hikmah isra' mi'raj

Upload: sioik-dm

Post on 05-Jul-2015

613 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Hikmah Isra' Mi'raj Ditulis oleh Dewan Asatidz

Sekarang kita telah memasuki separo lebih bulan rojab dimana pada akhir bulan ini kita sebagai seorang muslim telah diingatkan kembali sebuah peristiwa besar dalam sejarah umat islam. Sebuah peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (siirah) Rasulullah SAW yaitu peristiwa diperjalankannya beliau (isra) dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi'raj) dari Qubbah As Sakhrah menuju ke Sidrat al Muntaha (akhir penggapaian). Peristiwa ini terjadi antara 16-12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah).Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini di S. Al Isra (dikenal juga dengan S. Bani Israil) ayat pertama:

Artinya; Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Isra wal Mi'raj ini? Barangkali catatan ringan berikut dapat memotivasi kita untuk lebih jauh dan sungguh-sungguh menangkap pelajaran yang seharusnya kita tangkap dari perjalanan agung tersebut:

Pertama: Konteks situasi terjadinyaKita kenal, Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat "sumpek", seolah tiada celah harapan masa depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta Khadijah r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan meninggal dunia. Sementara tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah, dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas. Dalam sitausi seperti inilah, rupanya "rahmah" Allah meliputi segalanya, mengalahkan dan menundukkan segala sesuatunya. "warahamatii wasi'at kulla syaei", demikian Allah deklarasikan dalam KitabNya. Beliau di suatu malam yang merintih kepedihan, mengenang kegetiran dan kepahitan langkah perjuangan, tiba-tiba diajak oleh Pemilik kesenangan dan kegetiran untuk "berjalan-jalan" (saraa) menelusuri napak tilas "perjuangan" para pejuang sebelumnya (para nabi). Bahkan dibawah serta melihat langsung kebesaran singgasana Ilahiyah di "Sidartul Muntaha". Sungguh sebuah "penyejuk" yang menyiram keganasan kobaran api permusuhan kaum kafir. Dan kinilah masanya bagi Rasulullah SAW untuk kembali "menenangkan" jiwa, mempermantap tekad menyingsingkan lengan baju untuk

melangkah menuju ke depan. Artinya, bahwa kita adalah "rasul-rasul" Rasulullah SAW dalam melanjutkan perjuangan ini. Betapa terkadang, di tengah perjalanan kita temukan tantangan dan penentangan yang menyesakkan dada, bahkan mengaburkan pandangan objektif dalam melangkahkan kaki ke arah tujuan. Jikalau hal ini terjadi, maka tetaplah yakin, Allah akan meraih tangan kita, mengajak kita kepada sebuah "perjalanan" yang menyejukkan. "Allahu Waliyyulladziina aamanu" (Sungguh Allah itu adalah Wali-nya mereka yang betul-betul beriman". Wali yang bertanggung jawab memenuhi segala keperluan dan kebutuhan. Kesumpekan dan kesempitan sebagai akibat dari penentangan dan rintangan mereka yang tidak senang dengan kebenaran, akan diselesaikan dengan cara da metode yang Hanya Allah yang tahu. Yang terpenting bagi seorang pejuang adalah, maju tak gentar, sekali mendayung pantang mundur, konsistensi memang harus menjadi karakter dasar bagi seorang pejuang di jalanNya. "Wa laa taeasuu min rahmatillah" (jangan sekali-kali berputus asa dari rahmat Allah).

Kedua: Pensucian HatiDisebutkan bahwa sebelum di bawa oleh Jibril, beliau dibaringkan lalu dibelah dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Apakah hati Rasulullah kotor? Pernahkan Rasulullah SAW berbuat dosa? Apakah Rasulullah punya penyakit "dendam", dengki, iri hati, atau berbagai penyakit hati lainnya? Tidaksungguh matitidak. Beliau hamba yang "ma'shuum" (terjaga dari berbuat dosa). Lalu apa signifikasi dari pensucian hatinya? Rasulullah adalah sosok "uswah", pribadi yang hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak saja "muballigh" (penyampai), melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi "percontohan" bagi semua yang mengaku pengikutnya. "Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswah hasanah". Memang betul, sebelum melakukan perjalanannya, haruslah dibersihkan hatinya. Sungguh, kita semua sedang dalam perjalanan. Perjalanan "suci" yang seharusnya dibangun dalam suasa "kefitrahan". Berjalan dariNya dan juga menuju kepadaNya. Dalam perjalanan ini, diperlukan lentera, cahaya, atau petunjuk agar selamat menempuhnya. Dan hati yang intinya sebagai "nurani", itulah lentera perjalanan hidup. Cahaya ini berpusat pada hati seseorang yang ternyata juga dilengkapi oleh gesekan-gesekan "karat" kehidupan (fa alhamaha fujuuraha). Semakin kuat gesekan karat, semakin jauh pula dari warna yang sesungguhnya (taqawaaha). Dan oleh karenanya, di setiap saat dan kesempatan, diperlukan pembersihan, diperlukan air zamzam untuk membasuh kotorankotoran hati yang melengket. Hanya dengan itu, hati akan bersinar tajam menerangi kegelapan hidup. Dan sungguh hati inilah yang kemudian "penentu" baik atau tidaknya seseorang pemilik hati.

. Disebutkan bahwa hati manusia awalnya putih bersih. Ia ibarat kertas putih dengan tiada noda sedikitpun. Namun karena manusia, setiap kali melakukan dosa-dosa setiap kali pula terjatuh noda hitam pada hati, yang pada akhirnya menjadikannya hitam pekat. Kalaulah saja, manusia

yang hatinya hitam pekat tersebut tidak sadar dan bahkan menambah dosa dan noda, maka akhirnya Allah akan akan membalik hati tersebut. Hati yang terbalik inilah yang kemudian hanya bisa disadarkan oleh api neraka. "Khatamallahu 'alaa quluubihim". Di Al Qur'an sendiri, Allah berfirman"

)9(

Artinya: Sungguh beruntung siapa yang mensucikannya, dan sungguh buntunglah siapa yang mengotorinya". Maka sungguh perjalanan ini hanya akan bisa menuju "ilahi" dengan senantiasa membersihkan jiwa dan hati kita, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah sebelum perjalanan sucinya tersebut.

