hak-hak politik warga negara dalam...

126
HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan Islam) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) OLEH: AHMAD BAIHAKKI BIN ARIFIN NIM: 106045203751 KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1429 H / 2008 M

Upload: nguyentuyen

Post on 10-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA

DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA

(Analisis Ketatanegaraan Islam)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

OLEH:

AHMAD BAIHAKKI BIN ARIFIN

NIM: 106045203751

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1429 H / 2008 M

Page 2: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA

DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA

(Analisis Ketatanegaraan Islam)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

AHMAD BAIHAKKI BIN ARIFIN

NIM: 106045203751

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1429 H / 2008 M

Page 3: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA

DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA

(Analisis Ketatanegaraan Islam)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

AHMAD BAIHAKKI BIN ARIFIN

NIM: 106045203751

Di Bawah Bmbingan

Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA.

NIP: 150 270 614

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JA K A R TA

1429 H / 2008 M

Page 4: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN

PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan Islam)” telah diujikan

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 Desember 2008. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum

Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Ketatanegaraan

Islam (Siyasah Syar’iyyah).

Jakarta, 12 Desember 2008

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP: 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM. (..…....……………)

NIP: 150 210 422

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag.

Page 5: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

(..…....……………) NIP: 150 282 403

3. Pembimbing I : Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA. (..…....……………)

NIP: 150 270 614

4. Penguji I : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM. (..…....……………)

NIP: 150 210 422

5. Penguji II : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag. (..…....……………)

NIP: 150 275 509

Page 6: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka

saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Desember 2008

A. Baihakki Bin Arifin

Page 7: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang puji

syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan

karunia-Nya, dan semua yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis.

Selawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada pembawa

risalah Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya,

yang telah menunjukkan jalan hidayah dan pembuka ilmu pengetahuan

dengan agama Islam

Skripsi yang berjudul "Hak-hak Politik Warga Negara dalam

Perlembagaan Persekutuan Malaysia: Analisis Ketatanegaraan Islam" penulis

susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah

Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar'iyyah (Ketatanegaraan Islam) Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini,

masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis. Namun

berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak, akhirnya penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih secara khusus yang sedalam-dalamnya kepada:

Page 8: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan kesempatan untuk menimba ilmu.

2. Kepada Negara Republik Indonesia yang telah memberikan kami izin

tinggal untuk mencari dan mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat

untuk kami.

3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA. Dosen Pembimbing skripsi

penulis, yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan dan

saran, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Semoga apa

yang telah Ibu ajarkan mendapat balasan dari Allah SWT.

6. Asmawi, M.Ag. dan Sri Hidayati, M.Ag. Ketua dan Sekretaris Program

Studi Jinayah Siyasah yang tanpa henti memberikan dorongan dan

semangat kepada penulis, dan kepada seluruh dosen-dosen Fakultas

Syariah dan Hukum.

7. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan FSH, UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Umum

Islam Imam Jama.

8. Kepada pihak Pustaka Awan Negeri Terengganu yang memberi

peluang untuk penulis membuat penelitian dan kajian.

9. Ayahanda Arifin bin Awi serta Ibunda tercinta Rosnani binti Umar yang

sentiasa mendoakan penulis. Terima kasih atas segala doa dan

kesabaran atas jerih payah dan pengorbanan yang tak terhingga serta

senantiasa memberikan semangat tanpa jemu hingga anakanda

Page 9: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dapat menyelesaikan pengkajian. Jasa kalian tetap dalam ingatan

tidak ada yang dapat dipersembahkan sebagai balasan melainkan

hanya sebuah kejayaan.

10. Terima kasih dan salam sayang kepada kakak dan adik-adikku, kak

Long, Abang Chik, kak Teh, Syafiq, Syahmi, Hamidi, Athirah, dan adik

bungsuku Aleeya Maisarah. Dan seluruh saudara-mara penulis yang

selalu memberi dorongan dan membantu penulis sehingga tetap exist

di Ibu Kota Jakarta ini.

11. Warga Kudqi yang telah memberikan tempat belajar terutama Dato

Tuan Guru Haji Harun Taib, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust Soud

Said, Ust. Nik Mohd Nor, YB. Ust. Mohd Nor Hamzah, Ust. Rizki Ilyas,

Ustadzah Zaitun, Ustadzah Nabilah, Ustadzah Yazidah, Ust.

Kamaruzaman, Ust. Sha`ari Zulkarnain, Ust. Asmadi, Ust. Wan Zul, dan

seluruh Ustad dan Ustadzah juga pelajar Kudqi yang tidak dapat penulis

sebutkan disini.

12. My friends, Mustafa, Harun, Amir, Faizal, Baha Ust Hadi, Mawardi, Khairi

Hajar, NurMasyitah, Wahida, Yunus, Fakhri, Sufian K.B, Fawwas, Ayah Su.

Dan juga kepada sahabat-sahabat di ASPA dan ASPI UIN Syarif

Hidayatullah “Semoga kita Istiqqamah dalam perjuagan Islam”.

13. Teman-teman Indonesia yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini khususnya saudara Oyok Tolisalim yang telah

membantu penulis untuk memahami dan sharing lebih dalam lagi

mengenai ketatanegaraan Islam.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan

yang lebih baik dari semua yang telah mereka berikan dan lakukan untuk

penulis khususnya kepada semua pihak pada umumnya. Penulis

Page 10: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

menyampaikan harapan yang begitu besar agar skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan pembaca sekalian. Dan

semoga Allah menjadikan penulisan skripsi ini sebagai suatu amalan yang

baik di sisi-Nya.

Jakarta: 12 Desember 2008 M

14 Dzulhijjah 1429 H

Penulis

Page 11: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8

D. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 9

E. Metode Penelitian ...................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

BAB II HAK-HAK POLITIK DALAM KETATANEGARAAN ISLAM

A. Pengertian dan Sejarah Hak Politik Warga Negara dalam

Ketatanegaraan Islam .................................................................. 15

B. Hak-hak Pokok dalam Ketatanegaraan Islam ............................... 24

C. Hak-hak Politik Warga Negara dalam Islam ................................ 26

BAB III WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN

PERSEKUTUAN MALAYSIA

A. Definisi Warga Negara .............................................................. 45

B. Cara Mendapatkan Kewarganegaraan ........................................ 48

C. Hak dan Kewajiban Warga Negara ............................................ 51

Page 12: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

BAB IV HAK-HAK POLITIK DALAM KETATANEGARAAN ISLAM

TERHADAP WARGA NEGARA MALAYSIA

A. Hak Politik Orang Melayu .......................................................... 64

1. Yang di-Pertuan Agong ......................................................... 67

2. Perdana Menteri .................................................................... 69

3. Raja (Sultan) ......................................................................... 75

4. Menteri Besar (Gubernur) ..................................................... 75

5. Hakim Mahkamah Syari'ah ................................................... 77

B. Analisis Perbandingan Hak Politik Bukan Melayu ..................... 85

1. Hak Memilih dan Dipilih ....................................................... 86

2. Hak Berkumpul dan Berserikat .............................................. 91

3. Hak Mengeluarkan Pendapat ................................................. 95

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 99

B. Saran ....................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 102

LAMPIRAN .................................................................................................... 108

Page 13: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Warga negara atau rakyat adalah syarat berdirinya negara. Baik penduduk

asli maupun orang asing yang telah diterima menjadi rakyat di suatu negara harus

tunduk dan patuh pada undang-undang yang berlaku. Arti yang lebih tepat dari

warga negara ialah penduduk negara.1 Konsep kewarganegaraan merupakan

konsep baru yang timbul pada saat pemberontakan Perancis dan Amerika pada

abad ke-18.2 Konsep ini merupakan syarat untuk membentuk sebuah negara

kebangsaan yang berasaskan kedaulatan raja maupun republik.

Di Malaya sebelum tahun 1948, Negara Malaysia tidak mempunyai

undang-undang kewarganegaraan yang baku, yang ada hanyalah undang-undang

yang mengawasi orang-orang asing keluar masuk dalam negara ini saja. Keadaan

ini terjadi karena dasar pemerintahan Inggris yang membuka pintu negara ini

seluas-luasnya supaya orang asing dapat masuk ke negara ini beramai-ramai dan

dengan mudahnya mereka dapat masuk.3 Dasar seperti ini dinamakan “dasar

1 Hajah Noresah Binti Baharom, dkk. Kamus Dewan Bahasa, Edisi Ketiga, cet. VII, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 2002), h. 1546

2 Hasnah Hussin dan Mardiana Nordin, Pengajian Malaysia, (Selangor Shah Alam:

Oxford Fajar Sdn Bhd, 2007), h. 180

Page 14: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

pintu terbuka”. Pemerintahan Inggris membeda-bedakan warga negara Inggris

dari rakyat asing hanya sekedar untuk menutup pintu masuk ke negara ini karena

dipikirkan bahwa orang-orang asing akan membawa kerusakan terhadap

pemerintahan mereka dan juga akan menganggu hak-hak orang Inggris.

Undang-undang kewarganegaraan untuk pertama kali dibuat di Malaysia

yaitu pada tahun 1948. Undang-undang ini terkandung dalam Perjanjian

Persekutuan Tanah Melayu tahun itu. Pasal 125 sampai Pasal 133 telah

menetapkan siapa yang dikatakan sebagai warga negara Persekutuan. Pasal-pasal

ini juga telah menentukan jalan dan cara untuk mendapatkan kewarganegaraan

Persekutuan, yaitu dengan jalan pendaftaran dan naturalisasi. Undang-undang ini

dilakukan perbaikan sedikit pada tahun 1952 karena ingin menyesuaikan dengan

undang-undang warga negara Inggris yang diubah pada tahun 1949.

Pada 1952 semua negeri Melayu mengesahkan undang-undang yang

menentukan siapa yang menjadi raja-raja rakyat Melayu di setiap masing-masing

negara bagian. Barang siapa yang menjadi rakyat keturunan raja-raja Melayu,

maka orang itu berhak menjadi warga negara Persekutuan Tanah Melayu. Seperti

inilah keadaan undang-undang kewarganegaraan di Malaya sebelum merdeka.

Setelah merdeka, Perlembagaan Persekutuan (Undang-undang Dasar Malaysia)

3 K. Ramanathan, Konsep Asas Politik, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1988), h. 358

Page 15: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dari Pasal 14 sampai Pasal 31 Perlembagaan Malaysia berisi butir-butir dan

peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan.4

Dalam Perlembagaan Malaysia, ada empat cara untuk mendapatkan status

kewarganegaraan, yaitu dengan cara jus soli, jus sanguinis, perkawinan dan

naturalisasi.5 Berdasarkan asas jus soli (Undang-Undang Tempat Lahir) bahwa

seseorang yang dilahirkan antara hari merdeka (31 Agustus 1957) dan bulan

Oktober tahun 1962 secara langsung menjadi warga negara tanpa memperhatikan

kewarganegaraan orang tuanya. Tetapi jika seseorang itu dilahirkan setelah bulan

September 1962, maka orang itu dapat menjadi warga negara apabila salah

seorang dari ibu bapanya ialah warga negara; salah seorang dari ibu bapanya ialah

orang yang tinggal menetap di Malaysia, atau dia tidak mempunyai kewarga-

negaraan negara manapun.6

Sedangkan berdasarkan asas jus sanguinis (Undang-Undang Keturunan

Darah) seseorang yang berketurunan warga negara Malaysia akan tetap menjadi

warga negara, walaupun dia dilahirkan di luar negara, karena kewarganegaraan

bapaknya diwarisi olehnya. Kemudian Faktor perkawinan juga dapat menjadi

salah satu cara untuk mendapatkan status kewarga-negaraan Malaysia yaitu bagi

seorang wanita asing yang menikah dengan seorang warga negara Malaysia untuk

memohon menjadi warga negara. Selain itu bagi orang yang tidak dilahirkan di

4 Tun Mohammad Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia,

cet. III, (Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006), h. 267 5 Nazaruddin Hj. Muhammad, Pengajian Malaysia: Kenegaraan dan Kewarga-

negaraan, cet. V, (Selangor: Prentice Hall, 2004), h. 173, dapat dilihat juga pada Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 268

6 Pasal 14 ayat (1) poin (a) dan (b) Perlembagaan Persekutuan

Page 16: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Malaysia, jika ia menetap atau berniat menetap di Malaysia, ia bisa mendapatkan

status kewarganegaraan Persekutuan dengan jalan masukan (naturalisasi).

Kewarganegaraan merupakan status istimewa yang dipegang oleh rakyat

yang berhak dalam sebuah negara. Dengan status ini setiap warga negara

memiliki hak yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh negara, baik itu hak sipil,

sosial, ekonomi dan budaya bahkan termasuk hak-hak politik. Sebagai timbal

balik atas hak-hak yang didapatkan dari negara, setiap warga negara mempunyai

kewajiban-kewajiban tertentu kepada negara, misalnya kewajiban untuk

mematuhi semua perarturan atau undang-undang yang berlaku, kewajiban

mengabdi kepada negara termasuk kewajiban untuk membela negara apabila

diserang oleh negara lain.

Hak dan kewajiban warga negara biasanya diatur dan dilindungi oleh

undang-undang. Hak dan kewajiban ini diberikan kepada semua warga negara

tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, ras atau pun golongan. Semua

sama di hadapan hukum, tidak ada hak istimewa bagi penduduk mayoritas dan

tidak dibenarkan mendiskriminasikan minoritas. Karena semuanya adalah warga

negara yang sah yang diakui oleh undang-undang.

Malaysia adalah negara yang mayoritas penduduknya Melayu, karena

mereka adalah penduduk asli atau pribumi. Selain itu banyak juga penduduk

bukan Melayu yang telah menjadi warga negara Malaysia. Misalnya orang-orang

Cina, India dan golongan yang lainnya. Jumlah penduduk Malaysia perkiraan

tahun 2007 mencapai 26.04 juta, yang terdiri dari kaum Melayu 61%, kaum Cina

Page 17: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

30%, kaum India 8% dan yang lain-lain 1%.7

Meskipun penduduk Melayu merupakan mayoritas, akan tetapi dalam

Perlembagaan Malaysia semua warga negara dianggap sama hal ini seperti di

sebutkan dalam Pasal 8 Perlembagaan Persekutuan: “semua orang adalah sama

rata di sisi undang-undang dan berhak mendapat perlindungan yang sama rata di

sisi undang-undang.” Akan tetapi dalam praktek kenegaraan yang berkaitan

dengan hak-hak politik terutama yang diberlakukan di negara-negara bagian yang

bersultan terdapat aturan yang tegas bahwa jabatan-jabatan politik tertentu tidak

diperbolehkan dipegang oleh kaum non Melayu. Jabatan Sultan atau Raja,

Menteri Besar, Hakim di Mahkamah Syari’ah dan lainnya yang berhubungan

dengan urusan agama Islam tidak diperbolehkan dipegang oleh non Melayu.

Selain itu di Malaysia jabatan kepala angkatan bersenjata dipegang oleh Yang di-

Pertuan Agong yang notabene seorang raja negara bagian yang dipilih oleh

Majelis Raja-raja sebagai kepala negara.8 Ini menunjukkan bahwa jabatan kepala

angkatan bersenjata hanya dapat dipegang oleh orang Melayu.

Akan tetapi, secara konstitusional negara Malaysia tidak ditemukan satu

aturan yang mengharuskan atau mensyaratkan bahwa orang Melayu yang harus

menjadi Perdana Menteri. Sungguhpun demikian, non Melayu diperbolehkan

menduduki jabatan-jabatan seperti anggota Parlemen, anggota Dewan Undangan

Negeri (Dewan Perwakilan Rakyar Daerah atau negara bagian), jabatan menteri

7 http://www.tourism.gov.my/my/about/culture.asp diakses pada tanggal 20 Oktober

2008 8 Abdul Aziz Bari, Majelis Raja-raja: Kedudukan dan Peranan dalam Perlembagaan

Malaysia, cet. II, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h. 50

Page 18: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

tertentu dan jabatan-jabatan lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan urusan

agama Islam.

Adanya ketentuan atau aturan bahwa non Melayu tidak boleh menduduki

jabatan-jabatan politik tertentu di negara-negara bagian yang bersultan tersebut,

kemudian jabatan kepala angkatan bersenjata hanya dipegang oleh Yang di-

Pertuan Agong, ini dapat dipahami bahwa mayoritas penduduk Muslim merasa

bahwa jabatan-jabatan tersebut memang tidak pantas dipegang oleh bukan

Melayu karena berkaitan dengan urusan agama Islam. Dari sini sebenarnya dapat

kita lihat bahwa ada hak-hak istimewa dalam bidang politik bagi kaum Melayu.

Di Malaysia, Melayu identik dengan Islam. Dalam Pasal 160 (2)

Perlembagaan Persekutuan dikatakan bahwa: “Melayu berarti seseorang yang

menganut agama Islam, boleh bertutur bahasa Melayu dan mengamalkan adat

resam Melayu”. Kemudian walaupun Malaysia bukan negara Islam, akan tetapi

agama Islam diakui sebagai agama Persekutuan hal ini sebagai mana disebutkan

dalam Pasal 3 Perlembagaan bahwa: “Agama Islam adalah agama Persekutuan;

akan tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di

mana-mana bagian Persekutuan.” Menurut Pasal 3 tersebut bahwa agama Islam

adalah agama resmi Persekutuan, Islam dijadikan agama resmi terutamanya

dalam acara-acara resmi kenegaraan. Akan tetapi Malaysia tetap bukan negara

yang berasaskan Islam, melainkan negara sekuler yang menganut sistem

Page 19: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

demokrasi.9

Dari pemaparan di atas, dengan melihat bahwa mayoritas penduduk

Malaysia adalah Malayu (Muslim), yang menjadikan agama Islam sebagai agama

resmi, kemudian terdapat hak-hak istimewa dalam bidang politik bagi orang

Melayu adalah sangat menarik untuk diteliti apakah Malaysia terutama negara-

negara bagian yang bersultan telah mempraktekkan konsep ketatanegaraan dalam

Islam. Karena dalam ketatanegaraan Islam non Muslim atau ahl al-Dzimmah

tidak diperbolehkan menduduki jabatan-jabatan tertentu seperi kepala negara,

ketua Majlis Syura (Parlemen), kepala angkatan bersenjata dan jabatan-jabatan

lainnya yang berhubungan dengan urusan agama Islam.10

Walaupun secara umum

dalam ketatanegaraan Islam pun hak semua warga adalah sama dan dijamin oleh

syari’ah.

Kemudian seperti apakah pengaturan kewarganegaraan yang telah di atur

di dalam ketatanegaraan Islam dan apakah telah dipraktekkan atau

diaktualisasikan oleh negara Malaysia, seperti yang kita ketahui bahwa negara

Malaysia adalah negara yang menadikan agama Islam sebagai agama resmi.

Untuk itu penulis mengambil judul berkaitan dengan masalah hak politik warga

negara Malaysia yang terdapat di dalam Perlembagaannya secara umum dan

undang-undang negara-negara bagian. Penelitian skripsi oleh penulis di beri judul

9 Muhammad Kamil Awang, Sultan dan Perlembagaan, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa

dan Pustaka, 2001), cet. I, h. 178-179 10 Yusuf al-Qardawi, Ghairu Muslim fi Mujtama al-Islâm, edisi Indonesia diterjemahkan

oleh Muhammad Baqir, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, cet. II, (Bandung:

Mizan, 1991), h. 35

Page 20: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

“Hak-hak Politik Warga Negara dalam Perlembagaan Persekutuan

Malaysia (Analisis Ketatanegaraan Islam)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian skripsi sudah seharusnya di dalamnya harus memuat

batasan masalah hal ini diperlukan agar penelitan lebih terarah dan fokus.

Untuk itu penulis membatasi permasalahan dalam penelitian skripsi ini

mengenai hak-hak politik warga negara Malaysia yang kemudian dilihat dari

sudut pandang ketatanegaraan Islam.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Bagaimana undang-undang negara Malaysia mengatur tentang hak-hak

politik warga negara?

2). Bagaimana hak-hak politik warga negara dalam ketatanegaraan Islam?

3). Apakah negara Malaysia telah mempraktekkan konsep ketatanegaraan

dalam Islam yaitu dalam hal hak-hak politik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan di antaranya:

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan hak-hak politik dalam undang-undang

negara Malaysia.

Page 21: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

2. Untuk mengetahui hak-hak politik warga negara dalam ketatanegaraan Islam.

3. Untuk mengetahui apakah negara Malaysia telah mempraktekkan konsep

ketatanegaraan dalam Islam yaitu dalam hal hak-hak politik.

4. Untuk memenuhi sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Hukum

Islam (SHI) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan di bidang fiqh

siyasah dalam konteks ketatanegaraan di Malaysia.

2. Dapat dijadikan salah satu rujukan bagi pihak pencinta ilmu ketatanegaraan

khususnya yang mengkaji kewarganegaraan.

3. Memberikan pemahaman terhadap masyarakat luas tentang persepsi hukum

ketatanegaraan Islam mengenai hak politik warga negara.

4. Berguna bagi Parlemen Malaysia dalam mengkaji ulang undang-undang yang

ada.

D. Kajian (Review) Pustaka Terdahulu

Untuk melihat bahasan kajian yang membahas mengenai tema yang

hampir sama, namun substansi yang berbeda maka diperlukan studi review

terhadap kajian yang terdahulu. Adapun yang penulis masukan dalam

perbandingan ini di dapat dari bahan-bahan; buku-buku dan skripsi.

Buku pertama, Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin

Page 22: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Politik Islam), (Jakarta; Gaya Media Pratama, 2001). Ada bahasan secara

terperinci yang membahas mengenai kewarganegaraan, seperti pembagian

kewarganegaraan di bedakan kepada Dar Al-Islam dan Dar Al-Harb. Di dalam

Dar Al-Islam di tempati oleh Muslim, Ahl Al-Dzimmi, Musta’min. Sedangkan di

Dar Al-Harb di tempati oleh golongan Harbiyun.

Buku kedua, Muhammad Kamil Awang, Sultan dan Perlembagaan,

Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001. Buku ini merupakan sebuah penjelasan

mengenai kewarganegaraan yang di tuliskan di dalam perlembagaan Malaysia,

isinya di antaranya berisi mengenai siapa yang menjadi warga negara, bagaimana

mendapatkan kewarganegaraan, apa sebab kehilanggan kewarganegaraan.

Buku ketiga, Karya Tun Mohd Salleh Abas tentang “Kewarganegaraan”

ditulis dalam buku yang berjudul “Prinsip Perlembangaan dan Pemerintahan di

Malaysia”, buku ini membahas tentang pengertian warga negara,

kewarganegaraan di sisi Undang-Undang, faktor dan cara untuk mendapatkan

kewarganegaraan Malaysia, pengeluaran sertifikat kewarganegaraan.

Buku keempat, Hasnah Hussin dan Mardiana Nordin, yang membahas

tentang menjelaskan mengenai kedudukan istimewa warga Melayu di dalam

Perlembagaan yang di tulis pada buku yang berjudul ”Pengajian Malaysia”.

Secara umum di dalam buku ini menjelaskan hak istimewa orang Melayu, dan

hak-hak kaum lainnya. Selain itu ada keterkaitan di antara hak istimewa orang

Melayu dengan kewarganegaraan yang terdapat di Perlembagaan.

Skripsi Chairul Shaleh, Jurusan SJM, Prinsip-prinsip Politik

Page 23: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Kewarganegaraan Islam dalam Konsep Al-Qur’an dan Al-Hadits, 2000. skripsi

ini secara umum membahas mengenai kewarganegaraan yang ada di dalam Al-

Qur’an dan hadis seperti adanya golongan Muslim, harbiyun, musta’min.

Skripsi Ali, Jurusan Tafsir Hadits fakultas Ushuluddin. Hak Politik Non

Muslim dalam Perspektif Al-Qur’an (sebuah analisis Tafsir Tematik dalam Studi

Al-Qur’an), 2003. Skripsi ini secara khusus hanya membahas mengenai hak-hak

politik dari non Muslim, di dalam bab IV bahasan mengenai hak politik non

Muslim dalam Al-Qur’an kajiannya mengenai memilih pemimpin, hubungan

antara Muslim dengan non Muslim, serta berbuat baik dan adil pada non Muslim.

Dari beberapa buku dan skripsi dalam kajian (review) pustaka terdahulu

di atas, hanya membahas seputar tentang kewarganegaraan dan cara mendapatkan

kewarganegaraan secara umum serta terdapat pula pembahasan hak-hak politik

non muslim dalam perspektif al-Qur’an. Berbeda dengan pembahasan yang

penulis angkat yaitu tentang hak-hak politik warga negara dalam Perlembagaan

Persekutuan Malaysia. Dengan demikian, permasalahan yang penulis angkat

dalam skripsi ini belum ada yang membahasnya.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan riset pustaka (library risearch) pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Penelitian

hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian

Page 24: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia

yang dianggap pantas.11

2. Sumber Data

Data yang dihimpun dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer di dapat dari sumber-sumber pokok seperti

Undang-undang yaitu Perlembagaan Malaysia dan buku yang membahas

kewarganegaraan Malaysia, adapun bukunya yaitu Prinsip Perlembagaan dan

Pemerintahan di Malaysia, Pengajian Malaysia, Sultan dan Perlembagaan.

