faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas bpp di ... kusuma… · mulia, yang mengajar manusia...
TRANSCRIPT
LAPORAN TUGAS AKHIR
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELAS BPP DI KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh
INTAN KUSUMAWATI
01.4.3.15.0351
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERKEBUNAN PRESISI
JURUSAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
i
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELAS BPP DI KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pertanian
Oleh
INTAN KUSUMAWATI
Nirm. 0143150351
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERKEBUNAN PRESISI
JURUSAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
ii
iii
v
vi
vii
HALAMAN PERUNTUKAN
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha
mulia, Yang mengajar manusia dengan pena,
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-’Alaq 1-5)
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13)
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat
(QS : Al-Mujadilah 11)
Ya Allah,
Waktu yang sudah kujalani dengan jalan hidup yang sudah menjadi takdirku, sedih,
bahagia, dan bertemu orang-orang yang memberiku sejuta pengalaman bagiku,
yang telah memberi warna-warni kehidupanku. Kubersujud dihadapan Mu, Engkau berikan aku kesempatan untuk bisa sampai
Di penghujung awal perjuanganku Segala Puji bagi Mu ya Allah,
Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan Maha
Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku
manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani
kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk
meraih cita-cita besarku.
Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam silahku merintih, menadahkan
doa dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukmu. Kupersembahkan
sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah
hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang
serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap
rintangan yang ada didepanku. Ayahanda (Kuswandi) Ibunda (Miswati)... terimalah
bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu..
dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa
kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya.. Maafkan anakmu
Ayah,,, Ibu,, masih saja ananda menyusahkanmu..
Dalam silah di lima waktu mulai fajar terbit hingga terbenam.. seraya tangaku
menadah”.. ya Allah ya Rahman ya Rahim... Terimakasih telah kau tempatkan aku
diantara kedua malaikatmu yang setiap waktu ikhlas menjagaku,, mendidikku,,
membimbingku dengan baik,, ya Allah berikanlah balasan setimpal syurga firdaus
viii
untuk mereka dan jauhkanlah mereka nanti dari panasnya sengat hawa api
nerakamu..
Dalam setiap langkahku aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang
kalian impikan didiriku, meski belum semua itu kuraih’ insyallah atas dukungan doa
dan restu semua mimpi itu kan terjawab di masa penuh kehangatan nanti. Untuk itu
kupersembahkan ungkapan terimakasihku kepada:
Kepada Adikku (Dinda Bella Kuswara, Chantika Kisyarah, dan Ade Putri
Kusambarawati), Seseorang yang tidak pernah bosan memberikan semangat dan
menjadi pendengar setiap keluh kesahku (Muhammad Farhan Ariza Ritonga),
Keluarga baruku Kak Rini Primanti Ritonga dan Novieta Sari Ritonga yang tak pernah
bosan memberikan semangat untukku dan Bapak Firman R.L Silalahi STP, M.Si selaku
dosen pembimbing I sekaligus anggota penguji, Ibu Silvia Nora SP, MP selaku
pembimbing II, Ibu Yuliana Kansrini selaku ketua penguji sekaligus Direktur
Polbangtan Medan dan Bapak Mukhlis Yahya, SP, MP selaku anggota penguji dan
Wakil Direktur II Polbangtan Medan.
"Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan bantuan Tuhan
dan orang lain.
"Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama sahabat-sahabat terbaik”..
Terimakasih kuucapkan Kepada Teman sejawat Saudara seperjuangan Jurluhbun 15’
“Tanpamu teman aku tak pernah berarti,,tanpamu teman aku bukan siapa-siapa
yang takkan jadi apa-apa”, buat saudara sekaligus sahabatku selama Berada di
Polbangtan Medan, Romaito Harahap, Klara Naibaho, Dicky Junaedi, Lukman Indra,
Randi Hermawansyah, Erwin Perdiansyah, M. Wahyu Septiadi Putra dan Windri
Safitri terimakasih atas segala bantuan dan motivasinya, kalian adalah obat pelipur
lara hatiku yang selalu menghiburku dalam keadaan terjatuh. Kepada Dea Sianturi,
Miftahul Khoiriah, Royan Y. Sagala, Asma dan Yanti terima kasih telah menjadi teman
tidurku selama di Polbangtan Medan dan menjadi pendengar setiap keluh kesahku,,
aku yakin dan sangat yakin kalian semua bissa !! jangan cepat menyerah apapun yang
terjadi, tetap melangkah meski itu sulit’. Letakkan bayangan toga didepan alis mata,
target 5cm itu pasti kalian raih !!
Kalian semua bukan hanya menjadi teman dan adik yang baik, kalian adalah saudara bagiku!!
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk
sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, hidup tanpa mimpi ibarat arus
sungai. Mengalir tanpa tujuan. Teruslah belajar, berusaha, dan berdoa untuk
menggapainya. Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi.
Never give up!
Sampai Allah SWT berkata “waktunya pulang”
ix
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat
kupersembahkan kepada kalian semua,, Terimakasih beribu terimakasih kuucapkan..
Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku, kurendahkan hati serta diri menjabat
tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah. Tugas Akhir ini kupersembahkan.
ix
RIWAYAT HIDUP
Intan Kusumawati, lahir di Desa Hessa Air Genting
Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan pada tanggal 11
Nopember 1996, merupakan anak sulung dari empat
bersaudara dari pernikahan ayahanda Kuswandi dengan
Ibunda Miswati. Penulis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar (SD) MIS Islamiyah Hessa Air Genting
lulus pada tahun 2009, selanjutnya melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 1 Simpang Empat lulus pada tahun 2011,
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) SPP Negeri
Asahan lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2015 penulis
melanjutkan pendidikan di Politeknik Pembangunan
Pertanian (POLBANGTAN) Medan Provinsi Sumatera
Utara dibawah naungan Kementerian Pertanian dan pada tahun 2019
menyelesaikan program Diploma IV jurusan penyuluhan perkebunan di
POLBANGTAN Medan dengan menyandang gelar Sarjana Terapan Pertanian
(S.Tr.Pt).
x
ABSTRAK
Intan Kusumawati, Nirm 01.4.3.15.0351. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kelas BPP di Kabupaten Langkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat kelas BPP yang ada di Kabupaten Langkat, mengetahui
tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP di Kabupaten Langkat,
untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor dengan kelas BPP di Kabupaten
Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret sampai dengan mei 2019
dengan menggunakan metode survey. Metode pengumpulan data menggunakan
metode observasi dan wawancara mendalam dengan menggunakan kuesioner
yang telah di uji validitas dan reliabilitas, sementara metode analisis data
menggunakan skala likert dan korelasi Rank Spearman dengan bantuan SPSS for
windows 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kelas BPP di Kabupaten Langkat adalah pendidikan,
keaktifan dalam kegiatan pelatihan, kebijakan pemerintah, pembiayaan, dan
infrastruktur.
Kata Kunci : Kelas BPP, penyuluh, korelasi Rank Spearman, klasifikasi penilaian
BPP
xi
ABSTRACT
Intan Kusumawati, Nirm 01.4.3.15.0351. Factors related to the BPP class in
Langkat District. The purpose of this study was to determine the level of BPP
classes in Langkat Regency, to find out the level of factors associated with the
BPP class in Langkat Regency, to determine the relationship between factors with
the BPP class in Langkat District. This research was conducted in March until
May 2019 using the survey method. The method of data collection uses the
method of observation and in-depth interviews using a questionnaire that has been
tested for validity and reliability, while the method of data analysis uses a Likert
scale and Spearman Rank correlation with the help of SPSS for Windows 24. The
results show that factors related to Class BPP in Langkat Regency is education,
activity in training activities, government policies, financing, and infrastructure.
Keywords : Class BPP, extension agent, Rank Spearman correlation, BPP
assessment classification.
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................i
Lembar Pengesahan Penguji .........................................................................ii
Lembar Pengesahan Pembimbing .................................................................iii
Halaman Pernyataan Orisinalitas .................................................................iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ...............................................v
Halaman Peruntukan .....................................................................................vi
Riwayat Hidup ................................................................................................viii
Abstrak ........................................................................................................... ix
Abstract ...........................................................................................................x
KATA PENGANTAR ....................................................................................xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................xvi
I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................... 3
D. Manfaat ................................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. Landasan Teoriris.................................................................................. 5
B. Faktor-faktor yang Berhubungan .......................................................... 6
C. Kerangka Pikir ...................................................................................... 16
D. Hipotesis ............................................................................................... 16
III. METODE PELAKSANAAN .................................................................... 18
A. Lokasi dan Waktu ................................................................................. 18
B. Batasan Operasional.............................................................................. 18
C. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 21
1. Prosedur Pelaksanaan ....................................................................... 21
2. Pengumpulan Data ........................................................................... 22
3. Teknik Analisis Data ........................................................................ 23
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH .......................................................... 28
xiii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 32
A. Tingkat Faktor Kelas BPP ..................................................................... 32
B. Tingkat Faktor-faktor ............................................................................. 33
C. Hubungan Antara Faktor-faktor dengan Kelas BPP .............................. 44
VI. KESIMPULAN .......................................................................................... 53
A. Kesimpulan ............................................................................................ 53
B. Saran ...................................................................................................... 53
C. Rencana Tindak Lanjut .......................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56
LAMPIRAN ....................................................................................................... 59
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Tingkat BPP .......................................................................................... 19
2. Pengukuran Variabel Faktor Internal Dan Faktor Eksternal Tentang
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelas BPP di Kabupaten
Langkat ................................................................................................. 19
3. Contoh Rekapitulasi Kuesioner Responden Untuk Tingkat Kelas
BPP ....................................................................................................... 25
4. Contoh Tabel Frekuensi Tingkat Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kelas BPP ................................................................................ 25
5. Contoh Tabel Rekapitulasi Kuesioner Responden Untuk Kelas BPP .. 27
6. Contoh Tabulasi Data Untuk Tingkat Faktor Kelas BPP .................... 27
7. Data Sumber Daya Manusia Berdasarkan Umur .................................. 29
8. Data BPP diKabupaten Langkat ........................................................... 30
9. Tingkat Kelas BPP ................................................................................ 32
10. Aspek Penilaian Kemampuan Balai Penyuluhan Kecamatan .............. 32
11. Rekapitulasi Nilai Kemampuan Kelas BPP .......................................... 32
12. Rekapitulasi data Kuesioner untuk mengukur Tingkat Faktor-faktor .. 34
13. Tingkat Umur Penyuluh ....................................................................... 34
14. Tingkat Pendidikan Responden ............................................................ 35
15. Tingkat Pengalaman ............................................................................. 36
16. Ketersediaan Sarana dan Prasarana ...................................................... 37
17. Keaktifan Dalam Kegiatan Pelatihan.................................................... 38
18. Sikap Pimpinan BPP ............................................................................. 39
19. Kebijakan Pemerintah ........................................................................... 39
20. Pembiayaan ........................................................................................... 40
21. Infrastruktur .......................................................................................... 41
22. Interaksi Petani ..................................................................................... 42
23. Uji Rank Spearman ............................................................................... 43
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Kerangka Pikir Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelas BPP
di Kabupaten Langkat ........................................................................... 16
2. Garis KontinumUji Hipotesis II............................................................ 27
3. Garis Kontinum Hasil Uji Hipotesis II ................................................. 34
4. Garis Kontinum Umur ....................................................................... 34
5. Garis Kontinum Pendidikan ................................................................. 35
6. Garis Kontinum Pengalaman ................................................................ 36
7. Garis Kontinum Ketersediaan Sarana Dan Prasarana .......................... 37
8. Garis Kontinum Keaktifan Dalam Kegiatan Pelatihan ......................... 38
9. Garis Kontinum Sikap Pimpinan BPP .................................................. 39
10. Garis Kontinum Kebijakan Pemerintah ................................................ 40
11. Garis Kontinum Pembiayaan ................................................................ 41
12. Garis Kontinum Infrastruktur ............................................................... 42
13. Garis Kontinum Interaksi Petani .......................................................... 43
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Jadwal Palang ....................................................................................... 59
2. Kuesioner ............................................................................................ 60
3. Data Validitas Dan Reliabilitas ............................................................ 63
4. Data Responden ................................................................................... 69
5. Rekapitulasi Data Kuesionner .............................................................. 70
6. LPM dan Sinopsis ................................................................................ 71
7. Uji Korelasi .......................................................................................... 84
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, bahwa Balai Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) atau Balai Penyuluhan Kecamatan memiliki
peran strategis dalam menentukan keberhasilan pembangunan pertanian. Balai
Penyuluhan Kecamatan sebagai satuan administrasi pangkal (satminkal) bagi
penyuluh pertanian, perikanan, dan kehutanan, berperan mengkoordinasikan,
mensinergikan, dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian,
perikanan, dan kehutanan di wilayah kerjanya. Perubahan pola pikir dan perilaku
pelaku utama dan pelaku usaha, persaingan pasar regional dan pasar global,
fenomena perubahan iklim, kebutuhan akan kelembagaan ekonomi perdesaan
yang tangguh dan mandiri serta tuntutan penyuluh yang profesional berimplikasi
terhadap tuntutan pelayanan prima dalam penyediaan jasa penyuluhan dan
penyediaan informasi yang diperlukan pelaku utama dan pelaku usaha.
Hariadi (2015), menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan produksi
pertanian BPP sebagai center of extension (pusat perpanjangan) yang memegang
peranan penting karena menjadi pusat kegiatan, baik penyuluh pertanian, swadaya
maupun swasta. Fungsi dan peran BPP dikembangkan untuk mencapai harapan
yang diinginkan, yaitu swasembada pangan dan peningkatan kesejahteraan petani.
Peran dan fungsi balai penyuluhan pertanian antara lain penyusunan programa
penyuluhan, menyediakan dan menyebarluaskan informasi teknologi,
menfasilitasi pengembangan kelembagaan petani, menfasilitasi peningkatan
kapasitas penyuluh dan petani, melaksanakan proses pembelajaran melalui
percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan usaha
untuk mendukung program swasembada pangan serta sebagai tempat pertemuan
para penyuluh dan pelaku utama dan usaha.
Salah satu kebijakan penyuluhan adalah memacu pengembangan
kelembagaan penyuluhan, termasuk didalamnya Balai Penyuluhan Pertanian
sebagai penggerak utama kegiatan penyuluhan pertanian di Kecamatan dan Desa.
Hasil penilaian berdasarkan indikator kemampuan BPK/BP3K di berbagai
BPK/BP3K akan menghasilkan nilai yang beragam mulai dari nilai rendah sampai
2
nilai tertinggi, yang merupakan gambaran dari kinerja BPK/BP3K. Hasil penilaian
terhadap kemampuan BPK/BP3K menjadi dasar penetapan kelas kemampuan
BPK/BP3K, dan menjadi bahan masukan dalam pembinaan serta merumuskan
kegiatan-kegiatan untuk mengembangkan atau menaikkan kelas BPK/BP3K
sesuai dengan kelasnya klasifikasi BPK/BP3K dibagi ke dalam 4 (empat) kelas
yakni: kelas pratama (nilai ≤ 475), kelas madya (nilai 476-650), kelas utama (nilai
651-825), dan kelas aditama (nilai 826-1.000) (Pedoman Pelaksanaan Klasifikasi
Balai Penyuluhan Kecamatan, 2014).
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Langkat (2018),
Kabupaten Langkat mempunyai 23 BPP yang terdiri dari Bahorok, Sirapit,
Kutambaru, Salapian, Kuala, Selesai, Sei Bingai, Binjai, Stabat, Hinai,
Secanggang, Wampu, Babalan, Tanjung Pura, Padang Tualang, Sawit Seberang,
Batang Serangan, Sei Lepan, Gebang, Brandan Barat, Pangkalan Susu, Besitang,
dan Pematang Jaya.
