euthanasia - universitas indonesia

14
Euthanasia EUTHANASIA Oleh : Marjanne Termorshuizen / Dalarn pengertian yang sern p it, Euthanasia adalah tindakan rnengakhlri hidup dengan sengaja oleh orang lain, daripada yang bersangkutan narnun atas perrnohonannya, dan Euthanasia itu sendiri dapat dibedakan antara Euthanasia aktif, pasif dan tidak langsung. Dernikian diungkapkan penulis dalarn tulisan yang memaparkan sejarah dan perkernbangan atau alam plkiran rnengenai Euthanasia di negeri Belanda, diharaplmn dapat rnernberikan surnbangan bagi perrnasalahan Euthanasia, seiring dengan pesatnya teknologi dan perkembangan medis dewasa ini. I. Pendahuluan 45 Penulisan ini memhahas masalah euthanasia. Akhir-akhir ini soal tersebut di negeri Be.1nda telah sangat menarik perhatian masyarakat dan sekarang pun masih asyik dibican:kan. Ternyata bahwa perkiraaan angka-angka euthanasia yang terjadi di negeri Belanda sclama dua puluh tahun yang hlu sangat tidak mcnentu, scdangkan lai;u hc1akang perkara-perkara euthanasia serba samar. Tidak ada suatu dcfinisi yang tegas dan karen a itu orang tidak tahu tindakan-tindakan apa yang sebenarnya tercakup didalam istilah euthanasia itu. Dalam terbitan- terbitan luar negeri, Negeri Belanda kadang-kadang digambarkan sebagai suatu negara dimana orang-orang tua yang masuk rumah sakit atau rumah perawatan taleut kalau-kalau menjadi korban kegemaran dokter Belanda akan melakukan euthanasia! Latar belakang persoalan ini ialah perkembangan teknologi medis yang canggih dan cepat, yang berakibat banyak pasien yang dahulu kala pasti sudah lama meninggal dunia, sekarang terus menerus dapat diperpanj ang hidupnya sehingga penderitaan mereka rasanya tidak ada Pebruari 1992

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

Euthanasia

EUTHANASIA Oleh : Marjanne Termorshuizen

/

Dalarn pengertian yang sern p it, Euthanasia adalah tindakan rnengakhlri hidup dengan sengaja oleh orang lain, daripada yang bersangkutan narnun atas perrnohonannya, dan Euthanasia itu sendiri dapat dibedakan antara Euthanasia aktif, pasif dan tidak langsung. Dernikian diungkapkan penulis dalarn tulisan in~ yang memaparkan sejarah dan perkernbangan atau alam plkiran rnengenai Euthanasia di negeri Belanda, diharaplmn dapat rnernberikan surnbangan bagi perrnasalahan Euthanasia, seiring dengan pesatnya teknologi dan perkembangan medis dewasa ini.

I. Pendahuluan

45

Penulisan ini memhahas masalah euthanasia. Akhir-akhir ini soal

tersebut di negeri Be.1nda telah sangat menarik perhatian masyarakat dan

sekarang pun masih asyik dibican:kan. Ternyata bahwa perkiraaan

angka-angka euthanasia yang terjadi di negeri Belanda sclama dua puluh

tahun yang hlu sangat tidak mcnentu, scdangkan lai;u hc1akang

perkara-perkara euthanasia serba samar. Tidak ada suatu dcfinisi yang

tegas dan karen a itu orang tidak tahu tindakan-tindakan apa yang

sebenarnya tercakup didalam istilah euthanasia itu. Dalam terbitan­

terbitan luar negeri, Negeri Belanda kadang-kadang digambarkan sebagai

suatu negara dimana orang-orang tua yang masuk rumah sakit atau rumah

perawatan taleut kalau-kalau menjadi korban kegemaran dokter Belanda

akan melakukan euthanasia!

Latar belakang persoalan ini ialah perkembangan teknologi medis

yang canggih dan cepat, yang berakibat banyak pasien yang dahulu kala

pasti sudah lama meninggal dunia, sekarang terus menerus dapat

diperpanjang hidupnya sehingga penderitaan mereka rasanya tidak ada •

Pebruari 1992

Page 2: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

46 Hukum dan Pembangunan

akhirnya. Oleh karena itu dalam heherapa golongan masyarakat terutama

kalangan para dokter dan pasien, semakin jelaslah pandangan bahwa

pasal-pasal KUHP yang mengatur masalah euthanasia itu [pasal 293

KUHP Belanda (Sr.), pasal 344 KUHP Indonesia 1 dalam praktek tidak

memadai lagi. Setelah diskusi sudah herlangsung hertahun-tahun, maka

pada tahun 1984 dan 1987 tclah diajukan dua huah ranC1!lgan 1 .. -

undang-undang . Semcntara itu pcngadilan Bclanda tclah mcmutuskan

sejumlah pcrkara euthanasia dan putusan-putusan hakim itu selama dua •

puluh tahun ini semakin mcrupakan pcdoman untuk kepolisian dan

kcjaksaan dalam mencntukan kchijaksanaannya di hidang ini.

