ebook industri pangan halal

155
Industri Pangan Halal Bayu Sagara 2013

Upload: lala-kirana

Post on 16-Nov-2015

484 views

Category:

Documents


91 download

DESCRIPTION

Halal Control Point (HCP) yang diadopsi dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang sudah lebih awal digunakan dalam sistem keamanan pangan. Ada pun telaah lebih spesifik dan teknis tentang pangan halal diangkat pada masalah-masalah berikut :Produk daging dan isu pemingsanan hewan (stunning).Status alkohol dari produk alami dan penggunaan alkohol lainnya.Kehalalan produk bakery dari bahan hingga kuas dan pengemas yang digunakan.Kehalalan produk susu terkait bahan tambahan pada diversifikasi produk dan hasil sampingnya.Kehalalan pangan bioteknologi terkait modifikasi gen dan konsep istihalaInstrumentasi untuk uji kehalalan meliputi instrumen berbasis fisiko-kimia, pendekatan analisa DNA, serta analisa untuk ayam bangkai.

TRANSCRIPT

  • Industri Pangan Halal

    Bayu Sagara

    2013

  • Tell me what you eat

    and I will tell you who you are

    (Anthelme Brillat-Savarin 1826)

  • Pengantar

    Bismillah wal-hamdulillah.

    Buku ini jauh dari sempurna, kebenaran di buku ini adalah anugerah Allah

    swt sedangkan kesalahannya bersumber dari kelemahan penyusun semata. Jika

    akan mengutip, silakan merujuk pada daftar pustaka yang ada di setiap akhir bab.

    Buku ini mencoba menggali kehalalan dalam kaitannya dengan industri

    pangan. Mengangkat sejumlah data dan forecasting tentang kapasitas ekonomi

    industri pangan halal dan hubungannya dengan demografi masyarakat muslim.

    Industri halal saat ini merupakan sebuah sektor industri baru yang sedang

    berkembang sehingga menjadi sebuah emerging global trend. Hal ini tentu

    menjadikan sebuah pergeseran dalam sistem produksi dimana kehalalan tidak bisa

    diabaikan karena menjadi sebuah standar mutu.

    Prinsip halal dan haram serta bagaimana pandangan makanan dalam islam

    pun didedah sebagai kerangka dasar pemahaman. Tinjauan lebih lanjut adalah

    kehalalan sebagai sebuah sistem dimana dilakukan pendekatan Halal Control

    Point (HCP) yang diadopsi dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

    yang sudah lebih awal digunakan dalam sistem keamanan pangan. Ada pun telaah

    lebih spesifik dan teknis tentang pangan halal diangkat pada masalah-masalah

    berikut :

    Produk daging dan isu pemingsanan hewan (stunning).

    Status alkohol dari produk alami dan penggunaan alkohol lainnya.

    Kehalalan produk bakery dari bahan hingga kuas dan pengemas yang

    digunakan.

    Kehalalan produk susu terkait bahan tambahan pada diversifikasi produk

    dan hasil sampingnya.

    Kehalalan pangan bioteknologi terkait modifikasi gen dan konsep istihala

    Instrumentasi untuk uji kehalalan meliputi instrumen berbasis fisiko-

    kimia, pendekatan analisa DNA, serta analisa untuk ayam bangkai.

    Semoga berguna, terimakasih.

  • DAFTAR ISI

    1. PANGAN HALAL EMERGING GLOBAL TREND

    2. KENAPA HALAL? KENAPA HARAM?

    3. PRINSIP HALAL HARAM DAN MAKANAN DALAM

    PANDANGAN ISLAM

    3.1. Prinsip Halal Haram

    3.2. Makanan Dalam Pandangan Islam

    4. HALAL ADALAH SEBUAH STANDAR MUTU

    4.1 Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

    4.2 Halal Control Point (HCP)

    5. MENIKMATI DAGING HALAL

    5.1 Penyembelihan

    5.2 HCP Penanganan Daging

    5.3 Soal Stunning

    6. TENTANG ALKOHOL

    6.1 Antara Khamr dan Alkohol

    6.2 Pedoman Penggunaan Alkohol

    7. PRODUK BAKERY

    7.1 Titik Kritis Kehalalan Bakery dan Kue

    7.2 Bahan Baku

    7.3 Pelumasan Loyang dan Pengolesan Permukaan Roti

    7.4 Pengemasan

    8. PRODUK SUSU

    8.1 Susu Cair

    8.2 Susu Bubuk

    8.3 Mentega

    8.4 Es Krim

    8.5 Keju

    9. PANGAN BIOTEKNOLOGI

    9.1 Pandangan Kehalalan

  • 9.2 Modifikasi Gen dan Istihala

    10. OTENTIFIKASI KEHALALAN

    10. 1 Instrumen Fisiko Kimia

    10.2 Pendekatan DNA

    10. 3 Analisa Ayam Bangkai

    11. EPILOG

  • 1. PANGAN HALAL AN EMERGING GLOBAL TREND

    Dari sudut pandang sejarah sains dan agama, kehalalan pangan sekarang ini

    merupakan suatu fenomena yang istimewa karena didalamnya ada kerjasama

    antara sains dan agama. Meskipun dalam tradisi sejarah keilmuan Islam tidak

    terjadi benturan sengit antara sains dan agama, namun secara umum sains dan

    agama merupakan dua hal yang seringkali berbenturan dalam sejarah manusia.

    Benturan yang bermula dari Copernicus yang menyatakan bumi manusia bukanlah

    pusat semesta, disusul Darwin dengan evolusinya yang menjadikan manusia tak

    lebih dari binatang tanpa keilahian, lanjut kemudian Freud dengan

    psikoanalisanya menjadikan manusia tak lagi mengusai jiwanya sendiri.

    Pendekatan analisis bahan pangan baik secara bioteknologi, kimia atau

    pun secara manajemen operasi pada pangan halal saat ini menunjukkan bahwa

    sains tidak menyerang agama tapi melayani agama. Tak berlebihan rasanya jika

    kita menyitir Ken Wilber yang menyebut kerukunan antara sains dan agama

    sebagai The Mariage of Sense and Soul, yang diterjemahkan Jalaluddin Rakhmat

    sebagai perkawinan antara tubuh dan ruh. Kehalalan pangan adalah salah satu

    bagian dari perkawinan ini.

    Perkawinan sains dan agama dalam hal kehalalan pangan ternyata

    direstui secara ekonomi. Pada tahun 2002 nilai bisnis pangan halal menurut

    Egan mencapai 150 milyar US$ (Riaz and Chaudry, 2004). Nilai ini mengalami

    peningkatan lebih dari empat kali lipat pada tahun 2010 dimana nilai bisnis dari

  • pangan halal mencapai 651 milyar US$ dan pada tahun 2011 diperkirakan

    mencapai 661 milyar US$ (World Halal forum, 2011).

    World Halal Forum mengklaim bahwa bisnis halal dan keuangan islam

    merupakan dua bisnis yang bernilai triliunan dolar dengan pertumbuhan sekitar

    15-20 % per tahun. World Halal forum pun menyatakan bahwa nilai bisnis halal

    secara total mencapai 2,3 triliun US$ pada tahun 2011. Nilai ini merupakan

    gabungan dari bisnis pangan halal, obat-obatan, kosmetik dan travel. Sedangkan

    menurut Shield (2009) nilai market pangan halal global akan mencapai 2.1 triliun

    US$ di tahun 2015 (Santoso, 2011). Melihat nilai market ini New Zealand Trade

    and Enterprise bahkan mengklasifikasikan bisnis halal sebagai emerging global

    trend atau tren global baru dan merekomendasikan perusahaan perusahaan New

    Zealand untuk tetep mantengin alias stay up to date pada tren ini.

    Tabel Nilai Market Bisnis Pangan Halal Global (milyar US$)

    Wilayah 2009 2010

    Global 634.5 651.5

    1. Afrika 150.3 153.4

    2. Asia 400.1 416.1

    GCC* 43.8 44.7

    Indonesia 77.6 78.5

    China 20.8 21.2

    India 23.6 24.0

    Malaysia 8.2 8.4

    3. Eropa 66.6 67.0

    Prancis 17.4 17.6

    Federasi Russian 21.7 21.9

    Inggris 4.1 4.2

  • 4. Australia 1.5 1.6

    5. Amerika 16.1 16.2

    Amerika Serikat 12.9 13.1

    Kanada 1.8 1.9

    *GCC : Gulf Cooperation Council, yang terdiri dari Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Bahrain,

    Kuwait, Oman dan Qatar

    Sumber : World Halal Forum dalam Global Pathfinder Report Halal Food Trends, Agriculture and

    Agri-Food Canada (2011)

    Bila kita bandingkan antara nilai market pangan halal dengan nilai market

    bisnis pangan global secara keseluruhan, nilai market industri pangan halal berada

    sekitar 15 % dari industri pangan total (perbandingan ini mengunakan nilai di

    tahun 2009). Alpen Capital melaporkan bahwa nilai market industri pangan global

    berada di angka 4,2 triliun US$ pada tahun 2009 dan diprediksi akan meningkat

    menjadi 5.3 triliun US$ pada akhir tahun 2014. Diprediksi juga oleh Alpen

    Capital bahwa tingkat pertumbuhan nilai market pangan global ada di angka 4,4

    %. Dengan demikian terlihat bahwa meskipun pangan halal mempunyai nilai

    market di angka belasan dari total market namun dengan tingkat pertumbuhan

    yang bisa mencapai 15 - 20 % per tahun jelas menjadikannya layak disebut

    sebagai emerging global trend.

    Nilai market diatas tentu tidak bisa dilepaskan dari faktor kependudukan

    atau demografi umat islam itu sendiri sebagai konsumen produk halal. Islam

    merupakan agama dengan jumlah pemeluk terbesar kedua dunia. Di tahun 2011

    jumlah penduduk dunia mencapai 7 milyar dengan rata-rata 266 bayi lahir tiap

    menitnya (Population Reference Bureau, 2011). Populasi muslim berjumlah 1,97

    milyar atau sekitar 28,73 % dari total penduduk dunia dan di tahun 2011 pemeluk

  • agama Islam mempunyai tingkat pertumbuhan sebesar 1,84 % per tahun

    (muslimpopulation.com, 2011).

    Grafik Persentase Global Food Market Size dan Global Halal Food Market Size. Sumber : World Trade Organization dalam Global Pathfinder Report Halal Food Trends, Agriculture and Agri-Food Canada (2011)

    Sebuah studi yang dilakukan Pew Researh Center (2011) memperkirakan

    bahwa rata-rata laju pertumbuhan populasi muslim akan menurun dari rata-rata

    2,2 % di tahun 1990-2010 menjadi rata-rata sekitar 1,5 % di tahun 2020-2030.

    Namun dengan menggunakan angka 1.5 % sebagai rata-rata pertumbuhan

    populasi di tahun 2010-2030 populasi muslim akan meningkat dari 1,6 milyar

    menjadi 2,2 milyar orang atau naik sebesar 35 %. Dengan rata-rata laju

    pertumbuhan 1.5 % populasi muslim di tahun 2030 akan mencapai 26,4 % dari

    total penduduk dunia yang diperkirakan mencapai 8,3 milyar orang. Rata-rata laju

    pertumbuhan 1.5 % pun masih nilai yang tinggi karena dua kali rata-rata

    pertumbuhan populasi non-muslim yang diperkirakan hanya 0.7 % per tahun.

