hubungan karakteristik ibu dengan kecukupan asi
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU MENYUSUI DENGAN KECUKUPAN ASI DI BPM ENY HANDAYANI
KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KUDUS
PROPOSAL RISET Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan (D3)
Disusun oleh :
NIKEN WAHYU HIDAYATINIM : VIII.11.2074
Pembimbing :1. Nasriyah, S.SiT, M.Keb 2. Indah Puspitasari, S.SiT
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktik pemberian ASI atau bayi yang disusui di Indonesia cenderung
menurun. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 menunjukkan bahwa bayi dan anak usia bawah lima tahun (balita)
yang pernah disusui adalah 95,2%, sedangkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 bayi dan anak bawah dua tahun (baduta) yang
pernah disusui hanya 90,3% (Depkes RI, 2010).
Menyusui merupakan aktivitas yang sangat penting baik bagi ibu
maupun bayinya. Dalam proses menyusui terjadi hubungan yang erat dan
dekat antara ibu dan anak. Tentunya kaum ibu ingin dapat melaksanakan
aktivitas menyusui dengan nyaman dan lancar.Namun demikian, terkadang
ada hal-hal yang mengganggu kenyamanan dalam menyusui.Sering kali, ibu
mengeluh bahwa Air Susu Ibu (ASI)-nya tidak keluar atau tidak mencukupi
kebutuhan bayi (Prasetyono, 2009).
Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2010 ditemukan
berbagai alasan ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi diantaranya
produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap modern (4%),
masalah putting susu (28%), pengaruh iklan susu(16%) dan pengaruh orang
lain (4%).
Jumlah produksi ASI memang sedikit pada hari-hari pertama pasca
kelahiran.Hal inilah yang semakin menguatkan anggapan bahwa ASI tidak
mencukupi kebutuhan bayi sehingga bayi sering menangis. Sebenarnya,
setelah diisap bayi ASI yang tadinya keluar sedikit akan menjadi banyak.
Pada prinsipnya, semakin sering ASI diisap, semakin banyak pula ASI yang
diproduksi tubuh ibu (Riksani, 2012).Secara lebih cepat juga dapat diketahui
kecukupan ASI dengan melakukan penimbangan berat badan bayi sebelum
dan setelah menyusui, selain itu juga memperhatikan berapa kali bayi
kencing. Bila bayi hanya mendapat ASI saja, ia dapat mengeluarkan air
kencing paling kurang 6 kali sehari (Andriyani, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecukupan ASI ibu adalah frekuensi
penyusuan, berat badan bayi, umur kehamilan saat melahirkan, umur ibu,
keadaan psikologis ibu, ibu yang merokok, ibu yang alkoholik, penggunaan
pil kontrasepsi (Kodrat, 2010).Dengan keluhan mengenai kecukupan ASI,
dalam penelitian Sa’roni (2004), dikemukakan bahwa proses pemberian ASI
eksklusif dapat terhambat jika keluhan kurangnya kecukupan ASI oleh ibu
karena ibu akan mudah memberikan makanan tambahan seperti susu
formula.Mardiyaningsih (2011) dalampenelitiannya yang dilakukan di Rumah
Sakit Wilayah Jawa Tengah menjelaskan bahwa 29% ibu postpartum
berhenti menyusui karena produksiASI berkurang. Hal tersebut dikarenakan
bayi tidak menyusu dan bayi jarang menyusu. Bila bayi jarang menyusu
karena bayi tidak mau menyusu maka berakibat kurang baik, karena isapan
bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI.
Fenomena banyaknya ibu yang bekerja di luar rumah sekarang ini,
semakin parahnya kekhawatiran ibu bahwa ASI-nya tidak akan mencukupi
kebutuhan bayi saat ditinggal bekerja (Prasetyono, 2009). Terlebih lagi jika
melihat kondisi fisik ibu seperti usianya yang semakin bertambah sehingga
mudah mengalami kelelahan yang berujung pada keengganan menyusui,
seringnya melahirkan, rendahnya pendidikan ibu yang berakibat pada
kurangnya informasi yang diperoleh ibu tentang menyusui bagi ibu bekerja.
