Transcript
Page 1: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

1

Teori Perundang-undangan(Ontologi/Kognitif)

PROSES METODA TEKNIK

Orientasi: - menjelaskan - memahamkan

Ilmu Perundang-undangan(Epistemologi/Normatif)

: melakukan perbuatan/ pengaturan

ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN

(Aksiologi/Kemanfaatan)

Page 2: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

2

Pengertian Ilmu Pengetahuan Perundangan-undangan

Menurut Burkhardt Krems Ilmu Pengetahuan Perundangan-undangan (Gesetzgebungswissenschaft) merupakan ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi.

Secara garis besar ilmu ini dapat dibagi dua, yaitu:Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungs theorie) dan Ilmu Perundang-undangan (Gesetzsgebungslehre).

Proses Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren)Metode Perundang-undangan (Gesetzgebungsmethode),

dan Teknik Perundang-undangan (Gesetzgebungs technik)

Page 3: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

3

Istilah yang sering digunakan : Legal Drafting Legislative Drafting

Istilah yang lain juga masih ada tetapi tidak dibahas dalam kesempatan ini, seperti: Wetgevingstechnick, legalistik, dll.

Istilah Legislative Drafting

Page 4: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

4

Legislative Drafting:is both a science and an art. It is a science in so far as certain rules can be laid down which are of universal application to all kinds of measures that come up for drafting and in so far as a certain set of rules is always abserved by all drafts men for the purpose of securing method in their drafts.(L.M. Bakshi, 1872)

Pengertian Legislative Drafting:

Page 5: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Teori Perundang-undangan 5

Legal Drafting, meliputi; Perancangan/penyusunan kontrak (nasional dan/atau internasional)Perancangan putusan hakim/pengadilan

Legislative Drafting, lebih tertuju pada; jenis peraturan negara yang mengikat secara umum, baik yang dikeluarkan atau yang ditetapkan oleh:

Legislatif, seperti : Keputusan Pimpinan DPR/D.Eksekutif dengan persetujuan Legislatif, seperti: Undang-Undang, Peraturan Daerah.

Eksekutif, seperti: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Kepala Daerah, (Gubernur/Bupati/Walikota).

Ruang Lingkup Legislative Drafting

Page 6: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

6

Jenis Norma:

• Norma Susila• Norma Sosial• Norma Agama• Norma Hukum

Page 7: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

7

Jenis Norma Hukum

Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual.Norma hukum dapat dibedakan dari segi alamat yang dituju (addressat) atau siapa yang dituju. Norma hukum umum ditujukan kepada orang banyak, sedangkan norma hukum individual ditujukan kepada seseorang, beberapa orang, atau banyak orang yang tertentu.

Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit.Norma hukum dapat dibedakan berdasarkan hal atau perbuatan yang diatur menjadi norma hukum abstrak dan norma konkrit. Norma hukum abstrak merumuskan suatu perbuatan secara abstrak, sedangkan norma hukum konkrit merumuskan perbuatan secara nyata.

Page 8: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

8

Norma Hukum Einmahlig dan Norma Hukum Dauerhaftig.Norma hukum einmahlig adalah norma yang berlaku sekali selesai, sedangkan norma hukum dauerhaftig adalah norma hukum yang berlaku terus-menerus.

Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan.Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri atau suatu norma hukum yang tidak diikuti norma hukum lain. Isi norma hukum ini hanya merupakan suatu suruhan (das Sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku, sedangkan norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma, norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum sekunder merupakan cara penanggulangan kalau norma hukum primer ternyata tidak dilaksanakan.

Page 9: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

9

Norma Hukum

Menentukan Sikap/Hubungan Antar Pribadi;- Jangan mencuri- Membayar pajak

Rumusan Sanksi

Dalam rumusan Norma Hukum Primer & Sekunder, sering disatukan. Jadi norma hukum selalu mencerminkan dua norma (Primer & Sekunder)

Primer

Sekunder

Page 10: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

10

1. Tidak semua kepentingan atau tata tertib telah di lindungi oleh norma susila, sosial dan agama, mis terkait lalu lintas, pajak

2. Sanksi-sanksi terhadap norma- norma etika (susila, sosial dan agama) bersifat psychis sangat abstrak, sedangkan sanksi terhadap pelanggaran norma hukum bersifat physik dan nyata (konkrit).

3. Sifat memaksanya sangat jelas dan dapat dipaksakan oleh alat perlengkapan negara (pemerintah) sedangkan norma etika tidak dapat dipaksakan oleh pemerintah (hanya berupa dorongan dari dalam diri manusia).

Norma Hukum Masih Diperlukan Karena:

Page 11: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

11

1. Ketiga tata kaedah yang lain daripada kaedah hukum tidak cukup meliputi keseluruhan kehidupan manusia, misalnya kelahiran, perkawinan, lalu lintas;

2. Kemungkinan hidup bersama menjadi tidak pantas atau tidak seyogyanya apabila hanya diatur oleh ketiga tata kaedah tersebut.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto Norma Hukum Masih Diperlukan Karena:

Page 12: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

12

1. Suruhan (gebod), yaitu berisi apa yang harus dilakukan oleh manusia berupa suatu perintah melakukan sesuatu;

2. Larangan (verbod) yaitu berisi apa yang tidak boleh dilakukan;

3. Kebolehan (mogen) berisi apa yang dibolehkan artinya tidak dilarang dan tidak di suruh

Menurut Rosjidi Ranggawidjaja pada umumnya norma hukum berisikan

Page 13: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

13

1. perintah (gebod);2. Larangan (verbod);3. Pengizinan (teostemming);4. Pembebasan (vrijstelling).

Menurut A Hamid S Attamimi, norma hukum mengandung sifat

Page 14: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

14

1. Imperatif, yaitu berupa perintah yang secara apriori harus ditaati, baik berupa suruhan maupun larangan.

2. Fakultatif, yang tidak secara apriori mengikat atau wajib dipatuhi.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, sifat norma hukum:

Page 15: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

15

1. Memerintah (gebieten);2. Melarang (verbieten);3. Menguasakan (ermachtigen);4. Membolehkan (erlauben);5. Menyimpangkan dari ketentuan

(derogieren).

Fungsi Norma Hukum Menurut Hans Kelsen

Page 16: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Norma hukum itu tertuju kepada cita kedamaian hidup antar pribadi (het recht wil de vrede). Karena itu sering dikatakan bahwa penegak hukum itu bekerja “to preserve peace”. Dalam kedamaian atau keadaan damai selalu terdapat “orde en rust”.

Page 17: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

• menyangkut ketertiban dan keamanan

•Berkaitan dengan dimensi lahiriah

•berkenaan dengan ketentramandan ketenangan.

