epiglotitis akut

39
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Epiglotitis akut (kadang disebut supraglotitis) adalah radang pada epiglotis dan atau jaringan supraglotis disekeliling epiglotis, termasuk plika ariepiglotika, jaringan aritenoid dan kadang-kadang uvula. Epiglotis pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Pada bayi, epiglotis terletak lebih anterior dan superior dibandingkan epiglotis orang dewasa dan membentuk sudut yang besar dengan trakea. Bentuknya lebih seperti omega dan lebih lentur. Pada orang dewasa epiglotis berbentuk huruf U. Terdapat beberapa penyebab peradangan, tetapi yang paling menimbulkan masalah adalah tersumbatnya saluran napas oleh pembengkakan jaringan dan bila tidak tertolong maka akan terjadi gagal napas dan kematian. Pada anak hal ini bisa terjadi dalam beberapa jam. 1

Upload: haikalhj

Post on 12-Aug-2015

657 views

Category:

Documents


160 download

DESCRIPTION

penyakit ilmu tht

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Epiglotitis akut (kadang disebut supraglotitis) adalah radang pada epiglotis

dan atau jaringan supraglotis disekeliling epiglotis, termasuk plika ariepiglotika,

jaringan aritenoid dan kadang-kadang uvula.

Epiglotis pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Pada bayi,

epiglotis terletak lebih anterior dan superior dibandingkan epiglotis orang dewasa

dan membentuk sudut yang besar dengan trakea. Bentuknya lebih seperti omega

dan lebih lentur. Pada orang dewasa epiglotis berbentuk huruf U. Terdapat

beberapa penyebab peradangan, tetapi yang paling menimbulkan masalah adalah

tersumbatnya saluran napas oleh pembengkakan jaringan dan bila tidak tertolong

maka akan terjadi gagal napas dan kematian. Pada anak hal ini bisa terjadi dalam

beberapa jam.

Gambar 1: Perbandingan antara epiglotis anak yang normal dan yang mengalami

epiglotitis1

1

I.2 INSIDENS

Penelitian menunjukkan 60 % kasus terjadi pada laki-laki. Epiglotitis akut

sering terjadi pada anak umur 2-7 tahun dan jarang terjadi pada anak yang

berumur dibawah 2 tahun. Ras tidak mempengaruhi terjadinya insidens ini

walaupun beberapa penelitian mengatakan banyak insidens terjadi pada orang

Hispanik dan AfroAmerika.

Amerika Serikat

Penggunaan vaksinasi HiB telah mengurangi insidens epiglotitis akut.

Berlakunya poli3ak!rida vaksin pada 4ahun 1985, diikuti dengan meningkatnya

efektivitas vaksin yan' teBkonjugasi, secara drasatis mengurangi insidens

epiglotitis Akut deNgan penu2un!n ju-lah pasie. i rumah2sakit. StuDi

menunjukkan tiNgkA4 insidEn ta(unA. 0,# kasus2Per 100.0002oraNg.

I.teRnasional

Inci$Ens yang terjadi be"vabiasI dan secar! signiFikan aNyak tejadi d)

neg!ra-NEgara tan0a )menisaSI. DI Neg!ra-ne'ara dengan im5nisasi Wajib,

insidens diLapO2kaN cebanyak 0, kasus per !0.000 orang Di Swedia DAn 0,6

kasus pe2 100.000 orang $i I.ggriS. Diskusi baru

baru INi mengatakan2terjadi peningkatan frekuensi epiglotitis a+Ut di AmerIka

Serikat. Alasannya belu- jelas dan mungki.2ADa hub5nGannya

denGan2pembe2ian 3 vaksin dari 4 vaksin yang seha2usnY! diBerikan. enelitian

terbaru mengatakAn Tra#heitis ba#terial merupakan )nfeKsi sal5Ran napac 9ang

3eriuS p!da an!k-anak.

I.3

ORTALITAS/MORBIDIT S

Angka kema4ian seb%sar 10 % dapat terj!di pada an!k-anak yang tidak

memakai intubasi endotrake!l. Penggunaan i.tubasi2endotRakeal

mengu2angi2angka kematian menjadi 1 %.

