hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas infark

161
TESIS HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA) KETUT ERNA BAGIARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: vuongnguyet

Post on 31-Dec-2016

239 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

TESIS

HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR

MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

KETUT ERNA BAGIARI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

TESIS

HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR

MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

KETUT ERNA BAGIARI

NIM 0914138204

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

KETUT ERNA BAGIARI

NIM 0914138204

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.dr. Ketut Rina Sp.PD, SP.JP (K),FIHA,FAsCC Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK, MKes

NIP.194706101978021002 NIP. 196105051990022001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Direktur

Program Pasca Sarjana

Universita Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS

NIP 19461213 197107 1001

Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K)

NIP. 195902151985102001

Page 5: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Tesis Ini Telah Diuji dan dinilai oleh Penguji

pada Program Pascasarjana Universitas Udayana

pada Tanggal 1 Desember 2014

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No.: 4077/UN14.4/HK/2014

Tanggal 27 Oktober 2014

Penguji Tesis adalah :

Ketua : Dr.dr. I Ketut Rina Sp.PD, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC

Anggota :

1. Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes

2. Prof.Dr.dr. I Wayan Wita, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC

3. Prof.Dr.dr. I Gede Raka Widiana Sp.PD-KGH

4. dr.K. Badjra Nadha, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC

Page 6: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK
Page 7: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa

atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan

baik. Terwujudnya tesis yang berjudul “Hiperlaktasemia sebagai Prediktor

Morbiditas Infark MIokard Akut (IMA)” tentunya tidak lepas dari peran berbagai

pihak sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besar

dan setulus-tulusnya kepada :

Dr.dr. Ketut Rina Sp.PD,Sp.JP (K),FIHA,FAsCC selaku pembimbing utama

yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta perhatian yang tinggi

untuk memberi dorongan, bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal

hingga penyelesaian tesis ini.

Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK,M.Kes selaku pembimbing kedua yang dengan

kesediaan penuh melayani pembimbingan, konsultasi, serta memberikan arahan,

dorongan yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

Seluruh staf pengajar Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK

Udayana yang telah mendidik, memberikan kesempatan dan fasilitas serta ijin kepada

penulis untuk mengikkuti pendidikan program spesialis Kardiologi dan Kedokteran

Vaskular dan menyelesaikan tesis ini.

Ketua Tim dan anggota Tim Penguji tesis ini yang telah memberikan

pemecahan, saran, serta masukan yang bermanfaat guna perbaikan tesis ini

Dr.Romy Windianto Sp.A, kakak iparku yang tercinta yang telah memberikan

ide, membimbing, memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan

terwujudnya tesis ini.

Yang teristimewa untuk kedua orang tua saya Drs.Nyoman Sukanadha, MSi,

dan Ibu Martini S.Sos, mertua saya dr. Putu Moda Arsana Sp.PD-KEMD dan Ibu

Endang Riawati,SH, suami yang tercinta dr.Made Satria Yudha Dewangga, dan

anakku tersayang Gede Keenan Kusuma Yudha yang memberikan semangat, kasih

Page 8: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

sayang, dukungan moril dan materi, serta doa kepada penulis selama mengikuti

pendidikan ini.

Rekan-rekan residen kardiologi yang saya cintai terutama angkatan kedua,

dr.Susila, dr.Eko, dr.Bayu, dr.Eka, dr. Nyoman, dr.Lauren yang telah menjadi teman

seperjuangan dalam suka maupun duka yang memberikan keceriaan, senyuman, dan

kekuatan selama mengikuti pendidikan ini. Rekan-rekan PPDS lainnya yang juga

membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

Teman-teman perawat di UGD, ICCU, Poliklinik PJT yang bersama-sama

bahu membahu dalam bekerja sehingga membuat masa pendidikan ini menyenangkan

bila bekerja bersama kalian.

Teman-teman sekretariat mbak Ninik, mbak Candra, mbak Dian, mbak Andi,

dan Pak Ketut yang selalu mendukung, membantu, bekerjasama dalam segala hal

selama pendidikan spesialis ini.

Akhirnya dengan iringan doa semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa

memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala amal baik yang telah diberikan

kepada penulis. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Denpasar, Desember 2014

Penulis,

dr. Ketut Erna Bagiari

Page 9: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Abstrak

HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

MIOKARD AKUT (IMA)

Infark Miokard Akut (IMA) menjadi suatu masalah kesehatan dunia yang

bersifat epidemik. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas IMA akibat terjadi

pada usia lebih tua, terlambat ke rumah sakit, adanya komorbid, tidak dilakukannya

terapi reperfusi. Komplikasi selama perawatan meningkatkan angka morbiditas.

Komplikasi yang sering terjadi yaitu syok kardiogenik, gagal jantung, aritmia yang

dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Nilai prognostik laktat dalam menilai

morbiditas pada pasien IMA sampai saat ini belum banyak diketahui. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas

pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar.

Penelitian ini merupakan studi observasional kohort prospektif, yang

bertempat di RSUP Sanglah-Denpasar selama tiga bulan, dari Juli sampai September

2014. Sampel penelitian adalah 70 orang penderita IMA yang diambil secara

consecutive sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi diukur kadar laktat

kapiler saat masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan menggunakan

point of care analyzer, yaitu Accutrend lactate meter. Selama perawatan selanjutnya

diamati terjadinya morbiditas

Pada penelitian ini didapatkan bahwa penderita IMA dengan hiperlaktasemia

memiliki peningkatan risiko morbiditas hampir 3 kali lipat (HR =2.578, 95% CI

=1.278-5.199, p=0.008), syok kardiogenik 15 kali lipat (HR =15.231, 95% CI =

1.848-700.579, p = 0,0014) dan gagal jantung 5 kali lipat (HR = 5.269, 95% CI =

1.913-15.796, p = 0.0002) lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia. Namun

hiperlaktasemia pada penelitian ini tidak terbukti sebagai prediktor terjadinya aritmia

(HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051).

Disimpulkan bahwa hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor independen

morbiditas, terjadinya syok kardiogenik dan gagal jantung pada penderita IMA.

Tetapi penurunan hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor terjadinya aritmia

pada pasien IMA. Studi ini perlu dikonfirmasi studi prospektif dengan jumlah sampel

yang lebih besar

Kata kunci: Infark miokard akut, hiperlaktasemia

Page 10: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Abstract

HIPERLAKTASEMIA AS PREDIKTOR MORBIDITY OF ACUTE

MYOCARDIAL INFARCTION (AMI)

Acute Myocardial Infarction (AMI) is an epidemic worldwide medical

problem. Greater morbidity and mortality in acute myocardial infarction is related to

its occurrence in the elderly, presence of comorbidities, delay in hospital treatment,

and absence of coronary artery reperfusion therapy. Complications during

hospitalization would increase the morbidity rate. The most frequent complications

of AMI were cardiogenic shock, heart failure, arrhytmia that leading to sudden

cardiac death. The prognostic role of lactate for morbidity in patients with AMI so far

is not elucidated. The purpose of this study is to assess whether lactate is an

independent prognostic predictor morbidity patient with AMI in Sanglah Hospital,

Denpasar.

The present study is a prospective observational cohort study, which took

place in Sanglah General Hospital Denpasar for three months ( July until October

2013). Subjects of this study were 70 AMI patients which were enrolled by

consecutive sampling. We measured capillary lactate level three times, at first

admission, 2h, and 24 h after admission, using rapid point-of-care analyzer Accutrend

Lactate Meter. We observed for the cardiovascular event during hospitalization.

The result of this study were the AMI patients with hyperlactatemia have the

increased risk of morbidity of almost 3-fold (HR =2.578, 95% CI =1.278-5.199,

p=0.008), cardiogenic shock of 15-fold (HR =15.231, 95% CI = 1.848-700.579, p =

0,0014) and heart failure of 5-fold (HR = 5.269, 95% CI = 1.913-15.796, p = 0.0002)

compared with subject without hyperlactatemia. In the other hand, hyperlactatemia

was not proved as the predictor of arrhytmia (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p =

0,3051).

The study concluded that hyperlactatemia is an independent predictor of

morbidity, cardiogenic shock, and heart failure in AMI patients. In the other hand,

hyperlactatemia is not an independent predictor of arrhythmia in AMI patients. This

study should be confirmed by larger prospective studies.

Keywords: Acute myocardial infarction, hyperlactatemia

Page 11: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

DAFTAR ISI Halaman

SAMPUL DALAM ........................................................................................................ i

PRASYARAT GELAR. ................................................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................vi

ABSTRAK ................................................................................................................viii

ABSTRACT .......................................................................................................... ...... ix

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ...... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ............................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................... 9

2.1 Definisi Infark Miokard Akut .................................................................... 9

2.2 Etiologi Infark Miokard Akut .................................................................. 12

2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut ........................................................... 14

2.4 Komplikasi Infark Miokard Akut............................................................. 17

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas pada Infark Miokard

Akut ......................................................................................................... 19

2.6 Metabolisme Aerob dan Anaerob ............................................................ 21

2.7 Kondisi yang Meningkatkan Kadar Laktat .............................................. 23

2.8 Laktat sebagai Biomarker ........................................................................ 25

2.9 Alat Pengukur Kadar Laktat .................................................................... 28

BAB III KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 31

3.2 Konsep ...................................................................................................... 32

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................... 32

Page 12: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 33

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 33

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 34

4.3 Penentuan Sumber Data ............................................................................ 34

4.3.1 Populasi Target .............................................................................. 34

4.3.2 Populasi Terjangkau ....................................................................... 34

4.3.3 Sampel Penelitian........................................................................... 34

4.3.4 Kriteria Eligibilitas......................................................................... 34

4.3.4.1 Kriteria inklusi ....................................................................... 34

4.3.4.2 Kriteria eksklusi ..................................................................... 34

4.2.1 Besaran sampel .............................................................................. 35

4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ......................................................... 35

4.4 Variabel Penelitian .................................................................................... 36

4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian ............................ 36

4.4.2 Definisi Operasional Variabel ........................................................ 37

4.5 Bahan Penelitian ...................................................................................... 42

4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................ 42

4.7 Prosedur Penelitian................................................................................... 42

4.7.1 Tata Cara Penelitian ...................................................................... 42

4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 44

4.7.2 Alur Penelitian .............................................................................. 45

4.8 Analisis Data ............................................................................................. 47

BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 50

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 51

5.2 Analisis Kurva ROC ................................................................................ 52

5.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA ............................... 53

5.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA ........... 55

5.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA ................. 56

5.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA ............................ 58

5.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ........ 59

5.8 Pengaruh Hiperlaktasemia terhadap Morbiditas Setelah Dikontrol

dengan Variabel Lain .................................................................................. 61

BAB VI PEMBAHASAN .....................................................................................64

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 66

6.2 Analisis Kurva ROC ................................................................................ 70

6.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA ............................... 72

6.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA ........... 73

6.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA ................. 75

6.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA ............................ 76

6.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ........ 77

6.8 Analisis Multivariat Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas

Page 13: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

IMA .......................................................................................................... 78

6.9 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 79

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 81

7.1 Simpulan ............................................................................................. 81

7.2 Saran .................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83

Lampiran ........................................................................................................ 87

Page 14: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Penyebab Infark Miokard Akut ...................................................................... 13

2.2 Klasifikasi Asidosis Laktat Menurut Cohen dan Wood ................................. 24

2.3 Penilaian Accutrend Lactate Meter ................................................................ 30

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................................... 51

5.2 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Morbiditas Pada IMA dengan Hiperlaktasemia

dan Tanpa Hiperlaktasemia ............................................................................ 54

5.3 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Syok Kardiogenik Pada IMA dengan

Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia................................................. 56

5.4 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Gagal Jantung Pada IMA dengan

Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia................................................. 58

5.5 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Aritmia Pada IMA dengan Hiperlaktasemia

dan Tanpa Hiperlaktasemia ............................................................................ 59

5.6 Frekuensi STEMI dan NSTEMI Berdasarkan Hiperlaktasemia .................... 59

5.7 Hasil Uji Mantel Haenzel Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada

Subgrup IMA ................................................................................................. 60

5.8 Hasil Uji Global Test Terhadap Variabel Hiperlaktasemia ........................... 61

5.9 Model Dasar Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression

Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA .......................... 62

5.10 Model Akhir Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression

Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA .......................... 63

Page 15: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Waktu Pelepasan Biomarker setelah IMA ..................................................... 12

2.2 Proses Aterosklerosis pada IMA .................................................................... 14

2.3 Paradigma Syok pada IMA ............................................................................ 18

2.4 Metabolisme Intermediari .............................................................................. 22

2.5 Glikolisis pada Keadaan Kadar Oksigen Normal, Iskemia Ringan, dan

Iskemia Berat ................................................................................................. 23

3.1 Konsep Penelitian........................................................................................... 32

4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 33

4.2 Hubungan antar Variabel ............................................................................... 37

4.3 Gambar Alur Penelitian.................................................................................. 46

5.1 Kurva ROC dalam Menentukan Cutt of Point Hiperlaktasemia .................... 52

5.2 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Morbiditas Pada IMA

Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 53

5.3 Kurva Estimasi Survival Kaplan-Meier Terjadinya Syok Kardiogenik pada

IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia ................................................................ 55

5.4 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Gagal Jantung pada IMA

Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 57

5.5 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Aritmia pada IMA

Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 58

Page 16: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

ACC : American College of Cardiology

AGEs : Advanced Glycation End-Products

AHA : American Heart Association

ATP : Adenosine Triphosphat

ARV : Anti Retro Viral

AUC : Area Under Curve

CKMB : Creatinin Kinase tipe MB

CABG : Coronary Artery Bypass Graft

CHA : Chicago Heart Association Detection Project in Industry

CCB : Ca Channel Blocker

EHS : European Heart Study

EKG : Elektrokardiogram

ESC : European Society of Cardiology

FHS : Framingham Heart Study

GFR : Glomerular Filtration Rate

GRACE : Global Registry of Acute Cardiac Events

HR : Hazard Ratio

HDL : High Density Lipoprotein

IMA : Infark Miokard Akut

ICU : Intensive Care Unit

LBBB : Left Bundle Branch Block

LDL : Low Density Lipoprotein

LED : Light Emitting Diode

MRFIT : Multiple Risk Factor Intervention Trial

NSTEMI : Non ST Elevation Myocardial Infarction

Page 17: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

NCEP : National Cholesterol Education Program in Adult Treatment Panel

NICE : National Institute for Health and Clinical Excellence

PJK : Penyakit Jantung Koroner

PJNHK : Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

PCI : Percutaneous Coronary Intervention

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

ROC : Receiving Operating Procedure

SDM : Sumber Daya Manusia

STEMI : ST Elevation Myocardial Infarction

SIRS : Systemic Inflamatory Response Syndrome

SI : Satuan Internasional

TIMI : Thrombolysis In Myocardial Infarction

UGD : Unit Gawat Darurat

UPIJ : Unit Perawatan Intensif Jantung

UAP : Unstable Angina Pectoris

VT : Ventricular Tachycardia

VF : Ventricular Fibrillation

WHO : World Health Organization

Page 18: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Informasi/Penjelasan Pasien............................................................................. 88

2. Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Concent) ........................................ 90

3. Lembar Pengumpulan Data .............................................................................. 91

4. Data Penelitian ................................................................................................. 97

5. Hasil Analisis Data ......................................................................................... 102

Page 19: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK
Page 20: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini telah terjadi transisi dalam bidang kesehatan akibat perubahan

demografi, ekonomi dan nutrisional. Fenomena ini ditandai dengan pergeseran dari

dominasi penyakit infeksi dan nutrisi ke arah penyakit degeneratif, seperti penyakit

kardiovaskular. Penilaian faktor risiko absolut penyakit kardiovaskular secara

komprehensif dilakukan untuk mengantisipasi dan segera mengambil tindakan

Page 21: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

preventif guna menghindari timbulnya penyakit beserta komplikasi yang tidak

diinginkan.

Pada tahun 2003 penyakit kardiovaskular tercatat sebesar 37% penyebab

kematian. American Heart Association (AHA) menyatakan kurang lebih 2600 orang

Amerika meninggal tiap hari akibat penyakit kardiovaskular, kurang lebih satu

kematian setiap 35 detik. Risiko terjadinya penyakit kardiovaskular di Amerika pada

saat berumur 50 tahun tercatat 1 dari 2 laki-laki, dan 2 dari 5 perempuan (Vasan et al,

2008). Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi suatu masalah kesehatan dunia yang

bersifat epidemik. Diperkirakan di seluruh dunia 30 % dari semua penyebab kematian

diakibatkan oleh PJK. Lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita Infark

Miokard Akut (IMA), dan lebih dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena

IMA sebelum sampai ke rumah sakit (Christofferson, 2009).

Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK),

92 orang (10.1%) penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun dari 962 penderita

IMA di tahun 2006. Tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita IMA usia

muda dari 1096 seluruh penderita IMA), sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1%

(108 penderita IMA usia muda dari 1065 seluruh penderita IMA) (Anonim, 2010).

Morbiditas akibat IMA menunjukkan angka yang tinggi. Morbiditas merupakan

penyulit atau komplikasi yang ditemukan pada saat kondisi IMA, meliputi gagal

jantung, syok kardiogenik, maupun aritmia. Srimahachota dkk dari Pusat Jantung dan

Divisi Penyakit Kardiovaskular Rumah Sakit King Chualalongkorn Memorian,

Thailand melakukan penelitian Oktober 2007 hingga Desember 2008. Penelitian ini

Page 22: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

dilakukan untuk menilai morbiditas pada pasien dengan Unstable Angina Pectoris

(UAP), Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), ST Elevation

Myocardial Infarction (STEMI). Pada pasien dengan STEMI ditemukan morbiditas

selama perawatan yaitu angka gagal jantung 27.1%, blok jantung 6.2 %, aritmia

ventrikel 8.8%, syok kardiogenik 23 %. Pada NSTEMI morbiditas selama perawatan

di rumah sakit, yaitu angka gagal jantung 50.3 %, blok jantung 1.7 %, aritmia

ventrikel 1.2%, syok kardiogenik 19.7 % (Srimahachota, dkk., 2012).

Studi Ferreira dkk tahun 2009 menemukan morbiditas dan mortalitas pasien

IMA di rumah sakit umum di Brazil. Morbiditas yaitu kelas Killip >1 sebesar 34.3%,

dan mortalitas sebesar 19.5% (Ferreira, dkk., 2009).

Konsep dasar menegakkan diagnosis infark miokard diperlukan pemeriksaan

tambahan seperti elektrokardiogram (EKG), dan tes laboratorium. Nilai diagnostik

EKG pada suatu penelitian hanya dikatakan 50 % untuk infark miokard (Gatien, dkk.,

2005). Kesulitan yang sering timbul pada unit gawat darurat yaitu bagaimana menilai

pasien dengan keluhan nyeri dada atipikal dimana gambaran EKG meragukan untuk

infark miokard (Christofferson, 2009, Daubert, dkk., 2010).

Kebanyakan tes laboratorium seperti Creatinin Kinase tipe MB (CK-MB),

troponin dan myoglobin tergantung pada kerusakan sel yang mengalami iskemik

yang menyebabkan pelepasan enzim penanda nekrosis otot jantung ke dalam serum.

Parameter ini tidak menggambarkan pengukuran pada level gangguan fisiologis pada

jantung. Dengan demikian pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah

sebelum 4-6 jam onset keluhan, sehingga tidak praktis dalam penanganan akut pasien

Page 23: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

dengan nyeri dada. Mioglobin sensitivitasnya tidak lebih dari 45-65% hingga 3-6 jam

setelah onset. Laktat meningkat pada kondisi gangguan fisiologis jantung sangat

sensitif untuk diagnosis IMA. Peningkatan ini khususnya pada pasien dengan onset

nyeri dada lebih dari 2 jam (Christofferson, 2009, Daubert, dkk., 2010, P.Cannon dan

H.Lee, 2007, Gatien, dkk., 2005).

Kecenderungan terjadinya keluhan klinik seperti sesak dan kondisi syok

berhubungan dengan parameter spesifik fungsi ventrikel kiri. Abnormalitas awal

terjadinya kekakuan ventrikel pada awal diastolik. Bila abnormalitas segmen yang

berkontraksi lebih dari 15%, ejeksi fraksi menurun dan terjadi peningkatan tekanan

dan volume akhir diastolik, sehingga menimbukan gagal ventrikel kiri. Klinis gagal

jantung terjadi bila area abnormalitas kontraksi lebih dari 25%, bahkan terjadi syok

kardiogenik, dan sering berdampak fatal. Kondisi infark juga memudahkan untuk

terjadinya aritmia yang dapat berbahaya dan berakibat fatal (Antman dan Brawnwald,

2007).

Kondisi IMA menyebabkan penekanan fungsi jantung dan penurunan perfusi.

Laktat serum merupakan penanda menurunnya perfusi sistemik dan hipoksia

jaringan, karena laktat adalah produk metabolisme anaerob. Pengukuran laktat yang

bersirkulasi sudah digunakan secara luas pada perawatan kritis. Laktat digunakan

sebagai indikator gangguan hemodinamik dan prediktor kondisi syok. Pada syok

kardiogenik beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan laktat darah. Perfusi

jaringan miokard terganggu akibat IMA menyebabkan penurunan supply oksigen

yang mengubah metabolism aerob menjadi anaerob dengan glikolisis menghasilkan

Page 24: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

laktat dari substrat piruvat. Piruvat seharusnya dalam kondisi cukup oksigen akan

teroksidasi untuk produksi ATP sebagai energi di mitokondria (Vermeulen, dkk.,

2010).

Laktat pada pasien IMA yang dilepaskan dari miokardium mempunyai

hubungan yang linier dengan derajat keparahan penyakit jantung koroner. Kondisi

hipoperfusi regional terjadi pada IMA meskipun tekanan darah tetap normal. Pada

kondisi basal, miokardium mengekstraksi laktat dari sirkulasi, namun pada kondisi

iskemia jantung kemampuan untuk mengekstraksi laktat menjadi terganggu. Dengan

demikian iskemia miokard menyebabkan peningkatan kadar laktat ke dalam sirkulasi

melalui kedua mekanisme ini (Gatien, dkk., 2005, Vandromme, dkk., 2010).

Laktat merupakan marker yang sensitif dan dapat digunakan sebagai alat triage

dalam penanganan awal pasien dengan keluhan nyeri dada. Pemeriksaan laktat

melalui laboratorium membutuhkan waktu untuk penghantaran dan pemeriksaaan

dalam laboratorium. Durasi antara pengambilan sampel bahan dengan analisis di

laboratorium sentral dapat menyebabkan nilai yang lebih tinggi dan kesalahan

interprestasi. Saat ini sudah tersedia alat analisis yang lebih cepat dan untuk

dilakukan di samping pasien, yaitu disebut point of care analyzer, contohnya

Accutrend lactate meter (Gatien, dkk., 2005, Vermeulen, dkk., 2010).

Evaluasi tindakan resusitasi umumnya digunakan tanda vital seperti tekanan

darah, denyut nadi, dan produksi urin. Analisis hasil akhir parameter tunggal ini tidak

adekuat dalam menilai hasil resusitasi pada pasien. Dua marker yang sering

ditemukan dalam menilai hasil resusitasi adalah defisit basa dan laktat. Pada awal

Page 25: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

masuk laktat dan defisit basa berkorelasi baik dan keduanya digunakan sebagai

prediktor prognosis. Dalam perawatan selanjutnya di Intensive Care Unit (ICU)

defisit basa kehilangan spesifisitasnya, sedangkan laktat tetap memiliki nilai prediktif

(Agrawal, dkk., 2004). Hal ini karena defisit basa dipengaruhi oleh bermacam faktor

yang menyebabkan asidosis metabolik, dan diluar dari metabolism anaerob. Faktor

lain yang juga berpengaruh yaitu disfungsi ginjal, resusitasi dengan cairan salin,

hilangnya bikarbonat gastrointestinal, dan ketoasidosis diabetik. Argumen bahwa

pemeriksaan defisit basa lebih mudah dan cepat saat ini sudah dibantahkan dengan

adanya alat analisis laktat yang cepat.

Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan klinis kadar laktat

pada pasien IMA. Vermeulen dkk mengemukakan pada pasien STEMI kadar laktat

tinggi dihubungkan dengan hipotensi, denyut jantung lebih tinggi, Thrombolysis In

Myocardial Infarction (TIMI) flow 0-1, diabetes dan tidak merokok. Peningkatan

mortalitas ditemukan pada pasien dengan kadar laktat > 4.0 mmol/L (Vermeulen,

dkk., 2010).

Tingginya kadar laktat arterial dihubungkan dengan luasnya infark. Beberapa

studi dilakukan di ICU sebelumnya menunjukkan kadar laktat vena pada saat awal

masuk rumah sakit berhubungan dengan prognostik IMA. Pasien IMA yang

meninggal atau membutuhkan perawatan intensif lebih lama dari 48 jam memiliki

kadar laktat yang lebih tinggi (yaitu 4.4±4.3 mmol/L) dibandingkan yang tidak

membutuhkan perawatan intensif (1.4±0.6 mmol/L) (Gatien, dkk., 2005, Schmiechen,

dkk., 1997).

Page 26: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Kliegel dkk pada studi retrospektif, menganalisis kadar serum laktat pada saat

masuk dan kadar laktat 48 jam setelah dirawat pada 394 pasien yang mampu bertahan

setelah mengalami henti jantung. Mereka mengobservasi bahwa kadar laktat serum

pada saat masuk dan 48 jam setelahnya secara signifikan lebih rendah pada pasien

yang dapat bertahan hidup dalam 6 bulan pertama setelah keberhasilan resusitasi

kardiopulmonal dibandingkan dengan yang tidak bisa bertahan hidup dalam jangka

waktu tersebut. Mullner dkk menyatakan bahwa pasien yang mengalami fibrilasi

ventrikel, kadar laktat yang tinggi saat masuk rumah sakit dihubungkan dengan

gangguan neurologis yang berat (Attanà, dkk., 2012).