Sedangkan sumber sekunder didapat dari tulisan-tulisan yang dibuat oleh para

ahli ketata-negaraan baik dalam dunia Islam maupun dari ketatanegaraan

Malaysia, seperti Perpecahan Bangsa Melayu, dan dari internet melalui situs

yang berkaitan di antaranya http://www.malaysiakini.com/letters/28219.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan dengan data-data

kualitatif. Yakni dengan mencari bahan-bahan yang terkait serta mempunyai

relevansi dengan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti

gunakan adalah Dokumentasi, yaitu bahan-bahan yang telah tersusun baik

berupa buku maupun jurnal yang memiliki kaitan dengan pembahasan judul.

11 Amirudin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004), cet. I, h. 118

Page 25: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu

menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat

dan konsep, serta analisis hukum yang bersifat yuridis normatif yang

menggambarkan tentang pengaturan hak-hak politik dalam Undang-undang di

Malaysia dan hukum Islam, kemudian dilanjutkan dengan analisis

perbandingan untuk mencari kesesuaian antara keduanya.

5. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada ”Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 2007.”

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat

sistematika penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab terdiri

dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II Pembahasan dalam bab II ini mengenai hak politik warga negara

menurut ketatanegaraan Islam yang meliputi: pengertian dan sejarah

Page 26: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

hak politik dalam warga negara Islam, hak-hak pokok dalam

ketatanegaraan Islam dan hak-hak politik warga negara dalam Islam.

Bab III Bab ini membahas warga negara dalam Perlembagaan Persekutuan

Malaysia yang meliputi: defenisi warga negara, cara mendapatkan

kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara.

Bab IV Merupakan analisis hak politik dalam ketatanegaraan Islam terhadap

warga negara Malaysia, yang menjelaskan tentang orang Melayu

dan analisis perbandingan hak politik bukan Melayu yang meliputi

hak memilih dan dipilih, hak berkumpul dan berserikat serta hak

mengeluarkan pendapat.

Bab V Merupakan bab penutup, yang di dalamnya terdapat kesimpulan dan

saran.

Page 27: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

BAB II

HAK-HAK POLITIK DALAM KETATANEGARAAN ISLAM

Kita tahu seorang Muslim wajib menempatkan kepentingan pribadinya di

bawah pengabdian kepada negara Islam, untuk itu ia tidak saja dituntut menurut

syari’at tetapi juga menurut moral. Ini disebabkan karena adanya pengakuan bahwa

negara menurut Islam merupakan “Kekhalifahan Allah di muka bumi.” Namun

tidak diragukan bahwa tuntutan negara terhadap ketaatan warga negaranya

bukanlah kewajiban sebelah pihak saja artinya bahwa hubungan antara negara dan

wargannya bukanlah semata-mata kewajiban yang dibebankan kepada warga negara,

Islam mengajarkan akan perlindungan terhadap warga negara berupa perlindungan

hak-haknya baik itu hak ekonomi, hak sosial, hak budaya hak sipil dan hak politik.

Dalam pembahasan Bab II skripsi ini, penulis akan menguraikan tentang hak-hak

politik warga negara dalam ketatanegaraan Islam.

A. Pengertian dan Sejarah Hak Politik Warga Negara dalam Ketatanegaraan

Islam

Untuk mendefinisikan hak politik dalam ketatanegaraan Islam perlu

dipisahkan terlebih dahulu tentang pengertian istilah tersebut, yaitu pengertian

hak dan politik. Secara bahasa hak berarti yang benar, tetap dan wajib,

kebenaran dan kepunyaan yang sah.12

Hak dapat juga disebut hak asasi yaitu,

12 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,

1994), h. 211

Page 28: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sesuatu bentuk yang dimiliki oleh seseorang karena kelahirannya, bukan karena

diberikan oleh masyarakat atau negara.13

Sedangkan dalam bahasa Arab, kata hak

( ) �� dalam kamus Lisan al-‘Arab diartikan dengan ketetapan, kewajiban, yakin,

yang patut dan yang benar.14

Secara terminologis, ada beberapa definisi hak yang dikemukakan oleh

para ulama fiqih. Syeikh ‘Abdul Halim al-Luqnawi sebagaimana dikutip oleh

Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan kata hak dengan sesuatu hukum yang

ditetapkan secara syara’. Sementara itu Syeikh Ali al-Khafifi mendefinisikan hak

sebagai kemaslahatan yang diperoleh secara syara’.15

Musthafa Ahmad al-Zarqa

dalam kitabnya al-Madkhâl al-Fiqh al-‘Am: al-Fiqh al-Islâmi fi Tsaubih al- Jadîd

memberikan definisi yang lebih lengkap. Menurut al-Zarqa hak adalah sesuatu

kekhususan (yurisdiksi) di mana dengannya syara’ menetapkan kekuasaan atau

tanggung jawab.16

Menurut Wahbah al-Zuhaili definisi yang dikemukakan oleh Syeikh

Abdul Halim al-Luqnawi belum bisa mencakup keseluruhan makna yang

terkandung dalam kata hak sebagaimana yang difahami oleh para ulama fiqih.

Definisi yang dikemukakan oleh al-Khafifi pun belum lengkap juga, sebab hanya

13 B. N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), cet. I, h. 193

14 Jalaluddin Muhammad Ibnu Manzhur, Lisân al’Arab, juz II, (Mesir: Dâr al-Hadîts,

2003), h. 525-526

15 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh, juz IV, (Damsyik: Dâr al-Fikr,

1425 H / 2004 M), cet. III, h. 8-9

16 Musthafa Ahmad al-Zarqa, al-Madkhâl al-Fiqh al-‘Âm: al-Fiqh al-Islâmi fi Tsaubih al-Jadîd, (Damsyik: Dar al-Fikr, t.th.), jilid III, h. 10

Page 29: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

menyinggung segi tujuan dari hak. Definisi yang baik adalah yang dikemukakan

oleh Musthafa Ahmad al-Zarqa, sebab derfinisi tersebut mencakup keseluruhan

yang terkandung dalam kata hak seperti hak keagamaan (misalnya hak Allah atas

hamba-Nya), hak perdata, hak-hak kesopanan, hak-hak umum dan lain-lainnya.17

Sedangkan kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang

menunjukkan sifat peribadi atau perbuatan. Secara lekslikal, asal kata tersebut

berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata

Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a

citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city

“kota”, politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti,

yaitu: Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya)

mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat

atau kelicikan dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin

pengetahuan, yaitu ilmu politik.18 Politik merupakan kata kolektif yang

mempunyai pemikiran-pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.19

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu

pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan

tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau

terhadap negara lain, kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau

17 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, h. 9

18 Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, cet.

II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), h. 34

19 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Bary, Kamus Ilmiah Kontemporer, h. 608

Page 30: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

menangani suatu masalah).20 Menurut Miriam Budiardjo, politik adalah

bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang

menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan

tujuan-tujuan itu.21 Selanjutnya sebagai suatu sistem Munawir Syadzali

menerangkan, bahwa poltik adalah suatu konsepsi yang berisikan ketentuan-

ketentuan siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut;

apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan serta kepada siapa kewenangan

melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu

bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya.22

Istilah politik di dalam literatur Arab dikenal dengan istilah siyâsah

(politic), yaitu cerdik atau bijaksana.23

Siyâsah berasal dari kata sâsa-yasûsu-

siyâsatan, yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Dalam kamus al-Muhîth

dikatakan: sustu al-ra’iyyata siyâsatan: amartuhâ wa nahaituhâ (saya mengatur

rakyat dengan mengunakan politik: ketika saya memerintah dan melarangnya).24

Politik atau siyâsah mempunyai makna mengatur urusan umat, baik secara dalam

maupun luar negeri. Politik dilaksanakan baik oleh negara (pemerintah) maupun

20 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, edisi ke-III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 886

21 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet. XXVII, (Jakatra: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2005), h. 8 22 Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1990), h. 41

23 Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005),

cet. I, h. 111

24 Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth, (Bairut: Dâr al-Fikir,

1995), h. 496

Page 31: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

umat (rakyat), negara adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara

praktis, sedangkan umat atau rakyat mengoreksi (muhasabah) pemerintah dalam

melakukan tugasnya.25

Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan

politik pada akhirnya adalah membicarakan negara, karena teori politik

menyelidiki negara sebagai sebuah lembaga politik yang mempengaruhi hidup

masyarakat, selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah

pembentukan negara, tujuan negara, bentuk negara dan hakekat negara.26

Politik

ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat

undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang

merugikan bagi kepentingan manusia.27

Teori tentang politik dalam Islam telah banyak dikemukakan oleh para

ulama baik di masa lampau atau pun di masa kini. Hal ini mudah dipahami,

karena masalah politik termasuk ruang lingkup ijtihad yang memungkinkan

kepada para ulama untuk mengkaji setiap masa.28 Dalam hal ini al-Quran dan

Sunnah tidak memberikan ketentuan yang pasti mengenai politik. Dalam al-Quran

tidak ditemukan konsep tentang politik umat Islam untuk diaplikasikan pada

25 Abdul Qadim Zallum, Afkaru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemikiran Politik Islam,

diterjemahkan oleh Abu Faiz, cet. II, (Bangil: Al-Izzah, 2004), h. 11

26 Abdul Rasyid, Ilmu Politik Islam, (Bandung: Pustaka, 2001), cet. I, h. 26-28

27 Moh. Mufid, Politik dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), cet. I,

h. 9 28 Inu Kencana, Al-Quran dan Ilmu Politik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. I,

h.75

Page 32: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

setiap tempat dan zaman. Karena jika hal ini ada, berarti al-Quran menghambat

dinamika perkembangan umat. Adalah suatu kebijaksanaan al-Quran untuk

membiarkan hal ini dipecahkan oleh nalar manusia sebagai suatu kemampuan dan

perkembangan zaman. Kendati demikian al-Quran memberikan prinsip-prinsip

dasar bagi kehidupan bermasyarakat.29

Dari penjelasan di atas, secara garis besar hak politik dapat diartikan

sebagai suatu kebebasan dalam menentukan pilihan yang tidak dapat diganggu

ataupun diambil oleh siapapun dalam kehidupan bermasyarakat di suatu negara.

Menurut para ahli hukum hak politik adalah hak yang dimiliki dan diperoleh

seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik (negara), seperti

hak memilih (dan dipilih), mencalonkan diri dan memegang jabatan umum dalam

negara,30 atau hak politik itu adalah hak-hak di mana individu memberi andil

melalui hak tersebut dalam mengelola masalah-masalah negara atau

memerintahnya.31 Selain itu hak politik dapat pula diartikan sebagai hak yang

diperoleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai seorang anggota organisasi

politik, seperti hak memilih dan dipilih, mencalonkan diri dan memegang jabatan

umum dalam negara. Hak politik juga dapat didefenisikan sebagai hak-hak di

mana individu dapat memberi andil, melalui hak tersebut, dalam mengelola

29 Munawir Syadzali, Islam Dan Tata Negara, h. 41 30 A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press,

1996), cet. I, h. 17 31 Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:

Yayasan Al-Amin, 1984), cet. I, h. 17

Page 33: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

masalah-masalah negara atau pemerintahannya. 32

Hak politik merupakan hak asasi setiap warga negara untuk ikut serta

dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya hak untuk berkumpul dan

berserikat (membentuk partai politik), dan hak untuk mengeluarkan pendapat

termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila terjadi penyalahgunaan

kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijakan yang bertentangan dengan

aspirasi rakyat.

Berkaitan dengan hak politik warga negara dalam ketatanegaraan Islam,

maka perlu dibahas juga apa yang dimaksud dengan ketatanegaraan Islam.

Berbicara tentang ketatanegaraan Islam berarti berbicara tentang negara Islam.

Menurut Imam al-Mawardi negara Islam adalah negara yang melaksanakan

konsep pemerintahan Nubuwwah dalam menjaga agama dan mengurus urusan

dunia dengan agama.33

Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah yang termasuk

dalam negara Islam (Dar al-Islam) negara di mana hukum-hukum agama Islam

nampak di dalamnya atau negeri-negeri di mana penduduknya beragama Islam

bisa melahirkan (menjalankan) hukum-hukum Islam. Jadi termasuk negeri Islam

semua negeri di mana semua penduduknya itu sebagian besarnya beragama Islam,

atau negeri-negeri yang dikuasai oleh kaum muslimin, meskipun kebanyakan

penduduknya tidak memeluk agama Islam. Juga termasuk negeri Islam semua

negeri yang tidak dikuasai oleh kaum muslimin, selama penduduknya yang

32 Mujar Ibnu Syarif, Hak-hak Politik Minoritas Non-Muslim dalam Komunitas Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), cet. I, h. 49

33 al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthâniyah, (T.tp: Dar al-Fikr, 1960), cet. I, h. 5

Page 34: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

beragama Islam bisa melahirkan hukum-hukum Islam atau selama tidak ada hal-

hal yang menghalang-halangi mereka untuk melahirkan hukum-hukum

tersebut.duduknya tidak memeluk agama Islam.34

Kemudian menurut Yusuf Al-Qardhawi negara Islam adalah negara

madani (civil society) yang berdasarkan Islam.35

Sedangkan negara bukan Islam

adalah negeri-negeri yang tidak termasuk dalam kekuasaan kaum muslimin, atau

negeri-negeri di mana hukum Islam tidak nampak, baik negeri-negeri tersebut

dikuasai oleh satu pemerintahan atau beberapa pemerintahan, baik penduduknya

yang tetap terdiri dari kaum muslimin atau bukan.36

Jadi, dari penjelasan di atas yang dimaksud dengan hak politik dalam

ketatanegaraan Islam dalah hak-hak warga negara dalam negara Islam di mana

individu dapat ikut andil, melalui hak tersebut, dalam mengelola masalah-masalah

negara atau pemerintahannya, misalnya hak untuk memilih dan dipilih, hak untuk

berkumpul dan berserikat (membentuk partai politik), dan hak untuk mengeluar-

kan pendapat termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila terjadi

penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijakan yang

bertentangan dengan aspirasi rakyat.

34 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâ’i al-Islâmi: Muqâranan bi al-Qânŭn al-Wadhi’i, (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1998), juz I, h. 275

35 Yusuf al-Qaradhawi, al-Dîn wa al-Siyâsah, edisi bahasa Indonesia Meluruskan

Dikotomi Agama dan Politik diterjemahkan oleh Khoirul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2008), cet. I, h. 169 36 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâ’i al-Islâmi: Muqâranan bi al-Qânŭn al-

Wadhi’i, h. 277

Page 35: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Sejarah hak politik di dalam Islam sudah berlangsung ketika manusia itu

sudah diturunkan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.

Perkembangan perpolitikan di dalam Islam terjadi pada saat Nabi Muhammad

SAW diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia

agar berkehidupan dengan cara yang baik dan benar. Peristiwa ketatanegaraan

Islam yang memang khusus mengkaji pembahasan hak-hak politik di dalam Islam

terjadi pada saat adanya Piagam Madinah.

Dokumen Piagam Madinah merupakan sumber ide yang mendasari

negara Islam pada awal pembentukannya, dokumen ini telah diakui otentik.37

Kelahirannya memiliki konteks tersendiri, ketika Nabi Muhammad SAW tiba di

Madinah penduduk di kota ini dilihat dari segi agama terdiri dari empat golongan

besar, yaitu warga Muslim, Musyrik, Yahudi, dan Nasrani. Warga Muslim terdiri

Muhajirin dan Anshar, golongan Muhajirin adalah warga imigran yang bermigrasi

dari Mekkah, mereka adalah orang-orang suku Quraisy yang telah masuk Islam,

sedangkan kaum Anshar adalah warga pribumi kota Madinah yang terdiri dua

suku besar, yaitu suku Aus dan suku Khazraj. Sementara warga Yahudi terdiri

atas keturunan Yahudi pendatang, terdapat tiga kelompok besar keturunan yaitu

Bani Nadlir, Bani Qainuqa’, dan Bani Quraizhah. Adapun warga Nasrani

merupakan kelompok minoritas yang umumnya mendiami daerah Najran.38

37 W. Montogomery Watt, Muhammad at Medina, (London: Oxford University Press, 1991), h. 225

38 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945; Kajian

Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalaam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: UI Press; 1995), h. 36

Page 36: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Dalam perspektif Islam, hak-hak politik sejatinya merupakan bagian

intrinsik dari hak-hak dasar yang dimiliki setiap individu. Pelacakan intens

terhadap monoteisme Islam sebagai ajaran dasar akan menjelaskan secara sem-

purna hal tersebut. Sebagai prinsip dasar, monoteisme merupakan pembebasan

yang membawa konsekuensi pada keberadaan seluruh umat manusia dalam kedu-

dukan yang sederajat. Setiap manusia memiliki hak yang sama sesuai dengan

kapasitas dan kapabilitas masing-masing untuk mengaktualisasikan hak-hak

dasariahnya, serta mengartikulasikan aspirasinya yang objektif.

Demikian pula, hak-hak mereka yang bersifat prinsip harus mendapat

perlindungan yang sama. Tidak ada satu manusia atau kekuatan mana pun di

dunia yang dapat memasung dan mereduksi hak-hak dasar yang melekat pada

setiap manusia, termasuk hak-hak politik, kecuali karena alasan-alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan yang mengacu secara jelas kepada nilai-nilai etikamoral

kemanusiaan dan ajaran substansial agama.39

Demikianlah penjelasan tentang pengertian dan sejarah hak-hak politik

dalam ketatanegaraan Islam, selanjutnya akan membahas mengenai hak pokok

yang dimiliki seseorang dalam ketatanegaraan Islam.

B. Hak-Hak Pokok dalam Ketatanegaraan Islam

Hak-hak pokok adalah hak-hak yang dibutuhkan manusia untuk menjaga

kelangsungan eksistensinya dan keselamatan kehidupannya. Apabila hak-hak

39 http://www.freelists.org/archives/ppi/04-2004/msg00033.html diakses pada tanggal

23 September 2008

Page 37: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

pokok ini dilanggar, maka menyebabkan berakhirnya kehidupan manusia atau

kehidupan manusia akan mengalami kerusakan dan kehancuran yang parah.

Dalam Islam, perlindungan atas kebutuhan pokok manusia ini bertumpu pada

tujuan diturunkannya syari’at Islam yaitu untuk melindungi dan memelihara

kepentingan hidup manusia baik material maupun spiritual, individual dan sosial.40

Berdasarkan penelitian para ahli ushul fiqh bahwa Allah telah

menurunkan syari’at Islam dengan beberapa tujuan (Maqasid al-Tasyri’ atau

Maqasid al-Syari’ah)41 yang secara garis besar terdiri dari tiga hal, yakni

dharuriat (tujuan pokok), yaitu hal-hal penting yang harus dipenuhi untuk

kelangsungan hidup manusia. Bila mana hal tersebut tidak terpenuhi, maka akan

terjadi kerusakan, kerusuhan dan kekacauan hidup manusia; hajiyat (tujuan

sekunder) yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia untuk mendapatkan

kelapangan dan kemudahan dalam hidup di dunia. Bila mana hal tersebut tidak

terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan dan kesempitan; dan

tahsiniyat (tujuan tersier), yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri dari kebiasaan dan

akhlak yang baik.

Tujuan pokok atau dharuriyat meliputi perlindungan terhadap agama,

jiwa, akal, nasab dan harta (al-muhafadlah ala al-din wa al-nafs wa al-’aql wa al-

40 Ridwan HR., Fiqih Politik: Gagasan, Harapan dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII

Press, 2007), cet. I, h. 26 41 Pembahasan mengenai Maqasid al-Syari’ah dapat dijumpai dalam kitab-kitab ushul

fiqh atau buku-buku yang membahas tentang filsafat hukum Islam, misalnya al-Syatibi dalam

kitabnya al-Muwafaqat, (Ttp: Dar al-Fikr, t.th), h. 2-5 dapat dilihat juga pada Abdul Wahab

Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Dar al-Hadits, 2003), h. 231-234

Page 38: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

nasl wa al-mal). Kehidupan manusia di dunia ini ditopang oleh lima hal ini.

Manusia tidak akan meraih kehidupan yang mulia tanpa memelihara hal tersebut,

karena kemuliaan manusia itu terletak pada terjaganya lima perkara tersebut.

Pemerintahan Islam wajib menjaga dan memberikan perlindungan terhadap

kebutuhan pokok manusia, dan tidak hanya terbatas pada warga negara muslim

saja tetapi terhadap semua warga negara yang berada di wilayah negara yang

bersangkutan, apapun agamanya. Perlindungan terhadap kebutuhan pokok

manusia ini merupakan inti dari perlindungan hak asasi manusia.

Demikianlah secara umum apa yang menjadi hak-hak pokok warga

negara yang harus dijamin dan diberikan oleh negara dalam negara Islam, yaitu

terpeliharanya lima perkara:

1. Perlindungan Terhadap Agama (Hifz al-Din) atau Hak untuk Memeluk

Agama atau Keyakinan;

2. Perlindungan terhadap jiwa (hifz al-Nafs) atau hak untuk hidup;

3. Perlindungan terhadap akal (hifz al-’aql) atau hak untuk berfikir;

4. Perlindungan terhadap keturunan (hifz al-Nasl) atau hak atas keturunan dan

kehormatan; dan

5. Perlindungan terhadap harta (hifz al-mal) atau hak atas harta.

C. Hak-hak Politik Warga Negara dalam Islam

Tema tentang hak-hak politik dalam Islam memang merupakan kajian

yang menarik karena di dalamnya diatur mengenai hubungan antara hak

Page 39: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

penduduk dan hak warga negara. Oleh karena itu, untuk memudahkan

pembahasan hal ini, kita harus memulai dengan apa yang menjadi pokok tema,

yaitu prinsip “Warga Negara” dalam sistem politik Islam, baru setelah itu kita

akan melihat jenis-jenis hak politik dalam Islam.

1. Warga Negara dan Spesifikasi Sifat Warga Negara

Dalam Islam kedudukan manusia adalah sama, yang membedakannya

adalah derajat ketaqwaannya. Islam juga memperlakukan manusia secara adil

tanpa membeda-bedakan kebangsaan, warna kulit, dan agamanya. Akan tetapi,

dalam kaitannya dengan negara Islam membuat berbagai ketentuan yang

mengatur hubungan antar sesama manusia, baik Muslim sendiri maupun non

Muslim. Para ulama fiqh membagi kewarganegaraan seseorang menjadi Muslim

dan non-Muslim. Orang non-Muslim terdiri dari ahl al-Dzimmi, Musta’min dan

Harbiyun. Dengan demikian penduduk dar al-Islam terdiri dari Muslim, ahl-al

Dzimmi dan Musta’min.42

a). Muslim

Sebutan Muslim adalah nama yang diberikan untuk orang yang menganut

agama Islam. Ia meyakini dengan sepenuh hati kebenaran agama Islam dalam

akidah, syari’ah sebagai aturan hidupnya. Berdasarkan tempat menetapnya,

Muslim dapat dibedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama mereka

yang menetap di Dar al-Islam yang mempunyai komitmen yang kuat untuk

mempertahankan Dar al-Islam. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah orang

42 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001), cet. I, h. 231

Page 40: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Islam yang menetap sementara waktu di Dar al-Islam sebagai Musta’min dan

tetap komitmen kepada Islam serta mengakui pemerintahan Islam. Kedua Muslim

yang tinggal menetap di Dar al-Harb dan tidak berkeinginan untuk hijrah ke Dar

al-Islam. Status mereka, menurut Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad, sama dengan

Muslim lainnya di Dar al-Islam. Harta benda dan jiwa mereka tetap terpelihara.

Namun menurut Abu Hanifah, mereka berstatus sebagai penduduk harbiyyun,

karena mereka berada di negara yang tidak dikuasai orang Islam. Konsekuen-

sinya, harta benda dan jiwa mereka tidak terjamin.43

b). Ahl al-Dzimmi

Al-Dzimmah adalah mufrad dari dzimiyyun, diambil dari azzimam yang

berarti kehormatan dan hak.44

Kata ahl al-Dzimmi atau ahl al-Dzimmah

merupakan bentuk tarkib idhafi (kata majemuk) yang masing-masing katanya

berdiri sendiri. Kata “ahl” secara bahasa berarti keluarga atau sahabat, sedangkan

kata “Dzimmi/Dzimmah” berarti janji, jaminan, dan keamanan.45

Seseorang yang

mempunyai janji disebut rajulun Dzimmiyyun.

Dalam pandangan al-Ghazali (w.505 H), ahl al-Dzimmi adalah setiap ahli

kitab yang telah baligh, berakal, merdeka, laki-laki, mampu berperang dan

membayar jizyah. Ibn al-Juza’i al-Maliki memberikan defenisi yang hampir sama

dengan al-Ghazali dengan mendefenisikan ahl al-Dzimmi sebagai “orang kafir

43 Ibid., h. 232

44 Majd al-Din Muhammad Ibn Ya’qub Fairuz Abadi, al-Qâmŭs al-Muhîth, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), juz IV, h. 117

45 Ibrahim Anis, dkk. al-Mu’jam al-Wasith, (Kairo: T.tp., 1972 ), Juz I, h. 315

Page 41: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

yang merdeka, baligh, laki-laki, menganut agama yang bukan Islam, mampu

membayar jizyah dan tidak gila”. Al-Unqari (w.1383 H) mempertegas pendapat

di atas dengan menyimpulkan bahwa ahl al-Dzimmi adalah orang non-Muslim

yang menetap di dar al-Islam dengan membayar jizyah.46

Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan di atas, maka unsur penting

untuk menentukan status seseorang sebagai Dzimmi adalah non-Muslim, baligh,

beakal, bukan budak, laki-laki, tinggal di dar al-Islam dan mampu membayar

jizyah kepada pemerintah Islam. Status dzimmi dapat diperoleh seseorang melalui

perjanjian akad dzimmah dengan pemerintahan Islam.

