euthanasia laporan

Upload: farenfaqod

Post on 14-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

euthanasia

TRANSCRIPT

KEWARGANEGARAANKELOMPOK 6 EUTHANASIA (KONTRA)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERUNIVERSITAS JAMBI2011/2012EUTHANASIA DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEKEuthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, & Thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Sedangkan secara harafiah, euthanasia tidak dapat diartikan sebagai pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan tenang & baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya Vita Caesarum mengatakan bahwa euthanasia berarti mati cepat tanpa derita. Euthanasia (eu = baik, thanatos = mati) atau good death / easy death sering pula disebut mercy killing pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan, sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri (the right self of determination) pada diri pasien. Hak ini menjadi unsur utama hak asasi manusia dan seiring dengan kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut. Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi (khususnya dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang dramatis atas pemahaman mengenai euthanasia.Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang.3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri & keluarganya.Dari pengertian-pengertian di atas maka euthanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien3.Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan.4. Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya.5.Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya.

Penggolongan EuthanasiaA. Euthanasia aktifTindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Merupakan tindakan yang dilarang, kecuali di negara yang telah membolehkannya lewat peraturan perundangan.B. Euthanasia pasifDokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya menghentikan pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau menunda operasiC. Auto euthanasia Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis & dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.

Berdasarkan orang yang membuat keputusan, euthanasia dibagi menjadi : Voluntary euthanasia: Permohonan diajukan pasien karena, misalnya gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera yang keadaannya diperburuk oleh keadaan fisik & jiwa yang tidak menunjang. Involuntary euthanasia: Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dilakukan karena, misalnya seseorang yang menderita sindroma Tay Sachs. Keputusan atau keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab.Assisted suicide: Tindakan ini bersifat individual dalam keadaan & alasan tertentu untuk menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri. Tindakan langsung menginduksi kematian. Alasan adalah meringankan penderitaan tanpa izin individu yang bersangkutan & pihak yang berhak mewakili. Hal ini sebenarnya pembunuhan, tapi dalam pengertian agak berbeda karena dilakukan atas dasar belas kasihan.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam euthanasia.Aspek HukumUndang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif & dianggap sebagai pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehin gga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak, hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, & tidak menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat pasal-pasal dalam undang-undang dalam KUHP.Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebenarnya telah cukup antisipasif dalam menghadapi perkembangan iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat lunak berupa SK PB IDI no.319/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Informed Consent. Disebutkan di sana, manusia dewasa & sehat rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walau untuk kepentingan pasien itu sendiri. Kemudian SK PB IDI no.336/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Mati. Sayangnya SKPB IDI ini tidak atau belum tersosialisasikan dengan baik di kalangan IDI sendiri maupun di kalangan pengelola rumah sakit. Sehingga, tiap dokter & rumah sakit masih memiliki pandangan & kebijakan yang berlainan.Apabila diperhatikan lebih lanjut, pasal 338, 340, & 344 KUHP, ketiganya mengandung makna larangan untuk membunuh. Pasal 340 KUHP sebagai aturan khususnya, dengan dimasukkannya unsur dengan rencana lebih dahulu, karenanya biasa dikatakan sebagai pasal pembunuhan yang direncanakan atau pembunuhan berencana. Masalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338 & 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut concursus idealis yang diatur dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa:(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.(2) Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.Pasal 63 (2) KUHP ini mengandung asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu peraturan yang khusus akan mengalahkan peraturan yang sifatnya umum.Aspek Hak AzasiHak azasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai, & sebagainya. Tapi tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran HAM, terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak & sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari segala penderitaan yang hebat.Aspek Ilmu PengetahuanIptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam habisnya keuangan.Aspek AgamaKelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan & bukan hak manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai aturan Tuhan.Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya.Dokter dapat dikategorikan melakukan dosa besar & melawan kehendak Tuhan dengan memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, & putus asa tidak berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, & tentunya sangat tidak ingin mati, & tidak sedang dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini.Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus ke dokter untuk berobat mengatasi penyakitnya? Kalau memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan kehendak Tuhan.Pada kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan hukum positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik & moral yang juga bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap kehidupan, jiwa atau nyawa. Hal itu jelas merupakan ketentuan yang sangat prinsip dalam agama. Dalam hukum positif manapun, prinsip itu juga diakomodasi. Oleh sebab itu, ketika kita melakukan perlindungan terhadap nyawa atau jiwa manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama, sekalipun wujud materinya sudah berbentuk hukum positif atau hukum negara.Kesimpulan HAM yang terutama adalah hak untuk hidup, yang dimaksudkan untuk melindungi nyawa seseorang terhadap tindakan sewenang-wenang dari orang lain. Oleh karena itu masalah euthanasia yang didefinisikan sebagai kematian yang terjadi karena pertolongan dokter atas permintaan sendiri atau keluarganya, atau tindakan dokter yang membiarkan saja pasien yang sedang sakit tanpa menentu, dianggap pelanggaran terhadap hak untuk hidup milik pasien.Tetapi dalam perkembangannya, di negara maju seperti Amerika Serikat, diakui pula adanya hak untuk mati walaupun tidak mutlak. Dalam keadaan tertentu, euthanasia diperbolehkan untuk dilakukan di Amerika Serikat. Namun di Indonesia, masalah euthanasia ini tetap dilarang. Oleh karenanya, dikatakan bahwa masalah HAM bukanlah merupakan masalah yuridis semata-mata, tetapi juga bersangkutan dengan masalah nilai-nilai etis & moral yang ada di suatu masyarakat tertentu.Sejak berlakunya KUHP sampai saat ini, belum ada kasus yang secara nyata terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan euthanasia seperti diatur dalam pasal 344 KUHP yang sampai ke pengadilan. Hal ini mungkin disebabkan karena:- Bila memang benar terjadi di Indonesia, tetapi tidak pernah dilaporkan ke polisi, sehingga sulit untuk pengusutan lebih lanjut.- Keluarga korban tidak tahu bahwa telah terjadi kematian sebagai euthanasia, karena masyarakat Indonesia masih awam terhadap hokum, apalagi menyangkut euthanasia.- Alat-alat kedokteran di rumah sakit di Indonesia belum se-modern di negara maju, & kalaupun ada, masih terlalu mahal untuk dapat digunakan oleh masyarakat umum, sebagai pencegah kematian seorang pasien secara teknis.Di samping itu, dari hukum materilnya sendiri, yaitu pasal 344 KUHP, sulit untuk dipenuhi unsur-unsurnya, sehingga bila terjadi kasus, maka akan sulit pembuktiannya. Apapun alasannya, bila tindakan dilakukan dengan tujuan mengakhiri hidup seseorang maka dapat digolongkan sebagai tindak pidana pembunuhan. Namun dalam hal euthanasia hendaknya tidak secara gegabah memberikan penilaian, apalagi jenis & alasan euthanasia yang bermacam-macam.Perlu dipertimbangkan dengan seksama oleh penegak hukum tentang hal-hal yang mempengaruhi emosi seorang dokter yang secara langsung berhadapan dengan pasien, antara lain penderitaan pasien mengatasi penyakitnya, kondisi penyakit yang sudah stadium terminal & tidak mungkin lagi diobati.Oleh sebab itu, hukuman untuk tindakan euthanasia aktif yang pernah terjadi di Belanda misalnya, hanya berupa hukuman percobaan yang sangat ringan. Bahkan pada beberapa kasus nampak ada kecenderungan hakim untuk tidak menghukum pelaku euthanasia.Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia di Indonesia tetap dilarang. Larangan ini terdapat dalam pasal 344 KUHP yang masih berlaku hingga saat ini. Akan tetapi perumusannya dapat menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum untuk menerapkannya atau mengadakan penuntutan berdasarkan ketentuan tersebut. Agar pasal 344 KUHP dapat diterapkan dalam praktik, maka sebaiknya dalam rangka ius constituendum hukum pidana, bunyi pasal itu hendaknya dirumuskan kembali, berdasar kenyataan yang yang terjadi & disesuaikan perkembangan di bidang medis.

Euthanasia; Sebuah Dilema Abu-Abu Dunia Kedokteran

Submitted byVisobar Bankulonon Sat, 26/07/2008 - 16:34Adakah kematian itu menjadi hal yang pasti bagi semua orang, jawabnya Ya!!, tetapi jika kematian menjadi hak yang bisa "dibeli" bagaimana kita menyikapinya ?Bukankah hal ini bertentangan dengan kodrat langit ? sudah jelas. Tetapi terkadang rasa sakit yang amat sangat membuat manusia putus asa dan buta tentang kedudukannya di hadapan Tuhan.Jadi adakah mungkin suatu dispsensasi dalam melakukan Euthanasia, apapun alasannya ?Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harafiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti mati cepat tanpa derita". Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.Ada dua macam euthanasia: Aktif dan Pasif.Euthanasia aktif artinyamengambil kehidupan seseorang untuk mengurangipenderitaannya. Ada aspek kesengajaan mematikan orangtersebut, misalnya dengan menyuntikkan zat kimiatertentu untuk mempercepat proses kematiannya.Euthanasia pasif artinya membiarkan si sakit mati secaraalamiah tanpa bantuan alat bantu seperti pemberian obat,makanan, atau alat bantu buatan. Euthanasia pasif,membiarkan kematian. Selain itu, euthanasia bisa jugadibedakan atas euthanasia voluter dan euthanasia non-voluter.Yang pertama berarti si sakit menghendaki dan memintasendiri dan mengetahui kematiannya. Maka euthanasiavoluter sering disamakan dengan bunuh diri, sedangkaneuthanasia non-voluter sering disamakan denganpembunuhan.PRO-KONTRASecara Spesifik Alasan Pro Euthanasia Aktif:1. Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya.2. Adanya hak privacy yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka seseorang berhak sesuai privacy-nya (band. Pro-choice dalam kasus Aborsi).3. Euthanasia adalah tindakan belas kasihan/kemurahan pada si sakit. Maka tidak bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.4. Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meringankan penderitaan si sakit berarti meringankan penderitaan keluarga khususnya penderitaan psikologis.5. Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Dari pada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup.6. Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen.

Tiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan kematian yang baik dan yang bermartabat, tetapi kematian yang perlahan, menyakitkan dan tanpa mengenal ampun , bukanlah satu kematian yang bermartabat,bahkan merendahkan sifat-sifat kemanusiaan kita. Kenapa kita mengijinkan aborsi, tetapi euthanasia tidak?Euthanasia adalah satu tanda kasih sayang kepada orang yang menderita, jadi sebenarnya ini sesuai dengan ajaran Agama yang selalu mengutamakan kasih! Dan apakah Anda tahu bahwa bukan hanya sekedar pasiennya saja yang menderita, melainkan anggota keluarganya juga turut menderita. Mempercepat kematian yang tidak dapat dielakan bukan hanya sekedar meringankan penderitaan sang pasien,tetapi juga melepaskan beban finansial berat yang harus ditanggung oleh keluarganya.Mana lebih berdosa mempertahankan hidup yang sebenarnya sudah tidak bisa dipertahankan lagi dengan mengorbankan orang lain atau mempercepat kematian. Berapa banyak keluarga di Indonesia jadi melarat total, karena hanya ingin memperpanjang kehidupan seseorang untuk beberapa hari saja !Pertanyaan: apakah kalau kita menolak pengobatan ini berarti bunuh diri, umpamanya dialisis ginjal atau kemoterapi, atau juga karena kita menyadari bahwa keluarga kita itu sebenarnya tidak mampu untuk membiayainya?Apakah kita sebagai kaum agamaist di ijinkan melakukan euthanasia secara pasif? Bukankah tiap manusia berhak untuk memilih kematiannya secara wajar dan alamiah dengan menolak alat-alat untuk mempertahankan kehidupan yang tidak wajar, seperti mesin jantung dan paru-paru ? Apakah penolakan ini bisa dinilai sebagai bunuh diri ?Kasus euthanasia pasif itu sebenarnya sangat sering terjadi, terutama di negara-negara miskin. Ada pasien sakit ginjal yang seharusnya melakukan cuci darah secara teratur lalu berhenti karena tidak punya biaya. Akhirnya dia pun meninggal. Ada kasus tabrak lari, tapi karena korban adalah orang miskin lalu pihak rumah sakit tidak mau menerimanya karena tidak ada jaminan biaya.

Akhirnya korban meninggal di depan rumah sakit.Euthanasia adalah dilema dalam dunia kedokteran. Di satu sisi, rasa kemanusiaan kita menolak pembunuhan. Tapi di sisi lain, kita melihat bahwa kematian adalah yang terbaik bagi pasien. Motif paling sering dari euthanasia adalah karena faktor finansial. Keluarga pasien sudah tidak sanggup lagi membayar biaya perawatan sementara harapan hidup pasien sudah sangat kecil.Apakah Euthanasia pasif dapat dibenarkan secara moral? Euthanasia pasif biasanya dibedakan atas euthanasia pasif alamiah dengan bukan alamiah. Euthanasia pasif alamiah berarti menghentikan pemberian penunjang hidup alamiah seperti makanan, minuman dan udara. Sedangkan euthanasia pasif bukan alamiah berarti menghentikan penggunaan alat bantu mekanik buatan misalnya mencabut respirator (alat bantu pernapasan) atau organ-organ buatan. Euthanasia pasif alamiah sama dengan pembunuhan sebab dengan sengaja membiarkan si sakit mati tanpa makan-minum (membunuh pelan-pelan). Sedangkan mencabut alat bantu yang mungkin hanya berfungsi memperpanjang penderitaan tidak sama dengan membunuh sebab memang si sakit tidak sengaja dimatikan melainkan dibiarkan mati secara alamiah.Sebenarnya masalah euthanasia terkait dengan sikap manusia terhadap hidup, penyakit (khususnya penderitaan) dan kematian. Kita akan mencoba melihat sepintas arti hidup, penderitaan dan kematian sebagai bahan acuan untuk membantu kita memahami apakah euthanasia pantas atau tidak pantas dilakukan. Hidup adalah pemberian Tuhan (Kejadian 2:7). Manusia menjadi makhluk hidup setelah Tuhan Allah menghembuskan napas kehidupan kepadanya (band. Yehezkiel 37:9-10). Napas kehidupan diberikan TUHAN sehingga manusia memperoleh kehidupan. Ulangan 32:39 menegaskan hanya Tuhan yang berhak mencabut kehidupan dari manusia. Itu berarti, hanya Tuhan yang berhak atas kematian. Maka tugas manusia tidak lain kecuali memelihara kehidupan yang diberikan oleh Tuhan (band. Perumpamaan dalam Efesus 5:29). Bukan hanya kehidupan yang sehat, tetapi juga hidup yang dirundung oleh penderitaan, hidup yang sakit, harus dipelihara. Maka penderitaan harus dapat diterima sebagai bagian kehidupan orang percaya (Roma 5:3) termasuk penderitaan karena sakit.---------Alasan-alasan kontra euthanasia aktif, dikemukakan sebagai berikut:1. Tidak ada alasanmoral apapun yang mengijinkan seseorang melakukan pembunuhan maupun bunuh diri. Dalam Alkitab tegas difirmankan TUHAN: Jangan membunuh! (Keluaran 20:13par). Kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27). Maka tidak ada hak manusia untuk memilih cara kematiannya.2. Hak privacy adalah hak yang dinikmati dalam hidup. Hak hidup memang tak terbatas, tetapi hak privacy selalu terbatas, bahkan dalam kehidupan yang dijalani sehari-hari. Selalu privacy bisa dibatasi oleh hak privacy orang lain. Maka hak privacy tidak relevan digunakan mengklaim hak untuk memilih cara kematian seseorang.3. Walaupun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah suatu pembunuhan. Kalau penderitaan diakhiri dengan euthanasia, itu sama artinya menghalalkan cara untuk tujuan tertentu. Rumus tersebut tidak bisa diterima secara moral.4. Dalam Alkitab, penderitaan mempunyai fungsi yang positif dan konstruktif dalam hidup manusia (Yakobus 1:2-4; Roma 5:3-4), penderitaan melahirkan ketekunan dan pengharapan dan kesempurnaan hidup. Maka penderitaan tidak bisa dijadikan sebagai alat pembenaran praktek euthanasia.5. Manusia lebih berharga daripada materi. Maka materi harus melayani kepentingan manusia (band. Matius 6, tentang khotbah di Bukit). Maka melakukan euthanasia demi untuk kepentingan penghematan ekonomi tidak dibenarkan secara moral, terutama moral Kristen.