Pada penelitian sebelumnya kebanyakan pemeriksaan laktat hanya dilakukan

satu kali waktu. Pemeriksaan laktat sekali waktu memiliki keterbatasan, dan bila

melakukan pemeriksaan serial dapat berkorelasi dengan kemampuan prognosis.

Lactate clearance nilainya lebih superior daripada variabel delivery oxigen (DO2)

dan oxigen consumption (VO2). Kadar laktat pada fase awal dan akhir lebih rendah

pada orang sakit yang dapat bertahan hidup sedangkan DO2 dan VO2 tidak terdapat

perbedaan (Vernon dan Letourneau, 2010).

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, dilakukan penelitian

hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas IMA. Pemeriksaan laktat dilakukan tiga

kali secara serial mulai saat di Unit Gawat Darurat (UGD), 2 jam dan 24 jam

perawatan.

1.2. Rumusan Masalah

Page 27: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dibuat rumusan

masalah sebagai berikut:

Apakah hiperlaktasemia dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas IMA?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hiperlaktasemia dapat

digunakan alat prediktor morbiditas IMA.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya gagal jantung

1.3.2.2 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya syok kardiogenik

1.3.2.3 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya aritmia

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang akademik dan

bidang praktis seperti dibawah ini:

1.4.1 Bidang akademik

Sebagai data dasar dan sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien IMA.

Sebagai dasar kelayakan kadar laktat dalam menilai prognosis pasien IMA.

1.4.2 Bidang praktis

Page 28: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Sebagai acuan monitoring dan pengembangan pelayanan pengobatan pasien

IMA.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infark Miokard Akut

World Health Organization (WHO) mulai dari tahun 1950 menggunakan data

epidemiologi mendefinisikan IMA dengan adanya minimal dua dari 3 kriteria, yaitu

keluhan klinis sugestif ke arah infark miokard, abnormalitas EKG, peningkatan

Page 29: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

marker serum yang mengindikasikan terjadinya nekrosis miokard. Perkembangan

biomarker nekrosis miokard yang lebih sensitif dan spesifik serta tehnik imaging

untuk disfungsi miokard yang iskemik menyebabkan terjadinya perbaikan diagnosis

IMA (Rhee, dkk., 2011).

Pada tahun 2007, Global Task Force dari European Society of Cardiology (ESC)

dan World Heart Federation mempublikasikan konsensus yang menstandarisasi

deteksi biomarker jantung bersama imaging jantung sebagai evaluasi IMA. Infark

miokard dapat didiagnosa tanpa pemeriksaan troponin bila terdapat onset akut

hilangnya miokard yang viabel, adanya ST elevasi atau Left Bundle Branch Block

(LBBB) baru disertai kematian jantung mendadak dalam satu jam keluhan atau

diagnosis patologi postmortem (Werf, dkk., 2008, Rhee, dkk., 2011).

Guideline terbaru ESC 2012 mendefinisikan IMA sebagai kondisi dimana

terdapat bukti nekrosis miokardial pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis

iskemia miokardial akut. Deteksi infark miokard berdasarkan adanya peningkatan dan

atau penurunan biomarker jantung (yaitu CKMB dan atau troponin) di atas nilai

normal dengan salah satu dari kondisi berikut : keluhan iskemia, adanya perubahan

segmen ST dan atau gelombang T atau adanya gambaran LBBB, adanya gelombang

Q pada rekaman EKG, gambaran abnormalitas pergerakan dinding regional, dan

identifikasi adanya trombus intrakoroner dengan angiografi atau otopsi (Thygesen,

dkk., 2012).

Terdapat beberapa klasifikasi tipe IMA, menyebabkan evolusi definisi IMA.

IMA terdiri dari lima tipe. Tipe I yaitu infark miokard spontan, tipe II, infark akibat

Page 30: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

proses iskemia, tipe III, infark yang menyebabkan kematian tanpa adanya nilai

biomarker, tipe IV berkaitan dengan tindakan intervensi perkutan, dan tipe V yang

berhubungan dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) (Thygesen, dkk.,

2012).

Dari anamnesis didapatkan nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/

ditindih/dihimpit di daerah retrosternal menjalar kelengan kiri, leher rasa tercekik

atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan berkurang saat istirahat.

Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit. Untuk nyeri dada infark nyeri >20

menit dan tidak berkurang walau dengan pemberian nitrat. Adanya nyeri tipikal ini

24% kemungkinan IMA akut, dan kemungkinan menurun 1% jika nyeri bersifat

posisional atau pleuritik pada pasien tanpa riwayat PJK. Nyeri yang muncul dapat

berupa sensasi tajam, tertusuk, atau terbakar. Nyeri tipe ini memiliki probabilitas 23

% terjadinya IMA. Nyeri epigastrium dan nyeri dada tidak khas, tidak disertai

penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat dingin dan lemas saat aktivitas

biasanya terjadi pada orang tua atau pada penderita diabetes melitus (Christofferson,

2009, Burke dan Virmani, 2007, Rhee, dkk., 2011).

Gejala sistemik yang muncul berupa mual, muntah dan keringat dingin dan

kadang-kadang bisa sampai pingsan. Nyeri dada angina ekivalen yaitu presentasi

klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas. Dapat disertai pingsan terutama

pada orang tua (Christofferson, 2009, Burke dan Virmani, 2007, Daubert, dkk.,

2010).

Page 31: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa IMA, dan

harus dilakukan dalam 10 menit setelah berada pada pusat kesehatan. Pada NSTEMI,

perubahan berupa adanya depresi segmen ST atau inversi gelombang T. Pada STEMI

didapat adanya elevasi segmen ST. Pada jam awal masih berupa hiperakut T

(gelombang T tinggi ) dan kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya LBBB

baru juga merupakan tanda perubahan EKG pada infark gelombang Q. Jika EKG

awal meunjukkan hasil normal atau inkonklusif, maka perlu dilakukan serial EKG,

dan dibandingkan hasilnya. EKG saat istirahat tidak secara adekuat merefleksikan

dinamika trombosis koroner dan iskemia miokard. Pembedaan STEMI dan NSTEMI

secara klinis penting oleh karena terapi rekanalisasi akut penting untuk memperbaiki

luaran pada STEMI (Hamm, dkk., 2011, Anderson, dkk., 2011).

Marker yang biasa dipakai sebagai petunjuk adanya kerusakan miokard ialah

enzim CKMB, Troponin I dan T. Troponin merupakan marker yang sangat sensitif

dan spesifik untuk terjadinya nekrosis miokard. Peningkatan awal berasal dari

sitosolik sel, dan pelepasan selanjutnya akibat keluarnya enzim dari komponen

struktural. Troponin dapat dideteksi paling cepat 2-4 jam setelah onset keluhan,

namun peningkatannya bisa juga terlambat 8-12 jam. Waktu terjadinya peningkatan

CKMB juga sama. Troponin menetap dalam waktu yang lebih lama yaitu 5-14 hari

dibandingkan dengan CKMB. Waktu pelepasan biomarker setelah suatu kondisi IMA

dijelaskan pada gambar 2.1 dibawah (Anderson, dkk., 2011).

CKMB merupakan protein karier untuk fosfat energi tinggi dalam sitosolik,

digunakan sebagi marker standar diagnosa IMA. CKMB kurang sensitif dan spesifik

Page 32: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

untuk IMA dibandingkan troponin. Waktu paruh CKMB yang pendek dapat

digunakan sebagai deteksi diagnosa peningkatan baru setelah puncak awal. CKMB

naik mencapai puncak 2-5x batas atas ambang persentil dari populasi normal , dan

kembali normal dalam 2-3 hari setelah IMA. Troponin jantung dapat sedikit

meningkat dari batas atas ambang persentil dari populasi normal dan dapat meningkat

20-30 kali pada kondisi infark yang luas (Anderson, dkk., 2011).

Gambar 2.1 Waktu Pelepasan Biomarker setelah IMA (Anderson, dkk., 2011)

2.2 Etiologi Infark Miokard Akut

Terdapat berbagai mekanisme patofisiologi penyebab terjadinya IMA, seperti

yang tertera pada tabel 2.1. Berbagai penyebab ini menyebabkan kondisi meliputi

kerusakan endotel melalui disrupsi plak, lesi luminal ireguler, shear injury, agregasi

platelet, pembentukan trombus yang menyebabkan oklusi lumen parsial atau total,

vasospasme arteri, dan cedera reperfusi akibat radikal oksigen bebas, kalsium, dan

neutrofil (Rhee, dkk., 2011).

Page 33: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Tabel 2.1 Penyebab Infark Miokard Akut (Rhee, dkk., 2011)

Aterosklerosis

Sindrom vaskulitis

Emboli koroner (contoh dari endokarditis, katup buatan)

Anomali kongenital arteri koroner

Trauma koroner atau aneurisma

Spasme pembuluh darah koroner

Peningkatan viskositas darah (contoh polisitemia vera, trombositosis)

Peningkatan kebutuhan oksigen miokard ( contoh aorta stenosis)

Proses aterogenesis dimulai dengan inisiasi lesi, akumulasi lipid ekstraseluler

pada intima, evolusi fibrofatty, progresi lesi dan kelemahan fibrous cap. IMA terjadi

bila pada plak terjadi ruptur fibrous cap, sebagai stimulus trombogenesis. Proses

aterosklerosis pada IMA tersebut digambarkan pada gambar 2.2

Page 34: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Gambar 2.2 Proses Aterosklerosis pada IMA

2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut

Iskemia miokard terjadi bila terjadi penurunan aliran darah koroner sangat berat

sehingga ketersediaan oksigen untuk miokard tidak cukup untuk kebutuhan oksigen

jaringan. Konsep biologi berdasar prinsip biologi umum dari sel hati dan otak,

menunjukkan adanya dua fase adaptasi, yang disebut pertahanan jangka pendek dan

penyelamatan jangka panjang. Tujuan mekanisme pertahanan jangka pendek adalah

membentuk keseimbangan baru antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen, dengan

kombinasi downregulation kontraksi dan upregulation produksi energi anaerobik

melalui glikolisis. Penyelamatan jangka panjang sampai saat ini belum diketahui

jelas, tetapi bahwa tampaknya iskemia melalui hipoksia mampu menginduksi

serangkaian sinyal seluler yang menyebabkan mekanisme protektif genetik

reprogramming. Bila dua fase adaptasi ini gagal, karena iskemi yang terjadi sangat

Page 35: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

berat maka akan terjadi nekrosis sel. Adaptasi jangka panjang merupakan reaksi

protektif terhadap terjadinya iskemi, seperti hibernasi dan stunning (Rhee, dkk., 2011,

H.Opie, 2004).

Pada iskemia dengan onset sangat cepat, terdapat ketidakseimbangan energi,

khususnya phospocreatinin, yang menjaga kadar Adenosine Triphosphat (ATP)

selama mungkin melalui peningkatan phosphat inorganik intraseluler. Substrat ini

juga merupakan sinyal utama untuk downregulation kontraksi. Secara simultan

penurunan status energi merupakan sinyal utama peningkatan glikolisis anaerob.

Dari glikolisis anaerob ini pulalah didapat sumber utama pemecahan glikogen pada

onset akut, segera diikuti oleh peningkatan transport glukosa akibat translokasi dari

transporter glukosa GLUT 1 dan GLUT 4 ke sarkolema (H.Opie, 2004).

Pada saat terjadi iskemia, terdapat perkembangan asidosis intraseluler yang

berperan pada penurunan kontraksi. Jadi miokard yang mengalami iskemik dapat

bertahan dalam waktu tertentu melalui kombinasi inhibisi kontraksi dan inisiasi

glikolisis anaerob. Bila dilakukan reperfusi, maka akan terjadi perbaikan fungsi

mekanis, dan perbaikan abnormalitas metabolik (H.Opie, 2004).

Iskemia tidak dipulihkan dapat menjadi infark. Umumnya patofisiologi terjadi

dalam dua tahap, yaitu terjadinya perubahan awal dan terjadinya perubahan yang

terjadi belakangan. Pada fase awal, terdapat evolusi infark dan gangguan fungsional

penurunan oksigen pada kontraktilitas miokard. Perubahan awal ini puncaknya pada

terjadinya nekrosis koagulatif miokard dalam 2-4 hari. Seiring dengan penurunan

oksigen pada miokard dimana pembuluh darah yang memberinya nutrisi teroklusi,

Page 36: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

terdapat pergeseran cepat dari metabolisme aerob ke arah metabolisme anaerob

(H.Opie, 2004, Weil dan Tang, 2011).

Mitokondria tidak mampu mengoksidasi lemak atau produk glikolisis , oleh

karena itu terjadi penurunan phosphat energi tinggi dan metabolisme anaerob

menyebabkan akumulasi asam laktat. Berkurangnya phosphat energi tinggi seperti

ATP mempengaruhi Na/K ATP-ase transmembran, sehingga terjadi peningkatan Na

intraseluler dan K ekstraseluler. Kebocoran membran dan peningkatan konsentrasi K

ekstraseluler menyebabkan perubahan potensial elektrik transmembran, predisposisi

terjadinya aritmia yang berpotensi mematikan (H.Opie, 2004, Rhee, dkk., 2011).

Kalsium intraseluler terakumulasi pada miosit yang rusak berkontribusi terhadap

terjadinya mekanisme kerusakan sel melalui aktivasi enzim degradasi seperti lipase

dan protease. Secara kolektif perubahan metabolik ini terjadi paling cepat dua menit

setelah trombosis. Tanpa intervensi akan terjadi kerusakan sel irreversibel dalam 20

menit, ditandai dengan defek membran. Enzim proteolitik bocor melalui membran

miosit, merusak miokardium sekitarnya, dan melepas makromolekul yang bertindak

sebagai penanda akut infark miokard. Peningkatan permeabilitas kapiler dan

peningkatan tekanan onkotik interstisial (oleh karena kebocoran protein intraseluler)

akan menyebabkan edema miokard dalam 4-12 jam (Rhee, dkk., 2011, H.Opie,

2004).

Perubahan yang terjadi belakangan yaitu pembersihan miokard yang nekrotik

oleh makrofag dan deposisi jaringan oleh jaringan parut. Perubahan fungsional juga

terjadi akibat IMA yaitu berupa gangguan kontraktilitas dan komplian, stunning, dan

Page 37: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

hibernasi. Penghantaran oksigen ke jantung berhubungan dengan aliran darah

koroner, oleh karena itu penghentian mendadak perfusi regional akibat oklusi

trombotik koroner dan secara cepat menghentikan metabolisme aerob, deplesi kreatin

phosphat, dan terjadi metabolisme anaerob. Hal ini diikuti oleh akumulasi laktat

jaringan, penurunan produksi ATP jaringan, akumulasi katabolit, meliputi adenine

nukleotide. Seiring dengan berlanjutnya iskemia, terjadi asidosis jaringan dan efflux

kalium ke ruang ekstraseluler. Penurunan ATP dibawah nilai yang dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi membran, menyebabkan kematian miosit (Rhee, dkk., 2011).

Peningkatan laktat pada iskemi berat dapat terjadi akibat kejadian penurunan

aktivitas kontraktil pada daerah iskemik, kerusakan mitokondria, penurunan durasi

potensial aksi, dan inhibisi glikolisis pada glycerldehid 3-phosphat dehidrogenase

(H.Opie, 2004).

2.4 Komplikasi Infark Miokard Akut

Secara klinis gangguan aliran darah arteri epikardial menyebabkan miokardium

yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami gangguan fungsi

kontraksi. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan curah jantung, volume

sekuncup, tekanan darah serta peningkatan tekanan akhir sistolik, menimbulkan

kondisi gagal jantung. Kondisi ini merupakan prediktor hemodinamik pada infark

(Antman dan Brawnwald, 2007).

Semakin besar area infark maka semakin besar komplikasi yang mungkin terjadi.

Penurunan volume sekuncup ventrikel kiri akan menurunkan tekanan aorta dan

Page 38: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

mengurangi tekanan perfusi koroner. Kondisi ini akan memperburuk kondisi iskemia.

Inflamasi sistemik akibat infark menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan

terhadap terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Gambar

2.3 dibawah menunjukkan perkembangan syok pada kondisi IMA (Antman dan

Brawnwald, 2007).

Gambar 2.3 Paradigma Syok pada IMA

Komplikasi lain yang berbahaya pada kondisi iskemia ini adalah terjadinya

aritmia jantung. Dimana pada kondisi iskemi terjadi perubahan heterogenitas listrik

jantung yang dapat memicu aritmia yang dapat berdampak fatal. Aritmia Ventricular

Tachycardia (VT) dan Ventricle Fibrillation (VF) primer terjadi mendadak dan tidak

Page 39: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

diharapkan pada pasien dengan tanda dan gejala yang minimal dari gagal ventrikel

kiri. VF pada dekade yang lalu terjadi pada pasien STEMI sekitar 10% , namun saat

ini insidennya dikatakan mengalami penurunan. VF sering merupakan perjalanan

akhir pasien STEMI dengan gagal ventrikel dan syok kardiogenik. Apabila terjadi

setelah >48 jam infark biasanya terjadi pada pasien dengan infark luas dan disfungsi

ventrikel (Antman dan Morow, 2012).

Iskemia dapat mengakibatkan blok konduksi pada berbagai tingkat sistem

konduksi AV atau intraventrikular. Atrial fibrilasi biasanya bersifat sementara atau

transien pada pasien infark hal ini biasanya juga diakibatkan oleh peningkatan

rangsangan simpatis atrial dan sering pada pasien dengan kegagalan ventrikel kiri,

emboli paru atau infark atrial (Antman dan Morow, 2012).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas pada Infark Miokard Akut

IMA merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tinggi di dunia. Adanya

faktor risiko tertentu, komorbiditas, dapat mempengaruhi luaran pasien dengan IMA.

Identifikasi faktor risiko dan manajemen yang tepat dapat mengurangi komplikasi.

Prognosis pada pasien IMA ditentukan beberapa indikator, seperti klinis, temuan

obyektif, data laboratorium, dan data penunjang lainnya (Goyal, dkk., 2009, Shabbir,

dkk., 2008, Berton, dkk., 2001).

Faktor risiko terjadinya IMA dibagi menjadi faktor risiko tradisional, faktor

risiko yang bisa dimodifikasi, dan faktor risiko non tradisional. Faktor risiko

konvensional yaitu umur, riwayat keluarga, dan ras. Faktor risiko yang bisa

Page 40: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

dimodifikasi yaitu dislipidemia, hipertensi, diabetes, merokok, sindrom metabolik,

kurangnya aktvitas fisik, serta depresi. Faktor risiko non tradisional yaitu C-reactive

protein, lipoprotein, homosistein, partikel LDL-C yang kecil, dan fibrinogen

(Ferreira, dkk., 2009).

Fox dkk tahun 2006 menyatakan terdapat sembilan faktor independen yang

memprediksikan adaya kematian atau kombinasi morbiditas dan mortalitas dari awal

masuk hingga 6 bulan setelahnya. Faktor tersebut yaitu umur, riwayat gagal jantung,

penyakit vaskular perifer, tekanan darah sistolik, kelas Killip, konsentrasi kreatinin,

peningkatan marker jantung, riwayat henti jantung, dan adanya deviasi segmen ST

(Fox, dkk., 2006).

Hiperglikemi sering terjadi pada kondisi IMA. Kondisi ini merupakan prediktor

morbiditas dan mortalitas pada pasien IMA dengan atau tanpa riwayat diabetes.

Pasien dengan diabetes dengan kadar gula darah masuk tinggi ataupun tidak juga

merupakan faktor risiko yang kuat. Kontrol glukosa ketat dibutuhkan pada pasien ini.

Kontrol glukosa dapat mengurangi inflamasi dan memperbaiki ejeksi fraksi pasien

dengan IMA(Goyal, dkk., 2009).

Wanita dikatakan memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Hal ini mungkin akibat wanita mengalami IMA pada usia yang lebih tua, cenderung

lebih sering menderita diabetes, sering mendapat terapi kurang agresif. Wanita lebih

sering mengalami nyeri dada atipikal sehingga datang terlambat ke rumah sakit dan

tidak memungkinkan untuk dilakukan trombolitik (Shabbir, dkk., 2008).

Page 41: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Umur merupakan prediktor kuat luaran jangka pendek pada pasien IMA. Pada

penelitian yang dilakukan Shabbir dkk tahun 2007 terjadi peningkatan mortalitas

IMA seiring dengan peningkatan umur. Salah satu penyebabnya adalah dengan

semakin tua pasien terjadi peningkatan frekuensi kelas Killip. Pasien lebih tua

mengalami gangguan hemodinamik lebih berat dibandingkan pasien dengan usia

lebih muda. Studi oleh Gurwitz dkk menyatakan terjadi penurunan angka kematian di

rumah sakit setelah IMA pada pasien dibawah 65 tahun, namun hal ini tidak terjadi

pada pasien yang lebih tua (Shabbir, dkk., 2008).

Terapi revaskularisasi dapat menurunkan angka syok kardiogenik. Penelitian

GUSTO dan metaanalisis oleh Fibrinolytic Therapy Trialists Collaborative

menunjukkan penurunan mortalitas pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik

(Rhee, dkk., 2011).

2.6 Metabolisme Aerobik dan Anaerobik

Tiap hari jantung manusia harus mensintesis kurang lebih 35 kg ATP untuk tetap

bisa melaksanakan fungsi pompa. Untuk terjadinya proses ini diperlukan asupan

oksigen, yang diantarkan oleh sirkulasi koroner. Jantung juga membutuhkan asupan

konstan bahan bakar, yang terutama berasal dari sirkulasi koroner, dan glikogen

jantung berfungsi sebagai cadangan yang menyokong bila terjadi peningkatan

kebutuhan mendadak kerja jantung. Bahan bakar ini dipecah oleh proses metabolisme

intermediari menjadi Acetyl CoA. Metabolisme intermediet merupakan proses

dimana bahan bakar (yaitu glukosa dan asal lemak) dimetabolisme untuk

Page 42: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

menghasilkan energi di mitokondria, seperti yang tampak pada gambar 2.4 (H.Opie,

2004, Nduka dan Dellinger, 2011).

Gambar 2.4 Metabolisme Intermediari

Ambilan bahan bakar oleh jantung sebagian dipengaruhi oleh konsentrasinya

dalam arteri dan sebagian tergantung dari kebutuhan energi. Aliran koroner normal

dibutuhkan untuk berespon terhadap peningkatan kebutuhan energi. Jika terjadi

keadaan iskemia (aliran darah kurang) maka metabolisme oksidatif diganti oleh

pemecahan glukosa atau glikogen menjadi laktat melalui produksi energi anaerob.

Proses ini memainkan peranan penting dalam survival miokard. Gambar 2.5

menunjukkan proses glikolisis pada kondisi normal dan iskemia. Pada kondisi normal

sitrat dan ATP yang tinggi pada jaringan menghambat glikolisis, namun berbeda pada

kondisi iskemia. Pada iskemia ringan, proses glikolisis dipacu. Pada iskemi berat

terjadi penurunan penghantaran glukosa dan deplesi glikogen, serta akumulasi laktat

dan proton, menghambat glikolisis meskipun terjadi penurunan ATP (H.Opie, 2004).

Page 43: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Gambar 2.5 Glikolisis pada Keadaan Kadar Oksigen Normal, Iskemia Ringan,

dan Iskemia Berat

2.7 Kondisi yang Meningkatkan Kadar Laktat

Peningkatan kadar laktat serum akibat produksi laktat yang melebihi pemakaian

dan sistem buffer tubuh bekerja tidak dengan semestinya menyebabkan asidosis

laktat. Cohen dan Wood mengklasifikasikan asidosis laktat menjadi asidosis laktat

tipe A dan tipe B berdasarkan etiologi peningkatan kadar laktat seperti tertera pada

tabel 2.2 (Agrawal, dkk., 2004).

Asidosis laktat tipe A terjadi akibat penurunan ATP jaringan akibat perfusi

jaringan yang buruk atau hipoksia jaringan. Asidosis laktat tipe A ini dapat terjadi

akibat produksi laktat yang berlebihan, misalnya gangguan sirkulasi (misalnya syok

hipovolemik) dan penggunaan yang sedikit sehingga terjadi akumulasi laktat di

darah, (Agrawal, dkk., 2004).

Page 44: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Tabel 2.2 Klasifikasi Asidosis Laktat Menurut Cohen dan Wood

Tipe A Tipe B

B1 B2 B3

Syok Diabetes mellitus Alkohol G6PD

Hipoperfusi

regional

Gagal hati Etilen glikol Fruktosa 1,6

difosfat defisiensi

Hipoksemia berat Keganasan Fruktosa sorbitol Piruvat

karboksilase

Anemia berat Sepsis Xylitol Defek fosforilasi

oksidasi

Keracunan karbon

monoksida

Feokromasitoma Salisilat

Serangan asma

berat

Defisiensi thiamin Acetaminofen

Hipoglikemi

asidosis berat

Gagal ginjal Epinefrin

Gagal jantung kiri Sianida terbutalin

Isoniasid

nitroprusida

Page 45: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Asidosis laktat tipe B diklasifikasikan bila tidak ditemukan adanya bukti hipoksia

jaringan. Asidosis laktat tipe B terbagi lagi menjadi tipe B1, B2, dan B3. Tipe B1

terjadi akibat penyakit sistemik yang mengakibatkan akumulasi laktat, seperti

keganasan, sepsis, gagal hati, serta gagal ginjal. Tipe B2 disebabkan oleh beberapa

macam obat atau racun seperti alkohol, isoniasid, asetaminofen, semua jenis glikol,

antiretroviral (ARV), agen beta-adrenergik (epinefrin, terbutalin), kokain, halothan,

propofol, sulfasalazine, asam valproat, dan salisilat. Tipe B3 diakibatkan oleh

kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism) (Agrawal, dkk., 2004,

Gunn dan Nechyba, 2002).

