draft spr tod

32
1 DRAFT STANDAR PENATAAN RUANG PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSIT KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II

Upload: andy-rahmadi-herlambang

Post on 25-Sep-2015

67 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Standar Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit

TRANSCRIPT

  • 1

    DRAFT STANDAR PENATAAN RUANG

    PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSIT

    KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

    DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

    Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 1 1.3 Ruang Lingkup ................................................................................... 2 1.4 Istilah dan Definisi ............................................................................. 2 1.5 Acuan Normatif .................................................................................. 3 1.6 Kedudukan Standar terhadap Peraturan Perundangan ...................... 3

    1.7 Manfaat .............................................................................................. 4 1.8 Pengguna ........................................................................................... 4

    BAB II KETENTUAN UMUM .......................................................................... 5

    2.1 Konsep Pembangunan Kawasan Transit ............................................. 5 2.2 Tujuan dan Prinsip Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit 5 2.3 Aspek Penentuan Tipologi dan Kriteria Lokasi Kawasan Transit ......... 6 2.4 Aspek Aspek Pertimbangan Penataan Ruang Kawasan Transit ........ 6 2.5 Tahapan Penyelenggaraan Pembangunan Kawasan Transit ............... 7

    BAB III KETENTUAN TEKNIS ........................................................................ 8

    3.1 Standar Perencanaan Struktur dan Pola Ruang Kawasan Transit ...... 8 3.1.1 Standar Perencanaan Struktur dan Pola Ruang Kawasan Transit pada Tingkat Makro/Regional ....................... 8 3.1.2 Standar Perencanaan Struktur dan Pola Ruang Pembangunan Kawsan Transit Tingkat Mikro/Kawasan TOD 14

    3.2 Standar Arahan Pemanfaatan Ruang ............................................... 18 3.2.1 Indikasi Program Pada Tingkat Makro/ Regional ................... 18 3.2.2 Program Pemanfaatan Ruang Pada Tingkat Mikro Kawasan Transit .................................................................... 19

    3.3 Standar Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang ..................... 19 3.3.1 Arahan Peraturan Zonasi ....................................................... 19 3.3.2 Pengaturan Zonasi (Tingkat Mikro/RDTR dan PZ) .................. 20

    3.4 Prosedur Tahapan Penataan Ruang Kawasan Transit ...................... 27

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Tipologi Kawasan Transit ................................................................... 10 Tabel 3.2 Rencana Pola Ruang sesuai Tipologi Kawasan Transit........................ 13 Tabel 3.3 Tipologi dan luasan Kawasan Transit ................................................. 17 Tabel 3.4 Kepadatan dan Ketinggian bangunan, KDB/KLB, dan GSB ............... 21

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Kedudukan Standar Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit ............................................................................ 4 Gambar 2.1 Tahapan Pembangunan Kawasan Transit ...................................... 7 Gambar 3.1 Ilustrasi Hirarki Sistem Pusat Pelayanan ..................................... 11 Gambar 3.2 Ilustrasi Struktur Ruang Pembangunan Kawasan Transit............ 11 Gambar 3.3 Ilustrasi Prasarana Pedestrian dan Sepeda .................................. 12 Gambar 3.4 Ilustrasi Komposisi Guna Lahan .................................................. 14 Gambar 3.5 Deliniasi kawasan transit dan ilustrasi ........................................ 16 Gambar 3.6 Titik Poros Stasiun ....................................................................... 16 Gambar 3.7 Proporsi Campuran Guna Lahan Pada PKT .................................. 18 Gambar 3.8 Ilustrasi Campuran Fungsi Pada Satu Bangunan ........................ 20 Gambar 3.9 Rancang Cluster Dari Penggunaan Lahan Yang Kompak .............. 22 Gambar 3.10 Traffic Flow Masuk Dan Keluar Kawasan Transit dan Orientasi ... 23 Gambar 3.11 Standar Pedestrian/Trotoar ......................................................... 24 Gambar 3.12 Peningkatan Bangunan Dan Jalan ............................................... 25 Gambar 3.13 Sarana Perparkiran Di Kawasan Transit ...................................... 26

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang nyaman, aman, produktif, dan berkelanjutan. Dalam rangka perwujudan ruang tersebut diperlukan program pemanfaatan ruang. Pada kawasan perkotaan, RTR pada kawasan perkotaan dapat dirinci lebih lanjut melalui RDTR. Pada zona-zona tertentu, khususnya pada simpul-simpul transportasi, dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai kawasan

    transit, yaitu kawasan yang mengandalkan prasarana transportasi darat perkotaan dengan radius jangkauan pelayanan tertentu, dengan penggunaan lahan yang intensif untuk permukiman dan guna lahan lainnya, berdasarkan jarak tempuh pejalan kaki.

