ensefalitis anti reseptor nmda

25
Referat Ensefalitis Anti Reseptor NMDA Pembimbing dr. George Dewanto, Sp.S Disusun oleh Veronika Stephani Anggraini S (2012-061-084) Departemen Ilmu Penyakit Saraf 1

Upload: stephani-anggraini

Post on 02-Jan-2016

200 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

Page 1: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

Referat

Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

Pembimbing

dr. George Dewanto, Sp.S

Disusun oleh

Veronika Stephani Anggraini S (2012-061-084)

Departemen Ilmu Penyakit Saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA

JAKARTA

2013

1

Page 2: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan

rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Referat ini.

Penulis menyadari Referat ini mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

dr. George Dewanto, Sp.S selaku pembimbing utama referat

dr. Linda, Sp.S selaku penguji dan pembimbing kedua referat

Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan

Referat ini di kemudian hari. Penulis juga memohon maaf jika ada kata-kata penulis yang

kurang berkenan.

Akhir kata, penulis berharap agar Referat ini dapat bermanfaat. Atas perhatian yang

diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, September 2013

Penulis

2

Page 3: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang1

1.2. Tujuan 2

BAB II Isi 3

2.1. Definisi3

2.2. Epidemiologi 3

2.3. Etiologi4

2.4. Faktor Risiko 4

2.5. Patogenesis dan Patofisiologi 4

2.6. Manifestasi Klinis 5

2.7. Diagnosa 7

2.8. Diagnosa Banding 9

2.9. Tata Laksana 10

2.10. Komplikasi 10

2.11. Prognosis 11

BAB III Kesimpulan dan Saran 12

3.1. Kesimpulan 12

3.2. Saran 12

3

Page 4: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ensefalitis adalah inflamasi pada parenkim otak.1 Ensefalitis dapat disebabkan oleh

berbagai etiologi. Diantara etiologi tersebut, infeksi oleh virus merupakan etiologi yang

paling banyak dan bisa menyebabkan infeksi yang luas.2 Namun beberapa tahun yang

lalu diketahui terdapat penyebab ensefalitis lain yaitu ensefalitis yang disebabkan oleh

autoimun. Dimana terdapat antibodi pada antigen membran ekstraseluler yaitu subunit

NR1 yang merupakan bagian dari reseptor NMDA (n-Methyl-D-Aspartate). Ensefalitis

anti reseptor NMDA adalah ensefalitis yang diperantai oleh proses imun.

Pada ensefalitis yang disebabkan oleh virus tidak ditemukan antibodi terhadap anti

reseptor NMDA. Namun pada ensefalitis yang positif terhadap anti reseptor NMDA

didapatkan beberapa gejala yang jarang didapatkan pada ensefalitis oleh virus seperti

yang memiliki gejala seperti halusinasi, psikosis, perubahan kepribadian, dan iritabilitas.3

Hingga kini belum diketahui dengan pasti prevalensi dari ensefalitis anti reseptor

NMDA. Namun pada suatu penelitian dikatakan bahwa 1% dari pasien yang masuk ke

perawatan intensif adalah penderita ensefalitis anti reseptor NMDA. Prevalensi

ensefalitis anti reseptor NMDA di Inggris adalah sekitar 4%, dimana ensefalitis anti

reseptor NMDA merupakan ensefalitis yang diperantai proses imun kedua, setelah acute

disseminated encephalomyelitis. Selain itu didapatkan bahwa 80% dari penderita

ensefalitis anti reseptor NMDA adalah wanita, dengan 60% diantaranya memiliki

teratoma. Hal ini membuat teratoma diduga memiliki peran dalam patogenesis dari

ensefalitis anti reseptor NMDA.

Ensefalitis anti reseptor NMDA harus dibedakan dengan ensefalitis yang disebabkan

oleh etiologi lainnya karena selain manifestasinya yang cukup berbeda, fokus

pengobatannya pun berbeda. Pada ensefalitis anti reseptor NMDA, akan diberikan

imunoterapi dan deteksi maupun pengangkatan teratoma. Penyembuhan dari ensefalitis

ini memerlukan waktu beberapa bulan, dimana diperlukan tim multidisiplin,termasuk di

dalamnya adalah rehabilitasi fisik, terapi okupasi, berbicara, dan bahasa, maupun

manajemen psikiatri.

