gangguan perkembangan psikologis

41
GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS A. Pendahuluan Gangguan-gangguan yang termasuk dalam gangguan perkembangan psikologis (F80-f89) pada umumnya mempunyai gambaran onset bervariasi selama masa bayi atau anak-anak, adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung terus menerus tanpa ada remisi dan kekambuhan yang khas pada beberapa gangguan jiwa 1 . Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, keterampilan video-spatial dan/atau koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya yang berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit lebih ringan sering menetap hingga masa dewasa). Khas pada gangguan perkembangan terdapat riwayat keluarga dengan gangguan yang sama atau sejenisnya. Terdapat bukti bahwa faktor genetik juga berperan penting dalam beberapa kasus (meskipun tidak semuanya) 1 . B. Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa (F80) Gangguan ini adalah gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak awal perkembangan. Kondisi ini

Upload: arizal-abdullah

Post on 22-Nov-2015

162 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS

A. Pendahuluan Gangguan-gangguan yang termasuk dalam gangguan perkembangan psikologis (F80-f89) pada umumnya mempunyai gambaran onset bervariasi selama masa bayi atau anak-anak, adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung terus menerus tanpa ada remisi dan kekambuhan yang khas pada beberapa gangguan jiwa1. Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, keterampilan video-spatial dan/atau koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya yang berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit lebih ringan sering menetap hingga masa dewasa). Khas pada gangguan perkembangan terdapat riwayat keluarga dengan gangguan yang sama atau sejenisnya. Terdapat bukti bahwa faktor genetik juga berperan penting dalam beberapa kasus (meskipun tidak semuanya) 1.

B. Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa (F80) Gangguan ini adalah gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak awal perkembangan. Kondisi ini secara tidak langsung berkaitan dengan kelainan neurologis, mekanisme bicara, gangguan sensori, retardasi mental, atau faktor lingkungan. Anak mungkin lebih mampu berkomunikasi atau mengerti pada situasi tertentu yang sangat dikenalnya daripada situasi lain, tetapi kemampuan berbahasa pada setiap keadaan sedikit terganggu1. Kesulitan utama diagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dengan variasi perkembangan anak normal. Anak dengan perkembangan yang normal mempunyai variasi yang besar pada usia saat pertama kali belajar berbicara dan berbahasa. Anak normal dengan keterlambatan berbicara (slow speaker) sebagian besar bisa berkembang menjadi normal. Sebaliknya, anak dengan gangguan perkembangan khas bicara dan berbahasa, meskipun pada akhirnya sebagian besar mencapai tingkat normal dari keterampilan berbahasa, namun juga akan diikuti oleh masalah-masalah yang lainnya seperti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan prilaku. Terdapat empat kriteria utama yang digunakan untuk menemukan terjadinya gangguan klinis yang nyata yaitu: a. Keparahan; b. Perjalanan penyakit; c. Pola; d. Masalah yang menyertai1. Kesulitan kedua dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dengan retardasi mental atau kelambatan perkembangan global. Kecurigaan pada gangguan perkembangan khas jika ditemukan bahwa kelambatan perkembangan yang ditemukan tidak menyimpang dari tingkat rata-rata umum fungsi kognitif. Pada umumnya, retardasi mental akan disertai dengan pola prestasi intelektual yang tidak merata dan hendaya berbahasa yang lebih berat1. Kesulitan ketiga dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dari suatu gangguan sekunder akibat dari ketulian yang berat atau beberapa kelainan neurologis atau struktur lain yang khas. Ketulian yang berat pada awal masa kanak-kanak hampir selalu dapat menimbulkan keterlambatan perkembangan bahasa yang menyolok. Kelainan artikulasi yang lansung disebabkan oleh langit-langit mulut yang terbelah atau disatria yang diakibatkan oleh cerebral palsy juga dapat menyebabkan gangguan berbicara. Gangguan berbicara dan berbahasa yang disebabkan oleh hal-hal ini tidak termasuk dalam gangguan khas berbicara dan berbahasa1..1. Gangguan Artikulasi berbicara Khas (F80.0). Gangguan ini merupakan gangguan perkembangan khas dimana penggunaan suara untuk berbicara dari anak, berada di bawah tingkat yang sesuai dengan tingkat mentalnya, namun tingkat kemampuan bahasanya berada dalam batas normal. Perlu diperhatikan bahwa usia penguasaan suara untuk berbicara dan cara suara berkembang, menunjukan variasi yang cukup besar pada masing-masing individu. Pada perkembangan normal, anak berusia 4 tahun biasanya akan terjadi kesalahan mengungkapkan suara bicara, namun kesalahan ini dapat dimengerti dengan mudah oleh orang lain. Pada usia 6-7 tahun, sebagian besar suara untuk berbahasa akan diperoleh. Meskipun kesulitan berbicara dapat menetap dengan kombinasi suara tertentu, tetapi hal ini tidak menyebabkan masalah dalam komunikasi. Pada usia 11-12 tahun, penguasaan dari hampir semua suara untuk berbicara harus dicapai1. Pada perkembangan yang abnormal, kemahiran suara bicara akan terlambat dan/menyimpang sehingga hal ini dapat menimbulkan misartikulasi berbahasa anak dengan kesulitan orang lain memahami, subtitusi suara bicara dan inkontinensi mengeluarkan suara (anak dapat dengan benar mengucapkan beberapa kata tetapi tidak dapat untuk kata-kata yang lainnya) 1. Diagnosis ditegakkan hanya jika beratnya gangguan artikulasi diluar batas variasi normal bagi usia mental anak. Pada gangguan ini, kecerdasan (intelegensia) non verbal anak masih dalam batas normal. kelainan artikulasi tidak langsung diakibatkan oleh suatu kelainan sensorik, struktural atau neurologis. Kesalahan ucap pada gangguan ini ditemukan tidak normal dalam konteks pemakaian bahasa percakapan sehari-hari1. Sebagian besar anak dengan gangguan artikulasi bahasa berespon baik pada pengobatan. Kesulitan artikulasi bahasa bisa ditangani dengan baik dan tidak menetap hingga dewasa. Namun, jika gangguan artikulasi ini juga diikuti dengan gangguan berbahasa ekspresif, prognosis gangguan akan menjadi lebih buruk dan perlu terapi bicara yang lebih spesifik untuk menanganinya2.

