hedonisme dalam al-qur’an

85
HEDONISME DALAM AL-QUR’AN ANALISIS TERHADAP PANDANGAN QURAISH SHIHAB ATAS SURAT AT-TAKATSUR DALAM TAFSIR AL-MISBAH SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memproleh Gelar Sarjana Strata Satu ( S,1) dalam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama SURATUL YATIMAH NIM : UT.150232 PRODI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019 Di Susun Oleh:

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

34 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

ANALISIS TERHADAP PANDANGAN QURAISH SHIHAB

ATAS SURAT AT-TAKATSUR DALAM TAFSIR AL-MISBAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memproleh Gelar Sarjana Strata

Satu ( S,1) dalam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

SURATUL YATIMAH

NIM : UT.150232

PRODI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Di Susun Oleh:

Page 2: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 3: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 4: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 5: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 6: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 7: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 8: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 9: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 10: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

DAPTAR ISI SKRIPSI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

NOTA DINAS .................................................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................................... iii

PENGESAHAN ................................................................................................................. iv

MOTTO ................................................................................................................................ v

PERSEMBAHAN ............................................................................................................. vi

ABSTRAK .......................................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... viii

DAPTAR ISI ....................................................................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... .1

B. Permasalahan .......................................................................................... .8

C. Batasan Masalah..................................................................................... .8

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... .8

E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... .9

F. Metode Penelitian .................................................................................. 13

G. Sitematika Penulisan ............................................................................. 15

BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN TAFSIR AL-MISBAH

1. Biografi Mufassir ................................................................................... 16

a. Potret Kehidupan dan Perjalanan intelektual ........................ 16

b. Aktivitas Keilmuan ....................................................................... 18

c. Politik dan Perjuangan. ................................................................ 20

d. Pemikiran dan Hasil Karya......................................................... 23

Page 11: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

2. Kitab Tafsir Al-Misbah ............................................................. 24

a. Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Al-Misbah ............... 24

b. Sistematika Penulisan Al-Misbah......................................... 24

c. Metode dan Corak Al-Misbah .............................................. 26

d. Karakteristik Tafsir Al-Misbah ............................................ 27

BAB III KONSEP HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN DALAM AL-QURAN

A. Hedonis/Bermegah-Megahan ................................................. 29

1. Pengertian Hedonis ....................................................... 29

2. Sejarah Kemunculan Hedonis....................................... 22

3. Aspek-aspek Hedonis ................................................... 34

4. Ciri-ciri dan Bentuk Hedonis ........................................ 35

5. Faktor-faktor Penyebab Hedonis .................................. 35

B. Konsep Hedonis Yang Dilarang Al-Qur’an ........................... 36

1. Larangan Berlebihan Dalam Hal Harta ........................ 36

2. Larangan Tamak Dalam Hal Harta ............................... 38

C. Ayat-Ayat dan Asbab Nuzul Tentang Hedonis ...................... 41

BAB IV PENAFSIRAN QURAIS SHIHAB TENTANG LARANGAN HIDUP

HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN

A. Penafsiran Qurais Shihab Tentang Bermegah-megahan ........ 45

B. Pandangan Para Mufassir Lain Tentang At-Takatsur ............ 64

C. Kelebihan dan kekurangan isi penafsiran .............................. 65

BAB V PENUTUP ......................................................................... .............. 68

A. KESIMPULAN ...................................................................... 68

B. SARAN-SARAN ................................................................... 69

C. KATA PENUTUP .................................................................. 69

DAPTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURICULUM VITAE

Page 12: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era modern ini, kita telah melihat dan menyaksikan pola kehidupan di

sekeliling kita bahwa ada semacam persaingan antar masyarakat, dimana gaya

hidup yang mereka terapkan condong kepada berlebihan, bermegah-megahan,

boros dan sebagainya, sehingga melahirkan kesombongan di tengah-tengah

mereka. Mereka beranggapan bahwa hal seperti demikian adalah sebuah

persaingan padahal semua itu akan mengarah kepada jurang kehancuran. Hal

inilah yang harus diwaspadai selalu agar kita tidak ikut-ikutan ke dalam pola

hidup tersebut.1

Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktifitas,

minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan

status sosialnya. Gaya hidup merupakan kebiasaan atau adat yang dipakai

seseorang dalam bertingkah laku dan akan membentuk pola perilaku tertentu.

Perubahan yang terjadi dalam gaya hidup biasanya cenderung dalam aspek

membanggakan diri, berlebihan dan berfoya-foya. Hal inilah yang harus

diperhatikan oleh seseoramg agar tidak terjerumus ke dalam hal tersebut.

Gaya hidup hedonis (bermegah-megahan) sangat menarik menurut mereka,

daya fikirnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat mereka mudah

terpengaruh oleh gaya hidup ini. Fenomena yang munculnya adanya

kecenderungna untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serba berkecukupan

tanpa harus memikirkan hasil tersebut mereka peroleh dari mana. Pelaku hedonis

apabila dibiarkan, ini akan menjadi racun dalam diri seseorang. Membiarkan

racun bersarang dalam diri sama artinya menyediakan pembunuh karakter dalam

diri seseorang.2

1 Muhaimin, Nuansa Baru dalam Pendidikan Islam bahayanya hedonisme, (Jakarta:

Rajawali Pres, 2006), 165 2 Muhaimin, Nuansa Baru dalam Pendidikan Islam,166

Page 13: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

2

Hedonis itu sendiri adalah pandangan hidup atau ideologi yang diwujudkan

dalam bentuk gaya hidup dimana kenikmatan atau kebahagiaan pribadi menjadi

tujuan utama dalam menjalani hidup seseorang. Secara etimologi, hedonis diambil

dari bahasa Yunani, yaitu “hedone” yang artinya adalah kemegahan dan

kesenangan. Secara sederhana pengertian hedonis mengacu kepada paham

kemegahan dan kesenangan terhadap kenikmatan. Jadi orang yang menganut

paham ini beranggapan bahwa kebahagiaan dan kesenangan bisa diraih dengan

melakukan banyak kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan di

dunia.3

Gaya hidup hedonis disebabkan oleh rendahnya akhlak dalam diri seseorang

sehingga yang tertanam dalam diri mereka adalah sifat kesombongan, merasa

lebih segalanya sehingga orang lain kecil dalam pandangan mereka. Kita sering

melihat dengan seksama kejadian-kejadian yang terjadi disekililing kita akhir ini,

kejahatan sosial marak terjadi di mana-mana. Terutama di kota-kota besar, ketika

perut telah lama tidak dipenuhi oleh tuntutannya, sedangkan sederet mobil mewah

silih berganti parkir di depan berbagai restoran cepat saji di sepanjang jalan, atau

ketika para perempuan berseliweran menenteng shopping-bag yang tertempel di

depannya berbagai merek terkenal, melewati para perempuan gembel di

penyebrangan jalan yang mengadahkan tangannya hanya sekedar menggugurkan

tuntutan anak-anaknya di bawah kolong jembatan yang dengan setia menanti

segenggam makanan. Dan sederet lukisan mengenaskan yang menggambarkan

betapa luasnya jarak bentang antara yang hidup kaya dan yang hidup sensara.

Inilah dampak dari gaya hidup hedonis sehingga sikap kepekaan dan sikap perduli

terhadap seksama tidak ada lagi, mereka lebih mementingkan kehidupannya

sendiri tanpa memperdulikan kejadian-kejadian yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat.4

3 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),

394 4 Hizbullah, Kumpulan Khitobah Pilihan,Tentang Bahayanya Hedonis, (Pekalongan:

Pustaka Amani, 1983) 7-8

Page 14: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

3

Secara sepintas hedonis/bermegah-megahan juga identik dengan sifat

sombong yang dimiliki oleh seseorang untuk memamerkan kekayaan dan harta

yang ia miliki padahal kesombongan tersebut merupakan suatu sifat yang akan

mencelakakannya pada hari kiamat kelak karena salah satu orang yang paling

dimurkai oleh Allah adalah orang yang menyombongkan dirinya.

Hedonis (bermegah-megahan) merupakan bagian dari akhlak yang tercela,

yang harus dihindari oleh setiap orang. Al-Qur‟ an dan As-Sunnah telah

memberikan gambaran tentang bahayanya hal tersebut. Karena dapat melalaikan

seseorang, di samping itu juga sifat tersebut dapat memberikan dampak negatif

kepada orang yang memilikinya dan berdampak negatif kepada orang lain.

Sehingga Al-Qur‟ an maupun As-Sunnah memerintahkan kita untuk

menghindarinya.5

Keinginan mendapatkan sesuatu adalah suatu hal yang wajar, dan merupakan

fitrah bagi setiap diri manusia dan semua itu dibolehkan di dalam Al-Qur‟ an dan

hadis Nabi, hanya saja Al-Qu‟ an dan hadis memberikan aturan kepada seseorang

agar tidak berlebihan dan bermegah-megahan dalam itu. Hal ini sesuai dengan firman

Allah yang termaktub di dalam Al-Qur‟ an Surah At-Takaatsur.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam

kubur”. (QS. At-Takaatsur: 102).6

Menurut Qurais Shihab kata alhakumu yang artinya telah melengahkan

kamu terambil dari kosakata arab laha-yalha yakni menyibukkan diri dengan

sesuatu, sehingga mengabaikan yang lain yang biasanya lebih penting. Sedangkan

kata at-takaatsur terambil dari kata katsratu yang artinya banyak. At-Takaatsur

menunjukkan adanya dua pihak atau lebih yang bersaing, semua berusaha

memperbanyak,seakan-akan sama-sama mengaku memiliki lebih banyak dari

5 Muhyiddin Thahir, “Tamak dan Bermegah-Megahan dalam Perspektif Hadis”, Jurnal (Jogjakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2013), 14

6 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Juz X (Jakata: Lentera Hati, 2015), 759

Page 15: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

4

pihak lain atau saingannya. Tujuannya adalah berbangga-bangga dengan

kepemilikannya. Dari sini kata tersebut digunakan juga dalam arti saling

berbangga-bangga. At-takaatsur adalah persaingan antara dua pihak atau lebih

dalam memperbanyak harta dan gemerlapan duniawi, serta usaha untuk

memilikinya sebanyak mungkin tanpa menghiraukan norma dan nilai-nilai

agama.7

Kecintaan terhadap dunia, kenikmatannya dan keindahannya, telah

melalaikan kamu dari mencari akhirat. Dan itu terus terjadi pada kamu sehingga

kematian mendatangimu dan kamu mendatangi kuburan serta menjadi

penghuninya. Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “At-Takatsur (bermegah-

megahan) mencakup berbangga dengan banyaknya harta, qabilah, kedudukan,

ilmu, dan semua yang memungkinkan terjadi saling berbangga dengannya. Ini

Makna ”telah melalaikan kamu” yaitu, telah menyibukkan kamu sehingga

kamu lalai dari yang lebih penting, yaitu dzikrullah dan melaksanakan ketaatan

kepada-Nya. Perkataan ini ditujukan kepada seluruh umat, namun itu dikecualikan

orang yang disibukkan oleh perkara-perkara akhirat dari perkara-perkara dunia,

dan mereka ini sedikit. Ayat ini juga telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu „alaihi

wa sallam kepada para Sahabat sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut.

“Dari Mutharrif, dari bapaknya, dia berkata, “Aku mendatangi Nabi

Shallallahu „alaihi wa sallam ketika Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam

sedang membaca ayat “Al-hakumut Takatsur”, Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Anak Adam mengatakan, „Hartaku, hartaku!‟ , Beliau

Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda lagi, “Bukankah engkau tidak memiliki harta kecuali harta yang telah engkau makan, sehingga engkau

habiskan; Atau apa yang telah engkau pakai, sehingga engkau menjadikannya usang; Atau apa yang telah engkau sedekahkan, sehingga

7 Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz XIII (Jakrta: Lentera Hati, 2002), 486

Page 16: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

5

engkau meneruskan (yaitu terus memilikinya sampai hari kiamat) (HR-

Muslim).8

Yang dikecam oleh ayat di atas adalah persaingan yang demikian yang

sifatnya mengakibatkan seseorang menjadi lengah dan lalai karena bermegah-

megahan sehingga mengabaikan hal yang lebih penting yaitu, mejaga kerukunan

antar sesama, menjalin tali persaudaraan dan mencintai sesama muslim. Paling

sedikit ada tiga ayat yang menggambarkan faktor-faktor lengahnya yang dapat

melengahkan manusia.

Bermegah-megahan. Ia bukan bermakna membangun rumah yang megah.

Tapi ia terkait dengan mereka yang berbangga-bangga menumpuk harta. Mereka

bersibuk-sibuk dengan kendaraan yang mereka punya. Dan sesudahnya,

kendaraan apa lagi. Sesudahnya, apalagi yang diatasnya.9 Menurut penulis ukuran

dari bermegah-megahan tersebut adalah berlebihan dan tidak merasa cukup

dengan apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut penulis ada sekitar delapan surat di dalam Al-Qur‟ an yang

membicarakan tentang hedonis/bermegah-megahan adalah; di antaranya adalah

surat At-Takatsur ayat 1-8, surat Al-Humazah ayat 2, surat Asy-Syuara‟ ayat

128, dan surat Al-Hadid ayat 20, surat Al-Kahfi ayat 34, surat Al-Hijr ayat 3, surat

An-Nur ayat 37, dan surat Al-Munafiqun ayat 9. karena pada masing-masing ayat

ini menyebutkan bahwa manusia dilalaikan dalam urusan duniawi seperti

mengumpulkan harta, memperkaya diri dengan mengumpulkan aset-aset, padahal

semua itu akan ditinggalkan, maka kemegahana tersebut tidak akan ada akhirnya

kecuali setelah menemui ajal dan kematian telah menjemput.

Kelengahan mengantarkan manusia bersaing tanpa batas sampai-sampai

mengantarkan mereka ke kubur untuk membuktikan betapa besar pengaruh dan

betapa banyak jumlah pengikut mereka atau sampai-sampai mereka pula mereka

menghitung orang-orang yang telah mati di antara mereka. Persaingan itu juga

tidak akan berhenti sampai kamu telah menziarahi kubur, dalam arti sampai kamu

8 Imam Muslim, Shahih Muslim, Vol IV (Beirut: Darl al-Fikr, 1997), hadis no 2958

9 https://www.islampos.com/bermegah-megahan-adakah-itu-kita-4938/ di akses pada tanggal 24 April 2019, pada pukul 06 : 00

Page 17: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

6

dikuburkan, yakni sampai kamu menemukan kematian. Memang menumpuk

harta, memperbanyak pengikut, apabila motivasinya adalah persaingan maka ia

tidak akan pernah berakhir, kecuali dengan kematian.10

Pendapat di atas pun dikuatkan oleh Hamka dalam tafsirnya, kamu telah

diperlalaikan oleh bermegah-megahan, kamu telah lalai, terlengah dan kamu telah

berpaling dari tujuan hidup yang sejati, kamu tidak perhatikan lagi kesucian jiwa,

kecerdasan akal memikirkan hari depan. Telah lengah kamu dari memperhatikan

hidupmu yang akan mati, dan kamu telah lupa dengan perhubunganmu dengan

Tuhan pencipta seluruh alam dan Pencipta dirimu sendiri. Kamu terlalai dan

terlengah dari itu semunya, karena kamu telah diperdayakan oleh kemegahan

harta benda. Sampai kamu berbangga dengan sesamamu manusia, “Aku orang

kaya”, “Aku banyak harta”, “Aku mempunyai keluarga terhormat dan terpandang,

anak-anak dan cucuku banyak”. Padahal semua itu adalah keduniaan yang bersifat

fana‟ (fiktif) belaka, yang sewaktu-waktu akan Allah ambil darimu.11

Bermegah-megahan tersebut melalaikan kamu hingga kamu masuk ke

dalam kubur, maksudnya ketika kamu telah meninggalkan dunia fana ini, dan

kamu tidak akan insaf jika kamu belum memasuki kubur dalam artian meninggal

dunia, dan apabila hal tersebut telah terjadi barulah kamu akan menyadari

semuanya, dan kamu memohon agar Allah kembalikan lagi ke dunia agar tidak

melakukan perbuatan bermegah-megahan. Maka terbuang percumalah umurmu

yang telah habis untuk mengumpulkan harta benda, mencari pangkat.

Begitu juga Imam Ala‟ uddin Ali dalam Tafsirnya.12

seseorang yang

senantiasa menyibukkan dirinya dengan memperbanyak harta dan memamerkan

kekayaaan nya tersebut dalam artian membanggakan dirinya disebabkan ada ini,

ada itu, begitulah sejatinya manusia rasa kepuasan terhadap sesuatu tidak akan ada

habisnya sampai ajal menjemput, sampai ia meninggalkan dunia ini, setelah itu

barulah mereka menyadari akan kekeliruan yang dilakukan selama hidup didunia,

10 Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, 488

11 Hamka, Tafsir AL-Azhar, Juz X, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, cetakan kelima, 2003), 8097

12 Imam Ala‟ uddin Ali bin Muhammad Ibrahim, Tafsir Khazan, Juz V (Beirut Lebanon: Darl al-Kitab al-Alamiyyah, tt), 484

Page 18: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

7

itulah maksud dari ayat sehingga mereka memasuki kuburnya, maksudnya adalah

mati. Maka bermegah-megahan adalah suatu suatu perbuatan yang akan

mengakibatkan kesengsaraan bagi pelakunya, semoga Allah senantiasa

memberikan kita hidayah dan dijauhkan dari sipat yang demikian.

Menurut Muhammad Abduh di dalam tafsirnya,13

dalam ayat ini Allah

menyatakan bahwa kamu telah disibukkan oleh kegemaran berbangga-bangga dan

bermegah-megahan dengan banyak pendukung dan pengikut, sehingga

memalingkan kamu daripada melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh. Juga

menjadikanmu lebih suka berkata sia-sia daripada berbuat, dan juga

menjadikanmu lalai dan berbangga-bangga dengan banyaknya harta serta

keturunan yang memiliki kedudukan tertinggi. Dan sikap berbangga-berbangga

akan berlanjut terus-menerus sampai kamu mendatangi kuburmu, yakni sampai

kamu mati dan menjadi penghuni kubur, seraya mengira bahwa kamu telah

berjaya padahal kamu adalah orang-orang yang merugi karena itu semua.

Ayat di atas adalah penyampaian dari Allah kepada orang-orang yang sibuk

mengumpulkan harta, bermegah-megahan serta berbangga-bangga dengan

jumlahnya yang banyak sebagai urusan yang telah melalaikannya dari berbuat taat

kepada Allah dan Rasulnya. Kemudian merekan mati dan belum menyiapkan

bekal kebaikan untuk dirinya, pada saat itulah mereka menyadari bahwa

peringatan Allah benar adanya.