2.8 Laktat sebagai Biomarker

Biomarker didefinisikan sebagai suatu yang bisa diukur secara obyektif dan

dievaluasi sebagai indikator proses biologis normal, proses patologis atau respon

fisiologis terhadap intervensi terapeutik (Nduka dan Dellinger, 2011). Laktat selalu

ada dalam sirkulasi tubuh manusia dengan kadar yang rendah (~1 mm/L). Sumber

lain menyatakan laktat normal yang bersirkulasi dalam tubuh <1.5 mmol/L dan <2

mmol/L pada pasien dengan sakit kritis. Hiperlaktasemia terjadi pada kondisi syok

dimana konsumsi oksigen sangat tergantung pada penghantarannya. Pada kondisi ini

piruvat yang terakumulasi terutama dirubah menjadi laktat. Pada kondisi ini

peningkatan kadar kadar laktat merefleksikan hipoksia jaringan (Husain, dkk., 2003,

Nduka dan Dellinger, 2011, Allen, 2011).

Page 46: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Kadar laktat serum dapat digunakan sebagai alat screening, stratifikasi risiko dan

menentukan prognosis. Kondisi hipoperfusi jaringan tidak akan nampak pada tahap

awal syok. Laktat meningkat pada kondisi pasien stabil secara hemodinamik sehingga

membantu identifikasi kondisi awal syok, kondisi yang dapat meningkatkan

mortalitas (Nduka dan Dellinger, 2011).

Penentuan kadar laktat penting pada pasien dengan syok. Cut off point untuk

kadar laktat yang dinyatakan positif yaitu ≥ 1.5 mmol/L mendekati nilai ambang

batas yang mendekati point maksimum spesifisitas tanpa mengurangi sensitivitasnya.

Mortalitas akut dihubungkan dengan kadar laktat saat masuk ≥1.8 mmol/L (Aslar,

dkk., 2004, Agrawal, dkk., 2004).

Studi pengukuran laktat sebagai faktor prognostik dilakukan pada 3 tempat, yaitu

sebelum masuk rumah sakit, saat di unit gawat darurat (UGD) maupun di ruang

intensif. Studi dilakukan pada lebih dari 1100 pasien dengan infeksi yang ditemukan

pad UGD, ICU, dan ruang rawat rumah sakit umum. Kadar laktat dibagi menjadi

rendah (0–2 mmol/L), intermediet (2.1–3.9 mmol/L), dan tinggi (>4.0 mmol/L).

Kadar laktat 4 mmol/L atau lebih sangat spesifik (89%–99%) untuk prediksi fase akut

kematian selama perawatan di rumah sakit (Nduka dan Dellinger, 2011, Trzeciak,

dkk., 2007).

Kadar laktat yang meningkat pada pemeriksaan 24 jam setelah pemeriksaan awal

secara bermakna berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi. Kadar

laktat lebih bermakna dalam menentukan prognosis pasien yang sakit berat

dibandingkan dengan defisit basa (Aslah AK et al,2004 ; Koliski A et al, 2005).

Page 47: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai

sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% yang lebih baik untuk memperkirakan

prognosis pasien yang sakit berat (Aslar, dkk., 2004, O'Brien, dkk., 2007).

Hiperlaktasemia sering digunakan sebagai sebagai alat diagnostik dan prognostik

pada ruang intensif. Kondisi ini juga sering ditemukan pada pasien post operasi

jantung. Berdasarkan analisis penelitian yang dilakukan oleh Mirmohammad dkk

tahun 2005-2006 kadar laktat bermanfaat bagi klinis. Ambang batas 3 mmol/L saat

masuk ke ruang intensif mampu mengidentifikasi pasien tersebut dengan risiko tinggi

komplikasi, dan membutuhkan pemantauan ketat respon terapeutik dan dampak

metabolik (Attanà, dkk., 2012, John G Toffaletti, 2010).

Penilaian kadar laktat sebagai indikator gangguan hemodinamik pada pasien

STEMI sudah pernah dilakukan di Belanda. Dimana studi populasi dibagi menjadi

tiga kelompok yaitu kadar lakat ≤ 1.1 mmol/L, 1.2-1.7 mmol/L, dan ≥1.8 mmol/L.

Peneliti membandingkan karakteristik dasar dan luaran dari ketiga kelompok laktat.

Dimana pada pasien STEMI, gangguan hemodinamik, TIMI Flow yang lebih jelek,

(TIMI Flow 0-1), diabetes, tidak merokok dihubungkan dengan peningkatan kadar

laktat (Vermeulen, dkk., 2010).

Lactate clearance merupakan kemampuan organik untuk mengurangi konsentrasi

laktat. Pembersihan laktat pada orang normal 60% terjadi di hati, 30% di ginjal, dan

dalam jumlah yang lebih sedikit terjadi di organ lain (jantung dan otot skelet).

Pengukuran lactate clearance dapat lebih reliabel sebagai penanda besaran dan durasi

hipoksia jaringan global. Peranan lactate clearance pada kondisi jantung akut sejauh

Page 48: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

ini belum jelas karena kurangnya data pada kondisi ini (Vernon dan Letourneau,

2010).

2.9 Alat Pengukur Kadar Laktat

Kadar laktat dapat diukur di plasma, serum, atau darah lengkap. Nilai kadar

laktat yang paling ideal adalah yang berasal dari darah arteri. Sampel darah harus

diperiksa secepat mungkin (tidak boleh lebih dari 4 jam setelah pengambilan)

(Agrawal, dkk., 2004, Gatien, dkk., 2005).

Pemeriksaan laktat darah harus dilakukan dalam 30 menit. Untuk itu dilakukan

pemeriksaan laktat darah tanpa proses dilusi lebih praktis dibandingkan pemeriksaan

dalam plasma yang membutuhkan waktu untuk sentrifugasi. Walaupun pemeriksaan

laktat lebih efektif jika waktu transport ke laboratorium dilakukan dengan pneumatic

system tube atau dibawa ke laboratorium dalam 1-2 menit, pemeriksaan point of care

dapat memberikan manfaat hasil yang lebih cepat. Pada saat ini sedang diteliti

penggunaan alat baru near-infrared spectroscopy yang tidak invasif untuk menilai

antara perfusi jaringan dan kadar laktat (John G Toffaletti, 2010, Agrawal, dkk.,

2004).

Studi di Canadian University mengukur kadar laktat vena pada pasien dengan

infark miokard mendapatkan bahwa dua jam setelah munculnya keluhan kebanyakan

pasien menunjukkan peningkatan kadar laktat. Transpor laktat yang lama juga dapat

mempengaruhi analisis. Glikolisis seluler dapat membentuk laktat. Laktat meningkat

0.4 mmol/L tiap 30 menit. Bahkan bila diberikan es, laktat meningkat 0.1 mmol/L

Page 49: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

dalam 30 menit. Selama transport kadar laktat dapat meningkat 0.1-1.2 mmol/L

dalam jam pertama. Pengukuran tepat dengan point-of-care analyzer memungkinkan

mendapatkan hasil lebih akurat dan kadar laktat lebih rendah dibandingkan

pengukuran laktat pada laboratorium sentral (Gatien, dkk., 2005).

Kadar laktat darah juga dapat dipengaruhi oleh cairan infus yang digunakan dan

tempat pengambilan sampel darah. Pengambilan sampel darah tidak boleh pada

tempat yang dipasang infus, khususnya cairan Ringer Laktat karena dapat

menyebabkan kadar laktat yang tinggi pada sampel darah yang diambil (Agrawal,

dkk., 2004).

Saat ini laktat darah dengan mudah diukur secara langsung di sisi pasien

menggunakan alat analitik otomatis. Perkembangan pembuatan elektroda substrat

spesifik dapat mengukur laktat darah secara akurat dengan volume darah < 0,2 ml

dalam waktu 2 menit. Variabilitas pengukuran dengan cara ini < 4 %. Kadar normal

laktat darah saat istirahat ± 1 mEq/L (0,7-1,3), baik pada pengukuran darah arteri

maupun vena, dalam bentuk whole blood maupun plasma. Konversi satuan

internasional (SI) kadar laktat darah dinyatakan dalam mmol/L (0,50 x mEq/L atau

0,25 x mg/dl) (Karon, dkk., 2007, Vernon dan Letourneau, 2010).

Dari jurnal tahun 2008 sudah dipublikasikan validasi alat yang digunakan untuk

mengukur kadar laktat. Jurnal ini dipublikasikan oleh Jurnal Internasional Penyakit

Infeksi. Dalam penelitian diagnostik ini membandingkan alat Accutrend lactate meter

dengan alat gold standard yang telah dibakukan yaitu Beckman CX7 Synchrone

machine (Perez, dkk., 2008).

Page 50: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Sensitifitas alat Accutrend lactate meter diidentifikasi pada pasien dengan kadar

laktat ≥ 2.2 mmol/L adalah 95.9% (95%CI 87.7-98.9%) dengan spesifisitas 63.8%

(95% CI 48.5-76.9%) bila dibandingkan dengan standar baku (Beckman CX7

Synchron machine). Pada penelitian ini didapatkan nilai rata-rata yang mirip

didapatkan dari Accutrend lactate meter (2.89 mmol/L) dibandingkan dengan alat

referensi (2.78 mmol/L). Standar deviasi 1.14 mmol/L untuk alat Accutrend lactate

meter, sedangkan untuk instrument Beckman 1.42 mmol/L. Nilai prediktif positif

untuk alat Accutrend meter yaitu 80.5% (95% CI 70.3-87.9%) dan nilai prediktif

negatif yaitu 90.0% (95% CI 74.5-97.6%). Terdapat persamaan dalam derajat sedang

diantara kedua metode (bias 0.113, 95% CI 2.103-2.329 mmol/L). Hasil dari

penelitian mengenai kesahihan alat Accutrend lactate meter ini tertera pada tabel 2.3

(Perez, dkk., 2008).

Tabel 2.3 Penilaian Accutrend Lactate Meter

False positif 17

True positif 30

False negative 3

True negative 30

Sensitivitas 95.9%

Spesifisitas 63.8%

Page 51: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Laktat merupakan produk dari glikolisis anaerob, yang meningkat pada kondisi

hipoperfusi jaringan, seperti pada kondisi IMA. Gangguan perfusi jaringan ini

menyebabkan penurunan hantaran oksigen yang memicu sel otot melakukan

glikolisis dan menghasilkan laktat dari piruvat. Jumlah laktat yang dilepaskan

berkorelasi dengan derajat beratnya penyakit jantung koroner. Laktat dapat

meningkat pada pasien IMA dengan hemodinamik masih stabil, sehingga membantu

identifikasi awal kondisi syok yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan

mortalitas.

Hiperlaktasemia juga dapat terjadi pada pasien kritis tanpa adanya hipoksia

jaringan. Hal ini disebabkan karena pada pasien kritis terjadi peningkatan produksi

laktat dan pengeluaran laktat yang terganggu, seperti pada pasien dengan keganasan,

gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.

Laktat juga dilepaskan dalam jumlah yang besar pada pasien sepsis dimana

infeksi dan inflamasi menyebabkan glikolisis berlebihan pada leukosit yang

Page 52: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

teraktivasi pada tempat infeksi. Diabetes ketoasidosis, penggunaan ARV juga

menyebabkan hiperlaktasemia.

Beberapa faktor lain juga diketahui berpengaruh terhadap morbiditas dan

mortalitas pasien dengan IMA. Diantaranya yaitu diabetes melitus, hipertensi,

dislipidemia, umur, dan jenis kelamin.

3.2 Konsep

Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada

gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

3.3. Hipotesis Penelitian

Infark Miokard Akut

Laktat

Morbiditas :

Gagal Jantung

Syok

kardiogenik

Aritmia

Diabetes Mellitus

Hipertensi

Dislipidemia

Umur

Jenis Kelamin

Merokok

Derajat keparahan

infark

Dibetik Ketoasidosis

Penyakit Hati Kronis

Gagal Ginjal Kronis

Keganasan

Peggunaan ARV

Sepsis

Gagal Jantung

Page 53: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Hiperlaktasemia dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas IMA.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort

prospektif. Subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok

terpapar (dengan kondisi hiperlaktasemia) dan kelompok tidak terpapar (kadar laktat

normal). Pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat penderita masuk UGD,

2 jam setelah masuk rumah sakit setelah dilakukan penanganan dan 24 jam setelah

perawatan. Kemudian pasien diikuti untuk mengetahui morbiditas pasien selama

perawatan di rumah sakit.

Morbiditas yang dimonitor adalah yaitu adanya gagal jantung dan atau syok

kardiogenik dan atau aritmia selama perawatan. Pasien dikelola dengan memberikan

terapi berdasarkan ESC guidelines. Rancangan penelitian diatas dapat dijabarkan

pada gambar 4.1

A`

Populasi

terjangkau

penderita

dengan IMA

yang dirawat

di RSUP

Sanglah

Morbiditas (+)

Laktat tinggi

Sampel

Penderita

dengan IMA

yang dirawat

di RSUP

Sanglah

Morbiditas (-)

Morbiditas (+)

Laktat normal Morbiditas (-)

Page 54: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di UGD dan UPIJ RS Sanglah-Denpasar

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli-September 2014.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi Target

Semua pasien IMA

4.3.2 Populasi Terjangkau

Pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar tahun 2014

4.3.3 Sampel penelitian

Pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil dengan

cara consecutive sampling dari populasi penelitian.

4.3.4 Kriteria Eligibilitas

4.3.4.1 Kriteria Inklusi

Pasien yang dirawat dengan IMA yang ditegakkan berdasarkan klinis,

EKG dan laboratorium di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014

4.3.4.2 Kriteria eksklusi

1. Pasien yang datang dengan kondisi gagal jantung

Page 55: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

2. Pasien dengan penyakit ginjal dan penyakit hati kronis

3. Pasien sepsis

4. Diabetik ketoasidosis

5. Pasien dengan riwayat keganasan

6. Pasien dengan penggunaan ARV

4.3.5 Besaran Sampel

Pada penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan p< 0.05, power

80%. Perkiraan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus berikut :

(Madiyono et al., 2011)

2

2

)21(

)22112(21

PP

QPQPzPQznn

Zα dengan kemaknaan α sebesar 0.05 (95% CI) : 1.96

Zβ dengan power 80% : 0.842

Risiko relatif minimal diperkirakan = 2 (dianggap bermakna)

P2 : 0,34

P1 = P2*RR = 0,68; P = ½ (P1+P2) = 0,51

Q1 = 1 – P1 = 0,32; Q2 = 1 – P2 = 0,66;

Q = ½(Q1+Q2) = 0,49

n1 = n2 = 33 33 + 5 % = 35; jumlah sampel (n) = n1 + n2 = 70

4.3.6 Teknik Pengambilan Sampel

Page 56: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Sampel penelitian adalah pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi 70 berjumlah orang diambil dengan cara konsekutif sampling

dari populasi penelitian

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian

Variabel Tergantung

Morbiditas pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah

Variabel Bebas

Kadar laktat yang diperiksa pada saat pertama kali pasien dengan

diagnosa IMA yang ditegakkan dari klinis saat masuk rumah sakit, 2 jam

dan 24 jam setelahnya yang diperiksa dengan Accutrend lactate meter

Variabel Perancu

1. Gula Darah

2. Hemoglobin

3. PaO2

4. Kadar albumin darah

5. Terapi reperfusi baik Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

maupun trombolisis dengan streptokinase

Variabel Rambang : diet dan cairan intravena saat terapi, obat resusitasi

Page 57: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Gambar 4.2 Hubungan antar Variabel

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1. Infark Miokard Akut : kondisi dimana terdapat bukti nekrosis miokard

(ditandai dengan adanya peningkatan biomarker jantung), pada pasien

yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokard akut yaitu adanya

nyeri dada tipikal angina dan atau disertai perubahan EKG (yaitu

adanya ST depresi dan/atau T inversi, atau adanya ST elevasi)

berdasarkan kriteria WHO untuk IMA. IMA terdiri dari 2 subgrup yaitu

STEMI dan NSTEMI.

Variabel perancu :

1. Gula darah sewaktu

2. Hemoglobin

3. PaO2

4. Kadar albumin darah

5. Terapi reperfusi

Variabel bebas :

Kadar laktat saat

pertama kali MRS, 2

jam setelah

penanganan, 24 jam

setelah perawatan

Variabel tergantung :

Morbiditas :

- Gagal jantung

- Syok kardiogenik

- Aritmia

Page 58: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

1.1 STEMI : Pasien dengan klinis iskemi miokard dengan peningkatan

enzim jantung disertai perubahan EKG berupa ST elevasi.

1.2 NSTEMI : Pasien dengan klinis iskemi miokard dengan

peningkatan enzim jantung dan gambaran EKG tidak menunjukkan

ST elevasi. Gambaran EKG dapat berupa ST depresi dan/atau T

inversi dan/atau gambaran EKG non diagnostik

2. Morbiditas : Luaran selama pemantauan saat perawatan di rumah sakit

yang terdiri dari gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau

aritmia

2.1 Gagal Jantung: kondisi kegagalan pompa jantung akut yang timbul

sebagai komplikasi IMA, ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

klinis adanya keluhan sesak, dan ditemukan rhonki dikedua

lapangan paru, dan atau dibuktikan dengan pemeriksaan rontgen

thorax.

2.2 Syok kardiogenik: syok yang ditemukan pada kondisi IMA, dimana

tekanan darah sistolik <90 mmHg dan atau diastolik <60 mmHg,

tanpa disertai kondisi hipovolemik dan sepsis

2.3 Aritmia: Gangguan irama jantung berupa takikardi ventrikel,

fibrilasi ventrikel, atrial fibrilasi onset baru, total AV blok dinilai

berdasarkan rekam jantung yang terdokumentasi.

3. Waktu: durasi sejak terdiagnosis IMA sampai mengalami luaran, dinilai

dalam hari.

Page 59: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

4. Event : kejadian morbiditas dalam 5 hari.

5. Sensor : hingga sampai waktu pengamatan 5 hari tidak terjadi

morbiditas

6. Laktat Serum: suatu produk metabolisme intermediet yang digunakan

sebagai indikator hipoperfusi jaringan. Nilai laktat ditetapkan sebagai

nilai tertinggi dari 3 kali pemeriksaan serial darah kapiler yang

diperiksa dengan alat Accutrend lactate meter yang menggunakan

impuls cahaya light emitting diode (LED) untuk mengukur warna yang

dihasilkan pada strip tes laktat selama reaksi dan membandingkan

dengan nilai baseline (pengukuran enzimatik photometric). Dinyatakan

dengan satuan mmol/L. Apabila pasien meninggal sebelum evaluasi

terakhir, maka kadar laktat yang digunakan yaitu kadar laktat dengan

nilai tertinggi yang pernah diperiksa.

7. Hiperlaktasemia : Peningkatan kadar laktat, dimana batas nilai untuk

menentukan hiperlaktasemia menggunakan data yang dikumpulkan dari

penelitian ini dengan cara membuat kurva Receiving Operating

Characteristic (ROC) dan dinilai cutt of point terbaik dari kadar laktat

untuk memprediksi morbiditas. Kadar laktat yang merupakan skala

numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu

hiperlaktasemia dan normal. Pada penelitian ini didapatkan cutt of point

dalam menyatakan hiperlaktasemia berdasarkan kurva ROC yaitu

sebesar 3 mmol/L.

Page 60: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

8. Terapi reperfusi: intervensi berupa PCI ataupun dengan pemberian obat

trombolitik pada pasien yang di diagnosa STEMI dan tidak memiliki

kontraindikasi terhadap tindakan tersebut.

9. Sepsis: Penderita yang memenuhi kriteria Systemic Inflamatory

Response Syndrome (SIRS) dengan sumber infeksi yang jelas. Kriteria

terpenuhi apabila didapatkan 2 atau lebih kriteria berikut

• Temperatur >380C atau hipotermia <36

0C

• Takipnea, laju respirasi >24x/menit

• Takikardi, denyut jantung >90 kali/mnt

• Leukositosis (>12.000/uL)

• Leukopenia (<4000/uL) atau >10 % bands

Disertai adanya kecurigaan atau bukti etiologi mikrobial dari hasil

kultur

10. Diabetik ketosidosis : Merupakan komplikasi akut diabetes, ditandai

dengan adanya hiperglikemi, ketosis, dan adanya asidosis metabolik

(pH <7.35) disertai dengan gangguan metabolik.

11. Penyakit keganasan: riwayat keganasan yang diketahui berdasarkan

anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan catatan

medis.

12. Penyakit ginjal kronis: Adanya kerusakan struktural atau marker

kerusakan ginjal yaitu proteinuria dan/atau penurunan fungsi ginjal

Page 61: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

eGFR <60 mL/min/1.72 m2 berdasarkan rumus Cockcroft-Gault selama

≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

13. Penyakit hati kronis: adanya riwayat penyakit hati atau adanya gejala

dan tanda gagal hati, hipertensi porta, yang didapatkan dengan

melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium (mengukur

SGOT, SGPT yaitu bila ada kelainan bila harga lebih besar 2 kali harga

normal).

14. Penggunaan ARV: Pasien yang dari anamnesa diketahui riwayat

pengobatan ARV paling tidak dalam 1 bulan terakhir atau diketahui

dari catatan medis pasien.

15. Diabetes melitus : kadar gula darah puasa serum > 126 mg/dL dan

kadar gula darah 2 jam post prandial > 140 mg/dL atau gula darah acak

> 200 mg/dL disertai gejala klinis klasik (poliuri, polidipsi, polifagi)

16. Hipertensi: tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg pada minimal 2x pemeriksaan serial tekanan

darah, atau dalam pengobatan anti hipertensi.

17. Dislipidemia : Kadar kolesterol dari kimia darah, dimana total

kolesterol >200 mg/dL dan/atau LDL >100 mg/dL, dan/atau HDL <40

mg/dL, dan/atau trigliserida >150 mg/dL berdasarkan National

Cholesterol Education Program in Adult Treatment Panel (NCEP-

ATP) III

Page 62: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

18. paO2: tekanan parsial oksigen pada plasma darah arteri, diambil

berdasarkan nilai analisis gas darah, dinyatakan dalam satuan mmHg

19. Hemoglobin serum: merupakan protein dalam sel darah merah yang

membawa oksigen. Diperiksa dengan metode pengukuran photometrik.

Nilai hemoglobin normal untuk laki-laki : 13.8 to 17.2 g/dL, nilai

normal untuk perempuan :12.1 to 15.1 g/dL

20. Kadar albumin: Nilai albumin yang didapatkan dari kimia darah yang

diambil dari darah vena pada saat pasien pertama kali datang

21. Gula darah sewaktu: Kadar gula darah yang didapatkan pertama kali

dari kimia darah yang diambil dari darah vena pada saat pertama kali

pasien datang.

22. Derajat keparahan infark : beratnya infark yang ditandai dengan nilai

peningkatan biomarker (yaitu CKMB dan troponin T). Berat apabila

CKMB >40 IU/mL, dan atau troponin>2000 ng/mL.

4.5 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah dari darah kapiler ujung jari tangan atau

kaki, dimana kadar laktat diukur dengan metode kuantitatif menggunakan Accutrend

Lactate Meter.

4.6 Instrumen Penelitian

Page 63: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengukur laktat

otomatis yaitu Accutrend Lactate Meter. Koefisien variasi 4.3 % pada kadar laktat

tinggi. (Karon, dkk., 2007)

Instrumen lain yang digunakan yaitu rekam medik pasien, hasil pemeriksaan

laboratorium pasien, tensimeter air raksa Riester, dan lembar pengumpul data.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Tata Cara Penelitian

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kepada pasien dan pihak keluarga yang

bertanggung jawab diberikan informasi mengenai penelitian ini. Apabila setuju

diminta untuk menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua

sampel penelitian dikelola sesuai dengan prosedur. Penanganan pasien IMA sesuai

Pedoman Terapi Lab/SMF Penyakit Jantung dan Kardiologi dan Kedokteran

Vaskular FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.

Data diperoleh dari catatan medis penderita berupa nama, nomer rekam medis,

jenis kelamin, umur, diagnosa, hasil laboratorium, morbiditas pasien IMA selama

perawatan di UPIJ RS Sanglah.

Pengukuran kadar laktat menggunakan Accutrend lactate meter, pengukuran

dilakukan saat pertama pasien masuk pertama kali, dua jam dan 24 jam setelahnya.

Pasien diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat adanya morbiditas

yaitu gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia pada sampel

penelitian. Pasien yang mengeluh sesak dilakukan evaluasi klinis yaitu anamnesis dan

Page 64: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

pemeriksaan fisik, dan dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thorak. Bila

menemukan tanda gagal jantung dari pemeriksaan klinis dan/atau dari penunjang

rontgen maka pasien didiagnosa sebagai gagal jantung akibat infark miokard dan

dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang selama perawatan didapatkan tekanan darah

turun dengan tanpa bukti hipovolemik ataupun sepsis dimasukkan sebagai luaran.

Pasien yang mengeluh berdebar dan/atau didapatkan aritmia dari monitor berupa

takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, atrial fibrilasi onset baru, total AV blok

dilakukan perekaman jantung satu atau 12 lead untuk dokumentasi terjadinya aritmia.

Pasien dengan jenis aritmia yang telah disebutkan diatas dan telah terdokumentasi

tersebut dimasukkan sebagai luaran. Setiap luaran yang didapatkan dicatat hari

keberapa munculnya, terhitung sejak hari pasien dirawat. Hasil pemeriksaan

dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisis.