Ketiga: Memilih Susu - Menolak KhamarKetika ditawari dua pilihan minuman, dengan sigap Rasulullah mengambil gelas yang berisikan susu. Minuman halal dan penuh menfaat bagi kesehatan. Minuman yang berkalsium tinggi, menguatkan tulang belulang. Rasulullah menolak khamar, minuman yang menginjaknginjak akal, menurunkan tingkat inteletualitas ke dasar yang paling rendah. Sungguh memang pilihan yang tepat, karena pilihan ini adalah pilihan fitri "suci". Dengan bekal jiwa yang telah dibersihkan tadi, Rasulullah memang melanjutkan perjalanannya. Di tengah perjalanan, hanya memang ada dua alternatif di hadapan kita. Kebaikan dan keburukan. Kebaikan akan selalu identik dengan manfaat, sementara keburukan akan selalu identik dengan kerugian. Seseorang yang hatinya suci, bersih dari kuman dosa dan noda kezaliman, akan sensitif untuk menerima selalu menerima yang benar dan menolak yang salah. Bahkan hati yang bersih tadi akan merasakan "ketidak senangan" terhadap setiap kemungkaran. Lebih jauh lagi, pemiliknya akan memerangi setiap kemungkaran dengan segala daya yang dimilikinya. Dalam hidup ini seringkali kita diperhadapkan kepada pilihan-pilihan yang samar. Fitra menjadi acuan, lentera, pedoman dalam mengayuh bahtera kehidupan menuju tujuan akhir kita (akhirat). Dan oleh karenanya, jika kita dalam melakukan pilihan-pilihan dalam hidup ini, ternyata kita seringkali terperangkap kepada pilihan-pilihan yang salah, buruk lagi merugikan, maka yakinlah itu disebabkan oleh tumpulnya firtah insaniyah kita. Agaknya dalam situasi seperti ini, diperlukan asahan untuk mempertajam kembali fitrah Ilahiyah yang bersemayam dalam diri setiap insan.

Keempat: Imam Shalat Berjama'ahShalat adalah bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus merupakan simpol ketaatan totalitas kepadaYang Maha Pencipta. Pada shalatlah terkumpul berbagai hikmah dan makna. Shalat menjadi simbol ketaatan total dan kebaikan universal yang seorang Muslim senantiasa menjadi tujuan hidupnya. Maka ketika Rasulullah memimpin shalat berjama'ah, dan tidak tanggung-tanggung ma'mumnya adalah para anbiyaa (nabi-nabi), maka sungguh itu adalah suatu pengakuan kepemimpinan dari seluruh kaum yang ada. Memang jauh sebelumnya, Musa yang menjadi pemimpin sebuah umat besar pada masanya. Bahkan Ibrahim, Eyangnya banyak nabi dan

Rasul, menerima menjadi Ma'mum Rasulullah SAW. Beliau menerima dengan rela hati, karena sadar bahwa Rasulullah memang memiliki kelebihan-kelebihan "leadership", walau secara senioritas beliaulah seharusnya menjadi Imam. Kempimpinan dalam shalat berjama'ah sesungguhnya juga simbol kepemimpinan dalam segala skala kehidupan manusia. Allah menggambarkan sekaligus mengaitkan antara kepemimpinan shalat dan kebajikan secara menyeluruh: "Wahai orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta berbuat baiklah secara bersama-sama. Nisacaya dengan itu, kamu akan meraih keberuntungan". Dalam situasi seperti inilah, seorang Muhammad telah membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin bagi seluruh pemimpin umat lainnya. Baghaimana dengan kita sebagai pengikut nabi muhammad dalam masalah ini? Masalahnya, umat Islam saat ini tidak memiliki kriteria tersebut. Kriteria "imaamah" atau kepemimpinan yang disebutkan dalam Al Qur'an masih menjadi "tanda tanya" besar pada kalangan umat ini. "Dan demikian kami jadikan di antara mereka pemimpin yang mengetahui urusan Kami, memiliki kesabaran dan ketangguhan jiwa, dan adalah mereka yakin terhadap ayat-ayat Kami". Kita umat Islam, yang seharusnya menjadi pemimpin umat lainnya, ternyata memang menjadi salah satu pemimpin. Sayang kepemimpinan dunia Islam saat ini terbalik, bukan dalam shalat berjama'ah, bukan dalam kebaikan dan kemajuan dalam kehidupan manusia. Namun lebih banyak yang bersifat negatif.

Kelima: Kembali ke Bumi dengan ShalatPerjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera pula beliau kembali menuju alam kekiniannya. Rasulullah sungguh sadar bahwa betapapun ni'matnya berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di suatu tempat yang agung nan suci, betapa ni'mat menyaksikan dan mengelilingi syurga, tapi kenyataannya beliau memiliki tanggung jawab duniawi. Untuk itu, semua kesenangan dan keni'matan yang dirasakan malam itu, harus ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan amanah perjuangan yang masih harus diembannya. Inilah sikap seorang Muslim. Kita dituntut untuk turun ke bumi ini dengan membawa bekal shalat yang kokoh. Shalat berintikan "dzikir", dan karenanya dengan bekal dzikir inilah kita melanjutkan ayunan langkah kaki menelusuri lorong-lorong kehidupan menuju kepada ridhaNya. "Wadzkurullaha katsiira" (dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak), pesan Allah kepada kita di saat kita bertebaran mencari "fadhalNya" dipermukaan bumi ini. Persis seperti Rasulullah SAW membawa bekal shalat 5 waktu berjalan kembali menuju bumi setelah melakukan serangkaian perjalanan suci ke atas (Mi'raj).

Dengan menyebut nama-mu ya Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maha Suci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam hari dari masjid Al Haram ke masjid Al Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Alloh Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Momentum Isra Miraj Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina kemudian naik ke Sidratul Muntaha adalah peristiwa yang sangat fenomenal dalam sejarah umat Islam. Mengapa demikian? Karena dari peristiwa inilah Nabi Muhammad SAW memperoleh perintah ibadah wajib, yakni sholat lima waktu yang langsung dari Allah SWT. Perintah sholat ini kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra Miraj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam). Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli Kitab al-Mikraj ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadisthadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut. Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani? Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini. Dalam pengertiannya, Isra Miraj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan wisata biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience, seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Miraj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Miraj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Miraj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Miraj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi. Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Miraj yakni ketika Rasulullah SAW berjumpa dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah; Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja. Allah SWT pun berfirman, Assalamualaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh. Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat. Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku Muhammad Kekasih Allah (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Miraj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah miraj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini. Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Miraj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mirajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah. Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Miraj menjadi puncak perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.