Bermegah-megahan atau berlebihan merupakan tindakan yang tidak

didasarkan pada pertimbangan yang rasiona, melainkan adanya keinginan yang

mencapai taraf, yang tidak rasional lagi. Biasnya perilaku ini dilakukan semata-

mata demi kesenangan sehingga menyebabkan seseorang menjadi sombong dan

membanggakan dirinya. Sebagian manusia membelanjakan semua hartanya dalam

rangka memuaskan keinginannya, sehingga orang lain akan beranggapan dengan

13

Muhammad Abduh,Tafsir Juz „Amma, terj. Muhammad Bagir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), 302

Page 19: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

8

kemewahan dan kemegahan yang ia lakukan adalah orang hebat padahal tidak,

bahkan orang lain akan mengklaim ia adalah orang yang sombong.14

B. Permasalahn

Pokok masalah yang ingin penulis angkat dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana Penjelasan Muhammad Quraish Shihab Mengenai Hidup

Hedonis/bermegah-megah Dalam Tafsir Al-Misbah? Pokok permasalahan ini

lebih jauh dapat penulis rumuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah konsep hedonis/bermegah-megahan yang dilarang oleh Al-

Qur‟ an?

2. Bagaimana penafsiran Qurais Shihab tentang ayat-ayat bermegah-megahan?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berbicara tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟ an yang

memiliki keterkaitan dengan tentang larangan hidup hedonis/bermegah-megahan

dalam tafsir al-Misbah selain itu penelitian ini hanya berbicara tentang hedonis

dan pengaruhnya dikalangan kehidupan masyarakat pada saat ini yang penulis

kolaborasikan dalam pemahaman dan pejelasan Muhammad Qurais Shihab di

dalam menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan atau yang membicarakan

hedonis/bermegah-megahan. Penelitian ini juga penulis batasi dalam penjelasan

dan penafsiran Quraish Shihab saja, adapun penafsiran dari mufassir lain hanya

sebagai data pendukung. Adapun literatur-literatur dan data-data pendukung

lainnya, hanyalah sebagai penguat penafsiran ini. Hedonis dalam penelitian ini

penulis batasi dalam konteks bermegah-megahan dalam hal kekayaan, kedudukan,

pangkat, jabatan dan pergaulan bebas, baik berupa kenakalan remaja dan

pengaruh-pengaruh negatif yang muncul dalam dunia modern saat ini.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat

sebagai berikut:

14 Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam Materi, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1995), 69

Page 20: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

9

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini di tujukan untuk mengetahui bagaimana penafsiran al-Qur‟ an

surat at-Takaatsur tentang larangan hidup hedonis/bermegah-megahan menurut

tafsir al-Misbah, serta pandangan tokoh mufassir itu sendiri mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan pembahasan tersebut.

2. Kegunaan penelitian

Penelitian ini lebih jauh di harapkan dapat mencapai kegunaan yang bersifat

teoritis dan juga praktis, yaitu:

a. Memberikan kontribusi pemikiran agar tidak salah dalam memahami isi

suatu kandungan ayat.

b. Memberikan sumbangan pemikiran yang berharga dalam memperkaya

khazanah Al-Qur‟ an dan keilmuan Islam serta diharapkan dapat menjadi

salah satu bahan masukan dalam bidang akademis, khususnya Ilmu Al-

Qur‟ an dan Tafsir.

c. Diharapkan pula dapat menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN

STS Jambi yang tengah mengembangkan Paradigma keilmuan yang

berwawasan global dalam bentuk Universitas Islam.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian kepustakaan pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan

gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan di ajukan dengan

penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak

terjadi pengulangan yang tidak perlu dan mubazzir. Dalam hal ini, sepanjang

pengetahuan penulis, penelitian secara cermat dan menyeluruh tentang penafsiran

larangan hidup bermegah-megahan dalam khazanah penafsiran, masih sedikit

ditemukan.

Di antara buku membahas tentang masalah ini adalah buku yang disusun

oleh Muhaimin15

dengan judul “Nuansa baru dalam Islam tentang bahayanya

hedonisme” buku ini berisikan tentang penjelasan bahayanya hedonis lebih lanjut

penulis juga menjelaskan bagaimana menghindari virus hedonis tersebut.

15 Muhaimin, Nuansa Baru dalam Pendidikan Islam bahayanya hedonisme, (Jakarta:

Rajawali Pres, 2006), 165

Page 21: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

10

Selanjutnya buku yang disusun oleh Hizbullah tentang Bahayanya Pelaku

Hedonis, dalam buku ini ia menguraikan tentang bahayanya hidup hedonis atau

bermegah-megahan, Ia juga mengatakan bahwa seseorang yang hidup dengan

demikian, kepekaan dan kepeduliannya terhadap lingkungan, sesama menjadi

berkurang karena dilengahkan oleh harta benda dan kehidupan duniawi. 16

Selanjutnya buku yang ditulis oleh Iin Mayasari dengan judul, Perilaku

Hedonis Dalam Pandangan Teoritis dan Praktis, buku ini menjelaskan perilaku

belanja seseorang pada saat ini yang cenderung membeli barang di luar kebutuhan

pokoknya demi memenuhi aspek kesenangan, mendapatkan pengalaman,

mengikuti trendy serta mencari sensasi agar terlihat bahwa kehidupan mereka

memiliki labelitas dan dikatakan mempunyai segalanya.17

Selanjutnya buku yang ditulis oleh Cahyaningrum Dewojati dengan judul,

Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia, buku ini juga mengupas

tentang artikulasi dibalik kata hedonis dan kenakalan-kenakalan remaja serta gaya

hidup yang terbilang berlebih-berlebihan. Menurut penulis juga buku ini secara

tidak lansung membahas tentang kehidupan masyarakat Indonesia ini yang hampir

menyerupai budaya Eropa.18

Selanjutnya jurnal yang ditulis oleh Trita Martati yang berjudul “Studi

Kasus Tentang Gaya Hidup Hedonisme” skripsi menjelaskan tentang bahayanya

virus hedonisme dan cara mencegah seseorang yang terkena virus tersebut. Dalam

skripsi ini diterangkan pengaruh hedonisme ke tengah-tengah remaja, masyarakat,

dan kalangan-kalangan lainnya serta cara meangkis wabah hedonisme tersebut.19

Selanjutnya jurnal yang ditulis oleh Muhyiddin Thahir yang berjudul

“Tamak dan Bermegah-Megahan dalam perspektif hadis” metode yang

digunakan dalam penelitian jurnal ini adalah fahmul hadis, yakni pemahaman

16 Hizbullah, Bahayanya Pelaku Hedonis, (Pekalongan: Pustaka Amani, 1983) 7-8

17 Iin Mayasari, Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia, (Jakarta: Nulis Buku,

2016) 18

Cahyoningrum Dewoyati, Wacana Hedonisme Dalam Sastra Populer Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015)

19 Novita Trimartati, Studi Kasus Tentang Gaya Hidup Hedonisme, Jurnal. (Yokyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 2014)

Page 22: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

11

terhadap hadis. Jurnal ini berisikan tentang penjelasan mengenai tercelanya sifat

bermegahan-megahan dan tamak dalam Agama Islam sehingga al-Qur‟ an

melarang keras dan menerangkan tentang bahaya sifat tersebut sesuai dengan

yang termaktub dalam al-Qur‟ an pada surat at-Takaatsur dan surat-surat Al-

Qur‟ an lainnya. Adapun tujuan dari jurnal ini adalah memberikan gambaran

kepada pelaku tamak agar bisa menjauhi sifat tercela tersebut.20

Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Marinda Nur Fauzi Sufi, mahasiwa

Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim, Malang yang berjudul, “Penanggulangan terhadap gaya hidup hedonis

melalui pembelajaran di SMA Negeri 1 Wungu kabupaten Madun. Adapun

metode yang digunakan dalam penelitian skiripsi ini adalah pendekatan kualitatif,

yakni melakukan risent secara langsung terhadap siswa yang dianggap melakukan

perbuatan hedonis. Skripsi ini lebih jauh menjelaskan tentang bahayanya

pengaruh hedonis di tengah-tengah remaja dan pergaulan-pergaulan bebas yang

akan mengakibatkan kenakalan terhadap remaja. Adapun tujuan dari skripsi ini

adalah memberikan efek pencegahan terhadap para pelaku hedonis.21

Selanjutnya dalam karya ilmiah lainnya skripsi yang ditulis oleh Siti

Maisyaroh mahasiswa fakultas ekonemi dan bisnis Islam, Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. dengan judul, “Hubungan harga diri dan

gaya hidup hedonis terhadap kecenderungan pembelian konpuslif pada

mahsiswa”. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah

pendekatan kualitatif yakni melakukan wawancara lansung terhadap para

pelakunya mengenai gaya atau style dari mereka. Skripsi ini berisikan tentang

belanja yang berlebihan sehingga di anggap hedonis atau style hidup yang

berlebihan tujuan dari skripsi ini adalah mengatur pola kehidupan seseorang

20

Muhyiddin Thahir, “Tamak dan Bermegah-Megahan dalam Perspektif Hadis”, Jurnal (Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), 14

21Marinda Nur Fauzi Sufi, Penanggulangan terhadap gaya hidup hedonis, Skripsi (Malang:

Program Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2016), 7

Page 23: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

12

dalam membelanjakan harta. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah memberikan

gambaran tentang bahayanya sifat berlebihan terhadap sesuatu.22

Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Mamluatul Khoiriyah, mahasiwa

Fakultas ushuluddin, Universitas Islam Negeri Surakarta, yang berjudul “Hadis-

hadis Tentang Larangan Bermegah-megahan dan Berlebihan” metode yang

digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah takhrij al-Hadist. Skripsi ini berisi

tentag penjelasan mengenai pemahaman hadis tentang larangan kepada perbuatan

tersebut serta menjelaskan tentang sia-sianya pelaku perbuatan tersebut dengan

menempatkan pelaku tersebut kedalam perbuatan yang tercela, skrpsi ini lebih

fokus kepada pemahaman tentang penjelasan hadis mengenai hal tersebut.

Adapun tujuan dari skripsi ini adalah memberikan pemahaman tentang

dilarangnya berlebih-lebihan atau bermegah-megahan terhadap sesuatu.23

Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Ratu Aulia Rahami Bernatta,

mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Lampung, dengan judul,

“Gaya Hidup Hedonis di Kalangan Remaja”. Metode yang digunakan dalam

skripsi ini adalah penelitian wawancara secara langsung terhadap para remaja

tentang efek negatif dari gaya hidup hedonis. Skripsi ini menjelaskan tentang

maraknya pengaruh hedonis di kalangan para remaja, sehingga mereka

beranggapan bahwa kehidupan dengan gaya hedonis adalah kehidupan modern

dan kekinian padahal tidak, semua itu merupakan rendahnya akhlak, arahan dan

bimbingan dari para orang tua. Hal ini lah yang menjadi tujuan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini untuk mengatasi itu semua.24

Dari beberapa kajian pustaka di atas, belum terlihat adanya, karya-karya

yang sama dengan yang akan penulis teliti. Penelitian sebelumnya, seperti skripsi

yang ditulis oleh Marinda lebih mengarah kepada pergaulan bebas dan kenakalan

remaja dan cara mengatasi hal tersebut. Begitu juga dengan jurnal yang ditulis

22

Siti Maisyaroh, Hubungan Harga Diri dan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa, Skripsi. (Malang: Program Strata Satu (S1) UIN Maulana MalikIbrahim, 2016), 10

23Mamluatul Khoiriyah, Hadist-hadist tentang Larangan Bermegah-megahan dan

Berlebihan, Skripsi. (Surakarta: Program Strata Satu UIN Surakarta, 2015), 11 24 Ratu Aulia Rahami Bernatta, Gaya Hidup Hedonis di Kalangan Remaja, Skripsi. (Bandar

Lampung: Program Strata Satu Universitang Lampung, 2017), 15

Page 24: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

13

oleh Muhyiddin Thahir lebih mengarah kepada kajian hadis. Sedangkan penelitian

ini memfokuskan pada kajian analisis atau memahami isi penafsiran Qurais

Shihab mengenai ayat-ayat yang menjelaskan hal tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research) dengan

tehknik deskriptif kualitatif. Tujuannya adalah mencari ide-ide baru dalam

kerangka menemukan teori baru. Sesuai dengan sifat datanya, maka pendekatan

yang dilakukan adalah pendekatan analisis pemahaman25

, yaitu mencoba

mendeskripsikan kontruksi tafsir tersebut, lalu dianalisis secara kritis, serta

mencari kelebihan dan kekurangan tafsir tersebut.

2. Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka26

karena itu sumber data dalam

penelitian ini dapat penulis klarifikasikan dalam dua jenis, yaitu data primer dan

data sekunder. Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah penafsiran

terhadap teks-teks Al-Qur‟ an surat at-Takaatsur. Dalam hal ini yang menjadi data

primernya adalah, Tafsir Al-Misbah. Adapun alasan penulis memilih tafsir al-

Misbah adalah karena penulis menemukan keunikan seorang Quraish Shihab

dalam mmenjelaskan penafsirannya sangat berbeda dengan para mufassir pada

umumnya salah satunya adalah saat ia menafsirkan surat at-Takatsur ia

menghubungkan surat at-Takatsur dan dengan surat sebelumnya dan sesudahnya,

sedangkan mufassir lain seperti Hamka, al-Maraghi tidak melakukan seperti

Quraish Shihab. Dan data sekunder sebagai data pendukung adalah karya-karya

yang memiliki keterkaitan dengan pokok-pokok pembahasan, seperti buku ilmiah,

majalah ilmiah, Jurnal, Artikel-artikel, dan lain-lain yang berhubungan dengan

topik pembahasan sebagai pelengkap data penelitian.

25 Karena sesuai dengan metode yang penulis gunakan, yakni tahlili maka penulis mencoba

menganalisa pemahaman yang tersiarat dalam skripsi oleh karena itulah penulis menggunakan tekhnis seperti ini.

26 Tim Penyusun, Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, (Jambi: Fakultas

Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 44

Page 25: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

14

Di atas kedua sumber data tersebut, penulis juga menyandarkan data

Qur‟ ani dalam membangun penelitian ini, sehingga hasilnya diharapkan relatif

dan dapat diterima oleh kalangan akademik dan kalangan umum.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, penulis melakukan

penelusuran kepustakaaan dengan mengkaji dan menela‟ ah referensi yang

bersumber dari tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan

yang sedang penulis teliti.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data pokok

persoalan yang sedang diteliti, selanjutnya data yang terkumpul tersebut dianalisis

sehingga dapat memberikan pengertian dan kesimpulan sebagai jawaban terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang menjadi objek penelitian.

4. Metode Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, penulis akan menganalisa data yang

didapatkan dengan metode Tahlili (analisis). Tahlili secara harfiyah berarti

analisis, secara istilah, berarti suatu metode atau tehnik menafsirkan Al-Quran

dengan cara menganalisa suatu pemahaman seorang mufassir terhadap ayat-ayat

yang telah Ia tafsirkan.27

Penafsiran dengan metode Tahlili. Tahlili adalah metode menafsirkan Al-

Qur‟ an yang berusaha menjelaskan Al-Qur‟ an dengan menguraikan berbagai

seginya dan menjelaskan apa yang dimaksud oleh Al-Qur‟ an. Atau dalam bahasa

kita metode ini lebih di kenal dengan analisis. Dalam melakukan penafsiran,

mufassir memberikan perhatian sepenuhnya, kepada semua aspek yang

terkandung dalam sebuah ayat yang sedang ditafsirkan oleh seorang mufassir

dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat.28

Adapun

langkah-langkah metode ini adalah:

27 Kadar M Yusuf. Studi Al-Qur‟ an edisi kedua. ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 136

28 La Ode Ismail Ahmad, Konsep Metode Tahlili Dalam Penafsiran Al-Qur‟ an, Journal, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014), 2

Page 26: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

15

a. Menerangkan hubungan munasabah baik antara satu ayat dengan ayat yang

lain maupun suatu surah dengan surah lainnya.

b. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (Asbab an-Nuzul).

c. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.

d. Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat-ayat tersebut.29

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengsistematisi penulisan dan menjawab pertanyaan dalam

penelitian, maka penelitian ini telah penulis bagikan dalam beberapa bab.

Bab I membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan, batasan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,

serta sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang profil tafsir al-Misbah, yang memuat biografi

penulis tafsir al-Misbah, latar belakang penulisan tafsir al-Misbah, metode dam

corak serta komentar para ulama mengenai tafsir tersebut.

Bab III membahas tentang gambaran umum hedonis yang terdiri dari

pengertian hedonis atau bermegah-megahan, macam-macam hedonis serta hal-hal

yang berkaitan dengan hedonis tersebut.

Bab IV membahas tentang penafsiran Qurais Shihab mengenai Surat at-

Takaatsur tentang larangan hedonis atau bermegah-megahan, yang meliputi

penjelasan Qurais Shihab serta kelebihan dan kekurangan isi penafsiran.

Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan, yang menjadi

jawaban dari rumusan masalah sebelumnya dan diakhiri dengan saran-saran

konstruktif bagi penelitian lebih lanjut.

29

Badri Khairuman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟ an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), 94

Page 27: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

16

BAB II

BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR

1. Biografi Mufassir

a. Potret Kehidupan dan Perjalanan Intelektual

Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944 di

Rappang Propinsi Sulawesi Selatan.30

beliau berasal dari keluarga yang sederhana

dan dibesarkan dalam lingkungan Muslim yang taat, karena sejak kecil M.

