ekologi pesisir dan laut, penyakit karang

Upload: linda-novitas

Post on 07-Jul-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    1/23

     

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Terumbu karang merupakan kumpulan organisme karang yang hidup di perairan laut

    dangkal terutama di daerah tropis. Ekosistem terumbu karang komponen utamanya disusun

    oleh hewan-hewan karang dari Klas Anthozoa, Ordo Scleractinia, yang mampu membuat

    rangka karang dari kalsium karbonat (Vaughan dan Wells, 1943 dalam Supriharyono, 2000).

    Hewan karang adalah hewan sessile renik, umumnya berada dalam ekosistem bersama hewan

    laut lain seperti soft coral , hydra, anemone laut dan lain-lain yang termasuk ke dalam Phylum

    Cnidaria  (Coelenterata). Komponen terpenting di suatu ekosistem terumbu karang tersebut

    adalah karang batu ( stony coral ) yaitu hewan yang tergolong dalam Ordo Sclerectinia dimana

    kerangkanya terbangun dari rangka kapur (Nontji, 2002).

    Umumnya karang tumbuh pada daerah terbuka yang menghadap ke laut,

    keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang hermatypic ini sangat tergantung pada

    kondisi lingkungan tempat tumbuhnya (Soeharsono, 1996). Kondisi lingkungan ini pada

    kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik

    yang berasal dari alam atau aktivitas manusia.

    Terumbu karang memberikan banyak manfaat bagi manusia. Namun di sisi lain

    terumbu karang memiliki banyak ancaman seperti adanya pengaruh kondisi lingkungan

    sekitarnya baik secara fisik juga biologis. Akibat kombinasi dampak negatif langsung dan

    tidak langsung pada terumbu karang, sebagian besar terumbu karang mengalami penurunan

    kualitas, mulai dari coral bleaching , penyakit karang (coral disease), hingga kematian karang.

    Pada beberapa penelitian, jenis penyakit karang telah terindentifikasi. Berdasarkan hasil

     pemantauan Kepulauan Spermonde mengalami penurunan tutupan karang sebesar 40% daritahun 2008 2010 akibat bom ikan, sianida, dan jaring (COREMAP, 2010), sedangkan Willis

    et al, (2004) menyatakan kerusakan terumbu karang disebabkan oleh penyakit.

    Penyakit karang telah diteliti dengan baik di terumbu karang Perairan Karibia dan

    telah dinyatakan sebagai area disease hot spot karang di dunia. Gejala kemunculan cepat

     penyakit dan daya serang yang tinggi, distribusi yang luas, frekuensi kemunculan yang tinggi

    telah meningkatkan kematian karang di wilayah ini (Epstein et al., 1998; Hayes dan Goreau,

    1998; Green dan Bruckner, 2000; Weil et al., 2002, Weil, 2004). Kematian massal jenis

    karang endemik  Acropo ra palmata dan A. cervicornis di terumbu Karibia terjadi akibat

    kombinasi penyakit White Band Disease (WBD) dan White Pox (Patterson et al., 2002) serta

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    2/23

     

    2

    karang  Dichocoenia stokes mengalami kematian 75% dalam kurun waktu 7 tahun akibat

     penyakit White Plaque II (WPII) (Richardson & Voss., 2005). Dampak penyakit pada

    komunitas karang pada wilayah lain belum banyak diketahui termasuk di terumbu karang

    Indo-Pasifik (Weil et al., 2006). Sehingga diperlukan peninjaun lebih lanjut mengenai

     penyakit karang (coral disease).

    1.2 Permasalahan

    Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dapat dirumuskan permasalahannya adalah

    sebagai berikut :

    1.  Faktor  –   faktor apa saja yang meneybabkan terjadinya penyakit karang dan apa

    saja jenis-jenis penyakit pada karang ?

    2.  Bagaimana kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit karang terhadap koloni

    karang ?

    1.3 Tujan

    Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

     berikut ;

    1. 

    Mengetahui faktor –  faktor apa saja yang meneybabkan terjadinya penyakit karang

    dan apa saja jenis-jenis penyakit pada karang ?

    2. 

    Mengetahui kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit karang terhadap koloni

    karang ?

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    3/23

     

    3

    BAB II

    Biologi Karang

    2.1 Anatomi Karang

    Menurut Veron (2000), individu karang yang disebut polip berbentuk seperti tabung.

    Pembagian tubuh polip terdiri dari: a) mulut terletak di bagian tengah karang. Mulut polip

    merupakan bagian dari oral-disc yang dikelilingi tentakel; b) oral disc adalah bagian yang

    datar pada daerah sekitar mulut; c) mesentery adalah jaringan tisu karang yang vertikal

     bersentuhan dengan oral disc pada bagian dalam dinding column; d) peristome merupakan

     pinggiran dari bagian sisi mulut karang; e) coenosarc adalah jaringan tisu pada koloni karang

    yang menghubungkan antar polip; f) stomadaeum disebut juga kerongkongan/pharinx, yang

    merupakan saluran pendek antara rongga perut atau coelenteron; g) coelenteron merupakan

    kelanjutan dari kerongkongan digunakan sebagai tempat terjadinya penyerapan nutrisi; h)

    tentakel digunakan untuk mengambil makanan dan perlindungan diri (Gambar 1).