    Kawasan transit diarahkan untuk mendorong dan memfasilitasi perencanaan terpadu antara tata ruang dan transportasi, baik yang direncanakan maupun yang telah tersedia. Perwujudan keterpaduan ini dilaksanakan dengan pengembangan konsep tata ruang berorientasi angkutan umum dan kota terpadu mandiri (compact city).

    Kawasan Transit adalah kawasan yang strategis dalam mendukung kegiatan utama mobilitas masyarakat dalam suatu wilayah, baik kota/kabupaten karena bertumpukan pada kendaraa publik berbasis massal dan meningkatkan perjalanan kaki. Kawasan transit dengan konsepnya yang hemat penggunaan sumber daya lahan juga berperan dalam meningkatkan luasan ruang terbuka hijau dan mendukung tercapainya kota ramah lingkungan.

    Kawasan transit pada saat ini menjadi konsep acuan pengembangan sinergi antara perencanaan ruang, transportasi, dan lingkungan di berbagai kota di Indonesia. Namun demikian belum ada panduan dalam melakukan pengaturan penataan ruang pada kawasan transit antar moda yang menyebabkan ketidakteraturan perencanaan di kawasan transit. Oleh karena itu, pedoman ini disusun.

    1.2. Maksud dan Tujuan

    Maksud dari standar ini adalah sebagai acuan dalam melakukan penataan ruang meliputi perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang di kawasan transit

    Tujuan standar ini untuk membantu meningkatkan kualitas ruang pada kawasan transit.

  • 2

    1.3. Ruang Lingkup

    Ruang lingkup dari standar penataan ruang pembangunan kawasan transit ini meliputi: pendahuluan, ketentuan umum dan ketentuan teknis.

    1.4. Istilah dan Definisi

    Dalam standar ini yang dimaksud dengan:

    1. Standar adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan.

    2. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    3. Transit adalah transportasi publik termasuk bus dan kereta.

    4. Koridor transit adalah jaringan yang diperuntukkan bagi pelayanan transit, baik bus maupun kereta.

    5. Titik (node) transit adalah berupa Terminal, stasiun kereta api.

    6. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara (UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, bab 1, pasal 1,5)

    7. Transit Oriented Development (TOD) adalah kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungsional kota dengan fungsi penghubung lokal dan antar lokal

    8. Kawasan transit adalah kawasan yang berpusat pada prasarana transportasi darat perkotaan dengan radius jarak pelayanan tertentu, dengan penggunaan lahan yang intensif untuk permukiman dan guna lahan lainnya, berdasarkan jarak tempuh pejalan kaki.

    9. Radius jarak pelayanan tertentu adalah ruang kawasan transit yang dibentuk oleh penghitungan radius jarak pelayanan yang ditentukan oleh hirarki ruang dalam sistem internal perkotaan, yang terdiri dari: BWP, kawasan, zona, dan blok.

    10. Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

    11. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik.

    12. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kuranya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota.

  • 3

    1.5. Acuan Normatif

    Acuan normatif dari standar penataan ruang pembangunan kawasan transit ini meliputi:

    1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

    2. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan;

    3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeratapian;

    4. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman;

    5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun;

    6. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;

    7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Kawasan Strategis Nasional;

    8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota;

    9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi;

    10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang di Dalam Bumi;

    11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan;

    12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan; dan

    13. Peraturan Menteri Perhubungan No.79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

    1.6. Kedudukan Standar terhadap Peraturan Perundangan

    Kedudukan dari standar penataan ruang Standar Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit mengacu pada Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang berikut turunan peraturannya. Kemudian, bersama-sama dengan instrumen pedoman penataan ruang lainnya, standar

    ini dijadikan bahan masukan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan, RTRW Kota, dan RDTR. Diagram di bawah ini menjelaskan kedudukan Standar Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit.

  • 4

    Gambar 1.1 Kedudukan Standar Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit

    1.7. Manfaat

    Standar ini memiliki manfaat:

    1. Sebagai acuan pembangunan kawasan transit;

    2. Sebagai masukan untuk penyusunan:

    a. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Metropolitan;

    b. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; dan

    c. Rencana Detail Tata Ruang.