Peristiwa Isra Mi'raj adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha yang sangat dramatik dan fantastik. Dalam tempo singkat-kurang dari semalam (minal lail)-tetapi Nabi berhasil menembus lapisanlapisan spiritual yang amat jauh bahkan hingga ke puncak (Sidratil Muntaha). Walaupun terjadi dalam sekejap, tetapi memori Rasulullah SAW berhasil menyalin pengalaman spiritual yang amat padat di sana. Kalau dikumpulkan seluruh hadis Isra Mi'raj (baik sahih maupun tidak), maka tidak cukup seharisemalam untuk menceritakannya. Mulai dari perjalanan horizontalnya (ke Masjid Aqsha) sampai perjalanan vertikalnya (ke Sidratil Muntaha). Pengalaman dan pemandangan dari langit pertama hingga langit ketujuh dan sampai ke puncak Sidratil Muntaha. Ada pertanyaan yang mengusik. Mengapa Allah SWT memperjalankan hambanya di malam hari (lailan), bukan di siang hari (naharan)? "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS al-Isra [17]: 1). Dalam bahasa Arab kata lailah mempunyai beberapa makna. Ada makna literal berarti malam, lawan dari siang. Ada makna alegoris (majaz) seperti gelap atau kegelapan, kesunyian, keheningan, dan kesyahduan; serta ada makna anagogis (spiritual) seperti kekhusyukan (khusyu'), kepasrahan (tawakkal), kedekatan (taqarrub) kepada Allah. Dalam syair-syair klasik Arab, ungkapan lailah lebih banyak digunakan makna alegoris ketimbang makna literalnya. Seperti ungkapan syair seorang pengantin baru: "Ya lalila thul, ya shubhi qif" (wahai malam bertambah panjanglah, wahai Subuh berhentilah). Kata lailah di dalam bait itu berarti kesyahduan, keindahan, kenikmatan, dan kehangatan; sebagaimana dirasakan oleh para pengantin baru yang menyesali pendeknya malam. Di dalam syair-syair sufistik orang bijak (hukama) juga lebih banyak menekankan makna anagogis kata lailah. Para sufi lebih banyak menghabiskan waktu malamnya untuk mendaki (taraqqi) menuju Tuhan. Mereka berterima kasih kepada lailah (malam) yang selalu menemani kesendirian mereka. Perhatikan ungkapan Imam Syafii: Man thalabal ula syahiral layali (barangsiapa yang mendambakan martabat utama banyaklah berjaga di waktu malam), bukan sekadar berjaga. Kata al-layali di sini berarti keakraban dan kerinduan antara

hamba dan Tuhannya. Arti lailah dalam ayat pertama surah al-Isra di atas menunjukkan makna anagogis, yang lebih menekankan aspek kekuatan spiritual malam (the power of night). Kekuatan emosional-spiritual malam hari yang dialami Rasulullah, dipicu oleh suasana sedih yang sangat mendalam, karena sang istri, Khadijah, dan sekaligus pelindungnya telah pergi untuk selama-lamanya. Rasulullah memanfaatkan suasana duka di malam hari sebagai kekuatan untuk bermunajat kepada Allah SWT. Kesedihan dan kepasrahan yang begitu memuncak membawa Rasulullah menembus batas-batas spiritual tertentu, bahkan sampai pada jenjang puncak yang bernama Sidratil Muntaha. Di sanalah Rasulullah di-install (diisi) dengan spirit luar biasa sehingga malaikat Jibril sebagai panglima para malaikat juga tidak sanggup menembus puncak batas spiritual tersebut. Kehebatan malam hari juga digambarkan Tuhan di dalam Alquran: "Dan pada sebahagian malam hari shalat Tahajudlah kalian sebagai suatu ibadah tambahan bagi kalian: mudah-mudahan Tuhan kalian mengangkat kalian ke tempat yang terpuji. (QS al-Isra [17]: 79). "Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS al-Dzariyat [51]: 17). Kata lailah dalam ketiga ayat di atas, mengisyaratkan malam sebagai rahasia untuk mencapai ketinggian dan martabat utama di sisi Allah SWT di malam hari. Ayat pertama (QS al-'Alaq [96]: 1-5) di turunkan di malam hari, ayat-ayat tersebut sekaligus menandai pelantikan Muhammad SAW sebagai Nabi di malam hari. Tidak lama kemudian turun ayat dalam surah Al-Muddatstsir yang menandai pelantikan Nabi Muhammad, sekaligus sebagai Rasul menurut kalangan ulama 'Ulumul Qur'an. Peristiwa Isra dan Mi'raj, ketika seorang hamba mencapai puncak maksimum (sudrah al-muntaha) juga terjadi di malam hari. Yang tidak kalah pentingnya ialah lailah al-qadr khair min alf syahr (malam lailatul qadr lebih mulia dari seribu bulan), bukannya siang hari Ramadlan (nahar al-qadr). Kecerdasan Surah al-Isra [17] diapit oleh dua surah yang serasi yaitu al-Nahl [16] dan alKahfi [18]. Surah al-Nahl dianggap simbol kecerdasan intelektual, karena berkaitan dengan dunia keilmuan (kisah lebah). Surah al-Kahfi sebagai simbol surah kecerdasan spiritual, karena berkaitan dengan cerita keyakinan dan spiritualitas (kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa, Ashabul Kahfi dan Dzulqarnain). Sedangkan surah Al-Isra sering dijadikan sebagai simbol kecerdasan emosional,

