efek paparan tembaga fix

15
PERUBAHAN FISIOLOGI AKIBAT PAPARAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN TERHADAP AKTIVITAS ORGANISME LAUT Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ecotoxicologi yang dibina oleh Ibu Dwi Candra Pratiwi S.Pi., M.Sc, MP Oleh Ophi Octaviany Ijzati (125080601111019) Ayu Diaztari Dwi Putri (125080601111043) PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Upload: ophi-octaviany

Post on 09-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Efek Paparan Tembaga Fix

PERUBAHAN FISIOLOGI AKIBAT PAPARAN TEMBAGA (Cu) DI

PERAIRAN TERHADAP AKTIVITAS ORGANISME LAUT

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ecotoxicologi yang dibina

oleh Ibu Dwi Candra Pratiwi S.Pi., M.Sc, MP

Oleh

Ophi Octaviany Ijzati (125080601111019)

Ayu Diaztari Dwi Putri (125080601111043)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Efek Paparan Tembaga Fix

PERUBAHAN FISIOLOGI AKIBAT PAPARAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN

TERHADAP AKTIVITAS ORGANISME LAUT

A. Cu (Tembaga)

Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang termasuk dalam Trace

Element dimana logam ini diperlukan dalam jumlah tertentu, sehingga adanya kelebihan

logam ini di suatu tempat seperti laut akan menyebabkan efek negatif bagi organisme di

lingkungan tersebut. Di perairan, konsentrasi tembaga berfluktuasi karena adanya

kegiata alam maupun antopogenik contohnya bencana gunung merapi, limbah industri

dan limbah perumahan, maupun pertambangan. Tembaga merupakan logam berat

essensial yang diperlukan untuk mikroalga, mikroalga menggunakan tembaga sebagai

komponen protein utama yaitu dismutase Cu superoksida, sitokrom c oksidase dan

plastocyanin.

Kelebihan konsentrasi tembaga di perairan maka logam tersebut akan bersifat racun

yang dapat mendorong berbagai perubahan metabolik. Cu dan logam berat lainnya

merupakan kontaminan umum di muara dan zona pesisir. Tingkat Cu dalam air laut

biasanya berkisar 0,25-30 mg L-1 dan dapat beberapa kali lipat lebih tinggi pada sedimen

laut sekitar 30-1200 mg kg-1. Peningkatan kadar Cu sering dikaitkan dengan galangan

kapal dan marina karena penggunaan Cu dalam cat antifouling.

B. Paparan Cu pada Organisme Laut

Pada fitoplankton kelebihan Cu dapat menyebabkan penghambatan pembelahan

sel, proses fotosintesis, respirasi, menghambat mobilitas sel, dan perubahan potensial

membran. Toksisitas tembaga dapat terjadi melalui mekanisme seperti penghambatan

enzim dan kerusakan oksidatif dalam sel. Sedangkan pada bivalvia laut, termasuk tiram,

akan menumpuk Cu melalui filter makanan dan penyerapan logam terlarut dan

menyimpan logam dalam jaringan tubuhnya. Bioakumulasi ini mungkin penting untuk

penyerapan fisiologis yang memadai logam penting ini di daerah-daerah konsentrasi

rendah, tetapi dapat menjadi berbahaya bagi organisme ketika konsentrasi meningkat,

yang menyebabkan timbulnya toksisitas Cu. Efek racun dari Cu bisa langsung karena

mengikat molekul biologis penting dan merusak struktur dan fungsi, atau tidak langsung

melalui reaksi kimia katalisis Habere Weiss dan Fenton yang menghasilkan spesies

oksigen reaktif beracun. Toksisitas ini secara signifikan dapat mempengaruhi kekebalan

organisme seperti bivalvia sehingga berpotensi mengakibatkan modulasi hubungan

hosteparasite dan hostepathogen.

