gabungan perdata1

21
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian yang besar. Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata). Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Naluriah manusia yang menyukai harta benda (QS. Ali Imran:14) tidak jarang memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri. Kenyataan demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini. Terjadinya kasus-kasus gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri menunjukkan fenomena ini. Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu hukum yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris yang terjadi.

Upload: anggit-dwi-astuti

Post on 09-Jul-2016

245 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pdt

TRANSCRIPT

Page 1: GABUNGAN PERDATA1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian yang besar.

Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan

bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika

masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil.

Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah

satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).

Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing

ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara

masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta

warisan. Naluriah manusia yang menyukai harta benda (QS. Ali Imran:14) tidak jarang

memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda

tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri. Kenyataan

demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini. Terjadinya kasus-kasus

gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri menunjukkan

fenomena ini.

Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu hukum yang

mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris yang

terjadi.

Page 2: GABUNGAN PERDATA1

BAB IIPEMBAHASAN

A. PENGATURAN PEWARISAN1. Konsep Pewarisan

Pewaris adalah orang yang telah meninggal dan memiliki harta peninggalan Waris asli adalah ahli waris yang sesungguhnya, yaitu anak dan istri pewaris Waris karib adalah ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya dengan

pewaris Waris sah adalah ahli waris yang sah menurut hokum, agama, dan adat Harta warisan adalah harta benda peninggalan dari pewaris Pewarisan adalah proses perbuatan cara beralihnya harta warisan dari pewaris

kepada ahli warisUnsur unsur yang terdapat dalam konsep pewarisan:a. Subjek hokum

Yaitu keluarga yang meninggal, anggota keluarga yang ditinggalkan, dan orang yang diberi wasiat

b. Status hokumYaitu anggota keluarga yang meninggal sebagai pewaris

c. Peristiwa hokumYaitu meninggalnya anggota keluarga sebagai pewaris

d. Hubungan hokumYaitu timbulnya hak dan kewajiban ahli waris terhadap pewaris mengenai harta peninggalan dan penyelesaian utang pewaris

e. Objek hokumYaitu harta warisan dan utang utang peninggalan pewaris

2. Pewarisan termasuk hokum bendaHak mewaris adalah hak kebendaan itu didasarkan pada:a. Hak mewaris adalah hak yang berdiri sendiri yang dapat dijual (Pasal 1537

KUHPdt)b. Hak mewaris dapat diberikan sebagai hak memungut hasil atas benda peninggalan

(Pasal 957 KUHPdt)c. Hak mewaris dapat dituntut untuk memperoleh warisan (Pasal 834 KUHPdt)

Page 3: GABUNGAN PERDATA1

3. Sistem Pewarisan

No. Hukum Islam KUHPdt HukumAdat

1. Sumber hukum Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijtihad

Sumber hukumKUHPdt Sumber hukum: adat/kebiasaan, yurisprudensi

2. Sistem kewarisan: Bilateral, Individual

Sistem kewarisan: Bilateral, Individual

Sistem kewarisan: bervariasi

3. Terjadinya pewarisan karena: adanya hubungan darah, adanya perkawinan

Terjadinya pewarisan karena: AB Intestato, Testamentair

Terjadinya pewarisan karena: adanya hubungan darah, adanya perkawinan, adanya pengangkatan anak

4. Perbedaan agama tidak mendapatkan warisan

Berbeda agama mendapat warisan

Berbeda agama mendapat warisan

5. Ahli warishanya bertanggung jawab sampai batas harta peninggalan

Ahli waris mempunyai tanggung jawab kebendaan (utang pijaman)

Ahli warishanya bertanggung jawab sampai batas harta peninggalan.