2

BAB II

AN TOMI EPIGL¤T

II.1 Anat/mi

G!mbar 2: anAtomi tenggorokan2

Laring, faring, trakea $an paru-paru mru0akan deriVat foregut Embriona, Yang

terbentuk sekitar318 habi se4elah konsepsi. TAk lama sesudahnya, terbentuk alur far)ng -

edIan yang berisi pet5njuk

pe4unjuk pr4!ma sistem pernap!san dan benih larinG. Sulkus ataU alur laringotba

al -enjadI nyAta pada sekitar hari ke-21 kehidupaN embrio. PeRluasAn ke arah kaudal

meruPakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam d`n berbentuk kantung dan

kemudian mEnjadi dua lobus pada hari ke-27 atau +e-28. bagian yang pa,i.g ProkS)mal

DAri tuba Yang membesAr ini akan menjadi laring.3@embesaban aritenoid dan laminA

epItelial dapat dikenali mEnjelang 33 hari, cedaNgkan kabti,ago, odot dan sebagian besar

pit! seara (p,)ka vokalis) terbentuk dalam tiga atau empat minggu berik5tnya. Hanya

kartilago epiglotis yang tidak terben4u+ hI.gga masa midfetal. Karena perkembangAn

3

lArinG berkaidan erat4dEngan perkembangan arakus brankialis embrio, mak! banyak

struktur laring merupakan derivat dari aparatus brankialis. Gangguan perkembangan

dapat berakibat berbagai kelainan yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laring

secara langsung.

Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan

trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring memiliki

kegunaan penting yaitu (1) ventilasi paru, (2) melindungi paru selama deglutisi melalui

mekanisme sfingteriknya, (3) pembersihan sekresi melalui batuk yang kuat, dan (4)

produksi suara. Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan

subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika

vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara atau

plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga

kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur laringeal, unik

pada neonatus.

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya

menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian

bawah.

Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas

kaudal kartilago krikoid.

Bangunan kaerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid dan

beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan

atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot.

Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas,

sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka dan membantu

menggerakkan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid,

kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan

kartilago tritisea.

Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum

krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.

4

Terdapat dua buah (sepasang) kart)lag/ ariten/i$ yang terletak $ekat pe2Mukaan

be,akang lar)ng Da. Membentuk se.di deng!n ka2tilago krikoId,diseut Artikula3i

krikoaritenoid.

SepaSang kartilago5KornikulAta (Kiri $an5Ka.AN) meLEKat pada karTila

o aritenoi$ $I daeRah apek3, sedangkan se0asanG kartlago5kuneifoRMiS

terda0AaT D) Alam li !Tan ariepigLotiK5d n karTiLaGO tR)tisa t%rletAk $i dal!m

LigaM%n4m hiotiroid lateral.

Pada larINg5teRdapat 2 b5!h5sen$i, ya)tU aRtikulasi +rikotiroid dan !rtik5lai

krikoariten/i.

LIga-Ent5m yan' meMbeNtuk susunan laring5adalah li'amentum seratokrikoid (!

nterior, la4eral5dan poSte2ior, ligamentum krIkotiroId me$ial,l)game.tum KRikotirO

D5posteriOr,5ligAmenTum kornikuL/faringal, ,iGameNtUm hiotiroId5lateral,

ligameN4um hioTiroID5mediaL, LigamenTum hiOepigLOt)kA, liGamentUm

vent2ikularis, liGamentUm vOkalE yaN!g m%n'huBungkan kartilago5aritenoiD dengan

kartiLA'o tiroid dan ligamenTu- ti2oepigl¤tiKa.

Ger!kAn larinG dilak3anaKan oleh Kelompok oT/t-otot ekstrinsik $an otot-

otoT5inT2insik

5

Otot-oTot ekstbinsik terutaMa be+erja pada laring secara

keselur5(an,6sedAngkan oTo4-otoT in4rinsik menyebabkan gerak bagian-bagiAn laring

tertentu yanG berhuBuNgan denGan `itA suaRa.

Otot-otOt ekstrinsik laring AdA 9ang terlEtak di atAs dulanG hyOiD

(3uprahioiD)6dan ada yang tr

6

etak di b!wah tulang hYoid (infra()oid). OtoT-oTot E+Stri.3ik 9Ang 3upr!(ioid

Ialah m.geniOHioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Otot y!nG infrah)oid ialAh7m

7

steRnohiOid

8

m.omohioId, dan m.tirohioid.

Otot-otot9ekstrInSik Laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah,

3edangk!n yang infrahioiD9menarik ,aring kE atas.