Page 3: Efek Paparan Tembaga Fix

Dalam essay ini, akan membahas mengenai dampak paparan tembaga pada

fisiologi dan produksi asam domoic Pseudo-nitzschia spp., dan efek paparan tembaga

yang dapat mempengaruhi hemosit apoptosis dan infeksi Perkinsus marinus pada

Crassostrea virginica.

Efek dari paparan logam pada spesies Pseudo-nitzschia, yang sebagian besar

berpusat pada produksi Domoic Acid (DA). DA merupakan asam amino neurotosik yang

diproduksi oleh beberapa spesies Pseudo-nitzschia sebagai respon tehadap paparan.

Pada spesies P. multiseries dan P. australis terbukti melepaskan 20 kali lipat DA saat

terkena konsentrasi toksik tembaga di perairan.

Perkinsus marinus merupakan parasit intraselular protistan sebagai sumber

utama dari kematian masal dari Crassostrea virginica atau tiram timur di sepanjang

pesisir timur Amerika Serikat, penyakit tersebut disebut sebagai penyakit Dermo.

Apoptosis memberikan peranan penting dalam imunitas bawaan dari organisme sebagai

pertahanan terhadap penyakit seperti yang ditimbulkan oleh Perkinsus marinus. Sel

Apoptosis yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai mekanisme penghapusan parasit

diinternalisasi seperti P. marinus dan membatasi tingkat dan penyebaran infeksi.

Stimulasi ringan apoptosis oleh Cu dapat membantu dalam menghilangkan parasit.

Penelitian pertama mengenai efek paparan logam pada spesies Pseudo-

nitzschia spp. melibatkan 2 spesies dari genus Pseudo-nitzschia yaitu P. delicatissima

dan P. multiseries. Untuk menguji dampak paparan tembaga terhadap parameter

fisiologis yang berbeda secara bersamaan, yang memungkinkan terdapatnya

perbandingan antara dua spesies. Semua pengukuran fisiologis dilakukan selama

tingkat stress akut terhadap tembaga. Sedangkan untuk penelitian kedua mengenai efek

paparan tembaga yang dapat mempengaruhi hemosit apoptosis dan infeksi Perkinsus

marinus pada Crassostrea virginica dilakukan untuk mengetahui tingkat apoptosisi pada

sel kekebalan tiram secara in vitro dan in vivo, serta pembentukan infeksi P. marinus

secara in vivo.

C. Metode Analisis Paparan Cu

Pada penelitian mengenai efek paparan logam pada spesies Pseudo-nitzschia

spp. dimulai dengan pengkondisian kultur dari 2 spesies Pseudo-nitzschia spp. yaitu P.

multiseries yang terisolasi dari Teluk Fundy, Kanada (pewarnaan CLNN-16) dan P.

delicatissima yang terisolasi dari Rade de Brest, Perancis (pewarnaan Pd08RB) dimana

kedua spesies tersebut berusia 2,5 tahun saat percobaan dilakukan.

Page 4: Efek Paparan Tembaga Fix

Langkah awal dalam analisis paparan Cu dengan menggunakan metode

Bioassays, spesies kultur dihomogenkan secara manual lalu disentrifugasi sebanyak 3

kali selama 5 menit pada suhu 16C sebanyak 780 g. Sisa pelet disterilkan dengan air

laut steril (disaring >0,22 M). Pelet yang tersuspensi yang didapatkan dari bilasan

terakhir disebut sebagai sel tunggal. Lalu sel diinokulasi ke dalam termos pada

konsentrasi sel ~5000 sel ml-1. Berikutnya yaitu analisis tembaga dan pengukuran

tembaga yang dilakukan dengan menggunakan octopol collision cell-inductively coupled

plasma-mass spectrometer (OCR-ICPMS, Agilent 7500cs).

Kemudian dilakukan pengamatan terhadap morfologi dan fisiologis sampel.

Informasi morfologi sel ditentukan dengan menggunakan forward scatter (FSC) dan side

scatter (SSC) dimana bentuk dari genus Pseudo-Nitzschia spp. adalah diatom pinnate.