Dalam upaya mengoptimalkan fungsi dan tugas sebagai lembaga
penyuluhan di tingkat kecamatan, BPP perlu diperkuat dan diberdayakan. Dari
semua BPP yang ada di Kabupaten Langkat hanya beberapa saja yang akan
dijadikan sebagai sampel antara lain adalah BPP Hinai, Gebang dan Tanjung Pura
dilihat dari jumlah penyuluh, keaktifan penyuluh dalam mengikuti kegiatan
pelatihan, sarana dan prasarana yang tersedia, infrastruktur, dan pimpinan BPP.
Berdasarkan fokus latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
pengkajian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP di
Kabupaten Langkat”.
B. Rumusan Masalah
Dari masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji
pada penelitian ini adalah
1. Rendahnya beberapa kelas BPP yang ada di Kabupaten Langkat
2. Belum diketahuinya tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP
di Kabupaten Langkat.
3. Belum diketahuinya Hubungan antara faktor-faktor dengan kelas BPP di
Kabupaten Langkat
3
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui kelas BPP di Kabupaten Langkat.
2. Mengetahui tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP di
Kabupaten Langkat.
3. Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor dengan kelas BPP di Kabupaten
Langkat.
D. Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk melatih diri dalam penelitian serta sumbangan pikiran dalam
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelas BPP di Kabupaten
Langkat.
2. Sebagai wadah dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
meningkatkan pengamanan tentang bagaimana melakukan suatu pengkajian
tentang kelas BPP.
3. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat dijadikan bahan
informasi dan landasan dalam mengambil serta menentukan kebijakan dalam
penerapan penerapan kelas BPP.
4. Bagi peneliti lainnya, dapat dijadikan sebagai bahan tambahan informasi dalam
penyusunan penelitian-penelitian sejenisnya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
1. Balai Penyuluh Pertanian (BPP)
Balai Penyuluh Pertanian (BPP) adalah “home base” bagi kelompok
penyuluh pertanian dan desa binaan yang melakukan kontak langsung dengan
petani. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) merupakan unit penunjang
penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang administrasi, pengaturan,
pengelolaan dan pemanfaatannya adalah tanggung jawab Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Berbagai kegiatan pokok dalam operasional, pengaturan,
pengelolaan dan pemanfaatan BPP untuk menunjang penyelenggaraan penyuluhan
pertanian harus berdasarkan ketetapan atau keputusan Bupati/Walikota (Lesmana,
2007).
Penyuluhan pertanian adalah suatu usaha/upaya untuk mengubah perilaku
petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta
mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan
meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya. Penyuluh pertanian
adalah orang yang memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah
cara berfikir, cara kerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara yang baru
yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, perkembangan teknologi
pertanian yang lebih maju (Kartasapoetra, 1994).
Kartasapoetra (1994) menyatakan ada tiga (3) peranan penyuluh dalam
mewujudkan pembangunan pertanian berbasis rakyat, yaitu:
a. Sebagai peneliti, mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi,
penyuluh menyampaikan, mendorong, mengarahkan dan membimbing petani
mengubah kegiatan usahataninya dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi.
b. Sebagai pendidik, meningkatkan pengetahuan untuk memberikan informasi
kepada petani, penyuluh harus menimbulkan semangat dan kegairahan kerja
para petani agar dapat mengelola usahataninya secara lebih efektif, efisien, dan
ekonomis.
c. Sebagai penyuluh, menimbulkan sikap keterbukaan bukan paksaan, penyuluh
berperan serta dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup para petani
beserta keluarganya.
5
Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(SP3K) yang disahkan oleh DPR RI dimaksudkan untuk memperkuat keberadaan
dan fungsi kelembagaan penyuluhan pertanian baik di pusat maupun di daerah
dalam memfasilitasi petani dan pelaku usaha pertanian lainnya dalam
mengembangkan usahanya untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan.
Surat Menteri Pertanian Nomor. 37/OT.140/M/3/2005 meminta agar pemerintah
daerah membentuk kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah. Keberadaan dan
berfungsinya kelembagaan ini sangat penting untuk menciptakan suasana yang
kondusif bagi para penyuluh dalan menjalankan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2006, Kelembagaan penyuluhan
adalah lembaga pemerintah dan atau masyarakat yang mempunyai tugas dan
fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan terdiri atas:
a. Kelembagaan penyuluhan pemerintah,
b. Kelembagaan penyuluhan swasta, dan
c. Kelembagaan penyuluhan swadaya.
Penyesuaian dengan kondisi tersebut maka lembaga penyuluhan dalam
menghadapi perubahan tersebut menyikapi dengan:
a. Pengembangan SDM,
b. Pengembangan sistem,
c. Metode dan materi,
d. Optimalisasi sarana,
e. Prasarana dan alat bantu,
f. Pemberdayaan masyarakat sasaran,
g. Pengembangan jaringan kerja serta kemitraan
2. Penyuluhan
Penyuluhan adalah upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan
melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif ini dilakukan secara sistematik,
terencana, dan terarah dengan mengikutkan peran aktif individu atau kelompok
maupun masyarakat. Dengan pendekatan ini, diharapkan kemampuan individu
atau masyarakat dapat bertindak sendiri untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Dalam penyuluhan di masyarakat sebagai pendekatan edukatif untuk
6
menghasilkan perilaku, maka terjadi proses komunikasi antara pemberi
penyuluhan dengan masyrakat (Suhardjo, 1996).
Pengertian penyuluhan secara umum merupakan suatu ilmu sosial yang
mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar
dengan terwujudnya perubahan tersebut harapan yang sesuai dengan pola atau
rencana dapat tercapai. Penyuluhan pertanian itu sendiri didefinisikan sebagai
suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, dengan
tujuan mereka mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau
kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya
(Kartasapoetra, 1994).
Sugarda (1975) dalam Effendi (2005) menyatakan bahwa penyuluhan
pertanian adalah usaha atau kegiatan pendidikan non formal untuk menimbulkan
perubahan perilaku dari sasaran sesuai dengan yang dikehendaki atau diinginkan.
Sasaran dalam pengertian tersebut adalah masyarakat pada umumnya dan petani
pada khususnya. Perhatian terhadap sasaran dalam penyuluhan sangat perlu
diperhatikan.
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP
1. Faktor Internal
a. Usia Penyuluh
Umur berpengaruh terhadap kemampuan fisik penyuluh dalam memberikan
informasi kepada petani maupun usaha-usaha pekerjaan tambahan lainnya. Baking
dan Manning dalam Hermaya Rukka (2003) mengemukakan bahwa usia produktif
untuk bekerja adalah 15-55 tahun.
b. Pendidikan Penyuluh
Simanjuntak (1998) mengemukakan bahwa jenjang pendidikan dapat
ditempuh oleh seseorang melalui pendidikan formal, seperti SD, SLTP, SLTA,
dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu
faktor penghambat inovasi teknologi dalam masyarakat.
Hernanto (1998) menyatakan pendidikan seseorang mempengaruhi cara
berfikir ataupun penolakan terhadap hal-hal baru. Maka dapat diartikan perbedaan
tingkat pendidikan berpengaruh terhadap cara berfikir masyarakat itu sendiri,
karena pola pikir masyarakat yang berpendidikan tinggi berbeda dengan
7
masyarakat yang berpendidikan rendah meskipun perbedaan tersebut tidak
langsung berpengaruh terhadap aktifitas usahatani.
Soehardjoe dan Patoeng (1994) menyatakan bahwa pendidikan umumnya
akan mempengaruhi cara dan pola pikir seseorang lebih dinamis. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin efisien dia bekerja dan semakin
banyak pula dia mengikuti pelatihan cara-cara berusahatani yang lebih produktif
dan lebih menguntungkan.
Senada dengan Soehardjoe dan Patoeng, Banoewidjoyo (2002)
mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja bukan saja
dapat meningkatkan produktivitas dan mutu kerja yang dilakukan, tetapi sekaligus
mempercepat proses penyelesaian kerja yang diusahakan.
c. Pengalaman
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani
maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi, menurut Mapp
dalam Saparwati (2012). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori
episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi
atau dialami individu pada waktu dan tempat tertantu, yang berfungsi sebagai
referensi otobiografi, Bapistaet al dalam Saparwati (2012).
Pengalaman adalah pengamatan yang merupakan kombinasi pengelihatan,
penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu menurut Notoatmojo dalam
Saparwati (2012). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani maupun dirasakan yang
kemudian disimpan dalam memori.
Padmowiharjo (1994) mengemukakan bahwa pengalaman berpengaruh
terhadap proses belajar. Orang yang mempunyai pengalaman baik dalam proses
belajar biasanya akan cenderung lebih optimis dalam melakukan tindakan karena
ia telah mengalami kejadian tersebut. Berbeda dengan orang yang mempunyai
pengalaman tidak banyak, biasanya mereka akan cenderung lebih pesimis untuk
berhasil.
8
d. Pimpinan BPP
Dalam pengorganisasian BPK/BP3K sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Penyuluhan dari Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten/Kota yang didukung
dengan organisasi dan ketenagaan sebagai berikut:
1) Pimpinan balai,
2) Urusan ketatausahaan,
3) Kelompok Jabatan Fungsional (KJF), terdiri dari penyuluh yang menangani
urusan programa, penyuluh yang menangani urusan sumber daya dan
penyuluh yang menangani urusan supervisi.
Pimpinan balai adalah pejabat yang memiliki latar belakang dibidang
penyuluhan atau pejabat fungsional penyuluh pertanian yang diberi kepercayaan
untuk menjadi pemimpin/koordinator penyuluh di BPK/BP3K, sedangkan urusan
Ketata usahaan dapat ditangani oleh fungsional umum. Selanjutnya untuk urusan
programa, sumberdaya, dan supervisi dalam kelompok jabatan fungsional
penyuluh ditetapkan oleh pimpinan balai dengan memperhatikan potensi
pengembangan kawasan komoditas unggulan wilayah kecamatan.
Balai penyuluhan yang jumlah penyuluhnya terbatas, maka pimpinan,
penyuluh urusan programa, sumberdaya, dan supervisi dalam kelompok jabatan
fungsional dapat ditugaskan untuk menangani wilayah kerja penyuluh di desa
sekitar BPK/BP3K. Balai Penyuluh Kecamatan mempunyai tugas:
1) Memfasilitasi penyusunan programa penyuluhan tingkat kecamatan yang
sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/ kota,
2) Melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan kecamatan,
3) Menyediakan akses terhadap penyebaran informasi teknologi, sarana
produksi, pembiayaan penyuluhan, dan pasar, memfasilitasi pengembangan
kelembagaan petani dan usahatani, pengembangan sejenisnya, kemitraan
pelaku utama dan pelaku usaha,
4) Memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan
penyuluh swasta melalui proses pembelajaran di BPK/BP3K secara
berkelanjutan, dan
5) Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan
model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
9
Balai Penyuluhan Kecamatan mempunyai fungsi sebagai tempat pertemuan
para penyuluh, petani/pelaku utama, dan pelaku usaha untuk memfasilitasi
pelaksanaan tugas BPK/BP3K.
e. Keaktifan Dalam Kegiatan Pelatihan
Dilihat dari seberapa sering penyuluh mengikuti kegiatan pelatihan baik
yang dilaksanakan oleh BPP ataupun Dinas Pertanian terkait. Keaktifan penyuluh
dapat mempengaruhi motivasi penyuluh untuk meningkatkan kelas BPP yang ada
di wilayah kerjanya.
f. Sarana dan Prasarana
Sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara
langsung digunakan dalam proses produksi dan penjualan. Sedangkan prasarana
adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang
pelaksanaan proses produksi dan penjualan.
Sarana dalam artian secara ekonomi yaitu segala sesuatu yang dapat dipakai
sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan dalam kegiatan perekonomian.
Dengan kata lain, sarana lebih ditujukan untuk benda-benda atau peralatan yang
bergerak.
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) merupakan kelembagaan penyuluhan
pemerintah pada tingkat kecamatan. Dalam lampiran Peraturan Mentri Pertanian
Nomor 51/Permentan/OT.140/12/2009 dinyatakan bahwa standart minimal sarana
dan prasarana penyuluhan kecamatan meliputi : pusat informasi, peralatan
administrasi, alat transportasi kendaraan operasional roda dua, buku dan hasil
publikasi, mabeulair, ruangan, rumah dinas, sarana/prasarana
pendukung/lingkungan, sumber air bersih, penerangan, jumlah lingkungan, pagar
halaman dan lahan percontohan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan
/OT.140/4/2012 tentang pedoman pengelolaan penyuluhan, sarana dan prasarana
minimal yang harus tersedia di balai penyuluhan dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan, antara lain terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu:
1) Sarana dan Prasarana Informasi
Sarana dan prasarana informasi minimal yang harus tersedia di Balai
Penyuluhan antara lain:
10
a) Satu set perangkat keras komputer yang terdiri atas Computer Program Unit
(CPU), layar monitor, keyboard, printer, modem dan Local Areal Network
(LAN) dan perangkat lunak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan
penyuluhan.
b) Satu papan display yang digunakan sebagai tempat informasi kegiatan
penyuluhan.
c) Satu kamera analog atau digital yang digunakan untuk mendokumentasikan
kegiatan-kegiatan penyuluhan baik yang berada di sebuah ruangan maupun di
lapangan.
d) Satu unit handycam untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan penyuluhan
dalam bentuk rekaman, yang hasilnya dapat dipublikasikan menjadi bahan
penyuluhan.
e) Satu set telepon dan mesin faksimile yang digunakan untuk melakukan
komunikasi dengan pelaksanaan tugas penyuluhan.
2) Alat Bantu Penyuluhan
Alat bantu penyuluhan minimal yang harus tersedia di Balai Penyuluhan
antara lain:
a) Satu unit LCD yang digunakan untuk membantu para penyuluh dalam
penyampaian materi penyuluhan.
b) Satu unit perangkat pengeras suara yang digunakan untuk membantu
penyuluh pada saat penyampaian materi saat penyuluhan berlangsung.
c) Satu perangkat monitor televisi dan VCD/DVD untuk membantu penyuluh
dalam penyajian materi penyuluhan secara visual.
d) Satu unittape recorder yang digunakan untuk merekam hasil-hasilwawancara
sebagai bahan penyusunan informasi dan materi dalamkegiatan penyuluhan.
e) Satu unit whiteboard yang digunakan untuk membantu kegiatan penyuluh
dalam penyampaian materi dan diskusi/rapat.
f) Satu unit laptop.
3) Peralatan Administrasi
Peralatan administrasi minimal yang harus tersedia dalam menunjang
kegiatan administrasi yang terkait dengan kegiatan penyuluhan antara lain:
11
a) Satu set perangkat keras komputer yang terdiri atas Computer Program Unit
(CPU), layar monitor, keyboard, printer, modem dan Local Areal Network
(LAN) dan perangkat lunak yang terkait dengan pelaksanaan administrasi
umum.
b) Satu unit mesin tik untuk membantu pelaksanaan administrasi pembuatan
surat dan administrasi keuangan (terutama yang belum tersedia listrik).
c) Tiga unit kalkulator untuk membantu petugas dan penyuluh dalam
mempercepat perhitungan.
d) Satu unit brankas yang berfungsi untuk menyimpan dan mengamankan
dokumen-dokumen penting serta uang kegiatan penyuluhan.
e) Dua unit rak buku sebagai tempat menata dokumen administrasi danlaporan
Balai Penyuluhan.
4) Alat Transportasi
Penyediaan alat transportasi dalam kegiatan penyuluhan sangat membantu
mobilitas penyuluh guna memperlancar kegiatan penyuluhan. Alat transportasi
minimal tersebut antara lain tersedianya tiga buah kendaraan bermotor roda dua
atau alat transportasi lain yang disesuaikan dengan kondisi wilayah Balai
Penyuluhan.
