangat berkepentingan oleh karena

Pemohon sebagai nasabah Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor

sangat merasa dirugikan akibat adanya ayat (2) Pasal 55 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kerugian yang dialami

oleh Pemohon di mana perkaranya sekarang sedang diurus melalui

permohonan ke Mahkamah Agung, yaitu tentang kewenangan mengadili.

Begitu pula Pemohon meyakini banyak nasabah dari Bank Muamalat

Indonesia,Tbk yang merasa dirugikan karena tidak adanya kepastian

Hukum seperti yang telah kami uraikan di atas.

11)Bahwa akhirnya diharapkan hukum hadir di tengah-tengah masyarakat

dijalankan tidak sekadar menurut kata-kata hitam-putih dari peraturan

(according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih

dalam (to the very meaning) dari Undang-Undang atau hukum. Hukum tidak

hanya dijalankan dengan kecerdasan intelektual melainkan dengan

Page 118: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

7

kecerdasan spiritual. Menjalankan hukum harus dengan determinasi,

empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa untuk berani

mencari jalan lain guna kebenaran, keadilan dan kepastian hukum para

pencari keadilan.

Maka berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan di atas demi adanya

kepastian hukum yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28D ayat (1), maka kiranya

Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Kontitusi berkenan untuk memutus sebagai

berikut:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon

2. Menyatakan bahwa materi muatan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan

dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945

3. Menyatak bahwa materi muatan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 55 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tidak mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat

4. Memerintahkan putusan ini diumumkan melalui lembaran negara

5. Menyerahkan keputusan ini kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi sesuai ketentuan yang berlaku

[2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon telah

mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan

bukti P-8, sebagai berikut:

1. Bukti P-1 Fotokopi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah

2. Bukti P-2 Fotokopi KTP Pemohon

3. Bukti P-3 Fotokopi Salinan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bogor

Nomor 07/pdt/eks.akta/2012/PN.Bgr

4. Bukti P-4 Fotokopi Salinan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bogor

Nomor 07/Pdt/Eks.Akta/2012/PN.Bgr

5 Bukti P-5 Fotokopi Surat Penyelesian Pembiayaan Al Musyarakah an CV

Benua Enginering Consultan dari Bank Mualamat Cabang Bogor

bertanggal 27 April 2010

6. Bukti P-6 Fotokopi Surat Persetujuan Fasilitas Pembiayaan Al Musyarakah

an CV Benua Enginering Consultan dari Bank Mualamat Cabang

Page 119: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

8

Bogor bertanggal 7 Juli 2009

7. Bukti P-7 Fotokopi Salinan Akad Pembiayaan Al Musyarakah Nomor 34

bertanggal 9 Juli 2009 antara Bank Mualamat dengan Haji

Dadang Achmad di hadapan Notaris Catur Virgo

8. Bukti P-8 Fotokopi Salinan Perubahan Akad Pembiayaan Al Musyarakah

Nomor 14 bertanggal 8 Maret 2010 antara Bank Mualamat

dengan Haji Dadang Achmad di hadapan Notaris Catur Virgo

Selain itu, Pemohon juga telah mengajukan 2 (dua) orang ahli yang bernama

Dr. Ija Suntana dan Prof. DR. H. Dedi Ismatullah, SH., MH., dan telah didengar

keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 20 Desember 2012

dan 1 (satu) orang saksi bernama Muhammad Ikbal yang telah didengar

keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 29 Januari 2013, yang

menerangkan sebagai berikut:

Ahli Pemohon1. Dr. Ija Suntana

Bahwa secara filosofis sub dan sifkum perbankan syariah didominasi oleh

istilah-istilah bisnis Islam, seperti murabahah, hudaibiyah, musyarakah,

mudarabah, qardh, hawalah, ijarah, dan kafalah. Oleh sebab itu, merupakan

hal yang benar dan tepat apabila penyelesaian perkara perbankan syariah

dilakukan dalam lingkungan peradilan yang secara substantif membidangi hal-

hal yang terkait dengan nilai-nilai syariat Islam. Apabila diserahkan pada

sistem peradilan yang tidak menerapkan aturan-aturan syariah, yang akan

muncul adalah ketidaksinkronan antara praktik akad dengan penyelesaian

sengketanya. Akad dilakukan di dalam sistem syariah, sementara

penyelesaiannya dilakukan dalam lingkungan peradilan yang tidak

menggunakan aturan dan asas-asas syariah;

Bahwa secara eksplisit dikatakan Peradilan Agama dalam Undang-Undang

Nomor 50 Tahun 2009 yang mengubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Peradilan Agama dikatakan secara langsung bahwa salah satu

kompetensi absolut peradilan agama adalah menyelesaikan perkara-perkara

sengketa ekonomi syariah dan perbankan syariah masuk dalam bagian dari

ekonomi syariah. Oleh sebab itu, pelemparan kompetensi absolut kepada

selain lembaga yang tertulis secara langsung, menurut penilaian ahli adalah

penyimpangan dari asas kepastian hukum yang diatur dalam Undang-Undang

Page 120: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

9

Dasar 1945, yaitu Pasal 28D Bab 10A tentang Hak Asasi Manusia yang

menjamin tentang kepastian hukum bagi warganya;

Bahwa ketika peradilan ada dua, kemudian diberikan kesempatan untuk dipilih

oleh para pihak yang bersengketa, hal tersebut akan menimbulkan choice of

forum yang dalam perkara yang substansinya sama juga, objeknya sama,

kemudian diberikan kebebasan memilih, sehingga akan menimbulkan

legaldisorder (kekacauan hukum). Selain itu, akan menimbulkan disparitas

keputusan, kemungkinan juga akan terjadi keanehan, sebab mungkin ketika

putusana lahir dari peradilan agama, sementara putusan b lahir dari

pengadilan umum untuk kasus yang sama, atau ada dua kasus yang memiliki

kemiripan sama atau bahkan sama, maka akan terjadi keanehan bagi para

pihak yang menerima;

Bahwa pasal a quo ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, dalam istilah hukum Islam akan

menimbulkan yang disebut dengan ta’arudh al-adillah, pertentangan dua

aturan ketika ayat (2) dan ayat (3) nya masih tetap ada. Selanjutnya, terkait

dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

bertentangan sebetulnya apabila masih tetap ditetapkan dalam Undang-

Undang tersebut, yaitu dengan Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan dalam

Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum

karena salah satu karakter negara hukum adalah adanya kepastian hukum

dan juga bertentangan dengan Pasal 28D yang menyebutkan bahwa salah

satu hak asasi manusia, termasuk di dalamnya adalah para nasabah, adalah

dijamin kepastian hukum;

Bahwa apabila ada pilihan forum untuk penyelesaian perkara, sementara

orang diberikan kebebasan, ibaratnya untuk memilih, tidak ditunjuk langsung

oleh Undang-Undang, hal tersebut akan menimbulkan chaossebelum atau

dalam praktik akad. Sebab mungkin saja ketika orang mau menandatangani

akad di banknya yang itu masuk ke bank syariah, orang/nasabah yang masuk

bank syariah, sementara pihak bank menginginkan bahwa penyelesaian

sengketa itu ada di pengadilan negeri, sementara nasabah menginginkan

diselesaikan di pengadilan agama, hal tersebut akan menimbulkan masalah

dalam akad tersebut;

Page 121: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

10

Bahwa sebelum masuk kepada urusan hukum, dalam penentuan akad pun

akan menjadi masalah karena akan jadi perdebatan antara “Saya ingin di

pengadilan agama,” kata nasabah, sementara kata pihak bank, “Saya ingin di

pengadilan negeri,” dan itu tidak akan ditemukan titik temu;

Bahwa ketika diberikan kesempatan choice of forum adalah

membahayakanapabila adaungkapan bahwa orang yang masuk ke bank

syariah itu tidak orang muslim saja, tapi ada nonmuslim. Dalam teori hukum

ketika orang nonmuslim masuk kepada peradilan atau perbankan syariah, dia

telah melakukan choice of law (telah memilih hukum). Ketika dia telahmemilih

hukum, maka secara langsung dia siap dan ikut diatur dengan aturan dan

asas yang ada di lembaga yang dia masuki, yaitu hal-hal yang terkait dengan

syariah dan ketika bank syariah menerapkan aturan-aturan syariah, maka

ketika nonmuslim masuk ke dalam bank syariah telah menyiapkan diri dan

siap juga menerima terhadap aturan yang diterapkan oleh bank syariah,

sehingga dari urusan asas, aturan, dan sampai penyelesaian sengketanya

harus disesuaikan dengan syariah. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa

nonmuslim yang telah masuk ke dalam bank syariah itu telah melakukan

choice of law karena ada bank konvensional yang dapat dipilih kenapa masuk

ke bank syariah. Sementara di bank syariah telah dijelaskan secara nyata

bahwa aturan dan asas yang telah dilaksanakan mulai akad sampai

penyelesaian sengketa sesuai dengan aturan syariah;

2. Prof. DR. H. Dedi Ismatullah, SH. Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum

yang di dalamnya ada dua pengertian yaitu supreme of law dan equality

before the law. Penafsiran terhadap supreme of law yaitu salah satunya

adalah kepastian hukum, rechtstaat adalah kepastian hukum, maka dengan

diberikannya pilihan hukum bagi orang yang masuk di peradilan, akan

menimbulkan confuse atau kebingungan hukum.Oleh karena itulah, maka ahli

melihat Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) tidak rasional, sebab bertentangan

dengan ayat (1). Salah satunya adalah dilaksanakan peradilan di peradilan

agama tetapi diberikan pilihan di peradilan yang lain. Hal tersebut juga akan

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Kompetensi Peradilan Agama. Kompetensi peradilan agama adalah

Page 122: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

11

merupakan kepastian hukum bagi orang yang ingin berperkara di dalam

masalah bank ekonomi Islam;

Bahwa adanya Pasal 29 ayat (2), “Negara menjamin kemerdekaan tiap

penduduk pemeluk agamanya untuk melaksanakan syariatnya”. Menurut ahli

melaksanakan ekonomi syariah di peradilan agama adalah merupakan bentuk

dari implementasi Pasal 29 ayat (2), maka negara mempunyai kewajiban

melindungi hak-hak hukum bagi setiap warga negaranya. Selain itu, Pasal 28

ayat (1), sudah jelas tentang kepastian hukum, yaitu setiap orang berhak atas

pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum. Menurut ahli, bahwa equality before

the law adalah samanya kedudukan antara pengadilan agama dan pengadilan

negeri,tetapi oleh karena pengadilan agama telah dijustifikasi oleh Undang-

Undang tersendiri, sehingga ini adalah merupakan kompetensi absolut bagi

peradilan agama;

Saksi PemohonMuhammad Ikbal Bahwa saksi merupakan nasabah Bank Muamalat Cabang Bogor yang pada

saat itu menggunakan fasilitas pembiayaan al-musyarakah. Menurut saksi,

Bank Muamalat merupakan salah satu bank yang menerapkan prinsip-prinsip

perbankan syariah. Ketika perusahaan saksi dihadapkan pada persoalan Bank

Muamalat, di luar dugaan perusahaan saksi mendapatkan surat penetapan dari

Pengadilan Negeri Bogor berupa unmanning dan penyitaan eksekusi terhadap

aset-aset yang telah dijaminkan kepada Bank Muamalat;

Bahwa menurut saksi, seharusnya prosedur yang sebenarnya tidak pernah

ditempuh oleh Bank Muamalat, seperti penyelesaian melalui arbitrase syariah

atau pun penyelesaian perkara perbankan syariah yangseharusnya dilakukan

dalam lingkungan peradilan yang secara substantif membidangi hal-hal yang

terkait dengan nilai-nilai syariat Islam;

Bahwa dalam penyelesian sengketa tersebut, musyawarah-musyawarah yang

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tidak diterapkan oleh Bank Muamalat dan

justru yang dilakukan oleh Bank Muamalat langsung mengajukan permohonan

unnmanning dan eksekusi kePengadilan Negeri Bogor;

Bahwa dengan adanya permasalahan tersebut, saksi melakukan konsultasi

dengan penasihat hukum, danmenurut penasehat hukum seharusnya yang

Page 123: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

12

berwenang dalam hal ini untuk melakukan penyelesaian sengketa adalah

melalui pengadilan agama atau arbitrasesyariah dan bukan melalui pengadilan

negeri dikarenakan Bank Muamalat adalah bank yang menerapkan prinsip-

prinsip perbankan syariah danbukan merupakan bank konvesional;

