ilmu ukur tanah
DESCRIPTION
Ilmu Ukur TanahTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Pembatasan Masalah
1.5 Sumber Data
BAB II PENGUKURAN WATERPASS
2.1 Tujuan Praktikum
2.2 Peralatan yang digunakan
2.3 Dasar Teori
2.3.1 Pendahuluan
2.3.2 Syarat-syarat untuk Alat Ukur
2.3.3 Macam-macam Alat Ukur Penyipat Datar
2.3.4 Konstruksi-konstruksi Khusus Penyipat Datar
2.3.5 Mistar dan Perlengkapannya
2.3.6 Ketentuan Teknik
2.3.7 Metode Pengukuran
2.3.8 Perhitungan Waterpass
2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Praktikum
2.5 Analisa Data
2.6 Dokumentasi
BAB III PENGUKURAN SITUASI DETAIL
3.1 Tujuan Praktikum
3.2 Peralatan yang digunakan
3.3 Dasar Teori
3.3.1 Sifat-sifat Garis Kontur
3.3.2 Pemakaian dan Penggunaan Peta Kontur
3.3.3 Pelaksanaan Pengukuran di Lapangan
3.3.4 Pembacaan Sudut dan Ramb. dgn. Alat Theodolite
3.3.5 Teori Tekimetri
3.4 Analisa Data
3.5 Dokumentasi
BAB IV PENGUKURAN POLYGON
4.1 Tujuan Praktikum
4.2 Peralatan yang di Gunakan
4.3 Dasar Teori
4.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Praktikum
4.5 Analisa Data
4.6 Dokumentasi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat melaksanakan Praktikum Ilmu Ukur Tanah dan menyelesaikan laporan ini.
Laporan ini penulis susun berdasarkan hasil Praktikum Ilmu Ukur Tanah yang telah
dilaksanakan pada Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan Universitas Bung Hatta Padang, yang dimulai dari tanggal 8 November s/d 9
November 2014. Praktikum ini diprioritaskan sebagai pengembangan dan pemantapan teori-teori
yang didapat selama perkuliahan Ilmu Ukur Tanah.
Terwujudnya laporan ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan dan pertolongan dari
semua pihak yang bersangkutan. Untuk itu sudah sepantasnya-lah penulis ucapkan terima kasih
kepada :
1. Kepada Ibu Embun Sari Ayu selaku dosen pengajar pada mata kuliah Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil Universitas Bung Hatta Padang.
2. Kepada kakak Embun selaku Kepala Laboratorium Ilmu Ukur Tanah dan Laboratorium
Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Bung Hatta Padang.
3. Kepada para instruktur Laboratorium Ilmu Ukur Tanah, yaitu :
1. Ari yanto
2. Anggi Prasetya
3. Zulkarnain untung
4. Dedi Agustin
4. Catrix Offset Coorporation. Spmd.
5. Rekan-rekan seperjuangan yang melaksanakan Praktikum Ilmu Ukur Tanah.
6. Rekan-rekan civil ‘13.
7. Dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satupersatu.
Penulis harapkan semoga jasa dan kebaikan yang telah diberikan semua pihak dalam
terwujudnya laporan ini dan juga pengembangan wawasan penulis semoga memberi hasil yang
bermanfaat nantinya.
Sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang terbatas, penulis menyadari laporan ini
masih jauh dari sempurna serta memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran-saran serta kritikan yang membangun guna perbaikan atas kekurangan-
kekurangan yang terdapat pada laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan semoga laporan ini
dapat berguna bagi kita semua.
Padang, November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan suatu proyek yang dibutuhkan pertama kali adalah peta beserta
ukuran daerahnya. Dan hal ini berhubungan dengan Ilmu Ukur Tanah yaitu dengan pemakaian
alat-alat seperti Thoedolit dan Waterpass dan alat-alat lainnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan Ilmu Ukur Tanah itu sendiri adalah suatu ilmu yang berperan dalam menentukan letak
nisbi atau posisi dari titik kedudukan tanah di permukaan bumi dengan menganggap bumi
sebagai bidang datar.
Secara umum pengertian dari Ilmu Ukur Tanah itu sendiri adalah suatu disiplin ilmu yang
berbentuk semua metoda dalam pengumpulan dan pemrosesan tentang permukaan bumi. Jika
dihubungkan dengan Teknik Sipil, Ilmu Ukur Tanah atau Geodesi berperan penting seperti
menentukan data-data posisi (koordinat) dan ketinggian titik-titik di lapangan yang diukur
ketinggiannya berbeda-beda sehingga data-data yang didapat sangat membantu dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan selanjutnya dari proyek
1.1 Latar Belakang
Dengan diketahuinya peranan Ilmu Ukur Tanah dalam pelaksanaan suatu proyek, maka
pemahamannya tidak akan sempurna jika tidak dilaksanakan dengan prakteknya. Dan praktek ini
berupa praktikum di lapangan dengan menggunakan alat-alat pengukuran tanah yamg telah
dipelajari di dalam perkuliahan. Melalui praktikum ini maka dapat tercapainya tujuan dari
perkuliahan Ilmi Ukur Tanah.
Untuk mempermudah dari perkuliahan, maka mahasiswa dibagi menjadi beberapa
kelompok, yang setiap kelompoknya terdiri dari 11 orang anggota yang bertugas secara
bergantian dalam pemakaian alat dengan tujuan agar setiap anggota memahami dan mengerti
fungsi dan cara penggunaan alat.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat secara langsung memahami dan
mengerti mengenai alat-alat Ilmu Ukur Tanah yang didapat pada perkuliahan Ilmu Ukur Tanah
dan pengaplikasiannya di lapangan.