OtoT-otOt int2insik9lAring iaLah -.krIkoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,

m.VoK!Lis, i.tiroaritenoId, M.ariepigl/tIka daN m.k2ikotIroid. oTOt

otOt9)ni terletaK dI9bagian LateraL Lar)ng.

Otot-otoT intrinsic lari.g yanG terl%tAk di bagia

9

posterior ialah m.ari4%noid10transver3um, m.arit%no)d ob,ik dan

m.k2ik/aritenoid post%rior.

Sebagian be3!r otot-otot intRins)c adalah otot aduKt¤r (k/ntr!ksiNya aKaN

men$Ekat+an KEDua Pita10su!ra ke tengah) kecuali m.krikoaritenoid posterior yang

merupakan otot abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral).

II.2 Rongga Laring

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya

ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah

permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut

antara kedua belah lamina kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran

kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus kartilago krikoid,

sedangkan batas belakangnya ialah m.aritrenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita

suara palsu).

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan antara

kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli.

Plika ventrikuaris dan plika vokalis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu

vestibulum laring, glotik dan subglotik.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis.

Daerah ini disebut supraglotik.

Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus

laring morgagni.

Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis dan terletak

dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago

aritenoid dan terletak di bagian posterior.

Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.

10

Gambar 3: struktur laring3

II.3 Persarafan Laring

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan

laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan

sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas

m.konstriktor far)ng me$i!l, $i sebelah m%dial a.karotis interna dan ekster.a, kemudian

menuju ke kornu mayor tulanG hioid dan SeteLah mEnerima hubUngan de.gan ganglio.

11

servikal supErior mEmbagi di2i dalam 2 cabang, yaitu ramus ekste2nus dan12ramus

internus.

amus eksteRnus berjalan Pada permUkaan luAr m.konstriktor faring inFer)Or dan

menuju ke12-.kriko4iroid, seangkan amus Internus tertutup oleh m.tirohi/id terletak di

sebelah12medial a.tiroiD su0erior, menembus meMbran hiotiroid dan "ersam!-sama

dengan a.Laringis superio2 menuju ke mukosa laring.

Nervus larin'is Inf%rior merupakan lanjutan d!2i n.rekuren setelah saraf itu

mEmbERIKan c!ban'nya menjadi ramus kardia inferioR. NErVus RekuRen12merupakan

Cabang dAri n.vagus.

Gambar 4: Lari.' Dan t2AKea3

12

GambaR §: sistem reSpirAsi4

II.4 PendaraHan

Pendarahan untuk laring terdi2i dari 2 cabang, yaItu a.laringis s5peri/r

dan !.,aRingis inferior.

Arter) larinGi3 supe2ior mE2u0aKan caBang13dari a.tiroId suPerior. Arteri

laringis superior berjal!. agak mendatar mel%wati bagian b%l!kang membran tirohioid B

%rsama-sama dengan ca"a.g internus dari n.laringis superior kemudian Menembus m

%mbran13ini unTU+ berjalan ke bawaH di suBmukosa dabi dindiNG LaTeraL dan lantaI

dari sinus13`iriformis unRuk MEmperdarahi Mukos! dan otot-otot ,Aring.

ArterI lariNg S Inferiob merupakaN cabang dari !.tiro)d inFe2)or dan bErsAma-

saMa $%n'!n n.laringis inferior berjalAn ke bela+ang sEndi krikotiroid, mas5k laring

melalui daerah pingg)r bawaH dari m.konstr)ktor faring inferior. Di dalam laring arteri

itu bercabanG-cab!Ng memper$a2ahi mukos! dan otot 3Ert! beranastomoSis13dE.gan

A.laringis sU0rior.

Pada da%2ah cEtinggi

embraN13KRikotiroId,13a.TI2Oid supeRior13jugA membebiKAN cabang

yang13berjaLan MeNdAtar sEp@n*Ang MEmBran itu sA-pai m%ndekatI13tiRoid

13

Kadang-kadAng arTe2i14ini -engirimka. cabang yang kecIl mela,ui m%mbrAn

kRikoti2/id untuk me.gadakaN anastomosis denga. a.lar)ngi3 superi/r.

Vena lar)ngi3 superior dan veNa ,arIngis inferior let!knya sejajar dengan

a.laringis s5perior dAn INFerior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior

dan inferior.

II.5 Fisiologi laring

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :

(1) pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik

(2) usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan,

(3) kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan

ke arah lambung

(4) mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring

(5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

(6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus.

Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :

1. Fase Oral

Fase oral terjadi secara sadar, makanan yang telah dikunyah dan bercampur

dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari

rongga mulut melalui dorsum lidah ke orofaring akibat kontraksi otot

intrinsik lidah. Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga

pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum molle terangkat dan bagian

atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus kemudian akan

terdorong ke posterior karena lidah yang terangkat ke atas. Bersamaan

dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.

levator palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglossus yang

menyebabkan ismus fausium

tertutup, diikuti oleh konraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan

berbalik ke rongga mulut.

14

2. Fase Faringeal

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus

makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.

stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh

epiglotis,

sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika,plika ventrikularis dan plika

vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan m. aritenoid obliqus. Bersamaan

dengan itu terjadi penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat

pernapasan sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke saluran napas.

Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena

valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.

3.Fase esofageal

Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke

lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup.

Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka

terjadi relaksasi m. krikofaring sehingga

introitus esofagus terbuka dan makanan masuk ke esofagus. Gerakan bolus makanan pada

esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor faring inferior

pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus akan didorong ke distal oleh gerak peristaltik

esofagus.

15

BAB III

EPIGLOTITIS AKUT

III. 1 Definisi

Epiglotitis akut (kadang disebut supraglotitis) adalah radang pada epiglotis

dan atau jaringan supraglotis disekeliling epiglotis, termasuk plika ariepiglotika,

jaringan aritenoid dan kadang-kadang uvula.

Gambar 6: epiglotis yang mengalami peradangan1

III. 2 Etiologi

Haemophillus Influenzae tipe B merupakan organisme dominan penyebab

epiglotitis akut. Vaksinasi HiB telah menurunkan jumlah kasus sehubungan

dengan infeksi organisme ini.

Staphylococcus aureus

Streptococcus pneumoniae

Varicella bisa menyebabkan infeksi primer maupun sekunder bersama

dengan Streptococcus grup A β Haemolitikus

Candida Albikans, terutama pada pasien immunocomprimised

Beberapa virus, termasuk Herpes sp. dan Parainfluenza

Penyakit Limfoproliferatif dapat menyebabkan pembengkakan epiglotis

Traumatik epiglotitis yang disebabkan oleh trauma langsung maupun

thermal injury

16

Gambar 7: gambaran mikroskopis Haemophillus influenza tipe B5

III.3 Patofisiologi

Menurut sejarah, epiglotitis akut disebabkan oleh infeksi pada stuktur

supraglotis oleh kuman Haemophillus influenza tipe B. Sejak penggunaan vaksin

HiB tersebar luas, insiden dan agen penyebab epiglotitis akut mengalami

perubahan. Haemophillus influenza tipe B dan Streptococcus pneumoniae

membentuk koloni pada faring anak yang sehat melalui transmisi udara. Bakteri-

bakteri ini akan menembus mukosa masuk ke dalam aliran darah sehingga

menyebabkan bakteriemia dan menyerang epiglotis beserta jaringan-jaringan

disekitarnya. Bakteriemia juga dapat mengakibatkan infeksi pada meningen,

kulit, paru-paru, air mata dan sendi.

Infeksi bakteri pada epiglotis dapat menyebabkan acute inflammatory

edema, dimulai dari permukaaan lingual epiglotis dimana submukosa terikat

longgar. Pembengkakan jaringan menyebabkan penyumbatan saluran udara,

kemudian plika ariepiglotika, aritenoid dan seluruh supraglotik laring edema.

Ikatan kuat epithelium pada pita suara membatasi edema pada level ini. Aspirasi

sekret orofaring ataupun mucus plug bisa menyebabkan henti napas.

Radang yang terjadi pada struktur di sekitar epiglotis terjadi karena

peradangan akibat trauma, mekanis, termal maupun kimia. Pernah juga ada kasus

epiglotitis akut yang dilaporkan karena trauma tumpul pada leher.

III.4 Manifestasi klinik

17

Riwayat

Epiglotitis akut biasanya timbul secara cepat dan tiba-tiba dengan demam,

nyeri tenggorokan, disfagia, gangguan pernapasan, drooling dan cemas.

Gambaran klasik pada anak yakni demam dan mungkin mengeluh nyeri

tenggorokan, anak menolak untuk makan. Sesuai dengan perkembangan

penyakitnya, pasien mungkin tidak dapat mejaga jalan napasnya dan hal ini

menyebabkan obstuksi jalan napas.