Bahwa menurut saksi, seharusnya untuk menyelesaikan permasalahan ini

menggunakan Undang-Undang Perbankan Syariah yang berlaku dan

berdasarkan hasil penjelasan dari penasihat hukum ada ketidakpastian hukum,

yaitu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Pasal 55 ayat (1) yang

berbunyi, “Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama”d an pada Pasal 55 ayat (2)

berbunyi, “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa

selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan

sesuai dengan isi akad”, sedangkan ayat (3) berbunyi, “Penyelesaian sengketa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip

syariah”;

[2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Pemerintah telah

memberikan keterangan dalam persidangan pada tanggal 28 November 2012,

sebagai berikut:

Bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya masyarakat adil dan

makmur berdasarkan demokrasi ekonomi. Salah satu bentuk penggalian potensi

dan wujud kontribusi masyarakat dalamperekonomian nasional tersebut adalah

pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam atau syariah dengan

mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam sistem hukum nasional. Prinsip syariah

berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan,dan

keuniversalan, rahmatan lilalamin. Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam

pengaturan perbankan yang didasarkan pada prinsip syariah yang disebut

perbankan syariah. Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari ajaran

Islam yang berkaitan dengan ekonomi;

Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai

bentuknya dan menggunakan sistem, antara lain, prinsip bagi hasil. Dengan

prinsip hasil, bank syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil

karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko

yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan

nasabahnya. Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada

Page 124: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

13

perbankan syariah akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan peradilan

agama. Di samping itu, dibuka pulakemungkinan penyelesaian sengketa melalui

musyawarah, mediasi perbankan, badan arbitrase syariah nasional atau lembaga

arbitrase,atau melalui pengadilan di lingkungan peradilan umum sepanjang

disepakati di dalam akad oleh para pihak dan sesuai dengan prinsip syariah;

Terhadap anggapan Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 55 ayat (2) dan

ayat (3) Undang-Undang Perbankan Syariah telah menimbulkan adanya

ketidakpastian hukum akibat lembaga penyelesaian sengketa dalam perbankan

syariah, Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut.

Kegiatan usaha perbankan syariah diwujudkan dalam akad-akad yang

dibuatnya, baik itu dalam bentuk musyarakah, mudarabah, atau bentuk-bentuk

lain. Tindakan membuat akad tersebut termasuk dalam klasifikasi muamalah.

Kaidah dasar untuk muamalah perdata adalah segala sesuatu boleh kecuali

yang jelas-jelas diharamkan. Muamalah dalam bahasa hukum konvensional

dikenal dengan istilah perdata atau privat. Dalam kaidah fikih disebut, pada

dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang

mengharamkannya. Dengan demikian, dalam bermuamalah prinsipnya adalah

segala sesuatu diperbolehkan sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah.

Jika kemudian timbul sengketa terhadap akad bank syariah tersebut karena

termasuk ke dalam kaidah syariah muamalah, maka para pihak dibebaskan

untuk menyelesaikannya dengan cara yang menurut para pihak sepanjang

tidak melanggar ketentuan yang telah dilarang oleh syariah;

Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa pada perbankan syariah

merupakan bagian dari asas kebebasan berkontrak. Hal tersebut jugasejalan

dengan syariah Islam yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk

melakukan akad sesuai dengan yang diinginkanoleh para pihak sepanjang

sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip

syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan

fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam

penetapan fatwa dibidang syariah (Pasal 1 angka 12 Undang-Undang

Perbankan Syariah). Sehingga walaupun para pihak bersepakat dalam

menyelesaikan sengketa selain pada peradilan agama, misalnya melalui

musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan

di lingkungan peradilan umum tetap harus menggunakan prinsip syariah

Page 125: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

14

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, karena penggunaan prinsip

syariah menjadi dasar kesepakatan tertulis (akad) antara bank syariah dengan

pihak yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak

yangdilakukan sesuai prinsip syariah;

Dengan adanya ketentuan tersebut, terlihat bahwa Undang-Undang a quo

justru sangat menghargai perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak dalam

hal pemilihan forum penyelesaian sengketa yang ditujukan apabila pada suatu

ketika terjadi sengketa antara pihak-pihak.Asas ini adalah asas universal yang

masih diakui oleh masyarakat umum. Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam

pengaturan perbankan yang didasarkan pada prinsip syariah. Selain itu,

ketentuan a quo akan lebih mendorong masyarakat umum untuk

menggunakan jasa perbankan syariah. Hal ini dikarenakan kegiatan usaha dan

nasabah perbankan syariah tidak hanya ditujukan bagi masyarakat yang

beragama Islam, akan tetapi juga ditujukan bagi masyarakat yang bukan

beragama Islam, sehingga dibukalah penyelesaian sengketa di luar peradilan

agama dengan ketentuan tetap sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan

penjelasan tersebut, menurut Pemerintah, ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat

(3) Undang-Undang Perbankan Syariah dimaksudkan untuk memberikan

pilihan-pilihan sarana penyelesaian sengketa dalam perbankan syariah dengan

tetap menerapkan rambu-rambu sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip

syariah. Sehingga hal demikian telah memberikan kepastian hukum dan tidak

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah

memohon kepada Yang Terhormat Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

yang memeriksa dan memutus permohonan Pengujian Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan

sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum;

2. Menolak permohonan pengujian Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-

tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat

diterima;

3. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan;

Page 126: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

15

4. Menyatakan Ketentuan Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tidak bertentangan

dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

[2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Dewan Perwakilan

Rakyat telah memberikan keterangan dalam persidangan pada tanggal 28

November 2012, sebagai berikut:

Bahwa terhadap kedudukan hukum Pemohon, DPR berpandangan bahwa

Pemohon harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar Pemohon

sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya

dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, khususnya

dalam mengkonstruksikan adanya kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya sebagai dampak dari diberlakukannya ketentuan yang

dimohonkan untuk diuji;

Terhadap kedudukan hukum tersebut, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada

Ketua MajelisHakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, untuk mempertimbangkan

dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak,

sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang

Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

006/PUU-III/2005 dan Nomor 011/PUU-V/2007;

Bahwa ketentuan Bab 9 tentang Penyelesaian Sengketa, Pasal 55 Undang-

Undang a quo mengatur penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada

perbankan syariah akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan peradilan

agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan penyelesaian sengketa melalui

musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di

lingkungan peradilan umum sepanjang disepakati di dalam akad oleh para pihak

dengan tetap berpegang kepada prinsip syariah. Pasal 55 Undang-Undang a quo

dan penjelasannya yang selengkapnya berbunyi sebagaiberikut1) Penyelesaian

sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan

peradilan agama, 2) Dalam hal pihak telah memperjanjikan penyelesaian

sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi akad, 3) Penyelesaian sengketa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah;

Page 127: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

16

Dalam penjelasan ayat (2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

penyelesaian sengketa dilakukan sesuai isi akad adalah upaya sebagai berikut:

a. musyawarah, b. mediasi perbankan,c. melalui badan arbitrase syariah nasional

atau lembaga arbitrase lain dan/atau, d. melalui pengadilan dalam lingkungan

peradilan umum;

Bahwa Pasal 55 Undang-Undang Perbankan Syariah telah memberikan alternatif

penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan di lingkungan peradilan agama,

baik jalur non pengadilan maupun melalui pengadilan di peradilan umum;

Bahwa secara prinsip penegakan hukum penyelesaian sengketa hanya dilakukan

oleh kekuasaan kehakiman yang dilembagakan secara konstitusional yang lazim

disebut badan yudikatif. Dengan demikian, yang berwenang memeriksa dan

mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan

kehakiman berpuncak di Mahkamah Agung, dalam hal ini ditunjuk dalam Undang-

Undang a quo adalah peradilan agama. Ketentuan ini telah pula disinkronisasikan

dengan ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun1989 tentang Peradilan Agama

yang menyebutkan adanya perluasan kewenangan peradilan agama untuk

menangani, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang

ekonomi syariah, termasuk di dalamnya perbankan syariah.Peradilan agama

merupakan salah satu badan peradilan, pelaku kekuasaan kehakiman untuk

menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan

perkara tertentu, antara lain orang-orang yang beragama Islam di bidang

perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak,sedekah, dan ekonomi

syariah;

Bahwa selain melalui jalur pengadilan, penyelesaian sengketa diluar jalur

pengadilan merupakan usaha sebelum menempuh jalur pengadilan. Pengaturan

terhadap sengketa keperdataan yang dimungkinkan terjadi antar nasabah dan

bank syariah,dalam Undang-Undang a quo memberikan alternatif penyelesaian

sengketa, mengingat penyelesaian sengketa merupakan masalah keperdataan

antara para pihak yang dapat diselesaikan sesuai dengan kesepakatan yang

telah diperjanjikan para pihak di dalam akad atau perjanjian. Hal ini sejalan

dengan asas hukum perdata tentang kebebasan berkontrak yang disimpulkan

dalam ketentuan Pasal 1338 ayat(1) KUHPer yang menyatakan bahwa semua

kontrak perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi

Page 128: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

17

mereka yang membuatnya. Dalam hukum syariah dikenal asas di bidang

muamalah, yakni adanya asas al-sufiah, al-muamalah,al-ibahah. Bahwa dasar

hukum dalam bidang muamalah atauhubungan antara orang perorangan adalah

mubah atau boleh. Namun demikian, alternatif penyelesaian sengketa yang

diperjanjikan dalam akad tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip

syariah;

Bahwa meskipun dibuka kemungkinan alternatif penyelesaian sengketa selain

melalui lembaga pengadilan di lingkungan peradilan agama, namun penggunaan

penyelesaian sengketa yang diperjanjikan dalam akad antara para pihak, dalam

hal ini ketentuan ayat (2) Pasal 5 Undang-Undang Perbankan Syariah, baik

melalui musyawarah, mediasi, arbitrase, maupun lewat pengadilan di lingkungan

peradilan umum, wajib berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Hal ini

dinyatakan dengan jelas pada Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang a quo yang

menyatakan, “Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

boleh bertentangan dengan prinsip syariah, sehingga kepastian hukum tetap

dapat terjamin bagi para pihak.”;

Bahwa dibukanya kemungkinan para pihak untuk memilih pengadilan di bawah

peradilan umum. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang a quo antara lain

mengingat nasabah bank syariah pada hakikatnya tidaklah selalu orang

perorangan yang beragama Islam. Berdasarkan Pasal 1 angka 16, “Nasabah

adalah pihak yang menggunakan jasa bank syariah dan/atau unit usaha syariah.”

Tidak ada pembatasan terkait agama, kepercayaan, bagi nasabah bank syariah

untuk menggunakan jasa bank syariah sepanjang yang bersangkutan bersedia

tunduk pada ketentuan-ketentuan dan prinsip syariah dalam pelaksanaan akad

antara nasabah dan bank syariah termasuk dalam hal terjadinya sengketa. Maka,

proses penyelesaian sengketa (meskipun bukan lewat jalur peradilan umum)

harus tetap sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah;

Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyelesaian

sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan umum, juga terbuka

kemungkinan diajukan melalui jalur nonperadilan seperti arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Pengadilan agama, pengadilan agama bertugas dan berwenang

Page 129: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

18

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama, antara

orang-orang yang beragama Islam. Di antaranya di bidang ekonomi syariah,

termasuk perbankan syariah. Pada praktiknya, dalam proses berperkara di

pengadilan agama pun tidak dinafikkan adanya pilihan dalam hal perkara

sengketa keperdataan, terkait dengan proses perkara di lingkungan peradilan

umum, bahkan pengadilan agama menghormati keputusan pengadilan tersebut.

Hal ini tergambar dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 yang berbunyi, ayat (1),“Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau

sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus

mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan

dalam lingkungan peradilan umum.” Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan pula

bahwa apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain

tersebut bukan menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama,sengketa di

pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke

pengadilan di lingkungan peradilan umum. Penangguhan dimaksud hanya

dilakukan jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke pengadilan

agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek

sengketa yang sama dengan sengketa dipengadilan agama. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya pilihan hukum dalam proses penyelesaian sengketa adalah

dimungkinkan dan tidak mengurangi kepastian hukum bagi para pihak;

Bahwa selain pandangan secara konstitusional, teoritis, dan yuridis sebagaimana

diuraikan di atas terkait dengan pengujian materi ketentuan Pasal 55 Undang-

Undang a quo dipandang perlu melihat latar belakang perumusan Pasal 55

Undang-Undang a quo dalam risalah rapat pembahasan RUU a quo yang akan

disampaikan kemudian;

Demikian keterangan DPR di sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi

Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan

mengadili perkara a quo dan dapat memberikan putusan sebagai berikut.

