ect

187
Mar 4 Pemeriksaan ECT dan Brain Mapping PERSIAPAN PEMERIKSAAN ECT DAN PERSIAPAN PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING Oleh : kelompok EVART MANOI DENIS MANANSAL JOANETE KOMALIG YULANDA TUMELENG NORMACHRISTI KOJONGIAN SERNI IRJAYANTI RONGA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO 2012

Upload: vandhika-wicaksono

Post on 21-Jan-2016

141 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ECT

TRANSCRIPT

Page 1: Ect

Mar4

Pemeriksaan ECT dan Brain Mapping

PERSIAPAN PEMERIKSAAN ECTDAN

PERSIAPAN PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING

Oleh : kelompok

EVART MANOIDENIS MANANSAL

JOANETE KOMALIGYULANDA TUMELENG

NORMACHRISTI KOJONGIANSERNI IRJAYANTI RONGA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2012

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

Page 2: Ect

A.    PERSIAPAN PEMERIKSAAN ECT

Pada penanganan klien gangguan jiwa di Rumah Sakit baik kronik maupun pasien baru biasanya

diberikan psikofarmaka ,psikotherapi, terapi modalitas yang meliputi terapi individu, terapi

lingkungan, terapi kognitif, terapi kelompok terapi perilaku dan terapi keluarga. Biasanya pasien

menunjukan gejala yang berkurang dan menunjukan penyembuhan, tetapi pada beberapa klien

kurang atau bahkan tidak berespon terhadap pengobatan sehingga diberikan terapi tambahan

yaitu ECT (Electro Convulsive Therapy).

a. Pengertian

Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik

digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup

menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik

tercapai.Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT

menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan

serotinin) mirip dengan obat anti depresan.

b. Indikasi

1. Gangguan afek yang berat: :pasien dengan depresi berat atau gangguan bipolar, atau depresi

menunjukkan respons yang baik pada pemberian ECT (80-90% membaik versus 70% atau lebih

dengan antidepresan). Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas (seperti insomnia, konstipasi;

riwayat bunuh diri, obsesi rasa bersalah, anoreksia, penurunan berat badan, dan retardasi

psikomotor) cukup bersespon.

2. Skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan respons yang

baik dengan ECT. Tetapi pada keadaan schizofrenia kronik hal ini tidak teralalu berguna.

c. Kontraindikasi

1) Tumor intra kranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran

Page 3: Ect

3) Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.

4) Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung.

5) Asthma bronchiale, dapat memperberat keadaan penyakit yang diderita

d. Komplikasi

1) Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi berakhir 2-3 bulan

(tetapi kadang-.kadang lebih lama dan lebih berat dengan metode bilateral, jumlah terapi yang

semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan adanya organik sebelumnya.

2) Sakit kepala, mual, nyeri otot.

3) Kebingungan.

4) Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal

5) Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik.

6) Risiko anestesi pada ECT, atropin mernperburuk glaukom sudut sempit, kerja Suksinilkolin

diperlama pada .keadaan defisiensi hati dan bisa menyebabkan hipotonia.

e. Persiapan ECT (Pra-ECT)

1) Lengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik, konsentrasikan pada peme¬riksaan jantung dan

status neurologic, pemeriksaan darah perifer lengkap, EKG, EEG atau CT Scan jika terdapat

gambaran Neurologis tidak abnormal. Hal ini penting mengingat terdapat kontraindikasi pada

gangguan jantung, pernafasan dan persarafan.

2) Siapkan pasien dengan, informasi, dan. dukungan, psikologis.

3) Puasa setelah tengah malam.

4) Kosongkan kandung kemih dan lakukan defekasi

5) Pada keadaan ansietas berikan 5 mg diazepam 1-2 jam sebelumnya

6) Antidepresan, antipsikotik, diberikan sehari sebelumnya

7) Sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan (dan sejenisnya) harus dihentikan -sehari sebelumnya.

f. Pelaksanaan ECT

1) Buat pasien merasa nyaman. Pindahkan ke tempat dengan permuka¬an rata dan cukup keras.

2) Hiperekstensikan punggung dengan bantal.

3) Bila sudah siap, berikan premedikasi dengan atropin (0,6-1,2 mg SC, IM atau IV).

Antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal.

4) Sediakan 90-100% oksigen dengan kantung oksigen ketika respirasi tidak spontan.

5) Beri natrium metoheksital (Brevital) (40-100 mg IV, dengan cepat). Anestetik barbiturat kerja

Page 4: Ect

singkat ini dipakai untuk menghasilkan koma yang ringan.

6) Selanjutnya, dengan cepat berikan pelemas otot suksinilkolin (Anectine) (30-80 mg IV, secara

cepat awasi kedalaman relaksasi melalui fasikulasi otot yang dihasilkan) untuk menghindari

kemungkinan kejang umum (seperti plantarfleksi) meskipun jarang.

7) Setelah lemas, letakkan balok gigi di mulut kemudian berikan stimulus listrik (dapat dilakukan

secara bilateral pada kedua pelipis ataupun unilateral pada salah satu pelipis otak yang dominan)

g. Post ECT

1) Awasi pasien dengan hati-hati sampai dengan klien stabil kebingungan biasanya timbul

kebingungan pasca kejang 15-30 menit.

2) Pasien berada pada resiko untuk terjadinya apneu memanjang dan delirium pascakejang (5 10

mg diazepam IV dapat membantu)

B.     PERSIAPAN PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING

Pengertian

Kecelakaan fisik yang terjadi pada otak seperti gegar otak, radiasi otak, gangguan yang

disebabkan oleh racun dari luar, seizure disorder, Alzheimer , anoxia dan infeksi pada otak (spt.,

peradangan selaput otak) yang disertai perubahan aktivitas gelombang otak, ADD, OCD,

anxiety, depresi dan seseorang yang lemah dalam belajar merupakan ciri-ciri adanya

permasalahan pada gelombang otak manusia.

EEG Brain MappingEEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk mencatat

aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG (Quantitative EEG) atau dikenal

pula dengan sebutan "brain mapping", memberikan data yang komprehensif tentang gelombang

Page 5: Ect

otak dan memberikan analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG. QEEG

bekerja menyerupai cara kerja EEG, akan tetapi data yang diperoleh dari QEEG bisa

ditampilkan dalam berbagai jenis sesuai kebutuhan, bisa dalam bentuk gambar topografi, berupa

diagram, atau beropa gambar-gambar yang menunjukkan aktivitas pada bagian cortex (luar

otak).

Prosedur

Prosedur Brain Map meliputi menempatkan elektroda di berbagai area pada kulit kepala sebagai

sarana untuk mengukur aktivitas gelombang otak dari klien (EEG). Sesuatu berbentuk gel

ditempelkan pada setiap elektroda untuk mendapatkan sinyal yang baik. Prosedur yang dilakukan

non-invasif dan tidak menimbulkan rasa sakit. Tidak ada sesuatu pun yang dimasukkan ke dalam

otak. Electroencephalogram secara murni hanya menggambarkan gelombang listrik di dalam

otak. Rekaman EEG diambil dalam beberapa kondisi atau tes.

Kondisi yang direkam adalah pada saat a)mata tertutup, b)mata tertutup, c) membaca untuk

memahami atau mengerjakan soal matematika dengan tingkat kesulitan tertentu. Analisis

statistik membandingkan data subjek dengan database normative dari anak maupun orang

dewasa lainnya. Data kemudian dievaluasi berdasarkan persentase yang ada dan kemudian

dibandingkan dengan database normatif dari kebervariasian yang ada.

Sementara teknik-teknik lain (CT, MRI, PET, SPECT dll.) cenderung mengukur aliran darah ke

otak, metabolisme otak atau mengamati bagian-bagian otak, QEEG justru mengukur arus listrik

yang dihasilkan oleh otak atau biasa disebut gelombang otak. QEEG menyediakan data analisis

yang sebetulnya sangat kompleks tentang gelombang otak dengan karakteristik khusus baik itu

secara simetris, tahap-tahap perubahannya, hubungan antara satu dengan lainnya, luas

gelombang otak yang dihasilkan, power dan gelombang otak yang dominan. Faktanya, gangguan

kecil pada gelombang otak bisa jadi adalah pertanda awal dari permasalahan besar yang bisa

terjadi pada otak dan tubuh kita.

Hasil laporan dari alat QEEG akan dibandingkan dengan data normatif. Data normatif ini

merupakan data yang diperoleh dari pencatatan otak pada kurang lebih ratusan otak pada

Page 6: Ect

manusia yang sehat. Perbandingan tersebut disebut sebagai Z scores, Yang mana

menggambarkan selisih antara data normatif dengan data klien yang bermasalah.

Penggunaan utama dari QEEG adalah untuk memeriksa pola struktur dan frekwensi gelombang

otak serta untuk membantu seseorang yang akan menjalani proses terapi neurotherapy sehingga

nantinya memiliki perhitungan yang tepat sehingga bisa seperti gelombang otak yang normal

lainnya.

QEEG bukan merupakan alat yang menciptakan diagnosa, akan tetapi merupakan alat untuk

membantu terapis dalam menentukan diagnosa. QEEG diciptakan bukan untuk mengganti peran

EEG; hal itu merupakan dua hal yang berbeda terutama bagi Spesialis Otak yang menggunakan

EEG dan bukan QEEG dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry. California: Year

Book Medical Publishers

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (2000). Synopsis of Psychiatry. New York: Williams

and Wilkins

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed ke-7).

St. Louis: Mosby, Inc.

http://www.neurotherapy.asia/eeg_brain_mapping.htm

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakangSalah satu terapi pada psikiatri atau dunia kedokteran jiwa yang tidak banyakdiketahui oleh banyak masyarakat adalah suatu terapi kejut dengan menggunakansebuah instrumen khusus yang

Page 7: Ect

dinamakan sebagai ECT (Electro ConvulsionTherapy). Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengandipasung, dirantai, atau diikat, lalu ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa,sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat. Terapi dalam gangguan jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan farmakologi tetapi juga denganpsikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau penyakit pasienyang akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapitotal.Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dancara tertentu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk menimbulkankejang grand mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrodayang dipasang pada satu atau dua “temples”(Stuard,2007). Pada pelaksanaanpengobatan ECT, mekanismenya sebenarnya tidak diketahui, tapi diperkirakanbahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia dalam otak. Suatupeningkatan kadar norefinefrin dan serotonin, mirip efek obat antidepresan.Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek sampingyang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saatpasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yangdisertai dengan kehilangan memori (Erlinafsiah, 2010).EEG Brain MappingEEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG (Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping", memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan memberikan analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG. QEEG bekerja menyerupai cara kerja EEG, akan tetapi data yang diperoleh dari QEEG bisa ditampilkan dalam berbagai jenis sesuai kebutuhan, bisa dalam bentuk gambar topografi, berupa diagram, atau beropa gambar-gambar yang menunjukkan aktivitas pada bagian cortex (luar otak).

Tujuan Umum1.   Penulis dapat memahami dan mengerti tentang persiapan pemeriksaan ECT.2.      Penulis dapat memahami dan mengerti tentang persiapan pemeriksaan brain mapping

Tujuan Khusus1. penulis mampu melakukan intervensi peda pemmeriksaan ECT dan Brain mappingManfaat PenulisanUntuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang persiapan pemeriksaan ECT dan persiapan pemeriksaan brain mappingSistematika PenulisanBAB I : Pendahuluan, Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Manfaat Penelitian,Sistematika Penulisan.BAB II : A.Pengertian, Indikasi, Kontraindikasi,Komplikasi, Persiapan ECT(pra ECT), Penatalaksanaan ECT, Post ECT. B.Pengertian, Prosedur .BAB III : Kesimpulan.

Page 8: Ect

BAB IIIKESIMPULAN

A.    ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik danmenimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalahbentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yangditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall. Therapi ECTmerupakan peubahan untuk penderita psikiatrik berat, dimana pemberian arus listriksingkat dikepala digunakan untuk menghasilkan kejang tonik klonik umum.Padaterapi ECT ini,ada efek samping yang di hasilkan.Oleh karena itu perawat harusmemperhatikan efek samping yang akan terjadi.Dan peran perawat dalam terapiECT yaitu perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat danmengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akandilakukan.

B.     EEG Brain MappingEEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG (Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping", memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan memberikan analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG.

DAFTAR ISI

Cover 1

Daftar Isi 2

Page 9: Ect

BAB 1 Pendahuluan 3

a. Latar belakang 3

b. Tujuan Umum 4

c. Tujuan Khusus 4

d. Manfaat penulisan 4

e. Sistematika penulisan 4

BAB II Laporan Pendahuluan 5

A. Pengertian 5

Indikasi 5

Kontraindikasi 6

Komplikasi 6

Persiapan ECT(pra ECT) 6

Penatalaksanaan ECT 7

Post ECT 7

B.Pengertian 8

Prosedur 8,9

BAB 111 Kesimpulan 10

Daftar Pustaka 11

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

Sistem Neurobehavior

1.

Mar

4

Page 10: Ect

Kejang Demam

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kejang demam merupakan kejang yang cukup sering dijumpai pada anak-

anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun, gejalah-gejalah yang timbul dapat

bermacam-macam tergantung di bagian otak mana yang terpengaruh, tetapi

kejang demam yang terjadi pada anak adalah kejang demam umum.

Faktor resiko utama yang umum menimpa anak di usia 6 bulan– 5 tahun

adalah demam tinggi yang bisa disebabkan oleh infeksi ekstrakarnial seperti

ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu

tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang

mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan

otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak

tersebut akan mengalami kejang.

Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang

tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat

penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama

frekuensinya dari kejang pertama. Timmbulnya kejang pada anak akan

menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya respirasi

atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan

obstruksi pada jalan napas.

B.     Tujuan Penulisan

  Tujuan Umum

Page 11: Ect

Untuk mengetahui masalah-masalah yang terkait pada anak, yang

berhubungan dengan masalah kejang dan demam

  Tujuan Khusus

Untuk mengetahui masalah-masalah yang terkait dengan penanganan

kejang dan demam pada anak.

C.    Manfaat Penulisan

  Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui masalah-masalah secara jelas tentang

penanganan kejang dan demam pada anak

  Bagi Masyarakat

Masyarakat mampu mengatasi akan terjadinya kejang dan demam pada

anak

D.    Sistematika Penulisan

Pada Bab I makalah ini membahas tentang latar belakang, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Pada Bab II membahas tentang

pengertian kejang demam, etiologi kejang demam, klasifikasi kejang demam,

patofisiologi, prognosis, faktor resiko yang berulangnya kejang demam dan

terjadinya epilepsi, pemeriksaan dan penatalaksanaan. Pada Bab III yaitu penutup

yang berisi kesimpulan dari isi makalah dan saran bagi pembaca.

Page 12: Ect

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakarnium. Kejang demam pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun, dan

banyak terjadi pada usia 17-23 bulan. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa

demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan

kejang berulang tanpa demam.

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami

kejang didahului dengan demam, kemungkinan lainn harus dipertimbangkan

misalnya infeksi sistem saluran pernapasann atau epilepsi yang kebetulan terjadi

bersama demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti

meningitis. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan

Page 13: Ect

kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan

saraf pusat.

B.     Etiologi

Kejang demam terjadi karena aktivitas listrik di otak terganggu oleh

demam. Kejang demam dapat merupakan tanda pertama penyakit. Sebagian

beesar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama penyakit dan tidak selalu saat

demam tertinggi. Penyakit yang dapat menyebabkan kejang demam adalah flu,

pilek, infeksi telinga dan infeksi lai yang biasanya tidak serius.

Namun, penyakit serius seperti pneumonia dan meningitis juga dapat

menjadi penyebabnya. Kecenderungan untuk mendapatkan kejang demam

diwariskan dalam keluarga. Resiko anak memiliki kejang demam adalah 10-20%

bila salah satu orang tuanya pernah menndapatkannya. Resiko meninngkat

menjadi sekitar 30% jika kedua orang tua dan saudara kandung pernah

mendapatkannya.

C.    Klasifikasi Kejang Demam

a.      Kejang Demam Sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit

dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang

demam.

Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam

sederhana, kejang timbul bukan karena infeksi sendiri, akan tetapi oleh

kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada

radang telinga tengah yang akut dan sebagainya. Bila dalam riwayat

penderita pada umur-umur sebelumnya terdapat periode-periode dimana

anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami

Page 14: Ect

kejang, maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati-hati,

mungkin kejang yang ini ada penyebabnya.

Pada kejang demam sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu

sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak

mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu

yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting unntuk menimbulkan

kejang.

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum

biasanya bersifat tonik-klonik. Kejang dapat juga berulang tapi hanya

sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,

umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang

demam sederhana masih mungkin.

b.      Kejang Demam Kompleks

Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1)      Kejang lama lebih dari 15 menit

2)      Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum

didahului kejang parsial

3)      Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara

bangkitan kejang anak tidak sadar, serta kejang berulang

terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang

demam.

c.       Kejang Tonik

Kejang inni biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat

badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi

dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinnis kejang ini yaitu berupa

pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan

ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrassi atau ekstensi

Page 15: Ect

tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk

kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap

epistotonus yang disebabkan oleh rangsangan meningkat karena infeksi

selaput otak.

d.      Kejang Klonik

Kejang ini dapt berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan

pemulaan fokal dan multifokal berpinndah-pindah. Bentuk klinis kejang

klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak

disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.

Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio serebri akibat trauma

fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensapalopati metabolik.

e.       Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi

lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.

Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan

pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran

EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

D.    Patofisiologi

Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran

selneuron adn dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui

membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya

muatan listrik ini demikian besarnya sehinngga dapat meluas keseluruh sel

maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada

Page 16: Ect

umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang

yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot seklet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi alterial disertai denyut jantung yang tidak

teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak

meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbulnya edema otak

yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial

lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat

menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,

karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan

anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.

E.     Prognosis

a.       Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal

pada pasien. Penelitian lain melaporkan kelainan neurologis pada

sebagian kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan

kejang lama atau kejang berulang. Kejang yang lebih dari 15 menit

diduga biasanya menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila

tidak diterapi dengan baik kejang demam dapat berkembang menjadi

kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25%-50%,

epilepsi, kelainan motorik, serta gangguan mental dan belajar.

b.      Kemungkinan mengalami kematian.

F.     Faktor Resiko Berulangnya Kejang Demam dan Terjadinya Epilepsi

Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :

1)      Riwayat kejang demam dalam keluarga

2)      Usia kurang dari 12 bulan

Page 17: Ect

3)      Temperatur yang rendah saat kejang

4)      Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor ini ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10%-15%.

Faktor resiko terjadinya epilepsi adalah :

1)     Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama.

2)     Kejang demam kompleks.

3)     Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

G.    Pemeriksaan Penunjang

1.      EEG : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2.      Pemindaian CT : menggunnakan kajian sinar-X yang lebih sensitif dari

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3.      MRI : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik

dengan gelombang radio berguna untu memperlihatkan daerah-daerah

otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

4.      PET : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu

menetapkan lokasi lesi, pperubahan metabolik atau aliran darah dalam

otak.

