hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur …repository.poltekkes-kdi.ac.id/425/1/angriani...

69
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DENGAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUANG BERSALIN RSU DEWI SARTIKA SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Jurusan Kebidanan Diploma IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari OLEH : ANGRIANI P00312013002 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI J U R U S A N K E B I D A N A N PRODI DIV KEBIDANAN 2017

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DENGAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI

    RUANG BERSALIN RSU DEWI SARTIKA SULAWESI TENGGARA

    TAHUN 2016

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan

    Jurusan Kebidanan Diploma IV Kebidanan

    Politeknik Kesehatan Kendari

    OLEH :

    ANGRIANI P00312013002

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

    J U R U S A N K E B I D A N A N PRODI DIV KEBIDANAN

    2017

  • ii

  • iii

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    A. IDENTITAS PENULIS

    1. Nama : Angriani

    2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 24 September 1996

    3. Jenis Kelamin : Perempuan

    4. Agama : Islam

    5. Suku/Bangsa : Tolaki

    6. Alamat : Kel. Hopa-hopa, Kec. Wawotobi, Kab.

    Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.

    B. PENDIDIKAN

    1. SD Negeri 1 Wawotobi, Tamat Tahun 2007

    2. SMA Negeri 1 Wawotobi, Tamat Tahun 2010

    3. SMA Negeri 1 Wawotobi, Tamat Tahun 2013

    4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan D-IV Kebidanan Masuk

    tahun 2013 Sampai Sekarang.

  • v

    ABSTRAK HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DENGAN RUPTUR

    PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA

    TAHUN 2016

    Angriani1, Arsulfa2, Wa Ode Asma Isra2

    Latar Belakang : Bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Metode Penelitian : jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Jumlah populasi sebanyak 730 orang dan sampel 88 orang yang diambil dengan menggunakan teknik Sistematik Random Sampling. Hasil Penelitian : Dari penelitian yang penulis lakukan didapatkan hasil bahwa dari 44 ibu bersalin normal dengan ruptur perineum, sebanyak 7 bayi dengan berat badan lahir bayi berisiko (> 4000 gram), dan hasil Uji Chi-Square didapatkan bahwa nilai, X2Hit = 3,86 > X

    2Tabel = 2,706 maka Ha

    diterima dan H0 ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,1. Kesimpulan : Ada hubungan antara berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara. Kata kunci : Berat Badan Lahir Bayi, ruptur perineum. Daftar pustaka : 23 literatur.

    1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari.

    2. Dosen Pembimbing Poltekkes Kemenkes Kendari.

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Tiada kata yang paling indah dan paling mulia yang patut penulis

    panjatkan kepada Allah SWT kecuali rasa syukur atas Rahmat dan

    Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dengan Ruptur Perineum Pada

    Persalinan Normal Di Ruang Bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara Tahun 2016” .

    Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis sadari amat banyaknya

    aral yang melintang, namun berkat Allah SWT yang senantiasa

    memberikan petunjuk serta keyakinan pada kemampuan diri sendiri,

    sehingga segala hambatan yang penulis hadapi dapat teratasi. Terima

    kasih yang tidak ternilai serta sembah sujud penulis ucapkan kepada

    Orang tua penulis, Ayahanda Hasim Karim, SE dan Ibunda Nur Hawa

    Muh.Nur atas segala do’a dan kasih sayang yang tidak henti-hentinya

    tercurahkan demi keberhasilan penulis serta semua pengorbanan materil

    yang telah dilimpahkan, tanpa Ridho keduanya penulis tidak ada apa-

    apanya.

    Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga

    kepada kedua pembimbing Ibu Arsulfa, S.Si.T, M.Keb selaku pembimbing

    I dan Ibu Wa Ode Asma Isra, S.Si.T, M.Kes selaku pembimbing II yang

    penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis sehingga skripsi ini

    dapat terselesaikan.

  • vii

    Pada kesempatan ini penulis tidak lupa juga mengucapkan banyak

    terima kasih kepada yang terhormat :

    1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

    Kendari;

    2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

    Kemenkes Kendari;

    3. Ibu Arsulfa, S.Si.T, M.Keb selaku Ketua Prodi D-IV Kebidanan

    Poltekkes Kemenkes Kendari;

    4. Ibu Melania Asi, S.Si.T, M.Kes, Feryani, S.Si.T, M.Kes, Andi

    Malahayati N, S.Si.T, M.Kes selaku dewan penguji dalam skripsi ini.

    5. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara

    yang telah member izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian

    selama ini.

    6. Kepada saudara saya Lirandani dan Asmiranda Ramadhani yang telah

    memberikan semangat.

    7. Kepada kekasih tercinta Pratu Pahrum Tutu yang selalu memberikan

    semangat dan motivasi kepada penulis.

    8. Kepada sepupuku Nikmatun Fatima Nur yang telah membantu penulis.

    9. Kepada Teman-temanku yang katanya gengs Ismawati Dunggio,

    Novitasari, Rey Yulia Pratiwi, Riska Arista, Theana Putri Sakinah, Wa

    Ode Dian Ekawati dan Yelzy juniastuti.

    10. Kepada semua rekan-rekan seperjuanganku D-IV Kebidanan yang

    tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan,

  • viii

    motivasi, dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan selama 4

    tahun ini dan menyelesaikan skripsi ini.

    Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

    khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti

    selanjutnya di Poltekkes Kemenkes Kendari serta kiranya Tuhan selalu

    memberi Rahmat kepada Kita semua. Amin.

    Kendari, Juli 2017

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ……………………………………………..……... i

    HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………… ii

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ iii

    RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………… iv

    ABSTRAK ………………………………………………………………. v

    KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vi

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ix

    DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xi

    DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xii

    DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xiii

    BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….. 1

    A. Latar Belakang ………………………………………. 1

    B. Rumusan Masalah ………………………………….. 3

    C. Tujuan Penelitian ……………………………………. 3

    D. Manfaat Penelitian …………………………………… 4

    E. Keaslian Penelitian ………………………………….. 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………. 6

    A. Telaah Pustaka ………………………………………. 6

    B. Landasan Teori ………………………………………. 23

    C. Kerangka Teori ………………………………………. 25

    D. Kerangka konsep ……………………………………. 26

    E. Hipotesis Penelitian …………………………………. 26

    BAB III METODE PENELITIAN …………………………………… 27

    A. Jenis dan Rancangan penelitian …………………… 27

    B. Waktu dan Tempat Penelitian .…………………….. 28

    C. Populasi dan sampel ………………………………… 28

    D. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………... 31

    E. Definisi Operasional ……………………….………… 31

  • x

    F. Jenis dan Sumber Data Penelitian ………………… 32

    G. Instrument Penelitian ……………………………….. 32

    H. Alur Penelitian …………………...…………………… 32

    I. Analisa Data ………………………………………….. 33

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….. 36

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………….. 36

    B. Hasil Penelitian ………………………………………. 40

    C. Pembahasan …………………………………………. 43

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 49

    A. Kesimpulan …………………………………………… 49

    B. Saran ………………………………………………….. 49

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Tabel kontingensi 2 × 2 Odds Ratio pada Penelitian