2. Gangguan berbahasa ekspresif (F80.1). Gangguan berbahasa ekspresif adalah gangguan perkembangan khas dengan kemampuan anak dalam mengekspresikan bahasa lisan/ucapan dibawah rata-rata usia mentalnya, namun pengertian bahasa dalam batas normal, dengan atau tanpa gangguan artikulasi1.a. Epidemiologi Prevalensi gangguan bahasa ekspresif berada pada rentang 3-10% dari semua anak usia sekolah, dengan sebagian besar perkiraan adalah 3 dan 5% lebih sering 2-3 kali pada anak laki-laki 2.

b. Etiologi Penyebab spesifik gangguan bahasa ekspresif tidak diketahui. Kerusakan otak yang samar serta keterlambatan pematangan perkembangan otak dicurigai menjadi penyebab yang mendasari gangguan ini. Faktor genetik diperkirakan memainkan peran dalam gangguan ini. Terdapat bukti yang menunjukan bahwa gangguan bahasa terdapat dalam frekuensi yang lebih tinggi pada keluarga tertentu. Beberapa studi juga menunjukan bahwa pada anak kembar monozigot, ditemukan adanya kecenderungan kejadian bersama mengalami gangguan komunikasi yang signifikan. Faktor lingkungan dan pendidikan juga dicurigai turut berperan di dalam gangguan perkembangan bahasa dan perkembangan pada anak1.c. DiagnosisPerlu diperhatikan bahwa pada umumnya terdapat variasi individu yang cukup besar dalam tingkat perkembangan bahasa yang normal. Namun, pada anak berusia 2 tahun yang ditemukan tidaknya ada kata yang terucap atau hanya kemunculan beberapa kata, hal ini dapat menjadi tanda yang bermakna dalam mencurigai keterlambatan pada anak. Tanda keterlambatan lain juga dapat diberikan pada anak berusia 3 tahun yang tidak mampu mengerti kata majemuk sederhana. Tanda lain yang muncul belakangan dapat berupa perkembangan kosakata yang terbatas, kesulitan dalam memilih dan mengganti kata-kata yang tepat, penggunaan berlebihan dari sekelompok kecil kata-kata umum, pemendekan ucapan yang panjang, struktur kalimat yang mentah, kesalahan kalimat (syntactical), kehilangan awalan dan akhiran yang khas serta kesalahan/kegagalan dalam menggunakan aturan tata bahasa seperti kata penghubung, kata ganti, artikel dan kata kerja/benda yang mengalami perubahan. Dapat dijumpai generalisasi yang tidak tepat dari aturan tata bahasa, seperti kekurangan dalam pengucapan kalimat dan kesulitan mengurut kejadian yang telah lewat. Ketidakmampuan dalam bahasa lisan sering disertai dengan kelambatan atau abnormalitas dalam bunyi kata yang dihasilkan1. Diagnostik ditegakan jika tingkat keparahan dari kelambatan perkembangan berbahasa ekspresif telah melewati batas variasi normal dari umur mental anak, namun kemampuan pengertian bahasa masih dalam batas normal. Penggunaan bahasa non verbal (Senyum dan gerakan tubuh) dan bahasa internal yang tampak dalam imajinasi atau dalam permainan khayalan tetap utuh. Dalam hal ini, kemampuan dalam komunikasi sosial tanpa kata tidak terganggu. Anak sebagai kompensasi dari kekurangannya akan berusaha berkomunikasi dengan menggunakan demonsterasi, gerakan tubuh, mimik atau bunyi-bunyi non bahasa. Namun, anak sebagian besar akan menjumpai kesulitan dalam hubungan dengan teman sebayanya, gangguan emosional, gangguan prilaku dan/atau aktivitas berlebih serta kurang perhatian. Gangguan kehilangan pendengaran parsial sering ditemukan dalam kasus ini, namun hal ini tidak harus menjadi penyebab dari kelambatan bahasa. Gangguan dalam percakapan dapat dianggap sebagai penyebab terbesar dalam gangguan perkembangan berbahasa ekspresif1.d. Perjalanan penyakit dan Prognosis Prognosis pada umumnya baik. Kecepatan dan derajat pemulihan tergantung pada keparahan gangguan, motivasi anak untuk berperan dalam terapi, dan pemberian bahasa yang tepat waktu dan intervensi terapeutik lain2.e. Terapi Berbagai tehnik telah digunakan untuk membantu seorang anak dalam memperbaiki penggunaan kata pada pembicaraan. Intervensi langsung melibatkan ahli patologi bahasa dan bicara yang langsung berhubungan dengan anak. Intervensi dengan melibatkan guru atau orang tua yang telah terlebih dahulu dilatih terbukti efektif dalam meningkatkan efektifitas terapi bahasa3.

3. Gangguan berbahasa Reseptif (F80.2) Gangguan berbahasa reseptif adalah gangguan perkembangan khas ditandai dengan kemampuan anak untuk mengerti bahasa di bawah rata-rata usia mentalnya. Namun, dalam hampir semua kasusnya dalam perkembangannya, kemampuan bahasa ekspresif juga akan kemungkinan besar juga ikut terganggu dalam gangguan ini1.

