hubungan iklim organisasi dengan kompetensi profesional
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak dan
terpenting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional
yaitu upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap, dan
berkelanjutan. Selain itu, memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju,
dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas (Ali, 2007). Salah satu
usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan,
yang bisa diwujudkan melalui pendidikan formal di sekolah.
Sementara itu, Sardiman (2005) mengemukakan bahwa pendidikan dan pengajaran
adalah satu usaha yang bersifat sadar tujuan, yang dengan sistematis terarah pada perubahan
tingkah laku menuju kedewasaan anak didik. Demi tercapainya kedewasaan anak didik, maka
dibutuhkan proses pendidikan yang bermutu. Hal ini didukung dan diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan tentang guru dan dosen (2009), bahwa guru yang profesional akan
menghasilkan proses dan hasil pendidikan yang bermutu dalam rangka mewujudkan insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Terkait dengan hal tersebut Undang-undang No.20
tahun 2003 (SISDIKNAS, Pasal 3), menyatakan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan demikian, melalui sistem
pendidikan yang baik diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
dan profesional serta mampu menjawab kebutuhan era globalisasi.
1
Pada realita yang terjadi dewasa ini, kualitas pendidikan di Indonesia mengalami
kemunduran. Sesuai dengan data yang diterima dari Education For All (EFA) Global
Monitoring Report 2012 The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) menyatakan bahwa negara Indonesia termasuk dalam kualitas pendidikan
terendah yang berada pada tingkatan 69 dari 127 negara
(http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html).
Sementara itu, data Human Development Index (HDI) tahun 2103 Indonesia naik tiga
peringkat berada peringkat dari 124 menjadi 121 dari 185 negara. Ada beberapa hal yang
menjadi penyebab rendahnya pendidikan di Indonesiayaitu kurangnya perhatian pemerintah
mengenai dunia pendidikan, rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan
rendahnya prestasi siswa yang menjadi pendukung dari keberhasilan pendidikan.
(http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/03/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-mei-
552591.html)
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dinyatakan bahwa guru adalah setiap guru diwajibkan memiliki kompetensi profesional.
Untuk itu guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma
IV (S1/ D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik dibuktikan dengan ijazah dan pemenuhan
persyaratan relevansi mengacu pada jenjang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran
yang dibina. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran
meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang dibuktikan dengan
sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi. Sertifikasi guru yang diadakan oleh
pemerintah merupakan suatu upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan guru. Melalui peningkatan kesejahteraan, guru diharapkan lebih optimal
menjalankan tugas dan fungsinya.
2
Adapun realitas yang terjadi pada sekolah-sekolah yang ada di Indonesia sekarang ini,
lewat koran maupun media elektonik lainnya menurut pengamatan penulis masalah sertifikasi
guru selalu menjadi bahan perdebatan sampai saat ini, hal ini dapat dilihat dari tata cara atau
aturan yang sering berubah bagi seorang guru untuk memiliki sertifikasi. Menurut Nurcholis
(2011) sertifikasi guru mempunyai tujuan meningkatkan kompetensi sekaligus kesejahteraan
guru, namun ternyata kurang sesuai dengan yang diharapkan. Guru yang telah lolos sertifikasi
ternyata kurang menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan dan pada umumnya
guru mengikuti sertifikasi terkait aspek finansial semata, yaitu untuk mendapat tunjangan
profesi. Hal senada juga diungkapkan Lisnurrochatun (2011) kompetensi profesional guru
tidak sekedar diukur dengan menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode. Tetapi guru
juga harus memiliki keterampilan tinggi dan wawasan luas terhadap dunia pendidikan serta
mampu memahami, memotivasi, dan mengoptimlakan potensi anak-anak selaku subjek didik
di sekolah.
SMK Negeri 3 Ambon merupakan salah satu sekolah kejuruan di kota Ambon yang
mempelajari teknik dan industry. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan seorang
guru, ditemukan bahwa SMK Negeri 3 Ambon sekarang adalah satu lembaga Pendidikan
Kejuruan Tingkat Menegah di kota Ambon yang dipercayakan pemerintah pusat sebagai
salah satu dari 97 SMK model di Indonesia, yang terus membenahi dan meningkatkan
kompetensi profesional tenaga pendidiknya. Namun disisi lain permasalahan sering dihadapi
oleh guru-guru yang memiliki kompetensi baik dan sudah bersertifikasi di SMK Negeri 3
Ambon yaitu ada tiga orang guru dari 126 guru yang ada di sekolah yang dalam menjalankan
tugas sebagai pendidik tidak sungguh-sungguh (tidak mematuhi peraturan sekolah) yaitu suka
masuk sekolah terlambat, pulang lebih awal. Sebagai contoh di lapangan, ada guru yang
masuk sekolah jam sembilan pagi dan pulang sekolah jam sebelas siang, yang pada
kenyataanya guru mempunyai jam mengajar jam delapan pagi sampai jam sepuluh pagi.