    Informasi lain dari studi Pew Researh Center (2011) adalah Pakistan akan

    mengalahkan Indonesia dalam hal populasi muslim di tahun 2030. Diperkirakan

    populasi muslim Pakistan akan mencapai 256,11 juta orang sedangkan populasi

  • muslim Indonesia akan akan menempati posisi runner up dengan jumlah 238,83

    juta orang. Selain itu, dari segi regional, Amerika akan menjadi wilayah dengan

    laju pertumbuhan populasi muslim tertinggi dibanding wilayah lainnya. Populasi

    muslim Amerika diperkirakan akan mencapai 6,2 juta orang di tahun 2030.

    Grafik Rata-rata Pertumbuhan Populasi Muslim per Tahun secara Regional. Sumber : Pew Researh Centers Forum on Religion and Public Life. The Future of The

    Global Muslim Population (2011).

    Jumlah dan nilai pertumbuhan populasi secara regional menjadi penting

    bila kita akan menetapkan wilayah tujuan bagi eksport produk halal. Keuntungan

    melakukan ekspor ke wilayah dengan populasi muslim mayoritas adalah bahwa

    produk halal tersebut tidak hanya akan dikonsumsi secara massif oleh orang

    muslim tapi juga oleh orang non-muslim. Hal ini dapat kita temukan dengan

    mudah di Indonesia.

    Maka dengan melihat perkembangan sains-teknologi, nilai market dan

    dukungan populasi pemeluk islam yang terus bertambah, rasanya kita tak perlu

  • lagi ragu bahwa industri pangan halal merupakan suatu industri yang promising

    atau menjanjikan. Apalagi bagi bangsa Indonesia yang saat ini masih jawara

    populasi muslim dunia. Sehingga yang akan kita lakukan selanjutnya disini adalah

    mengelaborasi lebih lanjut bagaimana industri pangan yang halal itu dilakukan?

    Pustaka

    Agriculture and Agri-Food Canada. 2011. Global Pathfinder Report Halal Food

    Trends. International Markets Bureau. Market Indicator Report 2011.

    Canada.

    Alpen Capital. 2011. GCC Food Industry. Alpen Capital Banking Investment.

    Muslimpopulation.com. 2011. Islamic Population World Wide.

    http://www.muslimpopulation.com/World/

    New Zealand Trade and Enterprise. 2011. New Global Business Trend. Halal.

    http://www.nzte.govt.nz/access-international-networks/Explore-

    opportunities-in-growth-industries/new-global-business-

    trends/Pages/Halal.aspx

    Pew Research Center Forum On Religion & Public Life. 2011. The Future Global

    Muslim Population Projections for 2010-2030. Washington, D.C.

    Population Reference Bureau, 2011. World Population Data Sheet. The World at

    7 Billion. Washington DC. USA

    Riaz, M.N and M.M Chaudry. 2004. Halal Food Production. CRC Press. New

    York.

    Rakhmat, J. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Mizan. Bandung

    Santoso, U. 2011. The Development of Halal Food in Indonesia. The 12th ASEAN

    Food Conference. Bangkok. Thailand

    World Halal Forum. 2011. Towards a Halal Economy The Power of Values in

    Global Market. POST-EVENT REPORT of The 6th

    World Halal Forum.

  • 2. KENAPA HALAL? KENAPA HARAM?

    Kenapa, eh kenapa minuman itu haram?

    Karena, eh karena merusakkan pikiran

    Kenapa, eh kenapa berzina juga haram?

    Karena, eh karena itu cara binatang

    Kenapa semua yang asyik itu diharamkan?

    Kenapa semua yang enak-enak itu yang dilarang?

    Itulah perangkap syaitan

    Umpannya ialah bermacam-macam kesenangan

    Bila Anda adalah penggemar Bang Haji Rhoma Irama tentu sudah bernyanyi

    meski dalam hati ketika membaca lirik lagu di atas. Sungguh terlalu kalau nggak

    ngaku. Sebagai apresiasi, di lirik lagu ini kita lihat bagaimana Bang Haji

    memberikan jawaban atas pertanyaan kenapa sesuatu itu haram? dengan

    bungkus sebagai seniman dangdut. Apakah jawaban ini memuaskan atau tidak,

    tentu tiap orang punya penilaian yang berbeda.

    Halal dengan mudah bisa kita artikan sebagai boleh sedangkan haram itu

    tidak-boleh. Dalam menjelaskan kenapa sesuatu itu halal atau haram, penulis

    berpendapat bahwa orang sering memberikan jawaban dengan dua pendekatan.

    Pendekatan yang pertama adalah pendekatan memakai otak dan yang kedua

    adalah pendekatan memakai hati. Penggunaan otak dan hati disini tidak

  • dimaksudkan untuk menilai mana yang lebih baik tapi hanya sebagai analogi dari

    sifat pendekatan tersebut. Pendekatan pertama bersifat rasional ilmiah dan yang

    kedua bersifat dogmatik syariah.

    Pada pendekatan pertama, orang melakukan rasionalisasi terhadap

    larangan agama dengan menggunakan hasil penelitian sains yang menekankan

    efek kesehatan pada manusia. Kita ambil contoh babi. Kenapa babi haram? Ada

    banyak alasan ilmiah yang telah dikemukakan, diantaranya kita kutip di bawah

    ini.

    Babi adalah inang dari cacing pita Taenia solium yang bisa menjangkiti

    manusia dan bahkan bisa sampai di otak. Seperti dilaporkan Lauren Cox (2008),

    seorang pasien di negeri Pakde Sam a.k.a Amerika yang bernama Rosemary

    Alvarez dari Phoenix melakukan operasi otak karena mengira dirinya terserang

    tumor. Tapi bukan tumor otak ditemukan melainkan cacing Taenia solium. Dari

    Al Sheha, diketahui bahwa kasus yang sama terjadi tahun 2001 pada Dawn

    Becerra dari Arizona. Kedua kasus tersebut terjadi karena mengonsumsi daging

    babi yang undercooked alias belum masak.

    Secara inheren daging babi adalah daging dengan kandungan lemaknya

    yang paling tinggi dibanding sapi dan domba. Jika dibiarkan berada di udara

    terbuka maka daging yang pertama kali busuk adalah daging babi, diikuti daging

    domba dan yang terakhir adalah daging sapi. Dan jika daging-daging tersebut

    dimasak, maka yang paling lambat proses pemasakannya adalah daging babi.

    Kadar asam urat (uric acid) yang terdapat di daging babi sangat tinggi. Asam urat

    (C5H4N4O3) adalah salah satu komponen yang terbentuk saat tubuh memecah

  • nukleotida purin. Tingginya kadar asam urat di dalam darah (> 8 mg/dL) dapat

    menyebabkan penyakit gout atau pirai atau peradangan sendi kronis.

    Tingginya kadar asam urat di dalam daging babi dikarenakan tubuh babi memiliki

    mekanisme ekskresi atau pemecahan asam urat yang berbeda. Berbanding terbalik

    dengan mekanisme ekskresi atau pemecahan asam urat pada manusia. Pada babi,

    98 % asam urat tertahan di tubuhnya, hanya 2 % saja yang disekresikan.

    Sedangkan pada manusia, 98 % dikeluarkan lewat urine, sisanya disimpan atau

    dipecah lewat sistem metabolisme tubuh (Kumari, 2009).

    Selain Taenia solium, babi juga jadi tempat tinggal parasit lain. Parasit

    yang umumnya ada pada babi menurut Robert Corwin (1997) adalah Ascaris

    suum, Strongyloides ransomi, Trichuris suis, Oesophagostomum dentatum,

    Metastrongylus spp, Stephanurus dentatus, Isospora suis, Cryptosporidium

    parvum, dan Eimeria spp. Sebagai contoh kita ambil Ascaris suum, cacing ini

    dapat menular ke manusia dan mencapai hati, jantung bagian kanan, dan paru-

    paru lewat sistem limfatik atau peredaran darah (Soeharsono, 2002).

    Penyakit lain dengan carrier babi yang bahkan secara mengejutkan jadi

    pandemi dunia adalah flu babi. Virus H1N1 yang bersemayam di tubuh celeng ini

    membuat dunia jadi teleng. Flu babi telah menewaskan lebih dari 18.400 orang.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, hampir semua negara di dunia terkena

    dampak sejak ditemukan di Meksiko dan Amerika Serikat pada April 2009

    (Republika, 2011).

    Masih banyak fakta lain tentang babi yang tidak bisa kita urai disini dan

    sebaiknya kita segera berpindah ke pendekatan kedua. Pada pendekatan kedua,

  • dinyatakan bahwa kita tak perlu mempunyai alasan ilmiah untuk sesuatu yang

    dilarang oleh dalil agama. Aturan agama harus diterima sepenuhnya sebagai

    konsekuensi dari keimanan yang menuntut totalitas. Bagaimana pun alasan ilmiah

    itu ada, itu tidaklah penting dan tak perlu dicari, cukup dengan kami mendengar

    perintah agama dan kami taat. Semuanya hak preogratif Tuhan.

    Alasan ini pun diperkuat dengan melihat kenyataan bahwa sains tidak bisa

    dijadikan sebagai acuan karena sifat sains yang progresif atau berkembang dari

    masa ke masa. Misalnya di abad 19 sains menganggap bahwa alam semesta itu

    statis, tapi di abad 21 setelah Edwin Hubble (1929) menemukan ujung spektrum

    bintang-bintang yang menjadi berwarna merah yang menandakan bintang-bintang

    tersebut menjauhi bumi, sains menyatakan bahwa alam semesta itu mengembang

    yang artinya bersifat dinamis (Harun Yahya, 2002). Kesimpulan yang diberikan

    sains merupakan open ended conclusion, kesimpulan yang terbuka, kesimpulan

    yang tidak mutlak, sehingga kesimpulan sains sekarang belum tentu valid untuk

    masa yang akan datang.

    Kembali kita ambil contoh tentang haramnya babi, bila kita bertumpu pada

    alasan ilmiah bahwa daging babi mempunyai efek yang buruk pada kesehatan

    manusia, lantas bagaimana jika di masa yang akan datangdengan rekayasa

    genetika misalnyadihasilkan sub-spesies babi yang tahan terhadap berbagai jenis

    cacing, virus dan penyakit serta rendah asam urat? Apakah babi serta merta

    update status menjadi halal? Saya kira tentu orang muslim sepakat tidak demikian

    jadinya.

  • Selain alasan perkembangan sains, ada pula alasan paradoks sains. Sama

    seperti paradoks dalam hal teknologi yang menciptakan dan memakan dirinya,

    demikian pula dengan sains. Alasan kehalalan yang bersifat rasional ilmiah pun

    bisa dikalahkan oleh alasan ilmiah yang lain. Kita ambil contoh pernyataan

    berikut, jika babi haram karena bisa menjadi sarang virus flu babi lantas kenapa

    sapi yang bisa kena bakteri anthraks tidak diharamkan Al Quran? Kenapa ayam

    yang juga bisa terserang flu burung tidak diharamkan islam?