. Dalam praktck hal ini hcrarti hahwa khususnya setelah ulhun 19H4

(Putusan Schoonheim, lihatlah dihawah ini) pcrkara-perkara euthanasia

hiasanya tidak dituntut lagi, as;ilkan oleh dokter pclaku tclah terpcnuhi

syarat-syarat kccennatan tertentu yang dikcmhangkan dalam yurisprudensi

tcrsehut dan yang scakan-akan menjamin keccrmatan kcputusan euthanasia

itu. Jadi terpenuhinya peraturan-peraturan keccrmatan ini dalam praktck

her[ungsi sehagai alasan pcnghafusan pcnuntutan untuk seorang doktcr yang telah melakukan euthanasia . Untuk golongan para doktcr dan pasicn

kchijaksanaan ini merupakan suatu kemajuan kalau dihandingkan dengan

keadaan kctidak pastian dahulu. Namun demikian kcvakuman dan kctidak

pastian hukum masih ada, karcna KUHP mas ih tctap mengancamkan

pidana terhadap perhuatan cuthanasia, padahal perhuatan tersehut schagian

1) l.RUUWessel - Tuinstra (anggota OPR Belanda) 12 ApriIl984. No. 18331 seperti kcmudian ditanlbah dan diubah dan nam,mya dilengkapi menjadi Wessel· TuinstraIKohstaqlnl. dan RUU Pemerintah II Oesember 1987. No. 20383. Kedua RUU ini mempertahanbn pcmidanaan euthanasia menurut KUHP. Yang pertama memuat suatu alasan penghapusM pidana kJlu sUS unluk dokter. yang kedua menunjuk ke beberapa ketentuan baru dalam undang-undang lain yakni undang-undang yang mengatur pelaksanaan ' ilmu pengetahuan medis (Wet Regelende de Uitoefening der Cieneeskunst) yang mengandung syarat-syarat kccermalan dan kewajiban-kewajiban administratif yang berfungsi bagaikan alasan penghapusan pidana umum untuk dokter.

2) Oengan pengertian bahwa penuntut umum di negeri liIe1anda tetap bebas dalam pilihannya. yaitu mengenai menunlut atau tidak (asas-asas opurtunitas y~g agak berbeda sifatnya dengan yang ada di. lodooesia).

, •

Page 3: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

Euthanasia 47

besar tidak lagi diajukan kepada hakim. Singkatnya hukan hakim

melainkan jaksa lah yang dalam praktek menilai perhuatan-perbuatan

euthanasia itu dengan resiko bahwa keputusan yang cellnat dari pihak

dokter terlalu cepat dianggap ada. Disamping temyata hahwa jumlah nyata

perbuatan euthanasia tidak dapat dipastikan, karena masih ban yak dokter

yang tidak melaporkannya. Walaupun mereka tahu kebijaksanaan

kejaksaan yang herhati-hati tersebut, mereka toh takut kalau-kalau akan

dituntut dan dipidana.

Untuk mcnanggulangi keadaan yang tidak menentu ini, awal tahun

1990 pemerinL1h Belanda telah melantik suatu panitia, yang dikepalai

Jaksa Agung pada Hoge Raad, Mr. Remmelink. Tugas Commissic

Remmelink tcrsebut ialah mclakukan pcnelitian ilmiah . mengcnai

terjadinya · cuthanasia dcngan tujuan mencapai suatu pcmahaman yang

lebih luas mcngcn·ai materi yang rumit ini serta mcmbuat perkiraan yang

tepat mengcnai jumlah perbuatan euthanasia di Negeri Bclanda. Sclama

panitia tersebut mengadakan penclitiannya, pcmbahasan kcdua rancangan

undang- undang diL1ngguhkan. Pada hulan Septcmher 1991 yang haru lalu

Commissie Rcmmdink telah mcnyerahkan laporannya kcpada Pemcrintah

Belanda.

Dibawah ini penulis akan mcnyediakan scbuah ringkasan sejarah dan

perkembangan jalan pikiran mengenai cuthanasia di Negeri Beianda scpcrti

terlihat dalam yurisprudensi dan kcbijaksanaan aparat penuntut umum.

Akhimya secara ringkas penulis akan mcmbahas kcsimpulan-kcsimpulan

dan anjuran-anjuran utama yang dikenHikakan dalam laporan Commissic

Remmclink tersehut, yang pasti akan sangat Il1cmpcngaruhi praktck hukum

Belanda di masa depan.

Penulis menyadari bahwa masalah euthanasia di Indoncsia belum

seaktuil sepcrti di Bclanda. Namun dcmikian juga di Indoncsia proses

'umbanan' pcnduduk kelihatannya akan kian menonjol, sedangkan

kemajuan ilmu pengetahuan medis semakin canggih, sehingga persoalan

euthanasia di kemudian hari di Indonesia tidak dapat diclakkan pUla.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sumhangan sckedamya

untuk memperiancar diskusi di masa depan .