Dengan demikian proses pemberian materi pelajaran di dalam kelas juga akan akan
3
berlangsung tidak semaksimal mungkin. Adapun fakta lain yaitu, ada guru yang memberikan
nilai tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ayu, Susilawati dan Siti
(2011) yang menyatakan bahwa kompetensi profesional guru di Kota Semarang termasuk
dalam katagori cukup, hal ini berarti kompetensi profesional guru di kota semarang masih
memerlukan peningkatan kualitasnya. Selain itu, menurut Haywood (2006) dan Utomo
(2005) yang mengemukakan bahwa untuk peningkatan profesional guru perlu adanya
kolabrorasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta adanya implementasi yang berkaitan
dengan inovasi-inovasi baru. Itu berarti guru harus selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilanya, karena ilmu pengetahuan dan keterampilan itu berkembang seiring
perjalanan waktu (Musfah, 2011).
Oleh karena itu, kompetensi profesional guru menjadi penting untuk diteliti karena
apabila seorang guru yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, maka bukan hanya dirinya saja yang terkena
dampak yang ditimbulkan, melainkan lingkungan sekitarnya pun akan ikut terkena
dampaknya, seperti para siswa dan sekolah tempat ia bekerja. Dalam hal ini guru dapat
digambarkan sebagai manejer dalam pembelajaran seperti yang dinyatakan Satori (1989)
bahwa berdasarkan sejumlah kegiatan yang harus dilakukan guru, telah menempatkan peran
guru sebagai “manager of learning” yang berarti guru sangat menentukan dalam hal
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian produktivitas proses belajar mengaja. Musfah
(2011) juga menyatakan bahwa guru harus selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilanya, karena ilmu pengetahuan dan ketrampilan itu berkembang seiring perjalanan
waktu.
Dalam menjalankan tugas sebagai guru yang memiliki kompetensi profesional
terkadang akan mucul dampak positif yang secara langsung akan berpengaruh terhadap
prestasi pelajaran siswa di dalam kelas (Ridaul, Trisno, dan Henry 2013). Adapun Dampak
4
negatif dari kompetensi profesional guru dalam dunia pendidikan yaitu masalah sertifikasi
guru. Menurut Fatchurrohman (2010) Ada sebagian guru yang menanggapi program
sertifikasi dengan kesungguhan hati dan dipahaminya bahwa program sertifikasi guru benar-
benar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun ada sebagian guru yang menanggapi
kebijakan sertifikasi tidak lebih baik dari kebijakan biasa-biasa saja, seperti kebijakan-
kebijakan lainya. Atau dengan kata lain program sertifikasi dipandang sebagai ritual formal
dari kompetensi profesional guru.
Menurut Supraningrum (2013) ada beberapa faktor yang memengaruhi kompetensi
profesional guru yaitu, tingkat pendidikan (kualifikasi akademik), motivasi, pendidikan dan
pelatihan (diklat), kepemimpinan kepala sekolah, supervisi pengawas sekolah, dan iklim
organisasi sekolah. Dalam hal ini sekolah merupakan bagian dari organisasi. Iklim organisasi
sangat diperlukan oleh guru dan para siswa untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
keberhasilan sekolah.
Iklim organisasi sangat penting untuk diteliti merupakan keadaan mengenai
karakteristik yang terjadi dilingkungan kerja yang dianggap mempengaruhi perilaku orang-
orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. Hal inilah yang menjadi pelengkap
keberhasilan dari sebuah instansi. Hal ini sejalan dengan penelitian Falahy (dalam Liana,
2012) yang menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan sarana bagi guru untuk
melakukan pendekatan dengan lingkungan kerjanya dengan pandangan yang positif. Iklim
organisasi mempunyai kaitan dengan prestasi, motivasi, persepsi, dan kepuasan guru. Jika
iklim organisasi kondusif, suasana lingkungan manusia yang familiar maka akan membuat
guru menjadi termotivasi karena puasnya guru terhadap organisasi. Dan sebaliknya jika iklim
tidak kondusif maka mengakibatkan guru kurang bergairah dalam bekerja.
