gerakan paderi dan mata rantai gerakan pembaruan di minangkabau

Upload: h-masoed-abidin-bin-zainal-abidin-jabbar

Post on 30-May-2018

262 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    1/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    GERAKAN PADERI DAN MATA RANTAI

    GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM

    DI MINANGKABAU

    Oleh : H. Masoed Abidin

    Gerakan pembaruan di dalam kehidupan beradat dan beragama di

    Minangkabau, dapat dikatakan satu gerakan pembaruan oleh para

    ulama zuama, yakni para cendekiawan yang hidup dengan latar

    belakang kehidupan adat Minangkabau yang kuat, dan kemudian

    menuntut mendalami ilmu pengetahuan agama Islam ke negeri-negerisumber ilmu, sampai ke Mekah al Mukarramah, yang kemudian diwarisi

    sambung bersambung membentuk rantai sejarah yang panjang, dan

    bekelanjutan terus ke abad-abad sesudahnya.

    Masuknya Islam dan sejarah perkembangannya di Minangkabau

    sejajar dengan sejarah pertumbuhan kota-kota dagang di rantau

    Minang. Awal abad ke-7 M atau abad I Hijriah rantau timur

    Minangkabau telah menerima dakwah Islam.1

    Dari Berbagai Sisi dan Penjuru

    Masuknya Islam ke rantau timur di masa itu tidak terlepas dari

    persaingan perdagangan dan pengaruh kerajaan-kerajaan, seperti

    melemahnya kekuasaan Sriwijaya, dan lahirnya kerajaan Islam Perlak

    dengan sultan pertamanya Syekh Maulana Abdul Aziz Syah yang

    menganut Islam (840 M).

    Berkembangnya Malaka dan Samudera Pasai menjadi kota dagang

    dan kerajaan Islam (1400 M), dan kalahnya Sriwijaya melawan

    1 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    2/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Majapahit, sejak tahun 1477 M itu, pantai timur ranah Minang di bawah

    kendali Majapahit hingga meninggalnya Hayam Wuruk, dan di masa itu

    kerajaan Pagarruyung di Minangkabau diperintah oleh keturunan

    Kertanegara dan Dara Petak, putri dari Minang, yaitu Adityawarman.

    Ketika itu, rantau Alam Minang sudah mulai didominasi pemeluk

    Islam, walau Adityawarman masih memeluk Budha, dan dinastinya

    berkuasa hingga 1581 M. Namun pernah tercatat 1411 M, raja-raja

    turunan Adityawarman sudah memeluk Islam dan mereka berguru

    kepada Tuanku Maulana Malik Ibrahim. Kekuasaan kerajaan hanya

    sebatas simbol kekuasaan dan lambang persatuan.2

    Setelah Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih Nan Sabatang

    meninggal, raja melimpahkan kekuasaannya kepada raja-raja muda,

    ataupenghulu di rantau.

    Raja berdaulat dengan tiga kekuasaan serangkai Rajo Tigo Selo, di

    Pagarruyung, di Luhak Tanah Datar, yang terdiri dari Rajo Alam, Rajo

    Adat, dan Rajo Ibadat yang mempunyai daerah kedudukan masing-

    masing di Buo dan di Sumpur Kudus. Tiga serangkai kekuasaan ini

    diperkuat oleh dewan menteri Basa Ampek Balai, yang terdiri dari

    Bandaharo dari Sungai Tarab, Tuan Kadi dari Padang Ganting,

    Mangkudum dari Suruaso, Indomo dari Sumanik, dan diperkuat lagi

    oleh Tuan Gadang dari Batipuh dalam urusan pertahanan.

    Pada masa itu telah terjadi penyesuaian antara Islam dengan adat

    setempat, seperti adaik mananti, syarak mandaki. Namun kegiatan

    yang erat dengan budaya Hindu-Budha masih akrab dalam masyarakat

    Minang kala itu.3

    2 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    3/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Dakwah Persuasif

    Kedatangan Syekh Burhanuddin (Pono), yang berguru kepada Syekh

    Abdurrauf Singkili di Aceh, dan kemudian mengembangkan Islam di

    Minangkabau dengan membuka surau atau sekolah agama seperti di

    Ulakan Pariaman, dan di Kapeh Kapeh Pandai Sikek, Padangpanjang,

    mulai melakukan gerakan pemurnian Islam dari pengaruh budaya

    Hindu-Budha, serta menghapuskan kebiasaan-kebiasaan anak nagari

    seperti minum tuak, menyabung ayam atau berkaul ke tempat

    keramat.

    Istana Pagarruyung juga menjadi sasaran dakwahnya dan ia

    berhasil. Keberhasilan itu membuat dia dikenal sebagai ulama besar di

    Minang. Murid beliau mulai banyak dari darekatau dari Luhak nan Tigo.

    Semasa itu, sudah terjadi juga persilangan paham antarapenghulu

    dalam hal setuju dan yang menentang ulama zuama, ulama cerdik

    pandai yang pulang dari berguru dan melakukan pemurnian terhadapkebiasaan adat yang salah menurut syarak. Lambat laun, kesepakatan

    damai tercipta antara para Penghulu, Tuanku dan Alim Ulama Minang,

    untuk saling mengakui kedudukan ulama dengan penghulu, sehingga

    ulama menjadi suluah bendang dalam nagari, tidak menjadi bawahan

    dari Penghulu seperti kedudukanpanungkek, dan manti, dubalang.

    Semenjak itu lahir beberapa ungkapan petatah-petitih, syarakmandaki adaik manurun4, adaik nan lazim syarak nan kawi 5, syarak

    babuhue mati adaik babuhue sintak6, syarak balinduang adaik

    bapaneh7, syarak mangato adaik mamakai8, syarak ba tilanjang adaik

    ba sisampieng9.

    3 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    4/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Gerakan Paderi adalah Gerakan Pembaruan dan

    Pemurnian

    Gerakan pembaruan tatanan masyarakat Minangkabau dalamberadat dengan ketentuan syarak di masa kedua ini, sejak masuknya

    Islam ke Minangkabau mulai empat abad sebelumnya. Selanjutnya,

    gerakan pembaruan dan pemurnian oleh ulama zuama, yakni kaum

    ulama dan cerdik pandai suluh benderang di dalam nagari, di abad 18

    dan 19 itu, yang kemudian menjadi gerakan Paderi (1802-1837) di

    Minangkabau, dan sekitarnya, adalah mata rantai dari gerakan

    pembaruan pemikiran berlatar belakang pendidikan-pendidikan yang

    dilalui para pembaru penggerak pergerakan tersebut.

    Karenanya dapat disebut bahwa gerakan ini lahir tidak didorong

    oleh keinginan perebutan kekuasaan kerajaan, atau gerakan balas

    dendam yang menghabisi lawan-lawan yang tidak sesuai atau tidak

    disenangi sampai musnah, akan tetapi lebih bertujuan kepada

    berkehendak lahirnya perubahan tata pergaulan di dalam

    masyarakatnya yang beradat dengan agama (syarak), atau

    melaksanakan ajaran syarak (agama Islam) di dalam adat istiadatnya,

    di ranah Minangkabau.

    Gerakan Paderi di awal abad kedelapan belas, bermula dengan

    pulangnya tiga serangkai ulama zuama Minangkabau (1802), terdiri

    dari Haji Miskin di Pandai Sikek, Luhak Agam, Haji Abdur Rahman, di

    Piobang, Luhak Limopuluah, dan Haji Muhammad Arief, di Sumanik,

    Luhak nan Tuo, Tanah Datar, yang juga dikenal bergelar Tuanku Lintau,

    4 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    5/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    berawal dengan penyadaran semangat beragama Islam di dalam

    kehidupan beradat di Minangkabau.

    Gerakan Kembali ke Syariat yang dilaksanakan di bawah bimbingan

    Tuanku Nan Tuo, yang kemudian berlanjut kepada murid-muridnya

    dalam Gerakan Paderi di bawah pimpinan Tuanku Nan Renceh di

    Kamang, dan sambung bersambung menjadi mata rantai gerakan

    menyeluruh dalam wilayah yang luas, di bawah pimpinan Tuanku Imam

    Bonjol, sesungguhnya tidak menentang dan menghapuskan hukum

    waris berdasarkan garis ibu, atau menghapuskan lembaga kaum adat

    yang sudah jauh menyimpang dari syarak di Minangkabau, atau perang

    pengembagan ajaran agama Islam secara paksa kenegeri di sekitar.