Mati hanyalah sebuah gerbang yang terbuka menuju pada kekekalan. Rasa sakit, penderitaan yang terus menerus, penghematan alias efisiensi. Hal tersebut adalah salah satu alasan melakukan euthanasia.Euthanasia adalah bunuh diri secara sadar, jika tidak maka namanya pembunuhan. Euthanasia berlaku bagi orang2 yang pengecut,apapun alasannya. Jika memang mati ya biarlah mati, jika memang belum mati dan terus menderita toh akhirnya mati juga. Kenapa memutuskan secara sepihak. Yang pasti memilih euthanasia telah melangkahi kodrat ilahi sebagai penentu nasib seseorang. Masalah Finansial dan Kasih, Kasih menurut siapa ?Bukankah menahan penderitaan dan rasa sakit, Yesus sudah lebih dulu melakukannya.Ibrani12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.12:4. Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.Dengan semua catatan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:1.Praktek euthanasia aktif tidak dapat dibenarkan secara moral. Yang dapat dilakukan adalah menghentikan semua alat artificial yang justru sering menghambat kematian alamiah (salah satu jenis euthanasia pasif). Menghentikan bantuan alamiah bagi si sakit adalah juga tindakan yang immoral.2.Alasan-alasan melakukan euthanasia aktif tidak dapat dibenarkan, baik alasan penderitaan maupun alasan ekonomi, sebab manusia adalah makhluk mulia yang harus mampu menahan penderitaan dan lebih penting dari pada materi.3.Tugas setiap orang Kristen adalah menghibur si sakit untuk tahan dalam penderitaan dan meyakinkannya untuk menghadapi kematian dengan sukacita.Demikianlah sekilas kasus euthanasia yang selalu menjadi dilema klasik, bagaimana menurut teman-teman..is it worthy ??Kategori:MisiKeywords Artikel:Alkitab,euthanasia,Iman KristenTopic Artikel:LiteraturEUTHANASIATinjauan dari Segi Medis, Etis, dan Moral[1]1. PendahuluanSaya tidak hidup. Saya dibuat untuk hidup. Saya tetap hidup. Untuksiapa, untuk apa yang tak saya ketahui, yang saya tahu saya hanyalah mayat hidup!ratapVincent Humbert. Kondisi tanpa daya ini membuat Vincent tak mau meneruskan hidupnya. Pada November 2002, ia mengirimkan surat kepada Presiden Prancis, Jacques Chirac, meminta agar ia diberi hak untuk mati. Chirac membalas surat Vincent dan menelponnya ke rumah sakit, menjelaskan bahwa ia tak bisa memenuhi permintaannya itu. Vincent pun akhirnya menyusun rencana kematian bersama ibunya, Marie Humbert. Ia juga menulis buku berisi penjelasan soal kasusnya dibantu seorang wartawan bernama Frederick Veille.Kemudian tepat tiga tahun setelah kecelakaan, Vincent dan Marie melaksanakan rencana mereka, Marie menyuntikkan obat penenang dengan dosis berlebih ke pembuluh darah putranya. Hari berikutnya, buku karya Vincent,JVous Demande le Droit de Mourir (Saya Meminta Pada Anda Hak untuk Mati)terbit.Di Indonesia pun pernah heboh soal euthanasia. Menjelang pengumuman putusan permohonan penetapan euthanasia oleh Hasan Kesuma atas nama istrinya, Agian Isna Nauli oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ketua Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Iskandar Sitorus sebagai kuasa hukum Hasan mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.Apabila PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan kami, maka kami akan melanjutkan dengan meminta pihak yang akan melakukan eksekusi. Sedangkan kalau PN Jakarta Pusat menolak gugatan kami, maka kami akan mengajukan upaya hukum berupa penetapan ke Mahkamah Agung, jelasnya.Iskandar mengatakan kekecewaannya kepada Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari yang pernah menjanjikan akan menanggung biaya Ny. Agian selama berada di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Jakarta beberapa waktu lalu di hadapan media massa. Tapi kenyataannya menurut Iskandar, sampai saat ini hal tersebut belum terealisasi. Lima menit setelah Ibu menteri menyatakan hal itu, datangbillpengobatan untuk Hasan. Ini namanya kebohongan publik yang dilakukan oleh pejabat negara. Apabila terlaksana Senin depan (9/11), kami akan melaporkan Ibu menteri ke polisi karena melakukan kebohongan publik, ungkap Iskandar.2. Seputar EuthanasiaBerdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian ke dalam tiga jenis, yaitu:1.Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena proses alamiah.2.Dysthanasia, yaitu kematian yang terjadi secara tidak wajar.3.Euthanasia, yaitu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.Dalam tulisan ini, kita akan berbicara mengenai euthanasia saja.Pertama-tama perlu diklarifikasi arti kata euthanasia itu sendiri. Euthanasia bukanlah pengertian yang jelas dan baku, sebab di balik istilah yang sama ternyata ada pengertian yang berbeda. Perbedaan pengertian ini terjadi dalam perjalanan sejarah. Harus diakui bahwa terkadang terjadi perbedaan persepsi dari kalangan ahli, moralis, medis dengan pihak Gereja sendiri. Setidaknya dengan penelusuran arti euthanasia, kita semakin mampu menangkap apa itu euthanasia menurut Gereja apabila Gereja menolaknya dengan tegas. Pada bagian ini akan dibahas euthanasia dalam tiga segi yaitu arti, sejarah serta macamnya yang ditinjau dari berbagai sudut. Namun harus diperhatikan juga bahwa pembagian euthanasia dalam berbagai istilah tersebut terkadang membingungkan karena masing-masing ahli terkadang mendefinisikan jenis-jenis euthanasia dengan berbeda-beda.2.1. ArtiKata euthanasia terdiri dari dua kata dari bahasa Yunanieu(baik) danthnatos(kematian). Jadi secara harafiah euthanasia berarti mati yang layak atau mati yang baik(good death)atau kematian yang lembut. Beberapa kata lain yang berdasar pada gabungan dua kata tersebut misalnya:Euthanatio: aku menjalani kematian yang layak,ataueuthanatos(kata sifat) yang berartimati dengan mudah, mati dengan baik atau kematian yang baik[2]. Secara etimologis, euthanasia di zaman kuno berarti kematian yang tenang tanpa penderitaan yang hebat.Dalam arti aslinya (Yunani) kata ini lebih berpusat pada cara seseorang mati yakni dengan hati yang tenang dan damai, namun bukan pada percepatan kematian.Dewasa ini orang menilai euthanasia terarah pada campur tangan ilmu kedokteran yang meringankan penderitaan orang sakit atau orang yang berada di sakratul maut. Kadang-kadang proses meringankan penderitaan ini disertai dengan bahaya mengakhiri hidup sebelum waktunya. Dalam arti yang lebih sempit, euthanasia dipahami sebagaimercy killing[3],membunuh karena belas kasihan, entah untuk mengurangi penderitaan, entah terhadap anakcacat, orang sakit jiwa, atau orang sakit tak tersembuhkan. Tindakan itu dilakukan agar janganlah hidup yang dianggap tidak bahagia itu diperpanjang dan menjadi beban bagi keluarga serta masyarakat[4].Demikian pula orang merasa lebih baik mati daripada mengalami degradasi martabatnya. Orang macam ini melihat bahwa orang yang tidak mampu lagi bergerak, menderita, tak mampu berbuat apa-apa sebagai penurunan martabatnya. Maka daripada hidup tanpa martabat, lebih baik mati dengan martabat ketika orangnya masih kuat dan masih punya kontrol penuh atas hidupnya.Dari perjalananwaktuarti euthanasia sendirimengalamipergeseran arti. Euthanasia yang pada awalnya berarti kematian yang baik, dewasa ini diartikan sebagai tindakan untuk mempercepat kematian. Kiranya penting memahami arti euthanasia itu sendiri sebelum dinilai secara etis maupun moral. Oleh karena itu, kiranya perlu dilihat arti euthanasia menurut Gereja.Gereja sendiri yang dalam hal ini diwakili olehKongregasiSuci untukAjaranIman mendefinisikan euthanasia sebagai sebuah tindakan atau tidak bertindak yang menurut hakikatnya atau dengan maksud sengaja mendatangkan kematian, untuk dengan demikian menghentikan rasa sakit. Jadi,euthanasia dilihat pada taraf intensi dan juga metode yang dipakai. Dalam bahasaInggris dikatakan demikian,By euthanasia is understood an action or an omission which of itself or by intention causes death, in order that all suffering may in this way be eliminated. Euthanasias terms of reference, therefore, are to be found in the intention of the will and in the methods used[5].Euthanasia adalah berbuat atau tidak berbuat yang dalam perbuatan itu sendiri atau dalam intensi menyebabkan kematian agar dengan cara ini semua penderitaan dapat dihilangkan). Dalam hal ini, yang harus diperhatikan adalah metode (berbuat/tidak berbuat) dan intensinya (menyebabkan kematian). Pemakaian kata euthanasia sekarang ini tidak lagi merefer pada makna aslinya.Arti euthanasia yang diberikan olehKongregasiSuci pada tahun 1980 ini dikutip kembali oleh Dewan paraUskup Kanada untuk menentukan mana yang dianggap euthanasia dan mana yang bukan pada tahun 1994. Dewan para uskup Kanada itu menyebutkan bahwa sebuah suntikan yang mematikan merupakan salah satu contoh tindakan euthanasia. Orang sering menyebut injeksi yang mematikan ini sebagai euthanasia aktif[6].Dengan demikian pengertian euthanasia dalam Gereja Katolik menyangkut tiga hal yaitu:pertama, sebuah tindakan atau tidak berbuat;kedua, dengan intensi pada kematian seseorang;danketiga,dengan maksud mengakhiri penderitaan seseorang. Oleh karena itu, penilaian atas sebuah tindakan sebagai euthanasia atau tidak terletak pada intensi dan tindakannya.Untuk pembahasan selanjutnya, kalau kita berbicara mengenai definisi euthanasia, pengertian dalam Gereja Katoliklah yang akan kita gunakan.Akhir-akhir ini banyak terdengar sebutan lain lagi:assisted suicideatau bunuh diri yang dibantu dokter[7]. Maksudnya adalah dokter membantu