Dari penjelasan di atas penulis mengindikasikan bahwa iklim organisasi mempunyai
hubungan dengan kompetensi profesional guru. Iklim organisasi yang baik sangat dibutuhkan
dalam rangka memfasilitasi guru untuk meningkatkan sikap
5
profesionalnya. Hal ini dilihat dari sikap guru dalam menjalankan aktivitas kerjanya.
Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaanya, maka guru akan
menjalankan fungsi dan kedudukanya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah
dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian sebaliknya, jika seorang guru yang memiliki
sikap negatif terhadap pekerjaanya hanya akan menjalankan fungsi dan kedudukanya sebatas
rutinitas belaka.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahono (2006) ditemukan bahwa iklim
organisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kompetensi pengelolaan kelas
guru SD Kristen YSKI Semarang dengan Koefisien partial 8,58%. Hal ini juga didukung oleh
Suhendro (2009) penelitian mengenai hubungan iklim organisasi dengan profesional guru
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara iklim organisasi sekolah kejuruan
dengan profesional guru produktif SMK Negeri kelompok Teknologi dan industry se-
Kabupaten Indramayu. Temuan ini juga sejalan dengan Fatima (2011) yang menyatakan
bahwa lingkungan organisasi memiliki hubugan yang positif dengan retensi karyawan serta
pengembangan kompetensi.
Bertolak belakang dari hasil-hasil penelitian sebelumnya maka Narzoles (2013) pada
Universitas di Bahrain yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang postif signifikan
antara Iklim kelas dengan kompetensi linguistick komunkatif pada siswa EFL. Sedangkan,
Baedhowi (dalam Salopos, 2009) yang menyatakan hasil survey yang dilakukan oleh
Baedhowi di 5 kota di Indonesia menunjukan bahwa guru pascsa sertifikasi tidak menunjukan
grafik peningkatan dalam segi kompotensi profesional, 64,36% guru responden masih
stagnan/tidak meningkat kompotensinya.
Masih adanya perbedaan dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, yakni
kontradiksi antara ada atau tidak adanya hubungan yang positf dan signifikan antara iklim
organisasi dengan kompetensi profesional, ditambah dengan subjek penelitian yang berbeda
dengan peneliti sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
6
hubungan iklim organisasi dengan kompetensi profesional di SMK Negeri 3 Ambon. Hal lain
yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini adalah SMK Negeri 3 Ambon
dikarenakan sekolah ini merupakan satu dari 97 SMK di Indonesia yang dipercayakan
pemeritah untuk terus membenahi dan meningkatkan kompetensi profesional guru.
Kompetensi Profesional Guru
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pada pasal 28:3 yang dimaksud
dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan Mentri
pendidikan Nasional Tahun 2007, telah ditetapkan lima aspek kompetensi profesional guru
yang menjelaskan tentang kompetensi inti guru yang profesional yaitu:
a. Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
Iklim Organisasi
Menurut Stringer (dalam Wirawan 2007) iklim organisasi sebagaipola lingkungan
yang menentukan muculnya motivasi. Stringer mengemukakan terdapat enam aspek iklim
organisasi antara lain:
a. Struktur (Structure), berarti pegawai memahami dengan jelas tugas dan tanggung
jawab secara baik dalam lingkungan organisasi.
7
b. Standar-standar (Standards), suatu organisasi yang mengukur perasaan tekanan
untuk meningkatkan derajat kebangaan yang dimiliki oleh anggota organisasi
dalam melakukan pekerjaan yang baik.
c. Tanggung jawab (Responbility), mereflesikan perasaan individu bahwa mereka
bisa menjadi diri sendiri dan tidak memerlukan keputusan dari anggota organisasi
lainya.
d. Penghargaan (Recognition), mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa
dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.
e. Dukungan (Support), merefelesikan perasaan percaya dan saling mendukung yang
terus berlangsung diantara kelompok kerja.
f. Komitmen (commitment), merefelesikan perasaan bangga anggota terhadap
organisasinya dan mempunyai komitmen terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Kompetensi profesional guru mempunyai tujuan mengedepankan mutu dan kualitas
layanan pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional harus memenuhi standar
kebutuhan pendidikan dan masyarakat untuk memajukan peserta didik berdasarkan potensi
dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu (Yasmin & Maisah, 2010). Ada banyak
faktor yang dapat memengaruhi kompetensi profesional guru. Salah satunya adalah iklim
organisasi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Kraft dan Papay (2013) yang menyatakan
bahwa lingkungan (iklim organisasi) mempunyai nilai yang positif dalam mendukung
profesional guru agar lebih baik dari waktu ke waktu.