    Dengan alasan sifat sains yang berkembang dan paradoks, alasan ilmiah

    kehilangan kekuatannya. Di titik ini alasan keharaman satu-satunya adalah karena

    itu adalah perintah agama yang diterima dan dilaksanakan karena dasar keimanan.

    So nothing left to say, its a Divine order, titik.

    Tentang kedua pendekatan ini, sesungguhnya akan bijak bila kita tidak

    meletakkan keduanya pada kutub yang berlawanan. Kedua pendekatan ini

    sesungguhnya saling mendukung karena diambil dari keimanan dan sumber

    hukum yang sama yaitu islam itu sendiri. Pada tataran keimanan memang dalil

    agama akan berada diatas dalil sains tapi bagaimanapun temporal dan

    paradoksnya dalil sains tetap bisa mendukung dalil agama karena islam adalah

    agama yang menuntut umatnya untuk berfikir rasional dan mengambil hikmah

    dari suatu perintah.

    Dengan menyatukan bilah pemikiran ini, maka sebenarnya kita akan

    kembali pada paradigma Einsteinian yang menyatakan bahwa sains dan agama

    adalah dua hal yang saling membutuhkan. Inilah kutipan terkenal dari Albert

    Einstein yang disampaikan pada tahun 1941, science without religion is lame,

  • religion without science is blind. Sains tanpa agama akan lumpuh, agama tanpa

    sains akan buta.

    Mempertanyakan kehalalan sama juga dengan mempertanyakan kenapa

    shalat itu lima waktu bukan enam atau empat. Sebuah pertanyaan yang memang

    sepantasnya hanya dijawab dengan iman dan sebagai tambahan dalam menjawab

    kehalalan kita memiliki bukti-bukti ilmiah sebagai hikmah atau pelajaran yang

    rasional, sehingga kita bisa menjawab dengan format Ini adalah semata-mata

    perintah agama dan hikmah rasional ilmiahnya adalah sebagai berikut...

    Sebagai penutup bab ini, ada ilustrasi menarik yang dikutip M. Quraish

    Sihab (2003), dari Imam Al Ghazali tentang illat (sebab atau hikmah) dari

    larangan Illahi menyangkut halal atau haram serta bahwa kita boleh saja bertanya

    atau mencari jawaban tentang mengapa Allah swt mengharamkan makanan

    tertentu tetapi amat bijaksana jika jawaban yang ditemukan ituwalaupun sangat

    memuaskantidak dijadikan sebagai satu-satunya jawaban. Ilustrasi tersebut

    adalah sebagai berikut.

    Seorang ayah memiliki anak yang tinggal bersama di satu rumah. Sebelum

    kematian menjemputnya, sang ayah mewasiatkan kepada anaknya, Jika engkau

    ingin memugar rumah ini silakan, tetapi tumbuhan yang terdapat di serambi

    rumah jangan ditebang. Beberapa tahun kemudian sang ayah meninggal dan sang

    anak pun memperoleh rejeki yang memadai. Rumah dipugarnya dan ketika

    sampai di tumbuhan terlarang, ia berpikir Apakah gerangan sebab ayah melarang

    menebangnya?. Pikiran sang anak kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa

    aroma pohon itu harum. Di sisi lain, ia mengetahui bahwa telah ditemukan

  • tumbuhan lain yang memiliki aroma lebih harum. Maka ia pun memutuskan untuk

    menebang tumbuhan itu dan menggantinya dengan tumbuhan yang lebih sedap.

    Tetapi apa yang terjadi? Tidak lama kemudian muncul seekor ular, yang hampir

    saja menerkamnya, dan ketika itu ia sadar bahwa rupanya aroma tumbuhan yang

    ditebangnya merupakan penangkal kehadiran ular. Ia hanya mengetahui sebagian

    illat larangan ayahnya, bukan semuanya, bahkan bukan yang terpenting darinya.

    Pustaka

    Al Sheha, A. The Key to Happiness. Translated from Arabic Text Miftahus

    Saadah by Abdurahman Murad.

    Corwin, R. 1997. Pig Parasite Diagnosis. Swine Health and Production. Volume

    5, Number 2 Maret- April 1997.

    Cox, L. 2008. Its not A Tumor, Its A Brain Worm. ABC News Medical Health

    Unit. November, 24, 2008

    Kumari, 2009. Waspada Flu Babi. Ayyana. Yogyakarta.

    Republika, 2011. Januari 2011, Flu Babi di Cina Renggut 21 Nyawa. Republika

    edisi 4 Februari 2011.

    Sihab, M.Q. 2003. Wawasan Al Quran. Mizan. Bandung.

    Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Kanisius.

    Yogyakarta.

    Yahya, H. 2002. Mengenal Allah Lewat Akal. Robbani Press. Jakarta.

  • 3. PRINSIP HALAL HARAM DAN MAKANAN DALAM PANDANGAN

    ISLAM

    Bagaimana hukumnya makan jengkol dalam islam?

    Bila Anda sudah tahu jawabannya abaikan saja pertanyaan ini. Untuk

    Anda yang belum tahu dan doyan jengkol, saya beritahu, islam mengkategorikan

    makan jengkol sebagai perbuatan makruh. Apa itu makruh? Bagaimana islam

    membuat kategori seperti itu?

    Islam bukan agama yang melulu mengurus teologi dan ritual, tapi islam

    punya syariat yang mengatur kehidupan sehari-hari umatnya sehingga islam

    disebut way of life. Secara literal atau bahasa, syariat berarti jalan raya atau arah.

    Sumber paling utama syariat dan metodologi hukum Islam adalah kitab suci Al

    Quran. Terdapat sekitar 350 ayat hukum dalam Al Quran yang dalam hukum barat

    biasa disebut juris corpus. Jumlah ayat ini hanya sebagian kecil dari jumlah

    keseluruhan ayat Al Quran, tetapi ayat ini sangat esensial sebagai dasar hukum

    islam (Nasr, 2003).

    Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah Al Quran. Kata sunnah

    berarti metode, contoh atau jalan (A. W. Hamid, 2001). Menurut Ahmad Sarwat,

    sunnah berfungsi merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang musykil,

    membatasi yang mutlak, dan memberikan penjelasan hukum. Menurut ulama

    hadits sunnah adalah, Apa-apa yang datang dari Nabi saw. berupa perkataan,

    perbuatan, persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat jasmani ataupun sifat akhlak.

    Sumber hukum lainnya adalah ijma (kesepakatan ulama), qiyas (analogi) dan

  • sumber-sumber tabaiyah atau sumber-sumber yang diturunkan dari pemahaman

    Al Quran dan sunnah.

    Dalam islam ada lima kategori perbuatan dan nilai yaitu wajib (fardh),

    dianjurkan (mandub), dilarang (haram), tidak disenangi (makruh), dan dibolehkan

    (mubah atau halal). Dalam kategori wajib ada kewajiban yang disandang individu

    (aini) dan ada yang disandang masyarakat (kafai). Perbuatan yang termasuk

    dalam kategori dianjurkan (mandub) adalah hal-hal yang tidak dituntut tetapi akan

    menyenangkan Tuhan dan mendapatkan ganjaran. Kategori dilarang (haram)

    termasuk segala perbuatan yang apabila dilakukan akan dikenakan hukuman dan

    apabila ditinggalkan akan diberi pahala. Perbuatan yang tidak disenangi (makruh)

    adalah perbuatan yang apabila tidak dilakukan akan lebih baik daripada

    melakukannya. Orang yang melakukan perbuatan makruh tidak diberikan sanksi

    oleh hukum, tetapi yang menghindarinya mendapat pahala. Perbuatan yang

    dibolehkan (mubah atau halal) menyangkut setiap perbuatan seseorang yang

    diperbolehkan memilih untuk melakukan atau tidak melakukannya (Nasr, 2003).

    3.1. Prinsip Halal Haram

    Mengenai prinsip-prinsip Islam tentang halal dan haram berikut adalah

    rangkuman dari 11 prinsip halal haram yang diuraikan oleh Dr. Yusuf Qardhawi

    (2005).

    1. Pada Dasarnya Segala sesuatu Hukumnya Mubah

    Prinsip pertama yang ditetapkan Islam: pada asalnya segala sesuatu yang

    diciptakan Allah itu halal. Tidak ada yang haram kecuali jika ada nash (dalil) yang

    shahih (tidak cacat periwayatannya) dan sharih (jelas maknanya) dari pemilik

  • syariat (Allah swt) yang mengharamkannya. Jika tidak ada nash shahih atau tidak

    ada nash sharih yang menunjuk keharamannya, maka sesuatu itu dikembalikan

    kepada hukum asalnya: halal.

    Hal ini didasarkan pada ayat Al Quran berikut:

    Dialah yang telah menciptakan untuk kalian segala sesuatu di bumi. Al

    Baqarah (2):9

    (Allah) telah menundukkan untuk kalian apa-apa yang ada di langit dan di

    bumi, (sebagai rahmat) dari-Nya. Al Jatsiyah :13

    tidakkah kalian melihat bahwa Allah telah menundukkan untuk kalian apa-apa

    yang di langit dan di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya, lahir

    maupun batin. Luqman : 20

    Dari sinilah maka wilayah keharaman dalam syariat Islam sesungguhnya

    sangatlah sempit. Sebaliknya, wilayah kehalalan terbentang sangatlah luas. Itu

    karena, nashbaik yang shahih maupun sharihyang datang dengan pengharaman

    sedikit sekali jumlahnya. Selain itu, sesuatu yang tidak ada nash yang

    mengharamkan atau menghalalkannya, ia kembali kepada hukum asalnya, yaitu

    boleh. Ia berada di wilayah kemaafan Tuhan.

    Tentang hal ini sebuah hadits (perkataan Nabi saw) yang diriwayatkan

    oleh Hakim dan dishahihkan oleh Bazzar menyebutkan:

    Apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, ia halal, dan apa yang Allah

    haramkan, ia haram. Sedangkan hal-hal yang didiamkan-Nya, ia dimaafkan.

    Terimalah pemaafan dari Allah, karena Allah sesungguhnya tidak lupa terhadap

  • sesuatu pun. (Rasulallah saw. membaca sebuah ayat Al Quran) Tidaklah

    Tuhanmu lupa akan sesuatu (Maryam : 64).

    Hadits lain diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah menyebutkan dari

    Salman Al Farisi bahwa Rasulallah saw. ditanya tentang minyak samin, keju dan

    jubah dari kulit binatang, lalu beliau menjawab:

    Yang halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, dan yang

    haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan

    apa yang didiamkan-Nya maka ia termasuk yang dimaafkan kepada kalian.

