global justice update, tahun ke-7, edisi 1, maret 2009

160

Upload: buletin-gju

Post on 24-Feb-2016

271 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Perjanjian Perdagangan Bebas: Cek Kosong buat Indonesia Perdagangan bebas adalah agresi terhadap keadilan sosial di negri ini! Adalah kewajiban kita untuk menolak tiap penindasan sistemik terhadap harkat kemanusiaan sekaligus penggembosan nasionalisme!

TRANSCRIPT

Page 1: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009
Page 2: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

reto

uch

dari

ber

baga

i sum

ber

[c]

Page 3: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Perdagangan bebas adalah agresi

terhadap keadilan sosial di negri ini! Adalah kewajiban kita

untuk menolak tiap penindasan sistemik terhadap harkat kemanusiaan

sekaligus penggembosan nasionalisme!

reto

uch

dari

ber

baga

i sum

ber

[c]

Page 4: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Global Justice Update mengundang anda untuk menuliskan gagasan kritis, kreatif, inovatif dan visioner yang berorientasi pada tema-tema yang memban-gun wacana keadilan global di tengah masyarakat. Naskah 10-15 halaman kwarto, selayaknya dilengkapi dengan referensi acuan maupun pendukung. Redaksi dapat menyunting naskah tanpa mengubah maksud maupun isi.

perjanjian perdagangan bebasCek kosong buat Indonesiatahun ke-7 / edisi 1 tahun 2009

Pemimpin Umum: Indah Suksmaningsih Pemimpin Redaksi: Bonnie Setiawan Redaktur Pelaksana: Salamuddin Daeng Reporter: Sudiarto Kontributor: ponny anggoro, revitriyoso husodo, Eddy Burmansyah, Veronica SaraswatiLayout: [email protected] [cin]

cover:

grafis by cin hapsarin [retouch dari berbagai sumber]

Institute for Global Justice (IGJ)Jl. Matraman 12A, Jakarta 10430, Indonesiatelp. +62-21-3107578Faks. +62-21-3107586Email. [email protected]. www.globaljust.org

Page 5: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Waktunya berbalik arah

Penandatanganan Piagam ASEAN: Integrasi atau Disintegrasi Pasar Regional ?

ASEAN: Bentuk Regionalisme atau Perpanjangan Empire?Oleh: Veronika Saraswati

Menelusuri Landasan Regionalisme ASEANOleh : Ponny Anggoro

Regionalisme ASEAN: Strategi Integrasi Pemodal BesarOleh : Ponny Anggoro

Regionalisme ASEAN dan Agenda Indonesia Atasi KrisisOleh : Ponny Anggoro

Uni Eropa Mengharapkan Tanggapan Pasti dari ASEAN Untuk FTA

Menyikapi Penandatanganan Perjanjian ASEAN-AANZ FTAOleh: Indah Suksmaningsih

Pokok-Pokok Keberatan IGJ terhadapASEAN-AUSTRALIA/NEW ZEALAND FTA (AANZFTA)

TAMBANG UANG AUSTRALIA DI INDONESIAOleh : Salamuddin Daeng

Belajar dari IJEPA: Perjanjian Dua Pihak yang Tidak SetaraOleh: Syamsul Hadi

Melanjutkan Impor Daging: Sebuah Ironi Negara AgrarisOleh: Salamuddin Daeng

Terusan Kra: Apa Artinya Bagi Kawasan Ekonomi KhususBatam-Bintan-Karimun dan Sabang?Oleh: Bonnie Setiawan

10 Dampak Negatif Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)Oleh: Edy Burmansyah

Bukan KEK tapi Industrialisasi Nasional Oleh: Salamuddin Daeng

AANZ-FTA dan Impliasinya Pada Peternakan Sapi RakyatOleh: Teguh Boediyana

Kawasan Ekonomi Khusus Industri (KEKI)Kebijakan Ekonomi Global: Negara dan Ancaman Besar Terhadap Ekonomi-Sosial-Politik Buruh dan Masyarakat IndustriOleh: Beno Widodo

Janji untuk Petani tak Kunjung DatangOleh : Hendri Saragih

Kemana Arah Forum Rakyat ASEAN (ASEAN PEOPLE FORUM)?Oleh: Beginda Pakpahan

REDAKSI

ASEAN FTA

AANZ FTA

NASIONAL

PUBLIK

GERAKAN SOSIAL

daft

ar is

i

6

8

19

24

54

58

66

70

78

85

92

99

110

116

124

133

149

34

48

Page 6: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

WAKTUNYA BERBALIKARAH ! !

Pasca kegagalan perundingan WTO, para pemuja pasar bebas beserta rezim

pendukungnya mencari jalan lain untuk memecah kebuntuan akibat penolakan

berbagai negara seperti India, China, Brazil yang tetap menginginkan perlindungan

(proteksi) terhadap sektor-sektor sensitif mereka. Keadaan diperparah dengan

krisis keuangan global yang melanda seluruh Negara maju yang memaksa mereka

mengubah haluan ekonomi ke arah regionalisme dan bahkan proteksionisme

melalui nasionalisasi dengan cara berpikir yang sama, yaitu kapitalisasi pasar.

Para pengusung pasar bebas, negara maju, perusahaan raksasa dan lembaga

keuangan multinasional tidak mau kehilangan muka. Free Trade Agreement

(FTA) digalakkan kembali dalam rangka memperluas pasar dan agenda-agenda

neoliberal. Langkah ini diharapkan sebagai strategi untuk mengatasi kebuntuan

perundingan WTO yang tidak membuahkan hasil dan sekaligus mencari lahan

eksploitasi baru untuk mengatasi krisis keuangan dahsyat yang tengah dihadapi.

Kesepakatan perdagangan bebas melalui FTA merupakan perjanjian yang sangat

komprehensif karena meliputi seluruh sektor yang tidak masuk dalam WTO.

Bonnie Setiawan (IGJ) menyebutnya sebagai WTO plus, karena kesepakatannya

menyangkut dua hal sekaligus yaitu liberalisasi investasi dan perdagangan. Ruang

lingkup FTA dapat hanya meliputi perjanjian antar negara dan antara negara

dengan suatu kawasan.

Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan suatu negara yang menjadi pelopor bagi

FTA di ASEAN. Indonesia mengambil peran paling penting dalam mendorong

kawasan ini melakukan kesepakatan dengan berbagai Negara dan kawasan,

misalnya Asean – EU, Asean – Korea, Asean China dan Asean – Australia New

Zealand. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar

dan termasuk dalam 20 negara dengan GDP terbesar di dunia, merupakan salah

satu kawasan yang cukup diperhitungkan oleh Negara-negara maju baik secara

ekonomi maupun politik.

GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 96

Page 7: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Padahal menghadapi WTO saja Indonesia belum cukup siap, apalagi harus

menghadapi FTA yang sangat komprehensif. Kegagalan WTO adalah bagi

masyarakat miskin di Indonesia. Para petani yang sebelumnya mengalami

tekanan akibat pangan impor terselamatkan oleh karena tertundanya kesepakatan

penghapusan tariff produk-produk pertanian oleh WTO. Sehingga masuknya

Indonesia (Baca; pemerintah SBY-JK) ke dalam FTA dengan Negara-negara maju

adalah suatu langkah yang kurang terukur dan tidak berbasiskan analisis dan

rencana yang jelas. Apa sesungguhnya tujuan pemerintahan ini?

Tak hanya itu, di dalam negeri pemerintah sedang merancang suatu undang-

undang tentang kawasan ekonomi khusus (Special Economic Zone/ZEZ). Saat ini

undang-undang tersebut tengah dalam pembahasan di DPR. Kawasan ZEZ adalah

suatu kawasan perdagangan bebas dengan berbagai fasilitas pajak, insentif, bea

masuk dan kemudahan di bidang pertanahan dan keimigrasian yang diberikan

dalam rangka menarik investasi dan perdagangan asing untuk masuk ke kawasan

tersebut. Jika membaca undang-undangnya maka tampak bahwa ZEZ memiliki

fasilitas yang lebih luas daripada FTA.

Di saat Negara-negara maju memutar haluan ekonomi mereka ke arah

proteksionisme, Indonesia justru melakukan liberalisasi. Agaknya relevan apa

yang dikatakan Amien Rais, yang menyebutkan Indonesia seperti gerbong kereta

paling belakang, di saat kepalanya sudah berbelok haluan, gerbong belakang masih

saja pada jalan lurus. Inilah resiko menjadi negara yang mengadopsi sistem dan

pandangan yang berkembang di negeri lain secara membabi buta.

Akibatnya Indonesia menjadi sangat lambat merespon perubahan global. Padahal

krisis Indonesia terus membesar, perbankan perlahan-lahan namun pasti rontok

satu persatu, cadangan devisa terus terkikis, ekspor yang menjadi tumpuan selama

ini terus melemah, perusahaan-perusahaan manufaktur di dalam negeri satu per

satu bertumbangan. Sebanyak 37.905 orang kehilangan pekerjaan (terPHK) hingga

Februari 2009 akibat krisis keuangan1. Sebuah keadaan yang membutuhkan

intervensi pemerintah secara kuat, mengendalikan jalannya perekonomian dan

membelokkan arah ekonomi kepada ekonomi rakyat yang berkeadilan dan rasional

yaitu EKONOMI KONSTITUSI yang anti pasar bebas.

1 Harian KOMPAS, Jumat, 6 Maret 2009

Redaks i

reda

ksi

7REDAKSI

Page 8: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Penandatanganan Piagam ASEAN: Integrasi atau Disintegrasi Pasar Regional?

ASEAN (Association of South East Asian Nations) CHARTER atau Piagam ASEAN telah disepakati pemberlakuannya secara resmi tanggal 15 Desember 2008 di Sekretariat ASEAN Jakarta. Kerjasama regional dan integrasi ekonomi untuk membangun ASEAN Community merupakan misi yang telah dinyatakan dalam ASEAN CHARTER. Roh liberalisasi perekonomian dan perdagangan tetap menjadi dasar kuat seluruh perjanjian yang diatur dalam ASEAN Charter. Konsekuensi logis disahkannya perjanjian ini adalah negara anggotanya harus menerapkannya dalam konteks nasional dan ratifikasi bagi negara yang belum melakukannya.

retouch dari berbagai sumber [c]

ASEAN (Association of South East Asian Nations) CHARtER atau Piagam ASEAN telah disepakati pemberlakuannya secara resmi tanggal 15 Desember 2008 di Sekretariat ASEAN Jakarta. Kerjasama regional dan integrasi ekonomi untuk membangun ASEAN Community merupakan misi yang telah dinyatakan dalam ASEAN CHARtER. Roh liberalisasi perekonomian dan perdagangan tetap menjadi dasar kuat seluruh perjanjian yang diatur dalam ASEAN Charter. Konsekuensi logis disahkannya perjanjian ini adalah negara anggotanya harus menerapkannya dalam konteks nasional dan ratifikasi bagi negara yang belum melakukannya.

Page 9: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

ASEAN membuat kemajuan yang cukup penting dalam usahanya menuju masyarakat regional yang terintegrasi, serupa dengan Uni Eropa, dengan mulai memberlakukan ASEAN Charter ini dan mencatat tiga pakta perdagangan barang, jasa dan investasi. Piagam ini memberi identitas hukum untuk pengelompokan regional, yang akan mempengaruhi nasib lebih dari 500 juta populasi dan telah menetapkan serangkaian aturan lazim untuk topik seperti perdagangan, investasi dan lingkungan. Otoritas sanksi, walaupun lemah, juga mulai diberikan. Ucapan selamat pun berdatangan dari sejumlah negara seperti Australia, Kanada, China, India, Indonesia, Jepang, New Zealand dan Rusia. Perjanjian ini akan berlaku secara sah enam bulan setelah seluruh Anggota ASEAN menandatangani kesepakatan ini.

Dalam pidato penyambutannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut Piagam ini sebagai “perkembangan penting’ yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mempercepat dan memperkuat integrasi regional. Sementara tujuan area pasar bebas telah 40 tahun menjadi pandangan ASEAN sejak awal 1990, Piagam ini menambah momentum untuk pencapaiannya. Tujuan utama Piagam ini adalah untuk menetapkan pasar

tunggal untuk aliran bebas barang, jasa, investasi dan buruh terampil tahun 2015. Pengesahan Piagam ini juga membuat Negara Anggota dapat meningkatkan proses mentransformasikan ASEAN dari bentuk kerjasama menjadi ASEAN Community yang berlandaskan tiga pilar yakni kerjasama politik-keamanan (politico-security cooperation), kerja-sama ekonomi (economic cooperation) dan kerjasama social dan budaya (socio cultural cooperation).

Sejumlah penyesuaian struktural juga diatur dalam Piagam ini, salah satunya adalah pembentukan Dewan Masyarakat Ekonomi Asia (Asian Economic Community Council). Dewan ini akan mengadakan pertemuan dua kali dalam setahun dengan mandat untuk meningkatkan pembangunan masyarakat ekonomi ASEAN, dewan ini menggantikan pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN. Adapun penyesuaian ini dibuat sebagai mekanisme untuk menjembatani perbedaan dan menjadi pendekatan baru dalam menjalankan bisnis antar negara anggota.

Jika dicermati secara mendalam, SAP yang juga menjadi metodologi sejumlah institusi keuangan internasional dan institusi kerjasama seperti ASEAN dalam menjalankan sejumlah programnya, tidak lebih merupakan mekanisme intervensi yang melanggar prinsip

9PENANDATANGANAN PIAGAM ASEAN

Page 10: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

kedaulatan negara. Bahkan para ilmuwan realis pun beranggapan bahwa syarat negara berdaulat sudah tidak dimiliki saat ini oleh banyak negara terutama negara berkembang. Konsep kedaulatan perspektif ini masih diukur dari aspek territorial negara. Jika dilihat dalam konteks sekarang ini, kesepakatan ASEAN menandai disahkannya perpindahan para pedagang lintas negara. Bukan hanya pedagangnya, prinsip free flow of skilled labour menjadi penanda jelas bahwa perdagangan manusia budak pun mulai lintas negara. Jelas sekali bahwa ini merupakan gejala kolonialisme gaya baru, di mana para pemodal (pedagang) bebas berekpansi pasar ke negara jajahannya. Secara sederhana kondisi demikian adalah cermin dari apa yang dicita-citakan ASEAN Charter sebagai ASEAN Economic Community.

Perspektif kritis yang lebih melihat hubungan asimetris pada politik internasional, memandang ASEAN Charter tidak lebih sebagai bentuk baru penjajahan atau imperialisme gaya baru, di mana para pemodal dalam skala internasional dengan alih-alih akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara lain justru tengah mempraktekkan upaya penghisapan keringat buruh yang lebih murah di negara lain. Motivasi ini selalu dikemas dengan konsep strategi diplomasi yang seolah-oleh akan menguntungkan semua negara dalam tiap negosiasi. Konsep integrasi ekonomi kawasan ASEAN yang dicita-citakan piagam ini secara kritis dapat dibaca sebagai penyatuan para penguasa modal besar yang selalu berambisi

meluaskan imperium korporasinya. Integrasi tersebut sebenarnya adalah penyatuan dan kerjasama kaum pemodal TNC/ MNC yang selalu rakus memperbesar keuntungan bisnisnya. Sehingga nampaknya lebih tepat jika Integrasi tersebut kita baca sebaliknya, yakni “Disintegrasi”. Sebab yang terjadi dalam proses liberalisasi perdagangan internasional adalah justru perpecahan dalam negeri akibat dari ketidakadilan ekonomi. Kemiskinan justru akan makin meningkat akibat akses pendidikan yang makin kurang mengakibatkan jumlah unskilled labour makin tinggi dan sejumlah efek domino yang lain, seperti juga krisis keuangan internasional saat ini.

Presiden RI juga nampak ikut gegap gempita menyambut penandatanganan ini. Padahal sebelumnya pemerintah RI tidak pernah mensosialisasi agenda penandatanganan kesepakatan pen-ting ini. Dikatakan penting karena kesepakatan yang menyangkut sepuluh negara ini akan berdampak amat besar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Presiden SBY jelas sekali melupakan amanat Bapak Bangsa Indonesia seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, terutama pasal 33. Penandatanganan ASEAN Charter yang akan segera diikuti oleh ratifikasi masing-masing negara anggotanya akan membawa masalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Secara inherent, konsep peran negara pun menjadi dipertanyakan? Negara telah kehilangan otoritasnya yang hakiki yakni melindungi kepentingan rakyatnya karena pasar

10

Page 11: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

telah menggantikannya dengan logika keuntungan.

Sehari setelah ASEAN menjadi entitas politik yang sah, enam dari sepuluh negara anggota ASEAN (Brunei, Kamboja, Laos, Singapura, Malaysia dan Indonesia) menandatangani tiga perjanjian tentang barang, jasa dan investasi. Di bawah perjanjian yang mengatur barang, tarif untuk barang yang diperdagangkan akan dikurangi dan ekonomi global, dan para pejabat berharap dengan ikatan ekonomi yang makin dekat dan komitmen regional akan membawa tanda menuju pada pasar perdagangan yang benar dan menolak proteksionisme, meningkatkan ekonomi dan menyediakan sarana menarik untuk investasi asing. Bahkan, masyarakat yang lebih terikat dalam satu kesatuan juga dipandang perlu sebagai sarana penting untuk mempertahankan tingkat kompetisi global dalam menghadapi China dan kelompok kawasan lainnya. Sejumlah menteri pada Pertemuan itu menyetujui untuk menyediakan dana sejumlah US $ 120 milyar untuk membantu krisis ekonomi di kawasan ini. Dana ASEAN ini, seperti halnya International Monetary Fund, akan diberikan sebagai pinjaman bagi negara anggota yang memerlukan.

Pengesahan ASEAN CHARTER secara politis, merupakan langkah awal upaya globalisasi ekonomi di kawasan ASEAN. Konstruksi kesan kesamaan identitas, yakni ASEAN Community pun dilakukan sebagai variable penting untuk mendukung tahap akhir integrasi ekonomi. Langkah ini dihitung mampu

mengikat negara anggotanya untuk sungguh-sunggguh menjalankan “borderless nation” (bangsa tak berbatas) yang menjadi prinsip Piagam tersebut. Ketidakterbatasan territorial ini sudah saatnya direfleksikan secara mendalam sebab kedaulatan territorial suatu bangsa menjadi hilang. Ini belum ditambah dengan konsep kedaulatan yang lebih substansial, bahwa setiap bangsa adalah bebas dan merdeka menentukan nasibnya. Dan yang disebut sebagai bangsa adalah seluruh lapisan masyarakat yang menjadi mayoritas, bukan segelintir penguasa dan sekaligus pengusaha. Melalui pembentukan ASEAN Community, masyarakat (miskin) ASEAN dibawa mimpi yang melambung tinggi, seolah mereka juga memiliki akses dan kesempatan menentukan aturan main dalam sistem ekonomi politik. Dalam kenyataannya, mereka tetaplah objek penderita yang tidak lebih hanya dianggap pekerja atau justru budak sebab boleh dipindahtangankan antarpemilik modal dan antarnegara.

Adapun kesepakatan menye-lenggarakan KTT ASEAN oleh para anggotanya adalah pada tanggal 24 dan 25 Februari 2009. Namun rencana waktu tersebut masih akan dikonsultasikan dengan enam negara mitra ASEAN pada pertemuan ASEAN Plus Tiga (ASEAN Plus Three) dan KTT Asia Timur (East Asia Summit). Keenam negara tersebut adalah Jepang, China, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan India. (Sumber: Bridges Weekly Trade News Digest • Volume 12 • Number 43 • 17th December 2008)

ASE

AN

FT

A

11PENANDATANGANAN PIAGAM ASEAN

Page 12: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

BERITA RINGKAS ASEAN JAdi PrioritAS diPlomASi tAhuN 2009

Setelah Piagam ASEAN resmi berlaku pada akhir tahun 2008, aktivitas diplomasi Indonesia sepanjang tahun 2009 akan diprioritaskan pada persiapan infrastruktur ASEAN. Prioritas lain adalah merespons potensi dampak serius krisis finansial global.

Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dalam Pernyataan Pers Tahunan, Selasa (6/1) di Jakarta, mengatakan, persiapan infrastruktur ASEAN meliputi penyelesaian cetak biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN serta cetak biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN. ”Cetak biru itu disertai rincian kegiatan dan kerangka waktu yang jelas,” kata Hassan. Selain cetak biru, Indonesia juga menargetkan penyelesaian kerangka acuan (term of reference) Badan Hak Asasi Manusia ASEAN pada Juli 2009. ”Sebagai anggota ASEAN terbesar dan tuan rumah Sekretariat ASEAN, Indonesia dituntut untuk memainkan peran penting dalam proses transformasi ASEAN,” ujar Hassan.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN direncanakan akan dilaksanakan pada akhir Februari 2009. KTT ASEAN yang seharusnya dilaksanakan pada Desember 2008 di Chiang Mai, Thailand, batal karena situasi politik dalam negeri negara itu.

Pada KTT ASEAN 2009 akan ditandatangani Chiang Mai Declaration on the Roadmap for an ASEAN Community (CMDRAC) 2009-2015 menggantikan Vientiane Plan of Action. CMDRAC akan menjadikan ASEAN sebagai ”kawasan yang damai, demokratis, terbuka, adil, transparan, toleran, inklusif, harmonis dengan pasar dan basis produksi tunggal, serta berorientasi kepada masyarakat”. (KOMPAS CETAK, Rabu, 7 Januari 2009 | 00:54 WIB)

PuSPANAthAN SuNdrAm, dEPuti SEkJEN BAru ASEAN

Pushpanathan Sundram telah diangkat sebagai Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN (DSG), untuk Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC), yang mulai berlaku pada 1 Januari 2009 dan upacara pengambilan sumpahnya dilakukan pada hari Senin, di Sekretariat ASEAN Jakarta.

Menurut pernyataan resmi, Sundram yang berusia 47 tahun, asal Singapura ini diseleksi oleh tim yang terdiri atas Sekjen ASEAN dan para wakil dari 10 negara anggota. Dewan Koordinasi ASEAN yang beranggotakan para menteri luar negeri ASEAN, menyetujui pengangkatan Sundram untuk jabatan tersebut ketika mereka

12 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 13: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

mengadakan pertemuan untuk pertama kali pada 15 Desember 2008 di Sekretariat ASEAN.

Sebagai deputi, Sundram yang bergabung dengan Sekretariat ASEAN pada 1996 bertugas membantu Sekjen ASEAN merealisasikan AEC pada 2015. Ia akan mengawasi pelaksanaan Cetak biru AEC, menuju terbentuknya Pasar Tunggal dan Basis Produksi. Suatu kawasan ekonomi kompetitif yang sepenuhnya masuk dalam ekonomi global. Ia juga bertugas mengawasi pem-bentukan dan operasi kantor Pengawasan Keuangan dan Makroekonomi, yang disahkan para pemimpin ASEAN, guna memantau perkembangan di kawasan ini dan dukungan “Chiang Mai Initiative Multilateralisation.”

Pria yang memiliki tiga putra ini pernah menduduki beberapa pos senior dan terakhir Direktur Biro Integrasi Ekonomi dan Keuangan di Sekretariat ASEAN. (kpl/bar) (www.kapanlagi.com, Selasa, 13 Januari 2009 21:05)

ASEAN kiAN PENtiNg BAgi ChiNA

Dubes China untuk ASEAN Xue Hanqian menilai peran dan keberadaan ASEAN bagi China kian penting dan strategis sehingga upaya kerjasama dan peningkatan hubungan bilateral kedua belah pihak akan terus ditingkatkan. “ASEAN kian memegang peran penting dan strategis bagi China. Untuk itu China menempatkan ASEAN sebagai salah satu mitra utama saat ini dan masa mendatang,” kata Dubes Hanqian dalam perbincangan dengan ANTARA, di Beijing, Kamis [15/01].

Dalam pandangannya, ASEAN adalah suatu kawasan yang sangat potensial sehingga upaya peningkatan kerjasama dengan seluruh negara anggota sangat penting dan mendesak dilakukan. Salah satu penilaian penting ASEAN bagi China, adalah untuk pertama kali China mengangkat seorang dubes untuk ASEAN sehingga hal itu bisa lebih fokus untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral berbagai bidang antara kedua belah pihak.

13PENANDATANGANAN PIAGAM ASEAN

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 14: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Ia mengatakan, dirinya dalam waktu dekat segera akan mengunjungi negara-negara anggota ASEAN. “Saya dalam waktu dekat akan segera mengunjungi negara-negara ASEAN. Sebelum menjadi dubes sejumlah negara di ASEAN telah saya kunjungi, termasuk di antaranya Jakarta,” kata Hanqian. Sekalipun dirinya menjadi dubes China untuk ASEAN, katanya, dirinya untuk saat ini tetap bertugas di Beijing dan tidak bertugas di Kantor Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Pemerintah China pada akhir 2008 menunjuk Xue Hanqin sebagai dutabesar pertamanya bagi ASEAN dalam upaya meningkatkan dan mempererat hubungan bilateral ASEAN-China.

China adalah negara keenam dari sejumlah mitra dialog ASEAN, yang menunjuk duta besar khusus untuk ASEAN, setelah Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Korea Selatan. Total perdagangan China dengan negara-negara anggota ASEAN dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang sangat mencolok dan bahkan akan terus meningkat terkait dengan adanya Kawasan Perdagangan Bebas China-ASEAN (CAFTA).

Total perdagangan China-ASEAN tahun 2004 mencapai 105,88 miliar dolar AS dan tahun 2007 sudah mencapai 202,5 miliar dolar AS, atau mengalami pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 23,8 persen. Total nilai perdagangan selama 2007 tersebut ternyata mampu mencapai target yang telah ditetapkan para pemimpin China-ASEAN yang hanya mencapai 200 miliar dolar AS. Bagi China, ASEAN juga menjadi pasar ekonomi besar tersendiri karena total volume perdagangan dengan kawasan itu sebesar 10 persen dari total impor

dan ekspor China, di samping ASEAN menjadi mitra dagang terbesar keempat bagi China.

Dalam semester pertama 2008, volume perdagangan bilateral China-ASEAN mencapai 115,79 miliar dolar AS, naik 25 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan volume perdagangan sebesar itu lebih besar dibanding pertumbuhan perdagangan China-Amerika Serikat yang 12,6 persen dan pertumbuhan perdagangan China-Jepang sebesar 17,9 persen.

14 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 15: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Diperkirakan ASEAN akan menjadi mitra dagang terbesar ketiga menggantikan Jepang bagi China pada 2010, setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sementara di bidang investasi jumlah proyek dari negara-negara ASEAN yang menanamkan modalnya di China hingga akhir 2007 mencapai 30.0963 proyek dengan nilai investasi sebesar 103,7 miliar dolar AS. Sebaliknya jumlah perusahaan China yang menanamkan modalnya di ASEAN total nilainya mencapai 3,95 miliar dolar AS dan jumlah itu dipastikan akan terus meningkat. (http://beritasore.com, 15 Januari 2009 | 17:13 WIB)

Uni Eropa mengharapkan tanggapan pasti dari ASEAN untuk FTA

European Union ( Uni Eropa–UE) mengharapkan tanggapan pasti dari negara-negara anggota ASEAN atas tawaran pembentukan EU-ASEAN Free Trade Agreement (FTA) pada pertemuan yang akan dilangsungkan di Malaysia bulan Maret mendatang. Nampaknya upaya segera meliberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN juga dipicu kerjasama regional yang lain, yakni UE. Setelah usai penandatanganan ASEAN Charter 15 Desember 2008 di Jakarta, UE tidak sabar untuk secepatnya melakukan perjanjian perdagangan bebas antara dua kawasan. Krisis keuangan global lagi-lagi menjadi alasan logis untuk melancarkan system ekonomi politik yang dibangun di atas prinsip kapitalisme. Logika meraup keuntungan semaksimal mungkin pun harus dilakukan dengan makin banyak patner dagang. Ajakan UE pada ASEAN untuk segera membuat keputusan pasti untuk menyetujui agenda FTA terbaca jelas bahwa logika pasar bebas akan terus berusaha untuk mencari pasar untuk produk mereka yang bisa jadi overload di negara produsennya. Metode kerjasama pun selalu dipilih para pemodal untuk menutupi semangat menjajah buruh di negara lain dan mengeruk keuntungan semaksimal mungkin dari negara lain.

“Kita seharusnya mencoba mencapai kesepakatan ini di tengah resesi keuangan internasional. Kuala Lumpur akan menjadi tuan rumah putaran selanjutnya di bulan Maret. Kita mengharapkan negara ASEAN akan memberi respon yang pasti atas tawaran Uni Eropa,” kata Vincent Piket, Duta Besar Komisi Eropa (European Commission Ambassador) dan Ketua Delegasi di Malaysia. Piket mengatakan bahwa negara ASEAN telah memberi konfirmasi kepada komisi tentang perjanjian yang sejalan dengan apa yang telah disetujui menteri perdagangan dan ekonomi dalam ASEAN-EU Summit dua tahun yang

15PENANDATANGANAN PIAGAM ASEAN

Page 16: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

lalu. “Dengan makin melambatnya perekonomian ini, ada kebutuhan mendesak untuk segera merumuskan pembicaraan ASEAN-EU FTA (ASEAN-EU Free Trade Agreement)

Duta besar ini mengatakan bahwa negosiasi telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun, namun sampai sekarang belum mencapai titik arah yang harus dituju. “Kami percaya bahwa persetujuan ini akan bermanfaat untuk ASEAN, kami mempunyai data yang menunjukkan bahwa Gross Domestic Product (GDP) untuk ASEAN diharapkan sampai 2,2%”, katanya. Piket menjelaskan bahwa perjanjian yang meliputi liberalisasi barang dan jasa akan menguntungkan Malaysia tidak kurang dari 8,3% pada tahun 2020.

Ia juga menjelaskan bahwa terdapat dua pertimbangan dalam pembicaraan FTA. Pertama, ASEAN bukanlah suatu perserikatan yang biasa. Pada akhirnya nanti, negara anggota harus menandatangani perjanjian individual antara EU dan negara anggota ASEAN tunggal. Pertimbangan selanjutnya, sifat keragaman dan heterogenitas perekonomian ASEAN. “Dalam negosiasi kita harus yakin bahwa kita memberi apa yang kita minta dan apa yang kita setujui untuk diberikan pada suatu negara” lanjutnya.

Seperti telah diketahui bahwa Laos, Myanmar dan Kamboja akan mengikuti kesepakatan (menandatangani) ini kemudian walaupun negara anggota yang lain telah lebih dulu menandatanganinya. Oleh karena itu, FTA akan disepakati dalam dua fase karena beberapa negara anggota siap untuk proses negosiasi sementara negara yang lain belum siap. Namun pendekatannya akan dilakukan di level regional dan kelompok. “Ini tidak akan menjadi kesepakatan bilateral yang terpisah karena tidak mungkin menegosiasi regional FTA dengan negara anggota secara individual” katanya.

Mantan Komisioner Perdagangan UE, Peter Mandelson mengatakan pada bulan Mei tahun lalu bahwa UE memperkenalkan beberapa fleksibilitas dalam kerangka kerja pakta region to region yang akan mempertimbangkan tingkatan berbeda dalam pembangunan di ASEAN. Posisi pentingnya di kawasan Asia Pasifik, dedikasi kerjasamanya untuk perdamaian dan stabilitas regional dan pertumbuhan ekonominya yang baik membuat ASEAN menjadi patner kunci untuk UE. (Sumber: www.bilateral.org)

16 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 17: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

CATATAN

APA itu AFAS, AtigA dAN ACiA?Berapa perjanjian di bawah ini (di dalam frame ASEAN Economic Community) secara singkat mengulas tentang kecermatan para penguasa dan sekaligus pengusaha dalam menjerat setiap detil kebutuhan dan yang menyangkut nasib ratusan juta masyarakat ASEAN yakni sektor pelayanan (services) lewat AFAS, sektor barang (goods) melalui ATIGA dan sektor investasi melalui ACIA. Alibi amat pentingnya integrasi ekonomi pun dibangun sebagai daya pikat meluaskan wilayah kekuasaan pasar bebas. Seluruh detil perjanjian ini saling berkait dan melayani. Bahkan dalam mewujudkan ASEAN Economic Community sejumlah kondisi mensyaratkan kebebasan dagang, investasi hingga buruh terampil. Jumlah populasi yang cukup padat di kawasan ASEAN membuat sektor perdagangan menjadi penyangga perekonomian yang penting, selain pertanian. Tercatat pada tahun 2006, total populasi di kawasan ASEAN adalah sekitar 560 juta dengan total area 4,5 juta peresegi kilometer.

AFAS 7 (Asean Framework Agreement in Services) telah ditandatangani pada akhir 1995. AFAS-7 merupakan kesepakatan untuk meningkatkan liberalisasi di 65 sub bidang jasa-jasa, melalui jadwal yang lebih terarah dalam bidang Integrasi Prioritas Bidang Jasa-jasa.

Kesepakatan ini dimaksudkan untuk meliberalisasikan perdagangan di bidang jasa untuk memfasilitasi perwujudan AFTA dengan penghapusan berbagai hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota. Perjanjian ini dipandang penting karena ASEAN perlu melakukan banyak aktivitas perekonomian lebih banyak lagi di bidang jasa dan investasi. Dan hal tersebut merupakan komponen penting bagi percepatan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) pada 2015. AFAS merupakan bagian dari AFTA. Agenda pembahasan dikelompokkan atas tiga working group sesuai dengan sektor layanan yaitu business, telekomunikasi dan konstruksi.

AFTA pada dasarnya berangkat dari gagasan untuk makin membebaskan aliran perdagangan regional di sector jasa. Secara resmi diberlakukan pada tanggal 15 Desember 1995 oleh ASEAN Economic Ministers (AEM) dalam ASEAN Summit Kelima di Bangkok, Thailand.

17PENANDATANGANAN PIAGAM ASEAN

Page 18: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

AFAS secara substansial bertujuan untuk mengeliminasi restriksi perdagangan di bidang jasa di antara negara-negara ASEAN untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat kompetitif penyedia jasa ASEAN.

ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement) merupakan kumpulan perjanjian regional mengenai perdagangan barang termasuk program pengurangan dan penghapusan tarif dan non-tarif menjelang tahun 2010, dan revisi rules of origin dan implementasi agenda fasilitasi perdagangan, seperti National Single Window. Sebagai salah satu pilar perjanjian dalam membentuk ASEAN Community, ATIGA adalah bagian penting untuk membentuk integrasi pasar (single market) dan dasar produksi yang dicirikan dengan aliran bebas barang. ATIGA menggenapi upaya negara anggota ASEAN dalam membentuk ASEAN Economic Community (AEC). Adapun AEC telah dideklarasikan dan ditandatangani oleh para pemimpin negara anggotanya pada 20 November 2007. ATIGA diyakini mampu memininalkan hambatan dan memperdalam hubungan dan jaringan di antara negara anggota, biaya dagang yang lebih rendah, peningkatan perdagangan, investasi dan efisiensi ekonomi, menciptakan pasar yang lebih luas dengan kesempatan yang lebih besar dan skala bisnis dalam perekonomian yang lebih besar negara anggota dan menciptakan area investasi yang kompetitif.

Peran pengaturan perdagangan regional merupakan katalisator dalam mengakselerasi liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan merupakan bangunan dalam kerangka kerja system perdagangan multilateral.

ACIA (ASEAN Comprehensive Investment adalah perjanjian regional yang mengatur tentang investasi. Sebagai langkah maju dari AIA Agreement (ASEAN Investment Area Agreement) dan ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of Investment yang telah ditandatangani di Philipina 15 Desember 1987, kesepakatan ini kemudian menyetujui beberapa pasal yang mengatur investasi internal negara anggotanya dan dengan pihak luar. Berangkat dari keyakinan bahwa perpindahan (inflow) investasi baru dan reinvestasi akan mempromosikan dan memastikan pembangunan yang dinamis dalam ekonomi ASEAN maka perjanjian ASEAN mengatur kerjasama ekonomi yang intensif lebih lanjut baik internal negara anggota maupun dengan pihak eksternal. Tujuan utama ACIA seperti yang dituangkan dalam pasal 1 perjanjian tersebut adalah untuk menciptakan rezim investasi yang terbuka dan bebas di ASEAN untuk mencapai tujuan akhir integrasi ekonomi di bawah AEC dengan cara liberalisasi progresif dalam rezim investasi. (veronica saraswati)

18 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 19: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Oleh: Veronika Saraswati

A S E A N : Bentuk

Regionalismeatau Perpanjangan

Empire?w

ww

.get

tyim

age

s.com

Page 20: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

ASEAN merupakan suatu rezim kawasan Asia Tenggara yang mendasarkan penyelenggaraan organisasinya pada Deklarasi Bangkok 8 Agustus 1967. Lima negara pendirinya adalah Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand. Bertolak belakang dengan pemikiran realis yang beranggapan bahwa ASEAN adalah semata-mata berangkat dari ide politik keamanan kawasan, analisa kritis menekankan bahwa situasi politik Perang Dingin juga harus diperhitungkan menjadi variabel penting kelahiran organisasi politik kawasan ini. Kecemasan AS bahwa kawasan Asia Tenggara akan dipengaruhi oleh ide sosialisme menjadikan AS amat antusias mengorganisasikan sejumlah negara Asia Tenggara ketika itu. Ditambah lagi, ketakutan akan kemungkinan perluasan pengaruh China yang menerapkan struktur ekonomi politik sosialisme. Maka tidaklah pula mengherankan jika Soeharto memegang peran besar dalam melahirkan ASEAN. Peralihan paksa kekuasaan politik di Indonesia dari Sukarno menuju Soeharto juga menjadi sejarah penting yang berpengaruh untuk melihat bahwa ASEAN tidak lahir sebagai

ASEAN sebagai organisasi perserikatan negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tanggal 27 Februari sampai 1 Maret 2009 akhirnya berhasil menyelenggarakan pertemuan tingkat kepala negara di Hua Hin, Bangkok. Sebelumnya acara ini yang lebih dikenal dengan nama ASEAN Summit sempat tertunda waktu pelaksanaannya karena kekacauan situasi politik di Thailand pada bulan Desember 2008. Summit atau Meeting kepala negara-negara anggota merupakan sidang pengambilan keputusan tertinggi (highest decision-making) dalam struktur ASEAN.

entitas yang bebas dari kepentingan ekonomi politik kapitalisme. Setelah melalui kudeta berdarah tahun 1965, Soeharto, seseorang yang dipercayai AS, berperan aktif menggagas terbentuknya ASEAN. Ia dinilai berhasil menjatuhkan Soekarno, pemimpin Indonesia yang tegas pada prinsip menolak penjajahan pasar AS dan bertekun pada prinsip kemandirian suatu bangsa.

Tentunya perebutan kawasan ini sebenarnya bisa dibaca sebagai upaya perluasan ideologi liberalisme yang dibangun di atas prinsip kapitalisme pasar. Keamanan sebagai isu yang sering disebut sebagai ide awal yang melatarbelakangi pembentukan ASEAN tidak bisa sekedar dibaca sebagai an sich keamanan, yakni keamanan suatu negara secara fisik. Secara lebih dalam, semestinya dianalisa sudut kepentingan keamanan pasar kelompok dominan atas yang didominasi. Jika wilayah ASEAN ’jatuh’ dalam pengaruh Uni Soviet (nama pada saat itu) dan China, maka dapat dipastikan bahwa ideologi kapitalisme pasar AS benar-benar tidak dapat meluas ke kawasan ini. Ketakutan AS akan perluasan pengaruh Soviet dan China di kawasan ini cukup beralasan,

20 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 21: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

sebab ketika itu China meluaskan pengaruh politiknya di Laos, Kamboja dan Vietnam.

Upaya maksimalisasi perolehan keuntungan dari meluasnya pasar sebenarnya dapat dirunut tahun 1648. Perjanjian Westphalia yang dianggap sebagai tonggak kelahiran negara bangsa ( nation state) modern, tidak lebih merupakan usaha pembagian wilayah jajahan negara-negara Eropa. Perjanjian ini secara sederhana dibaca sebagai transformasi politik yang fundamental yang menandai bangkitnya era modern, yakni masa terjadinya pemisahan konsep negara teokrasi di bawah kendali penuh gereja Kristen dan Katolik dengan bentuk yang lebih modern yakni monarki (kerajaan). Ditemukan fakta terselubung bahwa perjanjian itu memuat aturan dan kesepakatan pembagian wilayah jajahan mereka di belahan bumi lain, termasuk Asia. Tentu saja wilayah jajahan ini berarti keuntungan ekonomi yang besar bagi mereka. Termasuk Indonesia juga yang selanjutnya menjadi ’kapling’ pasar mereka yakni untuk Portugis.