1. Menerima keterangan DPR secara keseluruhan;

2. Menyatakan Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar

1945;

3. Menyatakan Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Page 130: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

19

[2.5] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Mahkamah telah

memanggil ahli DR. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec., yang telah memberikan

keterangan dalam persidangan tanggal 29 Januari 2013, sebagai berikut:

Bahwa dalam perbankan syariah mengenal ada beberapa jenis pembiayaan,

pertama, ada yang disebut dengan pembiayaan yang berdasarkan kepada jual

beli, yaitu bank membelikan terlebih dahulu kebutuhan Pemohon, kemudian

setelah dibelikan oleh bank, lalu dijual kembali kepada Pemohon dengan

margin. Misalnya, Tuan A membutuhkan satu kendaraan, dengan harga

Rp200.000.000,00 maka dibeli oleh bank dari dealer, misalnya dengan harga

Rp200.000.000,00 kemudian sesuai dengan kapasitas dan kemampuan bayar si

nasabah dijual kembali kepada nasabah dengan harga Rp300.000.000,00 untuk

periode yang disepakati, misalnya 60 bulan. Maka, selama 60 bulan, nasabah

mencicil dan sebelum lunas, kendaraan itu masih dijaminkan kepada bank;

Pembiayaan yang kedua disebut dengan pembiayaan murabahah dan ada juga

pembiayaan-pembiayaan yang hampir mirip yang disebut dengan Bai Al-

Istishna, yaitu order untuk membuatkan, kemudian dijual kembali. Jenis

pembiayaan yang kedua adalah bagi hasil. Bagi hasil ini ada beberapa jenis,

tetapi yang paling umum disebut dengan Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah.

Yang dimaksud dengan Al-Mudharabah adalah seluruh dana, seluruh

pembiayaan dari bank, sementara nasabah menyediakan project. Seluruh dana

dari bank dan nasabah memberikan project, nasabah menjalankan project

tersebut, kemudian bank melihat potensi profitnya dan atas dasar kesepakatan,

disepakatilah berapa porsi untuk bank dan berapa porsi untuk nasabah;

Jenis yang kedua adalah Al-Musyarakah atau dalam bahasa Indonesia disebut

dengan syirkah, yaitu dananya sebagian dari bank dan sebagian dari nasabah.

Jadi, jika mudharabah itu 100% dari bank, sementara dalam musyarakah,

sebagian dana atau aset dikontribusikan oleh nasabah. Adapun dari hasil

pembagian keuntungan biasanya disepakati sesuai dengan kesepakatan,

karena dari satu project ke project yang lain biasanya berbeda, yang

disesuaikan dengan tingkat marketability, tingkat kompetensi, dan tingkat

industri yang ada, dan tiap-tiap nasabah memiliki kompetensi yang berbeda. Itu

yang disebut dengan pembiayaan musyarakah, sebagian dari bank, sebagian

dari nasabah dan profit disepakati bersama.

Page 131: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

20

Yang ketiga, ada yang disebut dengan pembiayaan yang berdasarkan sewa

atau yang disebut dengan ijarah. Ini biasanya bank membeli dahulu keperluan

sesuai dengan keperluan nasabah menjadi milik bank, kemudian Bank

menyewakan kepada nasabahnya. Dalam perkembangannya ada beberapa

bentuk dari sewa menyewa ini yang biasanya ada bentuk yang disebut dengan

ijarah muntahiya bittamlik atau sewa menyewa yang diakhiri dengan purchase

option di akhir masa penyewaan dan ada beberapa bentuk yang lain, tapi ahli

ingin menambahkan khusus untuk pembiayaan bagi hasil, memang

nomenklaturnya ada sedikit berbeda dengan jual beli, di mana dalam jual beli

unsur yang berutang dan yang berpiutang sangat jelas, tetapi dalam bagi hasil

ada unsur kemitraan. Mungkin ini yang menjadi daya tarik dari Pemohon

mengapa datang ke Bank Syariah;

Bagaimana dengan jaminan dalam pembiayaan bagi hasil ini?, Bank Indonesia

memperkenankan bank mengambil jaminan untuk bagi hasil dengan catatan

hanya boleh dieksekusi jikalau nasabah ingkar janji atau terjadi wanprestasi.

Dengan catatan, nasabah terjadi wanprestasi. Apa yang dimaksud dengan

wanprestasi? Biasanya antara bank dengan nasabah mencantumkan satu, dua,

tiga condition-nya dan jika kondisi satu, dua, tiga ini sudah terpenuhi, bank baru

melakukan pemanggilan, baru melakukan proses ke pengadilan atau proses ke

Basyarnas. Biasanya selama proses ini berjalan dengan baik dan biasanya

diselesaikan dengan baik di antara mereka;

Bahwa terkait dengan dispute settlement option, sebelum tahun 2006, dispute

settlement option yang terjadi antara perbankan syariah dengan nasabah

memang hampir seluruhnya hanya satu, yaitu Badan Arbitrase Syariah

Nasional, disebut dengan Basyarnas. Biasanya dalam perjanjian antara bank

dengan nasabahnya dicantumkanlah arbitration clause. Bank sebagai pihak

pertama, nasabah sebagai pihak kedua, keduanya sepakat untuk menunjuk

Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai pemutus konflik atau dispute di

antara kedua belah pihak. Biasanya apapun putusan dari Basyarnas ini bersifat

final and binding, bersifat mengikat dan tidak bisa ada upaya hukum

lanjutan.Setelah 2006, kemudian ada Undang-Undang Perbankan Syariah

memberikan opsi kepada keuangan dan perbankan syariah untuk memilih

apakah akan ke Basyarnas saja atau akan ke pengadilanagama? Di sana

diberikan dua opsi, ahli melihat dalam kasus ini memang ada satu masalah

Page 132: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

21

utama dan yang kedua ada masalah turunannya. Masalah utamanya seperti

yang tadi disampaikan oleh Pemohon, selaku kontraktor Benua Engineering

Construction ada permasalah dari Bohir yang memberikan pekerjaan kepada

nasabah, yang kemudian terjadi pembayaran yang tidak sesuai dari harapan,

sehingga mungkin hal ini dilihat oleh bank sebagai suatu nasabah yang tidak

memenuhi cicilannya;

Bahwa catatan ahli yang mendasar, adalah memang mungkin ada suatu

penafsiran dari pihak lembaga keuangan terhadap Pasal 55 di Undang-Undang

Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 di Pasal 55 ayat (1) : “ Penyelesaian

sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan

peradilan agama”. Ayat (2) “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan

penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Bahwa dalam

penjelasan Pasal 55 sebagai berikut, ayat (1) cukup jelas dan ayat (2) yang

dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad

adalah upaya sebagai berikut : a. Musyawarah, b. Mediasi perbankan, c. Melalui

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), d. Atau lembaga arbitrase lain

dan/atau melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum;

Bahwa menurut ahli, boleh jadi lembaga keuangan dimaksud mengambil opsi

yang (d) ini, sehingga nasabah di awal menganggap ini ada Basyarnas,

sementara lembaga keuangan yang bersangkutan mengambil opsi (d)ini. Jadi,

di sinilah mungkin yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi ini, apakah ini tidak

menjadikan satu conflict of dispute settlement karena mungkin ada 2 atau

bahkan 3 pemutus konflik di sini, satu Basyarnas, kedua peradilan agama, yang

ketiga peradilan umum;

Bahwa dalam pengamatan ahli, ini bukan kasus yang pertama, tetapi ini sudah

belasan kali, jikalau tidak puluhan kali terjadi, tapi ahli tidak tahu apakah dibawa

ke sini atau tidak. Misalnya, ada di Bank Muamalat di Bandung, di mana waktu

itu yang dimenangkan oleh Basyarnas adalah nasabah. Sementara bank yang

dimenangkan oleh Basyarnas adalah bank, sementara nasabah mendatangi

pengadilan umum negeri. Putusan Pengadilan Umum Negeri memenangkan

nasabah, terjadilah dispute. Dalam kasus Bank Syariah Mandiri, ada yang

dibawa juga ke Basyarnas yang dimenangkannya adalah nasabah, kemudian

Page 133: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

22

Bank Syariah Mandiri melakukan upaya hukum lain. Jadi, terjadi juga dispute

dalam hal tersebut;

Bahwa menurut ahli, untuk menghilangkan dispute ada dua langkah,

pertama,ketika terjadi perjanjian antara nasabah dengan lembaga keuangan

syariah harus dijelaskan betul bahwa opsi dispute settlement dan ketika opsi

dispute settlement sudah ditetapkan, misalnya, Badan Arbitrase Syariah

Nasional, maka pihak pertama dan pihak kedua sepakat menjadikan Basyarnas

sebagai one and the only dispute settlement body dan apa pun putusannya

bersifat final and binding dan tidak boleh ada upaya hukum lainnya. Apabila ada

upaya hukum lainnya setelah itu, maka batal demi hukum. Yang kedua,

seandainya akan dipilih adalah pengadilan agama, maka keduanya juga

menyepakatinya sesuai dengan aturan yang berlaku dan supaya tidak terjadi

dispute, menurut ahli, jikalau masih dibuka peluang untuk pergi ke pengadilan

umum, akan membuat konflik antara peradilan agama dan peradilan umum.

Sehingga, menurut ahli akan lebih baik mencabut poin (d) karena menurut ahli

menghilangkan pintu ketiga untuk pergi ke peradilan umum, tetapi hanya

Basyarnas saja dan/atau hanya peradilan di lingkungan Peradilan Agama saja

sehingga dengan demikian sudah menjadi clear dan tidak terulang masalah ini

di kemudian hari.

[2.6] Menimbang bahwa Pemohon dan Pemerintah telah menyampaikan

kesimpulan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah masing-masing pada

tanggal 5 Februari 2013, yang pada pokoknya masing-masing pihak tetap pada

pendiriannya;

[2.7] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,

segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara

persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan

putusan ini;

3. PERTIMBANGAN HUKUM

[3.1] Menimbang bahwa isu hukum utama permohonan Pemohon adalah

mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik

Page 134: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

23

Indonesia Nomor 4867, selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah) terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

disebut UUD 1945);

[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) akan mempertimbangkan

terlebih dahulu hal-hal berikut:

a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;

b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon;

Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Kewenangan Mahkamah

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya

disebut UU MK), Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076),

salah satu kewenangan Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama

danterakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang

terhadap UUD 1945;

[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon mengenai

pengujian materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka Mahkamah

berwenang mengadili permohonan a quo;

Kedudukan hukum (legal standing)Pemohon

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang dapat

bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu Undang-Undang terhadap

UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan

Page 135: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

24

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian, yaitu:

a. peroranganwarga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

[3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-

III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal

20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh

UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat

spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran

yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud

dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak

akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7] Menimbang bahwa dengan demikian agar seseorang atau suatu pihak

dapat diterima sebagai Pemohon dalam perkara pengujian Undang-Undang

terhadap UUD 1945, menurut ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK, orang atau

pihak dimaksud haruslah:

a. menjelaskan kualifikasinya, yaitu apakah sebagai perorangan warga negara

Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga

negara;

Page 136: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

25

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kualifikasi

sebagaimana dimaksud pada huruf a, sebagai akibat diberlakukannya Undang-

Undang yang dimohonkan pengujian;

[3.8] Menimbang bahwa Pemohon adalah perseorangan warga negara

Indonesia yang merupakan nasabah Bank Mualamat Cabang Bogor yang telah

melakukan akad dengan Bank Mualamat dan merasa dirugikan hak

konstitusionalnya, karena berlakunya Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) UU Perbankan

Syariah;

Bahwa Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya untuk

memperoleh perlindungan dan kepastian hukum, serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Secara konkret kerugian tersebut diakibatkan Pemohon sebagai nasabah dari

Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor yang telah melakukan ikatan

berupa akad sebagaimana Akta Notaris Nomor 34 bertanggal 9 Juli 2009 dan telah

diperbaharui dengan akad pembiayaan Al-Musyarakah (tentang perpanjangan

jangka waktu dan perubahan jaminan) Nomor 14 bertanggal 8 Maret 2010, yang

kemudian terjadi sengketa dengan Bank Mualamat, tetapi proses penyelesaian

sengketa tersebut tidak secara tegas menentukan peradilan yang ditunjuk untuk

menyelesaikan sengketa tersebut.