Praktek lapangan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mahasiswa dalam menggunakan alat yang dipakai dalam praktikum lapangan, agar setiap
anggota kelompok mengerti dan memahami alat-alat yang dipergunakan, maka diperlukan
keterlibatan secara langsung dari para anggotanya. Dan yang lebih penting lagi adalah
mahasiswa mendapatkan pengalaman kerja lapangan dan tentunya berkesesuaian dengan bidang
yang mencakup Ilmu Ukur Tanah, antara lain :
1. Pengetahuan ringkas tentang peta.
2. Sistem koordinat unutk menentukan posisi titik-titik pada permukaan bumi yang
dianggap sebagai sebuah bidang datar.
3. Pengetahuan dan pengenalan secara ringkas mengenai alat ukur jarak (waterpass) dan alat
ukur sifat ruang (theodolit).
4. Beberapa metoda penentuan posisi horizontal.
5. Dan pelaksanaan pemetaan situasi planimetri.
1.3 Ruang lingkup
Ruang lingkup dari praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah pada pelaksanaan dari teori-
teori yang dipelajari pada perkuliahan Ilmu Ukur Tanah dan pengarahan dari instruktur dalam
pelaksaan praktikum sehingga memahami cara-cara penggunaan alat dan pengukuran serta dapat
mengatasi masalah-masalah yang timbul pasa saat pelaksanaan praktikum di lapangan.
1.4 Pembatasan Masalah
Dengan berdasarkan waktu praktikum yang terbatas yaitu 22 – September 2014, maka
praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dibatasi pada :
1. Pengukuran Waterpass
2. Pengukuran Polygon
3. Pengukuran Situasi Detail
1.5 Sumber Data
Sumber data dari praktikum lapangan ini adalah hasil dari pengukuran yang didapat pada
saat praktikum dimana pengukuran-pengukuran yang benar dan akurat akan menjadi sumber data
yang sangat akurat dan sangat lengkap.
Selain itu sumber data juga berasal dari informasi-informasi yang didapat dari standar-
standar yang ada yang dipergunakan maupun keterangan dari dosen di dalam perkuliahan serta
arahan dari instruktur maupun dari buku-buku dan diktat yang berhubungan dengan Ilmu Ukur
Tanah.
BAB II
PENGUKURAN WATERPASS
2.1 Tujuan Praktikum
2.1.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan praktikum diharapakan mahasiswa memahami dan
mengetahui dengan jelas tentang :
1. Alat sifat datar dan kegunaannya.
2. Bagaimana mengatur alat sifat datar (waterpass) dan kegunaannya berdasarkan
fungsinya masing-masing.
3. Cara melakukan pengukuran dengan menggunakan alat sifat datar (waterpass).
2.1.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menentukan beda tinggi sebuah jalur dengan memakai alat waterpass
2. Dapat melakukan perhitungan dari data yang diperoleh guna mendapatkan tinggi
titik-titik.
2.2 Peralatan Yang Digunakan
1. Satu set alat sifat datar
2. Statif alat sifat datar
3. Rambu / bak ukur
4. Meteran
5. Formulir pengukuran
Dasar Teori
2.3.1 Pendahuluan
Maksud pengukuran tinggi adalah menetukan beda tinggi antara dua titik. Bila beda
tinggi h diketahui antara dua titik A dan B, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan
titik B letak lebih tinggi dari pada titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h.
Yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dan titik B adalah jarak antara dua
bidang nuvo yang melalui titik A dan B. umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung,
tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B dapat dianggap sebagai bidang yang mendatar.
Beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dengan tiga cara yaitu:
a. Dengan cara barometris;
b. Dengan cara trigonometris;
c. Dengan cara pengukuran penyipat datar.
Ketiga cara ini disusun sedemikian, hingga ketelitian dari atas ke bawah akan menjadi
besar. Cara yang memberikan hasil ketelitian terbesar adalah cara c dengan pengukuran
penyipat datar, sedang cara a cara yang terkasar untuk menentukan beda tinggi antara dua titik.
Dalam hal ini cara yang digunakan dalam praktikum adalah cara c dengan ketelitian terbesar.
batas udara
b
A
h
gambar II. 3a
2.3.2 Syarat-syrat untuk Alat Ukur Penyipat Datar
Syarat utama yang harus dipenuhi oleh semua macam alat ukur penyipat datar ialah :
garis bidik di dalam teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Syarat-syarat berikut adalah
syarat tambahan yang dimaksudkan untuk mempercepat dan memudahkan pengukuran. Syarat
tambahan pertama adalah
Arah garis nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar. Bila garis
bidik yang telah sejajar dengan garis arah nivo tidak tegak lurus pada sumbu kesatu,
maka garis sudut akan membuat sudut < 90O dengan sumbu kesatu. Bila garis bidik
diarahkan kemistar kiri dengan gelombang nivo ditengah-tengah, maka garis arah nivo
dan garis bidik akan mendatar. Tetapi karena garis arah nivo tidak tegak lurus pada
sumbu kesatu, maka sumbu kesatu akan miring dari keadaan garis tegak lurus.
Benang mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada pengukuran
tingi dengan cara menyipat datar, yang dicari selalu titik potong garis bidik yang
mendatar dengan mistar-mistar yang dipasang di atas titik-titik, sedang diketahui bahwa
garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan titik potong dua benang atau garis
diafragma dengan titik tengah lensa objektif teropong. Maka pada pengukuran akan
selalu dibaca pada mistar-mistar tempat titik potong dua garis diafragma itu pada mistar.