5) Perpustakaan
Perpustakaan diperlukan untuk membantu para penyuluh, pelaku utamadan
pelaku usaha dalam menambah pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan
bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Penyediaan buku di dalam
perpustakaan tersebut harus berkaitan dengan teknologi budidaya, pasca panen,
pengolahan hasil, pemasaran, kewirausahaan, kepemimpinan, manajemen
usahatani, kebijakan pengembangan sumber daya manusia, kebijakan
pengembangan penyuluhan dan pembangunan pertanian dengan jumlah minimal
200 judul buku.
Selain itu juga harus tersedia hasil-hasil publikasi dari penelitian, Dinas,
penyuluhan serta hasil-hasil kliping koran, majalah atau buletin yang berkaitan
dengan bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, serta penemuan pelaku utama
yang berupa peralatan tepat guna.
12
6) Prasarana Perkantoran
Kebutuhan ruangan minimal yang harus tersedia di balai penyuluhan antara
lain:
a) Ruangan pimpinan berukuran 3 x 3 meter persegi.
b) Ruangan administrasi atau tata usaha berukuran 3 x 4 meter persegi.
c) Ruangan kelompok jabatan fungsional berukuran 3 x 4 meter persegi.
d) Ruangan pertemuan atau aula berukuran 4 x 6 meter persegi.
e) Ruangan perpustakaan berukuran 3 x 3 meter persegi.
f) Ruangan data dan sistem informasi berukuran 3 x 2,5 meter persegi.
g) Ruangan pameran, peraga dan promosi 3 x 3 meter persegi atau disesuaikan
dengan kebutuhan.
h) Toilet dan kamar mandi berukuran 2 x 2 meter persegi.
i) Dapur dan gudang berukuran 2 x 2 meter persegi atau disesuaikan dengan
kebutuhan.
7) Prasarana Lingkungan dan Penunjang
Prasarana lingkungan dan penunjang terdiri atas:
a) Rumah dinas setara dengan tipe 36.
b) Air baku yang memenuhi standar kesehatan.
c) Penerangan listrik PLN minimal 2.200 watt dan satu unit genset cadangan.
Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
N0. 16 tahun 2006 Pasal 31 ayat 1, 2, 3 dan 4. Dalam Undang-undang SP3K No.
16 tahun 2006, telah dengan jelas mengemukakan bahwa untuk menigkatkan
kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, diperlukan srana dan prasarana
yang memadai agar penyuluhan dapat diselengarakan dengan efektif dan efisien,
serta Pemerintah menyediakan sarana dan prasarana penyuluhan serta
pemanfaatannya diatur sesuai dengan peraturan menteri, gubernur, bupati atau
walikota. Peraturan Menteri Pertanian No. 51 tahun 2009; Pedoman Standar
Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana Penyuluhan Pertanian. Dalam
Peraturan Menteri Pertanian tersebut menjelaskan tentang Pedoman Standar
Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana Penyuluhan Pertanian telah
dirinci semua standart yang harus dimiliki oleh lembaga penyuluhan baik dari
tingkat pusat sampai ke tingkat kecamatan.
13
2. Faktor Eksternal
a. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan
hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya
suatu shukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan
hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang
diinginkan.
Menurut Philipus M. Hadjon (1987) dalam Riduwan (2006), peraturan
kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha
negara yang bertujuan “naar buiten gebracht schricftelijk beleid” yaitu
menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis. Di dalam penyelenggaraan tugas-
tugas administrasi negara, Pemerintah banyak mengeluarkan kebijaksanaan yang
dituangkan dalam berbagai bentuk seperti beleidslijnen (garis-garis
kebijaksanaan), het beleid (kebijaksanaan), voorschriften (peraturan-peraturan),
richtlijnen (pedoman-pedoman), regelingen (petunjuk-petunjuk), circulaires
(surat edaran), resoluties (resolusi-resolusi), aanschrijvingen (instruksi-instruksi),
beleidsnota’s (nota kebijaksanaan), reglemen/ministriele (peraturan-peraturan
menteri), beschikkingen (keputusan-keputusan), en bekenmakingen
(pengumuman-pengumuman) (Riduwan, 2003).
Menurut Hessel Nogi S Tangkilisan (2003), pembuatan kebijakan
merupakan sebuah aktivitas yang diarahkan tujuan, sebagai yang memiliki ciri
tersendiri dari aktivitas fisik dan ekspresif murni, yang bertujuan untuk
mempengaruhi prospektif (masa depan) alternatif dalam arah yang dikehendaki.
Pandangan pembuatan kebijakan ini sebagai suatu aktivitas yang mempengaruhi
masa depan memiliki implikasi komprehensif (far-reaching) untuk keseluruhan
analisis kebijakan dan pengambangan kebijakan dan melandasi bagian
keseluruhan ini. Praduga utama adalah kebutuhan untuk melandasi pembuatan
keputusan pada pengetahuan memungkinkan terbesar dari situasi yang
berkembang dan dinamikanya.
14
b. Pembiayaan
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
Penggelolaan pembiayaan dan administrasi sesuai dengan peraturan yang
ada baik itu yang berasal dari dana APBD/APBN. Adanya pengelolaan anggaran
yang tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku meliputi pembiayaan
operasional, pertemuan-pertemuan, percontohan, penyediaan dan penyebaran
informasi, pembelajaran petani, peningkatan kapasaitas penyuluh, peningkatan
kapasitas kelembagaan petani dan ekonomi petani serta kemitraan.
Dukungan pembiayaan dalam pengelolaan BPK/BP3K dapat bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Swasta, dan
Swadaya.
Menurut Jamil (2012), biaya operasional penyelenggaraan penyuluhan oleh
BPP sudah harus tercermin dan teranggarkan melalui pagu indikatif dalam setiap
rencana kegiatan penyelenggaraan penyuluhaan dalam programa penyuluhan.
Besarnya biaya operasional sangat ditentukan oleh jenis dan volume kegiatan
disamping jangkauan kegiatan atau sasaran dan durasi kegiatan. Perlunya
kecermatan dalam menyusun biaya operasional agar semua kegiatan yang
direncanakan dapat diwujudkan dan dilaksanakan secara baik. Hal ini dilakukan
untuk mencapai tujuan dan sasarannya yang akan menggambarkan kinerja BPP
yang baik pula.
c. Infrastruktur
Infrastruktur dalam kamus besar bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai
sarana dan prasarana umum. Sarana secara umum diketahui sebagai fasilitas
publik seperti rumah sakit, jalan, jembatan, sanitasi, telpon, dan sebagainya.
Dalam ilmu ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari public capital (modal
publik) yang dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah. Infrastruktur
15
dalam penelitian ini meliputi jalan, jembatan, dan sistem saluran pembuangan
(Mankiw, 2003).
Menurut Grigg (1998) infrastruktur merupakan sistem fisik yang
menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas
publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik
kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Dalam hal ini, hal-hal yang terkait
dengan infrastruktur tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sistem lingkungan
dapat terhubung karena adanya infrastruktur yang menopang antara sistem sosial
dan sistem ekonomi. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap
sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada dimasyarakat. Maka infrastruktur
perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan (J. Kodoatie,
2005).
Menurut Mankiw (2003), menyatakan pekerja akan lebih produktif jika
mereka mempunyai alat-alat untuk bekerja. Peralatan dan infrastruktur yang
digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa disebut modal fisik. Hal serupa
juga dijelaskan dalam Todaro (2006) bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur
disuatu negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi. Infrastruktur merupakan suatu wadah untuk
menopang kegiatan-kegiatan dalam satu ruang. Ketersediaan infrastruktur
memberikan akses mudah bagi masyarakat terhadap sumber daya sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam melakukan kegiatan sosial
maupun ekonomi. Dengan meningkatnya efisiensi otomatis secara tidak langsung
meningkatkan perkembangan ekonomi dalam suatu wilayah. Sehingga menjadi
sangat penting peran infrastruktur dalam perkembangan ekonomi.
d. Interaksi Petani
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Keaktifan petani dilihat dari seberapa sering petani mengikuti kegiatan
penyuluhan, mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar atau studi banding kegiatan
pertanian.
16
C. Kerangka Pikir
Gambar 2. Kerangka Pikir faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan atau dugaan sementara atas masalah yang
dirumuskan. Berdasarkan dari rumusan masalah yang ada dapat dibangun
hipotesis sebagai bentuk kesimpulan sementara untuk menjawab pertanyaan dari
rumusan masalah tersebut. Adapun hipotesis dari pengkajian ini adalah :
1. Diduga Kelas BPP di Kabupaten Langkat masih rendah,
2. Diduga adanya tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di
Kabupaten Langkat.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELAS BPP DI KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA
UTARA
Kondisi yang di inginkan :
1. Diketahuinya Kelas BPP
2. Diketahuinya faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelas BPP
Keadaan Di Lapangan :
1. Belum diketahuinya Kelas BPP 2. Belum diketahuinya faktor-faktor
yang berhubungan dengan Kelas
BPP
TUJUAN :
1. Untuk mengetahui Kelas BPP di Kabupaten Langkat
2. Untuk mengetahui tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara
4.
Tingkat Kelas
BPP
FAKTOR INTERNAL:
1. Umur Penyuluh
2. Pendidikan
3. Pengalaman
4. Pimpinan BPP
5. Sarana Prasarana
6. Keaktifan dalam
Kegiatan Pelatihan
FAKTOR EKSTERNAL :
1. Kebijakan Pemerintah
2. Pembiayaan
3. Infrastrukur
4. Interaksi Petani
HASIL PENGKAJIAN
17
3. Diduga adanya hubungan antara faktor-faktor dengan Kelas BPP di Kabupaten
Langkat.
18
III. METODE PELAKSANAAN
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP di
Kabupaten Langkat dilaksanakan pada tanggal 25 Maret sampai dengan 24 Mei
2019 di BPP Hinai, BPP Tanjung Pura dan BPP Gebang Kabupaten Langkat.
B. Batasan Operasional
1. Batasan Operasional
Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi
kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur variabel. Definisi operasional
penelitian adalah penjelasan atau pengertian dan variabel-variabel yang belum ada
dalam penelitian dengan maksud membatasi lingkup makna variabel kearah objek
pengamatan sehingga dapat dilakukan pengukurannya.
a. Umur penyuluh, Kondisi usia responden pada saat dilakukan nya penelitian
tugas akhir, diukur dengan melihat usia penyuluh yang dinyatakan dalam tahun
dan dalam pengkajian ini dilihat rata-rata umur penyuluh disatu BPP.
b. Pendidikan penyuluh, yaitu pendidikan yang dicapai penyuluh pada bangku
sekolah atau lembaga pendidikan formal berdasarkan ijazah terakhir yang
dimiliki responden dan diukur dengan tingkat pendidikan tertinggi yang
dicapai petani di bangku sekolah.
c. Pengalaman, yaitu lamanya responden dalam melakukan kegiatan penyuluhan,
dikarenakan pengalaman yang dialami tersebut tentu akan membekas di
ingatan setiap penyuluh. Diukur dengan menggunakan skala likert.
d. Keaktifan dalam kegiatan pelatihan yaitu seringnya penyuluh mengikuti
kegiatan-kegiatan pelatihan baik itu bersifat studi banding, seminar, talk show
ataupun kegiatan lainnya yang perperan untuk membantu petani dalam
kegiatan usahataninya, diukur dengan seberapa sering penyuluh mengikuti
kegiatan pelatihan dalam kurun waktu satu tahun.
e. Pimpinan BPP orang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir dan
menfasilitasi kegiatan penyuluhan yang ada diwilayah kerjanya, baik itu
bersifat intern maupun berhubungan dengan pihak lain dalam rangka mencapai
kegiatan penyuluhan.
19
f. Sarana dan Prasarana penyuluhan adalah peralatan dan bangunan yang
digunakan untuk melakukan penyelenggaraan penyuluhan di wilayah
BPK/BP3K, dan diukur dengan seberapa banyak sarana dan prasarana yang
tersedia.
g. Kebijakan Pemerintah yaitu adanya kebijakan pemerintah yang sangat
mendukung dalam kegiatan BPP, dan diukur dengan banyaknya kebijakan
yang mendukung kegiatan tersebut.
h. Pembiayaan yaitu segala pengelolaan pembiayaan dan administrasi sesuai
dengan peraturan yang ada baik itu yang berasal dari APBN/APBD, dan diukur
dengan jumlah biaya yang terbantu dari yang sudah dianggarkan.
i. Infrastruktur ialah satu set struktur yang bergabung antara satu sama lain lalu
membentuk satu rangka yang menyokong keseluruhan struktur tertentu.
Infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi
akses transportasi petani menuju ke BPP untuk mendapatkan Informasi seputar
penyuluhan ataupun kegiatan pendampingan lainnya. Dan diukur dengan
keadaan infrastruktur yang tersedia.
j. Interaksi Petani yaitu seberapa sering petani mengikuti kegiatan penyuluhan
ataupun pertemuan baik yang dilaksanakan di BPP ataupun di wilayah kerja
BPP. Diukur dengan seberapa sering petani berinteraksi dengan penyuluh
dalam kurun waktu satu tahun.
k. Pemilihan sampel berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang meliputi:
ketersediaan sarana dan prasarana seperti adanya gedung, lahan percontohan,
perpustakaan, kelengkapan administrasi, pimpinan BPP, keaktifan penyuluh
dalam mengikuti kegiatan pelatihan, infrastruktur dan adanya interaksi petani.
2. Pengukuran Variabel
Berdasarkan definisi operasional dari masing-masing variabel, selanjutnya
masing-masing variabel tersebut akan diuraikan sesuai dengan indikator dan
kriteria yang ditentukan, kemudian dilakukan penyekoran dari kriteria-kriteria
yang ada tersebut.
20
Tabel 1. Kelas BPP
VARIABEL INDIKATOR KRITERIA SKOR
KELAS BPP
a. Pratama
b. Madya
c. Utama
d. Aditama
a. Memiliki Nilai Klasifikasi Balai ≤ 475
b. Memiliki Nilai Klasifikasi Balai 476-650
c. Memiliki Nilai Klasifikasi Balai 651-825
d. Memiliki Nilai Klasifikasi Balai 826-1000
1
2
3
4
Tabel 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di Kabupaten
Langkat
VARIABEL INDIKATOR KRITERIA SKOR
FAKTOR INTERNAL
1. Umur
a. >60 Tahun
b. 51-60 Tahun
c. 41-50 Tahun
d. 31-40 Tahun
e. 20-30 Tahun
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
2. Pendidikan Penyuluh
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
3. Pengalaman Penyuluh
a. 0-5 Tahun
b. 6-10 Tahun
c. 11-15 Tahun
d. 16-20 Tahun
e. >21 Tahun
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
4. Keaktifan dalam
pelatihan
a. Tidak Aktif
b. Kurang Aktif
c. Cukup Aktif
d. Aktif
e. Sangat Aktif
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
5. Pimpinan BPP
a. Tidak Baik
b. Kurang Baik
c. Cukup Baik
d. Baik
e. Sangat Baik
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
6. Sarana dan Prasarana
a. Tidak Ada
b. Kurang Lengkap
c. Cukup Lengkap
d. Lengkap
e. Sangat Lengkap
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
FAKTOR EKSTERNAL
7. Infrastruktur
Tersedia Listrik , Akses
Jalan, Telephon dan Air
a. Tidak Ada
b. 1 Tidak Baik
c. 2 Kurang Baik
d. 3 Baik
e. 4 Baik
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
8. Kebijakan Pemerintah
a. Tidak Mendukung
b. Kurang Mendukung
c. Cukup Mendukung
d. Mendukung
e. Sangat Mendukung
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
21
Lanjutan Tabel 2. VARIABEL INDIKATOR KRITERIA SKOR
9. Pembiayaan
a. Memenuhi
kebutuhan di BP3K
≤25 %
b. Memenuhi
kebutuhan di BP3K
≤50 %
c. Pembiayaan
memenuhi
kebutuhan di BP3K
50 %
d. Pembiayaan
memenuhi
kebutuhan di BP3K
75 %
e. Pembiayaan
memenuhi
kebutuhan di BP3K
100 %
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
10. Interaksi Petani
a. Tidak adanya
Interaksi
b. Kurang Interaksi
c. Interaksi
d. Sangat Interaksi
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Prosedur Pelaksanaan
Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam pengkajian ini adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi keadaan wilayah lapangan sebelum pelaksanaan
Tugas Akhir. Identifikasi ini meliputi identifikasi potensi wilayah dan
permasalahan dilapangan yang bertujuan sebagai dasar menentukan topik
yang akan dikaji dalam Tugas Akhir.
b. Penetapan judul pengkajian.
c. Menyusun proposal yang terdiri dari latar belakang, tinjauan pustaka, dan
metodologi pengkajian.
d. Mengumpulkan data karakteristik responden dan data pengkajian tingkat
pengambilan keputusan petani serta data pengkajian tingkat faktor-faktor
dalam pengambilan keputusan petani dengan metode wawancara
menggunakan kuisioner dan observasi.
