draf ringkasan lokasi - s3.amazonaws.coms3.amazonaws.com/rarect_prod/rareplanet.org/files/draf...

7
Draf Ringkasan Lokasi Nama Lokasi Nama MK Suaka Margasatwa Dolok Surungan Letak Wilayah Ekologi (Ecoregion) (dan kode): Negara: Indonesia Kawasan: Kawasan Konservasi SM Dolok Surungan SM Dolok Surungan berada di antara 2°22’ 34,74” LU dan 2° 41’ 29,36 ” LU, 99° 18’ 47,03” BB dan 99° 30’ 27,56” BB. Kawasan ini berada di ± 50 Km sebelah tenggara Danau Toba. SM Dolok Surungan Bobby Nopandry – BKSDA Sumut

Upload: dinhdat

Post on 30-Apr-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Draf Ringkasan Lokasi Nama Lokasi

Nama MK

Suaka Margasatwa Dolok Surungan

Letak Wilayah Ekologi (Ecoregion) (dan kode):

Negara: Indonesia

Kawasan: Kawasan Konservasi SM Dolok Surungan

SM Dolok Surungan berada di antara 2°22’ 34,74” LU dan 2° 41’ 29,36 ” LU,

99° 18’ 47,03” BB dan 99° 30’ 27,56” BB. Kawasan ini berada di ± 50 Km

sebelah tenggara Danau Toba.

SM Dolok

Surungan

Bobby Nopandry – BKSDA Sumut

Deskripsi Suaka Margasatwa Dolok Surungan terletak sekitar 50 km di sebelah tenggara

Danau Toba, lebih dekat dengan air terjun Sigura-gura dan merupakan salah satu

kawasan konservasi utama di jazirah Toba. Kawasan yang terletak di wilayah

hulu DAS Asahan ini merupakan situs perlindungan bagi beberapa satwa yang

dilindungi seperti tapir, kambing hutan, harimau sumatera, burung rangkong dan

beberapa jenis primata.

SM Dolok Surungan berada pada ketinggian ± 350 mdpl sampai dengan ±

1400 mdpl dengan puncak tertinggi di Dolok (bukit) Surungan. Kontur dan

topografi dominan di dalam kawasan dan kawasan penyangga di sekitarnya

bergunung-gunung dan berbukit-bukit menyebabkan kita bisa memandang lepas

ke arah pesisir timur Sumatera bila tidak tertutup kabut dari kawasan ini.

Topografi yang cukup landai berada di sebelah timur sampai ke kawasan

penyangga kawasan di wilayah administratif Kabupaten Labuhan Batu.

Faktor sosial-

ekonomi

Pengelompokan masyarakat di sekitar Dolok Surungan umumnya dipengaruhi

oleh latar belakang suku dan budaya masing masing kelompok masyarakat.

Meskipun demikian cluster atau kelompok-kelompok ini tidaklah bersifat ekslusif

dan mutlak. Pembauran juga terjadi di sebagian besar masyarakat.

Di sebelah selatan (Kec. Habincaran) umumnya dihuni oleh masyarakat

dari suku Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memang dominan dan homogen di

wilayah ini. Agama yang dianut oleh masyarakat umumnya Kristen dan sebagian

lagi beragama Parmalim (agama yang diyakini kepercayaan asli orang Batak).

Masyarakat suku Batak juga menempati wilayah utara dan ‘cekungan’

Dolok Sijombur (antara Register 21 dan 22) . Di wilayah ini masyarakat

Parmalim memiliki populasi yang cukup besar. Di perkampungan Aek Hucim

dan Adian Baja (Meranti Timur) masyarakat Parmalim hidup dalam keompok-

kelompok yang cukup besar berbaur dengan masyarakat Batak Kristen dan

masyarakat Jawa pendatang.

Masyarakat Jawa menempati cluster-cluster yang cukup besar di wilayah

utara (Kab. Asahan). Dusun Salipotpot di Desa Lobu Rappa dan Dusun PIR BUN

di Desa Kuala Beringin merupakan basis masyarakat Jawa. Kedatangan mereka

ke wilayah ini umumnya dipicu oleh pembagian ‘tanah persil’ dan kawasan PIR

BUN yang dimotori oleh pemerintah dan PTPN III pada tahun 1980-an.