Quraish Shihab telah dididik oleh ayahnya agar mencintai Al-Qur‟ an.31

Ketika beliau berumur enam tahun, ayahnya mewajibkan beliau mengikuti

pengajian Al-Qur‟ an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Ayahnya adalah Habib

Abdurrahman Shihab (1905-1986) yang merupakan ulama Tafsir, juga pernah

menjadi Rektor IAIN Alaudin ujung Pandang, dan ikut serta dalam mendirikan

UMI (Universitas Muslim Indonesia) di Ujung Pandang. 32

Ayahnya banyak memberikan dorongan serta ajaran-ajaran mengenai ilmu

agama. Namun demikian, peran seorang ibu juga tidak kalah penting dalam

memberikan dorongan kepada nya. Dorongan seorang ibu inilah yang menjadi

motivasi ketekunan dalam menuntut dan mencari ilmu agama sampai membentuk

kepribadiannya pendidikan kuat terhadap basis keislaman.33

Setelah menempuh perjalanan pendidikan dasar di kampung halamannya,

M. Quraish Shihab kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di pondok

pesantren Dar al-Hadist al-Fiqhiyyah di Malang. Kemudian pada tahun 1958

beliau berangkat ke Kairo Mesir untuk meneruskan pendidikannya di al-Azhar

dan diterima di kelas II Tsanawiah dan menyelesaikan pendidikannya hingga

meraih gelar Lc. (S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits pada tahun

1967. Kemudian melanjutkan pendidikan pada Fakultas yang sama, dan pada

30

Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasional Tafsir”, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXVII No. 1, ( 2012 ), 2

31 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Pustaka Teraju, 2002), 63

32 Ibid, 65

33 Atik Wartini, “ Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Jurnal Studi Islamika, Vol. 11, No. 1, ( 2014), 6

Page 28: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

17

tahun 1969, beliau berhasil meraih gelar MA nya dengan tesis yang berjudul al-

Ijaz al- Tasyri‟ iy li al-Qur‟ an.34

Disela-sela kesibukannya setelah pulang dari Al-Azhar, M.Quraish Shihab

mendapat kepercayaan menjadi pensyarah di Institut Agama Islam Negeri

Alauddin, diusianya 25 tahun. Beliau juga diangkat sebagai Wakil Rektor bidang

Akademik dan Kemahasiswaan di Institut Agama Islam Negeri Alauddin pada

tahun 1973-1980, selain itu di tugaskan juga pada jabatan-jabatan lain, di

antaranya menjadi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopirtis Wilayah VII

Indonesia bagian Timur), di samping itu, beliau juga ditugaskan sebagai pembantu

pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam Pembinaan Mental (BIMTAL).35

M. Quraish Shihab kembali melanjutkan pendidikannya di Universitas al-

Azhar pada tahun 1980, meskipun selepas meraih gelar MA, beliau sempat pulang

ke Indonesia terlebih dahulu , dan pada tahun 1982 beliau berhasil meraih gelar

doktor dengan menulis disertasi yang berjudul Nazm al-Durar li al-Baqa‟ I

Tahqiq wa Dirasah, dengan nilai Summa Cumlaude, yang disertai dengan

penghargaan tingkat 1 (Mumtaz Ma‟ a Martabat al-syaraf al-Ula).36

Beliau meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur‟ an dengan yudisium

summa cumlaude disertai penghargaan tingkat pertma pada tahun 1982 di

Universitas Al-Azhar. Dengan prestasinya itu, dia tercatat sebagai orang pertama

dari Asia Tenggara pendidikan meraih gelar tersebut.37

Selama berada di Mesir, M. Quraish Shihab banyak belajar dengan ulama-

ulama besar, diantaranya: Syeikh Abdull Halim Mahmud pengarang buku “ al-

Tafsir al-Falsafi fi al-islam” dan “al-Islam wa al- Aql”,” Biografi Ulama

Tasauf”, beliau juga lulusan Universiti Al-Azhar. Abdul Halim Mahmud juga

meruapakan pensyarah M. Quraish Shihab sewaktu di Al-Azhar.

34 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Pustaka Teraju, 2002), 80

35 Mahbub Djunaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Solo: CV Angkasa Solo,

2011), 29 36 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟ an, (Bandung: Pustaka Mizan, 2008), 9

37 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟ an: Tafsir Maudhu‟ I atas Berbagai Persoalan Umat,( Bandung: Mizan, 2007), 19

Page 29: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

18

Menurut hemat penulis, Muhammad Quraish Shihab dapat dipastikan bahwa

keilmuan yang dimilikinya tidak diragukan lagi, karena dilihat dari latar belakang

pendidikan yang ia tempuh ia merupakan sosok mufassir yang multitalenta yang

ada pada abad ini karena dengan kecerdasan, intelektualitas dan segudang

pengalaman yang ia miliki ia mampu mempersembahkan sebuah karya yang

sampai hari ini masih aktif dijadikan sumber rujukan dikampus Indonesia, yakni

tafsir al-Misbah.

Sementara itu, menurut ahli yakni Cholil Nafis yang menjadi narasumber

menyebutkan kalau di dalam bukunya itu Quraish belajar kitab Aqidatul Awam

saat kecil dulu. Sebuah kitab yang sangat dekat dengan Nahdlatul Ulama. Saya

bangga sekali ketika Quraish menyebut tentang „Keyakinan Saya Masih Kecil

(salah satu sub-bab di dalam buku Quraish). Yaitu Aqidatul Awam. Yakin dengan

sifat Allah yang 20. Hal yang sama juga disampaikan narasumber lainnya,

Sekretaris pengurus Muhammadiyah Abdul Mu‟ thi. Menurutnya, buku „Trilogi

Islam M Quraish Shihab‟ itu memberikan perspektif bahwa Quraish adalah

Muhammadiyah-NU. Ditambah dulu Quraish pernah belajar di Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. Beliau ini Mu-Nu saya kira.

Muhammadiyah-NU, ucapnya.38

Adapun Muchlis M Hanafi menjelaskan, dalam buku Islam yang Saya

Pahami, Quraish mengungkapkan kalau dirinya memedomani Imam Al-Asy‟ ari

dalam bidang akidah, Imam Syafi‟ i dalam fiqih, dan Imam al-Ghazali dan Imam

Junaid al-Baghdadi dalam bidang tasawuf ketika menjawab persoalan keagamaan.

Namun, lanjut Muchlis, dalam bukunya itu Quraish juga menunjukkan sisi-

sisi pembaharuan dalam pemahaman keagamaan. Salah satunya sosok

Muhammad Abduh yang berpengaruh dalam pemikiran Prof Quraish. Dan

Muhammad Abduh ini adalah salah satu tokoh yang menginspirasi garis

perjuangan Muhammadiyah,” jelas Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur‟ an.

38http://www.nu.or.id/post/read/102052/prof-quraish-shihab-saya-menganut-

islam-nusantara-yang-berkemajuan diakses pada tanggal 10 Juli 2019 pada pukul 23 : 22

Page 30: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

19

Dilihat dari paparan di atas Muhammad Quraish Shihab telah menjalani

perkembangan intelektual di bawah asuhan dan bimbingan Universitas Al-Azhar

hampir dapat dipastikan bahwa tradisi keilmuan dalam studi Islam di lingkungan

Universitas Al-Azhar itu mempunyai pengaruh-pengaruh tertentu terhadap

kecenderungan intelektual dan corak pemikiran Muhammad Quraish Shihab.39

b. Aktivitas Keilmuan M Quraish Shihab

Kehadiran M Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana

baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya

berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat, di samping

mengajar, beliau dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya

adalah sebagai ketua majelis ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 1984, anggota

lajnah pentashih Al-Qur‟ an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat

dalam berbaagai organisasi profesional, antara lain asisten ketua umum ikatan

cendikiawan muslim seindonesia, ketika organisasi ini didirikan selanjutnya ia

juga tercatat sebagai pengurus penghimpunan ilmu-ilmu syari‟ ah dan pengurus

konsorsium ilmu-ilmu Agama, Departemen pendidikan dan kebudayaan. Aktivitas

lainnya yang ia lakukan adalah sebagai dewan redaksi studi Islamika: Indonesian

Journal for Islamic Studies, Ulumul Qur‟ an, Mimbar Ulama, dan Refleksi

Journal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan berada di Jakarta.40

Muhammad Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur‟ an

di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan-

pesan Al-Qur‟ an dalam konteks masa kini dan masa modern membuat ia lebih

dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur‟ an lainnya. Dalam hal

penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya pengguanaan metode tafsir

maudhu‟ i (tematik) yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Al-

Qur‟ an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama,

kemudian menjelasksan pengertian yang menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan

39

Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasional Tafsir”, Jurnal Ushuluddin, Vol. VI No. 1, ( 2012 ), 3

40 http://bio.or.id/biografi-quraish shihab/ di akses pada tanggal 28 Juni 2019, pada pukul 22:46

Page 31: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

20

selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi

pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-

pendapat Al-Qur‟ an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat

dijadikan bukti bahwa ayat Al-Qur‟ an sejalan dengan perkembangan iptek dan

kemajuan peradaban masyarakat.41

Menurut penulis mengenai pengetahuan dan keilmuan Quraish Shihab tidak

terbantahkan lagi karena telah banyak bukti dari berbagai karya dan tulisan yang

telah ia hadirkan di tengah-tengah masyarakat saat ini, terutama di dunia

perguruan tinggi Islam khususnya, karya dan pemikirannya adalah salah satu yang

banyak dijadikan sumber rujukan oleh berbagai kalangan civitas terutama yang

menekuni bidang imu tafsir, ia juga merupakan salah satu tokoh tafsir di Indonesia

yang masih aktif dan produktif sampai hari ini jadi tidak mengherankan lagi

karya-karyanya terus berkembang dan bertambah banyak.

Meskipun demikian, tidak sedikit juga Quraish Shihab menuai kritikan dari

berbagai kalangan salah satunya adalah Dr Ahmad Zain yang sama-sama lulusan

dari al-Azhar, Kairo memberi bantahan terhadap buku Quraish Shihab yang

berjudul, “Jilbab Menurut Syari‟ at Islam. Doktor bidang fikih tersebut

menguraikan secara gamblang sejumlah kelemahan ilmiah Quraish Shihab tidak

cermat dan teliti dalam penukilan, sangat sedikit menggunakan referensi fiqih,

tidak merujuk pada referensi yang primer, dan kurangnya pemenuhan amanah

ilmiah dalam mengambil kesimpulan hukum.42

c. Politik dan Perjuangan M Quraish Shihab

Setelah berhasil meraih gelar doktor beliau kembali ke Indonesia pada

Tahun 1984, kemudian ditugaskan di Fakultas ushuluddin dan Program

Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (sekarang Universitas Islam Negeri)

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan pada tahun 1985, M Quraish Shihab dipercaya

41

http://bio.or.id/biografi-quraish shihab/ di akses pada tanggal 10 Maret 2019, pada pukul 22:46

42 https://www.kiblat.net/2014/07/15/quraish-shihab-tokoh-tafsir-yang-akrab-dengan-kontraversi/ di akses pada tanggal 13Juli 2019 pada pukul 23 : 22

Page 32: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

21

menjadi Rektor Institut Agama Islam Negeri (sekrang Universitas Islam Negeri)

Syarif Hidayatullah.43

M Quraish Shihab juga pernah menjabat sebagai ketua Majelis Ulama

Indonesia (MUI) pusat pada tahun 1984, kemudian Anggota Lajnah Pentashih Al-

Qur‟ an Depertemen Agama pada tahun 1989. Pada akhir pemerintahan orde

baru, tepatnya pada tahun 1998 beliau dipercaya menjadi Mentri Agama oleh

Presiden Suharto , kemudian pada tahun 1999 beliau mendapat amanah menjadi

Duta Besar Indonesia di Mesir.44

Di tengah-tengah kesibukannya sebagai konsekuensi jabatan yang

dijalaninya, M Quraish Shihab tetap aktif dalam kegiatan tulis menulis di berbagai

media massa dalam rangka menjawab permasalahan yang berkaitan dengan

persoalan Agama, seperti di Harian Pelita beliau mengasuh rubrik “Tafsir

Amanah“ dan menjadi anggota dewan Redaksi majalah Ulumul Qur‟ an dan

mimbar ulama.

d. Pemikiran dan hasil karya-karya M Qurais Shihab

Muhammad Quraish Shihab telah banyak menghasilkan berbagai karya

yang telah banyak diterbitkan dan dipublikasikan. Diantara karya-karya

pendidikan berkenaan dengan studi Al-Qur‟ an adalah:

1. Tafsir Al-Manar, keistimewaan dan kelemahannya, (Ujung Pandang,

Institu Agama Islam Negeri Alauddin, 1984)

2. mukjizat Al-Qur‟ an

buku ini bermula dari saran para sahabatnya. Agar Muhammad Quraish

Shihab menulis satu buku tentang mukjizat Al-Qur‟ an , namun mudah dicerna.

Buku ini diterbitkan setahun setelah penerbitan buku Wawasan Al-Qur‟ an.Dalam

buku ini, Quraish Shihab menampilkan sisi kemukjizatana Al-Qur‟ an dari aspek

kebahsaan, Isyarat Ilmiah, dan pemberitaan Gaib al-Qur‟ an. Melalui buku ini, M.

Quraish Shihab ingin menolak serangan-serangan Orientalis pendidikan

43 Atik Wartini, “ Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Jurnal

Studi Islamika, Vol. 11, No. 1, ( 2014), 5-6

44 Ibid, 7-8

Page 33: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

22

mengatakan bahwa Al-Quran merupakankarya Nabi Muhammad, bukan kalam

Allah..

3. Kaidah-Kaidah Tafsir,

Buku ini berisikan penjelasan tentang syarat-syarat, ketetapan, dan aturan

yang patut diketahui.oleh siapa saja pendidikan ingin memahami pesan-pesan Al-

Qur‟ an debgan benar dan akurat, karena pemaham seseorang tentunya tidak

terlepas dari alat-lata bantu dalam memahami suatu hal tersebut, spertihalnya buka

kaidah tafsir ini dimaksud agar pembaca dapat memahami Al-Qur‟ an dengan

baik.45

4. Membumikan Al-Qur‟ an

buku ini memberi inspirasi bagi penulis lain,seperti Mubaligh dan Da‟ i

untuk memasyarakatkan al-qur‟ an. Dalam buku ini, M. Quraish Shihab berbicara

mengenai dua tema besar yakni Tafsir dan Ilmu Tafsir serta beberapa tema pokok

lainnya mengenai ajaran-ajaran Al-Qur‟ an.46

5. Wawasan Al-Qur‟ an,

Buku ini terdiri dari beberapa bab yaitu: Pokok-Pokok Keimanan,

Kebutuhan Pokok Manusia dan Soal-Soal Muamalah, Manusia dan Masyarakat,

Aspek-Aspek Kegiatan Manusia,, doan beberapa soal-soal penting Umat.47

6. Lentera hati

Buku ini merupakan buka yang memiliki judul sama dengan penerbit ynag

didirikannya. Sesuai dengan judulnya, buku ini dimaksud untuk mengajak

pembaca melakukan pencerahan hati sehingga mampu memahami dan

mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟ an. Buku ini

berisiskan penjelasan secara singkat, padat, dan ringkas tentang berbagai hikmah

dalam Islam.48

45 M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir, ( Tangerang: Lentera Hati, 2011113), 483

46 Muhammad Iqbal, “ Metode Penafsiran Al-Qur‟ an M. Quraish Shihab “, Jurnal Tsaqafah,Vol.^, No. 2, ( 2010 ), 4

47M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟ an: Tafsir Maudhu‟ I atas pelbagai persoalan

Umat,( Bandung: Mizan, 2007), 34 48

Ibid., 5

Page 34: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

23

7. Menabur Pesan Ilahi

Buku ini merupakan kumpulan karangan yang pernah disampaikan dalam

berbagai forum ilmiah dan diskusi, dalam buku ini menggunakan gaya bahasa

yang komunikatif, serta mudah dipahami. Dalam buku ini, M. Quraish Shihab

membaginya menjadi lima bagian, yaitu: Agama dan keberagamaan, Umat Islam

dan Tantangan Zaman, Agama dan Pembaharuan, Al-Qur‟ an dan Persoalan

Tafsir, agama dan kebangsaan.49

8. Tafsir Al-Qur‟ an Al-Karim

Buku ini diterbitkan September 1997, sebagaian isi buku ini sebelumnya

sudah dimuat secara berseri di Majalah Amanah dalam Rubrik Khusus Tafsir Al-

Amanah, buku ini membahas tentang Al-Qur‟ an Surat-surat Pendek, Menyingkap

Ta‟ bir Illahi (Al-Asma‟ al-Husna dalam Perspektif Al-Qur‟ an 1998), Serta

masih banyak lagi tulisan-tulisan beliau yang telah diterbitkan. Seperi: Sirah Nabi

Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Qur‟ an, Haji bersama Quraish Shihab.50

Panduan puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, 2000),

Kedudukan Wanita dalam Islam (Depertemen Agama), Rasional Al-Qur‟ an

(Studi kritis atas Tafsir Al-Manar, Jakarata: Lentera Hati, 2016), Asmaal-Husna

dalam Pespektif Al-Qur‟ an (4 Buku dalam 1 boks, Jakarta: lentera Hati),

membaca Syirah Nabi Muhammad SAW dalam sorotan Al-Qur‟ an dan Hadits

shahih (Jakarta: Lentera Hati, 2011) , dan lain-lain.

Sebagaian kecil karya-karya yang telah disebutkan menunjukkan bahwa

perannya dalam perkembangan keilmuan di Indonesia khususnya dalam bidang

Al-Qur‟ an sangatlah besar.

Menurut penulis, Kemampuannya yang mumpuni dalam pemahaman al-

Qur‟ an menempatkan beliau pada posisi sebagai sebagai seorang Mufassir al-

Qur‟ an Kontemporer yang kini telah dikenal, baik di dalam maupun luar negeri.

Beliau juga aktif dalam karier karya tulis ilmiah, baik di dunia kampus maupun di

media massa.

49 M.Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi,( Bandung: Mizan, 2007)

50 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur‟ an Al-Karim,( Bandung: Mizan, 2007)

Page 35: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

24

Salah satu tokoh yang sangat mengapresiasikan karyanya adalah Dr Miftah

al-Banjary, menurutnya tercatat tidak kurang 60 buah buku dan ratusan artikel di

surat kabar, majalah, jurnal yang tersebar di koran, majalah dan media massa

lainnya. Beliau juga aktif menulis, isu-isu mutakhir yang terjadi di Indonesia.

Dengan adanya karya-karya tulis yang ia publikasikan, pada tahun 2009 beliau

menerima penghargaan Islamic Book Fair (IBF) Award; sebagai Tokoh

Perbukuan Islam 2009.

Karyanya yang paling populer adalah Tafsir al-Mishbah yang merupakan

sebuah karya luar biasa yang pernah ada, karena pemikiran tafsirnya yang unik

menggabungkan 3 metode penafsiran sekaligus, yaitu Manhaj Tahlili (metode

analisa) sekaligus Manhaj Muqarin (metode komparasi), Manhaj Maudhu‟ i

(metode tematik) melalui pendekatan linguistik yang mendalam, kompherehensif,

dan menunjukkan pemahaman mendalam si penulisnya terhadap isi kandungan al-

Qur‟ an itu sendiri.51

2. Kitab Tafsir Al-Misbah

a. Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah.

Tafsir Al-Misbah ini merupakan Mahakaryanya yang sangat spektakuler

dikalangan mufassir.52

Melalui Tafsir inilah nama M.Quraish Shihab melambung

sebagai salah satu mufassir Indonesia yang mampu menulis Tafsir Al-Qur‟ an 30

juz dari volume 1 sampai volume 15.

Adapun yang melatar belakangi penulisan Tafsir Al-Misbah ini adalah

didorong semangat untuk menghadirkan karya Tafsir Al-Qur‟ an kepada

masyarakat, karena menurut Muhammad Quraish Shihab dewasa ini, masyarakat

Islam lebih terpesona pada lantunan bacaan Al-Qur‟ an, seakan-akan Al-Qur‟ an

diturunkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipahami.