Politik identitas sebagai ’satu kawasan’ ASEAN dibangun melalui konsep ideologi hingga taktik yang amat praktis oleh sejumlah komunitas epistemik pasar bebas. Perdagangan regional yang sebenarnya hanyalah memindahkan kolonialisasi justru dianggap sebagai salah satu jalan keluar dari krisis keuangan dunia saat ini. Konstruksi diskursus sebagai satu saudara sebagai bangsa Melayu menjadi cara efektif menutupi kepentingan penjajahan ekonomi di Asia Tenggara.

Meminjam teori Robyn Eckersley, yakni law and politics as mutually constitutive and mutually enmeshed (hukum dan politik bersifat saling menguntungkan dan saling melibatkan satu sama lain),1 dalam menganalisa Piagam ASEAN, maka terlihat jelas bagaimana Piagam tersebut bersifat saling menguntungkan dengan kepentingan korporasi. Adanya Piagam ini yang harus diratifikasi negara anggotanya merupakan landasan yuridis untuk menjalankan praktik ekonomi politik pasar bebas di kawasan Asia Tenggara. Sejumlah prinsip tersebut melegalkan kerja para investor untuk menjalankan korporasinya dalam mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal, dikarenakan cukup besarnya populasi kawasan ini, yakni mencapai lebih dari 600 juta manusia. Realitas ASEAN adalah bukan entitas yang terbentuk secara alamiah, atau tidak sekadar akibat kedekatan geografis. ASEAN dibentuk tidak lepas dari konteks perebutan pengaruh masa Perang Dingin. Sehingga politik identitas ’satu kawasan’ ini pun dikonstruksi untuk membuat negara anggotanya mematuhi rezim ini seolah-olah secara alamiah. Seperti juga yang terjadi pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, Jepang menyebut bangsanya sebagai ’saudara tua’ Indonesia untuk membangun semangat bangsa Indonesia, supaya tidak menyadari tengah dijajah sumber alam dan manusianya.

1 Lihat Robyn Eckersley dalam The Poli-tics of International Law, diedit oleh Christian Reus-Smit, Cambridge University Press, 2004 hal 80-81.

ASE

AN

FT

A

21ASEAN BENTUK REGIONALISME ATAU PERPANJANGAN EMPIRE?

Page 22: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Membaca kritis sejarah kelahiran ASEAN menjadi hal penting untuk memproyeksi dan melihat siapa sesungguhnya yang diuntungkan oleh regionalisme ini. Variabel kepentingan ekonomi politik yang inheren dalam ASEAN makin jelas terlihat dalam cita-cita yang termuat dalam Piagamnya, yakni proyeksi masyarakat ekonomi (ASEAN Economic Community/AEC), masyarakat keamanan (ASEAN Security Community) dan masyarakat sosial budaya (ASEAN Socio-Culture Community).

Di sini, cetak biru AEC adalah yang pertama dilegalisasi. Fakta ini menunjukkan bahwa kawasan ASEAN diproyesikan menjadi kawasan penting untuk perdagangan yang dibangun di atas prinsip fundamentalisme pasar bebas. Sebab beberapa prinsip yang disepakati

adalah “single market” dan “production base”, “highly competitive economic region”, “region of equitable economic development”, dan “region that is fully integrated into global economy”. Paham kebebasan pasar sebagai kredo kaum imperialis untuk meluaskan ekspansinya terlihat jelas jika kita mencermati lima elemen kunci dalam mewujudkan single market tersebut, yakni free flow of goods, free flow of services, free flow of investment, free flow of capital dan free flow of skilled labour. Keyakinan akan kebebasan pasar yang juga harus dipaksakan lewat kawasan membuktikan bahwa ASEAN Summit di Bangkok 2009 hanyalah pertemuan kepentingan korporasi raksasa yang diwakili oleh kepala negara anggotanya demi perluasan mendapat keuntungan dari pasar kawasan Asia Tenggara.

22 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 23: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Kepentingan ekonomi politik tetap menjadi bangunan dasar regionalisasi ASEAN. Menjelang ASEAN Summit berlangsung, tepatnya pada tanggal 26 Februari 2009, Menteri Ekonomi ASEAN mengadakan pertemuan untuk menandatangani ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA), Protocol to Implement the 7th Package of Commitments under ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Protocols on the Accession of Thailand to the ASEAN-Korea Agreement on Trade in Goods dan Agreement on Trade in Services.

Pengesahan sejumlah peraturan ini berarti juga jeratan bagi negara anggotanya untuk menjalankan liberalisasi pasar. Ditambah lagi dengan pengesahan perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Australia dan New Zealand. Paksaan pembukaan pasar bebas kedua pihak ini tentu saja akan merugikan negara-negara berkembang, apalagi rakyat miskinnya. Akses menuju hidup yang layak makin jauh dari jangkauan mengingat banyak konsekuensi yang harus ditanggung rakyat miskin. Pedagang modal kecil, peternak kecil, petani dan kelompok sektoral bermodal kecil tidak akan mampu bersaing dengan korporasi besar

yang dengan leluasa bisa berinvestasi di dalam negeri.

Pertemuan ini lebih tepat disebut sebagai ajang konsolidasi pemodal yang dilindungi oleh perjanjian internasional untuk melancarkan kepentingannya mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari kawasan Asia Tenggara. Aliran modal yang cepat berpindah lintas teritori negara amat merugikan rakyat pekerja. Mereka dipaksa untuk menukarkan tenaga kerjanya dengan upah murah. Kondisi demikian masih ditambah lagi dengan prinsip aliran jasa yang bebas, yang berarti privatisasi di sektor pelayanan jasa, termasuk kesehatan dan pendidikan.

Dapat dipastikan bahwa privatisasi kesehatan dan pendidikan memiskinkan rakyat di negara berkembang dan miskin, termasuk Indonesia. Sektor swasta akan bermain dominan dalam hal kepemilikan saham yang menggantikan negara. Inilah yang disebut Jennifer Sterling-Folker dengan mengutip Vladimir I. Lenin sebagai cara kapitalisme memajukan ’imperialisme’ dalam hubungan internasional sebagai bentuk eksploitasi transnasional.2 Pertumbuhan ekonomi yang ekspansif baik korporasi di Eropa dan AS dan negara maju lainnya dan juga beberapa negara maju di Asia Tenggara dan Asia Timur memerlukan pasar yang lebih luas dan harus ditempuh keluar dari teritori mereka.

2 Lihat Lynne Rienner dalam Making Sense of International Relation Theory, diedit oleh Jennifer Sterling-Folker, Publishers, Boulder London 2006, hal 201.

23ASEAN BENTUK REGIONALISME ATAU PERPANJANGAN EMPIRE?

Page 24: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Bukanlah sekedar regionalisme pula yang harus dibangun. Sudah saatnya untuk tidak melihat konsep teritorial sebagai variabel terpenting, sebab pemilik korporasi dan kaum investor hanya menggunakan batasan territorial sebagai metode meluaskan wilayah kekuasaan mereka. Michael Hardt dan Antonio Negri menyebutnya ‘empire’ mengingat kekuasaan korporat tidak memiliki batasan teritori.3 Perlawanan semestinya didasarkan pada problem mendasarnya, yaitu siapa saja yang dirugikan dari liberalisasi pasar, yang bukan saja ada di belahan Asia Tenggara. Gerakan harus dibangun juga melalui bloc history yakni mengkonstruksi identitas perlawanan masif yang terbuka untuk rakyat miskin seluruh dunia, sebagai counter-hegemony atas kekuasaan pasar. Bangunan solidaritas internasional harus makin dikuatkan untuk menggerakkan kesadaran bahwa liberalisasi pasar yang bersifat transnasional jelas merugikan dan menghancurkan peradaban rakyat miskin. Oleh karenanya, perlawanan rakyat miskin yang menjadi korban pun semestinya makin meluas dan bersifat internasional pula.***

3 Lihat Michael Hardt dan Antonio Negri dalam Empire, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 2000, hal xiv.

Internasionalisasi gerakan Konsep alternatif yang sedang

dibangun oleh sejumlah organisasi rakyat dan NGO yang turut hadir di Bangkok untuk mengadakan serangkaian agenda resistensi terhadap pertemuan tersebut nampaknya masih terjebak pada politik identitas yang dibangun pemerintah dan elit ASEAN. “Alternatif untuk regionalisme” dipilih sebagai konsep yang dinilai tepat sebagai penyeimbang ASEAN Summit. Selain itu, konsep ASEAN people driven juga menjadi gagasan yang disuarakan untuk membuat oposisi diskursus atas ASEAN Summit. Jika memikirkan bagaimana membangun regionalisme yang tidak dikuasai oleh korporat dan investor besar dari negara maju, namun tetap memberi ruang untuk korporasi Asia Tenggara, maka pemikiran ini masih juga terjebak dan bersifat reaktif pada politik identitas yang dibangun kaum elit ASEAN. Sebab yang terjadi tetap hanyalah memindahkan penjajahan ekonomi.

Problem ontologis trans-nasionalisasi pasar ini seharusnya dibaca cermat oleh sejumlah pihak yang mencoba membangun konsep perlawanan.

24 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 25: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

MENELUSURI LANDASAN REGIONALISME ASEAN

ww

w.a

neom

en..w

ordp

ress

.com

Page 26: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Pertemuan ASEAN kali ini agak menarik, seakan memberi gambaran kepada dunia bahwa sistem ekonomi regional yang liberal sudah dimulai di ASEAN. Yang muncul di media seakan sebuah pertunjukan, bahwa inilah saat kekuatan politik ASEAN manapun tak ada lagi yang dapat menghalangi agenda ini. Segenap anggota sepakat untuk melaksanakan agenda yang sudah lama dipersiapkan, yakni liberalisasi ekonomi kawasan yang saling mengikat bagi anggotanya, yang disahkan oleh Piagam ASEAN dan dilaksanakan melalui berbagai kesepakatan kawasan perdagangan bebas (free trade area), termasuk dengan Australia dan New Zealand.

Oleh : POnny AnggOrO

Page 27: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Pertemuan ini dapat dianggap sebagai sebuah test case yang juga sudah diagendakan oleh para “dalang ekonomi” yang punya kepentingan dengan ASEAN sejak tahun 1990an, terutama ketika masa perang harus diakhiri dan daya tarik ekonomi liberal memacu obsesi negara donor untuk mendapatkan keuntungan berlebih. Terjadinya krisis finansial memacu negara donor untuk mendorong negara ASEAN mempercepat agenda liberalisasi ekonomi yang tak terbatas.

Sejak awal dibentuknya di tahun 1967 sampai sekarang ASEAN sudah berulang kali menambah daftar anggota dan dua kali mereguk krisis keuangan. Sebagai sebuah entitas politik, budaya dan ekonomi regional Asia bagian Tenggara, prinsip kebersamaan antar anggota kawasan dirasakan perlu terutama untuk membantu kawasan dalam memecahkan masalah politik dan ekonomi. Seperti pada gambar di bawah ini, pertambahan beberapa negara kawasan, walaupun ada yang termasuk blok komunis, penting untuk mendukung kepentingan kerjasama politik dan ekonomi yang diharapkan tak saling mengganggu bahkan diharapkan mendukung satu sama lain.

ASE

AN

FT

A

27MENELUSURI LANDASAN REGIONALISME ASEAN

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 28: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

28 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Tabel 1: Evolusi Keanggotaan ASEAN

Namun demikian, berdasarkan data di bawah ini, sejak tahun 1990an kedudukan anggota baru yang bergabung seperti Vietnam, Myanmar, Laos dan Cambodia tak terlihat mengalami perubahan yang berarti kecuali ada keterbukaan politik dan ekonomi yang cukup berarti bagi rakyatnya. Negara kawasan ini terkena dampak krisis dan tak mampu saling menolong. Dimulai masa krisis keuangan Asia 1998, ketika negara donor harus mengakhiri masa Perang Dingin dengan Rusia dan kemudian krisis ekonomi Amerika Latin. Sebagai akibatnya melalui program Konsensus Washington,1 liberalisasi harus dilakukan lebih komprehensif dan banyak dana yang disalurkan untuk bailout ekonomi Rusia dan kawasannya serta negara-negara Amerika Latin. Oleh peralihan itu secara ekonomi ASEAN harus mengalami kerugian di sisi makro, seperti kerugian dalam nilai uang, stock market dan aset lain. Seperti terlihat pada tabel di bawah, GDP ASEAN merosot sebesar US$9,2milyar di tahun 1997 dan US$218,2milyar (31,7%) di tahun 1998. Dalam persentase, nominal Dollar AS GDP per capita tahun 1997 saja merosot 42.3% di Indonesia in 1997, 21.2% di Thailand, 19% di Malaysia, dan 12.5% di Filipina2.

1 Lihat Joseph Stiglitz, Konsensus Washington, Arah Menuju Jurang Kemiskinan, diterjemahkan oleh Darmawan Triwibowo, Jakarta, INFID 2002, bandingkan dengan John Wiliamson (penggagas The Washington Consensus) The Washington Consensus as Policy Prescription for Development, Practitione of Development, The World Bank, 13 Januari 2004. 2 http://www.adb.org/Documents/Books/Key_Indicators/2001/rt11_ki2001.xls

Page 29: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Sumber: Cheetham, R. 1998. Asia Crisis. Paper dipresentasikan di, U.S.-ASEAN-Japan policy Dialogue. School of Advanced International Studies of Johns Hopkins University,

7-9 Juni, Washingtion, D.C.

29MENELUSURI LANDASAN REGIONALISME ASEAN

Mata Uang

Pertukaran Uang (per US$1) Perubahan

Juni 1997 Juli 1998

Thai baht 24.5 41 -40.20%

Indonesia rupiah 2,380 14,150 -83.20%

Filipina peso 26.3 42 -37.40%

Malaysia ringgit 2.5 4.1 -39.00%

Negara

GNP (US$1 milyar) Perubahan

Juni 1997 Juli 1998

Thailand 170 102 -40.00%

Indonesia 205 34 -83.40%

Filipina 75 47 -37.30%

Malaysia 90 55 -38.90%

Untuk mengatasi kerugian lebih besar maka regionalisme ekonomi ASEAN kemudian menjadi pembicaraan para ahli ekonomi, pelaku dan lembaga ekonomi internasional terutama sejak pertemuan AFTA (ASEAN Free Trade Area) 1992. Dalam pertemuan itu digagas inisiatif ASEAN dan integrasi pasar ASEAN yang akan direncanakan dapat berlangsung sekitar tahun 2010, pada saat dibukanya era perdagangan bebas. Hal itu dipersiapkan dengan penyusunan agenda pertemuan lanjutan untuk membahas perencanaan dan pelaksanaannya.

Dalam agenda itu akan disusun upaya regulasi investasi dan perdagangan termasuk FDI, peningkatan nilai tambah, integrasi rantai produksi hingga rincian pembentukan komunitas ekonomi ASEAN, pelaksanaan integrasi ekonomi ASEAN dengan pasar tunggal ASEAN 2015 dan visi ASEAN 2020 yang sudah membentuk masyarakat ASEAN yang terintegrasi.

Page 30: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Berbagai upaya dilakukan dengan prioritas pertama, upaya pengurangan tarif dan debirokratisasi perpajakan/pungutan, dikenal dengan istilah ASEAN single window. Kedua, liberalisasi perdagangan barang dan jasa yang besarannya masing-masing ditentukan oleh perkembangan perdagangannya di masing-masing negara. Ketiga, kerjasama perdagangan, investasi sampai ke pertukaran uang.

Adanya pergantian sistem dan gaya politik, seperti di Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand dan Vietnam kearah sistem dan gaya politik demokratis, lebih bersifat terbuka dan ramah, yang mencoba menghilangkan konflik, dan yang terlihat ideal yang mungkin sangat diharapkan masyarakat, adalah hal yang mewarnai dinamika ekonomi kawasan ASEAN.

Di Indonesia, kekuasaan Orde Baru yang begitu lama runtuh oleh ’kekuatan reformasi’. Demikan pula di Malaysia, pengaruh Mahathir secara perlahan dicoba dihapus oleh para calon/penggantinya. Di Vietnam, rezim komunis mencoba untuk membuka diri terhadap rakyat. Di Thailand, gaya kekuasaan Thaksin, lepas dari kontroversinya, adalah sebuah gaya populis non militer yang selama ini diimpikan rakyatnya. Hun Sen di Kamboja pun menjadi lebih ramah.

Dari kawasan ini, hanya Myanmar dan Singapore yang menjadi sebuah pengecualian. Di Myanmar, rezimnya tak mampu lepas dari pengaruh perebutan negara donor Barat dan Cina. Sedangkan di Singapore, tanpa protes rakyat Indonesia, ia tak akan bergeser dari pengaruh kakek Lee Kuan Yew yang ingin terus berpengaruh dan mereguk keuntungan dari Indonesia. Tidak heran jika sekarang ini Goh Chok Tong dan Lee Hsien Loong berulangkali membujuk Indonesia untuk mengurangi kemarahan terhadap Singapore.

Dalam perkembangannya, pergerakan ekonomi di kawasan tak menimbulkan peningkatan yang berarti bagi negara anggotanya. Melihat daftar kemiskinan 2006 seperti di bawah saja, tingkat pekerja miskin yang mendapatkan baik di bawah US$1/hari atau US$2/hari masih tinggi. Penurunannya selama sepuluh tahun dari tahun 1996 ke tahun 2006 tak pula berarti, karena selisihnya hanya 8%.

30 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

...tidak adanya upaya untuk membangun kesetaraan dalam hubungan ekonomi dan politik menjadi hambatan untuk membangun suatu organisasi ekonomi kawasan yang ideal.

Page 31: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Tabel 2: Indikator Pekerja Miskin 1996-2006

Dengan melihat lebih jauh, tabel distribusi tenaga kerja di bawah ini menunjukkan bahwa pada 1995-2005, perpindahan konsentrasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke Industri dan Jasa tertinggi berada di Kamboja dan Vietnam. Menurut laporan ILO (2007) ini, pada 1995-2000, terutama dipicu krisis keuangan Asia 1998 dan pergantian sistem politik, tingkat pengangguran di kota di Indonesia lebih tinggi daripada pengangguran di desa. Akibatnya, kenaikan jumlah penduduk kota mencapai 92 persen sementara jumlah penduduk desa menurun 8 persen.

Tabel 3: Distribusi Tenaga Kerja ASEAN 1995 & 2005 (%)

31MENELUSURI LANDASAN REGIONALISME ASEAN

Page 32: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

S e c a r a ekonomi, sejak krisis keuangan 1998 teratasi dan terjadinya r e f o r m a s i politik dan ekonomi awal tahun 2000an kawasan ini tak mengalami pertumbuhan

yang berarti, kecuali Singapore dan negara-negara donor. Dari data itu tampak betapa ketimpangan di ASEAN sejak masa pembentukannya sampai sekarang tak mengalami perubahan berarti. Sesudahnya sampai krisis 2008, tetap tak ada pertumbuhan yang menyenangkan. Posisi terkuat masih diduduki oleh Singapore.

Menurut data yang berhasil dikumpulkan dari berbagai sumber, kedudukan Indonesia dan negara di luar Singapore dan Malaysia tak pernah beranjak dari posisi ketiga ke bawah di ASEAN dan nomor puluhan di dunia, baik dalam hal persaingan usaha, pencarian kesempatan kerja, persaingan global dalam komoditi, teknik bisnis, apalagi teknologi dan penguasaan sumber daya.

Sementara singapore menitikberatkan perdagangan jasa, berperan sebagai penghubung negara sumberdaya alam seperti Indonesia dengan negara konsumen seperti Jepang dan Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta sebagai negara dengan aktivitas ekonomi finansial yang sangat menggantungkan dirinya dengan aliran dana langsung (FDI) maupun tak langsung dalam kegiatan pasar uang dan modal serta perbankan dan konsultansi. Kedudukan Singapore menjadi cukup rentan, sebuah pelajaran bagi negara tersebut dan bagi negara anggota kawasan yng semula sangat tergantung pada kiprah jasa Singapore, selain Jepang dan Amerika Serikat dan Uni Eropa.

32 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 33: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Tabel di bawah menunjukkan ketimpangan yang sedemikian antara Singapore dengan anggota ASEAN lainnya, bahkan Malaysia sekalipun. Kemerosotan ekonomi Singapore sejak krisis 2008 tak menempatkan Singapore dalam kedudukan yang sangat merosot.

Tabel 4: Perbandingan Ekonomi antarnegara ASEAN 2007-2008

Sumber : World Economic Forum 2007

Gambaran di atas memperlihatkan bahwa ASEAN hingga saat ini masih bergelut dengan dinamika ekonomi politik yang sangat berat. Sejarah pembentukan organisasi ini yang tidak terlepas dari pertarungan blok ideologi dan politik dunia dimasa lalu, merupakan hal yang tidak dapat dihilangkan pengaruhnya begitu saja. Selain adanya dominasi suatu negara terhadap negara lainnya dan tidak adanya upaya untuk membangun kesetaraan dalam hubungan ekonomi dan politik menjadi hambatan untuk membangun suatu organisasi ekonomi kawasan yang ideal.

33MENELUSURI LANDASAN REGIONALISME ASEAN

Page 34: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Melihat situasi ASEAN, ada beberapa dugaan yang dapat diamati. Pertama, mengenai konsepsi regionalisme ekonomi ASEAN. Benarkah ia sebuah kekuatan? Atau justru sebuah kelemahan? Jika sebuah kekuatan mengapa tidak juga dibuka keran-keran ekonomi yang adil sejak awal? Jika sebuah kelemahan, mengapa tak satu negarapun menolak? Kedua, mengenai potensi Indonesia sebagai negara anggota ASEAN. Apakah Indonesia memang sudah siap menuju regionalisme ekonomi ASEAN? Jika ya, mengapa tak banyak publikasi dan persiapan pemerintah? Jika tidak, agenda apa yang sudah

dilakukan pemerintah? Mari kita telusuri.

Regionalisme asean:strategi integrasi Pemodal Besar

Oleh : Ponny Anggoro

Page 35: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Penciptaan Blok Ekonomi Baru Regionalisme ekonomi merupakan upaya yang mulai diagendakan

untuk membentuk masyarakat kawasan yang bekerja sama membentuk satu kesatuan ekonomi yang saling mengikat. Dr. Akrasanee mendefinisikan regionalisme ekonomi sebagai sebuah kecenderungan bagi sebuah kelompok ekonomi dalam menentukan lokasi geografisnya untuk menentukan integrasi ekonomi.3 Pelaksanaannya dapat ditengarai dari bentuk dan pertumbuhan kerjasama yang diinginkan dan dilakukan diantara mereka. Bagi Akrasane, pada hakekatnya pembentukan sebuah perkawanan ekonomi regional adalah pembentukan blok ekonomi.

Dalam pembentukan inipun menurut data yang terpublikasi, ada anggota blok yang berkedudukan dominan, baik secara ekonomi maupun politik dan sebagai akibatnya negara yang lemah akan terus berada di bawah tekanan negara yang dominan selama tidak terjadi perbaikan mekanisme perdagangan internasional yang lebih adil. Apakah tendensi ini efektif? Mari kita lihat lebih jauh.

ASEAN sejak awal memang seperti diarahkan ke pembangunan jalinan persahabatan negara-negara yang saling bertetangga se-Asia Tenggara. Semangat ini dilakukan berdasarkan kepentingan bersama menghadapi komunisme yang pada waktu itu dianggap ancaman mengerikan, dan kepentingan akan kerjasama ekonomi membangun negara untuk mengurangi kemiskinan. Untuk itu pertemuan dan upaya kunjungan dengan tema-tema pembangunan ekonomi dan budaya selalu diselenggarakan secara bergantian di antara lima anggota pertama ASEAN (Malaysia, Singapore, Indonesia, Thailand dan Filipina).

Sejak dibentuknya, setiap tahun dilakukan pengukuran tingkat perkembangan ASEAN baik dalam perhitungan statistik maupun laporan-laporan narasi yang dilakukan oleh masing-masing negara dibantu negara-negara donor baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB). Mengapa demikian? Antara lain karena, pada hakekatnya sebuah gerak ekonomi suatu blok ekonomi atau negara yang membutuhkan ekspansi ekonomi akan membutuhkan hubungan ekonomi lintas Negara, dan dalam struktur yang timpang menimbulkan saling ketergantungan.

3 Dr Narongchai Akrasanee, formerly the Minister of Commerce and Senator of Thailand, was also the member of APEC Eminent Persons Group and APEC Business Advisory Council. He is currently Director of Thailand Development Research Institute, Mekong Institute, an Honorary Advisor to the Fiscal Policy Research Institute, and Vice Chairman of the Executive Board of Industrial Finance Corporation of Thailand (IFCT). His statement above was made at the 2003 Panglaykim Memorial Lecture in 17 December 2004 at CSIS, Jakarta.

35REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Page 36: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Teori ini sudah banyak dikemukan dan dibuktikan keberadaannya. Sederet teori yang pernah dikemukakan oleh Holsti, Papp, Paul Baran, Stiglitz, Dudley Seers, seperti yang dihimpun oleh Syamsul Hadi4, menunjukkan bahwa yang tampak dalam perdagangan internasional adalah rangkaian berbagai teori dalam berbagai fenomena bentuk perdagangannya, juga tentu saja perkembangan perindustriannya.

Rationale integrasi masyarakat ASEAN memikirkan dan mengatur bahwa ASEAN harus membuat wadah yang mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakatnya di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dalam kegiatan inipun Negara-negara donor dan organisasi ekonomi internasionalnya, terutama Jepang sangat mendukung aktivitas ini.5

Maka dibuatlah konsep Komunitas Ekonomi ASEAN, yang intinya adalah: 1) Membentuk pasar dan basis produksi tunggal. 2) Membentuk ekonomi kawasan yang sangat kompetitif, 3) Menciptakan kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, 4) Menciptakan suatu kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global, 5) Menciptakan pasar dan basis produksi tunggal dan ekonomi kawasan yang sangat kompetitif. Sebuah kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata dan terintegrasi penuh dengan ekonomi global.

4 Syamsul Hadi, dalam penelitian mengenai IJEPA (belum dipublikasikan), bekerjasama dengan Institute for Global Justice, 2008.5 Lihat Masahiro Kawaii, East Asian Economic Regionalism Progress and Challenges, http://www.worldscibooks.com/economics/etextbook/6090/6090_chap01.pdf., Dalam tulisan ini Kawai antara lain mengulas mengenai peran Jepang, bantuan beberapa lembaga termasuk bantuan keuangan Miyazawa Initiative sebesar $79 mil-liar AS dalam mengupayakan regionalisme Asia Timur termasuk mekanisme dan hu-bungannya dengan perdagangan bebas Jepang dengan ASEAN. Jepang dan organisasi donornya melalui Asian Development Bank, ODA, ASEAN Trust Fund, atau JICA merupakan donor yang aktif mengikuti dan membantu aktifitas pertemuan ASEAN. Penguatan kawasan ASEAN ini bagi Jepang sangat berarti karena akan mudah baginya melakukan aktifitas ekonomi bagi dana-dana warga maupun pemerintah Jepang teru-tama setelah selama 10 tahun Jepang mengalami penurunan ekonomi secara drastis terutama oleh kemunculan pesaing Asia lainnya, Cina, India dan ASEAN sendiri dan komoditas perdagangan pangan AS. Oleh karena itu tdaklah heran jika di Indonesia misalnya, pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Ekonomi Indonesia-Jepang dilaksanakan tak lama setelah proses pembuatan dan pensahan Undang-undang Penanaman Modal yang berinti liberalisme ekonomi dan penetapan Batam, Bintan dan Karimun sebagai wilayah pelabuhan ekonomi bebas dan single window ASEAN disahkan. Berbeda den-gan pemerintahan Uni Eropa dan Amerika Serikat yang dipersyaratkan transparan oleh rakyatnya, proses persiapan dan pensahan dengan sistem tertutup, sering melakukan intervensi dalam proses perencanaan dn pengambilan keputusan, bantuan ekonomi untuk negara-negara ASEAN melalui ADB dan JICA, merupakan gaya pergerakan politik dan ekonomi Jepang yang mudah diasosiasikan sebagai upaya Jepang untuk menghasilkan keuntungan besar di kawasan ASEAN.

36 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 37: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Tabel 5: Pola Kebijakan Luar Negeri dan Strategi Kebijakan Industri Nasional

Tabel 6: Pedagangan Bebas, Model Ketergantungan Pembangunan dan Otonomi Negara

37REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Daniel S. Papp (1997)Foreign policy is a series of action of the state aimed to gain certain goals in order to reach certain targets in her external relationships.

K. J. Holsti (1992)Foreign pilicy chould involve ideas and action planned by decisions makers to resolve problem and/or persuade changes to other countries policy orientation, behaviour and action as well as parti non-state actors (for example terrorist) in international politic and economy.

Susan Strange (2000)To increase power is not to expand the territories, but to gain more value added economy in the teritory in order to compete for more wealth.

Robert Wade (1990)One of the keys for the success of national development is the availability of well planned, comprehensive and well implemented industrial policy.

Chalmers Johnson (1992) The Japanese model of development is “the capitalist development state”

Susan Strange (2005) The important of state capacity to negotiate with the MNC and foreign investors

Joseph E. Stiglitz (2006) Unequal relationship and injustice toward developing countries have become inherent character of international trade in the ara globalization

Paul Baran Dialectical relationship between foreign capital and local social forces does not always result in creating successful capitalist mode of production in the developing world

Dudley Seers (1981) Economic dependency does not automaticaly close the space four countries to increase their economic progress and peoples prosperity

Page 38: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Melanggengkan KetergantunganBeberapa gejala penting yang jarang dibicarakan adalah,

pertama, bahwa kemampuan kolektif ASEAN tidak identik dengan jumlah kemampuan negara-negara yang menjadi anggota ASEAN. Oleh sebab itu, berbagai sasaran di atas, pasar dan basis produksi tunggal ataupun tingkat daya saing ASEAN, kerapkali dilihat hanya dari segi ASEAN secara makro, tidak dari ekonomi nasional; kedua, bahwa kebijakan ekonomi tetap menjadi privilege pemerintahan nasional. Istilah pembangunan ekonomi yang merata seperti tersebut di atas lebih sering ditafsirkan sebagai pemerataan intra-ASEAN, bukan pemerataan ekonomi dalam lingkup nasional. Pemerataan dalam konteks yang disebut belakangan ini hampir tidak menjadi prioritas di seluruh negara anggota ASEAN.

Tabel 7. Capitalism Model and Japanese International Strategy

Sumber : Syamsul Hadi, PhD.

Kent Galder (1983) Caines Japanese capitalist model as strategic capitalism, a combined system that justaxpose public and private space that permanently driven by market oriented interests of the private sectors, but with state that has a long term vision and particularly active to strengthen public spirit

Wendy Dobson (1993) Goverment policies play crucial role to ecnourage Japanese comparies to invest and relocated their industries in Southeast Asia

Akibatnya, hubungan antara negara-negara kaya yang menjadi partner ASEAN, intra-ASEAN sendiri, dan kedudukan negara nasional yang menjadi anggotanya menjadi semacam stratified colonial relations. Artinya, bagi negara yang tidak memiliki bangunan ekonomi nasional yang kuat, semakin besar keikutsertaannya dalam regionalisme, baik dalam konteks intra-ASEAN maupun ASEAN dengan negara/kawasan lain, justru akan semakin kecil kemungkinan baginya untuk memenuhi kepentingan sebagian besar dari warganegaranya. Sistem politik

38 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 39: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

yang birokratik dan ekonomi yang liberal, kurang memperhatikan kepentingan kaum miskin, sehingga akan berbalik menghambat tujuan-tujuan itu.

Oleh adanya model dan metode pengukuran yang menggunakan prinsip liberalisasi, di era 1980-1990an ASEAN menampakkan kekuatan ekonominya dan disebut sebagai salah satu kelompok macan Asia selain Jepang, Cina, India, Korea dan Taiwan. Namun sesungguhnya yang terjadi adalah pengembangan sistem perdagangan pusat dan pinggiran seperti yang digambarkan oleh Andre Gunder Frank, Cardoso, Theotoneo dos Santos, dll.

Dalam sistem ini negara lemah akan dikendalikan dan tergantung pada aktivitas ekonomi para pelaku pasar global yang nota bene para pemegang modal besar dan negara maju. Mereka ini telah sukses melakukan ekspansi bisnis, membentuk kartel perdagangan, menekan dan mengendalikan para pengambil keputusan dalam aktivitas ekonomi sehingga menimbulkan ketergantungan di mana-mana. Negara yang diduduki tidak dapat tumbuh dengan sempurna dan mandiri di pasar yang sudah dikuasai kelompok ini.

39REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Page 40: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

40 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Dalam skema di atas, tampak pelaku internasional menguasai mekanisme ekonomi dunia dan Indonesia. Kerentanannya tak juga beranjak ke tangga yang lebih baik secara signifikan. Sebagai akibatnya rakyat menjadi penderita yang tak pernah diajak untuk beranjak ke kehidupan lebih baik dan mandiri.

Posisi negara donor diperkuat aturan-aturan perdagangan dunia yang harus disepakati oleh anggota, yang celakanya termasuk negara-negara rentan ekonomi di ASEAN, seperti Indonesia, di dalam organisasi perdagangan dunia seperti WTO (organisasi perdagangan dunia yang sebenarnya dibentuk untuk mengatur tata ekonomi pertanian untuk kepentingan pasar pertanian AS dan partnernya).

Maka ditariklah negara-negara ASEAN untuk ikut tunduk dan menyepakati aturan-aturan yang ada di WTO, NAMA (non Agricultural Market Access, organisasi untuk pasar bagi perdagangan, bagian WTO) dan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade, bagian tanggungjawab WTO untuk pajak dan perdagangan yang khusus bekerja dalam pengaturan, kesepakatan dan pengorganisasian pajak-pajak perdagangan barang),6 selain mengikuti aturan asistensi Bank Dunia, IMF dan ADB yang membantu penyusunan konsep legalitas dan regulasi liberalisasi perdagangan dan investasi masing-masing Negara. Konsep antar Negara satu sama lainnya sangat mirip.

Dalam model tersebut dianjurkan adanya harmonisasi dan saling mengenal (mutual recognition) atas standar dan regulasi (misalnya mengenai produksi, standar kesehatan, ekspor-impor produk, perselisihan perdagangan, dll.). Jika pelaksanaan dan peraturannya berbeda dengan yang termuat di WTO, NAMA dan GATT misalnya, maka anggota negara kawasan yang melakukannya akan diperiksa oleh badan pemeriksaan WTO (disebut Dispute Settlement Body & Appelete Body) dan dapat dikenai sanksi hukum dengan membayar denda.

Melihat perkembangan ekonomi dan sistem pengaturan kawasan ASEAN, dapat dipastikan bahwa terjadi ketergantungan besar ekonomi kawasan pada peran negara donor.

6 Lihat http:www.wto.org

minimnya Intra-trade ASEAN, dan sistem perekonomian yang tidak komplementer, menyebabkan ketergantungan ekonomi sesama negara ASEAN tidak besar dan tidak saling mendukung.

Page 41: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Namun di lain pihak, para anggota ASEAN, oleh karena ketergantungan dan kelemahan politiknya, terus melakukan peningkatan kerjasama ekonomi di antara mereka. Ditambah strategi perekonomian agresif dari negara-negara yang lebih matang, tak pelak ASEAN banyak dibantu oleh negara-negara Asia Timur seperti Cina, Korea, Taiwan dan Jepang.

Rentang Kendali Modal

Dalam kurun waktu sepuluh tahun sejak 1980an maka posisi ASEAN ditambah Cina dan Jepang terus mengalami peningkatan dalam pere-konomian. Dalam ekspor dunia misalnya, posisi ASEAN dan Asia Timur di tahun 2004 mencapai sekitar 25%. Sedangkan di tingkat regional sendiri, posisinya menjadi 32%, terutama dalam ekspor barang-barang setengah jadi seperti elektronik, kendaraan bermotor, dll.

Melihat hal ini ada gambaran seolah ASEAN dan negara-negara Asia Timur terus meningkatkan kerjasama ekonominya. Melihat perkembangan ini Dr. Akrasanee meminta perhatian dengan menyatakan bahwa posisi struktur perdagangan internasional ASEAN lebih mendasarkan diri pada kemajuan komparatif yang menekankan pada perbandingan pekerjaan daripada pada pembedaan produksi. Lebih dari 50% produk final akhirnya

41REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Page 42: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dikerjakan oleh negara lain, yang nota bene negara yang lebih maju.

Masalah lainnya, bentuk kerjasama di dalam ASEAN yang kooperatif masih lebih berada di tangan investor negara yang lebih mapan seperti Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Malaysia, dll. Produksi Toyota untuk PT Astra Internasional di Indonesia misalnya lebih banyak ditentukan oleh para direktur Toyota Jepang daripada oleh perkembangan perakitannya, apalagi potensi teknologi dan ketenagakerjaan di Indonesia.

Selain itu bentuk kerjasama yang dinamakan kooperatif juga masih perlu dipertanyakan, yakni antara lain, apakah kerjasama itu di antara partner yang seimbang atau seperti anak buah dan komandannya? Kerjasama antara investor Malaysia yang mempunyai investasi kelapa sawit di Indonesia tak tampak berdasarkan kerjasama yang setara. Investor Malaysia lebih menekankan keuntungannya dan keuntungan Malaysia daripada keuntungan Indonesia. Baginya, Indonesia hanya dipakai sebagai lahan bagi penanaman dan pembuangan limbah dalam produksi kelapa sawit menjadi minyak mentah sawit (CPO), serta membayar buruh dengan murah, kemudian mengoperasikan pengolahan yang lebih baik, bersih, juga mengangkat manajer dan potensi Malaysia lainnya, di Malaysia, daripada sebaliknya.

Masih ditambah dengan standar perdagangan yang diterapkan berbeda tanpa kualifikasi yang adil bagi negara anggota ASEAN lainnya. Standar pekerjaan di Singapore melarang atau mendiskriminasi pekerja Indonesia yang tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan berdasarkan standar Singapore untuk bekerja di Singapore, walaupun sebenarnya keahliannya dapat saja setara. Banyak kendala umum dijumpai di negara kawasan yang ber-GNP lebih rendah seperti Indonesia, Kamboja dan Vietnam, bahkan Thailand dan Filipina, dibandingkan negara tetangganya yang ber-GNP lebh tinggi seperti Singapore.

Pada hakekatnya, yang terjadi antara lain:

Pertama, minimnya Intra-trade ASEAN, dan sistem perekonomian yang tidak komplementer, menyebabkan ketergantungan ekonomi sesama negara ASEAN tidak besar dan tidak saling mendukung. Sebaliknya yang terjadi adalah persaingan di antara anggota ASEAN terutama di luar ASEAN.

42 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 43: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Dalam perdagangan kelapa sawit, terjadi persaingan antara Malaysia dan Indonesia sebagai produsen. Investor Malaysia yang mengoperasikan kelapa sawit di Indonesia, melakukan penekanan harga dan ketenagakerjaan serta permintaan kemudahan fasilitas lain di Indonesia.

Akibatnya integrasi ekonomi pun hampir tak ada, kecuali yang dikendalikan oleh investor besar di luar kawasan. Itupun tidak seimbang, karena investor lebih dominan menentukan aturannya dibanding negara kawasan yang sebagian besar masih ber GNP per kapita di bawah US$3,000/setahun. Dalam indeks kompetisi global 2007-2008 dan investasi ASEAN 2006, tampak variasi kedudukan negara anggota ASEAN masih sulit diseimbangkan sekalipun secara relatif.

Tabel 8. Masalah Utama Investasi di Asean Tahun 2006

Kedua, kesenjangan tarif impor. Sampai tahun 2007 tarif impor di Singapura 0%, sedangkan Vietnam 17%, namun Singapore diuntungkan oleh perannya sebagai pembeli bahan jadi dan setengah jadi atau barang hasil investasinya sendiri, sehingga tarif 0% justru menguntungkannya. Kedudukan Singapore sebagai pengendali dan operator harga dunia dari sumberdaya dan dana-dana ASEAN terutama Indonesia justru menempatkan Singapore sebagai negara termaju tanpa membiayainya dengan pajak bea masuk barang modal. Sementara Vietnam sebagai negara ber-GNP rendah harus berkutat untuk mencapai target ekonomi dengan sumberdaya dari negerinya sendiri dan baru bangkit dari sistem ekonomi komunisme yang tidak berkembang di pasar dunia.

43REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Page 44: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

44 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Ketiga, iklim bisnis. Iklim dan penanganan bisnis tiap negara sangat bervariasi. Di Singapore, untuk mulai melakukan bisnis mulai pemesanan/permintaan, distribusi hingga pemakaian produk berlangsung sekitar 6 hari kerja, sementara Indonesia 97 hari dan Laos 163 hari. Keempat, kesenjangan GNP per kapita yang tinggi di antara anggota. Myanmar US$ 208, Indonesia US$1,640, Brunei Darussalam US$ 30,214 (2007). Sementara negara yang lebih maju sama sekali tidak memberikan bantuan berarti untuk mengurangi kesenjangan ini. Kelima, kebijakan antara negara ASEAN yang justru saling merugikan di antara anggota. Kasus impor pasir, pencucian uang, pengendalian patokan harga barang jasa internasional barang jasa oleh Singapore justru telah banyak merugikan Indonesia dan negara anggota ASEAN lain.

Secara politik konsep regionalisme ekonomi ASEAN tak lepas dari pengukuran aspek-aspek demokratisasi, pembangunan nasional, kesenjangan sosial dan interaksi politik negara-negaranya. Jika dalam pembentukan awalnya diasumsikan bahwa dalam sistem politik apapun ada kepentingan ekonomi yang sama dan kerjasama ekonomi yang baik, maka negara akan mencapai kemajuan.

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi tidak dicapai melalui kerjasama ekonomi Indonesia dengan ASEAN. Indonesia mengalami pasang surut ekonominya sendiri. Singapore yang menjadi tetangga terdekatnya lebih dikenal sebagai trader internasional atas minyak dan gas untuk dan dari Indonesia, salah satu pemegang kendali FDI, pasar uang dan penampung pencucian uang koruptor dan pelaku perdagangan illegal yang tak menguntungkan Indonesia. Perselisihan perbatasan, hak cipta dan perburuhan antara Indonesia dan Malaysia sampai pada temperatur yang suam-suam kuku yang sulit diselesaikan dengan kepala dingin. Muatan diplomatik kerjasama ASEAN juga tak menyelesaikan masalah hak asasi manusia di konflik perbatasan, konflik etnik, muslim-non muslim/kristen-non kristen dan penahanan Aung San Syu Ki, apalagi perbedaan gaji, kualifikasi dan perlindungan calon/karyawan bagi negara non-negara maju seperti Singapore.

Sumber : World Economic Forum, 2007

Tabel di bawah menunjukkan negara-negara anggota ASEAN yang menempati posisi GNP-bawah tak juga mengalami perkembangan berarti di tingkat persaingan dunia dalam hal infrastruktur maupun stabilitas makroekonomi, apalagi di tingkat pendidikan dasar dan kesehatan, walau sudah menjadi anggota ASEAN selama sepuluh tahun. Jika kualitas social tersebut tidak segera diperbaiki, antara lain melalui penyebarluasan subsidi, kredit murah bagi warganya dan yang terutama pemberdayaan warga ke arah mandiri, akan sangat rentan meningkat pada tingkat konflik politik.

Tabel 9: Global Competitiveness Index 2007-2008

Seberapa jauh regionalisme ekonomi ini akan berlangsung dan bersifat langgeng akan tergantung dari banyak hal, antara lain: pertama, dari niat dan proses negara ASEAN sendiri terutama Indonesia, Malaysia dan Singapore dalam menentukan efektivitasnya. Mengapa tiga negara itu? Indonesia, selain karena posisi geopolitik dan ekonomi yang paling strategis, juga mempunyai penduduk terbesar, yang juga menentukan pencapaian pasar, baik sebagai pasar untuk berproduksi maupun pasar konsumen. Malaysia dan Singapore, potensi GNP per kapita dan kemampuan sistem ekonominya selalu dominan di kawasan.

Page 45: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

45REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Ketiga, iklim bisnis. Iklim dan penanganan bisnis tiap negara sangat bervariasi. Di Singapore, untuk mulai melakukan bisnis mulai pemesanan/permintaan, distribusi hingga pemakaian produk berlangsung sekitar 6 hari kerja, sementara Indonesia 97 hari dan Laos 163 hari. Keempat, kesenjangan GNP per kapita yang tinggi di antara anggota. Myanmar US$ 208, Indonesia US$1,640, Brunei Darussalam US$ 30,214 (2007). Sementara negara yang lebih maju sama sekali tidak memberikan bantuan berarti untuk mengurangi kesenjangan ini. Kelima, kebijakan antara negara ASEAN yang justru saling merugikan di antara anggota. Kasus impor pasir, pencucian uang, pengendalian patokan harga barang jasa internasional barang jasa oleh Singapore justru telah banyak merugikan Indonesia dan negara anggota ASEAN lain.

Secara politik konsep regionalisme ekonomi ASEAN tak lepas dari pengukuran aspek-aspek demokratisasi, pembangunan nasional, kesenjangan sosial dan interaksi politik negara-negaranya. Jika dalam pembentukan awalnya diasumsikan bahwa dalam sistem politik apapun ada kepentingan ekonomi yang sama dan kerjasama ekonomi yang baik, maka negara akan mencapai kemajuan.

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi tidak dicapai melalui kerjasama ekonomi Indonesia dengan ASEAN. Indonesia mengalami pasang surut ekonominya sendiri. Singapore yang menjadi tetangga terdekatnya lebih dikenal sebagai trader internasional atas minyak dan gas untuk dan dari Indonesia, salah satu pemegang kendali FDI, pasar uang dan penampung pencucian uang koruptor dan pelaku perdagangan illegal yang tak menguntungkan Indonesia. Perselisihan perbatasan, hak cipta dan perburuhan antara Indonesia dan Malaysia sampai pada temperatur yang suam-suam kuku yang sulit diselesaikan dengan kepala dingin. Muatan diplomatik kerjasama ASEAN juga tak menyelesaikan masalah hak asasi manusia di konflik perbatasan, konflik etnik, muslim-non muslim/kristen-non kristen dan penahanan Aung San Syu Ki, apalagi perbedaan gaji, kualifikasi dan perlindungan calon/karyawan bagi negara non-negara maju seperti Singapore.

Sumber : World Economic Forum, 2007

Tabel di bawah menunjukkan negara-negara anggota ASEAN yang menempati posisi GNP-bawah tak juga mengalami perkembangan berarti di tingkat persaingan dunia dalam hal infrastruktur maupun stabilitas makroekonomi, apalagi di tingkat pendidikan dasar dan kesehatan, walau sudah menjadi anggota ASEAN selama sepuluh tahun. Jika kualitas social tersebut tidak segera diperbaiki, antara lain melalui penyebarluasan subsidi, kredit murah bagi warganya dan yang terutama pemberdayaan warga ke arah mandiri, akan sangat rentan meningkat pada tingkat konflik politik.

Tabel 9: Global Competitiveness Index 2007-2008

Seberapa jauh regionalisme ekonomi ini akan berlangsung dan bersifat langgeng akan tergantung dari banyak hal, antara lain: pertama, dari niat dan proses negara ASEAN sendiri terutama Indonesia, Malaysia dan Singapore dalam menentukan efektivitasnya. Mengapa tiga negara itu? Indonesia, selain karena posisi geopolitik dan ekonomi yang paling strategis, juga mempunyai penduduk terbesar, yang juga menentukan pencapaian pasar, baik sebagai pasar untuk berproduksi maupun pasar konsumen. Malaysia dan Singapore, potensi GNP per kapita dan kemampuan sistem ekonominya selalu dominan di kawasan.

Page 46: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Kedua, niat dari masing-masing anggota terutama negara ber-GNP rendah untuk meminta negara ber-GNP tinggi mengurangi kesenjangan dalam pendapatan, pendidikan, kapasitas teknologi, peraturan dan standarisasi perdagangan. Istilah “pengurangan” tidak diartikan pengurangan kualitas kerja tapi

diskriminasi dalam peraturan atau standarisasi produk dan kerja. Ketiga, peran negara donor termasuk Bank Dunia, IMF dan

WTO secara manusiawi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kerjasama ini. Jika ini berhasil dan ASEAN, terutama Singapore, dan juga negara maju, berjanji memegang etika perdagangan maka konsep trickle down effect akan juga mencapai negara-negara lebih terbelakang termasuk Kamboja, Laos, Myanmar, Asia Selatan dan Afrika. Proses ini memerlukan perubahan segala bentuk, termasuk peraturan WTO, ASEAN Charter, AEC dan konsep-konsep dasar Konsensus Washington dan bilateral yang diskriminatif, sangat pro-pasar dan pro-kartel korporasi besar dan tak menolong rakyat kecil.

ASEAN merupakan salah satu kawasan yang menarik untuk dicermati. Sudah berulangkali perkembangan ekonomi kawasan ini mengalami pasang surut yang tak terlalu banyak dipengaruhi faktor politik, namun justru factor ekonomi yang banyak mempengaruhi perkembangan politik kawasan. Lihat saja pada krisis keuangan 1998, Indonesia adalah contoh utama besarnya pengaruh ekonomi. Melalui Letter of Intent, negara donor melalui IMF mengajukan paket pembenahan ekonomi dan politik yang harus dilakukan oleh Presiden Suharto. Sayangnya Suharto adalah pemimpin yang otoriter dan korup, demikian juga B.J.Habibie yang dianggap KKN. Kejatuhan pemimpin-pemimpin Orde Baru ini adalah upaya pas dari negara donor Barat untuk menguasai ekonomi Indonesia melalui pengeluaran paket LoI.

46 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 47: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Yang sebenarnya terjadi di Myanmar adalah perebutan kepentingan perdagangan (minyak) antara negara donor Barat dengan pemerintah Myanmar yang banyak melakukan perdagangan dengan Cina. Sejak kekuasaan Ne Win, para jenderal Myanmar dan sistem ekonomi Myanmar semula adalah rekanan negara donor, terutama AS. Dominasi kekuasaan oleh kelompok militer menggeser orientasi rezim dari penyalur kepentingan negara donor beralih ke Cina dan mungkin India/Amerika Latin. Pergeseran orientasi rezim ini dapat saja terjadi mengingat kepentingan ekonomi memang menjadi dasar bagi ada dan langgengnya sebuah kekuasaan. Sebagai akibatnya Aung San Syu Kyi menjadi kambing hitam dan harus mengalami penderitaan atas perebutan kekuasaan ekonomi ini.

Adalah sayang pula, Cina dan India bukan contoh ideal bagi penantang ekonomi terbuka seperti yang ditawarkan negara Barat. Cina dan India banyak mengalami masalah ketimpangan politik dan hak asasi manusia, sementara negara Barat sangat matang dalam hal demokrasi politik dan HAM. Sehingga kepentingan Barat dalam konsesi ekonomi Asia, negara berkembang atau terbelakang lainnya, dapat ditutup oleh kampanye HAM dan demokrasi politik. Padahal, pelaku dan keinginan penguasaan sumberdaya ekonomi sama besar dengan kepentingan negara pemodal lain yang sebenarnya justru sumber pelanggaran HAM terbesar.

47REGIONALISME ASEAN: STRATEGI INTEGRASI PEMODAL BESAR

Page 48: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Judul ini sebenarnya lebih berupa sebuah pertanyaan, karena hakekatnya pemerintah Indonesia tidak pernah mempunyai sebuah konsep perdagangan internasional yang berarti, apalagi ekonomi terintegrasi antara bidang satu dengan lainnya dan antara daerah satu

dengan daerah lainnya atau pusat.

Berbagai dokumen draft cetak biru dinyatakan oleh para staf departemen namun sampai saat ini cetak biru itu tak kunjung dikeluarkan, kecuali 50 program subsidi dan rencana penyebaran dana dari hutang USS$ 5.5 milyar atau sekitar Rp 55 triliun untuk mengatasi krisis keuangan dan ancaman pengangguran, yang sampai saat ini dari PHK saja diperkirakan berjumlah lebih dari 500.000 karyawan.

Rencana kerja Departemen Perdagangan seperti yang dituangkan dalam cetak biru tak menunjukkan upaya dan mekanisme penyusunan yang memperkuat kemandirian Indonesia dalam perdagangan dan semua rujukannya. Sementara Indonesia semakin terjebak dalam hutang obligasi pemerintah di luar obligasi internasional (GMTN) yang baru terbit mencapai Rp 931,244 triliun dengan posisi hutang luar negeri per November 2008 sebesar US$ 65.45 miliar atau setara dengan Rp 785,4 trilyun (kurs Rp 12.000/dolar).

Oleh : Ponny Anggoro

Regionalisme ASEANdan Agenda Indonesia Atasi Krisis

Regionalisme ASEANdan Agenda Indonesia Atasi Krisis

[c] dari berbagai sumber

Page 49: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Judul ini sebenarnya lebih berupa sebuah pertanyaan, karena hakekatnya pemerintah Indonesia tidak pernah mempunyai sebuah konsep perdagangan internasional yang berarti, apalagi ekonomi terintegrasi antara bidang satu dengan lainnya dan antara daerah satu

dengan daerah lainnya atau pusat.

Berbagai dokumen draft cetak biru dinyatakan oleh para staf departemen namun sampai saat ini cetak biru itu tak kunjung dikeluarkan, kecuali 50 program subsidi dan rencana penyebaran dana dari hutang USS$ 5.5 milyar atau sekitar Rp 55 triliun untuk mengatasi krisis keuangan dan ancaman pengangguran, yang sampai saat ini dari PHK saja diperkirakan berjumlah lebih dari 500.000 karyawan.

Rencana kerja Departemen Perdagangan seperti yang dituangkan dalam cetak biru tak menunjukkan upaya dan mekanisme penyusunan yang memperkuat kemandirian Indonesia dalam perdagangan dan semua rujukannya. Sementara Indonesia semakin terjebak dalam hutang obligasi pemerintah di luar obligasi internasional (GMTN) yang baru terbit mencapai Rp 931,244 triliun dengan posisi hutang luar negeri per November 2008 sebesar US$ 65.45 miliar atau setara dengan Rp 785,4 trilyun (kurs Rp 12.000/dolar).

Oleh : Ponny Anggoro

Regionalisme ASEANdan Agenda Indonesia Atasi Krisis

Regionalisme ASEANdan Agenda Indonesia Atasi Krisis

Page 50: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Ini mengandung resiko yang tinggi karena dana ini ditanggungkan dengan nilai tukar rupiah. Jika penerbitan obligasi tak juga mendapatkan untung maka rupiah dapat merosot lagi. Saat ini saja justru di tengah resesi ekonomi dunia, nilai tukar rupiah justru semakin merosot lebih banyak. Sementara pemerintah tak jga mampu meningkatkan produksi apalagi ekspor. Dalam APBN 2009 yang sudah mengalami penyesuaian, rakyat lagi-lagi harus merelakan uangnya digunakan pemerintah untuk membayar bunga hutang negara sebesar Rp 110,6 triliun.

Padahal di lain pihak, kebutuhan bangsa untuk segera mendapatkan masa depan yang lebih baik semakin mendesak, mengingat jumlah penganguran yang meningkat terus dan kemiskinan yang mencapai 16,6% di tahun 2007-2008. Pekerja sektor informal maupun non-formal akan semakin tinggi. Sementara itu jumlah pekerja asing diperkirakan akan meningkat seiring dengan pengangguran di hampir semua negara berbahasa Inggris.

Ini dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin tinggi. Jika diukur gaji pekerja asing di Jakarta saja, misalnya setingkat direktur sekitar US$50,000/bulan atau sekitar RP 500 juta/bulan, manajer <$25,000/bulan atau sekitar Rp 100-250 juta/bulan, teknisi <$10,000-15,000 atau sekitar Rp 100-150 juta/bulan - dengan sekitar 6000 pekerja (dari jumlah ini Jepang menempati sekitar 50%, sisanya bervariasi, dari Australia, Amerika Serikat, Inggris, Singapore, Filipina, Malaysia, dll.). Di lain pihak, jumlah rata-rata gaji pegawai di setiap propinsi masih ada yang mendapatkan gaji sekitar Rp 450.000.

Padahal kebutuhan biaya hidup sekitar Rp 550.000. Oleh tingginya kemiskinan dan timpangnya pendapatan ini, kasus pencurian dapat saja meningkat. Sementara belanja rumah tangga tak menurun seiring dengan menurunnya harga BBM, karena harga bahan makanan olahan pabrik tetap meningkat. Diperkirakan belanja masyarakat untuk makanan meningkat sementara bahan bakar (gas dan minyak tanah) masih sekitar 50% karena harga bahan bakar dapur ini relatif tak menurun. Uang belanja semakin tak cukup untuk membayar biaya tinggi kebutuhan pendidikan dan kesehatan karena adanya biaya-biaya tambahan sekolah, lagipula buku dan pakaian tak disediakan gratis oleh pemerintah.

Di tingkat kebijakan pemerintah, perhitungan dan penempatan anggaran tidak lebih populis namun lebih agresif dibandingkan dengan penempatan anggaran tahun lalu. Militer masih menduduki

50 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 51: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

51REGIONALISME ASEAN DAN AGENDA INDONESIA ATASI KRISIS

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

posisi dominan dibandingkan kebutuhan rakyat, sektor riil, seperti pertanian desa yang mendominasi sekitar 40% dari semua jenis pekerjaan. Demikian juga alokasi anggaran untuk pemekaran daerah/wilayah, infrastruktur, pelatihan dan pendidikan serta biaya kesehatan tak ditopang, padahal sektor-sektor ini bisa meningkatkan daya kerja rakyat dan secara tak langsung menimbulkan kenaikan produktivitas yang berarti. Kenaikan produktivitas akan meningkatkan aktivitas ekonomi.

Sebaliknya pemerintahan dan Bank Dunia seperti disibukkan oleh perubahan program yang mengarah pada legalisasi pertanahan, illegal logging, sertifikat dan sebagainya, yang justru tidak menimbulkan kemajuan ekonomi yang berarti, karena tanah smakin mengecil, dan semakin rentan bencana alam, seperti longsor dan banjir. Banjir dan longsor tahun ini saja sudah terlihat semakin membesar dan menimbulkan bencana yang lebih lama dibandingkan banjir atau longsor di tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya KPK, tak juga merangsang kemajuan perdagangan internasional yang berarti, karena selain kelesuan ekonomi dunia juga karena Indonesia tak siap dengan model dan mekanisme ekonominya.

Tidak seperti yang dilakukan Evo Morales di Bolivia yang banyak meningkatkan kemandirian ekonomi secara hakiki, Indonesia tak melakukan kerjasama dengan membatasi hak investor asing (modal, pinjaman, kepemilikan, dll), meminta jaminan perbaikan hak-hak

Page 52: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

sosial-ekonomi Indonesia, atau disiplin dan perbaikan manajerial atas sektor2 publik yang menjadi milik negara. Pengaruh campur tangan tokoh-tokoh politik,

pemodal dan lembaga-lembaga mereka, asing maupun nasional, masih kentara. Pembangunan infrastuktur hanya dilakukan secara sporadis dan tak terukur untuk jangka waktu tertentu, menyebabkan pengangguran dan tetap tingginya tingkat kerusakan bangunan. Di bidang industri, tak juga terlihat mekanisme pemerintah yang memajukan industrialisasi atau melarang proteksi pada area tertentu di pasar internal yang menguntungkan masyarakat.

Dalam pengelolaannya, terlihat hak rakyat semakin tak tampak dalam menentukan

kebijakan pangan dan pertaniannya, untuk melindungi dan memberlakukan peraturan nasional dalam produksi pertanian, untuk menahan supaya pasar domestik tidak dirugikan oleh ekses produksi/perdagangan negara lain. Sementara proses negosiasi atas persetujuan perdagangan belum menjadi sebuah kebiasaan dan strategi jitu untuk meningkatkan kemandirian dan perekonomian negara. Apalagi penggunaan metode canggih yang pada hakekatnya harus diselenggarakan sebagai sebuah prinsip utama dengan pelayanan dasarnya adalah barang publik yang tak bisa diserahkan ke pasar.

Hampir tidak ada metode pemerintah dalam mengandalkan komplementaritas daripada kompetisi; co-eksistensi dengan SDA melawan eksploitasi yang irasional ; mempertahankan kepemilikan sosial melawan privatisasi ekstrim. Pemerintah juga tak pernah serius meminta negara-negara yang berpartisipasi untuk terlibat dalam proses integrasi berdasarkan solidaritas untuk memberikan prioritas pada perusahaan nasional sebagai penyedia khusus barang public, apalagi melakukan strategi kompetisi. Padahal persiapan untuk kompetisi harus terukur dan strategis, karena pada hakeatnya kompetisi harus

52 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 53: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

ada di sektor tertentu. Negara yang bijaksana akan peka dan tajam dalam membedakan produksi yang kompetitif dan bukan.

Pembukaan lapangan kerja selayaknya tidak boleh dalam bidang-bidang yang semu, sporadis dan tidak mendidik, tetapi harus di sektor permanen dan harus disertai R & D dengan standar jaminan dan gaji yang berlaku secara internasional. Pemerintah tak pernah terlihat memberikan standardisasi perdagangan yang transparan, terukur dan bijaksana. Apalagi melakukan kategorisasi sektor non-formal, informal & formal yang harus ditetapkan dengan standar peraturan yang jelas dan meningkatkan kualitas. Selama ini pembuatan peraturan, standarisasi sampai ke produk perundang-undangan justru tidak membantu rakyat dari keterpurukan. Sektor pertanian dan perburuhan adalah sektor yang paling timpang, hak petani gurem dan buruh tak terlihat tertangani oleh pengelolaan pemerintah. Solidaritas perburuhan tampak dihalangi, solidaritas petani tak ada kecuali yang dibentuk oleh binaan pemerintah yang lebih diperuntukkan ke unsur politis.

Yang terlihat tampak dikerjakan pemerintah menghadapi regionalisme ASEAN adalah persiapan pertemuan, pertemuan, rangkaian pembicaraan dan studi bersama yang semua dibangun untuk dibukanya pasar ASEAN termasuk single window. Semua kegiatan ini tampak menjadi kegiatan pelayanan yang lebih ditujukan untuk kepentingan luar Indonesia, entah itu kawasan ASEAN, dalam hal ini Singapore atau negara donor yang akan menggunakan negara anggota ASEAN untuk beraktivitas aktif di Indonesia dan ASEAN.

Sementara untuk dalam negeri, terlihat dikerjakan pemerintah adalah pengesahan Undang-undang Penanaman Modal dan serangkaian peraturan dan perundang-undangan yang pada hakekatnya menunjang Undang-undang Penanaman Modal (UUPM) dan rangkaian aktivitas ekonomi internasional, termasuk ASEAN dan kawasan lain yang lebih maju dan mandiri, seperti Australia, New Zealand, India, Cina, Jepang, Korea, Arab dan Taiwan. Maka jika tak ada penanganan yang berarti dari pemerintah, maka perekonomian akan menghadapi masalah baru yang lebih besar yang menyerang pendapatan negara, sumber daya alam, perbankkan, tenaga kerja dan lingkungan hidup akibat semakin intensipnya ekploitasi.

53REGIONALISME ASEAN DAN AGENDA INDONESIA ATASI KRISIS

Page 54: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Uni Eropa harapkan

Tanggapan

Pasti dari ASEAN Un

tuk FTA

cin

haps

ari

n

Uni Eropa (UE) mengharapkan tanggapan pasti dari negara-negara anggota ASEAN atas tawaran pembentukan EU-ASEAN Free Trade Agreement (FTA) pada pertemuan yang dilangsungkan di Malaysia bulan Maret 2009. Nampaknya upaya segera meliberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN juga dipicu kerja sama regional yang lain, yakni UE. Setelah usai penandatanganan ASEAN Charter 15 Desember 2008 di Jakarta, UE tidak sabar untuk secepatnya melakukan perjanjian perdagangan bebas antara kedua kawasan.

Page 55: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Uni Eropa (UE) mengharapkan tanggapan pasti dari negara-negara anggota ASEAN atas tawaran pembentukan EU-ASEAN Free Trade Agreement (FTA) pada pertemuan yang dilangsungkan di Malaysia bulan Maret 2009. Nampaknya upaya segera meliberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN juga dipicu kerja sama regional yang lain, yakni UE. Setelah usai penandatanganan ASEAN Charter 15 Desember 2008 di Jakarta, UE tidak sabar untuk secepatnya melakukan perjanjian perdagangan bebas antara kedua kawasan.

Krisis keuangan global lagi-lagi menjadi alasan logis untuk melancarkan sistem ekonomi politik yang dibangun di atas prinsip kapitalisme. Logika meraup keuntungan semaksimal mungkin harus dilakukan dengan makin banyak mitra dagang. Ajakan UE kepada ASEAN agar segera membuat keputusan pasti untuk menyetujui agenda FTA dengan jelas menunjukkan bahwa logika pasar bebas akan terus berusaha mencari pasar untuk produk mereka yang bisa jadi overload di negara produsennya. Metode kerja sama pun selalu dipilih para pemodal untuk menutupi semangat menjajah buruh di negara lain dan mengeruk keuntungan semaksimal mungkin dari negara lain. Kerja sama ekonomi dapat dilakukan bilamana pihak yang terlibat di dalamnya memiliki posisi politik yang seimbang, tidak ada dominasi dan ketergantungan. Sementara dalam proses ini yang terjadi adalah hubungan dominatif dari sejumlah negara maju yang tergabung dalam UE terhadap negara berkembang.

“Kita seharusnya mencoba mencapai kesepakatan ini di tengah resesi keuangan internasional. Kuala Lumpur akan menjadi tuan rumah putaran selanjutnya di bulan Maret. Kita mengharapkan negara-negara ASEAN akan memberi respon yang pasti atas tawaran Uni Eropa,” kata Vincent Piket, Duta Besar Komisi Eropa (European Commission Ambassador) dan Ketua Delegasi di Malaysia. Piket mengatakan bahwa negara-negara ASEAN telah memberi konfirmasi kepada Komisi tentang perjanjian yang sejalan dengan apa yang telah disetujui menteri perdagangan dan ekonomi dalam ASEAN-EU Summit dua tahun yang lalu. “Dengan melambatnya perekonomian ini, ada kebutuhan mendesak untuk segera merumuskan pembicaraan ASEAN-EU FTA (ASEAN-EU Free Trade Agreement)”.

Duta besar ini mengatakan bahwa negosiasi telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun, namun sampai sekarang belum mencapai titik arah yang harus dituju. “Kami percaya bahwa persetujuan ini akan bermanfaat untuk ASEAN, kami mempunyai data yang menunjukkan bahwa Gross Domestic Product (GDP) untuk ASEAN

ASE

AN

FT

A

55UNI EROPA HARAPKAN TANGGAPAN PASTI DARI ASEAN UNTUK FTA

Page 56: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

diharapkan sampai 2,2%”, katanya. Piket menjelaskan bahwa perjanjian yang meliputi liberalisasi barang dan jasa akan menguntungkan Malaysia tidak kurang dari 8,3% pada tahun 2020.

Ia juga menjelaskan terdapat dua pertimbangan dalam pembicaraan FTA. Pertama, ASEAN bukanlah suatu perserikatan yang dibentuk untuk kepentingan masing-masing. Pada akhirnya nanti, negara anggota harus menandatangani perjanjian individual antara UE dan negara anggota ASEAN satu persatu. Pertimbangan selanjutnya, sifat keragaman dan heterogenitas perekonomian ASEAN. “Dalam negosiasi kita harus yakin bahwa kita mengakomodasi apa yang kita minta dan apa yang kita setujui untuk diberikan pada suatu negara” lanjutnya.

Seperti telah diketahui bahwa Laos, Myanmar dan Kamboja akan ikut menandatangani ini nantinya. Negara anggota yang lain telah lebih dulu menandatanganinya. Oleh karena itu, FTA akan disepakati dalam dua fase karena beberapa negara anggota siap untuk proses negosiasi sementara negara yang lain belum siap. Namun pendekatannya akan dilakukan di level regional dan kelompok. “Ini tidak akan menjadi kesepakatan bilateral yang terpisah karena tidak mungkin menegosiasi FTA kawasan dengan setiap individu negara anggota,” katanya.

Mantan Komisaris Perdagangan UE, Peter Mandelson mengatakan

pada bulan Mei tahun lalu bahwa UE memperkenalkan beberapa fleksibilitas dalam kerangka kerja pakta region to region yang akan mempertimbangkan tingkatan berbeda dalam pembangunan di ASEAN. ASEAN adalah mitra kunci UE karena posisi pentingnya di kawasan Asia Pasifik, dedikasi kerja samanya untuk perdamaian dan stabilitas regional dan pertumbuhan ekonominya yang baik.

Sementara itu, tuntutan untuk segera mencapai kesepakatan dalam negosiasi ASEAN-UE tentang perdagangan bebas juga datang dari Menteri Perdagangan dan Investasi Inggris, Gareth Thomas. Bahkan menteri salah satu negara kesejahteraan (welfare state) yang tergabung dalam UE ini menegaskan bahwa ASEAN dan UE seharusnya menerapkan pendekatan baru dalam negosiasi untuk perjanjian perdagangan bebas (FTA) dalam rangka mempercepat pembicaraan. Pendekatan baru ini berarti bahwa UE dapat menegosiasi perjanjian dengan negara-negara ASEAN secara individual sebagai pengganti pembicaraan dengan blok 10 negara sebagai entitas tunggal. FTA bilateral dapat dikembangkan menjadi perjanjian regional yang akan melibatkan lebih banyak negara. Hal tersebut ditegaskannya dalam kunjungan pertama di Asia Tenggara.

ASEAN dan UE bersepakat pada bulan Mei 2007 untuk meluncurkan negosiasi perjanjian perdagangan

56 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 57: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

bebas kawasan. Tetapi pembicaraan tersebut tidak mengalami kemajuan berarti sebab fokus perhatian juga pada pelanggaran hak asasi manusia di negara anggota ASEAN yakni Myanmar. “Bisa jadi memang diperlukan pendekatan baru untuk ASEAN-UE,” kata Thomas setelah berbicara dengan rekannya dari Singapura yakni Lim Hng Kiang. “Kita harus mulai dengan proses jalur cepat …sebagai rute menuju perjanjian regional di ujung, dan Singapura jelas merupakan negara yang menjadi bagian dari proses jalur cepat tersebut.

Thomas mengatakan bahwa ia akan mengusulkannya selama pertemuan menteri perdagangan di Brussel akhir bulan ini namun ia tidak mengetahui bagaimana reaksi mereka. Jika forum menyetujuinya, UE akan memformalkan pendekatan tersebut. “Saya perlu mengadakan pembicaraan dengan pejabat Komisi (Eropa) tentang hal ini,” katanya.

Ia mengatakan bahwa situasi hak asasi manusia di Myanmar (yang dulu disebut Burma), tetap menjadi isu yang diperhatikan UE. “Ada yang harus dibenahi di Burma khususnya tentang hak asasi manusia. Pihak berwenang di Burma seharusnya melepaskan Aung San Suu Kyi,” katanya menanggapi ikon pro demokrasi yang masih ditahan.

Thomas juga mengadakan diskusi tentang kemungkinan adanya pakta perdagangan bebas UE-Singapura dengan Lim. Dari Singapura Thomas

akan mengunjungi sejumlah negara Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Vietnam dalam rangka penawaran untuk membuka kesempatan bisnis bagi perusahaan Inggris. Ia juga akan mengunjungi Taiwan. Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan tahun lalu mengatakan bahwa FTA antara blok dan UE adalah hal yang paling menantang untuk dirundingkan terkait dengan kompleksitas pembicaraan.

ASEAN, pasar 550 juta penduduk, telah menandatangani pakta perdagangan bebas dengan India, dan juga Australia dan Selandia Baru. ASEAN juga telah membuat kesepakatan pasar bebas dengan China, Jepang dan Korea Selatan. Zona perdagangan bebas ASEAN-UE akan mencakup hampir semiliar manusia, membuatnya menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Analisa independen yang dilakukan oleh CEPIL, lembaga penelitian ekonomi internasional terkenal di Perancis, dan Copenhagen Economics menunjukkan bahwa FTA akan meningkatkan ekspor UE untuk ASEAN sebanyak 24,2%. ASEAN juga akan mengalami kenaikan 18,5% dalam ekspornya untuk UE jika persetujuan tersebut (perdagangan bebas) dicapai. Studi tersebut menunjukkan bahwa tiga perjanjian perdagangan bebas dapat menambahkan lebih dari 40 miliar euro (54.26 miliar dolar AS) untuk ekspor UE tiap tahunnya. (Bonie & Vero)

57UNI EROPA HARAPKAN TANGGAPAN PASTI DARI ASEAN UNTUK FTA

Page 58: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Kebijakan pemerintah Indonesia yang menandatangani Free Trade Agreement (FTA) bersama dengan Negara-negara ASEAN lainnya dengan Australia New Zealand (AANZ) adalah kebijakan terburu-buru. Penandatanganan perjanjian yang dilakukan di Hua Hin, Thailand pada tanggal 27 Februari 2009 tersebut nampaknya tidak disertai persiapan yang memadai baik menyangkut analisis tentang substansi yang diperjanjikan maupun proses perjanjiannya.

Alasan pemerintah sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan yang menyatakan bahwa kesepakatan AANZ FTA tetap harus ditandatangani, mengingat jika Indonesia tidak ikut menandatangani maka Indonesia akan ditinggalkan oleh Negara ASEAN lainnya, adalah argumentasi yang kurang berdasar. Jika melihat Indonesia merupakan satu-satunya negara dengan populasi penduduk terbesar juga kapasitas ekonomi sangat besar dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya mustahil akan ditinggalkan dalam perjanjian ini, jelas Indonesia memiliki posisi paling penting dalam regionalisme ekonomi ASEAN.

Semestinyalah pemerintah Indonesia memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang terlebih dahulu, dikarenakan FTA adalah

MENYIKAPI PENANDATANGAN PERJANJIAN ASEAN-AANZ FTA

Indah Suksmaningsih Direktur IGJ

Page 59: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

perjanjian yang paling komprehensif yang pernah dilakukan baik oleh ASEAN maupun oleh AUSTRALIA dan NEW ZEALAND secara bersama-sama dengan pihak ketiga. Perjanjian ini meliputi semua sektor, termasuk sektor barang, jasa-jasa, investasi, dan kekayaan intelektual. Perjanjian semacam ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan apa yang diperjanjikan di WTO.

Isi perjanjian secara keseluruhan berpotensi menjadi beban berat bagi perekonomian Indonesia yang saat ini masih dirundung oleh berbagai krisis ekonomi. Hal ini dikarenakan selain AANZ FTA, Indonesia sudah terikat kepada perjanjian perdagangan bebas lainnya dengan Jepang (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement), dan dalam kerangka ASEAN dengan China (China-ASEAN FTA), dengan Korea (Korea-ASEAN FTA), dan dengan Jepang (Japan-ASEAN FTA). Semua keterikatan Indonesia dalam FTA ini telah dianalisis hanya akan membawa kerugian bagi Indonesia, sebagaimana yang telah terlihat dalam IJEPA dan CAFTA.

Proses perundingan di dalam AANZFTA, tidak melibatkan para pihak yang berkepentingan (multi-stakeholders) terutama wakil-wakil kelompok masyarakat yang sangat berpotensi terkena dampak

AA

NZ

-FT

A

Page 60: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

perjanjian ini. Cara kerja pemerintah semacam ini dapat berakibat buruk bagi perekonomian nasional, dikarenakan tidak terakomodasinya kepentingan pelaku-pelaku ekonomi nasional baik kalangan bisnis, pengusaha, buruh dan sektor ekonomi informal dalam perjanjian ini.

Sementara di kalangan pemerintah sendiri, tak dapat dipungkiri masih terjadi perbedaan pandangan. Departemen Perindustrian RI telah meminta penundaan untuk satu atau dua tahun ke depan, karena perjanjian ini akan berdampak pada menurunnya kemampuan ekspor Indonesia, yang akan menghancurkan sektor manufaktur di tengah-tengah krisis global saat ini.

Belajar dari berbagai perjanjian perdagangan bebas sebelumnya yang dilakukan Indonesia dengan Negara maju seperti Jepang (IJEPA), maka paling sedikit ada sepuluh hal pokok yang menjadi perhatian masyarakat terkait dengan perjanjian tersebut. Tulisan ini dimaksudkan untuk menyampaikan berbagai pertanyaan yang seharusnya ditanyakan kepada pemerintah oleh masyarakat. Penyampaian aspirasi dapat dilakukan oleh siapa saja yang peduli untuk disebarluaskan sebagai bahan advokasi terhadap pemerintah berkaitan dengan kebijakan ini. Kesepakatan perdagangan semacam ini dapat berimplikasi sangat luas terhadap kondisi perekonomian nasional dan ancaman pengangguran bagi rakyat. Adapun 10 pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian FTA adalah WTO PLUS karena adanya potensi memasukkan perjanjian-perjanjian yang belum masuk di dalam WTO yang popular disebut sebagi ‘Singapore issues’ yaitu perjanjian terkait dengan kebijakan Competition, Govenrment Procurement, Trade Facilitation and Investment. Jika menghadapi WTO saja masyarakat Indonesia tidak siap, bagaimana mungkin rakyat dapat menghadapi suatu perjanjian perdagangan bebas yang meliputi seluruh sektor ekonomi. Oleh karena itu, kita harus membuat persiapan yang lebih baik untuk menghadapi FTA dibandingkan dengan WTO, baik secara ekonomi, kelembagaan dan instrumen hukumnya. Cukup mengherankan ketika IGJ mempertanyakannya, Menteri Perdagangan menjamin bahwa Singapore Issues tidak dimasukkan dalam perjanjian.

60 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 61: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

2. NON TRADE BARRIER Pemerintah dan para pembisnis hendaknya tidak silau dan terlena terhadap usulan pembebasan penurunan tarif ekspor berbagai produk secara bertahap hingga nol persen. Kita juga perlu memperhatikan penggunaan standar produk yang masuk ke negara tujuan secara berlebihan, yang dapat dikategorikan sebagai hambatan non tarif. Untuk produk-produk Indonesia yang akan masuk ke Australia, contohnya buah manggis butuh waktu 3 tahun untuk dijanjikan memasuki pasar Australia, dan perjanjian itupun bersyarat kelopak manggis harus dihilangkan, yang berarti Australia membuat manggis lebih cepat busuk. Atau bahkan beberapa Negara menerapkan standar tambahan melebihi standar international terhadap produk Indonesia.

3. INDIKATOR PERHITUNGAN UNTUNG-RUGI DALAM PERJANJIAN

Pertanyaan yang cukup membuat Menteri Perdagangan semakin memahami pertanyaan IGJ tentang keingintahuan masyarakat, adalah indikator apa saja yang akan digunakan oleh pemerintah untuk dapat mempertanggungjawabkan dan menghitung untung dan rugi di dalam suatu perjanjian? Dan juga perlu dipertimbangkan jenis-jenis produk apa yang kita ekspor dan apa yang kita impor. Tentu berbeda jika Indonesia mengekspor bahan mineral sumber daya alam yang penting seperti nikel dll, tetapi sebaliknya apa yang diimpor oleh Indonesia dari Australia? ‘Garam’? yang merupakan lima besar produk yang diimpor Indonesia dari Australia. Ini sesuatu yang ironis sekali.. Untuk itu diharapkan pemerintah jangan hanya melihat jumlah volume ekspor tetapi juga memperhatikan produk yang diekspor, sebagai suatu pembelajaran dalam pengambilan keputusan.

4. SAFE-GUARD, FLEXIBILITY dan EXCEPTIONALMari Pangestu menyampaikan bahwa tidak perlu ‘worry too much’ terhadap sebuah perjanjian. Ibu Menteri mengatakan bahwa di setiap perjanjian baik multilateral ataupun bilateral, akan selalu ada pengaman dalam bentuk safe –guard, fleksibilitas atau exceptional (pengecualian) yang mengamankan adanya potensi kerugian itu. Semestinya pemerintah menyiapkan terlebih dahulu safe- guard dan instrumen lainnya dengan baik, supaya bisa digunakan jika terjadi sesuatu yang berpotensi merugikan mayarakat. Dari pengalaman sejauh ini pemerintah belum menyiapkan dengan baik penggunaan safe-guard dll untuk kepentingan pengusaha.

61MENYIKAPI PENANDATANGANAN PERJANJ IAN ASEAN-AANZFTA

Page 62: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

5. CAPACITY BUILDINGHal yang menjadi alasan utama Pemerintah berani menandatangani perjanjian ini adalah kesediaan Negara Mitra dalam hal ini Australia dan New Zealand untuk memberikan ‘Capacity Building’ yang tentu sesuai dengan kebutuhan/keinginan Indonesia yang dapat menjadikan Indonesia lebih bisa mandiri dan mampu bersaing di pasar global. Tetapi diakui oleh Menteri Perdagangan sendiri bahwa memang benar Indonesia tidak mampu men’define’ atau merumuskan apa yang diinginkan secara jelas dan realistis dan memungkinkan untuk dikontrol progress-nya. Ini hanya kan jadi pekerjaan yang mubazir karena tidak dikelola dengan baik.