4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data

Pasien memenuhi kriteria penelitian dan sudah menandatangani formulir

persetujuan dilakukan evalusi klinis oleh pasien atau keluarga. Dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan rontgen, dan pasien/keluarga diminta memberi

keterangan untuk mengisi lembar pengumpulan data.

Pemeriksaan laktat dari darah kapiler dengan menggunakan Accutrend lactate

meter pada saat pasien masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan.

Sampel darah kapiler 15-50 µL diletakkan pada area aplikasi pada tes strip,

dimasukkan ke chamber flap dan ditutup. Sampel diambil dari ujung jari tangan atau

Page 65: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

kaki yang tidak terpasang infus pada tempat yang sama. Sampel darah akan

mengalami reaksi enzimatik dengan pembentukan warna. Jumlah warna yang

dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi laktat. Intensitas warna

diukur dengan iluminasi area aplikasi dari bawah dengan menggunakan LED .

Intensitas dari cahaya yang direfleksikan diukur dengan detektor (reflectance

photometry) . Nilai yang terukur ditentukan oleh kekuatan sinyal dan cahaya yang

direfleksikan. Hasil akan tertera pada alat dan secara langsung tersimpan ke dalam

memori.

4.7.3 Alur Penelitian

Pasien nyeri dada yang masuk ke UGD RSUP Sanglah didiagnosa sebagai IMA

berdasarkan klinis dan data penunjang. Dari populasi ini pasien yang memenuhi

kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi diambil sebagai sampel secara

konsekutif sampai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan.

Pada pasien ini dilakukan pengisian lembar pengumpulan data, pemeriksan

laboratorium dan pemeriksaan kadar laktat dengan alat pengukur kadar laktat

Accutrend lactate meter. Hasil pemeriksaan dikumpulkan oleh peneliti dan

selanjutnya dilakukan analisis. Alur penelitian ditunjukkan pada gambar 4.3 dibawah

ini.

Page 66: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Populasi Target

Pasien IMA

Populasi Terjangkau

Semua penderita IMA yang dirawat di RSUP

Sanglah Denpasar

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Informed Concent

Eligible study subject

Lembar Pengumpulan data

Kadar laktat saat pertama UGD,

EKG

Foto dada

Tekanan darah

Hasil laboratorium

Identitas

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan

Penunjang

Diagnosa

Terapi

Page 67: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

4.3 Gambar Alur Penelitian

4.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam 4 tahap, pertama dilakukan analisis univariat,

kemudian dilakukan analisis kurva ROC, analisis bivariat dan analisis multivariat.

1. Analisis univariat, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik subjek

penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis kurva ROC. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan cutt of point

terbaik untuk menyatakan hiperlaktasemia. Pada analisis ini kadar laktat akan

menjadi variabel kategorikal, dan morbiditas sebagai refference variabel.

Kemudian akan terbentuk kurva ROC yang terdiri dari sumbu X dan Y.

Sumbu X adalah 1-spesifisitas, dan sumbu Y adalah sensitivitas. Cutt of point

Page 68: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

terbaik adalah nilai hiperlaktasemia tertentu yang menghasilkan nilai akurasi

tertinggi sebagai prediktor morbiditas.

3. Analisis bivariat, bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas

terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini adalah

hiperlaktasemia. Variabel tergantung adalah morbiditas yang terdiri dari tiga

subvariabel, yaitu gagal jantung, syok kardiogenik, dan aritmia. Selain

pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas secara keseluruhan, analisis

bivariat juga dilakukan untuk menilai pengaruh hiperlaktasemia terhadap

masing-masing subvariabel dari morbiditas. Hasil analisis bivariat

ditampilkan menggunakan grafik estimasi survival Kaplan-Meier kemudian

dinilai perbedaan median time dan probabilitas survival berdasarkan variabel

bebas. Uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat adalah Logrank test.

Pertimbangan penggunaan metode Kaplan-Meier karena pada penelitian ini

terdapat variabel time (waktu), event dan sensor. Selain itu keuntungan

penggunaan analisis Kaplan-Meier pada subjek penelitian yang datanya

dianalisis sesuai dengan waktu aslinya adalah menghasilkan perhitungan

probabilitas survival yang lebih akurat (Kleinbaum and Klein, 2005).

4. Analisis stratifikasi bertujuan untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai

prediktor morbiditas pada masing-masing kelompok (subgrup) berdasarkan

jenis IMA (STEMI dan NSTEMI).

5. Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis apakah hiperlaktasemia

merupakan prediktor independen terjadinya morbiditas dengan mengontrol

Page 69: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

variabel lain yang diduga sebagai confounder. Uji statistik yang digunakan

pada analisis multivariat adalah Cox regression atau Cox Proportional

Hazard Model. Penggunaan uji statistik ini didasari karena hazard rasio yang

dihasilkan diharapkan berasal dari perbandingan kelompok pajanan yang tidak

berubah (konstan) sepanjang waktu atau dikenal dengan istilah proportional

hazard assumption. Untuk mengetahui apakah proportional hazard

assumption sudah terpenuhi atau belum maka sebelum masuk ke dalam model

regresi Cox, pengaruh variabel bebas utama di uji proportional hazards

assumption (Global test). Bila nilai p > 0,05 maka proportional hazard

assumption terpenuhi dan bila nilai p ≤ 0,05 maka proportional hazard

assumption tidak terpenuhi. Bila proportional hazard assumption tidak

terpenuhi maka terlebih dahulu dilakukan stratifikasi berdasarkan waktu

(Kleinbaum and Klein, 2005).

Selanjutnya dilakukan penilaian variabel yang diduga memiliki efek

confounding. Dalam metode statistik penilaian confounding dilakukan dengan

menilai perubahan hazard ratio (HR) antara model dasar dengan sesudah

variabel tersebut dikeluarkan dari model multivariat. Semua variabel yang

diduga sebagai confounding yang memiliki nilai p < 0,25 berdasarkan uji Log-

rank test dimasukkan kedalam model. Variabel confounding kemudian

dikeluarkan satu per satu dimulai dari nilai p yang tertinggi. Perubahan HR

lebih dari atau sama dengan 10% maka variabel tersebut merupakan

confounding dan harus tetap dimasukkan kedalam model dan bila kurang dari

Page 70: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

10% maka variabel tersebut bukan sebagai perancu dan dikeluarkan dari

model.

BAB V

HASIL PENELITIAN

Selama periode bulan Juli 2014 sampai dengan September 2014, telah dilakukan

studi observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di RSUP

Sanglah-Denpasar. Penelitian ini dimulai setelah mendapat persetujuan dari unit

penelitian dan pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP

Sanglah Denpasar dengan surat Kelaikan Etik (Ethical Clearance) dan surat ijin

Page 71: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

penelitian dari Direktur Sumber Daya manusia (SDM) dan Pendidikan RSUP Sanglah

Denpasar.

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita IMA baik STEMI maupun NSTEMI

yang memenuhi kriteria inklusi yang diambil secara consecutive sampling dari

populasi penelitian. Sebanyak 70 pasien IMA yang diikutkan dan menjalani

perawatan di UPIJ RSUP Sanglah Denpasar, dilakukan pemeriksaan laktat dari darah

kapiler dengan menggunakan Accutrend lactate meter pada saat pasien masuk rumah

sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan. Selama perawatan di rumah sakit pasien

diamati timbulnya morbiditas akibat infark miokard akut, yaitu adanya gagal jantung

dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia. Variabel yang dianalisis dalam penelitian

ini adalah: kadar laktat sebagai variabel bebas, morbiditas selama perawatan di UPIJ

sebagai variabel tergantung, serta gagal jantung, syok kardiogenik, dan aritmia

sebagai subvariabel tergantung.

Penderita IMA yang dilibatkan dalam penelitian ini, yaitu: 48 orang pasien

STEMI dan 22 orang pasien NSTEMI. Hasil analisis deskriptif populasi penelitian

ditunjukkan pada tabel 5.1. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok

berdasarkan ada tidaknya hiperlaktasemia. Dimana cutt of point dalam menyatakan

hiperlaktasemia ditunjukkan dengan membuat kurva ROC. Kurva ROC untuk

menyatakan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas ditunjukkan pada gambar

5.1

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Page 72: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Tabel 5.1

Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik Total (n=70) Hiperlaktasemia

Ya (n=23) Tidak (n=47)

Demografi

Laki-laki

Perempuan

Umur(tahun), rerata ± SD

63 (90%)

7(10%)

57.9 ±11.5

18 (78.26%)

5 (21.74%)

58.1 ± 13.3

45 (95.74%)

2 (4.26%)

57.7 ± 10.6

Pendidikan

Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

6 (8.57%)

16 (22.86%)

11 (15.71%)

16 (22.86%)

21 (30%)

2 (8.7%)

10 (43.48%)

3 (13.4%)

1 (4.35%)

7 (30.43%)

4 (8.5%)

8 (17.2%)

15 (31.91%)

14(29.79%)

7 (30.43%)

Karakteristik saat datang

Onset nyeri dada

<12 jam

>12 jam

48(68.57%)

22 (31.43%)

14 (60.87%)

9 (39.13%)

34 (72.34%)

13 (27.66%)

Diagnosis

STEMI

NSTEMI

48 (68.57%)

22 (31.43%)

18 (78.26%)

5 (21.74%)

30 (63.83%)

17 (36.17%)

Laboratorium

CKMB

≤40 IU/mL

>40 IU/mL

52 (74.29%)

18 (25.71%)

14 (60.87)

9 (39.13%)

38 (80.85%)

9 (19.15%)

Troponin

≤2000 ng/mL

>2000 ng/mL

53 (75.71%)

17 (24.29%)

18 (78.26%)

5 (21.74%)

35 (74.47%)

12 (25.53%)

Hemoglobin(mg/dL),

rerata ± SD

13.9 ± 2.2 13.8 ± 2.9 14.1 ± 1.8

pO2(mmHg), rerata± SD 138.5±38.8 140.3 ± 39.7 137.6 ± 38.7

Albumin(g/dL),rerata±SD 3.7±0.5 3.7 ± 0.6 3.7 ± 0.4

Gula darah sewaktu

(mg/dL), rerata ± SD

172 ±80.2 144.7 ± 49.2 186.6 ± 88.9

Faktor risiko kardiovaskular

Riwayat keluarga

Ya

Tidak

8 (11.43%)

62 (88.57%)

4 (17.39%)

19 (82.61%)

4 (8.51%)

43 (91.49%)

Dislipidemia

Ya

Tidak

21 (30%)

49 (70%)

4 (17.39%)

19 (82.61%)

17 (36.17%)

30 (63.83%)

Page 73: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Hipertensi

Ya

Tidak

32 (45.71%)

38 (54.71%)

11 (47.83%)

12 (52.17%)

21 (44.68%)

26 (55.32%)

Diabetes

Ya

Tidak

21 (30%)

49 (70%)

4 (17.39%)

19 (82.61%)

17 (36.17%)

30(63.83%)

Merokok

Ya

Tidak

45 (64.29%)

25 (35.71%)

11 (47.83%)

12 (52.17%)

34 (72.34%)

13 (27.66%)

Terapi reperfusi

Ya

Tidak

29 (41.43%)

41 (58.57%)

8 (34.78%)

15 (65.22%)

21 (44.68%)

26 (55.32%)

5.2 Analisis Kurva ROC

Batas nilai untuk menentukan hiperlaktasemia menggunakan data yang

dikumpulkan dari penelitian ini dengan cara membuat kurva ROC.

Gambar 5.1 Kurva ROC dalam Menentukan Cutt of Point Hiperlaktasemia

Berdasarkan analisis kurva ROC didapatkan nilai cutt of point terbaik dalam

menyatakan hiperlaktasemia untuk memprediksi luaran dengan mendapatkan

hubungan optimal antara sensitivitas dan spesifisitas yaitu 3 mmol/L. Area Under

Curve (AUC) yaitu 0.70 6, standard error 0.0647, (95% CI = 0.57916-0.83284).

Page 74: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Dengan menggunakan nilai cutt of point 3 mmol/L maka didapatkan sebanyak 23

pasien dengan hiperlaktasemia, dan 47 pasien tanpa hiperlaktasemia. Kadar laktat

yang merupakan skala numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori

yaitu hiperlaktasemia dan tidak hiperlaktasemia.

5.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA

Untuk mengetahui pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas dilakukan

analisis bivariat. Metode analisis yang digunakan adalah metode estimasi survival

dari Kaplan-Meier yang disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier.

Gambar 5.2 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya

Morbiditas Pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia

Pada Gambar 5.2 grafik estimasi survival dibagi menjadi 2 kelompok kadar laktat

yaitu kelompok hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia.

Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 23 pasien

mengalami morbiditas, 17 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan

Page 75: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

5 pasien tanpa hiperlaktasemia. Terlihat bahwa pasien yang mengalami

hiperlaktasemia lebih banyak yang mengalami event dari pada yang tidak. Akan

tetapi narasi data diatas belum memperhitungkan waktu pengamatan.

Pada pasien dengan hiperlaktasemia probabilitas survival pada hari pertama

sebesar 0.34, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.72. Hal ini

berarti bahwa pada hari pertama 34% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami

morbiditas, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 72% pasien tidak

mengalami morbiditas. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan

hiperlaktasemia sebesar 0.26, sedangkan tanpa hiperlaktasemia nilainya tetap. Hari

ketiga probabilitas survival pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.68.

Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan bahwa survival rate antara pasien

dengan hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia berbeda secara bermakna dengan

nilai p sebesar 0,006.

Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap morbiditas dilihat dengan nilai

hazard ratio yaitu sebesar 4.1, dan ditunjukkan pada tabel 5.2 dibawah ini.

Tabel 5.2 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Morbiditas Pada IMA dengan

Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia

Variabel Jumlah

morbiditas

Jumlah

orang-

waktu

IR HR 95% CI Nilai p

Hiperlaktasemia

Ya

Tidak

17

5

49

179

0.347

0.084

4.1

Ref

1.945-8.903

0.0001

Risiko morbiditas pada pasien IMA jika ditemukan dengan hiperlaktasemia yaitu

4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan

Page 76: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p=0.0001. Nilai HR ini masih

bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai perancu.

5.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA

Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 7 pasien

mengalami syok kardiogenik, 6 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia,

sedangkan 1 pasien tanpa hiperlaktasemia. Gambaran estimasi survival Kaplan

Meier terjadinya syok kardiogenik berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia

ditunjukkan pada gambar 5.3 dibawah ini.

Gambar 5. 3 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Syok

Kardiogenik pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia

Berdasarkan grafik survival rate kelompok pasien dengan hiperlaktasemia

berbeda dengan survival rate kelompok tanpa hiperlaktasemia. Survival rate pada

hiperlaktasemia lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa hiperlaktasemia.

Pada hari pertama probabilitas survival kelompok hiperlaktasemia menjadi 0.98

Page 77: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

sedangkan pada kelompok tanpa hiperlaktasemia menjadi 0.74. Probabilitas ini tetap

hingga akhir pengamatan. Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p

sebesar 0,0018 sehingga perbedaan tersebut bermakna secara statistik.

Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap syok kardiogenik dilihat dengan

nilai hazard ratio yaitu sebesar 15, dan ditunjukkan pada tabel 5.3 dibawah ini.

Tabel 5.3 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Syok Kardiogenik Pada IMA

dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia

Variabel Jumlah

syok

kardiogenik

Jumlah

orang-

waktu

IR HR 95% CI Nilai p

Hiperlaktasemia

Ya

Tidak

6

1

91

231

0.066

0.004

15.2

Ref

1.848-700.579

0.0014

5.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA

Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 19 pasien

mengalami gagal jantung, 12 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia,

sedangkan 7 pasien tanpa hiperlaktasemia. Kurva estimasi survival Kaplan Meier

terjadinya gagal jantung berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan

pada gambar 5.4 dibawah ini.

Page 78: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Gambar 5.4 Kurva Estimasi Survival Kaplan-Meier Terjadinya Gagal

Jantung pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia

Nilai probabilitas survival pada hari pertama pada pasien dengan hiperlaktasemia

sebesar 0.52, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.87. Hal ini

berarti bahwa pada hari pertama 52% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami

gagal jantung, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 87% pasien tidak

mengalami gagal jantung. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien

dengan hiperlaktasemia sebesar 0.47 dan menetap hingga akhir pengamatan.

Sedangkan tanpa hiperlaktasemia probabilitas survival berubah menjadi 0.85 pada

hari ketiga dan kemudian menetap hingga akhir masa pengamatan.

Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p sebesar 0,0009 sehingga

perbedaan tersebut bermakna secara statistik.

Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap gagal jantung dilihat dengan nilai

hazard ratio yaitu sebesar 5.3, dan ditunjukkan pada tabel 5.4 dibawah ini.

Page 79: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Tabel 5.4 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Gagal Jantung Pada IMA dengan

Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia

Variabel Jumlah

gagal

jantung

Jumlah

orang-

waktu

IR HR 95% CI Nilai p

Hiperlaktasemia

Ya

Tidak

12

7

68

209

0.176

0.033

5.3

Ref

1.913-

15.796

0.0001

5.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA

Selama waktu pengamatan penelitian, diketahui sebesar 13 pasien mengalami

aritmia, 8 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan 5 pasien tanpa

hiperlaktasemia.

Gambar 5.5 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Aritmia pada

IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia

Gambran estimasi survival Kaplan Meier terjadinya aritmia berdasarkan ada atau

tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan pada gambar 5.5 diatas. Pada pasien dengan

hiperlaktasemia probabilitas tidak terjadinya aritmia pada hari pertama sebesar 0.83,

Page 80: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.85. Hal ini berarti bahwa pada

hari pertama 83% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami aritmia, sedangkan

pada pasien tanpa hiperlaktasemia 85% pasien tidak mengalami aritmia. Pada hari

kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan hiperlaktasemia sebesar 0.78,

sedangkan tanpa hiperlaktasemia nilainya tetap. Hari ketiga probabilitas survival pada

pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.82. Setelah dilakukan Uji Logrank test

didapatkan nilai p sebesar 0.6343 sehingga perbedaan tersebut tidak bermakna secara

statistik.

Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap aritmia dilihat dengan nilai

hazard ratio yaitu sebesar 1.3, dan ditunjukkan pada tabel 5.5 dibawah ini.

Tabel 5.5 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Aritmia Pada IMA dengan

Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia

Variabel Jumlah

aritmia

Jumlah

orang-

waktu

IR HR 95% CI Nilai p

Hiperlaktasemia

Ya

Tidak

5

8

96

205

0.052

0.039

1.3

Ref

0.343-4.627

0.3051

5.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA

Dengan adanya cut off point 3 mmol/L, frekuensi pada masing-masing subgrup

dapat ditunjukkan pada tabel 5.6.

Tabel. 5.6 Frekuensi STEMI dan NSTEMI Berdasarkan Hiperlaktasemia

Diagnosis Hiperlaktasemia Total

Ya Tidak

NSTEMI 17 5 22

STEMI 30 18 48

Page 81: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Total 47 23 70

Untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pada masing-

masing kelompok (subgrup) berdasarkan jenis IMA dilakukan analisis stratifikasi.

Analisis stratifikasi dilakukan dengan uji Mantel Haenzel.

Tabel 5.7 Hasil Uji Mantel Haenzel Hiperlaktasemia sebagai Prediktor

Morbiditas pada Subgrup IMA

Diagnosis HR 95% CI Nilai p M-H combined, (CI)

STEMI 3.8 1.539 - 9.681 0.0009 4.1 (2.029-8.244)

NSTEMI 5.2 1.032 - 24.159 0.0131

Pada NSTEMI pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 5,2. Artinya

pada NSTEMI dengan hiperlaktasemia risiko morbiditas 5,2 x dibandingkan pada

pasien NSTEMI tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan risiko morbiditas tersebut secara

statistik bermakna dengan p= 0.0131, 95% CI: 1,032-24,159

Pada STEMI pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 3.8. Dengan

demikian STEMI dengan hiperlaktasemia risiko morbiditas 3.8 x dibandingkan pada

pasien STEMI tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan risiko morbiditas tersebut secara

statistik bermakna dengan p=0.0009 95% CI : 1.539-9.681

Apakah ada perbedaan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas antar

subgrup IMA menggunakan tes homogenitas. Dengan tes homogenitas didapatkan

p=0.6904. Hal ini berarti ada perbedaan efek hiperlaktasemia terhadap morbiditas

pasien pada masing-masing kelompok (STEMI dan NSTEMI) walaupun secara

statistik tidak bermakna. Pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas setelah

Page 82: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

variabel diagnosis dikontrol sebesar 4.1 dan secara statistik bermakna dengan 95% CI

: 2.029-8.244

5.8 Pengaruh Hiperlaktasemia terhadap Morbiditas Setelah Dikontrol dengan

Variabel Lain

Variabel pada penelitian ini meliputi nilai hiperlaktasemia sebagai variabel bebas

dan jenis kelamin, umur, pendidikan,onset nyeri dada, riwayat keluarga, dislipidemia,

hipertensi, diabetes melitus, merokok, diagnosis, gula darah sewaktu, hemoglobin,

paO2, kadar albumin darah, serta terapi reperfusi sebagai variabel kendali. Variabel

dengan skala data kategorik dilakukan uji Chi Square. Variabel dengan skala data

numerik telah diuji normalitasnya dengan Uji Normalitas Saphiro Wilk dan dinilai

homogenitas varian antar kelompok. Variabel yang berdistribusi normal (p>0.05)

dianalisis dengan uji independen t-test. Sedangkan variabel tidak berdistribusi normal

(p < 0,05) dilakukan uji non parametrik (two group mean comparison test).

Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hiperlaktasemia

terhadap morbiditas adalah Cox Proportional Hazard Model. Sebelumnya dilakukan

pengujian apakah asumsi proportional hazard sudah terpenuhi pada variabel

hiperlaktasemia dengan menggunakan uji global test. Hasil pengujian pada tabel 5.7

berikut ini.

Tabel 5.8 Hasil Uji Global Test Terhadap Variabel Hiperlaktasemia

Uji Chi Square

Df Nilai p

Global test 2.49 5 0,7782

Page 83: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Hasil uji global test mendapat nilai p sebesar 0,7782. Oleh karena nilai p

lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi proportional hazard untuk

variabel hiperlaktasemia terpenuhi. Hal ini berarti hazard ratio yang dihasilkan

berasal dari perbandingan kelompok pajanan yang tidak berubah (konstan) sepanjang

waktu.

Variabel yang dimasukkan dalam uji multivariat adalah variabel dengan nilai

p<0.25. Semua variabel yang diduga sebagai confounding yang memiliki nilai p <

0,25 dimasukkan kedalam model.

Variabel dengan nilai p <0.25 yaitu jenis kelamin, pendidikan, dislipidemia,

diabetes, merokok, diagnosis, CKMB, dan gula darah sewaktu. Variabel ini

ditunjukkan dalam tabel model dasar uji regresi cox dibawah ini

.

Tabel 5.9 Model Dasar Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression

Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA

Variabel HR CI P

Hiperlaktasemia 2.616 1.159-5.906 0.021

Jenis kelamin 0.724 0.209-2.508 0.610

Pendidikan 0.969 0.722-1.302 0.836

Dislipidemia 0.373 0.132-1.056 0.063

Diabetes 1.816 0.494-6.673 0.369

Merokok 0.916 0.392-2.140 0.839

Diagnosis 1.143 0.508-2.569 0.747

CKMB 0.414 0.164-1.045 0.062

Gula darah sewaktu 0.999 0.992-1.008 0.994

Variabel confounding kemudian dikeluarkan satu per satu dimulai dari nilai p

yang tertinggi. Perubahan HR lebih dari atau sama dengan 10% maka variabel

Page 84: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

tersebut merupakan confounding dan harus tetap dimasukkan kedalam model dan bila

kurang dari 10% maka variabel tersebut bukan sebagai perancu dan dikeluarkan dari

model.

Dari kedelapan variabel bebas yang dimasukkan kedalam model cox regresi,

hanya 2 variabel yaitu dislipidemia dan CKMB menyebabkan perubahan HR lebih

dari 10%, namun nilai p yang ditunjukkan oleh kedua variabel tersebut >0.05.

Variabel tersebut kemudian dikeluarkan satu persatu dari model sehingga

mendapatkan nilai murni hubungan hiperlaktasemia terhadap morbiditas.

Tabel 5.10 Model Akhir Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression

Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA

Variabel HR 95% CI P

Hiperlaktasemia 2.578 1.278-5.199 0.008

Berdasarkan model akhir analisis cox regresi, hiperlaktasemia terbukti sebagai

faktor independen terjadinya morbiditas pada IMA. Hal ini berarti bahwa risiko

morbiditas pasien IMA dengan hiperlaktasemia setelah mengontrol faktor perancu

2.6 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa hiperlaktasemia.

Page 85: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

BAB VI

PEMBAHASAN

Selama periode bulan Juli sampai dengan September 2014, dilakukan penelitian

observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di RSUP Sanglah

Denpasar. Temuan yang penting dari penelitian ini adalah kadar laktat sebagai

penanda derajat hipoperfusi regional sebagai prediktor morbiditas, terjadinya gagal

Page 86: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

jantung dan syok kardiogenik pada IMA. Sehingga dapat meningkatkan stratifikasi

risiko selama perawatan di rumah sakit pada penderita IMA.

Sindrom koroner akut memiliki beberapa kesamaan mekanisme patofisiologi,

namun tiap-tiap kondisi memiliki perbedaan klinis, elektrokardiografi dan perubahan

enzim serta menunjukkan luaran kardiovaskular yang berbeda-beda dari ringan

hingga berat (Ramjane, dkk.,2009, Anderson,dkk.,2011).

