fix (ilmu2 pendukung pi)

27
ILMU-ILMU PENDUKUNG PEMAHAMAN INDIVIDU Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Pemahaman Individu Teknik Non-tes Dosen Pengampu : Sigit Haryadi, S.Pd Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd oleh : Moch. Khakam As’ad 1301411092 Suharni 1301413064 Afridatus Zahro 1301413052 Hidayati 1301413056 Reza Tri Astuti 1301413072 Mahesty Nur Janah 1301413081 Muh Zuhrul Anam 1301413087

Upload: ujang26

Post on 24-Nov-2015

161 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PI NON Tes

TRANSCRIPT

ILMU-ILMU PENDUKUNG PEMAHAMAN INDIVIDUMakalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas Pemahaman Individu Teknik Non-tesDosen Pengampu : Sigit Haryadi, S.PdDr. Anwar Sutoyo, M.Pd

oleh :Moch. Khakam Asad1301411092

Suharni1301413064

Afridatus Zahro1301413052

Hidayati 1301413056

Reza Tri Astuti1301413072

Mahesty Nur Janah1301413081

Muh Zuhrul Anam1301413087

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELINGFAKULTAS ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2014

BAB IPENDAHULUAN1. 1 Latar BelakangDalam berbagai keperluan ilmiah, data merupakan bentuk jamak dari datum, yang mempunai arti sebagai sejumlah keterangan atau informasi tentang seseuatu benda atau nonbenda. Informasi atau keterangan tersebut dapat berupa besaran, ukuran, angka atau dapat pula pula penjelasan deskriptif, uraian tentang sesutau. Begitu pun dalam melakukan bimbingan dan konseling terhadap individu maupun kelompok, dibutuhkan data-data konseli. Data konseli ini amat berguna agar seorang pembimbing dapat melakukan bimbingan dengan tepat. Dalam proses pengumpulan sendiri dibutuhkan pemahaman seorang konselor yang memiliki wawasan luas. Bimbingan dan konseling sebagai sebuah kajian ilmiah tidak dapat berdiri sendiri tanpa ilmu pendukung lainnya. Konsep tentang pelaksanaan bimbinan dan konseling di sekolah mengacu pada kebutuhan siswa dan tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskannya. Sejauh ini, bimbingan dan konseling mengikrarkan diri sebagai sahabat siswa yang harapannya mengetahui perkembangan mereka dalam masa remaja yang fluktuatif.Ilmu-ilmu pendukung bimbingan dan konseling diantaranya adalah sosiologi, psikologi, antropologi, ekonomi, agama. Dimana konseli sebagai bagian dari masyarakat memiliki karakteristiknya sendiri. Konseling memiliki peran dan fungsi yang secara otomatis menentukan perilakunya dalam lingkup sosial. Pengaruh dari lingkungan sosial dapat memberikan sumbangan bagi bimbingan dan konseling dalam melaksanakan prosesnya agar berjalan lancar. Oleh sebab itu seorang konselor harus memiliki pengetahuan mengenai ilmu-ilmu pendukung dalam memahami konseli dan bagaimana implikasi dari ilmu-ilmu pendukung tersebut dalam kaitannya kinerja seorang konselor dalam memahami konselinya.1. 2 Rumusan Masalah1. Apa kaitannya ilmu-ilmu pendukung pemahaman individu, ilmu sosiologi, psikologi, antropologi, ekonomi, agama dalam bimbingan dan konseling?2. Bagaimana ilmu-ilmu pendukung pemhaman individu tersebut dalam membantu konselor dalam memahami individu konseli?3. Bagaimana implikasi ilmu-ilmu pendukung pemahaman individu, ilmu sosial, psikologi,antropologi, ekonomi, agama tersebut pada proses kinerja konselor dalam memahami konselinya?1. 3 Tujuan1. Mengetahui keterkaitan ilmu sosiologi, psikologi, antropologi, ekonomi, dan ilmu agama dalam memahami individu dalam proses konseling2. Untuk membantu konselor dalam memahami konselinya3. Untuk mengetahui implikasi ilmu-ilmu pendukung pemahaman individu dalam proses kerja kinerja seorang konselor.