•Menyangkut dimensi batiniah

Orde Rust

Keadaan damai yang menjadi tujuan akhir norma hukumterletak pada keseimbangan antara orde dan rust yaitu antara dimensi lahiriah dan batiniah yang menghasilkan keseimbangan antara ketertiban dan Ketentraman, antara keamanan dan ketenangan

Page 18: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Tujuan kedamaian hidup biasanya dikaitkan pula dengan perumusan tugas kaidah hukum, yaitu untuk mewujudkan kepastian, keadilan dan kebergunaan. Artinya, setiap norma hukum itu haruslah menghasilkan keseimbangan antara nilai kepastian (certainty, zekerheid), keadilan (equity, billijkheid, evenredigheid) dan kebergunaan (utility)

Page 19: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

19

Tertulis & berlaku umum:a. Peraturan Perundang-undanganb. Peraturan Kebijakan - Lingkup Administrasi Negara - Lingkup Mahkamah Agung - Lingkup Legislatif

Tertulis & berlaku khusus: beschikking (Ketetapan/Keputusan)

Tidak Tertulis:a. Hukum Adatb. Hukum Keagamaanc. Hukum Kebiasaan.

Ruang Lingkup Hukum Positif

Page 20: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

20

Bagi Administrasi Negara:Peraturan Perundang-undangan memberikan landasan/dasar bertindak, sekaligus jaminan bahwa perbuatan administrasi negara itu tidak akan dituntut oleh masyarakat.

Bagi Warga Negara:Peraturan Perundang-undangan berfungsi memberi perlindungan akan hak-hak dari tindakan tidak sewenang-wenang oleh administrasi negara.

Arti Penting Peraturan Perundang-undangan

Page 21: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

21

Fungsi Peraturan Perundang-undangan bagi Administrasi Negara

• Sarana membatasi kekuasaan (fungsi normatif)• Sarana untuk menggunakan kekuasaan (fungsi

instrumental)• Sarana perlindungan hukum bagi masyarakat

(fungsi jaminan)

Page 22: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

22

Tujuan Peraturan Perundang-undangan

Primer: mengedepankan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat (kodifikasi)Sekunder: memberi arah kepada perubahan dalam masyarakat (modifikasi).

Nilai : - Sesuatu yang dianggap berguna/tidak berguna.

- Sesuatu yang dianggap baik/tidak baik.

- Sesuatu yang dianggap menyenangkan/tidak menyenangkan

- Sesuatu yang dianggap adil/tidak adil.

Norma: aturan yang berisi perintah dan/atau larangan

misal: jangan membunuh, jangan mencuri.

Page 23: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

23

Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

pengayoman;kemanusiaan;kebangsaan;kekeluargaan;kenusantaraan;bhinneka tunggal ika;keadilan;kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;ketertiban dan kepastian hukum; dan/ataukeseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Page 24: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

24

1. ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

1. ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Terminologi/sistematika yang benarTentang dapat dikenali Perlakuan yang sama dalam hukumKepastian Hukum Pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan

MATERIILMATERIIL

Tujuan yang jelasOrgan/lembaga yang tepatPerlunya peraturanDapat dilaksanakanKesesuaian antara jenis dan materi muatanKedayagunaan dan kehasilgunaanKejelasan rumusanKeterbukaanKonsensus

FORMALFORMAL

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (yang

Baik):

Page 25: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

25

2. SYARAT PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

2. SYARAT PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Pertimbangan FilosofisPertimbangan YuridisPertimbangan PolitisPertimbangan SosiologisPertimbangan EkologisPertimbangan Ekonomis Pertimbangan Kultural

3. TEKNIK PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

3. TEKNIK PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Ketepatan StrukturKetepatan PertimbanganKetepatan Dasar HukumKetepatan Bahasa Hukum

Page 26: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

26

4. ASAS TERTIB PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

4. ASAS TERTIB PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Kewenangan Berlaku Ke Depan/Tdk Berlaku Surut Peraturan Baru Kesampingkan yang LamaTata Urutan Peraturan Perundang-undangan Persamaan & Tidak MemihakKepastian, Kepatutan, & KeadilanKepentingan Umum

Page 27: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

27

1. Syarat Materiil, antara lain:• Sesuai kewenangan Daerah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.• Tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.• Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang

berkembang.• Tidak bertentangan dengan peraturan lain yang sederajat.• Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2. Syarat formal, antara lain:• Dibuat oleh Pejabat yang berwenang.• Mengikuti prosedur dan tata cara yang berlaku.• Bentuk dan jenisnya sesuai dengan pedoman yang

ditetapkan

PERSYARATAN PEMBENTUKAN PERDA

Page 28: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

28

RAPERDA

PERDA

Evaluasi Perencanaan

SosialisasiPerancangan/Perumusan

Pengundangan

Penetapan

Pembahasan

Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Page 29: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

29

METODE/TAHAPAN METODE/TAHAPAN PEMBENTUKAN PERDAPEMBENTUKAN PERDA

Prakarsa Eksekutif DaerahPrakarsa Eksekutif Daerah1.1. Tahapan Perencanaan;Tahapan Perencanaan;

Diawali Penyusunan Program Diawali Penyusunan Program Legislasi Daerah.Legislasi Daerah.

Didukung Program Penelitian/Riset Didukung Program Penelitian/Riset Unggulan Unggulan “Model Pembuatan “Model Pembuatan Perda Berbasis Riset”.Perda Berbasis Riset”.

Kerjasama dgn Kerjasama dgn expert groupexpert group untuk untuk membuat Naskah Akademik (NA).membuat Naskah Akademik (NA).

Page 30: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

30

2.2. Lanjutan;Lanjutan;• Pemrakarsa adalah Perangkat Daerah Pemrakarsa adalah Perangkat Daerah

sesuai bidang tugasnya.sesuai bidang tugasnya.• Pengumpulan data oleh Pemrakarsa Pengumpulan data oleh Pemrakarsa

bersama Biro Hukum.bersama Biro Hukum.• Persetujuan Prinsip dari Kepala Daerah, Persetujuan Prinsip dari Kepala Daerah,

berisi:berisi: Latar belakang dan tujuan penyusunanLatar belakang dan tujuan penyusunan Sasaran yang ingin diwujudkanSasaran yang ingin diwujudkan Pokok-pokok pikiran, lingkup, dan objek yang Pokok-pokok pikiran, lingkup, dan objek yang

diaturdiatur Jangkauan dan arah pengaturan.Jangkauan dan arah pengaturan.