Pengukuran risiko berdasarkan karakteristik klinis sulit dan sering tidak tepat.

Nyeri yang atipikal dapat merupakan suatu kondisi infark. Hingga sepertiga kasus

IMA tidak menunjukkan nyeri yang tipikal. Bila menggunakan EKG, ST elevasi

memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitas yang rendah untuk infark.

Kurang lebih tiga perempat pasien dengan sindrom koroner akut tidak memiliki

gambaran ST elevasi. Nilai troponin saat masuk rumah sakit memiliki nilai prediktor

yang buruk karena dibutuhkan waktu keluarnya biomarker ini untuk keluar dari

kardiomiosit (Ramjane,dkk.,2009, Anderson,dkk.,2011, Rhee,dkk.,2011).

National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) dan guideline

groups (American College of Cardiology/American Heart Association [ACC/AHA]

and European Society of Cardiology [ESC]) merekomendasikan terapi sesuai klinis

dan pengelompokan risiko. Penelitian menunjukkan manfaatnya didapat secara

eksklusif pada kelompok populasi pasien dengan risiko tinggi. Studi terbaru

menyatakan bahwa kateterisasi jantung tidak dilakukan secara optimal pada pasien

dengan NSTEMI, terutama karena tidak dilakukan stratifikasi risiko secara tepat pada

kelompok pasien ini. Dokter fokus pada satu atau dua faktor risiko (yaitu ST depresi

Page 87: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

dan nilai troponin), sedangkan faktor lain kurang diperhatikan (misalnya usia, gagal

jantung, fungsi hati yang buruk) (Ramjane,dkk.,2009).

Beberapa penilaian risiko telah digunakan dalam praktik klinis. Skor

Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) didapatkan dari populasi penelitian

klinis, sedangkan Global Registry of Acute Cardiac Events (GRACE) didapatkan dari

data internasional (Ramjane,dkk.,2009, Anderson,dkk.2011, Hamm,dkk.2011)

Usia, deviasi segmen ST dan status biomarker merupakan komponen yang

terdapat pada TIMI dan GRACE. GRACE memiliki kelebihan karena terdapat

variabel hemodinamik dan disfungsi ginjal. Pemeriksaan laktat menggambarkan

derajat perfusi jaringan sehingga juga menggambarkan variabel hemodinamik,

meskipun aplikasi klinis belum secara luas digunakan (Ramjane,dkk.,2009,

Attana,dkk.,2012).

Glikolisis merupakan tahap awal pada metabolism glukosa dengan produk akhir

piruvat. Setelah terbentuk piruvat mengalami beberapa jalur metabolik. Piruvat dapat

melewati membran mitokondria masuk kedalam alur tricarboxylic acid dan

menghasilkan energy (38 ATP). Piruvat dapat diubah menjadi laktat dengan kerja

enzim laktat dehydrogenase. Disamping itu piruvat juga berperan sebagai substrat

gluconeogenesis untuk produksi glukosa atau menjalani transaminase menjadi

alanine. Perubahan piruvat menjadi laktat hanya pada kondisi kadar piruvat yang

tinggi. Perubahan ini terjadi pada kondisi jaringan yang mengalami hipoksia.

Hiperlaktasemia merupakan suatu penanda stress metabolik dan derajat keparahannya

Page 88: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Nduka dan

Dellinger,2011).

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Selama penelitian, 70 penderita IMA yang memenuhi kriteria inklusi diambil

dengan cara consecutive sampling dari populasi penelitian. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rerata umur penderita IMA yang mengalami hiperlaktasemia

tidak jauh berbeda (58,1 tahun vs 57,7 tahun) dibandingkan dengan kelompok tanpa

hiperlaktasemia.

Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Lazzeri,dkk (2010) dan

Vermeulen, dkk (2010) pasien dengan hiperlaktasemia maupun tidak memiliki rerata

umur yang tidak berbeda bermakna. Pada penelitian Lazzeri pasien dengan kadar

laktat ≤1.3 mmol/L, 1.3-1.9 mmol/L, dan >1.9 mmol/L masing-masing memiliki rata-

rata umur 66.5, 67.5 tahun, dan 71 tahun. Pada penelitian Vermeulen pasien dengan

kadar laktat <1.8 mmol/L memiliki rerata umur 63 tahun dibandingkan pasien dengan

laktat ≥1.8 mmol/L memiliki rerata umur 64 tahun.

Disfungsi endotel terjadi seiring bertambahnya usia. Pembuluh darah mengalami

kekakuan dan penurunan elastisitas. Kemampuan pembuluh darah untuk

memproduksi oksida nitrat (NO) yang berperan dalam vasodilatasi juga akan semakin

menurun (Mudau dkk., 2012, Rhee, dkk.,2011, Irmalita,dkk.,2014). Semakin tua

angka kejadian gagal jantung, gangguan hemodinamik juga semakin meningkat. Erne

P dkk menyatakan terapi awal dengan anti platelet, beta bloker, penyekat ACE dan

Page 89: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

reperfusi memiliki manfaat menurunkan angka mortalitas pada IMA, namun

penggunaannya pada orang tua lebih terbatas (Shabbir, dkk., 2008).

Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (90% Vs 10%),

namun perempuan yang mengalami IMA lebih banyak mengalami hiperlaktasemia

dibandingkan laki-laki. Hal tersebut karena semua penderita berjenis kelamin

perempuan pada penelitian ini sudah menopause. Wanita yang mengalami IMA

terjadi pada usia yang lebih tua dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat fatalitas

dalam 28 hari pasca IMA lebih tinggi pada wanita. Hal ini mungkin disamping akibat

wanita mengalami IMA pada usia yang lebih tua, wanita cenderung lebih sering

menderita diabetes, dan mendapat terapi kurang agresif. Wanita lebih sering

mengalami nyeri dada atipikal sehingga datang terlambat ke rumah sakit dan tidak

memungkinkan untuk dilakukan trombolitik (Deljanin, dkk., 2007, Shabbir, dkk.,

2008)

Dari beberapa studi yang ada sebelumnya, didapatkan estrogen sebagai proteksi

terhadap proses aterosklerosis. Fisiologi estrogen pada wanita sebelum menopause

akan meningkatkan high density lipoprotein (HDL) dan menurunkan low density

lipoprotein (LDL). Efek lain dari estrogen adalah dalam kemampuannya sebagai

antioksidan, antiplatelet dan meningkatkan vasodilatasi dari dinding pembuluh darah

(Rhee, dkk., 2012).

Pada penelitian didapatkan 30% dari pasien IMA memiliki faktor risiko diabetes

melitus. Studi lain menunjukkan angka diabetes pada pasien IMA yaitu 6% pada

Chicago Heart Association Detection Project in Industry (CHA), 5% pada Multiple

Page 90: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Risk Factor Intervention Trial (MRFIT), 4% pada Framingham Heart Study (FHS),

and 22.9% pada European Heart Study (EHS) (Bennett,dkk.,2008). Pasien IMA

dengan hiperlaktasemia lebih sedikit pada kelompok diabetes dibandingkan dengan

yang tanpa diabetes (17.39% vs 82.61%).

Hubungan antara penyakit arteri koroner dan diabetes melitus telah lama

diketahui. Tidak hanya tingginya insiden IMA, namun juga angka kejadian fatal lebih

tinggi pada pasien diabetes dibanding non diabetes. Hal ini karena kerusakan miokard

lebih luas dan lebih berat pada pasien diabetes, dan telah adanya disfungsi jantung

akibat kardiomiopati diabetikum serta disfungsi autonomi. Perubahan metabolik yang

dihubungkan dengan IMA yaitu stres oksidasi, peningkatan formasi dari advanced

glycation end-products (AGEs), peningkatan respon inflamasi, pelepasan

katekolamin, kortisol, dan asam lemak bebas lebih tinggi pada pasien diabetes

(Christofferson,2009, Rhee,dkk.,2011)

Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya infark miokard.

Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis dan menyebabkan stress

hemodinamik. Pada penelitian ini didapatkan 45.71 % pasien dengan IMA menderita

hipertensi. Studi lain menunjukkan angka hipertensi pada IMA yaitu 88% pada CHA,

82% pada MRFIT, 83% pada FHS, dan 57.8% pada EHS. (Bennett, 2008). Penderita

IMA yang mengalami hiperlaktasemia menderita hipertensi lebih sedikit

dibandingkan dengan kelompok tanpa hipertensi, dengan persentase 47.83% vs

52.17%.

Page 91: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Sebanyak 30 % pasien dengan IMA menderita dislipidemia dari riwayat ataupun

berdasarkan laboratorium yang didapat saat dirawat. Dibandingkan dengan studi lain

hasil ini lebih kecil yaitu 72% pada CHA, 76 % pada MRFIT, 87% pada FHS, dan 47

% pada EHS (Bennett,dkk.,2008).

Dislipidemia bukan merupakan faktor risiko terbanyak dalam populasi penelitian

ini. Sebanyak 17.39% pasien dengan hiperlaktasemia menderita dislipidemia,

dibandingkan 82.61% pasien hiperlaktasemia tanpa dislipidemia.

Faktor risiko yang penting lainnya yaitu riwayat merokok. Dimana pada populasi

penelitian ini didapatkan 64.29% penderita IMA merupakan perokok aktif, lebih dari

6 bulan. Studi lain menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu 55% pada CHA, 50%

pada MRFIT, 64% pada FHS, dan 30.2% pada EHS. (Bennett,dkk.,2008).

Pasien hiperlaktasemia dan perokok sebesar 47.83% dibandingkan dengan pasien

dengan hiperlaktasemia tanpa merokok sebesar 52.17%. Hal ini serupa dengan

penelitian Vermeulen,dkk (2010), dimana pasien dengan kadar laktat tinggi memiliki

persentase perokok lebih rendah. Hal ini akibat smoker’s paradox, dimana pasien

perokok terkena IMA pada usia yang lebih muda (Vermeulen,dkk.,2010).

Pasien IMA dengan faktor risiko kardiovaskular yang telah dijelaskan diatas

mengalami hiperlaktasemia lebih sedikit dibandingkan dengan pasien IMA tanpa

hiperlaktasemia. Hal ini karena jumlah pasien yang mengalami hiperlaktasemia lebih

sedikit (n=23) dibandingkan tanpa hiperlaktasemia (n=47). Disamping itu persentase

faktor risiko yang ada di populasi penelitian ini nilainya kebanyakan lebih kecil

dibandingkan penelitian lain.

Page 92: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

6.2 Analisis Kurva ROC

Studi ini tidak dirancang untuk menentukan cutt of point laktat. Nilai cutt of point

laktat yang bertujuan untuk prediksi luaran merupakan pertanyaan untuk

mendapatkan hubungan yang optimal antara sensitivitas dan spesifisitas. Hal ini

dengan mudah ditunjukkan dengan ROC. Nilai hiperlaktasemia yang didapat

memiliki nilai akurasi tertinggi sebagai prediktor morbiditas.

Tes dengan sensitivitas yang tinggi membawa risiko banyak false positif dengan

demikian over-triage. Disisi lain jika tes digunakan untuk tujuan skrining atau

sebagai bagian penilaian risiko multifaktorial mungkin dibutuhkan level tertentu over

triage. Semakin tinggi cutt of point, nilai prediktif untuk tes positif semakin baik, dan

risiko mendapatkan hasil false negative semakin besar (Kruse, dkk., 2011).

Kebanyakan studi menggunakan cutt of point 2.0 mmol (Khosravani,dkk.,2009,

Seoane,dkk.,2013, Perez,dkk.,2008, Atana,dkk.,2012). Pada studi ini cutt of point

untuk hiperlaktasemia didapatkan dari kurva ROC. Didapatkan nilai 3 mmol/L

sebagai cutt of point terbaik dalam menyatakan hiperlaktasemia.

Memuaskan atau tidaknya nilai AUC, dapat ditentukan secara klinis atau secara

statistik. Nilai AUC yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 70.6 % (70-80%)

memiliki kekuatan sedang, dengan standard error 0.0647, 95% CI 0.579-0.833.

Beberapa penelitian lain juga menggunakan nilai 3 mmol/L sebagai batas menyatakan

hiperlaktasemia (Ranucci,dkk.,2006, Jansen,dkk.,2010).

Page 93: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Hasil penelitian menunjukkan 23 pasien IMA mengalami hiperlaktasemia, dan 47

pasien tanpa hiperlaktasemia. Pada penelitian ini hanya separuh pasien IMA

mengalami hiperlaktasemia. Ada beberapa penyebab diantaranya, akibat dibutuhkan

waktu sebelum terjadinya kekacauan patofisiologi yang menyebabkan

hiperlaktasemia. Bila mengeksklusi pasien yang datang dengan presentasi kurang dari

2 jam, sensitivitas laktat akan meningkat. Pengukuran laktat perifer di sistemik

apakah mencerminkan kadar laktat di miokard pada kondisi iskemia regional

membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan kedua konsentrasi laktat

tersebut. Disamping itu teknis pengambilan sampel di jari tangan mungkin akan

mendapatkan serum dan bukan darah (Gatien,dkk.,2005).

Ada dua hal yang harus diperhatikan bila menilai iskemia miokard yang dinilai

dengan nilai produksi laktat. Kebanyakan studi mengukur secara sekuensial. Nilai

produksi laktat sepanjang waktu selama iskemi yang konstan tidak diketahui. Dengan

hipoksemia dari preparat jantung, laju produksi laktat menurun secara progresif

seiring waktu. Jadi pengukuran produksi laktat pada pasien dengan penyakit jantung

iskemik dapat berubah seiring waktu. Produksi laktat pada manusia biasanya dinilai

dengan membandingkan konsentrasi pada sinus koronarius dan pada arteri. Nilai

pada sinus koronarius merupakan nilai campuran dengan darah vena yang merupakan

drainase dari region dengan perfusi kurang dan region dari arteri yang normal.

Evaluasi secara langsung factor ini sulit oleh karena mustahil untuk mempelajari pola

iskemi miokard pada manusia (Apstein,1979).

Page 94: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

6.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA

Kebanyakan studi mendukung bahwa pemeriksaan laktat sekali waktu yaitu pada

saat masuk rumah sakit berguna dalam prediksi luaran pasien. Nilai prediktif laktat

darah didukung pula oleh bukti dari beberapa studi menunjukkan hubungan dosis-

respon, semakin tinggi kadar laktat maka akan semakin tinggi pula angka mortalitas.

Namun nilai laktat pada sekali pengukuran saat masuk rumah sakit masih

kontroversial karena beberapa studi tidak mampu menunjukkan nilai prediktif yang

signifikan kadar laktat saat masuk. (Kruse, dkk., 2011, Cerovic,dkk.,2003,

Arnold,dkk.,2009, Kaplan dan Kellum,2008).

Hiperlaktasemia menetap memiliki nilai prediktif pada sejumlah studi, dengan

demikian pengukuran laktat secara serial berguna dalam monitoring pasien. Manfaat

lain pengukuran serial yaitu pasien yang mengalami peningkatan laktat yang

temporer dan non patologi contohnya akibat kadar adrenalin yang tinggi, atau minum

alkohol dieksklusi dari populasi. (Kruse, dkk., 2011, Luchette,dkk.,2002,

Dunne,dkk.,2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hiperlaktasemia sebagai prediktor

morbiditas pasien IMA nilai hazard ratio sebesar 4.1 (HR = 4.1, 95% CI = 1,9-8.9,

p = 0,0001). Artinya penderita IMA hiperlaktasemia memiliki risiko untuk

mengalami morbiditas 4 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia.

Namun setelah mengontrol variabel lain yang diduga sebagai perancu maka

didapatkan pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap morbiditas hampir 3 kali

(HR =2.578, 95% CI=1.278-5.199, p=0.008).

Page 95: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Berdasarkan data yang ada, laktat serum memberikan manfaat dalam menilai

status hemodinamik pasien, jadi dapat memberikan stratifikasi risiko lebih dini dan

mengarahkan monitoring dan terapi.

6.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik Pasien IMA

Penelitian ini menunjukkan bahwa hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya

syok kardiogenik penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 15 kali (HR = 15.231,

95% CI = 1.848-700.579, p = 0,0014). Artinya penderita IMA dengan

hiperlaktasemia memiliki risiko untuk mengalami syok kardiogenik 15 kali lipat lebih

besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia.

Iskemia akibat penurunan perfusi koroner menyebabkan hipoksia dan nekrosis

yang mengganggu kontraktilitas miokard. Kondisi ini menyebabkan penurunan curah

jantung dan penurunan tekanan darah arteri. Secara simultan terjadi respon saraf

simpatis terhadap penurunan tekanan darah dan menyebabkan terajdinya

vasokonstriksi. Sistem hormonal juga teraktivasi menyebabkan retensi garam dan air.

Perfusi koroner semakin terganggu akibat gangguan tersebut. Sirkulus vitiosus

tersebut menyebabkan penurunan perfusi pada tingkat jaringan. Terjadi hipoksia dan

asidosis laktat yang akan memperburuk kontraktilitas miokard sehingga tekanan

darah normal tidak dapat dipertahankan (Khalid dan Dhakam,2008).

Velente dkk dalam studinya terhadap 45 pasien STEMI dengan syok kardiogenik

yang dilakukan PCI menyatakan hiperlaktasemia merupakan indikator independen

kematian selama perawatan di rumah sakit. Chieolero dkk meneliti terjadinya

Page 96: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

hiperlaktasemia pada pasien syok kardiogenik pada masa awal post operasi jantung

dan menyimpulkan bahwa hiperlaktasemia berhubungan dengan peningkatan

produksi laktat. Laktat serum merupakan prediktor univariat yang signifikan

terjadinya kematian selama perawataan di rumah sakit pada pasien dengan syok

kardiogenik akibat infark miokard. (Lazzeri,dkk., 2012)

Syok kardiogenik merupakan perjalanan klinis terberat dari kegagalan ventrikel

kiri dan berhubungan dengan kerusakan luas miokardium ventrikel kiri. Syok

kardiogenik diakibatkan oleh penurunan curah jantung sistemik dengan volume

intravaskular yang memadai. Syok kardiogenik biasanya terjadi bila terjadi

kehilangan 40% masa ventrikel kiri baik yang terjadi secara akut atau merupakan

kombinasi dengan miokardium yang mengalami jaringan parut akibat infark lama.

Semakin luas kerusakan miokard, semakin tinggi pula derajat hipoperfusi. (Antman

dan Morow, 2012, Rhee, dkk., 2011).

Syok kardiogenik akibat inadekuasi perfusi jaringan yang menyebabkan

peningkatan metabolism anaerob dan produksi laktat akibat hipoksia regional. Pada

kondisi ini hiperlaktasemia disebabkan oleh peningkatan produksi laktat, yang juga

bisa diinduksi oleh penggunaan inotropik dan gangguan mikrovaskular. Hipoperfusi

renal dan splanknik menyebabkan gangguan fungsional, menyebabkan asidosis laktat

persisten (Lazzeri,dkk., 2012).

Studi Paolo Atana dkk menilai peranan laktat dalam prediksi kematian pada

pasien dengan STEMI dengan syok kardiogenik yang akan dilakukan PCI.

Didapatkan bersihan laktat 12 jam setelah masuk rumah sakit lebih tinggi pada pasien

Page 97: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

yang mampu bertahan. Bersihan laktat dalam 12 jam <10% menandakan pasien

dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Dalam studi ini pasien dengan bersihan

laktat dalam 12 jam <10% lebih banyak memiliki gangguan ginjal (dinilai dengan

penurunan glomerular filtration rate) tanpa perbedaan signifikan parameter

hemodinamik (seperti ejeksi fraksi dan tekanan arteri rerata), dan nilai transaminase

(sebagai indeks fungsi hati), maka dihipotesiskan gangguan fungsi ginjal dapat

berkontribusi dalam hiperlaktasemia persisten pada pasien ini dan memainkan

peranan penting ginjal dalam mempengaruhi prognosis pasien STEMI dengan

komplikasi syok kardiogenik. (Attanà, dkk., 2012)

6.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung Pasien IMA

Hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya gagal jantung penderita IMA

terbukti pada penelitian ini, memiliki hazard ratio sebesar 5 kali (HR = 5.269, 95%

CI = 1.913-15.796, p = 0.0002). Penderita IMA dengan hiperlaktasemia memiliki

risiko untuk mengalami gagal jantung 5 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa

hiperlaktasemia.

Infark miokard akut akan menyebabkan disfungsi sistolik maupun diastolik.

Kedua mekanisme ini akan menyebabkan komplikasi berupa edema paru dengan atau

tanpa syok kardiogenik (Antman dan Morrow, 2012)

Pasien infark yang luas dan iskemia yang persisten biasanya paling sering

berkembang menjadi gagal jantung. Gagal jantung merupakan prediktor yang dapat

Page 98: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas setelah IMA (Allen P. Burke, 2008,

Rhee, dkk., 2011).

Pada penelitian Lazzeri,dkk (2010) nilai laktat merupakan predictor independen

mortalitas hanya pada pasien dengan kelas Killip III-IV (OR, 1.17; 95% CI, 1.05-

1.30; P = .003).

6.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia Pasien IMA

Hiperlaktasemia pada penelitian ini bukan sebagai prediktor terjadinya aritmia

pasien IMA (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051).

Gangguan irama jantung dapat terjadi pada 90% pasien infark miokard. Gangguan

irama pada kondisi ini dapat disebabkan kondisi iskemia, hipoksia, asidosis laktat,

dan abnormalitas hemodinamik. Disamping itu ketidakseimbangan sistem saraf,

abnormalitas elektrolit, perubahan konduksi impuls, toksisitas obat juga

mencetuskan aritmia (Rhee,2011).

Aritmia tidak hanya berhubungan hipoperfusi jaringan, melainkan karena adanya

substrat aritmia pada pasien dengan infark. Mekanisme aritmia postinfark adalah

keterlibatan daerah iskemia yang bersebelahan namun bukan daerah infark

miokardium. Pada area atau zona asidosis aritmogenik akan mengakibatkan

pelepasan metabolit seperti potasium, kalsium, dan katekolamin, dengan kadar ATP

rendah dan hipoksemia (Allen P. Burke, 2008, Antman dan Morrow, 2012).

Dalam perjalanan miokard infark, aritmia dapat diakibatkan oleh karena jaringan

parut yang mengelilingi miosit yang masih viabel. Studi eksperimental menyatakan

Page 99: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

hubungan antara gangguan fungsi kanal sodium Na+ dengan mati mendadak.

Pengaruh stres oksidatif pada fungsi kanal Na+ dikatakan juga berperan dalam

terjadinya aritmia pasca infark. (Allen P. Burke, 2008, Antman dan Morrow, 2012)

6.7 Hiperlaktasemia Sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA

Mortalitas awal NSTEMI dikatakan lebih rendah dibandingkan STEMI. Setelah

6 bulan mortalitas keduanya berimbang, dan dalam jangka panjang mortalitas

NSTEMI lebih tinggi. Dibanding pasien STEMI, pasien dengan NSTEMI cenderung

mendapat terapi kurang agresif meskipun memiliki risiko yang tinggi. Prevalensi

NSTEMI lebih tinggi dan pasiennya berusia lebih lanjut dan memiliki komorbiditas

(Irmalita,dkk., 2014).

Data dengan hasil berbeda ditunjukkan oleh studi observasional yang melibatkan

100 pusat kesehatan di Prancis yaitu OPERA registry. OPERA registry menunjukkan

pasien dengan STEMI dan NSTEMI memiliki prognosis saat perawatan rumah sakit

dan prognosis jangka panjang yang sama. Perbedaan studi OPERA dengan studi-studi

lainnya karena studi observasional sebelumnya memisahkan antara STEMI dan

NSTEMI dan terbatas pada luaran selama perawatan di rumah sakit dan 6 bulan

setelahnya. Sedangkan pada OPERA registry memberi pengetahuan karakteristik dan

manajemen pasien selama perawatan di rumah sakit dan luaran klinik dalam 1 tahun.

Pada studi ini pasien dengan STEMI yang harusnya mendapat manfaat dengan terapi

reperfusi segera setelah onset, kebanyakan datang terlambat ke rumah sakit. Pasien

NSTEMI lebih tua dan memiliki risiko rekurensi iskemik lebih tinggi.

Page 100: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Pada penelitian ini dilakukan analisis stratifikasi Mantel Haenzel. Analisis ini

digunakan untuk mengendalikan efek dari suatu variabel perancu (dalam hal ini

diagnosis) dengan cara mengelompokkan sampel menjadi kelompok kategori variabel

perancu yang sama.

Pada penelitian didapatkan pada NSTEMI hazard ratio pengaruh hiperlaktasemia

terhadap morbiditas sebesar 5,2, sedangkan pada STEMI hazard ratio sebesar 3,8. Hal

ini menunjukkan memang ada pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas pada

masing-masing diagnosis, walaupun secara statistik tidak bermakna p=0.6904.

STEMI maupun NSTEMI memiliki proses patofisiologi yang sama dan mendapat

terapi yang sama untuk mencegah ruptur plak. Definisi serta prognosis yang sama

antara pasien STEMI dan NSTEMI digunakan sebagai dasar pemberian prevensi

sekunder yang sama pada kedua tipe infark ini untuk menghindari kejadian iskemik

rekuren (Montalescot,dkk.,2007).

6.8 Analisis Multivariat Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA

Pada analisis univariat pasien dengan hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia

berbeda dalam hal jenis kelamin, pendidikan, dislipidemia, diabetes, merokok,

diagnosis, dan CKMB. Setelah analisis regresi, hiperlaktasemia terbukti sebagai

pengaruh independen terhadap terjadinya morbiditas IMA.

