evolusi asal mula keanekargaman eukariotik

27
EVOLUSI ASAL MULA KEANEKARAGAMAN SEL EUKARIOTIK Dosen Pembimbing : Ir. HERNIK PUJIASTUTIK, M.Si. Oleh : SAMSUL ARIS DWI OKTYANINGRUM ALI MUSTOFA 2013-A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Upload: allmusthofa-ibrahim

Post on 11-Jul-2016

106 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

evolusi asal mula keanekaragaan eukariotik

TRANSCRIPT

EVOLUSI

ASAL MULA KEANEKARAGAMAN SEL

EUKARIOTIK

Dosen Pembimbing : Ir. HERNIK PUJIASTUTIK, M.Si.

Oleh : SAMSUL ARIS

DWI OKTYANINGRUM

ALI MUSTOFA

2013-A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW)

TUBAN

2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Evolusi

dengan judul “Asal Mula Keanekaragaman Sel Eukariotik” dengan baik dan tepat

pada waktunya.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu

Ir. Hernik Pujiastutik, M.Si selaku Dosen pengampuh mata kuliah Evolusi, yang

telah banyak membantu dalam banyak hal sehingga tugas makalah ini dapat

selesai dengan baik.

Walaupun pikiran dan pengetahuan yang penulis miliki telah sepenuhnya

penulis kerahkan dalam penyelesaian tugas makalah evolusi ini, namun penulis

menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk

perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Tuban, 10 April 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

RINGKASAN............................................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1   Latar Belakang…................................................................................... 1

1.2   Rumusan Masalah.................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................... 2

1.4 Manfaat .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN…......................................................................... 3

2.1 Asal Terbentuknya Mula Sel.......................................................... 3

2.2 Perkembangan Sel Prokariotik Menjadi Sel Eukariotik..................... 6

2.3 Teori Endosimbisis (teori yang mendukung asal mula sel eukariotik) 7

2.4 Keterbatasan-Keterbatasan Teori Endosimbiosis.............................. 9

BAB III PENUTUP.....................................................................................12

3.1. Kesimpulan..........................................................................................12

3.2. Saran...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

iii

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Evolusi memiliki pengertian umum, yakni suatu perubahan atau

pertumbuhan secara berangsur-angsur dalam waktu yang cukup lama. Perubahan

tersebut terjadi dapat karena pengaruh alam maupun rekayasa manusia. Teori

evolusi berkembang dari Charles Robert Darwin (1800-1882). Ia mengemukakan

bahwa hewan, tumbuhan dan manusia merupakan hasil dari perubahan evolusi

dari mahluk hidup yang sangat sederhana (satu sel organisme) pada awal

kehidupan dibumi yang secara perlahan-lahan melalui proses penurunan melalui

proses modifikasi yang akhirnya berkembang menjadi berbagai spesies organisme

(Yunus et al., 2006).

Mahluk hidup di bumi ini sangat beraneka ragam, yang terdiri dari hewan,

tumbuhan, jamur dan mikroorganisme. Mahluk hidup disusun oleh unit struktural

kehidupan yang disebut dengan sel. Sel merupakan satuan dasar kehidupan,

dimana tidak ada satuan yang lebih kecil daripada sel (Salisbury dan Ross, 1995).

Sel dibagi menjadi dua, yakni sel prokariotik dan eukariotik. Sel prokariotik

memiliki materi genetik yang tersebar di dalam sitoplasmanya. Sedangkan sel

eukariotik merupakan sel-sel yang telah memiliki inti sel sejati atau sel yang

memiliki materi inti yang terorganisasi dalam suatu selaput, sehingga inti selnya

tampak jelas. Yang termasuk dalam golongan sel prokariotik adalah bakteri dan

Cyanobacteria dan golongan sel eukariotik adalah protozoa, fungi, hewan dan

tumbuhan (Sumadi & Marianti, 2007).

Selama kemunculan sel eukariotik, struktur seluler dan proses yang unik

bagi sel ekuriotik muncul, seperti nukleus yang terbungkus membran,

mitokondria, kloroplas, sistem endomembran, sitoskeleton, kromosom dalam

jumlah banyak yang terdiri atas molekul DNA linear yang tersusun secara padat

dengan protein histon dan siklus hidup yang meliputi, pembelahan mitosis,

meiosis dan seks (Campbell et al., 2003).