Prognosis dari ensefalitis anti reseptor NMDA bergantung pada seberapa cepat

diagnosis dan terapi diberikan. Diperlukan pengetahuan yang cukup terutama pada gejala

dan terapi pada ensefalitis anti reseptor NMDA agar pasien bisa memperoleh penanganan

yang tepat sasaran.4

4

Page 5: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

1.2. Tujuan

Mengetahui mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis dan

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tata laksana, komplikasi dan prognosis.

5

Page 6: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

BAB II

ISI

2.1. Definisi

Ensefalitis adalah proses inflamasi pada otak yang menyebabkan disfungsi neurologi

yang terjadi dengan onset akut dan gejala berkembang dengan cepat.6,7,8,9

Reseptor NMDA adalah reseptor ionotropik glutamat yang terdiri dari 2 subunit NR1

(GluN1) dan 2 subunit NR2/3 (GluN2/3). Nantinya subunit ini akan berikatan dengan

glutamat dan membentuk ikatan dengan asam amino. Reseptor NMDA penting dalam

proses belajar dan memori. Penurunan fungsi reseptor NMDA dapat menimbukan gejala

mirip skizofrenia, sedangkan peningkatan aktivitas pada reseptor NMDA akan berkaitan

dengan kondisi demensia atau kejang.10

Ensefalitis anti reseptor NMDA adalah penyakit inflamasi otak dimana terjadi proses

autoimun dengan sasaran subunit dari NMDA yaitu NR1 dan mengakibatkan beberapa

gejala.4,5,7,10 Gejala pada ensefalitis anti reseptor NMDA dapat meliputi gejala psikiatri

ataupun gejala inflamasi sistem saraf pusat.7

2.2. Epidemiologi

Hingga kini angka kejadian ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak-anak dan

dewasa belum diketahui secara pasti. Pada suatu penelitian retrospektif ditemukan bahwa

1% dari pasien dewasa dengan ensefalitis yang tidak diketahui dengan pasti sebabnya di

ruang intensif memiliki antibodi terhadap reseptor NMDA. Pada penelitian prospektif di

Inggris, ditemukan bahwa 4% pasien ensefalitis merupakan pasien dengan ensefalitis anti

reseptor NMDA.4,5 Ensefalitis anti respetor NMDA merupakan ensefalitis autoimun yang

paling banyak ditemukan dibandingkan ensefalitis autoimun yang lain.5 Penelitian The

California Encephalitis didapatkan data bahwa 10 dari 20 pasien ensefalitis positif

terhadap anti reseptor NMDA dan menunjukan hasil negatif pada pemeriksaan terhadap

virus. Pada penelitian ini rata-rata usia sampel nya adalah 18,5 tahun dengan predileksi

penduduk Asia dan kepulauan di Pasifik. Pada beberapa penelitian didapatkan 40-55%

penderita ensefalitis anti reseptor NMDA berusia kurang dari 18 tahun.4 Sekitar dari 80%

dari pasien ensefalitis anti reseptor NMDA adalah perempuan.11

2.3. Etiologi

6

Page 7: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

Secara umum etiologi ensefalitis dapat dibagi menjadi beberapa kelompok besar, yaitu

infeksi dan sistem imun. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi, agen infeksi yang

paling banyak ditemukan adalah virus. Pada ensefalitis yang diperantarai oleh sistem

imun, proses imun bisa terjadi karena proses imun akibat infeksi sebelumnya ataupun

akibat reaksi terhadap agen non infeksius, misalnya tumor. Ensefalitis anti reseptor

NMDA sendiri merupakan salah satu ensefalitis yang disebabkan oleh sistem imun.6

Ensefalitis anti reseptor NMDA pertama kali diteliti lebih lanjut pada tahun 2005,

dimana pada saat itu ada laporan kasus wanita dengan teratoma ovarium yang memiliki

sindrom gangguan neurologi berupa defisit memori, gejala psikiatri, penurunan

kesadaran, dan hipoventilasi. Sesudah diteliti lebih lanjut, ditemukan bahwa pada kasus

tersebut terdapat antibodi spesifik pada otak yang menyerang reseptor NMDA, antibodi