    Case Control Study …………………………………… 34

    Tabel 2 Distribusi SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun

    2016……………………………………………………... 39

    Tabel 3 Distribusi frekuensi kejadian ruptur perineum pada

    ibu bersalin normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara Tahun 2016 ……..……………………….… 40 Tabel 4 Distribusi frekuensi pembagian kelompok kasus dan

    kelompok kontrol ibu bersalin normal di RSU Dewi

    Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ………….... 41 Tabel 5 Distribusi frekuensi berat badan lahir bayi pada ibu

    bersalin normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara Tahun 2016 …..………………………….... 41 Tabel 6 Hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur

    perineum pada persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara ……………... 42

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Kerangka Teori ………………………………………... 25

    Gambar 2 Variabel Penelitian ………………………………….… 26

    Gambar 3 Rancangan Penelitian …………………………….….. 27

    Gambar 4 Alur Penelitian ……………………………………….... 32

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Master Tabel Hasil Penelitian

    Lampiran 2 Hasil Perhitungan uji Chi-Square

    Lampiran 3 Surat Keterangan Pengambilan Data Awal

    Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

    Lampiran 4 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan

    setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir semua persalinan pertama

    dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Persalinan dengan

    ruptur perineum apabila tidak ditangani secara efektif menyebabkan

    perdarahan dan infeksi menjadi lebih berat (Wiknjosastro, 2008).

    Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2013

    Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia 210 per 100.000 kelahiran hidup,

    AKI di negara berkembang 230 per 100.000 kelahiran hidup dan AKI

    di negara maju 16 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Asia Timur 33

    per 100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 190 per 100.000 kelahiran

    hidup, Asia Tenggara 140 per 100.000 kelahiran hidup dan Asia

    Barat 74 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).

    Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

    Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000

    kelahiran hidup (SDKI, 2012). Angka kematian ibu tahun 2015 di

    Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 131 per 100.000 kelahiran hidup.

    Penyebab utama kematian ibu di Sulawesi Tenggara, yaitu perdarahan

    (33,84%), lain-lain (27,69%), eklampsia (23,07%), infeksi (12,30%) dan

    partus lama (3,07%) (Profil Dinkes Provinsi Sultra, 2016).

  • 2

    Berdasarkan data WHO pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus

    ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka diperkirakan akan meningkat

    mencapai 6,3 juta pada tahun 2050 jika tidak mendapat perhatian dan

    penanganan yang lebih. Di Asia ruptur perineum juga merupakan

    masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian

    ruptur perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang

    mengalami ruptur perineum di Indonesia 52% dikarenakan persalinan

    dengan bayi berat lahir cukup atau lebih (WHO, 2010).

    Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu

    persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi

    persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, berat badan bayi baru

    lahir dan keadaan perineum (Wiknjosastro,2008).Resiko komplikasi

    yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi adalah

    perdarahan, fistula, hematoma, dan infeksi (Manuaba, 2008).

    Bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih

    dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu

    kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan

    gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan

    syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit

    melewati panggul dan menyebabkan terjadinya rupture perineum pada

    ibu bersalin (Wiknjosastro, 2008).

    Di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika data tahun 2014 angka

    kejadian ruptur perineum pada 313 persalinan normal terdapat 192

  • 3

    kasus (61,34%) , mengalami penurunan pada tahun 2015 dari 276

    persalinan normal terjadi 157 kasus (56,88%), dan mengalami

    peningkatan pada tahun 2016 dari 730 persalinan normal terjadi 467

    kasus (63,97%).

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka

    peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Berat

    Badan Lahir Bayi Dengan Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di

    Ruang Bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016”.

    B. Rumusan Masalah

    Uraian pada latar belakang diatas memberikan dasar pada

    penulis dalam merumuskan suatu masalah yaitu : “Apakah ada

    hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada

    persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara Tahun 2016 ?”

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Mengetahui hubungan antara berat badan lahir bayi dengan ruptur

    perineum pada persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi

    Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mendeskripsikan jumlah kejadian ruptur perineum di ruang

    bersalin RSU Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

  • 4

    b. Mendeskripsikan jumlah berat badan lahir bayi di ruang bersalin

    RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

    c. Mengetahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur

    perineum pada persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi

    Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Bagi institusi

    Sebagai bahan masukan untuk menambah informasi bagi

    pelayanan kebidanan dalam rangka meningkatkan pelayanan

    kebidanan di Rumah Sakit.

    2. Bagi masyarakat

    Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan

    dan status kesehatan masyarakat pada umumnya dan ibu hamil

    pada khususnya.

    3. Bagi Peneliti

    Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam

    mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan

    DIV kebidanan khususnya mengaplikasikan ilmu metodologi

    penelitian secara langsung di lapangan.

    E. Keaslian Penelitian

    Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian sekarang yaitu

    dilakukan oleh Elis Fitriani yang berjudul hubungan antara berat badan

    bayi baru lahir pada persalinan fisiologis dengan kejadian ruptur

  • 5

    perineum studi di BPS Ny.Yuliana, Amd.Keb Banjarayar Kecamatan

    Lamongan Kabupaten Lamongan 2015. Metode penelitian ini

    menggunakan analitik observasional pendekatan cross sectional,

    teknik pengambilan sampel secara Simple Random Sampling, analisis

    data korelasional.

    Perbedaan dengan penelitian ini yaitu metode penelitian

    menggunakan analitik observasional pendekatan Case Control, teknik

    pengambilan sampel secara Sistematik Random Sampling analisis

    data secara univariabel dan bivariabel, tempat di ruang bersalin RSU

    Dewi Sartika, Sulawesi Tenggara dan tahun penelitian, Tahun 2016.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Telaah Pustaka

    1. Tinjauan Tentang Ruptur Perineum

    a. Pengertian Ruptur Perineum

    Ruptur adalah robeknya atau koyaknya jaringan secara

    paksa. Perineum merupakan suatu region dan struktur di

    sekitarnya yang menempati pintu bawah panggul dan berada di

    bawah diafragma pelvis, di sebelah anterior dibatasi oleh simfisis

    pubis, di sebelah anterolateral oleh ramus ischiopubicus dan tuber

    ischiadicum, dan di sebelah posterior oleh os coccygeus

    (Wiknjosastro, 2011).

    Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat

    bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat

    atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah

    dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.

    Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka

    yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang

    luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan

    pemeriksaan vulva dan perineum. Robekan jalan lahir biasanya

    akibat tindakan medis (Episiotomi) dan robekan yang terjadi

    secara spontan (Wiknjosastro, 2008).