6. MONITORING SYSTEMSKetidaksediaan monitoring systems yang jelas akan berpotensi merugikan para pelaku usaha nasional dan juga rakyat. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama ini kesepakatan perdagangan bebas seperti yang diupayakan oleh pemerintah melalui WTO, tidak pernah jelas capaian manfaatnya bagi rakyat Indonesia. Tidak adanya suatu perangkat monitoring dalam skema FTA akan mengakibatkan tidak adanya basis evaluasi dan analisa yang akan dilakukan terhadap hasil-hasil FTA.

7. TEMPAT PENGADUAN Dalam perdagangan sangat mungkin para pihak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan pihak lainnya. Tidak adanya kesiapan kelembagaan di dalam negeri menyebabkan akibat perjanjian yang merugikan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat tidak mendapatkan penyelesaian. Pemerintah harus mempersiapkan terlebih dahulu sistem kelembagaan yang memungkinkan, minimal bagi pengaduan dan penyelesaian masalah-masalah yang dapat terjadi sebagai implikasi dari FTA .

8. PARTISIPASI MASYARAKAT: SOSIALISASI vs KONSULTASI

Selama ini pengkajian perdagangan bebas hampir tidak pernah melibatkan partisipasi masyarakat. Bahkan kalangan dunia usaha yang merupakan pelaku yang akan terkena dampak langsung oleh

62 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 63: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

kesepakatan pemerintah seringkali hanya dilibatkan secara formalitas belaka. Semestinya pemerintah terlebih dahulu mengkonsultasikan rencana tersebut kepada public, masyarakat dan pelaku usaha nasional, sehingga masyarakat tidak hanya memahami masalah ini akan tetapi juga dapat berkontribusi pemikiran secara langsung. Mekanisme bagi keterlibatan masyarakat harus dibangun terlebih dahulu sebelum pemerintah membuat perjanjian.

9. SULITNYA AKSES INFORMASI TERHADAP DRAFT PERJANJIAN UNTUK DIKRITISI OLEH CIVIL SOCIETYSelama ini perjanjian perdagangan bebas cenderung hanya menjadi pekerjaan pemerintah. Masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan terkait dengan kebijakan pemerintah. Akibatnya begitu kesepakatan / perjanjian selesai masyarakat hanya pasrah menerima dampak dari sebuah perjanjian tersebut. Masyarakatlah yang terkena dampak pertama dari perjanjian ekonomi ini.

63MENYIKAPI PENANDATANGANAN PERJANJ IAN ASEAN-AANZFTA

www.emeraldinsight.com

Page 64: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

10. DALIH PEMERINTAH YANG KURANG LOGISPemerintah melalui Menko Perekonomian mengatakan bahwa ada peraturan ‘baru’ di ASEAN: siapa yang tidak setuju dalam penandatanganan bersama sebuah perjanjian perdagangan maka Negara tersebut boleh tidak diajak atau ditinggalkan. Pesan ini terkesan dibuat-buat sebagai dalih pentingnya pemerintah ikut menandatangani AANZ FTA, sepertinya kalau Indonesia tidak menandatangani maka akan ditinggal. Adalah kemustahilan ASEAN meninggalkan Indonesia.

Secara kasat mata dapat kita lihat bahwa hingga saat ini pemerintah belum menyusun instrumen ekonomi, organisasi/ kelembagaan dan instrumen hukum yang memadai untuk menopang perjanjian AANZ FTA. Jikapun pemerintah berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam kebijakan dan prakteknya, maka sangat mustahil hal tersebut dapat dilakukan dalam waktu cepat.

Faktanya hingga hari ini kedudukan Indonesia dengan dua negara yaitu Australia dan Newzealand berada pada posisi yang tidak setara khususnya dalam sektor pertanian, peternakan, industri dan jasa-jasa. Khusus di sektor pertanian Indonesia masih sangat tergantung pada impor daging, susu, buah dan sayur-sayuran dari kedua negara tersebut. Sehingga perjanjian perdagangan bebas terutama di sektor pertanian akan sangat berpotensi menyerang sektor pertanian dan melanggengkan importasi pangan dari Australia dan New Zealand. Lebih jauh lagi perjanjian tanpa persiapan yang memadai semacam ini akan memiskinkan masyarakat khususnya petani Indonesia yang akan terkena dampak paling besar dari perjanjian ini.

64 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 65: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Table:Gross domestic product in ASEAN, at current prices

(nominal), in US dollars (as of 30 April 2008)in U.S $ million; at current market prices

2002 2003 2004 2005 2006 2007 %

Brunei Darussalam 5,847.3 6,540.2 7,864.2 9,527.9

11,460.2

12,317.0 0.96%

Cambodia1/

4,027.8 4,633.8 5,310.8 6,250.1 7,256.5

8,662.3 0.68%

Indonesia 196,303.4 234,996.6 239,134.1 284,790.2

364,400.1

431,717.7 33.68%Lao PDR 1,805.1 2,135.4 2,517.9 2,860.2

3,521.8

4,128.1 0.32%

Malaysia 95,266.3 103,991.8 124,749.7 137,179.5

156,924.2

186,960.7 14.59%Myanmar2/

7,095.2 11,747.2 10,584.6 11,168.7

12,030.4

12,632.7 0.99%

Philippines 76,647.9 79,577.7 86,912.4 98,757.3

118,083.0

146,894.8 11.46%

Singapore 88,106.5 92,372.3 107,464.0 116,639.5

132,273.4

161,546.6 12.60%

Thailand 126,880.4 142,863.4 161,385.7 176,406.8

206,951.5

245,701.9 19.17%

Viet Nam 35,066.1 39,534.8 45,544.1 52,952.9

60,965.2 71,292.1 5.56%

ASEAN

637,046.0

718,393.2

791,467.4

896,533.0

1,073,866.2

1,281,853.9 100%

ASEAN 53/ 583,204.5 653,801.8 719,645.8 813,773.3

978,632.1

1,172,821.6

BCLMV3/ 53,841.5 64,591.4 71,821.6 82,759.7

95,234.1

109,032.2

Sources: ASEAN Finance and Macro-economic Surveillance Unit Database (compiled/computed from data submission and/or websites of ASEAN Member Countries’ national statistical offices, central banks, and other relevant government agencies), IMF World Economic Outlook Database as of October 2007. Symbols used : - not available as of publication time; x not available/not compiled

Notes :Annual GDP in US dollar term figure is derived by converting annual GDP in national currency using the average foreign exchange rate for the given year Quarterly GDP in US dollar term is computed by converting quarterly GDP in national currency using the average foreign exchange rate for the particular quarter Annual figures therefore may differ from the sum of quarterly figures due to different conversion rates used and rounding-off errors. 1/ Based on revised series per Cambodia submission as of 25 March 20082/ GDP is based on fiscal year from April to March of the following year, and derived foreign exchange rate based on IMF WEO data (parallel rate) 3/ ASEAN 5 consists of Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore and Thailand, while

BCLMV is comprised of Brunei Darussalam, Cambodia, Lao PDR, Myanmar, and Viet Nam

65MENYIKAPI PENANDATANGANAN PERJANJ IAN ASEAN-AANZFTA

Page 66: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Background Information

Pokok-Pokok

Keberatan IGJ terhadap

ASEAN-AUSTRALIA/NEW ZEALAND FTA

(AANZFTA)

IGJ menyusun pokok-pokok keberatan atas AANZFTA berdasarkan referensi yang terbatas yang bisa diakses. Ini karena draft perjanjian AANZFTA bersifat tertutup dan rahasia. Akibatnya para pihak yang berkepentingan dan konstituen yang seharusnya dikonsultasikan terlebih dahulu, tidak tahu apa-apa mengenai materi perjanjian ini. Berikut beberapa poin terpenting dari perjanjian tersebut:

Page 67: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

1. Perjanjian Perdagangan Bebas ini adalah perjanjian yang paling komprehensif yang pernah dilakukan baik oleh ASEAN maupun oleh Australia dan New Zealand secara bersama-sama dengan pihak ketiga. Perjanjian ini meliputi semua sektor, termasuk sektor barang, jasa, investasi, kekayaan intelektual dan isu-isu baru (Singapore Issues). Pihak yang paling diuntungkan dari perjanjian perdagangan bebas ini adalah Australia.

• Adanya perjanjian yang sangat komprehensif ini akan membahayakan posisi negara yang lebih lemah perekonomiannya, dalam hal ini Indonesia dalam berhadapan dengan Australia. Apalagi AANZFTA bersifat WTO-plus, yaitu lebih luas cakupan produk yang diikatnya (dalam perdagangan barang dan perdagangan jasa) dan memasukkan kesepakatan-kesepakatan yang tidak diatur di WTO saat ini, yaitu Singapore issues (investment, government procurement, dan competition policy).

• Keadaan semacam ini akan membahayakan posisi perundingan di WTO, karena banyak isu yang masih menjadi sengketa dan perdebatan di forum multilateral WTO yang telah macet saat ini, akan dilangkahi dan dipotong (by-pass) oleh kesepakatan bilateral ini. Ini adalah pra-kondisi bagi dikalahkannya posisi-posisi perundingan negara-negara berkembang (ASEAN) selanjutnya.

• Telah dilaporkan bahwa dalam sektor jasa, maka dua negara dalam AANZFTA akan membuat komitmen yang melebihi komitmen WTO, yaitu Singapura dan New Zealand. Hal ini akan mendorong liberalisasi jasa yang lebih tinggi dari yang disepakati di WTO.

• Dalam hal sektor investasi dan mode-3 sektor jasa (commercial presence), maka AANZFTA akan berprinsip pada kepentingan investor. Kesepakatan di bidang ini terutama akan meliberalisasikan investasi asing lebih jauh lagi, melalui disepakatinya prinsip pre-establishment (potensi kerugian sebelum investasi), provisi atas perlindungan investor, dan penyelesaian sengketa investor dengan negara.

• AANZFTA ini akan mencakup 20,5% perdagangan barang dan jasa Australia dengan nilai sebesar US$ 92 milyar. Sampai saat ini ASEAN merupakan 16% dari perdagangan barang dan jasa Australia dengan nilai US$ 71 milyar. Menteri Perdagangan Australia Simon Crean menyatakan bahwa dalam AANZFTA ini Australia akan mendapat keuntungan besar yang didapat dari semua sektor yang ada dalam perjanjian tersebut.

2. Perjanjian Perdagangan Bebas ini merupakan beban berat di tengah-tengah krisis global, karena Indonesia sudah terikat kepada perjanjian perdagangan bebas lainnya dengan Jepang (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement- IJEPA), dan dalam kerangka ASEAN dengan China (China-ASEAN FTA- CAFTA),

67POKOK-POKOK KEBERATAN IGJ TERHADAP AANZFTA

Page 68: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dengan Korea (Korea-ASEAN FTA), dan dengan Jepang (Japan-ASEAN FTA). Semua keterikatan Indonesia dalam FTA ini telah dianalisis hanya akan membawa kerugian bagi Indonesia, sebagaimana yang telah dapat dilihat dalam IJEPA dan CAFTA.

• Sudah pasti disepakatinya AANZFTA di tengah-tengah krisis global, akan menjadi beban berat bagi perekonomian Indonesia. AANZFTA bersifat meliberalisasikan perekonomian lebih luas, sehingga Indonesia terutama akan kehilangan pendapatan dari dihapusnya atau berkurangnya bea-masuk. Contohnya, tarif pakaian jadi, alas kaki dan otomotif dalam AANZFTA akan dihapus menjadi 0%. Hal ini berarti bahwa: pertama, Indonesia akan kehilangan pendapatan dari pengenaan tarif; dan kedua, Indonesia akan dibanjiri produk-produk Australia/NZ yang akan mematikan industri dalam negeri.

• Sebagian besar produk Australia, yaitu 57% adalah untuk pasar Asia. Sementara ekspor ke AS dan Uni-Eropa hanya 18%. Produk tersebut diantaranya adalah otomotif, elektronik, susu dan produk susu, daging, gandum, gula, hewan hidup, aluminium, kapas, dan tembaga. Indonesia mengimpor dalam jumlah besar dari Australia dalam hal gula, kapas, buah-buahan, olahan buah-buahan, palawija, olahan palawija; serta sayur-mayur dari Australia dan NZ. Bisa diperkirakan bahwa produk-produk domestik akan segera tersingkir dan digantikan produk impor dari Australia/NZ. Hal ini akan berdampak besar pada sektor pertanian dan kehidupan petani Indonesia.

• Liberalisasi investasi dalam AANZFTA, akan berarti hadirnya lebih dari 400 perusahaan Australia/NZ yang akan beroperasi di Indonesia, terutama di sektor pertambangan dan pembangunan infrastruktur. Ini akan mematikan sektor usaha pertambangan dan konstruksi Indonesia. Terlebih lagi yang lebih berbahaya, ini akan mendorong penjarahan sumber-sumber alam Indonesia oleh tangan asing. Australia sangat kuat dan dominan kepentingannya dalam usaha pertambangan mineral dan batu-bara.

3. Proses perundingan di dalam AANZFTA, tidak melibatkan para pihak yang berkepentingan (multi-stake holders) dan perwakilan kelompok-kelompok masyarakat yang akan terkena dampak perjanjian ini. Bahkan terkesan pemerintah akan lebih tunduk pada kepentingan modal asing daripada membawakan kepentingan nasional dan rakyat Indonesia.

• Pemerintah tunduk pada kepentingan negara asing, antara lain disebabkan karena pemerintah menerima utang dan bantuan. Utang dan bantuan ini menciptakan proyek-proyek yang akan memperkaya elit-elit penguasa dan birokrasi.

• Indonesia adalah penerima terbesar bantuan dana (hibah) dari Australia sebesar US$ 380 juta atau Rp 3,4 triliun di tahun anggaran 2007-2008. Dana tersebut

68 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 69: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dipakai misalnya untuk PEMILU 2009 sebesar lebih dari Aus$ 6 juta dan belanja pembangunan sebesar Aus$ 462 juta, yang semuanya tidak transparan dan tidak diinformasikan secara rinci. Yang lainnya, Rp 2,6 triliun untuk pengembangan pendidikan dasar di NTT (Australia sangat berkepentingan atas Indonesia Timur) dan bantuan ‘memerangi korupsi’ sebesar Rp 51 milyar. Dana-dana ini tidak lain dimaksudkan untuk memperlancar proses disepakatinya AANZFTA.

• Tidak pernah sekalipun pemerintah melakukan konsultasi publik mengenai akan diadakannya AANZFTA sejak disepakati di tahun 2004. Dari tahun 2005-2008 telah diadakan 16 kali putaran perundingan antara pemerintah (dan ASEAN) dengan Australia/NZ yang diselenggarakan secara tertutup dan bersifat rahasia. Padahal ini akan berdampak luas atas hajat hidup orang banyak serta sektor-sektor strategis.

4. Departemen Perindustrian RI telah meminta penundaan atas AANZFTA untuk satu atau dua tahun ke depan, karena memperkirakan AANZFTA akan menurunkan kemampuan ekspor Indonesia, yang akan menghancurkan sektor manufaktur di tengah-tengah krisis global saat ini. Adanya perbedaan pandangan antara Departemen Perindustrian dengan Departemen Perdagangan telah lama berlangsung, Departemen Perdagangan bersifat sangat liberal dan pro-perdagangan bebas, sehingga kebijakannya lebih banyak mengesampingkan kepentingan nasional.

• Kepala Litbang Departemen Perindustrian RI, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa sebaiknya AANZFTA ditunda dulu satu sampai dua tahun mendatang, karena bisa menghancurkan sektor manufaktur Indonesia khususnya di tengah-tengah krisis dewasa ini.

• Menteri Perindustrian RI, Fahmi Idris, menyatakan bahwa “Adapun dalam konteks ASEAN, ada kebijakan regional yang sudah disepakati menyangkut pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) secara bertahap. Kami sepakat perjanjian itu ditunda dulu pelaksanaannya tahun ini”. Selanjutnya dikatakannya, “Rumusan penundaan itu dari berbagai pihak, dari pemerintah dan juga swasta. Memang, seyogyanya, perdagangan bebas ASEAN bisa dilakukan secara bertahap mulai 2009 sampai 2029 nanti”. (wawancara dengan tabloid KONTAN, No. 18-XIII, 6-12 Februari 2009, hlm. 30).

Sumber referensi:1. Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan website pemerintah Australia2. www.antara.co.id3. Robert Scolay dan Ray Trewin, “Executive Summary: Australia and New Zealand

Bilateral CEPs/FTAs with the ASEAN Countries and their Implication on AANZFTA”, REPSF Project No. 05/003, Final Report, June 2006.

4. “Fahmi Idris, Menteri Perindustrian RI: Semua Negara Melanggar Prinsip Perdagangan Bebas”, Tabloid KONTAN, No. 18-XIII, 6-12 Februari 2009, hlm. 30

AA

NZ

-FT

A

69POKOK-POKOK KEBERATAN IGJ TERHADAP AANZFTA

Page 70: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Jauh sebelum kesepakatan ASEAN–Australia-Newzealand Free Trade Agreement (AANZ FTA) ditandatangani oleh Men-teri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Australia telah memiliki tambang uang yang sangat besar di Indonesia. Perusahaan Australia telah menjadi aktor utama dalam berbagai kegiatan investasi dan perdagangan di Indonesia. Bagi Australia, Indonesia merupakan tempat untuk memperoleh sumber daya alam murah dan memiliki posisi paling strategis yang menghubungkan aktifitas ekonomi Negara Kanguru tersebut dengan benua lainnya.

T A M B A N G U A N G A U S T R A L I A D I I N D O N E S I A

Page 71: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Oleh : Salamuddin DaengPeneliti Institute for Global Justice

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 72: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Dalam bidang perdagangan Indonesia telah menjadi pasar utama Australia yaitu berada pada peringkat terbesar keempat di ASEAN dan terbesar ke-13 secara keseluruhan. Australia mengekspor A$4 milyar barang dan hampir A$1 milyar jasa ke Indonesia dalam kurun waktu 2007-2008. Investasi Australia di Indonesia meningkat dengan pesat mencapai A$ 3,4 milyar pada akhir 2007.1 Sekitar 400 perusahaan Australia memiliki perwakilan di Indonesia dalam berbagai sektor, termasuk pertambangan, konstruksi, perbankan dan keuangan, makanan dan minuman, serta transportasi. 2

Khusus pada kegiatan usaha pertambangan mineral, migas dan usaha-usaha lainnya yang terkait dengan pertambangan, perusahaan-perusahaan Australia adalah penanam modal asing terbesar di Indonesia. Perusahaan ini membentuk lebih 60% dari jumlah penanaman modal asing di sektor ini. Sisanya investor lain dari Jepang, AS dan UE dan sebagian kecil perusahaan nasional yang statusnya bekerja sama dengan perusahaan asing atau sebagai sub kontraktor asing.

Perusahaan-perusahan Australia tidak hanya mendominasi kegiatan pertambangan langsung akan tetapi juga menjadi perusahaan pemasok peralatan pertambangan. Pada saat ini lebih dari 178 perusahaan Australia yang memberikan peralatan dan jasa kepada industri pertambangan, pembangunan dan penggalian di Indonesia.3 Ini berarti bahwa Australia menjadi eskportir utama barang modal dalam bentuk alat-alat berat bagi usaha-usaha pertambangan dengan bea masuk yang sangat rendah4.

Thiess Indonesia misalnya, merupakan anak perusahaan dari Thiess Pty Ltd yang berkantor pusat di Brisbane, Queensland, Australia dengan persentase saham sebesar 99 %. Usaha-usahanya yang luas di Indonesia menjadikan Thiess sebagai salah satu kontraktor teknik terkemuka di Australia dengan turnover (perputaran uang) tahunan sebesar AU$ 4 milyar dan work in hand bernilai lebih dari AU$ 8 milyar. Grup Thiess tersebut merupakan bagian dari Leighton Holding Ltd yang terdaftar pada pasar bursa Australia. Leighton Holding adalah salah satu kontraktor pertambangan dan konstruksi terbesar di Asia.

1 Siaran Media, Menteri Perdagangan Australia, Simon Crean MP, http://www.aus-tembjak.or.id/jaktindonesian/ TM09_001.html2 OZMINE 2008: Pameran dan Konferensi Pertambangan Australia, 19-20 Februari 2008, Hotel Shangri-La, 18 Februari 2008, https://indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/SM08_012.html3 http://www.dfat.gov.au4 Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengusulkan kepada Menteri Keuangan terkait pemberian insentif berupa pembebasan bea masuk (bea masuk ditanggung pemerintah/BM-DTP) pada tahun 2009 sebesar Rp2,1 triliun. Insentif tersebut ditujukan pada sepuluh jenis industri yaitu industri alat berat, PLTU, susu, kimia, otomotif, elektronika, kapal, dan ball-point. 18 Februari 2009, http://www.inaplas.org

72 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 73: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Proyek Thiess Dalam Sektor Pertambangan Indonesia

Current Projects

Tambang Batubara Melak (Bayan Resources Group)

Melak, Kalimantan Timur

INCO Construction Services

Tambang Batubara Samboja(PT Inkor Prima Coal) Samboja, Kalimantan Timur

Tambang Batubara KPC (PT. Kaltim Prima Coal) Sangatta,Kalimantan Timur

Tambang Batubara Satui (PT. Arutmin Indonesia) Satui, Kalimantan Selatan

Tambang Batubara Senakin (PT. Arutmin Indonesia),

Senakin, Kalimantan Selatan

Tabang Alliance Project

Proyek Sebelumnya

Mining Terminal Batubara Berau (PT. Berau Coal) Berau, Kalimantan

TimurTambang Pasir Kideco (PT. Kideco Jaya Agung) Tanah Grogot,

Kalimantan Timur

Mechanical & Electrical

Proyek Perluasan Inco (PT. International Nickel Indonesia)

Soroako, Sulawesi Selatan

Fasilitas Pelabuhan & Tempat Pencucian Jig and Dense (PT. Arutmin Indonesia)

Senakin, Kaliantan Selatan

Plant Penanganan Batubara Bontang (PT. Indominco Mandiri)

Bontang, Kalimantan Timur

Suban Phase-2 Gas Treatment Plant (PT. Conoco Phillips)

Jambi, Sumatera

Plant Proses LPG (PT. Moeladi for Pertamina) Pangkalan Brandan, Sumatera Utara

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Unit III Darajat (PT. Chevron Texaco Energy Indonesia)

Garut, Jawa Barat

Proyek Transmisi dan Distribusi Gas Alam dari Sakeman ke Kuala Tungkal (PT. Perusahaan Gas Negara),

Jambi, Sumatera

Civil Infrastruc-ture

Dermaga Multiguna (PT. Prima Lirang Mining), Pulau Wetar, Provinsi Maluku

Kampung Tanah Merah Baru (B.P. Berau Ltd), Teluk Berau Babo, Papua

Bendungan Namuk Tailing (PT. Kelian Equatorial Mining),

Kelian, Kalimantan Timur

Konstruksi Sipil Pertambangan NTT (PT. Newmont Nusa Tenggara),

Batu Hijau, Sumbawa

Bendungan Balambano (PT. International Nickel Indonesia),

Soroako, Sulawesi Selatan

Sumber : Thiess Indonesia, 2009, http://www.Thiess.co.id

73TAMBANG UANG AUSTRALIA DI INDONESIA

Page 74: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Proyek perusahaan Thiess Indonesia tersebut belum termasuk usaha-usaha dalam bidang pengusahaan kertas skala besar seperti Pabrik Bubur Kertas Musi (Klockner-INA Germany) di Palembang Sumatera Selatan dan proyek infrastuktur telekomonikasi bersama Nokia, Erikson Indonesia, Mitra Global telekomonikasi dan lain sebagainya, yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan asal Australia sangat dominan ekstraktif industri, infrastuktur dan jasa.

Perusahaan-perusahaan utama Australia bergerak di sector pertambangan dan menjadi pelaku utama dalam eksploitasi sumber daya alam mineral. Usaha-usaha pertambangan mereka di menjadi penopang bagi ekspor negara tersebut untuk memasok mineral dan energi khususnya Batubara ke negara-negara Industri lain seperti Jepang, China dan Eropa. Sebagai contoh, akibat kemajuan dalam eksploitasi batubara di Indonesia menjadikan Australia sebagai ekportir batubara terbesar di dunia mengungguli Indonesia sebagai nomor dua. Peranannya yang besar dalam memasok sumber bahan baku ke negara industri lainnya tentu saja semakin menjadikan Australia memiliki posisi penting dalam perdagangan internasional.

Dalam hal investasi pertambangan perusahaan Australia memperoleh beberapa keuntungan sekaligus, pertama, pendapatan ekspor barang modal dan peralatan pertambangan, kedua, memperleh aliran dana (devisa) atas pendapatan perusahaan–perusahaan tambang, ketiga, memperoleh kedudukan penting dalam perdagangan dengan negara-negara industri maju lainnya karena bertindak sebagai pemasok bahan baku. Keempat, memasok tenaga ahli bagi operasi perusahaan-perusahaan Australia yang menghasilkan devisa dan sekaligus pendapatan bagi warga negaranya. Setiap tahun sedikitnya 6.788 tenaga asal Australia bekerja di Indonesia dan termasuk dalam 10 besar negara dengan penempatan tenaga kerja terbesar di Indonesia.

Sementara sebagian besar pengeluaran/belanja perusahaan tambang yang diharapkan member dampak multiplier effect bagi perekonomian nasional justru digunakan untuk membeli bahan baku dan barang modal yang ternyata sebagian besar di impor dari

74 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 75: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

AUSTRALIA. Hal ini tidak hanya menghasilkan pendapatan, akan tetapis sekaligus menghidupkan industri manufactur dan alat berat di Negara Kanguru. Sehingga kegiatan pertambangan justru mengasilkan multiplier effect bagi perkembangan industri Australia.

Bagi Indonesia, manfaat yang diperoleh tidak sebanding dengan pengorbanan sumber daya alam yang besar. Usaha pertambangan hanya menyumbangkan sekitar 5 persen terhadap upah buruh dari total revenue yang diperoleh dan 1 persen terhadap publik dalam bentuk dana Corporate Social Responsibility (CSR). Sementara praktek pertambangan sarat dengan berbagai bentuk pelanggaran HAM, pengrusakan lingkungan dan penggsuran ekonomi masyarakat lokal yang tidak tergantikan dengan pajak pertambangan maupun kompensasi dana CSR.

Sehingga perjanjian perdagangan bebas yang lebih luas yang meliputi investasi dan perdagangan tengah disepekati pemerintah Indonesia dan Australia melalui AANZ FTA, hanya akan memperpanjangan ketidak adilan bagi Indonesia. Disaat Asutralia mendulang Emas, rakyat Indonesia justru mendulang Cemas.

75TAMBANG UANG AUSTRALIA DI INDONESIA

AA

NZ

-FT

A

Page 76: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Daftar Perusahaan Tambang Terbesar Asal Australia di Indonesia

Nama Perusahaan

Investasi Produksi Ekspor

PT. Meares Soputan Mining (PT MSM)/ Archipelago Resources

Toka Tindung Gold Project, Indonesia

Archipelago Resources (Australia) 85% dan Julius Tjahja 15%

Sedang dalam masa kontruksi dengan jangka waktu kontrak selam 30 tahun terhitung sejak produksi awal. Menguasai konsesi seluas 8.959 ha

Minerals & Ore dalam proyek ini diperkirakan mencapai 15 Juta ton

PT Tambang Tondano Nusajaya/ Archipelago Resources

Archipelago Resources Pty Limited 85%, PT Tambang Tondano Nusajaya 15.*

Saat ini sedang dalam massa feasibility dan exploration. Masa kontak selama 30 tahun atas lahan seluas 30.250 ha

Perusahaan Pemilikan Broken Hill (BHP) dalam Proyek Batubara yang dijalankan PT Arutmin dan PT Kendilo

BHP ikut serta dalam perluasan Senakin dan Satui yang menjadi PT Arutmin, dengan dana sejumlah 120 juta dolar AS. Termasuk pembangunan terminal batubara seharga 80 juta dolar AS di Pulau Laut.

Tambang Satui 2 juta ton Pertahun. Tambang Senakin menghasilkan 4 juta ton batubara per tahun.

75% dari batubara ini digunakan untuk keperluan perlistrikan dan industri di Hong Kong, Jepang, dan Filipina.

PT Batubara Prima Kaltim Indonesia

Perusahaan patungan 50/50 antara CRA Australia dengan BP Inggris. penanaman modal awal sejumlah 550 juta dolar AS

Hasil pada tahun pertama operasi adalah 7,3 juta ton. Ini adalah tambang terbesar di Indonesia. Batubara Prima bermutu tinggi dengan kandungan kalorifik tinggi, dan rendah kandungan debu, belerang dan kelembabannya.

Batubara tersebut diekspor ke Jepang, Hong Kong, Taiwan, dan Eropa.

PT Pertambangan Khatulistiwa Kelian (Kelian Equatorial Mining)Terletak di Sungai Kelian, anak sungai Mahakam.

90% saham milik CRA Australia dan 10% milik PT Harita Jayaraya Indonesia

Cadangan emas diperkirakan berjumlah 53,5 juta ton, dengan penggolongan 1,97 gram per ton. Tambang ini adalah salah satu tambang emas terbesar di Indonesia.

Dalam tahun pertama produksi penuhnya, hasil emas mencapai 14,5 ton dari 6,2 juta ton bijih yang diolah.

* http://www.archipelagoresources.co.uk/toka_tindung_gold.13.html

76 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 77: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

PT. Nusa Halmahera Minerals Ltd (PT NHM), Newcrest

Newcrest Singapore Holdings Pte.Ltd (Australia) 82.5%, PT Antam 17%

Luas wilayah Kontrak Karya 1.672.967 Ha. Tambang Gosowong telah menghasilkan emas 770.000 Oz.Tambang Toguraci telah menghasilkan 492.000 Oz emas ( 2004-2006).Tambang Dalam Kencana memiliki cadangan terukur 2.5 juta ton, setara dengan 2.3 juta oz emas.

Sejak tahun 2003-2007 PT. NHM telah melakukan ekspor 30,8 juta kg emas dan 21,6 juta kg perak

PT Barisan Tropical Mining (BTM)

Muara Tiku, Musi Rawas Sumatera Selatan

CRA Australia (Laverton Gold NL) 90% dan PT SETDCO Ganesha (Setiawan Djodi Coorporation) 10%.

Kontrak karya tahun 1986 Luas kontrak 95.250 ha.

Produksi rata-rata 856.958 ton/tahun, untuk memperoleh batangan logam : rata-rata 72.000 Oz emas murni dan 800.000 Oz perak murni/tahun.

PT Kelian Equtorial Mining/ Rio Tinto

Emas. Saham: Rio Tinto (90%) dan PT. Harita Jayaraya Inc.(10%)

Memperoleh konsesi seluas 280 ribu hektar. Sepanjang tahun 2003-2004 Mampu memproduksi 24,7 ribu kg emas dan 19,9 kg perak.

Sebanyak 89.77 persen produksi emas dan perak perusahaan tersebut di ekspor

PT Indo Muro Kencana

Aurora Gold (Australia (90%) dan PT. Gunung Perkasa (10%).

tahun 2006-2007 perusahaan memproduksi 7.937 kg emas dan 18.820 kg perak

31 persen emas di ekspor dan 92 persen perak di ekspor.

Rio Tinto bersama PT. Freeport Indonesia

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) - 81,28%, Pemerintah Indonesia - 9,36%

Luas wilayah konrak karya adalah 2.610.182 Ha. Mendadi perusahaan yang sangat kaya dengan pendapatan pertahun setara dengan 2 persen PDB Indonesia.

Sebagian besar produknya di ekspor ke jepang. pengapalan konsentrat lebih dari 100 kapal/ tahun.

PT Jogja Magasa Mining (JMM) dan PT Indo Mines Ltd

Investasi sebesar US$600 juta dan infrastruktur mencapai US$1,1 miliar. Kepemilikan Jogja Mangasa Mining sebesar 30 % dan Indo Mines Australia sebesar 70%

Kontrak Karya seluas 2.987 hektar. Investasi sebesar US$600 juta. Produksi awal bijih besi, lanjutnya, akan mencapai 1 juta ton dan mencapai tingkat puncak produksi sebesar 5 juta ton.

Mulai beroperasi tahun 2011

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber(ESDM, Walhi, Jatam dan Situs Perusahaan Bersangkutan), 2008.

77TAMBANG UANG AUSTRALIA DI INDONESIA

Page 78: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

BELAJAR DARI IJEPA : Perjanjian Dua pihak yang Tidak Setara

oleh: Syamsul Hadi

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 79: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Sebagai sebuah perjanjian bilateral, EPA Indonesia-Jepang tidak dapat dilepaskan dari fakta hubungan ekonomi kedua negara selama ini, apakah bersifat saling melengkapi (komplementer) ataukah saling bersaing (kompetitor). Dilihat dari produk yang diperdagangkan, terlihat bahwa hubungan itu bersifat komplementer atau saling melengkapi. Indonesia menjual produk kekayaan alam yang umumnya berupa bahan mentah ke Jepang. Sebaliknya, Jepang menjual produk-produk barang jadi dan alat permesinan yang memiliki nilai tambah teknologi jauh lebih besar.

Namun demikian, sifat hubungan Indonesia-Jepang itu juga bisa dilihat dari perspektif lain, dengan mempertanyakan apakah hubungan ekonomi Indonesia-Jepang menempatkan kedua pihak dalam posisi yang setara atau sebaliknya, timpang atau tidak setara (unequal). Berikut adalah skema yang menggambarkan posisi hubungan kedua negara berdasarkan karakter ekonomi masing-masing:1

TabelPerbandingan Karakter Ekonomi Indonesia dan Jepang

Sumber: Sudung Manurung, 2008.

Dari skema itu tampak bahwa hubungan Indonesia-Jepang berada pada posisi yang unequal atau tidak setara, yang akan sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya dampak posistif EPA bagi Indonesia. Dalam posisi ekonomi yang masih lemah, strategi pembangunan Indonesia yang beorientasi pada liberalisasi dan kesepakatan perdagangan bebas akan semakin memenjarakan

1 Dr. Sudung Manurung, IJ-EPA (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement), Workshop Implementasi IJ-EPA, Pusat Studi Jepang UI, 11 Agustus 2008.

Jepang Indonesia

Teknologi TinggiBasis manufaktur kuat

Market saturation (pasar dalam negeri sudah jenuh)Masyarakat menua, Sumberdaya manusia yang muda makin terbatas

Kemampuan teknologi rendahBelum mempunyai basis manufaktur yang memadai, kecuali investasi asingKaya sumber daya alamPasar yang bertumbuh

Sumber daya manusia muda yang besar

79BELAJAR DARI IJEPA: PERJANJIAN DUA PIHAK YANG TIDAK SETARA

Page 80: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Indonesia. Kesepakatan perdagangan bebas akan merugikan negara dengan posisi yang rendah. Negara yang lebih maju akan semakin menekan dan menguasai pasar negara berkembang. Secara khusus, kesepakatan dalam bentuk EPA akan sangat merugikan Indonesia justru karena cakupannya yang sangat luas. Selain liberalisasi pengurangan tarif juga dilakukan kesepakatan khusus investasi dan bisnis, kerja sama, transfer teknologi dan informasi, mutul recognition agreement (MRA), mobilisasi manusia, hak-hak kekayaan intelektual, kebijakan kompetisi dan pembelanjaan pemerintah. Model kerja sama yang komprehensif dalam perjanjian bilateral akan mempercepat liberalisasi dan memelencengkan kebijakan ekonomi nasional. Pilihan pemerintah membuat berbagai kerja sama yang semakin agresif tanpa diawali strategi ekonomi nasional akan mempercepat deindustrialisasi.2

Terkait soal ketidaksetaraan hubungan Indonesia-Jepang, Dr. Sudung Manurung3, Direktur Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang UI, melihat bahwa meskipun penandatanganan EPA dengan Jepang telah menjadi fakta, tidak dengan serta merta Indonesia diuntungkan dengan EPA ini. Jaminan keuntungan sudah pasti lebih pada pihak Jepang. Pada dasarnya Indonesia dan Jepang tidak bermain pada level yang sama. Ketika berbisnis dengan Jepang kita akan berhadapan dengan standar yang tinggi. Tanpa mereka menambah standar apapun, standar mereka sudah lebih tinggi, jadi kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan standar mereka. Artinya, apabila produk Jepang dimasukkan ke Indonesia, hampir bisa dipastikan bahwa produk tersebut telah memenuhi standar. Sebaliknya, produk Indonesia yang dimasukkan ke Jepang kerap kali ditolak karena dipandang tidak memenuhi standar Jepang.

Kerjasama dalam level yang tidak setara cenderung memposisikan Indonesia dalam posisi yang dirugikan, sekalipun sepintas lalu terlihat diuntungkan. Dalam hal memproduksi suatu barang, misalnya, di satu sisi akan menguntungkan Indonesia dimana pelatihan keterampilan dan teknologi di sektor manufaktur akan meningkatkan mutu produk Indonesia di pasar domestik dan internasional, tetapi di sisi lain akan memberatkan Indonesia. Dilihat dari segi produksi, Indonesia memiliki tenaga kerja murah tetapi Indonesia harus mengeluarkan cost untuk membayar tenaga ahli dan membeli teknologi yang diperlukan untuk

2 Hendri Saparini, Deindustrialisasi, Buah Neoliberal, Seputar Indonesia, 6 Oktober 2008.3 Wawancara dengan Dr. Sudung M. Manurung, di Gedung Pusat Studi Jepang UI, 28 Juli 2008.

80 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 81: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

produksi. Tentu saja apabila dilihat dari sisi Jepang, masalah teknologi dan tenaga ahli tidak menjadi masalah.

Melalui mekanisme EPA ini, pemerintah Indonesia mengharapkan adanya peningkatan nilai ekspor ke Jepang dengan adanya penurunan tarif bagi ekspor Indonesia ke Jepang. Namun yang disayangkan disini adalah bahwa ekspor Indonesia ke Jepang masih didominasi oleh barang mentah dan sumber daya alam, seperti minyak, gas bumi, batu bara, kayu, atau ikan segar dan tentunya ini akan merugikan Indonesia karena nilai jual yang tidak begitu menguntungkan dibandingkan dengan nilai jual produk olahan. Seharusnya Indonesia bisa mengekspor barang-barang dengan nilai tambah tinggi, seperti produk manufaktur dan industri ringan yang punya potensi besar masuk pasar Jepang. Lebih dari itu, standar produk untuk memasuki Jepang juga cenderung tinggi, dan umumnya sulit dipenuhi oleh produsen Indonesia.

Harapan yang tinggi digantungkan Indonesia dalam EPA ini, dengan harapan investasi yang berlipat ganda dari Jepang serta ekspor yang semakin besar ke Jepang, tetapi beberapa kalangan juga merasa skeptis dengan harapan-harapan ini. Salah satunya adalah ekonom INDEF yang juga anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo4, yang mengatakan bahwa terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi sikap skeptis ini, yaitu pertama, ketidaksiapan industri dalam negeri. Ketidaksiapan ini bisa dilihat dari model kebijakan industri yang sejak tahun 2000 dapat dikatakan hanya tambal sulam dimana tidak ada implementasi kebijakan yang fokus dan komprehensif mengenai industri mana yang akan didorong, seberapa cepat dia didorong, prasarana dan fasilitas apa yang akan diberikan, serta keterkaitan industri apa yang akan dibangun atau daerah mana yang akan dijadikan basis industri apa. Kebijakan industri yang ada selama ini hanya bersifat responsif dimana para menteri hanya membuat kebijakan berdasarkan surat permohonan dari pelaku industri tertentu, sebagaimana halnya dengan insentif perpajakan.

Kedua, banyak sekali langkah ad hoc dari berbagai instansi yang justru merusak investasi dan industri. Misalnya, pemekaran wilayah yang berlebihan yang justru memperpanjang rantai perizinan dan ekonomi biaya tinggi, dan ini semakin memperkuat ketidaksiapan

4 Sri Hartati Samhadi, Menggantungkan Harapan Pada EPA, diakses dari http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0708/25/Fokus/3782630.htm

AA

NZ

-FT

A

81BELAJAR DARI IJEPA: PERJANJIAN DUA PIHAK YANG TIDAK SETARA

Page 82: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dalam pembangunan industri. Ketiga, implementasi kebijakan di lapangan sendiri sering tidak efektif. Ketiga alasan tersebut menjadi landasan pokok pemikiran bahwa sebenarnya Indonesia sendiri belum siap untuk menghadapi liberalisasi perdagangan melalui pembentukan partnership agreement karena yang terjadi adalah semakin berat beban yang harus dipikul oleh Indonesia. Selain itu ketahanan ekonomi nasional yang tidak begitu bagus mengakibatkan Indonesia akan selalu berada dalam posisi yang ”terkalahkan” dalam setiap kesepakatan ekonomi yang dibuat.