5.      Uji laboratorium

H.    Penatalaksanaan

1.      Penatalaksanaan Saat Kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat. Apabila datang dalam

keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang

adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam

intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan

1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal

20mg.

Page 18: Ect

Obat yang praktis yang dapat diberikan oleh orang tua di rumah

adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah

0,5-0,7mg/kgBB atau diazepam rektal 5mg untuk anak dengan berat

badan kurang dari 10kg dan 10mg untuk berat badan lebih dari 10kg.

Atau diazepam rektal dengan dosis 5mg untuk anak dibawah usia 3

tahun atau 7,5mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti dapat

diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu

5 menit. Bila setelah pemberian dizepam rektal masih tetap kejang,

dianjurkan ke rumah sakit karena di rumah sakit dapat diberikan

diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10 ± 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti

dosis selanjutnya adalah 4 ± 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah

dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien

harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti,

pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor

resikonya.

2.      Pemberian Obat Pada Saat Demam

a.       Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

resiko terjadinya kejangdemam, namun para ahli di Indonesia

sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol

yang digunakan adalah 10 ± 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali

sehari dan tidak lebihdari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 ± 10

mg/kgBB/kali, 3 ± 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam

asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada

Page 19: Ect

anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam

asetilsalisilat tidak dianjurkan.

b.      Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada

saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % -

60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis

0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut

cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.Fenobarbital, karbamazepin

dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah

kejangdemam.

3.      Pemberiaan Obat Rumah

a.       Indikasi Pemberian Obat Rumah

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut:

1). Kejang lama > 15 menit.

2). Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy,

retardasi mental, hidrosefalus.

3). Kejang fokal.

4). Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :‡ Kejang berulang

dua kali atau lebih dalam 24 jam.‡ Kejang demam terjadi pada

bayi kurang dari 12 bulan.‡ Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit

merupakan indikasi pengobatanrumat.Kelainan neurologis tidak

nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan

merupakanindikasi pengobatan rumat.Kejang fokal atau fokal

menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus

organik.

b.      Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumah

Page 20: Ect

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan resiko berulangnya kejang.Berdasarkan bukti

ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan

obat dapatmenyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat

hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka

pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan

gangguan perilaku dan kesulitan belajar  pada 40 % - 50 % kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil

kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat

dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15

± 40 mg/kgBB/hari dalam 2 ± 3 dosis, dan fenobarbital 3 ±

4mg/kgBB/hari dalam 1 ± 2 dosis.

4.      Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.

Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa

anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangidengan cara

yang diantaranya:

o   Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai

prognosis baik. 

o   Memberitahukan cara penanganan kejang.

o   Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang

kembali.

o   Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif

tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

o    

5.      Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Terjadi Kejang

o   Tetap tenang dan tidak panik. 

o   Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

o   Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala

miring. Bersihkan muntahan ataulendir di mulut atau hidung.

Page 21: Ect

Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan

sesuatuke dalam mulut.

o   Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

o   Tetap bersama pasien selama kejang.

o   Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah

berhenti.

o   Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5

menit atau lebih.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektaldiatas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam ini terjadi pada anak yang berumur 6 bulan - 5 tahun. Faktor

resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat kejang

demamkeluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan

kecenderungan genetik.Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat,

problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium

rendah. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) berlangsung singkat,

kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk

umum tonik dan atau klonik, tanpagerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam

waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan80 % diantara seluruh kejang

demam. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) adalah kejang

dengan salah satu ciri berikut :a. Kejang lama lebih dari 15 menit. b. Kejang

fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.c.

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5. Pemeriksaan laboratorium tidak

dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapatdikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratoriumyang

dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.6. Pemeriksaan

cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkankemungkinan meningitis.

Page 22: Ect

B.     Saran

Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memanfaakan makalah ini untuk

menambah pengetahuan tentang penanganan kejang demam pada anak dan

dewasa yang berguna bagi profesinya dan dirinya sendiri.

Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaakan makalah ini untuk menambah

pengetahuan tentang penanganan kejang demam pada anak dan dewasa yang

berguna bagi kesahatan .

DAFTAR PUSTAKA

1.      Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi

15.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 ± 2060.

2.      Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia

Kedokteran No. 27.1982 : 6 ± 8.

3.      Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita

SelektaKedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas

Indonesia, Jakarta.2000 : 48, 434 ± 437.

4.      Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus

PenatalaksanaanKejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak

Indonesia, Jakarta. 2006 :1 ± 14.

Page 23: Ect

5.      Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF

IlmuKesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 ± 273.6. Staf Pengajar

Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu KesehatanAnak FKUI

Jakarta. 1985 : 25, 847 ± 855.

Page 24: Ect

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

2.

Mar

4

Tekanan Intrakranial

BAB I

PENDAHULUAN

A.         LATAR BELAKANG

Peninggian tekanan intrakranial (TIK/ICP, Intracranial Pressure) merupakan

bencana sejak masa awal bedah saraf, dan tetap merupakan penyebab kematian paling

sering pada penderita bedah saraf. Ini terjadi pada penderita cedera kepala, stroke

hemorrhagic dan trombotik, serta lesi desak ruang seperti tumor otak. Massa

intracranial bersama pembengkakkan otak meninggikan TIK dan mendistorsikan

otak.

Cara untuk mengurangi TIK dengan cairan hipertonik yang mendehidrasi otak,

menjadi bagian penting pada tindakan bedah saraf. Beberapa proses patologi yang

mengenai otak dapat menimbulkan peninggian tekanan intrakranial. Sebaliknya

Page 25: Ect

hipertensi intrakranial mempunyai konsekuensi yang buruk terhadap outcome pasien.

Jadi peninggian TIK tidak hanya menunjukkan adanya masalah, namun sering

bertanggung-jawab terhadapnya Walau hubungan antara pembengkakan otak dengan

hipertensi. intrakranial dan tanda-tanda neurologi yang umum terjadi pada herniasi

tentorial, hingga saat ini sedikit informasi direk tentang kejadian, derajat dan tanda

klinik yang jelas dari peninggian TIK.

Sebabnya adalah bahwa tekanan jarang yang langsung diukur intrakranial. Untuk

itu, pengukuran dilakukan pada rongga subarakhnoid lumbar dan hanya kadang-

kadang dicatat serta pada waktu yang singkat pula.

Pungsi lumbar tidak hanya memacu herniasi tentorial atau tonsilar, namun juga

tekanan yang terbaca lebih rendah dari yang sebenarnya. Sejak Lundberg

memperkenalkan pemantauan yang sinambung terhadap TIK dalam praktek bedah

saraf tahun 1960, telah banyak peningkatan pengetahuan atas TIK dan

pengelolaannya. Pada saat yang sama timbul kontroversi atas pemantauan TIK.

Sebagian menganggap teknik ini merupakan bagian dari perawatan intensif dan

berperan dalam pengelolaan setiap pasien koma. Lainnya mengatakan bahwa tidak

ada hubungan bahwa pemantauan TIK mempengaruhi outcome dan hanya menambah

risiko karena tindakan yang invasif tersebut. Pemantauan sinambung sebenarnya

sudah dikenalkan oleh Guillaume dan Janny 1951. Sejak awal 1970 lebih mendapat

perhatian seiring dengan majunya tehnologi yang bersangkutan.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemantauan TIK merupakan satu-satunya

cara untuk memastikan dan menyingkirkan hipertensi intrakranial. Bila hipertensi

terjadi, pemantauan TIK merupakan satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk

menilai tentang kerja pengobatan dan memberikan kesempatan dini untuk mengubah

pilihan terapi bila tampak kegagalan. Bila tak terdapat peninggian TIK, pengobatan

yang potensial berbahaya dapat dihindari. Bila pasien dalam keadaan paralisa atau

tidur dalam, pengamatan neurologis konvensional tidak ada gunanya dan pemantauan

TIK dapat memberikan nilai tekanan perfusi serebral dan indeks dari fungsi serebral.

Page 26: Ect

B.         TUJUAN

a.       Tujuan Umum

-          mahasiswa mampu memahami dan mengerti asuhan keperawatan pada pasien

yang menderita tekenen intra kranial

b.      Tujuan Khusus

-          Menjelaskan pengertian dari tekenen intra kranial

-          Menyebutkan dan menjelaskan etiologi dari tekenen intra kranial

-          Menyebutkan manifestasi klinis dari tekenen intra kranial

-          Menjelaskan patofisiologi dari tekenen intra kranial

-          Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan dari tekenen intra kranial

-          Menyebutkan komplikasi dari tekenen intra kranial

-          Membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita

tekenen intra kranial

c.       Metode penulisan

1.      Bab I terdiri dari latarbelakang yang menjelaskan tentang enekanan

intrakarnial

2.      Bab II terdiri dari Pengertian, Tanda Dan Gejala Spesifik

Peningkatanantekananintrakranial,Etiologi,Pathofisiol-Ogi Anatomi Dan

Fisiolog Manifestasi Klinik, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik,

Pengkajian, Diagnosa Keperawatan

Page 27: Ect

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.         PENGERTIAN

Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal dalam

ventrikel otak. Secara umum istilah Penekanan tekanan intrakarnial adalah fenomena

dinamik yang berfluktuasi sebagai respon dari berbagai faktor penyebab. Dalam

keadaan normal Penekanan tekanan intrakarnial harus kurang dari 10 mmHg, bila

diukur dengan alat pengukur yang dipasang setinggi foramen Monro dalam posisi

bwebaring. Beberapa pakar menganggap nilai normal antara0 – 10 mmHg.

Meninggikan letak kepala atau berdiri akan menurunkan Penekanan tekanan

intrakarnial, sedangkan batuk, bersin, atau mengeden (manuver Vaisava) akan

meningkatkan Penekanan tekanan intrakarnial.

Istilah Penekanan tekanan intrakarnial jangan dianggap sebagai peninggian

menyeluruh di dalam kranial. Karena tekanan sebenarnya berbeda-beda didalam otak.

Sebagai contoh, tekanan pada jaringan otak yang berdekatan dengan suatu tumor

mungkin dapat meningkat, tetapi tekanan di dalam ventrikel beluym tentu.

Penekanan tekanan intrakarnial juga tidak selalu dapat disamakan dengan adanya

meninggian tekanan dispinal saat melakukan punksi lumbal. Berarti dikenal adanya

istilah Penekanan tekanan intrakarnial Regional (Penekanan tekanan intrakarnial pada

suatu daerah tertentu diotak).

A.    TANDA DAN GEJALA SPESIFIK PENINGKATANAN TEKANAN INTRA

KRANIAL

Tanda dan gejala spesifik Penekanan tekanan intrakarnial adalah sebagai berikut :

1.      Awal

Page 28: Ect

-          Penurunan derajat kesadaran (mis : delirium, gelisah, letargi)

-          Disfungsi pupil

-          Kelemahan motorik (mono atau hemiparesis)

-          Defisit sensorik

-          Paresis nervus kranial

-          Kadang-kadang disertai nyeri kepala

-          Kadang-kadang disertai bangkitan / kejang

2.      Lanjut

-          Lebih memburuknya derajat kesadaran (mis : stupor, soporokomatus, koma)

-          Mungkin disertai muntah

-          Nyeri kepala

-          Hemiplegia, dekortiasi, atau deserebasi

-          Pemburukan tanda vital

-          Pola pernafasan ireguler

-          Gangguanreflek batang otak (mis : gangguan reflrks kornea, refleks muntah)

Perwujudan klinis gejala dan tanda klinik Penekanan tekanan intrakarnial tergantung

dari :

1.      Lokasi kompartemen mana terdapatnya kelainan

2.      Lokasi spesifik dari massa ( hemisfer cerebral, batang otak atau cerebelum0

3.      Derajat kemampuan kompensasi bagian otak yersebut.

Karena pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut diatas, maka perlu sekali mengetahui

cara pemeriksaan neurologik. Untuk memudahkan akan diuraikan secara singkat temuan

– temuan diatas.

1.      Pemburukan derajat kesadaran

Pemburukan derajat kesadarn tak selalu memperburuknya umum bagian otak, tetapi

merupakan peringkat sensitif dan dapat dipercaya untuk mengenali adanya kemungkinan

memburukkan kondisi neurologik. Penurunan derajat kesadaran dikarenakan :

Page 29: Ect

a.       Sebagian besar otak terbenrtuk dari sel – sel tubuh yang sangat khusus,

tetapi sensitif terhadap perubahan Kadar oksigen. Respon otak terhadap

tidak mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan

gangguan daya nalar (kognisi)

b.      Fluktuasi tekanan intrakarnial akibat perubahan fisikpembuluh darah

terminal.

Oleh karena itu gejala awal dari penurunan derajat kesadaran adalah somnolen,

delirium dan letargi. Penderita menjadi disorientasi, mula – mula terhadap waktu,

lalu tempat, dan akhirnya dalam hal memgenali seseorang, Dengan semakin

meningginya TIK, derajat kesadaran semakin rendah , dimana rangsang nyeri

mulai memberi reaksi adequat, hingga akhirnya komplikasi.

2.      Disfungsi pupil

Akibat peninggian tekanan intrakarnial supratentorial atau oedema otak, perubahan

ukuran pupil terjadi. Tidak saja ukuran pupil yang berubah, tetapi dapat juga bentuk dan

reaksi terhadap cahaya. Pada tahap awal ukuran pupil menjadi berdiameter 3,5 mm atau

disebut sebagaui ukuran tengah. Lalu makin melebar (dilatasi) secara bertahap.

Bewntuknya dapat berubah menjadi Nmelonjong dan reaksi tyerhadap cahaya menjadi

lamban. Perlambatan reaksi cahaya dan tau perubahan melonjong, merupakan gejala awal

dari penekanan pada syaraf okulomotor. Karena sumber Penekanan tekanan intrakarnial

cenderung berdampak sesuai kompartemen pada tahap awal, disfungsi pupil masih

ipsilateral (pada sisi yang yang sam,a terhadap penyebabnya). Pada tahap lanjut

Penekanan tekanan intrakarnial, pupil ipsilateral berdilatasi bilateral dan non reaktif

terhadap cahaya. Pupil menjadi berdilatasi bilateral dan non reaktif pada fase terminal,

karena Ptik menyebabkan proses herniasi.

3.      Abnormalitas visual

Devisit visual dapat terjadi sejak gejala masih awal. Gangguan tersebut dapat berupa :

ketajaman visus, kabur dan diplopia. Menurutnya ketajaman penglihatan dan penglihatan

kabur adalah keluhan yang sering terjadi, karena diperkirakan akibat penekanan syaraf –

syaraf nervus optikus (N. 11) melintasi hemisfer cerebri. Diplopia berkaitan dengan

Page 30: Ect

kelumpuhan dari satu atau lerbih syaraf – syaraf penggerak bola mata ekstra- okuler (N.

III, IV, VI) Sehingga pasien melihat dobel pada posisi tertentu. Gejala – gejala visual

semakin menonjol seiring semakin m,eningkatnya TIK.Pemburukan fungsi motori. Pada

tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanan traktus piramidalis

kontra lateral pada massa. Pada tahap[ selanjutnya hemiplegia, dekortikasi dan

deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir (terminal menjelang

mati) penderita menjadi flasid bilateral.Secara klinis sering terjadi keracunan dengan

respon primitif perkembangan manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple

fleksion). Trifleklsi terjadi akibat aktivasi motoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi

otot – otot fleksosr menjauhi rangsang nyeri (otot – otot fleksor dipergelangan lutut, kaki,

dan panggul me- ngkontraksikankeempatanggota badan kearah badan). Trirefleks ini

merupakan bentuk primitif refleks spinal.

4.      Nyeri kepala

Pada tahap paling awal Penekanan tekanan intrakarnial, beberapa penderita mengeluh

nyeri kepala ringan atau samar – samar. Secara umum, nyeri kepala sebenarnya tidak

terlalu sering terjkadi seperti diperkirakan banyak orang. Bnyeri kepala terjadi akibat

pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri (duramater, pembuluh darah besar

basis kranji, sinus nervus dan bridging veins0. Nyeri terjadiakibat penekanan langsung

akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering

dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi hari. Hari ini

dikarenakan secara normal terjadi peningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi

saat pagi harii, ,dimana pada saat tidur menjelang bangun pagi fase REM mengaktifkan

metabolisme dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.

5.      Muntah

Muntah akibat Penekanan tekanan intrakarnial tidak selalu sering dijumpai pada orang

dewasa. Muntah disebabkan adanya kelainan di infratentorial atau akibat penekanan

langsung pada pusat muntah. Kita belum mengerti secara lengkap bagaimana mekanisme

refleks muntah terjadi. Muntah dapat didahului oleh mual / dispepsia atau tidak.

Page 31: Ect

Seandainya didahului oleh perasaan mual / dispepesia, berarti terjadi aktivasi saraf – saraf

ke otot Bantu pernafasan akibat kontraksi mendadak otot –otot abdomen dan thorak.

6.      Perubahan tekanan darah dan denyut nadi

Pada tahap awal tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil pada tahap selanjutnya

karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah. Penekanan ke batang

otak menyebabkan susasana iskemik di pusat vasomotorik di batang otak. Seiring dengan

meningkatnya TIK, refleks rtespon Chusing teraktivasi agar tetap menjaga tekanan

didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi daripada TIK. Dengan meningginya

tekanan darah, curah jantunmgpun bertambah dengan meningkatnya kegiatan pompa

jantung yang tercermin dengan semakin memburuknya kondisi penderita akan terjadi

penurunan tekanan darah. Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan

semakin meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun kearah 60 kali permenit

sebagai usaha kompensasi. Menurunnya denyut nadi dan “ isi “ denyut terjadi sebagai

upayta jatung untuk memompa akan ireguler, cepat, “ halus “ dan akhirnya menghilang.

7.      Perubahan pola pernafasan

Perubahan pola pernafasan merupakan pencerminan sampai tingkat mana TIK. Bila

terjadi PTIK akut sering terjadi oedema pulmoner akut tanpadistress syndrome (ARDS)

atau dissminated intravaskular coangulopathy (DIC)

8.      Perubahn suhu badan

Peningkatansuhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi hipothalamus. Pada fase

kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Pada fase dekompensasi

akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangat tinggi. Menaioknya suhu

badan dapat juga terjadiakibat infeksi sekunder, tetapi jarang yang mencapai sangat tinggi

sebagaiman halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus. Hilangnya reflek – reflek

batang otak. Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat

hilangnya atau disfungsi reflek – reflek batang otak. Refleks – refleks ini diantaranya :

refleks kornea, oukosefalik, dan aukulovestibuler. Prognosis penderita akan menjadi

buruk bila terjadi refleks – refleks tersebut.