  • 7

    Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan

    pertama dan tidak jarang terjadi juga pada persalinan berikutnya.

    (Wiknjosastro, 2011).

    b. Klasifikasi Ruptur Perineum

    1) Ruptur perineum spontan

    Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-

    sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau

    disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya

    tidak teratur.

    2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

    Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena dilakukan

    pengguntingan atau perobekan pada perineum. Episiotomi

    adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar

    saluran keluar vagina (Harhap, 2012).

    Tingkat robekan perineum :

    a) Tingkat I : Bila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang

    robek

    b) Tingkat II : Bila dinding belakang vagina dan otot-otot dasar

    panggul robek

    c) Tingkat III : Bila mukosa sfingter ani eksternus ikut terputus

    d) Tingkat IV : Bila dinding depan rectum ikut robek. Robekan

    perineum tingkat IV disebut pula robekan

    perineum total (Wiknjosastro, 2011).

  • 8

    c. Tanda dan Gejala Ruptur Perineum

    Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus

    baik dan tidak didapatkan adanya retensio plasenta maupun

    adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan

    lahir (Nugroho, 2012).

    d. Tanda-tanda yang mengancam terjadinya ruptur perineum

    Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum

    antara lain :

    1) Kulit perineum mulai melebar dan tegang

    2) Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap

    3) Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi

    robekan pada mukosa vagina

    4) Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek diantara

    fourchette dan sfingter ani (Harhap,2012).

    e. Bahaya Dan Komplikasi Ruptur Perineum

    Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum

    tidak segera diatasi, yaitu ;

    1) Perdarahan

    Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat

    khususnya pada ruptur perineum tingkat II dan tingkat III atau

    jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai

    klitoris. Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta lahir

    lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa

  • 9

    perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir

    (Manuaba, 2008).

    2) Fistula

    Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya

    karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing

    atau rektum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan

    segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung

    kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan

    panggul, sehingga terjadi iskemia (Marthius, 2006).

    3) Hematoma

    Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada

    persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta

    tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada

    perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Kesalahan yang

    menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinakan

    banyak darah yang hilang dalam waktu yang singkat, adanya

    pembengkakan biru yyang tegang pada salah satu sisi introitus

    di daerah ruptur perineum (Wiknjosastro, 2011).

    4) Infeksi

    Infeksi pada masa nifas adalah peradangan disekitar

    alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan

    merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh sehingga

    menimbulkan infeksi. Dengan ketetntuan meningkatnya suhu

  • 10

    tubuh melebihi 38ºC tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap

    wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan dan

    dilakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari

    laserasi, robekan atau luka episiotomi (Manuaba, 2008).

    f. Penanganan Ruptur Perineum

    Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menangani ruptur

    perineum adalah :

    1) Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak

    lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari

    retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap

    2) Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik,

    dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari

    perlukaan jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan.

    Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :

    a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah

    dalam/proksimal kea rah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis

    demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.

    b) Ruptur perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada

    perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi

    perdarahan segera dijahit dengan menggunakan benang

    catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.

    c) Ruptur perineum tingkat II : Untuk laserasi derajat I atau II

    jika ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus

  • 11

    diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan.

    Pertama otot dijahit dengan catgut secara terputus-putus

    atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak

    robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara

    jelujur.

    d) Ruptur perineum tingkat III : Penjahitan yang pertama pada

    dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal

    dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik

    sehingga bertemu kembali.

    e) Ruptur perineum tingkat IV : Ujung-ujung otot sfingter ani

    yang terpisah karena robekan diklem dengan klem pean

    lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik

    sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis

    demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I

    (Harhap, 2012).

    2. Tinjauan Tentang Faktor yang menyebabkan ruptur perineum

    a. Faktor Ibu

    1) Paritas

    Jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin

    hidup di luar rahim (Lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan

    jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas

    dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya. Pada

  • 12

    primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan

    perineum dan hamper selalu terjadi dan tidak jarang berulang

    pada persalinan berikutnya. Paritas mempunyai pengaruh

    terhadap kejadian ruptur perineum (Wiknjosastro, 2008).

    2) Cara Meneran

    Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk

    meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson

    telah terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar

    pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin

    mengejan.ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih

    efektif pada posisi tertentu. Pertolongan persalinan yang

    semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan

    robekan jalan lahir dank arena itu dihindarkan untuk memimpin

    persalinan saat pembukaan serviks belum lengkap

    (Wiknjosastro, 2008).

    Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin

    persalinan untuk mencegah terjadinya ruptur perineum,

    diantaranya :

    a) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan keinginan

    alamiahnya selama kontraksi

    b) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat

    meneran

  • 13

    c) Mungkin ibu akan lebih mudah meneran jika ibu berbaring

    miring atau setengah duduk, menarik lutut kearah ibu, dan

    menempelkan kedada

    d) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat

    meneran

    e) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu

    kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko

    distosia bahu dan ruptur uteri

    f) Pencegahan ruptur perineum saat bayi dilahirkan terutama

    saat kelahiran kepala dan bahu.

    3) Jarak Kelahiran

    Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran

    anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak

    kelahiran kurangd ari dua tahun tergolong resiko tinggi karena

    dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran

    2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu

    dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin

    pada persalinan terdahulu mengalami robekan perineum derajat

    tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna

    dan robekan perineum dapat terjadi (Harhap, 2012).

  • 14

    b. Faktor Janin

    1) Berat Badan Lahir Bayi

    a) Pengertian

    Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang

    ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Bayi baru lahir adalah

    bayi lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42

    minggu dengan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.

    Janin yang berbobot 4000 gram atau lebih berada diatas

    persentil ke 90 dari derajat janin untuk kehamilan cukup bulan

    dianggap berukuran terlalu besar. Umumnya semakin besar

    janin, semakin lama persalinan semakin meningkatkan resiko

    terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat

    menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi

    yang besar sehingga pada proses kelahiran bayi dengan

    berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur

    perinuem. dan semakin tinggi insiden tindakan cunam tengah

    serta insiden distosia bahu sehingga dapat meningkatkan

    angka mortalitas dan morbiditas akibat cedera kelahiran

    (Saifuddin, 2012).

    b) Penggolongan berat badan

    (1) Bayi besar berat badan > 4000 gram

    (2) Berat bayi normal berat badan 2500 gram – 4000 gram

    (3) Berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR dikelompokkan :

  • 15

    (a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir

    dengan berat badan lahir 1500 – 2400 gram,

    (b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu bayi

    dengan berat badan lahir < 1500 gram,

    (c) Berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) yaitu bayi

    dengan berat badan lahir < 1000 gram (Wiknjosastro,

    2008).

    c) Bayi besar (Makrosomia)

    Berat bayi lahir adalah berat badan yang ditimbang

    dari 24 jam waktu kelahiran. Semakin besar bayi yang

    dilahirkan dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur

    perineum. Normalnya berat badan bayi sekitar 2500-4000

    gram, sedangkan bayi besar (Giant baby) memiliki bobot

    lebih dari 4000 gram. Diagnosis menentukan besarnya janin

    secara klinis memang sulit kadang-kadang baru diketahui

    adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan

    pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan yang

    kuat tentang disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu

    dilakukan (Harhap, 2012).