6. Bagian anak laki-laki dan perempuan berbeda 2:1

Bagian anak laki-laki dan perempuan adalah sama

Bagian laki-laki dan perempuan adalah sama

7. Anak angkat tidak menjadi ahli waris orang tua angkat

Anak angkat mendapat warisan

Anak angkat mendapat warisan

8. Jenis harta dalam perkawinan: Harta bawaan, Harta campur

Jenis hartadalam perkawinan: Hartacampur, Harta pisah dan Perjanjian kawin

Jenis harta dalam perkawinan: Harta bawaan, harta gono-gini/ harta pencarian/harta bersama

Page 4: GABUNGAN PERDATA1

B. PEWARIS (PENINGGAL WARISAN)

1. Konsep Pewaris

Pewaris atau peninggal warisan adalah seorang anggota keluarga yang meninggal dan meninggalkan harta warisan kepada orang anggota keluarga yang masih hidup. Pewaris atau peninggal warisan dalam hubugan keluarga biasanya ayah dan ibu. Dalam pengertian ini unsur yang penting adalah harta peninggalan dan orang anggota keluarga yang masih hidup. Namun, jika unsur “orang anggota keluarga yang masih hidup” tidak ada, pewarisan masih relevan karena harta warisan orang yang meninggal itu jatuh pada Negara.

2. Surat wasiat (Testament)

Pasal 875 KUHPdt menyatakan bahwa testament adalah suatu fakta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah dia meninggal dan yang olehnya dapat dicabut kembali.

2.1. Surat wasiat menurut bentuknya :A. Surat wasiat olografis Surat wasiat Olografis adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis dan ditandatangani sendiri oleh pewaris. Surat wasiat olografis harus disimpan pada seorang notaries. Penyimpanan tersebut harus dilakukan dengan akta penyimpanan, yang dibuat oleh notaries yang menyimpan surat wasiat, kemudian ditandatangani oleh notaries yang menyimpan surat wasiat tersebut, pewaris, dan dua orang saksi yang menghadiri peristiwa itu.

B. Surat wasiat umumSurat wasiat umum adalah surat wasiat dengan akta umum. Setiap surat wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan notaries dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Pewaris menerangkan kepada notaries apa yang dikehendakinya. Dengan kata-kata yang jelas, notaries tersebut harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris sebagaimana hal ini pada pokoknya dituturkannya. Jika penuturan itu berlangsung tanpa dihadiri saksi-saksi dan rencana surat wasiat telah disiapkan, sebelum rencana dibacakan, pewaris harus menuturkan sekali lagi kehendaknya dihadapan saksi-saksi. Kemudian, dengan dihadiri saksi-saksi, notaries harus membacakan surat tadi. Setelah itu, kepada pewaris harus ditanya apakah benar yang dibacakan tadi memuat kehendaknya. Menurut Wirjono Prodjodikoro, apabila pewaris tidak berbicara karena penyakitnya, dia dapat member keterangan secara tertulis. Notaries membackan tulisan itu dan menanyakan kepada pewaris apakah betul demikian yang dikehendakinya.

C. Surat Wasiat Rahasia (tertutup)

Page 5: GABUNGAN PERDATA1

Surat wasiat rahasia adalah surat wasiat yang dibuat oleh pewaris dengan tulisan sendiri atau ditulis oleh orang lain, yang ditandatangani oleh pewaris. Surat wasiat itu harus tertutup dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaries dengan dihadiri oleh 4 orang saksi.

2.2. Surat wasiat menurut isinya :A. Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling)Surat wasiat pengangkatan waris adalah surat wasiat yang berisi wasiat dimana orang yang mewasiatkan (pewaris) memberikan kepada seorang atau lebih atau seluruh atau sebagian dari harta kekayaan jika dia meninggal dunia.Jika dalam surat wasiat ditetapkan beberapa orang bersama-sama menjadi ahli waris tanpa disebutkan bagian masing-masing, kemudian salah seorang meninggal dunia, maka bagian yang meninggal ini akan jatuh kepada para ahli waris lainnya yang bersama-sama ditunjuk itu. Dengan demikian, bagian warisan mereka yang masih hidup tersebut jadi bertambah.

