epista ks is

23
EPISTAKSIS KELOMPOK 1

Upload: dea

Post on 13-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EPITAKSIS

TRANSCRIPT

epistaksis

epistaksisKELOMPOK 1definisiEpistaksis adalah pendarahan dari hidung akibat pecahnya pembuluh darah. Epistaksis merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan penyakit. Pendarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Penting sekali mencari asal pendarahan dan menghentikan, di samping perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. (Adam GL,Boies LR,1997)Epistaksis merupakan pendarahan dari bagian dalam hidung primer ataupun sekunder, baik spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi di sebelah anterior dan posterior (John Jacob Ballenger)

etiologiKelainan LokalTraumaKelainan anatomiKelainan pembuluh darahInfeksi localBenda asingTumorPengaruh udara lingkungan

Kelainan SistemikPenyakit kardiovaskularKelainan darahInfeksi sistemikPerubahan tekanan atmosfirKelainan Hormonal

patofisiologiEpistaksis AnteriorEpistaksis Posterior

pathwayManifestasi klinikMenurunkan sumber pendarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar di tangulanginya. Pada umumnya terdapat dua sumber pendarahan yaitu dari bagian anterior dan posterior.Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus kiesselbach merupakan sumber pendarahan yang paling sering dijumpai pada anak-anak. Pendarahan dapat berhenti sendiri ( spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhanaEpsitasis posterior berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Pendarahan cenderung lebh berat dan jarang berhenti sendiri sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit cardiovaskular

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan Laboratorium; Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.Pemeriksaan darah tepi lengkap.Fungsi hemostatisEKGTes fungsi hati dan ginjalPemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.

Penatalaksanaan medisPrinsip penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah ABC, AirwayPrinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABCA (airway) : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menundukB (breathing): pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokanC (circulation) : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas

Pada epistaksi anterior

Pasien dengan pendarahan aktif lewat bagian depan hidung harus dalam posisi duduk tegak. Gulungan kapas yang telah dibasahi dengan lauran kokain 4% dimasukan dengan hati-hati kedalam hidung. Dan bisa sambil di lakukan pengisapan untuk mengaspirasi darah yang berlebihan. Setelah sumber pendarahan dapat terlihat dengan jelas, tindakan kautersasi dengan larutan nitras argenti 20 30 %, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektro kauterisasi dapat di coba apabila pembuluh darah tersebut kecil. Sebaliknya jika besar atau bila mana dengan tindakan kauterisasi pendarahan anterior masih berlangsung ataupun sumber pendarahan yang sulit dikenali, maka diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kassa yang telah diberi vasellin yang dicampur dengan betadine atau zat antibiotika. Antibiotika profilaktik dianjurkan karena ostia sinus tersumbat olah tampon dan adanya benda asing (tampon) serta bekuan darah, yang menyediakan lingkungan untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu dapat juga melapisi tampon dengan dengan krim antibiotik untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dan pembentukanbau.

Epistaksis pada posterior

Pada epistaksis posterior dicurigai apabila sebagian besar pendarahan terjadi kedalam faring, tampon anterior gagal mengkontrol pendarahan atau pada pemeriksaan hidung di dapatkan pendarahan yang terletak pada posterior dan superior. Situasi ini sering terjadi pada orang tua yang mungkin telah mengalami arteriosklerosis, namun dapat terjadi pula pada individu yang mengalami trauma hidung yang berat. Pada kasus epistaksis posterior, beberapa ahli menganjurkan blok ganglion sfenopalatum yang bersifat diagnostik dan terapeutik. Injeksi 0,5 ml Xilokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 secara berhati-hati kedalam kanalis palatina mayor akan menyebabkan vasokontriksi arteri sfenopalatina. Disamping vasokontriksi, injeksi ini juga menimbulkan efek anastesia untuk pemasangan tampon posterior. Tampon posterior atau tampon bellocq, dibuat dari kassa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dengan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan 1 buah lain nya pada sisi lainnya. Tampon harus menutup koana posterior (nares posterior). Untuk pemasangan tampon bellocq, dimasukan cateter karet melalui nares anterior sampai tapak di orofaring dan kemudian ditarik keluar melalui mulut. Ujung cateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada salah satu sisi tampin bellocq dan kemudian ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik,sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ke arah nasofaring.

komplikasiSinusitisSeptal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)Deformitas (kelainan bentuk) hidungAspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)Kerusakan jaringan hidung infeksiKomplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumoniaKomplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septumKomplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard.Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.