Laktat juga terbukti sebagai prediktor independen kematian dalam 30 hari dan

respon buruk post PCI pada pasien STEMI yang dilakukan PCI

(Vermeulen,dkk.,2010). Pada penelitian Lazzeri laktat terbukti sebagai faktor yang

Page 101: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

mempengaruhi mortalitas pada pasien dengan Killip III dan IV. Derajat gangguan

hemodinamik (kelas Killip) dan iskemia miokard (troponin), glukosa merupakan

factor yang mempengaruhi kadar laktat pada penelitian tersebut (Lazzeri,dkk.2012).

6.9 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan kohort prospektif terhadap 70 orang penderita IMA pada

satu pusat pelayanan kesehatan, yaitu RSUP Sanglah. Penelitian dilaksanakan antara

bulan Juli hingga September 2014. Oleh karena penelitian ini ingin mengetahui

hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pasien IMA di RSUP Sanglah, maka

sebaiknya data yang dipakai dalam perhitungan jumlah sampel diambil dari proporsi

IMA di RSUP Sanglah.

Adanya perbedaan hasil yang didapatkan dengan penelitian-penelitian yang ada

sebelumnya disebabkan oleh karena beberapa faktor. Rancangan penelitian, meskipun

sama-sama studi kohort tetapi ada beberapa perbedaan yang tentunya dapat

berpengaruh terhadap hasil penelitian.

Standar baku dalam penilaian kadar laktat adalah darah arteri. Sampel yang

digunakan adalah darah kapiler dan bukan darah arteri. Laktat kapiler berkorelasi

dengan laktat arteri dari studi sebelumnya. Pada beberapa studi sebelumnya penulis

menyatakan korelasi baik antara darah arteri, vena dan kapiler. Punksi arteri

membutuhkan personel terlatih, memakan waktu lebih lama, lebih mahal, dan tidak

nyaman bagi pasien (Kruse,dkk.,2011).

Page 102: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Pemeriksaan darah vena ataupun kapiler akan lebih mudah, risiko lebih minimal,

tidak memerlukan personel khusus, serta lebih nyaman bagi pasien. Penggunaan

laktat kapiler menyebabkan over-triage, kecuali cutt of point diatur lebih tinggi

daripada kadar laktat arteri (Kruse, dkk., 2011).

Sampel studi yang kecil serta dari satu tempat pusat penelitian juga merupakan

kelemahan penelitian ini. Untuk generalisir hasil dibutuhkan studi dengan jumlah

subyek yang lebih banyak dan terdapat beberapa pusat penelitian.

Walaupun studi Hart dkk tahun 2013 menunjukkan alat Lactate Plus analyzer

menghasilkan pengukuran yang akurat dan reproduksibel, namun terdapat perbedaan

yang besar bila sampel diambil dari jari-jari tangan, karena adanya manipulasi di

tangan (Hart,dkk.,2013). Food and Drug Administration saat ini hanya

merekomendasikan Lactate Plus analyzer untuk penelitian saja (Karon,dkk.,2007).

Infark yang lebih ringan tidak cukup menyebabkan hipoperfusi regional atau

gangguan ekstraksi laktat dari sirkulasi, dengan demikian peningkatan kadar laktat

dalam darah terjadi dalam jumlah kecil (Gatien,dkk.,2005).

Beberapa pasien IMA tidak menunjukkan kadar laktat yang signifikan juga akibat

dibutuhkan waktu sebelum terjadinya kekacauan patofisiologi yang menyebabkan

hiperlaktasemia. Bila mengeksklusi pasien yang datang dengan presentasi kurang dari

2 jam, sensitivitas laktat akan meningkat (Gatien,dkk.,2005).

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

Page 103: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

7.1 Simpulan

Studi kohort prospektif telah dilakukan untuk membuktikan hiperlaktasemia

sebagai prediktor morbiditas IMA di RSUP Sanglah. Berdasarkan hasil penelitian

maka dapat disimpulkan bahwa hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor morbiditas

IMA di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar hampir 3 kali (HR =2.578, 95%

CI=1.278-5.199, p=0.008). Temuan lain pada penelitian ini, yaitu :

1. Hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor syok kardiogenik pada pasien IMA

di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar 15 kali (RR = 15.231, 95% CI =

1.848- 700.579, p = 0,0014).

2. Hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor gagal jantung pada pasien IMA di

RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar 5 kali (RR = 5.269, 95% CI = 1.913-

15.796, p = 0.0002).

3. Hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor aritmia pada pasien IMA di

RSUP Sanglah. b

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan kadar laktat dapat digunakan sebagai

alat stratifikasi risiko pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah. Studi akan

mempunyai nilai presisi lebih baik jika menggunakan sampel darah arteri sesuai

dengan standar bakunya. Mengenai penggunaan darah kapiler dan darah perifer,

maka perlu dikonfirmasi studi prospektif dengan jumlah sampel yang lebih besar.

Page 104: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Studi ini harus dilakukan dengan mengambil darah arteri, vena, dan kapiler dengan

jeda waktu yang singkat dan dilakukan secara serial. Akan lebih bermanfaat dengan

memasukkan subpopulasi pasien dengan hipotensi karena vasokonstriktor perifer,

dirangsang oleh aktivitas simpatis, menyebabkan peningkatan kadar laktat bila diukur

pada darah kapiler.

Studi ini harus diikuti dengan studi intervensional untuk menentukan apakah

terapi untuk mengurangi kadar laktat dapat memperbaiki luaran dibandingkan

kelompok kontrol. Kadar laktat merupakan penanda insufisiensi sirkulasi. Dengan

demikian semua intervensi yang bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi (cairan,

inotropik) dapat memiliki efek terhadap laktat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 105: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Agrawal, S., Sachdev, A., dkk. 2004. Role Of Lactate In Critically Ill Children Indian

J Crit Care Med, 8, 173-181.

Allen, M. 2011. Lactate and Acid Base as A Hemodynamic Monitor and Markers of

Cellular Perfusion. Pediatr Crit Care Med, 12, S43-49.

Anderson, J. L., Adams, C. D., dkk. 2011. ACCF/AHA Focused Update Incorporated

Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With

Unstable Angina/Non ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the

American College of Cardiology Foundation/American Heart Association

Task Force on Practice Guideline Circulation.

Anonim 2010. Sindroma Koroner Akut dengan Gangguan Metabolik pada Wanita

Usia Muda Pengguna Kontrasepsi Hormonal. Heru Sulastomo. Departement

Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine, University of

Indonesia.

Antman, E. M. danBrawnwald, E. 2007. ST Elevation myocardial Infraction :

Pathology,Pathophysiology, and Clinical Feature. In: Libby, P., Bonow, R.

O., Mann, D. L. danZipes, D. P. (eds.) Brauwnwald's Heart Disease.

Philadelphia: Saunders Elsevier.

Antman, E. M. dan Morow, D. A. 2012. ST Segmen Elevation Myocardial Infarction

: Management. In: O.Bonow, R., Mann, D. L., P.Zipes, D. danLibby, P. (eds.)

Braunwald's Heart Disease 9th

ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Apstein C, Gravino F, Hood W. 1979. Limitation of Lactate Production as an Index

of Myocardial Ischemia. Circulation,60, 1-13.

Arnold, R.C., Shapiro, N.I., dkk. 2009. Multicenter Study of Early Lactate Clearance

as A Determinant of Survival in Patients with Presumed Sepsis. Shock, 32,35-

39.

Aslar, A. K., Kuzu, M. A., dkk. 2004. Admission Lactate Level and The APACHE II

Score are The Most Useful Predictors of Prognosis Following Torso Trauma.

Injury, 35, 746-752.

Attanà, P., Lazzeri, C., dkk. 2012. Lactate and Lactate Clearance in Acute Cardiac

Care Patients. European Heart Journal: Acute Cardiovascular Care, 1, 115–

121.

Page 106: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Bennett, W., D. Lombardi, A.,dkk. 2008. Risk Factors for Acute Myocardial

Infarction in Our Patient Population: A Retrospective Pilot Study. NYMJ.

Berton, G., Cordiano, R., dkk. 2001. Microalbuminuria during Acute Myocardial

Infarction : A Strong Predictor for 1-year Mortality. European Heart Journal

22, 1466-1475.

Burke, A. P. danVirmani, R. 2007. Pathophysiology of Acute Myocardial Infarction.

Med Clin North Am, 91, 553-572; ix.

Cerovic O, Golubovic V, dkk., 2003. Relationship Between Injury Severity and

Lactate Levels in Severely Injured Patients. Intensive Care Med, 29,1300-

1305

Christofferson, A. 2009. Acute Myocardial Infarction : Early Diagnosis and

Management. In: Topol, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine.

Cleveland Ohio: Lippincott Williams & Wilkins.

Daubert, M. A., Jeremias, A., dkk. 2010. Diagnosis of Acute Myocardial Infarction.

In: Jeremias, A. danBrown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care 2nd Ed. 2 ed.

United States of America: Saunders Elsevier.

Dunne,J.R., Tracy, J.K., dkk. Lactate and Base Deficit in Trauma: Does Alcohol or

Drug Use Impair Their Predictive Accuracy?. J Trauma 2005, 58,959-966

Ferreira, G. M. T. D. M., Correia, L. C., dkk. 2009. Increased Mortality and

Morbidity Due to Acute Myocardial Infarction in a Public Hospital, in Feira

de Santana, Bahia. Arq Bras Cardiol, 93, 92-99.

Fox, K. a. A., Dabbous, O. H., dkk. 2006. Prediction of Risk of Death and

Myocardial Infarction in The Six Months after Presentation with Acute

Coronary Syndrome: Prospective Multinational Observational Study

(GRACE). BMJ, 333.

Gatien, M., Stiell, I., dkk. 2005. Diagnostic performance of venous lactate on arrival

at the emergency department for myocardial infarction. Acad Emerg Med, 12,

106-113.

Goyal, A., Mehta, S. R., dkk. 2009. Differential Clinical Outcomes Associated with

Hypoglycemia and Hyperglycemia in Acute Myocardial Infarction.

Circulation, 120, 2429-2437.

Gunn, V. L. danNechyba, C. 2002. The Harriet Lane handbook., Missouri Mosby.

Page 107: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

H.Opie, L. 2004. Aerobic and Anaerobic Metabolism. In: H.Opie, L. (ed.) Heart

Physiology : from Cell to Circulation. 4th ed. United States of America:

Lippincolt Williams & Wilkins.

Hamm, C. W., Bassand, J. P., dkk. 2011. ESC Guidelines for the management of

acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-

segment elevation: The Task Force for the management of acute coronary

syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment

elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J, 32,

2999-3054.

Husain, F. A., Martin, M. J., dkk. 2003. Serum Lactate and Base Deficit as Predictors

of Mortality and Morbidity. Am J Surg, 185, 485-491.

Irmalita, D. A. Juzar,dkk. 2014. Angina Pektoris Tidak Stabil dan Infark Miokard

Non ST Elevasi. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta :

Centra Communication, 15-42.

Jansen, T.C., Van, B.J.,dkk.2010. Early Lactate-Guided Therapy in Intensive Care

Unit Patients: A Multicenter, Open-Label, Randomized Controlled Trial. Am

J Respir Crit Care Med, 182,752-761.

John G Toffaletti, P. 2010. Measurement and Clinical Interpretation of Whole Blood

Khalid L. dan Dhakam,S. A Review of Cardiogenic Shock in Acute Myocardial

Infarction. Current Cardiology Reviews, 2008, 4, 34-40.

Lazzeri,C., Valente, S., ,dkk. 2012. Lactate in the Acute Phase of ST-Elevation

Myocardial Infarction Treated with Mechanical Revascularization : A Single-

Center Experience. American Journal of Emergency Medicine, 92-96.

Lactate Concentration [Online]. Available: http://it.instrumentationlaboratory.com

/~/media/IL%20Italy/Docs/Critical%20Care/Letteratura/Bibliografia/090.pdf.

Luchette, F.A., Jenkins, W.A.,dkk. 2002. Hypoxia Is Not the Sole Cause of Lactate

Production During Shock. J Trauma, 52, 415-419.

Karon, B. S., Scott, R., dkk. 2007. Comparison of Lactate Value Between Point of

Care and Central Laboratory Analyzers. Am J Clin Pathol 168-171.

Kaplan, L.J. dan Kellum, J.A.Comparison of Acid-Base Models for Prediction of

Hospital Mortality After Trauma. Shock, 29,662-666.

Page 108: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Kruse, O., N. Grunnet, dkk.,2011. Blood Lactate as a Predictor For In-Hospital

Mortality in Patients Admitted Acutely to a Hospital : A Systematic Review.

Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 1-12.

Khosravani, H., Stelfox,H.T., dkk. 2009. Occurrence and Adverse Effect on Outcome

of Hyperlactatemia in The Critically ill. Crit Care, 13,90.

Nduka, O. dan Dellinger, P. 2011. Lactate: Biomarker and Potential Therapeutic

Target. Crit Care Clin, 27, 299-326.

O'brien, J. M., Jr., Ali, N. A., dkk. 2007. Sepsis. Am J Med, 120, 1012-1022.

P.Cannon, C. danH.Lee, T. 2007. Approach to the Patient with Chest Pian. In: Libby,

P., Bonow, R. O., Mann, D. L. danP.Zipes, D. (eds.) Braunwald's Heart

Disease. 8 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Perez, E. H., Dawood, H., dkk. 2008. Validation of the Accutrend Lactate Meter for

Hyperlactatemia Screening during Antiretroviral Therapy in A Resource-Poor

Setting. Int J Infect Dis, 12, 553-556.

Ramjane, K., L. Han and C. Jing. 2009. The Use of Risk Scores for Stratification of

Acute Coronary Syndrome Patients. J Cardiol, 16, 265-267.

Ranucci, M., De Toffol,B.,dkk.2006. Hyperlactatemia During Cardiopulmonary

Bypass: Determinants and Impact on Postoperative Outcome. Critical Care

2006, 10,1-9.

Rhee, J. W., Sabatine, M. S., dkk. 2011. Acute Coronary Syndrome. In: S.Lilly, L.

(ed.) Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins.

Schmiechen, N. J., Han, C., dkk. 1997. ED Use of Rapid Lactate to Evaluate Patients

With Acute Chest Pain. Ann Emerg Med, 30, 571-577.

Shabbir, M., Kayani, A. M., dkk. 2008. Predictors of Fatal Outcome in Acute

Myocardial Infarction. J Ayub Med Coll Abbottabad, 20, 14-16.

Srimahachota, S., Boonyaratavej, S., dkk. 2012. Thai Registry in Acute Coronary

Syndrome (TRACS)-An Extension of Thai Acute Coronary Syndrome

Resgistry (TASC) Group ; Lower in Hospital but Still HIgh Mortality at One

Year. J Med Assoc Thai, 95, 508-518.

Page 109: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Thygesen, K., S.Alpert, J., dkk. 2012. Third Universal Definition of Myocardial

Infarction. European Heart Journal, 1-17.

Trzeciak, S., Dellinger, R. P., dkk. 2007. Serum Lactate as A Predictor of Mortality

in Patients With Infection. Intensive Care Med, 33, 970-977.

Vandromme, M. J., Griffin, R. L., dkk. 2010. Lactate is A Better Predictor than

Systolic Blood Pressure for Determining Blood Requirement and Mortality:

Could Prehospital Measures Improve Trauma Triage? J Am Coll Surg, 210,

861-867, 867-869.

Vermeulen, R. P., Hoekstra, M., dkk. 2010. Clinical correlates of arterial lactate

levels in patients with ST-segment elevation myocardial infarction at

admission: a descriptive study. Crit Care, 14, R164.

Vernon, C. danLetourneau, J. L. 2010. Lactic acidosis: recognition, kinetics, and

associated prognosis. Crit Care Clin, 26, 255-283, table of contents.

Weil, M. H. danTang, W. 2011. Clinical Correlates of Arterial Lactate Levels in

STEMI Patients. Crit Care, 15, 113.

Werf, F. V. D., Chairperson, dkk. 2008. Management of Acute Myocardial Infarction

in Patient Presenting with Persistent ST-segmen Elevation European Society

if Cardiology, 29, 2909-2945.

Page 110: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK
Page 111: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK
Page 112: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Lampiran 1. Informasi/Penjelasan Penelitian

Penelitian ini berjudul Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Infark

Miokard Akut. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

kadar laktat sebagai prediktor morbiditas pasien dengan infark miokard akut.

Penelitian ini akan mengikutsertakan 70 orang, termasuk anda.

Dalam pelaksanaan penelitian disamping prosedur rutin yang dilakukan pada

penderita infark miokard akut (seperti anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG,

pengambilan laboratorium, thorak foto), akan dilakukan pengambilan darah kapiler

di ujung jari tangan atau kaki yang tidak terpasang infus, sebanyak tiga kali,15-50 uL

tiap kali pengambilan yaitu saat pertama masuk rumah sakit di ruang emergensi, 2

jam setelah dirawat, dan 24 jam pertama setelahnya. Risiko komplikasi akibat

tindakan sangat kecil yaitu nyeri saat pengambilan darah, kemerahan, infeksi lokal,

yang dapat diatasi dengan kompres hangat, perawatan luka ataupun antibiotik jika

diperlukan.

Adapun manfaat penelitian ini sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien infark

miokard akut, dan sebagai dasar kelayakan kadar laktat dalam menilai prognosis

pasien dengan nyeri dada akut. Jika terbukti, laktat dapat digunakan sebagai acuan

monitoring dan pengembangan pelayanan pengobatan diruang intensif jantung.

Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda

dan dengan menandatangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti

maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini.

Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam

komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter

peneliti yang mengetahui data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini.

Data ini mungkin dipublikasikan tanpa mencantumkan identitas sumber data.

Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang

dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau

membatalkan keikutsertaan anda, tanpa persyratan apapun.

Page 113: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Untuk dapat berlangsungnya penelitian ini sesuai yang diharapkan, diperlukan

kerjasama yang baik antara anda / keluarga, tim medis dan peneliti. Kami

mengharapkan kesediaan anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Berkaitan dengan

hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut anda dapat

menghubungi dr Ketut Erna Bagiari, nomer kontak 081239363024.

Page 114: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Lampiran 2. Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Concent)

Kesediaan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian

Nama pasien : ----------------------------------------------------

Jenis kelamin : ----------------------------------------------------

Alamat : ----------------------------------------------------

Nomor telepon/HP : ----------------------------------------------------

Nomor Studi : ----------------------------------------------------

Nomor rekam medis : ----------------------------------------------------

Nama wali : ----------------------------------------------------

Pekerjaan wali : ----------------------------------------------------

Pendidikan wali : ----------------------------------------------------

Hubungan Keluarga : ----------------------------------------------------

Saya telah membaca/dibacakan pernyataan-pernyataan di atas. Saya juga telah

diberikan kesempatan untuk menanyakan kembali mengenai pernyataan-pernyataan

di atas. Pertanyaan saya telah dijawab dengan memuaskan. Saya memahami tujuan

dari penelitian ini, serta keuntungan dan kerugian apabila ikut berparstisipasi dalam

penelitian. Tandatangan saya di bawah ini menunjukkan kesukarelaan saya untuk

mengikutsertakan saya dalam penelitian ini. Saya akan menerima salinan dari lembar

persetujuan ini.

Tanda tangan peneliti Tanda tangan pasien/wali

Tanggal

Tandatangan saksi (tidak diperlukan bila pasien mampu tanda tangan

Page 115: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Lampiran 3 : Lembar Pengumpulan Data

HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

MIOKARD AKUT (IMA) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP)

SANGLAH, DENPASAR

Pascasarjana Universitas Udayana

2014

I. IDENTITAS

1. Nama : ………………………………………………

2. Sex : ………………………………………………

3. Umur : ………………………………………………

4. Suku Bangsa : ………………………………………………

5. Alamat : ………………………………………………

6. NO. Tlp./HP : ………………………………………………

7. Pendidikan : ………………………………………………

8. Pekerjaan : ………………………………………………

9. MRS tgl. : ……………………………………………….

10. Nama Pendamping : ………………………………………

11. No. tlp. Pendamping : ………………………………………

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

a. Nyeri dada ( ) Ya ( ) Tidak

b. Lama nyeri dada ( ) < 20 menit ( ) ≥ 20 menit

c. Lokasi nyeri dada ( ) di tengah-tengah ( ) di kiri ( ) ulu hati

d. Nyeri dada seperti ( ) ditekan ( ) ditusuk ( ) ditindih

( ) terbakar ( ) terperas

e. Nyeri menjalar ke ( ) leher ( ) lengan kiri ( ) dagu

( ) punggung ( ) lengan kanan

f. Nyeri dada terasa berkurang dengan ( ) istirahat ( ) nitrat

g. Nyeri dada timbul pada saat ( ) aktifitas ( ) istirahat

( ) stres ( ) sesudah makan

2. Keluhan Lain

a. ( ) berdebar f. ( ) lemas k. ( ) lain-lain

b. ( ) Sesak nafas g. ( ) masuk angin

c. ( ) keringat dingin h. ( ) pusing

d. ( ) mual i. ( ) kembung

e. ( ) muntah j. ( ) kesadaran menurun

3. Riwayat pada keluarga ( ) Ya ( ) Tidak

Hubungan dengan penderita ( ) Bapak ( ) Ibu ( ) Kakek ( ) Nenek

4. Faktor risiko

Page 116: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

a. Dislipidemia

1. Apakah menderita penyakit kolesterol? ( ) Ya ( ) Tidak

2. Bila Ya, apakah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak

Nama obat : …………………………………

b. Hipertensi

1. Apakah pernah menderita penyakit darah tinggi?

( ) Ya ( ) Tidak

2. Bila Ya, sudah berapa lama ……………….. tahun

Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak

Nama obat : …………………………………

3. Apakah keluarga menderita darah tinggi?

( ) Ya ( ) Tidak

c. Diabetes Mellitus

1. Apakah pernah menderita sakit kencing manis

( ) Ya ( ) Tidak

2. Bila Ya, sudah berapa lama ……………….. tahun

Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak

Nama obat : …………………………………

3. Apakah keluarga menderita kencing manis?

( ) Ya ( ) Tidak

d. Merokok

1. Apakah anda merokok

( ) Ya ( ) Tidak

2. Jika Ya, berapa lama merokok? ……………..bulan

( ) < 6 ( ) ≥ 6

3. Berhenti merokok sejak ……………………..bulan

( ) < 6 ( ) ≥ 6

III. PEMERIKSAAN FISIK

Diperiksa tanggal : ………………… Oleh : ……………………

Berat badan : …………………………………

Tinggi badan : …………………………………

Lingkar perut : …………………………………

Tekanan darah : ………………………………….

Frekuensi pernapasan : ………………………………….

Suhu : ………………………………….

Denyut nadi : ………………………………….

Page 117: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Irama : ( ) teratur ( ) tidak teratur

Keadaan umum : ( ) baik ( ) sedang ( ) buruk

Sianosis : ( ) ada ( ) tidak ada

Anemia : ( ) ada ( ) tidak ada

Telinga : ( ) tak ( ) kelainan …………..

Hidung : ( ) tak ( ) kelainan …………..

Mulut/gigi : ( ) tak ( ) kelainan …………...

Tenggorokan : ( ) tak ( ) kelainan …………..

Leher : ( ) tak ( ) kelainan …………..

JANTUNG

a. Aktifitas Ventrikel kanan ( ) normal ( ) meningkat

b. Aktivitas Ventrikel kiri ( ) normal ( ) meningkat

c. Thrill ( ) tidak ada ( ) ada, lokasi: ………

d. Iktus kordis : intercostal …………… kiri / kanan, garis ………

e. Irama jantung

S1 ( ) normal ( ) mengeras

S2 ( ) normal ( ) mengeras

( ) single ( ) split ( ) normal

( ) tetap ( ) memendek ( ) memanjang

S3 ( ) tidak ada ( ) ada

Gallop ( ) tidak ada ( ) ada

Openik snap ( ) tidak ada ( ) ada

Ekstra systole ( ) tidak ada ( ) ada

Klik ( ) tidak ada ( ) ada

Bising jantung:

o Jenis ………………………

o Waktu …………………….

o Derajat ……………………

o Lokasi …………………….

o Penjalaran ………………...

PARU

a. Suara napas : …………../……………

b. Ronchi : …………../……………

c. Wheezing : …………../……………

Page 118: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

ABDOMEN

a. Hepar : ( ) tidak teraba ( ) teraba ………….. cm

b. Limpa : ( ) tidak teraba ( ) teraba ………….. cm

c. Ascites : ( ) tidak ada ( ) ada

EXTREMITAS

a. Edema : ( ) tidak ada ( ) ada

b. Sianosis : ( ) tidak ada ( ) ada

c. Clubbing : ( ) tidak ada ( ) ada

IV. ELEKTROKARDIOGRAM

( ) Normal

( ) Q waves, lokasi : ……………………………..

( ) ST elevation, lokasi : …………………………

( ) ST depression, lokasi : ……………………….

( ) Inverted T, lokasi : ……………………………

V. FOTO RONTGEN TORAK

( ) Normal ( ) Kardiomegali

( ) Sembab paru ( ) Efusi pleura

( ) Infiltrat

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH

Darah Lengkap

No. Pemeriksaan Nilai

1 WBC

2 HGB

3 HCT

4 PLT

Kimia

No. Pemeriksaan Nilai

Page 119: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

1 Troponin T

2 CKMB

3 LDH

4 SGOT

5 SGPT

6 Ureum

7 Kreatinin

8 Kolesterol total

9 Kolesterol LDL

10 Kolesterol HDL

11 Trigeliserida

12 Gula darah acak

13 Albumin

14 pO2

Pemeriksaan Laktat Darah Kapiler

No Pemeriksaan Nilai

1 Kadar laktat saat masuk rumah

sakit

2 Kadar laktat 2 jam setelah masuk

rumah sakit

3 Kadar laktat 24 jam setelah

masuk rumah sakit

Urine Lengkap

Page 120: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

No Pemeriksaan Nilai

1 Spesifik Grafity

2 Ph

3 Leukosit

4 Nitrit

5 Protein

6 Glukosa

7 Ketone

8 Urobilinogen

9 Bilirubin

10 Eritrosit

11 Warna

12 Sedimen

Leukosit

Eritrosit

Silinder

13 Sel epitel : gepeng

14 Kristal

15 Lain-lain :

VII. DIAGNOSIS

a. ( ) NSTEMI

TIMI risk score : ………….