Bidan Praktik Mandiri (BPM) Eny Handayani Kaliwungu Kudus
merupakan salah satu tempat pelayanan kebidanan yang melaksanakan
inisiasi menyusu dini (IMD) dan memberikan pendidikan kesehatan tentang
menyusui (manajemen laktasi) kepada ibu hamil dan ibu pasca
bersalin.Namun menurut keterangan Bidan Eny Handayani, masih ada
keluhan-keluhan dari kliennya berkaitan dengan masalah-masalah menyusui
terutama syndrome ASI kurang atau ketidakcukupan ASI ibu sehingga
menyebabkan pelaksanaan ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Bahkan
klien atau ibu menyusui yang bekerja sering melakukan konsultasi berkaitan
dengan susu formula yang baik bagi bayi jika ditinggal bekerja.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang ibu
menyusui dengan metode wawancara terstruktur pada 10 Maret
2014.Diperoleh jawaban bahwa 6 ibu sudah berumur > 35 tahun dengan
pendidikan terakhir SMP dan telah memiliki 2-3 anak. Dari ke-6 ibu tersebut,
1 diantaranya mengatakan kondisi pengeluaran ASI-nya sedikit.Kemudian, 2
ibu berumur 20-35 tahun dengan pendidikan terakhir SMP-SMA dan sudah
memiliki 2 orang anak. Dari ke-2 ibu tersebut, 1 diantaranya mengatakan
kondisi pengeluaran ASI-nya sedikit.Sedangkan 2 orang ibu lagi berumur
<20 tahun dengan pendidikan terakhir SMA dan baru memiliki 1 orang anak.
Dari ke-2 ibu tersebut, 1 diantaranya mengatakan kondisi pengeluaran ASI-
nya sedikit. Diperoleh data pula bahwa 7 ibu bekerja di luar rumah sebagai
buruh di perusahaan swasta, 2 diantaranya mengatakan kondisi
pengeluaran ASI-nya sedikit.dan 3 orang merupakan ibu rumah tangga, 1
diantaranya mengatakan kondisi pengeluaran ASI-nya sedikit. Ditanyakan
tentang seputar masalah kecukupan ASI, semua ibu menjawab bahwa ASI-
nya tidak cukup dengan alas an ibu bekerja, bayinya sering rewel, minumnya
banyak yang menandakan pemberian ASI saja tidak cukup untuk kebutuhan
bayinya.Selain itu, mereka mengatakan tidak puas dengan kondisi berat
badan bayinya ketika diberikan ASI saja. Oleh karena itu, banyak ibu yang
memberikan makanan tambahan seperti susu formula, bubur serta pisang,
ketika bayinya berumur kurang dari 6 bulan, sehingga diharapkan bayi
mereka gemuk dan tumbuh sehat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul
”Hubungan Karakteristik Ibu Menyusui dengan Kecukupan ASI di BPM Eny
Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus tahun 2014”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Uraian-uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang dapat
dirumuskan sebuah masalah “Apakah ada hubungan karakteristik ibu
menyusui dengan kecukupan ASI di BPM Eny Handayani Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Kudus tahun 2014?”
C. PertanyaanPenelitian
1. Bagaimanakah distribusi responden terhadap karakterisik ibu menyusui
(umur ibu, pendidikan terakhir, pekerjaan dan paritas ibu) di BPM Eny
Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus?
2. Bagaimanakah kecukupan ASI di BPM Eny Handayani Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Kudus?
3. Apakah ada hubungan karakteristik ibu menyusui dengan kecukupan ASI
di BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus?
D. TujuanPenelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan karakteristik (umur,pendidikan
terakhir, pekerjaan dan paritas ibu) dengan kecukupan ASI di BPM Eny
Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi responden terhadap karakteristik ibu
menyusui meliputi umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan paritas
ibu di BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus
b. Untuk mengetahui kecukupan ASI di BPM Eny Handayani
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.
c. Untuk menganalis hubungan karakteristik ibu menyusui dengan
kecukupan ASI di BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kudus.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Bagi peneliti diharapkan dapat memberikan pengalaman secara
langsung, yaitu dengan mengaplikasikan berbagai teori dan konsep
yang didapatkan dari bangku kuliah ke dalam bentuk penelitian.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi motivasi tenaga kesehatan untuk selalu
memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen laktasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para mahasiswa
selanjutnya yang sedang melaksanakan proses penyusunan riset.
4. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
dalam upaya peningkatan produksi ASI serta dapat menginformasikan
kepada masyarakat tentang kecukupan ASI.
F. RuangLingkup Penelitian
1. Lingkup tempat
Tempat yang akan digunakan untuk proses pengumpulan data
adalah di BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Kudus.
2. Lingkup waktu
Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan April 2014 di BPM
Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.
3. Lingkup sasaran
Sasaran yang akan digunakan dalam penyusunan penelitian ini
adalah para ibu menyusuidi BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kudus.
G. KeaslianPenelitian
Penelitian yang berjudul Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kecukupan
ASI di BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus ini
belum pernah diteliti sebelumnya, namun ada penelitian sejenis yaitu :
Judul/Nama Peneliti
Metode Hasil Perbedaan
Hubungan umur ibu dan paritas dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia 0-6 bulan di Puskesmas Pembina
Metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional dengan responden semua ibu yang memiliki bayi
1. Responden yang pernah memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (37%)
2. Responden yang pernah memberikan ASI
Variabel Independent dan lokasi penelitian serta waktu
Palembang tahun 2013 oleh Mursyida A. Wadud
yang berusia 7-12 bulan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan panduan kuesioner
eksklusif pada bayinya dengan berumur tua (54,2%)
3. Responden yang pernah memberikan ASI eksklusif pada bayinya paritas tinggi (61,9%)
4. Ada hubungan antara umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,026)
5. Ada hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,004)
Hubungan pendidikan dan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekar Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2011 oleh Husnaria
Penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel yang digunakan adalah ibu yang memiliki bayi usia 7-24 bulan dipilih dengan simple random sampling. Alat pengumpul data adalah kuesioner dengan metode angket.
1. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi (x2
hitung=0,425)2. Tidak ada
hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi (x2hitung=2,199)
Variabel Independent dan lokasi penelitian serta waktu
Hubungan karakteristik ibu menyusui dengan kecukupan ASI di BPM Eny Handayani Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus tahun 2014 oleh Niken Wahyu Hidayati
Variabel Independent dan lokasi penelitian serta waktu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI)
1. Definisi ASI
ASI adalah air susu yang keluar dari seorang ibu pasca
melahirkan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu
cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel darah putih,
antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang
dapat membunuh bakteri dan virus. ASI eksklusif adalah pemberian
hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain, baik berupa susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2005).
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam
larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi
oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi
bayinya. ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada
bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan
pertama (Baskoro, 2008).
ASI merupakan makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi.
Kandungan gizi yang tinggi dan adanya zat kebal didalamnya membuat
ASI tidak tergantikan oleh susu formula yang paling hebat dan mahal
sekalipun (Nurheti, 2010).
ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya
makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI
cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu,
secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ
pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistem
pencernaan bayi usia dini belum diberikan pada bayi ASI saja hingga
usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun (Arief,
2009).
2. Pengelompokan ASI
Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3
bagian yaitu :
a. ASI Stadium I
ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan
cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1
sampai hari ke-4. Setelah persalinan komposisi kolostrum ASI
mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan
disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup.
Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang
membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir
segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi
yang mendapat ASI pada minggu ke-1 sering defekasi dan feses
berwarna hitam.
b. ASI Stadium II
ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada
hari ke-4 sampai hari ke-10. Komposisi protein makin rendah,
sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi dan jumlah volume
ASI semakin meingkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap
aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap
lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga
kondisi fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh
karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan
kalsium dalam makanan ibu.
c. ASI Stadium III
ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari
hari ke-10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang
terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai
berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan
makanan lain selain ASI. Dimulai dengan makanan yang lunak,
kemudian padat dan makanan biasa sesuai dengan umur bayi. Telur
akan lebih aman sesuai diberi setelah satu tahun karena sistem
pencernaan bayi telah siap mengatasi alergi yang dapat ditimbulkan
oleh jenis proteinnya.
(Hubertin, 2004)
3. Komposisi ASI
Menurut Roesli (2008), pada ibu yang sehat dengan produksi ASI
yang cukup, ASI merupakan satu-satunya makanan yang paling baik
dan cukup untuk bayi sampai 6 bulan, berikut beberapa hal yang ada
dalam komposisi ASI :
a. Kabohidrat
Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya
berubah-rubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh kembang bayi.
Rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI adalah 7:4 sehingg ASI
terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI.
Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang penting
untuk pertumbuhan sel syarat otak dan pemberi energi untuk kerja
sel-sel syaraf. Selain itu karbohidrat memudahkan penyerapan
kalsium mempertahankan faktor bifidus di dalam usus (faktor yang
menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadikan
tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan dan
mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibodi bayi.
b. Protein
Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI.
Namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein di
dalamnya hampir selueuhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi
yaitu protein unsur whey. Perbandingan protein unsur whey dan
casein dalam ASI adalah 65:35, sedangkan dalam PASI 20:80.
Artinya protein dalam PASI hanya sepertiganya protein ASI yang
dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus membuang dua
kali lebih banyak protein yang sukar diabsorbsi.
c. Lemak
Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian
meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali
diisap oleh bayi dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak
pada lima menit pertama isapan akan berbeda dengan 10 menit
kemudian, kadar lemak pada hari pertama berbeda dengan hari
kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan
kebutuhan energi yang diperlukan.
Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai
panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat mudah
dicerna karena mengandung enzim lipase. Lemak dalam bentuk
Omega 3, Omega 6 dan DHA yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan sel-sel jaringan otak.
d. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya
relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur
6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang
sangat stabil dan mudah diserap dan jumlahnya tidak dipengaruhi
oleh diet ibu. Dalam PASI kandungan mineral jumlahnya tinggi,
tetapi sebagian besar tidak dapat diserap, hal ini akan memperberat
kerja usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan
meningkatkan kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan kembung,
gelisah karena obstipasi atau gangguan metabolisme.
e. Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat
mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena
bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K.