B. Surat wasiat hibah (legaat)Surat wasiat hibah adalah surat wasiat yang memuat ketetapan khusus, dimana orang yang mewasiatkan (pewaris) memberikan kepada seseorang atau bebrapa orang:1. Satu atau beberapa benda tertentu2. Seluruh benda dari satu jenis tertentu, misalnya, benda bergerak, benda tidak bergerak3.Hak memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalan pewaris

Orang-orang yang memperoleh harta warisan berdasar pada hibah wasiat menurut pasal ini disebut legetaris. Legetaris tidak menggatikan pewaris mengenai hak dan kewajibannya. Legetaris tidak wajib membayar utang-utang pewaris yang meninggal itu . legetaris hanya berhak menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak yang diberikan kepadanya dari para ahli waris.

2.3. Pencabutan Wasiat Surat wasiat dapat dicabut kembali. Hal ii adalah wajar mengingat bahwa wasiat itu adalah pernyataan sepihak dari pewaris.Wasiat Olografis dapat dicabut dengan cara meminta kembali wasiat itu dari notaries, asalkan permintaan kembali tersebut ditulis dalam akta autentik untuk pertanggungjawaban notaries yang menyimpannya.

3. Wasiat dalam hokum islam dan hokum adat

Page 6: GABUNGAN PERDATA1

Selain dalam hukum pewarisan KUHPdt, wasiat juga dikenal dalam hukum pewarisan islam dan hokum pewarisan adat . akan tetapi, hokum pewarisan islam dan adat tidak mempersoalkan bentuk wasiat, tetapi isinya. Apabila diwasiatkan dengan akta atau tidakk, bukan persoalan , yang jelas ada saksi yang mengetahui.

Hokum pewarisan islam mengenal wasiat karena ada dasar hukumnya dan dapat dibaca dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat (240) sebagai berikut :‘’Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat kepada istri-istrinya, yaitu diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah dari rumahnya. Tetapi jika merek pindah sendiri, maka tidak ada dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf pada diri mereka. Dan Allah Maha Kuasa Lagi Maha Bijaksana”

Mengenai dasar Al-Qur’an Surah Al-Baqarah dan Surah An-Nisa’ yang telah diuraikan diatas, Prof. Hazairin berpendapat bahwa dasar ayat-ayat mengenai wasiat tidak ada perbedaan antara satu sama lain, tidak ada suatu ayat Al-Qur’an yang dihapuskan (dihilangkan) oleh ayat lain. Jadi, tidak ada halangan untuk menaati ayat-ayat mengenai wasiat dalam Surah Al-Baqarah itu walaupun kemudian turun Surah An-Nisa’ ayat (11)-(12) yang menetapkan tentang ahli waris dan pembagian warisan.

Menurut system pewarisan bilateral, member wasiat dapat dilakukan oleh pewaris kepada siapa atau badan apa saja asal dalam rangka kebaikan. Misalnya, untuk kepentingan Masjid, kegiatan penddikan, kegiatan pengobatan, kegiatan keagamaa, dan lain-lain. Bahkan, menurut ajaran ini berwasiat kepada ahli waris yang kebetulan ikut mewaris tidak terlarang. Sebagaiman telah dikemukakan sebelumnya, hokum adat juga mengenal wasiat, tetapi sangat bergantung pada system pewarisan berdasar pada garis keturunan yang berlaku bagi kelompok masyarakat di setiap daerah. Jadi, tidak dapat dirumuskan secara seragam ketentuan wasiat.

Page 7: GABUNGAN PERDATA1

C. AHLI WARIS

1. Konsep Ahli Waris

Kamus besar bahasa indonesia waris adalah orang yang berhak menerima harta

peninggalan dari pewaris. Ahli waris terdiri atas waris asli, waris karib, dan waris sah.

a. Ahli waris asli (sesungguhnya)

Ahli waris sesungguhnya yang terdiri atas anak kandung dan istri/suami pewaris

b. Ahli waris karib

Ahli waris karib yang dekat dengan hubungan kekerabatannya dengan pewaris yang

terdiri atas orang tua kandung, kakek/nenek, kakak/adik kandung, dan paman/bibi

(garis lurus keatas dan menyamping

c. Ahli waris lainnya

Ahli waris lainnya jika urutan butir a dan b tidak ada yaitu negara

2. Hak dan kewajiban ahli waris

Ahli waris tidak berhak atas harta peninggalan atau harta warisan pewaris, tetapi juga

berkewajiban menyelesaikan utang-utang dan wasiatnya. Hak dan kewajiban ahli waris

timbul setelah pewaris meninggal dunia.