Sebagai warga negara, ahl al-Dzimmah mempunyai hak untuk

mendapatkan perlindungan dan memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. ahl al-

Dzimmah atau kaum minoritas menurut konsep Islam akan mendapatkan jaminan

perlindungan dari Allah SWT, Rasulullah SAW, serta kaum muslimin secara

keseluruhan. Secara agama, tidak boleh ada seorang pun yang merusak jaminan

mereka atau melanggar perjanjian mereka. Perjanjian dan perdamaian yang akan

menjaga kehormatan mereka, juga melindungi agama, nyawa, harga diri, dan

harta kekayaan mereka.47

ahl al-Dzimmah berkewajiban membayar pajak (jizyah)

untuk mendapatkan hak suara. Jizyah adalah pajak yang diberikan non Muslim

sebagai imbalan atas pembebasan mereka dari kewajiban mempertahan-kan

negara, atau imbalan atas jaminan dan perlindungan serta berbagai hak sipil

46 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), h. 233 47 Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, h. 201

Page 42: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sebagai warga negara yang sejajar dengan kaum muslimin.48

Jizyah juga bisa

diartikan sebagai ganti kewajiban berjihad yang merupakan kewajiban agama

yang bersifat ta’abudiyah (dalam rangka beribadah). Dalam hal ini Islam tidak

ingin melukai perasaan mereka dengan mengharuskan mereka melakukan jihad

terhadap warga non Muslim.49

Jizyah hanya wajib dipungut dari kalangan pria

yang merdeka dan berakal. Tidak wajib dipungut dari wanita, anak-anak, orang

gila dan hamba sahaya.50

Secara umum ahl al-Dzimmah mempunyai hak yang sama dengan

penduduk Muslim, hanya saja dalam hal hak politik terdapat perbedaan dengan

penduduk Muslim. Bahwa ahl al-Dzimmah dalam hak politik seperti dalam hal

kepemimpinan dan jabatan-jabatan tertentu tidak bisa diberikan. Hak jabatan

tertinggi dalam pemerintahan (kepala negara atau khalifah), ketua lembaga

eksekutif, perdana menteri, panglima perang, hakim untuk kaum muslimin,

penanggung jawan urusan zakat dan sedekah termasuk wakaf daan sebagainya

tidak diberikan kepada mereka.51

Hal ini disebabkan karena golongan minoritas

tidak mempunyai hak kepemimpinan dan kekuasaan eksekutif dan yudikatif

mempunyai fungsi menerapkan syari’at Islam. Oleh sebab itu yang menduduki

48 Khamami Zada dan Arief R. Arofah, Diskursus Politik Islam, (Jakarta: Lembaga

Studi Islam Progresif, 2004), cet. I, h. 55 49 Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, h. 202 50 al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 144 51 Yusuf al-Qardawi, Ghairu Muslim fi Mujtama al-Islam, edisi Indonesia diterjemahkan

oleh Muhammad Baqir, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, cet. II, (Bandung:

Mizan, 1991), h. 35

Page 43: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

jabatan tersebut dengan sendirinya orang yang meyakini Islam sebagai akidah dan

syari’ah.52

Sebabnya ialah keimanan dan kekhalifahan adalah kepemim-pinan umum

di bidang agama dan dunia sekaligus, yakni perwakilan dari Nabi SAW.

Kepemimpinan atas angkatan bersenjata bukanlah semata-mata bersifat sekuler,

tetapi itu adalah kegiatan yang bersifat ibadah dalam Islam. Sebab jihad

merupakan puncak ibadah dalam Islam. Peradilan adalah penerapan hukum

syari’at Islam, sedangkan seorang non Muslim tidak mungkin dituntut agar

menerapkan suatu hukum yang ia sendiri tidak percaya kepadanya. Demikian pula

urusan zakat dan sebagainya adalah tugas-tugas keagamaan, tugas-tugas

pemerintahan di luar bidang-bidang tersebut di atas boleh diserahkan kepada ahl

al-dzimmah apabila terpenuhi persyaratan-persyaratannya pada diri mereka,

seperti kecakapan, kejujuran dan kesetiaan kepada negara.53

Meskipun demikian, bahwa non Muslim diperbolehkan menduduki jabatan

badan eksekutif54

misalnya menjadi menteri tertentu. Demikian juga mereka bisa

atau diperbolehkan menjadi anggota Ahli Majlis Syura atau Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat. Hal ini disebabkan karena Majlis Syura atau DPR merupakan

tempat untuk mengeluarkan pendapat, memberi nasihat kepada pemerintah dan

52 Salim Ali al-Bahansawi, as-Syari’ah al-Muftara ‘Alaiha, edisi bahasa Indonesia

diterjemakan oleh Musthalah Maufur, Wawasan Sistem Politik Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

1996), cet. I, h. 202 53 Yusuf al-Qardawi, Ghairu Muslim fi Mujtama al-Islam, h. 54 54 al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 27

Page 44: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

menyuarakan kehendak konstituen.55

Ahli al-Dzimmah juga diperboleh-kan

menduduki jabatan kementerian pelaksanaan (wizarah tahfidz), yaitu menteri

pelaksanaan yakni seorang yang meneruskan perintah-perintah dan keputusan-

keputusan Imam serta melaksanakan-nya, ini berbeda dengan pejabat kementerian

perwakilan (wizarah tafwidz) yang kepadanya dikuasakan sepenuhnya pengaturan

urusan politik, adminis-trasi dan ekonomi negara oleh imam.56

Jaminan hak ahl

al-Dzimmah berpartisipasi dalam politik merupakan sifat toleransi dalam Islam.

Islam tidak memandang akidah sebagai halangan untuk dilantik sebagai pejabat

pemerintah jika ahl al-dzimmah mempunyai kemampuan.

Sebagai warga negara ahl a-dzimah mempunyai jaminan hak dari sudut

sosial dalam sebuah negara Islam. Hak dari sudut sosial dapat disimpulkan yaitu

kebebasan individu, kebebasan beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat, hak

mendapatkan pendidikan dan perlindungan ketika tua.

Kebebasan individu ahl al-dzimmah yaitu kebebasan untuk pergi ke mana

saja yang ia kehendaki, keselamatan terjamin dari segala penganiayaan, tidak

boleh dicekal kecuali ia benar-benar melanggar undang-undang.57

Jaminan

terhadap keselamatan ahl al-Dzimmah bukan sebatas terhadap ancaman dari

dalam negara, bahkan meliputi ancaman dari luar yang dihadapi oleh ahl al-

Dzimmah. Bahkan jika ahl al-Dzimah menjadi tawanan pihak musuh, pemerintah

55 Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, h. 72 56 Yusuf al-Qardawi, Ghairu Muslim fi Mujtama al-Islam, h. 55 57 Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, h. 75

Page 45: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

negara Islam berkewajiban menyelamatkan mereka walaupun terpaksa membayar

uang tebusan. Harta benda mereka sama dengan kedudukan nyawanya. Negara

Islam bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada harta benda ahl al-

Dzimmah. Oleh sebab itu, siapa saja yang mencuri harta benda ahl al-Dzimmah,

tangannya akan dipotong, siapa yang merampasnya dia akan ditakzir, dan

dikembalikan harta tersebut kepada pemiliknya. Siapa yang berhutang harta

bendanya maka wajiblah dia melunaskannya. Jika dengan sengaja melambat-

lambatkan sedangkan ia seorang yang berkemampuan maka pemerintah berhak

memenjarakannya.

Islam mengakui kebebasan beragama bagi setiap orang. Dengan arti tidak

ada seorang pun dapat memaksa orang lain untuk menganut agama Islam atau

meninggalkan apa saja kepercayaan yang dianutnya. Negara Islam menjamin

penduduk ahl al-Dzimmah untuk menganut dan melaksanakan ajaran agamanya.

Berkenaan dengan hak untuk mengeluarkan pendapat, mereka pun diperbolehkan

untuk melakukan syi’ar agama mereka, mempertahankannya dengan hujjah jika

ada yang mengkritik agama mereka.

Dalam bermuamalah dengan mereka tidak dibenarkan menghina dan

menyakiti mereka, tetapi tidak dilarang untuk menyeru dengan cara yang baik,

berdebat dengan lemah lembut dan beradab. Ahl al-dzimah juga mempunyai hak

dalam bidang ekonomi, yaitu mereka mempunyai kebebasan untuk bekerja dan

mencari pendapatan. Mereka bebas melakukan aktivitas ekonomi tanpa adanya

halangan. Tetapi mereka tidak dibolehkan menjual arak atau babi di dalam

Page 46: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

kawasan orang Islam, kecuali mereka menjual di kawasan atau tempat yang tidak

dihuni oleh orang Islam walaupun dalam negara Islam.

Bagi mereka yang lemah karena sakit atau sudah tua ataupun ketiadaan

pendapatan untuk kehidupannya, negara Islam berkewajiban menanggung mereka

bahkan sampai hari tuanya. Perlindungan ini harus diberikan secara adil dan

seksama tanpa membedakan antar warga negara.

c). Musta’min

Secara bahasa, kata “Musta’min” merupakan bentuk isim fa’il (pelaku)

dari kata kerja ista’mana. Kata ini seakar dengan kata amana yang berarti aman.

Dengan demikian, kata ista’mana mengandung pengertian “meminta jaminan

keamanan, dan orang yang meminta jaminan tersebut disebut Musta’min. 58

Menurut pandangan ahli fiqh, Musta’min adalah orang yang memasuki

wilayah lain dengan mendapat jaminan keamanan dari pemerintah setempat, baik

ia Muslim maupun Harbiyun. Menurut al-Dasuki (w.1230 H) antara Musta’min

dengan Mu’ahid mempunyai pengertian yang sama. Mu’ahid adalah orang non-

Muslim yang memasuki wilayah dar al-Islam dengan memperoleh jaminan

keamanan dari pemerintah Islam untuk tujuan tertentu, kemudian ia kembali ke

wilayah dar al-Harb.59

Musta’min yang memasuki wilayah dar al-Islam bisa sebagai utusan

perdamaian, anggota korps diplomatik, pedagang/investor, pembawa jizyah atau

58 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, h. 236 59 Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Irfah al-Dasuki, Hasyiyah al-Dasuki ‘alâ Syarh al-

Kabîr, (Mesir : Al-Azhariyah, 1345 H), h. 201

Page 47: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

orang-orang yang berziarah. Mereka yang menetap di dar al-Islam dapat berubah

status menjadi Dzimmi melalui perjanjian yang dibuat dengan pemerintahan

Islam. Istilah Musta’min juga dapat digunakan untuk orang-orang Islam dan ahl

al-Dzimmi yang memasuki wilayah dar al-harb dengan mendapat izin dan

jaminan keamanan dari pemerintah setempat.

d). Harbiyun

Kata “harbiyun” berasal dari Harb yang berarti perang. Kata ini

digunakan untuk pengertian warga negara dar al-Harb yang tidak menganut

agama Islam dan antara Islam dengan dar al-Harb tersebut tidak terdapat

hubungan diplomatik.60

Menurut Syi’ah Imamiah, istilah Harbiyun dipakai untuk

non-Muslim selain ahl al-Kitab61. Pandangan ini berawal dari asumsi bahwa

antara Islam dan agama ahl al-Kitab, memiliki kesamaan, yaitu sama-sama agama

Samawi yang berasal dari Allah SWT. Orang-orang Harbiyun tidak terjamin

keamanannya bila memasuki dar al-Islam, karena terwujudnya rasa aman bagi

mereka adalah berdasarkan salah satu dari dua hal, yaitu beriman, memeluk

agama Islam, atau melalui perjanjian damai.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa warga negara dar al-

Islam terdiri dari umat Islam, ahl all-Dzimmi dan Musta’min. Sedangkan warga

negara dar al-Harb terdiri dari non-Muslim yang disebut Harbiyun, Muslim

sendiri dan Musta’min.

60 Ibid., h. 237

61 Ahl al-Kitab ada yang mengatakan orang Yahudi dan Nasrani saja, tetapi ada juga yang menambahkan dengan orang Sabi’in dan Majusi, ini dapat dilihat pada artikelnya Ismatu Rofi’, Wacana Inklusif ahl al-Kitab, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 2002), h. 99

Page 48: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

2. Kewarganegaraan Menurut Negara-negara Modern

Di setiap negara pada umumnya mempunyai aturan tersendiri atas syarat-

syarat yang ditentukan untuk menjadi warga negara dari negara tersebut, namun

demikian dalam ilmu pengetahuan terdapat dua asas yang utama, yaitu asas jus

soli dan asas jus sanguinis.62

Yang dimaksud dengan jus soli (asas tempat

kelahiran) ialah bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat

kelahirannya. Seseorang adalah warga negara dari negara B, karena ia dilahirkan

di negara B tersebut. Sedangkan asas jus sanguinis (asas keturunan) adalah

penentuan kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari orang yang

bersangkutan. Seseorang adalah warga negara A karena orang tuanya adalah

warga negara A.

Penentuan asas kewarganegaraan yang dianut oleh suatu negara adalah

merupakan hak masing-masing negara tersebut. Walaupun tidak dapat memenuhi

asas jus soli dan jus sanguinis orang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan

jalan pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur kewarga-

negaraan ini di berbagai negara sedikit banyak berlainan, menurut kebutuhan

yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing 63

Sangat jelas bahwa klasifikasi warga negara di dalam Islam dengan negara

modern sangat berbeda, ini dilihat dari faktor hukum yang berlaku. Islam lebih

kepada hukum Tuhan baik dari sumber primer al-Qur’an, hadis, maupun dari

62 Gouw Giok Siong, Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Jakarta: Kinta, 1962), Jilid 2, h. 17

63 Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

(Jakarta: Prenada Group, 2003), Cet. Revisi, h. 77

Page 49: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sumber sekunder ijtihad, istihsan yang berupa fiqih. Sedangkan klasifikasi warga

negara modern dilihat dari kepentingan negara yang bersangkutan.

3. Hak-hak Politik Warga Negara dalam Islam

Menurut Muhammad Anis Qasim Ja’far, hak-hak politik itu ada tiga

macam, yaitu:64

a. Hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum;

b. Hak untuk mencalonkan diri menjadi anggota lembaga perwakilan dan

lembaga setempat; dan

c. Hak untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan hal-hal lain yang

mengandung persekutuan dan penyampaian pendapat.

Ketiga hak politik ini, tegas Qasim, tidak berlaku kecuali bagi orang-orang

yang memenuhi syarat-syarat tertentu disamping syarat kewarganegaraan.

Seseorang boleh menggunakan atau tidak menggunakan hak-hak politik tersebut

tanpa ikatan apa pun.65 Menurut A. M. Saefuddin bahwa tiap individu memiliki

hak-hak politik di antaranya hak memilih, hak musyawarah, hak pengawasan, hak

pemecatan, hak pencalonan dalam pemilihan dan menduduki jabatan.66

Menurut Al-Maududi paling tidak ada enam macam hak politik yang

diakui dalam Islam, yaitu:67

(1) Hak Kebebasan untuk mengeluarkan pokok

64 Mujar Ibnu Syarif, Hak-hak Politik Minoritas Nonmuslim dalam Komunitas Islam: Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, (Bandung: Penerbit Agkasa, 2003), cet. I, h. 67

65 Ibid. 66 A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, h. 17-19 67 Ibnu Syarif, Hak-hak Politik Minoritas Non-Muslim dalam Komunitas Islam, h. 52

Page 50: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

pikiran, pendapat, dan keyakinan.68

Hal ini lanjut menurut Al-Maududi, meliputi

hak kebebasan untuk mengkritik pemerintah dan pejabatnya. (2) Hak untuk

berserikat dan berkumpul, (3) Hak untuk memilih dan dipilih sebagai kepala

Negara, (4) Hak untuk menduduki jabatan umum dalam pemerintahan Negara, (5)

Hak untuk memilih atau dipilih sebagai ketua dan anggota Dewan

Permusyawaratan Rakyat (DPR), (6) Hak untuk memberikan suara dalam

pemilihan umum.

Pembahasan mengenai hak politik ini juga di sampaikan oleh Abd al-

Karim Zaidan, beliau merincikan mengenai hak politik hampir memiliki

persamaan serta memiliki perbedaan dalam mengkategorikan pembagian hak-hak

politik warga negara dalam Islam, seperti yang telah dipaparkan oleh Abu A’la al-

Maududi. Sedikitnya menurut beliau ada enam macam hak politik dalam Islam,

yaitu: (1) Hak untuk memilih dan dipilih sebagai kepala Negara, baik langsung

maupun melalui perwakilan, (2) Hak musyawarah atau hak untuk ikut

berpartisipasi dalam memberikan ide, saran dan kritik yang konstruktif kepada

para penyelenggara negara terpilih, utamanya kepala Negara, agar tidak

melakukan hal-hal yang membahayakan umat/rakyat, (3) Hak pengawasan/hak

untuk mengontrol dan meluruskan penyimpangan yang dilakukan oleh para

penyelenggara Negara, (4) Hak untuk memecat atau mencopot kepala Negara dari

jabatannya bila tidak dapat menjalankan dengan baik tugas yang diamanahkan

umat/rakyat kepadanya, (5) Hak untuk mencalonkan diri untuk jabatan kepala

68 Abu A’la Maududi, Islamic Law and Constitution, (Lahore, Pakistan: Islamic

Publication Ltd, 1977), h. 283

Page 51: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Negara/Presiden, dan (6) Hak untuk menduduki jabatan umum dalam

pemerintahan.69

Agar memudahkan dalam sistematika pembagian macam-macam hak-hak

politik warga negara dalam Islam, di bawah ini akan dipaparkan lebih lanjut hak-

hak politik warga negara dalam Islam, yaitu:

a). Hak Memilih dan Dipilih

Mengenai hak politik rakyat untuk memilih dan dipilih sebagai kepala

negara, Abd al-Karim Zaidan menyatakan bahwa setiap rakyat suatu negara yang

telah memenuhi syarat mempunyai hak untuk memilih kepala negara yang

dianggapnya mampu mewakilinya dalam mengelola semua urusannya sesuai

dengan syariat Islam. Landasan hak ini menurutnya termaktub dalam ayat 38

surat al-Syura, yang berbunyi:

���������......... � ����� ���������

)38: 42/ا��رى( ..........

Artinya: ”............ urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.......” (Q.S. As-Syura/42: 38).

70

Ayat di atas, lanjut Abd al-Karim Zaidan, dengan amat jelas menyatakan

bahwa masalah kaum muslimin, utamanya yang penting diputuskan dengan jalan

musyawarah. Penentuan calon kepala negara merupakan salah satu masalah yang

sangat penting yang harus diputuskan berdasarkan musyawarah. Hak untuk

memilih kepala negara ini dapat dipergunakan secara langsung atau melalui

69 Abd al-Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, h.17-52 70 Terjemahan dari setiap ayat al-Qur’an diperoleh dari al-Qur’an dan Terjemahannya,

(Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Depertemen Agama RI, 1971).

Page 52: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

perwakilan oleh ahl hal wa al-’aqd, yakni tokoh-tokoh yang diteladani, dipatuhi,

dan dipercaya umat/rakyat untuk mengatur segala urusannya.71

Dalam syariat Islam, lanjut Abd al-Karim Zaidan, tidak ada peraturan

yang defenitif tentang mekanisme pemilihan kepala negara, karena itu

pengaturannya diserahkan kepada umat sesuai dengan situasi dan kondisi yang

dihadapinya. Bila diperlukan mereka bisa mempergunakan cara pemilihan

langsung dan kalau dirasa cara yang pertama ini tidak atau kurang efektif, mereka

bisa memilih alternatif kedua, yakni melalui perwakilan ahl hal wa al-’aqd.

Sekiranya pemilihan kepala negara dilakukan melalui perwakilan, menurut dia,

rakyat sendirilah yang sebenarnya melakukan pemilihan itu.72

Perlu diperhatikan bahwa pemilihan kepala negara selama ini menjadi

pembicaraan yang selalu aktual, apalagi apabila terjadi di negara-negara muslim,

semisal al-Maududi menyatakan bahwa hak untuk menjadi kepala negara itu

hanya terbuka untuk kaum Muslimin. Karena itu, warga negara non-Muslim yang

tidak mengakui Islam tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam urusan-

urusan negara berideologi Islam yang secara jujur tidak diakuinya. Selain itu, ia

juga mengemukakan bahwa orang yang berhak dicalonkan sebagai kepala negara

di samping harus memenuhi syarat-syarat:73

Muslim, laki-laki, dewasa, sehat

jasmani dan rohani, warga negara yang terbaik, shaleh, kuat komitmennya

terhadap Islam, orang yang dipercaya, dicintai, dan diinginkan oleh rakyat.

71 Ibnu Syarif, Hak-hak Politik Minoritas Non-Muslim dalam Komunitas Islam, h. 54

72 Ibid., h. 52 73 Abu A’la Maududi, Islamic Law and Constitution, h. 252

Page 53: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Seperti halnya seorang warga negara pada umumnya mereka memiliki

semua hak-hak politik seperti hak memilih dan dipilih, begitupun dengan Islam

yang sangat menghargai setiap hak yang dimiliki oleh umatnya. Demikianlah

pemaparan mengenai hak politik warga negara dalam hal hak memilih dan dipilih.

b). Hak Berserikat dan Berkumpul

Islam juga telah memberikan hak kepada rakyat untuk bebas berserikat

dan membentuk partai-partai atau organisasi-organisasi. Hak ini tunduk kepada

aturan-aturan umum tertentu. Hak ini harus dilaksanakan untuk menyebarkan

kebaikan dan kebenaran dan bukan untuk menyebarkan kejahatan dan kekacauan.

Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul ini, terdapat dan disebutkan di dalam

Al-Qur’an tetapi Al-Qur’an itu menganggap ini sebagai keharusan bagi pribadi

manusia untuk turut serta mengambil bagian secara aktif dalam urusan-urusan

masyarakat (umat) yang mengajak manusia berbuat baik dan mencegah mungkar

serta meyakini Allah SWT. 74

Pada dasarnya agama Islam adalah agama yang menghendaki pergaulan

atau diistilahkan dengan jamaah setiap Muslim selalu menyediakan diri untuk

menjunjung tinggi panggilan Tuhan dengan mengerjakan Shalat berjamaah.

Menurut ajaran Islam dengan melalui sebuah musyawarah sebagaimana firman

Allah SWT di dalam al-Qur’an:75

74 Abu A’la Maududi, Hak-hak Manusia dalam Islam, penterjemah Bambang Iriana

Djajaatmadja, cet. III, (Jakarta: Bumi aksara, 2005), h. 32 75 Dalizar Putra, HAM (Hak Asasi Manusia Menurut Al-Qur’an), (Jakarta: PT. Al-Husna

Zikra, 1995), cet. II, h. 57

Page 54: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

���������� ����"#�$%&��

��(�)���* �����+��

,-.�,/01*�� ��������� � �����

��������� �2☺���

��456���� )38: 42/ا��رى( . >��;�:� �8�9�7"

Artinya: “ Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. (Q.S Asy-Syura ayat 38).

Ayat ini dapat menjadi pegangan untuk berkumpul atau berserikat serta

berpendapat. Bahkan menjadi konsep dasar untuk bermasyarakat dan bernegara

yang memhendaki pendapat. Jelasnya syura atau bermasyarakat jadi pokok dalam

membangun masyarakat dan bernegara dalam Islam. Menurut ajaran Islam

dengan melalui lembaga perserikatan dan perkumpulan dan mengadakan

hubungan-hubungan (musyawarah) konsultasi dan sebagainya suatu kekuatan

untuk memperjuangan hak-hak manusia dalam suasana persaudaraan.

Jelasnya bahwa Islam menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat bagi

setiap orang. Hal ini tidak hanya sekedar jaminan melainkan dituntut untuk

mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari

c). Hak Mengeluarkan Pendapat

Islam memberikan hak kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat

kepada seluruh warga negara Islam dengan syarat bahwa hak itu digunakan untuk

menyebarkan kebaikan dan bukan untuk menyebar keburukan. Konsep Islam

tentang kebebasan mengeluarkan pendapat jauh lebih tinggi daripada hak yang

diakui barat. Memang hak untuk kebebasan mengeluarkan pendapat guna

menyebarkan kebaikan dan bukan hanya semata-mata hak tetapi suatu kewajiban.