Konsep Asuhan keperawatan epistaksisPengkajianBiodata Nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaanRiwayat penyakit sekarang Keluhan utama : biasanya klien mengeluhkan sulit bernapas, keluar darah dari hidungRiwayat penyakit dahuluPasien pernah menderita penyakit akut dan pendarahan hidung atau traumaPernah mempunyai riwayat penyakit THTPernah menderita sakit gigi grahamRiwayat penyakit keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh keluarga yang mungkin berhubungan dengan penyakit klien sekarangRiwayat psikososialIntrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih )Interpersonal : berhubungan dengan orang lain

Lanjutan Pola fungsi kesehatanPola persepsi dan tatalaksana hidup sehatUntuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat-obatan tanpa memperhatikan efek sampingPola nutrisi dan metabolismBiasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidungPola istirahat dan tidurSelama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering pilekPola persepsi dan konsep diriKlien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurunPola sensorikDaya penciuman klien terganggu karena akibat pilek terus menerus (baik purulent, serous atau mikoporulen)

Lanjutan Pemeriksaan fisikStatus kesehatan umum : keadaan umum, tanda-tanda vital dan kesadaran.Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).Data subyektif : mengeluh badan lemasData obyektif :Gelisah Penurunan tekanan darahPeningkatan denyut nadiAnemiaTampak pendarahan mengucur dari hidung

diagnosaPK Pendarahan b.d trauma minor atau mukosa hidung yang rapuhBersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan napasCemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidungPerencanaan keperwatanDiagnosa KeperawatanRencana KeperawatanTujuan dan Hasil KriteriaIntervensiPK Perdarahan b.d trauma minor atau mukosa hidung yang rapuh

DS : mengeluh badan lemasDO : gelisah, penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, anemis, kadar Hb di bawah normal, tampak adanya pendarahan aktif dari hidung.NOC :Pendarahan berhenti

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pendarahan dapat berhenti dengan kriteria hasil :1. Luka sembuh atau kerin2. HB dalam rentang normalNIC :

1. Kaji sumber pendarahan2. Observasi TTV3. Antisipasi kekurangan HB4. Hentikan pendarahan dan menghindari perluasan luka5. Keloala pemberian obat anti hemoragicDiagnosa KeperawatanRencana KeperawatanTujuan dan Hasil KriteriaIntervensi2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas

DS : dispneuDO:penurunan suara napas, orthopneu, cyanosis, kelaianan suara napas (rales,wheezing), batuk, tidak efektif atau tidak ada, produksi sputum, gelisah, perubahan frekuensi dan irama napasNOC :Airway pantency

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukan keefektifan jalan napas di buktikan :1. Menunjukan jalan napas yang paten (tidak merasa tercekik, irama dan frek napas dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal).2. Saturasi O2 dalam batas normal

NIC :Airway management

1. Pastikan kebutuhan oral/trakeal suctioning2. Berikan O2 sesuai indikasi3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi5. Keluarkan secret/mucus/darah dengan batuk efektif atau suction6. Auskultasi suara napas, catat apabila ada suara napas tambahan7. Berikan bronkodilator bila perlu8. Monitor status hemodinamik9. Monitor respirasi dan status O2Diagnosa KeperawatanRencana KeperawatanTujuan dan Hasil KriteriaIntervensi3. Cemas b.d pendarahan yang diderita.

DS :insomnia, kurang istirahat, berfokus pada diri sendiri, takut, gangguan tidur.DO : gemetar, peningkatan TD, RR dan nadi, bingung, bloking dalam pembicaraan.NOC :Kontrol kecemasan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil :1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapakan gejala cemas. 2. Menunjukan tekhnik untuk mengontrol cemas.3. TTV dalam rentang normal.4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan aktifitas menunjukan berkurangnya kecemasan.

NIC :Penurunan kecemasan

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap prilaku pasien3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut5. Berikan informasi yang factual tentang diagnosis dan tindakan prognosis6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien7. Intruksikan klien mengunakan teknik relaksasi8. Identifikasi tingkat kecemasan9. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan10. Kelola pemberian obat anti ansietas.Diagnosa KeperawatanRencana KeperawatanTujuan dan Hasil KriteriaIntervensi4. Nyeri akut b.d infeksi saluran napas atau pengeringan mukosa.

DS : laporan secara verbalDO : posisi untuk menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, respon autonom (perubahan TTV), tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis ,waspada ).DO : posisiNOC :Pain control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami nyeri dengan kriteria hasil :1. Mampu mengontrol nyeri2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang3. Mampu mengenali nyeri4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang5. TTV dalam rentang normal6. Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :Manajemen nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri secara konprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor prespitasi2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan3. Control lingkungan yang dapat memperngaruhi nyeri4. Kurangi factor prespitasi nyeri5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri7. Tingkatkan istirahat8. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebabnyeri , berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur9. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberiananalgetikkesimpulanreferensiAdam GL, Boies LR, higler PA. 1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.Jakarta: EGCSoetjipto Damayanti, dkk. 2012. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tengorokan Edisi 7.Jakarta : Badan Penerbit FKUIHigler, Peter A, MD, George L Adams, Lawrence L Boies, MD. 1994. Buku Ajar THT BOEIS Edisi 6. Jakarta :EGCJacob John. Penyakit Telinga,Hidung,Tengorokan,Kepala dan Leher Jilid 1. Jakarta :Binarupa AksaraNuty WN, Endang M. 1998. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.Edisi 3.Jakarta :Balai Penerbit FKUIIskandar N, Supriadi EA. 2000.Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan Edisi 4, Jakarta : Balai Penerbit FKUI Nanda NIC NOC 2012