Page 32: Ect

9.      Papiludema

Tergantung keadaan yang ada, pail oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau memang

sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan tyerjadi seandainya belum

menjadi ingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya papiloedema

tak beraarti tak ada PTIK. Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK terjadi secara

bertahap.

a.       Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi

venous outflow.

b.      Penumpukan secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi bila posisi pasien

tidak di rubah setiap 2 jam.

c.       Nyeri atau kegelisahan akan meningkatkan TIK.

d.      Herniasi batang otak di akibatkan dari peningkatan TIK yang berlebihan,

bila tekanan bertambah di dalam ruang cranial dan penekanan jaringan

otak ke arah batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak

menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan

penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan anoksia otak yang

dapat pulih dan mati-otak.

e.       Diabetes insipidus (DI) merupakan hasil dari penurunan sekresi hormone

anti-diuretik. Urine pasien berlebihan. Terapi yang diberikan terdiri dari

volume cairan, elektrolit pengganti dan terapi vasopressin (desmopresin,

DDAVP).

f.       Sindrom Ketidaktepatan Hormon Anti-Diuretik (SIADH) adalah akibat

dari peningkatan sekresi hormon anti-diuretik. Pasien mengalami volume

berlebihan dan menurunnya jumlah urine yang keluar. Pengobatan SIADH

berupa pembatasan cairan dan pemberian fenitoin untuk menurunkan

pengeluaran ADH atau dengan litium untuk meningkatkan pengeluaran

air.

B.         ETIOLOGI

Page 33: Ect

Pnekanan intrakarnial secara umum dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu :

a.       Peninggian cerebral blood volume.

Hal ini dapat disebabkan karena peninggian central venous pressure dan

vasodilatasi serebral.

b.      Edema serebri.

Hal ini dapat disebabkan karena penurunan tekanan sistemik yang akan

menimbulkan penurunan cerebral perfusion pressure, selanjutnya akan

menurunkan cerebral blood flow sehingga menimbulkan hipoksia jaringan

otak. Jika hal ini berlanjut akan terjadi kerusakan otak kemudian

kerusakan blood brain barrier sehingga edema serebri.

c.       Obstruksi aliran CSS ( cairan serebro spinal ).

Hal ini dapat disebabkan karena efek massa, infeksi, perdarahan trauma,

dan lain-lain.

d.      Efek massa.

Hal ini dapat menimbulkan desakan dan peregangan mikrovaskuler

akibatnya terjadi pergeseran jaringan otak dan kerusakan jaringan.

Penyebab yang lainnya adalah :

a.       neurisma pecah dan pendarahan subarachnoid

b.      Tumor otak

Page 34: Ect

c.       Pendarahan otak hipertensi

d.      Pendarahan

e.       Cedera kepala parah

C.         PATHOFISIOLOGI

Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.

Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan

intracranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam

keadaan normal, tekanan intracranial dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat

meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari pada normal.

Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan

mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak menimbulkan

kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan rusaknya kehidupan

jaringan otak. Ruang intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai

kapasitasnya dengan unsure yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan

serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada

salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati

oleh unsure lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-Kellie

memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini

menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari

ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan

mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi

intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila

mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam

kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan

TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah

penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak kearah bawah atau horizontal

Page 35: Ect

(herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat

langsung pada fungsi syaraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap,

mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan

kematian neuronal. Tumor otak, cedera otak, edema otak, dan obstruksi aliran darah

CSF berperan dalam peningkatan TIK. Edema otak (mungkin penyebab tersering

peningkatan TIK) disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel,

hipoksia, iskemia otak, meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa

melihat factor penyebabnya. TIK pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah

cedera kepala, edema terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum.

Peningkatan TIK hingga 33 mmHg (450 mmH2O) menurunkan secara bermakna

aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang

pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat

inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat.

Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai reflek cushing, membantu

mempertahankan aliran darah otak. (akan tetapi, menurunnya pernapasan

mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu

menaikan tekanan intracranial). Tekanan darah sistemik akan terus meningkat

sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika TIK

melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang mengakibatkan kematian

otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat

menurun. Siklus deficit neurologik progresif yang menyertai kontusio dan edema otak

(atau setiap lesi massa intracranial yang membesar). Seperti pada gambar dibawah

peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya meningkatkan TIK, yang pada

gilirannya akan menurunkan CBF, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan

peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut

sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya edema secara progresif kecuali bila

dilakukan intervensi.

D.       ANATOMI DAN FISIOLOGI

Page 36: Ect

Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak, cairan

serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium

hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga

memiliki tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.

Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium.

SIRKULASI CAIRAN SEREBROSPINA

a.       Produksi

CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat,

dimana ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi

disini dan 30 % sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima

dan parenkhima otak. Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi

piamatervaskuler (tela khoroidea) yang membawa lapisan epitel pembungkus

dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai permukaan yang

berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral memiliki permukaan

40 sm2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada pusatnya yang mengandung

beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel permukaan sel

kuboid atau kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang

kompleks. Beberapa komponen plasma darah melewati dinding kapiler dan

epitel khoroid dengan susah payah, lainnya masuk CSS secara difusi dan

lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel khoroid. Transport

aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti gerakan

pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma

darah.

b.      Sirkulasi Ventrikuler

Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem

ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen

interventrikuler) keventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini

keluar melalui foramina diatap ventrikel keempat kesisterna magna.

c.       Sirkulasi Subarakhnoid

Page 37: Ect

Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan

melalui pintu tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk

mencapai rongga subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

d.      Absorpsi

Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villa

arakhnoid adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural

dan vena epidural; mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran

yang terletaka antara CSS dan darah vena pada villi. Villi merupakan katup

yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu arah. Bila tekanan CSS

melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari tekanan

vena maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari

sinus kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk

di ventrikel lateral dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus

sagittal. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara pembentukan

dan absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah

bila tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran

tampaknya berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan

normal. Ini membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan

meningkatkan aliran dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur

absorptif adalah bagian dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima

ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan relatifnya mungkin

bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara keseluruhan.

Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui

otak, mirip dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan

dalam pergerakan dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan

patologis.

e.       Komposisi CSS

CSS merupakan cairan jernih tak berwarna dengan tampilan seperti air. Otak

dan cord spinal terapung pada medium ini dan karena efek mengambang, otak

yang beratnya 1400 g akan mempunyai berat netto 50-100 g. Karenanya otak

Page 38: Ect

dilindungi terhadap goncangan oleh CSS dan mampu meredam kekuatan yang

terjadi pada gerak kepala normal. Otak mempunyai kapasitas gerakan terbatas

terhadap gerakan tengkorak karena terpaku pada pembuluh darah dan saraf

otak. Pada dewasa terdapat 100-150 ml CSS pada aksis kraniospinal, sekitar 25

ml pada ventrikel dan 75 ml pada rongga subarakhnoid. Pencitraan Resonansi

Magnetik telah digunakan untuk mengukur isi CSS intrakranial. Isi CSS

kranial total meningkat bertahap sesuai usia pada tiap jenis kelamin. Tingkat

rata-rata pembentukan CSS sekitar 0.35 ml/menit, atau 20 ml/jam atau sekitar

500 ml/hari. CSS terdiri dari air, sejumlah kecil protein, O2 dan CO2 dalam

bentuk larutan, ion sodium, potasium dan klorida, glukosa dan sedikit limfosit.

CSS adalah isotonik terhadap plasma darah dan sesungguhnya mungkin

dianggap sebagai ultrafiltrat darah yang hampir bebas sel dan bebas protein.

Konsentrasi protein berbeda secara bertingkat sepanjang neuraksis. Pada

ventrikel nilai rata-rata protein adalah 0.256, dan pada sisterna magna 0.316.

Dalam keadaan normal, TIK ditentukan oleh dua faktor. Pertama, hubungan

antara tingkat pembentukan CSS dan tahanan aliran antara vena serebral.

Kedua, tekanan sinus venosus dural, yang dalam kenyataannya merupakan

tekanan untuk membuka system aliran. Karenanya tekanan CSS = (tingkat

pembentukan X tahanan aliran) + tekanan sinus venosus Tingkat pembentukan

CSS hampir konstan pada daerah yang luas dari TIK namun mungkin jatuh

pada tingkat TIK yang sangat tinggi. Dilain fihak, absorpsi tergantung pada

perbedaan tekanan antara CSS dan sinus venosus besar, karenanya makin

tinggi tingkat absorpsi bila TIK makin melebihi tekanan vena.

f.       Volume Darah Serebral

Bagian yang paling labil pada peninggian TIK dan yang mempunyai

hubungan yang besar dengan klinis adalah peningkatan volume darah

serebral (VDS/CBV, Cerebral Blood Volume). Ini mungkin akibat dilatasi

arterial yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah serebral, atau

karena obstruksi aliran vena dari rongga kranial sehubungan dengan

Page 39: Ect

pengurangan aliran darah serebral (ADS/CBF,Cerebral Blood Flow).

Volume darah serebral normal sekitar 100 ml. Pada percobaan binatang

dengan menggunakan sel darah merah yang dilabel dengan fosfor-32,

khromium-51 dan albumin yang dilabel dengan iodin-131 didapatkan

volume darah serebral sekitar 2 % dari seluruh isi intracranial. Pengukuran

langsung VDS, ADS regional dan ekstraksi oksigen kini dapat diukur pada

manusia dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET scanning).

Sekitar 70 % volume darah intrakranial terdapat pada pembuluh

kapasitans, yaitu bagian vena dari sistem vaskular. Pada berbagai volume

intrakranial, hanya volume darah yang dapat berubah cepat sebagai

respons terhadap perubahan TIK atau perubahan pada volume in-

trakranial lainnya. Ini adalah hubungan langsung antara vena serebral,

sinus venosus dural dan vena besar dleher. Jadi tak ada yang menghalangi

transmisi peninggian tekanan vena dari dada dan leher ke isi intrakranial.

Fenomena ini mempunyai kegunaan terapeutik yang penting. Perubahan

VDS bergantung pada mekanisme yang kompleks yang bertanggung-

jawab untuk mengatur sirkulasi serebral.

g.      Dioksida Karbon, ADS dan VDS

Pembuluh yang fisiologis paling aktif adalah arteriola serebral. Ia sangat

sensitif terhadap perubahan lingkungan metabolik. Artinya ADS regional

bereaksi atas kebutuhan metabolik jaringan. Zat vasodilator yang paling

kuat adalah CO2; ADS berubah 2-4 % untuk tiap mmHg perubahan

tekanan arterial dioksida karbon, PaCO2. ADS akan mengganda pada

peninggian PaCO2 40-80 mmHg dan akan tinggal setengahnya bila

PaCO2 turun ke 20 mmHg. Dibawah 20 mmHg, perubahan PaCO2 hanya

sedikit berpengaruh pada ADS karena aliran sangat lambat dimana terjadi

hipoksia jaringan. Karenanya vasokonstriksi hipokapnik mungkin tidak

menyebabkan hipoksia hingga derajat yang menyebabkan kerusakan

struktur otak. Hubungan ini pada manusia telah dipastikan menggunakan

sidik PET dengan mengukur reaksi VDS atas perubahan PaCO2.

h.      Oksigen, ADS dan VDS

Page 40: Ect

Penurunan tekanan arterial oksigen (PaO2) berakibat peninggian ADS.

Ada ambang rangsang untuk fenomena ini dan hanya bila PaO2 dibawah

50 mmHg yang jelas menaikkan.

E.         MANIFESTASI KLINIK

Prinsip penangganan yang harus dilakukan adalah prinsip super akut yang

dilakukan oleh multidisipilin terutama kerjasama yang baik antara perawat dan tenaga

medis (dokter). Diagnosa keperawatan yang dapat ditagakkan pada kasus seperti ini

adalah gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan adanya oedema, pembengkakkan

atau hemoragik intracerebral. Dan lalu dikembangkan penatalaksanaan dalan upaya –

upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

Tujuan penatalaksanan dari TIK tersebut adalah :

1.      Deteksi dini dari tanda – tanda peningkatan TIK akut.

2.      Mengurangi munculnya oedema

3.      Mencegah formasi oedema cerebral selanjutnya

F.           KOMPLIKASI

Berdasarkan data pengkajian, komplikasi potensial meliputi:

1.      Herniasi batang otak diakibatkan dari peningkatan tekanan intracranial yang berlebihan,

bila tekanan bertambah di dalam ruang cranial dan penekanan jaringan otak kearah

batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak menyebabkan penghentian aliran darah

ke otak dan menyebabkan anoksia otak yang tidak dapat pulih dan mati otak.

2.      Diabetes insipidus merupakan hasil dari penurunan sekresi hormone antidiuretik. Urine

pasien berlebihan. Terapi yang diberikan terdiri dari volume cairan, elektrolit pengganti

dan terapi vasopressin.

Page 41: Ect

3.      Sindrom ketidaktepatan hormone antidiuretik (SIADH), adalah akibat dari peningkatan

sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengalami volume berlebihan dan menurunnya

jumlah urin yang keluar. Pengobatan SIADH berupa pembatasan cairan dan pemberian

feniotoin untuk menurunkan pengeluaran ADH atau dengan litium untuk meningkatkan

pengeluaran air.

4.      Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi venous

outflow.

G.         PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.       Scan otak. Meningkatt isotop pada tumor.

b.      Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah.

c.       X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial.

d.      X-ray dada. Deteksi tumor paru primer atau penyakit metastase.

e.       CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran

ventrikel serebral.

f.       Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline.

H.       PENGKAJIAN

a.       Pemeriksaan GCS.

GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga

komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon

motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak

dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata

bengkak&tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan

pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS

pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai

hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan.

Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri

Page 42: Ect

yang serius (Black&Hawks, 2005).

b.      Tingkat kesadaran

pasien dikaji sebagai dasar dalam mengidentifikasi criteria Skala Koma

Glasgow. Pasien dengan peningkatan TIK memperlihatkan perubahan lain

yang dapat mengarah pada peningkatan TIK berat. Hal ini termasuk

perubahan yang tidak terlihat, perubahan tanda vital, sakit kepala,

perubahan pupil, dan muntah.

c.       Perubahan samar.

Gelisah, sakit kepala, pernapasan cepat, gerakan tidak tertuju dan mental

berkabut dapat merupakan indikasi klinis dini dari peningkatan TIK.

Indicator pertama TIK adalah perubahan tingkat kesadaran.

d.      Perubahan tanda vital.

Perubahan tanda vital mungkin tanda akhir dari peningkatan TIK. Pada

peningkatan TIK, frekuensi nadi dan pernapasan menurun dan tekanan

darah serta suhu meningkat. Tanda-tanda spesifik yang diobservasi

termasuk adanya tekanan tinggi pada arteri, bradikardia dan respirasi tidak

teratur serta adanya tanda lain yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pernapasan tidak teratur yangdikaji termasuk pernapasan cheyne stokes

(frekuensi dan kedalaman pernapasan bergantian dengan periode singkat

apnea) dan pernapasan ataksia (pernapasan tidak teratur dengan urutan

kedalaman yang acak dan pernapasan dangkal). Tanda vital pasien

berkompensasi selama sirkulasi otak dipertahankan. Bila, sebagai akibat

dari kompresi , sirkulasi utama mulai gagal, nadi dan pernapasan mulai

cepat dan suhu biasanya meningkat tetapi tidak diikuti pola yang

konsisten. Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic)

melebar, keadaan ini berkembang serius. Perubahan cepat pada respons

klinik sebelumnya selalu berada pada periode di mana fluktuasi nadi

menjadi cepat, dengan kecepatan yang bervariasi dari lambat sampai

cepat. Intervensi pembedahan adalah penting untuk mencegah kematian.

Tanda vital tidak selalu berubah, pada keadaan peningkatan TIK. Pasien

Page 43: Ect

dikaji terhadap perubahan dalam tingkat responsivitas dan adanya syok,

manifestasi ini membantu dalam evaluasi.

e.       Sakit kepala.

Sakit kepala konstan, yang meningkat intensitasnya, dan diperberat oleh

gerakan atau mengejan.

f.       Perubahan pupil dan ocular

Peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan darah pada otak dapat

mendesak otak pada saraf okulomotorius dan optikal, yang menimbulkan

perubahan pupil.

g.      Muntah.

Muntah berulang dapat terjadi pada peningkatan tekanan pada pusat

refleks muntah di medulla. Pengkajian klinis tidak selalu diandalkan

dalam menentukan peningkatan TIK, terutama pasien koma. Pada situasi

tertentu, pemantauan TIK adalah bagian esensial dari penatalaksanaan.

I.             DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan peningkatan TIK antara

lain (Black&Hawks, 2005)

a.       Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakranial.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa :

1.      Posisikan klien terlentang dengan posisi kepala lebih tinggi

30 derajat jika tidak ada kontraindikasi

2.      Jaga posisi kepala tetap netral untuk memfasilitasi venous

return dari otak lancar.

3.      Hindari rotasi dan fleksi pada leher karena dapat

menghambat venous return dan meningkatkan TIK.

4.      Hindari fleksi berlebihan pada pinggang karena dapat

Page 44: Ect

meningkatkan tekanan intra-abdomen dan intratoraks yang

dapat meningkatkan TIK.

5.      Hindari valsava maneuver, minta klien ekshalasi ketika

berputar atau pindah posisi.

6.      Beri obat-obatan untuk menurunkan edema serebral

sesuai instruksi, seperti osmotik diuretik dan obat untuk

menurunkan risiko kejang seperti antikonvulsan. Konsul

dengan tim medis u/ membantu evakuasi bowel tanpa

pengikatan karena dapat meningkatkan TIK.

b.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

kesadaran, gangguan saraf pusat pernafasan

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa :

1.      Lakukan suctioning untuk mencegah penumpukan sekret

dan CO2 yang dapat meningkatkan TIK.

2.      Beri oksigen yang cukup sebelum, antara dan sesudah

melakukan suctioning.

3.      Hindari suction nasal jika terdapat drainase nasal, karena

drainase nasal mengindikasikan robekan di dural, sehingga

berisiko terjadinya meningitis.

4.      Auskultasi daerah paru

5.      Monitor hasil AGD dan pulse oksimetri

6.      Tinggikan posisi kepala klien dengan posisi netral.

7.      Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi

medis.

c.       Risti gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan restriksi cairan

untuk menurunkan edema serebral.

Pada masa lampau, pembatasan cairan dilakukan untuk mengurangi

edema serebral. Namun data terbaru

Page 45: Ect

menunjukkan pembatasan cairan menurunkan volume darah dan

menurunkan sirkulasi serebral. Penurunan

volume darah menyebabkan darah mengental dan menurunkan mobilisasi

nutrisi dan toksin masuk/keluar dari

sirkulasi. Pembatasan cairan hanya cocok untuk klien dengan SIADH. Klien

sebaiknya dipertahankan pada

keadaan euvolemik daripada membatasi cairan (Black&Hawks, 2005).

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa :

1.      Monitor turgor kulit, membrane mukosa, serum dan

osmolalitas urin.

