genetika laporan isolasidna&elektroforesis
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

PRAKTIKUM GENETIKA (BI 2105)
ISOLASI DNA KROMOSOM DAN ELEKTROFORESIS DNA
TANGGAL Praktikum : 25 Oktober 2010
Tanggal Pengumpulan : 15 November 2010
Kelompok : 9
Michael Levi (10609008)
Juanisa Andiani (10609014)
Dilafitria Fauza (10609042)
Dessaeda Adilla (10609066)
Karlina Febrianti (10609068)
Pajar Huzaifah (10609070)
Nama asisten : Dwiyantari Widyaningrum (10608012)
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ilmu biologi molekuler dan genetika modern, genom adalah
keseluruhan informasi hereditas suatu organisme. Hal ini dikodekan baik
dalam DNA, atau dalam sebagian besar virus, di dalam RNA. Yang
termasuk ke dalam genom adalah gen itu sendiri maupun bagian dari DNA
yang tidak dikodekan (Ridley, 2006).
Kromosom adalah struktur yang terorganisasi dari DNA dan protein
dalam suatu sel. Jumlah kromosom bervariasi tergantung organismenya.
Bentuknya dapat sirkular atau linear. Jumlahnya bisa mencapai 10.000
sampai 1.000.000.000 (Paux et al, 2008). Stuktur kromosom pada sel
prokaritot biasanya adalah sirkular. Biasanya keseluruhan genom
merupakan satu lingkaran DNA, tapi sering didapati lingkaran tambahan
yang disebut plasmid. Lingkaran tersebut terbentuk atas jalinan DNA yang
tersambung dengan protein pengikat (binding protein) (Hinnebusch, 1993).
Pada sel eukariotik, kromosom diselubungi oleh membran inti sel,
yang pada prokariotik tidak ada. Kromosomnya berbentuk linear, besar dan
banyak. Setiap kromosom memiliki sentromer yang kemudian menempel
pada 1-2 pasang tangan. Pada inti sel eukariot, DNA yang belum sempurna,
terbentuk dalam struktur yang baru sedikit terbentuk dimana DNA
terbungkus didalam protein struktural yang disebut histone. Histone ini
yang kemudian membentuk kromatin. Pembungkus DNA pada sel prokariot
adalah protein yang menyerupai histone (Sandman, 2000).
Elektroforesis adalah pergerakan dari partikel yang terdispersi yang
bergerak berdasarkan muatan (listrik) yang dikandungnya. Penggunaannya
pada elektroforesis DNA adalah memisahkan fragmen DNA berdasarkan
ukurannya. DNA yang akan dianalisis diletakan pada suatu medium gel,

dimana aliran listrik akan menarik DNA untuk bergerak. Molekul-molekul ini
kemudian akan bergerak sesuai dengan besarnya (Voet, 1990).
1.2 Tujuan
Menganalisis hasil kemurnian isolasi DNA dengan metode
spektrofotometri.
Menganalisis hasil kemurnian isolasi DNA dengan metode elektroforesis.

BAB II
TEORI DASAR
2.1 Definisi Genom
Genom adalah sekumpulan dari kromosom dalam bentuk haploidnya yang ada pada
setiap sel pada organisme secara individual. Contohnya genom manusia, terdiri dari 24
kromosom yang berbeda (22 autosom, X, dan Y yang kromosom seks). Sejumlah 24 dari
benang-benang kromosom pada manusia yang terdiri dari basa A, G, T, dan C ini memiliki total
sekitar 3 milyar nukleotida dan berukuran pada rentang dari 45 juta sampai 279 juta pasang basa.
Genomics, adalah ilmu yang mempelajari semua genom, dan merupakan cabang dari ilmu
biologi yang berperan dalam perkembangan dan aplikasi dalam mapping, sequencing, dan
peralatan komputasi (Hartwell et. al., 2008).
Organisme model biasa digunakan dalam analisis genom. Organisme model ini memiliki
mekanisme genetik dan jejak seluler yang biasa pula terdapat pada organisme-organisme lain,
seperti manusia. Organisme model yang digunakan biasanya adalah lalat buah yang pertama kali
dilakukan oleh T.H. Morgan dan rekannya, cacing nematoda, dan mencit albino (Hartwell et. al.,
2008).
2.2. Kromosom, DNA, dan Lokus
Kromosom adalah organel seluler yang bertanggung jawab untuk memancarkan
informasi genetik. Setiap kromosom membawa beberapa jumlah gen yang berinteraksi satu sama
lain, sedangkan ada pula kromosom yang menentukan perkembangan, tingkah laku, dan
penampakan pada setiap individu (Hartwell, et.al., 2008). Dalam kromosom, terdapat banyak gen
yang merupakan panjang dari DNA itu sendiri. Gen-gen ini memiliki lokus-lokus atau tempat
tersendiri yang merupakan lokasi tempat dimana gen tersebut berada (Crystal, 2005). Misalnya,

gen yang berpengaruh terhadap produksi pigmen pada mata Drosophila melanogaster terdapat
pada kromosom nomor 1, lokus 1,5 (Campbell et. al., 2006).
2.3. Struktur dan Bagian Penting DNA
DNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang tersusun dari subunit atau
monomer nukleotida. Komponen penyusun nukleotida terdiri dari tiga jenis molekul, yaitu gula
pentosa (deoksiribosa), basa nitrogen, dan gugus fosfat. Basa yang ditemukan pada nukleotida
adalah basa purin (adenin = A, guanin = G) dan basa pirimidin (sitosin = C, timin = T, urasil =
U) (Campbell et al, 2009). Monomer nukleotida mempunyai gugus hidroksil pada posisi karbon
3’, gugus fosfat pada posisi karbon 5’ dan basa pada posisi karbon 1’ molekul gula. Nukleotida
satu dengan yang lainnya berikatan melalui ikatan fosfodiester antara gugus 5’fosfat dengan
gugus 3’hidroksil (Gaffar, 2007).
Gambar 1. Struktur DNA (Sumber : Mariemont City School, 2002)
Struktur DNA mirip dengan struktur RNA. Perbedaan diantara keduanya terdapat pada
jenis gula dan basa pada monomernya serta jumlah untai penyusunnya. Pada DNA, tidak