Page 55: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Berpendapat adalah mengemukakan ide atau gagasan. Ia adalah hasil

renungan terhadap kejadian langit dan bumi, serta alam semesta ini, guna untuk

mendorong kemajuan umat dan keluhuran kehidupan. Setiap orang mempunyai

hak untuk menyatakan pendapatnya selama dia tetap dalam batas-batas yang

ditentukan oleh hukum dan norma-norma lainnya. Artinya tidak seorang pun

diperbolehkan menyebarkan fitnah, hasut dan berita-berita yang mengganggu

ketertiban umum dan mencemarkan nama baik orang. Pendapat yang dikehendaki

adalah pendapat yang bersifat konstruktif, tidak bersifat destruktif dan tidak pula

bersifat anarkis. Bagi seorang muslim selalui dianjurkan mengemukakan ide atau

gagasan untuk menciptakan kebaikan dan mencegah kemungkaran Allah SWT

menjelaskan dalam firman-Nya yang berbunyi:76

=���>�*� ����?�@� ABC�D �8���EF�<

G,HI: IJ��+<�K�� �8����LM�<�

N����BOLP��I� �8��"5��<�

Q=�� R�+�?4☺�*�� . "STU6+*MD�

���� VW�4+I/�;4☺�*� )104: 3/���ان ال( �

Artinya: ”... Dan adalah di antara kamu segolongan umat yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali-Imran/ 3: 104).

Kesempurnaan Islam seorang Muslim tergantung kepada empat syarat

yaitu: Iman, amal soleh, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat

menasehati dalam kesabaran. Nasehat menasehati adalah dalam rangka

memberikan pendapat kepada orang lain.77

Ibnu Jarir bin Abdullah berkata:

76 Ibid, h. 52

Page 56: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

����� � )م."' روا0 (م."' -, ا +* �"! و)"' �"&% ا$ #"! ا �78

Artinya: “Saya membaiat akan Nabi Muhammad SAW atas keharusan mendengarkan sabda dan mentaati perintah-Nya. Maka beliau memerintahkan apa yang saya sanggupi memberikan nasehat kepada orang lain”.

Nasehat itu mengandung ajaran melakukan kebaikan, ajakan meninggal-

kan kejahatan dan menyedarkan mereka terhadap kelalaiannya. Demikian

pentingnya menyatakan pendapat dalam Islam demi untuk kemaslahatan umum.

Dengan goresan pena orang dapat menyatakan pendapatnya, mengetahui pendapat

orang lain, mendalami ilmu pengetahuan, memperjuangkan hak-haknya dan

sebagainya. Goresan pena dalam mengemukakan pendapat ini tentu selalu

memperhatikan etika pergaulan dan juga jangan sampai merugikan orang lain

sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar.

Demikianlah secara panjang lebar dijelaskan mengenai sejarah hak politik

dalam Islam, pembagian hak politik dalam Islam, serta mengenai klasifikasi

warga negara yang dengan adanya pembedaan itu dengan demikian akan dapat

dibedakan hak-hak politik setiap warga negara. Setelah kita membahas mengenai

hak-hak politik dalam Islam, maka pada bab selanjutnya akan dilihat pengaturan

kewarganegaraan yang akan dibahas di dalam Perlembagaan Malaysia.

77 T. M. Hasbi ash Shiddiqy, 2002 Mutiara Hadits I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),

h. 183 78 Muslim bin Hajjaj Abu Husin al-Qusyairi, Shahîh Muslim, juz, I, (Beirut: Dar Ihya’

al-Turâts al-Arabi, t.th), h. 75, no hadis: 56

Page 57: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

BAB III

WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN

PERSEKUTUAN MALAYSIA

A. Definisi Warga Negara

Konsep kewarganegaraan ialah konsep baru yang timbul sejak

pemberontakan Perancis dan Amerika pada abad ke-18. Konsep ini sangat penting

dalam pembentukan sebuah negara, baik negara yang berbentuk kerajaan maupun

republik.79

Sebelum pemberontakan ini, hubungan rakyat dengan negara yaitu

hubungan taat setia mereka kepada raja yang memerintah negeri itu. Taat setia ini

bukan dipertanggungjawabkan kepada negara, tetapi kepada raja itu sendiri. Yang

demikian, jika seorang raja dijatuhkan dari tahta kerajaan, maka rakyat yang taat

setia kepada raja itu mestilah turut menderita seperti raja yang malang itu. Jika

rakyat tidak taat setia kepada raja, maka mereka dianggap berdosa dan durhaka

serta boleh dibunuh.80

Tetapi sejak pemberontakan Perancis dan Amerika telah timbul suatu

pemikiran baru, yaitu manusia yang mempunyai keturunan, adat istiadat dan

kebudayaan yang sama dapat disatukan menjadi suatu bangsa untuk membentuk

suatu negara kebangsaan (nation state) yang merdeka dan berdaulat. Ketaatan

79 Hasnah Hussin dan Mardiana Nordin. Pengajian Malaysia, (Selangor: Oxford Fajar,

2007), cet. I, h. 181 80 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet.

III, (Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn. Bhd, 2006), h. 259

Page 58: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

yang dahulunya diberikan kepada raja, sekarang telah beralih dan ditumpukan

kepada negara, dan rakyat pun disebut anak bangsa. Akhirnya pemikiran baru ini

pun merebak ke seluruh negara di benua Eropa, kecuali Inggris. Negeri-negeri di

Amerika Selatan tidak juga ketinggalan memberontak melawan penjajah Spanyol

dan Portugis. Yang demikian lebih kurang dalam pertengahan abad 19, konsep

kewarganegaraan ini sudah disepakati oleh para ahli politik pada zaman itu dan

konsep ini menjadi asas dalam pembentukan sebuah negara kebangsaan.81

Di Malaysia kewarganegaraan Persekutuan mulai diperkenalkan pada

tahun 1948 melalui Perjanjian Persekutuan Tanah Melayu. Sebelum itu, Tanah

Melayu tidak mempunyai dasar atau undang-undang kewarganegaraan yang sama

bagi seluruh negeri. Pada tahun 1952, peruntukan ini telah diamandemen dan

setiap negeri bagian mempunyai undang-undangnya sendiri. Walau bagaimana-

pun, apabila Perlembagaan 1957 dibentuk, Malaysia secara langsung mempunyai

undang-undang kerakyatannya yang sama bagi seluruh negara.82

Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari sesuatu

penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau

kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai

orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena

warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara,

yakni peserta dari satu Persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas

81 Ibid., h. 259 82 Mohd. Foad Sakdan, Asas Politik Malaysia, cet. II, (Selangor: Dewan Bahasa dan

Pustaka, 1997), h. 83

Page 59: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. Untuk itu, setiap

warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga

negara memiliki kepastian hak, privasi dan tanggung jawab.83

Warga negara, yang merupakan keahlian penuh bagi sesuatu negara,

mempunyai beberapa syarat yang tertentu. Di antara syarat-syarat tersebut

mencakup umur, kediaman, hak asasi dan keistimewaan tertentu. Jika syarat-

syarat ini dipenuhi barulah boleh dianggap seseorang itu warga negara bagi

sebuah negara.84

Dalam Kamus Dewan Bahasa Malaysia, warga negara dapat diartikan

sebagai rakyat sebuah negara yang terdiri dari penduduk asli, atau pun orang

asing yang telah diterima menjadi rakyat berdasarkan undang-undang Malaysia.85

Warga negara adalah penting untuk membentuk sesebuah negara kebangsaan

yang baru, baik itu negara kerajaan maupun republik.86

Kerakyatan atau

kewarganegaraan Malaysia itu sebenarnya bukanlah hak mutlak seseorang.

Kewarganegaraan dapat diperoleh melalui berbagai cara yang disahkan dan diakui

oleh Undang-Undang negara. Tidak terkecuali juga ialah hak kerajaan Malaysia

untuk menggunakan kuasa atau wewenang serta haknya untuk menarik balik atau

83 Dede Rosyada, dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta:

ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), cet. I h. 73 84 K. Ramanathan, Konsep Asas Politik, (Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka,

1998), h. 358 85 Hajah Noresah Binti Baharom, dkk., Kamus Dewan Bahasa, Edisi Ketiga, cet. VII,

(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 2002), h. 1546 86 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 259

Page 60: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

mencabut status kewarganegaraan seseorang rakyatnya. Undang-undang tentang

kewarganegaraan yang berlaku di Malaysia sekarang dibagi kepada tiga bagian

yaitu perolehan kewarganegaraan, penamatan kewarganegaraan dan peruntukan

tambahan.87

B. Cara Mendapatkan Kewarganegaraan

Dalam perlembagaan Malaysia, ada empat cara untuk mendapatkan

status kewarganegaraan, yaitu dengan cara jus soli, jus sanguinis, perkawinan

dan naturalisasi.88

1. Jus Soli (Undang-undang Tempat Lahir)

Dalam Perlembagaan Malaysia, seseorang yang dilahirkan di Malaysia

antara Hari Kemerdekaan tanggal 31 Agustus 1957 dan bulan Oktober tahun

196289

secara langsung menjadi warga negara tanpa memperhatikan

kewarganegaraan orang tuanya. Tetapi jika seseorang itu dilahirkan setelah

bulan November 1962, maka orang itu dapat menjadi warga negara apabila

memenuhi salah satu syarat di bawah ini:

a. Ketika kelahirannya salah seorang dari ibu bapaknya ialah warga negara;

b. Ketika kelahirannya salah seorang dari ibu bapaknya ialah orang yang

tinggal di negara ini, atau

87 Mohd. Foad Sakdan, Asas Politik Malaysia, cet. II, h. 83 88 Nazaruddin Hj. Muhammad, Pengajian Malaysia: Kenegaraan dan Kewarga-

negaraan, cet. V, (Selangor: Prentice Hall, 2004), h. 173, dapat dilihat juga pada Tun Mohd

Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 268

89 Akta (Pindaan) Perlembagaan 1962 (No. 14 1962).

Page 61: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

c. Ketika kelahirannya dia tidak mempunyai kewarganegaraan negara mana

pun. 90

2. Jus Sanguinis (Undang-undang Keturunan Darah)

Jus sanguinis juga dipakai dalam Perlembagaan Malaysia sebagai satu

faktor yang sangat penting untuk menghubungkan seseorang dengan

Malaysia. Berdasarkan asas jus sanguinis, seseorang yang berketurunan warga

negara akan tetap menjadi warga negara, walaupun dia dilahirkan di luar

negara, karena kewarganegaraan bapaknya diwarisi olehnya. Tetapi

masalahnya sebatas mana kewarganegaraan itu dapat diberikan kepada sese-

orang yang dilahirkan di luar negara. berdasarkan Perlembagaan, seseorang

yang dilahirkan di luar Malaysia hanyalah boleh menjadi warga negara, jika

bapaknya warga negara dan salah satu dari syarat berikut dipenuhi:91

a. Bapaknya sendiri dilahirkan di Malaysia, atau

b. Bapaknya memegang jabatan dalam perkhidmatan awan (pegawai negeri)

Persekutuan atau negeri atau

c. Kelahirannya didaftarkan di kantor Konsul Malaysia92

ataupun dengan

Kerajaan Malaysia dalam jangka waktu satu tahun setelah kelahirannya,

ataupun dalam jangka waktu yang lama jika mendapat izin dari Kerajaan.93

90 Ibid., Bagian 1, Jadual kedua 91 Ibid., Pasal 1 (1) (d) dan (e) Bagian 1 dan Pasal 1(b), (c) dan (d) Bagian II 92 Kantor Konsul Persekutuan, termasuk semua kantor yang menjalankan fungsi konsul

bagi pihak Persekutuan. 93 Pasal 1 (1) (e) Bagian 1 dan Pasal 1(c), Bagian II, Jadual Kedua Akta (Pindaan)

Perlembagaan 1962 (Nomor. 14 1962).

Page 62: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

3. Perkawinan

Faktor perkawinan dapat menjadi salah satu cara untuk mendapatkan

status kewarganegaraan Malaysia yaitu bagi seorang wanita asing yang

menikah dengan seorang warga negara Malaysia untuk memohon menjadi

warga negara jika:

a. Si suami telah menjadi warga negara pada bulan Oktober 1962 atau

sebelumnya dan perkawinan itu masih kekal, atau

b. Wanita asing itu telah tinggal dalam Persekutuan Malaysia selama 2 tahun

sebelum permohonan itu dibuat dan niatnya hendak kekal tinggal dalam

Persekutuan Malaysia dan berkelakuan baik

Isteri asing boleh meminta didaftarkan menjadi warga negara jika

perkawinan itu telah didaftar menurut undang-undang yang ada dalam Per-

sekutuan,94

tetapi syarat ini tidak dikenakan kepada seorang isteri yang telah

membuat permohonan kewarganegaraan sebelum awal bulan September 1965.

4. Masukan (Naturalisasi)

Bagi orang yang tidak dilahirkan di Malaysia, jika ia tinggal atau

berniat menetap di Malaysia, ia bisa mendapatkan status kewarganegaraan

Persekutuan dengan jalan masukan (naturalisasi). Berdasarkan Pasal 19

Perlembagaan Persekutuan, orang asing yang berumur 21 tahun atau lebih

boleh membuat permohonan untuk dimasukkan menjadi warga negara,

sekiranya dia dapat memenuhi syarat-syarat yang tersebut di bawah:

94 Pasal 15 (1), ibid

Page 63: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

(a). Dia telah tinggal dalam Persekutuan selama 12 tahun terdahulu dari dan

hingga tanggal permohonan itu tidak kurang dari 10 tahun.

(b). Berniat hendak kekal tinggal di negeri ini,

(c). Berkelakuan baik, dan

(d). Mempunyai kemampuan berbahasa Malaysia dengan fasih.

Tiap-tiap orang yang akan dimasukkan menjadi warga negara

mengangkat sumpah taat setia kepada Persekutuan sebelum diberikan kartu tanda

penduduk warga negara.

C. Hak dan Kewajiban Warga Negara

Kewarganegaraan merupakan status istimewa yang dipegang oleh rakyat

yang berhak dalam sebuah negara. Kedudukan ini memberikan hak dan kemuda-

han tertentu. Status kewarganegaraan ini juga sekaligus menuntut tanggung jawab

tertentu pula. Hak-hak yang diperoleh oleh seorang warga negara yaitu:

1. Berhak menjadi pemilih dalam pemilihan raya (pemilihan umum);

2. Berhak untuk turut ikut atau aktif dalam politik termasuk berkompetisi dalam

pemilihan raya untuk menduduki jabatan politik seperti menteri dan lain-lain;

3. Berhak mengisi jabatan ekslusif yang dikhususkan untuk warga negara saja;

4. Bebas memiliki tanah serta layak dipertimbangkan untuk mendapat

keistimewaan-keistimewaan yang berhubungan dengan pembangunan harta;

5. Berhak menerima berbagai faedah dan kemudahan dalam negerinya termasuk

pelayanan, pendidikan dan sebagainya;

Page 64: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

6. Bebas bergerak dalam negeri; dan

7. Tidak boleh dibuang atau diasingkan ke luar negeri.95

Hak-hak tersebut merupakan sesuatu yang pantas diterima oleh setiap

warga negara dan negara harus memenuhinya, memberikan jaminan atau

melindunginya dengan Undang-undang. Sehingga tidak ada satu warga negarapun

yang diabaikan hak-haknya termasuk hak asasinya. Merupakan suatu kewajiban

negara untuk menghormati, memenuhi dan melindungi Hak Asasi Manusia.96

Kewajiban untuk menghormati HAM mengacu pada kewajiban negara untuk

tidak melakukan intervensi terhadap hak-hak rakyat, karena adanya intervensi

negara yang tidak pada tempatnya dapat mengakibatkan adanya masalah

pelanggaran HAM. Kewajiban untuk memenuhi HAM mengacu pada kewajiban

negara untuk mengambil langkah-langkah dalam bidang legis-latif, administratif,

dan yudikatif. Sedangkan kewajiban untuk melindungi HAM memerlukan sikap

atau tindakan positif dari negara bahwa dalam menghormati dan memenuhi hak

asasi individu tidak melanggar hak asasi individu lainnya.

Sebagai timbal balik atas pemenuhan dan perlindungan hak asasi tersebut

setiap warga negara memiliki tanggung jawab dan memainkan peranannya dalam

negerinya. Di antara tuntutan terhadapnya adalah:

1. Memberikan pengabdian kepada negara termasuk menjadi tentara jika

diperlukan;

95 Nazaruddin Hj. Muhammad, Pengajian Malaysia, h. 73 96 Untuk penjelasan lengkapnya mengenai kewajiban negara untuk menghormati, meme-

nuhi dan melindungi HAM, dapat dilihat pada Manfred Nowak, Introduction to The International Rights Regime, (Leiden, the Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers, 2003), h. 49-50

Page 65: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

2. Mematuhi undang-undang dan membantu dalam pelaksanaan program-

program pemerintah;

3. Menyumbang kepada produktivitas negara dalam apa saja sesuai dengan

profesinya (setiap rakyat apapun peranannya dalam ekonomi negara adalah

penting bagi kemajuan negara dan kesejahteraan masyarakat); dan

4. Mengikuti, bahkan seharusnya mendukung program dan acara nasional seperti

perayaan hari kebangsaan.

Dengan demikian, setiap warga negara selain memiliki hak-hak asasi

yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara, ia juga mempunyai kewajiban

kepada negara. Di mana ada pemenuhan dan perlindungan hak warga negara di

situ pula ada kewajiban yang harus diberikan kepada negara, bahkan kewajiban

harus didahulukan sebelum hak diberikan. Demikianlah karena hak dan

kewajiban dua hal yang tidak dapat dipisahkan, selalu bergandengan menyatu

dalam fungsi, walaupun berbeda dalam tahapan urutannya. Dengan kata lain,

kaitan antara hak dan kewajiban seperti model relasi resiprositas (timbal balik),

atau relasi ketergantungan antara dua sisi mata uang. Akibatnya, setiap adanya

pemenuhan hak harus selalu didasarkan pada keharusan pemenuhan segala syarat

kewajiban yang merupakan pra kondisinya.97

Hak asasi telah diatur dalam Perlembagaan Malaysia dengan memakai

istilah kebebasan asasi. Dalam Perlembagaan Malaysia secara umum telah disebut

97 Noryamin Aini, Pengantar Dasar Konsep Hak Asasi Manusia, makalah Mata Kuliah

HAM, Syari’ah dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2007, h. 12.

Page 66: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

tentang hak dan kebebasan setiap warganya yang dijamin oleh negara, di

antaranya adalah:

a. Hak Atas Kebebasan Diri (Pasal 5)

Bagian pertama Pasal 5 Perlembagaan Persekutuan menyatakan bahwa

tidak seorangpun boleh diambil nyawanya dan dihilangkan kebebasan dirinya

melainkan berdasarkan undang-undang. Pengadilan berhak melepaskan dia,

jika di dapati bahwa dia ditahan karena menyalahi undang-undang. Apabila

seseorang itu ditangkap, ia hendaklah diberitahu sebab-sebab dia ditangkap,

Bagian kedua menyebutkan bahwa Pengadilan Tinggi harus menyelidiki jika

ada pengaduan dibuat setelah pengacara menyatakan seseorang ditahan dan

melanggar undang-undang, dan jika tersangka terbukti tidak bersalah, ia harus

dibebaskan. Bagian ketiga menyebutkan bahwa jika seseorang ditangkap, dia

hendaklah diberitahu alasan penangkapannya dan dia berhak membela diri

melalui pengacara.

Berkenaan dengan kebebasan pribadi di atas sudah menjadi dasar

Undang-Undang Pidana di negara Malaysia, yaitu setiap orang tidak boleh

dipaksa mengaku bersalah atau memberi keterangan yang menunjukkan

bahwa ia telah melakukan kesalahan. Jika dengan menggunakan jalan paksa,

pengadilan berhak menolak pengakuan itu. Untuk membuktikan kesalahan itu,

orang yang mendakwa harus mencari keterangan-keterangan atau bukti-bukti

yang lain.98

Akan tetapi, hak atas kebebasan diri ini dibatasi oleh undang-

98 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 297

Page 67: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

undang dan seseorang tidak boleh ditangkap tanpa bukti bahwa ia bersalah,

atau perbuatannya dirasakan berbahaya bagi keselamatan negara dan

keamanan umum.

b. Hak Atas Kebebasan dari Perbudakan dan Kerja Paksa (Pasal 6)

Bagian pertama dan kedua menyebutkan tidak seorang pun boleh

ditahan sebagai abdi (hamba) dan kerja paksa, tetapi undang-undang

persekutuan boleh membuat peruntukan untuk mengadakan khidmat bagi

negara. Bagian ketiga menyebutkan kerja-kerja yang berkaitan dengan

hukuman tahanan tidak dapat dikatakan sebagai kerja paksa.

Pengabdian atau perbudakan adalah diharamkan oleh Perlembagaan

Malaysia.99

Semua jenis kerja paksa itu dilarang, tetapi Parlemen dapat

membuat Undang-undang untuk memaksa warganya bekerja demi negara.

Dan juga tidaklah dianggap salah dari sisi Undang-undang jika kerja yang

dipaksakan kepada seseorang itu berkaitan dengan melaksanakan hukuman

penjara yang dijatuhkan kepada narapidana.100

Setiap warga negara boleh

bekerja untuk mencari nafkah asalkan perkerjaannya itu tidak bertentangan

dengan Undang-undang.

c. Hak Persamaan (Pasal 8)

Bagian pertama dan kedua menyebutkan bahwa semua warga negara

adalah berhak mendapat perlindungan yang sama rata di sisi undang-undang

99 Pasal 6 Poin 1 dan 2 100 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h.

306

Page 68: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dan setiap warga negara tidak boleh dibedakan atas sebab agama, kaum

(bangsa), keturunan atau tempat lahir. Bagian ketiga menyebutkan bahwa

tidak boleh ada pembedaan kepentingan seseorang disebabkan ia merupakan

rakyat Raja negeri bagian. Bagian keempat menyebutkan bahwa pihak

berkuasa tidak boleh membedakan seseorang sebab ia menetap atau

menjalankan perniagaan di negara bagian Persekutuan di luar wewenang

pihak yang berkuasa.

Ada satu poin yang penting tentang hak persamaan dalam

Perlembagaan Malaysia ialah poin yang mengharamkan perbedaan dengan

sebab agama, bangsa, keturunan, dan tempat lahir. Begitu juga Perbedaan

dengan sebab laki-laki dan perempuan. Semua warga negara memiliki hak dan

kewajiban yang sama yang dilindungi oleh Undang-undang. Pasal 8 ayat (1)

Perlembagaan Malaysia menyebutkan bahwa semua orang berhak mendapat-

kan perlakuan dan perlindungan yang sama berdasarkan Undang-undang.

d. Hak Kebebasan Bergerak dan Larangan Buang Negeri / Diusir (Pasal 9)

Bagian pertama menyebutkan bahwa tidak ada warga negara yang

boleh dibuang negeri (diusir) atau ditahan masuk ke dalam Persekutuan.

Bagian kedua ada menyebutkan bahwa setiap warga negara adalah berhak

bebas bergerak dan menetap di seluruh Persekutuan.

Akan tetapi untuk keamanan negara, Pemerintah dapat membatasi

gerak gerik warga negara dengan membuat undang-undang, dan undang-

undang itu harus memenuhi kehendak Perlembagaan seperti kesemarataan,

Page 69: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

kecuali jika undang-undang itu dibuat berdasarkan keselamatan khusus atau

kewenangan darurat pemerintah.101

Kebebasan bergerak bagi warga negara

diseluruh Persekutuan dibatasi oleh salah satu empat asas: (1) keselamatan,

(2) keamanan umun, (3) kesehatan umun, (4) hukuman bagi pesalah.102

e. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat, Berkumpul dan Bepersatuan (pasal 10)

Bagian pertama dan kedua menyebutkan bahwa Perlembagaan

Persekutuan menjamin kebebasan berpendapat, berkumpul dan bepersatuan.

Walau bagaimanapun parlimen dapat memberikan batasan yang dirasakan

perlu demi menjaga keselamatan Persekutuan dan negara-negara bagian untuk

ketenteraman umum.

Kebebasan mengeluarkan pendapat ini dibatasi dengan kata-kata yang

tidak menjadi fitnah, provokatif, tidak menghina Pengadilan dan kata-kata

yang melanggar hak keutamaan Parlemen dan Dewan Negeri. Mengeluarkan

kata-kata fitnah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Barang siapa yang

berkata, menulis, mencetak, menjual atau menyebarkan perkataan-perkataan

yang bersifat provokatif dapat dianggap oleh undang-undang telah melakukan

kesalahan yang dapat dihukum hingga lima tahun penjara atau denda RM

5000.103

Poin 28 Akta Keselamatan Dalam Negeri menyebutkan bahwa siapa

saja yang menyebarkan berita palsu yang menakut-nakuti masyarakat umum,

101 Pasal 149, 150 dan 151 Perlembagaan Malaysia 102 Muhammad Kamil Awang, Sultan dan Perlembagaan, (Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 2001), cet. I, h. 102

103 Seksyen 500, Kanun Keseksaan

Page 70: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

demikian juga dibuat dengan ucapan atau pun tulisan dapat dianggap telah

melakukan suatu kesalahan.