Maka syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh semua alat ukur penyipat datar adalah:
a. Syarat utama : garis bidik teropong harus sejajar dengan garis nivo;
b. Syarat kedua : garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu;
c. Syarat ketiga : garis memdatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
Sebelum alat ukur penyipat datar digunakan untuk mengukur, maka syarat-syarat ini
harus dipenuhi lebih dahulu dengan perkataan lain: alat ukur penyipat diatur lebih dahulu,
supaya tiga syarat itu dapat dipenuhi.
2.3.3 Macam-macam Alat Ukur Penyipat Datar
Berdasarkan konstruksinya alat ukur penyipat datar dapat dibagi dalam empat macam
utama:
a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan di atas
teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu
putar;
b. Alat ukur penyipat datar yang mempunyai nivo refersi, dan ditempatkan pada teropong.
Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai pemutar,
dapat pula diputar dengan satu sumbu yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar
ini dinamakan sumbu mekanis teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat
pengukur penyipat datar;
c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis, tetapi nivo
tidak diletakkan pada teropong, melinkan ditem`pat di bawah, lepas dari teropong.
Teropong dapat di angkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar;
d. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat di angkat dari bagian bawah alat
ukur penyipat datar dan dapat diletakkan di bagian bawah dengan landasan yang
berbentuk persegi, sedang nivo di tempatkan pada teropong.
Karena konstruksi berbeda, maka cara pengaturan pada tiap-tiap macam alat ukur penyipat
datar akan berbeda pula, meskipun syarat-syarat yang harus di penuhi untuk semua macam
sama.
2.3.4 Konstruksi-konstruksi Khusus Penyipat Datar
a. Sebagai telah diketahui, pembacaan-pembacaan pada mistar harus dilakukan dengan
gelembung ditengah-tengah, supaya didapat garis bidik yang mendatar, setel garis bidik
dibuat sejajar dengan garis arah nivo lebih dahulu. Untuk menggeserkan gelembung
ketengah-tengah, pada beberapa alat ukur penyipat datar ditempatkan suatu sekrup
khusus dimaksudkan untuk pekerjaan ini, seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sekrup itu dinamakan sekrup miring yang bekerja dengan langsung pada teropong dan
dengan tidak langsung pada nivo yang ditempatkan di atas teropong.
b. Untuk pembacaan yang sempurna, konstruksi yang lebih baik adalah, bila gelembung
dapat pula diluhat di medan lihat teropong. Bayangan gelembung dapat dilihat bersama-
sama dengan bayangan mistar didalam teropong, sehingga segara setelah gelembung
ditengah-tengah, pembacaan pada mistar dapat dilakukan, konstruksi ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
c. Syarat uatma yang berlaku untuk semua alat ukur penyipat datar adalah; garis bidik harus
sejajar dengan garis arah nivo. Meskipun alat ukur penyipat datar telah di atur lebig
dahulu dan syarat utama ini telah dipenuhi, keadaan baik dari alat ukur dapat berubah
karena pengangkutan dan sebagainya, sehingga syarat-syarat yang tidak dapat dipenuhi
lagi dan didapat kesalahan-kesalahan pada hasil pengukuran. Didalam penulisan laporan
ini akan diberikan gambar-gambar alat ukur penyiat datar, pada alat mana garis bidik
akan selalu otomatis dalam keadaan mendatar, sehingga pada alat-alat ukur penyipat
datar tidak lagi didapat nivo tabung. Nivo kotak tetap ada untuk membuat tegak lurus
sumbu kesatu dengan cara yang kasar. Pada Gambar II. 3e didapat alat ukur penyipat
datar yang dibuat oleh pabrik Askania di Berlin sektor barat. Pada gambar irisan adalah:
1 = alat pendel; 2 = cermin ; 3 = prisma; dan 4 = alat peredam. Sedangkan pada
Gambar II. 3f menerangkan bahwa alat ukur penyipat datar dengan garis bidik selalu
mendatar yang dibuat oleh pabrik Zeiss Oberkochen, Jerman Barat
2.3.5 Mistar dan Perlengkapannya
Mistar yang digunakan pada pengukuran penyipat datar dibuat dari kayu yang
panjangnya ada 3 a 4 meter, bahkan ada yang 5 meter. Karena panjangnya ini dan untuk
memudahkan pengangkutannya, maka mistar dapat dilipat a 1.50 m atau a 2.00 m. Skala mistar
dibuat dengan cm; tiap-tiap centimeter adalah blok merah, putih atau hitam. Tiap-tiap meter
diberi warna yang berlainan, merah putih dan hitam putih untuk memudahkan pembacaan meter.
Pada Gambar II. 3g ada beberapa contoh skala mistar. Pada gambar pertama tiap-tiap dm diberi
2 bagian a 5 cm yang berbentuk E, satu dengan latar merah atau latar hitam, sesuai dengan warna
meternya, dan lainnya dengan latar putih. Pada mistar kelihatan bentuk E yang berwarna putih,
merah atau hitam dan kombinasi sebagai E merah - E Putih, dan E hitam – putih.