Tuntunan normatif untuk memikirkan dan memahami Al-Qur‟ an serta

kenyataan obyektif akan berbagai kendala baik bahasa, maupun sumber rujukan ,

51 https://www.harakatuna.com/menakar-fitnah-untuk-quraish-shihab.html diakses pada

tanggal 14 Juli 2019, pada pukul 00 : 21 52 Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasional Tafsir”, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXVII No. 1, (

2012), 32

Page 36: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

25

hal inilah yang mendorong serta memotivasi Muhammad Quraish Shihab untuk

menghadirkan sebuah karya Tafsir Al-Qur‟ an yang mampu menghidangkan

dengan baik pesan-pesan Allah dalam Al-Qur‟ an.

b. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Misbah

Tafsir Al-Misbah yang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab berjumlah

15 volume yang mencakup keseluruhan isi Al-Qur‟ an sebanyak 30 juzuk. Kitab

ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati, Jakarta, pada tahun 2000.

Kemudian dicetak lagi untuk yang kedua kalinya pada tahun 2004. Dari kelima

belas volume kitab masing-masing memiliki ketebalan halaman yang berbeda-

beda, dan jumlah surah yang dikandung pun juga berbeda. Agar lebih jelas berikut

ditampilkan tabel yang berisi nama-nama surah pada masing-masing volume serta

jumlahnya.

Quraish Shihab dalam menyampaikan uraian tafsirnya menggunakan tertib

mushafi53

. Maksudnya, di dalam menafsirkan Al-Qur‟ an ia mengikuti urutan-

urutan sesuai dengan susunan ayat-ayat dalam mushaf, ayat demi ayat, surah demi

surah, yang dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nash. Di

awal setiap surah, sebelum menafsirkan ayat-ayatnya, Quraish Shihab terlebih

dahulu memberikan penjelasan yang berfungsi sebagai pengantar untuk memasuki

surah yang akan ditafsirkan. Cara ini ia lakukan ketika hendak mengawali

penafsiran pada tiap-tiap surah. Pengantar tersebut memuat penjelasan-penjelasan

antara lain sebagai berikut.

1. Keterangan jumlah ayat pada surah tersebut dan tempat turunya, apakah ia

termasuk surah Makiyah atau Madaniyah.

2. Penjelasan yang berhubungan dengan penamaan surah, nama lain dari surah

tersebut jika ada, serta alasan mengapa diberi nama demikian,juga

keterangan ayat yang dipakai untuk memberi nama surah itu, jika nama

surahnya diambil dari salah satu ayat dalam surah itu.

3. Penjelasan tentang tema sentral atau tujuan surah.

53 Tertib mushafi adalah penafsiran yang sesuai dengan urutan surat yang telah ditetapkan

di dalam Al-Qur‟ an (mushaf Ustmani)

Page 37: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

26

4. Keserasian atau munasabah antara surah sebelum dan sesudahnya.

5. Keterangan nama urut surah berdasarkan urutan mushaf dan turunya,disertai

nama-nama surah yang turun sebelum ataupun sesudahnya serta munasabah

antar surah-surah itu.

6. Keterangan tentang asbabun nuzul surah, jika surah itu memiliki asbabun

nuzul.

Kegunanaan dari penjelasan yang diberikan Quraish Shihab pada pengantar

setiap surah ialah memberikan kemudahan bagi para pembacanya untuk

memahami tema pokok surah dan poin-poin penting yang terkandung dalam surah

terebut, sebelum pembaca meneliti lebih lanjut dengan membaca urutan

tafsirnya.54

c. Metode dan Corak Tafsir Al-Misbah

Adapun metode yang diguanakan oleh M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-

Misbah adalah metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya dengan

menjelaskan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam

mushaf. Namun disisi lain Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahlili

memiliki berbagai kelemahan.karena menyajikan metode tahlili ini sangat luas

dan beraneka ragam sajiannya.55

Dalam Tafsir Al-Misbah ini, M Quraish Shihab berusaha mengungkapkan

kandungan Al-Qur‟ an dari berbagai aspek, baik dari segi Asbabun Nuzul,

Munasabah Ayat, mejelaskan kosa kata, dan hal-hal pendidikan dianggap dapat

membantu untuk memahami suatu ayat . pemilihan metode tahlili dalam kitab

Tafsir Al-Misbah didasarkan pada karya-karyanya pendidikan lain seperti

Membumikan Al-Qur‟ an ,selain mmepunyai keungulan-keunggulan dalam

memperkenalakan tema-tema Al-Qur‟ an secara utuh, ia juga tidak luput dari

kekurangan.56

54http://text-id.123.com/documen/4yr1xnkpq-sistematika penulisan tafsir al-misbah. Html,

diakses pada tanggal 10 januari 2019, pada pukul 23:47 55 M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir , ( Tangerang: Lentera Hati,

2013),378 56

https://datarental,blogspot.co.id/2015/09/gambaran-umum-corak-tafsir-al

misbah.html?m=l diakses pada tanggal 05/12/2018. pada pukul 11:22wib

Page 38: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

27

Adapun corak yang digunakan Muhammad Quraish Shihab adalah corak

sosial kemasyarakatan, karena masalah-masalah yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat, yakni corak Tafsir yang berusaha memahami Nash-Nash Al-Qur‟ an

dengan mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur‟ an secara teliti, kemudian

menjelaskan makna-makna pendidikan dimaksud Al-Qur‟ an dengan dengan

bahasa pendidikan menarik dan indah.Selanjutnya seorang mufassir berusaha

menghubungkan Nash-Nash Al-Qur‟ an tersebut dengan kenyataan sosial dan

sitem budaya corak ada.57

Corak penafsiran ini berusaha mengemukakan segi keindahan (Balaghah)

bahasa, menjelaskan makna yang dituju oleh Al-Qur‟ an, mengungkapkan

hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya,

membantu memcahkan problem yang dihadapi umat Islam dan umat manusia

lainnya melalui petunjuk Al-Qur‟ an serta berusaha mempertemukan Al-Qur‟ an

dengan teori-teori Ilmiah yang benar

d. Karakteristik Tafsir Al-Misbah

Sebelum menulis karya tafsir ini, Quraish Shihab sudah banyak menulis

tafsir Al-Qur‟ an, namun kebanyakan merupakan tafsir tematis. Di antaranya

adalah Membumikan Al-Qur‟ an, Lentera Hati, dan Wawasan Al-Quran. Quraish

Shihab juga pernah menyusun tafsir metode tahlili dengan metode nuzuli yang

membahas ayat-ayat Al-Qur‟ an sesuai dengan urutan masa turunnya surah-surah

Al-Qur‟ an dan sempat diterbitkan oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1997 dengan

judul tafsir Al-Qur‟ an Al-Karim.58

Namun Quraish Shihab kemudian melihat bahwa karyanya tersebut kurang

menarik minat masyarakat, karena pembahasannya banyak bertele-tele dalam

persoalan kosakata dan kaidah yang disajikan. Oleh karena itu beliau tidak

melanjutkan. Kemudian beliau menulis dalam rangka memenuhi kebutuhan

masyarakat yang beliau beri nama tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian

57 M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir ,37

58 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur‟ an al-Karim, (Semarang: Pustaka Hidayah, 1997).

Page 39: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

28

Al-Qur‟ an dari pemberian judul tafsirnya ini dapat diterima perhatiannya yang

ingin ditekankan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya ini.59

Sesuai dengan perhatian Qurasih Shihab terhadap tafsir tematis, maka tafsir

al-Misbah ini pun disusun dengan tetap berusaha menyajikan setiap bahasan surat

pada apa yang disebut dengan tujuan surah atau dengan tema surah. Hal ini dapat

disaksikan misalnya ketika mencoba menafsirkan surah al-Baqarah, Quraish

Shihab menjelaskan bahwa tema pokok surah ini adalah ayat yang membicarakan

tentang kisah al-Baqarah yaitu kisah Bani Israil dengan seekor Sapi. Melalui kisah

al-Baqarah ditemukan bukti kebenaran petunjuk Allah, meskipun pada mulanya

tidak bisa dimengerti. Kisah ini juga membuktikan kekuasaan Allah. Karena

itulah sebenarnya surah Al-Baqarah berkisar pada haq dan benarnya kitab suci Al-

Qur‟ an dan betapa wajar petunjuknya untuk diikuti.60

Quraish Shihab menjelaskan bahwa tema pokok surah ini adalah ayat yang

membicarakan tentang kisah al-Baqarah yaitu kisah Bani Israil dengan seekor

Sapi. Dalam tafsir ini Quraish Shihab banyak mengambil insipirasi beberapa

mufassir terdahulu,di antanya adalah Ibrahim Ibn Umar al-Biqa‟ i Muhammad

Tantawi al-Sha‟ rawi, Sayyid Qutb, Muhammada Tahir Ashur, dan Muhammad

Husayn Tabataba‟ i.61

59

http://hukumzone.bologspot.com/2012/03/karakteristik-tafsir-al-misbah.html?m=1 diakses pada tanggal 10 Januari 2019 pada pukul 00: 37.

60 Lihat ayat yang membicarakan tentang Al-Qur‟ an itu sebagai petunjuk bagi manusia

yang tertera dalam surat al-Baqarah, 61 https://hukumzone.bologspot.com/2012/03/karakteristik-tafsir-al-misbah.html?m=1

diakses pada tanggal 10 Januari 2019 pada pukul 00: 37.

Page 40: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

29

BAB III

KONSEP HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN DALAM AL-QUR’AN

A. Hedonis/Bermegah-megahan

1. Pengertian Hedonis

Hedonis itu sendiri adalah pandangan hidup atau ideologi yang diwujudkan

dalam bentuk gaya hidup di mana kenikmatan atau kebahagiaan pribadi menjadi

tujuan utama bagi seseorang dalam menjalani hidup. Secara etimologi menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonis diambil dari bahasa Yunani, yaitu

“hedone” yang artinya adalah kemegahan dan kesenangan. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, hedonis adalah sebuah perilaku atau pandangan hidup yang

menganggap bahwa kenikmatan materi adalah tujuan utama kehidupan. Orang

yang sudah terserang penyakit ini menganggap bahwa hidup di dunia dengan

segala kesenangannya adalah akhir dari sebuah perjalanan. Maka itu kebahagian

hanya dinilai dan dilihat ketika materi mampu memberikan kesenangan hidup.

Secara sederhana pengertian hedonis mengacu kepada paham bermegah-megahan

dan kesenangan terhadap kenikmatan. Jadi orang yang menganut paham ini

beranggapan bahwa kebahagiaan dan kesenangan bisa diraih dengan melakukan

banyak kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan di dunia.62

Sedangkan dalam kamus Al-Munawwir disebutkan sebagai berikut. At-takatsur

diartikan sebagai Hedonis/bermegah-megahan, ini merupakan sebuah aliran yang

mengatakan bahwa sesungguhnya kelezatan dan kebahagian adalah tujuan utama

dalam hidup.63

Dalam al-Qur‟ an kalimat yang menjelaskan atau yang memiliki arti yang

sama dengan hedonis adalah at-takatsur sebagaimana yang diterjemahkan oleh

Departemen Agama Republik Indonesia, yang artinya bermegah-megahan, yakni

62 Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2002), 394

63 Muhammad Warsun Munawwir, Kamus al-Munawwir, edisi Arab Indonesia, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), 678

Page 41: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

30

bermegahan-megahan dalam soal anak, harta, jabatan atau kedudukan, pengikut,

kemulian, dan seumpamanya.64

Hedonis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan atau

kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran filsafat yang memandang bahwa

tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan yang bersifat

dunia. Berpandangan pada teori ini apabila menghadapi persoalan yang perlu

pemecahan, manusia cenderung memilih alternative pemecahan yang dapat

mendatangkan kesenangan daripada mengakibatkan kesukaran, kesulitan,

penderitaan dan sebagainya.65

Hedonis menurut Chaplin merupakan tingkah laku untuk selalu mencari

kesenagnan dan menghindari kesakitan atau penderitaan.66

Sedangkan menurut

Kuswandono menyatakan bahwa hedonis adalah faham sebuah aliran filsafat

Yunani dan tujuan dari paham aliran ini yaitu menghindari kesengsaraan dan

menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan dunia ini. Hedonis

awalnya memiliki arti yang positif. Penganut paham ini menjalani kegiatan-

kegiatan seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi petapa untuk mendapatkan

kebahagiaan sejati. Hedonis mengalami pergeseran ke arah yang negatif setelah

kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika. Paham ini mengalami

pergeseran dengan semboyan baru yaitu carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak

mungkin selagi kamu hidup).67

Kebahagiaan hanya diartikan sebagai kenikmatan

tanpa mempunyai arti yang mendalam sehingga pemahaman hedonis yang lebih

mengedepankan kebahagiaan diganti dengan kenikmatan. Kebahagiaan dan

kenikmatan mempunyai arti yang berbeda. Kebahagiaan cenderung lebih bersifat

duniawi dan rohani, dan kenikmatan hanya mengejar hal-hal yang bersifat

sementara dan masa depan dianggap tidak penting.

64

Abdul Manan, Ancaman Al-Qur‟ an Terhadap Sikap Hedonistik, Artikel (Sumatera selatan: Tim Media Icmi Orwil Sumsel, 2012), 2

65 Ngalim Purwanto, Psikolog Perkembangan sebagaimana dikutip Baharuddin, Pendidikan dan Psikolog Perkembangan (Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2010), 50

66 John Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Alih Bahasa Oleh Kartini Kartono, (Jakarta: PT Grafindo, 2002), 172

67 Susanto, Potret-Potret Gaya Hidup Hedonis, (Jakarta: Kompas, 2001), 131

Page 42: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

31

Gaya hidup hedonis adalah pola hidup seseorang dalam menjalani hidupnya

yang diekpresikan dalam aktivitas, minat dan opini yang mengarah kepada

kesenangan dan kenikmatan hidup yang berlebihan serta menghindari penderitaan

yang bersifat duniawi dan sementara.68

Apabila dipahami secara mendalam, ada beberapa kelemahan dari

Hedonisme ini, pertama anggapan bahwa setiap aktivitas manusia adalah untuk

mencari kesenangan pribadinya. Tapi apakah benar hal tersebut adalah tabiat

manusia yang memotivasi setiap tingkah laku kita? Jawabannya adalah, tidak!

Contohnya orang tua kita, mereka bekerja untuk mencari uang, tetapi setelah

mendapat penghasilan uangnya malah diberikan pada kita. Seandainya mereka

melakukan hal tersebut untuk kesenangan pribadinya (seperti yang menjadi

konseps dasar hedonisme) mereka tidak akan memberikan uang hasil usahanya

kepada kita. Malahan mungkin saja akan bersenang-senang untuk mereka sendiri

dan tidak ada sepeser pun uang tersebut untuk kesenangan kita. Jadi, motif mereka

bukanlah untuk kesenangan pribadi belaka, tetapi merupakan konsekuensi logis

kewajiban orang tua kepada keluarganya. Hal ini menunjukkan bahwa konsep

Hedonisme (mengenai setiap tingkah laku manusia bertujuan untuk mencari

kesenangan pribadinya) adalah keliru, karena banyak manusia yang menunda

kesenangan pribadi dan malah berkorban demi orang lain.69

Hedonis memandang bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang kita

senangi dan yang buruk adalah sesuatu yang tidak kita senangi. Namun baik-

buruk, terpuji-tercela bergantung kepada selera atau perasaan individu. Selera tiap

individu pastilah berbeda, hal ini akan menimbulkan pandangan subjektif terhadap

baik dan buruk, efek dari perbedaan standar ini adalah benturan keinginan tiap

individual yang akan menghasilkan beberapa konflik antar individual. Hedonisme

akan mendorong manusia untuk memenuhi kesenangan yang bersifat individual,

dia akan lebih memprioritaskan kesenangan dirinya dibandingkan kesenangan

orang lain. Hal ini akan menyebabkan hilangnya rasa persaudaraan, cinta kasih,

dan kesetiakawanan sosial. Adapun dengan konsep pengendalian diri yang

68 Novita Trimartati, Pengaruh Negatif Dari Gaya Hidup Hedonis, Jurnal, Vol 3. No 1.

69 Susanto, Potret-Potret Gaya Hidup Hedonis, (Jakarta: Kompas, 2001), 133

Page 43: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

32

ditawarkan malah menunjukkan bahwa sang pembuat ide telah melihat kesalahan

dari ide yang dibuat, jadi ditambahkanlah konsep pengendalian diri sebagai

penawar dari racun yang dia buat sendiri.