22
e. Mengkaji tingkat Kelas BPP di Kabupaten Langkat dengan mentabulasikan
data yang telah dikumpulkan, kemudian digambarkan dengan menggunakan
tabel frekuensi dan garis kontinum untuk memudahkan dalam pembacaan dan
telaah data.
f. Mengkaji tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di
Kabupaten Langkat dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan,
kemudian digambarkan dengan menggunakan tabel frekuensi untuk
memudahkan dalam pembacaan dan telaah data.
g. Membuat rancangan tindak lanjut dari pengkajian ini.
2. Pengumpulan Data
a. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, (Arikunto, 2006). Sementara
itu Sugiyono (2008) menyatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek/subjek yang mempunyai kualitas karakteristik tertentu yang di tetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari. Dapat disimpulkan bahwa populasi itu adalah
keseluruhan objek/subjek yang ada di wilayah penelitian yang di tetapkan oleh
peneliti yang memiliki keterkaitan terhadap pencapaian tujuan dan kesimpulan
dari penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh BPP
yang ada di Kabupaten Langkat yaitu BPP Bahorok, Sirapit, Kutambaru, Salapian,
Kuala, Selesai, Sei Bingai, Binjai, Stabat, Hinai, Secanggang, Wampu, Babalan,
Tanjung Pura, Padang Tualang, Sawit Seberang, Batang Serangan, Sei Lepan,
Gebang, Brandan Barat, Pangkalan Susu, Besitang, dan Pematang Jaya.
Sampel adalah merupakan bagian dari populasi, sedang populasi adalah
keseluruhan elemen atau unsur yang akan diduga (Masri Singarimbun, 2005).
Pengambilan sampel dilakukan secara pilihan atau purposive (non probability
sampling) berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti adanya
lahan percontohan yang dimiliki, jumlah penyuluh, programa penyuluhan
kecamatan, dan frekuensi kegiatan penyuluhan yang tersusun sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
BPP Hinai, Tanjung Pura dan BPP Gebang.
23
b. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
1) Observasi, yaitu pengamatan langsung yang dilakukan untuk mendapatkan data
atau informasi guna mendukung keberlangsungan penelitian,
2) Wawancara, yaitu salah satu teknik pengumpulan data melalui dua orang untuk
saling bertukar data/informasi melalui tanya jawab,
3) Pencatatan, yaitu cara pengumpulan data tentang identitas responden, dan data
yang mendukung dengan mengutip dan mencatat sumber-sumber informasi
baik dari responden, pustaka, maupun dari instansi-instansi terkait yang ada
hubungannya dengan penelitian, seperti: Balai Penyuluhan Pertanian (BPP),
Badan Pusat Statistik (BPS), kantor kecamatan serta kantor desa. Kantor-
kantor tersebut berhubungan dengan penelitian atau penelitian agar didapat
data-data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian atau penelitian.
4) Kuesioner, adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan
analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa
orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang
diajukan atau oleh sistem yang sudah ada.
3. Teknik Analisi Data
a. Uji Instrument
Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati. Menurut Suharsimi Arikunto (2000), instrumen
pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya.
Secara umum, kita dapat menguji instrument yang telah disusun, yaitu
menguji keandalan dan validitas pengukuran. Tentunya dalam penyusunan sebuah
kuisioner harus benar-benar menggambarkan tujuan dari penelitian.
1) Uji Validitas
Uji Validitas adalah uji ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur dalam
mengukur apa yang sedang ingin diukur. Dalam pengertian yang mudah
24
dipahami, uji validitas adalah uji yang bertujuan untuk menilai apakah
seperangkat alat ukur sudah tepat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Uji Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang
digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang
dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya di ukur, Sugiyono (2004). Dengan demikian,
instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk
mengukur apa yang hendak di ukur. Dengan kata lain, uji validitas ialah suatu
langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instrumen,
dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu
penelitian. Menurut Djaali dan Pudji (2008), Validitas dibagi menjadi tiga macam
yaitu, validitas isi, validitas konstruk, dan validitas empiris.
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk
(Construct Validity). Menurut Jack R. Fraenkel dalam Siregar (2010) validitas
konstruk merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validitas lainnya,
karena melibatkan banyak prosedur termasuk validitas isi dan validitas kriteria.
Uji Validitas digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut:
rxy=𝑁 𝑋𝑌− 𝑋 ( 𝑌)
{𝑁 𝑋2− 𝑋 }{𝑁 𝑌2−(𝑁 𝑌)2}
Keterangan :
rxy = Koefisien Korelasi Antara Variabel X Dan Variabel Y
xy = Jumlah Perkalian Antara Variabel X Dan Y
Ʃx2 = Jumlah Dari Kuadrat Nilai X
Ʃy2
= Jumlah Dari Kuadrat Nilai Y
(Ʃx)2 = Jumlah Nilai X Kemudian Dikuadratkan
(Ʃy)2 = Jumlah Nilai Kemudian Dikuadratkan
N = Banyaknya Responden
2) Uji Reliabilitas
Menurut Riduwan (2003) Uji Reliabilitas dimaksud untuk melihat sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat di percaya
apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek
25
yang sama diperoleh hasil yang relative sama, selama aspek yang diukur dalam
diri subjek memang belum berubah. Pengujian reliabilitas digunakan dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach yang di interpretasikan sebagai korelasi
dari skala yang diamati (Observed scale) dengan semua kemungkinan pengukuran
skala lain yang mengukur hal yang sama dengan menggunakan butir pertanyaan
yang sama. Rumus Alpha Cronbach yaitu :
Keterangan
r11 = jumlah reliabilitas yang dicari
n = jumlah item pertanyaan yang diuji
Ʃ⸰t2 = jumlah varian skor tiap-tiap item
⸰t2 = varian total
Menurut Sarwono (2006) dalam Nurul (2018) untuk menentukan reliabilitas
dapat dilihat dari nilai Alpha :
a. Jika nilai Alpha > nilai rtabel maka dapat dikatakan reliabel, dan
b. Jika nilai Alpha < nilai rtabel maka dapat dikatakan tidak reliabel.
Hasil uji validitas dan reliabilitas disajikan pada Lampiran 2 dimana dari
sepuluh pertanyaan semua dinyatakan valid dan reliabel.
b. Analisis Data
1) Uji Hipotesis I
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penyuluh tentang kelas BPP di
Kabupaten Langkat dikaji dengan mentabulasikan data yang diperoleh
pengumpulan data menggunakan kuisioner kemudian data digambarkan ke dalam
tabel frekuensi untuk memudahkan pembacaan dengan contoh tabel seperti pada
tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Contoh Rekapitulasi Kuesioner Reponden Untuk Tingkat Kelas BPP
N
o
Nama
BPK/BP3K
Nilai
Total
Nilai
Kelas
Kemamp
uan
Aspek
Kelemb
agaan
Aspek
Ketenagaa
n
Aspek
Penyelengga
raan
Aspek
Sarana
dan
Prasarana
Aspek
Pembiaya
an
1
2
3
26
2) Uji Hipotesis II tingkat Faktor-faktor Kelas BPP
Pengujian hipotesis II untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kelas BPP adalah analisis proporsi yang dilakukan dengan
melakukan observasi dan wawancara terhadap responden yang menjadi sampel
pada pengkajian ini melalui metode survei langsung ke lapangan. Selanjutnya
hasil data yang terkumpul dilapangan tersebut di analisis dengan mentabulasikan
data yang telah dikumpulkan, kemudian digambarkan dengan menggunakan tabel
frekuensi untuk memudahkan dalam pembacaan dan telah data dengan contoh
tabel seperti pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Contoh Tabel Rekapitulasi Kuisioner Reponden Untuk Kelas BPP No Responden X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
1 A
2 B
3 C
4 dst
Untuk mengukur tingkat faktor-faktor penyuluh berdasarkan perolehan nilai
skor, maka digunakan rumus sebagai berikut :
Na =𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐩𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐭𝐚
𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢𝐱𝟏𝟎𝟎%
Kriteria persentase penilaian dapat dilihat pada gambar garis kontinum
dapat dilihat dibawah:
0 25 50 75 100
Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 2. Garis Kontinum Uji Hipotesis II
0 % - 25 % = Sangat Rendah
26 % - 50% = Rendah
56% - 75% = Tinggi
76% - 100% = Sangat Tinggi
3) Uji Hipotesis III Korelasi Rank Sperman dengan Uji T
Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kelas BPP dengan tingkat
pengetahuan dianalisis dengan menggunakan rumus korelasi Rank Spearman.
Korelasi Rank Spearman bekerja dengan data ordinal. Karena jawaban responden
merupakan data ordinal, maka data tersebut diubah terlebih dahulu dari data
27
ordinal ke dalam bentuk ranking. Korelasi digunakan untuk mengukur tingkat atau
eratnya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat,
dan dapat diketahui dengan rumus korelasi Rank Spearman:
r𝑠 = 1 −6 di²N
i=1
𝑁³ − 𝑁
Keterangan :
rs = koefisien korelasi Rank Spearman
N = Jumlah sampel
di = Selisih ranking antar variabel
Untuk pengujian tingkat signifikansi hubungan digunakan uji T karena
sampel yang diambil lebih dari 10 (N>10) dengan tingkat kepercayaan 95%
dengan rumus :
T = 𝑟𝑠 𝑁 − 2
1 − (𝑟𝑠)2
Korelasi Rank Spaerman menggunakan aplikasi SPSS dalam buku Sarwono
(2015) dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Angka korelasi berkisar 0 s/d 1,
b) Besar kecilnya angka oke relasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan
kedua variabel. Patokan angkanya adalah sebagai berikut :
0 – s/d 0.25 : Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
0.25-0,5 : Korelasi cukup
> 0,5-0,75 : Korelasi kuat
> 0,75-1 : Korelasi sangat kuat
c) Korelasi dapat positif dan negatif. Korelasi positif menunjukkan arah yang
sama hubungan antar variabel. Artinya jika variabel 1 besar maka variabel 2
semakin besar pula. Sebaliknya, korelasi negative menunjukkan arah
berlawanan. Artinya, jika variabel 1 besar maka variabel 2 menjadi kecil.
d) Signifikansi hubungan dua variabel dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai
berikut :
Jika signifikansi < 0,05, hubungan kedua variabel signifikan, dan
Jika signifikansi > 0,05, hubungan kedua variabel tidak signifikan.
28
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
1. Kondisi Geografis
Kondisi geografis daerah Kabupaten Langkat terletak pada 3o14’dan 4
o13’
lintang utara, serta 93o51’ dan 98
o45’ Bujur Timur dan 4-105 m diatas permukaan
laut dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatas dengan selat Malaka dan Provinsi NAD
- Sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Karo
- Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Deli Serdang
- Sebelah Barat berbatas dengan Provinsi Aceh (Aceh Tengah)
Kabupaten Langkat menempati area seluas ± 6.263,29 Km2
(626.329 Ha)
yang terdiri dari 23 kecamatan dan 240 Desa serta 37 Kelurahan. Berdasarkan luas
daerah menurut kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah
kecamatan Bahorok dengan luas 1.101,83 Km2 atau 17,59 % diikuti kecamatan
Batang Serangan dengan luas 899,38 Km2
atau 14,36%. Sedangkan luas daerah
terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan luas 42,05 Km2
atau 0,67% dari total
luas wilayah Kabupaten Langkat.
Kabupaten Langkat termasuk daeerah yang beriklim tropis. Sehingga daerah
ini memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dan
musim kemarau biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan
volume curah hujan pada bulan terjadinya musim.
2. DataPenduduk Kabupaten Langkat
Data Sumber daya manusia ini meliputi penyebaran jumlah penduduk
berdasarkan pada tingkat pendidikan, tingkat umur ataupun usia, berdasarkan
pekerjaan, suku bangsa dan agama dari seluruh penduduk yang berdomisili di
Kabupaten Langkat.
Berdasarkan jumlah penduduk berdasarkan sumber daya manusia
berdasarkan umur responden disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Data Sumber Daya Manusia Berdasarkan Umur
Kelompok Umur
2018
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki Perempuan Total
0 – 4 53071 51220 104291
05-09 54046 52187 106233
29
Lanjutan Tabel 5.
Kelompok Umur
2018
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki Perempuan Total
09-14 51069 48782 99851
15 – 19 47284 44478 91762
20 – 24 43660 42291 85951
25 – 29 40318 39456 79774
30 – 34 38272 38838 77110
35 – 39 36615 37718 74333
40 – 44 34651 34471 69122
45 - 49 31692 31796 63488
50 - 54 27422 27148 54570
55 - 59 22345 21826 44171
60 - 64 15286 15071 30357
65 - 69 9525 10074 19599
70 - 74 6177 7136 13313
75 + 6371 8013 14384
Total 517804 510505 1028309
Sumber : BPS Kabupaten Langkat (2019)
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kabupaten Langkat pada tahun 2018 sebanyak 967.535 jiwa yang terdiri dari
487676 jiwa penduduk laki-laki dan 479.859 jiwa penduduk perempuan yang
berumur mulai dari 0-75 tahun.
3. Data BPP Kabupaten Langkat
Kabupaten Langkat memiliki 23 BPP sesuai dengan wilayah kerja masing-
masing BPP disajikan pada Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Data BPP di Kabupaten Langkat No Nama BP3K Nama Kelembagaan Wilayah Kecamatan Nama Pimpinan
1 Bahorok Balai Penyuluhan Pertanian Bahorok Roslita SP
2 Serapit Balai Penyuluhan Pertanian Sirapit Irman,SPt
3 Sei Bingai Balai Penyuluhan Pertanian Sei Bingai Azwar, SP
4 Kuala Balai Penyuluhan Pertanian Kuala Amansyah SST
5 Salapian Balai Penyuluhan Pertanian Kutambaru
M. Alamin, SP Salapian
6 Stabat Balai Penyuluhan Pertanian Stabat Bambang Sutrisno, SP
Padang Tualang Balai Penyuluhan Pertanian
Padang Tualang
Suriadi H Sijabat, SP 7 Sawit Sebrang
Batang Serangan
8 Wampu Balai Penyuluhan Pertanian Wampu Lilik Supianto SP
9 Hinai Balai Penyuluhan Pertanian Hinai Baihaki Daulay
10 Secanggang Balai Penyuluhan Pertanian Secanggang Sukardiono, SP
11 Tanjung Pura Balai Penyuluhan Pertanian Tanjung Pura Bincar Huala Harahap
12 Gebang Balai Penyuluhan Pertanian Gebang Afifuddin, SST
13 Babalan Balai Penyuluhan Pertanian Babalan Sampe Pintu Batu SP
14 Sei Lepan Balai Penyuluhan Pertanian Sei Lepan Sugianto
15 Besitang Balai Penyuluhan Pertanian Besitang Sudi, SP
16 Pangkalan Susu Balai Penyuluhan Pertanian Pangkalan Susu Musfa Indra SP
Lanjutan Tabel 6.