    Namun, masa 100 tahun penjajahan Belanda ketika itu, memberi

    pengaruh yang tidak kurang pentingnya. Sehingga warna budaya di

    Minangkabau terutama, berbentuk segi tiga dengan sisi yang tidak

    sama panjang antara budaya adat, budaya agama, dan budaya barat

    yang mulai memasuki tatanan kehidupan masyarakat adat dan budaya

    di Minangkabau, Riau, Mandahiling dan tanah Batak, yang

    sesungguhnya menjunjung tinggi budaya timur, bukan kultur barat.

    Ada satu benang merah yang jelas tampak dipunyai para ulama

    zuama pejuang, adalah alim ulama dan cerdik pandai (intelektual,

    cendekiawan) yang menjadi suluh benderang di negeri, sesungguhnya

    adalah kalangan kaum terpelajar muslim di zamanya, yang berpikiran

    maju dan rasional sesuai bimbingan syarak, agama Islam yang

    dianutnya, bertolak belakang dengan anutan penjajahan semasa itu.

    5 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    6/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Para ulama zuama Gerakan Paderi ini memiliki perasaan dan

    semangat untuk membebaskan kaumnya yang beradat dan beragama

    Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan, paling tidak

    sejak tiga abad sebelumnya. Keterkekangan dianggap sebagai sebab

    utama ketakberdayaan bangsanya yang dicap inlander di depan

    bangsa asing kolonialisme. Dengan membangun kembali cara pandang

    dan sikap keberagamaan, kondisi menyedihkan itu dapat diperbaiki.

    Kendati berbeda dalam metodologi dan pendekatan, para ulama

    zuama tersebut memiliki kesamaan dalam menyikapi kondisi kaumnya,

    yang beradat dan beragama Islam. Kesamaan pandangan itu adalah

    bahwa hanya pembebasan diri (self-liberating) yang dapat

    mengeluarkan mereka dari kondisi itu.

    Pembebasan itu adalah perlawanan terhadap kolonialisme secara

    fisik, baik pada bungkus adat istiadat yang berlaku, dimulai dengan

    membuka pintu ijtihad seluas-luasnya secara teoritis, dan mengaji

    ulang tradisi dan khazanah (turats) syarak (agama Islam) yang

    semestinya diterapkan di dalam kehidupan beradat, khususnya di

    Minangkabau. Dalam menerapkan gagasan-gagasan perubahan itu,

    para ulama zuama atau para tuanku sangat dipengaruhi latar belakang

    pendidikan, ekonomi, dan tingkat kedudukan sosial mereka.

    Inilah yang kemudian memunculkan banyaknya kecenderungan

    pemisahan dalam pengotakan kaum dan aliran pemikiran, serta

    jalannya perjuangan gerakan pembaruan itu.

    Gerakan pembaharuan yang dilaksanakan oleh mereka, sejak

    Tuanku nan Tuo, Tuanku nan Renceh, dan Tuanku Imam Bonjol, lebih

    6 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    7/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    menguatkan harta pusaka, yang dimaksud adalah pusaka tinggi itu,

    dimanfaatkan untuk kesejahteraan kaum, dan oleh karena itu, harta

    pusaka dimaksud diturunkan kepada kemenakan, dan ditempatkan

    pada pengawasan garis perempuan. Namun mengenai harta

    pencaharian, kedua gerakan itu sependapat harus diwariskan kepada

    anak.

    Tuanku Imam Bonjol, sadar bahwa setelah utusan anak

    kemenakannya mempelajari hukum Islam ke tanah Mekah,

    menyatakan pembagian tugas yang nyata antara adat dan syarak

    atau agama. Bahwa masalah adat dikembalikan kepada Basa dan

    Penghulu, sedangkan masalah agama diserahkan kepada Tuanku atau

    malin. Inilah doktrin ajaran adat basandi syarak, syarak basandi

    Kitabullah.

    Sumpah Satie (= Janji Setia) Bukik Marapalam

    Sulit mencari bukti tertulis, kepastian waktu dan tempat, sertasiapa pelaku utama peristiwa dan pencetusan ide piagam sumpah

    satie (sumpah sakti) Bukik Marapalam, dan diyakini oleh masyarakat

    Minangkabau telah terjadi dan disepakati oleh para pemuka adat dan

    ulama di puncak bukit itu masa perkembangan Islam di Minangkabau.

    Konsensus itu di dasari sifat egaliter masyarakat Minang, dan

    keyakinan bahwa piagam itu berisi sumpah satie (janji setia) yang

    menyatakan konsessus pertama antara kaum adat dan ulama, yang

    menyatakan adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (adat

    bersendi agama Islam, Islam bersendi Kitabullah, yakni Al Quran).

    Ada beberapa pendapat tentang waktu terjadinya Sumpah Satie

    Bukik Marapalam, di antaranya menyebutkan di masa awal gerakan

    Paderi (1803-1809), terkait strategisnya tempat dan posisi puncak

    Bukit Marapalam. Gagasan piagam ini dilakukan, untuk menghindari

    banyaknya korban yang akan jatuh antara kelompok yang bertikai,

    7 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    8/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    baik dari kalangan ulama zuama Tuanku Lintau dan kaum adat atas

    inisiatif Datuk Bandaro yang kemudian mendatangi Datuk Samik, dan

    kemudian di sampaikan kepada Datuk Surirajo Maharajo di Pariangan,

    dan akhirnya antara kaum adat dan ulama zuama disepakati satu

    piagam, Sumpah Satie Bukik Marapalam yaitu adaik basandi syarak,syarak basandi Kitabullah.

    Kesepakatan ini, tidak didapat tahun pasti terjadinya. Jika

    pandangan ini yang menjadi rujukannya, maka peranan Tuanku Lintau

    dan Datuk Bandaro (yang juga disebut pengikut gerakan Paderi), dapat

    dianggap sebagai yang menggagas, mengatur pertemuan, dan

    mengeluarga piagam sumpah satie adaik basandi syarak, syarak

    basandi Kitabullahini. Semenjak piagam itu, ketegangan antara kaum

    adat dan para ulama zuama mulai mereda, akan tetapi pertentanganmasih terasa antara para datukdari Nagari Saruaso dan Batipuh.

    Di samping itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Piagam

    Sumpah Satie Bukik Marapalam masa Perang Paderi II, ketika Belanda

    kembali memerangi kaum Paderi setelah Belanda dapat memadamkan

    Perang Diponegoro.

    Gerakan Paderi dilanjutkan oleh Tuanku nan Tuo, Tuanku nan

    Renceh, Tuanku Kubu Sanang, Tuanku Koto Ambalau, Tuanku di Lubuk

    Aur, Tuanku di Ladang Laweh dan Tuanku Imam Bonjol yang berujungdengan perlawaanan terhadap penjajahan Belanda (1821-1837).

    Dalam Perang Paderi II ini, pihak Belanda berhasil memecah

    kekuatan bangsa di Minangkabau, dan sekitarnya dengan politik adu

    domba, antara kaum adat dan agama, sehingga dapat merebut

    benteng pertahanan Paderi di puncak Bukit Marapalam, di Lintau,

    Agustus 1831, dan kemudian berturut-turut menguasai banteng Paderi

    di Talawi, Bukit Kamang, dan kekuatan Tuanku Nan Renceh, serta

    kalahnya kaum Paderi di Agam, pada akhir Juni 1832..

    Perang Paderi II (1821-1837) ini, telah menyadarkan seluruh

    masyarakat Minang dan sekitarnya, bahwa pihak Belanda berhasil

    mengadu domba dengan menimbulkan konflik antara kalangan ulama

    zuama, dengan kaum adat, yang berakibat hilangnya kepercayaan satu

    sama lainnya dan melemahnya kekuatan masyarakat di Minangkabau.

    Namun sebelum Bukik Marapalam jatuh ke tangan Belanda, antara

    8 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    9/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    kaum adat dan agama telah berunding yang menghasilkan sumpah

    satie, lahirnya piagam Marapalam yang menyepakati adaik basandi

    syarak, syarak basandi Kitabullah di ranah Minangkabau. Dalam

    peristiwa ini, nama Tuanku Lintau kembali disebut sebagai

    pemprakarsa.

    Masih ada pendapat yang menyatakan bahwa sumpah satie Bukik

    Marapalam terjadi di akhir perang Paderi, setelah kekalahan Paderi dari

    tentara Belanda. Belanda mulai merubah tatanan sosial masyarakat

    dengan mengangkat Penghulu Bersurat (besluit) untuk mudahnya

    urusan pemungutan pajak bagi kepentingan kolonial. Nagari-nagari

    yang tadinya adalah otonom di Minangkabau, setelah perang itu

    menjadi wilayah Administratif Pemerintahan Hindia Belanda.