    Gambar 1. Anatomi dan Struktur Rangka Polip Karang

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    4/23

     

    4

    2.2 Terumbu Karang

    Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut

    yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang

    yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

    sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia

    (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa.

    Suatu kondisi terumbu karang yang baik di perairan diindikasikan oleh prosentase

    tutupan terumbu karang hidup dari kelompok Acropora dan Non Acropora. Berdarkan

     penelitian yang telah dilakukan oleh Abrar, dkk pada tahun 2012. Dimana nilai tutupan

    karang hidup masing-masing stasiun di Perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur menunjukan

    nilai cukup berbeda satu sama lainnya yaitu berkisar antara 13,10% sampai 72,3% dengan

    kategori sangat buruk sampai baik. Tutupan karang hidup pada stasiun stasiun yang tersebar

    di barat Perairan Lembata yaitu lebih rendah 13,1-72,3 % dibanding wilayah timurnya yaitu

    31,8- 68,37%.

    Tabel 1. Presentase Tutupan (%) dari Sebaran Kategori Bentik Terumbu pada masing-masing

    Stasiun di Perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur

    Kategori Bentik Tutupan (%) pada Stasiun

    1 2 3 4 5 6 7 8

    Acropora 2.17 2.07 42.17 33.50 7.10 28.13 1.53 4.97

     Non Acropora 50.50 29.80 26.20 17.83 6.00 44.17 32.43 46.50

    DCA 11.73 13.60 11.50 7.00 0 11.50 34.43 46.50

    DC 0 0 0 0 0 0 0 0

    Soft Coral 733 41.37 11.83 22.50 0.63 1.73 11.60 1.50

    Sponge 1.07 0 1.07 0 0.50 2.13 0.40 0.40

    Fleshy Seaweed 0 0.47 0 0 0.57 2.00 1.00 0

    Other Biota 0 0.37 0.20 4.93 2.77 1.07 0.50 1.13

    Turf Algae 1.97 0 2.23 0 0 0 0.27 0

    Rubble 18.53 9.10 3.30 10.33 56.67 4.70 2.80 20.60

    Sand 7.70 3.23 1.50 3.90 25.77 4.57 13.20 9.37

    Silt 0 0 0 0 0 0 0 0

    Rock 0 0 0 0 0 0 0 0

    *DCA : death coral with algae (karang mati yang sudah ditumbuhi oleh alga); DC : deathcorall (karang mati)

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    5/23

     

    5

    2.3 Faktor –  Faktor yang menyebabkan Penyakit pada Karang 

    2.3.1 Kecerahan

    Kurangnya intensitas cahaya masuk dalam perairan akan mengganggu proses

    fotosintesis zooxanthellae, hal ini dapat mengurangi asupan energi untuk karang dan dengan

    kurangnya asupan energi dari zooxanthellae dapat mengakibatkan karang rentan dengan

     penyakit (Raymundo et al., 2008).

    2.3.2 Kedalaman

    Pada umumnya terumbu karang ditemukan pada kedalaman 3- 50 meter, namun di

     beberapa perairan masih ditemukan hingga kedalaman 70 meter (Veron, 2000). Kedalaman

     perairan berhubungan dengan intensitas cahaya matahari, dengan bertambahnya kedalaman

    intensitas cahaya yang masuk semakin rendah, pada kondisi intensitas cahaya matahari yang

    rendah mampu memacu pertumbuhan dari beberapa penyakit karang (Viehman dan

    Richardson, 2002).

    2.3.3 Suhu

    Karang merupakan salah satu hewan sternotermik, yaitu rentan dengan perubahan

    suhu. Kenaikan suhu 10

    C dilingkungan dapat mengakibatkan pemutihan karang (coral

    bleaching ). Menurut Raymundo et al., (2006) bahwa peningkatan laju infeksi seiring dengan

     peningkatan suhu. Suhu yang tinggi juga mampu menyebabkan stress serta meningkatkan

    virulensi patogen. Dengan adanya fluktuasi suhu menyebabkan patogen lebih ganas atau

    agresif (Harvel et al., 2004) sehingga karang mengalami kematian (Raymundo et al.,2008).

    Menurut Ritchie (2006) bahwa pada musim panas, suhu perairan akan naik dan karang

    cenderung mengeluarkan lendir lebih banyak. Akibatnya, lendir tersebut akan menurunkan

    sistem imun karang sehingga lebih rentan terhadap penyakit.Pada gambar 2, menujukkan skematik pengaruh lingkungan terhadap perubahan suhu.