a. Epidemiologi Prevalensi diperkirakan terentang dari 1 sampai 13% untuk gangguan bahasa reseptif maupun ekspresif. Gangguan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan2.b. Etiologi Penyebab utama gangguan bahasa reseptif tidak diketahui secara pasti. Teori awal menunjukan bahwa disfungsi perseptual, cedera serebral yang samar, keterlambatan maturasi dan faktor genetik sebagai kemungkinan faktor penyebab gangguan ini. Beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan ini juga dapat disebabkan karena adanya gangguan dasar pada diskrimanasi auditorik anak. Hal ini karena sebagian besar anak dengan gangguan ini lebih responsif terhadap lingkungan dibandingkan suara bicara2.c. Diagnosis Gangguan ini perlu dicurigai jika ditemukan anak tidak mampu memberi respon terhadap nama benda yang umum pada umur 1 tahun, anak ditemukan tidak mampu mengidentifikasi beberapa objek sederhana dalam umur 18 bulan serta anak ditemukan gagal mengikuti instruksi sederhana pada umur 2 tahun. Kesulitan yang ditemukan pada massa lanjut seperti kesulitan dalam pengertian struktur tata bahasa (bentuk kalimat, pertanyaan, perbandingan, dsb) dan pengertian kehalusan bahasa (nada suara, gerakan tubuh, dsb) (PPDGJ). Diagnostik gangguan berbahasa reseptif ditegakan jika tingkat kelambatan dalam bahasa reseptif anak berada di luar batas normal rata-rata usia mental anak dan jika kriteria gangguan perkembangan pervasif tidak dijumpai pada anak. Pada hampir semua kasus, perkembangan bahasa ekspresif juga ditemukan terlambat. Gangguan berbahasa reseptif mempunyai tingkat hubungan yang tinggi dengan gangguan sosio-emosional-perilaku. Meskipun tidak khas, anak dengan gangguan ini menunjukan hiperaktivitas, kurang perhatian, kecanggungan sosial, anxietas, sensitifitas dan malu yang tidak wajar. Anak dengan gangguan berbahasa reseptif yang berat biasanya disertai dengan kelambatan dalam perkembangan sosial, dapat mengulang kata yang tidak mereka mengerti dan menunjukan pola perhatian yang terbatas. Meskipun demikian, anak dengan gangguan berbahasa reseptif berbeda dengan anak autistik dalam hal interaksi sosial yang lebih normal, pemanfaatan orang tua untuk berlindung normal, penggunaan gerak tubuh yang hampir normal, dan ditemukan hanya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi. Kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi dapat ditemukan, tetapi tingkat ketulian tidak cukup untuk menimbulkan hendaya berbahasa1. Pemeriksaan bicara dan bahasa yang lengkap, sebelum terapi bicara dan bahasa, biasanya dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan bahasa reseptif, terlepas dari tidak adanya penelitian yang terkendali mengenai terapi gangguan. Beberapa ahli terapi menyukai lingkungan stimuli yang ringan, dimana anak diberikan instruksi linguistik individual. Beberapa lainnya menganjurkan bahwa instruksi bicara dan bahasa diintegrasikan ke dalam berbagai lingkungan dengan kelompok anak yang diajarkan beberapa struktur bahasa secara bersama-sama. Banyak gejala yang terlibat dalam gangguan, sehingga lingkungan pendidikan yang khusus dan kecil mungkin bermanfaat dalam memaksimalkan hasil terapi 2.d. Perjalan gangguan dan prognosis. Prognosis keseluruhan untuk gangguan bahasa reseptif adalah kurang baik dibandingkan gangguan berbahasa ekspresif. Jika ganggua ditemukan pada anak yang masih kecil, prognosisnya menjadi semakin buruk. Hal ini disebabkan karena masa anak-anak awal adalah waktu dimana bahasa berkembang paling cepat. Anak kecil dengan gangguan mungkin akan tampak tertinggal dibandingkan dengan anak normal yang sebaya. Selama jangka panjang, beberapa anak dengan gangguan berbahasa ini mencapai fungsi bahasa yang mendekati normal. Secara keseluruhan, prognosis untuk anak-anak yang mendapatkan gangguan bahasa resepetif sangat bervariasi tergantung pada sifat dan keparahan kerusakan2.e. Terapi Psikoterapi sering diperlukan karena anak-anak dengan gangguan ini sering memiliki masalah emosional dan prilaku. Perhatian khusus harus diberikan untuk meningkatkan citra diri anak dan keterampilan sosial. Konseling keluarga di mana orangtua diajarkan pola interaksi yang sesuai dengan anak yang juga akan membantu pengobatan2.4. Afasia yang didapat dengan Epilepsi/ Sindrom Landau-Kleffnerr (F80.3). Sindrom ini merupakan suatu gangguan yang didahului terlebih dahulu dengan perkembangan berbahasa yang normal, kemudian kehilangan kedua kemampuan berbahasa reseptif dan ekspresif, namun intelegensia umum masih dalam batas normal. Onset gangguan disertai dengan abnormalitas paroksismal pada EEG dan dalam banyak kasus disertai kejang epileptik. Pada umumnya, onset gangguan ini berada pada rentang umur 3-7 tahun, tetapi dapat juga muncul lebih awal atau lebih lambat. Pada seperempat jumlah kasus, akan terjadi kehilangan berbahasa secara perlahan-lahan dalam beberapa bulan. Namun, pada kasus lain, onset terjadi secara mendadak dalam beberapa hari atau minggu1. Hubungan temporal antara onset kejang dengan kehilangan berbahasa bervariasi, biasanya salah satu mendahului yang lain dalam beberapa bulan sampai 2 tahun. Khas pada gangguan ini adalah ditemukannya hendaya berbahasa reseptif yang sangat berat., dengan kesulitan dalam pengertian melalui pendengaran yang sering timbul pada manifestasi awal. Beberapa anak menjadi membisu, mengeluarkan suara ulang yang tak berarti atau kekurang lancaran berbahasa. Pada beberapa kasus, kualitas suara terganggu dengan hilangnya alunan suara yang normal. Kadang-kadang gangguan berbahasa timbul-hilang dalam fase awal gangguan ini. Gangguan emosional dan prilaku sering menyusul beberapa bulan setelah gangguan berbahasa, tetapi hal itu cenderung membaik pada saat anak mampu berkomunikasi1. Penyebab kondisi ini tidak diketahui pasti, namun dengan ciri khas yang ditunjukan diperkirakan disebabkan proses radang pada otak. Perjalanan penyakit ini cukup bervariasi: kira-kira dua pertiga dari anak-anak ini akan tetap kurang mampu dalam bahasa reseptif sedangkan satupertiganya mampu untuk sembuh sempurna1.

5. Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa lainnya (F80.8). Termasuk dalam gangguan ini adalah gangguan bicara tipe pelat (lisping)1.

6. Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa YTT (F80.9). Gangguan berbicara dan berbahasa kategori ini harus dihindarkan sejauh mungkin dan hanya digunakan untuk gangguan yang tidak ditentukan dengan hendaya yang bermakna dalam pengembangan bicara atau bahasa yang tidak termasuk retardasi mental dan kelainan neurologis (sensoris atau fisik)1.

C. Gangguan perkembangan belajar khas (F81). Gangguan perkembangan belajar khas adalah suatu gangguan pada pola normal kemampuan penguasaan keterampilan yang terganggu sejak stadium awal dari perkembangan yang bukan semata-mata akibat dari kurangnya kesempatan belajar atau pun berhubungan dengan cedera otak yang didapat ataupun penyakit lainnya. Gangguan ini lebih banyak berasal dari kelainan proses kognitif, khususnya beberapa tipe disfungsi biologis. Gangguan ini lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan1. Dalam mendiagnosis gangguan perkembangan belajar khas, terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan dalam menegakan diagnosis kasus yakni:a. Variasi normal dalam prestasi sekolah.b. Perjalanan taraf perkembangan gangguan.c. Keterampilan skolastik yang perlu pengajaran dan pembelajaran.d. Penyebab dari kesulitan membaca.e. Belum bakunya cara terbaik dalam penggolongan gangguan perkembangan khas kemampuan skolastik. Gangguan perkembangan belajar khas terdiri dari sekelompok gangguan yang ditandai oleh adanya hendaya yang khas dan bermakna dalam belajar keterampilan skolastik. Hendaya dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung dari gangguan yang lain (retardasi mental, defisit neurologis yang besar, masalah visus dan daya dengar yang tidak terkoreksi, atau gangguan emosiona), walaupun mungkin terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut. Gangguan perkembangan belajar khas seringkali terdapat bersamaan dengan sindrom klinis lain (seperti gangguan pemusatan perhatian atau gangguan tingkah laku) atau gangguan perkembangan lain (gangguan perkembangan motorik khas atau gangguan perkembangan khas berbicara atau berbahasa). Etiologi dari gangguan perkembangan belajar khas tidak diketahui, tetapi diduga hal ini disebabkan oleh faktor biologis yang berinteraksi dengan faktor non biologis (seperti kesempatan belajar dan kualitas pengajaran) 1. Terdapat syarat dasar dalam diagnosis gangguan perkembangan belajar khas diantaranya adalah:a. Terdapat hendaya yang bermakna dalam keterampilan skolastik tertentu.b. Hendayanya harus khusus dalam arti bahwa tidak semata-mata karena adanya retardasi mental atau hendaya ringan pada intelegensia umum.c. Hendaya harus dalam perkembangannya.d. Tidak ada faktor luar yang menjadi alasan untuk kesulitan skolastik.e. Gangguan perkembangan belajar khas tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang tak terkoreksi1.

1. Gangguan membaca khas (F81.0). Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna dalam perkembangan kemampuan membaca, yang tidak semata-mata dijelaskan dari usia mental, masalah ketajaman pandangan, atau dari tidak adekuatnya pendidikan. Kemampuan mengerti/memahami bacaan, mengenali kata pada bacaan, kemampuan membaca secara lantang, dan pelaksanaan tugas/pekerjaan yang membutuhkan kemampuan membaca mungkin semua akan terkena. Kesulitan mengeja seringkali dihubungkan dengan gangguan membaca khas dan sering menetap sampai remaja walau kemampuan membaca sudah sempurna. Anak-anak dengan gangguan membaca khas seringkali mempunyai riwayat gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa dan pemeriksaan yang seksama tentang fungsi berbahasa sering mengungkapkan kesulitan yang berada bersama. Selain kegagalan akademik, absen dari sekolah dan masalah penyesuaian sosial merupakan kesulitan yang sering dijumpai, terutama sekali pada akhir pendidikan dasar dan menengah pertama1.