2.      Monitor tanda-tanda vital

3.      Monitor ketat intake dan output cairan

4.      Observasi tanda CHF dan edema paru jika memberi

manitol

Page 46: Ect

BAB III

PENUTUP

A.         KESIMPULAN

Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal dalam

ventrikel otak. Secara umum istilah Penekanan tekanan intrakarnial adalah fenomena

dinamik yang berfluktuasi sebagai respon dari berbagai faktor penyebab. Dalam

keadaan normal Penekanan tekanan intrakarnial harus kurang dari 10 mmHg, bila

diukur dengan alat pengukur yang dipasang setinggi foramen Monro dalam posisi

bwebaring. Beberapa pakar menganggap nilai normal antara0 – 10 mmHg. Memiliki

gejala-gejala awal seperti Penurunan derajat kesadaran, Kelemahan motorik, Kadang-

kadang disertai nyeri kepala. Jika tidak ditanganni maka akan berakibat gejala seperti

Nyeri kepala, Mungkin disertai muntah Hemiplegia, dekortiasi, atau deserebasi

Pemburukan tanda vital Pola pernafasan ireguler.

B.         SARAN

1.      Sebagai seorang perawat dan calon perawat hendaknya kita perlu memiliki

pengetahuan yang lebih mengenai penekanan intrakarnial.

2.      Sebagai masyarakat, kita perlu mengetahui gejala awal penekanan intrakarnial

dan gejala lanjutan

Page 47: Ect

DAFTAR PUSTAKA

Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical Surgical Nursing Assessment and

management of clinical problems. St Louis, Mosby Comp

Monahan D F, Neighbors M (1998). Medical Surgical Nursing, foundations for clinical

practice.(5th ed). Philadelphia ,W.B Saunders company

White Lois, Duncan Gena (2002). Medical Surgical Nursing an Integrated Approach (2nd

ed).USA

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs

Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice,

4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made

Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Smeltzer, Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddart Vol 3

E/8, EGC, Jakarta

Page 48: Ect

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

3.

Mar

4

Pemeriksaan Laboratorium

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam dunia kesehatan merupakan

bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan

secara tim, dimana perawat melakukan fungsi kolaboratif dalam memberikan

tindakan. Salah satu penyakit yang memerlukan pemeriksaan khusus yakni

penyakit saraf. Pemeriksaan khusus pada penyakit saraf meliputi pemeriksaan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan pemeriksaan

laboratorium.dari beberapa pemeriksaan yang dilaksanakan, pemeriksaan

laboratorium merupakan salah satu pemeriksaan yang memiliki peran sangat

penting, dimana pemeriksaan laboratorium berfungsi dalam membantu untuk

menegakkan diagnosis, memantau perjalanan penyakit serta serta menentukan

prognosis. Dalam pemeriksaan ada beberapa faktor yang memegang peran

penting dalam mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Page 49: Ect

Dalam melakukan pemeriksaan laboratorium, terdapat 3 tahap yang

harus dilaksanakan secara teliti, guna mencegah kesalahan pada hasil

laboratorium pasien. Tahap-tahap tersebut yakni:

1.    Pra-instrumentasi( sebelum dilakukan pemeriksaan). Pada tahap ini

sangat penting diperlukan kerja sama antara petugas kesehatan,pasien

dan dokter seperti pemahaman instruksi, pengisian formulir, persiapan

pasien, persiapan alat yang dipakai, cara pengambilan sampel,

penanganan awal sampel(pengawetan) dll. Karena tanpa kerja sama

yang baik dapat memepngaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

2.    Instrumentasi. Pada tahap ini petugas kesehatan akan melakukan

pemeriksaan atau analisa sampel yang dimiliki oleh pasien.

3.    Pasca instrumentasi. Pada tahap ini dilakukan penulisan hasil

pemeriksan dari sampel yang dianalisa

Dengan berkembangnya teknologi kedokteran yang sangat pesat

banyak fasilitas dan alat-alat teknologi yang dapat memberikan bantuan yang

sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau

perjalanan penyakit selain pemeriksaan-pemeiksaan khusus yang disebutkan

diatas. Saat ini kita dapat dengan mudah mendiagnosis perdarahan diotak atau

keganasan di otak melalui pemeriksaan pencitraan dan kita juga dapat dengan

mudah menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan

kelistrikan.

Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita khususnya petugas kesehtan

untuk tetap dan harus memupuk kemampuan untuk melihat, mendengar dan

meras serta mengobservasi keadaan pasien baik dengan pemeriksaan

anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental, pemeriksaan laboratorium

ataupun dengan alat-alat teknologi yang telah maju seiring berkembangnya

zaman.

B.     Tujuan Penulisan

  Tujuan Umum

Page 50: Ect

Untuk memperoleh informasi tentang pemeriksaan-pemeriksaan yang

harus dilakukan guna menegakkan diagnosa

  Tujuan Khusus

Untuk memahami pemeriksaan-pemeriksaan yang berfungsi sebagai

penunjang kesehatan khususnya pemeriksaan laboratorium dalam

kasus neurobehaviour

C.    Manfaat Penulisan

  Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui mengenai pemeriksaan laboratorium

pada pasien dalam kasus neurobehaviour

  Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat mengetahui tentang pentingnya melakukan

pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neurobehaviour

D.    Sistematika Penulisan

Pada bab 1 dalam makalah ini dibahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat serta

sistematika penulisan dari makalah ini. Pada bab 2 dibahas definisi dari pemeriksaan

laboratorium, fungsi pemeriksaan laboratorium, tahap-tahap pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neorobehaviour.

Pada bab 3 berisi kesimpulan dari isi makalah dan saran bagi pembaca.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi pemeriksaan laboratorium

Page 51: Ect

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur

pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita

dimana dapat berupa urine, darah, sputum(dahak) dll. Pemeriksaan ini

bertujuan mendukung dan menyingkirkan diagnosis lainnya. Pemeriksaan

laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan

jaringan guna membantu tenaga kesehatan mendiagnosis dan mengobati

pasien.

Pada umunya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala

penyakit(keluhan dan tanda dan gejala ini mengarahkan dokter pada

kemungkinan penyebab penyakit. Dengan adanya pemeriksaan laboratorium

ini sangatlah membantu dokter untuk menetapkan penyakit apa yang dialami

oleh seorang pasien. Salah satu contoh pemeriksaan laboratorium yakni dalam

pemeriksaan demam tifoid, jika positif sangat mendukung diagnosis, tapi bila

negatif tak menyingkirkan diagnosis demam tifoid jika secara klinis dan

pemeriksaan lain seperti pemeriksaan widal maka hal ini sangat membantu

petugas kesehatan.

Oleh karena itu menurut henry dan howanitz, para dokter memilih

mengevaluasi uji-uji laboratorium dalam perawatn pasien karena beberapa

alasan seperti berikut ini:

1.    Untuk menunjang diagnosis klinis

2.    Untuk menyingkirkan kemungkinan suatu diagnosis atau penyakit

3.    Untuk digunakan sebagai pedoman terapi

4.    Untuk digunakan sebagai panduan prognosis

Page 52: Ect

B.     Fungsi pemeriksaan laboratorium

Dari beberapa alasan diatas, dapat ditentukan fungsi dari pemeriksaan

laboratorium yakni:

1.         Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan

menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini

penyakit terutama bagi individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada

gejala atau keluhan).

2.         Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang

diderita seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan

dokter serta berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat

terjadi.

3.         Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala

klinis

4.         Membantu pemantauan pengobatan.

5.         Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu

untuk memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi

dan pengelolaan pasien selanjutnya.

6.         Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau

perkembangan penyakit dan memantau efektivitas terapi yang

dilakukan agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi.

Pemantauan ini sebaiknya dilakukan secara berkala.

7.         Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak

dijumpai dan potensial membahayakan.

8.         Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak

didapati penyakit.

Page 53: Ect

C.    Tahap-tahap pemeriksaan laboratorium

Disetiap laboratori untuk mendapatkan hasil yang akurat harus mengacu

kepada GLP (Good laboratory Procedure) yaitu melalui tahapan:

1.      Pre Analitik. Pada tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap persiapan

awal, dimana tahap ini sangat menentukan kualitas sampel yang

nantinya akan dihasilkan dan mempengaruhi proses kerja berikutnya.

Yang termasuk dalam tahap Pra Analitik meliputi Kondisi pasien, cara

dan waktu pengambilan sampel, perlakuan terhadap proses persiapan

sampel sampai sampel selesai dikerjakan.

2.      Analitik. Adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga

diperoleh hasil pemeriksaan.

3.      Pasca Analitik. Adalah  tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan

untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar –

benar valid atau benar.

D.    Pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neurobehaviour

1.      Meningitis

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu

membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis

dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur

yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

  Penyebab Penyakit Meningitis

Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya,

akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun

Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius,

misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya

kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan

Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya

diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh)

seperti pada penderita AIDS.

Page 54: Ect

Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis

diantaranya :

1.      Streptococcusm pneumoniae(pneumococcus)

Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi

ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan

infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

2.      Neisseria meningitidis (meningococcus).

Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah

Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya

infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya

masuk kedalam peredaran darah.

3.      Haemophilus influenzae (haemophilus).

Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga

dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai

penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam

dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan

terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang

disebabkan bakteri jenis ini.

4.      Listeria monocytogenes (listeria).

Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan

meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam

debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini

biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang

mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).

5.      Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah

Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis.

  Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis

Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita

meningitis diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan

kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan

sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia

(takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia

Page 55: Ect

(takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering

tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak

sadarkan diri. Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin

sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah

dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui.

  Pemeriksaan Laboratorium

Gambaran laboratorium dari infeksi meningococcus adalah

seperti umunya infeksi pyogenic berupa peningkatan jumlah leukosit

sebesar 10.000 sampai 30.000/mm3 dan eritrosit sedimentation. Pada

urine dapat ditemukan albuminuria, dan sel darah merah. Pada

kebanyakan kasus, meningococcus dapat dikultur dari nasofaring, dari

darah ditemukan lebih dari 50% dari kasus pada stadium awal, serta

dari lesi kulit dan CSF. CSF kultur menjadi steril pada 90-100% kasus

yang diobati dengan antimikrobal terapi yang apropiate, meskipun

tidak terdapat perubahan yang signifikan dari gambaran CSF. Pada

pasien meningitis, pemeriksaan CSF ditemukan pleositosis dan

purulen. Walaupun pada fase awal dapat predominan lymphocytic,

dalam waktu yang singkat menjadi granulocytic. Jumlah sel bervariasi

dari 100 sampai 40.000 sel/ul. Tekanan CSF meningkat biasanya

antara 200 dan 500 mm H2O. protein sedikit meningkat dan kadar

glukosa rendah biasanya dibawah 20 md/dl. Pemeriksaan gram stain

dari CSF dan lesi petechial, menunjukkan diplococcus gram negatif.

Diagnosa pasti didapatkan dari kultur CSF, cairan sendi, tenggorokan

dan sputum. Kultur dapat positif pada 90% kasus yang tidak diobati.

Counter Immuno elektrophoresis (CIE) dapat mendeteksi sirculating

meningococcal antigen atau respon antibodi. Pada kasus dengan

gambaran CSF yang khas tapi gram stain negatif, dapat dilakukan

pemeriksaan latex aglutination test untuk antigen bakteri. Sensitivitas

dari test ini sekitar 50-100% dengan spesifisitas yang tinggi.

Bagaimanapun test yang negatif belum menyingkirkan diagnosa

meningitis yang disebabkan oleh meningococcus. Polymerase chain

reaction dapat digunakanuntuk pemeriksaan DNA dari pasien dengan

meningitis meningococcus dengan sensitivitas dan spesifisitas.

Page 56: Ect

2.      Epilepsi

Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno ἐπιληψία yang memiliki arti

Epilepsia) adalah gangguan neurologis umum kronis yang ditandai dengan

kejang berulang tanpa alasan. Ini adalah tanda-tanda kejang sementara dan

atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron

di otak. Epilepsi lebih mungkin terjadi pada anak-anak muda, atau orang

di atas usia 65 tahun, namun dapat terjadi setiap saat. Epilepsi biasanya

dikontrol, tapi tidak sembuh, dengan pengobatan.

  Pemeriksaan laboratorium

Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik

ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang.

Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium,

magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar

mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna.

Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila

dicurigai adanya “ drug abuse” (Ahmed, Spencer 2004, Oguni 2004).

3.      Ensefalitis

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi

virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti

meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan

oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan

protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic

meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang

sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak

terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.

  Penyebab Ensefalitis

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis,

misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus.

Page 57: Ect

Bakteri penyebab  Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus,

streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis

bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,

2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari

thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab

encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat

terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut

infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

  Tanda dan Gejala Ensefalitis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala

klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat

digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa

Trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran

menurun. (Mansjoer, 2000).

Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :

1.      Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia

2.      Kesadaran dengan cepat menurun

3.      Muntah

4.      Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching

saja (kejang-kejang di muka)

5.      Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau

bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya

(Hassan, 1997)

  Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien epilepsi dapat

dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal. Gambaran cairan

Page 58: Ect

serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu

membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan

dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan

glukosa masih dalam batas normal. Selain itu juga dapat dilakukan

dengan cara pemeriksaan darah lengkap.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur

pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita

dimana dapat berupa urine, darah, sputum(dahak) dll. Yang mana,

pemeriksaan laboratorium berfungsi untuk uji saring adanya penyakit

subklinis, Konfirmasi pasti diagnosis, Menemukan kemungkinan diagnostik

yang dapat menyamarkan gejala klinis, Membantu pemantauan pengobatan,

Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, Memantau

perkembangan penyakit, Mengetahui ada tidaknya kelainan serta Memberi

ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit.

Page 59: Ect

Dalam pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa tahap yakni: Pra-analitik,

Analitik, dan Pasca analitik.

Adapun pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus

neurobehaviour yakni: pada kasus meningitis pemeriksaan laboratorium yang

biasa dilakukan adalah pemeriksaan CSF, pemeriksaan darah dan pemeriksaan

serum elektrolit dan glukosa. dan pada kasus epilepsi dilakukam pemeriksaan

laboratorium glukosa,pemeriksaan kadar elektrolit dan pemeriksaan kalsium

dan magnesium. Sedangkan pada kasus ensefalitis pemeriksaan laboratorium

yang biasa dilakukan adalah pemeriksaaan CSF dan pemeriksaan darah

lengkap.

B.     Saran

Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini

untuk menambah pengetahuan tentang pemeriksaan laboratorium yang

berguna bagi profesi dan orang disekitar kita.

Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk

menambah pengetahuan tentang pemeriksaan-pemeriksaan khusus guna

mengetahui penyakit yang diderita. Khususnya, pemeriksaan laboratorium

dalam kasus neurobehaviour.

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

Page 60: Ect

4.

Mar

4

Lumbal Pungsi

BAB I

Pendahuluan

A.    Latar belakang

Lumbar puncture adalah uapaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan

memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk

pemeriksaan cairan serebrospinali, mengukur dan mengurangi tekanan cairan

serebrospinal, menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal, untuk

mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal, dan untuk memberikan antibiotic

intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi.

(Brunner and Suddarth’s, 1999, p 1630). Jarum biasanya dimasukan kedalam ruang su

barkhnoid diantara tulang belakang daerah lumbal ketiga dan keempat atau antara

lumbal keempat dan kelima hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah medulla

spoinalis di bagian causa. Karena medula spinalis membagi lagi dalam sebuah berkas

saraf pada tulang belakang bagian lumbal yang pertma maka jarum ditusukan di

bawah tingkat ketiga tulang belakang daerah lumbal , untuk mencegah meduila

spinalis tertusuk. Manometer dipasang diujung jarum via dua jalan dan cairan

serebrospinal memungkinkan mengalir ke manometer untuk mengetahui tekanan

intraspinal. Test Queckenstedt’s (Uji manometrik lumbal) dilakukan pada kesempatan

ini. Test queckensted’s dilakukan untuk menentukan adanya obstruksi di jalur

subarakhnoid spinal. Hal ini mungkin akibat fraktur atau dislokasi verebra atau tumor.

Normalnya, aliran cepat dalam tekana intraspinal ketika vena jugularis ditekan pada

masins-masing sisi leher selama pungsi lumbal dan kecepata kembali normal ketika

tekanan dilepaskan. Peningkatan tekanan disebabkan karena adanya tekanan. Bila

Page 61: Ect

terjadi obstruksi, munculnya tekanan intraspinal dan turunnya kembali sangat lambat.

Selanjutnya Jika menometer sempurna terpasang dan 2-3 ml cairan serebrospinal

dialirkan kedalam tempat specimen steril. Kita akan mengobservasi warna,

konsistensi dan opacitas cairan serebrospinal apakah ada darah atau tidak. Jika telah

selesai jarum dicabut dan tempat penusukan ditutup dengan perban steril. Normalnya

tekanan CSS meninggi cepat dalam merespons terhadap penekanan vena jugularis dan

menurun dengan cepat sampai normal bila penekanan dikurangi. Peninggian lambat

dan turunnya tekanan merupakan indikasi adanya hambatan sebagian karena

penekanan sebuah lesi pada jalur subarkhnoid spinal. Jika tidak ada perubahan

tekanan merupakan indikasi adanya hambatan total. Uji ini tidak digunakan jika

dicurigai ada lesi intrakranial. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal. CSS harus jernih

dan tidak berwarna . Warna merah muda, adanya darah, atau bercampur darah

merupakan indikasi sebuah kontusio serebral, laserasi atau perdarahan

subarakhnoid.Kadang-kadang karena kesulitan dalam pungsi lumbal, CSS dapat

mengandung darah, karena ada trauma lokal tetapi akhirnya menjadi jernih.Umumnya

spesimen diperoleh untuk melihat jumlah sel, kultur, kandungan glukosa dan protein.

Spesimen ini harus segera dikirim ke laboratorium karena perubahan tempat dapat

mengubah hasil pemeriksaan spesimen yang benar. Pungsi lumbal yang berhasil

membutuhkan pasien dalam keadaan rileks, kecemasan pasien menimbulkan tegang

dan peningkatan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada saat hasil

dibaca.Jarak normal tekanan cairan spinal dengan posisi rekumben adalah 7o samapai

200 mm H2O. Tekanan sampai 200 mm H2O Dikatakan abnormal.Pungsi lumbal

sangat berbahaya bila dilakukan pada masa lesi intrakranial, karena tekanan intra

kranial diturunkan melalui pengeluaran CSS, maka herniasi otak menurun sampai

tentorium dan foramen magnum.

Electroencephalogram ( EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan

aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006). Aktivitas otak berupa gelombang listrik,

yang dapat direkam melalui kulit kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG).

Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan

aktivitas otak saat perekaman. Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya

menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14 siklus/detik, disebut

gelombang alfa. Gelombang alfa dapat direkam dengan baik pada area visual di

daerah oksipital. Gelombang alfa yang sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek

Page 62: Ect

membuka matanya yang tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (>

14 siklus/detik). Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal, merupakan

tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas mental. Meski gelombang

EEG berasal dari kortek, modulasinya dipengaruhi oleh formasio retikularis di

subkortek. Formasio retikularis terletak di substansi abu otak dari daerah medulla

sampai midbrain dan talamus. Neuron formasio retikularis menunjukkan hubungan

yang menyebar. Perangsangan formasio retikularis midbrain membangkitkan

gelombang beta, individu seperti dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada

formasio retikularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan

gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio retikularis midbrain merangsang

ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang

menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS,

yang juga mengirimkan serabut difus kesemua area di kortek serebri. ARAS

mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global dikortek, sebagai

kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi

kortek secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi

respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan

normal, sewaktu perjalanan ke kortek, sinyal sensorik dari serabut sensori aferen

menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferen

terangsang seluruhnya (suara keras, mandi air dingin), proyeksi ARAS memicu

aktivasi kortikal umum dan terjaga.