(Baskoro, 2008).
4. Volume Produksi ASI
Pada bulan terakhir kehamilan kelenjar-kelenjar pembuat air susu
mulai menghasilkan ASI. Dalam kondisi normal, pada hari pertama dan
kedua sejak lahir, air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml sehari.
Jumlahnyapun meningkat hingga 500 ml pada minggu kedua.Dan
produksi ASI semakin efektif dan terus menerus meningkat pada hari
10-14 hari setelah melahirkan.Bayi yang sehat mengkonsumsi 700 -800
ml ASI setiap hari.Setelah memasuki masa 6 bulan volume pengeluaran
ASI mulai menurun (Prasetyono, 2009).
5. Struktur Payudara
Payudara wanita dirancang untuk memproduksi ASI.Pada setiap
payudara terdapat 20 lobus dan setiap lobus memiliki sistem saluran
(duct sistem). Saluran utama bercabang menjadi saluran-saluran kecil
yang berakhir pada sekelompok sel-sel yang memproduksi susu, yang
dinamakan alveoli. Saluran melebar menjadi tempat penyimpanan susu,
yang bermuara pada puting payudara. Adapun sel-sel otot mengelilingi
alveoli (Prasetyono, 2009).
6. Produksi ASI
Setelah melahirkan, laktasi dikontrol oleh dua macam reflek.
Pertama, reflek produksi air susu (milk production refleks). Bila bayi
menghisap puting payudara, maka akan diproduksi suatu hormon yang
disebut prolaktin (prolactin), yang mengatur sel-sel dalam alveoli agar
memproduksi air susu. Air susu tersebut dikumpulkan dalam saluran-
saluran air susu. Kedua, refleks mengeluarkan (let down reflex). Isapan
bayi juga merangsang produksi hormon lain yang dinamakan oksitosin
(oxytocin), yang membuat sel-sel otot di sekitar alveoli berkontraksi,
sehingga air susu didorong menuju puting payudara. Jadi, semakin bayi
menghisap semakin banyak air susu yang dihasilkan (Prasetyono,
2009).
Reflex let down adalah rangsangan dari isapan bayi dilanjutkan ke
neurohipofise (hipofisis posterior) yang mengeluarkan oksitosin. Hormon
oksitosin diangkut ke uterus melalui aliran darah yang menimbulkan
kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ
tersebut.Oksitosin sampai ke alveoli mempengaruhi sel miopitelium.
Kontraksi dari sel akan memeras susu keluar dari alveoli masuk ke
ductus yang akan mengalir melalui ductus lactiferus masuk ke mulut
bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan reflex let down adalah melihat
bayi, mendengarkan suara bayi, mencium dan memikirkan bayi,
sedangkan yang menghambat adalah keadaan bingung atau pikiran
kacau, takut, merasa sakit, atau malu ketika menyusui dan cemas
(Kristiyanasari, 2009).
Bayi mempunyai suatu refleks pengisapan (suckling reflex).
Dengan adanya refleks ini, air susu akan diperas dari ampula menuju
mulut bayi. Pengisapan puting menunjukan gerakan yang berbeda, jika
dibandingkan dengan pengisapan dot (Prasetyono, 2009).
Produksi ASI memang bisa meningkat dan juga bisa menurun.Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI meliputi faktor ibu
dan faktor bayi. Faktor ibu yang mempengaruhi produktivitas ASI
menurut Laksono (2010), adalah sebagai berikut :
a. Makanan
Kualitas dan produksi ASI dipengaruhi oleh makanan yang
dikonsumsi ibu sehari-hari. Pada masa menyusui, ibu tentu harus
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan beraneka
ragam. Adanya beragam mitos yang berkembang di masyarakat
mengenai jenis-jenis makanan tertentu, justru membuat ibu
kehilangan zat gizi sebenarnya yang dibutuhkan tubuh selama
masa menyusui. Kelancaran produksi ASI akan terjamin apabila
makanan yang dikonsumsi oleh ibu setiap hari cukup akan zat gizi
dibarengi pola makan teratur.
b. Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan ketika melahirkan dapat mempengaruhi
produktivitas ASI pada sang ibu. Jika bayi lahir sebelum atau jauh
setelah waktu melahirkan yang seharusnya maka kelahiran yang
seperti ini biasanya akan menimbulkan permasalahan tersendiri
pada produktivitas ASI ibu.
Biasanya bayi yang lahir premature (umur kehamilan kurang
dari 34 minggu) sangat lemah sehingga bayi tidak mampu
mengisap secara efektif. Dengan begitu maka produksi ASI ibu
yang melahirkan anak premature akan lebih rendah daripada bayi
yang lahir tidak premature. Biasanya lemahnya kemampuan
mengisap pada bayi premature dapat disebabkan berat badan yang
rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
c. Umur ibu
Dalam hal ini umur memang berpengaruh dengan produksi
ASI.Seperti yang dijelaskan oleh beberapa peneliti. Pada ibu
menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi
berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari 25 bayi.