• •

Pebruari 1992

Page 4: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

• 48 H ukum dan Pembangunan

II. Batasan Euthanasia

1. Pembedaan antara euthanasia aktif, pasif dan tidak langsung

Menurut pasal 292 Sr. (344 KUHP) : "Barangsiapa merampas

. nyawa orang lain atas pellllintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun." Pasal ini benlluat yang di Bclanda

disebut, actieve euthanasie, atau euthanasia secara aktif, yang -

demikianlah teorinya - harus dibedakan daTi passieve euthanasie, atau

euthanasia secara pasif. Pada euthanasiaaktif nyawa si pasien diakhiri

karena suatu pengaruh dari luar dan tanpa pcngaruh itu kematian tidak

akan terjadi. Scbaliknya euthanasia pasif berarti bahwa si pasien

menolak izinnyakepada ~eorang dokter untuk dirawat lebih lanjut,

sehingga pasicn tcrsebut meninggal dunia dengan sendirinya yaitu

tanpa pengaruh dari luar, karena suatu sebab kematian yang bcrada

dalam dirinya sendiri. Dalam golongan kedua ini tcrmasuk pula

menghentikan atau tidak mcmulai suatu 'medisch zinloze

hehandeling', perawatan yang tidak bCllnanfaat dilihat dClri sudut pandang mcdis. 3

Disamping euthanasia aktif dan pasif masih ada jenis lain yaitu

indirecte euthanasic, euthanasia tidak langsung, dimana kemat:an itu

merupakan akibat sampingan daripada perawatan yang sungguh

diperJukan untuk meringankan pendcritaan si pasicn.

Lain daripada itu yang harus dibcdakan dari golongan-golongan

euthanasia tcrsebut ialah hulp hij zelfdoding, membcrikan

pertolongan mewafatkan diri, dari pasal 294 Sr. (345 KUHP). Nanti

pada sub. kelima akan terlihat pembedaan dalam golongan -golongan

ini untuk praktek medis tidaklah penting. Namun demikian demi

pemahaman yang tepat sebaiknya teringat bahwa dari ketiga jenis

euthanasia tersebut di Negeri Belanda sampai sekarang hanya

euthanasia aktif lah yang dapat dipidana. Golongan-golongan yang

3) Sebagai suatu bentuk khusus dari perawatan yang tidak b~manfaat ini dianggaplab tidale merawat penyakit tambahan pada sec>rang pasien yang tclah dalam keadaan leoma yang irreversibel.

I

! I

Page 5: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

EuthanasUl 49

lain 4 dalarn praktek tennasuk tindakan-tindakan profesi medis yang

biasa (,normaal medisch handelen') yang menjadi pertanggungan

jawab seorang dokter belaka dan tidak dirangkumkan oleh hukum

pidana.

2. Keputusan-keputusan Medis Sekitar Akhir Hidup

Sepcrti akan terlihat nanti, Commissic Rcmmclink terscbut telah

menolak pembcdaan euthanasia dalam golongan-gulongan terscbut

diatas dan terlebih suka mencakup scmua jenis dal:lPl istilah MBL :

Medische Beslissingen rOlld het Leven'"::inde (Kcputusan­

keputusan medis sckitar akhir hidup) karcna penamaan ini jauh Icbih

cermat dan berdaya guna .

III. Yurisprudensi Belanda telltang Euthanasia

1. Syarat-syarat kecermatan

Dalam scjarah euthanasia di Negcri Bdanda terdapat bcbcrapa

keputusan hakim, hakim-hakim bawahan maupun Huge Raad, yang

telah ternyata bcrsifat mcncntukan untuk penanganan perbuatan

euthanasia. Pcnulis menycbutkan misalnya putusan Rb. (PN)

Leeuwardcn, 21 Pebruari 1973, NJ 1973, Io?, dan putusan Rh.

Rotterdam, I Desemher 1981, NJ 1982, 63, Putusan 'Schuonhcim'

(HR, 27 November 1984, NJ 1985, 106) scrta HR, 21 Oktohcr 1986,

NJ 1987,607. 5 .

4) Asalkan dilakukan oleh seorang dokter !

5) Juga penting ialah : Rb. alkmaar. 10 Mei 1988. NJ 1983,407, Hof (P1) Amsterdam. 17 November 1983, NJ 1984, 43 terbadap mana putusao Schoonheim diputuskan, Rb. Groningen. I Meret 1984, NJ 1984, 450, HoC Leeuwardeo, 11 Oktober 1984, NJ 1985, 241, Rb. '5. Gravenhage, 21 Juni 1985, NJ 1985, 709, Rb. '5. Gravenbage, 6 Agustus 1985 (NJ 1985), 708, Hof '5. C.,.avenhagc, 25 Juni 1985, dan 11 November 1986,NJ 1987,608, HoC '5. Gravenbage, 2 April 1987, NJ 1987,756 dan HR 15 Desember 1987, NJ 1988, 811 .

Pebruari 1992

Page 6: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

50 -

; H ukum dan Pembangunan . ,

-.