Hak dan kewajiban tersebut didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah

dan surat wasiat yang diatur dalam KHUPdt, agama dan hukum adat.

3. Penggolongan Ahli Waris

KUHPdt menggolongkan ahli waris menjadi dua macam. Pertama, ahli waris ab

intestato, berdasar pada hubungan perkawinan dan hubungan darah. Kedua, ahli waris

testamentair, berdasar pada surat wasiat.

Kedua sedarah yang berhak mewaris itu menjadi empat golongan yaitu :

a. Anak atau keturunannya dan istri/suami yang masih hidup

b. Orang tua (ayah atau ibu) dan saudara pewaris

c. Kakek dan nenek atau leluhur lainnya da;lam garis lurus keatas (Psal 853 KUHPdt)

d. Sanak keluarga dalam garis ke samping sampai tingkat keenam (Pasal 861 KUHPdt)

Page 8: GABUNGAN PERDATA1

3.1 Ahli waris golongan pertama

Menurut ketentuan Pasal 852 KUHPdt, anak-anak walaupun dilahirkan dari

perkawinan yang berlainan dan waktu yang berlainan, lak-laki atau perempuan

mendapat bagian sama, mewaris orang demi orang.

3.2 Ahli waris golongan kedua

Menurut ketentuan Pasal 854 KUHPdt, apabila seorang meninggal dunia tanpa

meninggalkan keturunan ataupun istri/suami, sedangkan ayah dan ibunya masih

hidup, yang berhak mewaris adalah ayah, ibu, dan saudara-saudaranya.

Dalam Pasal 855 KUHPdt ditentukan bahwa apabila yang meninggal dunia itu

tanpa meninggalkan keturunan ataupun istri/suami, sedangkah ayah/ibunya masih

hidup maka:

a.ayah atau ibu mendapat seperdua dari harta warisan

b. ayah atau ibu mendapat sepertiga dari harta warisan

c. ayah atau ibu mendapat seperempat dari harta warisan

Jika ayah dan ibu telah meninggal dunia, seluruh harta warisan menjadi bagian

saudara-saudara (Pasal 856 KUHPdt).

3.3 Ahli waris golongan ketiga

Menurut Pasal 853 dan 858 KUHPdt, apabila orang yang meninggal dunia itu

tidak meninggalkan,baik keturunan istri atau suami, saudara-saudara, maupun orang

tua, harta warisan jatuh pada kakek dan nenek.

3.4. Ahli waris golongan keempat

Apabila orang yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan keturunan, istri

atau suami, saudara-saudara, orang tua, ataupun kakek dan nenek, menurut ketentuan

Pasal 853 dan Pasal 858 ayat (2) KUHPdt, harta warisan jatuh pada ahli waris yang

terdekat pada tiap garis.

Jika dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah, semua keluarga sedarah

dalam garis yang lain memperoleh seluruh harta warisan (Pasal 861 KUHPdt)

Apabila anak luar kawin ini pun tidak ada, seluruh harta warisan jatuh pada

negara (Pasal 873 ayat (1) dan 832 ayat (2) KUHPdt)

Page 9: GABUNGAN PERDATA1

4. Ahli waris yang tidak berhak mewaris (Pasal 838 KUHPdt)

Orang yang tidak patut menjadi ahli waris menurut pasal ini sehingga dia

dikecualikan dari pewarisan adalah :

a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba

membunuh pewaris.

b. Mereka yang dengan putusan pengadilan dipersalahkan karena dengan fitnah telah

mengadukan pewarisa bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam

dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

c. Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah pewaris membuat atau mencabut

surat wasiat.

d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat pewaris,

5. Ahli Waris Penggugat

KUHPdt membedakan antara ahli waris asli dan ahli waris pengganti. Ahli

waris asli adalah ahli waris yang memperoleh warisan berdasar pada kedudukannya

sendiri terhadap pewaris. Ahli waris pengganti adalah ahli warisyang menggantikan

orang yang berhak mewaris karena yang bersangkutan meninggal dunia lebih dulu

daripada pewaris.