Bahan-bahan tertulis diawasi oleh undang-undang, jika seseorang

hendak membuka atau mendirikan penerbitan atau pun surat kabar (media

cetak), harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri,

setiap surat kabar atau bentuk tulisan apa pun hendaklah memiliki dan

mencantumkan nama dan alamat penerbitnya dalam bahasa Melayu atau

bahasa Inggris di halaman depan atau akhir. Ketentuan ini menunjukkan

bahwa Pemerintah mempunyai wewenang untuk menutup setiap surat kabar

(media cetak), buku-buku atau pun bahan-bahan bertulis lainnya agar

perizinan itu tidak dipersalahkan gunakan. Bahkan sangat penting bagi

pemerintah mengawasi penerbitan-penerbitan surat kabar (media cetak) atau

buku-buku secara tegas yang mungkin dapat merusak suasana politik dan

keamanan di Malaysia.104

Pengawasan kebebasan berpendapat bukan hanya dalam bentuk tulisan

dan ucapan saja, bahkan juga dalam setiap permainan, pertunjukan, hiburan

atau acara-acara yang serupa dengan itu. Menteri Dalam Negeri dapat

menutup atau melarang setiap acara jika dianggap dapat mengakibatkan

gangguan keamanan negara Malaysia. Untuk menjamin bahwa sekolah-

sekolah, tempat-tempat atau yayasan-yayasan pendidikan digunakan hanya

104 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h.

302

Page 71: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

untuk mendapatkan pendidikan dan terhindar dari ajaran-ajaran politik

komunis serta ajaran-ajaran yang dapat menggangu keamanan negara, maka

Pemerintah berwenang:

(a) Membuat Undang-undang supaya tidak melantik guru atau pensyarah

(Dosen) yang akan membahayakan kepentingan negara;

(b) Membuat Undang-undang supaya menutup setiap sekolah atau lembaga

pendidikan, jika sekolah atau lembaga pendidikan tersebut digunakan

untuk mengganggu kepentingan negara; dan

(c) Membuat Undang-undang supaya para pelajar, mahasiswa, guru dan

dosen tidak boleh membuat perkumpulan (organisasi) kecuali telah

mendapat izin dari polisi.105

Dalam hal kebebasan berkumpul, hendaklah dalam keadaan aman dan

tidak bersenjata, Parlimen adapat membuat Undang-undang untuk menjaga

kepentingan dan keselamatan negara. Berdasarkan Poin 27 Akta Polis 1967,

setiap perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan (konvensi) hendaklah

dilakukan dengan mendapat izin dari polisi terlebih dahulu dan polisi

berwenang tidak mengeluarkan izin tersebut jika dianggap bahwa

perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan itu akan membahayakan

keselamatan negara. Jika perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan

(konvensi) dilakukan tanpa mendapat izin, polisi berhak menghentikan dan

membubarkannya dan setiap orang yang bertanggung jawab dapat dihukum

105 Ibid., h. 303-304

Page 72: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

karena melakukan kesalahan.

Kemudian kebebasan untuk membentuk persatuan atau organisasi, ada

undang-undang yang mengaturnya juga, yaitu Akta Pertubuhan tahun 1966.

berdasarkan Poin 5 Akta ini, Menteri Dalam Negeri berhak membuat

keputusan yaitu suatu organisasi adalah dilarang keras jika organisasi tersebut

digunakan untuk tujuan yang dapat membahayakan kepentingan dan

keamanan negara. Suatu lembaga atau organisasi yang termasuk dalam jenis

di atas tidak boleh didaftarkan, dan jika telah terdaftar maka akan dicabut

keabsahannya.106

f. Kebebasan Beragama (Pasal 11).

Bagian pertama pasal ini menyebutkan bahwa agama Islam sebagai

agama resmi Persekutuan Tanah Melayu, akan tetapi setiap warga negara

masih berhak untuk mengamalkan agamanya sendiri. Bagian kedua

menyebutkan bahwa tidak seorang pun juga yang dipaksa untuk membayar

pajak jika hasil dari pajak itu adalah bertujuan untuk membiayai suatu agama.

Bagian ketiga menyebutkan setiap organisasi keagamaan berhak untuk

mengatur urusan agamanya, membentuk atau mendirikan yayasan untuk

kemajuan dan kebaikan agamanya.

Hak kebebasan beragama ini tidak akan diganggu atau dibatasi

walaupun agama Islam telah menjadi agama rasmi,107

kecuali tentang

106 Ibid., h. 305

Page 73: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

penyebaran agama kepada orang-orang Islam saja. Di sini undang-undang

setiap negara bagian berwenang membuat Undang-undang untuk menghalangi

penyebaran agama kepada orang Islam. Undang-undang ini ditujukan kepada

orang Islam dan juga kepada orang-orang yang bukan Islam. Semua Undang-

undang yang berkaitan dengan agama Islam di setiap negara bagian hanya

berlaku bagi orang Islam saja.108

Kebebasan beragama ini tidak boleh melanggar Undang-undang

tentang Keamanan, Kesehatan atau Kemaslahatan Umum. Di sinilah letaknya

batasan kebebasan beragama. Perlembagaan tidak memberikan definisi

tentang agama. Oleh karena itu agama bisa bermakna kepercayaan kepada

kekuasaan yang lebih tinggi dari manusia. Akan tetapi, jika ada suatu keper-

cayaan yang meyakini bahwa agamanya membolehkan mereka membunuh

orang dan berbuat keji, maka Perlembagaan sudah tentu tidak akan membenar-

kan agama seperti ini diamalkan, karena merusak keamanan umum.109

Setiap agama berhak mendirikan yayasan untuk mensyiarkan

agamanya dan Undang-undang tidak boleh membuat perbedaan berdasarkan

agama tentang yayasan itu. Tetapi ada satu pengecualian yaitu Undang-

undang Persekutuan dan Undang-undang negara bagian dapat membuat aturan

tentang pemberian dana berkenaan dengan pendirian yayasan Islam atau

107 Pasal 3, Islam adalah agama Persekutuan, tetapi agama lain bolehlah diamalkan

dalam keadaan yang aman dan damai di mana-mana tempat di Persekutuan 108 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h.

302 109 Pasal 8 ayat (2) Perlembagaan Malaysia

Page 74: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dalam kegiatan mengajarkan agama kepada orang Islam.110

g. Hak atas Pendidikan (Pasal 12)

Bagian pertama menyebutkan bahwa pengelolaan setiap yayasan

pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak berkuasa umum berkaitan

dengan penerimaan pelajar atau mahasiswa dan pembiayaan pemerintah tidak

boleh membedakan antara kaum, keturunan dan tempat lahir. Bagian ini juga

ada menyebutkan tentang keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah

haruslah dibagi samarata. Bagian kedua menyebutkan bahwa setiap organisasi

keagamaan berhak mendirikan institusi-institusi pendidikan anak-anak dalam

komunitas mereka. Bagian ketiga menyebutkan bahwa tidak seorang pun

dapat dipaksa menerima ajaran-ajaran atau mengambil bagian dalam upacara

atau sembahyang suatu agama yang lain daripada agamanya sendiri.

h. Hak Terhadap Harta (pasal 13)

Bagian pertama menyebutkan bahwa tidak seorang pun dapat

dihilangkan hartanya kecuali berdasarkan undang-undang. Bagian kedua

menyebutkan bahwa tidak ada satu undang-undang pun boleh membuat

tuntutan untuk mengambil atau menggunakan harta-harta secara paksa dengan

tidak ada ganti rugi yang seimbang.

Setiap orang berhak memiliki harta, dan jika hartanya diambil oleh

pemerintah dengan sebab kepentingan umum, ganti rugi yang setimpal

110 Pasal 11 ayat 3 (a) (b) (c)

Page 75: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

hendaklah diberikan kepadanya. Setiap Undang-undang yang mengatur

tentang hal pengambilan harta rakyat tidak sah jika tidak ada ketentuan yang

mengatur tentang ganti ruginya.

Dari penjelasan di atas, dapat difahami bahwa adanya pengaturan

dalam undang-undang tentang pembatasan hak dan kebebasan warga negara,

ditujukan untuk menjaga dan memelihara kepentingan serta keamanan negara.

Jika undang-undang yang dibuat oleh Parlemen telah menghalangi warga

negaranya untuk bebas bergerak di wilayah Malaysia atau membatasi

kebebasan berpendapat, berkumpul atau berorganisasi, kebebasan beragama

dan lain-lain, karena pembatasan yang dibuat itu adalah untuk menjaga

keselamatan dan keamanan negara, maka Undang-undang tersebut adalah sah

dan tidak boleh ditentang

Demikianlah penjelasan tentang hak dan kewajiban warga negara

Malaysia yang diatur dalam Perlembagan. Pada Bab berikutnya yaitu Bab IV

penulis akan menguraikan tentang analisis hak-hak politik dalam ketata-

negaraan Islam terhadap warga negara Malaysia.

Page 76: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

BAB IV

HAK-HAK POLITIK DALAM KETATANEGARAAN ISLAM

TERHADAP WARGA NEGARA MALAYSIA

Setelah menguraikan tentang hak-hak politik dalam ketatanegaraan Islam

pada bab II dan hak-hak politik warga negara Malaysia pada bab III, dalam bab IV ini

penulis akan menguraikan analisis hak-hak politik antara keduanya. Penulis mencoba

untuk melakukan analisis perbandingan dengan didasarkan pada: pertama bahwa

negara Malaysia merupakan negara mayoritas penduduknya Muslim yaitu Melayu

dan kedua di negara Malaysia dalam konstitusinya dinyatakan bahwa agama Islam

adalah agama resmi Persekutuan seperti yang dinyatakan dalam pasal 3: ”Agama

Islam ialah agama bagi Persekutuan, tetapi agama-agama lain boleh diamalkan

dengan aman dan damai di mana-mana bagian Persekutuan.

Dari analisis perbandingan ini dimaksudkan untuk mengetahui persamaan

dan perbedaan tentang hak-hak politik dalam ketatanegaraan Islam dan hak-hak

politik warga negara Malaysia. Dalam hal ini, penulis menyamakan penduduk

Muslim dalam negara Islam dengan orang Melayu di Malaysia dan penduduk dzimmi

dengan non Melayu.

C. Hak Politik Orang Melayu

Dari kacamata antropologi atau kebudayaan, Melayu dapat diartikan

Page 77: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sebagai penduduk yang tinggal di gugusan kepulauan Melayu, yang meliputi

Semenanjung Tanah Melayu, Republik Indonesia dan Filipina. Meskipun

penduduk asli ribuan pulau daerah Nusantara terdiri dari berbagai macam suku,

bahasa, adat istiadat dan budaya, namun bagi ahli bahasa dan kebudayaan bahwa

mereka tergolong dalam keturunan yang sama yaitu Melayu atau Malayo-

Indonesia. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Melayu ialah kaum Melayu

yang tinggal di Semenanjung Melayu saja. Setelah penjajah Barat –Inggris,

Belanda dan spanyol- memerdekakan orang Melayu, maka orang-orang Melayu

terpecah-pecah kepada beberapa negara bangsa seperti Malaysia, Indonesia,

Filipina, Thailand dan Brunei.111

Dalam pembahasan skripsi ini, yang dimaksud dengan Melayu adalah

penduduk Malaysia sebagaimana yang disebutkan dalam Perlembagaan

Persekutuan Pasal 160 (2) bahwa “Melayu berarti seseorang yang menganut

agama Islam, boleh bertutur bahasa Melayu dan mengamalkan adat resam

Melayu”, kelanjutan dari Pasal 160 ayat (2) tersebut adalah:

(a) Seseorang yang lahir sebelum hari Kemardekaan, di Persekutuan atau di

Singapura atau Ibu bapanya lahir di Persekutuan atau di Singapura atau

pada hari merdeka ia adalah berdomosil di Persekutuan atau di

Singapura, atau

(b) Ia adalah keturunan seseorang yang tersebut.112

Kata ”boleh” dalam bunyi ayat tersebut berarti bisa dan mampu berbahasa

111 Abdul Razak Ayub, Perpecahan Bangsa Melayu, (Selangor: Dewan Pustaka Fajar,

1985), cet. I, h. 10 112 Perlembagaan Persekutuan, cet. V, (Lumpur: MDC Penerbit Pencetakan Sdn Bhd,

1995) h. 147

Page 78: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Melayu yang dikembangkan dan menjadi bahasa resmi Malaysia. Melayu

merupakan penduduk mayoritas dan penduduk asli atau pribumi Malaysia.

Walaupun demikian, undang-undang telah mengatur dan memberi jaminan yang

sama tentang hak dan kewajiban semua warga negara baik orang Melayu maupun

bukan Melayu, baik itu dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, pendidikan

termasuk politik. Dalam hal politik misalnya, Pasal 10 Perlembagaan Persekutuan

menyebutkan tentang kebebasan berpendapat, berserikat dan membentuk

persatuan, dalam ayat (1) disebutkan bahwa:

(a) Tiap-tiap warga negara berhak kepada kebebasan berbicara dan bersuara (b) Semua warga negara berhak untuk berhimpun secara aman dan tanpa

senjata (c) Semua warga negara berhak untuk membentuk persatuan.

Setiap warga negara Malaysia mempunyai hak memilih dan dipilih dan ini

dijamin oleh undang-undang persekutuan. Menurut Pasal 47 Perlembagaan

Persekutuan Malaysia, bahwa:

Setiap warga negara yang menetap di Malaysia layak menjadi anggota: (a) Dewan Negara, jika dia berumur tidak kurang dari tiga puluh tahun; (b) Dewan Rakyat, jika dia berumur tidak kurang dari dua puluh satu tahun

Hak untuk memilih diberikan kepada setiap warga negara yang telah

memenuhi persyaratan tertentu untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan

duduk di Parlemen atau pemerintahan. Sedangkan hak untuk dipilih yaitu hak

setiap warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dipilih menjadi

wakil rakyat.

Dengan demikian, bahwa dalam konstitusi Malaysia tidak disebutkan

kalau orang Melayu sebagai penduduk pribumi dan mayoritas lebih istimewa

Page 79: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dibanding dengan penduduk non Melayu atau minoritas, bahkan dalam Undang-

undang Dasar Malaysia Pasal 8 (1) menjamin hak pesamaan di depan hukum dan

hak persamaan untuk mendapatkan perlindungan. Hal ini sama dengan perlin-

dungan atau jaminan hak-hak warga negara dalam ketatanegaraan Islam. Bahwa

antara penduduk Muslim dan Dzimmi memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Sungguh pun demikian, walaupun dalam konstitusi Malaysia tidak

disebutkan kalau orang Melayu sebagai penduduk pribumi dan mayoritas lebih

istimewa dibanding dengan penduduk non Melayu atau minoritas, akan tetapi

dalam praktik kenegaraan ada beberapa jabatan yang tidak bisa dipegang oleh non

Melayu bahkan hal tersebut diatur dalam Undang-undang negara bagian. Jabatan-

jabatan tersebut antara lain adalah:

1. Yang di Pertuan Agong

Di Malaysia ada yang dinamakan dengan Majlis Raja-raja, yaitu

sebuah majelis yang beranggotakan raja-raja dan gubernur-gubernur113

bagi

negeri yang tidak ada rajanya.114

Di semua negeri, seorang Raja itu haruslah

seorang laki-laki Melayu, beragama Islam, mempunyai darah raja serta

keturunan yang sah raja-raja terdahulu.115

Majelis raja-raja adalah suatu

lembaga yang penting untuk mempersatukan raja-raja supaya Persekutuan ini

113 Bagi negara bagian yang tidak memiliki Raja atau Sultan, Gubernur atau Kepala

Negara bagian disebut Yang di-Pertuan Negeri

114 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet.

III, (Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn. Bhd, 2006), h. 65 115 Abdul Aziz Bari, Majelis Raja-raja: Kedudukan dan Peranan dalam Perlembagaan

Malaysia, cet. II, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h. 46

Page 80: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

menjadi lebih erat lagi dengan negeri-negeri yang menjadi anggota

Persekutuan. Adapun tugas dan wewenang Majelis Raja-raja ini berdasarkan

Pasal 38 (2) Perlembagaan Persekutuan adalah:

(a) Memilih Yang di-Pertuan Agong dan Wakil Yang di-Pertuan Agong;

(b) Menerima atau menolak suatu perbuatan atau upacara agama bagi seluruh

Persekutuan;

(c) Menerima atau menolak Undang-undang dan membuat atau memberi

nasehat tentang pelantikan yang menurut Perlembagaan ini memerlukan

persetujuan Majelis Raja-raja atau yang dikehendaki dibuat oleh atau

berunding dengan Majelis Raja-raja;

(d) Melantik anggota Mahkamah-mahkamah khusus; dan

(e) Memberi ampunan, amnesti dan abolisi terhadap terpidana.

Yang di-Pertuan Agong dipilih dari anggota Majelis Raja-raja, akan

tetapi dalam pemilihan dan pelantikan Yang di-Pertuan Agong dan wakilnya

yang terpilih, Gubernur atau Yang di-Pertuan Negeri tidak dianggap anggota

Majelis Raja-raja,116

dalam arti ia tidak memiliki hak untuk memilih dan

dipilih dalam pemilihan Yang di-Pertuan Agong tersebut. Karena seorang

Raja atau Sultan negara bagian itu harus seorang laki-laki Melayu dan

beragama Islam, maka secara otomatis seorang Yang di-Pertuan Agong pun

seorang Melayu dan beragama Islam.

Semua raja negeri bagian mempunyai hak dan layak dilantik menjadi

116 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, Ibid.

Page 81: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Yang di-Pertuan Agong, kecuali Raja (Sultan) yang belum cukup umur, tidak

mau dipilih menjadi Yang di-Pertuan Agong atau yang dianggap oleh Majelis

Raja-raja tidak layak karena suatu sebab misalnya adanya kekurangan jasmani

dan rohani. Pemilihan Yang di-Pertuan Agong diadakan lima tahun sekali.117

Berdasarkan Pasal 32 (1) Perlembagaan Persekutuan, Yang di-Pertuan

Agong adalah Kepala Negara. Yang di-Pertuan Agong memiliki kewenangan

eksekutif yang dapat dijalankan sendiri atau dijalankan oleh Jamaah Menteri

(Kabinet) atau menteri-menteri yang diberi kuasa oleh Jemaah Menteri.

Perlembagaan Persekutuan Pasal 40 (2) telah menetapkan bahwa hanya tiga

hal penting saja yang boleh dilakukan sendiri oleh Yang di-Pertuan Agong

yaitu melantik Perdana Menteri, tidak menyetujui permintaan pembubaran

parlemen dan meminta supaya diadakan musyawarah Majelis Raja-raja me-

ngenai kedudukan, keistimewaan, kemuliaan dan kebesaran Raja-raja Melayu.

Walaupun Yang di-Pertuan Agong atau Raja Malaysia lebih sekedar

simbol negara, akan tetapi ia pun memegang jabatan tertinggi Angkatan

Tentara Persekutuan, ini berdasarkan Pasal 41 Perlembagaan Persekutuan.

Artinya bahwa jabatan ini tidak dapat dipegang oleh selain Yang di-Pertuan

Agong, karena Yang di-Pertuan Agong itu pastilah orang Melayu dan Islam,

maka jabatan Angkatan Tentara Persekutuan tidak mungkin dipegang oleh

orang selain Melayu.

2. Perdana Menteri

117 Siti Rosnah Haji Ahmad, Pemerintah dan Pemimpin-peminpin Kerajaan Malaysia, (Selangor: Golden Books Centre Sdn. Bhd, 2006), cet. I, h. 3

Page 82: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Malaysia adalan sebuah negara yang berbentuk monarki konstitu-

sional, yaitu sebuah negara kerajaan yang dibatasi oleh Konstitusi atau

Undang-undang.118

Artinya bahwa Raja yang berkuasa tidak bersifat mutlak

atau absolut karena seorang Raja lebih bersifat simbol negara, urusan

pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Parlemen yang terpilih

dalam pemilu. Perdana Menteri secara resmi dilantik oleh Yang di-Pertuan

Agong dan biasanya Perdana Menteri merupakan pimpinan partai politik yang

berkuasa dalam Parlemen atau yang menang dalam Pemilihan Umum. Sejak

kemerdekaannya tahun 1957, semua Perdana Menteri berasal dari orang

Melayu yang notabene beragama Islam yaitu dari partai UMNO partai

terbesar sejak pemilu 1969 hingga pemilu 2008.

Secara konstitusional Undang-undang atau Perlembagaan Malaysia

tidak menyebutkan bahwa jabatan Perdana Menteri harus dipegang oleh orang

Melayu (Islam) atau dengan kata lain bahwa tidak ada aturan yang

menyebutkan bahwa syarat untuk menjadi Perdana Menteri harus orang

Melayu (Islam).119

Pasal 43 (2) Perlembagaaan Persekutuan hanya mensyarat-

kan seseorang layak dilantik menjadi Perdana Menteri yaitu warga negara

Malaysia, menjadi anggota Dewan Rakyat (Parlemen) dan mendapat

dukungan lebih dari separuh dari anggota Parlemen tersebut. Ini berarti bahwa

Perlembagaan memberi kebebasan kepada semua warga negara tanpa

118 Soehino, Ilmu Negara, cet. VI, (Yogyakarta: Liberty, 2004), h. 173 119 http://ms.wikipedia.org/wiki/Parlimen_Malaysia diakses pada tanggal 24 Oktober

2008

Page 83: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

membedakan agama dan golongan asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan tersebut.120

Ini berarti juga bahwa sebenarnya orang bukan Melayu

pun sah-sah saja menjadi Perdana Menteri, akan tetapi dalam tataran politik

praktis kenyataan membuktikan bahwa jabatan Perdana Menteri selalu

dipegang oleh orang Melayu, karena Melayu merupakan penduduk mayoritas

di Malaysia. Hal ini juga dapat difahami bahwa di negara mana pun di dunia

ini sangat sulit terjadi golongan minoritas memegang tampuk pemerintahan

negara.

Berkaitan dengan tidak adanya syarat dalam Undang-undang negara

Malaysia bahwa Perdana Menteri harus orang Melayu, dahulu kedaulatan

Melayu adalah jelas dan tidak bertentangan dengan Perlembagaan. Semua

kalangan menerima kedudukan istimewa orang Melayu sebagai Perdana

Menteri, tidak seorang pun menolak tradisi orang Melayu menjadi Perdana

Menteri, demikian pula tidak seorang pun yang menolak kedudukan Raja-raja

walaupun hanya orang Melayu saja yang jadi Raja. Kedaulatan Melayu ini

sebenarnya dimaksudkan bahwa kekuatan politik mestilah berada pada tangan

Melayu karena sejarah negara ini dan mayoritas penduduk adalah Melayu.121

Walaupun secara konstitusional tidak disebutkan bahwa syarat

menjadi Perdana Menteri harus orang Melayu, akan tetapi UMNO sendiri

120 Abu Bakar Abdullah, Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysia: Masalah dan penyelesaiannya, (Kuala Terengganu: Pustaka Damai, 1986), cet. I, h. 316

121 http://www.isuhot.com/modules.php?name=News&file=article&sid=396 diakses pada

tanggal 24 Oktober 2008

Page 84: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sebagai partai orang Melayu lebih mengutamakan orang Melayu menjadi

Perdana Menteri dibandingkan dengan orang bukan Melayu, walaupun di sisi

lain UMNO juga membolehkan atau mempersilahkan kepada orang bukan

Melayu baik itu orang India maupun Cina apabila mampu untuk menduduki

jabatan Perdana Menteri. Sedangkan partai PAS dengan tegas menyatakan

bahwa boleh-boleh saja orang bukan Melayu menjadi Perdana Menteri akan

tetapi dengan syarat ia harus beragama Islam dan memperjuangkan Islam.122

Perdana Menteri yang terpilih biasanya seorang ketua Partai Politik

yang menang dalam pemilu. Jika seandainya partai orang non Melayu

memenangkan dalam pemilu karena partai orang Islam terpecah-pecah atau

jika ada seorang tokoh dari kalangan non Melayu yang diakui oleh orang

Melayu dan pantas menjadi Perdana Menteri, sah-sah saja orang non Melayu

tersebut dilantik menjadi Perdana Menteri oleh Yang di-Pertuan Agong, tetapi

hal ini kemungkinan besar tidak akan terjadi di Malaysia.

Karena mayoritas penduduk Malaysia adalah Melayu (Islam), maka

sesuatu yang alamiah dan wajar saja jika Jabatan Perdana Menterinya

dipangku oleh seorang Muslim. Bila kita mengacu pada prinsip demokrasi

yang identik dengan mayoritas, agaknya sulit dan kurang masuk akal bila non

Muslim di Malaysia terpilih menjadi Perdana Menteri yang mayoritas

penduduknya beragama Islam. Di mana pun di dunia ini umumnya jabatan

kepala negara atau kepala pemerintahan selalu dipangku oleh seorang yang

122 Ibid.

Page 85: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

berasal dari kelompok mayoritas.

Akan tetapi, ini bukan berarti sama sekali tertutup peluang bagi kaum

minoritas di Malaysia untuk menduduki jabatan Perdana Menteri selama

kaum minoritas mampu memenangkan kompetisi demokrasi dalam pemilu.

Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi di Syiria, yaitu Mr. Faris al-Khuri

seorang pemeluk agama Nasrani yang pernah menjabat sebagai Perdana

Menteri Suriah selama beberapa periode. Dalam kasus ini, Yusuf Qaradhawi

melihat bahwa Mr. Faris al-Khuri merupakan salah seorang yang terbaik yang

mampu menjalankan amanat sebagai Perdana Menteri. Di bawah kepemim-

pinannya, para menteri bawahannya yang notabene adalah Muslim bisa

bekerja sama dengan baaik. Masyarakat Islam pun rela Perdana Menteri

mereka bukan dari kalangan umat Islam. Dia juga termasuk orang yang sangat

percaya bahwa menerapkan syari’at Islam adalah suatu keharusan; ia yakin

bahwa Islamlah satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan segala

persoalan yang ada pada saat ini serta dapat membasmi kriminalitas.123

Selain itu, Mujar Ibnu Syarif menyebutkan bahwa hingga saat ini ada

tiga negara yang mayoritas penduduknya muslim, yang di samping

membolehkan, juga pernah dipimpin seorang presiden non Muslim, yaitu

Nigeria, Senegal dan Libanon. Nigeria yang 76 persen penduduknya

beragama Islam, saat ini sedang dipimpin seorang presiden yang beragama

123 Yusuf Al-Qaradhawi, al-Din wa al-Siyasah, edisi bahasa Indonesia Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik diterjemahkan oleh Khoirul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2008), cet. I, h. 208

Page 86: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Kristen, yakni Olusegun Obasanjo. Menurut Mujar Ibnu Syarif, ada satu hal

yang sangat menarik dari Olusegun, yaitu sekalipun beragama Kristen

ternyata ia berhasil menjadi Presiden Nigeria yang Mayoritas Muslim itu

selama tiga periode, yakni periode 1976-1979, periode 1999-2004, dan

periode 2004-2010. Pada periode ketiga Olusegun Obasanjo terpilih kembali

sebagai Presiden Nigeria dengan mengalahkan rival terdekatnya, Muhammad

Buhari. Ia unggul dalam pemilu presiden Nigeria tahun 2004 dengan

memenangkan 62% suara.124

Kemudian sama seperti Nigeria, Senegal yang 91% penduduknya

beragama Islam juga pernah dipimpin seorang Presiden yang beragama

Kristen Katholik, yakni Leopold Sedar Senghor (1980-1988). Yang lebih unik

lagi adalah Libanon. Libanon yang 75% penduduknya beragama Islam, sejak

tahun 1943 sampai sekarang, selalu dipimpin oleh seorang Presiden yang

beragama Kristen. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1943 Libanon

menyetujui Pakta Nasional (al-Mitsaq al-Wathani) yang berisi ketetapan

presiden Libanon harus dari Kristen Maronite, Perdana Menteri Muslim

Sunni, Juru Bicara Parlemen Muslim Syi’ah, Menteri Pertahanan Muslim

Druze, dan Menteri Luar Negeri Kristen Ortodok Yunani. Karena Pakta

Nasional tersebut masih diperlakukan, maka hingga detik ini yang bisa men-

124 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2006), cet. I, h. 76

Page 87: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

jadi presiden Libanon hanyalah seorang yang beragama Kristen Maronite.125

3. Raja (Sultan)

Di semua negeri yang bersultan atau yang beraja, sangat jelas

disebutkan bahwa seorang Raja itu haruslah seorang laki-laki Melayu,

beragama Islam, mempunyai darah Raja serta keturunan yang sah dari raja-

raja terdahulu.126

Orang Melayu kebanyakan dapat dilantik menjadi Raja

sekiranya keturunan Raja di sebuah negeri atau negara bagian telah tiada atau

sekiranya keturunan Raja yang ada tidak layak untuk dilantik sebagai

Sultan.127

Pasal 3 (2) Perlembagaan Persekutuan telah menetapkan bahwa Raja-

raja di negara bagian menjadi ketua agama Islam dan memiliki wewenang

mengenai semua urusan agama Islam, termasuk Undang-undang Islam dan

kewenangan ini tidak dapat diganggu gugat. Negara bagian yang tidak

memiliki Raja seperti Pulau Pinang, Melaka, Sabah dan Sarawak Yang di-

Pertuan Agong adalah ketua agama Islam di negara-bagian tersebut.128

4. Menteri Besar (Gubernur)

Penting untuk disebutkan bahwa undang-undang negeri-negeri Melayu

125 Ibid. 126 Abdul Aziz Bari, Majlis Raja-raja: Kedudukan dan Peranan dalam Perlembagaan

Malaysia, h. 46 127 Abdul Aziz Bari, Perlembagaan Malaysia: Asas-asas dan Masalah, (Selangor:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001), cet. I, h. 179 128 Abu Bakar Abdullah, Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysia, h.

281

Page 88: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

menetapkan syarat orang Melayu untuk kelayakan menduduki tahta, menjadi

Menteri Besar (Gubernur) dan juga Sekretaris Menteri Besar. Mengenai

pelantikan sebagai Menteri Besar dan sekretarisnya, undang-undang negeri-

negeri Melayu menyebut bahwa seseorang yang hendak dipertimbangkan ke

jabatan tersebut mestilah Melayu dan beragama Islam. Syarat-syarat ini

menarik karena dalam menafsirkan Melayu, undang-undang pun sudah

menyebut Islam sebagai salah satu ciri utama bagi kemelayuan seseorang.

Ketentuan-ketentauan ini dapat digunakan sebagai hujjah untuk mengatakan

bahwa apa yang dikatakan sebagai ketuanan Melayu itu sebenarnya sudah

dilindungi oleh Perlembagaan.

Ketentuan tersebut terdapat di seluruh Undang-undang Tubuh

Kerajaan Negeri di semua negeri Melayu yang memiliki Sultan (Raja). Di

Perak misalnya terdapat dalam Pasal 12 (2) Undang-undang Tubuh negeri

Perak, di Kedah Pasal 35 (2), Kelantan Pasal 12 (2), Negeri Sembilan Pasal 39

(2), Pahang Bagian II pasal 3 (2), Perlis Pasal 37 (2), Selangor Pasal 51 (2)

dan Terengganu Pasal 10 (2).129

Oleh karena itu, sejak Malaysia merdeka pada

tahun 1957 menteri-menteri Besar yang dilantik sebagai kepala pemerintahan

negara bagian adalah orang Melayu dan beragama Islam, demikian pula

belum ada sejarahnya bahwa seorang Sultan diangkat dari bukan Melayu.

Sehingga hingga saat ini tidak pernah setiap Sultan negara bagian melantik

seorang Menteri Besar bukan Melayu.

129 http://www.harakahdaily.net/index.php?option=com_content&task=view&id=11186

diakses pada tanggal 20 Oktober 2008

Page 89: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Melantik Menteri Besar merupakan hak dan kewenangan eksklusif

Sultan sebagai Kepala Negara bagian. Sultan juga sebagai ketua agama Islam

di negeri-negerinya, dengan demikian seorang Sultan ketika hendak melantik

seorang Menteri Besar pasti memikirkan dan harus memastikan bahwa

urusan-urusan agama Islam dapat dijalankan oleh Menteri Besar sebagai

pelaksana pemerintahan di negara bagian tersebut. Apakah semua urusan

orang-orang Islam akan dapat terlaksana dengan baik jika di bawah komando

seorang non Muslim. Oleh karena itu, tidak mungkin seorang Sultan melantik

seorang Menteri Besar dari kalangan non Melayu. Di samping itu,

keharmonisan tugas antara Sultan dan Menteri Besar sangat diperlukan

menyangkut dalam hal ehwal agama dan adat Melayu.

5. Hakim Mahkamah Syari’ah

Selain jabatan-jabatan yang telah disebutkan di atas yang tidak dapat

dipegang oleh orang non Melayu adalah Hakim (Kadi) Mahkamah Syari’ah.

Mahkamah Syariah ialah institusi kehakiman yang menangani serta

menjatuhkan hukuman kepada orang yang berperkara baik perdata maupun

pidana yang berkaitan dengan agama Islam sesuai kewenangan yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu persyaratan utama menjadi Hakim (Kadi)

Mahkamah Syri'ah adalah harus beragama Islam di samping harus warga

negara Malaysia dan menguasai dalam bidang syari'ah undang-undang

Page 90: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Islam.130

Demikian juga dengan jabatan Mufti harus beragama Islam juga,

karena fungsi utama Mufti adalah mengeluarkan fatwa dan membantu Majelis

Hal Ehwal agama Islam.131

Kedua jabatan tersebut sangat wajar dipegang oleh

orang Islam (Melayu), karena merupakan suatu hal yang tidak pantas bila

urusan agama Islam ditangani oleh orang non Muslim.

Dari uraian di atas, terlihat adanya keistimewaan bagi orang Melayu

dalam hal politik, yaitu adanya jabatan-jabatan politik tertentu yang tidak dapat

dipegang oleh bukan Melayu seperti jabatan Yang di-Pertuan Agong sekaligus

Kepala Angkatan Tentara Persekutuan, Raja atau Sultan negara bagian dengan

Menteri Besar dan Sekretarisnya, Hakim Mahkamah Syari’ah atau Kadi dan

Mufti.

Akan tetapi, di beberapa negara bagian yang tidak memiliki Sultan tidak

terdapat aturan yang mensyaratkan bahwa orang Melayu dan Islam yang harus

menjadi Ketua Menteri, misalnya di negara bagian Pulau Pinang, Melaka, Sabah

dan Sarawak. Ketua Menteri di negara-negara bagian ini diangkat berdasarkan

pada suara terbanyak dalam pemilu yaitu partai yang menang. Artinya, di negara-

negara bagian ini orang bukan Melayu bisa saja diangkat menjadi Ketua Menteri

asalkan partai mereka menang dalam pemilu.

Sebagai warga negara mayoritas, hampir di semua negara manapun di

130 Abu Bakar Abdullah, Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysia, h. 284

131 Muhammad Kamil Awang, Sultan dan Perlembagaan, (Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 2001), cet. I, h. 102

Page 91: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dunia ini, walau pun dalam konstitusinya tidak disebutkan bahwa penduduk

mayoritas tersebut adalah penduduk yang istimewa atau tidak disebutkan bahwa

syarat kepala negara atau pemerintahan harus dari kalangan mayoritas, akan tetapi

dalam kenyataan atau praktik kehidupan bernegara penduduk mayoritaslah yang

mendominasi dan menguasai atau menduduki jabatan-jabatan politik yang sangat

penting, seperti jabatan kepala negara, Perdana Menteri, Gubernur dan jabatan-

jabatan tertentu. Seolah-olah terdapat suatu aturan yang tidak tertulis bahwa

penduduk mayoritaslah yang harus menguasai dan menduduki jabatan-jabatan

tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II bahwa dalam konsep keteta-

negaraan Islam ahl al-Dzimmah (penduduk minoritas) dalam hak politik seperti

dalam hal kepemimpinan dan jabatan-jabatan tertentu tidak bisa diberikan. Hak

jabatan tertinggi dalam pemerintahan (kepala negara atau khalifah), ketua

lembaga eksekutif, perdana menteri, panglima perang, hakim untuk kaum

muslimin, penanggung jawab urusan zakat dan sedekah termasuk wakaf dan

sebagainya tidak diberikan kepada mereka.132

Ini bukan berarti bahwa adanya

diskriminasi terhadap kaum minoritas, akan tetapi hal ini disebabkan karena

golongan minoritas tidak mempunyai hak kepemimpinan dan kekuasaan eksekutif

dan yudikatif mempunyai fungsi menerapkan syari’at Islam. Oleh sebab itu yang

menduduki jabatan tersebut dengan sendirinya orang yang meyakini Islam

132 Yusuf al-Qardawi, Ghairu Muslim fî Mujtama’ al-Islâm, edisi Indonesia

diterjemahkan oleh Muhammad Baqir, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, cet. II,

(Bandung: Mizan, 1991), h. 53

Page 92: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sebagai akidah dan syari’ah.133

Merupakan suatu hal yang kurang tepat jikalau

dalam suatu negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya Muslim

dipimpin oleh seorang non Muslim. Bahkan menurut al-Qaradhawi tidaklah

masuk akal bahwa seorang yang bukan Islam akan melaksanakan hukum-hukum

Islam dan memeliharanya dengan baik kecuali seorang muslim.134

Apa jadinya

jika persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama Islam ditangani oleh orang

non Muslim yang mereka kurang memahami dan meyakini syari’at Islam.

Selain itu, dalam al-Qur’an sendiri ada ayat yang menyebutkan bahwa

orang-orang mukmin dilarang mengambil pelindung atau pemimpin dari orang-

orang kafir. Dalam surat an-Nisa/4: 144:

�B(VFMU6�< ��������� ��������� XY ��Z�[\$+] �����;6+��*��

�����^�* =�� _84^ ��`����+4☺�*�� . �84F<R��] 8

���/"��5� a� ��9b�Z,/�� �?�6+cL/4& �?�Ibe� ) .2ء 144: 4/ا(

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?.”

�B(VFMU6�< ��������� ���?����� XY ��Z�[\$+] "^�(�J�*��

� ��6g1C�*��� �����Z�* 0 ��(h⌫��� j����^�* Hk��� .

=��� �lmn���$�< ������@� opUOIq+L ��(r�� � C8I: ���� XY �FE5�<

�s��+:�*�� ��`�☺I/6�9*� )51: 5/ا��45ة( �

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-

133 Salim Ali al-Bahansawi, as-Syari’ah al-Muftara ‘Alaiha, edisi bahasa Indonesia

diterjemakan oleh Musthalah Maufur, Wawasan Sistem Politik Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

1996), cet. I, h. 202 134 Yusuf al-Qardawi, Ghairu Muslim fi Mujtama’ al-Islâm, h. 53

Page 93: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguh-nya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Kata auliya (ء� ,(و�) dalam ayat adalah bentuk jama dari kata wali (أو&

yang arti asalnya adalah dekat. Dari sini kemudian berkembang makna-makna

baru seperti pendukung, pembela, pelindung, pemimpin, yang mencintai, lebih

utama, dan lain-lain. Seorang mukmin dilarang menjadikan orang Yahudi dan

Nasrani teman yang akrab, tempat menumpahkan rahasia dan kepercayaan

seperti halnya dengan sesama mukmin. Begitu juga berlaku terhadap jamaah dan

masyarakat mukmin, bahwa mereka dilarang untuk menjadikan orang-orang

Yahudi dan Nasrani itu jadi pembela, pelindung, pemimpin dan penolong, lebih-

lebih dalam urusan yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan.135

Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Mishbah menjelaskan bahwa orang

Muslim dilarang menjadikan non Muslim sebagai auliya antara lain menjadikan

Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.136

Demikian juga Muhammad Ali al-

Shabuni menyebutkan dalam bukunya Tafsir Ayat Ahkam bahwa ayat-ayat di

atas merupakan yang menunjukkan haramnya mengangkat orang kafir sebagai

pemimpin.137

Berkenaan dengan pemimpin atau kepala negara, Mujar Ibnu Syarif dalam

135 M. Sonhaji, dkk., al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, t.th.), juz VI, h. 460

136 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet.

IX, (Ciputat: Lentera Hati, 2007), vol. III, h. 125

137 Muhammad Ali al-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam al-Shabuni, alih bahasa oleh Mu’ammal Hamidi dan Imrom A. Manan, cet. IV, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003), h. 336

Page 94: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

disertasinya yang berjudul Presiden Non Muslim di Negara Muslim

menyebutkan bahwa syarat-syarat kepala negara Islam dalam al-Qur’an dan al-

Sunnah paling sedikit dapat ditemukan sebelas syarat dan yang paling pertama

adalah harus beragama Islam.138

Syarat ini antara lain ditemukan dalam ayat 59

surat al-Nisa yang berbunyi:

�B(VFMU6�< ��������� �t��?����� ����Z� ���� ����Z�� �v�4&w�*�� GHMD� x�y>z�� %{�����

) 59: 4/ا .2ء (

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul -Nya), dan ulil amri (orang-orang yang berkuasa) dari kalanganmu sendiri”. (QS. al-Nisa/4: 59).

Syarat kepala negara harus beragama Islam disimpulkan dari kata ( -'م )

yang termaktub pada akhir ayat di atas, yang oleh para pendukung syarat ini

selalu ditafsirkan menjadi (."��ن�ا � ,yang berarti dari kalanganmu sendiri ,(م -' ا�9

wahai orang-orang muslim.139

Senada dengan ayat di atas Nabi bersabda:

�ر اه, �140 )روا0 ا .52!(... ا��ك ? <.=>&;�ا

Artinya: “Janagnlah kamu mencari penerangan dari api kaum Musyrik. (HR. al-

Nasa’i).

Kata nar (api) yang termaktub dalam hadits di atas merupakan simbol

138 Kesebelas syarat yang harus dipenuhi oleh kepala negara Islam adalah harus beragama

Islam, laki-laki, dewasa, adil, pandai menjaga amanah dan profesional, kuat atau sehat fisik dan

mental, berdomisili di wilayah negara Islam, cinta kebenaran (shidiq), mampu mengkomuni-

kasikan dengan baik kepada rakyat visi, misi dan program-programnya, harus cerdas dan punya

ingatan yang baik, harus keturunan Quraisy. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Mujar Ibnu Syarif,

Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 33-47 139 Ibid., h. 33 140 Jalâl al-Dîn al-Suyŭthi, Syarh al-Hafîdz Jalâl al-Dîn al-Suyûthi ‘alâ Sunan al-Nasâ’i,

(Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabi, t.th.), jilid 8, h. 176-177

Page 95: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

kekuasaan atau kekuasaan yang tidak boleh diberikan umat Muslim kepada non

Muslim. Sehingga dari hadits di atas juga dapat disimpulkan bahwa yang boleh

menjadi penguasa atas umat muslim hanyalah orang-orang muslim juga bukan

orang-orang non Muslim.141

Berkenaan dengan syarat-syarat seorang pemimpin umat Islam

(khalifah), Abdul Qadir Zallum meletakkan bahwa Muslim adalah syarat

pertama. Oleh karena itu khalifah secara mutlak tidak boleh diberikan kepada

orang kafir (non Muslim) dan hukum menaati orang kafir itu tidak wajib. Allah

berfirman:

=+*� X|"��5+} ~��� ���R��;6+�L/�* G,]�� ��`����+OLP�� �⌧ZIb"& ).2ء 141: 4/ا(

Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”

Lebih lanjut Abdul Qadir Zallum menjelaskan bahwa:

“pemerintahan (kekuasaan) adalah jalan yang paling kuat bagi seorang

hakim (pejabat pemerintahan) untuk memaksa rakyatnya. Ditambah

pernyataan Allah dengan menggunakan (C) yang biasa dipergunakan untuk

menyatakan penafian selama-lamanya (Nafyu al-Ta’bid) itu bisa menjadi

indikasi (qarinah) tentang adanya larangan terhadap orang kafir untuk

memimpin pemerintahan kaum muslimin, baik untuk menjadi khalifah

maupun yang lain. Maka semuanya itu merupakan larangan yang tegas dan

pasti (nahyan jaziman). Selama Allah mengharaamkan orang-orang kafir

untuk memiliki jalan agar bisa menguasai kaum muslimin, maka hukumnya

haram bagi kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir menjadi penguasa

mereka.”142

Kalau kita perhatikan, pada sebagian besar negara-negara mayoritas

141 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 34 142 Abdul Qadir Zallum, Nidhâm al-Hukmi fi al-Islâm,diterjemahkan oleh M. Maghfur

Wahid, Sistem Pemerintahan Islam,cet. III, (Bangil: al-Izzah, 2002), h. 55

Page 96: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Muslim di luar Indonesia seperti di Saudi Arabia, Tunisia, al-Jaza’ir, Mesir,

Suriah, Pakistan, Bangladesh, Iran, Yordania dan Malaysia, non Muslim tidak

dapat tampil sebagai presiden. Hal ini, bukan karena di negara-negara tersebut

non-Muslim mengalami diskriminasi politik. Akan tetapi, hal itu terjadi hanya

karena berdasarkan asas prororsionalitas, minoritas non Muslim di negara-negara

tersebut memang tidak mungkin terpilih sebagai presiden. Fakta semacam ini

juga terjadi di negara-negara mayoritas non Muslim. Karena itu, tidaklah

mengherankan bila minoritas Muslim Pattani di Thailand, misalnya tidak

mungkin terpilih menjadi Perdana Menteri sekalipun di negara tersebut tidak

mengalami diskriminasi politik.143

Dari uraian di atas tentang adanya keistimewaan bagi orang Melayu dalam

hal jabatan-jabatan politik tertentu yang tidak dapat dipegang oleh bukan Melayu

terlihat adanya beberapa hal persamaan atau kesesuaian antara konsep dalam

ketatanegaraan Islam dengan apa yang dipraktekkan di Malaysia khususnya yang

dipraktekkan oleh negara-negara bagian yang bersultan. Bahwa jabatan politik

seperti Sultan, Menteri Besar, Hakim Mahkamah Syari’ah dan urusan-urusan

yang berkaitan dengan agama Islam secara jelas dan tegas tidak diperbolehkan

bagi non Melayu. ini berarti negara-negara bagian tersebut telah menjalankan

prinsip-prinsip dalam ketatanegaraan Islam. Demikian juga jabatan pimpinan

tertinggi Angkatan Bersenjata dipegang oleh Yang di-Pertuan Agong, yang mana

ia diangkat dan dipilih dari dan oleh Majelis Raja-raja. Ini berarti jabatan ini

143 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 4-5

Page 97: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

otomatis berada di tangan orang Melayu.

Kemudian jika Malaysia dilihat sebagai negara yang menganut sistem

demokrasi yaitu bukan merupakan negara Islam (murni) walaupun agama Islam

sebagai agama resmi, terdapat perbedaan dengan konsep ketatanegaraan Islam

dalam hal hak-hak politik, yaitu dalam Perlembagaan Malaysia tidak disebutkan

syarat-syarat seorang Perdana Menteri (kepala pemerintahan) harus orang

Melayu (Islam), artinya non Melayu boleh-boleh saja jadi Perdana Menteri kalau

memungkinkan. Hal ini sangat berbeda dengan konsep ketatanegaraan dalam

Islam yang mensyaratkan seorang kepala negara harus Islam.

D. Analisis Perbandingan Hak Politik Bukan Melayu

Negara Malaysia mempunyai warga negara yang terdiri dari berbagai

bangsa dan kaum, antaranya kaum Melayu, China, India dan beberapa kaum lain

yang memenuhi aturan kewarganegaraan untuk menjadi warga negaranya seperti

yang tersebut di atas. Jumlah penduduk Malaysia perkiraan tahun 2007 ialah

26.04 juta, yang terdiri dari kaum Melayu 61%, kaum Cina 30%, kaum India 8%

dan yang lain-lain 1%. Terdapat juga Orang Asli, Eropah dan Serani. 144

Kaum China merupakan kumpulan etnik kedua terbesar, mencapai 30%

dari jumlah penduduk. Kebanyakan keturunan kaum Cina di Malaysia merupakan

pendatang pada abad ke-19. Mereka menjadi terkenal karena rajin bekerja dan

pandai berniaga. Kumpulan etnik terkecil dari ketiga kumpulan etnik utama di

144 http://pmr.penerangan.gov.my/index.cfm.htm diakses pada tanggal 20 Oktober 2008

Page 98: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Malaysia adalah kaum India yang mencapai 8% populasi. Kebanyakan mereka

adalah merupakan pendatang dari Selatan India yang berbahasa Tamil. Kaum ini

datang ke Malaysia sejak zaman penjajahan British (Inggris). Mereka datang ke

Malaysia untuk mencari kehidupan yang lebih baik, dan keluar dari sistem kasta

yang berlaku di India pada masa itu.145

Selain dari kumpulan etnik yang tiga di atas terdapat beberapa kumpulan

lain yang mendapat tempat dan hak politik di Malaysia yang terdiri daripada

penduduk pribumi atau orang Asli (penduduk asal) di Malaysia yang bukan

merupakan orang Melayu. Kaum ini terdiri daripada orang Asli di Sarawak

seperti kaum Iban, Bidayuh dan Orang Ulu. Manakala orang Asli di Sabah terdiri

dari kaum Kadazan Dusun, Bajau dan Murut.

Dalam penjelasan sub bab ini, penulis akan menguraikan analisis

perbandingan hak politik bukan Melayu di Malaysia dengan ahl al-Dzimmah

dalam ketatanegaraan Islam, yaitu meliputi:

1. Hak memilih dan dipilih

Hak memilih dan dipilih merupakan hak politik setiap warga negara

yang harus diberikan dan dijamin oleh undang-undang. Setiap warga negara

Malaysia memiliki hak untuk memilih wakil-wakil mereka atau memilih

pemimpin-pemimpin mereka, terutama Perdana Menteri maupun anggota

Dewan Rakyat yaitu Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat Pusat) dan Dewan

145 http://www.tourism.gov.my/my/about/culture.asp diakses pada tanggal 20 Oktober

2008

Page 99: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Undangan Negeri (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau negara bagian).