Selain di kedua wilayah tersebut, masyarakat Jawa juga tersebar sampai ke

wilayah Toba Samosir berbaur dengan masyarakat Batak Toba dalam kelompok-

keompok kecil. Kelompok yang cukup besar berada di wilayah Meranti Timur,

Meranti Utara dan Parhitean.

Di sebelah timur kawasan berbatasan dengan kabupaten Labuhan Batu.

Wilayah ini dihuni oleh berbagai campuran suku, mulai dari masyarakat Batak

Kristen yang turun dari Toba Samosir, masyarakat Jawa sampai kepada

masyarakat Batak Islam yang memiliki logat bahasa melayu. Diyakini, kelompok

terakhir ini merupakan keturunan masyarakat Batak dari Toba yang turun lebih

dulu sejak 2 atau 3 generasi sebelumnya dan telah membaur dengan masyarakat

Melayu di pesisir timur Sumatera (Tanjung Balai-Asahan).

Karet dan sawit merupakan komoditi utama di wilayah sekitar SM

Dolok Surungan, terutama di sebelah utara. Nilai jual dan kondisi pasar kedua

komoditi ini saat ini sangat ’ramah’ kepada para petani. Lahan seluas satu kapling

(2 ha) karet atau sawit dengan kondisi tanaman optimal (dari segi umur dan

kualitas tumbuh) dapat memberikan hasil sekitar 2,5 – 3 juta rupiah per bulan

dengan durasi pemungutan hasil mingguan atau dua mingguan. Dengan sistem

bagi hasil maka lahan satu kapling dapat memberikan pendapatan sekitar ± 1 – 2

juta untuk masing masing pemilik lahan dan pekerja upahan (porsi pembagian

umumnya 60 : 40 atau 50 : 50). Jumlah pendapatan ini sangat memadai untuk

tingkat petani desa.

Keanekaragaman

hayati

SM Dolok merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Toba. Luasnya

mencapai 23.800 ha dengan kontur berbukit-bukit dan berada di sebelah tenggara

Danau Toba. Beberapa kawasan konservasi lainnya yang berada di ranah ini

antara lain : Cagar Alam (CA) Dolok Saut (39 ha), CA Martelu Purba di sebelah

utara (195 ha), dan Taman Wisata Alam (TWA) Sijaba Hutaginjang di sebelah

selatan (500 ha)

Pada saat ditetapkan menjadi kawasan konservasi, kawasan SM Dolok

Surungan dianggap sebagai kawasan perlindungan bagi berbagai satwa, terutama

tapir (Tapirus indicus). Satwa ini merupakan salah satu mamalia yang termasuk

ke dalam Appendix I CITES yang berarti merupakan hewan dengan status

perlindungan (peredaran) utama. Selain tapir, hewan-hewan lain yang terdapat di

SM Dolok Surungan meliputi : harimau sumatera, kambing hutan, burung

rangkong, rusa, dan berbagai jenis primata termasuk jenis-jenis Presbytis.

Jenis flora yang banyak ditemukan di SM Dolok Surungan terutama jenis-

jenis tumbuhan dan pepohonan hutan dataran rendah sampai pegunungan. Di

sebelah utara jenis-jenis Dipterocarpaceae masih banyak ditemukan terutama

jenis meranti-merantian dan keruing. Di sebelah tengah dan selatan jenis-jenis

Fagaceae dari kelompok beringin dan Quercus spp. cukup dominan sesuai

dengan ketinggiannya. Di wilayah puncak-puncak kawasan, jenis endemik Toba

Pinus merkusii atau tusam banyak dijumpai. Jenis-jenis pohon buah juga banyak

dijumpai di sekitar kawasan. Berdasarkan informasi masyarakat, sejak dulu jenis-

jenis durian, manggis, petai (pote-lokal), dan langsat secara alami sudah tumbuh

dan banyak dijumpai di dalam kawasan ini.