    2. Penghalalan dan Pengharaman Hanyalah Wewenang Allah

    Islam membatasi kewenangan dalam pengharaman dan penghalalan. Maka

    dicabutlah kekuasaan itu dari tangan makhluk, bagaimanapun martabatnya dalam

    agama ataupun kedudukannya dalam masyarakat manusia. Lalu dijadikanlah ia

    sebagai hak wewenang Allah semata. Hal ini merujuk ayat Al Quran:

    Katakanlah, Apa pandangan kalian tentang rejeki yang Allah turunkan kepada

    kalian kemudian kalian jadikan sebagian darinya haram dan halal? katakan,

    Apakah Allah telah memberi ijin kepada kalian ataukah kalian membuat

    kedustaan atas nama Allah. Yunus :59

    Dan Dia benar-benar telah menguraikan kepada kalian apa yang diharamkan

    kepada kalian. Al Anam :119

    3. Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram adalah

    termasuk Kemusyrikan

  • Islam mengecam keras mereka yang mengharamkan yang halal karena

    perilaku itu mengandung makna kekerasan terhadap manusia dan tanpa alasan

    yang benar mempersempit sesuatu yang telah dilapangkan oleh Allah swt.

    Rasullah saw memproklamirkan risalah atau agamanya dan bersabda:

    Aku diutus dengan hanifiyatus samhah (kemurnian dan toleransi) Hadits

    riwayat Ahmad.

    Allah swt. berfirman dalam Al Quran surat Al Araf:

    Katakanlah, Siapa yang mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkan

    untuk hamb-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang

    baik-baik? katakanlah Sesungguhnya Tuhan-ku hanya mengharamkan

    perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak ataupun tersembunyi, perbuatan

    dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, dan mengharamkan jika

    kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah

    untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-ada terhadp Allah apa yang kalian

    tidak ketahui. Al Araf : 32-33

    4. Sesuatu Diharamkan karena Buruk dan Berbahaya

    Dalam islam pengharaman terhadap sesuatu itu terjadi karena adanya

    keburukan dan kemadaratan. Karena itu, sesuatu yang madaratnya mutlak adalah

    haram dan yang manfaatnya mutlak adalah halal, yang madaratnya lebih besar

    adalah haram, yang manfaatnya lebih besar adalah halal. Telah menjadi aksioma

    bahwa jika ditanyakan tentang sesuatu yang halal dalam islam pasti karena ia

    baik. Yaitu sesuatu yang dianggap baik oleh jiwa yang sehat dan dinilai baik pula

  • oleh umumnya manusia. Sebuah penilaian yang tidak subjektif dan tumbuh dari

    pengaruh adat kebiasaan. Allah swt berfirman:

    Mereka bertanya tentang apa yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah,

    dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Al Maidah : 4

    5. Dalam Sesuatu yang Halal Ada Hal yang Menjadikan Kita Tak

    Memerlukan Lagi yang Haram

    Di antara kebaikan islam dan kemudahan yang dibawanya adalah bahwa

    tiada sesuatu yang diharamkan kecuali bahwa ia diganti dengan sesuatu yang lebih

    baik darinya, sebagai alternatif yang menjadikan kita tak perlu lagi kepada yang

    haram itu. Misalnya islam mengharamkan minuman keras dan menggantikannya

    dengan minuman lain yang bermanfaat bagi jasmani dan rohani. Firman Allah swt

    dalam Al Quran:

    Allah hendak menerangkan (hukum syariat-Nya) kepadamu, dan menunjukimu

    kepada jalan-jalan orang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak)

    menerima tobatmu. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Dan Allah

    hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya

    bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah

    hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat

    lemah. An Nisa : 26-28

    6. Sesuatu yang Mengantarkan kepada yang Haram adalah Haram

    Di antara prinsip yang telah ditetapkan islam adalah bahwa jika ia

    mengharamkan sesuatu maka ia mengharamkan pula berbagai sarana yang

  • mengantarkan kepadanya dan menutup rapat berbagai pintu yang menuju ke

    arahnya. Misalnya dalam hal khamr (minuman/zat yang memabukkan) Rasulallah

    saw melaknat peminum, pembuat dan pembawanya, juga yang dibawakan dan

    yang memakan hasil penjualannya.

    7. Menyiasati yang Haram adalah Haram Hukumnya

    Sebagaimana islam mengharamkan berbagai cara dan sarana lahir yang

    mengantarkan pada yang haram, islam juga mengharamkan tipu muslihat dengan

    berbagai cara yang samar dan cara yang licik. Disebutkan oleh Imam Ibnu

    Qayyim bahwa ada hadits Rasulallah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Abdilah

    bin Battah yang berbunyi:

    Janganlah kalian melakukan dosa sebagaimana yanga dilakukan orang-orang

    yahudi dan jangan menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dengan muslihat

    dan alasan yang sepele.

    8. Niat Baik Tidak Menghalalkan yang Haram

    Islam menghargai motivasi bersih, maksud baik, dan niat yang tulus suci

    dlam peraturan-peraturan syariat dan semua arahan-arahannya. Rasulallah saw

    sendiri bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:

    Sesungguhnya amal perbuatan itu (tergantung) pada niatnya dan sesungguhnya

    setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya.

    Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya

    niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia itu tidak

    dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat

  • untuk mencapai tujuan yang terpuji. Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan

    yang suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan

    prinsip apa yang disebut al-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan,

    cara apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu ilal haq

    bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik,

    boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah

    sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik pula.

    Demikian seperti apa yang diajarkan kepada kita oleh Rasulullah s.a.w.,

    sebagaimana disabdakan:

    "Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula.

    Allah pun memerintah kepada orang mu'min seperti halnya perintah kepada para

    Rasul."

    Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban

    dan Hakim dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda:

    Barangsiapa mengumpulkan harta dari (harta) yang haram kemudian

    menyedekahkannya, ia tidak mendapatkan pahala sedekah tersebut, dan dialah

    yang menanggung dosanya.

    9. Hindari yang Syubhat Supaya Tidak Terjerumus pada yang Haram

    Ada wilayah di antara yang jelas-jelas halal dan jelas-jelas haram, yaitu

    wilayah syubhat. Bagi sebagian orang, beberapa masalah halal dan haram tidak

    begitu jelas. Hal itu mungkin karena ketidakjelasan dalil-dali baginya, karena

    kebimbngannya dalam menerapkan nash dalam realita atau karena hal itu sendiri

    memang masih membingungkannya. Islam menekankan sikap wara, yakni bahwa

  • seorang muslim hendaknya menghindar dari hal-hal tidak jelas atau syhubhat

    sebagai usaha preventif supaya tidak terjerumus kepada hal yang haram.

    Diriwayatkan oleh Turmudzi bahwa Rasulallah saw bersabda:

    Yang halal itu jelas, yang haram jelas. Dan diantara keduanya adalah masalah-

    masalah syubhat, kebanyakan orang tidak mengenalinya; termasuk halalkah ia

    atau haram? Karena itu barangsiapa meninggalkannya berarti ia telah

    membersihkan agama dan kehormatannya, ia selamat. Dan barangsiapa

    terjerumus pada sesuatu diantaranya, berarti hampir terjerumus ke dalam yang

    haram. Sebagaimana jika orang menggembala ternaknya di sekitar hima (tempat

    khusus milik raja tempat menggembala ternaknya dan tidak boleh dimasuki ternak

    orang lain), maka ia hampir-hampir memasukinya. Ketahuilah bahwa

    sesungguhnya setiap raja memilki hima, ketahuilah bahwa hima Allah adalah

    larangan-laranganNya.

    10. Yang Haram adalah Haram untuk Semua

    Haram dalam islam bersifat universal. Tak ada sesuatu pun yang haram

    bagi orang berkulit hitam tapi boleh untuk orang berkulit putih. Tidak ada sesuatu

    pembolehan, pemudahan, atau dispensasi untuk suatu kalangan atau kelompok

    manusia tertentu, sehingga bebas melakukan apa saja yang diinginkannya hanya

    karena mereka itu bangsawan, pendeta, raja, atau berdarah biru. Hal ini tercermin

    dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulallah Muhammad saw

    bersabda:

    Demi Allah, sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri

    yang akan memotong tangannya.

  • 11. Situasi Darurat Membuat yang Haram Menjadi Boleh

    Islam mempersempit wilayah haram, setelah itu bersikap keras dalam

    masalah haram dengan menutup pintu yang mengantarkan kepadanya, baik

    terang-terangan atau pun tersembunyi. Meskipun demikian, islam tidak

    melalaikan kebutuhan-kebutuhan hidup dan kelemahan manusia. Karena itu islam

    menghormati keadaan darurat yang tak bisa ditoleransi, mengakui kelemahan

    manusiawi dandalam kondisi daruratislam membolehkan seorang muslim

    menikmati berbagai larangan demi menghilangkan kondisi darurat itu, dan

    memelihara dirinya dari kebinasaan. Karena itulah, setelah menyebut makanan-

    makanan larangan berupa bangkai, darah dan daging babi, Allah swt berfirman:

    Maka barangsiapa terpaksa, dengan tidak sengaja mencarinya dan melampaui

    batas, tidak ada dosa atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

    penyayang. Al Baqarah : 173

    Ayat tersebut memberi syarat kepada orang yang terpaksa dengan tidak

    sengaja mencari dan tidak pula melampaui batas ini ditafsirkan dengan tidak

    sengaja menikmati dan tidak melampaui batas kekenyangan. Dengan

    diperbolehkannya yang haram oleh islam dalam kondisi darurat itu tidak lain demi

    beradaptasi dengan jiwa islam secara umum dan secara global, yakni jiwa

    kemudahan dan keinganan yang membebaskan umat ini dari berbagai belenggu

    dan beban. Allah swt berfirman dalam Al Quran:

    Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.

    Al Baqarah : 185

    3.2. Makanan Dalam Pandangan Islam

  • Sola dosis facit venenum ini adalah ungkapan latin dari Paracelcus ahli

    toksikologi Swiss abad 15, yang jika ditranslasikan ke bahasa David Beckham

    menjadi the dose makes the poison. Ungkapan ini dipahami dari Paracelcus

    bahwa segala sesuatu adalah racun dan tidak ada yang tanpa racun hanya dosis

    yang membuat sesuatu menjadi bukan racun (Staal et al., 2008). Sederhananya

    dosis segala sesuatu itu harus sepadan proporsinya dan tidak berlebihan. Hal ini

    sejalan dengan pandangan Al Quran surat Al Araf ayat 31 dan Al Maidah ayat 87

    yang menuntun umatnya untuk tidak berlebihan atau melampaui batas termasuk

    dalam mengonsumsi makanan meskipun makanan itu adalah makanan halal.

    M. Quraish Sihab (2003) menyatakan bahwa makanan atau thaam dalam

    bahasa Al Quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu

    minuman pun termasuk dalam pengertian thaam. Al Quran surat Al Baqarah

    ayat 249 menggunakan kata syariba (minum) dan yatham (makan) untuk objek

    berkaitan dengan air minum. Menarik untuk disimak bahwa bahasa Al Quran

    menggunakan kata akala dalam berbagai bentuk untuk menunjuk pada aktivitas

    makan. Tetapi kata tersebut tidak digunakannya semata-mata dalam arti

    memasukkan sesuatu ke tenggorokan tetapi ia berarti juga segala aktivitas dan

    usaha. Perhatikan misalnya pada surat Al Nisa ayat 4.