30
No Nama BP3K Nama Kelembagaan Wilayah Kecamatan Nama Pimpinan
17 Pematang Jaya Balai Penyuluhan Pertanian Pematang Jaya Selamat, SST
18 Selesai Balai Penyuluhan Pertanian Selesai Ali Rustam, SP
19 Binjai Balai Penyuluhan Pertanian Binjai Irmansyah, SP
20 Batang Balai Penyuluhan Pertanian Batang Serangan Baktiar Lingga, SP
21 Serangan
Brandan Barat
Balai Penyuluhan Pertanian Brandan Barat Roslina, SP.t
22 Sawit Sebrang Balai Penyuluhan Pertanian Sawit Sebrang Edi Chandra SP
23 Kutambaru Balai Penyuluhan Pertanian Nurman, SP.t
Sumber:Data Simluhtan (2019)
Berdasarkan data BPP diatas diketahui bahwa masing-masing BPP terletak
diwilayah kerja masing-masing disetiap kecamatan. Untuk mengetahui kelas BPP
di Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Data Kelas BPP di Kabupaten Langkat
No Nama BP3K Wilayah Kecamatan Kelas BPP
Pratama Madya Utama Additama
1 Bahorok Bahorok √
2 Serapit Sirapit
3 Sei Bingai Sei Bingai √
4 Kuala Kuala √
5 Salapian Kutambaru
√
Salapian
6 Stabat Stabat √
7 Padang Tualang
Padang Tualang
Sawit Sebrang
Batang Serangan
8 Wampu Wampu √
9 Hinai Hinai √
10 Secanggang Secanggang √
11 Tanjung Pura Tanjung Pura √
12 Gebang Gebang √
13 Babalan Babalan √
14 Sei Lepan Sei Lepan
15 Besitang Besitang √
16 Pangkalan Susu Pangkalan Susu √
17 Pematang Jaya Pematang Jaya √
18 Selesai Selesai √
19 Binjai Binjai
20 Batang Serangan Batang Serangan √
21 Brandan Barat Brandan Barat √
22 Sawit Sebrang Sawit Sebrang √
23 Kutambaru
Sumber:Data Simluhtan (2019)
Berdasarkan Tabel 7 di atas diketahui bahwa BPP di Kabupaten Langkat
terdiri dari tiga kelas BPP yaitu Pratama, Madya, Utama dan Additama. Dimana
ada juga beberapa BPP yang belum memiliki kelas.
Kabupaten Langkat memiliki jumlah desa/kelurahan sebanyak 277
desa/kelurahan. Dan jumlah penyuluh sebanyak 138 orang, terdiri dari 59 orang
penyuluh PNS dan 79 orang THL-TBPP. Jumlah tersebut juga dipastikan masih
kekurangan tanaga penyuluh dibandingkan banyaknya desa/ kelurahan, sehingga
31
banyak diantara penyuluh yang mempunyai wilayah kerja penyuluh pertanian
(WKPP) lebih dari 1 (satu) desa.
32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kelas BPP
Indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat kelas sesuai dengan
pedoman penilaian BPP dibagi kedalam 4 indikator yaitu kelas Pratama (nilai ≤
475), kelas Madya (nilai 476 - 650), kelas Utama (nilai 651 - 825), dan kelas
Aditama (nilai 826 - 1.000). Indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Tingkat Kelas BPP
NO TINGKAT KELAS BPP KATEGORI JAWABAN NILAI
1 Pratama Sangat Rendah ≤475
2 Madya Rendah 476-650
3 Utama Tinggi 651-825
4 Adittama Sangat Tinggi 826-1000
Sumber : Pedoman Penilaian Klasifikasi BPK
Penilaian kemampuan BPK/BP3K dilakukan berdasarkan 5 (lima) aspek
yaitu: kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana prasarana dan
pembiayaan. Selanjutnya kelima aspek tersebut dijabarkan melalui beberapa
variabel, antara lain: organisasi, ketenagaan, pelaksanaan tugas dan fungsi dan
lain-lain. Bobot penilaian maksimum sebesar 1.000 dengan nilai bobot masing-
masing aspek, seperti terlihat pada Tabel 9 berikut:
Tabel 9. Aspek Penilaian Kemampuan Balai Penyuluh Kecamatan NO ASPEK BOBOT
1 Kelembagaan 224
2 Ketenagaan 64
3 Penyelenggaraan 532
4 Sarana Dan Prasarana 250
5 Pembiayaan 30
Jumlah 1000
Sumber : Pedoman Penilaian Klasifikasi BPK
Berdasarkan hasil rekapitulasi data dari ketiga BPP yang dijadikan sampel,
maka dapat ditabulasikan nilai akhir dari masing-masing BPP adalah sebagai
berikut:
Tabel 10. Rekapitulasi Nilai Kemampuan Kelas BPP
N
o
Nama
BPK/BP3K
Nilai
Total
Nilai
Kelas
Kemamp
uan
Aspek
Kelemb
agaan
Aspek
Ketenagaa
n
Aspek
Penyelengga
raan
Aspek
Sarana
dan
Prasarana
Aspek
Pembiaya
an
1 BPP Hinai 115 46 210 67 10 448 Pratama
2 BPP Gebang 107 46 200 57 10 420 Pratama
3 BPP Tanjung
Pura 155 46 250 67 10 538 Madya
Sumber : Pedoman Penilaian Klasifikasi BPK
33
Berdasarkan Tabel 10 di atas diketahui bahwa BPP Hinai dan Gebang
masuk kedalam kategori kelas kemampuan pratama karena memiliki total nilai
sebesar 448 untuk BPP Hinai dan 420 untuk BPP Gebang, sedangkan BPP
Tanjung Pura memiliki kelas kemampuan madya karena memiliki total nilai
sebesar 538.
Salah satu upaya penguatan dan pengembangan kapasitas BPK/BP3K
diawali dengan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap kondisi dan
potensi BPK/BP3K. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan dari
kelembagaan penyuluhan Pedoman Pelaksanaan Klasifikasi Balai Penyuluhan
Kecamatan tersebut, sehingga dapat dijadikan dasar dalam melakukan pembinaan
selanjutnya.
Berdasarkan kondisi dilapangan dapat kita lihat bahwa aspek kelembagaan
sudah cukup baik, karena BPP telah menjalankan tugas dan fungsinya seperti BPP
telah menyusun programa penyuluhan, memfasilitasi kegiatan pembelajaran,
penyediaan dan penyebaran informasi teknologi dan sebagainya. Sedangkan pada
aspek ketenagaan BPP sudah dikelolah oleh pimpinan BPP yang sesuai, dan
ketersediaan penyuluh pertanian sesuai dengan kebutuhan potensi wilayah. Pada
aspek penyelenggaraan yang sudah terlaksana di Kabupaten Langkat perencanaan
manajemen seperti adanya data IPW dan permasalahan perilaku petani, data
inventarisasi kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha, adanya rumusan
masalah, RKTP, jadwal latihan dan kunjungan serta laporan pelaksanaan dan
sebagainya. Aspek sarana dan perasarana belum memenuhi standar minimal
karena sebagian BPP belum memiliki sarana informasi yang lengkap, alat bantu
penyuluhan, alat transportasi, sarana perpustakaan, sarana perlengkapan ruangan,
perkantoran, dan lingkungan atau lahan percobaan yang kurang sesuai. Sedangkan
pada aspek pembiayaan dan administrasi masih kurang sesuai dan lengkap hampir
disemua BPP.
B. Tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP
Indikator yang digunakan dalam mengukur faktor-faktor yang berhubungan
dengan kelas BPP terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman, ketersediaan sarana
dan prasarana, keaktifan dalam kegiatan pelatihan, sikap pimpinan BPP, kebijakan
pemerintah, pembiayaan, infrastruktur dan interaksi petani. Masing-masing
34
indikator diwakili oleh satu pertanyaan, sehingga dari sepuluh indikator diperoleh
sepuluh pertanyaan.
Umur, pendidikan, pengalaman, ketersediaan sarana dan prasarana,
keaktifan dalam kegiatan pelatihan, sikap pimpinan BPP, kebijakan pemerintah,
pembiayaan, infrastruktur dan interaksi petani dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Rekapitulasi data kuesioner untuk mengukur tingkat faktor-faktor
Variabel Total Skor Skor
Maksimum Persentase Kategori
Faktor Internal
Umur 78 155 50,32 Sedang Pendidikan 140 155 90,32 Tinggi Pengalaman 118 155 76,13 Tinggi Ketersediaan sarana 96 155 61,93 Tinggi Keaktifan dalam pelatihan 100 155 64,52 Tinggi Sikap pimpinan BPP 94 155 60,64 Tinggi Faktor Eksternal
Kebijakan Pemerintah 97 155 62,58 Tinggi Pembiayaan 95 155 61,29 Sedang
Infrastruktur 97 155 62,58 Tinggi Interaksi Petani 93 155 60 Sedang
Jumlah 938 1.550 59,86 Sedang
Sumber : Analisis Data (2019)
Berdasarkan Tabel 11 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor
keseluruhan untuk variabel faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP
adalah 72,34% yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi. Seperti disajikan
pada Gambar 3 dibawah ini :
0 20 40 60 80 100
59,86
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 3. Garis Kontinum tingkat Faktor-faktor
a. Faktor Internal
1) Umur
Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur penyuluh disajikan pada
Tabel 12 berikut :
Tabel 12. Tingkat Umur Penyuluh
Umur Kategori
Jawaban Nilai
Jumlah
Responden
Total
skor
Persenta
se
< 25 Tahun Sangat Rendah 1 - - -
26-35 Tahun Rendah 2 18 36 22,58
36-45 Tahun Sedang 3 10 30 51,61
46-55 Tahun Tinggi 4 3 12 25,81
35
Lanjutan Tabel 12. > 56 Tahun Sangat Tinggi 5 - - -
Jumlah 31 78 100
Skor yang diperoleh 78
Skor Ideal 155
%Tingkat Umur 50,32
Sumber: Analisis Data Primer (2019)
Berdasarkan Tabel 12 diatas, tingkat umur penyuluh berkisar 20 tahun
sampai >55 tahun lebih dari 62,90% didominasi oleh penyuluh yang berumur
produktif. Umur penyuluh berhubungan dengan kinerja penyuluh. Jika
digambarkan kedalam garis kontinum adalah sebagai berikut:
0 20 40 60 80 100 50,32
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4. Garis Kontinum Umur
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa umur tergolong kedalam
kategori sangat tinggi. Artinya rata-rata penyuluh di Kabupaten Langkat tergolong
dalam usia yang produktif. Menurut Rochani (2004) umur produktif dimulai pada
usia 15-55 tahun. Sehingga dengan demikian keberhasilan kinerja seseorang
dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis seseorang faktor fisiologis berkaitan erat
dengan kematangan seseorang dalam berfikir, kematangan dalam berfikir tidak
berkaitan dengan tingkatan umur.
2) Pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur penyuluh disajikan pada
Tabel 13 berikut :
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan Kategori
Jawaban Nilai
Jumlah
Responden
Total
skor
Perse
ntase
SD Sangat Rendah 1 - - -
SD Rendah 2 - - -
SMP Sedang 3 - - -
SMA Tinggi 4 15 60 48,39
Perguruan Tinggi Sangat Tinggi 5 16 80 51,61
Jumlah 31 140 100
Skor yang diperoleh 140
Skor Ideal 155
%Tingkat Pendidikan 90,32
Sumber : Data Primer (2019)
36
Tingkat pendidikan responden umumnya sudah baik, hal ini terbukti dari
jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah adalah pada jenjang
SMA sebanyak 15 responden (48,39%) sedangkan untuk tingkat pendidikan
perguruan tinggi atau sarjana sebanyak 16 responden (51,61%).
Hal ini didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung
seperti sudah dibangunnya universitas di kabupaten ini, selain itu jarak dari
kabupaten ke kota besar seperti kota Medan tidak terlalu jauh sehingga
mendukung masyarakat untuk dapat menempuh pendidikan tinggi. Secara garis
kontinum karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada
gambar berikut:
0 20 40 60 80 100 90,32
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 5. Garis Kontinum Pendidikan
Menurut Suhardiyono (1992) menyatakan bahwa penempatan seorang
penyuluh sangat ditentukam oleh pendidikan yang dimilikinya, pendidikan juga
sangat berpengaruh pada perilaku seorang PPL. Tetapi, jika didalam memilih
penyuluh ini terlalu ditekankan pada kualitas akademis, maka hal ini akan dapat
menyebabkan kesulitan dikemudian hari karena seorang penyuluh memiliki
pendidikan yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan menyuluh yang baik.
3) Pengalaman
Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur penyuluh disajikan pada
Tabel 14 berikut :
Tabel 14. Tingkat Pengalaman
Pengalaman Kategori
Jawaban Nilai
Jumlah
Responden
Total
skor
Persent
ase
<1 Tahun Sangat Rendah 1 - - -
1,1- 2 Tahun Rendah 2 5 10 16,13
2,1 – 4 Tahun Sedang 3 8 24 25,81
4,1 – 6 Tahun Tinggi 4 6 24 19,35
>6 Tahun Sangat Tinggi 5 12 60 38,71
Jumlah 31 118 100
Skor yang diperoleh 118
Skor Ideal 155
%Tingkat Pengalaman 76,13
Sumber : Data Primer (2019)
37
Berdasarkan Tabel 14 diatas diketahui bahwa sebanyak 5 responden
memiliki pengalaman berusahatani < 2 tahun (16,13%), penyuluh responden yang
memiliki pengalaman 2,1-4 tahun sebanyak 8 responden (25,81%), dan untuk
kategori tinggi hingga sangat tinggi atau penyuluh yang memiliki pengalaman
lebih dari 4 tahun sebanyak 20 responden (58,06%). Keadaan ini menyatakan
bahwa secara umum tingkat pengalaman penyuluh responden termasuk kedalam
kategori tinggi.
Secara garis kontinum karakteristik responden berdasarkan pengalaman
disajikan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80 100 76,13
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 6. Garis Kontinum Pengalaman
Berdasarkan gambar garis kontinum tersebut diketahui bahwa tingkat
pengalaman petani berada pada kategori sangat tinggi yaitu sebesar 76,13%.
4) Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Karakteristik responden berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana
disajikan pada Tabel 15 berikut:
Tabel 15. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan
Prasarana
Kategori
Jawaban Nilai
Jumlah
Responden
Total
skor
Persent
ase
Tidak lengkap Sangat Rendah 1 - - -
Kurang lengkap Rendah 2 11 22 35,48
Cukup lengkap Sedang 3 6 18 19,35
Lengkap Tinggi 4 14 56 45,16
Sangat Lengkap Sangat Tinggi 5 - - -
Jumlah 31 96 100
Skor yang diperoleh 96
Skor Ideal 155
%Tingkat Ketersediaan Sarana dan Prasana 61,93
Sumber : Data Primer (2019)
Berdasarkan Tabel 15 diatas diketahui bahwa sebanyak 14 responden
(45,16%) menjawab lengkap, 6 responden (19,35%) cukup lengkap dan 11
responden (35,48%) kurang lengkap. Ketersedian sarana prasarana meliputi
adanya kantor/gedung BPP, lahan percontohan, adanya alat bantu penyuluhan,
alat transportasi, peralatan administrasi seperti komputer/laptop, printer, dan
perpustakaan.
