ii tinjauan pustaka a. paving blockdigilib.unila.ac.id/452/9/bab 2.pdf · pengujian kuat tekan pada...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block
Paving block merupakan produk bahan penutup permukaan jalan yang terbuat
dari semen dan pasir. Paving block juga dikenal dengan sebutan bata beton
(concrete block) atau conblock. Pada umumnya paving block merupakan
suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran
semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak
mengurangi mutu bata beton. (SNI 03-0691-1996)
Sifat fisik Paving block atau disebut juga bata beton harus mempunyai
kekuatan seperti pada Tabel. 1
Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block
Mutu Kegunaan
Kekuatan
(Kg/cm2)
Ketahanan Aus
(mm/menit) Penyerapan
air rata-rata
(%) Rata-
rata Terendah
Rata-
rata Terendah
A
B
C
D
Perkerasan jalan
Parkir mobil
Pejalan kaki
Taman Kota
400
200
150
100
350
170
125
85
0,090
0,130
0,160
0,219
0,103
1,149
0,184
0,251
3
6
8
10
Sumber : SK SNI – 03 – 0691 - 1996
6
Pemasangan Paving block dapat dibuat mosaik dengan kombinasi warna
sesuai estetika yang dirancang, dapat berupa logo, tulisan dan batasan area
parkir atau petunjuk arah pada suatu daerah pemukiman.
Menurut SK SNI T – 04 – 1990 – F , klasifikasi paving block ini berdasarkan
atas bentuk, tebal, kekuatan, dan warna.
1. Klasifikasi Berdasarkan Bentuk
Klasifikasi berdasarkan bentuk paving block secara garis besar terbagi
atas dua macam, yaitu :
a. Paving block bentuk segi empat
b. Paving block bentuk segi banyak
2. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan
Klasifikasi berdasarkan ketebalan paving block terbagi menjadi tiga
macam yaitu :
a. Paving block dengan ketebalan 60 mm, untuk beban lalu lintas ringan.
b. Paving block dengan ketebalan 80 mm, untuk beban lalulintas sedang
sampai berat.
c. Paving block dengan ketebalan 100 mm, untuk beban lalulintas super
berat.
Pemilihan bentuk dan ketebalan dalam pemakaian harus disesuaikan
dengan rencana penggunanya, dalam hal ini juga harus diperhatikan kuat
tekan paving block tersebut.
7
3. Klasifikasi Berdasarkan Kekuatan
Pembagian kelas Paving block berdasarkan mutu betonnya adalah :
a.. Paving block dengan mutu beton I dengan nilai fc’ 34 – 40 Mpa
b. Paving block dengan mutu beton II dengan nilai fc’ 25,5 – 30 Mpa
c. Paving block dengan mutu beton III dengan nilai fc’ 17 – 20 Mpa
4. Klasifikasi Berdasarkan Warna
Berdasarkan warnanya paving block biasanya berwarna abu-abu, hitam,
dan merah. Paving block yang berwarna selain untuk menambah
keindahan juga dapat digunakan untuk memberi batas.
5. Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada beton dilakukan dengan menekan benda uji
silinder 150 mm x 300 mm pada standar ACI, SNI, dan kubus 150 mm x
150 mm pada standar Inggris. Kuat hancur dari Paving block dipengaruhi
oleh sejumlah faktor yaitu:
a. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan
kuat tekan bebas beton.
b. Jenis dan lekuk-lekuk bidang permukaan agregat.
c. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai sekitar
40% dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya.
d. Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton meningkat dengan
bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat tekan akan tetap rendah
untuk waktu yang sama.
8
6. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block
Tipe Segi enam Tipe Persegi panjang
Tipe Beralur Tipe X
Gambar 1. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block
B. Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang
berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-
ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).
Dunn, 1980 berdasarkan asalnya, tanah diklasifikasikan secara luas
menjadi 2 macam yaitu :
a. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian
yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan kadang-
kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme.
b. Tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan
secara kimia ataupun fisis.
9
Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan
tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material
organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air
(Verhoef,1994). Craig (1991) tanah merupakan akumulasi partikel mineral
atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.
Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau
produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang
dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan
pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).
Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari
salah satu atau seluruh jenis berikut :
a. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150
mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal
(cobbles) atau pebbes.
b. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai
150 mm.
c. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm.
Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm).
d. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm
sampai 0,074 mm.
e. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil
dari 0,002 mm.
10
f. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari
0,001 mm.
2. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan
pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah
untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).
Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai
keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan
sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi,
dan sebagainya (Bowles, 1989).
Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan
mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan
kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk
menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah
serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari
tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data
dasar.