    Dan serahkanlah mas kawin kepada wanita-wanita (yang kamu kawini), sebagai

    pemberian dengan penuh ketulusan. Kemudian jika mereka menyerahkan

    kepadamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah

    (ambil/gunakanlah) pemberian itu, (sebagai makananan) yang sedap lagi baik

    akibatnya. Al Nisa : 4

  • Diketahui oleh semua pihak bahwa mas kawin tidak harus bahkan tidak

    lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata makan

    untuk penggunaan mas kawin tersebut. Selanjutnya firman Allah dalam surat Al

    Anam ayat 121.

    Dan janganlah makan yang tidak disebut nama Allah atasnya (ketika

    menyembelihnya). Al Anam : 121

    Penggalan ayat ini dipahami oleh Syaikh Abdul Halim Mahmudmantan

    pemimpin tertinggi Al Azharsebagai larangan untuk melakukan aktivitas apa pun

    yang tidak disertai nama Allah. Ini disebabkan karena kata makan di sini

    dipahami dalam arti luas yakni segala bentuk aktivitas. Penggunaan kata tersebut

    untuk arti aktivitas seakan-akan menyatakan bahwa aktivitas membutuhkan kalori,

    dan kalori diperoleh dari makanan.

    Menurut Afzalur Rahman (2007), Al Quran meminta manusia agar

    memerhatikan dengan cermat keadaan dirinya dan mendorongnya mempelajari

    keadaan tubuh, jiwa, dan hubungan diantara keduanya. Setiap orang dianjurkan

    memakan makan makanan yang bersih dan suci serta tidak tergiur kepada barang

    yang tidak bersih, buruk dan berbahaya. Al Quran menyatakan dalam surat Al

    Baqarah ayat 168.

    Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang

    terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena

    sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Al Baqarah : 168

    M. Quraish Sihab (2003) menguraikan bahwa kata thayyib dari segi

    bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Pakar-pakar

  • tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan

    bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak

    (kadaluarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai

    makanan yang mengundang selera bagi yang memakannya dan tidak

    membahayakan fisik dan akalnya. Kita dapat bahwa kata thayyib dalam makanan

    adalah makanan yang sehat (memiliki gizi yang cukup dan seimbang),

    proporsional (sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih dan tidak kurang),

    dan aman (efeknya baik dan tidak menimbulkan penyakit).

    Ada pun ayat ayat Al Quran yang menerangkan halal haramnya makanan

    yang dikonsumsi manusia adalah sebagai berikut:

    Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging

    babi dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa dalam

    keadaan terpaksa, sedangkan ia tidak berkehendak dan tidak melampaui batas,

    maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

    Pengasih. Al Baqarah : 173

    Katakanlah, saya tidak mendapat pada apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu

    yang diharamkan bagi yang memakannya, kecuali bangkai, darah yang tercurah,

    daging babi karena ia kotor atau binatang yang disembelih dengan atas nama

    selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedangkan ia tidak

    menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidaklah berdosa.

    Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Al-Anam : 145

    Diharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih

    dengan atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang

  • ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang kalian sempat

    menyembelihnya. Dan diharamkan pula bagi kalian binatang yang disembelih di

    sisi berhala. Al-Maidah : 3

    Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya meminum khamr,

    berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah

    perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan

    itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu hendak

    menimbulkan permusuhan dan perbencian di antara kalian lantaran meminum

    khamr dan berjudi dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat,

    maka apakah kalian berhenti dari mengerjakan pekerjaan itu. Al-Maidah : 90-

    91

    Dihalalkan untuk kalian binatang buruan laut dan makanannya. Al-Maidah :

    96

    Berikut adalah rincian lebih lanjut tentang jenis-jenis makanan yang

    diharamkan dalam agama islam dari As Sidawi dan Fatwa (2008).

    1. Bangkai

    Bangkai adalah hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu.

    Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan

    manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap

    sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai dibagi menjadi 4 jenis yaitu:

    a. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja

    atau tidak.

  • b. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras

    hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.

    c. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau

    jatuh ke dalam sumur sehingga mati.

    d. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.

    Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai

    ikan dan belalang berdasarkan hadits: Dari Ibnu Umar berkata: Dihalalkan

    untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang,

    sedang dua darah yaitu hati dan limpa. Rasululah juga pernah ditanya tentang air

    laut, maka beliau bersabda: Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.

    2. Darah

    Darah yang mengalir adalah haram sebagaimana dijelaskan dalam Al

    Quran surat Al-AnAm ayat 145. Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada

    pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar. Demikian pula

    sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.

    Semuanya itu hukumnya halal.

    3. Daging Babi

    Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina, dan mencakup

    seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya.

    4. Sembelihan untuk Selain Allah

  • Setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya

    haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih dengan

    nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal

    itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, berhala dan lain sebagainya ,

    maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.

    5. Hewan yang Diterkam Binatang Buas

    Daging hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu

    dimakan sebagian oleh binatang buas tersebut kemudian mati, maka hukumnya

    adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua

    itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Adapun hewan yang diterkam

    binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan

    kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syari,

    maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.

    6. Binatang Buas Bertaring

    Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim, Dari Abu Hurairah

    dari Nabi saw bersabda: Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram

    dimakan Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas

    yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja

    adalah pendapat yang salah.

    7. Burung yang Berkuku Tajam

    Hal ini didasarkan hadits riwayat Muslim, dari Ibnu Abbas berkata:

    Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam.

  • Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah Demikian juga setiap burung

    yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya. Imam Nawawi

    berkata dalam Syarh Shahih Muslim Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab

    Syafii, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya

    memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.

    8. Khimar Ahliyyah (Keledai Jinak)

    Hal ini berdasarkan hadits riwayat Bukhori dan Muslim, dari Jabir

    berkata: Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar

    dan memperbolehkan daging kuda. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal

    dengan kesepakatan ulama.

    9. Al-Jallalah

    Al-Jalalah adalah setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki

    dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran

    manuasia/hewan dan sejenisnya. Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan

    bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan

    yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya,

    bahkan hukumnya halal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu.

    10. Hewan yang Diperintahkan Agama Supaya Dibunuh

    Hal berdasarkan hadits, Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima

    hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu

    ular, tikus, anjing hitam Kemudian dari hadits, Dari Ummu Syarik berkata

    bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak

  • 11. Hewan yang Dilarang Untuk Dibunuh

    Hal ini didasarkan pada hadits, dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah

    melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad.

    Imam Syafii dan para sahabatnya mengatakan: Setiap hewan yang dilarang

    dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu

    tidak akan dilarang membunuhnya. Haramnya hewan-hewan di atas merupakan

    pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali

    semut, nampaknya disepakati keharamannya.

    12. Binatang yang Hidup di Dua Alam

    Sejauh ini belum ada dalil dari Al Quran dan hadits yang shahih yang

    menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat).

    Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya adalah halal

    kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Berikut contoh beberapa dalil hewan

    hidup di dua alam.

    Kepiting hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha dan Imam Ahmad.

    Kura-kura dan penyu juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah,

    Thawus, Muhammad bin Ali, Atha, Hasan Al-Bashri dan fuqaha

    Madinah.

    Anjing laut juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafei, Laits,

    Syaibi dan Al-Auzai.

    Katak/Kodok hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang

    rajih (yang kuat) karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh.

  • Pustaka

    As Sidawi, A.U.Y dan A.A.S Fatwa. 2008. Indahnya Fiqih Praktis Makanan.

    Pustaka Al Furqon. Gresik.

    halalguide.info. 2009. Mengenal Makanan Haram.

    http://www.halalguide.info/2009/03/27/mengenal-makanan-haram/

    Hamid, A.H. 2001. Islam Cara Hidup Alamiah. Lazuardi. Yogyakarta.

    Nasr, S.H. 2003. The Heart of Islam. Mizan. Bandung.

    Qardhawi, Y. 2005. Halal Haram dalam Islam. Era Intermedia. Solo.

    Rahman, A. 2007. Ensiklopediana Ilmu dalam Al Quran. Mizania. Bandung.

    Sarwat, A. Fiqih dan Syariah. DU Center. Jakarta.

    Sihab, M.Q. 2003. Wawasan Al Quran. Mizan. Bandung.

    Staal, F. J. T., K. Pike-Overzet, Y .Y .Ng, dan J J M Van Dongen. (2008). Sola

    Dosis Facit Venenum. Leukemia in Gene Therapy Trials: A Question of

    Vectors, Inserts and Dosage? Leukemia official Journal of the Leukemia

    Society of America. Leukemia Research Fund U.K. Volume: 22, Issue: 10,

    Pages: 1849-1852

  • 4. HALAL ADALAH SEBUAH STANDAR MUTU

    Sifat haram dalam islam itu ada dua yaitu haram li-dzatih dan haram

    ghairih/aridhi (Sholihin, 2010). Makanan yang haram lidzatih (haram intrinsik)

    adalah kondisi makanan haram karena memang makanan itu haram dari segi

    zatnya berdasarkan ajaran islam contohnya seperti babi dan khamr. Haram ghairih

    (haram ekstrinsik) adalah yang haram karena adanya faktor eksternal yang

    membuat makanan itu menjadi haram. Untuk yang haramnya intrinsik maka tak

    perlu diperdebatkan lagi, tapi untuk menjaga agar tidak terjadi haram yang

    ekstrinsik kita memerlukan perangkat tersendiri. Perangkat tersebut adalah

    manajemen operasi halal. Tujuan utama dari proses manajemen operasi pada

    kehalalan sebuah produk pangan adalah untuk menjamin kehalalan produk

    tersebut dari tingkat produksi sampai ke tingkat konsumsi, dari kebun sampai ke

    lambung, from farm to fork.

    Dari segi definisi, manajemen operasi adalah kajian pengambilan

    keputusan dari suatu fungsi operasi (Nasution, 2006). Dengan demikian, secara

    tematik, manajemen operasi halal merupakan kajian keputusan bagaimana suatu

    fungsi operasi dari produk pangan itu halal sesuai kaidah syariah islam. Hasil dari

    kajian keputusan ini adalah keberadaan suatu sistem, standar atau aturan main

    bagi para pelaku dan pemangku kepentingan industri pangan yang meliputi

    seluruh fungsi operasinya.

    Negara-negara berpenduduk muslim telah lama mengembangkan

    manajemen operasi untuk kahalalan pangan ini. Sebagai negara yang berambisi

  • menjadi pusat kehalalan global, Malaysia telah mengembangkan standar untuk

    produksi pangan yang diberi nama MS1500:2009. Standard ini merupakan

    pengembangan dari MS1500:2004 yang didasarkan pada MS1500:2000 yang

    dibuat oleh Malaysian Institute of Industrial Research and Standard (Daud et al.,

    2011). Adapun perangkat manajemen halal yang di kembangkan di Indonesia

    disebut sebagai Sistem Jaminan Halal yang core product-nya adalah sertifikasi

    dan labeliasasi halal oleh LP POM MUI, Departemen Kesehatan dan Departemen

    Agama.