    Pada karang jenis Gorgonnian dapat mngeakibtakan terjadinya infeksi fungus. Octoral yang

    sehat akan meninggalkan system imun, sehingga terjadi penurunan system pertahanan diri.

    Hal ini merupakan salah saru bentuk respon system imun (melanization dan adanya aktifitas

    amoeba). Penyakit pada karang dan kematian oktoral menujukkan penurunan melanization

    dan dan diakibatkan oleh aktifitas amoeba, dengan kondisi seperti ini mengakibatkan adanya

    serangan dari mikroorganisme penyebab penyakit karang.

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    6/23

     

    6

    Gambar 2.  Skematik Pengaruh Lingkungan terhadap Perubahan Suhu yang dapat Memicu

    terjadinya Penyakit Karang

    2.3.4 Arus

    Sirkulasi air atau arus air berperan pada penyediaan oksigen dan makanan bagi

    zooxanthellae dan karang. Karang memerlukan pergerakan air atau arus untuk membersihkan

     permukaannya dari sedimen. Dengan adanya gelombang atau arus karang akan mendapatkan

    air yang segar dan bisa membersihkan diri dari endapan-endapan yang menutupi permukaan

    koloni karang dan arus membawa makanan berupa plankton bagi karang (Raymundo et al.,

    2008).

    2.3.5 Sedimen

    Perairan yang mengandung banyak sedimen bisa menimbulkan padatan menjaditersuspensi dalam perairan dan dapat mengendap pada karang kemudian menutupi polip

    karang. Hal ini mampu memicu perkembangan bakteri dan akan berkumpul pada permukaan

    karang serta menjadi tempat bagi bakteri misalnya P. corallyticum (Richardson, 1997).

    Berdasarkan hasil penelitian Lamb (2014), sedimentasi dapat mnegakibtakan

    terjadinya nekrosis pada jaringan karang. Korelasi antara sedemin dengan nekrosis jaringan

     pada terumbu karang memiliki nilai yang sangat tinggi, dan hal ini dapat memicu terjadinya

     penyakit white syndrome. Pada gambar 3 terdapat grafik hubungan antara korelasi sedimen

    dengan prosentase white spot .

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    7/23

     

    7

    Gambar 3. Grafik Korelasi Sedimen dengan Prosentase White Spot . Nekrosis pada Jaringan

    Karang yang diakibatkan oleh Akumulasi Sedimen dan White Syndrome  (WS).

    Berdasarkan Uji Korelasi Pearson hal ini Menunjukaan Bahwa terdapat Korelasi

    antara Sedimen dengan Penyakit Karang White Spot .

    Penurunan jaringan karang yang diakibatakan oleh penyakit karang white plague 

    terjadi dikarenan adanya kontak secara langung anatra permukan karang dengan sedimen.

    Akumulasi sedimen dapat mengakibatkan penyakit karang. Padatan tersuspensi tinggi

    menyebabkan tingkat kekeruhan yang tinggi sehingga cahaya yang masuk pada perairan akan

    terbatas. Zooxanthellae tersebut akan sulit melakukan fotosintesis karena penetrasi cahaya

    yang kurang. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan makanan yang diberikan zooxanthellae

    menjadi terbatas (Raymundo et al., 2008).

    2.3.6 Nutrisi (Fosfat dan Mineral) 

     Nutrien yang berlebih juga merupakan faktor penyebab meningkatnya penyakit karang

    (Boyet, 2006). Laju infeksi Yellow Band Disease dan Aspergilosis berkorelasi positif dengan

    tingginya unsur hara, fosfat dan nitrat (Raymundo et al., 2008). konsentrasi kadar nitrat dan

    fosfat yang tinggi menyebabkan fotosintesis pada cyanobakteri meningkat dan merupakan

    sumber nutrisi bagi cyanobacteri. Hal ini akan meningkatkan aktivitas cyanobacteri. Aktivitas

    cyanobacteri yang tinggi terus merusak karang dan menyebabkan penyakit. Keadaan tersebut

    meningkatkan pula laju penyakit black band disease (Boyet, 2006).

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    8/23

     

    8

    2.3.7 Bakteri 

    Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang memiliki sifat uniselluler  ,

    umumnya tidak memiliki klorofil, ada yang fotosintetik dan reproduksi aseksual dengan cara

     pembelahan baik transversal maupun biner . Pada tubuh karang, bakteri berkembang pada

     beberapa tempat yaitu lapisan lendir permukaan (termasuk rongga gastrodermal), dan

    gastrodermis serta skeleton kalsium karbonat (Winter et al., 2013).