38
Secara garis kontinum karakteristik responden berdasarkan pengalaman
disajikan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80 100 61,93
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 7. Garis Kontinum Ketersediaan Sarana Dan Prasarana
5) Keaktifan Dalam Kegiatan Pelatihan
Karakteristik responden berdasarkan keaktifan dalam kegiatan pelatihan
disajikan pada Tabel 16 berikut:
Tabel 16. Keaktifan dalam Kegiatan Pelatihan
Keaktifan dalam
Pelatihan Kategori Jawaban Nilai
Jumlah
Responden
Total
skor
Persenta
se
Tidak Aktif Sangat Rendah 1 - - -
Kurang Aktif Rendah 2 9 18 29,04
Cukup Aktif Sedang 3 6 18 19,35
Aktif Tinggi 4 16 64 51,61
Sangat Aktif Sangat Tinggi 45 - - -
Jumlah 31 100 100
Skor yang diperoleh 100
Skor Ideal 155
%Tingkat Keaktifan dalam Pelatihan 64,52
Sumber : Data Primer (2019)
Berdasarkan Tabel 16 diatas diketahui bahwa responden yang sangat aktif
dalam kegiatan pelatihan sebanyak 16 responden (51,61%), yang aktif sebanyak 6
responden (19,35%), dan yang kurang aktif sebanyak 9 responden (29,03%).
Keaktifan dalam kegiatan pelatihan baik yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian
ataupun instansi terkait, dimana kegiatan ini terhitung dalam kurun waktu satu
tahun. Artinya dalam satu tahun penyuluh ada yang sangat aktif, aktif, dan kurang
aktif dalam mengikuti kegiatan pelatihan.
Secara garis kontinum karakteristik responden berdasarkan keaktifan dalam
kegiatan pelatihan disajikan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80 100 64,52
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 8. Garis Kontinum Keaktifan Dalam Kegiatan Pelatihan
39
Dari gambar 8 di atas diketahui bahwa tingkat keaktifan dalam kegiatan
pelatihan berada pada kategori tinggi.
6) Sikap Pimpinan BPP
Sikap pimpinan BPP adalah bagaimana sikap pemimpin BPP dalam
mengembangkan wilayah kerjanya, baik itu sikapnya terhadap penyuluh ataupun
petani. Untuk mengetahui distribusi berdasarkan sikap pimpinan BPP dapat dilihat
pada Tabel 17 dibawah ini :
Tabel 17. Distribusi responden berdasarkan Sikap Pimpinan BPP
Sikap Pimpinan BPP Kategori Jawaban Nilai Jumlah
Responden
Total
skor
Persenta
se
Tidak Aktif Sangat Rendah 1 - - -
Kurang Aktif Rendah 2 7 14 29,04
Cukup Aktif Sedang 3 16 48 19,35
Aktif Tinggi 4 8 32 51,61
Sangat Aktif Sangat Tinggi 5 - - -
Jumlah 31 94 100
Skor yang diperoleh 94
Skor Ideal 155
%Tingkat Sikap Pimpinan BPP 60,64
Sumber: Analisis Data Primer (2019)
Berdasarkan Tabel 17 diatas diketahui bahwa sebanyak 7 responden
(22,58%) yang memilih kurang aktif, cukup aktif sebesar 16 responden (51,61%)
dan yang aktif sebesar 8 responden (25,80%). Secara garis kontinum karakteristik
responden berdasarkan keaktifan dalam kegiatan pelatihan disajikan pada gambar
berikut ini :
0 20 40 60 80 100 60,64
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 9. Garis Kontinum Keaktifan Dalam Kegiatan Pelatihan
Dari gambar 9 di atas diketahui bahwa tingkat keaktifan dalam kegiatan
pelatihan berada pada kategori tinggi.
b. Faktor Eksternal
1) Kebijakan Pemerintah
Karakteristik responden berdasarkan kebijakan pemerintah disajikan pada
Tabel 18 berikut:
40
Tabel 18. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah Kategori Jawaban Nilai Jumlah
Responden
Total
skor
Persenta
se
Tidak Mendukung Sangat Rendah 1 - - -
Kurang Mendukung Rendah 2 11 22 35,48
Cukup Mendukung Sedang 3 5 15 16,13
Mendukung Tinggi 4 15 60 48,39
Sangat Mendukung Sangat Tinggi 5 - - -
Jumlah 31 97 100
Skor yang diperoleh 97
Skor Ideal 155
%Tingkat Kebijakan Pemerintah 62,58
Sumber : Data Primer (2019)
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Karakteristik responden berdasarkan kebijakan pemerintah yang
mendukung sebanyak 15 responden (48,39%), yang cukup mendukung 5
responden (16,13%) sedangkan yang menjawab kurang mendukung sebanyak 11
responden (35,48%). Berdirinya kelembagaan penyuluhan pertanian secara
mandiri merupakan peran pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang sistem
penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan pada pasal 8 ayat 2 bahwa
kelembagaan penyuluhan yang diamanatkan yaitu pada tingkat pusat berbentuk
badan yang menangani penyuluhan, pada tingkat provinsi berbentuk Badan
Koordinasi Penyuluhan, pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana
penyuluhan dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.
Secara garis kontinum karakteristik responden berdasarkan kebijakan
pemerintah disajikan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80 100 62,58
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 10. Garis Kontinum Kebijakan
Dari gambar di atas diketahui bahwa kebijakan pemerintah berada pada
kategori sangat tinggi yaitu sebesar 62,58%.
2) Pembiayaan
Karakteristik responden berdasarkan pembiayaan disajikan pada Tabel 19
sebagai berikut:
41
Tabel 19. Pembiayaan
Pembiayaan Kategori
Jawaban Nilai
Jumlah
Responden Total skor
Persenta
se
Tidak Sesuai Sangat Rendah 1 7 7 22,58
Kurang Sesuai Rendah 2 4 14 12,90
Sesuai Tinggi 3 6 18 19,35
Sangat Sesuai Sangat Tinggi 4 14 56 45,17
Jumlah 31 95 100
Skor yang diperoleh 95
Skor Ideal 155
%Tingkat Pembiayaan 61,29
Sumber : Data Primer (2019)
Berdasarkan Tabel 19 diatas dapat dilihat bahwa menurut responden
sebanyak 14 responden (45,17%) yang mengatakan bahwa pembiayaan sesuai, 6
responden (19,35%) cukup sesuai, 4 responden (12,90%) kurang sesuai dan 7
responden (22,58%) tidak sesuai. Penggelolaan pembiayaan dan administrasi
sesuai dengan peraturan yang ada baik itu yang berasal dari dana APBD/APBN.
Adanya pengelolaan anggaran yang tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku
meliputi pembiayaan operasional, pertemuan-pertemuan, percontohan, penyediaan
dan penyebaran informasi, pembelajaran petani, peningkatan kapasaitas penyuluh,
peningkatan kapasitas kelembagaan petani dan ekonomi petani serta kemitraan.
Dukungan pembiayaan dalam pengelolaan BPK/BP3K dapat bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Swasta, dan
Swadaya.
Secara garis kontinum karakteristik responden berdasarkan pembiayaan
disajikan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80 100 61,29
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 11. Garis Kontinum Pembiayaan
Dari gambar di atas diketahui bahwa kebijakan pemerintah berada pada
kategori sangat tinggi yaitu sebesar 61,29%.
3) Infrastruktur
Karakteristik responden berdasarkan infrastruktur disajikan pada Tabel 20
sebagai berikut:
42
Tabel 20. Infrastruktur
Infrastruktur Kategori
Jawaban Nilai
Jumlah
Responden
Total
skor
Persent
ase
Tidak Sesuai Sangat Rendah 1 - - -
Kurang Sesuai Rendah 2 5 10 16,13
Cukup Sesuai Sedang 3 17 51 54,84
Sesuai Tinggi 4 9 36 29,03
Sangat Sesuai Sangat Tinggi 5 - - -
Jumlah 31 97 100
Skor yang diperoleh 97
Skor Ideal 155
%Tingkat Infrastruktrur 62,58
Sumber : Data Primer (2019)
Berdasarkan Tabel 20 diatas diketahui bahwa responden yang menjawab
sesuai sebanyak 9 responden (29,03%), cukup sesuai 17 responden (54,84%), dan
kurang sesuai sebanyak 5 responden (16,13%). Infrastruktur merupakan sistem
fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan
fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Secara garis
kontinum karakteristik responden berdasarkan infrastruktur disajikan pada gambar
berikut ini :
0 20 40 60 80 100 62,58
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 12. Garis Kontinum Infrastruktur
4) Interaksi Petani
Karakteristik responden berdasarkan infrastruktur disajikan pada Tabel 21
sebagai berikut:
Tabel 21. Interaksi Petani
Interaksi Petani Kategori Jawaban Nilai Jumlah
Responden Total skor Persentase
Tidak Sering Sangat Rendah 1 4 4 12,90
Kurang Sering Rendah 2 7 14 22,58
Cukup Sering Sedang 3 5 15 12,13
Sering Tinggi 4 15 60 48,39
Sangat Sering Sangat Tinggi 5 - - -
Jumlah 31 93 100
Skor yang diperoleh 93
Skor Ideal 155
%Tingkat Interaksi Petani 60
Sumber : Data Primer (2019)
43
Berdasarkan Tabel 21 diatas diketahui bahwa responden yang menjawab
sering sebanyak 15 responden (48,39%), cukup sering 5 responden (12,13%),
kurang sering sebanyak 7 responden (22,58%), dan 4 responden (12,90%)
menjawab tidak sering. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk
mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi
dan pengalaman belajar. Keaktifan petani dilihat dari seberapa sering petani
mengikuti kegiatan penyuluhan, mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar atau studi
banding kegiatan pertanian.
Secara garis kontinum karakteristik responden berdasarkan infrastruktur
disajikan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80 100
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 13. Garis Kontinum Interaksi Petani
Dari gambar di atas diketahui bahwa kebijakan pemerintah berada pada
kategori sangat tinggi yaitu sebesar 60%.
C. Hubungan antara faktor-faktor dengan Kelas BPP
Untuk mengetahui hubungan dari umur, pendidikan, pengalaman,
ketersediaan sarana dan prasarana, keaktifan dalam kegiatan pelatihan, sikap
pimpinan BPP, kebijakan pemerintah, pembiayaan, infrastruktur dan interaksi
petani digunakan uji Rank Spearman (Rs) untuk mencari keeratan hubungan dua
variabel dengan menggunakan SPSS. Dari hasil uji SPSS diperoleh hasil seperti
Tabel 22 dibawah ini :
Tabel 22. Uji Rank Spearman
No Variabel Independen Kelas BPP
Rs TTabel
Faktor Internal
1 Umur -0,286 2,045
2 Pendidikan -0,668* 2,045
3 Pengalaman -0,136 2,045 4 Sarana dan Prasarana 0,352 2,756 5 Keaktifan Dalam Kegiatan Penyuluhan 0,544** 2,756 6 Pimpinan BPP 0,329 2,045
Faktor Eksternal
7 Kebijakan Pemerintah 0,450* 2,045 8 Pembiayaan 0,433* 2,045
9 Infrastruktur 0,498** 2,756
10 Interaksi Petani -0,294 2,045
**. Correlation in significant at the 0,01 level (2-tailed)
44
*. Correlation in significant at the 0,05 level (2-tailed)
Keterangan :
T Tabel = 2,756 = 0,01
T Tabel = 2,045 = 0,05
Rs = Rank Spearman
** = Signifikan pada α = 0,01 (0,01%)
* = Signifikan pada α = 0,05 (0,05%)
a. Hubungan Antara Faktor Internal Dengan Kelas BPP
1) Hubungan variabel umur dengan kelas BPP
Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai rs sebesar -0,286 artinya kedua
variabel memiliki hubungan yang lemah (Sarwono, 2006) dan nilai tTabel (2,045)
pada taraf 95% untuk menguji signifikan hubungan antara umur dengan kelas
BPP. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena faktor-faktor yang tidak
berhubungan dengan kelas BPP salah satunya adalah umur. Dimana umur
penyuluh yang produktif memiliki keinginan untuk meningkatkan kelas BPP yang
ada diwilayah kerjanya 74,19% penyuluh di Kabupaten Langkat berusia >25-40
tahun atau sebanyak 23 responden.
Hal ini menunjukkan bahwa sesuai kondisi dilapangan umur penyuluh yang
ada di Kabupaten Langkat tergolong produktif sehingga sangat mendukung
kondisi fisik dalam meningkatkan kelas BPP pada masing-masing wilayah
kerjanya. Umur yang produktif juga biasanya cenderung lebih bersemangat
dibandingkan dengan usia non produktif. Menurut Yatno dalam Dewandini
(2010), ketika seseorang bertambah dewasa maka tanggung jawab pun bertambah
besar. Apalagi ketika seseorang individu sudah berkeluarga yang mewajibkannya
bertanggung jawab penuh atas semua kebutuhan keluarganya.
Umur yang semakin tua bukan berarti bahwa seseorang memiliki ilmu atau
pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan penyuluh yang umurnya lebih
muda karena penyuluh yang lebih muda cenderung memiliki daya tangkap dan
ingatan yang lebih baik terhadap informasi yang baru dibandingkan dengan umur
yang lebih tua. Dengan, demikian keberhasilan kinerja seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor fisiologis seseorang faktor fisiologis berkaitan erat dengan
kematangan seseorang dalam berfikir, kematangan dalam berfikir tidak berkaitan
dengan tingkatan umur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Padmowihardjo (1994)
45
yang menyatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa
yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis.
Hal ini sejalan dengan pendapat dari Rafiqah Amanda Lubis (2016) tentang
pengaruh tingkat pendidikan dan umur terhadap kinerja penyuluh pertanian di
Kabupaten Mandailing Natal yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis
dapat diketahui bahwa faktor ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan keberhasilan kinerja penyuluh.
2) Hubungan variabel pendidikan dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman pada tingkat pendidikan
diperoleh nilai rs sebesar -0,668*. Artinya kedua variabel dianggap kuat
(Sarwono, 2006) dan memiliki nilai tTabel (2,045) pada taraf kepercayaan 95%
maka terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kelas BPP.
Variabel tingkat pendidikan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah
lamanya pendidikan formal yang diterima oleh penyuluh. Pendidikan formal
sangat bermanfaat untuk setiap orang karena pendidikan formal merupakan salah
satu usaha yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk dapat merubah perilaku
manusia kearah yang lebih baik dengan cara dan proses yang telah terencana.
Berdasarkan kondisi dilapangan, adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan kelas BPP yang ditunjukkan oleh penelitian ini dapat
terjadi diakibatkan oleh proses pembelajaran yang diterima oleh penyuluh.
Berdasarkan data dari distribusi responden dapat kita lihat bahwa pendidikan
responden termasuk kedalam kategori tinggi dapat dilihat dari tingkat pendidikan
SMA berjumlah 15 orang (48,39%) dan untuk tingkat pendidikan Perguruan
Tinggi berjumlah 16 orang (51,61%).
Waktu pendidikan yang lebih lama cenderung membuat seseorang dapat
menerima informasi yang baru dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain
sehingga dia dapat memecahkan permasalahan yang ada secara lebih tepat
berdasarkan pendekatan ilmu yang sudah diperoleh selama melalui jenjang
pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan memberikan dampak
yang positif dengan keterampilan, perubahan pengtahuan kearah yang lebih baik
dan sikap dalam menghadapi perma-salahan yang ada.
46
Hal ini sesuai dengan pendapat Lunandi dalam Nani Sufiandi Suhanda
(2008) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses terencana untuk
mengubah perilaku seseorang yang dilandasi adanya perubahan pengetahuan,
keterampilan, dan sikapnya.