11
Sistem klasifikasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran
Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang
bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam
tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi
ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil
(gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).
b. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian
Pada sistem klasifikasi ini memperhitungkan sifat plastisitas tanah dan
menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting. Pada saat ini terdapat dua
sistem klasifikasi tanah yang sering dipakai dalam bidang teknik. Kedua
sistem klasifikasi itu memperhitungkan distribusi ukuran butir dan
batas-batas Atterberg.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan
dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Tetapi yang paling umum
digunakan adalah:
a. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/
USCS)
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada
tahun 1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya
dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of
12
Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer
(USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials
(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk
mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan
dalam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik
lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000),
yaitu:
1) Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase
lolos ayakan No.200 < 50 %.
Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa
ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir
kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :
a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan
pada saringan No. 4
b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada
diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200
2) Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos
ayakan No. 200 > 50 %.
Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik
(C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu
terletak pada grafik plastisitas.
13
3) Tanah Organis
Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu
kelompok Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak
mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang diinginkan.
Tanah khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah
lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari
tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau bahan-
bahan yang regas lainnya.
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
Organik
Gambut
G
S
M
C
O
Pt
Gradasi Baik
Gradasi Buruk
Berlanau
Berlempung
WL<50%
WL>50%
W
P
M
C
L
H
Sumber : Bowles, 1989.
Dimana :
W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).
14
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Tan
ah b
erbu
tir
kas
ar≥
50
% b
uti
ran
tert
ahan
sar
ing
an N
o. 2
00
Ker
ikil
50
%≥
fra
ksi
kas
ar
tert
ahan
sar
ing
an N
o. 4
Ker
ikil
ber
sih
(han
ya
ker
ikil
)
GW
Kerikil bergradasi-baik dan
campuran kerikil-pasir, sedikit
atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
Kla
sifi
kas
i b
erd
asar
kan
pro
sen
tase
bu
tira
n h
alu
s ;
Ku
ran
g d
ari
5%
lo
los
sari
ng
an n
o.2
00
: G
M,
GP
, S
W, S
P.
Leb
ih d
ari
12
% l
olo
s sa
rin
gan
no
.20
0 :
GM
, G
C, S
M,
SC
. 5
% -
12
% l
olo
s
sari
ng
an N
o.2
00
: B
atas
an k
lasi
fik
asi
yan
g m
empu
ny
ai s
imb
ol
dob
el
Cu = D60 > 4
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
GP
Kerikil bergradasi-buruk dan
campuran kerikil-pasir, sedikit
atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
GW
Ker
ikil
den
gan
Bu
tira
n h
alu
s GM Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI < 4
Bila batas
Atterberg berada
didaerah arsir
dari diagram
plastisitas, maka
dipakai dobel
simbol
GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI > 7
Pas
ir≥
50
% f
rak
si k
asar
lolo
s sa
rin
gan
No
. 4
Pas
ir b
ersi
h
(h
any
a p
asir
) SW
Pasir bergradasi-baik , pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung butiran
halus
Cu = D60 > 6
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung butiran
halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
SW
Pas
ir
den
gan
bu
tira
n
hal
us
SM Pasir berlanau, campuran pasir-
lanau
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI < 4
Bila batas
Atterberg berada
didaerah arsir
dari diagram
plastisitas, maka
dipakai dobel
simbol
SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI > 7
Tan
ah b
erbu
tir
hal
us
50
% a
tau
leb
ih l
olo
s ay
akan
No
. 2
00
Lan
au d
an l
empu
ng
bat
as c
air
≤ 5
0%
ML
Lanau anorganik, pasir halus
sekali, serbuk batuan, pasir halus
berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang
terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang
di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan
dua simbol.
60
50 CH
40 CL
30 Garis A CL-ML
20
4 ML ML atau OH
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
CL
Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai dengan
sedang lempung berkerikil,
lempung berpasir, lempung
berlanau, lempung “kurus” (lean
clays)
OL
Lanau-organik dan lempung
berlanau organik dengan
plastisitas rendah
Lan
au d
an l
empu
ng
bat
as c
air
≥ 5
0%
MH
Lanau anorganik atau pasir halus
diatomae, atau lanau diatomae,
lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung
“gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan
plastisitas sedang sampai dengan
tinggi
Tanah-tanah dengan
kandungan organik sangat
tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-
tanah lain dengan kandungan
organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat
dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
Bat
as P
last
is (
%)
Batas Cair (%)
15
b. Sistem klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami
beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang,
yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade
and Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar
No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan
untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar
(sub-base) dan tanah dasar (subgrade).
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu
A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2,
dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari
jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang
masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau
lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil
sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh
AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan
batas plastis.