    Kekhawatiran masyarakat Minang terhadap Belanda sebagaibangsa penjajah yang kafir (tidak beragama Islam), dengan perubahan

    struktur pemangku adat yang diberi besluit ini, akan dapat berakibat

    menjauhkan masyarakat Minangkabau dari nilai-nilai adat dan agama

    Islam yang dianut mereka. Sebagai upaya menguatkan kembali jalinan

    kesatuan kaum adat dan ulama zuama di dalam kesatuan adat

    Minangkabau telah menjadi penyebab lahirnya piagam sumpah satie

    Bukik Marapalam ini.

    Ketiadapastian tanggal peristiwa ini, membuka peluang sebesarnyauntuk melakukan penelitian sejarah dan nilai-nilai yang dikandung

    dalam setiap peristiwa dalam gerakan Paderi, dan sebelumnya, juga

    tentang hubungan antara variabel adat dan agama dewasa ini, yang

    serta merta juga berkembang untuk kasus-kasus di luar dan dalam

    masyarakat Minangkabau sepanjang waktu.10

    Di samping itu, ada pula pandangan tentang peristiwa kemunculan

    piagam sumpah satie itu telah terjadi pada masa Syekh Burhanuddin

    menyebarkan Islam di tengah-tengah kuatnya pengaruh adat di alam

    Minang. Pengembangan Islam secara bersahabat (evolusi) menyiratkan

    bahwa di masa dakwahnya Syekh Burhanuddin, telah berlaku

    consensus di tengah masyarakat, yaitu adaik basandi syarak, syarak

    basandi adaik. Kenyataan social di tengah kehidupan masyarakat

    Minang di nagari, membuktikan bahwa aliran Sattariyah, yang erat

    kaitannya dengan Syekh Burhanuddin, telah berkembang sampai ke

    9 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    10/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    pedalaman Minang, di Nagari Andaleh, yaitu Marabukit, yang berada di

    kaki Bukit Marapalam.

    Azwar Datuk Mangiang pernah mewawancarai Inyiak Canduang

    (penulis buku Perdamaian Adat dan Syarak) pada akhir tahun 1966,

    di Pekan Kamis, Candung, dan menuliskan dalam makalah Piagam

    sumpah satie Bukik Marapalam, bahwa peristiwa sumpah satie itu

    telah terjadi sekitar tahun 1644 Masehi (M), jauh sebelum gerakan

    Paderi berkembang di alam Minangkabau.

    SARI PATI SUMPAH SATIE BUKIT MARAPALAM

    (MENURUT CATATAN INYIAKCANDUANG)

    Agama Islam mula-mula datang ke Minangkabau dengan melalui

    daerah Pesisir (rantau), disambut dengan tangan terbuka olehPenghulu-Penghulu dalam Luhak nan Tigo Lareh nan Duo.

    Sesudah Islam berkembang di Alam Minangkabau terjadilah

    perselisihan antara Kaum Adat dengan Alim Ulama, disebabkan ada

    sebagian dari pamaianan kaum adat yang tidak disetujui oleh Alim

    Ulama seperti basalung barabab, manyabung, bajudi, badusun

    bagalanggang, basorak basorai dan lain-lain. Dan sebagian apa yang

    diharuskan oleh agama tidak dapat dibenarkan menurut adat seperti

    perkawinan sepasukuan.

    Untuk memelihara persatuan dalam nagari, diusahakan oleh

    orang pandai-pandai dan terkemuka mencari air nan janih sayak nan

    landai guna terwujudnya perdamaian antara Penghulu dan Alim Ulama.

    Nan di atas ke bawah-bawah nan di bawah ke atas-atas, masing-

    masing surut salangkah. Kaum adat meninggalkan pamainan yang

    bertentangan dengan agama seperti manyabung, berjudi dan

    sebagainya.

    Dan Alim Ulama membenarkan pula ketentuan adat yang tidak

    berlawanan dengan agama seperti melarang perkawinan sepasukuan

    dan lain-lain, sehingga dapatlah kata sepakat: Bulat boleh

    digolongkan picak boleh dilayangkan.

    Buat mengikrarkan dan ma-ambalaui kebulatan itu, diadakanlah

    pertemuan besar di atas Bukit Marapalam (antara Lintau dan Tanjung

    10 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    11/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Sungayang) yang dihadiri oleh Penghulu-Penghulu dan Alim Ulama

    serta orang-orang terkemuka dalam Luhak nan Tigo Lareh nan Duo.

    Dibantai kerbau, dagingnya dilapah darahnya dikacau, tanduk

    ditanamkan, ditapung batu dilicak pinang, diikat dengan Alfatihah dan

    dibacakan doa selamat. Dalam pertemuan besar itulah diikrarkan

    bersama-sama dan menjunjung tinggi kebulatan yang telah dibuat oleh

    orang-orang pandai dan para terkemuka, yaitu:

    Penghulu rajo dalam nagari, kato badanga, pangaja baturuik,

    manjua jauh manggantung tinggi.

    Alim Ulama suluh bendang dalam nagari, air nan janih sayak nan

    lancar tempat batanyo di Panghulu.

    Dalam pelaksanaannya, Alim Ulama memfatwakan dan Panghulu

    mamarintahkan.

    Di sinan ditanamlah Rajo Adat di Buo dan Rajo ibadat di Sumpur

    Kudus.

    Dikarang sumpah jo satie, yaitu: Siapa yang melanggar

    kebulatan ini dimakan bisokewi di atas dunia , ke atas indak bapucuk,

    ke bawah indak baurat, di tangah dilarik kumbang, di akhirat dimakan

    kutuk kalam Allah.

    Di sinan ditetapkan pepatah adat nan berbunyi: Adat bapanehsyarak balindung, artinya: Adat adalah tubuh dan syarak adalah jiwa

    di Alam Minangkabau. Dan pepatah adat nan berbunyi: Syarak

    mangato adat mamakai.

    Itulah sari pati sumpah satie (Piagam) Bukit Marapalam nan kita

    terima turun temurun sampai kini. Dan hambo terima dahulunya dari

    tiga orang tuo, yaitu:

    1. Tuangku Lareh Kapau nan Tuo (sebelum Tuangku Lareh yang

    terakhir).

    2. Ninik dari mintuo hambo di Ampang Gadang.

    3. Angku Candung nan Tuo.

    Bukti-bukti yang bersua dalam pelaksanaan, yang bahasa

    Penghulu memerintahkan menjalankan fatwa Ulama seperti berzakat,

    11 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    12/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    berpuasa, bersunat rasul dan sebagainya, yang sulit dapat dikerjakan

    kalau tidak diiringi fatwah Ulama itu dengan perintah Penghulu sebagai

    rajo dalam nagari.

    Pada akhir abad ke-sembilan belas dan lai hambo dapati bahwa

    sesuatu perkara yang terjadi dalam nagari dihukum oleh Penghulu.

    Sebelum Penghulu menjatuhkan hukuman malamnya mendatangi

    Ulama yang dinamakan waktu itu dengan Bamuti (mungkin asalnya

    bermufti) untuk minta nasihat dan bermusyawarah tentang hukum

    yang akan dijatuhkan (waktu itu tempat bamuti adalah Angku

    Candung nan basurau di Baruhbalai). Dan begitu juga ditiap nagari di

    Minangkabau sampai ada peraturan baru oleh Belanda yang perkara

    diadili oleh Tuangku Lareh, kemudian Magistraad dan kemudian sekali

    Landraad.Kaum penjajah (Belanda) sangat kuatir kepada persatuan adat

    dan agama. Maka diusahakannya memecahkan dengan mendekati

    Penghulu dan menjauhi Alim Ulama.

    Tambo-tambo adat yang dipinjam, katanya untuk dipelajari,

    tetapi sebenarnya untuk dihabiskan, guna mengaburkan sejarah yang

    sebenarnya, termasuk sejarah Bukit Marapalam ini.

    Demikianlah hambo wasiatkan untuk dipedomani oleh anak cucu

    hambo kemudian hari di Candung khususnya dan di Minangkabauumumnya, karena sudah terdengar orang-orang yang hendak

    mencoba memisahkan antara adat dan agama di Minangkabau.

    Wabilahitaufieq.