Makin muda tua usia ibu makin banyak pengalamannya
dalam merawat bayinya khususnya dalam pemberian ASI eksklusif.
Akan tetapi ada pendapat lain bahwa mempunyai anak diusia muda
seorang perempuan akan berusaha belajar dalam merawat
anaknya dengan lebih baik, pemenuhan kebutuhan bagi si bayi
selalu diupayakan agar anaknya lebih baik, nyaman dan sehat serta
dapat lebih dekat dengan orang tuanya.
d. Kondisi psikis
Kondisi ibu yang mudah cemas dan stress dapat
mengganggu laktasi sehingga dapat berpengaruh pada produksi
ASI. Hal ini dikarenakan stress dapat menghambat pengeluaran
ASI. ASI akan keluar dengan baik pada ibu yang merasa rileks dan
nyaman. Penelitian mengkaji beberapa dampak dari berbagai tipe
stress ibu. Hasilnya penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut
yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI (Prasetyono, 2009).
e. Ibu perokok aktif
Ibu yang merokok ternyata dapat mengurangi volume
produksi ASInya.sebab rokok dapat mengganggu hormone prolaktin
dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok juga dapat menstimulasi
pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Terdapat hubungan antara merokok dan
penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung.
Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa
prevalensi ibu perokok yang masih menyusui 6-12 minggu setelah
melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak merokok dari
kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok
mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Ibu yang merokok
lebih dari 10 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 35%-50% lebih
rendah pada hari pertama dan hari ke-21 setelah melahirkan
dibanding dengan yang tidak merokok (Prasetyono, 2009).
f. Ibu konsumsi alkohol
Tentu saja ibu yang mengkonsumsi alkohol dapat
menurunkan produktivitas ASI. Walaupun minuman alkohol dosis
rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rilek sehingga
membantu proses pengeluaran ASI namun di sisi lain etanol dapat
menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan
merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8
gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62%
dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim
32% dari normal (Laksono, 2010).
g. Penggunaan pil kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan
progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI,
sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada
dampak terhadap volume ASI.WHO merekomendasikan pil
progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.
Sedangkan faktor bayi yang mempengaruhi produksi ASI antara
lain:
a. Frekuensi penyusuan pengaruhi produktivitas ASI
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan
bahwa produksiASI akan optimal dengan pemompaan ASI
lebih dari 5 kali per hari selamabulan pertama setelah
melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayiprematur
belum dapat menyusu. Studi lainyang dilakukan pada ibu
dengan bayi cukup bulanmenunjukkan bahwa frekuensi
penyusuan 10 3 kali perhari selama 2minggu pertama
setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI
yangcukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam Laksono, 2010).
Berdasarkan hal inidirekomendasikan penyusuan paling
sedikit 8 kali perhari pada periode awalsetelah
melahirkan.Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan
kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
b. Berat badan bayi mempengaruhi produktivitas ASI
Berat badan bayi memang bisa mempengaruhi produktivitas
ASI.Terdapat hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan
lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir.Bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI
yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500
gram). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi
frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi
berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormone
prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
7. Mengukur produksi ASI
Indikator terbaik kecukupan air susu adalah peningkatan berat
badan dan pengosongan payudara. Diharapkan bahwa bayi baru lahir
akan :
a. minimum 3-4 kali buang air besar, fesesnya harus sekitar 1 sendok
makan atau lebih dan setelah hari ketiga fesesnya berwarna kuning;
b. buang air kecil minimal 1-2 kali pada hari pertama dan 6 kali atau
lebih setiap hari setelah hari ketiga;
c. mengalami peningkatan berat badan lebih dari 15-30 gram perhari
setelah air susu matur keluar;
d. memiliki berat badan yang sama dengan atau di atas berat badan
lahir pada usia 10 hari (Varney, 2007).
8. Penilaian kecukupan ASI pada bayi
Bayi usia 0 - 4 bulan atau 6 bulan dapat dinilai cukup pemberian
ASInya bila tercapai keadaan sebagai berikut :
a. Bayi buang air kecil dalam satu hari lebih dari 6 kali.
b. Warna saat buang air kecil tidak berwarna kuning pucat.
c. Bayi terlihat puas setelah diberikan ASI.
d. Bayi sewaktu-waktu merasa lapar bangun dan setelah diberikan ASI
tertidur pulas.
e. Bayi dalam satu hari menyusu kepada ibu minimal 10 kali.
f. Jika bayi menyusu ibu merasa geli karena aliran ASI yang keluar.
g. Ibu mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menyusu.
h. Bayi mengalami penambahan berat badan dan tinggi badan sesuai
dengan kurve pertumbuhan normal (Tri, 2009)
9. Manfaat ASI
Besarnya manfaat ASI telah dikampanyekan oleh United Nations
Children’s Fund (UNICEF) melalui pekan menyusui sedunia atau World
Breastfeeding Week yang diselenggarakan setiap tanggal 17 Agustus.