    1.8. Pengguna

    Standar ini digunakan oleh:

    1. Pemerintah Pusat dalam merencanakan Kawasan Transit pada Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Metropolitan;

    2. Pemerintah Daerah Kota dalam merencanakan Kawasan Transit pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;

    3. Pemerintah Daerah Kota dalam merencanakan Kawasan Transit pada Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota; dan

    4. Pengembang kawasan.

  • 5

    BAB II KETENTUAN UMUM

    2.1 Konsep Pembangunan Kawasan Transit

    Konsep Pembangunan Kawasan Transit dapat didefinisikan sebagai kawasan permukiman atau komersial yang dirancang untuk memberikan akses maksimum kepada angkutan umum dan untuk meningkatkan pengguna transit. Konsep pembangunan kawasan transit ini tidak semata merancang ruang tetapi juga sebagai solusi terhadap permasalahan transportasi. Dalam hal ini, menciptakan ruang perkotaan yang kompak dan campuran yang

    mendukung untuk transportasi berbasis transit adalah dari sisi pengaturan permintaan terhadap mobilitas masyarakat perkotaan.

    Konsep pembangunan kawasan transit perlu dibedakan pada skala makro regional atau metropolitan dengan transit pada skala komunitas dan lingkungan permukiman. Pada tingkatan metropolitan, konsep pembangunan kawasan transit difungsikan sebagai pengarah pertumbuhan perkotaan dengan menyebarkan pusat-pusat kegiatan pada kawasan-kawasan transit di sepanjang koridor transit utama bersamaan dengan mengadaptasikan pelayanan transit bagi sub-urban yang telah menyebar.berbasis angkutan umum untuk dapat melayani perkembangan mobilitas masyarakat perkotaan tersebut. Pertumbuhan perkotaan dengan konsep ini mengintegrasikan transit dan pembangunan perkotaan di dalam pusat kota dan menciptakan pertumbuhan perkotaan yang menyeimbangkan antara mengarahkan pertumbuhan perkotaan dan kualitas lingkungan perkotaan.

    2.2 Tujuan dan Prinsip Penataan Ruang Pembangunan Kawasan Transit

    Tujuan dari pembangunan kawasan transit adalah sebagai berikut:

    1. Memaksimalkan hasil pembangunan dengan mengintegrasikan transportasi, pekerjaan, dan perumahan;

    2. Mendukung perekonomian wilayah yang kompetitif;

    3. Meningkatkan keadilan dengan menyediakan akses multi moda untuk semua masyarakat; dan

    4. Meningkatkan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakt perkotaan.

    Adapun prinsip-prinsip dasar yang dipertimbangkan dalam Pembangunan Kawasan Transit adalah sebagai berikut:

    1. Memanfaatkan keunggulan lokasi dari fungsi transit;

    2. Mengelola pembangunan secara kompak dan terpadu;

    3. Mempromosikan penggunaan transportasi publik massal;

    4. Menata kawasan dengan menyediakan ruang publik yang lebih luas dan menjadikan ruang publik sebagai fokus orientasi bangunan dan aktivitas lingkungan;

  • 6

    5. Menempatkan komersial, hunian, kantor, taman, dan pelayanan Publik dalam jarak berjalan kaki dari perhentian transit;

    6. Menciptakan jaringan jalan yang ramah pejalan kaki yang secara langsung menghubungkan ke tempat tujuan lokal;

    7. Menyediakan kombinasi campuran jenis hunian, kepadatan, dan harga/biaya;

    8. Melakukan preservasi habitat yang sensitif, zona tepian sungai, dan ruang terbuka berkualitas tinggi; dan

    9. Mendorong pembangunan kembali dan pengisian kawasan terbangun (infill) di sepanjang koridor transit di lingkungan eksisting.

    2.3 Aspek Penentuan Tipologi dan Kriteria Lokasi Kawasan Transit

    Kerangka pemikiran dari penyusunan tipologi standar penataan ruang pembangunan kawasan transit adalah berdasarkan faktor-faktor:

    1. Hirarki dan skala perkotaan, yang terdiri atas: pusat kota, sub-pusat kota, kota transisi, dan lingkungan;

    2. Luasan area pengaturan, yang terdiri atas: Bagian Wilayah Perkotaan (BWP), kawasan, zona, dan blok;

    3. Skala pelayanan dari stasiun kereta yang terdiri atas: stasiun pusat kota (stasiun orde 1) yang melayani seluruh wilayah perkotaan, stasiun sub-pusat (stasiun orde 2) yang melayani regional di sub-urban, stasiun di tingkat kawasan (stasiun orde-3), dan stasiun skala lingkungan (stasiun orde 4).