Iklim organisasi sendiri merupakan keadaan psikologis organisasi yang terjadi pada
lingkungan internal organisasi yang akan mempengaruhi perilaku mereka yang ada di dalam
lingkungan organisasi (Stringer dalam, Wirawan 2007). Dengan demikian Iklim organisasi
memiliki hubungan yang positif dengan kompetensi profesional guru, yang mana guru-guru
yang memiliki iklim organisasi yang baik akan memiliki kompetensi profesional yang baik
8
pula. Hal tersebut terjadi karena adanya iklim organisasi yang baik yang ada di dalam
lingkungan organisasi tempat guru bekerja secara rutin. Hal ini dapat membuat para guru
untuk terus meningkatkan prestasi kerjanya di sekolah sebagai guru yang memiliki komptensi
profesional (Syafari, 2000).
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif signifikan
iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang sudah bersertifikasi di SMK
Negeri 3 Ambon
9
METODE PENELITIAN
Partispan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang sudah bersertifikasi dan bekerja
di SMK Negeri 3 Ambon, Maluku. Bilamana jumlah populasi relatif kecil, maka semua
anggota populasi dapat digunakan sebagai sampel. Hal ini disebut sebagai sampel jenuh. Oleh
karena itu, sampel dalam penelitian menggunakan sampel jenuh sebanyak 53 orang guru.
Alat Ukur Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala Iklim Organisasi dan Kompetensi
Profesional Guru. Skala iklim organisasi terdiri atas 6 aspek yaitu, struktur, standar-standar,
tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen dengan nilai reliabilitas sebesar
0,883.Sedangkan skala kompetensi profesional guru terdiri dari 5 aspek dengan nilai
reliabilitas sebesar 0,830.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai pada hari
Selasa 11 Maret s/d 14 Maret 2014 dengan cara penulis langsung ke sekolah untuk meminta
izin untuk melakukan penelitian. Kemudian penulis dibantu oleh seorang guru untuk mencari
guru-guru yang bersertifikasi di SMK Negeri 3 Ambon, sebanyak 53guru yangbersertifikasi.
Sesuai dengan rancangan penelitian dalam menentukan subjek menggunakan sampling jenuh
yaitu dimana semua anggota populasi digunakan sebagai subjek (Sugiyono, 2010).
Teknik Analisis Data
Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan iklim organisasi dengan kompetensi
profesional guru yang sudah bersertifikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program bantu komputer SPSS 17.0 for windows dengan teknik analisi data korelasi product
Moment dari Pearson.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan Kolmogrov-Smirnov yang terdapat pada program SPSS
17.0. Data yang dikatakan normal bila memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 atau 5
% (p > 0,05).Berdasarkan hasil uji one sampel Kolmogorov-sminorv (KSZ) dapat diketahui
bahwa nilai KSZ adalah sebesar 0,729 dan (p>0.05). Dengan demikian dapat dikatakan nilai
residual normal atau berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 4.9
Hasil Uji Normalitas
One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
Ed Residual
N
Normal Parameters Mean
Std. Deviation
Most Extreme Differences Absolute
Positive
Negative
Kolmogrov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
53
.0000000
7.62340919
1.00.
1.00
-.068
.729
.663
Uji linearitas
Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0. Dari hasil uji linearitas
linearitas diperoleh nilai Fbedasebesar 0,846 dengan sig. = 0,650 (p > 0,05) yang menunjukkan
hubungan antara iklim oganisasi dengan kompetensi profesional guru yang sudah
bersertifikasi.