    Gambar 4. Struktur Jaringan pada Polip yang di Tempati Bakteri

    Lapisan lendir yang berbeda memungkinkan untuk dijangkit oleh bakteri yang

     berbeda. Kelimpahan bakteri pada jaringan lendir diperkirakan 105 –  106b entuk unit koloni

    (cfu). Bakteri juga berkoloni pada jaringan karang dan jumlah bakteri yang bisa dikultur serta

    total jumlahnya hampir sama dengan di jaringan lendir. Bakteri berperan dalam hadirnya

     penyakit karang. Di Karibia, karang  Favidae merupakan salah satu genus karang yang

    terinfeksi penyakit karang (Frias-Lopez et al., 2003) cyanobacteria  juga ditemukan pada

    skeleton Oculina patagonica yang menghasilkan senyawa organik (dihasilkan melalui

    fotosintesis) ke jaringan karang. Pada BBD patogen paling utama yaitu Cyanobacteria

    (Viehman and Tifanny, 2001).

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    9/23

     

    9

    BAB III

    Penyakit Karang

    Penyakit karang didefinisikan sebagai bentuk gangguan terhadap kesehatan karang

     berdampak terhadap penurunan fungsi fisiologis. Penyakit karang timbul akibat kombinasi

    dan interaksi antara karang sebagai inang, media penularan, dan tekanan dari lingkungan.

    Infeksi oleh virus, bakteri, fungi dan protista adalah penyakit yang disebabkan faktor biotis,

    sedangkan gangguan kesehatan secara abiotis disebabkan oleh tekanan lingkungan seperti

    suhu, sedimen, toksit, dan radiasi ultra violet (Raymundo et al ., 2008). Saat ini serangan

     penyakit karang memperburuk kondisi karang dan terjadi peningkatan sejalan dengan kenaik

    an suhu air laut, sehingga dijadik an indik ator kenaikan suhu air laut akibat perubahan iklim

    dan pemanasan global (Willis, 2004; Harvell, 2007).

    Jenis dan sebaran penyakit karang di suatu perairan Lembata, berdasarakn penelitian

    Abrar, dkk tahun 2012 yang terdapat pada tabel 2 (lampiran). Total jenis penyakit yang

    ditemukan adalah 14 dari 24 jenis penyakit yang sudah diidentifikasi dengan bentuk serangan

    umumnya gangguan kesehatan oleh biota bentik lainnya dan penurunan kosentrasi algae

    simbion zooxhantella. Karang- karang yang terjangkit penyakit dan bentuk gangguan

    kesehatan lainnya terutama ditemukan pada kelompok  Acroporidae,  Faviidae dan

     Pocilloporidae. Karang-karang  Porites (massive),  Pocillopora dan  Monti pora adalah

    kelompok karang yang paling banyak terjangkit penyakit. Gangguan kesehatan yang

    disebabkan oleh  predator dan  grazer  paling jarang ditemukan, sedangkan serangan oleh

    mikroba pathogen terjadi pada jenis penyakit  Black Band Disase (BBD), Ulcerative White

    Syndrome (UWS) dan White Syndrome (WS) terutama pada karang Montipora dan Porites.

    Serangan penyakit umumnya terjadi ketika komunitas karang dalam kondisi rentan

    seperti saat kompetisi dengan pertumbuhan cepat algae dan atau dalam kondisi fisiologislemah setelah terjadinya pemutihan. Saat ini serangan penyakit karang memperburuk kondisi

    karang dan terjadi peningkatan sejalan dengan kenaik an suhu air laut, sehingga dijadik an

    indik ator kenaikan suhu air laut akibat perubahan iklim dan pemanasan global (Willis, 2004;

    Harvell, 2007). Berikut ini merupakan jenis –  jenis penyakit yang ditemukan pada karang .

    3.1 Bl ack Band Diseases  (BDD)

    BDD yang menginfeksi koloni karang ditandai dengan terbentuknya garis hitam

    dengan ketebalan antara 3mm-1cm per hari, lisisnya jaringan pada karang yang

    mengakibatkan migrasi pada bagian skeleton. BDD ini juga dipengaruhi oleh faktor

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    10/23

     

    10

    lingkungan seperti itensitas cahaya, suhu/temperature, dan nutrisi. Mekanisme infeksi yang

    terjadi antara BDD pada karang terjadi pada saat proses pembentukan CaCO3 (kalsifikasi), hal

    ini juga dapat memicu terjadinya pemutian karang (coral bleaching ) yang disebabkan oelh

    hilangnya zooxanthela yang terdapat pada jaringan karang.

    Pada kondisi lingkungan yang sangat ekstrim seperti pada saat musim panas dan

    musim seni serta pada saat kondisi perairan yang hypersaline hal ini memacu pertumbuhan

    Cyanobakteri yang dapat mengakibatkan BDD. BDD mampu menghasilkan senyawa toxin

    yaitu sulfida dan microcystin (MC). Beberapa jenis microcystin adalah (MC-LA, MC-LF,

    MC-LY, MC-LR, dan MC-LW), yang telah teridentifikais pada sample yang terinfeksi BDD.