    Prognosis pada panggul normal, janin dengan berat

    badan kurang dari 4000 gram pada umumnya tidak

    menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi

    karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada

  • 16

    postmaturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau

    karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.

    Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga

    sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit

    dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomy medialateral

    yang cukup luas (Harhap, 2012).

    2) Presentasi

    Presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang

    janin dengan sumbu memanjang panggul ibu. Presentasi

    digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah

    rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan

    dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong,

    presentasi dahi (Mochtar, 2005). Macam-macam presentasi

    dapat dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi,

    presentasi bokong.

    a) Presentasi muka

    Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin

    memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada

    waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika

    sebesar 9,5 cm. bagian terendahnya adalah bagian antara

    glabella dan dagu, sedangkan pada presentasi dahi bagian

    terendahnya antara glabella dan bregma. Penundaan terjadi

    di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju

  • 17

    semuanya akan berjalan lancer. Ibu harus bekerja labih

    keras, labih merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak

    laserasi dari pada kedudukan normal. Karena persalinan

    lebih lama dan rotasi yang sukar akan menyebabkan

    traumatic pada ibu maupun anaknya (Oxorn, 2010).

    b) Presentasi dahi

    Hal ini berlawanan dengan presentasi muka yang

    ekstensinya sempurna. Proses lewatnya dahi melalui panggul

    lebih lambat, lebih berat, dan lebih traumatik pada ibu

    dibanding dengan presentasi lain. Robekan perineum tidak

    dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai fornices

    vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus

    melewati PBP (Pintu Bawah Panggul) (Oxorn, 2010).

    c) Presentasi bokong

    Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan

    kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub

    bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Kesulitan pada

    persalinan bokong adalah terdapat peningkatan risiko

    maternal. Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan

    meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra

    uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah

    tipis, atau persalinan setelah coming head lewat serviks yang

    belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri,

  • 18

    laserasi serviks, ataupun keduanya. Tindakan manipulasi

    tersebu dapat pula menyebabkan robekan perineum yang

    lebih dalam (Cunningham, 2005).

    3) Hidrocephalus

    Hidrocephalus adalah pengumpulan liquor

    cerebrospinalis dalam ventrikel otak. Jumlah cairan yang

    berkumpul biasanya bervariasi antara 500-1500 ml, kendatipun

    jumlah yang lebih banyak lagi pernah dilaporkan. Diagnosis

    yang dibuat melalui pemeriksaan abdominal, vaginal, ultrasonic

    dan radiologi. Kalau kepala janin besar sekali, abnormalitas

    tersebut dapat diketahui dengan palpasi. Bahaya hydrocephalus

    bagi ibu adalah ruptur uteri selama persalinan macet karena

    disproporsi segmen bawah uterus mengalami distensi dan

    menipis sehingga terjadi ruptur secara spontan. Kemudian

    adanya disproporsi antara jalan lahir tersebut mengakibatkan

    ruptur pada jalan lahir, perineum maupun vagina (Oxorn, 2010).

    4) Distosia Bahu

    Distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara

    lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik.

    Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang

    (klavikula dan humerus), cedera pleksus brachialis, dan hipoksia

    yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Jika

    keadaan ini berlangsung terlalu lama maka bayi akan menderita

  • 19

    kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi. Ia mungkin

    akan meninggal pada waktu dicoba untuk dilahirkan atau pada

    periode neonatal. Lahirnya kepala, dengan atau tanpa forcep,

    mungkin akan mudah sekali tetapi pada umumnya aka nada

    sedikit kesulitan dalam menyelesaikan ekstensi kepala.

    Komplikasi yang sering terjadi pada ibu adalah ruptur pada ibu

    adalah ruptur perineum dan vagina yang luas (Oxorn, 2010).

    c. Faktor Persalinan Pervaginam

    1) Vakum ekstraksi

    Vakum ekstraksi adalah suatu tindakan bantuan

    persalinan, janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum yang

    dipasang dikepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang diperlukan

    untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama

    daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat

    dipakai untuk melahirkan bayi dengan gawat janin (fetal

    distress). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah

    robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur

    perineum (Oxorn, 2010).

    2) Ekstraksi cunam/forsep

    Ekstraksi cunam/forsep adalah suatu persalinan buatan,

    janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang dikepala janin

    (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi karena

  • 20

    tindakan ekstraksi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio,

    vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan postpartum,

    pecahnya varises vagina (Oxorn, 2010).

    3) Embriotomi

    Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan

    dengan jalan melakukan pengurangan volume atau merubah

    struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk member

    peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh

    bayi tersebut. Persalinan macet dengan anak mati merupakan

    indikasi dari embriotomi. Komplikasi yang terjadi antara lain

    perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas

    bila perforator meleset karena tidak ditekan tegak lurus pada

    kepala janin atau karena tulang yang terlepas saat sendok tidak

    dipasang pada muka janin, serta cedera saluran kemih, atonia

    uteri dan infeksi (Oxorn, 2010).

    4) Persalinan presipitatus

    Persalinan presipitatus adalah persalinan yang

    berlangsung sengat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam,

    dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim

    yang terlalu kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang

    dijumpai, tidak ada rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak

    menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat

    (Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap untuk

  • 21

    menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol,

    kepala janin terjadi defleksi yang terlalu cepat. Keadaan ini akan

    memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 2005).

    Menurut buku Acuan Persalinan Normal (2008) laserasi

    spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala

    dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi

    dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (Harhap, 2012).

    d. Faktor Penolong Persalinan

    Faktor penolong persalinan adalah seseorang yang mampu

    dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan

    persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya

    ruptur perineum, Pimpinan persalinan yang salah disebabkan oleh

    petugas pada saat bayi lahir tidak melakukan penahanan perineum

    dengan baik, sehingga pada saat bayi lahir terjadi ruptur perineum

    akibat depleksi yang terlalu cepat atau sanggah susur yang salah

    (JNPK-KR, 2008).

    Partus tak maju adalah salah satu penyebab terjadinya

    rupture perineum yang disebabkan oleh teknik menahan perineum

    yang salah akibat perenggangan perineum yang terlalu lama ada

    saat bayi lahir (Wiknjosastro, 2011).