Penelitian LIPI pada tahun 2003 menemukan satu jenis bunga padma

endemik tumbuh di dalam SM Dolok Surungan. Namun sayang, pada saat itu

spesimen tanaman parasit ini tidak bisa diambil. Spesimen untuk jenis yang sama

akhirnya ditemukan kembali dan dapat diambil di dalam Taman Nasional Batang

Gadis (TNBG) di Kabupaten Mandailing Natal. Sampai saat ini diyakini bahwa

jenis bunga padma ini merupakan jenis baru yang berbeda dengan Rafflesia

arnoldi yang pertama kali ditemukan di Bengkulu.

Kepemilikan

lahan dan aspek-

aspek legislatif

lain

Sejak zaman Belanda kawasan ini sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan

negara dengan sebutan Kompleks Hutan Sihobun (13.000 ha) dan Kompleks

Hutan Surungan (10.800 ha) melalui Surat Keputusan Zelfbestuur No. 50 tanggal

25 Juni 1924. Pada tahun 1974 pemerintah Indonesia kemudian menetapkan

kedua kompleks hutan ini menjadi kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

dengan luas 23.800 ha.

Pada tahun 1990-an ada klaim dari marga Panjaitan bahwa kawasan ini

merupakan lahan adat mereka yang disuarakan oleh tokoh-tokoh marga

PAnjaitan di Desa Meranti Timur : Kiten Panjaitan (sekarang bahkan menjadi

kepala desa dan Libanus Panjaitan (anggota DPRD Tapanuli Utara pada saat itu),

dan Motan Panjaitan (kepala desa pada waktu itu). Klaim ini dikeluarkan untuk

menjustifikasi ‘penjualan’ / ganti rugi lahan dari masyarakat ke pengusaha

keturunan asal Kisaran. Argumen ketiga tokoh dan pendukungnya ini dibantah

oleh Saur Tampubolon yang merupakan keturunan langsung salah satu pemuka

masayarakat dari ‘tengah’ Dolok Surungan (Desa Aek Hucim) yang mengetahui

bahwa nenek moyang mereka atau para pemuka masyarakt pada saat penunjukan

kawasan mendukung penunjukan kawasan dan ikut membantu menata batas.

Kiten Panjaitan bahkan diketahui ‘orang asli’ Meranti Timur melainkan

pendatang dari Jambu Dolok di sebelah barat laut kawasan. Motan Panjaitan saat

tidak lagi menjabat kepala desa balik mendukung penyelamatan SM Dolok

Surungan yang dimotori Saur Tampubolon.

Nilai-nilai

Konservasi

Berdasarkan daftar skema kalsifikasi IUCN untuk habitat kawasan SM Dolok

Surungan masuk ke dalam klasifikasi Hutan Dataran Rendah Basah Tropis (1.6)

sampai Hutan Pegunungan Basah Tropis (1.9).

Wikramanayake et al. (1998) melakukan analisa yang luas dan menyeluruh

terhadap habitat harimau untuk mengidentifikasi daerah yang akan diprioritaskan

sebagai daerah perlindungan. Sistem Unit Perlindungan Harimau (TCU/Tiger

Conservation Unit) telah diadopsi secara luas oleh komunitas pemerhati

lingkungan. TCU di Sumatera memasukkan SM Dolok Surungan ke dalam Level

III Tiger Conservation Unit (TCU) mendampingi 3 TCU utama pada Level I : TN

Kerinci Seblat, TN Gunung Leuser, dan TN Bukit Barisan Selatan, serta beberapa

wilayah konservasi lain pada Level II. Dari semua itu, Wikramanayake et al.

(1998) memperkirakan bahwa pada saat ini di Sumatera terdapat sekitar 130.000

km2 habitat harimau dimana hanya 42.000 km2 atau sepertiganya, yang memiliki

format perlindungan dari pembangunan dan penebangan kayu.