a. Epidemiologi Suatu perkiraan sebesar 4% anak usia sekolah di amerika serikat memiliki gangguan membaca. Studi prevalensi menemukan angka yang berkisar antara 2% dan 8%. Anak laki-laki 3-4 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan, dilaporkan memiliki ketidakmampuan membaca pada sampel yang merujuk secara klinis. Studi epidemiologis yang teliti menemukan angka yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan yang memiliki gangguan membaca. Anak laki-laki dengan gangguan membaca mungkin lebih sering dirujuk untuk evaluasi dibandingkan anak perempuan karena masalah perilaku yang sering terkait4.b. Etiologi Tidak ada penyebab tunggal yang diketahui menyebabkan gangguan membaca. Hal ini dikarenakan penyebab gangguan membaca diduga disebabkan oleh multifaktorial. Gangguan membaca diduga disebabkan karena beberapa faktor seperti faktor genetika, gangguan defisit samar-samar visual dan verbal, serebral palsi, komplikasi kehamilan, kesulitan prenatal dan pascanatal, prematuritas, BBLR, dan lain sebagainya. Gangguan membaca berat sering kali diserat dengan masalah psikiatrik. Gangguan membaca mungkin merupakan akibat gangguan psikiatrik yang telah ada sebelumnya atau menyebabkan gangguan emosional dan perilaku. Namun, hubungan ini belum dapat dipastikan dengan pasti 4.c. Diagnosis Dalam menegakkan diagnosis gangguan membaca khas, kemampuan membaca anak harus secara bermakna lebih rendah tingkatannya daripada kemampuan yang diharapkan pada usianya. Terdapat beberapa kesalahan dalam kemampuan membaca secara lisan seperti yang digambarkan dengan:a. Penghilangan (ommision), penggantian (Subtitution) dan distorsi pada imbuhan kata atau suku kata.b. Kecepatan membaca yang lamban.c. Salah mengawali, keraguan yang lama atau kehilangan bagian dari teks dan ketidaktepatan menyusun kalimat.d. Memutar-balikkan kata dalam kalimat atau huruf dalam katae. Pada akhir masa kanak dan masa dewasa, biasanya kesulitan mengeja lebih parah daripada kesulitan membaca. Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat gangguan perkembangan berbicara atau berbahasa. Pada beberapa kasus mungkin juga ada masalah dalam proses penglihatan. Meskipun demikian, hal tersebut tak ada hubungan langsung terhadap buruknya kemampuan membaca anak. Kesulitan dalam mempertahankan perhatian juga ditemukan. Biasanya sering terlihat overaktivitas dan impulsivitas. Pola yang tepat dari kesulitan perkembangan dalam massa prasekolah bervariasi dari satu anak ke anak yang lain1. Gangguan membaca biasanya tampak pada usia 7 tahun (kelas 2). Pada kasus berat, bukti-bukti kesulitan membaca mungkin tampak pada umur 6 tahun (kelas satu). Kadang-kadang gangguan membaca terkompensasi pada tingkat dasar awal, terutama jika disertai dengan skor yang tinggi pada tes kecerdasan. Pada kasus tersebut, gangguan mungkin tidak terlihat sampai umur 9 tahun2. Gangguan emosional dan/prilaku yang menyertainya biasanya juga ada pada masa usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada masa tahun pertama sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom hiperaktivitas hampir selalu ada pada akhir masa kanak dan remaja. Perasaan rendah diri sering dijumpai dan kesulitan penyesuaian di sekolah dan hubungan dengan teman sebaya1.d. Perjalanan gangguan dan prognosis Banyak anak dengan gangguan membaca mendapatkan pengetahuan dari bahasa yang dicetak pada masa 2 tahun pertama sekolah dasar, bahkan tanpa bantuan untuk memperbaikinya. Jika dibetikan dini, pada kasus yang lebih ringan, tidak diperlukan lagi terapi perbaikan di akhir kelas satu atau dua. Pada kasus yang berat dan bergantung pada pola defisit dan kekuatan, terapi remidial dapat dilanjutkan hingga sekolah menengah atau tingkat SMU4.e. Terapi Seperti dalam psikoterapi, hubungan ahli terapi dengan dan pasien sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan terapi. Anak-anak dengan gangguan membaca harus ditempak dalam kelas yang sedekat mungkin dengan tingkat fungsional sosialnya dan diberikan beban khusus dalam membaca. Satu metoda terapi yang sering digunakan adalah dengan mendorong perhatian anak untuk menguasai fonetik sederhana, diikuti dengan mencampur unit tersebut menjadi kata dan kalimat. Suatu pendekatan yang secara sistematis mendorong penggunaan indera sangat dianjurkan2.

2. Gangguan mengeja khas (F81.1) Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna dalam perkembangan kemampuan mengeja tanpa riwayat gangguan membaca khas, yang bukan disebabkan oleh rendahnya usia mental, masalah ketajaman penglihatan atau pendidikan sekolah yang tidak adekuat. Kemampuan untuk mengeja secara lantang (lisan) dan menuliskan kata secara benar keduanya terkena. Anak memiliki sebuah masalah seperti kemampuan tulisan tangan tidak harus dimasukan ke dalam gangguan ini. Namun, dalam beberapa kasus, kesulitan mengeja juga berhubungan dengan masalah kemampuan menulis. Berlainan dengan pola gangguan membaca khas yang biasa, kesalahan mengeja ternyata secara fonetik benar1. Penegakan diagnosis gangguan mengeja khas harus melihat kemampuan mengeja secara bermakna dibawah tingkat yang seharusnya sesuai dengan usianya. Penilaian gangguan ini sebaiknya dinilai dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan mengeja yang baku. Kemampuan membaca anak harus dalam batas normal dan harus tidak ada riwayat sebelumnya yang bermakna tentang kesulitan membaca. Kesulitan dalam mengeja bukan sebagai akibat cara pengajaran yang tidak adekuat atau karena kekurangan daya penglihatan, pendengaran atau fungsi neurologis, dan bukan didapat sebagai akibat gangguan neurologis, psikiatris atau lainnya1. Meskipun diketahui bahwa gangguan mengeja murni berbeda dari gangguan membaca yang berhubungan dengan kesulitan mengeja, ternyata sedikit sekali diketahui tentang awal kejadian, perjalanan penyakitnya, hubungan atau akibat dari gangguan mengeja1.

3. Gangguan berhitung khas (F81.2) Gangguan berhitung khas adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan aritmetika yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang. Kelemahan gangguan ini terletak pada kelemahan pada penguasaan kemampuan dasar berhitung yaitu tambah, kurang, kali dan bagi (bukan kemampuan matematika yang lebih abstrak seperti aljabar, trigonometri, geometri atau kalkulus). Tidak adanya kemampuan matematika ini dapat mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas hidup sehari-hari1,2.a. Epidemiologi Prevalensi gangguan berhitung sendiri diperkirakan terjadi dalam kira-kira 1% anak-anak usia sekolah, yaitu kira-kira 1 dari 5 anak dengan gangguan belajar. Studi epidemiologi menunjukan bahwa hingga 6% anak-anak usia sekolah memiliki kesulitan dalam berhitung. Gangguan matematika dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada anak perempuan4.b. Etiologi Timbulnya gangguan berhitung, serupa dengan gangguan belajar lain, cenderung disebabkan setidaknya sebagian oleh faktor genetik. Suatu teori awal mengajukan defisit neurologis di hemisfer serebri kanan sebagai penyebabnya, terutama pada area lobus oksipitalis. Regio ini bertanggung jawab untuk memproses stimulus visuospasial yang selanjutnya bertanggung jawab untuk keterampilan matematis4. Saat ini, penyebab dianggap multifaktorial, sehingga faktor kematangan, kognitif, emosional, pendidikan dan sosioekonomi turut berperan di dalam berbagai derajat dan kombinasi untuk gangguan berhitung4.