    Pimpinan persalinan yang salah dari penolong juga menjadi

    salah satu penyebab terjadinya partus tak maju, sering kali

  • 22

    penyebab partus tak maju ini adalah berhubungan dengan

    pengawasan pada pelaksanaan pertolongan persalinan yang tidak

    adekuat yang disebabkan ketidak tahuan, ketidak sabaran atau

    bisa juga karena keterlambatan merujuk (Wiknjosastro, 2008).

    Pimpinan persalinan yang salah disebabkan oleh partus

    lama yang ditandai dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan

    sudah berlangsung lebih dari 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi

    yang disebabkan multikomplek tergantung pada pengawasan pada

    saat kehamilan dan persalinan (Wiknjosastro, 2008).

    3. Tinjauan Tentang Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dengan

    Ruptur Perineum

    Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi

    lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau

    tindakan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum

    antara lain : Faktor ibu : paritas, cara meneran, dan jarak kelahiran;

    Faktor janin : berat badan lahir, presentasi, hydrocephalus, distosia

    bahu; Faktor persalinan : vakum ekstrasi, ekstrasi cunam/forsep,

    embriotomi, persalinan presipitatus; dan faktor penolong persalinan.

    Berat badan lahir bayi adalah berat badan yang ditimbang dari

    24 jam waktu kelahiran. Umumnya semakin besar janin, semakin

    lama persalinan semakin meningkatkan resiko terjadinya ruptur

    perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan

  • 23

    kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar sehingga pada

    proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar

    sering terjadi ruptur perineum.

    Prognosis pada panggul normal, janin dengan berat badan

    kurang dari 4000 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran

    persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau

    kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) tidak dapat memasuki

    pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga

    panggul. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga

    sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit

    dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomy medialateral yang cukup

    luas.

    B. Landasan Teori

    Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi

    lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau

    tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa

    menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Persalinan sering

    kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi biasanya

    ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya,

    untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaan vulva dan

    perineum. Robekan jalan lahir biasanya akibat tindakan medis

  • 24

    (Episiotomi) dan robekan yang terjadi secara spontan (Wiknjosastro,

    2008).

    Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum antara

    lain : Faktor ibu : paritas, cara meneran, dan jarak kelahiran; Faktor

    janin : berat badan lahir bayi, presentasi, hydrocephalus, distosia bahu;

    Faktor persalinan : vakum ekstrasi, ekstrasi cunam/forsep, embriotomi,

    persalinan presipitatus; dan faktor penolong persalinan (Oxorn, 2010).

    Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang ditimbang

    24 jam pertama kelahiran. Bayi baru lahir adalah bayi lahir dengan

    umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat lahir 2500

    gram sampai 4000 gram. Umumnya semakin besar janin, semakin lama

    persalinan semakin meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum dan

    semakin tinggi insiden tindakan cunam tengah serta insiden distosia

    bahu sehingga dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas

    akibat cedera kelahiran (Saifuddin, 2012).

  • 25

    C. Kerangka Teori

    Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi Oxorn (2010), Saifuddin (2012),

    Wiknjosastro (2008).

    Faktor Ibu :

    1. Paritas

    2. Cara Meneran

    3. Jarak Kelahiran

    Faktor Janin :

    1. Berat Badan Lahir Bayi

    2. Presentasi

    3. Hydrocephalus

    4. Distosia Bahu

    Faktor Persalinan :

    1. Vakum Ekstraksi

    2. Ekstraksi Cunam/Forsep

    3. Embriotomi

    4. Persalinan Persipitatus

    Faktor Penolong Persalinan

    Ruptur Perineum

  • 26

    D. Kerangka Konsep

    Gambar 2. Variabel Penelitian

    Keterangan :

    Variabel independen = Berat Badan Lahir Bayi

    Variabel dependen = Ruptur Perineum

    E. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis alternatif (Ha) :

    Ada hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada ibu

    bersalin

    Berat Badan Lahir Bayi Ruptur Perineum

  • 27

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik observasional

    dengan rancangan penelitian Case Control yang digunakan untuk

    mengetahui penyebab penyakit dengan menginvestigasi hubungan

    antara faktor risiko (risk factor) dengan kejadian penyakit (occurance of

    disease).

    Rancangan Penelitian Case Control

    Berat badan lahir Bayi > 4000 gram

    Ruptur Perineum (+) Berat badan lahir Bayi ≤ 4000 gram Berat badan lahir Bayi > 4000 gram

    Ruptur Perineum (-) Berat badan lahir Bayi ≤ 4000 gram

    Gambar 3. Rancangan Penelitian

    Ibu Bersalin Normal

  • 28

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Bersalin Rumah

    Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara.

    2. Waktu penelitian

    Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 20 April – 28 April

    2017.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin

    normal yang dirawat di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara tahun 2016 yang berjumlah 730 ibu.

    2. Sampel

    Rumus pengambilan jumlah sampel yang akan digunakan

    yaitu :

    n = 𝑁

    1+𝑁 (𝑑2)

    Keterangan :

    n : Besarnya sampel

    N : Populasi

    d : Tingkat kepercayaan yang di inginkan (0,1%)

    Penyelesaian :

    n = 730

    1+730 (0,12)

  • 29

    n = 730

    1+730 (0,01)

    n = 730

    1+7,3

    n = 730

    8,3

    n = 87,95

    n = 88

    Jadi jumlah sampel yang akan digunakan pada penelitian ini di

    ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara tahun 2016

    sebanyak 88 ibu, yaitu terdiri dari 44 ibu yang mengalami ruptur

    perineum dan 44 ibu yang tidak mengalami ruptur perineum.

    Perbandingan sampel dan kasus kontrol adalah 1:1 (44:44), dimana :

    a. Kelompok kasus

    Ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum yang

    tercatat dalam buku register di ruang bersalin RSU Dewi Sartika

    tahun 2016 sebanyak 44 ibu, teknik pengambilan sampel dengan

    cara Sistematik Random Sampling.

    Penentuan kelompok kasus dengan cara menentukan

    angka kelipatan (K) dengan rumus :

    Kasus = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠

    𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 =

    467

    44 = 10,61 = 11

    Hasil perhitungan didapatkan angka 11, sehingga

    pengambilan kelompok kasus dengan kelipatan 11, sampai jumlah

    sampel berjumlah 44 ibu untuk kasus.

  • 30

    b. Kelompok Kontrol

    Ibu bersalin normal yang tidak mengalami ruptur perineum

    yang tercatat dalam buku register di ruang bersalin RSU Dewi

    Sartika tahun 2016 sebanyak 44 ibu, teknik pengambilan sampel

    dengan cara Sistematik Random Sampling.

    Penentuan kelompok kontrol dengan cara menentukan

    angka kelipatan (K) dengan rumus :

    Kontrol = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

    𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 =

    263

    44 = 5,97 = 6

    Hasil perhitungan didapatkan angka 6, sehingga

    pengambilan kelompok kasus dengan kelipatan 6, sampai jumlah

    sampel berjumlah 44 ibu untuk kontrol.