Gambaran klasik berupa trias drooling, disfagia, dan gangguan

pernapasan. Demam dengan gangguan pernapasan dan kekurangan

oksigen sering terjadi. Pada 80 % kasus didapatkan drooling.

Umur pasien, permulaan infeksi, jenis batuk dan derajat toksisitas

mempunyai kontribusi untuk membedakan epiglotitis akut dari severe

croup. Biasanya croup terjadi pada anak kecil dan memiliki gejala-gejala

penyakit virus.Yang terpenting pada anak-anak dengan croup terdapat

batuk yang meletup dan jarang terlihat toksik.

Bila penyebab epiglotitis tidak infeksius, gejalanya bervariasi. Anak

dengan gangguan saluran napas atas tanpa demam ataupun sebab yang

jelas harus ditanyakan kemungkinan menelan cairan toksik atau panas,

peristiwa traumatik seperti kejatuhan benda pada saat mulut terbuka,

tertelan dan pengeluaran benda asing.

Gejala klinis

Pada epiglotitis akut klasik, pasien tampak sangat kesakitan, gelisah

Karena nyeri pada daerah supraglotik, sekresi tidak dapat ditahan dan anak

sering mengeluarkan air liur

Pada awal penyakit terdapat stridor, tetapi sesuai dengan perkembangan

penyakit suara napas mungkin menghilang. Tampak tanda-tanda obstruksi

saluran napas atas yang jelas seperti retraksi interkostal, suprasternal dan

subkostal

Pada anak yang lebih tua nyeri dapat dinilai pada pergerakan tulang hyoid.

18

Walaupun tidak direkomendasikan, gambaran epiglotis pada anak yang

dicurigai epiglotitis akut tampak bengkak dan berwarna merah cherry.

Pada kasus lanjut, terdapat gagal nafas dan syok

III.5 Pemeriksaan penunjang

III.5.1 Pemeriksaan laboratorium

Mengamankan jalan napas adalah prioritas utama. Evaluasi lebih

lanjut harus terus diikuti

Kultur darah dan kultur lendir tenggorokan dilakukan setelah jalan

napasnya aman

Peningkatan jumlah sel darah putih sebanyak 15.000-45.000 sel/uL

Pada kasus epiglotitis akut yang disebabkan oleh Haemophillus

influenzae tipe B, kultur darah memberikan hasil positif sekitar 15 %.

Kultur yang berasal dari permukaan epiglotis yang didapatkan

melalui intubasi endotrakeal memberikan hasil positif pada 75 %

kasus

III.5.2 Pemeriksaan radiologis

Jika epiglotitis akut dianggap serius, tidak diperlukan pemeriksaan

radiologist.

Dalam beberapa kasus yang tidak jelas, pemeriksaan radiologis

dapat membantu menegakkan diagnosa atau menyingkirkan

epiglotitis akut.

Jika epiglotitis akut dipikirkan sebagai diagnosa banding, anak

tidak boleh ditinggalkan sendiri walaupun gambaran radiologisnya

sedang diperoleh, anak harus selalu ditemani oleh orang yang

mampu mendapatkan akses jalan napas dengan cepat bila

diperlukan

Pada foto lateral leher akan tampak pembesaran epiglotis yang

menonjol dari dinding anterior hipofaring yang dikenal dengan

istilah thumb sign

19

Gambar 8: gambaran radiologi epiglotitis dengan ‘thumb sign’6

Rekomendasi untuk CT scan leher pada awal maupun pada kasus-

kasus yang tidak biasa sangat dianjurkan, walaupun mesti berhati-

hati dalam memposisikan pasien.

Temuan negatif pada foto lateral leher tidak menyingkirkan

diagnosis, terutama pada tahap awal gejala.