Kampanye itu antara lain mengajak masyarakat diseluruh dunia,
terutama kaum ibu untuk memberikan manfaat ASI kepada bayi serta
mengenal manfaat pemberian ASI bagi dirinya sendiri (Novianti, 2009).
a. Manfaat ASI untuk ibu yang menyusui adalah sebagai berikut :
1) Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan
meningkatkan kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko
perdarahan.
2) Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke
ukuran sebelum hamil.
3) Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga mempercepat
penurunan berat badan.
4) Menyusui mengurangi resiko terkena kanker rahim dan kanker
payudara.
5) ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan keluar rumah tanpa
harus membawa perlengkapan seperti botol, kaleng susu
formula dan air panas.
6) ASI tidak basi karena selalu diproduksi oleh payudara.
b. Manfaat ASI untuk bayi adalah sebagai berikut :
1) ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi
dengan komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan
bayi.
2) ASI mudah dicerna oleh bayi.
3) ASI kaya akan antibodi yang membantu melawan infeksi dan
penyakit lainnya.
4) ASI menurunkan resiko diare, infeksi saluran kemih dan
menurunkan resiko kematian bayi mendadak.
c. Manfaat ASI untuk keluarga adalah sebagai berikut :
1) Menghemat pengeluaran karena tidak harus membeli susu
formula
2) Bayi sehat, sehingga keluarga bisa berhemat untuk biaya
perawatan kesehatan.
3) Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi alamiah dari
menyusui. (Novianti, 2009)
Menurut Roesli (2008), manfaat ASI sebagai berikut :
a. Bagi bayi
1) Air Susu Ibu (ASI) sebagai nutrisi
Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber gizi yang sangat ideal
dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan
kebutuhan dan pertumbuhan bayi
2) Air Susu Ibu (ASI) meningkatkan daya tahan tubuh
Imunoglobulin 4 di Air Susu Ibu (ASI) setelah dihisap bayi akan
menempel dalam lumen usus bayi yang mencegah
mengangkatnya kuman.
3) Air Susu Ibu (ASI) meningkatkan kecerdasan bayi
Komposisi Air Susu Ibu (ASI) dan berbagai faktor pertumbuhan
yang ada dalam Air Susu Ibu (ASI) sangat menentukan proses
pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak bayi.
4) Air Susu Ibu (ASI) meningkatkan jalinan kasih sayang
Ibu-anak (bonding)
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusui
akan merasakan kasih sayang ibunya.
5) Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.
6) Melindungi anak dari serangan alergi.
7) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan
otak sehingga bayi Air Susu Ibu (ASI) potensial lebih pandai.
8) Meningkatkan daya pengelihatan dan kepandaian bicara.
9) Membantu pembentukan rahan yang bagus.
10) Mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada
anak dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit
jantung.
11) Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif
akan lebih cepat bisa berjalan.
12) Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,
katangan spiritual dan hubungan sosial yang baik.
c. Bagi ibu
1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan
Apabila bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan
terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post partum) akan
berkurang.
2) Mengurangi terjadinya anemia
Mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau
anemia karena kekurangan zat besi.
3) Menjarangkan kehamilan
Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan
cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum
haid, 98 % tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan dan 96 % tidak akan hamil sampai bayi berusia 12
bulan.
4) Mengecilkan rahim
Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat
membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses
pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan ibu yang tidak
menyusui.
5) Lebih cepat langsing kembali
Oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan
mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan
demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali
ke berat badan sebelum hamil.
6) Mengurangi kemungkinan menderita kanker
Pada umumnya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui
sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, di duga angka kejadian
kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25 %.
7) Lebih ekonomis / murah
Dengan memberi ASI berarti menghemat pengeluaran untuk susu
formula, perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan
minum susu formula. Selain itu pemberian ASI juga menghemat
pengeluaran untuk berobat bayi, misalnya biaya jasa dokter,
biaya pembelian obat-obatan, bahkan mungkin biaya perawatan
di rumah sakit.
8) Tidak merepotkan dan hemat waktu
ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan
atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa
menunggu agar susu tidak terlalu panas.
9) Portabel dan praktis
Mudah dibawa kemana-mana(portable) sehingga saat bepergian
tidak perlu membawa berbagai alat untuk minum susu. Selain itu
bisa diberikan dimana saja dan kapan saja.
10) Memberi kepuasan bagi ibu
Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan
kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam.
d. Bagi Keluarga
1) Mudah pemberiannya
Menyusui sangat praktis karena dapat diberikan dimana
saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air
masak botol dan dot yang selalu harus dibersihkan.