2.3.6 Ketentuan Teknik
Ketentuan Teknik Sifat Datar (waterpass) sesuai dengan ketelitian waterpass yang
diminta, yaitu harus mencapai tingkat ketelitian orde II yaitu 10 D mm. Dimana D adalah
jumlah jarak dalam Km. Ketentuan ini penting sekali dalam hubungannya mempersiapkan alat
ukur dan metode yang digunakan. Untuk mencapai ketelitian yang digunakan apakah sesuai atau
tidak rusak. Biasanya alat ukur waterpass kerusakannya terletak pada kesalahan-kesalahan garis
bidik. Walaupun kesalahan tersebut dapat dieliminir yaitu dengan metode pengukuran yang
mengharuskan alat berdiri tepat ditengah-tengah antara kedua rambu namun alat tetap harus
diperbaiki yaitu dengan mengkalibrasikan alat waterpass. Sesudah faktor alat diperhatikan, baru
diperhatikan faktor pengukur (manusia) jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan yang fatal.
Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam melakukan pengukuran alat sifat datar antara
disebabkan oleh :
a. Kesalahan si pengukur sendiri, ini merupakan kesalahan kebetulan yang disebabkan karena
kurang teliti dalam penafsiran pembacaan rambu. Adanya kesalahan karena kekeliruan
pengukuran atau penafsiran skala yang salah disebut blunder. Kesalahan blunder bisa
langsung diketahui setelah pengukuran (misalnya hasil pengukuran beda antara pergi dengan
pulang setelah dihitung bedanya terlalu jauh atau melebihi toleransi yang diizinkan) maka
dilakukan pengukuran ulang di tempat yang bersangkutan.
b. Kesalahan karena alat-alat yang digunakan yaitu :
Tidak sejajarnya garis bidik dengan garis arah nivo
Kesalahan karena miringnya rambu
Kesalahan karena turunnya rambu
Kesalahan karena turunnya statif alat
c. Kesalahan karena keadaan alam, yaitu :
Pengaruh kelengkungan bumi
Pengaruh refleksi
2.3.7 Metode Pengukuran
Untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran
seperti yang telah dijelaskan dimuka dan mengingat hasil ketelitian yang diinginkan, maka
pengukuran dilaksanakan sebagai berikut :
a. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur diatur dengan mengusahakan agar :
Garis bidik teropong sejajar dengan garis arah nivo
Benang mendatar difargma harus tegak lurus sumbu I
b. Alat diusahakan berdiri tegak diantara kedua rambu
c. Karena sulit memenuhi hal tersebut (tergantung medan) maka diusahakan agar jumlah jarak
ke muka dan jumlah jarak ke belakang pada setiap seksi diusahakan sama. Medan yang
relatif sulit tetap dituntut agar ketelitian memenuhi toleransi atau tidak memenuhi batas
kesalahan. Misalnya satu seksi diukur mulai dari titik BM ke titik P1. untuk melancarkan
jalannya pengukuran langsung dihitung jumlah jarak ke muka dan ke belakang untuk slag-
slag yang telah diukur (satu slag = satu kali berdiri alat)
d. Jumlah slag pada setiap seksi dibuat genap. Pemasangan rambu bergantian, artinya rambu
muka pada slag pertama menjadi rambu belakang pada slag berikutnya.
e. Pengukuran dilakukan pada waktu : jam 08.00 s/d 12.30
f. Pemasangan rambu diusahakan tegak dengan bantuan unting-unting atau nivo
g. Sistem pembacaan rambu sebagai berikut :
Muka - Belakang – Belakang – Muka, yang dibaca adalah benang atas, benang tengah, dan
benang bawah
h. Pengukuran dilakukan pergi dan pulang pada setiap seksi
i. Jika beda tinggi ukuran pergi dan pulang mempunyai selisih yang lebih dari toleransi
ketelitian yang diinginkan maka pengukuran diulang lagi esoknya
j. Kadang-kadang pengukuran pergi dan pulang tidak melalui patok-patok yang telah
ditentukan maka digunakan tata rambu, hal ini apabila patok-patok tersebut rusak, amblas,
hilang atau sulit pada pembidikan alat
2.3.8 Perhitungan Waterpass
Setelah hasil pengukuran diteliti kebenarannya dimana 2BT = BA + BB maka dilakukan
perhitungan :
Rumus yang dipakai adalah :
Hn = Hn – 1,n + Hn – 1,n
dimana :
Hn = titikyang akan dihitung
Hn – 1 = titikyang diketahui tingginya
Hn – 1,n = beda tinggi antara titik n – 1 ke n
2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Praktikum
1. periksa jalur pengukuran (titik-titik) dan buat sket rencana kerja
2. pengukuran dimulai dari seksi pertama yaitu dari titik ke titik
3. tempatkan alat sifat datar diantara titik / jalur pengukuran
4. alat diarahkan ke titik lalu tegakkan rambu diantara titik untuk mendapatkan bacaan
rambu (bacaan benang atas, tengah, dan bawah)
5. tandai titik yang akan diukur beda tingginya dengan jelas
6. dengan cara yang sama pengukuran dilakukan hingga titik terakhir
7. setelah selesai pengukuran waterpass memanjang lanjutkan ke pekerjaan lainnya.
BAB III
PENGUKURAN SITUASI DETAIL
Tujuan Praktikum
A. Secara Umum:
Dapat mengatur Theodolit sehingga siap digunakan sesuai fungsinya dengan
baik
Dapat membuat denah situasi
B. Secara Khusus:
Mengukur tinggi rendahnya permukaan tanah, dengan cara mengukur sebanyak
mungkin titik detail untuk mendapatkan bentuk topografi.