    Menurut Apriyantono et al. (2003), pengembangan sistem jaminan halal

    didasarkan pada konsep total quality management yang terdiri dari empat unsur

    utama yaitu, komitmen, kebutuhan konsumen, peningkatan tanpa penambahan

    biaya, dan menghasilkan barang setiap waktu tanpa rework, tanpa reject dan tanpa

    inspection. Penerapan sistem jaminan halal dapat dirumuskan untuk menghasilkan

    suatu sistem yang ideal, yaitu zero limit, zero defect dan zero risk (three zero

    concept). Pada three zero concept material haram tidak boleh ada pada level

    apapun (zero limit), tidak memproduksi produk haram (zero defect), dan tidak ada

    risiko merugikan yang diambil bila mengimplementasikan sistem ini (zero risk).

    Total quality management didefinisikan sebagai sistem dimana setiap orang di

    dalam setiap posisi dalam organisasi harus mempraktekkan dan berpartisipasi

    dalam manajemen halal dan aktifitas peningkatan produktivitas.

    Adanya manajemen operasi halal ini dengan sendirinya mengubah sifat

    mutu konvensional produk pangan yang tadinya hanya didasarkan pada aspek

    material semata seperti aspek kimia, fisik, mikrobiologi, dan organoleptik-

    sensoris. Kehalalan menuntut produk pangan untuk mempunyai mutu

  • transendental atau aspek spiritual. Baadilla (1996) menyatakan bahwa sesuai

    dengan tuntutan konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu

    yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek keamanan, aspek citarasa, aspek nutrisi,

    aspek estetika dan bisnis, serta aspek halal.

    4.1 Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

    Dalam hal jaminan mutu industri pangan biasanya mengacu pada standar

    international yaitu ISO 9000 sedangkan untuk keamanan pangan (food safety)

    adalah ISO 22000. Sebelum adanya ISO 22000, menurut Alli (2004), ISO 9000

    bisa disinergikan dengan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis atau

    Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Dalam perkembangan

    selanjutnya HACCP diadopsi langsung oleh ISO 22000. Dari sudut sejarah HCCP

    adalah konsep yang dikembangkan tahun 1960 oleh The Pillsbury Company

    bersama dengan NASA dan Laboratorium Militer Amerika. Hal ini didasarkan

    pada konsep engeenering Failure, Mode, Effect and Analysis (FMEA) yang

    kemudian diterapkan pada tataran mikrobiologi (Mortimore and Wallace, 2001).

    Codex Alimentarius Commission

    menjabarkan sistem Hazard Analysis

    Critical Control Point (HACCP) sebagai suatu sistem yang memiliki landasan

    ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya

    tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.

    Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya

    yang berasal dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang

    diolah oleh perusahaan pengolah makanan dengan tujuan untuk melindungi

    kesehatan konsumen dan ditujukan untuk pencegahan, penghilangan atau

  • pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat

    diterima (European Committee for Standardisation, 2004).

    Berdasarkan Codex Alimentarius Commission and FAO-WHO Food

    Standards Programme (1997), HACCP mempunyai 7 prinsip utama yaitu:

    1. Melakukan analisis bahaya

    2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point atau CCP)

    3. Menentukan ambang batas kritis

    4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) terhadap CCP

    5. Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika

    pengawasan menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP)

    berada diluar kendali.

    6. Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa sistem

    HACCP dapat bekerja dengan efektif.

    7. Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan

    catatan-catatan yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya.

    Bagi yang belum akrab dengan HACCP, sebagai contoh untuk

    pemahaman terhadap prinsip-prinsip diatas, kita ambil kasus penerapan HACCP

    pada makanan favorit berjuta umat, mie instan. Krisnawati (2002) menuturkan

    penerapan prinsip pertama HACCP dalam pembuatan mie instan adalah

    mengidentifikasi bahaya yang mungkin ada akibat faktor biologi, kimia, atau pun

    fisik dari mulai bahan baku sampai pada produk akhir. Bahaya pada bahan baku

    misalnya ada kutu pada terigu. Jika ada kutu maka terigu tersebut harus ditolak.

  • Dari identifikasi bahaya tersebut ditentukan bagian mana saja yang bersifat

    kritis sebagai prinsip kedua. Penerimaan bahan baku, pencampuran larutan alkali,

    steaming, penggorengan, cooling, dan pengemasan adalah titik kritis atau critical

    point pada proses produksi mie instan. Pada prinsip ketiga ditetapkan batas dari

    bahaya tersebut misalnya pada penggorengan batas asam lemak bebas atau FFA

    (free fatty acid) pada minyak goreng yang digunakan adalah 0.25 %.

    Prinsip keempat, monitoring dilakukan untuk antisipasi penyimpangan

    terhadap batas kritis. Pada umumnya yang bertanggung jawab terhadap

    monitoring adalah operator pelaksana produksi, teknisi quality control, supervisor

    produksi dan manajer produksi. Pembersihan kembali peralatan yang kotor,

    pengembalian bahan baku pada supplier, kalibrasi peralatan, pengemasan ulang

    dan penarikan produk adalah contoh dari tindakan koreksi sebagai prinsip kelima.

    Penerapan prinsip keenam adalah dokumentasi terhadap seluruh tahapan

    produksi mie instan. Dokumentasi ini harus mencakup data data teknis hasil studi

    yang meliputi ingredient, risiko bahaya, tahapan proses dan kemungkinan

    bahayanya, titik kendali kritis, penyimpangan yang terjadi, tindakan koreksi yang

    diambil, dan modifikasi HACCP. Verifikasi sebagai prinsip terakhir dilakukan

    dilakukan dengaan review terhadap rencana HACCP, kesesuaian titik kritis,

    konfirmasi penangan penyimpangan, inspeksi visual, dan penulisan laporan.

    4.2 Halal Control Point (HCP)

    Konsep HACCP diubahsesuaikan sedemikian rupa oleh ahli-ahli ilmu

    pangan muslim. Dr. Mian Riaz dari Texas A & M University mengubahsesuaikan

    HACCP menjadi Halal Control Point atau HCP. Sementara begawan ilmu pangan

  • Indonesia, Prof. Anton Apriyanto dari Institute Pertanian Bogor

    mengubahsesuaikan menjadi Haram Analysis Critical Control Point atau

    HrACCP. Namun ditilik dari prinsip, sejatinya antara HCP dan HrACCP hanya

    berbeda dalam penamaan saja. Intinya zat yang tidak halal alias haram

    dipersamakan sebagai hazard.

    Dr. Mian Riaz berpendapat bahwa Good Manufacturing Process (GMP)

    dan Good Hygiene Process (GHP) belumlah cukup tanpa HACCP untuk

    menciptakan pangan yang aman. Kelebihan HACCP adalah sebagai instrument

    preventif untuk bahaya dan memiliki kemampuan untuk membuktikan keamanan

    pangan tersebut. GMP dan GHP adalah basis dari HACCP sehingga HACCP

    adalah inti dari total quality management. Prinsip pencegahan bahaya HACCP

    mempunyai prinsip yang sama dengan prinsip pencegahan bahan haram sehingga

    halal control point bisa ditambahkan pada aplikasi HACCP. Penerapan konsep

    halal, ISO, food hygine dan HACCP secara berbarengan akan membentuk total

    quality management untuk tataran produksi pangan. Berikut adalah gambaran

    konsepsi Dr. Mian Riaz untuk total quality management tersebut.

    Sumber : Riaz (2009). Halal an Emerging Food Quality Standard.

    World Halal Food Research Summit Presentation.

  • Menurut Apriyantono et al. (2003), titik kritis keharaman produk atau

    Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP) pada prinsipnya mengikuti

    prinsip yang diterapkan pada Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

    akan tetapi dalam hal ini ditujukan pada usaha pencegahan masuknya bahan

    haram dan najis ke dalam sistem produksi sedini mungkin. Bahan haram dan najis

    tidak boleh kontak dengan produk halal pada seluruh rangkaian produksi dan pada

    kadar berapapun. Penerapan HrACCP terdiri dari enam komponen yaitu :

    1. mengidentifikasi semua bahan yang termasuk haram dan najis,

    2. mengidentifikasi titik-titik kontrol krisis,

    3. membuat prosedur pemantauan,

    4. membuat tindakan koreksi,

    5. membuat dokumen-sistem perekaman, dan

    6. membuat prosedur verifikasi.

    Disini kita lihat bahwa point 3 dalam dalam prinsip HACCP yaitu

    menetapkan ambang batas kritis hilang dari prinsip HrACCP. Keadaan ini

    dikarenakan masalah halal haram bukanlah masalah kuantitatif tapi kualitatif.

    Apriyantono et al. (2003), menyatakan titik kendali kritis masalah halal haram

    adalah masalah ada atau tidak ada bahan haram dalam suatu produk atau proses,

    sehingga pendekatannya bukan berdasarkan ambang batas atas-bawah dengan

    suatu standar deviasi tertentu, melainkan no haram product. Hal ini didasarkan

    pada prinsip dalam Islam bahwa jika sesuatu yang itu haram maka tak peduli

    banyak atau sedikit tetap sama-sama haram.

  • Semua bahan diidentifikasi termasuk haram atau najis dengan melakukan

    penentuan resiko halal-haram yang didasarkan atas Analisa bahaya dan resiko

    halal-haram khususnya untuk bahan baku, proses, penyimpanan serta distribusi

    produk jadi. Penentuan Haram CCP dengan menggunakan diagram pohon

    pertanyaan atau pohon keputusan. Diagram pohon ini dimaksudkan untuk

    membantu penelusuran dan pengkajian suatu bahan baku atau produk atau suatu

    proses tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap penyebab

    keharaman suatu produk atau tahapan proses. Pohon keputusan CCP yang dapat

    digunakan dari sistem jaminan halal MUI (2008) adalah sebagai berikut.

  • Pohon Keputusan untuk Identifikasi Titik Kritis Keharaman

    (TK : Titik Kritis; Non TK : Tidak Kritis) Sumber: LPPOM-MUI 2008

    Tambahan untuk produk mikrobial, semua produk mikrobial adalah titik

    kritis. Titik kritis terletak pada media, baik media penyegaran ataupun media

  • produksi. Pelaksanaan Sistem HrACCP ini dipermudah dengan membuat Lembar

    Kerja Status Preventif dan Tindakan Koreksi (LKSPTK) (control measure).

    LKSPTK ini merupakan lembaran kerja yang menyajikan uraian tentang lokasi

    CCP pada tahap proses produksi, faktor-faktor yang mungkin menyebabkan

    keharaman produk antara lain jenis bahan dan kontaminasi najis, prosedur

    pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi dan pencatatan. Penerapan dari HCP atau

    HrACCP ini akan kita spesifikan lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya.

    Pustaka

    Alli, I. 2004. Food Quality Assurance: Principles And Practices. CRC Press LLC.

    New York.

    Apriyantono, A., J. Hermanianto dan N. Wahid. 2007. Pedoman Produksi Pangan

    Halal. Khairul Bayan Press.Jakarta.

    Baadilla HO. 1996. Persyaratan Mutu Pangan Era Perdagangan Bebas. Makalah

    Seminar Nasional Pangan dan Gizi. Yogyakarta : 10-11 Juli 1996.

    Codex Alimentarius Commission Joint FAO/WHO Food Standards Programme.