B.     Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagau berikut:

1.      Tujuan umum

Mampu melakukan prosedur-prosedur lumbal pungsi dan EEG

dengan benar

2.      Tujuan khusus

a.       Mampu melakukan tindakan dalam melakukan Lumbal Pungsi

dan EEG

b.      Mampu melakukan persiapan-persiapan sebelum melakukan

tindakan lumbal pungsi dan EEG kepada pasien

Page 63: Ect

c.       Mengetahui indikasi dan kotnraindikasi Lumbal pungsi dan

EEG

3.      Metode penulisan

Makalah ini berjudul Lumbal Pungsi dan EEG yang disusun dengan

metode:

1.      Bab I terdiri dari latar belakang yang menjelaskan tentang Lumba pungsi

dan EEG Tujuan menjelaskan tentang sasaran utama yang akan dicapai

dari penulisan makalah ini. Metode penulisan menjelaskan tentang

langkah-langkah yang kami gunakan dalam penulisan makalah.

2.      Bab II menjelaskan tentang laporan pendahuluan Lumbal pungsi yang

terdiri atas definisi, indikasi, kontraindikasi, komplikasi, persiapan alat,

persiapan pasien, prosedur pelaksanaan, perawatan selama proses lubal

pungsi.

3.      Bab III menjelaskan tentang laporan pendahuluan EEG yang terdiri atas

definisi, tujuan, EEG normal dan EEG abnormal, persiapan pasien,

persiapan alat, pelaksanaan EEG.

4.      Bab IV terdiri dari kesimpulan yang menjelaskan tentang keseluruhan dari

pembahasan yang terdapat dalam Bab II dan Bab III

Saran menjelaskan tentang bagaimana pendapat penulis kepada para

mahasiswa-mahasiswa keperawatan.

Page 64: Ect

BAB II

Laporan Pendahuluan Lumbal Pungsi

A.    DEFINISI

Lumbal puncture adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal

denganmemasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk

pemeriksaan cairan serebrospinali, mengukur dan mengurangi tekanan cairan

serebrospinal, menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal, untuk

mendeteksi adanya bloksubarakhnoid spinal, dan untuk memberikan antibiotic

intrathekal ke dalam kanalis spinalterutama kasus infeksi. (Brunner and Suddarth’s,

1999, p 1630)

B.     INDIKASI

1.      Meningitis bacterial / TBC.

2.      Perdarahan subarahnoid.

3.      Febris (Kaku kuduk) dengan kesadaran menurun (sebab tak jelas).

4.      encepahilitis atau tumor malignan.

5.      Tumor mielum : sebelum dan sesudah mielografi / caudiografi.

6.      Sindroma GuillainBarre (bila perlu diulang-ulang + satu minggu).

7.      Kelumpuhan yang tidak jelas penyebabnya.

8.      Untuk mengidentifikasi adanya darah dalam CSS akibat trauma

ataudicurigai adanya perdarahan subarachnoid.

9.      Kejang

10.  Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI

11.  Ubun – ubun besar menonjol

Page 65: Ect

C.    KONTRA INDIKASI

      1.            Syock/renjatan

      2.            Infeksi local di sekitar daerah tempat pungsi lumbal

      3.            Peningkatan tekanan intracranial (oleh tumor, space occupying

lesion,hidrosefalus)

      4.            Gangguan pembekuan darah yang belum diobati

      5.            Pasien yang mengalami penyakit sendi-sendi vertebra degeneratif. Hal ini akan

sulituntuk penusukan jarum ke ruang interspinal

      6.            Pasien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Herniasi serebral atau herniasi

serebralbisa terjadi pada pasien ini.

D.    KOMPLIKASI

      1.            Infeksi

      2.            Iritasi zat kimia terhadap selaput otak

      3.            Jarum pungsi pata

      4.            Hernias

      5.            Tertusuknya saraf oleh jarum pungs

      6.            Nyeri kepala hebat akibat kebocoran CSS.

      7.            Meningitis akibat masuknya bakteri ke CSS.

      8.            Paresthesia/ nyeri bokong atau tungkai.

      9.            Injury pada medulla spinalis.

  10.            Injury pada aorta atau vena cava, menyebabkan perdarahan serius.

  11.            Herniasi otak. Pada pasien denga peningkatan tekanan, tiba-tiba terjadi

penurunan

Page 66: Ect

  12.            tekanan akibat lumbar puncture, bisa menyebabkan herniasi kompressi otak

terutama

  13.            batang otak.

  14.            -10 – 30% pasien dalam 1 – 3 hari dan paling lama 2 – 7 hari mengalami

postlumbar

  15.            puncture headache. Sebagian kecil mengalami nyeri, tapi bisa dikurangi dengan

berbaringdatar. Penanganan meliputi bed rest dan cairan dengan analgetik ringan.

E.     ALAT DAN BAHAN

      1.            Sarung tangan steril

      2.            Duk luban

      3.            Kassa steril, kapas dan plester

      4.            Antiseptic: povidon iodine dan alcohol 70

      5.            Troleey

      6.            Baju steril

      7.            Jarum punksi ukuran 19, 20, 23 G.

      8.            Manometer spinal

      9.            Two way tap

  10.            Alcohol dalam lauran antiseptic untuk membersihkan kulit.

  11.            Tempat penampung csf steril x 3 (untuk bakteriologi, sitologi dan

biokimia)

  12.            Plester

  13.            Depper

  14.            Jam yang ada penunjuk detiknya

  15.            Tempat sampah.

Anestesi local

      1.            Spuit dan jarum untuk memberikan obat anestesi local

      2.            Obat anestesi loka (lidokian 1% 2 x ml), tanpa epinefrin. (Reis CE, 2006

      3.            Tempat sampah.

Page 67: Ect

F.     PERSIAPAN PASIEN

Pasien diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut ditarik ke

abdomen. Catatan : bila pasiennya obesitas, bisa mengambil posisi duduk di atas

kursi, dengan kursi dibalikan dan kepala disandarkan pada tempat sandarannya.

G.    PROSEDUR PELAKSANAAN

1.      Lakukan cuci tangan steril

2.      Persiapkan dan kumpulkan alat-alat

3.      Jamin privacy pasien

4.      Bantu pasien dalam posisi yang tepat, yaitu pasien dalam posisi miring pada salah

satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik kearah lutut), eksterimitas bawah

fleksi maksimum (lutut di atarik kearah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna

vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

5.      Tentukan daerah pungsi lumbal diantara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan

menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara

kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula

dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namuntidak boleh pada bayi

6.      Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan

larutan povidon iodine diikuti dengan larutan alcohol 70 % dan tutup dengan duk

steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka Tentukan kembali daerah

pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril

selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

7.      Anestesi lokal disuntikan ke tempat tempat penusukan dan tusukkan jarum spinal

pada tempat yang telah di tentukan. Masukkan jarum perlahan – lahan menyusur

tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai

menembus durameter. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap

anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan

meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm.

8.      Lepaskan stylet perlahan – lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan

yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke cranial. Ambil cairan

untuk pemeriksaan.

9.      Cabut jarum dan tutup lubang tusukkan dengan plester

Page 68: Ect

10.  Rapihkan alat-alat dan membuang sampah sesuai prosedur rumah sakit

11.  Cuci tangan

H.    PERAWATAN

Pasien berbaring datar dengan hanya hanya 1 bantal untuk mengurangi post-

duralpuncture headache.Anjurkan pasien tidur datar selama 6 – 12 jam setelah

dilakukan prosedur.Observasi tempat penusukan apakah ada kebocoran. Observasi

pasien mengenai orientasi, gelisah, perasaan mengantuk, mual, irritabilitasserebral

(fitting, twitching, spasticity atau kelemahan tungkai) dan melaporkannyakepada

dokter.Anjurkan pasien melaporkan adanya nyeri kepala dan memberikan analgerik

sesuaiprogram.Melaporkan ke dokter bila ada hal yang tidak bisa diatasi. intervensi

keperawatan Tanggung jawab perawat adalah membantu pasien mempertahankan

posisi lateral rekumben dengan lutut fleksi. Menjamin prinsip/ teknik aseptik secara

ketat. Memberi label specimen CSF. Menjaga posisi pasien dengan posisi flat

beberapa jam tergantung pada permintaan dokter. Memonitor status cairan, neurologis

dan tanda-tanda vital. Memberikan obat analgetik sesuai kebutuhan.

(Lewis,Heitkemper and Dirksen, 2000. p 1603).

Page 69: Ect

BAB III

Laporan pendahuluan EEG

A.    DEFINISI

Electroencephalogram ( EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas

elektrik otak (Campellone, 2006).

B.     INDIKASI (Jan Nissl, 2006)

                  1.            Mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi

                  2.            Mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan

otak

                  3.            Mendiagnosa Lesi desak ruang lain

                  4.            Mendiagnosa Cedera kepala

                  5.            Periode keadaan pingsan atau dementia.

                  6.            Narcolepsy.

                  7.            Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima

anesthesia umumselama perawatan.

                  8.            Mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit

C.    EEG NORMAL

Salah satu penemuan Hans Berger adalah bahwa kebanyakan EEG orang

dewasa normal mempunyai irama dominant dengan frekuensi 10 siklus per detik,

yang di sebutnya sebagai irama alfa. Pada umumnya kini yang dimaksud dengan

iarama alfa adalah irama dengan frekuensi antara 8-13 spd, yang paling jelas

terlihat di daerah parieto-oksipital, dengan voltase 10-150 mikrovolt, berbentuk

sinusoid, relative sinkron dan simetris antara kedua hemisfer. Suatu asimetri

ringan dalam voltase adalah normal, mengingat adanya dominasi hemisfer. Pada

umumnya suatu perbedaan voltase 2 : 3 adalah dalam batas-batas normal, asalkan

voltase yang lebih tinggi terlihat pada hemisfer non dominant. Yang lebih penting

maknanya adalah bila terdapat perbedaan frekwensi antara kedua hemisfer. Suatu

perbedaan frekwensi yang konsisten dari 1 spd atau lebih antara kedua hemisfer

Page 70: Ect

mungkin sekali diakibatkan suatu proses patologis di sisi dengan frekwensi yang

lebih rendah. Irama alfa terlihat pada rekaman individu dalam keadaan sadar dan

istirahat serta mata tertutup. Pada keadaan mata terbuka irama alfa akan

menghilang, irama yang terlihat adalah irama lamda yang paling jelas terlihat bila

individu secara aktif memusatkan pandangannya pada suatu yang menarik

perhatiannya. Ditinjau dari irama alfanya dapat dibedakan tiga golongan manusia,

sekelompok kecil yang memperlihatkan sedikit sekali atau tidak mempunyai

irama alfa, sekelompok kecil lagi yang tetap memperlihatkan irama alfa walaupun

kedua mata dibuka, dan diantara kedua ekstrem ini terletak sebagian besar

manusia yang menunjukkan penghilangan irama alfa ketika membuka mata.

Berturut-berturut ketiga kelompok ini disebut sebagai kelompok alfa M (minimal

atau minus), alfa P (persisten), alfa R (responsive). Suatu irama yang lebih cepat

dari irama alfa ialah irama beta yang mempunyai frekuensi di atas 14 spd, dapat

ditemukan pada hamper semua orang dewasa normal. Biasanya amplitudonya

daopat mencapai 25 mikrovolt, tetapi pada keadaan tertentu bisa lebih tinggi. Pada

keadaan normal terlihat terutama di daerah frontal atau presentral. Irama yang

lebih lambat dari irama alfa adalah tidak jarang pula ditemukan pada orang

dewasa normal. Irama teta mempunyai frekuensi antara 4-7 spd. Suatu irama yang

lebih pelan dari teta disebut irama delta adalah selalu abnormal bila didapatkan

pada rekaman bangun, tetapi merupakan komponen yang normal pada rekaman

tidur. Frekuensi irama delta ialah ½ - 3 spd. Berbagai keadaan dapat

mempengaruhi gambaran EEG. Perhatian cenderung untuk menghapuskan irama

alfa, merendahkan voltase secara umum dan mempercepat frekuensi. Termasuk

perhatian ini adalah usaha introspeksi dan kerja mental (misalnya berhitung).

Demikian pula setiap stimulus visual, auditorik dan olfaktorik akan merendahkan

amplitudo dan menimbulkan ketidak teraturan irama alfa. Penurunan kadar O2

dan atau CO2 darah cenderung menimbulkan perlambatan, sebaliknya peninggian

kadar CO2 menimbulkan irama yang cepat. Faktor usia juga mempunyai

pengaruh penting pula dalam EEG. Rekaman dewasa sebagaimana digambarkan

di atas pada umumnya dicapai pada usia 20-40 tahun. Rekaman neonatus berusia

di bawah satu bulan memperlihatkan amplitude yang rendah dengan irama delta

atau teta. Antara usia 1-12 bulan terlihat peninggian voltase, walaupun irama

masih tetap delta atau teta. Antara 1-5 tahun terlihat amplitudo yang tinggi, irama

teta yang meningkat dan mulai terlihat irama alfa, sedangkan irama delta

Page 71: Ect

mengurang. Antara 6-10 tahun amplitude menjadi sedang, irama alfa menjadi

lebih banyak, teta berkurang, delta berkurang sampai hilang. Antara 11-20 tahun

voltase terlihat sedang sampai tinggi, dominsi alfa mulai jelas, teta minimal, delta

kadangkadang masih terlihat di daerah belakang. Di atas 40 tahun mulai lagi

terlihat gelombang lambat 4-7 spd di daerah temporal dan di atas 60 tahun

rekaman kembali melambat seperti rekaman anak-anak. Perubahan tahap-tahap

tidur berpengaruh besar pula terhadap rekaman EEG. Dalam keadaan mengantuk

terlihat pengurangan voltase dan timbul sedikit perlambatan. Pada keadaan tidur

sangat ringan dapat terlihat adanya gelombang-gelombang mirip paku bervoltase

tinggi, bifasik denganfrekuensi 3-8 spd, simetris dan terjelas di daerah parietal

(parietal humps). Gambaran ini paling jelas pada usia 3-9 tahun dan terus terlihat

sampai usia 40 tahun. Pada keadaan tidur ringan terdapat (sleep spndle) terdapat

gelombang tajam berfrekuensi 12-14 spd yang sifatnya simetris. Pada keadaan

tidur sedang sampai dalam rekaman didominir oleh gelombnag-gelombang lambat

tak teratur dengan frekuensi ½ - 3 spd.

D.    EEG ABNORMAL

EEG abnormal disebut spesifik bila gelombang yang timbul mempunyai

gambaran yang khas dan berkorelasi tinggi dengan kelainan klinik tertentu, disebut

nonspesifik (aspesifik) bila gelombangnya tidak khas dan dapat ditimbulkan oleh

banyak kelainan-kelainan neurologik atau sistemik.

bawah ini akan dijelaskan beberapa hasil pemeriksaan EEG yang pentingdari

kelainan-kelainan neurologik, yaitu :

1.      EEG pada penyakit konvulsif

EEG paling banyak digunakan untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsy.

Paroksismal merupakan pemunculan yang episodic dan mendadak suatugelombang

atau kelompok gelombang yang secara kwantitatif dan kwalitatifberbeda dengan

gambaran irama dasarnya.

2.      EEG pada tumor intracranial

Page 72: Ect

Pentingnya pemeriksaan EEG pada tumor otak ditegaskan oleh Walter, yang

menyebutkan irama lambat berfrekuensi kurang dari 4 spd (irama delta). Irama delta

ini umumnya terlihat fokal, karenanya dapat dipakai untuk menetukan lokalisasi

tumor. Jaringan otak sendiri tidak memberikan lepas muatan listrik, gelombang-

gelombang lambat yang dicatat oleh EEG berasal dari neuron-neuron disekitar tumor

atau ditempat lain yang fungsinya terganggu secara langsung atau tidak langsung.

Tomor otak tidak memberikan gambaran yang spesifik, kiranya rekaman serial adalah

lebih bernilai dari pada rekaman tunggal. Tomor infra tentorial memberikan gambaran

EEG yang berbeda dengan tomor supra tentorial. Gambaran karakteristik tumor infra

tentorial adalah berupa perlambatan sinusoidal yang ritmik berfrekuensi 2-3 spd atau

4-7 spd, dapat bersifat terus menerus ataupun paroksismal.Berbeda dengan tomor

infra tentorial, tumor supra tentorial pada umumnya memberikan gambaran yang

bersifat fokal teta maupun delta, sehingga penentuan lokalisasi lebih dimungkinkan.

Kadang-kadang dapat pula ditemui gambar spike atau gelombang tajam yang

fokal.Suatu ketentuan yang banyak dianut tentang tumor otak mengatakan

bahwasuatu EEG yang normal menyingkirkan sebesar 97% tumor kortikal dan

sebesar90% tumor otak pada umumnya.

3.      EEG pada lesi desak ruang lain

Secara EEG, abses otak memberikan gambaran yang sama dengan tumor : 90-95%

memperlihatkan aktivitas teta atau delta yang menyeluruh dengan focus frekuensi

terendah diatas daerah abses.

4.      EEG pada rudapaksa kepala

EEG berkorelasi dengan hebat dan luasnya rudapaksa kepala. Commotio cerebri EEG

umunya normal. Memar otak akut meperlihatkan penurunan voltase yang diffuse,

diikuti pembentukan aktivitas delta bervoltase rendah yang menyeluruh.

5.      EEG pada infeksi otak

Meningitis akut memberikan abnormalitas perlambatan yang difus berupa irama delta,

baik pada bentuk purulent maupun serosa. Biasanya kelainan EEG berkaitan erat

dengan tingkat kesadaran individu. Uatu perlambatan fokal yang timbul pada rekaman

ulangan individu dengan meningitis mungkin sekali menandakan pembentukan abses.

6.      EEG pada kelainan metabolic dan elektrolit

Hipoglikemia (<50 mg%) akan selalu memberikan kelainan EEG berupa perlambatan,

yang mulanya bersifat frontal kemudian juga temporal. Dengan makin merendahnya

Page 73: Ect

glukosa darah makin banyak dan makin tinggi voltase aktivitas delta yang terlihat.

Setelah koma diabetikum, perlambata menyeluruh dapat terlihat 2-3 minggu.