Setiap organisme dan semua sel yang membentuknya dipastikan berasal dari

atau diturunkan oleh sejenis sel purba melalui evolusi. Karena makhluk hidup

1

2

dapat berupa sebuah sel tunggal, maka dalam pandangan evolusi, sel yang ada

sekarang mestinya juga berkembang dari sel yang lebih sederhana, dan sel yang

lebih sederhana tersebut juga merupakan hasil evolusi (Alberts, 1989 dalam

Lukman, 2008).

Berdasarkan sejarah evolusinya, sel eukariotik diyakini berkembang dari sel

prokariotik. Di dalam sel-sel eukariot terdapat organel-organel yang masing-

masing memiliki fungsi khusus. Dua diantaranya adalah mitokondria yang

berfungsi untuk respirasi dan kloroplas untuk fotosintesis. Kedua organel tersebut

tidak dimiliki oleh sel prokariotik. Mitokondria terdapat pada semua sel-sel

eukariot, sedangkan kloroplas hanya dijumpai dalam sel-sel eukariot tumbuhan

yang berfungsi dalam fotosintesis (Lukman, 2008). Mitokondria dan kloroplas

dijadikan dasar bahwa sel eukariotik merupakan evolusi dari sel prokariotik,

karena memiliki beberapa persamaan dengan sel prokariotik, seperti ukuran

ribosom dan bentuk DNA yang sama-sama sirkuler. Berdasarkan hal tersebut,

dalam makalah ini akan dibahas mengenai evolusi sel eukariotik.

1.2. Rumusan Masalah

Teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Robert Darwin, menyatakan

bahwa mahluk hidup yang ada pada saat ini merupakan hasil dari evolusi mahluk

hidup yang sangat sederhana, yakni sel. Mitokondria dan kloroplas pada sel

eukariotik memiliki beberapa persamaan dengan sel prokariotik, sehingga diyakini

bahwa sel eukariotik merupakan evolusi dari sel prokariotik. Oleh karena itu

permasalahan yang dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana asal mula

terbentuknya sel eukariotik.

1.3. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui asal mula terbentuknya

sel eukariotik.

1.4.Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi

kepada mahasiswa mengenai asal mula terbentuknya sel eukariotik.

2

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asal Mula Terbentuknya Sel

Bumi terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun silam dan kemungkinan kehidupan

baru dimulai beberapa ratus juta tahun silam (Campbell et al., 2003). Kondisi

bumi pada awal-awal terbentuknya hingga kini masih menjadi bahan perdebatan,

akan tetapi para ilmuwan agaknya setuju bahwa bumi pada masa itu merupakan

suatu tempat yang ganas dengan letusan-letusan vulkanik, kilat dan hujan badai,

oksigen bebas hanya sedikit, dan tidak ada lapisan ozon yang menyerap radiasi

ultra ungu dari matahari (Lukman, 2008).

Radiasi ultraviolet dari matahari, halilintar, radioaktif, dan energi termal

dari aktivitas gunung berapi merupakan energi yang mendorong terbentuknya

senyawa-senyawa organik dari lingkungan bumi yang tereduksi. Berbagai macam

molekul biokimia yang penting seperti gula, asam amino, purin, pirimidin,

berbagai nukleotida, dan asam lemak dapat terbentuk, demikian juga polimer dari

beberapa molekul-molekul tersebut (Corliss etal., 1981 dalam Suwanto, 1994).

Berdasarkan percobaan Miller terbukti bahwa apabila gas CO2, CH4, NH3

dan H2 dicampur kemudian dipanaskan dan diberi energi melalui lecutan listrik

(electrical discharge) atau radiasi ultra ungu, gas-gas tersebut akan bereaksi

membentuk molekul-molekul organik kecil. Meskipun macam molekul yang

terbentuk tidak beragam tetapi masing-masing molekul terbentuk dalam jumlah

besar. Bila molekul-molekul tersebut berada di air akan mengalami reaksi-reasi

lebih lanjut membentuk lagi beberapa macam molekul, diantaranya adalah empat

kelompok besar molekul-molekul organik kecil yang dijumpai dalam sel

(Alberts, 1989 dalam Lukman, 2008).