Pengukuran morfologi dan fisiologis Pseudo-Nitzschia spp. dalam paparan dinilai

dengan menggunakan fluorescent stains dan aliran cytometry. Pegamatan terhadap

produksi oksigen dalam setiap perlakuan diukur dengan Sensor Dish Reader (SDR),

produksi O2 dibagi oleh konsentrasi sel aktif untuk mendapatkan tingkat rata-rata per sel

aktif per jamnya.

Langkah terakhir adalah pengukuran kuantifikasi asam domoic (DA) yang

dikuantifikasi dengan menggunakan ASP ELISA kit. Pengukuran DA tidak cukup dalam

waktu selama 24 jam karena 24 jam tidak cukup bagi sel-sel untuk menghasilkan tingkat

DA yang terdeteksi dalam larutan uji (batas deteksi adalah 300 ng DAI-1).

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian mengenai efek paparan

tembaga yang dapat mempengaruhi hemosit apoptosis dan infeksi Perkinsus marinus

pada Crassostrea virginica, sampel diperoleh dari Taylor Shellfish Farms dengan sistem

akuarium filter biological dan sirkulasi air laut buatan pada suhu 20 ± 1⁰ C dan salinitas

30 ± 0,5 ‰. Untuk pemeliharaan tiram, tiram diberi makan ad libitum dengan campuran

alga komersial yang mengandung Nannochloropsis oculata, Phaeodactylum tricornutum

dan Chlorella dengan ukuran sel dari 2-20 m setiap harinya.

Langkah awal dalam analisis yaitu metode paparan Cu secara in vitro dimana

Hemolymph ditarik dari sinus otot adduktor C. virginica dengan jarum ukuran 21 yang

melekat pada jarum suntik 10 ml mengandung 1 ml air laut buatan (ASW) untuk

mencegah agregasi dari hemosit, hemosit akan terpapar selama 48 jam. Selanjutnya

untuk paparan Cu secara in vivo, tiram ditempatkan pada 3 tangki berbeda ditambahkan

ASW steril dengan salinitas, suhu dan makan yang berbeda. Cu akan ditambahkan ke

tangki setiap air diganti yaitu selama dua kali dalam seminggu. Untuk tingkat apoptosis

Page 5: Efek Paparan Tembaga Fix

hemosit setelah paparan Cu secara in vivo dan in vitro akan diukur dengan

menggunakan pewarnaan Annexin-V-FITC.

Langkah berikutnya yaitu infeksi P. marinus secara in vivo terhadap tiram,

dimana tiram secara acak dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol (tidak

terkena Cu atau P. marinus), terinfeksi P. marinus dan disimpan dalam ASW steril, tidak

terinfeksi tetapi terkena Cu (318 mg L-1), Co-exposed Cu dan P. Marinus, dan pre-

exposed Cu dan terinfeksi P. marinus. Selanjutnya tahapan untuk menentukan tingkat

infeksi Hemocyte dilakukan dengan menarik Hemolymph dari tiram eksperimental,

kemudian hemosit dihitung dan sampel hemolymph dicampur dengan perbandingan 1: 1

AFTM steril dilengkapi dengan 10.000 IU ml-1 penisilin dan 10.000 mg ml-1 streptomisin.

Selanjutnya sampel ditambah dengan lipid untuk meningkatkan deteksi P. Marinus, isi

tabung kemudian dicampur dan dilapis dengan 1 ml nistatin (1 mg ml-1) untuk mencegah

pertumbuhan jamur, kemudian sampel diinkubasi dalam keadaan gelap selama satu

minggu. Setelah inkubasi, sampel dicampur dengan Lugol Yodium dan diperiksa infeksi