Pada foto rontgen toraks kadang tampak oedem paru setelah

dilakukan intubasi

Foto rontgen toraks memperlihatkan gambaran pneumonia pada 15 %

pasien

III.5.3 Pemeriksaan lainnya

Kultur darah dan kultur epiglotis dilakukan setelah jalan napas aman

Kultur darah memberikan hasil positif pada 15 % kasus yang

disebabkan oleh Hemophilus infuenzae

Kultur epiglotis menunjukkan hasil positif pada 50 % kasus yang

disebabkan oleh Hemophilus influenzae

20

III.6 Diagnosa Banding

Bacterial tracheitis Pertussis

Benda asing di trakea Faringitis

Mononucleosis Pneumonia

Anafilaksis Abses peritonsilar

Croup (Laryngotracheobronchitis) Abses retrofaringeal

Tertelan benda asing

III.7 Penatalaksanaan

III.7.1 Perawatan pra-rumah sakit

Transportasi langsung ke tempat terdekat yang mempunyai fasilitas yang

dibutuhkan (Instalasi Gawat Darurat)

Menilai tanda vital dan prosedur diagnostik lain dilakukan setelah jalan

napasnya aman

Anak dibaringkan dalam posisi yang nyaman. Orang tua harus

diperbolehkan untuk memegang anak.

Oksigen diberikan jika tidak mengganggu anak

Jika anak dalam keadaan henti napas, usaha pertama adalah ventilasi

dengan memasang bag-valve mask

Intubasi orotrakeal dilakukan bila tidak dapat di lakukan ventilasi dengan

bag valve mask. Needle cricothyroidotomy dilakukan bila tidak dapat

mengamankan jalan napas.

Bila anak harus dibawa ke rumah sakit, jalan napasnya harus aman.

Setelah itu dipasang i.v. line. Pemberian sedative dan antibiotik dilakukan

sebelum anak dipindahkan

III.7.2 Perawatan Instalasi Gawat Darurat

Terapi ditujukan pada pemeliharaan saluran udara. Juga harus selalu siap untuk

mengambil tindakan tracheotomi atau intubasi bila sewaktu-waktu ada gejala dyspnoe.

21

Yang terpenting, bila ada tanda-tanda dyspnoe harus sesegera mungkin dilakukan

trakeostomi, karena trakeostomi tidak dapat diharapkan berhasil dengan baik, bila

dilakukan pada fase dyspnoe setelah anoxia yang lama, dan peredaran darah yang

insufisien.

Gambar 8: Trakeostomi7

Akan tetapi beberapa ahli lebih suka melakukan intubasi, Keuntungan dari intubasi ialah

bahwa komplikasi-komplikasi trakeostomi seperti mediastinal emphysema,

pneumothorax, perdarahan dsb. dapat dihindarkan pada tindakan intubasi.Tetapi intubasi

harus dilakukan dalam Intensive Care Unit dan memerlukan alat-alat khusus serta tenaga-

tenaga yang betulbetul ahli dalam melakukan intubasi maupun tenaga untuk merawat

penderita setelah intubasi dilakukan. Pada epiglottitis acuta sudah ada proses inflamasi

dan oedem di daerah itu, maka bila dilakukan intubasi oleh tenaga yang kurang ahli,

malah akan memberi trauma dan juga dapat menyebabkan spasme sehingga jalan nafas

akan lebih sempit lagi.

22

Gambar 9: Intubasi8

III.8 Pengobatan

Terapi antibiotic diperlukan tapi pemberiannya setelah jalan napas

terkendali. Selama menunggu hasil kultur, penggunaan antibiotic mengatasi

organisme-organisme umumnya. Bila ada trauma pada epiglottis, S. aureus dapat

dicurigai. Dengan adanya bercak-bercak putih, C. albicans yang harus dicurigai.

Penggunaan obat sedasi agar nyaman juga diperlukan.

Antibiotik

Terapi antimikroba empiris harus mencakup pathogen yang sering menyebabkan

epiglotitis akut dalam klinis sehari-hari. Pengobatan harus berlangsung selama 7-

10 hari.

Ceftriaxone (Rocephin)

Sefalosporin generasi ketiga. Efektivitas yang rendah terhadap bakteri gram

positif dan sangat efektif terhadap bakteri yang resisten. Bersifat bakteriostatik

dengan mengikat satu atau lebih protein pengikat penicillin.

Dosis : Dewasa 1-2 g IV, lama kerja obat 12-24 jam

Anak-anak 75-100 mg/kg/hari IV, lama kerja obat 12-24 jam

23

Interaksi: Probenecid dapat meningkatkan konsentrasi ceftriaxone. Penggunaan

dengan asam tacrinic, furosemid, dan aminoglikosid dapat meningkatkan efek

nefrotoksik.

Cefuroxime (Ceftin)

Sefalosporin generasi kedua maintains gram-positive activity that first-generation

cephalosporins have. Adds activity against P mirabilis, H influenzae, E coli, K

pneumoniae, dan M catarrhalis.