terdapat gugus hidroksil pada posisi karbon 2’ dari molekul gula (2-deoksiribosa) sementara
pada RNA molekul gulanya adalah ribosa. Basa nitrogen yang terdapat pada DNA adalah
adenin, guanin, sitosin dan timin, sedangkan pada RNA jenis basanya adalah adenin, sitosin,
guanin dan urasil. RNA merupakan polinukleotida yang membentuk satu rantai/untai sedangkan
DNA merupakan polinukleotida yang membentuk 2 untai (heliks ganda) (Campbell et. al.,
2009).
Gambar 2. Basa Nitrogen dan Letaknya pada Struktur DNA
(Sumber : Mariemont City School, 2002)
Struktur sekunder DNA pertama kali ditemukan oleh Watson dan Crick pada tahun 1953,
dengan menggunakan teknik difraksi sinar X. Struktur molekul DNA merupakan rantai heliks
ganda yang memutar ke kanan. Kedua rantai polinukleotida memutar pada sumbu yang sama dan
bergabung satu dengan yang lainnya melalui ikatan hidrogen antara basa-basanya. Basa guanin
berpasangan dengan basa cytosin, sedangkan basa adenin berpasangan dengan basa timin.
Pasangan –pasangan tersebut tersusun karena adanya perbandingan kesamaan jumlah antara basa
guanin dan basa sitosin, dengan jumlah basa adenin dan basa timin. Kemudian jumlah basa purin
(A + G) akan sama dengan jumlah basa pirimidin (C + T). Antara basa guanin dan basa cytosin
terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedang antara basa adenin dan timin terbentuk dua ikatan
hidrogen. Kedua untai DNA saling komplementer melalui basa penyusunnya dengan arah

berlawanan 5’→ 3’ vs 3’→5’, ujung yang mengandung gugus fosfat bebas disebut ujung 5’
sedangkan pada ujung lainnya yang mengandung gugus hidroksil bebas disebut ujung 3’. Kedua
untai tersebut saling melilit satu sama lain membentuk struktur heliks ganda (Watson Crick,
1953). Gugus fosfat dan gula yang tersusun bergantian dengan ikatan kovalen menjadi tulang
punggung (backbone) molekul DNA. Sementara pada bagian dalam terdapat basa yang melekat
pada molekul gula (Campbell et. al., 2009).
2.4. Fungsi DNA
DNA terurut menjadi suatu rangkaian struktur yang disebut kromosom. Selama proses
replikasi DNA, kromosom-kromosom tersebut terduplikasi dan nantinya masing- masing akan
diturunkan kepada sel anakan hasil dari pembelahan sel. Jadi, kode genetik dari suatu organisme
terbawa (sebagai blueprint) di dalam setiap sel hidup dalam suatu struktur organisme.
Replikasi DNA adalah hal yang paling mendasar dibalik bagaimana suatu informasi
genetik ditransfer antara makhluk hidup. Prosesnya dikenal sebagai replikasi semi konservatif.
Replikasi DNA seperti ini memisahkan molekul DNA menjadi dua bagian yang terpisah, dimana
masing-masing bagian disalin ke sebuah untai paralel, yang nantinya bergabung ke salah satu
bagian DNA yang terdahulu (parent strand) dan dengan demikian menciptakan dua molekul
DNA baru dari satu DNA lama. Sintesis DNA itu sendiri diatur oleh suatu ritme biologis dan
kebutuhan sel untuk membelah. Pada dasarnya, reaksi antara berbagai protein dalam sel
bertanggung jawab sebagai titik untuk memulai suatu pembelahan sel (Microbiology Guide,
2010).
DNA mengkodekan informasi melalui urutan nukleotida sepanjang masing-masing untai.
Setiap basa (A, C, T, atau G) dapat dianggap sebagai empat huruf alfabet yang merinci pesan
biologis dalam struktur kimia DNA. Suatu organisme berbeda satu sama lain karena masing-
masing molekul DNA memiliki urutan nukleotida yang berbeda, sehingga membawa pesan
biologis yang berbeda pula (Alberts et. al., 2002).
Set lengkap informasi dalam DNA suatu organisme disebut genom. Genom membawa
informasi untuk semua protein organisme yang pernah disintesis. Jumlah informasi yang
terkandung dalam genom manusia dapat mencapai 6 kaki atau sekitar 2 meter dan membawa
petunjuk untuk mengkode sekitar 30.000 protein yang berbeda. Jika protein tertentu akan
disintesis, segmen DNA yang sesuai dengan gen untuk membuat suatu protein tertentu bertindak