Molekul organik sederhana, seperti asam amino dan nukleotida yang telah

terbentuk akan melakukan polimerisasi sehingga terbentuk molekul yang lebih

besar. Asam-asam amino saling bergabung melalui ikatan peptida membentuk

polipeptida, sedangkan nukleotida-nukleotida bergabung melalui ikatan

fosfodiester membentuk polinukleotida. Di dalam sel masa kini, polipeptida

dikenal sebagai protein dan polinukleotida dalam bentuk RNA dan DNA, yang

3

4

merupakan unsur-unsur yang sangat penting di dalam sel. Dalam percobaan di

laboratorium yang dikondisikan seperti keadaan bumi saat masih baru terbentuk,

polimerisasi asam amino maupun nukleotida berlangsung dengan urutan acak dan

dengan panjang yang beragam (Lukman, 2008).

Dalam sel hidup, enzim spesifik mengkatalisis reaksi-reaksi yang ada.

Sintesis abiotik polimer awalnya harus terjadi tanpa bantuan enzim-enzim yang

spesifik tersebut. Tanah liat, bahkan tanah liat dingin sekalipun, mungkin sangat

penting sebagai suatu substrat prasyarat terjadinya reaksi polimerisasi bagi

kehidupan. Tanah liat memekatkan asam amino dan monomer organik lainnya dar

larutan yang encer, karena monomer tersebut berikatan di sisi bermatan pada

partikel tanah. Di beberapa sisi pengikatan itu, atom logam seperti besi dan seng,

berfungsi sebagai katalis yang memfasilitasi reaksi penyambungan

monomer-monomer tersebut (Campbell et al., 2003).

Sistem-sistem kehidupan pertama merupakan suatu sistem yang lebih

sederhana dari sistem yang terdapat pada sel-sel yang hidup saat ini. Transisi dari

tak hidup menjadi hidup terjadi secara bertahap (gradual) dan tidak ada sebuah

kejadian tunggal yang mengarah pada terjadinya kehidupan modern yang

kompleks. Suatu sistem kehidupan harus mampu mereplikasi materi genetiknya

dan mampu berevolusi. Protein sangat penting dalam replikasi DNA, tetapi

sebagian besar protein disintesis dalam cetakan RNA dan cetakan RNA itu sendiri

disintesis dalam cetakan DNA. Para saintis telah membuat hipotesis bahwa

molekul-molekul RNA yang dapat mereplikasi sendiri mucul secara probiotis

melalui kondensasi acak dari mononukleutida-mononukleutida menjadi

polimer-polimer kecil (Stanfield et al., 2006).

Cech dan rekan-rekannya menemukan bahwa sel-sel modern menggunakan

katalis RNA, yang disebut ribosom, untuk melakukan berbagai kerja seperti

menghilangkan intron dari RNA. Ribosom juga membantu mengkatalisis sintesis

RNA baru , khususnya rRNA, tRNA dan mRNA. Dengan demikian, RNA bersifat

autokatalitik dan dalam dunia prabiotik, jauh sebelum ada enzim (protein) atau

DNA kemungkinan molekul RNA telah sepenuhnya mampu bereplikasi sendiri

(Campbell et al., 2003).

4

5

Molekul DNA dan RNA merupakan molekul yang dihasilkan secara abiotik.

Molekul ini kemudian membentuk koaservat yang merupakan kumpulan

makromolekul yang dikelilingi oleh molekul air dan dapat menyerap substrat dari

lingkungannya dan dapat melepaskan hasil reaksi metabolisme. Koaservat ini

kemudian dikenal dengan protobion (proto=awal ; bios=kehidupan). Jadi

protobion merupakan kumpulan molekul organik yang memiliki sejumlah ciri

biologis, yakni DNA dan RNA. Protobion berkembang menjadi protoplasma dan

kemudian berkembang menjadi sel prokariot awal (Sudargo, 2014).

Berdasarkan salah satu skenerio hipotesis, organisme pertama merupakan

produk suatu evolusi kimia yang tediri dari empat tahapan : (1) sintesis abiotik

dan akumulasi molekul organik kecil (monomer), seperti asam amino dan

niklutida; (2) penyatuan monomer–monomer menjadi polimer, termasuk protein

dan asam nukleat; (3) agregasi molekul yang diproduksi secara abiotik menjadi

droplet yang disebut dengan protobion, yang memiliki karakteristik kimiawi yang

berbeda dari lingkungan sekitarnya; (4) asal mula hereditas yang mungkin

berlangsung bahkan sebelum tahapan “droplet” (Campbell et al., 2003).