    1997. Food Hygiene. FAO. Italy.

    Daud, S., R. C. Din, S. Bakar, M. R. Kadir and N.M. Sapuan. 2011.

    Implementation of MS1500: 2009: A Gap Analysis. IBIMA Publishing.

    Malaysia. Vol. 2011 (2011), Article ID 360500

    European Committee for Standardisation. 2004. Pelatihan Penerapan Metode

    HACCP. European Committee for Standardisation-Implementing Agency

    for the Contract No ASIA/2003/069-236

    Krisnawati, A. Aplikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada

    Produk Instat Noodle Di PT Sentrafood Indonusa Karawang. Skripsi

    Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    LPPOMMUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOMMUI.

    Mortimore, S. dan C. Wallace. 2001. FOOD INDUSTRY BRIEFING SERIES:

    HACCP. Blackwell Science Ltd. USA

  • Nasution, A.H. 2006. Manajemen Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.

    Riaz, M.N. 2009. Halal : An Emerging Food Quality Standard - Similarities of

    Halal & HACCP. World Halal Research Summit 2009. Kuala Lumpur.

    Sholihin, A.I. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Gramedia Pustaka Utama.

    Jakarta.

  • 5. MENIKMATI DAGING HALAL

    Pernah dengar atau baca alat yang bernama electroenchephalograph? Atau alat

    yang dinamakan electrocardiograph? Hmm pasti pernah. Setidaknya sedetik

    yang lalu ketika barusan Anda membaca paragraf ini.

    Electroenchephalograph (EEG) adalah alat untuk mengukur aktivitas

    otak. Bidang keilmuan psikologi menggunakan alat ini untuk pengukuran

    psikofisiologis seperti aktivitas elektrik dalam sistem saraf otonom atau

    sistem saraf pusat (Davison et al., 2006). Electrocardiograph (ECG) adalah

    alat untuk mengukur aktivitas jantung. Willem Einthoven memenangkan

    hadiah nobel bidang medis di tahun 1924 untuk penemuan mekanisme ECG

    ini.

    Kenapa kita membahas electroenchephalograph dan electrocardiograph?

    Apa hubungannya dengan daging yang halal? Sabar, sebab kita akan bercerita

    tentang sebuah penelitian yang sudah berusia lebih dari 30 tahun untuk mencoba

    menjelaskan sebuah hadits yang sudah berusia lebih dari 14 abad.

    Hannover, Jerman, 1977. Tampaknya ketika itu ada sebuah pertanyaan

    yang mengganggu para ilmuan tentang bagaimana sebenarnya kedaan hewan yang

    disembelih. Persepsi manusia melihat bahwa hewan berada dalam kondisi

    kesakitan saat disembelih sehingga ini dijadikan pertimbangan dilakukannya

    pemingsanan (stunning). Dengan anggapan bahwa pemingsanan akan

    menghilangkan kesadaran hewan dan dengan hilangnya kesadaran tersebut, si

    hewan tak akan merasa kesakitan saat disembelih. Inilah pandangan yang

  • manusiawi, tapi benarkah persepsi tersebut? Bukankah seharusnya ada

    pengukuran objektif tentang rasa sakit ini dan tidak didasarkan pada persepsi

    manusia belaka?

    Dari The Clinic for Small Clawed Animals and Forensic Medicine and

    Mobile Clinic of The Veterinary University of Hannover, awal bulan Juni 1977,

    Profesor Schulze dan koleganya menerbitkan laporan penelitian tentang

    perbandingan cara penyembelihan hewan menggunakan cara barat dan ritual

    agama pada sapi dan domba. Penyembelihan konvensional cara barat ini

    menggunakan pemingsanan dengan captive bolt pistol stunning (CBPS).

    Penyembelihan ritual agama di eropa biasa mengacu pada tatacara penyembelihan

    islam atau yahudi. Perlu diketahui bahwa makanan yang boleh dikonsumsi dalam

    islam disebut halal sedangkan makanan yang boleh dikonsumsi dalam agama

    yahudi disebut kosher. Cara penyembelihan hewan dalam agama yahudi

    dinamakan shechita sedangkan dalam islam disebut dhabiha. Shechita hampir

    sama seperti dhabiha dalam hal keharusan penggunaan alat yang tajam,

    memutuskan kerongkongan dan tenggorokan, serta memutuskan bagian dua

    pembuluh darah utama yaitu arteri carotid dan jugular veins (Reynnells, 2007).

    Aisha El-Awady (2003), menuturkan bahwa Prof Schulze bersama DR

    Hazeem mengeluarkan hasil penelitian dengan judul Attempts to Objectify Pain

    and Consciousness in Conventional (captive bolt pistol stunning) and Ritual

    (Halal, knife) Methods of Slaughtering Sheep and Calves. Pada penelitian itu,

    sebagaimana ditulis oleh Nanung Danar Dono (2009), EEG dipasang pada

    permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat

    ini dipakai untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.

  • Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang ECG untuk merekam aktivitas

    jantung saat darah keluar.

    Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan

    ECG (yang telah terpasang) beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap

    cukup, separuh sapi disembelih secara ritual agama dan separuh sisanya

    disembelih secara metode barat. Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh

    ternak dicatat untuk merekam keadaan otak dan jantung semenjak sebelum

    pemingsanan (atau penyembelihan) hingga hewan ternak benar-benar mati.

    Hasilnya adalah sebagai berikut :

    Penyembelihan menurut ritual halal

    Pertama, pada 3 detik pertama setelah disembelih (dan ketiga saluran pada leher

    sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini

    berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih tidak ada indikasi rasa

    sakit.

    Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan

    grafik secara gradual (bertahap) yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep

    (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi tersebut benar-benar kehilangan kesadaran. Pada

    saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

    Ketiga, setelah 6 detik pertama tersebut, ECG pada jantung merekam adanya

    aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari

    seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleks

    gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord).

  • Pada saat darah keluar dari leher, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop sampai

    ke zerolevel (angka nol). Diterjemahkan peneliti tersebut bahwa, No feeling of

    pain at all! atau tidak ada rasa sakit sama sekali!

    Keempat, oleh karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh

    secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak

    dikonsumsi oleh manusia. Jenis daging semacam ini sangat sesuai dengan prinsip

    Good Manufacturing Practice (GMP) yang menghasilkan healthy food (pangan

    sehat).

    Penyembelihan cara barat

    Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung

    jatuh dan collaps. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi sehingga mudah

    dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat dengan mudah disembelih, tanpa

    meronta-ronta, dan (nampaknya) tanpa rasa sakit. Pada saat disembelih, darah

    yang keluar hanya sedikit tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning.

    Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat

    nyata pada grafik EEG. Hal tersebut mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit

    yang diderita oleh ternak pada saat kepalanya dipukul.

    Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang

    drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa

    sakit yang luar biasa sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya,

    jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh

    serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

  • Keempat, oleh karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara

    maksimal, maka dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), sehingga

    tidak layak dikonsumsi oleh manusia.

    Dari penelitian ini disimpulkan bahwa penyembelihan dengan cara islam

    tidak mengindikasikan rasa sakit. Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat

    ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit. Jauh berbeda dengan

    dugaan atau persepsi manusia sebelumnya. Sapi meronta-ronta dan meregangkan

    otot bukanlah ekspresi rasa sakit, tetapi hanyalah ekspresi keterkejutan otot dan

    saraf saja yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras. Mengapa

    demikian? Tentunya, hal ini tidak terlalu sulit dijelaskan mengingat grafik EEG

    tidak menunjukkan adanya rasa sakit.

    Setelah jenis hewan hewan yang halal dimakan, tata cara penyembelihan

    adalah hal yang penting dalam islam. Hewan yang halal jika cara

    penyembelihannya tidak islami maka akan menjadi haram. Dalam penyembelihan

    ini seorang muslim harus ihsan atau berbuat dengan cara yang baik sesuai dengan

    hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

    Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) pada segala sesuatu, maka

    jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan

    apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih,

    (yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar

    meringankan binatang yang disembelihnya

  • Dari hadits diatas diketahui bahwa menajamkan alat penyembelihan atau

    pisau adalah bagian dari ihsan karena meringankan (rasa sakit) binatang tersebut.

    Pernyataan yang sepertinya berlawanan menurut persepsi manusia. Bagaimana

    bisa kita berbuat kebaikan atau ihsan padahal kita merenggut nyawa mahluk

    hidup? Hal ini tentu sulit kita mengerti tanpa mengetahui hasil penelitian dari

    Prof. Schulze dan DR. Hazeem diatas yang justru mengungkapkan tidak adanya

    rasa sakit pada hewan yang disembelih secara islami.

    Lebih lanjut tentang cara penyembelihan islami yang tidak menyebabkan

    rasa sakit dijelaskan karena otak dan kulit hewan berbeda dengan otak dan kulit

    manusia. Menurut Khan (1982), bagian frontal lobe otak hewan tidak tumbuh

    seperti manusia. Otak hewan berfungsi seperti orang yang mengalami frontal

    leucotomy sehingga kurang peka terhadap rasa luka dan ancaman. Kulit hewan

    lebih tebal dari pada manusia dan mempunyai ambang batas yang rendah terhadap

    rasa sakit. Hal inilah yang sering dilupakan orang dan mengakibatkan orang

    mengandalkan persepsinya bahwa penyembelihan dengan cara islam adalah hal

    menyakitkan.

    Keuntungan lain dari cara penyembelihan sesuai agama adalah rendahnya

    tingkat stres hewan sembelihan sebagaimana dalam penelitian Pouillaude (1992)

    yang dikutip oleh French Ministry of Food, Agriculture and Fishing (2008).

    Tingkat stres ini diukur dengan tingkat glikemia pada darah. Diketahui bahwa

    pada hewan yang disembelih sesuai agama tingkat glikemianya normal yang

    berarti hewan tersebut tidak stres. Lain halnya dengan metode penyembelihan

  • yang melibatkan stunning, tingkat glikemia hewan tersebut lebih tinggi

    (hyperglycemia) yang menandakan hewan tersebut mengalami stres.

    Meskipun ada sederet bukti tentang kelebihan penyembelihan secara

    islam, namun sampai buku ini ditulis pun masih banyak kontroversi yang

    menganggap bahwa cara penyembelihan islami adalah cara yang barbar, tidak

    manusiawi, horror dan cruel. Anggapan ini muncul dari mereka yang pro-

    stunning ataupun dari kelompok vegetarianism. Mereka mendasarkan anggapan

    ini karena hewan dalam cara penyembelihan islam ada dalam keadaan sepenuhnya

    sadar.

    Orang yang menilai buruk cara islam dan yang memilih untuk pro-

    stunning seringkali mengabaikan rasa sakit yang muncul dari proses stunning itu

    sendiri. Dalam kalangan islam ada perbedaan pendapat tentang stunning ini. Ada

    yang menerima karena prinsipnya stunning tidak membunuh hewan dan hewan

    tersebut tetap bisa disembelih dengan cara islam. Ada juga yang menolak karena

    stunning menyakitkan hewan dan berpotensi membunuh hewan. Di akhir bab ini

    akan kita bahas bagaimana efek dari stunning. Sementara ini kita beralih pada

    syariat tentang daging yang halal dan halal control point pada industri daging.