     Namun microcystin yang paling dominan adalah MC-LR.

    Gambar 5.  Hasil Analisa pengaruh Toxin (MC-LR dan Sulfide) dan Infeksi BDD pada

    Karang.

    Hasil kuantitatif dari efek pemberian MC-LR, sulfide dan BDD pada jaringan karang pada penelitian ini yaitu, semakin tinggi konsentrasi MC-LR memberikan dampak kerusakan

     jaringan pada karang semakin besar. Pada perlakuan pemberian /l MC-LR, menujukan

     bahwa degradasi jaringan pada karang tidak signifikan jika dibandingkan dengan fragmen

    kontrol. Perlakuan dengan menambahkan /l MC-LRdan /l MC-LR, baik dengan

    dan tanpa pemberian sulfide, menunjukan degradasi kerusakan jaringan karang yang besar

     jika dibandingkan dengan fragmen kontrol dan ketika dilakukan analisa statistic menunjukan

    nilai yang signifikan. Data hasil analisis pengaruh toxin (MC-LR dan sulfide) dan infeksi

    BDD pada karang yang ditampilkan dalam gambar 5. Pada gambar 5, dapat mengambarkan

     bahwa kerusakan jaringan terbesar karang terjadi pada perlakuan pemeberian /l MC-

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    11/23

     

    11

    LR dan sulfide dan besarnya rata-rata nilai ini hampir sama dengan kerusakan jaringan yang

    diakibatkan oleh BDD. Pada kontrol menujukkan kerusakan jaringan paling rendah.

    Gambar 6. Scanning dengan Menggunakan Mikroskop Elektron (SEM), untuk Mengetahui

    Sejauh Mana Kerusakan Fragmen pada Jaringan Karang.

    Selain melakukan pengamat secara kuantitatif, juga dilakukan pengamatan

    mengenai sejauh mana senyawa sulfida dan microcystin (MC) serta penyakit BDD dapat

    mengakibatakan kerusakan jaringan pada karang, oleh karena itu dilakukan pengamatanhistologi fragmen karang dengan menggunkan mikroskop elektron (SEM). Hasil pengamatan

    dengan mikroskop elekter seperti yang terdapat pada gambar berikut. Pada fragmen karang

    kontrol tidak mengalami kerusakan jaringan, sedangkan pada fragmen karang yang

    diperlakukan dengan menambahkan sulfida dan microcystin (MC) serta yang terjangkit

     penyakit BDD menunjukan kerusakan jaringan karang. Kerusakan jaringan karang semakin

    meningkat dengan konstrasi sulfida dan microcystin (MC). Sehingga hal ini dapat

    membuktikan bahwa BDD dapat mengakibatakan rusaknya jaringan pada karang.

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    12/23

     

    12

    3.2 Yellow- blotch / Yellow- band Disease (YBD)

    Gambar 7.  Koloni  Montastrea faveolata yang terjangkit yellow band disease (YBD) di

    Puerto Rico yang teramati mulai tahun 2004 –  2006. Beberapa YBD terjadi pada

     bulan Juni 2004, tiap bulannya infeksi BDD mengalami pertambahan luas. Pada

    Februari 2005, koloni  Montastrea faveolata  juga terinfeksi oleh White Plaqua 

    (WP). Pada Septermber 2005, terjadi kerusakan jaringan karang hingga

    menyebabkan pemutihan karang (coral bleacing ) hal ini ditandai dengai dengan

    adanya area putih pada permukaan koloni karang. Setelah mengalami

     pemutihan karang (coral bleacing ), koloni terinfeksi YBD dan pada Agustus

    2006 koloni karang mengalami kematian. Pada grafik diatas menujukkan, rata-

    rata koloni karang mengalami kerusakan jaringan mulai musim panas 2001

    sampa musim panas 2006.

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    13/23

     

    13

    Jaringan karang yang hilang dari pengaruh penyakit YBD, rata- rata adalah 5- 11 cm/

    tahun, lebih sedikit dari penyakit karang lainnya. Meskipun demikian penyakit ini dapat

    menyebar pada koloni karang yang sudah dewasa dan berukuran besar (Bruckner, 2001).

    Ciri- ciri dari Yellow band disease adalah daerah pemutihan pada suatu coralitte yang

    menyerupai bentuk cincin atau jaringan kuning yang terbentuk di karang Skleractinian. Pada

    kasus pemutihan di kepulauan Karibia Yellow Band/ Blotch menyerang  Monstastrea

    annularis dan M. faveolata kemudian menyebar ke seluruh dari terumbu karang di Karibia.