Sebuah sel dapat melakukan aktivitas hidup karena dilengkapi dengan

organel-organel untuk melakukan aktivitas tersebut, misalnya mitokondria,

kloroplas, nukleus, ribosom, retikulum endoplasma, vakuola dan lain sebaginya.

Sebagai unit hereditas berarti sel mengandung materi genetik (DNA) yang

mengendalikan berbagai aktivitas sel (Lukman, 2008).

Yunus et al. (2006) menyatakan, bahwa berdasarkan asal-usul kehidupan,

darwin secara ringkas memaparkan bahwa :

1. Kehidupan berasal dari zat-zat organik yang secara bertahap mengalami

perubahan menjadi makromolekul organik dan diperkirakan melalui lautan.

2. Evolusi kimia dimulai dari evolusi purba yang dengan bereaksinya bahan-

bahan anorganik dengan energi dari halilintar membentuk senyawa organik

secara bertahap di samudra, kemudian membentuk senyawa makromolekul

sebagai komponen-komponen pembentuk sel.

3. Makromolekul-makromolekul terkonsentrasi dicekungan secara progresif,

akibat kondisi yang relatif kering dengan bantuan ATP dan ezim-enzim terjadi

percepatan reaksi sehingga terbentuk membran struktural seperti fibril internal

5

6

sebagai bagian sel primitif yang merupakan kemungkinan terbentuknya

kehidupan pada tahap pertama kali.

4. Perkembangan mahluk hidup secara bertahap dalam jangka waktu yang lama

dari bentuk yang sederhana menuju bentuk yang kompleks.

2.2. Perkembangan Sel Prokariotik Menjadi Sel Eukariotik

Ketika sel purba baru terbentuk, reaksi metabolik yang rumit itu belum

dapat dilakukan sel, atau lebih tepatnya sel belum memerlukan, karena sel dapat

mengambil molekul-molekul yang diperlukan langsung dari lingkungan yang

pada masa itu memang kaya bahan organik. Akan tetapi lama-kelamaan bahan

organik di lingkungan semakin berkurang. Oleh sebab itu, agar tetap bertahan

hidup, sel harus dapat memanfaatkan atom-atom karbon dan nitrogen dari CO2

dan N2 di atmosfer untuk diubah menjadi molekul organik. Sebagian sel juga

mulai membentuk enzim-enzim agar dapat membentuk sendiri molekul-molekul

organik. Sejalan dengan bertambahnya waktu enzim-enzim di dalam sel semakin

beragam jenisnya sehingga reaksi-reaksi metabolik di dalam sel juga semakin

kompleks (Lukman, 2008).

Pada beberapa jenis prokariot awal terdapat pigmen penyerap cahaya

matahari (UV). Sinar UV sangat berbahaya bagi sel yang hidup dipermukaan air.

Namun, prokariot fotosintetik memiliki alat metabolik untuk meggunakan H2O

yang berlimpah sebagai pengganti H2S. Hidrogen digunakan untuk mereduksi

CO2 menjadi glukosa dan oksigen. Prokariot fotosintetik ini adalah Cyanobacteria

yang diperkirakan berevolusi antara 2,5 dan 3,4 miliar tahun bersama prokariotik

lainnya. Banyaknya oksigen yang dihasilkan oleh Cyanobacteria mengubah

lingkungan bumi yang awalnya sedikit mengandung oksigen menjadi banyak

oksigen (Sudargo, 2014).

Pada satu sisi kehadiran O2 di atmosfir membawa dampak positif bagi

evolusi sel, tetapi pada sisi lain menjadi racun bagi sel-sel anaerob karena sifat O2

yang sangat reaktif sehingga dapat berinteraksi dengan hampir semua unsur

pembentuk sitoplasma. Akibatnya tidak sedikit sel-sel anaerob yang punah, tetapi

ada pula yang tetap bertahan hidup secara anaerob dengan menempati habitat

yang tidak mengandung O2. Sebagian yang lain mengembangkan kemampuan

6

7

respirasi aerob dan fakultatif anaerob sehingga tetap survive hingga sekarang

misalnya sel Saccharomyces. Cara lain yang dilakukan sel anaerob agar tetap

bertahan hidup adalah dengan membentuk hubungan (simbiosis) dengan sel-sel

aerob. Bentuk-bentuk simbiosis antara sel anaerob dan sel-sel aerob dalam

perkembangannya akan melahirkan sel eukariot (Lukman, 2008).