Heart failure ( ) Ya ( ) Tidak

Page 121: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

b. ( ) STEMI

TIMI risk score : ……….

Onset : ………….jam

Killips ( ) I ( ) II ( ) III ( ) IV

VIII. TERAPI

ASA ( ) Ya ( ) Tidak

Clopidogrel ( ) Ya ( ) Tidak

Betablocker ( ) Ya ( ) Tidak

Calcium antagonist ( ) Ya ( ) Tidak

Nitrat ( ) Ya ( ) Tidak

Penghambat ACE ( ) Ya ( ) Tidak

Statin ( ) Ya ( ) Tidak

LMWH ( ) Ya ( ) Tidak

Streptokinase ( ) Ya ( ) Tidak

PCI ( ) Ya ( ) Tidak

CABG ( ) Ya ( ) Tidak

IX. PENGAMATAN PENDERITA

Morbiditas Waktu kejadian

(tanggal, jam kejadian)

1. Gagal Jantung

2. VT/VF

3. Total AV Blok

4. Atrial Fibrilasi onset baru

5. Syok kardiogenik

Denpasar,…………………2014

Pemeriksa

(…………………………………..)

Page 122: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Pengamatan dilakukan saat penderita MRS / UPIJ dengan cara :

Kunjungan tiap hari

Berkomunikasi dengan penderita

Berkoordinasi dengan tim medis

Page 123: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Lampiran 4. Data Penelitian

No. Nama

Jenis kelamin Umur Pendidikan

Riwayat Keluarga Dislipidemia Hipertensi DM Merokok Diagnosis Hb

CKMB Trop. T BS

1 IKM 1 53 3 0 0 0 0 1 1 12.19 >40 >2000 134

2 IMR 1 61 2 0 1 0 0 0 1 14.9 <=40 >2000 95

3 KH 1 54 4 0 0 1 1 1 1 13.2 >40 <=2000 238

4 M 1 47 2 0 0 0 0 1 0 13.2 >40 >2000 106

5 IKK 1 57 5 0 0 1 1 1 0 15.2 <=40 <=2000 381.72

6 IMR 1 70 5 0 0 0 0 1 0 12.19 >40 >2000 134

7 AS 1 44 2 0 0 0 0 1 1 16.68 <=40 <=2000 125

8 INS 1 55 2 0 1 0 0 1 1 14.7 <=40 <=2000 104.3

9 K 1 61 3 0 0 0 1 0 1 13.6 <=40 <=2000 258

10 S 1 36 4 0 1 0 1 1 1 17.4 <=40 <=2000 276

11 IMR 1 59 3 0 0 1 0 0 1 13.9 <=40 <=2000 157

12 KD 1 50 5 0 0 0 0 0 1 12.9 <=40 <=2000 133

13 IGKR 1 75 4 0 0 1 1 0 0 13 >40 <=2000 304.91

14 AAIA 0 54 2 0 0 1 1 0 1 13.08 <=40 <=2000 356

15 MK 1 64 1 0 0 0 0 1 1 14.3 <=40 <=2000 113

16 IWS 1 45 4 1 0 0 0 1 1 15.2 <=40 <=2000 154.37

17 INY 1 44 2 0 1 0 0 1 1 15 <=40 <=2000 137

18 IMS 1 63 5 0 0 1 0 1 0 13.6 <=40 <=2000 169

19 MS 1 68 3 0 0 0 0 0 0 12.4 <=40 <=2000 180

20 HS 1 64 4 0 0 1 1 1 0 13.9 <=40 <=2000 370.57

21 RS 1 47 5 0 1 1 0 1 1 13.7 >40 >2000 112

22 IWS 1 51 4 0 0 1 0 0 0 13.6 <=40 <=2000 149

Page 124: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

23 IGA 1 37 5 0 0 0 0 1 1 15.3 <=40 <=2000 140

24 FB 1 46 5 0 1 0 1 1 1 16.3 <=40 <=2000 266

25 IKW 1 73 3 0 0 1 0 1 0 17 <=40 >2000 119

26 SG 1 59 4 0 1 1 1 1 0 15.5 <=40 <=2000 327

27 S 1 53 5 0 1 1 0 0 1 16.2 <=40 <=2000 171.66

28 SH 1 64 4 0 1 0 1 1 1 12.9 <=40 <=2000 348.69

29 DNS 1 73 3 0 1 1 0 1 0 11.8 <=40 >2000 139

30 NKM 0 64 1 0 0 0 0 0 1 13.9 <=40 <=2000 126

31 INT 1 61 4 0 0 0 0 1 1 14 <=40 >2000 119.14

32 MM 1 65 1 0 0 0 0 1 1 12.9 <=40 <=2000 96

33 IMTR 1 51 1 0 1 1 1 1 0 10.2 <=40 <=2000 296

34 IKP 1 58 4 0 0 0 1 1 0 14 <=40 <=2000 262

35 INS 1 66 5 0 1 1 0 1 1 13.8 <=40 <=2000 162

36 AAGR 1 50 5 0 1 1 1 1 0 18 <=40 <=2000 130

37 HS 1 51 4 0 0 1 1 0 1 18 >40 >2000 182

38 NBR 1 56 5 0 0 1 1 0 1 13.5 >40 >2000 277

39 IKM 1 57 5 0 1 1 0 1 1 13.4 <=40 <=2000 131

40 IWP 1 65 5 0 1 0 0 1 1 13 <=40 <=2000 109

41 DNR 1 69 4 0 0 0 0 0 0 12.32 <=40 <=2000 108.74

42 HS 1 83 5 0 0 1 0 1 1 12.2 <=40 <=2000 105

43 AD 1 48 4 1 1 0 1 1 1 13.1 <=40 <=2000 331

44 IKW 1 73 3 0 0 0 0 1 1 17 <=40 >2000 119

45 AH 1 72 4 0 0 0 0 1 0 11.3 <=40 <=2000 119

46 IWSA 1 58 4 1 0 1 0 1 1 15.2 >40 >2000 93

47 IWS 1 40 3 1 1 0 1 1 0 11.8 <=40 <=2000 306

48 INS 1 34 5 0 0 1 0 1 1 17 <=40 <=2000 150

Page 125: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

49 MB 1 70 2 0 0 0 0 0 1 10.3 >40 <=2000 116

50 SRT 1 65 2 0 0 1 0 1 1 18.43 <=40 <=2000 138.54

51 INS 1 57 5 0 0 0 0 1 0 11.4 <=40 <=2000 114

52 MT 0 69 1 0 0 0 0 0 1 10.5 >40 <=2000 131

53 AAKM 1 34 4 0 0 0 1 1 1 14.6 >40 >2000 240

54 IWK 1 68 2 1 0 1 1 1 1 9.76 <=40 >2000 192

55 BIM 1 39 2 0 0 0 0 1 1 14.2 <=40 <=2000 136

56 IWS 1 69 2 0 0 0 0 0 1 13.1 >40 <=2000 121.19

57 KDR 1 32 3 0 0 0 0 1 0 17.4 >40 <=2000 101

58 IBMP 1 61 5 1 0 0 0 0 1 18.1 <=40 <=2000 107

59 IWP 1 61 2 0 0 1 0 1 1 13 >40 >2000 49

60 JNI 1 47 5 1 0 0 0 1 1 15.2 <=40 <=2000 183

61 IND 1 56 5 0 1 0 0 1 1 14.7 >40 <=2000 253

62 IMMP 1 58 5 0 1 1 1 0 0 14.2 <=40 <=2000 149

63 IPGGP 1 60 2 1 1 1 0 0 1 14.9 >40 >2000 174

64 INP 1 73 2 0 0 1 0 0 0 11.6 <=40 <=2000 90

65 NKL 0 63 1 0 0 1 0 0 1 13.4 <=40 <=2000 140.69

66 INW 1 49 5 0 0 0 0 1 1 17 <=40 <=2000 71

67 NKS 0 65 2 0 0 1 0 0 0 10.9 <=40 <=2000 169

68 NS 1 56 2 0 0 1 0 0 1 17.5 <=40 <=2000 130.62

69 NMN 0 70 2 0 0 1 0 0 1 13.6 >40 >2000 180

70 JR 0 80 2 0 1 0 1 0 1 7.7 <=40 <=2000 193

Nama Albumin pO2 Laktat Reperfusi Morbiditas Time Aritmia Time Gagal Time Syok Time Syok

Page 126: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

No.

Tertinggi Morbiditas Aritmia Jantung Gagal Jantung

kardiogenik Kardiogenik

1 IKM 3.52 98 2.3 0 1 3 1 3 0 5 0 5

2 IMR 3 156 2.4 1 0 5 0 5 0 5 0 5

3 KH 4.46 150 2.7 1 0 5 0 5 0 5 0 5

4 M 3.53 95 2.4 1 0 5 0 5 0 5 0 5

5 IKK 3.73 92 2.5 0 0 5 0 5 0 5 0 5

6 IMR 3.52 98 2 1 1 1 0 5 1 1 0 5

7 AS 4.5 139 2.4 1 0 5 0 5 0 5 0 5

8 INS 4.17 189 2.4 1 1 1 1 1 0 5 0 5

9 K 3.8 92 2.3 1 0 5 0 5 0 5 0 5

10 S 4.18 160 2.6 0 0 5 0 5 0 5 0 5

11 IMR 3.5 98 2.8 0 0 5 0 5 0 5 0 5

12 KD 3.85 176 1.4 0 0 5 0 5 0 5 0 5

13 IGKR 3.4 98 1.2 1 0 5 0 5 0 5 0 5

14 AAIA 3.43 114 1 0 0 5 0 5 0 5 0 5

15 MK 3.2 145 2.2 1 0 5 0 5 0 5 0 5

16 IWS 4 98 2.4 1 0 5 0 5 0 5 0 5

17 INY 4.33 126 2.8 0 1 1 1 1 0 5 0 5

18 IMS 3.8 92 1.2 0 0 5 0 5 0 5 0 5

19 MS 4 180 1 1 0 5 0 5 0 5 0 5

20 HS 3.66 102 2.9 1 1 1 1 1 1 1 0 5

21 RS 3.97 142 1.4 0 0 5 0 5 0 5 0 5

22 IWS 3.9 1.45 1.5 1 1 1 0 5 0 5 1 1

23 IGA 3.9 152 2 0 0 5 0 5 0 5 0 5

24 FB 4.3 196 2 1 0 5 0 5 0 5 0 5

Page 127: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

25 IKW 3.23 128 2.8 0 0 5 0 5 0 5 0 5

26 SG 3.79 170 2.6 0 1 1 1 1 0 5 0 5

27 S 3.7 126 2.4 0 0 5 0 5 0 5 0 5

28 SH 4.06 181 1.2 0 0 5 0 5 0 5 0 5

29 DNS 4.06 170 1.3 1 0 5 0 5 0 5 0 5

30 NKM 3.78 190 1.4 0 1 1 0 5 1 1 0 5

31 INT 3.08 120 1.8 1 0 5 0 5 0 5 0 5

32 MM 3.68 152 1.8 1 1 1 1 1 0 5 0 5

33 IMTR 3.24 164 1 0 0 5 0 5 0 5 0 5

34 IKP 3.09 189 2 0 1 3 0 5 1 3 0 5

35 INS 4.05 128 2.8 1 0 5 0 5 0 5 0 5

36 AAGR 3.2 136 2.5 0 1 1 1 1 0 5 0 5

37 HS 4.25 158 2.5 0 1 1 0 5 1 1 0 5

38 NBR 4.11 105 2.4 0 0 5 0 5 0 5 0 5

39 IKM 4.01 181 1.2 0 1 1 0 5 1 1 0 5

40 IWP 3.61 168 0.8 1 1 1 1 1 0 5 0 5

41 DNR 3.59 195 1.4 0 1 1 0 5 1 1 1 1

42 HS 3.5 141 2.9 0 1 1 0 5 1 1 0 5

43 AD 3.4 126 1.2 0 1 2 0 5 1 2 0 5

44 IKW 3.23 128 2.8 1 1 2 1 2 0 5 0 5

45 AH 3.62 185 2.4 1 0 5 0 5 0 5 0 5

46 IWSA 3.93 125 2 0 1 1 0 5 1 1 1 1

47 IWS 2.9 110 1.8 0 1 1 0 5 1 1 1 1

48 INS 4.44 96 3 0 1 1 1 1 0 5 0 5

49 MB 1.8 55 8.4 0 0 5 0 5 0 5 0 5

50 SRT 4.08 92 3.9 1 1 1 1 1 1 1 0 5

Page 128: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

51 INS 4 176 4.6 0 1 1 0 5 1 1 0 5

52 MT 3.6 130 3.6 0 1 1 1 1 0 5 1 1

53 AAKM 3.3 161 4.3 1 0 5 0 5 0 5 0 5

54 IWK 3.6 96 4.8 0 1 1 0 5 1 1 0 5

55 BIM 4.16 173 11 1 0 5 0 5 0 5 0 5

56 IWS 3.5 192 3 0 1 1 0 5 1 1 0 5

57 KDR 4.48 160 3 0 1 1 0 5 1 1 0 5

58 IBMP 4.13 161 3.6 0 0 5 0 5 0 5 0 5

59 IWP 3.97 170 3.2 0 1 1 0 5 1 1 1 1

60 JNI 3.73 92 7.5 1 1 1 0 5 1 1 0 5

61 IND 3.96 130 3.3 1 0 5 0 5 0 5 0 5

62 IMMP 2.9 110 4 0 1 1 0 5 0 5 1 1

63 IPGGP 4.2 165 4.3 1 0 0 5 0 5 0 5 0

64 INP 3.14 187 5.2 0 0 1 1 0 5 1 1 0

65 NKL 3.43 160 4 0 0 1 1 0 5 1 1 0

66 INW 3.9 156 4.1 0 0 0 5 0 5 0 5 0

67 NKS 3.4 199 6.8 0 0 1 1 0 5 1 1 1

68 NS 3.8 162 5.5 1 0 1 1 0 5 1 1 0

69 NMN 4 115 5.8 1 0 0 5 0 5 0 5 0

70 JR 3.1 90 6.8 0 0 1 1 0 5 0 5 1

Page 129: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Lampiran 5. Hasil Analisis Data

. tab jeniskelamin

jenis |

kelamin | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

0 | 7 10.00 10.00

1 | 63 90.00 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab jeniskelamin

jenis |

kelamin | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Perempuan | 7 10.00 10.00

Laki-laki | 63 90.00 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. sum umur

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

umur | 70 57.85714 11.45917 32

83

. tab pendidikan

pendidikan | Freq. Percent Cum.

--------------+-----------------------------------

Tidak Sekolah | 6 8.57 8.57

SD | 16 22.86 31.43

SMP | 11 15.71 47.14

SMA | 16 22.86 70.00

PT | 21 30.00 100.00

--------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab onsetnyeridada

onset nyeri |

dada | Freq. Percent Cum.

Page 130: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

------------+-----------------------------------

<=12 | 48 68.57 68.57

>12 | 22 31.43 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab riwayatkeluarga

riwayat |

keluarga | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 62 88.57 88.57

Ya | 8 11.43 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab dislipidemia

dislipidemi |

a | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 49 70.00 70.00

Ya | 21 30.00 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab hipertensi

hipertensi | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 38 54.29 54.29

Ya | 32 45.71 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab diabetes

diabetes |

mellitus | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 49 70.00 70.00

Ya | 21 30.00 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

.tab merokok

merokok | Freq. Percent Cum.

Page 131: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

------------+-----------------------------------

Tidak | 25 35.71 35.71

Ya | 45 64.29 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab diagnosis

diagnosis | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

NSTEMI | 22 31.43 31.43

STEMI | 48 68.57 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab ckmb

CKMB | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

<=40 | 52 74.29 74.29

>40 | 18 25.71 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab troponint

Troponin T | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

<=2000 | 53 75.71 75.71

>2000 | 17 24.29 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. sum hgb

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

hgb | 70 13.985 2.204738 7.7

18.43

. sum po2

Page 132: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

po2 | 70 138.4779 38.75937 1.45

199

. sum albumin

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

albumin | 70 3.705429 .4652526 1.8

4.5

. sum bsacak

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

bsacak | 70 172.8591 80.23501 49

381.72

. sum reperfusi

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

reperfusi | 70 .4142857 .496155 0

1

. tab morbiditas

Morbiditas | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 38 54.29 54.29

Ya | 32 45.71 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab aritmia

Page 133: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

aritmia | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 57 81.43 81.43

Ya | 13 18.57 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab gagaljantung

gagal |

jantung | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 51 72.86 72.86

Ya | 19 27.14 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. tab syokkardiogenik

syok |

kardiogenik | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 63 90.00 90.00

Ya | 7 10.00 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. roctab morbiditas laktattertinggi, detail graph

Detailed report of sensitivity and specificity

-----------------------------------------------------------------

-------- Correctly

Cutpoint Sensitivity Specificity Classified LR+

LR-

-----------------------------------------------------------------

--------

( >= .8 ) 100.00% 0.00% 45.71% 1.0000

( >= 1 ) 96.88% 0.00% 44.29% 0.9688

( >= 1.2 ) 93.75% 5.26% 45.71% 0.9896

1.1875

( >= 1.3 ) 90.63% 15.79% 50.00% 1.0762

0.5938

( >= 1.4 ) 90.63% 18.42% 51.43% 1.1109

0.5089

( >= 1.5 ) 87.50% 26.32% 54.29% 1.1875

0.4750

( >= 1.8 ) 87.50% 28.95% 55.71% 1.2315

0.4318

Page 134: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

( >= 2 ) 84.38% 34.21% 57.14% 1.2825

0.4567

( >= 2.2 ) 81.25% 44.74% 61.43% 1.4702

0.4191

( >= 2.3 ) 81.25% 47.37% 62.86% 1.5437

0.3958

( >= 2.4 ) 75.00% 47.37% 60.00% 1.4250

0.5278

( >= 2.5 ) 65.63% 60.53% 62.86% 1.6625

0.5679

( >= 2.6 ) 62.50% 65.79% 64.29% 1.8269

0.5700

( >= 2.7 ) 62.50% 71.05% 67.14% 2.1591

0.5278

( >= 2.8 ) 62.50% 73.68% 68.57% 2.3750

0.5089

( >= 2.9 ) 56.25% 81.58% 70.00% 3.0536

0.5363

( >= 3 ) 53.13% 84.21% 70.00% 3.3646

0.5566

( >= 3.2 ) 46.88% 86.84% 68.57% 3.5625

0.6117

( >= 3.3 ) 43.75% 86.84% 67.14% 3.3250

0.6477

( >= 3.6 ) 43.75% 89.47% 68.57% 4.1563

0.6287

( >= 3.9 ) 37.50% 89.47% 65.71% 3.5625

0.6985

( >= 4 ) 34.38% 89.47% 64.29% 3.2656

0.7335

( >= 4.1 ) 28.13% 89.47% 61.43% 2.6719

0.8033

( >= 4.3 ) 28.13% 92.11% 62.86% 3.5625

0.7804

( >= 4.6 ) 28.13% 97.37% 65.71% 10.6875

0.7382

( >= 4.8 ) 25.00% 97.37% 64.29% 9.5000

0.7703

( >= 5.2 ) 21.88% 97.37% 62.86% 8.3125

0.8024

( >= 5.5 ) 18.75% 97.37% 61.43% 7.1250

0.8345

( >= 5.8 ) 15.63% 97.37% 60.00% 5.9375

0.8666

( >= 6.8 ) 15.63% 100.00% 61.43%

0.8438

( >= 7.5 ) 9.38% 100.00% 58.57%

0.9063

Page 135: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

( >= 8.4 ) 6.25% 100.00% 57.14%

0.9375

( >= 11 ) 3.13% 100.00% 55.71%

0.9688

( > 11 ) 0.00% 100.00% 54.29%

1.0000

-----------------------------------------------------------------

--------

ROC -Asymptotic Normal--

Obs Area Std. Err. [95% Conf. Interval]

--------------------------------------------------------

70 0.7060 0.0647 0.57916 0.83284

. tab hiperlaktasemia

hiperlaktas |

emia | Freq. Percent Cum.

------------+-----------------------------------

Tidak | 47 67.14 67.14

3 | 3 4.29 71.43

3.2 | 1 1.43 72.86

3.3 | 1 1.43 74.29

3.6 | 2 2.86 77.14

3.9 | 1 1.43 78.57

4 | 2 2.86 81.43

4.1 | 1 1.43 82.86

4.3 | 2 2.86 85.71

4.6 | 1 1.43 87.14

4.8 | 1 1.43 88.57

5.2 | 1 1.43 90.00

5.5 | 1 1.43 91.43

5.8 | 1 1.43 92.86

6.8 | 2 2.86 95.71

7.5 | 1 1.43 97.14

8.4 | 1 1.43 98.57

11 | 1 1.43 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. recode hiperlaktasemia 3/max=1 min/2.99=0

(hiperlaktasemia: 23 changes made)

. tab hiperlaktasemia

hiperlaktas |

emia | Freq. Percent Cum.

Page 136: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

------------+-----------------------------------

Tidak | 47 67.14 67.14

Ya | 23 32.86 100.00

------------+-----------------------------------

Total | 70 100.00

. stset tmmorbiditas, failure(morbiditas==1)

. ir morbiditas hiperlaktasemia tmmorbiditas

| hiperlaktasemia |

| Exposed Unexposed | Total

-----------------+------------------------+------------

Morbiditas | 17 15 | 32

tm morbiditas | 49 179 | 228

-----------------+------------------------+------------

| |

Incidence rate | .3469388 .0837989 | .1403509

| |

| Point estimate | [95% Conf.

Interval]

|------------------------+----------------------

--

Inc. rate diff. | .2631399 | .0928537

.4334261

Inc. rate ratio | 4.140136 | 1.944958

8.90301 (exact)

Attr. frac. ex. | .758462 | .4858501

.8876784 (exact)

Attr. frac. pop | .402933 |

+-----------------------------------------------

--

(midp) Pr(k>=17) = 0.0001

(exact)

(midp)2*Pr(k>=17) = 0.0001

(exact)

| incidence no. of |------ Survival time

-----|

hiperl~a | time at risk rate subjects 25% 50%

75%

---------+-------------------------------------------------------

--------------

Tidak | 179 .0837989 47 1

.

Page 137: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Ya | 49 .3469388 23 1

1

---------+-------------------------------------------------------

--------

total | 228 .1403509 70 1

.

. sts list, by(hiperlaktasemia)

failure _d: morbiditas == 1

analysis time _t: tmmorbiditas

Beg. Net Survivor Std.

Time Total Fail Lost Function Error [95%

Conf.Int.]

-----------------------------------------------------------------

-------

Tidak

1 47 13 0 0.7234 0.0652

0.5718 0.8290

3 34 2 0 0.6809 0.0680

0.5275 0.7937

5 32 0 32 0.6809 0.0680

0.5275 0.7937

Ya

1 23 15 0 0.3478 0.0993

0.1663 0.5371

2 8 2 0 0.2609 0.0916

0.1062 0.4469

5 6 0 6 0.2609 0.0916

0.1062 0.4469

-----------------------------------------------------------------

-------

Log-rank test for equality of survivor functions

| Events Events

hiperlakta~a | observed expected

-------------+-------------------------

Tidak | 15 22.12

Ya | 17 9.88

-------------+-------------------------

Total | 32 32.00

chi2(1) = 11.76

Pr>chi2 = 0.0006

. stset tmaritmia, failure( aritmia ==1)

. ltable tmaritmia aritmia, survival by(hiperlaktasemia)

Page 138: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Beg. Std.

Interval Total Deaths Lost Survival Error [95% Conf.

Int.]

-----------------------------------------------------------------

--------

Tidak

1 2 47 7 0 0.8511 0.0519 0.7128

0.9261

3 4 40 1 0 0.8298 0.0548 0.6883

0.9110

5 6 39 0 39 0.8298 0.0548 0.6883

0.9110

Ya

1 2 23 4 0 0.8261 0.0790 0.6006

0.9309

2 3 19 1 0 0.7826 0.0860 0.5542

0.9032

5 6 18 0 18 0.7826 0.0860 0.5542

0.9032

-----------------------------------------------------------------

------

. Log-rank test for equality of survivor functions

| Events Events

hiperlakta~a | observed expected

-------------+-------------------------

Tidak | 8 8.75

Ya | 5 4.25

-------------+-------------------------

Total | 13 13.00

chi2(1) = 0.23

Pr>chi2 = 0.6343

. stset tmgagljantung , failure( gagaljantung ==1)

Interval Total Deaths Lost Survival Error [95%

Conf. Int.]