    YBD disebabkan oleh konsorsium dari Vibrio spp. dengan Vibrio alginolyticus yang

    diketahui sebagai pathogen pada kerang.  Beberapa penelitan menyebutkan bahwa Yellow

     Band/ Blotch merupakan penyakit yang bukan menyerang inang hewan karang itu sendiri

    tetapi menyerang  zooxanthela yang ada di dalamnya lapisan gastrodermis koral akibat dari

    mikrobia menyerang  Zooxanthella  akan menyebabkan lisis pada sel  Zooxanthella. Proses

    Vakuolisasi dan fragmentasi yang terjadi pada membrane tilakoid  Zooxhantella  akan

    menyebabkan hilangnya klorofil a dan C2 sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada

    fotosintesis zooxanthella(Cervino et al., 2004). Karang yang terserang YBD juga akan

    terpengaruh pada rata- rata pertumbuhan dan kemampuan reproduksinya (Antonius, A. 1977)

    3.3 Red band Disease (RBD) 

    RBD merupakan lapisan microbial yang

     berwarna merah bata atau coklat gelap, dan warna

    tersebut mudah dilihat pada permukaan jaringan

    karang. Penyakit ini menginfeksi karang otak (

     Diploria strigosa, Montastrea annularis,

     Montastrea cavernosa, Porites asteroids,

    Siderastrea sp. dan Calpophyllia natans) di GeatBarrier Reef.  Band  Nampak seperti gabungan dari

    cyanobacteria dan jasad renik yang berbeda

    disbanding dengan biota yang ditemukan pada

    BBD. Selain itu, pergerakan mikrobia ini berbeda, yaitu tergantung pada induk karang

    (Richardson, 1992).

    Gambar 8.   Pachyseris speciosa 

    dengan RBD

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    14/23

     

    14

    Gambar 9. Filamen Cyanobakteria yang di isolasi dari kultur (a) Montipora sp. dengan BBD

    dan (b) Pachyseris speciosa dengan RBD. 

    Bakteri pathogen pada RBD dan RBB disebabkan oleh bakteri yag sama, yaitu

    Cyanobakteri. Selain itu gejala yang ditimbulkan antara RBD dan BDD menunjukan gejala

    yang sama yaitu hilangnya jaringan karang. Penyakit ini disebabkan karena rangka karang

    tercemar oleh alga berfilamen dan adanya akumulasi sedimen, yang dampaknya

    menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karang baru (Sussman et al, 2006).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sussman et al (2006), warna merah pada

    RBD disebakan karena adanya adaptasi Cyanobakteri terhadap lingkungan. Pada suatu

    kondisi lingkungan memiliki kadar nutrisi (nitrogen, fosfat, dan sulfur) yang rendah sel

    Cyanobakteri akan berwarna merah. Hal ini disebut dengan adaptasi chromatic (adaptasi

     perubahan warna). Selain itu strain rDNA antara Cyanobakteri yang terdapat pada BDD dan

    RBD memiliki strain yang sama, seperti yang terdapat pada tabel 2.

    Tabel 2. Strain rDNA Cyanobakteri yang terdapat pada BDD dan RBD

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    15/23

     

    15

    3.4 Dark Spots Disease (DSS)

     Dark sports disease  (DSS), pertama

    teridentifikasi di Kolombia pada tahun 1990.

     Namun sekarang DSS memiliki distribusi

     persebaran yang cuup luas, DSS ini paling sedikit

    menginfeksi karang jenis Scleractinian. Ciri –  ciri

    karang yang terjangkit penyakit DSS adalah

    timbulnya bintik hitam muncul sebagai pigmen

    gelap, warna coklat atau warna ungu pada

     permukaan karang. Warna ungu gelap kecoklatan

    atau kelabu dari jaringan tersebut sering

    melingkar pada permukaan, tapi kadang-kadang

    dijumpai juga bentuk yang tidak beeraturan pada

     permukaan koloni (bercak warna ungu terang

    terlihat pada permukaan koloni) (Porter et al,

    2011).

    Efek yang ditimbulkan DSS terutama pada

    zooxanthela dan kerusakan jaringan karang.

    Menurut Sutherland et al (2004), DSS pada

    umumnya ditemukan pada  spesies Montastraea

    annularis complex, Siderastrea siderea,

    Stephanocoenia michelinii,  dan Solestrea

    bournoni. Sejauh ini DSS telah menginfeksi 14

    inang pada karang. Dampak yang diakibatkan

    oleh DSS tidak sebesar yang ditumbulkan olehBDS dan RBD.