c. Diagnosis Pada penegakan diagnosis, gangguan berhitung harus ditemukan. Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada tingkat yang seharusnya dicapai sesuai umurnya. Gangguan ini dinilai dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan berhitung yang baku. Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam batas normal sesuai dengan sesuai dengan umur mental anak1. Sebagian besar anak dengan gangguan berhitung dapat diklasifikasikan selama kelas dua dan tiga dalam sekolah dasar. Kinerja anak yang terkena dalam menangani konsep angka dasar, seperti berhitung dan menjumlahkan mengalami gangguan meskipun kemampuan keterampilan intelektual di bidang lain dalam batas normal. Selama dua atau tiga tahun pertama sekolah dasar, seorang anak dengan gangguan berhitung tampak mengalami kemajuan dalam matematika dengan menyandarkannya pada hafalan. Tetapi dengan segera, saat aritmatika berkembang menjadi tingkat yang kompleks yang memerlukan diskrriminasi dan manipulasi hubungan ruang dan numerik, adanya gangguan dicurigai1,2. Kesulitan berhitung ternyata beraneka ragam termasuk: sulit megerti konsep perhitungan yang mendasari, tidak mengerti istilah dan lambang matematika, tidak mengenal angka, kesulitan mengaksarakan upaya perhitungan dasar, kesulitan mengenal angka yang terkait dengan soal berhitung, kesulitan dalam menjajarkan angka yang sesuai atau meletakan titik desimal atau lambang berhitung, tidak pandai mengatur ruang dalam perhitungan matematika dan tidak mampu untuk menghafal perkalian secara memuaskan1.d. Perjalanan gangguan dan prognosis Aspek dengan gangguan berhitung biasanya dapat diidentifikasikan pada usia 8 tahun (kelas 3). Pada beberapa anak, gangguan ini dapat terlihat pada usia 6 tahun (kelas 1). Namun, pada kasus lain, gangguan bisa tidak terlihat hingga usia 10 tahun (Kelas 5) atau lebih. Sejauh ini, sejumlah kecil data studi longitudinal tersedia untuk memperkirakan pola jelas perjalanan perkembangan dan akademik pada anak yang digolongkan memiliki gangguan berhitung pada kelas awal. Di sisi lain, anak dengan gangguan berhitung sedang yang tidak mendapatkan intervensi bisa mengalami komplikasi, termasuk kesulitan akademik yang berlanjut, rasa malu konsep diri yang buruk, frustasi dan depresi. Komplikasi ini dapat menimbulkan keengganan untuk datang ke sekolah, bolos, dan akhirnya putus asa mengenai keberhasilan akademiknya4.

e. Terapi Terapi yang paling efektif oada gangguan berhitung adalah terapi pendidikan meskipun masih menjadi kontroversi hingga saat ini. MATH, suatu program mulitmedia dalam self-instructional/ group instructional telah berhasil dalam mengatasi gangguan berhitung pada anak4.

4. Gangguan belajar campuran (F81.3) Gangguan belajar campuran merupakan kategori sisa gangguan yang batasannya tidak jelas. Pada gangguan ini, terdapat hendaya pada kemampuan berhitung, membaca atau mengeja secara bermakna, tetapi tidak dapat diterangkan sebagai akibat dari retardasi mental atau pengajaran yang tidak adekuat, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran atau fungsi neurologis5.

5. Gangguan perkembangan belajar lainnya Gangguan perkembangan menulis ekspresif termasuk dalam gangguan perkembangan belajar lainnya4.

6. Gangguan perkembangan belajar YTT (F81.9) Kategori ini harus dihindarkan sebisa mungkin dan dipergunakan hanya untuk gangguan yang tidak khas dengan disabilitas yang bermakna tentang belajar yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, masalaj ketajaman penglihatan atau pengajaran yang tidak adekuat5.