    2.4 Aspek Aspek Pertimbangan Penataan Ruang Kawasan Transit

    Dalam penataan ruang kawasan transit perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap ketentuan teknis penataan ruang kawasan transit. Aspek-aspek tersebut meliputi:

    1. Aspek fisik morfologi, yaitu berkaitan dengan kondisi fisik dari wilayah yang akan diatur penataan ruang kawasan transit,, meliputi:

    a. Aspek kontur yang meliputi dataran rendah, dataran tinggi,

    pegunungan, pantai

    b. Aspek cuaca yang meliputi daerah bersuhu dingin, daerah

    bersuhu panas, dan daerah bersuhu antara

    2. Aspek sistem transportasi, berkaitan dengan sistem pelayanan transportasi yang ada di wilayah yang akan diatur penataan ruang kawasan transit;

    3. Aspek ruang terbuka hijau, yang berkaitan dengan penyediaan ruang terbuka hijau yang diatur dalam penataan ruang kawasan transit meliputi: proporsi ruang terbuka hijau sesuai dengan ketentuan perundangan bahwa proporsi ruang terbuka hijau perkotaan memenuhi 20% publik dan 10% privat, beserta pengelompokkan ruang terbuka hijau;

  • 7

    4. Aspek sosial, berkaitan dengan kondisi demografis penduduk pada kawasan yang akan diatur dalam penataan ruang kawasan transit, meliputi: ketersebaran pekerjaan, struktur cohort (usia) penduduk, pola mobilitas penduduk, pendapatan, dan pendidikan;

    5. aspek kelembagaan, berkaitan dengan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang berkaitan dalam penataan ruang kawasan transit, meliputi: pihak masyarakat baik sebagai pengguna angkutan transit dan/atau penghuni dalam kawasan transit, pemerintah pusat yang menentukan regulasi dan perencanaan pada bidang penataan ruang maupun sektor perhubungan, pemerintah daerah yang memiliki kewenangan untuk mengatur daerah, serta sektor swasta baik developer yang dapat membangun properti baik perumahan, perkantoran, retail komersial, fasilitas lain maupun operator angkutan transit (kereta).

    2.5 Tahapan Penyelenggaraan Pembangunan Kawasan Transit

    Tahapan penyelenggaraan pembangunan kawasan transit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 2.1 Tahapan Pembangunan Kawasan Transit

  • 8

    BAB III KETENTUAN TEKNIS

    3.1 Standar Perencanaan Struktur dan Pola Ruang Kawasan Transit

    Standar penataan ruang pembangunan kawasan transit pada aspek perencanaan dibedakan pada dua level, yaitu level makro/regional meliputi RTR Kawasan Perkotaan dan RTRW Kota dan level mikro/kawasan yang meliputi RDTR.

    3.1.1 Standar Perencanaan Struktur dan Pola Ruang Kawasan Transit pada Tingkat Makro/Regional

    Standar penataan ruang pembangunan kawasan transit pada skala makro/regional dimaksudkan untuk menjadi bahan masukan pada penyusunan RTR Kawasan Perkotaan, RTRW Kota, dan RTRW Kabupaten.

    A. Data dan Informasi

    Dalam penataan ruang kawasan transit perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap ketentuan teknis penataan ruang kawasan transit. Aspek-aspek tersebut meliputi:

    1. Fisik morfologi, yaitu berkaitan dengan kondisi fisik dari wilayah yang akan diatur penataan ruang kawasan transit, meliputi:

    a. Aspek kontur yang meliputi dataran rendah, dataran tinggi, pegunungan, pantai; dan

    b. Aspek cuaca yang meliputi daerah bersuhu dingin, daerah bersuhu panas, dan daerah bersuhu antara.

    2. Tata guna lahan pada kawasan yang akan diatur penataan kawasan transit, meliputi:

    a. Tingkat intensitas kepadatan bangunan; dan

    b. Tingkat kepadatan guna lahan.

    3. Sistem transportasi dan mobilitas perkotaan, berkaitan dengan sistem pelayanan transportasi yang ada di wilayah yang akan diatur penataan ruang kawasan transit, meliputi :

    a. Ruang terbuka hijau, yang berkaitan dengan penyediaan ruang terbuka hijau yang diatur dalam penataan ruang kawasan transit meliputi: proporsi ruang terbuka hijau sesuai dengan ketentuan perundangan bahwa proporsi ruang terbuka hijau perkotaan memenuhi 20% publik dan 10% privat, beserta pengelompokkan ruang terbuka hijau;

    b. Ruang terbuka non-hijau, yang berkaitan dengan penyediaan ruang terbuka non-hijau dalam penataan ruang kawasan transit untuk kepentingan pengggunaan publik;

    4. Sosial, berkaitan dengan kondisi demografis penduduk pada kawasan yang akan diatur dalam penataan ruang kawasan transit, meliputi:

  • 9

    ketersebaran pekerjaan, struktur cohort (usia) penduduk, pola mobilitas penduduk, pendapatan, dan pendidikan, pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, Distribusi penduduk;

    5. Kelembagaan, berkaitan dengan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang berkaitan dalam penataan ruang kawasan transit, meliputi: pihak masyarakat baik sebagai pengguna angkutan transit dan/atau penghuni dalam kawasan transit, pemerintah pusat yang menentukan regulasi dan perencanaan pada bidang penataan ruang maupun sektor perhubungan, pemerintah daerah yang memiliki kewenangan untuk mengatur daerah, serta sektor swasta baik developer yang dapat membangun properti baik perumahan, perkantoran, retail komersial, fasilitas lain maupun operator angkutan transit (kereta).