Page 31: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

31

3. Tahap Perancangan/Perumusan;3. Tahap Perancangan/Perumusan;

a. Perumusan;a. Perumusan;• Draf Naskah Akademik yang akan disulkan.Draf Naskah Akademik yang akan disulkan.• Hasil Naskah Akademik sebagai bahan Hasil Naskah Akademik sebagai bahan

pembahasan dan Rapat Konsultasi.pembahasan dan Rapat Konsultasi.• Pemantapan konsepsi (perspektif yang Pemantapan konsepsi (perspektif yang

holistik).holistik).

b. Pembentukan Tim asistensi;b. Pembentukan Tim asistensi;• Menitikberatkan pembahasan pada materi.Menitikberatkan pembahasan pada materi.• Melaporkan perkembangan penyusunan Melaporkan perkembangan penyusunan

Raperda dan permasalahannya kepada Kepala Raperda dan permasalahannya kepada Kepala Daerah.Daerah.

c. Konsultasi Raperda dengan pihak-pihak yang c. Konsultasi Raperda dengan pihak-pihak yang terkait.terkait.

d. Persetujuan Raperda oleh Kepala Daerah.d. Persetujuan Raperda oleh Kepala Daerah.

Page 32: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

32

5. Tahap Penetapan;a. Penetapan dan Persetujuan Raperda menjadi Perda oleh

DPRD dalam bentuk Keputusan DPRD.b. Penandatanganan Perda dilakukan oleh Kepala Daerah.c. Istilah “disahkan” pada PERDA oleh Pejabat tingkat lebih

atasnya, tidak dikenal lagi sejak UU No. 22 Tahun 1999.d. Sambutan Kepala Daerah.

Page 33: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

33

6. Tahap Pengundangan;a. Pengundangan via Lembaran Daerah oleh Sekretaris

Daerah (Paling lambat 7 hari setelah Perda Ditetapkan, kemudian dikirim ke Pemerintah paling lambat 15 hari setelah tanggal penetapan Risalah Rapat Pembahasan Perda.

b. Penjelasan Perda dicatat dalam tambahan Lembaran Daerah (oleh Sekretaris Daerah)

Page 34: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

34

7. Tahap Pengumuman (Sosialisasi);a. Pengumuman via Berita Daerah (oleh Kabiro. Hukum

Provinsi dan Kabag. Hukum Kabupaten/Kota).b. Sosialisasi oleh Biro/Bagian Hukum dan Unit Kerja

Pemrakarsa.c. Sosialisasi melalui Semiloka.d. Lewat E-Parliament.

Page 35: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

35

PRAKARSA LEGISLATIF DAERAH PRAKARSA LEGISLATIF DAERAH (DPRD)(DPRD)

1.1. Tata Cara Penyampaian Usul Inisiatif DPRD;Tata Cara Penyampaian Usul Inisiatif DPRD;a.a. Sekurang-kurangnya 5 Anggota DPRD yang tidak Sekurang-kurangnya 5 Anggota DPRD yang tidak

hanya terdiri dari 1 Fraksi, berhak mengajukan hanya terdiri dari 1 Fraksi, berhak mengajukan Raperda sebagai usul inisiatif.Raperda sebagai usul inisiatif.

b.b. Usul inisiatif disampaikan kepada Pimpinan DPRD Usul inisiatif disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Raperda disertai penjelasan yg dalam bentuk Raperda disertai penjelasan yg tertulis.tertulis.

c.c. Usul inisiatif tersebut oleh Pimpinan DPRD Usul inisiatif tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.

d.d. Dalam Rapat Paripurna, pengusul diberikan Dalam Rapat Paripurna, pengusul diberikan kesempatan memberikan penjelasan.kesempatan memberikan penjelasan.

e.e. Pembicaraan dilakukan dengan memberikan Pembicaraan dilakukan dengan memberikan kesempatan pada;kesempatan pada;a. Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan.a. Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan.b. Pengusul untuk memberikan jawaban atas b. Pengusul untuk memberikan jawaban atas pandangan DPRD.pandangan DPRD.

f.f. Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi menerima atau menolak usul prakarsa menjadi inisiatif DPRD.inisiatif DPRD.

g.g. Selama usul inisiatif belum diputuskan menjadi Selama usul inisiatif belum diputuskan menjadi inisiatif DPRD, pengusul berhak mengajukan inisiatif DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menariknya kembali.perubahan atau menariknya kembali.

Page 36: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

36

2. Penyusunan Raperda;a. Penyusunan Naskah Akademikb. Penyusunan Rancagan peraturan daerah, dan

seterusnya.

Page 37: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

37

MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG DASARDASAR

Struktur lembaga negaraStruktur lembaga negara Kewenangan lembaga negaraKewenangan lembaga negara Hubungan antara lembaga negara dengan Hubungan antara lembaga negara dengan

warga negarawarga negara Hubungan antara warga negara dengan warga Hubungan antara warga negara dengan warga

negaranegara Hak asasi manusia Hak asasi manusia Batas/wilayah negaraBatas/wilayah negara Hubungan antar negaraHubungan antar negara

Page 38: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

38

Materi muatan Undang-Undang:

Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:

hak-hak asasi manusia;hak dan kewajiban warga negara;pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta

pembagian kekuasaan negara;wilayah negara dan pembagian daerah;kewarganegaraan dan kependudukan;keuangan negara.

diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

Page 39: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

39

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

Page 40: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

40

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Page 41: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

41

Bagan Alur Materi Muatan Perda

Page 42: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

42

Bagan Alur Materi Muatan Perda Provinsi

Page 43: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

43

Bagan Alur Materi Muatan Perda Kabupaten/Kota

Page 44: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

44

Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

Landasan Filosofis:- Pemikiran terdalam yang harus terkandung dalam peraturan perundang-undangan.- Pandangan hidup yang mengarahkan pembuatan peraturan perundang-undangan, yaitu nilai-nilai

Proklamasi dan Pancasila. Landasan Yuridis:

- Ketentuan hukum yang harus diacu dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang dibedakan

menjadi:

Page 45: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

45

a. Landasan Yuridis formal yaitu ketentuan yang menunjuk kewenangan pembuatan.

b. Landasan Yuridis Material yaitu ketentuan hukum yang menentukan isi peraturan perundang-undangan. Contoh:

Pasal 18 UUD’45 : Pemerintahan Daerah

Pasal 23 (2) UUD’45 : Pajak

Pasal 28 UUD’45 : Berserikat, berkumpul,

mengeluarkan pikiran, dsb

Page 46: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

46

Landasan Politis: Keputusan-keputusan politik yang berisi arahan-arahan/kebijakan-kebijakan pembangunan. Misalnya: Kebijakan debirokratisasi, liberalisasi, moneter, dsb.