pasien terminal untuk membunuh dirinya jika ia memilih mengakhiri penderitaannya. Hal ini biasanya dilakukan dengan menulis resep untuk obat yang mematikan dalam dosis besar. Perbedaan dengan euthanasia adalah bahwa pasien terminal membunuh dirinya sendiri, ia tidak dibunuh oleh dokternya. Karena alasan itu, secara psikologis bunuh diri dengan bantuan seperti itu barangkali tidak membebani hati nurani profesi medis daripada euthanasia langsung, tetapi secara etis tidak ada banyak perbedaan. Dalam hal euthanasia maupun bunuh diri dengan bantuan, dokter adalah pelaku utama untuk akibat yang sama. Bagi pasien terminal, bunuh diri dengan bantuan mempunyai konsekuensi bahwa kemungkinannya cukup terbatas karena banyak pasien terminal tidak sanggup lagi meminum obat atau melakukan tindakan lain yang perlu untuk mengakhiri hidupnya.2.2. Sejarah Euthanasia[8]Sebenarnya, persoalan euthanasia bukanlah hal yang baru. Sepanjang sejarah manusia, euthanasia sudah diperdebatkan dan dipraktekkan. Sekilas, kita akan melihatnya.2.2.1.Lingkup Budaya Yunani-Romawi KunoPerdebatan euthanasia dalam era ini dapat dilihat dari pandangan beberapa tokoh kuno.Posidippos, seorang pujangga yang hidup sekitar tahun 300-an sebelum Masehi, menulis, Dari apa yang diminta manusia kepada para dewa, tiada sesuatu yang lebih baik daripada kematian yang baik (Fr. 18). Philo, seorang filsuf Yahudi yang hidup sekitar tahun 20 BC 50 AD, mengatakan bahwa euthanasia adalah kematian tenang dan baik (Philo 1, 182:de Sacrificiis Abelis et Caini100). Suetonius, seorang ahli sejarah yang hidup sekitar tahun 70-140 Masehi memberitakan kematian Kaisar Agustus sebagai berikut: Ia mendapat kematian yang mudah seperti yang selalu diinginkannya. Karena ia hampir selalu biasa mohon kepada dewa-dewa bagi dirinya dan bagi keluarganya euthanasia bila mendengar bahwa seseorang dapat meninggal dengan cepat dan tanpa penderitaan. Itulah kata yang dipakainya (Divus Augustus 99).Cicero, seorang sastrawan, hidup sekitar tahun 106 BC, memakai istilah euthanasia dalam arti kematian penuh kehormatan, kemuliaan dan kelayakan (Surat kepada Atticus 16.7.3). Seneca, yang bunuh diri tahun 65 M malah menganjurkan,lebih baik mati daripada sengsara merana.2.2.2. Zaman RenaissancePada zaman renaissance, pandangan tentang euthanasia diutarakan oleh Thomas More dan Francis Bacon.Francis Bacon dalamNova Atlantis, mengajukan gagasaneuthanasia medica, yaitu bahwa dokter hendaknya memanfaatkan kepandaiannya bukan hanya untuk menyembuhkan, melainkan juga untuk meringankan penderitaan menjelang kematian. Ilmu kedokteran saat itu dimasuki gagasan euthanasia untuk membantu orang yang menderita waktu mau meninggal dunia. Thomas More dalamthe Best Form of Government and The New Island of Utopia yang diterbitkan tahun 1516 menguraikan gagasan untuk mengakhiri kehidupan yang penuh sengsara secara bebas dengan cara berhenti makan atau dengan racun yang membiuskan.2.2.3. Abad XVII-XXDavid Hume (1711-1776) yang melawan argumentasi tradisional tentang menolak bunuh diri (Essays on the suicide and the immortality of the soul etc. ascribed to the late of David Hume, London 1785), rupanya mempengaruhi dan membuka jalan menuju gagasan euthanasia.Tahun 20-30-an abad XX dianggap penting karena mempersiapkan jalan masalah euthanasia zaman nasional-sosialisme Hittler. Karl Binding (ahli hukum pidana) dan Alfred Hoche (psikiater) membenarkan euthanasia sebagai pembunuhan atas hidup yang dianggap tak pantas hidup. Gagasan ini terdapat dalam bukunya yang berjudul :Die Freigabe der Vernichtung lebnesunwerten Lebens, Leipzig 1920. Dengan demikian, terbuka jalan menuju teori dan praktek Nazi di zaman Hittler. Propaganda agar negara mengakhiri hidup yang tidak berguna (orang cacat, sakit, gila, jompo) ternyata sungguh dilaksanakan dengan sebutan Aktion T4 dengan dasar hukum Oktober 1939 yang ditandatangani Hitler.2.2.4. Sekarang IniDewasa ini, baik di negara-negara Eropa, AmerikaUtara maupun Indonesia, perdebatan etis, moral,danteologis tentang euthanasia semakin marak.Persoalanlegalisasi euthanasia pun menjadi tuntutan umum,bahkaneuthanasiasudahdilegalkandi Belandadan Luxemburg. Sementara itu, praktek euthanasia sendiri pun diyakini sudah banyak dilakukan, juga di Indonesia, meskipun secara legal hal itu dilarang.2.3. Macam-macam EuthanasiaSebelum kita meninjau persoalan medis, etis,danteologis, kita perlu mengerti dulu berbagai macam euthanasia. Ada berbagai macam euthanasia[9]:2.3.1. Dari Sudut Cara/BentukDari sudut cara atau bentuk, euthanasia dapat dibedakan dalamtigahal[10]:a.Euthanasia aktif, artinya mengambil keputusan untuk melaksanakan dengan tujuan menghentikan kehidupan.Tindakan ini secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.Misalnya, melakukan injeksi dengan obat tertentu agar pasien terminal meninggal.b.Euthanasia pasif, artinya memutuskan untuk tidak mengambil tindakan atau tidak melakukan terapi.Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup kepada pasien.Misalnya, terapi dihentikan atau tidak dilanjutkan karena tidak ada biaya, tidak ada alat ataupun terapi tidak berguna lagi. Pokoknya menghentikan terapi yang telah dimulai dan sedang berlangsung.c.Auto-euthanasia, artinya seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dari penolakan tersebut ia membuat sebuahcodicil(pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.2.3.2. Dari Sudut Maksud (Voluntarium)Dari sudut maksud, euthanasia dapat dibedakan:a.Euthanasia langsung (direct), artinya tujuan tindakan diarahkan langsung pada kematian.b.Euthanasia tidak langsung (indirect), artinya tujuan tindakan tidak langsung untuk kematian tetapi untuk maksud lain misalnya meringankan penderitaan.2.3.3. Dari Sudut Otonomi PenderitaDari sudut otonomi penderita euthanasia dapat dilihat dalam tiga jenis:a.Penderita sadar dan dapat menyatakan kehendak atau tak sadar dan tidak dapat menyatakan kehendak (incompetent).b.Penderita tidak sadar tetapi pernah menyatakan kehendak dan diwakili oleh orang lain (transmitted judgement).c.Penderita tidak sadar tetapi kehendaknya diduga oleh orang lain (substituted judgement).2.3.4. Dari Sudut Motif dan PrakarsaDari sudut motif dan prakarsa, euthanasia dibedakan menjadi dua:a.Prakarsa dari penderita sendiri, artinya penderita sendiri yang meminta agar hidupnya dihentikan entah karena penyakit yang tak tersembuhkan atau karenasebab lain.b.Prakarsa dari pihak luar; artinya orang lain yang meminta agar seorang pasien dihentikan kehidupannya karena berbagai sebab. Pihak lain itu misalnya keluarganya dengan motivasi untuk menghentikan beban atau belas kasih. Bisa juga, prakarsa itu datang dari pemerintah karena ideologi tertentu atau kepentingan yang lain.2.4. BeberapaAspekEuthanasia2.4.1. Aspek HukumUndang undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.Dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut,tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal-pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana.Beberapa pasal KUHP yang berkaitan dengan euthanasia antara lain 338, 340, 344, 345, dan 359. Hubungan hukum dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata, antara lain pasal 1313, 1314, 1315, dan 1319 KUH Perdata[11]. Secara formal tindakan euthanasia di Indonesia belum memiliki dasar hukum sehingga selalu terbuka kemungkinan terjadinya penuntutan hukum terhadap euthanasia yang dilakukan.2.4.2.Aspek Hak AsasiHak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat.2.4.3.Aspek Ilmu PengetahuanPengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.2.4.4.Aspek AgamaKelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.Pernyataan ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat,dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal-hal seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal-hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya.2.5. Cara-cara EuthanasiaTindakan euthanasia dapat dilakukan melalui beberapa cara[12], yakni:a.Langsung dan sukarela: memberi jalan kematian dengan cara yang dipilih pasien. Tindakan ini dianggap sebagai bunuh diri.b.Sukarela tetapi tidak langsung: pasien diberitahu bahwa harapan untuk hidup kecil sekali sehingga pasien ini berusaha agar ada orang lain yang dapat mengakhiri penderitaan dan hidupnya.c.Langsung tetapi tidak sukarela: dilakukan tanpa sepengetahuan pasien, misalnya dengan memberikan dosis letal pada anak yang lahir cacat.d.Tidak langsung dan tidak sukarela: merupakan tindakan euthanasia pasif yang dianggap paling mendekati moral.3.Pandangan tentang Euthanasia diBeberapa Agamadan NegaraAda berbagai macam pandangan euthanasia di beberapa agama. Secara sekilas, kita akan melihatnya.3.1.Agama HinduPandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah suatu konsekuensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau batin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Akumulasi terus menerus dari karma yang buruk adalah penghalang moksa yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi. Ahimsa adalah prinsip anti kekerasan atau pantang menyakiti siapapun juga.Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu sebab perbuatan tersebut dapat menjadi faktor yang mengganggu karena menghasilkan karma buruk. Kehidupan manusia adalah kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kelahiran kembali.Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada di dunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan. Misalnya, seseorang bunuh diri pada usia 17 tahun padahal dia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun. Maka selama 43 tahun rohnya berkelana tanpa arah tujuan. Setelah itu, rohnya masuk ke neraka untuk menerima hukuman lebih berat; kemudian kembali ke dunia (reinkarnasi) untuk menyelesaikan karma-nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya.3.2.Agama BuddhaAgama Buddha sangat menekankan larangan untuk membunuh makhlukhidup. Ajaran ini merupakan moral fundamental dari Sang Buddha. Oleh karena itu, jelas bahwa euthanasia adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain itu, ajaran Budha sangat menekankan pada welas asih (karuna). Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha. Tindakan jahat itu akan mendatangkan karma buruk kepada siapa pun yang terlibat dalam tindakan euthanasia tersebut.3.3.Agama IslamIslam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22:66; 2:243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS 2:195), dan dalam ayat lain disebutkan, Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri, (QS 4:29). Euthanasia dalam ajaran Islam disebutqatl ar-rahmahatautaisir al-maut(euthanasia), yaitu tindakan yang memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya euthanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.Islam membedakan dua macam euthanasia,yaitu:a.Euthanasia positifYang dimaksudtaisir al-maut al-faal(euthanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si sakit karena kasih sayang yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat). Euthanasia positif dilarang sebab tujuan tindakan adalah pembunuhan atau mempercepat kematian. Tindakan ini dikategorikan sebagai pembunuhan dan dosa besar.b.Euthanasia negatifEuthanasia negatif disebuttaisir al-maut al-munfail. Pada euthanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan. Pasien dibiarkan begitu saja karena pengobatan tidak berguna lagi dan tidak memberikan harapan apa-apa kepada pasien. Pasien dibiarkan mengikuti saja hukumsunnatullah(hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.3.4.Gereja OrtodoksGereja Ortodoks punya kebiasaan untuk mendampingi orang-orang beriman sejak kelahiran hingga hingga kematian melalui doa, upacara/ritual, sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih, iman dan pengharapan.Kehidupan hingga kematian dipandang sebagai suatu kesatuan kehidupan manusia. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat terhadap prinsip pro-kehidupan danantieuthanasia.3.5.Agama YahudiAgama Yahudi melarang euthanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya kedalam pembunuhan. Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan, sumber dan tujuan kehidupan. Walaupun dengan motivasi yang baik, misalnyamercy killing, euthanasia merupakan kejahatan karena melawan kewenangan Tuhan. Dasar yang dipakai adalah Kej 1:9,Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia.3.6.Hukum Euthanasia diBeberapa NegaraBeberapa negara sudah mengatur hukum euthanasia secara tegas. Beberapa contoh yang dapat disebutkan antara lain:Belanda. Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Dalam karangan berjudul The Slippery Slope of Dutch Euthanasia dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan euthanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.Australia. Negara bagian Australia, Northern Territory, mengizinkan euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan orang lain meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut Right of the terminally ill bill (UU tentangHakPasienTerminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia sehingga harus ditarik kembali.Di negara bagian yang lain, euthanasia adalah tindakan ilegal dan melawan hukum.Belgia. Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada akhir September 2002. Para pendukung euthanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan euthanasia telah dilakukan setiap tahun sejak legalisasi tersebut. Namun mereka masih mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan euthanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan birokrasi kematian.Amerika. Euthanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon. UU euthanasia ditetapkan pada tahun 1997 tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri dengan bantuansyarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat: usia minimal 18 tahun, kemungkinan hidup tinggal 6 bulan, harus mengajukan secara tertulis sebanyak 3 kali dan 2 kali secara lisan dengan saksi. Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam gangguan mental. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Polling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.Kanada. Secara tegas Kanada menolak euthanasia. Euthanasia adalah tindakan ilegal dan melawan hukum.Kolumbia. Secara hukum, Kolumbia masih ambigu dalam menetapkan peraturan yang jelas. Pada tahun 1997, euthanasia diterima oleh mahkamah konstitusional tetapi belum pernah diratifikasi oleh kongres/parlemen.Indonesia. Berdasarkan hukum di Indonesia, euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, melawan Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana: Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun, dan pasal 345, Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.Swiss. Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri.Luxemburg. Baru-baru ini, Luxemburg menjadi negara selanjutnya yang menyetujui tindakan euthanasia. Ketetapan ini baru diberlakukan 19 Februari 2008 yang lalu. Parlemen telah menyetujui UU yang mengatur euthanasia ini[13].Inggris. Di Inggris, masih merupakan suatu tindakan melawan hukum. Kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas menentang euthanasia dalam bentuk apapun.Jepang. Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang euthanasia.Demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai euthanasia tersebut. Ada 2 kasus euthanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai euthanasia pasif(,shkyokuteki anrakushi). Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di TokaiUniversity pada tahun 1995 yang dikategorikan sebagai euthanasia aktif (,sekkyokuteki anrakushi).Republik Ceko. Di Republik Ceko euthanasia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai euthanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospil bermaksud untuk memasukkan euthanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.India. Di India euthanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan euthanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus euthanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si dokter hanyalah membantu pelaksanaan euthanasia tersebut (bantuan euthanasia). Pada kasus euthanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun euthanasia diluar kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.China. Di China, euthanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Euthanasia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama Wang Mingcheng meminta seorang dokter untuk melakukan euthanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkap juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme Peoples Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya euthanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.4. Masalah EuthanasiaPersoalan euthanasia bukanlah persoalan yang berdiri sendiri. Ada banyak soal di balik euthanasia yang amat mempengaruhi pilihan dan tidakan untuk melakukan atau tidak melakukan euthanasia. Masalah-masalah tersebut adalah:4.1.Kekaburan Batas Antara Kematian Kehidupan serta Kemajuan Iptek Kedokteran[14]Dalam perjalanan sejarah, ada banyak perubahan untuk menentukan apakah seorang dapat dinyatakan mati atau tidak. Definisikematian tetap sama yaitu berhentinya secara irreversible seluruh fungsi pengaturan manusia sebagai organismesecara keseluruhan baik mental maupun fisik. Namun kriteria kematian seseorang sendiri berubah seturut perkembangan ilmu pengetahuan dan kedokteran. Jaman modern mencatat bahwa kriteria kematian telah berubah daricardiac-respiratory(berhentinya denyut jantung dan pernafasan) menjadi kriteria neurologis yaitu kematian seluruh otak yakni batang otak dan otak besar. Dalam perkembangan sejarah, kapan orang dikatakan mati merupakan masalah serius dan menimbulkan banyak perdebatan. Pada abad XVIII kekhawatiran akan nasib orang mati suri yang terlanjur dikubur dipecahkan dengan memasang sistem pembebasan dari peti mati, misalnya: tali untuk membunyikan bel. Atau orang yang baru mati dijaga kalau-kalau memberi tanda-tanda kehidupan.Munculnya aneka macam alat kedokteran seperti stetoskop (abad XIX) membantu para dokter untuk mendengarkan denyut jantung dengan lebih jelas sehingga lebih bisa memastikan apakah seseorang sudah mati atau belum. Pada abad XX ditemukanElectrocardiogram(ECG) yang merupakan sarana teknis yang lebih cermat untuk memeriksa kegiatan jantung. Sekarang ada alat yang lebih canggih lagi, Electroencefalogram (EEG) sehingga dokter dapat memantau kegiatan elektris dalam otak, misalnya interaksi antara fungsi-fungsi otak, jantung dan paru-paru.Permasalahan kekaburan kematian manusia tidak hanya berhenti pada cara penentuan kematian seseorang melainkan juga semakin dikaburkan dengan kemajuan teknologi kedokteran. Beberapa fungsi vital organ manusia dapat didukung oleh teknologi baru, sehingga orang