karena di dalamnya diceritakan pengaruh kematangan emosional dan prestasi puncak seorang hamba. Itulah sebabnya, ketiga surah yang menempati pertengahan juz Alquran disebut dengan surah tiga serangkai, yaitu surah IQ, EQ, SQ. Keutamaan di malam hari, juga banyak membuat anak manusia menjadi lebih sadar (insyaf) dari perbuatan masa lalu yang kelam dan hitam. Malam hari banyak menumpahkan air mata tobat para hamba yang menyadari akan kesalahannya. Malam hari paling tepat untuk dijadikan momentum menentukan cita-cita luhur. Mungkin inilah salah satu keistimewaan pondok pesantren yang memanfaatkan malam hari untuk memperbaiki akhlak dan budi pekerti santrinya. Sementara di sekolah-sekolah umum, jarang sekali memanfaatkan malam hari untuk pembinaan budi pekerti. Padahal, Allah sudah mengisyaratkan bahwa pada umumnya shalat itu ditempatkan di malam hari. Hanya shalat Zhuhur dan Ashar di siang hari, selebihnya di malam hari (shalat Maghrib, Isya, Tahajjud, Witir, Tarawih, Fajr, Subuh). Ini isyarat bahwa pendekatan pribadi secara khusus kepada Tuhan lebih utama di malam hari. Sebenarnya peristiwa Isra-Mi'raj mempunyai dua macam peristiwa. Pertama, perjalanan horizontal dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha. Dan kedua, perjalanan vertikal dari Masjid Aqsha ke Sidratil Muntaha. Perjalanan Isra mungkin masih bisa dideteksi dengan sains dan teknologi, tetapi perjalanan Mi'raj sama sekali di luar kemampuan otak pikiran manusia. Perjalanan Mi'raj ini, juga masih diperdebatkan banyak ulama, apakah dengan fisik dan roh Rasulullah atau hanya rohaninya saja. Mayoritas ulama Suni memahami bahwa yang diperjalankan Tuhan ke Sidratil Muntaha ialah Nabi Muhammad SAW secara utuh, lahir dan batin. Sementara pendapat lain memahami hanya rohaninya saja. Yang pasti, perjalanan singkat itu berhasil merekam berbagai pemandangan spiritual bagi Rasulullah SAW, dan hendaknya bisa dijadikan pelajaran dan hikmah bagi umat Islam. Sebab, perjalanan malam hari itu, telah membangkitkan semangat baru Rasulullah dalam menyebarkan dakwah Islam.

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami pertihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S.Al-Israa:1) Isra Miraj adalah peristiwa luar biasa yang dialami Rasulullah pada malam 27 Rajab tahun ke 12 kenabian, begitu luar biasanya sehingga Allah mengfirmankan ayat yang menjadi petunjuk mengenai hal tersebut dengan kata SUBHANA, sebuah ungkapan ketika melihat kejadian yang menakjubkan. Menurut imam Al Harits : Tasbih itu berfungsi sebagai bantahan yang menolak kepada orang-or-ang kafir, karena setelah nabi Muhammad SAW menceritakan kepada mereka tentang Isra mereka mendustakannya. Jadi artinya adalah bahwa Maha Suci Allah dari menjadikan seorang Rasul yang bohong. Isra dan Miraj merupakan dua kejadian yang berkesinambungan dan kesatuan yang tidak terpisahkan. Isra berarti perjalanan dimalam hari sedang miraj adalah tangga alat naik. Peristiwa Isra Miraj bermula ketika Malaikat Jibril AS mendapat perintah dari Allah untuk menjemput Nabi Muhammad SAW untuk menghadap Allah SWT. Jibril membangunkan Rasul dan membimbing-nya keluar Masjidil Haram ternyata diluar masjid telah menunggu kendaraan bernama Buraq sebuah kendaraan yang kecepatannya lebih cepat dari kecepatan rambat cahaya dan setiap langkahnya sejauh mata memandang. Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, turunlah dan kerjakan shalat. Rasulullahpun turun. Jibril berkata, dimanakah engkau sekarang ? tidak tahu, kata Rasul.

Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah , kata Jibril. Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu. Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : Siapakah mereka ? Saudaramu para Nabi dan Rasul. Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha. Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm : 13 18). Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan. Allah berfirman yang artinya: Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya. Rasul membaca lagi yang artinya: Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat. Berfirman Allah SWT : Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur. Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku. Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha. Jibril berkata : Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur. Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu. Kemudian Jibril berkata : Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga

melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh. Mandapat Mandat Shalat 5 waktu Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra Miraj, tetapi mengapa Isra Miraj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra, Miraj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa IsraMiraj tersebut. Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : Apabila pengabdian, sholat dan doa yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al Quran 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Itulah kalimat pembuka dalam salah satu khutbah solat jumat. Saya sangat tergugah dengan kalimat itu. Lalu khotib melanjutkan lagi bahwa kejadian yang menimpa siapapun, baik itu diri kita sendiri, orang tua, teman, ataupun orang lain, pasti ada hikmah yang bisa kita ambil. Hikmah yang bertebaran di dunia ini. Hikmah yang dapat dipetik bagi siapapun yang mau terbuka dalam melihat kejadian apapun di dunia ini. Dalam ceramahnya, dia mencoba untuk mengambil hikmah dalam momentum isro miraj. Banyak hikmah yang bisa diambil dari peristiwa yang sangat bersejarah ini. Sebuah peristiwa yang menjadikan umat muslim di seluruh dunia mendapat perintah sholat lima waktu. Saat Nabi Muhammad saw berada di masjidil aqsa setelah melakukan isra dari masjidil haram, Beliau mendapatkan sebuah gambaran dari malaikat. Sebuah gambaran yang menjelaskan keadaan orang yang beriman dan orang yang mengingkari Allah. Malaikat memerlihatkan sebuah daging yang segar, sehat, dan siap untuk dihidangkan. Lalu Nabi bertanya, Wahai malaikat, apa maksud dari daging ini ?