Landasan Sosiologis: Situasi dan kondisi masyarakat di mana peraturan perundang-undangan itu akan ditetapkan. Landasan ini berkatian dengan efektivitas pelaksanaannya. Jadi landasan yang dipikirkan untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan setelah dibuat.

Landasan Ekologis: Pertimbangan keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup dan ekosistemnya.

Landasan Ekonomis: Pertimbangan ekonomi mikro dan makro. Dan sebagainya (sesuai dengan materi peraturan yg diaturnya).

Page 47: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

47

• Bentuk Dalam, meliputi:

- Pilihan Sistematika yang baku bagi penuangan ketentuan-ketentuan;

- Adanya definisi (pengertian umum)

- Menghindari penggunaan kata-kata yang mengandung arti ganda.

- Pilihan untuk memasukkan hal-hal yang erat berkaitan dengan satu Bab, satu Pasal, satu Paragraf, atau satu Bagian.

• Ragam Bahasa, meliputi:

Perlunya penggunaan bahasa hukum yang sudah baku (baik pada struktur kalimat, peristilahan, dan tanda baca).

Bentuk Bagian Dalam dan Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan

Page 48: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

48

A. Bagian Judul, berisi:

• Keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Peraturan perundang- undangan.

• Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isinya.

• Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, di tengah marjin, dan tanpa diakhiri tanda baca.

• Pada bagian judul Peraturan Perundang-undangan Perubahan, ditamba frase Perubahan Atas… atau Pencabutan…..

Bentuk Bagian Luar Peraturan Perundang-undangan

Page 49: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

49

B. Bagian Pembukaan, berisi:• Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa (huruf Kapital).

• Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan (huruf Kapital).

• Konsiderans: Menimbang, berisi uraian mengenai pokok pikiran yang melatarbelakangi pembuatan Peraturan perundang-undangan (Filosofis, sosiologis, politis, dll).

• Diawali kata; bahwa, dan diakhiri titik koma (;)

• Dasar hukum: Mengingat, berisi dasar yuridis formal dan material (pakai huruf Arab; 1, 2, 3, dst).

• Diktum; sebelum kata MEMUTUSKAN:, dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPR RI dan PRESIDEN RI setelah itu baru Menetapkan: diikuti Nama UU.

• Nama Peraturan;……. (dengan huruf Kapital).

Page 50: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

50

C. Bagian Batang Tubuh, berisi:

• Semua substansi Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal-pasal

• Secara umum terdiri dari; Ketentuan Umum, Materi Pokok yang diatur, Ketentuan Pidana (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika diperlukan), dan Ketentuan Penutup.

• Ketentuan Umum, berisi batasan pengertian, singkatan, akronim.

• Materi Pokok yang diatur diletakkan setelah Ketentuan Umum.

• Ketentuan Pidana, memuat: rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah. Rumusan Ketentuan Pidana harus tegas apakah bersifat: kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif (dan, atau, dan/atau).

Page 51: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

51

Penyusunan Naskah Akademik:

N.A.: Naskah/Uraian yang berisi penjelasan tentang:

Perlunya sebuah peraturan harus dibuat.

Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat.

Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut.

Aspek-aspek teknis penyusunan.Bentuk Naskah Akademik

Tidak ada bentuk baku dari suatu naskah akademik, namun pada umumnya naskah akademik disusun secara sitematis dalam bab-bab.

Disarankan membuat naskah akademik ke dalam sistematika bab berikut:

Page 52: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

52

NASKAH AKADEMIK

Berisi: uraian terperinci dasar pemikiran tentang pentingnya mengatur masalah (tertentu) dalam suatu UU, PP, PERPRES, PERDA, dsb.

Misalnya dalam N.A. PP tentang Otonomi Daerah.

BAB I. PENDAHULUAN

a. Pentingnya pelaksanaan otonomi untuk mendayagunakan potensi daerah.

b. Otonomi sangat menentukan peran serta masyarakat dalam pembangunan.

Page 53: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

53

Banyak pertimbangan dasar yang dapat dikemukakan untuk suatu peraturan misalnya:

BAB II. PERTIMBANGAN DASAR PENGATURAN DALAM …..(UU, PP, PERPRES, PERDA, dst.)

a. Pertimbangan yuridis: pengaturannya belum jelas.

b. Pertimbangan operasional: Tidak bisa dilaksanakan karena belum ada PP-nya, dst. Seperti kasus otonomi daerah pada Kabupaten/Kota.

Page 54: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

54

BAB III. ASPEK TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN

1. Tentang Nama dan Judul.

Nama/Judul apa yang akan dipakai sebaiknya diberi beberapa alternatip nama dengan penjelasan kelebihan dan kekurangan masing-masing nama/judul.

2. Tentang Pertimbangan.

Apa saja yang dimasukkan dalam pertimbangan karena kemungkinan banyaknya pertimbangan, perlu ditentukan aspek-aspek penting apa yang akan dijadikan pertimbangan.

Misalnya, tentang otonomi:

a. Aspek peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

b. Aspek daya guna dan hasil guna

c. Aspek demokratisasi, dsb.

Page 55: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

55

3. Tentang Dasar Hukum

Sebutkan dasar hukumnya, baik formal maupun material yang digunakan.

Dasar Hukum. Material …….sesuai dengan isi/materi yang diatur.

Page 56: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

56

4. Pemuatan Sanksi Pidana.

Perlu dijelaskan, pidana harus dimuat dalam UU, kecuali UU menguasakannya/mendelegasikan kepada peraturan lebih rendah.

Perlu dijelaskan: pidana kurungan dari Perda paling lama 6 bulan atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Page 57: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

57

Dalam bab ini, perlu dijelskan peraturan yang akan dibuat itu memuat materi apa saja. Biasanya isi muatan peraturan peraturan perundang-undangan terdiri dari:

BAB IV. ISI MUATAN PERATURAN

1. Ketentuan Umum: memuat pengertian-pengertian ada ketentuan umum ini, naskah akademik sudah harus memerinci apa saja yang perlu didefinisikan /diberi pengertian.

2. Materi yang akan diatur.

N.A. harus memerinci segi-segi apa saja yang diatur: contoh yang perlu diatur adalah sebagai berikut:

Page 58: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

58

- Pelaksanaan Otonomi

- Isi rumah tangga

- Aspek keuangan

- Susunan organisasi

Pemda Kab/Kota.

- Dekonsentrasinya

Nantinya menjadibab-bab dalam rancangan

3. Ketentuan Pidana; Kalau peraturan yang akan dibuat memuat ketentuan pidana maka pidanya harus dirumuskan secara jelas.

Misalnya: Barang siapa ……..……diancam dengan hukuman …………..