Putusan-putusdan tersebut memperlibatkan babwa dalam keadaan 1

tertentu seorang dokter yang melakukan eutbanasia menurut para

hakim Belanda tidak secara mutlak harus dipidana. Yang temyata

sangat penting ialab kecennatan dokter pelaku eutbanasia sebelum

memutuskan untuk dan waktu melakukan perbuaiannya. Lama

kelam~lan dalam yurisprudensi tersebut telab dikembangkan bebcrapa

syarat keccrmatan yang setidak-tidaknya harus dipenuhi scorang

dokter pelaku euthanasia supaya sifat dapat dipidana dapat

dihilangkan. Persyaratan ini kemudian tclah disusun dalam RUU ,

1978.

2. Bantahan-bantahan yang tdah diajukan

Sclama dua puluh ' tahun yang lalu dalam pcrkara-pcrkara

euthanasia para terdakwa disidang pengadilan telah mengajukan

banyak maC<1m pembelaan. Pemhelaan-pembelaan itu penting dalam

proses penemuan suatu dasar hukum untuk mcndekriminalisasikan

euthanasia dalam keadaan tertentu. Kalau kita meninjau jenis-jenis

pembelaan itu, dapat disimpulkan bahwa hakim Belanda sampai

sekarang sangat bcrhati-hati dalam persoalan ini sehingga pcmhelaan­

pcmhclaan jarang sekali ditcrimanya. Bantahan-hantahan yang telah diajukan yang terpcnting ialah

sehagai herikut :

a. Pemhclaan bahwa dalam pasal 293 Sr. "M"rampas nyawa

orang lain" dengan melihat maksud pcmhuat undang-undang

tidaklah berarti mcrampas nyawa secara harfiah, mclainkan

mengambil atau mengakhiri (,tcrmineren ') nyawa orang lain,

sehingga dalam hal seorang doktcr menjadi pc:aku, lazimnya satu

hagian pcrumusan dclik tidak akan terpcnuhi, maka

seharusnya terdakwa diputuskan hehas;

b. Pembelaan bahwa dalam hal euthanasia harus diterapkan ekscpsi

medis artinya pasal 293 Sr. (scperti juga pasal 300 dan 296 Sr.,

pasal 351 dan 347 KUHP tentang penganiayaan dan abortus)

tidak ditujukan kepada seorang dokter. Dengan perkataan lain:

Para medisi tidak disapa oleh pasal tersebut, maka tidak dapat

dipidana, asalkan perbuatan merek<! sesuai dengan aturan-aturan

keahlian mereka ('volgens de regels van de \runs!').

Page 7: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

Eutlzanasw 51

-

c. Pembelaan bahwa dalam hal ini tidak ada sifat melawan hukum

materiil (bandingkanlah di bawah ini putusan Schoonheim).

Yaitu bantahan :

1. Bahwa pandangan masyarakat telah berubah sedemikian

rupa sehingga suatu perbuaulO terlenlu, walaupunmasih

merupakan perbuatan pidana menurlll undang-umJang,

sesungguhnya secara umllm tidak dianggap lagi scbagai

tindak pidana atau 2. hahwa tujuan atau maksud kctcntuan ,

pidana yang hersangkutan, dalam hal-ini pasal 293 Sr., justru

sarna dengan tujuan yang ingin diperulhankan dengan

perhuatan yang dilawan itu, 3. bahwa lujuan daripada pasal

293, yaitu penghormauln terhadap kepentingan ull1um

nyawa orang, dalam perkara ini justru dipertahankan dengan

perliuatan euthanasia, karcna pcri-ruatan tcrsebut bcmtaksud

untuk menghormati nyawa si pasien ( yang hidupnya kalau .

dipcrpanjang maka tidak akan bcrsifat manusiawi lagi dalall1

artian tidak bermartahat ll1anusia lag i);

d. Bantahan daya paksa psikis aL1U desakan hati nurani (psychische

overll1acht). Alasan penghapusan pidana ini, yang hcrkaitan

dengan suat~ kcadaan paksa yang datang dari luar yang dengan

nalar tidak dapat dilawan - sepcrti dikeL1hui - merupakan suatu

alasan pemaaf (,schulduitsluitingsgrond') jadi tidak

mcnghapuskan sirat ll1e1awan hukum d;lri perhuaulIl yang

bersangkutan, melainkan hanya kcsalahan (sirat terccla) dari

pelaku saja;

e. pcmbclaan keadaan darurat ('noodtoestand ' )

pertcnlangan kcwajihan (,conflict van plichten·).

dalall1 arti

Kewajihan-

kewajihan itu disatu pihak ialah kcwajihan seorang dokter untuk

selalu Il1cnyclall1atkan nyawa si pasicn sepcrti ia telah bersumpah

waktu dilantik menjadi seorang dokter. Oi pihak lain kcwajihan

yang ditanggungnya untuk meringankan penderitaan si pasien

yang tcrlalu herat dan tidak ada akhir lagi. Keadaan darurat ini

dapat ditcrima sehagai alasan pembenar (,rechtvaar­

digingsgrond'), hilamana terdakwa telah Sec.1ra cermat -menimbang kedua kewajiban yang ditanggungnya dan scterusnya telah memilih yang henar.