    Candung, 7 Juni

    1964

    26 Muharam 1384.

    Dto

    Syekh Suleiman Ar

    Rasuly

    Mata Rantai Gerakan Pembaru abad 20, di Sumatera

    Barat

    12 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    13/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Pada awal abad ke-20, di Sumatera Barat ditandai dengan periode

    yang penuh pergolakan sosial dan intelektual. Di awali dengan

    pulangnya tiga ulama Minangkabau selepas menuntut ilmu di Mekah,

    yang membawa modernisasi Islam ajaran Muhammad Abduh dan

    Jamaluddin al-Afghani dari Mesir, yaitu Muhammad Djamil Djambekatau Inyik Djambek(1860-1947)11, M. Thaib Umar (1874-1920),

    Abdullah Ahmad (1878-1933).12

    Gerakan ini tidak hanya dimotivasi oleh gerakan pembaruan yang

    sudah berkembang di Mesir dan beberapa Negara Arab, tapi juga oleh

    dorongan rivalitas terhadap golongan berpendidikan Barat yang cara

    material dan sosial terlihat lebih bergengsi. Tahapan kemajuan

    pemikiran di Ranah Minang, dalam menerapkan (syarak) agama di

    tengah kehidupan masyarakat adat Minangkabau, adalah pertandatumbuhnya kemerdekaan berfikir di kalangan para intelektual, ulama

    zuama seperti Hadji Agus Salim (1884-1954), seiring perkembangan

    abad liberal age13, yang mengarus masuk ke Indonesia, termasuk

    ranah Minangkabau.

    Pembaruan Islam di Minangkabau bukan semata terbatas pada

    kegiatan serta pemikiran saja, tetapi menemukan kembali ajaran atau

    prinsip dasar Islam yang berlaku abadi yang dapat mengatasi ruang

    dan waktu. Sementara itu usaha-usaha pembaruan yang praktis, baik

    dalam bentuk sekolah dan madrasah-madrasah atau pun kerajinan

    desa, mulai bermunculan. Kaum pembaru pemikiran Islam berusaha

    mengembalikan ajaran dasar agama Islam dengan menghilangkan

    segala macam tambahan yang datang kemudian dalam din, agama,

    dan dengan melepaskan penganut Islam dari jumud, kebekuan dalam

    masalah dunia.

    Mereka berusaha memecahkan tembok tambahan dan jumud itu,

    agar dapat menemu kembali isi dan inti ajaran Islam yang

    sesungguhnya, yang menurut keyakinannya menjadi cahaya yangdapat menyinari alam ini. Kaum pembaru berkeyakinan bahwa bab al-

    ijtihad, masih tetap terbuka; mereka menolak taqlid. Ijtihad membawa

    kaum pembaru untuk lebih memperhatikan pendapat.

    Keinginan untuk keluar dari situasi yang dianggap tidak sesuai

    dengan gagasan-gagasan yang ideal menghadapkan Minangkabau

    13 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    14/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    pada pilihan-pilihan yang kadang-kadang saling bertentangan. Model

    barat mungkin baik, tetapi dapat berarti ancaman pada dasar-dasar

    agama dan adat. Perubahan yang sesuai dengan ajaran Islam yang

    ortodoks, memang merupakan pemecahan.

    Tetapi bagaimana pula dengan lembaga adat yang telah mendarah

    daging dalam kehidupan masyarakat Minangkabau? Dan, apa pula

    contoh yang bisa diikuti?

    Namun parameter adat sangat terbatas dan bias menutup jalan ke

    dunia maju dan mungkin pula menghadapkan diri pada masalah dosa

    dan tidak berdosa, soal batil dan haq.

    Peranan Guru dan Murid

    Berpuluh-puluh buku polemik, baik dalam bahasa Arab maupunbahasa Melayu mulai banyak diterbitkan, dan berbagai majalah, surat

    kabar yang mewartakan hal-hal yang berupa pergolakan pemikiran,

    dan aliran-aliran dalam pemahaman mazhab dalam syariat Islam,

    mulai banyak bermunculan, dan pengamalan dalam adat sesuI

    panduan syarak, agama Islam sangat ramai dibicarakan. Salah seorang

    pelopor gerakan pembaruan di Minangkabau yang menyebarkan

    pikiran-pikirannya dari Mekah pada awal abad ke-20 adalah Syekh

    Ahmad KhatibEL Minangkabawy (1855).14

    Syekh Ahmad Khatib adalah turunan dari seorang hakim gerakan

    Paderi yang sangat anti penjajahan Belanda. Ia dilahirkan di Bukittinggi

    pada tahun 1855 oleh ibu bernama Limbak Urai, yang adalah saudara

    dari Muhammad Shaleh Datuk Bagindo, Laras, Kepala Nagari Ampek

    Angkek yang berasal dari Koto Tuo Balaigurah, Kecamatan Ampek

    Angkek Candung. Ayahnya adalah Abdullatief Khatib Nagari,

    saudara dari Datuk Rangkayo Mangkuto, Laras, Kepala Nagari

    Kotogadang, Kecamatan IV Koto, di seberang ngarai Bukittinggi. Baik

    dari pihak ibu ataupun pihak ayahnya, Ahmad Khatib adalah anakterpandang, dari kalangan keluarga yang mempunyai latar belakang

    agama dan adat yang kuat, anak dan kemenakan dari dua orang

    tuanku Laras dari Ampek dan Ampek Angkek. Ditenggarai, bahwa ayah

    dan ibu Ahmad Khatib dipertemukan dalam pernikahan berbeda nagari

    ini, karena sama-sama memiliki kedudukan yang tinggi dalam adat,

    14 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    15/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    dari keluarga tuanku laras, dan latar belakang pejuang Paderi, dari

    keluarga Pakih Saghirdan Tuanku nan Tuo. Sejak kecilnya Ahmad

    Khatib mendapat pendidikan pada sekolah rendah yang didirikan

    Belanda di kota kelahirannya. Ia meninggalkan kampung halamannya

    pergi ke Mekah pada tahun 1871 dibawa oleh ayahnya. Sampai diamenamatkan pendidikan, dan menikah pada 1879 dengan seorang

    putri Mekah Siti Khadijah, anak dari Syekh Shaleh al-Kurdi, maka Syekh

    Ahmad Khatib mulai mengajar dikediamannya di Mekah tidak pernah

    kembali ke daerah asalnya. Syekh Ahmad Khatib, mencapai derajat

    kedudukan yang tertinggi dalam mengajarkan agama sebagai imam

    dari Mazhab Syafei di Masjidil Haram, di Mekah. Sebagai imam dari

    Mazhab Syafei, ia tidak melarang murid-muridnya untuk mempelajari

    tulisan Muhammad Abduh, seorang pembaru dalam pemikiran Islam di

    Mesir.

    Syekh Ahmad Khatib sangat terkenal dalam menolak dua macam

    kebiasaan di Minangkabau, yakni peraturan-peraturan adat tentang

    warisan dan tarekat Naqsyahbandiyah yang dipraktekkan pada masa

    itu. Kedua masalah itu terus menerus dibahasnya, diluruskan dan yang

    tidak sejalan dengan syariat Islam ditentangnya.

    Pemahaman dan pendalaman dari Syekh Ahmad Khatib el

    Minangkabawy ini, kemudian dilanjutkan oleh gerakan pembaruan di

    Minangkabau, melalui tabligh, diskusi, dan muzakarah ulama dan

    zuama, penerbitan brosur dan surat-kabar pergerakan, pendirian

    sekolah-sekolah seperti madrasah-madrasah Sumatera Thawalib, dan

    Diniyah Puteri, sampai ke nagari-nagari di Minangkabau, sehingga

    menjadi pelopor pergerakan merebut kemerdekaan Republik

    Indonesia.

    Dalam beberapa karya Ahmad Khatib menunjukkan bahwa barang

    siapa masih mematuhi lembaga-lembaga kafir, adalah kafir dan akan

    masuk neraka. Kemudian, semua harta benda yang diperoleh menuruthukum waris kepada kemenakan, menurut pendapat Ahmad Khatib

    harus dianggap sebagai harta rampasan.

    Pemikiran-pemikiran yang disampaikan Ahmad Khatib memicu

    pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau. Di pihak lain perlawanan

    yang berarti terhadap pemikiran Ahmad Khatib datang dari kalangan

    15 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    16/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Islam tradisi yang adakalanya disebut kaum tua. Kecamannya

    mengenai tarekat, telah dijawab oleh Syekh Muhamamad Saat bin

    Tantadari Mungkar dan Syekh Khatib Ali di Padang jang menerbitkan

    beberapa tulisan tentang itu. Kecamannya dalam harta warisan,

    menumbuhkan kesadaran banyak orang Minangkabau memahami,bahwa tidak dapat disesuaikan hukum waris matrilineal dengan hukum

    agama.

    Di antara guru agama banyak juga yang tidak dapat menyetujui

    pendirian Ahmad Khatib, yang dianggap tidak kenal damai. Walaupun

    pikiran-pikiran itu mendapat tantangan dari kaum adat, maupun

    muridnya yang tidak menyetujui pemikiran demikian, namun

    perbedaan pendapat ini telah melahirkan hasrat untuk lebih

    berkembang, menghidupkan kembali kesadaran untuk pengenalankembali diri sendiri, yaitu kesadaran untuk meninggalkan

    keterbelakangan.

    Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawy menyebarkan pikiran-

    pikirannya dari Mekah melalui tulisan-tulisannya di majalah atau buku-

    buku agama Islam, dan melalui murid-murid yang belajar kepadanya.

    Dengan cara itu, beliau memelihara hubungan dengan daerah asalnya

    Minangkabau, melalui murid-muridnya yang menunaikan ibadah haji ke

    Mekah, dan yang belajar padanya, dan menjadi guru di daerah asalnya

    masing-masing. Murid-muridnya kemudian menjadi penggerak

    pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau, seperti Syekh

    Muhammad Djamil Djambek (1860 1947), Haji Abdul Karim

    Amarullah atau Inyik Rasul (1879-1945)15, dan Haji Abdullah

    Ahmad(1878 1933)16.

    Ulama zuama murid Ahmad Khatib, mulai mengetengahkan pemikiran,

    manakala Islam bermaksud tetap memuaskan pengikutnya, maka

    harus terjadi suatu pembaruan. Setiap periode dalam sejarah

    peradaban manusia, melahirkan pembaruan pemikiran agama yangbertujuan memperbaiki pola penghidupan umatnya. Cita-cita itu

    ditemukan kembali dalam agama. Cara berpikir seorang beragama

    Islam bertolak dari anggapan keyakinan, bahwa Islam itu tidak

    mungkin memusuhi kebudayaan. Dengan kemajuan cara berpikir orang

    berusaha menemukan kembali cita-citanya dalam Islam. Timbul

    16 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    17/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    pertanyaan, apakah di dalam Islam ada unsur yang menyangkut

    kepada cita-cita persamaan, kebangsaan, hasrat untuk maju dan

    rasionalisme. Keunggulan dari Syekh Ahmad Khatib dalam memberikan

    pelajaran kepada muridnya, selalu menghindari sikap taqlid.

    Merentang Nusantara dan Tanah Semenanjung

    Seorang pembaru lainnya adalah Syekh Taher Djalaluddin

    (1869-1956), pada masa mudanya dipanggil Muhammad Taher bin

    Syekh Muhamad, lahir di Ampek Angkek, Bukittinggi, tahun 1869, anak

    dari Syekh Cangking, cucu dari Faqih Saghir yang bergelar Syekh

    Djalaluddin Ahmad Tuanku Sami, pelopor kembali ke ajaran syariat

    bersama Tuanku Nan Tuo. Syekh Taher Djalaluddin adalah saudara

    sepupu dari Ahmad Khatib Al Minangkabawy, karena ibunya adik

    beradik, pelanjut generasi terakhir keluarga Paderi.

    Syekh Taher Djalaluddin, berangkat ke Mekah 1880, dan menuntut

    ilmu selama 15 tahun, kemudian meneruskan ke Al Azhar, di Mesir

    (1895-1898), dan kembali ke Mekah mengajar sampai tahun 1900.

    Beliau sangat ahli di bidang ilmu falak, dan tempat berguru Syekh

    Muhammad Djamil Djambek. Mulai tahun 1900 itu, Syekh Taher

    Djalaluddin menetap di Malaya, pernah diangkat menjadi Mufti

    Kerajaan Perak. Eratnya hubungan Syekh Taher Djalaluddin dengan

    perguruan tinggi Al-Azhar di Kairo, dia tambahkan al-Azhari di belakang

    namanya.

    Syekh Taher Djalaluddin merupakan seorang tertua sebagai pelopor

    dari ajaran Ahmad Khatib di Minangkabau dan tanah Melayu.

    Bahkan ia juga dianggap sebagai guru oleh kalangan pembaru di

    Minangkabau. Pengaruh Syekh Taher Djalaluddin tersebar pada murid-

    17 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    18/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    muridnya melalui majalah Al-Imam dan melalui sekolah yang

    didirikannya di Singapura bersama Raja Ali Haji bin Ahmad pada tahun

    1908. Sekolah ini bernama Al-Iqbal al-Islamiyah, yang menjadi

    model Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad di

    Padang pada tahun 1908.

    Majalah Bulanan Al-Imam memuat artikel tentang pengetahuan

    popular, komentar kejadian penting di dunia, terutama dunia Islam,

    dan masalah-masalah agama, bahkan mendorong umat Islam betapa

    pentingnya memiliki sebuah Negara yang merdeka dan tidak dijajah.

    Majalah ini mendorong agar umat Islam mencapai kemajuan dan

    berkompetisi dengan dunia barat. Al-Iman sering mengutip pendapat

    dari Mohammad Abduh yang dikemukakan majalahAl-Mannardi Mesir.

    Majalah ini memakai bahasa Melayu dengan tulisan Arab Melayu

    atau tulisan Jawi, dan disebarkan di Indonesia meliputi tanah Jawa

    (Betawi, Jakarta, Cianjur, Semarang, dan Surabaya), Kalimantan (di

    Pontianak dan Sambas), Sulawesi (di Makassar). Di Padang, Haji

    Abdullah Ahmad mencontoh bentuk dan moto Al-Iman pada majalah

    yang diterbitkannya di Padang bernama Al-Munir. Banyak masalah

    yang dibicarakan pada Al-Iman mendapat tempat padaAl-Munir.

    Syekh Taher baru dapat pulang ke Minangkabau pada tahun 1923

    dan tahun 1927, namun ketika itu dia ditangkap dan ditahan oleh

    Pemerintah Belanda selama enam bulan, dituduh memfitnah dan

    menentang penjajahan melalui artikel-artikelnya di dalam majalah Al

    Iman itu. Setelah bebas Syekh Taher meninggalkan kampung

    halamannya dan tidak pernah kembali lagi ke daerah asalnya. Syekh

    18 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    19/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Taher Djalaluddin meninggal dunia pada tahun 1956 di Kuala Kangsar,

    Perak, Malaya.

    Tak kurang penting timbulnya pergolakan-pergolakan kecil di

    beberapa tempat, biasanya membayangkan dinamika masyarakat

    adat dan agama di dalam membangun masyarakat di Minangkabau

    yang sedang mengalami perubahan, menumbuhkan keinginan baru

    untuk melakukan proses pemeriksaan kembali terhadap nilai-nilai

    kultur yang dipunyai. Ketika arah pembangunan dan perobahan sosial

    sedang terjadi, menuju suasana merebut kemerdekaan dan menjelang

    proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, setelah berakhirnya

    penindasan panjang 350 tahun dijajah Belanda, dan beralihnya

    kekuasaan kepada Dai Nippon, maka merebut kemerdekaan menjadi

    wajib.

    Fatwa para ulama dan zuama ikut membentuk dinamika sejarah

    dan pemikiran Islam di ranah Minangkabau bergerak cepat, sejak

    empat puluh tahun sebelumnya juga telah digerakkan oleh para ulama

    zuama dengan basis ilmu pengetahuan agama dan adat istiadat, serta

    bahasan-bahasan perkembangan politik di Mesir dan Turki masa itu,

    ikut mendorong kepada pencarian model yang sesuai dengan yang

    haq, dan menuntut sikap beragama yang rasional, serta menumbuh

    kembangkan semangat kemerdekaan dalam berbangsa dan bernegara.

    Gerakan pembaruan ulama zuama di awal abad ke 20 di tanah

    Melayu dan ranah Minangkabau ini, berawal dengan kepulangan para

    penuntut ilmu dari Makkah el Mukarramah, yang umumnya adalah

    murid dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawiy, telah ikut

    19 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    20/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    memberikan sumbangan bagi pencerahan pemahaman dan

    pengamalan syariat Islam, dan mendorong bagi munculnya

    perdebatan-perdebatan umum yang diikuti para ulama, kaum

    terpelajar, dan ahli-ahli adat, dan ikut pula membukakan kesempatan

    bagi lahirnya berbagai jenis perkumpulan yang bertujuan

    memperdalam ilmu agama dan adat istiadat, serta mendorong

    tumbuhnya pendidikan Islam, madrasah-madrasah samapai ke nagari-

    nagari, dan berdiri pula berjenis organisasi pergerakan, seperti

    Tarbiyah Islamiyah, Adabiyyah, Muhammadiyah, dan meluas sampai ke

    semenanjung Malaya, dibawa oleh Syekh Taher Jalaluddin yang

    lebih banyak melaksanakan dakwahnya di tanah semenjanjung itu.

    Kekuatan Dakwah Tabligh dan Pendidikan

    Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860 1947)17, adalah

    adalah satu dari tiga ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatra

    Barat di awal abad ke-20, dilahirkan di Bukittinggi, terkenal sebagai

    ahli ilmu falak terkemuka. Nama Syekh Muhammad Djamil Djambek

    lebih dikenal dengan sebutan Inyik Syekh Muhammad Djamil

    Djambek atau Inyik Djambek, dilahirkan dari keluarga bangsawan.