P. marinus.

Langkah berikutnya yaitu menentukan tingkat Cu di hemosit tiram dan plasma

hemolymph, sample dari hemolymph yang mengandung sel 2,5 x 106-12,5 x 106

dikumpulkan dari individu kontrol dan tiram Cu yang terpapar. Sampel hemolymph

disentrifugasi selama 10 menit pada 10.000 g dan 4 C untuk memisahkan hemosit dan⁰

plasma hemolymph. Plasma dikumpulkan dalam tabung baru, dan pelet hemosit atau

sisa hasil sentrifuge disterilkan dengan ASW steril dan disentrifugasi kembali. Untuk

penentuan kadar Cu dalam jaringan lunak, diambil sekitar 200 mg dari insang atau

hepatopancreas dan dikeringkan pada suhu 70 C.⁰

Langkah terakhir yaitu pelet hemosit dan sampel jaringan lunak dicampur dengan

1-1,5 ml asam nitrat, semua sampel kemudian divortex dan diinkubasi pada suhu 60 C⁰

selama 24-48 jam sampai benar-benar terlarut. Tingkat Cu dalam insang tiram, hemosit,

hemolymph dan sel P. marinus dianalisis dengan menggunakan tungku grafit, dan

konsentrasi Cu pada media PBM diukur dalam mode api karena tingakt Cu lebih tinggi.

Data dianalisis dengan model linier ANOVA satu atau dua arah, dengan asumsi

normalitas dan homogenitas varians dari variabel dependen. Sedangkan analisis statistic

dilakukan dengan menggunakan SAS versi 9.1.

Page 6: Efek Paparan Tembaga Fix

D. Efek Paparan Tembaga

1. Akumulasi Cu pada Bivalvia

Gambar 1. Tingkat Akumulasi Cu pada Tiram

Pada tiram dan bivalvia laut yang mampu mengakumulasi logam berat seperti

Cu. Pemaparan Cu secera in vivo pada tiram menunjukkan konsentrasi Cu di

hemosit, hemolymph, insang dan hepatopankreas meningkat secara signifikan.

Akumulasi yang signifikan terlihat setelah paparan Cu hari ke 7 dan 14 yang

menunjukkan akumulasi di hemolymph mencapai lebih 40 mg L-1, tetapi hal ini

berbeda dengan akumulasi Cd dalam hemolymph tiram yang tidak meningkat. Hal ini

mungkin terjadi karena tingkat afinitas atau daya dukung tiram terhadap Cu lebih

tinggi dibandingkan pada Cd. Hal tersebut juga terjadi pada akumulasi hemosit

tingkat intraselular dimana nilai-nilainya jauh lebih tinggi daripada akumulasi Cu di

insang dan hepatopankreas (2-4 mg g-1 berat kering setelah 14 hari), sedangkan

akumulasi Cd pada tiram jauh lebih tinggi di insang dan hepatopankreas daripada

hemosit.

2. Akumulasi Cu terhadap Fisiologis Fitoplankton

Tingkat respirasi pada P. delicatissima meningkat drastis jika terkena

tembaga sehingga mengalami penurunan energi, sedangkan pada P. multiseries

mengalami penurunan tingkat respirasi apabila terkena paparan tembaga. Konsumsi

O2 (respirasi) dan produksi O2 (fotosintesis) pada P. multiseries yang terkena

paparan tembaga mengalami penurunan pada konsentrasi 93 dan 139 G Cu l-1.

Pada konsentrasi 46 g Cu-l, populasi P. multiseries mengalami penurunan pada jam

eksposur ke 48 dan 72. Konsumsi O2 pada P. delicatissima meningkat setelah jam

ke 48 dan 72. Peningkatan respirasi pada sel-sel P. delicatissima mungkin

digunakan untuk meringankan toksisitas, sedangkan penurunan energinya mungkin

digunakan untuk metabolisme primer.

Page 7: Efek Paparan Tembaga Fix

Gambar 2. Estarase pada P. multiseries

Selain itu, terjadi peningkatan aktivitas estarase pada P. multiseries dan P.

delicatissima selama 24 jam pertama paparan tembaga, tetapi setelah 48 jam

kegiatan estarase ini menurun pada P. delicatissima mencapai 30% dari kontrol.