Layanan ekologi

Dalam satuan Daerah Aliran Sungai (DAS), SM Dolok Surungan termasuk ke

dalam DAS Asahan (Sub Das Kualuh). Dalam rentang satuan DAS Asahan,

wilayah SM Dolok Surungan berada pada wilayah hulu DAS.

Ancaman

Ancaman utama di kawasan ini adalah pembukaan lahan untuk dikonversi

sebagai kebun sawit dan karet. Pelaku utama adalah pengusaha yang membuka

lahan dalam skala besar (40 – 150 ha per pengusaha) dan diikuti masyarakat yang

membuka lahan dalam skala kecil per KK (2 - 4 ha) namun dalam jumlah

kuantitas masyarakat yang besar. Sampai saat ini, diperkirakan > 3500 ha

kawasan SM Dolok Surungan sudah beralih fungsi menjadi kebun karet dan

sawit. Grafik di bawah menunjukkan luas rambahan dari tahun 1981 – 2008

(Bidang KSDA Wilayah II 2008).

Merujuk pada daftar skema klsaifikasi IUCN/CMP untuk ancaman langsung

terhadap kawasan SM Dolok Surungan masuk dalam kriteria 6. Campur TAngan

dan Gangguan Manusia (6.3. Pekerjaan dan Aktivitas Lainnya) dan criteria 7.

Perubahan (modifikasi) Sistem Alami (7.3. Modifikasi Ekosistem Lainnya).

Tingginya tingkat ancaman terhadap kawasan SM Dolok Surungan membawa

pengaruh yang sangat serius terhadap dua spesies kunci di kawasan ini : Harimau

Sumatera dan tapir. SM Dolok Surungan sebagai salah satu kawasan konservasi

di Sumatera, sampai saat ini masih diakui sebagai salah satu wilayah prioritas

kemungkinan bertahannya populasi Harimau Sumatera yang masuk ke dalam

kategori Critically Endangered dalam Red List IUCN dan Appendiks I CITES.

Usaha paling akhir untuk memperkirakan jumlah total harimau liar di Sumatera,

yaitu pada saat konferensi internasional tahun 1992 (Analisa Kelayakan Populasi

dan Habitat Harimau Sumatera). Dan berdasarkan kesepakatan bersama pada

seminar tersebut, setidaknya kurang dari 400 harimau yang tinggal di enam

tempat kawasan hutan lindung di Sumatera. Dan sekitar 100 harimau lainnya

yang tinggal diluar hutan lindung, kemungkinan tidak akan bertahan lama (Tilson

et al. 1994: 2).

Pengelolaan

Pengelolaan SM Dolok Surungan ditangani oleh Balai Besar KSDA Sumatera

Utara sebagai Unit Pelaksana Teknis KSDA Ditjen Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Secara hirarki kawasan ini masuk ke

dalam tanggung jawab Resort Konservasi Wilayah SM Dolok Surungan 1 dan II,

di bawah Seksi Konservasi Wilayah III Tarutung yang bertanggung jawab kepada

Kepala Bidang KSDA Wilayah II Padangsidimpuan.

Persepsi Sebelum masuknya pengusaha untuk menguasai lahan SM Dolok Surungan

tahun 1980-an masyarakat sekitar SM Dolok Surungan memandang kawasan ini

sebagai kawasan ‘pusaka’ negara. Setiap masyaakat mengakui keberadaan

kawasan dan lebih memandang kawasan ini sebagai kawasan terlarang.

Kehadiran petugas ‘PPA’ pada masa itu juga semakin menegaskan persepsi ini.

Sesuai dengan paradigma pengelolaan kawasan konservasi pada masa itu, tipikal

petugas pengelola kawasan sangat mirip sebagai ‘penjaga kawasan’.

Sejak perambah pengusaha berhasil membuka kebun dan tidak dapat dikeluarkan

oleh pemerintah, masyarakat beramai-ramai ikut membuka. Sebelum masyarakat,

beberapa pengusaha lokal juga terlebih dahulu ikut membuka kebun dalam skala

besar.

Pandangan masyarakat yang membuka kawasan adalah bahwa mereka

seharusnya lebih berhak membuka kawasan itu jika memang diperbolehkan

(buktinya pengusaha dari daerah lain tidak ditindak).