sebagai template (cetakan) untuk sintesis molekul RNA dalam proses yang dikenal sebagai
transkripsi. Molekul RNA melakukan perjalanan dari nukleus ke sitoplasma, di mana dalam
gilirannya akan digunakan sebagai template untuk membangun protein. Proses terakhir, dikenal
sebagai proses translasi. Proses ini membutuhkan RNA transfer (tRNA) yang akan
diterjemahkan ke dalam bahasa protein (Alberts et. al., 2002).
2.5. Prinsip Isolasi DNA
Isolasi atau ekstraksi DNA merupakan proses pemindahan DNA dari sel atau virus.
Isolasi DNA merupakan langkah awal dalam melakukan analisa DNA menggunakan metode
elektroforesis atau PCR, dapat pula dijadikan langkah awal untuk dapat mendiagnosa penyakit
apapun, termasuk bawaan genetik, sejak dini (Rice, 2010).
Proses pengambilan DNA dari organisme yang akan diuji dapat melalui berbagai macam
cara, mengambil sampel darah, atau rambut pada manusia, contohnya, atau langsung
mencampurkannya dengan larutan SDS seperti pada Drosophila. Perlunya dilakukan dengan
mencampurkan dengan SDS terlebih dahulu, untuk melisiskan sel, dan mengeluarkan DNA yang
terdapat di dalamnya, serta menjaga DNA untuk tetap utuh, walau sel telah lisis. Untuk
memisahkan DNA dengan organel-organel lain di dalam sel, campuran disentrifugasi. Sentrifuga
memiliki prinsip perbedaan berat jenis saat dilakukan pemutaran dengan kecepatan tertentu,
sehingga akan diperoleh hasil dengan larutan yang memiliki berat jenis yang lebih ringan akan
berada paling atas (biasanya akan terbentuk 2-3 fasa) (Rice, 2010).
Setelah sel lisis dan dipisahkan, DNA harus segera dijaga keadaan fisiologisnya dalam
lingkungan yang memungkinkan, yaitu dengan mencampurkannya dengan sejenis buffer yang
mengandung fenol dan kloroform. Sehingga DNA dalam keadaan utuh dan terjaga fisiologisnya.
Kemudian larutan dihomogenisasi atau di vortex, setelah itu larutan kembali disentrifuga, yang
nantinya akan diperoleh DNA berada di atas dan fasa organik dengan fenol dan kloroform berada
di bawah. DNA yang telah dipisahkan setelah disentrifugasi diendapkan menggunakan etanol
atau isopropanol, karena DNA tidak dapat larut dalam etanol maupun isopropanol, sehingga
DNA akan mengendap. Kemudian setelah dilakukan pemurnian DNA, DNA dikeringkan, lalu
dilarutkan dalam TE untuk presipitasi agar dapat disimpan untuk analisis DNA selanjutnya.
Secara keseluruhan, tahapan isolasi DNA adalah pemecahan sel, pemisahan protein,
pengendapan DNA, dan pemurnian DNA (Rice, 2010).

2.6. Aplikasi Isolasi DNA terhadap Genetika
Isolasi DNA dapat digunakan untuk modifikasi genetik terhadap tumbuhan. Banyak
perusahaan pertanian menggunakan ekstraksi genetik untuk menciptakan DNA yang kemudian
mereka modifikasi untuk membuat strain genetik tertentu dari suatu tanaman yang tahan
terhadap berbagai bahan kimia atau hama. Contohnya adalah sejumla biji-bijian yang diproduksi
oleh Monsanto Corporation yang kebal terhadap herbisida Roundup. Dengan membuat tanaman
(bit, misalnya) resisten terhadap Roundup, herbisida tertentu yang dapat disemprotkan pada
ladang untuk membunuh gulma, tetapi tidak mempengaruhi tanaman bit (Jie, 2009).
Ekstraksi DNA juga merupakan langkah pertama dalam rekayasa genetika hewan.
Rekayasa genetika hewan adalah topik yang sangat luas yang berkisar dari mengubah gen
tunggal bahkan sampai membuat gen, dalam contoh dari sebuah lab riset Taiwan, babi yang
bersinar dalam gelap. Ujung paling kompleks dari rekayasa genetika pada hewan adalah kloning,
yakni hewan dengan materi genetik yang identik (Jie, 2009).
Diagnosa kondisi medis tertentu sering dapat dibuat dari DNA yang diekstraksi dari
pasien. Kondisi yang dapat didiagnosis dengan tes genetik termasuk cystic fibrosis, anemia sel
sabit, rapuh sindrom x, penyakit huntington, hemofilia, sindrom down, dan penyakit Tay-Sachs.
Selain mendiagnosa penyakit yang ada, yang juga umum adalah pengujian untuk melihat apakah
seseorang membawa penyakit tertentu tetapi tidak memiliki penyakit. Yang sering dilakukan
dalam masyarakat sebagai aplikasi dari isolasi DNA adalah genetic fingerprinting, proses dimana
materi genetik dapat dicocokkan dengan materi genetik pada kasus kriminal, contohnya (Jie,
2009).
2.7. Prinsip Kerja Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan dan memurnikan
makromolekul, terutama protein dan asam nukleat, yang berbeda dalam segi ukuran, muatan,
atau massa. Dengan demikian, elektroforesis adalah salah satu teknik yang paling banyak
digunakan dalam biokimia dan biologi molekular. Ketika molekul bermuatan ditempatkan dalam
medan listrik, mereka bermigrasi ke arah baik kutub positif atau negatif sesuai dengan muatan