Tidak terasa tapi efeknya tak terduga, paham ini terus berlangsung dan

merasuk ke dalam benak masyarakat kita tanpa ada tindakan pencegahan. Salah

satu contoh kasusnya adalah acara-acara hedonis yang berkedok mencari bibit-

bibit penyanyi berbakat atau sejenisnya. Bila kita lihat secara jeli ternyata acara

tersebut menawarkan gaya hidup yang tidak jauh dari konsep hedonis. Acara ini

tentunya membutuhkan kocek yang tebal untuk memfasilitasi para kontestannya,

tapi bila kita lihat keadaan bangsa kita yang sedang krisis ekonomi. Kita bisa

menyimpulkan ada dua kondisi yang kontradiksi, di satu sisi keadaan

perekonomian bangsa kita sedang krisis tapi di sisi lain acara menghambur-

hamburkan uang makin marak.70

2. Sejarah Kemunculan Hedonis

Secara umum hedonis mempunyai arti pandangan hidup yang menganggap

bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Pada

umumnya kaum hedonis ini beranggapan bahwa hidup ini hanya satu kali. Oleh

karena itu, mereka merasa ingin menikmati hidup itu senikmat-nikmatnya dan

sebebas-bebasnya tanpa batas. Pandangan mereka sudah muncul semenjak zaman

Yunani Kuno, yakni pandangan Epikuros. Epikuros menyatakan pernyataannya;

“Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu karena esok engkau akan

mati. Pandangan Epikuros tersebut bukan pandangan pertama mengenai hedonis,

melainkan pandangan yang paling rinci mengenai topik tersebut.71

Epikuros (341-272 SM) adalah salah seorang filsuf Yunani yang

menganggap bahwa pengajaran kesenangan dan kegembiraan adalah seseuatu

yang sangat alamiah. Tokoh inilah yang kemudian memunculkan aliran baru

dalam filsafat yang disebut sebagai epikureanisme, salah satu aliran filsafat yang

70 https://hajingfai.blogspot.com/2011/10/sedikit-penjelasan-tentang-hedonisme.html di akses pada tanggal 14 Mei 2019 pada pukul 18 : 00

71 Cahyaningrum Dewojati, Wacana Hedonis dalam Sastra Populer Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 16-17

Page 44: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

33

sangat berpengaruh di Roma setelah Plato dan Aristoteles. Menurut Epikurus,

orang-orang yang bijaksana tidak takut pada kehidupan karena para Dewa tidak

memperhatikan manusia. Filsafat Epikuros mengarah kepada satu tujuan yaitu

memberikan jaminan kebahagian pada manusia.72

Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan. Apa yang baik

adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah

segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan. Namun demikian, bukanlah

kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum Epikurean, melainkan

kenikmatan yang dipahami secara mendalam. Kaum Epikurean membedakan

keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu

(seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta

yang berlebihan). Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara

terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan

sederhana disarankan oleh Epikuros. Tujuannya untuk mencapai “Ataraxia” yaitu

ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan

seimbang

Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.

hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi

manusia? Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang

akan sebenarnya menjadi tujuan akhir dari pada kehidupan manusia. Lalu

Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang

menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan

bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak

mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang

'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain

bernama Epikuros (341-270 SM) Menurutnya, tindakan manusia yang mencari

kesenangan dan kebahagiaan adalah kodrat alamiah (sifat yang dimiliki oleh

setiap manusia). Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena

72 Cahyaningrum Dewojati, Wacana Hedonis dalam Sastra Populer Indonesia, 18-19

Page 45: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

34

tidak hanya mencakup kesenangan badani saja seperti Kaum Aristippos melainkan

kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.73

3. Aspek-aspek Hedonis

Aspek-aspek gaya hidup hedonis menurut Peter dan Olson74

meliputi minat,

aktivitas dan opini. Minat yaitu kecenderungan hati atau keinginan terhadap

sesuatu. Minat yang berkaitan dengan gaya hidup hedonis juga merupakan tingkat

kesenangan yang timbul secara khusus dan membuat orang tersebut

memperhatikan objek peristiwa atau topic yang menekankan unsur kesenangan

hidup. Antara lain dalam hal fashion, makanan, benda-benda mewah, berpacaran,

seks dan pergaulan bebas.75

Ali Syariati, seorang ulama terkemuka timur tengah pernah berkata bahwa

tantangan terbesar bagi remaja muslim saat ini adalah budaya hedonisme

(kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup) yang seolah sudah

mengurat nadi. Budaya yang bertentangan dengan ajaran islam ini digemari dan

dijadikan sebagai gaya hidup (life style) kawula muda masa kini, kaya atau

miskin, ningrat atau jelata, sarjana atau kaum proletar, di desa ataupun di kota

seolah sepakat menjadikan hedonisme yang sejatinya kebiasaan hidup orang barat

ini sebagai “tauladan” dalam pergaulannya.. Coba saran di bawah atau ketikkan

pertanyaan baru di atas.76

Aktivitas gaya hidup hedonis/bermegah-megahan berkaitan dengan cara

individu mempergunakan waktu yang terwujud dan terlihat dalam tindakan nyata,

sikap dan perilakunya seperti lebih banyak menonton, bermain, berpacaran,

senang pada keramaian kota dan tempat hiburan serta selalu berusaha menjadi

pusat perhatian. Opini gaya hidup hedonis berkaitan dengan tanggapan baik lisan

atau tulisan yang diberikan individu ketika muncul pertnyaan dalam isu-isu sosial

tentang dirinya yang berkaitan dengan produk-produk kesenangan hidup.

73 https://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme#cite_note-Bertens-4 di akses pada tanggal 13 Mei 2019 pada pukul 17 28

74 Seorang peneliti kehidupan bebas di dunia Barat yang mengungkapkan aspek-aspek dari kehidupan hedonis dan bermegah-megahan.

75 Theo Riyanto & Susanto, Mau Bahagia, (Yogyakarta: Pustaka Kanisus, 2009), 83

76 https://ninahera.blogspot.com/2012/09/hedonisme-dalam-pandangan-islam.html diakses pada tanggal 15 Juni 2019, pada pukul 23 : 45

Page 46: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

35

4. Ciri-ciri dan Bentuk Hedonis

Ada banyak tanda dan ciri-ciri orang yang menganut paham hedonis, selama

mereka masih menganggap bahwa materi adalah tujuan terakhir untuk

mendapatkan kesenangan, entah dengan cara apa mendapatkannya baik halal

ataupun haram yang dilarang Agama. Menurut Cicerno dan Russel ciri-ciri

hedonis memiliki pandangan gaya hidup yang instan, melihat perolehan harta dari

hasil akhir bukan proses untuk membuat hasil akhir. Menjadi pengejar modernitas

fisik. Memiliki realitivitas kenikmatan di atas rata-rata tinggi. Memenuhi banyak

keinginan-keinginan spontan yang muncul. Ketika mendapatkan masalah yang

dianggap berat, muncul anggapan bahwa dunia begitu membencinya, tuhan tidak

adil dan uang yang dimilikinya akan habis.77

Melihat ciri-ciri tersebut, hedonis lebih menitikberatkan kepada kebutuhan

jasmani daripada rohani. Hedonis kuranglebih adalah berupa kesenangan sesaat

yaitu kesenangan duniawi. Cinta pada dunia beserta segala kemewahan yang

terlihat dan dirasakan oleh panca indra manusia. Manusia yang bergaya hidup

hedonis tidak memikirkan apa yang terjadi ke depan yang penting mereka senang

pada saat itu juga.

5. Faktor-faktor Penyebab Hedonis

Secara umun ada dua faktor yang menyebabkan seorang manusia menjadi

hedonis/bermegah-megahan, yaitu faktor esktern yang meliputi media dan

lingkungan sosial serta faktor intern yang meliputi keyakinan dalam beragama dan

keluarga.78

a. Faktor ekstern

Derasnya arus industrialisasi dan globalisasi yang menyerang masyarakat

merupakan faktoryang ta dapat dielakkan. Nilai-nilai yang dulu dianggap tabu kini

dianggap biasa. Media komunikasi, khususnya media internet dan iklan memang

sangat bersinggungan dengan masalah etika dan moral. Melalui simbo-simbol

imajinatif media komunikasi masa jelas sangat memperhitungkan dan

memanfaatkan nafsu, perasaan dan keinginan.

77 Dauzan Diriyansyah Praja, Potret Gaya Hidup Hedonisme, Journal Sociologi, Vol 1, 3

78 Ibid, Vol 1, 4

Page 47: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

36

b. Faktor intern

Sementara itu dilihat dari sisi intern, lemahnya keyakinan Agama seseorang

juga berpengaruh terhadap perilaku sebagian masyarakat yang menggunakan

kesenagan dan hura-hura semata. Binzar Situmorang menyatakan, “Kerohanian

seseorang menjadi tolak ukur dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi

mereka yang suka mengejar kesenangan.” Di samping itu keluarga juga

memegang peranan besar dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini

karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak

lansung mempengaruhi pola hidupnya.

B. Konsep Hedonis/bermegah-megahan yang dilarang oleh al-Qur’an

1. Larangan berlebihan dalam hal harta

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)

mesjid, Makan dan minumlah, dan janganla berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A‟ raf,

31) Ayat tersebut memerintahkan kepada kita untuk memanfaatkan rezeki yang

telah Allah berikan kepada kita, salah satunya dengan makan dan minum serta

semua yang telah Allah halalkan untuk manusia tanpa berlebihan. Maksud

sebaliknya dari ayat itu adalah larangan bagi kita untuk melakukan perbuatan

yang melampaui batas, yakni tidak berlebihan dalam menikmati yang apa yang

dibutuhkan oleh tubuh.

Berlebihan adalah suatu wabah yang tersebar pada zaman ini, suatu wabah

yang menuntut seseorang untuk mengkonsumsi komoditi secara berlebihan.

Namun secara fakta sosial hakikat konsumsi terhadap kehidupan manusia terkait

dengan kebutuhan hasrat manusia secara fisik. Maslow dalam teori tentang

piramida kebutuhan manusia mengumumkan bahwa kebutuhan manusia secara

Page 48: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

37

berurut meliputi kebutuhan dasar, kebutuhan primer, kebutuhan sekunder,

kebutuhan rasa aman, serta kebutuhan akan status sosial.79

Seringkali seseorang membeli barang yang sesungguhnya tidak diperlukan.

Akibatnya barang tersebut menjadi tidak bermanfaat. Hal ini menunjukkan bahwa

perilaku belanja mereka tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi

untuk bergaya, bermegah-megahan dan menunjukkan kemewahan yang mereka

miliki, inilah yang dinamakan perilaku israf.80

Berlebih-lebihan merupakan tindakan yang tidak didasarkan pada

pertimbangan yang rasional, melainkan adanya keinginan yang mencapai taraf

yang tidak rasional lagi. Biasanya pelaku israf dilakukan semata-mata demi

kesenangan sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros. Sebagian manusia

membelanjakan semua hartanya dalam rangka memuaskan keinginannya.

Sebagian dari keinginannya sangat penting bagi kehidupannya, seperti makanan,

pakaian, tempat bernaung dan lain sebagainya. Sementara sebagian lainnya perlu

mempertahankan atau meningkatkan efesiensi kerjanya. Perilaku macam ini

adalah perilaku israf dan tabdzir.81

Adapun perbedaan antara keduanya adalah, jika israf menekankan pada

berlebih-lebihannya, maka tabdzir menekankan pada kesia-siaan benda yang

digunakan. Lawan dari berlebih-lebihan adalah secukupnya atau sekedarnya,

yakni hidup sederhana bukan berarti kikir. Orang sederhana tidak identik dengan

ketidak mampuan. Hidup sederhana yaitu membelanjakan harta benda sekedarnya

saja. Berlebih-lebihan dalam kepuasan pribadi atau dalam pengeluaran untuk hal-

hal yang tidak perlu serta dalam keinginan-keinginan yang tidak sewajarya juga

bisa disebut sikap israf. Biaya yang dikeluarkan biasanya lebih besar dari

keuntungan yang diperoleh seseorangdari sikap israf tersebut.82

Jika dilihat pada

konteks sekarang, mereka menerapkan perilaku israf ini tidak lain hanyalah

79 Abraham Maslow, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik, (Jakarta: Kaisinius, 1987), 21

80 Nurfitriyani dkk, “Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa di Gemuk Indah Semarang”, dalam Psikologi Undip. Vol XII. No 1 (April 2013), 56

81 Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 69

82 Ibid, 70

Page 49: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

38

mengikuti trend atau bermegah-megahan. Dengan maksud dan tujuan

memamerkan yang dimilikinya. Jika semua yang dimilikinya terpenuhi, hal ini

bisa berakibat kepada sikap sombong atau berbangga-bangga diri.

2. Larangan Tamak dan Rakus Dalam hal Harta

Dalam posisi seseorang yang beragama muslim, kehidupan hedonisme

merupakan sesuatu hal yang jauh keluar dari ajaran agama yang seharus nya

diterapkan. Karena dalam kehidupan seorang muslim gaya hidup hedonisme

dikategorikan ke dalam berlebihan, bermegah-megahan, kikir, tamak atau rakus,

tak punya tenggang rasa, asal senang sendiri. Dan merasa diri sendiri lebih dari

cukup. Disertai dengan tidak percaya kehidupan setelah mati, hari akhir dan hisab

(perhitungan) amal baik dan buruk.83

Tamak terhadap harta dunia merupakan salah satu penyakit hati yang sangat

membahayakan kehidupan manusia. Tamak adalah sikap rakus terhadap harta

dunia tanpa melihat halal dan haramnya. Tamak bisa menyebabkan timbulnya

sifat dengki, permusuhan, perbuatan keji, dusta, curang, dan bisa menjauhkan

pelakunya dari ketaatan, dan lain-lain. Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata, “Jika

sifat rakus dibiarkan lapas kendali maka ia akan membuat seseorang dikuasai

nafsu untuk sepuas-puasnya. Sifat ini menuntut terpenuhinya banyak hal yang

menjerumuskan seseorang ke liang kehancuran.”84

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Seorang hamba akan merasa

merdeka selagi ia qana‟ ah dan orang merdeka akan menjadi budak selagi ia

tamak.”Beliau juga berkata, “Ketamakan membelenggu leher dan memborgol

kaki. Jika belenggu hilang maka borgolpun akan hilang dari kaki.”85

Rasulallah shallallahu alaihi wasallam pernah mengkhabarkan bahwa sifat

tamak yaitu cinta dunia tidak pernah mengenal kata puas.

83

https://cumaisengajanih.blogspot.com/2012/08/hedonisme-sebagai-gaya-hidup.html diakses pada tanggal 14 Juli 2019, pada pukul 22 : 25.

84 Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi, Maudhu‟ at Kubra, (Beirut: Darl al-Fikr. Tt), 221

85 Ibnu Taimiyah, Tazkiyah An-Nafs, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2013), 47

Page 50: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

39

عخ انةور عن انزبن ابار ني انى

نة

تك

تطةج ف خ

و ا انناسا أوقول:

إن

أعط آدو نأن اب قول: نواننة طهي اىهم عهو وصهى كان

اد و

أل وا و

بذى ن

ب أح

وإن

ثان

أعط نوا و

ثان

ب ا أح

وإن

ثال

ن آدوف ابود جسل ثا و

انم توبو ابإل انتر

تاب نعهي و وAl-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu al-Zubair tatkala di atas mimbar di Mekah dalam kubtahnya, beliau berkata; Wahai manusia sekalian, Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, “Seandainya anak keturunan Adam diberi satu lembah penuh dengan emas niscaya dia masih akan menginginkan yang kedua. Jika diberi lembah emas yang kedua maka dia menginginkan lembah emas ketiga. Tidak akan pernah

menyumbat rongga anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat

bagi siapa pun yang mau bertaubat.” (HR . Al-Bukhari No.6438).86

Hadits ini menunjukan bagaimana tamaknya manusia terhadap dunia yang

tidak menganal rasa puas. Hadits ini juga, mengandung makna celaan bagi orang

yang tamak terhadap harta dunia. Kecintaan terhadap harta dunia bisa membuat

seseorang terlena dari perjalanan hidup yang abadi di akherat. Semangat

mengumpulkan harta bisa menjadi sebab lalai dari ketaatan kepada Allah Ta‟ ala

karena hati menjadi sibuk dengan dunia daripada akhirat.87

Dampak buruk dari sifat tamak, bisa membuat seseorang melakukan segala

cara yang diharamkan demi mendapatkan harta yang diinginkan, seperti korupsi,

suap, curang, riba, mengurani timbangan, berbohong, menipu, merampok, bisa

pula nekat melakukan ritual-ritual syirik, dan lain- lain.

و انترور

ذ

الو نب بكع عن

ك

قال : قال راأننض ول اىهمسارونع ني انهوص

ا ذ: و نىسو

انئة

ائج

انع

سأر

ال ف غنى ب

ا ود لأفش

ح ن

ءرص انىر

الني انىع فانشرو

ل

د

ن

وAl-Tirmidzi meriwayatkan dari Ka‟ ab ibn Malik al-Anshari ra, beliau berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah dua ekor srigala yang lapar dikirimkan pada seekor kambing itu lebih berbahaya

86

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Vol V, Tahqiq Fuad Abdul Baqi, (Beirut: Darl al-Fikr, 1994), 569

87 Hati yang seperti inilah yang dikecam oleh Allah hati yang mati maksudnya mati dari

menerima kebaikan, yang terfikir dalam benakanya adalah bagaiaman mengumpulkan harta dan bagaimana memperbanyak harta.

Page 51: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

40

daripada tamaknya seseorang pada harta dan kedudukan dalam membahayakan agamanya.” (HR. al-Tirmidzi, beliau berkata: Hadits hasan

shahih).88

Berkaitan dengan hadits di atas, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Ini

adalah permisalan yang agung yang diumpamakan oleh Nabi shallallahu alaihi

wa sallam bagi kerusakan agama seorang muslim akibat rakus terhadap harta dan

kedudukan dunia dan bahwa kerusakannya tidak lebih berat dari rusaknya

kambing yang dimangsa oleh dua ekor serigala lapar.89

Oleh karena itu, Allah Ta‟ ala mengingatkan bahwa harta itu adalah ujian,

harta merupakan di antara fitnah terbesar ummat Rasulallah, dan yang lebih baik

lagi mulia adalah yang ada di sisi Allah Ta‟ ala.

Allah Ta‟ ala berfirman dalam al-Qur‟ an surat al-Taghabun ayat 15:

“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah fitnah (cobaan), dan di

sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Taghabun: 15).90

Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Ka‟ ab ibn Iyadh, ia berkata: Saya telah mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya masing-masing ummat itu memiliki fitnah (bahan ujian) dan fitnah

ummatku adalah harta.” (HR. al-Tirmidzi).91

Dengan demikian, maka tamak merupakan sifat cinta dunia. Sifat tamak

mendatangkan banyak kerusakan, baik kerusakan pribadi, keluarga, masyarakat

dan yang terbesar adalah kerusakan yang menimpa keagamaan seseorang

disebabkan dunia lebih dicintai dari segalanya. Para ulama berkata: Cinta dunia

88 Imam At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Tahqiq Fuad Abdul Baqi, (Beirut: Darl al-Fikr,

1993), 543

89 Ibnu Rajab Al-Hanbali, Mukhtasar Jami‟ ul Ulum Wal Hikam, Tahqiq Ahmad bin Ustman Al-Mazyad, (Yogyakarta: Pustaka Insan Kamil, 2015), 79

90 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol VIII (Jakarta: Lentera Hati, 2010),

91 Ibid, 547

Page 52: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

41

itu pangkal segala kesalahan92

dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai

sisi:

a. Mencintai dunia akan mengakibatkan mengagungkannya, padahal di sisi

Allah Ta‟ ala dunia sangat remeh. Adalah suatu dosa terbesar

mengagungkan sesuatu yang dianggap remeh.

b. Allah Ta‟ ala telah melaknat, memurkai dan membenci dunia, kecuali yang

ditunjukan kepada-Nya.

c. Orang yang cinta dunia pasti menjadikan tujuan akhir dari segalanya. Ia pun

berusaha semampunya akan mendapatkannya.

d. Mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang

bermanfaat untuk kehidupan di akherat. Ia akan sibuk dengan apa yang

dicintainya.

e. Mencintai dunia menjadikan dunia sebagai harapan terbesar seorang hamba.

f. Pecinta dunia akan manuai dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa

di tiga negeri, di dunia, di barzakh dan di akherat. Orang yang rindu dan

cinta kepada dunia sehingga ia mengutamakannya dari pada akherat adalah

makhluk yang paling bodoh, dungu dan tidak berakal.

C. Ayat-ayat yang membahas tentang larangan hidup hedonis/bermegah-

megahan.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam

kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu

itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu,

jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu

benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan Sesungguhnya kamu benar-

benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan

92 Salah satu ulama yang mengatakan demikian adalah Ibnu Atha‟ illah dalam bukunya Al-

Hikam, dan Imam Al-Ghazali dalam bukunya Minhajul Abidin. Mereka adalah tokoh ulama tasawuf yang terkemuka.