    3. Kriteria subjek penelitian

    Pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi dan

    kriteria eksklusi agar sampel tidak menyimpang dari populasi.

    a. Kriteria Inklusi

    Kriteria inklusi adalah ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

    setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel.

    Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

    1) Ibu yang melahirkan normal

    2) Ibu yang mengalami ruptur perineum dan tidak mengalami

    ruptur perineum

  • 31

    b. Kriteria Eksklusi

    Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

    dapat diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

    adalah :

    1) Ibu dengan section caesarea

    c. Kriteria drop out

    1) Ibu yang meninggal dunia

    D. Identifikasi Variabel Penelitian

    1. Variabel terikat (dependen) yaitu ruptur perineum

    2. Variabel bebas (independen) yaitu berat badan lahir bayi

    E. Definisi Operasional

    1. Ruptur perineum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

    perlukaan atau robekan yang terjadi pada saat ibu bersalin baik

    secara spontan maupun episiotomi yang tercatat pada medical

    record.

    Kriteria objektif :

    a. Ya : Jika terdapat perlukaan atau robekan pada perineum

    b. Tidak : Jika tidak terdapat perlukaan atau robekan pada

    perineum

    2. Berat badan lahir bayi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

    berat badan bayi ketika lahir yang tercatat pada medical record.

    Kriteria objektif :

    a. Berat badan lahir bayi berisiko : > 4000 gram

  • 32

    b. Berat badan lahir bayi tidak berisiko : ≤ 4000 gram

    F. Jenis dan Sumber Data Penelitian

    Jenis data adalah data sekunder. Data diperoleh dari buku

    register ibu bersalin di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun

    2016.

    G. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang akan digunakan dalam penilitian ini adalah data

    terolah dari buku register ibu bersalin di ruang kebidanan RSU Dewi

    Sartika selama 1 tahun.

    H. Alur Penelitian

    Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut :

    Gambar 4. Alur penelitian

    Populasi Semua ibu yang bersalin normal di RSU Dewi Sartika 730

    Sampel Ruptur perineum dan tidak ruptur perineum 88 Ibu

    Pengumpulan data

    Analisa data

    Pembahasan Kesimpulan

    Kesimpulan

  • 33

    I. Analisis Data

    Setelah seluruh data yang diperoleh telah akurat maka diadakan

    proses analisis dengan menggunakan 2 cara :

    1. Analisis univariabel

    Menganalisis data-data tentang berat badan lahir bayi dan

    kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin. Analisis ini digunakan

    secara deskriptif dengan menggunakan perhitungan statistik secara

    sederhana berupa presentasi dengan rumus :

    P = 𝑓

    𝑁 × 100%

    Keterangan :

    P : Presentasi yang dicari

    f : Frekuensi

    N : Jumlah responden

    2. Analisis bivariabel

    Menganalisis data mengenai hubungan tentang berat badan

    lahir bayi dengan ruptur perineum, analisis yang dilakukan dengan

    menggunakan uji chi square (𝑥2), dan uji odds ratio (OR).

    a. Rumus uji chi square

    Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel menggunakan

    rumus uji chi square

    𝑥2 hit = (𝑂−𝐸)2

    𝐸

    Keterangan :

    𝑥2 : Chi square

  • 34

    O : Frekuensi observasi

    E : Frekuensi harapan

    Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesis adalah

    sebagai berikut :

    1) Apabila 𝑥2 dihitung ≥ dari 𝑥2 tabel H0 ditolak atau H𝑎 diterima

    artinya ada pengaruh antara variabel independen dengan

    variabel dependen.

    2) Apabila 𝑥2 dihitung < dari 𝑥2 tabel H0 diterima atau H𝑎 ditolak

    artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen dengan

    variabel dependen.

    b. Rumus Odds Ratio (OR)

    Dengan menggunakan formulasi table 2 × 2

    Tabel 1. uji statistik Odds Ratio.

    Berat badan lahir

    bayi

    Ruptur Perineum Jumlah

    + -

    + a b a + b

    - c d c + d

    Jumlah a + c b + d a + b + c + d

    Selanjutnya perhitungan Odds Ratio diperoleh dengan rumus :

    OR = 𝑎𝑑

    𝑏𝑐

    Keterangan :

  • 35

    a : Jumlah kasus dengan risiko positif

    b : Jumlah kontrol dengan risiko positif

    c : Jumlah kasus dengan risiko negatif

    d : Jumlah kontrol dengan risiko negatif

    Estiminasi koefisien interval (CI) ditetapkan pada tingkat

    kepercayaan 95% interpretasi :

    a. Jika OR < 1, merupakan faktor risiko terjadinya kasus

    b. Jika OR = 1, tidak ada hubungan faktor risiko dengan kasus

    c. Jika OR > 1, merupakan faktor proteksi/terjadinya kasus

  • 36

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    1. Letak Geografis

    RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere

    Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota

    Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena

    berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan

    mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi

    jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :

    a. Sebelah utara : Perumahan penduduk

    b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean

    c. Sebelah timur : Perumahan penduduk

    d. Sebelah barat : Perumahan penduduk

    2. Lingkungan fisik

    RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624

    m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari

    selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai

    dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik

    bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan

    memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya

    masyarakat kota kendari.

  • 37

    3. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika

    Kendari

    Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan

    upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan

    penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan

    terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

    melaksanakan upaya rujukan.

    4. Sarana dan Prasaran

    Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah

    sebagai berikut :

    1) IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas II,

    Kelas 3 dengan fasilitasnya

    2) Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit genset

    sebagai cadangan

    3) Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari sumur

    bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.

    4) Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan

    fasilitas Internet (Wi Fi)

    5) Alat Pemadam kebakaran

    6) Pembuangan limbah

    7) Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan dan

    juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat

  • 38

    pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh

    mobil pengangkut sampah.

    8) Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar mandi

    dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.

    9) Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.

    5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

    Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika

    Kendari adalah sebagai berikut :

    a) Pelayanan medis: Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat

    Jalan: Poliklinik Obsgyn, Poliklinik Umum, Poliklinik Penyakit

    Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik Bedah, Poliklinik Anak,

    Poliklinik THT, Poliklinik Radiologi, Poliklinik Jantung, Poliklinik

    Gigi Anak

    b) Instalasi Rawat Inap: Dewasa/Anak/Umum, Persalinan

    c) Kamar Operasi: Operasi Obsgyn, Bedah umum

    d) HCU

    e) Pelayanan penunjang medis: Instalasi Farmasi, Radiologi,

    Laboratorium, Instalasi Gizi, Ambulance

    f) Pelayanan Non Medis: Sterilisasi, Laundry

    6. Fasilitas Tempat Tidur

    Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari

    adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam

    beberapa kelas perawatan yakni sebagai berikut :

  • 39

    7. Sumber Daya Manusia (SDM)

    Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari

    berjumlah 160 terdiri dari ( 17 : Part Time, 143 : Full Time) dengan

    spesifikasi pendidikan sebagai berikut:

    Tabel 1. Distribusi SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016 Sumber : Data Sekunder 2016

    No .