,

Pebruari 1992

Page 8: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

52 H ukum dan Pembangunan

• . Dari pembelaan-pembelaan yang tercantum dimuka, sampai sekarang

hanya bantaban yang terakhirlah yang secara eksplisit diteriina oleh HR

Belanda, yaitu pada tabun 1984 dalam putusan Schoonheim. Dengan ini

untuk pertama kali dalam perkembangan yurisprudensi Belanda mengenai

euthanasia telah ditemukan suatu dasar hukum yang memadai dan yang

selanjutnya secara konsisten diterima oleh pengadilan serta penuntut umum

sebagai dasar uutuk menghilangkan sifat dapat dipidanakan seorang dokter

yang melakukan euthanasia.

3. Putusan Schoonheim, HR 27 November 1984, NJ 1985, 106.

Seorang wanita berumur 95 tahun yang keadaan fisiknya scmakin

memburuk, telah beberapa kali memohon dokter scrta asislcnnya agar

dilakukan euthanasia kepaganya. Setelah pembicaraan terakhir, pada

waktu itu juga ·puteranya mendukung permohonan tersebut kepada

dokter bersama asistennya, dokler itu menyuntik pasien yang tidak

lama kemudian meninggal dunia. Dokter ditunlut alas dasar pasal 293

Sr., tetapi Pengadilan Negeri melepaskannya dari tuntutan hukum.

Pengadilan Tinggi menganggap yang didakwakan telah tcrbukti,

namun tidak mengcnakan pidana atau tindakan tertentu. 6

Hogc Raad mcnolak pemhclaan eksepsi medis dan kctiadaan sirat

mclawan hukum materiil yang telah diajukan terdakwa. Mcngcnai

pembelaan daya paksa dengan pengcrtian bahwa terdakwa tclah

menghadapi sebuah pcrtent.1ngan kewajiban lalu dalam pcrtcntangan

ini ia te1ah memilih yang benar, HR menegaskan hahwa pcmbclaan

tersebut yang sebenarnya harus dihedakan dari pcmhclaan daya paksa

dalam arli desakan hati nurani (yang juga tclah diajukan terdakwa),

sesungguhnya merupakan pemhelaan keadaan darurat. Kata HR

:"Keadaan darurat tersebut berarti bahwa terdllkwll denglln cermat, - yailu berdasarkan norma-norma etika medis dan keahlian yang patut dimilikinya sehagai seorang dokter - , telah menimbangkan kewajiban dan kepentingan yang dalam hal ini

6) Inilah D1ungkin di Negeri Belanda sejak tahun 1983 (UU 31 Maret 1983, S. 153) dengan memasukkan pasal9a Sr. yang berbunyi :"Jikalau hakim menganggap inilah sebaiknya, berhubung dengan ringannya perbuatan, kepribadian pelaku atau keadaan-keadaan sewaktu perbuatan tersebut dilakukan atau peribal sesudahnya, maka dalam putusannya ia dapat menyatakan bahwa tidaklab akan dikenakan suatu pidana maupun tindakan. ,

Page 9: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

Euthanasia 53

saling bertentangan, selanjutnya dalam pertentangan kewajiban ini ia telah melakukan pilihan yang dipandang secara obyektif dan dengan memperhatikan keadaan-keadaan khusus dari perkara yang bersangkutandapat dibenarkan 7.

Putusan Sehoonheim ini merupakan suatu titik peralihan dalam

yurisprudensi Belanda. Sebab setelah tahun 1984 para dokter pelaku

euthanasia darat menggunakan sebagai titik tolak, bahwa HR oalam

keadaan tertentu (dalam hal yang dapat dipastikan adanya keadaan

darurat menurut pandangan medis, serta sete1ah dilaksanakan

pengujian terhadap norma-norma yang hcrlaku dalaru etika medis)

1azimnya akan berpendapat bahwa pcrbuatan mcrcka itu dapat

dibenarkan. Tcrut<lIna herdasarkan putusan Schoonheim

kebijaksanaan pcnuntut umum telah berubah scdemikian

• •

10 I,

rupa

sehingga para pclaku euthanasia tidak dituntut lagi dan kcadaan

darurat tersebut selalu dianggap ada 1\ kccuali jika pad a penuntut

umum timbul kecurigaan bahwa ada sesuatu yang kurang beres.

4. Peraturan-peraturan kecennatan SCPCI-tj dikcmbanglGm dalam RUU No. 20/383 talllln 1987-88.

Berdasarkan pcrkcmhangan yurisrrudcll s i lcrschut, dalam

Raneangan Undang Vnd.lI1g m<.:n gcnai "hal hcrtindak mcdis sccara

eel mat oleh seorang dof....1cr yang mengajubn p<.:mbc1aan daya paksa

dalam hal mcngakhiri hidllp atas pcrmohonan yang sungguh dan tegas

dari seorang rasicn",Q tdah dicanlumkan scjumlah syarat yang

merupakan pedoman untuk penuntut ulTIum dalam mcmutuskan

apakah perbuatan euthanasia o1ch doktcr yang bcrsangkulan darat

dikesampingkan (depot).