Hak untuk memilih ini diberikan kepada setiap warga negara Malaysia tanpa

membedakan Melayu dan bukan Melayu, semuanya memiliki hak yang sama

dalam menentukan wakil-wakil atau pemimpin-pemimpin mereka. Akan

tetapi hak untuk memilih ini hanya diberikan kepada setiap warga negara

Malaysia yang telah memiliki persyaratan tertentu, yaitu telah berusia 21

tahun hal ini sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Perlembagaan Malaysia

dalam Pasal 119 ayat (1). Kemudian dalam ayat (3) disebutkan bahwa hak

memilih menjadi hilang jika pada tanggal pelaksanaan pemilu ia ditahan,

tidak sempurna akalnya, sedang menjalani hukuman penjara atau sebelum

tanggal pelaksanaan pemilu ia telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sedangkan seseorang yang ingin menjadi calon dalam pemilihan

umum, baik itu untuk Dewan Perwakilan Rakyat maupun Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, haruslah warga negara yang tinggal di Malaysia, berumur

tidak kurang dari 21 tahun, dewasa, bukan seorang yang bermasalah seperti

bangkrut, tidak pernah masuk penjara lebih dari 12 bulan dan didenda 2000

Ringit Malaysia.146

Calon yang mendapatkan suara terbanyak dalam

pemilihan umum yang diadakan. Sekiranya hanya ada seorang calon saja

yang terdaftar setelah waktu penamaan calon yang lolos, calon tersebut akan

diumumkan menang tanpa melakukan pemilihan.147

146 Pasal 19 ayat (3) Perlembagaan Persekutuan Malaysia

Page 100: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Hak memilih dan dipilih bagi kaum bukan Melayu di Malaysia pada

dasarnya sama dengan hak memilih dan dipilih bagi ahl al-Dzimmi dalam

konsep ketatanegaraan Islam. Hak memilih yaitu bagi mereka yang telah

memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang seperti telah dewasa, tidak

hilang ingatan, dan tidak sedang dipenjara. Pemilu merupakan sarana bagi

setiap orang untuk memberikan haknya dibidang politik dalam rangka

mencari orang-orang yang profesional untuk menduduki jabatan politik

seperti kepala negara dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Landasan Islam yang digunakan sebagai dalil akan hak untuk

mengikuti pemilu termaktub dalam surat asy-Syura ayat 38:

��������� � ����� ��������� �2☺��� ��456���� )38: 42/ا��رى( >��;�:� �8�9�7"

Artinya: ”sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” QS. Asy-Syura/42: 38).

Ayat di atas amat jelas menyatakan bahwa masalah kaum muslimin,

utamanya yang penting diputuskan dengan jalan musyawarah. Penentuan

calon kepala negara merupakan salah satu masalah yang sangat penting yang

harus diputuskan berdasarkan musyawarah. Oleh karena itu harus melibatkan

semua warga negara tanpa membedakan antara mayoritas dan minoritas.

Sedangkan hak untuk dipilih adalah hak seseorang untuk mencalon-

kan dirinya menduduki salah satu jabatan dalam pemerintahan. Akan tetapi

147 Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, Pentadbiran dan Pengurusan Awam Malaysia, (Kuala Lumpur: Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, 2006), h.

64-65

Page 101: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

tidak semua individu memiliki hak untuk dipilih, karena hak ini dibatasi oleh

suatu aturan. Misalnya hak untuk dipilih menjadi pemimpin rakyat (kepala

negara) demikian juga hak untuk dipilih menjadi wakil rakyat, harus memi-

liki syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan baik oleh syara’ maupun

undang-undang. Selain hak memilih dan dipilih, terdapat juga hak untuk

memegang suatu jabatan. Menurut syariat Islam hak untuk memegang suatu

jabatan bukan hanya hak individu, melainkan kewajiban atasnya dari negara.

Dalam hal ini, kewajiban kepala negara dan seluruh perangkatnya memilih

orang yang paling cocok bagi tiap pekerjaan dalam pemerintahan.

Walaupun secara umum antara penduduk Muslim dan ahl al-

Dzimmah dalam konsep ketatanegaraan Islam memiliki hak yang sama untuk

dipilih menjadi wakil-wakil rakyat atau menduduki jabatan politik. Akan

tetapi, ada jabatan-jabatan tertentu yang tidak boleh diberikan kepada ahl al-

Dzimmah, seperti jabatan kepala negara, kepala angkatan bersenjata, ketua

Majelis Syura (parlemen), panglima angkatan bersenjata dan hakim bagi

oraang Islam dan jabatan-jabatan politik tertentu yang mengurusi tentang

keagamaan Islam. Sedangkan jabatan-jabatan selain itu dapat diduduki oleh

mereka. Hal ini kalau kita melihat kepada negara Malaysia, khususnya apa

yang dipraktekkan oleh negara-negara bagian yang bersultan, terdapat

persamaan bahwa jabatan Sultan atau Raja, Menteri Besar, Hakim

Mahkamah Syari’ah, dan ketua angkatan bersenjata -seperti apa yang telah

penulis jelaskan di atas- tidak diberikan kepada non Melayu.

Page 102: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Akan tetapi, bagi orang-orang bukan Melayu juga diperbolehkan

menduduki jabatan-jabatan tertentu, yang tidak berkaitan langsung dengan

urusan agama Islam. Misalnya yang sekarang dipegang oleh orang Cina

adalah jabatan Menteri Perumahan dan Kerajaan Tempatan yaitu ong Ka

Chuan, Menteri Pengangkutan (transportasi) Ong tee Keat, Menteri Wanita,

Keluarga dan Pembangunan Masyarakat Dr. Ng Yen Yen, Menteri

Perusahaan dan Perladangan dan Komoditi Peter chin Fah Kui dan Menteri

Kesehatan Liow Tiong Lai. Kemudian Menteri di Jabatan Perdana Menteri

dipegang oleh Bernard Dompok (bukan Melayu), Menteri Sumber Manusia

S. Subramaniam (India), Menteri Sains, Teknologi dan Inovasi Dr.

Maxsimus Ongkili (bukan Melayu), dan Menteri Sumber Asli dan Alam

Sekitar Douglas Unggah Embas.148

Demikian juga terdapat jabatan-jabatan di negeri-negeri bagian yang

dipegang oleh orang bukan Melayu, terutama di negeri bagian yang

penduduknya Mayoritas bukan Melayu seperti negeri bagian Pulau Pinang

yang penduduk muslimnya minoritas. Negeri bagian Pulau Pinang tidak

memiliki sultan, tetapi dipimpin oleh Yang di-Pertua Negeri walaupun

beragama Islam akan tetapi Ketua Menterinya orang Cina. Demikian juga di

negeri bagian Perak, walaupun Menteri Besarnya orang Melayu (Islam) yaitu

Mohammad Nizar Zamaluddin, akan tetapi kepala daerah-daerah (tingkat II)

diduduki oleh orang bukan Melayu seperti Ngeh Koo Ham kepala daerah

148 http://ms.wikipedia.org/wiki/Kabinet Malaysia 2008 diakses pada 14 Oktober 2008

Page 103: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Setiawan, Nga Kor Ming kepala daerah Pantai Remis, A. Sivanesan kepala

daerah Sungkai, dan lain-lain.149

Meskipun demikian, non Melayu diberikan kesempatan untuk

menduduki jabatan-jabatan tertentu, misalnya menjadi anggota Parlemen,

Dewan Undangan Negeri, Menteri-Menteri tertentu dan jabatan-jabatan

politik lainya yang tidak secara langsung menyangkut tentang agama Islam.

Hal ini pun sesuai dengan konsep dalam ketatanegaraan Islam bahwa ahl al-

Dzimmah pun diberikan haknya untuk menjadi wakil-wakil rakyat yang

mewakili kelompoknya, demikian juga diperbolehkan menjadi menteri dan

yang sejenisnya.150

Hanya saja kalau melihat kepada Konstitusi negara

Malaysia akan terlihat sedikit perbedaannya yaitu bahwa dalam

perlembagaan Malaysia tidak disebutkan bahwa syarat untuk menjadi

Perdana Menteri harus melayu (Islam).

2. Hak berkumpul dan berserikat

Adanya kebebasan berserikat mendapatkan jaminan dalam Islam. Al-

Qur’an menganggap bahwa hak atas berserikat sebagai salah satu keharusan

bagi pribadi manusia untuk turut serat mengambil bagian dalam kehidupan

bermasyarakat. Oleh karena itu setiap orang berhak untuk turut serta

menjalankan perannya masing-masing dalam kehidupan keagamaan, sosial

budaya dan politik. Hal ini dapat diimplementasikan dengan mendirikan

149 http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=News&file=article&sid=8336

diakses pada tanggal 20 Oktober 2008 150 Yusuf al-Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, [terjemahan], cet. II, (Jakarta: Gema

Insani, 2006), jilid III, h. 569

Page 104: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

lembaga-lembaga di mana memungkinkan semua orang untuk mengembang-

kan kreatifitas dan kemampuannya serta menikmati hak-haknya.

Hak berkumpul dan berserikat merupakan hak dasar bagi umat

(rakyat) untuk bebas berserikat dan membentuk partai-partai atau organisasi-

organisasi. Hak ini tunduk pada aturan-aturan hukum tertentu, dan harus

dilaksanakan untuk menyebarkan kebaikan dan kebenaran, bukan untuk

menyebarkan kejahatan dan kekacauan. Yakni hak ini harus dilaksanakan

untuk tujuan propaganda (dakwah) amal-amal kebaikan dan kesolehan, serta

harus dipergunakan untuk menumpas kejahatan dan kesesatan. Rakyat dapat

bebas mengadakan dan mengorganisasikan pertemuan-pertemuan, serta

sebuah negara Islam tidak boleh melarang hak ini kecuali kalau mengadakan

pelanggaran yang nyata.151

Allah berfirman:

��$��� �J��"� �BC�D E�"�R��D C�C?/�* �8jx4yLM+]

N����"☺�*��I� VW��"5?+]� Q=�� R�⌧b�4☺�*�� �8�����+�]� ����I� ����

)110: 3/ ال ���ان(Artinya: “Kamu adalah umat pilihan yang telah dilahirkan untuk seluruh umat

manusia. Kamu menyuruh berbuat kebajukan dan melarang kemungkaran serta kamu beriman kepada Allah”. (QS. Ali-Imran/3:110)

Ini berarti bahwa merupakan kewajiban dan tugas seluruh umat

muslim untuk melarang melakukan kejahatan. Apabila umat muslim

seluruhnya tidak melaksanakan tugas ini maka, “Hendaklah ada sekelompok

orang dari kamu yang menyeru manusia kepada kebaikan, menyuruh

151 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1996), cet.I , h. 84

Page 105: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

berbuat baik dan mencegah kemungkaran” (QS: al-Imran/3: 104). Ini jelas

menunjukkan bahwa apabila masyarakat semuanya mulai melalaikan

kewajiban-kewajibannya, maka mutlak penting di sana ada paling tidak

sekelompok masyarakat yang bersedia melakukannya.152

Di Malaysia hak atau kebebasan berkumpul dan berserikat telah

dijamin oleh Perlembagaan Persekutuan yang menyebutkan bahwa:

(a) Semua warga negara adalah berhak berhimpun secara aman dan

dengan tidak bersenjata

(b) Semua warga negara adalah berhak menubuhkan persatuan.153

Jaminan perlindungan hak atau kebebasan berkumpul atau berserikat

ini diberikan kepada semua warga negara tanpa membedakan orang Melayu

dan bukan Melayu. Ini terbukti dengan adanya partai-partai politik yang

didirikan dan beranggotakan orang-orang bukan Melayu yaitu seperti Partai

Tindakan Demokratik (DAP) dan Persatuan Cina Malaya (MCA) yaitu partai

orang Cina, Kongres India Malaya (MIC) dan Partai Barisan Kemajuan India

se-Malaysia (AMIPF) yaitu partai orang India serta Partai Gerakan Rakyat

Malaysia (GERAKAN) yang diusung oleh orang Cina dan India. Partai

Tindakan Demokratik (DAP) merupakan salah satu partai oposisi (pembang-

kang).154

Partai-partai bukan Melayu tersebut ikut serta dalam pemilu untuk

menempatkan wakil-wakil mereka di Parlemen maupun di DUN.

152 Abul A’la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam (terjemahan), cet. III,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 32 153 Pasal 10 ayat (1) poin b dan c Perlembagaan Malaysia

Page 106: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Selain mendirikan partai-partai politik, orang bukan Melayu juga

banyak mendirikan organisasi-organisasi atau perkumpulan baik yang

berbasis sosial kemasyarakatan, keagamaan maupun himpunan-himpunan

profesi, pelajar dan lain-lain. Organisasi-organisasi orang-orang India

misalnya Majlis Hindu Malaysia (MHC), Majlis Belia India Malaysia

(MIYC), Malaysian Hindu Dharma Mamandram (MHDM), Persekutuan

Pertubuhan India Malaysia (FMIO), Pertubuhan Silambam Malaysia (MSA),

Persatuan Sivik India Malaysia (MICA), Persatuan Penulis Tamil Malaysia

(MTWA) dan Persatuan Pengetua), Majlis Belia Felda Malaysia, Pertubuhan

Kebajikan India Bersatu dan Majlis Belia India Malaysia (MIYC).155

Sedangkan organisasi-organisasi orang-orang Cina misalnya Persatuan

Penganut Dewa Cheng Guan Kuan, Persatuan Penjaja Cina Wilayah

Persekutuan, Gabungan Persatuan-Persatuan Cina Malaysia dan Persatuan

Perubatan Cina Malaysia, Persatuan Guru Sekolah Cina Malaysia (Jio Zong),

Persatuan Bekas Penuntut Sekolah Cina Malaysia, Persatuan Bekas Penuntut

Universiti Nanyang Malaysia, Dewan Perhimpunan Cina Selangor (SCAH)

dan Persekutuan Persatuan Fuzhou Malaysia. Termasuk yang terbaru tuntu-

tan dari kumpulan Hindraf yang diketuai oleh professional kaum India.156

154 Thock Ker Pong, Ketuanan Politik Melayu: Respon Masyarakat Cina, (Kuala

Lumpur: Universiti Malaya, t.th.), h. 209 155http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=AvantGo&op=ReadStory&sid=524

2 diakses pada tanggal 2 November 2008 pukul 15.30 WIB

156 http://www.isuhot.com/modules.php?name=News&file=print&sid=627 diakses pada

tanggal 2 November 2008 pukul 15.30 WIB

Page 107: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Banyaknya terdapat partai politik, persatuan-persatuan atau organisasi-

organisasi yang didirikan oleh orang-orang bukan Melayu tersebut

menunjukkan bahwa di Malaysia tidak terdapat diskriminasi terhadap kaum

Minoritas dalam bidang politik khususnya hak atau kebebasan berkumpul

atau berserikat. Karena mereka pun sebagai warga negara memiliki hak

untuk membentuk organisasi, perkumpulan-perkumpulan atau perhimpunan

serikat kerja sebagai wadah untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi

mereka bahkan sekaligus untuk mengkritik kebijakan pemerintah dan

memperjuangkan hak-hak mereka. Hal ini terbukti bahwa di antara partai-

partai orang Cina dan India ada yang menjadi partai oposisi misalnya

(DAP).157

3. Hak mengeluarkan pendapat

Hak mengeluarkan pendapat pada dasarnya merupakan bagian yang

tak terpisahkan dengan hak berkumpul dan berserikat. Syariat memiliki

pijakan yang kuat pada hak-hak ini, bukti dasarnya tercakup dalam prinsip-

prinsip al-Quran dan Sunnah yang mengatur kebebasan berbicara dan

berekspresi. Oleh karena itu prinsip-prinsip Islam tentang hisbah, yang

menyeru untuk berbuat baik dan melarang kejahatan (amar ma’ruf nahi

mungkar), nashîhah, dan syura (musyawarah) dapat sama-sama dikutip,

kemudian doktrin ijtihad (penalaran pribadi para ahli hukum yang memenuhi

syarat), disamping hak-hak warga negara untuk melontarkan kritik memba-

157 Anggota Persatuan Penerbit Buku Malaysia, Malaysia Kita Panduan dan Rujukan Untuk Peperiksaan Am Kerajaan, cet. VIII, (Selangor: Golden Books Centre, 2007), h. 92

Page 108: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

ngun terhadap pemerintah semuanya termaktub dalam pengakuan syariat atas

kebebasan mendasar untuk berbicara, berekspresi dan berserikat.158

Umat dan individu memiliki hak mengawasi kepala negara dan

seluruh pejabat dalam pekerjaan dan tingkah laku mereka yang menyangkut

urusan negara. Hak pengawasan ini dimaksudkan untuk meluruskan kepala

negara jika dia menyimpang dari jalan yang lurus (jalan Islam dalam

memerintah). Tahap pertama untuk meluruskannya ialah memberi nasihat

dengan ikhlas. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab

shahihnya, Nabi SAW bersabda:

EG&+J ا C�K4ل. ا�L C� � "L : '9=Jم ��% و�)�% وEJ�5M ا�."�&C و��"% و-= 159 )روا0 م."'(

Artinya: “Agama itu nasihat, kami berkata untuk siapa? Nabi berkata, untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, bagi para pemimpin umat Islam dan orang awam”. (HR. Muslim )

Jika nasihat sudah tidak berguna, maka hak umat menggunakan

kekuatan yang diperlukan guna meluruskan dan menariknya dari kesesatan

dan semua bentuk penyelewengan. Nabi SAW bersabda:

�ن 'مC راى م -' مO %ن�."�O QR=.� ' ن�O 04&� 0�K&S&"O �ا- %�"U�O QR=.� 160 )روا0 م."'( وذX اضV� ا?���ن

Artinya: “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah di ubah

158 Muhammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, diterjemahkan oleh

Eva Y. Nukman dan Fatiah Basri, KebebasanBerpendapat dalam Islam, (Jakarta: Mizan, 1996), h. 104

159 Muslim Ibnu al-Hujâj Abŭ al-Husaini al-Qusyairî al-Nîsâburî, Shahih Muslim, (Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâs al-‘Arabî, t.th.), juz I, h. 74 hadits nomor 95 (55)

160 Ibid., h. 69 hadits nomor 78 (49)

Page 109: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

dengan lidahnya. Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan hatinya dan itu adalah iman yang paling rendah” (HR. Muslim).

Hak individu untuk mengawasi para pejabat dan memberi nasihat

kepada mereka serta menilai tingkah laku mereka, semuanya menuntut

pentingnya setiap individu untuk menikmati kebebasan berpendapat.

Diakuinya prinsip musywarah dan diskusi-diskusi yang menyertainya serta hak

memilih, juga menuntut hak kebebasan berpendapat karena perlaksanaan

musyawarah tidak mungkin tanpa kebebasan seperti itu. Adalah ketololan yang

berlebihan manakala negara menetapkan untuk memegang prinsip musyawarah

dan mendorong kebebasan berpendapat, kemudian negara mencabut kebebasan

itu dari individu.161

Kebebasan mengeluarkan pendapat dalam negara Islam mencakup

semua warga negara. Setiap individu berhak mengeluarkan pendapat yang

diyakininya benar. Jaminan hak untuk mengeluarkan pendapat tidak hanya

berkisar kepada warga negara yang Muslim saja, tetapi mencakupi juga warga

negara yang non Muslim, ini karena mereka juga merupakan warga negara

daulah Islam. Kebebasan mengeluarkan pendapat bagi kaum minoritas dapat

diwujudkan misalnya melalui perwakilan mereka yang duduk di Dewan

Perwakilan Rakyat, demikian juga dapat disampaikan melalui organisasi-

organisasi yang mereka buat sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi

mereka. Bahkan dalam kaitannya dengan hak kebebasan agama, selain mereka

161 Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, (Jakarta:

Yayasan Al-Amin, 1984), cet. I, h. 71

Page 110: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

juga dibolehkan menjalankan ajaran agamanya, juga diperbolehkan melakukan

syiar agama mereka dilingkungannya serta mempertahankan dengan hujjah

jika ada yang mengkritik agama mereka.

Demikian juga dengan warga non Melayu di Malaysia, selain mereka

diberikan hak dan kebebasan membentuk organisasi-organisasi atau

perkumpulan, mereka juga diberikan hak atau kebebasan menyampaikan

pendapat terutama melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Parlemen

maupun di DUN dan melalui organisasi-organisasi yang mereka bentuk. Hak

kebebasan berpendapat dijamin oleh undang-undang selama tidak

menyampaikan kata-kata kotor, menfitnah, menghasut, menghina atau kata-

kata yang melanggar hak keutamaan Parlemen atau Dewan Negeri. Jika dalam

menyampaikan pendapat atau aspirasi dengan cara-cara tersebut, maka itu

dapat dikategorikan kepada tindak pidana.162

Dari penjelasan tentang hak berserikat dan berkumpul serta hak

mengeluarkan pendapat bagi orang bukan Melayu tersebut di atas, jika dilihat

dari konsep ketatanegaraan Islam, maka terdapat kesesuaian bahwa dalam

Islam pun kaum minoritas atau ahl al-Dzimmi diberikan hak dan kebebasan

kepada mereka untuk membentuk atau mendirikan perkumpulan atau

organisasi-organisasi termasuk partai politik untuk ikut aktif dalam memilih

wakil-wakil mereka agar dapat duduk di dewan rakyat atau Parlemen sehingga

dapat menyampaikan aspirasi golongan mereka. Demikian juga dalam konsep

162 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 301

Page 111: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

ketatanegaraan Islam pun setiap warga diperbolehkan untuk menyampaikan

pendapat, aspirasi bahkan mengkritik pemerintah jika ada kebijakan-kebijakan

yang tidak berpihak pada rakyat.

Demikianlah uraian analisis tentang hak-hak politik dalam konsep

ketatanegaraan Islam terhadap warga negara di Malaysia. Bahwa terdapat

kesesuaian antara konsep ketatanegaraan Islam dengan apa yang dipraktekkan

di Malaysia dalam hal hak-hak politik yaitu berkenaan dengan jabatan-jabatan

yang tidak boleh dipegang oleh non Muslim.

Page 112: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

BAB V

PENUTUP

Pada bab terakhir ini penulis memberikan beberapa kesimpulan dari

apa yang telah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, kemudian

penulis juga mnyampaikan saran-saran kepada pihak-pihak yang terkait.

A. Kesimpulan

Dari penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri pembahasan

dalam skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

4). Bahwa hak-hak politik warga negara Malaysia dilindungi dan dijamin oleh

Undang-undang Dasar (Perlembagaan) Malaysia, yaitu tentang hak memilih

dan dipilih, hak dan kebebasan berkumpul atau berserikat serta hak atas

kebebasan berpendapat. Namun, hal itu semua diatur sedemikian rupa dan

diberikan batasan-batasan tertentu dengan memberikan syarat-syarat tertentu

seperti ada persyaratan dalam hak memilih dan dipilih, demikian juga ada

syarat-syarat tertentu dalam membentuk suatu organisasi atau pertubuhan dan

mengeluarkan pendapat, sehingga hak atau kebebasan tersebut tidak sebebas-

bebasnya. Jaminan atau perlindungan hak-hak politik tersebut diberikan

kepada semua warga negara sama rata, tanpa membedakan golongan-

Page 113: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

golongan tertentu maupun ras, status sosial ekonomi dan budaya. Akan tetapi

dalam hal-hal tertentu terutama yang menyangkut hal ihwal kepemimpinan

dan pengurusan agama Islam, terdapat jabatan-jabatan politik yang tidak

diberikan kepada non Melayu dan hal ini ditetapkan dalam undang-undang

negara-negara bagian yang bersultan, jabatan-jabatan itu antara lain jabatan

Sultan atau Raja, Menteri Besar, Mufti, Hakim di Mahkamah Syari’ah dan

jabatan ketua angkatan bersenjata oleh Yang di-Pertuan Agong. Hal tersebut

jika dilihat dari konsep ketatanegaraan Islam terdapat kesesuaian atau

persamaan, yaitu dalam konsep ketatanegaraan Islam pun terdapat jabatan-

jabatan yang tidak boleh dipegang oleh ahl al-Dzimmi (non Muslim), seperti

jabatan Kepala Negara, Panglima Perang, ketua Majelis Syura, Hakim bagi

orang Islam dan jabatan-jabatan lain yang berkaitan langsung dengan urusan

agama Islam. Adanya ketentuan tersebut karena dalam politik Islam bahwa

kepemimpinan harus di tangan orang Islam yang bertanggungjawab atas

urusan dunia dan menjalankan hukum-hukum Islam.

5). Adanya ketentuan bahwa non Muslim tidak diperbolehkan menduduki

jabatan-jabatan tertentu seperti kepala negara, ketua Majelis Syura, panglima

perang, hakim bagi orang Muslim, pengurusan zakat dan jabatan-jabatan

lainnya yang bersangkut paut dengan urusan agama Islam, bukan berarti ada

diskriminasi terhadap hak-hak warga negara, melainkan hal itu merupakan

konsekuensi bagi suatu negara yang terdapat penduduk mayoritas. Walaupun

demikian, non Muslim diperbolehkan menduduki jabatan-jabatan tertentu

Page 114: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

selain yang disebutkan di atas, misalnya menjadi anggota Parlemen, menjadi

menteri kabinet dan lain. Demikian juga di Malaysia, Pemerintah tetap

menjaga dan melindungi warga negara non Melayu dengan diberikan bahkan

dijamin dalam Undang-undang apa yang menjadi hak-hak politik mereka

yaitu kebebasan berserikat, berkumpul dan mendirikan organisasi, kebebasan

berpendapat, hak memilih dan dipilih, termasuk hak dalam bidang ekonomi.