Page 10: GABUNGAN PERDATA1

D. Harta warisan

1. konsep harta warisan

Harta warisan adalah harta benda peninggalan dari pewaris. Harta benda tersebut dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud. Jenis harta warisan adalah harta kekayaan, hak kekayaan intelektual, merek dagang/perusahaan, dan hak kebendaan. Adapun harta warisan adalah segala harta kekayaan peninggalan pewaris setelah dikurangi dengan semua utang dan wasiat pewaris. Pokok masalah dalam pewarisan adalah hak atas warisan. Kewajiban membayar utang pewaris tetap pada pewaris yang penyelesaianya dilakukan oleh ahli waris dari harta peninggalan pewaris.

Apabia ahli waris menerima warisan, penerimaan itu ada dua macam, yaitu:

a) penerimaan secara penuh

Penerimaan secara penuh dapat dilakukan dengan tegas atau dilakukan dengan diam diam, yaitu:

1) dengan tegas apabila seorang dengan suatu akta menerima kedudukanya sebagai ahli waris

2) dengan diam diam apabila dengan melalukan perbuatan yang dengan jelas menunjukan maksudnya menerima warisan, misalnya, melunasi utang pewaris, mengambil atau menjual benda warisan

b) penerimaan dengan hak mengadakan pendaftaran warisan

Apabila penerimaan warisan dengan hak mengadakan pendaftaran, menurut ketentuan pasal 1023 KUHPpdt ahli waris yang bersankutan harus menyatakan kehendaknya ini kepada panitera pengadilan negeri dimana warisan itu telah terbuka. Akibat dari penerimaan benefiaire ini adalah seperti ditentukan dalam pasal 1032 KUHPdt, yaitu:

1) Ahli waris tidak wajib membayar utang dan beban pewaris yang melebihi jumlah warisan yang diterimanya.

2) Ahli waris dapat membebaskan diri dari pembayaran utang pewaris dengan menyerahkan warisan kepada para kreditor.

3) Kekayaan pribadi ahli waris tidak dicampur dengan harta warisan dan dia tetap dapat menagih piutangnya sendiri dari harta warisan itu.

Page 11: GABUNGAN PERDATA1

2. bagian mutlak (legitieme portie)

Bagian mutlak adalah suatu bagian dari harta peninggalan (harta warisan) yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang undang, terhadap bagian mana pewaris tidak dibolehkan menguranginya dengan suatu pemberian di masa hidup atau pemberian dengan wasiat (pasal 913 KUHPdt). Garis itu dapat garis lurus ke bawah atau garis lurus ke atas. Artinya, jika tidak ada ahli waris garis lurus ke bawah, ahli waris garis lurus ke atas berhak atas bagian mutlak. Ahli waris yang berhak atas bagian mutlak disebut legitimaris.

Maksud diadakan ketentuan mengenai bagian mutlak adalah untuk melindungi hak para ahli waris dari perbutan pewaris yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, semua harta kekayaan dihibahkan dan diwasiatkan kepada orang lain menurut kemauanya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan ahli warisnya. Padahal, menurut undang undang, para ahli waris mempunyai hak atas harta warisa.

2.1 besarnya bagian mutlak

Bagian mutlak ahli waris dalam garis lurus ke bawah diatur dalam pasal 914 KUHPdt. Dalam pasal tersebut ditetapkan besar bagian mutlak adalah sebagai berikut:

a) Apabila hanya ada satu orang anak sah, bagian mutlak adalah seperdua dari harta warisan yang diperolehnya tanpa surat wasiat.

b) Apabila ada dua orang anak sah, bagian mutlak untuk masing masing anak adalah dua pertiga darin harta warisan yang diperolehnya tanpa surat wasiat.

c) Apabila ada tiga orang anak sah, bagian mutlak masing masing anak adalah tiga seperempat dari harta warisan yang diperolehnya tanpa surat warisan.