16
Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1
A-3 A-2
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200
Maks 50 Maks 30 Maks 15
Maks 50 Maks 25
Min 51 Maks 10
Maks 35 Maks 35
Maks 35
Maks 35
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL)
Indeks Plastisitas (PI)
Maks 6
NP
Maks 40
Maks 10
Min 41
Maks 10
Maks 40
Min 11
Min 41
Min 41
Tipe material yang paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 A-7-5* A-7-6**
Analisis ayakan (% lolos) No.10
No.40 No.200
Min 36
NNNNNN
Min 36
Min 36
Min 36
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40 Maks 10
Maks 41 Maks 10
Maks 40 Maks 11
Min 41 Min 11
Tipe material yang paling dominan
Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
* untuk A-7-5 : PI ≤ LL – 30
** untuk A-7-6 : PI > LL - 30
Sumber: Das (1995).
17
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :
1. Ukuran Butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengn diameter
75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm
(no. 10).
Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075
mm (no. 200)
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
0,075 (No. 200).
2. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung
dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks
plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.
3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam
contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-
batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari
batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada
Tabel 4. Kelompok tanah yang paling kiri kualitasnya paling baik, makin ke
kanan semakin berkurang kualitasnya.
18
C. Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik
dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur
penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai
luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya
dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi
dan Peck, 1987).
Sifat khas yang dimiliki oleh tanah lempung adalah dalam keadaan kering
akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif,
mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan
volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air.
Tanah lempung terdiri sekumpulan partikel-partikel mineral lempung dan
pada intinya adalah hidrat aluminium silikat yang mengandung ion-ion Mg, K,
Ca, Na dan Fe. Mineral-mineral lempung digolongkan ke dalam empat
golongan besar, yaitu kaolinit, smectit (montmorillonit), illit (mika hidrat) dan
chlorite. Mineral-mineral lempung ini merupakan produk pelapukan batuan
yang terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya dan
selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.
Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya
kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif
tinggi, dan mempunyai gaya geser yang kecil.
19
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo,
1999):
a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm.
b. Permeabilitas rendah.
c. Kenaikan air kapiler tinggi.
d. Bersifat sangat kohesif.
e. Kadar kembang susut yang tinggi.
D. Fly Ash
Fly Ash merupakan salah satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan
dalam debu. Hal ini karena biasanya fly Ash dipengaruhi oleh gaya gravitasi
bumi. Abu terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara
dikategorikan sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan
meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batu bara di
Indonesia, maka jumlah limbah abu terbang juga akan meningkat yaitu
jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan
pada tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton.
1. Karakteristik Fly Ash (Abu Terbang)
Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di
dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa
pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatic
precipitator. Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang
dihasilkan dari pembakaran batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat
20
pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di
dalam batu bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan
ini memadat selama berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan
menggunakan presipitator elektrostatik. Karena partikel-partikel ini
memadat selama tersuspensi di dalam gas-gas buangan, partikel-partikel
fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul
pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005 mm).
Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida
(Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3)(Aziz1, Muchtar, dkk. 2006).
Tabel 5. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU
di Indonesia
Tahun Kapasitas Listrik
PLTU (MW)
Konsumsi
batu bara
(juta ton)
Abu dasar
(juta ton)
Abu terbang
(juta ton)
1996
2000
2006
2009
2,66
10,155
12,22
19,99
7,3
27,7
33,3
54,5
0,04
0,25
0,30
0,49
0,25
1,41
1,70
2,78
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam kandungan mineral fly ash
dari batu bara adalah:
a. Komposisi kimia batu bara
b. Proses pembakaran batu bara
c. Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak
untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian
korosi.
21
2. Proses Pembentukan Fly Ash (Abu Terbang)
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun
terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau
grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed system
atau yang dikenal dengan unggun pancar. Fluidized bed system adalah
sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga
benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam
pembakaran batu bara adalah teknik yang paling efisien dalam
menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium
pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan
minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai temperatur bakar batu
bara (300oC) maka diumpankanlah batu bara. Sistem ini menghasilkan abu
terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan
fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di
PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash
yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah (80-90%) berbanding (10-
20%). Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran
dimana batubara berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem
ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau
dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk
terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg.
Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi
(pandai besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri
22
tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan
bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah (15-25%)
berbanding (75-25%) (Koesnadi, 2008).
3. Sifat-sifat Fly Ash (Abu Terbang)
Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangan menguntungkan di dalam
menunjang pemanfaatannya yaitu :
a. Sifat Fisik
Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses
pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua
sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-
mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam
proses pembakaran batu bara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi
dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu
yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batu bara
terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau
berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batu bara
bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar
antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur
berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai
1000 m2/kg.