D. Gangguan perkembangan motorik khas (F82) Gangguan koordinasi perkembangan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kinerja di dalam aktivitas harian yang memerlukan koordinasi berada dibawah tingkat yang diharapkan untuk usia dan tingkat intelektual anak. Gangguan koordinasi perkembangan juga dapat ditunjukan dengan keterampilan motorik halus dan kasar yang canggung sehingga menimbulkan kinerja yang buruk di dalam olahraga dan bahkan tulisan tangan. Anak dengan gangguan koordinasi perkembangan dapat lebih sering terbentur atau menjatuhkan barang-barang dibandingkan saudara kandungnya4.a. Epidemiologi Prevalensi gangguan koordinasi perkembangan diperkirakan sekitar 5% anak usia sekolah. Rasio laki-laki terhadap perempuan pada populasi rujukan cenderung menunjukan peningkatan angka gangguan ini pada laki-laki. Laporan di dalam literatur mengenai resiko rasio laki-laki dibandingkan perempuan berkisar dari 2:1 hingga 4:1. Angka ini dapat meningkat juga akibat bias berupa meningkatnya pengawasan mengenai perilaku motorik laki-laki dibandingkan perempuan4.b. Etiologi Penyebab gangguan koordnasi perkembangan tidak diketahui dan diyakini meliputi organik dan perkembangan. Faktor resiko yang didalilkan turut berperan di dalam gangguan ini mencakup prematuritas, hipoksia, malnutrisi, perinatal dan berat lahir rendah. Gangguan koordinasi perkembangan serta gangguan komunikasi memiliki kaitan yang erat, meskipun agen penyebab spesifik untuk kedua tidak diketahui. Masalah koordinasi juga lebih sering ditemukan pada anak dengan sindrom hiperaktivitas dan gangguan belajar. Gangguan koordinasi perkembangan memiliki penyebab multifaktorial4.c. Diagnosis Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak semata-mata disebabkan oleh retardasi mental atau gangguan neurologis khas baik yang didapat atau yang kongenital (selain dari yang secara implisit ada kelainan koordinasi). Sesuatu yang biasa bahwa kelambanan motorik dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan melaksanakan tugas kognitif visuo-spasial5. Pedoman diagnostik gangguan perkembangan motorik khas ditemukan koordinasi motorik anak, dalam gerak halus atau kasar, harus secara bermakna di bawah rata-rata kemampuan dari anak dalam usia mentalnya. Gangguan perkembangan motorik khas dinilai dengan tes baku dari koordinasi motorik halus dan kasar. Kesulitan dalam koordinasi haruslah tampak dalam fase perkembangan awal (bukan merupakan hendaya yang didapat), dan juga bukan akibat langsung dari gangguan penglihatan atau pendengaran atau dari gangguan neurologis lainnya5. Tanda klinis yang mengarahkan adanya gangguan koordinasi motorik terlihat paling awal pada massa bayi, saat anak yang terkena mulai berusaha melakukan tindakan yang memerlukan koordinasi motorik. Gambaran klinis yang penting adalah gangguan kinerja anak yang jelas terganggu pada koordinasi motorik. Kesulitan dalam koordinasi motorik mungkin bervariasi menurut usia dan stadium perkembangan anak2. Pada massa bayi dan masa anak-anak awal gangguan mungkin bermanifestasi sebagai keterlambatan kejadian perkembangan normal, seperti berputar, merangkak, duduk, berdiri, berjalan, mengacingkan baju, dan mengunci retsleting celana. Antara umur 2 dan 4 tahun, kecanggungan tampak pada hampir semua aktivitas yang memerlukan koordinasi motorik. Anak yang terkena tidak dapat memegan benda dan mereka mudah menjatuhkannya; Gaya berjalan mereka tidak mantap; mereka seringkali tersandung pada kakinya sendiri; dan mereka mungkin menabrak anak-anak lain saat berusaha mendekati mereka2. Pada anak yang lebih besar gangguan koordinasi motorik mungkin terlihat dalam permainan di meja, seperti mencocokan kepingan gambar atau membangun balok, dan pada tiap jenis permainan bola. Walaupun tidak ada ciri spesifik yang patognomonik untuk gangguan koordinasi motorik, kejadian perkembangan seringkali terlambat. Banyak anak dengan gangguan juga memiliki gangguan bicara. Anak yang lebih tua mungkin juga memiliki masalah kesulitan sekolah sekunder, termasuk masalah perilaku dan emosional, yang memerlukan intervensi teraupetik2.d. Perjalanan gangguan dan prognosis. Sedikit data tersedia mengenai hasil perjalan gangguan secara longitudinal prospektif pada anak dengan gangguan koordinasi perkembangan yang diterapi dan anak yang tidak diterapi. Sebagian besar, meskipun kecanggungan dapat berlanjut terus, beberapa anak dapat mengkompensasi dengan menumbuhkan minat pada keterampilan lain. Kecanggungan umumnya berlangsung hingga remaja dan masa dewasa. Gambaran yang lazim dikaitkan mencakup keterlambatan pencapaian tonggak non motorik, gangguan berbahasa ekspresif dan gangguan campuran bahasa reseptif-ekspresif 4.e. Terapi Terapi gangguan koordinasi motorik termasuk latihan motorik perseptual, teknil latihan neurofisiologis untuk disfungsi motorik dan pendidikan fisik yang dimodifikasi. Teknik Montessori mungkin berguna bagi banyak anak prasekolah, karena menekankan perkembangan keterampilan motorik. Tidak ada latihan atau metoda latihan tunggal yang tampaknya lebih menguntungkan atau efektif dibandingkan dengan yang lainnya2.

E. Gangguan perkembangan khas campuran (F83) Keadaan ini merupakan sisa kategori gangguan yang batasannya tak jelas, konsepnya inadekuat (tetapi perlu) dengan gangguan perkembangan khas campuran dari berbicara dan berbahasa, keterampilan akademik, dan/atau fungsi motorik, tetapi tidak ada satu gejala yang cukup dominan untuk dibuat sebagai diagnosis utama. Sering gangguan perkembangan khas ini dihubungkan dengan hendaya dalam fungsi kognitif, dan kategori campuran ini hanya digunakan jika terjadi tumpang tindih yang jelas. Jadi kategori ini harus digunakan jika dipenuhi kriteria dari dua atau lebih F80, F81 dan F821.

F. Gangguan perkembangan pervasif (F84) Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbul-balik dan dalam pola komunikasi, serta dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam derajat keparahannya5.

1. Autisme masa kanak (F84.0) Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang yakni interaksi sosial, komunikasi dan prilaku yang terbatas dan berulang. Gangguan ini dijumpai 3 sampai 4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan1. Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Diduga peranan genetika juga ikut berpengaruh terhadap terjadinya autisme. Selain itu, kelainan temuan-temuan neurokimia juga ikut terlibat dalam autisme dengan peningkatan jalur katekolamin dan serotonin pada anak autisme. Penyebab-penyebab lainnya yang diduga juga ikut berpengaruh terhadap kejadian autisme diantara adalah cedera otak, defisit retikulum, perubahan struktur serebellum, lesi hipokampus dan lain-lain6. Pada autisme pada massa kanak, biasanya tidak ada riwayat perkembangan normal yang jelas. Tetapi jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan meskipun gejala-gejalanya dapat ditemukan pada semua kelompok umur5. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (Reciprocal interaction). Hal ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial. Pada autisme masa kanak ditemukan adanya hendaya kualitatif dalam komunikasi. Hal ini berbentuk dengan kurangnya penggunaan keterampilan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan sosial. Demikian juga terdapat pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang dan stereotipik pada anak dengan autisme. Hal ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari1. Berbagai pendekatan terapeutik telah dianjurkan untuk menangani dan menatalaksana anak-anak autis, namun keberhasilannya terbatas. Terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang sedang berlaku dilaporkan meningkatkan kemahiran bicara. Perilaku dekstruktif dan agresi sering dapat diubah dengan manajemen perilaku. antagonis opiat yang kuat, baru-baru ini terbukti mengubah masalah-masalah perilaku, penarikan diri dan stereotipik. Model penanganan harian dengan menggunakan permainan, terapi kemampuan berbicara dan latihan antarperorangan terstruktur juga menampakan harapan6.