mereka (negatif akan bergerak ke positif, positif akan bergerak ke negatif). Berbeda dengan
protein, yang dapat memiliki muatan negatif, positif, atau netral, asam nukleat memiliki muatan
negatif yang konsisten (muatan/massa konstan) dan bermigrasi ke arah anoda dengan kecepatan
tergantung pada berat molekul asam nukleat tersebut. Protein dan asam nukleat dielektroforesis
dalam matriks berupa gel. Gel biasanya dilengkapi dengan sumur untuk memuat sampel. Gel
direndam dalam buffer elektroforesis yang menyediakan ion untuk membawa arus dan beberapa
jenis buffer untuk mempertahankan pH pada nilai yang relatif konstan (Colorado State
University, 2000).
Gel yang dipakai pada elektroforesis biasanya berupa agarosa dan poliakrilamida. Gel
agarosa memiliki berbagai macam kisaran pemisahan, tetapi daya pemecahannya relatif rendah.
Dengan memberikan variasi konsentrasi agarosa, fragmen DNA yang berukuran sekitar 200
sampai 50.000 pb dapat dipisahkan menggunakan teknik elektroforesis standar. Sedangkan gel
poliakrilamida memiliki jangkauan pemisahan yang kecil, tapi sangat tinggi daya pemecahannya.
Poliakrilamida digunakan untuk memisahkan fragmen kurang dari 200 pb. Berbeda dengan
agarosa, gel poliakrilamida digunakan secara ekstensif untuk memisahkan dan menunjukkan
karakteristik campuran protein (Colorado State University, 2000).
2.8. Prinsip Kerja Spektrofotometri
Spektrofotometri terdiri dari dua instrumen, yaitu spektrometer untuk menghasilkan
cahaya dari setiap warna yang dipilih (panjang gelombang), dan fotometer untuk mengukur
intensitas cahaya. Instrumen ini diatur sedemikian rupa sehingga cairan dalam cuvette dapat
ditempatkan antara balok spektrometer dan fotometer. Jumlah cahaya yang melewati tabung
diukur dengan fotometer tersebut. Fotometer memberikan sinyal tegangan ke perangkat layar,
biasanya galvanometer. Sinyal berubah sesuai dengan berubahnya jumlah cahaya yang diserap
oleh cairan (Kirsten, 2008).
Jika pembentukan warna berhubungan dengan konsentrasi substrat pada suatu larutan,
maka konsentrasi tersebut dapat diukur dengan menentukan tingkat penyerapan cahaya pada
panjang gelombang yang tepat. Misalnya hemoglobin memunculkan warna merah karena
hemoglobin menyerap cahaya biru dan hijau lebih efektif daripada cahaya merah. Tingkat
serapan cahaya biru atau hijau tersebut sebanding dengan kadar hemoglobin (Experimental
Biosciences, 2005).

Ketika cahaya monokromatik melewati suatu larutan, biasanya terdapat hubungan
kuantitatif antara konsentrasi zat terlarut dengan intensitas cahaya yang ditransmisikan yang
ditunjukkan dengan rumus
I = Io x 10-kcl
I adalah intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika senyawa berwarna ditambahkan, c adalah
konsentrasi senyawa berwarna, l adalah jarak cahaya melewati solusi, dan k adalah sebuah
konstanta. Jika jalur cahaya konstan, seperti halnya pada spektrofotometer, hukum Beer dapat
ditulis,
I/Io = 10-kc= T
di mana k adalah konstanta baru dan T adalah transmisi dari larutan. Ada hubungan logaritmik
antara transmisi dan konsentrasi senyawa berwarna. Dengan demikian,
- log T = 1/log T = kc = Optical Density (OD)
OD berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa berwarna. Kebanyakan spektrofotometer
memiliki skala yang bertuliskan OD (absorbansi) unit, yang merupakan skala logaritma, dan
transmisi dalam persen, yang merupakan skala aritmatika (Experimental Biosciences, 2005).
2.9. Kaitan antara Berat Molekul dan Jarak Migrasi DNA pada Elektroforesis
Berat molekul pada media eletroforesis memiliki kaitan dengan jarak migrasi dari
molekul DNA yang sedang dielektroforesis, hanya saja berat molekul harus diubah ke log
terlebih dahulu, berikut hubungan antara berat molekul dan jarak migrasi DNA saat
elektroforesis:

Gambar 3. Grafik Log Elektroforesis
(Sumber: Anonim, Tanpa tahun)
Kisaran berat molekul DNA yang akan menghasilkan garis yang linear pada grafik log
berat molekul terhadap jarak migrasi DNA ditentukan oleh konsentrasi gel yang digunakan.
Semakin berat molekul DNA, maka akan semakin sulit DNA tersebut bermigrasi. Sebaliknya,
semakin ringan berat molekul DNA, maka akan semakin mudah DNA tersebut bermigrasi, yang
menghasilkan jarak yang lebih jauh, dibandingkan dengan DNA yang lebih berat. Hal ini
disebabkan molekul yang lebih kecil memiliki gaya gesek yang lebih kecil dibandingkan dengan
molekul yang lebih besar (Bloom, et. al., 1996).
Berkaitan dengan konsentrasi gel, DNA dengan berat molekul yang besar, sebaiknya
menggunakan konsentrasi gel yang rendah, agar jarak migrasinya lebih besar, sedangkan DNA
dengan berat molekul yang ringan, sebaiknya menggunakan gel dengan konsentrasi tinggi.
Ukuran pori-pori pada gel dapat diubah, sehingga dapat mengubah gaya gesek pada permukaan
gel, dapat memperbesar atau mengecilkan kemungkinan gaya gesek. (Bloom, et. al., 1996).