    Berdasarkan hasil penelitian Porter et al (2011), DSS paling banyak ditemukan di

     perairan Florida dengan prosentase sebesar 71,2% sedangkan prosentsi infeksi penyakit

    karang paling rendah adalah YBD ( yellow band disease) seperti yang terdapat pada gambar

    10 (a). Pada gambar 10 (b) hasil penelitian Porter et al (2011) sesuai degan penelitian

    sebelumnya yang dilakukan oleh Sutherland et al (2004), bahwa DSS hanya mengifeksi pada

     jenis karang tertetu dan paling banyak ditemukan pada spesies Siderastrea sidereal dengan

    nilai prosentase sebesar 54,10%. Sedangkan pada gambar 10 (c), digram tersebut

    mengabarkan dampak yang diakibatkan oleh DSS yaitu, kerusakan jaringan karang (48,3%),

    Gambar 10. Penyakit karang di Florida,

    2002 –  2004.

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    16/23

     

    16

    tidak ada perubahan (44,7%) dan tissue gain (7,1%).

    Gambar 11.  Hasil pengamatan DSS pada koloni spesies Siderastrea sidereal . DSSteridentifikasi pada bulan Maret dan Juli (2003), sedangkan pada bulan

    Agustus koloni spesies Siderastrea sidereal   sudah dalam kondisi normal.

    Selain itu selama penelitian ini berlangsung tidak ditemukan kerusakan

     jaringan pada koloni karang spesies Siderastrea sidereal yang terinfeksi

     peyakit DSS (Porter et al (2011). 

    3.5 White Syndroms (WS)

    Penyakit karang seperti adanya pita putih dan bintik  –   bintik putih, yang dapat

    mengakibatkan kerusakan jarangan hingga kematian pada koloni karang dikenal dengan

    istilah white syndroms (WS). Sebagan besar penyakit WS menginfeksi pada karang bercabang

    (branching) spesies  Acropora palmate  dan  Acroprora cervicornis. Sebagian besar terumbu

    karang di dunia di dominasi oleh jenis karang bercabang (branching). Sehingga WS memiliki

    dampak yang cukup besar terhadap tutupan terumbu karang di dunia (Work, 2011).

    Penyakit WS berasal dari bakteri pathogen yang menginfeksi karang, sebagian besar

     berasal dari sedimen. Berbeda dengan kasus BBD, pada penyakit ini tidak ditemukan adanya

    kumpulan jasad renik yang konsisten yang menyebabkan terjadinya penegulapasan pada

     jaringan dan rangka karang yang kosong. Pada bagian jaringan  Acropora cervicornis, hanya

    hilang pada pertengahan suatu cabang. Tingkat jaringan karang yang hilang sebesar 1/8  –  ¼

    inci/hari, dan rangka karang yang kosong segera akan diganti dengan alga berfilamen.  Band

    rangka yang berwarna kosong yang terlihat, lebarnya dapat mencapai antara 5-10 cm (Work,

    2011).

    Berdasarkan hasil penelitian Work (2011), dampak WS pada koloni karang  Acropora

    clatharata terdapat pada gambar 12. Kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh WS dibagi

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    17/23

     

    17

    dalam beberapa klasifikasi. Pada gambar 12 (a) kerusakan jaringan subacute (40/69 atau 58%

    dari total sampel karang), kerusakan jaringan acute (25/ 69 o atau 36% dari total sampel

    karang), dan kerusakan jaringan multifocal acute to subacute (4/69 atau 36% dari total

     sampel karang).

    Gambar 12. Penampakan White syndroms (WS) pada koloni karang(. a) Acropora clathrata

     pada kondisi kerusakan jaringan  subacute,. (b)  Acropora hyancinthus dengan

    kondisi kerusakan jaringan acute., (c)  Acropora abrotenoides  dengan kondisi

    kerusakan jaringan multifocal acute - subacute tissue (D) A. cytherea kerusakan

     jaringan yang disebabkam crown-of-thorns starfish 

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    18/23

     

    18

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil adalah faktor - faktor apa saja yang meneybabkan

    terjadinya penyakit karang dan apa saja jenis-jenis penyakit pada karang adalah kecerahan,

    kedalaman, suhu, arus, sedimen, nutrisi dan fosfat, serta bakteri. Adanya penyakit karang

    (coral disease) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan pada koloni karang, berkurangnya

    dan keluarnya zooxanthela pada jaringan karang, dna bahkan dapat mengakibatkan pemutihan

    karang (coral bleaching ) hingga kematian pada koloni karang.

    4.2 Saran

    Perlu dilakukannya beberapa penelitian lanjut menggenai sebab-akibat dan pengaruh

    lingkungan terhadap kelangsungan hidup karang agar kualitas terumbu karang menjadi leih

     baik.

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    19/23

     

    19

    DAFTAR PUSTAKA

    Abrar, Muhammad., Imam Bachtiar dan Agus Budianto. 2012. “Struktur Komunitas dan

    Penyakit Pada Karang (Scleractinia) di Perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur.

    Ilmu kelautan Juni Vol 17 (2) : 109-118

    Antonius, A. 1977. “Coral Mortality in Reefs: a Problem for Science and Management”. 3rd

    Inter. Coral Reef Symp.