Sama halnya dengan apa yang dikemukakan Arianto Patunru,5 peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, bahwa Indonesia seharusnya berhati-hati dalam menyepakati perjanjian-perjanjian yang bersifat bilateral, karena kerja sama semacam itu bisa mengakibatkan apa yang dikenal sebagai spaghetti-bowl effect, yaitu munculnya aturan-aturan yang tidak pasti yang bisa bertentangan satu dengan yang lain. Jika itu terjadi, maka bukan perdagangan yang terjadi, tetapi pembelokan perdagangan (trade diversion). Sebenarnya, EPA sendiri dinilai tidak menyentuh masalah utama yang menghambat ekspor Indonesia ke Jepang, yaitu mengenai hambatan nontarif. Jepang, seperti negara maju lain, masih menggunakan hambatan nontarif yang dibungkus dalam isu-isu seperti standar kesehatan, standar keamanan, standar kelestarian, standar hak asasi manusia, dan standar perburuhan yang ditujukan menghambat masuknya produk negara lain dan hal semacam ini tidak disentuh dalam kesepakatan ini, kendati melalui program capacity building yang menjadi pilar ketiga EPA, Jepang menjanjikan membantu Indonesia memperbaiki kapasitas agar mampu memenuhi standar-standar atau sertifikasi tersebut, tetapi kembali yang menjadi pertanyaan apakah capacity building yang dijanjikan oleh Jepang memang benar-benar dapat terealisasi.

Berdasarkan gambaran di atas, sebenarnya EPA ini dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak (win-win), apabila dapat memenuhi beberapa parameter. Menurut Dradjad H. Wibowo6, ada tiga parameter yang harus dipenuhi, yaitu Pertama, peningkatan ekspor, misalnya, ekspor nonmigas Indonesia ke

5 Ibid.6 Ibid.

...kerja sama semacam itu bisa mengakibatkan apa yang dikenal sebagai spaghetti-bowl effect, yaitu munculnya aturan-aturan yang tidak pasti yang bisa bertentangan satu dengan yang lain. Jika itu terjadi, maka bukan perdagangan yang terjadi, tetapi pembelokan perdagangan (trade diversion)

82 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 83: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Jepang naik 700 juta dollar AS-1 miliar dollar AS per tahun dalam tiga tahun ke depan terutama untuk produk industri primer, manufaktur, dan pertanian dalam arti luas, tidak termasuk produk tambang mineral seperti batu bara dan nikel. Kedua, pemulihan investasi Jepang di Indonesia ke level 7-8 miliar dollar AS per tahun seperti sebelum krisis. Ketiga, kemampuan Indonesia untuk menggeser komposisi ekspor dari produk-produk mineral dan industri primer (seperti kayu dan olahan) menjadi produk industri manufaktur yang lebih maju seperti industri komponen, listrik, dan elektronik, tekstil dan produk tekstil yang bernilai tingggi dalam jangka 5-10 tahun.

Sementara itu, Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang memberikan kerugian bagi Indonesia dan dapat digambarkan sebagai bentuk eksploitatif Jepang. Penandatanganan EPA Indonesia-Jepang membuktikan bahwa Indonesia tidak pernah belajar terhadap kebijakan ekonomi Jepang terhadap Indonesia yang selama dinilai sangat manulatif. Ichsanuddin menyebutkan, bukti sikap eksploitatif Jepang di Indonesia antara lain tercermin dalam proyek pembangunan PT Inalum dan PLTA Asahan. Kedua proyek tersebut mengalami penggelembungan (mark up) investasi. Selain itu, sebagaimana kasus Jakarta Monorail dan perancangan proyek subway, Jepang memberikan utang luar negeri kepada Indonesia dengan syarat technical design engineering dibuat di Tokyo. Hal ini dapat diartikan bahwa sejak perancangan, tender konsultan hingga pelaksanaan proyek, pihak penentu adalah Jepang.

Dalam kerangka semacam ini, Indonesia hanya menjadi pemakai tanpa hak memiliki dan ini membuktikan kerja sama ekonomi dengan Jepang identik dengan keberlanjutan Indonesia sebagai pemberi sumber daya, kekuatan produksi, dan pasar yang berlimpah kepada Jepang. Masyarakat Indonesia, menurut Noorsy, lalu terus-menerus menjadi sekedar menjadi kuli dan konsumen. Lebih lanjut Noorsy menegaskan, pembebasan semua produk Jepang masuk ke Indonesia niscaya makin memperkukuh posisi Jepang di dalam negeri. Jepang yang sudah menguasai pasar otomotif di dalam negeri akan semakin mencengkeram.

Penanda-tanganan EPA

Indonesia-Jepang membuktikan

bahwa Indonesia tidak pernah

belajar terhadap kebijakan

ekonomi Jepang terhadap

Indonesia yang selama dinilai

sangat manulatif

83BELAJAR DARI IJEPA: PERJANJIAN DUA PIHAK YANG TIDAK SETARA

Page 84: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Bagi Jepang, EPA merupakan pesan yang dikirim kepada pesaing mereka bahwa Indonesia makin kukuh dalam penguasaan mereka.7

Ichsannudin Noorsy juga melihat EPA sebagai bentuk pelestarian penjajahan ekonomi Jepang di Indonesia. Kita ketahui baik bilateral maupun multilateral, perdagangan bebas akan menggilas negara yang belum siap dalam komponen price, quality, delivery selama inovasi dan selama negara secara sistemik tidak memiliki keempat hal tersebut, negara pasti akan tergilas dengan adanya perdagangan bebas. Teori persaingan dalam perdagangan bebas mengandalkan basic stamina dan akurasi yang berangkat dari keempat hal tersebut dan pada prinsipnya bagaimana mendapatkan bahan mentah dan energi murah serta menjual dengan komponen harga yang tinggi dan pada saat sama membengun infrastruktur dan mencari pasar yang bagus, Dalam hal ini, Indonesia tidak memiliki, baik dari segi educational, skill, social capital dan cultural capital semuanya, sedangkan Jepang memiliki itu semua, sehingga secara kompetitif advantage Jepang lebih unggul dibandingkan Indonesia.

Melihat beberapa kerugian yang harus dialami dalam kesepakatan EPA ini, sebenarnya Indonesia harus dapat meminta konsensi kepada Jepang sebanyak mungkin, mengingat Indonesia banyak memberikan keuntungan bagi Jepang. Kekayaan alam yang cukup tinggi seharusnya dapat memberikan posisi tawar yang cukup tinggi. Beberapa bentuk kerugian yang harus dialami oleh Indonesia, kami membahasnya dalam beberapa kategori, diantaranya yaitu, dampak penurunan bea masuk, dampak kesepakatan di sektor migas serta dampak kesepakatan tersebut bagi perkembangan sektor industri nasional termasuk di dalamnya mengenai alih teknologi.

7 EPA RI-JEPANG: Perbaikan Iklim Usaha Jadi Keharusan, Suara Karya, 22 Agustus 2007.

84 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 85: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Melanjutkan Impor Daging: Sebuah Ironi Negara Agraris

Oleh :Salamuddin Daeng

Peneliti Institute for Global Justice - IGJ

dok

. igj

Page 86: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Latar Belakang Meski Indonesia sangat kaya akan

sumber-sumber agraria, hutan dan laut yang luas, yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya hewan dan tumbuhan yang menjadi sumber makanan bagi umat manusia, nyatanya hampir semua bahan pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia diperoleh dari negara lain. Beras, kedelai, daging, ayam, telur, sayuran dan buah-buahan dan bahkan garam yang dibutuhkan masyarakat Indonesia dipenuhi melalui impor.

Ketergantungan terhadap pangan impor semakin hari semakin mengalami peningkatan, bahkan keadaannya semakin menggila. Tak hanya pangan, negara ini bahkan telah menjadi bak penampungan sampah industri, barang bekas dan bahan makanan sisa dari negara lain. Perdagangan barang barang bekas, mulai dari mobil, kereta api, pesawat terbang, kapal laut, kapal perang, hingga limbah beracun dan berbahaya (B3) menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasarnya. Ketergantungan terhadap impor secara keseluruhan menggambarkan rendahnya produksi dan produktivitas sektor-sektor ekonomi negara ini sehingga kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya.

Dengan tidak menyadari bahwa kecenderungan semacam ini semakin mengancam kedaulatan ekonomi nasional dan kehidupan mayoritas rakyat, para pemegang kebijakan justru semakin menggenjot impor pangan. Padahal impor pangan yang semakin

menggila ini adalah bentuk dis-insentif kepada masyarakat petani, peternak, masyarakat pedesaan dan bahkan industri olahan makanan di dalam negeri. Saat ini terdapat sedikitnya 40,05 juta pekerja sektor pertanian, sebagian besar mengandalkan hasil ternak sebagai sumber pendapatan tambahan di tengah sulitnya meraih keuntungan dari usaha tani tanaman pangan. Sebanyak 2,57 juta bekerja di subsektor peternakan dalam pengertian sebagai peternak sepenuhnya dan 2,56 juta di antaranya adalah peternak sapi potong.1

Kebijakan impor pangan secara langsung melemahkan kemampuan produksi pangan di dalam negeri. Produk-produk pangan yang dihasilkan oleh petani dan peternak nasional dipaksa bersaing dengan produk pangan impor yang bersubsidi besar. Telah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara pengekspor pangan memberikan subsidi yang cukup besar kepada produsen mereka sehingga emiliki mampu berkompetisi di pasar global. Seluruhnya, bantuan pertanian di negara industri berjumlah US$300 miliar lebih – lebih dari 30 persen dari pendapatan petani dan 1,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).2 Sementara di Indonesia segala bentuk subsidi dan insentif telah dicabut oleh pemerintah dengan alasan pasar bebas.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk membuka pasar

1 http://www.ditjennak.go.id2 “IMF Desak Negara Kaya Subsidi Per-tanian Negara Miskin”, Washington, 19 Septem-ber 2002 09:48, http://www.gatra.com/2002-09-19/artikel.php?id=20683

86 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 87: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dalam negeri seluas-luasnya bagi produk pangan dari luar. Indonesia termasuk negara yang paling aktif dalam memperjuangkan liberalisasi pertanian melalui WTO. Hal tersebut dilakukan di tengah hancurnya sektor pertanian di dalam negeri.

Tidak hanya itu, secara aktif Indonesia melakukan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara-negara lain, khususnya dengan negara maju dalam rangka membuka akses pasar.

Menggenjot Impor Melalui FTAPasca-kebuntuan perundingan WTO,

sepertinya Free Trade Agreement (FTA) merupakan langkah yang paling strategis dalam rangka mendorong liberalisasi perdagangan terutama pangan. Melalui ASEAN, Indonesia menjadi negara paling aktif mempelopori suksesnya agenda perdagangan bebas melalui FTA antara ASEAN dengan negara-negara maju seperti China, Korea, Jepang, Australia dll.

Salah satu yang paling maju adalah kesepakatan perdagangan bebas antara ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru (AANZ-FTA). Menurut keterangan Departemen Perdagangan (Depdag), AANZ-FTA telah ditandatangani pada 27 Februari 2009 di Hua Hin Thailand. Perjanjian ini adalah yang paling komprehensif meliputi perdagangan barang dan jasa, investasi, ROO, Costums, SPS, TBT, safeguard, HAKI, kebijakan persaingan, MNP, kerja sama ekonomi, DSM dan e-commerce. Isi

perjanjian mencapai 5.000 halaman yang terdiri dari 18 bab, 202 pasal dan 4 lampiran. 3

Berlandaskan situasi ekonomi saat ini, AANZ FTA sarat dengan kepentingan ekonomi Australia dan sekutunya Selandia Baru dalam meningkatkan dominasi ekonominya di kawasan ASEAN khususnya Indonesia sebagai pangsa pasar terbesar di kawasan ini. Penghapusan bea masuk dan tarif, sebagian besar berhubungan dengan produk-produk pangan Australia yang sejak awal menjadi komoditas andalan Negara Kanguru tersebut dan mengalami surplus atas Indonesia. Sementara Indonesia masih sangat tergantung pada impor daging, jeroan, susu karena lemahnya kemampuan produksi dalam negeri. Sehingga dapat diduga bahwa penghapusan tarif hanya akan menghasilkan akses pasar yang lebih luas bagi produk pangan Australia dan Selandia Baru di Indonesia khususnya daging sapi dan susu.

Jauh sebelum AANZ-FTA ditandatangani, Australia dan Selandia Baru adalah negara pemasok daging sapi dan susu terbesar ke Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan negara pengimpor terbesar sapi hidup Australia, sepanjang 2008 sebanyak 651.196 ekor atau 75 persen dari total 869.545 ekor sapi hidup yang diekspor dari Australia ke pasar dunia. Impor sepanjang 2008 itu naik 26 persen dari impor 2007 yang mencapai 516.992 ekor. Total nilai impor Indonesia itu mencapai Aus$ 419

3 Departemen Perdagangan RI, ”Acara Sosialisasi AANZ-FTA”, 25 Pebruari 2009

nasi

ona

l

87MELANJUTKAN IMPOR DAGING: IRONI NEGARA AGRARIS

Page 88: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

juta.4 Sementara dari total 556.000 ton produksi susu olahan 2008 (1,79 juta ton setara susu segar) dengan produk olahannya, yaitu susu bubuk, susu kental manis dan susu cair (UHT/pasteurisasi/strerilisasi), sebanyak 70 persen bahan bakunya dipasok impor dan sebagian besar dari Selandia Baru 5.

Tidak hanya itu, dalam lima tahun terakhir, statistik perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut khususnya di sektor non-migas mengalami defisit yang sangat besar, diakibatkan oleh impor yang sangat besar dari Australia dan Selandia Baru. Dapat dibayangkan jika akses pasar di Indonesia semakin dibuka melalui penghapusan tarif dan proteksi, maka dapat dipastikan produk dari kedua negara tersebut akan menyerbu Indonesia dan akan menimbulkan implikasi buruk bagi industri dan khususnya sektor pertanian di dalam negeri.

4 Ditulis Oleh Pukesmaveta Kamis, 05 Pebruari 2009, Indonesia Importir Terbesar Sapi Hidup Australia, http://www.vet-indo.com5 Permasalahan dan Kebijakan Pe-merintah di Sektor Perindustrian, Kamis, 05 Februari 2009, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3302&Itemid=29

Tahun Ekspor Impor (X-M)

2003 1,090,442.5 1,454,535.0 -364,092.5

2004 1,156,001.3 1,971,313.5 -815,312.2

2005 1,126,007.8 2,246,378.9 -1,120,371.1

2006 1,603,576.0 2,680,292.3 -1,076,716.3

2007 1,867,874.3 2,817,101.0 -949,226.7

Statistik Perdagangan (Non-Migas) Indonesia-Australia (US$ 000)

Sumber : Departemen Perdagangan RI, 2009

Impor Daging dari Zona PMKDi tengah ketergantungan yang

tinggi pada impor daging sapi Australia, pemerintah bukannya berbenah memperbaiki industri peternakan di dalam negeri, justru malah bertindak sebaliknya yaitu memperluas kebijakan importasi daging sapi. Dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yang dirasakan masih sangat kurang, pemerintah kembali berencana melakukan impor daging sapi dari Brazil yang merupakan negara eksportir dan pemilik populasi ternak sapi potong terbesar di dunia.

Atas dasar itu, “Forum Penyelamat Bangsa dari Penyakit Mulut dan Kuku” menyampaikan aspirasi mereka ke Komisi IV DPR RI (Selasa, 10 Februari 2009). Forum yang terdiri dari para pengamat, akademisi dan praktisi termasuk para dokter hewan, ahli veteriner, kalangan koperasi susu dan LSM, menyampaikan kekuatiran mereka kepada komisi yang menangani masalah importasi ternak, terkait rencana Menteri Pertanian melakukan impor ternak dari Brazil.

Hal ini dikarenakan Brazil merupakan salah satu negara yang

88 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 89: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

belum terbebaskan dari penyakit mulut dan kuku (PMK) yang merupakan jenis penyakit dalam daftar A nomor urutan pertama dari seluruh jenis penyakit hewan ternak. Status Brazil tersebut mengacu pada rekomendasi Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE) yang merupakan organisasi kesehatan dunia yang paling berkompeten saat ini.6 Hal inilah yang menyebabkan daging sapi asal Brazil ditolak oleh berbagai negara di dunia.

Sementara Indonesia hingga saat ini masih menganut ”Indonesia bebas PMK” dan menerapkan kebijakan maximum security dan country-base dalam melakukan impor daging ternak. Payung hukum kesehatan hewan di Indonesia adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-undang ini tidak mencabut Staatsblad 1912 No. 432 tentang Campur Tangan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan. Pada Bab 3 butir 1 jelas dinyatakan dilarang mengimpor daging dari negara yang tertular penyakit hewan menular.7

Negara ini membutuhkan waktu 100 tahun untuk bebas PMK. Wabah ini pernah melanda Pulau Jawa pada

6 Berdasarkan resolusi no XVII tentang Recognition of the Foot and Mouth Disease Sta-tus of Members yang mulai berlaku 27 Mei 2008, Brazil dan negara-negara tetangga Brazil seperti Uruguay, Argentina, Colombia, dan Peru masih tetap dimasukkan sebagai negara-negara yang be-lum bebas dari PMK, http://www.vet-indo.com7 Prof M Suparwi, 1946 Dekan Fakul-tas Kedokteran Hewan & Peternakan Universitas Gadjah Mada di Klaten, Staatsblad 1912 no.432 disebut juga sebagai Undang-Undang Veteriner.

tahun 1887-1969 sebanyak 10 kali, terbanyak di Jawa Timur sebanyak 8 kali, yang lainnya di Jakarta/Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sedangkan di luar Pulau Jawa adalah di Sumatera 5 kali, Sulawesi 4 kali, Kalimantan 3 kali, Bali 3 kali dan Nusa Tenggara sekali. Indonesia mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar di masa silam sebagai akibat serangan penyakit PMK tersebut, mencapai ratusan miliar rupiah pada sekitar tahun 1963 sampai 1986. Pada tahun 1963-1974 terjadi kerugian Rp 135 miliar, tahun 1974-1982 sebesar Rp 55 miliar, tahun 1983-1986 sebesar Rp 110 miliar.

Selain itu, belajar juga dari pengalaman negara lain, ketika PMK melanda Inggris tahun 2001, telah menyebabkan negara tersebut mengalami kerugian sekitar 70 miliar poundsterling. Kerugian dialami akibat diterapkannya stamping out di mana puluhan ribu ternak produktif terpaksa dimusnahkan. Belum termasuk kerugian akibat kehilangan devisa ekspor dan kegiatan ekonomi lainnya seperti tekanan pada sektor pariwisata. 8

Dalam rangka menyiasati untuk melakukan impor ternak dari Brazil, pemerintah melalui Departemen Pertanian berencana mengeluarkan peraturan untuk mengubah sistem country base menjadi zona base, sehingga Indonesia dapat melakukan impor daging sapi dari kawasan-kawasan (zona) tertentu dalam wilayah suatu negara.

8 Sinar Tani online, ”Perjalanan Panjang Membebaskan PMK”, http://www.sinartani.com/sorotan/

89MELANJUTKAN IMPOR DAGING: IRONI NEGARA AGRARIS

Page 90: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Tahun Daging Sapi Susu Total

2003 18,566.0 207,475.3 226,041.3

2004 27,113.0 329,382.8 356,495.8

2005 43,646.4 399,165.4 442,811.8

2006 49,077.2 416,183.5 465,260.7

2007 92,846.6 92,846.6 185,693.2

Langkah “berani” tersebut dilakukan tanpa disertai dengan persiapan yang mema-dai dari berbagai sisi untuk mengantisipasi rencana semacam itu. Alasannya bahwa tidak seluruh wilayah di Brazil terkena PMK, beberapa kawasan di negara tersebut sudah terbebaskan baik melalui vaksinasi maupun tanpa vaksinasi.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengajukan notifikasi kepada WTO untuk mendapat persetujuan (import licensing) dari lembaga perdagangan dunia tersebut menyangkut kesiapan Indonesia untuk melakukan impor daging sapi dari daerah yang belum bebas PMK. Padahal tidaklah demikian adanya, melainkan pemerintah baru mau akan mempersiapkan infrastuktur, sumber daya manusia, dalam rangka impor daging sapi dari negara yang belum bebas PMK.

Keluar dari Ketergantungan Daging Impor

Penandatanganan AANZ-FTA oleh Menteri Perdagangan dan rencana impor daging dari Brazil oleh Menteri Pertanian adalah kebijakan pemerintah

yang akan menambah ketergantungan Indonesia terhadap impor daging dan susu. Saat ini lebih dari 30 persen daging dipasok melalui impor dan lebih dari 70-75 persen susu juga dipenuhi lewat impor.

Kemudahan impor melalui AANZ FTA dan kelonggaran persyaratan impor terkait penyakit PMK tanpa persiapan memadai di dalam negeri adalah kebijakan yang secara ekonomi menjerumuskan petani, peternak, usaha kecil dan koperasi di Indonesia semakin dalam pada krisis. Australia, Selandia Baru dan Brazil mampu menghasilkan produksi daging dan susu yang sangat besar dan menjualnya pada tingkat harga yang relatif murah dikarenakan dukungan subsidi pemerintahnya.

Produk susu impor Australia misalnya dikenai subsidi US$ 2 per liter oleh pemerintahnya sehingga mampu berkompetisi di pasar ekspor9, sementara subsidi sapi dapat mencapai 60 persen dari harga sapi yang diekspor

9 ”Produksi Susu Rendah Karena Harga Rendah”, Senin, 02 Juli 2007 14:15 WIB, http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=136986

Nilai Impor Daging dan Susu (US$ 000)

Sumber: Angka Diolah dari Badan Pusat Statistik

90 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 91: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

oleh negara tersebut. Keadaan ini akan mematikan petani dan usaha peternakan di dalam negeri Indonesia yang tidak akan mampu bersaing dengan petani Australia.

Dalam banyak hal petani dan peternak di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara partner dagang tersebut. Kemajuan usaha yang dialami oleh industri peternakan di negara-negara seperti AS, Australia, dan Selandia Baru adalah berkat dukungan subsidi dan insentif dari pemerintahnya dalam jumlah besar. Keadaan ini berbanding terbalik dengan Indonesia di mana para petani selalu mengalami tekanan politik dan ekonomi dari penyelenggara negara.

Tidak hanya itu, kegiatan peternakan di Australia dikerjakan secara profesional dan dukungan teknologi yang sudah maju. Di beberapa daerah peternakan, para peternak menggunakan helikopter, pesawat terbang ringan dan kendaraan bermotor, hasil ternaknya diolah dengan industri yang telah maju.10

Selain itu, peran pemerintah sangat besar dalam mendukung kemajuan pertanian dan peternakan Australia. Department of Agriculture melayani dan menyediakan informasi bagi petani, berkaitan dengan usaha agribisnis mereka. Penetapan perwilayahan komoditas telah tersusun, dan diikuti oleh pelaku usaha agribisnis. Penggunaan air tanah diatur agar tidak terjadi water-

10 http://www.dfat.gov.au/aii/publica-tions/bab05/index.html

defisit. Monitoring terhadap hama dan penyakit dilakukan secara reguler.

Disediakan pelayanan dan konsultasi/nasihat tentang status hara tanah dan diterbitkan juga informasi teknologi dan info pasar. Promosi usaha agribisnis dan ekspor dilakukan secara intensif, dengan menerbitkan brosur dan buku. Varietas unggul komoditas hortikultura disediakan oleh Department of Agriculture Research Station.11

Fakta di atas menunjukkan bahwa dalam banyak hal peternakan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Australia. Sehingga diperlukan suatu upaya keras untuk dapat masuk ke dalam sistem perdagangan bebas. Pemerintah Indonesia harus memberikan perlindungan, subsidi dan insentif yang lebih besar kepada para petani dan peternak agar dapat bersaing, juga harus mengkoordinasikan langsung pembangunan industri peternakan dengan dukungan penuh anggaran negara.

Terkait dengan AANZ-FTA, sebaiknya pemerintah dan masyarakat Indonesia belajar pertanian terlebih dahulu dari Australia, baru memikirkan untuk melakukan perdagangan bebas. Hanya dengan cara semacam itu pertanian Indonesia dapat setara dengan negara-negara lain dan segera keluar dari ketergantungan impor pangan berkepanjangan.

11 h t t p : / / w w w. d e p t a n . g o . i d / k l n /Kerjasama%20Bilateral/Australia%20Barat2.htm

91MELANJUTKAN IMPOR DAGING: IRONI NEGARA AGRARIS

Page 92: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Banyak orang tidak begitu mengetahui di mana Terusan Kra (tanah genting Kra) ini, dan apa pentingnya sehingga bisa mengubah geo-ekonomi global (khususnya Asia Timur). Kita tahu Asia

Timur saat ini semakin hari semakin menjadi pusat ekonomi dunia, seiring dengan semakin turunnya pengaruh AS sebagai negara adidaya (terutama akibat krisis akhir-akhir ini) maupun belum naiknya Eropa (Uni-Eropa) sebagai pusat ekonomi baru. Banyak yang mengatakan bahwa kelompok negara-negara G-7 (AS, Kanada, Eropa Barat, Jepang) akan segera disaingi oleh kelompok BRIC (Brazil-Russia-India-China). Mereka adalah negara-negara yang sungguh-sungguh mampu berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) dan punya tradisi otonom dari Barat. Terutama Russia dan China akan bangkit luar biasa. Ini semua mengindikasikan akan terjadinya perubahan geo-ekonomi global secara mendasar dalam waktu dekat ini.

A P A A R T I N Y A B A G IK A W A S A N E K O N O M I K H U S U S B A T A M - B I N T A N - K A R I M U N D A N S A B A N G ?

T E R U S A N K R A :

O L E H B O N N I E S E T I A W A N

Page 93: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

ret

ouch

da

ri b

erba

gai s

um

ber

[c]

Page 94: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Posisi Strategis Terusan KraTerusan Kra adalah salah satu fenomena penting. Terletak di perbatasan

antara Burma (Myammar) dan Thailand, ini adalah jembatan darat sempit yang menghubungkan Semenanjung Melayu dengan daratan Asia. Bagian timur dari jembatan darat ini milik Thailand, dan bagian barat milik Myanmar divisi Taninthary. Di barat tanah genting ini adalah Laut Andaman, di timur adalah Teluk Thailand. Bagian paling sempit antara sungai Kra dan teluk Sawi dekat kota Chumpon memiliki lebar 44 km, dan memiliki ketinggian maksimum 75 meter di atas permukaan laut. Tanah genting ini dinamai dari kota Kra Buri, di Provinsi Ranong di Thailand, yang terletak di barat dari bagian tersempit. Sudah sejak tahun 1677 Raja Thai Narai mempunyai ide untuk membangun jalan air yang menghubungkan Songkhla dengan Marid (sekarang Myanmar). Terusan Kra sudah sejak lama diidamkan untuk menjadi semacam “terusan Suez”-nya Asia, yang menghubungkan langsung jalur kapal antara bagian barat dunia dengan timur. Akan tetapi teknologi di masa lalu belumlah memungkinkan untuk dibangunnya terusan semacam itu.

Terusan Kra menjadi heboh ketika keluar bocoran laporan Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfeld di tahun 2005, yang dilaporkan Washington Times, yang menyatakan adanya strategi China untuk membangun terusan senilai US$20 miliar melalui Tanah Genting Kra, lengkap dengan fasilitas pelabuhan China, sebagai bagian strategi penguasaan pangkalan dan keamanan energi. Dalam perkembangannya, pada saat ini Pemerintah Thailand berencana untuk membangun dan membuka Terusan Kra pada tahun 2010. Thailand telah menganggarkan dana sebesar US$ 21.2 miliar untuk pengerukan terusan tersebut. Praktis bila Terusan Kra ini dapat dibangun, maka lenyaplah sudah posisi strategis Selat Malaka dan Singapura sebagai hub internasional. Saat ini Selat Malaka sebagai jalur pelayaran sepanjang 612 mil merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, di mana sekitar 50 ribu kapal melintasi jalur ini setiap tahunnya dan hampir 80% keperluan minyak Jepang melalui jalur ini. Aktivitas jalur Selat Malaka menuju Selat Philips untuk transit di Singapura saat ini sudah terlampau padat. Lebar jalurnya hanya 1,5 mil, sementara ukuran kapal tanker dan kapal kargo yang melewatinya terbilang raksasa. Akibat padatnya aktivitas pelayaran ini, seringkali menimbulkan kemacetan dan berpotensi menimbulkan masalah. Bila nanti Terusan Kra selesai dikerjakan, maka akan berubahlah arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Arus kapal-kapal niaga dari kawasan Eropa tidak perlu lagi harus melalui jalur Selat Malaka untuk menuju kawasan Asia Timur.

94 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 95: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Hal ini akan mengubah total posisi geo-ekonomi dan geo-politik di Asia Tenggara. Singapura yang tadinya merupakan negara kecil makmur akibat posisi geografisnya tersebut, bisa-bisa kehilangan kemakmurannya dalam sekejap, dan tinggal menjadi negara biasa-biasa saja. Sebaliknya Thailand, Burma, Malaysia, Kamboja, Vietnam dan Indonesia bisa mendapat rezeki nomplok. Tapi apa yang bisa didapat Indonesia?

Posisi Strategis SabangSambungan ke luar dan masuk dari Terusan Kra adalah pelabuhan

Sabang di Aceh dan pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara. Kedua-duanya sejak lama adalah pelabuhan alam yang sangat baik dan berkelas dunia. Pelabuhan Sabang memiliki kedalaman laut yang memadai bagi kapal-kapal besar berukuran 100.000 ton untuk merapat ke dermaga. Dibentengi oleh pulau Klah yang mampu menahan gempuran ombak sebesar apapun, termasuk oleh gempuran gelombang tsunami kala itu, membuatnya menjadi pelabuhan terbaik yang dimiliki oleh Indonesia. Pelabuhan Sabang, menurut penelitian, adalah satu dari lima pelabuhan alam terbaik di dunia. Sementara pelabuhan Bitung, kedalaman lautnya yang sampai 25 meter membuatnya dapat dirapati oleh kapal-kapal besar. Keduanya berada di jalur pintu masuk dan keluar Terusan Kra, sehingga punya potensi luar biasa sebagai pelabuhan bebas internasional yang akan punya posisi strategis.

Terutama kita perlu melihat Sabang. Pelabuhan Sabang sangat potensial menggantikan pelabuhan Singapura. Bayangkan bila kapal-kapal niaga maupun kapal-kapal kargo dari Terusan Kra hendak berlayar ke arah Afrika atau Asia Selatan lewat Laut Benggala atau Samudera Indonesia. Begitupun sebaliknya. Dalam waktu singkat, Sabang akan menjadi pelabuhan besar internasional dan kelas dunia yang jauh lebih baik dari Singapura. Singapura akan mati kutu. Pelabuhan Sabang adalah pelabuhan yang bebas pendangkalan, sehingga tidak memerlukan biaya pengerukan yang sangat mahal sebagaimana pelabuhan di Singapura. Sayangnya memang, pemerintah Indonesia sendiri yang belum serius atau mudah ‘dibeli’ Singapura, sehingga menelantarkan Sabang sebagai sebuah wilayah pelabuhan perdagangan internasional paling strategis. Sabang juga masih memerlukan banyak kelengkapan infrastruktur, seperti refinery, tangki minyak raksasa, dok terapung, gudang dan berbagai fasilitas lainnya, termasuk juga berbagai pusat pelayanan jasa. Dalam perspektif ke depan, bila Sabang dilengkapi dengan Batam, Bintan dan Karimun serta kepulauan Riau lainnya akan menjadi pusat perdagangan utama Indonesia, yang tidak kalah menariknya dibandingkan kota-kota

nasi

ona

l

95TERUSAN KRA

Page 96: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Bebas (free port). Ini kembali menghidupkan Sabang sebagai pelabuhan bebas sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Bung Karno lewat Perpres No. 22/1964 serta UU no. 10/tahun 1965 yang menetapkan Sabang sebagai free port untuk kurun waktu 30 tahun berikutnya. Sayangnya pemerintahan Orde Baru kemudian membekukan status tersebut karena adanya Gerakan Aceh Merdeka. Bahkan karena adanya pembukaan pulau Batam sebagai kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, maka Sabang statusnya dimatikan berdasarkan UU No. 10 tahun 1985. Pada masa pemerintahan Megawati, telah dimulai pembangunan dermaga baru pelabuhan Sabang dalam mengantisipasi perkembangan tersebut. Akan tetapi kini hampir tidak terdengar lagi dorongan bagi penguatan Sabang. Bahkan pemerintahan SBY-JK lebih memprioritaskan FTZ BBK sebagai bagian dari manajemen Singapura, dan mendorong diundangkannya RUU KEK dalam waktu dekat ini, yang semakin tidak jelas maksud dan tujuannya, namun yang pasti pro kepentingan pemodal besar.

KEK BBK mau kemana?Karena itu mendiskusikan Free Trade Zone (FTZ) atau Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) BBK, tidak akan lengkap bila tidak memasukkan Sabang sebagai sebuah strategi besar Indonesia dalam menghadapi perdagangan global kawasan. Sampai saat ini FTZ BBK hanya menjadi mainan pengusaha-pengusaha kroni-rente, dari sejak Suharto sampai SBY. Dari sebuah ide awal sebagai pesaing Singapura di masa-masa awal pemerintahan Orde-Baru, kian lama malah hanya diposisikan sebagai ‘halaman belakangnya’ Singapura. Semua triliunan rupiah uang negara untuk membangun BBK, tidak menjadi apa-apa. Sebagai FTZ, Batam gagal total, karena konsepnya tidak pernah jelas. FTZ BBK hanya menjadi wilayah khusus ekonomi rente bagi kelompok-kelompok yang punya akses di dalamnya. Banyak salah kaprah dalam pembangunan BBK, sehingga pada akhirnya malahan lebih besar investasi perusahaan dalam negerinya ketimbang perusahaan asing. Demikian pula keistimewaan bebas bea diberlakukan juga untuk orang-orang yang mendiami kawasan tersebut, sehingga mirip kawasan asing. Akhirnya salah kaprah ini membawa BBK sebagai kawasan ekonomi “antah-berantah”, karena tidak tahu mau ke mana. Kesalahan strategis!

Kini perlu ada koreksi mendasar atas kawasan BBK, serta menempatkannya dalam kesatuan strategis dengan kawasan Sabang. BBK bisa diposisikan kembali sebagai pusat refinery (pengolahan-pengilangan) minyak Indonesia, dan sebagai basis industri minyak PERTAMINA yang akan dapat menjadi perusahaan minyak kelas dunia. BBK harus dikuasai

96 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 97: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

pusat perdagangan China di pesisir seperti Guangzhou, Shanghai, Shenzen dan lain-lain.

Karena itulah sampai sekarang Singapura (dan Malaysia) berusaha keras mencegah agar Sabang tidak menjadi apa-apa, karena mereka tahu potensi besar pelabuhan Sabang. Singapura saat ini masih menikmati “hak istimewanya” sebagai penguasa Selat Malaka. Singapura juga menjadi jumawa, karena dengan posisinya tersebut telah menjadi negara paling maju dan makmur di Asia Tenggara. Padahal Singapura sangat tergantung pada dua negara tetangganya, Indonesia dan Malaysia. Singapura sangat tergantung dengan pasokan air bersih dari Malaysia. Tiga puluh persen uang di Singapura sebenarnya dikuasai oleh orang-orang kaya Indonesia. Demikian pula Singapura menikmati berbagai kekayaan sumber alam dan pertanian Indonesia yang selalu lewat Singapura sebagai bahan mentah, yang kemudian mereka olah sebagai sumber pendapatan Singapura. Singapura menikmati pendapatan dari refinery (pengolahan) minyak mentah Indonesia yang kemudian dijual kembali ke Indonesia. Singapura juga menikmati coklat dan kopi mentah Indonesia yang kemudian diolah kembali untuk diekspor oleh Singapura. Singapura dengan fasilitas FTA (perjanjian perdagangan bebas) dengan AS, menguasai Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai wilayah produksinya yang bebas bea dan diekspor sebagai produk Singapura, dan tentu saja keuntungan bagi Singapura. Singapura juga mencoba ‘menjajah’ kawasan ekonomi khusus BBK sebagai kepanjangan teritori ekonominya yang serba sempit itu. Sayangnya orang-orang penguasa Indonesia mau saja dibodohi ataupun membodohi dirinya sendiri, yang penting dapat fee atau rente ekonomi untuk kantongnya sendiri saja.

Sebenarnya posisi strategis Sabang dan Pulau We dalam kaitannya dengan pembukaan Terusan Kra sudah mulai diantisipasi oleh pemerintah. Pada masa pemerintahan Gus Dur, pemerintah memberlakukan UU no. 37 tahun 2000 tanggal 21 Desember 2000 yang memberlakukan kembali Sabang menjadi kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

97TERUSAN KRA

dok

. igj

Page 98: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

kembali dan diputus keterkaitannya dengan Singapura. BBK dikoneksikan secara strategis dengan Sabang sebagai pelabuhan bebas kelas dunia dan Aceh sebagai pusat perdagangan internasional menggantikan Singapura.

Demikian pula konsep KEK yang saat ini didorong untuk segera menjadi UU KEK harus mampu menangkap arti strategis ke depan dari kawasan-kawasan strategis semacam itu. Celakanya KEK yang dimaksudkan saat ini hanya sebagai konsep perdagangan bebas yang membuka sebebas-bebasnya daerah-daerah strategis di Indonesia bagi eksploitasi modal dan pengerukan sumberdaya alam Indonesia, khususnya bagi korporasi dan investasi modal asing. Tidak ada strategi bagi wilayah-wilayah khusus di Indonesia, khususnya bagi daerah pelabuhan terdepan dan perbatasan internasional. Saat ini KEK disalahartikan sebagai pengembangan wilayah yang capital-driven, terutama foreign-capital driven dengan membuka surga bagi investasi asing seluas-luasnya. Salah kaprah ini bersifat strategis dan akan mendatangkan malapetaka ke depan. KEK yang diperlukan adalah hanya untuk wilayah-wilayah pelabuhan bebas yang strategis bagi kepentingan nasional dan yang mendatangkan sumber pendapatan melimpah bagi ekonomi nasional, bukan sebaliknya. Yang perlu dikembangkan selain kawasan Sabang dan Kepri, adalah kawasan-kawasan ekonomi khusus di sepanjang pantai utara Indonesia yang menghadap kawasan Pasifik, seperti Bitung dan Amurang di Sulawesi Utara, Morotai di Maluku Utara, serta Biak dan Sorong di Papua. Karena lokasinya yang dekat dengan kota-kota dagang di Asia Timur dan Pasifik, maka kawasan-kawasan ini akan dapat tumbuh pesat sebagai “Guangzhou-Shanghai-Shenzen”nya Indonesia, dan menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi baru nasional.

Hakul Yakin, dalam waktu tidak lama, Indonesia dan khususnya kawasan ujung selatan Sumatera akan memainkan peran strategis dalam perdagangan global. Indonesia harus bisa mencontoh keberhasilan kawasan pesisir China. Kawasan perdagangan bebas tidak berarti menjadi kawasan yang ‘dijajah’ dan dikuasai oleh negara-negara yang lebih maju, akan tetapi justru menjadi kawasan garda depan kekuatan perdagangan dan ekonomi nasional, yang akan memperkuat ekonomi Indonesia bagi kesejahteraan rakyatnya. ***

Kepustakaan:1. KOMPAS, 23 Desember 2000; 29 Agustus 20012. Wikipedia Indonesia

98 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 99: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

10 Dampak Negatif Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Oleh: Edy BurmansyahPeneliti Institute for Global Justice (IGJ)

Bersandar pada pasal 31 Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) No. 25 tahun 2007, awal November tahun lalu, pemerintah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kepada DPR-RI. Dan seperti gayung bersambut pertengahan Januari lalu sejumlah gubernur yang mengajukan daerahnya ditetapkan sebagai KEK, juga mendatangi DPR. Agendanya; mendesak legislatif segera mengesahkan RUU tersebut. Para gubernur meyakini bahwa KEK akan menjanjikan kemajuan ekonomi pada daerah.