2) Menghemat biaya
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang digunakan untuk
membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain.
3) Mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera
Kebahagiaan keluarga bertambah karena kelahiran jarang,
sehingga suasan kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan
hubungan bayi dan keluarga.
e. Bagi Negara
1) Pemberian ASI menurunkan kebutuhan uang devisa negara untuk
susu formula.
2) Pemberian ASI menurunkan beban anggaran program kesehatan
masyarakat karena dampak positif ASI terhadap kesehatan bayi
dan ibu.
3) Menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas,
penerus bangsa yang tangguh. (Roesli, 2008)
10. Langkah- Langkah Menyusui Yang Benar
Menurut Tri (2009), langkah-langkah menyusui yang baik dan
benar meliputi hal-hal berikut :
a. Persiapan mental dan fisik ibu menyusui
Ibu yang akan menyusui harus dalam keadaan tenang. Bila
perlu minum segelas air sebelum menyusui. Hindari menyusui dalam
keadaan lapar dan haus. Sediakan tempat dengan peralatan yang
diperlukan, seperti kursi dengan sandaran punggung dan sandaran
tangan, bantal untuk menopang tangan yang menggendong bayi.
b. Hygiene personal ibu menyusui
Sebelum menggendong bayi untuk menyusui, tangan harus
dicuci bersih. Sebelum menyusui, tekan daerah areola di antara
telunjuk dan ibu jari sehingga keluar 2-3 tetes ASI, kemudian
dioleskan ke seluruh puting dan areola. Cara menyusui yang terbaik
adalah bila ibu melepaskan BH dari kedua payudara.
c. Menyusui bayi sesuai dengan permintaan bayi
Susukan bayi sesuai dengan kebutuhannya (”on demand“),
jangan dijadwalkan. Biasanya kebutuhan terpenuhi dengan
menyusui tiap 2-3 jam sekali. Setiap kali menyusui, lakukanlah pada
kedua payudara kiri dan kanan secara bergantian, masing-masing
sekitar 10 menit. Mulailah dengan payudara sisi terakhir yang disusui
sebelumnya. Periksa ASI sampai payudara terasa kosong.
d. Setelah selesai menyusui, oleskan ASI lagi seperti awal menyusui
tadi. Biarkan kering oleh udara sebelum kembali memakai BH.
Langkah ini berguna untuk mencegah lecet.
e. Membuat bayi bersendawa setelah menyusui harus selalu
dilakukan, untuk mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi
tidak kembung dan muntah.
Bila terjadi keadaan lecet pada puting dan atau sekitarnya,
sebaiknya ibu tetep menyusui dengan mendahului pada puting yang
tidak lecet. Sebelum diisap, puting yang lecet dapat diolesi es untuk
mengurangi rasa sakit. Yang lebih penting dari kejadian ini adalah
mencari penyebab lecet tersebut yang tentunya harus dihindari.
Keadaan engorgement (payudara bengkak) yang sering terjadi
pada payudara yang elastisitasnya kurang. Untuk mengatasinya,
kompres payudara dengan handuk hangat kira-kira 4-5 menit, kemudian
dilakukan masase dari tepi ke arah puting hingga ASI keluar. Setelah itu
baru bayi disusukan. Jangan berhenti menyusui dalam keadaan ini.
11. Faktor Penyebab Berkurangnya ASI
Faktor penyebab berkurangnya ASI menurut Ikatan Dokter Anak
Indonesia (2008), adalah sebagai berikut:
a. Faktor Menyusui
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak
melakukan inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum
dari botol atau dot sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan
perlekatan bayi pada saat menyusui.
b. Faktor Psikologi Ibu
Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah
dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian
anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan
menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu
memproduksi ASI umumnya produksi ASI akan berkurang. Stress,
khawatir, ketidakbahagiaan ibu pada periode menyusui sangat
berperan dalam mensukseskan pemberian ASI.Peran keluarga
dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar (IDAI, 2008).
B. Karakteristik Ibu Menyusui
a. Umur
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan)(Hoetomo, 2005). Untuk mengetahui umur seseorang maka
dapat dilihat dari akta kelahiran, kartu kelahiran, ijazah atau dokumen
lain yang berhubungan dengan identitas seseorang.
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan, persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh
sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat
mendukung dalam proses pembentukkan dan produksi ASI, sedangkan
umur yang kurang dari 20 tahun dianggapmasih belum matang secara
fisik, mental dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan
serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya,
sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan
menurun, selain itu bias terjadi resiko bawaan pada bayinya dan juga
dapat mengakibatkan kesulitan pada kehamilan, persalian dan nifas.