B. Saran-saran

Berkaitan dengan adanya hak-hak istimewa bagi kaum Melayu

terutama di negara-negara bagian yang bersultan, penulis memberikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Bahwa hendaklah dipertahankan hak istimewa orang Melayu demi

menjaga eksistensinya agar ajaran Islam dapat dijalankan dengan

sempurna serta untuk menjaga adat istidat atau kebudayaan orang

Melayu;

2. Hendaklah dijelaskan secara gamblang kepada publik di dalam dan

di luar negeri bahwa hal tersebut bukanlah suatu perlakuan

diskriminasi terhadap minoritas (non Melayu), melainkan itu hal itu

terjadi karena berdasarkan asas proporsionalitas, bahwa mayoritas

selalu menguasai minoritas.

3. Bagi para Mahasiswa dan peneliti agar melanjutkan penelitian di

bidang ini dari perspektif yang berbeda.

Page 115: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Majd al-Dîn Muhammad Ibn Ya’qŭb Fairuz, al-Qâmŭs al-Muhîth, Beirut:

Darul Fikr, 1995, juz IV

Abas, Tun Mohammad Salleh, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III, Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama

Sdn.Bhd, 2006

Abdullah, Abu Bakar Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysia: Masalah dan penyelesaiannya, Kuala Terengganu: Pustaka Damai, 1986,

cet. I

Ahmad, Siti Rosnah Haji, Pemerintah dan Pemimpin-peminpin Kerajaan Malaysia, Selangor: Golden Books Centre Sdn. Bhd, 2006, cet. I

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945; Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalaam Masyarakat Majemuk, Jakarta: UI Press; 1995

Aini, Noryamin, Pengantar Dasar Konsep Hak Asasi Manusia, makalah Mata Kuliah

HAM, Syari’ah dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007

Amirudin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004, cet. I

Anggota Persatuan Penerbit Buku Malaysia, Malaysia Kita Panduan Dan Rujukan Untuk Peperiksaan Am Kerajaan, Selangor: Golden Books Centre Sdn.

Bhd, 2007, cet. VIII

Anis, Ibrahim, dkk, al-Mu’jam al-Wasith, Kairo: T.tp, 1972 , Juz I

Audah, Abdul Qadir, al-Tasyri’ al-Jinâ’i al-Islâmi: Muqâranan bi al-Qânun al-Wadhi’i, Beirut: Muasasah al-Risalah, 1998, juz I

Awang, Muhammad Kamil, Sultan dan Perlembagaan, Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 2001, cet. I

Ayub, Abdul Razak, Perpecahan Bangsa Melayu, Selangor: Dewan Pustaka fajar,

1985, cet. I

Baharom, Hajah Noresah Binti, dkk., Kamus Dewan Bahasa, Edisi Ketiga, cet. VII,

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan

Malaysia, 2002

Page 116: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Bahansawi, al, Salim Ali, asy-Syari’ah al-Muftara ‘Alaiha, edisi bahasa Indonesia

diterjemakan oleh Musthalah Maufur, Wawasan Sistem Politik Islam,

Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1996, cet. I

Bari, Abdul Aziz, Perlembagaan Malaysia: Asas-asas dan Masalah, Selangor:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001, cet. I

----------, Majelis Raja-raja: Kedudukan dan Peranan dalam Perlembagaan Malaysia, cet. II, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet. XXVII, Jakatra: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2005

Dasuki, al, Syams al-Din Muhammad ibn ‘Irfah, Hasyiyah al-Dasuki ‘alâ Syarh al-Kabîr, Mesir: Al-Azhariyah, 1345 H

Depertemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Depertemen Agama RI,

1971

HR., Ridwan, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan dan Kenyataan, Yogyakarta: FH UII

Press, 2007, cet. I

Hussain, Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Jakarta: Gema Insani

Press, 1996, cet. I

Hussin, Hasnah dan Mardiana Nordin. Pengajian Malaysia, Selangor: Oxford Fajar,

2007, cet. I

Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, Pentadbiran dan Pengurusan Awam Malaysia, Kuala Lumpur: Institut Tadbiran Awam Negara

(INTAN) Malaysia, 2006

Iqbal, Muhammad, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001, cet. I

Ka’bah, Rifyal, Politik dan Hukum dalam Al-Qur’an, Jakarta: Khairul Bayan, 2005,

cet. I

Kamali, Muhammad Hashim, Freedom of Expression in Islam, diterjemahkan oleh

Eva Y. Nukman dan Fatiah Basri, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, Jakarta: Mizan, 1996

Kencana, Inu, Al-Quran dan Ilmu Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996, cet. I

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Dar al-Hadits, 2003

Page 117: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Manzhur, Jalaluddin Muhammad Ibnu, Lisân al’Arab, juz II, Mesir: Dâr al-Hadîts,

2003

Marbun, B. N., Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, cet. I

Maududi, Abu A’la, Islamic Law and Constitution, Lahore, Pakistan: Islamic

Publication Ltd, 1977

----------, Hak-hak Manusia dalam Islam, penterjemah Bambang Iriana Djajaatmadja,

cet. III, Jakarta: Bumi aksara, 2005

Mâwardî, al, Abî al-Hasan 'Alî bin Muhammad bin Habîb al-Basrî al-Bagdâdî, al-Ahkâm al-Sulthâniyah, T.tp: Dâr al-Fikr, 1960, cet. I

Mufid, Moh., Politik dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, cet. I

Muhammad, Nazaruddin Hj., Pengajian Malaysia: Kenegaraan dan Kewarga-negaraan, cet. V, Selangor: Prentice Hall, 2004

Nîsâburî, al, Muslim bin al-Hujâj Abŭ al-Husaini al-Qusyairî, Shahih Muslim, Beirut:

Dâr Ihyâ al-Turâs al-‘Arabî, t.th., juz III

Nordin, Hasnah Hussin dan Mardiana, Pengajian Malaysia, Selangor Shah Alam:

Oxford Fajar Sdn Bhd, 2007

Nowak, Manfred, Introduction to The International Rights Regime, Leiden, the

Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers, 2003

Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola:

1994

Pong, Thock Ker, Ketuanan Politik Melayu: Respon Masyarakat Cina, Kuala

Lumpur: Universiti Malaya, t.th.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, edisi ke-III, Jakarta: Balai Pustaka, 2005

Putra, Dalizar, HAM (Hak Asasi Manusia Menurut Al-Qur’an), Jakarta: PT. Al-

Husna Zikra, 1995, cet. II

Qaradhâwî, al, Yŭsuf, al-Dîn wa al-Siyâsah, edisi bahasa Indonesia Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik diterjemahkan oleh Khoirul Amru Harahap,

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008, cet. I

----------, Fatwa-fatwa Kontemporer, [terjemahan], cet. II, Jakarta: Gema Insani,

2006, jilid III

Page 118: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

-----------, Ghair Muslim fi Mujtama al-Islam, edisi Indonesia diterjemahkan oleh

Muhammad Baqir, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, cet. II, Bandung: Mizan, 1991

Qusyairi, al, Muslim bin Hajjaj Abu Husin, Shahîh Muslim, juz, I, Beirut: Dar Ihya’ al-Turâts al-Arabi, t.th

Ramanathan, K., Konsep Asas Politik, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Kementerian Pendidikan Malaysia, 1998

Rasyid, Abdul, Ilmu Politik Islam, Bandung:Pustaka, 2001, cet. I

Rofi’, Ismatu, Wacana Inklusif ahl al-Kitab, Jakarta: Yayasan Paramadina, 2002

Rosyada, Dede, dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, cet. I

Salim, Abd. Muin, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, cet.

II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995

Saefuddin, A. M., Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, Jakarta: Gema Insani Press,

1996, cet. I

Sakdan, Mohd. Foad, Asas Politik Malaysia, cet. II, Ampang/ Hulu Kelang Selangor

Darul Ehsan: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997

Shâbŭnî, al, Muhammad ‘Ali, Tafsir Ayat Ahkam al-Shabuni, alih bahasa oleh

Mu’ammal Hamidi dan Imrom A. Manan, cet. IV, Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 2003

Shiddiqy, ash, T. M. Hasbi, 2002 Mutiara Hadits I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, cet.

IX, Ciputat: Lentera Hati, 2007, vol. III

Siong, Gouw Giok, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta: Kinta, 1962,

Jilid 2

Soehino, Ilmu Negara, cet. VI, Yogyakarta: Liberty, 2004

Sonhaji, H. M., dkk., al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,

t.th, juz VI

Suyŭtî, al, Jalâl al-Dîn, Syarh al-Hafîdz Jalâl al-Dîn al-Suyûthi ‘alâ Sunan al-Nasâ’i, Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabi, t.th., jilid 8

Syadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, 1990

Page 119: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Syarif, Mujar Ibnu, Hak-hak Politik Minoritas Nonmuslim dalam Komunitas Islam: Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, Bandung: Agkasa, 2003, cet. I

------------, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

2006, cet. I

Syatibi, al, al-Muwafaqat, Ttp: Dar al-Fikr, t.th

Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Group, 2003, cet. Revisi

Watt, W. Montogomery, Muhammad at Medina, London: Oxford University Press,

1991

Zada, Khamami dan Arief R. Arofah, Diskursus Politik Islam, Jakarta: Lembaga

Studi Islam Progresif, 2004, cet. I

Zaidan, Abdul Karim, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, Jakarta:

Yayasan Al-Amin, 1984, cet. I

Zallum, Abdul Qadim, Afkaru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemikiran Politik Islam,

diterjemahkan oleh Abu Faiz, cet. II, Bangil: Al-Izzah, 2004

-----------, Nidhâm al-Hukmi fi al-Islâm,diterjemahkan oleh M. Maghfur Wahid, Sistem Pemerintahan Islam,cet. III, Bangil: al-Izzah, 2002

Zarqa, al, Musthafa Ahmad, al-Madkhâl al-Fiqh al-‘Am: al-Fiqh al-Islâmi fi Tsaubih al-Jadîd, Damsyik: Dar al-Fikr, tt, jilid III

Zuhaili, al, Wahbah, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh, juz IV, Damsyik: Dâr al-Fikr,

1425 H / 2004 M, cet. III

Perlembagaan Persekutuan, cet. V, Ulu Kelang Kuala Lumpur: MDC Penerbit

Pencetakan Sdn Bhd, 1995

Akta Nomor 13 Tahun 1966 Tentang Pertubuhan

Situs Internet:

http://ms.wikipedia.org/wiki/Parlimen_Malaysia diakses pada tanggal 24 Oktober

2008

http://www.isuhot.com/modules.php?name=News&file=article&sid=396 diakses pada

tanggal 24 Oktober 2008

Page 120: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

http://pmr.penerangan.gov.my/index.cfm.htm diakses pada tanggal 20 Oktober 2008

http://www.tourism.gov.my/my/about/culture.asp diakses pada tanggal 20 Oktober

2008

http://www.freelists.org/archives/ppi/04-2004/msg00033.html diakses pada tanggal

23 September 2008

http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=News&file=article&sid=8336

diakses pada tanggal 20 Oktober 2008

http://www.harakahdaily.net/index.php?option=com_content&task=view&id=11186

diakses pada tanggal 20 Oktober 2008

Page 121: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA

Kebebasan Asasi

Pasal 5 Tentang Kebebasan Diri

(1) Tiada seorang pun boleh diambil nyawanya atau dilucutkan kebebasan dirinya kecuali mengikut undang-undang.

(2) Jika pengaduan dibuat kepada Mahkamah Tinggi atau mana-mana hakim Mahkamah Tinggi menyatakan bahawa seseorang sedang

ditahan dengan menyalahi undang-undang, maka mahkamah itu hendaklah menyiasat pengaduan itu dan, melainkan jika mahkamah itu berpuas hati bahawa tahanan itu adalah sah, hendaklah memerintahkan supaya orang itu dibawa ke hadapan mahkamah itu dan melepaskannya.

(3) Jika seseorang ditangkap maka dia hendaklah diberitahu dengan

seberapa segera yang boleh alasan-alasan dia ditangkap dan dia hendaklah dibenarkan berunding dengan dan dibela oleh seorang pengamal undang-undang pilihannya.

(4) Jika seseorang ditangkap dan tidak dilepaskan, maka orang itu hendaklah tanpa kelengahan yang tidak munasabah, dan walau

bagaimanapun dalam tempoh dua puluh empat jam (tidak termasuk masa apa-apa perjalanan yang perlu) dibawa ke hadapan majistret dan orang itu tidak boleh ditahan dalam jagaan selanjutnya tanpa kebenaran majistret itu: Dengan syarat bahawa Pasal ini tidaklah terpakai bagi penangkapan

atau penahanan mana-mana orang di bawah undang-undang yang

sedia ada yang berhubungan dengan kediaman terhad, dan kesemua

peruntukan Pasal ini hendaklah disifatkan telah menjadi suatu bahagian

perlu Perkara ini mulai dari hari Merdeka:

Dengan syarat selanjutnya bahawa dalam pemakaiannya bagi

seseorang, selain seorang warganegara, yang ditangkap atau ditahan di

bawah undang-undang yang berhubungan dengan imigresen, Pasal ini

hendaklah dibaca seolah-olah perkataan "tanpa kelengahan yang tidak

munasabah, dan walau bagaimanapun dalam tempoh dua puluh

empat jam (tidak termasuk masa apa-apa perjalanan yang perlu)" telah

digantikan dengan perkataan "dalam tempoh empat belas hari":

Dan dengan syarat selanjutnya bahawa dalam hal penangkapan bagi

sesuatu kesalahan yang boleh dibicarakan oleh mahkamah Syariah,

Page 122: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

sebutan dalam Pasal ini mengenai majistret hendaklah ditafsirkan

sebagai termasuk sebutan mengenai hakim mahkamah Syariah.

Pasal 6 Tentang Keabdian dan Kerja Paksa Dilarang

(1) Tiada seorang pun boleh ditahan sebagai abdi. (2) Segala bentuk kerja paksa adalah dilarang, tetapi Parlimen boleh melalui

undang-undang membuat peruntukan mengenai perkhidmatan wajib bagi maksud-maksud negara.

(3) Kerja atau khidmat yang dikehendaki daripada mana-mana orang sebagai akibat daripada sesuatu sabitan atau dapatan bahawa dia

bersalah di mahkamah tidaklah dikira sebagai kerja paksa mengikut pengertian Perkara ini, dengan syarat kerja atau khidmat itu dijalankan di bawah pengawasan dan kawalan suatu pihak berkuasa awam.

(4) Jika menurut mana-mana undang-undang bertulis kesemua atau mana-mana bahagian daripada fungsi mana-mana pihak berkuasa awam

dikehendaki dijalankan oleh suatu pihak berkuasa awam yang lain, bagi maksud membolehkan fungsi-fungsi itu dilaksanakan, maka pekerja-pekerja pihak berkuasa awam yang mula-mula disebut adalah terikat untuk berkhidmat dengan pihak berkuasa awam yang kedua disebut, dan perkhidmatan mereka dengan pihak berkuasa awam yang kedua

disebut itu tidaklah dikira sebagai kerja paksa mengikut pengertian Perkara ini, dan tiada seorang pun pekerja itu berhak menuntut apa-apa hak sama ada daripada pihak berkuasa awam yang mula-mula disebut atau kedua disebut itu oleh sebab pertukaran pekerjaannya.

Pasal 7 Tentang Perlindungan Daripada Undang-Undang Jenayah Kuat

Kuasa ke Belakang dan Perbicaraan Berulang

(1) Tiada seorang pun boleh dihukum kerana sesuatu perbuatan atau peninggalan yang tidak boleh dihukum menurut undang-undang pada masa perbuatan atau peninggalan itu dilakukan atau dibuat, dan tiada seorang pun boleh menanggung hukuman yang lebih berat kerana sesuatu kesalahan daripada yang telah ditetapkan oleh undang-undang

pada masa kesalahan itu dilakukan. (2) Seseorang yang telah dibebaskan daripada sesuatu kesalahan atau

disabitkan atas sesuatu kesalahan tidak boleh dibicarakan semula kerana kesalahan yang sama kecuali jika sabitan atau pembebasan itu telah dibatalkan dan perbicaraan semula diperintahkan oleh suatu mahkamah

yang lebih atas daripada mahkamah yang telah membebaskan atau mensabitkannya itu.

Page 123: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Pasal 8 Tentang Kesamarataan

(1) Semua orang adalah sama rata di sisi undang-undang dan berhak mendapat perlindungan yang sama rata di sisi undang-undang.

(2) Kecuali sebagaimana yang dibenarkan dengan nyata oleh Perlembagaan ini tidak boleh ada diskriminasi terhadap warganegara semata-mata atas alasan agama, ras, keturunan, tempat lahir atau

jantina dalam mana-mana undang-undang atau dalam pelantikan kepada apa-apa jawatan atau pekerjaan di bawah sesuatu pihak berkuasa awam atau dalam pentadbiran mana-mana undang-undang yang berhubungan dengan pemerolehan, pemegangan atau pelupusan harta atau berhubungan dengan penubuhan atau

penjalanan apa-apa pertukangan, perniagaan, profesion, kerjaya atau pekerjaan.

(3) Tidak boleh ada diskriminasi yang memihak kepada mana-mana orang atas alasan bahawa dia seorang rakyat Raja bagi mana-mana Negeri.

(4) Tiada pihak berkuasa awam boleh mendiskriminasikan mana-mana

orang atas alasan bahawa dia bermastautin atau menjalankan perniagaan di mana-mana bahagian Persekutuan di luar bidang kuasa pihak berkuasa itu.

(5) Perkara ini tidak menidaksahkan atau melarang: (a) apa-apa peruntukan yang mengawal selia undang-undang diri; (b) apa-apa peruntukan atau amalan yang mengehadkan jawatan atau

pekerjaan yang berkaitan dengan hal ehwal mana-mana agama, atau sesuatu institusi yang diuruskan oleh sekumpulan orang yang menganuti mana-mana agama, kepada orang yang menganuti agama itu;

(c) apa-apa peruntukan bagi perlindungan, kesentosaan atau pemajuan

orang asli Semenanjung Tanah Melayu (termasuk perizaban tanah) atau perizaban bagi orang asli suatu perkadaran yang munasabah daripada jawatan-jawatan yang sesuai dalam perkhidmatan awam;

(d) apa-apa peruntukan yang menetapkan kemastautinan di sesuatu Negeri atau di sebahagian sesuatu Negeri sebagai suatu kelayakan

bagi pemilihan atau pelantikan kepada mana-mana pihak berkuasa yang mempunyai bidang kuasa hanya di Negeri atau di bahagian itu sahaja, atau bagi pengundian dalam pemilihan itu;

(e) apa-apa peruntukan Perlembagaan sesuatu Negeri, yang adalah atau yang bersamaan dengan suatu peruntukan yang berkuat kuasa

sebaik sebelum Hari Merdeka; (f) apa-apa peruntukan yang mengehadkan pengambilan masuk

tentera ke dalam Rejimen Askar Melayu kepada orang Melayu.

Page 124: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

Pasal 9 Tentang Larangan Buang Negeri dan Kebebasan Bergerak

(1) Tiada seorang pun warganegara boleh dibuang negeri dari atau ditahan masuk ke Persekutuan.

(2) Tertakluk kepada Pasal (3) dan kepada mana-mana undang-undang yang berhubungan dengan keselamatan Persekutuan atau mana-mana bahagiannya, ketenteraman awam, kesihatan awam, atau

penghukuman pesalah, tiap-tiap warganegara berhak bergerak dengan bebas di seluruh Persekutuan dan bermastautin di mana-mana bahagiannya.

(3) Selagi mana-mana Negeri lain berada dalam kedudukan istimewa di bawah Perlembagan ini berbanding dengan Negeri-Negeri Tanah

Melayu, Parlimen boleh melalui undang-undang mengenakan sekatan-sekatan, antara Negeri itu dengan Negeri-Negeri yang lain, ke atas hak-hak yang diberikan oleh Pasal (2) berkenaan dengan pergerakan dan kemastautinan.

Pasal 10 Tentang Kebebasan Bercakap, Berhimpun dan Berpersatuan

(1) Tertakluk kepada Pasal (2), (3) dan (4): (a) tiap-tiap warganegara berhak kepada kebebasan bercakap dan

bersuara; (b) semua warganegara berhak untuk berhimpun secara aman dan

tanpa senjata; (c) semua warganegara berhak untuk membentuk persatuan.

(2) Parlimen boleh melalui undang-undang mengenakan—

(a) ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (a) Pasal (1), apa-apa sekatan yang didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan Persekutuan atau mana-mana bahagiannya, hubungan baik dengan negara-negara lain, ketenteraman awam atau prinsip moral dan sekatan-sekatan yang bertujuan untuk melindungi

keistimewaan Parlimen atau mana-mana Dewan Undangan atau untuk membuat peruntukan menentang penghinaan mahkamah, fitnah, atau pengapian apa-apa kesalahan;

(b) ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (b) Pasal (1), apa-apa sekatan yang didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan

keselamatan Persektuan atau mana-mana bahagiannya atau ketenteraman awam;

(c) ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (c) Pasal (1), apa-apa sekatan yang didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan

Page 125: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

keselamatan Persekutuan atau mana-mana bahagiannya, ketenteraman awam atau prinsip moral.

(3) Sekatan-sekatan ke atas hak untuk membentuk persatuan yang diberikan oleh perenggan (c) Pasal (1) boleh juga dikenakan oleh mana-mana undang-undang yang berhubungan dengan

perburuhan atau pendidikan. (4) Pada mengenakan sekatan-sekatan demi kepentingan keselamatan

Persekutuan atau mana-mana bahagiannya atau ketenteraman awam di bawah Pasal (2)(a), Parlimen boleh meluluskan undang-undang melarang dipersoalkan apa-apa perkara, hak, taraf,

kedudukan, keistimewaan, kedaulatan atau prerogatif yang ditetapkan atau dilindungi oleh peruntukan Bahagian III, Perkara 152, 153 atau 181 melainkan yang berhubungan dengan pelaksanaannya sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang itu.

Pasal 11 Tentang Kebebasan Beragama

(1) Tiap-tiap orang berhak menganuti dan mengamalkan agamanya dan, tertakluk kepada Pasal (4), mengembangkannya.

(2) Tiada seorang pun boleh dipaksa membayar apa-apa cukai yang hasilnya diuntukkan khas kesemuanya atau sebahagiannya bagi maksud sesuatu agama selain agamanya sendiri.

(3) Tiap-tiap kumpulan agama berhak: (a) menguruskan hal ehwal agamanya sendiri; (b) menubuhkan dan menyenggarakan institusi-institusi bagi maksud

agama atau khairat; dan (c) memperoleh dan mempunyai harta dan memegang dan

mentadbirkannya mengikut undang-undang. (4) Undang-undang Negeri dan berkenaan dengan Wilayah-Wilayah

Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, undang-undang persekutuan boleh mengawal atau menyekat pengembangan apa-apa doktrin atau kepercayaan agama di kalangan orang yang menganuti

agama Islam. (5) Perkara ini tidaklah membenarkan apa-apa perbuatan yang berlawanan

dengan mana-mana undang-undang am yang berhubungan dengan ketenteraman awam, kesihatan awam atau prinsip moral.

Pasal 12 Tentang Hak Berkenaan dengan Pendidikan

(1) Tanpa menjejaskan keluasan Perkara 8, tidak boleh ada diskriminasi terhadap mana-mana warganegara semata-mata atas alasan agama, ras, keturunan atau tempat lahir—

Page 126: HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7245/1...HAK-HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PERLEMBAGAAN PERSEKUTUAN MALAYSIA (Analisis Ketatanegaraan

(a) dalam pentadbiran mana-mana institusi pendidikan yang disenggarakan oleh suatu pihak berkuasa awam, dan, khususnya, kemasukan murid-murid atau pelajar-pelajar atau pembayaran fi; atau

(b) dalam memberikan bantuan kewangan daripada wang sesuatu

pihak berkuasa awam bagi penyenggaraan atau pendidikan murid-murid atau pelajar-pelajar di mana-mana institusi pendidikan (sama ada disenggarakan oleh suatu pihak berkuasa awam atau tidak dan sama ada di dalam atau di luar Persekutuan).

(2) Tiap-tiap kumpulan agama berhak menubuhkan dan menyenggarakan

institusi-institusi bagi pendidikan kanak-kanak dalam agama kumpulan itu sendiri, dan tidak boleh ada diskriminasi semata-mata atas alasan agama dalam mana-mana undang-undang yang berhubungan dengan institusi-institusi itu atau dalam pentadbiran mana-mana undang-undang itu; tetapi adalah sah bagi Persekutuan atau sesuatu Negeri menubuhkan

atau menyenggarakan atau membantu dalam menubuhkan atau menyenggarakan institusi-institusi Islam atau mengadakan atau membantu dalam mengadakan ajaran dalam agama Islam dan melakukan apa-apa perbelanjaan sebagaimana yang perlu bagi maksud itu.

(3) Tiada seorang pun boleh dikehendaki menerima ajaran sesuatu agama atau mengambil bahagian dalam apa-apa upacara atau upacara sembahyang sesuatu agama, selain agamanya sendiri.

(4) Bagi maksud Pasal (3) agama seseorang yang di bawah umur lapan belas tahun hendaklah ditetapkan oleh ibu atau bapanya atau

penjaganya.

Pasal 13 Tentang Hak Terhadap Harta.

(1) Tiada seorang pun boleh dilucutkan hartanya kecuali mengikut undang-undang.

(2) Tiada undang-undang boleh memperuntukkan pengambilan atau

penggunaan harta dengan paksa tanpa pampasan yang memadai.