11
Tabel 4.10
Anova Table
Sum of
Squares
df Mean
Square
F sig
KP*IO Between Groups (Combined)
Linearty
Deviation from
Linearity
Within Groups
Total
2192.624
1068.628
1123.996
1898.056
4090.679
22
1
21
30
52
99.665
1068.628
53.524
63.269
1.575
16.890
.846
.122
.000
.650
Uji Korelasi
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan
uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS versi 17.0. Berdasarkan
hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara iklim organisasi dengan
kompetensi profesional guru yang bersertifikasi sebesar 0,511 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05)
yang berarti ada hubungan yang positif antara iklim organisasi dengan kompetensi
profesional guru yang bersertifikasi.
Tabel 4.11
Correlation
Pembahasan
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel iklim organisasi dengan kompetensi
profesional guru, didapatkan hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel tersebut
dengan besar korelasi 0,511dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05). Artinya, semakin tinggi
iklim organisasi yang tercipta di sekolah semakin tinggi kompetensi professional yang
IO KP
IO Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
53
.511"
.000
53
KP Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.511"
.000
53
1
53
12
dimiliki guru, begitu pula sebaliknya. Dengan begitu iklim organisasi mempunyai peran
terhadap munculnya kompetensi profesional guru.
Secara umum hasil pengukuran ini mengungkapkan bahwa variabel X (iklim organisasi)
dan Y (kompetensi profesional guru) memiliki hubungan postif dan signifikan. Hasil
penelitian ini mungkin disebabkan pertama, guru yang bersertifikasi menggangap bahwa
iklim organisasi yang tercipta di SMK Negeri 3 dirasakan sebagai iklim yang kondusif dan
nyaman. Sehingga, kompetensi profesional guru dapat terus meningkat. Kedua, guru yang
bersertifikasi merasakan bahwa iklim organisasi yang ada di sekolah dapat memberikan
perubahan tingkah laku pada guru yang pada giliranya akan memengaruhi peningkatan
kompetensi profesional guru. Temuan ini sejalan dengan penelitian Wahono (2009) yang
menyatakan bahwa iklim organisasi sekolah kejuruan menjadi sangat penting dalam
mewujudkan kompetensi profesional guru SMK, baik pada tataran konsep pengajaran
maupun dalam pelaksanaan tugas-tugas keguruanya.
Berdasarkan kategorisasi data empirik variabel iklim organisasi, dengan mean sebesar
98,00 dan standar deviasi sebesar 7,123 diketahui bahwa terdapat 28 guru (53%) memiliki
iklim organisasiyang berada pada kategori sangat tinggi, 25 guru (47%) memiliki iklim
organisasi yang berada pada kategori tinggi. Sedangkan berdasarkan kategorisasi data
empirik variabel kompetensi profesional guru dengan mean 113,40 dan standar deviasi
sebesar 8,869 diketahui bahwa terdapat 30 guru (56,6 %) memiliki kompetensi profesional
pada kategori sangat tinggi, dan 23guru (43,4%) memiliki kompetensi profesional yang
berada pada kategori tinggi.
Hasil penelitian lain yang medukung penulis yaitu Suhendro (2009) mengenai hubungan
iklim organisasi dengan profesional guru mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara iklim organisasi sekolah kejuruan dengan profesional guru
produktif SMK Negeri kelompok Teknologi dan industry se-Kabupaten Indramayu. Maryadi
13
(2012); Pratiwi (2012); Rodrigues & Gowda (2011) dam Krishnappa (2012)tersebut
menunjukkan bahwa antara iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang
bersertifikasi memiliki hubungan yang positif signifikan. Hasil penelitian ini juga mendukung
teori yang mengungkapkan “lingkungan (sekolah) dapat menyebabkan perubahan tingka laku
anak dan juga guru yang pada giliranya akan mempengaruhi perstasi mereka”(Hadiyanto
2004).
Sebalinya justru hasil penelitian ini menolak hasil penelitian dari Narzoles (2013); Snoek
dan Volman (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan
antara iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru
Kompetensi profesional guru SMK sangat bergantung pada terwujudnya iklim organisasi
yang terjadi di sekolah. Semakin kondusif iklim organisasi sekolah kejuruan maka semakin
tinggi nilai kompetensi profesional guru SMK. Sebaliknya semakin tidak kondusif iklim
organisasi sekloah kejuruan maka semakin rendah kompetensi profesional guru SMK dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik kejuruan.