Dapat pula dihitung berat molekul dari suatu DNA menggunakan variabel jarak migrasi.
Perhitungan menggunakan cara regresi (Sumitro, et. al., 1996).
2.10 Prinsip Pewarnaan EtBr
Pewarna yang paling umum digunakan untuk mendeteksi DNA / RNA adalah etidium
Bromida (EtBr). EtBr adalah interkalator DNA, yang bekerja dengan menyisipkan dirinya ke
dalam ruang antara pasangan dasar double helix (ikatan hidrogen antara basa purin dan
pirimidin). EtBr memiliki absorbansi UV maksimal pada 300 dan 360 nm. Selain itu, ia dapat
menyerap energi dari nukleotida yang tereksitasi oleh absorbansi radiasi 260 nm. Etidium
kembali memancarkan energi ini sebagai cahaya kuning / cahaya jingga yang berpusat pada 590
nm (National Diagnostics, 2010).
Gambar 4. (a) Struktur Etidium Bromida dan (b) Proses Interkalasi pada DNA
(Sumber : Madsci, 1999)
Etidium Bromida adalah pewarna yang sensitif bagi DNA. Kelemahan utama EtBr adalah
sifatnya yang mutagenik dan karsinogenik. Larutan EtBr harus ditangani dengan sangat hati-hati,
dan didekontaminasi sebelum dibuang. Meskipun demikian, kepekaan, kesederhanaan (pewarna
dapat dijalankan pada gel dengan DNA jika diinginkan) dan sifat non-destruktif dari pewarnaan
EtBr ini telah membuatnya menjadi pewarna standar untuk DNA (National Diagnostics, 2010).

2.11 Medium Elektroforesis : Agarosa dan TAE
Gel agarosa adalah suatu substansi yang digunakan untuk elektroforesis. Gel agarosa
diperlukan untuk memisahkan dan menganalisis protein dan DNA. Agarosa diekstrak dalam
bentuk agar-agar dari beberapa spesies alga laut merah, biasanya berasal dari genus Gelidium
rumput laut, ditemukan di California dan Asia Timur. Medium ini terbuat dari bubuk agarosa
yang dimurnikan dan dididihkan pada larutan buffer kemudian didinginkan menjadi gel (Kenney,
2010).
Dalam elektroforesis, para ilmuwan menggunakan muatan listrik untuk menggerakkan
DNA dan RNA pada matriks gel ke arah kutub positif. Karena molekul harus bergerak melalui
lubang-lubang kecil pada kisi di dalam gel agarosa, molekul yang lebih kecil bergerak lebih
cepat dari molekul yang lebih besar. Jika dilihat dengan sinar UV, terlihat beberapa band dengan
jarak yang berbeda-beda sehingga dapat diketahui kecepatan gerak molekul berdasarkan berat
dan ukurannya (Kenney, 2010).
Menyiapkan gel agarosa yang berbentuk bubuk tergantung pada ukuran fragmen DNA
yang diperlukan untuk elektroforesis. Gel disusun dalam konsentrasi yang berbeda, biasanya
1,2%, 1%, 0,8%, 0,7%. Jika seseorang ingin membuat gel 0,7%, ia harus menambahkan rasio 0,7
gram (g) bubuk agarosa untuk 100 mililiter (mL) larutan buffer, seperti Tris-Asetat-EDTA, atau
TAE. Rasio dapat dikalikan atau dibagi untuk menyesuaikan jumlah agarosa dan buffer yang
proporsional untuk menghasilkan jumlah gel yang lebih kecil atau lebih besar (Kenney, 2010).
Larutan buffer yang biasa digunakan dalam elektroforesis adalah buffer TAE 50 x (Tris-
Asam Asetat-EDTA) dengan pH 8,4. Larutan ini digunakan sebagai larutan buffer untuk
preparasi gel agarosa maupun poliakrilamida. Buffer TAE difilter melalui membran 0,22 pM dan
direkomendasikan untuk resolusi RNA dan DNA dengan fragmen yang lebih besar dari 1500 pb
(Fermentas, 2010).
2.12. Panjang Genom Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster memiliki 122.653.977 pasang basa. Data ini merupakan ukuran
dari genom pada Drosophila melanogaster. Sedangkan jumlah gen dalam satu kromosom
Drosophila melanogaster adalah 13.379 (Anonim, 2010). Sedangkan menurut sumber lain,
panjang genom Drosophila melanogaster adalah 0,18 pg (Gregory, 2005).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Langkah Kerja
Dalam melakukan isolasi DNA Drosophila melanogaster, pertama
dimasukkan lalat ke mirotubemikrotube kira-kira 10 ekor. Lalu ditambahkan
larutan buffer homogenisasi 400 mikroliter, sambil digerus dengan batang
homogenisasi. Setelah itu ditambahkan 200 mikroliter PCI, dilakukan
homogenisasi de dibalik-balikan, jangan divortex. Lalu dilakukan
seentrifugasi dengan 12000 g selama 5 menit. Diambil supernatannya yang
merupakan fasa air, lalu dipindahkan ke mirotube baru dengan pengambilan
50 miroliter sebanyak 4 kali (200 mikroliter), lalu supernatan dibilas
menggunakan kloroform untuk mencegah DNA rusak.
DNA yang belum murni diambil sekitar 100 mikroliter. Lalu diendapkan
dengan 200 mikroliter isopropanol yang berguna untuk presipitasi DNA,
setelahnya dihogenisasi dan didiamkan selama 5 menit pada suhu ruangan.
Setelah itu, dilakukan sentrifugasi dengan 12000 g selama 5 menit. Lalu
supernatan dibuang dan diambil bagian pelletnya. Kemudian pellet DNA
ditambahkan dengan 400 mikroliter etanol 70% yang berfungsi untuk
membersihkan sisa-sisa pengotor yang berada pada pellet DNA. Lalu
dilakukan sentrifugasi dengan 14000 g selama 5 menit.
Supernatannya dipisahkan dan pellet yang berisi DNA dikeringkan
dengan cara mikrotube dibalikan di atas kertas isap. Kemudian pellet DNA
dilarutkan dalam 50 mikroliter larutan buffer TE agar kondisi DNA tetap
bagus. Setelah itu diinkubasi dalam suhu -20 'C untuk mempercepat proses
presipitasi. Lalu DNA dapat digunakan untuk elektroforesis dan
spektrofotometri.
Pada elektroforesis, pencetak sumur diletakkan pada cetakan gel. Lalu
agarosa dicampurkan dengan buffer TAE 1 x (konsentrasi akhir agarosa 0,3
%), kemudian dididihkan. Setelah agak dingin ditambahkan 1 µL etidium