2.2 cara menetapkan hak mutlak

Untuk menentukan besarnya hak mutlak dalam suatu warisan, ikuti pasal 921 KUHPdt. Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa:

a) Harta peninggalan pada waktu pewaris meningga dunia ditetapkan jumlahnya berdasar paa harga waktu pewaris meninggal dunia.

b) Jumlah itu harus ditambah dengan jumlah jumlah harga benda yang dihibahkan pada waktu pewaris masih hidup. Benda harus di nilai menurut keadaan waktu diadakan penghibahan dengan harga pada waktu pewaris meninggal dunia.

c) Jumlah yang diperoleh itu dikurangi dengan segala utang pewaris. Sisa pengurangan ini dijadikan dasar untuk menghitung hak mutlak para ahli waris mutlak.

Page 12: GABUNGAN PERDATA1

3. pembagian harta warisan

Apabila semua ahli waris mampu bertindak sendiri dan semua berada di tempat atau dapat hadir sendiri, pembagian harta warisan diserahkan pada permufakatan mereka sendiri. Jadi, tidak ada suatu cara tertentu yang lain. Akan tetapi, jika diantara para ahli waris ada yang masih di bawah umur atau ditaruh di bawah perwalian (curatele), pembagian harta warisan harus dilakukan dengan akta notaris dan dihadapan balai harta peninggalan (weeskamer) yang lazim disingkat BHP.

Apabila pewaris menunjuk pelaksana wasiat untk melakukan pembagian warisan setelah pewaris meninggal dunia, menurut pasal 1005 KUHPdt penunjukan tersebut dapat dilakukan dengan surat wasiat , akta dibawah tangan (codicll), atau dengan akta notaris khusus.

4. kewajiban pelaksana wasiat

Pelaksana wasiat wajib mengadakan pendaftaran harta warisan yang dihadiri oleh semua ahli waris yang beradadi indonesia atau setelah para ahli waris itu dipanggil dengan sah (pasal 1010 KUHPdt). Jika ada ahli waris yang belum dewasa atau ditaruh dibawah perwalian atau pengampuan yang pada waktu pewaris meninggal dunia belum mempunyai wali atau pengampu atau jika da ahli waris yang tidak hadir, pelaksana wasiat wajib menyegel harta warisan ( pasal 1009 KUHPdt).

Untuk melaksanakan wajib mengusahakan supaya surat wasiat dari pewaris dilaksanakan. Jika terjadi perselisihan, pelaksana wasiat dapat mengajukan masalahanya ke pengadilan negeri yang berwenang untuk mempertahankan sahnya surat wasiat (pasal 1011 KUHPdt).

Page 13: GABUNGAN PERDATA1

CONTOH KASUS

Indosiar.com, Jakarta – kasus rebutan warisan almarhum Adi Firansyah akhirnya

bergulir ke pengadilan . sidang pertama perkara ini telah digelar kamis (12/04) kemarin di

Pengadilan Agama Bekasi. Warisan pesinetron muda yang meninggal akibat kecelakaan

sepeda motor ini, menjadi sengketa antara ibunda almarhum dengan Nielsa Lubis, mantan

istri Adi.

Nielsa menuntut agar harta peninggalan Adi segera dibagi. Nielsa beralasan Ia hanya

memperjuangkan hak Chavia, putri hasil perkawinannya dengan Adi. Sementara ibunda Adi

mengatakan pada dasarnya pihaknya tidak keberatan dengan pembagian harta almarhum

anaknya. Namun mengenai rumah ya ng berada di Cikunir Bekasi, pihaknya berkeras tidak

akan menjual, menunggu Chavia besar.

Menurut Nielsa lubis, Mantan Istri Alm Adi Firansyah, “Saya menginginkan

penyelesaiannya secara damai dan untuk pembagian warisan toh nantinya juga buat Chavia.

Kita sudah coba secara kekeluargaan tapi tidak ada solusinya.”