Hasil penelitian dan pendapat diatas memperkuat dugaan bahwa lingkungan sekolah atau
iklim organisasi sekolah kejuruan secara langsung merupakan penyebab terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri guru, dan pada giliranya akan mempengaruhi prestasi kerja. Iklim
organisasi sekolah kejuruan menjadi sangat penting dalam mewujudkan kompetensi
profesional guru SMK, baik pada tataran konsep pengajaran maupun dalam pelaksanaan
tugas-tugas keguruan lainya (Suhendro, 2009). Oleh karena itu, peran kepala sekolah, guru-
guru dan warga sekolah kejuruan lainya mutlak menjadi sangat berarti dalam mewujudkan
iklim yang kondusif.
Dengan adanya hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kompetensi
profesional guru SMK, membawa implikasi terhadap bagaimana semua kompenen sekolah
mulai dari kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan dan peserta didik untuk ikut aktif
14
menciptakan iklim organisasi yang kondusif. Sekalipun lingkungan di luar sekolah
kejuruan tidak dapat dimanupulasi, tetapi setidaknya semua komponen di SMK dapat
berperan sesuai dengan kedudukanya, yaitu membangun hubungan yang harmonis dan
kerjasama sebagai satu tim kerja. Sehingga terwujudnya iklim organisai yang kondusif dan
menyenangkan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kompetensi profesional guru.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel iklim organisasi
dengan kompetensi profesional guru yang sudah bersertifikasi pada SMK Negeri 3 Ambon.
Semakin tinggi iklim maka semakin baik kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru.
Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta melihat
hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan :
1. Sebagai pimpinan dalam sekolah ini, kepala sebagai motor pengerak untuk
memimpin sekolah yang dia pimpin. Dengan demikian diharapkan kepala sekolah
dapat memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk dapat mengusulkan ide-
ide yang dapat dilakukan untuk menciptakan iklim organisasi yang menyenangkan
bagi peningkatan komptetensi profesional guru. Misalnya mengadakan kegiatan
bersama atau kegiatan yang dapat memperat keakraban dan kekerabatan diantara
semua guru sehingga menciptakan hubungan yang harmonis.
2. Untuk meningkatakan iklim organisasi dengan baik kepala sekolah perlu
mengadakan pertemuan rutin 2-3 kali dalam sebulan dengan para guru di sekolah,
15
3. sebagai upaya memberikan dukungan bagi semua guru sehingga para guru
lebihtermotivasi dalam mengerjakan tugas mereka.
4. Para guru harus secara mendalam memahami tugas yang didelegasikan kepadanya
sehingga secara bertanggung jawab dalam menjalankan serta bisa
menyelesaikannya tugas tersebut serta guru aktif dalam kegiatan diskusi yang
terjadi di sekolah.
5. Penelitian ini diharpakan dapat dikembangkan, sehingga tidak hanya variabel iklim
organisasi yang mempengaruhi kompetensi profesional guru. Akan tetapi,
hendaknya dapat dikembangkan ke variabel-variabel lainya. Dengan demikian
dapat ditemukan dan dibuktikan variabel lain yang mempengaruhi kompetensi
profesional guru
6. Diharapkan pada penelitian selanjutnya populasi dapat diperluas. Selanjutnya,
dapat juga melakukan subjek penelitian yang lain atau sekolah yang berbeda tetapi
variabel yang sama. Dengan demikian, dapat diketahui kompetensi profesional
guru yang di miliki oleh sekolah lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Cetakan kedua. Bandung: PT IMTIMA.
Azharmid. (2012). Data kualitas pendidikan di Indonesia tahun
2013.http://azharmind.blogspot.com/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html
(Diakses pada tanggal 17 juli 2013)
Ayu, N. NM., Susilawati, & Siti, P. (2011). Kajian kompetensi profesional guru IPA di SMP
kota Semarang. Jurnal JP2F, 2(2).
Baedhowi. (2009). Tantangan profesionalisme guru pada era sertifikasi. naskah pidato
pengungkuhan guru besar UNS, tanggal 12 November 2009
Data Human Development Index (HDI) tahun 2103 kualitas Pendidikan Indonesia
http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/03/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-
mei-552591.html
Depdiknas. (2007). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:
Depdiknas
Fatchurrohman. (2010). Pengaruh sertifikasi bagi peningkatan kinerja guru SMP Negeri 1
Salatiga. (Skripsi tidak diterbitkan). Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Fatima, H. (2011). Does employee retention affect organizational competence?. Journal
Industrial Engineering Letters, 1, 2225-0581.