Page 59: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

59

4. Ketentuan Peralihan

Naskah akademik juga perlu menjelaskan bagaimana peraturan yang dibuat itu akan berlaku nanti, kapan akan efektif.

Jadi dapat meliputi

a. Ketentuan penerapan.

b. Cara-cara penerapan.

5. Lain-lain…

Misalnya tentang pedoman teknis penyusunan yang akan digunakan dst.

Page 60: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

60

Contoh Sistematika

NASKAH AKADEMIKTENTANG

PERIZINAN

BAB I. PENDAHULUAN

1. Umum

2. Dasar

3. Maksud dan Tujuan

4. Ruang Lingkup

5. Tata Urutan

6. Referensi

7. Pengertian-pengertian

Page 61: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

61

BAB II. LANDASAN PEMIKIRAN

1. Landasan Filosofis

2. Landasan Hukum

3. Landasan Politis Perizinan

4. Landasan Sejarah

5. Landasan Ekonomi

6. Landasan Ekologi

7. Prinsip-prinsip pembinaan dan pengertian perizinan

Page 62: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

62

BAB III KONSEPSI: PERIZINAN

1. Umum

2. Pengertian dan indikator Perizinan

3. Para Pihak yang terkait dalam Perizinan

4. Kebijakan Perizinan

5. Sanksi pelanggaran terhadap Perizinan

6. Dan lain-lain.

Page 63: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

63

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

Daftar Pustaka

Page 64: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

64

Bahan Penunjang dari

Peraturan Perundang-undangan

• UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan • UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah• UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi• UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung

Page 65: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

65

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIAUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 2004NOMOR 10 TAHUN 2004

TENTANGTENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANUNDANGAN

Page 66: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

66

PASAL 1PASAL 1DALAM UNDANG-UNDANG INI YANG DIMAKSUD DENGAN:DALAM UNDANG-UNDANG INI YANG DIMAKSUD DENGAN:

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.penyebarluasan.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh

dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat

oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.lainnya.

Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.Perundang-undangan.

Page 67: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

67

PASAL 5PASAL 5ASAS PEMBENTUKAN ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK:YANG BAIK:

• Kejelasan tujuan;Kejelasan tujuan;• Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;• Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;• Dapat dilaksanakan;Dapat dilaksanakan;• Kedayagunaan dan kehasilgunaan;Kedayagunaan dan kehasilgunaan;• Kejelasan rumusan; danKejelasan rumusan; dan• Keterbukaan.Keterbukaan.

Page 68: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

68

PASAL 6PASAL 6MATERI MUATAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGANDUNG ASAS:MENGANDUNG ASAS:

pengayoman;pengayoman; kemanusiaan;kemanusiaan; kebangsaan;kebangsaan; kekeluargaan;kekeluargaan; kenusantaraan;kenusantaraan; bhinneka tunggal ika;bhinneka tunggal ika; keadilan;keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan;pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atauketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan.keselarasan.

Page 69: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

69

PASAL 7PASAL 7JENIS DAN HIERARKI JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;Pengganti Undang-Undang;

Peraturan Pemerintah;Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden;Peraturan Presiden; Peraturan Daerah.Peraturan Daerah.

Page 70: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

70

PERATURAN DAERAH MELIPUTI:PERATURAN DAERAH MELIPUTI:

Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;provinsi bersama dengan gubernur;

Peraturan Daerah kabupaten/kota Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;bupati/walikota;

Peraturan Desa/peraturan yang Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.nama lainnya.

Page 71: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

71

PASAL 8PASAL 8MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG:MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG:

• Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:Tahun 1945 yang meliputi:

• hak-hak asasi manusia;hak-hak asasi manusia;• hak dan kewajiban warga negara;hak dan kewajiban warga negara;• pelaksanaan dan penegakan kedaulatan pelaksanaan dan penegakan kedaulatan

negara serta pembagian kekuasaan negara;negara serta pembagian kekuasaan negara;• wilayah negara dan pembagian daerah;wilayah negara dan pembagian daerah;• kewarganegaraan dan kependudukan;kewarganegaraan dan kependudukan;• keuangan negara.keuangan negara.

• diperintahkan oleh suatu Undang-Undang diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.untuk diatur dengan Undang-Undang.

Page 72: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

72

PASAL 9PASAL 9MATERI MUATAN PERATURAN PEMERINTAH MATERI MUATAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG SAMA PENGGANTI UNDANG-UNDANG SAMA DENGAN MATERI MUATAN UNDANG-DENGAN MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG.UNDANG.

Pasal 10Pasal 10Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi

materi untuk menjalankan Undang-materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.Undang sebagaimana mestinya.

Pasal 11Pasal 11Materi muatan Peraturan Presiden berisi Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Undang atau materi untuk melaksanakan

Peraturan Pemerintah.Peraturan Pemerintah.

Page 73: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

73

Pasal 12Pasal 12Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi

muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung daerah dan tugas pembantuan, dan menampung

kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi.tinggi.

Pasal 13Pasal 13Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah

seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi.lebih tinggi.

Pasal 14Pasal 14Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya

dapat dimuat dalam Undang-Undang dan dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.Peraturan Daerah.

Page 74: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

74

BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSIBENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI

PERATURAN DAERAH PROVINSI... (Nama Provinsi)PERATURAN DAERAH PROVINSI... (Nama Provinsi)NOMOR...TAHUN...NOMOR...TAHUN...

TENTANGTENTANG(nama Peraturan Daerah)(nama Peraturan Daerah)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAGUBERNUR PROVINSI (Nama Provinsi),GUBERNUR PROVINSI (Nama Provinsi),

Menimbang:Menimbang:a.bahwa...;a.bahwa...;b.bahwa...dan seterusnya...;b.bahwa...dan seterusnya...;Mengingat:Mengingat:1....;1....;2....; dan seterusnya ...2....; dan seterusnya ...

Dengan Persetujuan BersamaDengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSIDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI

(Nama Provinsi)(Nama Provinsi)dandan

GUBERNUR... (Nama Provinsi)GUBERNUR... (Nama Provinsi)MEMUTUSKAN:MEMUTUSKAN:

Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG ... (nama Peraturan Daerah Provinsi).Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG ... (nama Peraturan Daerah Provinsi).BAB IBAB I

KETENTUAN UMUMKETENTUAN UMUMPasal IPasal IBAB IIBAB II

......Pasal ...Pasal ...BAB ...BAB ...

(dan seterusnya)(dan seterusnya)Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi ... Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi ... (Nama Provinsi).(Nama Provinsi).

Ditetapkan di....pada tanggal...Ditetapkan di....pada tanggal...GUBERNUR PROVINSI ... (Nama Provinsi)GUBERNUR PROVINSI ... (Nama Provinsi)

(tanda tangan)(tanda tangan)(NAMA)(NAMA)

Diundangkan di ...Diundangkan di ...pada tanggal ...pada tanggal ...