inilah yang diduga menyebabkan munculnya sindrom tersebut.5,7

2.4. Faktor Risiko

Faktor resiko yang diduga mampu mencetuskan munculnya autoantibodi yang

menyerang NMDA reseptor adalah tumor atau teratoma. Berdasarkan data statistik dari

beberapa penelitian didapatkan bahwa banyak penderita dari penyakit ini adalah

perempuan berusia kurang dari 18 tahun dan memiliki teratoma ovarium. Namun makin

muda pasien, makin sedikit tumor yang teridentifikasi.5,11

2.5. Patogenesis dan Patofisiologi

Pada ensefalitis anti reseptor NMDA terbentuk suatu autoantibodi yang menyerang

reseptor glutamat NMDA. Target utama dari antibodi pada ensefalitis anti NMDA

reseptor adalah NR1 yang merupakan subunit dari NMDA. Hal ini akan membuat

permukaan reseptor NMDA berkurang dikarenakan antibodi akan berikatan dengan

NR1.4,10 Antibodi yang telah berikatan ini akan merusak reseptor NMDA.10 Antibodi ini

dapat ditemukan di serum atau cairan serebrospinal. Pada pasien dengan ensefalitis anti

NMDA reseptor tidak ditemukan patogen yang menyebabkan ensefalitis pada limbik.4

Sesudah aktivasi respon imun terdapat ekspansi respon imun di sistem saraf pusat.

Adanya antibodi di sistem saraf pusat diduga karena ada kerusakan pada sawar darah

otak, sehingga antibodi yang disintesis sel plasma bisa menyerang sistem saraf pusat.

Kerusakan sawar darah otak ini mungkin disebabkan oleh penyakit prodromal lainnya.

Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, diduga proses autoimun pada ensefalitis anti

reseptor NMDA terjadi di daerah hipokampus dan kortikal.10,11 Diduga hampir tidak

terjadi reaksi imun pada serebelum. Hal ini dikaitkan dengan jumlah NR2 yang lebih

7

Page 8: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

banyak ditemukan pada hipokampus dan kortikal. Walaupun antibodi berikatan pada

NR1, namun diduga NR2 juga turut serta dalam proses ikatan antibodi dengan NR1.10

Reseptor NMDA berperan pada proses plastisitas sinaptik. Plastisitas sinaptik diduga

berperan untuk mekanisme memori, belajar dan kognisi.12 Diduga dengan adanya

penurunan reseptor NMDA, inhibisi oleh GABA dan sinaps glutamat mengakibatkan

disinhibisi dari jalur eksitatori dan peningkatan kadar glutamat di ekstraseluler. Keadaan

ini menyebabkan kerja frontostriatal terganggu dan menyebabkan munculnya gejala

psikosis, katatonia, rigiditas, distonia, dan mutisme. Apabila keadaan ini terjadi pada

batang otak maka akan muncul gejala berupa gangguan gerak yang kompleks dan

gangguan pernapasan yang bisa menimbulkan disfungsi respirasi.4

Perjalanan penyakit dari ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki beberapa tahap,

dimana tahapan ini dapat berakhir pada penyembuhan yang sempurna atau terbatas,

ataupun kematian.13 Sindrom pada ensefalitis bergantung pada progresivitas dari

penurunan jumlah reseptor NMDA yang tersedia. Makin sedikit jumlah reseptor NMDA

yang mampu berfungsi dengan normal, maka ensefalitis anti reseptor NMDA yang

diderita akan bertambah parah.4,7

Tumor diduga dapat meningkatkan respon imun terhadap reseptor NMDA dengan cara

menurunkan toleransi imun. Walaupun tumor dapat berperan pada patogenesis dari

ensefalitis anti reseptor NMDA, penyakit ini masih dapat terjadi tanpa ditemukannya

tumor.4 Ada atau tidaknya tumor tidak mempengaruhi tingkat keparahan ensefalitis anti

reseptor NMDA.5

2.6. Manifestasi Klinis

a. Gejala Prodromal

70% dari pasien ensefalitis anti reseptor NMDA mengalami fase prodromal.