Dan sejalan dengan pernyataan Slamet (2003) yang mendefenisikan bahwa
pendidikan adalah sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada
perilaku manusia. Pendidikan formal yang diterima seseorang akan memberikan
dampak yang positif terhadap kinerja dan prestasi seseorang karena pendidikan
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas seseorang dalam mengemban tugas
yang diberikan kepadanya.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rafiqah Amanda Lubis dari
Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan tentang pengaruh tingkat
pendidikan dan umur terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten
Mandailing Natal yang menyatakan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa
variabel yang menunjukkan hubungan yang signifikan adalah variabel tingkat
pendidikan.
3) Hubungan Pengalaman dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar -0,136, artinya hubungan kedua variabel dianggap sangat lemah dengan
nilai tTabel (2,045) pada taraf kepercayaan 95% maka tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengalaman dengan kelas BPP. Pengalaman bekerja yang diukur
dalam penelitian adalah lama (tahun) penyuluh dalam bekerja, dihitung sejak
mulai pengangkatan sebagai PNS maupun sebagai THL sampai penelitian
dilaksanakan. Pengalaman dalam melakukan penyuluhan memiliki dampak yang
besar bagi penyuluh untuk menyakinkan petani akan materi-materi maupun
informasi-informasi yang disampaikan.
Berdasarkan kondisi dilapangan dapat kita lihat bahwa pada umumnya
penyuluh di Kabupaten Langkat memiliki pengalaman yang cukup lama menjadi
seorang penyuluh dapat dilihat berdasarkan data distribusi responden yang
menyatakan bahwa pengalaman penyuluh yang ada di Kabupaten Langkat
sebanyak 7 responden (22,58%) yang memiliki pengalaman kurang dari 2 tahun,
2,1-4 tahun sebanyak 4 responden (12,90%), 4,1-6 tahun sebanyak 6 responden
47
(19,35%) sedangkan responden yang memiliki pengalaman lebih dari 6,1 tahun
sebesar 14 responden (45,16%). Artinya pengalaman penyuluh dapat dijadikan
sebagai pengetahuan atau pelajaran untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sesuatu yang telah dialami seseorang akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan terhadap lingkungan sosial dan lingkungan kerjanya. Pengalaman
bekerja adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasakan, dan ditanggung
oleh penyuluh dalam menjalankan tugasnya dengan mengerahkan tenaga, pikiran,
dan badan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Penyuluh yang memiliki pengalaman kerja yang lama cenderung
mendapatkan kepercayaan lebih dari petani membuat penyuluh kontrak memiliki
tantangan untuk melakukan perjalanan di luar sistem sosialnya.
Hal ini memperkuat penelitian dari Inel Mawar Nababan tentang hubungan
karakteristik penyuluh pertanian PNS terhadap keberhasilan penyuluhan yang
menyatakan bahwa Koefisien korelasi (rs) = 0,241 artinya korelasi antara lama
menjadi penyuluh dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas pokok penyuluh
pertanian adalah sebesar 0,241 dan dengan tingkat signifikansi 0,351 (>0.05)
artinya hubungan antara lama menjadi penyuluh dengan tingkat keberhasilan
pelaksanaan program penyuluhan pertanian tidak signifikan.
4) Hubungan sarana dan prasarana dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar 0,352, artinya hubungan kedua variabel dianggap cukup kuat dengan nilai
tTabel (2,756) pada taraf kepercayaan 95% maka terdapat hubungan yang signifikan
antara sarana dan prasarana dengan kelas BPP.
Berdasarkan kondisi dilapangan dapat kita lihat bahwa minimnya sarana dan
prasarana yang dimiliki beberapa BPP di Kabupaten Langkat seperti belum
tersedianya ruangan pimpinan, ruangan administrasi/tata usaha, ruangan
kelompok jabatan fungsional, ruangan pertemuan/aula, ruangan perpustakaan,
ruangan data dan sistem informasi, ruangan pameran, peragaan dan promosi.
Sedangkan untuk perlengkapan ruangan, terdiri atas: ruangan tamu, ruangan
administrasi, dan ruang kerja para penyuluh, meja kursi untuk
petugas/penyuluh/pegawai juga masih minim ketersediaannya. Artinya untuk
48
dapat meningkatkan kelas BPP yang ada di Kabupaten Langkat perlu dilakukan
dilengkapi dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai.
Berdasarkan Undang-Undang SP3K No. 16 tahun 2006, telah dengan jelas
mengemukakan bahwa untuk menigkatkan kelembagaan penyuluhan dan kinerja
penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapat
diselengarakan dengan efektif dan efisien, serta Pemerintah menyediakan sarana
dan prasarana penyuluhan serta pemanfaatannya diatur sesuai dengan peraturan
menteri, gubernur, bupati atau walikota.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 51 tahun 2009 pedoman
standar minimal dan pemanfaatan sarana dan prasarana penyuluhan pertanian
telah dirinci semua standart yang harus dimiliki oleh lembaga penyuluhan baik
dari tingkat pusat sampai ke tingkat kecamatan.
Ketidak tersediaannya sarana prasarana penyuluhan akan berdampak pada
tidak efektif dan tidak efisiennya penyelenggaraan penyuluhan, lebih parahnya
lagi dapat menjadi masalah serius bagi penyuluh. Merujuk pada pendapat Van
Den Ban dan Hawkins (1999) bahwa ketidak tersedianya sarana penunjang untuk
kegiatan penyuluhan menimbulkan masalah bagi seorang penyuluh yang
kehilangan kepercayaan dan petani karena dianggap tidak mampu menyediakan
sarana yang mereka butuhkan. Sebegai seorang penyuluh yang mempertaruhkan
dalam tugasnya tidak ada hal paling buruk selain kehilangan kepercayaan dari
petani.
Sejalan dengan penelitian Saiful Irfan tentang analisis ketersediaan sarana
prasarana penyuluhan dan kinerja penyuluh pertanian lapangan di BP3K
Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe dari Fakultas Pertanian UHO yang
menyatakan bahwa sarana dan prasanara memiliki hubungan yang signifikan
dengan kinerja penyuluh.
5) Hubungan keaktifan dalam kegiatan pelatihan dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar 0,544**, artinya hubungan kedua variabel dianggap kuat dengan nilai
tTabel (2,756) pada taraf kepercayaan 99% maka terdapat hubungan yang
signifikan antara keaktifan penyuluh dalam mengikuti kegiatan penyuluhan
dengan kelas BPP.
49
Berdasarkan kondisi dilapangan penyuluh sangat antusias dalam mengikuti
kegiatan pelatihan. Meskipun dari hasil wawancara dengan beberapa responden
ada yang mengatakan bahwa dalam kurun waktu satu tahum ini belum ada
kegiatan pelatihan yang diikuti. Keaktifan dalam kegiatan penyuluhan membantu
penyuluh mendapatkan informasi tentang teknologi baru sehingga membantu
petani dalam memecahkan permasalahan yang ada dikelompoktani. Sehingga
dengan semakin tinggi keaktifan penyuluh dalam mengikuti kegiatan pelatihan
akan dapat meningkatkan kelas BPP yang ada di Kabupaten Langkat.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hidayat dan Nurasiyah tentang pengaruh
diklat (pendidikan dan pelatihan) terhadap prestasi kerja karyawan di Bank BPR
Rokan Hulu yang menyatakan bahwa dari hasil perhitungan pengujian hipotesis
menunjukkan lebih besar dari yaitu 4,438 > 1,697 sehingga hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara diklat (pendidikan
dan pelatihan) terhadap prestasi kerja karyawan dapat diterima.
6) Hubungan sikap pimpinan BPP dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar 0,329 artinya hubungan kedua variabel dianggap cukup dengan nilai tTabel
(2,045) pada taraf kepercayaan 95% maka tidak terdapat hubungan yang tidak
signifikan antara pimpinan BPP dengan kelas BPP. Pimpinan balai adalah pejabat
yang memiliki latar belakang dibidang penyuluhan atau pejabat fungsional
penyuluh pertanian yang diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin/koordinator
penyuluh di BPK/BP3K, sedangkan urusan Ketata usahaan dapat ditangani oleh
fungsional umum. Selanjutnya untuk urusan programa, sumberdaya, dan supervisi
dalam kelompok jabatan fungsional penyuluh ditetapkan oleh pimpinan balai
dengan memperhatikan potensi pengembangan kawasan komoditas unggulan
wilayah kecamatan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Irvan Azhari dkk, yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang nyata antara perilaku pemimpin dengan kinerja karyawan
pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Manado.
50
b. Hubungan Faktor Eksternal dengan kelas BPP
1) Hubungan kebijakan pemerintah dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar 0,451*, artinya hubungan kedua variabel dianggap cukup dengan nilai
tTabel (2,045) pada taraf kepercayaan 95% maka tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara kebijakan pemerintah dengan kelas BPP. Artinya dengan adanya
kebijakan pemerintah yang mendukung peningkatan kelas BPP sesuai dengan
amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU No.16/2006 SP3K),
kebijakan pengembangan kelembagaan penyuluhan adalah mengutamakan prinsip
kemitraan dalam pengembangan kelembagaan penyuluhan pertanian dan memacu
pengembangan kelembagaan penyuluhan pertanian melalui pemberian prioritas
insentif pembiayaan. Strategi pengembangan kelembagaan penyuluhan adalah
menempatkan kelembagaan penyuluhan pertanian sebagai penggerak utama
kegiatan penyuluhan pertanian di masing-masing tingkatan wilayah administrasi
pemerintahan.
Sebagai penjabaran dari UU No 16/2006, Kementerian Pertanian
mengambil kebijakan menjadikan BPK/BP3K sebagai pusat koordinasi
pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian di wilayah kecamatan yang berbasis
berupa kawasan komoditi unggulan dan atau wilayah. Selain itu, BPK/BP3K
merupakan pusat data dan informasi bagi petani dan pemangku kepentingan
lainnya dalam pengembangan usaha di wilayah kecamatan.
2) Hubungan pembiayaan dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar 0,433*, artinya hubungan kedua variabel dianggap cukup dengan nilai
tTabel (2,756) pada taraf kepercayaan 95% maka terdapat hubungan yang signifikan
antara pembiayaan dengan kelas BPP.
Berdasarkan kondisi dilapangan bahwa penggelolaan pembiayaan dan
administrasi sesuai dengan peraturan yang ada baik itu yang berasal dari dana
APBD/APBN. Adanya pengelolaan anggaran yang tertib sesuai dengan peraturan
yang berlaku meliputi pembiayaan operasional, pertemuan-pertemuan,
percontohan, penyediaan dan penyebaran informasi, pembelajaran petani,
51
peningkatan kapasaitas penyuluh, peningkatan kapasitas kelembagaan petani dan
ekonomi petani serta kemitraan. Dukungan pembiayaan dalam pengelolaan
BPK/BP3K dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik Provinsi
maupun Kabupaten/Kota, Swasta, dan Swadaya.
3) Hubungan infrastruktur dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar 0,498**, artinya hubungan kedua variabel dianggap cukup (Sarwono,
2006). Dengan nilai tTabel (2,756) pada taraf kepercayaan 99% maka terdapat
hubungan yang signifikan antara infrastruktur dengan kelas BPP.
Sesuai dengan kondisi dilapangan dapat kita lihat bahwa ketersediaan
infrastruktur disekitar BPP yang ada di Kabupaten Langkat dalam kategori tinggi.
Artinya kondisi jalan disana dalam kategori baik dan akses informasi juga mudah
didapatkan sehingga memudahkan petani, dan penyuluh untuk saling bertukar
informasi. Ketersediaan infrastruktur yang baik juga memudahkan penyuluh dan
pimpinan BPP untuk meningkatkan kelas BPP yang ada di masing-masing
wilayah kerjanya. Sehingga akan semakin memotivasi petani untuk
Hal ini sejalan dengan penelitian Luh Putu Putri Awandari dan I Gst Bgs
Indrajaya yang menyatakan bahwa berdasarkan pengujian pengaruh infrastruktur
terhadap kesejahteraan masyarakat diperoleh hasil nilai standardized coeficients
beta sebesar 0.553 dan dengan nilai sig. yaitu 0.015< 0.05 ini berarti H0 ditolak
dan H1 diterima, artinya infrastruktur (X1) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan.
4) Hubungan interakasi petani dengan kelas BPP
Berdasarkan perhitungan Tabel uji Rank Spearman di ketahui bahwa nilai rs
sebesar -0,294, artinya hubungan kedua variabel dianggap cukup (Sarwono,
2006). Sedangkan nilai tTabel (2,045) pada taraf kepercayaan 95% maka tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi petani dengan kelas BPP.
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Keaktifan petani dilihat dari seberapa sering petani mengikuti kegiatan
penyuluhan, mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar atau studi banding kegiatan
52
pertanian.Berdasarkan kondisi dilapangan dari hasil wawancara dengan beberapa
responden dan petani diketahui bahwa BPP merupakan salah satu tempat petani
untuk melakukan konsultasi terkait dengan kegiatan usahataninya baik terkait
permasalahan yang ada dilapangan.
Berdasarkan kondisi dilapangan petani di Kabupaten Langkat sudah cukup
sering untuk melakukan interaksi dengan penyuluh ataupun koordinator BPP
sehingga mereka akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi seputar
usahataninya. Ketersedian akses informasi dan kemudahan dalam melakukan
interaksi antara petani dengan penyuluh juga memberikan dampak yang positif
bagi penyuluh untuk meningkatkan kelas BPP menjadi lebih baik.
53
VI. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang mengkaji tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kelas BPP di Kabupaten Langkat disimpulkan
bahwa:
a. Berdasarkan kelas kemampuan BPP Hinai dan Gebang masuk kedalam
kategori kelas kemampuan pratama karena memiliki total nilai sebesar 448
untuk BPP Hinai dan 420 untuk BPP Gebang, sedangkan BPP Tanjung Pura
memiliki kelas kemampuan madya karena memiliki total nilai sebesar 538,
b. Berdasarkan tingkat faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP
dikategorikan menjadi:
a. Faktor internal seperti pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana,
keaktifan dalam kegiatan pelatihan, termasuk kedalam ketegori sangat
tinggi sedangkan pada variabel umur, pengalaman, sikap pimpinan BPP
termasuk kedalam kategori tinggi.
b. Faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, dan infrastruktur masuk
kedalam kategori sangat tinggi dan untuk pembiayaan dan interaksi petani
masuk kedalam kategori tinggi.
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelas BPP adalah :
a. Faktor internal yaitu pendidikan dengan nilai Rank Spearman -0,668
korelasi kuat dan keaktifan dalam kegiatan pelatihan dengan nilai Rank
Spearman 0,544 korelasi kuat. Sedangkan variabel yang tidak
berhubungan adalah umur, pengalaman, sarana prasarana dan sikap
pimpinan BPP.
b. Sedangkan pada faktor eksternal meliputi : kebijakan pemerintah dengan
nilai Rank Spearman 0,450 korelasi cukup, pembiayaan dengan nilai Rank
Spearman 0,433 korelasi cukup dan infrastruktur dengan nilai Rank
Spearman 0,498 korelasi cukup. Sedangkan variabel yang tidak
berhubungan adalah interaksi petani.
B. Saran
Berdasarkan hasil pengkajian, maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
54
1. Untuk meningkatkan kelas BPP di Kabupaten Langkat perlu ditingkatkan
pendidikan penyuluh, interaksi dengan petani, ketersediaan sarana dan
prasarana yang lebih mendukung guna meningkatkan semua kelas BPP yang
ada di Kabupaten Langkat.
2. Bagi pengkaji lain, disarankan agar menggunakan variabel lain yang
berhubungan dengan kelas BPP di Kabupaten Langkat.