E.     PELAKSANAN PEMERIKSAAN

1.      Persiapan Alat

Sebelum digunakan alat EEG dipanaskan terlebih dahulu. Elektrode dikelompokkan

menjadi tiga bagian yaitu bagian kiri, tengah dan kanan sesuai dengan yang tertera

pada junction box. Kertas EEG sudah terpasang dengan sempurna. Elefik paste, skin

pure, sisir, metlyn, spidol, dipersiapkan di meja, dan kalau perlu karet gelang untuk

pasien yang berambut panjang

2.      Persiapan Pasien

Sebelum di lakukan EEG pasien dianjurkan untuk keramas terlebih dahulu ( untuk

pasien rawat jalan ) dan tidak diperbolehkan memakai minyak rambut. Untuk pasien

rawat inap tidak diharuskan keramas ( kalau kondisi pasien tidak memungkinkan)

Pasien tidak diperbolehkan memakai minyak rambut, supaya electrode melekat

dengan sempurna. Pasien / keluarganya membayar biaya sesuai dengan tarif yang

telah ditentukan, kecuali pasien Astek / Askes. Pasien bayi / anak-anak / pasien

dewasa yang gelisah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian premedikasi.

Sebelum pemberian premedikasi keluarga pasien diberi pengertian terlebih dahulu

kemudian diminta untuk menandatangani inform concent yang telah disediakan.

Pasien bayi / anak-anak ditimbang dahulu untuk menentukan dosis obat premedikasi.

3.      Pelaksanaan

Pasien / keluarganya diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tindakan yang akan

dikerjakan. Perawat cuci tangan. Kepala diukur dengan menggunakann metlyn, posisi

pasien duduk dikursi ( kalau kondisi pasien tidak memungkinkan, diukur dengan

posisi tidur terlentang pada tengkuk diberi bantalan supaya tidak ada penekanan )

dengan menggunakan system Ten – Twenty. Hasil pengukuran diberi tanda dengan

Page 74: Ect

spidol merah supaya jelas. Selesai pengukuran kepala yang sudah bertanda spidol

merah dibersihkan dengan kapas alcohol, kemudian digosok perlahan dengan skin

pure, elefik paste ditempelkan sesuai hasil pengukuran tadi, sampai selesai. Pasien

dianjurkan untuk tidur terlentang, tengkuk diberi bantalan kemudian electrode ( 22

elektrode )di tempelkan di atas elefik . Sebelum mulai merekam pasien dianjurkan

untuk tetap rileks dan diberi penjelasan apa yang harus dilakukan pada saat

perekaman. Rekaman / pemeriksaan EEG diawali dengan kalibrasi sesuai dengan

kebutuhan. Perekaman dimulai dari pattern 1 ( satu ) sampai 6 ( enam ) dengan waktu

kurang lebih 15 sampai 20 menit ( 60 lembar kertas ). Pattern 1 ( pertama ) pasien

dianjurkan untuk menutup dan membuka mata ( kecuali pasien yang tidak sadar atau

pasien yang dengan premedikasi ) sampai 10 lembar kertas atau lebih kurang 3 menit.

Pattern ke 2 ( kedua ) pasien dianjurkan untuk menutup mata dan menjawab

pertanyaan yang diberikan dan tidak diperbolehkan menggeleng atau

menganggukkkan kepala, waktu sama dengan pattern pertama. Pattern ke 3 ( ketiga )

pasien dianjurkan untuk membuka mata kemudian dilakukan PS ( photic stimulation )

sampai selesai kemudian pasien diminta untuk menutup mata lagi, pasien dianjurkan

untuk nafas panjang atau HV ( hiper ventilasi ) waktu sama dengan pattern

sebelumnya. Setelah nafas panjang selesai pasien nafas biasa dan diperbolehkan tidur

sampai perekaman selesai. Pattern keempat sampai empat lembar kertas, kertas

dibalik dan dilanjutkan sampai sepuluh lembar kertas dengan waktu yang sama tanpa

aktivitas, begitu juga dengan pattern kelima dan keenam. Pada pasien yang memakai

obat premedikasi mulai dari pattern pertama sampai keenam tidak dilakukan

aktivitas. Setelah pattern keenam kembali ke pattern ketiga dan pasien dibangunkan

untuk dilakukan Photik .Pada akhir perekaman dilakukan kalibrasi lagi. Apabila di

tengah – tengah perekaman grafik mengecil atau terlalu tinggi maka kalibrasi bisa

dirubah sesuai dengan kebutuhan.Segala sesuatu yang terjadi pada saat perekaman

dicatat pada kertas perekaman. Setelah proses perekaman selesai, electrode dilepas

dimasukkan dalam air yang sudah disediakan pada suatu tempat dan kulit kepala

dibersihkan dengan kapas basah. Pada kertas perekaman diisikan identitas pasien,

tanggal, dan nomor register. Hasil perekaman diberikan pada pasien / keluarganya

untuk kembali ke dokternya, kecuali pasien konsulan hasil perekaman diserahkan ke

dokter spesialis saraf terlebih dahulu untuk pembacaan sebelum kembali pada dokter

yang bersangkutan. Elektrode dan alat – alat yang lain dibersihkan, dirapikan, perawat

mencuci tangan.

Page 75: Ect

Bab IV

Penutup

A.    KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas maka kami menarik kesimpulan bahwa :

Lumbal pungsi merupakan pengeluaran cairan serebrospinal (CSS) dengan cara

memasukan jarum keruang subarachnoid. Pengambilan cairan serebrospinal sendiri

dilakukan untuk mendiagnosa berbagai indikasi penyakit yang biasanya menyerang

bagian otak. Saat melakukan lumbal pungsi persiapan pasien harus diperhatikan

secara mendetail, persiapan alat dan bahan serta tenaga medis juga harus secara

mendetail, dikarenakan keintensifan pelaksanaa lumbal pungsi. Lumbal pungsi sendiri

tidak dianjurkan dilaksanakan pada balita. Selanjutnya, Electroencephalogram (EEG)

merupakan suatu tes untuk mendeteksi kelainan aktifitas elktrik otak. Ada beberapa

tujuan EEG salah satunya untuk mendiagnosa dan mengklarifikasi epilepsy. EEG

abnormal terjadi pada kelainan neurologic seperti penyakit konvulsif, tumor

intracranial. Pelaksanaan EEG sendiri sama halnya dengan brain mapping, dan EKG

pada system kardiovaskular. Proses perekaman EEG pada pasien dilakukan di kulit

kepala dengan menempelkan elektroda-elektroda pada kulit kepala, dalam hal ini kulit

kepala diwajibkan dalam keadaan bersih dan tidak menggunakan minyak rambut.

B.     SARAN

Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan :

1.      Sebagai seorang perawat dan calon perawat hendaknya kita perlu memiliki

pengetahuan yang lebih mengenai cara-cara plaksanaan Lumbal pungsi dan EEG serta

berbagai Indikasinya.

2.      Sebagai masyarakat, kita perlu mengetahui indikasi, kontra indikasi dan komplikasi

dari tindakan melakukan EEG dan Lumbal Pungsi, sehingga penanganan dini

kelainan otak dapat tercapai.

Page 76: Ect

REFERENSI

Brunner and Suddarth’s. 1999. Medical Surgical Nursing. 9th Edition. Lippincot :

Philadelphia

Lewis, Heitkemper and Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing : Assessment

an

Management of Clinical Problems. Volume 2. Mosby : St. Louis Missouri

Luckmann and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing : A Psychophysiologic

Appraoach.

4th Edition. WB Saunders : Philadelphia.

Reis CE. 2006. Lumbar Puncture. Diambil dari internet tanggal 20 Februasi 2006,

pukul 20.45

…. www.arrowheadhospital.com. 2006. Physician Employed Nurse Practioner.

Diambil dari internet tanggal 9 oktober 2012 pukul 20.00

….www.ngt.org.uk. 206. Lumbar Puncture. Diambil dari internet tanggal 9 oktober

2012,

pukul 21.00

….www.mtio.com. 206. Lumbar Puncture. Diambil dari internet tanggal 9 oktober

2012,

pukul 20.30

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

5.

Page 77: Ect

Mar

4

Pemeriksaan ECT dan Brain Mapping

PERSIAPAN PEMERIKSAAN ECTDAN

PERSIAPAN PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING

Oleh : kelompok

EVART MANOI

DENIS MANANSALJOANETE KOMALIG

YULANDA TUMELENGNORMACHRISTI KOJONGIAN

SERNI IRJAYANTI RONGA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE

Page 78: Ect

MANADO2012

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A.    PERSIAPAN PEMERIKSAAN ECT

Pada penanganan klien gangguan jiwa di Rumah Sakit baik kronik maupun

pasien baru biasanya diberikan psikofarmaka ,psikotherapi, terapi

modalitas yang meliputi terapi individu, terapi lingkungan, terapi kognitif,

terapi kelompok terapi perilaku dan terapi keluarga. Biasanya pasien

menunjukan gejala yang berkurang dan menunjukan penyembuhan, tetapi

pada beberapa klien kurang atau bahkan tidak berespon terhadap

pengobatan sehingga diberikan terapi tambahan yaitu ECT (Electro

Convulsive Therapy).

a. Pengertian

Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik

dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang

ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand

mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.Mekanisme

kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT

menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan

kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.

b. Indikasi

1. Gangguan afek yang berat: :pasien dengan depresi berat atau gangguan

bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik pada pemberian

ECT (80-90% membaik versus 70% atau lebih dengan antidepresan).

Page 79: Ect

Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas (seperti insomnia, konstipasi;

riwayat bunuh diri, obsesi rasa bersalah, anoreksia, penurunan berat badan,

dan retardasi psikomotor) cukup bersespon.

2. Skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited

memberikan respons yang baik dengan ECT. Tetapi pada keadaan

schizofrenia kronik hal ini tidak teralalu berguna.

c. Kontraindikasi

1) Tumor intra kranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran

3) Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.

4) Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung.

5) Asthma bronchiale, dapat memperberat keadaan penyakit yang diderita

d. Komplikasi

1) Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi

berakhir 2-3 bulan (tetapi kadang-.kadang lebih lama dan lebih berat

dengan metode bilateral, jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan

listrik yang meningkat dan adanya organik sebelumnya.

2) Sakit kepala, mual, nyeri otot.

3) Kebingungan.

4) Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal

5) Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik.

6) Risiko anestesi pada ECT, atropin mernperburuk glaukom sudut sempit,

kerja Suksinilkolin diperlama pada .keadaan defisiensi hati dan bisa

menyebabkan hipotonia.

e. Persiapan ECT (Pra-ECT)

1) Lengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik, konsentrasikan pada

peme¬riksaan jantung dan status neurologic, pemeriksaan darah perifer

lengkap, EKG, EEG atau CT Scan jika terdapat gambaran Neurologis tidak

abnormal. Hal ini penting mengingat terdapat kontraindikasi pada gangguan

Page 80: Ect

jantung, pernafasan dan persarafan.

2) Siapkan pasien dengan, informasi, dan. dukungan, psikologis.

3) Puasa setelah tengah malam.

4) Kosongkan kandung kemih dan lakukan defekasi

5) Pada keadaan ansietas berikan 5 mg diazepam 1-2 jam sebelumnya

6) Antidepresan, antipsikotik, diberikan sehari sebelumnya

7) Sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan (dan sejenisnya) harus dihentikan -

sehari sebelumnya.

f. Pelaksanaan ECT

1) Buat pasien merasa nyaman. Pindahkan ke tempat dengan permuka¬an

rata dan cukup keras.

2) Hiperekstensikan punggung dengan bantal.

3) Bila sudah siap, berikan premedikasi dengan atropin (0,6-1,2 mg SC, IM

atau IV). Antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan

sekresi gastrointestinal.

4) Sediakan 90-100% oksigen dengan kantung oksigen ketika respirasi

tidak spontan.

5) Beri natrium metoheksital (Brevital) (40-100 mg IV, dengan cepat).

Anestetik barbiturat kerja singkat ini dipakai untuk menghasilkan koma

yang ringan.

6) Selanjutnya, dengan cepat berikan pelemas otot suksinilkolin (Anectine)

(30-80 mg IV, secara cepat awasi kedalaman relaksasi melalui fasikulasi

otot yang dihasilkan) untuk menghindari kemungkinan kejang umum

(seperti plantarfleksi) meskipun jarang.

7) Setelah lemas, letakkan balok gigi di mulut kemudian berikan stimulus

listrik (dapat dilakukan secara bilateral pada kedua pelipis ataupun

unilateral pada salah satu pelipis otak yang dominan)

g. Post ECT

1) Awasi pasien dengan hati-hati sampai dengan klien stabil kebingungan

Page 81: Ect

biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.

2) Pasien berada pada resiko untuk terjadinya apneu memanjang dan

delirium pascakejang (5 10 mg diazepam IV dapat membantu)

B.     PERSIAPAN PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING

Pengertian

Kecelakaan fisik yang terjadi pada otak seperti gegar otak, radiasi otak,

gangguan yang disebabkan oleh racun dari luar, seizure disorder, Alzheimer ,

anoxia dan infeksi pada otak (spt., peradangan selaput otak) yang disertai

perubahan aktivitas gelombang otak, ADD, OCD, anxiety, depresi dan

seseorang yang lemah dalam belajar merupakan ciri-ciri adanya permasalahan

pada gelombang otak manusia.

EEG Brain MappingEEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat

untuk mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG

(Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping",

memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan

memberikan analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG.

QEEG bekerja menyerupai cara kerja EEG, akan tetapi data yang diperoleh

dari QEEG bisa ditampilkan dalam berbagai jenis sesuai kebutuhan, bisa

dalam bentuk gambar topografi, berupa diagram, atau beropa gambar-gambar

yang menunjukkan aktivitas pada bagian cortex (luar otak).

Page 82: Ect

Prosedur

Prosedur Brain Map meliputi menempatkan elektroda di berbagai area pada

kulit kepala sebagai sarana untuk mengukur aktivitas gelombang otak dari

klien (EEG). Sesuatu berbentuk gel ditempelkan pada setiap elektroda untuk

mendapatkan sinyal yang baik. Prosedur yang dilakukan non-invasif dan

tidak menimbulkan rasa sakit. Tidak ada sesuatu pun yang dimasukkan ke

dalam otak. Electroencephalogram secara murni hanya menggambarkan

gelombang listrik di dalam otak. Rekaman EEG diambil dalam beberapa

kondisi atau tes.

Kondisi yang direkam adalah pada saat a)mata tertutup, b)mata tertutup, c)

membaca untuk memahami atau mengerjakan soal matematika dengan tingkat

kesulitan tertentu. Analisis statistik membandingkan data subjek dengan

database normative dari anak maupun orang dewasa lainnya. Data kemudian

dievaluasi berdasarkan persentase yang ada dan kemudian dibandingkan

dengan database normatif dari kebervariasian yang ada.

Sementara teknik-teknik lain (CT, MRI, PET, SPECT dll.) cenderung

mengukur aliran darah ke otak, metabolisme otak atau mengamati bagian-

bagian otak, QEEG justru mengukur arus listrik yang dihasilkan oleh otak atau

biasa disebut gelombang otak. QEEG menyediakan data analisis yang

sebetulnya sangat kompleks tentang gelombang otak dengan karakteristik

khusus baik itu secara simetris, tahap-tahap perubahannya, hubungan antara

satu dengan lainnya, luas gelombang otak yang dihasilkan, power dan

gelombang otak yang dominan. Faktanya, gangguan kecil pada gelombang

otak bisa jadi adalah pertanda awal dari permasalahan besar yang bisa terjadi

pada otak dan tubuh kita.

Page 83: Ect

Hasil laporan dari alat QEEG akan dibandingkan dengan data normatif. Data

normatif ini merupakan data yang diperoleh dari pencatatan otak pada kurang

lebih ratusan otak pada manusia yang sehat. Perbandingan tersebut disebut

sebagai Z scores, Yang mana menggambarkan selisih antara data normatif

dengan data klien yang bermasalah.

Penggunaan utama dari QEEG adalah untuk memeriksa pola struktur dan

frekwensi gelombang otak serta untuk membantu seseorang yang akan

menjalani proses terapi neurotherapy sehingga nantinya memiliki perhitungan

yang tepat sehingga bisa seperti gelombang otak yang normal lainnya.

QEEG bukan merupakan alat yang menciptakan diagnosa, akan tetapi

merupakan alat untuk membantu terapis dalam menentukan diagnosa. QEEG

diciptakan bukan untuk mengganti peran EEG; hal itu merupakan dua hal

yang berbeda terutama bagi Spesialis Otak yang menggunakan EEG dan

bukan QEEG dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry.

California: Year Book Medical Publishers

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (2000). Synopsis of Psychiatry.

New York: Williams and Wilkins

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric

Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.

http://www.neurotherapy.asia/eeg_brain_mapping.htm

Page 84: Ect

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Salah satu terapi pada psikiatri atau dunia kedokteran jiwa yang tidak banyakdiketahui oleh banyak masyarakat adalah suatu terapi kejut dengan menggunakansebuah instrumen khusus yang dinamakan sebagai ECT (Electro ConvulsionTherapy). Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengandipasung, dirantai, atau diikat, lalu ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa,sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat. Terapi dalam gangguan jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan farmakologi tetapi juga denganpsikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau penyakit pasienyang akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapitotal.Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dancara tertentu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk menimbulkankejang grand mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrodayang dipasang pada satu atau dua “temples”(Stuard,2007).

Pada pelaksanaanpengobatan ECT, mekanismenya sebenarnya tidak diketahui, tapi diperkirakanbahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia dalam otak. Suatupeningkatan kadar norefinefrin dan serotonin, mirip efek obat antidepresan.Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek sampingyang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saatpasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yangdisertai dengan kehilangan memori (Erlinafsiah, 2010).

EEG Brain MappingEEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG (Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping", memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan memberikan analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG. QEEG bekerja menyerupai cara kerja EEG, akan tetapi data yang diperoleh dari QEEG bisa ditampilkan dalam berbagai jenis sesuai kebutuhan, bisa dalam bentuk gambar topografi, berupa diagram, atau beropa gambar-gambar yang menunjukkan aktivitas pada bagian cortex (luar otak).

Page 85: Ect

Tujuan Umum

1.   Penulis dapat memahami dan mengerti tentang persiapan pemeriksaan ECT.

2.      Penulis dapat memahami dan mengerti tentang persiapan pemeriksaan brain mapping

Tujuan Khusus

1. penulis mampu melakukan intervensi peda pemmeriksaan ECT dan Brain mapping

Manfaat Penulisan

Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang persiapan pemeriksaan ECT dan persiapan pemeriksaan brain mapping

Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Manfaat Penelitian,Sistematika Penulisan.BAB II : A.Pengertian, Indikasi, Kontraindikasi,Komplikasi, Persiapan ECT(pra ECT), Penatalaksanaan ECT, Post ECT. B.Pengertian, Prosedur .BAB III : Kesimpulan.

Page 86: Ect

BAB IIIKESIMPULAN

A.    ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik danmenimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalahbentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yangditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall. Therapi ECTmerupakan peubahan untuk penderita psikiatrik berat, dimana pemberian arus listriksingkat dikepala digunakan untuk menghasilkan kejang tonik klonik umum.Padaterapi ECT ini,ada efek samping yang di hasilkan.Oleh karena itu perawat harusmemperhatikan efek samping yang akan terjadi.Dan peran perawat dalam terapiECT yaitu perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat danmengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akandilakukan.

B.     EEG Brain MappingEEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG (Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping", memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan memberikan analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG.