Membuat garis kontur (garis yang menghubungkan titik yang mempunyai
ketinggian yang sama) dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran titik
detail
Peralatan Yang Digunakan
1. Satu set alat Theodolit
2. Statif Theodolit
3. Rambu ukur
4. Formulir situasi detail
5. Kalkulator
6. Meteran
Dasar Teori
Keadaan tinggi rendah permukaan tanah, kadang kala sangat diperlukan dalam
merencanakan suatu bangunan. Untuk itu perlu dilakukan pengkuran situasi detail dengan
mengukur sebanyak mungkin titik detail. Makin rapat titik detailnya, maka akan memberikan
gambaran permukaan tanah yang lebih baik.
Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh garis-garis yang menghubungkan titik-titik
yang mempunyai ketinggian yang sama yang disebut kontur.
Cara pengukuran yang digunakan adalah dengan cara CROO atau RAAI. Supaya
pekerjaan berlangsung dengan cepat maka penempatan alat diatur sedemikian rupa sehingga
dapat dibidik sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya. Penggunaan lebih lanjut dari
pengukuran situasi detail ini adalah untuk pembuatan peta kontur. Peta kontur adalah suatu peta
yang menunjukkan gambaran bentuk topografi suatu daerah yang dinyatakan menurut garis-garis
kontur.
3.3.1 Sifat-sifat garis kontur
Selalu merupakan garis yang tertutup kecuali pada batas gambar peta
Garis-garis kontur dengan ketinggian yang berbeda-beda tidak mungkin saling
berpotongan atau menjadi satu
Garis kontur dengan ketinggian yang sama tidak mungkin terpecah menjadi dua kontur
/ bercabang
Untuk keadaan tanah yang landai pada peta terlihat bahwa jarak antara kontur yang
satu dengan yang lainnya tidak terlalu rapat
Garis-garis kontur yang menggambarkan bentuk tanjung atau bukit merupakan garis-
garis lengkung yang cembung ke arah tanjung
Garis-garis kontur yang menunjukkna teluk atau lembah-lembah ke arah hulu sungai
merupakan garis-garis lengkung cekung ke arah luar teluk atau ke arah muara
Garis-garis kontur yang berpotongan dengan jalan terlihat pada peta merupakan garis
lengkung cembung ke arah menurunnya jalan
3.3.2 Pemakain dan penggunaan peta kontur :
Untuk keperluan perencanaan sistem distribusi pengairan (irigsi)
Perencanaan real estate
Hitungan penimbunan dan penggalian tanah (cut and fill)
Perencanaan lokasi Dam, Jembatan, Pelabuhan Udara, dan keperluan-keperluan teknis
lainnya
Beberapa cara pembuatan peta kontur :
a. Metode Radial
b. Metode Profil
c. Metode Grid
Pemetaan kontur dengan metode Grid dilakukan dengan cara pengukuran tinggi titik
menurutarah garis lurus dalam setiap jarak tertentu dan pada setiap interval Grid tertentu pula.
Hasil pemetaan kontur dengan metode Grid dapat memberikan ketelitian lebih baik.
3.3.3 Pelaksanaan Pengukuran di Lapangan
3.3.3.1 Penempatan Alat Ukur di Lapangan
Cara penempatan theodolite dan statif di lapangan adalah sebagai berikut:
Pilih tempat titik station/titik kontrol dilapangan sedemikian rupa hingga dari titik ini
dapat membidik titik-titik di lapangan sebanyak mungkin agar dapat membuat bayangan
keadaan disekitar titik itu di atas permukaan bumi.
Tancapkan kaki statif di atas titik di station dan usahakan kepala statif (base plate)
mendekati datar agar memudahkan kita untuk menstel alat ukur theodolite.
Buat posisi statif hampir merupakan segitiga kemudian kencangkan kaki statif supaya
jangan naik turun.
Letakkan alat theodolite di atas base plate.
Tempatkan theodolite tepat di tengah titik station dengan centring optik (untuk membuat
sumbu vertical / sumbu I tegak lurus).
Ketengahkan gelembung udara dari nivo kotak dengan cara menyetel sekrup penyetel
(untuk membuat sumbu II datar).
Atur gelombang nivo tabung agar berada ditengah-tengah setiap arah mendatar teropong
dengan 3 (tiga) sekrup pengatur ABC.
3.3.3.2 Cara Menyeimbangkan Thedolite (Pendataran Theodolite)
Gambar III. 3a
Sebelum di lakukan pembacaan pada alat theodolite terlebih dahulu di lakukan
pendataran theodolite sebagai berikut:
Alat theodolite didatarkan secara kasar dengan bantuan sekrup A, B, dan C yaitu dengan
jalan di putar sampai gelembung nivo berada tepat ditengah.
Alat theodolite di putar sedemikian rupa sehingga nivo tabung menjadi sejajar dengan
garis A – C.
Sekrup A dan C diputar dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. A – ke kiri c. C – ke kanan
b. A – ke kanan d. C – ke kiri
Arah dari ibu jari menentukan arah yang akan diikuti gelembung, umpama bila
gelembung berada disebeleh kiri dari bagian tengah, maka ibu jari kiri harus bergerak ke
kanan (ibu jari kanan ke kiri) agar gelembung masuk ketengah.
Putar alat theodolite sebanyak 90O mengikuti arah tangan lonceng sehingga nivo tabung
akan tegak lurus pada garis A – C (gelembung akan keluar dari kedudukannya di
tengah).
Kini sekrup B di putar dengan tangan kiri sampai gelembung masuk ketengah lagi.
B
A C
Sebagai kontrolan theodolite harus di putar keliling sehingga gelembung tetap di tengah,
kalau tidak harus di stel kembali.