2. Autisme tidak khas (F84.1) Gangguan perkembangan pervasif yang dibedakan dari autisme dalam usia awalnya atau dari tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostik. Jadi abnormalitas dan/atau hendaya perkembangan baru timbul untuk pertama kalinya setelah berusia 3 tahun serta tidak cukup ditunjukan abnormalitas dalam satu atau dua dari tiga bidang psikopatologi yang dibutuhkan untuk diagnosis autisme (interaksi sosial timbal balik, komunikasi, serta prilaku terbatas, stereotipik dan berulang-ulang) meskipun terpadat abnormalitas yang khas pada bidang lain. Autisme tidak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental yang berat, yang sangat rendah kemampuannya sehingga pasien tidak mampu menampakan gejala yang cukup untuk menegakan diagnosis autisme. Ini juga tampak pada individu dengan gangguan perkembangan yang khas dari bahasa reseptif yang berat. Jadi, autisme tak khas secara bermakna merupakan kondisi yang terpisah dari autisme1.

3. Sindrom rett (F84.2) Suatu kondisi yang belum diketahui sebabnya, sejauh ini hanya dilaporkan terjadi pada anak perempuan. Secara khas ditemukan bahwa di samping suatu pola perkembangan awal yang normal atau mendekati normal terdapat suatu kehilangan keterampilan gerakan tangan yang telah didapat (sebagian/ menyeluruh) dan kemampuan berbicara bersamaan dengan terdapatnya kemunduran/ perlambatan pertumbuhan kepala, yang biasanya terjadi sekitar usia 7-24 bulan. Gejala yang khas adalah gerakan tangan seperti memeras sesuatu yang stereotipik, hiperventilasi serta kehilangan kemampuan untuk gerakan tangan yang bertujuan. Perkembangan fungsi sosialisasi dan bermain terhenti pada usia 2 atau 3 tahun pertama, tetapi perhatian sosial cenderung untuk tetap dipertahankan. Pada usia menengah kanak terdapat ataksia tubuh, apraksia, disertai skoliosis atau kifoskoliosis dan kadang terdapat koreoatetosis. Selalu terjadi suatu dampak gangguan jiwa yang berat yang berkembang pada masa kanak awal atau menengah1. Pada sebagian besar sindrom ini, onset penyakit terjadi pada usia 7-24 bulan. Gejala khas yang paling menonjol adalah hilangnya kemampuan tangan yang bertujuan dan keterampilan motorik manipulatif yang terlatih. Disertai kehilangan atau hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan seperti mencuci tangan yang stereotipik dengan fleksi lengan di depan dada atau dagu, membasahi tangan secara stereotipik dengan saliva, hambatan dalam fungsi mengunyah makanan dan sering terjadi episode hiperventilasi. Secara khas tampak anak tetap dapat tersenyum sosial dan melihat orang sekitar, tetapi tidak terjadi interaksi sosial dengan mereka pada awal masa kanak (walaupun interaksi sosial dapat berkembang kemudian). Cara berdiri dan berjalan cenderung untuk melebar, otot hipotonik, koordinasi gerakan tubuh memburuk serta skoliosis atau kifoliosis yang berkembang kemudian. Atrofi spinal spinal dengan hendaya motorik berat muncul kemudian pada saat remaja dan dewasa pada 50% pasien. Kemudian muncul spatisitas dan rigiditas, yang biasanya lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Serangan epileptik yang mendadak biasanya dalam bentuk kecil, dengan onset serangan umumnya sebelum usia 8 tahun dan hal ini terjadi pada sebagian besar kasus. Berbeda sekali dengan autisme, disini jarang terjadi prilaku mencederai diri secara sengaja serta preokupasi stereotipik kompleks atau rutin1. Pola perkembangan gejala gangguan ini akan menetap hingga dewasa dan kehilangan kemampuan motorik umum secara progresif dan persisten. Dalam kebanyakan kasus, perbaikan yang didapat cukup terbatas7. 4. Gangguan desintegrasi masa kanak lainnya (F84.3) Gangguan desintegtasi masa kanak lainnya adalah suatu gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya periode perkembangan normal sebelum onset penyakit, serta adanya kehilangan yang nyata dari keterampilan terlatih pada beberapa bidang perkembangan, setelah bulan penyakit berlangsung, disertai dengan adanya abnormalitas yang khas dari fungsi sosial, komunikasi dan prilaku. Kadang ada periode prodromal berupa keadaan sakit yang samar-samar, anak menjadi gelisah, mudah tersinggung, cemas dan overaktif. Hal ini juga diikuti dengan kemiskinan dan kehilangan kemampuan berbicara dan berbahasa disertai dengan disintegrasi prilaku. Pada beberapa kasus hilangnya kemampuan terjadi secara progresif dan menetap tetapi lebih sering bahwa penurunan yang terjadi sesudah beberapa bulan akan menetap (plateau) dan kemudian terdapat perbaikan yang terbatas. Prognosis biasanya amat buruk dan sebagian besar penderita akan mengalami retardasi mental yang sangat berat. Terdapat ketidakpastian tentang perluasan kondisi ini yang berbeda dengan keadaan autisme. Pada beberapa kasus gangguan ini terlihat sebagai akibat dari ensefalopati, tetapi diagnosis harus dibuat pada gejala prilaku. Setiap keterkaitan dengan kondisi neurologis harus diberi kode secara terpisah5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan suatu perkembangan normal yang jelas sampai usia minimal 2 tahun, yang diikuti dengan kehilangan yang nyata dari keterampilan yang sudah diperoleh sebelumnya disertai dengan kelainan kualitatif dalam fungsi-fungsi sosial. Biasanya juga terjadi regresi yang berat atau kehilangan kemampuan berbahasa, regresi dalam kemampuan bermain, keterampilan sosial dan prilaku adaptif dan sering dengan hilangnya pengendalian buang air besar atau kecil, kadang-kadang disertai dengan kemorosotan pengendalian motorik. Yang khas pada gangguan ini adalah terjadi bersamaan dengan hilangnnya secara menyeluruh perhatian/minat terhadap lingkungan, adanya mannerisme motorik yang stereotipik dan berulang serta hendaya dalam interaksi sosial dan komunikasi yang mirip dengan autisme5.

5. Gangguan aktivitas berlebih yang berhubungan dengan retardasi mental dan gerakan stereotipik (F84.4). Gangguan ini adalah suatu gangguan yang tak jelas batasannya dengan validitas nosologis yang belum pasti. Kategori ini dibuat karena anak dengan retardasi mental berat (iq