Page 53: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

42

ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di

dunia itu). (QS. At-Takatsur, 102. 1-8).93

“Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa

hartanya itu dapat mengkekalkannya. (QS. Al-Humazah, 104. 2-3).94

“Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah Tinggi bangunan untuk

bermain-main. (QS. Asy-Syu‟ ara, 26, 128). 95

“Dan dia mempunyai kekayaan besar, Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat." (QS: Al-Kahfi, 34)

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) Makan dan bersenang-senang dan

dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS: Al-Hijr, 3)

Page 54: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual

beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)

membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS: An-Nur, 37)

93

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X (Jakarta: Lentera Hati, 2015), 542

94 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X, 548

95 Ibid, Vol VI, 237

Page 55: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

43

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka

mereka Itulah orang-orang yang merugi. (QS: al-Munafiqun, 9).96

“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan

dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan

yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.

dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta

keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan

yang menipu. (QS. Al-Hadid, 57. 20)97

D. Asbab an-Nuzul ayat

1. Asbab An-Nuzul surat At-Takatsur ayat 1-8

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Buraidah, dia menuturkan: Ayat ini

turun berkenaan dengan dua kabilah kaum Anshar; Bani Haritsah dan Bani Al-

Harits. Kedua kabilah itu saling menyombongkan diri dengan kekayaan dan

keturunannya. Salah satu dari dua kabilah itu berujar, apakah ada di antara kalian

orang yang serupa dengan si Fulan dan si Fulan? Kabilah satunya juga

mengatakan hal yang sam, sehingga mereka saling menyombongkan diri dengan

kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih hidup di antara mereka.

Kemudian salah satu dari kedua kabilah itu berujar, “Mari pergi bersama kami ke

perkuburan.” Setibanya di perkuburan mereka membanggakan orang-orang dari

kaumnya yang sudah gugur dengan berkata, “Apakah kalian memiliki orang yang

sehebat fulan dan sepiawai fulan? Maka Allah menurunkan firman-Nya yang

96 Ibid, Vol VIII, 326

97 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi), 441

Page 56: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

44

artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikanmu, sampai kamu masuk kedalam

kubur. (At-Takatsur, 102. 1-2).98

Dalam riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari Ali, ia mengemukakan,

awalnya kami meragukan tentang siksa kubur. Maka Allah menurunkan

firmannya, yang artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikanmu, sampai kamu

masuk kedalam kubur.99

2. Asbab An-Nuzul surat al-Humazah.

Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Utsman dan Ibnu Umar

disebutkan: Masih segar: Masih segar terngiang ditelinga kami bahwa ayat yang

artinya, “Celaka bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta

dan menghitung-hitung.” Ayat ini turun berkenaan dengan Ubay bin Khalaf. Dia

juga meriwayatkan dari jalur As-Suddi, ayat itu turun berkenaan dengan Al-

Akhnas bin Syariq.100

Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari salah satu penduduk Baqqah, dia

mengutarakan, ayat tersebut turun terkait dengan Jamil bin Amir al-Jumahi.

Sementara dalam riwayat ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Ishaq

disebutkan: setiap kali Umayyah bin Khalaf berpapasan dengan Rasululullah saw

dia selalu mencela dan menghina beliau, maka Allah menurunkan ayat yang

artinya, “Celaka bagi setiap pengumpat dan pencela.”101

98 Imam Jalaluddin Asy-Suyuthi, Asbab Nuzul Ayat Al-Qur‟ an, Terj, Muhammad Miftahul Huda, (Jakarta: PT Insan Kamil, 2016), 699

99 Imam Jalaluddin Asy-Suyuthi, Asbab Nuzul Ayat Al-Qur‟ an, 700.

100 Ibid, 701

101 Ibid, 702

Page 57: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

45

BAB IV

PENAFSIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG

LARANGAN HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN

A. Penafsiran M Quraish Shihab

1. Surat At-Takatsur

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam

kubur.102

Dalam al-Qur‟ an kalimat yang semakna dengan hedonis adalah at-takatsur

dalam terjemahan versi Departemen Agama Republik Indonesia, diterjemahkan

sebagai bermegah-megahan, yakni bermegahan-megahan dalam soal anak, harta,

jabatan atau kedudukan, pengikut, kemulian, dan seumpamanya.103

Dalam surat Al-Qari‟ ah yang lalu, diuraikan tentang hari Kiamat dan bahwa

manusia ada yang bahagia dan ada pula yang celaka. Ayat yang terakhirnya

menerangkan tentang siksa yang menantikan kelompok yang celaka itu. Pada surat ini

diuraikan sebab kecelakaan tersebut. Ayat di atas bagaikan menyatakan sebab

kecelakaan itu adalah karena saling memperbanyak kenikmatan duniawi dan

berbangga menyangkut anak dan harta telah melengahkan kamu.

Kata الهكم terambil dari kata لهي يلهي yang artinya menyibukkan diri dengan

sesuatu, sehingga mengabaikan yang lain yang biasanya lebih penting. Dan kata

atak irad libmaret لا ت ك ب ل lA sumak malad ,kaynab itrareb gnayةرث Munawwir-رث

disebutkan sebagai berikut. At-takatsur diartikan sebagai Hedonis/bermegah-

megahan, ini merupakan sebuah aliran yang mengatakan bahwa sesungguhnya

kelezatan dan kebahagian adalah tujuan utama dalam hidup.104

menunjukkan ada

102

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X (Jakarta: Lentera Hati, 2015), 542

103 Abdul Manan, Ancaman Al-Qur‟ an Terhadap Sikap Hedonistik, Artikel (Sumatera

selatan: Tim Media Icmi Orwil Sumsel, 2012), 2 104 Muhammad Warsun Munawwir, Kamus al-Munawwir, edisi Arab Indonesia, (Jakarta:

Pustaka Progresif, 1997), 678

Page 58: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

46

dua pihak atau lebih yang bersaing, semua berusaha memperbanyak seakan-akan

sama-sama mengaku memiliki lebih banyak dari pihak lain atau sebagainya.

Tujuannya adalah berbangga-bangga dengan kepemilikannya. Dari sini kata

tersebut digunakan juga dalam arti saling berbangga -bangga atau bermegah-

adalah pasangan antara dua pihak atau lebih dalam hal انتكثثرmegahan.105

memperbanyak hiasan dan gemerlapan duniawi serta usaha untuk memilikinya

sebanyak mungkin tanpa menghiraukan norma dan nilai-nilai agama.

Yang dikecam oleh ayat ini adalah persaingan yang demikian itu sifatnya dan

yang mengakibatkan seseorang menjadi lengah dan mengabaikan hal -hal yang

jauh lebih penting. Kelengahan mengantarkan manusia bersaing tanpa batas

sampai-sampai mengantarkan mereka ke kubur untuk membuktikan betapa besar

pengaruh dan betapa banyak jumlah pengikut mereka atau sampai-sampai mereka

menghitung pula orang-orang yang telah mati di antara mereka.

Persaingan itu juga tidak berhenti sampai kamu dikuburkan atau sampai kamu

mati. Memang menumpuk harta, memperbanyak anak, dan pengikut apabila

motivasinya adalah persaingan, maka ia tidak akan pernah berakhir kecuali

dengan kematian karena yang bersaing tidak pernah puas, selalu saja tergambar di

dalam benaknya harta, kedudukan yang lebih tinggi serta pengikut dan pengaruh

yang lebih besar dari apa yang diperolehnya. Sampai-sampai mungkin saja ia akan

menyaingi Tuhan s ebagaimana yang pernah dilakukan oleh Fir‟ aun. Jika

keadaanya demikian, maka persaingan begitu juga kelengahan dan kelalaian baru

akan berakhir setelah yang bersangkutan dikebumikan di dalam kubur.106

Dalam sebuah hadist qudsi dinyatakan

دعن سل بهن سعثاس ب عن

قال س

انناس ناب تع

بطهي اىهم عهو وصهى كان ذى إن اننة

ب أح

وإن

ثان

أعط نوا ، و

ثان ى

انم توبب ، وا أح

نعهي و و

رواه انثخارى تاب

عانزب ني انى

بن

تك

تطةج ف خ

و

قول ا ا أوقول

أعط آدو نأن اب نو

ادو ى

أل وا و

ن

وإن

ثال

ل ثا ، و

ن آدوف ابود جس

ابإل انتر

105

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah , Vol X, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 486 106

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol X, 487

Page 59: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

47

“Dari Ibnu „Abbas bin Sahl bin Sa‟ ad, ia berkata bahwa ia pernah

mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah,

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam

bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia

tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang

ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang maubertaubat.” (HR

Bukhari).107

Sambil membaca artuP“ adbasreb was lusaR كهلا لا م ت ك ب putri anak Adam-رث

berkata, “Hartaku, hartaku. Hai manusia engkau tidak memiliki hartamu kecuali

apa yang engkau makan dan engkau habiskan, dan apa yang engkau pakai dan

lapukkan, atau apa yang engkau sedekahkan sampai habis. Selain dari itu semua

akan engkau tinggalkan untuk orang lain.108

Kata زرتم seakar dengan kata يزة ia bisa digunakan untuk menggambarkan ,رب

kunjungan yang singkat, yakni berkunjung ke suatu tempat bukan untuk menetap.

Demikian jugalah kunjungan atau keberadaan seseorang di dalam kubur, baik

kunjungan berupa datang ke kubur untuk berbangga atau kunjungan setelah

kematian yakni terkubur di sana. Semuanya bersifat sementara, tidak terus

menerus, karena masih ada tempat yang lain akan menjadi tempat tinggal yang

lama (selama-lamanya) di luar alam dunia dan alam kubur, yaitu alam akhirat.109

Kata lA malad id ilakes nakumetid aynah قملا ب ‟Qur-رب an. Ia semakna dengan

muqbarah yakni tempat pemakaman. Sementara ulama berpendapat bahwa kata

maqabir yang dipilih di sini agar terjadi persesuuaian bunyi dengan akhir ayat

lalu. Tetapi jawaban ini tidak memuaskan karena persesuaian itu dapat juga terjadi

bila kata qubur yakni tempat-tempat pemakaman. Lalu bentuk jamak dari kata قبير

adalah مقبره. Kemudian bentuk jamak dari مقبره adalah مقببر. Demikian kata yang

digunakan ayat ini adalah manggambarkan pelipatgandaan yang beruntun.

Pelipatgandaan itu di samping mengandung persesuaian dengan akhir huruf ayat

107

Musthafa al-Bugho, Nazhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Shalihin, (Surabaya: Pustaka Nurul Huda, 2008), 125

108 Quraish Shuhab, al-Misbah, vol X, 486-487

109 Ibid, Vol X, 488

Page 60: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

48

yang lalu, dan juga yang lebih penting adalah penyesuaian dengan kecaman

memperbanyak yang dikandung oleh pesan ayat pertama yakni at-Takatsur.110

“Hati-hatilah, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan hati-hatilah, kelak kamu akan mengetahui.”

Dalam kaitannya dengan persaingan tidak sehat dalam menumpukka harta

dan memperbanyak pengikut, kedua ayat di atas memperingatkan; Hati-hatilah!

Jangan lakukan persaingan semacam itu, karena kelak engkau akan mengetahui

akibatnya. Sekali lagi berhati-hatilah! Kamu akan mengetahui akibatnya.

Kalau demikian, persaingan memperebutkan kemegahan duniawi begitu

pula memperbanya anak dan pengikut, tida akan membawa kebahagiaan dan

kepuasan bagi yang terlibat serta tidak mengantar kepada hakikat dan tujuan

kehidupan itu sendiri. Kalau kepastian di atas tidak ditemukan atau dialami dalam

kenyataan hidup duniawi, maka akan terbukti kebenarannya dalam kehidupan

ukhrawi. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 6-7

sebagai berikut:

“Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi

janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya

mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”

Hati-hatilah, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.

110 Ibid, Vol X, 489

Page 61: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

49

Sekali lagi ayat di atas memperigatkan bahwa, Hati-hatilah janganlah begitu

sungguh jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu

tidak akan melakukan perlombaan dan persaingan tidak sehat. Kamu benar-benar

akan melihat neraka Jahim,dan sesungguhnya Aku bersumpah bahwa kamu benar-

benar melihatnya dengan ainul yaqin yakni mata telanjang yang tidak sedikitpun

disentuh oleh keraguan.111

Sementara ulama menyisipkan kalimat yang menjelaskan konsekuensi,

pengarang tafsir Al-Muntakhab menyatakan112

, “Sungguh jika kamu mengetahui

dengan yakin betapa buruknya tempat kembali kamu sekalian, pasti kamu akan

merasa terkejut dengan gaya hidup kamu yang bermegah-megahan itu. Dan tentu

kamu akan berbekal diri untuk akhirat.” Ada lagi yang menyiratkan kalimat

seperti ini, “Tentulah penyesalan kamu tidak akan terlukiskan dengan kata-kata

akibat habisnya umur dalam persaingan tak sehat.

Thahir Ibn Asyur juga menilai bahwa perlu menyisipkan kalimat untuk

menggambarkan apa yang niscaya terjadi jika mereka mengetahui secara yakin

ayat 6 yang menyatakan niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim,

ayat ini tidak berkaitan dengan ayat yang sebelumnya. Ia adalah uraian baru yang

menjelaskan bahwa mereka akan terjerumus kedalamnya.113

Thabathaba‟ i menulis bahwa sementara ulama menyatakan bahwa perlu

ada sisipan yang berfungsi menjelaskan apa yang terjadi jika mereka mengetahui

secara yakin, tetapi ini bila yang dimaksud adalah melihat neraka Jahim pada hari

kiamat. Namun menurutnya bisa saja yang dimaksud adalah melihatnya di dunia

ini dan melihat yang dimaksud adalah dengan mata hati yang merupakan dampak

dari keyakinan itu. Ini serupa dengan firmannya.

111 Ibid, Vol X, 489

112 Salah satu kitab tafsir dengan judul Muntakhab al-Kalam Fi al-Tafsir al-Ahlam, yang di susun oleh Abu Sa‟ id Abdul Malik al-Waiz Al-Kharkusyi. Tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa kitab tafsir ini dinisbahkan kepada Abu Bakar Muhammad Ibnu Sirin Wallahu A‟ lam

113 Ibid, Vol X, 490

Page 62: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

50

“Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. (QS-Al-An‟ am:

6. 75).114

“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Setelah ayat-ayat yang lalu mengecam dan memperingatkan mereka yang

bersaing secara tidak sehat memperbanyak kenikmatan duniawi, ayat di atas

memperingatkan bahwa kenikmatan apapun bentuknya pasti akan diminta

pertanggungjawaban. Atau setelah ayat yang lalu menggambarkan ancaman yang

menanti mereka karena hanya memperhatikan kenikmatan duniawi, ayat diatas

juga mengingatkan mereka bahwa sikap tersebut akan diminta

pertanggungjawabkan dan kelak mereka akan ditanyai tentang sikap mereka

menyangkut kenikmatan ukhrawi. Apapun hubungannya, ayat di atas bagaikan

menyatakan: Kemudian, aku bersumpah bahwa pasti kamu semua manusia akan

ditanyai pada hari itu tentang an-na‟ in yakni tentang kenikmatan duniawi yang

kamu raih atau kenikmatan ukhrawi yang kamu abaikan.115

Kata لتسئله terambil dari kata سأل yang digandengkan dengan huruf lam

yang berfungsi sebagai isyarat adanya sumpah, dan huruf nun digunakan untuk

menunjukkan kepastian serta penekanan. Sedangkan kata sa‟ ala yang berarti

meminta. Sedangkan kata na‟ im bisa diterjemahkan dengan kenikmatan.

Sementara ulama menyebutkan beberapa riwayat yang menjelaskan maksud kata-

ini seperti angin sepoi, air sejuk, alas kaki, sampai kepada al-Qur‟ an dan

kehadiran Nabi saw dan sahabatnya. Anas bin Malik menyatakan bahwa ketika

turunnya ayat di atas seorang yang sangat miskin berdiri di depan Nabi saw

sambil berkata, “Apakah ada suatu nikmat yang aku miliki” Nabi Menjawab, “Ya

114

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol III, (Jakarta: Lentera Abadi, 2015), 287

115 Quraish Shihab, Al-Misbah, 491

Page 63: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

51

naungan, rumput dan air yang sejuk semua itu adalah nikmat yang engkau

peroleh.116

Jika kita menelusuri penggunaan al-Qur‟ an tentang kata-kata yang seakar

dengan kata وعيم ditemukan bentuk-bentuk وعمت, kadit aynankam ajas utneT .معىا

sama. Kata na‟ mah (dengan bacaan fathah pada huruf ain) terdapat dalam al-

Qur‟ an pada dua surah yaitu (ad-Dukhan-27 dan Muzammil-11) dan keduanya

dalam konteks pembicaraan tentang orang-orang yang memperoleh limpahan

anugerah atau nikmat material yang mereka tidak syukuri. Sedangkan kata

ni‟ mah (dengan bacaan kasrah pada huruf ain) yang terulang sebanyak 34 kali,

pada umumnya digunakan untuk mengambarkan anugerah Allah kepada hamba-

hamba-Nya yang sadar atau diharapkan dapat sadar, baik nikmat itu berupa

material atau spritual.117

Kata وعيم terulan dalam al-Qur‟ an sebanyak 17 kali 8 di antaranya dengan

redaksi jannat an-na‟ im yakni (surga-surga yang penuh dengan kenikmatan), 3 di

antaranya dengan redaksi jannatu na‟ im yakni (surga yang penuh kenikmatan)

dan 6 sisanya digandengkan dengan berbagai kata tetapi seluruhnya digunakan

dalam konteks kenikmatan surgawi di akhirat kelak.

Seseorang yang menyadari bahwa ada kenikmatan yang melebihi

kenikmatan duniawi tentu tidak akan mengarahkan seluruh pandangan dan

usahanya semata-mata hanya kepada kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara

itu, bahkan seseorang yang menyadari betapa besar kenikmatan ukhrawi itu akan

bersedia mengorbankan kenikmatan duniawi yang dimiliki dan dirasakannya demi

memperoleh kenikmatan ukhrawi itu. Demikan awal ayat pada surat ini

membicarakan tentang perlombaan menumpuk kenikmatan duniawi, dan akhirnya

Allah memperingatkan mereka tentang tanggung jawab kepemilikan harta itu

bahkan mengingatkan mereka tentang kenikmatan ukhrawi yang tiada taranya.

Demikian Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya.118

116 Ibid, Vol X, 491

117 Quraish Shihab, al-Misbah, 492

118 Quraish Shihab, al-Misbah, 492

Page 64: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

52

2. Surat al-Humazah ayat 2-3

“Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa

hartanya itu dapat mengkekalkannya. (QS-al-Humazah).119

Setelah ayat yang lalu mengecam pengumpat dan pengejek, ayat-ayat di atas

mengisyaratkan salah satu sebab perbuatan itu, yakni pengumpat dan pengejek itu

adalah orang-orang yang mengumpulkan harta yang banyak dan seringkali

menghitung-hitungnya, itu dilakukan karena mereka mengira bahwa hartanya

akan mengekalkannya.