Bahwa dengan adanya kebebasan untuk memilih, menurut Pemohon

telah menimbulkan berbagai penafsiran khususnya berkaitan dengan apakah

peradilan yang dipilih atau yang diperjanjikan oleh masing-masing pihak

sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Perbankan Syariah

telah memenuhi prinsip syariah seperti yang diisyaratkan oleh Pasal 55 ayat (3)

UU Perbankan Syariah. Hal tersebut menurut Pemohon telah menimbulkan

adanya ketidakpastian hukum, karena dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang

a quo mengatur secara tegas bahwa jika terjadi perselisihan maka harus

dilaksanakan di pengadilan dalam lingkungan peradilan agama;

[3.9] Menimbang bahwa berdasarkan dalil-dalil Pemohon tersebut, menurut

Mahkamah, Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing)

sehingga Pemohon dapat mengajukan permohonan a quo;

Page 137: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

26

[3.10] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili

permohonan a quo, serta Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing)

untuk mengajukan permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah akan

mempertimbangkan pokok permohonan;

Pokok Permohonan

[3.11] Menimbang bahwa Pemohon pada pokoknya memohon pengujian Pasal

55 ayat (2) dan ayat (3) UU Perbankan Syariah terhadap UUD 1945, yang masing-

masing menyatakan:

Pasal 55 ayat (2) : “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian

sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi Akad”.

Pasal 55 ayat (3) :“Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah”.

Adapun pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian adalah:

Pasal 28D ayat (1) : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

[3.12] Menimbang bahwa Pemohon pada pokoknya mengajukan alasan-alasan

sebagai berikut:

Bahwa menurut Pemohon Undang-Undang a quo tidak secara tegas

menentukan peradilan mana yang harus dipakai bila terjadi sengketa

perbankan syariah karena dengan adanya kebebasan untuk memilih

sebagaimana tercantum dalam pasal a quo telah menimbulkan berbagai

penafsiran terkait peradilan yang dipilih atau yang diperjanjikan oleh masing-

masing pihak sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum,

sedangkan Pasal 55 ayat (1) yang secara tegas mengatur jika terjadi

perselisihan harus dilaksanakan di pengadilan dalam lingkungan peradilan

agama;

Bahwa Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 secara tegas mengatur adanya kepastian

hukum dan keadilan, sedangkan menurut Pemohon Pasal 55 ayat (1) dengan

Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) sangat kontradiktif karena norma yang satu

secara tegas menyebutkan peradilan yang ditunjuk untuk menyelesaikan

sengketa perbankan syariah sedangkan norma yang lainnya justru

Page 138: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

27

membebaskan untuk memilih. Adanya kontradiksi tersebut menurut Pemohon

pada akhirnya dapat menimbulkan penafsiran tersendiri sehingga menimbulkan

adanya ketidakpastian hukum;

Bahwa menurut Pemohon akibat adanya pasal a quo telah menyebabkan

Pemohon yang merupakan nasabah Bank Mualamat mengalami kerugian

konstitusional karena tidak adanya kepastian hukum dalam penyelesaian

sengketa Perbankan Syariah.

[3.13] Menimbangbahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon telah

mengajukan alat bukti surat atau tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai

dengan bukti P-8, serta dua ahli yaitu DR. Ija Suntana dan Prof. DR. H. DediIsmatullah, SH., serta saksi Muhammad Ikbal yang memberi keterangan di

bawah sumpah dalam persidangan, yang selengkapnya termuat dalam bagian

Duduk Perkara, pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Ahli : Dr. Ija Suntana

Bahwa pasal a quo dalam istilah hukum Islam akan menimbulkan yang disebut

dengan ta’arudh al-adillah, pertentangan dua aturan ketika ayat (2) dan ayat (3)

Undang-Undang a quo masih tetap ada. Menurut ahli, Pasal 2 dan 3 Undang-

Undang a quo bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) sehingga menimbulkan

adanya ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD

1945;

Adanya pilihan forum untuk penyelesaian perkara, dan juga diberikannya

kebebasan untuk memilih dan tidak ditunjuk langsung oleh Undang-Undang, hal

tersebut akan menimbulkan chaos sebelum atau dalam praktik akad. Sebab

mungkin saja ketika seseorang mau menandatangani akad di Bank Syariah,

sementara pihak bank menginginkan penyelesaian sengketa di pengadilan

negeri, sedangkan nasabah menginginkan diselesaikan di pengadilan agama, hal

tersebut akan menimbulkan masalah dalam akad tersebut;

Menurut ahli ketika diberikan kesempatan choice of forum adalah membahayakan

apabila ada ungkapan bahwa orang yang masuk ke Bank Syariah bukan orang

muslim saja, tetapi ada non muslim. Dalam teori hukum ketika orang non muslim

masuk kepada peradilan atau perbankan syariah, dia telah melakukan choice of

law (telah memilih hukum). Ketika dia telah memilih hukum, maka secara

Page 139: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

28

langsung dia siap dan ikut diatur dengan aturan dan asas yang ada di lembaga

yang dia masuki, yaitu hal-hal yang terkait dengan syariah dan ketika bank

syariah menerapkan aturan-aturan syariah, maka ketika non muslim masuk ke

dalam bank syariah telah menyiapkan diri dan siap juga menerima terhadap

aturan yang diterapkan oleh bank syariah, sehingga dari urusan asas, aturan, dan

sampai penyelesaian sengketanya harus disesuaikan dengan syariah. Oleh

sebab itu, dikatakan bahwa non muslim yang telah masuk ke dalam bank syariah

telah melakukan choice of law karena ada bank konvensional yang dapat dipilih,

karena di bank syariah telah dijelaskan secara nyata bahwa aturan dan asas

yang telah dilaksanakan mulai akad sampai penyelesaian sengketa sesuai

dengan aturan syariah;

Ahli : Prof. DR. H. Dedi Ismatullah, SH.

Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum yang

di dalamnya ada dua pengertian yaitu supreme of law dan equality before the law.

Penafsiran terhadap supreme of law yaitu salah satunya adalah kepastian hukum,

rechtstaat adalah kepastian hukum, maka dengan diberikannya pilihan hukum

bagi orang yang masuk di peradilan, akan menimbulkan confuse atau

kebingungan hukum. Oleh karena itulah, maka ahli melihat Pasal 55 ayat (2) dan

ayat (3) tidak rasional, sebab bertentangan dengan ayat (1). Salah satunya

adalah dilaksanakan peradilan di peradilan agama tetapi diberikan pilihan di

peradilan yang lain. Hal tersebut juga akan bertentangan dengan Undang-

Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Kompetensi Peradilan Agama.

Kompetensi peradilan agama adalah merupakan kepastian hukum bagi orang

yang ingin berperkara di dalam masalah bank ekonomi Islam;

Menurut ahli melaksanakan ekonomi syariah di peradilan agama adalah

merupakan bentuk daripada implementasi Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, maka

negara mempunyai kewajiban melindungi hak-hak hukum bagi setiap warga

negaranya. Selain itu, Pasal 28 ayat (1) UUD 1945, sudah jelas tentang kepastian

hukum, yaitu setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Menurut ahli, bahwa equality before the law adalah samanya kedudukan antara

pengadilan agama dan pengadilan negeri, tetapi oleh karena pengadilan agama

telah dijustifikasi oleh Undang-Undang tersendiri, sehingga ini adalah merupakan

kompetensi absolut bagi peradilan agama;

Page 140: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

29

Saksi : Muhammad Ikbal

Bahwa menurut saksi, seharusnya prosedur yang sebenarnya tidak pernah

ditempuh oleh Bank Muamalat, seperti penyelesaian melalui arbitrase syariah

atau pun penyelesaian perkara perbankan syariah yang seharusnya dilakukan

dalam lingkungan peradilan yang secara substantif membidangi hal-hal yang

terkait dengan nilai-nilai syariat Islam;

Bahwa dalam penyelesian sengketa tersebut, musyawarah-musyawarah yang

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tidak diterapkan oleh Bank Muamalat dan

justru yang dilakukan oleh Bank Muamalat langsung mengajukan permohonan

unnmanning dan eksekusi ke Pengadilan Negeri Bogor;

Bahwa menurut saksi, seharusnya untuk menyelesaikan permasalahan ini

menggunakan Undang-Undang Perbankan Syariah yang berlaku dan

berdasarkan hasil penjelasan dari penasihat hukum ada ketidakpastian hukum,

yaitu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Pasal 55 ayat (1) yang

berbunyi, “Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama” dan pada Pasal 55 ayat (2)

berbunyi, “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa

selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan

sesuai dengan isi akad”, sedangkan ayat (3) berbunyi, “Penyelesaian sengketa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip

syariah”;

[3.14] Menimbang terhadap permohonan Pemohon, Pemerintah telah

menyampaikan keterangan lisan dalam persidangan pada tanggal 28 November

2012, yang selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara, yang pada

pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Kegiatan usaha perbankan syariah diwujudkan dalam akad-akad yang dibuatnya,

baik itu dalam bentuk musyarakah, mudarabah, atau bentuk-bentuk lain.

Tindakan membuat akad tersebut termasuk dalam klasifikasi muamalah. Kaidah

dasar untuk muamalah perdata adalah segala sesuatu boleh kecuali yang jelas-

jelas diharamkan. Muamalah dalam bahasa hukum konvensional dikenal dengan

istilah perdata atau privat. Dalam kaidah fikih disebut, pada dasarnya semua

bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Dengan demikian, dalam bermuamalah prinsipnya adalah segala sesuatu

Page 141: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

30

diperbolehkan sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah. Jika kemudian

timbul sengketa terhadap akad bank syariah tersebut karena termasuk ke dalam

kaidah syariah muamalah, maka para pihak dibebaskan untuk menyelesaikannya

dengan cara yang menurut para pihak sepanjang tidak melanggar ketentuan

yang telah dilarang oleh syariah;

Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa pada perbankan syariah merupakan

bagian dari asas kebebasan berkontrak. Hal tersebut juga sejalan dengan syariah

Islam yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melakukan akad

sesuai dengan yang diinginkan oleh para pihak sepanjang sesuai dengan prinsip

syariah. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum

Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh

lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah

(Pasal 1 angka 12 Undang-Undang PerbankanSyariah). Sehingga walaupun para

pihak bersepakat dalam menyelesaikan sengketa selain pada peradilan agama,

misalnya melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau

melalui pengadilan di lingkungan peradilan umum tetap harus menggunakan

prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, karena

penggunaan prinsip syariah menjadi dasar kesepakatan tertulis (akad) antara

bank syariah dengan pihak yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi

masing-masing pihak yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah;

Dengan adanya ketentuan tersebut, terlihat bahwa Undang-Undang a quo justru

sangat menghargai perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak dalam hal

pemilihan forum penyelesaian sengketa yang ditujukan apabila pada suatu ketika

terjadi sengketa antara pihak-pihak. Asas ini adalah asas universal yang masih

diakui oleh masyarakat umum. Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan

perbankan yang didasarkan pada prinsip syariah. Selain itu, ketentuan a quo

akan lebih mendorong masyarakat umum untuk menggunakan jasa perbankan

syariah. Hal ini dikarenakan kegiatan usaha dan nasabah perbankan syariah tidak

hanya ditujukan bagi masyarakat yang beragama Islam, akan tetapi juga

ditujukan bagi masyarakat yang bukan beragama Islam, sehingga dibukalah

penyelesaian sengketa di luar peradilan agama dengan ketentuan tetap sesuai

dengan prinsip syariah. Berdasarkan penjelasan tersebut, menurut Pemerintah,

ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Perbankan Syariah

dimaksudkan untuk memberikan pilihan-pilihan sarana penyelesaian sengketa

Page 142: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

31

dalam perbankan syariah dengan tetap menerapkan rambu-rambu sepanjang

tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Sehingga hal demikian telah

memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945;