Gejala prodromal yang dialami adalah flu like syndrome, seperti demam, malaise,

nyeri kepala, rhinitis, mual, muntah, dan diare. 4,5 Gejala ini biasanya berlangsung

hingga 5 hari, namun dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu sebelum gejala

pada fase selanjutnya muncul.

b. Gejala Psikiatri

Selanjutnya dalam waktu sekitar 2 minggu, pasien dengan ensefalitis anti reseptor

NMDA akan mulai menunjukan gejala psikiatri, seperti cemas, paranoia, ketakutan,

psikosis, mania, dan insomnia. Pada fase psikotik ini biasanya pasien memeriksakan

diri ke psikiater dan terdiagnosis sebagai psikosis akut atau skizofrenia. Gejala

8

Page 9: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

disregulasi mood dan depresi dapat berkembang ke gangguan perilaku dan

kepribadian, delusi, atau gangguan berpikir, ide paranoid, dan halusinasi.4,13

Delapan puluh lima persen pasien dewasa dengan ensefalitis anti reseptor NMDA

awalnya ke psikiater untuk keluhan seperti kecemasan, agitasi, dan halusinasi auditori

dan visual. Pada penelitian ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak, 87% dari

sampel menunjukan adanya perubahan perilaku seperti tantrum, hiperaktif, dan iritabel

ataupun perubahan kepribadian. Pada kasus ensefalitis anti reseptor NMDA pada

remaja perempuan ditemukan adanya mania akut dengan psikosis.4,5 Gejala psikiatri

pada ensefalitis anti reseptor NMDA seringkali mendominasi keadaaan klinis pasien.9

c. Gejala Neurologi

Gejala neurologi biasanya muncul sesudah onset 1 bulan.9 Gejala neurologi utama

yang bisa muncul pada anak adalah gangguan gerak, bangkitan, dan gangguan

kognitif. Gejala lain yang sering muncul pada ensefalitis anti reseptor NMDA dewasa

adalah gangguan otonom dan tidur.

Gangguan gerak yang sering terjadi pada anak dengan ensefalitis anti reseptor

NMDA adalah diskinesia orofasial, koreoatetosis, dan distonia. Pada beberapa kasus

ditemukan pula opistotonus dan krisis okulogirus dan rigiditas. Diskenesia orofasial

adalah gerakan seperti mengunyah, menggigit lidah, lip smacking, dan facial

grimacing. Keadaan opistotonus, distonia, dan krisis okulogirus berhubungan dengan

takikardi dan hipertensi.

Bangkitan berupa kejang parsial, kejang generalisata, dan status epileptikus dapat

terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA. Namun diantara bangkitan ini, kejang

parsial merupakan bangkitan yang sering terjadi. Epilepsi dengan onset pada wanita

usia muda dan remaja dapat merupakan manifestasi klinis dari ensefalitis anti reseptor

NMDA.

Gangguan kognitif berupa kehilangan ingatan jangka pendek, penurunan

kemampuan berbicara, dan ekolalia sering ditemukan pada ensefalitis anti reseptor

NMDA. Gejala ini sering diikuti dengan penurunan kesadaran dan periode agitasi dan

katatonik.

Keadaan di mana pasien dalam keadaan tidak responsif dengan hipoventilasi,

instabilitas otonom, dan diskinesia merupakan tahapan sesudah fase psikotik. Pada

tahapan ini pasien dalam keadaan membuka mata namun tidak responsif pada

rangsangan visual. Pasien biasanya diam atau hanya bergumam kata-kata yang tidak

jelas. Tonus otot meningkat dan status katatonik dengan distonik dan postur kataleptik

9

Page 10: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

bisa terjadi. Diskinesia dimulai dari wajah atau mulut dan bermanifestasi dengan

menggeretakkan gigi atau distonia rahang. 4

d. Disfungsi Otonom

Gejala disfungsi otonom berupa takikardi, hipertensi, dan hipertermia banyak

terjadi pada kasus ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak.4 Gejala seperti hipotensi,

hipotermia, disfungsi ereksi, dan retensi urin juga dapat terjadi pada ensefalitis anti

reseptor NMDA.11 Instabilitas otonom dan disritmia pada kelompok usia dewasa

terjadi lebih berat dibanding pada kelompok anak. Hipertermia sebagai gejala pada

ensefalitis anti reseptor NMDA dapat digunakan untuk mengeksklusikan penyakit

infeksi. Hipersalivasi dan inkontinensia urin juga sering terjadi pada ensefalitis anti

reseptor NMDA.4,11 Pasien dengan ensefalitis anti reseptor NMDA biasanya memiliki