-----------------------------------------------------------------

--------

Tidak

1 2 47 6 0 0.8723 0.0487 0.7377

0.9405

3 4 41 1 0 0.8511 0.0519 0.7128

0.9261

5 6 40 0 40 0.8511 0.0519 0.7128

0.9261

Ya

Page 139: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

1 2 23 11 0 0.5217 0.1042 0.3051

0.7001

2 3 12 1 0 0.4783 0.1042 0.2683

0.6613

5 6 11 0 11 0.4783 0.1042 0.2683

0.6613

-----------------------------------------------------------------

--------

. sts test hiperlaktasemia, logrank

failure _d: gagaljantung == 1

analysis time _t: tmgagljantung

Log-rank test for equality of survivor functions

| Events Events

hiperlakta~a | observed expected

-------------+-------------------------

Tidak | 7 12.98

Ya | 12 6.02

Total | 19 19.00

chi2(1) = 11.08

Pr>chi2 = 0.0009

. ir gagaljantung hiperlaktasemia tmgagljantung

| hiperlaktasemia |

| Exposed Unexposed | Total

-----------------+------------------------+------------

gagal jantung | 12 7 | 19

tm gagl jantung | 68 209 | 277

-----------------+------------------------+------------

| |

Incidence rate | .1764706 .0334928 | .0685921

| |

| Point estimate | [95% Conf.

Interval]

|------------------------+----------------------

--

Inc. rate diff. | .1429778 | .0400954

.2458602

Inc. rate ratio | 5.268908 | 1.91255

15.79569 (exact)

Attr. frac. ex. | .8102073 | .4771378

.9366916 (exact)

Attr. frac. pop | .5117099 |

+-----------------------------------------------

--

Page 140: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

(midp) Pr(k>=12) =

0.0002 (exact)

(midp) 2*Pr(k>=12) =

0.0005 (exact)

. stset tmsyokkardiogenik , failure( syokkardiogenik ==1)

. ltable tmsyokkardiogenik syokkardiogenik, survival

by(hiperlaktasemia)

Beg. Std.

Interval Total Deaths Lost Survival Error [95% Conf.

Int.]

-----------------------------------------------------------------

--------

Tidak

1 2 47 1 0 0.9787 0.0210 0.8584

0.9970

5 6 46 0 46 0.9787 0.0210 0.8584

0.9970

Ya

1 2 23 6 0 0.7391 0.0916 0.5092

0.8734 5 6 17 0 17 0.7391 0.0916

0.5092 0.8734

-----------------------------------------------------------------

--------

. sts test hiperlaktasemia, logrank

failure _d: syokkardiogenik == 1

analysis time _t: tmsyokkardiogenik

Log-rank test for equality of survivor functions

| Events Events

hiperlakta~a | observed expected

-------------+-------------------------

Tidak | 1 4.70

Ya | 6 2.30

-------------+-------------------------

Total | 7 7.00

chi2(1) = 9.71

Pr>chi2 = 0.0018

. ir syokkardiogenik hiperlaktasemia tmsyokkardiogenik

| hiperlaktasemia |

| Exposed Unexposed | Total

-----------------+------------------------+------------

Page 141: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

syok kardiogenik | 6 1 | 7

tm syok kardioge | 91 231 | 322

-----------------+------------------------+------------

| |

Incidence rate | .0659341 .004329 | .0217391

| |

| Point estimate | [95% Conf.

Interval]

|------------------------+----------------------

--

Inc. rate diff. | .0616051 | .0081699

.1150403

Inc. rate ratio | 15.23077 | 1.847852

700.5787 (exact)

Attr. frac. ex. | .9343434 | .4588312

.9985726 (exact)

Attr. frac. pop | .8008658 |

+-----------------------------------------------

--

(midp) Pr(k>=6) = 0.0014

(exact)

(midp) 2*Pr(k>=6) = 0.0028

(exact)

. ir aritmia hiperlaktasemia tmaritmia

| hiperlaktasemia |

| Exposed Unexposed | Total

-----------------+------------------------+------------

aritmia | 5 8 | 13

tm aritmia | 96 205 | 301

-----------------+------------------------+------------

| |

Incidence rate | .0520833 .0390244 | .0431894

| |

| Point estimate | [95% Conf.

Interval]

|------------------------+----------------------

--

Inc. rate diff. | .0130589 | -.0400014

.0661192

Inc. rate ratio | 1.334635 | .3435309

4.62699 (exact)

Attr. frac. ex. | .2507317 | -1.910946

.7838768 (exact)

Attr. frac. pop | .0964353 |

+-----------------------------------------------

--

Page 142: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

(midp) Pr(k>=5) = 0.3051

(exact)

(midp) 2*Pr(k>=5) = 0.6102

(exact)

. tab jeniskelamin hiperlaktasemia, col chi

jenis | hiperlaktasemia

kelamin | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Perempuan | 2 5 | 7

| 4.26 21.74 | 10.00

-----------+----------------------+----------

Laki-laki | 45 18 | 63

| 95.74 78.26 | 90.00

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 5.2451 Pr = 0.022

. sum umur if hiperlaktasemia==1

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

umur | 23 58.08696 13.28674 32

80

. sum umur if hiperlaktasemia==0

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

umur | 47 57.74468 10.60654 36

83

. swilk umur if hiperlaktasemia==1

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

umur | 23 0.93043 1.820 1.217 0.11175

. swilk umur if hiperlaktasemia==0

Page 143: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

umur | 47 0.99220 0.349 -2.234 0.98727

. robvar umur, by(hiperlaktasemia)

hiperlaktas | Summary of umur

emia | Mean Std. Dev. Freq.

------------+------------------------------------

Tidak | 57.744681 10.606536 47

Ya | 58.086957 13.286743 23

------------+------------------------------------

Total | 57.857143 11.459172 70

W0 = 1.01212903 df(1, 68) Pr > F = 0.31795993

W50 = 0.63533301 df(1, 68) Pr > F = 0.42818025

W10 = 1.15230080 df(1, 68) Pr > F = 0.28686264

. ttest umur, by(hiperlaktasemia)

Two-sample t test with equal variances

-----------------------------------------------------------------

--------

Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev.

[95%Conf.Interval]

---------+-------------------------------------------------------

-------

Tidak | 47 57.74468 1.547122 10.60654 54.63049

60.85888

Ya | 23 58.08696 2.770478 13.28674 52.34134

63.83258

---------+-------------------------------------------------------

--------

combined | 70 57.85714 1.369633 11.45917 55.1248

60.58949

---------+-------------------------------------------------------

-------

diff | -.3422757 2.937083 -6.203133

5.518581

-----------------------------------------------------------------

--------

diff = mean(Tidak) - mean(Ya) t =

-0.1165

Ho: diff = 0 degrees of freedom =

68

Page 144: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha:

diff >0

Pr(T < t) = 0.4538 Pr(|T| > |t|) = 0.9076 Pr(T > t)

= 0.5462

. tab pendidikan hiperlaktasemia, col chi exact

Enumerating sample-space combinations:

stage 5: enumerations = 1

stage 4: enumerations = 6

stage 3: enumerations = 48

stage 2: enumerations = 353

stage 1: enumerations = 0

| hiperlaktasemia

pendidikan | Tidak Ya | Total

--------------+----------------------+----------

Tidak Sekolah | 4 2 | 6

| 8.51 8.70 | 8.57

--------------+----------------------+----------

SD | 6 10 | 16

| 12.77 43.48 | 22.86

--------------+----------------------+----------

SMP | 8 3 | 11

| 17.02 13.04 | 15.71

--------------+----------------------+----------

SMA | 15 1 | 16

| 31.91 4.35 | 22.86

--------------+----------------------+----------

PT | 14 7 | 21

| 29.79 30.43 | 30.00

--------------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(4) = 11.6654 Pr = 0.020

Fisher's exact = 0.014

. tab onsetnyeridada hiperlaktasemia, col chi

onset | hiperlaktasemia

nyeri dada | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

<=12 | 34 14 | 48

| 72.34 60.87 | 68.57

-----------+----------------------+----------

>12 | 13 9 | 22

| 27.66 39.13 | 31.43

-----------+----------------------+----------

Page 145: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 0.9429 Pr = 0.332

. tab riwayatkeluarga hiperlaktasemia, col chi

riwayat | hiperlaktasemia

keluarga | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Tidak | 43 19 | 62

| 91.49 82.61 | 88.57

-----------+----------------------+----------

Ya | 4 4 | 8

| 8.51 17.39 | 11.43

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 1.2032 Pr = 0.273

. tab dislipidemia hiperlaktasemia, col chi

dislipidem | hiperlaktasemia

ia | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Tidak | 30 19 | 49

| 63.83 82.61 | 70.00

-----------+----------------------+----------

Ya | 17 4 | 21

| 36.17 17.39 | 30.00

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 2.5933 Pr = 0.107

. tab hipertensi hiperlaktasemia, col chi

| hiperlaktasemia

hipertensi | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Tidak | 26 12 | 38

| 55.32 52.17 | 54.29

-----------+----------------------+----------

Ya | 21 11 | 32

| 44.68 47.83 | 45.71

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Page 146: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Pearson chi2(1) = 0.0616 Pr = 0.804

. tab diabetes hiperlaktasemia, col chi

diabetes | hiperlaktasemia

mellitus | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Tidak | 30 19 | 49

| 63.83 82.61 | 70.00

-----------+----------------------+----------

Ya | 17 4 | 21

| 36.17 17.39 | 30.00

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 2.5933 Pr = 0.107

. tab merokok hiperlaktasemia, col chi

| hiperlaktasemia

merokok | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Tidak | 13 12 | 25

| 27.66 52.17 | 35.71

-----------+----------------------+----------

Ya | 34 11 | 45

| 72.34 47.83 | 64.29

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 4.0421 Pr = 0.044

. tab diagnosis hiperlaktasemia, col chi

| hiperlaktasemia

diagnosis | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

NSTEMI | 17 5 | 22

| 36.17 21.74 | 31.43

-----------+----------------------+----------

STEMI | 30 18 | 48

| 63.83 78.26 | 68.57

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 1.4923 Pr = 0.222

. tab ckmb hiperlaktasemia, col chi

| hiperlaktasemia

Page 147: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

CKMB | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

<=40 | 38 14 | 52

| 80.85 60.87 | 74.29

-----------+----------------------+----------

>40 | 9 9 | 18

| 19.15 39.13 | 25.71

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 3.2278 Pr = 0.072

. tab troponint hiperlaktasemia, col chi

| hiperlaktasemia

Troponin T | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

<=2000 | 35 18 | 53

| 74.47 78.26 | 75.71

-----------+----------------------+----------

>2000 | 12 5 | 17

| 25.53 21.74 | 24.29

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Pearson chi2(1) = 0.1208 Pr = 0.728

. sum hgb if hiperlaktasemia==1

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

hgb | 23 13.84739 2.930691 7.7

18.43

. sum hgb if hiperlaktasemia==0

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

hgb | 47 14.05234 1.780295 10.2

18

. swilk hgb if hiperlaktasemia==1

Shapiro-Wilk W test for normal data

Page 148: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

hgb | 23 0.96654 0.875 -0.271 0.60684

. swilk hgb if hiperlaktasemia==0

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

hgb | 47 0.96525 1.557 0.940 0.17355

. robvar hgb, by(hiperlaktasemia)

hiperlaktas | Summary of HGB

emia | Mean Std. Dev. Freq.

------------+------------------------------------

Tidak | 14.05234 1.7802946 47

Ya | 13.847391 2.9306906 23

------------+------------------------------------

Total | 13.985 2.2047385 70

W0 = 8.2460206 df(1, 68) Pr > F = 0.00544119

W50 = 7.6617804 df(1, 68) Pr > F = 0.0072606

W10 = 8.1642505 df(1, 68) Pr > F = 0.00566403

. ttest hgb, by(hiperlaktasemia) unequal

Two-sample t test with unequal variances

-----------------------------------------------------------------

------- Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev [95%

Conf. Interval]

---------+-------------------------------------------------------

-------------

Tidak | 47 14.05234 .2596827 1.780295 13.52963

14.57505

Ya | 23 13.84739 .6110912 2.930691 12.58007

15.11472

---------+-------------------------------------------------------

--------

combined | 70 13.985 .2635167 2.204738 13.4593

14.5107

--------+--------------------------------------------------------

--------

diff | .2049491 .6639786 -1.150714

1.560612

Page 149: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

-----------------------------------------------------------------

-------- diff = mean(Tidak) - mean(Ya)

t = 0.3087

Ho: diff = 0 Satterthwaite's degrees of freedom =

30.1921

Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha:

diff > 0

Pr(T < t) = 0.6202 Pr(|T| > |t|) = 0.7597 Pr(T >

t)= 0.3798

. sum po2 if hiperlaktasemia==1

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

po2 | 23 140.3478 39.68811 55

199

. sum po2 if hiperlaktasemia==0

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

po2 | 47 137.5628 38.69752 1.45

196

. swilk po2 if hiperlaktasemia==1

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

po2 | 23 0.92596 1.937 1.344 0.08947

. swilk po2 if hiperlaktasemia==0

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

po2 | 47 0.92911 3.176 2.455 0.00704

. ksmirnov po2, by( hiperlaktasemia ) exact

Page 150: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Two-sample Kolmogorov-Smirnov test for equality of distribution

functions

Smaller group D P-value Exact

----------------------------------------------

Tidak: 0.2035 0.278

Ya: -0.1545 0.478

Combined K-S: 0.2035 0.545 0.469

sum albumin if hiperlaktasemia==1

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

albumin | 23 3.67913 .5883251 1.8

4.48

. sum albumin if hiperlaktasemia==0

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

albumin | 47 3.718298 .3982916 2.9

4.5

. swilk albumin if hiperlaktasemia==1

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

albumin | 23 0.89454 2.759 2.063 0.01954

. swilk albumin if hiperlaktasemia==0

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

albumin | 47 0.98476 0.683 -0.811 0.79138

. robvar albumin, by(hiperlaktasemia)

hiperlaktas | Summary of Albumin

emia | Mean Std. Dev. Freq.

------------+------------------------------------

Tidak | 3.7182979 .39829157 47

Ya | 3.6791304 .58832515 23

Page 151: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

------------+------------------------------------

Total | 3.7054286 .46525258 70

W0 = 2.2865126 df(1, 68) Pr > F = 0.13513664

W50 = 1.7376518 df(1, 68) Pr > F = 0.19185982

W10 = 1.9315608 df(1, 68) Pr > F = 0.16912118

. ttest albumin, by(hiperlaktasemia)

Two-sample t test with equal variances

-----------------------------------------------------------------

--------

Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95%

Conf. Interval]

---------+-------------------------------------------------------

--------

Tidak | 47 3.718298 .0580968 .3982916 3.601355

3.835241

Ya | 23 3.67913 .1226743 .5883251 3.42472

3.933541

---------+-------------------------------------------------------

-------

combined | 70 3.705429 .0556083 .4652526 3.594493

3.816364

---------+-------------------------------------------------------

--------

diff | .0391675 .1191654 -.1986235

.2769584

-----------------------------------------------------------------

------diff = mean(Tidak) - mean(Ya)

t = 0.3287

Ho: diff = 0 degrees of freedom =

68

Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha:

diff > Pr(T < t) = 0.6283 Pr(|T| > |t|) = 0.7434

Pr(T > t) = 0.3717

. sum bsacak if hiperlaktasemia==1

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

bsacak | 23 144.7409 49.2385 49

253

. sum bsacak if hiperlaktasemia==0

Page 152: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min

Max

-------------+---------------------------------------------------

-----

bsacak | 47 186.6191 88.92808 93

381.72

. swilk bsacak if hiperlaktasemia==1

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

bsacak | 23 0.97911 0.546 -1.229 0.89043

. swilk bsacak if hiperlaktasemia==0

Shapiro-Wilk W test for normal data

Variable | Obs W V z Prob>z

-------------+--------------------------------------------------

bsacak | 47 0.83584 7.355 4.240 0.00001

. ksmirnov bsacak, by( hiperlaktasemia ) exact

Two-sample Kolmogorov-Smirnov test for equality of distribution

functions

Smaller group D P-value Exact

----------------------------------------------

Tidak: 0.0139 0.994

Ya: -0.2979 0.065

Combined K-S: 0.2979 0.129 0.092

. tab reperfusi hiperlaktasemia, col chi

| hiperlaktasemia

reperfusi | Tidak Ya | Total

-----------+----------------------+----------

Tidak | 26 15 | 41

| 55.32 65.22 | 58.57

-----------+----------------------+----------

Ya | 21 8 | 29

| 44.68 34.78 | 41.43

-----------+----------------------+----------

Total | 47 23 | 70

| 100.00 100.00 | 100.00

Page 153: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Pearson chi2(1) = 0.6235 Pr = 0.430

. by diagnosa, sort : stir hiperlaktasemia

-> diagnosa = NSTEMI

failure _d: morbiditas == 1

analysis time _t: tmmorbiditas

note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <->

hiperlaktasemia==Tidak

| hiperlaktasemia |

| Exposed Unexposed | Total

-----------------+------------------------+------------

Failure | 4 5 | 9

Time | 10 65 | 75

-----------------+------------------------+------------

| |

Incidence rate | .4 .0769231 | .12

| |

| Point estimate | [95% Conf.

Interval]

|------------------------+----------------------

--

Inc. rate diff. | .3230769 | -.0746723

.7208262

Inc. rate ratio | 5.2 | 1.031828

24.15915 (exact)

Attr. frac. ex. | .8076923 | .030846

.9586078 (exact)

Attr. frac. pop | .3589744 |

+-----------------------------------------------

--

(midp) Pr(k>=4) = 0.0131

(exact)

(midp) 2*Pr(k>=4) = 0.0261

(exact)

-> diagnosa = STEMI

failure _d: morbiditas == 1

analysis time _t: tmmorbiditas

note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <->

hiperlaktasemia==Tidak

| hiperlaktasemia |

| Exposed Unexposed | Total

Page 154: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

-----------------+------------------------+------------

Failure | 13 10 | 23

Time | 39 114 | 153

-----------------+------------------------+------------

| |

Incidence rate | .3333333 .0877193 | .1503268

| |

| Point estimate | [95% Conf.

Interval]

|------------------------+----------------------

--

Inc. rate diff. | .245614 | .0564346

.4347935

Inc. rate ratio | 3.8 | 1.539272

9.681054 (exact)

Attr. frac. ex. | .7368421 | .3503423

.8967055 (exact)

Attr. frac. pop | .416476 |

+-----------------------------------------------

--

(midp) Pr(k>=13) = 0.0009

(exact)

(midp) 2*Pr(k>=13) = 0.0019

(exact)

. stir hiperlaktasemia, strata(diagnosa)

failure _d: morbiditas == 1

analysis time _t: tmmorbiditas

note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <->

hiperlaktasemia==Tidak

diagnosa | IRR [95% Conf. Interval] M-H

Weight

-----------------+-----------------------------------------------

--

NSTEMI | 5.2 1.031828 24.15915

.6666667 (exact)

STEMI | 3.8 1.539272 9.681054

2.54902 (exact)

-----------------+-----------------------------------------------

--

Crude | 4.140136 1.944958 8.90301

(exact)

M-H combined | 4.090244 2.02941 8.243823

-----------------------------------------------------------------

--

Page 155: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Test of homogeneity (M-H) chi2(1) = 0.16 Pr>chi2 =

0.6904

. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia

diabetesmellitus merokok diagnosa ckmb bsacak

No. of subjects = 70 Number of obs = 70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(9) =

15.54

Log likelihood = -126.0404 Prob > chi2 =

0.0771

-----------------------------------------------------------------

-------

t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95%

Conf.Interval]

-----------------+-----------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 2.6164 1.08681 2.32 0.021 1.159121

5.90581

jeniskelamin | .7238704 .458911 -0.51 0.610 .2089421

2.507816

pendidikan | .9693686 .145905 -0.21 0.836 .7217219

1.301991

dislipidemia | .3729242 .1980319 -1.86 0.063 .1317079

1.055916

diabetesmellitus | 1.816489 1.205901 0.90 0.369 .4944828

6.672897

merokok | .9159702 .3966377 -0.20 0.839 .3920036

2.14029

diagnosa | 1.142735 .4723604 0.32 0.747 .5082689

2.5692

ckmb | .4141178 .1955446 -1.87 0.062 .1641309

1.044859

bsacak | .9999706 .0041458 -0.01 0.994 .9918779

1.008129

-----------------------------------------------------------------

--------

. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia

diabetesmellitus merokok diagnosa ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(8) =

15.54

Page 156: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

Log likelihood = -126.04043 Prob > chi2 =

0.0494

-----------------------------------------------------------------

-------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

-----------------+-----------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 2.619173 1.01528 2.48 0.013 1.225207

5.599106

jeniskelamin | .7249591 .4331114 -0.54 0.590 .2247922

2.338007

pendidikan | .9691998 .1439304 -0.21 0.833 .7244463

1.296643

dislipidemia | .3731174 .1962162 -1.87 0.061 .1331106

1.045871

diabetesmellitus | 1.809848 .7544516 1.42 0.155 .7994862

4.097068

merokok | .9157138 .3948907 -0.20 0.838 .3932685

2.132212

diagnosa | 1.143068 .4701791 0.33 0.745 .5104421

2.55975

ckmb | .4141138 .1955451 -1.87 0.062 .1641275

1.04486

-----------------------------------------------------------------

--------

. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia

diabetesmellitus diagnosa ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(7) =

15.50

Log likelihood = -126.06105 Prob > chi2 =

0.0301

-----------------------------------------------------------------

-------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z [95% Conf.

Interval]

-----------------+-----------------------------------------------

-----------------

Page 157: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

hiperlaktasemia | 2.61885 1.01559 2.48 0.013 1.224657

5.600239

jeniskelamin |.6839244 .3603691 -0.72 0.471 .2434996

1.920958

pendidikan |.9674218 .1430963 -0.22 0.823 .7239528

1.292771

dislipidemia | .373163 .1963811 -1.87 0.061 .1330284

1.046774

diabetesmellitus |1.796385 .744786 1.41 0.158 .7970563

4.048647

diagnosa |1.134223 .4649278 0.31 0.759 .5079063

2.532873

ckmb |.4178684 .1963554 -1.86 0.063 .1663649

1.049584

-----------------------------------------------------------------

--------

. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin dislipidemia

diabetesmellitus diagnosa ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228 LR chi2(6) =

15.45

Log likelihood = -126.08605 Prob > chi2 =

0.0170

-----------------------------------------------------------------

------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

-----------------+-----------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 2.62254 1.016353 2.49 0.013 1.226995

5.605332

jeniskelamin | .647382 .3030944 -0.93 0.353 .2586075

1.620616

dislipidemia |.3694156 .1936618 -1.90 0.057 .1322157

1.032161

diabetesmellitus |1.792535 .7444722 1.41 0.160 .7942339

4.045638

diagnosa |1.153752 .4643007 0.36 0.722 .5242838

2.538977

ckmb |.4191372 .1969743 -1.85 0.064 .1668524

1.052883

-----------------------------------------------------------------

--------

Page 158: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin dislipidemia

diabetesmellitus ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(5) =

15.32

Log likelihood = -126.15038 Prob > chi2 =

0.0091

-----------------------------------------------------------------

--------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

-----------------+-----------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 2.666242 1.029422 2.54 0.011 1.250994

5.682559

jeniskelamin | .6403618 .2998639 -0.95 0.341 .2557591

1.603318

dislipidemia | .3713458 .1950786 -1.89 0.059 .1326227

1.039774

diabetesmellitus | 1.775945 .7395171 1.38 0.168 .7852044

4.016764

ckmb | .4267295 .1993996 -1.82 0.068 .1707687

1.066343

-----------------------------------------------------------------

--------

. stcox hiperlaktasemia dislipidemia diabetesmellitus ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(4) =

14.49

Log likelihood = -126.56735 Prob > chi2 =

0.0059

-----------------------------------------------------------------

--------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

-----------------+-----------------------------------------------

--------

Page 159: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

hiperlaktasemia | 2.857562 1.075141 2.79 0.005 1.366898

5.973863

dislipidemia | .3753004 .1963105 -1.87 0.061 .1346282

1.046217

diabetesmellitus | 1.777177 .7337257 1.39 0.164 .7912311

3.9917

ckmb | .4318169 .2010788 -1.80 0.071 .173353

1.075643

-----------------------------------------------------------------

-------

. stcox hiperlaktasemia dislipidemia ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(3) =

12.66

Log likelihood = -127.47973 Prob > chi2 =

0.0054

-----------------------------------------------------------------

--------- _t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95%

Conf. Interval]

----------------+------------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 2.618924 .9767873 2.58 0.010 1.260805

5.439987

dislipidemia | .4623903 .2306879 -1.55 0.122 .1739168

1.229351

ckmb | .4588395 .2119267 -1.69 0.092 .1855717

1.134514

-----------------------------------------------------------------

--------

. stcox hiperlaktasemia ckmb

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(2) =

9.88

Log likelihood = -128.869 Prob > chi2 =

0.0071

Page 160: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

-----------------------------------------------------------------

--------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

----------------+------------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 3.015108 1.113314 2.99 0.003 1.46218

6.217343

ckmb | .4709151 .2193076 -1.62 0.106 .1890312

1.173145

-----------------------------------------------------------------

--------

. stcox hiperlaktasemia dislipidemia

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(2) =

9.40

Log likelihood = -129.11319 Prob > chi2 =

0.0091

-----------------------------------------------------------------

--------

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

----------------+------------------------------------------------

--------

hiperlaktasemia | 2.313334 .8397882 2.31 0.021 1.135624

4.7124

dislipidemia | .4843426 .2395587 -1.47 0.143 .1837145

1.276915

. stcox hiperlaktasemia

No. of subjects = 70 Number of obs =

70

No. of failures = 32

Time at risk = 228

LR chi2(1) =

6.91

Log likelihood = -130.35821 Prob > chi2 =

0.0086

_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.

Interval]

Page 161: HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK

----------------+------------------------------------------------

-------

hiperlaktasemia | 2.578084 .9227363 2.65 0.008 1.278318

5.199425

-----------------------------------------------------------------

------

.