[3.15] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Dewan Perwakilan

Rakyat telah memberikan keterangan dalam persidangan pada tanggal 28

November 2012, yang selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara, yang

pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Bahwa Pasal 55 Undang-Undang Perbankan Syariah telah memberikan alternatif

penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan di lingkungan peradilan agama,

baik jalur non pengadilan maupun melalui pengadilan di peradilan umum. Secara

prinsip penegakan hukum penyelesaian sengketa hanya dilakukan oleh

kekuasaan kehakiman yang dilembagakan secara konstitusional yang lazim

disebut badan yudikatif. Dengan demikian, yang berwenang memeriksa dan

mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan

kehakiman berpuncak di Mahkamah Agung, dalam hal ini ditunjuk dalam Undang-

Undang a quo adalah peradilan agama. Ketentuan ini telah pula disinkronisasikan

dengan ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun2006 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun1989 tentang Peradilan Agama

yang menyebutkan adanya perluasan kewenangan peradilan agama untuk

menangani, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang

ekonomi syariah, termasuk di dalamnya perbankan syariah. Peradilan agama

merupakan salah satu badan peradilan, pelaku kekuasaan kehakiman untuk

menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan

perkara tertentu, antara lain orang-orang yang beragama Islam dibidang

perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi

syariah;

Bahwa selain melalui jalur pengadilan, penyelesaian sengketa diluar jalur

pengadilan merupakan usaha sebelum menempuh jalur pengadilan. Pengaturan

terhadap sengketa keperdataan yang dimungkinkan terjadi antar nasabah dan

bank syariah, dalam Undang-Undang a quo memberikan alternatif penyelesaian

sengketa, mengingat penyelesaian sengketa merupakan masalah keperdataan

antara para pihak yang dapat diselesaikan sesuai dengan kesepakatan yang

Page 143: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

32

telah diperjanjikan para pihak di dalam akad atau perjanjian. Hal ini sejalan

dengan asas hukum perdata tentang kebebasan berkontrak yang disimpulkan

dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa

semua kontrak perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-

Undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hukum syariah dikenal asas di

bidang muamalah, yakni adanya asas al-sufiah, al-muamalah,al-ibahah. Bahwa

dasar hukum dalam bidang muamalah atauhubungan antara orang perorangan

adalah mubah atau boleh. Namun demikian, alternatif penyelesaian sengketa

yang diperjanjikan dalam akad tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip

syariah;

Bahwa meskipun dibuka kemungkinan alternatif penyelesaian sengketa selain

melalui lembaga pengadilan di lingkungan peradilan agama, namun penggunaan

penyelesaian sengketa yang diperjanjikan dalam akad antara para pihak, dalam

hal ini ketentuan ayat (2) Pasal 55 Undang-Undang Perbankan Syariah, baik

melalui musyawarah, mediasi, arbitrase, maupun lewat pengadilan di lingkungan

peradilan umum, wajib berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Hal ini

dinyatakan dengan jelas dalam Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang a quo yang

menyatakan, “Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

boleh bertentangan dengan prinsip syariah”, sehingga kepastian hukum tetap

dapat terjamin bagi para pihak;

Bahwa dibukanya kemungkinan para pihak untuk memilih pengadilan di bawah

peradilan umum. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang a quo antara lain

mengingat nasabah bank syariah pada hakikatnya tidaklah selalu orang

perorangan yang beragama Islam. Berdasarkan Pasal 1 angka 16, “Nasabah

adalah pihak yang menggunakan jasa bank syariah dan/atau unit usaha syariah.”

Tidak ada pembatasan terkait agama. kepercayaan, bagi nasabah bank syariah

untuk menggunakan jasa bank syariah sepanjang yang bersangkutan bersedia

tunduk pada ketentuan-ketentuan dan prinsip syariah dalam pelaksanaan akad

antara nasabah dan bank syariah termasuk dalam hal terjadinya sengketa. Maka,

proses penyelesaian sengketa (meskipun bukan lewat jalur peradilan umum)

harus tetap sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah;

Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyelesaian

sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan umum, juga terbuka

kemungkinan diajukan melalui jalur non peradilan seperti arbitrase dan alternatif

Page 144: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

33

penyelesaian sengketa. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Pengadilan agama, pengadilan agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama, antara

orang-orang yang beragama Islam. Di antaranya di bidang ekonomi syariah,

termasuk perbankan syariah. Pada praktiknya, dalam proses berperkara di

pengadilan agama pun tidak dinafikkan adanya pilihan dalam hal perkara

sengketa keperdataan, terkait dengan proses perkara di lingkungan peradilan

umum, bahkan pengadilan agama menghormati keputusan pengadilan tersebut.

Hal ini tergambar dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 yang berbunyi, ayat (1), “Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau

sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus

mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan

dalam lingkungan peradilan umum.” Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan pula

bahwa apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain

tersebut bukan menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama, sengketa di

pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke

pengadilan di lingkungan peradilan umum. Penangguhan dimaksud hanya

dilakukan jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke pengadilan

agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek

sengketa yang sama dengan sengketa di pengadilan agama. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya pilihan hukum dalam proses penyelesaian sengketa

adalah dimungkinkan dan tidak mengurangi kepastian hukum bagi para pihak;

[3.16] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Mahkamah telah

memanggil ahli DR. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec., yang telah memberikan

keterangan dalam persidangan tanggal 29 Januari 2013, (keterangan

selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara) yang pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

Bahwa terkait dengan dispute settlement option, sebelum Tahun 2006, dispute

settlement option yang terjadi antara perbankan syariah dengan nasabah

memang hampir seluruhnya hanya satu, yaitu Badan Arbitrase Syariah

Nasional, disebut dengan Basyarnas. Biasanya dalam perjanjian antara bank

Page 145: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

34

dengan nasabahnya dicantumkanlah arbitration clause. Bank sebagai pihak

pertama, nasabah sebagai pihak kedua, keduanya sepakat untuk menunjuk

Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai pemutus konflik atau dispute di

antara kedua belah pihak. Biasanya apapun putusan dari Basyarnas ini bersifat

final and binding, bersifat mengikat dan tidak boleh ada upaya hukum lanjutan.

Setelah 2006, kemudian ada Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan

opsi kepada keuangan dan perbankan syariah untuk memilih apakah akan ke

Basyarnas saja atau akan ke pengadilan agama? Di sana diberikan dua opsi,

ahli melihat dalam kasus ini memang ada satu masalah utama dan yang kedua

ada masalah turunannya. Masalah utamanya seperti yang tadi disampaikan

oleh Pemohon, selaku kontraktor Benua Engineering Construction ada

permasalah dari Bohir yang memberikan pekerjaan kepada nasabah, yang

kemudian terjadi pembayaran yang tidak sesuai dari harapan, sehingga

mungkin hal ini dilihat oleh bank sebagai suatu nasabah yang tidak memenuhi

cicilannya;

Bahwa catatan ahli yang mendasar, adalah memang ada suatu penafsiran dari

pihak lembaga keuangan terhadap Pasal 55 di Undang-Undang Perbankan

Syariah Nomor 21 Tahun 2008 di Pasal 55 ayat (1) : “ Penyelesaian sengketa

perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan

agama”. Ayat (2) “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian

sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi akad”. Bahwa dalam penjelasan Pasal 55 sebagai

berikut, ayat (1) cukup jelas dan ayat (2) yang dimaksud dengan penyelesaian

sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut : a.

Musyawarah, b. Mediasi perbankan, c. Melalui Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas), d. Atau lembaga arbitrase lain dan/atau melalui

pengadilan dalam lingkungan peradilan umum;

Bahwa menurut ahli, boleh jadi lembaga keuangan dimaksud mengambil opsi

yang (d) ini, sehingga nasabah di awal menganggap ini ada Basyarnas,

sementara lembaga keuangan yang bersangkutan mengambil opsi (d) ini. Jadi,

di sinilah mungkin yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi ini, apakah ini tidak

menjadikan satu conflict of dispute settlement karena mungkin ada 2 atau

bahkan 3 pemutus konflik di sini, satu Basyarnas, kedua peradilan agama, yang

ketiga peradilan umum;

Page 146: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

35

Bahwa dalam pengamatan ahli, ini bukan kasus yang pertama, tetapi ini sudah

belasan kali, jikalau tidak puluhan kali terjadi. Selain itu menurut ahli, untuk

menghilangkan dispute ada dua langkah, pertama, ketika terjadi perjanjian

antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah harus dijelaskan betul

bahwa apa opsi dispute settlement dan ketika opsi dispute settlement sudah

ditetapkan, misalnya, Badan Arbitrase Syariah Nasional, maka pihak pertama

dan pihak kedua sepakat menjadikan Basyarnas sebagai one and the only

dispute settlement body dan apa pun putusannya bersifat final and binding dan

tidak boleh ada upaya hukum lainnya. Apabila ada upaya hukum lainnya setelah

itu, maka batal demi hukum. Kedua, seandainya yang akan dipilih adalah

pengadilan agama, maka keduanya juga menyepakatinya sesuai dengan aturan

yang berlaku dan supaya tidak terjadi dispute, menurut ahli, jikalau masih

dibuka peluang untuk pergi ke pengadilan umum, akan membuat konflik antara

peradilan agama dan peradilan umum. Sehingga, menurut ahli akan lebih baik

mencabut poin (d) karena menurut ahli menghilangkan pintu ketiga untuk pergi

ke peradilan umum, tetapi hanya Basyarnas saja dan/atau hanya peradilan di

lingkungan Peradilan Agama saja sehingga dengan demikian sudah menjadi

clear dan tidak terulang masalah ini di kemudian hari.

Pendapat Mahkamah

[3.17] Menimbang bahwa isu konstitusional dalam permohonan a quo

adalah apakah Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) UU Perbankan Syariah mengandung

ketidakpastian hukum yang menciderai hak-hak konstitusional Pemohon untuk

mendapatkan kepastian hukum yang adil sebagaimana tercantum dalam Pasal

28D ayat (1) UUD 1945 dan apakah adanya pilihan forum hukum untuk

menyelesaikan sengketa sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2)

UU Perbankan Syariah, yaitu: a. musyawarah; b. mediasi perbankan; c. melalui

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain;

dan/atau d. melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, juga

menimbulkan adanya ketidakpastian hukum yang menciderai hak-hak

konstitusional Pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil

sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945?

Page 147: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

36

[3.18] Menimbang bahwa terhadap isu konstitusional tersebut Mahkamah

terlebih dahulu perlu mengutip Penjelasan Umum dalam Undang-Undang a quo

yang menyatakan tentang adanya pilihan forum untuk menyelesaikan sengketa

yang berkaitan dengan Perbankan Syariah, yaitu: “...penyelesaian sengketa yang

mungkin timbul pada perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di

lingkungan Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan

penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga

arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang

disepakati di dalam Akad oleh para pihak.”

[3.19] Menimbang bahwa timbulnya sengketa dalam perbankan syariah yang

terjadi antara nasabah dan Unit Usaha Syariah, disebabkan adanya salah satu

pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan. Pada prinsipnya pihak-pihak

yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan

penyelesaian sengketa yang dikehendaki sesuai dengan prinsip syariah yaitu

prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang

dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di

bidang syariah;

Unit Usaha Syariah dalam perbankan syariah sebelum menyalurkan

pembiayaan dari Bank Syariah ke nasabah diwajibkan untuk membuat

kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain

yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai

dengan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut akad;

Proses penyelesaian sengketa dalam perbankan syariah sebagaimana

diatur dalam Pasal 55 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Perbankan Syariah telah

memberikan tugas dan kewenangan kepada pengadilan di lingkungan peradilan

agama. Hal tersebut juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 49 huruf (i) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dimana penyelesaian

sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari'ah, melainkan juga di

bidang ekonomi syari'ah lainnya;

[3.20] Menimbang bahwa secara sistematis, pilihan forum hukum untuk

penyelesaian sengketa sesuai dengan akad adalah pilihan kedua bilamana para

Page 148: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

37

pihak tidak bersepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan agama.

Dengan demikian pilihan forum hukum untuk menyelesaikan sengketa perbankan

syariah harus tertera secara jelas dalam akad (perjanjian). Para pihak harus

bersepakat untuk memilih salah satu forum hukum dalam penyelesaian sengketa

bilamana para pihak tidak ingin menyelesaikannya melalui pengadilan agama.