bromida, dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan sumur. Didiamkan
sampai gel mengeras. Lalu cetakan gel diletakkan pada alat elektroforesis,
kemudian dituangkan buffer TAE 1 x hingga tinggi mencapai 1 mm di atas
gel. Setelah itu pencetak sumur dilepaskan, lalu diteteskan 1 µL ‘loading
dye’ ke parafilm. Kemudian campurkan 5 µL DNA dimasukkan ke dalam
‘whale’. Setelah itu, alat elektroforesis dihubungkan dengan sumber arus
dan dinyalakan pada 70 Volt sampai bromofenol biru mencapai ujung gel
(ditunggu selama 30 menit). Lalu gel dikeluarkan dari tangki gel. Apabila
saat pengamatan jumlah DNA terlalu sedikit dapat diwarnai dengan pewarna
etidium bromida selama 10 – 60 menit. Kemudian etidium bromida
dihilangkan dengan caramemindahkan gel ke dalam buffer TAE 1 x selama
10 – 60 menit.
Pada spektrofotometri, microtube yang berisi DNA diambil dari ice box
lalu dihangatkan dengan cara diputar-putar dalam genggaman tangan.
Kemudian diambil 5 µL DNA dan dipindahkan pada microtube baru. Setelah
itu, ditambahkan 495 µL aqua de-ion dan dicampurkan. Lalu microtube
dimasukkan ke cuvet lalu dimasukkan ke alat spektrofotometer. Kemudian
dilakukan pencatatan pada angka-angka yang keluar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Alat pembius Lalat Drosophila melanogaster
Batang homogenisasi Larutan buffer Tris-HCl pH 9
Alat mikrosentrifugasi Larutan EDTA
Mikropipet dan tips Larutan SDS
Mikrotube Larutan Isopropanol
Lemari es -20 °C Larutan Etanol 70%
Alat pemanas Larutan buffer Tris-EDTA pH 8
Alat elektroforesis Larutan eter
Sumber arus Larutan PCI

Parafilm Larutan kloroform
Alat spektrofotometer Kertas penghisap
Ice box Larutan etidium bromida
Cuvet Larutan buffer TAE
Agarosa
Loading dye
Aqua de-ion
Larutan bromofenol biru
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.2.1. Spektrofotometer
Nilai
A260 0,034
A280 0,014
A320 -0,006
C (Concentration) 2
R (Ratio)2,000
4.2.2. Elektroforesis
smear

Gambar 5. Hasil elektroforesis sebelum dicelupkan ethidium bromide
(Sumber : Dokumen pribadi, 2010)
Gambar 6. Hasil elektroforesis setelah dicelupkan ethidium bromide
(Sumber : Dokumen pribadi, 2010)
4.2. Pembahasan
4.2.1. Fungsi Larutan
Dalam isolasi DNA, dipakai berbagai larutan dalam setiap tahapnya. Pertama, ether
berfungsi untuk membius Drosophila melanogaster yang masih hidup agar mudah diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf.
Lalu Drosophila melanogaster digerus dengan bufer homogenisasi yang berfungsi
sebagai larutan fisiologis DNA. Larutan ini melindungi DNA dari kerusakan. Dalam larutan ini
terdapat 3 bahan yaitu; Tris Cl yang bereaksi dengan lipoppolisakarida yang ada di luar membran
sel dan membantu permebilitas membran, EDTA yang merupakan senyawa yang dapat mengikat
ion magnesium sehingga tidak terdapat ion magnesium yang bebas di dalam larutan (ion
magnesium diperlukan untuk aktivitas enzim nuclease) dan SDS yang merupakan suatu detergen
yang dapat melarutkan lemak dan berkaitan dengan protein sehingga protein terdenaturasi
(Birren et. al., 1999).
smear