BAB IIPEMBAHASAN

2. 1 Ilmu-ilmu Pendukung Pemahaman Individu1. Ilmu SosiologiSosiologi merupakan ilmu prngetahuan sosial dan tingkah laku yang berfokus pada studi individu dan kelompok dalam masyarakat dan bagaimana mereka berperilaku dan berinteraksi dengan yang lainya. Ilmu sosiologi memberikan kontribusi dalam memahami jaringan sosial dan pengaruh mereka terhadap individu, peran individu, dan hubungan dalam jaringan mereka sendiri. Selanjutnya, sosiologi berhubungan dengan studi agen sosialisasi dan institusi seperti keluarga, tempat-tempat ibadah, sekolah dan pemerintah. Institusi institusi itu di pandang ikut memberi warna dalam pembentukan pribadi dan perilaku manusia, baik itu perilaku normal ataupun abnormal bagi masyarakat. Bentuk- bentuk perilaku normal dan abnormal selanjutnya dipengaruhi oleh budaya, mitos, dan hukum. Sosiologi juga membantu dalam memahami perilaku yang menyimpang dari norma masyarakat. Studi terhadap penyimpangan sosial membantu dalam memahami perilaku termasuk kejahatan dan kecenderungan terhadap minuman keras yang di anggap sebagai masalah sosial. Studi seperti itu membuat kita mengenali apa yang dianggap perilaku normal ; dalam satu masyarakat dan mungkin di anggap penyimpangan dalam masyarakat lain. Gibson R.L dalam Anwar Sutoyo ( 2012 : 39 ) menyatakan bahwa studi dalam wilayah ini bisa membantu para konselor mengenali pengaruh kontrol sosial atau pengendalian terhadap perilaku konseli, siswa ataupun yang lainnya. Bagi para konselor, hal ini juga sangat penting untuk menjaga pemikiran mereka bahwa manusia adalah merupakan adalah makhluk sosial, yang dipengaruhi oleh masyarakat dimana mereka berada dan pada saat yang sama diharapakan bisa memberikan kontribusi terhadap masyarakat tersebut.Dengan sosiologi, para konseor akan menemukan bahwa pemahaman sosial memberikan kontribusi terhadap pemahaman kelompok dan struktur yang ada dalam masyarakat dimana mereka menjadi bagian hidupnya. Sangatlah penting untuk memahami pentingnya pengelompokan dan peran dari klien, pengaruh terhadap perilaku klien dari bermacam-macam keompok dimana mereka berada, peran dan hubungan yang lebih penting bagi klien, dan pembatasan pada perilaku pada klien dan perubahan perilaku dari sistem sosial yamg mereka tempati. Konselor harus memahami macam-macam peran dan perilaku manusia yang terjadi atau mungkin antisipasi sebagai akibat dari peran-peran ini.Ahli sosiologi, sebagaimana ahli psikologi, juga berkaitan dengan studi pengembangan konsep diri seseorang. Studi sosiologis berfokus pada pengembangan konsep diri seseorang. Studi sosiologi terfokus pada pengembangan konsep diri melalui proses sosialisasi dan pengaruhnya bagi yang lainnya. Hal ini penting sekali bagi para konselor untuk mengenali pengaruh dari pentingnya orang lain dan referensi kelompok dalam pengembangan konsep diri.Dari uraian di atas bisa dipahami, bahwa dalam memahami individu perlu memahami pula dari keluarga apa di dilahirkan, ditengah-tengah masysarakat macam dia dibesarkan, dengan siapa biasanya dia bergaul, nilai-nilai sosial apa yang selama ini dia anut. Dengan demikian, diharapkan konselor atau peneliti bisa memahami individu dan perilakunya bukan hanya mendasarkan yang nampak oleh mata atau didengar oleh telinga, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana individu dididik dan dibesarkan ditengah-tengah masyarakatnya. Dengan pemahaman ini diharapkan seorang konselor tidak terlalu cepat perilaku individu itu normal atau tidak normal, dan bisa memberikan layanan yang lebih sesuai dengan karakteristik lingkungan sosial yang membentuknya.