Page 87: Ect

DAFTAR ISI

Cover

1

Daftar Isi

2

BAB 1 Pendahuluan

3

a. Latar belakang

3

b. Tujuan Umum

4

c. Tujuan Khusus

4

d. Manfaat penulisan

4 e. Sistematika penulisan

4

BAB II Laporan Pendahuluan

5

A. Pengertian

5

Page 88: Ect

Indikasi

5

Kontraindikasi

6

Komplikasi

6

Persiapan ECT(pra ECT)

6

Penatalaksanaan ECT

7

Post ECT

7

B.Pengertian 8

Prosedur

8,9

BAB 111 Kesimpulan

10

Daftar Pustaka

11

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

Page 89: Ect

6.

Mar

4

Pemeriksaan Fisik

BAB I

Pendahuluan

A.     Latar Belakang

Pengkajian kesehatan menyeluruh seorang individu terdiri dari tiga komponen:

wawancara dan riwayat kesehatan; pengamatan umum dan pengukuran tanda-

tanda vital; dan pemeriksaan fisik, yang meliputi evaluasi diagnostik, interpretasi

temuan klinis, diagnosis, terapi dan tindak-lanjut.

Pemeriksaan dalam keperawatan menggunakan pendekatan yang sama dengan

pengkajian fisik kedokteran, yaitu dengan pendekatan inspeksi, palpasi, auskultasi

dan perkusi . Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk menegakkan diagnosis

yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang diderita klien . pengkajian fisik

keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan model keperawatan

yang lebih difokuskan pada respon yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan

yang dialami. Pengkajian fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik

yang secara umum perawat dapat membuat perencanaan tindakan untuk

mengatasinya. Untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik

dilakukan pengkajian riwayat kesehatan, riwayat psikososial, sosek, dll. Hal ini

memungkinkan pengkajian yang fokus dan tidak menimbulkan bias dalam

mengambil kesimpulan terhadap masalah yang ditemukan.

B.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dan tujuan pemeriksaan fisik.

Page 90: Ect

2.      Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan fisik.

3.      Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada Alzeimer, Dementia, dan Epilepsi.

BAB II

Tinjauan Pustaka

A.     Pemeriksaan fisik

1.      Definisi

Pemeriksaan fisik adalah salah satu tehnik pengumpul data untuk mengetahui

keadaan fisik dan keadaan kesehatan.

2.      Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik

a.       Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan

Page 91: Ect

b.      Jagalah privasi pasien

c.       Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis

d.      Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan,

kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa)

e.       Beri instruksi spesifik yang jelas

f.       Berbicaralah yang komunikatif

g.      Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan

h.      Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien

3.      Jenis pemeriksaan fisik

a.       Pemeriksaan Inspeksi

a)      Definisi

Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan

indera penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal atau

tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi

digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan

lainnya dari tubuh pasien.

b)      Cara pemeriksaan

1.      Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri

2.      Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien

membuka sendiri pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka

sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan

sedangkan bagian lain ditutupi selimut).

3.      Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan

abnormalitas.

4.      Catat hasilnya

b.      Pemeriksaan Palpasi

a)      Definisi

Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan

perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau

tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya

getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan

dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa

palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping

untuk menemukan yang tidak terlihat.

Page 92: Ect

b)      Cara pemeriksaan

1.      Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian

mana yang diperiksa dan Bagian tubuh yang diperiksa harus

terbuka

2.      Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang nyaman

untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil

pemeriksaan

3.      Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering

4.      Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan

relaksasi otot.

5.      Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan

tekanan ringan dan sebentar-sebentar.

6.      Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan

kelainan

7.      Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur

tulang.

8.      Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.

9.      Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang

dalamnya kurang dari 1 cm.

10.  Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan

dengan kedalaman 1 - 2,5 cm.

11.  Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan

dengan kedalaman lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan

mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan direlaksasi dan

diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh, sedangkan

tangan yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk

mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.

12.  Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul,

tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat

kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa

nyeri raba / tekan .

13.  Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat

c.       Pemeriksaan Perkusi

a)      Definisi

Page 93: Ect

Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan

bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh

dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan

ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/

gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui.

Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang

dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan

struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak

jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan

b)      Cara pemeriksaan

1.      Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada

bagian mana yang akan diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa

harus terbuka

2.      Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman

untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil

perkusi.

3.      Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan

relaksasi otot.

4.      Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.

5.      Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :

         Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan

jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung

jari.

         Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :

1.      Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai

fleksimeter di letakkan dengan lembut di atas permukaan

tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-jari lain tidak

menempel pada permukaan tubuh.

2.      Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai

fleksor, untuk memukul/ mengetuk persendian distal dari

jari tengah tangan kiri.

3.      Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak

bergerak dan pergelangan tangan rileks

Page 94: Ect

4.      Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area

tubuh.

5.      Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.

a)      Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan

oleh perkusi.

Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada

tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum

(lambung).

b)      Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada

rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).

c)      Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras,

waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).

d)      Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai

menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas

seperti petir (hati).

e)      Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada

tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot).

d.      Pemeriksaan Auskultasi

a)      Definisi

Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan

bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan

untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara membandingkan

dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada untuk

mendengar suara napas dan bila dilakukan di abdomen mendengarkan

suara bising usus.

b)      Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :

1)      Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.

2)      Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.

3)      Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara

4)      Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang

terdengar pada organ yang berbeda, sehingga bunyi abnormal

dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk mendeteksi suara

diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop yang berfungsi

Page 95: Ect

menghantarkan, mengumpulkan dan memilih frekuensi suara.

Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang

karet/plastik dan telinga. Selang karet/plastik stetoskop harus

lentur dengan panjang 30-40 cm dan bagian telinga stetoskop

yang mempunyai sudut binaural dan bagiannya ujungnya

mengikuti lekuk dari rongga telinga Kepala stetoskop pada waktu

digunakan menempel pada kulit pasien.

Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :

         Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada

tekanan ringan, seperti pada bunyi jantung dan vaskuler. Bila

ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi tinggi terdengar

lebih keras karena kulit menjadi teranggang, maka cara

kerjanya seperti diafragma.

         Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti

bunyi usus dan paru

c)      Cara pemeriksaan

1)      Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian

mana yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus

terbuka

2)      Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman

3)      Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara

bagian kepala, selang dan telinga

4)      Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga

pemeriksa sesuai arah, ukuran dan lengkungannya. Stetoskop

telinga

5)      Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada

telapak tangan pemeriksa atau menggosokan pada pakaian

pemeriksa

6)      Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan

diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistimatis

7)      Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada

rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler

dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi

usus dan paru

Page 96: Ect

8)      Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

4.      Posisi Pemeriksaan

Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal, maka posisi

pemeriksaan sangat menentukan. Beberapa posisi yang umum dilakukan

yaitu :

1)      Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur. Digunakan untuk

pemeriksaan pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas

atas.

2)      Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang dengan kepala

disangga bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada

depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan nadi perifer

3)      Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan

kaki menyentuh tempat tidur

4)      Posisi sims (tidur miring) , untuk pemeriksaan rectal dan vagina

5)      Posisi Prone (telungkup), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung

6)      Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan

fleksi.

7)      Untuk pemeriksaan rectal dan vagina

8)      Posisi knee chest (menungging), untuk pemeriksaan rectal

9)      Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan

keseimbangan.

B.     Alzeimer

1.      Definisi

Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan

apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak

mengerut dan mengecil.

Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua. Risiko

untuk mengidap Alzheimer, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Bermula

pada usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko lima persen mengidap penyakit ini

Page 97: Ect

dan akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahun, kata seorang dokter. Menurutnya,

sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orang tua, namun sejarah membuktikan

bahawa pesakit pertama yang dikenal pasti menghidap penyakit ini ialah wanita

dalam usia awal 50-an.

2.      Faktor risiko

1)      Pengidap hipertensi yang mencapai usia 40 tahun ke atas

2)      Pengidap kencing manis

3)      Kurang berolahraga

4)      Tingkat kolesterol yang tinggi

5)      Factor keturunan

3.      Kriteria diagnose

Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:

1)    Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:

         Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan

status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta

dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik

         Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2

         Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

         Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun

         Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2)    Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:

         Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa,

ketrampilan motorik, dan persepsi

         ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku

         Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan

neuropatologi

         Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan

nonspesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat

         Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

4.      Pemeriksaan penunjang

1)       Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi

neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris,

Page 98: Ect

sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa

penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus

temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks

motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937). Kelainan-

kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:

a.    Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen

abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT

ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia

alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain

didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak

manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal,

supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya

demensia.

b.    Senile plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve

ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid

ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat

pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini

terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks

piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks

somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga

terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas

Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.

Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan

gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

c.    Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada

penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks

terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan

frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang

otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra.

Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari

Page 99: Ect

meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel

serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.

Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik

yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini

merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

d.   Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat

menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna

dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada

korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan

pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan

batang otak.

e.    Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada

enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah

kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body

kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy

body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson.

Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit

alzheimer.

2)       Pemeriksaan neuropsikologik

Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi

pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya

gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit

yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang

ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti

gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan

pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik

mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:

a.       Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang

dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat

penuaan yang normal.

b.      Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan

untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan

Page 100: Ect

deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,

dan gangguan psikiatri

c.       Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang

diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. The Consortium

to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan

suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat

batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana

pemeriksaannya terdiri dari:

a)    Verbal fluency animal category

b)    Modified boston naming test

c)    mini mental state

d)    Word list memory

e)    Constructional praxis

f)    Word list recall

g)    Word list recognition

Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada

kontrol

3)       CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat

kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer

antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan

kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti

multiinfark dantumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran

ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat

spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada

demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita

sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia

alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala

klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan

peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping

anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi

untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran

atropi juga terlihat pada daerah subkortikal sepertiadanya atropi

hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.

Page 101: Ect

Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia

dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan

ukuran (atropi) dari hipokampus.

4)       EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang

pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada

lobus frontalis yang non spesifik.

5)       PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,

metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat

menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan

kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi

penelitian neuropatologi

6)       SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan

ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif.

Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7)       Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita

alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan

penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12,

Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi

sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

C.     Dementia

1.      Definisi

Demensia (bahasa Inggris: dementia, senility) merupakan istilah yang digunakan

untuk menjelaskan penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi

pada otak. Demensia bukan berupa penyakit dan bukanlah sindrom. Pikun merupakan

gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum berarti indikasi terjadinya

demensia.

Demensia (Pikun) adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan

sekelompok gejala yang terdiri dari kehilangan ingatan, gangguan penilaian,

Page 102: Ect

disorientasi dan perubahan tingkah laku, yang cukup akut untuk mengakibatkan

kehilangan fungsi.

Demensia (Pikun) bukan merupakan bagian dari proses penuaan normal, meskipun

lansia lebih rentan untuk menjadi pikun. Demensia (Pikun) terjadi akibat adanya

degenerasi fungsi otak, yang pada akhirnya mempengaruhi kegiatan sosial atau kerja

(misalnya pekerjaan, hobi, berbelanja, memasak, berpakaian, makan, mandi dan

kegiatan higienis).

Orang-orang yang menderita demensia sering tidak dapat berpikir dengan baik dan

berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik. Oleh sebab itu mereka lambat laun

kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan dan perlahan menjadi

emosional, sering hal tersebut menjadi tidak terkendali. Banyak penyakit/sindrom

menyebabkan demensia, seperti stroke, Alzheimer, penyakit Creutzfeldt-Jakob,

Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia juga dapat diinduksi oleh

defisiensi niasin. Demensia pada Alzheimer dikategorikan sebagai simtoma

degeneratif otak yang progresif. Mengingat beban yang ditimbulkan penyakit ini,

masyarakat perlu mewaspadai gangguan perilaku dan psikologik penderita demensia

Alzheimer.

2.      Faktor resiko

Pertambahan usia, faktor kardiovaskular seperti hipertensi, dan lebih langka, faktor

genetik, berkontribusi terhadap resiko demensia.

3.      Gejala

         Akhir-akhir ini hilang ingatan sehingga mempengaruhi kinerja bekerja

         Kesulitan dalam menjalankan tugas-tugas rutin

         Permasalahan dengan bahasa

         Disorientasi waktu dan jarak

         Penilaian buruk atau berkurang

         Masalah dengan pemikiran abstrak

         Salah menempatkan barang-barang

         Perubahan kepribadian

         Kehilangan inisiatif

         Perubahan suasana hati atau tingkah laku

4.      Pemeriksaan Demensia (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini

belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain untuk

Page 103: Ect

menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan

antara lain :

a.       Riwayat medik umum

Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang

dapat menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi

kronik. Penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia

vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada penderita demensia sering

menoleh yang disebut head turning sign.

b.      Riwayat neurologi umum

Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-

kondisi khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma

kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak

karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti

gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan

demesia lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab

degeneratif.

c.       Riwayat neurobehavioral

Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia

atau tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka

pendek dan memori jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan

bahasa, fungsi eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang, bepergian,

mengurus uang dan membuat keputusan.

d.      Riwayat psikiatrik

Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah

mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada

tidaknya riwayat depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku

agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga

dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini disebut pseudodemensia.

e.       Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan

Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan

gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten.

Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau

tidak spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti

Page 104: Ect

depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi

kognitif.

f.       Riwayat keluarga

Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga,

terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik,

psikiatrik.

g.      Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik

umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis,

pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.

h.      Pemeriksaan penunjang (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

a)      Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia

khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang

demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:

pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium

darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat

b)      Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan

demensia.

c)      Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia

akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan

meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus

normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

d)     Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid

polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan

epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.

Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia

Page 105: Ect

Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan

pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin

meningkat.

i.        Pemeriksaan neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas

sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. .(Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003). Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai

penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi

kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi

visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi

sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk

membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat

pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:

o   mampu menyaring secara cepat suatu populasi

o   mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan

demensia. (Sjahrir,1999)

Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

adalah test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi

sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)

Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering

dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam

mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau

penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27

dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang

signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003)

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling

rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini

mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor

MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80

tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26

Page 106: Ect

untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4

tahun. Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan

umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu

metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.

(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori

antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas

sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang

dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian

fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif.

Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat

demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang

dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi

Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001).

D.     Epilepsy

1.      Definisi

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan

pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat

melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau lebih luas pada

kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis kompleks

yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan

neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman

elektroensefalografi (EEG), atau keduanya.

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang

berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan

International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali

definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor

predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis,

kognitif,psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini

membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya.

2.      Diagnosis

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk

bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran

Page 107: Ect

epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke

diagnosis adalah sebagai berikut:

a.       Anamnesis

Tahap pertama mengevaluasi penderita dengan kemungkinan epilepsi

adalah menetapkan apakah penderita menderita kejang atau tidak.

Anamnesis yang lengkap seorang dokter dapat memperkirakan apakah

seseorang benar menderita kejang atau tidak, dan juga perlu untuk

menentukan tipe kejang atau jenis epilepsi tertentu. Penentuan tipe kejang

atau epilepsi sangat penting karena pengobatan penderita epilepsi salah

satunya didasarkan pada tipe kejang atau jenis epilepsi. Anamnesis dapat

dilakukan pada pasien atau saksi mata yang menyaksikan pasien kejang.

Sering penderita datang dalam keadaan tidak sadar, sehingga gambaran

bangkitan sebagian besar berdasarkan pada anamnesis. Ini sering

bergantung pada kepandaian pemeriksa untuk menentukan pola bangkitan

dan kepandaian saksi mata dalam melukis bangkitan. Untuk penentuan

penyebab dari kejang, dokter harus menentukan apakah ada anamnesa

keluarga dengan epilepsi, trauma kepala, kejang demam, infeksi telinga

tengah atau sinus atau gejala dari keganasan.

Adapun pertanyaan yang penting untuk ditelusuri berupa:

         Pola / bentuk bangkitan

         Lama bangkitan

         Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

         Frekuensi bangkitan

         Faktor pencetus\

         Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

         Usia saat terjadinya bengkitan pertama

         Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan / kelahiran dan

perkembangan bayi / anak

         Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

         Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

b.      Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologi

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda dari

gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala,

Page 108: Ect

infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal

atau difus,  kecanduan obat terlarang atau alkohol dan kanker.

c.       Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

         EEG (elektroensefalogram)

Merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak.

Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki

resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur

impuls listrik di dalam otak. Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan

pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab yang biasa diobati.

EEG hanyalah suatu pemeriksaan, bukan penentu diagnosis pasti.

Interpretasi gambaran EEG harus dilakukan dengan hati-hati. Pada

sebagian pasien, digunakan teknik-teknik pengaktifan tertentu, seperti

hiperventilasi atau stimulasi cahaya berkedip-kedip, untuk memicu

munculnya pola listrik yang abnormal. Bahkan setelah pemeriksaan

EEG berulang, hasil tetap negatif pada hampir 20% pasien. EEG yang

normal sering dijumpai pada anak dengan kejang tonik-klonik.

Rekaman EEG digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah otak

spesifik yang terlibat dalam lepas muatan abnormal, dan data ini

dikolerasikan dengan rekaman video.

         Pemeriksaan Laboratorium.

Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan

darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar

gula darah, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali fosfatase),

ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi. Pemeriksaan darah rutin

dilakukan untuk:

  Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah

  Menilai fungsi hati dan ginjal

  Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat

menunjukkan adanya infeksi)

         Pemeriksaan cairan serebrospinal bila dicurigai adanya infeksi SSP

         Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk dilakukan bila ada indikasi

misalnya adanya kelainan metabolik bawaan.

         EKG (elektrokardiogram)

Page 109: Ect

EKG dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung

sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa

menyebabkan seseorang mengalami pingsan.

         CT – Scan dan MRI

CT –scan dan MRI dilakukan untuk melihat ada tidaknya neuropati

fokal. MRI lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya

tumor kecil, malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus

temporalis.

         Pungsi Lumbal

Kadang dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.

BAB III

Penutup

Page 110: Ect

A.     Kesimpulan

Pemeriksaan fisik adalah salah satu tehnik pengumpul data untuk mengetahui

keadaan fisik dan keadaan kesehatan. Jenis-jenis pemeriksaan fisik yaitu, palpasi,

auskultasi, perkusi, dan inspeksi. Pemeriksaan penunjang juga termasuk dalam

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sangat

diperlukan untuk mendiagnosa klien dengan alzeimer, dementia & epilepsi

B.     Saran

Pemeriksaan fisik sangat diperlukan untuk menentukan diagnose bagi klien

sehingga kita harus mengetahui pemeriksaan fisik apa yang dperlukan khususnya

bagi alzeimer, dementia dan epilepsy. Terutama bagi mahasiswa keperawatan

yang nantinya akan melakukan pemeriksaan fisik pada klien.

Page 111: Ect

Daftar Pustaka

Blass J et al. Thiamin and alzheimer disease. Arch. Neurol. 1988(45): 833-835

BR Reed. Alzheimer disease: age antibodi onset and SPECT pattern of reginal

cerebral blood flow, Archieves of Neurology, 1990(47):628-633

Cummings, MD Jeffrey L. Dementia a clinical approach.2nd ed. Butter worth: 43-93

DL Spark. Aging and alzheimer disease: alteredd cortical serotogenic binding. Arch.