1) Menurut HR Pengadilan Tinl:l:i meman!; telah mcmllerikan putusan yang memadai pemhclaan desakan hati ourani seba!;ai sualu alasan pemaaf, namun lidak cukup memherikan molivasi terhadap pembe\aan keadaan darurat (seba!;ai alasan pemhenar). Makanya atas dasar pasal 35Q.

ayat 2 Sv (KUHAP Belanda) yang menenlukan llahwa PUtUS<1O hakim da lam " .. daan tcrlcntu h"rus beralasan cukup artinya al.san-alas.1n tersebul harus dicanlumkan seeara eksplis il, IIR membalalkan putusan pen!;adilan ling!;i tersebut dan menyerahkan perkar. kc suatu l'en!;adilan Tinggi yang lain.

8) Saya menyebut ioi praduga kead.an darurat.

9) "Het voorSlel van Wet, houdcnde regelcn met belrekking tot bel zorgvuldig mcdisch handelcn door eeo arts die zich heroept op overmachl bij levensheeindiging op uildrukkelijk en erosli!; verlangcn van een patieot", (Kamerstukken II, 1987-1988,20383)

Pebruari ]992

Page 10: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

54 Hllkum dan Pembangllnan

Peraturan-peraturan ini secara singkat saya sehutkan disini : Si dokter telah memherikan cukup penerangan kepada pasien

mengenai keadaannya dan kemungkinan perawalannya : ia telah

memeriksa kesungguhan permohonan euthanasia pasien tcrsehut, dan

apakah pelmohonan itu diajukan oleh sipasien secara sukarela; dal:lm

hal si pasien tid'lk sanggup lagi untuk mengucapkan kehendaknya,

namun sehelum jatuh sakitia telah menyusun sualu surat keterangan

tertulis yang herisi pennohonan supaya dikenakan euthanasia dalam

keadaan tertentu, maka surat keterangan tersehut dapat dipakai sebagai pengucapan kehendak si pasien asalkan pertanggalan surat

keterangan itu tidak melewati lima tahun; si dokter telah hcrkonsultasi .

satu atau Ichih dokter lain; ia telah herunding dcngan kcluarga si

pasien, lalu jalannya urusqn berdasarkan kcnyataan mengenai

perbuatan euthanasia itu dilaporkan oleh dokter dalam suatu laporan

tertulis yang harus menlaati syarat-syarat tertentu, laporan ini harus

disimpan selama lima lahun kepada pegawai periksa mayat

kotamadya. Yang terakhir ini menyerahkan laporan tersebut kepada

penuntut umum alas pennohonannya.

IV. Laporan Commissie Remmelink •

Laporan Commissie Remmelink telah diajukan kepada pemerintah

Belanda pada tanggal 9 September 1991 yang lalu. Seperti dapat

dimengerti kalangan-kalangan medis dan para ahli hukum Bclanda pcnuh

ketegangan telah mcnantikan hasil-hasil laporan tersehut. Kala memhaC<1

laporan ini yang mencolok mata ialah bahwa angka-angka euthanasia di

negeri Belanda jauh lehih rcndah daripada prognosa yang disusun dahulu.

Temyatalah di negeri Belanda sekarang ini angka perbuatan euthanasia

dalam artian sempit, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja olch o I'd' 10 rang am anpada yang bersangkutan, namun atas permohonannya ,

dalam setahun berjumlah 2300, yaitu 1,8 % dari semua hal kematian

(130.000) dalam setahun di negcri Belanda, sedangkan jumlah pertolongan

pada mewafatkan diri menjadi 400 selahun.

10) "Hel opzeUetijk tevensbeeindigend handeten door cen ander dan be belrokkene, op diens verzoek." Balann ini menjadi definisi kerja dalam peneliliannya .

,

Page 11: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

Eutiuznasia 55

Lain daripada itu menurut Commissie Remmelink- perhedaan antara

kedua perhuatan ini, yaitu euthanasia dalam artian tcrhatas dan pertolongan

pada mewafatkan diri ini, hersifat pelaksanaan teknis helaka. Ini herarti

hahwa mwnurut Commissic CMa penanganannya dalam praktek schaiknya

diheri tindakan-tindakan pcncegah yang sarna. Disamping itu pcnelilian

Commissie Remclink tclah mcmhuktikan hahwa pcrsoalan euthanasia

dalam arti scmpit ini (golongan 1) sehenarnya hanya mcrupakan sehagian

saja dari semua masalah sckitar akhir hidup yang ada.