Sebelum memulai pengukuran harus di laksanakan :
o Teropong di balik-balik beberapa kali.
o Alat diputar beberapa kali
3.3.4 Pembacan sudut dan Rambu dengan alat Theodolite
Sebelum digunakan alat ukur theodolite haruslah memenuhi syarat-syarat alat theodolite
sebagai berikut yaitu :
1. Sumbu I harus tegak lurus sumbu II.
2. Sumbu II harus mendatar.
3. Garis bidik tegak lurus sumbu II.
4. salah indek (lingkaran vertical) sama dengan no.
setelah theodolite memenuhi syarat dan telah melakukan pengaturan maka pengukuran telah
dapat dilakukan. Dalam hal pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan minimal 3 (tiga) orang
yaitu: 2 orang memegang sumbu, dan 1 (satu) orang melekukan pembacaan (juru ukur). Dalam
hal melakukan pengukuran data-data yang harus diambil meliputi:
1. Pembacaan benang atas (Ba), benang bawah (Bb), dan benang tengah (Bt).
2. Pembacaan sudut hirizontal dan vertical.
3. HI (tinggi alat).
Hal yang harus diketahui oleh juru ukur adalah sebagai berikut :
Menyetel sekrup sebelum sekrup halus di stel, sekrup kasar dulu yang di stel.
Selama di adakan pengukuran harus dihindari menyentuh gelas darinivo tabung.
Setelah statif datar dan pesawat di stel kakinya, maka pesawat harus dijaga supaya tidak
bergoyang.
Pengukuran terhadap sumbu harus di bidik bagian sumbu yang pas seperti benang bawah
1.000.
Setiap selesai membaca suatu titik gelembung, nivo harus dicek kembali supaya distel.
Pengukuran dilakukan pagi atau pada cuaca yang cerah.
Menempatkan pesawat harus di jaga keselamatannya.
a. Pembacaan Rambu Ukur
Sebelum membaca rambu ukurdi lakukan terlebuh dahulu di bidik dengan
menggunakan visir sampai mendekati sasaran kemudian putaran theodolite dikunci
dengan pengunci vertical dan horizontal, kemudian jelaskan bayangan dan benang silang
di tengah sumbu dengan menggunakan sekrup penggerak halus horizontal kemudian
lakukan pembacaan, usahakan benang bawah, terletak pada garis benang silang bahwa
supaya mudah dalam perhitungan jarak miringnya nanti.
Pembacaan hasil pengukuran yang terlihat seperti gambar di atas adalah :
- Pembacaan benang bawah (Bb) = 1.000
- Pembacaan benang atas (Ba) = 2.040
- Pembacaan benag tengah = 1.520
dari hasil pembacaan rambu yang didirikan pada titik B tersebut, dapat dihitung slope
distance (jarak miring) dari A ke B dengan rumus :
(Ba – Bb) x 100
= (92.040 – 1.000) x 100
= 104.0 m
Disamping melakukan pembacaan pada rambu, juru ukur harus bisa membuat gambar,
sedangkan data-data sket kasar dari lokasi yang di ukur itu di ambil pada pengukuran situasi
Kampus Proklamator III Universitas Bung Hatta.
b. Pembacaan sudut
1. Sudut Vertikal
Pada teropong keadaan horizontal dan dalam pembacaan biasa (kedudukan satu) maka
pembacaan sudut vertical adalah 90O. Sedangkan angka yang terbaca lebih besar dari 90O, maka
titik objek berada lebih rendah dari ketinggian tempat alat ukur didirikan (teropong mengarah
kebawah). Sebaliknya apabila terbaca lebih kecil dari 90O, maka ketinggian alat ukur lebih
rendah dari ketinggian titik objek daerah yang di ukur. Contoh : Pembacaan sudut vertical lihat
gambat.
Untuk memasukkan angka 89 ketengah garis tersebut di gunakan micrometer hasil
bacaan adalah 89, 12, 05.
2. Sudut Horizontal
Sudut horizontal adalah besar sudut yang didapat dari selisih hasil pembacaan antara dua
jurusan/arah. Arah Utara yang digunakan berupa Utara Geotis, Magnetis, Astronomis, dan
sebaginya. Setelah susut vertical dibaca langsung putar micrometer dan masukkan angka sudut 2
garis sejajar lihat gambar:
Pengukuran situasi menggunakan sistem RAAI yakni alat berdiri pada titik yang
mempunyai pengikatan titik polygon situasi (minimum dilakukan pengikatan pada dua titik
polygon situasi) seperti diketahui kerangka dasar luar (Kring polygon luar) dan kerangka dasar
dalam (Kring polygon dalam) kemudian di dalamnya terdapat jalur-jalur polygon situasi yang
terikat pada titik kerangka dasar / titik BM (x,y) maupun ketinggian (H). untuk memenuhi
kebutuhan perencanaan apabila terdapat bangunan maupun fasilitas lainnya yang telah ada maka
pengukuran harus diteliti
3.3.5 Teori Takimetri
3.3.5.1 Pengantar
“Metode Stadia” , yang disebut “Takimetri” di Eropa adalah adalah cara yang cepat dan
efisien dalam mengukur jarak yang cukup teliti untuk sifat datar trigonometric, beberapa polygon
dan penentuan lokasi detail-detail topografik. Lebih lanjut, dalam metode ini cukup dibentuk
regu 2 atau 3 orang, sedangkan pada pengukuran dengan transit dan pita biasanya diperlukan 3
atau 4 orang.
Stadia berasal dari kata Yunani untuk satuan panjang yang asal mulanya diterapkan dalam
pengukuran jark-jarak untuk pertandingan atletik – dari sinilah muncul kata “stadium” (stadion)
dalam pengertian modern. Kata ini menyatakan 600 satuan Yunani (sama dengan satuan “feet”),
atau 609 ft 9 in dalam ketentuan Amerika Sekarang.