    Boyett, H.V. 2006. “The Ecology and Microbiology of Black Band Disease and Brown Band

    Sydrome on The Great Barrier Reef”. James Cook University, Townsville.

    Bruckner, AW. 2001. “Coral Health and Mortality. Recognizing The Signs of Coral Diseases

    and Predators”. In: Reef Coral Identification : Florida Caribbean Bahamas Including

    Marine Plants by Paul Humann, Ned Deloach; 2nd edition.

    Frias-Lopez, J., A. L. Zerkle, G. T. Bonheyo, and B. W. Fouke. 2002. “Partitioning of

    Bacterial Communities between Seawater and Healthy, Black Band Diseased, and

    Dead Coral Surfaces”. Appl. Environ. Microbiol. 68:2214-2228.

    Harvel, D.,Smith, G., Azam, F,. Jordan, E,. Raymundo, L,. Weil, I.E,. and Willis, B. 2004.

    “Coral Reef Targeted Research and Capacity Building Management”. Queensland:

    The University of Queensland.

    Lamb, Joleah B., James D True., Sriusakul Piromvaragorn & Bette L. Willis. 2014. “ ScubaDiving Damage and Intensity of Tourist Activities Increases Coral Disease

    Prevalance”. Biological Conservation 178 88 –  96

    Manogar, 2007. R. Pemutihan Karang dan Beberapa Penyakit Karang. Dalam Oseana Volume

    XXXII nomor 4 (sumber : http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/

    searchkatalog/downloadDatabyId/8696/8696.pdf) 

    http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/8696/8696.pdfhttp://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/8696/8696.pdfhttp://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/8696/8696.pdfhttp://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/8696/8696.pdf

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    20/23

     

    20

    Porter, James W., Ceilia Torres., Kathryn Patterson Sutherland., Meredith K. Meyers.,

    Michael K. Callahan., Rob Ruzicka & Michael Colella. 2011. “ Prvalence, Severity,

    Lethality, and Recovery of Dark Spots Syndrome among Three Floridian Reef-

    Building Corals”. Journal of Experimental Marinr Biology and Ecology 408 78-87

    Raymundo, L.J., Couch, C.S and Harvell, C.D 2008. “Coral Disease Handbook: Guidelines

    for Assesment, Monitoring and Management”. The University of Queensland,

    Australia.

    Richardson, LL (1993) Red-band Disease: A New Cyanobacterial Infestation of Corals.

    American Academy of Underwater Sciences Tenth Annual Scientific Diving

    Symposium, St. Petersburg, Florida, American Academy of Underwater Sciences.

    Ritchie (2006) Ritchie, K.B. 2006. “Regulation of Microbial Populations by Coral Surface

    Mucus and Mucus-associated Bacteria”. Marine Ecology Progress Series 322: 1 – 14.

    Sartini. 2006. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

    Sussman, Meir., David G. Bourne & Bette L. Willis. 2006. “A Single Cyanobacterial

    Ribotype is Associated with both Red and Black Bands on Diseased Corals from

    Palau”. Diseases of Aquatic Organims Vol. 69: 111 –  118

    Sutherland, K.P., Porter, J.W., Torres, C., 2004. “Disease and Immunity in Caribbean and

    Indo-Pacific Zooxanthellate Corals”. Marine Ecology Prog. Ser. 266, 273 – 302.

    Veron, J.E.N. 2000. “Corals of Eastern Australia”. Australian Institute of Marine Science.

    Quensland.

    Viehman, T.S, and Richardson, L.L. 2002. “Motility Patterns of Beggiatoa and Phormidium

    Corallyticum in Black Band Disease”. In Prosiding 9th Int.Coral Reef Symp, Bali

    2:1251 – 1255.

    Viehman, T.S,. and Tifanny, S. 2001. “Characterization of Beggiatoa in Black Band Disease

    of Scleractinian Corals”. Florida International University.

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    21/23

     

    21

    Willis,B.L.,Page,C.A., Dinsdale, E, A. 2004. “Coral Disease on the Great Barrier Reef In

    Rosenberg”. Coral Disease and Health. 69-104. Australia: James Cook University.

    Winter, E.K., Arotsker, L., Rasoulouniriana, D., Siboni, N., Loya,Y., Kushmaro, A. 2013.

    “The Possible Role of Cyanobacterial Filaments in Coral Black Band Disease” 

    Patholog. New York: Springer Science.

    Work, Therry M & Greta S. Aeby. 2011. “ Pathology of  Tissue Loss (White Syndrome) in

     Acropora sp. Corals from The Central Pasific”. Journal of Invertebrate Pathology 107

    127 –  131 

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    22/23

     

    22

    LAMPIRAN

    Indo-Pasifik Coral Health –  decision tree 

  • 8/18/2019 Ekologi Pesisir Dan Laut, penyakit Karang

    23/23