    Jenis Tenaga

    Status Ketenagaan

    Jenis Kelamin

    Tetap Tidak Tetap L P

    1. 2 3 4 5 6

    I II III IV

    Tenaga Medis 1. Dokter Spesialis Obgyn 2. Dokter Spesialis Bedah 3. Dokter Spesialis Interna 4. Dokter Spesialis Anastesi 5. Dokter Spesialis PK 6. Dokter Spesialis Anak 7. Dokter Spesialis Radiologi 8. Dokter Spesialis THT 9. Dokter Spesialis Mata

    10. Dokter Spesialis Jantung 11. Dokter Gigi Anak 12. Dokter Umum

    Paramedis 1. S1 Keperawatan/Nurse 2. D IV Kebidanan 2. D III Bidan 3. D III Keperawatan Tenaga Kesehatan Lainnya 1. Master Kesehatan 2. SKM 3. Apoteker 4. D III Farmasi 5. S 1 Gizi 6. D III Analis Kesehatan Non Medis 1. DII/Keuangan 2. Diploma Komputer 3. SLTA/SMA/SMU

    1 - - - - - - - - - - - 26 5 43 56

    - 1 1 1 1 3 1 1 11

    1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 - 2 - - - 1 2 1 - - - - -

    2 1 1 1 - - 1 - 1 1 - 3 10 - - 11 - 1 1 - - 1 - - 2

    - - - - 1 1 - 1 - - 1 - 16 7 43 45 - 1 1 2 1 2 1 1 9

    Jumlah 67 19 24 60

  • 40

    B. Hasil penelitian

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSU Dewi Sartika pada

    tanggal 20 April – 28 April 2017 terdapat 88 sampel dalam penelitian

    ini. Setelah data tersebut dikumpulkan kemudian dilakukan

    pengelolahan sesuai tujuan penelitian, selanjutnya dibahas dalam

    bentuk table disertai penjelasan sebagai berikut :

    1. Analisis univariabel

    Analisis univariabel bertujuan untuk menganalisis variabel

    bebas dan variabel terikat. Penelitian ini dilakukan pada 88 sampel

    ibu bersalin normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun

    2016.

    Table 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu bersalin normal Di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016

    Ibu bersalin normal Jumlah (N) Peresentasi (%)

    Ruptur Perineum

    Tidak Ruptur Perineum

    467

    263

    63,97

    36,03

    Total 730 100

    Sumber : Data Sekunder 2016

    Dari table diatas menunjukkan bahwa dari jumlah total 730

    ibu bersalin normal terdapat 467 ibu yang mengalami ruptur

    perineum (63,97%) dan 263 jumlah ibu yang tidak mengalami

    ruptur perineum (36,03%).

  • 41

    Table 3. Distribusi Frekuensi Pembagian Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol Ibu Bersalin Normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara tahun 2016

    Ruptur Perineum Jumlah (n) Presentasi (%)

    Ruptur

    Tidak Ruptur

    44

    44

    50

    50

    Total 88 100

    Sumber : Data Sekunder 2016

    Dari table diatas menunjukkan bahwa penelitian ini

    menggunakan 88 sampel ibu bersalin normal yang terdiri dari 44

    (50%) ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum, dan

    44 (50%) ibu bersalin yang tidak mengalami ruptur.

    Table 4. Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Bayi Pada Ibu Bersalin Normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara tahun 2016

    BBL Jumlah (n) Presentasi (%)

    > 4000 gram

    ≤ 4000 gram

    7

    81

    7,95%

    92,05%

    Total 88 100%

    Sumber : Data Sekunder 2016

    Dari table diatas menunjukkan bahwa dari 88 sampel ibu

    bersalin terdapat 7 (7,95%) ibu melahirkan bayi dengan berat

    berisiko dan 81 (92,05%) ibu melahirkan bayi dengan berat tidak

    berisiko.

  • 42

    2. Analisis bivariabel

    Table 5. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dengan Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016

    Berat

    Badan

    Lahir Bayi

    Ruptur Perineum Jumlah

    Total X2Hit X2

    Tabel OR Ruptur

    Tidak

    Ruptur

    n % n % n %

    > 4000 gram

    6 13,64 1 2,27 7 7,95

    3,86 2,706 6,78 ≤ 4000

    gram 38 86,36 43 97,73 81 92,05

    Total 44 100% 44 100 88 100

    Sumber : Data sekunder 2016

    Dari table diatas menunjukkan bahwa analisa data mengenai

    berat badan lahir bayi dan kejadian ruptur perineum pada ibu

    bersalin normal di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara,

    adapun kriteria berat badan lahir bayi berisiko yang menyebabkan

    ruptur perineum sebanyak 6 (13,64%) ibu bersalin normal dan tidak

    rupture perineum sebanyak 1 (2,27%) ibu bersalin normal.

    Sedangkan berat badan lahir bayi tidak berisiko namun

    menyebabkan ruptur perineum sebanyak 38 (86,36%) ibu bersalin

    normal, tidak berisiko dan tidak ruptur perineum 43 (97,73%) ibu

    bersalin normal.

    Hasil perhitungan statistik menggunakan uji chi square

    diperoleh hasil, X2Hit = 3,86 > X2Tabel = 2,706 maka Ha diterima dan

    H0 ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,1 . Ini berarti ada

    hubungan yang signifikan antara berat badan lahir bayi dengan

  • 43

    ruptur perineum di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara Tahun 2016.

    Berdasarkan uji statistik Odd Ratio (OR) didapatkan hasil

    bahwa nilai OR = 6,78. Bahwa keseluruhan sampel ibu bersalin

    normal dengan berat badan lahir bayi berisiko yang menyebabkan

    ruptur perineum pada kelompok kasus sebanyak (13,64%),

    sedangkan kelompok kontrol (86,36), dan menemukan bahwa ibu

    bersalin normal dengan berat badan lahir bayi berisiko memiliki

    risiko 6,78 kali lebih besar untuk mengalami ruptur perineum

    dibanding ibu bersalin normal dengan berat badan lahir bayi tidak

    berisiko.

    C. Pembahasan

    Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai hasil penelitian

    yang terkait dengan Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ruptur

    Perineum pada Persalinan Normal di Ruang Bersalin RSU Dewi

    Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

    1. Ruptur Perineum

    Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa dari jumlah ibu bersalin

    normal yang tercatat pada medical record di RSU Dewi Sartika

    Tahun 2016 sebanyak 730 ibu. Dan ibu yang mengalami ruptur

    perineum sebanyak 467 (63,97%) ibu, sedangkan ibu yang tidak

    mengalami ruptur perineum 263 (36,03%) ibu.