Istilah stadia sekarang sekarang dipakai untuk benang silang dan rambu yang dipakai
dalam pengukuran, maupun metodenya sendiri. Pembacaan optis (stadia) dapat dilakukan dengan
transit, theodolite, alidade, dan alat sipat datar.
Seperti telah dijelaskan pengukuran situasi titik detail dimaksudkan untuk mendapatkan
posisi horizontal dan ketinggian dari titik detail tersebut. Untuk mendapatkan ketinggian titik
detail tersebut dihitumg beda tinggi antara titik tempat berdiri alat terhadap titi detail yang
bersangkutan.
Tachymetri merupakan metode penenruan kontur yang cepat, karena dengan pembacaan
nonius horizontal dan nonius vertikal disamping pembacaan benang-benang silang terhadap
rambu ketinggian, baik posisi maupun ketinggian dasar rambu dapat dihitung. Oleh karena itulah
dipakai Theodolit sebagai tachymetri.
Bentuk Theodolit dibagi menjadi :
Theodolit reiterasi
Theodolit repetisi
Dalam konstruksi perbedaan antara kedua Theodolit ini hanya pada bagian bawahnya
saja yaitu :
Pada Theodolit reiterasi pelat lingkaran skala mendatar dijadikan satu dengan
tabung yang terletak di antara tiga sekrup
Pada Theodolit repetisi pelat lingkaran skala mendatar ditempatkan sedemikian
rupa sehingga pelat ini dapat berputar sendiri dengan tabung pada tiga sekrup
penyetel sebagai sumbu putar
Sket pemakaian alat Theodolit :
BAB IV
PENGUKURAN POLYGON
4.1 Tujuan Praktikum
1. Untuk mendapatkan posisi / kerangka dasar horizontal
2. Untuk mendapatkan posisi planimetris (x,y) dari titik guna pengikatan selanjutnya
4.2 Peralatan Yang Digunakan
1. Satu set alat Theodolit
2. Statif Theodolit
3. Dua buah rambu ukur
4. Pita ukur
5. Formilir polygon
6. Meteran
4.3 Dasar Teori
Cara membuat suatau polygon adalah untuk menentukan tempat lebih dari satu titik.
Telah diketahui pula bahwa pada ujung awal polygon diperlukan satu titik yang telah diketahui
sudut jurusannya. Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik yang
tentu pula dan diikat pada jurusan yang tentu lagi. Umumnya suatu polygon dimulai dan diakhiri
pada titik-titik tertentu dan diikat pada kedua ujung pada dua jurusan tertentu pula.
Sebelum dimulai menghitung koordinat-koordinat titik-titik polygon, maka lebih dahulu
harus diteliti pengukuran polygon. Karena unutk dapat menentukan koordinat-koordinat
diperlukan sudut dan jarak pada polygon itu. Untuk dapat melakukan penelitian, maka harus
diketahui dan ditentukan lebih dahulu syarat-syarat apakah yang harus dipenuhimoleh suatu
polygon.
Syarat hitungan polygon tertutup:
1. sudut yang diukur = ( n – 2 ) 180
2. d sin = 0
3. d cos = 0
Pengukuran polygon ini terdiri dari pengukuran polygon tertutup, dimaksudkan untuk
mendapatkan posisi planimetris ( x,y ) dari titik-titik ukur.
Adapun metoda pengukuran adalah:
1. Pengukuran dilakukan 1 seri yaitu biasa – biasa - luar bi asa – luar biasa
2. Pengukuran jarak menggunakan pita ukur panjang 50 m
3. Penutup sudut maksimum 10n, dimana n = banyak titik
4. Kontrol pengukuran sudut dengan cara membuat polygon tertutup
5. Syarat yang harus dipenuhi dalam perhitungan
4.4 Langkah-langkah pelaksanaan praktikum
1. Menyiapkan peralatan yang digunakan, check seluruh peralatan. Hal ini perlu karena
siapa tahu ada salah satu alat yang rusak.
2. Mengambil statif dan tinggikan secukupnya. Usahakan letaknya mendatar atau rata.
3. Pasang alat ukur Theodolite dan kecangkan, hal ini dilakukan agar titik as alat tepat
berada diatas titik pada patok.Apabila alat sudah siap untuk digunakan maka persiapkan
alat dan formulir pengukuran.
4. Stabilkan alat dengan cara meyetel Nivo. Apabila tidak tepat berada diatas titik paku,
geser alat sedikit kearah titik patok, alat kembali distabilkan karena akibat pergeseran ini
akan terjadi perpindahan Nivo.
5. Arahkan teropong ke rambu ukur belakang. Baca angka yang tertera di rambu ukur
dengan menggunakan benang (ba,bb,bt).
Untuk mencari jarak (d) = (ba - bb) x 100
Untuk mencari benang tengah = (ba + bb) / 2
6. Baca sudutnya. Catat pada buku ukur.
7. Kemudian alat diarahkan ke titik berikutnya.
8. Untuk mencari besaran sudutnya dengan cara diselisihkan antara bacaan sudut kedua titik
tersebut.
9. Begitu juga untuk titik detail yang lain.
10. Apabila pekerjaan di titik selesai, pindahkan alat ukur tersebut ke titik lainnya. Lakukan
pekerjan / metode diatas sampai titik terakhir.