Setelah itu ditambahkan kalium asetat. Kalium asetat ini dapat membentuk kompleks
yang tidak larut dengan SDS-protein sehingga setelah sentrfugasi, kompleks kalium-SDS-protein
akan mengendap dan terpisah dari DNA yang ada dalam larutan buffer (Birren et. al., 1999).
Isopropanol digunakan untuk mengendapkan DNA. Pengendapan ini membutuhkan
waktu yang cukup lama maka dipakai sentrifuga untuk mempercepat. Selain itu ada larutan TE
yang berfungsi untuk melarutkan DNA. Penambahan etanol juga menyebabkan DNA akan
mengendap. Pada isolasi skala besar, DNA dapat dililit pada batang kaca sedangkan pada isolasi
kecil DNA diendapkan dengan sentrifugasi (Birren et. al., 1999).
Untuk menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terikat pada DNA, dilakukan
ekstraksi larutan DNA dengan fenol-kloroform. Pada ekstraksi fenol-kloroform, DNA berada
pada fasa air (bagian atas) dan protein berada antara fasa air dan fasa organik. Pemisahan kedua
fasa dapat dipercepat dengan menggunakan sentrifugasi (Birren et. al., 1999).
Untuk menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terikat pada DNA, dilakukan
ekstraksi larutan DNA dengan fenol-kloroform. Pada ekstraksi fenol-kloroform, DNA berada
pada fasa air (bagian atas) dan protein berada antara fasa air dan fasa organik (Birren et. al.,
1999).
Untuk elektroforesis, ada beberapa bahan yang diperlukan, salah satunya adalah agarosa
yang merupakan suatu kolodial laut yang dimurnikan dari alga. Ketika dididihkan dalam suatu
larutan bufer, agarosa akan larut dan ketika didinginkan akan memadat membentuk gel.
Pendinginan dilakukan sekitar suhu 50-60oC apabila terlalu panas akan merusak karet-karet
penyimpan agar. Selain itu, viskositasnya rendah sehingga akan menimbulkan gelembung-
gelembung sehingga apabila dituangkan dikhawatirkan ada udara yang terjebak (Birren et. al.,
1999).
TAE (tris asetat, EDTA pH 8) berfungsi sebagai media penghantar arus. Pada media
tersebut, fragmen mDNA akan bergerak dengan perbedaan kecepatan akibat adanya perbedaan
kekuatan ionic (Birren et. al., 1999).
Fragmen DNA akan terpisah berdasarkan kekuatan ukuran pasangan basa. Untuk melihat
pita DNA maka harus menandai gel dengan ethidium bromide yang merupakan warna

fluoresence (merah-oranye) yang menginterhelat DNA dan kemudian dapat dilihat dengan sinar
UV (Poedjiadi.1994).
Loading buffer (loading dye) terdiri atas sukrosa 50%, EDTA Ph 8 dan brom fenol biru
yang digunakan sebagai pewarna guna mempermudah pengamatan berpindahnya noda dalam gel
dan menentukan sejauh mana proses elektroforesis telah berlangsung, dengan adanya warna biru
yang bergerak dalam agar. Selain itu, penambahan sukrosa ini adalah sebagai pemberat bagi
sampel sehingga tenggelam ke dalam sumur gel (Poedjiadi, 1994).
Etidium bromida dapat berfungsi sebagai pewarna (fluorescence) karena menyisip di
antara basa asam nukleat. Hal ini dapat terjadi karena ethidium bromida sedikit mirip pasangan
basa dan dapat masuk ke dalam rantai ganda DNA di antara pasangan basanya. Peristiwa
tersebut sangat mutagen. Ethidium bromida merupakan fluoresence yang lemah. Fluoresensi
terjadi karena ekeltron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tunggi (dengan UV 265 nm).
Ketika elektron kembali pada tingkat energi yang lebih rendah, muncul perbedaan energi (sinar
tampak) (Poedjiadi.1994).
4.2.2. Spektrofotometer dan Elektroforesis
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan
cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa
yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan.
Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di
dalam kuvet (Experimental Biosciences, 2005).
Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis, yaitu spektrofotometer single-beam dan
spektrofotometer double-beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada
pemberian cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai
yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukan (Experimental Biosciences,
2005).
Berbeda dengan single-beam, pada spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat
langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama.

Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana salah
satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya melewati larutan (disebut
juga sample beam) (Experimental Biosciences, 2005).
Dari kedua jenis spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki
keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami
pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam, ditemukan juga
beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase (Vallvey et. al.,
1997).
A 260, A 280 dan A 320 yang ada pada hasil spektrofotometer menunjukkan niali
absorbansi DNA pada gelombang cahaya 260, 28 dan 320. Data dari spektrofotometer
menunjukkan bahwa rasio yang didapat adalah 2. Nilai tersebut mendekati standar dari rasio
DNA, yaitu 1,8-2 (AROS, 2010). Apabila rasio yang didapat kurang dari 1,8, berarti DNA
terkontaminasi protein. Sedangkan apabila rasionya leih dari 1,8, berarti terkontaminasi DNA
RNA. Pada hasil elektroforesis dapat dilihat bahwa terdapat smear di bawah garis. Apabila
DNAnya murni, tidak akan ada smear tersebut. Jadi disimpulkan bahwa DNA ini terkontaminasi
RNA namun masih mendekati rasio normal DNA (Vallvey et. al., 1997).
Loading dye adalah senyawa yang digunakan sebagai pewarna dari DNA target yang
ingin dipisahkan dengan metode elektroforesis. Proses elektroforesis juga dapat ditentukan
sejauh mana proses tersebut telah berjalan, dilihat dari pergerakan senyawa berwarna yang
berwarna biru yang bergerak melewati gel. Loading dye juga berfungsi sebagai pemberat bagi
sampel DNA yang ingin dipisahkan. Loading dye akan membuat sampel DNA menjadi lebih
berat sehingga dapat tenggelam ke dalam sumur gel (Poedjiadi, 1994).
DNA Ladder berfungsi sebagai DNA marker yaitu penanda untuk membandingkan
dengan DNA yang dipisahkan dengan metode elektroforesis. DNA yang dipisahkan dapat
dibandingkan ukuran DNA dengan membandingkan posisi dari DNA yang terpisahkan dengan
posisi DNA pada ladder. Posisi dari DNA ditentukan berdasarkan jumlah pasang basa yang
terdapat pada DNA. Jika salah satu band DNA ladder memiliki posisi yang sama dengan band
DNA yang terpisahkan maka DNA tersebut memiliki ukuran yang sama dengan DNA tersebut
pada ladder. Namun, metode pembadingan menggunakan DNA ladder tidak begitu akurat.