2. PsikologiKonselor selama proses pendidikannya telah mempelajari bermacam-macam disiplin llmu, seyogyanya mereka meahami bahwa psikologi merupakan salah satu yang paling dekat hubungannya dengan profesi koseling. Selama bertahun-tahun, para psikolog sudah memberikan kontribusi yang sangat berarti terhadap perkembangan dan praktek konseling, termasuk teori dan proses konseling, konseling individu dan kelompok, standar assesment ( penilaian ), pengembangan karir, dan teori dalam pengambiln keputusan.Psikologi umum memberi modal bagi konselor untuk membaca dan mengenali aspek-aspek psikis individu seperti pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berpikir, motivasi, perasaan, sikap, minat, dan lain sebagainya. Dengan pemahaman terhadap aspek-aspek psikis tersebut memungkinkan seseorang yang sedang berupaya memahami individu menjadi lebih jelas aspek mana sebenarnya yang hendak dipelajari. Dengan psikologi perkembangan memungkinkan seseorang konselor memahami mengapa dan bagaimana manusia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan mereka, memahami karakteristik individu pada usia tertentu dan sekaligus memperlakukannya dengan bijak. Dengan psikologi kepribadian seorang konselor dimungkinkan untuk mengenali tipe-tipe kepribadian yang menonjol pada seseorang dan memprlakukannya secara tepat. Psikologi belajar memberi wawasan bagi konselor tentang bagaimana proses belajar terjadi, sehingga para pendidik bisa merencanakan dan melaksanakan pembelajaran secara tepat. Psikologi sosial memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para konselor dengan proses sosialisasi dan pengsruh sosial, tingkah laku, peran, dinamika kelompok, dan hubungan interpersonal. Para psikolog klinis telah memberikan sumbangan berharga dalam penyusunan tes yang bisa membedakan seseorang tergolong normal atau tidak normal sehingga memudahkan bagi perawatan lebih lanjut.

3. AntropologiAntropologi merupakan studi budaya sebuah masyarakat dan karakteristik perilaku sosialnya. Dalam studi ini, antropologi mengidentifikasi tradisi, norma, bentuk-bentuk pembelajaran, gaya meniru, dan perilaku lain baik dalam perspektif sakarang meupun masa lampau.Di antara pemahaman yang bisa disajikan oleh antropologi kepada para konselor adalah mengenali:a. Budaya yang berbeda memiliki konsep yang sama dan berbeda.b. Pentingnya latar belakang budaya dan etnis dari klien.c. Pentingnya latar belakang etnis dan budaya dari konselor.d. Pentingnya kelompok-kelompok budaya dalam masyarakat atau konteks budaya yang lebih besar.