Hadiyanto.(2004). Mencari sosok dosen tralisasi menejemen pendidikan modern. Jakarta:
Rineka Cipta
Haywood, Benyamin. (2006). Implementation fidelity anfacilitator concerns in the process of
disseminating a deliberate psychological and professional education innovation, North
Carolina State University (Diunduh dari:http://www. ohiolink.edu/etd/viem.cgi)
Http://edukasi.kompas.com/Sistem.PendidikanIndonesia.Terendah.di.Dunia (diunduh pada
tanggal 17 juli 2013 pada pukul 02.40)
Kraft, Matthew A., & Papay, John P. (2013).“Can Professional Environments in Schools
Promote Teacher Development?”.(diunduh dari http://www.gse.harvard.edu/cepr-
resources/files/news-events/ncte-kraft-papay)
Krishnappa, N. (2012). A study of organisational climate in relation withattitude towards
teaching profession of secondary school teachers.Journal International Indexed &
Referred Research, 39, 0975-3486
Liana, Y. (2012). Iklim organisasi dan motivasi berprestasi terhadap kepuasaan kerja dan
kinerja guru.Jurnal Menejemen dan Akutansi, 1,(2).
17
Lisnurrochatum, A. (2011). Persepsi guru belum bersertifikasi terhadap kompetensi guru
bersertifikasi di SMK Negeri Kabupaten Temanggung (Skripsi tidak
diterbitkan).Universitas Kristen SatyaWacana, Salatiga
Maryadi. (2012). Hubungan motivasi, diklat, ilkim organisasi, komptensi profesional
terhadap kinerja dosen perguruan tinggi swasta kopertis wilayah VI Jawa
Tengah.Jurnal menejemen pendidikan, 1(1). 2252-3057
Musfah, Jejen. (2011). Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana
Narzoles, D. T. G. (2012). Classroom climate and communicative linguistic competence of
EFL Learns. International Journal Theory and Practive In Language Studies, 1, 404-
410.
Nurcholis, O. (2011). Analisis pengaruh program sertifikasi guru terhadap kesejatraan dan
kinerja guru di lingkungan kementrian agama kota jakarta pusat.(Tesis tidak
diterbitkan).Universitas Bandar Lampung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Pratiwi, H. (2012). Relationship between teacher profesionalism and school climate (Tesis
tidak diterbitkan).Universitas Indonesia. Jakarta
Ridaul, I., Trisno, M., & Hery, S. (2013). Pengaruh kompetensi profesional guru, motivasi
belajar siswa dan fasilitas belajar terhadap prestasi belajar mata pelajaran ekonomi pada
siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Lasem Jawa Tengah Tahun Pelajaran
2011/2012.Jurnal Pendidikan Insan Mandiri, 1(1). 1-12
Rodrigues, George. & Gowda, Purushothama. (2011). A study of organizational climate in
professional collage libraries and information centre in Magalore City. Annals of
Library and Information Studies, 58, 24-33
Sadirman, A. M. (2005). Interaksi dan motivasi belajar. Jakarta: Rajawali Press.
Satori (1989). Pengembangan model supervisi sekolah dasar. Disertasi Doktor PPS IKIP
Bandung
Suprihatiningrum. (2013). Guru profesional: pedoman kinerja,kualifikasi, & kompetensi
guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Snoek, Marco.,& Volman, Monique. (2014). The impact of the organizational transfer
climate on the use of teacher leadership competences developed in a post-initial
Master's program, 37, 91-100 (diunduh dari
http://www.sciencedirectjurnal.com/science/article/pii)
Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
18
Suhendro, H. (2009). Hubungan iklim organisasi sekolah, kecerdasan emosional guru, dan
pengetahuan teknologi informasi dengan profesional guru SMK Prodiktif.Jurnal
Teknologi dan Kejuruan, 32, 37-50.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Guru dan Dosen
Utomo, E. (2005). Challenges of Curriculum Reform in the Context of Decentralization:The
Response of Teachers to a Compet-ence-Based Curriculum (CBC)and Its
Implementation in Schools, University of Pittsburgh
Wahono. (2006). Pengaruh motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap kompotensi
pengelolaan kelas di sekolah dasar kristen YSKI Semarang. Jurnal Psikologi, 1,40-53.
Wirawan.(2007). Budaya dan iklim organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Yamin, M. & Maisah.(2010). Standarisasi kinerja guru. Jakarta: Gaung Persada Press.
19