Condition of patient, severity of infection, and susceptibility of microorganism

determines proper dose and route of administration.

Dosis : Dewasa 750 mg to 1.5 g IV, lama kerja obat 8 jam

Anak-anak 100-150 mg/kg/hari IV terbagi dalam 3 dosis

Reaksi Disulfiram like dapat terjadi bila mengkonsumsi alcohol 72 jam setelah

meminum cefuroxime. Dapat meningkatkan efek hipoprotrombin dari

antikoagulan, meningkatkan nfrotoksisitas pada pasien yang mendapatkan diuretic

kuat seperti loop diuretic. Penggunaan bersama dengan aminoglikosid dapat

meningkatkan efek nefrotoksik.

Ampicillin (Omnipen, Principen)

Dapat dikombinasikan dengan kloramfenikol sebagai alternative bila ada

kontraindikasi penggunaan sefalosporin. Antibiotik Beta-lactam, which has

activity against some gram-positive and gram-negative organisms. Inhibits

bacterial cell wall synthesis during active multiplication.

Dosis : Adult 1-2 g IV, lama kerja obat 6-8 jam

Pediatric 100-200 mg/kg/hari IV dibagi 4 dosis

Probenecid dan disulfiram meningkatkan konsentrasi ampicillin; allopurinol

menurunkan efek ampicillin. Dapat menurunkan efek obat kontrasepsi oral.

24

Chloramphenicol (Chloromycetin)

Dapat dikombinasikan dengan kloramfenikol sebagai alternative bila ada

kontraindikasi penggunaan sefalosporin.

Dosis : Adult 50 mg/kg/hari IV dibagi dalam 4 dosis

Pediatric 50-100 mg/kg/hari IV dibagi dalam 4 dosis

Clindamycin (Cleocin)

Antibiotic semisintesis menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).

Distribusi luas dalam tubuh tanpa penetrasi terhadap SSP, terikat oleh protein

bound dan dieksresi oleh hati dan ginjal.

Dosis : Adult 600-1200 mg/d IV terbagi dalam 2 – 4 dosis

Pediatric 25-40 mg/kg/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis

Meningkatkan durasi dari obat pelumpuh otot (tubokurare dan pankuronium);

erythromycin dapat mengantagonis efek clindamycin; obat antidiare dapat

menghambat absorbsi clindamycin

III.9 Pencegahan

Imunisasi pertama untuk mencegah infeksi H. influenzae biasanya diberikan pada saat anak berusia 2 bulan.

Imunisasi terhadap H. influenzae telah menurunkan insidens epiglotitis dan

imunisasi ini direkomendasikan pada semua anak-anak, namun epiglotitis

dapat menyerang anak yang telah mendapat imunisasi.

III.10 Komplikasi

Pneumonia dapat timbul setelah fase bakteremi dan merupakan komplikasi

yang sering diikuti dengan otitis media.

Odem paru akibat obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Dapat juga terjadi

henti nafas.

25

Komplikasi lain dapat timbul akibat extubasi.

Komplikasi spesifik dari Hib dapat berupa meningitis, syok sepsis, sellulitis

dan arthritis.

Terdapat juga laporan komplikasi seperti adenitits servikal, tonsillitis, dan

otitis media.

III.11 Prognosis

Epiglottitis acuta adalah penyakit yang gawat dan prosesnya berjalan

cepat. Apabila obstruksi jalan nafas teratasi, prognosis perjalanan penyakit

adalah baik dengan kadar kematian dibawah 1%.

.

BAB IV

PENUTUP

Epiglotitis (kadang disebut supraglotitis) adalah suatu infeksi pada

epiglotis, yang bisa menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan dan kematian.

Bila ada tanda-tanda dyspnoe harus sesegera mungkin dilakukan trakeostomi,

karena trakeostomi tidak dapat diharapkan berhasil dengan baik, bila dilakukan

pada fase dyspnoe setelah anoxia yang lama, dan peredaran darah yang insufisien.

Bila tidak tertolong maka akan terjadi gagal napas dan kematian. Pada anak hal

ini bisa terjadi dalam beberapa jam. Jadi, proses untuk mendiagnosa perlu

dilakukan dengan teliti dan lebih dini untuk menghindari keadaan yang serius ini.