Aspek aplikasi dari antropologi dikatakan oleh James Clifton (1970:221), Deskripsi budaya adalah pernyataan tentang apa yang orang harus ketahui mengenai kejadian-kejadian dalam sebuah komunitas sebagaimana orang-orang dalam komunitas tersebut memahami kejadian-kejadian itu, dan untuk menghubungkan diri seseorang agar dia diterima dalam komunitas tersebut sesuai dengan standar mereka.Dalam konteks ini, budaya dianggap sebagai keyakinan dan tindakan-tindakan manusia dalam masyarakat, termasuk aturan dan pedoman bagi perilaku mereka dalam situasi yang sudah ditentukan(seperti upacara keagamaan,pemakaman, pernikahan, pengakuan terhadap masa puber, kedewasaan dll). Pengembangan manusia tergantung pada karakteristik lingkungan. Karakteristik lingkungan yang telah dikembangkan oleh kelompok masyarakat masa lampau terhadap konstitusi lingkungan budaya dengan interaksi social seseorang.Sebagai catatan tambahan, konsep diri merupakan pusat pembelajaran kepribadian dan tingkah laku melalui ahli psikologi dan sosiologi, dan studi antropollogi member sumbangan terhadap pemahaman diri sebagai sesuatu yang secara natural sudah ada dan jelas.Budaya atau kebudayaan didefinisikan oleh Berry dkk. (1998) sebagai pandangan hidup sekelompok orang, atau dalam rumusan yang lebih umum adalah cara hidup seperti ini (the way we are) yang diekspresikan dalam cara (sekolempok orang) berpikir, mengekpresi, menilai dan bertindak. Cakupan budaya menurut Posser (1978) meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan, berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi kegenerasi serta memberikan identitas pada komunitas pendukungnya.Engel (1994:69) menunjukan bahwa budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan symbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan efaluasi sebagai anggota masyarakat.Bebarapa sikap dan perilaku yang dipengaruhi budaya adalah rasa diri dan ruang, komunikasi dan bahasa, pakaian dan penampilan, mekanan dan kebiasaan makan, waktu dan kesadaran akan waktu, hubungan(keluarga, organisasi, pemerintah dan sebagainya), nilai dan norma, kepercayaan dan sikap, proses mental dan pembelajaran, serta kebiasaan kerja dan praktek.Dilihat dari segi pendukungnya, budaya bisa dibedakan menjadi dua yaitu :a. Budaya pribadi (private culture) yang menunjukan pada dunia pribadi seseorang yang unik, atau pola-pola perilaku yang bersifat sangat pribadi, yang oleh Carl Rogers disebut the self. Dedi Supriadi (2001:5) mengasumsikan budaya pribadi itu sangat dipengaruhi oleh dan merupakan refleksi dari budaya kolektif.b. Budaya kelompok merujuk pada nilai-nilai atau cara hidup yang didukung oleh kelompok(peradaban, bangsa, ras, etnik, agama, sekte, pemakaian bahasa, partai dan sebagainya).Jandt (1998:116) menunjukan sejumlah bahasa non verbal yang patut diperhatikan diantaranya adalah proxemics (batas-batas jarak untuk berkominikasi), kinesics (bahasa isyarat bada, muka, mata), chronemics (persepsi tentang waktu), paralanguage (nada suara), silence (arti dalam), haptics (sentuhan fisik), cara berpakaian dan tampilan, affactics (komikasi melalui indera penciuman), oculesics (isyarat mata). Semua itu dalam konseling lintas budaya bila dipahami dengan baik bisa memperlancar proses konseling, sebaliknya bila tidak dipahami dengan baik bisa menjadi sumber kesalahan komunikasi. Kesalahan bisa terjadi bila pihak yang berkomunikasi berasal dari budaya yang berbeda dan memiliki bahasa non-verbal yang berbeda pula, tanpa ada saling memahami.Kesalahan itu akan semakin tajam manakala intervensi konselor telah mamasuki hal-hal yang bersifat pribadi seperti agama, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianut klien, apaalagi ketiga hal tersebut dengan agama, keyakinan, dan nilai yang dimiliki konselor. Konseling akan semakin kurang efektif manakala stereotype, prasangka, dan rasisme ikut mewarnai intervensi konselor terhadap klien, akibat yang mungkin terjadi adalh klien akan menjauh dari konselor. Diakui kebenaran ungkapan Rogers yang menyatakan bahwakomunikasi yang efektit terjadi apabila dua individu memiliki banyak kesamaan (homophilous, sebaliknya komunikasi yang terjadi diantara dua pihak yang memiliki banyak perbedaan (heterophilous) sulit untuk berjalan efektif. Tetapi dalam prateknya di Indonesia yang multi suku ini tidak munkin dilakukan penyeragaman budaya. Dengan demikian keberadaan konseling lintas budaya terasa amat penting. Leiner MM ( dalam Pedersen P, 1985:107) mengakui bahwa memperhatikan individu dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda memang hal yang tergolonh baru atau cara yang belum lazim dalam dunia konseling.Studi antropologi juga mengingatkan kita terhadap kenyataan bahwa kepribadian, sebagaimana hal ini terus berkembang, membutuhkan kesiapan individu untuk hidup dalam budayanya, dan dengan tanda yang sama, bahwa fungsi budaya terdapat pada kepribadianp-kepribadian yang mendasari budaya tersebut, yang kemudian memungkinkan untuk membuat prediksi berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap perilaku dengan basis pengetahuan tradisi dan budayanya.Engel dkk (1994:66) mencatat pengaruh budaya terhadap perilaku individu,yaitu :a. Budaya mempengaruhi struktur konsumsi, yaitu menentukan sebagian besar dari apa yang dibeli dan digunakan oleh individu dan masyarakat.b. Budaya mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan dan tindakan,bahkan mempengaruhi motivasi yang bermacam-macam seperti kebebesan, semangat belajar membaca dan menulis. Budaya dari suatu masyarakat juga menentukan bentuk komunikasi apa yang diizinkan dan perilaku yang dianggap sesuai atau tidak sesuai bagi individu.c. Budaya adalah variable utama dalam penciptaan dan komunikasi makna didalam produk, budaya memberikan makna pada barang dan jasa.Mc. Cracken (dalam Angel 1994:69) memandanng budaya sebagai dunia fenomena dalam dua hal. Pertama, budaya adalah lensa yang digunakan individu untuk memenadang fenomena, budaya menentukan bagaimana fenomena akan dipahami dan diterima. Sebagai lensa, budaya menentukan bagaimana dunia dipandang. Kedua, budaya adalah cetak biru dari kegiatan manusia yang menentukan koordinat dari tindakan social dan kegiatan produktif, dan menetapkan perilaku dan obyek yang keluar dari keduanya. Sebagai cetak biru budaya menentukan bagaimana dunia akan dibentuk oleh upaya manusia. Singkatnya budaya membentuk dunia dengan menyupalinya dengan makna.Akhirnya, berkaitan dengan studi sosiologi dan antropologi, Gibson (1995:258) mencatat sebuah peningkatan yang begus dalam bidang konseling terhadap pengaruh kejadian-kejadian budaya dan lingkungan. Dlam hal ini Blocher dan Biggs (1983) menggambarkan pergerakan dibalik komunitas tradisional dengan pendekatan kesahatan mental seseorang yang mempelajari hubungan antara manusia dan lingkungan mereka. Mereka menyatakan bahwa:a. Manusia dikarakterisasikan oleh pedoman dasar dan tidak bisa dipisahkan melalui kompentensi atau penguasaan lingkungan.b. Perkembangan kompentensi harus dipelajari sebagaimanahal ini terjadi secara natural. Conyne (1985) mendiskusikan model konseling lingkungan untuk membantu meningkatkan hubungan menusia dan lingkungannya dan pemberian bantuan ini dijelaskan dalam konteks ekologis.

4. EkonomiEkonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari produksi, konsumsi, dan distribusi manusia, serta ilmu pengetahuan sosial lain yang berhubungan dengan perilaku individu dan hubungan manusia. Fungsi ekonomi timbul dalam penciptaan status dan pengaruh pada kuatnya kemauan dalam berbagai perilaku individu. Para ahli ekonomi, sebagaimana para ahli sosiologi, sangat berhubungan dengan posisi ekonomi seseorang, status sosial dan pencapaian ekonomi berinteraksi dangan faktor lain yang berkaitan dengan budaya untuk menentukan status. Status ekonomi ini bermanfaat dalam penentuan feeling klien, perilaku, gaya hidup dll.Strata ekonomi utama yang sudah dijelaskan adalah : kelas atas, tengah dan kelas bawah. Indikator yang paling dipercaya terhadap pengakuan status adalah pendapatan, pendidikan, kekuasaan, dan lokasi geografis. Hal ini berhubungan erat dengan setiap aktivitas dimana para konselor terlibat, konselor tidak bisa tidak terlibat dalam wilayah ini.C.Gilbert Wern, dalam Anwar Sutoyo ( 2012 : 50 ) mancatat pentingnya pembelajaran ekonomi bagi konselor ketika dia mengatakan bahwa konselor sekolah tidak boleh dari luusan siswa psikologi dan ekonomi yang masih kelas dua. Pengaruh dari level sosial ekonomi di rumah terhadap konsep diri dari perkembangan anak berhubungan dengan konselor, sehingga konselor perlu adanya memahami pengaruh sistem dan teori ekonomi karena bermanfaat bagi pilihan karir.