  • 44

    Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat

    bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat

    atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah

    dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.

    Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka

    yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang

    luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan

    pemeriksaan vulva dan perineum. Robekan jalan lahir biasanya

    akibat tindakan medis (Episiotomi) dan robekan yang terjadi

    secara spontan.

    Dari tabel 3 menunjukkan bahwa penelitian ini

    menggunakan 88 sampel ibu bersalin normal, yang terdiri dari 44

    (50%) ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum, dan

    44 (50%) ibu bersalin normal yang tidak mengalami ruptur

    perineum.

    Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir.

    Kebanyakan ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum

    yaitu pada saat melahirkan anak pertama (primipara). Penyebab

    lain yang memicu terjadinya ruptur perineum mencakup : partus

    presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong ( sebab

    paling sering ), ibu tidak mampu berhenti mengejan, partus

    diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang

  • 45

    berlebihan, oedema dan kerapuhan pada perineum, varikoritas

    vulva yang melemahkan jaringan perineum, perluasan episiotomi.

    2. Berat Badan Lahir Bayi

    Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa dari 88 sampel ibu

    bersalin normal terdapat 7 (7,95%) ibu yang melahirkan bayi

    dengan berat berisiko dan 81 (92,05%) ibu yang melahirkan bayi

    dengan berat tidak berisiko.

    Faktor dari janin yang dapat menyebabkan ruptur perineum

    perineum antara lain berat badan lahir bayi, posisi kepala yang

    abnormal misalnya presentasi muka, distosia bahu, dan anomaly

    konginetal seperti hidrochepalus. Janin yang berbobot lebih dari

    4000 gram untuk kehamilan cukup bulan dianggap berukuran

    terlalu besar .

    3. Hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada

    persalinan normal

    Dari table 5 dapat menunjukkan bahwa analisa data

    mengenai berat badan lahir bayi dan kejadian ruptur perineum

    pada ibu bersalin normal di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi

    Tenggara. Adapun kriteria berat badan lahir bayi berisiko yang

    menyebabkan ruptur sebanyak 6 (13,64%) ibu bersalin normal, dan

    tidak ruptur perineum sebanyak 1 (2,27%) ibu bersalin normal.

    Sedangkan berat badan lahir bayi tidak berisiko namun

    menyebabkan ruptur perineum sebanyak 38 (86,36%) ibu bersalin

  • 46

    normal, tidak berisiko dan tidak ruptur perineum 43 (97,73%) ibu

    bersalin normal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari 44 kejadian

    ruptur perineum terdapat 6 (13,64%) kasus disebabkan oleh berat

    badan lahir bayi berisiko (> 4000 gram), dan 38 (86,36%) kasus

    disebabkan oleh berat badan lahir bayi tidak berisiko (≤ 4000

    gram).

    Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil Uji Chi

    Square, X2Hit = 3,86 > X2Tabel = 2,706 maka Ha diterima dan H0

    ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,1. Ini berarti ada

    hubungan yang signifikan antara berat badan lahir bayi dengan

    ruptur perineum di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi

    Tenggara Tahun 2016.

    Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathus

    Shofiyani (2013) bahwa Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan

    hasil yaitu nilai hitung (0,839) dan nilai tabel (0,450) maka Ha

    diterima yang artinya ada hubungan berat badan bayi baru lahir

    dengan ruptur perineum spontan pada penatalaksanaan kala II

    persalinan normal.

    Penelitian yang dilakukan oleh Elis Fitriani (2015) bahwa Uji

    koefisien kontingensi koefsien kontingensi didapatkan Ch=0,487

    Ct = 0.024 lalu dibandingkan dengan nilai p

  • 47

    bayi baru lahir pada persalinan fisiologis dengan kejadian rupture

    perineum

    Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi

    lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau

    tindakan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum

    antara lain : Faktor ibu : paritas, cara meneran, dan jarak kelahiran;

    Faktor janin : berat badan lahir bayi, presentasi, hydrocephalus,

    distosia bahu; Faktor persalinan : vakum ekstrasi, ekstrasi

    cunam/forsep, embriotomi, persalinan presipitatus; dan faktor

    penolong persalinan.

    Berat badan lahir bayi adalah berat badan yang ditimbang

    dari 24 jam waktu kelahiran. Umumnya semakin besar janin,

    semakin lama persalinan semakin meningkatkan resiko terjadinya

    ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan

    regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar

    sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi

    lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.

    Semakin besar bayi yang dilahirkan dapat meningkatkan

    resiko terjadinya ruptur perineum. Normalnya berat badan bayi

    sekitar 2500-4000 gram, sedangkan bayi besar (Giant baby)

    memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Diagnosis menentukan

    besarnya janin secara klinis memang sulit kadang-kadang baru

    diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan

  • 48

    persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan

    yang kuat tentang disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu

    dilakukan.

    Prognosis pada panggul normal, janin dengan berat badan

    kurang dari 4000 gram pada umumnya tidak menimbulkan

    kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang

    besar atau kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) tidak

    dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar

    sulit melalui rongga panggul. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu

    dapat diduga sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan

    bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomi medialateral

    yang cukup luas.

  • 49

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Dari penelitian yang penulis lakukan mengenai hubungan berat

    badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di

    ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

    Yang dilaksanakan pada tanggal 20 April – 28 April 2017, didapat

    kesimpulan bahwa :

    1. Jumlah ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum yaitu

    sebanyak 44 (50%) orang dan tidak mengalami ruptur perineum

    sebanyak 44 (50%) orang .

    2. Jumlah berat badan lahir bayi (> 4000 gram) sebanyak 7 (7,95%)

    orang, dan berat badan lahir bayi (≤ 4000 gram) sebanyak 81

    (92,05%) orang.

    3. Ada hubungan antara berat badan lahir bayi dengan ruptur

    perineum pada persalinan normal.

    B. Saran

    1. Bagi rumah sakit setempat agar pelayanan kesehatan pada ibu

    bersalin agar lebih ditingkatkan.

    2. Bagi ibu yang mengalami ruptur perineum yang luas pada

    persalinan sebelumnya dan akan merencanakan kehamilan

    selanjutnya sebaiknya menkonsultasikan pada petugas kesehatan.

  • 50

    3. Bagi peneliti diharapkan hasil penelitian ini meningkatkan

    pengetahuan dan wawasan peneliti tentang ruptur perineum yang

    disebabkan berat badan lahir bayi.

    4. Bagi tenaga kesehatan, diharapkan mampu melakukan deteksi

    dini dan pemantauan tumbuh kembang janin selama kehamilan

    dengan menghitung tafsiran berat janin serta memberikan KIE

    kepada ibu hamil mengenai kaitan berat badan bayi baru lahir

    dengan laserasi jalan lahir.

  • LAMPIRAN

  • DOKUMENTASI