2.3. Teori Endosimbisis (teori yang mendukung asal mula sel eukariotik)

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa sel eukariotik terbentuk dari evolusi

sel prokariotik sebagai hasil dari adanya hubungan simbiosis. Sel eukariotik

memiliki struktur yang lebih maju daripada sel-sel prokariotik. Sel pada umumnya

terlihat sebagai massa yang jernih dengan bentuk yang tidak teratur, dibatasi oleh

suatu selaput dan ditengah-tengahnya terdapat bangunan yang lebih pucat

berbentuk bulat yang disebut dengan nukleus atu inti sel. Jadisecara umum, sel

disusun oleh membran sel, plasma sel dan inti sel(Sumadi & Marianti, 2007).

Suatu ide yang dikemukakan oleh seorang ahli biologi Rusia awal abad 

ke-20, C. Mereschkovsky, dan dikembangkan secara luas oeh Lynn Margulis dari

University of Massachusetts, adalah hipotesis endosimbiosis berseri

(serial endosymbiosis) yang menyatakan, bahwa mitokondria dan kloroplas pada

awalnya adalah prokariota kecil yang hidup di dalam sel prokariota yang lebih

besar. Nenek moyang mitokondria diperkirakan adalah prokariota heterotrofik

aerob yang menjadi endosimbion. Nenek moyang kloroplas pada eukariota awal

diperkirakan adalah prokariota fotosintetik, kemungkinan Cyanobacteria, yang

menjadi endosimbion (Gambar 2.1). Bisa jadi nenek moyang prokariotik

mitokondira dan kloroplas pada awalnya masuk ke dalam sel inang sebagai

mangsa yang tidak tercerna atau sebagai parasit internal (Campbel et al., 2003).

Simbiosis antara sel prokariotik yang besar dengan sel yang lebih kecil

akhirnya menjadi menguntungkan secara mutualistik. Inang heterotrofik dapat

memperoleh zat-zat makanan dari endosimbion fotosintetik. Dan pada dunia yang

semakin aerobik, suatu sel yang sendirinya telah anaerobik akan diuntungkan dari

endosimbion aerobik tersebut, yang mengubah oksigen menjadi menguntungkan.

Dalam proses menjadi saling tergantung itu, inang dan endosimbion menjadi

suatu organisme tunggal, dan bagian-bagiannya menjadi tidak terpisahkan lagi.

7

8

Hampir semua eukariota, baik heterotrofik ataupun autotrofik, memiliki

mitokondria atau sisa-sisa genetik organel tersebut. Akan tetapi hanya eukariota

fotosintetik yang memiliki kloroplas. Dengan demikian, hipotesis endosimbion

berseri mengasumsikan bahwa mitokondria berkembang sebelum kloroplas

(Campbellet al., 2003).

Gambar 2.1 Suatu model mengenal asal mula sel eukariotik (Campbell et al.,

2003).

Mitokondria dan sel bakteri memiliki beberapa persamaan. Baik

mitokondria maupun sel bakteri aerob sama-sama memiliki DNA dan ribosom.

DNA mitokondria banyak yang berbentuk sirkuler, seperti bentuk DNA bakteri.

Ukuran ribosom keduanya juga hampir sama, lipatan-lipatan ke dalam dari

membran dalam mitokondria (cristae) memiliki fungsi yang sama dengan lipatan-

lipatan ke dalam dari membran plasma sel bakteri (mesosom), yaitu tempat

berlangsungnya respirasi. Selain itu translasi yang berlangsung pada mitokondria

8

9

maupun sel bakteri sama-sama dapat dihambat oleh khloramfenikol (sejenis

antibiotik). Mitokondria seperti halnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan

membelah Thorpe (1984) dalam (Lukman, 2008).