Ini adalah gambaran seorang suami yang tidak selingkuh terhadap istrinya yang sangat baik, solehah. Dan ini juga merupakan gambaran seorang istri yang tidak meninggalkan suaminya yang soleh. Kemudian, malaikat menunjukkan sebuah daging mentah yang sudah busuk. Nabi kembali bertanya, Lalu yang ini, apa maksudnya wahai malaikat ? Ini adalah gambaran seorang suami atau istri yang selingkuh dan meninggalkan pasangannya yang soleh dan solehah. Setelah malaikat memperlihatkan gambar daging tadi, diperlihatkan suatu pemandangan yang sangat mengerikan. Nabi diperlihatkan seorang yang sedang membenturkan kepalanya ke sebuah dinding. Setelah kepalanya hancur, kembali lagi utuh kepalanya, lalu orang itu lagilagi membenturkan dengan keras kepalanya ke dinding itu sampai kepalanya hancur kembali. Kejadian itu terus berulang. Kemudian Malaikat ditanya kembali oleh Nabi, Sedangkan yang ini, kenapa orang itu terus membenturkan kepalanya hingga hancur ? Itu adalah gambaran orang yang tidak pernah sholat. Apa hikmah dari percakapan antara nabi dan malaikat itu ?, Hikmahnya adalah bahwa dalam pertemuannya dengan malaikat, Nabi Muhammad saw, selalu bertanya kepada malaikat. Nabi bertanya karena Beliau tidak tidak tahu dan tidak paham. Nabi saja suka bertanya, apalagi kita sebagai manusia dimana tempat ketidaktahuan dan kelemahan, maka kita pun seharusnya punya keinginan untuk selalu mencari tahu. Dengan cara apa ? Ya, dengan bertanya salah satunya. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi. Janganlah diri kita ini merasa sudah cukup tahu, tanpa mau untuk belajar lagi. Karena belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak akan pernah berhenti, kapanpun dan dimanapun. Setelah itu, nabi kembali bepergian. Kali ini nabi melakukan perjalanan ke sidratul muntaha, sebuah tempat di langit dimana kita belum mengetahui keberadannya. Yang terpenting adalah kita meyakini dengan keimanan yang kita miliki. Di tempat inilah Nabi mendapat perintah shalat 5 waktu. Akan tetapi perintah shalat 5 waktu itu tidak langsung diberikan. Pada awalnya nabi mendapat perintah shalat 50 waktu. Ya, 50 waktu dalam sehari. Lalu nabi turun dari langit dan bertemu dengan nabi Musa. Nabi Musa memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad terkait perintah shalat 5 waktu ini. Umatmu tidak akan sanggup untuk mengerjakannya, bahkan umatku pun tidak akan sanggup. Lalu nabi kembali ke sidratul muntaha untuk memohon keringanan kepada Allah agar dikurangi jumlah waktu shalatnya. Akhirnya Allah menurunkan menjadi 45 waktu sholat. Kembali lagi nabi bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa menasihatinya bahwa jumlah itu masih akan membuat umat nabi Muhammad tidak sanggup mengerjakannya. Setelah mendapat nasihat kembali, Nabi melakukan perjalanan ke langit lagi untuk bertemu dengan Allah, kembali untuk memohon pengurangan jumlah waktu sholat. Kembali lagi Allah mengurangi 5 waktu menjadi 40.

Hal ini terus berlangsung hingga nabi bulak-balik sebanyak 9 kali ! Sehingga pada akhirnya jumlah waktu shalat dalam sehari hanya 5 waktu. Subhanallah. Saat saya mencoba membayangkannya, saya merasa tidak sanggup. Sembilan kali Nabi bulak-balik untuk bertemu dengan Allah untuk memohon keringanan jumlah waktu shalat. Allahu akbar.. Apa hikmah dibalik peristiwa yang sungguh luar biasa ini. Setidaknya ada tiga hikmah yang bisa kita petik dan kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, kita harus belajar untuk mendengarkan. Nabi Muhammad berusaha untuk mendengarkan Nabi Musa. Beliau memeperhatikan nasihatnya. Beliau tidak merasa beliau yang paling hebat. Di sini nabi memperlihatkan kepada kita kemampuan nabi dalam berkomunikasi, yaitu berusaha untuk menjadi pendengar yang baik. Kita bisa mengambil hikmah tersebut bahwa kita pun masih harus lebih banyak mendengar orang lain, ketimbang berbicara terus yang mungkin membuat orang lain kurang nyaman. Mengapa Allah menciptakan telinga berjumlah dua, sedangkan mulut hanya satu. Salah satu hikmahnya adalah bahwa kita sebaiknya lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara. Kedua, jangan pernah menyerah. Apakah nabi menyerah ketika harus bulak-balik ke langit ? Apakah Nabi merasa sudah cukup sampai 30 waktu saja untuk perintah shalat bagi umatnya ?. Tidak, Sama sekai Beliau tidak menyerah. Beliau merasa hal tersebut masih memberatkan, maka beliau terus berusaha dan berusaha dengan bulak-balik sebanyak 9 kali memohon agar Allah menguranginya. Apakah Beliau mengeluh ? tidak.. Apakah beliau menggerutu ? tidak.. Subhanallah. Kita pun seharusnya tidak pernah menyerah. Kita pun seharusnya berupaya untuk tidak pernah mengeluh dan menggerutu dalam menghadapi persoalan hidup ini. Kita harus berusaha terus dalam mengejar cita-cita kita. Jangan menyerah di tengah jalan. Ya Allah berilah kami kekuatan dalam menjalani hidup ini ! Yang ketiga adalah hormatilah orang tua. Nabi Musa lebih dahulu dari Nabi Muhammad, sehingga nabi sangat menghormatinya. Seharusnya kita pun selalu berupaya menghormati orang yang lebih tua dari kita, baik itu orang tua, guru, ataupun orang lain. Dengan menujukkan rasa hormat kita kepada mereka menunjukkan kedewasaan diri kita. Yup,itulah beberapa hikmah dari dari persitwa besar Isra Miraj. Sudah tentu banyak hikmah yang masih bisa dipetik, jika kita mau lebih terbuka melihatnya.

Banyak wacana di seputar peristiwa Isra wal Miraj Nabi SAW. Sebagian saya tuliskan di bawah ini. Namun satu hal yang ingin saya sampaikan di sini adalah, sisi lain arti di balik peristiwa besar ini. Semua sepakat (walau ada yang berpendapat lain), bahwa dalil naqli isra adalah surat Al-Isra ayat pertama. 1. Hukum Peringatan Isra wal Miraj: Sampai sekarang masih menjadi polemik perihal boleh dan tidaknya peringatan hari Isra dan Miraj setiap tanggal 27 Rojab. Di zaman nabi sendiri tidak pernah diperingati. Nabi Muhammad adalah orang yang paling banyak memberi nasehat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya dengan sebaik-baiknya, dan menjalankan amanat Tuhannya dengan sempurna, oleh karena itu jika upacara peringatan malam isra dan miraj serta bentuk bentuk pengagungannya itu berasal dari agama Allah, tentunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, jelaslah bahwa upacara dan bentuk bentuk pengagungan malam tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Sumber di link ini. 2. Pengertian Isra wal Miraj: Isra wal Miraj Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan Shalat lima waktu sehari semalam. Isra Miraj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 11 Hijriah. Pada peristiwa Isra Miraj dapat dikatakan terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda.

Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW diberangkatkan oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Miraj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan Shalat lima waktu. Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih. Seringkali masyarakat menggabungkan Isra wal Miraj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Miraj merupakan dua peristiwa yang berbeda, seperti yang sudah dijelaskan di atas. 3. Sidratul Muntaha: Sidratul Muntaha berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara. Sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut: Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), QS An-Najm, 53:41-42. Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Quran, yaitu pada ayat: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. QS. An-Najm, 53:13:14. Sidratul Muntaha digambarkan sebagai pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buahbuahannya seperti bejana batu, sebagaimana diutarakan dalam hadits: Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Shashaah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Miraj, dan di dalamnya: Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu. Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. HR al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164). Jika Allah memutuskan sesuatu, maka bersemilah Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Masud radhiyallahu anhu adalah permadani emas. Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Miraj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu. Kalau kita lihat dan simak bersama surat Al-Isra ayat pertama: ()

Artinya: Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya [1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. [1] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya. Kata Subhan diartikan Maha Suci, sepertinya kurang pas dengan kontek Isra yang merupakan Perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Hemat saya, ya kembali saja ke makna dasarnya. Kata subhan berangkat dari kata sabaha artinya berenang. Jadi subhan mestinya ya renang atau sepadan itu. Jadi kalau Allah meng israa kan Rasulullah SAW wajar, karena Allah memang Maha Menggerakkan, bukan sekedar maha suci. Bagimana bila kita pahami via kontek sains? Perlu diketahui, beberapa kesepakatan ilmiah di kalangan saintis, khususnya fisikawan bahwa ada hal-hal ganjil yang akan terjadi bila benda berada pada kecepatan tinggi. Konsep ini disebut Relativitas (khususn dan umum) oleh sang penemunya yakni simbah Einstein. Relativitas, adalah teori yang saat ini menjadi pusat ilmu pengetahuan. Teori ini terdiri atas Relativitas Khusus dan Umum. Dua teori ini pun memiliki sejarah yang berbeda.

Relativitas Khusus diterima dalam beberapa tahun setelah Albert Einstein mengumumkannya. Dan ini terjadi di tengah derasnya peristiwa-peristiwa ilmiah, dan karena ini menjawab pertanyaan yang membingungkan banyak ilmuwan. Teori ini juga memiliki kegunaan dalam bidang-bidang utama riset yang dilakukan saat itu, seperti fisika nuklir dan mekanika kwantum. Saat ini, relativitas khusus menjadi alat sehari-hari bagi para ahli fisika yang meneliti susunan materi dan gaya yang menyatukannya. Relativitas Umum berlaku dalam skala yang jauh lebih besar, pada bintang-bintang, galaksi, dan ruang angkasa yang luas. Dibutuhkan waktu lebih lama untuk diterima, karena teori ini tampaknya tidak memiliki kegunaan prakltis. Einstein menggunakannya untuk menjelaskan kesederhanaan dan tatanan di balik alam semesta. Teori ini baru dapat diuji tahun 1960-an setelah akselerator partikel raksasa dan perlatan lain ditemukan menjadi lebih kuat. Relativitas khusus meramalkan bahwa ketika sebuah objek mendekati kecepatan cahaya, maka akan terjadi hal-hal ganjil sebagai berikut: 1. Waktu melambat: Ini disebut dilatasi waktu. Ini diamati tahun 1941 dalam ekperimen partikel atom berkecepatan tinggi yang disebut muon. Ini juga ditunjukkan tahun 1971, ketika jam yang amat sangat akurat, diterbangkan dengan cepat keliling dunia di atas pesawat terbang jet.

Setelah dua hari,jam itu berkurang sepersekian detik dibandingkan dengan jam yang sama di permukaan bumi, karena jam itu bergerak lebih cepat. 2. Objek mengecil. Objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, akan mengalami pemendekan sesuai arah geraknya. Kalau roket antariksa bisa bergerak dengan separoh kecepatan cahaya, panjangnya akan sekitar enam per tujuh panjang aslinya di landasan luncur. Efek ini sudah diteliti sejak tahun 1890-an. 3. Massa objek bertambah. Ini artinya objek akan bertambah berat. Ini sudah diperlihatkan berulang kali dengan eksperimen partikel yang bergerak dengan kecepatan tinggi seperti elektron. Dari ide inilah Eistein mengembangkan rumus terkenalnya E = mc. Mungkinkah manusia bisa bergerak secepat cahaya? Seiring bertambahnya massa orang tersebut, maka gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya bergerak lebih cepat lagi juga terus bertambah. Pada hampir kecepatan cahaya, massa akan begitu besar sampai gaya yang dibutuhkan untuk memberikan dorongan ekstra itu akan sangat besar sampai mustahil. Akibatnya kecepatan cahaya tidak akan benar-benar tercapai. Lalu, bagaimana sebenarnya Rasulullah SAW ber Isra wal Miraj..? Pertama, yang ingin saya uraikan disini adalah istilah Buroq. Buroq dipercaya oleh sebgian kita, sebagai tunggangan (alat transportasi utama) Rosulullah SAW saat melakukan perjalanan Isra wal Miraj. Selama ini istilah Buroq diartikan sebagai sejenis hewan katakanlah kuda yang berkaki empat dan berkepala manusia. Berikut antara lain penjabaran istilah Buroq, dalam Mushonnif Ibnu Abi Syaibah, juz: 8, hal: 446:

)8( : )( )( )( : :

: )( . Dari riwayat di atas, maka istilah Buroq adalah semisal peranakan keledai dan kuda, yakni baghal. Baik kuda maupun keledai memiliki kaki empat, hanya dalam pengejawantahan para ulama (pedesaan) selama ini, kepala Buroq adalah bewujud kepala manusia yang sangat tampan, wa Allahu alamu. Nah, mari kita maknai Buroq dengan lebih mendasar. Sebuah makna yang memiliki dasar, baik aqli (nalar) lebih2 naqli (syari)nya. Lalu dengan adanya pemahaman Buroq yang lebih pas, kita akan mencoba melihat kebenaran Isra wal Miraj ini. Buroq berasal dari kata