    Dia juga merupakan keturunan penghulu. Ayahnya bernama Saleh

    Datuk Maleka, seorang kepala nagari Kurai, sedangkan ibunya

    berasal dari Sunda.

    Muhammad Djamil mendapatkan pendidikan dasarnya di Sekolah

    Rendah yang khusus mempersiapkan pelajar untuk masuk ke sekolah

    guru (Kweekschool). Sampai umur 22 tahun ia berada dalam kehidupan

    parewa, satu golongan orang muda-muda yang tidak mau

    20 H. Masoed Abidin

    http://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Barathttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ilmu_falak&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penghulu&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nagari_Kurai&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Sundahttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Barathttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ilmu_falak&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penghulu&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nagari_Kurai&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Sunda
  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    21/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    mengganggu kehidupan keluarga, pergaulan luas di antara kaum

    parewa berlainan kampung dan saling harga menghargai, walau ketika

    itu kehidupan parewa masih senang berjudi, menyabung ayam, namun

    mereka ahli dalam pencak dan silat. Semenjak berumur 22 tahun,

    Mohammad Djamil mulai tertarik pada pelajaran agama dan bahasa

    Arab. Ia belajar pada surau di Koto Mambang, Pariaman dan di Batipuh

    Baruh. Ayahnya membawanya ke Mekah pada tahun 1896 dan

    bermukim di sana selama 9 tahun lamanya mempelajari soal-soal

    agama. Guru-gurunya di Mekah, antara lain,adalah Taher Djalaluddin,

    Syekh Bafaddhal, Syekh Serawak dan Syekh Ahmad Khatib. Ketika itu

    dia berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.

    Dari semua ilmu yang pernah didalami yang pada akhirnya

    membuatnya terkenal adalah tentang ilmu falak, dan belajar dengan

    Syekh Taher Djalaluddin. Di akhir masa studinya di Makkah, beliau

    sempat mengajarkan ilmu falak, yang menjadi bidang spesialisasi

    beliau, kepada masyarakat Sumatera dan Jawi yang bermukim di

    Mekah. Keahliannya di bidang ilmu falak mendapat pengakuan luas di

    Mekah. Oleh sebab itu, ketika masih berada di tanah suci, Syekh

    Muhammad Djamil Djambekpun mengajarkan ilmunya itu kepada para

    penuntut ilmu dari Minangkabau yang belajar di Mekah. Seperti,

    Ibrahim Musa Parabek (pendiri perguruan Tawalib Parabek) serta

    Syekh Abdullah (pendiri perguruan Tawalib Padang Panjang).

    Pada tahun 1903, dia kembali ke tanah air. Sekembalinya dari

    Mekah, Mohammad Djamil mulai memberikan pelajaran agama secara

    tradisional Karena beliau memelihara dengan rapi dan teratur jambang

    21 H. Masoed Abidin

    http://id.wikipedia.org/wiki/Minangkabauhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Parabek&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Panjanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Minangkabauhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Parabek&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Panjang
  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    22/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    dan jenggotnya, maka muridnya mulai menyebutnya dengan Syekh

    Muhammad Djamil Djambek, atau Inyik Djambek. Murid-muridnya

    kebanyakan terdiri dari para kalipah tarekat. Setelah beberapa lama,

    Syekh Muhammad Djambek berpikir melakukan kegiatan alternatif.

    Hatinya memang lebih condong untuk memberikan pengetahuannya,

    walaupun tidak melalui lembaga atau organisasi. Dia begitu tertarik

    pada usaha meningkatkan keimanan seseorang. Kemudian ia

    meninggalkan Bukittinggi dan kembali menjalani kehidupan parewa di

    Kamang, sebuah nagari pusat pembaruan Islam di bawah Tuanku nan

    Renceh pada abad ke-19. Hingga kemudian dia mendirikan dua buah

    surau, yakni Surau Tengah Sawah dan Surau Kamang. Keduanya

    dikenal sebagai Surau tempat mengaji dengan Inyik Djambek. Di

    Kamang pula ia mulai menyebarkan pengetahuan agama untuk

    meningkatkan iman.

    Akhirnya, ia sampai pada pemikiran, bahwa sebagian besar anak

    nagari tidak melaksanakan ajaran agama dengan sempurna bukan

    karena kurang keimanan dan ketaqwaannya, tetapi karena

    pengetahuan mereka kurang tentang ajaran Islam itu sendiri. Ia

    mengecam masyarakat yang masih gandrung pada ajaran tarekat. Ia

    mendekati ninik mamak dan membicarakan berbagai masalah

    masyarakat. Islam sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan. Islam

    juga berarti kemajuan, agama Islam tidak menghambat usaha mencari

    ilmu pengetahuan, perkembangan kehidupan dunia, dan menghormati

    kedudukan perempuan.

    22 H. Masoed Abidin

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Surau&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kamang&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Surau&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kamang&action=edit
  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    23/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Islam adalah agama universal, yang dasar ajarannya telah

    diungkapkan oleh para nabi, yang diutus kepada semua bangsa (QS.

    10;47;2: 164; 35:24; 40:78). Tugas mereka diselesaikan oleh Nabi

    Muhammad saw, rasul utusan terakhir untuk seluruh umat manusia.

    Bersama dengan temannya, murid juga dari Ahmad Khatib al

    Minangkabawy yakni H.Abdullah Ahmad, yang kemudian menjadi salah

    seorang di antara para ulama dan zuama, pemimpin kaum pembaru di

    Minangkabau, pendiri Sumatera Thawalib, yang berawal dari pengajian

    di Masjid Zuama, Jembatan Besi, Padangpanjang, dan kemudian

    mendirikan pula Persatuan Guru Agama Islam (PGAI), di Jati, Padang,

    telah mengembangkan ajaran gurunya melalui pendidikan dan

    pencerahan tradisi ilmu dan mendorong pula para muridnya untuk

    mempergunakan akal yang sesungguhnya adalah kurnia Allah.

    Jika kepercayaan hanya tumbuh semata-mata karena penerimaan

    atas wibawa guru semata, maka kepercayaan itu tidak ada harganya,

    dan itulah yang membuka pintu taqlid.

    Peperangan melawan penjajahan asing tidak semata-mata dengan

    menggunakan senjata, bedil dan kelewang, tetapi pencerdasan anak

    kemenakan dengan memberikan senjata tradisi ilmu.

    Menghapus khurafat dan bidah

    Cita-cita pikiran untuk memajukan umat dengan agama Islam yang

    demikian, hanya dapat dicapai melalui pengamalan syariat, yang

    terbagi kepada tauhid dan ibadat. Dalam ibadah, semuanya terlarang,

    kecuali yang disuruh. Jadi cara-cara beribadah telah diperintahkan. Di

    23 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    24/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    tradisi-tradisi baru yang tidak ada perintahnya, maka tidak dapat

    diterima sebagai ibadah, dan disebut bidah. Di dalam kegiatan

    pemurnian agama, kaum pembaru menentang berbagai bidah yang

    dibedakan atas dua jenis, yaitu bidah menurut hukum (syariyah) dan

    dalam pemakaian bahasa (lughawiyah).

    Bidah syariyah tidak dapat dibiarkan berlaku, karena itu perlu

    diteliti dalam segala hal, apakah yang lazim dilakukan sehari-hari di

    bidang agama, dengan menggunakan akal dan berpegang kepada

    salah satu tiang hukum (Quran, Sunnah, Ijma, Qiyas). Di samping itu

    ada pula bidah dalam soal kepercayaan (bidah pada Itikad),

    sebagaimana ada pula bidah pada amalan, seperti mengucapkan

    niyah. Di dalam bidah lughawiyah dimasukkan, misalnya, mempelajari

    tatabahasa, mendirikan sekolah-sekolah agama, pembangunan-

    pembangunan menara, karena semuanya dipandang sebagai alat

    bantu yang disesuaikan dengan zaman untuk memenuhui perintah

    nabi, seperti carilah ilmu. Islam pada masa kemajuan tidak harus

    berkembang sejajar dengan perkembangan inteletual, sebab ada hal

    yang dilarang dan disuruh, dalam batas halal dan haram, serta amat

    maruf dan nahyun anil munkar, sebagai sifat asli dari agama Islam.

    Agama juga mengatur hal yang bersangkutan dengan dunia. Masalah

    ini ada yang mengandung ciri ubudiyah, dalam arti berdasarkan

    perintah dan bagian dari din Allah, sedangkan cara mengamalkannya

    bersifat duniawi. Umpamanya perintah memelihara anak yatim,

    menghormati orang tua, membersihkan gigi, yang pelaksanaannya

    sebagian besar terletak pada pilihan individu.