5. AgamaMenurut Ensiklopedi Islam, dalam Anwar Sutoyo (2012 : 50), kata agama dalam bahasa Indonesia sama kata diin dalam bahasa Arab dan Semit, atau sama dengan kata religion dalam bahasa inggris. Dari segi bahasa, kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. Sedang kata diin mengandung makna menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan atau kebiasaan.Djamari, dalam Anwar Sutoyo (2012 : 50) menyimpulkan bahwa agama timbul pada masyarakat manusia sejak zaman pra-sejarah. Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian purbakala Djamari, dalam Anwar Sutoyo (2012:50), menyimpulkan bahwa agama timbul pada masyarakat sejak zaman pra-sejarah. Agama memberi bentuk pada pikiran, perasaan, sikap, keinginan, kebutuhan, kepuasan bagi pemeluk lantaran keimanan dan ketaatannya kepada ajaran agama yang diimaninya.Gerhard Lenski, dalam Anwar Sutoyo (2012 : 52) dari hasil studinya menyimpulkan bahwa;1. Agama merupakan variabel terpenting dalam memprediksi sosial manusia.2. Agama menjadi determinan penting dalam perspektif dan nilai sosial.3. Kelompok sosioreligius lebih penting pengaruhnya terhadap sikap sosial dari pada kelas sosial.4. Pada beberapa kasus, agama berfungsi sebagai penyebab dan kasus lain sebagai efek.5. Perilaku sosial berkorelasi dan orientasi teologis (apakah teologis fundamental, konservatif, atau liberal) atau dengan tingkat ketaatan.6. Beberapa dimensi religiusitas ditemukan signifikan berkorelasi dengan perbedaan ras dan sikap anti semit, sikap terhadap perceraian dan pengendalian kelahiran dan sebagainya.7. Agama berkorelasi dengan nilai dan sikap sosial yang lebih luas, tapi kadang-kadang sangat kompleks.Hasil studi pustaka yang dilakukan oleh Djamari menunjukkan, bahwa agama terbimbing mengembangkan interpretasi intelektual yang membantu manusia dalam mendpatkan makna dari pengalaman hidupnya serta membantu manusia memecahkan persoalan-persoalan yang tidak terjawab oleh manusia sendiri. Oleh sebab itu, salah satu pentingnya agama adalah memberikan makna moral dalam pengalaman kemanusiaan.Agama memberikan support psikologis dan memberikan rasa percaya diri kepada penganutnya dalam menghadapi kehidupan yang serba tidak menentu dan memberi jawaban atas masalah-masalah kehidupan manusia yang memeluknya. Menurut Djamari, dalam Anwar Sutoyo (2012:54), agama bukan hanya hubungan dengan idea saja, tetapi juga merupakan system perilaku yang mendasar, perbedaan agama dengan filsafat. Agama berfungsi untuk mengintegrasikan masyarakat, baik perilaku lahiriah maupun yang simbolik, serta membentuk moral sosial yang langsung dianggap berasal dari Tuhan.2. 2 Implikasi Bagi Pemahaman IndividuDari penjelasan singkat tentang perspektif sosiologi, psikologi, antropologi, ekonomi, dan agama, implikasinya bagi konselor ialah sebagai berikut :1. Konselor seyogyanya menunjukan kesadaran yang lebih besar terhadap beragam budaya yang mungkin ada dalam populasi kliennya yang tentu saja semua budaya tersebut berharap untuk dilayani.2. Agar efektif dan relevan, konselor perlu meningkatkan pemahaman mereka terhadap bahasa yang menjadi sarana komunikasi yang paling viktal dengan beragam buday atersebut, yang merupakan akibat dari hidup dalam satu budaya kebudayaan lain dan tentu saja mempelajari semuanya, peran pengharapan terhadap budaya, dan ketidakpastian budaya di sekolah maupun instansi-instansi lain yang menciptakan ketegangan dan ketidakpercayaan antar subculture.3. Konselor seyogyanya memiliki pemahaman terhadap struktur sosial dari komunitas dan institusi yang berfungsi terhadap mereka. Mereka juga harus mengenali pengaruh dari struktur sosial ini dan bagaimana seseorang memandang dirinya, pekerjaannya, pendidikannya, atau pengalamannya.4. Konselor harus mengenali bahwa perilaaku berfungsi sebagai interaksi individu dengan lingkungannya.5. Konselor seyogyanya mengenali hubungan potensial antara karakteristik sosio-ekonomi seorang klien danperilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari,baik disekolah maupun diluar sekolah.6. Konselor seyogyanya mempunyai pemahaman yang lebih dalam terhadap beragam pengaruh sosial pada perilaku, pertumbuhan, dan perkembangan individu berdasarkan pendekatan interdisiplin.7. Konselor seharusnya juga memahami agama yang dianut konseli, agar ia bisa membaca dengan benar makna tingkah laku konseli, dan memberikan pelayanan secara tepat.8. Konselor seyogyanya memiliki fungsi yang lebih efektif sebagai seorang konsultan. Dalam kapasitas ini, konselor memiliki kesempatan untuk menerjemahkan karakteristik sosial dan budaya klien dan implikasi mereka untuk program dan ketentuan yang lebih spesifik.