Menurut Ny Jenny Nuraeni, Ibunda Alm Adi Firansyah, “Kalau pembagian pasti juga

dikasih untuk Nielsa dan Chavia. Pembagian untuk Chavia 50% dan di notaris harus ada

tulisan untuk saya, Nielsa dan Chavia. Rumah itu tidak akan dijual menunggu Chavia kalau

sudah besar.”

Terlepas dari memperjuangkan hak, namun mencuatnya masalah ini mengundang

keprihatinan. Karena ribut-ribut mengenai harta warisan rasanya memalukan. Selain itu,

sangat disayangkan jika gara-gara persoalan ini hubungan keluarga almarhum dengan Nielsa

jadi tambang meruncing.

Sebelum ini pun mereka sudah tidak terjalin komunikasi. Semestinya hubungan baik

harus terus dijaga, sekalipun Adi dan Nielsa sudah bercerai, karena hal ini dapat berpengaruh

pada perkembangan psikologi Chavia.

“Saya tidak pernah komunikasi semenjak cerai dan mertua saya tidak pernah

berkomunikasi dengan Chavia (jaranglah)”, ujar Nielsa Lubis.

“Bagaimana juga kan saya masih mertuanya dan saya kecewa berat dengan dia. Saya

siap akan mengasih  untuk haknya Chavia”, ujar Ny Jenny Nuraeni.

Analisis

Dalam kasus ini yang meninggalakan harta warisan adalah almarhum mantan suami

yang menjadi rebutan antara istri almarhum dengan ibu almarhum, dimana almarhum dengan

mantan istrinya mempunyai anak dari hasil perkawinannya.

Page 14: GABUNGAN PERDATA1

Untuk status rumah yang ditinggalkan almarhum, tergantung kapan almarhum

memiliki rumah tersebut, jika almarhum memili rumah sejak bersama istri dan untuk

memiliki rumah tersebut dari hasil bersama atau biasa disebut harta gono gini maka istri

berhak atas hal itu, karena harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta milik

bersama.

Untuk status orang tua dari almarhum, orang tua tidak berhak atas kepemilikan harta

almarhum. Sebagaimana dalam hukum waris BW, selama masih ada golongan I, maka

dengan sendirinya akan menutup golongan-golongan yang lainnya. Jadi, selama masih ada

istri dan anak dari pewaris, maka dengan sendirinya Ayah Ibu atau saudaranya tidak akan

mendapat bagian waris.

Untuk mantan istri almarhum, mantan istri bukan termasuk kedalam ahli waris,

karena menurut KUHperdata salah satu prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah

diantara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau istri dari pewaris. (Pasal 832

KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris

meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia,

maka suami/istri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.

Untuk status anak yang ditinggalkan almarhum, anak tersebut boleh diberikan hibah,

namun tanpa dilakukan penghibahan, seorang anak sudah pasti akan mewarisi harta

peninggalan dari kedua orang tuanya. Anak mendapat warisan karena masuk pada golongan I

yaitu: suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).

Seperti kasus diatas yang memperebutkan harta warisan antara ibu dengan mantan

isrti almarhum, kasus tersebut bisa dibawa ke Pengadilan Agama, sebagimana dalam pasal

188 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Para ahli waris baik secara bersama-sama atau

perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan

pembagian harta warisan. Bila ada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu maka

yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan

pembagian warisan.”

Page 15: GABUNGAN PERDATA1

BAB IIIPENUTUP

Dengan adanya aturan-aturan yang telah ada di dalam KUH-Perdata mengenai hal waris, maka kita dapat menjadikannya sebagai acuan untuk menyelesaikan segala bentuk sengketa waris yang terjadi.

Namun bila KUH-Perdata tidak dapat menyelesaikan sengketa waris tersebut, maka dapat di gunakan alternative lain yaitu dengan menggunakan referensi Hukum Islam ataupun Hukum Adat.

Seperti yang telah di papar kan di atas, terdapat beberapa golongan orang yang berhak mendapatkan waris (ahli waris). Dan setiap golongan menutup golongan yang lain. Dengan artian, golongan I menutup hak waris golongan II dan begitu seterusnya.