SEKRETARIS DAERAH ... (Nama Provinsi)SEKRETARIS DAERAH ... (Nama Provinsi)LEMBARAN DAERAH PROVINSI ... (Nama Provinsi) TAHUN ... NOMOR ...LEMBARAN DAERAH PROVINSI ... (Nama Provinsi) TAHUN ... NOMOR ...

Page 75: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

75

BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTABENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (nama kabupaten/kota)PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (nama kabupaten/kota)NOMOR ... TAHUN ...NOMOR ... TAHUN ...

TENTANGTENTANG(nama Peraturan Daerah)(nama Peraturan Daerah)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESABUPATI/WALIKOTA (nama kabupaten/kota),BUPATI/WALIKOTA (nama kabupaten/kota),

Menimbang:Menimbang:a.bahwa...;a.bahwa...;b... dan seterusnyab... dan seterusnyaMengingat:Mengingat:1....;1....;2... dan seterusnya2... dan seterusnya

Dengan Persetujuan BersamaDengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA...(nama kabupaten/kota)DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA...(nama kabupaten/kota)

dandanBUPATI/WALIKOTA.... (nama kabupaten/kota)BUPATI/WALIKOTA.... (nama kabupaten/kota)

MEMUTUSKAN:MEMUTUSKAN:Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG...(nama Peraturan Daerah Kabupaten/Kota).Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG...(nama Peraturan Daerah Kabupaten/Kota).

BAB IBAB IKETENTUAN UMUMKETENTUAN UMUM

Pasal IPasal I......

BAB IIBAB II......

Pasal...Pasal...BAB...BAB...

(dan seterusnya)(dan seterusnya)Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten/Kota ... (nama kabupaten/kota).Daerah Kabupaten/Kota ... (nama kabupaten/kota).

Ditetapkan di....pada tanggal...Ditetapkan di....pada tanggal...BUPATI/WALIKOTA ... (nama kabupaten/kota)BUPATI/WALIKOTA ... (nama kabupaten/kota)

(tanda tangan)(tanda tangan)(NAMA)(NAMA)

Diundangkan di ...Diundangkan di ...pada tanggal ...pada tanggal ...

SEKRETARIS DAERAH ... (Nama Kabupaten/Kota)SEKRETARIS DAERAH ... (Nama Kabupaten/Kota)(tanda tangan)(tanda tangan)

(NAMA)(NAMA)LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (Nama kabupaten/Kota) TAHUN ... NOMOR ...LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (Nama kabupaten/Kota) TAHUN ... NOMOR ...

Page 76: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

76

UU NOMOR 32 TAHUN 2004 UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN TENTANG PEMERINTAHAN DAERAHDAERAH

Pasal  1Pasal  1

10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda 10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.peraturan daerah kabupaten/kota.

11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan 11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.

Page 77: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

77

PEMERINTAH DAERAH PEMERINTAH DAERAH

Pasal 3Pasal 3

Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;

Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.kabupaten/kota.

Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah(1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah

Page 78: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

78

URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAHURUSAN PEMERINTAH

Pasal 10 ayat (3)Pasal 10 ayat (3)

politik luar negeri;politik luar negeri; pertahanan;pertahanan; keamanan;keamanan; yustisi;yustisi; moneter dan fiskal nasional;  danmoneter dan fiskal nasional;  dan agama.agama.

Page 79: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

79

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURANPERATURAN KEPALA DAERAHKEPALA DAERAH

Pasal 136Pasal 136

Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.persetujuan bersama DPRD.

Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan.pembantuan.

Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.lebih tinggi.

Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.daerah.

Page 80: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

80

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 137Pasal 137

Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: peraturan perundang-undangan yang meliputi:

    kejelasan tujuan;kejelasan tujuan;    kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;    kesesuaian antara jenis dan materi muatan;kesesuaian antara jenis dan materi muatan; dapat dilaksanakan;dapat dilaksanakan;    kedayagunaan dan kehasilgunaan;kedayagunaan dan kehasilgunaan;      kejelasan rumusan; dan kejelasan rumusan; dan     keterbukaan.keterbukaan.

Page 81: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

81

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH  

Pasal 138Pasal 138Materi muatan Perda mengandung asas: Materi muatan Perda mengandung asas: pengayoman;pengayoman; kemanusiaan;kemanusiaan; kebangsaan;kebangsaan; kekeluargaan;kekeluargaan; kenusantaraan;kenusantaraan; bhineka tunggal ika;bhineka tunggal ika; keadilan;keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atauketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas Selain asas di atasdi atas, Perda dapat memuat asas lain , Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda yang bersangkutan.sesuai dengan substansi Perda yang bersangkutan.

Page 82: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

82

PERATURAN DAERAHPERATURAN DAERAH DANDAN PERATURAN KEPALA DAERAH PERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 139Pasal 139

(1)  Masyarakat berhak memberikan masukan (1)  Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.Perda.

(2)  Persiapan pembentukan, pembahasan, dan (2)  Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.kepada peraturan perundang-undangan.

Page 83: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

83

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 140Pasal 140

(1)  Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, (1)  Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.atau Bupati/Walikota.

(2)  Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur (2)  Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.bahan untuk dipersandingkan.

(3)  Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang (3)  Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur atau Bupati/Walikota diatur berasal dari Gubernur atau Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.dengan Peraturan Presiden.

Page 84: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

84

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA PERATURAN KEPALA DAERADAERA

Pasal 141Pasal 141

(1)  Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, (1)  Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.khusus menangani bidang legislasi.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara (2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Tertib DPRD.

Page 85: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

85

PERATURAN DAERAH DANPERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 142Pasal 142

(1)  Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari (1)  Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.

(2)  Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari (2)  Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh Gubernur, atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh sekretariat daerah.sekretariat daerah.

Page 86: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

86

PERATURAN DAERAH DANPERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal  143Pasal  143

(1)  Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan (1)  Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan.perundangan.

(2)  Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling (2)  Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3)  Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain (3)  Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya.diatur dalam peraturan perundangan lainnya.

Page 87: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

87

PERATURAN DAERAH DANPERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERA PERATURAN KEPALA DAERA

  

Pasal 144Pasal 144(1)  Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan (1)  Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan

Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda.kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda.

(2)  Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2)  Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.sejak tanggal persetujuan bersama.

(3)  Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) (3)  Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.

(4)  Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau (4)  Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah.dengan memuatnya dalam lembaran daerah.

(5)  Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (5)  Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, “Perda ini dinyatakan (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, “Perda ini dinyatakan sah,” dengan mencantumkan tanggal sahnya.sah,” dengan mencantumkan tanggal sahnya.