2. 3 Pedoman dan Aturan bagi Human AssesmentMemperhatikan pengaruh sosial, budaya, psikologi, ekonomi, dan agama terhadap tingkah laku manusia, Gibson (1995:259) menunjukan pedoman dan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan assesmen bagi konselor berikut :1. Setiap manusia itu unik, dan setiap keunikan ini memiliki nilai. Konselor seyogyanya menghargai keunikan masing-masing individu tersebut. Dengan demikian, konselor diharapkan bisa memfasilitasi perkembangan sesaui keunikan masing-masing.2. Keberagaman ada dalam setiap individu. Setiap manusia itu unik dan keunikan seseorang ini tidak ada pada lain. Prinsip ini menekankan bahwa assesmen individu mencoba mengidentifikasi (misalnya: talenta khusus, skill, keteratrikan seseorang dan pada saat yang sama, tendensi dan lain sebagainya) dan sekaligus mencegah penyeragaman dari satu atau bermacam-macam karakteristik seseorang. Dalam melakukan assesmen seyogyanya diperhatikan pula kekurangan yang ada pada individu, walaupun penekanan pada assesmen adalah pada kekuatan dan atribut positif seseorang, setiap orang pasti memiliki kekurangannya, kekurangan yang memang harus dipahami oleh konselor dan konseli.3. Human assesment menuntut adanya pastisipasi langsung seseorang didalam penilaian terhadap pribadi mereka. Agar penilaian menjadi akurat dan bermakna, konseli harus dilibatkan secara langsung dan dengan sukarela. Bentuk keterlibatan konseli itu bisa berupa masukan dari klien kepada konselor, feedback, klarifikasi, dan interpretasi serta evaluasi dari klien. Prinsip ini memberi hak kepada konseli untuk mengklarifikasi dan memperluas tanggapannya, agar ia memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya.4. Human assesment yang akurat dibatasi oleh personel dan instrumen. Keterbatasan ini bersumber dari keterbatasan pengetahuan dan keterampilan konselor tentang teknik yang digunakan. Bagaimanapun, konselor tidak boleh menggunakan teknik assesmen, termasuk tes standar, jika mereka sama sekali belum terlatih. Disamping elemen manusia, adapula keterbatasan mengenai instrumen itu sendiriyang perlu dipertimbangkan sebelum mengguanakan.5. Tujuan human assesmen adalah identifikasi potensi yang unik dari masing masing orang. Dengan memahami potensi konseli, diharapkan konselor bisa melakukan intervensi secara tepat dalam membantu pengembangan potensi individu yang dibimbing. Oleh sebab itu, konselor perlu mempertimbangkan dan berpedoman pada hasil-hasil assesmen.6. Dalam melakukan human assesmen hendaknya mengikuti pedoman profesional yang dibuat dan disepakati oleh organisasi profesional. Pedoman ini dimaksudkan untuk melindungi klien dari pemahamn yang tidak tepat dan menghasilkan simpulan yang tidak tepat pula.

BAB IIIPENUTUP

3. 1 KesimpulanDari uraian diatas dapat disimpulkan karena Bimbingan dan konseling sebagai sebuah kajian ilmiah tidak dapat berdiri sendiri tanpa ilmu pendukung lainnya. Oleh sebab itu dalam proses kerja seorang konselor perlu mengetahui ilmu-ilmu pendukung dari bimbingan dan konseling yaitu adalah ilmu sosiologi, psikologi, antroplogi, ekonomi dan ilmu agama. Ilmu-ilmu pendukung tersebut membantu konselor dalam memahami klien agar proses konseling berjalan dengan baik, serta agar konselor mampu melihat deskripsi seutuhnya klien tidak dari hasil apa yang dilihat dan didengar tetapi dari berbagai aspek diantaranya latar budaya antropologi klien, keadaan status ekonomi konseli dan sebagainya serta tidak salah persepsi dalam melihat kondisi seutuhnya klien.

DAFTAR PUSTAKA

Sutoyo, Anwar. (2009). Pemahaman Individu. Semarang: Widya Karya.