    5.1 Penyembelihan

    Industri pangan wong kulon menggunakan istilah meat and poultry untuk

    produk daging-dagingan. Meat yang secara bahasa berarti daging biasa digunakan

    untuk mewakili produk yang berasal dari hewan berkaki empat seperti sapi dan

    domba. Poultry yang secara bahasa berarti unggas biasa digunakan untuk

  • mewakili kelompok unggas seperti ayam dan kalkun. Untuk menjadi halal meat

    and poultry ini tentu harus melalui penyembelihan secara islami. Kaidah

    penyembelihan secara islami sebagaimana dirinci oleh As Sidawi dan Fatwa

    (2008) adalah sebagai berikut.

    1. Orang yang Menyembelih

    a. Berakal baik laki-laki atau wanita, sudah baligh atau belum dengan

    catatan sudah mencapai usia tamyiz. Tidak sah sembelihan orang gila,

    anak kecil yang belum berakal, atau orang yang sedang mabuk.

    b. Agama orang yang menyembelih hendaklah orang muslim atau ahli

    kitab (yahudi dan nasrani).

    c. Membaca bismillah (tasmiyah atau invocation)

    d. Tidak boleh menyembelih atas nama selain Allah

    2. Alat untuk menyembelih

    a. Alat harus tajam dan dapat memotong dengan cepat

    b. Bukan dari kuku dan gigi

    3. Hewan Sembelihan

    a. Hewan yang disembelih masih dalam keadaan hidup, tidak boleh

    menyembelih hewan yang sudah mati

    b. Hilangnya nyawa hewan semata-mata karena sebab penyembelihan

    bukan karena tercekik atau terpukul.

  • c. Jenis hewan yang disembelih adalah hewan darat dan udara yang

    halal dimakan seperti kambing, unta, sapi, ayam dan burung.

    Sedangkan hewan laut semuanya halal dan tidak disyaratkan

    penyembelihan.

    4. Bagian yang disembelih

    a. Apabila hewannya jinak dan mungkin untuk disembelih maka

    tempat yang disembelih adalah pada lehernya dengan memutus

    saluran pernapasan, saluran makanan, dan dua urat leher (arteri

    carotid dan vena jugularis).

    b. Apabila hewan yang akan disembelih tidak bisa dijinakkan, dalam

    arti malah lari dan tidak mungkin disembelih pada lehernya, atau

    malah jatuh masuk sumur dan belum mati, maka boleh

    menyembelih pada bagian tubuh mana saja yang mungkin untuk

    disembelih dan mematikan.

    Adapun adab dan hal yang tidak disarankan untuk proses penyembelihan seperti

    yang ditulis Khan (1982), adalah sebagai berikut.

    a. Dilarang menajamkan atau mengasah pisau atau pun alat penyembelihan

    lainnya di depan hewan yang akan disembelih.

    b. Penyembelihan tidak disarankan mengenai tulang belakang (spinal cord)

    atau memutuskan kepala dari badan.

    c. Tidak boleh memutuskan leher atau menguliti hewan sementara hewan

    tersebut masih terlihat hidup.

  • d. Tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.

    e. Tidak disarankan menyembelih di depan hewan lain yang akan

    disembelih.

    Dilarang mengasah pisau di depan hewan merupakan bagian dari adab

    penyembelihan yang berdasarkan hadits riwayat Al Hakim yang menyatakan

    bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah saw melewati

    seseorang yang menginjakkan kakinya di atas lambung seekor kambing sambil

    menajamkan pisaunya dan diperlihatkan di depan mata kambing itu. Beliau

    bersabda, Apakah kamu ingin membunuhnya dengan dua kematian? Tidakkah

    kamu tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkannya?

    Dalam penyembelihan secara modern, mengingat banyaknya hewan yang

    disembelih dalam satu waktu, khususnya penyembelihan ayam, maka seringkali

    penyembelihan dilakukan dengan menggunakan mesin. Sebagian ulama

    memperbolehkan penyembelihan menggunakan mesin sepanjang tetap dibacakan

    basmallah untuk setiap hewan, sebagian lagi membolehkan basmallah hanya

    dibaca diawal. Akan tetapi sebagian ulama tidak membolehkan penyembelihan

    menggunakan mesin, harus manual dan dengan membacakan basmallah

    (Apriyantono, 2007). Untuk di Indonesia, MUI memperbolehkan cara mekanis

    ini.

    5.2 HCP Penanganan Daging

    Semua kaidah penyembelihan diatas menjadi Halal Control Points (HCP)

    dalam pengolahan meat and poultry. Menyangkut seluruh proses pengolahan

  • secara umum di rumah potong hewan (RPH), Halal Control Points selengkapnya

    menurut Riaz and Chaudry (2004) adalah sebagai berikut.

    HCP 1 Hewan yang disembelih haruslah hewan yang halal seperti domba, sapi,

    kambing, ayam atau burung. Hewan yang haram disembelih seperti babi tidak

    menjadi halal meskipun cara penyembelihannya mengikuti cara yang halal.

    HCP 2 Islam mengajarkan untuk berbuat baik pada binatang sehingga binatang

    harus diperlakukan dengan baik dan tidak mengalami stres. Setibanya di rumah

    potong, hewan harus diistirahatkan terlebih dahulu dengan makanan dan minuman

    yang cukup sebelum disembelih. Penulis tambahkan bahwa pada titik ini praktek

    meng-gelonggong tidak bisa diterima secara islami.

    HCP 3 Penyembelihan hewan lebih baik tanpa melakukan pemingsanan

    (stunning). Bila stunning dilakukan maka harus dipastikan bahwa hewan dalam

    keadaan hidup setelah stunning sebelum penyembelihan dilakukan. Metode

    stunning yang biasa digunakan adalah captive bolt stunning, electric stunning,

    mushroom-shaped hammer stunner (direkomendasikan untuk substitusi captive

    bolt stunning), dan carbon dioxide stunning atau gassing (tidak

    direkomendasikan).

  • Halal Control Points pada Pemrosesan Meat and Poultry Sumber : Riaz and Chaudry (2004)

    HCP 4 Alat yang digunakan harus tajam dan proporsional dengan ukuran

    hewan yang akan disembelih. Penyembelihan dianjurkan dilakukan dengan sekali

    potong sehingga menimbulkan efek anastetik pada hewan yang disembelih.

    HCP 5 Penyembelih haruslah orang islam baik laki-laki ataupun perempuan

    yang berakal sehat dan terlatih melakukan pemyembelihan. Penyembelih ini tidak

    boleh weak at heart alias jantungan.

  • HCP 6 Penyembelihan haruslah memotong kerongkongan, tenggorokan, arteri

    carotid dan vena jugularis, serta tanpa menyentuh tulang belakang (spinal cord).

    HCP 7 Tasmiyah dilakukan sambil memotong kerongkongan. Cukup dengan

    membaca Bismillah sekali saja. Namun biasanya untuk hewan yang lebih besar

    seperti sapi atau kambing, tasmiyah dilakukan dengan membaca Bismillahi

    Allahu Akbar tiga kali.

    HCP 8 Tidak boleh memotong-motong tubuh hewan sebelum hewan tersebut

    benar-benar tidak bernyawa. Bisanya setelah darah keluar dan jantung berhenti

    berdetak, barulah hewan tersebut dikuliti dan diambil jeroannya untuk seterusnya

    dilakukan pemisahan tulang dan daging.

    HCP 9 Pengemasan dilakukan menggunakan bungkus dan boks yang bersih

    kemudian diberi label halal sebagai penunjuk bahwa produk ini merupakan

    produk halal.

    Konsep HCP diatas bisa disesuaikan kembali atau pun disederhanakan

    secara spesifik pada masing-masing perusahaan. Hal ini bisa kita lihat contoh

    HCP pada rumah potong ayam berikut.

  • Halal Control Points (*) pada Sebuah Perusahaan Rumah Potong Ayam (RPA)

    Sumber : Estuti (2005)

    Dijelaskan Estuti (2005), bahwa penerimaan ayam hidup (unloading)

    menjadi haram critical control point atau HCP 1 pada tahap proses produksi

    daging ayam, karena ada kemungkinan ayam yang dikirim mati. Bila pengawasan

    ayam mati terlewatkan pada waktu penerimaan ayam, maka yang masuk dalam

    proses produksi adalah bangkai dan produk menjadi tidak halal. Namun penyebab

    keharaman ini dapat dicegah dengan adanya upaya pencegahan dengan melakukan

  • pemeriksaan ante mortem oleh petugas produksi/ QC, sehingga ayam yang mati

    dapat dipisahkan.

    Pemingsanan (stunning) menjadi HCP 2, karena pada tahap ini ada

    kemungkinan ayam mati karena voltase stunner yang terlalu tinggi. Stunning yang

    dilakukan untuk ayam biasanya electric stunning. Tahap ini dapat dicegah dengan

    melakukan pengontrolan tegangan dan arus listrik oleh petugas produksi/QC.

    Pengawasan selalu dilakukan dengan pengontrolan kondisi ayam hidup setelah

    stunning, jika ditemukan ayam mati maka akan dipisahkan, dihitung dan

    dimusnahkan.

    Penyembelihan (killing) menjadi HCP 3, karena tahap penyembelihan

    memerlukan persyaratan penyembelih ayam (killerman) adalah seorang muslim

    yang sudah terlatih dalam melakukan penyembelihan. Bila penyembelih adalah

    orang yang tidak terlatih dan bukan muslim, bisa menyebabkan hasil

    penyembelihan yang kurang sempurna atau tidak sesuai dengan syariat Islam,

    sehingga ayam tersebut dapat dikatagorikan bangkai. Hal ini dapat dicegah

    dengan mengawasi kondisi ayam setelah penyembelihan. Pada penyembelihan

    ayam yang menggunakan mesin, ditugaskan satu atau dua orang personel yang

    bertugas menyembelih ayam jika ada ayam yang luput dari mesin dan belum

    tersembelih.

    Penirisan darah menjadi haram HCP 4, penyebab ketidakhalalannya adalah

    karena darah tidak keluar tuntas dan darah yang tertinggal di dalam tubuh ayam

    merupakan najis. Sehingga darah harus keluar secara tuntas dari karkas.

  • Selain control point pada tahap produksi, control point lainnya lainnya

    berlaku untuk air yang digunakan pada proses produksi tersebut. Hal ini

    dikarenakan air yang digunakan dalam produksi daging ayam dapat tercemar najis

    atau kotoran. Bila air terkontaminasi najis, maka air tersebut akan mencemari

    daging ayam selama proses produksi. Air yang digunakan harus dijamin bersih

    dan tidak terkena najis.

    Menurut Riaz dan Chaudry (2004), pada industri pengolahan meat and

    poultry, setelah memastikan daging tersebut berasal dari sumber yang halal,

    peralatan yang digunakan menjadi halal control point selanjutnya jika industri

    tersebut juga mengolah produk non-halal. Peralatan harus dibersihkan terlebih

    dahulu jika akan digunakan untuk produk halal sehingga tidak