TINJAUAN PUSTAKA

26

1. Gambar diambil dari; http://emedicine.medscape.com/article/801369-overview

2. Gambar diambil dari; http://pennhealth.com/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?

gcid=000605&ptid=1

3. Gambar diambil dari; http://www.netterimages.com/collection/neck/index.htm

4. Gambar diambil dari;

http://www.jerichoschools.org/seaman/webquests-08-09/lungs.htm

5. Gambar diambil dari; http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/framing.html

6. Gambar diambil dari; http://picasaweb.google.com/lh/photo/Kz-

ypaWaVRIFWM3DyAzmJg

7. Gambar diambil dari; http://www.presentationgroup.com/medicallibrary/

8. Gambar diambil dari;

https://www.vivature.com/pages/xhtml/medicalLibrary/112024.jsf

9. Kamienski M. When sore throat gets serious: three different cases, three very

different causes. Am J Nurs. Oct 2007;107(10):35-8. 

10. Guldfred LA, Lyhne D, Becker BC. Acute epiglottitis: epidemiology, clinical

presentation, management and outcome. J Laryngol Otol. Aug 2008;122(8):818-

23. 

11. Hopkins A, Lahiri T, Salerno R, Heath B. Changing epidemiology of life-

threatening upper airway infections: the reemergence of bacterial

tracheitis. Pediatrics. Oct 2006;118(4):1418-21.

12. Efiaty, Jenni, Nurbaiti, Ratna. Buku ajar ilmu kesehatan Teling Hidung

Tenggorokan Kepala dan Leher edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

2007 ;10: 231-233.

13. Devlin B, Golchin K, Adair R. Paediatric airway emergencies in Northern

Ireland, 1990-2003. J Laryngol Otol. Jul 2007;121(7):659-63. 

27

14. Kavanagh KR, Batti JS. Traumatic epiglottitis after foreign body ingestion. Int J

Pediatr Otorhinolaryngol. Jun 2008;72(6):901-3. 

15. Ehara H. Tenderness over the hyoid bone can indicate epiglottitis in adults. J Am

Board Fam Med. Sep-Oct 2006;19(5):517-20.

16. Chiou CC, Seibel NL, Derito FA, Bulas D, Walsh TJ, Groll AH. Concomitant

Candida epiglottitis and disseminated Varicella zoster virus infection associated

with acute lymphoblastic leukemia. J Pediatr Hematol

Oncol. Nov 2006;28(11):757-9. 

17. Glynn F, Fenton JE. Diagnosis and management of supraglottitis

(epiglottitis). Curr Infect Dis Rep. May 2008;10(3):200-4. 

18. Sobol SE, Zapata S. Epiglottitis and croup. Otolaryngol Clin North

Am. Jun 2008;41(3):551-66, ix. 

19. Acute epiglottitis. Nurs Times. Mar 28-Apr 3 2006;102(13):31

20. Alcaide ML, Bisno AL. Pharyngitis and epiglottitis. Infect Dis Clin North

Am. Jun 2007;21(2):449-69, vii. 

21. Apisarnthanarak A, Pheerapiboon P, Apisarnthanarak P, Kiratisin P, Mundy

LM. Fulminant epiglottitis with evolution to necrotizing soft tissue infections and

fasciitis due to Aeromonas hydrophila. Infection. Feb 2008;36(1):94-5. 

22. Berger G, Landau T, Berger S. The rising incidence of adult acute epiglottitis and

epiglottic abscess. Am J Otolaryngol. Nov-Dec 2003;24(6):374-83. 

23. Faden H. The dramatic change in the epidemiology of pediatric

epiglottitis. Pediatr Emerg Care. Jun 2006;22(6):443-4. 

24. Hopkins RS, Jajosky RA, Hall PA. Summary of notifiable diseases--United

States, 2003. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. Apr 22 2005;52(54):1-85. 

28

25. McEwan J, Giridharan W, Clarke RW. Paediatric acute epiglottitis: not a

disappearing entity. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. Apr 2003;67(4):317-21. 

26. Mohabir A. Case of the month. Supraglottitis. JAAPA. Dec 2007;20(12):70. 

27. Ng HL, Sin LM, Li MF, Que TL, Anandaciva S. Acute epiglottitis in adults: a

retrospective review of 106 patients in Hong Kong. Emerg Med

J. May 2008;25(5):253-5.

28. Shah S, Sharieff GQ. Pediatric respiratory infections. Emerg Med Clin North

Am. Nov 2007;25(4):961-79, vi. 

29