, dan kata ini berangkat dari kata dasar

yang berarti kilatatau petir, yakni percikan cahaya. Jadi adalah cahaya, atau dengan kata lain,Sarana Transportasi Rosulullah SAW saat Isra wal Miraj adalah Pesawat dengan Kecepatan Cahaya. Berangkat dari beberapa efek relativitas di atas, bahwa satu hal yang pasti adalah semua efek yang timbul akibat adanya teori Relativitas simbah Einstein belum final secara frontal. Dilatasi waktu misalnya memang sudah dibuktikan lewat perangkat jam digital super sensitif, namun dampak masih sangat bertambah entah semakin melambat atau malah justru akan mengalami titik balik dan lalu bukan melambat tetapi bertambah cepat, semuanya hanya Sang Pencipta semua hukum alam ini-ALLAH SWT, yang Maha Tahu. Begitu pun 3 efek lainnya. Cahaya sendiri sebagai sebuah paket energi dalam teori kuantum, ternyata merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik sangat mungkin memiliki beragam kecepatan, terlebih bila melalui medium berbeda. Jadi bisa jadi ketika malam Isra wal Miraj, medium alam ini mengalami penurunan indeks bias, sehingga laju sang Buroq menjadi sangat cepat. Cahaya, seperti yang kita pahami memiliki kecepatan 300.000.00 m/s. Dengan kecepatan ini saja, sang Buroq sudah mampu berkeliling Bumi sebanyak 8 kali dalam satu detik. Maka jarak Mekkah-Palestina saat Rosulullah SAW berisra yang hanya kl 1.250 km, sangat mungkin terjadi. Selanjutnya, berapa lebar atau panjang alam semesta ini, berapa jauh Rosulullah SAW melintasi tujuh lapis langit..? Pertayaan ini sukar untuk dijawab, sebab Alam Semesta sedang mengembang. Jadi tergantung sisi pandang mana pertanyaan tentang lebar alam semesta ini ditanyakan Setidaknya ada 4 skala jarak-perbedaan yangmasyhur di kalangan kosmologi:

(1) Luminosity Distance DL In an expanding universe, distant galaxies are much dimmer than you would normally expect because the photons of light become stretched and spread out over a wide area. This is why enormous telescopes are required to see very distant galaxies. The most distant galaxies visible with the Hubble Space Telescope are so dim that they appear as if they are about 350 billion light years away even though they are much closer. Luminosity Distance is not a realistic distance scale but it is useful for determining how faint very distant galaxies appear to us. (2) Angular Diameter Distance DA In an expanding universe, we see the galaxies near the edge of the visible universe when they were very young nearly 14 billion years ago because it has taken the light nearly 14 billion years to reach us. However, the galaxies were not only young but they were also at that time much closer to us. The faintest galaxies visible with the Hubble Space Telescope were only a few billion light years from us when they emitted their light. This means that very distant galaxies look much larger than you would normally expect as if they were only about 2 or 3 billion light years from us (although they are also very very faint see Luminosity Distance). Angular Diameter Distance is a good indication (especially in a flat universe like ours) of how near the galaxy was to us when it emitted the light that we now see. (3) Comoving Distance DC The Comoving Distance is the distance scale that expands with the universe. It tells us where the galaxies are now even though our view of the distant universe is when it was much younger and smaller. On this scale the very edge of the visible universe is now about 47 billion light years from us although the most distant galaxies visible in the Hubble Space Telescope will now be about 32 billion light years from us. Comoving Distance is the opposite of the Angular Diameter Distance it tells us where galaxies are now rather than where they were when they emitted the light that we now see. (4) Light Travel Time Distance DT The Light Travel Time Distance represents the time taken for the light from distant galaxies to reach us. This is what is meant when it is said that the visible universe has a radius of 14 billion light years it is simply a statement that the universe is about 14 billion years old and the light from more distant sources has not had time to reach us. Light Travel Time Distance is as much a measure of time as a measure of distance. It is useful mainly because it tells us how old the view of the galaxy is that we are seeing. Kiranya, medium memang menentukan cepat-rambat laju cahaya, maka perjalanan isra wal Miraj Rosulullah SAW adalah peristiwa yang sangat niscaya. Dalam diskusi dengan Pak Marufin, beliau memaparkan tulisannya: Dalam A Brief History of Time-nya, fisikawan Stephen Hawking dengan merendah mengatakan seluruh model jagat raya kontemporer yang dibangun oleh para