(6)  Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus (6)  Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.naskah Perda ke dalam lembaran daerah.

Page 88: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

88

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 145  Pasal 145  (1)  Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari (1)  Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari

setelah ditetapkan.setelah ditetapkan.(2)  Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan (2)  Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan

dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.

(3)  Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (3)  Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)  Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana (4)  Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.mencabut Perda dimaksud.

(5)  Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan (5)  Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

(6)  Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan (6)  Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. kekuatan hukum.

(7)  Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk (7)  Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.dimaksud dinyatakan berlaku.

Page 89: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

89

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 146Pasal 146

(1)  Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan (1)  Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan  kepala peraturan kepala daerah dan atau keputusan  kepala daerah.daerah.

(2)  Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala (2)  Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Page 90: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

90

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 147Pasal 147

(1)  Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan (1)  Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah.Daerah.

(2)  Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan (2)  Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah.dilakukan oleh Sekretaris Daerah.

(3)  Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang (3)  Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan  dalam Lembaran Daerah dan telah diundangkan  dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah dalam Berita Daerah

Page 91: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

91

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 148Pasal 148

(1)  Untuk membantu  kepala daerah dalam menegakkan (1)  Untuk membantu  kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Pamong Praja.

(2)  Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi (2)  Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah.berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Page 92: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

92

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAHPERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal  149Pasal  149

(1)  Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat (1)  Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas (2)  Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undangan.

(3)  Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang (3)  Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan pelanggaran atas ketentuan PerdaPerda..

Page 93: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

93

PENGUJIAN PERATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANPERUNDANG-UNDANGAN

Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi

Mahkamah AgungMahkamah Agung

Page 94: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

94

UUD 1945 PASAL 24UUD 1945 PASAL 24

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah AgungMahkamah Agung dan badan peradilan yang dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah negara, dan oleh sebuah Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi..

Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.undang-undang.

Page 95: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

95

UUD 1945 PASAL 24AUUD 1945 PASAL 24A

Mahkamah Agung berwenang mengadili pada Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Hakim Agung harus memiliki integritas dan Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.dan berpengalaman di bidang hukum.

Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. dari dan oleh hakim agung.

Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.bawahnya diatur dengan undang-undang.

Page 96: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

96

UUD 1945 PASAL 24 BUUD 1945 PASAL 24 B

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.martabat, serta perilaku hakim.

Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.tidak tercela.

Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Rakyat.

Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.Yudisial diatur dengan undang-undang.

Page 97: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

97

UUD 1945 PASAL 24CUUD 1945 PASAL 24C

Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasarundang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa , memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. hakim konstitusi.

Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.undang-undang.

Page 98: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

98

UU NO. 24 TAHUN 2003 UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSITENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Pasal 10Pasal 10(1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang (1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (2)Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau (2)Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah  melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Wakil Presiden diduga telah  melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.   (3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. diatur dalam undang-undang. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang. undang-undang. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. tahun atau lebih. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. Presiden. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1945.

Page 99: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

99

UU NO. 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN UU NO. 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNGTENTANG MAHKAMAH AGUNG

Pasal 31Pasal 31 Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.terhadap undang-undang.

Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pemberlakuannya tidak undangan yang lebih tinggi atau pemberlakuannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.memenuhi ketentuan yang berlaku.

Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung.pada Mahkamah Agung.

Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan. sejak putusan diucapkan.

Page 100: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

100

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG PENGAWASAN REPRESIF KEBIJAKAN DAERAH PENGAWASAN REPRESIF KEBIJAKAN DAERAH

Pasal 2Pasal 2Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan represif Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan represif

terhadap terhadap Kebijakan Daerah tentang:Kebijakan Daerah tentang: Peraturan Daerah Propinsi;Peraturan Daerah Propinsi; Keputsan Gubernur yang bersifat mengatur;Keputsan Gubernur yang bersifat mengatur; Keputusan DPRD Tata Tertib DPRD Propinsi;Keputusan DPRD Tata Tertib DPRD Propinsi; Keputusan DPRD tentang Kedudukan Keuangan Anggota DPRD;Keputusan DPRD tentang Kedudukan Keuangan Anggota DPRD; Keputusan Pimpinan DPRD Propinsi;Keputusan Pimpinan DPRD Propinsi; Peraturan Daerah Kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi Daerah;Peraturan Daerah Kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi Daerah; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pengelolaan Kawasan;Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pengelolaan Kawasan; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Penghapusan/Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Penghapusan/Perubahan

asset daerah;asset daerah; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang sumbangan Pihak Ketiga Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang sumbangan Pihak Ketiga

kepada Pemerintah Daerah;kepada Pemerintah Daerah; Keputusan Bupati dan Walikota tentang Sumbangan Pihak Ketiga Keputusan Bupati dan Walikota tentang Sumbangan Pihak Ketiga

kepada Pemerintah Daerah;kepada Pemerintah Daerah; Keputusan Bupati/Walikota tentang Penghapusan/Perubahan asset Keputusan Bupati/Walikota tentang Penghapusan/Perubahan asset

daerah daerah

Page 101: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

101

Pasal 3Pasal 3Gubernur selaku wakil Pemerintah Gubernur selaku wakil Pemerintah melakukan pengawasan represif terhadap melakukan pengawasan represif terhadap Kebijakan Daerah yang menyangkut:Kebijakan Daerah yang menyangkut:

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota selain yang tersebut dalam Pasal Bupati/Walikota selain yang tersebut dalam Pasal 2 huruf f, g, h, i, j dan k;2 huruf f, g, h, i, j dan k;

Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tentang Tata Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tentang Tata Tertib DPRD;Tertib DPRD;

Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tentang Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tentang Kedudukan Keuangan anggota DPRD;Kedudukan Keuangan anggota DPRD;

Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota:Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota:

Page 102: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

102

SUMBER BACAAN

A. Hamid S. Attamimi, Peranan Kepres Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi; Fakultas Pascasarjana, UI- Jakarta, 1990.

Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan; Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Ann Seidman, dkk., Penyusunan RUU Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis, ELIPS, Jakarta, 2001.

Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.co, Jakarta, 1992._____, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan perundang-undangan Tingkat Daerah, LPPM-

UNISBA, Bandung, 1995._____, Course Material Hukum Perundang-undangan, Publikasi Terbatas, Jakarta, 2000._____, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH – Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001_____, Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Teoretik), PSH – Fakultas Hukum UII, Yogyakarta,

2005..Budiman N.P.D Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, UII Press, Yogyakarta, 2005._____, Hukum Konstitusi, Kalam Karunia, Yogyakarta, 2005.Dahlan Thaib, dkk., Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali, Jakarta, 2005.Djoko Prakoso, Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.Djulaeha, Teknik dan Praktik Perancangan Perda Di Jawa Barat, Makalah disampaikan pada

semiloka Pedoman Penyusunan Perda di bidang Lingkungan Hidup, Kerjasama; Fak. Hukum UNPAR dengan Kementrian Lingkungan Hidup RI, Bandung, 28 Januari 2003.