Bukti-bukti lain yang mendukung suatu asal mula endosimbiotik kloroplas

dan mitokondria, meliputi adanya hubungan endosimbiotik di dunia modern

sekarang ini. Bukti-bukti lain adalah kemiripan ukuran kloroplas dan mitokondria

yang bisa jadi sangat tepat untuk dikatakan sebagai keturunan bakteri. Membran

bagian dalam kloroplas bagian dalam mitokondria kemungkinan berasal dari

membran prokariotik simbiotik, memiliki beberapa enzim dan sistem transpor

yang mirip dengan ditemukan pada membran plasma prokariota modern.

Mitokondria dan kloroplas bereplikasi melalui suatu proses yang mengingatkan

kita pada proses pembelahan biner pada bakteri. Kloroplas dan mitokondria

mengandung genom yang terdiri dari molekul DNA sirkuler yang tidak berikatan

dengan histon atau protein lain, sebagaimana halnya pada sebagian besar sel

prokariota(Campbell et al., 2003).

1.4. Keterbatasan-Keterbatasan Teori Endosimbiosis

Hipotesis endosimbiosis masih banyak dipertanyakan kebenarannya, karena

memiliki keterbatasan-keterbatasan yang belum bisa dijelaskan, seperti jika

kloroplas dan mitokondria berasal dari sel prokariot yang bersimbiosis dengan sel

eukariot, maka baik kloroplas maupun mitokondria seharusnya dapat mencukupi

sendiri kebutuhan proteinnya. Dalam kenyataannya kloroplas dan mitokondria

bersifat semiotonom. DNA yang dimiliki tidak dapat mensintesis semua protein

yang diperlukan, sebagian protein masih diambil dari sitoplasma yang sintesisnya

dikendalikan DNA inti. Pada mitokondria, enzim DNA polymerase dan RNA

polymerase masih diambil dari sitoplasma. Apakah hal ini berarti sebagian

nukleutida kloroplas atau mitokondria terbawa oleh DNA inti atau bagaimana,

hipotesis yang ada masih belum dapat menjelaskan (Lukman, 2008).

Teori endosimbiosis belum bisa menjelaskan perbedaan-perbedaan yang

terdapat pada sel prokariotik dan eukariotik. Menurut yahya (2006), evolusionis

terkenal Turki, Profesor Ali Demirsoy, mengakui ketiadaan dalil bagi skenario

bahwa sel-sel bakteri berevolusi menjadi sel-sel eukariotik, lalu menjadi

9

10

organisme rumit yang tersusun dari sel-sel ini. Pernyataan ini muncul setelah

adanya bukti perbedaan-perbedaan antara sel prokarotik dengan sel eukariotik.

Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dinding-dinding sel bakteri tersusun dari polisakarida dan protein, dinding-

dinding sel eukariotik(tumbuhan) tersusun dari selulosa.

2. Sel-sel eukariotik berorganel banyak, berlapis membran dan berstruktur sangat

rumit, sedangkan sel-sel bakteri tidak memiliki organel yang banyak dan

struktur yang rumit. Pada sel bakteri, terdapat ribosom ukuran kecil yang

bergerak bebas. Sedangkan ribosom-ribosom pada sel tumbuhan berukuran

lebih besar dan terikat ke membran sel. Lebih jauh lagi, sintesis protein terjadi

dengan cara-cara yang berbeda pada kedua jenis ribosom ini.

3. Struktur DNA pada sel eukariotik dan sel bakteri berbeda. Molekul DNA pada

sel eukariotik dilindungi oleh membran lapis rangkap, sementara DNA pada

sel prokariotik bebas di dalam sel.

4. Molekul DNA pada sel-sel bakteri berbentuk sirkuler, sedangkan pada

eukariotik molekul DNA berbentuk linier.

5. Biokimia RNA pada sel-sel prokariotik dan pada sel-sel eukariotis (mencakup

tumbuhan dan hewan) sangat berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan

pada biokimia susunan RNA dalam eukariot jika dibandingkan dengan

prokariot demikian besarnya sampai-sampai menggagaskan bahwa evolusi

beruntun prokariotik ke eukariotik tampaknya tak mungkin. 