C. Rencana Tindak Lanjut
Sebagai bentuk rencana tindak lanjut berdasarkan dari hasil pengkajian
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di Kabupaten Langkat,
selanjutnya disusun suatu rancangan penyuluhan pertanian. Sebagai bentuk
rencana tindak lanjut berdasarkan dari hasil pengkajian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelas BPP di Kabupaten Langkat, selanjutnya disusun suatu
rancangan penyuluhan pertanian. Rancangan penyuluhan pertanian dibuat dalam
bentuk matriks rencana kegiatan penyuluhan pertanian sesuai dengan Permentan
No 47 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan
Pertanian. Matriks rancangan penyuluhan selengkapnya disajikan pada Tabel 23.
55
Tabel 23. Rencana Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Keadaan Tujuan Masalah Sasaran
KEGIATAN PENYULUHAN PERTANIAN
Ke
t Materi
Kegiatan
/Metoda Lokasi
Volo
me Waktu
Sumber
Biaya
Penanggun
g Jawab
Pelaksan
a
Penyuluh
yang
belum
memaha
mi cara
penilaian
kelas
BPP
sesuai
dengan
Permenta
n sebesar
85%
Penyuluh
memahami
cara
penilaian
kelas BPP
sesuai
dengan
Permentan
meningkat
dari 15 %
menjadi 75%
Penyuluh
yang
memahami
cara
penilaian
kelas BPP
sesuai
dengan
Permentan
sebesar
15%
Penyuluh
di BPP
Gebang
Cara
pengisian
Pedoman
Klasifika
si
Penilaian
BPP
Demonst
rasi Cara
BPP
Gebang
1 kali Agustus APBN/APB
D
Dinas
Pertanian
BPP
Gebang
56
DAFTAR PUSTAKA
Afrida, BR. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta. Ghalia Indonesia
Arikunto, S. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Ke 3.
Jakarta. Rineke Cipta.
_________ . 2006. Manajemen Penelitian. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Banoewidjoyo. 2002. Pengembangan Pertanian Usaha Nasional. Jakarta.
Swadaya.
BPS, 2018. Kabupaten Langkat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Langkat
Dewandini, Retno Sri Kuning. 2010. Motivasi Petani Dalam Budidaya Tanaman
Mendong (Fimbristylis Globulosa) Di Kecamatan Minggir Kabupaten
Sleman. Skripsi. Jurusan/Program Studi Penyuluhan Dan Komunikasi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Dinas Pertanian. 2018. Data Jumlah BPP di Kabupaten Langkat. Langkat
Djaali dan Pudji. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Efendy, O. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosda
Karya.
Grigg, N. Dan Fontane, D.G. 1998. Infrastructure System Management &
Optimazation Internasional Civil Engineering. Departement Diponegoro
University
Hariadi, S. S. 2015. Dinamika Kelompok. Yogyakarta. Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hermaya, R. 2003. “Motivasi Petani dalam Menerapkan Usahatani Organik Padi
Sawah”. Tesis. Sekolah Tinggi Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Hernanto. F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hessel, N. 2003. Manajemen Publik. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana.
Jamil, S. 2012. Srategi Pembelajaran. Yogyakarta. A-Ruzz Media.
Kartasapoetra, G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta. Bumi Aksara.
Kementerian Pertanian, 2014. Pedoman Pelaksanaan Klasifikasi Balai
Penyuluhan Kecamatan (BP3K). Jakarta.
57
Kodoatie, R. J. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Lesmana, Dina. 2007. Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian. Fakultas Pertanian
Universitas Mulawarman.
Lubis, Rafiqah Amanda. 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Umur
Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Di Kabupaten Mandailing Natal.
Mandailing Natal. Jurnal Agrohita
Hidayah, Nurul. 2018. Motivasi Petani Dalam Penerapan Pemupukan Pada
Tanaman Kakao DiKecamtan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang.
Karya Ilmiah Penugasan Akhir (KIPA). Medan.
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan. Jakarta.
Penerbit Erlangga
Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta. Universitas
Sebelas Maret.
Padmowiharjo. 1994. Ilmu Usahatani. Jakarta. Penebar Swadaya.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/4/2012 Tentang
Pedoman Pengelolaan Penyuluhan, Sarana Dan Prasarana
Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung. Alfabeta.
________. 2009. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung.
Alfabeta
Rochani. 2004. Persepsi Nelayan terhadap Jaring Ara di Kabupaten Batang.
http://www portalgaruda.article.
Saparwati, M. 2012. Studi Fenomenologi : Pengalaman Kepala Ruang dalam
Mengelola Ruang Rawat di RSUD Ambarawa. Tesis Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.
Sarwono, J. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta.
Graha Ilmu.
Schmidt, G. H., 1971. Biology of Lactacion. Freeman and Company. San
Fransisco
Singarimbun, M dan Sofian, E. 2008. Metode Penelitian Survei, Jakarta. LP3ES.
Simanjuntak, P. J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta FE
UI.
58
Siregar, S. 2010. Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta. Pt Raja grafindo
Persada.
Slamet, Margono. 1992. Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong
Era Tinggal Landas dalam Penyuluhan Pembangunan di Indonesia.
Menyongsong Abad 21. Jakarta. Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara.
Soeharjo, A. dan Patong. 1994. Faktor-faktor Produksi Padi. Jakarta.Penebar
Swadaya.
Sugiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
_________. 2008. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suhardiyono. 1992. Penyuluhan, Petunjuk bagi penyuluh pertanian. Jakarta.
Erlangga.
Todaro, M. P. dan Stephen, C. S. 2006. Pembangunan Ekonomi (edisi kesembilan,
jilid I). Jakarta. Erlangga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006. Tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta.
Van den Ban, A.W. dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta.
Kanisius.
59
Lampiran 1. Jadwal Palang Kegiatan Tugas Akhir (TA) di Kabupaten Langkat Tahun 2019
JADWAL PALANG KEGIATAN TUGAS AKHIR
Nama : Intan Kusumawati
Nirm : 01.4.3.15.0351
Jurusan : Penyuluhan Perkebunan Presisi
Judul Tugas Akhir : Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP
Lokasi : BPP Hinai, BPP Gebang dan BPP Tanjung Pura di Kabupaten Langkat
No Jenis Kegiatan
Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli
Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Penyusunan Proposal
2 Bimbingan Penyusunan
Proposal
3 Seminar Proposal
4 Pelaksanaan Tugas Akhir
5 Pengisian Kuesioner
6 Uji Validitas
7 Rekapitulasi Data
8 Verifikasi Data
9 Analisis Data
10 Penyusunan Laporan
11 Bimbingan Penyusunan
Laporan
12 Seminar Hasil
13 Ujian Komprehensif
60
Lampiran 2. Kuesioner Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di
Kabupaten Langkat
KUESIONER TUGAS AKHIR
No Responden
Kata Pengantar
Perihal : Permohonan Pengisian Angket
Lampiran : Satu Berkas
Judul : Kuesioner Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelas BPP di
Kabupaten Langkat
Kepada Yth : Bapak/Ibu/Sdr
Di-
Tempat
Dengan Hormat,
Dalam Rangka Penyusunan Tugas Akhir (TA) sebagai salah satu syarat
untuk mendaptkan Gelar Sarjana Terapan Pertanian (S.Tr.Pt) di Politeknik
Pembangunan Pertanian Medan, maka saya memohon dengan sangat kepada
Bapak/Ibu/Sdr/i untuk mengisi angket yang telah disediakan. Angket ini bukan tes
psikologi, maka dari itu Bapak/Ibu/Sdr/i tidak perlu takut atau ragu-ragu dalam
memberikan jawaban sesuai dengan kondisi yang Bapak/Ibu/Sdr/i rasakan saat
ini. Saya sangat mengharapkan Bapak/Ibu/Sdr/i dapat memberikan jawaban yang
sejujur-jujurnya sesuai dengan kondidi yang Bapak/Ibu/Sdr/I rasakan selama ini.
Setiap jawaban yang diberikan merupakan bantuan yang tidak ternilai
harganya bagi penulis atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i, saya ucapkan terimakasih.
Medan, Juni 2019
Hormat Saya
Intan Kusumawati
61
Lanjutan Lampiran 2. Kuesioner Penyuluh
KUESIONER PENELITIAN TUGAS AKHIR
No Responden
Kabupaten : Langkat
Tahun : 2019
1. Petunjuk Pengisian Kuisioner Penelitian Tugas Akhir
a. Mohon dengan hormat bantuan dan ketersediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk
menjawab seluruh pertanyaan/pernyataan yang ada.
b. Berilah tanda (x) pada jawaban yang Bapak/Ibu/Sdr/i anggap sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
c. Ada (5) alternative jawaban, yaitu :
1 = Sangat Rendah (a)
2 = Rendah (b)
3 = Sedang (c)
4 = Tinggi (d)
5 = Sangat Tinggi (e)
2. Karakteristik Responden
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin : L/P
d. Pendidikan : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi
e. WKPP :
f. Pekerjaan :
Jawablah Pertanyaan Sesuai dengan Kondisi Bapak/Ibu.
1. Berapa lama pengalaman Bapak/Ibu menjadi Penyuluh?
a. 0-2 Tahun
b. 3-5 Tahun
c. 6-8Tahun
d. 9-11 Tahun
e. >12 Tahun
2. Seberapa Sering Bapak/Ibu mengikuti kegiatan pelatihan (dalam 1 Tahun)?
a. Sama Sekali Tidak Pernah
b. Tidak Pernah
c. Jarang (1-3 Kali)
d. Sering (4-6 Kali)
e. Selalu (>6 Kali)
3. Bagaimana Sikap Pemimpin BPP di Wilayah Kerja Bapak/Ibu?
a. Sangat Tidak Peduli
b. Tidak Peduli
c. Kurang Peduli
d. Peduli
62
e. Sangat Peduli
4. Bagaimana Ketersediaan Sarana dan Prasarana di BPP ?
a. Sangat Tidak Tersedia
b. Tidak Tersedia
c. Kurang Tersedia
d. Tersedia
e. Sangat Tersedia
5. Bagaimana Kebijakan Pemerintah dalam mendukung kegiatan anda ?
a. Sama Sekali Tidak Mendukung
b. Tidak Mendukung
c. Kurang Mendukung
d. Mendukung
e. Sangat Mendukung
6. Bagaimana Pembiayaan dalam mendukung kegiatan anda ?
a. Sama Sekali Tidak Ada
b. Tidak Ada
c. Kurang Sesuai dan kurang lengkap
d. Sesuai dan Lengkap
e. Sangat Sesuai dan Sangat Lengkap
7. Bagaimana keadaan Infrastruktur di BPP anda ?
a. Sama Sekali Tidak Ada
b. Tidak Ada
c. Kurang Baik
d. Baik
e. Sangat Baik
8. Bagaimana Interaksi petani anda terhadap anda dalam menjalani kegiatan
anda ?
a. Sama Sekali Tidak Aktif
b. Tidak Aktif
c. Kurang Aktif
d. Aktif
e. Sangat Aktif
9. Bagaimana kelas BPP diwilayah kerja Bapak/Ibu saat ini ?
a. Sangat Rendah
b. Rendah
c. Sedang
d. Tinggi
e. Sangat Tinggi
63
Lampiran 3. Uji Validitas Dan Reliabilitas
Correlations
Correlations
UMUR TOTAL
UMUR Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
Correlations
Correlations
PENDIDIKAN TOTAL
PENDIDIKAN Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
64
Reliability Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
Correlations
Correlations
PENGALAMAN TOTAL
PENGALAMAN Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
65
Correlations
Correlations
SIKAP PIMPINAN TOTAL
SIKAP PIMPINAN Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
Correlations
Correlations
SARANA DAN
PRASARANA TOTAL
SARANA DAN PRASARANA Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
66
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
Correlations
KEBIJAKAN
PEMERINTAH TOTAL
KEBIJAKAN PEMERINTAH Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
67
Correlations
PEMBIAYAAN TOTAL
PEMBIAYAAN Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 2
Correlations
Correlations
INFRASTRUKTU
R TOTAL
INFRASTRUKTUR Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
68
Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
Correlations
Correlations
INTERAKSI
PETANI TOTAL
INTERAKSI PETANI Pearson Correlation 1 1.000**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
TOTAL Pearson Correlation 1.000** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
1.000 1
69
Lampiran 4. Data Responden
NO RESPONDEN UMUR PENDIDIKAN JENIS KELAMIN
1 KARTIKA 49 SMA P
2 SUPRIANTO 37 SMA L
3 LUAT HRP SPt 50 S1 L
4 ARPAN ARPIANSYAH 33 SMA L
5 SATRIYA YUDHI DHARMA 36 S1 L
6 LISMAYARTI SIULINGGA SP 37 S1 P
7 NAWANTA 46 SMA L
8 INDAH KURNIATI SP 35 S1 P
9 BAIHAKI DAULAY 55 S1 L
10 SABAR GUNAWAN 39 SMA L
11 NURIYATI SPt 39 S1 P
12 JUMIADI 38 SMA L
13 JUNIARTO 39 SMA L
14 RURY ANDRIANTO 28 SMA L
15 ROSNIWATI 54 SMA P
16 ENI SUKEISIH 31 SMA P
17 BINCAR HUALA SP 55 S1 L
18 AFIFFUDDIN SST 43 S1 L
19 NISRON STP 28 S1 L
20 MUSFA SP 34 S1 L
21 ABDUL KHADIR SP 33 S1 L
22 RAHMAWANI SP 35 S1 P
23 PURNAMASARI SP 36 SMA P
24 KARTIKA 44 SMA P
25 INDRA HARAHAP SP 32 S1 L
26 NURDIN SP 34 S1 L
27 MUHAMMAD FAHRI 36 SMA L
28 ABDUL MULK 34 SMA L
29 IRFAN SAZALI SP 38 S1 L
30 PUTRI SP 42 S1 P
31 LESMANA 42 SMA L
70
Lampiran 5. Hasil Rekapitulasi Kuesioner RESPONDEN X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 Y
KARTIKA 2 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3
SUPRIANTO 2 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3
LUAT HRP SPt 2 4 2 4 3 3 3 2 3 3 3
ARPAN ARPIANSYAH 2 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3
SATRIYA YUDHI DHARMA 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3
LISMAYARTI SIULINGGA SP 2 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3
NAWANTA 2 4 4 4 3 3 2 3 3 3 2
INDAH KURNIATI SP 2 4 4 4 3 3 2 3 3 3 2
BAIHAKI DAULAY 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3
SABAR GUNAWAN 3 4 4 3 3 3 2 3 3 3 2
NURIYATI SPt 3 4 4 4 3 4 2 3 3 3 2
JUMIADI 3 5 4 2 3 3 2 3 3 3 2
JUNIARTO 3 5 4 2 3 3 2 3 3 3 3
RURY ANDRIANTO 3 5 4 3 3 3 2 3 3 3 3
ROSNIWATI 3 4 4 2 3 3 2 3 3 3 3
ENI SUKEISIH 3 4 4 2 3 3 3 4 3 3 3
BINCAR HUALA SP 3 5 4 2 3 3 3 3 3 3 3
AFIFFUDDIN SST 2 5 4 2 3 4 3 3 3 4 3
NISRON STP 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
MUSFA SP 2 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3
ABDUL KHADIR SP 4 5 4 4 4 3 4 4 3 4 4
RAHMAWANI SP 2 5 4 3 4 3 4 3 3 4 3
PURNAMASARI SP 4 5 4 3 4 3 3 3 3 3 3
KARTIKA 4 5 4 4 4 3 4 3 3 3 3
INDRA HARAHAP SP 3 5 4 3 4 3 4 3 4 3 3
NURDIN SP 2 5 3 3 3 3 4 3 4 3 4
MUHAMMAD FAHRI 2 5 4 3 3 2 3 3 3 3 3
ABDUL MULK 2 5 3 3 3 3 3 3 3 3 4
IRFAN SAZALI SP 2 5 4 3 3 2 4 3 3 3 4
PUTRI SP 2 5 4 4 4 2 4 3 3 3 3
LESMANA 2 5 3 3 4 3 4 3 3 3 4
SKOR 78 140 118 96 100 94 97 95 97 97 93