fisikawan/astrofisikawan masa kini (termasuk dirinya, Roger Penrose, Bekenstein, Carl Sagan dll) berdasarkan pada asumsi bahwa Relativitas Umum dan Mekanika Kuantum itu benar. Dari statemen ini memang terbuka peluang bahwa mungkin saja baik Relativitas Umum ataupun Mekanika Kuantum itu tidak benar. Namun jika kita merujuk pada fakta-fakta yang ada di jagat raya ini, kita fokuskan ke Relativitas Umum, ada sangat banyak fenomena yang menunjukkan kesahihan teori ini. Tak perlu jauh-jauh melangkah ke lubang hitam alias black hole, fenomena itu merentang mulai dari yang paling sederhana seperti langit malam yang tetap gelap padahal kita tahu ada milyaran bintang yang selalu bersinar di sana (paradoks Olber), presesi perihelion Merkurius (dimana titik perihelion planet ini selalu bergeser dalam tiap revolusinya, yang secara akumulatif mencapai 43 detik busur per abad), pembengkokan lintasan cahaya dan gelombang radar di dekat Matahari seperti ditunjukkan dalam Gerhana Matahari maupun pemuluran waktu tunda gema radar dari oposisi Venus, hingga melimpahnya foton gelombang mikro bersuhu amat rendah (2,725 K) yang tersebar homogen di segenap penjuru jagat raya tanpa terkait dengan kumpulan galaksi maupun bintang-bintang, foton yang kita kenal sebagai cosmic microwave background radiation. Dengan bekal kesahihan Relativitas Umum ini (dan juga kesahihan Mekanika Kuantum) kita sekarang bisa memperkirakan dengan ketelitian tinggi bagaimana dinamika jagat raya kita sejak bayi hingga sekarang. Relativitas Umum menunjukkan bahwa jagat raya kita ini terdiri dari empat dimensi, dengan tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu (dalam sumbu imajiner) yang saling mempengaruhi sehingga membentuk entitas baru yang disebut ruang-waktu (spacetime), dimana disini tak ada lagi waktu mutlak karena waktu sepenuhnya bergantung kepada ruang, dan sifat ruang-waktu sepenuhnya bergantung kepada distribusi massa yang ada didalamnya. Sehingga sifat ruang-waktu di Bumi misalnya, jelas berbeda dengan ruang-waktu di Matahari ataupun bintang maharaksasa merah Antares tetangga kita, apalagi dengan bintang neutron dalam inti Crab Nebulae. Hawking menggambarkan ruang-waktu dalam jagat raya kita sebagai melengkung mirip gelembung balon, dengan permukaan balon sebagai ruang-waktu dan disinilah tempat kedudukan galaksi dan bintang-bintang. Seberapa besar dimensi jagat raya? Besarnya ~1025 meter (13,7 milyar tahun cahaya). Dalam tiap meter kubik jagat raya terdapat 400 juta foton namun hanya ada 0,4 nukleon (nukleon = proton + neutron, penyusun atom-atom termasuk yang menyusun tubuh manusia). Cahaya, demikian pula foton pada spektrum elektromagnetik lainnya, hanya bisa bergerak pada permukaan gelembung ini meski tetap saja bisa menemukan jarak terpendek untuk menempuh titik-titik yang terpisah jauh (ini lebih mudah dipahami jika kita mempelajari trigonometri segitiga bola). Namun, Subhanallah, struktur yang luar biasa besarnya ini tidaklah statis. Ia terus mengembang, dan jika diproyeksikan jauh ke masa silam (tepatnya ke 13,7 milyar tahun silam), kita mengetahui saat itu jagat raya hanyalah berbentuk titik berdimensi ~10-35 meter dengan densitas 1096 kg/m3 dan bersuhu 1032 K. Inilah titik singularitas dentuman besar (alias big bang), awal lahirnya sang waktu. Apa isinya? Campuran quark dan lepton, partikelpartikel elementer penyusun nukleon, yang secara kasar bisa disebut plasma atau asap (bandingkan dengan Q.S. Fushshilat : 11). Dari titik awal ini jagat raya dengan cepat mengembang hingga pada 1 detik pertama saja dimensinya telah 10 tahun cahaya dan quarkquark didalamnya telah mulai membentuk nukleon. Dalam 3 20 menit pasca big bang,

nukleon-nukleon mulai bereaksi membentuk Detron (inti Deuterium), Helium dan sebagainya sehingga komposisi jagat raya terdiri dari 75 % Hidrogen dan 24 % Helium, yang masih bertahan hingga kini. Namun dibutuhkan waktu 300.000 tahun pasca big bang hingga jagat raya ini benar-benar dingin sehingga proton bisa bergabung dengan elektron membentuk atom Hidrogen, demikian pula detron bergabung dengan elektron membentuk atom Deuterium dan sebagainya, tanpa terpecahkan kembali oleh foton (note : menariknya, coba bandingkan angka 300.000 tahun ini dengan Q.S. al-Maaarij : 4 dan Q.S. as-Sajdah : 4 secara bersama-sama). Nah, sekarang kembali ke Isra Miraj. Dalam pendapat saya, jika kita lihat konteks 14 abad silam di Jazirah Arabia, persitwa Isra Miraj sebagai ujian keimanan memang mendatangkan ketakjuban bagi penduduk Quraisy masa itu dan jelas ini terkait dengan ruang (baca : jarak) dan waktu. Ketika transportasi masa itu masih menggunakan unta ataupun kuda, dan kita tahun berapa lama perjalanan antara Makkah dan Masjidil Aqsha di Yerusalem, yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk pergi pulang, maka ketika Nabi SAW menjalani Isra itu (dan juga Miraj) hanya dalam semalam, tentu saja hal ini mendatangkan kegemparan. Tidak masuk di nalar zaman itu dan saya rasa disinilah memang ujian keimanan itu. Dengan perkembangan masa, saya pikir tidaklah menjadi masalah jika peristiwa itu misalnya dicoba untuk dianalisis dengan ilmu yang sejauh ini diketahui manusia, guna menjelaskan kira-kira apakah yang terjadi meski memang tidak 100 % benar. Dan sejauh ini, menurut hemat saya, yang bisa menjelaskan sebagian (ingat, sebagian saja) dari peristiwa ini ya Relativitas Umum itu. Mari kita tinjau Miraj. Nabi SAW bermiraj dari al-Aqsha ke Sidratil Muntaha, tempat yang jauh. Dimanakah tempat yang jauh itu? Pas zaman saya SD di buku agama tertulis itu berada di Pluto, karena antara Bumi dan Pluto terbentang tujuh planit dengan Bumi ikut dihitung (yang ditafsirkan tujuh langit). Dan pada 2008 ini, dimanakah tempat terjauh itu? Kalo kita bicara pada jagat raya kita, berdasarkan spektra yang bisa dilihat dan diterjemahkan oleh indera kita, tempat itu ada di quasar CFHQS 1641 + 3755 yang jauhnya 12,7 milyar tahun cahaya. Mari anggap Sidratil Muntaha waktu itu ada di jagat raya kita, dan bertempat pada jarak sejauh itu. Nah bagaimana caranya ke sana? Dengan kendaraan secepat cahaya pun manusia baru akan sampai ke sana setelah 12,7 milyar tahun. Padahal Nabi SAW menempuhnya hanya dalam semalam (maksimum 12 jam). Jika merujuk Relativitas Umum, sebenarnya ada mekanisme yang memungkinkan untuk memintas ruang-waktu seperti itu. Ada yang disebut lubang cacing (wormhole) yang memungkinkan sebuah obyek memintas ruang-waktu dan sampai di bagian lain dari jagat raya ini dengan cepat. Dan lubang cacing ini selalu berujung pada singularitas lokal, seperti lubang hitam ataupun lubang putih. Meski dalam lubang hitam ini gravitasinya memang demikian kuat hingga foton pun takkan bisa melepaskan diri darinya, namun kita tahu bahwa asas ketidakpastian Heisenberg dan entropi lubang hitam mengatur bahwa ada foton yang bisa keluar dari kungkungan gravitasi ini, yang dikenal sebagai radiasi Hawking.

So, dalam pendapat saya, ketika bermiraj Nabi SAW melewati terowongan ruang-waktu yang berujud lubang cacing ini untuk menuju ke Sidratil Muntaha pergi pulang. Namun apakah memang benar-benar demikian? Wallahualam, ini hanya pengandaian.