3 atau lebih gangguan otonom.11

e. Gejala Lain

Gejala lain yang sering terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA kelompok

dewasa adalah insomnia, dimana gejala ini sering kali menjadi gejala awal. Gangguan

siklus tidur dan bangun seringkali terganggu, dimana pasien lebih banyak dalam

keadaan sadar. Hipersomnia dapat terjadi pada proses penyembuhan dari ensefalitis

anti reseptor NMDA.4

2.7. Diagnosa

1. Anamnesa

Ensefalitis anti reseptor NMDA biasanya terjadi pada usia kurang dari 50 tahun,

terutama pada anak atau remaja. Biasanya keluhan yang membuat pasien datang ke

dokter adalah perubahan perilaku atau psikosis, gerakan atau pergerakan yang

abnormal (diskinesia), kejang, dan instabilitas otonom, seperti hipoventilasi.5

2. Pemeriksaan Fisik

Ensefalitis anti reseptor NMDA menunjukan gejala sistemik maupun neurologis

yang nonspesifik. Hal ini membuat tidak ada penunjuk spesifik pada pemeriksaan

fisik. Gejala seperti perubahan kesadaran, gangguan gerak, bangkitan, dan gangguan

neuropsikiatri dapat menjadi pertimbangan dalam diagnosa ensefalitis anti reseptor

NMDA. Dari pemeriksaan neurologi dapat ditemukan disfungsi serebral yang difus

seperti peningkatan refleks tendon, respon plantar ekstensor, abnormalitas tonus,

ataksia, dan kesulitan dalam melakukan motorik halus.

10

Page 11: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan saraf, seperti CT (Computed

Tomography) scan kepala tidak terlalu bermanfaat karena sensitivitasnya yang rendah.

Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) otak pada 50% kasus ensefalitis

anti reseptor NMDA menunjukan hipersensitivitas pada hipokampus, serebelum,

frontobasal, ganglia basalis, medulla oblongata dan medulla spinalis. Pemeriksaan

MRI berkala pada ensefalitis anti reseptor NMDA tidak menunjukan perubahan yang

signifikan, dimana hasil MRI tetap dalam keadaan normal atau hanya menunjukan

sedikit perubahan.4 Bahkan didapatkan mayoritas pasien ensefalitits anti reseptor

NMDA memiliki hasil pencitraan saraf yang normal. Dapat disimpulkan bahwa

pemeriksaan pencitraan memiliki sensitivitas yang rendah dalam mendiagnosis

ensefalitis anti reseptor NMDA.4,7

Pada pemeriksaan EEG (Electroencephalograms), pasien dengan ensefalitis anti

reseptor NMDA menunjukkan gelombang yang abnormal, dimana muncul

perlambatan yang tidak spesifik. Pada fase katatonik terjadi perlambatan aktivitas pada

gelombang delta-theta. Keadaan ini tidak berhubungan dengan gerakan abnormal dan

tidak membaik dengan pemberian obat antiepilepsi.4

Pemeriksaan antibodi terhadap reseptor NMDA pada serum atau cairan

serebrospinal merupakan pemeriksaan diagnostik.4,7 Pada pemeriksaan ini didapatkan

bahwa antibodi pada serum bereaksi dengan epitope subunit NR1, dimana reseptor

NMDA merupakan hematomer dari subunit NR1. Pasien dengan teratoma memiliki

titer antibodi terhadap reseptor NMDA yang lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa

teratoma.4 Titer antibodi terdapar reseptor NMDA lebih tinggi dibanding titer pada

serum.11 Pada pasien yang telah mendapat terapi IVIG (Intravenous

Immunoglobulins), maka antibodi terhadap reseptor NMDA hanya terdeteksi pada

cairan serebrospinal. Titer antibodi terhadap reseptor NMDA akan naik terus pada

pasien yang tidak mendapat terapi.4,5

Walaupun pemeriksaan antibodi terhadap reseptor NMDA merupakan

pemeriksaan diagnostik pada ensefalitis anti reseptor NMDA, hal ini tidak berarti

semua pasien yang memiliki antibodi terhadap reseptor NMDA menderita penyakit

ini. Pada sebuah penelitian, diketahui bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia

maupun narkolepsi dengan gejala psikotik memiliki antibodi terhadap reseptor

NDMA. Hal ini membuktikan bahwa dalam penegakan diagnosis, hasil positif pada

11

Page 12: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

antibodi reseptor NMDA harus dikombinasikan pula dengan gejala klinis dari pasien

tersebut.14

2.8. Diagnosa Banding

Ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki gejala klinis yang kurang khas. Hal ini

membuat diagnosa banding dari penyakit ini cukup luas, yaitu semua penyakit inflamasi

pada otak. Beberapa diantaranya adalah ensefalitis yang disebabkan oleh virus dan

bakteri, beberapa entiologi di antaranya ialah virus herpes simplex tipe 1, human herpes

virus tipe 6, enterovirus, dan mycoplasma.4 Virus herpes simplex dan human herpes virus

6 (HHV-6) adalah virus yang paling sering menyebabkan ensefalitis virus.7

Ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki gejala psikiatri yang sering kali salah

didiagnosis sebagai psikosis onset awal. Pasien yang salah didiagnosa tersebut biasanya

mendapat pengobatan anti psikotik, seperti haloperidol, dan ketika gejala seperti rigiditas

dan instabilitas mulai muncul, biasanya pasien akan didiagnosa sebagai sindrom

neuroleptic malignant. Selain itu obat-obat yang memblok reseptor NMDA seperti

phencyclidine akan memberikan gejala yang mirip dengan ensefalitis anti reseptor

NMDA.

Tabel 1. Diagnosa banding dari ensefalitis anti reseptor NMDA.4

2.9. Tata Laksana

12

Page 13: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

Penatalaksanaan pada ensefalitis anti reseptor NMDA berpusat pada imunoterapi dan

deteksi serta pengangkatan teratoma. Imunoterapi pada awal ensefalitis anti reseptor

NMDA menunjukan penyembuhan yang lebih cepat dan menurunkan morbiditas.

Imunoterapi sebagai lini pertama yang digunakan saat ini adalah kortikosteroid,

plasmaferesis, atau IVIG. Kombinasi pengobatan yang bisa digunakan misalnya, IVIG

0,4g/kg berat badan untuk 5 hari dan methylprednisolone 1g/hari untuk 5 hari. Terapi ini

lebih mudah digunakan dibandingkan dengan plasmaferesis. Walaupun plasmaferesis

dapat menurunkan titer antibodi terhadap reseptor NMDA dalam beberapa minggu,

namun pelaksanaannya lebih sulit, terutama pada pasien anak, pasien yang kurang

kooperatif ataupun pasien dengan instabilitas otonom.5 Pada pasien yang sudah menjalani

pengangkatan tumor maka efektivitas terapi lini pertama akan meningkat. Pasien tanpa

tumor, terlambat didiagnosis, ataupun pasien yang tidak menunjukan respon setelah 10

hari diterapi dengan lini pertama memerlukan imunoterapi lini kedua seperti rituximab,

cyclophosphamide atau keduanya. Pada pasien dewasa digunakan rituximab dengan

dosis 375 mg/m2 tiap minggu dalam 4 minggu dan dikombinasikan dengan

cyclophosphamide 750mg/m2 yang diberikan dengan dosis pertama dari rituximab,

kemudian akan diikuti dengan pemberian cyclophosphamide tiap bulan. Terapi ini akan

dihentikan apabila pasien sudah menunjukan perbaikan klinis, yang biasanya diikuti

dengan penurunan kadar antibodi terhadap reseptor NMDA di serum maupun cairan

serebrospinal.

Untuk gejala psikiatri yang muncul, seperti agitasi, gejala psikotik, misalnya

halusianasi visual dan auditorik, ide paranoid, delusi, gangguan tidur berupa hypersomnia

atau insomnia, dan gangguan mood dapat diatasi dengan antipsikotik seperti haloperidol,

chlorpromazine; antipsikotik atipikal seperti olanzapine, quetiapine, risperidone,

ziprasidone, dan pada pengobatan ekstrim menggunakan pentobarbital atau fentanyl.