Persoalannya muncul bilamana dalam akad tidak tertera secara jelas forum hukum

yang dipilih;

Persoalan tidak jelasnya pilihan forum hukum tidak hanya dialami oleh

Pemohon, tetapi terdapat beberapa kasus serupa yang terjadi, hingga akhirnya

timbul konflik hukum dan terdapat beberapa putusan pada tingkat arbitrase atau

pengadilan yang mengadili perkara yang sama. Akad (perjanjian) merupakan

Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya sebagaimana ketentuan Pasal

1338 KUH Perdata, namun suatu akad tidak boleh bertentangan dengan Undang-

Undang, terlebih lagi Undang-Undang yang telah menetapkan adanya kekuasaan

mutlak bagi suatu badan peradilan yang mengikat para pihak yang melakukan

perjanjian. Oleh sebab itu, kejelasan dalam penyusunan perjanjian merupakan

suatu keharusan. Para pihak seharusnya secara jelas menyebutkan salah satu

forum hukum yang dipilih bilamana terjadi sengketa. Pada dasarnya, Undang-

Undang telah mengatur secara normatif dengan memberikan contoh forum hukum

yang dapat dipilih oleh para pihak yang membuat perjanjian;

[3.21] Menimbang bahwa pilihan forum hukum sebagaimana diatur dalam

Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah dalam beberapa kasus

konkret telah membuka ruang adanya pilihan forum penyelesaian yang juga telah

menimbulkan adanya persoalan konstitusionalitas yang pada akhirnya dapat

memunculkan adanya ketidakpastian hukum yang dapat menyebabkan kerugian

bukan hanya bagi nasabah tetapi juga pihak Unit Usaha Syariah. Adanya pilihan

penyelesaian sengketa (choice of forum) untuk menyelesaikan sengketa dalam

perbankan syariah sebagaimana tersebut dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU

a quo pada akhirnya akan menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan

untuk mengadili oleh karena ada dua peradilan yang diberikan kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa perbankan syariah sedangkan dalam Undang-Undang

yang lain (UU Peradilan Agama) secara tegas dinyatakan bahwa peradilan agama

Page 149: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

38

diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah

termasuk juga sengketa ekonomi syariah;

[3.22] Menimbang bahwa dengan merujuk sengketa yang dialami oleh

Pemohon dan praktik dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebagaimana

diuraikan di atas, menurut Mahkamah, hukum sudah seharusnya memberikan

kepastian bagi nasabah dan juga unit usaha syariah dalam penyelesaian sengketa

perbankan syariah. Apabila kepastian dalam penyelesaian sengketa perbankan

syariah tidak dapat diwujudkan oleh lembaga yang benar-benar kompeten

menangani sengketa perbankan syariah, maka pada akhirnya kepastian hukum

sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 juga tidak akan pernah

terwujud;

Menurut Mahkamah, adalah hak nasabah dan juga unit usaha syariah

untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D

ayat (1) UUD 1945. Mahkamah menilai ketentuan Penjelasan Pasal 55 ayat (2)

Undang-Undang a quo tidak memberi kepastian hukum. Berdasarkan kenyataan

yang demikian, walaupun Mahkamah tidak mengadili perkara konkrit, telah cukup

bukti bahwa ketentuan Penjelasan pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian

hukum yang adil dan hilangnya hak konstitusional nasabah untuk mendapatkan

kepastian hukum yang adil dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah [vide

Pasal 28D ayat (1) UUD 1945] yang bertentangan dengan prinsip-prinsip

konstitusi;

[3.23] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut

di atas, Mahkamah berpendapat dalil permohonan Pemohon beralasan menurut

hukum untuk sebagian;

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di

atas, Mahkamah berkesimpulan:

[4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan

permohonan a quo;

[4.3] Dalil permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian;

Page 150: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

39

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945,Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5076);

5. AMAR PUTUSAN

Mengadili,

Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

1.1 Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4867) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

1.2 Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4867) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya;

3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh

sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud, MD., selaku Ketua merangkap

Anggota, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi,

Hamdan Zoelva, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Anwar Usman, masing-

masing sebagai Anggota, pada hari Kamis, tanggal dua puluh delapan, bulan

Page 151: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

40

Maret, tahun dua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah

Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh sembilan,

bulan Agustus, tahun dua ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul 09.41 WIB,

oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap

Anggota, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman,

Maria Farida Indrati, Arief Hidayat, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai

Anggota, dengan didampingi oleh Hani Adhani sebagai Panitera Pengganti,

dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya dan Pemerintah atau yang mewakili, tanpa

dihadiri Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. Terhadap putusan

Mahkamah ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil

Sumadi memiliki alasan berbeda (concurring opinion) dan Hakim Konstitusi

Muhammad Alim memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion);

KETUA,

ttd.

M. Akil Mochtar

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd.

tdHamdan Zoelva

ttd.

Muhammad Alim

ttd.

Ahmad Fadlil Sumadi

ttd.

Anwar Usman

ttd.

Maria Farida Indrati

ttd.

Arief Hidayat

Page 152: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

41

ttd.

Patrialis Akbar

Terhadap putusan Mahkamah ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Hakim

Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memiliki alasan berbeda (concurring opinion) dan

Hakim Konstitusi Muhammad Alim memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion),

sebagai berikut:

6. ALASAN BERBEDA (CONCURRING OPINION)

[6.1] Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva

Persoalan konstitusional utama yang dipermasalahkan oleh Pemohon

adalah adanya ketidakpastian hukum mengenai forum penyelesaian sengketa

perbankan syariah berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Di satu sisi Undang-

Undang Perbankan Syariah menetapkan pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama sebagai forum penyelesaian sengketa perbankan syariah. Tetapi di sisi

lain, Undang-Undang Perbankan Syariah memungkinkan penyelesaian sengketa

di luar lingkungan Peradilan Agama sesuai dengan isi akad yang diperjanjikan

para pihak, yaitu antara lain penyelesaian melalui pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum.

Terdapat dua aspek yang harus dipertimbangkan oleh Mahkamah terkait

persoalan tersebut. Pertama, kewenangan absolut pengadilan agama. Kedua,

penyelesaian sengketa perbankan syariah diluar pengadilan agama sesuai dengan

isi akad yang diperjanjikan para pihak.

Pertama, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh lingkungan peradilan di

bawah Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dibagi dan

dipisahkan berdasarkan kompetensi atau yurisdiksi (separation court system

based on jurisdiction) masing-masing badan peradilan, yaitu lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan

peradilan tata usaha negara. Pembagian empat lingkungan peradilan tersebut

menunjukan adanya pemisahan yurisdiksi antar lingkungan peradilan yang

Page 153: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

42

menimbulkan pembagian kewenangan (kekuasaan) absolut atau atribusi

kekuasaan (attributive competentie atau attributive jurisdiction) yang berbeda-beda

dan tertentu pada tiap-tiap lingkungan peradilan. Sehingga jenis perkara tertentu

yang merupakan kewenangan satu lingkungan peradilan secara mutlak tidak dapat

diperiksa oleh pengadilan lain.

Pembagian kewenangan absolut masing-masing peradilan kemudian

ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang menegaskan sebagai berikut:

1. Peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara

pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan [Pasal 25 ayat (2)];

2. Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan

menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [Pasal 25 ayat (3)];

3. Peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara

tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan [Pasal 25 ayat (4)];

4. Peradilan tata usaha negara berwenang memeriksa, mengadili, memutus,

dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan [Pasal 25 ayat (5)].

Pengaturan mengenai kewenangan absolut masing-masing lingkungan peradilan

juga diatur dalam Undang-Undang yang mengatur masing-masing badan

peradilan. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum,

Peradilan Umum bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata [vide Pasal 50 dan Pasal 51

ayat (1)]. Sementara Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Negara (vide Pasal 47). Adapun Peradilan Militer sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer hanya berwenang mengadili

perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI, sengketa Tata Usaha Angkatan

Bersenjata, dan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang

bersangkutan [vide Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)].

Page 154: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

43

Peradilan Agama berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang: a) perkawinan, b) kewarisan, wasiat dan hibah yang

dilakukan berdasarkan hukum Islam, c) wakaf serta shadaqah. Kewenangan

Peradilan Agama tersebut diperluas berdasarkan Pasal 49 huruf i Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama dengan kewenangan memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara ekonomi syariah. Lebih lanjut, pengaturan tentang

kewenangan absolut pengadilan agama untuk menangani perkara ekonomi

syariah khususnya bidang perbankan syariah dinyatakan secara tegas dalam

Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah.

Dengan demikian kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa perbankan syariah merupakan kewenangan absolut dari

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama yang tidak dapat diselesaikan oleh

peradilan lain karena akan melanggar prinsip yurisdiksi absolut.

Kedua, pada dasarnya upaya penyelesaian setiap sengketa perdata di bidang

perdagangan dan mengenai sengketa hak keperdataan dimungkinkan untuk

diselesaikan di luar pengadilan negara, baik melalui arbitrase maupun melalui

alternatif penyelesaian sengketa [vide Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa]. Hal itu dapat

dilakukan melalui perjanjian atau kesepakatan/akad tertulis yang disepakati para

pihak, baik sebelum terjadinya sengketa (pactum de compromittendo) maupun

setelah terjadinya sengketa dimaksud (akta kompromi) sesuai dengan prinsip

pacta sunt servanda. Akad atau perjanjian tersebut merupakan hukum yang

mengikat bagi para pihak yang melakukan akad atau perjanjian tersebut (vide

Pasal 1338 KUHPerdata).

Namun demikian, perjanjian atau akad tersebut harus memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang (vide Pasal 1320 KUHPerdata).

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan

dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4.

Suatu sebab yang halal.

Page 155: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

44

Dalam ilmu hukum, syarat pertama dan kedua digolongkan sebagai syarat

subjektif yang melekat pada diri persoon yang membuat perjanjian, yang bila tidak

terpenuhi menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable),

sementara syarat ketiga dan keempat dikategorikan sebagai syarat objektif yang

berhubungan dengan objek perjanjian, yang bila tidak terpenuhi menyebabkan

perjanjian batal demi hukum (nietig, null and void). Lebih lanjut, agar suatu

perjanjian atau akad memenuhi syarat keempat, yaitu “suatu sebab yang halal”,

maka sebab dibuatnya akad atau perjanjian tersebut harus sesuai dengan

ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Suatu sebab adalah

terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Perjanjian atau akad yang tidak memenuhi

syarat tersebut menjadi batal demi hukum. Demikian halnya perjanjian atau akad

mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah harus pula memenuhi

ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dengan ancaman batal demi hukum

berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata.

Oleh karena itu menurut saya, perjanjian atau akad yang mencantumkan

penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui pengadilan dalam lingkungan

peradilan umum sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf d

Undang-Undang Perbankan Syariah bertentangan dengan konstitusi, karena

bertentangan dengan prinsip pemisahan kewenangan absolut yang ditentukan

oleh konstitusi (Pasal 24 ayat (2) UUD 1945) yang ditegaskan lebih lanjut dalam

Pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga dalam Pasal 49 huruf i

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Suatu akad atau perjanjian

meskipun telah disepakati para pihak tidak dapat mengenyampingkan

kewenangan absolut pengadilan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang.

Pilihan penyelesaian sengketa perbankan syariah sesuai isi perjanjian atau akad

oleh para pihak di luar Pengadilan Agama hanya dapat dilakukan melalui

penyelesaian arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Begitu pun bagi

pihak yang tidak beragama Islam yang melakukan transaksi perbankan/keuangan

syariah jika tidak menundukan diri pada kewenangan Pengadilan Agama dapat

memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian

sengketa.