Jazim Hamidi, Legislative Drafting Daerah, Makalah disampaikan pada acara Pembekalan Pejabat dan Staf Provinsi Se-Indonesia, Diselenggarakan oleh Depdagri dan Otda, di Jakarta, 24-27 Juli 2002.

_____, Legislative Drafting Daerah (Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD), Makalah disampaikan pada acara Bimbingan Teknis bagi Pejabat dan Staf DPRD Provinsi Se-Indonesia, Diselenggarakan oleh Depdagri dan Otda, LAN, dan Forum Komunikasi Setwan Provinsi, di Hotel Milenium, Jakarta, 5-9 Mei 2003.

Page 103: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

103

Jazim Hamidi & Budiman N.P.D Sinaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam Sorotan, Tatanusa, Jakarta, 2005.

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1988._____, Kedudukan dan Materi Muatan PERPU, PP, dan Kepres Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara RI, Disertasi, UI, Jakarta, 2002.Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Cita Bhakti

Akademika, Bandung, 1996.Suprin Na’a, Ruang Lingkup Materi Muatan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota Dalam rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Tesis pada Program Pascasarjana UNPAD, Bandung, 2003.Tim CPPS, LSM dan Otonomi Daerah, CPPS-CSSP, Surabaya, 2001.

Peraturan Perundang-undangan:UUD 1945.UU No. 22 Tahun 1999 tetang Pemerintahan Daerah.

UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi PapuaUU No. 22 Tahun 2003 tentang Susuduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD.UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah KonstitusiUU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang MAUU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Page 104: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

104

Kepres No. 44 Tahun 1999 tentang Teknik penyusunan Peraturan Per-UU-an dan bentuk RUU, RPP, R. Kepres.

Kepmendagri & Otda No. 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi muatan Produk-produk Hukum Daerah.

Kepmendagri & Otda No. 22 tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah.Kepmendagri & Otda No. 23 tahun 2001 tentang Prosedur penyusunan Produk Hukum

Daerah.Kepmendagri & Otda No. 24 tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.Kepmendagri & Otda No. 41 tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah.

Page 105: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

105

BIOGRAFI PENYUSUN:Jazim Hamidi dilahirkan di Kota Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Sarjana Hukum (Universitas Islam Indonesia), Magister Hukum (Universitas Padjadjaran), Doktor Ilmu Hukum (Hukum Tata Negara) Universitas Padjadjaran. Selain berprofesi sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, aktif juga melakukan kegiatan riset, menulis, konsultan dan tutor legislative drafting, pengabdian masyarakat, dan kegiatan dakwah yang lain.

Beberapa buku yang sudah berhasil diterbitkan antara lain: “Penerapan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPPL) Di Lingkungan Peradilan Administrasi”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999; “Mengenal Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia Berdasarkan UU No. 17 Tahun 1997”, Tarsito, Bandung, 1999; “Otonomi Luas dan Mandiri Menuju Indonesia Baru”, Tarsito, Bandung, 1999 (sebagai Editor); “Yurisprudensi Penerapan AAUPPL”, Tatanusa, Jakarta, 2000; “Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks Dalam Negara Yang Sedang Berubah”, Sinar Grafika, Jakarta , 2000 (sebagai Anggota Tim Penulis); “Intervensi Negara Terhadap Agama (Studi Konvergensi Atas Politik Aliran Keagamaan dan Reposisi Peradilan Agama Di Indonesia,” UII-Press, Yogyakarta, 2001; “Teori dan Hukum Konstitusi”, Rajawali Press, Jakarta, 2003 (Edisi Revisi); “Memerdekakan Indonesia Kembali (Perjalanan Bangsa dari Soekarno ke Megawati)”, IRCiSoD, Yogyakarta, 2004; “Anotasi Terhadap Putusan Kasasi Akbar Tanjung dalam Perspektif AAUPPL” dalam S.F Marbun, Akuntabilitas Putusan Kasasi Akbar Tanjung, UII Press, Yogyakarta, 2005; “Hermeneutika Hukum (Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi Teks)”, UII Press, Yogyakarta, 2005; dan “Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam Sorotan, Tatanusa, Jakarta, 2005. E-mail: [email protected] sebagai sarana silaturrahmi di antara kita sehingga para pembaca dapat memberikan saran, kritik, dan informasi.

Page 106: Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif)

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

106

Buku yang telah ditulis antara lain: Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Yogyakarta: UII Press, 2004; "Memaknai Putusan Kasasi Akbar Tanjung" dalam S.F Marbun, Akuntabilitas Putusan Kasasi Akbar Tanjung, Yogyakarta: UII Press 2004; Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Dalam Sorotan, Jakarta: Tatanusa, 2005; Hukum Konstitusi, Yogyakarta: Kalam Karunia, 2005; Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Dari Perspektif Sekretaris, Jakarta: Rajawali, 2005.

Sejak tamat sebagai Sarjana Hukum sampai sekarang bekerja sebagai dosen. Dalam rangka memperluas pelayanan kepada masyarakat, selain tetap sebagai dosen, sejak tahun 2001 memberikan konsultasi dan bantuan hukum serta pendidikan dan pelatihan kepada perorangan, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah melalui kantor hukum Budiman Sinaga & Partners dengan kekhasan secara sengaja menyediakan pelayanan di bidang Hukum Tata Negara disamping pelayanan yang umum diberikan sebuah kantor hukum.

Website: www.geocities.com/budiman_npds

E-mail: [email protected]

 

Budiman N.P.D Sinaga, menempuh pendidikan di SD Negeri Sosial 1 Cimahi, SMP Negeri 1 Cimahi, SMA Negeri 4 Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Sarjana Hukum), Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Magister Hukum), dan Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran (Kandidat Doktor Ilmu Hukum).

Sejak SMP berminat menulis, dimulai dari Majalah Dinding (MADING) sekolah, media massa lokal, nasional, hingga beberapa tulisan dapat dibaca dari seluruh dunia melaui internet. Berbagai tulisan, terutama berupa opini, antara lain telah dimuat di Analisa, Berita Buana, Berita Yudha, Bisnis Indonesia, Horas Indonesia, Jayakarta, Jurnal Keadilan, Media Indonesia, Tabloid Ombudsman, Pelita, Pikiran Rakyat, Republika, Sinar Harapan, Suara GKPI, Surabaya Post, SWAsembada, Warta Kesuakaan, Waspada.


Top Related