Kedua ayat di atas juga didukung oleh surat al-Hujurat ayat 11, yang

diisyaratkan salah satu sebabnya, yaitu bahwa si pengejek (pengumpat)

menganggap dirinya memiliki kelebihan atau meresa lebih dari yang di ejek oleh

sebab itu ia membanggakan dirinya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki

merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih

baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan

kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan

janganlah suka mencela dirimu sendiri. Dan jangan memanggil dengan

gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah

(panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat,

Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS-al-Hujurat)

Kata مبل pada surat al-Humazah di atas, dari segi bahasa pada mulanya

berarti cenderung atau senang. Agaknya harta dinamai demikian, karena hati

119 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X 525

Page 65: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

53

manusia selalu cenderung dan senang kepadanya. Selanjutnya harta juga dinilai

sebagai segala sesuatu yang memiliki nilai material. Kata مبل pada ayat ini

berbentu nakirah (indefinit)120

dan menggunakan tanwin yaitu bunyi nun pada

akhir kata tersebut walaupun bunyi nun tersebut tidak diperjelas karena

dimasukkan pengucapannya kepada huruf waw yang merupakan huruf awal kata

berikutnya. Ini dikenal di dalam ilmu Tajwid dengan istilah Idgham Bi

Ghunnah.121

Tanwin atau huruf nun yang hanya diucapkan itu, oleh ulama tafsir

terkadang difahami sebagai kalimat yang bermakna banyak, dan dalam

kesempatan lain mereka mereka memahaminya dalam makna yang sedikit.

Dengan demikian kata مبل pada ayat di atas dapat berarti harta yang sedikit atau

harta yang banyak.122

Kedua pendapat tersebut dapat diterima, setelah mengetahui posisi pandang

masing-masing mereka. Yang menganggapnya banyak menilai hal tersebut

demikan, dengan menggunakan logika si pengumpat. Si kikir akan menilai

hartanya yang sedikitpun sebagai harta yang banyak akibat kekikirannya. Tetapi

harta yang banyak itu pada hakikatnya sedikit sekali bila dilihat dari sudut

pandang Allah swt, bahkan sedikit sekali yang dimiliki oleh si pemilik harta.

Dalam hal Rasul saw bersabda, “Putra-putri anak Adam berkata, “Hartaku,

hartaku. Hai manusia engkau tidak memiliki hartamu kecuali apa yang engkau

makan dan engkau habiskan, dan apa yang engkau pakai dan lapukkan, atau apa

yang engkau sedekahkan kepada orang lain sehingga menjadi kekal di sisi Allah

swt.123

Pada umumnya al-Qur‟ an menggunakan kata مبل baik dalam bentuk

tunggal maupun jamak. Ini memberikan kesan bahwa harta harus memiliki fungsi

sosial dan tidak direstui untuk dijadikan sebagai harta pribadi semata-mata dengan

120 Nakirah adalah kalimat yang memiliki arti yang umum, lihat perkataan Ibnu Malik

dalam bukunya Alfiyah dan perkataan imam Sonhaji dalam bukunya matn al-Jurumiyyah. 121 Quraish Shihab, Al-Misbah, 512-513

122 Quraish Shihab, Al-Misbah, Vol X, 514

123 Ibid, Vol X, 515

Page 66: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

54

mengabaikan fungsi sosial, artinya dengan harta yang dimiliki bagaimana harta

tersebut dapat memberikan dampak dalam kehidupan seseorang.

Kata ةةةةة berasal dari kata ع yang dapat dipahami dalam arti

menghitung atau menganekaragamkan atau menyiapkan. Kata tersebut

menggambarkan si pengumpat yang mengumpulkan harta itu tidak sekedar

mengumpulkannya, tetapi ia begitu cinta kepada harta sehingga dari saat ke saat ia

terus menghitung-hitungnya, dan dia begitu bangga dengannya sehingga ia

memamerkannya. Atau menjadikannya beraneka ragam dengan membeli berbagai

ragam benda seperti sawah, ladang, kendaraan, rumah, perhiasan dan sebagainya.

Bisa juga kata tersebut dipahami dalam arti mempersiapkan harta tersebut untuk

kebutuhan ana keturunannya. Betapapun, semuanya bermuara kepada satu

maksud bahwa yang bersangkutan amat cinta kepada harta benda dan amat

kikir.124

Ulama yang membaca kata tersebut dengan ةةةةة (tanpa tasydid pada

huruf dhad) memahami kata tersebut dalam grup atau kelompok yang berada di

sekeliling yang bersangkutan, sehingga ayat kedua ini berarti bahwa sang

pengumpat mengumpul harta dan menghimpun di sekeliling orang-orang yang

selalu menyertainya, serta mendukung kebijaksanaan dan ambisinya.

Kata اخل ه berasal dari kata الخل kekal. Kata yang digunakan ayat ini

berbentuk kata kerja masa lampau (madhi) tetapi maksudnya adalah masa

mendatang (mudhari‟ ). Ini untuk mengisyaratkan betapa mantap dugaan itu di

dalam diri yang bersangkutan sehingga seakan-akan kekekalan tersebut sudah

merupakan kepastian seperti pastinya sesuatu yang telah terjadi. Kekekalan yang

dimaksud adalah dugaannya bahwa ia akan bertahan terus-menerus dalam

keadaannya seperti saat ini, memiliki kekayaan dan pengikut-pengikut atau

kekekalan itu dapat juga dipahami sebagai akibat kelengahannya akan kematian.

Memang boleh jadi yang bersangkutan mengetahui bahwa ia akan mati, tetapi

pengetahuan tersebut tidak nampak berbekas dalam tingkah lakunya, atau tidak

terlihat pada dirinya dalam bentuk persiapan menghadapi hari tersebut.125

124 Ibid, Vol X 516

125 Quraish Shihab, al-Misbah, Vol X, 517

Page 67: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

55

3. Surat asy-Syuara‟ ayat 128-129

“Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah Tinggi bangunan untuk bermain-main. Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya

kamu kekal (di dunia)? (QS-Asy-Syuara‟ ).126

Setelah Nabi Hud as menyeampaikan kerasulannya serta motivasinya,

beliau mengecam kegiatan kaumnya selama ini. Beliau berkata: “Sungguh tidak

wajar apa yang kamu lakukan selama ini! Apakah kamu membangun pada semua

yakni di banyak tempat yang merupakan dataran tinggi berupa tanda guna menjadi

bukti kekuatan dan keangkuhan yang kamu pamerkan kepada setiap orang yang

lewat, dan itu kamu lakukan terus-menerus secara sia-sia tanpa ada manfaat

bahkan hanya sekedar foya-foya dan baerbangga diri. Di samping itu kamu juga

bersungguh-sungguh dan memaksakan diri membuat kolam-kolam air dan

benteng-benteng kokoh dengan harapan atau seakan-akan kamu terus-menerus

hidup.127

Kata ريع adalah bentuk jamak dari kata ريعت yaitu tempat yang tinggi atau

gunung. Kata ini pada mulanya berarti kelebihan. Kata ayatun berarti tanda atau

alamat. Dalam fungsinya sebagai tanda, ia biasa dibuat sedemikian rupa sehingga

menarik perhatian sekaligus menunjukkan kehebatan pembuatnya. Kata

mashani‟ adalah bentuk jamak yang diambil dari kata shana‟ a yang berarti

membuat. Biasanya pelaku yang ditunjuk melalui kata ini adalah pelaku yang

memiliki keahlian dalam bidangnya. Kata mashani‟ pada mulanya berarti sesuatu

yang dibuat. Berbeda-beda pendapat ulama tentang maksud kata ini. ada pendapat

yang memahaminya dalam arti istana, ada juga pendapat lain yang mengartikan

benteng, dan ada juga pendapat yang mengartikan dengan kolam-kolam tempat

penampungan air. Demikian juga pada kata sebelum ini yakni kata ri‟ in, ada

yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah bangunan tinggi untuk burung-

burung, guna menjadi bahan permainan. Makna ini agaknya dipilih karena

dikaitkan

126 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol IV, 231

127 Ibid, Vol VI, 101

Page 68: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

56

dengan kata ta‟ batsuun yang berarti melakukan perbuatan sia-sia tanpa ada

manfaat yang jelas.128

Thabthaba‟ i menulis bahwa rupanya mereka membangun di puncak-

puncak gunung bangunan-bangunan tinggi guna menjadi tempat rekreasi sambil

membangga-banggakannya tanpa ada kebutuhan untuk itu, tetapi hanya sekedar

mengikuti hawa nafsu.129

Kritik yang diarahkan kepada kaum Nabi Hud as itu, disebabkan karena

mereka tenggelam dalam urusan dan kenikmatan duniawi yang mengakibatkan

pengabaian kehidupan ukhrawi serta persiapan menghadapinya. Memang kaum

Ad‟ pada masa itu telah mencapai satu tingkat kemajuan dan kekuasaan yang

sangat mengagumkan daerah sekitarnya, sehingga mereka angkuh dan

bergelimang dalam pemenuhan sisi material semata.

Ibnu Asyur memahami bangunan-bangunan di tempat tinggi yang dimaksud

di sini adalah rambu-rambu perjalanan. Mereka juga membuat kolam-kolam

penampungan air hujan. Semua itu untuk kepentingan para musafir atau siapa saja

yang ingin mendapatkan air, khususnya pada musim kemarau. Di samping itu

mereka juga membangun istana-istana dan benteng-benteng yang sebenarnya

dapat dinilai bertujuan baik dan bermanfaat. Tetapi mereka berbangga-bangga dan

mengabaikan petunjuk agama sehingga sirna tujuan utama pembangunan sarana-

sarana itu, dan karena itulah ia dinilai oleh Nabi Hud as sia-sia tidak

bermanfaat.130

Nabi Hud as tidak melarang mereka membangun bangunan tinggi dan besar,

beliau hanya mengecam perlombaan yang bertujuan berbangga-bangga. Bangunan

yang dibuat untuk memenuhi kepentingan umum, yang tidak mengakibatkan

pemborosan, tidak juga untuk tujuan maksiat, tidak akan pernah dikecam agama.

Bahkan membangun yang baik dan indah untuk kepentingan pribadi dan keluarga

128 Ibid, Vol VI, 102

129 Muhammad Husain Thabathaba‟ i, Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur‟ an,Vol I (Beirut: Darl al-Fikr, 1997), 344

130 Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir Wa al-Tanwir, Terj, Majelis Tarjih Muhammadiyah, (jakarta: Pustaka Muhammadiyah), 145

Page 69: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

57

pun tidak terlarang selama tidak melengahkan seseorang dari nilai-nilai agama

dan kebaikan.131

Kalimat لعلكم تخل ون dipahami juga dalam arti seakan-akan engkau akan

kekal, sementara ulama menola penafsiran ini, dengan alasan bahwa jika dipahami

demikian, maka penggalan ayat itu tidak mengandung kecaman, karena

membangun satu bangunan yang kokoh seakan-akan penghuninya kekal. Ayat ini

merupakan kecaman terhadap orang yang tidak mempercayai kiamat.132

4. Surat Al-Hadid ayat 20

“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan

dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu

serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan

yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu

menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.

dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta

keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan

yang menipu. (QS-Al-Hadid)

Thabathaba‟ i berpendapat bahwa ayat yang lalu pada surat al-Hadid

menguraikan keadaan orang-orang yang dimasukkan ke dalam kelompok as-

Shiddiqin dan asy-Syuhada yakni kelompok-kelompok yang merupakan manusia-

manusia terbaik serta yang pasti meraih keselamatan. Ayat itu juga telah

menguraikan tentang orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan yang

merupakan kelompok manusia terjahat yang pasti binasa. Masih ada satu

kelompok manusia yang belum diuraikan, yaitu yang berat antara dua kelompok

tersebut. Mereka adalah orang yang beriman yang melakukan aneka macam dosa

131 Ibid, 146-147

132 Ibid, Vol VI, 102

Page 70: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

58

dan pelanggaran dalam berbagai tingkat kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-

Nya.133

Bagi mereka di uraikan hakikat dunia karena mereka sangat

mendambakannya dan menjadikan mereka enggan untuk bersedekah. Mereka juga

di ajak untuk bersegera meraih pengampunan dan surga sambil mengisyaratkan

bahwa apapun bencana yang menimpa mereka, maka itu semua telah tercatat

dalam kitab dan ketetapan Allah, dan karena itu mereka tidak wajar merasa

khawatir terjerumus dalam kemiskinan akibat berinfak di jalan Allah yang lalu

menjadikan mereka kikir, dan tidak wajar pula merasa takut mati dalam berjihad

membela Agama-Nya, yang mengantar mereka enggan untuk berjihad.134

Demikianlah lebih kurang Thabathaba‟ i menjelaskan hubungan ayat di atas dan

ayat-ayat sesudahnya dengan ayat-ayat yang lalu.135

Allah berfirman, ketahuilah wahai hamba-hamba Allah yang lengah atau

tertipu oleh gemerlapan hiasan duniawi dalam gemerlapannya yang menggiurkan

tidak lain hanyalah permainan atau aktivitas yang sia-sia tanpa tujuan. Apa yang

dihasilkan hanyalah hal-hal yang menyenangkan hati tetapi menghabiskan waktu

dan mengantarkan kepada kelengahan, yakni melakukan kegiatan yang

menyenangkan hati tetapi tidak penting sehingga melengahkan pelakunya dari

hal-hal yang penting atau yang lebih penting, serta ia juga akan mengantarkan

kepada dengki dan iri hati yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merasa

bangga memiliki keturunan yang sukses padahal itu semua tidak kekal melainkan

hanya sementara.(QS. Al-Hadid, 20).136

Kehidupan dunia ibaratkan hujan yang tercurah ke atas tanah yang

mengagumkan para petani, tanam-tanaman yang ditumbuhkannya sangat subur

setelah berlalu beberapa waktu kemudian tanaman itu menjadi kering atau

tanaman itu tumbuh tinggi dan menguat lalu perlahan ia menguning kemudian

beberapa saat kemudian ia menjadi binasa dan hancur. Demikian itulah

133 Muhammad Husain Thabathaba‟ i, Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur‟ an,Vol I, 356

134 Ibid, Vol VII, 36

135 Muhammad Husain Thabathaba‟ i, Tafsir al-Mizan, 360

136 Kementerian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol VIII, 269

Page 71: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

59

perumpamaan keadaan dunia dari segi kecepatan kepunahannya dan di akhirat

nanti ada azab yang menanti mereka bagi mereka yang mengabaikan tentang

larangan Allah swt dan mengabaikan kehidupan akhirat. Tapi bagi mereka yang

menjadikan dunia sebagai perolehan kebahagiaan akhirat maka mereka akan

memperoleh keampunan dan keridhaan dari Allah swt, dan tidaklah kehidupan

dunia bagi mereka yang menjadikan tempat persinggahan sementara, melainkan

sesuatu yang melengahkan dan permainan semata.137

Ayat di atas menggunakan redaksi اومب tidak lain/hanya, yang mengandung

makana pembatasan, maka apabila merujuk ke redaksi ayat maka selain yang

disebut oleh redaksinya, bukan merupakan bagian dari kehidupan dunia.

Menyadari banyak hal dalam kehidupan dunia ini selain yang disebutkan oleh ayat

di atas, seperti penyakit, makan dan minum, dan lain-lain maka tentu saja kata

tidak lain dimaksudkan hanya bertujuan menekankan sekaligus menggambarkan

bahwa hal-hal itulah yang terpenting dalam pandangan orang-orang yang lengah,

walaupun selain dari itu masih banyak.

Kata لعب yang biasa diterjemahkan dengan permainan digunakan oleh al-

Qur‟ an dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya bukan untuk

suatu tujuan yang wajar dalam arti membawa manfaat atau mencegah mudharat.

Ia dilakukan tanpa tujuan, bahkan kalau ada hanya untuk menghabiskan waktu,

sedang لهي adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya

dari pekerjaan yang bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting daripada yang

sedang dilakukannya ini.138

Susunan kegiatan-kegiatan yang disebutkan oleh ayat di atas, menurut

Rasyid Ridha dan Thabathaba‟ i, العب merupakan gambaran keadaan bayi yang

merasakan lezatnya permainan walaupun ia sendiri melakukannya tanpa tujuan

apa-apa kecuali bermain. Di susul dengan kata لهي karena ini tida bisa dilakukan

kecuali bagi seseorang yang telah memiliki apa-apa yang hendak ia permainkan.

Setelah itu disebutkan kata السوت yakni perhiasan, karena berhias adalah adat dan

137 Ibid, Vol VII, 37

138 Quraish Shihab, al-Misbah, Vol VII 36

Page 72: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

60

kebiasaan bagi seseorang maka di sini dipahami bahwa harta-harta dan perhiasan

yang telah mereka miliki mereka gunakan dan hiasi diri mereka dengan tujuan

memamerkan dan berbangga-bangga, lalu di susul kata تفبخر yang artinya juga

berbangga-bangga inilah sifat yang dimiliki oleh setiap manusia, dan diakhiri

dengan kata التكبثر في اميال memperbanyak harta, ini juga merupakan sifat

setiap orang yang tidak pernah menemui kepuasan meski harta tersebut seperti

tumpukan gunung.139

Kata الكفبر adalah jamak dari kata كبفر kata ini berasal dari kata كفر

yang berarti menutup. Maksudnya di sini adalah para petani, karena mereka

menanam benih yakni menutupnya dengan tanah. Kafir dalam istilah keagamaan

adalah yang menutupi/mengingkari kebenaran yang di sampaikan oleh Allah dan

Rasul-Nya. Kekikiran pun dinamai oleh al-Qur‟ an dengan kekufuran karena

yang kikir dengan keengganannya memberi bagaikan menutupi apa yang terdapat

padanya, apalagi yang bersangkutan tida jarang menutupi apa yang dimilikinya

sambil berbohong dengan berkata; “Saya tidak punya.” Alhasil kata kafir dalam

konteks ajaran Agama adalah segala aktivitas yang bertentangan dengan tujuan

Agama. Penggunaan kata kafir pada ayat ini, walaupun yang dimaksud adalah

petani namun memberi kesan bahwa demikian itulah sikap orang-orang yang jauh

tuntunan Agama, yakni sangat senang dan tergiur oleh perhiasan dan gemerlapan

duniawi.140

Kata يهيج dipahami oleh banyak ulama dalam arti menjadi kering. Ada juga

yang memahaminya dalam arti bangkit, menguat, dan meninggi. Dengan

demikian, periode ini sebelum tumbuhan itu layu dan kering. Kelayuan dan

kekeringannya dilukiskan oleh kata sesudahnya yakni lalu engkau lihat dia

menguning yakni layu lalu mengering.