Page 156: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

45

Dengan demikian menurut saya, Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-

Undang Perbankan Syariah yang memungkinkan penyelesaian sengketa melalui

peradilan umum menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan

prinsip konstitusi yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

[6.2] Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi

Sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, saya perlu

mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Pilihan pelayanan sistem perbankan dan konsekuensinya1. Bahwa seiring dengan demokratisasi di bidang politik di Indonesia pada akhir

dekade 1990-an dan awal dekade 2000-an berkembang pula demokratisasi di

bidang ekonomi yang kemudian diperkokoh dengan Perubahan UUD 1945 yang

memberikan landasan konstitusional dalam rangka demokratisasi di bidang

tersebut. Pasal 33 ayat (4) menyatakan, “Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan

ekonomi nasional”. Sesuai dengan perkembangan tersebut maka dibentuklah

perbankan syariah yang diikuti dengan pembentukan UU Perbankan Syariah

yang menjadi payung hukumnya dalam rangka mengembangkan sistem

ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan,

dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah guna menampung

kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah yang

semakin meningkat [vide konsiderans (menimbang) huruf a dan huruf b UU

Perbankan Syariah];

2. Bahwa perbankan syariah merupakan praktik perbankan yang memiliki

kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional [vide konsiderans

(menimbang) huruf c UU Perbankan Syariah]. Mengenai apa kekhususan

perbankan syariah yang membedakannya dari perbankan konvensional, UU

Perbankan Syariah merumuskan, “Perbankan Syariah adalah segala sesuatu

yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya” [vide Pasal 1 angka 1 UU Perbankan Syariah], dan secara

khusus mengenai bank syariah sendiri dirumuskan, “Bank Syariah adalah Bank

Page 157: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

46

yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut

jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah” [vide Pasal 1 angka 7 UU Perbankan Syariah]. Adapun mengenai

prinsip syariah dirumuskan, “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam

kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang

memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah” [vide Pasal 1

angka 12 UU Perbankan Syariah]. Selain kekhususan yang terkait dengan

hukum berdasarkan prinsip syariah, terdapat pula kekhususan yang lain, yaitu

mengenai lembaga yang menjadi forum penyelesaian manakala terjadi

sengketa [vide Pasal 55 UU Perbankan Syariah]. Adapun mengenai subjek

yang menjadi sasaran pelayanan dalam perbankan syariah adalah badan

hukum, orang Islam atau non-Islam yang menentukan pilihannya secara

sukarela terhadap perbankan syariah [vide Penjelasan Pasal 49 UU Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dua kali

masing-masing UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009

tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama].

3. Bahwa dengan dibentuknya sistem perbankan syariah, di Indonesia terdapat

pilihan bagi masyarakat secara demokratis untuk menggunakan jasa pelayanan

perbankan, yaitu pilihan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah.

Dalam menentukan pilihan tersebut sudah barang tentu yang menjadi dasar

utamanya adalah kualitas pelayanan dan nilai ekonomisnya, namun tidak dapat

dipungkiri pula bahwa selain itu terdapat dasar-dasar pilihan lain, yaitu nilai

keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang secara khusus

bagi orang Islam adalah sesuai dengan prinsip syariah. Suatu prinsip hukum

berdasarkan nilai-nilai Islam sebagai agama yang dipeluknya;

4. Bahwa ketika seseorang telah menentukan suatu pilihan, terutama yang terkait

dengan pilihan sistem seperti perbankan, maka pilihan tersebut mengandung

pula suatu pilihan terhadap subsistem yang terdapat di dalamnya. Dalam

perspektif hukum, suatu sistem mengandung 3 (tiga) subsistem, yaitu substansi

hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Oleh karena itu, pilihan terhadap

pelayanan jasa perbankan sebagai suatu sistem tersebut mengandung

konsekuensi pada pilihan substansi hukum yang mengaturnya dan pilihan

terhadap struktur hukum yang menegakkannya, dalam hal ini pilihan forum

ajudikasi dalam rangka penyelesaian sengketa hukumnya secara litigasi, serta

Page 158: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

47

pilihan terhadap budaya hukum yang melingkupinya, termasuk di dalamnya

forum ajudikasi non-litigasi yang berkembang di dalamnya secara kultural.

Manakala telah dipilih penggunaan jasa perbankan syariah maka konsekuensi

pilihan substansi hukum yang mengaturnya adalah hukum berdasarkan prinsip

syariah dan forum untuk menyelesaikannya secara litigasi adalah pengadilan

dalam lingkungan peradilan agama dan untuk menyelesaikannya secara non-

litigasi adalah forum penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute

resolution atau ADR) berdasarkan hukum syariah yang juga terkait dengan

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, seperti melalui musyawarah

yang dipimpin oleh hakim di lingkungan peradilan agama. Sebaliknya, manakala

telah dijatuhkan pilihan itu pada pelayanan jasa perbankan konvensional maka

konsekuensi pilihan substansi hukumnya adalah hukum yang berlaku pada bank

konvensional dan forum penyelesaian sengketanya secara litigasi adalah

pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan untuk menyelesaikannya

secara non-litigasi adalah forum ADR berdasarkan hukum yang berlaku dan

terkait dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dan kekuasaannya1. Bahwa pengadilan dalam lingkungan peradilan agama merupakan salah satu

pengadilan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang berada di bawah

Mahkamah Agung sama dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum

sebagaimana ketentuan konstitusional dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang

menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan

lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi”. Ketentuan konstitusional tersebut dielaborasi dalam UU Peradilan

Agama, “Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai

perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini” [vide Pasal 2

UU Peradilan Agama]. Adapun yang dimaksud dengan “perkara perdata

tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini” adalah perkara perdata tertentu

yang diatur dengan hukum berdasarkan prinsip-prinsip syariah, yang untuk

sebagian telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Page 159: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

48

2. Bahwa pengadilan dalam lingkungan peradilan agama sebagai pelaku

kekuasaan kehakiman memiliki kedudukan dan tugas pokok yang sama dengan

pengadilan dalam lingkungan peradilan lainnya, bahkan sama dengan MA dan

MK, yaitu menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,

sebagaimana ketentuan konstitusional Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang

menyatakan, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Pengadilan dalam empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung

tersebut kekuasaan atau kewenangannya dibedakan menurut substansi hukum

yang berlaku dan subjek hukum yang dilayaninya. Namun demikian, kekuasaan

atau kewenangan dimaksud tetap ditentukan oleh Undang-Undang. Kekuasaan

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam di

bidang:a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h.

shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah [vide Pasal 49 UU Peradilan Agama].

Selanjutnya, Penjelasan Pasal 49 menyatakan, “Penyelesaian sengketa tidak

hanya dibatasi di bidang perbankan syari’ah, melainkan juga di bidang ekonomi

syari’ah lainnya. Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama

Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya

menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang

menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini”, dan

pada pasal tersebut huruf i menyatakan, “Yang dimaksud dengan “ekonomi

syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut

prinsip syari’ah, antara lain meliputi: a. bank syari’ah; ...”.

3. Bahwa pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dalam

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,

sebagaimana juga pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, memiliki

fungsi, antara lain, mengadili perkara yang diajukan kepadanya dan

melaksanakan secara paksa terhadap putusan atas permohonan suatu pihak

yang menang (eksekusi), ketika pihak yang kalah tidak dengan sukarela

melaksanakan putusannya. Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, sebagaimana juga pengadilan

dalam lingkungan peradilan umum, dalam susunannya (struktur organisasi)

terdapat satuan kepaniteraan, yang di dalamnya terdapat kejurusitaan, dipimpin

Page 160: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

49

oleh seorang Panitera Pengadilan [vide Pasal 26 UU Peradilan Agama] yang

tugas pokok dan fungsinya, antara lain, melakukan penyitaan dan eksekusi

sebagaimana diuraikan.

POKOK PERMOHONANBahwa meskipun permohonan Pemohon tersebut hanya mengenai Pasal 55

ayat (2) dan ayat (3) UU Perbankan Syariah, Mahkamah dalam

mempertimbangkannya, untuk memperoleh pengertian yang komprehensif,

memandang perlu mengkonstruksikannya berdasarkan seluruh ayat dalam pasal

tersebut berikut Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU

Perbankan Syariah. Untuk itu Mahkamah akan menguraikan terlebih dahulu

mengenai Pasal 55 UU Perbankan Syariah. Pada pokoknya Pasal 55 UU

Perbankan Syariah mengatur tentang penyelesaian sengketa dalam perbankan

syariah, baik dilakukan berdasarkan litigasi maupun non-litigasi.

Untuk menyelesaikan berdasarkan litigasi dalam sengketa perbankan

syariah Pasal 55 ayat (1) menentukan menjadi kewenangan pengadilan dalam

lingkungan peradilan agama. Hal demikian sesuai dengan kekuasaan pengadilan

dalam lingkungan peradilan agama yang diatur dalam Pasal 49 dan Penjelasannya

dari UU Peradilan Agama sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan di atas.

Untuk penyelesaian berdasarkan non-litigasi Pasal 55 ayat (2) menentukan

dilakukan berdasarkan akad. Apa yang dimaksud dengan akad Pasal 1 UU

Perbankan Syariah merumuskan sebagai suatu kesepakatan tertulis antara Bank

Syariah (BS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat adanya

hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.

Selain itu, apa yang disepakati dalam akad tersebut khusus mengenai

penyelesaian non-litigasi dimaksud dalam Penjelasan Umum UU Perbankan

Syariah ditentukan, “Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul

pada perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan

Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan penyelesaian

sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau

melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di dalam

Akad oleh para pihak” yang kemudian dijelaskan lagi dalam Penjelasan Pasal 55

ayat (2) yang menyatakan, “Yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi Akad adalah upaya sebagai berikut: a. musyawarah;

b. mediasi perbankan; c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)

Page 161: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

50

atau lembaga arbitrase lain; dan/atau d. melalui pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum”.

Terdapat dua permasalahan yang perlu dipertimbangkan oleh Mahkamah

dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) tersebut terkait dengan

akad mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah. Pertama,

permasalahan bentuk penyelesaian non-litigasi. Kedua, permasalahan

memperjanjikan pengalihan kekuasaan suatu peradilan yang telah ditentukan oleh

undang-undang.

Permasalahan bentuk penyelesaian non-litigasiMengenai permasalahan bentuk penyelesaian non-litigasi, saya

berpendapat, bahwa penjelasan, baik Penjelasan Umum maupun Penjelasan

Pasal 55 ayat (2) sebagaimana dipertimbangkan di atas, telah menentukan norma

yang membatasi bentuk-bentuk penyelesaian non-litigasi dalam sengketa

perbankan syariah dengan menentukan bentuk-bentuknya secara limitatif.

Penentuan yang demikian, yaitu dengan menyebutkan rincian bentuk penyelesaian

ke dalam huruf a, huruf b, dan huruf c yang diikuti dengan kata “dan/atau” sebelum

huruf d dapat ditafsirkan bahwa penyelesaian non-litigasi tersebut secara limitatif

hanya ada 4 (empat) bentuk penyelesaian saja yang dapat dipilih oleh para pihak

yang bersengketa, baik dengan memilih bentuk dimaksud secara tunggal atau

kumulasi. Padahal bentuk penyelesaian non-litigasi tidak hanya meliputi empat

bentuk tersebut.

Bentuk penyelesaian non-litigasi lebih dari empat bentuk tersebut.

Pertanyaannya adalah, apakah dengan demikian para pihak tidak dapat memilih

bentuk penyelesaian non-litigasi lain selain yang ditentukan. Jawabnya, manakala

ketentuan tersebut limitatif berarti tidak dapat. Sebaliknya, manakala keempat

bentuk penyelesaian non-litigasi tersebut hanya sebagai bagian saja dari bentuk

penyelesaian non-litigasi, quod non, maka seharusnya Penjelasan Pasal 55 ayat

(2) UU Perbankan Syariah tidak demikian merumuskannya. Implikasi penafsiran

yang demikian menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi para pihak

karena telah membatasi bentuk penyelesaian non-litigasi. Padahal, dalam

penyelesaian sengketa hukum perdata yang paling berhak adalah mereka yang

terlibat di dalam sengketa tersebut. Oleh karena itu, dalam pemeriksaan sengketa

tersebut di pengadilan, hakim wajib berusaha mendamaikan terlebih dahulu. Baru

kalau para pihak tidak dapat berdamai hakim memulai pemeriksaan. Terkait

Page 162: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

51

dengan hak dari para pihak untuk menyelesaikan secara non-litigasi tersebut maka

membatasi bentuk penyelesaian sebagaimana terdapat dalam Penjelasan Umum

maupun Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah tersebut,

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945;

Permasalahan memperjanjikan pengalihan kekuasaan suatu peradilan yangtelah ditentukan oleh undang-undang

Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah menyatakan, “Dalam hal para

pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Pasal 55

ayat (1) UU Perbankan Syariah menyatakan, “Penyelesaian sengketa Perbankan

Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Pasal 55

ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan Syariah mengandung norma bahwa

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama berkuasa atau berwenang

memeriksa dan mengadili sengketa perbankan syariah. Hal ini sejalan dengan

ketentuan mengenai kekuasaan peradilan agama dalam UU Peradilan Agama.