23
Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain :
1. Warna : abu-abu keputihan
2. Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88 %
b. Sifat Kimia
Komponen utama dari abu terbang batu bara yag berasal dari
pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi
oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan
belerang.
Sifat kimia dari abu terbang batu bara dipengaruhi oleh jenis batubara
yan dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran
batu bara lignit dan sub/bituminous menghasilkan abu terbang dengan
kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus.
Fly ash dapat bereaksi dengan kapur aktif dan air pada suhu kamar
(24oC – 27
oC). Bereaksi secara kimia dengan kapur ikat bebas
(CaOH)2, dari hasil proses hidrasi membentuk perekat.
Adapun reaksi kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:
Fly ash + Ca(OH)2 + H2O 3 CaO.SiO2.3H2O (C-S-H gel)
(Dirgahayu, Ketut. 2006.)
24
4. Klasifikasi Fly Ash
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F
dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya
calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut.
Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran
batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk
mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime,
hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO
< 10%).
Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-
bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-
cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila
bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya
mengandung kapur (CaO) > 20%.
5. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang)
Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang
dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak
buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara
digunakan dalam pabrik semen.
Adapun pemanfaatan fly ash antara lain digunakan sebagai :
25
a. Portland Cement
Fly ash digunakan untuk pengganti portland cement pada beton karena
mempunyai sifat pozzolanic. Sebagai pozzoland sangat besar
meningkatkan strength, durabilitas dari beton. Penggunaan fly ash dapat
dikatakan sebagai faktor kunci pada pemeliharaan beton tersebut.
Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian berat semen
padaumumnya terbatas pada fly ash kelas F. Fly ash tersebut dapat
menggantikan semen sampai 30% berat semen yang dipergunakan dan
dapat menambah daya tahan dan ketahanan terhadap bahan kimia.
Fly ash juga dapat meningkatkan workability dari semen dengan
berkurangnya pemakaian air. Produksi semen dunia pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 2 milyard ton, di mana penggantian dengan fly
ash dapat mengurangi emisi gas carbon secara dramatis.
b. Batu Bata
Batu bata dari ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di Windhoek,
Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut akan cenderung
untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang teratur. Hal ini terjadi ketika
batu bata tersebut kontak dengan air dan reaksi kimia yang terjadi
menyebabkan batu bata tersebut memuai.
26
Selain itu abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat
beragam antara lain :
a. penyusun beton untuk jalan dan bendungan
b. penimbun lahan bekas pertambangan
c. bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori
d. bahan penggosok (polisher)
e. filler aspal, plastik, dan kertas
f. pengganti dan bahan baku semen
g. aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
E. Kapur
Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh
sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan
bangunan, bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian. Bahan
Kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen,
membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium.
Istilah Umumnya kapur yaitu bahan yang mengandung kalsium anorganik, di
mana karbonat, oksida dan hidroksida mendominasi. Tepatnya, kapur adalah
kalsium oksida atau hidroksida kalsium.
1. Sifat-sifat batu kapur
Batu kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah
menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan menjadi proses
27
dekarbonasi (pengusiran CO2) : hasilnya disebut kampur atau quick lime
yang dapat dihidrasi secara mudah menjadi kapur hydrant atau kalsium
hidroksida (Ca(OH)2). Pada proses ini air secara kimiawi bereaksi dan
diikat oleh CaO menjadi Ca(OH)2 dengan perbandingan jumlah molekul
sama.
2. Jenis-jenis Kapur
Berdasarkan SNI 03-4147-1996 terdapat 3 jenis kapur, yaitu:
a. Kapur tohor/ quick lime (CaO) adalah hasil dari pemanasan batuan
kapur, yang dalam perdagangan dapat dijumpai bermacam-macam
hasil pembakaran kapur ini.
b. Kapur padat / hydrated lime adalah bentuk hidroksida dari kalsium
atau magnesium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga
bereaksi dan mengeluarkan panas. Digunakan terutama untuk bahan
pengikat dalam adukan bangunan.
c. Kapur hidraulik, CaO dan MgO tergabung secara kimia dengan
pengotor- pengotor. Oksida kapur ini terhidrasi secara mudah dengan
menambahkan air ataupun membiarkannya di udara terbuka, pada
reaksi ini timbul panas.
3. Pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :
a. Bahan bangunan.
Bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan
untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun
semen merah.
28
b. Sebagai bahan ikat pada beton. Bila dipakai bersama-sama semen
portland, sifatnya menjadi lebih baik dan dapat mengurangi kebutuhan
semen portland.
d. Sebagai batuan jika berbentuk batu kapur.
e· Sebagai bahan pemutih.