Neurology, 1989(46): 138-145.

E.Mohr. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology, 1989(46):

376-378

Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in

population survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932

J.C. Morries. The consortium to establish a registry for alzheimer disease

(CERALD)

part I: clinical and neuropsycologycal assessment of ADALAH.Neurology,

1989 (39):1159-1105

Jaka.2009.Dementia. http://www.drjaka.com/2009/10/demensia.html diakses pada 16

oktober 2012 pada 18.00 WITA

Kathleen A. Neuropsycological assessment of alzheimer disease. Neurology 1997

(49): S11-S13

Made.2012.Askep Demensia. http://udayatimade.blogspot.com/2012/05/askep-

demensia.html diakses pada 16 Oktober 2012 pada 18.00 WITA

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

Page 112: Ect

7.

Mar

4

Tingkat Kesadaran

Daftar Isi

BAB I

1.1  Latar belakang .................................................2

1.2  Tujuan Penulisan .................................................2

1.3  Manfaat Penulisan .................................................2

BAB II Pembahasan

2.1 Tingakat Kesadaran .................................................3

2.1.1 Pengujian Tingkat Kesadaran .................................................4

2.1.2 Penyebab Penurunan Tingkat Kesadaran .................................................5

2.2 Status Mental .................................................6

2.2.1 Pemeriksaan status mental .................................................7

2.2.2 Pemeriksaan kemampuan berbicara .................................................7

Page 113: Ect

2.2.3 Pengenalan status mental secara formal .................................................7

2.2.4 Pemeriksaan Orientasi ................................................8

2.2.5 Pemeriksaan pengetahuan mengenai kejadian mutakhir ................................................8

2.2.6 Pemeriksaan daya pertimbangan ...............................................8

2.2.7 Penilaian daya abstraksi ................................................8

2.2.8 Pemeriksaan kosakata ................................................8

2.2.9 Pemeriksaan respon emosional ................................................9

2.2.10 Pemeriksaan daya ingat ................................................9

2.2.11 Pemeriksaan integritas aktifitas motorik ................................................ 9

2.2.12 Pemeriksaan Olfaksi ................................................9

2.2.13 Pemeriksaan kemampuan berhitung. ................................................9

2.2.14 Pemeriksaan kemampuan mengenal benda ................................................9

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan..................................................10

3.2 Saran..................................................10

Page 114: Ect

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan fungsi, penyakit, dan kondisi lain pada sistim saraf manusia. Oleh sebab itu dipelajari pula hal-hal yang secara alami dianggap fungsi sistim saraf normal. Misalnya: kepandaian berbahasa, gangguan belajar, pikun dan lain-lainnya. Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi cerebral, fungsi nervus cranialis, fungsi sensorik, fungsi motorik dan reflek.

Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.

Page 115: Ect

Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki.

Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

1.1  TUJUAN PENULISAN

Dalam penulisan makalah ini terdapat 2 (dua) tujuan utama penulisan yaitu;

1.1.1        Tujuan Umum

untuk memberikan informasi mengenai cara pemeriksaan tingkat kesadaran dan status mental pada pasien penderita gangguan kejiwaan.

1.1.2        Tujuan Khusus

Secara khusus bagi :

         Mahasiswa keperawatan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai pemeriksaan tingkat kesadaran dan status mental.

         Institusi keperawatan bertujuan untuk mendambah literatur atau referensi mengenai pemeriksaan tingkat kesadaran dan status mental.

1.3 MANFAAT PENULISAN

penulisan ini diharapkan memberikan manfaat bagi dunia kesehatan pada umumnya terlebih mengenai pemeriksaan tingkat kesadaran dan status mental bagi pasien yang menderita gangguan kejiwaan.

Page 116: Ect

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TINGKAT KESADARAN

Kesadaran mempunyai arti yang luas,kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Keseluruhan dari impuls aferen dapat disebut input susunan saraf pusat dan keseluruhan dari impuls eferen dapat disebut output susunan saraf pusat.

Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan, yaitu aksi dan reaksi terhadap apa yang diserap (dilihat, didengar, dihidu, dikecap. Dan sterusnya ) bersifat sesuai dan tepat. Keadaan ketika aksi sama sekali tidak dibalas dengan reaksi dikenal sebagai koma. Kesadaran yang terganggu dapat menonjolkan kedua seginya, yaitu unsure tingkat dan unsure kualitasnya.Suatu ilustrasi perbedaan tingkat dan kualitas kesadaran ketika seorang klien yang sakit tidak dapat mengenal lagi orang-orang yang biasanya bergaul akrab dengan dia. Orang awam menamakan keadaan itu “ tidak sadar” atau pikiran kacau. Apa yang dimaksud dengan istilah itu adalah kualitas kesaradarannya terganggu. Dalam hal ini, klien tidak menunjukkan gangguan tingkat kesaradan, oleh karena apabila perawat memberi stimuli klien akan memberikan respons dengan perubahan ekspresi nyeri atau klien akan menarik bagian yang diberikan stimuli untuk menghindarinya.

Kualitas kesadaran yang menurun tidak senantiasa menurunkan juga tingkat kesadaran. Tetapi tingkat kesadaran yang menurun senantiasa menggangu kualitas kesadaran. Oleh karena itu fungsi mental yang ditandai oleh berbagai macam kualitas kesadaran sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran.

Pengertian kualitas dan tingkat kesadaran dapat diartikan bahwa jumlah (kuantitas) input susunan saraf pusat menentukan tingkat kesadaran. Cara pengolahan input itu yang melahirkan pola-pola output susunan saraf pusat menentukan kualitas kesadaran. Input susunan saraf pusat dapat dibedakan menjadi input yang bersifat spesifik dan yang bersifat nonspesifik.Pengertian spesifik itu merujuk kepada perjalanan impuls aferen yang khas dan kesadaran yang dilahirkan oleh impuls aferen itu yang khas itu juga. Hal ini berlaku bagi semua lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks perseptif primer. Oleh karena itu penghantaran impuls spesifik itu dikenal sebagai penghantaran impuls aferen dari titik ke titik. Setibanya impuls aferens spesifik ditingkat korteks terciptalah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan, yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan penciuman atau pendengaran tertentu.

Pengertian input yang bersifat nonspesifik itu adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen nonspesifik. Lintasan ini terdiri atas serangkaian neuron-neuron di substansia medulla spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus yaitu ke inti intralaminaris.Impuls aferen spesifik sebagian disalurkan melalui kolateralnya ke rangkaian neuron-neuron substansia metikularis dan impuls aferen itu selanjutnya bersifat nonspesifik oleh karena cara penyalurannya ke thalamus berlangsung secara multisinaptik, unilateral, dan bilateral dan setibanya di nucleus intralaminaris akan membangkitkan inti

Page 117: Ect

tersebut untuk memancar impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara divus dan bilateral. Lintasan aferen yang nonspesifik itu lebih dikenal sebagai diffuse ascending reticular system.

Dengan adanya dua lintasan aferen itu, maka terbentuk penghantaran aferen yang pada prinsipnya berbeda. Lintasan spesifik (jaras spino-talamik, lemniskus medialis, jaras genikolo-kalkarina dsb) menghantarkan impuls dari satu alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya, lintasan aferen nonspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dari tubuh ke titik-titik dibagian seluruh korteks serebri.

Neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang dibangkitkan oleh impuls aferen nonspesifik disebut Neuron Pengemban Kewaspadaan, oleh karena bergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif, maka derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah. Aktivasi neuron-neuron tersebut dilakukan oleh neuron-neuron yang menyusun inti talamik yang disebut Nukleus Intralaminaris. Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai tingkat yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi karena neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi disebut Koma Kortikal Bihemisferik atau oleh karena neuron pembangkit kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan disebut Koma Diensefalik yang dapat bersifat Supratentorial atau Infratentorial.

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Istilah-istilah seperti letargi, stupor, dan semikomatosa adalah istilah yang umum digunakan dalam berbagai area.

2.1.1 PENGUJIAN TINGKAT KESADARAN

a. Secara kualitatif

1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

Page 118: Ect

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )

1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

3. Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

Page 119: Ect

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :

(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)).

2.1.2 PENYEBAB PENURUNAN TINGKAT KESADARAN

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok), penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis), pada keadaan hipo atau hipernatremia, dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis) & epilepsi.

Page 120: Ect

2.2 STATUS MENTAL

Status mental merupakan keadaan kejiwaan yang dimiliki seseorang.

Secara ringkas prosedur pengkajian status mental klien dapat dilakukan meliputi:

1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan melihat cara berpakaian klien, kerapihan, dan kebersihan diri.

2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah dan aktifitas motorik semua ini sering memberikan informasi penting tentang klien.

3. Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran juga diobservasi.

4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal ?

5. Apakah klien sadar dan berespons atau mengantuk dan stupor ?

Untuk melihat lebih jauh penilaian status mental bagi perawat terdapat pada table berikut :

PENILAIAN RESPONS

Perhatian Rentang perhatian ke depan dan ke belakang

Daya ingat - Jangka pendek: mengingat kembali tiga item setelah 5 menit- Jangka panjang : mengingat nama depan ibunya, mengingat kembali menu makanan pagi, kejadian pada hari sebelumnya.

Perasaan (efektif) - Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh, ekspresi tubuh- Deskripsi verbal efektif- Verbal kongruen, indicator tubuh tentang suasana hati.

Bahasa - Isi dan kualitas ucapan spontan- Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-bagian dari suatu benda- Pengulangan kalimat- Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan pesan-pesan singkat pada surat kabar, majalah.- Kemampuan menulis secara spontan, di-dikte.

Pikiran - Informasi dasar (misalnya presiden terbaru, 3 presiden terdahulu)- Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru.

Page 121: Ect

- Orientasi terhadap orang tempat dan waktu.- Menghitung : menambahkan dua angka, mengurangi 100 dengan 7.

Persepsi - Menyalin gambar : persegi, tanda silang, kubus, tiga dimensi.- Menggambar bentuk jam membuat peta ruangan.- Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh.- Memperagakan : mengenakan jaket, meniup peluit, menggunakan sikat gigi.

2.2.1 Pemeriksaan status mental

Pemeriksaan status mental terdiri dari hal-hal berikut ini :

         Bicara

         Orientasi

         Pengetahuan kejadian mutakhir

         Pertimbangan

         Abstraksi

         Kosakata

         Respon emosional

         Daya ingat

         Berhitung

         Pengenalan benda

         Praktis (integrasi aktivitas motorik)

Page 122: Ect

2.2.2 Pemeriksaan kemampuan berbicara

Jika pasien bangun dan waspada, anda sudah dapat mengamati cara berbicaranya. Pasien sekarang diminta untuk mengulangi ungkapan singkat. Apakah ada disatria disfoni,disfasia, atau afasia? Disatria adalah kesukaran artikulasi. Biasanya disatria disebabkan oleh lesi pada lidah dan palatum. Disfoni adalah kesulitan dalam fonasi. Akibatnya perubahan volume dan nada suara. Lesi palatum dan pita suara seringkali menjadi penyebabnya. Disfasia adalah kesukaran memahami atau berbicara sebagai akibat gangguan fungis serebral. Pasien yang kehilangan kemampuan berbicaranya sama sekali menderita afasia. Berbagai daerah di otak menyebabkan afasia yang berbeda-beda. Afasia tidak lancar, motorik, ekspresif ada jika pasien mengetahui apa yang ingin dikatakannya, tetapi menderita gangguan motorik dan tidak dapat mengucapkannya dengan tepat. Ia memahami tulisan dan perintah verbal tetapi tidak dapat mengulanginya. Suatu lesi di lobus frontal sering menjadi penyebabnya. Afasia sensorik, reseptif, lancar, ada jika pasien mengucapkan kata-kata secara spontan tetapi memakai kata-kata secara tidak tepat. Pasien mengalami kesukaran dalam memahami perintah tertulis dan verbal serta tidak dapat mengulanginya. Keadaan sering disebabkan oleh lesi temporoparietal.

2.2.3 Pengenalan status mental secara formal

Selama wawancara, pemeriksa telah memperoleh banyak informasi mengenai status mental pasien. Pewawancara mungkin sudah dapat menilai daya ingat jangka panjang pasien, afek dan pertimbangannya. Pemeriksaan status mental secara formal, sebagai bagian pemeriksaan neurologik, diperkenalkan oleh pemeriksa.

2.2.4 Pemeriksaan Orientasi

Orientasi pasien terhadap orang, tempat dan waktu harus ditentukan. Orientasi menunjukkan kesadaran orang bersangkutan dalam hubungannya dengan orang lain, tempat dan waktu. Disorientasi terjadi dalam kaitannya dengan gangguan daya ingat dan rentang perhatian.

2.2.5 Pemeriksaan pengetahuan mengenai kejadian mutakhir

Pemeriksaan pengetahuaan mengenai kejadian mutakhir dapat diperiksa dengan menanyakan kepada pasien, nama empat presiden terakhir amerika serikat. Menanyakan kepada pasien nama walikota atau gubernur. Kemampuan menyebutkan peristiwa mutakhir memerlukan orientasi yang utuh, daya ingat mutakhir yang utuh, dan kemampuan berpikir secara abstrak.

2.2.6 Pemeriksaan daya pertimbangan

Pemeriksaan daya pertimbangan dilakukan dengan meminta pasien untuk menafsirkan suatu masalah sederhana.

Page 123: Ect

2.2.7 Penilaian daya abstraksi

Abstraksi adalah suatu fungsi luhur serebral yang memerlukan pemahaman dan pertimbangan. Peribahasa lazim dipakai untuk menguji penalaran abstraksi. Pasien dengan kelainan penalaran abstrak mungkin menafsirkan peribahasa dengan memakai tafsiran konkrit. Respon konkrit lazim dijumpai pada pasien dengan retardasi mental atau dengan kegagalan otak. Pasien skizofrenia sering menjawab dengan penafsiran konkrit, tetapi penilaian yang aneh juga lazim dijumpai. Cara lain untuk memeriksa penalaran abstrak adalah dengan menanyakan kepada pasien bagaimana sepasang benda serupa atau tidak serupa.

2.2.8 Pemeriksaan kosakata

Kosakata seringkali sangat sulit untuk diperiksa. Kesulitan ini berdasarkan atas banyak faktor, yang mencakup pendidikan pasien, latar belakang, pekerjaan, lingkungan dan fungsi serebral. Tetapi kosakata merupakan parameter penting dalam menilai kemampuan intelektual. Pasien retardasi mental mempunyai kosakata yang terbatas, sedangkan pasien dengan kegagalan otak mental mempunyai kosakata yang terpelihara dengan baik. Pasien harus diminta untuk mendefinisikan kata-kata atau memakainya dalam kalimat. Kata apa saja dapat dipakai, tetapi harus dipakai dengan tingkat kesukaran yang makin bertambah.

2.2.9 Pemeriksaan respon emosional

Meskipun respon emosional sudah diamati secara tidak formal, penting untuk ditanyakan secara spesifik apakah pasien memperhatikan adanya perubahan suasana hati secara tiba-tiba. Afek didefinisikan sebagai respon emosional terhadap suatu peristiwa. Responnya mungkin tepat, abnormal, atau mendatar. Respon yag tepat terhadap kematian orang yang dicintai mungkin menangis. Respon yang tidak tepat mungkin tertawa. Respon mendatar memperlihatkan sedikit respon emosional. Pasien dengan kerusakan serebral bilateral kehilangan kendali akan emosinya.

2.2.10 Pemeriksaan daya ingat

Untuk memeriksa daya ingat, pasien harus diminta untuk mengingat kejadian yang baru saja terjadi dan dominan. Autotopagnosia adalah istilah yang dipakai untuk melukiskan ketidak mampuan untuk mengenali tubuh pasien sendiri, seperti tangan atau tungkainya.

2.2.11 Pemeriksaan integritas aktifitas motorik

Page 124: Ect

Praksis adalah kemampuan untuk melakukan suatu aktifitas motorik apraksia adalah ketidakmampuan pasien untuk melakukan suatu gerakan volunter tanpa adanya gangguan dalam kekuatan, sensasi, atau koordinasi motorik. Dispraksia adalah berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktifitas. Pasien mendengar dan memahami perintah, tetapi ia tidak dapat mengintegrasikan aktifitas motorik yang akan melakukan gerakan itu. Mintalah kepada pasien untuk menuangkan air dari tempat air minum kedalam gelas minumannya. Gangguan ini sering disebabakan oleh lesi jauh di dalam lobus frontal.jenis apraksia lainnya disebut apraksia konstruksi pada penyakit ini, pasien tidak mampu menyusun atau menggambar desain sederhana. Pasien dengan apraksia konstruksi sering menderita lesi dipars posterior lobus pariental.

2.2.12 Pemeriksaan Olfaksi

Pasien diminta untuk menutup matanya dan satu lubang hidung ketika pemeriksa mendekat zat penguji kelubang hidung lainnya.pasien diminta untuk menghirup zat penguji itu. Zat penguji itu harus mudah mengguap dan tidak mengiritasi,seperti cenggkeh,vanila bean,kopi yang baru digiling,atau lavender.

2.2.13 Pemeriksaan kemampuan berhitung.

Kemampuan berhitung tergantung kepada integritas bemisfer serebral yang dominan dan juga intelegensia pasien.

2.2.14 Pemeriksaan kemampuan mengenal benda

Pengenalan benda disebut genosia. Agnosia adalah kegagalan mengenali suatu rangsangan sensorik meskipun ada sensasi primer yang normal,contohnya:memperlihtakan benda yang sudah dikenal secara luas seperti uang logam,pena,kacamata dll. Dan mintalah kepadanya untuk mnyebutkan nama-nama benda itu. Jika pasien mempunyai daya visus normal dan tidak dapat mengenal benda itu dikatakan bahwa ia mangalami agnosia visual.

Agnosia taktil adalah ketidakmampuan seorang pasien mengenal sebuah benda dengan palpasi tanpa ada gangguan sensorik. Semua terjadi pada lesi lubus pariental yang tidak.

BAB III

PENUTUP

Page 125: Ect

3.1 KESIMPULAN

Kualitas kesadaran yang menurun tidak senantiasa menurunkan juga tingkat kesadaran. Tetapi tingkat kesadaran yang menurun senantiasa menggangu kualitas kesadaran. Oleh karena itu fungsi mental yang ditandai oleh berbagai macam kualitas kesadaran sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran.

Status mental merupakan keadaan kejiwaan yang dimiliki seseorang. Pemeriksaan status mental seseorang harus dinilai dari berbagai aspek yang ditentukan, tidak bisa hanya melihat dari satu penilaian saja.

3.2 SARAN

- bagi perawat dalam melakukan pemeriksaan harus menggunakan ketelitian

- Serta dalam pemeriksaan status mental perawat harus menggunakan prosedur pengkajian yang telah biasa diterapkan kepada pasien yang mengalami gangguan mental.

Diposkan 4th March oleh Eva Maria Keljombar

Memuat Kirim masukan