~ ..:lain itu masih terdapat dua kclompok kcputusan medis yang lain

yang dalam praktck jauh 1chih pcnting tampaknya, karcna jumlahnya

ditaksir mcnjadi sckitar 45.000 dalam sctahun, yakni pcmbcrian dosis ohat

pemherantas kcsakitan dan gcjala Cpijncn symptoombestrijding') yang

semakin tinggi yang dapat mempersingkat hidup si pasicn (golongan ke 2),

serta menghentikan atau tidak mcmulai perawatan yang dapat

memperpanjang hidup (golongan ke 3) . •

Golongan dua dan tiga ini hcrsama-sama dischut juga : pel·tol()n~an

pada meninggal dunia Cstervenshulp') dan sampai sekarang lermasuk

tindakan profesi mcdis biasa sehingga tidak dirangkum oleh hukum pidana.

Namun dcmikian, - kata Commissie - , kurang adillah jib hegitu han yak

keputusan medis sekitar akhir hidup dihiarkan hegitu saja dan sama sekali

tidak diawasi oleh hukum pidana maupun hukum disiplin medis, karena

biasanya dilangani sec;lra diam -diam 11. Karena itu Commissie

mcnyimpulkan bahwa juga penanganan golongan"golongan ini harus

tunduk kepada peraturan kecemlatan seperti dikcmbangkan untuk

euthanasia dalam arti yang sempit.

Untuk kctiga jcnis putusan mcdis itu Commissic Remmdink

memperkenalkan suatu penamaan yang haru yakni KeplItllsan Medis

Sekitar Akhlr Hidup (MBL :'Medische Beslissingen rond het

Levenseinde' ).

Suatu kesimpulan yang lain ialah hahwa cara melakukan euthanasia

dalam arti yang sempil tcrsebul di ncgcri Belanda dalam hampir semua hal

temyata dilaksanakan sccara cermal sekali. Hal ini Japat dihuklikan antara

lain dengan hasil penelitian bahwa pcrmohonan-permohonan euthanasia itu

diajukan tiga kali lebih sering daripada jumlah terkabulnya permohonan itu.

11) Lebih-Iebil ltarena sebagian dari angka 45.()(X) tersebut, yakni 1.000 perkara dalam setahun. te~yata dipll tuskan oleh si dokter seorang diri, yaitu tanpa perundingan lebih dahu lu dengan pas.en.

Pebruari 1992

Page 12: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

56 H uJrum dan Pembanguruln

Aajuran-~njuran mengenai penyempumaan penanganan MBL

Menurut Coinmissie, 2.300 perbuatan euthanasia dalam setahun dalam

artian sempit seperti yang termaksud diatas, sebagian besar dapat dikatakan

telah dilalrukan karena adanya surat penderitaan yang sedemikian berat sebingga tidak dapat diterima lagi 12 serta dalam keadaan darurat yang

tidak ada harapan lagi 13. Juga keadaan ini mendukung kes impulan hahwa

para dokter Belanda dalam hal melakukan euthanasia hiasanya bcrhati-hati

sekali. Namun demikian menurut Commissie j alannya urusan sekitar

euthanasia masib dapat disempurnakan, yakni dengan mcningkatkan

keterbukaan dalam masyarakat mengenai persoalan ini, dan khususnya

keterbukaan dlilam kalangan medis. Kenyataan bahwa scorang dokter pada

umumnya tidak usah takut lagi kalau-kalau akan dipidana waktu ia •

melaporkan suatu perbuatan euthanasia, telah mcngakibatakan angka-

angka pelaporan euthanasia terutama selama set.1hun yang lalu jauh

meningkat. Dan pelaporan yang lengkap ini tentu saja mcrupakan syarat • • minimum

ketal. 14 untuk pengawasan perbuatan-perbuatan euthanasia ini sccar:l

12) WeeD ona.: nvaardbaar zwaar lijden"

13) "een Uilzicblloze noodsilu.lie."

14) D.lam r.nglea ini perlu dileelahui juga. bahwa sejak lahun 1990 di Negcri Ueland. herlakulah sualu prosedur pel'poran yang dirumuslean oleh Menleri Keh aleiman. Menleri Mud. dari Kemcnlcrian K...;ej.hleraan. Kosehalan dan Kebudayaan beserla KNMG (Koninldijke Nedcrlandsche Maatschappij ler bevordering der Genees~un sl). Prosedur pelaporan bermual syaral·syaral yang harus dipenuhi dalam hal sualu perbualan eUlhanasia alau perlOlongan pada mewafal~an diri. Dalam kedua hal ini doleler lersebul lidak menyerah~an sualu pemyalaan meninggal dunia yang biasa. mel.inkan menghubungi pegawai perilr.sa mayal kOI.madya yang memerilr.sa mayal dan minla dala-d.la yang seperlunya ~epada doltler. Berdasarkan perundinl:an d&n dala-dala lersebul. penunlul umum memuluslean apaleah dia dapal memberilean pemyalaan lidak ada kweralan Imadap pengurusan pemakaman. Seandainya pen un luI umum lidale memberilcan pernyalaan ini. ia memuluskan mengenaileeperluan lidaknya sualu seksi pengadilan dan mengenai perlu lidaknya pemerilcsaan polisi. Berd.s.rkan laporan seksi dan basil-basil pemerilr.saan polisi. penunlul umum memuluskan mengenai penunlulan. Namun demikian mengenai lindakan 50ksi dan pemerilr.saan ~lisi. penunlul umum menurul surallersebul haruslah.sang.1 berhali-hali. sehingg. p.d. umumnya II~ akan dilakukan asallean penunlul umum mendapalkan keyakinan bahwa dalam hal ini lidak ddakulean perbualan yang bertenlangan dengan KUHP serta penafsiran y.ng diberikan pada pasal_pasal KUHP yang bersangkulan dengan yurisprudensi .