    B. Metoda Analisis

    Metoda untuk menganalisis pembangunan kawasan transit adalah dengan pendekatan analisa ruang sehingga perlu didukung dengan metode Sistem Informasi Geografi yaitu metode dengan kemampuan menunjukkan informasi secara keruangan dan dapat menampilkan secara visual.

    Analisis Penggunaan Lahan meliputi:

    1. Struktur ruang termasuk sebaran pusat-pusat pertumbuhan;

    2. Alokasi dan perubahan (konversi) penggunaan lahan, terutama: sebaran dan pertumbuhan permukiman penduduk dan sebaran tempat kerja;

    3. Tingkat kepadatan (density) penggunaan lahan;

    4. Tingkat campuran penggunaan lahan (diversity/mix land-uses); dan

    5. Tingkat aksesibilitas jaringan infrastruktur.

    Analisis penggunaan lahan ini dinilai dalam kaitan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip Pembangunan Berorientasi Transit (TOD). Analisis terhadap kawasan transit dalam prinsip TOD dilakukan terhadap penataan ruang di dalam kawasan transit berdasarkan empat faktor, yaitu:

    1. Keragaman guna lahan (mixed land-use);

    2. Kompaksi;

    3. Kepadatan; dan

    4. Jalur pejalan kaki (pedestrian).

    C. Muatan Perencanaan

    Output dari hasil analisis pada perencenaan struktur dan pola ruang Pembangunan Kawasan Transit adalah muatan perencanaan penataan ruang kawasan transit. Perencanaan Kawasan Transit meliputi struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang penataan kawasan transit terdiri atas: penataan kawasan-kawasan transit pada koridor transit sesuai

  • 10

    dengan hirarki dan skala dari kawasan-kawasan transit, yaitu: BWP, kawasan, zona, dan blok.

    1. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang

    Kebijakan dan strategi dari penataan ruang kawasan transit meliputi:

    a. mendukung hubungan fungsional antara permukiman dengan perkantoran, perdagangan, dan jasa;

    b. pola pembangunan diprioritaskan untuk intensitas tinggi dan terkonsentrasi pada pusat kawasan transit;

    c. pemanfaatan ruang bersifat campuran dengan proporsi ruang permukiman, perkantoran, perdagangan, dan jasa yang disesuaikan dengan fungsi dan peran kawasan transit tersebut

    dalam konteks wilayah dan/atau kota.

    d. Meningkatkan kualitas penyediaan pedestrian, jalur sepeda, halte bus, dan fasilitas parkir, serta ruang terbuka hijau.

    2. Rencana Struktur Ruang

    Rencana struktur ruang dari pembangunan kawasan transit meliputi hal-hal berikut:

    a. Sistem Pusat (Hirarki Pusat dan Tipologi TOD)

    Hirarki dari sistem pusat pelayanan, meliputi: pusat kota, sub-pusat, dan lingkungan. Dengan sistem pusat pelayanan yang dapat berfungsi sebagai pusat pembangunan kawasan transit (PKT), sub-pusat PKT, serta PKT lingkungan. Dengan melakukan matriks kombinasi dari ketiga faktor di atas, maka tipologi kawasan transit adalah sebagaimana di jelaskan di dalam tabel berikut.

    Tabel 3.1 Tipologi Kawasan Transit

    Tipologi Kawasan Transit Skala Pelayanan

    Pusat Kota BWP Stasiun-1 (central)

    Sub-pusat kota Kawasan Stasiun-2

    Zona Stasiun-3

    Lingkungan Blok Stasiun-4

  • 11

    Gambar 3.1 Ilustrasi Hirarki Sistem Pusat Pelayanan

    1) Sistem Prasarana Transportasi

    Sistem jaringan transportasi atau skala pelayanan prasarana transportasi darat (kereta), meliputi:

    Gambar 3.2 Ilustrasi Struktur Ruang Pembangunan Kawasan Transit

    TOD sentral

    ode-1

    TOD Orde-2

    TOD Orde-3

    TOD Orde-4

  • 12

    2) Sistem Prasarana Pedestrian dan Sepeda

    Berupa jaringan prasarana pedestrian dan sepeda yang terintegrasi dengan aksesibilitas menuju stasiun.