    24 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    25/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Kemudian sampai pula kepada persoalan yang lebih sensitive,

    sampai dimanakah kebebasan yang dimiliki memilih alternatif?

    Persoalan politik dan kemudian menyebarkan nasionalisme anti

    kolonial menuju Indonesia Raya tidak terlepas dari pergolakan

    intelektual ini. Tidak saja masalah fikh, tetapi juga masalah tauhid

    harus dihadapi dengan pikiran yang terbuka.

    Perbedaan yang fundamental antara inovasi yang menyalahi hukum

    hakiki, yang bersumber Quran dan Hadits, dan pembaruan sebagai

    akibat dari peralihan zaman, harus dibedakan dengan tegas.

    Para pelopor pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau berasal

    dari segala bidang profesi, di antaranya kalangan ulama (Haji Rasul),

    kalangan pedagang (H. Abdullah Ahmad), dan pada umumnya berhasil

    melepas dirinya dari tradisi yang ada, seperti Syekh Djamil Djambek,

    Haji Rasul, Haji Abdullah Ahmad dan Ibrahim Musa Parabek, di masa

    hidupnya dipandang sebagai ulama besar, tempat memulangkan

    segala persoalan agama dan kemasyarakatan pada umumnya.

    Gerakan pembaruan pemikiran di bidang agama yang paling banyak

    terdengar di Sumatra Barat. Adakalanya mereka dinamakan kaum

    modernist atau disebut juga kaum muda. Salah seorang di antara

    kaum pembaru itu adalah H.Abdullah Ahmad berkali-kali berkata,

    bahwa di setiap bidang boleh mempergunakan akal, yang sebenarnya

    adalah kurnia Tuhan, kecuali bidang agama. Jika kepercayaan tetap

    merupakan penerimaan saja atas wibawa guru- atau taqlid, maka

    kepercayaan itu tidak ada gunanya. Orang berakal harus pujaannya

    Allah dan untuk itu dipelajarinya akar-akar hukum (ushul al-fiqh).

    25 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    26/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Untuk mengenalkan semua inti ajaran agama Islam ini kepada

    masyarakat luas diperlukan gerakan penyampaian berbentuk tabligh.

    Para ulama zuama, seperti Inyik Djambek memilih mengamalkan

    ilmunya secara langsung kepada masyarakat, dan mengajarkan ilmu

    tentang ketauhidan dan mengaji dengan cara bertabligh, di

    Surau Tangah Sawah Bukittinggi, dan menjadi Surau Inyik Djambek,

    sampai sekarang. Syekh Muhammad Djamil Djambek berkesimpulan

    bahwa ajaran agama Islam itu sebaiknya disampaikan melalui tabligh

    dan ceramah-ceramah (wirid-wirid) yang dihadiri oleh masyarakat

    banyak. Perhatiannya ditujukan untuk meningkatkan iman seseorang.

    Ia mendapat simpati dari tokoh-tokoh ninik mamak dan kalangan guru

    Kweekschool. Bahkan ia mengadakan dialog dengan orang non Islam

    dan orang Cina. Sifatnya yang populer ialah ia bersahabat dengan

    orang yang tidak menyetujui fahamnya, sehingga pada tahun 1908 ia

    mendirikan pusat kegiatan keagamaan untuk mempelajari agama yang

    dikenal dengan nama Surau Inyiak Djambek di Tengah Sawah,

    Bukttinggi. Suraunya merupakan tempat pertemuan bagi organisasi-

    organisasi Islam.

    Kiprahnya mampu memberikan warna baru di bidang kegiatan

    keagamaan di Sumatra Barat. Mengutip Ensiklopedi Islam, Syekh

    Muhammad Djambek juga dikenal sebagai ulama yang pertama kali

    memperkenalkan cara bertablig di muka umum. Demikian pula

    kebiasaan membaca riwayat dari kitab berbahasa Arab, digantinya

    dengan tablig yang menceritakan peristiwa tersebut dalam bahasa

    Melayu, sehingga dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.

    26 H. Masoed Abidin

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ensiklopedi_Islam&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Ulamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ensiklopedi_Islam&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Ulamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arab
  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    27/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Termasuk juga tradisi membaca kitab, digantinya dengan membahas

    masalah kehidupan sehari-hari, dalam satu tradisi ilmu. Semua itu

    dilakukan karena agama diperuntukkan bagi siapa saja yang dapat

    memahaminya. Ia pun dikenal sebagai ulama yang lebih bergiat di

    aktivitas tablig dan ceramah, yang kemudian diikuti oleh para pembaru

    lainnya di ranah Minangkabau.

    Seiring perjalanan waktu, sikap dan pandangan terhadap tarekat

    mulai berubah. Syekh Muhammad Djambekkini tidak lagi tertarik pada

    tarekat. Pada awal tahun 1905, ketika diadakan pertemuan ulama

    guna membahas keabsahan tarekat yang berlangsung di Bukit

    Surungan, Padang Panjang, Syekh Muhammad berada di pihak yang

    menentang tarekat. Dia "berhadapan" dengan Syekh Bayang dan Haji

    Abbas yang membela tarekat. Kemudian dia menulis buku mengenai

    kritik terhadap tarekat berjudul Penerangan Tentang Asal Usul

    Thariqatu al-Naksyabandiyyah dan Segala yang Berhubungan dengan

    Dia, terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasan dalam buku itu, yakni

    tarekat Naksyabandiyyah diciptakan oleh orang dari Persia dan India.

    Syekh Muhammad Djambek menyebut orang-orang dari kedua

    negeri itu penuh takhayul dan khurafat yang makin lama makin jauh

    dari ajaran Islam. Buku lain yang ditulisnya berjudul Memahami

    Tasawuf dan Tarekat dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan

    pembaruan pemikiran Islam. Akan tetapi secara umum dia bersikap

    tidak ingin bermusuhan dengan adat istiadat Minangkabau.

    Tahun 1929, Syekh Muhammad Djambek mendirikan organisasi

    bernama Persatuan Kebangsaan Minangkabau dengan tujuan untuk

    27 H. Masoed Abidin

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bukit_Surungan&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bukit_Surungan&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Panjanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Persiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tasawufhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tarekathttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bukit_Surungan&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bukit_Surungan&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Panjanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Persiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tasawufhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat
  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    28/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    memelihara, menghargai, dan mencintai adat istiadat setempat. Di

    samping juga untuk memelihara dan mengusahakan agar Islam

    terhindar dari bahaya yang dapat merusaknya.

    Selain itu, dia juga turut menghadiri kongres pertama Majelis Tinggi

    Kerapatan Adat Alam Minangkabau tahun 1939. Yang tak kalah

    pentingnya dalam perjalanan dakwahnya, pada masa pendudukan

    Jepang, Syekh Muhammad Djambek mendirikan Majelis Islam Tinggi

    (MIT) berpusat di Bukittinggi.

    Pada 30 Desember 1947 (18 Shafar 1366 H), Inyik Djambek wafat,

    meninggalkan pusaka besar, wirid tsulasa(setiap hari Selasa), yang

    tetap hidup sampai sekarang. Beliau di makamkan di samping

    Surau Inyik Djambek di Tengah Sawah Bukittinggi, dalam usia 87

    tahun.

    Beberapa bulan setelah itu, 26 Januari 1948 (14 Rabiul awal 1366

    H), teman akrab Inyik Djambek dalam berdakwah, yakni Inyik Syekh

    Daud Rasyidy (terkenal dengan sebutan Inyik Daud, ayah Buya Datuk

    Palimo Kayo), meninggal dunia pula di Surau Inyik Djambek di Tangah

    Sawah ini, ketika mengimami shalat maghrib, dan besoknya

    dikuburkan di samping makamnya Inyik Djambek.

    Itulah sebabnya sampai sekarang ini, kita dapati makam kembar di

    samping surau Inyik Djambek ini.

    Beberapa Rangkuman

    Bila kita mengamati dari perkembangan budaya di Minangkabau,

    sesungguhnya gerakan pembaruan pemikiran syarak dan adat di ranah

    Minang, terlihat bahwa peredaran masa sejarah social budaya

    28 H. Masoed Abidin

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Majelis_Tinggi_Kerapatan_Adat_Alam_Minangkabau&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Majelis_Tinggi_Kerapatan_Adat_Alam_Minangkabau&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Jepanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Bukittinggihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Majelis_Tinggi_Kerapatan_Adat_Alam_Minangkabau&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Majelis_Tinggi_Kerapatan_Adat_Alam_Minangkabau&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Jepanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Bukittinggi
  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    29/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Minangkabau, selalu mengalami perubahan dalam kurun waktu 50

    hingga 100 tahun, dengan orientasi membangun nagari, dan ranah.