Kegiatan esterase P. multiseries tetap lebih tinggi dalam sel yang terpapar tembaga

dibandingkan sel terkontrol. Respon dalam aktivitas esterase tergantung pada dosis

tembaga. Peningkatan aktivitas esterase berfungsi untuk detoksifikasi atau

melindungi sel terhadap bahan kimia beracun dengan meningkatkan berbagai jenis

enzim.

Mikroalga akan menyimpan energinya dalam bentuk lipid ketika mereka

mengalami kondisi stress ataupun mengalami hambatan pertumbuhan. P.

delicatissima dan P. multiseries yang terkena paparan tembaga mengalami

peningkatan kadar lemak, khususnya pada P. multiseries yang mengalami

peningkatan kadar lemak setelah 72 jam paparan. Peningkatan kadar lemak akan

mengubah kompleksitas morfologi sel. Kadar lemak pada P. delicatissima secara

konsisten lebih tinggi pada sel yang terpapar tembaga selama percobaan dan

meningkat menjadi dua kali lipat lebih besar dari kadar lemak sel kontrol pada jam ke

72.

Gambar 3. Lipid pada P. Multiseries

Dalam pengujian respon fisiologis terhadap paparan tembaga menunjukkan

bahwa sel pada P. delicatissima mengalami stres yang tinggi, sedangkan sel pada P.

multiseries menunjukkan kondisi stress yang jauh lebih rendah. Sel P. delicatissima

Page 8: Efek Paparan Tembaga Fix

memiliki dua respon, dibawah 24 jam mengalami stres akut dan setelah 24 jam

mengalami stres kronis. Pada fase akut, sel-sel tidak mati dan menunjukkan

peningkatan aktivitas esterase dan klorofil autofluorescence, tanpa adanya

modifikasi efisiensi fotosintesis dan konsumsi O2. Sebaliknya, antara 24 dan 96 jam,

sel-sel menjadi mati dan aktivitas esterase, klorofil autofluorescence dan efisiensi

fotosintesis mengalami penurunan secara drastis, tetapi konsumsi O2 menjadi

meningkat. Kadar lemak dan ukuran sel meningkat di bawah paparan tembaga baik

pada kondisi stress akut dan stress kronis. Sel pada P. multiseries mengalami stress

yang lebih rendah dari pada yang dialami oleh P. delicatissima. Selama stres akut,

fisiologi sel P. multiseries mengalami penurunan produksi dan konsumsi O2 juga

peningkatan aktivitas esterase.

3. Akumulasi Cu terhadap Morfologi Fitoplankton

Parameter morfologi P. multiseries (FSC dan SSC) tidak berubah secara

signifikan antara perlakuan (Tabel 1). Sebaliknya, P. delicatissima pada FSC secara

signifikan lebih tinggi dalam sel yang terpapar tembaga dibandingkan dengan

kontrol. P. delicatissima pada SSC juga secara signifikan lebih tinggi dalam sel yang

terpapar tembaga untuk 48 jam pertama. Peningkatan FSC dan SSC P. delicatissima

menunjukkan bahwa sel-sel ini mungkin telah mengalami reorganisasi dan/atau

pembengkakan sitoplasma sel, hal ini mungkin disebabkan terjadinya

permeabilisation sel.

Tabel 1. Efek selama 96 jam pemaparan tembaga dengan dosis yang berbeda pada P.

delicatissima terhadap parameter fisiologi dan morfologi

4. Asam Domoic pada Fitoplankton

Konsentrasi DA seluler yang ada pada P. multiseries tidak mengalami

perbedaan secara signifikan antara sel terkontrol dan sel yang terpapar tembaga.

Pemaparan tembaga P. delicatissima selama peningkatan konsentrasi tembaga

Page 9: Efek Paparan Tembaga Fix

untuk produksi DA tidak terdeteksi, hal ini dapat dikatakan bahwa paparan tembaga

tidak menstimulasi keadaan non toksik menjadi toksik.