6. Jika kloroplas dulunya adalah sel mandiri, lalu seharusnya hanya ada satu hasil

ketika kloroplas dimakan oleh sel yang lebih besar, yaitu dicerna oleh sel inang

dan digunakan sebagai makanan. Ini yang seharusnya terjadi, sebab jika kita

menganggap bahwa sel inang yang bersangkutan tak sengaja menelan masuk

suatu sel dari luar, bukan sengaja mencernanya sebagai makanan, bagaimana

pun enzim-enzim percernaan sel inang seharusnya menghancurkannya. Tentu

saja, beberapa evolusionis telah memperkirakan rintangan ini dengan

mengatakan, "enzim-enzim pencernaan telah lenyap." Tetapi, inilah

pertentangan yang nyata, sebab jika enzim pencernaan lenyap, sel akan mati

karena kekurangan gizi.

10

11

7. Semua organel di dalam sel terkodekan di dalam DNA. Jika sel inang

menggunakan sel-sel lain itu yang dimakannya sebagai organel, maka semua

informasi yang dibutuhkan tentang sel-sel itu telah ada dan terkodekan di

dalam DNA. DNA sel-sel yang dimakan akan memiliki informasi milik sel

inangnya. Tak hanya keadaan seperti ini mustahil, dua DNA yang berbeda

milik sel inang dan sel yang dimakan harus juga saling cocok setelah itu, suatu

hal yang juga jelas mustahil.

8. Kloroplas adalah pembangkit tenaga yang mutlak pentingnya bagi sel

tumbuhan. Jika organel-organel ini tak menghasilkan energi, banyak fungsi sel

tidak akan berjalan, yang berarti bahwa sel tak bisa hidup. Fungsi-fungsi ini,

yang begitu penting bagi sel, berlangsung dengan protein-protein hasil sintesis

di kloroplas. Namun, DNA kloroplas sendiri tak cukup untuk mensintesis

protein-protein ini. Sebagian terbesar protein disintesis menggunakan DNA

inang di dalam inti sel

11

12

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sel eukariotik

muncul dari hubungan endosimbiosis antara sel prokariotik anaerob dan aerob.

Adanya hubungan tersebut disebabkan oleh kandungan oksigen di bumi yang

meningkat pada saat itu karena munculnya mikroorganisme Cyanobacteriayang

dapat melakukan fotosintesis, sehingga sel prokariotik anaerob harus bersimbiosis

dengan sel prokariotik aerob untuk mempertahankan hidupnya.

3.2. Saran

Dalam penulisan makalah selanjutnya mengenai evolusi sel eukariotik

disarankan untuk lebih banyak referensi-referensi terbaru mengenai asal mula sel

eukariotik dan bukti-bukti ilmiah mengenai adanya evolusi sel eukariotik.

12

13

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., Reece, J. B., and Mitchell, L.G., 2003. Biologi edisi kelima jilid 2. Erlangga: Jakarta. xxi + 335 hlm.

Lukman, A., 2008. Evolusi Sel Sebagai Dasar Perkembangan Makhluk Hidup Saat ini. Biospecies, 1 (2): 67-72.

Salisbury, F. B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Terjemahan dari Plant Physiology oleh D.R. Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB. 15a + 241 hlm.

Standfield, W. D., Colome, J.S., Cano, R. J., 2006. Biologi Molekuler dan Sel. Jakarta: Erlangga. V + 117 hlm.

Sudargo, T. F., 2014. Evolusi Prokariot, Protista dan Tumbuhan. http:// file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKANIPA/195107261978032- FRANSISCA SUDARGO/modul UT/Dunia_bakteri.pdf. Diakses tanggal 3 September 2014.

Sumardi dan Marianti, A., 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu. xii + 206 hlm.

Suwanto, A., 1994. Evolusi Mikrobe dan Kaitannya dengan Sistematik Molekuler. Hayati, 1(2): 26-31.

Yahya, H., 2001. Keruntuhan Teori Evolusi. Bandung: Dzikra. xvi + 187 hlm.

Yahya, H., 2006. Asal-Usul Tetumbuhan. http://admin.harunyahya.com/indo/ buku/menyanggah12.htm. Diakses tanggal 2 September 2014.

Yunus, R., Haryanto, B., Abadi , C., 2006. Teori Darwin Dalam Pandangan Sains dan Islam. Jakarta: Prestasi. Xxi + 175 hlm.

13