    Gambar 3.3 Ilustrasi Prasarana Pedestrian dan Sepeda

  • 13

    3. Rencana Pola Ruang

    Komposisi guna lahan campuran yang ditentukan disesuaikan dengan tipologi kawasan transit.

    Tabel 3.2 Rencana Pola Ruang sesuai Tipologi Kawasan Transit

    Dengan ilustrasi komposisi guna lahan pada suatu kawasan transit sebagaimana digambarkan pada PKT seperti ditampilkan pada gambar berikut.

    Tipologi Kawasan Transit

    Skala Pelayanan

    Keterangan

    Pusat Kota BWP Stasiun-1

    (central)

    Sub-pusat

    kota

    Kawasan Stasiun-2

  • 14

    Tipologi Kawasan

    Transit

    Skala

    Pelayanan Keterangan

    Zona Stasiun-3

    Lingkungan Blok Stasiun-4

    Gambar 3.4 Ilustrasi Komposisi Guna Lahan

    3.1.2 Standar Perencanaan Struktur dan Pola Ruang Pembangunan Kawsan Transit di Tingkat Mikro/Kawasan TOD

    Standar penataan ruang pembangunan kawasan transit pada skala makro/regional dimaksudkan untuk menjadi bahan masukan pada penyusunan RDTR dan RTBL khususnya menyangkut internal masing-masing kawasan transit.

    A. Data dan Informasi

    Komponen data yang diperlukan adalah:

    1. Kepadatan : Jumlah pelanggan yang memadai dan dalam jarak nyaman berjalan kaki atau bersepeda ke perhentian transit, agar sistem dapat berjalan secara efisien

    2. Aksesibilitas transit: stasiun transit dan perhentiannya yang lokasinya menjadi pusat dalam TOD, dan pelayanan yang memungkinkan penumpang transit untuk mencapai lokasi tujuan dengan mudah

    3. Kenyamanan bagi pejalan kaki: suatu jaringan jalan dalam kawasan transit yang saling terhubung dan dengan ukuran sesuai bagi kenyamanan pejalan kaki

  • 15

    4. jumlah rumah tangga per luasan hektar perumahan, kepadatan transit zonal yang mengkombinasikan frekuensi pelayanan transit dan kedekatan dengan perhentian atau stasiun, tingkat keramahan/kenyamanan bagi pejalan kaki dan pesepeda

    5. campuran guna lahan, artinya banyak pilihan aktivitas dalam jarak nyaman berjalan kaki, banyak pilihan jenis hunian, banyak pilihan mobilitas, banyak pilihan berbelanja;

    6. nilai properti meliputi: penerimaan pajak bagi pemda, pendapatan bagi pegelola transit dari sewa lahan joint development dan penjualan tiket, pengurangan pengeluaran rumah tangga untuk biaya transportasi serta peluang bagi rumah tangga untuk mendapatkan keuntungan dari properti hunian yang dimiliki.;

    7. Peningkatan lingkungan eksisting : memperkaya kualitas tempat-

    tempat yang ada

    8. Konektivitas (keterhubungan): mudah dicapai dan terintegrasi secara fisik dan visual dengan kawasan sekitar

    9. Keseimbangan lansekap: keseimbangan alam lansekap dengan lingkungan buatan

    10. Campuran penggunaan lahan dan bentuk:

    11. Kelola investasi: layak secara ekonomi, layak bangun dan berkelanjutan, dikelola dan dipelihara dengan baik

    12. Perancangan untuk perubahan: cukup fleksibel dalam menghadapi kemungkinan perubahan di masa depan. Fleksibilitas dalam penggunaan properti, ruang-ruang publik, infrastruktur pelayanan, dll.

    B. Metode Analisis

    Dalam skala mikro kawasan maka proses analisis terdiri atas:

    1. Penentuan Deliniasi Kawasan

    Penentuan deliniasi kawasan dilakukan dengan menggunakan radius jarak pelayanan dari stasiun stop. Radius ini berbeda-beda untuk setiap PTK disesuaikan dengan skala PKT tersebut.

  • 16

    Gambar 3.5 Deliniasi kawasan transit dan ilustrasi

    Gambar 3.6 Titik Poros Stasiun

    Deliniasi

    kawasan

    elayanan

    Radius

    pelayanan

    dari

  • 17

    2. Tipologi dan Luasan

    Luasan dari tapak kawasan transit disesuaikan berdasarkan pada tipologi kawasan transit, yaitu pada skala BWP, kawasan zona, atau blok.