Tapi benarkah KEK akan membawa kesejahteraan, atau justru sebaliknya menawarkan sesuatu yang tidak berarti bagi kemajuan perekonomian dan daya saing nasional, serta berimplikasi luas terhadap kehidupan masyarakat?

Jika RUU tersebut dipaksakan menjadi undang-undang, maka akan menimbulkan dampak negative yang luas terhadap kehidupan masyarakat, di antaranya; (1) Menguntungkan pemodal besar, (2) Eksploitasi sumberdaya dan penghisapan surplus ekonomi, (3) Menghancurkan industri nasional, (4) Membebani anggaran negara dan utang luar negeri, (5) Tidak signifikan dalam mengurangi penggangguran, serta mengancam hak-hak buruh, (6) Fasilitas fiskal yang terlampau luas, (7) Mengurangi pendapatan daerah, (8) Sumber konflik agraria, (9) Mengancam lingkungan hidup, dan (10) Mengabaikan kepentingan nasional.

Page 100: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

1. Menguntungkan asing dan pemodal besar

Sebagaimana diatur pada pasal 5, ayat 1 draf RUU KEK; “Pembentukan KEK dapat diusulkan oleh badan usaha, pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah propinsi kepada Dewan Nasional”

Keberadaan badan usaha (swasta) yang diperolehkan mendirikan KEK, hanya akan menguntungkan pemodal besar baik dari dalam maupun luar negeri. Terlebih kawasan semacam ini dibangun dengan tujuan untuk menarik investasi asing dengan berbagai fasilitas infrastruktur yang lengkap dan modern, serta insentif fiskal yang menarik.

Batamindo Industrial Park (BIP) dan Bintan Industrial Estate (BIE) merupakan dua kawasan yang dibangun oleh Salim Group bekerja sama dengan Singapore Technologies Industries (sekarang Semb Corp Industries)—anak perusahaan investasi pemerintah Singapura Temasek Holdings—dan Jurong Town Corporation (JTC)—sebuah perusahaan pembangunan infrastruktur industri terkemuka Singapura.

BIP adalah kawasan industri yang memiliki luas 280 hektar, sedangkan Bintan Industrial Estate (BIE) yang diproyeksikan dibangun di lahan seluas 4000 hektar, namun sejak pertama kali dioperasikan tahun 1994 kawasan ini tak kunjung mengalami penambahan perluasan dari 170 hektar.

Pembangunan BIP dan BIE sengaja dimaksudkan sebagai tempat relokasi bagi kegiatan perakitan produk-produk yang bernilai rendah dari Singapura. Pada awal dekade 1980-industri Singapura tumbuh dengan pesat, akibatnya Negara itu membutuhkan tempat untuk merelokasi kegiatan industrinya yang bernilai rendah.

Hasil penelitian MAS (Monetary Authority of Singapore) dan EDB (Economic Development Board) merekomendasikan dipilihnya Batam, dan pulau-pulau lain di propinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai tempat relokasi alternatif yang paling logis untuk mengatasi masalah booming industri Singapura yang terjadi kala itu.

Dalam perkembangannya, Singapura tidak hanya membangun kawasan industri, melalui Singapore Economic Development Board (SEDB)—semacam Badan Koordinasi Penanaman Modal di Indonesia—Negara tersebut juga ikut berperan dalam mempromosikan dan memasarkan kawasan Batam dan Bintan kepada investor asing. Dampaknya lalu lintas investasi asing ke kawasan ini dikendalikan penuh SEDB. Dalam kaitannya dengan rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di sejumlah daerah, jika Rancangan

100 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 101: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Undang-Undang (RUU) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disahkan DPR-RI. Pemerintah berencana akan mengkerjasamakannya kembali dengan Singapura dengan mencontoh pembangunan pulau Batam, Bintan dan Karimun sebagai pilot project.

2. Lokasi Eksploitasi Sumberdaya Alam dan Penghisapan Surplus Ekonomi

Dengan berbagai fasilitas fiskal dan investasi yang diberikan, KEK dikhawatirkan bukan hanya menjadi jalan lapang bagi masuknya modal asing untuk mengeruk sumber daya alam Indonesia. Namun juga semakin tidak terkontrolnya pihak asing dalam melakukan berbagai aktivitas penanaman modalnya.

Seperti tercantum dalam pasal 4 RUU KEK; Kawasan Ekonomi Khusus harus terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau pada wilayah potensi sumber daya unggulan.

Dalam kasus usulan pembangunan KEK Dumai, kawasan itu dikhawatirkan justru menjadi jalan lapang bagi investasi asing untuk mengeruk sumber daya alam Indonesia. Dumai adalah satu kota di wilayah Propinsi Riau, dan tidak berada di jalur perdagangan international, kendati demikian Dumai mempunyai sumber daya unggulan: Minyak. Cadangan minyak bumi yang berada di lahan konsesi PT. Caltex Pasific Indonesia (CPI) saja diperkirakan masih tersisa sekitar 28 miliar barrel. Sejak beroperasi di Riau tahun 1952 hingga kini, CPI baru memproduksi 10 miliar barrel. Bahkan di tahun 1973 produksi CPI bisa mencapai satu juta barrel per hari, sementara produksi saat ini CPI berkisar antara 600 ribu hingga 700 ribu barrel per hari.[1]

Di sisi lain tidak ada jaminan bahwa kinerja sebuah kawasan KEK dalam menarik investasi asing dapat berkorelasi positif dengan neraca perdagangannya. Neraca perdagangan Batam misalnya, sampai akhir tahun 2007 terus mengalami kerugian. Total ekspor non-migas selama periode Jan-Nov 2007 senilai US$ 7.3 milyar sementara nilai impor non-migas ke wilayah Batam selama periode yang sama sebesar US$ 8.9 miliar. Data perdagangan tersebut mengindikasikan bahwa Batam memiliki ketergantungan pada impor yang sangat tinggi.

Kondisi ini tidak lepas dari investasi asing (PMA) di industri-industri berteknologi tinggi, seperti farmasi, kimia, elektronik, consumer goods, alat-alat listrik selama ini, bukanlah merupakan proses manufaktur dalam arti sebenarnya, tetapi proses penggabungan, pengepakan, dan

nasi

ona

l

10110 DAMPAK NEGATIF KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

Page 102: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

assembling. Sehingga menimbulkan ketergantungan yang begitu tinggi terhadap impor bahan baku, input perantara, dan komponen lainnya. Ketergantungan ini disebabkan tidak adanya penyediaan domestik dan industri-industri pendukung serta lemahnya keterkaitan produksi antar industri di dalam negeri.

Kawasan Ekonomi Khusus seperti Batam pada akhirnya hanya menjadi tempat yang empuk bagi penghisapan surplus ekonomi oleh pihak asing. Industri yang berkembang adalah industri-industri yang bersifat footlose sehingga rendah dalam penggunaan bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri secara masif, dan mengakibatkan keperluan utang yang besar karena selisih di antara impor dengan ekspor menjadi besar.

3. Menghancurkan Industri Nasional

Pada bagian lain, fasilitas pembebasan pajak dan bea masuk yang pada mulanya untuk menarik minat investasi asing justru menjadi faktor hancurnya industri nasional. Pengalaman Batam menunjukkan bahwa daerah tersebut justru dimanfaatkan oleh perusahaan eksportir dan importer baik dalam maupun luar negeri sebagai tempat transit bagi produk-produk mereka untuk selanjutnya di re-ekspor ke negara lain.

Seperti dikutif oleh harian Kontan Edisi 30 Oktober 2008 Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Departemen Perdagangan (Depdag) Sahrul Sampurna mengatakan, Pemerintah akan mengambil kebijakan menutup seluruh perdagangan internasional lewat Pulau Batam untuk beberapa produk tertentu seperti garmen, elektronika, makanan dan minuman, mainan anak-anak dan sepatu. Pulau Batam dianggap sebagai tempat paling rawan masuknya produk-produk selundupan yang kemudian lari ke pasar Pulau Jawa sehingga berkontribusi pada hancurnya industri garmen di pulau Jawa.

Contohnya, produk tekstil asal China yang dieskpor ke Batam, kemudian di Batam, produk tersebut diganti labelnya (made in Indonesia), untuk selanjutnya dikirim ke Amerika Serikat melalui Batam dengan preferensi Bea Masuk 0%. Ekspor tekstil “Produk China made in Batam” tersebut telah merenggut kuota produsen tektil di pulau Jawa dan daerah lain. Celakanya lagi sebagian dari produk tekstil yang diimpor dari China tersebut merebes ke pasar di Pulau Jawa.

102 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 103: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

4. Membebani Anggaran Negara dan Utang Luar Negeri

Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus membutuhkan anggaran yang tidak kecil, sementara sumber pembiayaan bukan hanya berasal dari APBD, namun juga APBN. Di tengah kondisi keuangan Negara yang morat-marit, KEK bisa menjadi alasan bagi pemerintah untuk kembali mengajukan pinjaman ke luar negeri.

Contohnya, sumber pembiayaan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Batam selama ini, ternyata berasal dari pinjaman luar negeri. Data Departemen Keuangan melaporkan, anggaran yang dialokasikan kepada Batam Otorita Batam (BOB) tahun 2007 sebesar Rp 282,4 miliar, tahun 2008 Rp 248 miliar, dan tahun 2009 Rp 215 miliar.

Dari Rp 282,4 miliar yang dialokasikan bagi kegiatan BOB tahun 2007, Rp 115 miliar bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri (phln). Tahun 2008 terjadi penurunan alokasi anggaran yakni sebesar Rp 248 miliar, di mana Rp 180 miliar adalah phln, begitu juga rencana untuk anggaran tahun 2009 nanti, dari Rp 215 miliar yang telah disetujui, Rp 75 miliar di antaranya bersumber dari pinjaman luar negeri. Sementara alokasi untuk Sabang, tahun 2007 sebesar Rp 215 miliar, naik menjadi Rp 441 miliar tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar Rp 421 miliar.

Anggaran yang begitu besar tersebut justru akan lebih bermanfaat jika digunakan bagi pembangunan infrastruktur industri perminyakan nasional, dibandingkan dengan digunakan seperti saat ini yang hanya ditujukan bagi masuk industri bernilai rendah hasil relokasi dari Negara lain yang rendah dalam penyerapan tenaga kerja dan tidak signifikan dalam berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Terlebih bila dicermati dengan baik, biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus tidak sebandingan dengan revenues yang akan diterimanya.

5. Tidak Signifikan dalam Menyerap Pengangguran dan Mengancam Hak-Hak Buruh

Argumen utama yang selalu dibangun pemerintah dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus adalah menarik investasi asing, dan menyerap pengangguran sehingga menurunkan angka kemiskinan. Namun realita selalu berkata sebaliknya. Dalam kasus Batam meski investasi swasta (asing dan domestik) menunjukan trend kenaikan, namun rendah dalam penyerapan tenaga kerja. Tahun 1998 total investasi swasta mencapai US$ 5,166 juta, naik menjadi US$ 5,351

10310 DAMPAK NEGATIF KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

Page 104: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

juta tahun 1999, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi US$ 6,113 juta, namun trend kenaikan tersebut tidak diikuti kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Pada tahun 1998 penerimaan angkatan kerja mencapai 53,02 persen, kemudian turun menjadi 41,76 persen tahun 1999, dan kembali turun menjadi 34,01 persen pada tahun 2000.

Di sisi lain, upah yang diterima buruh tidak sebanding dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Tahun 2008 upah yang diterima pekerja di Batam sebesar Rp 960 ribu sementara KHL mencapai Rp 1,4 juta, begitu juga tahun 2009, hasil survey BPS Batam menyatakan KHL di kota itu sebesar Rp 1,7 juta, sementara UMK Kota Batam tahun 2009 hanya sebesar Rp 1,04 juta.

Kondisi ini yang mendorong jumlah penduduk miskin di propinsi Kepri tersebut semakin meluas, Data BPS Kepri tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin mencapai 33,408 kepala keluarga (KK) dari total penduduk yang berjumlah 700 ribu jiwa. Yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah terpasungnya hak-hak buruh di dalam Kawasan Ekonomi Khusus, terutama menyangkut hak berorganisasi. Pasal 43 ayat (1) RUU KEK mengatur bahwa dalam kawasan khusus dibentuklah satu serikat buruh.

Pasal 43(1) Untuk memperjuangkan kepentingan, menyalurkan aspirasi pekerja buruh di KEK dibentuk 1 (satu) Serikat Pekerja/Serikat Buruh (2) Pekerja/Buruh dapat menjadi anggota atau tidak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Pasal 44(1) Pada perusahaan yang telah terbentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan pengusaha. (2) PKB memuat antara lain ketentuan atau persyaratan: a. Pekerjaan yang dilakukan melalui lembaga penyedia jasa tenaga kerja atau pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan lain; b. Hak dan kewajiban para pihak lainnya.

Rasionalisasi jumlah organisasi buruh di dalam KEK, dimaksudkan untuk meredam gejolak buruh dan memudahkan perusahaan mengendalikan aktivitas buruh. Ini sejalan dengan tuntutan pengusaha yang meminta terjaminnya iklim investasi. Rasionalitas ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU 13/2003), Undang-Undang Serikat Buruh/Serikat Pekerja (UU 21/2000 atau UU SB/SP), serta Undang-Undang Pengadilan Hubungan Industrial (UU 2/2004 atau UU PHI).

104 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 105: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

6. Fasilitas Fiskal yang Terlalu Banyak

Fasilitas yang begitu luas diberikan kepada KEK tidak sebanding dengan penerimaan yang diperoleh pemerintah, terlebih lagi jika dibandingkan biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan kawasan ini. Pengalaman kasus Batam menunjukkan penerimaan yang diperoleh Negara yang berasal dari pajak tidak sebanding dengan potensi kerugian (Potential Lose) yang diderita akibat pemberian fasilitas fiskal. Menurut catatan LPEM UI, tahun 1998 potential lose yang diderita mencapai Rp 4,7 triliun sementara penerimaan negara dari Batam pada tahun 1999 hanya sebesar Rp 874 miliar. Pada bagian lain total investasi yang ditanamkan pemerintah hingga akhir 1999 sebesar US$ 1,6 miliar meningkat US$ 100 juta dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$ 1,5 milyar. Pembangunan KEK jelas bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang setiap tahun mematok kenaikan penerimaan dari pajak.

Perhitungan Potensi Kehilangan PPN Batam

Type of Good Subject of Duty AmountConsumption Goods Value added tax 363.355.522.873Raw Materials and

Capital Goods

Value added tax 605.592.538.122Axport Violation 182.395.219.150

All Import Duty 3.027.962.690.612Sales Tax on Luxury Gods 545.194.403.592

Total 4.724.500.374.394

Sumber: Merajut Batam Masa Depan, Heri Muliono, 2000

7. Mengurangi Pendapatan Daerah

Pembangunan KEK bukan hanya akan mengurangi pendapatan Negara akibat pemberian insentif fiskal, dan Bea Masuk, tetapi juga berpotensi besar mengurangi pendapatan Pemerintah Daerah. Seperti draft RUU KEK pasal 34 ayat (1); “ Setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Padahal pembangunan kawasan ini mensyaratkan infrastruktur yang memadai dan lengkap sebagaimana tercantum dalam pasal 4 huruf d draf RUU KEK. Pembangunan infrastruktur tersebut tentu membutuhkan pembiayaan yang tidak kecil, sementara sumber pendanaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti

10510 DAMPAK NEGATIF KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

Page 106: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

tertulis dalam draft RUU pasal 12 tidak hanya berasal dari APBN namun juga APBD. Potensi pendapatan yang berkurang akibat pembebasan pajak daerah dan retribusi daerah, akan mempersulit posisi keuangan daerah untuk membiayai pembangunan maupun pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK sendiri.

8. Sumber Konflik Agraria

Pembentukan KEK yang membutuhkan lahan yang luas dapat menjadi sumber konflik agraria. Pada Januari 2000, sekitar 1000 warga desa menyerbu BIE (Bintan Industrial Estate) dan mematikan generator listriknya, satu bulan kemudian yakni Februari 2000, Salim Group (salah satu pemegang saham BEI) dituntut atas pencaplokan lahan secara illegal oleh petani Bintan.

Di India seperti dilaporkan Voice of Human Right, pada 15 Maret 2007 11 petani Nandigram, 80 mil selatan Kolkata – dulu Calcutta di wilayah Benggala Barat, tewas setelah bentrokan dengan aparat keamanan. Penggusuran para petani tersebut terkait dengan rencana pemerintah daerah setempat mendirikan Kawasan Ekonomi Khusus. Kebijakan pembentukan KEK ini ditolak Bhumi Ucched Pratirodh (Komite Perlawanan Pengambil-alihan Tanah) yang dibentuk petani Benggala.

Menurut Amit Kiran Deb, pejabat pemerintah setempat, seperti dikutip dari Voice of Human Rights, sejak kekerasan meletus di Nandigram awal Januari 2007, telah menimbulkan 18 jiwa melayang. Sedangkan dalam bentrokan 15 Maret 2007 itu 39 orang terluka, termasuk 14 polisi, serta 11 petani meninggal dunia.

Dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di sejumlah daerah kelak, jika RUU KEK disahkan tidak menutup kemungkinan konflik perebutan lahan yang memakan korban hingga tewas seperti yang terjadi di India.

9. Mengancam Lingkungan Hidup

Seperti dilansir Investor Daily (7 Januari 2008), pemerintah tidak akan memberlakukan Peraturan Presiden (Perpres) No. 111 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan atau dikenal Daftar Negatif Investasi (DNI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) jika UU KEK diberlakukan.

Kebijakan pemerintah ini, sejalan dengan pasal 37 draf RUU KEK yang berbunyi: “Dalam KEK tidak berlaku ketentuan yang mengatur

106 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 107: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal kecuali yang dicadangkan untuk UKMK.”

Dengan tidak diberlakukan DNI dalam KEK, maka Industri Bahan Kimia yang dapat merusak lingkungan, seperti: Penta Chlorophenol, Dichloro, Diphenyl Trichloro Elhane (DDT), Dieldrin, Chlordane, Carbon Tetra, Chloride, Chloro Fluoro Carbon, (CFC), Methyl Bromide, Methyl, Chloroform, Halon, dan Industri Bahan Kimia Skedul-I, Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX, dll) dapat didirikan di dalam KEK. Industri semacam ini jelas dapat merusak Lingkungan Hidup.

10. Mengabaikan Kepentingan Nasional

Disamping Batam, praktek Kawasan Ekonomi Khusus juga terjadi di Sabang, Aceh. Melalui terbitnya UU No 3/1970 tentang Perdagangan Bebas Sabang dan UU No 4/1970 tentang ditetapkannya Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Dan karena Sabang dituding menjadi pintu penyelundupan, pemerintah kemudian mengeluarkan UU No 10/1985 yang mencabut status FTZ Sabang. Sejak itu Sabang kembali menjadi daerah pabean biasa.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan Keppes No. 171 tanggal 28 September 1998. Selanjutnya pada tahun 2000 di era Presiden KH. Abdurrahman Wahid, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2000 tanggal 1 September 2000 selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Tapi dalam perkembangannya kinerja Sabang tidak seperti yang diharapkan., ini karena pemerintah kurang serius menggarap Sabang.

Padahal secara geo-ekonomi dan geo-politik, letak Sabang jauh lebih strategis dibandingkan Batam, Bintan dan Karimun. Jika Sabang dikembangkan dengan serius oleh pemerintah, tidak menutup kemungkinan Sabang dapat memotong jalur perdagangan Selat Malaka. Di samping itu jika kelak pembangunan jalur Terusan Kra-Mengkong yang berada di wilayah Thailand dan Vietnam yang bertujuan memotong jalur perdagangan selat Malaka selesai, maka Indonesia dapat mengantisipasinya melalui pengembangan pelabuhan bebas Sabang.

10710 DAMPAK NEGATIF KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

Page 108: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Melihat realita tersebut, maka pemerintah dan DPR harus mempertimbangkan kembali RUU KEK. Pemerintah juga perlu mengkaji ulang pemberlakuan Kawasan Ekonomi Khusus di Pulau Batam, Bintan dan Karimun. Pemberian konsesi kepada Singapura dalam pengembangan di tiga pulau itu justru menempatkan daerah itu sebagai sub-ordinat dari Singapura.

Dalam pengembangan BBK, pemerintah juga harus melihat ulang aspek strategis posisi BBK dalam kaitan dengan dinamika regional. BBK akan dapat tumbuh dengan lebih baik dan cepat jika kawasan itu dikembangkan sebagai basis logistik industri perminyakan, mengingat lokasinya yang tepat untuk menjamin efisiensi dan efektivitas suplai minyak dan gas.

Seperti diketahui ketika Ibnu Sutowo mejabat sebagai direktur Pertamina, Batam dan pulau-pulau sekitar direncanakan sebagai basis logistik dan operasional Pertamina bagi usaha yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Alasan mendasar menjadikan Batam sebagai sentral logistik, menurut Ibnu Sutowo karena hingga dasawarsa 1960-an Pertamina masih berpangkalan di Singapura. Pertamina pada saat itu tidak hanya menerima hasil yang 85 % akan tetapi juga harus menanggung biaya 85 % kontraktor. Dengan menjadikan Batam sebagai basis logistik perminyakan, diharapkan Pertamina dapat menghemat biaya secara signifikan, di samping menghemat devisa dan menghidupkan perekonomian negara karena biaya Pangkalan Batam akan dapat diserap oleh pasar dalam negeri.

Bahkan hasil kajian Rencana Induk Batam yang dilakukan oleh Nissho Iwai Co.Ltd dari Jepang dan Pacific Bechtel, Inc dari Amerika Serikat pad atahun 1972 merekomendasikan strategi pembangunan Batam menitikberatkan pada industri eksploitasi minyak dan gas, serta kegiatan pemrosesan produk ikutannya (pusat industri petroleum dan petrokimia). Dalam posisi geografis Batam yang terletak tepat di persimpangan jalur lalulintas Asia Barat-Asia Timur sangat strategis untuk dapat menarik manfaat dari jalur distribusi minyak yang ada.

Menanggapi rencana tersebut, pemerintah kemudian menjadikan Batu Ampar (satu wilayah di pulau Batam) sebagai wilayah enterport partikulir berdasarkan Keppres No. 74 tahun 1971 atas dasar Reglement A Ordonansi Bea (S. 1931 No. 471). Namun dalam perkembangannya terjadi penyimpangan seperti yang terjadi seperti saat ini.

Pembangunan BBK sebagai basis logistik dan industri perminyakan didukung dengan sumber daya migas yang besar diwilayah disekitarnya.

108 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 109: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Kepulauan Natuna—sebelah utara BBK memiliki cadangan minyak bumi mencapai 298,81 juta meter barrel oil (MMBO), dan cadangan gas alam sebesar 55,3 triliun square cubic feet (TSCF). [4] Disebelah barat BBK terdapat Dumai, Riau yang memiliki cadangan minyak bumi yang diperkirakan masih tersisa sekitar 28 miliar barrel.[5]

Produksi Minyak Bumi, Kondensat dan Gas Propinsi Kepri [6]

Tahun Minyak Bumi (Barel )

K o n d e n s a t (Barel)

Total (barel) Produksi Gas (MSCF)

2000 22,255,192.00 10,779.00 22,265,971.00 42,404,063.00

2001 21,368,960.00 247,646.00 21,616,606.00 66,371,520.00

2002 17,040,837.00 245,279.00 17,286,116.00 98,922,052.00

2003 15,513,155.00 277,481.00 15,790,636.00 146,582,424.00

2004 13,717,551.00 362,367.00 14,079,918.00 162,060,637.00

2005 22,655,489.00 2,510,957.00 25,166,446.00 175,222,373.00

2006 21,823,579.00 287,480.00 22,111,059.00 164,037,138.00

2007 15,558,311.00 530,538.00 16,088,849.00 125,640,489.00

Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Padahal guna mendorong proses percepatan industrialisasi yang dibutuhkan bukankah pembentukan KEK sebanyak mungkin, tetapi bagaimana merestrukturisasi pola industri nasional ke arah resource-based industri dengan ketergantungan minimal dari komponen luar negeri, dan meningkatkan secara maksimal penggunaan komponen dalam negeri menuju self-reliance agar perekonomian berakar di dalam negeri, sehingga akan memperkokoh daya-beli dan pasar dalam-negeri. ***

Reference;[1] http://www.riau.go.id/index.php?module=articles&func=display&ptid=1&aid=789[2] Sumber: Special Economic Zones Performance, Lessons Learned, and ImplicationS for Zone Development,FIAS-The World Bank Group, April 2008[3] pasal 25 s/d 38 Draf RUU KEK, fasilitas KEK lebih luas dari pada yang diberikan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone) Batam, Bintan dan Karimun (BBK, Jika di BBK fasilitas hanya terbatas pada PPN, PPnBM, Bea Masuk dan Cukai. Di KEK Fasilitas diperluas menjadi PPh, PBB dan Pajak Daerah.[4] http://203.130.230.7/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3528& Itemid=1952[5] http://www.riau.go.id/index.php?module=articles&func=display&ptid=1&aid=789[6] http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/index.php?mode=oil

10910 DAMPAK NEGATIF KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

Page 110: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Bukan KEK tapi Industrialisasi Nasional

Bukan KEK tapi Industrialisasi Nasional

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ternyata tidak ada arus investasi berarti yang masuk ke Indonesia sebagaimana harapan pemerintah. Keadaan ini memang disebabkan oleh kondisi ekonomi dunia yang tengah dilanda kemelut. Krisis ekonomi yang melanda dunia sejak tahun 2007 dan mencapai puncak pada tahun 2008 adalah sesuatu yang berkontribusi terhadap melemahnya foreign direct investment (FDI) di banyak negara di dunia.

cin

ha

psa

rin

, pet

er j

oha

n

oleh:Salamuddin Daeng

Page 111: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Negara-negara yang menjadi sumber FDI yang umumnya adalah negara-negara maju, kini lebih memfokuskan pada masalah internal mereka, bahkan anggaran negara, cadangan devisa diarahkan untuk menginjeksi bursa saham dan bank-bank yang bangkrut. Krisis yang terjadi bahkan belum terbayangkan hingga kapan akan berakhir. Yang jelas nilai produk derivatif di pasar keuangan saat ini telah mencapai USD 531 triliun, sementara Product Domestic Brutto (PDB) dunia hanya sebesar USD 59 triliun. Dunia harus mampu memberi stimulus keuangan atau berproduksi sebesar nilai underlying asset untuk dapat menyembuhkan perekonomian sepenuhnya dan itu hampir merupakan hal yang tidak mungkin.

Pemerintah Indonesia tampaknya kurang menyadari hal ini sehingga sangat terkesan “ngotot” merangsang FDI dengan berbagai instrumen liberalisasi dan pembukaan ekonomi dalam negeri untuk penanaman modal. Berbagai fasilitas dan insentif disediakan bagi penananam modal agar terangsang menginvestasikan kapital mereka di Indonesia. Fasilitas tesebut disertai dengan aturan-aturan perdagangan yang memudahkan arus masuk dan keluar uang, barang dan tenaga kerja dari Indonesia.

Di sisi lain pemerintah tampaknya tidak mau membuka mata melihat bagaimana dominasi dan eksploitasi FDI di Indonesia menguras sumber-sumber strategis yang dimiliki negara ini mulai dari hasil hutan, perkebunan, minyak,

gas, mineral dan bahan tambang lainnya termasuk tanah, pasir dan bahkan air. Hingga saat ini luas wilayah Indonesia yang diserahkan untuk kegiatan FDI mencapai 175 juta hektar atau setara dengan 91 % luas daratan Indonesia untuk investasi sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Belum termasuk wilayah-wilayah laut kita yang telah diserahkan untuk FDI di bidang perikanan.

Setelah sebelumnya memberikan fasilitas dan insentif yang sangat luas dalam bidang penanaman modal sebagaimana diatur dalam UUPM, pemerintah kembali mencoba menciptakan berbagai aturan hukum sebagai insentif plus melalui berbagai peraturan tentang kawasan ekonomi khusus (KEK). Rancangan UU tentang KEK telah diajukan pemerintah sejak Desember 2008 dan diharapkan rampung pada tahun 2009. Jika membaca seluruh isi RUU tersebut maka tergambar bahwa aturan ini pada intinya adalah fasilitas tambahan untuk penanaman modal di kawasan tertentu yang dinilai memiliki potensi ekonomi yang cukup besar baik dalam soal kedudukan secara teritorial, ketersediaan sumber daya alam dan tenaga murah.

Menurut keterangan pemerintah, di dalam KEK, investor yang masuk akan mendapatkan fasilitas kepabeanan, pajak, perizinan, imigrasi, dan tenaga kerja. Seperti di bidang keringanan perpajakan tidak perlu menggunakan prosedur restitusi. Bahkan untuk izin-izin cukup dilengkapi di belakang, sehingga tidak menempuh banyak meja

nasi

ona

l

111BUKAN KEK TAPI INDUSTRIALISASI NASIONAL

Page 112: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

(one stop services). Semua perizinan dapat diselesaikan dalam waktu 78 hari, tiga hari diregulasi dan 75 harinya pengesahan badan hukum. Syarat utama suatu daerah atau Kawasan Industri bisa menjadi KEK adalah harus memiliki lahan di atas 500 hektar. Selain itu juga harus didukung infrastruktur yang memadai seperti jalan, dan pelabuhan laut bertaraf internasional untuk bongkar muat barang. Masing-masing KEK nantinya akan ditangani Badan Otorita Khusus seperti halnya Batam.1

Praktik coba-coba terhadap model kawasan semacam ini telah dilakukan pemerintah sebelumnya dengan menciptakan kawasan free trade zone (FTZ) Batam Bintan Karimun. KEK pada dasarnya adalah perluasan dari FTZ baik berkaitan dengan luas kawasan maupun fasilitas dan insentif fiskalnya. Pemerintah sama sekali tidak mau belajar dari kegagalan Batam yang dijadikan sebagai zona perdagangan bebas (FTZ). Untuk mewujudkan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas, hingga tahun 2006 pemerintah telah mengeluarkan anggaran US$ 2.43 miliar untuk membangun infrastuktur Batam, menyambungkan pulau-pulau dengan jembatan raksasa, membangun jalan-jalan megah. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang telah dan dapat diterima oleh negara dan rakyat Indonesia. Pulau-pulau yang

1 Pemerintah sudah ajukan RUU KEK ke DPR, 20 Desember 2006 jam 04:49, Men-teri Perdagangan, Mari Elka Pangestu dan Menperind Fahmi Idris, http://kepriprov.go.id /id/index.php?option=com_content &task= view&id=123&Itemid=94

disambung dengan jembatan-jembatan megah, dilalui jalan-jalan mewah hingga saat ini tak berpenghuni. Minat investasi di Batam tak kunjung bertambah sebagaimana harapan pemerintah. Investasi asing yang masuk ke Batam sampai dengan tahun 2006 hanya US$ 4.25 miliar atau hanya sebesar 34,98% dari total investasi di wilayah tersebut yaitu sebesar US$ 12.15 miliar. Selebihnya adalah investasi pemerintah dan investasi swasta nasional pada proyek pembangunan mal dan ruko-ruko yang sebagian besar tidak berpenghuni.

Singapura sebagai salah satu negara yang paling berkepentingan dalam merelokasi industri bernilai tambah rendah dan kurang ramah lingkungan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari Batam. Meski investasinya tidak seberapa besar akan tetapi investasi Singapura mencapai 60-70 % dari total investasi di kawasan tersebut. Investasi luar negeri khususnya dari Singapura tersebut tidak lebih dari praktek pemindahan pabrik dengan menumpang lahan, menanfaatkan tenaga kerja murah dan fasilitas pajak rendah. Industri-industri tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan sumber-sumber input (bahan baku) yang berasal dari wilayah perekonomian Indonesia khsusnya Batam. Baik bahan baku, barang modal dan bahkan barang-barang konsumsi di Batam bersumber dari impor. Secara ekonomi tipikal kawasan semacam ini tidak akan memberi dampak berlipat (multiplier effect) yang signifikan terhadap perekonomian nasional.

112 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 113: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Tidak hanya itu, fasilitas pengurangan dan penghilangan bea masuk ke Batam telah berkontribusi terhadap deindustrialisasi nasional. Secara objektif saat ini ekonomi nasional sangat bergantung pada pasokan bahan baku impor. Dalam periode 2005-2006 impor bahan baku rata-rata mencapai 77,42 persen, sedangkan barang modal 14,61 persen dan barang konsumsi 7,96 persen. Selama Januari-November 2007 impor bahan baku sebesar 76,03 persen, barang modal 14,94 persen dan barang konsumsi 8,99 persen dari nilai impor 83,53 miliar dolar AS.2

Inilah yang menjadi sumber penyebab industri nasional sangat sulit untuk berkembang. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk impor yang menyebabkan multiplier effect dari industri justru terjadi di luar negeri bukan di dalam negeri. Sementara sektor ekonomi di dalam negeri adalah usaha-usaha yang satu sama lainnya terpisah dan tidak memiliki keterkaitan (direct and indirect economic linked). Belum lagi impor barang modal3 dan barang-barang konsumsi yang juga sangat besar.

Atas dasar hal tersebut di atas, rencana pemerintah untuk membuat

2 “Industri Dalam Negeri Bergantung Ba-han Baku Impor”, Senin, 21 Januari 2008, Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Amirudin Saud. http://www.kapanlagi.com/h/0000209599.html3 Pembelian barang modal sektor per-tambangan pada tahun 2008 mencapai US$4 miliar, terdiri atas pembelian di dalam negeri US$1.3 miliar dan impor US$2.7 miliar. Antara, 15/10/2008.

UU KEK dapat disimpulkan tidak lain dari sebuah rencana yang akan semakin mengukuhkan dominasi modal asing atas perekonomian Indonesia dan sekaligus meningkatkan kemampuan eksploitasi atas sumber daya alam dan tenaga murah. Jelas jika membaca draft RUU tersebut, pasal-pasalnya memberikan insentif pajak yang luas (Pasal 29, 30, 31, dan 34), kelonggaran dalam biang pertanahan, perizinan, keimigrasian dan investasi (Pasal 35 dan 36), kelonggaran dalam mempekerjakan tenaga kerja murah, membatasi berkembangnya organisasi buruh (Pasal 39, 42, 43, dan 44), seperti hanya diperbolehkan berdiri 1 serikat buruh dalam satu pabrik, dan lain-lain.

Secara mendasar seluruh kemudahan tersebut adalah bersifat fasilitas plus yang menunjukkan minat yang besar pemerintah saat ini terhadap liberalisasi ekonomi secara luas dan menyerahkan perekonomian kepada sistem pasar. Perangkat perundang-undangan semacam ini jika dikaitkan dengan kondisi ekonomi Indonesia maka dapat disimpulkan sebagai kebijakan yang tidak relevan dikarenakan berpotensi menyerang sumber pendapatan negara (pajak) dan menggusur industri nasional (kemudahan tarif impor) dan meningkatkan eksploitasi terhadap sumber daya Indonesia (fasilitas tenaga kerja dan ekspor). Oleh karenanya RUU KEK harus ditolak. Masyarakat Indonesia membutuhkan undang-undang yang melapangkan jalan bagi pembangunan industri nasional.

113BUKAN KEK TAPI INDUSTRIALISASI NASIONAL

Page 114: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

No

Dukungan dan Fasilitas

Pasal dalam RUU Kek

1 Dukungan Infrastuktur yang mahal

Pasal 12 (1). Dana pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK dapat berasal dari: a). pemerintah (APBN dan/atau APBD); b). swasta; atau c). kerjasama pemerintah-swasta

2 Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai

Pasal 29(1) Setiap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK diberikan fasilitas Paiak Penqhasilan (PPh)(2) Selain fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan tambahan fasilitas PPh sesuai dengan karakteristik zona.(3) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 1 dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30Fasilitas perpajakan juga dapat diberikan kepada penanam modal dalam waktu tertentu berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.Pasal 31

(1) Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa:a. penangguhan bea masuk; b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong produksi; c. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), untuk Barang Kena Pajak; dan d. tidak dipungut PPh Impor.

(2) Penyerahan Barang Kena Pajak dari tempat lain di dalam Daerah Pabean ke KEK dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.(3) Penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke tempat lain di dalam Daerah Pabean sepanjang tidak ditujukan kepada pihak yang mendapatkan fasilitas PPN dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(4) Ketentuan lebih ianjut mengenai pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Pasal 34(1) Setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Selain insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah dapat memberikan kemudahan lainnya.

FASILITAS DAN KEMUDAHAN DALAM RUU KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

114 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 115: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

3 Pertanahan, Perizinan, Keimigrasian, dan Investasi

Pasal 35

Kemudahan atau fasilitas pertanahan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 36(1) Pada KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perizinan usaha, kegiatan usaha, perbankan, permodalan, perindustrian, perdagangan, kepelabuhanan, keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis, dan diberikan fasilitas keamanan.

4 Fasilitas dan Kemudahan Lain

Pasal 38(1) Selain pemberian fasilitas dan kemudahan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 37, zona-zona yang berada di dalam KEK dapat diberikan fasilitas dan kemudahan lain.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas dan kemudahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

5 Ketenaga-kerjaan

Pasal 39Kewajiban untuk memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) tidak diberlakukan bagi pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai direksi atau komisaris.Pasal 42(1) Penetapan dan pemberlakuan upah minimum ditetapkan/diatur oleh gubemur.(2) Penetapan upah minimum, mempertimbangkan keseimbangan antara lain: a. upah minimum sebagai jaring pengaman; dan b. kemampuan UMKM.Pasal 43(1) Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dibentuk 1 (satu) forum serikat pekerja/serikat buruh pada tiap perusahaan.(2) Pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur iebih lanjut dengan Peraturan DaerahPasal 44(1) Pada perusahaan yang telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh dibuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha(2) Dalam perjanjian kerja bersama dapat disepakati: a. jenis-jenis pekerjaan yang dapat diserahkan pada perusahaan lain; dan b. bentuk hubungan kerja yang didasarkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan untuk waktu tidak tertentu.(3) Dalam hal perusahaan baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun yang menghasilkan produk baru, hubungan kerja dapat dilakukan dengan perjanjian kerja waktu tertentu

115BUKAN KEK TAPI INDUSTRIALISASI NASIONAL

Page 116: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

AANZ-FTA DAN IMPLIKASINYA PADA P E TE RNA K A N SAPI RAKYAT

OLeh: Teguh BOedIyana

Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om

Page 117: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Dadu sudah terserak. Demikian kata Julius Caesar untuk sesuatu yang telah terjadi dan tidak dapat diubah. Perumpamaan ini sangat pas untuk negara kita yang telah mengambil keputusan politik untuk masuk menjadi anggota World Trade Organization (WTO) di awal tahun 1990-an. Sebagai konsekuensinya, mau tidak mau, suka tidak suka, negara kita harus mengikuti irama dinamika proses liberalisasi perdagangan dunia dan globalisasi. Meskipun para pemimpin kita tahu dan sadar bahwa dalam hal ini negara-negara besar dan kuat akan mendominasi serta cenderung mengatur untuk kepentingan mereka, tampaknya karena dadu sudah terserak maka kita tidak boleh lagi mengambil uang taruhan yang telah dipasangkan. Apapun mata dadu yang muncul harus dipatuhi.

Penandatanganan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZ-FTA) pada KTT ASEAN ke-14 merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Indonesia yang telah menjadi anggota WTO seperti halnya negara-negara anggota ASEAN lainnya. Kita mencoba untuk berprasangka baik tentunya pemerintah kita sebelumnya telah melakukan langkah dan prosedur pengkajian yang mendalam atas konsekuensi logis yang akan timbul akibat penandatanganan AANZ FTA di akhir bulan Februari lalu di Thailand. Apalagi dengan adanya krisis finansial global yang terjadi sekarang ini tentunya pemerintah menggunakan sebagai salah satu acuan mengantisipasi ekses dari perjanjian tersebut.

publ

ik

117AANZFTA DAN IMPLIKASINYA PADA PETERNAKAN SAPI RAKYAT

Page 118: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

AANZ-FTAPada tanggal 25 Februari 2009

yang lalu Departemen Perdagangan menyelenggarakan acara Sosialiasi KTT ASEAN ke-14 dan Hasil-hasil Perundingan. Dalam kesempatan tersebut diinformasikan hal yang berkaitan dengan AANZ-FTA antara lain kronologi realisasi yang merupakan perjalanan panjang yang dimulai dengan Economic Benefits Study yang dilaksanakan pada tahun 1997, disusul dengan Joint Declaration of Leaders of ASEAN-Australia and New Zealand Commemorative Summit pada November 2004. Negosiasi AANZ-FTA secara intensif baru dimulai pada awal tahun 2005 dengan target selesai dalam dua tahun. Persetujuan AANZ-FTA diselesaikan pada bulan Agustus 2008 dan ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN, Australia, dan New Zealand di Hua Hin (Thailand). Persetujuan AANZ-FTA terdiri dari 18 bab, 212 pasal dan 4 lampiran yang meliputi: Perdagangan Barang, Jasa, Investasi, ROO, Customs, SPS, TBT, Safeguard, Hak Kekayaan Intelektual, Kebijakan Persaingan, MNP, Kerjasama Ekonomi, DSM, e-commerce.