    1. Setiap muncul perubahan atau gerakan reformasi, sering

    sekali berakibat kepada makin berkurangnya peran penghulu

    adat, dan melemahnya pagar-pagar adat, termasuk ulama

    zuama, alim ulama cerdik pandai suluh bendang di nagari.

    2. Sampai akhir penjajah Belanda, masyarakat adat tampaknya

    berorientasi pada tiga pola sosial budaya. Tradisional adat,

    Islam dan barat. Namun traidisi adat kian menciut

    sehubungan golongan Islam modernis lebih menyesuaikan

    diri pada pola budaya barat seperti yang telah berlaku pada

    beberapa daerah belahan dunia, seperti di Mesir dan Timur

    Tengah saat ini.

    3. Mulai pendudukan Jepang golongan orientasi barat mulai

    kehilangan arah ketika mereka melihat bahwa bangsa timur

    ternyata tidak kalah hebat dari barat. Sebagai bangsa

    mereka kembali menoleh ke pusaka nenek moyangnya, adat

    kebiasaan dan kekuatan nilai-nilai luhur yang ditinggalkan.

    4. Pada awal kemerdekaan, dan bahkan pada masa reformasi

    kini, ada kecenderungan untuk tugas dan kewajiban

    penjagaan dan pengamalan syarak (agama Islam) kepadaumumnya dikembalikan kepada pemerintahan negara

    melalui penerbitan perda-perda tentang adat, sehingga

    kelihatan bahwa masyarakat adat kehilangan kearifan dan

    kewenangan di dalam menetapkan tindakan sesuai dengan

    hak konstutusional adat mereka. Dengan demikian berakibat

    pada peran elit golongan ulama dan pemuka adat yang

    selama ini sangat penting mengangkat harkat bangsa mulai

    mengendor.

    5. Reaksi terhadap kebijaksaan pemerintah pusat yang

    sentralistik, sungguh telah menyadarkan seluruh komponen

    elit politik Minangkabau di kampung dan di rantau untuk

    menampilkan identitas dirinya yang Minangkabau, dengan

    melahirkan pemikiran-pemikiran baru, pentingnya kompilasi

    29 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    30/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    adat dan syarak di Minangkabau, di masa ini dan masa

    datang.

    Padang, 5 Pebruari 2008 M/ 27 Muharram 1429 H

    DAFTAR BACAAN DAN SUMBER INFORMASI

    A. Navis. Bukit Marapalam. Padang: Universitas Andalas, 1991.

    Andi Asoka. Sumpah Satie Bukit Marapalam, Antara Mitos dan

    Realitas (merupakan bab IV dari laporan Penelitian SejarahPerpaduan Antara Adat dan Syarak di Sumatera Barat, kerjasama

    Fakultas Sastra Unand dengan Pemda Tingkat I Sumatera Barat, 1991).

    Andi Asoka, Zulqaiyim, Sabar. Stratifikasi Sosial Minangkabau Pra

    Kolonial. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas, 1991/1992.

    Azwar Datuk Mangiang. Piagam sumpah satie Bukik Marapalam.

    Makalah Seminar. Arsip pribadi tertanggal 16 Juli 1991.

    Christine Dobbin. Kebangkitan Islam dalam Ekonomi Petani yang

    Sedang Berubah, Sumatera Tengah 1784-1847.Jakarta: INIS, 1992.

    Damsar. Implementasi Kritis Adat Basandi Syara , Syara` BasandiKitabullah di Tengah Masyarakat Majemuk di Sumatera Barat: Suatu

    Tinjauan Sosiologis.

    Hamka. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.

    H.B.M. Letter. Proses Bersenyawanya Adat dan Syarak di

    Minangkabau. Padang, Universitas Andalas, 1991.

    Mochtar Naim. Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta:

    Gadjah Mada University Press, 1984.

    Muhammad Radjab. Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang:

    Center for Minangkabau Studies Press, 1969.

    Ratno Lukito. Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia.

    Jakarta: INIS, 1998.

    Syafnir Abunain. Sumpah Satie di Bukit Marapalam, Perpaduan Antara

    Adat dengan Syarak. Padang: Universitas Andalas, 1991.

    30 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    31/33

    Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam diMinangkabau

    Syaifullah SA.Implementasi Kritis Adat Basandi Syara`, Syara` Basandi

    Kitabullah di Tengah Masyarakat Majemuk di Sumatera Barat (Tinjauan

    Sosial Budaya).

    Makalah Seminar dan Lokakarya Agama dan Civil Societyoleh PUSAKA

    Padang tanggal 21 Juni 2003.Zaiyardam Zubir. Sumpah Satie Bukit Marapalam: Tinjauan Terhadap

    Pengetahuan Sejarah Masyarakat, Makalah pada Seminar Sehari

    Sumpah Satie Bukit Marapalam dan Perpaduan Adat dengan Agama di

    Minangkabau. Padang: Universitas Andalas, 31 Juli 1991.

    31 H. Masoed Abidin

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    32/33

    1 Catatan Akhir

    J.C. van Vanleurdalam bukunya Indonesian Trade & Socety(1955) menyatakan bahwa padapermulaan tahun 674 AD Pantai Barat Sumatera telah dihuni koloni Arab, dan ketika ituKerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang telah menyebarkan agama Hindu ke Nusantaradari abad ke-7 hingga ke-13 M.

    2 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau (1984)3 L.C. Westenenk dalam Opstellen over Minangkabau4 Syarak mendaki adat menurun, artinya agama datang dari pesisir dan adat turun dari darek

    (luhak nan tigo) .5 Adat yang lazim dipakai, dan syarak (agama) yang qawiy (= kawi) atau kuat karena seseuai

    dengan weahyu Allah SWT, atau berlandaskan Kitabullah.6 Syarak atau hukum agam berbuhul mati, sesuai kitabullah dan adat berbuhul sintakyakni

    dapat ber ubah sesuai dengan keadaan dan perkembangan masa.7 Syarak berlindung di bawah Kitabullah, dan adat berjalan menurut keadaannya, maka syarak

    adalah batang tubuh dan adat adalah kulit.8 Syarak mengata maka adat akan mengerjakan9 Syarak bertelanjang, artinya menetapkan sesuai dengan yang telah diputuskan oleh wahyu

    Allah, tetap berlaku hingga kiamat, sementara adat basisampiang dan ditentukan oleh

    keadaannya.10 Misalnya karya Hamka (terbit pada pertengahan 1946) Islam dan Adat Minangkabau; karya

    Ratno Lukito (1998) tentang Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia; sejumlahkarya C. Snouck Hurgronje; Taufik Abdullah; penelitian dan seminar yang didanai olehPemerintah Daerah (Pemda) Tingkat I Sumatera Barat bekerja sama dengan Fakultas SastraUniversitas Andalas Padang tahun 1991.

    11Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 , anak dari Muhammad Saleh

    Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek

    meninggal tahun 1947 di Bukittinggi.

    12 Untuk mengetahui biografi menarik lebih lanjut tentang tokoh-tokoh ini, lihat Tamar Djaja,Pustaka Indonesia: Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air. Bulan Bintang Jakarta, 1966.

    13 Hourani, Albert (1983);Arabic Thought in the Liberal Age 1798-1939. Cambridge UniversityPress.

    14 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta, LP3ES, 1980, hal.3815 Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak seorang ulama Syekh

    Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada 1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun.Sekembali dari Mekah, diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim diMekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara murid-muridnya termasukIbrahim Musa dari Parabek, yang menjadi seorang pendukung terpenting dari pembaruanpemikiran Islam di Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945

    16 Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak dari Haji Ahmad, seorangulama dan pedagang. Ibunya berasal dari Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang SentotAli Basyah.

    17 Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860. Terdapat perbedaan

    pencatatan dalam Syekh Ahmad Khatib, ditulis Drs.Akhira Nazwar, Pustaka Panjimas, Jakarta,

    Cet.I, Juli 1983, hal.53 disebut tahun 1983. Tetapi dalam Riwayat Hidup dan Perjuangan Dua

    Puluh Ulama Besar Sumatera Barat, Padang, Islamic Center Suimatera Barat, 1981,hal.55,

    dicatata tanggal dan tahun kelahiran Inyik Djambek 13 Syaban 1279 H./1862 M Sebenarnya

    yang tepat adalah 4 Januari 1863 M, tulis DrsEdwar dkk. Mengutip Ensiklopedi Islam Indonesia

    (EII), Jakarta Djambatan, 2002, Cet.2 ed. Revisi, hal.520-521,Syekh Djamil Djambek lahir 1860,

  • 8/14/2019 Gerakan Paderi Dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Di Minangkabau

    33/33

    dan meninggal 30 Desember 1947/18 Sfafar 1366 H, di Bukittinggi, dalam usia 87 tahun.