DA Ekstraseluler tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan

atau persentase sel hidup P. Delicatissima. Tidak ada efek yang berinteraksi antara

tembaga dan konsentrasi DA yang terdeteksi. Konten DA (baik seluler dan terlarut)

tidak mengalami perubahan meskipun terkena paparan tembaga, hal ini

menunjukkan bahwa DA tidak memiliki efek protektif terhadap tembaga dan terutama

bermanfaat bagi pertumbuhan bakteri P. delicatissima. Dengan demikian produksi

DA tidak menunjukkan perbedaan kepekaan terhadap tembaga antara spesies yang

beracun dan yang tidak beracun.

5. Akumulasi Cu terhadap Pertumbuhan Bivalvia

Gambar 4. Pengaruh Cu pada Pertumbuhan P. marinus

Cu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pertumbuhan P.

Marinus. Replikasi P.marinus menurun secara signifikan dalam media kultur yang

berisi 15 dan 40 mg L-1 Cu. Sebaliknya, rendahnya tingkat Cu (0,1 mg L-1)

merangsang pertumbuhan P. marinus meskipun efek ini kecil dan hanya signifikan

pada hari ke 6 dan 7.

Selama 14 hari akumulasi Cu meningkat dua kali lipat. Walaupun akumulasi

Cu dapat menekan hemosit apoptosis secara in vivo dalam tiram yang sebanarnya

dapat berfungsi sebagai media pertahanan alami dalam tiram, tetapi akumulasi Cu

dapat menekan replikasi P. marinus secara in vitro. Namun, penekanan hemosit

apoptosis oleh paparan Cu yang terlalu lama dapat mengganggu sistem kekebalan

pada tiram karena retensi sel yang rusak dan terinfeksi. Efek Cu pada hemosit tiram

dapat diimbangi dengan toksisitas langsung Cu terhadap P. marinus. Hal ini

menunjukkan bahwa Cu mungkin berguna sebagai agen terapi yang potensial

terhadap penyakit Dermo di tiram.

Page 10: Efek Paparan Tembaga Fix

E. Kesimpulan

Akumulasi Cu yang berlebihan di perairan akan menyebabkan efek terhadap

kegiatan organisme laut. Pada tiram (Crassostrea virginica), akumulasi Cu pada

hemosit, hemolymph, insang dan hepatopankreas meningkat secara signifikan, dan

peningkatan akumulasi Cu pada tiram akan menyebabkan penurunan P. Marinus yang

merupakan parasit internal tiram. Disisi lain, akumulasi Cu yang terlalu tinggi akan

menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh pada tiram.

Sedangkan pada fitoplankton (P. Multiseries dan P. Delicatissima), tingkat

respirasi pada P. delicatissima meningkat drastis dan kegiatan esterasenya lebih kecil,

sedangkan pada P. multiseries mengalami penurunan pada tingkat respirasi dan

kegiatan esterasenya lebih aktif dibandingkan dengan P. delicatissima. Kadar lemak

pada P. Multiseries dan P. Delicatissima meningkat pada saat terkena paparan

tembaga, selain itu pengaruh paparan Cu terhadap fisiologis sel P. Delicatissima dapat

menyebabkan stress yang tinggi, tetapi pada sel P. Multiseries menunjukkan stress yang

jauh lebih rendah. Asam domioc ekstraselular menyebabkan P. multiseries tidak tahan

terhadap paparan Cu dibandingkan dengan sel P. delicatissima.

Page 11: Efek Paparan Tembaga Fix

DAFTAR ISI

Foster, Brent, Snimar Grewal, Ondrea Graves, Francis M. Hughes Jr., dan Inna M.

Sokolova. 2011. Copper Exposure Affects Hemosyte Apoptosis and Perkinsus

marinus Infection in Eastern Oysters Crassostrea virginica (Gmelin). Jurnal Fish &

Shellfish Immunology 31 : 341-349.

Lelong, Aurelie, Dianne F. Jolley, Philippe Soudant, dan Helena Hegaret. 2012. Impact of

Copper Exposure on Pseudo-nitzschia spp. Physiology and Domoic Acid Production.

Jurnal Aquatic Toxicology 118-119 : 37-47.