Umur ibu sangat menetukan kesehatan maternal karena
berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara
mengasuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20
tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan sosial
dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta dalam membina bayi
yang dilahirkan (Depkes RI, 2004).
Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana reproduksi
hormon relative berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun,
sedangkan pada usia (12-19 tahun) harus dikaji pula secara teliti karena
perkembangan fisik, psikologis, maupun sosialnya belum siap sehingga
dapat mengganggu keseimbangan psikologi dan dapat mempengaruhi
dalam produksi ASI. (Mursyida, 2013)
b. Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau
sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila
berat badan tak diketahuimaka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu
(Siswosudarmo, 2008).
Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil atau pernah
hamil berdasarkanjumlahnya menurut Perdiknakes-WHO-JPHIEGO
(2007), yaitu :
a. Primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kali
b. Multigravida dalah wanita yang pernah hamil beberapa kali, dimana
kehamilan tersebut tidak lebih dari 5 kali
c. Grandemultigravida adalah wanita yang pernah hamil lebih dari 5
kali
Menurut sumber lain (Siswosudarmo, 2008) jenis paritas bagi ibu
yang sudah partus antara lain yaitu :
a. Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang
mampu hidup
b. Primipara adalahwanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang
telah mencapai tahap mampu hidup
c. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua janin viabel atau
lebih
d. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima anak
atau lebih
Seorang ibu dengan anak pertamanya mungkin akan mengalami
masalah ketika menyusui sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara
yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman
menyusui yang kurang baik yang dialami orang lain, hal ini memungkin
ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayinya . (Eni, 2010)
Menurut Arini.H (2012), paritas dalam menyusui adalah
pengalaman pemberian ASI Eksklusif, menyusui pada anak
sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga, serta pengetahuan
tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk
menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan atau petugas kesehatan
lainnya, juga kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang
pertama kali hamil.
c. Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara
Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang
dapat mempenggaruhi tingkah laku manusia. Pendidikan akan
mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu
yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka
mereka yang tidak berpendidikaan, karena mereka yang berpendidikan
tinggi mampu menghadapi tantangan dengan rasional.
Tingkat pendidikan adalah proses dimana orang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan terpilih dan terkontrol, khususnya yang
datang dari sekolah sehingga mereka dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu
yang optimal (Notoatmodjo, 2007). Manfaat menyusui hendaknya selalu
ditekankan dari segi pendidikan keluarga terutama pada masa remaja
karena pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang.Dengan
pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang
mempunyai pendidikan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di
bandingkan dengan yang berpendidikan lemah, sebab dengan
pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatu hal.
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005)
yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1) Tingkat pendidikan rendah
Terdiri dari SD
2) Tingkat pendidikan menengah
Terdiri dari SMP/sederajatnya, dan SMA/sederajatnya.
3) Tingkat pendidikan atas
Terdiri dari Diploma/sederajat, dan Sarjana/sederajatnya
(Koentjaraningrat,1997 dalam Nursalam, 2005).
d. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan ibu juga
diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu
dalam memberikan ASI Eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja
lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahiuan responden yang tidak
bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah
( sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai
informasi, terutama mendapatkan informasi tentang ASI Eksklusif.
Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan
pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila
ia tidak bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok
keluarganya, bekerja untuk perempuan sering kalibukan pilihan tetapi
karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangganya.
Menurust Utami Roesli (2005) bekerja bukan alasan untuk
menghentikan pemberian ASI Eksklusif selama paling sedikit 4 bulan
dan bila mungkin 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan
pengetahuan yang benar tentang menyusui, ada perlengkapan
memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja
dapat tetap memberikan ASI secara Eksklusif.
Menurut hasil penelitian Andryani (2005) diperoleh bahwa
sebanyak 52,5 % ibu yang bekerja mempunyai pengetahui menyusui
dengan baik dan 47,5 % ibu tidak bekerja memiliki pengetahuan kurang
baik tentang ASI Eksklusif.
Faktor Ibu yang mempengaruhi produksi dan kecukupan ASIMakanan Umur kehamilan saat melahirkanUmur ibuKondisi psikisIbu perokok aktifIbu yang alkoholikPenggunaan pil kontrasepsiFaktor Bayi yang mempengaruhi produksi dan kecukupan ASIFrekuensi menyusuiBerat badan bayi
C. Kerangka Teori
Keterangan :
= diteliti
= tidak diteliti
Gambar 2.1Kerangka Teori
(Sumber : Modifikasi Laksono, 2010; Andryani, 2005, Depkes RI, 2004; Hasbullah, 2005; Siswosudarmo, 2008)
Karakteristik Ibu Menyusui :1. Usia2. Pendidikan3. Paritas4. Pekerjaan
Kecukupan ASI1. Kenaikan berat badan
dan tinggi badan sesuai dengan kurve pertumbuhan normal.
2. Frekuensi menyusui.