Deteksi dan pengangkatan tumor dalam 4 bulan sejak onset, menunjukan pemulihan

yang lebih baik dibanding pasien ensefalitis anti reseptor NMDA tanpa tumor. Selain itu

ensefalitis anti reseptor NMDA tanpa tumor juga memiliki angka relaps yang lebih

tinggi, yaitu 20-25%. Pada pasien tersebut disarankan menggunakan imunosurpresan

(mycophenolate mofetil atau azathioprine) selama 1 tahun sesudah imunoterapi

dihentikan.5

2.10. Komplikasi

Komplikasi dari ensefalitis anti reseptor NMDA yang ridak diobati adalah sepsis,

sudden cardiac arrest, acute respiratory distress, status epileptikus refrakter, dan

13

Page 14: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

perburukan dari tumor.4 Komplikasi ini dapat menyebabkan kematian pada ensefalitis

anti reseptor NMDA.

2.11. Prognosis

Prognosis pada ensefalitis anti reseptor NMDA berkaitan dengan kapan diagnosis

ditegakan, terapi imunomodulator, dan pengangkatan tumor pada kasus neoplasma. Pada

suatu penelitian dengan sampel 31 anak dengan ensefalitis anti reseptor NMDA, 29%

pasien sembuh sempurna, 45% perbaikan dengan defisit yang sedang, 26% dengan

perbaikan yang terbaas, defisit yang parah, dan perbaikan yang lambat. Pada fase akut,

pasien biasanya perlu dirawat di rumah sakit selama 3-4 bulan, diikuti dengan rehabilitasi

selama beberapa bulan. Gejala yang tersisa biasanya menunjukan adanya disfungsi

frontal dan limbik, termasuk fungsi eksekutif yang terbatas. Pemeriksaan berkala

menunjukkan bahwa pasien dengan gejala ini akan membaik, termasuk masalah perilaku

dan bahasa. Atrofi otak pada pemeriksaan MRI berkala akan menunjukan perbaikan.

Walaupun ensefalitis anti reseptor NMDA dapat membaik sempurna, terutama pada

pasien yang memperoleh diagnosis dan terapi yang sesuai, penyakit ini dapat berulang

pada pasien yang telah sembuh sempurna sebelumnya, terutama pasien ensefalitis anti

reseptor NMDA yang tidak memiliki tumor.4,6,9 Angka kekambuhan dari ensefalitis anti

reseptor NMDA adalah sekitar 20-25% dengan jangka waktu relaps sekitar 2 tahun.11

Selain itu pada California Encephalitis Project, 10% pasien yang memiliki antibodi

terhadap reseptor NMDA meninggal. Persentase ini lebih tinggi bila dibandingkan

dengan ensefalitis yang disebabkan oleh enterovirus, namun jauh lebih rendah dibanding

ensefalitis dengan etiologi HSV-1 dan rabies. Pada pasien yang diikuti perkembangannya

selama 6 bulan, 4% di antaranya meninggal. Median waktu kematian dari penelitian ini

adalah 3,5 bulan.4

14

Page 15: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Ensefalitis anti reseptor NMDA merupakan suatu penyakit autoimun yang

menyebenabkan inflamasi pada parenkim otak. Pada penyakit ini autoimun akan menyerang

reseptor NMDA terutama subunit NR1 yang ada di parenkim otak dan memiliki fungsi dalam

proses plastisitas sinaptik. Manifestasi klinis yang terjadi sesuai dengan fase-fase tersertentu,

dimana terdapat fase prodromal, yaitu muncul flu like syndrome Pada fase kedua yaitu fase

psikiatri, dimana pada pasien ini bisa muncul gejala psikosis. Pada fase ketiga bisa didapatkan

gejala neurologi, seperti gangguan dalam pergerakan ataupun gangguan kognitif. Diagnosis

dari ensefalitis anti reseptor NDMA agak sulit ditegakan apabila hanya melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik, karena tidak ada gejala khas yang bisa ditemukan. Sebagai diagnosis pasti

digunakan pemeriksaan antibodi terhadap reseptor NMDA papda cairan serebrospinal ataupun

serum. Pemeriksaan pencitraan saraf dianggap tidak terlalu bermakna dalam menegakkan

diagnosis ensefalitis anti. Diagnosis banding dari ensefalitis anti reseptor NMDA adalah

ensefalitis virus. Pasien ensefalitis anti reseptor NMDA pada fase psikiatri sering salah

didiagnosis dengan psikosis akut onset awal.