Pemerintah Indonesia meyakini bahwa dengan adanya AANZ-FTA sebagai suatu paket komprehensif menawarkan tidak saja tantangan di sektor tertentu tetapi juga manfaatnya secara lintas sektoral dan peluang kerjasama bilateral yang dirintis selama perundingan yang mencakup sektor yang sensitif bagi Indonesia. Masih menurut pemerintah cq Departemen Perdagangan, AANZ-

FTA akan memberikan keuntungan antara lain: pada saat 2009 akan diperoleh tarif 0 persen untuk 93 persen produksi Indonesia ke Australia dan 79 persen produk Indonesia ke Selandia Baru. Sebaliknya Indonesia menerapkan tarif 0 persen atas 87 persen produk Australia antara tahun 2009-2014 dan 64 persen atas produk Selandia Baru dalam kurun tahun 2009-2014. Khusus untuk komoditas susu dan daging baru dibuka pada secepat-cepatnya tahun 2017 dan selambat-lambatnya 2020. Pemerintah Australia dan Selandia Baru akan pula memberikan manfaat tambahan kepada Indonesia berupa: skilled wokers dan capacity building.

Perdagangan Komoditas Daging Sapi Dan Susu

Terdapat 2 (dua) komoditas dalam persetujuan AANZ-FTA yang bersangkutan dengan peternakan sapi rakyat yaitu produk susu dan daging. Berkaitan komoditas ini jauh hari sudah pernah dibahas dengan stakeholders, akhirnya melahirkan keputusan bahwa karena masuk dalam sensitive track maka penghapusan tarif dilambatkan pada kurun waktu tahun 2017-2020.

Mari kita melihat seberapa besar gerak perdagangan komoditas susu dan daging sapi selama ini. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, produksi daging sapi dalam negeri baru mampu memenuhi sekitar 70 persen kebutuhan nasional. Dengan demikian kekurangannya harus diimpor. Australia dan Selandia Baru

118 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 119: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

merupakan negara pemasok utama kekurangan pasokan daging sapi dalam negeri. Amerika Serikat dan Kanada juga memasok kekurangan daging Indonesia tetapi dalam jumlah kecil dibandingkan dengan Australia dan Selandia Baru. Data terakhir pada tahun 2008 dari Ditjen Peternakan menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor 70.000 ton daging sapi (termasuk jeroan dan fancy meat), sekitar 90 persennya dari Australia dan Selandia Baru. Sedangkan impor sapi hidup dari Australia untuk digemukkan terlebih dahulu selama 2-3 bulan dalam kurun lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan yang signifikan seperti pada grafik di atas.

Untuk komoditas susu, data akurat berapa ekspor Australia dan Selandia Baru ke Indonesia belum diperoleh. Tetapi melihat kontribusi Selandia

Impor Sapi Bakalan

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Ekor

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian.

Baru yang menguasai sekitar 32 persen komoditas susu yang diperdagangkan dunia dan Australia pada posisi sekitar 10 persen, kita pastikan bahwa kedua negara tersebut berebut pasar ke Indonesia karena Indonesia bisa dianggap sebagai captive market untuk mereka. Saat ini sekitar 80 persen kebutuhan susu nasional harus diimpor dan nilainya per tahun sekitar Rp 6,5 triliun. Suatu jumlah yang tidak sedikit. Jarak yang lebih pendek (sehingga lebih efisien dalam biaya transportasi) dan kebutuhan susu yang sangat besar dari negara kita merupakan faktor-faktor yang mendorong mereka berkepentingan menjadikan Indonesia sebagai pasar. Penghapusan tarif sebesar 5 persen atas produk susu tentunya akan membuat daya saing mereka lebih besar dibandingkan negara pengekspor susu lainnya.

119AANZFTA DAN IMPLIKASINYA PADA PETERNAKAN SAPI RAKYAT

Page 120: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Implikasi Pada Peternak SapiKhusus untuk komoditas susu, kita

dihadapkan pada suatu dilema. Pada satu sisi bangsa kita membutuhkan susu sebagai sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan agar memiliki fisik serta kecerdasan yang lebih baik. Saat ini konsumsi susu per kapita per tahun bangsa kita masih sangat rendah yakni sekitar 7-8 liter per kapita per tahun. Ini pun dengan observasi lebih mendalam kita peroleh bahwa penduduk perkotaan mengkonsumsi pada volume yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat di pedesaan. Apabila ditelusuri lebih mendalam, di antara masyarakat perkotaan pun terdapat kesenjangan lebar antara tingkat konsumsi bagi masyarakat mampu dan tidak mampu. Harga susu yang relatif tinggi telah menyebabkan masyarakat kelas bawah tidak mampu mengakses komoditas tersebut. Dengan perkataan lain masyarakat bawah telah sadar gizi tetapi tidak mampu gizi, karena pendapatan mereka tidak cukup untuk konsumsi susu sesuai kebutuhan terutama bagi anak-anak. Kurangnya konsumsi susu ini dapat menjadi salah satu penyebab adanya lost generation bangsa.

Pada sisi lain, usaha peternakan sapi perah rakyat yang menghasilkan susu memasok sekitar 20-25 persen kebutuhan susu nasional. Seperti peternak atau petani Indonesia lainnya, peternak sapi perah menguasai faktor produksi secara sangat terbatas sehingga menjadi tidak efisien dalam kacamata para ekonom yang berorientasi pada mekanisme

pasar dan liberalisasi. Sebagian besar peternak hanya memilki rata-rata 2-4 ekor sapi perah sebagai andalan hidup mereka. Wadah koperasi yang melayani kebutuhan pakan ternak dan kesehatan hewan, juga memasarkan susu segar mereka yang sebagian besar dijadikan bahan baku Industri Pengolah Susu (IPS) yang hampir seluruhnya berlokasi di Pulau Jawa. Tidak kurang sekitar 100.000 rumah tangga menggantungkan hidupnya dari peternak sapi perah. Pemerintah membiarkan kehidupan mereka sejak menghapus kebijakan proteksi melalui penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara IMF dan pemerintah Indonesia di akhir tahun 1997. Di tengah kondisi yang sangat memprihatinkan dan kekurangan yang dimilikinya, peternak dipaksa bersaing dengan susu impor dan ketergantungan pasar pada IPS. Posisi tawar yang sangat lemah menempatkan peternak sapi perah selama satu dekade ini menelan penderitaan. Pemerintah telah keliru menerjemahkan LoI dengan sama sekali tidak memperhatikan nasib peternak yang diterjunkan di alam persaingan global.

Jelas bahwa penurunan tarif impor susu dari luar negeri akan berpengaruh terhadap posisi tawar peternak sapi perah dalam negeri karena harga susu impor (yang sebagian besar adalah bahan baku IPS seperti halnya susu segar yang dihasilkan peternak) lebih murah. Rendahnya harga susu impor dapat digunakan oleh IPS untuk menekan harga beli susu segar dari peternak melalui wadah koperasi mereka.

120 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 121: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Bagaimana dengan peternak sapi potong? Penghapusan bea masuk untuk komoditas daging sapi dipastikan akan menempatkan peternak sapi potong yang umumnya juga peternak kecil pada posisi yang semakin sulit. Para peternak sapi di Tanah Air hanya memiliki rata-rata 2-3 ekor sapi. Para petani menempatkan sapi sebagai tabungan mereka dengan pendekatan usaha tani tanpa memperhitungkan waktu dan tenaga yang mereka gunakan untuk memelihara sapi. Turunnya harga daging sapi impor dipastikan akan ikut menekan harga pasar sapi mereka. Ditambah rencana Menteri Pertanian membuka pintu impor daging dari negara-negara yang memiliki zona bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Sebelumnya impor sapi atau daging sapi hanya boleh dari negara yang statusnya bebas PMK. Dengan adanya perubahan berdasar zona yang bebas PMK maka akan semakin banyak negara yang berpeluang untuk memasok daging sapi ke negara kita. Masuknya daging sapi dari negara tertentu yang sangat murah seperti India akan lebih mengancam kelangsungan usaha peternak sapi potong di tanah air.

Perlu ada kompensasi yang konkrit

Tampaknya AANZ-FTA tidak dapat dihindari oleh pemerintah kita termasuk penghapusan bea masuk komoditas susu dan daging sapi pada tahun 2017-2020. Kita mencoba untuk memakluminya karena hal itu terkait dengan kepentingan komoditas lain dan perekonomian nasional. Namun

121AANZFTA DAN IMPLIKASINYA PADA PETERNAKAN SAPI RAKYAT

ww

w.f

lick

er.co

m

Page 122: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

sudah banyak proyek pinjaman luar negeri dengan fokus capacity building tetapi hasilnya tidak dapat diukur secara konkrit. Yang dibutuhkan mulai sekarang ini adalah kompensasi pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan usaha peternakan rakyat dan upaya meningkatkan efisiensi. Harus ada keputusan politik jelas yang berpihak kepada usaha peternakan sapi perah rakyat, dijabarkan antara lain:

Pertama, penyediaan dana (apakah kredit lunak atau sumber dana lain) untuk meningkatkan secara bertahap pemilikan sapi para peternak pada tingkat yang efisien sebagai usaha rumah tangga yakni sekitar 8 ekor sapi perah laktasi.

Kedua, pemerintah membantu peternak agar tidak sulit memperoleh hijauan pakan ternak, dengan memanfaatkan lahan-lahan Perhutani atau PTP yang tidak produktif.

Ketiga, pemerintah membantu pengadaan prasarana untuk memperoleh air untuk menunjang usaha peternakan sapi perah rakyat. Di beberapa daerah yang potensial dan padat populasi sapi perah seperti di Boyolali, daerah Garut dan beberapa daerah lainnya para peternak menghadapi kendala memperoleh air yang sangat vital.

Keempat, pemerintah membantu mengembangkan sumber pakan hijauan di luar Jawa yang nantinya dengan pendekatan teknologi dapat memasok kebutuhan sapi perah yang ada di Jawa di mana mereka dekat dengan pasar utama yaitu IPS.

dalam hal produk susu, selama sepuluh tahun ke depan pemerintah mempunyai kewajiban dan tugas untuk secara maksimal meningkatkan derajat daya saing peternak sapi perah yang benar-benar tangguh di saat bea masuk dihapuskan.

Dalam konteks komoditas susu ini, sesungguhnya pemerintah telah melewatkan suatu peluang emas yang dapat menjadi instrumen untuk mengatasi sebagian masalah bangsa khususnya penyediaan lapangan kerja dan pemberdayaan potensi pedesaan. Sejak Orde Baru kenyataan menunjukkan masih rendahnya produksi susu segar peternakan rakyat untuk memenuhi kebutuhan susu nasional. Mestinya pemerintah berani mengambil langkah untuk memanfaatkan kesempatan ini. Gebrakan pemerintah hanya secara nyata dilakukan di akhir 1978 hingga akhir 1980-an. Setelah itu pemerintah kurang perhatian. Proporsi produksi susu dalam negeri yang hanya memenuhi sekitar 20-26 persen kebutuhan nasional selama lebih dari satu dekade merupakan indikasi bahwa pemerintah kurang cerdas menangkap peluang. Padahal usaha peternakan sapi perah sangat prospektif baik dari segi usaha, penyerapan tenaga kerja, pemberdayaan potensi di pedesaan dan sebagainya.

Menghadapi penghapusan tarif bea masuk pada tahun 2017, harus ada kompensasi yang nyata dari pemerintah. Hendaknya pemerintah tidak terpaku adanya kesediaan pihak Australia ataupun Selandia Baru yang menjanjikan capacity building. Belajarlah dari pengalaman,

122 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 123: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Masih banyak lagi kompensasi yang dibutuhkan peternak sapi perah. Pemerintah juga harus melakukan pendekatan agar capacity building dapat diterjemahkan secara lebih luwes dan efektif.

Demikian pula halnya untuk sapi potong, kompensasi yang dibutuhkan adalah agar para peternak dapat memperoleh bibit sapi yang cukup banyak dengan skim kredit yang praktis dan mudah diadopsi peternak. Mengingat bahwa usaha peternakan sapi potong rakyat bersangkutan dengan sekitar 4 juta rumah tangga peternak, pemerintah harusnya berani mengambil langkah yang berani dengan menyediakan skim kredit atau dana pemerintah untuk mempercepat usaha sapi potong rakyat ini. Seperti halnya dengan peternakan sapi perah rakyat, dalam hal peternakan sapi potong pemerintah juga harus bijak untuk mengambil langkah yang berani. Impor sekitar 600.000 sapi potong dan 70.000 ton daging mestinya dapat menjadi peluang menggenjot produksi dalam negeri. Meskipun pemerintah sudah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi tahun 2010, kita masih melihat bahwa dalam realisasinya masih sebagai suatu retorika.

Inti dalam konteks kompensasi ini baik untuk peternak sapi perah ataupun sapi potong yaitu pemerintah tidak perlu harus menggantungkan harapan dengan janji adanya capacity building. Justru sebaliknya, mulai saat ini bertekad untuk memanfaatkan kesempatan untuk menggenjot produksi susu segar atau

daging sapi di dalam negeri. Tidak perlu khawatir bahwa kita akan tidak mampu bersaing. Dengan kesungguhan dan dukungan konkret, peternak sapi perah ataupun sapi potong di Tanah Air akan mampu bersaing baik dalam kualitas maupun kuantitas di hari mendatang. Menarik sekali tulisan Dr. Kusmayanto Kadiman di harian Kompas edisi 4 Maret 2009 berkaitan dengan AANZ-FTA. Beliau mengemukakan tentang fortifikasi yang dalam sistem pertahanan adalah untuk melindungi kawasan dari invasi musuh. Tetapi saat ini istilah fortifikasi dipakai secara lebih luas termasuk untuk penambahan yodium pada garam, penambahan vitamin pada terigu dan sebagainya. Selanjutnya dipaparkan bahwa fortifikasi dapat dijadikan sebagai langkah yang elegan untuk melakukan proteksi secara tidak langsung. Dikaitkan dengan upaya kompensasi tersebut di atas, tentunya akan pas pula bahwa yang harusnya dilakukan oleh pemerintah sebagai suatu kebijakan fortifikasi.

Akhirnya, kita tinggal menunggu apakah AANZ-FTA akan efektif seperti yang diharapkan oleh pemerintah dan bangsa kita. Kita juga menunggu apakah pemerintah memiliki kepekaan untuk mengambil langkah fortifikasi atau apapun namanya untuk memperkuat daya saing para peternak sapi perah dan sapi potong menghadapi penghapusan tarif pada tahun 2017-2020.

Jakarta, Medio Maret 2009

123AANZFTA DAN IMPLIKASINYA PADA PETERNAKAN SAPI RAKYAT

Page 124: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Strategi pembangunan industri nasional Indonesia dengan menggunakan Kawasan Perdagangan Bebas (KPB) atau Kawasan Ekonomi Khusus Industri (KEKI) bukanlah hal yang baru. Program KEKI sebagai kelanjutan dari KPB adalah bentuk konsistensi stretegi negara dalam membangun industri yang mengabdi pada pasar bebas (sebagai ujung tombak neoliberalisme), walaupun rezim telah berulang kali berganti. Sebelum dibuat UU Nomor 1 Tahun 2007 sebagai perubahan UU Nomor 36 Tahun 2000 dan Perpu Nomor 1 Tahun 2000 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas telah ada undang-undang sebelumnya yang mengatur yakni UU Nomor 3 Tahun 1970.

KAWASAN EKONOMI KHUSUS INDUSTRI (KEKI)

Kebijakan Ekonomi Global: Negara dan Ancaman Besar Terhadap

Ekonomi-Sosial-Politik Buruh dan Masyarakat Industri*

Oleh: Beno WidodoPenulis adalah Dep. Pengembangan Organisasi

Pegurus Pusat Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

* Sebuah analisa dasar atas KEKI, untuk konsumsi terbatas.

Page 125: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

berb

aga

i sum

ber

Page 126: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

A. Pengantar

Membahas soal KEKI tidak bisa serta-merta melompat hingga keberadaannya saat ini, namun ada landasan analisis kebijakan KEKI sekarang. Keberadaan TAP MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka “Demokrasi Ekonomi” masih dianggap oleh pemerintah sebagai pertimbangan utama bagi segala peraturan perundang-undangan terkait dengan ekonomi makro. Selain itu, UUD 1945 Amandemen IV tidak lagi menempatkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman rencana pembangunan nasional. Akhirnya, untuk menurunkan Pasal 33 UUD 1945 ke dalam rencana yang konkret, pemerintah memberlakukan seperangkat UU mengenai rencana pembangunan nasional. Yang saat ini berlaku adalah UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang kemudian strategi untuk tahun 2005-2025 diturunkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Ini didukung secara masif oleh sejumlah aturan yang dibuat oleh negara, yakni RPJM (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah) SBY-JK tahun 2004-2009 dan Inpres Nomor 03 Februari 2006 serta pengesahan UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal Asing (UU PM).

UU Investasi, Pasal 31(1) Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.(2) Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus.(3) Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus diatur dengan

undang-undang.

Dengan analisis hukum secara garis besar tersebut, harus juga dilihat dari sisi ekonomi dan politik akan hidden agenda penetapan KEKI dengan menggunakan Perpu Nomor 1 Tahun 2007. Pun, bisa dilihat dampak-dampak ekonomi, politik dan sosial bagi penerima manfaat atau yang bersentuhan dengan KEKI tersebut, dalam hal ini masyarakat sekitar industri (KEKI), buruh dan keluarganya serta serikat buruhnya.

126 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 127: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Secara hirarki hukum, yang terkait dengan KEKI :1. UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.2. RPJM (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah) SBY-JK

tahun 2004-2009.3. Position Paper Bappenas 2004.4. Inpres Nomor 03 Februari 2006.5. UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal6. Perpu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor

36 Tahun 2000 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi UU.

B. Melihat Latar Belakang Lahirnya KEKI

Dengan jelas kita bisa melihat alasan mendasar lahirnya KEKI sebagai terjemahan kondisi sosial politik dalam teks peraturan mengenai KPB/KEKI pada ayat pertama dari poin pertimbangan :

UU Nomor 3/1970 :Bahwa banyak kegiatan-kegiatan di sektor perdagangan, perindustrian, pelayaran dan kegiatan-kegiatan lainnya di bidang ekonomi dilakukan di luar negeri khususnya di daerah perdagangan bebas, yang sebenarnya dapat dan lebih baik dilakukan di dalam negeri, asal mendapat kesempatan yang luas.

PERPU 1/2000 dan UU No.36/2000 :Bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri perlu menjawab tantangan persaingan global dengan semangat otonomi daerah yang memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional.

PERPU 1/2007 :Bahwa globalisasi ekonomi yang menuntut dikuranginya berbagai hambatan di bidang perdagangan selain merupakan kondisi yang memberi peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi, juga mengakibatkan menurunnya daya saing nasional sehingga menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap perekonomian dan perdagangan nasional serta

meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.

publ

ik

127KAWASAN EKONOMI KHUSUS INDUSTRI (KEKI )

Page 128: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Kita bisa melihat perubahan pemaknaan motif utama dari penerapan KPB/KEKI sebagai keperluan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi ke dalam negeri, menjadi usaha menjawab persaingan global dan pada akhirnya mengakui bahwa lemahnya posisi Indonesia dalam persaingan global mengakibatkan keharusan tunduk pada tuntutan globalisasi ekonomi.

Dari sini kita melihat jelas korelasinya dengan UU PMA, di mana penanaman modal dikonsentrasikan pada produksi hulu-hilir. Pengkonsentrasian ini tidak secara lugas dinyatakan pembuat undang-undang dalam pasal-pasal UUPM ataupun konsideran. Konsideran ‘menimbang’ huruf b menyebutkan bahwa, sesuai dengan Tap MPR No. XVI/MPR/1998, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.1 Kemudian, konsideran ‘menimbang’ huruf b UUPM diturunkan dalam Bab VII UUPM tentang Bidang Usaha dan Bab VIII tentang Pengembangan Penanaman Modal bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi. Selanjutnya, dalam penjelasan umum disebutkan bahwa pelibatan tersebut merupakan upaya-upaya dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.2

Sejak penandatanganan MOU antara Indonesia dan Singapura hampir setahun yang lalu untuk membangun Batam, Bintan dan Karimun sebagai SEZ, Pemerintah tidak melakukan apapun untuk menerbitkan peraturan terkait daerah tersebut. Dari Januari ke Mei tahun 2007, empat investor menutup kegiatannya di Batam dan Bintan, awal Pebuari ini investor electronic Malaysia, PT Livatech Electronic menutup kegiatan operasinya di Batam, menyebabkan 1.300 pekerja menganggur. Investor Singapura dan Italia telah menutup kegiatan bisnisnya di Kawasan Indutri Bintan menyebabkan 1000 pekerja menganggur. Pada bulan Juni, perusahaan lain PT National Garment akan menutup perusahaan, 2.670 orang akan menganggur.(Jakarta, ANTARA NEWS, 24/04/07)

Mengabdinya keberadaaan KPB/KEKI kepada kepentingan Ekonomi global/kapitalisme internasional unuk mendapatkan kemudahan-kemudahan seperti diurai di atas. Struktur ekonomi global dengan tata kerja internasional baru (New International of Labour)

1 Indonesia, Undang-undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, LN No. 67 Tahun 2007, TLN. No... 2 Ibid., penjelasan ‘umum’ paragraph 2.

128 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 129: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

“mensyaratkan” fleksibilitas modal dan tenaga kerja. Fleksibilitas yang dibutuhkan modal untuk menghindar dari kejaran krisis yang terus datang bergelombang sejalan dengan bobroknya fondasi ekonomi kapitalisme. Fleksibilitas terus terjadi di tingkat global karena situasi dunia berubah cepat pasca Perang Dunia ke 2. Pergerakan modal tidak lagi bisa dengan mudah ekspansi lama yang bergantung pada peperangan penundukan modal.

Otonomi daerah ternyata menjadi persoalan tersendiri bagi pergerakan modal internasional di Indonesia, dibuktikan dengan banyaknya peraturan daerah (Perda) yang lebih banyak “pungutan” dengan dalih untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kekuasaan-kekuasaan lokal/daerah ternyata lebih tertarik untuk menarik rente atas proses ekonomi-industri, termasuk atas arus investasi. Pilihan keputusan tingkat lokal dan nasional yang tidak sinkron menimbulkan ketegangan-ketegangan politik. Sementara itu tekanan modal internasional terus terjadi sehingga memaksakan ketegangan lokal-nasional berkompromi atas tekanan tersebut. Tentu kompromi mengalami banyak kelambatan dan sulit sinkron, bukti ketegangan dan ketidaksinkronan tersebut adalah dengan berjalannya KPB Batam, Bintan dan tidak berkembang lebih maju.

Nah, PERPU 1/2007 adalah jawaban atas ketegangan dan ketidaksinkronan pusat dengan lokal/daerah, sehingga pengabdian pada sistem ekonomi global terimplementasikan. Walaupun pada kenyataannya masih mengalami kesulitan-kesulitan penerapan di daerah (propinsi dan kota) namun pengesahan PERPU tersebut disambut baik oleh pengusaha. Gejala awalnya pun bisa dilihat dengan maraknya perusahaan tutup dan berelokasi masih di dalam negeri serta menerapkan sistem kerja kontrak-outsourcing.

C. Melihat Tujuan KEKI

“Sangat mungkin (kami berikan insentif pajak). Tapi paling tidak kami bisa beri keringanan pajak,” ujar Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Jumat (11/8) usai membuka seminar di Jakarta International Investment Expo (JIVEST) 2006. 3

3 Tempo interaktif, 12 agustus 2006

129KAWASAN EKONOMI KHUSUS INDUSTRI (KEKI )

Page 130: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Dari berbagai ungkapan dan literatur yang didapatkan serta melihat gejala yang terjadi KEKI memiliki tujuan :1. Memudahkan pemerintah untuk memfasilitasi investor-investor

di daerah4. 2. Pemerintah menetapkan KEK untuk meningkatkan usaha dan

industri dalam negeri3. Kawasan industri terpadu dan mendorong pertumbuhan ekonomi

nasional.4. Memberikan fasilitas khusus dengan menjauhkan kawasan industri

dengan pusat kota/pemerintahan dan kawasan pemukiman. Ini dimaksud sebagai upaya menjauhkan hubungan sosial sesame buruh maupun masyarakat sehingga mengurangi bahaya demonstrasi dan sabotase.

5. Pelaku industri di KEKI memiliki keleluasaan mengelola industri tanpa gangguan birokrasi dan jenis gangguan lainnya

Untuk mewujudkan tujuan besar diatas maka pemerintah memberikan fasilitas khusus terhadap pelaku industri yang berada di KEKI, yakni:1. Insentif administrasi berupa pelayanan investasi satu atap dan

insentif fiskal berupa pengurangan pajak.5 2. Pemberian insentif berupa keringanan pajak PPN ekspor sejatinya

sudah meringankan pelaku usaha di kawasan ini. Apalagi pemerintah juga akan menghapuskan PPh. Dia mengingatkan pengusaha tidak meminta keringanan atas pajak impor.6

3. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan akan memberi insentif pajak dan kepabeanan untuk menunjang KEK.

D. Dampak Keberadaaan KEKI

Uraian diatas adalah fakta yang akan dinikmati oleh pemodal sementara kaum buruh semakin terasing dalam proses produksi, proses sosial dan politik dalam kehidupan sebagai warga Negara maupun manusia. Dampak besar dengan keistimewaaan yang diberikan kepada pemodal dalam KEKI tidak setara dengan pemberian kesejahteraan kepada kaum buruhnya. Maka perlu dilihat lebih mendalan ancaman yang akan diterima oleh :

4 Fahmi Idris, Antara News 14 september 20065 Tempo Interaktif, 14 september 20066 Tempo Interaktif, 14 september 2006

130 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 131: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Buruh dan keluarganya, Keberadaan KEKI dengan segala kebebasan dan fleksibilitasnya akan diterapkan sistem kerja kontrak dan outsourcing secara masif. Sehingga nilai upah yang diterima akan semakin rendah dan tidak memiliki kepastian kerja, jaminan sosial serta jam kerja panjang.7 Disinilah keterasingan sosial, ekonomi dan politik buruh serta keluarganya akan terjadi semakin masif.

Serikat Buruh, Kekuatan serikat buruh akan semakin kecil, karena penerapan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Selain itu dalam KEKI diberikan satu kebebasan khusus untuk menghadang keberadaan serikat buruh dengan aturan-aturan yang dibuat.8 Keistimewaan KEKI yang begitu bebas dan fleksibel dalam gerak modal dan ketenagakerjaan akan menghambat gerak politik organisasi buruh sampai pada tingkat pengorganisasiannya. Kesulitan pengorganisasian ini juga dikarenakan KEKI diletakkan secara khsusus jauh dari lingkar kekuasaan kota dan memiliki akses khusus keamanan dan birokrasi.

Komunitas masyarakat sekitar Industri, Keberadaan KEKI juga akan emmatikan perekonomian masyarakat sekitar Industri, karena KEKI akan membangun satuan unit kerja yang dalam satu rantai. Artinya ketersediaan akan bahan baku, proses produksi dan penunjangnya (Kantin, security, transportasi dll) dikelola secara khusus. Dengan hal tersebut akses masyarakat sekitar industri untuk mendapat kerja, membuka warung, menyediakan kontrakan buruh, menyediakan angkutan umum (Aspek Ekonomi dan Sosial) menjadi hilang dan diambil perannya oleh pengelola KEKI.

Ekonomi secara nasional, Secara umum, apabila KEKI diserahkan kepada swasta/investor dan Negara (pemerintah pusat dan daerah) hanya melayani maka harapan untuk menggerakkan perekonomian nasional hanyalah mimpi. Ini berbeda dengan produksi industri China yang mampu berkompetisi ditingkat global karena peran Negara dalam menggerakkan industri serta mengatur dan mengontrolnya masih terus terjaga, sehingga hasil dari eksport dan semua produksi tersentralisasi di Negara.

7 Hasil survey tentang kontrak dan outsourcing dan dampak sosialnya, KASBI dengan LBH Bandung 2007.8 Tempo interaktif, februari 2007

131KAWASAN EKONOMI KHUSUS INDUSTRI (KEKI )

Page 132: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

E. Penutup

Dengan situasi penuh dengan fleksibelitas tersebut dan tidak diimbangi oleh kekuatan skill buruh/pekerja maka akan menjadi suatu bom waktu bagi proses industri diIndonesia dengan keberadaaan KEKI. Daerah hanya mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pemerintah pusat mengekploitasi buruh dan masyarakat sekitar untuk kepentingan ekonomi internasional.

Maka kedepan, bila kebijakan KEKI ini dipaksakan untuk dijalankan maka pemerintah pusat dan daerah hanyalah raja tanpa mahkota, artinya penguasa yang tidak memiliki kekuasaan akan daerahnya. Karena KEKI sesungguhnya adalah “negara” dalam “negara”, sebuah kawasan yang memiliki kekuasaan luar biasa dalam wilayah ekonomi dan politik. Bila ini akan terus dipaksakan, selesailah sudah sebuah bangsa bernama Indonesia.

Maka dalam proses ke depan yang perlu dilakukan dengan sistuasi ini adalah :

1. Melihat kembali untung rugi adanya KEKI dan melakukan judicial review atu hal lainnya dalam melakukan advokasi, dengan didahului survei/riset tentang BBK; Bintan, Batam dan Karimun yang telah berjalan.

2. Melakukan penguatan pemahaman akan organisasi dan perjuangan ekonomi-politik kepada mayarakat industri dan Kaum buruh itu sendiri. Penguatan ini dilakukan dengan diskusi, pendidikan, bahan bacaan dan kursus-kursus hukum dan politik.

3. Pengorganisiran komunitas masyarakat industri dan kaum buruh di KEKI untuk mendapatkan kekuatan sejati untuk perubahannya.

132 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 133: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Janji untuk Petani tak

Kunjung DatangOleh : Hendri Saragih

SERIKAT PETANI INDONESIA (SPI)

pete

rjoh

an

Page 134: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

PendahuluanKenaikan harga berbagai produk

pertanian pangan dan perkebunan mulai mengguncang Indonesia di awal tahun 2008. Tingginya harga kebutuhan pokok telah menyeret sebagian rakyat ke dalam kubangan kemiskinan yang semakin akut. Hal ini ditandai dengan beberapa fenomena yang terjadi di masyarakat.

Produksi kedelai dalam negeri anjlok dan harga di tingkat internasional naik tajam, menyebabkan harga tempe dan tahu melambung. Bahkan tahu dan tempe sempat menjadi barang langka, padahal merupakan sumber protein penting yang terjangkau oleh rakyat kebanyakan.

Di sisi lain, perusahaan perkebunan sawit sempat menangguk untung besar. Perusahaan-perusahaan tersebut berlomba-lomba mengimpor CPO yang dimilikinya ke pasar internasional dan enggan menjualnya di dalam negeri. Padahal pasar dalam negeri membutuhkan CPO untuk bahan baku minyak goreng yang sangat dibutuhkan rakyat. Akibatnya harga minyak goreng naik 100 persen lebih dari kisaran Rp 6.000/kg menjadi Rp 15.000/kg pada bulan Juni 2008.

Dalam masalah perberasan, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 1 tahun 2008 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dalam perberasan pada bulan April. Namun kebijakan HPP tersebut menjadi tidak berarti, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan berikutnya. HPP menjadi tidak efektif karena harga riil beras sudah jauh lebih tinggi. Menjelang

akhir tahun 2008, pemerintah sepertinya mengkoreksi kebijakannya. Lewat Inpres Nomor 8 tahun 2008 pemerintah menaikkan lagi HPP dan menurunkan harga BBM. Untuk memenangkan hati rakyat, pemerintah mengkampanyekan surplus beras nasional dan swasembada. Namun pada faktanya, surplus atau swasembada beras yang digembar-gemborkan pemerintah tidak menaikkan tingkat kesejahteraan petani kecil. Berdasarkan survei yang dilakukan SPI, pendapatan petani tidak beranjak dari angka Rp 4.300,00/hari dari awal tahun hingga tahun 2008 berakhir.

Selanjutnya konversi lahan terus terjadi dan konflik agraria terus meningkat. Petani kecil yang tergusur dari lahan garapannya yakni sebanyak 24.257 Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2007 meningkat jadi 31.267 KK di tahun 2008. Ketimpangan struktur penguasaan tanah semakin hari semakin parah. Petani yang tidak mempunyai lahan (buruh tani) dan petani gurem (petani berlahan sempit, kurang dari 0,5 hektar) semakin hari semakin bertambah dengan laju pertambahan 2,2 persen per tahun.

Kerusakan lingkungan akibat pembangunan tidak terencana dan pembukaan lahan besar-besaran oleh perusahaan perkebunan dan kehutanan semakin menggila. Petani harus menghadapi kenyataan pahit setiap memasuki musim kemarau karena kekeringan yang meluas dan di saat musim hujan banjir datang menerjang. Sawah yang puso karena kekeringan dan banjir dari masa ke masa makin meluas.

134 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 135: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Paruh terakhir tahun 2008 ditandai dengan krisis keuangan global yang berimbas pada menurunnya harga minyak dan produk perkebunan. Situasi ini menyebabkan persoalan ekonomi seperti pemutusan hubungan kerja yang meluas. Lebih lanjut mengenai tanggapan SPI atas permasalahan-permasalahan yang disebabkan oleh kebijakan pertanian pemerintah Indonesia (khususnya dalam hal pembaruan agraria dan pembangunan pedesaan sepanjang tahun 2008) dan bagaimana solusi alternatifnya, akan diperinci sebagai berikut:

Pembaruan agraria, janji yang tidak direalisasikan

Sejak tahun 2006 petani dan rakyat miskin di Indonesia dijanjikan suatu program landreform melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang sudah disebut-sebut SBY-JK dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2004. Bahkan dalam pidato awal tahunnya, pada tanggal 31 Januari 2007, Presiden mengumumkan jumlah lahan-lahan pertanian yang akan didistribusikan seluas 9,25 juta hektar yang nampaknya tidak terealisasi.

Seiring dengan plin-plannya PPAN, konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian terus semakin menggila. Tercatat konversi lahan sawah sedikitnya 10 ribu hektar per tahun. Kepemilikan lahan oleh petani semakin gurem, yakni tinggal 0,3 hektar di Pulau Jawa dan

1,19 hektar di luar Jawa1. Bahkan akibat konversi lahan ini, di Kalimantan Timur semakin banyak petani tanpa tanah. Setidaknya 5.000 ha lahan pertanian menjadi lahan pertambangan batu bara yang tersebar di 12 kabupaten.2 Belum lagi konflik agraria yang terus terjadi. Setidaknya enam orang petani tewas akibat konflik sepanjang tahun 2008 (lihat di bagian hak asasi petani dalam dokumen ini)

Dalam keadaan seperti itu PPAN malah menjelma menjadi sekadar program sertifikasi lahan-lahan pertanian3. Lagi-lagi pembaruan agraria direduksi menjadi persoalan administrasi pertanahan belaka. Seperti halnya Program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Lahan (Larasita).4

1 Akhir 2007, kepemilikan lahan oleh petani pun makin gurem, yakni tinggal 0,3 hektar di Pulau Jawa dan 1,19 hektar di luar Pulau Jawa. Dari sebelumnya di tahun 2003-2006 “masih” 0,58 ha di pulau jawa dan 1,19 ha diluar pulau jawa (BPS dan Suara Pembaruan diolah)2 Dilaporkan bahwa dalam 5 tahun tera-khir ini konversi lahan yang terbesar adalah di wilayah Kabupaten /Kota Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda sisanya tersebar di 12 kabupaten di Kaltim.3 Seperti yang diberitakan oleh SPI Su-matra Utara bahwa Pelaksanaan Program Pem-baruan agraria nasional (PPan) di Suma-tra utara tak jauh beda Prona jaman Orde Baru yaitu program sertifikat tanah seperti di wilayah Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang, Bin-jai, Tapanuli, Mandailing Natal dan Pematang Siantar4 Program ini merupakan tanggung jaw-ab Badan Pertanahan Nasional (BPN) diluncur-kan pada 16 Desember 2008 di Prambanan Jawa Tengah yang dihadiri oleh Presiden.

publ

ik

135JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

Page 136: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Menurut catatan SPI kemauan politik ini sejak awal sudah terasa janggal dan kini mulai terbuka tanda-tanda kebohongannya. Karena sejatinya pembaruan agraria ditujukan untuk mengurangi bahkan meniadakan ketidakadilan struktur agraria. Namun dengan percepatan sertifikasi justru dikhawatirkan akan memperkuat struktur ketidakadilan itu dan mempercepat mekanisme penciptaan pasar tanah.

Jadi apa yang disampaikan oleh kepala BPN dan Presiden SBY dalam pidatonya pada peluncuran Larasita 16 Desember 2008 lalu, mengenai prioritas kerja BPN ke depan (yakni pembaruan agraria, penyelesaian konflik agraria, penyelesaian persoalan tanah telantar distribusinya kepada rakyat dan percepatan sertifikasi pertanahan) merupakan janji yang hanya tinggal janji.

Benih, sumber kehidupan yang terabaikan

Kondisi perbenihan di Indonesia hingga tahun 2008 tidak banyak berubah, benih yang merupakan salah satu input dasar produksi pertanian kerap kesulitan ketersediaannya. Pemerintah tidak memberikan dukungan sepenuhnya kepada rakyat, dalam hal ini petani untuk memproduksi benihnya sendiri.

Dari sisi anggaran dukungan pemerintah terhadap penyediaan benih bersubsidi bagi petani bisa dikatakan terabaikan. benih terbilang yang paling kecil, yaitu hanya 0,03 persen dari PDB, sepuluh kali lebih kecil dari subsidi

pupuk. Dan jumlah ini akan kembali turun pada tahun 2009.

Sementara kreativitas petani untuk memproduksi benih tidak mendapat perhatian serius. Petani kecil diposisikan sebagai konsumen benih yang tidak mempunyai daya tawar di hadapan perusahaan-perusahaan benih raksasa semenjak dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman sebagai perpanjangan tangan dari perjanjian IPRs (hak atas kekayaan intelektual) bagian dari paket kebijakan WTO5. Mode produksi yang terjadi saat ini sangat membebani petani, terutama karena petani harus terus membeli (menjadi end-user).

Keterpurukan perbenihan ini terlihat juga pada kasus benih Supertoy-HL2 yang gagal menyebabkan petani mengalami kerugian. Ketika pengusaha atau perusahaan memproduksi benih yang telah merugikan masyarakat itu terbukti bersalah, ia hanya mendapatkan hukuman memberikan ganti rugi kepada petani. Sementara ketika petani mengembangkan benihnya sendiri seperti yang terjadi tahun 2005 lalu di Kediri dan Nganjuk mereka harus mendekam di penjara dan dilarang memproduksi benih lagi.

Selain itu, masih banyak benih bersubsidi yang kerap diselewengkan penyalurannya seperti yang dialami

5 Hal ini sejalan dengan kebijakan WTO (World Trade Organization) dalam AoA (Agree-ment on Agriculture), yang didalamnya juga mengatur tentang TRIPs (perdagangan yang me-nyangkut hak paten)

136 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 137: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

anggota SPI di Jawa Timur. Misalnya ketika ternyata benih bersubsidi yang seharusnya mereka terima harus ditebus dengan harga lebih mahal dari harga normal yang harus mereka dapatkan dari Petugas Pertanian Lapangan (PPL) setempat.

Pupuk, hilang ketika musim tanam datang

Persoalan pupuk di Indonesia berubah pasca-penandatanganan Letter of Intent (LoI) dengan IMF saat Indonesia digiring masuk ke era pasar bebas. Pemerintah terikat (legally bound) untuk menjalankan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Perjanjian Pertanian (AoA) - WTO yang diratifikasi oleh Indonesia melalui UU no. 7/1994, bahkan subsidi pupuk ini sempat dihapuskan tahun 1998 dan diberlakukan kembali tahun 2002.