Ketahuilah wahai manusia bahwasanya kehidupan dunia yang kalian tinggal

di dalamnya, hanyalah permainan dan senda-gurau. Keindahannya hanyalah pada

pakaian, rumah-rumah kalian dan saling berbangga diri di antara kalian, seperti

139 Ibid, Vol VII, 40

140 Quraish Shihab, Al-Misbah, Vol VII, 38

Page 73: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

61

berbangga dengan pasangan, harta, dan anak. Juga berbangga dengan kekayaan.

Dunia ini seperti tanaman yang tumbuh, akan tetapi hanya sebentar umurnya,

dipanen kemudian menjadi kering dan tertiup dengan angin. Allah menjelaskan

bahwa barangsipa yang mementingkan dunia dan tidak berbekal dengan akhirat,

maka di akhirat dia akan diadzab yang keras. Dan barangsiapa yang menggunakan

dunia untuk keridhaan Allah dan menjadikan tangga untuk meraih akhirat, maka

dia adalah orang yang diampuni atas dosanya dan diridhai Allah. Ketahuilah

bahwa kehidupan dunia bagi siapa yang lalai dengan akhirat maka semua itu

adalah kesengan semu dan tipuan daya belaka yang sewaktu-waktu akan Allah

ambil.141

Allah memberikan perumpamaan dunia yaitu seperti hujan yang turun ke

bumi sehingga menjadikan bui itu subur yang kemudian menumbuhkan tanaman

yang segar, hijau, subur dan sangat menarik lagi indah, yang menyebabkan al-

kuffar (petani/orang kafir) merasa kagum terhadapnya karena pandangan (obsesi)

mereka hanya terbatas pada dunia. Lalu, tiba-tiba datanglah hukum Allah yang

menjadikan semua tanaman itu musnah, kering dan hancur, sehingga seakan -akan

tidak pernah ada keindahan dan pemandangan yang menarik sebelumnya.

Demikianlah hakikat dunia. Ketika pemiliknya telah berada di puncak keindahan

dan kemewahan dunia, apapun yang diinginkan pasti didapatkannya dan semua

pintu terbuka untuknya. Tiba-tiba datanglah keputusan Allah yang menjadikan

hilang semua yang ada di tangannya dan yang dikuasainya. Lalu kedua tangannya

menjadi hampa, tidak memiliki dan tidak membawa sedikitpun dari dunia sebagai

puncak cita-citanya yang ia berusaha dan berupaya maksimal untuknya.

Demikianlah hakikat dunia. Mula-mula anak kecil lalu tumbuh menjadi remaja,

dewasa sampai kemudian menjadi tua renta. Mula-mula kuat lalu menjadi lemah,

bahkan tidak mampu banyak bergerak dan tidak kuasa lagi kecuali sedikit saja.

Mula-mula penampilannya indah lalu berubah menjadi buruk.142

Allah swt menerangkan hakikat dunia dan apa yang ada di atasnya,

menerangkan akhirnya dan akhir para penghuninya, yaitu bahwa dunia merupakan

141 Ibid, Vol VII, 41

142 Quraish Shihab,al-Misbah, Vol VII, 43

Page 74: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

permainan dan senda gurau, dimana jasad bermain-main dengannya dan hati

terlalaikan olehnya. Hal ini seperti yang terjadi pada orang-orang yang mengejar

dunia, di mana kita melihat mereka menghabiskan usia mereka dengan senda

gurau serta lalai dari dzikrullah, demikian pula terhadap apa yang ada di hadapan

mereka berupa janji Allah dan ancaman-Nya di akhirat. Bahkan kita melihat

mereka menjadikan agama sebagai permainan dan senda gurau, berbeda dengan

orang-orang yang sadar dan mengejar akhirat, dimana hati mereka dipenuhi

mengingat Allah, mengenal dan mencintai-Nya, dan mereka menyibukkan waktu

mereka dengan amal yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah baik

manfaatnya terbatas untuk diri mereka maupun mengena pula kepada orang lain.

Tatkala perumpaan ini menjadi bukti bahwa dunia pasti akan pergi, hilang

dan selesai, maka Allah memperingatkan manusia dari dunia dan memberikan

motivasi untuk mengejar apa yang lebih baik dari dunia. Maka Allah berfirman,

“Tiadalah di akhirat yang sebentar lagi, pasti datang kecuali dari dua hal yaitu

adzab yang keras atau ampunan dan ridha dari Allah.” Maksudnya keadaan di

akhirat tidak terlepas dari dua perkara ini yakni pertama, adzab yang keras di

neraka jahannam dengan belenggunya, rantainya dan semua kedahsyatannya bagi

orang-orang yang menjadikan dunia sebagai cita-cita dan puncak tujuannya

sehingga dia berani berbuat maksiat kepada Allah dan mendustakan ayat-ayat

Allah serta kufur atas nikmat-nikmat Allah, kedua, ampunan dari Allah terhadap

kesalahan-kesalahannya, dihilangkan semua hukuman dan mendapat keridhaan

dari Allah. Dia tinggal di dalam surga yagn penuh dengan keridhaan Allah bagi

orang yang mengenal hakikat dunia sehingga dia berupaya maksimal untuk

memperoleh akhirat. Semua ini mengajak untuk zuhud terhadap dunia dan

bertujuan mencari akhirat.143

Yakni berhias, baik dalam pakaian, makanan, minuman, kendaraan, rumah,

kedudukan dan lainnya. Maksudnya, masing-masing penghuninya ingin

berbangga di hadapan orang lain dan agar dia lebih unggul dalam urusannya serta

masyhur keadaannya. Masing-masing ingin jika dia lebih banyak daripada yang

143 https://muhammadfirdauss.blogspot.com/2013/10/tafsir-surah-alhadid-ayat-20.html di akses pada tanggal 13 Mei 2019 pada pukul 17 : 21

Page 75: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

lain dalam harta dan anaknya seperti yang kita saksikan pada orang-orang yang

mencintai dunia dan merasa tenteram dengannya. Berbeda dengan orang-orang

yang telah mengenal dunia dan hakikatnya, dimana dia menjadikannya sebagai

perjalanan, bukan sebagai tempat menetap, maka dia pun berlomba-lomba dalam

hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah serta menggunakan sarana yang dapat

mengantarkannya kepada Allah, dan ketika dia melihat orang-orang berlomba-

lomba dalam hal harta dan anak, maka dia berlomba-lomba dalam amal saleh.

Selanjutnya Allah swt membuat permisalan terhadap dunia dengan air hujan yang

turun mengena kepada bumi, lalu bercampur dengan tanaman-tanaman bumi yang

kemudian menjadi makanan manusia dan hewan.144

Ketika bumi telah berhias dengan indahnya dan tanamannya menakjubkan

para penanam, yang cita-cita dan harapannya terbatas hanya sampai dunia saja,

tiba-tiba datang perkara dari perintah Allah yang membinasakannya sehingga

tanaman itu menjadi kering menguning dan menjadi seperti belum pernah tumbuh

sama sekali. Demikianlah dunia, ketika ia berhias untuk penduduknya, dimana apa

saja yang diinginkan penghuninya dapat diperolehnya dan apa yang dituju oleh

penghuninya, maka akan ditemukan pintu-pintu ke arahnya dalam keadaan

terbuka, namun qadar (taqdir) menimpanya sehingga menghilangkannya dari

tangannya dan menyingkirkan kepemilikannya dan tangannya pun menjadi

hampa, dimana ia tidak berbekal apa-apa selain kain kafan. Oleh karena itu,

sungguh rugi orang yang menjadikan dunia sebagai akhir cita-citanya, dimana

untuknya dia beramal dan berbuat. Padahal beramal untuk akhirat, itulah yang

bermanfaat, menjadi simpanan pemiliknya dan akan ikut bersama hamba selama-

lamanya.145

Oleh karena itu, Allah swt berfirman, “Dan di akhirat (nanti) ada azab yang

keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.” Maksudnya, keadaan di

akhirat tidak lepas dari dua keadaan ini, bisa azab yang keras di neraka Jahannam,

belenggu, rantai dan kedahsyatannya bagi orang yang menjadikan dunia sebagai

144 Ibid, Vol VII, 42

145 https://tafsirweb.com/10716-surat-al-hadid-ayat-20.html di akses pada tanggal 12 mei pada pukul 14 : 00

Page 76: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

64

cita-citanya dan akhir harapannya yang membuatnya berani bermaksiat kepada

Allah, mendustakan ayat-ayat Allah dan mengingkari nikmat-nikmat Allah. Bisa

juga mendapatkan ampunan dari Allah terhadap keburukannya, penyingkiran

hukuman dan mendapatkan keridhaan-Nya bagi orang yang telah mengetahui

hakikat dunia dan beramal untuk akhirat.

B. Pandangan Para Mufassir Lain Terhadap At-Takatsur

1. Ibnu Katsir (Tafsir klasik)

Allah Swt. berfirman, bahwasanya kalian disibukkan oleh kecintaan kalian

kepada duniawi dan kesenangannya serta perhiasannya, sehingga kalian

melupakan upaya kalian untuk mencari pahala akhirat dan memburunya. Dan

kalian terus-menerus sibuk dengan urusan duniawi kalian hingga maut datang

menjemput kalian dan kalian dimasukkan ke dalam kubur hingga menjadi

penghuninya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Al-Waqqad Al-Masri, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Abdud Da-im, dari Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:Bermegah-megahan telah melalaikan kalian dari ketaatan, sampai kalian masuk ke dalam liang kubur (sampai maut datang menjemput kalian

semuanya).146

2. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (Tafsir pertengahan)

Kalian tidak menyadari begitu jauhnya kalian mengembara untuk

mengumpulkan kenikmatan dunia kecuali ketika kematian menjemput, dan kalian

tidak sama sekali merasa puas dengan apa yang telah diperoleh dari harta dunia

ini. Kalian sibuk, sibuk dengan dunia hingga ajal menjemput, dan kemana kalian

akan dibawa setelah kematian? apakah kalian akan digiring ke istana-istana dan

kekayaan-kekayaan yang telah kalian kumpulkan? jasad kalian akan dibawa

146 Al-Hafidz Imaduddin Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Vol. X, Cet, ke 9 (Jakarta: Pustaka

Imam Syafi‟ i, 2016), 435

Page 77: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

65

kemana? jasad yang kaku itu akan ditimbun didalam kubur, kalian tidak lagi akan

bersama dengan kemegahan yang berlimpah itu, melainkan sehelai kain yang

membungkus badan, kalian keluar kedunia dari rahim ibu tanpa sehelai kain

apapun, dan kalian akan dikeluarkan dari dunia ini kembali dengan tidak

berbusana pula kecuali kain kafan sebagai penutup atau amalan shalih sebagai

bekal untuk akhirat yang kekal. Pada ayat ini dikatakan (زرتم) yang berarti

mengunjungi, yakni manusia akan masuk kedalam kubur hanya sekedar sebagai

kunjungan, karena kubur bukanlah tempat kembali yang paling terakhir, setiap

manusia akan singgah di kuburnya masing-masing untuk menunggu waktu

terjadinya hari kiamat dan hari kebangkitan seluruh makhluk yang ada di dunia

ini.147

3. Wahbah Az-Zuhaili (Tafsir Modern)

Allah mengabarkan bahwa manusia telah disibukkan dari ketaatan kepada

Allah dengan berbangga diri dan pamer atas banykanya harta dan anak; Sampai-

sampai umurnya berakhir dan mereka binasa (hingga) menuju ke kuburan,

dikuburkannya mereka di dalamnya sebelum dirinya (mampu) mendahulukan

amalan yang baik (ketika di dunia). Dan ini adalah kondisi kebanyakan manusia.

Kami meminta keselamatan dan perlindungan dari segala sesuatu kepada Allah

Swt.148

C. Kelebihan dan Kekurangan penafsiran

1. Kelebihan Penafsiran Muhammad Quraish Shihab

a. Menggunakan Bahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca

dalam memahami isi Al-Qur‟ an sebagai pedoman atau petunjuk bagi

manusia. Memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk

memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia

makna-makna Al-Qur‟ an

b. Sistematika tafsir al-Misbah sangat mudah dipahami dan tidak hanya oleh

mereka yang mengambil Studi Islam khususnya, tetapi juga sangat penting

147 Syekh Abdurrahman As-Sa‟ di, Tafsir Kalam Al-Manan, ala Tafsir Al-Qur‟ an, Vol VII, Terj

Muhammad Iqbal. (Jakarta: Darl al-Haq, 2014) 247

148 Wahbah Zuhayli, Tafsir Al-Munir, Vol, XVI, (Damaskus: Darl al-Fikr, 2011), 422

Page 78: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

66

dibaca oleh seluruh kalangan, baik akademis, santri, kiyai, bahkan sampai

kaum muallaf, karena tafsir ini memberi cora yang berbeda dengan tafsir

pada umumnya.

c. Pengungkapan kembali tafsir ayat-ayat Al-Qur‟ an yang telah ditafsirkan

sebelumnya dalam menafsirkan suatu ayat, sehingga pembaca akan mudah

memahami isi kandungan suatu ayat dan kaitannya dengan ayat lain.

Dengan demikian akan tercipta pemahaman yang utuh terhadap isi

kandungan Al-Qur‟ an.

d. Dalam menafsirkan setiap ayat Al-Qur‟ an, Muhammad Quraish Shihab

mengungkapkan secara panjang lebar dan mengaitkan dengan fenomena

yang terjadi di tengah masyarakat yaiitu dengan kenyataan sosial dengan

sistem budaya yang ada. Misalnya dalam Al-Qur‟ an An-Nisa ayat 4 ada

ayat yang menjelaskan tentang poligami, karena masalah poligami ini sudah

marak di tengah masyarakat,selanjutnya ayat yang menjelaskan tentang akal

agar manusia dapat membina akalnya dengan baik. Akal yang tidak dibina

akan membuat manusia lupa akan dirinya, lupa akan adanya Allah sehingga

banyak kerusuhan yang terjadi di dunia ini.

e. Tafsir ini di dalam surahnya terdapat tujuan utama atau tema surah tersebut.

Jadi pembaca akan dapat lebih mudah memahami isi dan kandungan Al-

Qur‟ an karena sudah dijelaskan tujuan utama dari setiap surah. 149

2. Kekurangan Penafsiran Muhammad Qurais Shihab.

a. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam menafsirkan Al-Qur‟ an menunjukkan

bahwa buku tafsir tersebut bersifat lokal yang hanya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat Islam Indonesia saja. Sedang bagi orang non

Indonesia tetap akan mengalami kesulitan karena bahasa Indonesia bukan

merupakan Bahasa Internasional.

b. Dapat menimbulkan penafsiran tumbang tindih dan pengulangan-

pengulangan yang dapat menimbulkan kejenuhan. Misalnya kaitannya

149 http://abbigliamentopeuterey.blogspot.com kelebihan dan kekurangan tafsir Al-Misbah Tanggal 12 Mei 2019. Pukul 14 : 30

Page 79: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

67

dengan surah sebelumnya terjadi penafsiran yang sebelumnya sudah

dijelaskan secara menyeluruh di ayat berikutnya dijelaskan lagi.

c. Di dalam menafsirkan suatu ayat beliau tidak memberikan informasi tentang

halaman dan nomor volume buku yang dinukil sehingga menyulitkan

pembaca untuk mengetahui kejelasan tersebut secara lengkap dari sumber

aslinya.

d. Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirka ayat Al-Qur‟ an kurang adil,

karena ada ayat yang dijelaskan secara tuntas tapi ada juga yang hanya

sekedarnya. Hal ini barangkali disebabkan oleh kemampuan yang terbatas

dalam ilmu-ilmu eksata. Dan keluasannya dalam ilmu-ilmu sosial dan

keagamaan. 150

150 Ibid, http://abbigliamentopeuterey.blogspot.com kelebihan dan kekurangan tafsir Al-Misbah

di akses pada Tanggal 12 Mei 2019. Pukul 14 : 30

Page 80: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya, dapat

diambil kesimpulan bahwa :

1. Konsep hedonis/bermegah-megahan yang dilarang al-Qur‟ an adalah

larangan menumpukkan harta, berlebihan dalam hal harta dengan tujuan

berbangga-bangga karena pada dasarnya harta yang menjadi milik kita

adalah apa-apa yang kita berikan di jalan Allah. Allah tidak melarang

hamba-Nya hidup dalam kecukupan, kemewahan dengan catatan harta

tersebut tidak melalaikannya.

Bermegah-megahan akan mengantarkan manusia kepada sifat yang

tercela yakni sombong dengan apa yang mereka raih saat ini, jabatan,

kedudukan, pangkat, dan harta semuanya itu adalah kamuflase, fatamorgana

yang sifatnya sesaat.

2. Bermegah-megahan telah melalaikan seseorang dari ibadah kepada Allah

swt, yang tergambar difikiran mereka adalah harta, dengan harta tersebut

mereka merasa diri mereka menjadi terhormat dan terpandang. Mereka akan

menyadari kelalaiannya ketika mereka telah menemi ajalnya.

Menurut Qurais Shihab, beremgahan adalah sesuatu yang melampau

batas dan menjadikan tujuan hidup mencari sesuatu untuk dikumpulkan agar

dapat menjadikannya memiliki kedudukan terhormat, disegani di tengah-

tengah masyarakat sehingga ia merasa, ia adalah orang yang hebat tanpa

memikirkan efek dari perbuatan tersebut. Seseorang yang membangun

seseuatu yang kelihatannya sangat megah dengan tujuan untuk kepentingan

sosial maka hal yang seperti ini tidak dinamakan dengan bermegah-

megahan.

Page 81: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN

B. Saran-saran

Sebagai catatan akhir dari skripsi ini,, penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat, khususnya di ruang lingkup Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan terkhususnya buat diri penulis

sendiri, serta menambah khazahanah keilmuan Khususnya bagi diri penulis.

Selain itu penulis juga berharap agar skripsi ini dapat menambah semangat dalam

hal dunia penelitian. Hendaknya dapat juga menambah pemahaman terhadap ayat-

ayat Al-Qur‟ an khusunya dalam Hal menafsirkan dan menjelaskan makna dan

kandungan ayat Al-Qur‟ an serta mengambil pesan-pesan Allah yang tercantum

dalam Al-Qur‟ an

D. Kata Penutup

Akhir kata, Penulis menyadari tidak ada hal yang mudah dalam meraih

sesuatu kecuali dengan berusaha dengan gigih dan kerja keras, serta tidak ada

pemahaman yang benar kecuali dengan membaca pengalaman. Penulis mohon

maaf atas segala kekurangan serta kesalahan baik yang bersifat tulisan maupun

pemahaman. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun bagi penulis agar dapat meningkatkan pemahaman penulis dalam

melakukan penelitian berikutnya. Wallahu „alamu bisshawab

Page 82: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 83: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 84: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
Page 85: HEDONISME DALAM AL-QUR’AN