Page 13: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

Euthanasia 57

Disamping itu dalam laporannya Commissie Remmelink mencgaskan, bahwa peraturan-peraturan kecermatan walaupun sampai sekarang hclum diperintahkan sehagai pcraturan yang wajih dipenuhi, pada umumnya toh ditaati oleh para dokter pelapor, dcngan pcngertian hahwa syarat dilakukannya suatu laporan tcrtulis dari jalannya urusan sckitar pcrhuatan euthanasia scpcrti dirumuskan dalam RUU X7-XR, hanya dibuat ll!ch sehagian kecil dari para responden saja, scdangkan syarat perundingan dengan para rekan doktcr hclum ditaati oleh semua respllndcn. Karena ilu Commissie Rcmmclink dalam anjuran-anjurannya merckom, ·ndasikan supaya syarat tcrsehut ditcrapkan secara garis hesar.

• v. Penutup •

. ' •

Prosedur pcnanganan eUlhanasia di negeri Belanda khususnya sejak tahun 1990 cukup mcmuaskan rupanya. Cara mclakukannya dalam hampir semua hal dapat disehut telah dilaksanakan secara cermat sekali. Hal ini dapat dihuktikan an lara lain dengan hasil pcnelilian hahwa perrnohonan-permohonan euthanasia dalam arti yang scmpit ilu, diajukan tiga kali lehih frckuensi daripada jumlah terkabulnya permohllnan itu. Disamping itu 2.300 pcrhuatan euthanasia dalalll sctahun dalam arti;ln sempit seperti tcrmaksud diatas, dapat dikatakan sehagian hcsar tclah dilakukan karena aJanya suatu perbuatan yang sedcmikian beral sehingga tidak dapat ditcrillla lagi scrla dalam siluasi darurat yang tidak ada harapan lagi. Scmentara ilu angka-angka pclaporan teroyata kian mcningkal.

Namun dcmikian yang lllcnj;ldi pcrsoalan ialah ~()IIII1~al1-~lIllIl1gall

pert()longan pada IIIcl1ill~gal dUllia (stc,·vcllshulp) scpc,·' i digamba,·k:1Il diatas, yang oalam praklck lernyala jauh !chih luas daripada euthanasia scndiri dan yang lidak Icrmasuk dalam pasal 29} Sr. Tindakan-tindakan medis ini yang scbagiannya dilaksanakan lanpa pennohonan si pasicn, - m:lIahan kadang-kadang lanpa dikclahuinya - , sesungguhnya harus tunduk pula pada pcraluran-pcraluran kcccrmatan seperti telah dikclllhangkan o!ch yurisprudcnsi dan RUU. Pcmcrintah

Belanda masih mcnantikan dua Prcadvics yang abn dilulis o!ch masing­masing pengacara terkcnal dihidang ini, Mr. E. Ph. R. Sulorius, serla olch mantan Menteri Kehakiman Mr. J. De Ruiler dan yang akan diajukan pada Menteri Kehakiman Belanda sckitar dua tahun lagi .

Pebruari J9C)2

Page 14: EUTHANASIA - Universitas Indonesia

58 • Hukum dan Pembangunan •

Waktu penulis menyelesaikan tulisan ini surat kabar Belanda telah

mempublikasikan sebuah saran Menteri Kehakiman Belanda beserta Menteri Muda Kesehatan Rakyat yang diletakkan dalam suatu surat kepada

DPR Belanda tert.1nggal 8 November 1993. Saran tersebut mengusulkan •

supaya prosedur pelaporan yang sekarang ada dimuatkan dalam suatu

kctentuan baru dalam Undang-undang Pcngurusan Pemakaman. Dengan

ini pasal 293 Sr. dapat dipcrtahankan sedangkan proscdur euthanasia yang

ada dilcgalisir. Supaya pengawasan dapat diperketat, pcmerintah

menyarankan juga agar semua jenis MBL tersehut dimasukkan kedalam

pcngawasan Undang-undang Pengurusan Pemakaman itu . •

Kami menantikan saja pendapat DPR Bclanda . •

• t

ANDA N BUKU •

DAN PENERBITAN H ?

Kebetulan 8uku atau penerbitan yang dimaksud tidak ada di kota anda. padahal anda amat memerlukannya.

Hubungi kami dengan suraf damsertakan perangko balasan didalamnya. Kami akan segera membanfu anda

• Tata Usaha Majalah

JI. Cirebon 5 Telp. (021) 335432 Jakarta Pusat .

!