yang secara klinis mati dapat dihidupkan kembali dengan sarana-sarana artifisial. Kesepakatan mengenai kematian seseorang akan menentukan sikap dan tindakan yang sama.Di satu sisi, kemajuan teknologi kedokteran disambut dengan gembira,tapidi sisilainmenimbulkan kekuatiran dan ketakutan baru. Kemajuan itu adalah berkat bagi manusia untuk memulihkan kesehatan sekaligus kutuk karena usaha melanjutkan kehidupan berarti juga memperpanjang penderitaan dan ketidakpastian.4.2. Kewajiban Memelihara hidup[15]Permasalahan euthanasia berkait erat dengan kewajiban memelihara hidup. Misalnya saja sumpah Hipokrates mengandung dua gagasan yaitu: kesediaan menolong penderita dan menolak membantu orang untuk bunuh diri. Dua gagasan sumpah ini dimasukkan ke dalam aneka kode etik kedokteran dewasa ini. Sumpah ini membantu para tenaga medis untuk menghadapi situasi dan masalah baru karena kemungkinan penundaan saat kematian yang bahkan menjadi kabur dengan teknologi canggih.4.3. Otonomi Penderita[16]Euthanasia juga berhadapan dengan gagasan tentang otonomi manusia (penderita). Keyakinan akan martabat pribadi manusia sebagai subjek pengemban hak asasi makin meningkat, justru dalam berhadapan dengan kemungkinan-kemungkinan baru yang disediakan ilmu dan teknologi kedokteran canggih. Berkaitan dengan otonomi manusia setidaknya menyangkut dua hal yaitu: hak atasprivacydan hak untuk menolak penanganan serta hak untuk mati.Di sini ada pergeseran arti. Semula hak untuk mati berarti hak asasi untuk menolak penanganan (basic right to refuse treatment). Namun dewasa ini hak untuk mati berarti hak untuk menolak penanganan yang menyelamatkan hidup (the right to refuse life-saving treatment). Gagasan ini timbul sehubungan dengan penolakan transfusi darah karena alasan keagamaan oleh penganut sekte Saksi Yehovah, meskipun transfusi darah termasuk sarana biasa atau proporsional dalam moral tradisional. Hak untuk menolak penanganan yang memperpanjang proses meninggal(the right to refuse death-prolonging treatment) juga berarti hak agar penanganan demikian itu dihentikan atas permintaan penderita atau keluarganya.Hak untuk mati tumbuh dari gabungan antara hak untuk menolak penanganan yang menyelamatkan hidup berdasarkan kebebasan agama dan hak untuk menolak penanganan yang menunda kematian seseorang berdasarkan hak privacy. Perkembangan menjadi hak untuk mati dapat dipahami sejauh dalam konteks konkret menolaklife-saving treatmentdan menolakdeath-prolonging treatmentataulife-support systemberarti kematian.5. Pro dan Kontra EuthanasiaMasalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra. Ada sebagian orang yang menyetujui euthanasia ini. Sebagian pihak lain menolaknya. Dalam hal ini tampak adanya batasan karena adanya sesuatu yang mutlak berasal dari Tuhan dan batasan karena adanya hak asasi manusia. Pembicaraan mengenai euthanasia tidak akan memperoleh suatu kesatuan pendapat etis sepanjang masa. Secara sederhana, perdebatan euthanasia dapat diringkas sbb: atas nama perhormatan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna. Apakah pengakhiran hidup macam itu bisa dibenarkan?5.1. Pro EuthanasiaKelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan persetujuan, dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman kelompk ini adalah pendapat bahwa manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien. Argumen yang paling sering digunakan adalah argumen atas dasar belas kasihan terhadap mereka yang menderita sakit berat dan secara medis tidak mempunyai harapan untuk pulih[17]. Argumen pokok mereka adalah pemahaman bahwa kematian menjadi jalan yang dipilih demi menghindari rasa sakit yang luar biasa dan penderitaan tanpa harapan si pasien[18]. Argumen kedua adalah perasaan hormat atau agung terhadap manusia yang ada hubungannya dengan suatu pilihan yang bebas sebagai hak asasi. Setiap orang memiliki hak asasi. Di dalamnya termasuk hak untuk hidup maupun hak untuk mati.5.2. Kontra EuthanasiaSetiap orang menerima prinsip nilai hidup manusia. Orang-orang tidak beragama pun, yang tidak menerima argumen teologis mengenai kesucian hidup, setuju bahwa hidup manusia itu sangat berharga dan harus dilindungi. Mereka setuju bahwa membunuh orang adalah tindakan yang salah. Bagi mereka, euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung[19]. Bagi orang beragama, euthanasia merupakan tindakan immoral dan bertentangan dengan kehendak Tuhan. Mereka berpendapat bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh Tuhan sendiri sehingga tidak ada seorang pun atau institusi manapun yang berhak mencabutnya, bagaimanapun keadaan penderita tersebut. Dikatakan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak memiliki hak untuk mati.Penolakan euthanasia ini berkaitan erat dengan penolakan abortus atas dasar argumen kesucian hidup. Karena kehidupan itu sendiri berharga, maka hidup manusia tidak pernah boleh diakhiri dalam keadaan apa pun juga. Banyak orang menolak euthanasia langsung atau aktif karena takut akan menginjak lereng licin (the slippery slope)[20]. Jika kita boleh membunuh orang yang sedang dalam proses meninggal dunia atau pasien koma yangirreversiblemaka bisa jadi kita akan memperluas pengertian dan mulai membunuh bayi yang baru lahir, mereka yang sakit jiwa, anak cacat mental, orang yang tidak produktif atau secara sosial tidak diinginkan. Begitu batas-batas untuk membunuh diperluas, tidak ada lagi orang yang aman.Argumen yang lain adalah argumen berdasarkan ihwal mengasihi diri sendiri. Ihwal mengasihi diri sendiri secara bertanggung jawab melarang euthanasia. Memberikan kehidupan sebagai hadiah dan korban bagi kehidupan orang lain dapat dibenarkan, sementara menyebabkan kematian secara langsung karena kesulitan pribadi tidak dibenarkan[21]. Dasar bagi larangan tersebut adalah panggilan Allah atas manusia agar mewujudkan potensi dirinya dan mencapai kepenuhan diri. Manusia juga harus terbuka terhadap horizon makna ini, juga dalam situasi kemalangan, sakit, penderitaan, yang dapat mendorongnya untuk melakukan bunuh diri, karena kehidupan fisik manusia selalu ditopang dan dilindungi Allah yang menjamin makna hidup.6. Tinjauan KedokteranKode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti[22], yaitu:a.Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir.b.Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang.c.Mengakhiri penderitaan dan hidup seorangyangsakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.Dari pengertian pengertian di atas maka euthanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut:a.Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.b.Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien.c.Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan.d.Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya.e.Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya.Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya, Saya tidak akan memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang memintanya.Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh dokter di dunia, termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang membuatnya.Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup pasien. Sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang euthanasia. Pasal-pasal KUHP justru menegaskan bahwa euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan[23]. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu[24].Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan perawatan medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Ini berkaitan dengan batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran tersebut dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis[25].7. Tinjauan Filosofis-EtisDari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan pandangan otonomi dan kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai dirinya sendiri secara penuh sehingga dapat menentukan sendiri kapan dan bagaimana ia akan mati (hak untuk mati). Perdebatan mengenai euthanasia dapat diringkas sebagai berikut: atas nama penghormatan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna. Pertanyaannya adalah apakah pengakhiran hidup seperti itu dapat dibenarkan?Banyak pakar etika menolak euthanasia danassisted suicide. Salah satu argumentasinya menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika kita mengizinkan pengecualian atas larangan membunuh, sebentar lagi cara ini bisa dipakai juga terhadap orang cacat, orang berusia lanjut, atau orang lain yang dianggap tidak berguna lagi[26]. Ada suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu kita harus menghormati kehidupan manusia. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan tertentu. Prinsip ini dirumuskan sebagai kesucian kehidupan (the sanctity of life). Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut dan karena itu dimana-mana harus dihormati[27].Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada secara intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama dengan berakhirnya manusia). Keberadaan martabat manusia ini terlepas dari pengakuan orang, artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh orang lain. Masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh karena itu masing-masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak pernah boleh dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan tertentu oleh orang lain.Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia. Argumentasi yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal:the right to die. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan hanya sekedar mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan kematian yang baik, tanpa penderitaan yang tidak perlu.8. Tinjauan Teologis8.1. Euthanasia dalam Perspektif Kitab SuciHidup manusia adalah dasar segala nilai sekaligus sumber dan persyaratan yang perlu bagi semua kegiatan manusia dan juga untuk setiap hidup bersama masyarakat. Kitab Suci memandang hidup manusia itu suci karena berasal dari Allah sendiri, Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej 2:7). Karena itu, pembunuhan orang lain tidak dibenarkan karena melawan hukum ilahi, Jangan membunuh (Kel 20:13). Hidup dan mati manusia berada di tangan Tuhan karena, kita adalah milik Tuhan (Rom 14:8; bdk. Fil 1:20). Hidup manusia itu suci karena sejak awal mula melibatkan karya penciptaan Allah dan hal ini tetap berlangsung selamanya dalam hubungan yang sangat khusus dengan Sang Pencipta yang adalah satu-satunya tujuan akhir hidup manusia. Kesucian manusia itu bukan hanya karena asal-usulnya dari Allah tetapi juga karena tujuan hidup manusia adalah kembali kepada-nya (penebusan). Karena itu, hidup manusia tidak boleh dilanggar (violated) dan dihancurkan, tetapi harus dilindungi, dijaga, dan dipertahankan.Euthanasia dan bunuh diri merupakan penolakan terhadap kedaulatan Allah yang mutlak atas kehidupan dan kematian, seperti dinyatakan dalam doa Israel kuno, Engkau berdaulat atas hidup dan mati; Engkau membawa kepada gerbang alam maut dan ke atas kembali (Keb 16:13; bdk. Ayub 13:2).8.2. Euthanasia dalamDeclaration on EuthanasiaSejak pertengahan abad ke-20, Gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral Gereja mengenai euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman. Padatanggal 5 Mei1980, Kongregasi untuk Ajaran Iman menerbitkanDeclaration on Euthanasiayang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, teristimewa mengingat semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang hidup dan gencarnya promosi euthanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup.Dokumen ini memandang bahwa euthanasia merupakan penyerangan langsung terhadap hidup manusia yang tidak berdosa. Dokumen ini menyatakan secara jelas:It is necessary to state firmly once more that nothing and no one can in any way permit the killing of an innocent human being, whether a fetus or an embryo, an infant or an adult, an old person, or one suffering from an incurable disease, or a person who is dying. Furthermore, no one is permitted to ask for this act of killing, either for himself or herself or for another person entrusted to his or her care, nor can he or she consent to it, either explicitly or implicitly. Nor can any authority legitimately recommend or permit such an action. For it is a question of the violation of the divine law, an offense against the dignity of the human person, a crime against life, and an attack on humanity.[28]Di lain pihak, euthanasia tidak langsung dalam kondisi tertentu diperbolehkan. Para Uskup Amerika Serikat mengeluarkan ajaran resmi, Seseorang tidak wajib menggunakan baik sarana-sarana yang luar biasa atau sarana-sarana yang tidak sepadan untuk mempertahankan hidup, yaitu sarana-sarana yang dipahami sebagai pemberian harapan akan manfaat yang tidak masuk akal atau sebagai keterlibatan beban-beban yang terlalu berat[29]. Penentuan apakah suatu tindakan itu biasa atau sepadan versus luar biasa atau tidak sepadan melibatkan pengukuran jenis tindakan yang dilakukan, tingkat kompleksitas atau risiko, biaya dan kemungkinan-kemungkinan menggunakannya berlawanan dengan hasil yang bisa diharapkan, mengingat keadaan si orang yang sakit dan sumber-sumber fisik dan moral[30]. Umumnya, sarana pendukung hidup menawarkan harapan penyembuhan yang masuk akal kepada para pasien tanpa biaya atau kesulitan yang berat.8.3. Euthanasia dalamEvangelium VitaeEnsiklikEvengelium Vitaeyang dikeluarkan oleh Yohanes Paulus II pada tanggal 25 Maret 1995 juga berbicara mengenai euthanasia. Secara khusus, ensiklik ini membahas euthanasia pada artikel no 64-67.Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktek euthanasia, memperingatkan kitauntukmelawan gejala yang paling mengkhawatirkan daribudaya kematian . Jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu. Euthanasia yang mengendalikan maut dan mendatangkannya sebelum waktunya, dengan secara halus mengakhiri hidupnya sendiri atau hidup orang lain .. nampaktidak masuk akal dan melawan perikemanusiaan[31]. Euthanasia merupakan pelanggaran berat terhadap hukum Allah,karena itu berarti pembunuhan manusia yang disengaja dan dari sudut moral tidak dapat diterima[32]. Sebagai pendasaran, teks tersebut menunjuk pada hukum kodrati, Sabda Allah, tradisi dan ajaran umum Gereja Katolik.8.4. Euthanasia dalam Katekismus Gereja Katolik 1997Katekismus Gereja Katolik1997(No 2276-2279dan 2324) juga memberikan ikhtisar penjelasan ajaran Gereja Katolik kita tentang hal ini.Gereja Katolik menolak dengan tegas euthanasia aktif. Katekismus no 2277 memberikan penjelasan mengenai hal itu:Whatever its motives and means, direct euthanasia consists in putting an end to the lives of handicapped, sick, or dying persons. It is morally unacceptable. Thus an act or omission which, of itself or by intention, causes death in order to eliminate suffering constitutes a murder gravely contrary to the dignity of the human person and to the respect due to the living God, his Creator. The error of judgment into which one can fall in good faith does not change the nature of this murderous act, which must always be forbidden and excluded.[33]Euthanasia pasif, dalam arti tertentu, masih diperkenankan dengan catatan bukan kematian yang dikehendaki melainkan penghentian penanganan medis yang membebani[34]. Apa pun bentuk motivasinya, euthanasia yang dikehendaki merupakan suatu pembunuhan. Euthanasia melawan martabat pribadi manusia dan hormat terhadap Allah yang hidup, Penciptanya[35]. Dalam keadaan yang sudah sangat sekarat pun tidak dibenarkan menghentikan perawatan yang biasanya diberikan kepada orang sakit[36].9. Beberapa Premis Penilaian Moral atas EuthanasiaDalam menilai masalah euthanasia, perlu disadari bahwa masalah euthanasia amat kompleks. Masalah euthanasia tidak pernah berdiri sendiri tetapi selalu berkait dengan soal lain, misalnya sosial, politik dan ekonomi. Di sini, hanya disajikan premis untuk penilaian euthanasia dari segi moral kehidupan.9.1.Pandangan mengenai hidupEuthanasia pada dasarnya berkaitan dengan hidup itu sendiri. Pandangan tentang hidup itu sendiri amat menentukan sikap dan pilihan atas euthanasia. Yang dibahas di sini adalah pandangan hidup secara etis dan teologis9.1.1.Hidup sebagai anugerah[37]Banyak peristiwa dalam hidup kita mengatasi perhitungan dan perencanaan manusia (kemandulan, kesembuhan atau kematian di luar dugaan) dan menimbulkan keyakinan bahwa hidup itu pada akhirnya adalah anugerah. Memang manusia meneruskan atau mewariskan kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri tidak berasal dari padanya, melainkan dalam bahasa religius dari Tuhan sebagai pencipta dan sumber kehidupan. Dibandingkan dengan Tuhan, hidup manusia itu kontingen, dapat ada, dapat tidak ada, tetapi memangde factoada karena diciptakan Tuhan. Deklarasi tentang euthanasia sendiri menegaskan hal ini dengan mengutip perkataan Santo PaulusBila kita hidup, kita hidup bagi Tuhan, bila kita mati, kita mati bagi Tuhan. Apakah kita hidup atau mati, Kita adalah milik Tuhan (Rom 14:8bdk.Fil1:20)[38]. Manusia bukanlah pemilik mutlak dari hidupnya sendiri. manusia administrator hidup manusia yang harus mempertahankan hidup itu.Dengan demikian, manusia tidak mempunyai hak apapun untuk mengambil atau memutuskan hidup baik hidupnya sendiri maupun hidup orang lain.Euthanasia adalah bentuk dari pembunuhan tu karena euthanasia mengambil hidup orang lain atau hidupnya sendiri (assisted suicide).Euthanasia menjadi salah satu cermin dimana manusia ingin merebut hak prerogatif dari Allah sendiri yang adalah Tuhan atas kehidupan. Hal ini ditegaskan Peschke demikian:Euthanasia offends against the exclusive right of disposition by God the Creator over life and death of a human being; It offends against the good of the society; and it contradicts the love of self as well as the value of life as the most fundamental earthly good of man.[39]9.1.2. Hidup sebagai nilai asasi yang sangat tinggi[40].Dari sekian banyak nilai, kiranya jelas bahwa hidup merupakan nilai dasar. Tanpa hidup banyak nilai lainnya menjadi tidak atau kurang berarti. Karena itu, hidup juga merupakan nilai yang sangat tinggi, bahkan dalam arti tertentu juga nilai tertinggi di antara nilai-nilai dunia fana.Martabat hidup manusia tidak berubah meskipun ia berada dalam status vegetatif (PVS=Persistent Vegetative Status). Hidup manusia adalah dasar dari segala sesuatu. Tanpa hidup, manusia tidak punya apapun, termasuk hak-haknya. Karena itu, hidup manusia adalah hak dasar dan sumber segala kebaikan. Martabat manusia tidak berubah meskipun dia dalam keadaan koma. Ia tetap manusia yang bermartabat. Dia bukan vegetatif=tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, ia tetap harus dihormati.9.1.3. Hidup sebagai hak asasi dan nilai yang harus dilindungi[41]Karena hidup merupakan anugerah dengan nilai asasi dan sangat tinggi, maka hidup merupakan hak asasi manusia dan karenanya juga harus dilindungi terhadap segala hal yang mengancamnya. Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan perlindungan atas kehidupan ini:the Church inteds not only to reaffirm the right to lifethe violation of whic is an offense against the human person and against God the Creator and Father, the loving source of life but she also intend to devote herself ever more fully to the concrete defense and promotion of this right.[42]9.1.4. Hidup sebagai tugas[43]Anugerah dan tugas bersifat korelatif, artinya hidup sebagai anugerah sekaligus berarti hidup mengembangkannya seutuhnya (menurut segala seginya, seperti biologis, fisik, psikis, kultural, sosial, religius, moral dan seterusnya). Dalam tugas mengembangkan kehidupan tersirat tanggung jawab dan hak untuk mempergunakan sarana-sarana yang perlu atau bermanfaat untuk memenuhi tugas itu sebaik-baiknya.9.2. Pandangan mengenai Penderitaan dan KematianSelain berkaitan dengan kehidupan, euthanasia juga berurusan dengan kematian. Maka perlu diperhatikan pula pandangan tentang kematian.9.2.1. Penderitaan sebagai beban atas anugerah hidup[44]Hidup memang anugerah, tetapi tak jarang anugerah ini dibebani kekurangan kualitas kehidupan berupa penderitaan. Memang penderitaan juga dapat mempunyai segi positif dan nilainya, tetapi secara manusiawi penderitaan pertama-tama dirasakan sebagai beban.Menurut ajaran kristiani, rasa sakit, terutama pada waktu meninggal, dalam rencana penyelamatan Allah mendapat makna khusus. Penderitaan merupakan partisipasi dalam penderitaan Kristus dan menghubungkan dengan kurban penebusan[45].9.2.2. Mati dan kematian sebagai keterbatasan anugerah[46]Hidup memang anugerah, namun anugerah yang terbatas. Oleh karena itu hidup harus juga diterima dalam keterbatasannya yaitu kematian. Keterbatasan sebenarnya bukanlah keburukan, tetapi seringkali dirasakan sebagai keburukan, meskipun di lain pihak juga dapat diinginkan sebagai pembebasan. Soalnya sekarang ialah di mana batas itu, kapan saatnya tiba, sebab manusia dewasa ini makin mampu menunda saat kematian atau memperpanjang hidup.9.2.3. Penderitaan dan kematian dalam cahaya iman[47]Pandangan ini tidak dimaksudkan sebagai hiburan murah, melainkan memang bersumber pada kekayaan iman yang mempunyai cakrawala yang jauh lebih luas daripada penalaran akal budi tanpa data dari wahyu kristiani.Gereja Katolik harus mempertimbangkan kematian sebagai sebuah peristiwa natural. Keterbatasan obat dan kondisi manusia harus dimengerti dengan baik. Tidak ada harapan bahwa kehidupan fisik dapat dijaga dengan seluruh biaya yang ada. Kita berharap bagaimana dalam kondisi serta pemahaman yang benar, orang dapat menerima kematian dengan ikhlas.10. PenutupSampai saat ini, euthanasia masih menjadi perdebatan dalam hidup umat manusia. Ada yang bersikap pro dan ada yang bersikap kontra terhadap euthanasia. Beberapa negara bahkan sudah melegalkan dan mengatur praktek euthanasia. Gereja sendiri secara tegas menolaknya dalam berbagai kesempatan. Ajaran Gereja selalu menolak pelaksanaan euthanasia.Declaration on Euthanasia(1980),EnsiklikEvengelium Vitae(1995), dan Katekismus Gereja Katolik (1997) dengan tegas menolak euthanasia. Euthanasia merupakan perlawanan terhadap martabat pribadi manusia dan hormat kepada Allah Sang Pemberi Hidup. Gereja Katolik selalu menekankan kesucian hidup manusia, penghargaan terhadap martabat pribadi manusia dan hormat kepada Allah. Euthanasia merupakan kejahatan melawan kehidupan.Daftar PustakaA.Buku1.Bertens, K.,Perspektif Etika: Esai-esai tentang Masalah Aktual, Yogyakarta: Kanisius, 2001.2.Bertens, K.,Sketsa-sketsa Moral: 50 Esai tentang Masalah Aktual, Yogyakarta: Kanisius, 1994.3.Go,Piet,Euthanasia: BeberapaSoalEtisAkhirHidup menurut Gereja Katolik,Malang: Dioma, 1989.4.Holderegger, A.,Il Suicidio, Assisi: Citadella, 1979, 436, sebagaimana dikutip oleh Karl-Heinz Peschke,Etika Kristiani Jilid III: Kewajiban Moral dalam Hidup Pribadi, 144.5.James Rachels, Euthanasia, dalam Tom Regan (ed.),Matters of Life and Death: New Introductory Essays in moral Philosophy, New York: Random House, 1980.6.Kubler-Ross,Lima Tahap Proses Terminal,Seri Pastoral 330 No 11,Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta, 2001.7.Kusmaryanto, CB.,Moral Hidup, Diktat Kuliah Fakultas Teologi USD, Yogyakarta, 2005.8.Peschke, Karl-Heinz,Etika Kristiani Jilid III: Kewajiban Moral dalam Hidup Pribadi, Maumere: Penerbit Ledalero, 2003.9.Samil, Ratna Suprapti,Etika Kedokteran Indonesia, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994.10.Shannon, Thomas A.,Pengantar Bioetika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.B.Dokumen1.Sacred Congregation for the Doctrine of the Faith, Declaration on Euthanasia, 1980.2.United StatesCatholic Conference, Nutrition and Hydration: Moral and Pastoral Reflections, 1992.3.Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae.4.Katekismus Gereja Katolik 1997.C.Artikel1.John Paul II,Letter onCombatingAbortion and Euthanasia, dalamOrigins 8(1991).2.Seper, Fr. C and Hamer J. 1980. Euthanasia: Declaration of the Sacred Congregation for the Doctrine of the Faith (May 5, 1980). The PopeSpeaks: The Church Document Quarterly. Volume 25, Number 4. Huntington: Our Sunday Visitor.3.Canadian Bishops/Senate Testimony,What Euthanasia Is and What It Is Not, dalamOrigins 23(1994).4.Peschke,Karl-Heinz,The Pros andCons ofEuthanasiaReexamnined,dalamThe Irish Theological Quarterly Volume 58, Number 1,Kildare: St. Patricks College,1992.D.Internet1.Pollard, Brian. Euthanasia http://www.euthanasia.com. /definitions. Html. Didownloadpada tanggal27 Februari 2008.2.Stolinsky David. C, M.D. Assisted Suicide of the Medical Profession dalam.http://www.euthanasia.com/historyeuthanasia.html,di-downloadtanggal27 Februari 2008.3.History of Euthanasia dalamwww.euthanasia.com/historyeuthanasia.html, hlm 3 di-downloadtanggal27 Februari 2008.4.www.tempointeraktif.com, di-downloadpada 5 Maret 2008.5.www.reuters.com, di-downloudpada tanggal 6 Maret 2008.Artikel-artikel pendukung:1.Bernardin J.,Euthanasia: Ethical andLegalChallenge,Origins 18(1988).2.Canadian Bishops/Senate Testimony,What Euthanasia Is and What It Is Not,Origins 23(1994).3.Gula, Richard,Moral Perspectives on Euthanasia,Studies in Christian Ethics 1(1991).4.John Paul II,Letter onCombatingAbortion and Euthanasia,Origins 8(1991).5.Ohio Bishops/ Health Care,Pastoral Reflection: Euthanasia,AssistedSuicide,Origins 21(1993).6.Peschke, K.H.,The Pros andCons ofEuthanasiaReexamnined,The Irish Theological Quarterly1 (1992).7.Thekkel, J.,Declaration on Euthanasia,Indian Theological Studies 1(1982).

Kembali saya akan mempublikasikan hasil survey dari teman teman members tentang Euthanasia. Euthanasia di republik ini belum diatur dengan undang undang yang jelas. Setiap membicarakan euthanasia akan menjadi kontroversi tentang siapa yang berhak mengakhiri hidup, bagaimana metodenya dan penyakit apa saja yang akhirnya memperbolehkan pasien atau keluarganya meminta euthanasia.Euthanasia adalah terminasi kehidupan pada diri seseorang atas permintaan sendiri atau keluarganya karena menyadari bahwa secara ilmu kedokteran penyakit yang dideritanya tidak dapat lagi disembuhkan atau dalam keadaan pasien dengan mati batang otak yang hanya bisa hidup dengan topangan alat bantu kehidupan. Benang merah definisi ini adalah terminasi kehidupan.So, terimakasih atas pendapat para teman Vera, Yuana, Endi Boston, Luhut, Rudi Depari, Coky, Joseph, Alex Ritonga dan Evie Sitepu atas kontribusi kalianKarena memang kontroversi maka ada yang Pro, Kontra dan ada yang member jawaban NetralKontra Euthanasia alasannya1. Kehidupan adalah milik Tuhan demikian juga kematian, tidak seorang pun mempunyai hak untuk mengakhiri kehidupannya selain Tuhan sang pemilik hidup itu2. Sekecil apapun kesempatan hidup atau seberat apapun penyakitnya bukan menjadi alasan untuk mengakhirinya dengan cara sendiri3. Setuju euthanasia berarti setuju dengan bunuh diri4. Tidak tega untuk melakukannyaPro Euthanasia alasannya1. Membantu penderitaan/ketersiksaan pasien juga meringankan beban keluarganya2. Bila memang tidak ada lagi harapan sembuh atau hanya ditopang oleh mesin maka sebaiknya tidak usah dilanjutkan mengingat biaya yang besar (orang Indonesia belum semua asuransi) dan mungkin mesin itu masih diperlukan untuk orang lain dengan harapan hidup yang lebih besar3. Keputusan euthanasia adalah keputusan kolektif jangan semata hanya berdasarkan keadaan ekonomi tetapi lebih kepada penderitaan pasien4. Masih ada kesempatan menjadi donor organ baik ginjal, jantung, mata dan lain sebagainya5. Kalau memang pertimbangannya rasional itu adalah hakNetral alasannya1. Hal ini bukan soal setuju atau tidak setuju namun harus disadari bahwa kehidupan itu sangat berharga tetapi kalau pengetahuan kedokteran yang ada menyatakan sudah tidak ada gunanya lagi diteruskan sebaiknya memang diakhiri saja asal sudah dinyatakan oleh ahli yang kompeten2. Hal ini menyangkut hak azasi manusia dan bila berbicara dari ke Tuhan memang kita tidak setuju tetapi kalau keluarga meminta kita tidak berhak untuk menolaknya

http://johnkoplo.wordpress.com/2008/05/30/euthanasia-tinjauan-dari-segi-medis-etis-dan-moral/http://www.in-christ.net/artikel/misi/euthanasia_sebuah_dilema_abuabu_dunia_kedokteranhttp://fransbarus.com/tag/euthanasia/