    Tabel 3.3 Tipologi dan luasan Kawasan Transit

    3. Analisis Minimal

    Analisis minimal standar perencanaan ruang kawasan transit di level mikro, meliputi: luas kawasan, jarak pedestrian, orientasi bangunan, guna lahan campuran, dan kepadatan bangunan.

    C. Muatan Perencanaan

    Muatan perencanaan pada skala mikro meliputi:

    1. Tujuan penataan ruang perencanaan pembangunan kawasan transit.

    2. Kebijakan dan strategis penataan ruang kawasan transit.

    3. Peraturan tentang struktur ruang, meliputi: jalan, pedestrian, jaringan prasarana air, jaringan prasarana energi.

    4. Peraturan tentang pola ruang yang mengatur tentang pencampuran guna lahan pada PKT.

  • 18

    Gambar 3.7

    Proporsi Campuran Guna Lahan Pada PKT

    3.2 Standar Arahan Pemanfaatan Ruang

    3.2.1 Indikasi Program Pada Tingkat Makro/ Regional

    Indikasi program pembangunan kawasan transit pada tingkat makro / regional meliputi:

    1. Perwujudan Sistem dan Jaringan Transportasi (Prasarana Angkutan Massal);

    2. Program Sistem Prasarana Pedestrian dan Sepeda;

    3. Program Perwujudan Ruang untuk Fungsi Budidaya;

    4. Program sosialisasi kawasan transit (Transit Oriented Developmet); dan

    5. Program penyediaan alokasi ruang untuk pengembangan sektor-sektor informal.

  • 19

    3.2.2 Program Pemanfaatan Ruang Pada Tingkat Mikro Kawasan Transit

    A. Program Pengembangan

    Program pengembangan TOD diantaranya adalah memberikan pilihan perumahan yang layak bagi semua lapisan usia dan ekonomi masyarakat untuk dapat menikmati humah yang aman, nyaman, dan terjangkau.

    B. Program Konsolidasi Lahan/Land Readjustment

    C. Pembiayaan

    Strategi pendanaan pengembangan TOD adalah beranjak dari prinsip pengembangan TOD bahwa baik guna lahan, pola pembangunan dan infrastruktur diarahkan untuk dapat menjadi ladang investasi terbaik

    bagi sektor publik maupun sektor swasta. Adapun strategi pendanaan TOD adalah melalui:

    1. Menyediakan pendanaan operasional untuk program TOD;

    2. Mendukung penyusunan prioritas TOD dan kerjasama program lintas sektor;

    3. Menyediakan hibah bagi pendanaan masyarakat TOD yang livable serta meningkatkan outcome dan investasi swasta;

    4. Mengarahkan penerimaan pendapatan dari transportasi kepada pengembangan infrastruktur berbasis TOD.

    3.3 Standar Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

    3.3.1 Arahan Peraturan Zonasi

    Arahan peraturan zonasi pada kawasan transit meliputi hal-hal berikut:

    1. Kegiatan Atau Penggunaan Lahan

    Bahwa pembangunan kawasan transit ditujukan untuk kegiatan atau penggunaan lahan perumahan vertikal yang terpadu dengan perkantoran, komersial, dan sarana prasarana transportasi yang memungkinkan efisiensi dalam menimbulkan bangkitan pergerakan serta meningkatkan penggunaan transportasi publik kereta dan berjalan kaki. Kawasan transit juga diperuntukkan untuk penyediaan ruang terbuka hijau yang cukup bagi kesehatan dan kenyamanan lingkungan perkotaan dan untuk mendukung kesejahteraan sosial masyarakat.

    2. Intensitas Pemanfaatan Ruang

    Di kawasan transit adalah dengan vara pengembangan perumahan vertikal melalui peremajaan kota secara terpadu dan/atau pembangunan kawasan permukiman baru dengan konsep sesuai dengan tujuan dan prinsip pembangunan kawasan transit.

    3. Tata Bangunan

    Tata bangunan di kawasan transit adalah dengan menjadikan pusat stasiun kereta sebagai fokus orientasi dari seluruh bangunan serta dalam

  • 20

    mendesain jalan penghubung. Tata bangunan dibuat bersifat kompak, efisien, dan berkelanjutan.

    4. Teknik Pengaturan Zonasi

    Teknik pengaturan zonasi dalam kawasan transit adalah dengan mengatur alokasi dari KDB rendah agar pembagunan diutamakan secara vertikal untuk penghematan sumber daya lahan, serta penyediaan ruang terbuka hijau yang lebih besar.

    5. Prasarana dan Sarana Minimal

    Prasarana dan sarana minimal yang disediakan dalam kawasan transit adalah yang menunjang untuk berlangsungnya kegiatan masyarakat sesuai dengan tujuan dan prinsip pembangunan kawasan transit.