1. Bagian –bagian dan fungsi dari waterpass?
Jawab:
a. Teropong berfungsi untuk membidik rambu dan memperbesar bayangan rambu
b. Nivo berfungsi untuk mengatur agar garis bidik mendatar
c. Kiap berfungsi untuk menegakkan sumbu kesatu ke sumbu tegak teropong
d. Sekrup pengunci berfungsi untuk mengunci gerakan teropong kekanan dan kekiri
e. Lensa okuler berfungsi untuk memperjelas benang
f. Lensa obyektif berfungsi untuk memperjelas benda/objek
g. Sekrup penggerak halus berfungsi untuk membidik sasaran
h. Vizir berfungsi untuk mencari atau membidik ksar objek
i. Statif berfungsi untuk menyangga ketiga bagian tersebut di atas.
2. Bagian –bagian dan fungsi dari theodolit?
Jawab:
a. Sekrup-sekrup steel berfungsi untuk penyetelan pada pesawat theodolit
b. Permukaan nivo pesawat
c. jepitan berfungsi untuk lingkaran tegak
d. sekrup mikrometer berfungsi untuk lingkaran mendatar
e. tombol untuk memainkan permukaan 8 dan mengubah arah sinar
f. lensa okuler berfungsi untuk mmperjelas benang
g. cincin untuk pengatur diafgrama
h. mikroskop berfungsi untuk pinggiran tegak
i. tuas berfungsi untuk mengeratkan busole pada bagian bawah
j. teleskop berfungsi untuk sistem pembidik benang pada tabung dan mengetahui arah
sasaran
k. mikrometer optik berfungsi untuk menghilangkan kesalahan eksentris lingkaran
graduasi
l. alat penyipat datar berfungsi untuk agar sumbu vertikal theodolit berhimpit dengan
garis vertikal
m. teleskop kecil berfungsi untuk melihat permukaan tanah dari sumbu vertikal dan
memungkinkan penempatan sentris pada sebuah station.
BAB V
KESIMPULAN
1. Dalam melaksanakan Pengukuran tanah di lapangan kita pasti tidak terlepas dari
kesalahan yaitu berupa kesalahan sistematis,pengukur dan faktor alam.
2. Dalam pengukuran tanah di lapangan sewaktu pembacaan data pengukuran kita harus
akurat dan teliti dalam membaca data pengukuran.
3. Pengukuran yang digunakan adalah pengukuran poligon terbuka, dimana titik awal dan
titik akhirnya terletak pada titik sama
4. Pengukuran tanah di lapangan dengan menggunakan theodolit dan waterpass.
5. Dari data praktikum poligon dapat diambil beberapa hal, yaitu : sudut, jarak dan azimut
dai suatu daerah.
6. Dari azimut yang didapatkan dapat diketahui koordinat titik – titik poligon yang akan
diplotkan ke kertas gambar.
7. Akhir pengukuran tanah adalah pembuatan peta situasi yang akan menjadi acuan bagi
ahli teknik sipil.
8. Ilmu ukur tanah sangat penting karena semua pekerjaan sipil pasti butuh peta.
9. Kesalahan perhitungan poligon dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu : faktor manusia,
faktor alat dan faktor alam.
Dengan berakhirnya praktikum Ilmu Ukur Tanah ini, maka mahasiswa dapat membuktikan hal-
hal yang terjadi dalam pelaksanaan teori dilapangan baik dari cara pemetaan peta kedaerah
daerah yang akan dibangan, contoh jalan,bangunan dan lain-lain.
Selain itu kita juga dapat membuktikan apa-apa saja yang dapat diukur dan dilaksanaan
dalam praktikum baik penggunaan alat maupun cara pengukurannya sehingga nanti bisa
melaksanakannya sewaktu terjun dalam pelaksanaan suatu proyek
Dengan keadaan cuaca dan keadaan alam pada waktu praktikum kurang baik yang
merupakan salah satu penghambat dalam pelaksanaan praktikum dan akan mengurangi tingkat
ketelitian pengukuran. Selain itu praktikum ini dapat menambah pengetahuan salam pengaturan
dan penggunaan alat, perhitungan serta pengambaran dari hasil pengukuran tersebut.
Semoga pengalaman yang didapat dari praktek Ilmu Ukur Tanah ini akan sangat
membantu dalam menyelesaikan masalah yang timbul dilapangan nantinya, dan juga
memberikan dorongan moral dan mental untuk kesiapan menghadapi lapangan.
Saran-saran
1. Sebaiknya praktikum dilaksanakan sejalan dengan teori-teori yang dipelajari pada
perkuliahan sehingga lebih mudah dimengerti
2. Kurangnya alat-alat dalam praktikum sehingga menghambat kelancaran praktikum
3. Asisten kalau bisa memberikan keterangan lebih jelas agar mahasiswa praktikan tidak
salah melaksanakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Russell C. Brinker and Paul R. Wolf, “ Elementary Surveying Seven Edition, Erlangga, Jakarta, 1997.
Soetomo Wangsotjitro, “Ilmu Ukur tanah”, Kanisius, Yogyakarta, 1985.
Suyono Sosrodarsono, “Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan”, PT. Pradaya Paramita, Jakarta, 1983.
Muchidin Noor, “Ilmu Ukur Tanah Bangunan Sipil”, Sekolah PembanguanPrakarya, Bandung.
Rachman MD, “Penentuan Ketelitian Hasil Pengukuran”, Divisi Surta, Jakarta, 1983.
Manual Praktikum Ilmu Ukur tanah, laboratorium Mekanika Tanah & Ilmu Ukur Tanah,
Universitas Bung hatta, Padang, 2002