No Peserta/

Pemangku

kepentingan

Nama,

posisi, dan

rincian

kontak

peserta

Isu-isu

Kunci

Sumbangan

Potensial

Motivasi untuk

Hadir

Konsekuensi

Tidak

Mengundang

1 Masyarakat

Salipotpot

- Pak

Maryadi

- Wak Diar

- Pak Sulur

- Pak

Demang

- Pak Tulus

- Pak Surat

- Wak

Hebat

Masyarakat

Pro-kawasan

Pamswakarsa,

Salipotpot

Indah,

Yayasan

Nurul

Hidayah

Mendukung

pengelolaan

kawasan adalah

kebanggaan

sebagian besar

warga

Kehilangan

pendukung

utama

2 Masyarakat

3 Desa

- Munar

Sianipar

(Kuala

Beringin)

- Kiten

Panjaitan

(Meranti

Timur)

- M.

Siahaan

(Meranti

Utara)

Masyarakat

asli

Dukungan

sosial budaya

Ikut serta dalam

isu kawasan di

sekitar tempat

tinggal, ingin

tahu

Kehilangan

kesempatan

meraih

dukungan lokal

yang lebih kuat

3 Masyarakat

perambah

Bagian dari

masyarakat

asli yang

ikut

membuka

lahan di

dalam

kawasan

Target

perubahan

perilaku

Ingin tahu, tidak

ingin dijerat

hokum,

mengintip

kesempatan

membuka lahan

secara sah

Komponen

utama

kampanye

(sasaran)

4 Saur

Tampubolon

Lokal Hero,

tokoh

kampung

Aek Hucim

- Masy. asli

yang pro

kawasan

-

Keterlibatan

sejak awal dalam

usaha

menyelamatkan

SM Dolok

Surungan

Tidak mendapat

dukungan tokoh

pro utama

5 Pam

Swakarsa

- Pak

Maryadi

- Wak Diar

- Putra

- dkk

Pendukung

dalam

perlindungan

kawasan

6 Resort

Konservasi

Wilayah SM

DS

- Rusli

- Kennedy

Nainggola

n

Pengetahuan

kawasan :

lokasi,

sejarah

konflik;

pengenalan

masyarakat

Tupoksi,

motivasi

psikologic

7 Kepala Balai

Besar KSDA

Sumut,

Kepala

Bidang

KSDA

- Ir. Djati

W. Hadi

- Ir.

Hardiman

- Dahlan

Napitupul

Otoritas

pengelola

kawasan

Treatment

dukungan,

law

enforcement,

fasilitas,

legislasi

Tupoksi

No Peserta/

Pemangku

kepentingan

Nama,

posisi, dan

rincian

kontak

peserta

Isu-isu

Kunci

Sumbangan

Potensial

Motivasi untuk

Hadir

Konsekuensi

Tidak

Mengundang

Wilayah II,

Kepala Seksi

Wilayah III

u

8 Kiten

Panjaitan

(Kades

Meranti

Timur)

9 Libanus

Panjaitan

10 Pengusaha

Sawit

- MD

Hutabarat

- Zebua

- dkk

11 Acun &

Swho

Perambah

pertama

‘Pemilik’

kebun sawit

rambahan

Tidak dijerat

hukum

-

12 Pekerja

kebun

Bakrianto

(centeng)

Wak

Djenggot

Buruh kebun

rambahan

Menjaga/tidak

kerusak

tanaman

reboisasi

Keberlangsungan

pekerjaan

Tidak ada

dukungan

pekerja di lahan

rambahan

13 Camat

14 Dishut

Tobasa

Ir. Alden

Napitupulu

15 Polres

Tobasa

Kapolres

Kasat

Reskrim

Briptu

Siregar

(juper LK

dari

BBKSDA

SU)

Lidik, Sidik,

Berkas

perkara,

atasan polisi

Binmas

Binmas,

penanganan

perkara-

perkara

pengusaha

Tugas Tidak ada

dukungan dari

penegak hukum