    6. Ketentuan Tambahan dan Pemanfaatan Zona Fungsi Khusus

    Ketentuan tambahan dan pemanfaatan zona fungsi khusus diperuntukkan pada kawasan transit dengan kekhususan fisik ataupun sosial.

    7. Perubahan Zonasi

    Perubahan zonasi adalah jika mengatur di dalamnya tata cara terkait perubahan ketentuan zonasi yang diberlakukan di dalam kawasan transit dengan alasan tertentu.

    3.3.2 Pengaturan Zonasi (Tingkat Mikro/RDTR dan PZ)

    A. Peruntukan dan Campuran Guna Lahan

    Dalam penataan ruang internal kawasan transit memungkinkan untuk penggunaan campuran pada satu bangunan, untuk fungsi: permukiman, perkantoran, fasilitas publik, dan komersial.

    Gambar 3.8

    Ilustrasi Campuran Fungsi Pada Satu Bangunan

  • 21

    B. Intensitas Pemanfaatan Ruang (Kepadatan Minimal)

    Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauandan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang dan RTBL. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.

    Kepadatan minimal, KDB, dan KLB masing-masing kawasan transit

    disesuaikan dengan tipologi dari kawasan transit, seperti tampak pada tabel berikut.

    Tabel 3.4 Kepadatan dan Ketinggian bangunan, KDB/KLB, dan GSB

    C. Sarana/Prasarana Minimal

    Sarana/prasarana minimal yang harus disediakan pada kawasan transit meliputi:

    1. Pedestrian, jalur pejalan kaki;

    2. Jalur sepeda dan tempat parkir sepeda;

  • 22

    3. Halte / bus stop atau jalan penghubung untuk berpindah dari angkutan umum bus ke kereta;

    4. Fasilitas parkir kendaraan mobil dan motor;

    5. Ruang terbuka hijau;

    6. Ruang publik berupa ruang terbuka non hijau;

    7. Fasilitas sosial.

    1) Standar Kawasan/Desain

    Penempatan dan orientasi bangunan;

    Penempatan dan orientasi bangunan dalam kawasan transit adalah

    dengan memfokuskan semua massa bangunan kepada pusat stasiun sebagai pengarah.

    2) Penggunaan lahan jenis drive-through sangat dibatasi

    Gambar 3.9 Rancang Cluster Dari Penggunaan Lahan Yang Kompak

    Penggunaan lahan yang dikelompokkan dan diubah orientasi dari bangunan

    menuju stasiun

  • 23

    3) Pintu Masuk

    Pada kawasan transit yang diarahkan untuk memudahkan akses menuju stasiun dari tempat pemberhentian dan dari guna-guna lahan permukiman, perkantoran, komersial, maupun dari taman.

    Gambar 3.10 Traffic Flow Masuk Dan Keluar Kawasan Transit dan Orientasi

    4) Standar Pedestrian/Trotoar

    Trotoar disediakan dalam kondisi lebar dan nyaman dengan standar keamanan yang baik bagi semua pejalan kaki dalam level usia apapun dan juga bagi para penyandang cacat.

    Pedestrian/trotoar dalam kawasan transit dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: Pedestrian utama; pedestrian sekunder; dan jalur off-street. Standar pedestrian pada kawasan transit adalah tingginya aksesibilitas dan konektivitas terutama menuju pada stasiun. Dan berjarak kurang-lebih 300 m-800 m secara radial dari

    titik pusat stasiun.

  • 24

    Gambar 3.11 Standar Pedestrian/Trotoar

    5) Standar Jalan

    Standar jalan penghubung menuju dan di dalam kawasan transit adalah yang dapat mengarahkan perjalanan masyarakat dengan

    menggunakan kendaraan pribadi berhenti sampai dengan tempat parkir yang disediakan. Sedangkan mobilisasi yang diandalkan adalah dengan menggunakan moda sepeda atau berjalan kaki menuju stasiun stop.

  • 25

    Gambar 3.12 Peningkatan Bangunan Dan Jalan

    6) Perparkiran

    Penyediaan parkir untuk mobil, motor, dan sepeda di sekitar kawasan transit untuk memudahkan masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi menuju angkutan umum massal.

    7) Re-development Bangunan

    Pembangunan kembali bangunan untuk disesuaikan dengan visi dari penataan ruang kawasan transit. Untuk itu diperlukan dengan langkah penyesuaian lahan (land re-adjusment).

  • 26

    Gambar 3.13 Sarana Perparkiran Di Kawasan Transit

  • 27

    3.4 Prosedur Tahapan Penataan Ruang Kawasan Transit

    Indikasi KT

    Deliniasi KT

  • 28