Metode ini cukup membantu jika penelitian membutuhkan data yang bersifat kualitatif (Vallvey
et. al., 1997).
BAB V
KESIMPULAN
Melalui uji spektrofotometri, hasil isolasi DNA yang didapat memiliki nilai
rasio 2, masih terdapat pada nilai rasio normal DNA.
Hasil elektroforesis terdapat smear yang menunjukkan DNA isolasi masih
mengandung kontaminasi.

DAFTAR PUSTAKA
Birren B., E. D. Green, S. Klapholz, R. H. Myers, H. Rethma, J. Roskams. 1999. Genome Analysis, a Laboratory Manual. New York: Harbor Laboratory Press.
Bloom, Mark V., Greg A. Freyer, and David A. Micklos. 1996. Laboratory DNA
Science: An Introduction to Recombinant DNA Techniques and Methods
of Genome Analysis. Menlo Park, CA: Addison-Wesley.
Campbell, Neil; Reece, Jane; Taylor, Martha; Simon, Eric; Dickey, Jean. 2009.
Biology Concept and Connections sixth edition. San Fransisco :
Pearson.
Gaffar, Shabarni. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung :
Universitas Padjajaran.
Hartwell, Leland H., et.al. 2008. Genetics: From Genes to Genome. New York:
McGraw-Hill.
Hinnebusch J, Tilly K. 1993. Linear plasmids and chromosomes in bacteria

Paux E, Sourdille P, Salse J. 200). A Physical Map of the 1-Gigabase Bread
Wheat Chromosome 3B. Science: 322 (5898): 101–104.
Poedijadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Ridley, M. 2006. Genome. New York. NY: Harper Perennial.
Sandman K, Reeve JN. 200). Structure and functional relationships of
archaeal and eukaryal histones and nucleosomes
Sumitro, S. B, Fatchiyah, Rahayu, Widyarti, dan Arumningtyas. 1996. Kursus
Teknik-Teknik Dasar Analisis Protein dan DNA. Malang: Universitas
Brawijaya.
Vallvey L.F.C., M.D. Fernandez, I. de Orbe, J.L. Vilchez, R. Avidad. 1997. Simultaneous determination of the colorants sunset yellow FCF and quinoline yellow by solid-phase spectrophotometry using partial least squares multivariate calibration. Analys: 122:351-354.
Voet and Voet. 1990. Biochemistry. John Whiley & sons.
Alberts, Bruce; Johnson, Alexander; Lewis, Julian. 2002. The Structure and Functions of DNA.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=mboc4&part=A596. diakses
tanggal 14 November 2010.
AROS. 2010. Blood extraction, Isolation of DNA, RNA and microRNA. http://www.arosab.com/bloodextract.htm. diakses tanggal 12 November 2010.
Biosciences, Experimental. 2005. Principles of Spectrofotometry. http://www.ruf.rice.edu/~bioslabs/methods/protein/spectrophotometer.html. diakses tanggal 12 November 2010.

Colorado State University. 2000. Principles of Gel Electrophoresis.
http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/genetics/biotech/gels/principles.html. diakses
tanggal 14 November 2010.
Crystal. 2005. Definitions of Terms. http://www.gouldianfinch.info/genetics/terms.htm. diakses
tanggal 14 November 2010.
Experimental Biosciences. 2005. Principles of Spectrophotometry.
http://www.ruf.rice.edu/~bioslabs/methods/protein/spectrophotometer.html. diakses
tanggal 14 November 2010.
Fermentas. 2010. 50X TAE Buffer. http://www.fermentas.com/en/products/all/dna-
electrophoresis/buffers-reagents/b49-buffer-tae. diakses tanggal 14 November 2010.
Gregory, T.R. 2005. Animal Genome Size Database. http://www.genomesize.com/statistics.php?
stats=insects. diakses tanggal 14 November 2010.
Jie, Ma Wen. 2009. Uses of DNA Extraction. http://www.ehow.com/about_5344428_uses-dna-
extraction.html. diakses tanggal 14 November 2010.
Kenney, Caitlin. 2010. What Is Agarose Gel?. http://www.wisegeek.com/what-is-agarose-
gel.htm. diakses tanggal 14 November 2010.
Kirsten, Mike. 2008. Spectrophotometry and Its Working Principle. http://ezinearticles.com/?
Spectrophotometry-and-Its-Working-Principle&id=1697937. diakses tanggal 14
November 2010.
Microbiology Guide. 2010. Functions of DNA. http://dna.microbiologyguide.com/517-functions-
dna-biological-process-behaviour-replication-synthesis/. diakses tanggal 14 November
2010.

National Diagnostics. 2010. Ethidium Bromide Staining.
http://nationaldiagnostics.com/article_info.php/articles_id/70. diakses tanggal 14
November 2010.
Rice, George. 2010. DNA Extraction.
http://serc.carleton.edu/microbelife/research_methods/genomics/dnaext.html. diakses
tanggal 14 November 2010.
Watson, J.D. and Crick, F.H.C. 1953. Molecular Structure of Nucleic Acid. Nature Online
Journal http://www.nature.com/nature/dna50/watsoncrick.pdf. diakses tanggal 14
November 2010.
Anonim. 2010. Genome Sizes.
http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/G/GenomeSizes.html. diakses
tanggal 14 November 2010.

DAFTAR PUSTAKA GAMBAR
Madsci. 1999. http://www.madsci.org/posts/archives/1999-02/919869466.Mb.1.jpg. diakses
tanggal 14 November 2010.
Mariemont City School. 2002. DNA model.
http://www.mariemontschools.org/halsall/q2dnamod.htm. diakses tanggal 14 November
2010.
Anonim. Tanpa tahun. http://www.tpub.com/content/altfuels07/4820/48200004im.jpg. diakses
tanggal 14 November 2010.