Tata laksana pada pasien ensefalitis anti reseptor NMDA adalah imunoterapi lini pertama

yaitu berupa kortikosteroid, IVIG atau plasmaferesis pada pasien awal atau sudah menjalani

pengangkatan tumor. Sedangkan lini kedua berupa rituximab, cyclophosphamide atau

keduanya, diberikan bagi pasien yang tidak menunjukan respon baik terhadap lini pertama.

Komplikasi yang bisa muncul pada pasien dengan ensefalitis anti reseptor NMDA adalah

epsis, sudden cardiac arrest, acute respiratory distress, status epileptikus refrakter, dan

perburukan dari tumor. Prognosis dari ensefalitis anti reseptor NMDA berkaitan dengan

kecepatan diagnosis dan ketepatan terapi. Namun apabila tidak memperoleh pengobatan yang

tepat, maka pasien bisa meninggal ataupun mengalami kecacatan.

3.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai penegakan diagnosis secara

klinis, dimana mungkin bisa dibuat kriteria diagnosis yang. Selain itu perlu dilakukan pula

penelitian mengenai efektivitasan terapi sehingga klinisi lain mampu memberikan terapi yang

sesuai.

15

Page 16: Ensefalitis Anti Reseptor NMDA

DAFTAR PUSTAKA

1. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal

Medicine: Volumes 1 and 2, 18th Edition. 18th ed. McGraw-Hill Professional; 2011.

2. Dewanto, George., Wita JS, Budi R, dan Yuda T. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana

Penyakit Saraf. Jakarta: EGC; 2007.

3. Gable MS, Gavali S, Radner A, Tilley DH, Lee B, Dyner L, et al. Anti-NMDA receptor

encephalitis: report of ten cases and comparison with viral encephalitis. Eur J Clin Microbiol

Infect Dis. 2009; 28:1421-1429.

4. Jones KC, Benseler SM, dan Moharir M. Anti-NMDA Receptor Encephalitis. Neuroimag Clin N

Am. 2013; 23: 309-320.

5. Dalmau J, Lancaster E, Hernandez EM, Rosenfeld MR, dan Gordon RB. Clinical Experience and

Laboratory Investigations In Patients With Anti-NMDAR Encephalitis. Lancet Neurol. 2011;

10(1): 63-74.

6. Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roos KL, et al. The Management of

Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious Disease Society of America. CID.

2008; 47: 303-327.

7. Luca N, Daengsuwan T, Dalmau J, Jones K, deVeber G, Kobayashi J, Laxer RM, dan Benseler

SM. Anti-N-Methyl-D-Aspartate Receptor Encephalitis: A Newly Recognized Inflammatory Brain

Disease in Children. Arthritis Rheum. 2011;63(8): 2516-2522.

8. Lewis P dan Glaser CA. Encephalitis. Pediatrics in Review. 2005; 26: 353-363.

9. Lennox BR, Coles AJ, dan Vincent A. Antibody-mediated encephalitis: a treatable cause of

schizophrenia. BJPsych. 2012; 200: 92-94.

10. Gleichman AJ, Spruce LA, Dalmau J, Seeholzer SH, dan Lynch DR. Anti-NMDA Receptor

Encephalitis Antibody Binding is Dependent on Amino Acid Identity of a Small Region within the

GluN1 Amino Terminal Domain. The Journal of Neuroscience. 2012; 32(32): 11082-11094.

11. Ferdinand P dan Mitchell L. Anti-NMDA Receptor Encephalitis. J Clin Cell Immunol. 2012;

S10:1-6.

12. Hughes EG, Peng X, Gleichman AJ, Lai M, Zhou L, Tsou R, et al. Cellular and Synaptic

Mechanisms of Anti-NMDA Receptor Encephalitis. The Journal of Neuroscience. 2010; 30(17):

5866-5875.

13. Chapman MR dan Vause HE. Anti-NMDA Receptor Encephalitis: Diagnosis, Psychiatric

Presentation, and Treatment. Am J Psychiatry. 2011; 168(3): 245-251.

14. Tsutsui K, Kanbayashi T, Tanaka K, Boku S, Ito W, Tokunaga J, et al. Anti-NMDA-receptor

antibody detected in encephalitis, schizophrenia, and narcolepsy with psychotic features. BMC

Psychiatry. 2012; 12: 37.

16