Subsidi pupuk tahun 2008 dinaikkan 2 kali lipat menjadi Rp 15,175 triliun dari subsidi tahun 2007 sebesar Rp 7,8 triliun. Untuk anggaran APBN 2009 anggaran untuk pupuk di tingkat produsen naik menjadi Rp16,458 triliun. Jumlah ini menjadi 0,3 persen dari PDB. Kenaikan proporsi subsidi ini sesungguhnya tidak mengubah volume pupuk yang disubsidi yaitu sebesar 7,2 juta ton (tahun 2007-2008), karena sesunguhnya jumlah itu digunakan untuk mensubsidi harga gas yang menjadi bahan baku pupuk yang mengalami kenaikan harga.

Arah kebijakan yang bimbang di sektor perpupukan antara subsidi langsung untuk petani atau perusahaan, berkembang menjadi sistem voucher

yang kemudian mandeg dan berakhir dengan sistem tertutup melalui mekanisme Rencana Definitif Kelompok Kerja (RDKK). Hal ini sesuai ketetapan Peraturan Menteri Pertanian No. 42/2008 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) serta SK Menteri Perdagangan No. 21/2008. Mekanisme RDKK membatasi subsidi pupuk hanya bagi kelompok-kelompok tani bentukan Departemen Pertanian sedangkan kelompok-kelompok tani lain dan juga petani yang belum berkelompok kesulitan mengakses pupuk.

Sementara pencanangan Go-Organic 2010 agar petani lebih mandiri tidak tercermin dari anggaran subsidinya ditahun 2008 yang hanya 474 Milyar untuk pupuk organik dari total subsidi pupuk sesbesr dari 15,175 triliun. Padahal salah satu langkah yang terbaik tentu ialah mendukung pengembangan pupuk organik yang selain mengembalikan kesuburan tanah dan membantu meningkatkan produktivitas juga akan sangat berperan dalam membangun kedaulatan petani. Petani dapat menghasilkan pupuk yang dibutuhkannya sendiri.

Beras Surplus Tapi Petani Tetap Miskin

Tahun 2008 ini pemerintah menyatakan bahwa Indonesia kembali berhasil mencapai swasembada beras kembali setelah 24 tahun. Namun demikian peningkatan produksi beras tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan petani. Menurut survei Litbang Departemen Pertanian terakhir

137JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

Page 138: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

(2006), pendapatan petani padi per kapita per hari Rp 3.065-8.466 (kurang dari US$ 1). Secara evolutif, sumbangan usaha tani padi dalam struktur pendapatan rumah tangga merosot: dari 36,2 persen pada 1980-an, tinggal 13,6 persen.

Sesuai dengan kajian dari SPI terhadap angotanya petani di P. Jawa pada tahun 2007. Bahwa dengan sewa lahan 1 ha sawah padi pendapatan anggota SPI Rp 17.500 per hari/RTP atau Rp 4.300 per kapita/hari dengan asumsi empat orang satu keluarga. SPI menilai keadaan ini tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya. Betapa miskinnya petani bila mengacu pada kriteria kemiskinan Bank Dunia yaitu pendapatan per kapita kurang dari US$ 2/hari.

Pada saat Presiden mengeluarkan Inpres No.1/2008 bulan April 2008 SPI telah menyatakan bahwa HPP yang ditetapkan pemerintah tidak cukup untuk menutupi biaya produksi petani6. Walaupun peningkatan HPP sebesar 10 persen untuk GKP; 9,2 persen untuk GKG di penggilingan dan 7,5 persen untuk beras sementara laju inflasi pada saat itu sudah 6,59 persen. Nyatanya HPP ini makin ketinggalan jauh dibelakang ketika Mei 2008 harga BBM naik rata-rata sebesar 28,7 persen. Sontak semua kebutuhan hidup dari primer hingga sekunder naik.

Akhir 2008, walau pemerintah telah dua kali menurunkan harga BBM namun

6 SPI: pada April 2008, ketika pemerin-tah menaikkan HPP GKP Rp 200/kg atau menjadi Rp 2.200/kg, SPI menyatakan harga yang layak seharusnya Rp 3.320 per kilogram. Di Hitung dari berbagai kebutuhan petani.

dengan laju inflasi nasional sebesar 11,68 persen, dan harga-harga barang lain relatif tetap peningkatan HPP yang ditetapkan di penghujung Desember 2008 tersebut tidaklah berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan petani. Karena di bulan Desember 2008, saja rata-rata harga beras di pasaran untuk IR 64-III sudah mencapai Rp 4.600/kg melampaui Rp 600/kg dibanding kebijakan HPP yang akan berlaku pada 1 Januari 2009. menurut hitungan SPI seharusnya HPP GKP saat ini adalah sudah mencapai Rp 3.700/kg di sawah.

Mari kita lihat kebijakan ekspor-impor pada beras. Ketika harga beras di level internasional rendah misalnya pemerintah terus mendorong ke arah impor beras. Namun ketika harga beras internasional meningkat, wacana ekspor beras gencar didengungkan.

Ketika harga beras di pasar internasional tahun 2008 ini -berfluktuasi cukup tinggi -dengan harga terendah US$ 385 per ton (Rp 4.235 per kg) dan harga tertinggi US$962.60 per ton (Rp 10.582 per kg) pada bulan Mei, walau di penghujung tahun 2008 harganya kembali turun ke US$ 500 per ton (Rp 5.500 per kg). Yang pada saat yang sama rata-rata harga beras dalam negeri sebesar Rp 4.500/kg maka wacana ekpor beras dikembangkan. Padahal mengacu pada harga internasional tersebut secara nyata petani mensubsidi harga beras kepada publik tanpa pamrih.

BULOG Berorientasi ProfitBadan Urusan Logistik (BULOG) telah

berulang kali mengalami perombakan

138 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 139: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dalam sistem kerja. Perubahan-perubahan terus berlanjut dianggap sebagai langkah untuk menemukan bentuk yang paling tepat untuk menjamin ketersediaan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia, disamping menjamin tercapainya keseimbangan harga antara produsen atau petani padi, dengan konsumen.

Awal bulan September 2007 SK Menteri Koordinator Perekonomian pemerintah memberikan kuasa penuh, tidak perlu lagi menunggu persetujuan pemerintah, bagi BULOG untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk mengamankan persediaan beras dalam negeri.

Di satu sisi langkah ini bisa dilihat sebagai langkah upaya baru, dimana kewenangan monopoli impor beras dikembalikan kepada BULOG sebagai lembaga negara. Secara keseluruhan keputusan yang baru ini nampaknya dikeluarkan dalam usaha mengembalikan Public Service Obligation (PSO) dari BULOG.

Namun hal ini akan sulit tercapai karena PP RI No.7/2003 yang mengatur perubahan BULOG dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum (Perum) belum dicabut. Bulog juga terikat aturan pasar karena perannya tidak hanya sebagai public service obligation (PSO) lagi, melainkan sudah mencari profit. Adalah rasional jika dalam keadaan demikian Bulog lebih berorientasi impor dalam keadaan kekurangan stok dan kenaikan harga.

Kedelai, terperosok pada lubang yang sama

Awal tahun 2008 ditandainya dengan krisis harga pangan yang terjadi di dunia termasuk di Indonesia. Seperti kenaikan harga kedelai yang mencapai 100 persen lebih, yang dimulai sejak pertengahan tahun 2007 yang terus merangkak naik sampai pada awal tahun 2008. Yakni kurang lebih dari Rp 3.450/kg menjadi Rp 7.500/kg. Krisis ini disebabkan berbagai faktor mulai dari isu bahan bakar nabati, liberalisasi perdagangan yang dimotori oleh WTO, dan merebaknya spekulasi.

Respons pemerintah adalah dengan menurunkan bea masuk impor kedelai dari 10 persen menjadi nol persen. kemudian pada sisi produksi, menargetkan pencapaian produksi sebanyak 750 ribu ton dengan asumsi lahan yang ditanami 600 ribu ha yang disertai dengan kebijakan subsidi benih kedelai sebanyak 5.500 ton.

Hal tersebut sebenarnya tidak menyentuh persoalan utama dari anjloknya produksi kedelai di Indonesia, yaitu diantaranya gagal panen, menciutnya lahan tanaman pangan, dan bencana alam, keengganan petani menanam kedelai. Namun yang paling vital adalah dikarenakan kebijakan yang keliru. Sejak Indonesia masuk dalam kerangka liberalisasi dan setelah masuknya kedelai impor yang harganya lebih rendah daripada kedelai lokal maka produksi dalam negeri terpinggirkan dan akhirnya petani enggan menanam karena harganya kalah bersaing. Murahnya harga kedelai impor tersebut, khususnya

139JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

Page 140: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

dari AS, karena mendapatkan subsidi ekspor dari pemerintah setempat seperti GSM 102 dan 103 serta PL 4807.

Akibat persaingan yang tidak sehat itulah kemudian tiap tahunnya impor semakin banyak dan produksi nasional serta luasan lahan panen kedelai semakin menciut.8 Indonesia tergantung impor kedelai tiap tahunnya sekitar 65 persen dari kebutuhan nasional. Belum lagi persoalan “kartel” dan spekulasi perdagangan kedelai impor. Menyusul konsep “Soybean Estate” yang merupakan suatu kawasan perkebunan kedelai yang direncanakan mencapai 400 ribu ha.

Daging sapi, keamanan pangan rakyat diabaikanDalam kebijakan peternakan, kekurangan produksi dalam negeri

hingga 35 persen atau 135,1 ribu ton dari kebutuhan nasional 385 ribu ton (yang setara sekitar 2 juta ekor sapi) diatasi dengan cara mengimpor sapi. Artinya kebijakan pemerintah justru mirip dengan kedelai, yaitu mempermudah impor. Sejak sapi asal Brasil ditolak masuk ke wilayah Eropa, maka mereka mencari pangsa pasar baru. Tentu dengan tawaran harga yang lebih murah, bila semula ditawarkan harga FOB Rp 47.000/kg kini menjadi Rp 37.000/kg, sementara harga daging sapi di Indonesia mencapai Rp 50.000- Rp 60.000/kg. Hingga kini rata-rata impor sapi bakalan mencapai 600.000 ekor tiap tahunnya

Dengan mengimpor daging sapi dari Brasil seakan menguntungkan karena dengan harga murah. Namun dibalik itu semua ada beberapa ancaman, pertama soal kesehatan manusia dan hewan ternak di Indonesia yang terancam Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)9. Kedua,

7 The Export Credit Guarantee Program (GSM-102) covers credit terms up to three years Dengan subsidi tersebut, maka importir dari negara lain yang mendatang-kan kedelai dari AS mendapat kemudahan berupa pembayaran bisa dilakukan setelah tiga tahun selain itu tanpa bunga selama enam bulan.dan the Public Law 480 (P.L. 480) merupakan skema perdagangan pangan yang dibungkus bantuan. Sehingga memung-kinkan USDA memberikan subsidi ekspor tanpa takut dikatakan dumping.8 Menurut catatan BPS tahun 2006 produksi kedelai nasional mencapai 747.611 ton, pada tahun 2007 turun menjadi 608.263 ton. Di sisi lain, peningkatan im-por kedelai naik 6,7 persen setiap tahunnya. Namun nyatanya sejak tahun 2006-2007 kenaikan impor mencapai 26% lebih, yaitu dari 1,2 juta ton menjadi 1,7 juta ton kede-lai yang dilakukan oleh perusahaan. Target 600 ribu ha, dengan efektivitas produksi yang 1,3 ton/ha sama saja melestarikan impor kedelai. Lain halnya bila ada perluasan areal tanam 2,02 juta ha, meningkatkan produktivitas menjadi 2 ton/ha pada 2009, dan insentif kebijakan memperbaiki harga jual kedelai lokal9 Seperti dilaporkan dalam Resolusi OIE No. XVIII Tahun 2008, bahwa neg-ara Brazil belum bebas benar dari penyakit kuku dan mulut (PMK). Di Brazil dari 28 negara bagian, terdapat 1 negara bagian yang bebas PMK tanpa vaksinasi dan 17 negara bagian yang dinyatakan bebas PMK dengan vaksinasi. Sedangkan 10 negara bagian masih positif terserang PMK. Sehingga dalam hal ini sekitar 87 persen produk-si daging sapi di Brazil dari sekitar 200 juta ekor sapi telah bebas PMKsumber litbang Deptan.

140 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 141: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

ketergantungan impor daging akan terus lestari. Ketiga, daya jual peternak sapi akan terancam dengan daging impor murah ini.

Terkait dengan susu, sekali lagi melemparkan peternak susu ke pasar adalah jalan yang ditempuh. Saat ini dengan bea masuk lima persen harga susu peternak kalah bersaing dengan impor. Saat ini harga susu internasional merambat turun dari US$ 4,800/metric ton menjadi US$ 2,350/metric ton. Artinya setara dengan Rp 3.500-an/liter, sedang peternak domestik menjual ke koperasi susu Rp 3.000 – Rp 3.500/liter. Namun ke indiustri pengolahan susu (IPS) mencapai Rp 3.200 – Rp 3.700/liter. Susu impor mengancam keberadaan dan pendapatan peternak susu. Seharusnya pemerintah menaikkan BM susu bukan sebaliknya dinolkan.

Sawit, gurun hijau yang semakin luasDalam satu dekade tahun terakhir, peningkatan luas lahan sangat

pesat hampir 260 persen dalam 10 tahun terakhir dan peningkatan produksi CPO sebesar 220 persen. Pesatnya pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak terlepas dari tingginya permintaan minyak sawit di dunia beberapa tahun terakhir sebagai bahan baku agrofuel. Yang terus diikuti kebijakan nasional yang mempermudah perluasan perkebunan sawit. Tahun 2008 menunjukkan bukti nyata terhadap janji semu kesejahteraan yang ditawarkan perkebunan sawit bagi para petani. Petani memang sempat menikmati naiknya harga sawit. Walaupun harga yang diterima petani masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh industri pengolahan kelapa sawit.10

Namun, di paruh kedua tahun 2008 dalam waktu kurang dari sebulan harga sawit jatuh dengan sangat cepat dari Rp 1.900/kg menjadi kisaran Rp 420-350/kg. Harga tersebut tidak cukup untuk menutup biaya produksi yang jauh lebih tinggi. Dengan harga jual tersebut banyak petani yang memilih untuk membiarkan saja kelapa sawit tersebut di pohon daripada mengeluarkan uang untuk memanennya. Rata-rata biaya yang harus dikeluarkan untuk memanen kelapa sawit sebesar Rp 100.000 per ton, belum terhitung biaya pupuk dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan jika petani menerima Rp 420.000 per ton TBS, berarti petani mengalami kerugian sebesar Rp 296.250 per ton. Jika petani mengalami kerugian untuk biaya produksinya bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?

10 Dengan perbandingan harga yang diterima petani sawit yang menjual TBS sawit pada puncak kenaikan harga tahun 2008 sebesar Rp 1900 per kg sementara pro-dusen CPO bisa menerima Rp14.000 per kg.

141JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

Page 142: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Kondisi tersebut makin diperparah dengan masih banyaknya tanah petani terancam dirampas oleh perkebunan besar, di antaranya seperti yang dialami 1.500 KK petani atas tanahnya seluas 7.000 Ha yang dahulu merupakan eks HGU PT Asialog di daerah Jambi. Dominasi perusahaan besar nampak nyata pada perkebunan sawit. Dari total perkebunan sawit yang ada sebesar 7.283.064 ha, hanya 2,6 juta hektar diantaranya dimiliki oleh petani sebanyak 10 juta keluarga petani.

Perluasan lahan sawit yang tanpa kontrol ini bukan hanya memperbanyak konflik lahan namun jug telah merusak hutan dan menghancurkan sumber daya alam seperti air dan kesuburan tanah. Dari anggota SPI di Sumatera hampir 80 persennya adalah konflik diwilayah perkebunan sawit. Sebagai contoh, di Sumatera Selatan saja dari 81 perusahaan perkebunan kelapa sawit, seluruhnya terkait masalah sengketa lahan dengan penduduk setempat. Lahan yang menjadi sengketa dalam perkebunan besar kelapa sawit tersebut seluas 83 ribu ha atau 11% dari luas keseluruhan.

Krisis harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah

mengeluarkan peringatan mengenai krisis pangan dunia pada akhir Desember 2007. Krisis pangan yang berupa peningkatan harga dunia membawa ancaman kepada negara dunia ketiga yang tidak memiliki kekuatan ekonomi seperti negara-negara maju. Laporan FAO tersebut terbukti, diawal 2008 harga pangan di sebagian besar negara dunia ketiga mengalami kenaikan yang sangat tinggi, termasuk di Indonesia.

Indonesia menghadapi situasi kenaikan harga bahan-bahan pangan secara pesat. Harga kedelai meningkat lebih dari 100 persen pada awal tahun 2008 hingga kisaran Rp 7.800 sampai 8000 per kg yang merupakan harga tertinggi sejak 24 tahun terakhir. Menyusul kenaikan harga bahan pangan lainnya seperti beras, jagung, gula, susu hingga daging. Hal ini tentu sangat berat dampaknya terhadap kehidupan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat miskin.

Krisis harga pangan dan kenaikan harga minyak saat itu (tahun 2008) Internasional direspon oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan yang pro-pasar yakni liberalisasi, deregulasi dan memperkuat privatisasi pangan.Mustahil tercipta kedaulatan

142 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 143: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangannya.

Hak Asasi Petani, pelanggaran tiada hentiBanyak pelanggaran Hak Asasi Petani yang harus dihadapi

petani dan keluarganya tanpa ada tanggung jawab (state responsibility) dari pemerintah selaku pemegang kewajiban (state obligation). Pelanggaran terhadap hak atas sumber-sumber agraria sebagai berikut:

1. TanahSelama tahun 2008 terdapat 63 kasus konflik agraria terjadi, bahkan sebagian besar masih merupakan kasus lama. Lebih dari 49. 000 hektar lahan rakyat dirampas. Lebih dari 312 petani tercatat dikriminalisasi dengan ditangkap dan dijadikan tersangka, hampir semua petani yang ditangkap mengalami tindak kekerasan. Belum lagi lebih dari 31.267 KK petani yang tergusur dari tanahnya dan mengalami pelanggaran kesulitan hidup. Terdapat 6 orang meninggal. Data ini semua hanyalah yang berhasil dikumpulkan anggota SPI dan jaringannya, lebih daripada itu banyak informasi konflik dan korban yang masih tertutup dari publik.

Tabel Konflik Agraria tahun 2007-200811

Sumber: SPI dan lainnya, di olah dari berbagai sumber media** satu orang balita tewas di Riau dan dua petani di OKI, Sumsel,

Satu orang di Madiun dan dua orang di Bojonegoro (konflik

dengan Perhutani)

11 Sebagian besar kasus-kasus yang tercatat merupakan kasus yang sudah berlangsung lama, namun kekerasan yang berulang terjadi. Yang tercatat meru-pakan kekerasan yang terjadi selama 2008.

Tahun Kasus Luasan

Lahan

Kriminalisasi

petani

Tergusur Tewas

2007 76 kali 196.179 166 orang 24.257 KK 8 orang

2008 63 kali 49.000 ha* 312 orang 31.267 KK 6 orang**

143JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

cin

ha

psa

rin

Page 144: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

2. Air • Irigasi, Semakin banyak yang rusak, data dari BPN

menyebutkan bahwa lebih dari 50.000 ha sawah irigasi teknis telah menjadi lahan nonpertanian. Bila diasumsikan yang sudah dikonversi tersebut bisa ditanami dua kali setahun dengan produksi 5 ton/ha maka kehilangan pendapatan petani mencapai 1.120 triliun (setara dengan 500.000 ton GKP seharga Rp 2.240/kg)

• Privatisasi air menyebabkan lebih dari 9.000 KK di Serang (juga terdapat anggota SPI) terancam kekurangan air baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk lahan sawah akibat dari pembangunan pembangunan pabrik air Danone seluas 100 hektar sawah yang subur di Padaricang untuk kemudian dikonversi menjadi sumur arthesis penghasil air. (akibat protes petani, maka kegiatan penyedotan air dihentikan pada September 2008)

3. Benih • Seperti laporan SPI cabang Ponorogo, subsidi benih kedelai

bermutu jelek dan harga di- mark-up. Harga benih di pasaran pada awal tahun 2008 yang sekitar Rp 7.000-an dijual kepada petani seharga Rp 11.000

• Perlindungan terhadap petani dengan program benih super toy. Seperti di Purwerejo, petani mengalami kegagalan panen. Ternyata benih dari investor PT. Sarana Harapan Indopangan tidak sesuai dengan standar yang diatur dalam undang-undang perbenihan.12

4. Pelanggaran atas kehidupan yang layak• Di Palembang sejak Januari-Juli 2008, ada 15 balita gizi

buruk dirawat di RS itu, dua di antaranya meninggal dunia.• Di Makasar hanya berselang tiga pekan, dua orang lagi bayi

di Makassar, Sulawesi Selatan, meninggal dunia karena gizi buruk. Nurul Hidayat (13 bulan) meninggal di RSUD Labuang Baji, Makassar, Senin (1/12). Awal November lalu, di kota ini, seorang anak berusia 23 bulan, Dea Adelia, juga meninggal karena gizi buruk.

12 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37 Tahun 2006 tentang Pengujian dan Pelepasan Tanaman Varietas Baru.

144 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 145: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

• Sejak awal Januari sampai 13 Juni 2008 tercatat 23 anak balita di Nusa Tenggara Timur meninggal karena gizi buruk. Sejauh ini, ada 12.818 anak balita mengalami gizi buruk dan 72.067 anak balita lain menderita gizi kurang. Khusus di Rote Ndao dan Kab. Sikka yang dkunjungi oleh SPI sebagian besar korban adalah keluarga petani.

Kesimpulan Secara umum SPI menilai kondisi pertanian 2008 tidak banyak

berubah dari sebelumnya. Arah pembangunan pertanian yang seperti dituangkan pada program RPPK menghasilkan ketergantungan dan pelambatan di sektor pertanian pangan. Berikut disampaikan kesimpulan pandangan SPI terhadap keadaan dan kebijakan Pertanian pada tahun 2008 dan prediksi pada tahun 2009:

1. Selama kurun waktu 2008, janji pemerintahan SBY-JK yang terus diulang-ulang mengenai pembaruan agraria tidak akan berubah pada tahun 2009 ini. Indikasinya adalah pertama, jalan yang ditempuh untuk realisasi pembaruan agraria adalah salah arah, yakni sebatas administrasi pertanahan. Berupa sertifikasi, yang barang tentu tidak akan mengubah ketimpangan struktur agraria/tanah. Kedua, RPP tentang reforma agraria sebagai jalan legal yang menerjemahkan UUPA 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria hingga detik ini tidak diterbitkan. Ketiga, meningkatnya petani korban yang tergusur dan yang dikriminalisasi dalam konflik agraria. Di sisi lain penyelesaian konflik agraria tidak berjalan. Keempat, terkait subyek dan objek penerima manfaat pembaruan agraria yang tidak jelas.

2. Sebagian besar benih untuk tanaman pangan dikontrol oleh perusahaan multinasional. Dari studi SPI, tercatat rata-rata 45, 4 persen modal petani terutama komoditas padi dihabiskan untuk membeli input luar yang mahal, termasuk benih, pupuk, dan racun. Pada tahun 2009 ini, petani akan masih tergantung pada benih impor. Dukungan bagi pengembangan benih pangan berbasis komunitas tidak dijadikan sebagai salah satu cara memandirikan petani. Dukungan bagi pengembangan benih pangan berbasis komunitas tidak dijadikan sebagai salah satu cara memandirikan petani.

145JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

Page 146: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

3. SPI menilai program Go-Organic 2010 hanya akan menjadi slogan saja, pencapaiannya nol. Hal ini tercermin dari anggaran yang disediakan hanya kurang dari 4 persen dari total subsidi pupuk, 96 persen dialokasi bagi pupuk yang diproduksi industri kimia. Kemudian kelembagaan distribusi pupuk bersubsidi masih dipertahankan dengan model pengusaha sebagai ujung tombak dimana keterlibatan ORMAS tani dan kelembagaan pemerintah yang minim.

4. Terlepas dari perdebatan data terkait surplus beras, SPI menilai bahwa tiadanya perubahan pada model pertanian padi yang didorong oleh pemerintah SBY-JK, yakni model revolusi hijau. Petani tetap menjadi objek program pemerintah. Surplus tapi tetap miskin. Kemampuan mempertahankan produksi beras meragukan ditahun 2009. Ketergantungan petani terus terpelihara, akibatnya kreatifitas dan kemandirian petani sulit bangkit. Pemerintah hingga hari ini masih menetapkan kebijakan pertanian berdasarkan logika ekonomi semata, hendaknya pemerintah juga melakukan pendekatan sosial dan kedaulatan bangsa.

5. Kebijakan pangan atau pertanian nasional yang dikeluarkan pemerintah umumnya merupakan kebijakan yang bersifat spasial dan tidak secara utuh menjawab permasalahan pokok petani yaitu akses dan kontrol terhadap sumber pertanian dari hulu hingga

146 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 147: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

hilir. Petani senantiasa menjadi objek penderita semata dan bukannya subjek dari kebijakan tersebut.

6. Pengembangan perkebunan dengan orientasi ekspor dan ketergantungan yang sangat besar pada pasar internasional membuat petani sawit bahkan perusahaan sawit akan terus mengalami fluktuasi harga. Petani sawit hanya akan terus menjadi buruh penghasil bahan mentah yang tidak memiliki kepastian. Perluasan perkebunan sawit yang telah merusak dan merampas sumber alam yang secara turun temurun dikelola keluarga tani dan membuat petani tidak memiliki pilihan dan terseret ke dalam rantai industri perkebunan sawit. Pemberian izin perluasan perkebunan sawit menyebabkan lahan-lahan pertanian yang subur menghilang berubah menjadi gurun hijau. Bukan hanya petani namun rakyat secara keseluruhan akan kesulitan memperoleh pangan jika hal ini dibiarkan. Tahun 2009 mendatang konflik diperkebunan sawit terus akan terjadi, mengingat tahun 2008 belum ada penyelesaian konflik yang signifikan disektor perkebunan.

7. Harusnya BULOG bisa lebih aktif menjalankan fungsi Public Service Obligation bukan menjadi lembaga pencari laba. Artinya BULOG harus menjadi lembaga penyangga pangan yang memiliki kewenangan dan fungsi pelayanan publik.

147JANJ I UNTUK PETANI TAK KUNJUNG DATANG

Page 148: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

148

8. Kepercayaan pemerintahan SBY-JK kepada perusahaan-perusahaan di bidang pertanian membuat kemiskinan petani terus terpelihara. Padahal petani, buruh tani dan petani kecillah yang telah menyelamatkan Indonesia dari krisis harga pangan dan kelaparan selama ini. Dengan alasan terikat dengan perjanjian perdagangan internasional, rakyat diserahkan kepada mekanisme pasar. Sudah seharusnya dalam 2009 ini pemerintah mendorong agar petani kecil, buruh tani menjadi prioritas dalam pembangunan pedesaan dan pertanian.

9. Konflik agraria akan terus terjadi selama pembaruan agraria yang berpihak kepada rakyat tidak dilaksanakan. Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Indonesia setidaknya ada 2.810 konflik agraria. Sementara itu, sepanjang awal tahun 2007 sampai akhir tahun 2008 SPI mencatat 139 konflik, yang menyebabkan 14 orang tewas, 55.524 KK tergusur, dan 478 orang ditangkap, dipenjara dan dikriminalisasikan. Konflik agraria akan terus terjadi karena ketimpangan agraria hanya diselesaikan dengan sertifikasi lahan bukan dengan penyelesaian struktural.

GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 149: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

KEMANA ARAH FORUM RAKYAT ASEAN(ASEAN PEOPLE FORUM)?

Oleh: Beginda Pakpahan

cin

ha

psa

rin

Page 150: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

150

Pada tanggal 20-22 Februari 2009 Forum Rakyat ASEAN ke-4 diselenggarakan di Universitas Chulalongkorn, Bangkok (Thailand). Forum rakyat tersebut merupakan wadah berkumpul dan bertukar pikiran dari mayoritas masyarakat madani dan rakyat di tingkat kawasan Asia Tenggara. Tema utama pertemuan regional masyarakat sipil (civil society) tersebut adalah meningkatkan rakyat ASEAN (Advancing a People’s ASEAN). Mereka datang dari beragam latar belakang mulai dari aktivis LSM, akademisi, aktivis hak asasi manusia, petani, pedagang, buruh dan sebagainya. Hal yang menarik adalah ke manakah arah Forum Rakyat ASEAN? Lalu, bagaimana dengan efektivitas forum tersebut dalam membawa agenda rakyat akar rumput?

Penulis mengajukan argumen bahwa Forum Rakyat ASEAN terkesan belum jelas dalam menentukan arah dan efektivitasnya yang belum terbentuk dengan solid. Masih terkesan bahwa forum tersebut hanyalah wadah kongkow para masyarakat madani dan elemen-elemennya. Hal ini tebersit dari masih tidak terkoordinasikannya ide-ide minim yang diangkat dalam membahas kebijakan-kebijakan ASEAN yang merupakan pokok bahasan inti, yaitu sebagai penyambung lidah rakyat dan penerjemah ide atau aspirasi dari rakyat ASEAN.

> > > > >

GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Page 151: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Forum Rakyat adalah Forum BersamaPada saat pembukaan tanggal 20 Februari 2009, forum tersebut

dihadiri oleh 800 peserta dari 10 negara ASEAN dan negara-negara sahabat ASEAN. Semua komponen masyarakat regional Asia Tenggara berkumpul untuk mengungkapkan keluhan, bertukar pikiran, pengalaman dan membawa harapan bagi rakyat ASEAN secara bersama-sama. Dalam forum ini terwakili eksistensi rakyat Asia Tenggara melalui penyampaian aspirasi dan harapannya. Pertemuannya sendiri dibuka oleh perwakilan rakyat dari 10 negara ASEAN yang diselingi dengan pagelaran budaya mewakili Asia Tenggara.

Agenda-agenda yang dibahas sangat beragam seperti: isu ketahanan dan kemandirian pangan, isu minimnya pelanggaran hak asasi manusia di Burma, isu efektivitas dan penguatan badan hak asasi manusia ASEAN, isu perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan mitra eksternalnya, isu buruh migran, isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan dan isu-isu besar lainnya. Dari seluruh uraian dan penjelasan lebih bersifat ungkapan keluhan atas situasi yang tidak kondusif bagi rakyat Asia Tenggara atas pelbagai kebijakan dari mayoritas pemerintah ASEAN. Layaknya suatu forum rakyat, Forum Rakyat ASEAN merupakan forum bersama untuk bertanya dan berbagi atas keadaan yang dialami oleh para peserta dan rakyat yang diwakilinya.

Forum Rakyat ASEAN: Antara Tujuan Dan HarapanPada dasarnya, seluruh acara di Forum Rakyat ASEAN

terselenggara dengan baik. Kita perlu mengapresiasi kerja dan usaha yang telah dilakukan oleh teman-teman panitia bersama yang terdiri dari perwakilan civil society dari negara-negara anggota ASEAN dan juga komite lokal di Bangkok, Thailand yang secara aktif dan serius melaksanakan kegiatan tersebut.

Jika kita lihat tujuan dari Forum Rakyat ASEAN adalah memperkuat masyarakat madani dari seluruh kawasan Asia Tenggara melalui hubungan langsung antara orang dengan orang. Forum regional tersebut membangun proses dua arah di mana isu-isu domestik meningkat sampai ke forum regional dan dampak lokal dari isu regional diangkat pada tingkatan komunitas. Forum juga mengajak masyarakat madani untuk berhubungan dengan isu-isu ASEAN yang kritis bagi

gera

kan

sosi

al

151KEMANA ARAH FORUM RAKYAT ASEAN (ASEAN PEOPLE FORUM)?

Page 152: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

mereka dan juga institusi-institusi ASEAN1. Kita bisa lihat lebih lanjut bahwa ada dua tujuan penting yaitu pertama, mempererat hubungan dan kerja sama antar rakyat. Kedua, forum tersebut mendorong adanya keterkaitan antara masyarakat madani dan institusi-institusi ASEAN yang artinya pemerintah merupakan bagian institusi yang dinaungi oleh ASEAN.

Dengan beragamnya para masyarakat madani yang datang, maka majemuk pula pandangan, perspektif dan posisinya terhadap ASEAN. Itu adalah suatu hal yang wajar di mana masyarakat madani memiliki pandangan yang berbeda-beda. Tetapi akan lebih baik jika

1 ASEAN Peoples’ Forum (2009) Advancing a People’s ASEAN, diakses pada tanggal 25 Februari 2009 jam 15:35 WIB dari website: http://www.apf2008.org/apf-background

152 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

ww

w.g

etty

ima

ges.c

om -

reto

uch

by [c

]

Page 153: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Forum lebih terkoordinasi dan terarah jelas dalam merespon pelbagai permasalahan dan tantangan yang ada di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi perhatian kita bersama supaya tercipta arah yang jelas dan efektif dari Forum.

Forum Rakyat ASEAN lebih Terarah dengan Pendekatan Cluster

Dari pelbagai pertemuan yang ada di forum tersebut, ada makna penting yang bisa ditarik yaitu: bertambahnya jaringan yang kita miliki antar masyarakat madani yang ada di kawasan Asia Tenggara. Tetapi ada pelajaran yang perlu kita pikirkan bersama yaitu bagaimana menjadikan Forum lebih efektif dan terarah bagi kepentingan bersama? Jawabannya adalah kita perlu mengkoordinasikan seluruh ide dan argumen masyarakat madani agar lebih solid dalam menghadapi publik, pemerintah dan sekretariat ASEAN. Lebih lanjut, kita juga perlu menjembatani hubungan antara masyarakat madani dan pemerintah dari negara-negara anggota ASEAN.

Lebih lanjut, bila rakyat ASEAN bisa mempersiapkan dulu tim awal yang melakukan penelitian atas rencana-rencana proposal kebijakan yang menjadi tandingan atau masukan bagi pemerintah negara-negara ASEAN, maka pertemuan tersebut akan lebih berisi bobotnya. Hal ini menjadi perhatian penting karena muatan pertemuan yang mengajukan kebijakan-kebijakan alternatif yang mewakili masyarakat madani dan rakyat ASEAN menjadi pembahasan dari workshop-workshop yang ada di Forum.

Terkait dengan hal di atas, model pendekatan cluster (cluster approach) bisa diimplementasikan untuk bisa mengoordinasikan seluruh masyarakat madani agar lebih efektif dan terarah dalam menjembatani hubungannya dengan pemerintah dari negara-negara ASEAN. Pendekatan cluster adalah pembagian dan distribusi kerja masing-masing LSM dan organisasi massa yang merupakan bagian dari masyarakat madani ke dalam tiga cluster besar yaitu Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Politik dan Keamanan, Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Ekonomi dan Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Sosial dan Budaya. Lalu, setiap cluster akan dikoordinasikan oleh Koordinator Cluster yang diwakili oleh satu atau dua LSM baik di tingkat nasional dan regional. Mereka merupakan

153KEMANA ARAH FORUM RAKYAT ASEAN (ASEAN PEOPLE FORUM)?

Page 154: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

focal point dari masing-masing cluster. Pada tingkatan nasional, setiap LSM bisa bertemu dengan wakil pemerintah dalam Forum Nasional untuk ASEAN dalam rangka pertukaran dan sosialiasi ide dan argumen sebelum KTT ASEAN dilaksanakan. Pada tingkatan regional, para LSM bisa bertemu sesuai dengan cluster-nya dan bisa membawa posisi dan pandangannya kepada Koordinator Cluster tingkat regional supaya dibawa kepada koordinasi regional yaitu Jaringan Solidaritas Rakyat ASEAN. Jaringan regional bertujuan membuat pandangan dan posisi masyarakat madani lebih solid dan terarah.

Akhirnya, kita tunggu saja atas respon yang akan terjadi dari teman-teman masyarakat madani atas inisiatif yang penulis perkenalkan saat Forum Rakyat ASEAN lalu. Dengan niat baik, penulis berharap bahwa Forum Rakyat ASEAN bisa menuju arah yang lebih baik dan terkoordinasi sebagai penyambung suara dan aspirasi rakyat dan juga sebagai mitra yang kritis bagi pemerintah dari negara-negara ASEAN. Harapan kita yaitu: ASEAN bernuansa rakyat dan mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Asia Tenggara…kita berusaha terus untuk realisasinya.

Beginda Pakpahan adalah Alumnus Universitas Glasgow dan London School of Economics and Political Science (LSE London) serta Pemerhati Masalah-Masalah Internasional.

154 GL BAL JUSTICE UPDATE e d i s i 1 t a h u n 2 0 0 9

Pengetahuan memang datang dari mana saja, tapi membaca adalah cara pertama untuk memahami dunia...

institute for global justice

Judul buku ini diilhami oleh maraknya perdebatan di antara para ekonom, politisi, praktisi, aktivis gerakan sosial dan LSM dalam mamahami kondisi ekonomi Indonesia. Rezim SBY-JK yang merepre-sentasi pemikiran para ekonom neoliberal menun-jukkan ketidakmampuannya dalam menyimpulkan berbagai anomali ekonomi Indonesia. SBY me-nyampaikan keheranannya, ”Perekonomian nasional bertumbuh, tapi mengapa kemiskinan bertambah?” Para pengamat ekonomi menyebutnya sebagai pertumbuhan yang tidak berkualitas, sebuah pertumbuhan yang tidak menyejahterakan rakyat. Semestinya, krisis demi krisis yang dihadapi Indonesia haruslah dilihat akar historisnya. Sepanjang sejarah, bangsa ini terbelenggu dalam rantai kolonialisme yang tidak terputus. Agrarische Wet 1870, UU PMA No. 1/1967 dan UUPM No. 25/2007 adalah produk hukum yang mengabdi pada kepentingan modal asing, mema-pankan struktur ekonomi yang hanya menghasilkan kekayaan berlimpah bagi segelintir kaum kapitalis.Potret penanaman modal oleh PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dan penanaman modal sektor pariwisata PT Lombok Tourism Development Corporation (PT LTDC) di Nusa Tenggara Barat (NTB), serta penanaman modal di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, menghasilkan pembesaran skala ekonomi pemilik modal besar. Namun hal ini justru menciptakan kerusakan sosial ekonomi yang berimbas pada penurunan kualitas hidup mayoritas rakyat. MAKRO EKONOMI MINUS...

Page 155: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

Pengetahuan memang datang dari mana saja, tapi membaca adalah cara pertama untuk memahami dunia...

institute for global justice

Judul buku ini diilhami oleh maraknya perdebatan di antara para ekonom, politisi, praktisi, aktivis gerakan sosial dan LSM dalam mamahami kondisi ekonomi Indonesia. Rezim SBY-JK yang merepre-sentasi pemikiran para ekonom neoliberal menun-jukkan ketidakmampuannya dalam menyimpulkan berbagai anomali ekonomi Indonesia. SBY me-nyampaikan keheranannya, ”Perekonomian nasional bertumbuh, tapi mengapa kemiskinan bertambah?” Para pengamat ekonomi menyebutnya sebagai pertumbuhan yang tidak berkualitas, sebuah pertumbuhan yang tidak menyejahterakan rakyat. Semestinya, krisis demi krisis yang dihadapi Indonesia haruslah dilihat akar historisnya. Sepanjang sejarah, bangsa ini terbelenggu dalam rantai kolonialisme yang tidak terputus. Agrarische Wet 1870, UU PMA No. 1/1967 dan UUPM No. 25/2007 adalah produk hukum yang mengabdi pada kepentingan modal asing, mema-pankan struktur ekonomi yang hanya menghasilkan kekayaan berlimpah bagi segelintir kaum kapitalis.Potret penanaman modal oleh PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dan penanaman modal sektor pariwisata PT Lombok Tourism Development Corporation (PT LTDC) di Nusa Tenggara Barat (NTB), serta penanaman modal di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, menghasilkan pembesaran skala ekonomi pemilik modal besar. Namun hal ini justru menciptakan kerusakan sosial ekonomi yang berimbas pada penurunan kualitas hidup mayoritas rakyat. MAKRO EKONOMI MINUS...

Page 156: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

oh my go

d...

we need

someon

e to fix

the b

ook!

ahhhrght!

Page 157: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

oh my go

d...

we need

someon

e to fix

the b

ook!

ahhhrght!

Page 158: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

k e a d i l a n s o s i a lh a r u s d i p e r j u a n g k a n ,w a r t a k e a d i l a nh a r u s d i k u m a n d a n g k a n !

Page 159: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009

GL BAL JUSTICE UPDATE

Watch Out!

Institute for Global Justice ( IGJ)Jl. Matraman 12A, Jakarta 10430, Indonesia

(E) [email protected] (W) www.globaljust.org(t) +62-21-3107578 (F) +62-21-3107586

Page 160: Global Justice Update, Tahun ke-7, Edisi 1, Maret 2009