Akan tetapi, oleh karena dalam sengketa hukum perdata yang paling berhak

menyelesaikan adalah para pihak maka dalam mengimplementasikan hak tersebut

para pihak ditentukan berhak pula menempuh penyelesaian secara non-litigasi.

Oleh karena itu diatur supaya penyelesaian secara non-litigasi dimaksud

dimasukkan dalam akad. Sampai sejauh ini ketentuan yang terdapat pada ayat (2)

tersebut tidak menjadi permasalahan konstitusional. Permasalahan konstitusional

terjadi ketika Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 55 ayat (2), yang selain

membatasi bentuk-bentuk penyelesaian non-litigasi yang dapat dipilih

sebagaimana dipertimbangkan di atas, juga telah membentuk norma baru yang

bertentangan dengan pasal dan ayat yang dijelaskan, yaitu bahwa para pihak

diberikan hak melalui akad yang dibuatnya mengalihkan kekuasaan pengadilan

dalam lingkungan peradilan agama menjadi kekuasaan pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum. Pemberian hak untuk membuat akad dengan isi yang

bukan saja bertentangan dengan Pasal 55 ayat (1) UU Perbankan Syariah, tetapi

juga bertentangan dengan Pasal 49 UU Peradilan Agama. Dengan demikian,

permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah

tidak beralasan menurut hukum, sedangkan Penjelasan Umum dan Penjelasan

Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah menimbulkan permasalahan

konstitusional yaitu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28J ayat

Page 163: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

52

(2) UUD 1945 sebagaimana dipertimbangkan dalam paragraf sebelumnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, meskipun penjelasan dimaksud tidak

dimohonkan dalam petitum permohanan, melainkan Penjelasan Pasal 55 ayat (2)

UU Perbankan Syariah dijadikan dasar posita permohonannya, namun karena

substansi Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan

Syariah merupakan sumber permasalahan konstitusional terhadap Pasal 55 UU

Perbankan Syariah maka menurut saya Mahkamah harus memberikan putusan

terhadap penjelasan dimaksud dalam rangka memberikan solusi konstitusional

dalam penyelesaian sengketa hukum perbankan syariah;

Menimbang bahwa Pasal 55 ayat (3) UU Perbankan Syariah yang menyatakan,

“Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah”, menentukan bahwa meskipun para pihak

memilih dalam akadnya dengan penyelesaian non-litigasi, namun penyelesaian

tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Hal demikian menurut

saya telah bersesuaian dengan apa yang dipertimbangkan pada paragraf

sebelumnya, sehingga permohonan pengujian konstitusionalitas pasal a quo tidak

beralasan menurut hukum. Demikianlah concurring opinion saya terhadap putusan

Mahkamah ini.

7. PENDAPAT BERBEDA (DISSENTING OPINION)

Hakim Konstitusi Muhammad Alim

Ketika penjajah Belanda menginjakkan kaki impersialismenya di bumi

nusantara, sesungguhnya penduduk nusantara sebagian besar sudah menganut

agama Islam. Sejarah telah menjadi saksi bahwa kerajaan- kerajaan Islam telah

bertebaran hampir di seantero nusantara, terutama di darah-daerah pantai telah

banyak bandar-bandar yang ramai. Masyarakat nusantara yang sebagian besar

beragama Islam itu menurut penelitian, antara lain, oleh Salomon Keyzer (1823-

1868) bahwa di kalangan masyarakat nusantara yang menganut agama Islam,

berlaku hukum Islam. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Lodewijk Willem

Christian van den Berg (1845-1927) yang mengemukakan bahwa orang Islam

nusantara telah melakukan resepsi hukum Islam dalam keseluruhannya dan

sebagai suatu kesatuan. Berarti , menurut van den Berg, yang diterima oleh orang

beragama Islam di Indonesia waktu itu bukan hanya bagian-bagian dari hukum

Page 164: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

53

Islam melainkan keseluruhan hukum Islam. Itulah sebabnya teori yang

dikemukakannya disebut teori receptio in complexu.

Berbeda dengan van den Berg, Christian Snouck Hurgronje (1857-1936)

dalam penelitiannya terhadap masyarakat Aceh dan Gayo berkesimpulan bahwa

yang berlaku bagi orang Islam di kedua daerah itu bukanlah hukum Islam,

melainkan hukum adat. Memang, menurut dia, hukum adat telah dipengaruhi oleh

hukum Islam, tetapi pengaruh itu baru mempunyai kekuatan hukum apabila benar-

benar telah diterima oleh hukum adat. Jadi hukum adatlah yang berlaku, bukan

hukum Islam.

Pendapat ini kemudian dikenal sebagai teori resepsi yang lebih

dikembangkan secara ilmiah oleh dua orang muridnya, sesama warga Belanda,

yakni Cornelis van Vollenhoven dan Bertrand Ter Haar.

Teori resepsi ini mendapat tantangan dari para pemikir Islam Indonesia,

yang menurut mereka, teori resepsi itu dimaksudkan oleh pemerintah kolonial

Belanda untuk menghapuskan hukum Islam di Indonesia, karena menurut

Belanda, perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonial Belanda banyak

dipengaruhi oleh hukum Islam.

Salah seorang murid Ter Haar, yang tidak sependapat dengan gurunya,

yaitu Hazairin, menganggap teori resepsi adalah teori iblis, sebab dengan teori

tersebut mengajak kepada umat Islam Indonesia untuk tidak taat kepada Allah

SWT dan RasulNya.

Dengan politik hukum pemerintah kolonial Belanda yang berkeinginan

‘mematikan’ hukum Islam di Indonesia, sambil tetap ‘menjinakkan’ umat Islam

Indonesia demi melestarikan penjajahannya karena dari pemimpin atau raja-raja

beragama Islam di Indonesia, Belanda banyak mendapat perlawanan yang

patriotik, maka pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Staatsblad 1882 Nomor

152 yang dikenal dengan sebutan Priesterraad (Pengadilan Agama) yang

mengadili perkara-perkara perdata tertentu bagi umat Islam di Jawa dan Madura

dengan tidak ditentukan kewenangannya. Oleh karena tidak jelasnya kewenangan

peradilan agama ini, maka menurut Notosusanto, pengadilan agama menentukan

sendiri perkara-perkara yang menurut pandangannya masuk kompetensinya, yaitu

perkara-perkara yang berhubungan dengan sebagian kegiatan perdata umat Islam

Indonesia, seperti pernikahan, perceraian, mahar, nafkah, sah tidaknya seorang

anak, perwalian, kewarisan,hibah, sadakah, baitulmal, dan wakaf.

Page 165: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

54

Selain tidak ditentukan kewenangannya, peradilan agama juga

pembentukannya tidak seragam. Kalau untuk Jawa dan Madura dibentuk

pengadilan agama, seperti tersebut di atas, untuk Kalimantan Selatan dan

Kalimantan Timur dibentuk Kerapatan Kadi dan Kerapatan Kadi Besar. Untuk

selain Jawa dan Madura, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, di luar

daerah-daerah tersebut, oleh pemerintah Republik Indonesia dibentuk dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 yang lazim dikenal dengan sebutan

Mahkamah Syariah.

Pengadilan Agama oleh pemerintah kolonial Belanda, di samping tidak

ditetapkan kewenangannya secara mutlak, sebagai ‘pengadilan kelas dua’,putusan-putusannya juga tidak dapat dieksekusi sebelum mendapat persetujuan

dari Ketua Landraad (Ketua Pengadilan Negeri) setempat yang dikenal dengan

sebutan executoire verklaring atau biasa juga dinamakan fiat executie. Bahkan

setelah kemerdekaan, yakni ketika diundangkannya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, putusan perceraian yang dijatuhkan oleh pengadilan agama

harus pula, “ Dikukuhkan “ oleh pengadilan negeri setempat.

Perlakuan diskriminatif terhadap pengadilan agama dilanjutkan, ketika

pada bulan April 1977 tunjangan fungsional para hakim golongan III pada

peradilan umum ditetapkan sebanyak Rp. 60.000,-/ bulan, sedangkan bagi hakim

peradilan agama dengan pangkat yang sama hanya Rp. 45.000,-/ bulan.

Meskipun pada akhirnya tunjangan fungsional hakim peradilan agama

disamakan dengan tunjangan fungsional hakim peradilan umum dan hakim

peradilan tata usaha negara dan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, putusan pengadilan agama tidak lagi di-

fiat executie, atau dikukuhkan oleh pengadilan negeri, akan tetapi sarana dan

prasarana pengadilan agama masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan

sarana dan prasarana peradilan umum dan peradilan tata usaha negara.

Selain itu, pola mutasi, khususnya para hakim peradilan umum dan hakim

peradilan tata usaha negara juga berbeda dengan hakim peradilan agama. Jikalau

para hakim peradilan umum dan hakim peradilan tata usaha negara pada

umumnya dimutasikan dari satu tempat tugas ke tempat tugas lainnya setelah

Page 166: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

55

bertugas di satu tempat selama tiga hingga lima tahun, para hakim pengadilan

agama kebanyakan bertugas di suatu pengadilan selama sepuluh tahun lebih.

Keadaan baru berubah setelah, sebelumnya personalia, keuangan dan

material, peradilan umum dan peradilan tata usaha negara dikelola oleh

Departemen Kehakiman kini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan

untuk peradilan agama dilaksanakan oleh Departemen Agama (sekarang

Kementerian Agama), beralih seluruhnya ke Mahkamah Agung.

Tanpa bermaksud memuji secara pribadi, dalam era kepemimpinan Bagir

Manan sebagai Ketua Mahkamah Agung barulah personalia, sarana, dan

prasarana peradilan agama, seiring dengan peralihan pengelolaan personalia,

keuangan dan materil kepada Mahkamah Agung dibenahi, sehingga alhamdulillah

personalia, sarana dan prasarana peradilan agama relatif sama dengan peradilan

umum dan peradilan tata usaha negara.

Walaupun era penjajahan yang seperti tersebut di atas berusaha untuk

merintangi perkembangan hukum Islam di Indonesia telah berlalu, personalia,

sarana dan prasarana peradilan agama telah memadai, paling tidak sudah

seimbang dengan peradilan umum, kewenangan peradilan agama sudah tegas

diatur dalam ketentuan perundang-undangan, namun masih saja ada orang

tertentu, paling tidak pembentuk Undang-Undang yang bermaksud mengebiri

kewenangan peradilan agama, seperti Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang pada huruf d

menentukan, “Yang dimaksud dengan“ penyelesaian sengketa dilakukan sesuai

dengan Akad adalah sebagai berikut : d.melalui pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum”.

Sepanjang pengetahuan saya, belum pernah terjadi suatu kewenangan

mutlak peradilan agama diserahkan kepada peradilan umum untuk mengadilinya.

Yang justru terjadi, kewenangan mengadili perkara pidana yang merupakan

kompetensi peradilan umum, untuk daerah Provinsi Aceh bagi penduduk

beragama Islam diadili oleh Mahkamah Syari’ah yang diemban oleh peradilan

agama.

Berhubung dengan itu, Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dalam huruf d-nya

menentukan, “Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum“ harus

dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Page 167: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

56

Indonesia Tahun 1945, yakni Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan , “Setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama di hadapan hukum“ dan karena itu tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

Adapun Penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c Undang-

Undang a quo, yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan penyelesaian

sengketa sesuai dengan akad adalah upaya musyawarah, mediasi perbankan,

melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional, menurut saya hal-hal tersebut

merupakan upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dapat

dibenarkan berdasarkan asas musyawarah, dengan syarat tidak melanggar

ketentuan Undang-Undang dan sejalan dengan ketentuan syariah.

PANITERA PENGGANTI,

ttd.

Hani Adhani

Page 168: IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM HUKUM DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24942/1/Fajar... · IMPLIKASI PENGHAPUSAN PILIHAN FORUM ... 4. Dr. Fuad Thohari,

Bersama Hakim Konstitusi setetah sesi wawancara diruang kerja

Dr. H. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M. Hum